BAB II FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TIMBULNYA SENGKETA TANAH HGU PTPN II PERKEBUNAN SAMPALI DENGAN MASYARAKAT DI DESA SAMPALI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TIMBULNYA SENGKETA TANAH HGU PTPN II PERKEBUNAN SAMPALI DENGAN MASYARAKAT DI DESA SAMPALI"

Transkripsi

1 BAB II FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TIMBULNYA SENGKETA TANAH HGU PTPN II PERKEBUNAN SAMPALI DENGAN MASYARAKAT DI DESA SAMPALI A. Sejarah Tanah HGU PTPN II Perkebunan Sampali 1. Sejarah Hak Atas Tanah Perkebunan Di Sumatera Timur Wilayah Sumatera Timur yang terdapat di Propinsi Sumatera Utara daerahnya menjulur dari dataran pantai ke darat hingga sampai ke dataran berbukit-bukit mulai dari Kabupaten Aceh Timur,, Deli Serdang, Asahan sampai dengan daerah Labuhan Batu sepanjang 280 kilometer dari Barat Laut ke Tenggara. Atau dapat juga dikatakan bahwa daerah Sumatera Timur merentang dari perbatasan Aceh sampai kerajaan Siak di Riau sekarang. 37 Sumatera Timur dibagi dalam tiga bagian. Pertama, dataran rendah, kedua, pegunungan, ketiga, dataran tinggi karo dan simalungun. Sumatera Timur adalah dataran rendah yang sangat luas, di daerah ini terdapat hutan Payau yang ditumbuhi bakau dan nipah, tanahnya yang subur menjadi kunci sukses wilayah ini menjadi kantong perkenunan. Kesuburan tanah di Sumatera Timur ini disebabkan sungaisungai yang jumlahnya sangat banyak selalu membawa banjir, airnya melimpah ruah menggenangi tanah kiri kanan sungai, air bah ini membawa kesuburan pada tanah Mahadi, Sedikit Sejarah Perkembangan Hak-hak Suku Melayu Atas Tanah di Sumatera Timur (Tahun ), (Bandung: Alumni, 1978), hal Ibid, hal

2 Antony Reid menyatakan: sampai pertengahan abad ke 19 Sumater Timur didiami oleh orang Melayu, Batak-Karo dan Simalungun. Mereka inilah yang disebut sebagai penduduk asli Sumatera Timur. 39 Adapun yang dimaksudkan dengan suku Melayu dalam hal ini adalah golongan yang menyatukan dirinya dalam pembauran ikatan perkawinan antar suku bangsa serta memakai adat resam dan bahasa Melayu secara sadar dan berkelanjutan. 40 Masyarakat Melayu yang dipimpin oleh Sultan terhadap negerinya juga mengalami masalah tanah. Sultan sebagai pemangku adat menganggap dirinya sebagai pemilik tanah, oleh karena itu Suku Melayu memperoleh hak atas tanah dengan menguasai tanah tersebut atau karena kehendak Sultan dengan pemberian hak atas karunia. Sultan juga membuat perjanjian dengan pengusaha untuk memakai tanah, namun tanah kampung tidak termasuk tanah yang diserahkan. 41 Hal yang berbeda terdapat di Kesultanan Deli, Sultan Deli yang diangkat oleh kepala-kepala Urung/Datuk Empat Suku (Serbanyaman, Sepuluh Dua Kuta, Sukapiring dan Senembah Deli) secara formal menguasai seluruh kawasan kesultanan namun masing-masing Datuk berkuasa penuh dan juga punya otonom yang sangat luas di daerahnya Anthony Reid, Perjuangan Rakyat: Revolusi dan Hancurnya Kerajaan Di Sumatera Utara, (Jakarta: Sinar Harapan, 1987), hal Mahadi, Op.Cit, hal Supardy Marbun, Tesis: Masalah tanah Adat Melayu Deli di Kotamadya Medan dan Perkembangannya, (Medan: SPS USU, 1999), hal Chainur Arrasyid, Sultan dan Datuk Empat Suku Mewakili Puak Melayu Bekas Kesultanan Deli, Harian Analisa, Medan, 2000, dikutip dari Tesis Elfachri Budiaman.

3 Sultan berhak membagi-bagikan tanah kepada rakyat/kaulanya, sehingga bagi masyarakat Melayu dikenal adanya hak-hak atas tanah yang diberikan oleh Sultan dengan nama Grant-Sultan. Pada mulanya Grant Sultan merupakan hak atas tanah yang diberikan oleh Sultan tanpa bukti hak secara tertulis akan tetapi diakui sebagai hak milik karena pada saat itu orang tidak memerlukan surat sebab tanah masih banyak dan luas sehingga penduduk dengan leluasa berpindah-pindah untuk mengerjakan tanah-tanah yang disukainya kemudian diberikan Sultan kepadanya. Barulah setelah datangnya perusahaan perkebunan yang memerlukan tanah yang luas dan membutuhkan kepastian mengenai tanah yang diserahkan kepada mereka, maka timbullah suatu faktor baru dalam penguasaan tanah, yaitu untuk hidup menetap di suatu tempat tertentu dan timbul keinginan supaya hak atas tanah itu mendapat pengakuan dan penetapan dari penguasa. Maka Kepala Urung kemudian mengeluarkan surat keterangan yang diberi nama Grant Datuk atau Surat kampung. 43 Di samping itu Sultan Deli mengeluarkan surat keterangan penyerahan tanah kepada seseorang sebagai karunia ditulis tangan dengan menggunakan huruf arab. Jadi Grant Sultan ada yang dikeluarkan oleh kepala-kepala Urung XII Kota, Serbanyaman, Suikapiring dan Senembah Deli dan diketuai oleh Sultan, juga ada Grant sultan yang langsung ditandatangani Sultan Mahadi, Op.cit, hal Ibid, hal. 257

4 Masyarakat Melayu sebagian besar mendiami daerah Pesisir Sumatera Utara dan juga sebagian besar hidup sebagai Nelayan, sedangkan penduduk yang ada di pedalaman mengutamakan usaha pertanian dan hasil hutan sebagai pemenuhan kebutuhan hidup mereka. 45 Namun setelah kedatangan pengusaha Belanda dan membuka perkebunan di Sumatera Timur, masyarakat banyak yang berubah menjadi pekerja di sektor perkebunan, sungguhpun belakangan masyarakat Melayu banyak yang tidak mampu menjadi buruh perkebunan terutama mengurus tembakau sehingga para tuan tanah perkebunan mendatangkan kuli dari luar Sumatera Timur seperti Malaka, Jawa dan Cina. 46 Dalam catatan sejarah, ekspansi kekuatan kolonial masuk ke Sumatera Timur melalui Kerajaan Siak, karena pada mulanya Kesultanan yang ada di Sumatera Timur seperti Kesultanan Deli, Bilah, Panai, Kualuh, Asahan, Batubara, Bedagai, Serdang Percut, Perbaungan dan merupakan kerajaan jajahan Kesultanan Siak Sri Indrapura. Sebagaimana tercantum dalam perjanjian/traktat antara Pemerintah Hindia Belanda dengan Sultan Siak pada tahun Karena kerajaan Siak telah ditaklukkan, Belanda berusaha menggunakan Siak untuk menegakkan pengaruhnya di Sumatera Timur. Melalui kontrak Siak bersama seluruh wilayah kekuasaannya berada di bawah kekuasaan Belanda sehingga dapat dikatakan secara de jure Belanda telah menaklukkan Raja-raja di Sumatera Timur. Namun secara de facto kerajaan di Sumatera Timur belum mengakui kedaulatan Siak 45 Supardi Marbun, Op.cit, hal T. Keizerina Devi, Poenali Sanctie, (Medan: PPS USU, 2004), hal Mahadi, Op.cit, hal. 32

5 disebabkan pada waktu itu Kerajaan Aceh berdaulat di Sumatera Timur. Baru pada tahun 1862 Belanda dapat mengukuhkan kekuasaannya terhadap Sumatera Timur. 48 Setelah Sumatera Timur ditaklukkan oleh Belanda maka masuklah pengusaha asing ke daerah ini untuk menanamkan modalnya di bidang usaha perkebunan Tembakau. Jacobus Nienhuys yang datang ke Deli sekitar tahun 1863 merupakan orang Belanda pertama yang membuka perkebunan Tembakau di tanah Deli. Pada Tahun 1864 kebun Tembakau dibuka pertama kali di dekat Martubung dan pada saat panen menghasilkan 50 bal tembakau dan dikirim melalui Penang untuk dijual ke Belanda. Kemudian pada tahun 1865 kebun Nienhuys menghasilkan 189 bal Tembakau. Tahun 1867 Nienhuys pulang ke Belanda untuk mencari tambahan modal usaha, sesudah kembali lagi ke Deli, Nienhuys berhasil mengadakan kontrak dengan memperoleh konsesi tanah dari Sultan Deli yang letaknya memanjang antara Mabar dan Deli Tua. 49 Kontrak tanah pertama dengan penguasa Deli diberikan kepada Nienhuys secara Pribadi, yakni selama 99 tahun untuk penyewaan 2000 bau. 50 Oleh karena Nienhuys dengan Sultan dinilai telah berhasil dan sukses, Kontrelour Deli, Cats de Raet, membantu Nienhuys untuk menandatangani kontrak kedua dengan Sultan Deli dengan luas seberapa ia sanggup menanaminya selama 48 Syafruddin Kalo, Desertasi, Masyarakat dan Perkebunan: Studi Mengenai Sengketa Pertanahan Antara Masyarakat Versus PTPN-II dan PTPN III Di Sumatera Utara, (Medan: PPS USU, 2003), hal Pemda Medan, Sejarah Pemerintah Dati II Kodya Medan, Tanpa Penerbit, hal Syafruddin Kalo, Desertasi, Masyarakat dan Perkebunan: Studi Mengenai Sengketa Pertanahan Antara Masyarakat Versus PTPN-II dan PTPN III Di Sumatera Utara, Op. cit, hal. 36

6 lima tahun. 51 Kontrak antara Nienhuys dengan Sultan Deli yang memberikan hak konsesi atas tanah ditetapkan dalam Akta 1877 Konsesi yang ditandatangani oleh Sultan dan mendapat legalisasi dari Residen. 52 Dalam kontrak-kontrak penyerahan tanah yang dilakukan oleh Sultan sebagai penguasa kepada pihak swasta sebelum Akta 1877 tanah kampung tidak termasuk wilayah yang dikuasai pihak perkebunan. Sultan membuat Retriksi bahwa tanah kampung tidak termasuk ke dalam tanah yang diserahkan. Kemudian dalam kontrak akta 1877 antara lain disebutkan, tanah yang diserahkan kepada pihak perkebunan adalah tanah-tanah hutan. 53 Akan tetapi kedudukan Sultan dalam memberikan hak konsesi ini terdapat perbedaan pendapat, apakah Sultan sebagai pemilik tanah, sebagai pemangku adat atau sebgai kepala Swapraja, hal ini berimplikasi terhadap status tanah-tanh yang diberikan tersebut. H. Van Anrooy 54 menyatakan, Sultan menganggap dirinya sebagi pemilik terhadap tanah dan hutan yang terdapat di wilayah kekuasaannya, sehingga akta kontrak tahun 1877 memuat substansi bahwa Sultan menyerahkan tanah perkebunan selaku pemilik. 55 Sementara dalam Surat Azmy Perkasa Alam Alhaj, selaku Sultan Deli dan Kepala masyarakat Deli tanggal 11 Maret 1996 yang ditujukan kepada Menteri Mahadi, Op.cit, hal. 38 Direktorat Agraria Provinsi Sumatera Utara, Himpunan Risalah Pertumbuhan dan Perkembangan Hak Konsesi dan Erfach Perkebunan Besar dan Penyelesaian Pendudukan Rakyat atas Tanah Perkebunan di Provinsi Sumatera Utara, (Medan, 1976), hal Supardi Marbun, Op. Cit, hal Mahadi, Op.cit, hal Supardi Marbun, Op.cit, hal. 62

