UKDW BAB I PENDAHULUAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UKDW BAB I PENDAHULUAN"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1 LATAR BELAKANG MASALAH Peristiwa kematian pada umumnya menimbulkan luka bagi kehidupan. Sebuah peristiwa kematian orang yang dikasihi biasanya diikuti oleh rasa kehilangan dan dukacita bagi yang ditinggalkan. Kehilangan adalah krisis yang universal, yang menyerang setiap orang, cepat atau lambat. 1 Dalam arti yang lain, kehilangan ini dapat menyerang siapa saja tanpa memandang latar belakang mereka. Kematian, kehilangan dan kedukaan merupakan beberapa hal yang memiliki kaitan erat. Kedukaan disebabkan oleh sebuah kesedihan yang mendalam oleh karena rasa kehilangan. Sebagai contohnya, kematian seseorang yang dikasihi merupakan salah satu hal yang sering mengakibatkan seseorang merasakan kedukaan. Kedukaan ini dapat menimbulkan dampak pada kondisi seseorang baik secara fisik maupun psikis apabila tak tertangani dengan baik. Howard Clinebell memaparkan bahwa beberapa studi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa banyak orang menjadi sakit mengikuti kematian orang yang dicintainya. Pertambahan jumlah pasien yang lebih besar di rumah sakit berasal dari orang yang baru saja mengalami kehilangan dan bukan dari penduduk biasa. Dalam rumah sakit psikiatris, perbandingan pasien yang baru saja mengalami kehilangan adalah enam kali lipat daripada penduduk biasa. Selanjutnya, dinamika kedukaan itu memainkan peranan yang penting dalam sejumlah besar kondisi fisik dan psikologis. 2 Clinebell secara tak langsung mengatakan bahwa apabila kedukaan ini tak segera dikelola maka dapat berpotensi menimbulkan krisis kedukaan yang bersifat patologis. Kedukaan patologis yaitu suatu kedukaan yang bersifat penyakit yang membuat penderitanya tidak mampu mengelola kedukaannya dengan baik sehingga kehidupannya menjadi terganggu. 3 Dalam kedukaan patologis ini, penderita terhanyut dan tenggelam dalam kedukaannya yang berkepanjangan. Orang-orang yang membawa urusan yang belum terselesaikan ini ke dalam pengalaman dan hubungan masa depan mereka, akan 1 Howard Clinebell, Tipe-Tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral, (Yogyakarta: Kanisius, 2002), h Howard Clinebell, Tipe-Tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral, h Totok S. Wiryasaputra, Mengapa Berduka: Kreatif Mengelola Perasaaan Duka, (Yogyakarta: Kanisius, 2003), h

2 menderita ketidaktenangan, konfik dan depresi terus menerus. 4 Clinebell juga menunjukkan beberapa tanda yang setidaknya menunjukkan kedukaan patologis (bersifat penyakit) yaitu seperti tanda-tanda yang bertahan hingga beberapa bulan atau lebih lama seperti penarikan diri dari hubungan dan aktifitas normal, tidak adanya perkabungan, perkabungan yang tidak pernah berkurang, kebingungan, perubahan kepribadian, rasa bersalah, marah, perasaan takut yang hebat, atau kehilangan minat dalam kehidupan, pelarian diri melalui obat bius dan alkohol, perasaan mati dalam batin. 5 Orang yang berduka tidak mampu lagi melihat dan mengolah kedukaannya sehingga memerlukan pihak lain untuk menolong. Di sisi lain, apabila suatu kedukaan itu mampu diolah dengan baik, kedukaan itu sebenarnya akan memampukan orang yang berduka itu bertumbuh dan belajar dari kehilangan itu. Kedukaan yang terolah juga dapat membuka diri mereka kepada proses pertumbuhan menuju perbaikan dan pembaruan kualitas kehidupan mereka kembali. Sebuah pembaharuan hidup biasanya berkembang setelah orang menyelesaikan dan berefleksi dari sebagian besar dari kerja kedukaan mereka yang mungkin dirasa sangat menyakitkan itu. Penting ditekankan bahwa pada hakikatnya kedukaan itu bukanlah penyakit. 6 Untuk menyikapi kedukaan, ada berbagai cara yang bisa dilakukan untuk menolong yaitu antara lain melalui dukungan anggota keluarga dan kerabat, melalui kelompok/warga sekitar dimana orang yang berduka tinggal, atau bisa juga melalui gereja. Gereja adalah salah satu dari bagian komunitas yang dapat berperan untuk mendampingi orang yang berduka dan memberi dukungan kepada mereka. Gereja memiliki sumber-sumber yang bisa dipakai berupa pemberitaan, pengajaran, konseling, penerbitan, ataupun melalui media elektronik. Gereja memiliki sumber dasar berupa Alkitab yang dapat dipakai untuk dasar pelayananan bagi mereka. Berbicara mengenai pendampingan pastoral, di sinilah salah satunya gereja dapat berperan bagi mereka. Gereja selayaknya menjadi sumber yang memadai yang dapat dikerahkan untuk memfasilitasi orang yang berduka agar mampu mengolah dan bertumbuh dari peristiwa kedukaan yang dialaminya. Apabila mereka tak memiliki sumber yang memadai dan gereja 4 Roy W. Fairchild, Finding Hope Again: A Pastor s Guide The Counseling Depressed Persons, (San Fransisco: Harper and Row, 1980), h Howard Clinebell, Tipe-Tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral, h Howard Clinebell, Tipe-Tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral, h

3 tidak mampu mendampingi, bisa jadi kedukaan patologis yang justru berpotensi besar terjadi. 7 Kedukaan patologis itu biasanya terjadi karena kedukaan itu tak terolah dengan baik. Kedukaan yang merupakan realitas yang dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan kualitas kehidupan orang yang berduka, justru dapat menjadi sesuatu yang tidak dapat membuatnya bertumbuh, karena tak tertangani dan terolah dengan baik. Terkait dengan sumber-sumber yang bisa digunakan dalam pendampingan pastoral, budaya lokal ternyata juga memiliki sesuatu yang dapat memberikan sumbangan untuk melakukan pendampingan pastoral ini. Dalam konteks kehidupan orang Jawa, slametan kematian masih memiliki arti bagi mereka serta bisa membantu dalam proses penyembuhan kedukaan. Bagi orang Jawa dan yang hidup di Jawa tentunya sudah tak asing lagi dengan istilah slametan kematian ini. Slametan kematian adalah salah satu bentuk dari jenis slametan. Slametan adalah versi Jawa dari apa yang barangkali merupakan upacara keagamaan yang paling umum di dunia; ia melambangkan kesatuan mistis dan sosial mereka yang ikut di dalamnya. 8 Slametan sebenarnya dapat digunakan untuk memenuhi semua hajatan orang sehubungan dengan kejadian yang ingin diperingati, ditebus, atau dikuduskan. Penulis tidak akan memaparkan seluruhnya karena topik bahasan pada skripsi ini hanya terkait dengan slametan kematian saja, sehingga pokok bahasannya juga dibatasi seputar slametan kematian saja. Di dalam komunitas Jawa Kristen di Baturetno, penulis melihat adanya suatu hal yang menarik yang dilakukan oleh orang-orang Kristen yang baru saja mengalami kehilangan. Mereka melakukan suatu upacara yang biasa disebut bidston penghiburan. Bidston penghiburan ini memiliki kemiripan dengan unsur/bagian salah satu budaya lokal Jawa yaitu upacara slametan kematian. Bidston penghiburan yang dilakukan oleh orang-orang Jawa Kristen yang baru saja mengalami kedukaan ini biasanya meliputi rangkaian upacara slametan kematian yaitu seperti pada hari kematian (geblak), hari ketiga, hari ketujuh, keempat puluh, keseratus, mendhak pisan (tahun pertama), mendhak pindho (tahun kedua), dan mendhak telu (hari keseribu). 7 Kedukaan patologis adalah kedukaan yang bersifat penyakit. Hal ini bisa terjadi karena orang menyangkali perasaan dukacitanya, orang terus mengidealisir/mengharapkan orang yang meninggal. Mekanisme bertahan ini membentuk penolakan dan pemendaman yang bisa mencegah penyembuhan luka kedukaan. Clinebell menunjukkan tanda-tandanya seperti tanda-tanda yang yang bertahan hingga beberapa bulan atau lebih seperti penarikan diri dari hubungan dan aktifitas normal, yang terus meningkat; tidak adanya perkabungan, perkabungan yang tidak berkurang; depresi hebat yang tidak pernah hilang; kebingungan; perubahan kepribadian; rasa bersalah; marah; perasaan takut yang hebat; kehilangan minat dalam kehidupan; pelarian diri melalui obat bius dan alkohol; perasaan mati dalam batin. 8 Clifford Geertz, Abangan, Santri, Priyayi dalam Mayarakat Jawa, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1989) h.13. 3

