BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN"

Transkripsi

1 BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN A. Hak Guna Bangunan Ketentuan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 memberikan pengertian Hak Guna Bangunan yaitu hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun. Dari definisi diatas, dapat diketahui bahwa tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Bangunan adalah tanah negara, tanah Hak Pengelolaan, dan tanah Hak Milik. Hak Guna Bangunan dapat diperpanjang dan diperbaharui. Hak Guna Bangunan diatas tanah negara, atas permohonan pemegang hak dapat diperpanjang dan diperbaharui jika memenuhi syarat: 1. Tanahnya masih dipergunakan dengan baik, sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian haknya. 2. Syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak. 3. Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak, yaitu Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia.

2 4. Tanah tersebut masih sesuai dengan rencana tata ruang wilayah yang bersangkutan. Sedangkan terhadap Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan diperpanjang dan diperbaharui atas permohonan pemegang Hak Guna Bangunan setelah mendapat persetujuan dari pemegang Hak Pengelolaan. Permohonan perpanjangan jangka waktu Hak Guna Bangunan atau pembaharuannya diajukan selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sebelum berakhirnya jangka waktu HGB tersebut. Selanjutnya perpanjangan atau pembaharuan HGB tersebut dicatat dalam Buku Tanah pada Kantor Pertanahan. Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 tahun. Hak Guna Bangunan diatas tanah Hak Milik tidak dapat diperpanjang tapi dapat diperbaharui atas kesepakatan antara pemegang Hak Guna Bangunan dan pemegang Hak Milik dengan suatu akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. Selanjutnya Pasal 37 Undang Undang Pokok Agraria menegaskan bahwa Hak Guna Bangunan terjadi pada tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain. Sedangkan Pasal 21 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 menegaskan bahwa tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Bangunan adalah tanah Negara, tanah Hak Pengelolaan dan tanah Hak Milik. Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Bangunan (objek Hak Guna Bangunan) adalah: 1. Tanah Negara

3 2. Tanah Hak Pengelolaan. 3. Tanah Hak Milik Maka berdasarkan objeknya Hak Guna Bangunan dapat terjadi : 1. Hak Guna Bangunan atas tanah Negara terjadi dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk (Pasal 22 ayat (1) PP 40/1996). 2. Hak Guna Bangunan yang berasal dari Hak Pengelolaan terjadi dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang berwenang yang ditunjuk berdasarkan usul pemegang Hak Pengelolaan (Pasal 22 ayat (2) PP 40/1996). 3. Hak Guna Bangunan diatas tanah Hak Milik terjadi dengan perjanjian oleh pemegang Hak Milik dengan penerima hak dengan suatu akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. 42 Adapun tanah yang diberikan diatas tanah Hak Milik adalah: 1. Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik terjadi dengan pemberian oleh pemegang Hak Milik dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. 2. Pemberian ini wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan. 3. Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik mengikat pihak ketiga sejak didaftarkan 42 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Djambatan, Jakarta, 2002, hlm. 17.

4 4. Hak Guna Bangunan diatas tanah Hak Milik diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun. 5. Atas kesepakatan antara pemegang Hak Guna Bangunan dengan pemegang Hak Milik, Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik dapat diperbaharui dengan pemberian Hak Guna Bangunan baru yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dan hak tersebut wajib didaftarkan. Yang dapat mempunyai Hak Guna Bangunan adalah: 1. Warga Negara Indonesia. 2. Badan Hukum yang didirikan menurut ketentuan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Berdasarkan Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai, pemegang Hak Guna Bangunan mempunyai hak : 1. Menguasai dan mempergunakan tanah selama waktu tertentu, 2. Mendirikan dan mempunyai bangunan untuk keperluan pribadi atau keperluan usahanya, 3. Mengalihkan Hak Guna Bangunan tersebut kepada pihak lain melalui suatu perjanjian, 4. Membebani dengan Hak Tanggungan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai.

5 Hak Guna Bangunan ini dapat dijadikan jaminan hutang yaitu dengan dibebani Hak Tanggungan. Pengertian Hak Tanggungan tersebut adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang Hak Tanggungan, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan hutang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur lain. 44 Hak Tanggungan tersebut hapus dengan hapusnya Hak Guna Bangunan. Prosedur pembebanan Hak Tanggungan ini diatur dalam Undang Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah Akta Tanah (PPAT) sebagai perjanjian ikutan, 2. Adanya pendaftaran Akta Pemberian Hak Tanggungan kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat untuk dicatat dalam Buku Tanah dan diterbitkan Sertifikat Hak Tanggungan. 45 Hak Guna Bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Hak Guna Bangunan ini dapat beralih dengan cara pewarisan, yang harus dibuktikan dengan adanya surat wasiat atau surat keterangan sebagai ahli waris yang dibuat oleh pejabat yang berwenang, surat keterangan kematian pemegang Hak Guna Bangunan 44 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996., Op. Cit, Pasal 1 45 Undang Undang Nomor 4 tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.

6 tersebut yang juga dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang, Hak Guna Bangunan juga dapat dialihkan oleh pemegang Hak Guna Bangunan kepada pihak lain yang memenuhi syarat sebagai pemegang Hak Guna Bangunan. Bentuk peralihan Hak Guna Bangunan tersebut dapat terjadi karena adanya perbuatan hukum tertentu yaitu berupa : 1. Jual beli, 2. Tukar menukar, 3. Hibah, 4. Penyertaan dalam modal perusahaan (inbreng), harus dibuktikan dengan suatu akta dari Pejabat Pembuat Akta Tanah, 5. Lelang, harus dibuktikan dengan Berita Acara Lelang yang dibuat oleh pejabat dari Kantor Lelang. Peralihan Hak Guna Bangunan tersebut harus didaftarkan kepada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat untuk dicatat dalam Buku Tanah dan dilakukan perubahan nama dalam sertifikat dari pemegang Hak Guna Bangunan sebelumnya kepada pihak yang menjadi penerima Hak Guna Bangunan yang baru. Dalam peralihan Hak Guna Bangunan ada ketentuan khusus yaitu ketentuan mengenai peralihan Hak Guna Bangunan yang berada di atas tanah Hak Pengelolaan dimana peralihan tersebut harus dengan adanya persetujuan tertulis dari pemegang Hak Pengelolaan. Demikian juga peralihan Hak Guna

7 Bangunan atas Hak Milik juga diperlukan adanya persetujuan tertulis dari pemegang Hak Milik. Hapusnya Hak Guna Bangunan berdasarkan Pasal 40 Undang-Undang Pokok Agraria adalah : Jangka waktunya berakhir sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau perpanjangannya atau dalam perjanjian pemberiannya. 2. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sebelum jangka waktu berakhir karena: a. Tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang Hak Guna Bangunan b. Tidak dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang tertuang dalam pemberian Hak Guna Bangunan antara pemegang Hak Guna Bangunan dan pemegang Hak Milik atau perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan c. Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap 3. Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir 4. Dicabut haknya berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun Tanahnya diterlantarkan 6. Tanahnya musnah 7. Ketentuan dalam Pasal 20 ayat (2) Undang-undang Pokok Agraria. 46 Ibid, Pasal 40

8 Hapusnya Hak Guna Bangunan atas tanah Negara mengakibatkan tanahnya menjadi tanah negara kembali. Hapusnya Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan mengakibatkan tanahnya kembali kedalam penguasaan pemegang Hak Pengelolaan. Dan hapusnya Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik mengakibatkan tanahnya kembali kepada penguasaan pemilik Hak Milik tanah tersebut. Hapusnya Hak Guna Bangunan karena dibatalkan oleh pejabat yang berwenang akan diterbitkan Surat Keputusan yang bersifat konstitutif. Sedangkan hapusnya Hak Guna Bangunan karena jangka waktunya berakhir, dilepaskan secara sukarela oleh pemegang Hak Guna Bangunan sebelum jangka waktunya berakhir, dicabut Hak Guna Bangunannya, diterlantarkan, tanahnya musnah dan pemegang Hak Guna Bangunan tidak memenuhi syarat sebagai pemegang Hak Guna Bangunan maka diterbitkan suatu Surat Keputusan yang bersifat deklaratoir. Konsekwensi bagi bekas pemegang Hak Guna Bangunan atas hapusnya Hak Guna Bangunan tersebut sebagaimana diatur pada Pasal 37 dan Pasal 38 Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996, yaitu : 1. Apabila Hak Guna Bangunan atas tanah negara hapus dan tidak diperpanjang atau diperbaharui lagi, maka bekas pemegang Hak Guna Bangunan wajib membongkar bangunan dan benda-benda yang ada diatasnya dan menyerahkan tanahnya kepada negara dalam keadaan kosong selambatlambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah hapusnya Hak Guna Bangunan.