7 Pertanian antara lain pada Butir (2) disebutkan bahwa setelah Sultan Deli sebagai kepala masyarakat Deli dinobatkan, Datuk empat suku dengan suka rela mempersembahkan tanah adat mereka dan meyerahkan penguasaan dan penggunaannya kepada Sultan Deli. Selanjutnya disebutkan bahwa Sultan Deli memberi kuasa kepada perusahaan perkebunan untuk membuka kebun di atas tanah kosong yang terbentang antara sungai Deli dan Senembah dan dari Mabar sampai ke Deli Tua dan tanah tersebut adalah tanah Ulayat yang dipersembahkan oleh Datuk Empat Suku kepada Sultan Deli untuk selanjutnya diserahkan kuasa kepada perusahaan perkebunan untuk memanfaatkan tanah sebagi perkebunan untuk jangka waktu 75 tahun dan paling lama 99 tahun. Jadi penyerahan tanah oleh Sultan kepada pengusaha perkebunan bukan dalam kapasitasnya sebagai pemilik, tetapi sebagai pemangku adat dan status tanah tersebut dinyatakan sebagai hak Ulayat. Akan tetapi menurut Boedi Harsono, hak konsesi tersebut adalah hak yang diberikan oleh pemerintah Swapraja untuk perkebunan besar dan sekalipun ditandatangani oleh Sultan tetapi harus didaftar di kantor Residen. 56 Hal ini diperkuat dengan adanya teori Domein Verklaring dari pemerintah Hindia Belanda yang hanya mengakui hak-hak barat, di luar dari hak-hak atas tanah yang tunduk pada hak barat semuanya dinyatakan sebagai Domein (milik) negara, dengan demikian tanah-tanah yang dipunyai rakyat dan tanah-tanah hutan adalah Domein Negara. 56 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, (Jakarta: Jambatan), hal. 49

8 Berdasarkan pendapat tersebut, dapat diasumsikan bahwa Sultan memberikan tanah kepada pengusaha perkebunan dengan hak konsesi bukan sebagai kepala masyarakat adat dan bukan pula sebagai pemilik tanah, tetapi dalam kapasitasnya sebagai kepala pemerintah Swapraja, apalagi hak-hak konsesi tersebut didaftarkan di kantor Residen, sedangkan tanah yang diserahkan tersebut statusnya berarti dianggap sebagai tanah negara. 57 Dengan demikian berdasarkan sejarahnya, hak-hak atas tanah yang diberikan Sultan kepada perusahaan perkebunan adalah hak konsesi yang dituangkan dalam akta konsesi yang ditandatangani oleh Sultan dan didaftar di Kantor Residen. Akan tetapi terdapat perbedaan pendapat mengenai status tanah yang diberikan dengan hak konsesi tersebut, ada yang berpendapat berasal dari tanah milik Sultan, ada yang menyatakan berasal dari hak ulayat masyarakat adat dan ada yang menyebut berasal dari tanah negara. Hal ini terkait dengan kapasitas Sultan dalam menandatangani akta konsesi, apakah sebagai pribadi, kepala masyarakat adat atau Kepala Swapraja. 2. Sejarah Hak Atas Tanah PT. Perkebunan Nusantara II Sebagaimana disebutkan di atas bahwa munculnya perkebunan di Sumatera Timur diawali dengan masuknya modal besar lewat seorang pengusaha swasta Belanda yang bernama Jacobus Nienhuys yang bermaksud menanamkan modalnya dalam industri perkebunan tembakau. 57 Muhammad Yamin dan Abd. Rahim Lubis, Beberapa Masalah Aktual Hukum Agraria, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2004), hal. 49

9 Usaha Nienhuys membuka perkebunan Tembakau ternyata membawa hasil, pada tahun 1864 tembakau dapat dipanen sebanyak 50 bal yang dijual ke pasar dunia. Setelah pemberian konsesi kepada Nienhuys tersebut, para Sultan pun kemudian berturut-turut memberikan hak konsesi secara leluasa kepada perusahaan asing yang menananmkan modalnya untuk membuka perkebunan tembakau di Sumatera Timur bahkan digambarkan bahwa pemberian hak konsesi oleh Sultan Deli malahan kadangkala diberikan dengan picing mata, yaitu boleh memilih mana yang di sukainya atau mana tuan punya suka, hal yang sama juga terjadi pada Sultan. 58 Selanjutnya para pengusaha tersebut membentuk perusahaan (Maskapai Perkebunan/onderneming). Pada tahun 1868 berdirilah Deli Maatschappij sebagai maskapai perkebunan pertama di Sumatera Timur, bahkan di seluruh Hindia Belanda pada saat itu. Sampai tahun 1869 perusahaan dikembangkan oleh para pedagang dan para pemilik Onderneming yang bekerja sendiri atau secara kompayon. 59 Pada tahun 1870 diterbitkanlah Agrarishe Wet yang lahir atas desakan modal besar swasta sejalan dengan politik monopoli pemerintah dalam bidang pertanahan. Dengan Agrarishe Wet 1870 telah membuka jalan luas bagi perkembangan perkebunan besar di Indonesia dengan pemberian izin kepada pemilik modal untuk memperoleh hak sewa secara turun-temurun (erfacht) dari Pemerintah untuk periode 58 AP. Parlindungan, Komentar atas Undang-undang Pokok Agraria, (Bandung: Mandar maju, 1998), hal Karl J. Pelzer, Sengketa Agraria, Pengusaha Perkebunan Melawan Petani, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1991), hal.58

10 sampai 75 tahun. Dengan berlakunya Agrarische Wet 1870 tersebut telah memacu perkembangan perkebunan swasta khususnya tanaman tembakau di Sumatera Timur. 60 Berdirinya Onderneming yang bernama Deli Maatchappij di Sumatera Timur dan terciptanya iklim yang kondusif bagi penanaman modal di bidang perkebunan terutama setelah diterbitkannya Agrarische Wet 1870, maka perkembangan berikutnya berturut-turut pada tahun 1975 berdiri Deli Compagnie (1879), Rotterdaam Deli Maatschappij (1881) sehingga sampai dengan tahun 1899 tercatat ada 170 perusahaan perkebunan tembakau yang tersebar di Deli Serdang, dan Asahan. Kemudian jumlah tersebut terus menurun karena ternyata dari segi kultur teknis dan kualitas produksi terbaik tembakau hanyalah di antara dua sungai, yaitu Sungai Wampu dan Sunagi Ular yang mempunyai ciri-ciri khas untuk tanaman tembakau, sedangkan banyak perusahaan tembakau di tempat lain beralih ke tanaman lain seperti karet, kelapa sawit dan lain-lain. Sampai dengan tahun 1914 perusahaan perkebunan tembakau berjumlah 108 perusahaan, kemudian tahun 1930 menjadi 72 perusahaan dan tahun 1940 jumlah tersebut tinggal 43 perusahaan dengan areal kebun tembakau seluas lebih kurang Ha. 61 Kemudian pada tahun 1937 diberlakukan Ordonantie Erfacht yang menentukan bahwa hak konsesi perkebunan yang habis waktunya pada tahun T. Keinzerina Devi, Op.cit, hal Budi Harsono, Op.cit, hal. 50

11 dialihkan menjadi hak Erfacht (hak sewa jangka panjang). 62 Pada tahun 1942 masuknya Bala Tentara Jepang ke Indonesia hingga berakhirnya Perang Dunia II perkebunan tembakau praktis tidak berjalan, karena segala lapangan kegiatan ditujukan untuk menopang usaha perang. Selama pendudukan Jepang kebijakan atas tanah-tanah perkebunan mengalami perubahan antara lain, pengusaha Onderneming Erofa digantikan oleh para perwira Militer Jepang sebagai pengusaha sipil dan militer dan tanggung jawab melaksanakan semua Onderneming perkebunan dijalankan oleh suatu badan yang merupakan pelaksana ekonomi Jepang yang di Sumatera Timur diberi nama Noyen Renggo Kai kemudian akhir tahun 1942 digantikan Shonan Gonu Kumiai. Akibat dari pendudukan Jepang tersebut banyak perkebunan mengalami kemunduran sehingga terpaksa dibubarkan bahkan diperintahkan kepada Onderneming tembakau untuk melepas Ha tanah perkebunan tembakau dan Deli Serdang serta menanaminya dengan tanaman sepanjang tahun dan palawija yang berguna bagi kebutuhan perang Jepang. 63 Sejak adanya perintah Tentara Jepang untuk menanami tanah perkebunan dengan tanaman Palawija, maka sejak itulah penggarapan di atas tanah mulai meluas baik yang dilakukan oleh buruh perkebunan maupun masyarakat di sekitar perkebunan. Setelah Indonesia merdeka terjadi pemindahan kekuasaan dari penjajah kepada Bangsa Indonesia. Demikian juga di dalam lingkungan perkebunan di 62 Syafruddin Kalo, Desertasi, Masyarakat dan Perkebunan: Studi Mengenai Sengketa Pertanahan Antara Masyarakat Versus PTPN-II dan PTPN III Di Sumatera Utara, Op.cit, hal Ibid, hal

12 Sumatera Timur terjadi perubahan sosial politik sejalan dengan semangat revolusi kemerdekaan. Laskar-laskar dan ormas Petani yang dibentuk partai politik mengarahkan perhatian ke lingkungan perkebunan dengan menjanjikan perbaikan nasib para buruh-buruh perkebunan dengan cara mengambil alih pemilikan tanah dari perusahaan perkebunan yang dikuasai oleh kolonial. Pihak-pihak yang menghalangi aksi revolusioner rakyat dalam rangka merebut tanah-tanah perkebunan terutama para Sultan Melayu dianggap sebagai musuh sehingga meledaklah revolusi sosial di Sumatera Timur sekitar tahun 1946 dengan korban utama para Sultan dan Bangsawan Melayu karena dianggap membela kolonial. Pada tahapan sejarah berikutnya, pemerintah Belanda yang belum mengakui kemerdekaan Indonesia berusaha kembali ingin menjajah Indonesia. Demikian juga pengusaha Belanda ingin mendapatkan kembali perkebunannya di Indonesia termasuk di Sumatera Timur. Mereka segera mendesak pemerintah Den Haag agar segera mengambil tindakan tegas untuk memulihkan hak-hak mereka di Sumatera. Melalui perjanjian Linggar Jati antara Indonesia dengan Belanda disepakati bahwa Belanda mengakui kekuasaan Negara RI secara de facto di Jawa dan Sumatera. Namun karena merasa hasil perjanjian tersebut kurang memuaskan, Belanda melakukan agresi Militer I dan agresi Militer II. Campur tangan PBB dan Konferensi Meja Bundar di Den Haag mengakhiri konflik antara Indonesia dan Belanda dengan menegaskan eksistensi dan pengakuan milik (asset) Belanda yang ada di Indonesia termasuk pengakuan dan pemulihan semua hak konsesi dan lisensi yang benar-benar

13 diserahkan di bawah Undang-undang Hindia Belanda, kecuali tanah-tanah yang sudah diduduki rakyat tidak akan dikembalikan kepada perkebunan Belanda. Pasal I undang-undang Nomor 86 Tahun 1958 menyebutkan antara lain, dinyatakan bahwa perusahaan-perusahaan milik Belanda yang berada di wilayah Republik Indonesia dikenakan nasionalisasi dan dinyatakan menjadi milik yang penuh dan bebas Negara Repulik Indonesia. Kemudian dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 1959 tentang Pokok-pokok Pelaaksanaan Undang-undang Nasionalisasi Perusahaan Belanda ditegaskan bahwa perusahaan yang dikenakan nasionalisasi termasuk seluruh harta kekayaan dan harta cadangan baik yang berwujud, barang tetap/barang bergerak maupun yang merupakan hak piutang. Dengan demikian seluruh harta kekayaan bekas perusahaan milik Belanda termasuk hak-hak atas tanahnya yang berstatus hak konsesi menjadi milik negara Indonesia. Adanya kebijakan negara mengenai nasionalisasi atas perubahan milik Belanda termasuk penentuan status hak-hak atas tanahnya yang mutlak menjadi milik negara. Belakangan banyak dibantah oleh para ahli termasuk pihak Kesultanan Deli. Misalnya, Karl J. Pelzer 64 dan Chainur Arrasyid 65 dan Sultan Deli yang pada intinya menyatakan Sultan Deli memberikan konsesi kepada perusahaan Belanda dalam kapasitasnya sebagai pemangku adat karena perjanjian konsesi dibuat Sultan atas persetujuan Datuk Kepala Urung, oleh karena itu objek yang diberikan dalam akta konsesi adalah tanah ulayat. 64 Karl. J. Pelzer, Op.cit, hal Chainur Arrasyid, Op.cit, 78