4 Slametan terakhir dimaknai sebagai tanda bahwa jasad almarhum sudah seluruhnya menjadi debu, biasanya paling meriah. 9 Selain hal di atas, ada dari mereka yang juga menggunakan salah satu makanan yang disebut apem yang merupakan khas slametan. Jika kita melihat penjelasan Gerrtz, apem merupakan makanan khas slametan yang biasanya merupakan makanan yang dikhususkan bagi almarhum dan nenek moyang. 10 Menurut Geertz apem melambangkan bahwa kematian sudah ditiadakan. Selain apa yang dilakukan tersebut, mereka juga mengundang tetangga dekat, teman-teman dan sanak saudara dalam melakukan bidston penghiburan ini. Hal ini juga mirip dengan unsur yang ada dalam ritual slametan Jawa yang dijelaskan oleh Geertz di mana biasanya sekelompok kecil tetangga dekat, teman-teman, sanak saudara keluarga juga diundang untuk melakukan slametan. Nilai dan makna serta mekanisme ini memang sifatnya tidak formal, yaitu tidak dibuktikan secara tertulis, tetapi hidup dalam alam pikiran manusia, diakui dan dipatuhi oleh sebagian besar masyarakatnya. Bidston penghiburan menjadi salah satu upacara yang lazim dilakukan orang Jawa Kristen ketika ditinggalkan oleh orang yang ia kasihi. Penulis pertama-tama melihat adanya ketegangan dengan membandingkan antara istilah slametan kematian dan istilah bidston penghiburan, yang akhirnya orang Jawa Kristen lebih menyenangi dan menggunakan istilah bidston penghiburan dari pada menggunakan slametan kematian. Hal ini yang membuat penulis ingin melihat lebih dalam apakah hal itu dipengaruhi oleh pemahaman teologis orang Jawa Kristen di Baturetno terhadap kebudayaan khususnya slametan kematian. Dengan bahasa yang lain apakah pemahaman teologi mereka terhadap slametan kematian mempengaruhi sikap mereka dalam menggunakan istilah bidston penghiburan daripada slametan kematian. Untuk melihat posisi dan sikap orang Jawa Kristen di Baturetno dalam memandang slametan kematian, penulis melihat perspektif pengkategorian sikap iman terhadap budaya yang dipaparkan oleh Louis dan Niebuhr. Louis J. Luzbetak dalam bukunya The Church and Cultures memaparkan bahwa ketika membicarakan tentang sikap gereja terhadap budaya, hal ini tidak terlepas dari model-model misi gereja. Dari berbagai bentuk model misi, Louis menggolongkan ada tiga kategori besar sebagai model yang dominan terkait sikap gereja terhadap budaya yaitu etnosentris, akomodasi, dan kontekstual. Ketiga model ini menjadi 9 Clifford Geertz, Abangan, Santri, Priyayi dalam Mayarakat Jawa, h Clifford Geertz, Abangan, Santri, Priyayi dalam Mayarakat Jawa, h

5 kategori yang dominan yang merupakan penggolongan dari berbagai macam jenis misi yang mewarnai sejarah misi gereja selama dua ribu tahun terakhir. 11 Louis memberikan penjelasan mengenai pembedaan tersebut. Menurut Louis, model etnosentris adalah sebuah model yang cenderung memandang bahwa adat kebiasaan dan nilai dari kelompoknya sendiri sebagai yang normal, benar, pantas, dan dipastikan sebagai sesuatu yang terbaik dalam berpikir, merasakan, berbicara dan mengerjakan sesuatu, entah itu dalam hal makan, tidur, berpakaian, atau dalam pernikahan, pemakaman atau bahkan dalam hal berhubungan dengan Tuhan. 12 Kemudian model yang kedua adalah model akomodasi, model akomodasi adalah sebuah model yang memandang bahwa budaya lain juga mengandung unsurunsur yang cocok dan sesuai dengan Kristen. Model ini memiliki prinsip mengenali unsurunsur adat/kebudayaan dalam kehidupan diluar Kristen. Model ini berangkat dari titik tolak yang melihat bahwa adat/kebudayaan non-kristen ternyata juga mampu hidup. Artinya ada nilai yang sama dengan kekristenan. Dari pemahaman ini maka gereja melihat bahwa elementelement non-kristen itu dapat dimasukkan sebagai bagian dari gereja dalam konteks tertentu. Dalam realitasnya, elemen-elemen dan adat kebudayaan non-kristen itu dapat digunakan untuk membangun dasar/fondasi komunitas atau orang Kristen yang baru. Oleh karena itu gereja memandang bahwa ia perlu untuk melakukan itu. Selanjutnya, model yang terakhir adalah model kontekstual. Model kontekstual adalah salah satu jenis proses yang mengintegrasikan pesan injil (teks) dengan budaya lokal (konteks). Model ini memandang bahwa dalam budaya itu dipahami bahwa ada inkarnasi (perwujudan) Allah di dalamnya. Kehadiran Allah tidak bisa dipisahkan dari konteks kehidupan dan budaya karena Allah hadir dalam sejarah dan budaya. Penulis dalam hal ini menggunakan terminologi yang dipakai oleh Niebuhr bahwa kebudayaan merupakan lingkungan buatan, lingkungan kedua yang ditumpukkan di atas yang alami. Kebudayaan meliputi bahasa, kebiasaan, ide, kepercayaan, adat-istiadat, organisasi sosial, hasil buatan manusia yang diwariskan, proses-proses teknis dan nilai-nilai. 13 Jika dibandingkan dengan Louis, penulis melihat H. Richard Niebuhr mengkategorikan hubungan iman dan kebudayaan dengan model-model sikap yang lebih detail. Penulis akan menggunakan teori Niebuhr ini dalam memetakan posisi dan sikap orang Jawa Kristen di 11 Louis J. Luzbetak, The Church and Culture: New Perspective in Missiological Anthropology, (Maryknoll: Orbis Book, 1993), h Louis J. Luzbetak, The Church and Culture: New Perspective in Missiological Anthropology, h H. Richard Niebuhr, Kristus dan Kebudayaan, terj. Yayasan Satya Karya, (Jakarta: Petra Jaya, tanpa tahun), h

