PERENCANAAN JALAN TAMBANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERENCANAAN JALAN TAMBANG"

Transkripsi

1 PERENCANAAN JALAN TAMBANG 1. PENDAHULUAN Setiap operasi penambangan memerlukan jalan tambang sebagai sarana infrastruktur yang vital di dalam lokasi penambangan dan sekitar-nya. Jalan tambang berfungsi sebagai penghubung lokasi-lokasi penting, antara lain lokasi tambang dengan area crushing plant, pengolahan bahan galian, perkantoran, perumahan karyawan dan tempat-tempat lain di wilayah penambangan. Konstruksi jalan tambang secara garis besar sama dengan jalan angkut di kota. Perbedaan yang khas terletak pada permukaan jalannya (road surface) yang jarang sekali dilapisi oleh aspal atau beton seperti pada jalan angkut di kota, karena jalan tambang sering dilalui oleh peralatan mekanis yang memakai crawler track, misalnya bulldozer, excavator, crawler rock drill (CRD), track loader dan sebagainya. Untuk membuat jalan angkut tambang diperlukan bermacam-macam alat mekanis, antara lain: bulldozer yang berfungsi antara lain untuk pembersihan lahan dan pembabatan, perintisan badan jalan, potong-timbun, perataan dll; alat garu (roater atau ripper) untuk membantu pembabatan dan meng-atasi batuan yang agak keras; alat muat untuk memuat hasil galian yang volumenya besar; alat angkut untuk mengangkut hasil galian tanah yang tidak diperlukan dan membuangnya di lokasi penimbunan; motor grader untuk meratakan dan merawat jalan angkut; alat gilas untuk memadatkan dan mempertinggi daya dukung jalan; Seperti halnya jalan angkut di kota, jalan angkut di tambang pun harus dilengkapi penyaliran (drainage) yang ukurannya memadai. Sistem penyaliran harus mampu menampung air hujan pada kondisi curah hujan yang tinggi dan harus mampu pula mengatasi luncuran partikelpartikel kerikil atau tanah pelapis permukaan jalan yang terseret arus air hujan menuju penyaliran. Apabila jalan tambang melalui sungai atau parit, maka harus dibuat jembatan yang konstruksinya mengikuti persyaratan yang biasa diterapkan pada konstruksi jembatan umum di jalan kota. Parit yang dilalui jalan tambang mungkin dapat diatasi dengan pemasangan gorong-gorong (culvert), kemudian dilapisi oleh campuran tanah dan batu sampai pada ketinggian jalan yang dikehendaki. 2. GEOMETRI JALAN ANGKUT Fungsi utama jalan angkut secara umum adalah untuk menunjang kelancaran operasi penambangan terutama dalam kegiatan pengangkutan. Medan berat yang mungkin terdapat disepanjang rute jalan tambang harus diatasi dengan mengubah rancangan jalan untuk meningkatkan aspek manfaat dan keselamatan kerja. Apabila perlu dibuat terowongan (tunnel) atau jembatan, maka cara pembuatan dan konstruksinya harus mengikuti aturan-aturan teknik sipil yang berlaku. Lajur jalan di dalam terowongan atau jembatan umumnya cukup satu dan alat angkut atau kendaraan yang akan melewatinya masuk secara bergantian. Pada kedua pintu terowongan ditugaskan penjaga (Satpam) yang mengatur kendaraan masuk secara bergiliran, terutama bila terowongan cukup panjang. Geometri jalan angkut yang harus diperhatikan sama seperti jalan raya pada umumnya, yaitu: (1) lebar jalan angkut, (2) jari-jari tikungan dan super- elevasi, (3) kemiringan jalan, dan (4) cross slope. Alat angkut atau truk-truk tambang umumnya berdimensi lebih lebar, panjang dan lebih berat dibanding kendaraan angkut yang bergerak di jalan raya. Oleh sebab itu, geometri jalan harus sesuai dengan dimensi alat angkut yang digunakan agar alat angkut tersebut dapat bergerak leluasa pada kecepatan normal dan aman LEBAR JALAN ANGKUT Jalan angkut yang lebar diharapkan akan membuat lalulintas pengangkutan lancar dan aman. Namun, karena keterbatasan dan kesulitan yang muncul di lapangan, maka lebar jalan minimum harus diperhitungan dengan cermat. Perhitungan lebar jalan angkut yang lurus dan belok (tikungan) berbeda, karena pada posisi membelok kendaraan akan membutuhkan ruang gerak 1

2 yang lebih lebar akibat jejak ban depan dan belakang yang ditinggalkan di atas jalan melebar. Di samping itu, perhitungan lebar jalan pun harus mempertimbangkan jumlah lajur, yaitu lajur tunggal untuk jalan satu arah atau lajur ganda untuk jalan dua arah. Lebar jalan angkut pada jalan lurus Lebar jalan minimum pada jalan lurus dengan lajur ganda atau lebih, menurut Aasho Manual Rural High Way Design, harus ditambah dengan setengah lebar alat angkut pada bagian tepi kiri dan kanan jalan (lihat Gambar 1). Dari ketentuan tersebut dapat digunakan cara sederhana untuk menentukan lebar jalan angkut minimum, yaitu menggunakan rule of thumb atau angka perkiraan seperti terlihat pada Tabel 1, dengan pengertian bahwa lebar alat angkut sama dengan lebar lajur. JUMLAH LAJUR TRUCK Tabel 1 Lebar Jalan Angkut Minimum PERHITUNGAN LEBAR JALAN ANGKUT MIN (2 x ½ ) 2, (3 x ½ ) 3, (4 x ½ ) 5, (5 x ½ ) 6,50 Dari kolom perhitungan pada Tabel 1 dapat ditetapkan rumus lebar jalan angkut minimum pada jalan lurus. Seandainya lebar kendaraan dan jumlah lajur yang direncanakan masingmasing adalah Wt dan n, maka lebar jalan angkut pada jalan lurus dapat dirumuskan sebagai berikut: L min = n.wt + (n + 1) (½.Wt).(1) di mana : L min n Wt = lebar jalan angkut minimum, m = jumlah lajur = lebar alat angkut, m Dengan demikian, apabila lebar truck 773D-Caterpillar antara dua kaca spion kiri-kanan 5,076 m, maka lebar jalan lurus minimum dengan lajur ganda adalah sebagai berikut: = n.wt + (n + 1) (½.Wt) L min = 2 (5,076) + (3) (½ x 5,076) = 17,77 m 18 m 2

3 CATERPILLAR Tanggul Parit 1/2 Wt Wt 1/2 Wt Wt 1/2 Wt L min Gambar 1. Lebar Jalan Angkut Dua Lajur Pada Jalan Lurus Lebar jalan angkut pada belokan Lebar jalan angkut pada belokan atau tikungan selalu lebih besar daripada lebar jalan lurus. Untuk lajur ganda, maka lebar jalan minimum pada belokan didasarkan atas: Lebar jejak ban; Lebar juntai atau tonjolan (overhang) alat angkut bagian depan dan belakang pada saat membelok; Jarak antar alat angkut atau kendaraan pada saat bersimpangan; Jarak dari kedua tepi jalan. Dengan menggunakan ilustrasi pada Gambar 2 dapat dihitung lebar jalan minimum pada belokan, yaitu seperti terlihat di bawah ini: di mana : W min = lebar jalan angkut minimum pada belokan, m U = lebar jejak roda (center to center tires), m Fa = lebar juntai (overhang) depan, m Fb = lebar juntai belakang, m Z = lebar bagian tepi jalan, m C = jarak antar kendaraan (total lateral clearance), m Misalnya akan dihitung lebar jalan membelok untuk dua lajur truck 773D-Caterpillar. Lebar sebuah ban pada kondisi bermuatan dan bergerak pada jalan lurus adalah 0,70 m. Jarak antara dua pusat ban 3,30 m. Pada saat membelok meninggalkan jejak di atas jalan selebar 0,80 m untuk ban depan dan 1,65 m untuk ban belakang. Bila jarak antar truck sekitar 4,50 m, maka lebar jalan membelok adalah sebagai berikut: 3

4 Z U Fa Fb Fa W Fb U Z Gambar 2. Lebar Jalan Angkut Dua Lajur Pada Belokan 2.2. JARI JARI TIKUNGAN DAN SUPERELEVASI Pada saat kendaraan melalui tikungan atau belokan dengan kecepatan tertentu akan menerima gaya sentrifugal yang menyebabkan kendaraan tidak stabil. Untuk mengimbangi gaya sentrifugal tersebut, perlu dibuat suatu kemiringan melintang ke arah titik pusat tikungan yang disebut superelevasi (e). Gaya gesek (friksi) melintang yang cukup berarti antara ban dengan permukaan jalan akan terjadi pada daerah superelevasi. Implementasi matematisnya berupa koefisien gesek melintang (f) yang merupakan per-bandingan antara besar gaya gesek melintang dengan gaya normal. Jari-jari tikungan Jari-jari tikungan jalan angkut berhubungan dengan konstruksi alat angkut yang digunakan, khususnya jarak horizontal antara poros roda depan dan belakang. Gambar 3 memperlihatkan jari-jari lingkaran yang dijalani oleh roda belakang dan roda depan berpotongan di pusat C dengan besar sudut sama dengan sudut penyimpangan roda depan. Dengan demikian jari-jari belokan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: di mana : R = jari-jari belokan jalan angkut, m W = jarak poros roda depan dan belakang, m β = sudut penyimpangan roda depan, Namun, rumus di atas merupakan perhitungan matematis untuk mendapatkan lengkungan belokan jalan tanpa mempertimbangkan faktor-faktor kecepatan alat angkut, gesekan roda ban dengan permukaan jalan dan superelevasi. Apabila ketiga faktor tersebut diperhitungkan, maka rumus jari-jari tikungan menjadi sebagai berikut: 4

5 W β R β C Gambar 3. Sudut Maksimum Penyimpangan Kendaraan Di mana V, e, f dan D masing-masing adalah kecepatan (km/jam), super-elevasi (%), koefisien gesek melintang dan besar derajat lengkung. Agar terhindar dari kemungkinan kecelakaan, maka untuk kecepatan tertentu dapat dihitung jari-jari minimum untuk superelevasi maksimum dan koefisien gesek maksimum. V R adalah kecepatan kendaraan rencana dan hubungannya e mak dan f mak terlihat pada Gambar 4, dimana titik-titik 1, 2 dan 3 pada kurva tersebut adalah harga emak 6%, 8% dan 10%. Untuk pertimbangan perencanaan, digunakan e max = 10%. Dengan menggunakan rumus (5) dapat dihitung jari-jari tikungan minimal (R min ) untuk variasi V R dengan konstanta e max = 10% serta harga f max sesuai kurva pada Gambar 4. Hasil perhitungan terlihat pada Tabel 2. Tabel 2 Jari-Jari Tikungan Minimum Untuk e mak = 10% V R, km/jam R min, m

