PROFIL KEBUTUHAN PSIKOLOGIS TARUNA/I AKADEMI TEKNIK DAN KESELAMATAN PENERBANGAN MEDAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PROFIL KEBUTUHAN PSIKOLOGIS TARUNA/I AKADEMI TEKNIK DAN KESELAMATAN PENERBANGAN MEDAN"

Transkripsi

1 PROFIL KEBUTUHAN PSIKOLOGIS TARUNA/I AKADEMI TEKNIK DAN KESELAMATAN PENERBANGAN MEDAN Yano Syafruddin*, Liber Tommy Hutabarat*, Susi Diriyanti Novalina*, Yustian Sinaga* Akademi Teknik Dan Keselamatan Penerbangan Medan ABSTRACT This study aimed to determine the profile of the psychological needs Taruna ATKP Terrain Data cadets some 177 people gathered with the use of psychological tests EPPS are then processed using descriptive statistics. The results showed that the needs of the dominant owned by the cadets is the need of Intraception (placement up to others/empathy), need of dominance (lead/influence), need of abasement (willingness to accept mistakes), Need of Nurturance (attention and feeling warm towards others). Psychological needs were classified as moderate is the need of achievement (accomplishment), need of deference (the abilit y to adapt), need of order (task with regular/tidy), need of exhibition (present themselves), then psychological needs are likely to be low is need of autonomy (self -behavior), need of succorance (for help/assistance), need of heterosexual and need of aggr ession (aggressiveness). Keywords: Taruna ATKP Medan, Adolescence, Profile Psychological Needs. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil kebutuhan psikologis Taruna ATKP Medan Data taruna sejumlah 177 orang dikumpulkan dengan menggunakan alat tes psikologi EPPS yang kemudian diolah dengan menggunakan statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebutuhan dominan yang dimiliki oleh taruna adalah need of intraception (penempatan diri terhadap orang lain/empati), need of dominance (memimpin/mempengaruhi), need of abasement (kesediaan untuk menerima kesalahan), Need of Nurturance (perhatian dan perasaan hangat terhadap orang lain). Kebutuhan psikologis yang tergolong sedang adalah need of achievement (prestasi), need of deference (kemampuan untuk menyesuaikan diri), need of order (mengerjakan tugas dengan teratur/rapi), need of exhibition (menampilkan diri), selanjutnya kebutuhan psikologis yang cenderung rendah adalah need of autonomy (perilaku mandiri), need of succorance (mencari pertolongan/bantuan), need of heterosexual dan need of aggression (agresivitas) Kata Kunci : Taruna ATKP Medan, Masa Remaja, Profil Kebutuhan Psikologis. 1

2 PENDAHULUAN Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan Medan berdiri pada tahun 1989 dengan nama Balai Diklat Penerbangan Medan dengan status sebagai Balai membatasi ruang lingkup ATKP- Medan untuk mengadakan Pendidikan dan Pelatihan yaitu hanya dapat mendidik dan melatih para pegawai yang berkecimpung di dunia penerbangan baik swasta, BUMN maupun pemerintah namun setelah terbitnya keputusan Menteri Perhubungan nomor, KM.71 tahun 2001 tanggal 02 Oktober 2002 maka balai Diklat Penerbangan Medan berubah menjadi Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan (ATKP) Medan. Dengan tugas melaksanakan pendidikan profesioanal program diploma bidang keahlian teknik dan keselamatan penerbangan yang terbuka bagi umum (free service training) tidak hanya terbatas dari pegawai perusahaan-perusahaan maupun pemerintah. Banyaknya peserta dengan daya tampung yang kecil di satu sisi dapat menimbulkan semangat dan rasa bangga ketika berhasil pada proses seleksi, tetapi ini saja tidak cukup untuk benarbenar berhasil menjalani proses belajar sesuai dengan waktunya. Butuh pemahaman yang komprehensif mengenai preferensi kepribadian yang dimiliki masing-masing taruna baru sebagai langkah awal menjalani proses belajar di perguruan tinggi/akademi. Preferensi kepribadian ini penting untuk dipahami oleh para mahasiwa baru dan pihak terkait, seperti orangtua dan dosen pembimbing akademik agar dapat memberi pengarahan yang intens dalam menghadapi cara belajar perguruan tinggi. Memahami preferensi kepribadian berarti mengenali kekuatan dan kelemahan yang dimiliki sehingga dapat mengantisipasi cara belajar dan memotivasi diri untuk belajar dengan optimal. Hal yang diharapkan dari seorang taruna adalah dapat memperlihatkan performa akademis yang positif melalui perolehan nilai yang memuaskan, maka diperlukan kombinasi kebutuhan-kebutuhan tertentu. Misalnya, kebutuhan untuk berprestasi (achievement) yang tinggi akan memunculkan dorongan untuk memperlihatkan prestasi yang lebih baik sehingga secara umum nilai-nilai akademis akan menjadi lebih baik dari yang sebelumnya. Sebaliknya, apabila kebutuhan untuk mendapatkan bantuan dan dukungan dari orang lain ( succorence) berada dalam kategori tinggi, maka taruna tersebut akan menjadi taruna yang kurang mandiri dan kurang yakin untuk memperlihatkan performa akademis yang terbaik apabila tidak ada orang yang memberikan bantuan. Oleh karena itu, dengan mengetahui profil kebutuhan taruna tersebut, kita dapat melihat apakah kebutuhan-kebutuhan tersebut akan membantunya untuk menghasilkan perorma positif atau sebaliknya. Allen L. Edwards mengembangkan suatu alat ukur yang disebut sebagai Edward Personal Preference Schedule (EPPS) untuk mengenali preferensi kepribadian dengan cara menganalisis kebutuhankebutuhan yang ada dalam diri seseorang. EPPS ini dibuat berdasarkan teori kebutuhan yang diajukan oleh Henry A. Murray, terdiri dari 15 jenis kebutuhan yang tertuang dalam 225 item untuk dipilih individu sesuai dengan dirinya. Dengan demikian, akan dapat diperoleh gambaran atau profil kebutuhan pribadi yang mencerminkan kepribadian yang bersangkutan (dalam Anastasi & Urbina, 1997). Seluruh kebutuhan yang dipaparkan oleh Murray ada dalam setiap individu/taruna, tetapi yang membedakan satu taruna dengan taruna lain dan menjadi ciri tertentu dari dirinya berkaitan dengan kuat atau lemahnya kebutuhan itu dalam diri yang bersangkutan. Semakin kuat kebutuhan tersebut itu mendominasi dirinya maka semakin tinggi skor atau nilai yang tergambar pada profil EPPS-nya, begitu juga sebaliknya. Berdasarkan pada tahapan perkembangan, pada periode emerging adulthood, merupakan masa transisi dari remaja menuju dewasa, yang berada pada rentang

3 usia sekitar tahun. Santrock (2014) menjelaskan emerging adulthood sebagai fase dimana individu cenderung memfokuskan diri pada karir, hubungan berpacaran, serta eksplorasi diri. Kekhasan tahap perkembangan emerging adulthood adalah eksplorasi dan eksperimentasi (Santrock, 2014). Individu emerging adults juga memiliki beberapa ciri khas, diantaranya instability, yaitu usia dimana perubahan banyak terjadi, salah satu contoh Taruna Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan Medan. Sebagai taruna pendidikan berbasis boarding school, banyak perubahan yang mereka alami, terutama perubahan lingkungan sosial. Sekolah dengan system berasrama menetapkan para murid mengikuti pendidikan reguler dari pagi hingga siang di sekolah kemudian dilanjutkan dengan pendidikan nilai-nilai khusus. Selama 24 jam anak didik berada di bawah pendidikan dan pengawasan para guru pembimbing (Maknun, 2002). Di lingkungan sekolah ini mereka dipacu untuk menguasai ilmu dan teknologi secara intensif sedangkan selama di lingkungan asrama mereka ditempa untuk menerapkan ajaran nilai-nilai khusus serta mengespresikan rasa seni dan ketrampilan hidup di hari libur. Hari-hari mereka adalah hari-hari berinteraksi dengan teman sebaya dan para guru. Rutinitas kegiatan tersebut berlangsung dari pagi hingga malam sampai bertemu pagi lagi. Mereka menghadapi makhluk hidup yang sama, orang yang sama, lingkungan yang sama, dinamika yang sama juga (Maknun, 2002). Kehidupan berasrama yang mengusung konsep boarding schoolmenjadi rentan dengan perselisihan atau konflik disebabkan oleh beragam latar belakang siswa, perbedaan persepsi dan masih berada pada tahap perkembangan yang tumpang tindih menuju dewasa awal. Kehidupan sebagai taruna memiliki perbedaan yang mencolok antara tinggal di rumah dan di asrama antara lain terletak pada pengawasan orangtua dan kemandirian dalam mengatur keperluan pribadi. Berdasarkan keadaan ini maka perlu untuk melihat gambaran kebutuhan 3 psikologis taruna ATKP Medan agar dapat membantu mereka untuk mengelola dan memenuhi kebutuhannya secara efektif guna memaksimalkan potensi mereka. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana profil kebutuhan psikologis Taruna/I ATKP Medan?. Berdasarkan rumusan masalah ini, maka secara khusus permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : a) Bagaimanakah profil kebutuhan psikologis Taruna/I ATKP Medan? b) Kebutuhan Psikologis apakah yang paling menonjol pada Taruna/I ATKP Medan? c) Kebutuhan Psikologis apakah yang tidak menonjol pada Taruna/I ATKP Medan? d) Kebutuhan Psikologis apakah yang perlu untuk dikembangkan untuk meningkat prestasi akademik dan kesiapan menghadapi lingkungan kerja? a) Edward Personal Preference Schedule (EPPS) Tes EPPS dibuat oleh Allen L. Edwards untuk mengadakan analisis terhadap kebutuhan-kebutuhan dalam diri masingmasing individu. Dasar teoritis dari EPPS adalah teori kebutuhan (needs) yang dikemukakan oleh Henry A. Murray. Edwards sendiri kemudian memilih 15 kebutuhan yang dikemukakan oleh Murray tersebut dan mengembangkan pernyataanpernyataan yang sesuai untuk menggambarkan kebutuhan-kebutuhan tersebut (Anastasi & Urbina, 1997). Tes ini dikategorikan ke dalam tes inventori yang berisi 225 pasang pernyataan dimana masing-masing individu yang mengerjakan tes ini akan diminta untuk memilih pernyataan yang paling menggambarkan diri mereka. Hasil dari tes ini akan diperoleh profil kebutuhan-kebutuhan masing-masing individu dimana yang dirasakan lebih penting yang akan memotivasi munculnya perilaku tertentu untuk mencapai kebutuhan tersebut. Beberapa contoh dari kebutuhan yang digunakan Edwards dalam menyusun EPPS adalah need of achievement

