BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Kemiskinan Secara etimologis, kemiskinan berasal dari kata miskin yang artinya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Kemiskinan Secara etimologis, kemiskinan berasal dari kata miskin yang artinya"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kemiskinan Secara etimologis, kemiskinan berasal dari kata miskin yang artinya tidak berharta benda dan serba kekurangan. Departemen Sosial dan Badan Pusat Statistik mendefinisikan kemiskinan dari perspektif kebutuhan dasar. Kemiskinan didefinisikan sebagai ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak (BPS dan Depsos, 2002). Lebih jauh disebutkan kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada di bawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan non makanan yang disebut garis kemiskinan (poverty line) atau batas kemiskinan (poverty treshold). Selanjutnya, menurut Wikipedia, kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup : 1. Gambaran kekurangan materi yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar. 2. Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. 5

2 3. Gambaran tentang kurang nya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna memadai disini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi diseluruh dunia berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi diseluruh dunia. Gambaran tentang ini dapat diatasi dengan mencari objek penghasilan diluar profesi secara halal. 2.2 Ciri-Ciri Penduduk Miskin Beberapa ciri yang melekat pada penduduk miskin, antara lain : a. Pendapatan masih rendah b. Tidak memiliki pekerjaan tetap c. Pendidikan rendah bahkan tidak berpendidikan d. Tidak memiliki tempat tinggal e. Tidak terpenuhinya standar gizi minimal 2.3 Kriteria Kemisikinan Menurut BKKBN BKKBN membagi kriteria keluarga ke dalam lima tahapan, yaitu Keluarga Pra Sejahtera (Pra-KS), Keluarga Sejahtera I (KS I), Keluarga Sejahtera II (KS II), Keluarga Sejahtera III (KS III) dan Keluarga Sejahtera III Plus (KS III- Plus). Menurut BKKBN criteria keluarga yang dikategorikan sebagai keluarga miskin adalah keluarga pra sejahtera (Pra-KS) dan Keluarga Sejahtera I, yaitu : (1) Anggota keluarga melaksanakan ibadah sesuai agamayang dianut masing-masing, (2) Seluruh anggota keluarga pada umumnya makan dua kali sehari atau lebih, (3) seluruh anggota keluarga mempunyai pakaian yang berbeda di rumah, sekolah, 6

3 bekerja dan berpergian, (4) bagian terluas lantai rumah bukan dari tanah, (5) bila anak sakit dibawa ke puskesmas atau rumah sakit. 2.4 Kemiskinan Menurut BPS Pada tahun 2000, BPS melakukan Studi Penentuan Kriteria Penduduk Miskin (SPKPM 2000) untuk mengetahui karakteristik-karakteristik rumah tangga yang mampu mencirikan kemiskinan secara konseptual. Dari hasil SPKPM 2000, diperoleh delapan variabel yang dianggap layak dan operasional untuk penentuan rumah tangga miskin di lapangan. Skor 1 mengacu kepada sifat-sifat yang mencirikan ketidakmiskinan. Skor batas yang digunakan adalah 5 (lima) yang didasarkan atas total skor dari variabel yang disajikan. Dengan demikian apabila suatu rumah tangga mempunyai minimal 5 (lima) ciri miskin maka rumah tangga tersebut digolongkan sebagai rumah tangga miskin. Berikut variabel kemiskinan menurut BPS. 7

4 Tabel 2.1 Variabel Kemiskinan Menurut BPS NO Variabel Skor Skor 1 Skor 0 1 Luas lantai per kapita 8 m 2 >8 m 2 2 Jenis lantai Tanah Bukan Tanah 3 Ledeng/PAM/ Air Minum/ Ketersediaan Air Air hujan/ sumur Sumur bersih tidak terlindung terlindung 4 Jamban/ WC Tidak Ada Bersama/Sendiri 5 Kepemilikan Aset Tidak Punya Asset Punya asset 6 Pendapatan (total pendapatan per bulan) Rp ,00 >Rp ,00 7 Pengeluaran (persentase pengeluran untuk makan) 80 persen atau lebih <80 persen 8 Konsumsi lauk pauk (daging. Tidak ada/ada, tapi Ikan, telur, ayam) tidak bervariasi Ada, bervariasi Sumber : BPS, Analisis dan Perhitungan Tingkat Kemiskinan Tahun Klasifikasi dan Jenis-Jenis Kemiskinan Menurut jenisnya, kemiskinan dibedakan menjadi : a. Kemiskinan Absolut Kemiskinan absolut adalah keadaan dimana pendapatan kasar bulanan tidak dapat mencukupi untuk membeli keperluan minimum sebuah isi rumah yang diukur berdasarkan tahap perbelajaan minimum. b. Kemiskinan Relatif Kemiskinan relatif adalah kemiskinan yang dilihat berdasarkan perbandingan antara tingkat pendapatan dengan yang lainnya. Contohnya : seseorang yang tergolong kaya (mampu) pada masyarakat desa tertentu bisa jadi termiskin pada masyarakat desa yang lain. 8

5 2.6 Pendekatan masalah kemiskinan Ada dua pendekatan yang dapat digunakan dalam studi tentang kemiskian, yaitu objektif dan subjektif. a. Pendekatan objektif yaitu pendekatan dengan menggunakan ukuran kemiskinan yang telah ditentukan oleh pihak lain terutama para ahli yang diukur dari tingkat kesejahteraan sosial sesuai dengan standar kehidupan. b. Pendekatan subjektif adalah pendekatan dengan menggunakan ukuran kemiskinan yang ditentukan oleh orang miskin itu sendiri yang ukur dari tingkat kesejahteraan sosial dari orang miskin dibandingkan dengan orang kaya yang ada dilingkungannya. Selanjutnya menurut pendekatan kebutuhan dasar, melihat bahwa kemiskinan sebagai suatu ketidakmampuan seseorang, keluarga dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan minimum antara lain pangan, sandang, papan, pelayanan kesehatan, pendidikan, penyediaan air bersih, dan sanitasi. Sedangkan menurut pendekatan pendapatan, melihat bahwa kemiskinan disebabkan oleh rendahnya penguasaan aset dan alat alat produktif seperti tanah dan lahan pertanian dan perkebunan, sehingga secara langsung mempengaruhi pendapatan seseorang dalam masyarakat. Berbeda dengan pendekatan sebelumnya, pendekatan hak melihat bahwa kemiskinan didefinisikansebagai kondisi dimana seseorang atau sekeompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak terpenuhi hakhak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar yang diakui secara umum antara lain meliputi terpenuhinya pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, 9