6 0,20 Koefisien gesek melintang (f) 0,18 0,16 0,14 0,12 0,10 0, Kecepatan (V R ), km/jam Gambar 4. Kurva Koefisien Gesek Untuk e max 6%, 8% dan 10% (menurut AASHTO) Bentuk busur lengkungan pada tikungan Badan jalan secara horizontal dapat terbagi dua bagian, yaitu: bagian yang lurus dan bagian yang melengkung. Rancangan pada kedua bagian tersebut berbeda, baik ditinjau dari konsistensi lebar jalannya maupun bentuk potongan melintangnya. Yang perlu diperhatikan dalam merancang bagian jalan yang lurus adalah harus mempunyai panjang maksimum yang dapat ditempuh dalam tempo sekitar 2,50 menit dengan pertimbangan keselamatan pengemudi akibat kelelahan. Sedangkan pada bagian yang melengkung, biasanya digunakan dua jenis rancangan, yaitu: (a) Tikungan berbentuk lingkaran (FC) Tikungan berbentuk lingkaran artinya bahwa diantara bentuk badan jalan yang lurus terdapat tikungan yang lengkungannya dirancang cukup dengan sebuah jari-jari saja. Bentuk tikungan FC ini biasanya dirancang untuk tikungan yang besar, sehingga tidak terjadi perubahan panjang jari-jari (R ) sampai ke bentuk jalan yang lurus berikutnya. PI T E TS L ST R ½ ½ R O Gambar 5. Komponen-komponen Tikungan FC Parameter-parameter yang ditetapkan di dalam merancang tikungan FC meliputi kecepatan (km/jam), sudut diukur dari Gambar( ) dan jari-jari (m). Sedangkan panjang T, E dan L (lihat Gambar 5) dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: 6

7 T = R tan ½.(8) E = T tan ¼..(9) L = 0,01744 R (10) Batasan yang dipakai di Indonesia dengan menggunakan tikungan bentuk lingkaran (FC) adalah sebagai berikut: Tabel 3 Batas Tikungan Bentuk FC V R, km/jam R min, m (b) Tikungan berbentuk Spiral Lingkaran Spiral (S-C-S) Tikungan S-C-S dirancang apabila jari-jari lingkarannya terlalu kecil dari harga pada Tabel 3, sehingga diperlukan lengkungan peralihan. Lengkungan peralihan tersebut dinamakan spiral yang berfungsi sebagai penghubung antara bagian jalan yang lurus dengan bentuk lingkaran. Panjang lengkung peralihan (spiral) diperhitungkan dengan mempertimbangkan perubahan gaya sentrifugal dari nol (pada bagian lurus) sampai bentuk lingkaran yang besarnya adalah: Harga Ls dihitung menurut rumus Modifikasi Shortt sebagai berikut: di mana : L s V R R C e = panjang lengkung spiral, m = kecepatan rencana, km/jam = jari-jari lingkaran, m = perubahan percepatan, 0,3 1,0 m/det³ disarankan 0,4 m/det³ = superelevasi, m/m Dari Gambar 6 terlihat bahwa TS-SC atau CS-ST adalah panjang lengkung spiral atau peralihan (L s ), sedangkan SC-CS adalah lengkung lingkaran dengan jari-jari R c (L c ). Dengan demikian panjang tikungan adalah: L tot = 2 Ls + Lc (13) Parameter-parameter lain yang terdapat pada Gambar 6 dapat diterangkan sebagai berikut: 7

8 PI Ts Es Xs Ys SC CS k p TS Rc θs θs θs Rc ST O Gambar 6. Komponen-komponen Tikungan S-C-S Xs Ys Ts TS SC Es θs Rc p k = absis titik SC pada garis singgung jarak dari titik TS ke SC (jarak l lurus dari garis lengkung peralihan). = ordinat titik SC pada garis tegak lurus garis singgung (jarak tegak l lurus ke titik SC pada garis lengkung peralihan). = panjang garis singgung dari titik PI ke titik TS atau ke titik ST. = titik antara garis lurus (singgung) dan spiral. = titik antara spiral dan lingkaran. = jarak dari PI ke busur lingkaran. = sudut lengkung spiral. = jari-jari lingkaran. = pergeseran garis singgung terhadap spiral. = absis dari p pada garis singgung spiral. Rumus-rumus yang digunakan adalah: 8

9 Superelevasi Pada jalan yang membelok, badan jalan dimiringkan ke arah titik pusat belokan yang disebut superelevasi. Superelevasi berhubungan erat dengan jari-jari belokan, kecepatan kendaraan dan perubahan kecepatan (0,40 m/det³) seperti terlihat pada persamaan (12). Superelevasi dicapai secara bertahap dari kemiringan normal pada bagian jalan yang lurus sampai ke kemiringan penuh (superelevasi) pada bagian jalan yang lengkung (Gambar 7). Gambar 7. Perubahan Kemiringan Melintang pada Tikungan Pada tikungan tipe S-C-S, pencapaian superelevasi dilakukan secara linear dari bentuk normal sampai titik TS kemudian awal lengkung peralihan sepanjang Ls dan akhirnya sampai pada superelevasi penuh sepanjang Lc. Sedangkan pada tikungan tipe FC, pencapaian superelevasi dilakukan secara linear, diawali dari bagian lurus sepanjang 2/3 LS sampai dengan bagian lingkaran penuh 1/3 Ls. Metoda untuk mencapai superelevasi yaitu dengan membuat diagram superelevasi, baik untuk tikungan tipe FC maupun S-C-S seperti terlihat pada Gambar 7.a dan Gambar 7.b. Kemiringan melintang atau kelandaian pada penampang jalan diantara tepi perkerasan luar dan sumbu jalan sepanjang lengkung peralihan disebut landai relatif. Harga landai relatif disesuaikan dengan kecepatan rencana (V R ) dan jumlah lajur yang tersedia. Persamaan (22) dipakai untuk menghitung landai relatif dan Tabel 4 merupakan hasil perhitungan landai relatif dengan variasi kecepatan. 9

10 di mana : 1/m = landai relatif, % e = superelevasi, m/m = kemiringan melintang normal, m/m B = lebar lajur, m Ls = panjang lengkung peralihan, m (gunakan rumus 12) Tabel 4 Landai Relatif Maksimum (untuk 2/2TB) V R, km/jam Kemiringan Maksimum 1/50 1/75 1/100 1/115 1/125 1/150 10

11 BAGIAN LURUS TC BAGIAN LENGKUNG PENUH Lc BAGIAN LURUS CT 2/3 Ls 1/3 Ls sisi luar tikungan e mak e = 0% ormal sisi dalam tikungan e = 0% e = 0% e mak e mak a. Tikungan tipe FC BAGIAN LURUS BAGIAN LENGKUNG PERALIHAN Ls BAGIAN LENGKUNG PENUH Lc BAGIAN LENGKUNG PERALIHAN Ls BAGIAN LURUS TS SC sisi luar tikungan CS e mak e = 0% ormal sisi dalam tikungan e = 0% e = 0% e mak e mak b. Tikungan tipe S-C-S Gambar 8. Diagram Pencapaian Superelevasi 2.3. KEMIRINGAN JALAN ANGKUT Kemiringan jalan berhubungan langsung dengan kemampuan alat angkut baik dalam pengereman maupun dalam mengatasi tanjakan. Kemiringan jalan umumnya dinyatakan dalam persen (%). Kemiringan jalan maksimum yang dapat dilalui dengan baik oleh alat angkut truck berkisar antara 10% 15% atau sekitar 6 8,50. Akan tetapi untuk jalan naik atau turun pada lereng bukit lebih aman bila kemiringan jalan maksimum sekitar 8% (= 4,50 ). Tabel 5 memperlihatkan kemiringan atau kelandaian maksimum pada kecepatan truck yang bermuatan penuh di jalan raya mampu bergerak dengan kecepatan tidak kurang dari separuh kecepatan semula tanpa harus menggunakan gigi rendah. 11

12 Tabel 5 Kemiringan Maksimum Vs Kecepatan (data dari Bina Marga 1) V R, km/jam < 40 Kemiringan Maks, % Gambar 9. Perbandingan Satuan Kemiringan Pada jalan mendaki juga diperlukan adanya panjang kemiringan (kelandaian) kritis, yaitu suatu jarak maksimum agar pengurangan kecepatan kendaraan tidak lebih dari separuh V R. Lama perjalanan pada jarak kritis tidak lebih dari 1 menit. Tabel 6 Jarak Miring Kritis (meter), data dari Bina Marga 2) Kecepatan pada awal Kemiringan, % tanjakan km/ jam km/ jam CROSS SLOPE Cross slope adalah sudut yang dibentuk oleh dua sisi permukaan jalan terhadap bidang horizontal. Pada umumnya jalan angkut mem-punyai bentuk penampang melintang cembung (lihat Gambar 8). Dibuat demikian dengan tujuan untuk memperlancar penyaliran. Apabila turun hujan atau sebab lain, maka air yang ada pada permukaan jalan akan segera mengalir ke tepi jalan angkut, tidak berhenti dan mengumpul pada permukaan jalan. Hal ini penting karena air yang menggenang pada permukaan jalan angkut akan membahayakan kendaraan yang lewat dan mempercepat kerusakan jalan. 12

