ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN SIFAT FISIKA BATUAN TERHADAP TINGKAT MATURASI HIDROKARBON PADA BATUAN RESERVOIR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN SIFAT FISIKA BATUAN TERHADAP TINGKAT MATURASI HIDROKARBON PADA BATUAN RESERVOIR"

Transkripsi

1 J. Sains Tek., Agustus 2006, Vol. 12, No., Hal.: ISSN X ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN SIFAT FISIKA BATUAN TERHADAP TINGKAT MATURASI HIDROKARBON PADA BATUAN RESERVOIR ABSTRACT Ordas Dewanto Jurusan Fisika FMIPA Unila Jl. Sumantri BrojonegoroNo. 1 Bandar Lampung ordas@maiser.unila.ac.id Diterima 10 September 2005, perbaikan 14 Agustus 2006, disetujui untuk diterbitkan 6 September 2006 The change of physical rock characters due to natural geologic activity might influence hydrocarbon maturation level of reservoir rock. The change model needs to be analyzed to predict the initial formation of oil. Preliminary study that should be done is to determine the physical character of reservoir rock. One possibility step is to calculate the heat sum of certain depths of well. The result shows that the maturation level of hydrocarbon on reservoir rock is influenced by the physical rock parameters, namely overburden pressure litology, porosity, conductivity of heat rock, temperature gradient, temperature and heat flow. Keywords: reservoir rock, heat flow, maturation hidrocarbon 1. PENDAHULUAN Penelitian tentang maturasi hidrokarbon di cekungancekungan sedimen di Indonesia umumnya telah berhasil baik, dengan tujuan untuk memperkirakan tingkat kematangan material organik dalam batuan induk dari cekungan tersebut. Penelitian tersebut ternyata sangat membantu untuk menunjang kegiatan eksplorasi hidrokarbon (minyak bumi dan gas). Dasar penentuan maturasi hidrokarbon, umumnya masih melihat pada perubahan sifat kimianya, dimana analisis perubahan sifat kimia sampai saat ini masih merupakan salah satu indikator yang cukup akurat. Seiring dengan perkembangan jaman dan semakin sulitnya menemukan cadangan-cadangan baru hidrokarbon, maka ilmu pengetahuanpun semakin berkembang dalam mengatasi permasalahanpermasalahan tersebut. Beberapa penelitian terdahulu yang menggunakan konsep dasar aliran panas bumi (terrestrial heat flow), didukung data-data geologi dihubungkan dengan teknologi geokimia, telah memperoleh suatu hasil yang cukup akurat dan lebih jelas memahami persoalan-persoalan dalam kegiatan eksplorasi. Hal ini menyiratkan pentingnya untuk memahami hubungan antara sifat termal dan fisika batuan terhadap tingkat maturasi hidrokarbon. Penelitian tentang Eometamorphism, and Oil and Gas in Time and Space 1), memberikan kesimpulan bahwa perubahan temperatur dapat menyebabkan mulainya metamorfisme dan sangat berpengaruh pada zat organik yang terkandung dalam sedimen. Perubahan termal zat organik kemungkinan dimulai dari temperatur di sekitar 93 C. Menurut Klemme 2) dalam penelitiannya tentang Heat Influences Size of Oil Giants-Geothermal Gradients, disebutkan bahwa kecepatan pembentukan minyak bumi dari pembebasan asam lemak atau lipid dari kerogen merupakan suatu proses yang berhubungan dengan temperatur yang bersifat eksponensial. Dalam hal ini maka kedalaman dan gradien temperatur merupakan faktor yang penting. Penelitian Thermal Studies of Indonesian Oil Basin 3), memberikan gambaran tentang pengaruh sifat fisika termal terhadap Cekungan minyak. Penelitian tersebut merupakan kelanjutan dari riset 4) tentang metode penentuan aliran panas bumi. Kemudian pada tahun yang sama Siswoyo dan Subono 5] dalam penelitiannya tentang Heat Flow, Hydrocarbon Maturity and Migration in Northwest Java, memberikan kesimpulan bahwa maturasi hidrokarbon dipengaruhi oleh perubahan sifatsifat kimia. Dalam penelitian tersebut diungkapkan bahwa tingkat maturasi hidrokarbon (immature, mature, over mature dan gas) dapat diprediksi dari perubahan nilai sifat-sifat kimianya. Selanjutnya Dewanto 6) mencoba melakukan penelitian tentang Perkiraan Tingkat Maturasi Hidrokarbon Menggunakan Metode Termal, dan diperoleh suatu kesimpulan bahwa perubahan sifat fisika termal berperan merubah keadaan sifat kimia yang berhubungan dengan proses pematangan hidrokarbon. Beberapa bulan kemudian 6) melakukan beberapa 113

2 Ordas Dewanto Analisis Pengaruh Perubahan Sifat Fisika analisis tentang hubungan diantara sifat-sifat fisika batuan yang merupakan salah parameter penentu maturasi hidrokarbon. Analisis yang dilakukan oleh Dewanto 6) adalah: (1) Analisis Hubungan Antara Porositas dengan Konduktivitas Panas Batuan Hasil Pengukuran dan Perhitungan, (2) Analisis Hubungan Antara Porositas dengan kedalaman, dan (3 Analisis Hubungan Antara Konduktivitas Panas Batuan Hasil Pengukuran dan Perhitungan terhadap kedalaman. Penelitian tentang Analisis Hubungan Antara Porositas terhadap Konduktivitas Panas Batuan Hasil Pengukuran dan Perhitungan 7), memberikan beberapa kesimpulan, pertama: harga porositas batuan mempunyai harga yang variasi, disebabkan karena adanya perbedaan temperatur dan panas pada batuan tersebut, kedua: harga konduktivitas panas batuan dipengaruhi oleh tekanan, sehingga semakin bertambah kedalaman konduktivitas panas batuan semakin besar. Beberapa sifat fisika batuan secara tidak langsung telah dipelajari, meskipun sifat penelitian tersebut masih berada dalam ruang lingkup yang terbatas (belum luas) dan masih banyak faktor-faktor yang harus diperhatikan (sifat fisika batuan lain). Berangkat dari beberapa penelitian tersebut di atas yang merupakan suatu studi pendahuluan yang telah dilaksanakan, dan dengan didukung beberapa teori dasar tersebut, menjadikan dasar penelitian ini dalam pengembangan metode laboratorium dan analisa. Hasil yang diperoleh yaitu bahwa perubahan sifat-sifat kimia, termal, dan sifat fisika batuan, sangat mempengaruhi proses maturasi hidrokarbon. Didasarkan atas kebutuhan tersebut, penelitian ini menyajikan suatu usaha untuk meningkatkan pengukuran akustik atas conto inti batuan di laboratorium dalam mendukung perkiraan awal terjadinya minyak bumi serta terbentuknya minyak bumi. Data analisis core yang dihasilkan dari pengukuran dan analisa pada batuan reservoir di laboratorium merupakan informasi yang sangat dibutuhkan untuk mengetahui sifat-sifat fisika batuan yang sangat spesifik, yang pada akhirnya akan dipakai untuk memprediksi kinerja batuan reservoir tersebut. Jumlah panas pada setiap kedalaman dari sumur yang diamati. dihitung berdasarkan pengukuran konduktivitas panas batuan, porositas, temperatur, gradien temperatur, umur, tekanan, litologi dan aliran panas bumi. Dari hasil data pengukuran analisa core tersebut, kemudian dilakukan analisis untuk mengetahui pengaruh perubahan sifat-sifat fisika batuan terhadap tingkat maturasi hidrokarbon pada batuan reservoir, sehingga dapat dipakai sebagai landasan teori tentang terapan suatu ilmu pengetahuan dalam skala industri, terutama dalam memprediksi maturasi hidrokarbon dan mengetahui awal terjadinya minyak bumi serta terbentuknya minyak bumi dalam suatu cekungan minyak 2. METODE PENELITIAN 2.1. Data yang Diperlukan Data-data yang diperlukan dalam riset ini adalah BHT (Bore Hole Temperature), porositas (φ), stratigrafi (litologi), umur batuan, konduktivitas panas batuan, gradien temperatur, heat flow (Q), temperatur, Ro (Vitrinite Reflection) dan data log sumur (sebagai pendukung). Penelitian ini merupakan penelitian laboratorium, yaitu pengukuran, pengolahan dan analisa batuan dilakukan di laboratorium Geothermal dan Petrofisika Pengukuran Batuan yang dianalisa berupa conventional plug pore, yaitu sampel batuan dari formasi hasil pengeboran secara vertikal. Dalam penelitian ini digunakan litologi batuan sandstone (batupasir) dan shale (batu lempung). Selanjutnya dilakukan pengukuran konduktivitas panas batuan dengan alat three needle device atau three needle control box. Alat pengukur konduktivitas panas batuan three needle device adalah modifikasi dari peralatan hot needle device yang dipakai pada pengukuran sedimen dasar samudera. Alat pengukur konduktivitas panas three needle device terdiri dari beberapa blok rangkain antara lain, Sensor, Control BOX, dan Recorder. Gambar 1. Blok Rangkaian Sensor pada alat Three Needle Device 114