4 (kebutuhan untuk berbuat sebaik mungkin, untuk menyelesaikan tugas-tugas yang sukar dan menarik), need of endurance (kebutuhan untuk tekun dalam mengerjakan tugas-tugas yang dihadapi), need of order (kebutuhan untuk mengerjakan sesuatu dengan teratur dan rapi dan terencana) (dalam Schultz & Schultz, 2005) b) Teori Kebutuhan (Needs) Murray Murray (dalam Schultz, 2005) menjelaskan kepribadian manusia dengan memaparkan konsep needs sebagai sesuatu yang menggerakkan dan memotivasi perilaku manusia. Ketika kebutuhan-kebutuhan ini aktif dalam diri individu, maka individu akan memunculkan perilaku-perilaku yang diarahkan untuk mencapai kebutuhan tersebut dan pada akhirnya akan menggambarkan karakterisitik individu tersebut. Kebutuhan-kebutuhan ini sendiri bisa saja muncul baik dari proses internal seperti rasa haus dan lapar maupun dari lingkungan eskternal seperti ancaman dari orang asing. Allen L. Edwards kemudian menyusun ulang kebutuhan-kebutuhan yang dikemukakan Murray dan memilih 15 kebutuhan untuk disusun dalam EPPS. Kebutuhan-kebutuhan tersebut adalah: 1. Need of achievement (kebutuhan untuk berprestasi) 2. Need of deference (kebutuhan untuk mengikuti aturan dan kebiasaan) 3. Need of order (kebutuhan untuk melakukan sesuatu dengan teratur dan terperinci) 4. Need of exhibition (kebutuhan untuk dikagumi, diperhatikan dan didengar) 5. Need of autonomy (kebutuhan untuk bertindak secara bebas dan mandiri) 6. Need of affiliation (kebutuhan untuk berteman secara afektif) 7. Need of intraception (kebutuhan untuk memahami perilaku dan perasaan orang lain) 8. Need of succorence (kebutuhan untuk didukung dan dibantu oleh orang lain) 9. Need of dominance (kebutuhan untuk memiliki kendali atas orang lain) 10. Need of abasement (kebutuhan untuk tunduk atas perintah dan dominansi orang lain) 11. Need of nurturance (kebutuhan untuk memberikan dukungan dan bantuan pada orang lain) 12. Need of change (kebutuhan untuk mencari pengalaman baru dan menghindari rutinitas) 13. Need of endurance (kebutuhan untuk bertahan mengerjakan tugas hingga tuntas) 14. Need of heterosexuality (kebutuhan untuk membentuk hubungan dengan lawan jenis) 15. Need of aggression (kebutuhan untuk menghadapi orang lain dengan kekerasan) c) Pengertian Masa Remaja Kata Remaja berasal dari bahasa latin yaitu adolescene yang berarti to grow atau to grow maturity. Menurut DeBrun mendefinisikan remaja sebagai periode pertumbuhan antara masa kanak-kanak dan dewasa. Menurut Papalia dan Olds mendefinisikan masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanakkanak dan dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun. Menurut Adams dan Gullota mendefinisikan masa remaja meliputi usia antara 11 hingga 20 tahun. Adapun Hurlock membagi masa remaja menjadi masa remaja awal (13 hingga 16/17 tahun) dan masa remaja akhir (16 atau 17 tahun hingga 18 tahun). Masa remaja awal dan akhir dibedakan oleh Hurlock karena pada masa remaja akhir individu telah mencapai transisi perkembangan yang lebih mendekati masa dewasa. Dimasa remaja, perasaan menjadi lebih kuat. Mereka ingin menghidupkan harapan teman-temannya dan diterima oleh teman-teman mereka. d) Perkembangan Emosi Remaja Emosi atau perasaan merupakan salah satu potensi kejiwaan yang khas yang dimiliki oleh manusia, khususnya pada masa remaja awal. Sebab, hanya manusia yang

5 memiliki perasaan, sedangkan hewan tidak mempunyai perasaan. Perkembangan emosi Menurut Chaplin dalam suatu kamus psikologi mendefinisikan Perkembangan emosi sebagai suatu keadaan yang terangsang dari organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam sifatnya dari perubahan perilaku untuk mencapai kematangan emosi. Masa remaja merupakan puncak emosionalitas, yaitu perkembangan emosi yang tinggi. Pertumbuhan fisik, terutama organ-organ seksual mempengaruhi berkembangnya emosi atau perasaan-perasaan dan dorongan-dorongan baru yang dialami sebelumnya, seperti perasaan cinta, rindu, dan keinginan untuk berkenalan lebih intim dengan lawan jenis. Namun demikian kadang-kadang orang masih dapat mengontrol keadaan dirinya sehingga emosi yang dialami tidak tercetus keluar dengan perubahan atau tanda-tanda perilaku tersebut. hal ini berkaitan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Ekman dan Friesen yang dikenal dengan display rules, yaitu masking, modulation, dan simulation. 2.1 Kerangka Berpikir Budiman (2006) mengungkapkan bahwa mahasiswa adalah orang yang belajar di sekolah tingkat perguruan tinggi untuk mempersiapkan dirinya bagi suatu keahlian tingkat yang lebih lanjut.dilihat dari tahapan usia, taruna berada pada rentang usia remaja akhir yaitu usia 18 tahun sampai 21 tahun (Monks dkk, 2009). Sedikit berbeda dengan Hurlock yang mengatakan bahwa individu masa remaja berlangsung sejak usia 13 tahun hingga 18 tahun, dan mereka yang telah memasuki usia 18 tahun keatas (hingga usia 40 tahun) dikelompokan sebagai masa dewasa dini. Dari pendapat para ahli ini maka dapat dikatakan bahwa taruna baru berada pada tahapan transisi dari masa remaja akhir ke masa dewasa awal mengingat usia taruna baru secara umum berada pada kisaran usia 18 atau 19 tahun. Taruna yang sedang berada dalam tahap perkembangan dewasa awal, menurut Havighurst (dalam Papalia, ) diharapkan untuk melaksanakan serangkaian tanggungjawab yang disebut sebagai tugas perkembangan yang menuntut mereka untuk melakukan penyesuaian diri tidak hanya dengan perubahan psikologis mereka dari tahap perkembangan remaja ke dewasa awal tetapi juga menyesuaikan diri dengan tuntutan perkuliahan di perguruan tinggi. Beberapa tugas dan tanggung-jawab taruna baru berkaitan dengan proses pendidikan mereka di perguruan tinggi adalah tuntutan untuk mengikuti proses akademis secara teratur, menyelesaikan serangkaian tugas perkuliahan hingga mengikuti ujian-ujian baik lisan, tulisan maupun praktikum dengan optimal. Proses ini menuntut serangkaian perilaku dan strategi yang diarahkan untuk memenuhi tugas dan tanggungjawab tersebut dengan optimal (dalam Dembo, 2004). Keberhasilan seseorang, dalam hal ini taruna, akan maksimal dan relatif mudah dicapai dipicu oleh adanya dari dalam dirinya sendiri yang disebut sebagai motivasi intrinsik (Herzberg, dalam Dembo 2004). Motivasi intrinsik ini bersumber pada faktor-faktor dari dalam diri taruna yang didorong oleh adanya serangkaian kebutuhan seperti kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan untuk mengetahui hal-hal baru, kebutuhan untuk menekuni tugas secara maksimal serta mandiri dalam mengerjakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya, dan sebagainya yang ada dalam dirinya. Apabila kita dapat mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan yang mendominasi para taruna tersebut, dapat dijadikan dasar untuk memprediksi keberhasilan dan hambatan yang akan mereka hadapi dalam proses penyelesaian kuliah di perguruan tinggi/akademi. METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat kuantitatif deskriptif, denganmenggunakan statistik deskriptif untuk mendapatkan gambaran profil kebutuhanpsikologis pada Taruna/I ATKP Medan. Instrumen dalam penelitian ini meliputi: a) Daftar Pertanyaan Wawancara, yaitu disusun untuk menggali biodata.

