BAB V ANALISIS SEKATAN SESAR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V ANALISIS SEKATAN SESAR"

Transkripsi

1 BAB V ANALISIS SEKATAN SESAR Dalam pembahasan kali ini, penulis mencoba menganalisis suatu prospek terdapatnya hidrokarbon ditinjau dari kondisi struktur di sekitar daerah tersebut. Struktur yang menjadi pembahasan dalam masalah ini adalah struktur sesar, dimana yang akan dianalisis disini adalah sifat dari sesar tersebut, apakah sesar ini bisa berfungsi sebagai perangkap (sealing), atau sesar ini merupakan jalur migrasi dari hidrokarbon yang ada (leaking). Pada daerah analisis ini terdapat sebanyak 18 sesar yang diperoleh dari interpretasi seismik. Pada analisis sekatan sesar ini akan dilakukan analisis terhadap 3 sesar, yaitu Sesar Runi Norm_0601, Sesar Runi Rev_0601, dan Sesar Runi Rev_0618 yang memperlihatkan pergeseran dan panjang yang lebih besar dibandingkan dengan sesar yang lain pada daerah penelitian. Sesar ini memanjang dari Baratdaya - Timurlaut yang memiliki panjang masing-masing sekitar ± 1.5 km, ± 1 km, ± 1 km dan semuanya berada pada bagian tengah daerah penelitian. SESAR RUNI REV_0618 SESAR RUNI NORM_0601 SESAR RUNI REV_ meter 500 Gambar 5.1. Kenampakan sesar-sesar secara 3D serta sesar-sesar yang menjadi fokus penelitian 61

2 5.1. Perhitungan V-Shale Langkah pertama pada tahap ini adalah menentukan nilai kandungan serpih rata rata pada tiap sumur untuk masing-masing lapisan batuan baik reservoar maupun non-reservoar (Yielding dkk, 1999). Selanjutnya nilai kandungan serpih tersebut diinterpolasi ke bidang sesar sehingga didapatkan atribut kandungan serpih sepanjang permukaan footwall dan hangingwall sesar (Yielding dkk, 1999). Atribut kandungan serpih bersama-sama besar throw digunakan untuk menghitung nilai SGR. Kandungan serpih (Vsh) adalah persentase dari volume detritus serpih dalam unit batuan di setiap titik kedalaman. Adapun perhitungan Vsh dilakukan seperti pada persamaan 1 yang telah ditampilkan di Bab III. Gambar 5.2 adalah contoh hasil perhitungan kandungan serpih pada Sumur #14. Warna kelabu mencirikan litologi serpih Top Duri Harga Vsh ditandai dengan garis vertikal hijau Top Bekasap Warna kuning mencirikan litologi pasir Top Bangko Gambar 5.2. Hasil perhitungan Vsh tiap kedalaman dan rata-rata tiap lapisan berdasarkan data log 5.2. Interpretasi marker Interpretasi batas-batas reservoar atau marker yang terpatahkan dari data sumur adalah langkah awal dalam analisis sifat sekat suatu sesar dengan metoda SGR. 62

3 Interpretasi batas-batas reservoar pada penelitian ini dilakukan pada beberapa sumur yang mewakili bagian footwall dan hangingwall dari bidang sesar. Penentuan marker dilakukan berdasarkan hasil dari cut-off v-shale yang telah ditentukan yakni lapisan yang memiliki v-shale kurang dari 50% maka akan digolongkan menjadi lapisan batupasir. Apabila suatu lapisan tersebut memiliki v- shale diatas 50% maka akan digolongkan ke dalam lapisan batulempung. Interpretasi dilakukan pada sumur-sumur yang memiliki marker yang lengkap agar dalam pemodelan horizon pada perangkat lunak TrapTester FAPS version tidak terjadi overlapping antar lapisan atau marker. Hasil interpretasi data v-shale menunjukkan terdapat beberapa reservoar yang didapatkan dari masing-masing formasi. Berikut merupakan primary dan marker horizon yang didapatkan dari Sumur Seruni #11. Formasi Litologi Sand T_X1420 (primary) Shale B_X1420 (marker) Sand T_X1530 (marker) Shale B_X1530 (marker) Sand T_X1600 (marker) Formasi Duri Shale B_X1600 (marker) Sand T_X1660 (marker) Shale B_X1660 (marker) Sand T_X1720 (marker) Shale B_X1720 (marker) Sand T_Y1790 (primary) Shale B_Y1790 (marker) Sand T_Y1870 (marker) Shale B_Y1870 (marker) Sand T_Y1920 (marker) Shale B_Y1920 (marker) Sand T_Y2050 (marker) Formasi Bekasap Shale B_Y2050 (marker) Sand T_Y2100 (marker) Shale B_Y2100 (marker) Sand T_Y2170 (marker) Shale B_Y2170 (marker) Sand T_Y2250 (marker) Shale B_Y2250 (marker) Formasi Bangko Sand T_Z2330 (primary) Tabel 5.1. Litostratigrafi yang berisi primary dan marker horizon dari data pada Sumur # Pemodelan bidang sesar dan horizon Data patahan dan horizon yang dihasilkan dari interpretasi penampang seismik masih berbentuk segmen-segmen pada penampang trace atau line. Setiap horizon 63

4 didefinisikan sebagai batas atas atau batas bawah reservoar. Data segmen segmen patahan, horizon dan data marker dari sumur kemudian di jadikan bidang melalui proses gridding dengan spasi grid sebesar 25m x 25m (Yielding, 1999). Proses gridding ini sendiri pada dasarnya adalah untuk mendapatkan variasi litologi yang terpotong oleh bidang sesar dengan melakukan kesejajaran litologi dari sumur pada suatu bidang sesar (Gambar 5.3). Hasil dari proses ini berupa bidang sesar, kemudian juga bidang horizon pada blok footwall dan hangingwall (Harris et al., 2002). Gambar 5.3. Hasil dari proses pemodelan bidang sesar yang berasal dari segmen segmen penampang seismik sampai didapatkan poligon pada bidang sesar. Hasil akhir berupa tampak proyeksi jurus dari bidang sesar atau dikenal sebagai Peta Bidang Sesar (Dee, 2005) 5.4. Model Hasil Analisis Sekatan Sesar Berikut adalah beberapa model yang merupakan hasil analisis sekatan sesar yang disajikan dalam bentuk peta penampang sesar yang menjelaskan karakter dari sesar tersebut. 64

5 Peta Penyebaran Throw Throw dari sesar dihitung dari dari perbedaan kedalaman horizon footwall dan hangingwall di sepanjang bidang sesar (Yielding, 1999; Harris, 2002). Perbedaan kedalaman tersebut didapatkan dari perpotongan antara bidang sesar dengan horizon pada footwall dan hangingwall. Peta throw menunjukkan dengan jelas distribusi besar pergerakan vertikal dari horizon-horizon yang terdapat di daerah penelitian yang terpotong oleh bidang sesar. Sesar Runi Norm_0601 Hasil analisis berupa peta throw Sesar Runi Norm_0601 memperlihatkan distribusi throw di sepanjang bidang sesar (Gambar 5.4). Dari peta throw terlihat distribusi throw yang semakin membesar (warna merah) ke bagian tengah sesar dan mengecil (warna ungu) ke bagian tepi sesar. Throw yang bernilai lebih kecil terlihat seperti membungkus throw yang bernilai besar. Pada setiap reservoar di bidang sesar ini terlihat harga throw bervariasi. Sedangkan dari histogram distribusi throw (Gambar 5.5) menunjukkan bahwa Sesar Runi Norm_0601 memiliki nilai throw yang bervariasi, mulai dari 0 kaki sampai throw yang terbesar 179 kaki. Didapat pula nilai throw rata-rata pada sesar ini sebesar 84 kaki. ms Gambar 5.4. Peta throw Sesar Runi Norm_

6 Throw terbesar Throw rata-rata : 179 kaki : 84 kaki Gambar 5.5. Histogram distribusi throw pada Sesar Runi Norm_0601 Sesar Runi Rev_0601 Pada peta distribusi throw Sesar Runi Rev_0601 terlihat bahwa nilai throw seragam pada bidang sesar (ditandai dengan warna ungu). Hal ini disebabkan karena Sesar Runi Rev_0601 merupakan sesar naik sehingga pergerakan vertikalnya ke atas bukan ke bawah (Gambar 5.6). Warna ungu yang hadir pada bidang sesar merupakan warna yang mengindikasikan nilai throw terkecil. Jika dibandingkan dengan histogram distribusi throw Sesar Runi Rev_0601 terlihat bahwa nilai throw pada bidang ini bernilai negatif (Gambar 5.7). Dapat disimpulkan bahwa warna ungu yang muncul karena nilai throw yang negatif pada bidang sesar ini. Nilai throw absolut terbesar pada sesar ini bernilai 244 kaki dengan nilai terkecil 0 kaki. Adapun nilai throw rata-ratanya sebesar 112 kaki. 66

