BAB 7. IMPLIKASI HASIL PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 7. IMPLIKASI HASIL PENELITIAN"

Transkripsi

1 382 BAB 7. IMPLIKASI HASIL PENELITIAN 7.1. Implikasi Hasil Penelitian 1. Kearifan lokal yang ada pada masyarakat nelayan di Selat Madura terdiri dari : Onj (onjhem), PL (Petik laut), Ny (nyabis), AND (andun), PNG (pangambak), SKK ( sistem kontrak kerja), dan TL ( telasan). Kearifan lokal yang berpotensi dan memenuhi syarat untuk dapat dikembangkan dimasa mendatang dalam pengelolaan sumberdaya ikan secara berkelanjutan (sustainable) adalah : Onj (onjhem), PL (Petik laut), Ny (nyabis), AND (andun), PNG (pangambak), dan SKK (sistem kontrak kerja). Hal ini sejalan dengan deklarasi Stockholm Swedia, bahwa Permasalahan environtment atau lingkungan hidup menjadi keniscayaan dunia sejak abad ke XX. Hal ini sebagai wujud kesadaran manusia akan arti pentingnya pemasalahan environtment atau lingkungan hidup sebagaimana telah dideklarasikan oleh Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) yang dihadiri 131 negara pada tahun 1972 di Stocholm Swedia. Dimana pada intinya menyatakan bahwa perlindungan dan perbaikan environtment atau lingkungan, merupakan permasalahan global untuk menyelamatkan umat manusia sehingga setiap Negara dan Pemerintah wajib memperhatikannya. Selain itu sebagai kearifan lokal yang ada di Selat Madura merupakan suatu upaya untuk keselarasan hidup manusia dengan lingkungannya. Hal ini juga selaras dengan penelitian Syafa at (2005), bahwa Konsep sistem kearifan lokal berakar dari sistem pengetahuan dan pengelolaan masyarakat adat. Hal ini dikarenakan kedekatan hubungan mereka dengan lingkungan dan sumberdaya alam. Melalui proses interaksi dan adaptasi dengan lingkungan dan sumberdaya alam yang begitu panjang, masyarakat adat mampu mengembangkan suatu cara untuk mempertahankan hidup dengan menciptakan sistem nilai, pola hidup, sistem hukum dan

2 383 kelembagaan yang selaras dengan kondisi serta ketersediaan sumberdaya alam disekitar daerah yang dihuninya. Disamping itu Hasil penelitian ini merupakan suatu pengembangan serta lebih luas jangkauannya dibandingkan kearifan lokal yang telah ada, seperti kearifan lokal mane e, sasi, maupun awig-awig dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan secara sustainable sekaligus upaya pelestarian sumberdaya ikan (Grenier, 1998). 2. Model ekonomi rumahtangga nelayan (Fishery Household Economics) yang mengintegrasikan perilaku nelayan juragan dan pendega merupakan model ekonomi rumahtangga pertanian (Agricultural Household Economics). Hal ini merupakan pengembangan dari teori yang dikemukakan Chayanov, bahwa konsep inti dari teori Chayanov dalam menganalisis ekonomi keluarga adalah terjadinya keseimbangan antara konsumen dan buruh dalam keluarga, yaitu ditunjukkan oleh rasio antara jumlah anggota rumahtangga yang mengkonsumsi (C) dan jumlah anggota rumahtangga yang bekerja mendapat gaji/upah (W) dalam keluarga tersebut ( C / W ). Apabila jumlah tanggungan keluarga meningkat, maka rasio C/W akan meningkat juga. Maka upaya untuk menurunkan rasio tersebut, dengan jalan menambah jumlah jam kerja atau hari kerja keluarga yang bekerja mendapatkan gaji/upah, selain itu juga dapat diupayakan dengan menambah jumlah anggota keluarga yang ikut bersama bekerja. Dalam hal ini mengajukan anggota keluarga perempuan tani dalam keluarga tani tersebut ikut bekerja untuk mendapatkan gaji/upah, supaya rasio C / W menurun. Berdampak akan meningkatkan pendapatan dalam rumah tangga petani untuk memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga mereka. Juga diperkuat Oleh Muhammad. S, (2011) bahwa Sebagian besar permasalahan perikanan (tangkap dan kelautan) adalah sangat komplek, yaitu mencakup dimensi biologi, sosial-politik-ekonomi. Juga dapat disaksikan, akan sering terjadi kompleksitas pada skala yang terbatas. Akibatnya, perencanaan

3 384 pengelolaan sumberdaya perikanan yang hanya didasarkan pada informasi bio-ekologis semata, akan bisa gagal, apabila tekanan pada usaha penangkapan tidak terkendali, sebagai akibat adanya kendala politik dan ekonomi. Demikian pula kebijakan ekonomi bisa saja mengalami kegagalan, apabila tidak bersamaan dalam hal memperhatikan komponen bio-ekologis. Dengan kata lain, bahwa perikanan (tangkap dan kelautan) merupakan sistem dinamik dengan mempunyai banyak komponen yang saling berinteraksi antara satu dengan lainnya. (Walter, 1980 dari Charles, 2001) dalam Muhammad, S. (2011). Perilaku produksi ikan, curahan kerja, pendapatan, dan pengeluaran rumahtangga nelayan payang di Selat Madura, sebagai berikut : a. Kegiatan produksi ikan berhubungan dengan ukuran asset kapal, daerah penangkapan ikan, harga BBM, Harga ikan, pendidikan juragan, frekuensi melaut, produktivitas wilayah penangkapan ikan dan kearifan lokal petik laut. Hasil penelitian ini merupakan kritik kepada teori Maximum Sustainable Yield (MSY),dimana dinyatakan bahwa pada saat awalnya, pengelolaan sumberdaya perikanan banyak didasarkan pada faktor biologis saja, yang biasa disebut sebagai Maximum Sustainable Yield (MSY) atau penangkapan ikan maksimum lestari. Pendekatan ini pada intinya adalah bahwa setiap spesies ikan memiliki kemampuan untuk berproduksi yang melebihi kapasitas produksinya (surplus), sehingga bila surplus tersebut ditangkap/dipanen, maka sumberdaya ikan yang ada masih mampu bertahan dan cukup untuk dipanen secara berkelanjutan (sustainable). Pada waktu penelitian selanjutnya pendekatan pengelolaan sumberdaya ikan dengan berdasarkan konsep MSY banyak mengalami kritikan dari berbagai pihak karena dianggap terlalu sederhana dan tidak memadai. Kritikan yang mendasar antara lain

