BAB II TEORI DASAR 2.1 Pemodelan Geohistori Pemodelan Geohistori Burial
|
|
- Inge Jayadi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TEORI DASAR 2. Pemodelan Geohistori Analisis geohistori adalah suatu teknik stratigrafi kuantitatif yang digunakan untuk menyelesaikan masalah dalam sejarah geologi dan penggambarannya. Kuantifikasi data stratigrafi sumur dimungkinkan dengan berkembangnya pengetahuan ilmu mikrobiostratigrafi, sehingga memungkinkan untuk mendapatkan umur dalam satuan juta tahun dan lingkungan pengendapan berupa kedalaman pengendapan. Diagram geohistori dan teknik stratigrafi kuantitatif seperti perhitungan kecepatan akumulasi sedimen, dan laju subsiden (subsidence rate) atau pengangkatan (uplift) sangat berguna untuk eksplorasi minyak bumi. Geohistori adalah kunci untuk mengerti evolusi cekungan dan tektonik lempeng (van Hinte, 978) Dalam melakukan pemodelan Geohistory diperlukan paling tidak tiga parameter utama yaitu:. model kurva kompaksi dan parameter kurva kompaksi perlitologi, 2. konduktivitas termal per litologi, dan. sejarah aliran bahang (heatflow) dari waktu ke waktu. Dalam menyelesaikan masalah model perkembangan cekungan dapat digunakan metode analisis nimeris deterministik, dengan menggunakan konsep geohistori burial dan geohistori termal. 2.. Pemodelan Geohistori Burial Geohistori burial adalah penggambaran stratigrafi dari waktu ke waktu yang telah terkoreksi oleh ketebalan dekompaksi, kedalaman pengendapan dan perubahan muka air laut purba (gambar 2.) serta penggambaran total subsidence dan tektonik subsidence (gambar 2.2). Ketebalan masing masing lapisan merupakan fungsi dari porositas sehingga semakin dalam suatu lapisan maka porositasnya akan semakin kecil ( van Hinte, 978, gambar 2.). 6
2 THE BACKSTRIPPING METHOD DATA RESULTS STRATIGRAPHY - Depths, Ages - Erosion hypothesis LITHOLOGI THICKNESSES RECONSTRUCTION PALEOGEOGRAPHY - Sea Level Changes - Water paleothicknesses ABSOLUTE DEPTH RECONSTRUCTION 0 van Hinte, 978 Gambar 2.. Pemodelan geohistori "burial" terkoreksi oleh kedalaman pengendapan (paleobatimetri) dan perubahan muka air laut purba (van Hinte, 978) MODEL OF RESPONSE TO SEDIMENT LOADING - Local Isostasy (AIRY) - Regional Isostasy (FLEXURE) TECTONIC SUBSIDENCE HISTORY AGE (MY) LOADING EFFECT DEPTH TECTONIC TOTAL (KM) 6 7 van Hinte, 978 Gambar 2.2. Penggambaran "total subsidence" dan "tectonic subsidence" (van Hinte, 978) 7
3 Proses Dekompaksi Kompaksi Dekompaksi Tn φn φ ( n)tn = φ (- n)tn φ ( o)to = φ (- o)to To φo D + T D + T n D n n do do+to ( φn ) dz = ( φ0) dz o o Do POROSITY To DEPTH dn dn+tn Tn Charlie Wu, 994. Gambar 2. Proses Dekompaksi (van Hinte, 978) Data masukan yang dibutuhkan untuk pemodelan geohistori burial antara lain :. Data umum sumur didapat dari kepala log sumur, atau dari laporan sumur. 2. Data stratigrafi dan litologi didapat dari log completion atau final log.. Data umur absolut (kurva umur absolut terhadap kedalaman), data ini didapatkan dari hasil analisis fosil foraminifera 4. Data paleobatimetri absolut (kurva paleobatimetri absolut terhadap kedalaman) 5. Jenis kurva kompaksi dan konstanta persamaan kurva kompaksi persegmen kedalaman perlitologi, hasil dari analisis log sonic 6. Data ketebalan tererosi dan waktu erosi, hasil dari analisis kurva kompaksi, atau dari data lainnya, serta tafsiran litologinya. 8
4 Perhitungan Total Subsidence dan Tectonic Subsidence w L a Z X s L a S Z Z++X-S- =Z+X-S wz + () L + ax = ss + () L + a(z+x-s) s L a a = S + () + Z + X - as Penyelesaian untuk S : as - ss =() L - () L + az - w Z + ax - ax Simplifikasi : s (a - s)s = ( - w)z Z w bila a =. g/cm ; s = 2. g/cm dan w =.0 g/cm maka : S = 2. Z a - a S = a - 2. Z w s L a W d S X w L a Z Wd + S + - X +Z -. Persamaan kiri dan kanan : ww d + ss + L + ax = wz + L + a(w d+s++x-z-) = wz+ L+ aw d+ as+ a+ ax-az-a = wz+ L+ aw d+ as+ ax-az 2. Penyelesaian untuk Z : az - wz = + a W d - ww d + as - ss. Penggabungan faktor : ( a - w)z =( a - w)w d + ( a - s)s 4. Dibagi dengan a- w : a - s Z = S + W - d a w 5. Bila Sealevel ( SL) diketahui : a - s Z = a - w S + W d - SL s - a w Charlie Wu, 994 Gambar 2.4 Perhitungan Total Subsidence dan Tektonik Subsidence ( Charlie Wu, 994) Dari pemodelan geohistori burial ini akan dihasilkan keluaran berupa penampilan data dalam bentuk kurva : a. Data stratigrafi dari waktu ke waktu dengan ketebalan, kedalaman dan porositasnya masing-masing lapisan, yang kemudian dapat ditampilkan dalam bentuk geohistori burial per perlapisan atau per satuan stratigrafi. b. Data total subsidence dan tectonic subsidence dari waktu ke waktu dapat ditampilkan berupa kurva subsidence. c. Data ketebalan per satuan stratigrafi dari waktu ke waktu Pemodelan Geohistori Thermal Pemodelan geohistori termal adalah pemodelan sejarah perkembangan temperatur purba dalam cekungan sedimen akibat naiknya aliran panas dari dasar cekungan dan konduktivitas termal batuan masing-masing lapisan (Koesoemadinata, et.al., 994). Faktor terpenting dalam sejarah perkembangan temperatur purba ini adalah besarnya aliran bahang yang mengalir dan besarnya konduktivitas termal masing-masing 9