3 J. Sains Tek., Agustus 2006, Vol. 12 Pada Gambar 1, ditunjukkan diagram rangkaian sensor. Sensor ini terdiri dari jarum hypodermik, heater (rangkaian pemanas) dan thermistor. Jarum ditanamkan pada permukaan atas balok yang bersifat tidak menghantar panas. Balok ini berukuran kurang panjang, lebar dan tebal, atau berupa tabung. Jika arus heater dijalankan, temperatur akan naik sebanding dengan waktu dan berbanding terbalik dengan konduktivitas panas batuan. Kenaikan temperatur ini akan diterima oleh recorder dan pena segera bergerak dengan memberikan gambar berupa kurva Pengolahan Data Pertama menentukan litologi pada tiap-tiap formasi dari masing-masing sumur (2 sumur) dan mengetahui umur serta waktu sedimentasi dari litologi tersebut, berdasarkan teori dari Amdel 8). Kemudian menentukan harga porositasnya, mengacu pada Harsono 9], sebagai dasar acuan untuk melakukan pekerjaan pada tahap berikutnya. Selanjutnya menentukan beberapa model rumusan termal. Jumlah Kalor (JK) ditentukan berdasarkan prinsip dasar TTI, diintegrasikan dengan pengertian dasar heat flow yang menunjukkan banyaknya kalori per satuan luas per satuan waktu. Sedangkan gradien temperatur tidak diambil sama, tetapi merupakan fungsi heat flow dan daya hantar panas formasi yang diamati secara keseluruhan. JK menunjukkan tingkat kematangan zat organik, yang diperoleh dari jumlah komulatif banyaknya kalori persatuan volume. Tahap ini menghitung jumlah panas pada masing-masing lapisan batuan. Jumlah panas dihitung berdasarkan kasus sederhana Lopatin-Waples dan perhitungan perubahan Time Temperature Index (TTI), yang dimodifikasi dengan memasukan parameter heat flow. Sehingga total maturasi pada suatu ruang batuan (sedimen, karbonat, serpih), diubah menjadi suatu rumusan termal, seperti terdapat pada Persamaan 1. Nmax ( t) N = N 2 (1) HTTI Q ( Z) Nmin N dengan Q adalah harga heat flow, t adalah waktu sedimentasi yang diperlukan untuk mencapai perbedaan temperature 10 C. ( Z)N adalah perubahan kedalaman pada setiap kenaikan temperature 10 C. Z=10/GT, dengan GT = Q(t)/K merupakan Gradien Temperatur. N adalah faktor temperatur. Nmin adalah harga N pada interval temperature terendah. Nmax adalah harga N pada interval temperature tertinggi. Dengan syarat batas: N< 0 untuk T<100 O C, dan N>0 untuk T>110 O C. Interval 100 C 110 C, digunakan sebagai interval basis, dimana N = 0. Sebagai dasar pengolahan untuk mengerjakan tahap tersebut, dilakukan beberapa perhitungan dan pengukuran, mengacu pada Dresser Atlas 10) dan Gretener 11) untuk memperoleh parameter-parameter pada Persamaan (1), yaitu: menghitung konduktivitas panas batuan, menghitung gradien temperatur, menghitung konduktivitas panas formasi, menghitung konduktivitas panas sumur, menentukan heat flow, membuat geohistories dan penentuan maturasi hidrokarbon Analisis Data Tahap terakhir, melakukan analisis hasil pengolahan data. Hasil pengukuran dan perhitungan konduktivitas panas batuan pada sumur A-1 dan B-1, kita bandingkan. Selanjutnya kita melihat hasil perhitungan heat flow dan maturasi hidrokarbon pada kedua sumur tersebut. Masing-masing sumur kita bandingkan dan dianalisa. Akhirnya dapat ditentukan perbedaan atau persamaan hasil proses pengolahan data yang berdasarkan perhitungan dan pengukuran konduktivitas panas batuan. Selanjutnya tingkat maturasi hidrokarbon pada kedua sumur tersebut dapat diperkirakan dengan dua metode, yaitu dari hasil perhitungan dan pengukuran konduktivitas panas batuan. Setelah dilakukan tahap-tahap proses pengolahan data dan analisa seperti tersebut di atas, kita analisis pengaruh perubahan sifat-sifat fisika batuan reservoir terhadap tingkat maturasi hidrokarbon. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Konduktivitas Panas Batuan Hasil perhitungan konduktivitas panas batuan berdasarkan φ, untuk sumur A1 mempunyai harga KSHALE=( ) 10-3 cgs, dan KSAND=( ) 10-3 cgs. Sedangkan pada sumur B1, harga KSHALE=( ) 10-3 cgs, dan untuk harga KSAND=( ) 10-3 cgs. Hasil pengukuran konduktivitas panas batuan di laboratorium pada sumur A1, KSHALE=( ) 10-3 cgs, dan KSAND=( ) 10-3 cgs. Sedangkan pengukuran core pada sumur B1, yaitu KSHALE=( ) 10-3 cgs, dan untuk KSAND=( ) 10-3 cgs. Harga konduktivitas panas batuan yang diperoleh dengan cara mengukur core di laboratorium, mempunyai harga yang hampir sama dengan cara perhitungan konduktivitas panas batuan berdasarkan porositas. Dari persamaan KB=KF φ KF 1-φ 12), jelas sekali bahwa porositas sangat mempengaruhi konduktivitas panas batuan. Gambar 1-4, menunjukkan grafik hubungan antara porositas (φ) dan konduktivitas panas batuan (KB). Grafiknya menunjukkan hubungan yang exponensial, tampak bahwa semakin kecil harga φ, KB semakin besar. Hal ini sesuai dengan teori bahwa semakin bertambah kedalaman, harga φ akan menurun secara exponensial. 115

4 Ordas Dewanto Analisis Pengaruh Perubahan Sifat Fisika Gambar 1. Konduktivitas Panas Batuan Sand vs Porositas pada Well-A1 Gambar 2. Konduktivitas Panas Batuan Shale vs Porositas pada Well-A1 Gambar 3. Konduktivitas Panas Batuan Sand vs Porositas pada Well-B1 Kasus tersebut didukung dengan teori oleh Nakayama 13) dan Nakayama & Lerche 14), semakin bertambah kedalamannya, konduktivitas panas batuan (untuk sand dan shale) semakin besar. Hubungan antara KB dengan kedalaman (Z), menunjukkan hubungan yang eksponensial, semakin bertambah kedalaman (Z), KB semakin membesar. Harga φ yang menurun secara exponensial setiap bertambah kedalamannya disebabkan karena adanya pengaruh tekanan overburden yang mempengaruhi setiap ruang batuan di dalam bumi 15), sehingga ruang batuan tersebut mempunyai bentuk dan sifat yang berbeda-beda, diantaranya adalah harga φ pada batuan tersebut, yang menjadi kecil setiap bertambah kedalamannya 16). Gambar 4. Konduktivitas Panas Batuan Shale vs Porositas pada Well-B1 Perbedaan harga φ tersebut juga dipengaruhi oleh temperatur. Diperoleh hasil bahwa pada sumur A1 dan B1, perubahan harga φ dan KB, tidak terlalu over untuk setiap bertambah kedalaman. Hal tersebut bukan berarti tekanan tidak mempunyai pengaruh, tetapi di daerah kedua sumur tersebut tidak terjadi over presure. Jika kita bandingkan harga konduktivitas panas pada sumur A1 dan B1, terjadi perbedaan yang tidak begitu besar Aliran Panas Bumi (Heat Flow) Selanjutnya, kita melihat aliran panas bumi (heat flow, Q) pada sumur A1 dan B1. Heat flow dapat ditentukan dengan dua cara 3). Pertama dengan cara pengukuran langsung, biasanya ada penelitian khusus tentang heat 116

