I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Studi
|
|
- Doddy Lesmana
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Studi Studi tentang strategi nafkah menjadi tema penelitian sosiologi pedesaan penting pada era 2000-an. Penelitian strategi nafkah dimulai di IPB pada tahun1970-an yang memandang strategi nafkah sebagai strategi memperoleh pekerjaan. Penelitian pada tahun 1990-an sampai saat ini melihat strategi nafkah sebagai bagian sistem penghidupan. Dari perspektif utilitarianis me, studi strategi nafkah diberi makna sebagai hubungan aset dan aktivitas nafkah serta pilihan aktivitas nafkah yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai rumahtangga. Studi strategi nafkah yang telah dilakukan oleh lembaga donor seperti DFID (Department For International Development) lebih memahami strategi nafkah strategi nafkah sebagai hubungan antara sumberdaya, akses, dan aktivitas yang dipengaruhi oleh sistem ekologi dan sistem sosial ke masyarakatan. Penelitian serupa mengenai hubungan antara sumberdaya (aset atau resources) dan aktivitas dilakukan oleh Ashley dan Carney (2000), Meikle et. al. (2001), de Haan (2000), Ellis (2000), serta Chambers dan Conway (1991). Mereka berpendapat ada sumberdaya yang dimiliki atau dapat diakses oleh rumahtangga yang digunakan untuk bertahan hidup dalam kondisi kemiskinan atau dalam kondisi normal untuk status ekonomi rumahtangga. PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat) merupakan sistem pengelolaan sumberdaya hutan yang mengatur hubungan antara penduduk desa yang berada di sekitar hutan Perhutani 1 dengan sumberdaya hutan. PHBM merupakan kelembagaan yang dirancang untuk mengatur penduduk desa yang tinggal di desa yang terletak di sekitar wilayah hutan Perhutani yang diperkirakan menggunakan sumberdaya hutan sebagai basis nafkah rumahtangga mereka. Studi strategi nafkah dalam setting PHBM memberikan gambaran tentang strategi nafkah yang dibangun oleh rumahtangga yang tinggal di desa yang terletak di sekitar wilayah hutan perhutani. 1 Penduduk desa yang tinggal di sekitar kawasan hutan Perhutani disebut dengan istilah Masyarakat Desa Hutan (MDH).
2 2 Di Kabupaten Kuningan, PHBM telah diterapkan di 63 desa sejak Nota Kesepahaman antara Perhutani dan Pemerintah Kabupeten Kuningan ditandatangani pada tahun Desa Padabeunghar merupakan salah satu desa yang dianggap berhasil menerapkan PHBM di antara desa-desa yang dianggap berhasil menerapkan pola kemitraan masyarakat desa dan Perhutani di kawasan tersebut. Salah satu indikatornya, Forum PHBM dan pemerintah Desa Padabeunghar dianggap aktif dan kooperatif pada kegiatan pemberdayaan dan pembuatan jejaring Forum PHBM se-kabupaten Kuningan 2. Penilaian ini telah mengantarkan Ketua Forum PHBM Desa Padabeunghar terpilih menjadi ketua Forum PHBM desa-desa se-jawa Barat. Desa Padabeunghar juga dianggap sebagai salah satu desa yang dipilih sebagai desa percontohan PHBM dan sering mendapat kunjungan studi banding dari desa-desa lain di Jawa maupun luar Jawa. Desa Padabeunghar sendiri memiliki wilayah pangkuan hutan atau wewengkon 3 paling luas di Kabupaten Kuningan. Wilayah hutan pangkuan Desa Padabeunghar adalah 1200,46 Ha, sangat luas jika dibandingkan dengan luas sawah Desa Padabeunghar yaitu 25,13 Ha dan wilayah pemukiman serta penggunaan lahan lain seperti tanah darat, pekarangan dan kuburan yang meliputi 216,19 Ha. Secara administratif, 48,70 % penduduk Desa Padabeunghar bekerja sebagai petani 4. Angka ini lebih kecil dibandingkan dengan realitas di lapangan, di mana penduduk yang tercatat bekerja di luar pertanian juga menggarap lahan garapan atau membuka lahan garapan di kawasan hutan Perhutani atau di lahan kebun karet 5. Desa hutan yang memiliki keterbatasan lahan subur dan sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani dianggap sebagai desa yang potensial untuk menyelenggarakan PHBM. Hal ini cukup beralasan karena dengan adanya 2 Pendapat Nana, anggota LSM KANOPI; Usep, anggota LPI (Lembaga Pelayanan Implementasi) Kabupaten Kuningan, 6 April Arti dari wilayah hutan pangkuan atau wewengkon adalah hutan akan dikelola bersama dengan masyarakat jika pada wilayah hutan Perhutani terdapat masyarakat dan masyarakat mau mengelola. 4 Potensi Desa Padabeunghar tahun Lahan kebun karet digunakan untuk menjelaskan lahan Hak Guna Usaha (HGU) yang ada di wilayah Desa Padabeunghar dan digunakan untuk usaha pertanian oleh penduduk Desa Padabeunghar.
