LAPORAN AKHIR TAHUN ANGGARAN 2013

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN AKHIR TAHUN ANGGARAN 2013"

Transkripsi

1 Puslitbang tekmira Jl. Jend. Sudirman No. 623 Bandung Telp : Fax : Info@tekmira.esdm.go.id LAPORAN AKHIR TAHUN ANGGARAN 2013 Kelompok Program Litbang Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Batubara KAJIAN PERCEPATAN PENERAPAN TEKNOLOGI PEMANFAATAN BATUBARA DI INDONESIA Oleh : Gandhi Kurnia Hudaya, ST., Prof. Dr. Bukin Daulay, Prof. Dr. Datin Fatia Umar, Dr. Miftahul Huda, Slamet Suprapto M.Sc., Fahmi Sulistyohadi, ST., Dedy Yaskuri, ST., Ika Monika, ST., Dahlia Diniyati, M.Sc., Nurhadi, M.T. PUSLITBANG TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA - tekmira 2013

2

3 KATA PENGANTAR Dalam rangka mendukung ketahanan energi nasional serta dalam upaya meningkatkan nilai tambah batubara di Indonesia sebagaimana yang diamanatkan oleh UU No. 4/ 2009 maka perlu dilakukan upaya peningkatan konsumsi batubara dalam negeri. Untuk meningkatkan konsumsi batubara, diperlukan data mengenai potensi batubara di Indonesia, perkembangan teknologi pemanfaatan batubara di Indonesia termasuk keekonomiannya serta kebijakan dan regulasi yang berkaitan dengan penerapan teknologi pemanfaatan batubara tersebut. Berdasarkan informasi ini diharapkan Puslitbang tekmira dapat melakukan kajian dan hasilnya diharapkan dapat menjadi rekomendasi bagi Pemerintah di dalam menetapkan kebijakan dan regulasi pengelolaan sumber daya batubara yang dapat mendukung terwujudnya pabrik-pabrik komersial di Indonesia yang memanfaatkan teknologi pengolahan batubara. Pada kesempatan ini, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam kegiatan ini. Akhir kata, mudah-mudahan laporan ini bermanfaat di dalam mendukung kebijakan pemerintah di dalam melaksanakan percepatan pembangunan pabrik pemanfaatan batubara di Indonesia. Bandung, Desember 2013 Kepala Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara, Dra. Retno Damayanti, Dipl. EST NIP i

4 SARI Dalam rangka pelaksanaan PNT batubara pada tahun 2014 maka pemerintah perlu mempercepat penerapan teknologi pemanfaatan batubara di Indonesia. Oleh karena itulah kajian ini dilakukan untuk memberikan masukan bagi pemerintah. Topik dalam kajian ini adalah gasifikasi, upgrading, Coal Water Mixture (CWM), kokas pengecoran dan karbon aktif. Kelima topik ini dipilih dikarenakan kelima teknologi tersebut hingga kini merupakan prioritas penelitian oleh tekmira dan ada yang sudah mencapai tahap demo plant sehingga tinggal ditambah sedikit dorongan atau insentif akan menjadi tahapan komersial. Tujuan dari kajian ini adalah mendukung program peningkatan nilai tambah batubara, mencari solusi untuk percepatan penerapan dan melakukan kajian biaya dan manfaat teknologi pemanfaatan batubara. Sedangkan sasarannya adalah mendapatkan data dan informasi mengenai teknologi pemanfaatan batubara termasuk peluang, permasalahan dan tantangan penerapan, menghasilkan rekomendasi kebijakan, kajian biaya dan manfaat teknologi pemanfaatan batubara dan policy paper untuk program percepatan penerapan teknologi gasifikasi batubara di Indonesia. Kegiatan penelitian dilakukan dengan 4 (empat) cara, yaitu diskusi, melaksanakan focus group discussion (FGD), percobaan dan koordinasi dengan instansi terkait. Metoda yang digunakan adalah metode eksploratif yang bertujuan menggali semua informasi hasil pengamatan dari setiap tahapan kegiatan yang dilaksanakan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut : 1) Sesuai dengan amanat di dalam UU No. 4/2009 serta mengingat dampak positif atas keberadaan pabrik komersial teknologi pemanfaatan batubara yang sangat besar, maka sudah selayaknya pemerintah memberikan prioritas tinggi bagi berdirinya pabrik pemanfaatan batubara di Indonesia. 2) Berdasarkan hasil percobaan, teknologi coal water mixture (CWM) menggunakan batubara kalori tinggi dapat diaplikasikan di pilot plant Puslitbang tekmira di Palimanan, Cirebon. 3) Berdasarkan hasil kajian aspek teknologi, bahan baku, pasar dan finansial terhadap lima buah teknologi pemanfaatan batubara yaitu gasifikasi batubara, coal water mixture, upgrading batubara, kokas dan karbon aktif maka teknologi gasifikasi batubara yang menghasilkan gas bakar dan syngas adalah teknologi yang paling cocok untuk dikedepankan sebagai proyek prioritas pertama untuk percepatan penerapan teknologi pemanfaatan batubara. 4) Pemerintah diharapkan dapat membangun koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah serta antara lintas kementrian dalam rangka membuat master plan percepatan teknologi gasifikasi batubara dan mengatasi pemasalahan yang timbul seperti masalah pasokan bahan baku, masalah lingkungan dan masalah insentif bagi pengusaha. ii

5 5) Kebijakan yang direkomendasikan untuk disusun dalam rangka percepatan penerapan teknologi gasifikasi batubara adalah : - Pengendalian produksi dan ekspor batubara. - DMO yang meliputi kuantitas dan kualitas tertentu bagi teknologi gasifikasi batubara. - Penguatan kapasitas dan kapabilitas Sumber Daya Manusia (SDM) berbasis ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi secara terencana dan sistematis. - Insentif yang menarik bagi perusahaan yang menerapkan teknologi gasifikasi batubara. - Perbaikan dan peningkatan infrastruktur dalam mendukung hilirisasi minerba. - Evaluasi terhadap peraturan-peraturan yang kurang kondusif bagi pengembangan gasifikasi batubara. iii

6 DAFTAR ISI Kata Pengantar... Sari... Daftar Isi... Daftar Tabel Daftar Gambar i ii iv vi viii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I Ruang Lingkup Kegiatan I Tujuan I Sasaran I Lokasi Kegiatan I-4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kekayaan Batubara Indonesia II Perkembangan Pengusahaan Batubara II Kebijakan Perbatubaraan Indonesia II Perkembangan Teknologi Pemanfaatan Batubara II-13 BAB III PROGRAM KEGIATAN 3.1 Studi Literatur III Kunjungan Lapangan : Diskusi, Wawancara, Rapat dan Seminar.... III Percobaan di Pilot Plant CWM III Pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD)... III Evaluasi Data dan Hasil Diskusi III-3 iv

7 BAB IV METODOLOGI 4.1 Bentuk Penelitian... IV Pengumpulan Data IV Evaluasi Data IV-2 BAB V RESUME KEGIATAN LITBANG DI PUSLITBANG tekmira 5.1 Teknologi Gasifikasi Batubara di Industri dan Pembangkit Listrik V Teknologi Coal Water Mixture V Teknologi Upgrading Batubara V Teknologi Karbon Aktif V Teknologi Kokas Pengecoran V-10 BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Hasil Kegiatan VI Pembahasan VI-19 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan VII Saran VII-2 Daftar Pustaka v

8 DAFTAR TABEL 2.1 Sumberdaya dan cadangan batubara di Indonesia II Data cadangan dan sumber daya batubara per provinsi II Rekapitulasi PKP2B generasi 1, 2 dan 3 II Produksi batubara tahun 2013 (MT) II Penjualan batubara dalam negeri tahun 2013 II Ekspor batubara tahun 2013 (MT) II Pabrik gasifikasi batubara (Syngas) komersial di dunia (2011) II Perbandingan berbagai teknologi upgrading di dunia II Kualitas karbon aktif hasil uji coba dan persyaratan kualitas V Rekapitulasi IUP batubara VI Asumsi perhitungan dual fuel VI Penggunaan dual fuel per jam VI Kebutuhan dana investasi dual fuel VI Menghitung biaya tenaga kerja dual fuel VI Biaya menghasilkan gas VI Ilustrasi penghematan (pada genset 2,2 MW) VI Asumsi perhitungan TIGAR VI Kebutuhan dana investasi TIGAR VI Biaya operasional tahunan TIGAR VI Ringkasan asumsi analisis finansial CWM VI Perhitungan arus kas masuk CWM VI Perhitungan NPV CWM VI Perhitungan IRR CWM VI Ringkasan asumsi UBC VI Perhitungan discount factor UBC VI Perhitungan NPV UBC VI Perhitungan IRR UBC VI Perhitungan arus kas (dalam juta US$) UBC VI Ringkasan indikator financial UBC VI Kebutuhan peralatan dan pendukung pembuatan kokas VI Kebutuhan bangunan dan tanah kokas VI-34 vi

9 6.23 Perincian total biaya modal kokas VI Kebutuhan dana pabrik kokas VI Biaya operasi tahunan kokas VI Perhitungan IRR kokas VI Investasi inisial karbon aktif VI Perhitungan biaya produksi karbon aktif VI Proyeksi arus kas karbon aktif VI Perhitungan nilai IRR karbon aktif VI Perhitungan ROI karbon aktif VI Perhitungan payback period karbon aktif VI Ringkasan indikator financial karbon aktif VI Ringkasan hasil analisa keekonomian teknologi pemanfaatan batubara VI Fasilitas bidang usaha energi dan sumber daya mineral sesuai Lampiran I PP No. 62 Tahun 2008 VI-52 vii

10 DAFTAR GAMBAR 2.1 Potensi batubara Indonesia II Produksi dan penjualan batubara Indonesia, II Negara tujuan ekspor batubara Indonesia tahun 2012 (10 besar) II Pembuatan CWM melalui proses HWT II Permukaan batubara sebelum dan sesudah proses pengeringan II Diagram alir proses UBC II Kokas pengecoran dari Cina II Bagan alir proses pembuatan karbon aktif batubara II PDU syngas di Palimanan, Cirebon V Pilot plant gasifikasi mini di Palimanan, Cirebon V Pilot plant PLTD di Palimanan V Pilot plant CWM di Palimanan, Cirebon V Pilot plant UBC di Palimanan, Cirebon V Demo plant UBC di Satui, Kalimantan Selatan V Pilot plant CDB di Palimanan, Cirebon V Pilot plant karbon aktif di Palimanan, Cirebon V Bagan alir pembuatan kokas pengecoran di Palimanan V Pilot plant kokas pengecoran di Palimanan V Perkembangan harga batubara VI Investasi di batubara (PKP2B) VI Skema peralatan pembuatan dan pembakaran CWF VI Peralatan pembuatan CWF VI Kegiatan pembersihan crushing mill VI Aditif CMC VI Kegiatan pengadukan VI Bagan alir pembuatan CWF VI Kegiatan pembakaran CWM VI Fluktuasi harga batubara VI Realisasi dan prediksi produksi dan penjualan batubara VI-46 viii

11 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan data Pusat Sumber Daya Geologi, Badan Geologi (2013), Indonesia memiliki sumber daya batubara sebanyak 161 miliar ton yang terdiri dari 120,53 miliar ton sumber daya tambang permukaan dan 40,32 milyar ton adalah sumber daya tambang dalam dan cadangan 31,36 miliar ton. Sumber daya dan cadangan batubara yang cukup besar ini diharapkan mampu memberikan manfaat yang maksimal kepada perekonomian Indonesia untuk menggantikan minyak bumi dan gas alam (migas) yang cadangannya semakin menipis. Sayangnya, peningkatan produksi batubara Indonesia dari tahun ke tahun kurang memberikan efek terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini karena peningkatan produksi ini tidak diimbangi dengan penggunaan di dalam negeri. Produksi yang meningkat hanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan luar negeri atau ekspor. Dengan demikian nilai tambah batubara justru dinikmati oleh bangsa lain. Penggantian Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 (UU No.11/1967) tentang Ketentuanketentuan Pokok Pertambangan oleh UU No. 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, merupakan amanat rakyat agar pemerintah dapat mengubah paradigma bahwa batubara Indonesia hanya sebagai komoditas yang menghasilkan nilai ketika diekspor. Sesuai pasal 95 huruf c dan pasal 102 UU No.4/2009, setiap pemegang Izin Usaha Produksi (IUP) dan IUP Khusus (IUPK) wajib meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan/atau batubara di dalam negeri. Selanjutnya pasal 94 dan pasal 95 Peraturan Pemerintah (PP) No.23/2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, antara lain mengamanatkan bahwa pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi batubara wajib melakukan pengolahan untuk meningkatkan nilai tambah batubara yang diproduksi, baik secara langsung maupun kerja sama dengan perusahaan pemegang IUP dan IUPK lainnya. Upaya meningkatkan nilai tambah batubara itu sendiri, pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan dan mengoptimalkan nilai tambang, tersedianya bahan baku, penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan penerimaan negara (penjelasan pasal 95 ayat (2) PP No.23/2010). Jangka waktu pelaksanaan PNT batubara pada tahun 2014 sudah semakin dekat maka pemerintah perlu mengambil langkah untuk mempercepat upaya PNT batubara di Indonesia. Oleh karena itulah kajian ini dilakukan untuk memberikan masukan bagi pemerintah dalam rangka mempercepat penerapan teknologi pemanfaatan batubara di Indonesia. Topik dalam kajian ini adalah gasifikasi, upgrading, Coal Water Mixture (CWM), kokas pengecoran dan karbon aktif. Kelima topik ini dipilih dikarenakan teknologi ini sedang diteliti oleh Puslitbang tekmira dan ada yang sudah mencapai tahap demo plant I-1

12 sehingga tinggal ditambah sedikit dorongan atau insentif akan menjadi tahapan komersial. Selain itu biaya investasinya juga relatif terjangkau oleh investor Ruang Lingkup Kegiatan Ruang lingkup kegiatan secara garis besar meliputi 3 bagian yaitu : Kajian Kajian Percepatan Penerapan Teknologi Gasifikasi Batubara di Industri dan Pembangkit Listrik : Studi literatur dan diskusi mengenai teknologi gasifikasi batubara dan kebijakan-kebijakan yang membantu percepatan penerapan teknologi gasifikasi batubara. Kordinasi dan diskusi dengan instansi pemerintah terkait, pengusaha batubara dan pemilik teknologi tentang permasalahan-permasalahan yang ada serta mencari solusi untuk percepatan penerapan teknologi gasifikasi batubara. Melakukan kajian biaya dan manfaat penerapan teknologi gasifikasi batubara. Membuat policy paper untuk mendukung penerapan teknologi gasifikasi batubara khususnya di permukaan tanah. Kajian Percepatan Penerapan Teknologi Coal Water Mixture (CWM) : Studi literatur dan diskusi mengenai teknologi upgrading batubara yang siap pakai sebagai faktor utama dalam penerapan teknologi CWM serta membahas peraturan dan atau kebijakan-kebijakan yang membantu percepatan penerapan teknologi CWM. Kordinasi dan diskusi dengan instansi pemerintah terkait, pengusaha batubara dan pemilik teknologi tentang permasalahan-permasalahan yang ada serta mencari solusi untuk percepatan penerapan teknologi CWM. Melakukan kajian biaya dan manfaat penerapan teknologi CWM. Menganalisa kesiapan teknologi CWM saat ini untuk diaplikasikan pada tahap komersial. Kajian Percepatan Penerapan Teknologi Uprading Batubara : Studi literatur dan diskusi mengenai teknologi upgrading batubara yang siap masuk ke tahap komersial. Studi literatur dan diskusi mengenai peraturan dan kebijakan-kebijakan yang membantu percepatan penerapan teknologi upgrading batubara di Indonesia. I-2

13 Kordinasi dan diskusi dengan instansi pemerintah terkait, pengusaha batubara dan pemilik teknologi tentang permasalahan-permasalahan yang ada serta mencari solusi untuk percepatan penerapan teknologi upgrading batubara. Melakukan kajian biaya dan manfaat penerapan teknologi upgrading batubara. Kajian Percepatan Penerapan Teknologi Karbon Aktif : Kordinasi dan diskusi dengan instansi pemerintah terkait, pengusaha batubara dan pemilik teknologi tentang permasalahan-permasalahan yang ada serta mencari solusi untuk percepatan penerapan teknologi karbon aktif. Melakukan kajian biaya dan manfaat penerapan teknologi karbon aktif. Kajian Percepatan Penerapan Teknologi Kokas Pengecoran : Kordinasi dan diskusi dengan instansi pemerintah terkait, pengusaha batubara dan pemilik dana tentang permasalahan-permasalahan yang ada serta mencari solusi untuk percepatan penerapan teknologi kokas pengecoran. Melakukan kajian biaya dan manfaat dalam menerapkan teknologi kokas pengecoran Percobaan Kajian Percepatan Penerapan Teknologi Coal Water Mixture (CWM) : Melakukan evaluasi peralatan pilot plant CWM serta usulan perbaikan atau penambahan peralatan CWM. Melakukan percobaan teknologi CWM menggunakan batubara bituminous sebagai persiapan untuk pembangunan pilot plant CWM berbahan baku batubara bituminous dengan kapasitas 150 kilogram/jam Pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD) FGD dilaksanakan sebanyak 2 (dua) kali yaitu di Bogor dan di Jakarta. Kedua pelaksanaan FGD dilakukan dalam rangka menampung saran dan pendapat serta untuk berdiskusi dengan para pakar terkait dengan upaya percepatan penerapan teknologi pemanfaatan batubara di Indonesia. Instansi yang terkait selain Puslitbang tekmira antara lain adalah Ditjen Minerba, BKPM, Ditjen Migas, Ditjen EBTKE, Kemenko Perekonomian, akademisi, pengusaha batubara dan lainnya. I-3

14 1.3. Tujuan Tujuan dari kegiatan kajian ini adalah : Mendukung program peningkatan nilai tambah batubara melalui rekomendasi kebijakan dalam upaya percepatan pembangunan pabrik teknologi pemanfaatan batubara di Indonesia. Menemukan solusi untuk percepatan penerapan teknologi pemanfaatan batubara khususnya gasifikasi batubara, CWM, upgrading batubara, kokas pengecoran dan karbon aktif. Melakukan kajian biaya dan manfaat untuk teknologi pemanfaatan batubara. Mempertemukan pengembang/pemilik teknologi pemanfaatan batubara dengan pengusaha sebagai calon investor Sasaran Mendapatkan data dan informasi mengenai teknologi pemanfaatan batubara di Indonesia khususnya teknologi gasifikasi, CWM, upgrading batubara, karbon aktif dan kokas pengecoran. Termasuk di dalamnya tentang peluang, permasalahan dan tantangan penerapan selama ini. Menghasilkan rekomendasi kebijakan mengenai langkah-langkah yang harus dilakukan untuk menyukseskan program percepatan penerapan teknologi pemanfaatan batubara di Indonesia. Menghasilkan kajian biaya dan manfaat teknologi pemanfaatan batubara Menghasilkan policy paper untuk program percepatan penerapan teknologi gasifikasi batubara di Indonesia Lokasi Kegiatan Lokasi kegiatan meliputi studi literatur dan percobaan dilakukan di Bandung, Cirebon dan Jakarta. Kegiatan FGD dilakukan di Bogor dan Jakarta. Sementara kegiatan diskusi dengan pelaku bisnis, aparat pemerintah dan ilmuwan dilakukan di Jakarta, Jawa Timur, Sumatera (Sumatera Utara dan Sumatera Selatan) dan Kalimantan (Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur). I-4

15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kekayaan Batubara Indonesia Indonesia dianugerahi akan kekayaan alam yang cukup banyak. Salah satunya adalah batubara yang bermanfaat sebagai sumber energi. Seiring dengan semakin berkurangnya produksi minyak dan gas yang selama ini menjadi sumber energi utama di Indonesia maka peran batubara menjadi semakin penting. Berikut ini adalah kondisi batubara di Indonesia Sumber Daya dan Kualitas Batubara Sumber Daya Batubara Endapan batubara Indonesia tersebar luas di seluruh kepulauan, namun batubara yang bernilai ekonomis hanya terkonsentrasi pada cekungan-cekungan Tersier di Indonesia bagian barat yaitu di Pulau Kalimantan dan Sumatera. Endapan batubara dengan potensi kecil (<5 juta ton) terdapat pada cekungancekungan Tersier di Pulau Jawa, Kalimantan Barat, Sulawesi dan Papua. Pada umumnya lapisan batubara Indonesia mempunyai ketebalan 0,5-12 meter, walaupun dilaporkan ada lapisan batubara yang mempunyai ketebalan mencapai 40 meter di Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. Dari hasil eksplorasi intensif yang dilakukan baik oleh swasta, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun pemerintah, diketahui sumber daya batubara Indonesia sebesar 161 milyar ton dengan cadangan 31,36 miliar ton (Badan Geologi, 2013). Sumber daya batubara Indonesia terpusat di Pulau Sumatera (42,3%) dan Kalimantan (57,6%). Sumber : Badan Geologi KESDM, 2013 Gambar 2.1 Potensi batubara Indonesia II-1

16 Dengan potensi batubara yang sedemikian besar, tantangan kedepan adalah mengupayakan perimbangan strategis antara peran penting batubara sebagai energi primer yang ekonomis bagi kegiatan produksi di Indonesia dan mengubah cara pandang konvesional sekedar untuk penerimaan negara. Kualitas Batubara Kualitas batubara Indonesia sangat bervariasi. Hal ini sangat erat hubungannya dengan kondisi atau lingkungan pengendapan tempat dimana batubara tersebut terbentuk. Sebagian besar batubara Indonesia terbentuk pada cekungan-cekungan sedimentasi Tersier berumur Neogen sehingga batubara tersebut memiliki peringkat lignit dan subbituminus dengan nilai kalori rendah dan sedang. Hanya di beberapa tempat, seperti di daerah Bukit Asam - Sumatera Selatan, Bengkulu Sumatera dan Kubah Pinang (Sangata), Kalimantan Timur, dimana batubara peringkat rendah di daerah-daerah tersebut terpengaruh oleh panas dari intrusi magma sehingga menyebabkan kualitas (nilai kalor) batubara meningkat, ada yang mencapai peringkat antrasit. Klasifikasi batubara Indonesia mengacu pada PP No. 13/2000 yang diperbaharui dengan PP No. 45/2003 tentang Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Pertambangan dan Energi bidang Pertambangan Umum. Berdasarkan klasifikasi itu maka batubara Indonesia dibagi menjadi empat macam yaitu : Batubara Kalori Rendah, adalah jenis batubara yang paling rendah peringkatnya, bersifat lunakkeras, mudah diremas, mengandung kadar air tinggi (10-70%), memperlihatkan struktur kayu, nilai kalorinya < 5,100 kkal/kg (adb). Batubara Kalori Sedang, adalah jenis batubara yang peringkatnya lebih tinggi, bersifat lebih keras, mudah diremas-tidak bisa diremas, kadar air relatif lebih rendah, umumnya struktur kayu masih tampak, nilai kalorinya kkal/kg (adb). Batubara Kalori Tinggi, adalah jenis batubara yang peringkatnya lebih tinggi, bersifat lebih keras, tidak mudah diremas, kadar air relatif lebih rendah, umumnya struktur kayu tidak tampak, nilai kalorinya kkal/kg (adb). Batubara Kalori Sangat Tinggi, adalah jenis batubara dengan peringkat paling tinggi, umumnya dipengaruhi intrusi ataupun struktur lainnya, kadar air sangat rendah, nilai kalorinya >7.100 kkal/kg (adb). Sebagian besar batubara Indonesia termasuk kalori rendah dan sedang, hingga mencapai 94% dari total cadangan batubara Indonesia. Jumlah sumberdaya dan cadangan batubara Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.1. II-2