13 b α a a KETERANGAN : 1 Permukaan jalan angkut a Jarak horizontal 2 Bidang horizontal b Tinggi vertikal pada poros memanjang jalan α Cross slope Gambar 10. Penampang Melintang Jalan Angkut Angka cross slope dinyatakan dalam perbandingan jarak vertikal (b) dan horizontal (a) dengan satuan mm/m atau m/m (lihat rumus 22). Jalan angkut yang baik memiliki cross slope antara 1/50 sampai 1/25 atau 20 mm/m sampai 40 mm/m. 3. PERKERASAN JALAN ANGKUT Perkerasan jalan adalah konstruksi yang dibangun di atas lapisan tanah dasar (sub-grade) yang berfungsi untuk menopang beban lalulintas. Jenis konstruksi perkerasan jalan pada umumnya ada tiga jenis, yaitu: (1) perkerasan lentur (flexible pavement), (2) perkerasan kaku (rigid pavement), dan (3) perkerasan kombinasi lentur-kaku (composite pavement). Perkerasan jalan angkut harus cukup kuat untuk menahan berat kendaraan dan muatan yang melaluinya, dan permukaan jalannya harus dapat menahan gesekan roda kendaraan, pengaruh air permukaan atau air limpasan (run off water) dan hujan. Bila perkerasan jalan tidak kuat menahan beban kendaraan, maka jalan tersebut akan mengalami penurunan dan pergeseran, baik pada bagian perkerasan jalan itu sendiri maupun pada tanah dasarnya (sub-grade), sehingga akan menyebabkan jalan ber-gelombang, berlubang dan bahkan bisa rusak berat. Bila perkerasan permukaan jalan (road surface) rapuh terhadap gesekan ban atau aliran air, maka akan mengalami kerusakan yang pada mulanya terjadi lubang-lubang kecil, lama kelamaan menjadi besar, dan akhirnya rusak berat. Tujuan utama perkerasan jalan angkut adalah untuk membangun dasar jalan yang mampu menahan beban pada poros roda yang diteruskan melalui lapisan fondasi, sehingga tidak melampaui daya dukung tanah dasar (sub-grade). Dengan demikian perkerasan jalan angkut dipengaruhi oleh faktor-faktor kepadatan lalulintas, sifat fisik dan mekanik bahan (material) yang digunakan, dan daya dukung tanah dasar EVALUASI LAPISAN TANAH DASAR (SUB-GRADE) Daya dukung lapisan tanah dasar merupakan bagian yang sangat penting di dalam merencanakan tebal lapisan perkerasan jalan. Oleh sebab itu evaluasi lapisan sub-grade diarahkan untuk memperoleh suatu estimasi harga atau ukuran daya dukung tanah yang caranya dapat dilakukan di lapangan atau di laboratorium mekanika tanah. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan di dalam mengestimasi ukuran kekuatan daya dukung lapisan tanah dasar antara lain: kadar air, kepadatan (compaction), perubahan kadar air selama usia pelayanan, variabilitas tanah dasar, ketebalan lapisan perkerasan total yang dapat diterima oleh lapisan lunak yang ada di bawah lapisan tanah dasar. Adapun cara pengukuran daya dukung lapisan sub-grade dapat dilakukan dengan pengujian California Bearing Ratio (CBR), Parameter Elastis dan Modulus Reaksi Tanah Dasar (k). Ketiga pengujian tersebut umumnya dilaksanakan di laboratorium mekanika tanah dengan mengikuti prodesur standardisasi yang ditetapkan oleh ASTM, AASHTO, SNI dan lain-lain. 13

14 Yang sering digunakan dalam perkerasan jalan tambang adalah pengujian CBR yang dikembangkan oleh California State High-way Department. Hasil pengujian CBR di laboratorium mekanika tanah diplot ke dalam kurva CBR seperti terlihat pada Gambar 9. Hasil yang diharapkan dari kurva CBR adalah ketebalan lapisan-lapisan perkerasan di atas sub-grade sesuai dengan jenis-jenis tanah atau material yang digunakan untuk perkerasan jalan tersebut. Contoh penggunaan kurva CBR diberikan sebagai berikut: Suatu konstruksi jalan tambang akan dibuat di atas lapisan sub-grade berjenis lempung-lanauan dengan plastisitas sedang (silty clay of medium plasticity) dengan harga CBR 5. Truck atau wheel loader yang melewati jalan tersebut mempunyai berat maksimum lbs. Disekitar jalan terdapat banyak pasir yang agak bersih dengan harga CBR 15 yang dapat digunakan untuk lapisan diatasnya (sub-base). Diatas sub-base adalah lapisan permukaan (road surface) yang dilapisi krakal yang baik (good gravel) dengan harga CBR 80. Berapa tebal lapisan sub-base dan road surface agar daya dukung lapisan sub-grade stabil. Jawaban: Step A: Step B: Step C: Dari titik harga CBR lapisan sub-grade = 5 ditarik garis vertikal ke bawah hingga memotong kurva lengkung berat kendaraan lbs. Dari titik perpotongan tersebut ditarik garis horizontal ke arah ordinat ketebalan sub-base dan diperoleh angka tebal 28 inci. Artinya, bahwa ketebalan permukaan jalan akhir paling tidak harus 28 inci di atas sub-grade. Kemudian pasir bersih dengan CBR 15 dipotongkan dengan kurva lengkung berat kendaraan lbs. Dari titik perpotongan tersebut ditarik garis horizontal ke arah ordinat ketebalan sub-base dan diperoleh angka tebal 14 inci. Artinya, bahwa ketebalan material pasir bersih harus tetap 14 inci di bawah permukaan jalan. Perpotongan antara harga CBR krakal yang baik 80 dengan berat kendaraan lbs menghasilkan ketebalan lapisan 6 inci dari ordinat ketebalan sub-base. Krakal yang merupakan material dipermukaan akhir jalan harus disebar-kan tetap 6 inci. Dari contoh soal di atas diperoleh manfaat bahwa: (a) harga CBR sub-grade menentukan ketebalan total lapisan perkerasan, (b) jumlah lapisan perkeras-an jalan paling tidak ada dua lapis di atas sub-grade, dan (c) berat kendaraan berpengaruh terhadap penentuan ketebalan perkerasan. Tabel 6 memperlihatkan daya dukung beberapa material MATERIAL PERKERASAN Material perkerasan yaitu material yang digunakan untuk melapisi permukaan sub-grade. Berdasarkan atas sifat dasarnya, material perkerasan diklasifikasikan menjadi empat kategori, yaitu: (1) material berbutir lepas; (3) aspal (2) material pengikat; (4) beton semen 14

15 0 2 CALIFORNIA BEARING RATIO (CBR) at 0.1 inches penetration SUBBASE THICKNESS, INCHES G V W < 100,000 lbs G V W 100, ,000 lbs G V W > 400,000 lbs Wheel load, lbs LEGEND FOR GROUP SYMBOLS C : Clay F : Fines (material less than 0.1 mm) G : Gravel H : High compressibility L : Low to medium compressibility M : Mo very fine sand, silt, rock flour O : Organic P : Poorly graded Pt : Peat S : Sand W : Well graded 70 GRAVEL GP GF GW GC Artificial soil classification OH CH SAND OL MH CL ML SF SP SC SW CLAY & SILT Flexible pavement Very poor Poor Fair Good Excellent Gambar 11. Kurva Perkerasan Lentur Untuk Menentukan Tebal Perkerasan Semua dengan Harga CBR Material Tabel 6 Daya Dukung Material Material Capacity in 1,000 lb/sqft Hard Sound Rock 120 Medium Hard Rock 80 Hard Pan Overlaying Rock 24 Compact Gravel and Boulder-Gravel Formations; Very Compact Sandy Gravel 20 Soft Rock 16 Loose Gravel and Sandy Gravel; Compact Sand and Gravelly Sand; Very Compact Sand-Inorganic Silt Soils 12 Hard Dry Consolidated Clay 10 Loose Coarse to Medium Sand; Medium Compact Fine Sand 8 Compact Sand-Clay Soils 6 Loose Fine Sand; Medium Compact Sand-Inorganic Silt Soils 4 Firm or Stiff Clay 3 Loose Saturated Sand Clay Soils, Medium Soft Clay 2 15

16 Pada jalan tambang jarang sekali digunakan material aspal atau beton semen karena pemanfaatan jalannya tidak terlalu lama atau selalu berpindah-pindah dalam tempo yang relatif singkat mengikuti area penambangan. Namun, di lokasi perkantoran, fasilitas kesehatan atau perumahan karyawan tetap digunakan material perkerasan dari aspal atau beton semen. Tabel 7 memperlihatkan karakteristik keempat jenis material perkerasan. Material berbutir Material berbutir terdiri atas kerikil dari sungai atau agregat batuan hasil mesin pemecah batu (crusher). Distribusi ukuran butir material tersebut harus mengikuti standar baku, baik ASTM, AASHTO, NAASRA atau SNI, agardapat menghasilkan kestabilan secara mekanis dan dapat dipadatkan. Dalam proses perkerasannya dapat pula ditambahkan aditif untuk menambah kestabilan tanpa menambah kekakuan. Material terikat Material terikat adalah material perkerasan yang dihasilkan dengan menambahkan semen, kapur, atau zat cair lainnya dalam jumlah tertentu untuk menghasilkan bahan yang terikat. Ikatan antar butir akan menghasilkan kuat tarik yang besar, sehingga diharapkan lapisan perkerasan dapat menahan beban kendaraan dengan baik dan berumur pakai lama. Aspal Aspal adalah kombinasi bitumen dengan agregat yang dicampur, dihamparkan dan dipadatkan dalam kondisi campuran yang masih panas, sehingga terbentuk lapisan perkerasan. Kekuatan aspal diperoleh dari gesekan antara partikel-agregat, viskositas bitumen pada saat pelaksanaan perkerasan, kohesi dalam massa bitumen, dan adhesi antara bitumen dengan agregat. Adapun kegagalan perkerasan aspal yang umum terjadi adalah akibat stabilitas yang kurang sehingga terjadi deformasi permanen, atau akibat kelelahan sehingga terjadi retakan-retakan. Beton semen Beton semen adalah agregat yang dicampur dengan semen PC secara basah. Lapisan beton semen dapat digunakan sebagai lapisan fondasi bawah pada perkerasan lentur dan kaku dan sebagai lapisan fondasi atas pada perkerasan kaku. Sebagai lapisan fondasi bawah, beton semen dapat dituangkan begitu saja di atas lapisan subgrade yang jelek (poor sub-grade) tanpa digilas., Beton semen harus memiliki kuat tekan minimum 5 MPa setelah 28 hari jika menggunakan campuran abubatu (flyash) dan jika tanpa abubatu kuat tekan minimumnya 7 MPa. Pada perkerasan kaku memang selalu menggunakan beton semen sebagai lapisan atau landasan fondasi atas. Prinsip parameter perencanaan fondasi beton didasarkan atas kuat lentur rencana 90 hari. Setelah 90 hari diestimasi bahwa kuat lentur fondasi cukup stabil pada ketebalan perkerasan yang telah diperhitungkan. 16