6 Baturetno. Ia mendeskripsikan dengan lebih detail dan lengkap dalam lima sikap. Dalam sejarah pertemuan iman dan kebudayaan, lima sikap yang setidaknya ditunjukkan oleh gereja ketika bertemu dengan kebudayaan antara lain sebagai berikut: (1) sikap radikal; (2) sikap akomodatif; (3) sikap sintetik; (4) sikap dualistik; (5) Sikap transformatif. Adapun definisi masing-masing sikap itu adalah sebagai berikut: 14 a. Sikap Radikal (Yesus Melawan Kebudayaan) Pandangan ini menekankan oposisi antara Kristus dan kebudayaan. Apapun yang menjadi adat istiadat dari masyarakat di mana orang Kristen hidup dan apapun yang menjadi prestasi manusia yang dipelihara, Kristus dilihat sebagai penentang mereka karena ia menghadapkan mereka dengan tantangan pilihan memilih Kristus atau kebudayaan. 15 Sikap radikal ini sangat membedakan iman dan kebudayaan yaitu iman dipahami sebagai sesuatu yang datang dari atas sedangkan budaya dipahami sebagai sesuatu yang dari bawah. Pemahaman ini juga melihat bahwa sesuatu yang dari atas (baca: iman) sebagai sesuatu yang murni, sedangkan yang dari bawah (baca: kebudayaan) sebagai sesuatu yang cemar. Jadi iman yang dari atas itu selalu menghakimi kebudayaan yang dari bawah karena ia selalu berdosa. b. Sikap Akomodatif (Kristus dari Kebudayaan) Pandangan ini mengakui bahwa ada persetujuan yang mendasar antara Kristus dan kebudayaan. Yesus adalah suatu bagian dari kebudayaan. Yesus sering tampil sebagai pahlawan besar dari kebudayaan manusia, dan Yesus juga mengukuhkan apa yang terbaik dari masa silam, dan membimbing proses peradaban ke tujuannya yang benar. Sikap akomodatif ini berbeda dengan sikap radikal yang sangat membedakan iman dan kebudayaan. Sikap akomodatif tidak mempertentangkan antara iman dan kebudayaan karena nilai yang menjadi dambaan masyarakat sebenarnya merupakan nilai yang juga sama dikejar di dalam penghayatan iman. c. Sikap Sintetik (Kristus di atas Kebudayaan) Sikap ini mempertahankan perbedaan-perbedaan antara iman dan kebudayaan dan berusaha mengikat keduanya bersama-sama sebagai satu kesatuan. Yesus dilihat sebagai penggenapan dari aspirasi-aspirasi kebudayaan dan pemulih dari lembaga-lembaga masyarakat yang benar, akan tetapi ada sesuatu dalam dirinya yang tidak berasal dari kebudayaan. Ia terlepas namun berkesinambungan dengan kehidupan sosial dan kebudayaannya. Sikap sintetik melihat bahwa iman dan kebudayaan diterima sebagai kesatuan yang saling mengisi. Injil melengkapi dan menyempurnakan kebudayaan dan kebudayaan juga melengkapi Injil karena memang iman perlu diwujudkan dalam sesuatu yang nyata/konkret. Manusia memiliki kodrat sebagai manusia 14 H. Richard Niebuhr, Kristus dan Kebudayaan, h H. Richard Niebuhr, Kristus dan Kebudayaan, h

7 yang membangun dan mengembangkan budayanya termasuk adat kebudayaan. Dalam kodratnya yang sebagai manusia, ia juga menegenal sesuatu yang adikodrati. Injil membawa hal yang adikodrati ini untuk melengkapi dan menyempurnakan yang adikodrati. Jadi iman mengatasi kebudayaan namun kebudayaan tidak dihapuskan melainkan diintegrasikan dalam iman. d. Sikap Dualistik (Kristus dan Kebudayaan dalam Paradok). Pandangan ini mengakui dualitas dan otoritas yang tak terhindarkan baik dari Kristus dan kebudayaan. Oposisi antara keduanya juga diterima dalam pandangan ini. Dalam pemahaman sikap dualistik, orang mengakui dan hidup dalam dua dunia yakni dalam ranah kebudayaan dan dalam ranah warga kerajaan Allah (iman). Penulis mengambil perumpamaan E. G. Singgih yang menggambarkan sikap ini seperti binatang amfibi yang hidup di dua dunia yaitu ia bisa hidup di darat dan ia juga hidup di air. Dengan kata lain, orang hidup di dalam ranah kebudayaan dan dalam ranah iman sebagai dua hal yang terpisah dan berbeda yang tidak berhubungan satu sama lain. e. Sikap Transformatif (Kristus Pengubah Kebudayaan) Sikap Transformatif adalah sikap yang mengakui akan keberdosaan kebudayaan, namun juga sekaligus juga ada pengakuan dan pembenaran kebudayaan. Jadi sikap transformatif ini memandang bahwa iman menjadi nafas kehidupan. Tidak ada budaya Kristen, yang ada adalah budaya setempat yang bernapaskan atau diwarnai iman Kristen. Sikap ini memiliki unsur kristis dan selektif, artinya bukan persoalan menerima atau menolak budaya tetapi menerima bagian mana dan menolak bagian mana dari budaya. 2. RUMUSAN PERMASALAHAN Dalam rangka mendeskripsikan bidston penghiburan di Baturetno, fokus permasalahan yang hendak dibahas dalam skripsi ini adalah: 1. Bagaimana pemahaman orang Jawa Kristen di Baturetno dalam memandang praktik slametan kematian menurut pengkategorian Niebuhr terkait dengan sikap iman terhadap budaya? 2. Mengapa Orang berduka Jawa Kristen di Baturetno lebih suka memakai istilah bidston kematian daripada slametan kematian, padahal dalam kenyataannya memakai bagian dari slametan kematian? 3. Bagaimana kerangka teologis yang perlu dikembangkan untuk melihat bidston penghiburan dengan memakai bagian dari slametan kematian sebagai upaya pendampingan pastoral krisis kedukaan? 7

