PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Transkripsi

1 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan sosial dan budaya yang terjadi pada masyarakat adat di Indonesia berkaitan erat dengan hadirnya negara dan pasar dalam kehidupan mereka. Li (2002) menjelaskan hal tersebut dengan istilah keterlibatan politik, ekonomi, dan sosial dalam bentuk pasar, pemerintah, jenis tanaman baru, teknologi, imigran, dan berbagai agenda pembangunan. Perubahan sosial dan budaya masyarakat adat tersebut merupakan bagian dari dinamika pembentukan negara modern, yaitu bagian dari proses penciptaan dan penataan wilayah dan penduduknya. Li (2002) menggunakan istilah teritorialisasi untuk menujukkan proses penataan ini, Indonesia telah melakukan beberapa hal pada masa pasca kolonial (khususnya orde baru), yaitu: 1) penentuan status sebagian besar lahan sebagai hutan, 2) pembangunan perkebunan dan pemukiman transmigrasi, 3) pengaturan pemukiman para migran spontan, dan 4) pemukiman kembali masyarakat terasing. Penataan yang ditujukan khusus pada masyarakat adat adalah pemukiman kembali masyarakat terasing (terpencil atau terbelakang). Program ini mulai dilaksanakan pada masa orde baru, dikenal dengan program Pemukiman Kembali Masyarakat Terasing (PKMT). Pemerintah orde baru mendefinisikan masyarakat adat sebagai masyarakat terasing, yaitu kelompok-kelompok penduduk yang tinggal atau mengembara di daerah-daerah yang jauh secara geografis dan terasing secara sosial dan budaya (Suparlan, 1995; Maunati, 2004). Pemerintah mengasumsikan bahwa kelompok-kelompok semacam ini relatif terbelakang jika dibandingkan dengan orang-orang Indonesia pada umumnya. Cara dan gaya hidup masyarakat adat dipandang sebagai terbelakang dan tak beradab. Program relokasi ini menunjukkan bahwa negara berusaha untuk mendefinisikan/menentukan gaya dan cara hidup warga negaranya yang hidup lebih terpencil. Pandangan-pandangan tentang modern vs tradisional, maju vs terbelakang, dikedepankan oleh pemerintah untuk membenarkan program relokasi penduduk ini. Geertz (1984) berpendapat bahwa dengan mengedepankan indikator-indikator pertumbuhan ekonomi, pemerintah memandang bahwa the modernity of tradition adalah solusi, sehingga gaya dan cara hidup (budaya) yang dijalankan masyarakat adat dapat menjadi penghambat (culture as barrier) pembangunan. Beberapa studi tentang masyarakat adat menemukan bahwa terdapat berbagai dampak yang dirasakan oleh masyarakat adat dalam program PKMT. Hasil studi pada masyarakat Suku Sakai (Suparlan, 1995), Suku Bajo (Zacot, 2008), Suku Dayak (Maunati, 2004; Dharmawan, 2001), dan Suku Kubu atau Anak Dalam (Syuroh, 2011) mengarah pada kesimpulan bahwa dampak dari program relokasi masyarakat adat adalah: 1) terkikisnya identitas budaya, 2) komodifikasi budaya, 3) konflik agraria, 4) marginalisasi masyarakat adat, 5) lompatan dan gegar budaya, dan 5) perubahan sistem penghidupan. Program-program pembangunan yang ditujukan pada masyarakat adat dengan sendirinya telah memperkenalkan mereka pada pasar. Proses penataan

2 2 wilayah dan penduduk tidak jarang pula ditujukan untuk mempermudah masuknya investasi-investasi dari pihak swasta. Kehadiran pasar dalam kehidupan masyarakat adat ini, dapat merubah hubungan teknis maupun hubungan sosial dari struktur sosial. Perubahan tersebut menurut Li (2002) tidak jarang telah menyebabkan hilangnya sumber-sumber penghidupan masyarakat lokal. Salah satu dampak perubahan sosial dan budaya masyarakat adat yang menjadi fokus perhatian adalah perubahan penghidupan (livelihood change). Pentingnya studi perubahan penghidupan sesungguhnya telah disadari lama oleh sosiolog yang menekuni masyarakat pedesaan pada saat PKMT dijalankan, namun dominannya pertimbangan modernisasi-pertumbuhan yang diambil pemerintah, menyebabkan hasil-hasil studi tersebut kurang mendapat tempat dalam pandangan pemerintah. Akhir-akhir ini semakin disadari bahwa terdapat banyak kelemahan jika transformasi sosiokultural masyarakat adat tidak berbasiskan nilai-nilai dan kelembagaan lokal, tidak berorientasi penghidupan lokal yang berkelanjutan, dan mengurangi akses dan hak-hak penghidupan masyarakat terhadap sumber-sumber alam (Suparlan, 1995; Dharmawan, 2007). Realitas ini menunjukkan pentingnya suatu studi mendalam tentang penghidupan-penghidupan lokal yang memiliki kelenturan tinggi dalam menghadapi perubahan kualitas lingkungan dan perubahan sosiokultural, maupun penghidupan yang sangat rentan terhadap perubahan-perubahan tersebut. Studi yang mengkaitkan penghidupan lokal, lingkungan, dan perubahan sosiokultural banyak dilakukan dalam disiplin ilmu multi dan trans disiplin, dengan pendekatan-pendekatan tertentu. Sosiologi nafkah berkembang dalam sosiologi khususnya sosiologi pedesaan dan ekologi budaya berkembang dalam antropologi lingkungan. Kedua pendekatan ini dipandang dapat memberikan penjelasan sosiologis yang mendalam pada penelitian ini. Konsep yang menjadi penghubung diatara kedua pendekatan ini adalah penghidupan, adaptasi, sosialisasi, tindakan, struktur, dan budaya. Aktivitas menongkah yang dilakukan oleh Suku Duano di Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau merupakan suatu realitas sosial, yang dapat digunakan untuk mempelajari praktek penghidupan lokal dalam konteks perubahan sosial. Pertautan antara human-system atau culture system dengan nature system atau ecological system pada aktivitas menongkah, sangat terkait erat dengan upaya pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat lokal dan pengelolaan sumberdaya nafkah yang tersedia, serta perubahan yang terjadi pada human system dan ecological system tersebut. Sejauh ini, sumberdaya alam yang dikelola oleh Suku Duano dalam menjalankan aktivitas menongkah adalah Kerang Darah (Anadara granosa) dengan sistem teknologi tradisional. Kerang Darah (Anadara granosa) merupakan sumberdaya alam yang penguasaannya bersifat common, dan pengelolaannya dilakukan oleh masyarakat atau komunitas lokal yang dikukuhkan melalui seperangkat norma-nilai dan tata-aturan. Kelembagaan common pool resources (CPRs) seperti menongkah ini, menurut Dharmawan (2007) dan Twig (2007) selalu dibayangi oleh kerentanan-kerantanan jangka pendek maupun jangka panjang. Kerentanan penghidupan (livelihood vulnerability) tersebut sangat berkait erat dengan tekanan-tekanan terhadap sistem sosial dan sistem ekologi, baik yang bersumber dari faktor manusia maupun non manusia.