6 Intrumen ini berfungsi sebagai pelengkap dari data utamayang didapatkan alat ukur EPPS; b) Edward Personal Preference Schedule (EPPS), yaitu merupakan alat inventori kepribadian yang bersifat verbal dan memakai metodeforced choice yaitu memilih diantara dua pernyataan pada setiap itemnya. Hal-hal yang tergali dari EPPS selain merupakan hasil dari pertimbangan kognisi jugamenggali keinginan, kebutuhan dan kesukaan seseorang yang baik secara sadar maupun tak sadar akan tercermin dari hasil penilaiannya itu. Subjek penelitian ini adalah semua populasi yakni menggunakan teknik sampel jenuh. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif deskriptif dengan populasi taruna di Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan (ATKP) Medan. Pengambilan partisipan yang menjadi sampel dari populasi taruna di Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan (ATKP) Medan yang berjumlah 177 orang yang berasal dari setiap jurusan (Pemanduan Lalu Lintas Udara, Teknik Listrik Bandara Teknik Navigasi Udara) dan setiap tingkatan (tingkat 1, tingkat 2 dan tingkat 3).Metodepengumpulandata dilakukan dengan menggunakan alat tes psikologi yaitu alat tes EPPS. Pengolahan data yang telah diambil dengan menggunakan alat tes EPPS dengan menggunakan statistik deskriptif. Data dari hasil penelitian diolah dengan cara sebagai berikut : a) Data tiap sampel dari skala EPPS diolah sesuai dengan teknik skoring EPPS. b) Dilakukan perhitungan statistik untuk mengetahui mean score masing-masingkebutuhan dari seluruh sampel penelitian, sehingga akan didapatkan gambaran profilkebutuhan psikologis seluruh sampel. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini menunjukkan sebagian besar subyek penelitian adalah jurusan pemandu lalu lintas udara (PLLU) dengan jumlah 79 orang dan persentase 44,6%, selanjutnya jurusan teknik navigasi udara (TNU) dan teknik listrik bandara (TLB) dengan jumlah dan persentasi yang sama yaitu 49 orang dengan persentase 27,7%. Tabel 1. Hasil Analisa Statistik Deskriptif Data EPPS Secara Keseluruhan Needs N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Kategori Achievement 177 7,00 24,00 15,5650 3,71078 Sedang Deference 177 5,00 22,00 13,0565 3,83275 Sedang Order 177 2,00 25,00 14,1186 5,47022 Sedang Exhibition 177 6,00 21,00 12,5085 3,12089 Sedang Autonomy 177 1,00 22,00 9,6554 3,76737 Cenderung Rendah Affiliation 177 3,00 25,00 15,7119 4,27486 Sedang Intraception 177 8,00 27,00 16,6384 3,71029 Cenderung Tinggi Succorance 177 1,00 23,00 11,5367 4,84651 Cenderung Rendah Dominance 177 5,00 28,00 16,3672 4,43330 Cenderung Tinggi Abasement 177 6,00 28,00 16,9492 4,06659 Cenderung Tinggi Nurturance 177 2,00 28,00 18,4463 4,38472 Cenderung Tinggi Change 177 5,00 25,00 15,4350 4,39622 Sedang Endurance 177 5,00 26,00 15,2373 4,19688 Sedang Heterosexuality 177,00 24,00 8,8079 5,99785 Cenderung Rendah Aggression 177,00 20,00 8,8136 4,30172 Cenderung Rendah Keterangan: Cenderung Tinggi : Kebutuhan yang memiliki peluang besar diwujudkan dalam perilaku. Sedang : Kebutuhan yang memiliki peluang yang cukup mungkin untuk di wujudkan dalam perilaku. Cenderung Rendah : Kebutuhan yang memiliki peluang kecil untuk diwujudkan dalam perilaku.

7 Berdasarkan Tabel 3, terlihat bahwa terdapat beberapa kebutuhan psikologis yang berada pada kategori cenderung rendah, sedang dan cenderung tinggi, tidak terdapat satupun kebutuhan yang berada pada kategori rendah ataupun tinggi. Kebutuhan yang berada pada kategori cenderung rendah adalah: Autonomy, Succorance, Heterosexuality, Aggression. Kebutuhan yang berada pada kategori Sedang adalah: Achievement, Deference, Order, Exhibition. Kebutuhan yang berada pada kategori cenderung tinggi adalah: Intraception, Dominance, Abasement dan Nurturance. Tabel 2. Hasil Analisa Statistik Deskriptif Data EPPS Jurusan Pemandu Lalu Lintas Udara Needs N Minimum Maximum Mean Kategori Achievement 79 7,00 24,00 15,1899 Sedang Deference 79 5,00 21,00 12,9114 Sedang Order 79 5,00 25,00 14,6582 Sedang Exhibition 79 6,00 21,00 12,9367 Sedang Autonomy 79 1,00 22,00 9,5570 Cenderung Rendah Affiliation 79 3,00 25,00 16,0000 Cenderung Tinggi Intraception 79 9,00 23,00 16,3165 Cenderung Tinggi Succorance 79 3,00 23,00 11,3924 Cenderung Rendah Dominance 79 9,00 28,00 16,0759 Cenderung Tinggi Abasement 79 6,00 28,00 16,5696 Cenderung Tinggi Nurturance 79 2,00 28,00 18,6582 Cenderung Tinggi Change 79 5,00 25,00 15,9114 Sedang Endurance 79 5,00 23,00 14,6076 Sedang Heterosexuality 79,00 24,00 8,4304 Cenderung Rendah Aggression 79,00 20,00 8,7089 Cenderung Rendah Berdasarkan Tabel 4, menunjukkan bahwa terdapat tiga kategori kebutuhan psikologis yaitu berada pada kategori cenderung rendah, sedang dan cenderung tinggi. Tabel ini menunjukkan tidak terdapat kebutuhan yang berada pada kategori rendah ataupun tinggi. Kebutuhan yang berada pada kategori cenderung rendah adalah: Autonomy, Succorance, Heterosexuality dan Aggression. Pada kategori sedang terdapat kebutuhan: Achievement, Deference, Order, Exhibition, Change dan Endurance. Kebutuhan yang berada pada kategori cenderung tinggi adalah : Affiliation, Intraception, Dominance, Abasement dan Nurturance. Berikut grafik sebaran masing masing kebutuhan. 7 Tabel 3. Hasil Analisa Statistik Deskriptif EPPS Jurusan Teknik Listrik Bandara Needs N Minimum Maximum Mean Kategori Achievement 49 8,00 23,00 15,9184 Sedang Deference 49 5,00 22,00 14,6327 Sedang Order 49 4,00 25,00 14,3061 Sedang Exhibition 49 6,00 18,00 11,8571 Cenderung Rendah Autonomy 49 4,00 19,00 9,2449 Cenderung Rendah Affiliation 49 5,00 24,00 14,9184 Sedang Intraception 49 11,00 27,00 17,5918 Cenderung Tinggi Succorance 49 4,00 21,00 11,5306 Cenderung Rendah Dominance 49 8,00 24,00 16,0204 Cenderung Tinggi Abasement 49 9,00 25,00 17,8776 Cenderung Tinggi Nurturance 49 7,00 25,00 17,7755 Cenderung Tinggi Change 49 6,00 24,00 14,2041 Sedang Endurance 49 7,00 23,00 14,8571 Sedang Heterosexuality 49,00 22,00 9,0204 Cenderung Rendah

8 Aggression 49 2,00 18,00 8,6122 Cenderung Rendah Tabel 5, memberikan gambaran bahwa terdapat tiga kategori kebutuhan psikologis yaitu berada pada kategori cenderung rendah, sedang dan cenderung tinggi. Tabel ini menunjukkan tidak terdapat kebutuhan yang berada pada kategori rendah ataupun tinggi. Kebutuhan yang berada pada kategori cenderung rendah adalah: Exhibition,Autonomy, Succorance, Heterosexuality dan Aggression. Pada kategori sedang terdapat kebutuhan: Achievement, Deference, Order, Affiliation, Change dan Endurance. Kebutuhan yang berada pada kategori cenderung tinggi adalah:intraception, Dominance, Abasement dan Nurturance. Tabel 4. Hasil Analisa Statistik Deskriptif EPPS Jurusan Teknik Navigasi Udara Needs N Minimum Maximum Mean Kategori Achievement 49 7,00 22,00 15,8163 Sedang Deference 49 5,00 21,00 11,7143 Cenderung Rendah Order 49 2,00 22,00 13,0612 Sedang Exhibition 49 6,00 21,00 12,4694 Sedang Autonomy 49 5,00 21,00 10,2245 Cenderung Rendah Affiliation 49 6,00 25,00 16,0408 Cenderung Tinggi Intraception 49 8,00 24,00 16,2041 Cenderung Tinggi Succorance 49 1,00 23,00 11,7755 Cenderung Rendah Dominance 49 5,00 27,00 17,1837 Cenderung Tinggi Abasement 49 6,00 23,00 16,6327 Cenderung Tinggi Nurturance 49 13,00 28,00 18,7755 Cenderung Tinggi Change 49 7,00 22,00 15,8980 Sedang Endurance 49 7,00 25,00 15,4082 Sedang Heterosexuality 49 1,00 24,00 9,2041 Cenderung Rendah Aggression 49 2,00 20,00 9,1837 Cenderung Rendah Berdasarkan tabel 6, menunjukan gambaran bahwa terdapat tiga kategori kebutuhan psikologis yang menonjol pada aruna TNU yaitu kategori cenderung rendah, sedang dan cenderung tinggi. Tabel ini menunjukkan tidak terdapat kebutuhan yang berada pada kategori rendah ataupun tinggi. Kebutuhan yang berada pada kategori cenderung rendah adalah: Deference,Autonomy, Succorance, Heterosexuality dan Aggression. Pada kategori sedang terdapat kebutuhan: Achievement, Order, Affiliation, Change dan Endurance. Kebutuhan yang berada pada kategori cenderung tinggi adalah : Affiliation, Intraception, Dominance, Abasement dan Nurturance. Secara Umum, kebutuhan psikologis Taruna ATKP Medan berada pada tiga kelompok yaitu kategori cenderung rendah, sedang dan cenderung tinggi, tidak terdapat satupun kebutuhan yang berada pada kategori rendah ataupun tinggi. Kebutuhan yang berada pada kategori cenderung tinggi menunjukkan bahwa kebutuhan tersebut cukup kuat sehingga memiliki peluang untuk ditampilkan dalam bentuk perilaku. Kebutuhan yang berada pada kategori cenderung tinggi ini adalah: Intraception, Dominance, Abasement dan Nurturance. Keempat kebutuhan yang cenderung tinggi ini memberikan gambaran bahwa secara umum taruna ATKP medan memiliki peluang besar untuk menampilkan perilaku untuk mau menyelesaikan masalah antara satu individu dengan individu lainnya, adanya kebutuhan untuk menempatkan diri pada orang lain, memberikan empati terhadap permasalahan yang dimiliki orang lain. kebutuhan untuk berempati terhadap persoalan antar sesama taruna ini dibarengi juga dengan kebutuhan untuk mengorganisir, menghimpun dan mengarhakan orang lain. selain itu terdapat juga kebutuhan untuk mau menerima koreksi, bertoleransi satu sama lain dan