5 J. Sains Tek., Agustus 2006, Vol. 12 flow. Kedua, dengan cara perhitungan berdasarkan konduktivitas panas sumur dan gradien temperatur. Dalam riset ini, peneliti menentukan harga heat flow dengan cara perhitungan. Dari hasil perhitungan, diperoleh harga heat flow untuk sumur A1 lebih besar dari pada sumur B1. Hal tersebut disebabkan karena harga konduktivitas panas sumur A1 lebih besar dari sumur B1, dan harga gradien temperatur kedua sumur tersebut hampir sama, sehingga menyebabkan heat flow pada sumur A1 lebih besar dari pada sumur B1. Aliran panas bumi secara horizontal/lateral harganya belum tentu sama, untuk kedalaman yang sama. Tetapi jika dihitung secara vertikal, misal dalam satu sumur, untuk kedalaman 0 s/d meter, harga aliran panas bumi sama (belum berubah). Sesuai dengan teori [8], bahwa aliaran panas bumi yang mengalir secara vertikal dari pusat bumi, perubahan harga aliran panas bumi terjadi pada setiap interval yang cukup panjang (puluhan kilometer). Adanya heat flow (aliran panas bumi) ini menimbulkan panas pada litologi atau ruang batuan. Jumlah panas yang terdapat pada masingmasing litologi, jumlahnya berbeda-beda. Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya perbedaan jumlah panas pada ruang batuan, diantaranya adalah heat flow, waktu sedimentasi, perubahan kedalaman dan temperatur Jumlah Kalor (JK) Jumlah kalor ditunjukkan dengan satuan kal cm -3, artinya bahwa di dalam ruang batuan tersebut mempunyai jumlah panas sebesar n kal cm -3. Besarnya harga JK ini menjadi dasar untuk memperkirakan tingkat maturasi hidrokarbon pada masing-masing sumur, yang dapat dibandingkan dengan indikator maturasi data geokima, yaitu vitrinite reflectance (Ro). Dari beberapa penelitian tentang hubungan Ro dan maturasi hidrokarbon diungkapkan bahwa Ro= menunjukkan awal terjadinya minyak bumi, Ro= menunjukkan terjadinya minyak yang cukup matang (abundant oil generation) 3), Ro= , menunjukkan bahwa hidrokarbon bersifat sangat matang dan untuk gas umumnya ditunjukkan dengan harga Ro >1.3. Semakin besar harga JK, harga Ro semakin membesar, dimana sifat grafiknya menunjukkan eksponensial 6). Keadaan tersebut terjadi karena Ro dan JK, berhubungan dengan faktor kedalaman dan temperatur. Jika harga JK tersebut kita hubungkan dengan faktor kedalaman, maka diperoleh hubungan antara JK dan kedalaman, semakin bertambah kedalamannya harga JK bertambah besar. Sumur A-1 Jika harga JK tersebut kita hubungkan dengan faktor kedalaman, maka diperoleh hubungan antara JK dan kedalaman, seperti ditunjukkan dalam Gambar 5. Tampak pada gambar tersebut, semakin bertambah kedalamannya, harga JK bertambah besar. Harga JK=1-2, terjadi pada kedalaman meter, dan harga Ro berkisar antara , maka dapat disimpulkan bahwa pada kedalaman tersebut menunjukkan awal terjadinya minyak bumi (immature hydrocarbon) atau dapat dikatakan bahwa awal maturasi hidrokarbon terjadi pada Formasi Telisa ( m) dengan harga JK=1-2. Harga JK=10-15, terjadi pada kedalaman meter, dan harga Ro adalah ± 0.7. Pada kedalaman tersebut menunjukkan terjadinya minyak bumi yang cukup matang, tepatnya pada Formasi Pematang SS ( m) terbentuk minyak bumi yang cukup matang. Gambar 5. Tingkat Maturasi Hidrokarbon pada Well-A1 117

6 Ordas Dewanto Analisis Pengaruh Perubahan Sifat Fisika Harga JK=50-70, terjadi pada kedalaman meter, dan harga Ro adalah ±0.85. Pada kedalaman tersebut menunjukkan bahwa hidrokarbon sangat matang, tepatnya pada Formasi Pematang MS ( m). Harga JK= , terjadi pada kedalaman meter, dan harga Ro adalah ± Pada kedalaman tersebut menunjukkan terbentuknya gas, atau dikatakan bahwa pada Formasi LP ( m) dan Basement ( ), diperkirakan terdapat gas. Sumur B-1 Jika harga JK tersebut kita hubungkan dengan faktor kedalaman, maka diperoleh hubungan antara JK dan kedalaman, seperti ditunjukkan dalam Gambar 6. Tampak pada gambar tersebut, semakin bertambah kedalamannya, harga JK bertambah besar. Harga JK=1-2, terjadi pada kedalaman meter, dan harga Ro berkisar antara Pada kedalaman tersebut menunjukkan awal terjadinya minyak bumi (immature hydrocarbon), atau dapat dikatakan bahwa awal maturasi hidrokarbon terjadi pada Formasi Telisa ( m) dan Formasi Sihapas-Up ( m). Harga JK=10-15, terjadi pada kedalaman meter, dan harga Ro adalah ± 0.7. Pada kedalaman tersebut menunjukkan terjadinya minyak bumi yang cukup matang, yaitu pada Formasi Pematang MS ( m). Harga JK=50-70 dan JK= , pada sumur B1 tidak ada, karena kedalaman total sumur B1 adalah meter, sehingga keadaan hidrokarbon yang over mature dan gas tidak terdapat dalam sumur B Temperatur Maturasi Hidrokarbon Grafik tingkat maturasi hidrokarbon sumur A1 (Q=107 mw/m 2 ) dan B1 (Q=100 mw/m 2 ), ditunjukkan pada Gambar 5 dan 6. Awal maturasi hidrokarbon pada sumur A1 terjadi pada kedalaman meter dengan temperatur C, dan sumur B1 pada kedalaman meter dengan temperatur C. Pada sumur A1, di kedalaman sekitar 894 meter, dan sumur B1 di kedalaman 939 meter, memiliki temperatur antara C, dikatakan hidrokarbon mendekati mature, artinya bahwa minyak bumi mendekati kematangan. Terbentuknya minyak bumi atau hidrokarbon yang matang (mature), terjadi di kedalaman meter pada sumur A1, dan di kedalaman meter pada sumur B1. Masing-masing terbentuk pada temperatur C. Untuk JK=50-70 dan Ro= , hanya terjadi pada sumur A1, di kedalaman meter, dengan temperatur C, artinya bahwa pada kedalaman tersebut mendekati terjadinya hidrokarbon cair (hidrokarbon yang sangat matang/over mature). Demikian juga harga JK= dan Ro = ± , hanya terjadi pada sumur A1, di kedalaman meter, dengan temperatur C, atinya bahwa pada kedalaman tersebut diperkirakan terbentuk gas. Gambar 6. Tingkat Maturasi Hidrokarbon pada Well-B1 118