3 Pola hubungan penguasaan, pemilikan, pemanfaatan, dan penggunaan sumberdaya alam yang berlangsung selama ini, telah membentuk struktur sosial dengan akses yang besar dari Suku Duano terhadap Kerang Darah (Anadara granosa) di Kabupaten Indragiri Hilir. Salah satu ancaman dari keberlanjutan aktivitas menongkah adalah dimensi akses masyarakat lokal ini, misalnya jika akses yang besar terbuka atau diberikan pula kepada pengusaha atau negara mengambil alih dan membatasi akses masyarakat pada Kerang Darah (Anadara granosa). Ancaman lain tentunya berkaitan dengan pemanfaatan yang berlebihan (overuse) dari sumberdaya ini, baik karena faktor teknologi yang tidak ramah lingkungan maupun tekanan penduduk. Mempelajari aktivitas menongkah merupakan jalan masuk untuk mempelajari penghidupan Suku Duano pada berbagai aras dan mengamati adaptasi ekologi budaya mereka, yang terdiri dari aspek-aspek populasi, organisasi sosial, environment, dan teknologi (POET). Mempelajari menongkah bertujuan pula untuk memahami ketahanan nafkah Suku Duano atas kerentanan ekologi dan kerentanan sosial yang hadir, serta mempelajari lapisan sosial mana yang paling mampu melakukan penyesuaian dan yang paling rentan. Hal-hal tersebut digunakan sebagai dasar dalam merumuskan permasalahan penelitian ini Perumusan Masalah Kerisauan sosiolog di IPB (Mazhab Bogor) tentang kerentanan-kerentanan penghidupan (livelihood vulnerability) masyarakat di pedesaan karena menurunnya daya dukung lingkungan (carryng capacity) maupun terbatasnya peluang pekerjaan di luar sektor pertanian, mengarahkan mereka pada keberpihakan atau pembelaan terhadap keberlanjutan penghidupan kelompok masyarakat lapisan bawah (miskin) di pedesaan (Dharmawan, 2007). Kerisauan yang sama sesungguhnya juga dirasakan oleh ilmuwan-ilmuwan transdisiplin seperti ekologi politik, sebagaimana terlihat dari berbagai studi yang mengkaitkan environmental vulnerability dengan livelihood masyarakat lokal (Forsyth, 2003). Kerentanan penghidupan yang disebabkan oleh perubahan lingkungan, dapat ditelusuri dengan menggunakan konsep kerentanan lingkungan (environmental vulnerability) yang ditawarkan Forsyth (2003), yaitu kerentanan ekologi (ecological vulnerability) dan kerentanan sosial (social vulnerability). Forsyth (2003) menganjurkan untuk menggunakan non-linear model of environmental causality, dimana kerentanan lingkungan harus dipahami dalam konteks yang menyatu antara perubahan natural dan perubahan sosial. Kerentanan lingkungan tidak hanya menekankan pada kegentingan lingkungan pada aspek lingkungan bio-fisik (geosentris) atau kegentingan pada aspek lingkungan sosial (antroposentris), tetapi merupakan hybridasi dari dari keduanya. Kerentanan sosial dapat ditelusuri melalui dampak faktor sosial, ekonomi, dan politik, serta faktor alamiah pada keberlanjutan penghidupan masyarakat lokal. Kerentanan ekologi dapat ditelusuri melalui dampak perubahan lingkungan biofisik secara alamiah maupun oleh aktivitas manusia pada kestabilan ekosistem. Keyakinan akan pentingnya studi tentang penghidupan masyarakat lokal, akhir-akhir ini diperkuat oleh keyakinan bersama berbagai disiplin ilmu, tentang pandangan bahwa lingkungan tidak lagi dapat dimaknai secara terpisah antara

4 4 lingkungan bio-fisik dan lingkungan sosial, serta terdapatnya interrelasi antara permasalahan lingkungan pada lingkup global, regional, dan lokal. Kajian-kajian tentang penguatan jejaring sosial dalam penghidupan pedesaan (Eilenberg & Wadley, 2009), sumber nafkah di luar pertanian (Ozturk I, 2009; Shimelis & Bogale, 2007), biodiversitas dan penghidupan pedesaan (Sallu et al, 2009), perubahan dan keberlanjutan sistem penghidupan (Calkins, 2009), serta studi jangka panjang non farm rural employment (NFRE) mazhab Bogor (Dharmawan, 2007), mengarah pada suatu keyakinan akan pentingnya untuk mencari atau menemukan praktek-praktek baik (good practice) penghidupan pedesaan yang ramah lingkungan (eco friendly) sekaligus memiliki daya lentur yang tinggi dalam menghadapi terpaan sistem ekonomi kapitalisme global. Studi Febrianis (2008) menunjukkan bahwa terdapat aktivitas nafkah masyarakat pedesaan di Kabupaten Indragiri Hilir yang tetap bertahan ditengah kerentanan-kerentanan penghidupan yang berlangsung. Masyarakat Suku Duano menjalankan aktivitas nafkah berupa mengumpulkan kerang di hamparan lumpur yang sangat luas. Mereka mengembangkan teknik sederhana untuk dapat beraktivitas di atas lumpur, yaitu menggunakan alat luncur yang mereka sebut tongkah. Aktivitas mengumpulkan kerang dengan tongkah inilah yang sekarang dikenal sebagai aktivitas menongkah. Tongkah merupakan sebilah papan datar dari kayu alam yang berukuran kurang lebih 40x100 cm. Kerang yang berhasil dikumpulkan selanjutnya digunakan untuk konsumsi rumah tangga dan juga untuk dijual kepada pedagang pengumpul. Penjelasan sosiologis terhadap aktivitas menongkah jika dikaitkan dengan kerisauan-kerisauan tentang keberlanjutan dan kerentanan penghidupan masyarakat di pedesaan, menjadi menarik dan penting untuk dipelajari. Aktivitas menongkah dapat dimaknai sebagai suatu mekanisme adaptif, namun dapat pula dipandang sebagai terbatasnya akses Suku Duano pada sumber-sumber agraria. Sintesis dari dua pandangan ini adalah mekanisme adaptif masyarakat lokal terhadap lingkungan biofisik dipengaruhi pula oleh faktor-faktor dari luar komunitas (negara dan pasar). Menurut Steward (1955) bahwa mekanisme adaptif yang dijalankan oleh suatu masyarakat terhadap lingkungannnya akan sangat terkait erat dengan budaya yang mereka kembangkan. Masyarakat yang belum jauh berkembang, seperti masyarakat berburu meramu, selalu membangun budaya yang terpusat pada aktivitas subsisten. Mempelajari menongkah tentunya merupakan bagian yang menyatu dengan studi budaya seputar aktivitas subsisten yang dijalankan Suku Duano, sebagaimana yang diutarakan Steward (1955) tersebut. Apakah menongkah yang dijalankan Suku Duano merupakan sistem penghidupan mereka atau hanya sekedar organisasi sosial produksi yang sifatnya temporer? Jika memang aktivitas menongkah merupakan sistem penghidupan, mengapa aktivitas ini yang dipilih dan bagaimana mekanisme adaptif yang dikembangkan. Jika aktivitas ini hanya merupakan organisasi sosial produksi temporer, bagaimana Suku Duano memposisikan aktivitas ini pada sistem penghidupan mereka. Perubahan hubungan timbal balik antara budaya (inti dan non inti), tindakan/perilaku individu, dan lingkungan biofisik atau yang disebut Steward sebagai perubahan ekologi budaya, dan untuk kasus Suku Duano berkorelasi dengan aktivitas negara dan pasar, menjadi penting untuk dipelajari. Pertanyaan-