9 adanya kesediaan untuk saling memberikan pertolongan kepada rekannya yang lain yang ia anggap pantas menerima bantuan. Selain kebutuhan yang berada pada kategori cenderung tinggi, terdapat pula kebutuhan yang berada pada kategori sedang. Kebutuhan yang berada pada kategori sedang berarti memiliki peluang yang cukup mungkin untuk ditampilkan dalam bentuk perilaku. Kebutuhan tersebut adalah: Achievement, Deference, Order, Exhibition. Empat kebutuhan yang berada pada kategori sedang ini memberikan gambaran bahwa Taruna memiliki peluang yang cukup mungkin menampilkan perilaku untuk menunjukkan adanya kemauan, kesanggupan dalam mencapai suatu prestasi, adanya kemauan untuk menyesuaikan diri dengan tatanan/aturan yang berlaku, kebutuhan akan keteraturan dan kebutuhan untuk menampilkan kepercayaan diri, optimis dan rasa bangga diri. Selanjutnya kebutuhan yang berada pada kategori cenderung rendah adalah: Autonomy, Succorance, Heterosexuality, Aggression. Keempat kebutuhan yang berada pada kategori rendah ini memberikan gambaran bahwa taruna ATKP Medan memiliki peluang kecil untuk mampu berdiri sendiri atau sulit untuk mandiri dalam mengerjakan suatu tugas, selain itu juga memiliki ketegasan dalam berperilaku, dan cukup mampu untuk mengendalikan perilaku agresif. Berkaitan dengan aktivitas pendidikan, Taruna ATKP Medan belum sepenuhnya memiliki ambisi untuk mau mencapai suatu prestasi tertentu, kurang mampu menyelesaikan tugas secara mandiri, ia masih membutuhkan kehadiran orang lain untuk melakukan pendampingan dalam melaksanakan tugas tugas ataupun tanggungjawab tertentu. Dalam berinteraksi dengan sesama taruna, kebutuhan untuk mendominasi terlihat menonjol. Kebutuhan mendominasi ini berarti kebutuhan untuk melakukan pengawasan, memimpin dan mempengaruhi orang lain. Dinamika sebaran data EPPS secara keseluruhan relatif sama apabila dipilah 9 berdasarkan jurusan yang ada di ATKP Medan yaitu PLLU, TLB dan TNU. Taruna jurusan PLLU Kebutuhan yang berada pada kategori cenderung rendah adalah: Autonomy, Succorance, Heterosexuality dan Aggression. Kategori sedang terdapat kebutuhan: Achievement, Deference, Order, Exhibition, Change dan Endurance. Selanjutnya kebutuhan yang berada pada kategori cenderung tinggi adalah : Affiliation, Intraception, Dominance, Abasement dan Nurturance. Berkaitan dengan pendidikan, Taruna PLLU memiliki dorongan yang kurang untuk mengerjakan tugas dan menyelesaikan masalahnya secara mandiri, ia masih membutuhkan pendampingan untuk menyelesaikan tugas atau tanggungjawabnya. Sejalah dengan kebutuhann autonomy yang rendah, taruna ATKP medan jurusan PLLU memiliki kebutuhan afiliasi dan nurturance yang tinggi, yang memberikan gambaran bahwa adanya kebutuhan untuk menjalin hubungan yang hangat dan harmonis dengan orang lain. Dalam mengerjakan tugas-tugas, tidak terlalu terdorong untuk mengerjakan tugas dengan baik, kemauan untuk mencapai prestasi tidak terlalu menonjol. Sebahagian besar mereka masih cukup sulit untuk menerima perubahan dan juga kurang memiliki kebutuhan untuk ulet, gigih dan tekun untuk menyelesaikan pekerjaannya. Pada Taruna Teknik Listri Bandara, Kebutuhan yang berada pada kategori cenderung rendah adalah: Exhibition, Autonomy, Succorance, Heterosexuality dan Aggression. Pada kategori sedang terdapat kebutuhan: Achievement, Deference, Order, Affiliation, Change dan Endurance. Kebutuhan yang berada pada kategori cenderung tinggi adalah: Intraception, Dominance, Abasement dan Nurturance. Selanjutnya pada taruna Teknik Navigasi Udara, Kebutuhan yang berada pada kategori cenderung rendah adalah: Deference, Autonomy, Succorance, Heterosexuality dan Aggression. Pada kategori sedang terdapat kebutuhan: Achievement, Order, Affiliation, Change dan Endurance. Kebutuhan yang berada

10 pada kategori cenderung tinggi adalah: Affiliation, Intraception, Dominance, Abasement dan Nurturance. Kebutuhan yang diharapkan berada pada kategori cenderung tinggi/tinggi seperti Achievement, Order, Change, Endurance justru berada pada kategori sedang. Hal ini mencerminkan kebutuhan untuk mencari pengalaman baru tidak terlalu menonjol, begitu pula dengan kebutuhan untuk mengarahkan perilaku untuk mencapai prestasi yang maksimal dan bertahan untuk tekun atau mengerjakan tugas hingga selesai, kebutuhan untuk mengikuti aturan dan kebiasaan yang berlaku juga tidak terlalu menonjol. PENUTUP Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: a) Profil kebutuhan taruna/i Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan Medan, yang termasuk dalam kategori cenderung rendah adalah: Autonomy, Succorance, Heterosexuality, Aggression. Kebutuhan yang berada pada kategori Sedang adalah: Achievement, Deference, Order, Exhibition. Kebutuhan yang berada pada kategori cenderung tinggi adalah: Intraception, Dominance, Abasement dan Nurturance. b) Taruna Jurusan Pemandu Lalu Lintas Udara, kebutuhan yang berada pada kategori cenderung rendah adalah: Autonomy, Succorance, Heterosexuality dan Aggression. Pada kategori sedang terdapat kebutuhan: Achievement, Deference, Order, Exhibition, Change dan Endurance. Kebutuhan yang berada pada kategori cenderung tinggi adalah: Affiliation, Intraception, Dominance, Abasement dan Nurturance. c) Taruna Jurusan Teknik Listrik Bandara. Kebutuhan yang berada pada kategori cenderung rendah adalah: Exhibition,Autonomy, Succorance, Heterosexuality dan Aggression. Pada kategori sedang terdapat kebutuhan: Achievement, Deference, Order, Affiliation, Change dan Endurance. Kebutuhan yang berada pada kategori cenderung tinggi adalah: Intraception, Dominance, Abasement dan Nurturance. d) Taruna Jurusan Teknik Navigasi Udara. Kebutuhan yang berada pada kategori cenderung rendah adalah: Deference,Autonomy, Succorance, Heterosexuality dan Aggression. Pada kategori sedang terdapat kebutuhan: Achievement, Order, Affiliation, Change dan Endurance. Kebutuhan yang berada pada kategori cenderung tinggi adalah: Affiliation, Intraception, Dominance, Abasement dan Nurturance. Dari kesimpulan yang diperoleh dapat disarankan sebagai berikut: a) Pihak jurusan/dosen/pengajar dapat membantu taruna untuk mengembangkan needof achievement, order, change, endurance dan affiliation serta autonomy dengan cara memberikan tugas-tugas mandiri dengan tingkat kesulitan yang bervariasi untuk mengembangkan jiwa kompetitif, kemandirian belajar. Selain itu, memberikan kesempatan untuk mengenali gaya belajar dan mengelola metode belajar yang paling sesuai dengan dirinya. Tugas mandiri ini dapat pula dibarengi dengan tugas-tugas kelompok dengan tingkat kesulitan tertentu untuk membantu taruna belajar bekerja sama untuk mencapai tujuan kelompok. b) Pihak pengasuhan dapat semakin mengedepankan program pengembangan karakter melalui kegiatan pembina asuh. Dalam program tersebut, setiap Pembina fokus untuk mengasuh maksimal 20 orang taruna guna memonitor dan menampung segala keluhan taruna yang berkaitan dengan pendidikan

