BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dermaga adalah suatu bangunan pelabuhan yang digunakan untuk merapat dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dermaga adalah suatu bangunan pelabuhan yang digunakan untuk merapat dan"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Berfikir Dermaga adalah suatu bangunan pelabuhan yang digunakan untuk merapat dan menambahkan kapal yang melakukan bongkar muat barang dan menaik-turunkan penumpang. Bentuk dan dimensi dermaga tergantung pada jenis dan ukuran kapal yang bertambat pada dermaga tersebut. Dermaga harus direncanakan sedemikian rupa sehingga kapal dapat merapat dan bertambat serta melakukan kegiatan di pelabuhan dengan aman, cepat dan lancar (Triatmodjo. 2009). Dermaga dapat dibedakan menjadi tiga tipe yaitu, Wharf, Pier dan Jetty. Wharf adalah dermaga yang paralel dengan pantai dan biasanya berhimpit dengan garis pantai. Pier adalah dermaga yang berada pada garis pantai dan posisinya tegak lurus dengan garis pantai (berbentuk jari). Jetty adalah dermaga yang menjorok ke laut sedemikian sehingga sisi depannya berada pada kedalaman yang cukup untuk merapat kapal. 1. Wharf Dermaga bentuk wharf ini berbenuk memanjang, posisi muka dermaga sejajar dengan garis pantai, dimana kapal-kapal yang bertambat akan berderet memanjang, dermaga dengan bentuk memanjang ini dibangun bila garis kedalaman kolam pelabuhan hampir merata sejajar dengan garis pantai. Bentuk II-1

2 dermaga memanjang ini biasa digunakan pada pelabuhan barang, di mana dibutuhkan suatu lapangan terbuka guna kelancaran dalam melayani penangan pergerakan barang. Gambar 2.1: Dermaga Tipe Wharf 2. Pier Pier adalah dermaga yang membentuk sudut terhadap garis pantai, bentuk dermaga menyerupai jari dan dapat ditambatkan kapal pada kedua sisinya sehingga dapat digunakan untuk menyandarkan kapal lebih banyak untuk satusatuan panjang pantai. Dermaga ini biasanya dibangun bila garis kedalaman terbesar menjorok ke laut dan tidak teratur, dermaga ini dibangun khusus untuk melayani kapal dengan muatan umum. II-2

3 Gambar2.2: Dermaga Tipe Pier 3. Jetty Dermaga berbentuk jetty adalah adalah dermaga yang membentuk sudut terhadap garis pantai, dermaga ini dibangun bila garis kedalaman jauh dari pantai dan tidak diinginkan adanya pengerukan kolam pelabuhan yang besar, yang berkaitan dengan stabilitas lingkungannya, dermaga jetty ini dapat ditambatkan kapal pada kedua sisinya, antara dermaga dan pantai dihubungkan dengan jembatan penghubung (approach trestle) yang berfungsi sebagai penerus dalam lalu lintas barang. II-3

4 Gambar 2.3: Dermaga Tipe Jetty Adapun pemilihan bentuk/tipe dermaga didasarkan pada ditinjaun terhadap; topografi di daerah pantai, jenis kapal yang dilayani/yang akan beroperasi serta daya dukung tanah di sekitar area rencana pelabuhan. II-4

5 Gambar 2.4: Beberapa bentuk tipe dermaga pelabuhan 2.2. Hidro Oceanografi Tinjauan hidro-oseanografi adalah menyangkut tinjauan pengaruh hidrodinamika perairan laut. Parameter utama yang biasanya diperhitungkan adalah pasang surut, gelombang dan angin Pasang Surut Pasang surut adalah fluktuasi muka air laut karena adanya gaya tarik benda-benda di langit, terutama matahari dan bulan terhadap massa air laut di bumi. Gaya tarik menarik ini tergantung dari jarak bumi dengan benda langit dan massa benda II-5

6 langit itu sendiri. Jadi, meskipun massa bulan jauh lebih kecil dari massa matahari, tetapi karena jaraknya terhadap bumi jauh lebih dekat, maka pengaruh gaya tarik bulan terhadap bumi lebih besar daripada pengaruh gaya tarik matahari. Pasang surut merupakan faktor penting dari geomorfologi pantai, dalam hal ini berupa perubahan teratur muka air laut sepanjang pantai dan arus yang dibentuk oleh pasang. Selain itu pengetahuan tentang pasang surut adalah penting di dalam perencanaan bangunan pantai, pelabuhan dan vegetasinya. Proses akresi dan abrasi pantai terjadi selama adanya pasang dan adanya aksi gelombang balik yang mempengaruhi siklus pasang. Bentuk pasang surut di berbagai daerah tidak sama. Menurut Bambang Triatmojo (1999) pasang surut yang terjadi di berbagai daerah dibedakan menjadi empat tipe yaitu : 1. Pasang surut harian ganda (semi diurnal tide) Pasang surut tipe ini adalah dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut dengan tinggi yang hampir sama dan pasang surut terjadi secara berurutan dan teratur. Periode pasang surut rata-rata adalah 12 jam 24 menit. 2. Pasang surut harian tunggal (diurnal tide) Pasang surut tipe ini apabila dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut dengan periode pasang surut 24 jam 50 menit. II-6

7 3. Pasang surut campuran condong ke harian ganda (mixed tide prevailing diurnal) Pasang surut tipe ini apabila dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut, tetapi tinggi dan periodenya berbeda. 4. Pasang surut campuran condong ke harian tunggal (mixed tide prevailing diurnal) Pada tipe ini dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut, tetapi kadang-kadang untuk sementara waktu terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi dan periode yang sangat berbeda. Klasifikasi tipe pasang surut ditentukan dengan besaran nilai F yang dihitung berdasarakan rumus sebagai berikut : K1( A) + O1( A) F = M 2( A) + S2( A) (2.1) 1. 0,00<F<0,25 : Pasut semi diural murni 2. 0,25<F<1,50 : Pasut campuran semi diural 3. 1,50<F<3,00 : Pasut campuran diural 4. F>3,00 : Pasut diural murni Mengingat elevasi muka air laut selalu berubah setiap saat, maka diperlukan suatu elevasi yang ditentukan berdasarkan data pasang surut yang dapat digunakan sebagai pedoman di dalam perencanaan suatu bangunan pantai. Beberapa elevasi tersebut adalah sebagai berikut : 1. Muka air tinggi (high water level), yaitu muka air tertingi yang dicapai pada saat air pasang dalam satu siklus pasang surut. 2. Muka air rendah (low water level), yaitu muka air terendah yang dicapai pada saat air surut pada satu siklus pasang surut. II-7

8 3. Muka air tinggi rata-rata (mean high water level, MHWL), yaitu ratarata dari muka air tinggi selama periode 19 tahun. 4. Muka air rendah rata-rata (mean low water level, MLWL), yaitu rata-rata dari dari muka air rendah selama periode 19 tahun. 5. Muka air laut rata-rata (mean sea Level, MSL), yaitu muka air rata-rata antara muka air tinggi rata-rata dan muka air rendah rata-rata. Elevasi ini digunakan sebagai referensi untuk elevasi di daratan. 6. Muka air tinggi tertinggi (highes high water level, HHWL), yaitu muka air tertinggi pada saat pasang surut purnama dan pasang surut perbani. 7. Muka air rendah terendah (lowes low water level, LLWL), yaitu muka air terendah pada saat pasang surut purnama dan pasang surut perbani. Dalam perencanaan suatu bangunan pantai, penentuan muka air laut ditentukan berdasarkan pengukuran pasang surut selama minimal 15 hari. Hal ini disebabkan karena untuk mendapatkan data pengukuran pasang surut selama 19 tahun sulit dilakukan. Untuk perencanaan suatu bangunan pantai maka harus ditentukan terlebih dahulu elevasi muka air laut rencana. Elevasi tersebut merupakan penjumlaha dari beberapa parameter. Parameter-parameter tersebut yaitu pasang surut, tsunami, wave set-up, wind set-up, dan kenaikan muka air laut karena pemanasan global. Dalam kenyataan kemungkinan terjadinya faktor-faktor tersebut secara bersamaan II-8

9 adalah sangat kecil. Oleh karena itu beberapa parameter tersebut dapat digabungkan Gambar 2.5. menunjukan elevasi muka air rencana yang diakibatkan parameter-parameter tersebut diatas. Gambar 2.5: Elevasi muka air laut rencana (Teknik Pantai 1999) Gelombang Gelombang adalah pergerakan naik turunnya air laut disepanjang permukaan air. Gelombang terjadi kerena adanya angin yang bertiup di atas permukaan perairan yang menimbulkan gaya tekan ke bawah, gaya ini akan mendorong permukaan air menjadi lebih rendah dibandingkan dengan tempat di sekitarnya yang mengakibatkan ketidakseimbangan sehingga terjadi dorongan massa air yang lebih tinggi untuk mengisi tempat yang lebih rendah. Gelombang dapat juga II-9

10 menimbulkan energi untuk membentuk pantai, menimbulkan arus dan transpor sedimen dalam arah tegak lurus dan sepanjang pantai, serta menyebabkan gayagaya yang bekerja pada bangunan pantai. Proses tersebut akan berlangsung terus menerus sesuai dengan energi kecepatan angin yang menekannya. Gelombang merupakan faktor utama di dalam penentuan tata letak (layout) pelabuhan, alur pelayaran, perencanaan bangunan pantai dan sebagainya. Gelombang yang merambat dari laut dalam menuju pantai mengalami perubahan bentuk karena pengaruh perubahan kedalaman laut. Berkurangnya kedalaman laut menyebabkan semakin berkurangnya panjang gelombang dan bertambahnya tinggi gelombang. Pada saat kemiringan gelombang (perbandingan antara tinggi dan panjang gelombang) mencapai batas maksimum, gelombang akan pecah. Gelombang yang telah pecah tersebut merambat terus ke arah pantai sampai akhirnya gelombang bergerak naik dan turun pada permukaan pantai (uprush dan downrush). Definisi yang berkaitan dengan karakteristik gelombang di daerah sekitar pantai disajikan dalam gambar 2.6. II-10

11 Gambar 2.6: Definisi dan karakteristik gelombang di daerah pantai (Teknik Pantai 1999) Daerah dari garis gelombang pecah ke arah laut disebut dengan offshore. Sedang daerah yang terbentang ke arah pantai dari garis gelombang pecah dibedakan menjadi tiga daerah yaitu breaker zone, surf zone dan swash zone. Daerah gelombang pecah (breaker zone) adalah daerah dimana gelombang yang datang dari laut (lepas pantai) mencapai ketidakstabilan dan pecah. Surf zone adalah daerah yang terbentang antara bagian dalam dari gelombang pecah dan batas naik turunnya gelombang di pantai. Sedangkan swash zone adalah daerah yang dibatasi oleh garis batas tertinggi naiknya gelombang dan batas terendah turunnya gelombang di pantai. Ditinjau dari profil pantai, daerah ke arah pantai dari garis gelombang pecah dibagi menjadi tiga daerah yaitu inshore, foreshore dan backshore. Perbatasan II-11

