BAB 6. MODEL PEMBERDAYAAN NELAYAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (PNBKL) Model ini merupakan pengembangan dari model ekonomi rumahtangga

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 6. MODEL PEMBERDAYAAN NELAYAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (PNBKL) Model ini merupakan pengembangan dari model ekonomi rumahtangga"

Transkripsi

1 357 BAB 6. MODEL PEMBERDAYAAN NELAYAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (PNBKL) Model ini merupakan pengembangan dari model ekonomi rumahtangga Cahayanov, dimana berdasarkan konsep inti teori Chayanov dalam menganalisis ekonomi keluarga adalah keseimbangan antara konsumen dan buruh dalam keluarga, yaitu ditunjukkan rasio antara jumlah yang mengkonsumsi(c) dan yang bekerja mendapat gaji ( W ) dalam keluarga tersebut ( C/ W ). Jika jumlah tanggungan meningkat, maka rasio C/W akan meningkat pula. Untuk menurunkan rasio tersebut, berarti harus menambah jumlah jam atau hari kerja keluarga yang bekerja, selain itu juga dapat menambah jumlah anggota keluarga yang ikut bekerja. Dalam penelitian ini mengajukan perempuan tani dalam keluarga tani tersebut ikut bekerja, supaya rasio C / W menurun. Berarti akan meningkatkan pendapatan dalam rumah tangga petani untuk memenuhi kebutuhan konsumsi mereka. Selanjutnya model ini juga mengkritik model MSY (Maximum Sustainable Yield) dari Schaefer, karena beberapa kelemahannya, seperti, menurut Conrad dan Clark (1987), menyatakan bahwa ada beberapa kelemahan konsep Maximum Sustainable Yield (MSY), antara lain adalah sebagai berikut : (1) Tidak memperhitungkan nilai ekonomis apabila stok ikan tidak dipanen atau imputed value. (2) Tidak memiliki sifat stabil, karena perkiraan stok ikan yang meleset sedikit saja bisa mengarah kepada pengurasan stok ikan (stock depletion). (3) Berdasarkan pada konsep keseimbangan (steady state) semata, sehingga tidak berlaku pada kondisi non steady state. (4) Konsep MSY ini mengabaikan aspek interdependensi dari sumberdaya dan (5) Konsep MSY ini sulit diterapkan pada kondisi heterogen, dimana sifat dari perikanan yang mempunyai ciri berbagai ragam jenis atau multispecies, seperti yang ada di Selat madura khususnya, dan sumberdaya perikanan di Indonesia pada umumnya.

2 358 Model pemberdayaan nelayan payang yang dihasilkan adalah secara Multidisipliner, yaitu adanya integrasi antara aspek Biologi, Ekologi, Ekonomi Rumahtangga dan Sosial serta Kearifan Lokal dalam pengelolaan sumberdaya perikanan secara sustainable dan lestari, sebagaimana terlihat pada gambar dibawah ini :.. BIOLOGI EKOLOGI Dinamika Modal -Ekonomi -Sosial SOSIAL EKONOMI RUMAHTANGGA (Household Economics) IKAN USAHA PERIKANAN PAYANG NELAYAN Dinamika Populasi - Recruitment - Mortalitas Sistem Bagi Hasil KEARIFAN LOKAL PETIK LAUT KEARIFAN LOKAL ONJHEM MSY (Maximum Sustainable Yield) PASAR KEARIFAN LOKAL PANGAMBAK Pasca-panen Kondisi Pasar KEARIFAN LOKAL ANDUN BENEFIT - Sosial - Ekonomi - Budaya - Biodiversity - Environtment Gambar 37. Model Pemberdayaan Nelayan Berbasis Kearifan Lokal (PNBKL)

3 359 Dengan dasar gambar 37 tersebut, maka fokus perhatian model pemberdayaan nelayan berbasis kearifan lokal (PNBKL) terkait dengan kajian ilmu perikanan dan kelautan dalam membangun perikanan adalah dengan melihat pengelolaan sumberdaya perikanan secara terpadu, misalnya dengan melihat struktur, nature dan dinamika sumberdaya ikan dari seluruh komponen sistem perikanan tangkap maupun budidaya. Gagasan model pemberdayaan ini melihat perikanan sebagai satu kesatuan system dengan pengorganisasian sebagai berikut : 1. Sistem Sumberdaya Perikanan (a) Sumberdaya Ikan (b) EKOLOGI (Ekosistem) (c) BIOLOGI (Lingkungan bio-fisik) 2. Sistem Sosial (a) Nelayan/ Pembudidaya Ikan KJA (Karamba Jaring Apung) (b) Sektor pasca-panen dan konsumen (c) Rumahtangga Nelayan/ Pembudidaya Ikan dan komunitas (d) Lingkungan sosial/ekonomi dan budaya 3. Sistem Pengelolaan Sumberdaya Perikanan dan Budidaya Ikan (a) Perencanaan dan kebijakan perikanan tangkap dan budidaya ikan (b) Pengelolaan perikanan (c) Pembangunan perikanan (d) Penelitian perikanan tangkap dan budidaya ikan. 4. Kearifan Lokal yang berpengaruh terhadap perilaku rumahtangga nelayan (a) Petik Laut (b) Onjhem (c) Andun (5) Pangambak

4 360 Pendekatan sistem menolak pendekatan penyederhanaan perikanan, seperti : ikan di laut dan masyarakat nelayan di atas kapal. Dan pandangan sebaliknya yang melihat : begitu banyak jenis ikan, begitu banyak tipe nelayan, dan begitu banyak konflik Memang benar sistem perikanan adalah kompleks Pendekatan sistem dimaksudkan untuk melihat gambaran besar dan unik tentang sumberdaya perikanan dan budidayanya untuk dipahami lebih baik dimana sekelompok nelayan bekerja untuk membantu agar pengelolaan dan kebijakan dapat bekerja lebih baik. Tekanan pada penelitian ini untuk menyediakan cara pandang pengelolaan dan penelitian sumberdaya perikanan maupun budidaya ikan secara terpadu sebagai refleksi implementasi Agenda 21, sebuah dokumen yang dicanangkan pada United Nation Conference on Environment and Development yang lebih dikenal sebagai Rio-Conference (Borgese, 1995 dari Charles, 2001). Isi Agenda 21 disajikan pada Box 1. Box 1 Agenda 21. Pasal 17 Perlindungan lautan dan kawasan pesisir dan sumberdaya kehidupan didalamnya A. Pengelolaan terpadu dan pembangunan berkelanjutan kawasan pesisir, termasuk lautan Zone Ekonomi Eksklusive (ZEE). B. Perlindungan lingkungan laut. C. Konservasi dan penggunaan sumberdaya laut dalam secara berkelanjutan. D. Konservasi dan penggunaan sumberdaya lautan dibawah jurisdiksi nasional secara berkelanjutan. E. Mengusahakan diri untuk mengelola lingkungan lautan, ketidakpastian dan perubahan iklim.. F. Memperkokoh kerjasama dan koordinasi internasional. G. Pembangunan berkelanjutan pulau-pulau kecil.

5 361 Pada Tahap I : Menunjukkan bahwa ada tiga kekuatan eksternal berpengaruh dalam pengelolaan sistem perikanan berkelanjutan (Sustainable), yaitu : perubahan iklim, kebijakan pemerintah dan makro ekonomi, selanjutnya dapat digambarkan bahwa sistem perikanan secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut : (1) Ikan di laut dan (2) Armada penangkapan untuk menangkap ikan tersebut sampai batas MSY (Maximum Sustainable Yield), sebagai suatu bentuk aktifitas BIOLOGI yaitu berupa operasi penangkapan terkendali dan ramah lingkungan. Selanjutnya dari proses penangkapan kapal penangkap ikan (3) Hasil tangkap (panen ikan) diangkut ke darat dan dijual di (4) pasar, sebagai suatu bentuk aktifitas EKONOMI yang berlangsung dalam masyarakat nelayan. Ikan sebagai sumber protein bagi kebutuhan ummat manusia merupakan salah satu karunia Tuhan. Pada Tahap II : Menunjukkan sebuah penyederhanaan Sistem Perikanan Tangkap sederhana yang menggambarkan tentang input (ikan dan armada penangkapan ikan) dan output (panen). Selanjutnya dapat dibayangkan bahwa masing-masing input, yaitu cadangan ikan dan armada tangkap secara dinamis berubah sepanjang waktu tergantung pada lingkungan internal masingmasing. Cadangan ikan dikendalikan oleh proses reproduksi (recruitment) dan mortalitas. Armada tangkap dikendalikan oleh dinamika permodalan sebagai investasi yang dilakukan oleh nelayan juragan berupa modal fisik kapal dan alat tangkap ikan, yang selanjutnya terjadi penyusutan sepanjang waktu. Disamping itu ada modal sosial berupa adat kebiasaan masyarakat yang telah berlangsung lama dan turun menurun seperti kearifan lokal : pethik laut, onjhem, andun, nyabis, pangambak, sistem kontrak kerja dan telasan. Keduanya, yaitu dinamika populasi ikan dan dinamika modal (ekonomi dan sosial) terkait dengan besarnya hasil tangkapan.