7 J. Sains Tek., Agustus 2006, Vol Perbandingan Tingkat Maturasi Hidrokarbon Sumur A-1 dan B-1 Karena sumur B1 lebih dangkal daripada sumur A1, sedangkan harga heat flow sumur B1 lebih kecil daripada sumur A1, maka harga JK sumur B1 lebih rendah daripada sumur A1, untuk kedalaman yang sama. Hal ini berarti bahwa jumlah panas yang terbentuk di sumur B1 lebih kecil dibandingkan sumur A1, untuk kedalaman yang sama. Keadaan tersebut menyebabkan perbedaan tingkat maturasi kedua sumur itu, yaitu sebagai berikut: Awal maturasi (immature) sumur A1 terbentuk pada kedalaman yang lebih dangkal dibandingkan sumur B1. Permulaan immature sumur A1 terjadi pada temperatur yang sedikit rendah dibandingkan sumur B1, sedangkan untuk keadaan immature (+) dan mature pada sumur A1, terjadi pada kedalaman yang lebih dangkal dibandingkan sumur B1, tetapi untuk harga temperaturnya sama. Over mature hanya terjadi pada sumur A1. Harga JK=15, pada sumur A-1 terjadi di kedalaman yang lebih dalam dibandingkan sumur B-1. Hal tersebut dapat terjadi, karena keadaan sumur B-1 lebih dangkal, dimana pada kedalaman 1362 meter, terdapat basement. Harga temperaturnya terdapat kesamaan, dan kemungkinan hanya berbeda pada permulaan maturasi hidrokarbon. (pada keadaan immature) 4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan 1. Perkiraan tingkat maturasi hidrokarbon menggunakan harga JK dari hasil pengukuran KB, mempunyai nilai yang sama dengan hasil perhitungan KB. 2. Awal maturasi hidrokarbon (immature), dengan indikator geokimia Ro= , ditunjukkan oleh harga JK=1-2 dan temperatur O C. 3. Minyak bumi yang matang/mature (oil generation), dengan indikator geokimia Ro= , ditunjukkan oleh harga JK=10-15 dan temperatur O C. 4. Hidrokarbon yang sangat matang atau over mature, dengan indikator geokimia Ro= , ditunjukkan oleh harga JK=50-70 dan temperatur O C. 5. Gas, dengan indikator geokimia Ro= , ditunjukkan oleh harga JK= dan temperatur O C. 6. Perubahan parameter sifat-sifat fisika batuan reservoir sangat mempengaruhi tingkat maturasi hidrokarbon dalam sumur minyak. a. Tekanan, kedalaman dan litologi mempengaruhi nilai porositas batuan. b. Porositas mempengaruhi nilai konduktivitas panas batuan. c. Konduktivitas panas batuan mempengaruhi nilai gradien temperatur dan temperatur. d. Gradien temperatur dan konduktivitas panas batuan mempengaruhi heat flow. 7. Dari nomor 6, dapat disimpulkan bahwa tingkat maturasi hidrokarbon pada batuan reservoir dalam sumur minyak, sangat dipengaruhi oleh parameterparameter fisika batuan, yaitu: tekanan overburden, litologi, porositas, konduktivitas panas batuan, gradien temperatur, temperatur dan heat flow Saran Dalam proses pengembangan dan penyempurnaan penelitian tersebut, perlu dihubungkan beberapa perubahan parameter sifat kimia, selanjutnya dipadukan dengan teknologi termal, seismik dan petrofisika, serta didukung oleh data geologi, sehingga dapat diperkirakan tingkat maturasi hidrokarbon di daerah luar sumur dan diantara kedua sumur atau diantara beberapa sumur. Pada akhirnya tujuan dari eksplorasi hidrokarbon akan lebih akurat dan kompleks. DAFTAR PUSTAKA 1. Landes, K.K Eometamorphism, and oil and gas in time and space. Am. Assoc. Petroleum Geol. Bull., 44 (10): Klemme, H.D Heat Influences size of oil giants-geothermal gradients, The Oil and Gas J., Juli 17, p (partt.i), dan July 24, p (part.ii). 3. Subono, S., dan Siswoyo Thermal Studies of Indonesian Oil Basin, CCOP Technical Bulletin, 25: Tamrin, M.,Prayitno and Siswoyo Heat flow measurement in the Tertiary basin of Northwest Java, Indonesia. Proc. 18th CCOP Annual Session, Seoul, Republic of Korea. 5. Siswoyo dan S. Subono Heat Flow, Hydrocarbon Maturity and Migration in Northwest Java. CCOP Technical Bulletin, 25: Dewanto, O., 2001, Analisa Hubungan Aliran Panas Bumi Terhadap Awal MaturasiHidrokarbon pada Cekungan Minyak di Jawa Barat-Utara. J. Sains dan Teknologi, 7(3),: Dewanto, O Analisa Hubungan Porositas Terhadap Konduktivitas Panas Batuan Hasil Pengukuran dan Perhitungan pada Sumur Minyak, J. Sains dan Teknologi, 8 (2): Amdel, 1998, Geological Time Scale Chart, The Australian Mineral Development Laboratories.

8 Ordas Dewanto Analisis Pengaruh Perubahan Sifat Fisika 9. Harsono, A., 1993, Pengantar Evaluasi Log, Schlumberger Data Services, Mulia Center L.17, Kuningan, Jakarta, p Dresser Atlas, 1982, Well Logging and Interpretation Techniques, The Course For Home Study, Dresser Industries Inc., p , 39-94, , Gretener, P.E Geothermics: Using Temperature in Hydrocarbone Exploration, Short Course San Francisco Annual Meeting May 1981, The American Association of Petroleum Geologists Tulsa, Oklahoma, USA, p Nakayama, K Hydrocarbon-Expulsion Model and Its Application to Niigata Area Japan, The American Association of Petroleum Geologists Bulletin, 71 (7): Nakayama, K., and Lerche, I Basin Analysis by Model Simulation: Effect of Geologic Parameters on 1D and 2D Fluid Flow Systems with Applications to an Oil Field. Gulf Coast Assoc. Geol. Soc Trans, 37: Dewanto, O Estimasi Heat Flow Berdasarkan Konduktivitas Panas Sumur Hasil Pengukuran dan Perhitungan pada Sumur Minyak di Sumatera Tengah, J. Sains dan Teknologi, 10 (3): Koesoemadinata, R.P., 1978, Geologi Minyak dan Gas Bumi, ITB, Bandung, p Dewanto, O., 2003, Analisis Hubungan Kecepatan Rambat Gelombang Akustik dengan Porositas pada Batuan Reservoir, J. Sains dan Teknologi, 8 (3):. 120

ANALISIS PERUBAHAN SIFAT FISIKA BATUAN TERHADAP AWAL TERBENTUKNYA MINYAK BUMI PADA BATUAN RESERVOIR

ANALISIS PERUBAHAN SIFAT FISIKA BATUAN TERHADAP AWAL TERBENTUKNYA MINYAK BUMI PADA BATUAN RESERVOIR J. Sains MIPA, Edisi Khusus Tahun 2007, Vol. 13, No. 3, Hal.: 240-245 ISSN 1978-1873 ABSTRACT ANALISIS PERUBAHAN SIFAT FISIKA BATUAN TERHADAP AWAL TERBENTUKNYA MINYAK BUMI PADA BATUAN RESERVOIR Ordas Dewanto

Lebih terperinci

Estimasi Heat Flow Berdasarkan Konduktivitas Panas Sumur Hasil Pengukuran dan Perhitungan pada Sumur Minyak di Sumatera Tengah

Estimasi Heat Flow Berdasarkan Konduktivitas Panas Sumur Hasil Pengukuran dan Perhitungan pada Sumur Minyak di Sumatera Tengah Estimasi Heat Flow Berdasarkan Konduktivitas Panas Sumur Hasil Pengukuran dan Perhitungan pada Sumur Minyak di Sumatera Tengah Ordas Dewanto Jurusan Fisika FMIPA Universitas Lampung Jl. S. Brojonegoro

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Lembar Pengesahan... Abstrak... Abstract... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Gambar... Daftar Tabel...

DAFTAR ISI. Lembar Pengesahan... Abstrak... Abstract... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Gambar... Daftar Tabel... DAFTAR ISI Lembar Pengesahan... Abstrak... Abstract...... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Gambar... Daftar Tabel... i iii iv v viii xi xiv BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang Penelitian...

Lebih terperinci

Kata kunci: Interpretasi seismik, Petrofisika, Volumetrik, OOIP

Kata kunci: Interpretasi seismik, Petrofisika, Volumetrik, OOIP PERHITUNGAN VOLUMETRIK CADANGAN HIDROKARBON MENGGUNAKAN DATA PETROFISIK DAN SEISMIK PADA RESERVOIR BATUPASIR FORMASI TALANG AKAR, LAPANGAN CTR, CEKUNGAN SUMATRA SELATAN Citra Fitriani 1, Makharani,S.Si

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah penelitian, yaitu Cekungan Sunda merupakan salah satu cekungan dari rangkaian cekungan sedimen busur belakang berumur Tersier yang terletak di Sumatra dan Laut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam memenuhi kebutuhan minyak dan gas bumi di dunia, dibutuhkan pengembangan dalam mengeksplorasi dan memproduksi minyak dan gas bumi tersebut. Oleh karena

Lebih terperinci

INTERPRETASI RESERVOIR HIDROKARBON DENGAN METODE ANALISIS MULTI ATRIBUT PADA LAPANGAN FIAR

INTERPRETASI RESERVOIR HIDROKARBON DENGAN METODE ANALISIS MULTI ATRIBUT PADA LAPANGAN FIAR INTERPRETASI RESERVOIR HIDROKARBON DENGAN METODE ANALISIS MULTI ATRIBUT PADA LAPANGAN FIAR Skripsi Untuk memenuhi persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 diajukan oleh: Saidatul Fitriany J2D 006 041 JURUSAN

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI THERMISTOR SEBAGAI DASAR REALISASI ALAT UKUR KONDUKTIVITAS PANAS

ANALISIS EFISIENSI THERMISTOR SEBAGAI DASAR REALISASI ALAT UKUR KONDUKTIVITAS PANAS J. Sains MIPA, Edisi Khusus Tahun 2007, Vol. 13, No. 3, Hal.: 216-220 ISSN 1978-1873 ANALISIS EFISIENSI THERMISTOR SEBAGAI DASAR REALISASI ALAT UKUR KONDUKTIVITAS PANAS ABSTRACT Warsito* dan Ordas Dewanto