12 antara inshore dan foreshore adalah batas antara air laut pada saat muka air rendah dan permukaan pantai. Proses gelombang pecah di daerah inshore sering menyebabkan terbentuknya longshore bar, yaitu gumuk pasir yang memanjang dan kira-kira sejajar dengan garis pantai. Foreshore adalah daerah yang terbentang dari garis pantai pada saat muka air rendah sampai batas atas dari uprush pada saat air pasang tinggi. Profil pantai di daerah ini mempunyai kemiringan yang lebih curam daripada profil di daerah inshore dan backshore. Backshore adalah daerah yang dibatasi oleh foreshore dan garis pantai yang terbentuk pada saat terjadi gelombang badai bersamaan dengan muka air tinggi. Penentuan besar gelombang dapat dilakukan dengan pengukuran langsung di lapangan atau menggunakan metode peramalan dengan memakai peremeter tertentu.pengukuran gelombang secara langsung jarang dilakukan karena besarnya tingkat kesulitan serta biaya yang tinggi. Oleh karena itu maka gelombang diramalkan dengan menggunakan data angin. Dalam peramalan gelombang ini ada beberapa parameter yang digunakan, yaitu : 1. Kecepatan angin (U) di permukaan laut 2. Arah angin 3. Panjang daerah pembangkitan angin (fetch) 4. Lama hembus angin atau durasi angin II-12

13 Dari parameter di atas dapat diramalkan tinggi gelombang (H) dan periode gelombang (T) yang terjadi dengan menggunakan gambar 2.7. Gambar 2.7: Grafik Peramalan Gelombang (Dasar-dasar Perencanaan Bangunan Pantai, 1999) Selain dengan menggunakan grafik diatas, besarnya tinggi gelombang dan periode gelombang juga dapat dicari dengan menggunakan formula-formula empiris berdasarkan spektrum gelombang. Untuk keperluan peramalan gelombang biasanya digunakan kecepatan angin pada ketinggian 10 m. apabila kecepatan tidak diukur pada ketinggian tersebut maka kecepatan angin perlu dikoreksi terhadap ketinggian dengan formulasi sebagai berikut (Pratikto. Dkk, 2000): II-13

14 10 10 z 1 7 U ( ) = U ( z) nilai d < 20 (2.2) Disamping itu juga perlu dilakukan koreksi stabilitas terhadap perbedaan temperature udara dan air dengan formulasi berikut : U = U * R * R (2.3) w L L T Gambar 2.8: Grafik Koefisien Koreksi Temperatur (CERC, 1984) II-14

15 Gambar 2.9: Grafik Koefisien Koreksi Angin (CERC, 1984) Peramalan gelombang berdasarkan pada kecepatan angin, lama hembus dan fetch serta hubungan panjang fetch (F) dan factor tegangan angin (U A ) U A = U (2.4) Untuk keperluan perencanaan bangunan-bangunan pantai perlu dipilih tinggi dan periode gelombang individu (individual wave) yang dapat mewakili suatu spektrum gelombang. Gelombang tersebut dikenal dengan gelombang representatif. Apabila tinggi gelombang diurutkan dari nilai tertinggi ke terendah atau sebaliknya, maka akan dapat ditentukan tinggi Hn yang merupakan rata-rata dari n persen gelombang tertinggi. Bentuk yang paling banyak digunakan adalah H33 atau nilai tertinggi dari 33% nilai tertinggi dari pencatatan gelombang yang II-15

16 juga disebut sebagai tinggi gelombang signifikan H. Sementara untuk mengetahui periode gelombang signifikan dapat digunakan rumus berikut : H gf U A = 1,6 *10 (2.5) 2 U g A gf U A T = 2,875*10 (2.6) 2 U g A dimana : Hs = tinggi gelombang signifikan (m) U10 g T = kecepatan angin sekitar 10 meter dari darat = percepatan gravitasi (9,81 m/dt2) = periode gelombang (dt) Gelombang yang menjalar dari laut dalam menuju pantai mengalami perubahan bentuk karena adanya pengaruh kedalaman laut. Dilaut dalam profil gelombang adalah sinusoidal, semakin menuju ke perairan yang lebih dangkal puncak gelombang akan semakin tajam dan lembah gelombang semakin datar. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya gelombang pecah karena gelombang tidak stabil. Kedalaman gelombang pecah ini dapat dihitung dengan rumus dibawah ini: hb = 1 Tp (2.6) Hb C2 C1Hb gt 2 C1 = 43,75(1 e 19m ) (2.7) C2 = 1,56 (1+e 19m ) (2.8) II-16

17 dimana : hb : kedalaman gelombang pecah (m) Hb T m : ketinggian gelombang pecah (m) : periode gelombang (dt) : kemiringan pantai Angin Angin dapat menyebabkan terjadinya gelombang maupun arus permukaan, serta tarikan dan dorongan akan. Dalam tugas akhir ini pengaruh angin digunakan sebagai pembanding dalam perencanaan bolard. Sirkulasi udara yang kurang lebih sejajar dengan permukaan bumi disebut angin. Gerakan udara ini disebabkan oleh perubahan temperatur atmosfer. Pada waktu udara dipanasi, rapat massanya berkurang yang berakibat naiknya udara tersebut yang kemudian diganti oleh udara yang lebih dingin disekitarnya. Perubahan temperatur di atmosfer disebabkan oleh perbedaan penyerapan panas oleh tanah dan air, atau perbedaan panas di gunung dan lembah, atau perubahan yang disebabkan oleh siang dan malam, atau perbedaan suhu pada belahan bumi bagian utara dan selatan karena adanya perbedaan musim dingin dan panas. Daratan lebih cepat menerima panas daripada air (laut) dan sebaliknya daratan juga lebih cepat melepaskan panas. Oleh karena itu pada waktu siang hari daratan lebih panas daripada laut. Udara di atas daratan akan naik dan diganti oleh udara dari laut, II-17

18 sehingga terjadi angin laut. Sebaliknya, pada waktu malam hari daratan lebih dingin daripada laut, udara di atas laut akan naik dan diganti oleh udara dari daratan sehingga terjadi angin darat. Angin yang berhembus di atas permukaan air akan memindahkan energinya ke air. Kecepatan angin akan menimbulkan tegangan pada permukaan air laut, sehingga permukaan air yang semula tenang akan terganggu dan timbul riak gelombang kecil di atas permukaan air. Apabila kecepatan angin bertambah, riak tersebut menjadi semakin besar, dan apabila angin berhembus terus akhirnya akan terbentuk gelombang. Semakin lama dan semakin kuat angin berhembus, semakin besar gelombang yang terbentuk. Arah angin masih bisa dianggap konstan apabila perubahan-perubahannya tidak lebih dari 150 dan perubahan kecepatan angin tidak lebih dari 5 knot (2,5 m/dt) terhadap kecepatan rerata. Data angin yang digunakan untuk peramalan gelombang adalah data di permukaan laut pada lokasi pembangkitan. Data dapat diperoleh dari pengukuran langsung di atas permukaan laut atau pengukuran di darat di dekat lokasi peramalan yang kemudian di konversi menjadi data angin di laut. Kecepatan angin diukur dengan anemometer, dan biasanya dinyatakan dalam knot dimana 1 knot =1,852 km/jam = 0,514 m/dt. Data angin dicatat tiap jam dan biasanya disajikan dalam bentuk table. Dengan pencatatan angin jam-jaman tersebut akan II-18

19 dapat diketahui angina dengan kecepatan tertentu dan durasinya, kecepatan angin maksimum, arah angin dan dapat pula dihitung kecepatan angin rerata harian. Jumlah data angin seperti yang ditunjukkan dalam tabel untuk beberapa tahun pengamatan adalah sangat besar. Untuk itu data tersebut harus diolah dan disajikan dalam bentuk tabel (ringkasan) atau diagram yang disebut dengan Mawar angin (Wind rose). Penyajian dapat diberikan dalam bentuk bulanan, tahunan, atau untuk beberapa tahun pencatatan. Dengan tabel atau mawar angin tersebut maka karakteristik angin dapat dibaca dengan cepat dan akurat. II-19

20 Gambar 2.10: Wind Rose Data angin diperlukan untuk peramalan tinggi dan periode gelombang. Hubungan antara angin diatas permukaan laut dengan angina di atas daratan diberikan oleh RL=Uw/UL. II-20

21 Gambar 2.11: Hubungan kecepatan angin ai laut dan darat (Teknik Pantai, 1999) Rumus-rumus dan grafik-grafik pembangkitan gelombang mengandung variable UA yaitu faktor tegangan angin (wind stress factor) yang dapat dihitung dari kecepatan angin. Setelah dilakukan berbagai konversi kecepatan angin, faktor tegangan angin dapat dihitung dengan persamaan berikut : 1,23 UA = 0,71U (2.9) Dimana: UA : faktor tegangan angin U : kecepatan angin (m/dt) II-21

22 2.2.4 Fetch Di dalam tinjauan pembangkitan gelombang di laut, fetch di batasi oleh bentuk daratan yang mengelilingi laut. Fetch dilakukan untuk mengetahui angina dominan. Di daerah pembentukan gelombang, gelombang tidak hanya dibangkitkan dalam arah yang sama dengan arah angin tetapi juga dalam berbagai sudut terhadap arah angin. Fetch rata-rata efektif diberikan oleh persamaan berikut: (2.10) dimana Feff : fetch rata-rata efektif. Xi : panjang segmen fetch yang diukur dari titik observasi gelombang ke ujung akhir fetch. α : deviasi pada kedua sisi dari arah angin, dengan menggunakan pertambahan 6 sampai sudut sebesar 42 pada kedua sisi dari arah angin Bathimetri dan Topografi Peta bathimetri diperlukan untuk mengetahui keadaan kedalaman laut (elevasi) disekitar lokasi pekerjaan atau penelitian yang dapat digunakan untuk mengetahui kondisi gelombang. Selain itu juga dapat digunakan pada kegiatan pengerukan II-22

23 yang dilakukan untuk menentukan volume pekerjaan dan akhirnya untuk menentukan biaya. Pengukuran bathimetri disekitar lokasi pekerjaan atau penelitian merupakan suatu hal yang sangat diperlukan dalam suatu perencanaan. Gambar 2.12: Peta Bathimetri Pengukuran bathimetri biasanya dilakukan disepanjang pantai, yaitu sekitar 1 km ke arah barat dan 1 km ke arah timur dan dalam arah tegak lurus pantai sepanjang 100 m ke arah darat dan 100 m ke arah laut sampai garis pantai pada muka air surut terendah dan dari hasil pengukuran nantinya bisa didapatkan besar dari kemiringan dasar laut. Sedangkan tujuan dari pengukuran bathimetri itu sendiri adalah : 1. Mendapatkan informasi kedalaman dasar laut yang ditentukan dari kedudukan MSL. 2. Mendapatkan data yang akan dianalisis lebih lanjut untuk keperluan penelitian dan perencanaan. II-23