5 lapisan (Koesoemadinata, et.al., 994). Temperatur adalah fungsi dari aliran bahang dan konduktivitas masing-masing lapisan, sedangkan konduktivitas adalah fungsi porositas (Allen dan Allen, 990, gambar 2.6). Persamaan Dasar Perhitungan Geohistory Thermal MENGHITUNG KONDUKTIFITAS TERMAL (Allen dan Allen, 990) Persamaan yang digunakan : -φ K = K s (-φ * K s ) w s Konduktifitas yang dihasilkan dikalibrasi dengan hasil pengukuran LEMIGAS (Thamrin) MENGHITUNG HEATFLOW (Hk. Fourier, Turcotte & Schubert,982.) * Presentday Heatflow dikalibrasi dengan BHT, DST * PaleoHeatflow dikalibrasi data pengukuran Vitrinite reflectance (%RO) Persamaan yang digunakan : q = -K dt atau T = T + qy 2 HY s s - dy K 2K asumsi : Paleo heatflow konstan terhadap kedalaman Tanpa interval heat generation (steady state heat flow) - 2K HY2 = 0 = internal heat generation T = T s + q s Y atau K T= T + q Y + Y Y n y s s K K K 2 n Y.. Yn = Ketebalan lapisan s/d n (m) K.. Kn = Konduktifitas lapisan s/d n tergantung - - dari litologi dan porositas (Wm K ) T s = Temperatur permukaan ( C) T y = Temperatur tiap botom lapisan ( C) q 2 s = Heat Flux (mwm ) K - - w = Konduktifitas air (0.607 Wm K ) K - - s = Konduktifitas batuan sedimen (Wm K ) φs = porositas batuan sedimen Tanpa Dekompaksi T s T = T+{-q Y Y s s } T K Y Y Y T 2 = T s+{-q s( + )} K 2 2 K 2 T 2 Y Y Y Y T = T s+{-q s( + + )} K 2 K 2 K T Y n Y Y T n = T s+{-q s( )} K n Kn T n dengan Dekompaksi T s T = T+{-q Y } Y s s T K Y Y Y T 2 = T s+{-q s( + )} K 2 2 K 2 T 2 Y Y Y Y T = T s+{-q s( + + )} K 2 K 2 K T Y n Y Y T n = T s+{-q s( )} K n K n T n Turcotte & Schubert,982. Gambar 2.5 Persamaan Dasar Perhitungan Geohistori Thermal (Turcotte & Schubert, 982, Allen & Allen, 990) Data Masukan yang dibutuhkan : a. Data konduktivitas panas hasil pengukuran b. Data BHT, yang telah terkoreksi dan DST, keduanya didapatkan dari laporan pemboran,atau sejarah aliran bahang c. Data temperatur permukaan atau sejarah temperatur permukaan. d. Data energi pengaktifan dan faktor stoikiometri (selama ini masih digunakan data standart diambil dari Sweeney dan Burnham, 990). e. Data geohistori burial sebagai hasil dari pemodelan geohistori burial. 0
6 Dari pemodelan geohistori termal ini akan dihasilkan output berupa penampilan data dalam bentuk kurva :. Kurva temperatur masa kini (untuk melakukan kalibrasi aliran bahang masa kini dengan pengukuran BHT). 2. Kurva pantulan vitrinit hasil perhitungan yang dapat dibandingkan dengan data pantulan vitrinit hasil pengukuran laboratorium.. Kurva sejarah temperatur dari waktu ke waktu dengan konduktivitas panas untuk masing-masing lapisan yang kemudian dapat ditampilkan dalam bentuk geohistori termal per lapisan atau persatuan stratigrafi. 4. Data stratigrafi dari waktu ke waktu dengan ketebalan, kedalaman dan porositasnya masing-masing lapisan, yang kemudian dapat ditampilkan dalam bentuk geohistori burial perlapisan atau persatuan stratigrafi. 5. Data total subsidence dan tectonic subsidence dari waktu ke waktu dapat ditampilkan berupa kurva subsidence. 6. Data ketebalan per satuan stratigrafi dari waktu ke waktu. 2.2 Sistem Petroleum Sistem petroleum merupakan bagian dari ilmu geologi yang khusus membahas tentang aspek-aspek yang berkaitan dengan minyakbumi, mulai dari asal minyakbumi, proses terbentuknya minyakbumi, penyebaran minyakbumi, dan proses terakumulasinya. Secara garis besar Geologi Petroleum dikelompokkan menjadi tiga sub-bagian, yaitu:. Sub-sistem pembentukan (generatif sub-system) 2. Sub-sistem migrasi (migration sub-system). Sub-sistem pemerangkapan (entrapment sub-system) 2.2. Konsep Batuan Induk Terminologi umum batuan induk adalah batuan sedimen berbutir halus dan oleh (Waples, 985, dalam Subroto, 2000), batuan induk dibedakan menjadi beberapa pengetian sebagai berikut:
7 Batuan induk efektif (effective source rock): setiap batuan induk yang telah membentuk dan mengeluarkan hidrokarbon. Mungkin batuan induk (possible source rock): setiap batuan induk yang belum pernah dievaluasi potensinya, tapi mempunyai kemungkinan membentuk dan mengeluarkan hidrokarbon. Batuan induk potensial (potential source rock): setiap batuan sediment yang belum matang diketahui mampu menghasilkan dan mengeluarkan hidrokarbon jika tingkat kematangan termalnya bertambah tinggi. Ahli geokimia lainnya juga memberikan definisi yang lebih spesifik seperti: Hunt (979), batuan induk didefinisikan sebagai sedimen berbutir halus yang dalam kondisi alaminya membentuk dan mengeluarkan cukup hidrokarbon untuk menghasilkan akumulasi komersial minyak atau gas. Dow (977) memberikan beberapa definisi yang menyangkut batuan induk antara lain: Batuan induk adalah satuan batuan yang telah membentuk