14 Sekalipun tanah-tanah perkebunan diakui/diklaim oleh masyarakat adat sebagai hak ulayatnya, namun pemerintah berdasarkan kebijakan nasionalisasi tetap memandang hak atas tanah yang semula berasal dari hak konsesi dan erfacht tersebut sebagai tanah milik negara. Akibat dari nasionalisasi juga terjadi pada perubahan nama perusahaan perkebunan Belanda yang semula NV. Verenigde Deli Maatschaapij dan Senembah Mij diganti menjadi Perusahaan Perkebunan Nasional (PPN) baru sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 1960, dan berdasarkan Pemerintah Nomor 143 Tahun 1961 tanggal 26 April 1961 berubah lagi menjadi PPN Sumut-I (Kebun Tembakau), lalu dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1963 tanggal 22 mei 1963, nama perusahaan berubah menjadi PPN Tembakau Deli. Kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 1968, PPN Tembakau Deli berganti nama menjadi PNP-IX dan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 1973 tanggal 6 Desember 1973 berubah menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Perkebunan-IX dan perusahaan perseroan (Persero) PT. Perkebunan-II menjadi PT. Perkebunan Nusantara-II (Persero). 66 Terhadap hak-hak atas tanahnya, setelah diundangkannya UUPA maka sesuai dengan Pasal II ketentuan-ketentuan Konversi, tanah-tanah yang berstatus Hak Konsesi dan Hak Erfacht dapat dikonversi menjadi Hak Guna Usaha berdasarkan Keputusan Menteri Agraria Nomor 24/HGU/1965 Tanggal 10 Juni 1965 tentang 66 Pasal 1 ayat (2) PP No. 7 Tahun 1996 Tentang Peleburan Perusahaan Perseroan (Persero)

15 Pemberian Hak Guna Usaha kepada PPN Tembakau Deli Sumatera Timur atas tanah seluas Ha dari areal yang semula seluas Ha. Sisa areal seluas Ha Ha selanjutnya ditegaskan menjadi objek landreform dan didistribusikan oleh Pemerintah kepada yang berhak. Selanjutnya dengan kebijakan Pemerintah untuk mengakomodasi penggarapan rakyat, maka luas areal HGU tersebut terus mengalami penciutan/pengurangan. HGU yang diberikan kepada PPN Tembakau Deli (terakhir tercatat atas nama PT Perkebunan Nusantara II) tersebut diberikan dalam jangka waktu 35 tahun sehingga haknya telah berakhir tanggal 9 Juni Pihak PT perkebunan Nusantara telah mengajukan perpanjangan hak pada tahun 1997 dan baru pada tahun 2000 diterbitkan HGU-nya berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 42/HGU/BPN/2002 masing-masing tanggal 29 November 2002 serta Nomor 10/HGU/BPN/2004 Tanggal 6 Februari Perusahaan Perseroan PT Perkebunan II bergerak dibidang usaha Pertanian dan Perkebunan didirikan dengan Akte Notaris GHS Loemban Tobing, SH No. 12 tanggal 5 April 1976 yang diperbaiki dengan Akte Notaris No. 54 tanggal 21 Desember 1976 dan pengesahan Menteri Kehakiman dengan Surat Keputusan No. Y.A. 5/43/8 tanggal 28 Januari 1977 dan telah diumumkan dalam Lembaran Negara No. 52 tahun 1978 yang telah didaftarkan kepada Pengadilan Negeri Tingkat I Medan tanggal 19 Pebruari 1977 No. 10/1977/PT. Perseroan Terbatas ini bernama Perusahaan Perseroan (Perseroan) PT Perkebunan II disingkat PT Perkebunan II" merupakan perubahan bentuk dan

16 gabungan dari PN Perkebunan II dengan PN Perkebunan Sawit Seberang. Pendirian perusahaan ini dilakukan dalam rangka pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang No. 9 tahun 1969, Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 1969 tentang Perusahaan Perseroan dan Peraturan Pemerintah No. 28 tahun Pada tahun 1984 menurut Keputusan Rapat Umum Luar Biasa Pemegang Saham, Akte Pendirian tersebut diatas telah dirubah dan diterangkan dalam Akte Notaris Imas Fatimah Nomor 94 tanggal 13 Agustus 1984 yang kemudian diperbaiki dengan Akte Nomor 26 tanggal 8 Maret 1985 dengan persetujuan Menteri Kehakiman Nomor C HT.0104 tahun 1985 tanggal 14 Agustus Sesuai dengan Keputusan Rapat Umum Luar Biasa Pemegang Saham tanggal 20 Desember 1990 Akte tersebut mengalami perubahan kembali dengan Akte Notaris Imas Fatimah Nomor 2 tanggal 1 April 1991 dengan persetujuan Menteri Kehakiman Nomor C HT.01.04TH-91 tanggal 20 September Pada tanggal 11 Maret 1996 kembali diadakan reorganisasi berdasarkan nilai kerja dimana PT Perkebunan II dan PT Perkebunan IX yang didirikan dengan Akte Notaris GHS. Loemban Tobing, SH Nomor 6 tanggal 1 April 1974 dan sesuai dengan Akte Notaris Ahmad Bajumi, SH Nomor 100 tanggal 18 September 1983 dilebur dan digabungkan menjadi satu dengan nama PT Perkebunan Nusantara II yang dibentuk dengan Akte Notaris Harun Kamil, SH Nomor 35 tertanggal 11 Maret Akte pendirian ini kemudian disyahkan oleh Menteri Kehakiman RI dengan Surat Keputusan No. C HT TH.96 dan diumumkan dalam Berita Negera RI Nomor 81. Pendirian Perusahaan yang merupakan hasil peleburan PTP-II dan

17 PTP-IX berdasarkan Peraturan Pemerintah Ri Nomor 7 tahun Kemudian pada tanggal 8 Oktober 2002 terjadi perubahan modal dasar perseroan sesuai Akte Notaris Sri Rahayu H. Prastyo, SH.1:34 PM 7/21/ Letak dan Luas Areal Yang Dikelola Oleh PT Perkebunan Nusantara II Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa tujuan dari penggunaan Hak Guna Usaha dibatasi hanya untuk tiga bidang/sektor yaitu untuk usaha pertanian, perikanan dan peternakan dengan pengertian pertanian termasuk juga perkebunan. Oleh karena PT Perkebunan Nusantara II sebagai Badan Usaha Milik Negara, maka kepada perusahaan tersebut dapat diberikan Hak Guna Usaha. 68 Pada awalnya luas keseluruhan areal penanaman tembakau yang dikelola oleh NV Vereenigde Deli Maatschappij (VDM) adalah Ha yang terbentang di antara Sungai Ular di Kabupaten Deli Serdang sampai Sungai Wampu di Kabupaten. Perusahaan Belanda mengelola areal Perkebunan tersebut dengan status hak erfacht yang diberikan oleh pemerintah Hindia Belanda dan status hak konsesi yang diberikan oleh para Sultan (Sultan Deli, dan Serdang) yang dituangkan dalam Akta Konsesi yang ditandatangani oleh Sultan dan mendapat Legalisasi dari Residen Sumatera Timur. 69 Setelah Indonesia merdeka dan berlakunya UUPA tahun 1960, Pemerintah melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor Agr/12/5/14 Tanggal 28 Juni pada tanggal 01 Sepetember 2009 pukul wib 68 Elfachri Budiman, Op cit, hal Ibid, hal. 63,

18 hanya memperkenankan areal perkebunan tembakau seluas Ha untuk dikelola, sisanya diserahkan kepada negara untuk didistribusikan. Kemudian sejak berlakunya UUPA 1960 yang mengatur antara lain pemberian Hak Guna Usaha kepada perusahaan yang bergerak di bidang pertanian (perkebunan), maka melalui keputusan Menteri Negara Agraria Nomor SK.24/HGU/1965 Tanggal 10 Juni 1965 hanya memberikan areal perkebunan seluas Ha kepada PPN Tembakau Deli untuk penanaman komoditas tembakau dengan status hak guna usaha dalam jangka waktu 35 tahun, sedangkan sisanya yang mencapai Ha (dari luas semula Ha) ditegaskan menjadi tanah obyek landreform dan didistribusikan kepada pihak-pihak lain yang berhak. Menurut Balans, secara garis basar pengeluaran/pelepasan areal HGU Perkebunan Tembakau Deli terjadi secara bertahap dan diklasifikasikan ke dalam3 (tiga) tahapan, yaitu Pertama terjadi pada tahun 1951 dengan diciutkannya areal perkebunan dari Ha menjadi Ha melalui Surat Keputusan Menteri Dalam negeri Nomor Agr./12/5/14 tanggal 28 juni 1951 dengan menyerahkan tanah seluas Ha tersebut kepada negara untuk didistribusikan, Kedua terjadi pada tahun yakni pengeluaran areal perkebunan Tembakau Deli dari Ha menjadi ,75 Ha yang disebabkan oleh penggarapan liar, beralih karena pelepasan maupun beralih karena pinjam pakai dan Ketiga berlangsung pada tahun

19 yakni seluas ,03 Ha karena pinjam pakai sehingga areal perkebunan bersisa seluas ,68 Ha. 70 Kemudian setalah tahun terjadi lagi penciutan areal perkebunan Tembakau Deli yang menurut penelitian Jurnalianto adalah seluas 1.760,54 Ha karena dilepas untuk kepentingan pemerintah seperti pembangunan Bandara Kualanamu, perumahan sederhana, kawasan Industri Medan (PT KIM), perluasan lapangan golf, real estate dan Interchange saentis sehingga sampai dengan tahun 1997 luas areal perkebunan tembakau Deli atau areal Hak Guna Usaha eks. PT Perkebunan IX eks. PPN Tembakau Deli menurut Julianto adalah ,14 Ha 71. Sedangkan menurut data Kantor Wilayah BPN Propinsi Sumatera Utara adalah seluas ,34 Ha. 72 Dan dari data yang diperoleh penulis pada penelitian terakhir di Kantor PT Perkebunan Nusantara II (PTPN II) pada tahun 2009, diperoleh data sebagai berikut: 70 Balans, Tinjauan Hukum Atas Penciutan Areal PT Perkebunan IX (Persero), Tesis, dikutip dari Tesis Elfachri Budiman, hal Julianto, Skripsi, Faktor-faktor yang mempengaruhi Penciutan Areal Tembakau Deli Di Propinsi Sumatera Utara, STPN Yogyakarta, Dikutip dari Tesis Elfachri Budiman, hal Surat kakanwil BPN Sumatera Utara No Tanggal 8 Juli 2004 yang ditujukan kepada Kepala kantor Pertanahan di Sumatera Utara.