6 362 Pada Tahap III : Menunjukkan suatu Sistem Perikanan Tangkap lebih Modern, sebagai berikut ini : Pasar dan armada tangkap berubah secara dinamik, kemudian mempengaruhi cadangan ikan dan keuntungan juragan (pengusaha). Sangat jelas, bahwa hasil tangkap ikan akan menurunkan cadangan ikan, sebaliknya, hasil panen di jual di pasar memperoleh keuntungan yang dapat dipakai oleh nelayan melakukan investasi baru sejalan dengan variasi keuntungannya. Sementara variasi keuntungan terkait dengan kondisi hasil tangkapan dan pasar. Masih ada lagi komponen lain yang terkait dengan sistem perikanan tangkap, yaitu sistem sosial perikanan. Untuk diketahui bahwa diatas armada terdapat ABK maupun para juragan yang berperan penting dalam sistem perikanan tangkap. Sisi sosial ini sangat penting untuk lebih lengkap menggambarkan sistem perikanan tangkap. Sistem perikanan tangkap tidak hanya kita lihat pada inti persoalan ikan di laut, dan armada tangkap saja, tapi juga orang-orang yang bekerja di kapal dan atau orang-orang yang bekerja yang terkait dengan hasil tangkapan ikan tersebut. Juga adanya adat kebiasaan seperti kearifan lokal yang dapat mempengaruhi perilaku rumahtangga nelayan dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan secara sustainable dan lestari. Dalam hal ini ada 4 kearifan lokal, yaitu onjhem, petik laut, andun dan pangambak. 1. ONJHEM Keberadaan onjhem sebagai rumah ikan atau sarang ikan yang menyediakan stock ikan atau restocking sumberdaya ikan akan memacu daerah penangkapan ikan yang semakin luas. Dimana semakin meningkat hasil ikan yang didapat, maka akan memerlukan curahan kerja yang semakin meningkat dibidang yang berkaitan dengan usaha penangkapan ikan. Dan untuk memudahkan kegiatan penangkapan ikan ditengah laut (daerah penangkapan ikan), sebagian nelayan memasang sarang ikan atau onjhem didalam laut,

7 363 onjhem ini dibuat dari daun pohon kelapa yang masih utuh, batangan bambu, dan batu pemberat yang disusun sedemikian rupa, onjhem ini akan menjadi tempat berkumpul dan bertelur ikan sehingga dapat membantu nelayan untuk menjaringnya (Kusnadi, 2000). Pada masa mendatang diperlukan untuk pemberdayaan onjhem ini ketempat daerah penangkapan yang lebih luas lagi untuk meningkatkan hasil tangkapan sekaligus upaya pelestarian sumberdaya ikan oleh stakeholder. Disamping itu nampak kontribusi kearifan lokal onjhem (rumpon) terhadap pembangunan perikanan mendatang Laut sebagai karakteristik kondisi alam sudah terpenuhi jika mengacu pada Christy(1992). Onjhem merupakan hasil buah pikir yang terjadi karena desakan adaptasi manusia dengan alam. Onjem juga memiliki batas-batas wilayah dalam pengelolaannya, meskipun tidak ada teknologi canggih yang digunakan, dan hanya menggunakan cara tradisional dalam mengetahuinya batas-batas ini bisa ditentukan hukum adat yang melekat seperti: misalnya, secara naluriah jika onjem ini bukan milik kita, maka kita tidak akan melakukan penangkapan ikan di onjem orang lain tersebut. Hal ini merupakan sebuah bentuk hukum adat yang tidak tertulis dalam masyarakat nelayan Selat Madura. Aspek teknologi, meskipun sederhana dibanding rumponrumpon modern yang sudah ada saat ini.teknologi yang digunakan tetap bisa berfungsi dengan baik meskipun hasil belum maksimal dibanding hasil tangkapan dilaut lepas. Sehingga aspek teknologi terpenuhi meskipun sederhana dan tradisional. Aspek budaya juga terpenuhi dalam onjhem masyarakat nelayan Selat Madura, dapat dilihat dari adanya budaya menghormati jika ini milikmu maka aku tidak boleh memanfaatkannya tanpa seijinmu dan apabila ini dilanggar maka hasil akan diambil pemilik onjhem dan adanya sanksi moral dari masyarakat. Ditinjau dari aspek distribusi kekayaan tidak terpenuhi karena memang onjem merupakan milik pribadi meskipun berada dilahan komunal dan

8 364 tidak ada hukum yang melindungi seperti halnya sertifikat tanah pada umumnya. Sedangkan dari aspek otoritas pemerintah, tidak adanya hukum yang melindungi tidak berarti kegiatan atau tradisi ini illegal dan melanggar hukum. Bahkan jika dilihat dan dikaji lebih dalam akan berdampak positif bagi lingkungan, yaitu dengan adanya onjem ini maka sebagai rumah bagi ikan untuk melakukan pemijahan dan tempat berlindung dari pemangsa, disamping itu terjadi rantai makanan sebagai wujud keseimbangan alanm akan terjadi disekitar rumpon. Hal ini sebagai salah satu wujud kepedulian masyarakat nelayan selat Madura terhadap lingkungan dengan diterapkannya kearifan lokal onjem ini, dimasa mendatang dapat ditumbuh kembangkan dengan teknologi yang lebih baik, yaitu dengan upaya pembangunan terumbu karang buatan (Primyastanto. M, 2012). Sehingga perlu dilestarikan dan diberdayakan dengan sentuhan teknologi yang ramah lingkungan, serta pembuatan terumbu karang buatan ditempat tertentu sebagai fishing ground untuk memperluas daerah penangkapan ikan bagi nelayan. 2. PETIK LAUT Pada perilaku produktivitas (PRM), dipengaruhi oleh peubah kearifan lokal PETIK LAUT.Produktivitas hasil tangkapan ikan merespon positif terhadap peubah PETIK LAUT. Perilaku tersebut dapat diinterpretasikan bahwa peningkatan pelaksanaan petik laut akan meningkatkan produktivitas pemanfaatan sumberdaya yang ada, terutama akan membuka peluang kerja baru sebagai akibat dari terbukanya peluang usaha baik perikanan dan non perikanan, yaitu dengan menjadikan even petik laut sebagai ekowisata dan bisa dilakukan per tahun. Hal tersebut akan meningkatkan produktivitas rumahtangga nelayan secara keseluruhan.

9 365 Dalam tradisi petik laut, dapat kita lihat untuk karakteristik alam dapat terlihat, bahwa laut merupakan objek dari tradisi tersebut.kemudian dari segi budaya, petik laut merupakan budaya dari masyarakat pesisir hampir sebagian besar masyarakat nelayan Selat Madura di Jawa Timur. Dari aspek distribusi kekayaan, biaya yang digunakan dalam petik laut merupakan biaya yang dikumpulkan dari semua lapisan masyarakat nelayan Selat Madura yang besarannya dikategorikan berdasarkan dari segi jenis alat tangkap yang dimiliki oleh nelayan. Sehingga antara pemilik alat tangkap payang jurung dan alat tangkap sleret atau purse seine akan berbeda, yang tentunya akan berbeda juga dari tingkat ekonomi nelayan karena biaya operasional dan biaya dalam satu kali trip beserta hasilnya akan sangat berbeda. Respon produktivitas hasil tangkapan ikan terhadap perbaikan status sumberdaya menunjukkan hubungan tidak nyata. Hal ini dapat menjelaskan bahwa peningkatan produtivitas melalui pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan (sustainable) pada tingkat Maximum Sustainable Yield (MSY) adalah sulit diimplementasikan, karena terkait dengan siklus hidup ikan yang menjadi sasaran penangkapan,disamping itu juga membutuhkan waktu pemulihan yang panjang (Anderson, 1986), serta bergantung pada jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan (Hannesson, 1988). Perbaikan teknologi tidak berpengaruh terhadap produktivitas hasil tangkapan ikan nelayan payang, hal ini terjadi sebagai akibat kondisi sumberdaya perikanan yang terbatas hanya di Selat Madura, dimana sumberdaya ikan semakin terkuras (over-exploited). Sehingga pemanfaatan sumberdaya perikanan akan menghadapi masalah over fishing dimana pada akhirnya akan mengancam pemanfaatan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan (sustainable). Oleh karena itu untuk memacu nelayan payang selat Madura untuk meningkatkan produktivitas hasil tangkapannya perlu diupayakan