17 Tabel 2.1 Sumberdaya dan cadangan batubara di Indonesia Kualitas Sumberdaya (Juta Ton) Tambang Permukaan Jumlah Cadangan (Juta Ton) Hipotetik Tereka Tertunjuk Terukur Total % Terkira Terbukti Total Kalori Rendah 1, , , , , , , ,480.8 Kalori Sedang 16, , , , , , , ,133.1 Kalori Tinggi , , , , ,487.7 Kalori Sangat Tinggi , , TOTAL 19, , , , , , , ,357.2 No Lokasi Sumberdaya m (juta ton) 1 NEDO Kalimantan + Kajian PSDG ,04 2 NEDO Sumatera Selatan ,33 3 Kajian Kalimantan Selatan 561,52 Total Sumberdaya tambang dalam ,89 Sumber : Data Neraca Batubara Indonesia Tahun 2013, Badan Geologi, Kementerian ESDM Secara rinci, batubara Indonesia terdiri atas batubara kalori rendah (<5.100 kkal/kg) sebanyak 30,2%, batubara dengan kalori sedang ( kkal/kg) 64,2%, batubara dengan kalori tinggi ( kkal/kg) 4,7%, dan 0,8% batubara dengan kalori sangat tinggi (>7.100 kkal/kg). Sementara itu, data lengkap mengenai cadangan dan sumber daya batubara Indonesia per provinsi dapat dilihat pada Tabel 2.2. Secara umum kandungan mineral atau abu yang terdiri atas mineral lempung, kuarsa, pirit dan kalsit umumnya bervariasi dari 1 sampai 16%. Kandungan sulfur pada sebagian besar batubara umumnya adalah rendah (<1%), walaupun ada batubara yang terbentuk di bagian utara Kalimantan Timur memiliki kandungan sulfur mencapai 3,0%. Nilai ketergerusan (HGI) batubara Indonesia dibagi menjadi 4 grup, yaitu sangat keras (<40), keras (40-<50), sedang (50-60) dan lembek (>60). Kandungan natrium pada batubara Indonesia sangat bervariasi dan pada umumnya cukup rendah (<2). II-3

18 Tabel 2.2 Data cadangan dan sumber daya batubara per provinsi No. Pulau Provinsi Sumberdaya (Juta Ton) Cadangan (Juta Ton) Hipotetik Tereka Tertunjuk Terukur Total Terkira Terbukti Total 1 Banten 5,47 5,75 4,86 2,72 18, JAWA Jawa Tengah - 0, , Jawa Timur - 0, , Aceh - 346,35 13,89 90,40 450, Sumatera Utara 0,25 7,00-19,97 27, Riau 12,79 243,14 643,83 901, ,51 54,50 634,73 689,23 7 Sumatera Barat 20,41 294,50 231,16 249,45 795,52-158,43 158,43 SUMATERA 8 Jambi 691,27 865,19 452,99 213, ,42 174,85 149,04 323,89 9 Bengkulu - 2,12 118,81 71,14 192,07-18,95 18,95 10 Sumatera Selatan , , , , , , , ,24 11 Lampung - 106,95-0,94 107, Kalimantan Barat 2,06 477,69 6,85 4,70 491, Kalimantan Tengah 197, ,76 749,88 990, ,78 242,46 316,59 559,05 KALIMANTAN 14 Kalimantan Selatan , , , , , , ,02 15 Kalimantan Timur 6.116, , , , , , , ,22 16 Sulawesi Selatan - 48,81 129,22 53,09 231,12 0,06 0,06 0,12 SULAWESI 17 Sulawesi Tengah - 1, , MALUKU Maluku Utara 6, , Papua Barat 93,66 32, , PAPUA 20 Papua 0,91 2, , TOTAL INDONESIA , , , , , , , , Perkembangan Pengusahaan Batubara Pengusahaan Batubara Semula izin pengusahaan pertambangan batubara di Indonesia dibedakan dalam tiga pola, yaitu Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), dan Kuasa Pertambangan (KP). Namun setelah disahkannya UU No. 4/2009, maka sistem perizinan hanya ada satu jenis, yaitu IUP untuk satu wilayah tertentu. Pengusahaan dalam bentuk PKP2B dikelompokkan menjadi tiga, yaitu PKP2B Generasi I, Generasi II, dan Generasi III. PKP2B dilakukan antara kontraktor dan pemerintah, dengan ketentuan sebagai berikut: Terbuka bagi perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) dengan luas awal daerah yang diminta dapat mencapai hektar; Kegiatan pertambangan tidak dilakukan berdasarkan izin, tetapi berdasarkan kontrak yang meliputi seluruh tahapan operasi penambangan; Kontraktor bertanggung jawab penuh terhadap manajemen operasi dan membayar bagi hasil bagian pemerintah sebesar 13,5% dari batubara yang terjual; Kontraktor memiliki kewajiban untuk membayar pajak dengan besar sesuai peraturan yang berlaku pada waktu kontrak ditandatangani. II-4

19 Kontraktor dapat memulai program eksploitasi lebih awal dan melakukan tambang percobaan untuk mendapat contoh uji coba penggunaannya. Kontrak PKP2B Generasi I adalah kontrak penambangan batubara yang ditandatangani selama kurun waktu tahun Pada saat itu penandatanganan kontrak masih dalam bentuk Kontrak Kerja Sama batubara (KKS Batubara) antara investor penambangan batubara dengan PTBA mewakili pemerintah sebagai pemegang Kuasa Pertambangan. Kontrak PKP2B Generasi II adalah kontrak yang ditandatangani selama periode tahun Mulai tahun 1993, bentuk kontrak diubah menjadi PKP2B. Pada saat kontrak PKP2B Generasi II ditandatangani, Kuasa Pertambangan masih dipegang oleh PTBA. Beberapa kontraktor Generasi II diantaranya telah mulai berproduksi hingga saat ini. Kontrak PKP2B Generasi III adalah kontrak yang ditandatangani selama kurun waktu tahun Dalam kontrak PKP2B Generasi III, Kuasa Pertambangan langsung dipegang oleh pemerintah dengan pelaksananya adalah Direktorat Jenderal Pertambangan Umum (DJPU). Kontrak PKP2B Generasi III telah menarik banyak investor besar untuk mengusahakan sektor batubara, baik PMDN maupun PMA. Rekapitulasi lengkap untuk kontrak PKP2B generasi 1 hingga 3 dapat dilihat pada Tabel 2.3 : Tabel 2.3 Rekapitulasi PKP2B generasi 1, 2 dan 3 Tahun Jumlah Ekspl FS Konst Produksi Aktif Generasi I Generasi II Generasi III Jumlah Sumber : Direktorat Pembinaan Program, Ditjen Minerba 2012 Pengusahaan pertambangan batubara dalam bentuk KP dikelompokkan menjadi dua, yaitu KP swasta dan KP koperasi. Kedua jenis KP ini dikeluarkan oleh pemerintah cq DJPU (waktu itu) atau Direktorat Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi (setelah itu) dan Ditjen Minerba sekarang). UU No. 4/2009, diantaranya memuat hal-hal sebagai berikut : a. Mengakhiri skema kontrak namun menghormati keberadaan kontrak yang ada; b. Memberikan kepastian hukum kepada semua pelaku pertambangan; c. Menciptakan iklim yang kondusif bagi investasi; d. UU Minerba mengamanatkan optimalisasi penerimaan Negara; II-5

20 e. Ditetapkan Wilayah Usaha Pertambangan (WUP), Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dan Wilayah Pencadangan Negara (WPN); f. Skema Perizinan berdasarkan UU Minerba: lup: IUP eksplorasi dan IUP Operasi Produksi; lzin Pertambangan Rakyat; IUPK pada area eks Wilayah Cadangan Negara; IUP dan IUPK terbuka baik untuk investor melalui lelang; g. Penetapan IUP melalui sistem lelang, IUPK bisa diberikan oleh izin menteri di ex WPN (WUPK); h. Klarifikasi wewenang dan ruang lingkup Pemerintah Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota; i. Kewajiban Pemrosesan dan pemurnian logam harus dilakukan di Indonesia; j. Pengembangan masyarakat difokuskan pada kesejahteraan rakyat; k. Demi kepentingan nasional. Pemerintah menetapkan domestic market obligation (DMO) untuk mineral dan batubara; l. Perusahaan tambang dengan skema IUPK memiliki kewajiban untuk membagikan keuntungan bersih setelah produksi sebersar 4% kepada Pemerintah dan 6% kepada Pemda; m. Adanya mekanisme sanksi untuk pelanggaran; n. Adanya ketentuan peralihan bagi perjanjian/kontrak yang sudah ada. Produksi Batubara Tambang batubara utama berlokasi di Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan dan Sumatera Selatan,. Produksi batubara meningkat terus selama 5 tahun terakhir. Selama periode produksi batubara Indonesia menunjukkan kenaikan yang signifikan. Pada tahun 2008 produksi batubara berjumlah 240 juta ton, dan pada tahun 2013 mencapai 421 juta ton atau naik hampir 100%, seperti diperlihatkan pada Gambar 2.2. Data produksi tidak mencantumkan klasifikasi jenis batubara yang diproduksi, sehingga tidak diketahui berapa jumlah dan presentase batubara peringkat rendah dari total produksi batubara tersebut. II-6

21 Sumber : Ditjen Minerba, 2013 Gambar 2.2 Produksi dan penjualan batubara Indonesia, Sementara itu, untuk data lengkap produksi batubara tahun 2013 per perusahaan dan provinsi dapat dilihat pada Tabel 2.4. II-7

22 Tabel 2.4 Produksi batubara tahun 2013 (MT) No. Nama Perusahaan Tahun Bukit Asam 13,601, Adaro Indonesia 53,490, Antang Gunung Meratus 4,623, Arutmin Indonesia 25,949, Asmin Bara Bronang 313, Asmin Coalindo Tuhup 2,752, Bangun Banua Persada Kalimantan 822, Baramarta, PD 1,609, Baturona Adimulya 1,102, Berau Coal 23,890, Bharinto Ekatama 1,903, Borneo Indobara 4,120, Firman Ketaun Perkasa 1,702, Gunung Bayan Pratama Coal 3,825, Indexim Coalindo 317, Indominco Mandiri 14,375, Insani Bara Perkasa 4,330, Jorong Barutma Greston 1,355, Kadya Caraka Mulia 147, Kalimantan Energi Lestari 2,712, Kaltim Prima Coal 52,906, Kideco Jaya Agung 37,152, Lanna Harita Indonesia 3,687, Mahakam Sumber Jaya 10,496, Mandiri Intiperkasa 3,596, Marunda Graha Mineral 1,339, Multi Harapan Utama 198, Nusantara Termal Coal 770, Perkasa Inakakerta 2,384, Pesona Khatulistiwa Nusantara 4,492, Riau Bara Harum 1,579, Santan Batubara 1,754, Singlurus Pratama 2,730, Sumber Kurnia Buana 318, Tambang Damai 960, Tanito Harum 2,624, Tanjung Alam Jaya 412, Teguh Sinar Abadi 643, Trubaindo Coal Mining 7,359, Wahana Baratama Mining 3,132, Sub Total 301,486, Prov. Kalimantan Selatan 59,561, Prov. Kalimantan Tengah 3,388, Prov. Kalimantan Timur 39,217, Prov. Riau 683, Prov. Sumatera Selatan 8,381, Prov. Sumatera Barat Prov. Bengkulu 6,761, Prov. Jambi 1,967, Prov. Banten 10, Sub Total 119,971, L PRODUKSI 421,458, Penjualan Batubara A. Penjualan Batubara Dalam Negeri Dari segi penggunaannya dalam dunia industri dan perdagangan, sebagian besar batubara Indonesia termasuk kedalam jenis batubara uap (steam coal/termal coal). Batubara Indonesia tergolong bersih dengan kandungan abu (<5%) dan sulfur yang rendah (S<1%), sehingga tidak terlalu mencemari lingkungan. Karakteristik tersebut membuat batubara Indonesia mampu bersaing di dunia perdagangan internasional. Batubara Indonesia yang memiliki kalori tinggi sebagian besar diekspor ke luar negeri, sedangkan batubara peringkat rendah dan sedang dipergunakan sebagai sumber energi pembangkit tenaga II-8

23 listrik maupun sebagai bahan bakar pada berbagai industri di lndonesia, seperti industri semen, tekstil dan pupuk. Kenaikan penjualan batubara dalam negeri akan sejalan dengan program akselerasi untuk membangun MW kapasitas listrik di tahap I dan satu lagi MW di tahap II. Pada tahap I, pembangkit listrik adalah 100% batubara. Untuk tahap II, pembangkit listrik akan terdiri 40% batubara dan sisa 60% dari energi baru dan terbarukan, terutama panas bumi. Dalam rangka meningkatkan pemanfaatan batubara di dalam negeri maka dikeluarkan Kepmen ESDM tentang DMO. Kepmen tersebut berlandaskan akan Ketentuan Pasal 102 UU No. 4 Tahun 2009 yaitu dalam rangka memenuhi tujuan dari Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menginginkan bahwa kekayaan alam Indonesia adalah untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dijabarkan juga dalam pasal 84 ayat (3) PP No. 23/2010 yang menyebutkan bahwa Pemegang IUP dan IUPK OP dapat melakukan ekspor mineral dan batubara yang diproduksi setelah terpenuhinya kebutuhan mineral dan batubara dalam negeri. Volume batubara yang harus dijual di dalam negeri ditetapkan oleh Menteri ESDM berdasarkan usulan rencana kebutuhan batubara oleh pemakai batubara dalam negeri antara lain PT PLN, asosiasi, Departemen Perindustrian dan masyarakat. Rencana pemenuhan pasokan batubara dalam negeri tahun 2011 sesuai Kepmen ESDM No K/30/MEM/2010 sebesar 78,97 juta ton, termasuk rencana kebutuhan PLN & IPP sebesar 64,79 juta ton, dan sisanya sebesar 14,18 juta ton dari end user domestik lainnya. Sementara untuk tahun 2012 sesuai Kepmen ESDM No K/30/MEM/2011 sebesar 82,07 juta ton dimana PLTU membutuhkan 69,52 juta ton dan sisanya diserap oleh end user domestik lainnya. Dalam perkembangannya, DMO ini direvisi melalui Kepmen ESDM 1334 K/30/MEM/2011 tentang revisi DMO batubara tahun 2011 menjadi 60,15 juta ton dilanjutkan dengan Kepmen ESDM 909 K/30/MEM/2012 tentang revisi DMO batubara tahun 2012 menjadi 67,25 juta ton serta Kepmen ESDM 2934 K/30/MEM/2012 tentang DMO batubara tahun 2013 sebesar 74,3 juta ton. Data lengkap mengenai penjualan batubara di dalam negeri pada tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 2.5. II-9

24 Tabel 2.5 Penjualan batubara dalam negeri tahun 2013 No. Nama Perusahaan Tahun Bukit Asam 8,141, Adaro Indonesia 9,643, Antang Gunung Meratus 1,001, Arutmin Indonesia 10,918, Asmin Bara Bronang 23, Asmin Coalindo Tuhup 14, Bangun Banua Persada Kalimantan 745, Baramarta, PD 1,609, Baturona Adimulya 904, Berau Coal 3,906, Gunung Bayan Pratama Coal 3,088, Indominco Mandiri 1,679, Jorong Barutma Greston 317, Kaltim Prima Coal 7,411, Kideco Jaya Agung 10,490, Lanna Harita Indonesia 101, Marunda Graha Mineral 103, Nusantara Termal Coal 934, Pesona Khatulistiwa Nusantara 22, Riau Bara Harum 1,549, Sumber Kurnia Buana 309, Tambang Damai 111, Tanito Harum 201, Tanjung Alam Jaya 33, Trubaindo Coal Mining 1,675, Sub Total 64,976, Prov. Kalimantan Selatan 12,791, Prov. Kalimantan Tengah 4,550, Prov. Kalimantan Timur 7,442, Prov. Riau 110, Prov. Sumatera Selatan 3,285, Prov. Bengkulu 2,203, Prov. Jambi 1,967, Prov. Banten 10, Sub Total 32,360, TOTAL DOMESTIK 97,336, Dari total produksi batubara nasional, pasar domestik saat ini hanya mampu menyerap 24% karena keterbatasan pemanfaatannya, karena itu untuk meningkatkan serapan domestik maka pemanfaatan batubara perlu ditingkatkan dengan memperbanyak kegiatan ekonomi berbasis batubara. Pemakai batubara domestik terbagi menjadi 2 (dua), pertama pemakai batubara yang digunakan sebagai bahan baku seperti, pembuatan briket batubara, pengolahan logam, penggasan batubara (coal gasifaction) dan peningkatan mutu batubara (coal upgrading). Kedua, pemakai batubara yang digunakan sebagai bahan bakar seperti, sektor pembangkit listrik, sektor industri, sektor usaha kecil, dan rumah tangga. Hingga bulan November 2013, realisasi DMO hanya mencapai 55 juta ton dan diproyeksikan pada bulan Desember 2013 tidak akan memenuhi kuota DMO. Selisih antara penjualan dalam negeri dan DMO menjadi tambahan eskpor melalui trader. B. Ekspor Saat ini, sekitar 80% dari total produksi batubara diekspor, terutama ke Cina, India, Jepang, Taiwan, Korea dan Malaysia. Sebagian besar dari kualitas batubara yang di ekspor adalah batubara sub- II-10

25 bituminous dan bituminous, sementara batubara lignit mulai meningkat persentasenya, terutama dari Cina dan India yang menggunakan batubara tersebut sebagai campuran (blending) batubara peringkat tinggi dengan kandungan abu tinggi. Pembeli batubara Indonesia dari mancanegara tahun 2012 didominasi oleh China dan India, di susul oleh Jepang, Taiwan, Korea, Malaysia dan Hongkong. Data tentang jumlah ekspor batubara pada tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 2.6. Sementara data mengenai negara tujuan ekspor batubara dapat dilihat pada Gambar 2.3. Tabel 2.6 Ekspor batubara tahun 2013 (MT) No. Nama Perusahaan Tahun Bukit Asam 6,175, Adaro Indonesia 35,688, Antang Gunung Meratus 3,413, Arutmin Indonesia 15,467, Asmin Coalindo Tuhup 3,275, Baturona Adimulya 56, Berau Coal 19,787, Bharinto Ekatama 1,948, Borneo Indobara 3,260, Firman Ketaun Perkasa 1,990, Gunung Bayan Pratama Coal 1,025, Indominco Mandiri 16,405, Insani Bara Perkasa 4,035, Jorong Barutma Greston 675, Kadya Caraka Mulia 259, Kalimantan Energi Lestari 2,031, Kaltim Prima Coal 43,940, Kideco Jaya Agung 26,875, Lanna Harita Indonesia 2,914, Mahakam Sumber Jaya 10,341, Mandiri Intiperkasa 3,437, Marunda Graha Mineral 728, Multi Harapan Utama 445, Perkasa Inakakerta 2,139, Pesona Khatulistiwa Nusantara 4,149, Riau Bara Harum 221, Santan Batubara 2,075, Singlurus Pratama 2,899, Tambang Damai 845, Tanito Harum 2,332, Tanjung Alam Jaya 458, Teguh Sinar Abadi 281, Trubaindo Coal Mining 8,750, Wahana Baratama Mining 2,732, Sub Total 231,097, Prov. Kalimantan Selatan 43,333, Prov. Kalimantan Timur 35,114, Prov. Riau 369, Prov. Sumatera Selatan 3,293, Prov. Bengkulu 4,213, Sub Total 86,322, TOTAL EKSPOR 317,420, II-11

26 PHILIPPINES ; 7,129, SPAIN ; 6,207, THAILAND ; 5,379, OTHERS; 3,642, HONG KONG ; 10,668, MALAYSIA ; 13,459, CHINA ; 64,152, KOREA, REPUBLIC OF ; 15,949, INDIA ; 29,113, JAPAN ; 25,738, TAIWAN; 16,390, Sumber : Ditjen Minerba, 2013 Gambar 2.3 Negara tujuan ekspor batubara Indonesia tahun 2012 (10 besar) 2.3 Kebijakan Perbatubaraan Indonesia Peraturan-peraturan yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah yang dapat digunakan sebagai landasan di dalam kebijakan pengusahaan batubara antara lain adalah : UU No. 4/2009, dalam UU ini memuat kewajiban bagi para pelaku usaha pertambangan untuk meningkatkan nilai tambah (peningkatan nilai tambah/pnt) sumber daya mineral dan batubara melalui pengolahan dan pemurnian. Teknologi CTL adalah salah satu upaya untuk meningkatkan nilai tambah batubara Inpres No. 2/2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Batubara yang Dicairkan Sebagai Bahan Bakar Lain. Isinya antara adalah instruksi kepada para menteri dan pemerintah daerah terkait untuk mendukung program pencairan batubara Perpres No. 5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN). KEN dikeluarkan melalui PP No. 5/2006 sebagai pembaruan Kebijaksanaan Umum Bidang Energi (KUBE) Tahun 1998 yang mempunyai tujuan utama untuk menciptakan keamanan pasokan energi nasional secara berkelanjutan dan pemanfaatan energi secara efisien. PP No. 24/2012 tentang Perubahan atas PP No. 23/2010. Dalam upaya untuk menjalankan kebijakan tersebut diatas maka disusunlah peraturan-peraturan dibawahnya atau peraturan dari lembaga atau kementerian lain untuk menunjang terlaksananya peraturan diatas. Peraturan-peraturan itu antara lain adalah : - Permen ESDM No. 17/2010, tentang tata cara penetapan harga patokan penjualan mineral dan batubara. II-12