17 Tabel 7 Karekteristik dan Kategori Material Perkerasan KARAK- KATEGORI MATERIAL PERKERASAN TERISTIK BUTIRAN LEPAS TERIKAT ASPAL BETON SEMEN Jenis Material Batu pecah Krikil/krakal Agregat tanah Material yang distabilisasi secara mekanis Material yang dista-bilisasi dengan bitumen Material yang dista-bilisasi secara kimiawi Material yang dimodifikasi: semen, kapur, abubatu dan flyash Sifat dasar Pembentukan kuat geser melalui gaya interlock antar partikel Tidak ada gaya tarik yang berarti Model keruntuhan Masukan parameter untuk perenca-naan Kriteria penampil-an Deformasi terjadi akibat geser dan kepadatan Disintegrasi terjadi melalui perpecahan Modulus elastisitas Nisbah Poisson Derajat anisotropi Spesifikasi material umum Material yang dista-bilisasi dengan kapur Material yang dista-bilisasi dengan semen Material yang dista-bilisasi dengan kapur/flyash Material yang dista-bilisasi dengan abubatu Pembentukan kuat geser melalui gaya interlock dan ikatan kimiawi Terjadi gaya tarik yang berarti Pembentukan retak melalui penyusutan, kelelahan dan kelebihan beban Terjadi erosi dan pemuaian akibat ada air Modulus elastisitas Nisbah Poisson Hubungannya dengan kelelahan Baton aspal Aspal Pembentukan kuat geser melalui gaya interlock antar partikel dan kohesi Terjadi gaya tarik yang berarti Peka terhadap suku Retak terbentuk akibat kelelahan dan kelebihan beban Deformasi tetap Modulus elastisitas Nisbah Poisson Hubungannya dengan kelelahan Beton semen Pembentukan kuat geser melalui ikatan kimiawi dan interlock antar partikel Terjadi gaya tarik yang sangat berarti Retak terjadi akibat penyusutan, kelelahan dan erosi dari lapisan fondasi bawah Kuat lentur 90 atau 28 hari Kuat tekan 28 hari Hubungannya dengan kelelahan dan kuat beton 3.3. LAPISAN PERKERASAN JALAN Seperti telah disinggung sebelumnya bahwa terdapat tiga jenis konstruksi lapisan perkerasan, yaitu lapisan perkerasan lentur, lapisan per-kerasan kaku dan lapisan perkerasan kombinasi lentur-kaku. Setiap jenis lapisan perkerasan umumnya terdiri dari 2 3 susunan material di atas lapisan tanah dasar (sub-grade). Lapis paling atas adalah lapis permukaan (surface course), dibawahnya adalah lapis fondasi atas (base course) dan diantara base-course dengan sub-grade adalah lapis fondasi bawah (sub-base course). Susunan lapisan perkerasan Jenis-jenis susunan lapisan perkerasan yang terlah disebutkan di atas mempunyai fungsi yang berbeda-beda di dalam merespon beban yang diterimanya. Rancangan konstruksinya didasarkan atas kondisi alamiah lapisan tanah dasar, intensitas lalulintas yang akan melaluinya, faktor lingkungan dan kondisi cuaca serta air tanah. Adapun fungsi dari masingmasing lapisan dapat diuraikan sebagai berikut: 17

18 a. Lapis permukaan Sebagai lapis perkerasan penahan beban roda yang mempunyai stabilitas tinggi untuk menahan roda selama masa pelayanan Lapis kedap air, sehingga air hujan yang mengalir diatasnya tidak meresap kedalamnya dan tidak pula melemahkan lapisan tersebut. Sebagai lapis aus (wearing course), artinya lapisan yang langsung menderita gesekan akibat rem kendaraan, sehingga mengakibatkan keausan ban. Sebagai lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawah, sehingga dapat dipikul oleh lapisan lain yang mempunyai daya dukung lebih jelek. b. Lapis fondasi atas Merupakan bagian perkerasan untuk menahan gaya melintang dari beban roda dan menyebarkannya ke lapisan dibawahnya. Sebagai lapis peresapan untuk lapisan dibawahnya. Sebagai bantalan bagi lapis permukaan. c. Lapis fondasi bawah Merupakan bagian perkerasan untuk menyebarkan beban roda kendaraan ke tanah dasar. Untuk mengurangi tebal lapisan diatasnya karena material atau bahan untuk fondasi bawah umumnya lebih murah dibanding perkerasan diatasnya, sehingga dapat mengefisiensikan penggunaan material. Sebagai lapis peresapan agar air tanah tidak berkumpul di fondasi. Merupakan lapis pertama yang harus dikerjakan cepat agar dapat menutup lapisan tanah dasar dari pengaruh cuaca, atau melemahkan daya dukung tanah dasar akibat selalu menahan roda alat berat. Mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik ke lapis fondasi. Lapisan perkerasan lentur Lapisan perkerasan lentur terdiri dari 3 lapisan di atas tanah dasar, yaitu lapis fondasi bawah, lapis fondasi atas dan lapisan permukaan seperti terlihat pada Gambar 10. Dengan tiga susunan lapisan tersebut, maka jalan diharapkan memiliki karakteristik sebagai berikut: Bersifat elastis jika menerima beban, sehingga dapat memberi kenyaman-an bagi pengguna jalan; Pada umumnya menggunakan bahan pengikat aspal; Seluruh lapisan ikut menanggung beban; Penyebaran tegangan diupayakan tidak merusak lapisan tanah dasar; Usia maksimum yang diharapkan adalah 20 tahun; Selama usia tersebut diperlukan pemeliharaan secara berkala (routine maintenance). LAPISAN PERMUKAAN (SURFACE COURSE ) LAPISAN FONDASI ATAS (BASE COURSE ) LAPISAN FONDASI BAWAH (SUBBASE COURSE ) LAPISAN TANAH DASAR (SUBGRADE ) Gambar 12. Susunan Lapisan Perkerasan Lentur Untuk memperoleh kualitas jalan yang memadai agar sesuai dengan karakteristik di atas, maka jenis material dan tebal lapisan masing-masing susunan lapisan harus diperhatikan. Tabel 8 memperlihatkan batas-batas minimum tebal lapisan perkerasan dan bahan yang digunakannya. 18

19 Tabel 8 Batas-Batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan dan Bahan yang Digunakan TEBAL MINIMUM, cm BAHAN 1. LAPIS PERMUKAAN 5 Lapis pelindung (butiran aspal) 5 Aspal makadam (LAPEN) 7,5 Aspal makadam (LAPEN) 7,5 LASBUTAG, LASTON 10 LASTON 2. LAPIS FONDASI ATAS Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah 15 dengan kapur 20 *) Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur 10 LASTON Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah 20 dengan kapur, fondasi makadam 15 LASTON Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah 20 dengan kapur, fondasi makadam, LAPEN, LASTON Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah 25 dengan kapur, fondasi makadam, LAPEN, LASTON 3. LAPIS FONDASI BAWAH Apabila lapisan perkerasan ini menggunakan fondasi lapisan bawah, maka tebal minimum adalah 10 cm *) Batas 20 cm dapat diturunkan menjadi 15 cm bila fondasi bawahnya menggunakan material berbutir kasar. Lapisan perkerasan kaku Lapisan perkerasan kaku maksudnya adalah lapisan permukaannya terbuat dari plat beton. Metoda perencanaan untuk menentukan tebal lapisan perkerasan didasarkan pada perkiraan sebagai berikut: Kekuatan lapisan tanah dasar atau harga CBR atau angka Modulus Reaksi Tanah Dasar (k); Kekuatan beton yang digunakan untuk lapisan perkerasan; Prediksi volume dan komposisi lalulintas selama usia rencana; Ketebalan dan kondisi lapisan fondasi bawah (sub-base) yang diperlukan untuk menopang konstruksi, lalulintas, penurunan akibat air dan perubahan volume lapisan tanah dasar serta sarana perlengkapan daya dukung permukaan yang seragam di bawah dasar beton. Terdapat dua jenis lapisan perkerasan kaku, yaitu (1) perkerasan beton semen dan (2) perkerasan dengan permukaan aspal. Perkerasan beton semen didefinisikan sebagai perkerasan yang mempunyai lapisan dasar beton dari Portland Cement (PC); sedangkan perkerasan dengan permukaan aspal adalah salah satu dari jenis komposit. Adapun tipikal susunan lapisan perkerasan kaku secara umum seperti terlihat pada Gambar

20 PLAT BETON (CONCRETE SLAB) LAPISAN FONDASI BAWAH (SUBBASE COURSE ) LAPISAN TANAH DASAR (SUBGRADE ) Gambar 13. Susunan Lapisan Perkerasan Kaku 4. ASPEK KESELAMATAN JALAN ANGKUT Aspek-aspek teknis yang telah diuraikan sebelumnya, di samping diarahkan untuk meraih umur layanan jalan sesuai yang direncanakan, juga harus memenuhi persyaratan keselamatan, keamanan dan kenyamanan pengemudi. Beberapa aspek keselamatan sepanjang jalan angkut yang akan diuraikan meliputi (1) jarak pandang yang aman, (2) rambu-rambu pada jalan angkut, (3) lampu penerangan, dan (4) jalur pengelak untuk menghindari kecelakaan JARAK PANDANG YANG AMAN Jarak pandang yang aman (safe sight distance) diperlukan oleh pengemudi (operator) untuk melihat ke depan secara bebas pada suatu tikungan. Jika pengemudi melihat suatu penghalang yang membahayakan, pengemudi dapat melakukan antisipasi untuk menghindari bahaya tersebut dengan aman. Jarak pandang minimum sama dengan sama dengan jarak berhenti. Jarak pandang terdiri dari (1) Jarak Pandang Henti (Jh) dan (2) Jarak Pandang Mendahului (Jd). Jarak Pandang Henti adalah jarak minimum yang diperlukan oleh setiap pengemudi untuk menghentikan kendaraannya dengan aman begitu melihat adanya halangan di depan. Ketinggian mata pengemudi berkisar antara 4,00 4,90 m, sedangkan tinggi penghalang yang dapat menimbulkan kecelakaan berkisar antara 0,15 0,20 m diukur dari permukaan jalan. Jarak Pandang Henti berkaitan erat dengan kecepatan laju kendaraan, gesekan ban dengan jalan, waktu tanggap dan gravitasi dan dapat diformulasikan sebagai berikut: Persamaan (23) untuk jalan datar dan (24) untuk jalan dengan kemiringan tertentu, di mana: VR = kecepatan rencana, km/jam T = waktu tanggap, ditetapkan 2,50 detik fp = koefisien gesek memanjang antara ban dengan perkerasan jalan, menurut AASHTO = 0,28 0,45; menurut Bina Marga = 0,35 0,55 L = kemiringan jalan, % Tabel 8 memperlihatkan panjang Jh minimum yang dihitung berdasarkan rumus (23) dengan pembulatan-pembulatan. Tabel 8 Jarak Pandang Henti (Jh ) Minimum VR, km/jam Jh min, m

