BUKU PEDOMAN EFISIENSI ENERGI PENCAHAYAAN JALAN UMUM BUKU II : PERENCANAAN SISTEM PJU EFISIEN ENERGI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BUKU PEDOMAN EFISIENSI ENERGI PENCAHAYAAN JALAN UMUM BUKU II : PERENCANAAN SISTEM PJU EFISIEN ENERGI"

Transkripsi

1 BUKU PEDOMAN EFISIENSI ENERGI PENCAHAYAAN JALAN UMUM BUKU II : PERENCANAAN SISTEM PJU EFISIEN ENERGI DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 2014

2 KATA PENGANTAR Pada tahun 2009, Presiden Republik Indonesia telah menyampaikan komitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 26% pada 2020 dibandingkan dengan skenario business as usual (BAU) dan meningkat menjadi 41% apabila mendapat bantuan internasional. Hal ini diterjemahkan ke dalam Peraturan Presiden Nomor 61 tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK). Pencapaian ini diperoleh melalui berbagai aksi mitigasi di seluruh sektor utama perekonomian. Di tingkat daerah, Peraturan Presiden ini juga mengamanatkan penyusunan Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAD-GRK) sebagai komitmen Pemerintah Daerah untuk turut berpartisipasi mencapai target penurunan emisi GRK. Sektor energi merupakan penyumbang emisi terbesar kedua di Indonesia, salah satunya bersumber dari penyediaan tenaga listrik yang didominasi batubara. Emisi dari pembangkitan listrik telah meningkat sejalan dengan kinerja perekonomian Indonesia dan tren ini ditetapkan terus berlanjut seiring dengan pertumbuhan permintaan tenaga listrik. Untuk menjamin penyediaan energi tersebut, Kementerian ESDM telah menetapkan dua kebijakan utama yaitu diversifikasi energi dan konservasi energi. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Dewan Nasional Perubahan Iklim, penerapan konservasi energi merupakan salah satu aksi mitigasi yang paling murah dan mudah atau bersifat low hanging fruit. Maka dari itu, konservasi energi juga perlu mendapat perhatian utama dan salah satunya adalah di Penerangan Jalan Umum (PJU). Berdasarkan perhitungan Badan Litbang Kementerian ESDM, diketahui bahwa potensi penghematan tenaga listrik di PJU mencapai GWh/tahun atau setara Rp. 2 triliun /tahun. Selain itu, langkah penghematan listrik melalui peningkatan efisiensi energi PJU ini dapat memberi sumbangan yang signifikan dalam pemenuhan target pengurangan emisi GRK Indonesia. Beberapa kota termasuk Yogyakarta dan Makassar memiliki pengalaman dalam penerapan penerangan jalan yang hemat energi termasuk lampu Light Emitting Diode (LED). Lampu LED telah meningkat secara tetap sejak 1960an dan meskipun biaya investasi awal sebesar 2 s.d. 4 kali dari biaya sebagian besar lampu konvensional, energi yang dikonsumsi hanyalah separuh atau kurang dari konsumsi lampu konvensional dan lampu LED tahan lebih lama. Beberapa pengalaman di kota-kota di Indonesia memperlihatkan penghematan energi signifikan yang dapat dicapai oleh lampu LED jika dibanding dengan lampu konvensional hingga 60% dalam kondisi optimal. Hal ini berdampak pada emisi GRK terkait dan penghematan biaya serta manfaat tambahan lain seperti peningkatan fasilitas publik, terciptanya kesempatan kerja dan peningkatan keselamatan di jalan raya. Namun karena berbagai tantangan, penerangan jalan yang efisien belum menjadi prioritas bagi kotakota di Indonesia hingga saat ini. Masalah yang umum dialami oleh unit pemerintah daerah di bidang PJU antara lain Minimnya data yang memadai terkait jumlah dan jenis lampu yang terpasang, terutama karena tingginya jumlah sambungan yang ilegal dan tingkat pemeteran yang rendah untuk PJU. i

3 Sistem pembayaran listrik kepada PLN berbentuk lump-sum (borongan) yang cenderung melampaui perkiraan konsumsi dan mengurangi motivasi untuk melaksanakan penerangan jalan yang lebih efisien. Anggaran yang terbatas dari Pemerintah Daerah Dilatari berbagai masalah tersebut, buku Pedoman Efisiensi Energi Pencahayaan Jalan Umum ini dibuat sebagai salah satu upaya mengatasi permasalahan diatas. Dengan adanya buku pedoman ini dimaksudkan untuk membantu Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat, dan pengeloa PJU lainnya yang akan melakukan efisiensi energi PJU yang dibagi dalam dua buku. Buku pertama dengan judul Buku I Pedoman Efisiensi Energi Pencahayaan Jalan Umum: Pengelolaan Sistem PJU Efisien Energi akan membahas aspek non teknis seperti alternatif pembiayaan untuk melakukan efisiensi energi PJU, pengadaan barang dan jasa terkait PJU, serta pengelolaan dan pemeliharaan PJU. Sedangkan aspek teknis perencanaan PJU yang efisien energi akan dibahas dalam Buku II Pedoman Efisiensi Energi Pencahayaan Jalan Umum: Perencanaan Sistem PJU Efisien Energi. ii

4 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i BAB I ANALISA KEBUTUHAN SISTEM PENCAHAYAAN JALAN UMUM EFISIEN ENERGI TENTUKAN KERANGKA WAKTU DAN RENCANA YANG JELAS KUMPULKAN INFORMASI YANG RELEVAN LIBATKAN STAF/TENAGA AHLI YANG KOMPETEN TETAPKAN PRIORITAS 4 BAB II METERISASI: EFISIENSI ANGGARAN DAN ENERGI KONTRAK LUMPSUM: MATI ATAU NYALA, BAYAR SAMA METERISASI, PRASYARAT EFISIENSI ENERGI PJU BIAYA METERISASI VS PENGHEMATAN ANGGARAN 12 BAB III PENGADAAN BARANG/JASA PJU APAKAH PERLU RETROFIT DENGAN TEKNOLOGI YANG LEBIH BARU? JANGAN LATAH CARI TAHU SECARA MENDALAM BAGAIMANA PENGALAMAN MEREKA YANG SUDAH MENERAPKAN LAKUKAN ANALISA BIAYA-MANFAAT DENGAN SEKSAMA SOFTWARE ANALISA RETROFIT PJU 15 BAB IV PENGELOLAAN DAN PEMELIHARAAN PJU TETAPKAN TUJUAN SISTEM PJU YANG AKAN DIBANGUN PERTIMBANGKAN KARAKTERISTIK JALAN DAN FUNGSI-NYA PILIH TEKNOLOGI YANG SESUAI GUNAKAN ACUAN STANDAR KUALITAS PENCAHAYAAN JALAN YANG BERLAKU 25 iii

5 4.5. GUNAKAN ACUAN STANDAR PERALATAN/KOMPONEN SISTEM PJU PATUHI REGULASI TEKNIS TERKAIT PJU 32 iv

6 BAB I ANALISA KEBUTUHAN SISTEM PENCAHAYAAN JALAN UMUM EFISIEN ENERGI Pedoman Efisiensi Energi Pencahayaan Jalan Umum Buku II: Perencanaan Sistem PJU Efisien Energi 1

7 Pencahayaan jalan umum atau sering disebut sebagai Penerangan Jalan Umum/PJU merupakan aspek penting dalam penataan suatu daerah/kota. PJU memiliki perranan sebagai pedoman navigasi pengguna jalan di malam hari, meningkatkan keamanan dan keselamatan pengguna jalan, menambah unsur estetika, dan juga dapat memberikan nilai tambah ekonomi bagi suatu daerah. Namun sayangnya banyak Pemerintah Daerah yang masih mengalami kendala dalam menyediakan fasilitas publik yang sangat penting ini terutama dalam hal perencanaan sistem PJU yang efisien energi. Tidak sedikit Pemerintah Daerah mengalami kesulitan dalam pembiayaan untuk pengelolaan operasonal PJU yang dimilikinya dikarenakan tingginya biaya energi yang harus dibayarkan kepada perusahaan penyedia tenaga listrik PJU (PT PLN (Persero)), apalah lagi untuk ekspansi pembangunan PJU yang baru. Kondisi ini menyebabkan masyarakat tidak dapat menikmati layanan pencahayaan di jalan umum pada malam hari dengan optimal, karenanya efisiensi energi PJU adalah keharusan. PJU yang efisien energi diawali dari perencanaan dan desain sistem PJU. Jika rencana dan desain awal PJU gagal menghasilkan desain yang efisien energi, maka bisa dipastikan bahwa PJU yang tidak efisien energi yang akan diperoleh jika rencana tersebut direalisasikan. Sebelum melangkah pada desain teknis, perencanaan harus dimulai dari analisa kebutuhan. Salah satu prinsip dari efisiensi adalah alokasikan sumber daya yang terbatas hanya untuk keperluan yang dibutuhkan, karenanya analisa kebutuhan menjadi prasyarat dari prinsip ini. Secara umum, langkah yang dapat ditempuh dalam melakukan analisa kebutuhan rehabilitasi/pembangunan PJU adalah sebagai berikut: Tentukan kerangka waktu dan rencana yang jelas Kumpulkan informasi yang relevan Libatkan staf/tenaga ahli yang kompeten Tetapkan prioritas 1.1 Tentukan Kerangka Waktu dan Rencana Yang Jelas Kerangka waktu dari kegiatan analisa kebutuhan sangat penting untuk menjaga proses analisis dapat terkawal dengan baik. Pada tahap ini, ditetapkan juga detail rencana aktifitas yang akan dilakukan dan siapa saja pihak yang perlu terlibat dan bertanggungjawab. Kejelasan dari awal akan mempermudah pimpinan organisasi atau penanggungjawab bidang PJU untuk mengontrol proses analisa kebutuhan yang dilakukan. Pedoman Efisiensi Energi Pencahayaan Jalan Umum Buku II: Perencanaan Sistem PJU Efisien Energi 2

8 1.2 Kumpulkan Informasi Yang Relevan Informasi yang diperlukan dalam perencanaan suatu sistem PJU adalah informasi terkait dengan kondisi jalan seperti kondisi fisik jalan (panjang, lebar, kondisi fisik jalan), tingkat kepadatan lalu lintas, tingkat aktifitas ekonomi, tingkat kejahatan yang terjadi, tingkat kecelakaan (khususnya pada saat malam hari), dll ataupun juga dapat berupa tuntutan permintaan dari masyarakat akan PJU, komplain atas PJU existing, dll. Bahkan jika diperlukan, dapat dilakukan survey/pengukuran langsung melihat kondisi jalan atau meminta pendapat dan masukan masyarakat. Beberapa Pemda memiliki database yang cukup baik untuk peta PJU existing, namun tidak banyak yang memiliki update tentang kondisi PJU existing. Survey kondisi PJU exisiting akan sangat membantu dalam perencanaan rehabilitasi/pembangunan PJU yang efisien energi. Survey ini dapat dilakukan sendiri oleh Pengelola PJU. Namun akan lebih baik jika survey ini dilakukan bersama dengan PT PLN dan menyertakan pihak yang netral sehingga dapat dilakukan pendataan yang akurat mengenai jumlah, kondisi, serta legalitas dari PJU existing. Banyak kasus terjadi perselisihan antara Pemda dan PLN dikarenakan perbedaan data PJU yang dijadikan dasar PLN menagih biaya PJU khususnya untuk sistem kontrak lumpsum. Survey bersama akan dapat menghilangkan potensi konflik yang dikarenakan oleh tumbuhnya PJU liar dan atau tagihan listrik PJU yang dirasakan tidak sesuai. Konsekwensi yang mungkin muncul dari hasil survey akan sangat mungkin ditemukannya banyak PJU liar dan atau PJU yang tidak beroperasi dengan baik (misalnya mati lampu). Pengelola PJU/Pemda dapat mengambil sikap mengakui PJU tersebut sebagai tanggung jawab Pemda dan segera mengalokasikan anggaran untuk membenahinya karena munculnya PJU liar sangat mungkin dikarenakan masyarakat di lokasi PJU liar tersebut sangat membutuhkan pencahayaan pada waktu malam hari. Masyarakat berhak mendapatkan layanan PJU karena setiap bulan mereka juga membayar pajak PJU. Hasil survey bersama untuk kemudian harus dijadikan acuan bersama baik oleh Pemda maupun PT PLN untuk memulai proses revisi kontrak sesuai kondisi terbaru dan atau acuan bersama untuk memulai proses migrasi menuju meterisasi PJU. Pedoman Efisiensi Energi Pencahayaan Jalan Umum Buku II: Perencanaan Sistem PJU Efisien Energi 3