9 2. Dalam hal bangunan dan benda-benda tersebut masih diperlukan, maka kepada bekas pemegang Hak Guna Bangunan diberikan ganti rugi yang bentuk dan jumlahnya diatur lebih lanjut dengan suatu Keputusan Presiden. 3. Pembongkaran bangunan dan benda-benda tersebut dilaksanakan atas biaya bekas pemegang Hak Guna Bangunan. 4. Jika bekas pemegang Hak Guna Bangunan lalai dalam memenuhi kewajibannya maka bangunan dan benda-benda tersebut dibongkar oleh Pemerintah dan biaya pelaksanaannya dibebankan kepada bekas pemegang Hak Guna Bangunan. Apabila Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan atau tanah atas Hak Milik hapus, maka bekas pemegang Hak Guna Bangunan wajib menyerahkan tanahnya kepada pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik dan memenuhi ketentuan yang sudah disepakati dalam perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan atau perjanjian pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik. Adapun kewajiban pemegang Hak Guna Bangunan adalah: 1. Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayaran ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya. 2. Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukkannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan dan perjanjian pemberiannya. 3. Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada diatasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup.

10 4. Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Guna Bangunan kepada Negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik, sesudah HGB itu hapus. 5. Menyerahkan sertipikat Hak Guna Bangunan yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan. B. Hak Milik Hak Milik menurut Pasal 20 Ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria adalah : Hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal Hak Milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Menurut Pasal 22 Undang-undang Pokok Agraria, Hak Milik atas tanah dapat terjadi dengan cara-cara sebagai berikut: Hak Milik atas tanah yang terjadi menurut Hukum Adat. Hak Milik atas tanah terjadi dengan jalan pembukaan tanah atau pembukaan hutan. 2. Hak Milik atas tanah yang terjadi karena Penetapan Pemerintah. Hak Milik yang terjadi karena adanya Penetapan Pemerintah terhadap tanahtanah yang pada awalnya dikuasai oleh Pemerintah dengan sebelumnya mengajukan permohonan dan memenuhi prosedur dan persyaratan yang telah ditentukan oleh Badan Pertanahan Nasional. 47 Op. Cit, Pasal Ibid, Pasal 22

11 3. Hak Milik atas tanah yang terjadi karena ketentuan Undang-undang. Hak Milik atas tanah ini terjadi karena adanya ketentuan yang mengatur mengenai pertanahan, setelah berlakunya Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, semua hak atas tanah harus diubah menjadi salah satu hak atas tanah yang diatur oleh Undang-undang Pokok Agraria termasuk dalam hal ini mengenai Hak Milik. Berkenaan dengan pemindahan Hak Milik, Undang-undang juga telah mengatur sebagai berikut: 1. Jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk pemindahan Hak Milik serta pengawasannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. 2. Setiap jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan Hak Milik kepada orang asing, kepada seorang warga negara yang di samping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing atau kepada suatu badan hukum, kecuali yang ditetapkan Pemerintah termasuk dalam Pasal 21 ayat (2), adalah batal karena hukum dan tanahnya jatuh kepada negara, dengan ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima oleh pemilik tidak dapat dituntut kembali Ibid, Pasal 26

12 Berdasarkan Pasal 27 Undang Undang Pokok Agraria menetapkan faktorfaktor penyebab hapusnya Hak Milik atas tanah dan tanahnya jatuh kepada Negara, yaitu : Karena pencabutan hak berdasarkan ketentuan Pasal 18, untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur oleh Undang-undang. 2. Karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya 3. Karena diterlantarkan 4. Karena subjek haknya tidak memenuhi syarat sebagai subjek Hak Milik atas tanah 5. Karena peralihan hak yang mengakibatkan tanahnya berpindah kepada pihak lain tidak memenuhi syarat sebagai subjek Hak Milik atas tanah. 6. Tanahnya musnah. Pada dasarnya pemilik tanah berkewajiban menggunakan atau mengusahakan tanahnya sendiri secara aktif. Namun demikian Undang Undang pokok Agraria mengatur bahwa Hak Milik atas tanah dapat digunakan atau diusahakan oleh bukan pemiliknya. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 24 Undang Undang Pokok Agraria yaitu 50 Op.Cit, hal 16, Pasal 27

13 penggunaan tanah Hak Milik oleh bukan pemiliknya dibatasi dan diatur dengan peraturan perundangan. Beberapa bentuk penggunaan atau pengusahaan tanah Hak Milik oleh bukan pemiliknya, yaitu : 1. Hak Milik atas tanah dibebani Hak Guna Bangunan 2. Hak Milik atas tanah dibebani Hak Pakai 3. Hak Sewa untuk Bangunan 4. Hak Gadai (Gadai Tanah) 5. Hak Usaha Bagi Hasil (Perjanjian Bagi Hasil) 6. Hak Menumpang 7. Hak Sewa Tanah Pertanian C. Prosedur Pelaksanaan Peningkatan Status Tanah Dari Hak Guna Bangunan Menjadi Hak Milik di Perumnas Martubung Medan Peningkatan hak menurut John Salindo adalah: Perubahan hak dan meningkatkan haknya, misalnya dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik, apabila syaratnya telah dipenuhi 51 Keterangan dari sebidang tanah untuk kepastian siapa saja yang berhak mempunyai tanah yang bersangkutan, status dari pada haknya serta beban-beban yang berada di atas tanah dan yang terakhir menghasilkan sertifikat-sertifikat sebagai alat pembuktian yang kuat. 51 Jhon Salindo, Masalah Tanah dalam Pembangunan, Djambatan, Jakarta, 2001

14 Perubahan hak adalah penetapan Pemerintah mengenai penegasan bahwa sebidang tanah yang semula dipunyai dengan Hak Guna Bangunan, atas permohonan pemegang haknya, menjadi tanah Negara dan sekaligus memberi tanah tersebut kepadanya dengan Hak Milik. 52 Prosedur pelaksanaan peningkatan Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik dilakukan dengan mengajukan permohonan pendaftaran terlebih dahulu kepada Kepala Kantor Pertanahan Kota Medan disertai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan dalam Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun Pendaftaran perubahan Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik, baik yang belum maupun yang telah habis jangka waktunya diajukan ke loket Kantor Pertanahan yang telah ditentukan dengan membayar uang pendaftaran sebesar Rp ,00 dengan disertai: 1. Sertifikat Hak Guna Bangunan yang dimohon untuk diubah menjadi Hak Milik. 2. Akta Jual Beli atau surat perolehan mengenai rumah beserta tanah yang bersangkutan 3. Surat persetujuan dari pemegang Hak Tanggungan, apabila tanah tersebut dibebani Hak Tanggungan. 4. Bukti penggunaan tanah untuk rumah tinggal berupa: 52 Pasal 1 huruf b Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1997 Tentang Pemberian hak Milik Atas Tanah Untuk Rumah Sangat Sederhana (RSS) dan Rumah Sederhana (RS)