3 3 infrastruktur kelembagaan PHBM, maka akses terhadap lahan hutan untuk mengatasi kekurangan lahan pertanian menjadi lebih besar 6. Namun demikian, pada kenyataannya sumber nafkah rumahtangga di Desa Padabeunghar tidak terpusat semata-mata pada sumberdaya hutan. Sumberdaya hutan hanyalah salah satu sumber nafkah yang dimanfaatkan oleh rumahtangga Desa Padabeunghar. Lahan hutan bagi rumahtangga Desa Padabeunghar dipandang sebagai sumber nafkah alternatif pada saat mereka tidak memiliki lahan milik sendiri. Lahan hutan juga dipandang sekedar lahan garapan jika mereka memiliki waktu luang diantara waktu penggarapan lahan milik atau pekerjaan di luar pertanian. Sumberdaya hutan, bagi kebanyakan penduduk desa setempat dipandang hanya sebagai sumber kayu bakar, sumber pakan ternak, tempat mendapatkan pasir dan batu untuk bahan bangunan serta tempat menggembalakan kerbau milik petani. Rumahtangga peserta PHBM bahkan tidak mematuhi kesepakatan pengelolaa n hutan sebagaimana tertuang dalam Nota Kesepakatan Bersama (NKB) dan Nota Perjanjian Kerjasama (NPK). Penggarapan lahan dilakukan di lahan yang ingin digarap rumahtangga atau yang telah digarap sejak dahulu, bukan di lahan yang ditetapkan oleh NPK untuk digarap. Pengaturan rumahtangga penggarap di suatu lahan dan pengalihan lahan garapan dilakukan dengan kesepakatan antara penggarap dan bukan atas persetujuan Forum PHBM. Dengan demikian dapat dikatakan rumahtangga lebih dipengaruhi oleh kelembagaan lain dari pada kelembagaan yang dibentuk oleh negara seperti PHBM. Sebagai akibatnya gambaran sistem kehidupan yang terbentuk di Desa Padabeunghar sangat jauh dari apa yang dicita-citakan oleh penggagas PHBM. Gambaran pola nafkah rumahtangga yang berbeda dengan pola nafkah yang dirancang oleh negara melalui inovasi kelembagaan PHBM merupakan suatu bukti bahwa rumahtangga sekitar hutan memiliki rasionalitas tindakan sendiri dalam merespon PHBM. Dalam hal ini rasionalitas nafkah rumahtangga 6 Setiamihardja, Arifin, 2003, Implementasi PHBM dalam Rangka Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Sekitar Hutan, Disampaikan pada Sharing dan Dialog Pengalaman Proses-proses Membangun Kolaborasi dalam Mengelola Hutan di Kuningan di LSM LATIN, Bogor, Tanggal 7 September, 2003.
4 4 sangat dipengaruhi oleh kondisi alam, nilai dan kelembagaan sosial serta perubahan yang disebabkan oleh proses-proses sosial dalam dan interaksi dengan komunitas di luar desa. Bagaimana dan mengapa rasionalitas masyarakat lokal yang mempengaruhi pilihan strategi nafkah rumahtangga itu terbentuk, merupakan pertanyaan yang mendasari penelitian ini. Penelitian ini juga hendak menjawab pertanyaan mengapa, bagaimana, dan sejauh mana strategi nafkah dijala nkan oleh rumahtangga di Desa Padabe unghar?. Strategi nafkah merujuk pada suatu aktivitas pemanfaatan sumberdaya di mana sumberdaya termasuk sumberdaya hutan dimaknai dan digunakan untuk tujuan bertahan hidup atau tujuan peningkatan status ekonomi. Strategi nafkah sebagai rangkaian tindakan rasional mencakup aktivitas-aktivitas ekonomi dan sosial yang dilakukan oleh rumahtangga atau individu dalam rangka mengamankan status kehidupan rumahtangga atau individu yang bersangkutan. Pola nafkah merujuk pada pengertian pemanfaatan dan manipulasi sumber-sumber nafkah yang secara alami atau secara sosial dapat digunakan dalam sistem penghidupan rumahtangga. Keseluruhan tindakan nafkah atau aktivitas pemanfaatan sumberdaya menghasilkan konfigurasi atau pola nafkah. Dalam hal ini setiap keputusan dan tindakan rumahtangga dalam melakukan pilihan strategi nafkah sangat ditentukan oleh rasionalitas atau landasan idealitas yang diyakini oleh rumahtangga yang bersangkutan. Penelitian ini difokuskan pada dasar pilihan strategi nafkah rumahtangga di Desa Padabeunghar sebagai suatu gejala lokal. Penelitian strategi nafkah MDH sebagai studi strategi nafkah di Kabupaten Kuningan telah dilakukan oleh sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak dalam bidang pemberdayaan masyarakat sekitar hutan (LSM LATIN) pada tahun Hasil penelitian hanya menunjukkan identifikasi modal dan posisi desa dalam pelaksanaan PHBM di Kabupaten Kuningan 7. Sejauh ini kajian sosiologis mengenai pengaruh karakter sosial dalam strategi nafkah petani belum dibahas. Penelitian yang dilakukan oleh 7 VSO -SPARK Regional Workshop, 2004, Rural Livelihoods In Indonesia, Philippines and Thailand: A Workshop Proceeding, SPARK-VSO, Indonesia.