27 - Permen No. 34/2009 Tentang Pengutamaan Pemasokan Kebutuhan Mineral dan Batubara untuk Kepentingan Dalam Negeri. - PP No. 52/2011 tentang Tax Allowance yaitu fasilitas pajak penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu dengan fasilitas yang diberikan: 1. Pengurangan pendapatan bersih 30% dari total investasi, dibebankan dalam 6 tahun dengan masing-masing 5% per tahun. 2. Pembebanan biaya penyusutan dan amortisasi yang dipercepat (bangunan dan non-bangunan) 3. Kompensasi kerugian diperpanjang dari 5 tahun menjadi paling lama 10 tahun. - PP No. 94/2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan sebagai peraturan untuk menjamin tax holiday kepada investor. - Permen Keuangan No. 176/PMK.011/2009 tentang Pembebasan bea masuk atas impor mesin, barang dan bahan untuk pembangunan atau pengembangan industri dalam rangka penanaman modal yang antara lain berisikan pembebasan bea masuk atas impor mesin (sepanjang belum diproduksi di dalam negeri, sudah diproduksi di dalam negeri namun belum memenuhi spesifikasi yang diberikan atau belum cukup kebutuhannya di dalam negeri) dan bahan baku untuk produksi selama 2 (dua) tahun yang dapat diberikan kepada perusahaan baru. - Permen Keuangan No. 130/2011, wajib pajak yang dapat diberikan fasilitas pembebasan atau pengurangan, pajak penghasilan badan Perkembangan Teknologi Pemanfaatan Batubara Teknologi Gasifikasi Batubara Proses gasifikasi batubara adalah proses konversi batubara menjadi produk gas dalam sebuah reaktor, dengan atau tanpa menggunakan pereaksi (berupa udara, campuran udara/uap air atau campuran oksigen/uap air). Gasifikasi batubara berdasarkan pereaksi yang digunakan dapat dikelompokkan menjadi dua proses yaitu gasifikasi dengan peraksi udara-steam dan gasifikasi dengan peraksi oksigen-steam. Proses gasifikasi yang menggunakan pereaksi udara menghasilkan gas yang disebut producer gas. Gas ini termasuk gas kalori rendah (low BTU gas) dengan nilai kalor kurang dari 7.45 MJ/m3 (<1780 kkal/m3). Komposisi gas bakar terdiri dari gas karbonmonooksida, gas hydrogen, gas methane dan gas nitrogen. Gas bakar mempunyai nilai kalori rendah karena sebagian besar (lebih dari 50%) kandungannya adalah gas nitrogen yang sulit terbakar dan mempunyai sedikit kandungan metan (< 5%, Vol.). Proses gasifikasi yang menggunakan pereaksi oksigen dan uap air (steam) menghasilkan produk gas kalori menengah dengan nilai kalor MJ/m3. Apabila gas ini dimurnikan maka dihasilkan gas sintesis (synthesis gas/syngas) dengan komponen utama adalah gas CO dan H2. Gas sintesis dapat diproses lebih lanjut melalui proses metanasi untuk mendapatkan gas SNG (Synthetic Natural II-13

28 Gas/Substitute Natural Gas) dan dapat dikonversi menjadi bahan bakar minyak (BBM) dan bahan kimia seperti ammonia, methanol dan lain-lain. Harga Bahan Bakar Gas (BBG) jauh lebih murah dibandingkan BBM, oleh sebab itu baik Pemerintah maupun industri berkepentingan dalam konversi BBM ke BBG. Walaupun program ini akan menghemat biaya tetapi ketersediaan gas alam di dalam negeri menjadi kendala. Salah satu alternatif adalah menyediakan gas yang diperoleh dari proses gasifikasi batubara. Saat ini beberapa industri telah beralih dari BBM atau gas alam ke batubara seperti di industri keramik (PT. Juishin Medan, PT. Sango keramik Semarang), di industri peleburan logam (PT. Alfo Citra Medan) dan di industri pembangkit listrik. PLN telah memprogramkan penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Gas Batubara (PLTGB) untuk menggantikan genset berbahan bakar minyak didaerah terpencil. Beberapa daerah yang direncanakan menggunakan PLTGB antara lain Sangata dengan kapasitas 30 X 400 KW, Melak (22 X 400 KW), Bagan Siapi api (8 X 400 KW) dan Tanjung Batu Riau (8 X 400 KW). Teknologi Gasifikasi batubara yang dipakai di Indonesia saat ini umumnya adalah teknologi gasifikasi fixed bed dari China. Ada beberapa teknologi gasifikasi yang dapat menjadi alternatif dari pemakaian teknologi fixed bed China antara lain teknologi fluidized bed dari KBR Jerman dan IHI Jepang serta teknologi entrained bed dari Shell, General Electric dan Mitsubishi. Di lain pihak beberapa perusahaan besar Indonesia juga tertarik pada teknologi gasifikasi batubara anatara lain PT. Pertamina untuk konversi ke dymethil ether, PT. Pupuk Indonesia untuk konversi ke ammonia, PT. PGN untuk konversi ke Synthetic Natural Gas, PT. Aneka Tambang untuk gas bakar pada kiln alumina dan PT. PLN untuk pembangkit listrik. Mengingat penerapan teknologi gasifikasi batubara memerlukan investasi yang cukup besar maka ide konsorsium gasifikasi batubara patut dicoba. Konsorsium ini akan bertugas antara lain mengidentifikasi kebutuhan gas batubara ditanah air baik sebagai gas bakar untuk industri dan pembangkit maupun syngas untuk proses konversi, melakukan kajian terhadap beberapa jenis teknologi gasifikasi batubara dan bernegosiasi dengan pengembang teknologi gasifikasi batubara. Indonesia perlu meningkatkan ketersediaan gas khususnya dengan melalui teknologi gasifikasi batubara karena : 1. Cadangan batubara di Indonesia didominasi oleh batubara peringkat rendah dengan biaya penambangan yang murah karena sebagian besar dapat ditambang dengan open-pit. 2. Indonesia sejak 2005 telah menjadi negara pengimpor minyak dengan tingkat impor yang semakin membesar karena tidak seimbangnya produksi dan permintaan dalam negeri, apalagi harga minyak saat ini menjadi semakin mahal. 3. Peningkatan produksi gas alam Indonesia lebih kecil dibandingkan dengan peningkatan konsumsi gas alam Indonesia sehingga dibutuhkan substitusi gas alam. II-14

29 4. Perlu peningkatan nilai tambah batubara sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 4/2009 serta PP No. 23/2010. Perkembangan gasifikasi batubara di dunia Hingga tahun 2011 terdapat 29 pabrik gasifikasi batubara penghasil syngas di dunia dengan jumlah gasifier yang beroperasi sebanyak 193 buah (Tabel 2.7). Teknologi GE Energy (sebelumnya Chevron Texaco), Shell dan Sasol Lurgi mendominasi teknologi gasifikasi yang digunakan di dunia hingga 93 persen dengan perincian GE Energy (31%), Shell (28%) dan Sasol Lurgi (34%) (Miller, 2011). Pemanfaatan syngas dari plant-plant tersebut adalah untuk BBM sintetik, industri kimia, ammonia, methanol, listrik (IGCC) dan untuk bahan bakar gas termasuk SNG dan gas kota. Di masa mendatang, proses gasifikasi batubara juga digunakan untuk aplikasi baru diantaranya untuk pembuatan gas hidrogen dan penangkapan CO 2 (CO 2 captured). Tabel 2.7. Pabrik gasifikasi batubara (syngas) komersial di dunia (2011) Teknologi Sistem Reaktor Negara Pengguna Jumlah Jumlah Pemanfaatan Gas Plant Gasifier Afrika Selatan 3 BBM, Kimia SASOL Lurgi Fixed bed China 2 BBM, Kimia 145 USA 1 SNG Rep. Cheko 1 Listrik USA 2 Kimia, listrik GE Energy China 12 Kimia 33 Entrained bed Jepang 1 Amonia/pupuk Jerman 1 Metanol Belanda 1 Listrik SHELL Entrained bed China 1 amonia 4 GTI U-Gas Fluidized bed China 1 Gas kota India 1 Listrik 9 PRENFLO Entrained bed Spanyol 1 Listrik 1 LP Winkler Fluidized bed Ex.Yugoslavia 1 Amonia 1 TOTAL Dari data di atas dapat dilihat bahwa China adalah negara yang paling pesat dalam mengembangkan gasifikasi batubara yang memproduksi syngas dan SNG yakni sebanyak 16 plant dengan 42 gasifier. Plant-plant gasifikasi di China tersebut menggunakan teknologi dari luar (SASOL Lurgi, GE, SHELL dan GTI U-Gas). Tetapi untuk gasifikasi yang memproduksi gas bakar, teknologinya dikembangkan sendiri oleh China. II-15

30 Gasifikasi di Indonesia Indonesia juga pernah mempunyai pabrik gas di beberapa kota besar yang dibangun pada zaman Belanda. Pabrik gas negara pada saat itu mempunyai 8 pabrik yakni di Medan, Jakarta, Bogor, Bandung, Cirebon, Semarang, Surabaya dan Makassar. Pabrik gas Surabaya didirikan tahun 1877, Semarang tahun 1897 dan Bandung Karena kelangkaan batubara, tahun 1957 pabrik gas Surabaya beralih ke minyak Diesel dengan proses catalytic cracking, kemudian diikuti pabrik gas Semarang (1969) dan pabrik gas Bandung (sampai 1975). Pabrik-pabrik gas sekarang ditutup dan telah beralih menggunakan gas alam (Suprapto, 1995). Sejak awal tahun 2000-an gasifier buatan China telah masuk pasar Indonesia terutama memproduksi gas bakar. Gasifier buatan China menggunakan sistem fixed bed dan kapasitasnya umumnya relatif kecil yakni dengan diameter reaktor antara 1 dan 3,2 meter dengan umpan batubara antara 150 dan kg/jam(<9,000 Nm 3 /h gas). Gas bakar tersebut digunakan untuk industri-industri seperti keramik, sarung tangan karet, bata super, genteng, industri makanan dan pembakaran kapur Teknologi Coal Water Mixture (CWM) Coal water mixture (CWM) adalah bahan bakar campuran antara batubara dan air yang dengan bantuan zat aditif membentuk suspensi kental yang homogen dan stabil selama penyimpanan, pengangkutan dan pembakaran. Pemanfaatan batubara sebagai bahan bakar dalam bentuk CWM dapat menggantikan minyak bakar berat (heavy fuel oil) yang biasa digunakan di industri-industri untuk pembangkit tenaga listrik, pabrik semen, pembangkit tenaga uap dan industri-industri yang biasa menggunakan boiler sebagai penghasil uap. Keuntungan penggunaan batubara dalam bentuk CWM antara lain : Sifat alirnya yang tergolong bersifat cairan (fluida) sama dengan sifat alir bahan bakar minyak (BBM). Dapat digunakan langsung sebagai bahan bakar cair menggantikan minyak bakar di kilang-kilang minyak atau industri lainnya yang biasa menggunakan minyak bakar berat (heavy fuel oil) sebagai bahan bakar untuk pengolahan produknya. Penanganan sama dengan penanganan minyak berat. Memungkinkan pengiriman/pengangkutan CWM di antara berbagai lokasi di dalam/luar instalasi/pabrik lewat pipa. Dapat menggunakan boiler yang sama dengan boiler yang biasa digunakan untuk minyak berat dengan melakukan sedikit modifikasi II-16

31 Batubara dalam bentuk suspensi dapat ditangani secara lebih bersih hingga menunjang program bersih lingkungan dan terhindar dari kemungkinan terjadinya pembakaran spontan, peledakan dan masalah debu yang biasa ditimbulkan batubara dalam bentuk serbuk. Sifat fisik CWM adalah berupa suspensi dan tidak dapat dibakar secara langsung. Cara pembakaran CWM adalah dengan cara injeksi ke dalam tungku yang sebelumnya telah dipanaskan, sehingga CWM lebih cocok untuk dimanfaatkan pada pembangkit tenaga listrik dan pembangkit tenaga uap, serta industri semen dan industri lainnya yang biasa menggunakan boiler sebagai penghasil uap dengan sedikit modifikasi. Di China, pemanfaatan batubara dalam bentuk CWM telah banyak diterapkan pada berbagai industri dengan total konsumsi mencapai 10 juta ton batubara/tahun. Teknologi pembuatan CWM sebenarnya cukup sederhana, yaitu dengan mencampurkan batubara dan air dalam perbandingan tertentu. Dengan adanya pengungkungan/penjebakan batubara di dalam air, maka CWM mempunyai sifat yang sama dengan BBM (minyak berat) sehingga bisa dialirkan atau dipompa untuk transportasi maupun pembakaran. Dengan demikian CWM dapat digunakan untuk bahan bakar tanpa banyak mengubah boiler. Sebagai bahan bakar, ada beberapa karakteristik CWM yang perlu diperhatikan, yaitu: Stabil, selama penyimpanan, pengangkutan dan pembakaran, Mempunyai konsentrasi batubara yang tinggi, Mudah dialirkan melalui pipa baik saat pengangkutan maupun saat pembakaran Mudah dibakar dengan temperatur nyala yang tinggi. Batubara peringkat rendah biasanya bersifat hidrofilik, yaitu sifat menyukai air sehingga air yang diperlukan untuk pembuatan CWM lebih besar. Dengan tingginya kadar air dalam CWM, maka viskositas CWM rendah sehingga kestabilan menurun. Selain itu, nilai kalor CWM juga menjadi semakin rendah. Oleh sebab itu sebagai bahan baku pembuatan CWM, batubara peringkat rendah perlu melalui proses upgrading terlebih dahulu sehingga sifat permukaan yang hidrofilik menjadi hidrofobik (Usui et al, 1999). Proses upgrading yang telah diterapkan pada skala percontohan adalah dengan metoda upgraded brown coal (UBC) proses, yaitu dengan memanaskan batubara pada suhu150 C dan tekanan 3,5 atm (Deguchi et al, 2002). Hasil penelitian menunjukkan bahwa CWF dengan menggunakan batubara hasil proses upgrading menghasilkan CWF dengan persen batubara tertinggi, yaitu 62%. Sementara untuk lignit 50%, sub-bituminus dan bituminus masing-masing sekitar 55% dan 60% (Umar dkk., 2007 dan Setiawan dkk., 2008). JGC Corp., Jepang saat ini tengah mengembangkan teknologi pembuatan CWM yang berasal dari batubara peringkat rendah yang telah melalui proses upgrading dengan metoda hot II-17

32 water drying (HWD), yaitu dengan cara memanaskan batubara pada temperature >300 C dan tekanan > 60 Bar kemudian dibuat CWM (Suyama, 2008). Bagan alir proses pembuatan CWM melalui proses UBC dan HWT dapat dilihat pada Gambar 2.4. Gambar 2.4 Pembuatan CWM melalui proses HWT Penerapan teknologi CWM di Indonesia mempunyai prospek yang cukup baik, karena pada masa yang akan datang pemakaian bahan bakar minyak diperkirakan akan tidak ekonomis lagi. Pada saat itu tungku-tungku uap dan fasilitasnya tidak akan berfungsi. Dilain pihak tungku-tungku tersebut tidak dapat menerima bahan bakar batubara serbuk secara langsung, maka CWM merupakan pilihan yang tepat sebagai pengganti bahan bakar minyak karena karakteristik fisiknya tidak jauh berbeda dengan beberapa modifikasi, yaitu: Burner CWM Bagian bawah boiler (dilengkapi dengan sistem pembuangan abu) Soot blower Penambahan pipa air Penangkap debu (Electric precipitator) Industri yang potensial untuk mengalihkan bahan bakarnya ke CWM antara lain: Industri bahan makanan, minuman, farmasi, tekstil, dan lain-lain yang biasa menggunakan minyak berat senagai bahan bakar boiler penghasil uap. Pembangkit listrik yang saat ini menggunakan minyak berat berupa marine fuel oil (MFO) untuk mesin diesel. Sebagai umpan proses gasifikasi batubara. II-18

33 Industri lainnya sebagai bahan bakar langsung Teknologi Upgrading Batubara Cadangan batubara peringkat rendah saat ini belum diminati karena sulit dipasarkan. Salah satu sifat yang tidak menguntungkan dari batubara tersebut adalah tingginya kandungan air total (30-50%) sehingga nilai kalor menjadi rendah (<5.000 kkal/kg adb atau <4.200 kkal/kg ar). Selain itu, batubara peringkat rendah mempunyai kecenderungan untuk terjadinya pembakaran spontan (spontaneous combustion). Dengan kondisi demikian batubara ini memiliki kendala dalam pemanfaatannya karena biaya pengangkutan tinggi untuk perkalorinya. Upgrading batubara pada umumnya dilakukan untuk menurunkan kadar air yang terdapat di dalam batubara tersebut, sehingga nilai kalori meningkat. Air yang terkandung dalam batubara terdiri atas air bebas (free moisture) dan air bawaan (inherent moisture), sedangkan air total (total moisture) adalah seluruh air yang terkandung dalam batubara (as received = AR) atau jumlah air bebas dan air bawaan. Air bebas adalah air yang terikat secara mekanik dengan batubara pada permukaan, dalam rekahan atau kapiler yang mempunyai tekanan uap normal, sedangkan air bawaan adalah air yang terikat secara fisik pada struktur pori-pori bagian dalam batubara dan mempunyai tekanan uap yang lebih rendah dari pada tekanan normal. Penurunan kadar air dalam batubara dapat dilakukan dengan cara mekanik atau perlakuan panas. Kadar air bebas dapat dikurangi secara efektif dengan cara mekanik, sedangkan penurunan kadar air bawaan harus dilakukan dengan cara pemanasan. Secara umum teknologi upgrading untuk menurunkan kadar air terdiri atas evaporasi, hot water/steam drying dan non termal atau pirolisis (Couch, 1990). Proses evaporasi, batubara dipanaskan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan uap panas. Dengan cara ini, air bawaan mempunyai kecenderungan untuk kembali terserap oleh batubara. Metoda ini dapat diterapkan jika batubara tersebut akan segera digunakan. Proses evaporasi dengan perlakuan minyak (residu) pasca proses, akan membantu kestabilan kadar air bawaan karena dengan adanya minyak yang melapisi permukaan batubara akan menutup pori-pori batubara tersebut. Hot water/steam drying, batubara dipanaskan pada temperatur 300 C dan tekanan ± 6-12 MPa ( atm). Temperatur dan tekanan yang tinggi, menyebabkan terjadinya penguapan air bebas, air bawaan, tar, hidrogen, CO 2, CO dan hidrokarbon. Tar yang keluar dari batubara akan menutupi pori-pori permukaan batubara yang terbuka karena proses pemanasan (Gambar 2.5). Pirolisis atau mild gasification menghasilkan bahan bakar padat batubara bersih dan kering dengan zat terbang rendah/semi kokas dan mempunyai nilai kalor yang tinggi. II-19

34 Sebelum Air bebas Sesudah Air bawaan Gambar 2.5 Permukaan batubara sebelum dan sesudah proses pengeringan Beberapa teknologi upgrading yang berkembang di dunia di antaranya adalah K-Fuel, Fleissner, Hot water/steam drying (HW/SD), Syncoal, Encoal, Upgraded Brown Coal (UBC) dan lain-lain. Perbandingan beberapa teknologi tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.8. Tabel 2.8 Perbandingan berbagai teknologi upgrading di dunia. Lokasi Pengembang Nilai kalor batubara wantah Nilai kalori produk UBC K-Fuel Fleissner HWD/SD SynCoal CDB BCB Palimanan, Indonesia Kobe Steel, Ltd. Japan dan tekmira Indonesia ,000 Btu/lb 11,000-12,500 Btu/lb Wyoming (USA) KFx Inc., USA 8,000-8,800 Btu/lb 10,500-11,500 Btu/lb Austria, Yugoslavia, Voest-Alpnie AG Grand Forks (USA), Melbourne (Australia) The University of North Dakota 8,600 Btu/lb 8,000 9,000 Btu/lb Montana (USA) Rosebud SynCoal Partnershi p 5,500-8,000 Btu/lb 12,000 Btu/lb 12,000 Btu/lb 12,000 btu/lb Palimanan (Indonesia) Puslitbang, tekmira ,000 Btu/lb -10, Btu/lb Temperatur C C C C C C Tekanan MPa 4-6 MPa 3-6 MPa 8-12 MPa 2-3 MPa MPa - Status Demonstrati on plant Komersial sejak 2005 Komersial sejak 1927 di Austria Dalam tahap rencana ke Demonstr ation Trial experiment Tabang (Indonesia) White Energy Company kkal/kg kkal/kg Komersial plant komersial plant Kapasitas 1, juta ton/hari 1,000-1 juta ton/hari ton/th ton/hari ton/tahun Produk Padatan Padatan Padatan Padatan Padatan Padatan Padatan Keterangan Tidak ada reaksi kimia Mengurangi Hg, emisi SO2 dan NOx Menurunkan Na, S dan Cl Menurunkan Na Menguran gi masalah slagging dan fouling Biaya rendah dan Tahan terhadap spontaneous combustion Tahan terhadap spontaneous combustion II-20

35 UPGRADED BROWN COAL (UBC) Proses UBC merupakan salah satu cara penghilangan kadar air dalam batubara melalui proses penguapan (evaporasi). Dibandingkan dengan teknologi upgrading lainnya, seperti HWD atau SD yang dilakukan pada temperatur di atas 275 C dan tekanan yang cukup tinggi >5,5 MPa (Baker, et al., 1986), proses UBC sangat sederhana karena temperatur dan tekanan yang digunakan lebih rendah. Teknologi ini dikembangkan oleh Kobe Steel Ltd. Jepang sebagai pengembangan dari pengolahan/persiapan batubara peringkat rendah untuk proses pencairan batubara dengan teknologi brown coal liquefaction (Deguchi, 2002). Teknologi UBC dirancang khusus untuk menghasilkan produk batubara yang menyerupai batubara peringkat tinggi dengan nilai kalor sekitar kkal/kg (adb) dari batubara peringkat rendah yang mumpunyai nilai kalor berkisar kkal/kg (adb), melalui teknik pengurangan kandungan air total (dari 25 50% menjadi <10%). Proses UBC dilakukan dengan memanaskan batubara (< 3mm) yang telah dicampur dengan minyak tanah dan residu pada suhu ± 150ºC dan tekanan 0,35 MPa (± 3,5 atm). Pada saat proses pemanasan berlangsung, air dalam pori-pori batubara keluar. Karena temperatur dan tekanan yang diterapkan cukup rendah, maka pengeluaran tar dari batubara belum sempurna, karenanya perlu ditambahkan zat aditif, yaitu residu sebagai penutup permukaan batubara. Minyak residu yang merupakan senyawa organik beberapa sifat kimianya mempunyai kesamaan dengan batubara. Dengan kesamaan sifat kimia tersebut, minyak residu akan teradsopsi secara selektif di dalam pori-pori batubara kemudian mengering dan bersatu dengan batubara. Lapisan minyak ini menempel cukup kuat sehingga batubara dapat disimpan di tempat terbuka untuk jangka waktu yang cukup lama Sedangkan minyak tanah diperlukan sebagai media dalam proses. Minyak yang telah dipakai dipisahkan dari air (yang berasal dari batubara) berdasarkan perbedaan berat jenis dan dapat digunakan kembali untuk proses berikutnya. Produk UBC dapat berupa serbuk atau briket atau slurry tergantung kepada lokasi pengguna akhir. Diagram alir proses UBC dapat dilihat pada Gambar 2.6. II-21

36 Coal Coal Oil Separation Slurry Mixing Recovered Oil Slurry Dewatering C Waste Water Oil Recovery/Drying Fine UBC Briqueting Gambar 2.6. Diagram alir proses UBC Teknologi Kokas Pengecoran Kokas merupakan material padatan hasil proses dekomposisi batubara dengan pemanasan bebas udara yang menghasilkan keluaran berupa padatan, cairan, dan produk gas (disebut proses karbonisasi). Padatan yang dihasilkan dari proses karbonisasi umumnya disebut char atau semikokas untuk produk karbonisasi temperatur rendah, dan disebut dengan kokas untuk produk karbonisasi temperatur tinggi. Salah satu kegunaan kokas adalah sebagai bahan bakar dalam industri pengecoran dan industri pembuatan besi atau baja. Secara umum kegunaan kokas adalah: sebagai sumber kalori, kokas bereaksi dengan oksigen dari tiupan udara menghasilkan panas untuk melelehkan besi dan slag; sebagai chemicals, kokas berreaksi dengan oksigen dan CO 2 membentuk gas pereduksi untuk proses reduksi bahan baku besi; sebagai sumber karbon pada pembuatan karbit, sebagai reduktor oksida-oksida logam lainnya seperti mangan, silika, dan fosfor; sebagai unggun yang kuat, poros dan media permeabel agar sirkulasi dan distribusi gas pereduksi optimal. Sejalan dengan perkembangan industri logam di Indonesia, baik berupa industri pengecoran maupun industri pembuatan logam besi dan baja, beberapa industri berusaha memanfaatkan hasil litbang pembuatan kokas. Selama ini industri tersebut menggunakan kokas dari Cina (Gambar 2.7)Meskipun batubara mengkokas (coking coal) tidak ditemukan di Indonesia, namun para industriawan berusaha memanfaatkan kokas dari batubara non coking. Beberapa tahun yang lalu, telah dicoba pemanfaatan kokas dari arang kayu untuk pengolahan bijih besi menggunakan tungku blast furnace mini di Lampung dan terbukti berhasil baik. Dengan demikian kokas batubara non coking yang mempunyai sifat fisik lebih baik dari arang kayu kemungkinan besar dapat dimanfaatkan. II-22