8 3. JUDUL Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan di atas, maka penulis mengajukan judul: PENGGUNAAN UNSUR SLAMETAN KEMATIAN DALAM BIDSTON PENGHIBURAN DI KOMUNITAS JAWA KRISTEN DI BATURETNO Penjelasan Judul: SLAMETAN KEMATIAN: Slametan kematian adalah upacara orang Jawa yang biasa dilakukan setelah mereka kehilangan orang yang dikasihi. Penulis melihat bahwa ritus slametan kematian ini masih dibutuhkan oleh orang Jawa yang beragama Kristen di Baturetno. Hal tersebut bisa dilihat dari penggunaan unsur/bagian dari slametan kematian khususnya pemilihan hari yang mereka lakukan setelah ditinggalkan oleh orang yang dikasihi. Atas dasar hal tersebut penulis melalui skripsi ini ingin mendeskripsikan bahwa bagian/unsur dari slametan kematian ini bisa digunakan dalam pelayanan kedukaan orang Jawa Kristen di Baturetno. Penulis melihat bahwa bagian dari slametan kematian dapat berperan dan membantu sebagai sarana untuk mengolah kedukaan orang Jawa Kristen di Baturetno. BIDSTON PENGHIBURAN: Bidston Penghiburan merupakan ibadah yang biasa dilakukan oleh orang Kristen setelah mengalami kehilangan. Bidston penghiburan biasanya diadakan dan dilakukan di rumah keluarga yang mengalami kedukaan. Penulis melihat hal yang menarik dalam bidston penghiburan yang dilakukan oleh orang Jawa Kristen di Baturetno yang dalam praktiknya memiliki kesamaan dengan slametan kematian. Istilah bidston penghiburan ini lebih disukai daripada slametan kematian walaupun dalam kenyataannya mereka menggunakan bagian dari slametan kematian dalam praktiknya. Bagian dominan dari slametan yang dipakai adalah pola hari yang dipakai yakni dari geblak sampai mendhak telu. Melalui skripsi ini penulis ingin menggali dan memetakan apa yang menjadi latar belakang mereka melakukan bidston penghiburan dengan menggunakan bagian dari slametan kematian itu. Hal tersebut menjadi penting untuk menemukan dasar dalam menemukan usulan pelayanan kedukaan bagi mereka. KOMUNITAS JAWA KRISTEN DI BATURETNO Seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa komunitas Jawa Kristen di Baturetno adalah komunitas yang melakukan bidston penghiburan dengan menggunakan unsur/bagian dari slametan kematian. Konteks ini menjadi batasan penulis dalam penulisan 8

9 skripsi ini karena permasalahan yang ada dalam skripsi ini belum tentu ditemukan dalam konteks wilayah lain. Konteks di komunitas Jawa Kristen di Baturetno ini adalah konteks bidston penghiburan dengan menggunakan bagian dari slametan kematian (pola hari) itu dilakukan oleh orang Jawa Kristen yang berduka di Baturetno. 4. TUJUAN PENULISAN Tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Memetakan bagaimana pemahaman orang berduka Jawa Kristen dalam memandang slametan kematian menurut pengkategorian Niebuhr terkait dengan sikap Iman terhadap budaya. 2. Menggali apa yang menjadi penyebab orang berduka Jawa Kristen lebih menyukai istilah Bidston penghiburan daripada slametan kematian, yang dalam praktiknya bidston penghiburan itu menggunakan bagian yang ada dalam slametan kematian. 3. Memberikan usulan bagi gereja dalam mencari kemungkinan pelayanan kedukaan dalam konteks komunitas Jawa Kristen di Baturetno. 5. METODE PENELITIAN DAN PENULISAN Dalam memetakan dan menggali pemahaman orang berduka Jawa Kristen di Baturetno dalam melihat slametan kematian, penulis mengumpulkan data melalui penelitian lapangan dan sumber literatur/kepustakaan yang sesuai dengan topik bahasan skripsi ini. Penelitian kualitatif dilakukan terhadap tujuh warga jemaat Gereja Kristen Jawa (GKJ) Baturetno yang berusia 48 tahun-72 tahun yang pernah mengalami kedukaan dalam kurun waktu delapan tahun terakhir. Hal tersebut dikarenakan orang dewasa (sudah berumah tangga) berduka yang biasanya mempunyai inisiatif dan melakukan bidston penghiburan. Kaitan secara langsung dengan orang yang meninggal menjadi pertimbangan penulis dalam menentukan partisipan tersebut. Penelitian dilakukan selama lima hari mulai 27 Februari 2013 sampai dengan 3 Maret 2013 dengan metode wawancara. Pendekatan ini dilakukan untuk mengetahui penjelasan mengenai topik bahasan secara lebih mendalam dan terbuka berdasarkan pemahaman yang dimiliki orang berduka Jawa kristen di Baturetno. Metode pembahasan yang digunakan adalah dengan metode deskriptis analitis. Deskriptif ini dimaksudkan untuk memaparkan data dengan kata-kata yang jelas dan bisa dipahami. Hal tersebut dilakukan dengan menguraikan data yang diperoleh dari penelitian lapangan dan studi literatur. Penulis akan mendeskripsikan pemahaman orang Jawa Kristen di Baturetno dalam 9

10 memandang slametan kematian. Penulis juga akan mendeskripsikan mengenai latar belakang mereka lebih menyukai istilah bidston penghiburan daripada slametan kematian padahal dalam kenyataannya mereka memakai bagian dari slametan kematian. Setelah data-data diperoleh dari penelitian lapangan dan studi literatur maka selanjutnya penulis melakukan analisa. 6. SISTEMATIKA PENULISAN Bab I : PENDAHULUAN Dalam bagian pendahuluan ini penulis memaparkan latar belakang masalah, rumusan masalah, judul dan alasan pemilihan judul, tujuan penulisan, metode penelitian dan penulisan, serta sistematika penulisan skripsi ini. Bab II DESKRIPSI DAN ANALISIS PENELITIAN TENTANG BIDSTON PENGHIBURAN DI KOMUNITAS JAWA KRISTEN BATURETNO Dalam bagian ini penulis akan memaparkan data hasil penelitian dan analisisnya terhadap hasil penelitian yang dilakukan di Komunitas Kristen di Baturetno. Bab III USULAN PENDAMPINGAN PASTORAL KRISIS KEDUKAAN DI KOMUNITAS JAWA KRISTEN BATURETNO Pada bagian ini berisi evaluasi teologis penulis dan usulan pendampingan pastoral kedukaan di komunitas Jawa kristen di Baturetno. Bab IV PENUTUP Bagian ini berisi kesimpulan berdasarkan pembahasan bab I-III dan saran-saran. 10

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Dalam proses penyebarluasan firman Tuhan, pekabaran Injil selalu berlangsung dalam konteks adat-istiadat dan budaya tertentu, seperti halnya Gereja gereja di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kehidupan seseorang dalam perjalanannya akan selalu mengalami perubahan. Perubahan ini dapat dikarenakan perkembangan dan pertumbuhan normal sebagai pribadi, maupun

Lebih terperinci

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS. perempuan atau pun jenis kelamin, semuanya pasti akan mengalaminya. Tidak hanya

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS. perempuan atau pun jenis kelamin, semuanya pasti akan mengalaminya. Tidak hanya BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS Kematian merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Siapa saja bisa mengalami hal itu, baik tua atau pun muda, miskin atau pun kaya, baik perempuan atau

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Di dalam Alkitab, setidaknya terdapat tiga peristiwa duka dimana Yesus

BAB V KESIMPULAN. Di dalam Alkitab, setidaknya terdapat tiga peristiwa duka dimana Yesus BAB V KESIMPULAN 5.1. Refleksi Di dalam Alkitab, setidaknya terdapat tiga peristiwa duka dimana Yesus hadir dalam tiga kesempatan yang berbeda: (1) Yesus membangkitkan anak Yairus (Matius 9:18-26, Markus

Lebih terperinci

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus BAB V Penutup 5.1 Kesimpulan dan Refleksi Upacara slametan sebagai salah satu tradisi yang dilaksanakan jemaat GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus sebagai juruslamat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Manusia hidup tidak selamanya berada dalam kondisi dimana semuanya berjalan lancar sesuai dengan apa yang direncanakan dan diingininya. Ada saat dimana muncul ketegangan-ketegangan