24 Ketidaktelitian pada pekerjaan pemetaan bathimetri dapat menyebabkan elevasi yang tidak sesuai maupun perbedaan volume aktual pada pekerjaan pengerukan yang cukup besar. Karena mengingat pentingnya pemetaan bathimetri sehingga harus dilakukan dengan baik. Pemetaan bathimetri dapat dilakukan dalam dua cara yakni secara manual dan automatic. Gambar dan merupakan bagan alir dari dua metode yang dapat dilakukan dalam pengukuran pemetaan bathimetri Sedangkan prosedur utama pemetaan bathimetri adalah : 1. Penentuan datum untuk beberapa pekerjaan. 2. Pemasangan alat ukur atau pencatat pasang surut yang dikaitkan dengan datum yang sudah ditentukan. 3. Pekerjaan sounding yang harus dikorelasikan dengan waktu pelaksanaannya. 4. Penentuan posisi kendaraan pada waktu sounding harus dilakukan dengan cara yang tepat dan benar. 5. Echosounder harus dikalibrasikan sebelum digunakan. Gambar 2.13: Bathimetri secara manual II-24

25 Gambar 2.14: Bathimetri secara Automatic 2.3 Struktur Dermaga Beban vetikal Beban vertikal adalah sebuah gaya yang membebani struktur dermaga dari arah atas maupun dari arah bawah (sumbu Z) pada struktur dermaga dan dapat dikategorikan sebagai beban (dead load) dan beban hidup (live load). a. Beban Mati (Dead Load) Beban mati (dead load) merupakan beban yang sifanya tetap atau diam, pada umumnya yang tergolong sebagai beban mati (dead load) adalah berat dari semua bagian dari suatu bangunan yang bersifat tetap, termasuk segala untur tembahan. Mesin-mesin serta peralatan tetap lainnya yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari suatu bangunan tersebut. II-25

26 Beban mati yang diasumsikan bekerja sebagai beban vertikal adalah beban yang bersifat tetap yaitu berat sendiri struktur, beban yang diperhitungkan dalam perencanaan struktur dermaga adalah sebagai berikut: 1. Massa jenis air : 1000 kg/m3 2. Massa jenis air laut : 1025 kg/m3 3. Beton bertulang : 2400 kg/m3 4. Baja : 7850 kg/m3 5. Pasir : 1600 kg/m3 (Sumber : Ranguman PPIUG 1983) b. Beban hidup (Live load) Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu bangunan, dan kedalamnya termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari benda-benda yang berpindah-pindah, maupun beban-beban lainnya yang bersifat sementara. Beban hidup yang diasumsikan bekerja sebagai beban vertikal adalah beban yang bersifat sementara/bergerak, beban hidup yang diperhitungkan dalam perencanaan struktur dermaga adalah sebagai berikut: II-26

27 1) Beban Hidup Terdistribusi Merata Beban hidup terdistribusi merata atau disebut juga dengan UDL (Uniformly Distributed Load) diperhitungkan sebagai berikut: - Beban hidup terdistribusi merata pada struktur jetty sebesar 4 ton/m2. 2) Beban Kendaraan Truck Truk adalah salah satu yang digunakan sebagai alat bongkar muat barang di PT Krakatau Bandar Samudera (KBS), dalam kasus ini truk dapat diasumsikan sebagai beban hidup yang membebani struktur dermaga. Bentuk dari truk yang digunakan sebagai asumsi beban hidup adalah seperti Gambar 2.15 berikut: Gambar 2.15: Beban Truck T (SNI T ) II-27

28 2.3.2 Beban Horizontal Beban horizontal yang bekerja pada struktur dermaga adalah beban/gaya yang bekerja searah sumbu X dan Y pada struktur dermaga, atau gaya yang membebani sruktur dari arah samping dermaga, pebebanan horizontal pada struktur dermaga dapat dikategorikan sebagai berikut: a. Gaya Benturan Kapal Gaya benturan kapal (berthing) adalah gaya timbul pada saat kapal akan merapat pada dermaga, yang disebabkan kapal masih mempunyai kesepatan, sehingga terjadi benturan antara kapal dengan dermaga, dalam perencanaannya, benturan maksimum akan terjadi apabila kapal bermuatan penuh menghantam dermaga pada susdut 10 o terhadap sisi depan dermaga, gaya benturan diterima dermaga dan energi benturan diserap oleh fender pada dermaga. Beban reaksi fender diperhitungkan berdasarkan berthing energi fender yang direncanakan yang kemudian dihubungkan dengan performance curve. Beban reaksi fender akibat pengaruh angin dan arus tidak diperhitungkan mengingat beban reaksi fender akibat berthing energi lebih dominan. Beban friksi fender juga diperhitungkan dalam perencanaan struktur dengan koefisien friksi diambil 0.2. Hal ini mengacu kepada BS6349 Part 4. II-28

29 Tabel 2.1. Kecepatan Merapat kapal pada dermaga (Triamodjo, 2003) Ukuran Kapal (DWT) Sampai Di atas Kecepatan Merapat Pelabuhan (m/s) Laut Terbuka (m/s) 0,25 0,30 0,15 0,20 0,15 0,15 0,12 0,15 Referensi : Tabel 6.1 (Perencanaan pelabuhan, Bambang Triatmodjo) Gambar 2.16: Geometri kapal saat sandar (BS 6349 part ) Gaya berthing ditentukan dari energi berthing kapal yang dihitung berdasarkan rumus berikut: II-29

30 E = 1 2 xmdx VB2 xcexcmxcsxcc (2.11) Ean = SFxE (2.12) dimana: E = berthing energi kapal (kn.m) MD = displacement of the ship (ton) VB = kecepatan merapat kapal (m/s) 0.15 m/s CE = faktor eksentrisitas = K2 + R 2 Cos 2 γ K 2 + R 2 (2.13) Dengan: R = distance of the point of contact from the centre of mass (m) K = radius girasi = (0,19C b + 0,11L) (2.14) Dengan C b = Block Coefficient Cb = MD L x B x D x w (2.15) II-30

31 Dengan: L = length of the hull between perpendiculars (m) w = berat jenis air laut CM = koefisien hydrodynamic mass = 1 + 2D B (2.16) Dengan: D = draught (m) B = beam (m) CS = faktor kehalusan,1.0 (dianggap dinding kapal tidak berdeformasi) CC = koefisien konfigurasi merapat 1.0 α = sudut merapat (degree) 10 o SF = safety factor (1.5) b. Gaya Benturan Kapal Beban tambat kapal merupakan beban langsung yang diakibatkan oleh tarikan kapal. Beban ini ditransformasikan pada struktur melalui bollard. II-31

32 Gaya tarikan pada bollard diambil sebesar 100 ton, yang merupakan kapasitas bollard. Mooring line yang menghasilkan gaya tarik yang ekstrim pada dermaga terbagi menjadi 2 kondisi, yaitu: Angin sejajar dengan struktur dermaga (Long Wind) Angin tegak lurus struktur dermaga (Cross Wind) Skema mooring line ditunjukan pada berikut: Gambar 2.17: Sketsa mooring line Dimensi bollard dapat juga ditentukan berdasarkan referensi di bawah ini. II-32

33 Tabel 2.2. Mooring Load (OCDI) c. Beban Arus Beban arus adalah beban yang diakibatkan oleh tekanan arus pada struktur tiang dermaga, besar gaya yang disebabkan oleh perilaku arus dihitung melalui (OCDI hal ). Untuk keperluan perencanaan awal, beban arus diperhitungkan sebagai berikut. Operasional : 1.00 knot; Ekstrim : 1.50 knot; Arus yang dipengaruhi oleh drag load pada tiang pancang diperhitungkan berdasarkan pada BS6349 : Part Clause 38.2, dengan persamaan sebagai berikut. FD = 1 2 x CD x p x V2 x AB (2.17) II-33

34 dimana: FD = total drag force per satuan panjang; CD = koefisien drag; p = berat jenis air laut; V = kecepatan arus rencana; An = proyeksi area per satuan panjang; Nilai koefisien CD digunakan untuk menghitung drag force dari arus yang ditampilkan pada tabel dibawah ini. Nilai untuk elemen yang berbentuk silinder berhubungan dengan Bilangan Reynold dari elemen tersebut. Bilangan Reynold untuk air dengan temperatur yang normal dihitung berdasarkan rumus berikut: Re = 9,3 VD x 10 5 (sec/m 2 ) (2.18) Dengan D adalah diameter tiang pancang. Perhitungan beban di hitung sebagai berikut; Pile SSP 914 T = 16Value II-34

35 Tabel 2.3. Mooring Load (OCDI) d. Beban Gelombang Beban gelombang pada struktur yang diperhitungkan hanyalah beban terhadap tiang pancang. Beban gelombang pada struktur deck tidak diperhitungkan. Elevasi deck direncanakan akan cukup tinggi untuk menghindari beban angkat gelombang. Beban gelombang pada pile dihitung menggunakan persamaan Morison saat panjang gelombang lima kali lebih besar dari diameter pile, sesuai dengan BS 6349 : Part 1 : 2000, Clause 39.4, Wave Force. Persamaan Morison adalah sebagai berikut: F = Fi+, Fd = C1p πd2 du + Cd 1 3 pdu u (2.19) 4 dt 2 L>5D II-35

36 Dimana : F = gaya horizontal per satuan panjang pile (kn/m) Fi = gaya inersia per satuan panjang pile (kn/m) Fd = drag force per satuan panjang pile (kn/m) p = berat jenis air (1.025 t/m3 untuk air laut) D = diameter pile (m) + allowance for marine growth 0.15m U(du/dt) = kecepatan horizontal partikel air pada axis pile (m/s) Ci = inersia atau koefisien massa (Ci = 2.0 untuk tube pile) Cd = koefisien drag (Cd = 1.0 untuk tube pile) L = panjang gelombang e. Beban Angin Beban angin yang bekerja pada permukaan dari struktur atas dermaga, dengan proyeksi area A, dihitung berdasarkan BS 5400 : Part 2, Clause 5.3, Wind Load, Dengan persamaan sebagai berikut. Fv = q x A x CD (2.20) q = 0,613 x Vc 2 (2.21) II-36

37 Dimana: FV = beban angin (kn) A = solid area (m2) q = dynamic pressure head (N/mm2) CD = koefisien drag (Gambar 5 dan Tabel 9 dari BS 5400 : Part 2) Vc = kecepatan angin rencana Gambar 2.18: Grad Koefisien (CD) untuk struktur atas II-37

38 Tabel 2.4. Drag Co.efficient CD for Piers f. Beban Temperatur Beban temperature direncanakan dengan rentang 20 o C. Beban temperatur hanya diperhitungkan dalam penentuan lebar dilatasi antara struktur yang bersebelahan, serta penambahan gaya dalam pada elemen tiang pancang. g. Beban Gempa Beban gempa pada pemodelan menggunakan analisis dinamis Response Spectra. Respon spectra gempa rencana yang digunakan adalah sesuai dengan SNI : Peraturan gempa Indonesia. II-38