4 385 adalah bahwa konsep pendekatan MSY tidak mempertimbangkan aspek lain seperti, sosial ekonomi dalam pengelolaan sumberdaya ikan. Menurut Conrad dan Clark (1987), berpendapat bahwa kelemahan konsep MSY adalah : (1) Konsep MSY bersifat tidak stabil, karena perkiraan stok ikan yang meleset sedikit saja bisa mengarah kepada pengurasan stok ikan (stock depletion). (2) Konsep MSY didasarkan pada konsep keseimbangan ( steady state ) semata, sehingga tidak berlaku pada kondisi non steady state. (3) Konsep MSY tidak memperhitungkan nilai ekonomis apabila stok ikan tidak dipanen atau imputed value. (4) Konsep MSY sulit diterapkan pada kondisi dimana perikanan memiliki ciri berbagai ragam jenis atau multispecies, dan (5) Konsep MSY mengabaikan aspek interdependensi dari sumberdaya ikan. b. Dalam rumahtangga juragan dan pendega masih tersedia waktu luang cukup besar. Curahan kerja untuk agro industry dan non-perikanan memperoleh dukungan dan keterlibatan angkatan kerja wanita untuk menangani kegiatan non-melaut. Curahan kerja untuk melaut dan jumlah frekuensi melaut. Hasil ini memberikan peluang untuk mencari alternatif mata pencaharian (AMP) dalam upaya peningkatan kesejahteraan nelayan sekaligus melestarikan sumberdaya ikan. Hal ini sejalan dengan penelitian Smith (1983) yang menyatakan bahwa pengendalian secara ekonomi adalah penggunaan peubah ekonomi sebagai instrumen pengendalian pada upaya penangkapan ikan. Peubah ekonomi tersebut adalah terdiri dari : (1) harga BBM (2) harga ikan, (3) pajak dan biaya izin penangkapan ikan, (Nikijuluw, 2002), (4) pengembangan alternatif lapangan kerja nelayan (Smith, 1983), (5) pengembangan prasarana pelabuhan perikanan dan tempat pendaratan ikan (TPI), (6) pemberian kredit lunak bagi nelayan, (7) peningkatan mutu SDM (keterampilan)

5 386 nelayan, dan (8) pengembangan konsep agribisnis perikanan (Saragih, 1998), serta (9) pengaturan sistem bagi hasil yang berlaku pada masyarakat perikanan untuk meningkatkan pemerataan pendapatan nelayan. c. Pendapatan rumahtangga juragan terutama ditentukan oleh produksi melaut, pendidikan juragan, jumlah ABK, bagian ABK, curahan kerja pada kegiatan non-perikanan, pendapatan dari bagi hasil dan kearifan lokal andun. Pengaruh perubahan harga ikan dan frekuensi melaut terhadap penerimaan nelayan cukup rendah. Fenomena ini mengisyaratkan bahwa dalam upaya meningkatkan pendapatannya nelayan cenderung lebih berkecenderungan untuk menguras sumberdaya ikan. Hal ini sejalan dengan pendapat Charles (2011), bahwa sebagai contoh, ada permasalahan mendasar berkenaan dengan kondisi sumberdaya alam dunia, seperti yang dinyatakan oleh FAO sebagai berikut (Charles, 2001) : bahwa sekitar 35% dari 200 pusat cadangan ikan dunia telah menunjukkan adanya penurunan hasil tangkapan, sekitar 25% pada tahapan sudah mencapai tereksploitasi penuh ( mature ) dan sekitar 31% berada pada tahapan masih perkembangan, hanya sekitar 9% yang berada pada tahapan mulai diusahakan untuk dieksploitasi ( underdeveloped level ). Hal ini menunjukkan bahwa hampir 68% cadangan ikan dunia telah berada pada tahap tereksploitasi/terkuras penuh dan berlebih (over fishing). Kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Granger dan Garcia (1996) adalah bahwa sekitar 44% sudah terindikasi over-exploited, sekitar 16% terindikasi tereksploitasi penuh, sekitar 6% mengalami deplesi dan hampir 3% sumberdaya ikan mulai pulih. Hal ini berarti sekitar 69% memerlukan tindakan dan kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan yang sangat mendesak.