37 Realisasi proses pembuatan kokas dari batubara non coking dapat dilakukan dengan mencampur kokas yang diperoleh dari hasil karbonisasi batubara dengan material senyawa karbon yang bersifat coking substance dalam suatu bejana pencampur, umumnya digunakan double roll mixer. Material baru yang diperoleh dicetak berbentuk briket dan dikarbonisasi kembali agar coking substance senyawa karbon membentuk kokas dan mengikat kokas dari batubara non coking sehingga diperoleh gumpalan kokas yang kuat. Proses tersebut dapat diterapkan untuk batubara Indonesia terutama untuk menghasilkan kokas pengecoran. Gambar 2.7 Kokas pengecoran dari Cina Teknologi Karbon Aktif dari Batubara Karbon aktif adalah komoditi industri yang sangat bermanfaat untuk digunakan pada berbagai proses industri, seperti untuk pengolahan limbah cair dan gas, penyerap warna, penghilang bau, katalis maupun sebagai penarik kembali zat yang diinginkan. Bahan untuk membuat karbon aktif adalah material yang mengandung senyawa karbon tinggi, seperti tempurung kelapa, kayu, sawit, tulang, ampas tebu, serbuk gergaji, ampas kertas, sekam, bonggol jagung, dan batubara. Proses pembuatan karbon aktif cukup sederhana, yaitu dengan melakukan proses karbonisasi dan aktivasi. Pada proses karbonisasi terjadi reaksi penguraian ikatan hidrokarbon membentuk gas-gas dan zat terbang, sehingga terbentuk struktur kristalit karbon dengan permukaan dan struktur pori yang menghasilkan sifat dengan daya adorpsi rendah. Proses yang kedua, adalah aktivasi terhadap bahan hasil karbonisasi yang bertujuan untuk memperluas dan memperbesar permukaan dan pori-pori karbon aktif (Cheremisinoff, 1978). Proses aktivasi dapat dilakukan dengan cara aktivasi kimia dan fisika. Aktivasi kimia dengan menggunakan bahan-bahan kimia seperti senyawa alkali hidroksida, garam alkali maupun asam seperti H 2SO 4 dan H 3PO 4, dengan cara perendaman oleh bahan kimia, selanjutnya dipanaskan (karbonisasi dan aktivasi secara bersama) pada suhu antara C. Aktivasi cara kimia jarang dilakukan, karena selain mahal dan penanganannya lebih sulit, juga beresiko terhadap pencemaran lingkungan. Aktifasi fisika dengan uap air lebih umum digunakan karena selain penanganannya mudah juga relatif murah. Reaksi yang terjadi pada proses aktivasi fisika dengan uap air adalah pembakaran II-23

38 bahan karbon menjadi gas CO dan H 2 yang dapat digunakan sebagai bahan bakar pada proses aktivasi (Allport, 1977). Di Indonesia, produksi karbon aktif umumnya terbuat dari tempurung kelapa. Karbon aktif yang terbuat dari batubara umumnya diperoleh melalui impor. Secara komersial, pembuatan karbon aktif dari batubara sudah ada, namun masih dilakukan dalam skala kecil (home industry) yang sifatnya tidak kontinyu (musiman). Hasil penelitian Puslitbang tekmira, telah dikembangkan pembuatan karbon aktif dari batubara peringkat rendah pada skala pilot yang berkapasitas 1 ton/hari. Berdasarkan hasil uji coba pemanfaatan, karbon aktif dari batubara telah dapat dijual dan digunakan untuk proses penjernihan air, pengolahan limbah (adsorpsi logam) dan penyerap bau pada fasa cair maupun gas (Monika, dkk., 2009). PROSES PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI BATUBARA Karbon aktif adalah bahan yang memiliki luas permukaan dan pori-pori yang sangat besar, sehingga efektif digunakan untuk menyerap berbagai partikel yang sangat halus, yang berukuran 0,01-0, mm (Ralph, 2003). Sifat tersebut diperoleh melalui proses aktivasi terhadap bahan yang sebelumnya mengalami proses karbonisasi (pengarangan). Kedua proses tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan alat rotary kiln, dengan cara pemanasan langsung (direct heating), yaitu semikokas (arang batubara) dipanaskan langsung pada suhu 900 C, dengan cara api disemprotkan ke dalam kiln bersamasama dengan aliran uap air. Keuntungan sistem pemanasan langsung adalah penggunaan bahan bakar lebih efisien. Sedangkan kekurangannya adalah kemungkinan terjadinya kontaminasi abu sisa pembakaran terhadap semikokas dan unsur-unsur yang terkandung dalam bahan bakar. Pada pemanasan tidak langsung (indirect heating), semikokas tidak langsung kontak dengan api. Keuntungan dengan pemanasan tidak langsung adalah emisi gas dapat dikontrol dan kontaminasi relatif lebih kecil dibandingkan dengan pemanasan langsung. Namun pemanasan tidak langsung membutuhkan bahan bakar relatif lebih besar (Activated Carbon, 2008). Bagan alir proses pembuatan karbon aktif dari batubara dapat dilihat pada Gambar 2.8. II-24

39 RAW (Batubara) Truck Shake feeder Conveyor Crusher Elevator Screen Screw conveyor Bin Boiler Bin Stack Burner Burner Cooler Rotary kiln (Aktivasi) Bucket elevator Rotary kiln (Karbonisasi) Clarifier Roll mill Screen Screen Packing product Feed tank Conveyor Gambar 2.8 Bagan alir proses pembuatan karbon aktif batubara Dalam hal penggunaan karbon aktif, bentuk atau ukuran karbon aktif sangat menentukan jenis pemanfaatannya. Karbon aktif jenis bubuk (powder) digunakan untuk fasa cair dan gas seperti penggunaan kembali pelarut, katalis dan penyerapan gas atau partikel pada polusi udara. Karbon aktif jenis ini memiliki persentasi mikro pori yang lebih besar sehingga mampu menyerap molekul-molekul yang berukuran sangat kecil. Karbon aktif bentuk butir (granule), digunakan untuk pengolahan limbah cair dan gas seperti penyerap bau, rasa atau warna yang tidak diinginkan. Karbon aktif jenis ini memiliki persentasi makro pori atau medium pori yang lebih besar sehingga mampu menyerap molekul-molekul yang berukuran lebih besar. Karbon aktif bentuk pelet, digunakan pada fasa gas yang bertekanan dan berkekuatan tinggi secara mekanik (Anonymous, 1999). Sejalan dengan perkembangan industri karbon aktif di Indonesia, industri pengguna karbon aktif juga semakin beragam. Industri besar dengan proses teknologi tinggi umumnya menggunakan karbon aktif dengan kualitas tinggi. Kualitas karbon aktif umumnya dilihat dari daya serapnya, yaitu dengan pengukuran terhadap nilai bilangan yodium, yaitu kemampuan penyerapan 1 gram karbon aktif dalam menyerap per miligram zat anorganik. Kisaran bilangan yodium karbon aktif adalah mg/gr. Semakin tinggi nilai bilangan yodium, kualitas karbon aktif semakin baik. Saat ini, karbon aktif dengan bilangan yodium < 700 mg/gr dijual dan digunakan untuk proses penjernihan air pada skala rumah tangga, pengolahan limbah (adsorpsi logam-logam, COD, BOD) dan penghilang bau pada fasa cair maupun gas. II-25

40 BAB III PROGRAM KEGIATAN Program kegiatan kajian percepatan penerapan teknologi pemanfaatan batubara dalam rangka memberikan rekomendasi kebijakan kepada pengambil keputusan dilakukan dengan 5 (lima) cara, yaitu studi literatur, kunjungan lapangan, pelaksanaan percobaan pembuatan dan pembakaran CWM, pelaksanaan FGD dan diakhiri dengan pembuatan laporan serta rekomendasi kebijakan berdasarkan evaluasi dan analisa terhadap seluruh hasil kegiatan. 3.1 Studi literatur (gasifikasi batubara, CWM, upgrading batubara, kokas pengecoran dan karbon aktif) Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam rangka persiapan yaitu mencari data awal dan studi literatur mengenai teknologi-teknologi yang dikaji yaitu teknologi gasifikasi batubara, CWM, upgrading batubara, kokas pengecoran dan karbon aktif adalah sebagai berikut : 1. Mengumpulkan data awal terkait dengan topik penelitian melalui sumber data sekunder seperti media massa, publikasi ilmiah dan sumber lainnya. Berdasarkan data awal tersebut maka dibuat Rencana Operasional (RO) serta proposal kegiatan (TOR). 2. Mencari dan mengumpulkan data-data terkait tentang teknologi pemanfaatan batubara khususnya teknologi gasifikasi batubara, CWM, upgrading batubara, kokas pengecoran dan karbon aktif melalui sumber data sekunder serta sumber data primer. Sumber data sekunder melalui publikasi ilmiah, internet dan sumber lainnya. Sementara sumber data primer melalui diskusi dengan para peneliti pada teknologi pemanfaatan batubara tersebut. 3. Mencari dan menginventarisir potensi dari substitusi teknologi yang saat ini sedang digunakan oleh perusahaan-perusahaan yang sudah ada misalnya teknologi menghasilkan energi melalui BBM atau gas alam menjadi teknologi yang menghasilkan energi melalui pemanfaatan batubara. 4. Mencari dan menginventarisir potensi kekayaan batubara yang dimiliki oleh Indonesia. 5. Mencari data sekunder untuk pembuatan kajian biaya dan manfaat untuk teknologi pemanfaatan batubara khususnya teknologi gasifikasi batubara, CWM, upgrading batubara, kokas pengecoran dan karbon aktif. III-1

41 6. Mendeskripsikan faktor-faktor yang berpengaruh baik positif maupun negatif dalam upaya percepatan penerapan teknologi pemanfaatan batubara khususnya teknologi gasifikasi batubara, CWM, upgrading batubara, kokas pengecoran dan karbon aktif. 3.2 Kunjungan Lapangan : Diskusi, Wawancara, Rapat dan Seminar Kegiatan kunjungan lapangan yang dilakukan oleh tim dalam rangka penelitian ini dapat dibagi menjadi 3 kegiatan utama yaitu : 1. Kunjungan ke daerah Tim peneliti melakukan kunjungan lapangan ke daerah terutama terhadap sentra-sentra produksi batubara. Di lokasi kunjungan, tim berdialog dengan aparat pemerintah daerah serta pengusaha batubara dalam rangka mendapatkan data potensi daerah yang dikunjungi serta informasi langsung dari pemangku kepentingan yang terkait baik pihak swasta ataupun pihak pemerintah daerah terkait dengan tema penelitian. Beberapa daerah yang dikunjungi yaitu Palembang, Muara Wahau, Banjarmasin dan Samarinda. Selain penghasil batubara, tim juga mengunjungi lokasi yang potensial untuk menjadi konsumen dari produk teknologi pemanfaatan batubara. Daerah yang dikunjungi antara lain Medan, Palangkaraya dan Surabaya. 2. Kunjungan ke instansi terkait Tim melakukan kunjungan ke instansi terkait guna mengumpulkan data sekunder seperti potensi batubara terbaru, statistik batubara terbaru, kebijakan perindustrian khususnya di sektor batubara, potensi ekonomi dan lainnya. Selain itu tim juga mengumpulkan data primer melalui diskusi dengan pejabat pada instansi terkait untuk mengetahui pendapat, kritik dan sarannya terkait dengan penelitian. Beberapa instansi yang dikunjungi adalah Kementerian ESDM, Kementerian Perindustrian, BKPM, Kementrian Perdagangan, Kementrian Kelautan dan Perikanan dan lainnya. 3. Mengikuti rapat atau seminar terkait tema penelitian Tim mengikuti rapat atau seminar yang terkait dengan tema penelitian misalnya rapat di Kementerian ESDM, Kementrian Perindustrian, Kementerian Koordinator Ekonomi dan Keuangan serta BKPM. Tema rapat adalah sesuai dengan tema penelitian yaitu upaya untuk meningkatkan konsumsi batubara serta industri pengguna batubara di dalam negeri. Selain itu juga tim mengikuti seminar yang diadakan oleh pihak swasta yang memiliki teknologi pemanfaatan batubara. Melalui rapat dan seminar ini diharapkan diperoleh perkembangan terbaru mengenai teknologi pemanfaatan batubara serta masukan tentang rencana kebijakan-kebijakan pemerintah khususnya kementerian III-2

42 ESDM dan kementrian lain yang terkait serta mendapatkan informasi tentang permasalahanpermasalahan atau kendala yang timbul baik di pusat maupun di daerah yang berhubungan langsung ataupun tidak langsung dengan program percepatan penerapan teknologi pemanfaatan batubara. 3.3 Percobaan di Pilot Plant CWM Percobaan di pilot plant dilakukan untuk mendapatkan konfirmasi mengenai keandalan peralatan pilot plant CWM di Palimanan untuk membuat CWM dengan bahan baku batubara bituminous. Kegiatan percobaan dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu : 1. Kegiatan persiapan Sebelum dilakukan percobaan, maka peralatan pilot plant dipersiapkan dan dicek terlebih dahulu agar dapat dipergunakan dengan baik. Dalam kegiatan ini juga mencakup pembuatan rencana percobaan, persiapan bahan percobaan seperti batubara, bahan aditif dan perencanaan sumber daya manusia. 2. Kegiatan percobaan pembuatan dan pembakaran CWM Kegiatan pembuatan dan pembakaran CWM dilaksanakan dengan menggunakan bahan baku batubara bituminous dengan tujuan mengkonfirmasi bahwa peralatan pilot plant dapat berfungsi dengan baik meskipun bahan baku batubaranya dirubah. 3. Kegiatan evaluasi Evaluasi dilaksanakan setelah kegiatan percobaan selesai dilakukan. Didalam evaluasi termasuk membersihkan seluruh peralatan pilot plant serta menyimpan bahan baku serta peralatan yang digunakan dalam keadaan baik dan aman Pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD) FGD tentang percepatan penerapan teknologi pemanfaatan batubara telah dilaksanakan sebanyak 2 (dua) kali yaitu : 1. FGD pertama dilaksanakan di Bogor di bulan Oktober FGD yang kedua dilaksanakan di Jakarta Selatan pada bulan Desember 201. Kedua FGD berhasil dilaksanakan dengan baik dan lancar dan pembicara utama atau narasumber pada kedua FGD itu dapat hadir dan memberikan masukan atau informasi yang sangat berarti bagi tim. 3.5 Evaluasi Data dan Hasil Diskusi Melakukan evaluasi terhadap seluruh informasi yang diperoleh dari wawancara, diskusi, dan rapat. Hasil akhirnya berupa laporan akhir kegiatan tim serta rekomendasi kebijakan bagi pengambil keputusan khususnya di Kementerian ESDM dalam rangka mendorong suksesnya program percepatan III-3

43 penerapan teknologi pemanfaatan batubara di Indonesia khususnya terhadap teknologi gasifikasi batubara, CWM, upgrading batubara, kokas pengecoran dan karbon aktif. III-4

44 BAB IV METODOLOGI 4.1. Bentuk Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah bersifat eksploratif dan studi kasus. Studi eksploratif (exploratory study) adalah studi yang dilakukan jika tidak banyak yang diketahui mengenai situasi yang dihadapi atau tidak ada informasi yang tersedia mengenai bagaimana masalah penelitian yang mirip diselesaikan di masa lalu. Intinya, studi eksploratif dilakukan untuk memahami dengan lebih baik sifat masalah karena mungkin baru sedikit studi yang telah dilakukan dalam bidang tersebut (Sekaran, Buku 1, 2011). Studi eksploratif dibutuhkan untuk memahami situasi dan kondisi perbatubaraan di Indonesia sehingga dapat menghasilkan rekomendasi kebijakan yang sesuai dalam rangka mempercepat penerapan teknologi pemanfaatan batubara di Indonesia. Studi kasus yang dilakukan dalam penelitian ini adalah berupa pelaksanaan percobaan di pilot plant CWM di Palimanan, Cirebon. Tujuannya adalah menguji hipotesis bahwa penggunaan bahan baku batubara bituminous untuk proses produksi dan pembakaran CWM dapat berjalan dengan baik di pilot plant tersebut Pengumpulan Data Data dapat diperoleh dari sumber primer dan sekunder. Data primer adalah data atau informasi yang diperoleh dari tangan pertama oleh peneliti yang berkaitan dengan variable minat untuk tujuan spesifik studi. Sumber data primer contohnya adalah hasil wawancara atau diskusi, pelaksanaan seminar atau FGD dan penyebaran kuesioner. Data sekunder adalah data atau informasi yang dikumpulkan dari sumber yang telah ada. Sumber data sekunder antara lain adalah bulletin statistik, publikasi pemerintah, informasi yang dipublikasikan atau tidak dipublikasikan dari dalam atau luar perusahaan, data yang tersedia dari penelitian sebelumnya, studi kasus dan dokumen perpustakaan. Pengumpulan data dilakukan oleh tim dari berbagai sumber dan melalui beberapa tahapan. Tahapan-tahapan tersebut adalah : 1. Studi Literatur Studi literatur merupakan dokumentasi dari tinjauan menyeluruh terhadap karya publikasi dan nonpublikasi dari sumber sekunder dalam bidang minat khusus bagi peneliti. Sumber data sekunder tersebut antara lain perpustakaan, buku, jurnal, surat kabar, majalah, publikasi pemerintah, laporan keuangan dan lainnya, untuk menemukan informasi yang terkait dengan topik penelitian. IV-1

45 Tujuan dari studi literatur adalah untuk memastikan bahwa tidak ada variabel penting di masa lalu yang ditemukan berulang kali memiliki pengaruh atas masalah, yang terlewatkan (Sekaran, Buku 2, 2011) 2. Kunjungan Lapangan, Wawancara dan Diskusi Kegiatan kunjungan lapangan serta melakukan wawancara atau diskusi dengan pihak-pihak yang ditemui di lapangan seperti pejabat pemerintah daerah, pengusaha batubara atau lainnya, akademisi serta masyarakat lainnya merupakan upaya tim untuk mendapatkan data primer. Melalui data tersebut maka tim mendapatkan informasi langsung mengenai kondisi perbatubaraan di daerah setempat serta permasalahan-permasalahan ataupun ide-ide yang berkaitan dengan permasalahan tersebut. Melalui kunjungan lapangan juga dapat memperoleh data sekunder yang antara lain berupa data cadangan atau sumber daya di daerah tersebut, data produksi dan informasi lainnya. 3. Pelaksanaan FGD Kegiatan FGD yang bersifat eksploratif dilaksanakan dalam rangka memperoleh data primer. Informasi yang diperoleh merupakan informasi yang penting dan tidak mudah diperoleh karena pihak-pihak yang datang ke acara FGD merupakan narasumber yang penting serta memiliki kewenangan untuk menerbitkan kebijakan. Selain mengunjungi FGD yang diselenggarakan oleh pihak di luar tim seperti BKPM, Pusdatin serta penyelenggara swasta lainnya maka tim juga melaksanakan kegiatan FGD yang berlokasi di Jakarta Selatan. 4. Pelaksanaan Percobaan di Pilot Plant CWM di Palimanan Kegiatan percobaan di pilot plant CWM di Palimanan adalah upaya memperoleh data primer yang hasil akhirnya digunakan sebagai konfirmasi atas hipotesis yang dibuat pada awal kegiatan. Berdasaran hasil percobaan tersebut dapat diketahui apakah peralatan-peralatan pilot plant dapat menunjang kegiatan pembuatan dan pembakaran CWM dengan menggunakan bahan baku batubara bituminous atau tidak Evaluasi Data Evaluasi data dilakukan setelah mengkompilasi informasi yaitu memadukan semua informasi hasil pengamatan dari setiap tahapan kegiatan yang dilaksanakan. Informasi yang dihimpun berasal dari studi literatur, kunjungan lapangan, hasil diskusi, hasil wawancara, serta informasi yang diperoleh dari FGD, seminar dan rapat koordinasi. Informasi yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisa serta dievaluasi untuk menghasilkan pemetaan peluang dan permasalahan serta rekomendasi solusi atau kebijakan terkait upaya percepatan penerapan teknologi pemanfaatan batubara. IV-2

46 Kriteria keberhasilan kegiatan yang diperoleh akan tergambar pada dipergunakannya peta peluang dan permasalahan serta rekomendasi solusi dan kebijakan yang dihasilkan sebagai kebijakan Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara dan dipergunakan sebagai dasar kebijakan yang dihasilkan oleh Ditjen Mineral dan Batubara atau Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. IV-3

47 BAB V RESUME KEGIATAN LITBANG DI PUSLITBANG tekmira Kegiatan penelitian dan pengembangan teknologi pemanfaatan batubara di Puslitbang tekmira telah berlangsung cukup lama. Dari keseluruhan penelitian tersebut mengerucut menjadi 5 (lima) jenis teknologi pemanfaatan batubara yang diharapkan kedepannya dapat diaplikasikan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia. Kelima jenis teknologi itu adalah : 5.1 Teknologi Gasifikasi Batubara di Industri dan Pembangkit Listrik Secara garis besar, teknologi gasifikasi batubara yang dikembangkan di Puslitbang tekmira mencakup 2 jenis yaitu : A. Teknologi Gasifikasi Batubara untuk Industri Ada dua tema yang hingga kini tetap diteliti yaitu : 1. Gasifikasi batubara penghasil syngas untuk industri Salah satu produk dari gasifikasi batubara adalah syngas. Syngas dapat digunakan sebagai bahan bakar seperti pembangkit listrik dan bahan baku berbagai macam produk seperti industri kimia misalnya pupuk, bahan bakar minyak sintetik, bahan reduktor pada peleburan baja dan SNG. Penelitian untuk menghasilkan syngas dari batubara kalori rendah ini diketuai oleh Ir. Dahlia Diniyati, Msc. Teknologi gasifikasi yang dikembangkan adalah fluidized bed. Penelitian ini awalnya bekerja sama dengan pihak Jepang (IHI, Ishikawajima- Harima Heavy Industries Co. Ltd) yang sedang mengembangkan TIGAR (twin IHI Gasifier). Dalam perkembangan selanjutnya tekmira berusaha sendiri untuk menciptakan peralatan sendiri. Keberhasilan penelitian ini akan sangat membantu perkembangan industri di Indonesia mengingat berkembangnya industri kimia di suatu negara akan berkorelasi positif terhadap kemajuan industri tersebut. Tahap yang sudah dicapai oleh tekmira adalah membangun Process Development Unit (PDU) (Gambar 5.1) dengan menggunakan rancangan sendiri. Rencana kegiatan selanjutnya adalah komisioning PDU tersebut dilanjutkan dengan percobaan menggunakan berbagai parameter untuk pada akhirnya diharapkan pada tahun 2015 dapat menciptakan desain pilot plant dan kemudian pada akhirnya dapat membangun pabrik komersial teknologi gasifikasi fluidized bed di Indonesia. V-1