9 1.3 Libatkan Staf/Tenaga Ahli Yang Kompeten Dalam melakukan analisis atas data/informasi yang terkumpul sebaiknya melibatkan orang yang kompeten baik dari internal organisasi maupun tenaga ahli yang memiliki kredibilitas yang tidak diragukan. Lakukan identifikasi hubungan antara kondisi jalan khususnya terkait dengan tingkat pencahayaan yang ada saat ini dengan dampaknya. Akan sangat membantu proses ini jika sudah pernah dilakukan kegiatan serupa sebelumnya. Review khususnya untuk melihat validitas situasi dan kondisi yang menjadi latar analisa sebelumnya apakah masih valid dengan dinamika situasi dan kondisi saat ini. Beberapa pihak yang dapat dipertimbangkan terlibat dalam analisa kebutuhan PJU antara lain pakar tata kota, ahli pencahayaan jalan, staf perencanaan (Bappeda), dan jika diperlukan dapat melibatkan tokoh/perwakilan masyarakat. 1.4 Tetapkan Prioritas Tentunya sangat dipahami bahwa sumber daya yang dimiliki (anggaran, SDM yang kompeten, waktu) sangat terbatas. Hasil dari analisas kebutuhan ini harus dapat memunculkan rekomendasi prioritas rehabilitasi/pembangunan PJU yang efisien energi. Jadikan keselamatan dan keamanan pengguna jalan menjadi prioritas pertama. Identifikasi lokasi-lokasi yang rawan kecelakaan/kejahatan untuk diprioritaskan rehabilitasi/ pembangunan PJU-nya. Segera lanjutkan dengan desain sistem PJU yang akan dibangun. Akan lebih baik jika Pemda dapat menghasilkan roadmap pengembangan (rehabilitasi dan pembangunan) sistem PJU di wilayahnya dan dijadikan sebagai buku rencana induk pengembangan sistem PJU yang dapat menjadi acuan program kerja unit organisais terkait. Pedoman Efisiensi Energi Pencahayaan Jalan Umum Buku II: Perencanaan Sistem PJU Efisien Energi 4

10 BAB II METERISASI: E FISIENSI ANGGARAN DAN ENERGI Pedoman Efisiensi Energi Pencahayaan Jalan Umum Buku II: Perencanaan Sistem PJU Efisien Energi 5

11 Faktor penting yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan sistem PJU yang efisien energi adalah bagaimana sistem PJU yang dibangun dapat dioperasikan secara efisien baik dari sisi biaya operasi maupun konsumsi energi. Bab ini akan membahas mengenai meterisasi yang sangat penting bagi efisiensi energi di PJU. 2.1 Kontrak Lumpsum: Mati atau Nyala, Bayar Sama Saat ini, kontrak PLN dengan Pemda dalam penyediaan tenaga listrik masih dominan menggunakan sistem kontrak lumpsum. Dengan sistem ini perhitungan biaya listrik didasarkan atas asumsi pemakaian tertentu (tidak mempertimbangkan kondisi di lapangan apakah nyala atau mati) dan klasifikasi kelas daya tertentu yang umumnya jauh lebih besar nilainya dibandiingkan pemakaian sesungguhnya. Dalam sejarahnya, pengelolaan PJU pernah dilakukan oleh PLN. Namun selanjutnya sebagai kompensasi atas penerimaan Pajak Penerangan Jalan, Pemerintah/Pemerintah Daerah menyelenggarakan prasarana dan fasilitas penerangan jalan umum (PJU). Seluruh kegiatan yang menyangkut pengadaan, pemasangan, pengoperasian dan pemeliharaan fasilitas umum yang sebelumnya ditangani PLN secara bertahap diserahkan kepada instansi pemiliknya. Sebagai tindak lanjut dari pengalihan ini, Direksi PLN mengeluarkan Surat Edaran Secara Direksi PLN NO. : 024.E/012/DIR/ 2002 tentang Instalasi Penerangan Jalan dan Fasilitas Umum Lainnya yang menjelaskan kepada seluruh jajaran PLN mengenai syarat dan kondisi yang ditetapkan oleh PLN untuk jenis layanan fasilitas umum khususnya PJU. Dalam edaran tersebut, Direksi PLN mendorong pemasangan alat pengukur dan pembatas daya (APP) yang dikenal juga sebagai meteran listrik pada PJU sebagai satu-satunya dasar transaksi tenaga listrik yang fair. PLN juga mendorong agar Pemda segera mengambil alih pemeliharaan PJU baik secara swakelola maupun dengan menunjuk pihak ketiga. Dalam surat edaran tersebut juga, PLN memberikan panduan dalam melakukan meterisasi. Melengkapi surat edaran tersebut, Direksi PLN juga mengeluarkan Surat Edaran Direksi PLN No. : 025.E/012/DIR/ 2002 tentang Pengenaan Tarif P-3 yaitu untuk golongan tarif PJU dan fasilitas umum lainnya. Surat edaran ini memberikan panduan bagi PLN di daerah dalam mengenakan tarif listrik PJU yang masih belum bermeter dengan formula tertentu. PLN menetapkan klasifikasi daya lampu dalam beberapa kelas untuk jenis teknologi lampu pijar dan lampu pelepas gas sebagai berikut: 1. Klasifikasi daya untuk lampu pijar: i watt per titik lampu ii watt per titik lampu, iii watt per titik lampu, iv watt per titik lampu, v watt per titik lampu, VI watt per titik lampu, vii watt per titik lampu, viii watt per titik lampu, ix watt per titik lampu, X watt per titik lampu, Pedoman Efisiensi Energi Pencahayaan Jalan Umum Buku II: Perencanaan Sistem PJU Efisien Energi 6

12 xi watt per titik lampu. 2. Klasifikasi daya untuk lampu pelepas gas (termasuk TL-neon): i watt per titik lampu ii watt per titik lampu, iii watt per titik lampu, iv. > 500 watt per titik lampu, Catatan : 2 buah lampu 40 watt dipasang dalam paralel dalam satu armature dianggap sebagai satu titik lampu 80 watt. Untuk penentuan daya yang digunakan dalam penghitungan biaya tenaga listrik terpakai, PLN menggunakan acuan sebagai berikut: Daya untuk lampu pijar digunakan daya terbesar di klas-nya. Daya untuk lampu pelepas gas digunakan 2x daya terbesar di klasnya. Dan sebagai standar jam operasi per titik lampu digunakan asumsi 375 jam per bulan. Dengan demikian, formula biaya tenaga listrik yang harus dibayarkan oleh Pemda adalah sebagai berikut: Biaya Tenaga Listrik PJU tidak bermeter = Daya lampu x 375 jam x Tarif Dasar Listrik Berdasarkan penjelasan di atas, jika tidak dipasang meteran, maka tidak peduli PJU menyala 24 jam atau mati sama sekali akan dianggap mengkonsumsi listrik yang sama. Bahkan untuk lampu pelepas gas yang umum dipakai besarnya daya lampu ditetapkan dua kali dari daya terbesar dalam klasifikasi daya lampu yang berarti dua kali (bahkan lebih) dari daya lampu sesungguhnya. Formula ini menyebabkan biaya yang harus dibayarkan oleh Pemda untuk tagihan listrik PJU jauh lebih besar dari konsumsi listrik sesungguhnya. Jadi, kontrak lumpsum meniadakan kebutuhan akan penggunaan teknologi yang efisien energi karena investasi untuk efisiensi energi tidak dapat dikembalikan karena tidak ada penghematan biaya listrik yang terjadi. Seberapapun efisien teknologi yang dipasang menggantikan teknologi lama, tidak berpengaruh pada biaya listrik yang harus dibayar pengelola PJU. 2.2 Meterisasi, Prasyarat Efisiensi Energi PJU PJU merupakan hal vital yang harus disediakan Pemda sebagai bentuk layanan atas pajak penerangan jalan yang dibayarkan masayarakat. Namun, tidak sedikit Pemda yang kesulitan membiayai operasional PJU apalagi meningkatkan layanannya. Tidak jarang Pemda menunggak pembayaran kepada PLN yang berakibat pada pemadaman PJU secara paksa yang sangat merugikan dan membahayakan keselamatan/keamanan masyarakat. Masalah ini terjadi hanya pada Pemda yang belum membenahi sistem PJU-nya dan masih menerapkan sistem kontrak lumpsum. Sayangnya, hal ini terjadi pada mayoritas Pemda. Di sisi lain, Pemda dituntut oleh Presiden melalui Instruksi Presiden No.13 tahun 2011 tentang Penghematan Energi dan Air untuk melaksanakan aksi penghematan energi termasuk untuk sistem PJU yang berarti harus mengelola PJU dengan baik dan menerapkan teknologi PJU yang efisien energi. Pedoman Efisiensi Energi Pencahayaan Jalan Umum Buku II: Perencanaan Sistem PJU Efisien Energi 7

13 Meterisasi merupakan syarat wajib bagi pelaksanaan efisiensi energi di PJU. Meterisasi adalah satusatunya instrumen yang dapat menerjemahkan aktifitas efisiensi energi di PJU dalam bahasa anggaran. Profile benefit yang diperoleh dari hasil efisiensi energi yang dilakukan akan mempermudah bagi pengelola PJU meyakinkan para pengambil keputusan penganggaran (misalnya: Bappeda, Walikota/Bupati /Gubernur, dan DPRD) untuk dapat menganggarkan kembali biaya investasi efisiensi energi dalam lingkup yang lebih luas dengan penggunaan teknologi yang lebih canggih. Salah satu Pemda yang berhasil melaksanakan meterisasi PJU adalah Pemerintah Kota Yogyakarta. Upaya efisiensi energi dilaksanakan sejak tahun 1999 dengan inventarisasi/mutasi data dan secara bertahap melakukan meterisasi (saat ini sudah 100% bermeter) dan masih terus dilakukan inovasi penggunaan teknologi yang lebih efisien energi hingga saat ini. Pendapatan asli daerah (PAD) dari pajak penerangan jalan umum (PPJU) juga meningkat pesat seiring peningkatan konsumsi listrik pelanggan PLN dan berhasil ditekannya biaya rutin PJU. Pada tahun 2000 Pemerintah Kota Yogyakarta hanya mampu menganggarkan sebesar Rp. 250 juta dari APBD untuk memulai pekerjaan pemasangan 160 Unit kwh Meter sebagai awal Program PJU Hemat Energi. Dilanjutkan pada tahun 2001 dan 2002 sebesar masing-masing Rp. 3,3 milyar untuk pemasangan masing-masing 123 kwh meter dan mulai melakukan pekerjaan penataan Program PJU Hemat Energi (tahap I) dilanjutkan pada tahun 2003 Rp. 5 milyar, Program PJU tahap II dan penataan Lampu Antik. Pada tahun 2004 Rp. 3,7 milyar merupakan uang muka dari sistem investasi/ multi years total +/- 20 milyar diteruskan dengan pada tahun 2005 Rp. 7 milyar merupakan pembayaran tahap II sistem multi years, serta sebesar 75 juta untuk mendukung bantuan Lampu Ekorola dari ICLEI lewat ABT dan pada tahun /- Rp. 9 milyarmerupakan tahap Akhir sistem multi years dan program lanjutan PJU Lingkungan dengan anggaran lain. Tahun /- Rp. 3 milyar melanjutkan program PJU Kampung dan PJU Lingkungan. Tahun 2008 sampai saat ini melanjutkan program PJU Kampung dan PJU Lingkungan. Profil capaian penghematan energi dapat dilihat dalam Tabel 2.1 Pedoman Efisiensi Energi Pencahayaan Jalan Umum Buku II: Perencanaan Sistem PJU Efisien Energi 8

14 Tabel 2.1 Jumlah Lampu, Daya, Bayar Rekening, PPJU dan sisa PPJU Pemkot Yogyakarta No. Uraian Tahun Jumlah Lampu buah Pemakaian Energi MWh/ tahun Emisi CO2 Ton/ tahun Pendapatan PPJU milyar Rp/ tahun 6,71 10,11 12,07 14,37 14,96 16,82 18,17 18,04 19,29 22,33 24,08 26,36 31,89 5 Pembayaran Rekening listrik+provisi milyar Rp/ tahun 5,52 5,54 6,14 6,91 6,94 6,33 6,51 7,33 6,98 7,54 7,92 7,95 9,30 6 PAD bersih dari PPJU milyar Rp/tahun 1,19 4,58 5,94 7,47 8,03 10,49 11,66 10,71 12,31 14,79 16,16 18,41 22,59 Pedoman Efisiensi Energi Pencahayaan Jalan Umum Buku II: Perencanaan Sistem PJU Efisien Energi 9

15 Gambar 2.1 Tahapan aktifitas efisiensi energi dikota Yogyakarta yang diawali dengan meterisasi PJU Pedoman Efisiensi Energi Pencahayaan Jalan Umum Buku II: Perencanaan Sistem PJU Efisien Energi 10