5 pertanyaan seputar, bagaimanakah budaya (inti dan non inti) Suku Duano dibangun, apakah budaya tersebut semakin menguat atau semakin tercerai berai karena hadirnya negara dan pasar? Penting pula mengungkap apakah hubungan teknis dan sosial antara pemerintah, swasta, dan Suku Duano yang terbangun semakin mengukuhkan keberlanjutan sistem penghidupan Suku Duano, atau justru membatasi akses Suku Duano terhadap sumber-sumber penghidupan. Kebijakan-kebijakan budaya yang diambil oleh pemerintah daerah yang berkaitan dengan masyarakat adat (khususnya Suku Duano) menjadi penting pula untuk ditelusuri. Pendekatan yang bertujuan untuk mempelajari perubahan sosial yang spesifik lokal atau pada bidang kehidupan tertentu dari suatu kelompok kecil masyarakat, menurut Steward (Sztompka, 1994) harus dibedakan dengan pendekatan yang bertujuan mempelajari perubahan sosial masyarakat global sebagai suatu kesatuan. Kelemahan dari pendekatan evolusi multilinier jika diterapkan pada masyarakat seperti Suku Duano adalah faktor organisasi sosial politik dan faktor ideologi, yang dipandang sebagai faktor yang sangat kecil peluangnya dalam mendorong perubahan. Asumsi tersebut menunjukkan bahwa Steward memandang masyarakat berburu-meramu masih jauh dari kehadiran negara dan pasar, sehingga budaya terbentuk lebih dominan karena proses adaptasi pada lingkungan bio-fisik. Perubahan sosial Suku Duano dari tipe masyarakat berburu-meramu menuju masyarakat pra-kapitalis tidak semata merupakan mekanisme adaptif, kehadiran negara dan pasar memainkan peran yang penting pula. Ekologi budaya dalam pandangan Steward (1955) adalah interaksi antara kultur-kultur spesifik dari suatu masyarakat dengan lingkungannya. Interaksi ini berkaitan dengan proses adaptasi dan sosialisasi. Adaptasi yang menjadi perhatian utama adalah yang berkaitan dengan aktivitas subsisten dan pengaturan ekonomi. Teori ekologi budaya memandang aktivitas subsisten seperti menongkah dapat menjadi jalan masuk untuk memahami budaya Suku Duano secara menyeluruh. Mempelajari menongkah bertujuan untuk mempelajari inti budaya Suku Duano secara utuh, dengan asumsi bahwa budaya Suku Duano berkembang dari aktivitas subsisten. Adaptasi Suku Duano terhadap lingkungan laut berkaitan erat dengan inti budaya (culture core) yang terdiri dari adaptasi teknologi, organisasi sosial, dan aspek-aspek demografi. Penyesuaian-penyesuaian pada aspek-aspek inti budaya, selanjutnya akan diikuti oleh aspek-aspek non inti budaya (non culture core) yang terdiri dari religi, nilai-nilai bersama, ritual, seni, bahasa, dan adat istiadat. Bagaimana aspek-aspek ini disosialisasikan dari satu generasi ke generasi berikutnya menjadi penting untuk ditelusuri. Penelusuran tentang non culture core dilakukan secara simultan dengan studi culture core, karena keduanya bersifat interrelasi. Kehadiran negara dan pasar tentunya berimplikasi pula pada aspek struktur sosial, yaitu pada hubungan teknis dan hubugan sosial. Pola interaksi baru terbentuk pada berbagai aras, yaitu interaksi antar individu pada aras mikro dan interaksi yang lebih luas pada aras komunitas. Penyesuaian pada aspek struktur sosial dapat berupa stratifikasi sosial, stratifikasi etnis dan rasial, kepolitikan, pembagian kerja secara seksual, keluarga/kekerabatan, dan pendidikan. Hal-hal 5