dan mengeluarkan minyak atau gas dalam jumlah yang cukup untuk akumulasi yang komersial. Batuan induk tersembunyi (latent source rock) adalah lapisan batuan sumber yang ada tetapi masih tersembunyai atau belum ditemukan. Selalu menyangkut pada daerah yang belum di eksplorasi atau bagian dalam dari cekungan. Batuan induk potensial (potential source rock) adalah satuan batuan yang mempunyai kemampuna membentuk minyak atau gas dalam jumlah yang cukup untuk akumulasi yang komersial tapi belum menghasilkan minyak atau gas karena kematangan termalnya belum cukup. Batuan induk aktif (active source rock) adalah sebuah lapisan sumber yang masih dalam proses pembentukan minyak atau gas. Batuan induk habis (spent source rock) adalah sebuah lapisan sumber yang telah seluruhnya membentuk dan mengeluarkan minyak atau gas. Lapisan sumber ini mungkin habis untuk minyak dan masih aktif untuk gas. 2
8 Batuan induk lamban (inactive source rock) adalah lapisan sumber yang telah sekali aktif tapi berhenti sementara setelah sebelumnya membentuk minyak/gas sampai habis. Batuan induk terbatas (limited source rock) adalah satuan batuan yang mengandung semua prasyarat dari lapisan sumber kecuali volume. Umumnya berkaitan dengan laminasi shale tipis dalam karbonat atau batubara tipis di dalam endapan darat. Dalam konsepsi ini, diperlukan suatu ciri tertentu untuk mengetahui batuan induk dan cara mengidentifikasikannya. Pada umumnya batuan induk dibayangkan sebagai batuan serpih yang berwarna gelap, kaya akan zat organik dan biasanya diendapkan dalam lingkungan laut. Beberapa penyelidikan terdahulu (Hunt dan Jameson, 956, dalam Koesoemadinata, 978) memperlihatkan bahwa semua batuan sedimen mengandung zat organik, terutama dalam bentuk kerogen, walaupun hidrokarbon dan aspal ditemukan pula (Smith, 954, dalam Koesoemadinata, 978), terutama batuan serpih yang berwarna gelap paling banyak mengandung kerogen (Kelompok Telisa, Formasi La Luna. Venezuela). Beberapa formasi tertentu begitu kaya akan kerogen, sehingga minyakbumi dapat didestilasi. Formasi tersebut secara potensial dapat bertindak sebagai sumber hidrokarbon, bahkan cadangannya meliputi triliunan barel. Selain kerogen, menurut Phillipi (957, dalam Koesoemadinata, 978) batuan induk (dalam hal ini serpih dari Kelompok Telisa) mengandung 5 sampai 5000 ppm hidrokarbon pribumi (indigenous) Cara lain untuk mengidentifikasi batuan induk adalah dengan mengetahui perbandingan karbon-nitrogen. Jika rasio ini memiliki nilai kira-kira =, maka dianggap batuan itu merupakan batuan yang baik menjadi batuan induk. Menurut Erdman (96, dalam Koesoemadinata, 978), suatu batuan induk harus mengandung suatu residu minyakbumi (hidrokarbon aromatik, alifat ringan, hidrokarbon pertengahan, serta zat-zat aspal). Pada tahun 964 Erdman kembali menyatakan bahwa yang penting dan kritis adalah perbandingan antara minyak dan kerogen. Jika perbandingannya terlalu rendah (lignit, batubara, serpih minyak), minyakbumi akan
9 terlalu menetap dan diabsorbsi. Jika perbandingan terlalu tinggi, maka minyak yang terbentuk tidak dapat bermigrasi Pematangan Minyak Bumi Pengertian pematangan minyakbumi (oil maturation) erat hubungannya dengan masalah waktu pembentukan dan pengertian batuan induk. Minyak bumi terbentuk karena akumulasi zat organik yang terkumpul dalam batuan sedimen halus dalam keadaan reduksi sehingga terawetkan dan akan diperoleh batuan induk yang kaya akan zat organik. Pengaruh dari dari gradien panas bumi, tektonik dan gaya pembebanan maka zat organik tersebut akan berubah menjadi minyak atau gas bumi. Proses ini disebut pematangan (maturation) dan hasilnya adalah minyakbumi. Semua perubahan ini bersifat kimia dan disebabkan berbagai perubahan lingkungan geologi tempat hidrokarbon itu berada. Dalam hal ini Phillipi (965, dalam Koesoemadinata, 978) berpendapat, bahwa proses pematangan terjadi dalam batuan induk dan yang bermigrasi adalah minyakbumi yang asli. Suatu hal yang perlu diperhatikan adalah, bahwa minyakbumi yang belum matang sebagai zat transisi tidak ditemukan, sedangkan jenis minyak aspal dan parafin dianggap sebagai zat yang matang dan belum matang, maka persoalannya menyangkut jenis minyakbumi. Dalam hal ini beberapa penyelidik seperti Heeberle (95, dalam Koesoemadinata, 978) dan Hunt (958, dalam Koesoemadinata, 978) menunjukkan, bahwa fasies memegang peranan dalam menentukan jenis minyakbumi, seperti misalnya perbedaan derajat API. Terlepas dari peranan fasies, waktu dan perubahan lingkungan geologi juga dapat menentukan jenis minyakbumi secara kimia. Juga dapat dipahami dari segi teori termodinamika. Pada proses pematangan ini banyak dijumpai hipotesa-hipotesa antara lain :. Teori Perbandingan Karbon ( Carbon Ratio), (White, 95). Pematangan minyakbumi berhubungan dengan proses metamorfisme seperti pada perubahan batubara. 4