6 387 d. Pendapatan rumahtangga pendega terutama ditentukan oleh bagian ABK, jumlah ABK, pendapatan dari bagi hasil, pendidikan, curahan kerja dalam RT untuk kegiatan non-perikanan. Hasil ini mengindikasikan bahwa pengelolaan sumberdaya perikanan adalah berkaitan erat dengan semua kegiatan rumahtangga nelayan. Hal ini selaras dengan Undang-Undang Perikanan sebagaimana menurut Nikijuluw (2002) berpendapat, bahwa Pada bagian Ketentuan Umum Undang Undang No. 9 Tahun 1985 tentang Perikanan, dikatakan bahwa pemanfaatan sumberdaya perikanan adalah semua upaya, termasuk kebijakan dan non-kebijakan, yang bertujuan agar sumberdaya itu dapat dimafaatkan secara optimal dan berlangsung terus menerus. Mengingat setiap bentuk kebijakan akan berdampak terhadap para pelaku, yaitu rumahtangga nelayan, maka upaya untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan harus dilakukan secara terpadu dan terarah dengan melestarikan sumberdaya ikan itu sendiri beserta lingkungannya e.pengeluaran rumahtangga juragan terutama ditentukan oleh pendapatan RT setelah pajak, angkatan kerja RT, kearifan lokal pangambak, pendidikan, tabungan RT, investasi RT, dan konsumsi kebutuhan pokok non-pangan RT. Hasil ini menunjukkan adanya interaksi antara perilaku ekonomi rumahtangga nelayan dengan kondisi masyarakat nelayan yang khas serta ketersediaan sumberdaya perikanan. Hal ini mendukung pendapat yang dikemukakan Nikijuluw (2002), bahwa terdapat kaitan sangat erat antara ketersediaan sumberdaya perikanan dengan perilaku ekonomi rumahtangga nelayan, sehingga pilihan berbagai kebijakan pemanfaatan bergantung pada kekhususan/kekhasan, situasi, dan kondisi perikanan yang dikelola serta tujuan pemanfaatan atau pembangunan perikanan. Menurut Nikijuluw (2002), meskipun demikian, setiap pilihan

7 388 pemanfaatan beserta kebijakan yang akan dilakukan sebaiknya berdasarkan kriteria sebagai berikut : (1) diterima oleh masyarakat nelayan, (2) dapat diimplimentasikan secara gradual, (3) bersifat fleksibel, (4) dalam implementasinya didorong oleh efisiensi dan inovasi, (5) memiliki pengetahuan yang sempurna tentang peraturan dan biaya yang dikeluarkan sebagai akibat untuk mengikuti peraturan dan atau kebijakan tersebut, dan (6) terdapat implikasi terhadap tenaga kerja, pengangguran dan keadilan. f. Pengeluaran rumahtangga pendega terutama ditentukan oleh angkatan kerja RT, pendapatan RT setelah pajak, angkatan kerja perempuan, dan tabungan RT. Hasil ini menunjukkan bahwa dalam pengeluaran rumahtangga nelayan pendega untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, kontribusi angkatan kerja perempuan cukup besar. Hal ini sejalan dengan penelitian Reniati (1998), yang menunjukkan bahwa peluang suami maupun istri bekerja diluar sektor perikanan ditentukan oleh beberapa hal, yaitu : faktor tingkat pendapatan diluar sektor perikanan, tingkat pendidikan, pengalaman kerja, kondisi ekonomi lokal, umur, angkatan kerja keluarga dan jumlah asset. g. Tabungan dalam rumahtangga juragan ternyata jauh lebih tinggi daripada tabungan rumahtangga pendega, sehingga masalah krusial dalam perumusan kebijakan peningkatan kesejahteraan nelayan adalah mengurangi kesenjangan ekonomi yang semakin besar antara juragan dan pendega, dengan jalan memodifikasi system bagi hasil yang lebih adil. Hal ini sesuai dengan penelitian Aryani (1994) yaitu, bahwa penerimaan nelayan juragan lebih tinggi daripada penerimaan nelayan pendega, dimana akan terkait juga dengan jumlah tabungan rumahtangga juragan lebih tinggi daripada tabungan rumahtangga pendega/abk.

8 Kearifan lokal yang ada dan dapat mempengaruhi perilaku rumahtangga Nelayan payang di Selat Madura adalah : petik laut, onjem, andun dan pangambak. Untuk Petik Laut berkaitan erat dengan tujuan pengelolaan perikanan yang mencakup aspek biologi, ekonomi, sosial budaya, hukum dan politik dan itu selaras dengan penelitian Cochrane (2002), yaitu bahwa tujuan dikelolanya perikanan antara lain tercapainya optimalisasi ekonomi pemanfaatan sumberdaya ikan sekaligus terjaga kelestariannya. Menurut Cochrane (2002) dalam Mulyana (2007), tujuan (goal) umum dalam pengelolaan perikanan meliputi 4 (empat) aspek yaitu biologi, ekologi, ekonomi, dan sosial. Tujuan sosial meliputi tujuan-tujuan politis dan budaya. Contoh masing-masing tujuan tersebut yaitu:(1) untuk menjaga sumberdaya ikan pada kondisi atau diatas tingkat yang diperlukan bagi keberlanjutan produktivitas(tujuan biologi ); (2) untuk meminimalkan dampak penangkapan ikan bagi lingkungan fisik serta sumberdaya non-target (by-catch), serta sumberdaya lainnya yang terkait (tujuan ekologi ); (3) untuk memaksimalkan pendapatan nelayan (tujuan ekonomi ); (4) untuk memaksimalkan peluang kerja/mata pencaharian nelayan atau masyarakat yang terlibat (tujuan sosial ). Sedangkan untuk Onjem sebagai rumah bagi ikan merupakan upaya manusia untuk mempertahankan stok ikan sebagaimana fungsi terumbu karang di lautan. Hal ini sejalan dengan penelitian FAO (1995) yang menyatakan bahwa masyarakat perikanan internasional menganggap penting manajemen sumberdaya perikanan seperti yang dimuat dalam CCRF (Code of Conduct for Responsible Fisheries). Pasal 7 CCRF mengenai Manajemen Perikanan diantaranya menyatakan bahwa negara harus mengadopsi pendekatan manajemen sumberdaya perikanan yang tepat berdasarkan pada bukti dan fakta ilmiah yang ada. Selain itu, pendekatan harus diarahkan untuk mempertahankan atau memulihkan stok perikanan di laut pada tingkat