7 ms Gambar 5.6. Peta throw Sesar Runi Rev_0601. Terlihat bahwa pada bidang sesar didominasi oleh warna ungu. Hal itu karena sesar ini merupakan sesar naik dengan nilai throw terbalik. Throw terbesar Throw rata-rata : 244 kaki : 112 kaki Gambar 5.7. Histogram distribusi throw pada Sesar Runi Rev_

8 Sesar Runi Rev_0618 Peta distribusi throw Sesar Runi Rev_0618 (Gambar 5.8) menunjukkan hal yang sama dengan peta distribusi throw Sesar Runi Rev_0601 karena sama-sama merupakan sesar naik. Terlihat juga pada bidang sesar ini menunjukkan satu warna yaitu ungu yang menandakan nilai throw terkecil karena nilai throw yang negatif. Pada histogram distribusi throw Sesar Runi Rev_0618 (Gambar 5.9), juga terlihat nilai throw yang negatif. Nilai throw absolut terbesar pada sesar ini bernilai 178 kaki dan nilai terkecilnya adalah 0 kaki. Sedangkan nilai throw rata-rata pada sesar ini bernilai 78 kaki. ms Gambar 5.8. Peta throw Sesar Runi Rev_0618. Terlihat bahwa pada bidang sesar didominasi oleh warna ungu. Hal itu karena sesar ini merupakan sesar naik dengan nilai throw terbalik. 68

9 Throw terbesar Throw rata-rata : 178 kaki : 78 kaki Gambar 5.9. Histogram distribusi throw pada Sesar Runi Rev_ Peta Penampang Reservoar Juxtaposition Berdasarkan Kualitasnya Peta penampang reservoar juxtaposition berdasarkan kualitasnya menunjukkan hubungan kesejajaran antar masing-masing reservoar. Hubungan kesehadapan reservoar tersebut dapat berarti kesehadapan antara reservoar-reservoar yang artinya kualitasnya bagus, kesehadapan reservoar-non reservoar yang menandakan kualitasnya kurang bagus, dan kesehadapan antara non reservoar-non reservoar yang diinterpretasikan kualitas reservoarnya buruk. Berikut adalah peta penampang dari masing-masing sesar. Sesar Runi Norm_0601 Pada bidang Sesar Runi Norm_0601 (Gambar 5.10) terlihat bahwa kontak kesehadapan antar reservoar yang kualitasnya bagus dicirikan oleh daerah yang berwarna hijau. Warna kuning menunjukkan hubungan kesehadapan antara reservoar yang kualitasnya bagus dengan horizon yang bukan reservoar. Sedangkan warna oranye menunjukkan hubungan kesehadapan antara horizon non reservoar dengan non reservoar. Dari peta penampang juga terlihat bahwa warna hijau mendominasi pada horizon dari Formasi Bekasap, yaitu horizon Y1790-Y2250 yang memiliki interval 69

10 kedalaman kaki. Sedangkan warna kuning dan oranye lebih mendominasi di sekitar horizon dari Formasi Duri, yaitu horizon X1420-X1720 yang berkedalaman kaki. Dari penampang, daerah yang ditandai dengan simbol A adalah bagian tengah dari reservoar utama pada Formasi Duri yaitu horizon X1420. Daerah ini memiliki kontak kesehadapan antara lapisan di bagian hangingwall dan footwall pada reservoar yang sama yaitu X1420. Pada kontak ini nantinya akan dilakukan análisis dari nilai SGR sehingga dapat diketahui potensi sekatnya. Dari Formasi Bekasap juga akan dilihat nilai SGR untuk mengetahui potensi sekatnya, yaitu pada horizon Y1790 dan Y1920 yang menjadi reservoar utama pada formasi ini. A 1850 kaki 2150 kaki 2700 kaki Gambar Peta penampang reservoar juxtaposition Sesar Runi Norm_0601 Sesar Runi Rev_0601 Peta penampang kesehadapan reservoar Sesar Runi Rev_0601 (Gambar 5.11) menunjukkan bahwa pada reservoar dengan interval kedalaman kaki terlihat kontak horizon yang berwarna oranye mendominasi horizon-horizon pada kedalaman tersebut, yaitu horizon X1420-X1720. Hal itu menandakan bahwa kontak reservoar pada kedalaman tersebut mempunyai kualitas yang buruk. Interval kedalaman ini adalah representasi dari Formasi Duri yang ada pada daerah penelitian. 70

11 Terdapat daerah yang ditandai dengan simbol A pada reservoar utama X1420. Pada daerah tersebut posisi kesehadapannya memiliki kontak reservoar yang bagus. Kontak reservoarnya ada pada reservoar yang sama yaitu pada reservoar X1420 antara bagian hangingwall dan footwall dari reservoar tersebut. Daerah ini yang akan dilihat nilai SGR untuk mengetahui potensi sekatnya. Warna yang berbeda terlihat pada interval horizon Y1790-Y2250 yang berada pada kedalaman kaki. Warna yang mendominasi adalah warna hijau, sehingga dapat disimpulkan pada interval kedalaman tersebut horizonnya memiliki kontak reservoar dengan kualitas yang bagus. Pada interval kedalaman ini, litologinya tersusun dari batuan sedimen klastik yang berasal dari Formasi Bekasap. Dari Formasi Bekasap, pada horizon Y1790 dan Y1920 yang menjadi reservoar utama pada formasi ini juga akan dilihat nilai SGR untuk mengetahui potensi sekatnya. A 1900 kaki 2250 kaki 2850 kaki Gambar Peta penampang reservoar juxtaposition Sesar Runi Rev_0601 Sesar Runi Rev_0618 Dari peta penampang reservoar juxtaposition Sesar Runi Rev_0618 (Gambar 5.12) terlihat dengan jelas bahwa warna oranye mendominasi kontak antar horizon 71

12 pada interval kaki yang merupakan interval dari Formasi Duri. Horizonnya dimulai dari X1420 sampai X1720. Dapat diinterpretasikan bahwa pada interval ini kontak antar resevoarnya memiliki kualitas yang buruk. Tidak seperti dua sesar sebelumnya, pada penampang bidang sesar ini tidak terdapat daerah berwarna hijau pada reservoar utama X1420 sehingga menandakan pada bidang sesar ini tidak terdapat kesehadapan kontak reservoar yang bagus. Namun, pada bidang sesar ini tetap akan dilihat nilai SGR untuk melihat potensi sekat pada reservoar utama di formasi ini. Sedangkan pada interval kaki, warna yang mendominasi kontak antar reservoar pada kedalaman ini adalah yang berwarna hijau. Interval dari Formasi Bekasap ini memiliki kontak reservoar dengan kualitas yang bagus. Pada bidang sesar ini juga akan dianalisis potensi sekatnya dengan melihat nilai SGR pada horizon Y1920 dan Y2100 yang menjadi reservoar utama pada formasi ini 1900 kaki 2250 kaki 2850 kaki Gambar Peta penampang reservoar juxtaposition Sesar Runi Rev_ Analisis Sekatan Sesar Dengan Pendekatan SGR Perhitungan SGR SGR pada dasarnya merupakan estimasi kandungan material lempung pada zona patahan dengan didasari asumsi bahwa material dalam zona patahan merupakan 72

13 campuran dari batuan samping yang masuk ke dalam zona patahan. SGR dapat dihitung dengan persamaan 8 yang ditampilkan di Bab III (Yielding dkk, 1997), yaitu: dimana adalah Vsh adalah kandungan serpih, ΔZ adalah tebal lapisan reservoar maupun non reservoar yang dilalui patahan dan throw adalah besar pergerakan vertikal patahan. Nilai SGR menunjukkan persentase kandungan serpih dalam zona patahan. Nilai SGR berkisar antara 0 sampai 100%. Semakin kecil nilai SGR, patahan cenderung semakin leaking dan semakin besar nilai SGR, patahan cenderung semakin sealing. Hasil studi Yielding dkk (1997) pada batuan silisiklastik di beberapa lapangan dunia menghasilkan batas SGR 10-20% untuk kapasitas sealing patahan. Pada analisis kesekatan dengan menggunakan metode SGR ini, penulis menggunakan nilai batasan menyekat yang diajukan oleh Yielding yaitu <20% akan bersifat bocor atau leaking Peta Distribusi SGR Pada Bidang Sesar Daerah dimana reservoar bertemu dengan reservoar, secara teoritis akan menghasilkan sifat leaking atau bocor pada bidang sesar (Smith, 1980). Namun pada kondisi tertentu, kontak reservoar dengan reservoar pada bidang sesar akan dapat bersifat sealing atau sekat (Allan, 1989). Masuknya material-material lempung ke dalam bidang sesar akan dapat menyebabkan bidang sesar menjadi bersifat sekat (sealing). Dalam analisis sekatan sesar dengan pendekatan SGR ini akan dibahas potensi sifat sekat yang dapat terbentuk di sepanjang bidang sesar akibat masuknya material-material lempung ke dalam bidang sesar. Berikut adalah analisis sekatan sesar dengan pendekatan SGR pada sesar-sesar yang menjadi fokus penelitian pada daerah Seruni. Sesar Runi Norm_0601 Berdasarkan peta distribusi SGR pada bidang Sesar Runi Norm_0601, terlihat persebaran dari harga SGR yang beragam. Namun secara garis besar dapat dibagi menjadi 2, yaitu daerah yang SGR <20% atau bocor diwakili oleh warna merahkuning dan berada pada daerah self-juxtaposition reservoar serta daerah dengan SGR >20% atau sekat diwakili oleh warna hijau-biru dan cenderung berada pada daerah kesehadapan reservoar dengan non reservoar. Hampir semua horizon yang dipetakan 73