15 a. Fotocopy Izin Mendirikan Bangunan yang mencantumkan bahwa bangunan tersebut digunakan untuk rumah tinggal b. Surat Keterangan dari Kepala Desa/Kelurahan setempat bahwa bangunan tersebut digunakan untuk rumah tinggal, apabila mendirikan bangunan tersebut belum dikeluarkan oleh instansi yang berwenang c. Fotocopy SPPT PBB yang terakhir (khusus untuk tanah yang luasnya 200 M 2 atau lebih). d. Bukti identitas pemohon e. Pernyataan dari pemohon bahwa dengan perolehan Hak Milik yang dimohonkan pendaftarannya itu, akan mempunyai Hak Milik atas tanah untuk rumah tinggal tidak lebih dari 5 (lima) bidang seluruhnya meliputi luas tidak lebih dari 5000 (lima ribu) M 2. f. Asli surat rekomendasi dari Perum Perumnas Sebelum melaksanakan peningkatan hak atas tanah ke Kantor Pertanahan Kota Medan, pemohon harus terlebih dahulu meminta Surat Rekomendasi dari pihak Perum Perumnas, adapun lampiran yang harus dilengkapi untuk memperoleh Surat Rekomendasi dari pihak Perum Perumnas yaitu: 1. Foto copy Kartu Tanda Penduduk Pemohon (KTP) 2. Sertipikat hak atas tanah pemohon (asli) 3. Foto copy sertipikat pemohon yang telah dilegalisir sesuai dengan aslinya oleh Badan Pertanahan Setempat

16 4. Surat Keterangan tentang peruntukan sesuai RTRW/RTUR oleh Tata Kota setempat. Untuk perubahan Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik maka pemohon wajib membayar uang pemasukan kepada Perum Perumnas diluar uang pemasukan kepada Negara dalam rangka pemberian rekomendasi untuk peningkatan hak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu Keputusan Direksi Perum Perumnas Nomor: Dirut/048/KPTS/10/IV/2007. Adapun besarnya uang pemasukan kepada Perum Perumnas dalam rangka pemberian rekomendasi untuk peningkatan hak atas tanah dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik adalah sebagai berikut: 1. Uang pemasukan dalam rangka peningkatan hak atas tanah yang berasal dari Hak Guna Bangunan (HGB) yang sudah habis masa berlakunya yaitu: 2% (Nilai perolehan tanah, yang diperoleh dari luas tanah yang bersangkutan dikalikan dengan Nilai Jual Objek Pajak tahun berjalan) dikurangi dengan Nilai Perolehan Tanah Tidak Kena Uang Pemasukan (NPTTKUP), selanjutnya dikali 60% (enam puluh persen). 2. Uang pemasukan dalam rangka peningkatan hak atas tanah yang berasal dari Hak Guna Bangunan yang belum habis masa berlakunya yaitu: 2% (Nilai perolehan tanah, yang diperoleh dari luas tanah yang bersangkutan dikalikan dengan Nilai Jual Objek Pajak tahun berjalan) dikurangi dengan Nilai Perolehan Tanah Tidak Kena Uang Pemasukan, selanjutnya dikurangi (sisa Jangka Waktu Hak Guna Bangunan dikali dengan Uang Pemasukan dikurangi

17 dengan Jangka Waktu Hak Guna Bangunan), selanjutnya dikali 50% (lima puluh persen). 53 Selain daripada uang pemasukan kepada Perum perumnas dalam rangka pemberian rekomendasi, pemohon juga wajib membayar uang pemasukan kepada Negara dan biaya pendaftaran sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun Setelah berkas-berkas permohonan itu lengkap, seksi hak atas tanah mencatatnya dalam buku register hak atas tanah. selanjutnya Kepala Kantor Pertanahan mengeluarkan perintah setor pungutan. setor pungutan ini bermaksud sebagai uang pemasukan terhadap negara atas pemberian hak atas tanah kepada pemohon dalam waktu kurang lebih 1 (satu) minggu setelah dicatatnya berkas permohonan tersebut. seksi hak atas tanah membuat perincian tentang besarnya uang pemasukan yang harus dbayar oleh pemohon. Adapun besarnya uang pemasukan kepada Negara untuk peningkatan hak atas tanah dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik adalah dengan rumusan sebagai berikut: 54 Luas tanah yang tercantum di sertipikat dikalikan dengan harga dasar tanah yang ada di Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) selanjutnya dikurangi dengan Nilai perolehan Objek Pajak Tidak 53 Keputusan Direksi Perum Perumnas Nomor : Dirut/048/KPTS/10/IV/2007 Tentang Pengenaan Uang Pemasukan Dalam Rangka Pemberian Rekomendasi Permohonan perpanjangan Hak, Peningkatan Hak Dan Atau Peralihan Hak, DiAtas Tanah Hak Pengelolaan, Perum Perumnas Dengan Peruntukan Perumahan, Fasilitas Semi Komersil Dan Komersil. 54 Wawancara dengan Bapak Bahrum, SH, Kasubsi Peralihan Hak Kantor Pertanahan Kota Medan, tanggal 04 Januari 2010.

18 kena Pajak (NPOPTKP) yang mana untuk kota Medan sebesar Rp kemudian dikali 2 % (dua persen). Contoh: 200 M2 x Rp /M2 Rp ,00 x 2 % = Rp ,00 Rp ,00 = Rp ,00 x 2 % = Rp ,00 Setelah diterima tanda bukti setor pungutan Kepala Kantor Pertanahan mendaftar perubahan status tanah Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik dengan memberikan catatan dengan tinta merah atau cap pada halaman pendaftaran peralihan dalam Buku Tanah Hak Guna Bangunan yang bersangkutan dan sertifikatnya serta pada daftar umum lainnya sebagai berikut: 55 DENGAN KEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR......TANGGAL... HAK GUNA BANGUNAN NOMOR...DESA...HAPUS DAN DIUBAH MENJADI HAK MILIK NOMOR...DESA... DENGAN SEBESAR...DAN SUMBANGAN PELAKSANAAN LANDREFORM SEBESAR......TGL... KEPALA KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN/KOTA... (...) 55 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002 Tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan pajak yang Berlaku Pada Badan Pertanahan Nasional, Pasal 13

19 Dan semua sebutan Hak Guna Bangunan beserta nomornya di dalam Buku Tanah. Sertifikat dan daftar umum lainnya dicoret dan diganti dengan sebutan Hak Milik dengan nomornya. Setelah pungutan atau uang pemasukan dibayar lunas, maka Kepala Kantor Pertanahan akan mendaftar hapusnya Hak Guna Bangunan yang bersangkutan dalam buku tanah dan sertipikatnya serta daftar umum lainnya. Selanjutnya mendaftar Hak Milik atas tanah bekas Hak Guna Bangunan tersebut dengan membuatkan buku tanahnya dengan menyebutkan keputusan ini sebagai dasar adanya Hak Milik tersebut dan menerbitkan sertipikatnya dengan surat ukur yang dibuat berdasarkan data fisik yang digunakan dalam pendaftaran Hak Guna Bangunan. Apabila tanah rumah sederhana yang bersangkutan sudah diperoleh dari pengembang akan tetapi belum dipisah dari Hak Guna Bangunan induk, maka permohonan sebagaimana dimaksud ayat (1) diajukan bersamaan dengan permohonan pendaftaran peralihan hak atas bidang tanah yang bersangkutan. Dalam hal sebagaimana dimaksud ayat (2) sertifikat tanah hasil pemisahan bidang yang bersangkutan yang diterimakan kepada pemilik atau kuasanya adalah sertifikat Hak Milik. Atas permohonan pendaftaran perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Kantor Pertanahan mengeluarkan perintah setor pungutan sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (2).