6 pertanahan, sumber daya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki. 2.7 Kemiskinan Menurut Penyebabnya Dilihat dari segi penyebabnya kemiskinan dapat dibagi menjadi : Kemiskinan Struktural Kemiskinan struktural adalah kondisi dimana sekelompok orang berada didalam wilayah kemiskinan dan tidak ada peluang untuk keluar dari kemiskinan. Dikatakan tidak menguntungkan karena tatanan itu tidak hanya menerbitkan akan tetapi juga melanggengkan kemiskinan di masyarakat Kemiskinan Kultural Kemiskinan kultural adalah budaya yang membuat orang miskin, seperti masyarakat yang pasrah dengan keadaannya dan menganggap bahwa mereka miskin karaena turunan atau karena dulu orang tuanya atau nenek moyangnya juga miskin, sehingga usahanya untuk maju berkurang. Menurut Oscar Lewis, kemiskinan kultural terdiri dari nilai-nilai, sikapsikap dan pola-pola kelakuan yang adaptif terhadap lingkungan hidup yang serba kekurangan yang menghasilkan adanya diskriminasi, ketakutan, kecurigaan, dan apatis. Pada lingkungan masyarakat miskin seringkali muncul sikap pemberontakan tersembunyi di masyarakat, tetapi dilain pihak juga terdapat sikapsikap masa bodoh dan pasrah kepada nasib nya sendiri dan pasrah serta tunduk kepada mereka yang mempunyai kekuasaan ekonomi dan sosial. Begitu mudah 10

7 mereka mengikuti petunjuk tetapi dengan mudah melupakannya, apalagi jika dirasakan sebagai beban hidup atau tidak menguntungkan mereka. Karakteristik kebudayaan kemiskinan antara lain (i) rendahnya semangat dan dorongan untuk meraih kemajuan, (ii) lemahnya daya juang (fighting spirit) untuk mengubah kehidupan, (iii) rendahnya motivasi bekerja keras, (iv) tingginya tingkat kepasrahan pada nasib-nrimo ing pandum, (v) respons yang pasif dalam menghadapi kesulitan ekonomi, (vi) lemahnya aspirasi untuk membangun kehidupan yang lebih baik, (vii) cenderung mencari kepuasan sesaat (immediate gratification) dan berorientasi masa sekarang (present-time orientation), dan (viii) tidak berminat pada pendidikan formal yang berdimensi masa depan. Karakteristik kebudayaan kemiskinan ini bertolak belakang dengan ciriciri manusia modern menurut gambaran Alex Inkeles dan David Smith dalam Becoming Modern (1974), yang mengutamakan kerja keras, dorongan untuk maju, pencapaian prestasi, dan berorientasi masa depan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa faktor internal yakni mentalitas orang miskin turut memberi sumbangan pada problem kemiskinan, dan bukan semata faktor eksternal atau masalah struktural. Kebudayaan merupakan hasil cipta rasa dan karsa manusia dimana didalamnya terkandung nilai yang disepakati dan dijalankan dalam suatu lingkungan tertentu. Budaya adalah suatu pedoman atau pegangan operasional yang dimiliki oleh warga masyarakat dalam menghadapi lingkungan tertentu untuk mereka tetap dapat melangsungkan kehidupan dan untuk dapat hidup lebih baik lagi. 11

8 Berkaitan dengan kemiskinan, kebudayaan merupakan adaptasi atau penyesuaian dan sekaligus juga merupakan reaksi kaum miskin terhadap kedudukan marginal mereka didalam masyarakat yang berstrata kelas, sangat individualistik, dan berciri kapitalis. Teori kemiskinan kebudayaan merupakan : 1. Penolakan terhadap kapitalisme; Budaya kemiskinan sebagai bentuk ketidakberdayaan menghadapi kekuatan ekonomi kapitalisme yang telah mengeksploitasi kehidupan sekelompok orang. 2. Sebagai proses adaptasi; Kemiskinan sebagai proses adaptasi keluarga miskin karena perubahan sistem ekonomi dari tradisional kepada kapitalisme dalam memenuhi kebutuhannya. 3. Sebagai sub budaya sendiri; Kemiskinan yag diakibatkan oleh faktor dari dalam diri individu sendiri dan kelompok miskin, misalnya ; malas, fatalisme, rendah diri, ketergantungan dan lainnya. Dari ketiga bentuk teori kemiskinan diatas, dapat dilihat dengan adanya partisipasi yang rendah dari komunitasnya, pada tingkat lokal terlihat kumuh, padat dan tidak terorganisir secara formal, anak-anak yang lebih cepat dewasa dan kurang mendapat pengasihan orang tua, serta tidak berdaya, tergantung dan rendah diri. Dalam beberapa kasus, kemiskinan budaya merupakan kemiskinan yang diturunkan dari generasi ke generasi dalam lingkaran kemiskinan. Kemiskinan yang diturunkan disini merupakan kemiskinan yang diakibatkan ketidakmampuan orang tua dalam memberikan pendidikan yang layak akibat kemiskinannya. Sehingga anak-anak tersebut tidak memiliki kemampuan dan keterampilan dalam 12

9 bekerja dan dihargai oleh pasar kerja dengan upah yang rendah, kemudian menikah dan memiliki keluarga baru dengan kemiskinan generasi baru pula. 1. Kurang efektifnya partisipasi dan integrasi kaum miskin ke dalam lembagalembaga utama masyarakat. Mereka berpenghasilan rendah namun mengakui nilai-nilai yang ada pada kelas menengah ada pada diri mereka. Mereka sangat sensitif terhadap perbedaan-perbedaan status namun tidak memiliki kesadaran kelas. 2. Di tingkat komunitas, dapat ditemui rumah-rumah bobrok, penuh sesak, bergeerombol dan rendahnya tingkat organisasi di luar keluarga inti dan luas 3. Di tingkat keluarga, ditandai oleh masa kanak-kanak yang singkat dan kurang pengasuhan oleh orang tua, cepat dewasa, hidup bersama/kawin bersyarat, tingginya jumlah perpisahan antara ibu dan anaknya, cenderung matrilineal dan otoritarianisme, kurangnya hak-hak pribadi, solidaritas semu. 4. Di tingkat individu, ditandai dengan kuatnya perasaan tak berharga, tak berdaya, ketergantungan dan rendah diri (fatalisme). Sebenarnya budaya kemiskinan menurut beberapa ahli bukanlah faktor utama adanya kemiskinan, melainkan diakibatkan oleh sistem sosial. Mereka miskin karena sifat malas dan enggan menabung mungkin hanya dimiliki oleh sebagian kecil saja dari orang miskin, mereka seperti itu karena keterbatasan mereka dan karena mereka memang miskin dan tidak mampu. Pandangan terhadap orang miskin dalam teori budaya kemiskinan merupakan sebagai psikososialpatologi, masyarakat miskin dipandang sebagai bentuk penyimpangan psikologis yang mendarah daging dalam kehidupannya. Selain itu ada pandangan 13