14 pada bidang sesar ini bersifat sekat semua. Namun, pada bagian Baratlaut dan Tenggara dari bidang sesar terdapat daerah yang nilai SGR <20% (Gambar 5.13). Daerah tersebut merupakan daerah kesehadapan antar reservoar Y2100 antara bagian hangingwall dan footwall, dalam gambar diwakili oleh simbol X dan Y. Dari Gambar 5.13, Formasi Duri yang berada pada interval kaki pada bidang sesar memiliki nilai rata-rata SGR >20% atau lebih tepatnya nilai SGR >60% (berdasarkan indeks warna dominan biru). Sedangkan pada Formasi Bekasap dengan interval kaki juga memiliki nilai rata-rata SGR >20%. Namun jika dibandingkan dengan Formasi Duri, nilai rata-rata SGR Formasi Bekasap lebih kecil (indeks warna dominan hijau). Daerah yang bocor pada bidang sesar ini juga didapat dari horizon yang berasal dari Formasi Bekasap (simbol X dan Y). Gambar 5.14 menunjukkan peta distribusi SGR di daerah kesehadapan reservoar-reservoar. Peta dari gambar ini juga memperlihatkan hal yang sama dengan Gambar Berdasarkan data tersebut, dapat diinterpretasikan bahwa secara umum sesar ini bersifat sekat. Namun, ada 2 daerah yang mengindikasikan kemungkinan untuk bocor yaitu daerah di daerah Barat Laut dan Tenggara (X dan Y). Nilai SGR <20% (Y) 1850 kaki Nilai SGR <20% (X) 2150 kaki 2700 kaki Gambar Peta distibusi SGR Sesar Runi Norm_

15 Nilai SGR <20% (X) Nilai SGR <20% (Y) 1850 kaki 2150 kaki 2700 kaki Gambar Peta distibusi SGR di daerah kesehadapan reservoar-reservoar Sesar Runi Norm_0601 Rata-rata : 60% Dominan : 65% Gambar Histogram SGR rata-rata dan dominan pada Sesar Runi Norm_

16 Variasi nilai SGR pada Sesar Runi Norm_0601 terlihat dari histogram plot penyebaran SGR dan frekuensi (Gambar 5.15). Nilai SGR berkisar antara 10% sampai 95%. Nilai rata-rata SGR pada sesar ini sekitar 60% dan nilai SGR dominan sekitar 65%. Frekuensi yang tinggi terdapat pada nilai SGR yang sebesar 40%-80%, sedangkan frekuensi yang kecil terdapat pada nilai SGR 10%-20%. Sesar Runi Rev_0601 Sedangkan dari peta distribusi SGR pada bidang Sesar Runi Rev_0601, terlihat persebaran dari harga SGR yang beragam (Gambar 5.16). Dominasi indeks warna pada bidang sesar ini adalah hijau, yang berarti nilai SGR rata-ratanya lebih kecil dari sesar sebelumnya. Namun, secara umum sesar ini masih bersifat sekat karena nilai rata-rata SGR >20%. Warna hijau yang menjadi warna dominan mewakili nilai SGR sebesar 25%-55%. Dari Gambar 5.16, Formasi Duri yang berada pada interval kaki pada bidang sesar memiliki nilai rata-rata SGR >20% atau lebih tepatnya nilai SGR 40%-70% (berdasarkan indeks warna dominan hijau-biru). Pada bagian atas Formasi Duri, terdapat bagian yang berwarna kuning yang menandakan daerah tersebut bocor. Ditandai dengan simbol A yang merupakan daerah kontak kesehadapan antar reservoar X1420 pada bagian hangingwall dan footwall. Sedangkan pada Formasi Bekasap dengan interval kaki juga memiliki nilai rata-rata SGR >20%. Namun jika dibandingkan dengan Formasi Duri, nilai rata-rata SGR Formasi Bekasap lebih kecil sebesar 30%-40% (indeks warna dominan kuning-hijau). Daerah yang bocor juga didapat dari horizon yang berasal dari Formasi Bekasap yaitu pada daerah yang diberi simbol B dan C. Simbol B menandakan kontak kesehadapan pada bidang hangingwall dari horizon Y1920 dan footwall dari horizon Y2100. Sedangkan simbol C mewakili daerah dengan kontak kesehadapan antar reservoar Y2100 pada bagian hangingwall dan footwall dari reservoar tersebut. Peta distribusi SGR di daerah kesehadapan reservoar-reservoar pada bidang Sesar Runi Rev_0601 (Gambar 5.17) memperlihatkan hal yang sama dengan Gambar Berdasarkan data tersebut, dapat diinterpretasikan bahwa secara umum sesar ini bersifat sekat. Namun, ada beberapa daerah yang mengindikasikan kemungkinan untuk bocor yaitu daerah di daerah Baratlaut dan bagian tengah. 76

17 Nilai SGR <20% (C) Nilai SGR <20% (A) Nilai SGR <20% (B) 1900 kaki 2250 kaki 2850 kaki Gambar Peta distibusi SGR Sesar Runi Rev_0601 Nilai SGR <20% (A) 1900 kaki 2250 kaki 2850 kaki Nilai SGR <20% (C) Nilai SGR <20% (B) Gambar Peta distibusi SGR di daerah kesehadapan reservoar-reservoar Sesar Runi Rev_

18 Rata-rata : 48% Dominan : 43% Gambar Histogram SGR rata-rata dan dominan pada Sesar Runi Rev_0601 Gambar 5.18 merupakan histogram plot penyebaran SGR dan frekuensi dan menunjukkan variasi nilai SGR pada Sesar Runi Rev_0601. Nilai SGR pada bidang sesar ini berkisar antara 5% sampai 90%. Nilai rata-rata SGR pada sesar ini sekitar 48% dan nilai SGR dominan sekitar 43%. Frekuensi yang tinggi terdapat pada nilai SGR yang sebesar 30%-70%, sedangkan frekuensi yang kecil terdapat pada nilai SGR 5%-10% dan 80%-90%. Sesar Runi Rev_0618 Peta distribusi SGR pada bidang Sesar Runi Rev_0618, memperlihatkan persebaran dari harga SGR yang beragam (Gambar 5.19). Dominasi indeks warna pada bidang sesar ini adalah hijau-biru, yang berarti nilai SGR rata-ratanya lebih besar dari sesar sebelumnya. Secara umum sesar ini bersifat sekat karena nilai rata-rata SGR >20%, diperkirakan sebesar 40%-60%. Dari Gambar 5.19, Formasi Duri yang berada pada interval kaki pada bidang sesar memiliki nilai rata-rata SGR >20% atau lebih tepatnya nilai SGR 50%-80% (berdasarkan indeks warna dominan biru). Hampir semua horizon pada Formasi Duri bersifat sekat. Sedangkan pada Formasi Bekasap dengan interval kaki juga memiliki nilai rata-rata SGR >20%. Namun jika dibandingkan dengan 78

19 Formasi Duri, nilai rata-rata SGR Formasi Bekasap lebih kecil sebesar 25%-40% (indeks warna dominan kuning-hijau). Daerah yang bocor juga didapat dari horizon yang berasal dari Formasi Bekasap yaitu pada daerah yang diberi simbol B dan C. Simbol B menandakan kontak kesehadapan pada bidang hangingwall dari horizon Y1920 dan footwall dari horizon Y2100. Sedangkan simbol C mewakili daerah dengan kontak kesehadapan antar reservoar Y2100 pada bagian hangingwall dan footwall dari reservoar tersebut. Peta distribusi SGR di daerah kesehadapan reservoar-reservoar pada bidang Sesar Runi Rev_0601 (Gambar 5.20) memperlihatkan hal yang sama dengan Gambar Berdasarkan data tersebut, dapat diinterpretasikan bahwa secara umum sesar ini bersifat sekat. Namun, ada beberapa daerah yang mengindikasikan kemungkinan untuk bocor yaitu daerah di daerah Tenggara dan bagian tengah kaki 2250 kaki 2850 kaki Nilai SGR <20% (C) Nilai SGR <20% (B) Gambar Peta distibusi SGR Sesar Runi Rev_

20 1900 kaki 2250 kaki 2850 kaki Nilai SGR <20% (B) Nilai SGR <20% (C) Gambar Peta distibusi SGR di daerah kesehadapan reservoar-reservoar Sesar Runi Rev_0618 Rata-rata : 54% Dominan : 58% Gambar Histogram SGR rata-rata dan dominan pada Sesar Runi Rev_