20 Daftar dan Luas Areal PTPN II di Kabupaten Deli Serdang 73 No Nama Kebun Lokasi/ Kab/Kota 1. Melati Serdang Bedagai 2. Tg.Garbus-P.Marbau Deli Serdang Deli Serdang Deli Serdang Deli Serdang Luas Nomor Berakhir (Ha) Sertifikat Hak 1, /Melati 1, , /Pasar Miring 97/Tg.Garbus 62/Panara Kwalanamu 3, Limau Mungkur Deli Serdang 1, /Lau Barus baru 4. Mariendal-Bekala Deli Serdang /Mariendal-II Deli Serdang - LPP/Mdn Estate Deli Serdang - Bekala Deli Serdang - Mariendal Deli Serdang - Mariendal Deli Serdang /Tuntungan Tamora Deli Serdang Deli Serdang Deli Serdang Deli Serdang Deli Serdang Deli Serdang Deli Serdang Deli Serdang Deli Serdang Deli Serdang Deli Serdang Deli Serdang Deli Serdang Deli Serdang Deli Serdang /Mdn Senembah 69/Mdn Senembah 98/Mdn Senembah 99/Mdn Senembah 13/Bangun sari 93/Bangun sari 96/Bangun sari 59/Ujung Serdang 60/Ujung Serdang 71/Ujung Serdang 86/Ujung Serdang 95/Tadukan Raga 107/Limau Manis dagang Kerawang Emplasmen Data diperoleh dari Kantor Pusat PTPN II Tanjung Morawa

21 2, Patumbak Deli Serdang 2, /Patumbak Dipindahkan 11, Batang Kuis Deli Serdang Deli Serdang 1, , /Sidodadi Desa Sena 8. Bandar Klippa Deli Serdang Deli Serdang Deli Serdang , /Bdr.Klippa 104/Bdr.Klippa Emplasmen - 9 Sampali Deli Serdang 10 Saentis Deli Serdang Deli Serdang 1, /Sampali 1, /Saentis - 11 Helvetia Deli Serdang 1, /Helvetia 12 Kelambir Lima Deli Serdang 1, /K.Lima Kebun 13 Klumpang Deli Serdang 2, /klumpang Kebun 14 Bulu Cina Deli Serdang 2, /Bulu Cina 15 Sei Semayam Deli Serdang Deli Serdang Deli Serdang Deli Serdang D.Serdang/ Binjai T./ Binjai Binjai T./ Binjai , , /Sei Glugur 91/Sei glugur 92/Sei Mencirim 109/Muliorejo Tungurono Binjai Estate Timbang Purwobinangun

22 16 Tandem Deli Serdang 2, /Tandem Hulu-II 17 Tandem Hilir Deli Serdang 1, /Tandem Hulu-I 18 Tanjung Jati /Tanjung Jati /Tanjung Jati 1, /Tanjung Jati 1, Pemindahan 34, Kwala Begumit , , /Kwala Begumit 1/Kwala Begumit 1/Kwala Begumit 1/Kwala Begumit 1/Kwala Begumit 1/Kwala Begumit 20 Kwala Bingei 21 Gohor Lama , , , , /Kwala bingei 2/Kwala bingei 3/Kwala bingei 1/Teluk 2/Teluk 3/Teluk Teluk 1/Gohor lama 2/Gohor lama 3/Gohor lama 4/Gohor lama 5/Gohor lama 1/Tg. Beringin Gohor Lama Batang Serangan , , /Btg. Serangan 2/Btg. Serangan 1/Simpang Tiga Sawit Seberang /Tg. Selamat 1/Tg. Putus

23 4, , /Simpang Tiga Tasik Litur Pemindahan 54, Sawit Hulu 8, , /Simapang tiga Kwala sawit 3, , , /Sei Musam 3/Sei Musam 5/Sei Musam Air Tenang 2, /Sei Musam Padang Brahrang 1, /Padang Brahrang 28 Bekiun /Bekiun / Bekiun 1, /Bekiun /Bekiun /Bekiun /Bekiun /Bekiun /Bekiun /Bekiun Tanjung Keliling , , /Tg. Keliling 2/ Tg. Keliling 1/Glugur 30 Maryke 1, Basilam , , /Basilam 2/Basilam 3/Basilam 4/Basilam

24 32 Bukit Lawang 1, /Bukit lawang Barumun Tapanuli - Gunung Tua/ - Selatan Barumun 34 Prafi Irian Jaya / Papua 35 Arso Irian Jaya 2, / Papua JUMLAH 94, Sumber: Kantor Direksi PTPN II Dari tabel tersebut di atas dapat di peroleh keterangan bahwa jumlah luas areal Perkebunan Sampali pasca perpanjangan HGU mulai tanggal 19 Juni 2003 sampai 19 Juni 2028 yakni seluas , 43 Ha dengan Nomor Sertifikat HGU 110/Sampali. Sedangkan dalam daftar Lampiran Keputusan Kepala BPN RI Tanggal 29 Nov 2002, disebutkan bahwa luas Perkebunan Sampali dari hasil pengukuran pada tanggal 24 November 1997 berjumlah 1,883, 06 ha. Dari jumlah luas tersebut berdasarkan SK No. 42 Tahun 2002 Tentang Pemberian Perpanjangan HGU, terdapat hanya 344,08 ha yang telah diberikan perpanjangan HGU, sedangkan luas lahan yang dikeluarkan dari areal HGU untuk areal perkebunan Sampali berdasarkan SK tersebut seluas 73,63 ha. B. Sejarah Sengketa Tanah HGU Perkebunan Sampali Di Desa Sampali Dalam perkembangan sejarah hukum pertanahan Indonesia, telah terjadi konflik antara hak menguasai negara dengan hak ulayat. Meskipun menurut pembuat Undang-undang pokok agraria, hak menguasai negara tersebut adalah pencerminan dari hak ulayat dalam skala nasional. Namun dalam praktek, perbedaan persepsi

25 mengenai kedua hak menguasai tanah telah menimbulkan konflik yang berkepanjangan. Konflik pertanahan telah berlangsung sejak zaman kolonial sampai sekarang ini, khsusunya dalam areal perkebunan yang berasal dari konesi yang diberikan Sultan kepada Onderneming di atas tanah ulayat. Hak konsesi berkembang menjadi hak erfacht berubah menjadi Hak Guna Usaha. Peristiwa hukum ini telah menghilangkan kedudukan hak ulayat masyarakat adat sehingga menimbulkan konflik baik vertikal maupun horizontal. Secara umum dari beberapa kasus tersebut diatas dapat dianalisa, bahwa tindakan penggarapan yang dilakukan oleh masyarakat diatas tanah perkebunan, terjadi karena adanya perbedaan persepsi tentang hak menguasai negara dengan hak ulayat masyarakat adat. Dalam pasal 2 UUPA ditegaskan bahwa bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya pada tingkatan tertinggi di kuasai oleh negara, tetapi disisi lain dalam pasal 3 menegaskan, bahwa hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat hukum adat, sepanjang kenyataannya masih ada tetap diakui. Dari kedua ketentuan tersebut diatas, berarti didalam UUPA terdapat dua sistim hukum yang berbeda mengenai hak menguasai terhadap tanah. Keadaan ini menimbulkan terjadinya conflicten recht/perselisihan hukum, maka dalam hal ini perlu ditegaskan tentang apa yang menjadi peraturan hukum atau hukum mana yang berlaku mengenai suatu hubungan hukum yang terjadi dalam suatu peristiwa hukum yang memuat unsur-unsur yang dapat menyangkutkan dua atau lebih sistim hukum

26 yang berlaku. Contohnya kasus antara BPRPI versus PTPN-II, BPRPI menggugat tanah jaluran yang bersumber dari hukum adat diatas areal PTPN-II, sedangkan PTPN-II mempertahankan haknya berdasarkan HGU yang dikeluarkan Menteri Agraria berdasarkan UUPA. Pemberian HGU kepada PTPN-II oleh negara didasarkan atas pasal 2 UUPA, tetapi secara yuridis tindakan ini harus memperhatikan pasal 3 dan pasal 5 UUPA. Namun dalam pelaksanaannya ternyata hak ulayat masyarakat adat diabaikan sama sekali. Pemerintah dan PTPN-II tidak melakukan musyawarah dengan masyarakat adat setempat, ataupun tidak memberikan recognitie sebagai konstribusi kepada masyarakat, dengan adanya HGU di atas tanah ulayat mereka. Dari kasus ini Pemerintah hanya menentukan hukum yang berlaku dalam konflik tersebut, hanya bersandar pada pasal 2 UUPA, sedangkan pasal 3 dan pasal 5 UUPA dikesampingkan. Konflik antara hukum negara (UUPA) dan hukum adat/tradisi tak tertulis, terjadi karena hukum negara yang tertulis dan disistematisasi dalam UUPA, tidak melestarikan tatanan tradisi masyarakat adat/lokal yang lama, dengan cara mengakomodasi tradisi dan hukum adat lokal ke dalam UUPA. Tetapi hanya mendekonstruksi serta merekonstruksi tatanan-tatanan institusional yang ada atau bahkan untuk menggantikannya dengan yang baru dalam rangka mengupayakan unifikasi hukum tanah. Maka dalam praktek penegakan UUPA terdapat selisih paham mengenai keberadaan hukum itu legal gaps, yaitu selisih pahaman dan atau keyakinan masyarakat antara apa yang dikehendaki oleh pelaksana administratur negara agar

27 dipatuhi dengan apa yang masih diyakini dan dipatuhi oleh masyarakat, sebagai tradisi sehari-hari oleh masyarakat setempat. Legal gaps terjadi karena substansi pasal 2 UUPA, mengenai hak menguasai negara, tidak ada membatasi secara tegas tentang sejauh mana hak menguasai negara itu dapat berlangsung. Apabila dikaitkan dengan pasal 3 UUPA yang mengakui hak ulayat sepanjang kenyataannya masih ada, juga tidak dirumuskan persyaratan-persyaratan yang konkrit sebagai elemen-elemen untuk menentukan ada tidaknya hak ulayat. Disamping itu pasal 5 UUPA hanya merumuskan hukum adat secara umum dan abstrak, dengan menyebutkan hukum adat sebagai hukum asli yang sesuai dengan kesadaran hukum rakyat banyak dan yang sesuai dengan Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Perumusan ini menimbulkan legal gaps antara keyakinan masyarakat dengan apa yang dikehendaki oleh pemerintah. Keyakinan hukum masyarakat adat lokal tidak sama dengan keyakinan dan kehendak pemerintah. Kondisi inilah yang menyebabkan sengketa pertanahan sulit diselesaikan, walaupun ada kalanya dapat diselesaikan dengan pemaksaan kehendak namun sengketa cenderung akan muncul kembali. Pelaksanaan UUPA dalam prakteknya dilakukan secara universal, tanpa memperhatikan hukum yang hidup (Living law) dalam masyarakat tertentu. Sehingga pada masyarakat Sumatera Timur yang masih mengakui adanya hak ulayat, penerapan dan pengertian dari sistim hukum tersebut, di kalangan masyarakat adat masih kabur. Disamping itu model dalam penerapan UUPA dan kebijakan-kebijakan pemerintah hanya diberikan oleh pembuat undang-undang kepada pelaksana hukum

28 dengan mekanisme kontrol penerapan sanksi atas pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat tanpa mempertimbangkan kenyataan hukum yang berlaku dalam masyarakat. Ternyata sanksi hukum tidak dapat menghentikan sengketa pertanahan, baik tuntutan berdasarkan hak ulayat, maupun tuntutan berdasarkan okupasi tanah yang telah dilakukan secara terus-menerus dan berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Konflik pertanahan berlanjut hingga sekarang menjadi sengketa pertanahan antara rakyat dengan pihak perkebunan (PTPNII), khusunya tuntutan masyarakat penggarap, rakyat penunggu dan masyarakat hukum adat terhadap lahan Perkebunan Sampali Di desa Sampali Deli Serdang. Pendudukan/penguasaan areal Perkebunan Sampali oleh masyarakat berawal sejak tahun 1950-an. 74 Luas tanah yang digarap masyarakat pada masa itu baru sekitar 24 ha yang berada di Pasar XII Desa Sampali. Terhadap pengurusan yang menyangkut surat-surat atas lahan tersebut, masyarakat memberikan kuasa kepada saudara Raulina Tampubolon. Di atas lahan tersebut oleh masyarakat ditanami dengan tanaman jagung, pisang, kelapa dan nangka. Selain itu masyarakat juga mendirikan bangunan semi permanen sebanyak 13 rumah dan 3 buah gubuk sebagai tempat tinggal masyarakat. Masyarakat yang melakukan penggarapan di atas lahan perkebunan Sampali didasarkan dengan adanya surat-surat yang berhubungan dengan tanah yang menjadi tuntutan. Diantaranya, Kartu Tanda Pendaftaran Pendudukan Tanah (KTPPT) yang 74 Wawancara dengan Bapak Daud, Ketua BPRPI Desa Sampali