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN Data seismik dan log sumur merupakan bagian dari data yang diambil di bawah permukaan dan tentunya membawa informasi cukup banyak mengenai kondisi geologi

Lebih terperinci

INTERPRETASI DATA PENAMPANG SEISMIK 2D DAN DATA SUMUR PEMBORAN AREA X CEKUNGAN JAWA TIMUR

INTERPRETASI DATA PENAMPANG SEISMIK 2D DAN DATA SUMUR PEMBORAN AREA X CEKUNGAN JAWA TIMUR INTERPRETASI DATA PENAMPANG SEISMIK 2D DAN DATA SUMUR PEMBORAN AREA X CEKUNGAN JAWA TIMUR Nofriadel, Arif Budiman Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas Kampus Unand, Limau Manis, Padang, 25163 e-mail:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Shale merupakan jenis batuan yang mendominasi batuan sedimen di dunia, yakni sekitar 50-70 %, sedangkan sisanya berupa sandstone dan sedikit limestone (Jonas and McBride,

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR 2.1 Pemodelan Geohistori Pemodelan Geohistori Burial

BAB II TEORI DASAR 2.1 Pemodelan Geohistori Pemodelan Geohistori Burial BAB II TEORI DASAR 2. Pemodelan Geohistori Analisis geohistori adalah suatu teknik stratigrafi kuantitatif yang digunakan untuk menyelesaikan masalah dalam sejarah geologi dan penggambarannya. Kuantifikasi

Lebih terperinci

1.2 MAKSUD DAN TUJUAN MAKSUD

1.2 MAKSUD DAN TUJUAN MAKSUD BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Hidrokarbon masih menjadi sumber energi utama di dunia yang digunakan baik di industri maupun di masyarakat. Bertolak belakang dengan meningkatnya permintaan, hidrokarbon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Sribudiyani (2003), menyatakan Cekungan Jawa Timur Utara sudah sejak lama diketahui sebagai salah satu cekungan penghasil hidrokarbon di Kawasan Barat Indonesia.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cekungan Sumatra Tengah merupakan cekungan penghasil minyak bumi yang pontensial di Indonesia. Cekungan ini telah dikelola oleh PT Chevron Pacific Indonesia selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Suardy dan Taruno (1985), Indonesia memiliki kurang lebih 60 cekungan sedimen yang tersebar di seluruh wilayahnya. Dari seluruh cekungan sedimen tersebut, penelitian

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Analisa Data Litologi dan Stratigrafi Pada sumur Terbanggi 001, data litologi (Tabel 4.1) dan stratigrafi (Tabel 4.2) yang digunakan untuk melakukan pemodelan diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya memiliki status plug and abandon, satu sumur menunggu

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya memiliki status plug and abandon, satu sumur menunggu BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak dan gas bumi yang cukup besar, baik dari jumlah minyak dan gas yang telah diproduksi maupun dari perkiraan perhitungan

Lebih terperinci

Analisis Persebaran Total Organic Carbon (TOC) pada Lapangan X Formasi Talang Akar Cekungan Sumatera Selatan menggunakan Atribut Impedansi Akustik

Analisis Persebaran Total Organic Carbon (TOC) pada Lapangan X Formasi Talang Akar Cekungan Sumatera Selatan menggunakan Atribut Impedansi Akustik Analisis Persebaran Total Organic Carbon (TOC) pada Lapangan X Formasi Talang Akar Cekungan Sumatera Selatan menggunakan Atribut Impedansi Akustik PRIMA ERFIDO MANAF1), SUPRIYANTO2,*), ALFIAN USMAN2) Fisika

Lebih terperinci

PENELITIAN BATUAN INDUK (SOURCE ROCK) HIDROKARBON DI DAERAH BOGOR, JAWA BARAT

PENELITIAN BATUAN INDUK (SOURCE ROCK) HIDROKARBON DI DAERAH BOGOR, JAWA BARAT PENELITIAN BATUAN INDUK (SOURCE ROCK) HIDROKARBON DI DAERAH BOGOR, JAWA BARAT Praptisih 1, Kamtono 1, dan M. Hendrizan 1 1 Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, Jl. Sangkuriang Bandung 40135 E-mail: praptisih@geotek.lipi.go.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemodelan geologi atau lebih dikenal dengan nama geomodeling adalah peta

BAB I PENDAHULUAN. Pemodelan geologi atau lebih dikenal dengan nama geomodeling adalah peta BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pemodelan geologi atau lebih dikenal dengan nama geomodeling adalah peta geologi tiga dimensi yang ditampilkan secara numerik, yang dilengkapi dengan deskripsi kuantitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Cekungan Jawa Timur merupakan salah satu cekungan minyak yang produktif di Indonesia. Dari berbagai penelitian sebelumnya, diketahui melalui studi geokimia minyak

Lebih terperinci

Klasifikasi Fasies pada Reservoir Menggunakan Crossplot Data Log P-Wave dan Data Log Density

Klasifikasi Fasies pada Reservoir Menggunakan Crossplot Data Log P-Wave dan Data Log Density JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-127 Fasies pada Reservoir Menggunakan Crossplot Data Log P-Wave dan Data Log Density Ismail Zaky Alfatih, Dwa Desa Warnana, dan

Lebih terperinci

II Kerogen II Kematangan II.2.2 Basin Modeling (Pemodelan Cekungan) II.3 Hipotesis BAB III METODE PENELITIAN...

II Kerogen II Kematangan II.2.2 Basin Modeling (Pemodelan Cekungan) II.3 Hipotesis BAB III METODE PENELITIAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii IZIN PENGGUNAAN DATA... iii HALAMAN PERNYATAAN... iv KATA PENGANTAR... v SARI... vii ABSTRACT... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR... vi RINGKASAN... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hidrokarbon merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat meningkatkan kemajuan Bangsa Indonesia khususnya pada eksplorasi minyak dan gas bumi. Kegiatan ekplorasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pliosen Awal (Minarwan dkk, 1998). Pada sumur P1 dilakukan pengukuran FMT

BAB I PENDAHULUAN. Pliosen Awal (Minarwan dkk, 1998). Pada sumur P1 dilakukan pengukuran FMT BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Lapangan R merupakan bagian dari kompleks gas bagian Selatan Natuna yang terbentuk akibat proses inversi yang terjadi pada Miosen Akhir hingga Pliosen Awal

Lebih terperinci

Berikut ini adalah log porositas yang dihasilkan menunjukkan pola yang sama dengan data nilai porositas pada inti bor (Gambar 3.18).

Berikut ini adalah log porositas yang dihasilkan menunjukkan pola yang sama dengan data nilai porositas pada inti bor (Gambar 3.18). Gambar 3.17 Grafik silang antara porositas inti bor dan porositas log densitas. Berikut ini adalah log porositas yang dihasilkan menunjukkan pola yang sama dengan data nilai porositas pada inti bor (Gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lapangan X merupakan salah satu lapangan eksplorasi PT Saka Energy

BAB I PENDAHULUAN. Lapangan X merupakan salah satu lapangan eksplorasi PT Saka Energy BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lapangan X merupakan salah satu lapangan eksplorasi PT Saka Energy Indonesia yang secara umum terletak di wilayah South Mahakam, sebelah tenggara dan selatan dari Kota

Lebih terperinci

Prediksi Log TOC dan S2 dengan Menggunakan Teknik Log Resistivity

Prediksi Log TOC dan S2 dengan Menggunakan Teknik Log Resistivity B-20 JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5 No. 2 (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) Prediksi Log TOC dan S2 dengan Menggunakan Teknik Log Resistivity Dwi Ayu Karlina, Bagus Jaya Santosa Jurusan Fisika, Fakultas

Lebih terperinci

Mampu menentukan harga kejenuhan air pada reservoir

Mampu menentukan harga kejenuhan air pada reservoir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud dan Tujuan 1.1.1 Maksud 1.1.1.1 Melakukan analisis kuantitatif data log dengan menggunakan data log Gamma ray, Resistivitas, Neutron, dan Densitas. 1.1.1.2 Mengevaluasi parameter-parameter