11 11 maupun non-pendidikan, selanjutnya melakukan tindak lanjut untuk membantu taruna semakin kompeten dalam menyelesaikan masalahnya baik dalam area pendidikan maupun non-pendidikan c) Meningkatkan sinergi antara pihak pendidikan dan pengasuhan dalam rangka pengembangan kualitas taruna. Sinergi ini dapat dimulai dengan melakukan sharing informasi mengenai perkembangan taruna, pihak jurusan memberikan informasi berupa perkembangan akademik maupun hal lainnya yang berkaitan dengan prestasi akademik taruna. Selanjutnya pihak pengesuhan memberikan informasi mengenai perkembangan sikap mental ataupun hal lain yang dapat memberikan sumbangsih terhadap prestasi akademik taruna. d) Melakukan konseling untuk meningkatkan need yang diperlukan guna menunjang kegiatan belajarmengajar seperti: achievement, order, change, endurance dan affiliation serta autonomy. e) Melakukan pelatihan pengembangan karakter seperti: pelatihan kemandirian belajar, achievement motivation training, pelatihan kepemimpinan dan kohesivitas kelompok huga mengembangkanneed yang masih dalam kategori sedang ataupun cenderung rendah seperti: autonomy, achievement, deference, order dan exhibition. DAFTAR PUSTAKA Anastasi, A. & Urbina, S. (1997). Psychological Testing. Prentice-Hall International, New Jersey Arnett, Jeffrey J. (2012). Human Development: a Cultural Approach, 1st edition. New Jersey: Pearson Education, Inc. Christensen, Larry B. (2007). Experimental Methodology, 10th edition. USA: Pearson Education, Inc. Creswell, W.J. (1994). Research Design. United Kingdom: Sage Publication, Inc. Dembo, Myron H. (2004). Motivation and Learning Strategies for College Succes. Lawrence Erlbaum Associates, Inc., Publishers, New Jersey Edwards, Allen L. (1959). Manual: Edwards Personal Preference Schedule, revised NewYork: The Psychological Co El-Gilany, et al. (2002). Causes of Blindness and Needs of Blind in Mansoura, Egypt. dalam Eastern Mediterranean Health Journal, vol.8 No.1 Januari Hall, C.S, & G. Lindzey. (2005). Psikologi Kepribadian 2 : Teori-teori Holistik. Yogyakarta: Penerbit Kanisius Hurlock, Elizabeth. (1973). Adolescent Development, 4th edition. International Student Edition. Tokyo: McGraw-Hill Kogakusha, Ltd Maknun, Djohar. (2002). Pengembangan sekolah menengah kejuruan Boarding School berbasis keunggulan lokal. File Upi.Edu. Tanggal akses 9 Mei 2016 Mappiare, A.(1982). Psikologi Remaja. Surabaya : Usaha Nasional Mason, Heather., & Stephen McCall. (1999). Visual Impairment, Access to Education for Children and Young People. GB: David Fulton Publishers. Monks, F.J., Knoers, A.M.P., Siti R.H. (2009). Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam berbagai

12 bagiannya. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Murray, Henry A. (2008). Explorations in Personality, 70th anniversary edition. New York: Oxford University Pressmapp. Paplia, D.E. (2008). Human Development. McGraw-Hill, Boston Santrock, John W Adolescence, 15th edition. New York: McGraw- Hill Company Schultz, D & Schultz, S.Ellen. (1994). Theories of Personality. California : Brooks/Cole Publishing Company.

13 13

PROFIL KEBUTUHAN PSIKOLOGIS MAHASISWA TUNANETRA DI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA. Oleh : Euis Heryati, Herlina

PROFIL KEBUTUHAN PSIKOLOGIS MAHASISWA TUNANETRA DI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA. Oleh : Euis Heryati, Herlina PROFIL KEBUTUHAN PSIKOLOGIS MAHASISWA TUNANETRA DI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Oleh : Euis Heryati, Herlina Abstrak : Seorang tunanetra dengan kondisinya yang khusus sering

Lebih terperinci

GAMBARAN PROFILE NEEDS PADA MAHASISWA KOS DI JATINANGOR YANG MELAKUKAN PREMARITAL INTERCOURSE AZAZI TITIAN NURANI ABSTRAK

GAMBARAN PROFILE NEEDS PADA MAHASISWA KOS DI JATINANGOR YANG MELAKUKAN PREMARITAL INTERCOURSE AZAZI TITIAN NURANI ABSTRAK GAMBARAN PROFILE NEEDS PADA MAHASISWA KOS DI JATINANGOR YANG MELAKUKAN PREMARITAL INTERCOURSE AZAZI TITIAN NURANI ABSTRAK Mahasiswa berada pada tahap perkembangan emerging adulthood, yaitu masa transisi

Lebih terperinci

Jurnal Pemikiran & Penelitian Psikologi PSIKOLOGIA. p-issn: e-issn:

Jurnal Pemikiran & Penelitian Psikologi PSIKOLOGIA. p-issn: e-issn: Jurnal Pemikiran & Penelitian Psikologi PSIKOLOGIA p-issn: 185-0327 e-issn: 2549-2136 www.jurnal.usu.ac.id/psikologia GAMBARAN PROFIL EPPS PADA MAHASISWA USU EPPS PROFILE OF USU STUDENTS Josetta M. R.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. bahwa secara umum kecenderungan kepribadian siswa kelas X SMA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. bahwa secara umum kecenderungan kepribadian siswa kelas X SMA 106 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan kesimpulan bahwa secara umum kecenderungan kepribadian siswa kelas X SMA Pasundan 2 Bandung dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pendidikan merupakan suatu upaya dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang memiliki keahlian dan keterampilan sesuai tuntutan pembangunan bangsa. Kualitas

Lebih terperinci

Tes Inventori: EPPS Test

Tes Inventori: EPPS Test Modul ke: Tes Inventori: EPPS Test Modul ini akan menjelaskan tentang definisi, kegunaan, dan metode tes Edward`s Personal Preference Schedule (EPPS) Fakultas PSIKOLOGI Karisma Riskinanti, M.Psi., Psi.

Lebih terperinci

EDWARD PERSONAL PREFERENCE SCHEDULE EPPS

EDWARD PERSONAL PREFERENCE SCHEDULE EPPS LABORATORIUM LANJUT PSIKOLOGI EDWARD PERSONAL PREFERENCE SCHEDULE EPPS 2015/2016 EDWARD PERSONAL PREFERENCE SCHEDULE (EPPS) LATAR BELAKANG Merupakan tes kepribadian bersifat verbal (menggunakan kata -kata),dan

Lebih terperinci

EDWARD PERSONAL PREFERENCE SCHEDULE (EPPS)

EDWARD PERSONAL PREFERENCE SCHEDULE (EPPS) EDWARD PERSONAL PREFERENCE SCHEDULE (EPPS) LATAR BELAKANG Merupakan tes kepribadian bersifat verbal (menggunakan kata-kata),dan menggunakan metode forced choice technique (FCT) dengan pilihan alternatif

Lebih terperinci

Penyusunan Norma EPPS Berdasarkan Tingkat Pendidikan SMA, Perguruan Tinggi dan Rentang Usia Dewasa Awal

Penyusunan Norma EPPS Berdasarkan Tingkat Pendidikan SMA, Perguruan Tinggi dan Rentang Usia Dewasa Awal Penyusunan Norma EPPS Berdasarkan Tingkat Pendidikan SMA, Perguruan Tinggi dan Rentang Usia Dewasa Awal Lisa Imelia Satyawan dan Heliany Kiswantomo Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Maranatha, Bandung

Lebih terperinci

Novia Sinta R, M.Psi.

Novia Sinta R, M.Psi. Novia Sinta R, M.Psi. Dikenal di Indonesia dengan nama Skala Kecenderungan Kepribadian (K5) Diciptakan oleh Allen L. Edwards Tes ini tergolong sebagai tes kepribadian atau Personality Inventory Utk melihat

Lebih terperinci

EPPS. EPPS-Kusrohmaniah

EPPS. EPPS-Kusrohmaniah EPPS EPPS-Kusrohmaniah Tes kepribadian Teknik proyeksi tidak terstruktur : Rorschach (populer awal abad 20an tapi lalu menurun popularitasnya) Teknik terstruktur : misal self-report inventories dan behavioral

Lebih terperinci

TES PSIKOLOGIS (TES EPPS) Dra. Hj. SW. Indrawati, M.Pd., Psi Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan FIP UPI Bandung

TES PSIKOLOGIS (TES EPPS) Dra. Hj. SW. Indrawati, M.Pd., Psi Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan FIP UPI Bandung TES PSIKOLOGIS (TES EPPS) Dra. Hj. SW. Indrawati, M.Pd., Psi Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan FIP UPI Bandung EDWARD PERSONAL PREFERENCE SCHEDULE (EPPS) Tes disusun berdasar konsep manifes dari

Lebih terperinci

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI PARENTING TASK PADA ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK BERPRESTASI NASIONAL DI SD X

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI PARENTING TASK PADA ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK BERPRESTASI NASIONAL DI SD X STUDI DESKRIPTIF MENGENAI PARENTING TASK PADA ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK BERPRESTASI NASIONAL DI SD X ARINA MARLDIYAH ABSTRACT Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran parenting task pada anak

Lebih terperinci

Kata Kunci : Emotional Intelligence, remaja, berpacaran

Kata Kunci : Emotional Intelligence, remaja, berpacaran Studi Deskriptif Mengenai Emotional Intelligence Pada Siswa dan Siswi SMA Negeri X yang Berpacaran Muhamad Chandika Andintyas Dibimbing oleh : Esti Wungu S.Psi., M.Ed ABSTRAK Emotional Intelligence adalah

Lebih terperinci

GAMBARAN PENYESUAIAN DIRI PADA MASA PERSIAPAN PENSIUN KARYAWAN BUMN PT. X FARATIKA NOVIYANTI ABSTRAK

GAMBARAN PENYESUAIAN DIRI PADA MASA PERSIAPAN PENSIUN KARYAWAN BUMN PT. X FARATIKA NOVIYANTI ABSTRAK GAMBARAN PENYESUAIAN DIRI PADA MASA PERSIAPAN PENSIUN KARYAWAN BUMN PT. X FARATIKA NOVIYANTI ABSTRAK Dalam menjalani karirnya individu akan terus mengalami pertambahan usia sampai memasuki fase pensiun.