21 Gambar 5.21 merupakan histogram plot penyebaran SGR dan frekuensi dan menunjukkan variasi nilai SGR pada Sesar Runi Rev_0618. Nilai SGR pada bidang sesar ini berkisar antara 10% sampai 98%. Nilai rata-rata SGR pada sesar ini sekitar 54% dan nilai SGR dominan sekitar 58%. Frekuensi yang tinggi terdapat pada nilai SGR yang sebesar 35%-65%, sedangkan frekuensi yang kecil terdapat pada nilai SGR 10%-20% Analisis Kesekatan Dengan Pendekatan SGR Sesar Runi Norm_0601 Dari hasil analisis SGR yang diuraikan sebelumnya, daerah-daerah reservoar pada bidang Sesar Runi Norm_0601 yang memiliki nilai SGR >20% umumnya terdapat pada hampir semua daerah kesehadapan reservoar, baik itu pada daerah kesehadapan antar reservoar yang sama, kesehadapan antar reservoar berbeda dan daerah kesehadapan reservoar dengan non reservoar. Kondisi ini diinterpretasikan dengan kandungan serpih yang tinggi pada daerah penelitian. Namun, pada bidang sesar ini, terdapat juga daerah yang memiliki nilai SGR <20% dan terdapat pada bagian Baratlaut dan Tenggara (Gambar 5.22). Kontak kesehadapan reservoar pada daerah tersebut adalah berada pada daerah kesehadapan yang sama yaitu pada horizon Y2100 dari Formasi Bekasap (simbol X dan Y). Rendahnya nilai SGR pada daerah tersebut diinterpretasikan kandungan serpihnya yang lebih rendah dibandingkan dengan daerah lain. Berdasarkan data pengeboran (marked log), reservoar utama pada daerah penelitian berasal dari horizon X1420, X1660, Y1790, Y1920, dan Y2100. Berdasarkan acuan pada hasil studi Yielding (2002), maka pada interval reservoar utama tersebut, sesar bersifat menyekat atau sealing, kecuali pada bagian Baratlaut dan Tenggara dari bidang sesar pada interval reservoar Y2100 yang diinterpretasikan bersifat bocor atau leaking karena nilai SGR <20% (Tabel 5.2). 81

22 Formasi Reservoar Kualitas Resevoar Kesehadapan SGR (%) Daya Sekat Catatan X1420 bagus pasir serpih sekat di semua bidang sesar Duri X1660 bagus pasir serpih sekat di semua bidang sesar X1720 bagus pasir serpih sekat di semua bidang sesar Y1790 bagus pasir pasir sekat di semua bidang sesar Bekasap Y1920 bagus pasir pasir sekat di semua bidang sesar bocorsekat Tenggara bidang sesar bocor di Baratlaut dan Y2100 bagus pasir pasir Tabel 5.2. Tabulasi analisis kesekatan sesar pada Sesar Runi Norm_0601 Nilai SGR <20% (X) Nilai SGR <20% (Y) Gambar Determinasi daerah yang potensial sekat dan bocor pada bidang Sesar Runi Norm_

23 Sesar Runi Rev_0601 Hampir sama dengan Sesar Runi Norm_0601, dari hasil analisis SGR yang diuraikan sebelumnya, daerah-daerah reservoar pada bidang Sesar Runi Rev_0601 yang memiliki nilai SGR >20% umumnya terdapat pada hampir semua daerah kesehadapan reservoar. Kondisi ini diinterpretasikan dengan kandungan serpih yang tinggi pada daerah penelitian. Namun, pada bidang sesar ini, terdapat juga daerah yang memiliki nilai SGR <20% dan terdapat pada bagian Baratlaut dan tengah (Gambar 5.23). Kontak kesehadapan reservoar pada daerah tersebut adalah berada pada daerah kesehadapan yang sama yaitu pada horizon X1420 dari Formasi Duri (ditandai oleh simbol A), pada horizon Y2100 dari Formasi Bekasap (diwakili oleh simbol C), dan kesehadapan antar reservoar yang berbeda yaitu kontak kesehadapan antara bidang hangingwall dari horizon Y1920 dan footwall dari horizon Y2100 (B). Rendahnya nilai SGR pada daerah tersebut diinterpretasikan kandungan serpihnya yang lebih rendah dibandingkan dengan daerah lain. Berdasarkan data pengeboran (marked log), reservoar utama pada daerah penelitian berasal dari horizon X1420, X1660, Y1790, Y1920, dan Y2100. Berdasarkan acuan pada hasil studi Yielding (2002), maka pada interval reservoar utama tersebut, sesar bersifat menyekat atau sealing, kecuali pada bagian Baratlaut dan tengah dari bidang sesar pada interval reservoar X1420, Y1920, dan Y2100 yang diinterpretasikan bersifat bocor atau leaking karena nilai SGR <20% (Tabel 5.3). Formasi Duri Reservoar X1420 X1660 Kualitas Resevoar bagus bagus Kesehadapan SGR (%) pasir serpih, pasir pasir pasir serpih, pasir pasir Daya Sekat bocorsekat Catatan bocor di bagian tengah bidang sesar sekat di semua bidang sesar X1720 bagus pasir pasir sekat di semua bidang sesar Bekasap Y1790 bagus pasir pasir sekat di semua bidang sesar Y1920 bagus pasir pasir bocorsekat bidang sesar bocor di bagian tengah Y2100 bagus pasir pasir bocorsekat sesar bocor di Baratlaut bidang Tabel 5.3. Tabulasi analisis kesekatan sesar pada Sesar Runi Rev_

24 Nilai SGR <20% (A) Nilai SGR <20% (C) Nilai SGR <20% (B) Gambar Determinasi daerah yang potensial sekat dan bocor pada bidang Sesar Runi Rev_0601 Sesar Runi Rev_0618 Sedangkan pada Sesar Runi Rev_0618, dari hasil analisis SGR yang diuraikan sebelumnya, daerah-daerah reservoar pada bidang Sesar Runi Rev_0618 yang memiliki nilai SGR >20% umumnya terdapat pada hampir semua daerah kesehadapan reservoar. Kondisi ini diinterpretasikan dengan kandungan serpih yang tinggi pada daerah penelitian. Namun, pada bidang sesar ini, terdapat juga daerah yang memiliki nilai SGR <20% dan terdapat pada bagian Tenggara dan tengah (Gambar 5.24). Kontak kesehadapan reservoar pada daerah tersebut adalah berada pada daerah kesehadapan yang sama yaitu pada horizon Y2100 dari Formasi Bekasap (diwakili oleh simbol C) dan kesehadapan antar reservoar yang berbeda yaitu kontak kesehadapan antara bidang hangingwall dari horizon Y1920 dan footwall dari horizon Y2100 (B). Rendahnya nilai SGR pada daerah tersebut diinterpretasikan kandungan serpihnya yang lebih rendah dibandingkan dengan daerah lain. Berdasarkan data pengeboran (marked log), reservoar utama pada daerah penelitian berasal dari horizon X1420, X1660, Y1790, Y1920, dan Y2100. Berdasarkan acuan pada hasil studi Yielding (2002), maka pada interval reservoar utama tersebut, sesar bersifat menyekat 84

25 atau sealing, kecuali pada bagian Baratlaut dan tengah dari bidang sesar pada interval reservoar Y1920 dan Y2100 yang diinterpretasikan bersifat bocor atau leaking karena nilai SGR <20% (Tabel 5.4). Formasi Reservoar Kualitas Resevoar Kesehadapan SGR (%) Daya Sekat Catatan Duri X1420 bagus pasir serpih sekat di semua bidang sesar pasir serpih, X1660 bagus pasir pasir sekat di semua bidang sesar X1720 bagus pasir pasir sekat di semua bidang sesar Bekasap pasir serpih, Y1790 bagus sekat di semua bidang sesar pasir pasir pasir serpih, bocorsekat bidang sesar bocor di bagian tengah Y1920 bagus pasir pasir bocorsekat sesar bocor di Tenggara bidang Y2100 bagus pasir pasir Tabel 5.4. Tabulasi analisis kesekatan sesar pada Sesar Runi Rev_0618 Nilai SGR <20% (B) Nilai SGR <20% (C) Gambar Determinasi daerah yang potensial sekat dan bocor pada bidang Sesar Runi Norm_