48 Gambar 5.1 PDU syngas di Palimanan, Cirebon Beberapa kendala yang menjadi hambatan di dalam komersialisasi teknologi gasifikasi menjadi syngas antara lain adalah : - Teknologi dan kebutuhan investasi yang tinggi. Pengembangan teknologi lokal saat ini baru tahap PDU. - Pabrik gasifikasi harus terintegrasi dengan pengguna (industri kimia). Industri kimia di Indonesia saat ini kurang berkembang. - Tidak ada jaminan pasar bagi syngas ataupun SNG. - Perlu infrastruktur gas (terminal dan pipa transportasi). - Gas alam masih diijinkan sebagai bahan baku industri kimia terutama pabrik pupuk urea. Harganya pun masih disubsidi pemerintah atau tidak sama dengan harga internasional. 2. Gasifikasi mini untuk industri kecil dan menengah Gasifikasi batubara mini menghasilkan produk berupa gas bakar yang memiliki nilai kalori rendah. Penelitian gasifikasi mini pada skala pilot plant (Gambar 5.2) di Palimanan ini diketuai oleh Ir. Yenny Sofaeti. Teknologi gasifikasi mini dikembangkan untuk industri kecil dan menengah. Salah satu aplikasi yang sudah dilaksanakan adalah aplikasi di pengeringan tembakau dengan kapasitas 4-10 kg batubara/jam. Saat ini teknologi ini hendak dikembangkan menjadi kapasitas yang lebih besar hingga 20 kg batubara per jam serta dapat menghasilkan listrik hingga 1 KW. Untuk tahun depan, rencananya kapasitas akan diperbesar hingga 8 KW dan juga dicari mitra kerjasama untuk mengaplikasikan gasifikasi mini ini. V-2

49 Gambar 5.2 Pilot plant gasifikasi mini di Palimanan, Cirebon Gasifikasi batubara untuk memproduksi gas bakar sebenarnya telah banyak diterapkan di Indonesia antara lain untuk industri keramik di Jawa Tengah, industri sarung tangan, industri mineral dan industri lainnya misal di Medan. Teknologi gasifikasi yang memproduksi gas bakar memiliki banyak penyuplai mesin gasifier. Di Indonesia saat ini umumnya berasal dari negara Cina. Sayangnya hingga kini belum terlalu banyak teknologi ini diterapkan. Beberapa kendala yang dihadapi antara lain adalah : - Penyediaan bahan baku. Produk gas harus digunakan di lokasi industri pengguna yang umumnya berada di tengah kota dan jauh dari lokasi tambang batubara. Hal ini diantaranya berdampak pada penyediaan bahan baku (batubara) terutama apabila harus diangkut antar pulau. Padahal kebutuhan batubara untuk industri menengah umumnya relative kecil. - Kualitas bahan baku. Lokasi tambang yang jauh dapat mengakibatkan ketidakkonsistenan kualitas batubara yang datang. Selain itu gasifikasi yang digunakan untuk memproduksi V-3

50 gas bakar memerlukan batubara berukuran bongkah, padahal yang tersedia di pasar umumnya berukuran campuran dari halus hingga bongkah. - Masalah penanganan dan pemanfaatan limbah. Limbah gasifikasi batubara untuk gas bakar berupa abu dan ter. Abu batubara sudah dapat dimanfaatkan untuk industri bangunan, sementara ter hanya digunakan kembali dalam reaktor gasifikasi. Di luar negeri, ter batubara dimanfaatkan secara komersial untuk bahan pengikat (binder) dan industri kimia. Yang menjadi masalah, limbah batubara di Indonesia termasuk dalam limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun). - Ijin pemanfaatan limbah. Karena limbah batubara termasuk dalam limbah B3, maka semua kegiatan mulai dari penumpukan/penyimpanan, pembuangan, pengangkutan dan pemanfaatan harus mendapatkan ijin dari kementerian Lingkungan Hidup dan atau Pemerintah Daerah. Hal ini yang menjadi masalah dan memberatkan industri. Hasil kunjungan lapangan ke Medan juga mengkonfirmasi bahwa ijin tersebut dapat memakan waktu hingga tahunan sehingga menyulitkan industri pengguna. B. Teknologi Gasifikasi Batubara untuk Pembangkit Listrik Teknologi gasifikasi batubara yang dikembangkan adalah penggunaan gas batubara sebagai substitusi minyak diesel pada Pembangkit Listrik Tenaga Diesel yang saat ini masih dimiliki oleh PLN. Penelitian ini awalnya dikembangkan oleh Ir. Slamet Suprapto Msc bekerja sama dengan PT PLN (Persero) dan PT Coal Gas Indonesia (Suprapto, dkk., 2009). dan kemudian dilanjutkan oleh Drs. Didi Heryadi dan kini diketuai oleh Fahmi Sulistyohadi, ST. Teknologi gasifier yang digunakan berasal dari Cina dengan kapasitas 400 kg/jam dengan genset berkapasitas sekitar 1 MW. Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan berkali-kali dengan menggunakan batubara bituminous dapat disimpulkan bahwa gasifikasi dual fuel ini dapat diaplikasikan di PLTD existing dan dapat menghemat hingga hampir Rp 1 juta per jam dibandingkan dengan penggunaan solar sepenuhnya. Gas engine untuk memproduksi batubara untuk menghasilkan listrik secara langsung sebenarnya sudah umum digunakan dan biayanya lebih hemat dibandingkan dengan dual fuel. Meskipun demikian, PT PLN saat ini masih memiliki ratusan PLTD kapasitas kecil menengah yang tersebar di berbagai tempat di Indonesia yang mengandalkan minyak solar. Dalam rangka efisiensi dan konservasi energi maka PT PLN berusaha mencari solusi untuk memberdayakan PLTD yang ada dengan penghematan yang optimal. Pada saat ini tahap penelitian masih berada di pilot plant (Gambar 5.3). Meskipun demikian tim peneliti yakin akan keberhasilan penelitian ini dan saat ini mereka mencoba menjajagi kerja sama penelitian dengan PT PLN terutama mengenai permasalahan di mesin genset atau penghasil listriknya. Selain dari itu, penelitian juga tetap dilanjutkan dengan fokus V-4

51 untuk mencoba gasifier menggunakan berbagai jenis batubara lain seperti batubara kalori rendah dan menengah. Gambar 5.3 Pilot plant PLTD di Palimanan Kendala yang dihadapi dalam pengaplikasian teknologi gasifikasi batubara untuk dual fuel antara lain adalah : - Ketersediaan bahan baku. Pada saat ini teknologi gasifier yang sudah diujicoba baru dapat menggunakan bahan baku batubara bituminous dengan spesifikasi tertentu. Keterbatasan ini dicoba diatasi dengan rencana percobaan menggunakan batubara jenis lain. - Lokasi PLTD yang cukup terpencil PLTD yang ada saat ini umumnya tersebar di berbagai tempat yang cukup terpencil di Indonesia dan kebanyakan berada di Indonesia Timur. Semakin jauh jaraknya dengan lokasi tambang batubara maka dapat meningkatkan biaya transportasi yang pada akhirnya dapat meningkatkan biaya pembangkit listrik. - Kapasitas PLTD kecil dan menengah V-5

52 PLTD yang dimiliki PT PLN umumnya merupakan PLTD jenis kecil dan menengah sehingga kebutuhan batubara untuk tiap PLTD tidak terlalu besar. Biaya transportasi batubara akan meningkat jika pengiriman batubara dalam jumlah yang sedikit-sedikit. 5.2 Teknologi Coal Water Mixture Teknologi CWM di tekmira dikembangkan pertama kali oleh Prof. Dr. Datin Fatia Umar hingga kini. Di Indonesia saat ini ada dua teknologi CWM yang dikembangkan, yaitu Jepang dan tekmira. Pihak Jepang mengembangkan teknologi CWM yang berbahan baku batubara kalori rendah dan saat ini penelitiannya telah mencapai tahap demo plant di Karawang. tekmira saat ini mengembangkan teknologi CWM yang berbahan baku batubara bituminous seperti Gambar 5.4. Sebenarnya tekmira dapat mempergunakan batubara kalori rendah jika telah memiliki teknologi upgrading batubara yang ekonomis. Gambar 5.4 Pilot plant CWM di Palimanan, Cirebon Penelitian CWM saat ini pada penggunaan batubara jenis atau campuran lain seperti campuran batubara dengan tar dan atau phenol serta upaya mencari jenis aditif alternatif untuk mengoptimalkan pembuatan CWM. Komersialisasi CWM hingga saat ini belum terlaksana meskipun salah satu penyedia teknologinya adalah pihak Jepang. Beberapa kendala dalam upaya komersialisasi CWM antara lain adalah : - Padat modal Industri CWM memerlukan investasi yang tinggi. Biaya minimum yang diperlukan untuk mendirikan pabrik CWM versi Jepang adalah sekitar US$ 250 juta. - CWM merupakan bahan bakar baru Sebagai bahan bakar baru, perlu adanya sosialisasi untuk memperkenalkannya terhadap industri pengguna. - Saingan berupa batubara serbuk dan gas V-6

53 Saingan CWM antara lain adalah batubara serbuk dan gas yang harganya tidak terlalu jauh berbeda dengan CWM. - Lokasi pabrik Oleh karena industri pengguna berada di pusat kota maka lokasinya akan jauh dengan lokasi tambang. Biaya transportasi CWM atau batubara merupakan salah satu faktor biaya yang penting. 5.3 Teknologi Upgrading Batubara Puslitbang tekmira sejak awal tahun 2000 telah terlibat dalam penelitian tentang teknologi upgrading batubara. Awalnya merupakan kerja sama dengan pihak Jepang (Kobe Steel) yaitu penelitian tentang UBC. Kemudian tekmira berusaha menemukan teknologi upgrading yang lebih sederhana dan lebih murah. Penelitian tentang upgrading batubara yang dikembangkan oleh tekmira awalnya diteliti oleh Dr. Miftahul Huda dan saat ini dilanjutkan oleh Dedi Yaskuri, ST. Teknologi yang dikembangkan adalah CDB singkatan dari Coal Drying Briquetting. Penelitian UBC saat ini sedang menunggu mitra investor yang bersedia menanamkan modal. Sebelumnya pihak Kobe Steel telah membangun pilot plant (Gambar 5.5) berkapasitas 3 ton per hari di Palimanan dan kemudian dilanjutkan dengan demo plant di Satui, Kalimantan Selatan yang berkapasitas 600 ton produk per hari, Pada tahun 2011 demo plant Satui (Gambar 5.6) tersebut diratakan dengan tanah untuk menandai kesiapan Kobe Steel di tahap komersial. Gambar 5.5 Pilot plant UBC di Palimanan, Cirebon V-7

54 Gambar 5.6 Demo plant UBC di Satui, Kalimantan Selatan Teknologi CDB hingga saat ini baru mencapai tahap pilot plant (Gambar 5.7) dan sedang berusaha mengoptimalkan aliran proses serta desain peralatan yang digunakan. Gambqr 5.7 Pilot plant CDB di Palimanan, Cirebon Kendala yang dihadapi dalam upaya komersialisasi teknologi upgrading adalah : - Investasi yang cukup besar. Investasi untuk teknologi UBC diperkirakan akan membutuhkan dana minimal US$ 200 juta untuk pembangunannya. - Teknologi belum terbukti komersial. Pengusaha batubara membutuhkan bukti yang nyata mengenai kemampuan teknologi UBC untuk menjadi bisnis yang menguntungkan. Sebelum itu terjadi, tidak ada pengusaha yang tertarik. 5.4 Teknologi Karbon Aktif Karbon aktif yang ada di pasaran saat ini umumnya berasal dari tempurung kelapa. Peneliti dari tekmira, Ika Monika, ST, berusaha membuat karbon aktif dengan bahan baku batubara kalori rendah. Hingga saat ini tim peneliti telah mengembangkan teknologi pembuatan karbon aktif pada tahap pilot plant (Gambar 5.8) yang berkapasitas 1 ton/hari. Melalui uji coba pemanfaatan maka dapat disimpulkan bahwa karbon aktif dari batubara dapat digunakan untuk proses penjernihan air, pengolahan limbah (adsorpsi logam) dan penyerap bau pada fasa cair maupun gas. V-8

55 Gambar 5.8 Pilot plant karbon aktif di Palimanan, Cirebon Secara teknologi maupun keekonomian, tim peneliti karbon aktif merasa cukup yakin dapat dilanjutkan hingga tahap komersial. Di Indonesia, penggunaan karbon aktif tidak mengacu pada besarnya luas permukaan atau ukuran butir, tetapi pada standar kualitas menurut Standar Industri Indonesia (Tabel 5.1). Sebagai pembanding, karbon aktif hasil penelitian juga tercantum. Tabel 5.1 Kualitas karbon aktif hasil uji coba dan persyaratan kualitas No Uraian Satuan Kualitas karbon aktif (SII,1999)/komersial Persyaratan Kualitas karbon aktif hasil uji coba 1 Bagian yang hilang pada % pemanasan 950 C Air % Abu % Bilangan yodium mg/g Karbon aktif murni % Adsorpsi benzene % 25-7 Bilangan metilen biru mg/g Kerapatan jenis curah g/ml 0,30-0,55 0,53 9 Lolos ukuran mesh 325 % Min Kekerasan Meskipun karbon aktif hasil penelitian telah memiliki kualitas yang baik, beberapa permasalahan dapat menghambat upaya komersialisasi tersebut. Permasalahan itu antara lain : - Infrastruktur distribusi batubara sangat minim sehingga biaya angkutan darat relatif mahal. V-9

56 - Masalah lingkungan dari pembuangan sisa zat terbang yang tidak terbakar pada proses karbonisasi. - Kadar air batubara relative tinggi sehingga rendemen proses menjadi rendah. - Kurang pahamnya masyarakat untuk menggunakan karbon aktif berbahan baku batubara. Oleh karena menurut masyarakat, batuabra adalah zat yang berbahaya. 5.5 Teknologi Kokas Pengecoran Pengembangan teknologi kokas merupakan reaksi terhadap ketidakberdayaan masyarakat Indonesia khususnya industri pengecoran besi baja yang tersandera oleh mahalnya kokas impor. Pengembangan teknologi kokas pengecoran dilakukan oleh Ir. Suganal hingga kini. Kerja kerasnya telah menghasilkan hak paten atas teknologi pembuatan kokas tersebut. Meskipun batubara Indonesia bukan merupakan batubara coking, namun upaya pembuatan kokas dari batuabra non coking adalah suatu keniscayaan. Sebuah perusahaan pengolahan bijih besi di Lampung telah berhasil memanfaatkan kokas dari arang kayu untuk blast furnace-nya. Jika arang kayu dapat dimanfaatkan menjadi kokas, maka batubara pun dapat dimanfaatkan. Percobaan pembuatan kokas dengan proses ganda telah dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara sejak tahun 1990 menggunakan berbagai batubara Indonesia dengan menggunakan berbagai jenis tungku karbonisasi. Bagan alir proses terlihat pada Gambar 5.9. Produk kokas dalam bentuk briket kokas yang diperoleh telah diujicoba sebagai kokas pengecoran. Hasilnya menunjukkan bahwa kokas tersebut dapat digunakan sebagai kokas dasar dan kokas muat. Gambar 5.9 Bagan alir pembuatan kokas pengecoran di Palimanan V-10

57 Penelitian teknologi kokas telah berlangsung lama dengan hasil yang baik dan telah diujicoba di pilot plant (Gambar 5.10). Meskipun demikian ada beberapa kendala yang dapat menghambat penerapan teknologi tersebut di dalam tahapan komersial, yaitu antara lain : - Konsumen kokas pengecoran umumnya di daerah Jawa sehingga biaya transportasi dari lokasi tambang ke industri pengguna cukup mahal. - Masalah lingkungan dapat terjadi diakibatkan dari pembuangan sisa zat terbang yang tidak terbakar pada proses karbonisasi. - Infrastruktur distribusi batubara yang minim dapat meningkatkan biaya transportasi. - Kadar air batubara relatif tinggi sehingga rendemen proses menjadi rendah. - Harga bahan pengikat briket kokas berupa aspal relatif mahal dan pasokannya kurang lancar. Gambar 5.10 Pilot plant kokas pengecoran di Palimanan V-11

58 BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Hasil Kegiatan Diskusi dan Koordinasi Dengan Instansi Terkait Dari hasil diskusi dan koordinasi dengan instansi terkait yaitu Badan Geologi dan Ditjen Minerba KESDM diperoleh data terbaru mengenai kondisi perbatubaraan di Indonesia sebagai berikut : A. Perkembangan harga batubara di dunia Harga batubara di Indonesia dan dunia sangat berkaitan erat, mengingat Indonesia adalah negara eksportir batubara steam nomor 1 di dunia. Meskipun demikian, harga batubara saat ini sedang menurun. Salah satu faktor utamanya adalah karena pertumbuhan ekonomi di China yang sedang menurun sehingga permintaan batubara untuk energi juga menurun. Ditambah lagi dengan produksi batubara yang tetap dan cenderung meningkat maka harga batubara diperkirakan cenderung menurun. Perkembangan harga batubara tahun dapat dilihat pada Gambar 6.1. Gambar 6.1 Perkembangan harga batubara B. Kondisi Investasi di Batubara Meskipun harga batubara sedang menurun, namun investasi di batubara cenderung meningkat. Diharapkan peningkatan investasi ini bukan untuk meningkatkan produksi namun untuk melakukan eksplorasi dalam rangka meningkatkan jumlah cadangan atau untuk mempersiapkan teknologi VI-1

59 US$ Juta pemanfaatan batubara sebagai bentuk peningkatan nilai tambah untuk batubara. Jumlah investasi di bidang batubara oleh PKP2B dapat dilihat pada Gambar 6.2. Investasi PKP2B Tahun Sumber : Ditjen Minerba, 2013 Gambar 6.2 Investasi di batubara (PKP2B) C. Kondisi Pengusahaan di Batubara Selain adanya PKP2B, di Indonesia juga terdapat IUP-IUP yang kebanyakan berupa pengusaha kecil dan menengah. Seharusnya memang tidak akan ada lagi PKP2B sesuai amanat UU No. 4/2009 dan untuk itu saat ini Pemerintah sedang melakukan renegosiasi dengan PKP2B yang ada untuk dirubah menjadi IUP. Dalam rangka menertibkan keberadaan IUP serta untuk memudahkan pengawasan maka Pemerintah mendata kembali seluruh IUP yang ada di Indonesia. Untuk IUP yang telah memenuhi syarat administrasi dan keuangan maka diberi status CNC (Clean and Clear) sementara yang belum akan diberi status Non CNC. Status ini akan berpengaruh terhadap ijin ekspor dan atau penjualan dalam negeri. Jumlah IUP batubara baik tahap eksplorasi atau produksi dapat dilihat pada Tabel 6.1. Tabel 6.1 Rekapitulasi IUP Batubara STATUS ER OP JUMLAH CNC 1, ,235 NON CNC 1, ,639 TOTAL 2,520 1,354 3,874 Sumber : Ditjen Minerba, 2013 VI-2

60 6.1.2 Kunjungan Lapangan Selama tahun 2013, tim mengikuti beberapa kunjungan ke lapangan termasuk rapat atau seminar yang terkait dengan perkembangan terbaru teknologi pemanfaatan batubara baik yang dilaksanakan oleh swasta ataupun oleh Kementerian terkait. Berikut adalah hasil kunjungan lapangan tersebut : A. Mengikuti FGD yang diselenggarakan oleh BKPM pada tanggal 2 Mei 2013 dengan tema sosialisasi teknologi gasifikasi dari Siemens dan diskusi tentang aplikasi teknologi gasifikasi di Indonesia. Hasilnya adalah sebagai berikut : 1. Teknologi gasifikasi batubara Siemens telah proven dan siap diaplikasikan untuk batubara lignit di indonesia. Keunggulan komparatif Siemens dibandingkan dengan yang lain adalah menyediakan paket penjualan yang menyeluruh termasuk performance guarantee, garansi 12 bulan untuk perlengkapan dan after sales services yang handal. 2. Produsen pupuk meminta perlakuan khusus terhadap harga batubara yang akan digunakan di pupuk karena dengan harga yang sekarang tidak ekonomis. Mungkin mirip dengan harga batubara untuk pembangkit listrik mulut tambang. Pemerintah sedang mengkaji hal ini karena dibandingkan dengan Pembangkit listrik mulut tambang penentuan harga batubara untuk yang lainnya akan lebih rumit karena mengandung biaya transportasi, pengangkutan dan lain-lain. 3. Regulasi mengenai industri gasifikasi batubara dipertanyakan karena ada potensi sengketa antara KESDM dan Kemenperin. Didalam KESDM sendiri ada potensi sengketa antara Ditjen Minerba, Ditjen Migas dan Ditjen EBTKE. Hal itu dapat terjadi karena masing-masing memiliki UU masing-masing. 4. Permasalahan yang utama dalam penerapan teknologi gasifikasi batubara adalah : a. Harga batubara yang cukup tinggi, tidak kompetitif dengan harga gas alam. b. Regulasi yang belum jelas, pihak kementrian mana yang bertanggung jawab serta peraturan royalti batubara yang diharapkan dapat memberi insentif bagi pengusahaan gasifikasi batubara. c. Perbedaan pandangan antara pemegang IUP dan pengguna gas dari gasifikasi batubara yang perlu dijembatani melalui seminar atau FGD semacam ini untuk menyamakan persepsi. B. Mengikuti KBR Coal Seminar yang diselenggarakan oleh KBR dalam rangka sosialisasi teknologi dan skema bisnis yang dimiliki oleh KBR di Indonesia. Acara diselenggarakan pada tanggal 28 Agustus 2013 di Hotel Mulia Senayan, Jakarta. Pada acara tersebut beberapa tema yang dipresentasikan adalah : 1. Pengantar tentang perusahaan KBR. 2. Kondisi perbatubaraan di Indonesia oleh APBI. VI-3