6 6 tersebut menjadi penting pula untuk diungkap secara sistematis dalam penelitian ini. Kajian yang mengkaitkan perubahan pada aras makro dan tindakan ekonomi juga telah dilakukan oleh beberapa peneliti di Indonesia. Geertz (1963; 1984) mengkaitkan perubahan ekologi, sosiokultural, dan tindakan ekonomi petani Jawa. Selanjutnya Dharmawan (2001) mengkaitkan perubahan sosial ekonomi, strategi nafkah, dan tindakan ekonomi petani di pedesaan Indonesia. Kedua peneliti ini menggunakan analisis multilevel dalam menjelaskan fenomena kehidupan ekonomi petani, tetapi mereka tidak menggunakan pendekatan dalam kerangka NIES, sehinga struktur insentif dan organisasi sosial tidak dilihat terlalu jauh di dalam proses perubahan. Salah satu aspek terpenting di dalam mempelajari adaptasi yang berkaitan dengan aktivitas penghidupan (ekologi budaya) adalah perilaku/tindakan. Pemahaman terhadap tindakan sosial dalam aktivitas menongkah dapat dilakukan dengan mencari apa yang mendasari tindakan tersebut dan konteks yang melekat padanya. Tindakan dapat ditelusuri dengan melihat aspek kepentingan (interest), emosi (emotions), dan kebiasaan (habits). Rasionalitas menjadi kunci untuk memahami tindakan ekonomi, selain aspek-aspek emosi dan kebiasaan. Kepentingan apa yang ingin dipenuhi seseorang dalam menjalankan aktivitas nafkah (dapat berupa kepentingan materialistik dan kepentingan idealistik) akan menentukan bentuk rasionalitas yang bermain. Pemetaan tindakan sosial dan rasionalitas yang bermain pada aras individu ini menjadi penting, karena menurut Weber (Kalberg, 1980) bahwa bentuk-bentuk tindakan dan rasionalitas sebagaimana tipe ideal yang telah disusunnya, boleh jadi bervariasi diantara satu tipe masyarakat dengan tipe masyarakat yang lainnya. Berdasarkan rangkaian pemikiran dan keterkaitan permasalahan yang telah diuraikan tersebut, disusun pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Sejauh apakah terjadi perubahan lingkungan dan budaya bernafkah (livelihood culture) masyarakat lokal (dalam hal ini Suku Duano), sebagai akibat dari perubahan struktur sosial? 2. Sejauh mana menongkah menjadi basis sistem penghidupan masyarakat lokal Suku Duano, sebagai akibat dari perubahan lingkungan dan budaya bernafkah? 3. Bagaimana aktivitas menongkah mempertahankan penghidupan dan bagaimana aktivitas ini diposisikan dalam inti budaya dan sistem penghidupan Suku Duano? 4. Bagaimana individu Suku Duano mengorientasikan tindakannya dalam menjalankan aktivitas nafkah? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah disusun, ditetapkan tujuan penelitian sebagai berikut: 1. Menjelaskan secara mendalam latar sosio-historis dan sosio-ekologis adaptasi Suku Duano pada lingkungan bio-fisik.

7 2. Menganalisis perubahan lingkungan dan budaya bernafkah Suku Duano sebagai akibat dari perubahan struktur sosial. 3. Menganalisis perubahan sistem penghidupan, peran ekonomi menongkah, dan keberlanjutan nafkah Suku Duano. 4. Membuat suatu analogi teoritis tentang perubahan orientasi tindakan ekonomi dan pembentukan rasionalitas aktor dalam aktivitas menongkah. 7

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 39 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan pada komunitas Suku Duano dengan fokus pada perubahan lingkungan (sosiokultural dan ekologikal) dan aktivitas nafkah.

Lebih terperinci

Viktor Amrifo 1) ABSTRACT

Viktor Amrifo 1) ABSTRACT Berkala Perikanan Terubuk, Juli 2012, hlm 1 12 ISSN 0126-4265 Vol. 40. No.2 ADAPTASISISTEMPENGHIDUPANMASYARAKATADAT (Studi Kasus Suku Duano Di Desa Concong Luar Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau)

Lebih terperinci

KEBERLANJUTAN DAN KERENTANAN PENGHIDUPAN BERBASISIS KEARIFAN LOKAL: BELAJAR DARI EKONOMI MENONGKAH DI PESISIR INDRAGIRI HILIR.

KEBERLANJUTAN DAN KERENTANAN PENGHIDUPAN BERBASISIS KEARIFAN LOKAL: BELAJAR DARI EKONOMI MENONGKAH DI PESISIR INDRAGIRI HILIR. KEBERLANJUTAN DAN KERENTANAN PENGHIDUPAN BERBASISIS KEARIFAN LOKAL: BELAJAR DARI EKONOMI MENONGKAH DI PESISIR INDRAGIRI HILIR Viktor Amrifo 1 1 Dosen Program Studi Ilmu Lingkungan Universitas Riau 1 Dosen

Lebih terperinci

Pendahuluan: Pengantar Kepada Ekologi Manusia (Kuliah I)

Pendahuluan: Pengantar Kepada Ekologi Manusia (Kuliah I) Pendahuluan: Pengantar Kepada Ekologi Manusia (Kuliah I) Tim Pengajar MK Ekologi Manusia 2010 Tujuan Pengajaran Memperkenalkan ekologi manusia kepada mahasiswa sebagai salah satu pendekatan untuk memahami

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki beragam suku bangsa yang menyebar dan menetap pada berbagai pulau besar maupun pulau-pulau kecil yang membentang dari Sabang sampai

Lebih terperinci

Viktor Amrifo 1) ABSTRACT

Viktor Amrifo 1) ABSTRACT Berkala Perikanan Terubuk, Februari 2013, hlm 62 74 ISSN 0126-4265 Vol. 41. No.1 ANALISISSOSIOLOGIEKONOMIKELEMBAGAAN DALAMTRANSFORMASISOSIOKULTURALMASYARAKATADAT (KasusSukuDuanodi ProvinsiRiau) Viktor

Lebih terperinci

KERANGKA TEORI DAN KONSEPTUAL

KERANGKA TEORI DAN KONSEPTUAL 9 II. KERANGKA TEORI DAN KONSEPTUAL 2.1. Perubahan Lingkungan dan Perubahan Penghidupan 2.1.1. Sosiologi Perubahan Sosial Lingkungan yang dimaknai sebagai lingkungan bio-fisik dan lingkungan sosial telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai hal tersebut menuai pro dan kontra. Kuswijayanti (2007) menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. mengenai hal tersebut menuai pro dan kontra. Kuswijayanti (2007) menjelaskan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada 2001, pembahasan mengenai penetapan Gunung Merapi sebagai kawasan taman nasional mulai digulirkan. Sejak saat itu pula perbincangan mengenai hal tersebut menuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di pedesaan merupakan sebagian dari proses pembangunan nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di pedesaan merupakan sebagian dari proses pembangunan nasional yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di pedesaan merupakan sebagian dari proses pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian wilayah, sekaligus mengindikasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan luas, hutan tropis Indonesia menempati urutan ke tiga setelah Brasil dan Republik Demokrasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Batasan Analisis Batasan analisis dalam penelitian ini adalah: Pertama, Pokok persoalan yang diangkat adalah persoalan keterbatasan lahan, tingkat kerentanan produk tembakau

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang 1. PENDAHULUAN Perubahan lingkungan berimplikasi terhadap berbagai dimensi kehidupan termasuk pemenuhan kebutuhan hidup. Hal ini tentu saja sangat dirasakan oleh perempuan Kamoro yang secara budaya diberi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, dan dari kebiasaan itu yang nantinya akan menjadi kebudayaan.