Lebih terperinci

SEKOLAH TINGGI TEOLOGI

SEKOLAH TINGGI TEOLOGI Meng eksresi kan pikiran dalam ekspresi kata nan ekspresif KRISTUS DAN KEBUDAYAAN Dibuat untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Misi Lintas Budaya Dosen Pengampu : Pdt. Sanon, M.Th Di Susun Oleh : Hariyanti

Lebih terperinci

UKDW. Bab I. Pendahuluan

UKDW. Bab I. Pendahuluan Bab I Pendahuluan 1. Latar Belakang Permasalahan Tak dapat dipungkiri bahwa manusia diciptakan sebagai makhluk sosial, maka dari itu kehidupan seorang manusia yang dimulai dari kelahiran dan diakhiri dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1

BAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persekutuan di dalam Yesus Kristus dipahami berada di tengah-tengah dunia untuk dapat memberikan kekuatan sendiri kepada orang-orang percaya untuk dapat lebih kuat

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Kehidupan bergereja (berjemaat) tidak dapat dilepaskan dari realita persekutuan yang terjalin di dalamnya. Dalam relasi persekutuan tersebut, maka setiap anggota

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Keluarga adalah institusi pertama yang dibangun, ditetapkan dan diberkati Allah. Di dalam institusi keluarga itulah ada suatu persekutuan yang hidup yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1976, p. 5

BAB I PENDAHULUAN. 1 K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1976, p. 5 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia yang hidup dalam dunia pada umumnya menginginkan suatu hubungan yang didasari rasa saling mencintai sebelum memasuki sebuah perkawinan dan membentuk sebuah

Lebih terperinci

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Kasus hamil sebelum menikah saat ini bukan lagi menjadi hal yang aneh dan tabu dalam masyarakat. Dalam pemikiran banyak orang hasil akhirnya yang sangat menentukan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Pendampingan dan konseling pastoral adalah alat-alat berharga yang melaluinya gereja tetap relevan kepada kebutuhan manusia. 1 Keduanya, merupakan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasahan. 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasahan. 1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Permasahan 1. Latar Belakang Masalah Gereja sebagai suatu kehidupan bersama religius yang berpusat pada Yesus Kristus 1 hadir di dunia untuk menjalankan misi pelayanan yaitu melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sakramen berasal dari bahasa Latin; Sacramentum yang memiliki arti perbuatan kudus 1. Dalam bidang hukum dan pengadilan Sacramentum biasanya diartikan sebagai barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Dalam menjalani proses kehidupan, peristiwa kematian tidak dapat dihindari oleh setiap manusia. Namun, peristiwa kematian sering menjadi tragedi bagi orang

Lebih terperinci

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS Dalam gereja ditemukan berbagai kepentingan yang berbeda. Sebagai akibat, perbedaan itu dapat memunculkan konflik yang selanjutnya dinilai sebagai sesuatu yang wajar. 1 Ketika

Lebih terperinci

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Masalah. Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Masalah. Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah satunya karena Indonesia berdasar pada Pancasila, dan butir sila pertamanya adalah Ketuhanan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Perempuan di berbagai belahan bumi umumnya dipandang sebagai manusia yang paling lemah, baik itu oleh laki-laki maupun dirinya sendiri. Pada dasarnya hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1 Latar Belakang Permasalahan Seiring dengan berkembangnya jaman yang ditandai dengan kemajuan teknologi, ilmu pengetahuan, dan sebagainya. Maka kehidupan manusia juga

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan. 1 NN, Badan Geologi Pastikan Penyebab Gempa di Yogyakarta, ANTARA News,

BAB 1 Pendahuluan.  1 NN, Badan Geologi Pastikan Penyebab Gempa di Yogyakarta, ANTARA News, 1 BAB 1 Pendahuluan 1. 1. Latar Belakang Gempa bumi yang terjadi pada tanggal 27 Mei 2006 berkekuatan 5,9 Skala Richter pada kedalaman 17,1 km dengan lokasi pusat gempa terletak di dekat pantai pada koordinat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN

BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN PRESPEKTIF KONSELING PASTORAL DAN REFLEKSI TEOLOGIS Dalam Bab ini akan dipaparkan analisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. MASALAH. A.1. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. MASALAH. A.1. Latar belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. MASALAH A.1. Latar belakang masalah Gereja merupakan sebuah kehidupan bersama yang di dalamnya terdiri dari orang-orang percaya yang tumbuh dan berkembang dari konteks yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Setiap orang di dunia lahir dan tumbuh dalam keluarga, baik keluarga inti maupun keluarga asuh. Peran keluarga memberikan kontribusi besar dalam pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. menghargai orang yang menderita itu. Salah satunya dengan memanfaatkan metodemetode konseling dari ilmu psikologi.

BAB I P E N D A H U L U A N. menghargai orang yang menderita itu. Salah satunya dengan memanfaatkan metodemetode konseling dari ilmu psikologi. BAB I P E N D A H U L U A N 1. LATAR BELAKANG Konseling pastoral adalah salah satu bentuk pertolongan dalam pendampingan pastoral yang hingga kini mengalami perkembangan. Munculnya golongan kapitalis baru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Gereja adalah persekutuan umat Tuhan Allah yang baru. Ungkapan ini erat hubungannya dengan konsep tentang gereja adalah tubuh Kristus. Dalam konsep ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia tentunya memiliki masalah dan pergumulannya masing-masing. Persoalan-persoalan ini mungkin berkaitan dengan masalah orang per

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap budaya dari suatu kelompok masyarakat, pada dasarnya memiliki cara untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap budaya dari suatu kelompok masyarakat, pada dasarnya memiliki cara untuk BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Setiap budaya dari suatu kelompok masyarakat, pada dasarnya memiliki cara untuk menghadapi siklus kehidupan, salah satunya kematian. Didalamnya terdapat nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI Dalam bab ini berisi tentang analisa penulis terhadap hasil penelitian pada bab III dengan dibantu oleh teori-teori yang ada pada bab II. Analisa yang dilakukan akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Chris Hartono, Mandiri dan Kemandirian, dalam Majalah Gema STT Duta Wacana, Maret 1983, p. 46.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Chris Hartono, Mandiri dan Kemandirian, dalam Majalah Gema STT Duta Wacana, Maret 1983, p. 46. BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN Gereja sebagai persekutuan orang-orang percaya yang dipanggil dan ditempatkan di dunia ini mempunyai tugas. Tugas gereja adalah untuk menyatakan hakekatnya sebagai tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jurnal Teologi Gema Duta Wacana edisi Musik Gerejawi No. 48 Tahun 1994, hal. 119.