9 390 kemampuan maksimum menghasilkan ikan tanpa merusak lingkungan dan tanpa mengganggu stabilitas ekonomi. Adapun kearifan lokal Andun dapat dijadikan dasar untuk mengarahkan nelayan untuk pengelolaan sumberdaya perikanan yang masih under fishing dan pada Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Hal ini selaras dengan Undang-undang Republik Indonesia No.5 tahun 1983 Keputusan ini menetapkan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dan juga sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian No.392 tahun 1999 yang mengatur jalurjalur penangkapan ikan. Sesuai Keputusan Mentri tersebut bahwa jalur perikanan dibagi menjadi 3 jalur,yaitu : jalur I, II dan III. Jalur I dibagi menjadi 2 jalur, yaitu jalur Ia daerah tangkapan sampai 3 mil laut, jalur Ib perairan diluar 3 mil sampai 6 mil laut, jalur II daerah tangkapannya diluar 6 mil sampai 12 mil laut, jalur III perairan diluar jalur II (12 mil) laut sampai dengan batas terluar Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Dengan penetapan jalur ini maka Propinsi memiliki kewenangan mengelola kekayaan laut sejauh 12 mil laut, sedangkan Kabupaten/Kota 1/3 dari kewenangan Propinsi, yaitu sejauh 4 mil laut sesuai amanat dalam pasal 18 Undang-undang No.32 tahun Sedangkan Kearifan lokal Pangambak merupakan suatu lembaga pemasaran ikan informal yang ada sejak lama pada masyarakat nelayan dan dirasakan sebagai lembaga informal yang mampu mengatasi persoalan nelayan. Hal ini sejalan dengan penelitian Firth (1946) dalam Kusnadi (2005)., bahwa pangambak selain menyediakan pinjaman modal usaha kepada para nelayan, tugas utama pedagang perantara (pangamba ) adalah menyelenggarakan kegiatan pasar perikanan secara terus menerus agar ikan tetap tersedia untuk konsumen dan menstabilkan/menyelamatkan harga ikan ketika hasil tangkapan ikan nelayan sedikit (musim paceklik)atau berlimpah (musim ikan). Pedagang Perantara yang menjualkan hasil tangkapan ikan dikalangan nelayan Madura disebut pangamba (Jordan dan Niehof, 1982).

10 391 Oleh karena itu perlu diupayakan payung hukum untuk mengupayakan implementasinya dalam rangka pemberdayaan masyarakat nelayan Selat Madura untuk mengelola sumberdaya perikanan secara lestari dan berkelanjutan serta bisa diangkat sebagai kekayaan nasional 7.2. Implikasi Kebijakan (Policy) Kebijakan (Policy) peningkatan pendapatan nelayan payang dan pemanfaatan sumberdaya perikanan di Selat madura secara optimal dan sustainable (berkelanjutan) terdiri dari : (1) Peningkatan pendapatan rumahtangga nelayan payang dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan Selat madura diupayakan dengan cara mengembangkan Alternatif Mata Pencaharian (AMP) nelayan melalui kegiatan pada agroindustri perikanan dan non perikanan, juga memperbaiki perundangan dan peraturan daerah tentang sistem Bagi Hasil berdasarkan kelembagaan dan kearifan lokal yang ada (sistem kontrak kerja, Pangambak). (2) Peningkatan pendapatan rumahtangga nelayan payang dalam rangka pemanfaatan sumberdaya perikanan under fishing dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) sejauh 200 mil laut, merupakan Policy (kebijakan) kombinasi dari beberapa kebijakan seperti : kebijakan kenaikan harga BBM (Bahan Bakar Minyak), kebijakan pemberian kredit lunak, kebijakan teknologi ramah lingkungan, kebijakan kesempatan dan peluang kerja non perikanan, kebijakan nelayan andun, kebijakan perluasan jangkauan daerah penangkapan ikan, kebijakan peningkatan aset kapal (ukuran kapal, alat tangkap dan mesin kapal yang lebih modern), dan kebijakan peningkatan fasilitas pelabuhan perikanan (TPI, Transportasi, Perbengkelan dll). Dilain pihak

11 392 diperlukan upaya pemerintah untuk membatasi ijin operasi kapal asing dan medorong nelayan nasional untuk bisa beroperasi dengan modernisasi armada penangkapan ikan nasional. (3) Peningkatan pendapatan rumahtangga nelayan payang dalam hal pemanfaatan sumberdaya perikanan dengan jangkauan mil laut dengan kebijakan pengembangan teknologi alat tangkap yang ramah lingkungan, juga kebijakan pengaturan tentang sistem penetapan upah minimum bagi ABK. (4) Peningkatan pendapatan rumahtangga nelayan payang dalam hal pemanfaatan sumberdaya perikanan dengan jangkauan mil laut dengan kebijakan pengembangan teknologi rumpon (Onjhem) dan kebijakan pembuatan terumbu karang buatan serta kebijakan transplantasi karang yang dapat melestarikan lingkungan, sekaligus menjadi rumah ikan yang akan bisa dimanfaatkan secara berkelanjutan (sustainble). (5) Peningkatan pendapatan rumahtangga nelayan payang dalam hal pemanfaatan sumberdaya perikanan dengan jangkauan 0-30 mil laut dengan kebijakan pengembangan teknologi KJA (Karamba Jaring Apung) untuk jenis ikan ekonomis penting seperti kerapu, tuna yellow fin, bandeng, rumput laut dan kebijakan ekowisata pantai dengan pemanfaatan kearifan lokal petik laut, sebagai even tahunan untuk menarik wisatawan domestik dan asing. Sekaligus kebijakan untuk kesempatan kerja baru bagi rumahtangga nelayan payang di sektor pariwisata seperti : souvenir, penginapan, persewaan perahu, pemancingan, kuliner, transportasi dll. (6) Perlu diupayakan kebijakan nelayan membuat terumbu karang buatan (TKB) berbentuk lonceng untuk kepentingan pemulihan terumbu

