ANALISIS TAKSONOMETRI PADA KARAKTER MORFOLOGI DAUN DIKOTILEDON KELAS MAGNOLIOPSIDA MENGGUNAKAN SOM KOHONEN NUR HASANAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS TAKSONOMETRI PADA KARAKTER MORFOLOGI DAUN DIKOTILEDON KELAS MAGNOLIOPSIDA MENGGUNAKAN SOM KOHONEN NUR HASANAH"

Transkripsi

1 ANALISIS TAKSONOMETRI PADA KARAKTER MORFOLOGI DAUN DIKOTILEDON KELAS MAGNOLIOPSIDA MENGGUNAKAN SOM KOHONEN NUR HASANAH DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

2 ANALISIS TAKSONOMETRI PADA KARAKTER MORFOLOGI DAUN DIKOTILEDON KELAS MAGNOLIOPSIDA MENGGUNAKAN SOM KOHONEN Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor NUR HASANAH G DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

3 ABSTRAK NUR HASANAH. Analisis Taksonometri pada Karakter Morfologi Daun Dikotiledon Kelas Magnoliopsida menggunakan SOM Kohonen. Dibimbing oleh AZIZ KUSTIYO dan ARIEF RAMADHAN. Taksonometri atau taksonomi numerik merupakan cabang dari ilmu taksonomi yang menggunakan metode kuantitatif dengan bantuan teknologi komputasi untuk melakukan identifikasi dan klasifikasi organisme. Karakter morfologi daun sebagai organ vegetatif tumbuhan diketahui memiliki pola tertentu yang memperlihatkan keteraturan, sehingga dapat dikelompokkan secara sistematis. Penelitian ini menggunakan 126 data spesimen daun kelas Magnoliopsida yang terdiri atas 21 family, 17 ordo, dan 4 subclass untuk membentuk tiga model taksonometri dengan metode SOM Kohonen. Identifikasi dilakukan terhadap 16 karakter primer morfologi daun. Model taksonometri family, ordo, dan subclass dibentuk dengan neuron output masingmasing berjumlah 21, 17, dan 4 neuron, sesuai dengan banyaknya setiap tingkatan taksa. Data latih dan data uji dibentuk dengan metode 3-fold cross validation. Fungsi jarak yang digunakan adalah Mahalanobis, dengan jumlah iterasi maksimum, laju pembelajaran awal (α i ) dan lebar tetangga awal (δ i ) yang telah ditentukan. Dari evaluasi terhadap Indeks Davies-Bouldin (IDB) diperoleh model taksonometri family terbaik dengan δ i bernilai 10 dan α i bernilai 0.9, taksonometri ordo dengan δ i bernilai 5 dan α i bernilai 0.9, dan taksonometri subclass dengan δ i bernilai 3 dan α i bernilai 0.5. Evaluasi cluster precision (CP) dan recall (CR) menghasilkan rata-rata CP dan CR dari ketiga model taksonometri sebesar dan Nilai ini menggambarkan adanya variasi morfologi daun yang cukup tinggi pada kelas Magnoliopsida. Representasi pengetahuan menunjukkan adanya konsistensi pada hasil taksonometri ketiga model tersebut, sehingga SOM Kohonen terbukti dapat digunakan untuk analisis taksonometri terhadap karakter morfologi daun. Dapat disimpulkan pula bahwa karakter morfologi daun memberikan hasil yang prospektif untuk digunakan sebagai salah satu cara dalam identifikasi dan pengelompokan tumbuhan. Kata kunci : analisis taksonometri, cluster, SOM Kohonen, morfologi daun, jarak Mahalanobis, Indeks Davies-Bouldin

4 Judul : Analisis Taksonometri pada Karakter Morfologi Daun Dikotiledon Kelas Magnoliopsida menggunakan SOM Kohonen Nama : Nur Hasanah NIM : G Menyetujui: Pembimbing I, Pembimbing II, Aziz Kustiyo, S.Si, M.Kom NIP Arief Ramadhan, S.Kom Mengetahui: Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor Dr. drh. Hasim, DEA NIP Tanggal Lulus:

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan sebagai putri pertama dari tujuh bersaudara di Batang, 16 Mei 1987, dari pasangan Achmad dan Yudiwanti Wahyu Endro Kusumo. Pendidikan formal semenjak TK hingga SMA ditempuhnya di kota hujan Bogor, hingga pada tahun 2004 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Bogor. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan ke jenjang pendidikan S1 di Departemen Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis aktif pada beberapa kegiatan kelembagaan mahasiswa, seperti Himpunan Mahasiswa Ilmu Komputer (HIMALKOM) periode 2004/2005 dan periode 2005/2006, serta Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FMIPA IPB periode 2006/2007. Selain itu, penulis juga mengikuti organisasi pembinaan pada SMA asal penulis, yaitu Forum Alumni Muslim SMAN 1 Bogor (FORKOM ALIMS) pada periode 2004/2005 hingga periode 2008/2009. Pada lingkup Departemen Ilmu Komputer, penulis turut aktif sebagai asisten praktikum untuk beberapa mata kuliah pada tahun akademik 2006/2007 hingga 2007/2008. Pada awal tahun 2007, penulis berkesempatan mengikuti seleksi Mahasiswa Berprestasi hingga mencapai Peringkat III Mahasiswa Berprestasi tingkat IPB. Pada bulan Juni Agustus 2007, penulis melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) pada PT Indonesian Tower, Jakarta. Penulis mengikuti seleksi beasiswa Panasonic pada bulan Februari Juni 2008 dan terpilih sebagai salah satu penerima beasiswa untuk melanjutkan pendidikan S2 di Jepang. Pada tahun yang sama, penulis beserta tim dari Departemen Ilmu Komputer IPB mewakili IPB dalam kegiatan Ajang Kreasi Open Source Software (AKOSS), Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) XXI yang bertempat di Unissula, Semarang, dengan perangkat lunak berjudul Kalender Wanita (KAWAN).

6 PRAKATA Alhamdulillahi rabbil alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer di IPB. Penelitian yang berjudul Analisis Taksonometri pada Karakter Morfologi Daun Dikotiledon Kelas Magnoliopsida menggunakan SOM Kohonen merupakan usaha penulis dalam implementasi ilmu komputer yang telah didapatkan selama perkuliahan untuk digunakan pada disiplin ilmu lain, terutama berkaitan dengan ranah dasar Institut Pertanian Bogor sebagai perguruan tinggi bernafaskan pertanian. Penghargaan dan rasa terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Aziz Kustiyo, S.Si, M.Kom dan Bapak Arief Ramadhan, S.Kom selaku pembimbing, atas dukungan, bimbingan, dan arahan yang telah dicurahkan selama pengerjaan tugas akhir; serta Bapak Ir. Agus Buono, M.Si, M.Kom atas kesediaannya menjadi penguji dan atas bimbingan dan masukannya untuk perbaikan tugas akhir ini. Kepada Ibu Dr. Ir. Sri Nurdiati, M.Sc selaku Ketua Departemen Ilmu Komputer, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih atas bimbingan dan dukungannya terhadap segala aktivitas yang penulis jalani pada masa perkuliahan. Demikian pula untuk seluruh dosen pengajar yang telah mendidik dan membangun wawasan serta kepribadian penulis selama menuntut ilmu di Departemen Ilmu Komputer. Untuk Ibu yang senantiasa berperan sebagai pembimbing pribadi bagi penulis, untuk Bapak atas dukungan dan dorongan semangat kepada penulis untuk selalu mencapai yang terbaik, juga untuk nenek tercinta dan adik-adik tersayang yang selalu menyediakan keceriaan dan pelepas penat di rumah, terima kasih atas bantuan dan doanya. Terima kasih atas kebersamaan, pengertian, dan nasihat yang telah diberikan oleh keluarga kecil penulis: Aghiez, Ratih, Weni, Inna, dan Lia. Kepada Listya, terima kasih telah mengajarkan arti persahabatan. Untuk Danang, Bowo, dan Dika, terima kasih untuk inspirasinya tentang visi, mimpi, dan kerja keras. Atas penerimaan, kegembiraan, dan masa-masa indah selama perkuliahan, terima kasih kepada teman-teman Ilkomerz 41 dan keluarga besar Ilkomerz IPB. Kepada rekan-rekan aktivis kampus dan sekolah, terima kasih untuk mengajarkan begitu banyak hal kepada penulis. Untuk seluruh staf Departemen Ilmu Komputer, terima kasih atas kemudahan dan kenyamanan dalam kegiatan perkuliahan. Terima kasih juga penulis sampaikan untuk pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna, baik dalam pelaksanaannya maupun pada hasilnya. Meskipun demikian, penulis berharap agar penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi seluruh pihak. Bogor, Januari 2009 Nur Hasanah

7 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN... vii PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan... 1 Ruang Lingkup... 1 Manfaat... 1 TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi... 2 Taksonometri... 2 Analisis Korelasi... 2 Koefisien Korelasi Spearman... 3 Analisis Cluster... 3 Self-Organizing Maps (SOM) Kohonen... 3 Topologi Jaringan... 4 Algoritme... 4 Fungsi Jarak... 4 Fungsi Tetangga... 4 Laju Pembelajaran... 4 K-Fold Cross Validation... 4 Indeks Davies-Bouldin... 5 Cluster Recall dan Precision... 5 METODE PENELITIAN Praproses... 5 Pembentukan Model Taksonometri... 6 Analisis Taksonometri... 7 Spesifikasi Pengembangan... 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Praproses... 7 Pembentukan Data Latih dan Data Uji... 9 Pembentukan Model Taksonometri Family... 9 Pembentukan Model Taksonometri Ordo Pembentukan Model Taksonometri Subclass Analisis Taksonometri Evaluasi Cluster Recall dan Precision Representasi Pengetahuan Taksonometri Family Taksonometri Ordo Taksonometri Subclass Representasi Umum KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 18

8 DAFTAR TABEL Halaman 1 Parameter pelatihan dan pengujian model taksonometri Daftar anggota tingkatan taksa subclass, ordo, dan family Jumlah data spesimen daun pada setiap family Jumlah data spesimen daun pada setiap ordo Jumlah data spesimen daun pada setiap subclass Karakter dan state spesimen daun dari species Aglaia multinervis Persebaran jumlah taksa pada setiap subset data Nilai CP dan CR untuk ketiga model taksonometri Deskripsi cluster hasil taksonometri family Deskripsi taksa hasil taksonometri family Deskripsi cluster hasil taksonometri ordo Deskripsi taksa hasil taksonometri ordo Deskripsi cluster hasil taksonometri subclass Deskripsi taksa hasil taksonometri subclass DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Susunan taksonomi tumbuhan Struktur jaringan SOM Kohonen satu dimensi Topologi SOM Kohonen satu dimensi Diagram alir metode penelitian Diagram alir praproses Diagram alir pembentukan model taksonometri Diagram alir analisis taksonometri IDB pada percobaan model taksonometri family IDB pada percobaan model taksonometri ordo IDB pada percobaan model taksonometri subclass Cluster precision taksonometri family Cluster recall taksonometri family Cluster precision taksonometri ordo Cluster recall taksonometri ordo Cluster precision taksonometri subclass Cluster recall taksonometri subclass... 15

9 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Contoh data spesimen daun sebelum kodefikasi Contoh daftar karakter morfologi daun sebelum kodefikasi Rincian kodefikasi karakter morfologi daun Ilustrasi karakter morfologi daun Contoh data spesimen daun setelah kodefikasi Hasil uji taraf nyata dua arah pada koefisien korelasi Spearman Rincian pembagian taksa ke dalam setiap subset data IDB pada percobaan model taksonometri family Ilustrasi model taksonometri family untuk bobot akhir pada neuron output pertama Daftar bobot akhir model taksonometri family IDB pada percobaan model taksonometri ordo Ilustrasi model taksonometri ordo untuk bobot akhir pada neuron output pertama Daftar bobot akhir model taksonometri ordo IDB pada percobaan model taksonometri subclass Ilustrasi model taksonometri subclass untuk bobot akhir pada neuron output pertama Daftar bobot akhir model taksonometri subclass Deskripsi hasil taksonometri family Deskripsi hasil taksonometri ordo Deskripsi hasil taksonometri subclass... 37

10 1 Latar Belakang PENDAHULUAN Dunia biologi mengenal adanya konsep identifikasi untuk setiap organisme di dunia yang telah dilakukan penelitian atasnya. Cara yang umum digunakan untuk mengidentifikasi suatu organisme adalah melalui taksonomi. Sejak bermulanya pada abad ke-4 sebelum Masehi, ilmu taksonomi telah mengalami perkembangan yang pesat. Penggunaan teknologi komputer sebagai alat bantu pada taksonomi modern melahirkan bidang baru yang dinamakan taksonomi numerik atau taksonometri (Tjitrosoepomo 2005). Stace (1980) memberikan lima cara yang sering digunakan untuk melakukan identifikasi terhadap tumbuhan. Kelima cara tersebut yaitu melalui karakteristik morfologi dan anatomi tumbuhan, unsur kimiawi penyusun tumbuhan, struktur kromosom, breeding system, dan lokasi geografis serta ekologi dari tumbuhan. Jika ditinjau dari segi kemudahan dan kecepatan dalam mendapatkan data, maka karakteristik morfologi dan anatomi menjadi acuan pertama dalam proses identifikasi tumbuhan. Karakteristik ini dapat diamati pada organ vegetatif tumbuhan, seperti daun, batang, dan cabang, serta pada organ generatif tumbuhan, seperti bunga dan buah pada tumbuhan dikotiledon. Kedua organ tumbuhan ini memiliki perbedaan waktu observasi. Organ generatif tumbuhan hanya dapat diamati pada waktu tertentu, sedangkan organ vegetatif tumbuhan cenderung tersedia sebagai sumber pengamatan sepanjang waktu. Sebagai salah satu organ vegetatif tumbuhan, karakter morfologi daun khususnya pada tumbuhan dikotiledon diketahui mempunyai pola tertentu yang memperlihatkan keteraturan, sehingga dapat dikelompokkan secara sistematis. Di lain pihak, karakter ini memiliki beberapa kelemahan, antara lain sifatnya yang kurang stabil akibat pengaruh lingkungan, adanya morfologi yang serupa pada anggota taksa yang tidak saling berhubungan, dan sifat polimorfisme yang terdapat pada tahap tertentu pertumbuhan daun (Hickey 1973 dalam Rasnovi 2001). Pengkajian terhadap pemakaian karakter morfologi daun dalam identifikasi jenis telah dilakukan dalam beberapa penelitian. Rasnovi (2001) dalam tesisnya menyimpulkan bahwa karakter morfologi daun dapat memisahkan species contoh dengan indikasi nilai separation coefficient gabungan bernilai satu. Klasifikasi citra daun menggunakan PNN (Probabilistic Neural Network) dengan data berupa 12 fitur citra daun yang dilakukan oleh Wu et al. (2007) menghasilkan akurasi hingga melebihi 90%. Morfologi daun juga telah digunakan bersama dengan karakter bunga dan buah dalam identifikasi species Endospermum duodenum (Salwana et al. 2007). Data spesimen daun yang berupa data kualitatif dapat diolah dalam proses identifikasi kesamaan ciri menggunakan selforganizing maps (SOM) Kohonen (Madarum 2006). Penelitian tersebut menghasilkan nilai cluster recall sebesar dan cluster precision sebesar Hasil yang belum optimal ini membuka peluang bagi penelitian lebih lanjut untuk membangun model taksonometri tumbuhan berdasarkan karakter morfologi daun dengan hasil yang lebih baik. Tujuan Penelitian ini bertujuan : 1 Mengimplementasikan algoritme SOM Kohonen dalam clustering data spesimen daun dikotiledon kelas Magnoliopsida untuk membentuk model taksonometri tumbuhan. 2 Mendapatkan karakteristik data hasil taksonometri dan membandingkannya dengan taksonomi tumbuhan yang telah ditentukan oleh pakar taksonomi. Ruang Lingkup Penelitian ini meliputi pembuatan model taksonometri tumbuhan menggunakan ciri organ vegetatif tumbuhan berupa morfologi daun dikotiledon kelas Magnoliopsida. Metode yang digunakan untuk membangun model taksonometri adalah jaringan SOM Kohonen satu dimensi, dengan jumlah karakter morfologi daun sebanyak 16 karakter. Tingkatan taksa yang menjadi target penelitian adalah tingkat family, ordo, dan subclass. Jumlah neuron output pada setiap model taksonometri ditentukan berdasarkan jumlah taksa yang bersesuaian. Sebanyak 126 data spesimen daun, yang terdiri atas 21 family, 17 ordo, dan 4 subclass, kesemuanya merupakan anggota dari kelas Magnoliopsida. Manfaat Proses clustering dari SOM Kohonen akan menghasilkan pengelompokan data