10 sebagai sesuatu yang warisan, dan merupakan stereotip orang miskin yang memberikan ciri pada kelompok miskin tersebut. Oscar Lewis, memaknai kemiskinan sebagai ketidaksanggupan seseorang atau sekelompok orang untuk dapat memenuhi dan memuaskan keperluankeperluan dasar materialnya.dalam konteks pengertian Lewis itu, kemiskinan adalah ketidakcukupan seseorang untuk bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan primernya, seperti pangan, sandang, dan papan untuk kelangsungan hidup dan meningkatkan posisi sosial-ekonominya. Sumber-sumber daya material yang dimiliki atau dikuasainya betul-betul sangat terbatas, sekadar mampu digunakan untuk mempertahankan kehidupan fisiknya, tidak memungkinkan bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraannya. Kemiskinan di masyarakat diakibatkan oleh adanya budaya gadai menggadai dan hutang menghutang untuk dapat hidup serta tidak adanya kesetiaan terhadap satu jenis pekerjaan. Pola hidup pada masyarakat ketika panen raya, adat istiadat yang konsumtif seperti berbagai pesta rakyat atau upacara perkawinan, kelahiran dan bahkan kematian yang dibiayai diluar kemampuan dikarenakan prestise dan keharusan budaya juga turut melanggengkan kemiskinan di masyarakat. Kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat. Suparlan (1988) mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan pengetahuan yang dimiliki oleh manusia sebagai makhluk sosial, kebudayaan pembangunan juga mempunyai kaitan yang fungsional. Manusia harus dapat beradaptasi dalam menghadapi lingkungan tertentu (fisik/alami, sosial dan 14

11 kebudayaan). Kebudayaan bermanfaat bagi masyarakat agar mereka dapat tetap melangsungkan kehidupannya yaitu memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dan untuk dapat hidup secara lebih baik lagi. Beraneka ragamnya kebutuhan manusia yang harus dipenuhi baik secara terpisah maupun secara bersama sama sebagai suatu satuan kegiatan telah menyebabkan terwujudnya beraneka ragam model pengetahuan yang menjadi pedoman hidup yang berguna untuk usaha memenuhi kebutuhan manusia. Sehingga peranan kebudayaan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia terdiri atas unsur unsur sebagai berikut : a. Bahasa dan komunikasi b. Ilmu pengetahuan c. Teknologi d. Ekonomi e. Organisasi sosial f. Agama g. Kesenian 2.8 Orientasi Nilai Budaya Kluckhohn dalam Pelly (1994) mengemukan bahwa ada lima masalah pokok kehidupan manusia dalam setiap kebudayaan yang dapat ditemukan secara universal yaitu : (1) Masalah hakekat hidup, (2) Hakekat kerja atau karya manusia, (3) Hakekat kedudukan manusia dalam ruang dan waktu, (4) Hakekat hubungan manusia, dan (5) hakekat dari hubungan manusia dengan manusia sesamanya. 15

12 (1) Masalah hakekat hidup, dalam banyak kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama. Agama Budha misalnya menganggap hidup itu buruk dan menyedihkan. Oleh karena itu, pola kehidupan masyarakatnya berusaha untuk memadamkan hidup itu guna mendapatkan nirwana, dan mengenyampingkan segala tindakan yang dapat menambah rangkaian hidup kembali. Pandangan seperti ini sangat mempengaruhi wawasan dam makna kehidupan itu secara keseluruhan. Sebaliknya banyak kebudayaan yang berpendapat bahwa hidup itu baik. Tentu konsep-konsep kebudayaan yang berbeda ini berpengaruh pula pada sikap dan wawasan mereka. (2) Hakekat kerja atau karya manusia, ada kebudayaan yang memandang bahwa kerja itu sebagai usaha untuk kelangsungan hidup semata. Kelompok ini kurang tertarik pada kerja keras. Akan tetapi adajuga yang menganggap kerja untuk mendapatkan status, jabatan dan kehormatan. Namun, ada yang berpendapat bahwa kerja untuk mempertinggi prestasi. Mereka ini berorientasi kepada prestasi bukan kepada status. (3) Hakekat kedudukan manusia dalam ruang dan waktu, ada budaya yang memandang penting masa lampau, tetapi ada yang melihat masa kini sebagai fokus usaha dalam perjuangannya. Sebaliknya, ada yang jauh melihatnya kedepan. Pandangan yang berbeda dalam dimensi waktu ini sangat mempengaruhi perencanaan hidup manusia. (4) Hakekat hubungan manusia dengan alam sekitar, ada yang percaya bahwa alam itu dahsyat dan mengenai kehidupan manusia. Sebaliknya ada yang menganggap alam sebagai anugrah tuhan yang maha esa untuk dikuasai 16

13 manusia. Akan tetapi, ada juga kebudayaan ingin mencari harmoni dan keselarasan dengan alam. Cara pandang ini akan berpengaruh terhadap pola aktivitas masyarakatnya. (5) Hakekat dari hubungan manusia dengan manusia sesamanya, kebudayaan yang menukankan hubungan horizontal antar individu, cenderung untuk mementingkan hak asasi, kemerdekaan dan kemandirian. Sebaliknya, kebudayaan yang menekankan hubungan vertikal cenderung untuk mengembangkan orientasi ke atas (senioritas, penguasa atau pemimpin). Tentu saja pandangan ini sangat memengaruhi proses dinamika dan mobilitas sosial masyarakatnya. Tabel 2.2 Skema Kluckohn : Lima Masalah Dasar Yang Menentukan Orientasi Nilai Budaya Manusia Sikap Mental Negatif Fatalis Cepat merasa puas Boros Sukar menerima inovasi Rasa ketergantungan sesamabesar Orientasi Nilai Budaya Hidup Buruk dan tidak ada usaha untuk menjadi baik Karya untuk nafkah hidup Masa kini Tunduk Pada alam Konformis Masalah dasar Hakekat Hidup Hakekat Karya Hakekat waktu Hakekat dengan alam Hakekat hubungan dengan sesama Orientasi Nilai Budaya Hidup buruk tetapi manusia wajib berusaha agar hidup menjadi lebih baik Karya untuk menambah karya di masa depan Masa depan Berhasrat menguasai alam individualis Sikap Mental Positif Optimis Selalu ingin berprestasi Hemat Cepat menerima inovasi Menilai tinggi usaha atas diri sendiri 17