26 5.6. Validasi SGR Salah satu tujuan utama dari analisis sekatan sesar adalah penentuan nilai SGR pada daerah penelitian. Hasil dari perhitungan SGR dapat divalidasikan dengan membandingkan hasil perhitungan dengan data-data lain seperti data Original Water Contact, RFT, atau data sejarah produksi. Semakin banyak data penunjang yang tersedia, maka akan semakin valid hasil analisis sesar tersebut. Pada penelitian kali ini penulis mendapatkan data penunjang Original Water Contact dan data RFT. Namun, data-data penunjang tersebut tidak dapat digunakan sebagai parameter karena hasil pengukuran dari data-data penunjang tersebut tidak valid. Untuk data RFT yang didapatkan pada penelitian kali ini, nilai pressure yang didapat tidak dapat menunjukkan keadaan pressure Formasi pada kondisi saat ini. Data terbaru yang didapat berasal dari pengukuran pada tahun 2005, itupun hasil pengukuran dari 2 sumur terbaru, yaitu sumur #34 dan sumur #35. Jadi, nilai SGR yang didapat tidak dapat divalidasikan dengan data RFT pada daerah penelitian. Sedangkan pada data Original Water Contact, data yang didapat dari data sumur menunjukkan nilai water contact yang didapat sudah dipengaruhi oleh produksi minyak pada daerah penelitian sehingga tidak menunjukkan keadaan oil water contact yang orisinil. Gambar 5.25 menunjukkan bahwa pada beberapa sumur nilai Oil Water Contact sudah tidak menunjukkan nilai sebenarnya karena ada nilai water contact yang depleted (warna biru), yaitu kontak antara air dan minyak pada kondisi minyak telah diambil dari sumur tersebut sehingga nilai kontaknya relatif berubah yaitu umumnya lebih dangkal dari kedalaman kontak pada kondisi semula. 86

27 -1998 kaki kaki kaki kaki Gambar Stick plot OWC dari beberapa sumur pada Top Formasi Duri 5.7. Kalibrasi dan Kelemahan SGR Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa angka kalibrasi 20% yang diajukan pada daerah penelitian ini tidak dapat dijadikan acuan sepenuhnya, hal itu karena lapangan minyak di dunia berbeda-beda kondisi geologinya. Salah satu solusi agar kalibrasi valid, perlu ditambahkan jumlah kalibrasinya. Misalnya, karakteristik sesar pada kalibrasi 15%, 20%, 25% atau kalibrasi lainnya sesuai dengan kondisi geologi dan data pemboran lapangan minyaknya. Jadi untuk penelitian selanjutnya pada lapangan minyak di Cekungan Sumatra Tengah ini perlu diperhatikan agar kalibrasinya tidak hanya mengacu pada kalibrasi Yielding dkk (1997) yaitu batas sealing 20%. Perlu diperhatikan kondisi geologi seperti throw, litologi dominan, dan mekanisme sesar sehingga didapatkan nilai kesekatan yang lebih valid. Dari penelitian ini juga dapat diketahui beberapa kelemahan dari metode SGR. Metode SGR memerlukan data RFT teraktual, stickplot OWC, dan beberapa data lain agar menjadi lebih valid. Karena bumi dinamis, maka metode ini kurang menggambarkan kondisi sebenarnya pada saat minyak terperangkap oleh sesar. Hasil 87

28 dari penelitian sebelumnya juga tidak dapat digunakan sebagai bahan acuan masa kini. Maka disarankan agar jumlah kalibrasi SGR tidak hanya menggunakan satu kalibrasi saja, misalnya 20%. Perlu juga diperhatikan perilaku sesar ketika SGR bernilai 15%, 25%, 30%, atau seterusnya. Hal tersebut guna memperkecil resiko dalam pengembangan suatu lapangan eksplorasi. 88

BAB V ANALISA SEKATAN SESAR

BAB V ANALISA SEKATAN SESAR BAB V ANALISA SEKATAN SESAR 5.1 Analisa Sesar Pada daerah analisa ini terdapat sebanyak 19 sesar yang diperoleh dari interpretasi seismik. Pada penelitian sebelumnya keterdapatan sesar ini sudah dipetakan,

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir Studi analisa sekatan sesar dalam menentukan aliran injeksi pada lapangan Kotabatak, Cekungan Sumatera Tengah.

Laporan Tugas Akhir Studi analisa sekatan sesar dalam menentukan aliran injeksi pada lapangan Kotabatak, Cekungan Sumatera Tengah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kondisi perminyakan dunia saat ini sangat memperhatinkan khususnya di Indonesia. Dengan keterbatasan lahan eksplorasi baru dan kondisi sumur-sumur tua yang telah melewati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan kebutuhan minyak bumi di Indonesia terutama untuk kebutuhan industri semakin meningkat. Namun meningkatnya kebutuhan akan minyak bumi tersebut tidak diiringi

Lebih terperinci

BAB IV. ANALISIS KARAKETERISASI ZONA PATAHAN

BAB IV. ANALISIS KARAKETERISASI ZONA PATAHAN BAB IV. ANALISIS KARAKETERISASI ZONA PATAHAN IV.1. Kapasitas Seal Pada Zona Patán Analisis karakter sifat zona patahan yang dilakukan dalam penelitian ini pada hakikatnya terdiri atas beberapa tahapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis fasies dan evaluasi formasi reservoar dapat mendeskripsi

BAB I PENDAHULUAN. Analisis fasies dan evaluasi formasi reservoar dapat mendeskripsi BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Analisis fasies dan evaluasi formasi reservoar dapat mendeskripsi sifat-sifat litologi dan fisika dari batuan reservoar, sehingga dapat dikarakterisasi dan kemudian

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. V.1 Penentuan Zona Reservoar dan Zona Produksi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. V.1 Penentuan Zona Reservoar dan Zona Produksi BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN V.1 Penentuan Zona Reservoar dan Zona Produksi Penentuan zona reservoir dilakukan dengan menggunakan cutoff volume serpih (VSH) dan porositas efektif (PHIE) pada zona target.

Lebih terperinci

BAB III. PEMROSESAN DATA DAN HASIL

BAB III. PEMROSESAN DATA DAN HASIL BAB III. PEMROSESAN DATA DAN HASIL III.1. Data Log Talikawat (Wireline log) Data log yang telah diproses berupa kurva gamma ray, neutron dan density. Log gamma ray digunakan untuk perhitungan volume serpih

Lebih terperinci

Tabel hasil pengukuran geometri bidang sesar, ketebalan cekungan dan strain pada Sub-cekungan Kiri.

Tabel hasil pengukuran geometri bidang sesar, ketebalan cekungan dan strain pada Sub-cekungan Kiri. Dari hasil perhitungan strain terdapat sedikit perbedaan antara penampang yang dipengaruhi oleh sesar ramp-flat-ramp dan penampang yang hanya dipengaruhi oleh sesar normal listrik. Tabel IV.2 memperlihatkan

Lebih terperinci

STUDI GEOLOGI DAN ANALISIS SEKATAN SESAR PADA DAERAH SERUNI, CEKUNGAN SUMATERA TENGAH, RIAU

STUDI GEOLOGI DAN ANALISIS SEKATAN SESAR PADA DAERAH SERUNI, CEKUNGAN SUMATERA TENGAH, RIAU STUDI GEOLOGI DAN ANALISIS SEKATAN SESAR PADA DAERAH SERUNI, CEKUNGAN SUMATERA TENGAH, RIAU TUGAS AKHIR B Diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam menempuh kelulusan strata satu (S-1) di Program Studi

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir Studi analisa sekatan sesar dalam menentukan aliran injeksi pada lapangan Kotabatak, Cekungan Sumatera Tengah. BAB III TEORI DASAR

Laporan Tugas Akhir Studi analisa sekatan sesar dalam menentukan aliran injeksi pada lapangan Kotabatak, Cekungan Sumatera Tengah. BAB III TEORI DASAR BAB III TEORI DASAR 3.1 INTERPRETASI PENAMPANG SEISMIK 3.1.1 Metoda seismik Prinsip dasar metoda seismik adalah perambatan energi gelombang seismik yang ditimbulkan oleh sumber getaran di permukaan bumi

Lebih terperinci

BAB IV INTERPRETASI SEISMIK

BAB IV INTERPRETASI SEISMIK BAB IV INTERPRETASI SEISMIK Analisa dan interpretasi struktur dengan menggunakan data seismik pada dasarnya adalah menginterpretasi keberadaan struktur sesar pada penampang seismik dengan menggunakan bantuan

Lebih terperinci

BAB IV UNIT RESERVOIR

BAB IV UNIT RESERVOIR BAB IV UNIT RESERVOIR 4.1. Batasan Zona Reservoir Dengan Non-Reservoir Batasan yang dipakai untuk menentukan zona reservoir adalah perpotongan (cross over) antara kurva Log Bulk Density (RHOB) dengan Log

Lebih terperinci

IV.5. Interpretasi Paleogeografi Sub-Cekungan Aman Utara Menggunakan Dekomposisi Spektral dan Ekstraksi Atribut Seismik

IV.5. Interpretasi Paleogeografi Sub-Cekungan Aman Utara Menggunakan Dekomposisi Spektral dan Ekstraksi Atribut Seismik persiapan data, analisis awal (observasi, reconnaissance) untuk mencari zone of interest (zona menarik), penentuan parameter dekomposisi spektral yang tetap berdasarkan analisis awal, pemrosesan dekomposisi

Lebih terperinci

4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian

4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian 4.1 Geologi Bawah Pemukaan Daerah Penelitian 4.1.1 Analisa dan Interpretasi data sumur (well log) Dalam analisa ini, digunakan 8 sumur, yaitu KRN-01, JT-04, JT-03, ADL-01, YN-05, YN-02, KML-02, dan KEM-01,

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN...