29 diterbitkan oleh Kantor Registrasi Pemakaian Tanah (KRPT) Sumatera Timur Tahun 1955 dan Surat Keterangan Tentang Pembagian dan Penerimaan Tanah Sawah/ladang yang diterbitkan oleh Gubernur Sumatera Utara, U.b Residen/Kepala Kantor Penyelenggara Pembagian Tanah. Surat-surat yang dimiliki masyarakat tersebut pada masa itu telah diminta oleh pihak Korem. Alasannya, barang siapa yang memiliki surat-surat tersebut, dituduh sebagai anggota BTI/PKI. Dan diancam akan dibunuh karena dianggap bertentangan dengan negara Indonesia. 75 Akhirnya lahan yang telah diduduki masyarakat selama puluhan tahun, kembali diambil oleh pihak PTPN II tanpa adanya ganti rugi yang diberikan kepada masyarakat. Karena tidak adanya ganti rugi yang diterima masyarakat dari pihak perkebunan, masyarakat kembali menggarap lahan tersebut dengan alasan ekonomi. Sebab selama ini, bertani merupakan mata pencaharian yang mampu memenuhi kebutuhan hidup mereka. Sedangkan masyarakat tidak memiliki lahan lain yang ingin dikelola. Maka lahan tersebut kembali ditanami untuk dijadikan pemenuhan kebutuan hidup. Akibat semakin maraknya tuntutan masyarakat akan tanah perkebunan, maka Pada Tahun 1985 Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban Daerah Sumatera Utara Nomor K/138/KAMDA/V/1985 mengeluarkan surat yang menyarankan kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara untuk 75 Wawancara dengan Bapak Daud Ketua BPRPI Desa Sampali

30 meneliti kebenaran data yang diajukan oleh kaum tani Pasar XII Sampali yang dikuasakan kepada Raulina Tampubolon. 76 Selama puluhan tahun masyarakat menguasai dan mengerjakan lahan tersebut, selalu ada teguran/perintah pengosongan atas lahan tersebut oleh pihak PTPN II namun masyarakat tidak mengindahkan teguran tersebut. Kemudian Pada tahun 1988 pihak PTPN II mencoba menggusur masyarakat petani tetapi tidak berhasil karena adanya perlawanan dari masyarakat. Pada tahun 1993 PTPN II kembali melakukan penggusuran dengan mentraktor tanaman masyarakat petani tetapi tindakan tersebut dihentikan oleh Komisi A DPRD Provinsi Sumatera Utara yang turun langsung ke lapangan. Anggota DPRDSU yang berada di lokasi, saat itu menyarankan agar permasalahan yang sedang dihadapi sebaiknya diselesaikan dengan jalan musyawarah. Dan pada Tanggal 1 Mei 1995 Ketua DPRD Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara Nomor 1232/3/3/KA4 mengeluarkan surat yang menyatakan jika areal garapan dimaksud merupakan kawasan budi daya/pemukiman, hendaknya keberadaan penggarap tetap merupakan sasaran prioritas. 77 Demikaian juga halnya Surat Bupati Deli Serdang Nomor 591/1031 Tanggal 17 Maret 2000 yang ditujukan kepada Gubernur Sumatera Utara yang menyatakan mohon kiranya berkenan mempertimbangkan permohonan Sdr. Raulina Tampubolon tersebut agar tanah seluas ± 24 Ha dimaksud tidak dimasukkakn lagi dalam 76 Julianto, Skripsi, op cit, hal Ibid, hal. 153

31 perpanjangan HGU berikutnya guna untuk didistribusikan kepada masyarakat petani yang berhak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 78 Pasca reformasi tepatnya pada tahun 1999 Penguasaan/penggarapan atas nama masyarakat dan lembaga kembali terjadi secara besar-besaran di atas tanah HGU Perkebunan Sampali PTPN II sampai sekarang ini. Penggarapan dimulai dengan melakukan penebangan terhadap tanaman cokelat yang berada di atas lahan tersebut lalu kemudian mengganti tanaman cokelat dengan tanaman palawija serta membangun beberapa perumahan sebagai tempat tinggal masyarkat. Luas tanah yang digarap terbagi kepada tujuh bidang, masing-masing bidang berbeda kelompok masyarakat penggarapnya. Satu bagian dikuasai oleh kelompok BPRPI seluas 40 ha, kelompok masyarakat yang diketuai oleh saudara Mujimin seluas 63 ha, dan pada bagian lain dikuasai oleh masyarakat yang diketuai saudara Ibrahim Wijaya seluas 30 ha. Sedangkan 4 (empat) kelompok lainnya, yakni: kelompok masyarakat yang diketuai oleh Ismail yang menggarap lahan seluas 30 Ha berada di Desa Tambak Bayan, kelompok masyarakat yang diketuai oleh Syahrum yang mengusahakan lahan seluas 93 Ha dan kelompok masyarakat lainnya atas nama masyarakat setempat di Pasar VIII. Ketujuh kelompok ini awalnya merupakan satu kesatuan yang berasal dari kelompok BPRPI, tetapi belakangan kelompok mereka memisahkan diri dan 78 Ibid, hal. 154

32 membentuk kelompok sendiri dan berjuang untuk mengusahakan lahan yang mereka klaim sebagai milik mereka. 79 Lokasi lahan yang digarap/diduduki berada mulai dari pasar 8 sampai dengan pasar 12 Desa Sampali Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Sehingga jumlah luas luas areal yang digarap mencapai 265 ha lebih ditambah dengan garapan pribadi tanpa mengatasnamakan kelompok masyarakat. Masyarakat yang menduduki/menggarap lahan perkebunan Sampali milik PTPN II dengan bukti Hak Guna Usaha yang masih berlaku hingga tahun 2028, sudah berlangsung selama lebih kurang 10 (sepuluh tahun) telah melakukan pengalihan hak (menjual) lahan tersebut kepada pihak lain yang membutuhkan tanah yang saat ini berdomisili di areal tersebut. Pada awal penggarapan dilakukan terjadi kekerasan yang dilakukan sekelompok orang suruhan terhadap ketua BPRPI setempat (pada masa itu diketuai oleh Alm. Nawawi) dan beliau sempat menjalani penahanan di Kepolisian selama 2 minggu dengan tuduhan melakukan perusakan terhadap tanaman. Akan tetapi ia dibebaskan karena dalam pemeriksaan dia dinyatakan tidak bersalah. Pengukuran yang dilakukan pihak BPRPI, bahwa sisa yang tidak diduduki masyarakat di areal perkebunan Sampali seluas 1100 ha dari luas semula 2301,9 ha. Hasil pengukuran tersebut berbeda dengan jumlah luas yang dilakukan oleh pihak Kanwil BPN Sumut pada tahun 1997 yang tertulis dalam Sertifikat HGU Perkebunan tersebut. Pada sisa lahan tersebut sekarang terdapat 3 jenis tanaman yakni: 79 Wawancara dengan Bapak Daud, Ketua BPRPI Desa Sampali

33 perkebunan tebu, perkebunan sawit dan perkebunan jagung sedangkan tanaman tembakau sebagaimana tanaman sebelumnya tidak ada lagi. Gugatan yang pernah dilakukan oleh pihak BPRPI ke pengadilan yang telah sampai ke Mahkamah Agung telah mengahasilkan Putusan Mahkamah Agung dengan memenangkan pihak BPRPI sebanyak 300 ha. Namun belum ada pelaksanaan pelepasan hak yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Oleh karenanya warga yang berada di atas areal tersebut belum memiliki kepastian hak sebab belum bisa mengajukan permohonan pengeluaran sertifikat tanah sebagai bukti hak milik dikarenakan belum adanya pengeluaran areal HGU secara resmi dari BUMN. Sehingga sampai saat ini masyarakat hanya memiliki surat keterangan tanah dari kepala desa dan Camat. Padahal di mata hukum persoalan ini telah dimenangkan masyarakat. Keputusan Mahkamah Agung No 1734 K/Pdt/2001 memutuskan pengembalian sebidang tanah seluas 300 ha kepada masyarakat yang tergabung dalam BPRPI Sumatera Utara, khususnya kampung Tanjung Mulia Kecamatan Percut Sei Tuan Pasar III, IV, dan V Sampali Deli Serdang sebagai tanah adat hak ulayat suku melayu yang diperoleh secara turun temurun dari pemangku adat. Pada tahun 2008 PTPN II mengeluarkan Surat perintah pengosongan areal tanah HGU Perkebunan Sampali kepada masyarakat, menurut pihak BPRPI bukan ditujukan kepada mereka sebab isi surat ditujukan kepada kelompok masyarakat penggarap liar sedangkan mereka merasa bukan kelompok penggarap liar sebab BPRPI telah mengantongi putusan Pengadilan yang memenangkan gugatan mereka.

34 Pada tahun 1997 pihak BPN melakukan pengukuran di di atas lahan Perkebunan Sampali dengan memasang patok sebagai tapal batas di areal tersebut, sedangkan wilayah yang diduduki masyarakat tidak masuk pada wilayah pengukuran. Hingga saat ini kelompok masyarakat yang terdiri dari pihak BPRPI dan seluruh kelompok masyarakat terus mengupayakan kepastian status hak tanah mereka yang mereka harapkan menjadi hak milik yang dibuktikan dengan setifikat hak milik. Mereka tidak ingin tanah yang mereka kuasai sekian lama beralih kepada pihak lain sebagaimana yang sering terjadi di daerah-daerah lain. C. Alasan Penguasaan/Penggarapan Yang Dilakukan Masyarakat di Atas Lahan PTPN II Perkebunan Sampali Tuntutan masyarakat atas tanah perkebunan khususnya di areal Perkebunan Sampali sama halnya dengan tuntutan-tuntutan yang dilakukan masyarakat di daerah lain terhadap tanah ulayat masyarakat hukum adat. Tuntutan-tuntutan tersebut didasarkan pada bukti-bukti alas hak yang dikeluarkan oleh Pejabat Penyelesaian Tanah Garapan Di areal Perkebunan sebelumnya, yakni: a. SK GUBSU No. 36/K/1951, mengenai pembagian tanah, sawah dan ladang di seluruh areal PTPN II eks. HGU b. Kartu tanda Pendaftaran Pemilikan Tanah Perkebunan (KTPPT) yang dikeluarkan oleh Kantor Reorganisasi Pemakaian Tanah Sumatera Utara (KRPT) maupun Camat Tahun 1954 sampai tahun 1956

35 c. Surat Izin Menggarap yang dikeluarkan oleh bupati sebagai Ketua Panitia Landreform Kabupaten maupun Kecamatan d. Surat Keputusan dari Badan Penyelesaian Perkebunan Sumatera Timur (BPPSPT) e. Surat Keputusan Mendagri No. 44/DJA/1981 mengenai Redistribusi tanah seluas Ha f. Surat Keputusan Gubernur mengenai hasil tim penyelesaian tanah garapan PTP IX (TPTGA) yang ditindaklanjuti dengan SK Mendagri Nomor 85/DJA/1984 g. Surat Keterangan Tanah yang dikeluarkan oleh kepala Desa dan Camat h. Bukti pembayaran Ipeda yang dikeluarkan oleh jawatan pemungutan pajak i. Surat Pembagian Tanah objek landreform yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Agraria Tingkat II Deli Serdang dan j. Pengakuan kesaksian dan uraian kronologis tuntutan yang diperbuat oleh masyarakat/penuntut Surat-surat tersebut di atas merupakan latar belakang lahirnya surat-surat keterangan Tanah yang diterbitkan Kepala Desa dan Camat setempat. Pada saat ini, surat tersebutlah yang menjadi dasar sekaligus sebagai pegangan masyarakat untuk menguasai areal Perkebunan Sampali di desa Samapali Deli Serdang. Tuntutan masyarakat atas areal perkebunan PTPN II tersebut di atas yang dituntut atas dasar Hak Ulayat Masyarakat Adat (Melayu) dan masyarakat lainnya menjadi salah satu faktor penyebab sengketa pertanahan di Sumatera Utara, termasuk di areal Perkebunan Sampali sampai sekarang belum dapat diselesaikan secara tuntas karena permasalahan yang dihadapi sangat rumit sejalan dengan sejarah keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. dengan sebutan Tembakau Deli, yang ditanam di wilayah Sumatera Timur.