5 5 LSM LATIN tidak dapat menjelaskan dinamika pelaksanaan PHBM di desa sekitar hutan sebagai suatu lokalitas yang memiliki karakter sosial yang unik. Penelitian strategi nafkah banyak dilakukan oleh LSM atau lembaga donor untuk memahami hubungan MDH dengan hutan. Penelitian tentang pengelolaan hutan biasanya dilakukan untuk menekankan property right oleh masyarakat adat atau penekanan pada indigenous knowledge untuk pengelolaan hutan (Anonimous, 2000; Howitt, Connell dan Hirsch, 1996; Uluk, Sudana dan Wollenberg, 2001, Pilin 2002). Penelitian-penelitian tersebut menyimpulkan bahwa MDH memiliki kelembagaan dan pengetahuan asli yang dapat digunakan dalam pengelolaan hutan dan pembentukan strategi nafkah setempat. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh LSM yang berasumsi bahwa MDH adalah masyarakat yang hidup selaras dengan alam, memelihara hutan lebih baik dari siapa pun yang berada di luar hutan, penelitian ini melihat MDH sebagai masyarakat rasional yang menganggap hutan sebagai sumberdaya yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup. MDH dianggap sebagai entitas sosial yang memiliki rasionalisme sendiri yang dapat berarti memelihara atau merusak hutan agar dapat bertahan hidup atau bahkan mengembangkan sikap memperkaya rumahtangga. Penelitian ini juga berbeda dengan penelitianpenelitian serupa yang dilakukan pada masyarakat pedalaman seperti suku Dayak di Kalimantan yang hidup dan tergantung pada hutan saat hutan ditetapkan sebagai hutan produksi maupun taman nasional (Uluk, Sudana dan Wollenberg, 2001). Masyarakat Desa Padabeunghar pada saat penelitian dilakukan adalah masyarakat yang menyadari dan terbiasa dengan posisi hutan sebagai hutan lindung yang dikuasai Perhutani. Penelitian sosial tentang desa hutan di Jawa Barat telah dilakukan oleh Marzali (2003). Marzali menggunakan pendekatan antropologi untuk melihat strategi nafkah petani Cikalong, Jawa Barat dalam menghadapi kemiskinan. Penelitian Marzali menunjukkan peserta perhutanan sosial adalah petani dari kelas ekonomi terendah dalam masyarakat dan mengikuti program perhutanan sosial karena tidak memiliki pekerjaan dan lahan pertanian. Petani menggarap lahan untuk memperoleh padi untuk mendapat jaminan kesinambungan hidup. Pengelolaan hutan dilandasi oleh falsafah mimilikan mungkin akan
6 6 mendapatkan hasil yang banyak. Pengelolaan hutan menggunakan pola tanam sesuai dengan kebutuhan dan ketersediaan modal petani, sementara petani tidak memahami tentang program pengelolaan hutan yang ditetapkan dalam perhutanan sosial. Istilah-istilah seperti tanaman tepi, sisipan dan pagar sama sekali tidak dipahami petani. Petani menanam tanaman palawija dan padi, padahal dalam program perhutanan sosial, penanaman tanaman palawija atau padi hanya diijinkan hingga kanopi tanaman pokok tinggi. Setelah itu tanaman harus diganti dengan tanaman berumur panjang seperti petai, kapulaga, kopi, nangka, durian dan pisang. Penelitian Marzali (2003) memberikan deskripsi tentang siapa petani penggarap hutan dan bagaimana petani menggarap hutan di daerah perbukitan Cikalong. Penelitian ini dilakukan di tempat yang berbeda dan dengan pumpunan (fokus) penelitian yang berbeda. Penelitian Marzali (2003) memperjelas potret petani desa yang miskin, tidak terdidik, kurung batok 8, takut pada pemerintah tetapi mengerti bahwa oknum aparat pemerintah banyak yang tidak jujur dan tidak ikhlas menolong petani, etika kerja keras tetapi tetap miskin, punya kalkulasi rasional dalam memilih benih karena takut rugi dan tenggelam, dan etika hidup hanya untuk menyambung nafas kemarin. Sementara, penelitian ini mencoba melihat rumahtangga desa sebagai entitas yang mempunyai sejumlah pilihan untuk bertahan di desa atau pergi keluar desa serta melakukan kalkulasi rasional dalam membuat keputusan nafkah. Keputusan itu mencakup pilihan untuk menyambung hidup (survival strategy) atau memperbaiki status kehidupan rumahtangga mereka (consolidating strategy). Penelitian ini juga diarahkan pada pertanyaan sejauh manakah rumahtangga di desa peserta PHBM merespon keberadaan infrastruktur kelembagaan PHBM dalam pola nafkah mereka? Apakah ketersediaan dan kelimpahan modal sosial berupa kelembagaan PHBM telah mempengaruhi pilihan-pilihan strategi nafkah yang dilembagakan oleh rumahtangga di desa peserta PHBM? Bagaimanakah bentuk strategi na fkah yang secara faktual 8 Kurung batok adalah istilah yang dikemukakan Marzali. Berdasarkan pengetahuan peneliti yang juga berasal dari Jawa Barat, kurung batok adalah istilah untuk orang yang tidak pernah pergi ke luar dari daerah asal.