39 Gambar 2.19: Ss Gempa maksimum yang dipertimbangkan risiko target (MCER) kelas situs SB Gambar 2.20: S1 Gempa maksimum yang dipertimbangkan risiko target (MCER) kelas situs SB II-39

40 Untuk mengantisipasi terjadi gempa dalam dua arah maka pada analisa struktur terhadap beban gempa diperhitungkan kondisi sebagai berikut. ± 100% Ex ± 30% Ey (2.22) ± 30% Ex ± 100% Ey (2.22) Berat Struktur Berat struktur yang diperhitungkan dalam penentuan beban gempa yakni: a. Berat sendiri struktur (Dead Load) b. Superimposed dead load (SDL) Berat Alami Struktur Periode alami struktur ditentukan dengan modal analisis yang dihitung dengan bantuan program SAP2000, II-40

41 Tabel 2.5. Load Factor for LFD & LD Load Symbols D = dead Load L = Live Load I = Impact Load II-41

42 BU = Buoyancy Load BE = Berthing Load E = Earth Pressure Load EQ = Earthquake Load W = wind Load R = Creep/Rib Shortening Load S = Shrinnkage Load T = Temperature Load M = Mooring Load Untuk perencanaan pondasi tiang pancang, pembebanan yang dilakukan berdasarkan service Load Design (SLD). Sedangkan perencanaan elemen beton bertulang pembebanan yang yang digunakan adalah berdasarkan kepada Service Load Design (SLD) dan Load Factor Design (LFD) 2.4 Fender Dalam perencanaan fender, kapal bermuatan penuh yang merapat di dermaga akan membentuk sudut 10 terhadap sisi depan dermaga, dari benturan yang dihasilkan, II-42

43 setengah energinya akan diserap oleh sistem fender dan dermaga atau 1/2 E (energi benturan), dan setengah energi yang lain akan diserap oleh kapal dan air. Kinerja dermaga dalam menahan benturan dapat diketahui dengan menggunakan persamaan K = 1/2 F d, sehingga dari hubungan kedua persamaan tersebut akan diperoleh persamaan sebagai berikut ini: 1 E = 1 Fd (2.23) w = 1 2 g 2 Fd (2.24) F = W 2gd V2 (2.25) dengan : F = gaya benturan yang diserap sistem fender (ton meter) d = defleksi fender (meter) W = bobot kapal bermuatan penuh (ton) V = komponen kecepatan dalam arah tegak lurus sisi dermaga (m/s) g = percepatan gravitai (m/s 2 ) 1. Jenis-jenis fender Jenis-jenis fender dibedakan menjadi 2 berdasarkan bahan penyusun dari fender itu sendiri, jenis-jenis fender adalah sebagai berikut: II-43

44 a. Fender Kayu Fender kayu adalah jenis fender yang terbuat dari batang-batang kayu yang dipasang horizontal atau vertikal disisi depan dermaga, pada umumnya panjang fender dibuat sejajar dengan sisi atas dermaga hingga permukaan air. b. Fender Karet Fender karet adalah jenis fender yang terbuat dari bahan karet, fender jenis ini diproduksi oleh pabrik dengan bentuk dan ukuran yang berbeda-beda, tergantung pada fungsinya. berdasarkan bentuk dan ukurannya, tipe-tipe fender karet adalah sebagai berikut: 1) Fender ban bekas mobil Bentuk paling sederhana dari fender karet adalah ban-ban bekas mobil yang dipasang disepanjang sisi depan dermaga. Fender ini digunakan pada kapal-kapal kecil untuk mengurangi benturan pada saan kapal akan merapat di dermaga. 2) Fender tipe A Fender tipe A merupakan fender yang dibuat khusus untuk meredam gaya benturan pada saat kapal merapat di dermaga. tipe fender ini berbentuk menyerupai bentuk persegi tiga, sehingga penyerapan energy benturan kapal lebih besar dibandingkan dengan fender yang terbuat dari ban bekas. II-44

45 3) Fender tipe V Fender tipe V memiliki bentuk yang serupa dengan fender tipe A, fender tipe V memiliki karakteristik yang hampir sama dengan fender tipe A. 4) Fender tipe silinder Fender tipe silinder adalah tipe fender yang berbentuk silinder yang digantung pada sisi depan dermaga menggunakan rantai besi. Ukuran fender tipe silinder ditunjukan dengan diameter luar (OD) dan diameterdalam (ID). 5) Fender tipe sell (cell fender) Bentuk lain dari fender karet adalah fender tipe sell, fender tipe sel memiliki bentuk lingkaran, dan dipasang pada sisi depan dermaga mengginakan baut. Sisi depan fender dipasang panel contact untukmemperluas daya jangkauan fender. Jarak antar fender harus ditentukan sedemikian rupa, sehingga dapat menghindari kontak langsung antar kapal terhadap struktur muka dermaga.gambar menunjukkan posisi kapal yang membentur fender pada saat merapat ke dermaga. Persamaan berikut dapat digunakan untuk menentukan jarak maksimum antar fender. L = 2r 2 (r h) 2 (2.26) II-45

46 dimana: L = jarak maksimum antar fender (m) r = jari-jari kelengkungan sisi haluan kapal (m) h = tinggi fender (m) Gambar 2.21 S1 Ilustrasi gambar jarak fender Apabila data jari-jari kelengkunagan sisi haluan kapal tidak diketahui, maka persamaan dapat digunakan sebagai pedoman untuk menghitung jarak. maksimum fender yang dibutuhkan. Kapal barang dengan bobot DWT. Logr = 1,0552r (r h) 2 Log DWT (2.27) II-46

47 2.5 Uraian hasil Penelitian sebelumnya (10 tahun terakhir) Dalam bab ini disajikan pula beberapa penelitian sebelumnya yang dijadikan sebagai bahan acuan serta referensi dalam pembuatan Tugas Akhir ini. 1. Perencanaan Detail Pengembangan Dermaga Jamrud Utara di Pelabuhan Tanjung Perak a. Latar Belakang Penelitian Pengembang Pelabuhan Tanjung Perak untuk mengantisipasi kecelakaan lalu lintas di perairan akibat padatnya lalu lintas di perairan Pelabuan adalah dengan mempercepat waktu bongkar muat di tiap dermaganya. Pelabuhan Indonesia III merencanakan menggunakan alat bongkar muat yang lebih modernuntuk mempercepat waktu bongkar muat barang yaitu dengan menggunakan crane. Permasalahan baru muncul, apabila pemasangan crane ini terlaksana dikhawatirkan akan terjadi masalah pada struktur eksisting dari Pelabuhan Tanjung Perak khususnya dermaga Jamrud Utara. Pelabuhan Tanjung Perak di bangun oleh pemerintah Belanda pada tahun 1900-an, dari umur pelabuhan yang sudah mencapai satu abad tidak didesain untuk menerima beban berat, sehingga sangat riskan apabila akan dipaksakan menerima beban yang berat dari berat sendiri crane. II-47

48 Dengan mempertimbangkan permasalahan-permasalahan yang telah diutarakan maka sangat dirasa perlu dilakukan pengembangan dermaga Jamrud Utara dengan menambah luasannya sebesar 940 x 22 m 2, dan Tugas Akhir ini akan merencanakan Pengembangan Detail Dermaga Jamrud Utara yang dianggap sebagai salah satu solusinya. b. Metode Perencanaan Struktur Adityo N (2006) dalam Tugas Akhirnya yang berjudul Perencanaan Detail Pengembangan Dermaga Jamrud Utara di Pelabuhan Tanjung Perak menyimpulkan metode perancangan dan hasil perancangannya adalah sebagai berikut. Perhitungan konstruksi dermaga Jamrud Utara Pelabuhan Tanjung Perak ini didasarkan pada perhitungan lentur n pada PBI 1971, dan pada perhitungan plat, momen akibat beban mati dan hidup dihitung berdasarkan perumusan PBI 1971, sedangkan perhitungan momen akibat beban bergerak untuk plat, balok dan tiang pancang diperoleh dengan menggunakan program SAP c. Kesimpulan Dari hasil analisa data dan perhitungan, spesifikasi konstruksi untuk dermaga adalah sebagai berikut: 1) Kapal rencana DWT dengan spesifikasi : II-48

49 DWT = DWT Length = 187 m Width = 27.1 m Depth = 14.6 m Full Draught = 10.3 m 2) Dermaga jenis open pier dengan spesifikasi : Panjang = 940 m Lebar = 22 m Luas = m Elevasi dermaga = mlws. 3) Struktur dermaga menggunakan cast in situ, dengan dimensi akhir sebagai berikut : Tebal plat = 40 cm Balok melintang = 80 cm x 110 cm Balok memanjang = 80 cm x 110 cm Balok Crane = 110 cm x 140 cm Balok fender = 70 cm x 300 cm Mutu beton = K 300 Mutu baja = U 32 D28 dan D25 U 22 Ø 16 mm II-49

50 Selimut beton (decking) = 8 cm Poer tiang pancang ganda = 360 cm x 160 cm x 110 cm Poer tiang pancang tunggal = 120 cm x 120 cm x 110 cm 4) Fender dengan spesifikasi : Jenis Bridgestone super Arch Type SA 800 H 2000L Panjang = 2.00 m Tebal = 0.4 m 5) Bollard dengan spesifikasi : Tipe Bollard AMB 40-A Ukuran plat dasar = 70 cm x 70 cm Tebal plat dasar = 10 cm Baut = 8.89 cm Panjang angker = 184 cm 2. Desain Dermaga General Cargo dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pulau Kalukalukuang Provinsi Sulawesi Selatan a. Latar Belakang Dalam rangka menunjang aktivitas distribusi barang antar pulau guna memperlancar roda perekonomian maka dibuat rencana pembangunan pelabuhan beton yang tepatnya di Pulau Kalukalukuang yang terletak di Kecamatan Liukang Kalmas, Kabupaten Pangkep, Propinsi Sulawesi Selatan. Pembangunan pelabuhan II-50

51 haruslah dilakukan secara efisien. Suatu pelabuhan yang efisien merupakan prasyarat bagi perkembangan ekonomi dari suatu kawasan. Karena dengan adanya pelabuhan yang efisien berarti komponen biaya transportasi bagi pengiriman barang dari dan ke kawasan dapat ditekan, yang pada gilirannya akan menyebabkan hasil produksi kawasan menjadi kompetitif di pasaran internasional. Hal ini pada akhirnya akan menyebabkan kegiatan ekonomi di kawasan yang bersangkutan akan menjadi bergairah. b. Ruang Lingkup Ruang lingkup Tugas Akhir Perencanaan Dermaga General Cargo dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pulau Kalukalukuang ini adalah: 1) Melakukan inventarisasi data lingkungan lokasi yang telah dianalisis, yang meliputi data Hydro-Oceanography (batimetri, pasang surut, arus), data kondisi topografi dan data geoteknik. 2) Menentukan kriteria desain perencanaan dermaga dan hasil analisis data lingkungan. 3) Menentukan layout dermaga dan trestle. 4) Melakukan analisis untuk menentukan jenis struktur dermaga yang akan direncanakan. 5) Melakukan analisis gaya-gaya yang bekerja pada dermaga dan trestle. 6) Melakukan analisis struktur dermaga dan trestle dengan SAP2000. II-51