61 3. Perkembangan teknologi TRIG yang dapat menghasilkan syngas. 4. Teknologi batubara untuk listrik. 5. Teknologi batubara untuk bahan kimia. Secara ringkasnya dapat dikatakan bahwa KBR adalah perusahaan besar yang didukung oleh Lembaga Energi Amerika. KBR telah mengembangkan teknologi gasifikasi yang menghasilkan syngas dan dapat diaplikasikan untuk menghasilkan bahan kimia atau listrik. Saat ini KBR berusaha mengaplikasikan teknologi tersebut di Indonesia namun belum berhasil menemukan mitra kerja yang cocok khususnya perusahaan pemilik tambang. C. Mengikuti acara diskusi di BKPM mengenai teknologi gasifikasi ECUST (East China University of Science and Technology) dari Cina serta teknologi pencairan batubara dari CCT dan presentasi dari lembaga investasi dari Inggris yaitu Stern Stewart Capital Partners. Beberapa kesimpulan dari pertemuan tersebut adalah : 1. Bahwa teknologi gasifikasi tersebut belum pernah diujicoba dengan batubara dari Indonesia. Oleh karena itu perlu diuji coba khususnya batubara peringkat rendah. 2. Perusahaan CCT saat ini sedang mengembangkan teknologi pencairan batubara yang berada dalam tahap demoplant di Cina. 3. Perusahaan Stern Stewart mengajak perusahaan tambang batubara untuk ikut serta menanamkan modal di teknologi pencairan batubara CCT. Imbalannya mereka akan mendapatkan prioritas pertama untuk berinvestasi jika diaplikasikan di lokasi lain dan ikut mendapatkan royalti. 4. Perusahaan tambang di Indonesia melalui APBI menyatakan kekurangtertarikan perusahaan tambang jika harus berinvestasi lagi di teknologi pemanfaatan batubara, mayoritas hanya bersedia menjadi supplier batubara. D. Hasil kunjungan ke Kalimantan Tengah di Palangkaraya mendapatkan informasi bahwa penerapan teknologi pemanfaatan batubara di Kalteng khususnya Palangkaraya saat ini kurang berpotensi oleh karena industri di Palangkaraya belum tumbuh. Penyebab utamanya adalah Kalimantan Tengah kurang mendapatkan pasokan listrik. Prioritas utama Pemerintah daerah Kalimantan Tengah saat ini adalah meningkatkan pasokan listrik baik melalui pembangunan pembangkit listrik atau dengan penyambungan kabel ke jalur transmisi listrik dengan sumber dari Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. E. Hasil kunjungan ke Sumatera Selatan di Palembang mendapat informasi bahwa pemanfaatan batubara selain untuk PLTU awalnya ada yaitu digunakan untuk industri karet dan kelapa sawit. Setelah berubah dari solar ke batubara, sejak setahun lalu berganti lagi menjadi pengguna cangkang kelapa sawit. Pengguna briket batubara juga sudah berubah ke gas alam atau LPG. Terdapat potensi peningkatan konsumsi batubara di Provinsi Sumatera Selatan melalui pembangunan pabrik 2B di VI-4

62 Pupuk Sriwijaya yang rencananya akan menggunakan batubara. Selain itu ada rencana kegiatan MP3EI yang hendak membangun kawasan industri khusus (KIK). Rencana ini juga berpotensi menggunakan batubara sebagai sumber energinya. F. Hasil kunjungan ke Medan di Sumatera Utara mendapat informasi tentang hambatan utama penerapan teknologi upgrading batubara menggunakan produk kelapa sawit di Indonesia adalah harga beli produk kelapa sawit yang mahal. Diskusi dengan pengusaha teknologi gasifikasi batubara juga menunjukan bahwa salah satu permasalahan utama dari penerapan teknologi gasifikasi batubara adalah karena ijin pengolahan atau pemanfaatan limbahnya sangat lama diproses oleh pemerintah daerah hingga tahunan. G. Hasil kunjungan ke Tarakan, Kalimantan Utara dan mendapatkan informasi tentang upaya pengembangan teknologi upgrading batubara yang baru di konsesi perusahaan batubara PT BEP dengan menggunakan bahan kimia. Selain teknologi upgrading, PT BEP juga terbuka untuk pengembangan teknologi pemanfaatan batubara apapun yang hendak bekerjasama dengan PT BEP sepanjang PT BEP hanya menyediakan lahan dan supplai bahan baku batubara Pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD) A. Focus Group Discussion 1 Focus Group Discussion (FGD) 1 dilaksanakan di Hotel Horison Bogor pada tanggal 17 Oktober 2013 dengan tema Percepatan Komersialisasi Pemanfaatan Batubara Berbasis Clean Coal Technology (CCT). Tujuannya adalah untuk mempercepat penerapan teknologi batubara secara komersial di Indonesia. Sedangkan tujuan akhirnya adalah untuk meningkatkan konsumsi batubara di dalam negeri. FGD dilaporkan oleh Kepala Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara (tekmira), dibuka oleh Sekretaris Badan Litbang ESDM mewakili Kepala Balitbang ESDM dan dihadiri oleh sekitar 50 orang peserta (diluar panitia) serta 3 orang pembahas yang dimoderatori oleh Prof. Bukin Daulay. Pembahas yang hadir adalah Drs. Eddy Prasojo, M.Sc (Direktur Pengusahaan Batubara- KESDM), Dr. Ir. Miftahul Huda (Peneliti dari Puslitbang Tekmira) dan M Faizal (BKPM). 1. Isi laporan, sambutan dan paparan narasumber adalah sebagai berikut : Laporan dari Kepala Puslitbang tekmira Ibu Retno Damayanti, selaku Kepala Puslitbang tekmira, menyampaikan harapannya bahwa dari FGD ini akan diperoleh masukan-masukan bagi pemangku kepentingan untuk mengambil langkah yang tepat dalam pengembangan dan pemanfaatan batubara sehingga industri hilir batubara dapat cepat tumbuh. Puslitbang tekmira juga sedang mengembangkan berbagai jenis teknologi pemanfaatan batubara seperti teknologi pembakaran batubara dengan VI-5

63 cyclo burner, Gasifikasi batubara untuk PLTD dual fuel, Gasifikasi batubara untuk industri kecil dan menengah, pembuatan karbon aktif dan kokas berbasis batubara peringkat rendah, upgrading batubara dan lain lain. Puslitbang tekmira juga aktif menjalin kerjasama baik dengan institusi didalam negeri maupun luar negeri untuk bersinergi dalam rangka mendorong pengembangan teknologi pengolahan dan pemanfaatan batubara untuk meningkatkan ketahanan energi dan mendorong pembangunan yang berkelanjutan. Sambutan Kepala Badan Litbang ESDM (Balitbang ESDM) Mewakili Bapak F.X. Sutijastoto, Kepala Balitbang ESDM : Bapak Agus Cahyono Adi, Sekretaris Balitbang ESDM Indonesia menyambut seluruh peserta FGD. Beliau menyampaikan juga target utama Badan Litbang ESDM di bidang energi ada 2 yaitu : 1) Mendukung ketahanan energi melalui bauran energi yang optimal dan terbangunnya infrastruktur energi; 2) Mendukung nilai tambah batubara. Dari statistik juga ditunjukkan bahwa rasio cadangan Indonesia dibandingkan negara lain adalah sangat kecil namun Indonesia malah menjadi negara pengekspor terbesar di dunia. Tantangan terhadap pengembangan teknologi batubara adalah masalah emisi. Diharapkan teknologi yang dihasilkan merupakan teknologi yang efisien dan ramah lingkungan. Pada akhir, beliau mengajak seluruh peserta FGD untuk bersama-sama mencari solusi dalam percepatan penerapan teknologi batubara bersih dengan tepat untuk memberikan manfaat yang optimal. Manfaat utama yang diharapkan adalah pengurangan subsidi BBM. Kebijakan Batubara Indonesia Bapak Edi Prasodjo, sebagai wakil dari Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara menjelaskan dalam presentasinya, antara lain hal-hal sebagai berikut: - Pemikiran tentang batubara sebagai sumber energi strategis bagi Indonesia serta sangat diperlukan dalam perekonomian Indonesia merupakan tanggung jawab bersama seluruh lapisan pemerintahan dan masyarakat seperti Kementerian ESDM, DPR, Akademisi, Peneliti dan lainnya. - Hingga saat ini 70-80% dari produksi batubara adalah untuk ekspor sementara sisanya dikonsumsi dalam negeri, dan pertumbuhan ekspor Indonesia paling cepat dibandingkan dengan pertumbuhan ekspor negara lain; oleh karena itu pemerintah sangat mendukung upaya untuk peningkatan konsumsi batubara dalam negeri; - Adanya perbedaan data produksi dan ekspor Ditjen Minerba dengan data di Kemendag dan BPS, perbedaannya bisa mencapai 50 juta ton. Data di Minerba berasal dari laporan VI-6

64 produsen batubara dan ada kemungkinan produsen tidak melaporkan seluruhnya. Saat ini sedang dikaji permasalahan dan solusinya bersama-sama dengan Kemendag dan BPS. Diharapkan tidak terjadi perbedaan yang signifikan lagi. - Adanya dualisme dari kebijakan pemerintah dan DPR yakni satu sisi diharuskan menjadikan batubara sebagai cadangan strategis negara dan harus dieksploitasi dengan hati-hati namun di sisi lain batubara sebagai andalan penerimaan negara dan setiap tahun targetnya terus naik. Pada tahun ini di saat harga batubara turun dan target penerimaan negara dari batubara naik maka mau tidak mau kuantitas batubara yang diekspor harus naik. - Survey Fraser menempatkan Indonesia di peringkat terbawah dalam masalah kebijakan. Namun menjadi kontradiksi jika dibandingkan dengan pertumbuhan investasi di Indonesia khususnya tambang tingkat menengah yang semakin banyak berdiri di Indonesia. - Arah kebijakan dari perbatubaraan Indonesia adalah sebagai berikut : 1) Melaksanakan prioritas pemenuhan batubara untuk kebutuhan dalam negeri; 2) Memberikan kepastian dan transparansi didalam kegiatan pertambangan; 3) Melaksanakan peningkatan pengawasan dan pembinaan; 4) Mendorong peningkatan investasi dan penerimaan negara; 5) Mendorong pengembangan nilai tambah produk komoditi hasil tambang. 6) Mempertahankan kelestarian lingkungan melalui pengelolaan dan pemantauan lingkungan, termasuk reklamasi dan pascatambang. - Sedang direncanakan skenario pengendalian ekspor dan pengendalian produksi; kebijakan ini harus didukung oleh semua pihak yang terkait. Tidak hanya Ditjen Minerba saja. Contoh di China target tingkat produksi ditentukan oleh Sekjen Partai Komunis dan kebijakan lembaga lainnya mengacu kepada target tersebut. - Tantangan yang dihadapi kedepan antara lain adalah perlunya diterapkan prinsip pembangunan yang berkelanjutan (sosial, ekonomi, lingkungan) sebagai dasar di dalam pengembangan pertambangan yang baik dan benar. Tantangan lain yang perlu diperhatikan adalah tumpang tindih perizinan, infrastruktur dll. Kesiapan Aplikasi Teknologi Konversi Batubara Wakil dari Puslitbang tekmira, Bapak Miftahul Huda menyampaikan presentasinya sebagai berikut : - Produksi minyak dan gas Indonesia di masa mendatang diperkirakan dapat menurun sementara batubara diproyeksikan akan menaik. Berdasarkan proyeksi ESDM, ada VI-7

65 kemungkinan bahwa di tahun 2019 Indonesia akan menjadi net importer energi. Sementara prediksi dari APEC menyebutkan bahwa di tahun 2022 Indonesia akan impor gas. Ini perlu menjadi perhatian bersama. - Seluruh hasil litbang teknologi pemanfaatan batubara di Puslitbang tekmira antara lain adalah cyclo burner, gasifikasi batubara untuk PLTD dual fuel, Gasifikasi batubara untuk industri kecil dan menengah, pembuatan karbon aktif dan kokas berbasis batubara peringkat rendah, gasifikasi batubara untuk syngas, aquabat atau coal water mixture, upgrading batubara dan lain lain. - Bapak Miftahul Huda juga memberikan perbandingan dengan kemajuan industri konversi batubara yang terjadi di negeri China. Indonesia di masa yang akan datang membutuhkan teknologi konversi batubara untuk menambah pasokan energi terutama gas. Teknologi konversi batubara telah siap untuk diaplikasikan di Indonesia, terbukti dengan aplikasi di Cina yang sukses secara komersial. Tantangan utama untuk aplikasi teknologi pemanfaatan batubara adalah biaya investasi yang tinggi, masalah emisi CO 2 dan profitabilitas perusahaan. Bapak Miftahul Huda juga menjelaskan tentang teknologi Underground Coal Gasification (UCG) yang dapat menjadi alternatif untuk penyediaan energi di Indonesia karena biaya investasi dan emisi CO 2 yang relatif rendah. Peningkatan Investasi Berbasis Batubara Bapak M Faizal, wakil dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), menyampaikan presentasi yang komprehensif berjudul Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Melalui Peningkatan Investasi Berbasis Batubara dengan ringkasan sebagai berikut : - Peluang yang dimiliki Indonesia terkait dengan penanaman modal antara lain: Perekonomian di Eropa melambat sehingga investor mencari lahan baru Potensi jumlah penduduk di Indonesia yang besar dan mayoritas pada usia produktif. Indonesia telah mendapatkan Investment Grade dari beberapa lembaga pemeringkat dunia seperti Fitch Ratings, Moody s Investors dan Standar and Poor s - Dalam Perpres 12/2012, dari 7 elemen utama arah kebijakan penanaman modal terdapat dua hal terkait dengan batubara yaitu Fokus di pengembangan pangan, infrastruktur dan energi serta pentingnya penanaman modal yang berwawasan lingkungan. - Insentif yang dapat dimanfaatkan oleh investor di batubara antara lain adalah penghapusan bea masuk untuk mesin modal, tax allowance dan tax holiday. Jika saat ini bidang usaha yang diinginkan investor belum masuk di dalam daftar maka investor atau pihak lain dapat mengusulkan bidang usaha yang dimaksud. VI-8

66 - Terdapat tantangan-tantangan ke depan yang perlu diperhatikan dalam rangka meningkatkan investasi berbasis batubara yaitu : Perubahan paradigma bahwa batubara bukan hanya sebagai komoditas ekspor semata, tetapi juga sebagai sumber energi yang potensial; Program peningkatan nilai tambah batubara diharapkan juga dapat mengubah batubara menjadi produk lain yang bermanfaat bagi industri (misal : gas untuk industri pupuk); Perlu adanya upaya untuk memperbaiki serta menambah ketersediaan dukungan infrastruktur yang ada dalam mendukung hilirisasi minerba; Pemerintah perlu memberikan insentif yang menarik bagi perusahaan yang memanfaatkan batubara berbasis CCT; Mengharapkan seluruh stakeholder dapat mendukung program Penelitian dan Pengembangan dalam mengembangkan CCT; Perlunya penguatan kapasitas dan kapabilitas sumber daya manusia berbasis ilmu pengetahuan, teknologi dan inovasi secara terencana dan sistematis; dan Pemerintah agar dapat mengevaluasi peraturan-peraturan yang kurang kondusif bagi pengembangan CCT. 2. Ringkasan hasil diskusi selama pelaksanaan FGD adalah sebagai berikut: - Pemerintah, khususnya Ditjen Minerba mendukung penuh upaya percepatan komersialisasi teknologi CCT di Indonesia dengan semangat non ego sektoral. Permasalahan internal seperti regulasi yang belum memadai, akan diatur kemudian dan diusahakan investor tetap masuk. Oleh karena itu belum adanya regulasi seharusnya tidak menjadi penghambat dalam upaya aplikasi teknologi CCT di Indonesia. - Pengendalian produksi merupakan amanat UU No. 4/2009 dan dalam pelaksanaannya nanti perlu sosialisasi dengan baik dan harus didukung oleh segenap lapisan pemerintahan baik eksekutif maupun legislatif. Konsep dan skenarionya sedang dipersiapkan oleh tim Direktorat Pembinaan Pengusahaan Batubara, diharapkan adanya dukungan dari Balitbang ESDM berupa kajian teknis. - Pengusaha mempertanyakan penarikan royalti batubara terkait dengan adanya tahap masuknya batubara dalam bentuk wantah dan keluarannya dalam bentuk produk. Pemerintah menyatakan bahwa royalti batubara hanya dikenakan satu kali yaitu di hulu, setelah di industri pengolahan atau konversi tidak akan dikenakan lagi. VI-9

67 - Prioritas kebutuhan domestik melalui peraturan DMO adalah kewajiban negara dan pengusaha batubara sehingga perlu didukung dengan kebijakan-kebijakan lainnya. - Untuk seluruh jenis batubara, jika memang tidak ada pasarnya (atau di area terpencil) maka dapat diterapkan regulasi penetapan harga berdasarkan cost plus margin. Sementara bila sudah ada pasarnya maka dapat diterapkan Harga Patokan Batubara (HPB). Jika memang diperlukan maka penetapan harga berdasarkan cost plus margin juga dapat diterapkan untuk penggunaan tertentu misalnya jika akan dibangun pabrik komersial gasifikasi batubara di mulut tambang. - Perlunya saling berbagi dan pertukaran informasi mengenai kebijakan dan praktik terbaik tentang aplikasi teknologi pemanfaatan batubara. Perlunya penguatan kapasitas dan kapabilitas sumber daya manusia (SDM) berbasis ilmu pengetahuan, teknologi dan inovasi secara terencana dan sistematis. - Hambatan aplikasi teknologi pemanfaatan batubara yang utama adalah biaya investasi tinggi, masalah emisi CO 2 dan harga batubara. 3. Dari hasil FGD, dapat dihasilkan rumusan sebagai berikut: - Perlu usaha mengubah paradigma bahwa batubara bukan hanya sebegai komoditas ekspor penghasil devisa semata, tetapi juga sebagai sumber energi yang potensial. - Indonesia memerlukan teknologi konveersi batubara untuk menambah pasokan energi terutama gas pada masa yang akan datang - Teknologi konversi batubara telah siap terbukti dengan banyak digunakan di luar negeri terutama Cina dalam skala komersial - Hambatan aplikasi teknologi pemanfaatan batubara adalah biaya investasi tinggi, masalah emisi CO2 dan profitabilitas - UCG dapat menjadi alternatif untuk penyediaan energi Indonesia karena biaya investasinya dan emisi CO2 rendah. - Kebijakan kedepan mengenai batubara dari Pemerintah diantaranya adalah : - Pengendalian produksi dan ekspor batubara. Kontrol produksi sangat diperlukan untuk menjaga security energi didalam negeri, mengurangi dampak lingkungan dan konservasi. Untuk hal tersebut, diharapkan peran balitbang untuk mempersiapkan kajian teknis sebagai pendukung dalam pembuatan permen. - Peningkatan pembinaan dan pengawasan produksi batubara di daerah. - Peningkatan pemanfaatan batubara. Peningkatan tersebut melalui pengembangan teknologi pembangkit listrik dan teknologi lainnya berbasiskan teknologi high effisiensi dan low emisi VI-10

68 (HELE). Perlu dibuat Tim untuk melaksanakan pengesahan regulasi pemanfaatan batubara di mulut tambang - Penguatan kapasitas dan kapabilitas Sumber Daya Manusia (SDM) berbasis ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi secara terencana dan sistematis. - Diharapkan Pemerintah dapat memberikan insentif yang menarik bagi perusahaan yang memanfaatkan batubara berbasis Clean Coal Technology (CCT). - Diharapkan seluruh stakeholder mendukung program Penelitian dan Pengembangan /R&D dalam mengembangkan CCT. - Memperbaiki serta menambah ketersediaan dukungan infrastruktur yang ada dalam mendukung hilirisasi minerba. - Pemerintah agar dapat mengevaluasi peraturan-peraturan yang kurang kondusif bagi pengembangan CCT. B. Focus Group Discussion 2 FGD 2 dilaksanakan di Hotel Bidakara Jakarta pada tanggal 10 Desember 2013 dengan tema Penyiapan Usulan Regulasi Pengusahaan Gasifikasi Batubara, UCG dan CWM. Tujuannya adalah untuk berdiskusi dan mencari solusi dalam upaya membuat rekomendasi kebijakan (policy paper) kepada pemerintah dalam rangka mempercepat realisasi pabrik pemanfaatan batubara di Indonesia. Acara diawali dengan laporan Kepala Puslitbang tekmira yang diwakili oleh Kepala Bidang Afiliasi serta diikuti dengan pidato sambutan dan pembukaan oleh Kepala badan Litbang ESDM yang pada kesempatan ini diwakili oleh Kepala Puslitbang tekmira. Selanjutnya disampaikan paparan dari 3 orang narasumber yaitu Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara Ditjen Minerba, Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Ditjen Migas dan KP3 Pengolahan dan Pemanfaatan Batubara. 1. Isi laporan, sambutan dan paparan narasumber adalah sebagai berikut : Laporan dari Kepala Puslitbang tekmira Dalam laporannya, Ibu Retno Wijayanti yang mewakili Kepala Puslitbang tekmira menyampaikan harapannya bahwa hasil FGD ini akan diperoleh masukan-masukan bagi pemangku kepentingan untuk mengambil langkah yang tepat dalam pengembangan dan pemanfaatan batubara khususnya di teknologi gasifikasi, UCG dan CWM. Dilaporkan juga bahwa berdasarkan kajian dari Puslitbang tekmira teknologi gasifikasi batubara adalah teknologi yang paling siap secara teknologi dan komersial karena sudah diaplikasikan di dalam dan di luar negeri. Sementara UCG adalah teknologi gasifikasi batubara yang diaplikasikan di bawah tanah yaitu dibawah 200 m dari permukaan tanah. Sedangkan CWM merupakan teknologi yang kini sudah dikembangkan hingga tahap demoplant sehingga tinggal setahap lagi menjadi komersial. VI-11

69 Puslitbang tekmira juga aktif menjalin kerjasama baik dengan institusi didalam negeri maupun luar negeri. Ke depan kami berharap akan semakin banyak lembaga/institusi/perusahaan yang bersinergi untuk mendorong pengembangan teknologi pengolahan dan pemanfaatan batubara untuk meningkatkan ketahanan energi dan mendorong pembangunan yang berkelanjutan. Sambutan Kepala Balitbang ESDM Mewakili Bapak F.X. Sutijastoto, Kepala Balitbang ESDM : Ibu Retno Damayanti, Kepala Puslitbang tekmira menyambut kehadiran seluruh peserta untuk berpartisipasi pada acara FGD. Beliau menyampaikan kondisi pelemahan nilai tukar rupiah serta makin besarnya defisit neraca perdagangan Indonesia karena semakin besarnya jumlah impor BBM serta gas alam. Strategi pengurangan porsi ekspor gas bumi serta pencarian ladang gas baru adalah langkah tepat. Saat ini sumber gas diperoleh dari impor namun di kemudian hari diharapkan gas dari batubara dapat menutupi kebutuhan gas di Indonesia. Beliau juga menyampaikan alasan mengapa hanya 3 buah teknologi yang diperkirakan siap untuk dikomersialkan yaitu gasifikasi batubara, UCG dan CWM. Usulan Regulasi Gasifikasi Batubara dan CWM Bapak Edi Prasodjo, sebagai Direktur Pengusahaan Batubara, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara menjelaskan dalam presentasinya, antara lain hal-hal sebagai berikut: - Bahwa UU No. 4/2009 adalah dasar hukum yang kuat untuk mewajibkan dilakukannya pengolahan batubara di dalam negeri sebagai upaya PNT batubara. Pemerintah sangat mendukung upaya untuk pengolahan di dalam negeri sehingga konsumsi batubara di dalam negeri akan meningkat. - Salah satu hal penting dalam upaya memanfaatkan teknologi pengolahan batubara di dalam negeri adalah keekonomiannya. Faktor utamanya adalah harga batubara. Saat ini sedang disiapkan konsep untuk menentukan harga batubara sebagai bahan baku PNT batubara. Salah satu dasar hukum yang digunakan adalah Permen 17/2010 dimana harga batubara dapat ditentukan secara khusus untuk keperluan tertentu. Bukan berdasarkan Harga Batubara Acuan atau Harga Batubara Patokan namun berdasarkan cost plus margin. - Saat ini di Ditjen Minerba sedang dipersiapkan beberapa peraturan terkait dengan PNT batubara antara lain skenario pengendalian produksi, skenario pembatasan ekspor, skenario penetapan harga batubara sebagai bahan baku industri pengolahan batubara serta skenario penentuan royalti. - Berdasarkan PP 23/2010 pasal bahwa kegiatan pengolahan bisa dilakukan oleh pihak lain yang memiliki IUP OP khusus untuk pengolahan. Ijin tersebut diterbitkan oleh Menteri, Gubernur, Bupati atau Walikota sesuai dengan kewenangannya. Sementara peraturan VI-12

