BAB 1 PENDAHULUAN. Konflik yang terjadi di kawasan hutan sering kali terjadi akibat adanya

Transkripsi

1 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konflik yang terjadi di kawasan hutan sering kali terjadi akibat adanya sumberdaya alam bernilai ekonomi tinggi yang menjadi daya tarik tersendiri untuk berbagai pihak. Keberlimpahan sumberdaya tersebut berkorelasi positif terhadap kepentingan-kepentingan berbagai pihak yang ingin turut serta memanfaatkannya. Semakin tinggi keberlimpahannya semakin tinggi pula aspirasi didalamnya. Adanya kekuatan-kekuatan kapitalis seperti modal besar yang senantiasa menjadi penyokong utama konflik kepentingan tersebut menjadi pengaruh terhadap dinamika konflik yang terjadi. Sendi-sendi kelestarian hutan berada ada posisi terancam dengan adanya tekanan ekonomi yang terus dituntut pada sumberdaya hutan. Ancaman tersebut sering kali tertuju pada kawasan hutan yang dikuasai oleh negara dan pengelolaanya dimaksudkan untuk mendapatkan benefit yang tinggi dari sumberdaya hutan. Hutan negara merupakan hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah. Pengelolaan hutan negara diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah yang berkewenangan untuk mengurus, memanfaatkan, termasuk memberikan izin pada pihak ketiga untuk mengelola sumberdaya hutan, namun keberadaan masyarakat desa hutan juga harus dipertimbangkan sebagai sebuah aktor yang memiliki kepentingan terhadap sumberdaya hutan. Selain itu,

2 2 masyarakat juga dapat dipandang sebagai sebuah ekosistem hutan karena keberadaan dan pengaruhnya terhadap pengelolaan sumberdaya hutan. Pandangan tentang masyarakat desa sebagai bagian dari ekosistem hutan, menempatkan masyarakat pada posisi penting. Masyarakat tidak lagi hanya sebatas objek, tetapi juga sebagai subjek dalam pengelolaan hutan. Hal ini disebabkan masyarakat desa hutan bukanlah pendatang baru dalam pengelolaan hutan. Peran masyarakat dalam pengelolaan hutan bukan peran yang dapat dianggap mudah. Masyarakat memanfaatkan sumberdaya hutan dan berperan serta aktif dalam pengelolaan hutan, maka dari itu peran masyarakat dalam pengelolaan hutan harus diberikan perhatian khusus agar hutan dapat dijaga kelestariannya dan memberikan manfaat baik secara ekonomi, sosial maupun ekologi. Kepentingan-kepentingan terhadap sumberdaya hutan oleh masyarakat tersebut tidak hanya terjadi dewasa ini. Hal ini sudah ada bahkan sebelum adanya hukum-hukum yang mengatur tentang pemanfaatan sumberdaya hutan dan sudah menjadi sebuah warisan budaya dari sejarah nenek moyang. Keyakinan atas hak untuk mengelola kawasan hutan didapatkan masyarakat secara turun-temurun berdasar pada sejarah yang diyakini mereka, maka dari itu benturan-benturan kepentingan antar masyarakat dan pihak pengelola hutan negara dalam hal ini Perhutani, serta pengaruh-pengaruh dari pihak luar dalam pengelolaan kawasan hutan ini menjadi sebuah penyebab utama munculnya konflik tenurial dalam pengelolaan kawasan hutan.

3 3 Konflik tenurial yang terjadi di kawasan hutan adalah persoalan yang sangat kompleks yang dihadapi oleh Perhutani. Timbulnya konflik tenurial yang terjadi merupakan sebuah akibat dari benturan-benturan kepentingan yang terjadi dari berbagai pihak. Tekanan sosial yang semakin meningkat serta dinamika sosial politik di masyarakat memberikan dampak negatif terhadap eksistensi kawasan hutan. Konflik tenurial ini dapat dikatakan sebagai akumulasi kegiatan penggarapan lahan oleh masyarakat di kawasan hutan tanpa adanya izin yang jelas (ilegal). Penggarapan liar di kawasan hutan salah satunya adalah dengan kegiatan penambangan minyak oleh masyarakat secara ilegal di dalam kawasan hutan. Hal ini memberikan dampak negatif apabila tidak ditangani dengan serius terkait limbah-limbah yang dihasilkan apabila dilakukan secara berkelanjutan tanpa pihak-pihak yang bertanggung jawab atas kerusakan tersebut. Di Indonesia, perlindungan dan pengamanan sumberdaya hutan dari ancaman luar maupun dalam telah diatur dalam Undang-Undang nomor 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan kerusakan hutan. Disamping itu, Peraturan Kementrian Kehutanan nomor 16 tahun 2014 pasal 4 ayat 2 tentang peraturan pinjam pakai kawasan hutan untuk kepentingan di luar sektor kehutanan juga menyebutkan bahwa penggunaan kawasan hutan dapat digunakan untuk kepentingan sektor penambangan minyak dan gas dengan kompensasi lahan yang juga telah dijelaskan. Alih fungsi hutan sebagai kawasan penambangan minyak dan gas akan memberikan dampak sosial terhadap masyarakat desa hutan, baik dampak positif maupun negatif. Akan tetapi kurangnya kesadaran masyarakat