Lebih terperinci

Kata kunci : petrofisika, analisis deterministik, impedansi akustik, volumetrik

Kata kunci : petrofisika, analisis deterministik, impedansi akustik, volumetrik PERHITUNGAN VOLUMETRIK CADANGAN HIDROKARBON BERDASARKAN ANALISIS PETROFISIKA DAN INTERPRETASI SEISMIK PADA LAPISAN SAND-A FORMASI TALANG AKAR DI LAPANGAN WIRA CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA Dwi Noviyanto 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurunnya angka produksi minyak dan gas bumi dewasa ini memberikan konsekuensi yang cukup besar bagi kehidupan masyarakat. Kebutuhan akan sumber daya minyak dan gas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cekungan Tarakan terbagi menjadi empat Sub-Cekungan berdasarkan Pertamina BPPKA (1996), yaitu Sub-Cekungan Muara, Sub-Cekungan Berau, Sub-Cekungan Tarakan, dan Sub-Cekungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lapangan minyak baru di Indonesia diyakini masih tinggi walaupun semakin sulit

BAB I PENDAHULUAN. lapangan minyak baru di Indonesia diyakini masih tinggi walaupun semakin sulit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan eksplorasi minyak dan gas bumi menjadikan penelitian dan pengoptimalan studi cekungan lebih berkembang sehingga potensi untuk mencari lapangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri minyak dan gas bumi di Indonesia masih menjadi komoditas pokok yang memegang peranan penting dalam roda perekonomian. Berdasarkan data Kementerian Energi dan

Lebih terperinci

ANALISA INVERSI ACOUSTIC IMPEDANCE (AI) UNTUK KARAKTERISASI RESERVOIR KARBONAT PADA LAPANGAN X FORMASI PARIGI CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA

ANALISA INVERSI ACOUSTIC IMPEDANCE (AI) UNTUK KARAKTERISASI RESERVOIR KARBONAT PADA LAPANGAN X FORMASI PARIGI CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA ANALISA INVERSI ACOUSTIC IMPEDANCE (AI) UNTUK KARAKTERISASI RESERVOIR KARBONAT PADA LAPANGAN X FORMASI PARIGI CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA Luxy Rizal Fathoni, Udi Harmoko dan Hernowo Danusaputro Lab. Geofisika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Peningkatan kebutuhan energi di dunia akan minyak dan gas bumi sebagai bahan bakar fosil yang utama cenderung meningkat seiring dengan perubahan waktu. Kebutuhan dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis fasies dan evaluasi formasi reservoar dapat mendeskripsi

BAB I PENDAHULUAN. Analisis fasies dan evaluasi formasi reservoar dapat mendeskripsi BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Analisis fasies dan evaluasi formasi reservoar dapat mendeskripsi sifat-sifat litologi dan fisika dari batuan reservoar, sehingga dapat dikarakterisasi dan kemudian

Lebih terperinci

BAB IV GEOKIMIA PETROLEUM

BAB IV GEOKIMIA PETROLEUM BAB IV GEOKIMIA PETROLEUM 4.1 Analisis Sampel Sampel yang dianalisis dalam studi ini berupa sampel ekstrak dari batuan sedimen dan sampel minyak (Tabel 4.1). Sampel-sampel ini diambil dari beberapa sumur

Lebih terperinci

BAB IV PROSPECT GENERATION PADA INTERVAL MAIN, DAERAH OSRAM

BAB IV PROSPECT GENERATION PADA INTERVAL MAIN, DAERAH OSRAM BAB IV PROSPECT GENERATION PADA INTERVAL MAIN, DAERAH OSRAM 4.1 PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai Prospect Generation pada interval Anggota Main, Formasi Cibulakan Atas di Daerah Osram yang merupakan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Peta lokasi daerah penelitian yang berada di Cekungan Jawa Timur bagian barat (Satyana, 2005). Lokasi daerah penelitian

Bab I Pendahuluan. Peta lokasi daerah penelitian yang berada di Cekungan Jawa Timur bagian barat (Satyana, 2005). Lokasi daerah penelitian Bab I Pendahuluan I.1 Subjek dan Objek Penelitian Subjek penelitian adalah studi batuan induk hidrokarbon di Cekungan Jawa Timur bagian barat (Gambar I.1), sedangkan objek penelitian meliputi data geokimia

Lebih terperinci

Fisika Batuan 2 sks/ MFG 2943

Fisika Batuan 2 sks/ MFG 2943 Fisika Batuan 2 sks/ MFG 2943 Fisika Batuan Assesment/ sistem penilaian KONTRAK KERJA/KULIAH 1. Mahasiswa harus hadir minimal 75 % kuliah 2. Hadir tepat waktu, tidak boleh terlambat dari jadwal yang telah

Lebih terperinci

ANALISIS SKEMA PENGENDAPAN FORMASI PEMATANG DI SUB-CEKUNGAN AMAN UTARA, CEKUNGAN SUMATERA TENGAH SEBAGAI BATUAN INDUK

ANALISIS SKEMA PENGENDAPAN FORMASI PEMATANG DI SUB-CEKUNGAN AMAN UTARA, CEKUNGAN SUMATERA TENGAH SEBAGAI BATUAN INDUK ANALISIS SKEMA PENGENDAPAN FORMASI PEMATANG DI SUB-CEKUNGAN AMAN UTARA, CEKUNGAN SUMATERA TENGAH SEBAGAI BATUAN INDUK Reza Mohammad Ganjar Gani 1, Yusi Firmansyah 1 Universitas Padjadjaran 1 ABSTRAK Analisis

Lebih terperinci

MEMFOKUSKAN TARGET EKSPLORASI MIGAS DI KAWASAN TIMUR INDONESIA. Rakhmat Fakhruddin, Suyono dan Tim Assesmen Geosains Migas

MEMFOKUSKAN TARGET EKSPLORASI MIGAS DI KAWASAN TIMUR INDONESIA. Rakhmat Fakhruddin, Suyono dan Tim Assesmen Geosains Migas MEMFOKUSKAN TARGET EKSPLORASI MIGAS DI KAWASAN TIMUR INDONESIA Rakhmat Fakhruddin, Suyono dan Tim Assesmen Geosains Migas Rakhmat Fakhruddin, Suyono dan Tim Assesmen Geosains Migas rakhmatfakh@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eksplorasi hidrokarbon, salah satunya dengan mengevaluasi sumur sumur migas

BAB I PENDAHULUAN. eksplorasi hidrokarbon, salah satunya dengan mengevaluasi sumur sumur migas BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Dalam mencari cadangan minyak dan gas bumi, diperlukan adanya kegiatan eksplorasi hidrokarbon, salah satunya dengan mengevaluasi sumur sumur migas yang sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan industri baik lokal maupun global yang membutuhkan minyak bumi sebagai sumber energi mengakibatkan semakin tingginya tuntutan dalam meningkatkan kegiatan

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan berjalannya waktu jumlah cadangan migas yang ada tentu akan semakin berkurang, oleh sebab itu metoda eksplorasi yang efisien dan efektif perlu dilakukan guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Badan Geologi (2009), Subcekungan Enrekang yang terletak

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Badan Geologi (2009), Subcekungan Enrekang yang terletak BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Menurut Badan Geologi (2009), Subcekungan Enrekang yang terletak pada bagian utara-tengah dari Sulawesi Selatan merupakan salah satu subcekungan yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahunnya (International Energy Agency, 2004). Menurut laporan dari British

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahunnya (International Energy Agency, 2004). Menurut laporan dari British 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Konsumsi energi dunia selalu mengalami peningkatan dengan laju 1,6 % di setiap tahunnya (International Energy Agency, 2004). Menurut laporan dari British Petroleum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah Cekungan Kutai. Cekungan Kutai dibagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian barat

BAB I PENDAHULUAN. adalah Cekungan Kutai. Cekungan Kutai dibagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian barat 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Salah satu cekungan Tersier yang mempunyai prospek hidrokarbon yang baik adalah Cekungan Kutai. Cekungan Kutai dibagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian barat atau sering

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN...