HALAMAN PENGESAHAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii ABSTRAK... iv PERNYATAAN... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv BAB I. PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cekungan Tarakan terletak di timur laut Kalimantan. Cekungan ini terdiri. dari 4 Subcekungan, yaitu Tidung, Tarakan, Berau dan

BAB I PENDAHULUAN. Cekungan Tarakan terletak di timur laut Kalimantan. Cekungan ini terdiri. dari 4 Subcekungan, yaitu Tidung, Tarakan, Berau dan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cekungan Tarakan terletak di timur laut Kalimantan. Cekungan ini terdiri dari 4 Subcekungan, yaitu Tidung, Tarakan, Berau dan Muara. Penelitian dilakukan pada Lapangan

Lebih terperinci

BAB IV METODE DAN PENELITIAN

BAB IV METODE DAN PENELITIAN 40 BAB IV METODE DAN PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada Lapangan T, berada di Sub-Cekungan bagian Selatan, Cekungan Jawa Timur, yang merupakan daerah operasi Kangean

Lebih terperinci

BAB V INTERPRETASI DATA. batuan dengan menggunakan hasil perekaman karakteristik dari batuan yang ada

BAB V INTERPRETASI DATA. batuan dengan menggunakan hasil perekaman karakteristik dari batuan yang ada BAB V INTERPRETASI DATA V.1. Penentuan Litologi Langkah awal yang dilakukan pada penelitian ini adalah menentukan litologi batuan dengan menggunakan hasil perekaman karakteristik dari batuan yang ada dibawah

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Stratigrafi Daerah Penelitian Stratigrafi daerah penelitian terdiri dari beberapa formasi yang telah dijelaskan sebelumnya pada stratigrafi Cekungan Sumatra Tengah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Area Mahakam Selatan merupakan area lepas pantai yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. Area Mahakam Selatan merupakan area lepas pantai yang berada di BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Area Mahakam Selatan merupakan area lepas pantai yang berada di sebelah tenggara Provinsi Kalimantan Timur. Secara geologi, Area Mahakam Selatan merupakan bagian dari

Lebih terperinci

Berikut ini adalah log porositas yang dihasilkan menunjukkan pola yang sama dengan data nilai porositas pada inti bor (Gambar 3.18).

Berikut ini adalah log porositas yang dihasilkan menunjukkan pola yang sama dengan data nilai porositas pada inti bor (Gambar 3.18). Gambar 3.17 Grafik silang antara porositas inti bor dan porositas log densitas. Berikut ini adalah log porositas yang dihasilkan menunjukkan pola yang sama dengan data nilai porositas pada inti bor (Gambar

Lebih terperinci

Porositas Efektif

Porositas Efektif Gambar 4.2.3. Histogram frekuensi porositas total seluruh sumur. 4.2.3. Porositas Efektif Porositas efektif adalah porositas total yang tidak terisi oleh shale. Porositas efektif ditentukan berdasarkan

Lebih terperinci

Bab III Pengolahan Data

Bab III Pengolahan Data S U U S Gambar 3.15. Contoh interpretasi patahan dan horizon batas atas dan bawah Interval Main pada penampang berarah timurlaut-barat daya. Warna hijau muda merupakan batas atas dan warna ungu tua merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan minyak dan gas bumi sebagai sumber daya bahan baku konsumsi kegiatan manusia sehari-hari masih belum dapat tergantikan dengan teknologi maupun sumber daya

Lebih terperinci

(a) Maximum Absolute Amplitude (b) Dominant Frequency

(a) Maximum Absolute Amplitude (b) Dominant Frequency Peta isokron pada gambar IV.14 di atas, menunjukan bagaimana kondisi geologi bawah permukaan ketika sistem trak rift-climax tahap awal dan tangah diendapkan. Pada peta tersebut dapat dilihat arah pengendapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pengetahuan dan pemahaman yang lebih baik mengenai geologi terutama mengenai sifat/karakteristik suatu reservoir sangat penting dalam tahapan eksploitasi suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHALUAN. kondisi geologi di permukaan ataupun kondisi geologi diatas permukaan. Secara teori

BAB I PENDAHALUAN. kondisi geologi di permukaan ataupun kondisi geologi diatas permukaan. Secara teori 1 BAB I PENDAHALUAN I.1. Latar Belakang Kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mencari lapangan-lapangan baru yang dapat berpotensi menghasilkan minyak dan atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cekungan Sumatra Tengah merupakan cekungan penghasil minyak bumi yang pontensial di Indonesia. Cekungan ini telah dikelola oleh PT Chevron Pacific Indonesia selama

Lebih terperinci

Analisis dan Pembahasan

Analisis dan Pembahasan Bab V Analisis dan Pembahasan V.1 Analisis Peta Struktur Waktu Dari Gambar V.3 memperlihatkan 2 closure struktur tinggian dan rendahan yang diantara keduanya dibatasi oleh kontur-kontur yang rapat. Disini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak dan gas bumi merupakan salah satu sumber energi utama yang sangat penting dan berpengaruh pada kehidupan manusia. Dengan meningkatnya kebutuhan akan minyak dan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM

BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM Tujuan utama analisis variogram yang merupakan salah satu metode geostatistik dalam penentuan hubungan spasial terutama pada pemodelan karakterisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1. Peta Lokasi Lapangan Duri dan daerah Penelitian (tanpa skala)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1. Peta Lokasi Lapangan Duri dan daerah Penelitian (tanpa skala) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Lapangan Minyak Duri merupakan salah satu lapangan minyak yang menerapkan sistem injeksi uap sebagai metode eksploitasi kandungan minyak berat terbesar di

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data seismik 3D PSTM Non

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data seismik 3D PSTM Non 39 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Data Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data seismik 3D PSTM Non Preserve. Data sumur acuan yang digunakan untuk inversi adalah sumur

Lebih terperinci

Bab III Pengolahan dan Analisis Data

Bab III Pengolahan dan Analisis Data Bab III Pengolahan dan Analisis Data Dalam bab pengolahan dan analisis data akan diuraikan berbagai hal yang dilakukan peneliti untuk mencapai tujuan penelitian yang ditetapkan. Data yang diolah dan dianalisis

Lebih terperinci

Bab IV Analisis Data. IV.1 Data Gaya Berat

Bab IV Analisis Data. IV.1 Data Gaya Berat 41 Bab IV Analisis Data IV.1 Data Gaya Berat Peta gaya berat yang digabungkan dengn penampang-penampang seismik di daerah penelitian (Gambar IV.1) menunjukkan kecenderungan topografi batuan dasar pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Objek yang dikaji adalah Formasi Gumai, khususnya interval Intra GUF a sebagai

BAB III METODE PENELITIAN. Objek yang dikaji adalah Formasi Gumai, khususnya interval Intra GUF a sebagai BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek yang dikaji adalah Formasi Gumai, khususnya interval Intra GUF a sebagai batas bawah sampai Intra GUF sebagai batas atas, pada Lapangan Izzati. Adapun

Lebih terperinci

Interpretasi Stratigrafi daerah Seram. Tabel 4.1. Korelasi sumur daerah Seram

Interpretasi Stratigrafi daerah Seram. Tabel 4.1. Korelasi sumur daerah Seram BAB 4 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 4.1. Interpretasi Stratigrafi 4.1.1. Interpretasi Stratigrafi daerah Seram Daerah Seram termasuk pada bagian selatan Kepala Burung yang dibatasi oleh MOKA di bagian utara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BAB I - Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. BAB I - Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Lapangan Terbang ditemukan pertama kali di tahun 1971 dan mulai berproduksi di tahun 1976. Sebagian besar produksi lapangan ini menghasilkan minyak jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Badan Geologi (2009), Subcekungan Enrekang yang terletak

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Badan Geologi (2009), Subcekungan Enrekang yang terletak BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Menurut Badan Geologi (2009), Subcekungan Enrekang yang terletak pada bagian utara-tengah dari Sulawesi Selatan merupakan salah satu subcekungan yang memiliki

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Peta Kontur Isopach

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Peta Kontur Isopach BAB V PEMBAHASAN Pada praktikum Sedimentologi dan Stratigrafi kali ini, acaranya mengenai peta litofasies. Peta litofasies disini berfungsi untuk mengetahui kondisi geologi suatu daerah berdasarkan data

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. 8km

BAB I Pendahuluan. 8km BAB I Pendahuluan I.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dengan luas sekitar 72 km 2 berada di Lapangan Duri bagian Utara, Kabupaten Bengkalis, Riau, Sumatera, Indonesia (Gambar I.1). 8km 9km Gambar I.1

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Aalisis Dekomposisi Spektral Interpretasi untuk hasil penelitian ini berdasar pada visualisasi dari data set yang telah diproses. Kombinasi antara dekomposisi spektral

Lebih terperinci

BAB III DASAR TEORI ... (1)