10 366 untuk mencari daerah penangkapan baru (fishing ground), dan mencari alternative pendapatan baru bagi rumahtangga (Primyastanto. M, et al 2013 b). 3. ANDUN Adapun peubah SSDA tidak berpengaruh, sedangkan untuk peubah kearifan lokal ANDUN berpengaruh dan merespon negative. Hal ini dapat diinterpretasikan karena andun berkisar didaerah lain yang sama letaknya di Selat Madura, dimana biaya yang dikeluarkan semakin besar dan jenis ikan yang tertangkap tidak berbeda jauh sehingga kenaikan biaya tidak sebanding dengan hasil yang diperoleh. Disamping itu andun juga merupakan pengalihan dari tempat asal probolinggo yang sedang mengalami paceklik karena adanya angin gending. Sebagaimana menurut Illo dan Pollo (1970), bahwa para nelayan ketika andun kedaerah lain mereka membawa perahunya masing-masing, dan mereka melakukan andun tidak kedaerah lain yang lebih jauh karena risiko biaya yang akan ditanggung cukup besar. Andun yaitu suatu proses perpindahan sementara dalam usaha penangkapan ikan oleh nelayan dikarenakan beberapa kendala salah satunya yaitu pengaruh cuaca yang buruk. Menurut Key Informan : Dengan adanya angin gending, dimana angin gending ini sangat kencang ditengah laut dan ombak sangat ganas, meskipun ikan melimpah tetapi nelayan enggan untuk menukar resiko keselamatan mereka. Andun sebagai upaya untuk mencari ikan ketempat lain ini tidak terlepas dari keyakinan adanya perintah agama yang diyakininya, yaitu Islam, dimana para juru dakwah atau para ulama mengajarkan pada nelayan selat Madura untuk mengamalkannya, sebagaimana tercantum dalam firman Allah S.W.T dalam surah Al-Isra ayat 66 yaitu : Tuhan kalian adalah yang melayarkan kapal-kapal di lautan untuk kalian, agar kalian mencari sebahagian dari karunia-nya. Sesungguhnya Dia (Allah) adalah Maha

11 367 Penyayang terhadap kalian. Hal ini menunjukkan bahwa kearifan lokal Andun itu, disamping untuk berpindah tempat dalam mencari sumberdaya ikan baru sebagai wujud ibadah dari manifestasi nelayan Selat Madura terhadap kepercayaan dan keyakinan kepada Yang Maha Pemberi Rizqi, juga berdampak positif terhadap sumberdaya perikanan, yaitu memberi kesempatan bagi ikan ditempat semula melakukan restoking sehingga terjadi kelestarian sumberdaya ikan dalam upaya pengelolaan secara sustainable atau berkesinambungan (Primyastanto, M et al, 2013 a) Pada masa mendatang diharapkan budaya kearifan lokal ini diupayakan dengan payung hukum agar mencari daerah penangkapan yang masih potensial untuk dilakukan penangkapan ikan seperti di Laut Selatan Jawa, karena disamping potensi masih belum over fishing juga jenis ikannya termasuk ikan ekonomis penting sebagai komoditi eksport. Program transmigrasi nelayan ke wilayah Laut Indonesia Timur juga merupakan alternative pemerataan pembangunan dan pengelolaan terhadap eksploitasi sumberdaya ikan, sehingga pemerintah perlu memberikan kebijakan yang multiplier effect terhadap kelestarian sumberdaya ikan sekaligus meningkatkan pendapatan nelayan dengan berbasis kearifan lokal yang ada pada masyarakat nelayan Selat Madura (Primyastanto, M, 2011b). Pada umumnya nelayan Selat Madura melakukan Andun ke daerah Paiton (perbatasan Kabupaten Probolinggo dan Kabupaten Situbondo) serta ke wilayah Kabupaten Pasuruan. Proses andun sendiri dilakukan dengan membawa kapal dan seluruh ABK yang berkenan untuk ikut dalam andun kelokasi yang ditentukan oleh Fishing master atau kapten kapal. Umumnya jika terjadi angin gending, yaitu pada bulan-bulan Agustus hingga Oktober dan awal-awal November.

12 368 Andun yang dilakukan nelayan Selat Madura hanya terbatas disekitar Selat Madura saja, sehingga berdampak semakin meningkatkan tekanan terhadap over fishing, dimana akan bermuara tingkat produksi yang semakin berkurang. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka pemerintah diharapkan untuk mengupayakan memberikan kebijakan (policy) dan payung hukum tentang daerah penangkapan ikan yang dianjurkan untuk dieksploitasi terutama didaerah ZEE atau diluar Selat Madura, seperti di perairan Selatan pulau Jawa, yaitu Lautan Hindia, sehingga diharapkan budaya kearifan lokal Andun akan berdampak positif terhadap sumberdaya ikan sekaligus akan meningkatkan pendapatan nelayan, karena disamping akan meningkatkan produktivitas juga harga ikan didaerah fishing ground ZEE memilki nilai ekonomis penting (eksport) yang berdampak positif pada peningkatan kesejahteraan nelayan Selat Madura (Primyastanto, M, 2012 b ). Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Muhammad, S. et al (2013) tentang model kemitraan social berbasis kearifan masyarakat lokal sebagai perspektif Sosio-Ecology-Centrisme, dimana permasalahan kerusakan lingkungan dan akibat yang ditimbulkan masih merupakan masalah yang kita rasakan setelah berlangsung dua abad terakhir sejak industrialisasi melanda dunia. Dan kita dengan mudah dan sistematika bisa menunjuk apa saja jenis kerusakan tersebut. Pertanyaannya adalah benarkah kita sudah tidak bisa berfikir logis sehingga tindakan kita hanya berhenti pada tahap mengeksploitasi saja. Lemahnya kesadaran terhadap lingkungan sisi lain yang juga terjadi karena adanya anggapan bahwa pemanfaatan alam oleh manusia itu adalah hal yang wajar. Tindakan konservasi cadangan ikan di pesisir memerlukan implementasi penguatan modal sosial berupa pendekatan kemitraan co-management, yaitu sebuah bentuk pendekatan Model Kemitraan Sosial adalah bentuk

13 369 pemberdayaan modal sosial sama kuat diantara berbagai pihak yang bermitra. Kaitan kemitraan sosial dengan modal social bahwa kemitraan sosial adalah bentuk interaksi antar pelaku untuk meraih pencapaian tujuan kesejahteraan masyarakat miskin dalam meraih : (1) Informasi, (2) Ikatan sosial, (3) Menumbuhkan kepercayaan dan (4) Pengakuan sosial antar pelaku yang bermitra. Dimana hal ini juga berkaitan erat dengan kepercayaan masyarakat nelayan di Selat Madura yang didasari oleh religi, terutama Agama Islam yang tertera dalam Al-Qur an, bahwa : Bukanlah menghadapkan wajahmu kearah timur dan barat itu suatu kebajikan, melainkan sesungguhnya kebajikan itu adalah : beriman kepada Allah, Hari kemudian, Malaikat-malaikat, Kitab-kitab, Nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada karib kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musyafir (yang memerlukan pertolongan), dan orang-orang yang meminta-minta, dan (memerdekakan) hamba sahaya/budak, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, dan orang-orang yang menepati janjinya bila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya), dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa (muttaqin), (Q.S. Al- Baqarah : 177). Kemitraan sosial adalah merupakan penguatan struktur sosial yang menjamin peran sama kuat (equal role) antar pelaku yang bermitra (bias Negara, Korporasi maupun masyarakat dengan pihak masyarakat miskin yang tidak berdaya). Untuk meraih penguatan struktur social masyarakat yang tidak berdaya menjadi berdaya, yaitu dengan penguatan Model Kemitraan sosial ini diimplementasikan atas dasar prinsip sebagai berikut : (a) Proses pemberdayaan masyarakat nelayan bersifat kemitraan (equal role) yang berpusat pada pembangunan manusia (human centered development, antropocentis) seutuhnya yang peduli pada kelestarian lingkungan, (b) Dilakukan atas dasar prinsip

14 370 partisipatif dan kemandirian masyarakat, (c) Bersifat multi dimensi sosial budaya/lingkungan multi tahun dan multi tahapan, (d) Pendampingan dilakukan secara berkelanjutan dengan suasana hubungan pendampingan bersifat kemitraan, (e) Mengacu penguatan kesepakatan dan kearifan masyarakat lokal (Local Communities Wisdom), (f) Proses pemberdayaan untuk penguatan tindakan Konservasi Cadangan Ikan dilakukan atas dasar prinsip pemecahan masalah (problem solving). Terutama sekali mempunyai tujuan strategis dalam upaya untuk tujuan pengelolaan sumberdaya ikan (SDI) secara berkelanjutan (Primyastanto, M c). Menurut Muhammad, S. (2011) bahwa dari sudut pandang aliran lingkungan, Model Kemitraan Sosial merupakan bentuk jalan tengan/ moderat : antara aliran lingkungan acomodating/ konservasi dan communities berbasis pada modal sosial ajaran agama sebagaimana telah disebutkan. Artinya Model Kemitraan Sosial merupakan salah satu bentuk pemikiran modal sosial berbasis lingkungan atas dasar pendekatan Ekonomi Hijau dan Religius. Hal ini juga merupakan upaya menghindarkan rumahtangga nelayan terhadap perilaku perusakan lingkungan yang akan berdampak negatif dimasa mendatang (Primyastanto, M. et al. 2010) 4. PANGAMBAK Demikian pula pengeluaran untuk keperluan PANGAMBAK cukup besar. Dalam banyak hal masyarakat nelayan diberbagai tempat nelayan dan pedagang perantara terikat oleh hubungan kerjasama yang kuat demi kepentinganbersama secara jangka panjang.hubungan kerjasama tersebut bertujuan mengatasi kesulitan nelayan dalam memasarkan hasil tangkapan yang kualitasnya cepat menurun (perishable food) juga karena keterbatasan modal usaha. Disisi lain nelayan selalu dirugikan dalam hubungan kerjasama tersebut (Acheson, 1981).