52 7) Melakukan detail desain dermaga dan trestle. 8) Melakukan detail desain tanggul. 9) Melakukan analisis data tanah. c. Metode Perencanaan Struktur Yualita Kartikasari (2008) dalam Tugas Akhirnya yang berjudul Desain Dermaga General Cargo dan Trestle Tipe Deck on Pile di Pulau Kalukalukuang Provinsi Sulawesi Selatan menyimpulkan metode perancangan dan hasil perancangannya adalah sebagai berikut. Metode yang digunakan untuk perhitungan struktur mengacu pada Tata Cara Perhitungan Struktur Beton SNI Dan program bantu desain struktur yaitu SAP d. Kesimpulan 1) Dari hasil hindcascing dapat disimpulkan bahwa gelombang dominan yang terjadi di lokasi perencanaan dermaga dan trestle Pulau Kalukalukuang berasal dari arah barat laut dengan persentase kejadian 11,18 % dan arah barat denganpersentase kejadian 9,53 %. 2) Dari hasil analisis nilai ekstrim untuk gelombang maksimum tahunan dapat diambil tinggi dan periode gelombang rencana yang dipakai untuk perhitungan kekuatan struktur yaitu H = 5,21 m ( periode ulang 50 tahun ) dan T= 10,8 detik. II-52

53 3) Dari hasil analisis pasang surut didapat elevasi High Water Level = +1,62 m terhadap LWS. Informasi HWL ini diperlukan dalam penetuan elevasi struktur dermaga, trestle, serta tanggul atau revetment di lokasi pelabuhan. 4) Dengan mempertimbangkan faktor kedalaman yang sesuai untuk mengakomodasi dra t kapal dan kondisi gelombang di lokasi proyek maka layout dermaga di Pulau Kalukalukuang dibuat menjorok ke laut pada kedalaman -4,1 m LWS sepanjang 80 m dan dihubungkan ke daratan pantai dengan struktur trestle sepanjang 235 meter kemudian causeway sepanjang 600 m sampai ke areal hasil reklamasi di pantai Pulau Kalukalukuang. 5) Dari hasil pengecekan terhadap kapasitas lentur, dan kekuatan geser serta lendutan akibat beban-beban yang bekerja di lantai dermaga maupun trestle yang berupa beban lateral maupun aksial serta berat sendiri struktur yang terdiri atas pelat lantai, balok memanjang, balok melintang dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan struktur dermaga dan trestle di Pulau Kalukalukuang aman terhadap kemungkinan kegagalan struktur. 6) Dari hasil pemeriksaan punching shear pada pelat lantai dan pada pilecap baik untuk struktur dermaga maupun trestle dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan struktur pelat dan pilecap dermaga dan trestle di Pulau Kalukalukuang aman terhadap kemungkinan kegagalan struktur. II-53

TUGAS AKHIR ANALISIS HIDRO OSEANOGRAFI DAN DESAIN DERMAGA DEAD WEIGHT TON (DWT) DI TERMINAL UNTUK KEPENTIGAN SENDIRI (TUKS)

TUGAS AKHIR ANALISIS HIDRO OSEANOGRAFI DAN DESAIN DERMAGA DEAD WEIGHT TON (DWT) DI TERMINAL UNTUK KEPENTIGAN SENDIRI (TUKS) TUGAS AKHIR ANALISIS HIDRO OSEANOGRAFI DAN DESAIN DERMAGA 40.000 DEAD WEIGHT TON (DWT) DI TERMINAL UNTUK KEPENTIGAN SENDIRI (TUKS) PT. KRAKATAU STEEL (Persero) Tbk. Diajukan sebagai syarat untuk meraih

Lebih terperinci

Perancangan Dermaga Pelabuhan

Perancangan Dermaga Pelabuhan Perancangan Dermaga Pelabuhan PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kompetensi mahasiswa program sarjana Teknik Kelautan dalam perancangan dermaga pelabuhan Permasalahan konkret tentang aspek desain dan analisis

Lebih terperinci

Beban hidup yang diperhitungkan pada dermaga utama adalah beban hidup merata, beban petikemas, dan beban mobile crane.

Beban hidup yang diperhitungkan pada dermaga utama adalah beban hidup merata, beban petikemas, dan beban mobile crane. Bab 4 Analisa Beban Pada Dermaga BAB 4 ANALISA BEBAN PADA DERMAGA 4.1. Dasar Teori Pembebanan Dermaga yang telah direncanakan bentuk dan jenisnya, harus ditentukan disain detailnya yang direncanakan dapat

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR SIMON ROYS TAMBUNAN

TUGAS AKHIR SIMON ROYS TAMBUNAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN DETAIL STRUKTUR DAN REKLAMASI PELABUHAN PARIWISATA DI DESA MERTASARI - BALI OLEH : SIMON ROYS TAMBUNAN 3101.100.105 PROGRAM SARJANA (S-1) JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Berfikir Dermaga adalah suatu bangunan pelabuhan yang digunakan untuk merapat dan menambahkan kapal yang melakukan bongkar muat barang dan menaik-turunkan penumpang.

Lebih terperinci

Analisis Struktur Dermaga Deck on Pile Terminal Peti Kemas Kalibaru 1A Pelabuhan Tanjung Priok

Analisis Struktur Dermaga Deck on Pile Terminal Peti Kemas Kalibaru 1A Pelabuhan Tanjung Priok Analisis Struktur Dermaga Deck on Pile Terminal Peti Kemas Kalibaru 1A Pelabuhan Tanjung Priok Julfikhsan Ahmad Mukhti Program Studi Sarjana Teknik Kelautan ITB, FTSL, ITB julfikhsan.am@gmail.com Kata

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP. Dari analisa Perencanaan Struktur Dermaga Batu Bara Kabupaten Berau Kalimantan Timur, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :

BAB VII PENUTUP. Dari analisa Perencanaan Struktur Dermaga Batu Bara Kabupaten Berau Kalimantan Timur, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut : 225 BAB VII PENUTUP 7.1. Kesimpulan Dari analisa Perencanaan Struktur Dermaga Batu Bara Kabupaten Berau Kalimantan Timur, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Dari analisa penetapan tata

Lebih terperinci

Beban ini diaplikasikan pada lantai trestle sebagai berikut:

Beban ini diaplikasikan pada lantai trestle sebagai berikut: Beban ini diaplikasikan pada lantai trestle sebagai berikut: Gambar 5.34a Pemodelan Beban Pelat pada SAP 2000 untuk pengecekan balok Namun untuk mendapatkan gaya aksial pada tiang dan pile cap serta untuk

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR ISI

DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang... I-1 1.2. Permasalahan... I-2 1.3. Maksud dan tujuan... I-2 1.4. Lokasi studi... I-2 1.5. Sistematika penulisan... I-4 BAB II DASAR TEORI 2.1. Tinjauan

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan. Bab 1.

LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan. Bab 1. LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan Bab 1 Pendahuluan Bab 1 Pendahuluan Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA WRPLOT View (Wind Rose Plots for Meteorological Data) WRPLOT View adalah program yang memiliki kemampuan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA WRPLOT View (Wind Rose Plots for Meteorological Data) WRPLOT View adalah program yang memiliki kemampuan untuk II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. WRPLOT View (Wind Rose Plots for Meteorological Data) WRPLOT View adalah program yang memiliki kemampuan untuk mempresentasikan data kecepatan angin dalam bentuk mawar angin sebagai

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN ANALISA

BAB III DATA DAN ANALISA BAB III DATA DAN ANALISA 3.1. Umum Dalam studi kelayakan pembangunan pelabuhan peti kemas ini membutuhkan data teknis dan data ekonomi. Data-data teknis yang diperlukan adalah peta topografi, bathymetri,

Lebih terperinci

TATA LETAK DAN DIMENSI DERMAGA

TATA LETAK DAN DIMENSI DERMAGA TATA LETAK DAN DIMENSI DERMAGA Perhitungan tiang pancang dermaga & trestle: Dimensi tiang pancang Berdasarkan dari Technical Spesification of Spiral Welded Pipe, Perusahaan Dagang dan Industri PT. Radjin,

Lebih terperinci

Oleh: Yulia Islamia

Oleh: Yulia Islamia Oleh: Yulia Islamia 3109100310 Pendahuluan Kebutuhan global akan minyak bumi kian meningkat Produksi minyak mentah domestik makin menurun PT.Pertamina berencana untuk meningkatkan security energi Diperlukan

Lebih terperinci

KAJIAN KINERJA DAN PERENCANAAN PELABUHAN PERIKANAN MORODEMAK JAWA TENGAH

KAJIAN KINERJA DAN PERENCANAAN PELABUHAN PERIKANAN MORODEMAK JAWA TENGAH 127 BAB III 3.1 Tahap Persiapan Tahap persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum memulai pengumpulan data dan pengolahannya. Dalam tahap awal ini disusun hal-hal penting yang harus dilakukan dengan

Lebih terperinci

Diperlukannya dermaga untuk fasilitas unloading batubara yang dapat memperlancar kegiatan unloading batubara. Diperlukannya dermaga yang dapat

Diperlukannya dermaga untuk fasilitas unloading batubara yang dapat memperlancar kegiatan unloading batubara. Diperlukannya dermaga yang dapat PROYEK AKHIR Diperlukannya dermaga untuk fasilitas unloading batubara yang dapat memperlancar kegiatan unloading batubara. Diperlukannya dermaga yang dapat menampung kapal tongkang pengangkut batubara

Lebih terperinci

Perencanaan Detail Pembangunan Dermaga Pelabuhan Petikemas Tanjungwangi Kabupaten Banyuwangi

Perencanaan Detail Pembangunan Dermaga Pelabuhan Petikemas Tanjungwangi Kabupaten Banyuwangi Perencanaan Detail Pembangunan Dermaga Pelabuhan Petikemas Tanjungwangi Kabupaten Banyuwangi Disampaikan Oleh : Habiby Zainul Muttaqin 3110100142 Dosen Pembimbing : Ir. Dyah Iriani W, M.Sc Ir. Fuddoly,

Lebih terperinci

Bab III METODOLOGI PENELITIAN. Diagram alur perhitungan struktur dermaga dan fasilitas

Bab III METODOLOGI PENELITIAN. Diagram alur perhitungan struktur dermaga dan fasilitas Bab III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alur Diagram alur perhitungan struktur dermaga dan fasilitas Perencanaan Dermaga Data Lingkungan : 1. Data Topografi 2. Data Pasut 3. Data Batimetri 4. Data Kapal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mendistribusikan hasil bumi dan kebutuhan lainnya. dermaga, gudang kantor pandu dan lain-lain sesuai peruntukannya.