70 pelaksananya adalah pada Permen ESDM No. 32/2013 serta SK MESDM No K/MEM/2011 tentang tata cara pemberian izin khusus di bidang pertambangan minerba serta adanya pelimpahan wewenang kepada Dirjen Minerba dalam pemberian ijin khusus tersebut. Sayang, hingga kini belum satupun perusahaan mengajukan IUP OP khusus untuk pengolahan. Kesiapan Teknologi Konversi Batubara Wakil dari Puslitbang tekmira, Bapak Miftahul Huda menyampaikan presentasinaya sebagai berikut : - Produksi minyak dan gas Indonesia di masa mendatang diperkirakan dapat menurun sementara batubara diproyeksikan akan menaik. Berdasarkan proyeksi ESDM, ada kemungkinan bahwa di tahun 2019 Indonesia akan menjadi net importer energy termasuk impor gas alam. Ini perlu menjadi perhatian bersama. - Terdapat tiga sumber gas dari batubara yang utama yaitu gasifikasi batubara (surface coal gasification), underground coal gasification dan coal bed methane. - Peraturan tentang industri pengolahan batubara dapat diklaim juga oleh Kementrian Perindustrian karena definisi tentang pengolahan juga termasuk dalam definisi industri. - Teknologi pengolahan batubara yang paling siap serta mudah diimplementasikan di Indonesia adalah teknologi gasifikasi. Produknya dapat berupa gas bakar atau syngas, tergantung pereaksi yang digunakan. - Presenter menjelaskan tentang teknologi gasifikasi batubara, UCG dan CWM sebagai teknologi-teknologi yang paling siap untuk dikomersialkan. Selain teknologi, dijelaskan juga mengenai keunggulan masing-masing serta produk akhirnya. - Kejelasan regulasi diperlukan dalam rangka mendorong komersialisasi teknologi pengolahan batubara di masa mendatang mengingat makin besarnya impor energi. Usulan Tata Niaga Produk Gasifikasi Batubara, UCG dan CWM Bapak Muhammad Hidayat, sebagai Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas, Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi menyampaikan presentasi dengan ringkasan sebagai berikut : - Perlu adanya perubahan paradigma dari supply side policy menjadi demand side policy. Faktor utama pendorongnya adalah karena semakin terbatasnya sumber daya alam khususnya energi fosil dan semakin meningkatnya subsidi energi. - Kebijakan pemerintah ke depan adalah mengurangi penggunaan BBM, mengurangi subsidi dengan berusaha menyesuaikan harga energi sesuai dengan harga keekonomiannya. RFID adalah salah satu cara untuk mencari tahu (monitoring) profil konsumen BBM subsidi di Indonesia. VI-13

71 - Teknologi konversi batubara yang menarik bagi Ditjen Migas adalah konversi dari batubara menjadi Dimethyl Ether (DME) karena DME dapat digunakan sebagai pengganti LPG. Penggunaan LPG di Indonesia akan semakin besar seiring dengan suksesnya program mensubstitusi minyak tanah menjadi LPG. Saat ini pun Indonesia mengimpor 50% dari konsumsi LPG di Indonesia. - Pada tanggal 8 November 2013 berdasarkan hasil rapat dengan Wamen ESDM maka disepakati hal-hal sebagai berikut : Untuk pengolahan batubara, perijinannya berada pada rejim Ditjen Mineral dan Batubara Untuk tata niaga dan spesifikasi standar mutu seluruh produk pengolahan batubara menjadi bahan bakar, perijinannya berada pada rejim Ditjen Migas. - Salah satu contoh peraturan tentang produk pengolahan batubara adalah peraturan tentang DME. 2. Ringkasan hasil diskusi selama pelaksanaan FGD adalah sebagai berikut: Pemerintah, khususnya Ditjen Minerba mendukung penuh upaya percepatan komersialisasi teknologi pengolahan batubara di Indonesia. Permasalahan internal seperti regulasi yang belum memadai, akan diatur kemudian dan diusahakan investor tetap masuk. Oleh karena itu belum adanya regulasi seharusnya tidak menjadi penghambat dalam upaya komersialisasi teknologi pengolahan batubara di Indonesia. Koordinasi dan sosialisasi baik di tingkat pimpinan maupun di jajaran pelaksana diperlukan dalam rangka memudahkan investor untuk mengerti rejim Kementrian Perindustrian dan rejim Kementrian ESDM dalam hal pengusahaan teknologi pemanfaatan batubara di Indonesia. Perlu adanya pembahasan mengenai wacana tentang kurangnya waktu pengusahaan IUP jika hanya diberikan waktu 20 tahun dan kemungkinan perpanjangan 20 tahun yang kedua. Teknologi UCG memerlukan waktu yang lebih lama dari 40 tahun. Ada beberapa alternatif, antara lain membuat peraturan baru atau menyelaraskan yang di lapangan dengan peraturan yang berlaku. Pemenuhan konsumsi dalam negeri merupakan prioritas dari penyediaan sumber energi di Indonesia daripada dilakukan ekspor. Cadangan batubara dalam beberapa tahun ke depan akan sangat menurun sehingga mulai saat ini sebaiknya diatur atau dikoordinasikan bagaimana sebaiknya ijin penambangan diberikan khususnya kepada IUP-IUP mengingat hingga saat ini ada sekitar lebih dari 600 IUP yang menunggu ijin. VI-14

72 Pemerintah menginginkan adanya data tambang dalam minimal sekitar 400 meter di bawah tanah. Oleh karena itu saat ini pemerintah mewajibkan perusahaan melakukan bor dalam agar diperoleh data tersebut.. Masalah lingkungan harus menjadi perhatian di masa depan karena untuk pendanaan pun saat ini bank-bank sangat memperhatikan masalah lingkungan sebelum mengeluarkan dana. Risiko utama yang dihadapi oleh UCG adalah adanya kebocoran gas ke aquifer atau cadangan air di bawah tanah. Oleh karena itu sangat penting untuk melakukan mitigasi risiko tersebut. 3. Dari hasil FGD, dapat dihasilkan rumusan sebagai berikut: UU No 4/2009 merupakan dasar hukum yang kuat untuk mendorong pengusaha membangun pabrik pengolahan batubara dalam rangka mempercepat penerapan teknologi pemanfaatan dan peningkatan nilai tambah batubara di dalam negeri. Pada saat ini IUP OPK penjualan sudah diterbitkan hingga 600 buah dan ada 300 buah lainnya sedang dalam proses perijinan, sementara untuk IUP OPK pengolahan sama sekali belum ada satupun hingga kini. Salah satu alasan utama yang menjadi hambatan adalah masalah harga batubara dan belum adanya regulasi yang mengatur tentang perijinan investasi. Faktor utama yang berperan dalam keekonomian teknologi pengolahan batubara adalah masalah harga batubara. Saat ini sedang digodok tentang penentuan harga batubara untuk keperluan tertentu yang dapat diaplikasikan terhadap pengusahaan teknologi pemanfaatan batubara. Peraturan tersebut direncanakan merupakan peraturan dari Direktur Jenderal Mineral dan Batubara. Pada tanggal 8 November 2013 berdasarkan hasil rapat dengan Wamen ESDM telah disepakati hal-hal sebagai berikut : - Untuk pengolahan batubara, perijinannya berada pada wewenang rejim Ditjen Mineral dan Batubara - Untuk tata niaga dan spesifikasi standar mutu seluruh produk hasil konversi batubara, perijinannya berada pada wewenang rejim Ditjen Migas Pelaksanaan Percobaan Percobaan yang dilaksanakan di pilot plant CWM adalah dalam rangka konfirmasi kesiapan seluruh peralatan untuk melakukan kegiatan pembuatan CWM dan pembakaran CWM dengan bahan baku batubara bituminous. Hal ini perlu dilakukan karena sebelumnya peralatan pilot plant hanya digunakan untuk membuat CWM dan membakar CWM dengan bahan baku batubara hasil upgrading dari UBC. VI-15

73 Kegiatan yang dilakukan dalam percobaan di pilot plant adalah sebagai berikut : 1. Persiapan Peralatan. Untuk melaksanakan kegiatan pembuatan dan pembakaran CWM maka diperlukan peralatanperalatan yang siap pakai dan berfungsi dengan baik agar kegiatan dapat berjalan dengan baik. Peralatan yang digunakan dalam persiapan bahan CWM antara lain adalah : belt conveyor (transportasi batubara), hammer crusher (Pengecilan ukuran <1 cm), bucket elevator, roller mill (pengecilan ukuran sampai lolos 200 mesh), hopper storage (penampung), classifier dan blower. Peralatan yang digunakan dalam pembuatan CWM antara lain adalah ; screw conveyor (transportasi batubara halus), mixer (pembuatan slurry), tangki air, tangki aditif dan pompa (zat aditif, air), dan terakhir adalah tangki penyimpanan CWM. Sementara peralatan yang digunakan dalam pembakaran CWM terdiri atas; kompresor, burner, pompa CWM dan tungku pembakaran, blower. Skema rangkaian peralatan tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.3. Gambar 6.3 Skema peralatan pembuatan dan pembakaran CWM Gambar peralatan pilot plant CWM di Palimanan dapat dilihat pada Gambar 6.4. Gambar 6.4 Peralatan pembuatan CWM VI-16

74 Sementara itu, gambar kegiatan membersihkan peralatan crushing mill di pilot plant Palimanan dapat dilihat pada Gambar 6.5. Gambar 6.5 Kegiatan pembersihan crushing mill 2. Persiapan Bahan Bahan baku batubara yang dipergunakan dalam optimasi proses pembuatan dan pembakaran CWM, adalah batubara bituminous dengan karakteristik sebagai berikut : Nilai Kalor : 5,117 kcal/kg Volatile Matter : 52,99 % Inherent Moisture : 24,66 % Abu : 5,37 % Fixed Carbon : 16,98 % Dari ± 5 ton batubara yang digunakan sebagai bahan baku, kemudian digerus hingga ukuran kecil yaitu antara mesh. Penggerusan dengan crushing mill memerlukan waktu lama karena bahan baku dimasukkan dengan manual. Hasil penggerusan dimasukkan kedalam 54 buah drum. Dipersiapkan juga zat aditif CMC (Gambar 6.6) sebagai media untuk mempertahankan kestabilan CWM. Gambar 6.6 Aditif CMC VI-17

75 3. Pembuatan CWM Setelah batubara dikecilkan dan dihaluskan maka kemudian dicampur dengan zat aditif CMC sebanyak 0,5% (Umar dkk., 1997). Pengadukan batubara dan air dilakukan dalam 2 tahap, yaitu tahap pengadukan dan tahap homogenisasi. Pada tahap pengadukan (Gambar 6.7), batubara, air dan zat aditif dimasukkan ke dalam rotary mixer 1 dengan kapasitas 200 liter sehingga tercampur merata dengan kecepatan putar 3500 rpm. Selanjutnya pengadukan dilakukan dengan menggunakan rotary mixer 2 pada kecepatan 1000 rpm sampai semua batubara tercampur dengan sempurna. Kemudian diambil contoh CWM untuk dilakukan pengujian konsentrasi, viskositas dan sifat alirnya. Bagan alir proses pembuatan CWM dapat dilihat pada Gambar 6.8. Gambar 6.7 Kegiatan pengadukan Air Batubara 4. Proses Upgrading Batubara halus < 200 mesh Pencampuran Slurry Coal water fuel (CWM) Zat 5. aditif Gambar 6.8 Bagan alir pembuatan CWM VI-18

76 4. Pembakaran CWM Percobaan pembakaran CWM dilakukan menggunakan tungku pembakaran yang langsung dihubungkan dengan boiler. Pengamatan dilakukan dengan mengukur temperatur pembakaran awal dan penyalaan CWM, temperatur boiler, cerobong dan gas buang. Kegiatan pembakaran dapat dilihat pada Gambar 6.9. Gambar 6.9 Kegiatan pembakaran CWM 6.2. Pembahasan Dari hasil kegiatan yang telah dilakukan seperti diuraikan pada sub bab 5.1 serta dari studi literatur yang dilakukan maka dapat dihasilkan beberapa kajian terkait dengan upaya percepatan penerapan teknologi pemanfaatan batubara di Indonesia. Kajian yang dihasilkan adalah kajian keekonomian teknologi pemanfaatan batubara dan kajian kebijakan Kajian keekonomian Dalam rangka memasyarakatkan teknologi pemanfaatan batubara di Indonesia maka yang pertama perlu dilakukan adalah mengetahui kelayakan komersial teknologi tersebut agar seluruh pihak yang terkait yaitu pengusaha dan rakyat mendapatkan keuntungan. Pada kajian keekonomian ini difokuskan pada lima buah teknologi yaitu : VI-19

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR:2183 K/ 30/ MEM/ 2017 TENTANG PENETAPAN KEBUTUHAN DAN PERSENTASE MINIMAL

Lebih terperinci

MENTERI ENERGI DAN SUMBER CAVA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

MENTERI ENERGI DAN SUMBER CAVA MINERAL REPUBLIK INDONESIA MENTERI ENERGI DAN SUMBER CAVA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR: 1991 KJ30/MEM/2011 TENTANG PENETAPAN KEBUTUHAN DAN PERSENTASE MINIMAL PENJUALAN BATUBARA

Lebih terperinci

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAVA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR: 2934 Kl30/MEM/2012 TENTANG

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAVA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR: 2934 Kl30/MEM/2012 TENTANG MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAVA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR: 2934 Kl30/MEM/2012 TENTANG PENETAPAN KEBUTUHAN DAN PERSENTASE MINIMAL PENJUALAN BATUBARA

Lebih terperinci

PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A10911 TENTANG

PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A10911 TENTANG PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A10911 TENTANG PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN PT CITRA TOBINDO SUKSES PERKASA OLEH PT INDONESIA COAL RESOURCES I. LATAR BELAKANG 1.1 Pada tanggal 4 Mei

Lebih terperinci

MENTERI ENERGI DAN SUMSER DAYA MINERAL REPUBLlK INDONESIA

MENTERI ENERGI DAN SUMSER DAYA MINERAL REPUBLlK INDONESIA MENTERI ENERGI DAN SUMSER DAYA MINERAL REPUBLlK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR: 1604 K/30/MElq/2010 TENTANG PENETAPAN KEBUTUHAN DAN PERSENTASE MINIMAL PENJUALAN BATUBARA

Lebih terperinci

KAJIAN PERBANDINGAN PENGGUNAAN AKUABAT, MINYAK BERAT (MFO), DAN BATUBARA PADA PEMBANGKIT LISTRIK DI INDONESIA. Gandhi Kurnia Hudaya

KAJIAN PERBANDINGAN PENGGUNAAN AKUABAT, MINYAK BERAT (MFO), DAN BATUBARA PADA PEMBANGKIT LISTRIK DI INDONESIA. Gandhi Kurnia Hudaya KAJIAN PERBANDINGAN PENGGUNAAN AKUABAT, MINYAK BERAT (MFO), DAN BATUBARA PADA PEMBANGKIT LISTRIK DI INDONESIA Gandhi Kurnia Hudaya Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara Gandhi.kurnia@tekmira.esdm.go.id

Lebih terperinci

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR: 2360 K/30/MEM/2010 TENTANG PENETAPAN KEBUTUHAN DAN PERSENTASE MINIMAL PENJUALAN BATUBARA

Lebih terperinci

PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A12611

PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A12611 PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A12611 TENTANG PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN PT ASMIN BARA BRONANG DAN PT ASMIN BARA JAAN OLEH PT PAMAPERSADA NUSANTARA I. LATAR BELAKANG 1.1 Berdasarkan

Lebih terperinci

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAY A MINERAL NOMOR: 2901 K/30/MEM/2013 TENTANG

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAY A MINERAL NOMOR: 2901 K/30/MEM/2013 TENTANG MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAY A MINERAL NOMOR: 2901 K/30/MEM/2013 TENTANG PENETAPAN KEBUTUHAN DAN PERSENTASE MINIMAL PENJUALAN BATUBARA

Lebih terperinci

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR: 4023 K/30/MEM/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

Lebih terperinci

MENTERI ENERGll DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

MENTERI ENERGll DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA MENTER ENERGll DAN SUMBER DAYA MNERAL REPUBLK NDONESA KEPUTUSAN MENTER ENERG DAN SUMBER DAYA MNERAL NOMOR: 2360 K/30/MEM/2010 TENTANG PENETAPANKEBUTUHANDANPERSENTASEMNMAL PENJUALAN BATUBARA UNTUK KEPENTNGAN

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PENGUSAHAAN GAS SINTESIS BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKU PUPUK. Sujarwo

PENGEMBANGAN PENGUSAHAAN GAS SINTESIS BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKU PUPUK. Sujarwo PENGEMBANGAN PENGUSAHAAN GAS SINTESIS BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKU PUPUK Sujarwo Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara "tek-mira" sujarwo@tekmira.esdm.go.id S A R I Kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan tambang mineral lainnya, menyumbang produk domestik bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN. dengan tambang mineral lainnya, menyumbang produk domestik bruto (PDB) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Batubara menempati posisi strategis dalam perekonomian nasional. Penambangan batubara memiliki peran yang besar sebagai sumber penerimaan negara, sumber energi

Lebih terperinci

NERACA BAHAN BAKAR BATUBARA SAMPAI DENGAN TAHUN 2040

NERACA BAHAN BAKAR BATUBARA SAMPAI DENGAN TAHUN 2040 NERACA BAHAN BAKAR BATUBARA SAMPAI DENGAN TAHUN 2040 Oleh : M. Taswin Kepala Subdirektorat Perencanaan Produksi dan Pemanfaatan Mineral dan Batubara Jakarta, 23 Juni 2016 DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : TENTANG PENINGKATAN NILAI TAMBAH BATUBARA MELALUI KEGIATAN PENGOLAHAN BATUBARA

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : TENTANG PENINGKATAN NILAI TAMBAH BATUBARA MELALUI KEGIATAN PENGOLAHAN BATUBARA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : TENTANG PENINGKATAN NILAI TAMBAH BATUBARA MELALUI KEGIATAN PENGOLAHAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA

Lebih terperinci

Kekayaan Energi Indonesia dan Pengembangannya Rabu, 28 November 2012

Kekayaan Energi Indonesia dan Pengembangannya Rabu, 28 November 2012 Kekayaan Energi Indonesia dan Pengembangannya Rabu, 28 November 2012 Kebutuhan energi dunia terus mengalami peningkatan. Menurut proyeksi Badan Energi Dunia (International Energy Agency-IEA), hingga tahun

Lebih terperinci

KEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN

KEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN KEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN Disampaikan pada Diklat Evaluasi RKAB Perusahaan Pertambangan Batam, Juli 2011 Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (per-januari 2011). Menyebabkan cadangan minyak akan habis dalam

BAB I PENDAHULUAN. (per-januari 2011). Menyebabkan cadangan minyak akan habis dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cadangan minyak bumi di Indonesia diperkirakan 4,04 miliar barel (per-januari 2011). Menyebabkan cadangan minyak akan habis dalam 12,27 tahun mendatang (Dirjen Migas,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. panas yang berlangsung sangat lama. Proses pembentukan (coalification)

IV. GAMBARAN UMUM. panas yang berlangsung sangat lama. Proses pembentukan (coalification) IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Pertambangan Batubara Indonesia Batubara merupakan batuan hidrokarbon padat yang terbentuk dari tumbuhan dalam lingkungan bebas oksigen, serta terkena pengaruh tekanan dan panas yang

Lebih terperinci

FACT SHEET PENYERAHAN PENGHARGAAN PENILAIAN PRESTASI PENGELOLAAN KESELAMATAN DAN LINGKUNGAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA.

FACT SHEET PENYERAHAN PENGHARGAAN PENILAIAN PRESTASI PENGELOLAAN KESELAMATAN DAN LINGKUNGAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA. FACT SHEET PENYERAHAN PENGHARGAAN PENILAIAN PRESTASI PENGELOLAAN KESELAMATAN DAN LINGKUNGAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA 18 Mei 2017 A. KRITERIA PENILAIAN 1. Keselamatan Pertambangan Mineral dan Batubara

Lebih terperinci

AQUABAT SEBAGAI BAHAN BAKAR BOILER. Datin Fatia Umar

AQUABAT SEBAGAI BAHAN BAKAR BOILER. Datin Fatia Umar AQUABAT SEBAGAI BAHAN BAKAR BOILER Datin Fatia Umar Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara tekmira datinf@tekmira.esdm.go.id S A R I Aquabat adalah adalah campuran batubara halus,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tim Batubara Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tim Batubara Nasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tim Batubara Nasional Kelompok Kajian Kebijakan Mineral dan Batubara, Pusat Litbang Teknologi Mineral dan Batubara,

Lebih terperinci

LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA

LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA 2017 LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA BAB I: PELUANG DAN TANTANGAN INDUSTRI BATUBARA 1 1.1. PELUANG INDUSTRI BATUBARA 2 1.1.1. Potensi Pasar 2 Grafik 1.1. Prediksi Kebutuhan Batubara untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Sejak menaiknya harga minyak mentah dunia maupun harga gas alam sebagai sumber bahan bakar, seluruh upaya dilakukan untuk mencari dan mengembangkan alternatif sumber

Lebih terperinci

POTENSI BATUBARA DI SUMATERA SELATAN

POTENSI BATUBARA DI SUMATERA SELATAN POTENSI BATUBARA DI SUMATERA SELATAN Sumber batubara di Sumsel cukup besar sekitar 22,24 miliar ton (48% dari total sumber daya batubara di Indonesia) tersebar di 8 kabupaten yaitu Kab. Musi Banyuasin,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan minyak bumi dan gas alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan,

Lebih terperinci

TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH : PUTRI MERIYEN BUDI S

TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH : PUTRI MERIYEN BUDI S TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH NAMA : PUTRI MERIYEN BUDI S NIM : 12013048 JURUSAN : TEKNIK GEOLOGI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2015 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA

Lebih terperinci

LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA

LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA 2017 LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA BAB I: PELUANG DAN TANTANGAN INDUSTRI BATUBARA 1 1.1. PELUANG INDUSTRI BATUBARA 2 1.1.1. Potensi Pasar 2 Grafik 1.1. Prediksi Kebutuhan Batubara untuk

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Mineral. Batubara. Kebutuhan. Berjualan. Harga. Patokan. Pemasokan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Mineral. Batubara. Kebutuhan. Berjualan. Harga. Patokan. Pemasokan. No.546, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Mineral. Batubara. Kebutuhan. Berjualan. Harga. Patokan. Pemasokan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015 Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015 Yth. : Para Pimpinan Redaksi dan hadirin yang hormati;

Lebih terperinci

Insentif fiskal dan Instrument Pembiayaan untuk Pengembangan Energi Terbarukan dan Pengembangan Listrik Perdesaan

Insentif fiskal dan Instrument Pembiayaan untuk Pengembangan Energi Terbarukan dan Pengembangan Listrik Perdesaan Focus Group Discussion Pendanaan Energi Berkelanjutan Di Indonesia Jakarta, 20 Juni 2013 Insentif fiskal dan Instrument Pembiayaan untuk Pengembangan Energi Terbarukan dan Pengembangan Listrik Perdesaan