15 371 Sedangkan menurut Firth (1946) selain menyediakan pinjaman modal usaha kepada para nelayan, tugas utama pedagang perantara adalah menyelenggarakan kegiatan pasar secara terus menerus agar ikan tetap tersedia untuk konsumen dan menyelamatkan harga ikan ketika hasil tangkapan nelayan sedikit atau melimpah. Hal ini merupakan dampak positif kearifan lokal pada pengelolaan sumberdaya ikan (Primyastanto, M b). Pedagang perantara yang menjualkan hasil tangkapan ikan dikalangan nelayan Selat Madura biasanya disebut pangambak (Jordaan dan Niehof, 1982). Pangambak di pesisir didominasi oleh perempuan.pada umumnya baik pemilik perahu (juragan) maupun pandhiga (pendega), memiliki pinjaman ikatan dengan pangambak. Besarnya pinjaman ikatan yang diberikan kepada nelayan antara juragan dan pendega berbeda-beda, sekalipun yang diharapkan dari nelayan adalah sama yaitu hasil tangkapan ikan. Perkiraan besar kecilnya pinjaman ikatan antara nelayan juragan dan pendega itu muncul karena pangambak memperhitungkan sumberdaya ekonomi yang dimiliki keduanya. (1) Juragan adalah pemilik alat produksi untuk menangkap ikan (ASKJ), sehingga sumberdaya ekonomi yang dimilki juga besar. Berkaitan dengan hal itu, system bagi hasil yang berlaku di selat Madura memberikan bagian yang lebih besar kepada juragan daripada pendega secara perorangan. Jika bagian hasil yang diterima juragan cukup besar, berarti keuntungan yang diterima pangambak juga akan cukup besar juga. (2) Pendega adalah nelayan buruh yang hanya memilki sumberdaya jasa tenaga, dan dimanfaatkan untuk bekerja sebagai buruh pada juragan. Dalam system bagi hasil yang berlaku seperti system paron (50%), maka secara keseluruhan pendega memperoleh bagi hasil yang cukup besar. Tetapi jika bagian itu dibagi lagi perorang, maka hasil yang didapatkan akan menjadi sedikit (Primyastanto. M, et al c).

16 372 Menurut Muhammad, S. et al (2013), bahwa tantangan utama didalam pemberdayaan ikatan antar individu atau kelompok (spiral model), utamanya dalam hubungannya dengan pangambak diperlukan penguatan dalam hal permodalan dan pemasaran. Pada praktek ekonomi yang terjadi saat ini telah ditemukan adanya pengabaian politik dan ekonomi (economic and political exclusion) oleh urban- metropolitan economy dan multinational economy terhadap si-miskin, termasuk nelayan miskin diwilayah pesisir. Secara praktis langkah pemberdayaan politik adalah : (1) mendorong agar kelompok individu berkembang menjadi civil society yang memiliki kekuatan tawar-menawar (bargaining position), (2) mendudukkan lembaga pemerintah sebagai tulang punggung (backbone) bagi terbangunnya keterkaitan antara kekuatan social masyarakat pesisir, (3) korporasi ekonomi regional dan nasional diminta untuk membuka tanggung jawab social (corporate social responsibility / CSR) dan pasar produk yang dihasilkan komunitas pesisir, atau memberikan kegiatan kepada peran keluarga miskin didaerah pesisir melalui mekanisme sub-kontrak. Hal ini dibutuhkan dalam rangka membentuk satu sistem yang mengarah kepada pemanfaatan SDA dan SDM secara proporsional dalam rangka pengelolaan secara lestari, efisien dan sustainable, sebagaimana program MINAPOLITAN (Primyastanto, M a) Peran Pangambak dimasa mendatang agar tidak terkesan eksploitasi terhadap nelayan skala kecil seperti nelayan payang, maka perlu pemerintah untuk membebaskan hutang yang ada, melalui lembaga penjamin sosial (LPS), selanjutnya pangambak dilibatkan dalam pemasaran dengan system lelang agar berjalan sesuai dengan mekanisme pasar, dan nelayan diarahkan agar berusaha untuk menabung dalam lembaga tersebut sebagai bentuk partisipasinya terhadap lembaga lokal tersebut sebagaimana model Koperasi. Sedangkan peran ulama atau tokoh masyarakat memberikan pencerahan kepada para

17 373 pangambak untuk tidak berpraktek sebagaimana rentenir yang merupakan larangan dalam agama islam sebagaimana, yang tercantum dalam Al-Qur an surah Al-Baqarah ayat 275 : Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat) sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Sehingga dimasa mendatang diperlukan suatu proses perencanaan usaha pada bisnis perikanan agar tidak terjadi konflik sosial yang akan merugikan stake holder yang ada (Primyastanto, M. 2005). Berdasarkan penelitian Muhammad, S. et al (2013), bahwa perolehan modal usaha nelayan umumnya dilayani oleh pedagang (pangambak) dengan beban jasa yang semakin mencekik, nelayan berharap adanya perbaikan harga ikan dengan pola kemitraan sosial, yaitu diperlukan pedagang yang memihak komunitas nelayan sebagai organizer pemasaran ikan sekaligus ikut serta menyelesaikan ikatan modal pedagang yang dinilai bahwa para pedagang berperilaku mencekik harga ikan. Nelayan selat Madura cenderung menjual hasil tangkapannya pada pedagang langganan atau pangambak. Ada dua alasan utama mengapa nelayan menjual hasilnya padanya, yaitu : (1) Adanya ikatan hutang. Pedagang untuk mendapatkan kepastian barang dagangannya, mereka mengikat hubungan dengan nelayan dalam bentuk pinjaman bebas bunga dengan margin harga tertentu, antara 10%-20%. (2) Adanya kepastian harga. Dalam keadaan tertentu dapat terjadi tawar menawar harga yang disepakati. Hal ini perlu diupayakan Policy atau kebijakan dari pemerintah untuk mengatur sistem pinjam meinjam antara pangambak dan nelayan, agar tidak menjadikan preseden buruk dimasa mendatang terutama bagi perkembangan ekonomi global (Primyastanto, M b).

18 374 Status pedagang yang beroperasi di wilayah ini dapat dikelompokkan menjadi pedagang antar daerah dan pedagang eksport. Pedagang eksport memiliki persyaratan standard barang dagangan antara lain : (a) Jenis ikan tertentu, (b) Mutunya segar atau beku dengan harganya lebih tinggi dari harga pasar lokal.permasalahan tingkat harga mengikuti mekanisme pasar bebas yang tidak jarang pembentukan harga terjadi berada dalam tekanan harga oleh pedagang. Dalam keadaan demikian nelayan hampir tidak berdaya, meskipun berdiri tempat pelelangan ikan, hanya saja nelayan tidak pernah menjual hasil tangkapannya melalui proses pelelangan ikan. Hal ini merupakan suatu potensi dan peluang bisnis di sektor perikanan (Primyastanto, M. 2006) Tempat pelelangan ikan (TPI) tidak berfungsi karena : (1) tidak ada lelang ikan, (2) Harga cenderung tertekan rendah, karena pedagang tidak hadir, (3) ikan yang bersifat parishable food atau cepat busuk, maka nelayan tidak berdaya menghadapi perilaku pedagang, karena nelayan terikat hutang, sementara pedagang menjemput (ngambak) nelayan ditempat pendaratan ikan, ketika ikan mulai nampak membusuk, harga ikan semakin ditekan oleh pedagang. Nelayan menghadapi suasana dilematis antara ikatan hutang sekaligus ikan cepat busuk.sehingga bagi nelayan skala rumahtangga keadaan demikian dinilai sebagai sumber permasalahan. Oleh karenanya Pemerintah diharapkan untuk memfungsikan kembali Tempat Pelelangan Ikan, agar harga yang terbentuk dipasar akan cenderung lebih baik dibandingkan apabila tidak melelaui proses lelang, dimana akan terjadi peningkatan harga lebih baik. Sehingga akan meningkatkan motivasi nelayan untuk meningkatkan produktivitasnya dengan jalan memperluas daerah penangkapan ikan sampai ke wilayah ZEE dengan peralatan yang lebih modern dan efektif sekaligus ramah lingkungan. Hal ini akan dapat melestarikan sumberdaya ikan pada daerah yang sudah over fishing, seperti Selat Madura. Ditambah lagi dengan kearifan lokal