Lebih terperinci

PROFIL KEBUTUHAN PSIKOLOGIS MAHASISWA TUNANETRA DI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

PROFIL KEBUTUHAN PSIKOLOGIS MAHASISWA TUNANETRA DI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA LAPORAN PENELITIAN PROFIL KEBUTUHAN PSIKOLOGIS MAHASISWA TUNANETRA DI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Oleh : Dra. Herlina, Psi. dr. Euis Heryati Sitti Chotidjah, S.Psi., Psi Ketua

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PSIKOLOGIS SISWA SMP AL-IRSYAD BOARDING SCHOOL BATU

IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PSIKOLOGIS SISWA SMP AL-IRSYAD BOARDING SCHOOL BATU IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PSIKOLOGIS SISWA SMP AL-IRSYAD BOARDING SCHOOL BATU Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang Sebagai Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi SKRIPSI OLEH:

Lebih terperinci

Piaget (dalam Hurlock, 2000) mengemukakan bahwa masa remaja merupakan masa mencari identitas diri. Oleh karena itu, remaja berusaha mengenali dirinya

Piaget (dalam Hurlock, 2000) mengemukakan bahwa masa remaja merupakan masa mencari identitas diri. Oleh karena itu, remaja berusaha mengenali dirinya PERANAN INTENSITAS MENULIS DI BUKU HARIAN TERHADAP KONSEP DIRI POSITIF PADA REMAJA Erny Novitasari ABSTRAKSI Universitas Gunadarma Masa remaja merupakan masa mencari identitas diri, dimana remaja berusaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ingin dicapai dari proses pendidikan yaitu menghasilkan manusia yang terdidik

BAB I PENDAHULUAN. ingin dicapai dari proses pendidikan yaitu menghasilkan manusia yang terdidik 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pendidikan merupakan upaya yang dilakukan untuk menyiapkan sumber daya manusia yang kompeten dan memiliki daya saing. Hal utama yang ingin dicapai dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian Sarwono (2006, hlm. 81 82) menyatakan bahwa desain penelitian memiliki dua tipe utama diantaranya desain eksploratori dan desain konklusif yang

Lebih terperinci

GAMBARAN PROFIL ORIENTASI MASA DEPAN BIDANG PERNIKAHAN PADA WANITA BEKERJA USIA TAHUN YANG BELUM MENIKAH. Siti Anggraini

GAMBARAN PROFIL ORIENTASI MASA DEPAN BIDANG PERNIKAHAN PADA WANITA BEKERJA USIA TAHUN YANG BELUM MENIKAH. Siti Anggraini GAMBARAN PROFIL ORIENTASI MASA DEPAN BIDANG PERNIKAHAN PADA WANITA BEKERJA USIA 30-40 TAHUN YANG BELUM MENIKAH Siti Anggraini Langgersari Elsari Novianti, S.Psi. M.Psi. Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah perkembangan dunia terus berkembang dengan begitu cepat. Berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah perkembangan dunia terus berkembang dengan begitu cepat. Berkembangnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah perkembangan dunia terus berkembang dengan begitu cepat. Berkembangnya peradaban dunia bukan hanya terletak pada dimensi manusia, akan tetapi peradaban dunia

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Definisi mahasiswa menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Kamisa,

BAB 2 LANDASAN TEORI. Definisi mahasiswa menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Kamisa, BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Mahasiswa yang Bekerja 2.1.1 Definisi Mahasiswa Definisi mahasiswa menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Kamisa, 1997), bahwa mahasiswa merupakan individu yang belajar di perguruan

Lebih terperinci

Prosiding SNaPP2015 Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN Dwi Hurriyati

Prosiding SNaPP2015 Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN Dwi Hurriyati Prosiding SNaPP2015 Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN 2089-3590 EISSN 2303-2472 GAYA PENGASUHAN CONSTRAINING DENGAN KOMITMEN DALAM BIDANG PENDIDIKAN (STUDI KORELASI PADA MAHASISWA PSIKOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Disusun oleh Ari Pratiwi, M.Psi., Psikolog & Unita Werdi Rahajeng, M.Psi., Psikolog

Disusun oleh Ari Pratiwi, M.Psi., Psikolog & Unita Werdi Rahajeng, M.Psi., Psikolog PELATIHAN PSIKOLOGI DAN KONSELING BAGI DOSEN PEMBIMBING AKADEMIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA Disusun oleh Ari Pratiwi, M.Psi., Psikolog & Unita Werdi Rahajeng, M.Psi., Psikolog MAHASISWA Remaja Akhir 11 20 tahun,

Lebih terperinci

kata kunci : kemandirian, penyesuaian diri, social adjustment, mahasiswa

kata kunci : kemandirian, penyesuaian diri, social adjustment, mahasiswa HUBUNGAN ANTARA KEMANDIRIAN DENGAN PENYESUAIAN DIRI DALAM LINGKUNGAN KAMPUS PADA MAHASISWA AMANDA RIZKI NUR Dosen Pembimbing : Drs. Aris Budi Utomo, M.Si ABSTRAK Mahasiswa tentunya memiliki tugas perkembangan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Kendall dan Kendall (2003: 523), sistem merupakan

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Kendall dan Kendall (2003: 523), sistem merupakan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dasar Sistem Informasi 2.1.1 Sistem Menurut Kendall dan Kendall (2003: 523), sistem merupakan serangkaian subsistem yang saling terkait dan tergantung satu sama lain, bekerja

Lebih terperinci

GAMBARAN KOMITMEN BERPACARAN PADA KORBAN SEXUAL INFIDELITY USIA TAHUN YANG TETAP MEMERTAHANKAN RELASI BERPACARANNYA SEKAR NAWANG WULAN

GAMBARAN KOMITMEN BERPACARAN PADA KORBAN SEXUAL INFIDELITY USIA TAHUN YANG TETAP MEMERTAHANKAN RELASI BERPACARANNYA SEKAR NAWANG WULAN GAMBARAN KOMITMEN BERPACARAN PADA KORBAN SEXUAL INFIDELITY USIA 18-25 TAHUN YANG TETAP MEMERTAHANKAN RELASI BERPACARANNYA SEKAR NAWANG WULAN Eka Riyanti Purboningsih, S.Psi., M.Psi. 1 Fakultas Psikologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran guna mengembangkan potensi diri

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran guna mengembangkan potensi diri 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini pemerintah memiliki program pendidikan yang disesuaikan dengan amanat UU/SISDIKNAS No.20/2003, yakni pendidikan adalah tanggung jawab semua. Amanat

Lebih terperinci

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. LA TAR BELAKANG MASALAH Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup

Lebih terperinci

Prosiding SNaPP2015 Kesehatan pissn eissn

Prosiding SNaPP2015 Kesehatan pissn eissn Prosiding SNaPP2015 Kesehatan pissn 2477-2364 eissn 2477-2356 STUDI MENGENAI GAMBARAN KEBUTUHAN SHOPKEEPER LAKI-LAKI DI DISTRO ANAK BERDASARKAN EDWARD PERSONAL PREFERENCE SCHEDULE 1 Eni Nuraeni Nugrahawati,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH YANG DITERAPKAN ORANG TUA DENGAN SIKAP TERHADAP PERILAKU HETEROSEKSEKSUAL

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH YANG DITERAPKAN ORANG TUA DENGAN SIKAP TERHADAP PERILAKU HETEROSEKSEKSUAL HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH YANG DITERAPKAN ORANG TUA DENGAN SIKAP TERHADAP PERILAKU HETEROSEKSEKSUAL Penelitian terhadap siswa bersusia (11-14 tahun) di SMP N X Indramayu Hernika Prihatina (190110100127)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Riska Tyas Perdani, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Riska Tyas Perdani, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mahasiswa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti orang yang belajar di perguruan tinggi. Arnett (dalam Santrock, 2011) menyatakan bahwa mahasiswa dalam

Lebih terperinci

Pedoman Wawancara (Subyek) Profil Kepribadian Guru Paud Terang Bangsa Kota Semarang. Berdasarkan Tes EPPS. a. Nama. c.