HALAMAN PENGESAHAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii ABSTRAK... iv PERNYATAAN... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv BAB I. PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Maksud dan Tujuan

Bab I Pendahuluan. I.1 Maksud dan Tujuan Bab I Pendahuluan I.1 Maksud dan Tujuan Pemboran pertama kali di lapangan RantauBais di lakukan pada tahun 1940, akan tetapi tidak ditemukan potensi hidrokarbon pada sumur RantauBais#1 ini. Pada perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan penggerak di seluruh aspek kehidupan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Energi diartikan sebagai daya (kekuatan) yang dapat digunakan untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan yang sangat penting di dalam dunia industri perminyakan, setelah

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan yang sangat penting di dalam dunia industri perminyakan, setelah BAB I PENDAHULUAN Kegiatan ekplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi merupakan kegiatan yang sangat penting di dalam dunia industri perminyakan, setelah kegiatan eksplorasi dilaksanakan dan ditemukan

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Angka parameter dalam estimasi potensi energi panas bumi BSN. ICS Badan Standardisasi Nasional

SNI Standar Nasional Indonesia. Angka parameter dalam estimasi potensi energi panas bumi BSN. ICS Badan Standardisasi Nasional SNI 13-6482-2000 Standar Nasional Indonesia Angka parameter dalam estimasi potensi energi panas bumi ICS 07.060 Badan Standardisasi Nasional BSN LATAR BELAKANG Estimasi besarnya potensi energi panas bumi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Blok Mambruk merupakan salah satu blok eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi yang terdapat pada Cekungan Salawati yang pada saat ini dikelola oleh PT. PetroChina

Lebih terperinci

BAB I PENDAHALUAN. kondisi geologi di permukaan ataupun kondisi geologi diatas permukaan. Secara teori

BAB I PENDAHALUAN. kondisi geologi di permukaan ataupun kondisi geologi diatas permukaan. Secara teori 1 BAB I PENDAHALUAN I.1. Latar Belakang Kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mencari lapangan-lapangan baru yang dapat berpotensi menghasilkan minyak dan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Kiprah dan perjalanan PT. Chevron Pacific Indonesia yang telah cukup lama ini secara perlahan diikuti oleh penurunan produksi minyak dan semakin kecilnya

Lebih terperinci

Analisis Petrofisika Batuan Karbonat Pada Lapangan DIF Formasi Parigi Cekungan Jawa Barat Utara

Analisis Petrofisika Batuan Karbonat Pada Lapangan DIF Formasi Parigi Cekungan Jawa Barat Utara Analisis Petrofisika Batuan Karbonat Pada Lapangan DIF Formasi Parigi Cekungan Jawa Barat Utara Nadifatul Fuadiyah 1, Widya Utama 2,Totok Parafianto 3 Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB IV METODE PENELITIAN IV.1. Pengumpulan Data viii

DAFTAR ISI. BAB IV METODE PENELITIAN IV.1. Pengumpulan Data viii DAFTAR ISI Halaman Judul HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii HALAMAN PERNYATAAN... v SARI... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xiii BAB I PENDAHULUAN I.1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Salah satu kegiatan pengumpulan data bawah permukaan pada kegiatan pengeboran sumur minyak dan atau gas bumi baik untuk sumur eksplorasi maupun untuk sumur

Lebih terperinci

STUDI GEOKIMIA DAN PEMODELAN KEMATANGAN BATUAN INDUK FORMASI TALANGAKAR PADA BLOK TUNGKAL, CEKUNGAN SUMATERA SELATAN

STUDI GEOKIMIA DAN PEMODELAN KEMATANGAN BATUAN INDUK FORMASI TALANGAKAR PADA BLOK TUNGKAL, CEKUNGAN SUMATERA SELATAN BULLETIN OF GEOLOGY Scientific Group of Geology, Faculty of Earth Sciences and Technology Institut Teknologi Bandung (ITB) STUDI GEOKIMIA DAN PEMODELAN KEMATANGAN BATUAN INDUK FORMASI TALANGAKAR PADA BLOK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak dan gas bumi merupakan salah satu sumber energi utama yang sangat penting dan berpengaruh pada kehidupan manusia. Dengan meningkatnya kebutuhan akan minyak dan

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: ANALISA DATA LOG UNTUK MENENTUKAN ZONA PRODUKTIF DAN MEMPERKIRAKAN CADANGAN AWAL PADA SUMUR R LAPANGAN Y Riza Antares, Asri Nugrahanti, Suryo Prakoso Jurusan Teknik Perminyakan Universitas Trisakti Abstrak

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv. SARI...v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv. SARI...v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv SARI...v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR TABEL...xv DAFTAR LAMPIRAN... xvi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Gambar 1.1

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Gambar 1.1 I.1. I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Lapangan Reira telah diproduksi sejak 30 tahun yang lalu. Hingga saat ini telah lebih dari 90 sumur diproduksi di Reira. Pada awal masa eksploitasi, sumursumur

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM

BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM Tujuan utama analisis variogram yang merupakan salah satu metode geostatistik dalam penentuan hubungan spasial terutama pada pemodelan karakterisasi

Lebih terperinci

BAB IV ESTIMASI SUMBER DAYA HIDROKARBON PADA FORMASI PARIGI

BAB IV ESTIMASI SUMBER DAYA HIDROKARBON PADA FORMASI PARIGI BAB IV ESTIMASI SUMBER DAYA HIDROKARBON PADA FORMASI PARIGI 4.1 Pendahuluan Pada bab ini akan dibahas hal-hal yang berkaitan dengan analisis untuk memperkirakan sumber daya hidrokarbon di daerah penelitian.

Lebih terperinci

ANALISIS PETROFISIKA DAN PERHITUNGAN CADANGAN GAS ALAM LAPANGAN KAPRASIDA FORMASI BATURAJA CEKUNGAN SUMATERA SELATAN

ANALISIS PETROFISIKA DAN PERHITUNGAN CADANGAN GAS ALAM LAPANGAN KAPRASIDA FORMASI BATURAJA CEKUNGAN SUMATERA SELATAN Analisis Petrofisika dan... ANALISIS PETROFISIKA DAN PERHITUNGAN CADANGAN GAS ALAM LAPANGAN KAPRASIDA FORMASI BATURAJA CEKUNGAN SUMATERA SELATAN M. Iqbal Maulana, Widya Utama, Anik Hilyah Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Cadangan bahan bakar fosil dalam bentuk minyak dan gas bumi biasanya. terakumulasi dalam batuan reservoir di bawah permukaan bumi.

Cadangan bahan bakar fosil dalam bentuk minyak dan gas bumi biasanya. terakumulasi dalam batuan reservoir di bawah permukaan bumi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cadangan bahan bakar fosil dalam bentuk minyak dan gas bumi biasanya terakumulasi dalam batuan reservoir di bawah permukaan bumi. Batuan reservoir merupakan batuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat terbentuk dan terakumulasinya hidrokarbon, dimulai dari proses

BAB I PENDAHULUAN. tempat terbentuk dan terakumulasinya hidrokarbon, dimulai dari proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Eksplorasi hidrokarbon memerlukan pemahaman mengenai cekungan tempat terbentuk dan terakumulasinya hidrokarbon, dimulai dari proses terbentuknya cekungan, konfigurasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Dalam industri minyak dan gas bumi saat ini banyak penelitian dilakukan pada bagian reservoir sebagai penyimpan cadangan hidrokarbon, keterdapatan reservoir dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cekungan Arafura yang terletak di wilayah perairan Arafura-Irian Jaya merupakan cekungan intra-kratonik benua Australia dan salah satu cekungan dengan paket pengendapan

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. 8km

BAB I Pendahuluan. 8km BAB I Pendahuluan I.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dengan luas sekitar 72 km 2 berada di Lapangan Duri bagian Utara, Kabupaten Bengkalis, Riau, Sumatera, Indonesia (Gambar I.1). 8km 9km Gambar I.1

Lebih terperinci

PREDIKSI TOTAL ORGANIC CARBON (TOC) MENGGUNAKAN REGRESI MULTILINEAR DENGAN PENDEKATAN DATA WELL LOG

PREDIKSI TOTAL ORGANIC CARBON (TOC) MENGGUNAKAN REGRESI MULTILINEAR DENGAN PENDEKATAN DATA WELL LOG ISSN : 2579-5821 (Cetak) ISSN : 2579-5546 (Online) Alamat URL : http://journal.unhas.ac.id/index.php/geocelebes Jurnal Geocelebes Vol. 2 No. 1, April 2018, 1-5 PREDIKSI TOTAL ORGANIC CARBON (TOC) MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

Porositas Efektif

Porositas Efektif Gambar 4.2.3. Histogram frekuensi porositas total seluruh sumur. 4.2.3. Porositas Efektif Porositas efektif adalah porositas total yang tidak terisi oleh shale. Porositas efektif ditentukan berdasarkan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS DIPONEGORO

UNIVERSITAS DIPONEGORO UNIVERSITAS DIPONEGORO ANALISIS KARAKTERISTIK RESERVOIR DAN PERHITUNGAN CADANGAN PADA LAPANGAN ALFA, FORMASI BATURAJA, CEKUNGAN SUNDA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PETROFISIK BERDASARKAN DATA SUMUR DAN SEISMIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cekungan Sumatera Selatan merupakan salah satu cekungan di Indonesia yang berada di belakang busur dan terbukti menghasilkan minyak dan gas bumi. Cekungan Sumatera