19 375 yang ada seperti : petik laut, onjem,andun dan pangambak, yang akan mampu mendorong sekaligus menjadi katalisator terhadap pengelolaan SDI secara lestari dan sustainable. Maka diperlukan payung hukum dalam mekanisme pasar, agar terjadi keadilan dalam proses pemasaran ikan bukan eksploitasi, sebagai perwujudan dari kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan yang sudah over fishing (Primyastanto, M a) Pada Tahap IV : Menunjukkan Tinjauan terhadap Sistem Perikanan Tangkap Optimal yang lebih luas seperti yang ditunjukkan pada Gambar 37, sistem perikanan tangkap dimana dapat dilihat ikan sebagai makhluk hidup yang terkait dengan ekosistem ( EKOLOGI ), yang berada dalam lingkungan bio-fisik perairan, dan para nelayan sebagai makhluk hidup dalam suatu rumahtangga suatu komunitas yang berada dalam suatu lingkungan sosialekonomi yang lebih luas. Selanjutnya, panen ikan didapatkan dengan adanya onjem, kemudian memasuki fase Agribisnis Perikanan dari kegiatan pascapanen yang mendistribusikan produk ke pasar, sehingga akan dapat diperoleh tingkat keuntungan produk ikan secara optimal dan meningkatkan nilai jual produk perikanan, selanjutnya akan meningkatkan pendapatan rumahtangga nelayan dimana pada gilirannya akan mempu meningkatkan kesejahteraan nelayan secara berkelanjutan /sustainable (Primyastanto, M d) Tahap I-IV menggambarkan Model Pemberdayaan Nelayan Berbasis Kearifan Lokal (PNBKL), selanjutnya gambaran tentang Model Pemberdayaan tersebut disajikan dalam bentuk Matrik Perencanaan Strategis dalam bentuk sistem dengan cara menunjukkan komponen kunci Sistem Pengelolaan Perikanan Tangkap Secara Sustainable dan Lestari, unsur utama komponen struktur, yaitu : aspek Biologi, aspek lingkungan ekologis, aspek sosial, aspek ekonomi, aspek pengolahan pasca panen, diversifikasi produk, aspek pemasaran, policy/kebijakan, serta kearifan lokal yang terkait, tindakan

20 376 atau pengaruh yang relevan, dimana hal ini akan membuka peluang untuk dapat diteliti kelayakan usaha dari masing-masing usaha stake holder terkait, baik berupa benefit sosial, ekologi,maupun benefit ekonomi yang dapat dihasilkan dari adanya suatu proyek yang ada pada pengelolaan sumberdaya perikanan secara lestari dan sustainable (Primyastanto, M f). Selain itu juga akan membuka peluang pada perluasan pasar baik pasar domestik maupun eksport, dimana sudah merupakan keniscayaan bahwa produk perikanan sebagian besar adalah merupakan komoditi ekonomis penting yang pangsa pasarnya adalah eksport, sehingga diperlukan upaya modernisasi terhadap pengelolaan produk perikanan, sejak dari saprodi, proses produksi, pengolahan, diversivikasi produk, kemasan, standarisasi, grading, labelling sampai kepada pemasarannya. terutama yang berkaitan dengan mutu produk yang harus disesuaikan dengan persyaratan pasar global yang senantiasa berubah secara cepat dan efisien (Primyastanto, M c). Maka diperlukan suatu model pemberdayaan yang mencakup semua aspek yang ada baik, aspek ekologi, ekonomi, sosial, budaya, politik, pasar global, kearifan lokal, dimana pada masa ini secara global sudah tidak dapat dibendung lagi dalam mengantisipasi pasar global yang dibutuhkan sejak saat ini sampai kemasa mendatang diperlukan antisipasi dalam menghadapinya. Sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 19. dimana Model Pemberdayaan Nelayan Berbasis Kearifan Lokal (PNBKL) disusun dalam tujuh kategorisasi yang ditunjukkan pada kolom pertama, yaitu : (1) Kategorisasi Pertama : ikan dan ekosistem. (2) Kategorisasi Kedua : pengguna. (3) Kategorisasi Ketiga : pasca-panen dan konsumen. (4) Kategorisasi Keempat : lingkungan sosial-ekonomi dan komunitas. (5) Kategorisasi Kelima : pengelolaan perikanan.

21 377 (6) Kategorisasi Keenam : kebutuhan pengelolaan dan pembangunan, (7) Kategorisasi Ketujuh : pengaruh luar yang utama Tabel 19. Skema Perencanaan Strategis Beberapa Kategorisasi Sistem Perikanan Tangkap dalam garis besar Berbasis PNBKL Ikan dan Pantai Lepas Beruaya Habitat dan Interaksi Ekosistem (0-3 mil) Pantai dan Laut Kualias Ekologis (>3-12 mil) Dalam Lingkungan (ZEE) Pengguna Perikanan Nelayan Armada Joint-Ventura Armada Subsisten Artisenal Industri Asing Pasca-panen Pengolah Pengolah Marketing Konsumen Pasar dan tradisional Industri dan Domestik Ekspor Konsumen distribusi Lingkungan Organisasi Komunitas Peran Aspek Aktifitas Sosek dan dan dan RT. Wanita dan historis, terkait Komunitas Lembaga Perikanan Keluarga kultur, dengan kearifan lokal perikanan dan legal Pengelolaan Tujuan dan Kebijakan Pembangun Penelitian Kebijakan Perikanan Kebijakan pengelolaan an pendugaan Internasio dan Perikanan stok nal Penegakan aturan Kebutuhan Penguatan Pembangun SIM dan Struktur Diversifika pengelolaan dan pembangunan Lembaga an SDM IPTEK Kelola yang Cocok si Usaha Ekonomi RT. Nelayan Pengaruh Marine Agrikultur Turisme Industri Transporta Luar yang Utama kultur dan Agroindustri Ekowisata Bahari Perikanan si dan Akomodasi Sumber : Charles, A.T. 2001

22 378 Dari ketujuh kategori pada Tabel 19, maka keenam kategori pertama (1-5) dalam kerangka Sistem Perikanan Tangkap menunjukkan hal-hal sebagai berikut : (1) Kategori pertama : berkenaan dengan komponen sistem sumberdaya ikan (SDI), yaitu persoalan ikan dan ekosistemnya. (2) Kategori kedua, ketiga dan keempat : berkenaan dengan persoalan sistem sosial-ekonomi. (3) Kategori kelima dan keenam : berkenaan dengan persoalan sistem pengelolaan SDI. (4) Adapun kategori ketujuh : berkenaan dengan daftar lingkungan eksternal yang berpengaruh yang merupakan lingkungan diluar sistem perikanan tangkap. Setiap kategori berisi sejumlah unsur yang tersusun secara garis besar lebih bersifat lokal atau internal dalam perikanan tangkap tersebut (pada sisi kirinya) dan bersifat spasial lebih luas dan berorientasi eksternal (pada sisi kanannya). Sebagai contoh, kategori ikan dan ekosistem mencakup tiga lingkungan utama, dari lingkungan pantai (pesisir) ke lepas pantai (laut dalam), selanjutnya ke situasi ikan-ikan beruaya di laut dalam, juga kualitas habitat dan lingkungan serta interaksi ekologis. Sejalan dengan unsur sistem tersebut, kategori pengguna dimulai dari perikanan subsisten dan skala kecil ke skala industri, kemudian joint-ventura dan kapal asing. Hal ini akan mengarahkan setiap usaha perikanan yang ada sejak saprodi, produksi, pasca panen, pengolahan, pemasaran sampai produk di tangan konsumen menjadi satu kesatuan bisnis yang biasa disebut sebagai Managemen Agribisnis Perikanan utnuk membentuk bargaining position yang lebih kuat bagi rumahtangga nelayan (Primyastanto, M e).