10 2. Fraksinasi Minyak dalam Batuan ( Day, 96 ) Pematangan disebabkan karena fraksinasi minyakbumi dalam serpih. Saat migrasi hidrokarbon yang tidak jenuh akan melekat pada lempung karena kapilaritas, sehingga minyakbumi yang bermigrasi lebih matang.. Hubungan Berat Jenis Minyak Bumi Terhadap Umur dan Kedalaman (Barton,94) Pada Umur yang sama, makin dalam minyak bumi, makin meningkat kadar fraksi ringan dan derajat API-nya. Demikian pula untuk kedalaman yang sama, makin tua umurnya makin ringan minyak-bumi. Minyakbumi yang bersifat naften atau aspal biasanya dianggap muda dan mengandung lebih banyak senyawa hidrokarbon dengan berat molekul tinggi (derajat API rendah), perbandingan atom hidrogen terhadap karbon rendah, dan pada umumnya mengandung lebih banyak senyawa yang mengandung belerang, nitrogen, dan oksigen, serta kadar bensinnya rendah. Minyak parafin dianggap lebih matang, dan merupakan hasil proses pematangan dari minyak naften. Secara termodinamika minyak parafinis memang lebih rendah dan energi bebasnya lebih stabil. Proses pematangan ini telah dikenal sejak Rogers (850, dalam Koesoemadinata, 978), dan memperlihatkan korelasi antara metamorfisme dinamis dan temperatur dengan susunan batubara dan terdapatnya minyak dan gasbumi. Selain itu Rogers menyimpulkan bahwa minyak dengan berat jenis terendah mempunyai tingkat yang tertinggi, mengandung hidrokarbon ringan jenuh yang paling tinggi dan bagian terbesar dari hidrogen dan berat jenis yang paling rendah Migrasi Migrasi primer adalah proses bergeraknya fluida dari batuan induk yang berupa batuan klastik halus (serpih-lempung) dan zat organik terkumpul dan kemudian ditransformasi menjadi minyakbumi, menuju ke batuan yang lebih berpori atau yang disebut lapisan penyalur (carrier bed). Migrasi sekunder adalah proses pergerakan minyakbumi dalam carrier bed menuju suatu bentuk geometri perangkap yang juga disebut longitudinal migration. Pada 5
11 umumnya berlangsung sepanjang lapisan penyalur (Gambar 2.7). Pergerakan ini berarah longitudinal. Kemungkinan terjadinya migrasi secara vertikal masih merupakan suatu perdebatan. Beberapa lapangan minyak memiliki gejala pergerakan hidrokarbon secara vertikal sepanjang jalur rekahan, patahan dan retakan. Di lapangan lain hal ini tidak terjadi, malahan jalur rekahan menjadi penyekat yang menghambat migrasi hidrokarbon. Sifat tak pasti dari patahan, secara teori dapat dijelaskan dengan kapilaritas (Smith, 966, dalam Koesoemadinata, 978). Jika kolom minyak yang terdapat di suatu perangkap cukup panjang, maka tekanan pergeseran dari patahan dapat dilewati dan patahan bersifat penyalur. Jika kolom minyak pendek, maka tekanannya tak cukup, sehingga patahan bersifat penyekat Akumulasi Minyak dan Gas Bumi Minyak dan gas bumi berakumulasi pada suatu perangkap yang merupakan bagian tertinggi dari lapisan reservoar. Penentuan waktu dalam sejarah geologi mengenai kapan minyakbumi mulai terakumulasi, bukan saja penting dari segi ilmiah akan tetapi juga dari segi ekonomi. Suatu perangkap dapat terisi atau kosong tergantung dari waktu pembentukannya. Pengertian yang baik akan hal ini akan membantu evaluasi suatu prospek (Landes, 959, dalam Koesoemadinata, 978). Ada beberapa bukti yang menyebutkan minyak terakumulasi pada permulaan sejarah pembentukan perangkap, misalnya dalam hal lensa-lensa pasir, tetapi dapat pula dipahami bahwa minyakbumi dapat bermigrasi ke perangkap yang terbentuk kemudian. Perangkap dapat terbentuk lama setelah minyak tak dapat bermigrasi lagi, sehingga perangkap tersebut kosong. Setelah berakumulasi di suatu perangkap, minyakbumi dapat bermigrasi lagi ke perangkap yang terbentuk kemudian. 6
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Platform Musi terletak di Sub-Sub Cekungan Palembang Selatan, merupakan bagian dari Cekungan Sumatra Selatan. Cekungan Sumatra Selatan diketahui sebagai salah satu
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA
BAB IV ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Analisa Data Litologi dan Stratigrafi Pada sumur Terbanggi 001, data litologi (Tabel 4.1) dan stratigrafi (Tabel 4.2) yang digunakan untuk melakukan pemodelan diperoleh
Lebih terperinciPEMODELAN KEMATANGAN HIDROKARBON DAERAH KOTABUMI, KABUPATEN LAMPUNG UTARA, PROPINSI LAMPUNG
PEMODELAN KEMATANGAN HIDROKARBON DAERAH KOTABUMI, KABUPATEN LAMPUNG UTARA, PROPINSI LAMPUNG TUGAS AKHIR B Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Teknik Geologi,
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Lembar Pengesahan... Abstrak... Abstract... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Gambar... Daftar Tabel...
DAFTAR ISI Lembar Pengesahan... Abstrak... Abstract...... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Gambar... Daftar Tabel... i iii iv v viii xi xiv BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang Penelitian...
Lebih terperinciII Kerogen II Kematangan II.2.2 Basin Modeling (Pemodelan Cekungan) II.3 Hipotesis BAB III METODE PENELITIAN...