20 Tanah Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah untuk rumah tinggal yang luasnya 600 M 2 atau kurang yang sudah habis jangka waktunya dan masih dipunyai oleh bekas pemegang hak tersebut, atas permohonan yang bersangkutan diberikan Hak Milik kepada bekas pemegang hak. 56 Pemberian Hak Guna Bangunan bagi tanah untuk RSS dan RS adalah sebagai berikut: 1. Hak Guna Bangunan atas tanah untuk RSS dan RS di atas tanah Negara, termasuk di atas tanah Hak Pengelolaan, kepunyaan perseorangan Warga Negara Indonesia, atas permohonan pemegang hak atau kuasanya diubah menjadi Hak Milik. 2. Tanah untuk RSS dan RS di atas tanah Hak Pengelolaan kepunyaan perseorangan Warga Negara Indonesia yang belum dipunyai dengan Hak Guna Bangunan diberikan dengan Hak Milik. Tata cara peningkatan status tanah dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik di perumnas Martubung yang dilakukan oleh masyarakat dengan cara beraneka ragam, artinya ada masyarakat yang datang sendiri langsung ke Kantor Pertanahan untuk pengurusannya karena mengingat biayanya lebih murah dibandingkan jika mengurus melalui Notaris PPAT yang biayanya lebih mahal, 57 hal ini disebabkan 56 Wawancara dengan Bapak Bahrum, SH, Kasubsi Peralihan Hak Kantor Pertanahan Kota Medan, tanggal 1 Desember Wawancara dengan Bapak Bahrum, SH., Kasubsi Peralihan Hak Kantor Pertanahan Kota Medan, Tanggal 1 Desember 2009.

21 karena mereka harus mengeluarkan uang jasa untuk kepengurusannya. Akan tetapi ada pula masyarakat yang memberikan kuasa kepada pihak Perum Perumnas untuk menguruskannya. Namun demikian lebih banyak masayarakat yang memberikan kuasanya untuk pengurusannya ke Notaris PPAT, hal ini dikarenakan mereka membuat peralihan hak tersebut atau balik nama sudah dari pihak kedua bukan dari pihak pertama atau developer, manakala haknya hampir berakhir, maka otomatis mereka meningkatkan status tanah rumah mereka dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik. Keuntungannya pengurusan melalui Pejabat Pembuat Akta Tanah, yaitu sebelumnya mereka tidak mengetahui bahwa sertipikat Hak Guna Bangunannya akan berakhir sehingga mereka jadi tahu atau mengerti. Biaya yang harus dikeluarkan oleh pemohon apabila melakukan peningkatan hak atas tanah dari hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik melalui Pejabat Pembuat Akta Tanah, pemohon dikenakan biaya sebesar Rp ,00 (dua juta rupiah). 58 Kemudahan pengalihan atau peningkatan Hak Milik atas tanah Hak Guna Bangunan untuk rumah tinggal itu diatur dalam Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) No 6 Tahun 1998 Tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah Untuk Rumah Tinggal, tertanggal 26 Juni Keputusan ini mulai berlaku 1 Juli Wawancara dengan Ibu Rosana Lubis, SH., Notaris dan PPAT Kota Medan, Tanggal 28 November Djoko Soepadmo, Seri B-4 Bagian Pertama, Ketentuan-ketentuan dan Komentar Mengenai Jual Beli, Tukar Menukar, Sewa Menyewa dalam Praktek Tehnik Pembuatan Akta, Bina Ilmu, Surabaya, 2005, hlm 235.

22 Pemeriksaan permohonan pendaftaran Hak Milik atas tanah untuk rumah tinggal tersebut dilakukan sebagai berikut: 1. Data yuridis dan data fisik tanah yang diberikan Hak Milik diperiksa dengan melihat sertifikat Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah yang bersangkutan. Untuk keperluan ini tidak perlu dilakukan pengukuran ulang. Pemeriksaan lapangan lainnya, maupun rekomendasi dari instansi lain. 2. Penggunaan untuk rumah tinggal diperiksa dengan melihat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang menyebutkan penggunaan bangunan. Dalam hal ini Izin Mendirikan Bangunan tersebut tidak pernah/belum dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, maka diperlukan Surat Keterangan dari Kepala Desa/Kelurahan bahwa benar bangunan yang berdiri di atas tanah tersebut dipergunakan sebagai rumah tinggal. 3. Identitas pemohon diperiksa dari Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Paspor yang bersangkutan. Berkenaan dengan pengurusan permohonan perubahan Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik lainnya untuk rumah yang tidak memenuhi kriteria sebagai tanah untuk rumah sederhana sebagaimana yang sudah diterima sebelum tanggal ditetapkannya Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1997 akan diproses menurut ketentuan yang umum berlaku untuk pemberian hak atas tanah.

23 Berkenaan dengan jangka waktu, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota menetapkan jangka waktu penyelesaian permohonan pendaftaran Hak Milik atas tanah untuk rumah tinggal sesuai kondisi dan kemampuan kantor masing-masing dan menepati jangka waktu tersebut, dengan ketentuan bahwa untuk permohonan yang diajukan melalui PPAT jangka waktu penyelesaiannya ditetapkan paling sedikit 2 (dua) minggu lebih lama daripada yang diajukan oleh pemohon sendiri. Penyelesaian permohonan pendaftaran Hak Milik atas tanah bekas Hak Guna Bangunan yang dibebani Hak Tanggungan, maka pihak yang bersangkutan harus menghadap Notaris PPAT terlebih dahulu untuk membuat surat kuasa memasang Hak Tanggungan (SKMHT) karena Hak Tanggungannya melekat pada SKMHT tersebut. Manakala jangka waktu HGB masa berlakunya akan berakhir sedangkan sertifikatnya masih dibebani Hak Tanggungan, maka haknya harus ditinjau kembali karena saat sertifikat tersebut didaftarkan di BPN, maka Hak Tanggungan dengan sendirinya gugur. Penetapan waktu penyelesaian permohonan tersebut dicantumkan pada tanda terima pungutan yang telah dibayar oleh pemohon atau dalam hal tidak ada pungutan yang harus dibayar, pada tanda terima penerimaan berkas permohonan Wawancara dengan Bapak Syafruddin Chandra,SH,SpN.,MKn., Koordinator Pemeliharaan Data Yuridis Kantor Pertanahan Kota Medan, Tanggal 30 November 2009.