14 2.9 Upaya Penanggulan Kemiskinan Kultural Upaya penanggulan masalah kemiskinan kultural diperlukan upaya yang memadukan berbagai kebijakan dan program pembangunan yang tersebar di berbagai sektor. Kebijakan pengentasan kemiskinan menurut Gunawan Sumodiningrat (1998) dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu kebijakan tidak langsung dan kebijakan langsung. Kebijakan tidak langsung meliputi (1) upaya menciptakan ketentraman dan kestabilan situasi ekonomi, sosial dan politik, (2) mengendalikan jumlah penduduk, (3) melestarikan lingkungan hidup dan menyiapkan kelompok masyarakat miskin melalui kegiatan pelatihan. Sedangkan kebijakan yang langsung mencakup : (1) pengembangan database dalam penentuan kelompok sasaran, (2) penyediaan kebutuhan dasar (pangan, sandang, papan, kesehatan, dan pendidikan), (3) menciptakan kesempatan kerja, (4) program pembangunan wilayah, dan (5) pelayanan perkreditan. Dikarenakan kemiskinan kultural muncul akibat gaya hidup dan perilaku yang memiskinkan, maka strategi pengentasannya menggunakan pengembangan pendidikan watak dan karakter. Pendidikan model ini lebih dikenal dengan pendidikan karakter yang bertujuan untuk memberikan kesadaran kritis tentang kemiskinan itu sendiri sekaligus menumbuhkan nilai-nilai baru yang bersifat produktif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin. Dengan pendidikan karakter ini diharapkan akan menumbuhkan nilai-nilai budaya hemat, produktif, kerja keras dan semangat pantang menyerah. Pembentukan karakter positif tersebut dihasilkan melalui internalisasi nilai-nilai positif baik melalui jalur formal, informal maupun nonformal. 18

15 Teori ekonomi mengatakan bahwa untuk memutus mata rantai lingkaran kemiskinan dapat dilakukan peningkatan keterampilan sumber daya manusianya, penambahan modal investasi, dan mengembangkan teknologi. Melalui berbagai suntikan maka diharapkan produktifitas akan meningkat. Namun, dalam praktek persoalannya tidak semudah itu. Program-program kemiskinan sudah banyak dilaksanakan di berbagai negara. Sebagai perbandingan, di Amerika Serikat program penanggulangan kemiskinan diarahkan untuk meningkatkan kerja sama ekonomi antar negara bagian, memperbaiki kondisi permukiman perkotaan dan perdesaan, perluasan kesempatan pendidikan dan kerja untuk para pemuda, penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi orang dewasa, dan pemberian bantuan kepada kaum miskin usia lanjut. Selain program pemerintah, juga kalangan masyarakat ikut terlibat membantu kaum miskin melalui organisasi kemasyarakatan, gereja, dan lain sebagainya. Menghilangkan kemiskinan fisik semata-mata, tidak akan cukup menghapuskan kebudayaan kemiskinan sehingga diperlukan berbagai upaya yaitu: 1. Tingkatkan taraf hidup mereka dan integrasikan ke dalam kelas menengah. Bila mungkin dengan menggunakan pengobatan psikiatrik 2. Ciptakan perubahan-perubahan struktural yang mendasar dengan mendistribusikan kembali kekayaan, mengorganisasi kaum miskin dan membuat mereka mempunyai perasaan bahwa mereka memiliki kekuatan dan kepemimpinan. 19

16 2.10 Penelitian Terdahulu Rejekiningsih (2011) dengan judul penelitian : Identifikasi Faktor Penyebab Kemiskinan Dari Dimensi Kultural. Hasil penelitian menunjukkan : (1). Ciri-ciri warga miskin di Kota Semarang antara lain, kepala rumah tangga sebagian besar berpendidikan rendah (tamat SD) dan mempunyai pekerjaan sebagai buruh, serta mempunyai tanggungan sebanyak 3 jiwa. (2). Terjadi ketidakmerataan dalam bantuan distribusi bantuan kepada warga miskin. Hal ini terindentifikasi dengan ditemukannya sekitar 26 persen warga miskin tidak pernah menerima bantuan jenis apapun selama dua tahun terakhir. (3). Warga miskin di Kota Semarang memiliki orientasi nilai budaya dan sikap mental yang positif dalam memandang hakekat hidup, hakekat karya, hakekat waktu, hakekat hubungan dengan alam semesta dan sesama manusia. Astika (2010) yang berjudul : Budaya Kemiskinan di Masyarakat (Tinjauan Kondisi Kemiskinan dan Kesadaran Budaya Miskin di Masyarakat). Hasil peneliannya menunjukkan : Teori-teori yang berkembang dan dikembangkan oleh para ahlinya, lebih banyak menyatakan bahwa kemiskinan adalah dampak dari masalah kependudukan khususnya migrasi desa-kota yang tidak terkendali. Kemiskinan dan kebudayaan kemiskinan terbentuk dari suatu situasi, yang mengelompokkan masyarakat dalam dua kategori, yaitu miskin dan tidak miskin. Selain itu, kebudayaan kemiskinan membuat sebuah kategorisasi dengan ciri-ciri khusus, dan juga dampak yang ditimbulkannya pada kelompok miskin tersebut. Kebudayaan kemiskinan merupakan adaptasi dan penyesuaian oleh sekelompok orang pada kondisi marginal mereka, tetapi bukan untuk 20

17 eksistensinya karena sejumlah sifat dan sikap mereka lebih banyak terbatas pada orientasi kekinian dominannya sikap rendah diri, apatis, dan sempitnya pada perancanaan masa depan. Purwandari (2011) dengan judul penelitian : Respon Petani Atas Kemiskinan Struktural (Kasus Desa Perkebunan dan Desa Hutan). Dengan hasil penelitian bahwa dalam konteks Desa Perkebunan dan Desa Hutan, kemiskinan diciptakan melalui paradigm pengelola sumber daya alam yang tidak berbasisi masyrakat lokal. Paradigma yang dipilih pemerintah tersebut member peluang kaum kapitalis untuk semakin kokoh menancapkan kekuasaan nya diatas posisi masyrakat. Dalam berbagai bentuknya kondisi tersebut menghasilkan keterpurukan dikalangan petani. Respon yang muncul akibat tersebut adalah penggalangan kekuatan yang dilakukan anggota komunitas melalui peran kelompok elit. Karmana (2011) dengan judul penelitian : Analisis faktor-faktor penyebab kemiskinan Petani. Dengan judul penelitian : (1) Karakteristik petani miskin di Kecamatan Kupang Timur adalah tingkat pendidikan renda (mayoritas SD) sehingga menghambat penerapan teknologi modern dan akhirnya petani berpendapatan rendah sehingga tingkat kesejahteraan juga rendah, (2) faktorfaktor penyebab kemiskinan petani di kecamatan Kupang Timur yang dominan yaitu faktor geografi dan lingkungan dimana luas lahan kepemilikan dan akses pasar memberikan pengaruh yang sangat besar bagi kemiskinan petani yakni 82,5% petani dipedesaan diikuti faktor ekonomi sebesar 51% serta faktor sosial 21