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii IZIN PENGGUNAAN DATA... iii HALAMAN PERNYATAAN... iv KATA PENGANTAR... v SARI... vii ABSTRACT... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tempat terbentuk dan terakumulasinya hidrokarbon, dimulai dari proses
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Eksplorasi hidrokarbon memerlukan pemahaman mengenai cekungan tempat terbentuk dan terakumulasinya hidrokarbon, dimulai dari proses terbentuknya cekungan, konfigurasi
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI Korelasi geokimia petroleum merupakan salah satu pendekatan untuk pemodelan geologi, khususnya dalam memodelkan sistem petroleum. Oleh karena itu, studi ini selalu dilakukan dalam
Lebih terperinciBAB IV PROSPECT GENERATION PADA INTERVAL MAIN, DAERAH OSRAM
BAB IV PROSPECT GENERATION PADA INTERVAL MAIN, DAERAH OSRAM 4.1 PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai Prospect Generation pada interval Anggota Main, Formasi Cibulakan Atas di Daerah Osram yang merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diantaranya memiliki status plug and abandon, satu sumur menunggu
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak dan gas bumi yang cukup besar, baik dari jumlah minyak dan gas yang telah diproduksi maupun dari perkiraan perhitungan
Lebih terperinciANALISIS BURIAL GEOHISTORY PLATFORM MUSI, CEKUNGAN SUMATRA SELATAN
ANALISIS BURIAL GEOHISTORY PLATFORM MUSI, CEKUNGAN SUMATRA SELATAN TUGAS AKHIR B Diajukan Sebagai Syarat Dalam Mencapai Kelulusan Strata Satu (S-1) Di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi
Lebih terperinciGeokimia Minyak & Gas Bumi
Geokimia Minyak & Gas Bumi Geokimia Minyak & Gas Bumi merupakan aplikasi dari ilmu kimia yang mempelajari tentang asal, migrasi, akumulasi serta alterasi minyak bumi (John M. Hunt, 1979). Petroleum biasanya
Lebih terperinci1.2 MAKSUD DAN TUJUAN MAKSUD
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Hidrokarbon masih menjadi sumber energi utama di dunia yang digunakan baik di industri maupun di masyarakat. Bertolak belakang dengan meningkatnya permintaan, hidrokarbon
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian
BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN 2.1 Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah Cekungan Kutai. Cekungan Kutai dibagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian barat
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Salah satu cekungan Tersier yang mempunyai prospek hidrokarbon yang baik adalah Cekungan Kutai. Cekungan Kutai dibagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian barat atau sering
Lebih terperinciBAB IV ESTIMASI SUMBER DAYA HIDROKARBON PADA FORMASI PARIGI
BAB IV ESTIMASI SUMBER DAYA HIDROKARBON PADA FORMASI PARIGI 4.1 Pendahuluan Pada bab ini akan dibahas hal-hal yang berkaitan dengan analisis untuk memperkirakan sumber daya hidrokarbon di daerah penelitian.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lapangan minyak baru di Indonesia diyakini masih tinggi walaupun semakin sulit
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan eksplorasi minyak dan gas bumi menjadikan penelitian dan pengoptimalan studi cekungan lebih berkembang sehingga potensi untuk mencari lapangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cekungan Sumatera Selatan merupakan salah satu cekungan di Indonesia yang berada di belakang busur dan terbukti menghasilkan minyak dan gas bumi. Cekungan Sumatera
Lebih terperinciBAB I PENDAHALUAN. kondisi geologi di permukaan ataupun kondisi geologi diatas permukaan. Secara teori
1 BAB I PENDAHALUAN I.1. Latar Belakang Kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mencari lapangan-lapangan baru yang dapat berpotensi menghasilkan minyak dan atau
Lebih terperinciBab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan berjalannya waktu jumlah cadangan migas yang ada tentu akan semakin berkurang, oleh sebab itu metoda eksplorasi yang efisien dan efektif perlu dilakukan guna
Lebih terperinciBAB II KERANGKA GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA UTARA
BAB II KERANGKA GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA UTARA 2.1. Kerangka Geologi Regional Cekungan Sumatera Utara sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.1 di bawah ini, terletak di ujung utara Pulau Sumatera, bentuknya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam memenuhi kebutuhan minyak dan gas bumi di dunia, dibutuhkan pengembangan dalam mengeksplorasi dan memproduksi minyak dan gas bumi tersebut. Oleh karena
Lebih terperinciPENELITIAN BATUAN INDUK (SOURCE ROCK) HIDROKARBON DI DAERAH BOGOR, JAWA BARAT
PENELITIAN BATUAN INDUK (SOURCE ROCK) HIDROKARBON DI DAERAH BOGOR, JAWA BARAT Praptisih 1, Kamtono 1, dan M. Hendrizan 1 1 Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, Jl. Sangkuriang Bandung 40135 E-mail: praptisih@geotek.lipi.go.id
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian
1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN Data seismik dan log sumur merupakan bagian dari data yang diambil di bawah permukaan dan tentunya membawa informasi cukup banyak mengenai kondisi geologi
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. 5.1 Peta Kontur Isopach
BAB V PEMBAHASAN Pada praktikum Sedimentologi dan Stratigrafi kali ini, acaranya mengenai peta litofasies. Peta litofasies disini berfungsi untuk mengetahui kondisi geologi suatu daerah berdasarkan data
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Batuan Induk Batuan induk merupakan batuan sedimen berbutir halus yang mampu menghasilkan hidrokarbon. Batuan induk dapat dibagi menjadi tiga kategori (Waples, 1985), di antaranya
Lebih terperinciANALISIS PENGARUH PERUBAHAN SIFAT FISIKA BATUAN TERHADAP TINGKAT MATURASI HIDROKARBON PADA BATUAN RESERVOIR
J. Sains Tek., Agustus 2006, Vol. 12, No., Hal.: 113-120 ISSN 0853-733X ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN SIFAT FISIKA BATUAN TERHADAP TINGKAT MATURASI HIDROKARBON PADA BATUAN RESERVOIR ABSTRACT Ordas Dewanto
Lebih terperinciBAB IV GEOKIMIA PETROLEUM
BAB IV GEOKIMIA PETROLEUM 4.1 Analisis Sampel Sampel yang dianalisis dalam studi ini berupa sampel ekstrak dari batuan sedimen dan sampel minyak (Tabel 4.1). Sampel-sampel ini diambil dari beberapa sumur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan minyak dan gas bumi sebagai sumber daya bahan baku konsumsi kegiatan manusia sehari-hari masih belum dapat tergantikan dengan teknologi maupun sumber daya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hal 1
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Batubara adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, berasal dari tumbuhtumbuhan (komposisi utamanya karbon, hidrogen, dan oksigen), berwarna coklat sampai hitam, sejak
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Oil Sumatera Inc. Secara administratif blok tersebut masuk ke dalam wilayah
4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional Daerah Sumatera Barat South West Bukit Barisan merupakan nama blok konsesi minyak dan gas bumi yang terletak di daerah onshore di bagian tengah Sumatera Barat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sejarah eksplorasi menunjukan bahwa area North Bali III merupakan bagian selatan dari Blok Kangean yang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sejarah eksplorasi menunjukan bahwa area North Bali III merupakan bagian selatan dari Blok Kangean yang dioperasikan oleh Atlantic Richfield Bali North Inc (ARCO),
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Shale merupakan jenis batuan yang mendominasi batuan sedimen di dunia, yakni sekitar 50-70 %, sedangkan sisanya berupa sandstone dan sedikit limestone (Jonas and McBride,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Blok Mambruk merupakan salah satu blok eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi yang terdapat pada Cekungan Salawati yang pada saat ini dikelola oleh PT. PetroChina
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pengetahuan dan pemahaman yang lebih baik mengenai geologi terutama mengenai sifat/karakteristik suatu reservoir sangat penting dalam tahapan eksploitasi suatu
Lebih terperinciDAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv. SARI...v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI...