BAB 1 PENDAHULUAN. mendistribusikan hasil bumi dan kebutuhan lainnya. dermaga, gudang kantor pandu dan lain-lain sesuai peruntukannya. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai wilayah kepulauan yang mempunyai lebih dari 3.700 pulau dan wilayah pantai sepanjang 80.000 km. Sebagai wilayah kepulauan, transportasi laut menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Penjelasan mengenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Penjelasan mengenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Pantai Ada dua istilah tentang kepantaian dalam bahasa indonesia yang sering rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Penjelasan mengenai kepantaian

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan.

LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan. LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan Bab 5 Pemodelan SAP Bab 5 Pemodelan SAP Perancangan Dermaga dan Trestle

Lebih terperinci

Gambar 5.83 Pemodelan beban hidup pada SAP 2000

Gambar 5.83 Pemodelan beban hidup pada SAP 2000 Beban Gelombang Gambar 5.83 Pemodelan beban hidup pada SAP 2000 Beban Gelombang pada Tiang Telah dihitung sebelumnya, besar beban ini adalah 1,4 ton dan terdistribusi dengan bentuk segitiga dari seabed

Lebih terperinci

Modifikasi Struktur Jetty pada Dermaga PT. Petrokimia Gresik dengan Metode Beton Pracetak

Modifikasi Struktur Jetty pada Dermaga PT. Petrokimia Gresik dengan Metode Beton Pracetak TUGAS AKHIR RC-09 1380 Modifikasi Struktur Jetty pada Dermaga PT. Petrokimia Gresik dengan Metode Beton Pracetak Penyusun : Made Peri Suriawan 3109.100.094 Dosen Pembimbing : 1. Ir. Djoko Irawan MS, 2.

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN DEFLEKSI STRUKTUR DERMAGA AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT

ANALISIS PERUBAHAN DEFLEKSI STRUKTUR DERMAGA AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT ANALISIS PERUBAHAN DEFLEKSI STRUKTUR DERMAGA AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT Daniel Rivandi Siahaan 1 dan Olga Pattipawaej 2 1 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Kristen Maranatha, Jl. Prof. drg. Suria Sumatri,

Lebih terperinci

TIPE DERMAGA. Dari bentuk bangunannya, dermaga dibagi menjadi dua, yaitu

TIPE DERMAGA. Dari bentuk bangunannya, dermaga dibagi menjadi dua, yaitu DERMAGA Peranan Demaga sangat penting, karena harus dapat memenuhi semua aktifitas-aktifitas distribusi fisik di Pelabuhan, antara lain : 1. menaik turunkan penumpang dengan lancar, 2. mengangkut dan membongkar

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DATA. Tabel 5.1. Data jumlah kapal dan produksi ikan

BAB V ANALISIS DATA. Tabel 5.1. Data jumlah kapal dan produksi ikan BAB V ANALISIS DATA 5.1 TINJAUAN UMUM Perencanaan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) ini memerlukan berbagai data meliputi : data frekuensi kunjungan kapal, data peta topografi, oceanografi, dan data tanah.

Lebih terperinci

Kebutuhan LNG dalam negeri semakin meningkat terutama sebagai bahan bakar utama kebutuhan rumah tangga (LPG). Kurangnya receiving terminal sehingga

Kebutuhan LNG dalam negeri semakin meningkat terutama sebagai bahan bakar utama kebutuhan rumah tangga (LPG). Kurangnya receiving terminal sehingga Kebutuhan LNG dalam negeri semakin meningkat terutama sebagai bahan bakar utama kebutuhan rumah tangga (LPG). Kurangnya receiving terminal sehingga pemanfaatannya LNG belum optimal khususnya di daerah

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2013

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2013 OLEH : DHIMAS AKBAR DANAPARAMITA / 3108100091 DOSEN PEMBIMBING : IR. FUDDOLY M.SC. CAHYA BUANA ST.,MT. JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

3 Kondisi Fisik Lokasi Studi

3 Kondisi Fisik Lokasi Studi Bab 3 3 Kondisi Fisik Lokasi Studi Sebelum pemodelan dilakukan, diperlukan data-data rinci mengenai kondisi fisik dari lokasi yang akan dimodelkan. Ketersediaan dan keakuratan data fisik yang digunakan

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG BATU BRONJONG

ANALISIS STABILITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG BATU BRONJONG ANALISIS STABILITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG BATU BRONJONG Olga Catherina Pattipawaej 1, Edith Dwi Kurnia 2 1 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Kristen Maranatha Jl. Prof. drg. Suria

Lebih terperinci

Trestle : Jenis struktur : beton bertulang, dengan mtu beton K-300. Tiang pancang : tiang pancang baja Ø457,2 mm tebal 16 mm dengan panjang tiang

Trestle : Jenis struktur : beton bertulang, dengan mtu beton K-300. Tiang pancang : tiang pancang baja Ø457,2 mm tebal 16 mm dengan panjang tiang BAB VIII PENUTUP BAB VIII PENUTUP 8.1. KESIMPULAN Dari hasil Perencanaan Pembangunan Dermaga Pangkalan TNI Angkatan Laut Tarakan - Kalimantan Timur yang meliputi : analisa data, perhitungan reklamasi,

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA

BAB 4 ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA BAB 4 ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 PENDAHULUAN 4.1.1 Asumsi dan Batasan Seperti yang telah disebutkan pada bab awal tentang tujuan penelitian ini, maka terdapat beberapa asumsi yang dilakukan dalam

Lebih terperinci

PERENCANAAN INFRASTRUKTUR REKLAMASI PANTAI MARINA SEMARANG ( DESIGN OF THE RECLAMATION INFRASTRUCTURE OF THE MARINA BAY IN SEMARANG )

PERENCANAAN INFRASTRUKTUR REKLAMASI PANTAI MARINA SEMARANG ( DESIGN OF THE RECLAMATION INFRASTRUCTURE OF THE MARINA BAY IN SEMARANG ) LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN INFRASTRUKTUR REKLAMASI PANTAI MARINA SEMARANG ( DESIGN OF THE RECLAMATION INFRASTRUCTURE OF THE MARINA BAY IN SEMARANG ) Disusun oleh : Haspriyaldi L2A 000 081

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR DERMAGA PETI KEMAS TELUK LAMONG TANJUNG PERAK SURABAYA JAWA TIMUR

PERENCANAAN STRUKTUR DERMAGA PETI KEMAS TELUK LAMONG TANJUNG PERAK SURABAYA JAWA TIMUR PERENCANAAN STRUKTUR DERMAGA PETI KEMAS TELUK LAMONG TANJUNG PERAK SURABAYA JAWA TIMUR Faris Muhammad Abdurrahim 1 Pembimbing : Andojo Wurjanto, Ph.D 2 Program Studi Sarjana Teknik Kelautan Fakultas Teknik

Lebih terperinci

Bab 6 DESAIN PENULANGAN

Bab 6 DESAIN PENULANGAN Bab 6 DESAIN PENULANGAN Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) Desain Dermaga General Cargo dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pulau Kalukalukuang Provinsi Sulawesi Selatan 6.1 Teori Dasar Perhitungan Kapasitas Lentur

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN PEMECAH GELOMBANG PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA CILACAP

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN PEMECAH GELOMBANG PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA CILACAP LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN PEMECAH GELOMBANG PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA CILACAP Diajukan untuk memenuhi syarat dalam menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana (Strata - 1) pada Jurusan

Lebih terperinci

BAB VI PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PANTAI

BAB VI PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PANTAI 145 BAB VI PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PANTAI 6.1. Perhitungan Struktur Revetment dengan Tumpukan Batu Perhitungan tinggi dan periode gelombang signifikan telah dihitung pada Bab IV, data yang didapatkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. 4.1 Data Teknis Data teknis yang diperlukan berupa data angin, data pasang surut, data gelombang dan data tanah.

BAB IV ANALISIS. 4.1 Data Teknis Data teknis yang diperlukan berupa data angin, data pasang surut, data gelombang dan data tanah. BAB IV ANALISIS Perencanaan Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudra Cilacap ini memerlukan berbagai data meliputi : data peta topografi, oceanografi, data frekuensi kunjungan kapal dan data tanah. Data

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR DERMAGA UMUM MAKASAR - SULAWESI SELATAN

PERENCANAAN STRUKTUR DERMAGA UMUM MAKASAR - SULAWESI SELATAN PERENCANAAN STRUKTUR DERMAGA UMUM MAKASAR - SULAWESI SELATAN LOKASI STUDI PERUMUSAN MASALAH Diperlukannya dermaga umum Makasar untuk memperlancar jalur transportasi laut antar pulau Diperlukannya dermga

Lebih terperinci

Berat sendiri balok. Total beban mati (DL) Total beban hidup (LL) Beban Ultimate. Tinjau freebody diagram berikut ini

Berat sendiri balok. Total beban mati (DL) Total beban hidup (LL) Beban Ultimate. Tinjau freebody diagram berikut ini Berat sendiri balok. q = γ b h balok beton 3 qbalok 2,4 ton / m 0,6 m 0,6 m q balok = = 0,864 ton / m Total beban mati (DL) DL = q + q + q balok pelat pilecap DL = 0,864 ton/ m + 1,632 ton / m + 6,936

Lebih terperinci

DAFTAR SIMBOL / NOTASI

DAFTAR SIMBOL / NOTASI DAFTAR SIMBOL / NOTASI A : Luas atau dipakai sebagai koefisien, dapat ditempatkan pada garis bawah. ( m ; cm ; inci, dsb) B : Ukuran alas lateral terkecil ( adakalanya dinyatakan sebagai 2B ). ( m ; cm

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Angin adalah massa udara yang bergerak. Angin dapat bergerak secara horizontal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Angin adalah massa udara yang bergerak. Angin dapat bergerak secara horizontal II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Angin Angin adalah massa udara yang bergerak. Angin dapat bergerak secara horizontal maupun secara vertikal dengan kecepatan bervariasi dan berfluktuasi secara dinamis. Faktor

Lebih terperinci

ANALISIS DEFLEKSI STRUKTUR DERMAGA TIPE WHARF DI PPI TEMKUNA NTT AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT ABSTRAK

ANALISIS DEFLEKSI STRUKTUR DERMAGA TIPE WHARF DI PPI TEMKUNA NTT AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT ABSTRAK ANALISIS DEFLEKSI STRUKTUR DERMAGA TIPE WHARF DI PPI TEMKUNA NTT AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT Adhytia Pratama 0721020 Pembimbing : Olga Pattipawaej, Ph.D ABSTRAK Moda transportasi laut memegang peranan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Hasil Uji Model Hidraulik UWS di Pelabuhan PT. Pertamina RU VI

DAFTAR ISI Hasil Uji Model Hidraulik UWS di Pelabuhan PT. Pertamina RU VI DAFTAR ISI ALAMAN JUDUL... i ALAMAN PENGESAAN... ii PERSEMBAAN... iii ALAMAN PERNYATAAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMBANG... xiii INTISARI...