23 379 Skema perencanaan strategis tersebut tentu saja merupakan model penyederhanaan sistem dari suatu sistem yang kompleks yang dapat dipakai sebagai perencanaan pengelolaan perikanan secara sustainable dan lestari dimasa mendatang. Sebagai contoh, untuk melakukan penilaian suatu program atau projek tertentu dalam suatu perikanan tangkap skema tersebut dapat membantu memberikan indikasi secara visual suatu unsur sistem perikanan tangkap secara langsung maupun tidak langsung dan memberikan gambaran garis besar tentang interaksi yang dapat dimonitor sebagai bagian yang tercakup dan tidak terpisahkan dalam sistem pengelolaan perikanan tangkap. Hal ini merupakan suatu aplikasi dari suatu bidang ilmu ekonomi yang biasa diterapkan pada bidang perikanan, dimana dapat mengestimasi suatu investasi apakah layak dalam jangka pendek maupun jangka panjang (Primyastanto, M. 2003). Untuk dapat mengoperasikan Model Pemberdayaan Nelayan Berbasis Kearifan Lokal (PNBKL) ini, diperlukan analisis data kualitatif digabungkan dengan data kuantitatif (Mixed Methods), kemudian dimasukkan dalam program Statistical Analysis System (SAS) versi Portable, maka akan terjadi proses analisis data secara simultan yang akan memberikan hasil berdasarkan model ekonomi rumahtangga yang telah dikembangkan dari model Chayanov yang terdiri atas 4 blog, yaitu produksi, curahan kerja,penerimaan, dan pengeluaran serta mengintegrasikan variabel kearifan lokal kedalam sistem tersebut dengan persamaan matematis sebagai berikut : 1. Fungsi daerah penangkapan ikan sebagaimana persamaan DPI = b 0 + b 1 ASKJ + b 2 PBM + b 3 PDPP + b 4 PDPJ + b 5 NY+ b 6 ONJ + U 2 2. Fungsi produktivitas dinyatakan dalam bentuk persamaan berikut PRM = c 0 + c 1 TEK + c 2 DESA + c 3 SSDA +c 4 PL + U 3

24 Fungsi curahan kerja dalam rumahtangga Juragan melaut dinyatakan dalam persamaan berikut. CDJM = e 0 + e 1 CDJA + e 2 CDJL + e 3 FQM + e 4 TEL +U 5 4. Fungsi curahan kerja dalam rumahtangga Pendega melaut dinyatakan dalam persamaan berikut. CDPM = g 0 + g 1 CDPA + g 2 CDPL + g 3 PDPP + g 4 TEL +U 7 5. Persamaan perilaku penerimaan kotor Juragan melaut (RJM) disusun dalam persamaan berikut. RJM = h 0 + h 1 QNM + h 2 PIK + h 3 SSDA + h 4 AND+ U 8 6. Penerimaan Pendega lainnya ketika melaut (PPLM). Kesempatan tersebut berhubungan dengan biaya trip melaut, frekuensi melaut dan aset kapal. Hubungan tersebut selanjutnya dapat disusun dalam bentuk persamaan berikut : PPLM = o 0 + o 1 BTM + o 2 FQM + o 3 ASKJ + o 4 SK + U 15 dimana : PPLM = jumlah penerimaan Pendega lainnya melaut (Rp/tahun) BTM = jumlah biaya perbekalan trip melaut (Rp/tahun) FQM = frekuensi melaut (hari/tahun) ASKJ = aset kapal (GT, ton) SK = Kearifan Lokal Sistem Kontrak Kerja Hipotesis parameter estimasi : o 1, o 2, o Konsumsi kebutuhan pokok nonpangan (KKPNJ) seperti untuk pakaian, perumahan, kesehatan dan pendidikan anggota rumahtangga berhubungan dengan jumlah pendapatan yang dapat dibelanjakan, jumlah angggota rumahtangga dan konsumsi non-pokok rumahtangga Juragan. Konsumsi kebutuhan non-pokok antara lain berupa berbagai pengeluaran untuk acara

25 381 pernikahan, wisata dan pengeluaran untuk barang mewah, dinyatakan dalam persamaan berikut. KKPNJ = r 0 + r 1 YJSPK + r 2 AKRJ + r 3 KKNPJ + r 4 PNG + U Pengeluaran konsumsi kebutuhan pokok non-pangan rumahtangga Pendega Hubungan tersebut dinyatakan dalam bentuk persamaan berkut. KKPNP = v 0 + v 1 YPSPK + v 2 AKRP + v 3 TTABP + v 4 PNG + U 22 Kemudian dari hasil analisis data secara mixed methods dari data kualitatif dan kuantitatif, dihasilkan model pemberdayaan nelayan berbasis kearifan lokal. Selanjutnya diperlukan penelitian lanjutan untuk mensimulasikan model tersebut dengan berbagai kebijakan yang akan dilakukan. Hal itu diupayakan untuk diimplementasikan pada masyarakat nelayan di Selat Madura khususnya dan masyarakat nelayan Indonesia dan Internasional pada umumnya dengan memberdayakan kearifan lokal yang ada akan mampu berpartisipasi terhadap pelestarian sumberdaya perikanan sebagai salah satu sumberdaya alam yang ada. Semoga bermanfaat. Amin.

BAB 8. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Kearifan lokal yang ada pada masyarakat nelayan di Selat Madura terdiri dari :

BAB 8. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Kearifan lokal yang ada pada masyarakat nelayan di Selat Madura terdiri dari : 394 BAB 8. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. KESIMPULAN 1. Kearifan lokal yang ada pada masyarakat nelayan di Selat Madura terdiri dari : Onj (onjem), PL (Petik laut), Ny (nyabis), AND (andun), PNG ( pangambak),

Lebih terperinci

6. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Kearifan lokal yang ada pada masyarakat nelayan di Selat Madura adalah :

6. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Kearifan lokal yang ada pada masyarakat nelayan di Selat Madura adalah : 365 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. KESIMPULAN 1. Kearifan lokal yang ada pada masyarakat nelayan di Selat Madura adalah : Onj (onjhem), PL (Petik laut), Ny (nyabis), AND (andun), PNG ( pangambak), SKK (

Lebih terperinci

BAB 7. IMPLIKASI HASIL PENELITIAN

BAB 7. IMPLIKASI HASIL PENELITIAN 382 BAB 7. IMPLIKASI HASIL PENELITIAN 7.1. Implikasi Hasil Penelitian 1. Kearifan lokal yang ada pada masyarakat nelayan di Selat Madura terdiri dari : Onj (onjhem), PL (Petik laut), Ny (nyabis), AND (andun),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah Ar-Ruum ayat 41, bahwa Telah nampak kerusakan didarat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah Ar-Ruum ayat 41, bahwa Telah nampak kerusakan didarat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan

Lebih terperinci

Tabel 7 : Daftar Peubah Ekonomi Rumahtangga Nelayan Payang. A. Rumahtangga Nelayan Juragan

Tabel 7 : Daftar Peubah Ekonomi Rumahtangga Nelayan Payang. A. Rumahtangga Nelayan Juragan 219 Tabel 7 : Daftar Peubah Ekonomi Rumahtangga Nelayan Payang No Daftar Peubah A. Rumahtangga Nelayan Juragan Keterangan 1 TEK jenis teknologi kapal dan alat tangkap yang digunakan RT Juragan Payang (hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perembesan air asin. Kearah laut wilayah pesisir, mencakup bagian laut yang

BAB I PENDAHULUAN. perembesan air asin. Kearah laut wilayah pesisir, mencakup bagian laut yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut. Kearah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih dipengaruhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang besar. Panjang garis pantai Indonesia mencapai 104.000 km dengan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung sumber daya ikan yang sangat banyak dari segi keanekaragaman jenisnya dan sangat tinggi dari

Lebih terperinci

Tabel 5 : Daftar Peubah Ekonomi Rumahtangga Nelayan Payang. A. Rumahtangga Nelayan Juragan

Tabel 5 : Daftar Peubah Ekonomi Rumahtangga Nelayan Payang. A. Rumahtangga Nelayan Juragan 219 Tabel 5 : Daftar Peubah Ekonomi Rumahtangga Nelayan Payang A. Rumahtangga Nelayan Juragan TEK = jenis teknologi kapal dan alat tangkap yang digunakan RT Juragan baku purse siner (hasil analisis data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam kehidupan manusia, mulai hal yang terkecil dalam

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam kehidupan manusia, mulai hal yang terkecil dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan Pembangunan Nasional adalah masyarakat yang adil dan makmur. Untuk mencapai tujuan tersebut harus dikembangkan dan dikelola sumberdaya yang tersedia. Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan sumberdaya yang dapat pulih (renewable resources) dan berdasarkan habitatnya di laut secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN

ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN 2 ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prospek pasar perikanan dunia sangat menjanjikan, hal ini terlihat dari kecenderungan

Lebih terperinci

KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT

KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT I. Perumusan Masalah Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang optimal membutuhkan sebuah pemahaman yang luas dimana pengelolaan SDA harus memperhatikan aspek