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv SARI...v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR TABEL...xv DAFTAR LAMPIRAN... xvi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Industri perminyakan adalah salah satu industri strategis yang memegang peranan sangat penting saat ini, karena merupakan penyuplai terbesar bagi kebutuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam melakukan eksplorasi hingga pengembangan lanjut di daerah suatu lapangan, diperlukan pemahaman akan sistem petroleum yang ada. Sistem petroleum mencakup batuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kegiatan eksplorasi migas untuk mengetahui potensi sumber daya
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kegiatan eksplorasi migas untuk mengetahui potensi sumber daya energi di Indonesia terus dilakukan seiring bertambahnya kebutuhan energi yang semakin meningkat. Berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cekungan Tarakan terbagi menjadi empat Sub-Cekungan berdasarkan Pertamina BPPKA (1996), yaitu Sub-Cekungan Muara, Sub-Cekungan Berau, Sub-Cekungan Tarakan, dan Sub-Cekungan
Lebih terperinciDAFTAR ISI BAB I. PENDAHULUAN... 1
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii SARI... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xv DAFTAR LAMPIRAN... xvi BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hidrokarbon merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat meningkatkan kemajuan Bangsa Indonesia khususnya pada eksplorasi minyak dan gas bumi. Kegiatan ekplorasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pliosen Awal (Minarwan dkk, 1998). Pada sumur P1 dilakukan pengukuran FMT
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Lapangan R merupakan bagian dari kompleks gas bagian Selatan Natuna yang terbentuk akibat proses inversi yang terjadi pada Miosen Akhir hingga Pliosen Awal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan penggerak di seluruh aspek kehidupan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Energi diartikan sebagai daya (kekuatan) yang dapat digunakan untuk melakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Analisis fasies dan evaluasi formasi reservoar dapat mendeskripsi
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Analisis fasies dan evaluasi formasi reservoar dapat mendeskripsi sifat-sifat litologi dan fisika dari batuan reservoar, sehingga dapat dikarakterisasi dan kemudian
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL II.1 Tinjauan Umum Daerah Penelitian terdapat di area Reservasi Blackfoot di bagian Baratlaut Montana dan sebagian besar Glacier County, Batas Canadian Province of Alberta, North
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah penelitian, yaitu Cekungan Sunda merupakan salah satu cekungan dari rangkaian cekungan sedimen busur belakang berumur Tersier yang terletak di Sumatra dan Laut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurunnya angka produksi minyak dan gas bumi dewasa ini memberikan konsekuensi yang cukup besar bagi kehidupan masyarakat. Kebutuhan akan sumber daya minyak dan gas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cekungan Kutai merupakan cekungan Tersier terbesar dan terdalam di Indonesia bagian barat, dengan luas area 60.000 km 2 dan ketebalan penampang mencapai 14 km. Cekungan
Lebih terperinciBAB V ANALISIS SEKATAN SESAR
BAB V ANALISIS SEKATAN SESAR Dalam pembahasan kali ini, penulis mencoba menganalisis suatu prospek terdapatnya hidrokarbon ditinjau dari kondisi struktur di sekitar daerah tersebut. Struktur yang menjadi
Lebih terperinciHALAMAN PENGESAHAN...
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii ABSTRAK... iv PERNYATAAN... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv BAB I. PENDAHULUAN...
Lebih terperinciDAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR... vi RINGKASAN... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Dalam industri minyak dan gas bumi saat ini banyak penelitian dilakukan pada bagian reservoir sebagai penyimpan cadangan hidrokarbon, keterdapatan reservoir dalam
Lebih terperinciEstimasi Heat Flow Berdasarkan Konduktivitas Panas Sumur Hasil Pengukuran dan Perhitungan pada Sumur Minyak di Sumatera Tengah
Estimasi Heat Flow Berdasarkan Konduktivitas Panas Sumur Hasil Pengukuran dan Perhitungan pada Sumur Minyak di Sumatera Tengah Ordas Dewanto Jurusan Fisika FMIPA Universitas Lampung Jl. S. Brojonegoro
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I-1
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian geologi dilakukan untuk mengenal dan memahami kondisi geologi suatu daerah. Penelitian tersebut dapat meliputi penelitian pada permukaan dan bawah permukaan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Sribudiyani (2003), menyatakan Cekungan Jawa Timur Utara sudah sejak lama diketahui sebagai salah satu cekungan penghasil hidrokarbon di Kawasan Barat Indonesia.