7 7 terbentuk di lapangan? Semua pertanyaan penelitian ini akan dijawab oleh penelitian ini. 1.2 Rumusan Pertanyaan Penelitian Pertanyaan bagaimana dan mengapa pilihan strategi nafkah rumahtangga dilakukan dibagi dalam dua pertanyaan untuk mendapatkan penjelasan yang sistematis, yaitu: 1. Pertanyaan tentang strategi nafkah rumahtangga di Desa Padabeunghar. Pertanyaan tentang strategi nafkah diperlukan untuk melihat pola umum strategi nafkah rumahtangga di Desa Padabeunghar. Secara lebih spesifik dibagi menjadi tiga bentuk pertanyaan: a) Sumber-sumber nafkah apa saja kah yang tersedia bagi rumahtangga di Desa Padabeunghar? Bagaimanakah mereka mendapatkan sumber nafkah tersebut? Dan apa sumbangan setiap sumber nafkah tertentu pada keseluruhan sistem nafkah rumahtangga? b) Bagaimana kah penggunaan sumberdaya hutan dalam strategi nafkah rumahtangga di desa peserta PHBM dan bagaimana penggunaan sumberdaya hutan diantara sumberdaya lain yang digunakan dalam strategi nafkah rumahtangga di desa peserta PHBM? c) Strategi nafkah apa yang dipilih rumahtangga? aktivitas nafkah apa yang menonjol dilakukan oleh rumahtangga dalam Desa peserta PHBM? Untuk tujuan apakah strategi nafkah dilakukan? Dalam konteks sosial atau ekonomi apakah strategi nafkah terbentuk? 2. Pertanyaan tentang rasionalitas lokal. Pertanyaan tentang rasionalitas lokal diarahkan untuk melihat bagaimana strategi nafkah yang ada dipilih dan dilakukan. Strategi nafkah yang benar-benar dilakukan oleh rumahtangga dapat memberikan gambaran tentang cara berpikir komunitas lokal dalam menggerakkan sikap untuk melakukan tindakan nafkah rumahtangga di desa peserta PHBM. Secara lebih spesifik dibagi menjadi dua pertanyaan:
8 8 a) Dalam konteks sosial apa pilihan strategi nafkah dputuskan? kekuatan-kekuatan sosial apa sajakah yang mempengaruhi pilihan strategi nafkah? bagaimana kekuatan-kekuatan sosial itu bekerja? dan bagaimana kah relevansinya dengan strategi nafkah yang dirancang oleh pemerintah melalui PHBM? b) Adakah tujuan ideal yang ditetapkan oleh rumahtangga dalam memutuskan pilihan strategi nafkah? Adakah hirarki hirarkhi tujuan yang dibuat oleh rumahtangga? Apakah ada pertimbangan keuntungan dan kerugian yang dibuat oleh rumahtangga? Apakah ada pengorganisasian tenaga kerja rumahtangga dan aturan yang sengaja disusun untuk mengorganisasikan tugas anggota rumahtangga untuk mencapai tujuan nafkah? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1) Mengetahui sumberdaya yang dimanfaatkan sebagai sumber nafkah dalam rumahtangga di Desa Padabeunghar 2) Mengetahui penggunaan sumberdaya hutan dalam strategi nafkah rumahtangga di Desa Padabeunghar 3) Mendapatkan gambaran strategi nafkah rumahtangga yang dipilih dan ditetapkan oleh rumahtangga desa peserta PHBM 4) Mengetahui pilihan strategi nafkah yang dilakukan rum ahtangga di sekitar hutan Perhutani. 5) Mengetahuai dasar rasionalitas yang melatarbelakangi pilihan strategi nafkah rumahtangga. Studi ini diharapkan dapat memberi sumbangan pada penyusunan dan pelaksanaan program pengelolaan hutan yang melibatkan rumahtangga desa di sekitar hutan.
STRATEGI NAFKAH RUMAHTANGGA DESA SEKITAR HUTAN
STRATEGI NAFKAH RUMAHTANGGA DESA SEKITAR HUTAN Studi Kasus Desa Peserta PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat) di Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat AGUSTINA MULTI PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA
Lebih terperinciSTRATEGI NAFKAH RUMAHTANGGA DESA SEKITAR HUTAN
STRATEGI NAFKAH RUMAHTANGGA DESA SEKITAR HUTAN Studi Kasus Desa Peserta PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat) di Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat AGUSTINA MULTI PURNOMO SEKOLAH PASCASARJANA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia yang harus dilindungi keberadaannya. Selain sebagai gudang penyimpan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat bermanfaat bagi manusia. Hutan merupakan ekosistem yang menjadi penyangga kehidupan manusia yang harus dilindungi
Lebih terperinciTransformasi Struktur Nafkah Pedesaan:
ISSN : 1978-4333, Vol. 01, No. 02 2 Transformasi Struktur Nafkah Pedesaan: Pertumbuhan Modal Sosial Bentukan dalam Skema Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat di Kabupaten Kuningan 1 Agustina M Purnomo
Lebih terperinciPENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka. Taman Nasional
5 PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Taman Nasional Menurut UU No. 5 Tahun 1990 Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan merupakan salah satu unsur vital dalam suatu organisasi atau lembaga apapun, baik lembaga pemerintah, swasta, pendidikan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Agroforestri di Lokasi Penelitian Lahan agroforestri di Desa Bangunjaya pada umumnya didominasi dengan jenis tanaman buah, yaitu: Durian (Durio zibethinus),
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN 3.1. Batasan Analisis Batasan analisis dalam penelitian ini adalah: Pertama, Pokok persoalan yang diangkat adalah persoalan keterbatasan lahan, tingkat kerentanan produk tembakau
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan di bidang kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat sebesarbesarnya
PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu kriteria keberhasilan pembangunan adalah meningkatnya kualitas hidup masyarakat melalui peningkatan partisipasinya dalam pembangunan itu sendiri. Pembangunan di bidang
Lebih terperinciKemitraan Kehutanan di Hutan Lindung Jawa Tengah
POLICY PAPER No 03/2014 Kemitraan Kehutanan di Hutan Lindung Jawa Tengah Oleh : Totok Dwi Diantoro Agus Budi Purwanto Ronald M Ferdaus Edi Suprapto POLICY PAPER No 03/2014 Kemitraan Kehutanan di Hutan
Lebih terperinciVII. RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS LMDH DAN PENINGKATAN EFEKTIVITAS PHBM
VII. RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS DAN PENINGKATAN EFEKTIVITAS PHBM 107 7.1 Latar Belakang Rancangan Program Guna menjawab permasalahan pokok kajian ini yaitu bagaimana strategi yang dapat menguatkan
Lebih terperinciPERANTAU DAN PENGELOLA KEBUN: SEBUAH KAJIAN MIGRASI DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT
PERANTAU DAN PENGELOLA KEBUN: SEBUAH KAJIAN MIGRASI DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT Elok P. Mulyoutami 1, Eva Fauziyah 2, Tri Sulistyati Widyaningsih 2, Desi Awalina 1, dan Betha Lusiana 1 1 World Agroforestry
Lebih terperinciPENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DALAM SISTEM AGROFORESTRY
PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DALAM SISTEM AGROFORESTRY Oleh: Totok Dwinur Haryanto 1 Abstract : Cooperative forest management is a social forestry strategy to improve community prosperity.