21 Jarak pandang lengkung horizontal Jarak pandang pengemudi pada lengkung horizontal (di tikungan) adalah pandangan bebas pengemudi dari halangan benda-benda di sisi jalan (daerah bebas samping). Daerah bebas samping adalah ruang untuk menjamin kebebasan pandang di tikungan sehingga Jh terpenuhi. Dengan demikian, daerah bebas samping dimaksudkan untuk memberikan kemudah-an pandangan di tikungan dengan membebaskan objek-objek penghalang sejauh E meter diukur dari garis tengah lajur dalam sampai objek penghalang pandangan (lihat Gambar 14 dan 15). Daerah bebas samping dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: (1) Jika Jh < Lt : (2) Jika Jh > Lt : di mana : R = jari-jari tikungan, m R = jari-jari sumbu lajur dalam, m Jh = jarak pandang henti, m Lt = panjang tikungan, m Gambar14. Daerah Bebas Samping Tikungan (untuk Jh < Lt) Gambar 15. Daerah Samping Tikungan (untuk Jh > Lt) 21

22 Jarak pandang lengkung vertikal Lengkung vertikal direncanakan untuk mengubah secara bertahap perubahan daru dua macam kemiringan arah memanjang jalanpada setiap lokasi yang diperlukan. Hal ini dimaksudkan untuk menyediakan Jarak Pandang Henti yang cukup demi keamanan dan kenyamanan. Lengkung vertikal terdiri dari dua jenis, yaitu (1) Lengkung Cembung dan (2) Lengkung Cekung. a. Lengkung vertikal cembung Sketsa lengkung vertikal cembung dapat diilihat pada Gambar 16. Sementara pada Tabel 19., diperlihatkan ketentuan tinggi untuk lengkung cembung menurut Bina Marga (1997). Tabel 9 Ketentuan Tinggi Untuk Jarak Pandang Untuk Jarak Pandang Tinggi mata (h1), m Tinggi objek (h2), m henti (Jh) 1,05 0,15 mendahului (Jd) 1,05 1,05 Gambar 16. Sketsa Lengkung Vertikal Cembung Dengan menggunakan Gambar 16a dan 16b dapat ditentukan panjang lengkung parabola pada lengkung vertikal cembung sebagai berikut: (1) Jika Jh < L : (2) Jika Jh > L : di mana : L = panjang lengkung parabola, m A = perbedaan kemiringan dua titik pengamatan, m Jh = jarak pandang henti, m 22

23 b. Lengkung vertikal cekung Tidak ada dasar yang dapat digunakan untuk menentukan panjang lengkung cekung vertikal ( L ), akan tetapi ada empat kriteria sebagai pertimbangan yang dapat digunakan, yaitu: Jarak sinar lampu besar kendaraan (Gambar 17a dan 17b) Kenyamanan pengemudi Ketentuan drainase Penampilan secara umum Gambar 17. Sketsa Lengkung Vertikal Cekung Untuk memperhitungkan jarak berhenti dari kendaraan yang sedang bergerak dan secara tiba-tiba dihentikan dapat digunakan grafik pada Gambar 18. KECEPATAN, MILE/JAM SLOPE = 1% SLOPE = 5% SLOPE = 10% SLOPE = 15% SLOPE = 20% SLOPE = 25% KECEPATAN, MILE/JAM BATAS JARAK UNTUK MENGHINDARI KEGAGALAN PENGEREMAN SLOPE = 1% SLOPE = 5% SLOPE = 10% SLOPE = 15% SLOPE = 20% SLOPE = 25% 5 0 BATAS JARAK UNTUK MENGHINDARI KEGAGALAN PENGEREMAN JARAK BERHENTI, FT JARAK BERHENTI, FT a. GVW KENDARAAN < LBS b. GVW KENDARAAN : Gambar 18. Kecepatan VS Jarak Berhenti pada Variasi Kemiringan 4.2. RAMBU-RAMBU PADA JALAN Untuk lebih menjamin menjamin keamanan sehubungan dengan di-operasikannya suatu jalan angkut, maka perlu kiranya dipasang rambu-rambu sepanjang jalan angkut tersebut terutama pada tempat-tempat yang berbahaya. Rambu-rambu dipasang untuk keselamatan: Pengemudi dan kendaraan itu sendiri; Binatang yang ada di sekitar jalan angkut; Masyarakat setempat yang biasa menggunakan jalan tambang; Kendaraan lain yang mungkin lewat pada jalan tersebut; Tanda adanya perempatan, pertigaan, persilangan dengan jalan umum, misalnya rel keret api, dsb. 23

24 LAMPU PENERANGAN JALAN Lampu penerangan perlu dipasang apabila jalan angkut akan digunakan pada malam hari. Pemasangan bisa dilakukan berdasarkan jarak maupun tingkat bahayanya. Lampu-lampu tersebut dipasang antara lain pada: Tikungan (belokan), Perempatan atau pertigaan jalan, Jembatan, Tanjakan maupun turunan yang cukup tajam JALUR PENGELAK UNTUK MENGHINDARI KECELAKAAN Untuk menghindari kecelakaan yang mungkin terjadi karena kendaraan slip, rem blong atau sebab lain, maka pada jalur angkut perlu dibuat jalur pengelak (runaway precaution). Ditinjau dari daerah datar sepanjang jalur memanjang yang tersedia, terdapat dua cara membuat jalur pengelak. Untuk daerah yang sempit, misalnya jalan dibuat antara tebing dan jurang, maka dibuat lajur khusus untuk mengelakkan kendaraan seperti terlihat pada Gambar 19. Sedangkan Gambar 20 adalah bentuk jalur pengelak untuk daerah yang luas. Gambar 19. Jalur Pengelak Untuk Daerah yang Sempit Gambar 20. Jalur Pengelak Untuk Daerah yang Luas 24

25 5. PENUTUP Ketentuan-ketentuan yang sudah dipaparkan pada bab-bab terdahulu merupakan bahan pertimbangan di dalam merancang jalan tambang. Ada kemungkinan pada pelaksanaan pembuatan jalan tambang harus dirancang suatu perhitungan di luar ketentuan tersebut. Misalnya dalam menentukan jari-jari tikungan minimum, di mana lebar truck tambang bisa mencapai 2 3 kali lipat lebar truck tronton sementara kecepatan rata-ratanya hanya berkisar 30 km/jam, maka kemungkinan terjadi penyimpangan dari yang telah ditentukan oleh Bina Marga. Artinya adalah perhitungan rancangan jalan tambang menjadi lebih sederhana, yaitu mengutamakan jari-jari tikungan yang lebar dan aman untuk dua lajur tanpa harus mempertimbangkan secara serius kecepatan trucknya. Berbeda dengan rancangan jalan angkut yang menghubungkan daerah di luar konsesi tambang atau jalan yang dilalui oleh kendaraan umum menuju lokasi penambangan. Untuk kondisi tersebut perhitungan yang telah diuraikan sebelumnya patut dilaksanakan. Dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya dalam merancang jalan angkut tambang ekuivalen dengan jalan umum dari Bina Marga. Pengalaman menunjukkan bahwa penyimpangan di dalam merancang jalan di lokasi tambang umumnya terpaksa harus dilakukan karena: jalan tambang yang sering berpindah; dimensi alat angkut tambang besar, penetrasi terhadap badan jalan tinggi, sementara kecepatan rendah; areal panambangan atau pit terbatas, sementara lalulintas alat angkut padat; jalan tambang hanya dipadatkan oleh buldozer dengan perkerasan seadanya dan tanpa lapisan permukaan permanen, sehingga perawatan menjadi sangat intensif; akibat jalan yang selalu berubah, maka drainase jalan dibuat seperlunya. Walaupun demikian, perhitungan untuk merancang jalan tambang tetap memperhatikan aspek keselamatan kerja pengangkutan, yaitu dengan memasang rambu-rambu dan jalur pengelak. Rambu-rambu lalulintas di jalan umum sebagian dapat diterapkan di sepanjang jalan tambang, namun ada pula rambu-rambu yang bersifat khas lokasi tambang, misalnya Dahulukan Alat-alat Berat, Keep Right (Jalan disebelah kanan), Gunakan Retarder, atau rambu lain yang disesuaikan dengan situasi tambang setempat. REFERENSI 1. Anon., 1992, Caterpillar Performance Handbook, Caterpillar Inc, Peoria, Illinois. 2. Hays R. M, 1989, Dozer, Surface Mining 2 nd Edition, B.A.Kennedy (Ed), Society for Mining, Metallurgy, and Exploration, Inc., Colorado, pp Hays R. M., 1989, Truck, Surface Mining 2 nd Edition, B.A.Kennedy (Ed), Society for Mining, Metallurgy, and Exploration, Inc., Colorado, pp Shirley L.H., 2000, Perencanaan Teknik Jalan Raya (Penuntun Praktis), Politeknik Negeri Bandung-Jurusan Teknik Sipil, Bandung, 377 p. 5. Sunggono, K.H., 1995, Buku Teknik Sipil, Penerbit Nova, Bandung, pp

AWANG SUWANDHI SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI MINERAL INDONESIA JL. GARUT NO. 11 ; BANDUNG

AWANG SUWANDHI SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI MINERAL INDONESIA JL. GARUT NO. 11 ; BANDUNG üü üü AWANG SUWANDHI SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI MINERAL INDONESIA JL. GARUT NO. 11 ; BANDUNG 40271 022-720 5714 BUMI RANCAEKEK KENCANA JL. SUPLIR IX NO.18 ; BANDUNG 40394 022-779 7227; HP: 0816 60 3600 E-mail:

Lebih terperinci

KONSTRUKSI JALAN ANGKUT

KONSTRUKSI JALAN ANGKUT KONSTRUKSI JALAN ANGKUT Tujuan utama perkerasan jalan angkut adalah untuk membangun dasar jalan yang mampu menahan beban pada poros roda yang diteruskan melalui lapisan fondasi, sehingga tidak melampaui

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Klasifikasi dan Fungsi Jalan 3.1.1 Klasifikasi Menurut Fungsi Jalan Menurut Bina Marga (1997), fungsi jalan terdiri dari : a. jalan arteri : jalan yang melayani angkutan utama