18 dan budaya mempengaruhi kemiskinan sebesar 3,2%, pendapatan memberikan pengaruh sebesar 34,4% terhadap kemiskinan dikecamatan Kupang Timur. Kaplale (2012), dengan judul penelitian : Faktor-faktor yang mepengaruhi tingkat kemiskinan di kota Ambon (studi kasus di dusun Kranjang desa Waiyame kecamatan Teluk Ambon Baguala Kota Ambon). Dengan hasil penelitian : (1) Besarnya jumlah pendapatan pada lokasi penelitian pada dusun Kranjang desa Waiyame adalah Rp per-tahun. (2) Besarnya jumlah pengeluaran pada lokasi penelitian pada dusun Kranjang desa Waiyame adalah Rp per-tahun. (3) Berdasarkan pendekatan objektif yang dilihat dari garis kemiskinan pengeluaran versi BPS ditemukan sekitar 28KK tergolong rumah tangga miskin, dilihat dari garis kemiskinan pendapatan ditemukan 28 KK tergolong rumah tangga miskin, (4) Faktor-faktor yang menyebabkan kemiskinan pada rumah tangga di Dusun Kranjang Desa Waiyame dan Desa Waiheru adalah (a) menurunnya produktivitas tanaman, (b) lapangan kerja yang sulit didapat, (c) rendahnya tingkat pendidikan kepala keluarga, (d) ketergantungan masyarakat terhadap alam dan kondisi yang ada, (e) biaya dalam proses ritual adat. (f) terbatasnya akses terhadap modal (uang tunai) Kerangka Berpikir Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan di perkotaan. Banyak faktor yang mempengaruhi dan menyebabkan nya terjadi. Salah satu faktor penyebab kemiskinan adalah faktor internal yang berasal dari dirinya sendiri. Sikap mental dapat menjadi salah satu penyebab timbulnya kemiskinan pada diri sesorang atau sekelompok masyarakat. Sikap mental ini disebut juga sikap mental 22

19 negatif, yaitu tidak sejalan dengan upaya peningkatan taraf hidupnya. Nilai-nilai budaya dan sikap mental penduduk miskin terhadap lima masalah dasar manusia yaitu hakekat hidup, hakekat waktu, hakekat karya, hakekat hubungan dengan alam dan hakekat hubungan dengan sesama diduga merupakan salah satu faktor penyebab kemiskinan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut. Faktor Penyebab Kemiskinan Kultural Sistem nilai budaya masyarakat yaitu orientasi il i b d d ik Identifikasi Faktor Penyebab Kemiskinan di Kecamatan Medan Perjuangan Dari Dimensi Kultural Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir 23

TINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi,

TINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi, 27 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemiskinan Masyarakat miskin adalah masyarakat yang tidak memiliki kemampuan untuk mengakses sumberdaya sumberdaya pembangunan, tidak dapat menikmati fasilitas mendasar seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebudayaan tercipta karena keberadaan manusia. Manusialah yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebudayaan tercipta karena keberadaan manusia. Manusialah yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan tercipta karena keberadaan manusia. Manusialah yang menciptakan kebudayaan dan memakainya sehingga kebudayaan akan selalu ada sepanjang keberadaan manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aghnita Septiarti, 2014 Studi Deskriptif Sikap Mental Penduduk Miskin

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aghnita Septiarti, 2014 Studi Deskriptif Sikap Mental Penduduk Miskin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap negara berkembang pasti dihadapkan dengan masalah kemiskinan dan tidak terkecuali Indonesia. Indonesia merupakan negara berkembang yang kaya akan sumber

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu isu penting dalam pelaksanaan pembangunan, bukan hanya di Indonesia melainkan hampir di semua negara di dunia. Dalam Deklarasi Millenium Perserikatan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. masalah klasik dan mendapat perhatian khusus dari negara-negara di dunia.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. masalah klasik dan mendapat perhatian khusus dari negara-negara di dunia. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Landasan Teori dan Konsep 2.1.1. Konsep Kemiskinan Pada umumnya masalah kemiskinan hingga saat ini masih menjadi masalah klasik dan mendapat perhatian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuatu yang abstrak, yang dijadikan pedoman serta prinsip prinsip umum dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuatu yang abstrak, yang dijadikan pedoman serta prinsip prinsip umum dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Nilai Budaya Theodorson dalam Pelly (1994) mengemukakan bahwa nilai merupakan sesuatu yang abstrak, yang dijadikan pedoman serta prinsip prinsip umum dalam bertindak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti pangan, sandang,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti pangan, sandang, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan Saat ini banyak terdapat cara pengukuran kemiskinan dengan standar yang berbedabeda. Ada dua kategori tingkat kemiskinan yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan hipotesis. A. Latar Belakang Masalah. Kemiskinan seringkali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terakhir. Pertumbuhan Indonesia hanya mencapai 5,8% pada tahun 2013 dan turun

BAB I PENDAHULUAN. terakhir. Pertumbuhan Indonesia hanya mencapai 5,8% pada tahun 2013 dan turun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perlambatan dalam dua tahun terakhir. Pertumbuhan Indonesia hanya mencapai 5,8% pada tahun 2013 dan turun menjadi 5,2%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara sedang berkembang kemiskinan adalah masalah utama. Menurut Chambers (1983), kemiskinan yang dialami oleh sebagian besar rakyat di negara sedang berkembang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persedian sumber

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persedian sumber BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Kemiskinan Secara ekonomi kemiskinan dapat diartikan sebagai kekurangan sumber daya yang dapat digunakan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kemiskinan merupakan isu sentral yang dihadapi oleh semua negara di dunia termasuk negara sedang berkembang, seperti Indonesia. Kemiskinan menjadi masalah kompleks yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu di antara sejumlah daftar negaranegara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu di antara sejumlah daftar negaranegara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu di antara sejumlah daftar negaranegara berkembang di dunia. Hal yang paling mendasar yang umum dijumpai dalam suatu negara berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama sejak terjadinya krisis ekonomi dan moneter pada tahun 1997.

BAB I PENDAHULUAN. terutama sejak terjadinya krisis ekonomi dan moneter pada tahun 1997. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Permasalahan yang dihadapi oleh Negara Indonesia adalah kemiskinan. Dari tahun ke tahun masalah ini terus menerus belum dapat terselesaikan, terutama sejak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara konsepsional, pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan pada

I. PENDAHULUAN. Secara konsepsional, pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara konsepsional, pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, memperluas kesempatan kerja dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemiskinan menjadi salah satu masalah di Indonesia sejak dahulu hingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemiskinan menjadi salah satu masalah di Indonesia sejak dahulu hingga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan menjadi salah satu masalah di Indonesia sejak dahulu hingga sekarang, terutama sejak terhampas dengan pukulan krisis ekonomi dan moneter yang terjadi sejak

Lebih terperinci

Terwujudnya Pemerintahan yang Baik dan Bersih Menuju Masyarakat Maju dan Sejahtera

Terwujudnya Pemerintahan yang Baik dan Bersih Menuju Masyarakat Maju dan Sejahtera BAB - V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Visi Misi Tujuan dan Sasaran Pembangunan Kabupaten Bengkulu Tengah merupakan rangkaian kegiatan pembangunan yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istiadat yang berlaku, akan kesulitan dalam menjalani kehidupan bermasyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. istiadat yang berlaku, akan kesulitan dalam menjalani kehidupan bermasyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adat merupakan warisan nenek moyang yang harus ditaati. Masyarakat harus memiliki pengetahuan tentang adat yang berlaku di masyarakat agar tidak terjadi kesalahpahaman