16 Gambar 2.2 Kesepakatan mutasi data ID pelanggan Sistem Jaringan PJU menjadi kunci bagi keberhasilan meterisasi PJU Tahapan efisiensi energi PJU yang diawali dengan meterisasi bertahap yang berhasil dilakukan oleh Pemda Kota Yogyakarta dapat dilihat pada Gambar 2.1 diatas, sedangkan langkah-langkah yang dilakukan oleh Pemda Kota Yogyakarta dalam melaksanakan meterisasi dipetakan dalam Gambar 2.2 Upaya meterisasi bagi sebagian Pemda ada yang berjalan lancar, namun tidak sedikit Pemda yang mengalami kesulitan. PLN Pusat sendiri menyatakan bahwa meterisasi PJU adalah program nasional PLN. Kunci dari keberhasilan meterisasi adalah disepakatinya mutasi data dari sistem sebelumnya menjadi id pelanggan bermeter yang diakui oleh kedua pihak, Pemda dan PLN. Salah satu yang seringkali menjadi kendala adalah masalah PJU Ilegal. Untuk memudahkan proses meterisasi, sebagai bentuk tanggung jawab pengelolaan PJU dan pemberian layanan kepada masyarakat, sebaiknya Pemda mengambil inisiatif mengakui PJU Ilegal sebagai tanggung jawab Pemda. Dasar argumentasinya adalah bahwa masyarakat sudah membayar Pajak PJU dan membutuhkan layanan PJU, namun Pemda belum menyediakannya sehingga masyarakat mengusahakan sendiri secara ilegal. Berikut adalah langkah-langkah yang harus dilakukan Pemda untuk meterisasi: 1. Kirim surat resmi pengajuan meterisasi kepada manajemen PLN setempat. 2. Lakukan survey bersama kondisi PJU di lapangan. Masing-masing pihak mengirimkan petugas yang mendata secara bersama-sama. Dapat juga masing-masing pihak secara bersama atau sendirisendiri menugaskan pihak ketiga untuk melakukan survey dengan didampingi oleh perwakilan dari keduabelah pihak. 3. Adopsi PJU ilegal sebagai tanggung jawab Pemda dan tuangkan dalam sebuah berita acara. 4. Dokumentasikan hasil survey dalam buku khusus inventaris PJU. Buku tersebut adalah acuan bersama bagi kedua pihak untuk melakukan migrasi kontrak dari kontrak abonemen menjadi kontrak meter. 5. Lakukan mutasi data secara hati-hati dan bertahap dengan verifikasi berulang jika diperlukan. Semua ID Pelanggan kontrak abonemen akan dihapus dan dibuat ID Pelanggan baru untuk semua meter. Satu sistem meter PJU dapat terdiri dari titik lampu. Dalam proses ini, Pemda harus menanggung biaya penyambungan untuk sistem yang baru. 6. Pastikan PLN dapat menyediakan meteran dan memasangnya dalam kurun waktu yang tepat dengan persiapan Pemda dalam membenahi jaringan listrik sistem PJU yang akan dimutasikan Pedoman Efisiensi Energi Pencahayaan Jalan Umum Buku II: Perencanaan Sistem PJU Efisien Energi 11

17 menjadi kontrak meter. Perlu diingat bahwa Alat Pengukur dan Pembatas (APP) berupa satu sistem meter listrik menjadi tanggungjawab PLN sedangkan pembenahan jaringan PJU dan sistem PJU menjadi tanggung jawab Pemda. Ada kemungkinan PLN setempat tidak siap menyediakan meteran dalam jumlah banyak dalam waktu singkat. 7. Setelah meteran terpasang, pastikan PLN melakukan pendataan konsumsi energi melalui meteran dengan meminta tagihan meter disampaikan kepada Pemda untuk diklarifikasi setiap bulannya. Hal ini penting karena dalam beberapa kasus petugas PLN memasukkan ID Pelanggan yang bukan menjadi tanggung jawab Pemda kedalam tagihan (biasanya terkait masalah batas wilayah dengan Kabupaten/Kota tetangga) sekaligus menjaga konsistensi kualitas pembacaan meter oleh petugas PLN. 2.3 Biaya Meterisasi vs Penghematan Anggaran Dari gambaran keberhasilan transformasi PJU oleh Pemda Kota Yogyakarta, tidak ada alasan bagi Pemda untuk menunda-nunda pelaksanaan meterisasi Pju dengan alasan kesulitan anggaran. Potensi penghematan anggaran dari meterisasi PJU jauh lebih besar daripada biaya yang diperlukan oleh Pemda. Jika diperlukan dapat dilakukan kajian cost-benefit analisys tersendiri untuk memberi keyakinan agar dapat diprioritaskan anggaran untuk meterisasi PJU. Saat ini sudah banyak perusahaan yang menyediakan jasa baik sekedar kajian maupun lebih jauh dari itu bahkan hingga bersedia menjalin kerja sama dengan Pemda untuk rehabilitasi (meterisasi maupun perbaikan), operasional, dan investasi PJU baru dengan pola energy service company (ESCO). Kerja sama semacam ini memungkinkan Pemda untuk tetap dapat melaksanakan efisiensi energi di PJU tanpa mengeluarkan biaya sama sekali. Informasi lebih lanjut tentang hal ini dijelaskan dalam Buku I Pedoman Efisiensi Energi PJU : Pengelolaan PJU Efisien Energi. Pedoman Efisiensi Energi Pencahayaan Jalan Umum Buku II: Perencanaan Sistem PJU Efisien Energi 12

18 BAB III APAKAH PERLU RETROFIT? Pedoman Efisiensi Energi Pencahayaan Jalan Umum Buku II: Perencanaan Sistem PJU Efisien Energi 13

19 3.1 Apakah Perlu Retrofit dengan Teknologi Yang Lebih Baru? Salah satu pertanyaan yang selalu muncul dalam kegiatan efisiensi energi di PJU adalah apakah perlu mengganti teknologi PJU dengan yang lebih baru yang sedang ngetrend? Mana yang lebih baik dibanding PJU existing? mana yang lebih efisien energi/biaya? Bab ini mencoba membahas hal ini lebih dalam. Beberapa langkah berikut dapat dilakukan untuk meminimasi kesalahan pengambilan keputusan yang akan menyebabkan pemborosan atau kerugian Pemda dalam upaya efisiensi energi di PJU Pertimbangkan Dengan Matang Seiring perkembangan teknologi, banyak teknologi lampu jalan baru yang membanjiri pasar. Sering kali karena sifatnya yang masih baru, teknologi tersebut belum teruji atau belum mencapai titik puncak kinerja-nya sehingga kualitas dan kemampuan kinerja yang saat ini tersedia di pasar bukan produk yang terbaik. Jika kasus seperti ini yang terjadi, ada baiknya Pemda menunggu hingga teknologi tersebut benar-benar mencapai titik dimana secara ekonomis lebih baik dari teknologi sebelumnya dengan skala perbandingan yang sama. Sebagai contoh, dalam 5 (lima) tahun terakhir, PJU tenaga surya begitu populer di kalangan pemda sebagai alternatif untuk mengurangi biaya operasi khususnya biaya listrik PJU. Pemikiran sederhana bahwa dengan sumber tenaga listrik dari panel surya, maka akan menghilangkan biaya listrik PJU dan berarti akan lebih murah. Pada kenyataannya, banyak pengelola PJU yang akhirnya kecewa dengan keputusan tersebut. Kenapa? Pertama, investasi untuk teknologi ini jauh lebih mahal daripada teknologi konvensional. Dan jika dihitung seksama dengan melibatkan semua biaya yang terlibat (termasuk biaya pemeliharaan dan resiko kerusakan/kehilangan baik baterai maupun peralatan lainnya) hasilnya tidak lebih menghemat anggaran daripada PJU konvensional. Kedua, biaya listrik memang tidak ada, namun untuk tetap dapat menghasilkan listrik yang optimal, panel surya harus rutin dipelihara. Pembersihan dari debu harus rutin dilakukan sehingga kemungkinan sinar matahari terhalang sampai panel dapat diminimalkan. Dan mengingat kondisi iklim dan jalan di Indonesia, maka jika benar-benar dilakukan dengan baik pemeliharaan ini akan cukup merepotkan baik biaya (alokasi SDM dan peralatan) dan waktu. Begitu juga untuk komponen [eralatan lainnya seperti baterai yang juga harus dijaga dan dirawat agar tidak rusak dan hilang. Pada kenyataannya, banyak pengelola PJU yang memasang PJU tenaga surya tidak pernah melakukan pemeliharaan ini sehingga dengan sendirinya kualitas pencahayaan PJU tenaga surya yang dipasang menurun drastis tidak lama setelah pemasangannya. Ketiga, kinerja PJU dilihat dari kualitas pencahayaan yang dihasilkan. Seiring dengan penurunan kualitas pencahayaan yang tidak diimbangi dengan pemeliharaan yang baik akan menyebabkan kepercayaan masyarakat yang menurun kepada pengelola PJU. Bukan tidak mungkin muncul dugaan-dugaan dari masyarakat yang kontraproduktif dan merugikan Pengelola PJU. Contoh kasus lain yang sedang booming adalah penggantian lampu dari lampu konvensional seperti HPS menjadi LED. Dari tingkat efisiensi energi, mungkin penggantian ini dapat menghemat penggunaan listrik. Namun perlu diperhatikan apakah kontrak penyediaan listrik PJU yang digantikan sudah menggunkaan kontrak bermeter? Jika belum, maka hanya akan menjadi kesia-siaan belaka efisiensi energi yang dihasilkan karena pengelola PJU akan tetap ditagih pembayaran biaya listrik yang besar. Pedoman Efisiensi Energi Pencahayaan Jalan Umum Buku II: Perencanaan Sistem PJU Efisien Energi 14

20 Harus dipastikan juga kesetaraan kualitas pencahayaan yang dihasilkan. Apakah tipe armatur lampu LED intensitas pencahayaan dan sebaran cahanya menghasilkan kualitas pencahayaan yang setara dengan lampu HPS yang digantikan? Jika ternyata kualitas pencahayaan dari hasil penggantian lampu justru tidak lebih baik (menyilaukan atau malah lebih gelap, ruas jalan terlihat belang-belang/banyak blank spot, dll) berarti keputusan tersebut patut dievaluasi dan tidak dilanjutkan. Daftar ini dapat saja ditambah, namun rasanya sebagai contoh dapat dicukupkan disini Cari Tahu Secara Mendalam Bagaimana Pengalaman Mereka Yang Sudah Menerapkan Ada pepatah yang mengatakan bahwa untuk maju, kita tidak perlu harus menemukan kembali roda (no need to reinventing the wheel). Pengalaman pihak lain dapat menjadi pelajaran berharga tanpa harus kita mengalami sebelumnya. Oleh karena itu, komunikasi yang baik perlu dijalin dengan pengelola PJU lainnya sehingga dapat dilakukan berbagi informasi dan pengalaman masing-masing. Berbagi informasi dan pengalaman pengelolaan PJU akan semakin memperkaya khasanah pengetahuan dan keterampilan pengelola PJU. Kisah sukses dari pengelola lainnya dalam melakukan penggantian atau pemilihan teknologi PJU yang lebih baik dapat dicontoh dan direplikasi oleh pengelola PJU lainnya. Dengan demikian, akan tercipta akumulasi pengalaman yang dapat dijadikan referensi sebelum memutuskan apakah suatu proyek efisiensi energi dengan mengganti satu atau keseluruhan komponen sistem PJU adalah tepat atau tidak Lakukan Analisa Biaya-Manfaat Dengan Seksama Analisa biaya-manfaat sangat penting dilakukan karena dapat menjawab pertanyaan: Apakah alternatif ini akan memberikan manfaat yang lebih baik dengan biaya yang lebih sedikit? Jika dari hasil analisis diperoleh jawaban iya, maka rencana atau alternatif proyek efisiensi energi PJU/pembangunan PJU yang efisien energi dapat diteruskan. Untuk dapat melakukan analisa ini, semua data yang diperlukan harus tersedia karenanya jika diperlukan dapat dilakukan kajian atau survey khusus yang melibatkan tenaga ahli yang kompeten. Metode payback period dapat digunakan sebagai pembandingan awal dan sederhana untuk membandingkan beberapa alternatif. Atau metode yang lebih kompleks seperti lifecycle cost analisys (analisa biaya siklus hidup) jika nilai investasinya cukup besar. Cara analisis dan evaluasi atas berbagai pilihan teknologi dan penggantian lampu PJU dapat dibaca pada Bab V buku ini. 3.2 Software Analisa Retrofit PJU Untuk mendukung proses pengambilan keputusan retrofit PJU, tersedia software The Street and Parking Facility Retrofit Financial Analysis Tool. Software ini dibuat melalui program Kementerian Energi Amerika yang membentuk Municipal Solid-State Street Lighting Consortium, the Clinton Climate Initiative (CCI)/C40, dan bekerja sama dengan the Federal Energy Management Program (FEMP), ditujukan untuk mempermudah Pemerintah Daerah di Amerika dalam melakukan analisis melakukan analisa finansial perbandingan alternatif penggantian lampu jalan/parkir dengan yang lebih efisien. Pemda, pemilik properti, penyedia energi listrik, dan organisasi peduli lingkungandapat menggunakan alat bantu software ini untuk menghitung konsumsi energi tahunan, penghematan energi tahunan, Pedoman Efisiensi Energi Pencahayaan Jalan Umum Buku II: Perencanaan Sistem PJU Efisien Energi 15