BAB I PENDAHULUAN. Jurnal Teologi Gema Duta Wacana edisi Musik Gerejawi No. 48 Tahun 1994, hal. 119. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya, musik merupakan suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari suatu kegiatan peribadatan. Pada masa sekarang ini sangat jarang dijumpai ada suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan keberadaannya. Dari ajaran resmi yang dituangkan di dalam Pokok-

BAB I PENDAHULUAN. dengan keberadaannya. Dari ajaran resmi yang dituangkan di dalam Pokok- BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Identifikasi Permasalahan Sebagai salah satu penerus tradisi Gereja Reformasi, Gereja Kristen Jawa (GKJ) memiliki ajaran iman yang sangat mendasar sehubungan

Lebih terperinci

1. LATAR BELAKANG MASALAH

1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1 1. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia dalam kehidupannya memiliki banyak kebutuhan, antara lain : kebutuhan untuk diperhatikan, mendapatkan bimbingan, pemeliharaan, asuhan, penghiburan,

Lebih terperinci

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Victoria Park-Hongkong adalah salah satu tempat favorit untuk berkumpulnya Tenaga Kerja Indonesia (dan selanjutnya dalam skripsi ini akan disebut TKI), orang Indonesia

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Katekisasi merupakan salah satu bentuk pelayanan pendidikan kristiani yang dilakukan oleh gereja. Istilah katekisasi berasal dari kerja bahasa Yunani: katekhein yang

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Setiap manusia pasti menginginkan kebahagiaan dalam hidupnya. Namun dalam kenyataan kehidupan ini, manusia tidak bisa terhindar dari pergumulan hidup. Manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin BAB I PENDAHULUAN Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin Gereja dengan Suatu Kajian Pastoral terhadap dampak Psikologis bagi orang-orang yang dikenakan Disiplin

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Setiap orang yang merencanakan untuk berkeluarga biasanya telah memiliki impian-impian akan gambaran masa depan perkawinannya kelak bersama pasangannya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjamuan kudus merupakan perintah Tuhan sendiri, seperti terdapat dalam Matius 26:26-29, Mar

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjamuan kudus merupakan perintah Tuhan sendiri, seperti terdapat dalam Matius 26:26-29, Mar BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam pengajaran gereja sakramen disebut sebagai salah satu alat pemelihara keselamatan bagi umat Kristiani. Menurut gereja-gereja reformasi hanya ada dua sakramen,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. E.P. Ginting, Religi Karo: Membaca Religi Karo dengan Mata yang Baru (Kabanjahe: Abdi Karya, 1999), hlm.

BAB I PENDAHULUAN UKDW. E.P. Ginting, Religi Karo: Membaca Religi Karo dengan Mata yang Baru (Kabanjahe: Abdi Karya, 1999), hlm. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Secara umum masyarakat Karo menganggap bahwa agama Hindu-Karo adalah agama Pemena (Agama Pertama/Awal). Dalam agama Pemena, terdapat pencampuran konsep

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Kematian

BAB 1 PENDAHULUAN Kematian BAB 1 PENDAHULUAN Menurut Vitruvius di dalam bukunya Ten Books of Architecture, arsitektur merupakan gabungan dari ketiga aspek ini: firmity (kekuatan, atau bisa dianggap sebagai struktur), venustas (keindahan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. budaya Jawa terhadap liturgi GKJ adalah ada kesulitan besar pada tata

BAB V PENUTUP. budaya Jawa terhadap liturgi GKJ adalah ada kesulitan besar pada tata BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Kesimpulan akhir dari penelitian tentang teologi kontekstual berbasis budaya Jawa terhadap liturgi GKJ adalah ada kesulitan besar pada tata peribadahan GKJ di dalam menanamkan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Kehilangan seorang anggota keluarga yang dicintai karena dipisahkan oleh kematian merupakan salah satu pergumulan hidup yang berat, apalagi jika yang meninggal

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan Bdk. Pranata Tentang Sakramen dalam Tata dan Pranata GKJW, (Malang: Majelis Agung GKJW, 1996), hlm.

Bab I Pendahuluan Bdk. Pranata Tentang Sakramen dalam Tata dan Pranata GKJW, (Malang: Majelis Agung GKJW, 1996), hlm. Bab I Pendahuluan 1. 1 Latar Belakang Masalah Selama ini di Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dilakukan Perjamuan Kudus sebanyak empat kali dalam satu tahun. Pelayanan sebanyak empat kali ini dihubungkan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan UKDW

Bab I Pendahuluan UKDW Bab I Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah Gereja memiliki tugas untuk memelihara kehidupan warga jemaatnya secara utuh melalui berbagai kegiatan yang meliputi dimensi fisik, sosial, psikologis dan spiritual.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Jawa Barat merupakan salah satu propinsi yang memiliki agama-agama suku dan kebudayaan-kebudayaan lokal serta masih dipelihara. Salah satu agama suku yang ada di Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin modern dan maju secara tidak langsung menuntut setiap orang untuk mampu bersaing dalam mewujudkan tujuan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN 1.1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) adalah Gereja mandiri bagian dari Gereja Protestan Indonesia (GPI) sekaligus anggota Persekutuan Gereja-Gereja

Lebih terperinci

GEREJA KRISTEN NAZARENE PASAL-PASAL TENTANG IMAN

GEREJA KRISTEN NAZARENE PASAL-PASAL TENTANG IMAN GEREJA KRISTEN NAZARENE PASAL-PASAL TENTANG IMAN I Allah Tritunggal Kami percaya kepada satu Allah yang tidak terbatas, yang keberadaan-nya kekal, Pencipta dan Penopang alam semesta yang berdaulat; bahwa

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latarbelakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latarbelakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latarbelakang Pluralitas agama merupakan sebuah kenyataan yang tidak dapat lagi dihindari atau disisihkan dari kehidupan masyarakat umat beragama. Kenyataan akan adanya pluralitas

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara akan persoalan Perjamuan Kudus maka ada banyak sekali pemahaman antar jemaat, bahkan antar pendeta pun kadang memiliki dasar pemahaman berbeda walau serupa.

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Indonesia merupakan bangsa yang majemuk. Buku ensiklopedia suku bangsa, yang oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dijadikan sebagai pedoman dalam melakukan

Lebih terperinci

UKDW. Bab 1 Pendahuluan. 1. Latar Belakang

UKDW. Bab 1 Pendahuluan. 1. Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1. Latar Belakang Masa remaja merupakan salah satu periode perkembangan yang dialami oleh setiap individu sebagai masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Menurut Erik

Lebih terperinci

UKDW. Bab I PENDAHULUAN

UKDW. Bab I PENDAHULUAN Bab I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah 1.1 Krisis Dalam Pelayanan Jemaat Dalam kehidupan dan pelayanan jemaat tak pernah luput dari krisis pelayanan. Krisis dapat berupa perasaan jenuh dan bosan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Salah satu perbedaan terbesar antara masyarakat di Indonesia (khususnya orang Batak) dengan masyarakat di Barat adalah dalam hal adat istiadat. Kehidupan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gereja adalah persekutuan orang percaya yang dipanggil oleh Allah dan diutus untuk menghadirkan Kerajaan Allah di dunia, ini merupakan hakikat gereja. Gereja juga dikenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN. A.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN. A.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1 Latar Belakang Permasalahan Keberadaan gereja tidak bisa dilepaskan dari tugas dan tanggung jawab pelayanan kepada jemaat dan masyarakat di sekitarnya. Tugas dan tanggung

Lebih terperinci

Penelaahan Tiap Kitab Secara Tersendiri

Penelaahan Tiap Kitab Secara Tersendiri Penelaahan Tiap Kitab Secara Tersendiri Mungkin kelihatannya lebih mudah untuk mengandalkan beberapa ayat Alkitab yang kita gemari untuk membimbing dan menguatkan kita secara rohani. Akan tetapi, kita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan teknologi dan komunikasi yang semakin pesat, memacu orang untuk semakin meningkatkan intensitas aktifitas dan kegiatannya. Tingginya intensitas