11 2 spesimen daun dikotiledon berdasarkan kesamaan cirinya. Dari hasil analisis, akan diketahui kemampuan dan efektivitas SOM Kohonen dalam melakukan pengelompokan terhadap spesimen tumbuhan berdasarkan karakter morfologi daun. Selain itu, dari hasil clustering dapat diketahui pula hubungan antara karakter morfologi daun dengan taksonomi tumbuhan. Taksonomi TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dapat dideskripsikan sebagai studi dan deskripsi mengenai variasi dalam organisme, investigasi terhadap sebab dan akibat variasi tersebut, dan penggunaan data yang diperoleh untuk menciptakan sistem klasifikasi (Stace 1980). Kelas-kelas yang dihasilkan oleh proses taksonomi disebut taksa, misalnya phylum, family, atau species. Penggunaan istilah ini mengindikasikan tingkatan suatu kelas dan organisme yang berada di dalam kelas tersebut. Dalam ilmu taksonomi, tumbuhan diklasifikasikan ke dalam tujuh grup taksa, yaitu Kingdom, Divisio/Phylum, Class, Ordo, Family, Genus, dan Species. Di antara grup tersebut terdapat beberapa subgrup seperti superordo dan subclass. Ilustrasi taksonomi tumbuhan dapat diamati pada Gambar 1. Gambar 1 Susunan taksonomi tumbuhan. Taksonometri Seiring perkembangan dunia ilmu pengetahuan, penggunaan komputer dalam mengembangkan metode kuantitatif untuk melakukan klasifikasi tumbuhan semakin meningkat, sehingga menghasilkan bidang baru dalam taksonomi tumbuhan yang dinamakan taksonomi numerik atau taksonometri (Tjitrosoepomo 2005). Sokal & Sneath (1963) mendefinisikan taksonometri sebagai metode evaluasi kuantitatif mengenai kesamaan atau kemiripan sifat antar golongan organisme, dan penataan golongan-golongan tersebut melalui analisis cluster ke dalam kategori takson yang lebih tinggi atas dasar kesamaan-kesamaan tersebut. Taksonometri didasarkan atas bukti-bukti fenetik, yaitu kemiripan yang diperlihatkan objek studi yang diamati dan dicatat, dan bukan berdasarkan kemungkinan perkembangan filogenetiknya. Terdapat lima kegiatan dalam analisis taksonometri, yang diawali dengan pemilihan objek studi yang mewakili golongan organisme tertentu, yang disebut dengan OTU (Operational Taxonomic Unit). Kegiatan berikutnya adalah pemilihan karakter, pengukuran kemiripan, analisis cluster, dan penarikan kesimpulan (Tjitrosoepomo 2005). Pengukuran kemiripan antar OTU didasarkan pada karakter yang dimilikinya. Menurut Sokal & Sneath (1963), karakter yang digunakan sebagai identifikasi OTU merupakan deskripsi terhadap bentuk, struktur, atau sifat yang membedakan sebuah unit taksonomi dengan unit lainnya. Setiap karakter memiliki nilai yang dapat bersifat kualitatif ataupun kuantitatif. Karakter yang berkaitan dengan bentuk dan struktur merupakan karakter kualitatif, sedangkan karakter yang mendeskripsikan ukuran, panjang, dan jumlah merupakan karakter kuantitatif. Secara umum, karakter kualitatif lebih berguna dalam membedakan taksa pada tingkat taksonomi yang lebih tinggi, sementara karakter kuantitatif banyak digunakan untuk membedakan kategori taksonomi pada tingkatan yang lebih rendah (Naik 1985). Analisis Korelasi Analisis korelasi dilakukan untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua peubah melalui bilangan yang disebut koefisien korelasi. Pada statistika parametrik, koefisien korelasi antara dua peubah yang bernilai 0 berarti tidak terdapat hubungan linear antara keduanya. Sebaliknya, nilai 1 atau -1 pada koefisien korelasi berarti korelasi antara kedua peubah tersebut sangat kuat, baik secara positif maupun negatif (Walpole 1995).

12 3 Koefisien Korelasi Spearman Pada statistika nonparametrik, nilai koefisien korelasi antara dua peubah yang terdapat pada skala -1 hingga 1 sulit untuk diinterpretasikan secara tepat, sehingga digunakan pengambilan keputusan dengan pengujian pada taraf nyata tertentu α. Pengukuran yang digunakan adalah koefisien korelasi Spearman (Paulson 2003). Data yang diolah untuk mendapatkan koefisien korelasi Spearman merupakan data berskala ordinal atau interval yang dapat diurutkan dari yang terkecil hingga terbesar. Uji nyata satu arah maupun dua arah dapat diaplikasikan pada koefisien korelasi yang diperoleh. Koefisien korelasi Spearman didapatkan dengan rumus: r c = n 6 i= n( n dengan nilai d i 2 adalah: n i = 1 d 2 i = Analisis Cluster n 2 d i, 1) 2 [ R ( x i ) R ( x i )]. i = 1 Analisis cluster adalah mekanisme eksplorasi data yang umum digunakan dalam permasalahan klasifikasi. Analisis ini bertujuan mengelompokkan data ke dalam grup atau cluster sedemikian rupa sehingga derajat asosiasi di antara anggota dari satu cluster bersifat kuat dan derajat asosiasi antara anggota dari satu cluster dengan cluster lain bersifat lemah (Astel et al. 2007). Clustering berbeda dengan klasifikasi dalam hal variabel target yang ditentukan. Dalam proses clustering, tidak ada proses klasifikasi, peramalan, atau prediksi terhadap nilai dari variabel target (Larose 2004). Penggunaan analisis cluster dalam taksonometri bertujuan membentuk kelompok taksa dengan pengukuran kemiripan karakter (Tjitrosoepomo 2005). Hasil dari analisis cluster telah terbukti dapat dibandingkan dengan sistem taksonomi yang dibangun oleh pakar (Naik 1985; Sokal & Sneath 1963). Self-Organizing Maps (SOM) Kohonen Metode Self-Organizing Maps (SOM) atau dikenal sebagai SOM Kohonen pertama kali diperkenalkan oleh Malsburg pada tahun 1973, kemudian diperbaiki dan dikembangkan oleh Teuvo Kohonen pada tahun Kohonen (2001) mendeskripsikan SOM sebagai metode pemetaan yang bersifat nonlinear dan terurut dari data input dengan dimensi tinggi ke dalam array tujuan dengan dimensi yang lebih rendah. Metode pembelajaran yang digunakan bersifat unsupervised, artinya pembelajaran yang dilakukan terhadap data input tidak disertai dengan target ekspektasi terhadap hasil yang diinginkan (Freeman & Skapura 1991). Gambar 2 Struktur jaringan SOM Kohonen satu dimensi. Pada Gambar 2 dapat diamati struktur SOM Kohonen satu dimensi (Fausett 1994) yang terdiri atas dua lapisan, yaitu lapisan input (X n ) dan lapisan output (Y m ). Setiap neuron pada lapisan input terhubung dengan setiap neuron pada lapisan output melalui vektor bobot (w nm ). Cluster yang terbentuk direpresentasikan oleh setiap neuron pada lapisan output. Dalam proses pembelajaran jaringan SOM Kohonen, setiap neuron output saling berkompetisi untuk menjadi neuron pemenang, yang diperoleh dari perhitungan jarak yang paling dekat dengan neuron input. Oleh karena itu, setiap neuron output akan bereaksi terhadap pola input tertentu, sehingga hasil dari SOM Kohonen akan menunjukkan adanya kesamaan ciri antar anggota clusternya (Larose 2004). SOM Kohonen memiliki kegunaan yang besar dalam analisis cluster karena memiliki dimensi jaringan yang rendah, struktur yang sederhana, representasi yang tidak rumit dengan penggunaan vektor bobot yang berasosiasi dengan setiap neuron output, kemampuan memetakan topologi data input ke dalam bobot jaringan, dan menggunakan sistem pembelajaran unsupervised (Tirozzi et al. 2007).

13 4 Topologi Jaringan Beberapa topologi SOM Kohonen yang umum digunakan pada SOM Kohonen dua dimensi antara lain topologi grid, heksagonal, dan random (Kohonen 2001). SOM Kohonen satu dimensi hanya memiliki satu jenis topologi, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 3. Pada gambar tersebut terdapat sembilan neuron dalam topologi satu dimensi, dengan neuron kelima sebagai neuron pemenang ditunjukkan dengan simbol #, dan neuron tetangganya ditunjukkan dengan simbol *, disertai dengan keterangan lebar tetangga 0, 1, dan 2 (Fausett 1994). Gambar 3 Topologi SOM Kohonen satu dimensi. Algoritme Diketahui n adalah dimensi vektor input x = [x 1, x 2,..., x n ] T. Vektor bobot pada neuron output j memiliki dimensi yang sama dengan vektor input, sehingga dapat dilambangkan dengan w j = [w j1, w j2,..., w jn ] T. Algoritme SOM dalam Kohonen (2001) dijelaskan sebagai berikut. Untuk setiap vektor input x, lakukan: Kompetisi. Untuk setiap simpul output j, hitung nilai D(w j,x n ) yang diperoleh dari fungsi jarak. Tentukan simpul pemenang J (Best Matching Unit (BMU)) yang meminimumkan jarak antara vektor input x dengan semua simpul output. Kooperasi. Identifikasikan semua simpul output j dalam lingkungan simpul pemenang J menggunakan fungsi node tetangga (neighborhood function) h(t). Untuk setiap simpul dalam lingkungan tersebut, lakukan : o Adaptasi. Perbaharui nilai bobot: w j (t+1) = w j (t) + h(t) * [x ni w j (t)]. Perbaharui learning rate (α) dan lebar tetangga δ. Hentikan perlakuan ketika kriteria pemberhentian telah dicapai. Fungsi Jarak Fungsi jarak digunakan untuk melakukan komputasi terhadap similaritas vektor input dengan vektor bobot pada setiap neuron output. Jarak Mahalanobis digunakan untuk mengukur jarak antara atribut yang berkorelasi satu sama lain (Tan et al. 2004). Fungsi ini didefinisikan sebagai: D(w j,x n ) = (w j -x i ) Σ -1 (w j -x i ) T, dengan Σ merupakan matriks kovarian dari vektor input (x n ): 1 n j, k = ( xij x j )( xik xk ). n 1 i= 1 Fungsi Tetangga Fungsi tetangga adalah derajat pengubahan terhadap bobot neuron pemenang dan tetangganya relatif terhadap lebar tetangga, yang akan berkurang seiring dengan langkah pembelajaran. Fungsi tetangga yang digunakan adalah fungsi Gauss (Kohonen 2001) dengan rumus : 2 ri rc h( t) = α( t)*exp, 2 2 ( ) dengan : δ t r i -r c 2 = jarak neuron ke-i dengan neuron pemenang dalam grid δ(t) = lebar tetangga, berkurang seiring dengan t langkah pembelajaran r i = neuron ke-i = neuron pemenang r c Perubahan lebar tetangga didapatkan dari perhitungan berikut (Tirozzi et al. 2007) : δ t max f δ ( t) = δ i, dengan : δ i δ i = nilai awal lebar tetangga δ f = nilai akhir lebar tetangga = iterasi maksimum t max Laju Pembelajaran Laju pembelajaran adalah fungsi penurunan tingkat pembelajaran seiring perubahan waktu (Fausett 1994). Nilai laju pembelajaran diperoleh dari rumus berikut (Kohonen 2001) : t α ( t) = α 1 i, tmax dengan α i adalah nilai awal laju pembelajaran dan t max adalah iterasi maksimum. K-Fold Cross Validation K-Fold Cross Validation adalah salah satu metode estimasi error. Dalam metode ini, akan dilakukan proses pengulangan sebanyak k-kali untuk himpunan contoh secara acak yang akan dibagi menjadi k-subset yang saling bebas. Pada setiap tahap pengulangan t

14 5 akan diambil satu subset untuk data pengujian dan sisanya untuk data pelatihan (Fu 1994). Indeks Davies-Bouldin Indeks Davies-Bouldin (IDB) merupakan salah satu metode validasi cluster untuk evaluasi kuantitatif dari hasil clustering. Pengukuran ini bertujuan memaksimalkan jarak inter-cluster antara satu cluster dengan cluster yang lain (separation value) sekaligus meminimalkan jarak intra-cluster antara titik dalam sebuah cluster (compactness value) (Bolshakova & Azuaje 2002; Gunter & Bunke 2002). Jarak inter-cluster d kl didefinisikan sebagai berikut: d kl = C k C l, dengan Ck dan Cl adalah centroid cluster k dan cluster l. Jarak intra-cluster s c (Q k ) dalam cluster Q k dihitung dengan rumus: s ( Q ) = c k X dengan N k adalah banyak titik yang termasuk dalam cluster Q k, dan C k adalah centroid dari cluster Q k. Dengan demikian, Indeks Davies-Bouldin didefinisikan sebagai berikut: dengan nc adalah banyaknya cluster. Dari beberapa percobaan, akan dicari skema cluster yang optimal, yaitu skema yang memiliki nilai IDB paling rendah (Salazar et al. 2002). Cluster Recall dan Precision i Evaluasi kualitatif terhadap hasil clustering dapat diperoleh dari nilai cluster recall (CR) dan cluster precision (CP). Cluster recall menunjukkan besarnya proporsi jumlah data yang tercluster dengan benar dibandingkan dengan jumlah data dalam kelas yang sebenarnya. Adapun cluster precision menunjukkan proporsi jumlah data yang tercluster dengan benar dibandingkan dengan jumlah data dalam kelas hasil clustering. Nilai dari CR dan CP akan semakin baik jika mendekati satu. Pencarian CR dan CP dilakukan dengan rumus berikut, dengan n ij adalah jumlah anggota kelas i dalam cluster j, n i adalah jumlah anggota kelas i, dan n j adalah jumlah anggota cluster j (Madarum 2006): n n ij ij CR ( i, j) =, CP ( i, j) =. n n i N C k k, nc 1 sc ( Qk ) + sc ( Ql ) DB( nc) = max, n = 1 (, ) k d kl Qk Ql i j METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap utama seperti yang diilustrasikan pada Gambar 4, yaitu: 1 Praproses. 2 Pembentukan model taksonometri. 3 Analisis taksonometri. Gambar 4 Diagram alir metode penelitian. Praproses Diagram alir langkah praproses yang dilakukan dalam penelitian ini dapat diamati pada Gambar 5. Kegiatan yang dilakukan dalam praproses data adalah kodefikasi, seleksi karakter, dan analisis korelasi. Data yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari basis data Divora yang dikelola oleh World Agroforestry Centre (ICRAF) yang berlokasi di Bogor. Di dalam basis data ini terdapat informasi spesimen daun dari hutan karet yang terletak di wilayah Jambi dan Lampung. Sebanyak 126 spesimen daun akan digunakan dalam penelitian ini. Lampiran 1 memuat contoh data spesimen daun yang didapatkan dari basis data Divora. Gambar 5 Diagram alir praproses.