12 393 karang yang telah rusak dan sebagai rumah ikan sebagai wujud kepedulian nelayan terhadap lingkungan dan kelestarian alam secara berkelanjutan juga sebagai restocking bagi ikan. (7) Pemda (Pemerintah Daerah) Kota/Kabupaten Probolinggo dengan kebijakan OTODA (Otonomi Daerah) berpeluang untuk merumuskan kebijakan dalam rangka peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk menunjang pembangunan kawasan pesisir Selat Madura sekaligus pemanfaatan sumberdaya perikanan di Selat Madura secara sustainble berdasarkan wilayah pemanfaatan sumberdaya perikanan secara terpadu dengan menumbuh kembangkan kearifan lokal yang ada pada masyarakat nelayan.

BAB 8. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Kearifan lokal yang ada pada masyarakat nelayan di Selat Madura terdiri dari :

BAB 8. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Kearifan lokal yang ada pada masyarakat nelayan di Selat Madura terdiri dari : 394 BAB 8. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. KESIMPULAN 1. Kearifan lokal yang ada pada masyarakat nelayan di Selat Madura terdiri dari : Onj (onjem), PL (Petik laut), Ny (nyabis), AND (andun), PNG ( pangambak),

Lebih terperinci

6. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Kearifan lokal yang ada pada masyarakat nelayan di Selat Madura adalah :

6. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Kearifan lokal yang ada pada masyarakat nelayan di Selat Madura adalah : 365 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. KESIMPULAN 1. Kearifan lokal yang ada pada masyarakat nelayan di Selat Madura adalah : Onj (onjhem), PL (Petik laut), Ny (nyabis), AND (andun), PNG ( pangambak), SKK (

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah Ar-Ruum ayat 41, bahwa Telah nampak kerusakan didarat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Pengertian Kebijakan

BAB 1 PENDAHULUAN Pengertian Kebijakan BAB 1 PENDAHULUAN Secara umum, analisis kebijakan menghasilkan pengetahuan mengenai dan dipahami sebagai proses untuk dalam proses kebijakan yang bertujuan untuk menyediakan para pengambil keputusan berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah Ar-Ruum ayat 41, bahwa Telah nampak kerusakan didarat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN

VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN Voluntary National Review (VNR) untuk Tujuan 14 menyajikan indikator mengenai rencana tata ruang laut nasional, manajemen

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Kajian tentang konsep kapasitas penangkapan ikan berikut metoda pengukurannya sudah menjadi isu penting pada upaya pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. The Code of

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi perikanan Indonesia diestimasi sekitar 6,4 juta ton per tahun, dengan tingkat pemanfaatan pada tahun 2005 telah mencapai 4,408 juta ton, dan tahun 2006 tercatat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut dan sumberdaya alam yang dikandungnya dipahami secara luas sebagai suatu sistem yang memberikan nilai guna bagi kehidupan manusia. Sebagai sumber kehidupan, potensi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang sangat penting di Kabupaten Nias dan kontribusinya cukup besar bagi produksi perikanan dan kelautan secara

Lebih terperinci

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN Hasil analisis LGP sebagai solusi permasalahan pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah

Lebih terperinci

BAB 6. MODEL PEMBERDAYAAN NELAYAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (PNBKL) Model ini merupakan pengembangan dari model ekonomi rumahtangga

BAB 6. MODEL PEMBERDAYAAN NELAYAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (PNBKL) Model ini merupakan pengembangan dari model ekonomi rumahtangga 357 BAB 6. MODEL PEMBERDAYAAN NELAYAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (PNBKL) Model ini merupakan pengembangan dari model ekonomi rumahtangga Cahayanov, dimana berdasarkan konsep inti teori Chayanov dalam menganalisis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam PDB (Produk Domestik Bruto) nasional Indonesia. Kontribusi sektor

I. PENDAHULUAN. dalam PDB (Produk Domestik Bruto) nasional Indonesia. Kontribusi sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perikanan merupakan salah satu sektor andalan bagi Indonesia untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, baik dalam skala lokal, regional maupun negara, dimana sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia telah melakukan kegiatan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sejak jaman prasejarah. Sumberdaya perikanan terutama yang ada di laut merupakan

Lebih terperinci

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA 73 VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA Pengelolaan ekosistem wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Kecamatan Kayoa saat ini baru merupakan isu-isu pengelolaan oleh pemerintah daerah, baik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan industri bioteknologi kelautan merupakan asset yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Berdasarkan data PBB pada tahun 2008, Indonesia memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km, serta

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan garis pantai sepanjang 81.290 km dan luas laut termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 5,8 juta km 2 (Dahuri et al. 2002).