21 penghematan pemeliharaan, reduksi gas rumah kaca yang dihasilkan, net present value, dan simple payback period atas kemungkinanpenggantian peralatan sistem PJU menjadi yang lebih efisien. Retrofit Financial Analysis Tool dapat diunduh dari website tool.html yang terdiri dari : File program excel yang terkompresi dalam bentuk Zip termasuk dianataranya adalah file dengan contoh perhitungan yang akan memudahkan mempelajari langsung bagaimana perhitungan dilakukan dengan software ini. Dokumen panduan penggunaan software Catatan perubahan versi yang pernah dilakukan atas perangkat lunak ini File presentasi yang menjelaskan apa dan bagaimana software ini Juga alamat kontak jika pengguna membutuhkan komunikasi lebih jauh untuk konsultasi penggunaannya melalui MSSLC@seattle.gov Berikut ini adalah contoh hasil perhitungan analisa finansial yang dilakukan dengan software retrofit tersebut untuk suatu kasus retrofit PJU: Tabel 3.1 Hasil analisa finansial software software The Street and Parking Facility Retrofit Financial Analysis Tool Pedoman Efisiensi Energi Pencahayaan Jalan Umum Buku II: Perencanaan Sistem PJU Efisien Energi 16

22 Hasil dari analisis juga dapat ditampilkan dalam bentuk grafik sebagai berikut: Gambar 3.1 Hasil analisis atas arus kas kumulatif suatu proyek efisiensi energi PJU dengan menggunakan software The Street and Parking Facility Retrofit Financial Analysis Tool Tabel 3.2 Arus kas sebelum dan sesudah proyek efisiensi energi PJU Pedoman Efisiensi Energi Pencahayaan Jalan Umum Buku II: Perencanaan Sistem PJU Efisien Energi 17

23 Penghematan energi yang dihasilkan dari proyek efisiensi energi PJU yang dianalisis dapat juga ditampilkan dalam bentuk grafik perbandingan sebagai berikut: Gambar 3.2 Hasil analisis penghemtaan energi yang dihasilkan dari aktifitas efisiensi energi PJU dengan menggunakan software The Street and Parking Facility Retrofit Financial Analysis Tool Yang menarik, software inipun sudah dilengkapi fasilitas analisis hasil pengurangan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari aktifitas efisiensi energi PJU sehingga sangat membantu Pemda dalam mengeluarkan angka penurunan GRK dan perkiraannya dalam Rencana Aksi Daerah Penurunan GRK jika PJU menjadi salah satu rencana aksinya. Gambar 3.3 Hasil analisis atas arus kas dan biaya serta penurunan emisi GRK suatu proyek efisiensi energi PJU dengan menggunakan software The Street and Parking FacilityRetrofit Financial Analysis Tool Pedoman Efisiensi Energi Pencahayaan Jalan Umum Buku II: Perencanaan Sistem PJU Efisien Energi 18

24 Tabel 3.4 Hasil analisa penghematan energi yang berhasil dilakukan dan pengurangan emisi GRK yang dihasilkan Pedoman Efisiensi Energi Pencahayaan Jalan Umum Buku II: Perencanaan Sistem PJU Efisien Energi 19

25 BAB IV DESAIN SISTEM PJU Pedoman Efisiensi Energi Pencahayaan Jalan Umum Buku II: Perencanaan Sistem PJU Efisien Energi 20

26 Proses desain ini adalah menerjemahkan rencana yang telah dibuat kedalam bentuk yang lebih rinci sehingga siap di eksekusi (proses pengadaan dan pembangunannya). Proses desain sistem PJU dapat dilakukan secara swakelola oleh Pemda atau jika Pemda tidak memiliki kapasitas teknis yang memadai, desain sistem PJU dapat diserahkan kepada konsultan profesional. Bab ini membahas beberapa langkah dan acuan yang perlu diperhatikan sebagai berikut: 4.1 Tetapkan Tujuan Sistem PJU Yang akan Dibangun Sistem pencahayaan di jalan umum tidak hanya berfungsi memberikan penerangan semata, tujuan dari pembangunan suatu sistem PJU akan menentukan lebih lanjut bagaimana suatu sistem PJU di desain dan direncanakan. Setidaknya beberapa fungsi PJU berikut umum menjadi pertimbangan dalam pembangunan suatu sistem PJU: 1.Navigasi Pengguna Jalan 2.Keamanan dan Keselamatan Pengguna 3.Keindahan Lingkungan 4.Memberikan keuntungan komersial (misalnya: sebagai media untuk penempatan iklan) Masing-masing fungsi diatas akan mengarahkan desain sistem PJU yang berbeda, oleh karenanya sejak awal harus jelas tujuan dari pembangunan suatu sistem PJU akan digunakan untuk apa? Tujuan pembangunan suatu sistem PJU dapat saja hanyamengutamakan salah satu fungsi tersebut atau merupakan kombinasi dari beberapa atau keseluruhan fungsi tersebut. Jika fungsi PJU sebagai penunjang navigasi pengguna jalan, maka kriteria pencahayaan seperti kuat cahaya, kemerataan cahaya, kesilauan, warna cahaya yang dipilih dan pengaruhnya terhadap warna obyek benda (khususnya terkait kemampuan pengguna jalan membaca rambu-rambu jalan) harus menjadi pertimbangan utama. Tidak jauh berbeda dengan tujuan pemenuhan fungsi diatas, poemenuhan atas fungsi PJU sebagai sarana untuk mendukung keamanan dan keselamatan pengguna jalan akan mengarahkan pada desain sistem PJU yang memperhatikan aspek keamanan dan keselamatan seperti misalnya: kemampuan (warna) cahaya menembus kabut, mitigasi atas kemungkinan kegagalan sistem PJU, menentukan batas minimal peredupan cahaya pada batas intensitas/kuat cahaya yang masih aman bagi pengguna jalan, dan lainnya. Namun, jika aspek keindahan lingkungan yang diutamakan, maka kriteria yang diperhatikan lebih bersifat pada keindahan penampakan visual seperti: desain tiang yang artistik, kombinasi warna yang menarik, bentuk luminer yang antik, dan lain sebagainya. Yang menarik dan akan terus berkembang adalah mempertimbangkan PJU untuk dapat menghasilkan pendapatan bagi Pemerintah Daerah (atau pengelola PJU lainnya). Letak tiang-tiang PJU di sepanjang Pedoman Efisiensi Energi Pencahayaan Jalan Umum Buku II: Perencanaan Sistem PJU Efisien Energi 21

27 jalan baik di sisi maupun di tengah jalan yang dilalui oleh lalu lintas kendaraan dan orang menjadi alternatif menarik bagi perusahaan jasa periklanan untuk menjadikannya sebagai media iklan. Salah satu Pemda yang sudah menerapkan hal ini adalah Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Peraturan Walikota Yogyakarta No. 124 tahun 2009 tentang Sewa Tiang Penerangan Jalan Umum Pemerintah Kota Yogyakarta untuk Penyelenggaraan Reklame Cahaya. Dengan regulasi ini, memungkinkan Pemerintah Kota Yogyakarta memperoleh pendapatan daerah dari iklan yang dipasang di tiang PJU milik Pemerintah Kota Yogyakarta. Tentunya, jika memang pengelola PJU membuka kemungkinan bagi pemasangan iklan di tiang PJU miliknya, maka sebaiknya dari awal tiang PJU di desain juga untuk mengakomodasi penempatan iklan (disediakan ruang/tempat khusus, disediakan instalasi listrik untuk iklan, dll). 4.2 Pertimbangkan Karakteristik Jalan dan Fungsi-nya Desain suatu sistem PJU harus mempertimbangkan beberapa faktor berikut i : Volume lalu-lintas, baik kendaraan maupun lingkungan yang bersinggungan seperti pejalan kaki, pengayuh sepeda, dll; Tipikal potongan melintang jalan, situasi (lay-out) jalan dan persimpangan jalan; Geometri jalan, seperti alinyemen horisontal, alinyemen vertikal, dll; Tekstur perkerasan dan jenis perkerasan yang mempengaruhi pantulan cahaya lampu penerangan; Pemilihan jenis dan kualitas sumber cahaya/lampu, data fotometrik lampu dan lokasi sumber listrik; Tingkat kebutuhan, biaya operasi, biaya pemeliharaan, dan lain-lain, agar perencanaan sistem lampu penerangan efektif dan ekonomis; Rencana jangka panjang pengembangan jalan dan pengembangan daerah sekitarnya; Data kecelakaan dan kerawanan di lokasi. Beberapa tempat yang memerlukan perhatian khusus dalam perencanaan penerangan jalan antara lain sebagai berikut ii : Lebar ruang milik jalan yang bervariasi dalam satu ruas jalan; Tempat-tempat dimana kondisi lengkung horisontal (tikungan) tajam; Tempat yang luas seperti persimpangan, interchange, tempat parkir, dll; Jalan-jalan berpohon; Jalan-jalan dengan lebar median yang sempit, terutama untuk pemasangan lampu di bagian median; Jembatan sempit/panjang, jalan layang dan jalan bawah tanah (terowongan); Tempat-tempat lain dimana lingkungan jalan banyak berinterferensi dengan jalannya Secara umum, alur perencanaan desain sistem PJU dapat digambarkan dalam diagram alir sebagai berikut: Pedoman Efisiensi Energi Pencahayaan Jalan Umum Buku II: Perencanaan Sistem PJU Efisien Energi 22

28 MULAI - Menentukan desain sesuai kondisi penempatan; Trotoar, Jalan Lokal, Jalan Kolektor, Jalan Arteri, Jalan Tol, dll. Note: Perlu diperhatikan kondisi-kondisi khusus seperti gangguan terhadap daun, terhalang pohon jalan, persimpangan KA, dan terowongan. - Menentukan Indeks Kinerja, seperti: Pencahayaan rata-rata permukaan jalan, kemerataan - Memilih material dan instrumen pencahayaan; Metodepencahayaan, jenisluminer, nilai lumen, penutuplampu (kaca/acrylic), kondisitipe jalan, dll. - Menentukan spesifikasi yang sesuai dengan penggantian lampu jalan yang sudah ada: a) Menghitung faktor utilasi, faktor pengurangan cahaya, dan fator konversi pencahayaan rata-rata. b) Menentukan interval luminer (maksimum) agar sesuai dengan rata-rata pencahayaan permukaan jalan Menghitung kemerataan seluruh pencahayaan dan kemerataan longitudinal pencahayaan dengan menggunakan metode poin (Berdasarkan CIE Pub ) - Menentukan Faktor Ekonomi: a) Menghitung investasi/budgeting dan Biaya Siklus Hidup teknologi yang dipilih mengacu pada kemampuan waktu hidup rata-rata. b) Menentukan cara pemeliharaan (Umumnya biaya pemeliharaan hanya untuk kebersihan, karena waktu hidup teknologi lampu PJU mempengaruhi analisa siklus hidup Gambar 4.1 Tahapan perencanaan desain sistem PJU 4.3 Pilih Teknologi yang Sesuai Teknologi lampu PJU terus berkembang dan semakin efisien energi dan dengan kualitas pencahayaan yang semakin baik. Pilihlah teknologi lampu yang memiliki karakteristik paling sesuai dengan tujuan dari pembangunan sistem PJU. Utamakan kriteria terkait efisiensi energi dengan melihat nilai efikasi (lumen per watt atau jumlah cahaya yang dihasilkan per satuan input daya listrik) dan umur lampu (life time). Berikut adalah perbandingan jenis teknologi lampu PJU yang dapat dijadikan pertimbangan memilih teknologi yang digunakan (Tabel 4.1): Pedoman Efisiensi Energi Pencahayaan Jalan Umum Buku II: Perencanaan Sistem PJU Efisien Energi 23

29 Tabel 4.1 Perbandingan Teknologi Lampu PJU iii Sedangkan teknologi lampu yang masih dalam tahap pengembangan riset adalah teknologi plasma. Jenis teknologi ini sudah umum digunakan untuk layar TV sebagaimana juga LED, namun untuk fungsi sebagai sumber pencahyaan, teknologi plasma masih belum komersial. Teknologi lampu yang paling banyak digunakan saat ini adalah SON (High Pressure Sodium) yang menghasilkan warna kekuningan. Lampu SON memiliki umur cukup panjang 12 ribu hingga 24 ribu jam operasi dengan tingkat efisiens pencahayaan lumen/watt. Teknologi SON sudah mencapai fase maturity,sehingga potensi peningkatan kinerja di masa yang akan datang tidak terlalu besar. Pada fase seeprti ini, kualitas produk yang beredar di pasar relatif seragam dan dapat diandalkan. Teknologi lampu yang saat ini sedang berkembang di Indonesia dan mulai banyak diadopsi untuk pencahayaan jalan adalah Light Emitting Diode (LED). Tingkat efikasi lampu LED saat ini sudah mencapai lumen/watt dan masih terus berkembang (lihat Gambar 4.2 Grafik Prediksi Perkembangan Kinerja Lampu LED). Pedoman Efisiensi Energi Pencahayaan Jalan Umum Buku II: Perencanaan Sistem PJU Efisien Energi 24