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. tanah adalah tidak rata. Tujuannya adalah menciptakan sesuatu hubungan yang

BAB III LANDASAN TEORI. tanah adalah tidak rata. Tujuannya adalah menciptakan sesuatu hubungan yang BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Pengertian Geometrik Jalan Raya Geometrik merupakan membangun badan jalan raya diatas permukaan tanah baik secara vertikal maupun horizontal dengan asumsi bahwa permukaan tanah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Jalan adalah seluruh bagian Jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalulintas umum,yang berada pada permukaan tanah, diatas

Lebih terperinci

DR. EVA RITA UNIVERSITAS BUNG HATTA

DR. EVA RITA UNIVERSITAS BUNG HATTA PERKERASAN JALAN BY DR. EVA RITA UNIVERSITAS BUNG HATTA Perkerasan Jalan Pada umumnya, perkerasan jalan terdiri dari beberapa jenis lapisan perkerasan yang tersusun dari bawah ke atas,sebagai berikut :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang,

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang, BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang, terutama di daerah perkotaan terus memacu pertumbuhan aktivitas penduduk. Dengan demikian, ketersediaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Perkerasan jalan secara umum dibedakan atas dua macam yaitu perkerasan lentur (flexible pavement) dan perkerasan kaku (rigid pavement). Pada dasarnya perkerasan lentur

Lebih terperinci

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN 1. GAMBAR KONSTRUKSI JALAN a) Perkerasan lentur (flexible pavement), umumnya terdiri dari beberapa lapis perkerasan dan menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Gambar 6 Jenis Perkerasan Lentur Tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan merupakan infrastruktur dasar dan utama dalam menggerakan roda perekonomian nasional dan daerah, mengingat penting dan strategisnya fungsi jalan untuk mendorong

Lebih terperinci

USULAN JUDUL. tugas akhir yang akan saya laksanakan, maka dengan ini saya mengajukan. 1. Rancangan Jalan Tambang Pada PT INCO Tbk, Sorowako

USULAN JUDUL. tugas akhir yang akan saya laksanakan, maka dengan ini saya mengajukan. 1. Rancangan Jalan Tambang Pada PT INCO Tbk, Sorowako USULAN JUDUL Kepada Yth Bapak Ketua Jurusan Teknik Petambangan Di,- Makassar Dengan Hormat, Dengan ini saya sampaikan kepada Bapak bahwa kiranya dengan tugas akhir yang akan saya laksanakan, maka dengan

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK DAN PERKERASAN RUAS JALAN ARIMBET-MAJU-UJUNG-BUKIT-IWUR PROVINSI PAPUA

PERENCANAAN GEOMETRIK DAN PERKERASAN RUAS JALAN ARIMBET-MAJU-UJUNG-BUKIT-IWUR PROVINSI PAPUA PERENCANAAN GEOMETRIK DAN PERKERASAN RUAS JALAN ARIMBET-MAJU-UJUNG-BUKIT-IWUR PROVINSI PAPUA Sabar P. T. Pakpahan 3105 100 005 Dosen Pembimbing Catur Arief Prastyanto, ST, M.Eng, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN (HSKB 250) Lengkung Geometrik

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN (HSKB 250) Lengkung Geometrik PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN (HSKB 50) Lengkung Geometrik PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL MAGISTER TEKNIK JALAN RAYA UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARMASIN Lengkung busur lingkaran sederhana (full circle)

Lebih terperinci

PERENCANAAN PERKERASAN JALAN (Pavement Design) Menggunakan CBR

PERENCANAAN PERKERASAN JALAN (Pavement Design) Menggunakan CBR PERENCANAAN PERKERASAN JALAN (Pavement Design) Menggunakan CBR Dosen : Runi Asmaranto (runi_asmaranto@ub.ac.id) Secara umum perkerasan jalan harus cukup kuat untuk memenuhi dua syarat, yaitu : (a) Secara

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN DAN TEBAL PERKERASAN LENTUR PADA RUAS JALAN GARENDONG-JANALA

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN DAN TEBAL PERKERASAN LENTUR PADA RUAS JALAN GARENDONG-JANALA Sudarman Bahrudin, Rulhendri, Perencanaan Geometrik Jalan dan Tebal Perkerasan Lentur pada Ruas Jalan Garendong-Janala PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN DAN TEBAL PERKERASAN LENTUR PADA RUAS JALAN GARENDONG-JANALA

Lebih terperinci

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) 1 LAPIISAN DAN MATERIIAL PERKERASAN JALAN (Sonya Sulistyono, ST., MT.) A. Jenis dan Fungsi Lapis Perkerasan 1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) Kontruksi perkerasan lentur (flexible Pavement)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Berdasarkan pada penelitian penulis yang berjudul Perbandingan Tebal Perkerasan Lentur Metode Manual Desain Perkerasan 2013 dengan Metode AASHTO 1993 (Studi Kasus: Jalur JLS Ruas

Lebih terperinci

gambar 3.1. teriihat bahwa beban kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan

gambar 3.1. teriihat bahwa beban kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan BAB HI LANDASAN TEORI 3.1 Konstruksi Perkerasan Konstruksi perkerasan lentur terdiri dan lapisan-lapisan yang diletakkan di atas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perencanaan dan perancangan secara umum adalah kegiatan awal dari rangkaian fungsi manajemen. Inti dari sebuah perencanaan dan perancangan adalah penyatuan pandangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah suatu lapisan yang berada di atas tanah dasar yang sudah dipadatkan, dimana fungsi dari lapisan ini adalah memikul beban lalu lintas

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Perhitungan Geometrik. Tabel 5.1 Spesifikasi data jalan berdasarkan TCPGJAK.

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Perhitungan Geometrik. Tabel 5.1 Spesifikasi data jalan berdasarkan TCPGJAK. BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Perhitungan Geometrik Perhitungan geometrik adalah bagian dari perencanaan geometrik jalan yang menitik beratkan pada perencanaan bentuk fisik, sehingga dapat memenuhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jalan 2.1.1 Istilah Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut : 1. Jalan adalah prasarana

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK PADA RUAS JALAN TANJUNG MANIS NILAS KECAMATAN SANGKULIRANG

PERENCANAAN GEOMETRIK PADA RUAS JALAN TANJUNG MANIS NILAS KECAMATAN SANGKULIRANG PERENCANAAN GEOMETRIK PADA RUAS JALAN TANJUNG MANIS NILAS KECAMATAN SANGKULIRANG Oleh : AGUS BUDI SANTOSO JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SAMARINDA ABSTRAK Perencanaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konstruksi Perkerasan Lentur Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan di atas tanah yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan itu berfungsi untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Sebelum tahun 1920-an, desain perkerasan pada dasarnya adalah penentuan ketebalan bahan berlapis yang akan memberikan kekuatan dan perlindungan untuk tanah dasar

Lebih terperinci

Perencanaan Geometrik dan Perkerasan Jalan Lingkar Barat Metropolitan Surabaya Jawa Timur

Perencanaan Geometrik dan Perkerasan Jalan Lingkar Barat Metropolitan Surabaya Jawa Timur Perencanaan Geometrik dan Perkerasan Jalan Lingkar Barat Metropolitan Surabaya Jawa Timur Ferdiansyah Septyanto, dan Wahju Herijanto Jurusan Teknik Sipil, Fakultas FTSP, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Perkerasan jalan adalah konstruksi yang dibangun diatas lapis tanah dasar (subgrade), yang berfungsi untuk menopang beban lalu lintas. Apapun jenis perkerasan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 24 BAB III LANDASAN TEORI A. Alinyemen Horisontal Jalan Raya Alinemen horisontal atau trase suatu jalan adalah proyeksi sumbu jalan tegak lurus bidang kertas yang terdiri dari garis lurus dan garis lengkung.

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Perhitungan

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Perhitungan BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Analisis Perhitungan 1. Data Spesifikasi Jalan Ruas jalan Yogyakarta-Wates Km 15-22 termasuk jalan nasional berdasarkan Keputusan Meteri Pekerjaan Umum No. 631/KPTS/M/2009

Lebih terperinci

Perhitungan Intensitas Maksimum Stasiun Tanjung Perak Perhitungan Intensitas Maksimum Stasiun Sampang...

Perhitungan Intensitas Maksimum Stasiun Tanjung Perak Perhitungan Intensitas Maksimum Stasiun Sampang... DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... i ABSTRAK... ii KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR, GRAFIK DAN DIAGRAM... xv DAFTAR SIMBOL... xvi BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Umum... 1 1.2.

Lebih terperinci

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Evaluasi Jalan Angkut dari Front Tambang Batubara menuju Stockpile Block B pada Penambangan Batubara di PT Minemex Indonesia, Desa Talang Serdang Kecamatan

Lebih terperinci

BAB II TANAH DASAR (SUB GRADE)

BAB II TANAH DASAR (SUB GRADE) BAB II TANAH DASAR (SUB GRADE) MAKSUD Yang dimaksud dengan lapis tanah dasar (sub grade) adalah bagian badna jalan yang terletak di bawah lapis pondasi (sub base) yang merupakan landasan atau dasar konstruksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Akses jalan merupakan faktor penting dalam ketercapaian volume batuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Akses jalan merupakan faktor penting dalam ketercapaian volume batuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akses jalan merupakan faktor penting dalam ketercapaian volume batuan yang dipindahkan. Sebelum menentukan geometri jalan yang akan dibuat maka perlu diketahui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bagian pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas yang berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. golongan, yaitu : struktur perkerasan lentur (Flexible Pavement) dan struktur

BAB I PENDAHULUAN. golongan, yaitu : struktur perkerasan lentur (Flexible Pavement) dan struktur BAB I PENDAHULUAN I.1. UMUM Secara umum struktur perkerasan dapat dikelompokkan ke dalam 2 golongan, yaitu : struktur perkerasan lentur (Flexible Pavement) dan struktur perkerasan kaku (Rigid Pavement).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkerasan Jalan Menurut Totomihardjo (1995), perkerasan adalah suatu lapis tambahan yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus yang

Lebih terperinci

BAGIAN 3-2 KLASIFIKASI TANAH

BAGIAN 3-2 KLASIFIKASI TANAH BAGIAN 3-2 KLASIFIKASI TANAH KLASIFIKASI UMUM TANAH BERDASARKAN UKURAN BUTIR Secara Umum Tanah Dibagi Menjadi 4 : Gravel (Kerikil) Sand (Pasir) Silt (Lanau) Clay (Lempung) Tanah Sulit : Peats (Gambut)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perencanaan Geometrik Jalan Raya 2.1.1 Umum Perencanaan geometrik adalah bagian dari perencanaan jalan dimana bentuk dan ukuran yang nyata dari suatu jalan yang direncanakan beserta