BAB III DASAR TEORI ... (1) BAB III DASAR TEORI Dalam bab ini, penulis akan memaparkan secara singkat teori-teori dasar yang digunakan didalam penelitian. Dasar Teori terdiri dari konsep wireline log, konsep dasar seismik, konsep

Lebih terperinci

BAB III INTERPRETASI SEISMIK

BAB III INTERPRETASI SEISMIK BAB III INTERPRETASI SEISMIK 3.1 Menentukan Marker Seismik Sebagaimana telah dijelaskan dalam bab sebelumnya, bahwa terlebih dahulu harus diketahui marker sebelum memulai pick horizon dalam suatu section

Lebih terperinci

III.3 Interpretasi Perkembangan Cekungan Berdasarkan Peta Isokron Seperti telah disebutkan pada sub bab sebelumnya bahwa peta isokron digunakan untuk

III.3 Interpretasi Perkembangan Cekungan Berdasarkan Peta Isokron Seperti telah disebutkan pada sub bab sebelumnya bahwa peta isokron digunakan untuk III.3 Interpretasi Perkembangan Cekungan Berdasarkan Peta Isokron Seperti telah disebutkan pada sub bab sebelumnya bahwa peta isokron digunakan untuk menafsirkan perkembangan cekungan. Perlu diingat bahwa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional Stuktur DNF terletak kurang lebih 160 kilometer di sebelah barat kota Palembang. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Cadzow filtering adalah salah satu cara untuk menghilangkan bising dan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Cadzow filtering adalah salah satu cara untuk menghilangkan bising dan V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penerapan Cadzow Filtering Cadzow filtering adalah salah satu cara untuk menghilangkan bising dan meningkatkan strength tras seismik yang dapat dilakukan setelah koreksi NMO

Lebih terperinci

BAB IV RESERVOIR KUJUNG I

BAB IV RESERVOIR KUJUNG I BAB IV RESERVOIR KUJUNG I Studi geologi yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui geometri dan potensi reservoir, meliputi interpretasi lingkungan pengendapan dan perhitungan serta pemodelan tiga dimensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pliosen Awal (Minarwan dkk, 1998). Pada sumur P1 dilakukan pengukuran FMT

BAB I PENDAHULUAN. Pliosen Awal (Minarwan dkk, 1998). Pada sumur P1 dilakukan pengukuran FMT BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Lapangan R merupakan bagian dari kompleks gas bagian Selatan Natuna yang terbentuk akibat proses inversi yang terjadi pada Miosen Akhir hingga Pliosen Awal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah OCO terdapat pada Sub-Cekungan Jatibarang yang merupakan bagian dari Cekungan Jawa Barat Utara yang sudah terbukti menghasilkan hidrokarbon di Indonesia. Formasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sejarah eksplorasi menunjukan bahwa area North Bali III merupakan bagian selatan dari Blok Kangean yang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sejarah eksplorasi menunjukan bahwa area North Bali III merupakan bagian selatan dari Blok Kangean yang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sejarah eksplorasi menunjukan bahwa area North Bali III merupakan bagian selatan dari Blok Kangean yang dioperasikan oleh Atlantic Richfield Bali North Inc (ARCO),

Lebih terperinci

Data dan Analisis Ketidakpastiannya

Data dan Analisis Ketidakpastiannya Bab III Data dan Analisis Ketidakpastiannya Penelitian-penelitian geologi, geofisika dan petrofisika telah dilakukan dilapangan Batang. Beberapa penelitian yang mendukung untuk dilakukannya pemodelan reservoar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cekungan Kutai merupakan cekungan Tersier terbesar dan terdalam di Indonesia bagian barat, dengan luas area 60.000 km 2 dan ketebalan penampang mencapai 14 km. Cekungan

Lebih terperinci

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN 4.1 Geomorfologi Pada bab sebelumnya telah dijelaskan secara singkat mengenai geomorfologi umum daerah penelitian, dan pada bab ini akan dijelaskan secara lebih

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN. dapat teresolusi dengan baik oleh wavelet secara perhitungan teoritis, dimana pada

V. PEMBAHASAN. dapat teresolusi dengan baik oleh wavelet secara perhitungan teoritis, dimana pada V. PEMBAHASAN 5.1 Tuning Thickness Analysis Analisis tuning thickness dilakukan untuk mengetahui ketebalan reservoar yang dapat teresolusi dengan baik oleh wavelet secara perhitungan teoritis, dimana pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cekungan Asri adalah salah satu cekungan sedimen penghasil hidrokarbon di

I. PENDAHULUAN. Cekungan Asri adalah salah satu cekungan sedimen penghasil hidrokarbon di I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cekungan Asri adalah salah satu cekungan sedimen penghasil hidrokarbon di utara lepas pantai Sumatra Tenggara, Indonesia bagian barat. Kegiatan eksplorasi pada Cekungan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Diskusi

Bab IV Hasil dan Diskusi Bab IV Hasil dan Diskusi IV.1 Hasil Studi Kelayakan Hasil plot silang antara data sifat reservoir dan data sifat batuan sintetik menunjukkan adanya korelasi yang bagus pada sebagian parameter, dengan koefisien

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Pemahaman yang baik terhadap geologi bawah permukaan dari suatu lapangan minyak menjadi suatu hal yang penting dalam perencanaan strategi pengembangan lapangan tersebut.

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN 2.1. Geologi Regional. Pulau Tarakan, secara geografis terletak sekitar 240 km arah Utara Timur Laut dari Balikpapan. Secara geologis pulau ini terletak di bagian

Lebih terperinci

inversi mana yang akan digunakan untuk transformasi LMR nantinya. Analisis Hampson Russell CE8/R2 yaitu metoda inversi Modelbased Hardconstrain,

inversi mana yang akan digunakan untuk transformasi LMR nantinya. Analisis Hampson Russell CE8/R2 yaitu metoda inversi Modelbased Hardconstrain, 4.3.2. Analisis Inversi Setelah mendapatkan model inisial AI dan SI, perlu ditentukan metoda inversi mana yang akan digunakan untuk transformasi LMR nantinya. Analisis inversi dilakukan terhadap seluruh

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS 5.1 Penampang Hasil Curve Matching

BAB V ANALISIS 5.1 Penampang Hasil Curve Matching BAB V ANALISIS 5.1 Penampang Hasil Curve Matching Penampang hasil pengolahan dengan perangkat lunak Ipi2win pada line 08 memperlihatkan adanya struktur antiklin. Struktur ini memiliki besar tahanan jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Sulawesi Tenggara. Formasi ini diendapkan selama Trias-Jura (Rusmana dkk.,

BAB I PENDAHULUAN. di Sulawesi Tenggara. Formasi ini diendapkan selama Trias-Jura (Rusmana dkk., BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Formasi Meluhu merupakan formasi batuan sedimen silisiklastik yang berada di Sulawesi Tenggara. Formasi ini diendapkan selama Trias-Jura (Rusmana dkk., 1993) pada

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III DATA DAN PENGOLAHAN DATA BAB III DATA DAN PENGOLAHAN DATA 3.1 Data 3.1.1 Data Seismik Data yang dimiliki adalah data seismik hasil migrasi post stack 3-D pada skala waktu / time dari Lapangan X dengan polaritas normal, fasa nol,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eksplorasi hidrokarbon, salah satunya dengan mengevaluasi sumur sumur migas

BAB I PENDAHULUAN. eksplorasi hidrokarbon, salah satunya dengan mengevaluasi sumur sumur migas BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Dalam mencari cadangan minyak dan gas bumi, diperlukan adanya kegiatan eksplorasi hidrokarbon, salah satunya dengan mengevaluasi sumur sumur migas yang sudah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I. PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI BAB I. PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii SARI... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xv DAFTAR LAMPIRAN... xvi BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Salah satu kegiatan pengumpulan data bawah permukaan pada kegiatan pengeboran sumur minyak dan atau gas bumi baik untuk sumur eksplorasi maupun untuk sumur

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

BAB III DASAR TEORI. 3.1 Dasar Seismik

BAB III DASAR TEORI. 3.1 Dasar Seismik BAB III DASAR TEORI 3.1 Dasar Seismik 3.1.1 Pendahuluan Metode seismik adalah metode pemetaan struktur geologi bawah permukaan dengan menggunakan energi gelombang akustik yang diinjeksikan ke dalam bumi

Lebih terperinci

Gambar 4.5. Peta Isopach Net Sand Unit Reservoir Z dengan Interval Kontur 5 Kaki

Gambar 4.5. Peta Isopach Net Sand Unit Reservoir Z dengan Interval Kontur 5 Kaki Gambar 4.5. Peta Isopach Net Sand Unit Reservoir Z dengan Interval Kontur 5 Kaki Fasies Pengendapan Reservoir Z Berdasarkan komposisi dan susunan litofasies, maka unit reservoir Z merupakan fasies tidal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lapangan X merupakan salah satu lapangan eksplorasi PT Saka Energy