30 Gambar 4.2 Grafik Prediksi Perkembangan Tingkat Efisiensi Energi LED iv Di Indonesia, minat adopsi LED oleh Pemda sangat besar sehingga menarik bagi produsen lampu jalan LED untuk memasarkan produknya. Membanjirnya produk lampu jalan LED di satu sisi memberikan banyak pilihan bagi Pemda, namun di sisi lain dengan keterbatasan regulasi teknis atas produk LED lampu jalan, keterbatasan pengetahuan teknis staf Pemda yang terlibat dalam pengadaan lampu jalan, serta mekanisme sistem pengadaan barang/jasa selama ini lebih mengutamakan harga menyebabkan produk LED dengan harga terendah (yang umumnya juga memiliki kualitas rendah) menjadi pemenang lelang. Masalah ini sudah teridentifikasi dan regulator terkait saat ini tengah menyiapkan peraturan yang memungkinkan eliminasi atas masalah tersebut. Misalkan terkait pengadaan barang/jasa Pemerintah, LKPP tengah menyiapkan e-catalogue untuk mendukung sistem pengadaan/pembelian barang secara online. Informasi lebih detail dijelaskan pada Buku Pedoman Efisiensi Energi PJU : Buku I Pengadaan Barang/Jasa Sistem PJU. 4.4 Gunakan Acuan Standar Kualitas Pencahayaan Jalan yang Berlaku Di Indonesia, belum ada regulasi teknis terkait kualitas pencahayaan jalan. Kementerian Pekerjaan Umum telah menyusun Standar Nasional Indonesia (SNI) Spesifikasi Penerangan Jalan di Kawasan Perkotaan yang bersifat sukarela penerapannya. Standar ini merupakan penyempurnaan dan pengembangan dari Spesifikasi LampuPenerangan Jalan Kota No. 12/S/BNKT/1991 yang disusun oleh Direktorat Jenderal BinaMarga, Departemen Pekerjaan Umum. Standar ini termasuk untuk penerangan jalanpersimpangan jalan layang, jembatan dan jalan di bawah tanah/terowongan. Pertanyaan sederhana yang sering muncul setiap kali membaca judul dari SNI ini adalah, apakah SNI ini dapat untuk digunakan di kawasan bukan perkotaan? Bagaimanapun juga, SNI ini adalah satu-satunya acuan teknis kualitas pencahayaan jalan umum di Indonesia, oleh sebab itu sebagai acuan dapat saja digunakan baik untuk kawasan perkotaanmaupun non perkotaan selama kondisi jalan sesuai dengan kualifikasi/klasifikasi/kelas jalan yang digunakan dalam SNI ini. Acuan standar lainnya yang dapat dipertimbangkan untuk dijadikan syarat minimal kualitas pencahayaan jalan umum yang akan di desain Pedoman Efisiensi Energi Pencahayaan Jalan Umum Buku II: Perencanaan Sistem PJU Efisien Energi 25

31 oleh pengelola PJU dapat mengambil sebagian atau keseluruhan dari parameter yang ada dalam standar internasional seperti: CIE, ANSI, IESNA, AASHTO, dll. Berikut adalah acuan kualitas pencahayaan dalam SNI : Tabel 4.2 Rasio Kemerataan Pencahayaan Lokasi Penempatan Rasio Maksimum Jalur Lalu Lintas: - Daerah Pemukiman 6 : 1 - Daerah komersil/pusat kota 3 : 1 Jalur Pejalan Kaki: - Daerah Pemukiman 10 : 1 - Daerah komersil/pusat kota 4 : 1 Terowongan 4 : 1 Tempat peristirahatan (Rest Area) 6 : 1 Berdasarkan SNI 7391:2008 Tabel 4.3 Kualitas Pencahayaan Normal Berdasarkan SNI 7391:2008 Khusus untuk penerapan teknologi lampu LED di PJU, dapat mengacu standar minimum kualitas sebagaimana dirumuskan dalam SNI sesuai dengan kelas/karakteristik/penempatan jalan. Dapat juga mempertimbangkan usulan dari Asosiasi Industri Luminer dan Kelistrikan Indonesia (AILKI) bekerjasama dengan Japan Lighting Manufacturers Association (JLMA) tentang kualitas pencahayaan LED untuk PJU sebagai berikut: Pedoman Efisiensi Energi Pencahayaan Jalan Umum Buku II: Perencanaan Sistem PJU Efisien Energi 26

32 Tabel 4.4 Kualitas Pencahayaan PJU dengan teknologi LED Berdasarkan JLMA Ref. Guidelines for LED Road Lighting Perbedaan jenis permukaan jalan juga mempengaruhi kualitas iluminasi yang dihasilkan. AILKI memberikan rekomendasi agar dapat dilakukan konversi iluminasi untuk jenis permukaan jalan yang berbeda dalam hal ini aspal dan beton sebagai berikut: Tabel 4.5 Faktor Konversi Iluminasi Rata-rata (Unit: lx/cd/m 2 ) Tipe Paving Faktor Konversi Iluminasi Rata-rata Aspal 15 Kongkret 10 Berdasarkan JLMA Ref. Guidelines for LED Road Lighting Penggunaan teknologi LED dapat juga diperkenalkan untuk kelas jalan berikut : Berdasarkan JLMA Ref. Guidelines for LED Road Lighting Gambar 4.3 Introduksi teknologi LED untuk beberapa jenis/klasifikasi jalan Pedoman Efisiensi Energi Pencahayaan Jalan Umum Buku II: Perencanaan Sistem PJU Efisien Energi 27

33 4.5 Gunakan Acuan Standar Peralatan/Komponen Sistem PJU Acuan standar lainnya terkait sistem peralatan/komponen PJU dapat mengacu pada beberapa standar berikut ini: a. Spesifikasi Teknis Luminer Referensi Standardisasi (SNI/IEC/JIS/EN/dll.) yang memenuhi persyaratan kondisi di Indonesia untuk jenis luminer adalah SNI :2005 Luminer Bagian 2-3: Persyaratan khusus Luminer untuk pencahayaan jalan umum yang telah diregulasikan wajib oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral c.q. Ditjen Ketenagalistrikan. IEC Luminaires IEC Lamp control gear b. Struktur umum lampu LED 1) Bentuk, dimensi, dan berat dari Luminair Tidak ada literatur spesifik yang menerangkan mengenai struktur dari Luminair. Tetapi, mengacu kepada SNI 7391:2008 mengenai bentuk dan konstruksi lampu jalan adalah sebagai berikut: Gambar 4.4 Bentuk dan konstuksi lampu tanpa tiang Pedoman Efisiensi Energi Pencahayaan Jalan Umum Buku II: Perencanaan Sistem PJU Efisien Energi 28

34 Gambar 4.5 Tipikal lampu tegak tanpa lengan Gambar 4.6 Tipikal dan dimensi tiang lampu lengan tunggal Pedoman Efisiensi Energi Pencahayaan Jalan Umum Buku II: Perencanaan Sistem PJU Efisien Energi 29

35 Gambar 4.7 Tipikal dan dimensi tiang lampu lengan tunggal c. Perlindungan terhadap debu, air, dan kelembapan Perlindungan terhadap Luminer, sesuai dengan yang tertera pada IEC Luminaires: Part 1 General Requirement and Tests adalah minimal memiliki IP 23 dan tidak ada efek berbahaya dikarenakan debu, air, dan kelembapan. Bagian luminer yang terdapat modul LED, plat reflektor, lensa, dan jenis lain yang tersimpan harus memiliki minimal IP 54 atau lebih tinggi, terutama untuk control gear, agar melindungi berkurangnya faktor pemeliharaan fluks cahaya yang disebabkan oleh debu atau objek lainnya. 1) Landasan Baut (grounding bolt) Landasan baut harus sesuai dengan ukuran penguncian pada tiang. 2) Tanda Penguncian Baut (counter mark) Tanda Penguncian ditempatkan pada bagian penyatuan antara baut dan badan tiang untuk mengindikasikan posisi kunci yang sesuai. 3) Metode Pemasangan Luminer Pemasangan luminer disesuaikan bentuk tiang, lurus atau melengkung, dan menggunakan lebih dari satu baut sebagai pengunci. 4) Struktur Pencegahan terhadap Jatuh Luminer dan tiang harus memiliki struktur penahan untuk pencegahan terhadap jatuh. Struktur pencegahan jatuh ini termasuk baut penahan yang menembus satu sisi tiang adaptor dengan lubang sebesar M6 atau lebih, pencegahan jatuh untuk kabel penghubung tiang dan luminer, dan baut khusus (M6 atau lebih) untuk memperbaiki kawat. d. Material dan bagian dari Luminer Perlu diperhatikan untuk material dan bagian dari Luminer antara lain: (1) Unit utama LED Luminer Pedoman Efisiensi Energi Pencahayaan Jalan Umum Buku II: Perencanaan Sistem PJU Efisien Energi 30

36 (2) Tutup kaca (3) Plat reflektor dan Lensa (4) Kemasan (5) Kabel internal (6) Blok terminal e. Kinerja (Performance) Pemeriksaan fisik dan fungsi perlu dilakukan untuk memastikan kinerja dari luminer yang terjamin. Beberapa parameter berikut dapat menjadi kunci kinerja dari luminer secara keseluruhan: (1) Kinerja optikal (2) Hambatan insulasi (3) Tegangan hambat (4) Hambatan thermal shock (5) Properti anti-getar f. Standar penandaan di badan lampu. Dalam pemilihan lampu untuk PJU, perlu diperhatikan penandaan pada permukaan badan Luminer harus tertera jelas dan di mudah luntur sebagai salah satu metode sederhana dalam melakukan kontrol kualitas/spesifikasi teknis yang terdiri dari: (1) Jenis (2) Nilai tegangan input (V) (3) Nilai konsumsi daya (W) (4) Untuk penggunaan di luar ruangan (5) Tahun dan Produksi bulan atau kode (6) Produsen atau kode (7) Nomor IP (8) Informasi yang diperlukan lainnya g. Untuk penggunaan teknologi LED 1. Persyaratan modul LED Referensi umum untuk tipe dan standar aplikasi Spesifikasi ini diterapkan sesuai dengan modul LED untuk fasilitas penerangan jalan. (a) IEC Lamp control gear: Part 1 General and safety requirement (b) IEC Lamp controlgear: particular requirement for d.c or a.c supplied electronic control gear for LED modules (c) IEC LED Modules for general lighting safety specifications (d) SNI IEC/PAS 62612:2013 Lampu swa-balast LED untuk pelayanan pencahayaan umum persyaratan kinerja Kinerja modul LED Kinerja dari modul LED harus dapat memenuhi spesifikasi fluks pencahayaan untuk jangka waktu yang panjang dan memiliki ketahanan terhadap panas yang baik. (a) Warna LED K (putih) Pedoman Efisiensi Energi Pencahayaan Jalan Umum Buku II: Perencanaan Sistem PJU Efisien Energi 31

37 (b) Rata-rata waktu hidup modul LED tipe putih adalah jam (c) Color Rendering Index (CRI) 60 atau lebih 2. Kinerja keamanan dan metode uji Untuk metode pengujian keamanan dan ketahanan, sinari LED luminer terus menerus dibawah suhu ambien 30 o C. Saat suhu sudah stabil, hitung suhu casing LED luminer, lalu hitung junction temperature. Konfirmasi hasil perhitungan suhu terhadap nilai manajemen dari desain hidup berdasarkan karakteristik waktu hidup dari modul LED yang diberikan oleh manufaktur pembuat LED (biasanya menggunakan arus operasi sebagai parameter). h. Referensi Lebih Lanjut Dalam perancangan sistem PJU yang efisien energi, dapat mengacu pada referensi-referensi lain yang sudah menjadi acuan standar baik secara internasional maupun nasional sebagai berikut: a) Guidelines for Introducing LED Luminaires for Road Lighting (Draft) Japan Lighting Manufacturers Association (JLMA). Japan b) IEC Luminaires c) IEC : Luminaires for Public Road Lighting d) AASHTO: A Informational Guide for Roadway Lighting e) CIE 115: Lighting of Roads for Motor and Pedestrian Traffic f) SNI 0225: Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2011 (PUIL 2011) g) SNI :2005 Luminer Bagian 2-3: Persyaratan khusus Luminer untuk pencahayaan jalan umum h) SNI :2003 Perlengkapan kendali lampu Bagian 2-3: Persyaratan khusus ballas elektronik disuplai a.b. untuk lampu fluoresen i) SNI (PUIL) Sebagai standar acuan wajib, sesuai Kepmen 2046.K/40/MEM/2001 dan Permen ESDM 008/2007 j) SNI 7391: Spesifikasi penerangan jalan di kawasan perkotaan k) SNI Rekomendasi untuk pencahayaan jalan bagi kendaraan bermotor dan pejalan kaki 4.6 Patuhi Regulasi Teknis Terkait PJU Telah diterbitkan 11 Peraturan Menteri ESDM tentang pemberlakukan SNI Wajib untuk produk ketenagalistrikan. Standar yang diwajibkan berikut yang terkait dengan sistem PJU harus menjadi acuan dalam perancangan sistem PJU: Pemberlakuan Standar wajib meliputi 17 SNI, terdiri dari: 13 SNI peralatan dan pemanfaat tenaga listrik (MCB, Saklar, Tusuk-kontak & Kotakkontak, Kipas Angin, Ballas Elektronik(2), RCCB(2) dan Luminer (5)) SNI 0225:2011, PUIL 2011 SNI 1922:2002, Frekuensi 50 hertz sistem tenaga listrik SNI 6659:2002, Tanda Keselamatan (Safety mark) SNI IEC :2009, Keselamatan untuk pemanfaat tenaga listrik (appliances) SNI , Luminer Bagian 2-3 : Persyaratan Khusus Luminer untuk pencahayaan jalan Pedoman Efisiensi Energi Pencahayaan Jalan Umum Buku II: Perencanaan Sistem PJU Efisien Energi 32