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Edisi 55, Fakultas Teologi UKDW, Yogyakarta, 1999, hal

Bab I Pendahuluan. Edisi 55, Fakultas Teologi UKDW, Yogyakarta, 1999, hal 1 Bab I Pendahuluan 1. Latar Belakang Permasalahan Kesetaraan laki-laki dan perempuan sudah seringkali dibicarakan dan diperjuangkan. Meski demikian, tetap saja kita tidak bisa mengabaikan kodrat seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Tidak seorangpun ingin dilahirkan tanpa dekapan lembut seorang ibu dan perlindungan seorang ayah. Sebuah kehidupan baru yang telah hadir membutuhkan kasih untuk bertahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang terdiri dari beragam budaya dan ragam bahasa daerah yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Dengan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup dalam komunitas sebagai anggota gereja (Gereja sebagai Institusi). 1

BAB I PENDAHULUAN. hidup dalam komunitas sebagai anggota gereja (Gereja sebagai Institusi). 1 BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Nabeel Jabbour menepis pemahaman tentang gereja hanya sebatas bangunan, gedung dan persekutuan yang institusional. Berangkat dari pengalaman hidup Nabeel Jabbour selama

Lebih terperinci

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan bernyanyi menjadi bagian yang penting dalam rangkaian peribadahan. Peribadahan-peribadahan yang dilakukan di gereja-gereja Protestan di Indonesia mempergunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agama-agama asli (agama suku) dengan pemisahan negeri, pulau, adat yang

I. PENDAHULUAN. agama-agama asli (agama suku) dengan pemisahan negeri, pulau, adat yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberagamaan orang Maluku, dapat dipahami melalui penelusuran sejarah yang memberi arti penting bagi kehidupan bersama di Maluku. Interaksiinteraksi keagamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obor Indonesia, 1999, p Jane Cary Peck, Wanita dan Keluarga Kepenuhan Jati Diri dalam Perkawinan dan Keluarga, Yogyakarta:

BAB I PENDAHULUAN. Obor Indonesia, 1999, p Jane Cary Peck, Wanita dan Keluarga Kepenuhan Jati Diri dalam Perkawinan dan Keluarga, Yogyakarta: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Pada dasarnya setiap orang memiliki suatu gambaran tentang keluarga dan keluarga harmonis. Keluarga merupakan sistem sosial dari hubungan utama, yang memungkinkan

Lebih terperinci

UKDW. Bab I Pendahuluan. A. Latar Belakang Permasalahan

UKDW. Bab I Pendahuluan. A. Latar Belakang Permasalahan Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Permasalahan Dalam kehidupan umat Kristen, Allah merupakan sosok yang memiliki peranan penting. Bahkan sebelum masa Kekristenan muncul, yaitu pada masa Perjanjian Lama

Lebih terperinci

lambang dan Citra citra Rakyat (PERSETIA. 1992), hlm.27 6 Scn 3, hlm

lambang dan Citra citra Rakyat (PERSETIA. 1992), hlm.27 6 Scn 3, hlm BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia pada hakekatnya adalah makhluk berbudaya, karena itu manusia tidak dapat lepas dari budaya yang dianutnya. Suatu budaya memiliki nilai

Lebih terperinci

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar belakang permasalahan. 1) Gambaran umum tentang orang Tionghoa yang ada di Indonesia.

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar belakang permasalahan. 1) Gambaran umum tentang orang Tionghoa yang ada di Indonesia. BAB I Pendahuluan 1.1 Latar belakang permasalahan 1) Gambaran umum tentang orang Tionghoa yang ada di Indonesia. Orang-orang Tionghoa asli sudah datang ke pulau Jawa jauh sebelum kedatangan orang Barat.

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia selalu diperhadapkan dengan berbagai keragaman, baik itu agama, sosial, ekonomi dan budaya. Jika diruntut maka banyak sekali keragaman yang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. penting yang menjadi pokok atau inti dari tulisan ini, yaitu sebagai berikut :

BAB V PENUTUP. penting yang menjadi pokok atau inti dari tulisan ini, yaitu sebagai berikut : BAB V PENUTUP Pada bagian V ini, penulis akan memaparkan tentang kesimpulan dan saran. 5. 1. Kesimpulan Dari pemaparan pada bab-bab sebelumnya, penulis menyimpulkan beberapa hal penting yang menjadi pokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Padjajaran, 1974, hlm. 8 4 S.d.a

BAB I PENDAHULUAN. Padjajaran, 1974, hlm. 8 4 S.d.a BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Kanker sebetulnya bukanlah nama penyakit atau rasa sakit. Kanker merupakan sebuah nama untuk sekelompok besar bermacam-macam perasaan tidak sehat dengan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan.

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Permasalahan. Gereja dalam kehidupan kekristenan menjadi tempat dan sarana orang-orang percaya kepada Kristus, berkumpul dan saling mendorong antara orang yang satu

Lebih terperinci

dan padanya ada Injil yang kekal untuk diberitakannya kepada mereka.

dan padanya ada Injil yang kekal untuk diberitakannya kepada mereka. Seri Kitab Wahyu Pasal 14, Pembahasan #8 oleh Chris McCann Selamat malam dan selamat datang di pembahasan Alkitab EBible Fellowship dalam Kitab Wahyu. Malam ini adalah pembahasan #8 tentang Wahyu, pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus. Roh Kudus adalah pribadi Tuhan dalam konsep Tritunggal.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus. Roh Kudus adalah pribadi Tuhan dalam konsep Tritunggal. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak di dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, Tuhan Allah menyatakan diri sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus. Roh Kudus adalah pribadi Tuhan dalam konsep Tritunggal.

Lebih terperinci

UKDW. BAB I Pendahuluan. A. Latar Belakang

UKDW. BAB I Pendahuluan. A. Latar Belakang BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Kehidupan umat beragama tidak bisa dipisahkan dari ibadah. Ibadah bukan hanya sebagai suatu ritus keagamaan tetapi juga merupakan wujud respon manusia sebagai ciptaan

Lebih terperinci

Mengapa memberitakan Injil? Kis.14:15-18 Ev. Jimmy Pardede, M.A.

Mengapa memberitakan Injil? Kis.14:15-18 Ev. Jimmy Pardede, M.A. Mengapa memberitakan Injil? Kis.14:15-18 Ev. Jimmy Pardede, M.A. Hari ini kita akan melihat mengapa kita harus memberitakan Injil Tuhan? Mengapa harus repot-repot mengadakan kebaktian penginjilan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dr. Harun, Iman Kristen (Jakarta: PT.BPK Gunung Mulia), 2001, hlm

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dr. Harun, Iman Kristen (Jakarta: PT.BPK Gunung Mulia), 2001, hlm BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap manusia memerlukan orang lain untuk saling memberi dan menerima. Hal itu menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk sosial sekaligus

Lebih terperinci

BAB IV PANDANGAN WARGA JEMAAT GBI BANDUNGAN TERHADAP PSK BANDUNGAN. A. Pandangan Warga Jemaat GBI Bandungan Terhadap PSK Bandungan

BAB IV PANDANGAN WARGA JEMAAT GBI BANDUNGAN TERHADAP PSK BANDUNGAN. A. Pandangan Warga Jemaat GBI Bandungan Terhadap PSK Bandungan BAB IV PANDANGAN WARGA JEMAAT GBI BANDUNGAN TERHADAP PSK BANDUNGAN A. Pandangan Warga Jemaat GBI Bandungan Terhadap PSK Bandungan Pada Bab II telah dijelaskan bahwa cara pandang Jemaat Gereja terhadap

Lebih terperinci

Hari Pertama Kerajaan Kristus Bagi Gereja-Nya Bagi Dunia Kita Hari Kedua Doakan Yang Menyatukan Bagi Gereja-Nya Bagi Dunia Kita Hari Ketiga

Hari Pertama Kerajaan Kristus Bagi Gereja-Nya Bagi Dunia Kita Hari Kedua Doakan Yang Menyatukan Bagi Gereja-Nya Bagi Dunia Kita Hari Ketiga Hari Pertama Kamis, 25 Mei 2006 Kerajaan Kristus...dan berbicara kepada mereka tentang Kerajaan Allah. Pada suatu hari ketika Ia makan bersama-sama dengan mereka, Ia melarang mereka meninggalkan Yerusalem,

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN. Berkatalah Petrus kepada Yesus: Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!.

UKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN. Berkatalah Petrus kepada Yesus: Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN Berkatalah Petrus kepada Yesus: Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!. 1 Ucapan Petrus dalam suatu dialog dengan Yesus ini mungkin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia, dijumpai berbagai tradisi atau budaya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia, dijumpai berbagai tradisi atau budaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia, dijumpai berbagai tradisi atau budaya yang menghubungkan dan mengikat anggota masyarakat satu dengan yang lain. Tradisitradisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada semua orang agar merasakan dan mengalami sukacita, karena itu pelayan-pelayan

BAB I PENDAHULUAN. kepada semua orang agar merasakan dan mengalami sukacita, karena itu pelayan-pelayan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Kristen Sumba (GKS) Nggongi adalah salah satu dari sekian banyak gereja yang ada di Indonesia. Gereja hadir untuk membawa misi menyampaikan kabar baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Rasa sakit ternyata tidak hanya dipahami sebagai alarm bagi tubuh kita. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa teologi (frater) pada beberapa rumah

Lebih terperinci

Bab Empat. Penutup. 1. Kesimpulan. Salah satu pokok yang seharusnya diputuskan dalam SSA GTM adalah

Bab Empat. Penutup. 1. Kesimpulan. Salah satu pokok yang seharusnya diputuskan dalam SSA GTM adalah Bab Empat Penutup 1. Kesimpulan Salah satu pokok yang seharusnya diputuskan dalam SSA GTM adalah peraturan/tata gereja definitif yang berisi uraian teologis-eklesiologis tentang identitas GTM secara menyeluruh

Lebih terperinci

BAB 27 Berdiam Diri dalam Pertemuan- Pertemuan Jemaat

BAB 27 Berdiam Diri dalam Pertemuan- Pertemuan Jemaat Dikutip dari buku: UCAPAN PAULUS YANG SULIT Oleh : Manfred T. Brauch Penerbit : Seminari Alkitab Asia Tenggara - Malang - 1997 Halaman 161-168 BAB 27 Berdiam Diri dalam Pertemuan- Pertemuan Jemaat Sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, 1999, hlm 30

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, 1999, hlm 30 1 BAB I PENDAHULUAN A. Pendahuluan A.1. Latar belakang permasalahan Harus diakui bahwa salah satu faktor penting di dalam kehidupan masyarakat termasuk kehidupan bergereja adalah masalah kepemimpinan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1. Latar Belakang Masalah Memberitakan Injil dalam wacana kekristenanan dipandang sebagai tugas dan tanggung jawab melanjutkan misi Kristus di tengah dunia. Pemahaman

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Dampak skizofrenia bagi keluarga sangatlah besar, ini menyebabkan seluruh keluarga ikut merasakan penderitaan tersebut. Jika keluarga tidak siap dengan hal ini,

Lebih terperinci

Pendampingan Pastoral Holistik di Megachurch (Sebuah Studi Tentang Pendampingan Pastoral Gereja Jemaat Kristen Indonesia Injil Kerajaan di Semarang)

Pendampingan Pastoral Holistik di Megachurch (Sebuah Studi Tentang Pendampingan Pastoral Gereja Jemaat Kristen Indonesia Injil Kerajaan di Semarang) Pendampingan Pastoral Holistik di Megachurch (Sebuah Studi Tentang Pendampingan Pastoral Gereja Jemaat Kristen Indonesia Injil Kerajaan di Semarang) Tesis Diajukan Kepada Program Pascasarjana Magister

Lebih terperinci

@UKDW BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

@UKDW BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sebagai jemaat dewasa di GKJ, pasti mengenal tentang istilah pamerdi. 1 Jemaat awam menganggap bahwa pamerdi adalah semacam perlakuan khusus yang diberikan kepada

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan di perkotaan diperhadapkan dengan sebuah realita kehidupan yang kompleks. Pembangunan yang terus berlangsung membuat masyarakat berlomba-lomba untuk

Lebih terperinci

RESENSI BUKU Keselamatan Milik Allah Kami - bagi milik

RESENSI BUKU Keselamatan Milik Allah Kami - bagi milik RESENSI BUKU Judul : Keselamatan Milik Allah Kami Penulis : Christopher Wright Penerbit : Surabaya: Literatur Perkantas Jawa Timur Tahun : 2011 Halaman : 225 halaman Dalam buku ini Christopher Wright berupaya

Lebih terperinci

KONSELING PASTORAL, MENGAPA TAKUT?

KONSELING PASTORAL, MENGAPA TAKUT? JTA 4/6 (Maret 2002) 15-24 KONSELING PASTORAL, MENGAPA TAKUT? Agung Gunawan D i pertengahan tahun 30an, ada beberapa pemimpin gereja mulai tertarik dalam bidang konseling untuk dipakai di dalam pelayanan

Lebih terperinci

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, BAB IV ANALISIS 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, yang secara sadar maupun tidak telah membentuk dan melegalkan aturan-aturan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. II. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. II. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN II. 1. Latar Belakang Permasalahan Kekristenan dan kebudayaan merupakan dua identitas yang melekat erat pada saat yang sama dalam diri orang Kristen. Untuk menjadi orang Kristen, seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat Jember merupakan percampuran dari berbagai suku. Pada umumnya masyarakat Jember disebut dengan masyarakat Pandhalungan. 1 Wilayah kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Y, Wartaya Winangun, Tanah Sumber Nilai Hidup, Yogyakarta: Kanisius, 2004, hal

BAB I PENDAHULUAN. 1 Y, Wartaya Winangun, Tanah Sumber Nilai Hidup, Yogyakarta: Kanisius, 2004, hal BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1. Latar Belakang Permasalahan Dalam kehidupan di dunia, setiap makhluk hidup pasti tergantung pada 3 unsur pokok, yaitu: tanah, air, dan udara. Ketiga unsur tersebut

Lebih terperinci

Pdt. Dr. Retnowati, M. Si Pdt. Totok S. Wiryasaputra, Th.M

Pdt. Dr. Retnowati, M. Si Pdt. Totok S. Wiryasaputra, Th.M RAMBU SOLO SEBAGAI TINDAKAN PASTORAL TESIS Diajukan Kepada Program Pascasarjana Magister Sosiologi Agama Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains (M.Si) OLEH: Yekhonya F.T. Timbang 75 2011 033 Pembimbing:

Lebih terperinci