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pembangkitan Gelombang Angin yang berhembus di atas permukaan air akan memindahkan energinya ke air. Kecepatan angin tersebut akan menimbulkan tegangan pada permukaan laut,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Pembangkitan Gelombang Angin yang berhembus di atas permukaan air akan memindahkan energinya ke air. Kecepatan angin tersebut akan menimbulkan tegangan pada permukaan laut, sehingga

Lebih terperinci

BAB VII PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PELINDUNG PANTAI

BAB VII PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PELINDUNG PANTAI BAB VII PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PELINDUNG PANTAI 7.. Perhitungan Struktur Seawall Perhitungan tinggi dan periode gelombang signifikan telah dihitung pada Bab IV, data yang didapatkan adalah sebagai

Lebih terperinci

PERENCANAAN DERMAGA PELABUHAN PERINTIS WINDESI KAB. KEPULAUAN YAPEN, PAPUA

PERENCANAAN DERMAGA PELABUHAN PERINTIS WINDESI KAB. KEPULAUAN YAPEN, PAPUA Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkts PERENCANAAN DERMAGA PELABUHAN PERINTIS WINDESI KAB. KEPULAUAN YAPEN, PAPUA Riyan Aditya N., Ivan Kaleb S., Priyo Nugroho P. *), Purwanto *) Departemen

Lebih terperinci

BAB VIII PENUTUP Kesimpulan

BAB VIII PENUTUP Kesimpulan 213 BAB VIII PENUTUP 8.1. Kesimpulan Dari analisa Perencanaan Struktur Baja Dermaga Batu Bara Meulaboh Aceh Barat provinsi DI Aceh, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Dari analisa penetapan

Lebih terperinci

DESAIN STRUKTUR JETTY DI PELABUHAN PENAJAM PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ABSTRAK

DESAIN STRUKTUR JETTY DI PELABUHAN PENAJAM PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ABSTRAK DESAIN STRUKTUR JETTY DI PELABUHAN PENAJAM PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Gemma Duke Satrio NRP: 1021018 Pembimbing: Olga Catherina Pattipawaej, Ph.D. ABSTRAK Indonesia merupakan negara yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Sketsa Pembangunan Pelabuhan di Tanah Grogot Provinsi Kalimantan Timur

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Sketsa Pembangunan Pelabuhan di Tanah Grogot Provinsi Kalimantan Timur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan Tanah Grogot berada di Kabupaten Grogot Utara, Provinsi Kalimantan Timur. Pembangunan Pelabuhan di Tanah Grogot dilaksanakan pada tahun 1992 kemudian dikembangkan

Lebih terperinci

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan / maritim, peranan pelayaran adalah sangat penting bagi kehidupan sosial, ekonomi, pemerintahan, pertahanan / keamanan, dan sebagainya.

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA 6 BAB II 2.1 Tinjauan Umum Pada bab ini dibahas mengenai gambaran perencanaan dan perhitungan yang akan dipakai pada perencanaan pelabuhan ikan di Kendal. Pada perencanaan tersebut digunakan beberapa metode

Lebih terperinci

Perencanaan Dermaga Curah Cair untuk Kapal DWT di Wilayah Pengembangan PT. Petrokimia Gresik

Perencanaan Dermaga Curah Cair untuk Kapal DWT di Wilayah Pengembangan PT. Petrokimia Gresik Perencanaan Dermaga Curah Cair untuk Kapal 30.000 DWT di Wilayah Pengembangan PT Eka Prasetyaningtyas, Cahya Buana,Fuddoly, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi

Lebih terperinci

Perhitungan momen pada pile cap tunggal juga dilakukan secara manual sebagai berikut: Perhitungan beban mati : Berat sendiri pilecap.

Perhitungan momen pada pile cap tunggal juga dilakukan secara manual sebagai berikut: Perhitungan beban mati : Berat sendiri pilecap. Perhitungan momen pada pile cap tunggal juga dilakukan secara manual sebagai berikut: Perhitungan beban mati : Berat sendiri pilecap. q = γ b h pilecap beton 3 qpilecap 2,4 ton / m 1,7m 1,7m q pilecap

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN DERMAGA PELABUHAN NAMLEA PULAU BURU

HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN DERMAGA PELABUHAN NAMLEA PULAU BURU HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN DERMAGA PELABUHAN NAMLEA PULAU BURU KATA PENGANTAR Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-nya,

Lebih terperinci

PERENCANAAN SISTEM FENDER DERMAGA (Studi Kasus Dermaga Penyeberangan Mukomuko, Provinsi Bengkulu) Oleh:

PERENCANAAN SISTEM FENDER DERMAGA (Studi Kasus Dermaga Penyeberangan Mukomuko, Provinsi Bengkulu) Oleh: PERENCANAAN SISTEM FENDER DERMAGA (Studi Kasus Dermaga Penyeberangan Mukomuko, Provinsi Bengkulu) Oleh: Derry Fatrah Sudarjo, Pembimbing Pertama : Ir. Puji Wiranto, MT. 1), Pembimbing Kedua : Ir. Wagisam.

Lebih terperinci

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 4 ANALISA HIDRO-OSEANOGRAFI

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 4 ANALISA HIDRO-OSEANOGRAFI Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari Bab 4 ANALISA HIDRO-OSEANOGRAFI Bab ANALISA HIDRO-OSEANOGRAFI Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Pelabuhan Perikanan Pelabuhan Perikanan adalah sebagai tempat pelayanan umum bagi masyarakat nelayan dan usaha perikanan, sebagai pusat pembinaan dan peningkatan

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA 4.1 TINJAUAN UMUM Dalam perencanaan dermaga peti kemas dengan metode precast di Pelabuhan Trisakti Banjarmasin ini, data yang dikumpulkan dan dianalisis, meliputi data

Lebih terperinci

PERENCANAAN DERMAGA KAPAL PERINTIS DI PULAU KURUDU, PAPUA

PERENCANAAN DERMAGA KAPAL PERINTIS DI PULAU KURUDU, PAPUA , 134-143 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkts PERENCANAAN DERMAGA KAPAL PERINTIS DI PULAU KURUDU, PAPUA Agung Adyawardhana, Laras Atikasari, Priyo Nugroho P. 1, Ilham Nurhuda 1 Departemen

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tahap Persiapan Tahap persiapan adalah serangkaian kegiatan sebelum memulai tahap pengumpulan data dan pengolahan data. Dalam tahap awal ini disusun hal-hal penting yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pantai Pantai adalah daerah tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah, sedangkan pesisir adalah daerah darat di tepi laut yang masih mendapat

Lebih terperinci

Pengertian Pasang Surut

Pengertian Pasang Surut Pengertian Pasang Surut Pasang surut adalah fluktuasi (gerakan naik turunnya) muka air laut secara berirama karena adanya gaya tarik benda-benda di lagit, terutama bulan dan matahari terhadap massa air

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA 5 BAB II 2.1 TINJAUAN UMUM Dalam suatu perencanaan dibutuhkan pustaka yang dijadikan sebagai dasar perencanaan agar terwujud spesifikasi yang menjadi acuan dalam perhitungan dan pelaksanaan pekerjaan di

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Definisi dan batasan pantai (Teknik Pantai, 1999).

Gambar 2.1. Definisi dan batasan pantai (Teknik Pantai, 1999). BAB II DASAR TEORI 2.1. TINJAUAN UMUM Daerah daratan adalah daerah yang terletak di atas dan di bawah permukaan daratan dimulai dari batas garis pasang tertinggi. Daerah lautan adalah daerah yang terletak

Lebih terperinci

BEBAN JEMBATAN AKSI KOMBINASI

BEBAN JEMBATAN AKSI KOMBINASI BEBAN JEMBATAN AKSI TETAP AKSI LALU LINTAS AKSI LINGKUNGAN AKSI LAINNYA AKSI KOMBINASI FAKTOR BEBAN SEMUA BEBAN HARUS DIKALIKAN DENGAN FAKTOR BEBAN YANG TERDIRI DARI : -FAKTOR BEBAN KERJA -FAKTOR BEBAN

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN PERAIRAN PELABUHAN

BAB III PERENCANAAN PERAIRAN PELABUHAN BAB III PERENCANAAN PERAIRAN PELABUHAN III.1 ALUR PELABUHAN Alur pelayaran digunakan untuk mengarahkan kapal yang akan masuk ke dalam kolam pelabuhan. Alur pelayaran dan kolam pelabuhan harus cukup tenang

Lebih terperinci

DESAIN STRUKTUR DERMAGA CURAH CAIR CPO PELINDO 1 DI PELABUHAN KUALA TANJUNG, MEDAN, SUMATERA UTARA

DESAIN STRUKTUR DERMAGA CURAH CAIR CPO PELINDO 1 DI PELABUHAN KUALA TANJUNG, MEDAN, SUMATERA UTARA DESAIN STRUKTUR DERMAGA CURAH CAIR CPO PELINDO 1 DI PELABUHAN KUALA TANJUNG, MEDAN, SUMATERA UTARA Rida Desyani Program Studi Sarjana Teknik Kelautan FTSL, ITB ri_desyani@yahoo.com Kata Kunci : Dermaga,

Lebih terperinci

PERENCANAAN DERMAGA CURAH UREA DI KOTA BONTANG, KALIMANTAN TIMUR. Putri Arifianti

PERENCANAAN DERMAGA CURAH UREA DI KOTA BONTANG, KALIMANTAN TIMUR. Putri Arifianti PERENCANAAN DERMAGA CURAH UREA DI KOTA BONTANG, KALIMANTAN TIMUR Putri Arifianti 3108100046 BAB I Pendahuluan BAB III Analisa Data BAB IV Kriteria Desain BAB V Evaluasi Layout BAB VI Perencanaan Struktur

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) Desain Dermaga General Cargo dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pulau Kalukalukuang Provinsi Sulawesi Selatan

Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) Desain Dermaga General Cargo dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pulau Kalukalukuang Provinsi Sulawesi Selatan Bab 7 DAYA DUKUNG TANAH Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) Desain Dermaga General Cargo dan Trestle Tipe Deck On ile di ulau Kalukalukuang rovinsi Sulawesi Selatan 7.1 Daya Dukung Tanah 7.1.1 Dasar Teori erhitungan

Lebih terperinci

Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung. Tugas Akhir

Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung. Tugas Akhir Tugas Akhir PERENCANAAN JEMBATAN BRANTAS KEDIRI DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM BUSUR BAJA Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : 3109100096 Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung

Lebih terperinci

Penulangan pelat Perencanaan Balok PerencanaanKonstruksiBawahDermaga (Lower Structure)... 29

Penulangan pelat Perencanaan Balok PerencanaanKonstruksiBawahDermaga (Lower Structure)... 29 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii BERITA ACARA BIMBINGAN TUGAS AKHIR... iii ABSTRAK... iv HALAMAN MOTO... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR...