38 i diakses pada Desember 2013 ii idem iii iv Pedoman Efisiensi Energi Pencahayaan Jalan Umum Buku II: Perencanaan Sistem PJU Efisien Energi 33

39 BAB V ANALISA FINANSIAL DAN SIMULASI DESAIN PJU Pedoman Efisiensi Energi Pencahayaan Jalan Umum Buku I: Perencanaan Sistem PJU Efisien Energi 34

40 Rencana dan desain sistem PJU yang telah disusun kemudian dilakukan analisa lebih jauh baik alternatif terbaik dari rekomendasi teknologi dan desain yang ada. Secara garis besar dapat dilakukan dua jenis analisis yaitu yang terkait dengan biaya dan manfaat (cost-benefit analisys) yang kedua dan menjadi bagian tidak terpisahkan dalam desain adalah simulasi atas teknologi/jenis lampu yang menjadi alternatif untuk dapat diprediksi kesesuaian teknis pencahayaan yang akan dihasilkan sebelum diputuskan desain yang akan dibangun. Proses ini dapat meminimasi kesalahan dan atau pemborosan yang mungkin terjadi sebagai akibat kesalahan dalam merencanakan dan merancang sistem PJU. 5.1 Analisa Finansial Pemilihan Teknologi PJU Analisa pemilihan teknologi PJU dilakukan dengan membandingkan nilai investasi yang ditanamkan dengan keuntungan yang diperoleh atau lebih dikenal dengan cost benefit analisys. Untuk memudahkan proses analisis, biasanya yang paling mudah adalah melakukan analisis benefit hanya dari sisi finansial, namun tidak menutup kemungkinan faktor lain perlu dipertimbangkan seperti kenyamanan, keselamatan/keamanan, dll yang akan lebih bersifat kualitatif. Berikut ini beberapa contoh alat analisis yang dapat digunakan untuk membandingkan beberapa teknologi PJU. Metode analisis tersebut dapat dilakukan dengan bantuan software microsoft excel Payback Period Metode ini bertujuan untuk melihat seberapa cepat periode pengembalian suatu investasi. Prinsipnya sangat sederhana menghitung periode dimana jumlah arus kas masuk sama dengan jumlah arus kas keluar. Titik pertemuan kedua arus kas tersebut disebut sebagai break evenpoint atau dikenal juga sebagai titik impas/balik modal. Metode ini bisa dilakukan dengan atau tanpa mempertimbangkan nilai waktu dari uang atas investasi yang ditanamkan maupun pengembalian yang diperoleh tidak diperhitungkan. Jika nilai waktu atas uang tidak diperhitungkan, maka dianggap uang yang ada bernilai tetap (tidak ada faktor bunga/inflasi yang diperhitungkan atau i=0%). Dari hasil dari analisis payback period ini nantinya alternatif yang akan dipilih adalah alternatif dengan periode pengembalian lebih singkat. Penggunaan analisis ini hanya disarankan untuk mendapatkan informasi tambahan guna mengukur seberapa cepat pengembalian modal yang diinvestasikan. Dengan memperhitungkan time value of money, lamanya periode pengembalian np, dapat dihitung dengan menggunakan persamaan: P = { NCF1 (P/F,i,1) + NCF2 (P/F,i,2) + NCF3 (P/F,i, NCFnp(P/F,i,np) }. Jika diperhitungkan dengan mengabaikan time value of money (i = 0%) maka lamanya periode pengembalian (payback period) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan : P = (NCF1 + NCF2 + NCF3 +. NCFnp ) Jika deretan arus kas mempunyai besar nilai yang sama, maka untuk menghitung np dapat dihitung dengan menggunakan rumus: np = Pedoman Efisiensi Energi Pencahayaan Jalan Umum Buku I: Perencanaan Sistem PJU Efisien Energi 35

41 Dimana: P = investasi awal NCF = Net Cash Flow / arus kas bersih (pendapatan pengeluaran) dengan memperhitungkan atau mengabaikan time value of money np = lamanya periode pengembalian Sebagai contoh sederhana, investasi sebesar satu juta menghasilkan pengembalian yang sama setiap bulan sebesar Rp ,- per bulan, maka periode pengembalian modal adalah: = 10 bulan Informasi dan contoh perhitungan menggunakan metode ini dengan software microsoft excel dapat dipelajari lebih lanjut di file contoh yang dadapt diunduh di alamat berikut: Internal Rate of Return i Dalam suatu investasi, pada suatu waktu tertentu dapat terjadi keseimbangan antara semua penerimaan dan pengeluaran pada tingkat bunga tertentu. Tingkat bunga ini dinamakan internal rate of return (IRR). Jadi kalo didefinisikan, Internal Rate of Return (IRR) adalah Tingkat bunga atau rate of return pada saat nilai sekarang dari akumulasi arus kas bersih (net cash flow) suatu investasi dikurangi dengan nilai investasi awalnya sama dengan nol atau IRR adalah tingkat bunga pengembalian pada saat NPV = 0. Rumus mencari nilai IRR adalah sebagai berikut: S t /(1+R) t I 0 = 0 dimana : R : internal rate of return I 0 : nilai investasi awal S t : net cash flow = cash inflow cash outflow t : periode Kriteria kelayakan investasi dengan metode Internal Rate of Return (IRR) adalah dengan membandingkan nilai IRR dengan tingkat bunga (r) yang berlaku pada saat dilakukannya analisa dengan patokan seperti berikut : Apabila IRR > r, investasi layak. IRR < r, investasi tidak layak. dimana : IRR : internal rate of return r : Minimum attractive rate of return (MARR) atau tingkat bunga yang berlaku pada saat ini. Pedoman Efisiensi Energi Pencahayaan Jalan Umum Buku I: Perencanaan Sistem PJU Efisien Energi 36

42 Untuk mencari nilai IRR adalah dengan mencoba beberapa nilai i (tingkat bunga) secara trial dan error, sehingga didapatkan 2 (dua) buah tingkat bunga (i) yang menghasilkan nilai NPV negatif dan NPV positif yang mendekati nol. Nilai IRR dicari pada saat NPV = 0 dengan menginterpolasikan kedua nilai tersebut. Saat ini, program komputer seperti excel sangat membantu dan sudah menyediakan rumusrumus analisis seperti ini. Salah satu contoh penggunaan microsoft excel untuk menghitung IRR dan NPV: Lifecycle Cost Analisys Lifecycle cost analisys (LCA) adalah salah satu metode analisis yang memperhitungkan seluruh biaya-manfaat hingga akhir usia suatu obyek yang dianalisis. Pada prinsipnya, analisis ini sama dengan analisis NPV, IRR, Payback Period dan analisa biaya-manfaat (emisi, limbah, daur ulang, dll) lainnya namun memperhitungkan keseluruhan usia dari obyek yang dianalisis. Jika memperbandingkan dua jenis obyek yang berbeda teknologi-nya maka harus disandingkan pada horison waktu yang sama walaupun bisa jadi kedua pilihan memiliki siklus usia yang berbeda. Sebagai contoh, jika kita membandingkan pilihan menggunakan teknologi HPS dengan usia teknis hingga jam dengan LED yang memiliki usia teknis hingga jam, maka kita dapat menggunakan periode usia LED sebagai patokan. Katakanlah kita menggunakan dasar horison waktu analisis jam, maka kita lakukan hal yang sama dengan HPS yang berarti kita harus melakukan penggantian HPS sebanyak 3 (tiga) kali dan di akhir horison analisis, kita menambahkan dalam arus kas positif seumah nilai sisa dari HPS pada penggantian yang ke-tiga. Salah satu contoh analisis LCA untuk beberapa teknologi lampu jalan yaitu HPS, Metal Halide, LED, dan Induksi dengan fokus pada aspek lingkungan dapat dipelajari di: Salah satu software analisis LCA berbasis microsoft excel yang bisa dicoba dapat diunduh gratis di: Perangkat Lunak/Software Simulasi Desain Sistem PJU Di internet tersedia beberapa software yang dapat diunduh secara gratis dan sangat membantu dalam melakukan evaluasi kelayakan desain suatu sistem PJU. Software yang umum digunakan antara lain Dialux, Visual, SEAD Street Lighting Tool, AGI32. Salah satu yang dapat dicoba adalah SEAD Street Lighting Tool ii Gambar 5.1 Distribusi cahaya yang tepat sangat tergantung pada pemilihan fixture yang akan berdampak pada efisiensi energi PJU. Simulasi akan memudahkan pemilihan alternatif terbaik. Pedoman Efisiensi Energi Pencahayaan Jalan Umum Buku I: Perencanaan Sistem PJU Efisien Energi 37

43 Software SEAD Street Lighting Tool serta Informasi lebih lanjut berupa petunjuk, laporan validasi, white paper, dan informasi lainnya dapat diperoleh di website Super-efficient Equipment and Appliance Deployment (SEAD) Initiative di yang merupakan inisiatif bersama negara-negara dalam kerjasama efisiensi energi global International Partnership for Energy Efficiency Cooperation (IPEEC) dan juga merupakan inisiatif dari Clean Energy Ministerial's Global Energy Efficiency Challenge. Enam belas negara yang terlibat dalam proyek SEAD adalah Australia, Brazil, Canada, European Commission, France, Germany, India, Japan, Korea, Mexico, Russia, South Africa, Sweden, United Arab Emirates, United Kingdom, United States, dan China (sebagai observer). SEAD Street Lighting Tool dibuat untuk mendorong transformasi pasar lampu jalan ke LED dengan menyasar permasalahan pemilihan fixture lampu LED yang tdak berkorelasi dengan daya lampu dan distribusi cahayanya. Memperbaiki distribusi cahaya berarti meningkatkan pilihan fixture yang dapat digunakan dimana fixture yang tepat akan meningkatkan efisiensi dan kinerja lampu jalan. SEAD Street Lighting Tool melakukan penyederhanaan analisa photometric serta mengintegrasikan analisa penggunaan energi dan life cycle cost analysis sehingga sangat membantu mempercepat proses pre-screening. Software ini dapat secara gratis diunduh dan dapat digunakan untuk: analisa batch untuk keperluan retrofit (penggantian fixture),evaluasi awal desain siste PJU LED, membantu analisa photometric bagi pengguna pemula. Software SEAD kompatibel dengan Microsoft Ecxel 2003 dan tersedia dalam bahasa Inggris, Perancis, dan Spanyol. Berikut perbandingan SEAD Street Lighting Tool denga software lainnya serta salah satu contoh hasil evaluasi: Gambar 5.2 Hasil evaluasi pemilihan fixture PJU, mampu menganalisis data dalam jumlah banyak sekaligus Pedoman Efisiensi Energi Pencahayaan Jalan Umum Buku I: Perencanaan Sistem PJU Efisien Energi 38

44 Tabel 5.1 Perbandingan SEAD SL Tool dengan Software lainnya i ii Pedoman Efisiensi Energi Pencahayaan Jalan Umum Buku I: Perencanaan Sistem PJU Efisien Energi 39

LAMPIRAN A: SPESIFIKASI TEKNIS SEKTOR PENERANGAN JALAN UMUM

LAMPIRAN A: SPESIFIKASI TEKNIS SEKTOR PENERANGAN JALAN UMUM LAMPIRAN A: SPESIFIKASI TEKNIS SEKTOR PENERANGAN JALAN UMUM REGULASI TEKNIS TERKAIT PJU Telah diterbitkan 11 Peraturan Menteri ESDM tentang pemberlakukan SNI Wajib untuk produk ketenagalistrikan. Standar

Lebih terperinci

BAB 2 II DASAR TEORI

BAB 2 II DASAR TEORI BAB 2 II DASAR TEORI 2.1 Lampu Penerangan Jalan Lampu penerangan jalan merupakan bagian dari bangunan pelengkap jalan yang dapat diletakkan atau dipasang di kiri / kanan jalan dan atau di tengah (dibagian

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN PENERANGAN JALAN UMUM

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN PENERANGAN JALAN UMUM BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN PENERANGAN JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang

Lebih terperinci

Disampaikan pada Seminar Membuka Sumbatan Investasi Efisiensi Energi di Indonesia: Tantangan dan Peluang Kebijakan dan Regulasi

Disampaikan pada Seminar Membuka Sumbatan Investasi Efisiensi Energi di Indonesia: Tantangan dan Peluang Kebijakan dan Regulasi Disampaikan pada Seminar Membuka Sumbatan Investasi Efisiensi Energi di Indonesia: Tantangan dan Peluang Kebijakan dan Regulasi Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral, Badan Kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya penggunaan energi sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya penggunaan energi sejalan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Dengan semakin meningkatnya penggunaan energi sejalan dengan berkembangnya perekonomian dan industri, maka disadari pula pentingnya penghematan energi

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN LAMPU PENERANGAN JALAN UMUM

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN LAMPU PENERANGAN JALAN UMUM PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN LAMPU PENERANGAN JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

Proposal Proyek. Judul Proyek : Pembuatan Aplikasi Sistem Informasi Geografis Penerangan Jalan Umum