Lebih terperinci

2 KERANGKA PEMIKIRAN

2 KERANGKA PEMIKIRAN 2 KERANGKA PEMIKIRAN Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah dirumuskan pada Bab Pendahuluan, maka penelitian ini dimulai dengan memperhatikan potensi stok sumber

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ciri-ciri Nelayan Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung dari hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan atau pun budidaya. (Mulyadi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan sumberdaya yang dapat pulih (renewable resources) dan berdasarkan habitatnya di laut secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu

Lebih terperinci

penangkapan (Berkes et a/., 2001 dalam Wiyono dan Wahju, 2006). Secara de

penangkapan (Berkes et a/., 2001 dalam Wiyono dan Wahju, 2006). Secara de I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Operasi penangkapan ikan dengan alat tangkap purse seine merupakan salah satu metoda pernanfaatan ikan-ikan pelagis yang ada di suatu perairan. Alat tangkap purse seine

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan akan bahan pangan dan gizi yang lebih baik, permintaan ikan terus meningkat dari tahun ke tahun. Permintaan ikan

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN

ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN 2 ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prospek pasar perikanan dunia sangat menjanjikan, hal ini terlihat dari kecenderungan

Lebih terperinci

POTENSI PERIKANAN DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH. Oleh : Ida Mulyani

POTENSI PERIKANAN DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH. Oleh : Ida Mulyani POTENSI PERIKANAN DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH Oleh : Ida Mulyani Indonesia memiliki sumberdaya alam yang sangat beraneka ragam dan jumlahnya sangat melimpah

Lebih terperinci

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP.. Rumahtangga Nelayan Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang berperan dalam menjalankan usaha perikanan tangkap. Potensi sumberdaya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sub-sektor perikanan tangkap merupakan bagian integral dari pembangunan kelautan dan perikanan yang bertujuan untuk : (1) meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 51 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teori Selama ini, pengelolaan sumberdaya perikanan cenderung berorientasi pada pertumbuhan ekonomi semata dengan mengeksploitasi sumberdaya perikanan secara besar-besaran

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan perikanan sebagai bagian dari pembangunan ekonomi nasional mempunyai tujuan antara lain untuk meningkatkan taraf hidup serta kesejahteraan nelayan. Pembangunan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten di Pemerintah Aceh yang memiliki potensi sumberdaya ikan. Jumlah sumberdaya ikan diperkirakan sebesar 11.131 ton terdiri

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu bentuk pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan adalah melalui pengembangan kegiatan wisata bahari. Berbicara wisata bahari, berarti kita berbicara tentang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang besar. Panjang garis pantai Indonesia mencapai 104.000 km dengan jumlah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di beberapa negara, telah mendorong meningkatnya permintaan komoditas perikanan dari waktu ke waktu. Meningkatnya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik yang tinggi. Hal ini menyebabkan terumbu karang memilki spesies yang amat beragam. Terumbu karang menempati areal

Lebih terperinci

Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria penataan ruang laut sesuai dengan peta potensi laut.

Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria penataan ruang laut sesuai dengan peta potensi laut. - 602 - CC. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN 1. Kelautan 1. Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria pengelolaan sumberdaya kelautan dan ikan di wilayah laut

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi 93 6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu Unit penangkapan bagan yang dioperasikan nelayan di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar berukuran panjang lebar tinggi adalah 21 2,10 1,8 m, jika dibandingkan

Lebih terperinci

PERANCANGAN PROGRAM. 6.5 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Barat

PERANCANGAN PROGRAM. 6.5 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Barat VII. PERANCANGAN PROGRAM 6.5 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Barat Mengacu pada Visi Kabupaten Lampung Barat yaitu Terwujudnya masyarakat Lampung Barat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumber daya perikanan dapat dipandang sebagai suatu komponen dari ekosistem perikanan dan memiliki peranan ganda sebagai faktor produksi yang diperlukan untuk menghasilkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penangkapan ikan merupakan aktivitas yang dilakukan untuk mendapatkan sejumlah hasil tangkapan, yaitu berbagai jenis ikan untuk memenuhi permintaan sebagai sumber

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SD ALAM PULIH (kasus SD Ikan) Luh Putu Suciati

PENGELOLAAN SD ALAM PULIH (kasus SD Ikan) Luh Putu Suciati PENGELOLAAN SD ALAM PULIH (kasus SD Ikan) Luh Putu Suciati Beda antara SDA pulih & tak pulih kemampuan regenerasi atau reproduksi Pertanyaan ekonomi mendasar : seberapa ekstraksi yg harus diambil saat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 20 1.1 Latar Belakang Pembangunan kelautan dan perikanan saat ini menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional yang diharapkan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan mempertimbangkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang bersifat terbarukan (renewable). Disamping itu sifat open access atau common property yang artinya pemanfaatan

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah laut Indonesia terdiri dari perairan teritorial seluas 0,3 juta km 2, perairan laut Nusantara seluas 2,8 juta km 2 dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir bukan merupakan pemisah antara perairan lautan dengan daratan, melainkan tempat bertemunya daratan dan perairan lautan, dimana didarat masih dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perubahan arah kebijakan pembangunan dari yang berbasis pada sumber daya terestrial ke arah sumber daya berbasis kelautan merupakan tuntutan yang tidak dapat dielakkan. Hal ini dipicu

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 3 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang kaya akan sumber daya hayati maupun non hayati. Letak Indonesia diapit oleh Samudera Pasifik dan Samudera Hindia yang merupakan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR LAMPIRAN... viii

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR LAMPIRAN... viii DAFTAR ISI DAFTAR TABEL........ iv DAFTAR GAMBAR........ vii DAFTAR LAMPIRAN........ viii I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang....... 1.2. Perumusan Masalah.......... 1.3. Tujuan dan Kegunaan..... 1.4. Ruang

Lebih terperinci

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memberikan kontribusi produksi perikanan yang sangat besar dan tempat aktivitas manusia paling banyak dilakukan; bahkan menurut

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan masih menjadi masalah yang mengancam Bangsa Indonesia. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2007 sebesar 37,17 juta jiwa yang berarti sebanyak 16,58