Lebih terperinciPERANTAU DAN PENGELOLA KEBUN SEBUAH KAJIAN MIGRASI DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT
PERANTAU DAN PENGELOLA KEBUN SEBUAH KAJIAN MIGRASI DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT Oleh: Elok P. Mulyoutami 1, Eva Fauziyah 2, Tri Sulistyati Widyaningsih 2, Desi Awalina 1, dan Betha Lusiana 1 1 World
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan anugerah Tuhan yang memiliki dan fungsi yang sangat besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat menjaga kesegaran udara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sekelilingnya, baik dari aspek ekologi, sosial dan ekonomi. Wiersum (1990)
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada paradigma kehutanan sosial, masyarakat diikutsertakan dan dilibatkan sebagai stakeholder dalam pengelolaan hutan, bukan hanya sebagai seorang buruh melainkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Rakyat 2.1.1. Pengertian Dalam UU No. 41 tahun 1999, hutan rakyat merupakan jenis hutan yang dikelompokkan ke dalam hutan hak. Hutan hak merupakan hutan yang berada di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diberi mandat oleh negara untuk mengelola sebagian besar hutan negara di Pulau
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perum Perhutani merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi mandat oleh negara untuk mengelola sebagian besar hutan negara di Pulau Jawa. Dalam perkembangannya,
Lebih terperinciARAHAN PENGEMBANGAN USAHATANI TANAMAN PANGAN BERBASIS AGRIBISNIS DI KECAMATAN TOROH, KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR
ARAHAN PENGEMBANGAN USAHATANI TANAMAN PANGAN BERBASIS AGRIBISNIS DI KECAMATAN TOROH, KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR Oleh: HAK DENNY MIM SHOT TANTI L2D 605 194 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS
Lebih terperinciLampiran 1 : Pedoman Pengumpulan Data (Wawancara, FGD, dan Observasi Kajian Pengembangan Masyarakat).
123 Lampiran 1 : Pedoman Pengumpulan Data (Wawancara, FGD, dan Observasi Kajian Pengembangan Masyarakat). A. PETA SOSIAL DESA 1. Bagaimana sejarah terbentuknya Desa Glandang, Program Pemerintahan Desa
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Desa Sendayan, Desa Naga Beralih, dan Desa Muara Jalai.
36 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 1.1. Keadaan Geografis 4.1.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Desa Sungai Jalau merupakan salah satu desa yang termasuk dalam Kecamatan Kampar Utara, Kecamatan Kampar
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Perempuan Dalam Pengelolaan Sumberdaya Hutan Hutan memiliki kedekatan hubungan dengan masyarakat disekitarnya terkait dengan faktor ekonomi, budaya dan lingkungan. Hutan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik
I. PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan daerah dalam era globalisasi saat ini memiliki konsekuensi seluruh daerah di wilayah nasional menghadapi tingkat persaingan yang semakin tinggi secara langsung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan kegiatan pengelolaan hutan seluas 2,4 juta Ha di hutan
Lebih terperinciKEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
9 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Umum Kecamatan Megamendung Kondisi Geografis Kecamatan Megamendung Kecamatan Megamendung adalah salah satu organisasi perangkat daerah Kabupaten Bogor yang terletak
Lebih terperinciI. 0PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 I. 0PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya alam baik hayati maupun non-hayati sangat besar peranannya bagi kelangsungan hidup manusia. Alam memang disediakan untuk memenuhi kebutuhan manusia di bumi,
Lebih terperinciBAB IX KESIMPULAN. bagaimana laki-laki dan perempuan diperlakukan dalam keluarga. Sistem nilai
163 BAB IX KESIMPULAN 9.1. Kesimpulan Status laki-laki dan perempuan dalam keluarga berkaitan dengan bagaimana laki-laki dan perempuan diperlakukan dalam keluarga. Sistem nilai mengenai status anak laki-laki
Lebih terperinciBAB II PENDEKATAN TEORITIS
4 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian industri dan Penggolongannya Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian industri adalah kegiatan memproses atau mengolah barang
Lebih terperinciPotensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON
Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON No. Potensi Data Tahun 2009 Data Tahun 2010*) 1. Luas lahan pertanian (Ha) 327 327
Lebih terperinciA. LATAR BELAKANG PENELITIAN
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Indonesia adalah negara agraris dimana mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Berbagai hasil pertanian diunggulkan sebagai penguat
Lebih terperinciANALISIS USAHA MODEL TUMPANGSARI PADA LAHAN PERHUTANI Studi Kasus Di RPH Cipondok BKPH Cibingbin KPH Kuningan
ANALISIS USAHA MODEL TUMPANGSARI PADA LAHAN PERHUTANI Studi Kasus Di RPH Cipondok BKPH Cibingbin KPH Kuningan Nina Herlina, Syamsul Millah, Oding Syafrudin Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan Universitas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN A.