Proposal Proyek. Judul Proyek : Pembuatan Aplikasi Sistem Informasi Geografis Penerangan Jalan Umum Proposal Proyek Judul Proyek : Pembuatan Aplikasi Sistem Informasi Geografis Penerangan Jalan Umum Tanggal Mulai : 2015 Tanggal Berakhir : 2016 Pelaksana : Ringkasan Proyek Operasional penerangan jalan

Lebih terperinci

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENERANGAN JALAN UMUM

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENERANGAN JALAN UMUM BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENERANGAN JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANGANDARAN, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENERANGAN JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO,

Lebih terperinci

ROADMAP PENGELOLAAN PENERANGAN JALAN UMUM KOTA PARINGIN KABUPATEN BALANGAN LAPORAN AKHIR

ROADMAP PENGELOLAAN PENERANGAN JALAN UMUM KOTA PARINGIN KABUPATEN BALANGAN LAPORAN AKHIR ROADMAP PENGELOLAAN PENERANGAN JALAN UMUM KOTA PARINGIN KABUPATEN BALANGAN LAPORAN AKHIR PEMERINTAH KABUPATEN BALANGAN BADAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH 1 RUANG LINGKUP SPATIAL 2 2 JARINGAN DISTRIBUSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejalan dengan perkembangan teknologi saat ini. Energi menjadi kebutuhan primer pada kebutuhan manusia. Menurut Buku Perencanaan Efisiensi dan Elastisitas Energi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kebutuhan terhadap energi listrik terus meningkat seiring dengan perkembangan teknologi yang saat ini sedang berada dalam tren positif. Listrik merupakan salah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : TAHUN 2007 SERI : Menimbang : PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN (3, 5, 7) Lampu penerangan jalan umum (LPJU) yang merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN (3, 5, 7) Lampu penerangan jalan umum (LPJU) yang merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG (3, 5, 7) Lampu penerangan jalan umum (LPJU) yang merupakan salah satu kebutuhan masyarakat, menjadi kewajiban dan tanggung jawab Pemerintah Daerah/Kota sebagai bentuk

Lebih terperinci

RASIONALISASI PENERANGAN JALAN UMUM (PJU) DI KABUPATEN PATI. Oleh : Ir. SUHARYONO, MM DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN PATI

RASIONALISASI PENERANGAN JALAN UMUM (PJU) DI KABUPATEN PATI. Oleh : Ir. SUHARYONO, MM DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN PATI RASIONALISASI PENERANGAN JALAN UMUM (PJU) DI KABUPATEN PATI Oleh : Ir. SUHARYONO, MM DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN PATI 1 RASIONALISASI PENERANGAN JALAN UMUM (PJU) Di KABUPATEN PATI 1. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian utama saat ini adalah terus meningkatnya konsumsi energi di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. perhatian utama saat ini adalah terus meningkatnya konsumsi energi di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, energi listrik merupakan kebutuhan penting dalam kelangsungan hidup manusia. Masalah di bidang tersebut yang sedang menjadi perhatian utama saat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, SALINAN NOMOR 3, 2016 PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang : a. bahwa penerangan jalan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR STUDI EKONOMI METERISASI PENERANGAN JALAN UMUM KOTA MEDAN O L E H JOY SOPATER WASIYONO NIM :

TUGAS AKHIR STUDI EKONOMI METERISASI PENERANGAN JALAN UMUM KOTA MEDAN O L E H JOY SOPATER WASIYONO NIM : TUGAS AKHIR STUDI EKONOMI METERISASI PENERANGAN JALAN UMUM KOTA MEDAN O L E H JOY SOPATER WASIYONO NIM : 040402001 DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 STUDI

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 30

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 30 No.665, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Penyediaan Lampu Tenaga Surya Hemat Energi. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2017 TENTANG TATA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PENERANGAN JALAN UMUM DAN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PENERANGAN JALAN UMUM DAN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PENERANGAN JALAN UMUM DAN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang : a. bahwa penerangan jalan

Lebih terperinci

BAB III PENANGANAN KOMPLAIN DI PT PLN (PERSERO) RAYON GOMBONG Analisis Penanganan Komplain di PT PLN (Persero) Rayon Gombong

BAB III PENANGANAN KOMPLAIN DI PT PLN (PERSERO) RAYON GOMBONG Analisis Penanganan Komplain di PT PLN (Persero) Rayon Gombong BAB III PENANGANAN KOMPLAIN DI PT PLN (PERSERO) RAYON GOMBONG 3.1. Analisis Penanganan Komplain di PT PLN (Persero) Rayon Gombong Pengumpulan data mengenai upaya penanganan komplain PT. PLN Rayon Gombong

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 4

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 4 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN PENERANGAN JALAN UMUM DAN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Setelah melakukan penelitian untuk menyusun konsep green road bagi jalan menuju Bandar Udara Blimbingsari Kabupaten Banyuwangi ini dengan beberapa tahapan ilmiah

Lebih terperinci

PT PLN (PERSERO) KEPUTUSAN DIREKSI PT PLN (PERSERO) NOMOR : 500.K/DIR/2013 TENTANG

PT PLN (PERSERO) KEPUTUSAN DIREKSI PT PLN (PERSERO) NOMOR : 500.K/DIR/2013 TENTANG PT PLN (PERSERO) KEPUTUSAN DIREKSI PT PLN (PERSERO) NOMOR : 500.K/DIR/2013 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN KEPADA PERUSAHAAN LAIN DI LINGKUNGAN PT PLN (PERSERO) DIREKSI PT PLN (PERSERO)

Lebih terperinci

Perancangan Controlling and Monitoring Penerangan Jalan Umum (PJU) Energi Panel Surya Berbasis Fuzzy Logic Dan Jaringan Internet

Perancangan Controlling and Monitoring Penerangan Jalan Umum (PJU) Energi Panel Surya Berbasis Fuzzy Logic Dan Jaringan Internet Perancangan Controlling and Monitoring Penerangan Jalan Umum (PJU) Energi Panel Surya Berbasis Fuzzy Logic Dan Jaringan Internet Muhammad Agam Syaifur Rizal 1, Widjonarko 2, Satryo Budi Utomo 3 Mahasiswa

Lebih terperinci

Table 1 Aliran dana dengan dana kumulatifnya

Table 1 Aliran dana dengan dana kumulatifnya ANALISIS PENINGKATAN EFISIENSI PENERANGAN JALAN UMUM (PJU) DI KABUPATEN JEMBER Ahmad Fadly Irawan¹, Moch. Dhofir², Hadi Suyono ³ ¹Mahasiswa Teknik Elektro, ² ³Dosen Teknik Elektro, Universitas Brawijaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Pengelolaan aset bertujuan untuk memberikan kejelasan status kepemilikan aset, inventarisasi kekayaan, optimasi penggunaan dan pemanfaatan aset dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Database audit energi menggunakan Program Visual Basic 6.0

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Database audit energi menggunakan Program Visual Basic 6.0 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Database audit energi menggunakan Program Visual Basic 6.0 Implementasi sistem merupakan tahap untuk mengimplementasikan sistem. Tahap penggunaan sistem ini dilakukan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN PENERANGAN JALAN UMUM DAN PENERANGAN JALAN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Makalah Seminar Kerja Praktek KAJIAN KONSERVASI ENERGI PENGGANTIAN LAMPU JENIS HPS DENGAN LED UNTUK PENERANGAN JALAN UMUM KABUPATEN BANJARNEGARA

Makalah Seminar Kerja Praktek KAJIAN KONSERVASI ENERGI PENGGANTIAN LAMPU JENIS HPS DENGAN LED UNTUK PENERANGAN JALAN UMUM KABUPATEN BANJARNEGARA Makalah Seminar Kerja Praktek KAJIAN KONSERVASI ENERGI PENGGANTIAN LAMPU JENIS HPS DENGAN LED UNTUK PENERANGAN JALAN UMUM KABUPATEN BANJARNEGARA Renaldo Marsal 1, Ir. Agung Warsito, DHET 2 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TAMIANG

PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TAMIANG - 1 - PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TAMIANG QANUN KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN LAMPU PENERANGAN JALAN UMUM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI

Lebih terperinci

SETAHUN PROGRAM DEMAND SIDE MANAGEMENT

SETAHUN PROGRAM DEMAND SIDE MANAGEMENT SETAHUN PROGRAM DEMAND SIDE MANAGEMENT 2001-2002 A. Program DSM 1. Latar Belakang : Kebijakan Pemerintah di bidang energi yang ditempuh sejak awal tahun 1980 an dan direvisi secara periodik dituangkan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI PENERANGAN JALAN UMUM DAN PENGUKURAN ENERGI LISTRIK

BAB II DASAR TEORI PENERANGAN JALAN UMUM DAN PENGUKURAN ENERGI LISTRIK BAB II DASAR TEORI PENERANGAN JALAN UMUM DAN PENGUKURAN ENERGI LISTRIK (1, 2, 6, 8, 9, 10) 2.1. FUNGSI PENERANGAN JALAN (1) Penerangan jalan di kawasan perkotaan mempunyai fungsi antara lain : 1. Menghasilkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring pesatnya kemajuan dan perkembangan daerah - daerah di Indonesia, memicu

BAB I PENDAHULUAN. Seiring pesatnya kemajuan dan perkembangan daerah - daerah di Indonesia, memicu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring pesatnya kemajuan dan perkembangan daerah - daerah di Indonesia, memicu tumbuh terciptanya sarana dan prasarana insfrastuktur yang harus memadai untuk kegiatan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1404, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Subsidi Listrik. Penyediaan. Penghitungan. Pembayaran. Pertanggungjawaban. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengelola energi listrik di Indonesia telah melakukan salah satu kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. pengelola energi listrik di Indonesia telah melakukan salah satu kegiatan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sesuai Keputusan Presiden RI. No. 43 Tahun 1991 Tentang Konversi Energi, maka Perusahaan Umum Listrik Negara (PLN) selaku penyedia dan pengelola energi listrik

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Audit Industri Usaha-usaha untuk menghemat industri di segala bidang makin dirasakan perlu karena semakin terbatasnya sumber-sumber industri yang tersedia dan semakin mahalnya

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 9 TAHUN 2008 SERI : E NOMOR : 4

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 9 TAHUN 2008 SERI : E NOMOR : 4 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 9 TAHUN 2008 SERI : E NOMOR : 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN LAMPU PENERANGAN JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai Keputusan Presiden RI. No. 43 Th 1991 Tentang Konversi

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai Keputusan Presiden RI. No. 43 Th 1991 Tentang Konversi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sesuai Keputusan Presiden RI. No. 43 Th 1991 Tentang Konversi Energi, maka Perusahaan Listrik Negara (PLN) selaku penyedia dan pengelola energi listrik di Indonesia

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEDIRI, Menimbang : a. bahwa jalan sebagai bagian sistem

Lebih terperinci

Untuk mengatasi permasalahan di atas, pada tahun 2003 pemerintah meluncurkan program kemitraan konservasi energi. Program kemitraan ini merupakan kese

Untuk mengatasi permasalahan di atas, pada tahun 2003 pemerintah meluncurkan program kemitraan konservasi energi. Program kemitraan ini merupakan kese BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejalan dengan meningkatnya pembangunan yang diikuti dengan pertumbuhan dan perekembangan perekonomian Indonesia, kebutuhan energi nasional juga semakin meningkat.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.326, 2010 KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Standar Kompetensi. Manajer Energi Bidang Industri.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.326, 2010 KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Standar Kompetensi. Manajer Energi Bidang Industri. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.326, 2010 KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Standar Kompetensi. Manajer Energi Bidang Industri. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PENEMPATAN RAMBU LALU LINTAS, MARKA JALAN DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERENCANAAN URUSAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

PERENCANAAN URUSAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PEMERINTAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA PERENCANAAN URUSAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 2013 2017 DISAMPAIKAN OLEH Dr. Ir. YURIANTO, MA.M.Sc BAPPEDA PROVINSI DKI JAKARTA YOGYAKARTA, 13 AGUSTUS

Lebih terperinci

BAB II PROSES BISNIS PT. INDONESIA POWER UBP KAMOJANG

BAB II PROSES BISNIS PT. INDONESIA POWER UBP KAMOJANG BAB II PROSES BISNIS PT. INDONESIA POWER UBP KAMOJANG PT. Indonesia Power UBP Kamojang saat ini telah menerapkan sistem manajemen terpadu, dengan tiga sub sistemnya yang terdiri dari Sistem Manajemen Mutu

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I 1 PENDAHULUAN. Perusahaan Listrik Negara (PLN) pada tahun 2014 melalui Peraturan

BAB I 1 PENDAHULUAN. Perusahaan Listrik Negara (PLN) pada tahun 2014 melalui Peraturan BAB I 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan Listrik Negara (PLN) pada tahun 2014 melalui Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 09 Tahun 2014, menetapkan penyesuaian Tarif Tenaga

Lebih terperinci

BUPATI KAPUAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG JALAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KAPUAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG JALAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG JALAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS, Menimbang : a. bahwa keamanan dan keselamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu penerangan diperlukan oleh manusia untuk mengenali suatu obyek

BAB I PENDAHULUAN. Suatu penerangan diperlukan oleh manusia untuk mengenali suatu obyek BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu penerangan diperlukan oleh manusia untuk mengenali suatu obyek secara visual. Penerangan jalan dibuat untuk mempermudah dan membantu manusia dalam melihat obyek

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 49 TAHUN 2014 TENTANG ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 49 TAHUN 2014 TENTANG ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 49 TAHUN 2014 TENTANG ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB I. Wilayah/Distribusi untuk meningkatkan pelayanan kepada para pelanggan.