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Kemiskinan Nelayan Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 16 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Halmahera Utara sebagai salah satu kabupaten kepulauan di Provinsi Maluku Utara, memiliki sumberdaya kelautan dan perikanan yang sangat potensial untuk dikembangkan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perikanan menjadi salah satu sub sektor andalan dalam

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perikanan menjadi salah satu sub sektor andalan dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor perikanan menjadi salah satu sub sektor andalan dalam perekonomian Indonesia karena beberapa alasan antara lain: (1) sumberdaya perikanan, sumberdaya perairan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan sebagai salah satu sektor unggulan dalam pembangunan nasional mempunyai peranan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di masa mendatang, serta mempunyai

Lebih terperinci

5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL

5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL 5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL 5.1 Pendahuluan Pemanfaatan yang lestari adalah pemanfaatan sumberdaya perikanan pada kondisi yang berimbang, yaitu tingkat pemanfaatannya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan subsektor perikanan tangkap semakin penting dalam perekonomian nasional. Berdasarkan data BPS, kontribusi sektor perikanan dalam PDB kelompok pertanian tahun

Lebih terperinci

7 ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA PESISIR YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN

7 ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA PESISIR YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN 7 ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA PESISIR YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN Berdasarkan analisis data dan informasi yang telah dilakukan, analisis

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan ikan yang meningkat memiliki makna positif bagi pengembangan perikanan, terlebih bagi negara kepulauan seperti Indonesia yang memiliki potensi perairan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung sumber daya ikan yang sangat banyak dari segi keanekaragaman jenisnya dan sangat tinggi dari

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir merupakan daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Kawasan pesisir merupakan ekosistem yang kompleks dan mempunyai nilai sumberdaya alam yang tinggi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara Kepulauan (Archipelagic state) terbesar di dunia. Jumlah Pulaunya mencapai 17.506 dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Kurang lebih 60%

Lebih terperinci

4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah

4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah 4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah Mencermati isu-isu strategis diatas maka strategi dan kebijakan pembangunan Tahun 2014 per masing-masing isu strategis adalah sebagaimana tersebut pada Tabel

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Implementasi otonomi daerah di wilayah laut merupakan bagian dari proses penciptaan demokrasi dan keadilan ekonomi di daerah. Hal ini dituangkan dalam Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

a. Pelaksanaan dan koordinasi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dalam wilayah kewenangan kabupaten.

a. Pelaksanaan dan koordinasi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dalam wilayah kewenangan kabupaten. Sesuai amanat Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008. Serta Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007

Lebih terperinci

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali didasarkan atas kelompok ikan Pelagis Kecil, Pelagis Besar, Demersal

Lebih terperinci

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing).

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi sumberdaya perikanan di Indonesia cukup besar, baik sumberdaya perikanan tangkap maupun budidaya. Sumberdaya perikanan tersebut merupakan salah satu aset nasional

Lebih terperinci

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR 5.1. Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan Konservasi Mengacu pada kecenderungan perubahan global dan kebijakan pembangunan daerah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

MELIHAT POTENSI EKONOMI BAWEAN pada acara

MELIHAT POTENSI EKONOMI BAWEAN pada acara MELIHAT POTENSI EKONOMI BAWEAN pada acara PEMBUKAAN PSB KOTA SURABAYA Oleh: Dr. Asmara Indahingwati, S.E., S.Pd., M.M TUJUAN PROGRAM Meningkatkan pendapatan dan Kesejahteraan masyarakat Daerah. Mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam kehidupan manusia, mulai hal yang terkecil dalam

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam kehidupan manusia, mulai hal yang terkecil dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan Pembangunan Nasional adalah masyarakat yang adil dan makmur. Untuk mencapai tujuan tersebut harus dikembangkan dan dikelola sumberdaya yang tersedia. Indonesia

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014

INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014 INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014 INTEGRASI MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI, DAN BLUE ECONOMY

Lebih terperinci

KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT

KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT I. Perumusan Masalah Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang optimal membutuhkan sebuah pemahaman yang luas dimana pengelolaan SDA harus memperhatikan aspek

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMlKIRAN DAN HIPOTESIS

III. KERANGKA PEMlKIRAN DAN HIPOTESIS III. KERANGKA PEMlKIRAN DAN HIPOTESIS 3.1. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dalam Pembangunan Wilayah Kesalahan mengadopsi konsep pembangunan dari luar yang dilaksanakan di masa Orde Baru terbukti telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Nelayan mandiri memiliki sejumlah karakteristik khas yang membedakannya dengan nelayan lain. Karakteristik tersebut dapat diketahui dari empat komponen kemandirian, yakni

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan laut di Kabupaten Malang Jawa

I. PENDAHULUAN. dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan laut di Kabupaten Malang Jawa I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sendang Biru merupakan salah satu kawasan pesisir yang menjadi prioritas dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan laut di Kabupaten Malang Jawa Tmur. Pengembangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. udang, kakap, baronang, tenggiri, kerang, kepiting, cumi-cumi dan rumput laut yang tersebar

BAB I PENDAHULUAN. udang, kakap, baronang, tenggiri, kerang, kepiting, cumi-cumi dan rumput laut yang tersebar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas usaha perikanan tangkap umumnya tumbuh di kawasan sentra nelayan dan pelabuhan perikanan yang tersebar di wilayah pesisir Indonesia. Indonesia memiliki potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek

BAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu hal yang penting bagi suatu negara, dengan adanya pariwisata suatu negara atau lebih khusus lagi pemerintah daerah tempat