4 4 terkait perizinan dan birokrasi dalam pemanfaatan lahan di hutan untuk kegiatan penambangan menyebabkan konflik antara masyarakat dan Perhutani. Di samping itu, keterkaitan pihak-pihak di luar masyarakat dan Perhutani membuat proses terjadinya koflik menjadi lebih kompleks. Identifikasi konflik tenurial harus mencakup multi aspek, terutama aspek sosial di masyarakat. Aspek sosial ini kaitannya dengan kondisi sosial, budaya, ekonomi masyarakat desa hutan serta kaitannya dengan interaksi masyarakat dengan sumberdaya hutan. Pemetaan sosial yang dapat dilakukan adalah dengan mengidentifikasi sejarah desa, demografi, interaksi sosial serta persepsi atau pemahaman masyarakat tentang pengelolaan kawasan hutan pada saat sekarang atau yang akan datang. Selain itu, juga perlu diketahui peran-peran stakeholder dalam mempengaruhi konflik tenurial yang terjadi. Konflik tenurial telah terjadi dan masih terus berlanjut hingga sekarang pada kawasan hutan di RPH Kedewan, BKPH Kedewan, KPH Cepu yang dilakukan oleh masyarakat. Masyarakat sendiri yang awalnya hanya terdiri dari masyarakat Desa Wonocolo, sekarang telah berkembang hingga banyak masyarakat dari desa lain yang ikut terlibat. Konflik tenurial ini terjadi akibat adanya keberadaan sumberdaya alam berupa minyak mentah yang berada di kawasan hutan. Keberadaan sumberdaya alam ini menjadi daya tarik tersendiri bagi pihakpihak yang memiliki kepentingan. Mengingat nilai ekonomi dari minyak mentah cukup menjanjikan, maka terjadilah benturan-benturan kepentingan dari pihakpihak tersebut. Dari sektor kehutanan, peran dalam konflik ini secara garis besar

5 5 diambil alih oleh pihak masyarakat dan Perhutani. Konflik tersebut telah mengalami eskalasi yang ditunjukkan dengan transformasi beberapa aspek, baik dari aspek sosial, budaya, maupun politik yang terjadi lokasi penambangan. Perlu adanya solusi penyelesaian agar tidak ada pihak yang dirugikan dan membangun kembali stabilitas pengelolaan hutan Rumusan Masalah Rumusan masalah dari penelitian ini adalah : 1. Bagaimana sejarah penambangan minyak oleh masyarakat Desa Wonocolo di kawasan hutan RPH Kedewan, BKPH Kedewan, KPH Cepu. 2. Bagaimana struktur dan proses konflik yang terjadi pada kegiatan penambangan minyak oleh masyarakat di kawasan hutan RPH Kedewan, BKPH Kedewan, KPH Cepu. 3. Bagaimana strategi penyelesaian konflik pada kegiatan penambangan minyak oleh masyarakat di kawasan hutan RPH Kedewan, BKPH Kedewan KPH Cepu Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui sejarah penambangan minyak oleh masyarakat Desa Wonocolo di kawasan hutan RPH Kedewan BKPH Kedewan KPH Cepu 2. Mengetahui struktur dan proses konflik yang terjadi pada kegiatan penambangan minyak oleh masyarakat di kawasan hutan RPH Kedewan BKPH Kedewan KPH Cepu.

6 6 3. Mengetahui strategi penyelesaian konflik pada kegiatan penambangan minyak oleh masyarakat di kawasan hutan RPH Kedewan BKPH Kedewan KPH Cepu Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Memperkaya khazanah ilmu pengetahuan dalam pengelolaan konflik dan pemanfaatan sumberdaya hutan. 2. Memberikan informasi sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan terkait penyelesaian konflik pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hutan.