BAB I. Wilayah/Distribusi untuk meningkatkan pelayanan kepada para pelanggan. BAB I 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai perusahaan yang melayani kepentingan masyarakat Indonesia di bidang ketenagalistrikan, PT PLN (Persero) selama ini telah berusaha untuk memberikan pelayanan

Lebih terperinci

CHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PENERANGAN JALAN UMUM (PJU)

CHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PENERANGAN JALAN UMUM (PJU) CHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PENERANGAN JALAN UMUM (PJU) Checklist Dokumen Prastudi Kelayakan KPBU (Dokumen) ini bukan merupakan template yang bersifat WAJIB melainkan lebih kepada

Lebih terperinci

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PENERANGAN JALAN UMUM DAN LINGKUNGAN

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PENERANGAN JALAN UMUM DAN LINGKUNGAN W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PENERANGAN JALAN UMUM DAN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ALAT PENGENDALI LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA SELATAN,

Lebih terperinci

MODUL 3 : PERENCANAAN JARINGAN JALAN DAN PERENCANAAN TEKNIS TERKAIT PENGADAAN TANAH

MODUL 3 : PERENCANAAN JARINGAN JALAN DAN PERENCANAAN TEKNIS TERKAIT PENGADAAN TANAH MODUL 3 : PERENCANAAN JARINGAN JALAN DAN PERENCANAAN TEKNIS TERKAIT PENGADAAN TANAH Diklat Perencanaan dan Persiapan Pengadaan Tanah KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BADAN PENGEMBANGAN SUMBER

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 32 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENYELENGGARAAN PENERANGAN JALAN UMUM

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 32 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENYELENGGARAAN PENERANGAN JALAN UMUM BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 32 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENYELENGGARAAN PENERANGAN JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang:

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.557,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 14 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.8, 2016 SUMBER DAYA ENERGI. Percepatan Pembangunan. Infrastruktur Ketenagalistrikan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

TANYA JAWAB Pelaksanaan Kebijakan Subsidi Listrik Tepat Sasaran

TANYA JAWAB Pelaksanaan Kebijakan Subsidi Listrik Tepat Sasaran KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TANYA JAWAB Pelaksanaan Kebijakan Subsidi Listrik Tepat Sasaran BUKU TANYA JAWAB Pelaksanaan Kebijakan Subsidi Listrik Tepat Sasaran DISUSUN OLEH: Direktorat

Lebih terperinci

MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA S..A...LINAN

MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA S..A...LINAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA S..A...LINAN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 /PMK.02/2017 TENTANG TATA CARA PENYEDIAAN, PENGHITUNGAN, PEMBAYARAN, DAN PERTANGGUNGJAWABAN SUBSIDI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.327, 2010 KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Standar Kompetensi. Menajer Energi Bidang Bangunan Gedung.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.327, 2010 KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Standar Kompetensi. Menajer Energi Bidang Bangunan Gedung. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.327, 2010 KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Standar Kompetensi. Menajer Energi Bidang Bangunan Gedung. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK

Lebih terperinci

KEBIJAKAN KONSERVASI ENERGI NASIONAL

KEBIJAKAN KONSERVASI ENERGI NASIONAL KEBIJAKAN KONSERVASI ENERGI NASIONAL Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Sosialisasi Program ICCTF 2010-2011 Kementerian Perindustrian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Saat ini energi merupakan kebutuhan utama setiap manusia. Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi suatu negara menjadi salah satu faktor penyebab meningkatnya

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Umum Menurut Miro (2002), seiring dengan perkembangan jaman, objek yang diangkut selalu bertambah seperti pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi, produksi ekonomi, pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diseluruh aspek kehidupan. Seiring kemajuan zaman, penggunaan energi

BAB I PENDAHULUAN. diseluruh aspek kehidupan. Seiring kemajuan zaman, penggunaan energi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi listrik merupakan energi utama yang digunakan hampir diseluruh aspek kehidupan. Seiring kemajuan zaman, penggunaan energi listrik juga terus meningkat. Salah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1990 TENTANG JALAN TOL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1990 TENTANG JALAN TOL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1990 TENTANG JALAN TOL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka melaksanakan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1980 tentang Jalan,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. dapat diketahui kelas jalan yang nantinya akan digunakan untuk menentukan

BAB III LANDASAN TEORI. dapat diketahui kelas jalan yang nantinya akan digunakan untuk menentukan BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Spesifikasi dan Kondisi Jalan Spesifikasi dan kondisi jalan cukup besar pengaruhnya dalam menentukan tingkat kelayakan suatu sistem penerangan karena dalam spesifikasi/kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, pertumbuhan penduduk di Indonesia bertambah sejalan dengan deret ukur. Hal ini berkaitan dengan semakin bertambahnya sejumlah anggota dalam setiap

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANDAILING NATAL NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN USAHA KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANDAILING NATAL NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN USAHA KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANDAILING NATAL NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN USAHA KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANDAILING NATAL, SALINAN Menimbang : a. bahwa tenaga

Lebih terperinci

Diajukan untuk memenuh salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Elektro OLEH :

Diajukan untuk memenuh salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Elektro OLEH : PERENCANAAN SISTEM PENERANGAN JALAN UMUM DAN TAMAN DI AREAL KAMPUS USU DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI TENAGA SURYA (APLIKASI PENDOPO DAN LAPANGAN PARKIR) Diajukan untuk memenuh salah satu persyaratan dalam

Lebih terperinci

PROGRAM KONSERVASI ENERGI

PROGRAM KONSERVASI ENERGI PROGRAM KONSERVASI ENERGI Disampaikan pada: Lokakarya Konservasi Energi DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA Bandung,

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK)

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) A. LATAR BELAKANG - Dasar Hukum Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Tengah dalam upaya untuk pengembangan sektor ketenagalistrikan guna meningkatkan pertumbuhan

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN BAGIAN-BAGIAN JALAN KABUPATEN

BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN BAGIAN-BAGIAN JALAN KABUPATEN BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN BAGIAN-BAGIAN JALAN KABUPATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1311, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Biaya Konstruksi. Proyek Kerja Sama. Infrastruktur. Dukungan Kelayakan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 223/PMK.011/2012

Lebih terperinci

Oleh: UMI KHOIRIYAH D

Oleh: UMI KHOIRIYAH D PERENCANAAN DAN ANALISIS PEMBIAYAAN PENERANGAN JALAN UMUM (PJU) (Studi Kasus: Jl. Tangkil-Ngeluk Kec. Gesi Kab. Sragen) Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.13, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Pengelolaan dan Pertanggungjawaban. Fasilitas Dana. Geothermal. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03/PMK.011/2012

Lebih terperinci

2013, No

2013, No 2013, No.834 8 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK

Lebih terperinci

secara prinsip penggunaan energi di lingkungan hunian penduduk akan meningkat seiring dengan kepadatan rumah.

secara prinsip penggunaan energi di lingkungan hunian penduduk akan meningkat seiring dengan kepadatan rumah. Sumber penerangan utama yang digunakan oleh rumah tangga menjadi salah satu indikator kemiskinan yang digunakan oleh BPS (Badan Pusat Statistik). Rumah tangga yang menggunakan sumber penerangan selain

Lebih terperinci

Konservasi Energi pada Sektor Rumah Tangga

Konservasi Energi pada Sektor Rumah Tangga Berdasarkan audit energi, kebutuhan energi di Indonesia dibedakan atas beberapa sektor pengguna energi seperti: industri dan komersial, rumah tangga, transportasi, dan pemerintahan. Berikut ini akan dipaparkan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. diangkut selalu bertambah seperti pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi,

BAB III LANDASAN TEORI. diangkut selalu bertambah seperti pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi, 18 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Umum Menurut Miro (2002), seiring dengan perkembangan jaman, objek yang diangkut selalu bertambah seperti pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi, produksi ekonomi, pendapatan

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS I. KETENTUAN UMUM

PETUNJUK TEKNIS I. KETENTUAN UMUM SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK TEKNIS

Lebih terperinci

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd. T-17-2004-B Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi Daftar tabel. Daftar gambar Prakata. Pendahuluan. i ii ii iii

Lebih terperinci

PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT

PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT DESKRIPSI OBJEK RUANG PUBLIK TERPADU RAMAH ANAK (RPTRA) Definisi : Konsep ruang publik berupa ruang terbuka hijau atau taman yang dilengkapi dengan berbagai

Lebih terperinci

ANALISIS TEKNIS DAN EKONOMIS PENGOPERASIAN PENERANGAN JALAN UMUM MENGGUNAKAN SOLAR CELL UNTUK KEBUTUHAN PENERANGAN DI JALAN BY PASS I GUSTI NGURAH RAI

ANALISIS TEKNIS DAN EKONOMIS PENGOPERASIAN PENERANGAN JALAN UMUM MENGGUNAKAN SOLAR CELL UNTUK KEBUTUHAN PENERANGAN DI JALAN BY PASS I GUSTI NGURAH RAI E-Journal SPEKTRUM Vol. 2, No. 3 September 20 ANALISIS TEKNIS DAN EKONOMIS PENGOPERASIAN PENERANGAN JALAN UMUM MENGGUNAKAN SOLAR CELL UNTUK KEBUTUHAN PENERANGAN DI JALAN BY PASS I GUSTI NGURAH RAI I.W.H.

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 20/PRT/M/2010 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN BAGIAN-BAGIAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 20/PRT/M/2010 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN BAGIAN-BAGIAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 20/PRT/M/2010 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN BAGIAN-BAGIAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Peluang Penghematan Energi Pada Penerangan Jalan Umum Kabupaten Padang Pariaman di Wilayah Kerja PT. PLN (Persero) Rayon Pariaman Feeder Kampung Dalam

Peluang Penghematan Energi Pada Penerangan Jalan Umum Kabupaten Padang Pariaman di Wilayah Kerja PT. PLN (Persero) Rayon Pariaman Feeder Kampung Dalam 51 JURNAL TEKNIK ELEKTRO ITP, Vol. 7, No. 1, JANUARI 018 Peluang Penghematan Energi Pada Penerangan Jalan Umum Kabupaten Padang Pariaman di Wilayah Kerja PT. PLN (Persero) Rayon Pariaman Feeder Kampung

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam bab metodologi penelitian ini akan disampaikan bagan alir dimana dalam bagan alir ini menjelaskan tahapan penelitian yang dilakukan dan langkah-langkah apa saja yang

Lebih terperinci

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd. T-15-2004-B Perencanaan Separator Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi Daftar tabel. Daftar gambar Prakata. Pendahuluan. i ii ii iii

Lebih terperinci

RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED)

RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED) KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA RENCANA AKSI PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED) By: TIM P2RUED-P Pedoman Penyusunan dan Petunjuk Teknis RUED Penjelasan Pokok-Pokok

Lebih terperinci

Jurnal Teknologi Elektro, Universitas Mercu Buana ISSN: ANALISA PEMAKAIAN DAYA LAMPU LED PADA RUMAH TIPE 36

Jurnal Teknologi Elektro, Universitas Mercu Buana ISSN: ANALISA PEMAKAIAN DAYA LAMPU LED PADA RUMAH TIPE 36 ANALISA PEMAKAIAN DAYA LAMPU LED PADA RUMAH TIPE 36 Moethia Faridha, M. Dahlan Yusuf Saputra Jurusan Teknik Elektro Uniska M A B Banjarmasin Jl. Adyaksa No2 Banjarmasin Kalimantan Selatan Email:bariethia@gmail.com

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. Data yang Didapat Data yang diperoleh dalam penelitian ini untuk menunjang sebagai analisis perbandingan lampu yaitu menggunakan data jenis lampu yang digunakan pada area

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tenaga listrik

Lebih terperinci

1 of 9 21/12/ :39

1 of 9 21/12/ :39 1 of 9 21/12/2015 12:39 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 223/PMK.011/2012 TENTANG PEMBERIAN DUKUNGAN KELAYAKAN ATAS SEBAGIAN BIAYA KONSTRUKSI

Lebih terperinci

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA 2015-2019 DAN PELUANG MEMANFAATKAN FORUM G20 Siwi Nugraheni Abstrak Sektor energi Indonesia mengahadapi beberapa tantangan utama, yaitu kebutuhan yang lebih besar daripada

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL PEKERJAAN. Sebelum suatu instalasi listrik dinyatakan layak untuk dapat digunakan,

BAB IV ANALISIS HASIL PEKERJAAN. Sebelum suatu instalasi listrik dinyatakan layak untuk dapat digunakan, BAB IV ANALISIS HASIL PEKERJAAN 4.1 Analisis dan Pembahasan Sebelum suatu instalasi listrik dinyatakan layak untuk dapat digunakan, maka diperlukan pemeriksaan terhadap instalasi listrik tersebut. Hal

Lebih terperinci