Lebih terperinci

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP Ekowisata pertama diperkenalkan oleh organisasi The Ecotourism Society (1990) adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati laut yang sangat tinggi dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan bahan industri. Salah satu sumberdaya tersebut adalah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Masih ditemukannya banyak penduduk miskin wilayah pesisir Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan, menunjukkan adanya ketidakoptimalan kegiatan pemberdayaan ekonomi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan adalah salah satu sektor yang diandalkan untuk pembangunan masa depan Indonesia, karena dapat memberikan dampak ekonomi kepada sebagian penduduk Indonesia. Selain

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut Arafura merupakan salah satu bagian dari perairan laut Indonesia yang terletak di wilayah timur Indonesia yang merupakan bagian dari paparan sahul yang dibatasi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perembesan air asin. Kearah laut wilayah pesisir, mencakup bagian laut yang

BAB I PENDAHULUAN. perembesan air asin. Kearah laut wilayah pesisir, mencakup bagian laut yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut. Kearah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 1.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil observasi dilapangan serta analisis yang dilaksanakan pada bab terdahulu, penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk merumuskan konsep

Lebih terperinci

Terlaksananya kebijakan pengelolaan sumberdaya kelautan dan ikan. Terlaksananya penataan ruang laut sesuai dengan peta potensi laut.

Terlaksananya kebijakan pengelolaan sumberdaya kelautan dan ikan. Terlaksananya penataan ruang laut sesuai dengan peta potensi laut. B. URUSAN PILIHAN 1. KELAUTAN DAN PERIKANAN a. KELAUTAN 1. Pelaksanaan kebijakan pengelolaan sumberdaya kelautan dan ikan di wilayah laut kewenangan 1. Pelaksanaan kebijakan pengelolaan sumberdaya kelautan

Lebih terperinci

URUSAN KELAUTAN DAN PERIKANAN YANG MERUPAKAN KEWENANGAN DAERAH PROVINSI Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil

URUSAN KELAUTAN DAN PERIKANAN YANG MERUPAKAN KEWENANGAN DAERAH PROVINSI Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil KELAUTAN DAN PERIKANAN YANG MERUPAKAN NO 1. Kelautan, Pesisir, Pulau-Pulau Kecil Pengelolaan ruang laut sampai dengan 12 mil di luar minyak gas bumi Penerbitan izin pemanfaatan ruang laut di bawah 12 mil

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kepulauan dengan luas wilayah daratan 1,9 juta km 2 dan wilayah laut 5,8 juta km 2 dan panjang garis pantai 81.290 km, Indonesia memiliki potensi sumber

Lebih terperinci

9.1 Pola pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan demersal yang berkelanjutan di Kota Tegal

9.1 Pola pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan demersal yang berkelanjutan di Kota Tegal 9 PEMBAHASAN UMUM Aktivitas perikanan tangkap cenderung mengikuti aturan pengembangan umum (common development pattern), yaitu seiring dengan ditemukannya sumberdaya perikanan, pada awalnya stok sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan adalah sumberdaya perikanan, khususnya perikanan laut.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan adalah sumberdaya perikanan, khususnya perikanan laut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan Pembangunan Nasional adalah masyarakat yang adil dan makmur. Untuk mencapai tujuan tersebut harus dikembangkan dan dikelola sumberdaya yang tersedia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan sebuah sistem dinamis yang kompleks dimana keberadaannya dibatasi oleh suhu, salinitas, intensitas cahaya matahari dan kecerahan suatu perairan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkumpulnya nelayan dan pedagang-pedagang ikan atau pembeli ikan dalam rangka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkumpulnya nelayan dan pedagang-pedagang ikan atau pembeli ikan dalam rangka BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tempat Pelelangan Ikan (TPI) 2.1.1. Pengertian Tempat Pelelangan Ikan TPI kalau ditinjau dari menejemen operasi, maka TPI merupakan tempat penjual jasa pelayanan antara lain

Lebih terperinci

4/3/2017 PEMBANGUNAN PERIKANAN & KELAUTAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2017

4/3/2017 PEMBANGUNAN PERIKANAN & KELAUTAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2017 PEMBANGUNAN PERIKANAN & KELAUTAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2017 1 SUMBER PAGU REALISASI % Keterangan APBD (termasuk DAK) Rp. 529,9 M Rp. 7,7 M 14,64 Rencana Pemotongan 5 10% APBN Rp. 15,8 M Rp. 193 juta

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Definisi perikanan tangkap Permasalahan perikanan tangkap di Indonesia

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Definisi perikanan tangkap Permasalahan perikanan tangkap di Indonesia 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap 2.1.1 Definisi perikanan tangkap Penangkapan ikan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 45 Tahun 2009 didefinisikan sebagai kegiatan untuk memperoleh

Lebih terperinci

ANALISIS SUMBERDAYA PESISIR YANG BERPOTENSI SEBAGAI SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA BENGKULU

ANALISIS SUMBERDAYA PESISIR YANG BERPOTENSI SEBAGAI SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA BENGKULU ANALISIS SUMBERDAYA PESISIR YANG BERPOTENSI SEBAGAI SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA BENGKULU TUGAS AKHIR Oleh : HENNI SEPTA L2D 001 426 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR

PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR 1 PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR (Trichiurus sp.) DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, PROPINSI JAWA BARAT Adnan Sharif, Silfia Syakila, Widya Dharma Lubayasari Departemen Manajemen Sumberdaya

Lebih terperinci

10. Pemberian bimbingan teknis pelaksanaan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut di wilayah laut kewenangan daerah.

10. Pemberian bimbingan teknis pelaksanaan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut di wilayah laut kewenangan daerah. II. URUSAN PILIHAN A. BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Kelautan 1. Pelaksanaan kebijakan pengelolaan sumber daya kelautan dan ikan di wilayah laut kewenangan 2. Pelaksanaan

Lebih terperinci