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan pemanfaatan lahan antara masyarakat adat dan pemerintah merupakan hal yang tidak dapat dihindari. Salah satu kasus yang terjadi yakni penolakan Rancangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan (palawija), merupakan makanan pokok bagi masyarakat. total pendapatan domestik bruto (id.wikipedia.org).
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, artinya masyarakat banyak yang bermata pencaharian sebagai petani. Penggolongan pertanian terbagi atas dua macam, yakni
Lebih terperinciAlang-alang dan Manusia
Alang-alang dan Manusia Bab 1 Alang-alang dan Manusia 1.1 Mengapa padang alang-alang perlu direhabilitasi? Alasan yang paling bisa diterima untuk merehabilitasi padang alang-alang adalah agar lahan secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam dekade terakhir ini, pariwisata menjadi sebuah kegiatan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dekade terakhir ini, pariwisata menjadi sebuah kegiatan yang populer di masyarakat. Kepopuleran pariwisata ini tampak pada semakin berkembangnya kegiatan kepariwisataan,
Lebih terperinciBAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN
BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN 5.1 Aksesibilitas Masyarakat terhadap Hutan 5.1.1 Sebelum Penunjukan Areal Konservasi Keberadaan masyarakat Desa Cirompang dimulai dengan adanya pembukaan lahan pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor industri dan jasa.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia sektor pertanian mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan perekonomian. Banyaknya tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5. Kecamatan Leuwiliang Penelitian dilakukan di Desa Pasir Honje Kecamatan Leuwiliang dan Desa Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan pertanian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. melimpah, baik kekayaan mineral maupun kekayaan alam yang berupa flora
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang dikaruniai kekayaan alam yang melimpah, baik kekayaan mineral maupun kekayaan alam yang berupa flora dan fauna. Hutan
Lebih terperinciPROGRAM PHBM DI SEKITAR KAWASAN KONSERVASI. LAYAKKAH DIPERTAHANKAN???
PROGRAM PHBM DI SEKITAR KAWASAN KONSERVASI. LAYAKKAH DIPERTAHANKAN??? (Studi kasus di kawasan TN Alas Purwo) Oleh : Bagyo Kristiono, SP. /Polhut Pelaksana Lanjutan A. PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat)
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pedesaan sebagai bagian dari pembangunan nasional memfokuskan diri pada masalah kemiskinan di pedesaan. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2006
Lebih terperinciCreated with Print2PDF. To remove this line, buy a license at:
KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN DIREKTORAT BINA USAHA KEHUTANAN TANAMAN Alamat : Gedung Manggala Wanabakti Blok I lt.v, Jl. Gatot Subroto, Jakarta 10270. Telepon : (021)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan tanah dari tahun ke tahun semakin meningkat hal ini
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan tanah dari tahun ke tahun semakin meningkat hal ini sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya kebutuhan lain yang berkaitan dengan
Lebih terperinciEVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS
53 EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat baik perorangan, keluarga, kelompok maupun masyarakat dalam
Lebih terperinciBAB III ANALISIS LINGKUNGAN STRATEGIS DAN KEBIJAKAN. Secara jelas telah diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 32
BAB III ANALISIS LINGKUNGAN STRATEGIS DAN KEBIJAKAN Secara jelas telah diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa misi terpenting dalam pembangunan adalah untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat, baik. generasi sekarang maupun yang akan datang.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi, secara seimbang dan dinamis.
Lebih terperinciAss. Ws. Wb. Selamat Pagi dan Salam Sejahtera bagi kita sekalian!