Lebih terperinciBab I Pendahuluan. Peta lokasi daerah penelitian yang berada di Cekungan Jawa Timur bagian barat (Satyana, 2005). Lokasi daerah penelitian
Bab I Pendahuluan I.1 Subjek dan Objek Penelitian Subjek penelitian adalah studi batuan induk hidrokarbon di Cekungan Jawa Timur bagian barat (Gambar I.1), sedangkan objek penelitian meliputi data geokimia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lapangan X merupakan salah satu lapangan eksplorasi PT Saka Energy
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lapangan X merupakan salah satu lapangan eksplorasi PT Saka Energy Indonesia yang secara umum terletak di wilayah South Mahakam, sebelah tenggara dan selatan dari Kota
Lebih terperinciBAB III ANALISIS DINAMIKA CEKUNGAN
BAB III ANALISIS DINAMIKA CEKUNGAN 3.1. Pembuatan Model Sejarah Geologi Model sejarah geologi yang dianalisis pada penelitian ini adalah model kurva sejarah pemendaman seperti yang telah dibahas pada bab
Lebih terperinciBAB IV UNIT RESERVOIR
BAB IV UNIT RESERVOIR 4.1. Batasan Zona Reservoir Dengan Non-Reservoir Batasan yang dipakai untuk menentukan zona reservoir adalah perpotongan (cross over) antara kurva Log Bulk Density (RHOB) dengan Log
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan. Secara regional ada beberapa Formasi yang menyusun Cekungan Sumatera
4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan Secara regional ada beberapa Formasi yang menyusun Cekungan Sumatera Selatan diantaranya: 1. Komplek Batuan Pra -Tersier Komplek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN
BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Kiprah dan perjalanan PT. Chevron Pacific Indonesia yang telah cukup lama ini secara perlahan diikuti oleh penurunan produksi minyak dan semakin kecilnya
Lebih terperinciGeokimia Organik 5. Pembentukan dan Komposisi Minyak Bumi - Pembentukan Minyak Bumi - Pentingnya Waktu dan Suhu dalam Pembentukan Minyak Bumi
Geokimia Organik 5. Pembentukan dan Komposisi Minyak Bumi - Pembentukan Minyak Bumi - Pentingnya Waktu dan Suhu dalam Pembentukan Minyak Bumi - Migrasi Hidrokarbon - Komposisi Minyak Bumi - Terbentuknya
Lebih terperinciLaporan Tugas Akhir Studi analisa sekatan sesar dalam menentukan aliran injeksi pada lapangan Kotabatak, Cekungan Sumatera Tengah.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kondisi perminyakan dunia saat ini sangat memperhatinkan khususnya di Indonesia. Dengan keterbatasan lahan eksplorasi baru dan kondisi sumur-sumur tua yang telah melewati
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Badan Geologi (2009), Subcekungan Enrekang yang terletak
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Menurut Badan Geologi (2009), Subcekungan Enrekang yang terletak pada bagian utara-tengah dari Sulawesi Selatan merupakan salah satu subcekungan yang memiliki
Lebih terperinciBab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang Permasalahan
Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Permasalahan Cekungan belakang busur di Indonesia umumnya berupa cekungan yang kaya akan hidrokarbon dengan mekanisme pembentukan cekungan didominasi oleh mekanisme
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I-1
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Peningkatan kebutuhan energi di dunia akan minyak dan gas bumi sebagai bahan bakar fosil yang utama cenderung meningkat seiring dengan perubahan waktu. Kebutuhan dunia
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN
BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN 2.1. Geologi Regional. Pulau Tarakan, secara geografis terletak sekitar 240 km arah Utara Timur Laut dari Balikpapan. Secara geologis pulau ini terletak di bagian
Lebih terperinciANALISIS PERUBAHAN SIFAT FISIKA BATUAN TERHADAP AWAL TERBENTUKNYA MINYAK BUMI PADA BATUAN RESERVOIR
J. Sains MIPA, Edisi Khusus Tahun 2007, Vol. 13, No. 3, Hal.: 240-245 ISSN 1978-1873 ABSTRACT ANALISIS PERUBAHAN SIFAT FISIKA BATUAN TERHADAP AWAL TERBENTUKNYA MINYAK BUMI PADA BATUAN RESERVOIR Ordas Dewanto
Lebih terperinciGambar I.1. : Lokasi penelitian terletak di Propinsi Sumatra Selatan atau sekitar 70 km dari Kota Palembang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Subjek dan Lokasi Penelitian Subjek penelitian ini adalah analisis variogram horizontal pada pemodelan distribusi karakterisasi reservoir. Sedangkan objek penelitian meliputi lapisan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Salah satu kegiatan pengumpulan data bawah permukaan pada kegiatan pengeboran sumur minyak dan atau gas bumi baik untuk sumur eksplorasi maupun untuk sumur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan kebutuhan energi terutama energi fosil yang semakin
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sejalan dengan kebutuhan energi terutama energi fosil yang semakin meningkat sementara produksi minyak akan semakin berkurang, perusahaanperusahaan minyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cekungan penghasil minyak dan gas bumi terbesar kedua di Indonesia setelah
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Menurut Pertamina BPPKA (1996), Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan penghasil minyak dan gas bumi terbesar kedua di Indonesia setelah Cekungan
Lebih terperinciKlasifikasi Fasies pada Reservoir Menggunakan Crossplot Data Log P-Wave dan Data Log Density
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-127 Fasies pada Reservoir Menggunakan Crossplot Data Log P-Wave dan Data Log Density Ismail Zaky Alfatih, Dwa Desa Warnana, dan
Lebih terperinciBab I Pendahuluan. I.1 Maksud dan Tujuan
Bab I Pendahuluan I.1 Maksud dan Tujuan Pemboran pertama kali di lapangan RantauBais di lakukan pada tahun 1940, akan tetapi tidak ditemukan potensi hidrokarbon pada sumur RantauBais#1 ini. Pada perkembangan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM
BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM Tujuan utama analisis variogram yang merupakan salah satu metode geostatistik dalam penentuan hubungan spasial terutama pada pemodelan karakterisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar belakang penelitian ini secara umum adalah pengintegrasian ilmu dan keterampilan dalam bidang geologi yang didapatkan selama menjadi mahasiswa dan sebagai syarat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. fosil, dimana reservoir-reservoir gas konvensional mulai mengalami penurunan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang CBM (Coal Bed Methane) atau Gas Metan Batubara pada beberapa tahun terakhir ini menjadi salah satu kandidat alternatif pemenuhan kebutuhan energi fosil, dimana reservoir-reservoir