BAB I PENDAHULUAN. Lapangan X merupakan salah satu lapangan eksplorasi PT Saka Energy BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lapangan X merupakan salah satu lapangan eksplorasi PT Saka Energy Indonesia yang secara umum terletak di wilayah South Mahakam, sebelah tenggara dan selatan dari Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurunnya angka produksi minyak dan gas bumi dewasa ini memberikan konsekuensi yang cukup besar bagi kehidupan masyarakat. Kebutuhan akan sumber daya minyak dan gas

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN GEOMETRI RESERVOIR

BAB III PEMODELAN GEOMETRI RESERVOIR BAB III PEMODELAN GEOMETRI RESERVOIR III.1 ANALISIS DATA SUMUR DAN SEISMIK Analisis data sumur dilakukan dengan menginterpretasikan log pada sumur sumur di daerah penelitian untuk menentukan marker. Dari

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Bentuk dan Pola Umum Morfologi Daerah Penelitian Bentuk bentang alam daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN Data seismik dan log sumur merupakan bagian dari data yang diambil di bawah permukaan dan tentunya membawa informasi cukup banyak mengenai kondisi geologi

Lebih terperinci

a) b) Frekuensi Dominan ~22 hz

a) b) Frekuensi Dominan ~22 hz Pada tahap akhir pembentukan sistem trak post-rift ini diendapkan Formasi Menggala yang merupakan endapan transgresif yang melampar di atas Kelompok Pematang. Formasi Menggala di dominasi oleh endapan

Lebih terperinci

BAB IV GEOKIMIA PETROLEUM

BAB IV GEOKIMIA PETROLEUM BAB IV GEOKIMIA PETROLEUM 4.1 Analisis Sampel Sampel yang dianalisis dalam studi ini berupa sampel ekstrak dari batuan sedimen dan sampel minyak (Tabel 4.1). Sampel-sampel ini diambil dari beberapa sumur

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Interpretasi Kualitatif Anomali Magnetik di Daerah Semburan Gas

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Interpretasi Kualitatif Anomali Magnetik di Daerah Semburan Gas BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Interpretasi Kualitatif Anomali Magnetik di Daerah Semburan Gas Kabupaten Serang, Banten Dalam penelitian ini dilakukan interpretasi kualitatif berdasarkan data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kegiatan eksplorasi di Cekungan Sumatra Tengah telah dimulai sejak tahun 1924. Pemboran pertama di lokasi Kubu #1 dilakukan pada tahun 1939, kemudian dilanjutkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Peningkatan kebutuhan energi di dunia akan minyak dan gas bumi sebagai bahan bakar fosil yang utama cenderung meningkat seiring dengan perubahan waktu. Kebutuhan dunia

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN 2.1 Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER Tahapan pengolahan data gaya berat pada daerah Luwuk, Sulawesi Tengah dapat ditunjukkan dalam diagram alir (Gambar 4.1). Tahapan pertama yang dilakukan adalah

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DINAMIKA CEKUNGAN

BAB III ANALISIS DINAMIKA CEKUNGAN BAB III ANALISIS DINAMIKA CEKUNGAN 3.1. Pembuatan Model Sejarah Geologi Model sejarah geologi yang dianalisis pada penelitian ini adalah model kurva sejarah pemendaman seperti yang telah dibahas pada bab

Lebih terperinci

Estimasi Porositas pada Reservoir KarbonatMenggunakan Multi Atribut Seismik

Estimasi Porositas pada Reservoir KarbonatMenggunakan Multi Atribut Seismik Estimasi Porositas pada Reservoir KarbonatMenggunakan Multi Atribut Seismik Bambang Hari Mei 1), Eka Husni Hayati 1) 1) Program Studi Geofisika, Jurusan Fisika FMIPA Unhas bambang_harimei2004@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Data 4.1.1 Data Seismik Penelitian ini menggunakan data seismik Pre Stack Time Migration (PSTM) CDP Gather 3D. Penelitian dibatasi dari inline 870 sampai 1050, crossline

Lebih terperinci

KARAKTERISASI RESERVOAR FORMASI BELUMAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE INVERSI IMPENDANSI AKUSTIK DAN NEURAL NETWORK PADA LAPANGAN YPS.

KARAKTERISASI RESERVOAR FORMASI BELUMAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE INVERSI IMPENDANSI AKUSTIK DAN NEURAL NETWORK PADA LAPANGAN YPS. KARAKTERISASI RESERVOAR FORMASI BELUMAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE INVERSI IMPENDANSI AKUSTIK DAN NEURAL NETWORK PADA LAPANGAN YPS Andri Kurniawan 1, Bagus Sapto Mulyatno,M.T 1, Muhammad Marwan, S.Si 2

Lebih terperinci

Bab III Geologi Daerah Penelitian

Bab III Geologi Daerah Penelitian Bab III Geologi Daerah Penelitian Foto 3.4 Satuan Geomorfologi Perbukitan Blok Patahan dilihat dari Desa Mappu ke arah utara. Foto 3.5 Lembah Salu Malekko yang memperlihatkan bentuk V; foto menghadap ke

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Maksud dan Tujuan

Bab I Pendahuluan. I.1 Maksud dan Tujuan Bab I Pendahuluan I.1 Maksud dan Tujuan Pemboran pertama kali di lapangan RantauBais di lakukan pada tahun 1940, akan tetapi tidak ditemukan potensi hidrokarbon pada sumur RantauBais#1 ini. Pada perkembangan

Lebih terperinci

BAB IV PEMODELAN PETROFISIKA RESERVOIR

BAB IV PEMODELAN PETROFISIKA RESERVOIR BAB IV PEMODELAN PETROFISIKA RESERVOIR Pemodelan petrofisika reservoir meliputi pemodelan Vshale dan porositas. Pendekatan geostatistik terutama analisis variogram, simulasi sekuensial berbasis grid (Sequential

Lebih terperinci

Rani Widiastuti Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut t Teknologi Sepuluh hnopember Surabaya 2010

Rani Widiastuti Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut t Teknologi Sepuluh hnopember Surabaya 2010 PEMETAAN BAWAH PERMUKAAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN HIDROKARBON LAPANGAN KYRANI FORMASI CIBULAKAN ATAS CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA DENGAN METODE VOLUMETRIK Rani Widiastuti 1105 100 034 Jurusan Fisika Fakultas

Lebih terperinci

Kata kunci: Interpretasi seismik, Petrofisika, Volumetrik, OOIP

Kata kunci: Interpretasi seismik, Petrofisika, Volumetrik, OOIP PERHITUNGAN VOLUMETRIK CADANGAN HIDROKARBON MENGGUNAKAN DATA PETROFISIK DAN SEISMIK PADA RESERVOIR BATUPASIR FORMASI TALANG AKAR, LAPANGAN CTR, CEKUNGAN SUMATRA SELATAN Citra Fitriani 1, Makharani,S.Si

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv. SARI...v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv. SARI...v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv SARI...v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR TABEL...xv DAFTAR LAMPIRAN... xvi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Daerah penelitian berada pada kuasa HPH milik PT. Aya Yayang Indonesia Indonesia, yang luasnya

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Singkapan Stadion baru PON Samarinda Singkapan batuan pada torehan bukit yang dikerjakan untuk jalan baru menuju stadion baru PON XVI Samarinda. Singkapan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat ekonomis yang ada di Indonesia. Luas cekungan tersebut mencapai

BAB I PENDAHULUAN. sangat ekonomis yang ada di Indonesia. Luas cekungan tersebut mencapai BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penelitian Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan penting dan bernilai sangat ekonomis yang ada di Indonesia. Luas cekungan tersebut mencapai 60.000 km 2 dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Lapangan Ramai terletak di Cekungan Sumatra Tengah, yang merupakan cekungan hidrokarbon penghasil minyak bumi terbesar di Indonesia. Lapangan Ramai ditemukan pada tahun

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI 5.1. Analisis Litologi dari Crossplot Formasi Bekasap yang merupakan target dari penelitian ini sebagian besar tersusun oleh litologi sand dan shale, dengan sedikit konglomerat

Lebih terperinci

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan BAB IV KAJIAN SEDIMENTASI DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN 4.1 Pendahuluan Kajian sedimentasi dilakukan melalui analisis urutan vertikal terhadap singkapan batuan pada lokasi yang dianggap mewakili. Analisis

Lebih terperinci

V. INTERPRETASI DAN ANALISIS

V. INTERPRETASI DAN ANALISIS V. INTERPRETASI DAN ANALISIS 5.1.Penentuan Jenis Sesar Dengan Metode Gradien Interpretasi struktur geologi bawah permukaan berdasarkan anomali gayaberat akan memberikan hasil yang beragam. Oleh karena

Lebih terperinci

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi 3.2.2.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan Penentuan umur pada satuan ini mengacu pada referensi. Satuan ini diendapkan pada lingkungan kipas aluvial. Analisa lingkungan pengendapan ini diinterpretasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya memiliki status plug and abandon, satu sumur menunggu

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya memiliki status plug and abandon, satu sumur menunggu BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak dan gas bumi yang cukup besar, baik dari jumlah minyak dan gas yang telah diproduksi maupun dari perkiraan perhitungan

Lebih terperinci