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum 4 BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum PPI Logending Pantai Ayah Kabupaten Kebumen menggunakan bangunan pengaman berupa pemecah gelombang dengan bentuk batuan buatan hexapod (Gambar 2.1). Pemecah gelombang

Lebih terperinci

JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN

JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN Diajukan oleh : ABDUL MUIS 09.11.1001.7311.046 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Pantai Sanur, Dermaga, Marina, Speedboat

ABSTRAK. Kata kunci: Pantai Sanur, Dermaga, Marina, Speedboat ABSTRAK Pantai Sanur selain sebagai tempat pariwisata juga merupakan tempat pelabuhan penyeberangan ke Pulau Nusa Penida. Namun sampai saat ini, Pantai Sanur belum memiliki dermaga yang berakibat mengganggu

Lebih terperinci

Gambar 4.28 Fender Seibu tipe V.

Gambar 4.28 Fender Seibu tipe V. Gambar 4.8 Fender Seibu tipe V. Gambar 4.9 Raykin Fender. 4-36 Gambar 4.30 Fender Gravitasi dari blok beton Gambar 4.31 Fender gravitasi gantung. 4-37 Mengingat energi berthing yang dihasilkan oleh impact

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA. 2.1 Tinjauan Umum

BAB II STUDI PUSTAKA. 2.1 Tinjauan Umum 6 BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Dalam suatu perencanaan tentu dibutuhkan pustaka yang bisa dijadikan sebagai acuan dari perencanaan tersebut agar dapat terwujud bangunan pantai yang sesuai dengan

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Peta batimetri Labuan

Gambar 2.1 Peta batimetri Labuan BAB 2 DATA LINGKUNGAN 2.1 Batimetri Data batimetri adalah representasi dari kedalaman suatu perairan. Data ini diperoleh melalui pengukuran langsung di lapangan dengan menggunakan suatu proses yang disebut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menahan gaya angkat keatas. Pondasi tiang juga digunakan untuk mendukung

TINJAUAN PUSTAKA. menahan gaya angkat keatas. Pondasi tiang juga digunakan untuk mendukung II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Dasar Pondasi Tiang digunakan untuk mendukung bangunan yang lapisan tanah kuatnya terletak sangat dalam, dapat juga digunakan untuk mendukung bangunan yang menahan gaya angkat

Lebih terperinci

PENGUMPULAN DATA DAN ANALISA

PENGUMPULAN DATA DAN ANALISA BAB III PENGUMPULAN DATA DAN ANALISA 3.1. UMUM Pada perencanan detail pengembangan pelabuhan diperlukan pengumpulan data dan analisanya. Data yang diambil adalah data sekunder yang lengkap dan akurat disertai

Lebih terperinci

Perencanaan Detail Jetty LNG DWT Di Perairan Utara Kabupaten Tuban

Perencanaan Detail Jetty LNG DWT Di Perairan Utara Kabupaten Tuban JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1 Perencanaan Detail Jetty LNG 30.000 DWT Di Perairan Utara Kabupaten Tuban Niko Puspawardana, Dyah Iriani Ir.,M.Sc, Cahya Buana, ST., MT. Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Perencanaan Dermaga Curah Cair untuk Kapal DWT di Wilayah Pengembangan PT. Petrokimia Gresik

Perencanaan Dermaga Curah Cair untuk Kapal DWT di Wilayah Pengembangan PT. Petrokimia Gresik Perencanaan Dermaga Curah Cair untuk Kapal 30.000 DWT di Wilayah Pengembangan PT. Petrokimia Gresik Eka Prasetyaningtyas 3109100074 Ir. Fuddoly M.Sc & Cahya Buana, ST, MT BAB I PENDAHULUAN KONDISI EKSISITING

Lebih terperinci

Evaluasi Struktur Atas Dermaga DWT terhadap Berbagai Zona Gempa berdasarkan Pedoman Tata Cara Perencanaan Pelabuhan Tahun 2015

Evaluasi Struktur Atas Dermaga DWT terhadap Berbagai Zona Gempa berdasarkan Pedoman Tata Cara Perencanaan Pelabuhan Tahun 2015 Reka Racana Jurusan Teknik Sipil Itenas Vol. 2 No. 3 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional September 2016 Evaluasi Struktur Atas Dermaga 1.000 DWT terhadap Berbagai Zona Gempa berdasarkan Pedoman Tata

Lebih terperinci

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR PERPANJANGAN DERMAGA SERBA GUNA DI PELABUHAN TULEHU PROVINSI MALUKU ABSTRAK

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR PERPANJANGAN DERMAGA SERBA GUNA DI PELABUHAN TULEHU PROVINSI MALUKU ABSTRAK ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR PERPANJANGAN DERMAGA SERBA GUNA DI PELABUHAN TULEHU PROVINSI MALUKU Manuel Taihuttu NRP: 0921035 Pembimbing: Olga Catherina Pattipawaej, Ph.D. ABSTRAK Pelabuhan Tulehu merupakan

Lebih terperinci

PERENCANAAN JETTY CRUDE PALM OIL (CPO) PRECAST DI PERAIRAN TANJUNG PAKIS LAMONGAN, JAWA TIMUR JEFFWIRLAN STATOURENDA

PERENCANAAN JETTY CRUDE PALM OIL (CPO) PRECAST DI PERAIRAN TANJUNG PAKIS LAMONGAN, JAWA TIMUR JEFFWIRLAN STATOURENDA PERENCANAAN JETTY CRUDE PALM OIL (CPO) PRECAST DI PERAIRAN TANJUNG PAKIS LAMONGAN, JAWA TIMUR JEFFWIRLAN STATOURENDA 3107 100 044 LATAR BELAKANG Makin meningkatnya kebutuhan distribusi barang di Indonesia

Lebih terperinci

2.1.2 American Association ofstate Highway and Transportation 7

2.1.2 American Association ofstate Highway and Transportation 7 DAFTAR ISI Lembar Judul I Lembar Pengesahan Motto Kata Pengantar Daftar Isi iii Iv vi DaftarTabel Daftar Gambar Daftar Lampiran Daftar Notasi xiii xv xvi BAB IPENDAHULUAN l.llatarbelakang BAB 1.2 Tujuan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA 4.1.Tinjauan Umum Perencanaan pelabuhan perikanan Glagah ini memerlukan berbagai data meliputi: data angin, Hidro oceanografi, peta batimetri, data jumlah kunjungan kapal dan data

Lebih terperinci

STUDI PENENTUAN DRAFT DAN LEBAR IDEAL KAPAL TERHADAP ALUR PELAYARAN (Studi Kasus: Alur Pelayaran Barat Surabaya)

STUDI PENENTUAN DRAFT DAN LEBAR IDEAL KAPAL TERHADAP ALUR PELAYARAN (Studi Kasus: Alur Pelayaran Barat Surabaya) Studi Penentuan Draft dan Lebar Ideal Kapal Terhadap Alur Pelayaran STUDI PENENTUAN DRAFT DAN LEBAR IDEAL KAPAL TERHADAP ALUR PELAYARAN Putu Angga Bujana, Yuwono Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN Merupakan Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

4.1. DEFINISI DASAR 4.2. FASILITAS UTAMA DAN FASILITAS DASAR PERAIRAN

4.1. DEFINISI DASAR 4.2. FASILITAS UTAMA DAN FASILITAS DASAR PERAIRAN BAB 4. FASILITAS PELABUHAN 4.1. DEFINISI DASAR Secara umum yang dimaksud sebagai fasilitas dasar atau infrastruktur pelabuhan adalah struktur konstruksi bangunan yang menunjang kegiatan pelabuhan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ada dua istilah tentang kepantaian dalam bahasa Indonesia yang sering rancu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ada dua istilah tentang kepantaian dalam bahasa Indonesia yang sering rancu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pantai Ada dua istilah tentang kepantaian dalam bahasa Indonesia yang sering rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Penjelasan tentang hal ini dapat dilihat

Lebih terperinci

3.2. SURVEY PENDAHULUAN

3.2. SURVEY PENDAHULUAN BAB III METODOLOGI 3.1. TAHAP PERSIAPAN Tahap persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum memulai tahapan survey pendahuluan. Identifikasi dan inventarisasi, pengumpulan data dan pengolahannya. Dalam

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH GELOMBANG TERHADAP KERUSAKAN PANTAI MATANG DANAU KABUPATEN SAMBAS

KAJIAN PENGARUH GELOMBANG TERHADAP KERUSAKAN PANTAI MATANG DANAU KABUPATEN SAMBAS Abstrak KAJIAN PENGARUH GELOMBANG TERHADAP KERUSAKAN PANTAI MATANG DANAU KABUPATEN SAMBAS Umar 1) Pantai Desa Matang Danau adalah pantai yang berhadapan langsung dengan Laut Natuna. Laut Natuna memang

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENAMBAHAN KAPASITAS DERMAGA OIL JETTY PLTU PAITON DARI 8000 DWT MENJADI DWT

STUDI EVALUASI PENAMBAHAN KAPASITAS DERMAGA OIL JETTY PLTU PAITON DARI 8000 DWT MENJADI DWT TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENAMBAHAN KAPASITAS DERMAGA OIL JETTY PLTU PAITON DARI 8000 DWT MENJADI 30000 DWT HERI SUPRIYANTO NIM NIM : 03104051 Dosen Pembimbing : SAPTO BUDI WASONO, ST. MT ROBY SISWANTO,

Lebih terperinci

PERHITUNGAN SLAB LANTAI JEMBATAN

PERHITUNGAN SLAB LANTAI JEMBATAN PERHITUNGAN SLAB LANTAI JEMBATAN JEMBATAN PANTAI HAMBAWANG - DS. DANAU CARAMIN CS A. DATA SLAB LANTAI JEMBATAN Tebal slab lantai jembatan t s = 0.35 m Tebal trotoar t t = 0.25 m Tebal lapisan aspal + overlay

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan. Bab 6.

LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan. Bab 6. LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan Bab 6 Penulangan Bab 6 Penulangan Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe

Lebih terperinci

PERENCANAAN SKIDWAY UNTUK PELUNCURAN OFFSHORE STRUCTURE DI PT.PAL SURABAYA

PERENCANAAN SKIDWAY UNTUK PELUNCURAN OFFSHORE STRUCTURE DI PT.PAL SURABAYA L/O/G/O PERENCANAAN SKIDWAY UNTUK PELUNCURAN OFFSHORE STRUCTURE DI PT.PAL SURABAYA Oleh :Agnis Febiaswari 3109100106 Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Herman Wahyudi Ir. Fuddoly, M.Sc Latar Belakang Salah

Lebih terperinci

BAB IV ALTERNATIF PEMILIHAN BENTUK SALURAN PINTU AIR

BAB IV ALTERNATIF PEMILIHAN BENTUK SALURAN PINTU AIR Penyusunan RKS Perhitungan Analisa Harga Satuan dan RAB Selesai Gambar 3.1 Flowchart Penyusunan Tugas Akhir BAB IV ALTERNATIF PEMILIHAN BENTUK SALURAN PINTU AIR 4.1 Data - Data Teknis Bentuk pintu air

Lebih terperinci

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 1 PENDAHULUAN

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 1 PENDAHULUAN Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari Bab 1 PENDAHULUAN Bab PENDAHULUAN Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari 1

Lebih terperinci