15 6 Setiap spesimen daun dikotiledon pada basis data tersebut memiliki karakter-karakter tertentu yang melambangkan morfologinya. Secara keseluruhan terdapat 282 state yang terbagi ke dalam 10 level karakter. Pada level pertama, yaitu level primer, terdapat 21 karakter yang setiap karakternya memiliki state atau subkarakter pada level berikutnya. Level kedua memiliki 60 state dan satu state N.A. (Not Applicable). Level berikutnya memiliki lebih banyak jumlah state, demikian seterusnya hingga level terakhir. Contoh daftar karakter morfologi daun yang didapatkan dari basis data dapat diamati pada Lampiran 2. Dalam penelitian ini hanya digunakan karakter-karakter daun yang terletak pada level pertama dan kedua, karena telah dapat mewakili karakter umum yang dimiliki oleh spesimen daun. Selain itu, tidak semua spesimen daun memiliki karakter-karakter pada level yang lebih dalam. Untuk memudahkan pemrosesan data, perlu dilakukan pengubahan kode (kodefikasi) karakter yang terdapat pada basis data menjadi nilai yang dapat dikenali dan diproses oleh SOM Kohonen. Oleh karena itu, dibangun sistem kodefikasi yang khusus digunakan dalam penelitian ini. Langkah selanjutnya adalah melakukan seleksi terhadap 21 karakter primer yang akan digunakan dalam proses clustering. Seleksi penting untuk dilakukan, karena ada kemungkinan tidak semua karakter dapat mewakili keunikan ciri dari masing-masing spesimen daun. Hasil dari kodefikasi dan seleksi karakter adalah data spesimen daun yang siap digunakan untuk proses selanjutnya. Langkah berikutnya adalah melakukan analisis korelasi dari perhitungan terhadap koefisien korelasi Spearman, untuk mengetahui ada atau tidaknya korelasi antar karakter. Hasil dari analisis korelasi berguna untuk menentukan fungsi jarak yang akan digunakan pada jaringan SOM Kohonen. Pembentukan Model Taksonometri Proses pembentukan model taksonometri dapat diamati pada Gambar 6, meliputi: 1 Pembentukan data latih dan data uji. 2 Pelatihan dan pengujian. 3 Evaluasi IDB (Indeks Davies-Bouldin). 4 Penetapan model taksonometri. Gambar 6 Diagram alir pembentukan model taksonometri. Pembentukan data latih dan data uji didasarkan kepada metode k-fold cross validation. Dalam penelitian ini digunakan 3- fold cross validation, sehingga data spesimen daun akan dibagi ke dalam tiga subset dengan proporsi data setiap subset yang diusahakan mendekati proporsi data secara keseluruhan. Proses pelatihan dan pengujian, evaluasi IDB, dan penetapan model taksonometri akan dilakukan sebanyak tiga kali, sesuai dengan jumlah model taksonometri yang ingin dibentuk. Model taksonometri yang pertama akan melambangkan clustering untuk tingkatan taksa family, sedangkan model taksonometri kedua dan ketiga masing-masing akan menggambarkan clustering untuk tingkat ordo dan subclass. Topologi jaringan SOM Kohonen yang digunakan dalam pembentukan model taksonometri, yaitu SOM Kohonen satu dimensi, memiliki keunggulan berupa konvergensi terhadap data yang tinggi dan mudah beradaptasi, namun pada umumnya terdapat kesulitan dalam menentukan jumlah neuron output (Tirozzi et al. 2007). Oleh karena itu, jumlah neuron output dalam penelitian ini akan disesuaikan dengan jumlah taksa pada tingkatan tersebut. Sebagai contoh, untuk taksonometri family, jumlah neuron output yang digunakan adalah 21, sesuai dengan banyaknya family pada data spesimen daun. Taksonometri ordo memiliki neuron output sejumlah 17, dan taksonometri subclass sejumlah 4.

16 7 Pelatihan dan pengujian pada setiap model taksonometri menggunakan parameter yang tercantum pada Tabel 1, dengan n adalah jumlah neuron output, α i adalah laju pembelajaran awal, δ i adalah lebar tetangga awal, dan t max adalah iterasi maksimum. Tabel 1 Parameter pelatihan dan pengujian model taksonometri. Parameter Model Taksonometri Family Ordo Subclass n α i 0.9, 0.5, , 0.5, , 0.5, 0.1 δ i 20, 15, 10, 5 15, 10, 5 3, 2, 1 t max Metode inisialisasi nilai vektor bobot menggunakan nilai acak, dengan nilai maksimum setiap bobot diperoleh dari nilai maksimum karakter yang bersesuaian. Fungsi jarak yang digunakan adalah jarak Mahalanobis, karena adanya indikasi korelasi antar karakter. Kombinasi berbagai parameter tersebut akan diterapkan pada jaringan SOM Kohonen. Penetapan model taksonometri untuk setiap kategori didasarkan kepada jaringan dengan kinerja terbaik, yaitu jaringan yang menghasilkan nilai IDB minimum. Analisis Taksonometri Model taksonometri yang telah ditetapkan, bersama dengan data spesimen daun secara keseluruhan, selanjutnya akan diproses sebagai bahan untuk analisis taksonometri. Langkah-langkah dalam analisis ini dapat diamati pada Gambar 7. Gambar 7 Diagram alir analisis taksonometri. Data spesimen daun yang telah diclusterkan menggunakan model taksonometri family, ordo, dan subclass akan dievaluasi untuk mendapatkan nilai cluster precision (CP) dan cluster recall (CR). Selanjutnya, hasil taksonometri untuk setiap tingkatan taksa akan diamati dan dibandingkan dengan sistem taksonomi umum untuk mendapatkan representasi pengetahuan. Spesifikasi Pengembangan Dalam penelitian ini digunakan perangkat keras berupa laptop dengan prosesor Intel Centrino Duo 1.7 GHz dan memori 1 GB. Model taksonometri dibangun pada lingkungan pemrograman Java dengan Netbeans sebagai IDE. SPSS 13.0 digunakan untuk analisis korelasi. Seluruh perangkat lunak berjalan pada sistem operasi Ubuntu ME HASIL DAN PEMBAHASAN Praproses Dari basis data Divora didapatkan 126 spesimen daun kelas Magnoliopsida yang akan digunakan dalam penelitian ini. Jumlah tersebut terdiri atas 86 species, 44 genus, 21 family, 17 ordo, dan 4 subclass. Penelitian ini akan berfokus kepada tiga tingkatan taksa, yaitu family, ordo, dan subclass. Daftar anggota untuk ketiga tingkatan taksa ini dapat diamati pada Tabel 2. Rincian jumlah data spesimen daun untuk setiap tingkatan taksa disajikan pada Tabel 3, Tabel 4, dan Tabel 5. Dari ketiga tabel tersebut dapat diamati bahwa terdapat persebaran data yang tidak merata di setiap kelasnya. Jumlah data terbesar terdapat pada family Euphorbiaceae (35.71%), ordo Euphorbiales (35.71%) dan subclass Rosidae (65.08%). Tabel 2 Daftar anggota tingkatan taksa subclass, ordo, dan family. Subclass Ordo Family Asteridae Gentianales Apocynaceae Loganiaceae Lamiales Verbenaceae Rubiales Rubiaceae Dilleniidae Malvales Elaeocarpaceae Primulales Myrsinaceae Theales Clusiaceae Violales Flacourtiaceae Magnoliidae Laurales Lauraceae Monimiaceae Magnoliales Annonaceae Ranunculales Sabiaceae Rosidae Celastrales Icacinaceae Euphorbiales Euphorbiaceae Fabales Fabaceae Myrtales Myrtaceae Polygalales Polygalaceae Rhizophorales Rhizophoraceae Sapindales Burseraceae Meliaceae Sapindaceae

17 8 Tabel 3 Jumlah data spesimen daun pada setiap family. No Nama Family Jumlah Data % 1 Annonaceae Apocynaceae Burseraceae Clusiaceae Elaeocarpaceae Euphorbiaceae Fabaceae Flacourtiaceae Icacinaceae Lauraceae Loganiaceae Meliaceae Monimiaceae Myrsinaceae Myrtaceae Polygalaceae Rhizophoraceae Rubiaceae Sabiaceae Sapindaceae Verbenaceae Tabel 4 Jumlah data spesimen daun pada setiap ordo. No Nama Ordo Jumlah Data % 1 Celastrales Euphorbiales Fabales Gentianales Lamiales Laurales Magnoliales Malvales Myrtales Polygalales Primulales Ranunculales Rhizophorales Rubiales Sapindales Theales Violales Tabel 5 Jumlah data spesimen daun pada setiap subclass. No Nama Subclass Jumlah Data % 1 Asteridae Dilleniidae Magnoliidae Rosidae Kodefikasi dilakukan dengan menetapkan kisaran nilai untuk setiap karakter primer sesuai dengan jumlah state yang dimilikinya. Setiap karakter primer memiliki sebuah state N.A. (Not Applicable) yang dikodekan dengan angka nol (0). Selanjutnya, apabila karakter tersebut memiliki dua buah state atau lebih, setiap state dikodekan dengan angka 1, 2, dan seterusnya. Rincian kodefikasi karakter morfologi daun yang dilakukan dimuat pada Lampiran 3. Beberapa karakter morfologi daun tersebut diilustrasikan pada Lampiran 4. Ilustrasi tersebut didapatkan dari Manual of Leaf Architecture (Ash et.al. 1999). Dari data awal, akan dilakukan kodefikasi terhadap setiap karakter sehingga menghasilkan satu nilai state untuk karakter tersebut. Apabila spesimen daun memiliki lebih dari satu state pada salah satu karakternya, maka state yang akan diperhatikan hanyalah salah satunya saja. Dari proses kodefikasi akan diperoleh hasil berupa sekuen angka yang menunjukkan karakteristik sebuah spesimen daun. Pada Tabel 6 disajikan contoh hasil kodefikasi dari species Aglaia multinervis. Karakteristik spesimen daun dari species ini adalah Contoh data spesimen daun hasil kodefikasi lainnya dapat diamati pada Lampiran 5. Pengamatan terhadap data spesimen daun hasil kodefikasi menunjukkan bahwa terdapat lima karakter dengan variasi sangat kecil. Tiga karakter, yaitu karakter ke-4, 15, dan 20, memiliki state yang sama untuk seluruh data spesimen. Dua karakter lainnya, yaitu karakter ke-10 dan 21, hanya memiliki satu atau dua data spesimen yang berbeda state dengan spesimen lainnya. Oleh karena itu, kelima karakter ini tidak diikutsertakan dalam proses clustering, sehingga jumlah karakter yang akan digunakan dalam proses clustering adalah 16 karakter. Pada species Aglaia multinervis di atas, karakteristiknya menjadi Analisis korelasi dilakukan dengan perhitungan koefisien korelasi Spearman menggunakan SPSS Hasil uji nyata dua arah yang dapat diamati pada Lampiran 6 menunjukkan adanya korelasi nyata pada level 0.05 sebanyak 32 dari 120 korelasi antar karakter morfologi daun, atau sebesar 26.7%. Adanya korelasi memberikan dasar atas penggunaan jarak Mahalanobis pada proses clustering SOM Kohonen.

18 9 Tabel 6 Karakter dan state spesimen daun dari species Aglaia multinervis. No Karakter State Kode 1 Jenis daun Daun 2 berdasarkan ada tidaknya anak daun majemuk, anak daun > 1 2 Susunan daun pada Tersebar 1 batang 3 Ada tidaknya stipula Tidak ada 1 4 Ada tidaknya stipel Tidak ada 1 5 Helaian daun Bulat telur 3 6 Ujung daun Runcing 1 7 Pangkal daun Asimetri 9 8 Tepi daun Rata, halus 1 9 Ada tidaknya kelenjar Tidak ada 1 daun 10 Tangkai daun atau ibu Ada 2 tangkai daun 11 Tipe pertulangan Menyirip 1 daun 12 Pola urat daun tersier Menjala 2 13 Arah urat daun primer Lurus tak 1 bercabang 14 Ada tidaknya vena Tidak ada 1 intramarginal 15 Ada tidaknya duri Tidak ada 1 16 Ada tidaknya gabus Ada 2 17 Ada tidaknya getah Ada 2 18 Ada tidaknya rambut Ada 2 19 Ada tidaknya bintik Tidak ada 1 20 Ada tidaknya domatia Tidak ada 1 21 Paralel tidaknya urat daun sekunder Tidak ada 2 Pembentukan Data Latih dan Data Uji Pembagian 126 data spesimen daun ke dalam tiga subset, masing-masing sejumlah 42 data, dilakukan untuk mendapatkan data latih dan data uji. Rincian pembagian taksa ke dalam setiap subset data disajikan pada Lampiran 6, sedangkan banyaknya masingmasing tingkatan taksa pada setiap subset data dapat diamati pada Tabel 7. Tabel 7 Persebaran jumlah taksa pada setiap subset data. Taksa Subset Data Family (%) Ordo (%) Subclass (%) Jumlah data yang tidak merata di setiap family dan ordo menyebabkan setiap subset IDB data tidak dapat sepenuhnya menyamai proporsi data secara keseluruhan. Taksa family yang memiliki 21 kelompok hanya dapat tersebar dengan jumlah maksimum 17 family di dalam satu subset data. Demikian pula taksa ordo yang tersebar dengan jumlah maksimum 14 dari total 17 ordo yang terdapat dalam data. Pada Lampiran 6 dapat diamati bahwa beberapa family maupun ordo hanya memiliki satu data spesimen daun, sehingga tidak seluruh subset dapat memperoleh data family atau ordo tersebut. Contohnya adalah family Apocynaceae yang hanya dimiliki oleh subset data kedua, dan genus Celastrales yang hanya terdapat pada subset data pertama. Ketiga subset data ini akan digunakan secara bergantian dalam proses pelatihan dan pengujian jaringan SOM Kohonen. Pada setiap iterasi, digunakan dua subset sebagai data latih dan satu subset sebagai data uji. Pembentukan Model Taksonometri Family Kombinasi parameter-parameter yang telah ditetapkan akan digunakan untuk membangun jaringan SOM Kohonen sebagai model taksonometri family. Dari 36 percobaan, didapatkan grafik IDB yang disajikan pada Gambar 8, adapun data lengkapnya dapat diamati pada Lampiran Parameter Pelatihan Jaringan (α dan δ) Gambar 8 IDB pada percobaan model taksonometri family. IDB minimum dengan nilai diperoleh pada percobaan ketujuh di iterasi ketiga (i 3 ) dengan parameter ukuran lebar tetangga awal (δ i ) sebesar 10 dan nilai laju pembelajaran awal (α i ) sebesar 0.9. Oleh karena itu, bobot yang dihasilkan oleh jaringan pada percobaan ini akan digunakan sebagai model taksonometri family. Ilustrasi model SOM yang dihasilkan terdapat pada Lampiran 9, sedangkan daftar bobot akhirnya secara lengkap terdapat pada Lampiran 10. i 1 i 2 i 3 α i δ i