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional Nova Scotia Daerah Penelitian Gambar 2.1 Cekungan Scotian di Nova Scotia (Adams, 1986) Cekungan Scotian dengan luas total sekitar 300.000 km 2 berada di sepanjang
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA TENGAH
BAB II GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA TENGAH II.1 Kerangka Tektonik dan Geologi Regional Terdapat 2 pola struktur utama di Cekungan Sumatera Tengah, yaitu pola-pola tua berumur Paleogen yang cenderung berarah
Lebih terperinciBAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan
BAB IV KAJIAN SEDIMENTASI DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN 4.1 Pendahuluan Kajian sedimentasi dilakukan melalui analisis urutan vertikal terhadap singkapan batuan pada lokasi yang dianggap mewakili. Analisis
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN A. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN 1. Sejarah Perusahaan Untuk merealisasikan perjanjian kerjasama yang telah ditandatangani oleh direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi dengan
Lebih terperinciIII. TEORI DASAR. Gelombang seismic pada dasarnya merupakan gelombang elastic yang dijalarkan
15 III. TEORI DASAR 3.1 Pengertian Gelombang Seismik Gelombang seismic pada dasarnya merupakan gelombang elastic yang dijalarkan melalui media bumi. Pembangkitan gelombang seismic dapat dilakukan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Batubara adalah batuan sedimen, yang merupakan bahan bakar hidrokarbon, yang terbentuk dari tumbuhan dalam lingkungan bebas oksigen dan terkena pengaruh panas serta
Lebih terperinciOleh : Ahmad Helman Hamdani NIP
STUDI POTENSI BATUBARA PADA FORMASI SAJAU SEBAGAI BATUAN INDUK MINYAK DAN GASBUMI DI CEKUNGAN BERAU, KALIMANTAN TIMUR, DENGAN MENGGUNAKAN METODA PIROLISA BATUAN Oleh : Ahmad Helman Hamdani NIP. 195508281982031
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Zona Kendeng memiliki sistem minyak dan gas bumi yang masih terus
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Zona Kendeng memiliki sistem minyak dan gas bumi yang masih terus didiskusikan para ahli. Kegiatan eksplorasi yang dilakukan pada zona ini diawali dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Suardy dan Taruno (1985), Indonesia memiliki kurang lebih 60 cekungan sedimen yang tersebar di seluruh wilayahnya. Dari seluruh cekungan sedimen tersebut, penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Untuk memenuhi permintaan akan energi yang terus meningkat, maka
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Untuk memenuhi permintaan akan energi yang terus meningkat, maka perusahaan penyedia energi melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya energi yang berasal dari
Lebih terperinciBAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Stratigrafi Daerah Penelitian Stratigrafi daerah penelitian terdiri dari beberapa formasi yang telah dijelaskan sebelumnya pada stratigrafi Cekungan Sumatra Tengah.
Lebih terperinciGambar 1. Kolom Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara (Arpandi dan Padmosukismo, 1975)
STRATIGRAFI CEKUNGAN JAWA BARAT BAGIAN UTARA Sedimentasi Cekungan Jawa Barat Utara mempunyai kisaran umur dari kala Eosen Tengah sampai Kuarter. Deposit tertua adalah pada Eosen Tengah, yaitu pada Formasi
Lebih terperinciPREDIKSI TOTAL ORGANIC CARBON (TOC) MENGGUNAKAN REGRESI MULTILINEAR DENGAN PENDEKATAN DATA WELL LOG
ISSN : 2579-5821 (Cetak) ISSN : 2579-5546 (Online) Alamat URL : http://journal.unhas.ac.id/index.php/geocelebes Jurnal Geocelebes Vol. 2 No. 1, April 2018, 1-5 PREDIKSI TOTAL ORGANIC CARBON (TOC) MENGGUNAKAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan kebutuhan minyak bumi di Indonesia terutama untuk kebutuhan industri semakin meningkat. Namun meningkatnya kebutuhan akan minyak bumi tersebut tidak diiringi
Lebih terperinciBAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER
BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER Tahapan pengolahan data gaya berat pada daerah Luwuk, Sulawesi Tengah dapat ditunjukkan dalam diagram alir (Gambar 4.1). Tahapan pertama yang dilakukan adalah
Lebih terperinciIII.1 Morfologi Daerah Penelitian
TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cekungan Sumatra Tengah merupakan cekungan penghasil minyak bumi yang pontensial di Indonesia. Cekungan ini telah dikelola oleh PT Chevron Pacific Indonesia selama
Lebih terperinciDAFTAR ISI. BAB IV METODE PENELITIAN IV.1. Pengumpulan Data viii
DAFTAR ISI Halaman Judul HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii HALAMAN PERNYATAAN... v SARI... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xiii BAB I PENDAHULUAN I.1.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Cekungan Salawati adalah salah satu cekungan minyak dan gas bumi Indonesia yang produktif karena sebelumnya telah dilakukan banyak eksplorasi di sana. Berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Cekungan Jawa Timur merupakan salah satu cekungan minyak yang produktif di Indonesia. Dari berbagai penelitian sebelumnya, diketahui melalui studi geokimia minyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karakterisasi Reservoar Batuan Karbonat Formasi Kujung II, Sumur FEP, Lapangan Camar, Cekungan Jawa Timur Utara 1
BAB I PENDAHULUAN Karakterisasi reservoar adalah bentuk usaha dalam menentukan kualitas reservoar (Sudomo, 1998). Kualitas reservoar dikontrol oleh faktor pembentukan batuan karbonat, yaitu tekstur dan
Lebih terperinciKEGIATAN OPERASI DAN PRODUKSI MINYAK DAN GAS BUMI DI PT. MEDCO E&P INDONESIA ( S&C SUMATERA ) FIELD SOKA
KEGIATAN OPERASI DAN PRODUKSI MINYAK DAN GAS BUMI DI PT. MEDCO E&P INDONESIA ( S&C SUMATERA ) FIELD SOKA Diajukan untuk Memenuhi Syarat Permohonan Kuliah Kerja Lapangan O l e h Veto Octavianus ( 03111002051
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lapangan gas Tangguh merupakan salah satu lapangan penghasil gas yang berada di Teluk Bintuni, bagian barat Provinsi Papua. Lapangan Tangguh ditemukan pada tahun 1990-an
Lebih terperinci