24 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa permohonan Hak Milik atas tanah untuk rumah tinggal yang tidak memenuhi syarat untuk diproses menurut Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1997 Jo. Nomor 15 tahun 1997 dan Nomor 1 Tahun 1998 Tentang Pemberian Hak Milik atas tanah untuk Rumah Sangat Sederhana (RSS) dan Rumah Sederhana (RS), Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1998 Tentang Pemberian Hak Milik atas tanah untuk rumah tinggal yang telah dibeli oleh Pegawai Negeri dari Pemerintah dan keputusan ini. Permohonan Hak Milik dibatasi untuk tanah seluas maksimum 2000 (dua ribu) M2. Dalam pengurusan permohonan Hak Milik harus dilampirkan pernyataan dari pemohon bahwa dengan perolehan Hak Milik yang dimohon itu yang bersangkutan akan mempunyai Hak Milik atas tanah untuk rumah tinggal tidak lebih dari 5 (lima) bidang yang seluruhnya meliputi luas tidak lebih dari 5000 (lima ribu) M 2. Dengan demikian dapat dikatakan dalam pelaksanaan peningkatan status tanah Rumah Sederhana (RS) dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik di Perumnas Martubung, pemohon haruslah memenuhi persyaratan dan ketentuan yang telah diatur dalam Keputusan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1997 dan peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6

25 Tahun 1998, serta Instruksi Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun Dalam hal rumah tinggal tersebut masih sementara dalam ikatan Hak Tanggungan atau dengan kata lain kreditnya belum lunas karena diperoleh melalui Kredit Perumahan (KPR), proses peningkatan hak atas tanah tersebut tetap dapat dilaksanakan tanpa perlu menunggu hingga kredit rumah tersebut lunas terbayar dengan syarat pihak kreditur atau pihak Bank KPR memberikan persetujuan dan pihak pemilik memberikan kuasa untuk memasang Hak Tanggungan. Namun untuk hal seperti tersebut diatas belum pernah terjadi di Perum Perumnas Martubung, selama ini mereka mengeluarkan rekomendasi untuk peningkatan hak atas tanah apabila kredit pihak pembeli rumah tersebut sudah lunas terbayar. 61 Apabila pihak developer mengalami pailit atau bangkrut sebelum kredit pembeli tersebut lunas, apabila hal tersebut terjadi maka tidak akan menjadi masalah sepanjang sertipikat Hak Guna Bangunan telah dipecah dan sertipikat telah dipasang Hak Tanggungan atas nama pembeli, sehingga tidak ada hubungan lagi dengan pihak developer, timbul suatu masalah apabila sertipikat masih atas nama developer, maka harus dilakukan pemecahan yang biasanya bisa dilakukan roya parsial (pemecahan sebahagian). Jika sertipikat telah diroya atas nama pihak pembeli, maka pihak 61 Wawancara dengan Ibu Damenta Munthe, Bagian Pertanahan (Peningkatan Hak) Perum Perumnas Martubung Medan, Tanggal 5 Januari 2010.

26 pembeli dapat langsung datang ke kantor pertanahan tempat lokasi rumah tersebut berada dan kemudian memohon peningkatan hak dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik. 62 Pemilikan tanah perumahan tidak saja dimiliki masyarakat umum tetapi juga dapat dimiliki oleh pegawai negeri, dimana dalam hal ini juga pegawai negeri perlu mendapatkan kepastian hak yaitu Hak Milik atas tanah untuk rumah tinggal yang dibeli oleh pegawai negeri dari perumahan yang disediakan oleh Pemerintah sebagaimana yang diatur dalam Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1998 Tentang Pemberian Hak Milik atas tanah untuk rumah tinggal yang telah dibeli oleh pegawai negeri. Tanah untuk rumah tinggal yang telah dibeli oleh pegawai negeri dari Pemerintah adalah: a. Tanah yang diatasnya berdiri rumah Negara golongan III yang telah dibeli oleh pegawai negeri; b. Tanah yang telah dibeli oleh pegawai negeri dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai ketentuan yang berlaku, yang diatasnya berdiri rumah tinggal atau yang dimaksudkan untuk rumah tinggal. 62 Ibid

27 Menurut Pasal 2 tanah untuk rumah tinggal yang telah dibeli oleh pegawai negeri dari Pemerintah dan telah dilunasi harganya, diberikan kepada pegawai negeri yang bersangkutan dengan Hak Milik. Hak Guna Bangunan atas tanah yang berasal dari tanah untuk rumah tinggal yang juga telah dibeli oleh pegawai negeri dari Pemerintah dan masih atas nama pegawai negeri yang bersangkutan atau ahli warisnya, atas permohonan yang bersangkutan dihapus dan diberikan kembali kepada bekas pemegang haknya dengan Hak Milik. untuk memperoleh Hak Milik tersebut, pemohon wajib membayar uang pemasukan kepada negara serta biaya pendaftaran hak sesuai ketentuan yang berlaku. Permohonan pendaftaran Hak Milik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a diajukan kepada kepala kantor pertanahan setempat dengan disertai : a. Untuk tanah yang diatasnya berdiri rumah Negara golongan III; 1) Surat tanda bukti pelunasan harga rumah Negara dan tanahnya 2) Surat keputusan Departemen Pekerjaan Umum bahwa rumah yang bersangkutan sudah menjadi milik pemohon, dan 3) Bukti identitas pemohon b. Untuk tanah lainnya: 1) Surat tanda bukti pelunasan harga tanah yang bersangkutan,

28 2) Surat pelepasan hak atas tanah dari Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, atau Pemerintah Daerah yang bersangkutan kepada pemohon, dan 3) Bukti identitas pemohon Untuk melaksanakan pendaftaran hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kantor pertanahan melakukan pengukuran tanah yang bersangkutan. Atas permohonan pendaftaran hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Kantor Pertanahan mengeluarkan perintah setor pungutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan biaya pengukuran sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Setelah pengukuran selesai dan pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibayar lunas kepada kantor pertanahan; a. Mengeluarkan konfirmasi pemberian Hak Milik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan Surat Keputusan. b. Mendaftar Hak Milik yang bersangkutan dengan menyebutkan nomor keputusan ini jo. Nomor keputusan konfirmasi sebagaimana dimaksud pada huruf a sebagai penetapan yang menjadi dasar adanya Hak Milik itu dalam buku tanah dan sertipikat. Permohonan pendaftaran perubahan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai menjadi Hak Milik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b dan pendaftaran pemberian Hak Milik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c diajukan kepada Kepala Kantor Pertanahan dengan disertai: a. Sertipikat Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah yang bersangkutan

29 b. Bukti bahwa tanah tersebut adalah tanah yang telah dibeli oleh pegawai negeri dari Pemerintah yaitu; 1) Tanda bukti pelunasan harga rumah dan tanah yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, atau 2) Surat keputusan Departemen Pekerjaan Umum bahwa rumah Negara yang bersangkutan sudah menjadi milik pemohon, atau 3) Surat pelepasan hak atas tanah dari Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, atau Pemerintah Daerah yang bersangkutan kepada pemohon, atau 4) Bukti lain bahwa tanah tersebut adalah atanah yang telah dibeli oleh pegawai negeri dari Pemerintah Atas permohonan pendaftaran perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Kantor Pertanahan mengeluarkan perintah setor pungutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2). Setelah diterima tanda bukti setor pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Kepala Kantor Pertanahan: a. Mendaftar hapusnya Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai tersebut dalam buku tanah dan sertipikat yang bersangkutan serta daftar umum lainnya b. Selanjutnya mendaftar hak Milik yang baru dalam buku tanah baru dengan surat ukur sesuai surat ukur atau gambar situasi yang lama, dengan menyebutkan keputusan ini sebagai dasar adanya Hak Milik tersebut, dan c. Menerbitkan sertipikat Hak Milik.

30 Bagan an Permohonan Peningkatan Hak Atas Tanah Menjadi Hak Milik Permohonan Hak Loket Ke Kasubsi Pendaftaran Hak Pembukuan Untuk Pengolahan Berkas Lengkap Ke Kasi Hak Atas Tanah Kembali ke Kasubsi Pendaftaran Hak Berkas Tidak Lengkap Ke Kasi Hak Atas Tanah Di kembalikan Kepada Pemohon Kepala Kantor Pertanahan SK Konfirmasi Peningkatan Hak Milik Yang Berisi Perhitungan Uang Pemasukan Sumber : Kantor Pertanahan Kota Medan

8. PENDAFTARAN KARENA PERUBAHAN DATA YURIDIS

8. PENDAFTARAN KARENA PERUBAHAN DATA YURIDIS 8. PENDAFTARAN KARENA PERUBAHAN DATA YURIDIS A. Pendahuluan Berdasarkan ketentuan Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997, pendaftaran tanah karena perubahan data yuridis termasuk dalam lingkup

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 1998 TENTANG PEMBERIAN HAK MILIK ATAS TANAH UNTUK RUMAH TINGGAL

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH.