19 10 Pembentukan Model Taksonometri Ordo Model taksonometri ordo dibentuk dari ukuran neuron output sebanyak 17 dengan ukuran lebar tetangga awal, laju pembelajaran, dan iterasi maksimum seperti yang dijelaskan pada metode penelitian. Grafik IDB yang diperoleh dari 27 percobaan disajikan pada Gambar 9, sedangkan data lengkapnya dapat diamati pada Lampiran 11. IDB Parameter Pelatihan Jaringan (α dan δ) i 1 i 2 i 3 α i δ i IDB Parameter Pelatihan Jaringan (α dan δ) Gambar 9 IDB pada percobaan model taksonometri ordo. Untuk model taksonometri ordo, Indeks Davies-Bouldin minimum yang bernilai didapatkan pada percobaan ketujuh di iterasi ketiga (i 3 ). Parameter yang digunakan adalah ukuran lebar tetangga awal (δ i ) sebesar 5 dan nilai laju pembelajaran awal (α i ) sebesar 0.9. Dengan demikian, analisis taksonometri untuk tingkatan taksa ordo akan menggunakan bobot yang dihasilkan oleh jaringan SOM Kohonen pada percobaan ini sebagai model taksonometri ordo. Ilustrasi model ini terdapat pada Lampiran 12, dan daftar bobot akhir dapat diamati pada Lampiran 13. Pembentukan Model Taksonometri Subclass Sebanyak 27 percobaan dilakukan untuk mengombinasikan berbagai parameter yang telah ditetapkan dalam pembentukan model taksonomi subclass. Hasil dari percobaan ini adalah grafik IDB pada Gambar 10, dan data lengkapnya dapat diamati pada Lampiran 14. Pada Gambar 10 dapat diamati adanya beberapa IDB yang bernilai jauh lebih kecil dibandingkan yang lainnya, yaitu berkisar antara , sementara nilai IDB yang lainnya berkisar antara 3 4. Pemeriksaan terhadap hasil clustering data pada jaringan SOM Kohonen yang memiliki IDB sangat kecil menunjukkan adanya underfitting, yaitu kegagalan jaringan untuk melakukan clustering terhadap data dengan baik akibat i 1 i 2 i 3 α i δ i Gambar 10 IDB pada percobaan model taksonometri subclass. menurunnya kemampuan jaringan dalam melakukan generalisasi terhadap data (Palit & Popovic 2005). Pada kasus ini, jaringan tersebut gagal melakukan pengelompokan data ke dalam empat cluster yang tersedia secara merata, karena didapatkan adanya jumlah data pada satu cluster yang mencapai 80% dari data keseluruhan, yang berakibat pada buruknya hasil clustering secara keseluruhan. Dengan demikian, nilai IDB terbaik didapatkan dari seleksi pada jaringan yang tidak mengalami underfitting. Diperoleh nilai IDB minimum sebesar pada percobaan kedua di iterasi ketiga (i 3 ), dengan parameter ukuran lebar tetangga awal (δ i ) sebesar 3 dan nilai laju pembelajaran awal (α i ) sebesar 0.5. Bobot yang dihasilkan oleh jaringan ini akan digunakan sebagai model pada analisis taksonometri untuk tingkatan taksa subclass. Ilustrasi model ini dapat diamati pada Lampiran 15, sedangkan daftar bobot lengkapnya terdapat pada Lampiran 16. Analisis Taksonometri Ketiga model taksonometri family, ordo, dan subclass selanjutnya digunakan untuk melakukan clustering terhadap seluruh data spesimen daun. Setiap model taksonometri diharapkan akan menghasilkan cluster yang dapat merepresentasikan kesamaan ciri yang menyerupai tingkatan taksa model tersebut seperti yang ditetapkan oleh para pakar. Evaluasi Cluster Recall dan Precision Perhitungan nilai CP dan CR dilakukan untuk hasil clustering setiap tingkatan taksa untuk mengetahui efektivitas pengelompokan yang telah dilakukan. Pada ketiga model taksonometri, nilai CP diperoleh dari setiap cluster, sedangkan nilai CR didapatkan dari setiap tingkatan taksa. Rata-rata nilai CP dan CR disajikan pada Tabel 11.

20 11 Tabel 11 Nilai CP dan CR untuk ketiga model taksonometri. Model Taksonometri CP CR Family Ordo Subclass Rata-rata Nilai ideal dari CP dan CR adalah 1, yang berarti setiap cluster tepat terisi oleh satu taksa, dan setiap taksa tepat mengisi satu cluster. Pada kondisi ideal, CP dan CR yang bernilai 1 menunjukkan bahwa kesesuaian model taksonometri dengan hasil taksonomi dari para pakar bernilai 100%. Dari Tabel 11 didapatkan rata-rata nilai CP untuk seluruh model taksonometri adalah 0.629, sedangkan rata-rata nilai CR sebesar Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa model taksonometri yang dibangun pada penelitian ini belum mencapai tingkat kesesuaian 100% dengan hasil taksonomi dari para pakar. Salah satu penyebab kurang optimalnya tingkat kesesuaian ini terdapat pada metode yang digunakan, antara lain representasi data input dan fungsi jarak. Penggunaan fungsi jarak Mahalanobis diperkirakan belum dapat menggambarkan secara tepat jarak antar vektor dengan representasi data yang digunakan dalam penelitian ini. Jarak Mahalanobis pada umumnya dapat digunakan secara optimal pada data kontinu. Untuk tipe data yang digunakan pada penelitian ini, pengukuran jaraknya dapat diperbaiki dengan cara menggunakan pengukuran similaritas, yang lebih memperhatikan tingkat kesamaan antara dua vektor dibandingkan dengan perbedaannya (Pedrycz 2005). Penentuan target clustering yang disesuaikan dengan jumlah taksa pada model taksonometri juga berperan dalam nilai CP dan CR yang diperoleh. Dari target awal yang ditetapkan pada ruang lingkup penelitian ini, diperoleh kesimpulan bahwa setiap taksa tidak dapat tercluster dengan tepat ke cluster yang berbeda. Di lain pihak, apabila target clustering dibebaskan, maka terdapat kemungkinan bahwa akan ditemukan model taksonometri pada setiap tingkatan taksa yang menghasilkan nilai CP dan CR yang lebih baik, dengan jumlah cluster yang berbeda dengan jumlah taksa pada awalnya. Apabila ditinjau dari sisi ilmu taksonomi, kurang optimalnya hasil clustering juga disebabkan oleh penggunaan karakter tumbuhan pada penelitian ini yang terbatas pada morfologi daun, sementara taksonomi yang dilakukan oleh para pakar menggunakan seluruh karakter yang terdapat pada tumbuhan. Meskipun demikian, tingkat kesesuaian ini menunjukkan bahwa karakter morfologi daun memiliki potensi untuk digunakan dalam identifikasi dan klasifikasi tumbuhan. Representasi Pengetahuan Representasi pengetahuan didapatkan dari analisis terhadap hasil clustering yang dilakukan pada taksonometri family, ordo, dan subclass. Pembahasan terhadap hasil taksonometri akan dilakukan untuk setiap model taksonometri. Representasi pengetahuan secara umum akan diperoleh dari kesimpulan terhadap pembahasan tersebut. Hasil clustering untuk setiap model disajikan dalam dua tabel, yaitu tabel deskripsi cluster dan tabel deskripsi taksa. Tabel deskripsi cluster mencakup jumlah anggota setiap cluster, persentasenya terhadap jumlah data secara keseluruhan, dan nilai CP untuk cluster tersebut. Nilai CP didapatkan dari banyaknya anggota taksa yang secara dominan mengisi cluster tersebut dibagi dengan banyaknya anggota cluster. Cluster dengan nilai CP sebesar 1 berarti cluster tersebut tepat terisi oleh satu taksa. Tabel deskripsi taksa menjelaskan mengenai jumlah anggota taksa, jumlah cluster yang terisi oleh taksa tersebut (sebaran cluster), dan nilai CR untuk taksa tersebut. Nilai CR diperoleh dari banyaknya anggota taksa tersebut yang secara dominan mengisi salah satu cluster dibagi dengan banyaknya anggota taksa tersebut. Nilai CR sebesar 1 pada suatu taksa memiliki arti bahwa taksa tersebut tepat mengisi satu cluster. Deskripsi cluster dan taksa hasil taksonometri family disajikan pada Tabel 12 dan Tabel 13. Hasil taksonometri ordo dapat diamati pada Tabel 14 untuk deskripsi cluster dan Tabel 15 untuk deskripsi taksa. Tabel 16 dan Tabel 17 memuat deskripsi cluster dan taksa untuk hasil taksonometri subclass. Untuk melengkapi tabel deksripsi cluster dan deskripsi taksa untuk setiap model taksonometri, disajikan pula rincian hasil taksonometri ketiga taksa ini pada Lampiran 17, Lampiran 18, dan Lampiran 19.

21 12 Taksonometri Family Gambar 11 dan 12 memperlihatkan diagram batang untuk nilai CP dan CR setiap cluster dan family pada hasil taksonometri ini. Dari kedua gambar tersebut, dapat diamati bahwa terdapat beberapa cluster dan family yang memiliki nilai CP dan CR yang tinggi, sementara yang lainnya memiliki nilai yang cukup rendah. Pada Gambar 11 dapat diamati bahwa sebanyak 5 dari 21 cluster memiliki nilai CP sebesar 1, yang artinya cluster tersebut terisi oleh tepat satu family. Meskipun demikian, pengamatan pada Lampiran 17 menunjukkan bahwa diantara kelima cluster tersebut, terdapat cluster 3, 5, dan 11 yang diisi oleh family yang sama, yaitu Euphorbiaceae. Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 13 dan Gambar 12, family ini memiliki jumlah Tabel 12 Deskripsi cluster hasil taksonometri family. Cluster Anggota Anggota (n) (%) CP anggota terbesar, namun ia juga tersebar ke banyak cluster sehingga ia memiliki nilai CR yang terendah diantara family yang lain. Hal ini menunjukkan adanya variasi morfologi daun yang cukup tinggi pada family ini, sehingga tidak seluruhnya dapat terkelompok menjadi satu cluster. Family Euphorbiaceae juga dominan pada cluster dengan anggota terbanyak, yaitu cluster 6, 15, dan 17. Dari Tabel 12 dapat diamati bahwa ketiga cluster ini memiliki anggota terbanyak, tetapi nilai CP ketiganya hanya berkisar antara Family lainnya yang juga dominan di ketiga cluster ini adalah family Rubiaceae, seperti yang ditunjukkan pada Lampiran 17. Terkelompoknya kedua family ini secara dominan pada beberapa cluster yang sama memperlihatkan adanya kesamaan dalam morfologi daun keduanya. Tabel 13 Deskripsi taksa hasil taksonometri family. No Family Jumlah Sebaran Anggota Cluster CR 1 Annonaceae Apocynaceae Burseraceae Clusiaceae Elaeocarpaceae Euphorbiaceae Fabaceae Flacourtiaceae Icacinaceae Lauraceae Loganiaceae Meliaceae Monimiaceae Myrsinaceae Myrtaceae Polygalaceae Rhizophoraceae Rubiaceae Sabiaceae Sapindaceae Verbenaceae CP Cluster Gambar 11 Cluster precision taksonometri family. CR Family Gambar 12 Cluster recall taksonometri family.

22 13 Diantara cluster dengan CP tertinggi, hanya satu cluster yang memiliki jumlah anggota lebih dari lima, yaitu cluster 21. Lampiran 17 menunjukkan bahwa tujuh dari anggota family Myrtaceae merupakan anggota cluster tersebut, sementara dua sisanya tersebar ke cluster lain. Dari Tabel 13 diperoleh bahwa family ini memiliki nilai CR sebesar 0.78, yang merupakan nilai CR terbesar pada family dengan jumlah anggota lebih dari lima. Dapat diamati bahwa family ini memiliki variasi morfologi daun yang relatif rendah hingga sebagian besarnya dapat terkelompok ke dalam satu cluster. Pada umumnya, cluster lainnya terisi oleh family yang beragam, baik pada cluster dengan jumlah anggota kurang dari lima ataupun lebih. Misalnya, cluster 14 memiliki dua anggota yang berasal dari family Lauraceae dan Myrtaceae. Cluster dengan nilai CP terendah, yaitu cluster 8, terisi oleh 6 anggota dari 6 family yang berbeda, seperti terlihat pada Gambar 11 dan Lampiran 17. Tabel 14 Deskripsi cluster hasil taksonometri ordo. Cluster Anggota Anggota (n) (%) CP Gambar 12 menunjukkan bahwa terdapat 7 dari 21 family dengan nilai CR sebesar 1, berarti family tersebut tepat mengisi satu cluster. Akan tetapi hal ini tidak cukup menunjukkan kinerja model taksonometri ini, karena dapat dilihat pada Tabel 13 bahwa 6 dari 7 family tersebut hanya memiliki satu anggota, dan Lampiran 17 menunjukkan bahwa cluster-cluster yang diisi oleh keenam family ini juga terisi oleh family lainnya, yang membuat nilai CP mereka tidak maksimal. Taksonometri Ordo Diagram nilai CP dan CR dari hasil taksonometri ordo disajikan pada Gambar 13 dan 14. Dari 17 cluster hasil taksonometri ini, terdapat enam cluster dengan CP bernilai 1, sementara satu cluster tidak memiliki anggota, yaitu cluster 15. Dari keenam cluster dengan nilai CP tertinggi, tiga diantaranya yaitu cluster 6, 9, dan 12 terisi oleh ordo yang sama, yaitu ordo Euphorbiales. Tabel 15 menunjukkan bahwa meskipun jumlah anggotanya terbanyak, ordo ini memiliki nilai Tabel 15 Deskripsi taksa hasil taksonometri ordo. No Ordo Jumlah Sebaran Anggota Cluster CR 1 Celastrales Euphorbiales Fabales Gentianales Lamiales Laurales Magnoliales Malvales Myrtales Polygalales Primulales Ranunculales Rhizophorales Rubiales Sapindales Theales Violales CP Cluster CR Ordo Gambar 13 Cluster precision taksonometri ordo. Gambar 14 Cluster recall taksonometri ordo.

23 14 CR yang rendah karena tersebar ke 12 cluster. Nilai CR sebesar 0.33 yang dimilikinya cukup rendah dibandingkan dengan ordo yang lain, seperti terlihat pada Gambar 14. Seperti halnya family Euphorbiaceae, dapat disimpulkan bahwa ordo ini juga memiliki variasi morfologi daun yang cukup tinggi. Cluster 16 dan 17 yang juga memiliki nilai CP sebesar 1 terisi oleh ordo Myrtales, yang pada taksonometri family juga menempati satu cluster yang sama. Pengamatan pada Tabel 15 menunjukkan bahwa ordo ini memiliki nilai CR sebesar Meskipun pada Gambar 14 dapat diamati bahwa nilai ini cukup rendah dibandingkan dengan nilai keseluruhan, tetapi nilai ini adalah yang terbesar diantara ordo lainnya dengan jumlah anggota lebih dari lima. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa variasi morfologi daun pada ordo Myrtales cukup rendah, sehingga dapat terkelompok ke dalam cluster yang berbeda. Nilai CP terendah adalah 0.17 yang terdapat pada cluster 11, yang juga merupakan salah satu cluster dengan jumlah anggota terbanyak, seperti terlihat pada Tabel 14. Selain cluster 11, jumlah anggota terbanyak juga terdapat pada cluster 3 dan 12. Ketiga cluster ini diisi oleh beragam ordo, tetapi seperti yang terdapat pada taksonometri family, secara umum ketiga cluster tersebut masih didominasi oleh ordo Euphorbiales dan Rubiales. Seperti halnya pada taksonometri family, terkelompoknya kedua ordo ini ke dalam cluster yang sama menguatkan kesimpulan bahwa terdapat kesamaan morfologi daun yang cukup tinggi pada kedua ordo tersebut. Tabel 14 juga menunjukkan bahwa jumlah cluster yang memiliki anggota kurang dari lima masih cukup besar. Terdapat 9 dari 17 cluster yang termasuk ke dalam kategori ini. Salah satu cluster yang mempertahankan konsistensi anggotanya adalah cluster 14 yang diisi oleh ordo Laurales dan Myrtales, sama halnya dengan hasil dari taksonometri family. Pada Gambar 14 dapat diamati bahwa sebanyak 6 dari 17 ordo memiliki nilai CR sebesar 1. Akan tetapi, keenamnya memiliki jumlah anggota kurang dari lima. Di sisi lain, nilai CR terendah terdapat pada ordo Sapindales, yaitu sebesar Hal ini dikarenakan ordo Sapindales yang anggotanya berjumlah 15 tersebar ke 7 cluster, yang menunjukkan tingginya variasi morfologi daun pada ordo ini, seperti halnya ordo Euphorbiales dan Laurales pada Tabel 15. Taksonometri Subclass Taksonometri subclass menghasilkan empat buah cluster dengan nilai CP dan CR yang beragam, seperti ditunjukkan pada Gambar 15 dan 16. Keempat cluster ini memiliki karakteristik yang unik dan dapat memberikan informasi mengenai hubungan dari morfologi daun antara beberapa subclass, ordo, dan family pada class Magnoliopsida. Gambar 15 menunjukkan bahwa nilai CP tertinggi terdapat pada cluster 1. Dari Tabel 16 dapat diamati bahwa cluster ini diisi oleh tujuh anggota, dan dari Lampiran 12 diperoleh bahwa ketujuhnya berasal dari subclass Rosidae. Penelusuran pada data menunjukkan bahwa ketujuh anggota tersebut berasal dari ordo Myrtales dan family Myrtaceae. Lebih jauh lagi, enam dari tujuh anggota cluster 1 berasal dari satu genus yang sama, yaitu genus Syzygium. Genus ini memiliki jumlah species terbesar dari seluruh data spesimen daun, yaitu 7 dari 86 species, atau sama dengan 8.14% dari seluruh data. Cluster 2 yang memiliki CP terendah hanya diisi oleh dua anggota, yaitu dari subclass Magnoliidae dan Rosidae, seperti ditunjukkan pada Lampiran 12. Kedua anggota ini berasal dari ordo Laurales dan Myrtales, yang juga menempati satu cluster pada taksonometri ordo, yaitu cluster 14. Pada tingkatan taksa family, kedua anggota ini berasal dari family Lauraceae dan Myrtaceae, yang juga menempati satu cluster pada taksonometri family, yaitu cluster 14. Model taksonomi menempatkan keduanya secara konsisten ke dalam cluster yang sama. Dengan demikian, SOM Kohonen mengungkapkan adanya kedekatan karakter morfologi daun antara kedua jenis tanaman ini, meskipun secara taksonomi keduanya berbeda subclass, ordo, dan family. Melalui Tabel 16 dan Lampiran 12, dapat diamati bahwa cluster 3 dan 4 memiliki jumlah anggota yang paling besar, dan keduanya didominasi oleh subclass Asteridae dan Rosiidae. Dari kedua subclass tersebut, ordo yang dominan adalah Euphorbiales dan Rubiales, dan family yang dominan adalah Euphorbiaceae dan Rubiaceae. Pada taksonometri ordo dan family, kedua ordo dan family ini pun selalu menempati posisi yang dominan pada cluster dengan jumlah anggota terbanyak.