PIDATO GUBERNUR DALAM RANGKA PEMBUKAAN DIALOG HUTAN TENTANG PANGAN, BAHAN BAKAR, SERAT DAN HUTAN THE FOREST DIALOGUE - Food, Fuel. Fiber and Forests (4Fs) Palangka Raya, 18 Maret 2013 Yth. Director General
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENGESAHAN NAGOYA PROTOCOL ON ACCESS TO GENETIC RESOURCES AND THE FAIR AND EQUITABLE SHARING OF BENEFITS ARISING FROM THEIR UTILIZATION TO THE
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
34 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Profil Desa Cibunian 4.1.1 Keadaan Alam dan Letak Geografis Desa Cibunian merupakan salah satu desa di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan ketersediaan sumber daya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan ketersediaan sumber daya alam potensial berupa hutan yang harus dikelola secara tepat untuk kesejahteraan masyarakat. Keberadaan
Lebih terperinciKARAKTERISTIK LINGKUNGAN, KARAKTERISTIK PETANI PESANGGEM, DAN PERAN MASYARAKAT LOKAL DALAM PHBM KPH KENDAL TUGAS AKHIR
KARAKTERISTIK LINGKUNGAN, KARAKTERISTIK PETANI PESANGGEM, DAN PERAN MASYARAKAT LOKAL DALAM PHBM KPH KENDAL TUGAS AKHIR Oleh: TRI JATMININGSIH L2D005407 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
Lebih terperinciDana Reboisasi: Pengertian dan pelaksanaannya
Dana Reboisasi: Pengertian dan pelaksanaannya Salam sejahtera, Kabar dari: Tim Pengelolaan Hutan Bersama No. 16, Agustus 2003. Bapak-bapak dan ibu-ibu yang berbahagia, kita berjumpa lagi dalam seri kabar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya
BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya pemanfaatan sumber daya alam khususnya hutan, disamping intensitas teknologi yang digunakan. Kehutanan
Lebih terperinciNORHADIE KARBEN, GIGIH UPAYAKAN PERTANIAN TANPA BAKAR DI LAHAN GAMBUT
USAID LESTARI: CERITA DARI LAPANGAN NORHADIE KARBEN, GIGIH UPAYAKAN PERTANIAN TANPA BAKAR DI LAHAN GAMBUT Oleh: Indra Nugraha Ketika pemerintah melarang membakar seharusnya pemerintah juga memberikan solusi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor ekonomi andalan bagi perkembangan perekonomian Indonesia. Kekayaan alam Indonesia yang berlimpah dilengkapi dengan iklim
Lebih terperinciGAMBARAN WILAYAH PEGUNUNGAN KENDENG
101 GAMBARAN WILAYAH PEGUNUNGAN KENDENG Wilayah Pegunungan Kendeng merupakan bagian dari Kabupaten Pati dengan kondisi umum yang tidak terpisahkan dari kondisi Kabupaten Pati. Kondisi wilayah Pegunungan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, sehingga sering disebut sebagai negara agraris yang memiliki potensi untuk mengembangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1.
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Proses pembangunan di Indonesia terus bergulir dan ekspansi pemanfaatan ruang terus berlanjut. Sejalan dengan ini maka pengembangan lahan terus terjadi dan akan berhadapan
Lebih terperinciPOTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN
Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendapatan rumahtangga petani adalah pendapatan yang diterima oleh rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga petani dapat berasal dari
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana diketahui bahwa sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 memberikan keleluasaan kepada daerah untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat yang masih memiliki nilai-nilai dan kultur tradisional. Sejak jaman dahulu, mereka tidak hanya
Lebih terperinciLAND AVAILABILITY FOR FOOD ESTATE. Oleh : MENTERI KEHUTANAN RI ZULKIFLI HASAN, SE, MM
LAND AVAILABILITY FOR FOOD ESTATE Oleh : MENTERI KEHUTANAN RI ZULKIFLI HASAN, SE, MM Jakarta Food Security Summit 2012 Feed Indonesia Feed The World Jakarta, Selasa, 7 Februari 2012 I. PENDAHULUAN Pangan
Lebih terperinciLATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS
LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS Pada kegiatan Praktek Lapangan 2 yang telah dilakukan di Desa Tonjong, penulis telah mengevaluasi program atau proyek pengembangan masyarakat/ komunitas yang ada di
Lebih terperinciKabar dari Tim Pendamping Pengelolaan Hutan Bersama Hulu Sungai Malinau
Kabar dari Tim Pendamping Pengelolaan Hutan Bersama Hulu Sungai Malinau No. 6, September 2001 Bapak-bapak dan ibu-ibu yang baik, Salam sejahtera, jumpa lagi dengan Tim Pendamping Pengelolaan Hutan Bersama.
Lebih terperinciPENDAHULUAN. hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestry adalah salah
PENDAHULUAN Latar Belakang Alih-guna lahan hutan menjadi lahan pertanian disadari menimbulkan banyak masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN
V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Desa Purwasari Desa Purwasari merupakan salah satu Desa pengembangan ubi jalar di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Usahatani ubi jalar menjadi
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dalam memajukan kondisi sosial,
Lebih terperinciPEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER
PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA
Lebih terperinciLESTARI BRIEF KETERPADUAN DALAM PENANGANAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN USAID LESTARI PENGANTAR. Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri
LESTARI BRIEF LESTARI Brief No. 01 I 11 April 2016 USAID LESTARI KETERPADUAN DALAM PENANGANAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri PENGANTAR Bagi ilmuwan, kebakaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah, terutama kondisi lahan pertanian yang dimiliki Indonesia sangat berpotensi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Interaksi Manusia dengan Lingkungan Interaksi merupakan suatu hubungan yang terjadi antara dua faktor atau lebih yang saling mempengaruhi dan saling memberikan aksi dan reaksi
Lebih terperinciVII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS)
VII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) 7.1. Persepsi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi terhadap Keberadaan Hutan Penilaian
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Berkurangnya hutan tropis untuk kepentingan pertanian terkait dengan upayaupaya
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkurangnya hutan tropis untuk kepentingan pertanian terkait dengan upayaupaya masyarakat sekitar hutan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Khusus di Propinsi Lampung, pembukaan
Lebih terperinciBAB VI PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN TERHADAP PHBM
BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN TERHADAP PHBM 6.1 Kelemahan Sumber Daya Manusia Dari hasil survei dapat digambarkan karakteristik responden sebagai berikut : anggota kelompok tani hutan (KTH)
Lebih terperinci1 Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia hingga saat ini belum mampu mensejahterakan seluruh masyarakat Indonesia. Sebagian besar masyarakat masih belum merasakan
Lebih terperinciKEMANDIRIAN PANGAN DI DAERAH 1.