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH. 1 of 16 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa tanah memilik peran

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ NOMOR 9 TAHUN 1997 TENTANG PEMBERIAN HAK MILIK ATAS TANAH UNTUK RUMAH SANGAT SEDERHANA (RSS) DAN RUMAH SEDERHANA (RS) MENTERI NEGARA AGRARIA/,

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN METERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN DAN PEMBATALAN HAK ATAS TANAH NEGARA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH Presiden Republik Indonesia, a. bahwa tanah memilik peran yang

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A.Kesimpulan. Pelaksanaan perubahan hak guna bangunan menjadi hak milik untuk

BAB III PENUTUP. A.Kesimpulan. Pelaksanaan perubahan hak guna bangunan menjadi hak milik untuk BAB III PENUTUP A.Kesimpulan Pelaksanaan perubahan hak guna bangunan menjadi hak milik untuk rumah tinggal dilakukan di Kantor Pertanahan Kabupaten Tabanan sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG PEMBERIAN HAK MILIK ATAS TANAH UNTUK RUMAH TINGGAL

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG TATA CARA PEROLEHAN TANAH BAGI PERUSAHAAN DALAM RANGKA PENANAMAN MODAL MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tanah memiliki peran yang

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN METERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN DAN PEMBATALAN HAK ATAS TANAH NEGARA

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 1996 TENTANG PENDAFTARAN HAK TANGGUNGAN MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 1996 TENTANG

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 1996 TENTANG MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 1996 TENTANG PENDAFTARAN HAK TANGGUNGAN MENTERI NEGARA AGRARIA/

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 4 TAHUN Tentang HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 4 TAHUN Tentang HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK ATAS TANAH PERATURAN PEMERINTAH Nomor 4 TAHUN 1996 Tentang HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tanah memiliki peran yang sangat penting artinya alam

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN,

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang : Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah

Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang : Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang : Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 40 TAHUN 1996 (40/1996) Tanggal : 17 JUNI 1996 (JAKARTA)

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASI PENGATURAN DAN PELAYANAN PEMERIKSAAN (PENGECEKAN) SERTIPIKAT DASAR HUKUM PERSYARATAN BIAYA WAKTU KETERANGAN

STANDAR PROSEDUR OPERASI PENGATURAN DAN PELAYANAN PEMERIKSAAN (PENGECEKAN) SERTIPIKAT DASAR HUKUM PERSYARATAN BIAYA WAKTU KETERANGAN LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BPN-RI NOMOR 6 TAHUN 2008 PEMERIKSAAN (PENGECEKAN) SERTIPIKAT 2. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 3. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002 4. Peraturan Menteri Negara

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tanah memiliki peran yang

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DALAM PERALIHAN HAK ATAS TANAH TERHADAP WARGA NEGARA ASING BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Lokasi Penelitian

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Lokasi Penelitian BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian 1. Gambaran Umum Kabupaten Sukoharjo Kabupaten Sukoharjo merupakan kabupaten terkecil kedua di Propinsi Jawa Tengah, secara geografis,

Lebih terperinci

Menimbang: Mengingat:

Menimbang: Mengingat: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 40 Tahun 1996 Tentang HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH Menimbang: Presiden Republik Indonesia, a. bahwa tanah memiliki peran yang sangat

Lebih terperinci

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum PROSUDUR PEMINDAHAN HAK HAK ATAS TANAH MENUJU KEPASTIAN HUKUM Oleh Dimyati Gedung Intan Dosen Fakultas Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai ABSTRAK Tanah semakin berkurang, kebutuhan tanah semakin meningkat,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Apa akibat hukum tidak adanya perpanjangan HGB, berkaitan dengan status tanahnya?

Apa akibat hukum tidak adanya perpanjangan HGB, berkaitan dengan status tanahnya? Status Tanah Setelah Berakhirnya Hak Guna Bangunan (HGB) Pertanyaan: Apa akibat hukum tidak adanya perpanjangan HGB, berkaitan dengan status tanahnya? 04 Februari 2016 Ringkasan Analisa Jawaban: 1. Hak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Hak Guna Bangunan 1. Pengertian Hak Guna Bangunan Hak Guna Bangunan adalah salah satu hak atas tanah lainnya yang diatur dalam Undang Undang Pokok Agraria.

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA ttd. JOYO WINOTO, Ph.D. KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA ttd. JOYO WINOTO, Ph.

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA ttd. JOYO WINOTO, Ph.D. KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA ttd. JOYO WINOTO, Ph. LAMPIRAN I : PERATURAN KEPALA BPN RI NOMOR 6 TAHUN 2008 LAMPIRAN II : PERATURAN KEPALA BPN RI NOMOR 6 TAHUN 2008 PEMERIKSAAN (PENGECEKAN) SERTIPIKAT 1. Undang-Undang Nomor Nomor 24 Tahun. Nomor 46 Tahun

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 1996 TENTANG FORMASI PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA

Lebih terperinci

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 1 BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 3.1. PENGERTIAN PENDAFTARAN TANAH Secara general, pendaftaran tanah adalah suatu kegiatan administrasi yang dilakukan

Lebih terperinci

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas Bab II HAK HAK ATAS TANAH A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas tanah adalah Pasal 4 ayat 1 dan 2, 16 ayat 1 dan 53. Pasal

Lebih terperinci

HAK MILIK DAN HAK GUNA USAHA (Menurut UUPA)

HAK MILIK DAN HAK GUNA USAHA (Menurut UUPA) www.4sidis.blogspot.com HAK MILIK DAN HAK GUNA USAHA (Menurut UUPA) MAKALAH Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Pertanahan PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kaitanya tentang hukum tanah, merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 HAK ATAS TANAH BERSAMA RUMAH SUSUN DAN MASALAH PERPANJANGANNYA. 1.1 Rumah Susun dan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun

BAB 2 HAK ATAS TANAH BERSAMA RUMAH SUSUN DAN MASALAH PERPANJANGANNYA. 1.1 Rumah Susun dan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun BAB 2 HAK ATAS TANAH BERSAMA RUMAH SUSUN DAN MASALAH PERPANJANGANNYA 1.1 Rumah Susun dan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun 2.1.1 Pengertian Seputar Rumah Susun Rumah susun sebagaimana diatur oleh Undang-undang

Lebih terperinci

Sertifikat hak guna..., Fransiska KrisnaniBudi Utami, FH UI, Universitas Indonesia

Sertifikat hak guna..., Fransiska KrisnaniBudi Utami, FH UI, Universitas Indonesia 10 BAB 2 SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN NOMOR 00609/JEMBATAN BESI SEBAGAI ALAT BUKTI YANG KUAT ( TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 40 K/PDT/2009 ) 2. Landasan Teori Umum 2.1. Pendaftaran

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG MENTERI NEGARA AGRARIA/ PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN HAK GUNA BANGUNAN ATAU HAK PAKAI ATAS TANAH UNTUK RUMAH TINGGAL YANG DIBEBANI HAK TANGGUNGAN MENJADI HAK MILIK

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 1996 TENTANG

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 1996 TENTANG MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 1996 TENTANG FORMASI PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH MENTERI NEGARA

Lebih terperinci

Upik Hamidah. Abstrak

Upik Hamidah. Abstrak Pembaharuan Standar Prosedure Operasi Pengaturan (SOP) Pelayanan Pendaftaran Peralihan Hak Milik Atas Tanah Karena Hibah Wasiat Berdasarkan Alat Bukti Peralihan Hak Upik Hamidah Dosen Bagian Hukum Administrasi