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, dan dari kebiasaan itu yang nantinya akan menjadi kebudayaan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang masalah Manusia merupakan makhluk individu dan juga makhluk sosial yang hidup saling membutuhkan. Sebagai makhluk sosial manusia saling berinteraksi satu dengan lainnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan sumber agraria yang memiliki makna ekonomis serta

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan sumber agraria yang memiliki makna ekonomis serta 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan sumber agraria yang memiliki makna ekonomis serta memiliki nilai sosio-kultural dan pertahanan keamanan. Secara ekonomi tanah merupakan aset (faktor)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan rejim ekonomi politik di Indonesia yang terjadi satu dasawarsa terakhir dalam beberapa hal masih menyisakan beberapa permasalahan mendasar di negeri ini.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

Mia Siscawati. *Program Studi Kajian Gender-Program Pascasarjana UI *Pusat Kajian Antropologi-FISIP UI

Mia Siscawati. *Program Studi Kajian Gender-Program Pascasarjana UI *Pusat Kajian Antropologi-FISIP UI Mia Siscawati *Program Studi Kajian Gender-Program Pascasarjana UI *Pusat Kajian Antropologi-FISIP UI Kampung tersebut memiliki tingkat kemiskinan cukup tinggi, tingkat pendidikan rendah, dan tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap kehidupan manusia senantiasa mengalami perubahan-perubahan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Setiap kehidupan manusia senantiasa mengalami perubahan-perubahan. Hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap kehidupan manusia senantiasa mengalami perubahan-perubahan. Hal ini terjadi karena manusia mempunyai kepentingan-kepentingan yang berbeda, dan perubahan ini

Lebih terperinci

Pendahuluan: Konsep-konsep Dasar Ekologi Manusia. Tim Pengajar MK Ekologi Manusia Tujuan Pengajaran

Pendahuluan: Konsep-konsep Dasar Ekologi Manusia. Tim Pengajar MK Ekologi Manusia Tujuan Pengajaran Pendahuluan: Konsep-konsep Dasar Ekologi Manusia Tim Pengajar MK Ekologi Manusia 2010 Tujuan Pengajaran 1 2 Memperhitungkan kembali seberapa besar kekuatan bumi (biosfer) untuk menopang kehidupan di masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang sangat tinggi, namun belum banyak upaya yang dilakukan untuk mengidentifikasi keberhasilan agribisnis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. merupakan bentuk kelompok sedangkan budaya berararti nilai yang berlaku dalam kelompok tersebut.

PENDAHULUAN. merupakan bentuk kelompok sedangkan budaya berararti nilai yang berlaku dalam kelompok tersebut. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah saat ini merupakan ruang otonom 1 dimana terdapat tarik-menarik antara berbagai kepentingan yang ada. Undang-Undang Otonomi Daerah yang dikeluarkan oleh pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pertumbuhan untuk masa selanjutnya (Desmita, 2012). Hurlock (2004)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pertumbuhan untuk masa selanjutnya (Desmita, 2012). Hurlock (2004) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa bayi dianggap sebagai periode vital karena kondisi fisik dan psikologis pada masa ini merupakan fondasi bagi perkembangan dan pertumbuhan untuk masa selanjutnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi

TINJAUAN PUSTAKA. Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Alih Fungsi Lahan dan Faktor-Faktor Penyebabnya Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan lingkungan telah mendorong kesadaran publik terhadap isu-isu mengenai pentingnya transformasi paradigma

Lebih terperinci

PERMUKIMAN UNTUK PENGEMBANGAN KUALITAS HIDUP SECARA BERKELANJUTAN. BAHAN SIDANG KABINET 13 Desember 2001

PERMUKIMAN UNTUK PENGEMBANGAN KUALITAS HIDUP SECARA BERKELANJUTAN. BAHAN SIDANG KABINET 13 Desember 2001 PERMUKIMAN UNTUK PENGEMBANGAN KUALITAS HIDUP SECARA BERKELANJUTAN BAHAN SIDANG KABINET 13 Desember 2001 PERMUKIMAN DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Agenda 21 yang dicanangkan di Rio de Janeiro tahun 1992

Lebih terperinci

6 KESIMPULAN DAN SARAN

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil studi yang dilakukan pada dua komunitas yaitu komunitas Suku Bajo Mola, dan Suku Bajo Mantigola, menunjukkan telah terjadi perubahan sosial, sebagai

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan pada Bab IV di atas, maka dapat

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan pada Bab IV di atas, maka dapat 260 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan pada Bab IV di atas, maka dapat disimpulkan, bahwa: 1. Tinggi rendahnya transformasi struktur ekonomi masyarakat

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI 189 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI A. Simpulan Umum Kampung Kuta yang berada di wilayah Kabupaten Ciamis, merupakan komunitas masyarakat adat yang masih teguh memegang dan menjalankan tradisi nenek

Lebih terperinci

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memberikan kontribusi produksi perikanan yang sangat besar dan tempat aktivitas manusia paling banyak dilakukan; bahkan menurut

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. didalam ranah kajian ilmu-ilmu sosial bahkan hingga saat ini. Berbagai macam jenis

BAB V PENUTUP. didalam ranah kajian ilmu-ilmu sosial bahkan hingga saat ini. Berbagai macam jenis BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Daerah pedalaman di Indonesia sudah sejak lama mendapatkan tempat didalam ranah kajian ilmu-ilmu sosial bahkan hingga saat ini. Berbagai macam jenis penelitian dengan rupa-rupa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.7/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2018 TENTANG PEDOMAN KAJIAN KERENTANAN, RISIKO, DAN DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

SILABUS OLIMPIADE SAINS NASIONAL SEKOLAH MENENGAH PERTAMA TAHUN Milik Negara Tidak Diperdagangkan KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

SILABUS OLIMPIADE SAINS NASIONAL SEKOLAH MENENGAH PERTAMA TAHUN Milik Negara Tidak Diperdagangkan KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN M E R O K O K D A P A T M E M B U N U H M U MILIK NEGARA TIDAK DIPERDAGANGKAN SILABUS OLIMPIADE SAINS NASIONAL SEKOLAH MENENGAH PERTAMA TAHUN 2015 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Konflik yang terjadi di kawasan hutan sering kali terjadi akibat adanya

BAB 1 PENDAHULUAN. Konflik yang terjadi di kawasan hutan sering kali terjadi akibat adanya 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konflik yang terjadi di kawasan hutan sering kali terjadi akibat adanya sumberdaya alam bernilai ekonomi tinggi yang menjadi daya tarik tersendiri untuk berbagai