24 15 Tabel 16 Deskripsi cluster hasil taksonometri subclass. Cluster Anggota Anggota (n) (%) CP Tabel 17 Deskripsi taksa hasil taksonometri subclass. Subclass Jumlah Sebaran Anggota Cluster CR Asteridae Dilleniidae Magnoliidae Rosidae CP CR Cluster Subclass Gambar 15 Cluster precision taksonometri subclass. Sebagian kecil dari anggota cluster 3 dan 4 juga berasal dari kedua subclass lainnya, yaitu Dilleniidae dan Magnoliidae. Meskipun kedua subclass ini memiliki jumlah anggota yang relatif sedikit, dikelompokkan-nya mereka ke dalam cluster yang sama dengan subclass Asteridae dan Rosiidae menunjukkan adanya kesamaan morfologi daun yang cukup tinggi diantara keempat subclass ini, yang menyebabkan sulitnya memisahkan mereka secara sepenuhnya ke dalam empat cluster sesuai dengan subclass masing-masing. Tabel 17 bersama dengan Gambar 16 mengungkapkan tinggi atau rendahnya variasi morfologi daun pada setiap subclass. Subclass Magnoliidae memiliki variasi morfologi daun yang relatif tinggi, ditunjukkan dengan nilai CR yang terendah diantara subclass lainnya. Nilai CR yang cukup tinggi yang dimiliki subclass Dilleniidae dan Asteridae dapat diartikan bahwa kedua subclass ini memiliki variasi morfologi daun yang cukup rendah. Subclass Rosidae dengan jumlah anggota terbesar ternyata memiliki variasi morfologi daun yang cukup tinggi diantara anggotanya, hal ini ditunjukkan dengan tersebarnya anggota subclass Rosidae ke dalam keempat cluster hasil taksonometri subclass. Representasi Umum Ketiga model taksonometri yang dibangun tidak dapat memisahkan sepenuhnya setiap tingkatan taksa ke dalam cluster-cluster tersendiri sesuai dengan hasil taksonomi dari para pakar. Hal ini disebabkan adanya variasi morfologi daun yang cukup tinggi pada keempat subclass pada kelas Magnoliopsida. Gambar 16 Cluster recall taksonometri subclass. Demikian pula halnya untuk 17 ordo dan 21 family yang tidak dapat terpisahkan dengan nilai CP dan CR yang mendekati 1. Pada family Euphorbiaceae yang memiliki jumlah species terbanyak, variasi morfologi daun yang dimiliki anggotanya terlihat cukup tinggi, sehingga hasil taksonometri family menunjukkan bahwa anggota dari family ini tersebar ke sejumlah 13 dari 21 cluster family. Demikian pula pada taksonometri ordo yang menghasilkan tersebarnya ordo Euphorbiales ke sejumlah 12 dari 17 cluster ordo. Akan tetapi, ada pula tingkatan taksa yang memiliki kesamaan dalam morfologi daunnya yang dapat teridentifikasi oleh SOM Kohonen pada setiap tingkatan taksonometri, yaitu pada subclass Rosidae, ordo Myrtales, family Myrtaceae, genus Syzygium. Hal ini menunjukkan rendahnya variasi morfologi spesimen daun pada takson tersebut. Representasi pengetahuan yang telah dilakukan memperlihatkan adanya konsistensi pada hasil taksonometri family, ordo, dan subclass, sehingga menunjukkan adanya keterkaitan antara ketiga taksonometri tersebut. Hal ini sejalan dengan prinsip taksonomi secara umum yang melakukan pengelompokan berdasarkan kedekatan karakter, dimana setiap tingkatan taksa memiliki keterkaitan dengan tingkatan taksa di atasnya berdasarkan pada karakter yang dimiliki oleh tingkatan taksa tersebut (Tjitrosoepomo 2005).

25 16 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Taksonometri yang telah dilakukan terhadap 126 spesimen daun Dikotiledon kelas Magnoliopsida yang berfokus kepada tingkatan taksa family, ordo, dan subclass menghasilkan nilai rata-rata cluster precision (CP) sebesar dan rata-rata cluster recall (CR) sebesar Hasil terbaik dicapai oleh taksonometri subclass dengan nilai CP sebesar dan nilai CR sebesar Hasil yang diperoleh dari penelitian ini dipengaruhi oleh metode clustering dan data yang digunakan. Beberapa faktor yang berpengaruh dalam metode clustering diantaranya adalah representasi data input, jumlah neuron output, dan fungsi jarak yang digunakan pada SOM Kohonen. Adapun jenis data yang digunakan, dalam hal ini keterbatasan pada karakter morfologi daun, juga berpengaruh terhadap hasil pengelompokan data spesimen tumbuhan, karena morfologi daun hanyalah merupakan sebagian kecil dari ciri tumbuhan yang digunakan dalam taksonomi secara keseluruhan. Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada kelas Magnoliopsida terdapat variasi morfologi daun yang cukup tinggi dalam setiap tingkatan taksanya. Hal ini menyebabkan sulitnya memisahkan setiap tingkatan taksa ke dalam kelas-kelas yang terpisah, sesuai dengan definisi dari pakar taksonomi. Ketiga model taksonometri yang dibangun untuk merepresentasikan tiga tingkatan taksa yang berbeda menunjukkan adanya konsistensi dalam hasil taksonometri yang dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa SOM Kohonen dapat digunakan untuk melakukan analisis taksonometri terhadap karakter morfologi daun sebagai salah satu karakter kualitatif yang dimiliki oleh tumbuhan. Dalam hal taksonometri tumbuhan, karakter morfologi daun memberikan hasil yang prospektif untuk digunakan sebagai salah satu cara dalam melakukan identifikasi dan pengelompokan tumbuhan. Meskipun demikian, taksonometri terhadap karakter morfologi daun tidak dapat menggantikan secara sepenuhnya sistem taksonomi yang telah dibangun oleh para pakar, melainkan berfungsi sebagai alat penunjang terhadap analisis taksonomi modern. Saran Kinerja SOM Kohonen untuk analisis taksonometri terhadap karakter morfologi daun dapat ditingkatkan dengan cara: - Penggunaan topologi SOM Kohonen dua dimensi grid atau heksagonal. - Penentuan jumlah neuron output yang tidak dibatasi pada jumlah taksa. - Penggunaan fungsi jarak yang lebih tepat untuk tipe data input. - Pemilihan parameter jaringan yang berbeda, misalnya pada fungsi tetangga h(t) atau perubahan laju pembelajaran α(t). Dalam hal metode clustering yang digunakan, saran untuk penelitian selanjutnya diantaranya: - Penelitian dengan metode hierarchical clustering untuk mengetahui tahapan penggabungan setiap objek. - Perbandingan antara kinerja SOM Kohonen dan metode analisis cluster lainnya dalam taksonometri karakter morfologi daun. Hasil clustering data spesimen daun yang lebih baik juga dapat diperoleh dengan cara: - Pengaturan terhadap data spesimen daun agar tersebar merata di setiap taksa. - Pemilihan yang lebih seksama terhadap karakter spesimen daun untuk memperoleh karakter-karakter yang sepenuhnya mewakili variasi morfologi daun pada tingkatan taksa tertentu. Saran yang diajukan untuk eksplorasi kinerja taksonometri secara umum adalah: - Penggunaan karakter morfologi tumbuhan lainnya, misalnya morfologi bunga, untuk analisis taksonometri. - Penggunaan kombinasi morfologi daun dengan morfologi tumbuhan lainnya, seperti bunga, batang, dan akar. DAFTAR PUSTAKA Ash A, Ellis B, Hickey LJ, Johnson K, Wilf P, Wing S Manual of Leaf Architecture - morphological description and categorization of dicotyledonous and net-veined monocotyledonous angiosperms by Leaf Architecture Working Group. Washington : Smithsonian Institution. Astel A, Tsakovski S, Barbieri P, Simeonov V Comparison of Self-Organizing Maps Classification Approach with

26 17 Cluster and Principal Component Analysis for Large Environmental Data Sets. Journal of Water Research 41 (2007) locate/watres [24 Desember 2007] Bolshakova N, Azuaje F Cluster Validation Techniques for Genome Expression Data. Technical Report, Department of Computer Science, Trinity College Dublin. publications/tech-reports/reports.02/tcd- CS pdf [12 Desember 2008] Fausett L Fundamentals of Neural Networks. New Jersey : Prentice Hall. Freeman JA, Skapura DM Neural Networks: Algorithms, Applications, and Programming Techniques. New York : Addison Wesley. Fu LM Neural Networks in Computer Intelligence. New York : McGraw-Hill. Gunter S, Bunke H Validation Indices for Graph Clustering. Department of Computer Science, University of Bern. s/clusterval.ps.gz [12 Desember 2008] Kohonen T Self-organizing Maps. Springer, Heidelberg (3rd Ed.). Larose DT Discovering Knowledge in Data: An Introduction to Data Mining. USA : John Wiley & Sons. Madarum A Self Organizing Map untuk Analisis Klaster pada Spesimen Daun Famili Dikotiledon [skripsi]. Departemen Ilmu Komputer, FMIPA, Institut Pertanian Bogor. Naik VN Taxonomy of Angiosperms. New York : McGraw-Hill. Palit AK, Popovic D Computational Intelligence in Time Series Forecasting: Theory and Engineering Applications. London : Springer. Paulson DS Applied Statistical Design for The Researcher. USA : Marcel Dekker, Inc. Pedrycz W Knowledge-Based Clustering : From Data to Information Granules. USA : John Wiley & Sons, Inc. Rasnovi S Kajian Pemakaian Morfologi Daun untuk Identifikasi Jenis pada Beberapa Famili Dikotiledon Berhabitus Pohon di Sumatera [tesis]. Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Salazar GEJ, Veles AC, Parra MCM, Ortega LO A Cluster Validity Index for Comparing Non-Hierarchical Clustering Methods. salazar02cluster.pdf [23 Februari 2007] Salwana SH, Norwati M, Mahani MC, Rasip AGA, Rosli HM Evaluation of The Relatedness between The Two Entities of Endospermum diadenum (MIQ) Airy Shaw using Morphological Characteristics and Cytological Analysis. Forest Research Institute Malaysia (FRIM). Highlight/IRPA_2007/SitiSalwana.pdf [12 Desember 2008] Sokal RR, Sneath PHA Principles of Numerical Taxonomy. San Fransisco : WH Freeman & Company. Stace CA Plant Taxonomy and Biosystematics. London : Edward Arnold Publishers. Tan PN, Steinbach M, Kumar V Introduction to Data Mining Lecture Notes. ~kumar/dmbook/dmslide/chap2_data.ppt [23 Februari 2007] Tirozzi B, Bianchi D, Ferraro E Introduction to Computational Neurobiology and Clustering. Singapore : World Scientific. Tjitrosoepomo G Taksonomi Umum: Dasar-dasar Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Walpole RE Pengantar Statistika Edisi ke-3. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Wu SG, Bau FS, Xu EY, Wang YX, Chang YF, Xiang QL A Leaf Recognition Algorithm for Plant Classification Using Probabilistic Neural Network. [12 Desember 2008]

27 LAMPIRAN 18

28 19 Lampiran 1 Contoh data spesimen daun sebelum kodefikasi No Family Species MorphotypeID List Criteria 1 Meliaceae Aglaia multinervis Meliaceae Aglaia silvestris Euphorbiaceae Antidesma montanum Euphorbiaceae Antidesma neurocarpum Euphorbiaceae Antidesma neurocarpum Euphorbiaceae Antidesma tomentosum Euphorbiaceae Antidesma tomentosum Euphorbiaceae Antidesma tomentosum Myrsinaceae Ardisia teysmanniana Euphorbiaceae Baccaurea deflexa Euphorbiaceae Baccaurea deflexa Euphorbiaceae Baccaurea javanica Euphorbiaceae Baccaurea minor Euphorbiaceae Baccaurea pyriformis Euphorbiaceae Baccaurea pyriformis Euphorbiaceae Baccaurea pyriformis Euphorbiaceae Bridelia insulana Euphorbiaceae Bridelia tomentosa Clusiaceae Calophyllum soulattri Burseraceae Canarium littorale

29 20 Lampiran 2 CriteriaID Contoh daftar karakter morfologi daun sebelum kodefikasi Criteria ID Level Compound leaf unifoliolate Compound leaf pedately compound Compound leaf palmately compound Compound leaf pinnately compound abruptely pinnatus Compound leaf pinnately compound imparipinnatus Compound leaf pinnately compound on which the number of leaflets is not ascertainable Compound leaf pinnately compound with leaflets opposite Compound leaf pinnately compound with leaflets alternate Compound leaf pinnately compound with leaflets interruptedly pinnate Compound leaf pinnately compound with the tip of the rachis free Compound leaf pinnately compound with the tip of the rachis not free Compound leaf pinnately compound with leaflets unipinnatus Compound leaf pinnately compound with leaflets bipinnate Compound leaf pinnately compound with leaflets tripinnate Compound leaf pinnately compound without petiolules on leaflets Compound leaf pinnately compound, leaflets have petiolules Simple leaf Alternate phyllotaxis Opposite phyllotaxis Whorled phyllotaxis Mixed phyllotaxis alternate and opposite, the leaves have the same size at opposite nodes Mixed phyllotaxis alternate and opposite, the leaves have a different size at opposite nodes Mixed phyllotaxis alternate and whorled Pseudo-whorled phyllotaxis Absence of stipules Stipules not fused Stipules fused Foliaceous stipules Triangle stipules Scale shaped stipules Stipules margin entire Stipules margin pectinate Stipules margin serrate Stipules persistant Stipules non persistant Short stipules Intermediate stipules Long stipules The presence or absence of stipules is not ascertainable Absence of stipels Presence of stipels Shape of the apex of lamina acute simple Shape of the apex of lamina acute mucronate Shape of the apex of lamina acute acuminate Shape of the apex of lamina acute attenuate Shape of the apex of lamina acute caudate 6 22 ID Level Shape of the apex of lamina acute, whether it is simple, mucronate, acuminate, attenuate or caudate is not ascertainable Shape of the apex of lamina obtuse simple Shape of the apex of lamina obtuse mucronate Shape of the apex of lamina obtuse acuminate Shape of the apex of lamina obtuse attenuate Shape of the apex of lamina obtuse caudate Shape of the apex of lamina obtuse, whether it is simple, mucronate, acuminate, attenuate or caudate is not ascertainable Shape of the apex of lamina rounded simple 6 27