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF. Istilah jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai

BAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF. Istilah jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai BAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF G. Pengertian Perjanjian Jaminan Istilah jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai pada Pasal 1131 KUHPerdata dan penjelasan Pasal 8 UUP, namun

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA BLOKIR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, oleh karena itu perlindungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, oleh karena itu perlindungan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perlindungan Hukum Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila haruslah memberikan perlindungan hukum terhadap warga masyarakatnya sesuai dengan yang tercantum dalam

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/ BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI NEGARA AGRARIA/ BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI NEGARA AGRARIA/ BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 1993 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PERPANJANGAN DAN PEMBAHARUAN HAK GUNA

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun No.1112, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ATR/BPN. Blokir dan Sita. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

PEMBAHASAN RESPONSI UAS HUKUM AGRARIA SEMESTER GENAP TAHUN 2016

PEMBAHASAN RESPONSI UAS HUKUM AGRARIA SEMESTER GENAP TAHUN 2016 PEMBAHASAN RESPONSI UAS HUKUM AGRARIA SEMESTER GENAP TAHUN 2016 Oleh: Ghaida Mastura FHUI 2012 Disampaikan pada Tentir UAS Hukum Agraria Senin, 30 Mei 2016 Daftar Peraturan Perundang-undangan Terkait 1.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERPANJANGAN HAK GUNA BANGUNAN BERSAMA ATAS RUMAH SUSUN KLENDER

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERPANJANGAN HAK GUNA BANGUNAN BERSAMA ATAS RUMAH SUSUN KLENDER 10 BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERPANJANGAN HAK GUNA BANGUNAN BERSAMA ATAS RUMAH SUSUN KLENDER 2. 1. TINJAUAN TENTANG TANAH DAN HAK YANG MELEKAT DI ATASNYA Pengaturan tanah di wilayah Indonesia tercantum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Usaha Pemerintah di dalam mengatur tanah-tanah di Indonesia baik bagi perorangan maupun bagi badan hukum perdata adalah dengan melakukan Pendaftaran Tanah

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016 PERALIHAN HAK MILIK ATAS TANAH AKIBAT HIBAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG POKOK-POKOK AGRARIA 1 Oleh : Cry Tendean 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB II SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN. A. Pengertian Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

BAB II SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN. A. Pengertian Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan 23 BAB II SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN A. Pengertian Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Pengertian kuasa secara umum terdapat pada pasal 1792 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, yang berbunyi:

Lebih terperinci

BAB 2 ISI 2.1. Hukum Tanah Nasional

BAB 2 ISI 2.1. Hukum Tanah Nasional BAB 2 ISI 2.1. Hukum Tanah Nasional Sebelum tahun 1960, di Indonesia berlaku sistem dualisme hukum agraria yang membingungkan, dimana dalam satu waktu yang bersamaan berlaku dua perangkat hukum yang positif

Lebih terperinci

BAB II PELAKSANAAN PERUBAHAN HAK MILIK ATAS TANAH MENJADI HAK GUNA BANGUNAN PADA YASPENDHAR MEDAN

BAB II PELAKSANAAN PERUBAHAN HAK MILIK ATAS TANAH MENJADI HAK GUNA BANGUNAN PADA YASPENDHAR MEDAN 31 BAB II PELAKSANAAN PERUBAHAN HAK MILIK ATAS TANAH MENJADI HAK GUNA BANGUNAN PADA YASPENDHAR MEDAN A. Landasan Hukum Hak Milik Sebelum berlakunya UUPA, hukum atas tanah di Indonesia bersifat dualisme,

Lebih terperinci

Pengertian Hak Milik Hak Milik adalah hak atas tanah yang turun temurun, terkuat dan terpenuh. Kata terkuat dan terpenuh tidak berarti bahwa hak milik itu merupakan hak yang mutlak, tidak dapat diganggu

Lebih terperinci

mudah dapat membuktikan hak atas tanah yang dimiliki atau dikuasainya,

mudah dapat membuktikan hak atas tanah yang dimiliki atau dikuasainya, belum mendapatkan perlindungan hukum yang sepenuhnya atas sertifikat yang dimilikinya karena sewaktu-waktu masih dapat diganggu oleh pihak lain. Meskipun sertifikat telah diterbitkan, pemegang hak atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah ditempatkan sebagai suatu bagian penting bagi kehidupan manusia. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus meningkat.

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 28 BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Tanah Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi, yang disebut permukaan bumi.tanah yang dimaksud di sini bukan mengatur tanah dalam segala

Lebih terperinci

TATA CARA MEMPEROLEH HAK ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

TATA CARA MEMPEROLEH HAK ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA TATA CARA MEMPEROLEH HAK ATAS TANAH Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA TATA CARA MEMPEROLEH HAK ATAS TANAH Mengenai tata cara memperoleh hak atas tanah, Hukum Tanah Nasional (HTN) menyediakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan Pembangunan Nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA 1 of 10 LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 42, 1996 TANAH, HAK TANGGUNGAN, Jaminan Utang, Sertipikat. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3632). UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II PERALIHAN HAK ATAS TANAH MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN A. Tinjauan Umum Mengenai Peralihan Hak Atas Tanah

BAB II PERALIHAN HAK ATAS TANAH MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN A. Tinjauan Umum Mengenai Peralihan Hak Atas Tanah 13 BAB II PERALIHAN HAK ATAS TANAH MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 A. Tinjauan Umum Mengenai Peralihan Hak Atas Tanah Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH. A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH. A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah 34 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 mengatur tentang Pendaftaran Tanah yang terdapat di dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia, manusia hidup di atas tanah

I. PENDAHULUAN. sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia, manusia hidup di atas tanah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah adalah salah satu kebutuhan hidup manusia, ia memegang peranan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia, manusia hidup di atas tanah dengan segala kebutuhannya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA

HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA PERSPEKTIF Volume XX No. 3 Tahun 2015 Edisi September HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA Urip Santoso Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya e-mail: urip_sts@yahoo.com

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG TATA CARA PEROLEHAN TANAH BAGI PERUSAHAAN DALAM RANGKA PENANAMAN MODAL MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN

Lebih terperinci

PENGERTIAN Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai Hak Milik adalah hak turuntemurun,

PENGERTIAN Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai Hak Milik adalah hak turuntemurun, LAMPIRAN: 1 Persandingan Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Menurut Undang-Undang Pertanahan Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Agraria PENGERTIAN Hak Milik Hak Guna

Lebih terperinci

Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA PENGERTIAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH Hak penguasaan atas tanah memberikan kewenangan kepada pemegang haknya untuk

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGATURAN DAN TATA CARA PENETAPAN

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG PENERBITAN IZIN LOKASI DAN PERSETUJUAN PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN SIDOARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN IZIN LOKASI

PENYELENGGARAAN IZIN LOKASI PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 40 TAHUN 1996 (40/1996) TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 40 TAHUN 1996 (40/1996) TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK ATAS TANAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 40 TAHUN 1996 (40/1996) TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tanah memiliki peran

Lebih terperinci

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA Oleh : Dr. Urip Santoso, S.H, MH. 1 Abstrak Rumah bagi pemiliknya di samping berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian, juga berfungsi sebagai aset bagi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL, PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN DAN PENGATURAN AGRARIA, TATA RUANG DAN PERTANAHAN DI KAWASAN

Lebih terperinci

BAB II HAMBATAN PELAKSANAAN PERPANJANGAN SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN ATAS TANAH HAK PENGELOLAAN PEMERINTAH KOTA PEKANBARU