BAB I PENDAHULUAN. dengan sebutan Tembakau Deli, yang ditanam di wilayah Sumatera Timur. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hasil dari perkebunan Tembakau di Indonesia sangat terkenal dengan kualitas dan aromanya yang khas. Salah satu Tembakau yang diproduksi dikenal dengan sebutan Tembakau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara agraris yang berarti bahwa penduduknya sebagian besar berprofesi sebagai petani dan pendapatan nasional sebagian besar bersumber dari

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Sejarah lahan tanah jaluran di Sumatera Timur bermula dari kedatangan onderneming swasta yang dimulai oleh J. Nienhuys yang mampu menghasilkan 50 bal tembakau dan

Lebih terperinci

BAB II GEOGRAFI DAN MASYARAKAT. Bengkalis di sebelah Tenggara, dan Selat Malaka di bagian Timur Laut. 14 Luas

BAB II GEOGRAFI DAN MASYARAKAT. Bengkalis di sebelah Tenggara, dan Selat Malaka di bagian Timur Laut. 14 Luas BAB II GEOGRAFI DAN MASYARAKAT 2.1 Selayang Pandang Sumatera Timur Ruang lingkup geografi sebagai unit analisis penelitian ini adalah Daerah Sumatera Timur. Sumatera Timur terletak diantara garis Khatulistiwa

Lebih terperinci

LETAK DAN LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Deli Serdang adalah sebuah Kabupaten di Provinsi Sumatera

LETAK DAN LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Deli Serdang adalah sebuah Kabupaten di Provinsi Sumatera BAB II LETAK DAN LOKASI PENELITIAN 2.1 Sejarah Umum Kabupaten Deli Serdang Kabupaten Deli Serdang adalah sebuah Kabupaten di Provinsi Sumatera utara, Indonesia. Ibukota kabupaten ini berada di Lubuk Pakam.

Lebih terperinci

PERSOALAN AREAL PERKEBUNAN PADA KAWASAN KEHUTANAN. - Supardy Marbun - ABSTRAK

PERSOALAN AREAL PERKEBUNAN PADA KAWASAN KEHUTANAN. - Supardy Marbun - ABSTRAK PERSOALAN AREAL PERKEBUNAN PADA KAWASAN KEHUTANAN - Supardy Marbun - ABSTRAK Persoalan areal perkebunan pada kawasan kehutanan dihadapkan pada masalah status tanah yang menjadi basis usaha perkebunan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia yang terbentang luas, terdiri dari pulau-pulau yang besar

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia yang terbentang luas, terdiri dari pulau-pulau yang besar BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar belakang masalah Negara Indonesia yang terbentang luas, terdiri dari pulau-pulau yang besar dan kecil, serta masyarakatnya mempunyai beraneka ragam agama, suku bangsa, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi satu kesatuan yang utuh dan sekaligus unik.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi satu kesatuan yang utuh dan sekaligus unik. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kota selalu menjadi bahan kajian yang menarik untuk diperbincangkan dalam setiap level dengan segala permasalahan yang dihadapinya. Membicarakan sebuah kota

Lebih terperinci

Revolusi Fisik atau periode Perang mempertahankan Kemerdekaan. Periode perang

Revolusi Fisik atau periode Perang mempertahankan Kemerdekaan. Periode perang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kurun waktu 1945-1949, merupakan kurun waktu yang penting bagi sejarah bangsa Indonesia. Karena Indonesia memasuki babakan baru dalam sejarah yaitu masa Perjuangan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Alwi, Afrizon dkk, Penyelesaian Sengketa Tanah Di Sumatera Utara, Medan, CV. Cahaya Ilmu, 2006

DAFTAR PUSTAKA. Alwi, Afrizon dkk, Penyelesaian Sengketa Tanah Di Sumatera Utara, Medan, CV. Cahaya Ilmu, 2006 DAFTAR PUSTAKA A. BUKU Alwi, Afrizon dkk, Penyelesaian Sengketa Tanah Di Sumatera Utara, Medan, CV. Cahaya Ilmu, 2006 Ardiwilaga, R. Rostandi, Hukum Agraria Indonesia, Bandung, Masa Baru, 1972 Arief, Barda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera timur sudah menanam tembakau sebelum kedatangan orang Barat ke

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera timur sudah menanam tembakau sebelum kedatangan orang Barat ke 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumatera Timur (Sumatera Ooskust) memiliki sejarah panjang tentang perkebunan khususnya tembakau. Menurut Anderson, masyarakat Melayu di Sumatera timur sudah menanam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari dan merupakan kebutuhan hidup manusia yang mendasar. Manusia hidup dan berkembang biak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai

Lebih terperinci

BAB II PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II (PERSERO) Perusahaan Perseroan PT. Perkebunan II yang bergerak dibidang Pertanian

BAB II PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II (PERSERO) Perusahaan Perseroan PT. Perkebunan II yang bergerak dibidang Pertanian BAB II PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II (PERSERO) A. Sejarah Ringkas Perusahaan Perseroan PT. Perkebunan II yang bergerak dibidang Pertanian dan Perkebunan didirikan dengan Akte Notaris G.H.S Loemban Tobing

Lebih terperinci

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. A. Sejarah Singkat dan Kegiatan Operasional Perusahaan

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. A. Sejarah Singkat dan Kegiatan Operasional Perusahaan BAB II PROFIL PERUSAHAAN A. Sejarah Singkat dan Kegiatan Operasional Perusahaan 1. Sejarah Singkat Perusahaan PT. Perkebunan Nusantara II Kebun Sampali bertempat di pasar hitam sampali dan merupakan salah

Lebih terperinci

KONDISI KAWASAN HUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA

KONDISI KAWASAN HUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA KONDISI KAWASAN HUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA (Bahan Kata Sambutan Gubernur Sumatera Utara pada Rapat Monitoring dan Evaluasi Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam Indonesia Sektor Kehutanan dan

Lebih terperinci

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas Bab II HAK HAK ATAS TANAH A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas tanah adalah Pasal 4 ayat 1 dan 2, 16 ayat 1 dan 53. Pasal

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah

BAB II. Tinjauan Pustaka. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah 8 BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Tanah Obyek Landreform 2.1.1 Pengertian Tanah Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali;

Lebih terperinci

Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA PENGERTIAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH Hak penguasaan atas tanah memberikan kewenangan kepada pemegang haknya untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Tanah merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena tanah mempunyai nilai ekonomi, ekologi, dan nilai sosial dalam kehidupan. Kenyataan sejarah menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang terbagi secara adil dan

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang terbagi secara adil dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tanah sebagai Karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia, merupakan salah satu sumber utama bagi kelangsungan hidup bangsa dalam mencapai sebesar-besarnya

Lebih terperinci

PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN

PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN Disampaikan pada Seminar dengan Tema HGU & HGB : Problem, Solusi dan Perlindungannya bedasarkan UU No. 25 Tahun

Lebih terperinci

MAKALAH HUKUM AGRARIA HAK PAKAI

MAKALAH HUKUM AGRARIA HAK PAKAI MAKALAH HUKUM AGRARIA HAK PAKAI Disusun oleh : AYU WANDIRA PURBA ELPAKHRI AKMAL RAHMATIKA LINGGAR M RIDHO FURQAN BAKAS A RIZKI IMAN SARI SEKENDI ANDRIAJI SIDIK DWI PAMUNGKAS 08/268853/TK/34109 12/333383/TK/39751

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN KONVERSI TANAH ATAS HAK BARAT OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL

BAB III PELAKSANAAN KONVERSI TANAH ATAS HAK BARAT OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL BAB III PELAKSANAAN KONVERSI TANAH ATAS HAK BARAT OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL A. Ketentuan Konversi Hak-Hak Lama Menjadi Hak-Hak Baru Sesuai Undang-Undang Pokok Agraria 1. Sejarah Munculnya Hak Atas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK-HAK ATAS TANAH. perundang-undangan tersebut tidak disebutkan pengertian tanah.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK-HAK ATAS TANAH. perundang-undangan tersebut tidak disebutkan pengertian tanah. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK-HAK ATAS TANAH A. Pengertian Tanah Menarik pengertian atas tanah maka kita akan berkisar dari ketentuan Undang-Undang No. 5 Tahun 1960, hanya saja secara rinci pada ketentuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanda bukti kepemilikan. Tanah adat tersebut hanya ditandai dengan ciri-ciri fisik

I. PENDAHULUAN. tanda bukti kepemilikan. Tanah adat tersebut hanya ditandai dengan ciri-ciri fisik I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak zaman manusia Indonesia hidup bertani dan menetap, dimulai pola penguasaan tanah secara adat dan berlangsung turun temurun tanpa memiliki tanda bukti kepemilikan.

Lebih terperinci

BAB II. Deskripsi Lokasi Penelitian. Dalam bab ini akan disajikan deskripsi lokasi penelitian dan rincianrincian

BAB II. Deskripsi Lokasi Penelitian. Dalam bab ini akan disajikan deskripsi lokasi penelitian dan rincianrincian BAB II Deskripsi Lokasi Penelitian Dalam bab ini akan disajikan deskripsi lokasi penelitian dan rincianrincian di setiap bagian yang diperlukan dalam penelitian ini. Kita dapat mulai untuk meneliti apa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Barusjahe adalah sebuah kecamatan yang berada di Kabupaten Karo,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Barusjahe adalah sebuah kecamatan yang berada di Kabupaten Karo, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Barusjahe adalah sebuah kecamatan yang berada di Kabupaten Karo, Sumatera Utara yang merupakan ibukota Kecamatan Barusjahe yang menaungi 19 desa yang meliputi

Lebih terperinci

BAB II SEJARAH BERDIRINYA RUMAH SAKIT UMUM DR. GL TOBING PTP NUSANTARA II TANJUNG MORAWA

BAB II SEJARAH BERDIRINYA RUMAH SAKIT UMUM DR. GL TOBING PTP NUSANTARA II TANJUNG MORAWA BAB II SEJARAH BERDIRINYA RUMAH SAKIT UMUM DR. GL TOBING PTP NUSANTARA II TANJUNG MORAWA 2.1 Gambaran Umum Sumatera Timur Daerah Sumatera Timur merupakan daerah dataran rendah yang sangat luas. Luas seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, tetapi berasal dari Afrika Barat. Invasi kelapa sawit pertama

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, tetapi berasal dari Afrika Barat. Invasi kelapa sawit pertama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Buah kelapa sawit merupakan penghasil minyak nabati yang paling banyak, sehingga tanaman ini memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Selain penghasil minyak nabati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat diketahui dari sejarah masa lampau. Itu sebabnya kita perlu mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat diketahui dari sejarah masa lampau. Itu sebabnya kita perlu mengetahui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan manusia selalu mengalami yang namanya perubahan. Perubahan tersebut dapat diketahui dari sejarah masa lampau. Itu sebabnya kita perlu mengetahui peristiwa

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KOTA MEDAN TAHUN telah dibangun berbagai fasisilitas yang menunjang dalam bidang perkebunan seperti

BAB II GAMBARAN UMUM KOTA MEDAN TAHUN telah dibangun berbagai fasisilitas yang menunjang dalam bidang perkebunan seperti BAB II GAMBARAN UMUM KOTA MEDAN TAHUN 1945-1949 Pada awal kemerdekaan kota Medan adalah alah satu kota yang tergolong maju di Indoneisa. Sebagai kota yang berkembang dari perkebunan,pada masa kolonial,di