30 21 Lampiran 3 Kode Rincian kodefikasi karakter morfologi daun Karakter 1 Jenis daun berdasarkan ada tidaknya anak daun (simple or compound leaf) 0 (N.A.) 1 Daun majemuk --- beranak daun satu (compound leaf unifoliolate) 2 Daun majemuk --- beranak daun lebih dari satu (compound leaf bifoliolate or more) 3 Tidak ada anak daun --- daun tunggal (simple leaf) 2 Susunan daun pada batang (leaf arrangement / phyllotaxis) 0 (N.A.) 1 Setiap buku hanya satu daun (tersebar) --- (alternate phyllotaxis) 2 Setiap buku mempunyai dua daun (berhadapan) --- (opposite phyllotaxis) 3 Setiap buku mempunyai dua daun atau lebih (berkarang) --- (whorled phyllotaxis) 4 Campuran alternate dan opposite (mixed phyllotaxis alternate and opposite) 5 Campuran alternate dan whorled (mixed phyllotaxis alternate and whorled) 6 Daun kelihatan seperti berkarang (pseudo-whorled phyllotaxis) 3 Ada tidaknya stipula (presence or absence of stipules) 0 (N.A.) 1 Tidak memiliki stipula (absence of stipules) 2 Memiliki stipula (presence of stipules) 4 Ada tidaknya stipel (presence or absence of stipels) 0 (N.A.) 1 Tidak ada stipel (absence of stipels) 2 Ada stipel (presence of stipels) 5 Helaian daun (shape of the lamina) 0 (N.A.) 1 Bulat memanjang (oblong) 2 Jorong (elliptic) 3 Bulat telur (ovate) 4 Bulat telur terbalik (obovate) 5 Bulat (rounded) 6 Ujung daun (shape of the apex of lamina) 0 (N.A.) 1 Runcing (acute) 2 Tumpul (obtuse) 3 Membulat (rounded) 4 Rumpang (truncate) 7 Pangkal daun (shape of the base of lamina) 0 (N.A.) 1 Runcing (acute) 2 Tumpul (obtuse) 3 Membulat (rounded) 4 Rumpang (truncate) 5 Berlobus (lobate) 6 Perisai (peltate) 7 Menirus (attenuate) 8 Tidak stabil (variative) 9 Tidak simetri (asymmetrical) 8 Tepi daun (type of the margin) 0 (N.A.) 1 Rata; halus (margin smooth) 2 Tidak rata (margin not smooth) 9 Ada tidaknya kelenjar daun (presence absence of glands on leaf) 0 (N.A.) 1 Tidak ada kelenjar daun (absence of glands) 2 Ada kelenjar daun (presence of glands) Keterangan: karakter (bold) -- state (not bold)

31 22 Lampiran 3 Lanjutan Kode Karakter 10 Tangkai daun atau ibu tangkai daun (petiole or rachis characteristics) 0 (N.A.) 1 Tidak ada tangkai daun (absence of petiole or rachis / sessile leaf) 2 Ada tangkai daun (presence of petiole or rachis) 11 Tipe pertulangan daun (type of venation) 0 (N.A.) 1 Menyirip (pinnate) 2 Acrodromous 3 Actinodromous 4 Palinactinodromous 12 Pola urat daun tersier (pattern of tertiary veins) 0 (N.A.) 1 Bercabang (ramified) 2 Menjala (reticulate) 3 Percurrent 13 Arah urat daun primer (course of the primary vein) 0 (N.A.) 1 Lurus tidak bercabang (straight and unbranched) 2 Lurus dan bercabang (straight and branched) 3 Melengkung nyata (markedly curved) 14 Ada tidaknya vena intramarginal (presence or absence of intramarginal vein) 0 (N.A.) 1 Tidak ada (absence) 2 Ada (presence) 15 Ada tidaknya duri (presence or absence of spines) 0 (N.A.) 1 Tidak ada (absence) 2 Ada (presence) 16 Ada tidaknya gabus (presence or absence of pith) 0 (N.A.) 1 Tidak ada (absence) 2 Ada (presence) 17 Ada tidaknya getah (presence or absence of exudate) 0 (N.A.) 1 Tidak ada (absence) 2 Ada (presence) 18 Ada tidaknya rambut (hairiness characteristics) 0 (N.A.) 1 Tidak ada (absence) 2 Ada (presence) 19 Ada tidaknya bintik (presence or absence of dots on lamina) 0 (N.A.) 1 Tidak ada (absence) 2 Ada (presence) 20 Ada tidaknya domatia (presence or absence of domatia on lamina) 0 (N.A.) 1 Tidak ada (absence) 2 Ada (presence) 21 Paralel tidaknya urat daun sekunder (parallelism of secondary veins) 0 (N.A.) 1 Ya (yes) 2 Tidak (no) Keterangan: karakter (bold) -- state (not bold)

32 23 Lampiran 4 Ilustrasi karakter morfologi daun Leaf organization Leaf arrangement Leaf arrangement

33 24 Lampiran 4 Lanjutan Shape of the lamina Shape of the apex of the lamina

34 25 Lampiran 4 Lanjutan Shape of the base of the lamina Type of the margin Type of venation Lampiran 4 Lanjutan Pattern of tertiary veins

35 26 Lampiran 4 Lanjutan Pattern of tertiary veins Intramarginal vein

Lampiran 1 Contoh data spesimen daun sebelum kodefikasi No Family Species MorphotypeID List Criteria 1 Meliaceae Aglaia multinervis 771

Lampiran 1 Contoh data spesimen daun sebelum kodefikasi No Family Species MorphotypeID List Criteria 1 Meliaceae Aglaia multinervis 771 LAMPIRAN 18 19 Lampiran 1 Contoh data spesimen daun sebelum kodefikasi No Family Species MorphotypeID List Criteria 1 Meliaceae Aglaia multinervis 771 891 893 897 898 902 904 911 928 958 987 1022 1041

Lebih terperinci

UNTUK ANALISIS KLASTER PADA SPESIMEN DAUN FAMILI DIKOTILEDON

UNTUK ANALISIS KLASTER PADA SPESIMEN DAUN FAMILI DIKOTILEDON SELF ORGANIZING MAP UNTUK ANALISIS KLASTER PADA SPESIMEN DAUN FAMILI DIKOTILEDON Prapto Tri Supriyo 1, Panji Wasmana 2, Arum Madarum 3 1 Staft Departemen Matematika, Fakultas Matematika dan IPA, Institut

Lebih terperinci

Training. Level Transformasi Wavelet. Banyak Fitur. Ukuran Dimensi. 0 40x x30 600

Training. Level Transformasi Wavelet. Banyak Fitur. Ukuran Dimensi. 0 40x x30 600 Citra asli Citra ya Inisialisasi: Topologi jaringan, Bobot awal, Lebar tetangga, Nilai laju awal pembelajaran Kriteria pemberhentian Training Error> -6 Epoch< 4 Alpha> HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian

Lebih terperinci

Lingkungan Implementasi Clustering Menggunakan SOM HASIL DAN PEMBAHASAN Pengumpulan Data Perkembangan Anak Validasi Cluster Menggunakan

Lingkungan Implementasi Clustering Menggunakan SOM HASIL DAN PEMBAHASAN Pengumpulan Data Perkembangan Anak Validasi Cluster Menggunakan sehingga dapat diproses dengan SOM. Pada tahap seleksi data, dipilih data perkembangan anak berdasarkan kategori dan rentang usianya. Kategori perkembangan tersebut merupakan perkembangan kognitif, motorik

Lebih terperinci

PENGUKURAN KEMIRIPAN CITRA BERBASIS WARNA, BENTUK, DAN TEKSTUR MENGGUNAKAN BAYESIAN NETWORK RIZKI PEBUARDI

PENGUKURAN KEMIRIPAN CITRA BERBASIS WARNA, BENTUK, DAN TEKSTUR MENGGUNAKAN BAYESIAN NETWORK RIZKI PEBUARDI PENGUKURAN KEMIRIPAN CITRA BERBASIS WARNA, BENTUK, DAN TEKSTUR MENGGUNAKAN BAYESIAN NETWORK RIZKI PEBUARDI DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

2.1 Definisi Operasional Indikator Pemerataan Pendidikan

2.1 Definisi Operasional Indikator Pemerataan Pendidikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Operasional Indikator Pemerataan Pendidikan Pendidikan di Indonesia diselenggarakan sesuai dengan sistem pendidikan nasional yang ditetapkan dalam UU No. 20 tahun 2003

Lebih terperinci

PENGELOMPOKAN CITRA TANDA TANGAN MENGGUNAKAN METODE SOM KOHONEN DUA DIMENSI DAN PRAPROSES WAVELET SARIBATIARA

PENGELOMPOKAN CITRA TANDA TANGAN MENGGUNAKAN METODE SOM KOHONEN DUA DIMENSI DAN PRAPROSES WAVELET SARIBATIARA PENGELOMPOKAN CITRA TANDA TANGAN MENGGUNAKAN METODE SOM KOHONEN DUA DIMENSI DAN PRAPROSES WAVELET SARIBATIARA DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

CLUSTERING MENGGUNAKAN SELF ORGANIZING MAPS (STUDI KASUS: DATA PPMB IPB)

CLUSTERING MENGGUNAKAN SELF ORGANIZING MAPS (STUDI KASUS: DATA PPMB IPB) CLUSTERING MENGGUNAKAN SELF ORGANIZING MAPS (STUDI KASUS: DATA PPMB IPB) Irman Hermadi 1, Imas S. Sitanggang 1, Edward 2 1 Staf Departemen Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan IPA, Institut Pertanian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang Latar Belakang PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan hutan hujan tropis dengan keanekaragaman spesies tumbuhan yang sangat tinggi dan formasi hutan yang beragam. Dipterocarpaceae

Lebih terperinci

UJI DAN APLIKASI KOMPUTASI PARALEL PADA JARINGAN SYARAF PROBABILISTIK (PNN) UNTUK PROSES KLASIFIKASI MUTU BUAH TOMAT SEGAR

UJI DAN APLIKASI KOMPUTASI PARALEL PADA JARINGAN SYARAF PROBABILISTIK (PNN) UNTUK PROSES KLASIFIKASI MUTU BUAH TOMAT SEGAR UJI DAN APLIKASI KOMPUTASI PARALEL PADA JARINGAN SYARAF PROBABILISTIK (PNN) UNTUK PROSES KLASIFIKASI MUTU BUAH TOMAT SEGAR oleh: MOH. KHAWARIZMIE ALIM F14101030 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

PENGGEROMBOLAN DUA TAHAP DESA-DESA DI JAWA TENGAH ALIFTA DIAH AYU RETNANI

PENGGEROMBOLAN DUA TAHAP DESA-DESA DI JAWA TENGAH ALIFTA DIAH AYU RETNANI PENGGEROMBOLAN DUA TAHAP DESA-DESA DI JAWA TENGAH ALIFTA DIAH AYU RETNANI DEPARTEMEN STATISTIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 RINGKASAN ALIFTA DIAH AYU RETNANI.

Lebih terperinci

KLASIFIKASI BENTUK DAUN MENGGUNAKAN METODE KOHONEN ABSTRAK

KLASIFIKASI BENTUK DAUN MENGGUNAKAN METODE KOHONEN ABSTRAK KLASIFIKASI BENTUK DAUN MENGGUNAKAN METODE KOHONEN Safwandi. ST., M.Kom 1, Yenni Maulida, S.T ABSTRAK Penelitian ini menjelaskan tentang suatu metode klasifikasi bentuk daun berdasarkan input berupa bentuk

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus BAB II DASAR TEORI 2.1 Meter Air Gambar 2.1 Meter Air Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus menerus melalui sistem kerja peralatan yang dilengkapi dengan unit sensor,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 21 Anatomi Ayam Pengetahuan tentang anatomi ayam sangat diperlukan dan penting dalam pencegahan dan penanganan penyakit Hal ini karena pengetahuan tersebut dipakai sebagai dasar

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 19 3. METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Kerangka pemikiran pada penelitian ini dapat digambarkan dalam suatu bagan alir seperti pada Gambar 8. Gambar 8 Diagram Alir Penelitian Pengumpulan Data

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Contoh data Shorea hasil kodefikasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Contoh data Shorea hasil kodefikasi 8 disajikan contoh data Shorea hasil kodefikasi dari beberapa karakter yang bernilai nominal. Tabel 2 Karakter daun yang bernilai nominal Karakter Nilai Kode Bentuk tulang Tidak menempel 1 daun Permukaan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI JENIS SHOREA MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK BERDASARKAN KARAKTERISTIK MORFOLOGI DAUN DEWI PUSPITASARI

IDENTIFIKASI JENIS SHOREA MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK BERDASARKAN KARAKTERISTIK MORFOLOGI DAUN DEWI PUSPITASARI IDENTIFIKASI JENIS SHOREA MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK BERDASARKAN KARAKTERISTIK MORFOLOGI DAUN DEWI PUSPITASARI DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

FUZZY-NEURO LEARNING VECTOR QUANTIZATION (FNLVQ)

FUZZY-NEURO LEARNING VECTOR QUANTIZATION (FNLVQ) BAB 2 FUZZY-NEURO LEARNING VECTOR QUANTIZATION (FNLVQ) Bab ini akan menjelaskan algoritma pembelajaran FNLVQ konvensional yang dipelajari dari berbagai sumber referensi. Pada bab ini dijelaskan pula eksperimen

Lebih terperinci

PENYELESAIAN MASALAH PENGIRIMAN PAKET KILAT UNTUK JENIS NEXT-DAY SERVICE DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK PEMBANGKITAN KOLOM. Oleh: WULAN ANGGRAENI G

PENYELESAIAN MASALAH PENGIRIMAN PAKET KILAT UNTUK JENIS NEXT-DAY SERVICE DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK PEMBANGKITAN KOLOM. Oleh: WULAN ANGGRAENI G PENYELESAIAN MASALAH PENGIRIMAN PAKET KILAT UNTUK JENIS NEXT-DAY SERVICE DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK PEMBANGKITAN KOLOM Oleh: WULAN ANGGRAENI G54101038 PROGRAM STUDI MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

CLUSTERING MENGGUNAKAN SELF ORGANIZING MAPS (STUDI KASUS: DATA PERKEMBANGAN ANAK DI KABUPATEN BOGOR) WANGI SARASWATI

CLUSTERING MENGGUNAKAN SELF ORGANIZING MAPS (STUDI KASUS: DATA PERKEMBANGAN ANAK DI KABUPATEN BOGOR) WANGI SARASWATI i CLUSTERING MENGGUNAKAN SELF ORGANIZING MAPS (STUDI KASUS: DATA PERKEMBANGAN ANAK DI KABUPATEN BOGOR) WANGI SARASWATI DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Jaringan Syaraf Tiruan Artificial Neural Network atau Jaringan Syaraf Tiruan (JST) adalah salah satu cabang dari Artificial Intelligence. JST merupakan suatu sistem pemrosesan

Lebih terperinci

Proses Pengelompompokan Saraf Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan (JST) dengan Algoritme Self-Organizing Maps (SOM)

Proses Pengelompompokan Saraf Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan (JST) dengan Algoritme Self-Organizing Maps (SOM) Prosiding Statistika ISSN: 2460-6456 Proses Pengelompompokan Saraf Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan (JST) dengan Algoritme Self-Organizing Maps (SOM) 1 Tantri Lestari, 2 Abdul Kudus, 2 Sutawanir Darwis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada bab ini akan dijelaskan bahan dan software yang digunakan

BAB III METODE PENELITIAN. Pada bab ini akan dijelaskan bahan dan software yang digunakan BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan bahan dan software yang digunakan dalam membantu menyelesaikan permasalahan, dan juga langkah-langkah yang dilakukan dalam menjawab segala permasalahan