Lebih terperinci

METODE PELAKSANAAN LAPIS PONDASI ATAS (BASE COUSE) PADA RUAS JALAN WAILAN-G. LOKON KOTA TOMOHON

METODE PELAKSANAAN LAPIS PONDASI ATAS (BASE COUSE) PADA RUAS JALAN WAILAN-G. LOKON KOTA TOMOHON LAPORAN AKHIR METODE PELAKSANAAN LAPIS PONDASI ATAS (BASE COUSE) PADA RUAS JALAN WAILAN-G. LOKON KOTA TOMOHON Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Teknik

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1.Tanah Lempung Tanah Lempung merupakan jenis tanah berbutir halus. Menurut Terzaghi (1987) tanah lempung merupakan tanah dengan ukuran mikrokopis sampai dengan sub mikrokopis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pekerasan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pekerasan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pekerasan Jalan Perkerasan jalan merupakan konstruksi yang berfungsi untuk melindungi tanah dasar (subgrade) dan lapisan-lapisan pembentuk perkerasan lainnya supaya tidak mengalami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan jalur tepi di sepanjang jalan tol CAWANG CIBUBUR dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan jalur tepi di sepanjang jalan tol CAWANG CIBUBUR dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Khusus Pembangunan jalur dan stasiun Light Rail Transit akan dilaksanakan menggunakan jalur tepi di sepanjang jalan tol CAWANG CIBUBUR dengan jalur layang (Elevated) dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PELAKSANAAN PEMADATAN TANAH UNTUK PEKERJAAN JALAN DI KABUPATEN PURBALINGGA

TINJAUAN PELAKSANAAN PEMADATAN TANAH UNTUK PEKERJAAN JALAN DI KABUPATEN PURBALINGGA TINJAUAN PELAKSANAAN PEMADATAN TANAH UNTUK PEKERJAAN JALAN DI KABUPATEN PURBALINGGA Taufik Dwi Laksono, Dosen Teknik Sipil Universitas Wijayakusuma Purwokerto Dwi Sri Wiyanti, Dosen Teknik Sipil Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi dan Klasifikasi Jalan Menurut Peraturan Pemerintah (UU No. 22 Tahun 2009) Jalan adalah seluruh bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Dalam pandangan teknik sipil, tanah adalah himpunan material, bahan organik, dan endapan-endapan yang relatif lepas (loose), yang terletak di atas batuan dasar (bedrock).

Lebih terperinci

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air.

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air. 4.4 Perhitungan Saluran Samping Jalan Fungsi Saluran Jalan Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah sekitarnya agar tidak merusak konstruksi jalan. Fungsi utama : - Membawa

Lebih terperinci

BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI

BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI V.1 TINJAUAN UMUM Dalam Bab ini, akan dievaluasi tanah dasar, lalu lintas, struktur perkerasan, dan bangunan pelengkap yang ada di sepanjang ruas jalan Semarang-Godong. Hasil evaluasi

Lebih terperinci

BAB IV PERENCANAAN. Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen SKBI

BAB IV PERENCANAAN. Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen SKBI BAB IV PERENCANAAN 4.1. Pengolahan Data 4.1.1. Harga CBR Tanah Dasar Penentuan Harga CBR sesuai dengan Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen SKBI 2.3.26.

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT SURAT EDARAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR: 04/SE/M/2016 TANGGAL 15 MARET 2016 TENTANG PEDOMAN PERANCANGAN PELAKSANAAN PERKERASAN JALAN TELFORD KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN

Lebih terperinci

PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN

PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Fakultas Teknik - Universitas Gadjah Mada PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN MODUL - 6 JARAK PANDANG HENTI DAN MENYIAP Disusun oleh: Tim Ajar Mata Kuliah Perancangan Geometrik

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGATAR

DAFTAR ISI KATA PENGATAR DAFTAR ISI Halaman Judul i Pengesahan ii Halaman Persetujuan iii Motto dan Persembahan iv ABSTRAK v ABSTRACK vi KATA PENGATAR vii DAFTAR ISI ix DAFTAR TABEL xii DAFTAR GAMBAR xiii DAFTAR LAMPIRAN xiv DAFTAR

Lebih terperinci

KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN FLEXIBLE PAVEMENT DAN RIGID PAVEMENT. Oleh : Dwi Sri Wiyanti

KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN FLEXIBLE PAVEMENT DAN RIGID PAVEMENT. Oleh : Dwi Sri Wiyanti KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN FLEXIBLE PAVEMENT DAN RIGID PAVEMENT Oleh : Dwi Sri Wiyanti Abstract Pavement is a hard structure that is placed on the subgrade and functionate to hold the traffic weight that

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. membandingkan perhitungan program dan perhitungan manual.

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. membandingkan perhitungan program dan perhitungan manual. BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Validasi Program Validasi program dimaksudkan untuk mengetahui apakah hasil dari perhitungan program ini memenuhi syarat atau tidak, serta layak atau tidaknya program ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkerasan Jalan Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak di antara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi memberikan pelayanan kepada sarana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan pengikat yang digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Agregat yang digunakan berupa batu pecah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perkerasan jalan adalah bagian konstruksi jalan yang terdiri dari beberapa susunan atau lapisan, terletak pada suatu landasan atau tanah dasar yang diperuntukkan

Lebih terperinci

LAPISAN STRUKTUR PERKERASAN JALAN

LAPISAN STRUKTUR PERKERASAN JALAN LAPISAN STRUKTUR PERKERASAN JALAN MAKALAH Disusun untuk Memenuhi Tugas Rekayasa Perkerasan Jalan DOSEN PEMBIMBING Donny DJ Leihitu ST. MT. DISUSUN OLEH NAMA : KHAIRUL PUADI NPM : 11.22201.000014 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelebihan dari konstruksi perkerasan kaku adalah sifat kekakuannya yang. sementara kelemahan dalam menahan beban

BAB I PENDAHULUAN. Kelebihan dari konstruksi perkerasan kaku adalah sifat kekakuannya yang. sementara kelemahan dalam menahan beban BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konstruksi perkerasan kaku ( Rigid Pavement) banyak digunakan pada kondisi tanah dasar yang mempunyai daya dukung rendah, atau pada kondisi tanah yang mempunyai daya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perkerasan jalan adalah bagian konstruksi jalan yang terdiri dari beberapa susunan atau lapisan, terletak pada suatu landasan atau tanah dasar yang diperuntukkan

Lebih terperinci

ELEMEN PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN

ELEMEN PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN ELEMEN PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN Alinemen Horizontal Alinemen Horizontal adalah proyeksi dari sumbu jalan pada bidang yang horizontal (Denah). Alinemen Horizontal terdiri dari bagian lurus dan lengkung.

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PENGHUBUNG PERKEBUNAN PT. JEK (JABONTARA EKA KARSA) BERAU-KALIMANTAN TIMUR

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PENGHUBUNG PERKEBUNAN PT. JEK (JABONTARA EKA KARSA) BERAU-KALIMANTAN TIMUR PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PENGHUBUNG PERKEBUNAN PT. JEK (JABONTARA EKA KARSA) BERAU-KALIMANTAN TIMUR FATKHUL MUIN (1) ARIE SYAHRUDDIN S, ST (2) BAMBANG EDISON, S.Pd, MT (2) ABSTRAK Kabupaten Berau adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang digunakan untuk melayani beban lalulintas. Agregat yang dipakai antara lain adalah batu pecah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar perencanaan geometrik 2.1.1 Pengertian Perencanaan geometrik jalan merupakan bagian dari perencanaan jalan yang menitik beratkan pada perencanaan bentuk fisik jalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Perkerasan Jalan Sampai saat ini ada 3 (tiga) jenis perkerasan jalan yang sering digunakan yaitu : perkerasan lentur, perkerasan kaku dan gabungan dari keduanya

Lebih terperinci

ASPEK GEOTEKNIK PADA PEMBANGUNAN PERKERASAN JALAN

ASPEK GEOTEKNIK PADA PEMBANGUNAN PERKERASAN JALAN ASPEK GEOTEKNIK PADA PEMBANGUNAN PERKERASAN JALAN Prof. Dr.Ir.Hary Christady Hardiyatmo, M.Eng.,DEA Workshop Continuing Profesional Development (CPD) Ahli Geoteknik Hotel Ambara - Jakarta 3-4 Oktober 2016

Lebih terperinci

Oleh : ARIF SETIYAFUDIN ( )

Oleh : ARIF SETIYAFUDIN ( ) Oleh : ARIF SETIYAFUDIN (3107 100 515) 1 LATAR BELAKANG Pemerintah Propinsi Bali berinisiatif mengembangkan potensi pariwisata di Bali bagian timur. Untuk itu memerlukan jalan raya alteri yang memadai.

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Umum 2.2 Dasar Teori Oglesby, C.H Hicks, R.G

BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Umum 2.2 Dasar Teori Oglesby, C.H Hicks, R.G 9 BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Umum Perkerasan jalan adalah konstruksi yang dibangun diatas lapisan tanah dasar (subgrade), yang berfungsi untuk menopang beban lalu-lintas. Jenis konstruksi perkerasan

Lebih terperinci

ANALISA ALINYEMEN HORIZONTAL PADA JALAN LINGKAR PASIR PENGARAIAN

ANALISA ALINYEMEN HORIZONTAL PADA JALAN LINGKAR PASIR PENGARAIAN ANALISA ALINYEMEN HORIZONTAL PADA JALAN LINGKAR PASIR PENGARAIAN Ahmadi : 1213023 (1) Bambang Edison, S.Pd, MT (2) Anton Ariyanto, M.Eng (2) (1)Mahasiswa Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Pasir

Lebih terperinci

V. CALIFORNIA BEARING RATIO

V. CALIFORNIA BEARING RATIO V. CALIFORNIA BEARING RATIO O.J. PORTER CALIFORNIA STATE HIGHWAY DEPARTMENT. METODA PENETRASI US ARMY CORPS OF ENGINEERS Untuk : tebal lapisan perkerasan lapisan lentur jalan raya & lapangan terbang CBR