Lebih terperinci

BAB II PERKEMBANGAN PENYELESAIAN TANAH GARAPAN PADA AREAL EKS HGU PTPN II KEBUN HELVETIA

BAB II PERKEMBANGAN PENYELESAIAN TANAH GARAPAN PADA AREAL EKS HGU PTPN II KEBUN HELVETIA 26 BAB II PERKEMBANGAN PENYELESAIAN TANAH GARAPAN PADA AREAL EKS HGU PTPN II KEBUN HELVETIA A. Masa Pemerintahan Belanda Politik Hukum Agraria dalam kasus Indonesia apabila dilihat dari segi aspek kesejarahannya

Lebih terperinci

BAB II PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II (PERSERO)

BAB II PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II (PERSERO) 17 BAB II PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II (PERSERO) A. Sejarah Ringkas PT. Perkebunan Nusantara II Perusahaan Perseroan PT. Perkebunan II yang bergerak dibidang Pertanian dan Perkebunan didirikan dengan Akte

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hampir bersamaan muncul gerakan-gerakan pendaulatan dimana targetnya tak

BAB I PENDAHULUAN. hampir bersamaan muncul gerakan-gerakan pendaulatan dimana targetnya tak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Periode 1945-1949 merupakan tahun-tahun ujian bagi kehidupan masyarakat Indonesia, karena selalu diwarnai dengan gejolak dan konflik sebagai usaha untuk merebut dan

Lebih terperinci

Pertemuan ke-3 Pembentukkan UUPA dan Pembangunan Hukum Tanah Nasional. Dr. Suryanti T. Arief SH.,MKn.,MBA

Pertemuan ke-3 Pembentukkan UUPA dan Pembangunan Hukum Tanah Nasional. Dr. Suryanti T. Arief SH.,MKn.,MBA Pertemuan ke-3 Pembentukkan UUPA dan Pembangunan Hukum Tanah Nasional Dr. Suryanti T. Arief SH.,MKn.,MBA FUNGSI UUPA 1. Menghapuskan dualisme, menciptakan unifikasi serta kodifikasi pada hukum (tanah)

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGATURAN DAN TATA CARA PENETAPAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman tembakau sudah sejak lama menjadi komoditi ekspor di Sumatera Timur. 1

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman tembakau sudah sejak lama menjadi komoditi ekspor di Sumatera Timur. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tanaman tembakau sudah sejak lama menjadi komoditi ekspor di Sumatera Timur. 1 Ini berarti bahwa tembakau sudah menjadi tanaman yang diproduksi disamping tanaman-tanaman

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS A. Perbedaan Antara Masyarakat dan Masyarakat Adat

BAB IV ANALISIS A. Perbedaan Antara Masyarakat dan Masyarakat Adat BAB IV ANALISIS A. Perbedaan Antara Masyarakat dan Masyarakat Adat Penyebutan masyarakat dapat ditemukan dalam berbagai peraturan. Masyarakat yang dimaksud tersebut bukan berarti menunjuk pada kerumunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sumatera Timur adalah wilayah yang ada di Pulau Sumatera. Kawasan ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sumatera Timur adalah wilayah yang ada di Pulau Sumatera. Kawasan ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumatera Timur adalah wilayah yang ada di Pulau Sumatera. Kawasan ini didiami oleh beberapa kelompok etnis yaitu Etnis Melayu, Batak Karo dan Batak Simalungun.

Lebih terperinci

8. PENDAFTARAN KARENA PERUBAHAN DATA YURIDIS

8. PENDAFTARAN KARENA PERUBAHAN DATA YURIDIS 8. PENDAFTARAN KARENA PERUBAHAN DATA YURIDIS A. Pendahuluan Berdasarkan ketentuan Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997, pendaftaran tanah karena perubahan data yuridis termasuk dalam lingkup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerajaan Aceh. Ia menjadi anak beru dari Sibayak Kota Buluh di Tanah Karo.

BAB I PENDAHULUAN. kerajaan Aceh. Ia menjadi anak beru dari Sibayak Kota Buluh di Tanah Karo. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Langkat adalah salah satu Kabupaten yang berada di Provinsi Sumatera Utara. Letaknya di barat provinsi Sumatera Utara, berbatasan dengan provinsi Aceh. Sebelah

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 771/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 771/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 771/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan suatu bagian dari pemenuhan kebutuhan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan suatu bagian dari pemenuhan kebutuhan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan suatu bagian dari pemenuhan kebutuhan manusia yang mendasar di Negara Agraris. Tidak dapat dipungkiri fenomena sengketa pertanahan dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontrak perkebunan Deli yang didatangkan pada akhir abad ke-19.

BAB I PENDAHULUAN. kontrak perkebunan Deli yang didatangkan pada akhir abad ke-19. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Batubara merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten yang baru menginjak usia 8 tahun ini diresmikan tepatnya pada 15

Lebih terperinci

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN A. Hak Guna Bangunan Ketentuan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang tidak seimbang. Dari ketidakseimbangan antara jumlah luas tanah

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang tidak seimbang. Dari ketidakseimbangan antara jumlah luas tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dan tanah adalah dua unsur yang tak dapat di pisahkan. Bahkan saat manusia mati pun tanah masih sangat diperlukan oleh manusia. Dari pernyataan itu dapat

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG TATA CARA PEROLEHAN TANAH BAGI PERUSAHAAN DALAM RANGKA PENANAMAN MODAL MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN

Lebih terperinci

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. SH No. 12 tanggal 5 April 1976 yang diperbaiki dengan Akte Notaris No. 54

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. SH No. 12 tanggal 5 April 1976 yang diperbaiki dengan Akte Notaris No. 54 BAB II PROFIL PERUSAHAAN A. Sejarah Ringkas Perusahaan Perseroan PT Perkebunan II bergerak dibidang usaha Pertanian dan Perkebunan didirikan dengan Akte Notaris GHS Loemban Tobing, SH No. 12 tanggal 5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diawali dengan kebijakan Cultuurstelsel (budidaya tanam), cara-cara konservatif

BAB I PENDAHULUAN. Diawali dengan kebijakan Cultuurstelsel (budidaya tanam), cara-cara konservatif BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Eksistensi VOC yang telah berlangsung sejak 1609, harus berakhir karena jatuh pailit (1799) dengan utang 134,7 juta gulden. Keruntuhan tersebut, menyebabkan berlangsung

Lebih terperinci

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 1 BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 3.1. PENGERTIAN PENDAFTARAN TANAH Secara general, pendaftaran tanah adalah suatu kegiatan administrasi yang dilakukan

Lebih terperinci

SENGKETA TANAH PERKEBUNAN

SENGKETA TANAH PERKEBUNAN SENGKETA TANAH PERKEBUNAN Masa: Hindia Belanda Jepang Indonesia merdeka Sumber dari buku karangan Prof. Dr. Achmad Sodiki, SH.(2013).Politik Hukum Agraria, Bab IV. Jakarta: Konstitusi Press. Masa Hindia

Lebih terperinci

BAB II PROSEDUR PERALIHAN HAK GUNA USAHA MELALUI PERIKATAN JUAL BELI SEKALIGUS ALIH FUNGSI PENGGUNAAN TANAH

BAB II PROSEDUR PERALIHAN HAK GUNA USAHA MELALUI PERIKATAN JUAL BELI SEKALIGUS ALIH FUNGSI PENGGUNAAN TANAH BAB II PROSEDUR PERALIHAN HAK GUNA USAHA MELALUI PERIKATAN JUAL BELI SEKALIGUS ALIH FUNGSI PENGGUNAAN TANAH A. Pengaturan tentang Perikatan Jual Beli Pasal 1233 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (selanjutnya

Lebih terperinci

KONFLIK PERTANAHAN (AGRARIA) alam memiliki nilai sosial

KONFLIK PERTANAHAN (AGRARIA) alam memiliki nilai sosial KONFLIK PERTANAHAN (AGRARIA) 1. Tanah sebagai salah satu sumberdaya alam memiliki nilai ekonomis serta memiliki nilai sosial politik dan pertahanan keamanan yang tinggi. 2. Kebijakan pembangunan pertanahan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. yaitu perkebunan tebu yang berada cukup dekat disekitar pabrik, dengan luas areal

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. yaitu perkebunan tebu yang berada cukup dekat disekitar pabrik, dengan luas areal BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi Pabrik Gula Kwala Madu jauh dari keramaian penduduk dan lokasi bahan baku yaitu perkebunan tebu yang berada cukup dekat disekitar pabrik, dengan luas areal

Lebih terperinci

DAFTAR INFORMAN. Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : Jl. Asoka No. 12 Medan Pekerjaan : Mantan Kepala Bagian SDM PT. Perkebunan IX

DAFTAR INFORMAN. Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : Jl. Asoka No. 12 Medan Pekerjaan : Mantan Kepala Bagian SDM PT. Perkebunan IX DAFTAR INFORMAN 1. Nama : Dr. Ir. Erwin, MS. Umur : 60 Tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : Jl. Asoka No. 12 Medan Pekerjaan : Mantan Kepala Bagian SDM PT. Perkebunan IX 2. Nama : Muhammad Nasir Umur

Lebih terperinci

Bahwa sebelum berlakunya UUPA terdapat dualisme hukum agraria di Indonesia yakni hukum agraria adat dan hukum agraria barat. Dualisme hukum agraria ini baru berakhir setelah berlakunya UUPA yakni sejak

Lebih terperinci

REGULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBERIAN HAK ATAS TANAH UNTUK PERKEBUNAN

REGULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBERIAN HAK ATAS TANAH UNTUK PERKEBUNAN REGULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBERIAN HAK ATAS TANAH UNTUK PERKEBUNAN DISAMPAIKAN OLEH PROF. DR. BUDI MULYANTO, MSc DEPUTI BIDANG PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM KEMENTERIAN AGRARIA, TATA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Pada zaman

BAB I PENDAHULUAN. Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Pada zaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bulu Cina merupakan sebuah desa yang berdomisili di Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Pada zaman kolonial Belanda, Bulu

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan mengenai Pelaksanaan Penetapan dan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan mengenai Pelaksanaan Penetapan dan 54 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan mengenai Pelaksanaan Penetapan dan redistribusi TOL di Kecamatan Kota Agung Timur, dapat diambil kesimpulan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN STM HILIR. tentang keberadaan Yayasan Perguruan Sekolah Menengah Pertama (SMP)

BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN STM HILIR. tentang keberadaan Yayasan Perguruan Sekolah Menengah Pertama (SMP) BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN STM HILIR Gambaran umum Kecamtan STM Hilir yang merupakan lokasi penilitian ini adalah, letak geografis, komposisi penduduk, dan perkembangan pemerintahan. Hal ini untuk

Lebih terperinci

1. Hak individual diliputi juga oleh hak persekutuan.

1. Hak individual diliputi juga oleh hak persekutuan. Van Vollenhoven menyebutkan enam ciri hak ulayat, yaitu persekutuan dan para anggotanya berhak untuk memanfaatkan tanah, memungut hasil dari segala sesuatu yang ada di dalam tanah dan tumbuh dan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera yang mengalami eksploitasi besar-besaran oleh pihak swasta terutama

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera yang mengalami eksploitasi besar-besaran oleh pihak swasta terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa kolonial Sumatera Timur merupakan wilayah di Pulau Sumatera yang mengalami eksploitasi besar-besaran oleh pihak swasta terutama dalam pengembangan

Lebih terperinci

BAB II AWAL BERDIRINYA PT. PERKEBUNAN IX (PERSERO) Perkebunan-perkebunan yang menjadi bagian dari PT. Perkebunan IX

BAB II AWAL BERDIRINYA PT. PERKEBUNAN IX (PERSERO) Perkebunan-perkebunan yang menjadi bagian dari PT. Perkebunan IX BAB II AWAL BERDIRINYA PT. PERKEBUNAN IX (PERSERO) 2.1 Kondisi Geografis Perkebunan-perkebunan yang menjadi bagian dari PT. Perkebunan IX (Persero) terbentang di dataran rendah Pantai Timur Sumatera. 11

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu sendiri, karena tanah merupakan ruang bagi manusia untuk menjalani

BAB I PENDAHULUAN. itu sendiri, karena tanah merupakan ruang bagi manusia untuk menjalani BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan tanah tidak akan terlepas dari segala aspek kehidupan manusia itu sendiri, karena tanah merupakan ruang bagi manusia untuk menjalani kehidupan didunia. Oleh

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang 2010

Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang 2010 IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1960 TENTANG PERJANJIAN BAGI HASIL DI KABUPATEN KAMPAR PROPINSI RIAU TESIS Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana S2 Program Studi Magister

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Pemanfaatan tanah dalam berbagai sektor kegiatan seperti pertanian,

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Pemanfaatan tanah dalam berbagai sektor kegiatan seperti pertanian, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sebagai suatu sumber daya alam, sangat penting artinya bagi kehidupan manusia. Pemanfaatan tanah dalam berbagai sektor kegiatan seperti pertanian, pemukiman, sarana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang Tanah Terlantar Sebagaimana diketahui bahwa negara Republik Indonesia memiliki susunan kehidupan rakyatnya termasuk perekonomiannya bercorak agraris, bumi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal yang turun temurun untuk melanjutkan kelangsungan generasi. sangat erat antara manusia dengan tanah.