Lebih terperinci

PENERAPAN DAN PERBANDINGAN CARA PENGUKURAN RESPON PADA ANALISIS KONJOIN

PENERAPAN DAN PERBANDINGAN CARA PENGUKURAN RESPON PADA ANALISIS KONJOIN PENERAPAN DAN PERBANDINGAN CARA PENGUKURAN RESPON PADA ANALISIS KONJOIN (Studi Kasus: Preferensi Mahasiswa Statistika IPB Angkatan 44, 45, dan 46 terhadap Minat Bidang Kerja) DONNY ARIEF SETIAWAN SITEPU

Lebih terperinci

ANALISIS PERIODISITAS SUHU DAN TEKANAN PARAS MUKA LAUT DI INDONESIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN AKTIVITAS MATAHARI R. HIKMAT KURNIAWAN

ANALISIS PERIODISITAS SUHU DAN TEKANAN PARAS MUKA LAUT DI INDONESIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN AKTIVITAS MATAHARI R. HIKMAT KURNIAWAN ANALISIS PERIODISITAS SUHU DAN TEKANAN PARAS MUKA LAUT DI INDONESIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN AKTIVITAS MATAHARI R. HIKMAT KURNIAWAN DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

EVALUASI LAPANGAN KERAGAMAN GENOTIPE-GENOTIPE SOMAKLONAL ARTEMISIA (Artemisia annua L.) HASIL INDUKSI MUTASI IRADIASI SINAR GAMMA

EVALUASI LAPANGAN KERAGAMAN GENOTIPE-GENOTIPE SOMAKLONAL ARTEMISIA (Artemisia annua L.) HASIL INDUKSI MUTASI IRADIASI SINAR GAMMA EVALUASI LAPANGAN KERAGAMAN GENOTIPE-GENOTIPE SOMAKLONAL ARTEMISIA (Artemisia annua L.) HASIL INDUKSI MUTASI IRADIASI SINAR GAMMA oleh Purwati A34404015 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH

Lebih terperinci

CLUSTERING MENGGUNAKAN SELF ORGANIZING MAPS (STUDI KASUS: DATA PPMB IPB) Oleh: EDWARD G

CLUSTERING MENGGUNAKAN SELF ORGANIZING MAPS (STUDI KASUS: DATA PPMB IPB) Oleh: EDWARD G CLUSTERING MENGGUNAKAN SELF ORGANIZING MAPS (STUDI KASUS: DATA PPMB IPB) Oleh: EDWARD G64102008 DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

Lebih terperinci

PENGARUH INTERSTOCK TERHADAP PERTUMBUHAN VEGETATIF DAN GENERATIF JERUK BESAR KULTIVAR NAMBANGAN DAN CIKONENG. Oleh : Ulfah Alifia A

PENGARUH INTERSTOCK TERHADAP PERTUMBUHAN VEGETATIF DAN GENERATIF JERUK BESAR KULTIVAR NAMBANGAN DAN CIKONENG. Oleh : Ulfah Alifia A PENGARUH INTERSTOCK TERHADAP PERTUMBUHAN VEGETATIF DAN GENERATIF JERUK BESAR KULTIVAR NAMBANGAN DAN CIKONENG Oleh : Ulfah Alifia A34302001 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Data

HASIL DAN PEMBAHASAN. Data Transformasi data, mengubah data ke bentuk yang dapat di-mine sesuai dengan perangkat lunak yang digunakan pada penelitian. Penentuan Data Latih dan Data Uji Dalam penelitian ini data terdapat dua metode

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Tulungrejo, Batu dekat Raya Selekta, Wisata petik apel kota Batu, dan Laboratorium Biosistematika Departemen Biologi,

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Prosesor : Intel Core i5-6198du (4 CPUs), ~2.

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Prosesor : Intel Core i5-6198du (4 CPUs), ~2. BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Penelitian 3.1.1 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Hardware a. Prosesor : Intel Core i5-6198du CPU @2.30GHz (4 CPUs), ~2.40GHz b.

Lebih terperinci

Character s Selection of Leaf Morphology in Some (Tree Habit) In Sumatra Region for Species Identification

Character s Selection of Leaf Morphology in Some (Tree Habit) In Sumatra Region for Species Identification Jurnal Natural Vol. 1, No. September 01 Character s Selection of Leaf Morphology in Some Families (Tree Habit) In Sumatra Region for Species Identification Saida Rasnovi Jurusan Biologi, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. B fch a. d b

HASIL DAN PEMBAHASAN. B fch a. d b 7 dengan nilai σ yang digunakan pada tahap pelatihan sebelumnya. Selanjutnya dilakukan perhitungan tingkat akurasi SVM terhadap citra yang telah diprediksi secara benar dan tidak benar oleh model klasifikasi.

Lebih terperinci

KLASIFIKASI CITRA PARU MENGGUNAKAN MODEL SELF-ORGANIZING MAPS RADIAL BASIS FUNCTION NEURAL NETWORKS (SOM-RBFNN) SKRIPSI

KLASIFIKASI CITRA PARU MENGGUNAKAN MODEL SELF-ORGANIZING MAPS RADIAL BASIS FUNCTION NEURAL NETWORKS (SOM-RBFNN) SKRIPSI KLASIFIKASI CITRA PARU MENGGUNAKAN MODEL SELF-ORGANIZING MAPS RADIAL BASIS FUNCTION NEURAL NETWORKS (SOM-RBFNN) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Sains dan Teknologi FMIPA Unmul Vol. 1 No. 2 Desember 2015, Samarinda, Indonesia ISBN :

Prosiding Seminar Sains dan Teknologi FMIPA Unmul Vol. 1 No. 2 Desember 2015, Samarinda, Indonesia ISBN : Clustering Data Status Tugas Belajar Dan Ijin Belajar Menggunakan Metode Fuzzy C-Means (Studi Kasus : Di Lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur) Fevin Triyas Rantika 1, Indah Fitri Astuti, M.Cs

Lebih terperinci

PEMODELAN JARINGAN SYARAF TIRUAN RECURRENT YANG TEROPTIMASI SECARA HEURISTIK UNTUK PENDUGAAN CURAH HUJAN BERDASARKAN PEUBAH ENSO

PEMODELAN JARINGAN SYARAF TIRUAN RECURRENT YANG TEROPTIMASI SECARA HEURISTIK UNTUK PENDUGAAN CURAH HUJAN BERDASARKAN PEUBAH ENSO PEMODELAN JARINGAN SYARAF TIRUAN RECURRENT YANG TEROPTIMASI SECARA HEURISTIK UNTUK PENDUGAAN CURAH HUJAN BERDASARKAN PEUBAH ENSO AFAN GALIH SALMAN Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Lebih terperinci

KAJIAN PENDEKATAN REGRESI SINYAL P-SPLINE PADA MODEL KALIBRASI. Oleh : SITI NURBAITI G

KAJIAN PENDEKATAN REGRESI SINYAL P-SPLINE PADA MODEL KALIBRASI. Oleh : SITI NURBAITI G KAJIAN PENDEKATAN REGRESI SINYAL P-SPLINE PADA MODEL KALIBRASI Oleh : SITI NURBAITI G14102022 DEPARTEMEN STATISTIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 ABSTRAK SITI

Lebih terperinci

FUZZY ELMAN RECURRENT NEURAL NETWORK DALAM PERAMALAN HARGA MINYAK MENTAH DI INDONESIA DENGAN OPTIMASI ALGORITMA GENETIKA TUGAS AKHIR SKRIPSI

FUZZY ELMAN RECURRENT NEURAL NETWORK DALAM PERAMALAN HARGA MINYAK MENTAH DI INDONESIA DENGAN OPTIMASI ALGORITMA GENETIKA TUGAS AKHIR SKRIPSI FUZZY ELMAN RECURRENT NEURAL NETWORK DALAM PERAMALAN HARGA MINYAK MENTAH DI INDONESIA DENGAN OPTIMASI ALGORITMA GENETIKA TUGAS AKHIR SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI SELF ORGANIZING MAP DALAM KOMPRESI CITRA DIGITAL

IMPLEMENTASI SELF ORGANIZING MAP DALAM KOMPRESI CITRA DIGITAL IMPLEMENTASI SELF ORGANIZING MAP DALAM KOMPRESI CITRA DIGITAL Hisar M. Simbolon (1) Sri Suwarno (2) Restyandito (3) hisarliska@gmail.com sswn@ukdw.ac.id dito@ukdw.ac.id Abstraksi Kompresi citra digital

Lebih terperinci

Hardisk 80 GB Perangkat lunak Window XP Profesional MATLAB 7.0.1

Hardisk 80 GB Perangkat lunak Window XP Profesional MATLAB 7.0.1 Hardisk 8 GB Perangkat lunak Window XP Profesional MATLAB 7..1 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini terdiri atas dua macam, yaitu citra yang akan mengalami proses pengenalan

Lebih terperinci

PENGKAJIAN KEAKURATAN TWOSTEP CLUSTER DALAM MENENTUKAN BANYAKNYA GEROMBOL POPULASI KUDSIATI

PENGKAJIAN KEAKURATAN TWOSTEP CLUSTER DALAM MENENTUKAN BANYAKNYA GEROMBOL POPULASI KUDSIATI PENGKAJIAN KEAKURATAN TWOSTEP CLUSTER DALAM MENENTUKAN BANYAKNYA GEROMBOL POPULASI KUDSIATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Perusahaan dalam era globalisasi pada saat ini, banyak tumbuh dan berkembang, baik dalam bidang perdagangan, jasa maupun industri manufaktur. Perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyaknya aneka ragam tanaman yang dapat dijumpai dimana saja membuat sulitnya penentuan jenis tanaman. Salah satu masalah nyata yang ditemukan di bidang biologi atau

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : intensitas serangan penggerek kayu di laut, perubahan sifat fisik dan sifat mekanik kayu

ABSTRAK. Kata kunci : intensitas serangan penggerek kayu di laut, perubahan sifat fisik dan sifat mekanik kayu ABSTRAK ADITYA NUGROHO. Perubahan Sifat Fisik dan Sifat Mekanik Beberapa Jenis Kayu Akibat Serangan Penggerek Kayu Laut di Perairan Pulau Rambut. Dibimbing oleh SUCAHYO SADIYO dan MOHAMMAD MUSLICH. Penelitian

Lebih terperinci

P E N D A H U L U A N Latar Belakang

P E N D A H U L U A N Latar Belakang KLASIFIKASI KEKERAPAN KUNJUNGAN LOKASI BERBASIS LOCATION BASED SERVICE (LBS) MENGGUNAKAN SELF-ORGANIZING MAP (SOM) Oleh : Dhanang Fitra Riaji (NRP : 2208205737) PROGRAM MAGISTER JURUSAN TEKNIK INDUSTRI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian dasar. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif, yaitu untuk menganalisis hubungan kekerabatan kultivar Mangifera

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR FISIK YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS PADI SAWAH DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR FISIK YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS PADI SAWAH DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS ANALISIS FAKTOR-FAKTOR FISIK YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS PADI SAWAH DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (Studi Kasus di Kabupaten Bogor, Jawa Barat) RANI YUDARWATI PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Algoritma Self Organizing Map (SOM) merupakan suatu metode NN yang

BAB III PEMBAHASAN. Algoritma Self Organizing Map (SOM) merupakan suatu metode NN yang BAB III PEMBAHASAN Algoritma Self Organizing Map (SOM) merupakan suatu metode NN yang diperkenalkan oleh Professor Teuvo Kohonen pada tahun 1982. Self Organizing Map merupakan salah satu bentuk topologi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.6. Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan syaraf tiruan atau neural network merupakan suatu sistem informasi yang mempunyai cara kerja dan karakteristik menyerupai jaringan syaraf pada

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Citra digital adalah citra yang bersifat diskrit yang dapat diolah oleh computer. Citra ini dapat dihasilkan melalui kamera digital dan scanner ataupun citra yang

Lebih terperinci

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner Jurnal Ilmiah Teknologi dan Informasia ASIA (JITIKA) Vol.9, No.2, Agustus 2015 ISSN: 0852-730X Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner Nur Nafi'iyah Prodi Teknik Informatika

Lebih terperinci

PENGENALAN POLA KEPUASAN MAHASISWA TERHADAP KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR (STUDI KASUS DI STMIK AKAKOM YOGYAKARTA) Abstrak

PENGENALAN POLA KEPUASAN MAHASISWA TERHADAP KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR (STUDI KASUS DI STMIK AKAKOM YOGYAKARTA) Abstrak PENGENALAN POLA KEPUASAN MAHASISWA TERHADAP KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR (STUDI KASUS DI STMIK AKAKOM YOGYAKARTA) Dini Fakta Sari Teknik Informatika STMIK AKAKOM Yogyakarta dini@akakom.ac.id Abstrak Tenaga

Lebih terperinci

KLASIFIKASI PELANGGAN DENGAN ALGORITME POHON KEPUTUSAN DAN PELUANG PELANGGAN YANG MERESPONS PENAWARAN DENGAN REGRESI LOGISTIK

KLASIFIKASI PELANGGAN DENGAN ALGORITME POHON KEPUTUSAN DAN PELUANG PELANGGAN YANG MERESPONS PENAWARAN DENGAN REGRESI LOGISTIK KLASIFIKASI PELANGGAN DENGAN ALGORITME POHON KEPUTUSAN DAN PELUANG PELANGGAN YANG MERESPONS PENAWARAN DENGAN REGRESI LOGISTIK YUANDRI TRISAPUTRA & OKTARINA SAFAR NIDA (SIAP 16) Pendahuluan Latar Belakang

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH INTAN KUSUMA JAYANTI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

PENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH BERDASARKAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN TAHUN MENGGUNAKAN METODE KOHONEN

PENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH BERDASARKAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN TAHUN MENGGUNAKAN METODE KOHONEN Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Terapannya 016 p-issn : 550-0384; e-issn : 550-039 PENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH BERDASARKAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN TAHUN 009-013 MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

ESTIMASI POSISI AKHIR DEPOSISI PARTIKEL DENGAN ALGORITMA JARINGAN SYARAF TIRUAN TESIS

ESTIMASI POSISI AKHIR DEPOSISI PARTIKEL DENGAN ALGORITMA JARINGAN SYARAF TIRUAN TESIS ESTIMASI POSISI AKHIR DEPOSISI PARTIKEL DENGAN ALGORITMA JARINGAN SYARAF TIRUAN TESIS oleh Indriastutie Setia Hariwardanie NIM 091820101013 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 24 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Korpus Data korpus berisi berita-berita nasional berbahasa Indonesia dari tanggal 11 Maret 2002 sampai 11 April 2002. Berita tersebut berasal dari berita online harian

Lebih terperinci

PERANCANGAN ALGORITMA KRIPTOGRAFI KUNCI SIMETRI DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN

PERANCANGAN ALGORITMA KRIPTOGRAFI KUNCI SIMETRI DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN PERANCANGAN ALGORITMA KRIPTOGRAFI KUNCI SIMETRI DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN Ibrahim Arief NIM : 13503038 Program Studi Teknik Informatika, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10, Bandung

Lebih terperinci

BAB 3 PENGENALAN WAJAH

BAB 3 PENGENALAN WAJAH 28 BAB 3 PENGENALAN WAJAH DENGAN PENGENALAN DIMENSION WAJAH BASED DENGAN FNLVQ DIMENSION BASED FNLVQ Bab ini menjelaskan tentang pemodelan data masukan yang diterapkan dalam sistem, algoritma FNLVQ secara

Lebih terperinci

dengan metode penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 9. Data Citra Tumbuhan

dengan metode penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 9. Data Citra Tumbuhan dengan metode penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 9. Data Citra Tumbuhan Gambar 8 Struktur PNN. 1. Lapisan pola (pattern layer) Lapisan pola menggunakan 1 node untuk setiap data pelatihan yang digunakan.