Lebih terperinci

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan di Tataran Empirik Berdasarkan permasalahan dan tujuan yang dirumuskan dalam melihat ketahanan pasar nagari di Minangkabau dalam menghadapi ekonomi dunia/supra

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Studi

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Studi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Studi Studi tentang strategi nafkah menjadi tema penelitian sosiologi pedesaan penting pada era 2000-an. Penelitian strategi nafkah dimulai di IPB pada tahun1970-an yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan pertanian di Indonesia selama ini telah dititikberatkan pada peningkatan produksi pertanian. Namun dalam upaya peningkatan ini, terlihat tidak

Lebih terperinci

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir BAB V ANALISIS Bab ini berisi analisis terhadap bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya, yaitu analisis mengenai komponen-komponen utama dalam pembangunan wilayah pesisir, analisis mengenai pemetaan entitas-entitas

Lebih terperinci

Teori Sosial. (Apa Kontribusinya Terhadap Pemahaman Olahraga di Masyarakat)

Teori Sosial. (Apa Kontribusinya Terhadap Pemahaman Olahraga di Masyarakat) Teori Sosial (Apa Kontribusinya Terhadap Pemahaman Olahraga di Masyarakat) Apa itu Teori dalam Sosiologi? Pada saat kita menanyakan mengapa dunia sosial kita seperti ini dan kemudian membayangkan bagaimana

Lebih terperinci

BAB VIII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

BAB VIII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI BAB VIII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI 8.1. Kesimpulan Berdasarkan pada aspek kajian tentang peta sosial dan sumber-sumber kehidupan (livelihood resources) maka dapat disimpulkan bahwa komunitas petani pesisir

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sebagai pemegang peran sentral dalam hal pengelolaan hutan. Peletakan masyarakat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sebagai pemegang peran sentral dalam hal pengelolaan hutan. Peletakan masyarakat BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pemberdayaan Masyarakat Konsep Perhutanan Sosial secara keseluruhan menempatkan posisi masyarakat sebagai pemegang peran sentral dalam hal pengelolaan hutan. Peletakan masyarakat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan masih menjadi masalah yang mengancam Bangsa Indonesia. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2007 sebesar 37,17 juta jiwa yang berarti sebanyak 16,58

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. berikut : Investasi industri pariwisata dengan didukung keputusan politik ekonomi

BAB VI KESIMPULAN. berikut : Investasi industri pariwisata dengan didukung keputusan politik ekonomi BAB VI KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Hasil penelitian secara kritis yang sudah dianalisis di kawasan Borobudur, menggambarkan perkembangan representasi serta refleksi transformasi sebagai berikut : Investasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Transmigrasi merupakan salah satu bentuk upaya pemerintah dalam mengambil

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Transmigrasi merupakan salah satu bentuk upaya pemerintah dalam mengambil BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Transmigrasi Transmigrasi merupakan salah satu bentuk upaya pemerintah dalam mengambil keputusan, guna tercapainya keseimbangan penyebaran penduduk, memperluas kesempatan kerja,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (TJP) atau Corporate Social Responsibility (CSR) adalah suatu tindakan atau konsep yang dilakukan oleh perusahaan sesuai kemampuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah karunia alam yang memiliki potensi dan fungsi untuk menjaga keseimbangan lingkungan. Potensi dan fungsi tersebut mengandung manfaat bagi populasi manusia

Lebih terperinci

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU BAB VI KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU Konflik merupakan sebuah fenonema yang tidak dapat dihindari dalam sebuah kehidupan sosial. Konflik memiliki dua dimensi pertama adalah dimensi penyelesaian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI. Menurut David L Brown dan Kai A Schafft - The Rural People and

BAB II KERANGKA TEORI. Menurut David L Brown dan Kai A Schafft - The Rural People and BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Teori Transformasi Sosial Menurut David L Brown dan Kai A Schafft - The Rural People and Communities (2011); seuntai relatif baru sosiologi berfokus pada berbagai aspek pedesaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industrialisasi menempati posisi sentral dalam ekonomi masyarakat modern dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan kemakmuran dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Masalah utama dalam upaya mempertahankan dan mengembangkan lahan pertanian adalah penurunan kualitas lahan dan air. Lahan dan air merupakan sumber daya pertanian yang memiliki peran

Lebih terperinci

8 KESIMPULAN DAN REFLEKSI

8 KESIMPULAN DAN REFLEKSI 8 KESIMPULAN DAN REFLEKSI 8.1 Kesimpulan 8.1.1 Transformasi dan Pola Interaksi Elite Transformasi kekuasaan pada etnis Bugis Bone dan Makassar Gowa berlangsung dalam empat fase utama; tradisional, feudalism,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sebuah ekosistem mempunyai berbagai fungsi penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Beberapa fungsi utama dalam ekosistem sumber daya hutan adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Lebih jauh lihat diakses pada 15 October WIB.

BAB 1 PENDAHULUAN. Lebih jauh lihat  diakses pada 15 October WIB. 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Kebijakan pemerintah di bidang desentralisasi dan otonomi daerah dimulai sejak keluarnya UU No.22/1999 yang kemudian direvisi menjadi UU 32/2004 yang isinya memuat

Lebih terperinci

SEJARAH SOSIOLOGIS BUDAYA BERNAFKAH KOMUNITAS ADAT SUKU DUANO

SEJARAH SOSIOLOGIS BUDAYA BERNAFKAH KOMUNITAS ADAT SUKU DUANO Paramita Vol. 24, No. 2 - Juli 2014 SEJARAH SOSIOLOGIS BUDAYA BERNAFKAH KOMUNITAS ADAT SUKU DUANO Viktor Amrifo, Arya H. Dharmawan, Satyawan Sunito, Endriatmo Soetarto Program Doktor Sosiologi Pedesaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sawah memiliki arti penting, yakni sebagai media aktivitas bercocok tanam guna menghasilkan bahan pangan pokok (khususnya padi) bagi kebutuhan umat manusia.