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal yang turun temurun untuk melanjutkan kelangsungan generasi. sangat erat antara manusia dengan tanah. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan sebagian besar kehidupan masyarakatnya masih bercorak agraris karena sesuai dengan iklim Indonesia

Lebih terperinci

PERTEMUAN MINGGU KE-10 LANDREFORM DI INDONESIA. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

PERTEMUAN MINGGU KE-10 LANDREFORM DI INDONESIA. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA PERTEMUAN MINGGU KE-10 LANDREFORM DI INDONESIA Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA PENGERTIAN LANDREFORM Perkataan Landreform berasal dari kata: land yang artinya tanah, dan reform yang artinya

Lebih terperinci

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum PROSUDUR PEMINDAHAN HAK HAK ATAS TANAH MENUJU KEPASTIAN HUKUM Oleh Dimyati Gedung Intan Dosen Fakultas Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai ABSTRAK Tanah semakin berkurang, kebutuhan tanah semakin meningkat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesultanan Asahan adalah salah satu Kesultanan Melayu yang struktur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesultanan Asahan adalah salah satu Kesultanan Melayu yang struktur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesultanan Asahan adalah salah satu Kesultanan Melayu yang struktur kerajaannya tidak jauh berbeda dari struktur kerajaan negeri-negeri Melayu di Semenanjung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didominasi tanah, air, dan tanah yang berdaulat. tertinggi, secara konstitusi diatur dalam Pasal 33 ayat (3) Undang Undang

BAB I PENDAHULUAN. didominasi tanah, air, dan tanah yang berdaulat. tertinggi, secara konstitusi diatur dalam Pasal 33 ayat (3) Undang Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan tanah bagi kehidupan manusia mempunyai kedudukan yang sangat penting. Hal ini disebabkan hampir seluruh aspek kehidupannya tidak dapat terlepas dari

Lebih terperinci

Pertemuan ke-2 GARIS-GARIS BESAR PERKEMBANGAN HUKUM TANAH DI INDONESIA. Dosen : Dr. Suryanti T. Arief SH.,MBA.,MKn

Pertemuan ke-2 GARIS-GARIS BESAR PERKEMBANGAN HUKUM TANAH DI INDONESIA. Dosen : Dr. Suryanti T. Arief SH.,MBA.,MKn Pertemuan ke-2 GARIS-GARIS BESAR PERKEMBANGAN HUKUM TANAH DI INDONESIA Dosen : Dr. Suryanti T. Arief SH.,MBA.,MKn SEJARAH HUKUM TANAH DI INDONESIA A. SEBELUM BERLAKUNYA HUKUM TANAH NASIONAL Pengaturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian sangat memerlukan tanah pertanian. Dalam perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian sangat memerlukan tanah pertanian. Dalam perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa bagi seluruh umat manusia yang memberikan tempat tinggal, tempat bertahan hidup dengan cara mengusahakannya. Sebagian

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KAMPAR HAK TANAH ULAYAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KAMPAR HAK TANAH ULAYAT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KAMPAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAMPAR NOMOR : 12 TAHUN1999 TENTANG HAK TANAH ULAYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI II KAMPAR Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tanggal 29 Mei 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tanggal 29 Mei 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tanggal 29 Mei 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang dirinya sendiri. Semua usaha yang tidak menentu untuk mencari identitas-identitas

BAB I PENDAHULUAN. tentang dirinya sendiri. Semua usaha yang tidak menentu untuk mencari identitas-identitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Revolusi yang menjadi alat tercapainya kemerdekaan bukan hanya merupakan kisah sentral dalam sejarah Indonesia, melainkan unsur yang kuat dalam persepsi bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. merupakan salah satu keunggulan bangsa Indonesia. Pada hakikatnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. merupakan salah satu keunggulan bangsa Indonesia. Pada hakikatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian adalah salah satu wujud dari pembangunan nasional yang merupakan salah satu keunggulan bangsa Indonesia. Pada hakikatnya pembangunan nasional adalah pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS MENGENAI GADAI TANAH PERTANIAN MENURUT HUKUM ADAT. A. Gambaran Umum Gadai Tanah Pertanian

BAB II TINJAUAN TEORITIS MENGENAI GADAI TANAH PERTANIAN MENURUT HUKUM ADAT. A. Gambaran Umum Gadai Tanah Pertanian 30 BAB II TINJAUAN TEORITIS MENGENAI GADAI TANAH PERTANIAN MENURUT HUKUM ADAT A. Gambaran Umum Gadai Tanah Pertanian 1. Pengertian Jual Gadai Tanah Hak gadai tanah dalam sistem perundangan-undangan Indonesia

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT DAN HAK PERORANGAN WARGA MASYARAKAT HUKUM ADAT ATAS TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH. A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH. A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah 34 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 mengatur tentang Pendaftaran Tanah yang terdapat di dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAWAHLUNTO/ SIJUNJUNG NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN IZIN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAWAHLUNTO/ SIJUNJUNG NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN IZIN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAWAHLUNTO/ SIJUNJUNG NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN IZIN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAWAHLUNTO/ SIJUNJUNG, Menimbang a. bahwa untuk meningkatkan

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I L A M P U N G KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I LAMPUNG NOMOR 111 TAHUN 1998 TENTANG

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I L A M P U N G KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I LAMPUNG NOMOR 111 TAHUN 1998 TENTANG GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I L A M P U N G KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I LAMPUNG NOMOR 111 TAHUN 1998 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGEMBANGAN PERKEBUNAN DENGAN POLA PERUSAHAAN INTI RAKYAT

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 365/Kpts-II/2003 TENTANG PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU (IUPHHK) PADA HUTAN TANAMAN KEPADA PT. BUKIT BATU HUTANI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN. digunakan untuk pemenuhan berbagai kebutuhan dasar manusia seperti untuk

BAB I PENDAHULAN. digunakan untuk pemenuhan berbagai kebutuhan dasar manusia seperti untuk BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Tanah memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Tanah dapat digunakan untuk pemenuhan berbagai kebutuhan dasar manusia seperti untuk sandang, pangan dan

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 367/PDT/2012/PT.MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA.

P U T U S A N Nomor : 367/PDT/2012/PT.MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. P U T U S A N Nomor : 367/PDT/2012/PT.MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. ------Pengadilan Tinggi Sumatera Utara di Medan yang memeriksa dan mengadili perkara - perkara perdata pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai pihak yang menyewakan lahan atau sebagai buruh kasar. Saat itu,

I. PENDAHULUAN. sebagai pihak yang menyewakan lahan atau sebagai buruh kasar. Saat itu, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebelum tahun 1975, keikutsertaan petani dalam pengadaan tebu hanya terbatas sebagai pihak yang menyewakan lahan atau sebagai buruh kasar. Saat itu, sebagian besar bahan

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 5/Jul/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 5/Jul/2017 PEROLEHAN HAK ATAS TANAH MELALUI PENEGASAN KONVERSI MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG POKOK-POKOK AGRARIA 1 Oleh : Calvin Brian Lombogia 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. bangsa Indonesia setelah lama berada di bawah penjajahan bangsa asing.

BAB I. PENDAHULUAN. bangsa Indonesia setelah lama berada di bawah penjajahan bangsa asing. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 yang diucapkan oleh Soekarno Hatta atas nama bangsa Indonesia merupakan tonggak sejarah berdirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat investasi yang sangat menguntungkan. Keadaan seperti itu yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat investasi yang sangat menguntungkan. Keadaan seperti itu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah bagian dari bumi yang merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa untuk memenuhi kebutuhan papan dan lahan yang menjadikan tanah sebagai alat investasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah terdapat hubungan yang erat. Hubungan tersebut dikarenakan. pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Berdasarkan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. tanah terdapat hubungan yang erat. Hubungan tersebut dikarenakan. pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Berdasarkan prinsip BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Tanah merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan suatu masyarakat. Hukum alam telah menentukan bahwa keadaan tanah yang statis menjadi tempat tumpuan

Lebih terperinci

BAB IV UPAYA-UPAYA YANG DILAKUKAN OLEH PT. KUTAI BALIAN NAULI DALAM MELAKUKAN PERLUASAN LAHAN

BAB IV UPAYA-UPAYA YANG DILAKUKAN OLEH PT. KUTAI BALIAN NAULI DALAM MELAKUKAN PERLUASAN LAHAN BAB IV UPAYA-UPAYA YANG DILAKUKAN OLEH PT. KUTAI BALIAN NAULI DALAM MELAKUKAN PERLUASAN LAHAN Baik dalam lembaga pembebasan tanah maupun pengadaan tanah, tanah yang dibutuhkan pihak pemerintah untuk kepentingan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Agraria Isi dan Pelaksanaannya Jilid I Hukum Tanah Nasional, (Jakarta : Djambatan, 2005), hal

BAB 1 PENDAHULUAN. Agraria Isi dan Pelaksanaannya Jilid I Hukum Tanah Nasional, (Jakarta : Djambatan, 2005), hal 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah dalam wilayah Negara Republik Indonesia merupakan salah satu sumber daya alam utama, yang selain mempunyai nilai batiniah yang mendalam bagi rakyat Indonesia,

Lebih terperinci

KAWASAN HUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA

KAWASAN HUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA PAPARAN USULAN REVISI KA WASAN H UTAN P ROVINSI SUMATERA UTARA PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA JA NUARI 2010 KAWASAN HUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA No Fungsi Hutan TGHK (1982) RTRWP (2003) 1 2 3 4 5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Hindia Belanda. Setelah Verenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) 31. besar di daerah Sumatera Timur, tepatnya di Tanah Deli.

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Hindia Belanda. Setelah Verenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) 31. besar di daerah Sumatera Timur, tepatnya di Tanah Deli. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Abad 19 dalam sejarah merupakan abad terjadinya penetrasi birokrasi dan kekuasaan kolonialisme Belanda yang di barengi dengan Kapitalisme di beberapa wilayah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tanah Dan Pemberian Hak Atas Tanah. yaitu permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tanah Dan Pemberian Hak Atas Tanah. yaitu permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali. 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tanah Dan Pemberian Hak Atas Tanah Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan pengertian mengenai tanah, yaitu permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah persoalan hak atas tanah. Banyaknya permasalahan-permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah persoalan hak atas tanah. Banyaknya permasalahan-permasalahan 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Setiap orang sangat mendambakan dan menghargai suatu kepastian, apalagi kepastian yang berkaitan dengan hak atas sesuatu benda miliknya yang sangat berharga

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah memiliki peran yang sangat berpengaruh dalam kehidupan manusia dan memiliki nilai yang tak terbatas dalam melengkapi berbagai kebutuhan hidup manusia,

Lebih terperinci