Pedoman Wawancara (Subyek) Profil Kepribadian Guru Paud Terang Bangsa Kota Semarang. Berdasarkan Tes EPPS. a. Nama. c. Pedoman Wawancara (Subyek) Profil Kepribadian Guru Paud Terang Bangsa Kota Semarang Berdasarkan Tes EPPS 1. Identitas Subyek a. Nama b. Usia c. Jenis Kelamin d. Pendidikan 2. Latar Belakang Subyek a. Tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan mengalami perubahan-perubahan bertahap dalam hidupnya. Sepanjang rentang kehidupannya tersebut,

Lebih terperinci

Tes Inventory. Skoring, Interprestasi, dan mengkomunikasikan tes EPPS. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI

Tes Inventory. Skoring, Interprestasi, dan mengkomunikasikan tes EPPS. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI Modul ke: Tes Inventory Skoring, Interprestasi, dan mengkomunikasikan tes EPPS Fakultas PSIKOLOGI Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id CARA MENILAI : MEMBERI TANDA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang permasalahan Setiap manusia tidak dapat hidup sendiri, manusia pasti membutuhkan orang lain disekitarnya mulai dari hal yang sederhana maupun untuk hal-hal besar didalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyadari pentingnya memiliki pendidikan yang tinggi. Untuk mengikuti perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. menyadari pentingnya memiliki pendidikan yang tinggi. Untuk mengikuti perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan saat ini semakin berkembang, hal ini ditandai dengan individu yang menyadari pentingnya memiliki pendidikan yang tinggi. Untuk mengikuti perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Helmi Rahmat, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Helmi Rahmat, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Stres merupakan suatu permasalahan yang sering menjadi perbincangan dalam kehidupan sehari-hari. Stres dapat dialami dalam berbagai situasi yang berbeda.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kelekatan. melekat pada diri individu meskipun figur lekatnya itu tidak tampak secara fisik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kelekatan. melekat pada diri individu meskipun figur lekatnya itu tidak tampak secara fisik. 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kelekatan 1. Defenisi Kelekatan (attachment) Menurut Bashori (2006) kelekatan adalah ikatan kasih sayang antara anak dengan pengasuhnya. Ikatan ini bersifat afeksional, maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan itu juga telah dipelajari secara mendalam. terjadi pada manusia, dan pada fase-fase perkembangan itu fase yang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan itu juga telah dipelajari secara mendalam. terjadi pada manusia, dan pada fase-fase perkembangan itu fase yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam menghadapi zaman yang semakin modern seperti sekarang ini, banyak yang harus dipersiapkan oleh bangsa. Tidak hanya dengan memperhatikan kuantitas individunya,

Lebih terperinci

PROFIL KECENDERUNGAN KEPRIBADIAN MAHASISWA BIMBINGAN DAN KONSELING DITINJAU MELALUI EPPS

PROFIL KECENDERUNGAN KEPRIBADIAN MAHASISWA BIMBINGAN DAN KONSELING DITINJAU MELALUI EPPS PROFIL KECENDERUNGAN KEPRIBADIAN MAHASISWA BIMBINGAN DAN KONSELING DITINJAU MELALUI EPPS (Edward Personal Preference Schedule) Studi pada Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Angkatan 2012 IKIP PGRI MADIUN

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TIPE POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEMANDIRIAN PERILAKU REMAJA AKHIR. Dr. Poeti Joefiani, M.Si

HUBUNGAN ANTARA TIPE POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEMANDIRIAN PERILAKU REMAJA AKHIR. Dr. Poeti Joefiani, M.Si HUBUNGAN ANTARA TIPE POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEMANDIRIAN PERILAKU REMAJA AKHIR DYAH NURUL HAPSARI Dr. Poeti Joefiani, M.Si Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran Pada dasarnya setiap individu memerlukan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERSEPSI KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KONFORMITAS DALAM KENAKALAN REMAJA PADA SISWA SMP TERBUKA FIRDAUS

HUBUNGAN PERSEPSI KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KONFORMITAS DALAM KENAKALAN REMAJA PADA SISWA SMP TERBUKA FIRDAUS HUBUNGAN PERSEPSI KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KONFORMITAS DALAM KENAKALAN REMAJA PADA SISWA SMP TERBUKA FIRDAUS ANGGI SEPTIA NIZARWAN ABSTRAK Masa remaja merupakan masa transisi dari kanak-kanak menuju

Lebih terperinci

PSIKOGRAM. Nama : A Level Tes : Supervisor Tanggal Tes : 29 Juli 2010 Pengirim : PT. X Tujuan Tes : Seleksi Calon Supervisor Gudang Bahan.

PSIKOGRAM. Nama : A Level Tes : Supervisor Tanggal Tes : 29 Juli 2010 Pengirim : PT. X Tujuan Tes : Seleksi Calon Supervisor Gudang Bahan. PSIKOGRAM Nama : A Level Tes : Supervisor Tanggal Tes : 29 Juli 2010 Pengirim : Tujuan Tes : Seleksi Calon Supervisor Gudang Bahan Sidoarjo Aspek SR R S T ST Inteligensi Umum (Taraf Kecerdasan) Taraf kemampuan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Motivasi 1. Pengertian Kata motivasi berasal dari bahasa latin yaitu movere, yang berarti bergerak ( move ). Motivasi menjelaskan apa yang membuat orang melakukan sesuatu, membuat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).

Lebih terperinci

Kata kunci : Iklim, Iklim Organisasi, Litwin & Stringer

Kata kunci : Iklim, Iklim Organisasi, Litwin & Stringer ABSTRAK CHIKA ANINDYAH HIDAYAT. Gambaran Mengenai Iklim Organisasi pada Pegawai Biro Umum Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional. Iklim Organisasi merupakan sesuatu yang dihayati sebagai pengaruh subjektif

Lebih terperinci

Hubungan antara Gaya Regulasi Motivasi dengan Psychological Well Being pada Mahasiswa Bidikmisi Fakultas Ilmu Budaya Unpad Novita Purnamasari

Hubungan antara Gaya Regulasi Motivasi dengan Psychological Well Being pada Mahasiswa Bidikmisi Fakultas Ilmu Budaya Unpad Novita Purnamasari Hubungan antara Gaya Regulasi Motivasi dengan Psychological Well Being pada Mahasiswa Bidikmisi Fakultas Ilmu Budaya Unpad Novita Purnamasari Dibimbing Oleh : Dr.Ahmad Gimmy Prathama Siswandi, M.Si ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini pendidikan memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Pada dasarnya, pendidikan merupakan suatu proses yang membantu manusia dalam mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara berpikir remaja mengarah pada tercapainya integrasi dalam hubungan sosial (Piaget dalam Hurlock, 1980).

Lebih terperinci

merasa dirinya penting (sense of importance) Kebutuhan akan kemajuan dan tidak gagal (sense of achievement) 4) Esteem or status needs

merasa dirinya penting (sense of importance) Kebutuhan akan kemajuan dan tidak gagal (sense of achievement) 4) Esteem or status needs 20 Kebutuhan akan perasaan dihormati karena setiap manusia merasa dirinya penting (sense of importance) Kebutuhan akan kemajuan dan tidak gagal (sense of achievement) Kebutuhan akan perasaan ikut serta

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN PENYESUAIAN DIRI DI LINGKUNGAN KAMPUS PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN PENYESUAIAN DIRI DI LINGKUNGAN KAMPUS PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN PENYESUAIAN DIRI DI LINGKUNGAN KAMPUS PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN EXA ALIFA BUDIYANTO ABSTRAK Ketika mahasiswa memasuki perguruan tinggi

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia 1 B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia akan mengalami serangkaian tahap perkembangan di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia adalah tahap remaja. Tahap

Lebih terperinci

GAMBARAN INTENSI MELAKUKAN OBSESSIVE CORBUZIER S DIET (OCD) PADA MAHASISWA

GAMBARAN INTENSI MELAKUKAN OBSESSIVE CORBUZIER S DIET (OCD) PADA MAHASISWA GAMBARAN INTENSI MELAKUKAN OBSESSIVE CORBUZIER S DIET (OCD) PADA MAHASISWA Studi Deskriptif Mengenai Intensi untuk Melakukan Diet OCD Pada Mahasiswa Universitas Padjadjaran dilihat dari Attitude Toward

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. Menengan Atas (SMA) saat beralih ke perguruan tinggi. Pada jenjang SMA untuk

BAB I Pendahuluan. Menengan Atas (SMA) saat beralih ke perguruan tinggi. Pada jenjang SMA untuk BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi merupakan salah satu lembaga pendidikan formal dan menjadi salah satu jenjang pendidikan setelah SMA. Setiap jenjang pendidikan memiliki system

Lebih terperinci

LAPORAN KEPRIBADIAN. ISTJ (Introvert Sensing Thinking Judging)

LAPORAN KEPRIBADIAN. ISTJ (Introvert Sensing Thinking Judging) Arkinar Consulting Group Pengembangan SDM Puri Taman Gading Dua No. C-3, Pati, Jawa Tengah https://teskepribadian.arkinar.co.id Email : arkinarconsultinggroup@gmail.com LAPORAN KEPRIBADIAN I II DATA PRIBADI

Lebih terperinci

PROFIL KEPRIBADIAN GURU PAUD TERANG BANGSA KOTA SEMARANG BERDASARKAN TES EPPS SKRIPSI VICTORIA DHAMAIYANTI

PROFIL KEPRIBADIAN GURU PAUD TERANG BANGSA KOTA SEMARANG BERDASARKAN TES EPPS SKRIPSI VICTORIA DHAMAIYANTI PROFIL KEPRIBADIAN GURU PAUD TERANG BANGSA KOTA SEMARANG BERDASARKAN TES EPPS SKRIPSI VICTORIA DHAMAIYANTI 09.40.0098 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2014 Dipertahankan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan dirinya salah satunya untuk suatu keahlian tingkat sarjana.