Lebih terperinci

Sosiologi Pembangunan

Sosiologi Pembangunan Slamet Widodo Pembangunan Pembangunan merupakan bentuk perubahan sosial yang terencana Perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Riau dengan luas 94.560 km persegi merupakan Provinsi terluas di pulau Sumatra. Dari proporsi potensi lahan kering di provinsi ini dengan luas sebesar 9.260.421

Lebih terperinci

Pembangunan di pedesaan adalah bagian dari proses pembangunan. nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian

Pembangunan di pedesaan adalah bagian dari proses pembangunan. nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di pedesaan adalah bagian dari proses pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian wilayah, sekaligus mengidentifikasikan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan anugerah Tuhan yang memiliki dan fungsi yang sangat besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat menjaga kesegaran udara

Lebih terperinci

Pengaruh Strategi Pencarian Nafkah dan Sistem Penghidupan Masyarakat Desa dalam Rangka Adaptasi. Oleh: Nabiela Rizki Alifa I

Pengaruh Strategi Pencarian Nafkah dan Sistem Penghidupan Masyarakat Desa dalam Rangka Adaptasi. Oleh: Nabiela Rizki Alifa I Pengaruh Strategi Pencarian Nafkah dan Sistem Penghidupan Masyarakat Desa dalam Rangka Adaptasi Oleh: Nabiela Rizki Alifa I34110099 DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. spesifik. Oleh sebab itu, apa yang diperoleh ini sering disebut sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. spesifik. Oleh sebab itu, apa yang diperoleh ini sering disebut sebagai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kearifan merupakan salah satu bagian yang melekat pada masyarakat, khususnya masyarakat lokal. Kondisi lingkungan dan pengalaman belajar yang spesifik membuat masyarakat

Lebih terperinci

KONSEP DASAR SOSIOLOGI PERDESAAN. Pertemuan 2

KONSEP DASAR SOSIOLOGI PERDESAAN. Pertemuan 2 KONSEP DASAR SOSIOLOGI PERDESAAN Pertemuan 2 BERBAGAI KESATUAN HIDUP 1. Individu 2. Keluarga 3. Golongan/ kelompok 4. Masyarakat INDIVIDU Sesuatu yang tidak dapat dibagi-bagi lagi, satuan terkecil dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor ekonomi andalan bagi perkembangan perekonomian Indonesia. Kekayaan alam Indonesia yang berlimpah dilengkapi dengan iklim

Lebih terperinci

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN BA B PENDAHULUAN I 1.1. Latar Belakang Sebagai bangsa yang besar dengan kekayaan potensi sumber daya alam yang luar biasa, sebenarnya Indonesia memiliki peluang yang besar untuk menjadi pelaku ekonomi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumber Daya Alam: Hutan Realita hidup dan kehidupan manusia tidak terlepas dari alam dan lingkungannya, karena hal tersebut merupakan sebuah hubungan mutualisme dalam tatanan

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan 1. Konservasi kedawung di lapangan gagal, karena terjadi ketidak-sejalanan antara stimulus dengan sikap dan aksi konservasi masyarakat maupun pengelola. Sinyal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya bagi kesejahteraan manusia. Keberadaan sumber daya alam dan manusia memiliki kaitan yang sangat

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN PERDESAAN DAN DINAMIKA PENGHIDUPAN DESA (Perspektif Sosiologi Nafkah)

PEMBANGUNAN PERDESAAN DAN DINAMIKA PENGHIDUPAN DESA (Perspektif Sosiologi Nafkah) PEMBANGUNAN PERDESAAN DAN DINAMIKA PENGHIDUPAN DESA (Perspektif Sosiologi Nafkah) Prof. Dr. Ir. Darmawan Salman, MS Ketua Program S3 Ilmu Pertanian Sekolah Pascasarjana dan peneliti pada P3KM, Unhas Seminar

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pulau Madura merupakan wilayah dengan luas 15.250 km 2 yang secara geografis terpisah dari Pulau Jawa dan dikelilingi oleh selat Madura dan laut Jawa. Sebagai kawasan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Pengertian Tanah dan Fungsinya Sejak adanya kehidupan di dunia ini, tanah merupakan salah satu sumberdaya yang penting bagi makhluk hidup. Tanah merupakan salah satu bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor penggerak gerakan sosial. Sebagai suatu bentuk tindakan kolektif yang

BAB I PENDAHULUAN. faktor penggerak gerakan sosial. Sebagai suatu bentuk tindakan kolektif yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Volunterisme dan gerakan sosial merupakan dua hal yang memiliki keterkaitan sangat erat. Volunterisme atau kesukarelawanan merupakan suatu faktor penggerak gerakan

Lebih terperinci

8 KESIMPULAN DAN SARAN

8 KESIMPULAN DAN SARAN 8 KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Dalam konteks kelembagaan pengelolaan hutan, sistem pengelolaan hutan bukan hanya merupakan representasi keberadaan lembaga regulasi negara, melainkan masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelembagaan 2.1.1 Pengertian Kelembagaan Suatu kelembagaan merupakan suatu sistem kompleks yang sengaja dibuat manusia untuk mengatur cara, aturan, proses, dan peran masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada sekitar 1.340 suku bangsa di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada

Lebih terperinci

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 A. KONDISI KEMISKINAN 1. Asia telah mencapai kemajuan pesat dalam pengurangan kemiskinan dan kelaparan pada dua dekade yang lalu, namun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan pulau-pulau kecil (PPK) di Indonesia masih belum mendapatkan perhatian yang cukup besar dari pemerintah. Banyak PPK yang kurang optimal pemanfaatannya.

Lebih terperinci

PARADIGMA APARATUR PEMERINTAH DALAM PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERKOTAAN (Studi Kasus: Kota Semarang) TUGAS AKHIR

PARADIGMA APARATUR PEMERINTAH DALAM PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERKOTAAN (Studi Kasus: Kota Semarang) TUGAS AKHIR PARADIGMA APARATUR PEMERINTAH DALAM PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERKOTAAN (Studi Kasus: Kota Semarang) TUGAS AKHIR Oleh: FIERDA FINANCYANA L2D 001 419 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman budaya, adat istiadat, bahasa dan sebagainya. Setiap daerah pun

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman budaya, adat istiadat, bahasa dan sebagainya. Setiap daerah pun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat unik dengan berbagai keanekaragaman budaya, adat istiadat, bahasa dan sebagainya. Setiap daerah pun memiliki

Lebih terperinci

VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN

VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN 8.1. Rekomendasi Kebijakan Umum Rekomendasi kebijakan dalam rangka memperkuat pembangunan perdesaan di Kabupaten Bogor adalah: 1. Pengembangan Usaha Ekonomi Masyarakat, adalah

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Konflik di Provinsi Riau meningkat seiring dengan keluarnya beberapa izin perkebunan, dan diduga disebabkan oleh lima faktor yang saling terkait, yakni pertumbuhan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAPASITAS ADAPTASI PETANI TANAMAN PANGAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG KEBERLANJUTAN KETAHANAN PANGAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAPASITAS ADAPTASI PETANI TANAMAN PANGAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG KEBERLANJUTAN KETAHANAN PANGAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAPASITAS ADAPTASI PETANI TANAMAN PANGAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG KEBERLANJUTAN KETAHANAN PANGAN Oleh : Sumaryanto Sugiarto Muhammad Suryadi PUSAT ANALISIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149).