Lebih terperinci

NOTASI ISTILAH DEFINISI

NOTASI ISTILAH DEFINISI DAFTAR DEFINISI, ISTILAH DAN SIMBOL Ukuran kinerja umum NOTASI ISTILAH DEFINISI C KAPASITAS Arus lalu-lintas maksimum (mantap) yang dapat (smp/jam) dipertahankan sepanjang potongan jalan dalam kondisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aspal Aspal didefinisikan sebagai material berwarna hitam atau coklat tua, pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat. Jika dipanaskan sampai suatu temperatur tertentu

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR EVALUASI RANCANGAN JALAN TOL KANCI - PEJAGAN

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR EVALUASI RANCANGAN JALAN TOL KANCI - PEJAGAN LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR EVALUASI RANCANGAN JALAN TOL KANCI - PEJAGAN Disusun oleh : JAJA L2A 004 077 ROMADHANI RAHMANTO L2A 004 109 Telah disahkan pada tanggal Februari 2010 Disetujui, Dosen

Lebih terperinci

LAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN (CEMENT TREATED BASE / CTB)

LAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN (CEMENT TREATED BASE / CTB) BAB V LAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN (CEMENT TREATED BASE / CTB) 5.1. UMUM a. Lapis Pondasi Agregat Semen (Cement Treated Base / CTB) adalah Lapis Pondasi Agregat Kelas A atau Kelas B atau Kelas C yang diberi

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 24 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Tanah Bahan Timbunan 1. Berat Jenis Partikel Tanah (Gs) Pengujian Berat Jenis Partikel Tanah Gs (Spesific Gravity) dari tanah bahan timbunan hasilnya disajikan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perkerasan jalan adalah bagian konstruksi jalan yang terdiri dari beberapa susunan atau lapisan, terletak pada suatu landasan atau tanah dasar yang diperuntukkan

Lebih terperinci

BAB I. SEJARAH PERKERASAN JALAN.

BAB I. SEJARAH PERKERASAN JALAN. BAB I. SEJARAH PERKERASAN JALAN. 1.1 SEJARAH PERKERASAN JALAN. A. Sebelum Manusia Mengenal Hewan Sebagai Alat Angkut. Setelah manusia diam (menetap) berkelompok disuatu tempat mereka mengenal artinya jarak

Lebih terperinci

Perbandingan Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Bina Marga 2011 Dengan Metode Jabatan Kerja Raya Malaysia 2013

Perbandingan Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Bina Marga 2011 Dengan Metode Jabatan Kerja Raya Malaysia 2013 Reka Racana Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Teknik Sipil Itenas No.x Vol. xx Agustus 2014 Perbandingan Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Bina Marga 2011 Dengan Metode Jabatan Kerja Raya

Lebih terperinci

EVALUASI ALINEMEN HORIZONTAL PADA RUAS JALAN SEMBAHE SIBOLANGIT

EVALUASI ALINEMEN HORIZONTAL PADA RUAS JALAN SEMBAHE SIBOLANGIT EVALUASI ALINEMEN HORIZONTAL PADA RUAS JALAN SEMBAHE SIBOLANGIT TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil Oleh: DARWIN LEONARDO PANDIANGAN

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. harus memiliki jarak pandang yang memadai untuk menghindari terjadinya

BAB II DASAR TEORI. harus memiliki jarak pandang yang memadai untuk menghindari terjadinya BAB II DASAR TEORI Pada jalan luar kota dengan kecepatan yang rencana yang telah ditentukan harus memiliki jarak pandang yang memadai untuk menghindari terjadinya kecelakaan akibat terhalangnya penglihatan

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER Oleh NRP :

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER Oleh NRP : Oleh Mahasiswa PERENCANAAN GEOMETRIK DAN PERKERASAN LENTUR (FLEXIBLE PAVEMENT) JALAN DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN SEPANJANG RUAS JALAN Ds. MAMEH Ds. MARBUI STA 0+00 STA 23+00 MANOKWARI PROPINSI PAPUA

Lebih terperinci

Eng. Ibrahim Ali Abdi (deercali) 1

Eng. Ibrahim Ali Abdi (deercali) 1 PENDAHULUAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN Jalan raya adalah suatu lintasan yang bertujuan melewatkan lalu lintas dari suatu tempat ke tempat lain. Arti lintasan menyangkut tanah yang diperkuat (diperkeras)

Lebih terperinci

sampai ke tanah dasar, sehingga beban pada tanah dasar tidak melebihi daya

sampai ke tanah dasar, sehingga beban pada tanah dasar tidak melebihi daya BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Konstruksi Perkerasan Jalan Konstruksi perkerasan jalan adalah lapisan yang terletak di atas tanah dasar yang berfungsi untuk mendukung beban lalulintas dan meneruskannya sampai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Sejenis Dari penelitian sebelumnya mengenai kekuatan Cement Treated Recycling Base (CTRB) yang pernah dilakukan oleh Nono (2009) dihasilkan kesimpulan sebagai

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Tujuan utama dilakukannya analisis interaksi sistem ini oleh para

BAB III LANDASAN TEORI. Tujuan utama dilakukannya analisis interaksi sistem ini oleh para BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Interaksi Sistem Kegiatan Dan Jaringan Tujuan utama dilakukannya analisis interaksi sistem ini oleh para perencana transportasi adalah sebagai berikut: 1. Memahami cara kerja

Lebih terperinci

TANAH DASAR, BADAN JALAN REL DAN DRAINASI

TANAH DASAR, BADAN JALAN REL DAN DRAINASI Nursyamsu Hidayat, Ph.D. TANAH DASAR, BADAN JALAN REL DAN DRAINASI TANAH DASAR (SUBGRADE) Fungsi tanah dasar: Mendukung beban yang diteruskan balas Meneruskan beban ke lapisan dibawahnya, yaitu badan jalan

Lebih terperinci

5/11/2012. Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University. Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Source:. Gambar Situasi Skala 1:1000

5/11/2012. Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University. Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Source:. Gambar Situasi Skala 1:1000 Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Gambar Situasi Skala 1:1000 Penentuan Trace Jalan Penentuan Koordinat PI & PV Perencanaan Alinyemen Vertikal

Lebih terperinci

Sesuai Peruntukannya Jalan Umum Jalan Khusus

Sesuai Peruntukannya Jalan Umum Jalan Khusus Sesuai Peruntukannya Jalan Umum Jalan Khusus Jalan umum dikelompokan berdasarkan (ada 5) Sistem: Jaringan Jalan Primer; Jaringan Jalan Sekunder Status: Nasional; Provinsi; Kabupaten/kota; Jalan desa Fungsi:

Lebih terperinci

Cara uji CBR (California Bearing Ratio) lapangan

Cara uji CBR (California Bearing Ratio) lapangan Standar Nasional Indonesia Cara uji CBR (California Bearing Ratio) lapangan ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Tanah Lempung Menurut Terzaghi ( 1987 ) Lempung adalah agregat partikel-partikel berukuran mikroskopik dan submikroskopik yang berasal dari pembusukan kimiawi unsur-unsur penyusun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Perencanaan Geometrik 2.1.1 Pengertian Perencanaan Geometrik jalan merupakan bagian dari perencanaan jalan yang dititik beratkan pada alinymen horizontal dan alinymen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Perkembangan Teknologi Jalan Raya

BAB I PENDAHULUAN Perkembangan Teknologi Jalan Raya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Perkembangan Teknologi Jalan Raya Sejarah perkembangan jalan dimulai dengan sejarah manusia itu sendiri yang selalu berhasrat untuk mencari kebutuhan hidup dan berkomunikasi dengan

Lebih terperinci

Lapisan-Lapisan Perkerasan Pada umumnya, perkerasan jalan terdiri dari beberapa jenis lapisan perkerasan yang tersusun dari bawah ke atas,seba

Lapisan-Lapisan Perkerasan Pada umumnya, perkerasan jalan terdiri dari beberapa jenis lapisan perkerasan yang tersusun dari bawah ke atas,seba BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teori 2.1.1 Perkerasan Jalan 2.1.1.1 Pengertian Perkerasan Jalan Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak di antara lapisan tanah dasar ar dan roda

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG DAN MANAJEMEN KONSTRUKSI TAXIWAY DI BANDARA ADI SUTJIPTO YOGYAKARTA

TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG DAN MANAJEMEN KONSTRUKSI TAXIWAY DI BANDARA ADI SUTJIPTO YOGYAKARTA TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG DAN MANAJEMEN KONSTRUKSI TAXIWAY DI BANDARA ADI SUTJIPTO YOGYAKARTA PT. ANGKASA PURA I (PERSERO) Bandar Udara Internasional Adisutjipto Yogyakarta Disusun oleh : Nur Ayu Diana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Jalan Klasifikasi jalan merupakan aspek penting yang pertama kali harus diidentifikasikan sebelum melakukan perancangan jalan, karena kriteria desain suatu rencana

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Bab II Landasan Teori

BAB II DASAR TEORI. Bab II Landasan Teori BAB II DASAR TEORI 2.1 Klasifikasi Jalan Klasifikasi menurut fungsi jalan terbagi atas : 1) Jalan Arteri 2) Jalan Kolektor 3) Jalan Lokal Klasifikasi jalan di Indonesia menurut Bina Marga dalam Tata Cara

Lebih terperinci

DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN

DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN 4.1.1 UMUM 1) Uraian a) Pekerjaan ini harus mencakup penambahan lebar perkerasan lama sampai lebar jalur lalu lintas yang diperlukan

Lebih terperinci

Modul (MEKANIKA TANAH I)

Modul (MEKANIKA TANAH I) 1dari 16 Materi I Karakteristik Tanah 1. Proses pembentukan Tanah Tanah dalam Mekanika Tanah mencakup semua endapan alam yang berhubungan dengan teknik sipil kecuali batuan. Tanah dibentuk oleh pelapukan

Lebih terperinci

SKRIPSI PERBANDINGAN PERHITUNGAN PERKERASAN LENTUR DAN KAKU, DAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN (STUDI KASUS BANGKALAN-SOCAH)

SKRIPSI PERBANDINGAN PERHITUNGAN PERKERASAN LENTUR DAN KAKU, DAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN (STUDI KASUS BANGKALAN-SOCAH) SKRIPSI PERBANDINGAN PERHITUNGAN PERKERASAN LENTUR DAN KAKU, DAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN (STUDI KASUS BANGKALAN-SOCAH) Disusun oleh : M A R S O N O NIM. 03109021 PROGAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelompokan Jalan Menurut Undang Undang No. 38 Tahun 2004 tentang jalan, ditinjau dari peruntukannya jalan dibedakan menjadi : a. Jalan khusus b. Jalan Umum 2.1.1. Jalan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Tujuan Penelitian... 2 1.3 Ruang

Lebih terperinci