Lebih terperinci

PEMODELAN DATA PANEL SPASIAL DENGAN DIMENSI RUANG DAN WAKTU TENDI FERDIAN DIPUTRA

PEMODELAN DATA PANEL SPASIAL DENGAN DIMENSI RUANG DAN WAKTU TENDI FERDIAN DIPUTRA PEMODELAN DATA PANEL SPASIAL DENGAN DIMENSI RUANG DAN WAKTU TENDI FERDIAN DIPUTRA DEPARTEMEN STATISTIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 RINGKASAN TENDI

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 21 Kemiskinan Definisi tentang kemiskinan telah mengalami perluasan, seiring dengan semakin kompleksnya faktor penyebab, indikator, maupun permasalahan lain yang melingkupinya Kemiskinan

Lebih terperinci

PENGUKURAN KINERJA DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD PADA PT BANK SYARIAH MANDIRI CABANG BOGOR. Oleh : YULI HERNANTO H

PENGUKURAN KINERJA DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD PADA PT BANK SYARIAH MANDIRI CABANG BOGOR. Oleh : YULI HERNANTO H PENGUKURAN KINERJA DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD PADA PT BANK SYARIAH MANDIRI CABANG BOGOR Oleh : YULI HERNANTO H 24076139 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III K-MEANS CLUSTERING. Analisis klaster merupakan salah satu teknik multivariat metode

BAB III K-MEANS CLUSTERING. Analisis klaster merupakan salah satu teknik multivariat metode BAB III K-MEANS CLUSTERING 3.1 Analisis Klaster Analisis klaster merupakan salah satu teknik multivariat metode interdependensi (saling ketergantungan). Oleh karena itu, dalam analisis klaster tidak ada

Lebih terperinci

PENGARUH POLA ASUH BELAJAR, LINGKUNGAN PEMBELAJARAN, MOTIVASI BELAJAR DAN POTENSI AKADEMIK TERHADAP PRESTASI AKADEMIK SISWA SEKOLAH DASAR

PENGARUH POLA ASUH BELAJAR, LINGKUNGAN PEMBELAJARAN, MOTIVASI BELAJAR DAN POTENSI AKADEMIK TERHADAP PRESTASI AKADEMIK SISWA SEKOLAH DASAR 63 PENGARUH POLA ASUH BELAJAR, LINGKUNGAN PEMBELAJARAN, MOTIVASI BELAJAR DAN POTENSI AKADEMIK TERHADAP PRESTASI AKADEMIK SISWA SEKOLAH DASAR KARTIKA WANDINI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Data Yang Digunakan Dalam melakukan penelitian ini, penulis membutuhkan data input dalam proses jaringan saraf tiruan backpropagation. Data tersebut akan digunakan sebagai

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN TOOL UNTUK JARINGAN SYARAF TIRUAN (JST) MODEL PERCEPTRON

RANCANG BANGUN TOOL UNTUK JARINGAN SYARAF TIRUAN (JST) MODEL PERCEPTRON RANCANG BANGUN TOOL UNTUK JARINGAN SYARAF TIRUAN (JST) MODEL PERCEPTRON Liza Afriyanti Laboratorium Komputasi dan Sistem Cerdas Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri,Universitas Islam

Lebih terperinci

4.1. Pengumpulan data Gambar 4.1. Contoh Peng b untuk Mean imputation

4.1. Pengumpulan data Gambar 4.1. Contoh Peng b untuk Mean imputation 4.1. Pengumpulan data Data trafik jaringan yang diunduh dari http://www.cacti.mipa.uns.ac.id:90 dapat diklasifikasikan berdasar download rata-rata, download maksimum, download minimum, upload rata-rata,

Lebih terperinci

ANALISA KEEFEKTIFAN PROMOSI TERHADAP JUMLAH PENJUALAN PONSEL MEREK XYZ OLEH PT X (STUDI KASUS MAHASISWA INSTITUT PERTANIAN BOGOR)

ANALISA KEEFEKTIFAN PROMOSI TERHADAP JUMLAH PENJUALAN PONSEL MEREK XYZ OLEH PT X (STUDI KASUS MAHASISWA INSTITUT PERTANIAN BOGOR) ANALISA KEEFEKTIFAN PROMOSI TERHADAP JUMLAH PENJUALAN PONSEL MEREK XYZ OLEH PT X (STUDI KASUS MAHASISWA INSTITUT PERTANIAN BOGOR) Oleh FEZZI UKTOLSEJA H24102038 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

Lingkungan Pengembangan HASIL DAN PEMBAHASAN

Lingkungan Pengembangan HASIL DAN PEMBAHASAN aturan 3--5 untuk menentukan interval akan dibagi menjadi berapa kelompok. Hasilnya akan menjadi hirarki paling atas. Kemudian nilai maksimum dan nilai minimum diperiksa apakah nilainya masuk ke dalam

Lebih terperinci

PEMETAAN SEBARAN MUTU PENDIDIKAN DASAR MENGGUNAKAN METODE SELF ORGANIZING MAPS

PEMETAAN SEBARAN MUTU PENDIDIKAN DASAR MENGGUNAKAN METODE SELF ORGANIZING MAPS PEMETAAN SEBARAN MUTU PENDIDIKAN DASAR MENGGUNAKAN METODE SELF ORGANIZING MAPS Ahmad Mulla Ali Basthoh 1, Surya Sumpeno 2, dan I Ketut Eddy Purnama 3 Jurusan Teknik Elektro FTI, ITS, Surabaya Kampus ITS

Lebih terperinci

NILAI ANAK, STIMULASI PSIKOSOSIAL, DAN PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA 2-5 TAHUN PADA KELUARGA RAWAN PANGAN DI KABUPATEN BANJARNEGARA, JAWA TENGAH

NILAI ANAK, STIMULASI PSIKOSOSIAL, DAN PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA 2-5 TAHUN PADA KELUARGA RAWAN PANGAN DI KABUPATEN BANJARNEGARA, JAWA TENGAH NILAI ANAK, STIMULASI PSIKOSOSIAL, DAN PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA 2-5 TAHUN PADA KELUARGA RAWAN PANGAN DI KABUPATEN BANJARNEGARA, JAWA TENGAH CHANDRIYANI I24051735 DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN

Lebih terperinci

Disusun oleh MUHAMMAD NAJIB HILMI SKRIPSI. Diajukan Sebagai Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Pada Jurusan Statistika

Disusun oleh MUHAMMAD NAJIB HILMI SKRIPSI. Diajukan Sebagai Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Pada Jurusan Statistika PEMETAAN PREFERENSI MAHASISWA BARU DALAM MEMILIH JURUSAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK (ANN) DENGAN ALGORITMA SELF ORGANIZING MAPS (SOM) (Studi Kasus di Fakultas Sains dan Matematika Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Education data mining merupakan penelitian didasarkan data di dunia pendidikan untuk menggali dan memperoleh informasi tersembunyi dari data yang ada. Pemanfaatan education

Lebih terperinci

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini

Lebih terperinci

BAB 4. JARINGAN BERBASIS KOMPETISI

BAB 4. JARINGAN BERBASIS KOMPETISI BAB 4. JARINGAN BERBASIS KOMPETISI Jaringan berbasis kompetisi menggunakan ide kompetisi untuk meningkatkan kontras dalam aktivasi neuron (winner take all). Hanya neuron yang aktivasinya diperbolehkan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR BATUBARA INDONESIA DI PASAR JEPANG OLEH ROCHMA SUCIATI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR BATUBARA INDONESIA DI PASAR JEPANG OLEH ROCHMA SUCIATI H i ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR BATUBARA INDONESIA DI PASAR JEPANG OLEH ROCHMA SUCIATI H14053157 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Akurasi. Perangkat Lunak: Sistem operasi: Windows Vista Home Premium Aplikasi pemrograman: Matlab 7.0

Akurasi. Perangkat Lunak: Sistem operasi: Windows Vista Home Premium Aplikasi pemrograman: Matlab 7.0 Tabel 1 Dimensi citra di tiap level Level transformasi Dimensi citra 1 46 56 2 23 28 3 12 14 4 6 7 5 3 4 6 2 2 Pada Gambar 5 disajikan visualisasi transformasi wavelet hingga level 3. Deskripsi citra dekomposisi

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI FUZZY OLAP PADA DATA POTENSI DESA DI PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2003 DAN 2006 SOFIYANTI INDRIASARI G

IMPLEMENTASI FUZZY OLAP PADA DATA POTENSI DESA DI PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2003 DAN 2006 SOFIYANTI INDRIASARI G IMPLEMENTASI FUZZY OLAP PADA DATA POTENSI DESA DI PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2003 DAN 2006 SOFIYANTI INDRIASARI G64103046 DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. Bab ini menguraikan analisa penelitian terhadap metode Backpropagation yang

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. Bab ini menguraikan analisa penelitian terhadap metode Backpropagation yang BAB 3 PERANCANGAN SISTEM Bab ini menguraikan analisa penelitian terhadap metode Backpropagation yang diimplementasikan sebagai model estimasi harga saham. Analisis yang dilakukan adalah menguraikan penjelasan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Pendukung keputusan Pengertian keputusan Keputusan adalah suatu reaksi terhadap beberapa solusi alternative

BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Pendukung keputusan Pengertian keputusan Keputusan adalah suatu reaksi terhadap beberapa solusi alternative BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Pendukung keputusan 2.1.1. Pengertian keputusan Keputusan adalah suatu reaksi terhadap beberapa solusi alternative yang dilakukan secara sadar dengan menganalisa kemungkinan-kemungkinan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Generalisasi =

HASIL DAN PEMBAHASAN. Generalisasi = 6 Kelas Target Sidik jari individu 5 0000100000 Sidik jari individu 6 0000010000 Sidik jari individu 7 0000001000 Sidik jari individu 8 0000000100 Sidik jari individu 9 0000000010 Sidik jari individu 10

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius sp.

PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius sp. PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius sp. YENI GUSTI HANDAYANI SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN tersembunyi berkisar dari sampai dengan 4 neuron. 5. Pemilihan laju pembelajaran dan momentum Pemilihan laju pembelajaran dan momentum mempunyai peranan yang penting untuk struktur jaringan yang akan dibangun.

Lebih terperinci

PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM MEMPREDIKSI TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA BARAT

PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM MEMPREDIKSI TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA BARAT PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM MEMPREDIKSI TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA BARAT Havid Syafwan Program Studi Manajemen Informatika, Amik Royal, Kisaran E-mail: havid_syafwan@yahoo.com ABSTRAK:

Lebih terperinci

ANALISIS SISTEM KOMPENSASI FINANSIAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN KINERJA KARYAWAN TETAP DAN KONTRAK PT MITRA BISNIS KELUARGA CABANG BOGOR

ANALISIS SISTEM KOMPENSASI FINANSIAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN KINERJA KARYAWAN TETAP DAN KONTRAK PT MITRA BISNIS KELUARGA CABANG BOGOR ANALISIS SISTEM KOMPENSASI FINANSIAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN KINERJA KARYAWAN TETAP DAN KONTRAK PT MITRA BISNIS KELUARGA CABANG BOGOR Oleh GANJAR SUARGANA H24077020 PROGRAM SARJANA MANAJEMEN PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

STUDI KASUS LEIOMIOSARKOMA PADA ANJING : POTENSIAL METASTATIK HANI FITRIANI

STUDI KASUS LEIOMIOSARKOMA PADA ANJING : POTENSIAL METASTATIK HANI FITRIANI STUDI KASUS LEIOMIOSARKOMA PADA ANJING : POTENSIAL METASTATIK HANI FITRIANI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 RINGKASAN HANI FITRIANI. Studi Kasus Leiomiosarkoma pada Anjing: Potensial

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring perkembangan zaman, teknologi di bidang medis saat ini semakin berkembang. Teknologi sendiri sudah menjadi kebutuhan di segala bidang khususnya bidang biomedis.

Lebih terperinci

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA Oleh: Yuri Hertanto C64101046 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA Latar Belakang PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki + 30.000 spesies tumbuh-tumbuhan ([Depkes] 2007). Tumbuh-tumbuhan tersebut banyak yang dibudidayakan sebagai tanaman hias. Seiring

Lebih terperinci

PENYELESAIAN MASALAH TRAVELING SALESMAN PROBLEM DENGAN JARINGAN SARAF SELF ORGANIZING

PENYELESAIAN MASALAH TRAVELING SALESMAN PROBLEM DENGAN JARINGAN SARAF SELF ORGANIZING Media Informatika, Vol. 6, No. 1, Juni 2008, 39-55 ISSN: 0854-4743 PENYELESAIAN MASALAH TRAVELING SALESMAN PROBLEM DENGAN JARINGAN SARAF SELF ORGANIZING Sukma Puspitorini Program Studi Teknik Informatika

Lebih terperinci

DINAMIKA ORDE PERTAMA SISTEM NONLINIER TERKOPEL DENGAN RELASI PREDASI, MUTUAL, DAN SIKLIK (Tinjauan Kasus Mangsa-Pemangsa pada Sistem Ekologi)

DINAMIKA ORDE PERTAMA SISTEM NONLINIER TERKOPEL DENGAN RELASI PREDASI, MUTUAL, DAN SIKLIK (Tinjauan Kasus Mangsa-Pemangsa pada Sistem Ekologi) 1 DINAMIKA ORDE PERTAMA SISTEM NONLINIER TERKOPEL DENGAN RELASI PREDASI, MUTUAL, DAN SIKLIK (Tinjauan Kasus Mangsa-Pemangsa pada Sistem Ekologi) Oleh: MADA SANJAYA WS G74103018 DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

EVALUASI DAYA HASIL SEMBILAN HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI REMBANG OLEH DIMAS PURWO ANGGORO A

EVALUASI DAYA HASIL SEMBILAN HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI REMBANG OLEH DIMAS PURWO ANGGORO A EVALUASI DAYA HASIL SEMBILAN HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI REMBANG OLEH DIMAS PURWO ANGGORO A34304035 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN DIMAS PURWO ANGGORO.

Lebih terperinci

Pembersihan Data Lingkungan Pengembangan Sistem HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembersihan Data Lingkungan Pengembangan Sistem HASIL DAN PEMBAHASAN 3 Nilai fuzzy support bagi frequent sequence dengan ukuran k diperoleh dengan mengkombinasikan frequent sequence dengan ukuran k-1. Proses ini akan berhenti jika tidak memungkinkan lagi untuk membangkitkan

Lebih terperinci

Aplikasi yang dibuat adalah aplikasi untuk menghitung. prediksi jumlah dalam hal ini diambil studi kasus data balita

Aplikasi yang dibuat adalah aplikasi untuk menghitung. prediksi jumlah dalam hal ini diambil studi kasus data balita BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1. Analisa dan Kebutuhan Sistem Analisa sistem merupakan penjabaran deskripsi dari sistem yang akan dibangun kali ini. Sistem berfungsi untuk membantu menganalisis

Lebih terperinci

PREDIKSI CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

PREDIKSI CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK PREDIKSI CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK Yudhi Andrian 1, Erlinda Ningsih 2 1 Dosen Teknik Informatika, STMIK Potensi Utama 2 Mahasiswa Sistem Informasi, STMIK

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PERKEMBANGAN PASAR MODAL TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH EDI SUMANTO H

ANALISIS PENGARUH PERKEMBANGAN PASAR MODAL TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH EDI SUMANTO H ANALISIS PENGARUH PERKEMBANGAN PASAR MODAL TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH EDI SUMANTO H14102021 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN EDI

Lebih terperinci

BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK)

BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) Kompetensi : 1. Mahasiswa memahami konsep Jaringan Syaraf Tiruan Sub Kompetensi : 1. Dapat mengetahui sejarah JST 2. Dapat mengetahui macam-macam

Lebih terperinci

Perbaikan Metode Prakiraan Cuaca Bandara Abdulrahman Saleh dengan Algoritma Neural Network Backpropagation

Perbaikan Metode Prakiraan Cuaca Bandara Abdulrahman Saleh dengan Algoritma Neural Network Backpropagation 65 Perbaikan Metode Prakiraan Cuaca Bandara Abdulrahman Saleh dengan Algoritma Neural Network Backpropagation Risty Jayanti Yuniar, Didik Rahadi S. dan Onny Setyawati Abstrak - Kecepatan angin dan curah

Lebih terperinci