BAB II HAMBATAN PELAKSANAAN PERPANJANGAN SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN ATAS TANAH HAK PENGELOLAAN PEMERINTAH KOTA PEKANBARU BAB II HAMBATAN PELAKSANAAN PERPANJANGAN SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN ATAS TANAH HAK PENGELOLAAN PEMERINTAH KOTA PEKANBARU A. Hak Pengelolaan 1. Pengertian Hak Pengelolaan Hak Pengelolaan adalah suatu

Lebih terperinci

HAK ATAS TANAH BAGI PARTAI POLITIK

HAK ATAS TANAH BAGI PARTAI POLITIK HAK ATAS TANAH BAGI PARTAI POLITIK Agus Sekarmadji Dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga Email: agussekarmadji_unair@yahoo.com Abstract Land Law in Indonesia does not clearly specify the political

Lebih terperinci

BADAN PERTANAHAN NASIONAL

BADAN PERTANAHAN NASIONAL BADAN PERTANAHAN NASIONAL KEPUTUSAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 18 TAHUN 1989 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMBERIAN HAK ATAS TANAH UNTUK KEPERLUAN PERUSAHAAN KAWASAN INDUSTRI KEPALA BADAN PERTANAHAN

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa pajak daerah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN BIAYA PEMBUATAN AKTA JAMINAN FIDUSIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN BIAYA PEMBUATAN AKTA JAMINAN FIDUSIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN BIAYA PEMBUATAN AKTA JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN BIAYA PEMBUATAN AKTA JAMINAN FIDUSIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN BIAYA PEMBUATAN AKTA JAMINAN FIDUSIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN BIAYA PEMBUATAN AKTA JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN BIAYA PEMBUATAN AKTA JAMINAN FIDUSIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN BIAYA PEMBUATAN AKTA JAMINAN FIDUSIA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN BIAYA PEMBUATAN AKTA JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang didapatkan dibangku perkuliahan dan diterapkan di tempat kerja

BAB I PENDAHULUAN. yang didapatkan dibangku perkuliahan dan diterapkan di tempat kerja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerja Praktik merupakan suatu proses penerapan disiplin ilmu yang didapatkan dibangku perkuliahan dan diterapkan di tempat kerja praktik dilaksanakan. Dalam kerja praktik

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN TANAH WAKAF DI KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/ BADAN PERTANAHAN

Lebih terperinci

TENTANG. dilakukan. Nomor 21. diubah. Tanah dan. Tahun. Nomor...

TENTANG. dilakukan. Nomor 21. diubah. Tanah dan. Tahun. Nomor... UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN

PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN Disampaikan pada Seminar dengan Tema HGU & HGB : Problem, Solusi dan Perlindungannya bedasarkan UU No. 25 Tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Negara 2.1.1 Pengertian Tanah Negara Tanah negara adalah tanah yang langsung dikuasai negara. Langsung dikuasai artinya tidak ada pihak lain di atas tanah itu, tanah itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan hidup manusia yang mendasar secara umum yaitu kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan hidup manusia yang mendasar secara umum yaitu kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan hidup manusia yang mendasar secara umum yaitu kebutuhan akan sandang, pangan dan papan. Kebutuhan akan papan di sini diartikan sebagai kebutuhan manusia untuk

Lebih terperinci

RGS Mitra 1 of 15 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RGS Mitra 1 of 15 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RGS Mitra 1 of 15 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PENDAFTARAN TANAH ADAT Oleh : Indah Mahniasari, SH. Abstraksi

PENDAFTARAN TANAH ADAT Oleh : Indah Mahniasari, SH. Abstraksi PENDAFTARAN TANAH ADAT Oleh : Indah Mahniasari, SH Abstraksi Pertanahan di Indonesia sangat menarik untuk selalu dikaji. Sehingga tidak heran ketika dikatakan bahwa masalah tanah adalah masalah klasik

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 1999 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN PERUBAHAN DATA PENDAFTARAN TANAH

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 08 TAHUN 2010 TENTANG IZIN LOKASI DI KABUPATEN KOTABARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

MEKANISME PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN PERUMAHAN/PEMUKIMAN ZAIDAR, SH,MH. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

MEKANISME PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN PERUMAHAN/PEMUKIMAN ZAIDAR, SH,MH. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara MEKANISME PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN PERUMAHAN/PEMUKIMAN ZAIDAR, SH,MH Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara I. Pendahuluan GBHN 1993 mengamanatkan bahwa pembangunan perumahan dan pemukiman

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa Bea Perolehan Hak Atas Tanah

Lebih terperinci

*35279 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 24 TAHUN 1997 (24/1997) TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*35279 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 24 TAHUN 1997 (24/1997) TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 24/1997, PENDAFTARAN TANAH *35279 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 24 TAHUN 1997 (24/1997) TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan obyek benda tetap berupa tanah dengan atau tanpa benda-benda yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan obyek benda tetap berupa tanah dengan atau tanpa benda-benda yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam bisnis perbankan, penyaluran kredit merupakan kegiatan utama. Dana yang dihimpun dari para penabung dan para deposan disalurkan kepada penerima kredit.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu sumber daya alam yang mempunyai nilai batiniah yang mendalam

BAB I PENDAHULUAN. salah satu sumber daya alam yang mempunyai nilai batiniah yang mendalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan salah satu sumber daya alam yang mempunyai nilai batiniah yang mendalam bagi rakyat Indonesia. Di atas

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.319, 2017 KEMEN-ATR/BPN. Pendaftaran Tanah Wakaf. Pencabutan. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan Pembangunan Nasional yang ber-kelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

BUPATI GUNUNGKIDUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL,

BUPATI GUNUNGKIDUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL, BUPATI GUNUNGKIDUL PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

Lebih terperinci

PERMOHONAN/PEMBERIAN HAK DAN PEMINDAHAN/PERALIHAN HAK

PERMOHONAN/PEMBERIAN HAK DAN PEMINDAHAN/PERALIHAN HAK PERMOHONAN/PEMBERIAN HAK DAN PEMINDAHAN/PERALIHAN HAK Keperluan Perorangan (NON-komersial) Perolehan Tanah secara langsung (Pemindahan Hak-Jual Beli) Keperluan Perusahaan (Komersial-bisnis) Harus memperoleh

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan Pembangunan Nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

BUPATI BENGKAYANG, PROVINSI KALIMANTAN BARAT. PERATURAN BUPATI BENGKAYANG NOMOR i'i TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BENGKAYANG, PROVINSI KALIMANTAN BARAT. PERATURAN BUPATI BENGKAYANG NOMOR i'i TAHUN 2014 TENTANG BUPATI BENGKAYANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN BUPATI BENGKAYANG NOMOR i'i TAHUN 2014 TENTANG PERHITUNGAN BIAYA SEWA ASET TANAH HAK PENGELOLAAN MILIK PEMERINTAH KABUPATEN BENGKAYANG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB II. A. Tinjauan Umum Hak Tanggungan. 1. Pengertian Hak Tanggungan. Pengertian Hak Tanggungan secara yuridis yang diatur dalam ketentuan Pasal

BAB II. A. Tinjauan Umum Hak Tanggungan. 1. Pengertian Hak Tanggungan. Pengertian Hak Tanggungan secara yuridis yang diatur dalam ketentuan Pasal 31 BAB II KEDUDUKAN BANK SELAKU PEMEGANG HAK TANGGUNGAN ATAS BERAKHIRNYA SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN DIATAS HAK PENGELOLAAN (HPL) YANG MENJADI OBJEK JAMINAN A. Tinjauan Umum Hak Tanggungan 1. Pengertian

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2011 NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI TANGGAL : 3 JANUARI 2011 NOMOR : 1 TAHUN 2011 TENTANG : BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Sekretariat Daerah Kota

Lebih terperinci