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN HILIRISASI INDUSTRI DALAM RANGKA MENCAPAI TARGET PERTUMBUHAN INDUSTRI NASIONAL

REPUBLIK INDONESIA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN HILIRISASI INDUSTRI DALAM RANGKA MENCAPAI TARGET PERTUMBUHAN INDUSTRI NASIONAL REPUBLIK INDONESIA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN HILIRISASI INDUSTRI DALAM RANGKA MENCAPAI TARGET PERTUMBUHAN INDUSTRI NASIONAL Jakarta, 12 Februari 2013 KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

Lebih terperinci

2015, No Sumber Daya Mineral tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan Serta Harga Gas Bumi; Mengingat : 1. Undang-Und

2015, No Sumber Daya Mineral tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan Serta Harga Gas Bumi; Mengingat : 1. Undang-Und No.1589, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Gas Bumi. Harga. Pemanfaatan. Penetapan Lokasi. Tata Cara. Ketentuan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Badak, dan kilang Tangguh. Ketiga kilang tersebut tersebar di berbagai pulau

IV. GAMBARAN UMUM. Badak, dan kilang Tangguh. Ketiga kilang tersebut tersebar di berbagai pulau IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Perkembangan Produksi Liquefied Natural Gas (LNG) LNG Indonesia diproduksi dari tiga kilang utama, yaitu kilang Arun, kilang Badak, dan kilang Tangguh. Ketiga kilang tersebut tersebar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LOW RANK COAL UNTUK SEKTOR KETENAGA LISTRIKAN

PEMANFAATAN LOW RANK COAL UNTUK SEKTOR KETENAGA LISTRIKAN PEMANFAATAN LOW RANK COAL UNTUK SEKTOR KETENAGA LISTRIKAN Di Prersentasikan pada : SEMINAR NASIONAL BATUBARA Hotel Grand Melia,, 22 23 Maret 2006 DJUANDA NUGRAHA I.W PH DIREKTUR PEMBANGKITAN DAN ENERGI

Lebih terperinci

LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA

LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA 2016 LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA 2016 Diterbitkan Oleh: PT. Indo Analisis Copyright @ 2016 DISCALIMER Semua informasi dalam Laporan Industri

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN PROSPEK PENGELOLAAN BATU BARA DI INDONESIA

KEBIJAKAN DAN PROSPEK PENGELOLAAN BATU BARA DI INDONESIA KEBIJAKAN DAN PROSPEK PENGELOLAAN BATU BARA DI INDONESIA Oleh: Daulat Ginting Perencana Madya Direktorat Jenderal Mineral, Batu Bara dan Panas Bumi Karakteristik Pertambangan Batu bara Ditinjau dari segi

Lebih terperinci

Laporan Akhir Kajian Ketercapaian Target DMO Batubara Sebesar 60% Produksi Nasional pada Tahun 2019

Laporan Akhir Kajian Ketercapaian Target DMO Batubara Sebesar 60% Produksi Nasional pada Tahun 2019 Laporan Akhir 1 Laporan Akhir Dokumen RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2015-2019 menargetkan peningkatan konsumsi batubara domestik hingga 60% produksi nasional atau 240 juta ton pada

Lebih terperinci

Hilirisasi Pembangunan Industri Berbasis Migas dan Batubara. Direktorat Industri Kimia Hulu Ditjen Industri Kimia, Tekstil dan Aneka 17 Februari 2016

Hilirisasi Pembangunan Industri Berbasis Migas dan Batubara. Direktorat Industri Kimia Hulu Ditjen Industri Kimia, Tekstil dan Aneka 17 Februari 2016 Hilirisasi Pembangunan Industri Berbasis Migas dan Batubara Direktorat Industri Kimia Hulu Ditjen Industri Kimia, Tekstil dan Aneka 17 Februari 2016 LATAR BELAKANG Dasar Hukum Undang-undang Nomor 3 Tahun

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN GASIFIKASI BATUBARA UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA DIESEL (PLTD) DUAL FUEL

PENGEMBANGAN GASIFIKASI BATUBARA UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA DIESEL (PLTD) DUAL FUEL PENGEMBANGAN GASIFIKASI BATUBARA UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA DIESEL (PLTD) DUAL FUEL Fahmi Sulistyohadi, Miftahul Huda, Slamet Suprapto, Bukin Daulay, Nurhadi, Ikin Sodikin, Iwan Rijwan, Dedy Yaskury,

Lebih terperinci

SOLUSI KEBIJAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN GAS DOMESTIK

SOLUSI KEBIJAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN GAS DOMESTIK SOLUSI KEBIJAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN GAS DOMESTIK OLEH : SATYA W YUDHA Anggota komisi VII DPR RI LANDASAN PEMIKIRAN REVISI UU MIGAS Landasan filosofis: Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya alam

Lebih terperinci

2016, No Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nom

2016, No Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nom No. 316, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Gas Bumi. Alokasi, Pemanfaatan dan Harga. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06

Lebih terperinci

Cara Pemesanan: Customer Support: Spesifikasi: Harga : Rp

Cara Pemesanan: Customer Support: Spesifikasi: Harga : Rp 2015 Copyright @ 2015 Spesifikasi: Tipe Laporan : Laporan Industri Terbit : April 2015 Halaman : 121 Format : Hardcopy (Book Full Colour) Softcopy (Data Grafik Excel) Harga : Rp 6.750.000 Cara Pemesanan:

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia masih belum dapat mencapai target pembangunan di bidang energi hingga pada tahun 2015, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri masih ditopang oleh impor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor utama penyebab meningkatnya kebutuhan energi dunia. Berbagai jenis

BAB I PENDAHULUAN. faktor utama penyebab meningkatnya kebutuhan energi dunia. Berbagai jenis BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Perningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi merupakan faktor utama penyebab meningkatnya kebutuhan energi dunia. Berbagai jenis industri didirikan guna memenuhi

Lebih terperinci

Prospek dan Tantangan Batubara Indonesia

Prospek dan Tantangan Batubara Indonesia Prospek dan Tantangan Batubara Indonesia Jeffrey Mulyono PESONA KHATULISTIWA NUSANTARA Seminar Himpunan Mahasiswa Teknik Pertambangan (HMTT) Universitas Trisakti Jakarta, 16 Juni 2015 Bahan Bakar Fosil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan listrik nasional, penyediaan tenaga listrik di

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan listrik nasional, penyediaan tenaga listrik di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam memenuhi kebutuhan listrik nasional, penyediaan tenaga listrik di Indonesia tidak hanya semata-mata dilakukan oleh PT PLN (Persero) saja, tetapi juga dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Saat ini hidrogen diproyeksikan sebagai unsur penting untuk memenuhi kebutuhan clean energy di masa depan. Salah satunya adalah fuel cell. Sebagai bahan bakar, jika hidrogen

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.4, 2009 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAMBANGAN. KETENTUAN-KETENTUAN POKOK. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

2 Dalam rangka pembangunan nasional khususnya pembangunan industri pengolahan dan pemurnian dalam negeri yang memerlukan investasi besar, perlu diberi

2 Dalam rangka pembangunan nasional khususnya pembangunan industri pengolahan dan pemurnian dalam negeri yang memerlukan investasi besar, perlu diberi TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PERTAMBANGAN. Usaha Pertambangan. Pelaksanaan. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 263) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA PERTAMBANGAN DALAM SISTEM PEMERINTAHAN NKRI (UUD 1945 & UU 32/2004) Kepemilikan (Mineral Right) BANGSA INDONESIA NEGARA Penyelenggaraan Penguasaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan Direktorat

Lebih terperinci

ANALISIS STOK BATUBARA DALAM RANGKA MENJAMIN KEBUTUHAN ENERGI NASIONAL. Oleh :

ANALISIS STOK BATUBARA DALAM RANGKA MENJAMIN KEBUTUHAN ENERGI NASIONAL. Oleh : ANALISIS STOK BATUBARA DALAM RANGKA MENJAMIN KEBUTUHAN ENERGI NASIONAL Oleh : Tim Analisis Stok Batubara Dalam Rangka Menjamin Kebutuhan Energi Nasional Drs. Triswan Suseno Drs. Jafril Nugroho W. Wibowo

Lebih terperinci

WILAYAH PERTAMBANGAN DALAM TATA RUANG NASIONAL. Oleh : Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral, Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi

WILAYAH PERTAMBANGAN DALAM TATA RUANG NASIONAL. Oleh : Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral, Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi WILAYAH PERTAMBANGAN DALAM TATA RUANG NASIONAL Oleh : Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral, Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi PENDAHULUAN Undang-Undang Dasar 1945 pada Pasal 33 telah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Batubara telah digunakan sebagai sumber energi selama beratus-ratus tahun dan telah diperdagangkan secara internasional mulai jaman Kekaisaran Romawi. Batubara tidak

Lebih terperinci

n.a n.a

n.a n.a 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan suatu bangsa memerlukan aspek pokok yang disebut dengan sumberdaya (resources) baik sumberdaya alam atau natural resources maupun sumberdaya manusia atau

Lebih terperinci

PROSES UBC. Gambar 1. Bagan Air Proses UBC

PROSES UBC. Gambar 1. Bagan Air Proses UBC Penulis: Datin Fatia Umar dan Bukin Daulay Batubara merupakan energi yang cukup andal untuk menambah pasokan bahan bakar minyak mengingat cadangannya yang cukup besar. Dalam perkembangannya, batubara diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sektor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sektor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan perekonomian Indonesia mengalami peningkatan dalam berbagai sektor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2012 sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di banyak tempat dan beberapa lokasi sesuai dengan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di banyak tempat dan beberapa lokasi sesuai dengan kebutuhan BAB I PENDAHULUAN Pertumbuhan jumlah pembangkit listrik di Indonesia merupakan akibat langsung dari kebutuhan listrik yang meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi, karena listrik merupakan energi

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Gasifikasi Batubara Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Gasifikasi Batubara Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar energi yang digunakan rakyat Indonesia saat ini berasal dari bahan bakar fosil yaitu minyak bumi, gas dan batu bara. Pada masa mendatang, produksi batubara

Lebih terperinci

KEBIJAKAN SUB SEKTOR MINERBA DI KALIMANTAN TENGAH

KEBIJAKAN SUB SEKTOR MINERBA DI KALIMANTAN TENGAH KEBIJAKAN SUB SEKTOR MINERBA DI KALIMANTAN TENGAH Disampaikan pada: Musyawarah Perencanaan Pembangunan Provinsi Kalimantan Tengah Palangkaraya, 5 April 2018 DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN

Lebih terperinci

KEEKONOMIAN GAS BAKAR HASIL PROSES UCG UNTUK ENERGI PEMBANGKIT LISTRIK. Gandhi Kurnia Hudaya dan Miftahul Huda

KEEKONOMIAN GAS BAKAR HASIL PROSES UCG UNTUK ENERGI PEMBANGKIT LISTRIK. Gandhi Kurnia Hudaya dan Miftahul Huda KEEKONOMIAN GAS BAKAR HASIL PROSES UCG UNTUK ENERGI PEMBANGKIT LISTRIK Gandhi Kurnia Hudaya dan Miftahul Huda Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara gandhi.kurnia@tekmira.esdm.go.id

Lebih terperinci

Soal-soal Open Ended Bidang Kimia

Soal-soal Open Ended Bidang Kimia Soal-soal Open Ended Bidang Kimia 1. Fuel cell Permintaan energi di dunia terus meningkat sepanjang tahun, dan menurut Proyek International Energy Outlook 2013 (IEO-2013) konsumsi energi dari 2010 sampai

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM REPUBLIK INDONESIA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM Bahan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Pada Acara Mandiri Investment Forum (MIF) 2015- Infrastructure: Executing The Plan KEMENTERIAN ENERGI

Lebih terperinci

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI MENUJU KEDAULATAN ENERGI DR. A. SONNY KERAF KOMISI VII DPR RI SEMINAR RENEWABLE ENERGY & SUSTAINABLE DEVELOPMENT IN INDONESIA : PAST EXPERIENCE FUTURE CHALLENGES JAKARTA, 19-20 JANUARI 2009 OUTLINE PRESENTASI

Lebih terperinci

PERUBAHAN ATAS PP NO. 23 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

PERUBAHAN ATAS PP NO. 23 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA PERUBAHAN ATAS PP NO. 23 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA NO PENJELASAN 1. Judul: Judul: PERATURAN PEMERINTAH PENJELASAN REPUBLIK INDONESIA ATAS NOMOR 23

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL KEBIJAKAN PENGENDALIAN PRODUKSI DAN DOMESTIC MARKET OBLIGATION Bahan Presentasi Pertemuan Bisnis Tahunan Buyer dan Produsen Batubara Tahun 2015 Oleh : M. Taswin Kepala Subdirektorat Perencanaan Produksi

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA KELOMPOK I KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA TOPIK : PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO DAN KIMIA MELALUI PENDEKATAN KLASTER KELOMPOK INDUSTRI HASIL HUTAN DAN PERKEBUNAN, KIMIA HULU DAN

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF PERTEMUAN TAHUNAN PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL 2010

RINGKASAN EKSEKUTIF PERTEMUAN TAHUNAN PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL 2010 RINGKASAN EKSEKUTIF PERTEMUAN TAHUNAN PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL 2010 Pertemuan Tahunan Pengelolaan Energi Nasional merupakan kegiatan rutin yang diselenggarakan oleh Pusat Data dan Informasi Energi dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pun kena dampaknya. Cadangan bahan tambang yang ada di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pun kena dampaknya. Cadangan bahan tambang yang ada di Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini dunia sedang dilanda krisis Energi terutama energi fosil seperti minyak, batubara dan lainnya yang sudah semakin habis tidak terkecuali Indonesia pun kena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sumber daya alam atau biasa disingkat SDA adalah sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dan kebutuhan hidup manusia agar hidup lebih sejahtera yang

Lebih terperinci

REALISASI INVESTASI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR TRIWULAN I TAHUN 2017

REALISASI INVESTASI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR TRIWULAN I TAHUN 2017 REALISASI INVESTASI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR TRIWULAN I TAHUN 2017 Terget realisasi investasi tahun 2017 ditetapkan pencapaianya sebesar Rp 34,97 triliun. Dengan rincian Rp 12,24 triliun untuk PMDN dan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN MINERAL DAN BATUBARA

KEBIJAKAN MINERAL DAN BATUBARA KEBIJAKAN MINERAL DAN BATUBARA Jakarta, 25 Januari 2017 DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN ENERI DAN SUMBER DAYA MINERAL DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN II. KEBIJAKAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN

Lebih terperinci

Berikut penataan regulasi yang disederhanakan/dicabut Jilid II oleh Kementerian ESDM (belum termasuk peraturan lain pada SKK Migas):

Berikut penataan regulasi yang disederhanakan/dicabut Jilid II oleh Kementerian ESDM (belum termasuk peraturan lain pada SKK Migas): Berikut penataan regulasi yang disederhanakan/dicabut Jilid II oleh Kementerian ESDM (belum termasuk peraturan lain pada SKK Migas): REGULASI (SEBELUM) REGULASI (SESUDAH) SUBSTANSI MIGAS = 7 1. Peraturan

Lebih terperinci

KEMAKMURAN, PENYELAMATAN SDA UNTUK KESEJAHTERAAN BERSAMA: PRAKTIK BAIK DAN AKSI KOLEKTIF

KEMAKMURAN, PENYELAMATAN SDA UNTUK KESEJAHTERAAN BERSAMA: PRAKTIK BAIK DAN AKSI KOLEKTIF KEMAKMURAN, PENYELAMATAN SDA UNTUK KESEJAHTERAAN BERSAMA: PRAKTIK BAIK DAN AKSI KOLEKTIF Oleh Dirjen Mineral dan Batubara DISAMPAIKAN DALAM INTERNATIONAL BUSINESS INTEGRITY CONFERENCE 2016 Jakarta, 17

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY PEMUTAKHIRAN DATA DAN NERACA SUMBER DAYA ENERGI TAHUN 2015

EXECUTIVE SUMMARY PEMUTAKHIRAN DATA DAN NERACA SUMBER DAYA ENERGI TAHUN 2015 EXECUTIVE SUMMARY PEMUTAKHIRAN DATA DAN NERACA SUMBER DAYA ENERGI TAHUN 2015 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor energi memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan nasional, terutama dalam

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENETAPAN WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN DAN SISTEM INFORMASI WILAYAH PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

Lebih terperinci

Pendahuluan. Distribusi dan Potensi. Kebijakan. Penutup

Pendahuluan. Distribusi dan Potensi. Kebijakan. Penutup Pendahuluan Distribusi dan Potensi Kebijakan Penutup STRUKTUR ORGANISASI DESDM MENTERI Lampiran PERMEN ESDM Nomor : 0030 Tahun 2005 Tanggal : 20 Juli 2005 INSPEKTORAT JENDERAL SEKRETARIAT JENDERAL ITJEN

Lebih terperinci

INDONESIAN 2050 PATHWAYS CALCULATOR SEKTOR PASOKAN ENERGI: PRODUKSI BATUBARA, MINYAK DAN GAS BUMI. Sekretariat Badan Litbang ESDM 2

INDONESIAN 2050 PATHWAYS CALCULATOR SEKTOR PASOKAN ENERGI: PRODUKSI BATUBARA, MINYAK DAN GAS BUMI. Sekretariat Badan Litbang ESDM 2 INDONESIAN 2050 PATHWAYS CALCULATOR SEKTOR PASOKAN ENERGI: PRODUKSI BATUBARA, MINYAK DAN GAS BUMI Andriani Rahayu 1 dan Maria Sri Pangestuti 2 1 Sekretariat Badan Litbang ESDM 2 Indonesian Institute for

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK Insider Forum Series Indonesia Energy Roadmap 2017 2025 Jakarta, 25 Januari 2017 I Kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tentang Minyak dan Gas Bumi, industri migas terdiri dari usaha inti (core business)

BAB I PENDAHULUAN. Tentang Minyak dan Gas Bumi, industri migas terdiri dari usaha inti (core business) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi, industri migas terdiri dari usaha inti (core business) minyak dan gas serta

Lebih terperinci

Materi Paparan Menteri ESDM Strategi dan Implementasi Program MW: Progres dan Tantangannya

Materi Paparan Menteri ESDM Strategi dan Implementasi Program MW: Progres dan Tantangannya Materi Paparan Menteri ESDM Strategi dan Implementasi Program 35.000 MW: Progres dan Tantangannya Bandung, 3 Agustus 2015 Kementerian ESDM Republik Indonesia 1 Gambaran Umum Kondisi Ketenagalistrikan Nasional

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Batubara merupakan bahan galian yang strategis dan salah satu bahan baku energi

BAB 1 PENDAHULUAN. Batubara merupakan bahan galian yang strategis dan salah satu bahan baku energi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batubara merupakan bahan galian yang strategis dan salah satu bahan baku energi nasional yang mempunyai peran yang besar dalam pembangunan nasional. Informasi mengenai

Lebih terperinci

NO PENGGUNA KEGUNAAN NO_SURAT LUAS

NO PENGGUNA KEGUNAAN NO_SURAT LUAS IZIN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN UNTUK OPERASI PRODUKSI DAN NON TAMBANG PROVINSI KALIMANTAN TIMUR (AKTIF S/D OKTOBER 2016) 1 Kelian Equatorial Mining, PT Pertambangan Emas S.002/KWL/PTGH-3/1992 6,750.00

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS KEBIJAKAN FIT (FEED IN TARIFF) ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DI INDONESIA. Nanda Avianto Wicaksono dan Arfie Ikhsan Firmansyah

EFEKTIVITAS KEBIJAKAN FIT (FEED IN TARIFF) ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DI INDONESIA. Nanda Avianto Wicaksono dan Arfie Ikhsan Firmansyah EFEKTIVITAS KEBIJAKAN FIT (FEED IN TARIFF) ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DI INDONESIA Nanda Avianto Wicaksono dan Arfie Ikhsan Firmansyah Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Metanol dari Low Rank Coal Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Metanol dari Low Rank Coal Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Metanol sangat dibutuhkan dalam dunia industry, karena banyak produk yang dihasilkan berbahan metanol. Metanol digunakan oleh berbagai industri seperti industri plywood,

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Laporan Perkembangan Deregulasi 2015

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Laporan Perkembangan Deregulasi 2015 Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Laporan Perkembangan Deregulasi 2015 Jakarta, 22 September 2015 A. RPP Tempat Penimbunan Berikat, (D1) B. RPP Perubahan PP Nomor 23 Tahun 2010, (F3) C. RPerpres

Lebih terperinci

KODE : F2.39. Pemanfaatan Batubara Peringkat Rendah Untuk Membuat Semi-Kokas Dengan Penambahan Bahan Hidrokarbon

KODE : F2.39. Pemanfaatan Batubara Peringkat Rendah Untuk Membuat Semi-Kokas Dengan Penambahan Bahan Hidrokarbon KODE : F2.39 Pemanfaatan Batubara Peringkat Rendah Untuk Membuat Semi-Kokas Dengan Penambahan Bahan Hidrokarbon Peneliti/Perekayasa: Ir. Darmawan, MSc Ir. Trisaksono BP, MEng Iman, ST,MT Fusia Mirda Yanti,S.Si

Lebih terperinci

INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI TERPILIH

INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI TERPILIH INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI TERPILIH Februari 21 Pada Februari 21, seluruh indikator aktivitas ekonomi migas dan non migas terpilih mengalami pertumbuhan tahunan yang positif dengan pertumbuhan tertinggi

Lebih terperinci

TINJAUAN KRITIS TERHADAP KEBIJAKAN BATUBARA NASIONAL (KBN) Oleh: Jeffrey Mulyono Ketua Umum APBI-ICMA

TINJAUAN KRITIS TERHADAP KEBIJAKAN BATUBARA NASIONAL (KBN) Oleh: Jeffrey Mulyono Ketua Umum APBI-ICMA TINJAUAN KRITIS TERHADAP KEBIJAKAN BATUBARA NASIONAL (KBN) - 2003 Oleh: Jeffrey Mulyono Ketua Umum APBI-ICMA Gran Melia Jakarta, 22 Maret 2006 LINGKUP PAPARAN 1. PENDAHULUAN: 2. MAIN FEATURES KBN: a. Mengapa

Lebih terperinci

HASIL PEMERIKSAAN BPK ATAS KETEPATAN SASARAN REALISASI BELANJA SUBSIDI ENERGI (Tinjauan atas subsidi listrik)

HASIL PEMERIKSAAN BPK ATAS KETEPATAN SASARAN REALISASI BELANJA SUBSIDI ENERGI (Tinjauan atas subsidi listrik) HASIL PEMERIKSAAN BPK ATAS KETEPATAN SASARAN REALISASI BELANJA SUBSIDI ENERGI (Tinjauan atas subsidi listrik) Pendahuluan Dalam delapan tahun terakhir (2005-2012) rata-rata proporsi subsidi listrik terhadap

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Minyak dan Gas Bumi merupakan sumber

Lebih terperinci

Boks.1 MODEL PENGELOLAAN PERTAMBANGAN BATUBARA YANG BERKELANJUTAN

Boks.1 MODEL PENGELOLAAN PERTAMBANGAN BATUBARA YANG BERKELANJUTAN Boks.1 MODEL PENGELOLAAN PERTAMBANGAN BATUBARA YANG BERKELANJUTAN PENDAHULUAN Menurut Bank Dunia, Indonesia merupakan salah satu negara penting dalam bidang pertambangan. Hal ini ditunjukkan oleh fakta

Lebih terperinci