Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang Permasalahan

Transkripsi

1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Permasalahan Cekungan belakang busur di Indonesia umumnya berupa cekungan yang kaya akan hidrokarbon dengan mekanisme pembentukan cekungan didominasi oleh mekanisme rifting berupa cekungan berbentuk graben atau separo graben. Pembentukan cekungan akibat mekanisme rifting ini akan menyebabkan terjadinya kenaikan panas didalam cekungan sedimen sebagai akibat dari terjadinya penipisan kerak, sehingga jarak cekungan sedimen terhadap mantel sebagai sumber panas semakin dekat, dengan demikian maka terjadi penambahan panas yang dicirikan dengan naiknya temperatur formasi. Selain dari penipisan kerak, aktivitas volkanisme juga akan berakibat terjadinya kenaikan temperatur walaupun parioda dan jarak efeknya sangat terbatas. Data temperatur ini dapat diamati pada pengambilan data temperatur pada sumur-sumur pemboran hidrokarbon. Sebagai contoh terlihat pada peta gradien geotermal masa kini pada Gambar I.1 untuk cekungan-cekungan belakang busur di Indonesia (Situmorang dkk, 1983) ataupun dalam bentuk alir bahang masa kini (Thamrin, 1985) seperti terlihat pada Gambar I.2. Cekungan belakang busur di Indonesia memiliki nilai gradien geotermal atau alir bahang masa kini yang tinggi dengan nilai lebih besar dari 125 mw m -2 teramati pada cekungan-cekungan Sumatra Utara (Sudarman dan Hochstein, 1993), Sumatra Tengah, Sumatra Selatan (Thamrin, 1985; Sudarman, dan Hochstein, 1993), Salawati dan Bintuni (Gambar I.2). Menurut Thamrin (1985) tingginya nilai gradien geotermal atau alir bahang ini diduga akibat dari adanya diapirism magmatik dangkal, sedangkan Situmorang dkk. (1983) mengatakan bahwa variasi nilai gradien geotermal atau alir bahang ini kemungkinan memperlihatkan variasi tingkat extention yang terdapat pada setiap cekungan. 1

2 Gambar I.1. Peta gradien geotermal cekungan-cekungan belakang busur di Indonesia barat (Situmorang dkk, 1983) Gambar I.2. Peta alir bahang masa kini cekungan-cekungan di Indonesia barat (Thamrin, 1985) Cekungan belakang busur Tersier di Sumatera Selatan (Gambar I.3) terbentuk dalam dua fasa yaitu fasa rifting pada Kala Paleogen dan fasa sag pada Kala Neogen. Fasa rifting dicirikan dengan terjadinya penipisan kerak membentuk graben berupa berupa graben penuh maupun separo graben. Sedangkan dalam fasa sag dicirikan dengan fasa tektonik stabil, bahkan berubah menjadi tektonik 2

3

4

5

6

7 I.2 Perumusan Masalah Berdasarkan tahapan umum pembentukan Cekungan Sumatera Selatan berupa cekungan separo graben akibat mekanisme rifting yang dilanjutkan dengan fasa sag, serta diakhiri oleh aktifitas volkanisme, dengan kondisi pematangan hidrokarbon dengan terjadinya supresi pada vitrinit akan memberikan model geologi yang khas dalam perkembangan temperatur dari waktu ke waktu. Didasari oleh tingginya nilai alir bahang masa kini maka kedalaman moho sebagai sumber panas dari cekungan sedimen di atasnya semestinya tidak terlalu dalam. Untuk itu diperlukan penjelasan tentang terjadinya kejadian tersebut. I.3 Ruang Lingkup dan Pembatasan Masalah Penelitian ini akan dibatasi pada sub-cekungan di Cekungan Sumatera Selatan berupa hasil penelitian dari desertasi dari Ryacudu (2005). Dari dua puluh lima (25) penampang lintasan seismik komposit yang ditampilkan pada disertasi dari Ryacudu (2005), akan dipilih beberapa penampang yang melalui ke tiga pola subcekungan yang ada, yaitu pola Jambi (berarah NE-SW), pola Sunda (berarah N-S) dan pola Sumatra (berarah NW-SE), serta beberapa sumur yang berada atau yang berdekatan dengan penampang lintasan seismik komposit yang dipilih. I.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan mekanisme pembentukan sejarah pemanasan pada cekungan belakang busur di Sumatera yang kemudian diaplikasikan ke dalam penentuan waktu pembentukan hidrokarbon. Serta diharapkan dapat digunakan pada cekungan-cekungan sejenis ditempat lain. 7

8 I.5 Hipotesis Kerja dan Asumsi-Asumsi I.5.1 Hipotesa Kerja Model pemanasan cekungan belakang busur dipengaruhi oleh kenaikan alir bahang pada fasa rifting dan juga aktifitas volkanisme pada fasa emplacement dari jalur magmatisme. I.5.2 Asumsi Litosfer adalah lapisan tipis elastis yang akan merespon terhadap beban eksternal dan internal (Braitenberg dkk. 2002). Beban eksternal adalah relief topografi dan beban internal adalah perbedaan densitas batuan secara vertikal, mengikuti prinsip isostasi Airy. Penipisan kerak berpengaruh langsung terhadap kenaikan temperatur pada lapisan sediment. I.6 Hasil yang Diharapkan Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah mendapatkan mekanisme pembentukan cekungan belakang busur beserta pengaruh yang ditimbulkan oleh mekanisme tersebut terhadap pembentukan sejarah pemanasan cekungan pada Cekungan Sumatera Selatan. Lebih jauh lagi adalah pengaruh pembentukan sejarah pemanasan cekungan terhadap sejarah kematangan hidrokarbon yang terdapat dalam cekungan tersebut. I.7 Pentingnya Penelitian Penelitian ini akan memberikan pengertian tentang pengaruh sejarah pembentukan cekungan belakang busur terhadap sejarah pemanasan cekungan yang pada akhirnya akan diaplikasikan kepada penentuan sejarah kematangan hidrokarbon. 8

9 Serta diharapkan dapat diaplikasikan pada cekungan lain yang memiliki sejarah pembentukan cekungan yang sama. I.8 Kebaruan Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah mengaplikasikan pengaruh fasa rifting pada evolusi pemanasan cekungan yang akan berakibat terjadinya perbedaan dalam sejarah kematangan hidrokarbon pada cekungan yang diteliti. Fasa rifting akan dicirikan dengan kenaikan gradien geotermal atau alir bahang pada fasa rifting yang kemudian secara perlahan akan menurun pada fasa sag. Sejauh pengetahuan penulis selama ini hal tersebut belum pernah dilakukan terutama pada Cekungan Sumatra Selatan. 9