Lebih terperinci

MELIHAT POTENSI EKONOMI BAWEAN pada acara

MELIHAT POTENSI EKONOMI BAWEAN pada acara MELIHAT POTENSI EKONOMI BAWEAN pada acara PEMBUKAAN PSB KOTA SURABAYA Oleh: Dr. Asmara Indahingwati, S.E., S.Pd., M.M TUJUAN PROGRAM Meningkatkan pendapatan dan Kesejahteraan masyarakat Daerah. Mempertahankan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Pengertian Kebijakan

BAB 1 PENDAHULUAN Pengertian Kebijakan BAB 1 PENDAHULUAN Secara umum, analisis kebijakan menghasilkan pengetahuan mengenai dan dipahami sebagai proses untuk dalam proses kebijakan yang bertujuan untuk menyediakan para pengambil keputusan berupa

Lebih terperinci

VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN

VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN Voluntary National Review (VNR) untuk Tujuan 14 menyajikan indikator mengenai rencana tata ruang laut nasional, manajemen

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kepulauan dengan luas wilayah daratan 1,9 juta km 2 dan wilayah laut 5,8 juta km 2 dan panjang garis pantai 81.290 km, Indonesia memiliki potensi sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan industri bioteknologi kelautan merupakan asset yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem di wilayah pesisir yang kompleks, unik dan indah serta mempunyai fungsi biologi, ekologi dan ekonomi. Dari fungsi-fungsi tersebut,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ikan atau nelayan yang bekerja pada subsektor tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. ikan atau nelayan yang bekerja pada subsektor tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor perikanan berperan penting dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah atau daerah. Sumber daya alam ini diharapkan dapat mensejahterakan rakyat

Lebih terperinci

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali didasarkan atas kelompok ikan Pelagis Kecil, Pelagis Besar, Demersal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perubahan arah kebijakan pembangunan dari yang berbasis pada sumber daya terestrial ke arah sumber daya berbasis kelautan merupakan tuntutan yang tidak dapat dielakkan. Hal ini dipicu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di beberapa negara, telah mendorong meningkatnya permintaan komoditas perikanan dari waktu ke waktu. Meningkatnya

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014

INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014 INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014 INTEGRASI MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI, DAN BLUE ECONOMY

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota pada seluruh pemerintahan daerah bahwa pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN

7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN 78 7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN 7.1 Kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah terkait sistem bagi hasil nelayan dan pelelangan Menurut

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 16 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Halmahera Utara sebagai salah satu kabupaten kepulauan di Provinsi Maluku Utara, memiliki sumberdaya kelautan dan perikanan yang sangat potensial untuk dikembangkan.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan sebagai salah satu sektor unggulan dalam pembangunan nasional mempunyai peranan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di masa mendatang, serta mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelago state) terluas di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelago state) terluas di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelago state) terluas di dunia dengan jumlah pulau sebanyak 17.504 buah dan panjang garis pantai mencapai 104.000 km. Total

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 51 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teori Selama ini, pengelolaan sumberdaya perikanan cenderung berorientasi pada pertumbuhan ekonomi semata dengan mengeksploitasi sumberdaya perikanan secara besar-besaran

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penangkapan ikan merupakan aktivitas yang dilakukan untuk mendapatkan sejumlah hasil tangkapan, yaitu berbagai jenis ikan untuk memenuhi permintaan sebagai sumber

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan dua per tiga wilayahnya berupa perairan dan mempunyai potensi sumber daya ikan sekitar 6,4 juta ton/tahun. Dengan besarnya potensi tersebut

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN. Berdasarkan tujuan penelitian maka penelitian ini merupakan jenis

BAB 4. METODE PENELITIAN. Berdasarkan tujuan penelitian maka penelitian ini merupakan jenis 153 BAB 4. METODE PENELITIAN 4.1.Pendekatan Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian maka penelitian ini merupakan jenis penelitian MIXED METHODS. Menurut Creswell (2007) penelitian dengan menggunakan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 20 1.1 Latar Belakang Pembangunan kelautan dan perikanan saat ini menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional yang diharapkan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan mempertimbangkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sub-sektor perikanan tangkap merupakan bagian integral dari pembangunan kelautan dan perikanan yang bertujuan untuk : (1) meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

2 KERANGKA PEMIKIRAN

2 KERANGKA PEMIKIRAN 2 KERANGKA PEMIKIRAN Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah dirumuskan pada Bab Pendahuluan, maka penelitian ini dimulai dengan memperhatikan potensi stok sumber

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

BUPATI TABANAN PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI TABANAN PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI TABANAN PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN, PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDI DAYA IKAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perikanan menjadi salah satu sub sektor andalan dalam

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perikanan menjadi salah satu sub sektor andalan dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor perikanan menjadi salah satu sub sektor andalan dalam perekonomian Indonesia karena beberapa alasan antara lain: (1) sumberdaya perikanan, sumberdaya perairan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut dan sumberdaya alam yang dikandungnya dipahami secara luas sebagai suatu sistem yang memberikan nilai guna bagi kehidupan manusia. Sebagai sumber kehidupan, potensi

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN H. ISKANDAR ANDI NUHUNG Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian ABSTRAK Sesuai

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Definisi perikanan tangkap Permasalahan perikanan tangkap di Indonesia

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Definisi perikanan tangkap Permasalahan perikanan tangkap di Indonesia 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap 2.1.1 Definisi perikanan tangkap Penangkapan ikan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 45 Tahun 2009 didefinisikan sebagai kegiatan untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kekayaan sumber daya alam yang begitu besar, seharusnya Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dengan kekayaan sumber daya alam yang begitu besar, seharusnya Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia secara garis besar merupakan negara kepulauan yang luas lautnya mencapai 70% total wilayah. Kondisi laut yang demikian luas disertai dengan kekayaan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik yang tinggi. Hal ini menyebabkan terumbu karang memilki spesies yang amat beragam. Terumbu karang menempati areal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan sebuah sistem dinamis yang kompleks dimana keberadaannya dibatasi oleh suhu, salinitas, intensitas cahaya matahari dan kecerahan suatu perairan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Studi kelayakan yang juga sering disebut dengan feasibility study merupakan bahan pertimbangan dalam mengambil suatu keputusan, apakah menerima atau menolak

Lebih terperinci

2015 KEHIDUPAN MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN GEBANG KABUPATEN CIREBON

2015 KEHIDUPAN MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN GEBANG KABUPATEN CIREBON BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki potensi alam di sektor perikanan yang melimpah yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakatnya. Salah satu sumber

Lebih terperinci

5.3. VISI JANGKA MENENGAH KOTA PADANG

5.3. VISI JANGKA MENENGAH KOTA PADANG Misi untuk mewujudkan sumberdaya manusia yang cerdas, sehat, beriman dan berkualitas tinggi merupakan prasyarat mutlak untuk dapat mewujudkan masyarakat yang maju dan sejahtera. Sumberdaya manusia yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Kemiskinan Nelayan Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 88 I. PENDAHULUAN Kawasan pesisir memerlukan perlindungan dan pengelolaan yang tepat dan terarah. Keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup menjadi tujuan akhir yang berkelanjutan. Telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kebangkitan dan keruntuhan suatu bangsa tergantung pada sikap dan tindakan mereka sendiri. Penulis melakukan penelitian studi komparatif sebagai upaya untuk meningkatkan kapasitas dan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara kepulauan terluas di dunia, dengan panjang pantai 81.000 km serta terdiri atas 17.500 pulau, perhatian pemerintah Republik Indonesia terhadap sektor

Lebih terperinci

PARADIGMA APARATUR PEMERINTAH DALAM PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERKOTAAN (Studi Kasus: Kota Semarang) TUGAS AKHIR

PARADIGMA APARATUR PEMERINTAH DALAM PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERKOTAAN (Studi Kasus: Kota Semarang) TUGAS AKHIR PARADIGMA APARATUR PEMERINTAH DALAM PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERKOTAAN (Studi Kasus: Kota Semarang) TUGAS AKHIR Oleh: FIERDA FINANCYANA L2D 001 419 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Nelayan mandiri memiliki sejumlah karakteristik khas yang membedakannya dengan nelayan lain. Karakteristik tersebut dapat diketahui dari empat komponen kemandirian, yakni

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA A. RENCANA KINERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2014

BAB II PERENCANAAN KINERJA A. RENCANA KINERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2014 BAB II PERENCANAAN KINERJA A. RENCANA KINERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2014 Perencanaan kinerja merupakan proses penyusunan rencana kinerja sebagai penjabaran dari sasaran dan program yang telah

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pelaksanaan Strategi

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pelaksanaan Strategi 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pelaksanaan Strategi Strategi adalah istilah yang sering kita dengar untuk berbagai konteks pembicaraan, yang sering diartikan sebagai cara untuk mencapai keinginan tertentu

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi 93 6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu Unit penangkapan bagan yang dioperasikan nelayan di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar berukuran panjang lebar tinggi adalah 21 2,10 1,8 m, jika dibandingkan

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN. penelitian deskriptif. Menurut Cholid Narbuko (1997) jenis penelitian deskriptif

BAB 4. METODE PENELITIAN. penelitian deskriptif. Menurut Cholid Narbuko (1997) jenis penelitian deskriptif 153 BAB 4. METODE PENELITIAN 4.1.Pendekatan Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian maka penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif. Menurut Cholid Narbuko (1997) jenis penelitian deskriptif

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Kajian tentang konsep kapasitas penangkapan ikan berikut metoda pengukurannya sudah menjadi isu penting pada upaya pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. The Code of

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir merupakan daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Kawasan pesisir merupakan ekosistem yang kompleks dan mempunyai nilai sumberdaya alam yang tinggi.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta sebagai ibukota negara dan pusat pemerintahan sejak abad ke- 17 telah menjadi kota Bandar, karena memiliki posisi sangat strategis secara geopolitik dan geostrategis.