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran otentik Kabupaten Rejang Labong dalam 5 (lima) tahun mendatang pada kepemimpinan Bupati dan Wakil Bupati terpilih untuk periode RPJMD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan situasi serba kekurangan yang terjadi bukan dikehendaki oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat pendidikan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Faktor Penyebab Kemiskinan Kemiskinan yang terjadi di masyarakat disebabkan oleh adanya faktorfaktor yang menghambat seseorang individu dalam memanfaatkan kesempatan yang ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan diperkotaan merupakan masalah sosial yang masih belum

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan diperkotaan merupakan masalah sosial yang masih belum BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan diperkotaan merupakan masalah sosial yang masih belum terselesaikan di Indonesia khususnya Provinsi Sumatera Utara. Sebagai masalah bangsa, kemiskinan perkotaan

Lebih terperinci

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP)

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) 58 BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) Bab ini mendeskripsikan karakteristik demografi individu petani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk

BAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konstruksi budaya patriarki yang masih mengakar kuat di Indonesia hingga saat ini, mengakibatkan posisi perempuan semakin terpuruk, terutama pada kelompok miskin. Perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lain seperti tingkat kesehatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai suku daerah, etnis, budaya, bahkan berbeda kepercayaan dan agama, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai suku daerah, etnis, budaya, bahkan berbeda kepercayaan dan agama, sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan masyarakat di perkotaan dilihat dari struktur masyarakatnya yang heterogen, yaitu dari segi mata pencaharian utama yang beragam, mayoritas masyarakatnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (http://www.bps.go.id/brs_file/tenaker-15mei09.pdf). kekuatan posisi tawar (Bargaining Power) yang sejajar dengan pengusaha dan

BAB I PENDAHULUAN. (http://www.bps.go.id/brs_file/tenaker-15mei09.pdf). kekuatan posisi tawar (Bargaining Power) yang sejajar dengan pengusaha dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010, jumlah angkatan kerja Indonesia berjumlah 107,7 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, yang bekerja sebagai buruh sebanyak

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA I. UMUM Hakikat pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga karena dalam diri anak melekat harkat, martabat, dan hakhak sebagai manusia

Lebih terperinci

SEGI SOSIAL DAN EKONOMI PEMUKIMAN KUMUH SEGI SOSIAL DAN EKONOMI PEMUKIMAN KUMUH

SEGI SOSIAL DAN EKONOMI PEMUKIMAN KUMUH SEGI SOSIAL DAN EKONOMI PEMUKIMAN KUMUH SEGI SOSIAL DAN EKONOMI PEMUKIMAN KUMUH SEGI SOSIAL DAN EKONOMI PEMUKIMAN KUMUH Prof. DR. Parsudi Suparlan Rumah dan fasilitas pemukiman yang memadai merupakan kebutuhan pokok yang sangat penting bagi

Lebih terperinci

ekonomi Kelas X KONSEP ILMU EKONOMI KTSP & K-13 A. KEBUTUHAN MANUSIA Tujuan Pembelajaran

ekonomi Kelas X KONSEP ILMU EKONOMI KTSP & K-13 A. KEBUTUHAN MANUSIA Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X ekonomi KONSEP ILMU EKONOMI Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mampu memahami permasalahan ekonomi dalam kaitannya dengan kebutuhan manusia, kelangkaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat banyak, serta memiliki sumber kekayaan alam yang melimpah, hal ini membuat Indonesia pantas disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikurangi.permasalahan kemiskinan memang merupakan permasalahan yang

BAB I PENDAHULUAN. dikurangi.permasalahan kemiskinan memang merupakan permasalahan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan yang layak bagi seluruh rakyat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu masalah pokok yang dihadapi Pemerintah Indonesia sebagai negara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu masalah pokok yang dihadapi Pemerintah Indonesia sebagai negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu masalah pokok yang dihadapi Pemerintah Indonesia sebagai negara sedang berkembang adalah jumlah penduduk yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi

Lebih terperinci

14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang.

14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang. 14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang. 2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan. 3. Jenis dinding tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan yang dihadapi secara serius oleh setiap Negara

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan yang dihadapi secara serius oleh setiap Negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu permasalahan yang dihadapi secara serius oleh setiap Negara didunia adalah masalah kemiskinan. Kemiskinan bisa terjadi dimana saja dan dimensi kemiskinan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Kemiskinan Nelayan Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan merupakan indikator penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan merupakan indikator penting untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan merupakan indikator penting untuk melihat keberhasilan pembangunan suatu negara. Setiap negara akan berusaha keras untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Astri Khusnul Khotimah, 2014 Studi Deskripsi Kemiskinan di Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Astri Khusnul Khotimah, 2014 Studi Deskripsi Kemiskinan di Kota Bandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan yang dihadapi secara serius oleh setiap negara di dunia adalah masalah kemiskinan. Kemiskinan bisa terjadi dimana saja dan dimensi kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Visi Program Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas 2015

BAB I PENDAHULUAN. Visi Program Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Visi Program Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas 2015 visi ini dimaksudkan untuk mewujudkan keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sebanyak 189 negara mendeklarasikan Millenium Development Goals (MDGs) dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium Perserikatan Bangsabangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan di suatu wilayah merupakan suatu keniscayaan yang tidak bisa terhindarkan. Setiap wilayah berkeinginan agar di wilayahnya terjadi pembangunan yang dapat dinikmati

Lebih terperinci

PENDUDUK, KETENAGAKERJAAN DAN SISTEM PENGUPAHAN

PENDUDUK, KETENAGAKERJAAN DAN SISTEM PENGUPAHAN PENDUDUK, KETENAGAKERJAAN DAN SISTEM PENGUPAHAN Oleh : Dyah Kusumawati*) Abstraksi Dewasa ini pembangunan kependudukan di Indonesia diarahkan pada peningkatan kualitas penduduk dan pengendalian laju pertumbuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Keluarga dan Pendekatan Teori. Definisi Keluarga

TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Keluarga dan Pendekatan Teori. Definisi Keluarga 7 Definisi Keluarga TINJAUAN PUSTAKA Definisi Keluarga dan Pendekatan Teori Menurut Undang-Undang nomor 10 Tahun 1992 Pasal 1 Ayat 10, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk melihat keberhasilan pembangunan suatu negara. Setiap negara akan

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk melihat keberhasilan pembangunan suatu negara. Setiap negara akan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan merupakan indikator penting untuk melihat keberhasilan pembangunan suatu negara. Setiap negara akan berusaha keras untuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011)

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011) PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian mempunyai peranan yang strategis dalam penyerapan tenaga kerja yang ada di Indonesia, yaitu dengan tingginya penyerapan tenaga kerja sekitar 44 persen dari

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan wanita untuk bekerja adalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Toto Tasmara (2002:6) dalam bukunya mengemukakan bahwa:

BAB II KAJIAN TEORI. Toto Tasmara (2002:6) dalam bukunya mengemukakan bahwa: BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Pengertian Etos Kerja Kamus Wikipedia menyebutkan bahwa etos berasal dari bahasa Yunani; akar katanya adalah ethikos, yang berarti moral atau menunjukkan karakter moral. Dalam bahasa

Lebih terperinci

f f f i I. PENDAHULUAN

f f f i I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Riau merupakan salah satu provinsi yang kaya akan simiber daya alam di Indonesia. Produksi minyak bumi Provinsi Riau sekitar 50 persen dari total produksi minyak

Lebih terperinci

Latar Belakang Diselenggarakannya Pendidikan Kecakapan Hidup (Lifeskills) 1/5

Latar Belakang Diselenggarakannya Pendidikan Kecakapan Hidup (Lifeskills) 1/5 Latar Belakang Diselenggarakannya Pendidikan Kecakapan Hidup (Lifeskills) 1/5 Latar Belakang Diselenggarakannya Pendidikan Kecakapan Hidup (Lifeskills) Bagian I (dari 5 bagian) Oleh, Dadang Yunus L, S.Pd.

Lebih terperinci

Universitas Indonesia Library >> UI - Disertasi (Membership)

Universitas Indonesia Library >> UI - Disertasi (Membership) Universitas Indonesia Library >> UI - Disertasi (Membership) Dinamika kognitif dan pola-pola tingkah laku dalam kehidupan ekonomi orang-orang miskin pada tingkat individual : studi lapangan di Desa Parungsari,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 1. TinjauanPustaka PNPM Mandiri PNPM Mandiri adalah program nasional penanggulangan kemiskinan terutama yang berbasis pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk miskin, kepada tingkatan yang lebih baik dari waktu ke waktu.

BAB I PENDAHULUAN. penduduk miskin, kepada tingkatan yang lebih baik dari waktu ke waktu. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan dasar dan paling essensial dari pembangunan tidak lain adalah mengangkat kehidupan manusia yang berada pada lapisan paling bawah atau penduduk miskin, kepada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Keterbelakangan menurut Chamber (1987) ialah rasa tidak berdaya

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Keterbelakangan menurut Chamber (1987) ialah rasa tidak berdaya PENDAHULUAN Latar Belakang Keterbelakangan menurut Chamber (1987) ialah rasa tidak berdaya secara individu maupun kelompok bila berhadapan dengan penyakit atau kematian, kebingungan dan ketidaktahuan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap manusia harus memenuhi kebutuhannya, guna kelangsungan hidup.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap manusia harus memenuhi kebutuhannya, guna kelangsungan hidup. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia harus memenuhi kebutuhannya, guna kelangsungan hidup. Upaya pemenuhan kebutuhan ini, pada dasarnya tak pernah berakhir, karena sifat kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Banyak cara yang telah dilakukan oleh Indonesia untuk menyelesaikan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Banyak cara yang telah dilakukan oleh Indonesia untuk menyelesaikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitan Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang saat ini masih dialami oleh negara-negara berkembang yang ada di dunia, termasuk negara Indonesia. Banyak

Lebih terperinci

POLICY INFORMASI. Sub Bidang Analisis Dampak Kependudukan Tahun 2015 KEMISKINAN KULTURAL DI KALIMANTAN TENGAH DAN KELUARGA BERENCANA

POLICY INFORMASI. Sub Bidang Analisis Dampak Kependudukan Tahun 2015 KEMISKINAN KULTURAL DI KALIMANTAN TENGAH DAN KELUARGA BERENCANA BIDANG PENGENDALIAN PENDUDUK SUB BIDANG ANALISIS DAMPAK KEPENDUDUKAN PERWAKILAN BKKBN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH 2015 1 POLICY INFORMASI Sub Bidang Analisis Dampak Kependudukan Tahun 2015 KEMISKINAN KULTURAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kemiskinan merupakan masalah yang dialami secara global dan telah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kemiskinan merupakan masalah yang dialami secara global dan telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah yang dialami secara global dan telah terjadi sejak dahulu kala. Kemiskinan sangat terkait dengan kepemilikan modal, kepemilikan lahan,

Lebih terperinci

PENGANTAR EKONOMI PEMBANGUNAN

PENGANTAR EKONOMI PEMBANGUNAN PENGANTAR EKONOMI PEMBANGUNAN DR. MOHAMMAD ABDUL MUKHYI, SE., MM Pengertian dan Ruang Lingkup Pembangunan ekonomi adalah upaya untuk memperluas kemampuan dan kebebasan memilih (increasing the ability and

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dalam memperluas kesempatan

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dalam memperluas kesempatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi pada hakekatnya merupakan serangkaian usaha kebijaksanaan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dalam memperluas kesempatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih termasuk ke dalam kategori negara berkembang. Ilmu pengetahuan dan perekonomian menjadi tolak ukur global sejauh mana suatu negara berkembang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum

BAB I PENDAHULUAN. negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan (poverty) merupakan masalah yang dihadapi oleh seluruh negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum kemiskinan dipahami sebagai keadaan

Lebih terperinci

D. Dinamika Kependudukan Indonesia

D. Dinamika Kependudukan Indonesia D. Dinamika Kependudukan Indonesia Indonesia adalah negara kepulauan dengan potensi sumber daya manusia yang sangat besar. Jumlah penduduk yang tinggal di Indonesia mencapai 256 juta jiwa (Worl Population

Lebih terperinci

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melindungi manusia dari pengaruh alam, sementara pendapatan merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melindungi manusia dari pengaruh alam, sementara pendapatan merupakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Sosial Ekonomi Masyarakat Kehidupan sosial ekonomi adalah hal-hal yang didasarkan atas kriteria tempat tinggal dan pendapatan. Tempat tinggal yang dimaksud adalah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kemiskinan 2.1.1 Defenisi Kemiskinan Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2004, kemiskinan adalah kondisi sosial ekonomi seseorang atau sekelompok orang yang tidak terpenuhinya

Lebih terperinci

Syarifah Maihani Dosen Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Almuslim

Syarifah Maihani Dosen Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Almuslim 50-54 PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) DALAM UPAYA MEMBERIKAN PELAYANAN KESEHATAN DAN PENDIDIKAN BAGI KELUARGA SANGAT MISKIN (KSM) DI DESA PAYA CUT KECAMATAN PEUSANGAN KABUPATEN BIREUEN Syarifah Maihani

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. revolusi 1952 dalam novel al-lish-shu wal-kila b karya Najib Machfuzh, maka

BAB V PENUTUP. revolusi 1952 dalam novel al-lish-shu wal-kila b karya Najib Machfuzh, maka 5.1 Kesimpulan BAB V PENUTUP Berdasarkan analisis data yang telah diuraikan dan dijabarkan, dalam kaitannya dengan kemiskinan dan pertentangan kelas masayarakat Mesir pasca revolusi 1952 dalam novel al-lish-shu