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial karena di dalam kehidupannya tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh manusia lain. Pada diri manusia juga terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang harus dilindungi keberadaannya. Selain sebagai gudang penyimpan

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang harus dilindungi keberadaannya. Selain sebagai gudang penyimpan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat bermanfaat bagi manusia. Hutan merupakan ekosistem yang menjadi penyangga kehidupan manusia yang harus dilindungi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian BAB V KESIMPULAN Bagian kesimpulan ini menyampaikan empat hal. Pertama, mekanisme ekstraksi surplus yang terjadi dalam relasi sosial produksi pertanian padi dan posisi perempuan buruh tani di dalamnya.

Lebih terperinci

Konsep Pengembangan Masyarakat (Community Development) 1

Konsep Pengembangan Masyarakat (Community Development) 1 1 Konsep Pengembangan Masyarakat (Community Development) 1 Pengembangan Masyarakat (Community Development) merupakan konsep yang berkembang sebagai tandingan (opponent) terhadap konsep negarakesejahteraan

Lebih terperinci

MENUJU POLA PENGUASAAN TANAH YANG MERATA DAN ADIL

MENUJU POLA PENGUASAAN TANAH YANG MERATA DAN ADIL MENUJU POLA PENGUASAAN TANAH YANG MERATA DAN ADIL Sepanjang era Orde Baru praksis pembangunan kehutanan senantiasa bertolak dari pola pikir bahwa penguasaan sumberdaya hutan merupakan state property saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang terkenal akan kekayaannya, baik itu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang terkenal akan kekayaannya, baik itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang terkenal akan kekayaannya, baik itu berupa kekayaan alam maupun kekayaan budaya serta keunikan yang dimiliki penduduknya. Tak heran

Lebih terperinci

-1- PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG KEHUTANAN ACEH

-1- PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG KEHUTANAN ACEH -1- PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG KEHUTANAN ACEH I. UMUM Sejalan dengan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional yang mengamanatkan agar bumi, air dan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan batasan daya dukung lahan. Daya dukung lahan dinilai menurut ambang batas kesanggupan lahan sebagai suatu

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan batasan daya dukung lahan. Daya dukung lahan dinilai menurut ambang batas kesanggupan lahan sebagai suatu 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan batasan daya dukung lahan. Daya dukung lahan dinilai menurut ambang batas kesanggupan lahan sebagai suatu ekosistem menahan keruntuhan akibat penggunaan. Penilaian Daya

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN H. ISKANDAR ANDI NUHUNG Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian ABSTRAK Sesuai

Lebih terperinci

PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP MANAJEMEN PEMASARAN Oleh : Adisty Bramantyo Sahertian Dosen : Nanang Suryadi NIM :

PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP MANAJEMEN PEMASARAN Oleh : Adisty Bramantyo Sahertian Dosen : Nanang Suryadi NIM : PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP MANAJEMEN PEMASARAN Oleh : Adisty Bramantyo Sahertian Dosen : Nanang Suryadi NIM : 125020306111001 MACAM-MACAM LINGKUNGAN ORGANISASI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERUSAHAAN Lingkungan

Lebih terperinci

MENINJAU KEMBALI WACANA COMMUNITY DEVELOPMENT

MENINJAU KEMBALI WACANA COMMUNITY DEVELOPMENT BRIEF NOTE AMERTA Social Consulting & Resourcing Jl. Pulo Asem Utara Raya A20 Rawamangun, Jakarta 132 13220 Email: amerta.association@gmail.com Fax: 62-21-4719005 MENINJAU KEMBALI WACANA COMMUNITY DEVELOPMENT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. promosi inovasi teknologi. Lebih jauh, suatu pemerintah memainkan peran yang

BAB I PENDAHULUAN. promosi inovasi teknologi. Lebih jauh, suatu pemerintah memainkan peran yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap pemerintah, lepas dari ideologi politiknya, terlibat dalam mobilisasi dan alokasi sumberdaya-sumberdaya, stabilisasi perekonomian nasional, dan promosi inovasi

Lebih terperinci

Sinopsis Mata Kuliah Jurusan Sosiologi

Sinopsis Mata Kuliah Jurusan Sosiologi FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ANDALAS f Sinopsis Mata Kuliah Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Andalas By : Andi Saputra, S.Kom, M.Kom (Koordinator ICT) 2016 http://www.fisip.unand.ac.id

Lebih terperinci

MARKAS BESAR TENTARA NASIONAL INDONESIA Tim Teknis PWP dalam KLH

MARKAS BESAR TENTARA NASIONAL INDONESIA Tim Teknis PWP dalam KLH RAKOTER TNI TAHUN 2009 Tema Melalui Rapat Koordinasi Teritorial Tahun 2009 Kita Tingkatkan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan di Jajaran Komando Kewilayahan TNI CERAMAH KETUA TIM TEKNIS KETAHANAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kadang-kadang tidak mencukupi (Ekstensia, 2003). Peran sektor pertanian di Indonesia terlebih di Sumatera Utara

PENDAHULUAN. kadang-kadang tidak mencukupi (Ekstensia, 2003). Peran sektor pertanian di Indonesia terlebih di Sumatera Utara PENDAHULUAN Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang penting bagi bangsa Indonesia. Pertanian merupakan mata pencaharian sebagian besar masyarakat Indonesia, sampai saat ini merupakan salah satu

Lebih terperinci

PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA

PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA Fahrur Razi Penyuluh Perikanan Muda pada Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan email: fahrul.perikanan@gmail.com

Lebih terperinci

Sosiologi Komunikasi. Ruang Lingkup & Konseptualisasi Sosiologi Komunikasi serta Struktur dan Proses Sosial

Sosiologi Komunikasi. Ruang Lingkup & Konseptualisasi Sosiologi Komunikasi serta Struktur dan Proses Sosial Sosiologi Komunikasi Ruang Lingkup & Konseptualisasi Sosiologi Komunikasi serta Struktur dan Proses Sosial Manusia Sebagai Makhluk Sosial Makhluk Spiritual Manusia Makhluk individual Makhluk Sosial Manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan kakao di Indonesia telah menjadi tumpuan masyarakat yang tinggal di pedesaan dalam memenuhi kelangsungan hidup (survival) dan membuat kehidupan yang lebih

Lebih terperinci