Lebih terperinci

Evaluasi Formasi Reservoar Batupasir Menggunakan Analisis Petrofisika Pada Lapangan Teapot Dome

Evaluasi Formasi Reservoar Batupasir Menggunakan Analisis Petrofisika Pada Lapangan Teapot Dome Evaluasi Formasi Reservoar Batupasir Menggunakan Analisis Petrofisika Pada Lapangan Teapot Dome Luhur Prayogo 1, Reza Syahputra 2, Abdul Haris 3 1 Departemen Fisika, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424 2,3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini berjudul Penentuan Total Organic Carbon ( TOC ) dengan Metode DlogR dan Multivariate Regression pada Brown Shale

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini berjudul Penentuan Total Organic Carbon ( TOC ) dengan Metode DlogR dan Multivariate Regression pada Brown Shale 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Judul Penelitian Penelitian ini berjudul Penentuan Total Organic Carbon ( TOC ) dengan Metode DlogR dan Multivariate Regression pada Brown Shale Pematang, Blok Malacca Stait, Cekungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam melakukan eksplorasi hingga pengembangan lanjut di daerah suatu lapangan, diperlukan pemahaman akan sistem petroleum yang ada. Sistem petroleum mencakup batuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Lapangan Ramai terletak di Cekungan Sumatra Tengah, yang merupakan cekungan hidrokarbon penghasil minyak bumi terbesar di Indonesia. Lapangan Ramai ditemukan pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Minyak dan gasbumi hingga saat ini masih memiliki peranan sangat penting dalam pemenuhan kebutuhan energi umat manusia, meskipun sumber energy alternatif lainnya sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Industri perminyakan adalah salah satu industri strategis yang memegang peranan sangat penting saat ini, karena merupakan penyuplai terbesar bagi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lapangan gas Tangguh merupakan salah satu lapangan penghasil gas yang berada di Teluk Bintuni, bagian barat Provinsi Papua. Lapangan Tangguh ditemukan pada tahun 1990-an

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini di Indonesia semakin banyak ditemukan minyak dan gas yang terdapat pada reservoir karbonat, mulai dari ukuran kecil hingga besar. Penemuan hidrokarbon dalam

Lebih terperinci

Analisis Perubahan Resistivitas Batuan terhadap Porositas Reservoar Batupasir Daerah Lampung Timur

Analisis Perubahan Resistivitas Batuan terhadap Porositas Reservoar Batupasir Daerah Lampung Timur B. S. Mulyatno, Analisis perubahan Analisis Perubahan Resistivitas Batuan terhadap Porositas Reservoar Batupasir Daerah Lampung Timur Bagus Sapto Mulyatno Jurusan Fisika FMIPA Unila Jl. Sumantri Brodjonegoro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertamina EP yang berada di Jawa Barat (Gambar 1.1). Lapangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pertamina EP yang berada di Jawa Barat (Gambar 1.1). Lapangan tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Lapangan Ibrahim merupakan salah satu lapangan minyak dari PT. Pertamina EP yang berada di Jawa Barat (Gambar 1.1). Lapangan tersebut mulai diproduksi pada

Lebih terperinci

BAB IV METODE DAN PENELITIAN

BAB IV METODE DAN PENELITIAN 40 BAB IV METODE DAN PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada Lapangan T, berada di Sub-Cekungan bagian Selatan, Cekungan Jawa Timur, yang merupakan daerah operasi Kangean

Lebih terperinci

Gambar I.1. : Lokasi penelitian terletak di Propinsi Sumatra Selatan atau sekitar 70 km dari Kota Palembang

Gambar I.1. : Lokasi penelitian terletak di Propinsi Sumatra Selatan atau sekitar 70 km dari Kota Palembang BAB I PENDAHULUAN I.1. Subjek dan Lokasi Penelitian Subjek penelitian ini adalah analisis variogram horizontal pada pemodelan distribusi karakterisasi reservoir. Sedangkan objek penelitian meliputi lapisan

Lebih terperinci

Evaluasi Formasi dan Estimasi Permeabilitas Pada Reservoir Karbonat Menggunakan Carman Kozceny, Single Transformasi dan Persamaan Timur

Evaluasi Formasi dan Estimasi Permeabilitas Pada Reservoir Karbonat Menggunakan Carman Kozceny, Single Transformasi dan Persamaan Timur Evaluasi Formasi dan Estimasi Permeabilitas Pada Reservoir Karbonat Menggunakan Carman Kozceny, Single Transformasi dan Persamaan Timur Oleh: Ari Teguh Sugiarto 1109100053 Dosen Pembimbing: Prof. Dr.rer.nat

Lebih terperinci

BAB IV PEMODELAN PETROFISIKA RESERVOIR

BAB IV PEMODELAN PETROFISIKA RESERVOIR BAB IV PEMODELAN PETROFISIKA RESERVOIR Pemodelan petrofisika reservoir meliputi pemodelan Vshale dan porositas. Pendekatan geostatistik terutama analisis variogram, simulasi sekuensial berbasis grid (Sequential

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK BATUPASIR SEBAGAI BATUAN RESERVOIR PADA SUMUR ABC-1 DAN ABC-2, DI CEKUNGAN SUMATERA SELATAN

KARAKTERISTIK BATUPASIR SEBAGAI BATUAN RESERVOIR PADA SUMUR ABC-1 DAN ABC-2, DI CEKUNGAN SUMATERA SELATAN KARAKTERISTIK BATUPASIR SEBAGAI BATUAN RESERVOIR PADA SUMUR ABC-1 DAN ABC-2, DI CEKUNGAN SUMATERA SELATAN Tatya Putri S 1, Ildrem Syafri 2, Aton Patonah 2 Agus Priyantoro 3 1 Student at the Dept Of Geological

Lebih terperinci

EVALUASI FORMASI SUMURGJN UNTUK PENENTUAN CADANGAN GAS AWAL (OGIP) PADA LAPANGAN X

EVALUASI FORMASI SUMURGJN UNTUK PENENTUAN CADANGAN GAS AWAL (OGIP) PADA LAPANGAN X EVALUASI FORMASI SUMURGJN UNTUK PENENTUAN CADANGAN GAS AWAL (OGIP) PADA LAPANGAN X Abstrak Muhammad Fahdie, Asri Nugrahanti, Samsol Fakultas teknologi kebumian dan energi universitas trisakti Evaluasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisa konektivitas reservoir atau RCA (Reservoir Connectivity Analysis)

BAB I PENDAHULUAN. Analisa konektivitas reservoir atau RCA (Reservoir Connectivity Analysis) 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Analisa konektivitas reservoir atau RCA (Reservoir Connectivity Analysis) merupakan metode yang baru mulai dipublikasikan pada tahun 2005 (Vrolijk, 2005). Metode

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cekungan Asri adalah salah satu cekungan sedimen penghasil hidrokarbon di

I. PENDAHULUAN. Cekungan Asri adalah salah satu cekungan sedimen penghasil hidrokarbon di I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cekungan Asri adalah salah satu cekungan sedimen penghasil hidrokarbon di utara lepas pantai Sumatra Tenggara, Indonesia bagian barat. Kegiatan eksplorasi pada Cekungan

Lebih terperinci

Evaluasi Cadangan Minyak Zona A dan B, Lapangan Ramses, Blok D Melalui Pemodelan Geologi Berdasarkan Data Petrofisika

Evaluasi Cadangan Minyak Zona A dan B, Lapangan Ramses, Blok D Melalui Pemodelan Geologi Berdasarkan Data Petrofisika Evaluasi Cadangan Minyak Zona A dan B, Lapangan Ramses, Blok D Melalui Pemodelan Geologi Berdasarkan Data Petrofisika a Prahara Iqbal, b Undang Mardiana a UPT Loka Uji Teknik Penambangan dan Mitigasi Bencana,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan eksplorasi migas untuk mengetahui potensi sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan eksplorasi migas untuk mengetahui potensi sumber daya BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kegiatan eksplorasi migas untuk mengetahui potensi sumber daya energi di Indonesia terus dilakukan seiring bertambahnya kebutuhan energi yang semakin meningkat. Berbagai

Lebih terperinci

ESTIMASI PERMEABILITAS RESERVOIR DARI DATA LOG MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA FORMASI MENGGALA PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA

ESTIMASI PERMEABILITAS RESERVOIR DARI DATA LOG MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA FORMASI MENGGALA PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA ESTIMASI PERMEABILITAS RESERVOIR DARI DATA LOG MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA FORMASI MENGGALA PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA Liana Zamri *, Juandi M, Muhammad Edisar Jurusan Fisika Fakultas Matematika

Lebih terperinci