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Terwujudnya Masyarakat Bengkulu Utara yang Mandiri, Maju, dan Bermartabat Visi pembangunan Kabupaten Bengkulu Utara Tahun 2011-2016 tersebut di atas sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Nelayan Nelayan adalah orang yang hidup dari mata pencaharian hasil laut. Di Indonesia para nelayan biasanya bermukim di daerah pinggir pantai atau pesisir laut. Komunitas nelayan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa sistem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan lebih mendalam tentang teori-teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati. Selain itu akan dikemukakan hasil penelitian terdahulu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan yang dihadapi negara yang berkembang memang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan yang dihadapi negara yang berkembang memang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan yang dihadapi negara yang berkembang memang sangat kompleks. Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia

I. PENDAHULUAN. Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, dan penuh dengan keberagaman, salah satu istilah tersebut adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan merupakan permasalahan yang dihadapi dan menjadi perhatian

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan merupakan permasalahan yang dihadapi dan menjadi perhatian 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan permasalahan sosial yang bersifat global. Artinya kemiskinan merupakan permasalahan yang dihadapi dan menjadi perhatian banyak orang di dunia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. ahli dan lembaga-lembaga yang berkaitan dengan penelitian ini.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. ahli dan lembaga-lembaga yang berkaitan dengan penelitian ini. 12 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka Agar penelitian ini lebih terarah maka penulis mengutip pendapat dari beberapa ahli dan lembaga-lembaga yang berkaitan dengan penelitian ini.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kuznet dalam todaro (2003:99) pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara bersangkutan untuk menyediakan

Lebih terperinci

VISI MISI PASANGAN CALON BUPATI WAKIL BUPATI KABUPATEN PEKALONGAN PERIODE TAHUN H. RISWADI DAN HJ. NURBALISTIK

VISI MISI PASANGAN CALON BUPATI WAKIL BUPATI KABUPATEN PEKALONGAN PERIODE TAHUN H. RISWADI DAN HJ. NURBALISTIK VISI MISI PASANGAN CALON BUPATI WAKIL BUPATI KABUPATEN PEKALONGAN PERIODE TAHUN 2016-2021 H. RISWADI DAN HJ. NURBALISTIK VISI TERWUJUDNYA MASYARAKAT KABUPATEN PEKALONGAN YANG BERKARAKTER, MANDIRI, BERAKHLAQ,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Badan Keswadayaan Masyarakat ( BKM) dan fungsi BKM Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) merupakan suatu institusi/ lembaga masyarakat yang berbentuk paguyuban, dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menarik orang mendatangi kota. Dengan demikian orang-orang yang akan mengadu nasib di

BAB 1 PENDAHULUAN. menarik orang mendatangi kota. Dengan demikian orang-orang yang akan mengadu nasib di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan kota yang selalu dinamis berkembang dengan segala fasilitasnya yang serba gemerlapan, lengkap dan menarik serta menjanjikan tetap saja menjadi suatu faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, yang dimaksud dengan lanjut usia adalah penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun

Lebih terperinci

BAB 12. PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati

BAB 12. PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati BAB 12. PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA DI INDONESIA Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati Kondisi Kemiskinan di Indonesia Isu kemiskinan yang merupakan multidimensi ini menjadi isu sentral di Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor unggulan dalam perekonomian Indonesia, hal ini

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor unggulan dalam perekonomian Indonesia, hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor unggulan dalam perekonomian Indonesia, hal ini sesuai dengan kondisi wilayah Republik Indonesia sebagai negara agraris. Sektor pertanian memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan memang telah lama ada sejak dahulu kala. Pada masa lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi miskin dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS 6 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1.Konsep dan Teori Mobilitas Penduduk Istilah umum bagi gerak penduduk dalam demografi adalah population mobility atau secara lebih khusus territorial

Lebih terperinci

3.1. Kondisi Umum Kelurahan Kertamaya Kondisi Fisik. A. Letak Geografis

3.1. Kondisi Umum Kelurahan Kertamaya Kondisi Fisik. A. Letak Geografis perdaganagn.sementara kawasan non terbangun adalah kawasan berupa bentang alam yang digunakan untuk kegiatan pertanian serta perkebunan. Penggunaan lahan kawasan terbangun yang paling dominan adalah penggunaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Kemiskinan Berbagai definisi tentang kemiskinan sudah diberikan oleh para ahli di bidangnya. Kemiskinan adalah suatu keadaan, yaitu seseorang tidak

Lebih terperinci

Makalah Pembangunan Berkelanjutan BAB I PENDAHULUAN

Makalah Pembangunan Berkelanjutan BAB I PENDAHULUAN Makalah Pembangunan Berkelanjutan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan pembangunan berkelanjutan sekarang telah merupakan komitmen setiap orang, sadar atau tidak sadar, yang bergelut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional dan dapat mengurangi hasil-hasil pembangunan yang dapat dinikmati

I. PENDAHULUAN. nasional dan dapat mengurangi hasil-hasil pembangunan yang dapat dinikmati 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan penduduk relatif tinggi merupakan beban dalam pembangunan nasional dan dapat mengurangi hasil-hasil pembangunan yang dapat dinikmati oleh rakyat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan sosial merupakan keseluruhan usaha yang terorganisir dan mempunyai tujuan yang sama dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat berdasarkan konteks

Lebih terperinci

BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH

BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH 3.1. Visi Berdasarkan kondisi masyarakat dan modal dasar Kabupaten Solok saat ini, serta tantangan yang dihadapi dalam 20 (dua puluh) tahun mendatang, maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia dan di akhirat nanti. Islam sangat memegang tinggi prinsip solidaritas yang

BAB I PENDAHULUAN. dunia dan di akhirat nanti. Islam sangat memegang tinggi prinsip solidaritas yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam merupakan agama yang bisa memberikan rahmat kepada manusia di dunia dan di akhirat nanti. Islam sangat memegang tinggi prinsip solidaritas yang hakiki.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan sebagai suatu masalah sosial ekonomi telah merangsang banyak kegiatan penelitian yang dilakukan berbagai pihak seperti para perencana, ilmuwan, dan masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Perempuan Dalam Pengelolaan Sumberdaya Hutan Hutan memiliki kedekatan hubungan dengan masyarakat disekitarnya terkait dengan faktor ekonomi, budaya dan lingkungan. Hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan merupakan suatu keadaan dimana seseorang berpenghasilan rendah,

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan merupakan suatu keadaan dimana seseorang berpenghasilan rendah, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan sebuah permasalahan sosial yang sangat kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan (Anggraini, 2012). Kemiskinan umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak-anak pada dasarnya merupakan kaum lemah yang harus dilindungi oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih membutuhkan bimbingan orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Determinan kemiskinan..., Roy Hendra, FE UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Determinan kemiskinan..., Roy Hendra, FE UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang bersifat multidimensi. Kemiskinan merupakan persoalan kompleks yang terkait dengan berbagai dimensi yakni sosial,

Lebih terperinci