Lebih terperinci

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN Hasil analisis LGP sebagai solusi permasalahan pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari yang terdapat di daratan hingga di lautan. Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari yang terdapat di daratan hingga di lautan. Negara Kesatuan Republik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan alam yang dimiliki oleh Negara ini sungguh sangat banyak mulai dari yang terdapat di daratan hingga di lautan. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem perikanan pantai di Indonesia merupakan salah satu bagian dari sistem perikanan secara umum yang berkontribusi cukup besar dalam produksi perikanan selain dari perikanan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Berdasarkan data PBB pada tahun 2008, Indonesia memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km, serta

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten di Pemerintah Aceh yang memiliki potensi sumberdaya ikan. Jumlah sumberdaya ikan diperkirakan sebesar 11.131 ton terdiri

Lebih terperinci

PERAN MANAJER RUMAH TANGGA SEBAGAI STRATEGI DALAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PESISIR DI KABUPATEN SITUBONDO

PERAN MANAJER RUMAH TANGGA SEBAGAI STRATEGI DALAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PESISIR DI KABUPATEN SITUBONDO PERAN MANAJER RUMAH TANGGA SEBAGAI STRATEGI DALAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PESISIR DI KABUPATEN SITUBONDO Setya Prihatiningtyas Dosen Program Studi Administrasi Bisnis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN

PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN (The Protection and the Conservation of Fishery Resources in the Economic Exclusive Zone Among the Asean States)

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan adalah sumberdaya perikanan, khususnya perikanan laut.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan adalah sumberdaya perikanan, khususnya perikanan laut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan Pembangunan Nasional adalah masyarakat yang adil dan makmur. Untuk mencapai tujuan tersebut harus dikembangkan dan dikelola sumberdaya yang tersedia.

Lebih terperinci

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN BA B PENDAHULUAN I 1.1. Latar Belakang Sebagai bangsa yang besar dengan kekayaan potensi sumber daya alam yang luar biasa, sebenarnya Indonesia memiliki peluang yang besar untuk menjadi pelaku ekonomi

Lebih terperinci

UPAYA PENGEMBANGAN MINAPOLITAN KABUPATEN CILACAP MELALUI KONSEP BLUE ECONOMY

UPAYA PENGEMBANGAN MINAPOLITAN KABUPATEN CILACAP MELALUI KONSEP BLUE ECONOMY UPAYA PENGEMBANGAN MINAPOLITAN KABUPATEN CILACAP MELALUI KONSEP BLUE ECONOMY Oleh: Kevin Yoga Permana Sub: Pengembangan Minapolitan di Kabupaten Cilacap Tanpa tindakan konservasi dan pengelolaan, sektor

Lebih terperinci

Tujuan Pengelolaan Perikanan. Suadi Lab. Sosial Ekonomi Perikanan Jurusan Perikanan UGM

Tujuan Pengelolaan Perikanan. Suadi Lab. Sosial Ekonomi Perikanan Jurusan Perikanan UGM Tujuan Pengelolaan Perikanan Suadi Lab. Sosial Ekonomi Perikanan Jurusan Perikanan UGM suadi@ugm.ac.id Tujuan Pengelolaan tenggelamkan setiap kapal lain kecuali milik saya (sink every other boat but mine)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang dan asosiasi biota penghuninya secara biologi, sosial ekonomi, keilmuan dan keindahan, nilainya telah diakui secara luas (Smith 1978; Salm & Kenchington

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Nganjuk Visi merupakan pandangan jauh ke depan, ke mana dan bagaimana Pembangunan Pertanian

Lebih terperinci

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BAHARI

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BAHARI KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BAHARI 1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari lebih 17.000 pulau dan memiliki panjang garis pantai 81.000 km yang

Lebih terperinci

Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria penataan ruang laut sesuai dengan peta potensi laut.

Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria penataan ruang laut sesuai dengan peta potensi laut. - 602 - CC. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN 1. Kelautan 1. Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria pengelolaan sumberdaya kelautan dan ikan di wilayah laut

Lebih terperinci

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR 5.1. Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan Konservasi Mengacu pada kecenderungan perubahan global dan kebijakan pembangunan daerah

Lebih terperinci

Paparan Walikota Bengkulu

Paparan Walikota Bengkulu Paparan Walikota Bengkulu Optimalisasi Kemaritiman Nasinal dalam Rangka Mendorong Pembangunan Infrastruktur Kota dan Kota Pantai PEMERINTAH KOTA BENGKULU BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH JL. Wr. Supratman

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Partisipatif Daerah Penangkapan Ikan kurisi dapat ditangkap dengan menggunakan alat tangkap cantrang dan jaring rampus. Kapal dengan alat tangkap cantrang memiliki

Lebih terperinci

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP Ekowisata pertama diperkenalkan oleh organisasi The Ecotourism Society (1990) adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan

Lebih terperinci

URUSAN KELAUTAN DAN PERIKANAN YANG MERUPAKAN KEWENANGAN DAERAH PROVINSI Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil

URUSAN KELAUTAN DAN PERIKANAN YANG MERUPAKAN KEWENANGAN DAERAH PROVINSI Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil KELAUTAN DAN PERIKANAN YANG MERUPAKAN NO 1. Kelautan, Pesisir, Pulau-Pulau Kecil Pengelolaan ruang laut sampai dengan 12 mil di luar minyak gas bumi Penerbitan izin pemanfaatan ruang laut di bawah 12 mil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan pelampung di sisi atasnya dan pemberat

Lebih terperinci

PERANCANGAN PROGRAM. 6.5 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Barat

PERANCANGAN PROGRAM. 6.5 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Barat VII. PERANCANGAN PROGRAM 6.5 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Barat Mengacu pada Visi Kabupaten Lampung Barat yaitu Terwujudnya masyarakat Lampung Barat

Lebih terperinci

REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN

REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN Krisis ekonomi yang sampai saat ini dampaknya masih terasa sebenarnya mengandung hikmah yang harus sangat

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan luas 49 307,19 km 2 memiliki potensi sumberdaya hayati laut yang tinggi. Luas laut 29 159,04 Km 2, sedangkan luas daratan meliputi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati laut yang sangat tinggi dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan bahan industri. Salah satu sumberdaya tersebut adalah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang sangat penting di Kabupaten Nias dan kontribusinya cukup besar bagi produksi perikanan dan kelautan secara

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan kesimpulan terhadap hasil penelitian yang telah diperoleh setelah melakukan pengkajian dan sekaligus memberikan analisis terhadap permasalahan yang dibahas. Kesimpulan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan perikanan tangkap pada hakekatnya ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat khususnya nelayan, sekaligus untuk menjaga kelestarian

Lebih terperinci

CONTRACT FARMING SEBAGAI SUMBER PERTUMBUHAN BARU DALAM BIDANG PETERNAKAN

CONTRACT FARMING SEBAGAI SUMBER PERTUMBUHAN BARU DALAM BIDANG PETERNAKAN CONTRACT FARMING SEBAGAI SUMBER PERTUMBUHAN BARU DALAM BIDANG PETERNAKAN PENDAHULUAN Sektor pertanian (dalam arti luas termasuk peternakan, perikanan dan kehutanan) merupakan sektor yang paling besar menyerap

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki beragam suku bangsa yang menyebar dan menetap pada berbagai pulau besar maupun pulau-pulau kecil yang membentang dari Sabang sampai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dimanfaatkan secara optimal dapat menjadi penggerak utama (prime mover)

I. PENDAHULUAN. dimanfaatkan secara optimal dapat menjadi penggerak utama (prime mover) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kepulauan, Indonesia yang memiliki lebih dari 17.000 pulau dan 81.000 km panjang garis pantai, memiliki potensi beragam sumberdaya pesisir dan laut yang

Lebih terperinci