KEMANDIRIAN PANGAN DI DAERAH 1. HM Idham Samawi Bupati Bantul Jika ada yang mengatakan bahwa mereka yang menguasai pangan akan menguasai kehidupan, barangkali memang benar. Dalam konteks negara dan perkembangan
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Letak dan Luas Desa Curug Desa Curug merupakan sebuah desa dengan luas 1.265 Ha yang termasuk kedalam wilayah Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata Pariwisata merupakan semua gejala-gejala yang ditimbulkan dari adanya aktivitas perjalanan yang dilakukan oleh seseorang dari tempat tinggalnya dalam waktu sementara,
Lebih terperinciPENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita
PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl. Irian Km. 6,5 Bengkulu 38119 PENDAHULUAN Hingga saat ini, upaya mewujudkan ketahanan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA Partisipasi Masyarakat Desa Hutan Masyarakat (community) adalah sekumpulan orang yang mendiami suatu tempat tertentu, yang terikat dalam suatu norma, nilai dan kebiasaan yang disepakati
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang membentang dari Sabang sampai Merauke yang dilalui garis khatulistiwa, sehingga memiliki iklim tropis. Kondisi ini menyebabkan iklim
Lebih terperinciKESIMPULAN DAN SARAN
369 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Selama tahun 1990-2009 terjadi pengurangan luas hutan SWP DAS Arau sebesar 1.320 ha, mengakibatkan kecenderungan peningkatan debit maksimum, penurunan debit minimum
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pelaksanaan pembangunan, dalam jangka menengah dan panjang menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola hubungan kerja dan stuktur
Lebih terperinciPenelitian Strategis Unggulan IPB
Penelitian Strategis Unggulan IPB PENGEMBANGAN KONSEP ALOKASI LAHAN UNTUK MENDUKUNG REFORMA AGRARIA DENGAN TEKNOLOGI INFORMASI SPASIAL Oleh : Baba Barus Dyah Retno Panuju Diar Shiddiq Pusat Pengkajian
Lebih terperinciSUMATERA BARAT, SEBAGAI JANTUNG SUMATERA UNTUK PERLINDUNGAN HUTAN MELALUI SKEMA HUTAN NAGARI DAN HKM, DAN KAITANNYA DENGAN SKEMA PENDANAAN KARBON
SUMATERA BARAT, SEBAGAI JANTUNG SUMATERA UNTUK PERLINDUNGAN HUTAN MELALUI SKEMA HUTAN NAGARI DAN HKM, DAN KAITANNYA DENGAN SKEMA PENDANAAN KARBON KKI WARSI LATAR BELAKANG 1. Hutan Indonesia seluas + 132,9
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian telah terbukti memiliki peranan penting bagi pembangunan perekonomian suatu bangsa. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang berperan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai kawasan hutan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai kawasan hutan atau hutan tropis yang cukup luas di dunia. Kawasan hutan di Indonesia mencapai ±137,09 Juta ha
Lebih terperinciBAB VII STRUKTUR AGRARIA DESA CIPEUTEUY
117 BAB VII STRUKTUR AGRARIA DESA CIPEUTEUY Desa Cipeuteuy merupakan desa baru pengembangan dari Desa Kabandungan tahun 1985 yang pada awalnya adalah komunitas pendatang yang berasal dari beberapa daerah,
Lebih terperinciFORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI, KABUPATEN KUNINGAN, PROVINSI JAWA BARAT
FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI, KABUPATEN KUNINGAN, PROVINSI JAWA BARAT FARMA YUNIANDRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Lebih terperinciBAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI
BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI Jawa Barat Bagian Utara memiliki banyak potensi baik dari aspek spasial maupun non-spasialnya. Beberapa potensi wilayah Jawa Barat bagian utara yang berhasil diidentifikasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan mahkluk hidup di bumi. Kekayaan alam bermanfaat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam yang mempunyai peran sangat penting dalam kehidupan mahkluk hidup di bumi. Kekayaan alam bermanfaat bagi kelangsungan kehidupan di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, salah satu pengelompokan hutan berdasarkan fungsinya adalah hutan konservasi. Hutan konservasi merupakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967, arti hutan dirumuskan sebagai Suatu lapangan tetumbuhan pohon-pohonan yang secara keseluruhan merupakan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENGESAHAN NAGOYA PROTOCOL ON ACCESS TO GENETIC RESOURCES AND THE FAIR AND EQUITABLE SHARING OF BENEFITS ARISING FROM THEIR UTILIZATION TO THE
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI
189 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI A. Simpulan Umum Kampung Kuta yang berada di wilayah Kabupaten Ciamis, merupakan komunitas masyarakat adat yang masih teguh memegang dan menjalankan tradisi nenek
Lebih terperinci