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan dirinya salah satunya untuk suatu keahlian tingkat sarjana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah individu yang belajar di perguruan tinggi, baik di Universitas, Institute atau Akademi. Sukadji (2001) mengemukakan bahwa mahasiswa adalah sebagian

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan. Hasil Analisis Deskriptif. Deskripsi data dilakukan untuk mengkategorikan kelompok

Bab IV Hasil dan Pembahasan. Hasil Analisis Deskriptif. Deskripsi data dilakukan untuk mengkategorikan kelompok 51 Bab IV Hasil dan Pembahasan Hasil Penelitian Hasil Analisis Deskriptif. Deskripsi data dilakukan untuk mengkategorikan kelompok subjek penelitian atau mengetahui karakteristik data yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. usia 18 hingga 25 tahun (Santrock, 2010). Pada tahap perkembangan ini, individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. usia 18 hingga 25 tahun (Santrock, 2010). Pada tahap perkembangan ini, individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang individu dapat dikatakan menginjak masa dewasa awal ketika mencapai usia 18 hingga 25 tahun (Santrock, 2010). Pada tahap perkembangan ini, individu mengalami

Lebih terperinci

EFIKASI DIRI, DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN SELF REGULATED LEARNING PADA SISWA KELAS VIII. Abstract

EFIKASI DIRI, DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN SELF REGULATED LEARNING PADA SISWA KELAS VIII. Abstract EFIKASI DIRI, DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN SELF REGULATED LEARNING PADA SISWA KELAS VIII Nobelina Adicondro & Alfi Purnamasari Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Jalan Kapas No. 9 Yogyakarta alfi_purnamasari@yahoo.com.

Lebih terperinci

GAMBARAN PROFIL KEPRIBADIAN PADA REMAJA YANG KECANDUAN GAME ONLINE

GAMBARAN PROFIL KEPRIBADIAN PADA REMAJA YANG KECANDUAN GAME ONLINE GAMBARAN PROFIL KEPRIBADIAN PADA REMAJA YANG KECANDUAN GAME ONLINE SKRIPSI Oleh : UMMI MASRUFAH MAULIDIYAH 07810055 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2012 KATA PENGANTAR Assalamu alaikum

Lebih terperinci

PENGARUH KONSEP DIRI TERHADAP KEKERASAN DALAM PACARAN PADA REMAJA DI JAKARTA

PENGARUH KONSEP DIRI TERHADAP KEKERASAN DALAM PACARAN PADA REMAJA DI JAKARTA PENGARUH KONSEP DIRI TERHADAP KEKERASAN DALAM PACARAN PADA REMAJA DI JAKARTA Fitria Fauziah Psikologi, Gading Park View ZE 15 No. 01, 081298885098, pipih.mail@gmail.com (Fitria Fauziah, Cornelia Istiani,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Atas Negeri 18 Bandung pada Tahun Ajaran 2013-2014. Sekolah ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA Rita Sinthia Dosen Prodi Bimbingan Konseling FKIP Universitas Bengkulu Abstract:This study was

Lebih terperinci

TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SMP

TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SMP TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SMP Dra. Aas Saomah, M.Si JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SMP A. Pengertian

Lebih terperinci

Tes Inventori: SSCT. Modul ini akan menjelaskan tentang cara pengadministrasian dan skoring tes SSCT (Saks Sentence Completion Test)

Tes Inventori: SSCT. Modul ini akan menjelaskan tentang cara pengadministrasian dan skoring tes SSCT (Saks Sentence Completion Test) Modul ke: Tes Inventori: SSCT Modul ini akan menjelaskan tentang cara pengadministrasian dan skoring tes SSCT (Saks Sentence Completion Test) Fakultas PSIKOLOGI Karisma Riskinanti, M.Psi., Psi. Program

Lebih terperinci

PERSEPSI TERHADAP PERILAKU SENIOR SELAMA KADERISASI DAN KOHESIVITAS KELOMPOK MAHASISWA TAHUN PERTAMA

PERSEPSI TERHADAP PERILAKU SENIOR SELAMA KADERISASI DAN KOHESIVITAS KELOMPOK MAHASISWA TAHUN PERTAMA PERSEPSI TERHADAP PERILAKU SENIOR SELAMA KADERISASI DAN KOHESIVITAS KELOMPOK MAHASISWA TAHUN PERTAMA Terendienta Pinem 1, Siswati 2 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto SH

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA OLEH: RITA SINTHIA ABSTRACT

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA OLEH: RITA SINTHIA ABSTRACT HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA OLEH: RITA SINTHIA ABSTRACT This study was aimed to investigate the relationship between social

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prokrastinasi Akademik 2.1.1 Pengertian Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan pro yang berarti mendorong maju atau bergerak maju dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Statistik skor mahasiswa UAS TPB IPB mata kuliah Fisika

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Statistik skor mahasiswa UAS TPB IPB mata kuliah Fisika 6 c. Menghitung sebaran pilihan jawaban dan reliabilitas soal. 3. Penerapan teori respon butir dengan menggunakan model IRT 1PL, IRT 2PL, dan IRT 3PL. a. Pengujian asumsi model IRT b. Menghitung parameter

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Saat ini, kriminalitas semakin merajalela. Setiap hari, kita melihat di tayangan

Bab 1. Pendahuluan. Saat ini, kriminalitas semakin merajalela. Setiap hari, kita melihat di tayangan Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini, kriminalitas semakin merajalela. Setiap hari, kita melihat di tayangan program televisi mengenai tindak kriminal. Tindakan pemerkosaan sebagai salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang rentang kehidupannya individu mempunyai serangkaian tugas perkembangan yang harus dijalani untuk tiap masanya. Tugas perkembangan tersebut terbentang

Lebih terperinci

Materi kuliah e-learning HUBUNGAN ORANG TUA DENGAN ANAK REMAJA oleh : Dr. Triana Noor Edwina DS, M.Si Dosen Fakultas Psikologi Universitas Mercu

Materi kuliah e-learning HUBUNGAN ORANG TUA DENGAN ANAK REMAJA oleh : Dr. Triana Noor Edwina DS, M.Si Dosen Fakultas Psikologi Universitas Mercu Materi kuliah e-learning HUBUNGAN ORANG TUA DENGAN ANAK REMAJA oleh : Dr. Triana Noor Edwina DS, M.Si Dosen Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta Selamat membaca, mempelajari dan memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan negara di segala bidang. Agar mendapatkan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan negara di segala bidang. Agar mendapatkan manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia sangat memerlukan sumber daya manusia yang berkualitas untuk mendukung perkembangan dan pembangunan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

Dampak Ketunanetraan terhadap Fungsi Kognitif Anak

Dampak Ketunanetraan terhadap Fungsi Kognitif Anak Dampak Ketunanetraan terhadap Fungsi Kognitif Anak Oleh Didi Tarsidi Kognisi adalah persepsi individu tentang orang lain dan obyek-obyek yang diorganisasikannya secara selektif. Respon individu terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja atau Adolescene berasal dari bahasa latin, yaitu adolescere yang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja atau Adolescene berasal dari bahasa latin, yaitu adolescere yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja atau Adolescene berasal dari bahasa latin, yaitu adolescere yang berarti pertumbuhan menuju kedewasaan. Dalam kehidupan seseorang, masa remaja merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Peranan bimbingan dan konseling dalam dunia pendidikan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

Lebih terperinci

KESIAPAN BERSEKOLAH ANAK PADA ANAK-ANAK TAMAN KANAK- KANAK (TK) FULLDAY DITINJAU DARI TINGKAT PENDIDIKAN ORANG TUA NASKAH PUBLIKASI

KESIAPAN BERSEKOLAH ANAK PADA ANAK-ANAK TAMAN KANAK- KANAK (TK) FULLDAY DITINJAU DARI TINGKAT PENDIDIKAN ORANG TUA NASKAH PUBLIKASI 1 KESIAPAN BERSEKOLAH ANAK PADA ANAK-ANAK TAMAN KANAK- KANAK (TK) FULLDAY DITINJAU DARI TINGKAT PENDIDIKAN ORANG TUA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Oleh : NURYATI MUSTAMIROH F 100 080 086 Kepada FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007). 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun belakangan. Seseorang bisa dikatakan anak jalanan apabila berumur dibawah 18 tahun, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karyawan yang sesuai dengan posisi yang tersedia. Dalam bidang klinis, tes

BAB I PENDAHULUAN. karyawan yang sesuai dengan posisi yang tersedia. Dalam bidang klinis, tes BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tes psikologi saat ini telah digunakan hampir dalam setiap bidang kehidupan. Dalam bidang pendidikan, tes psikologi digunakan untuk mengetahui minat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Identitas Ego 2.1.1 Definisi Identitas Ego Untuk dapat memenuhi semua tugas perkembangan remaja harus dapat mencapai kejelasan identitas (sense of identity) yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

Jadwal Perkuliahan Psikologi Perkembangan KKNI. Pertemuan ke- Materi Kegiatan A 16/02 B 15/02 C 17/02 D 16/02 E 16/02

Jadwal Perkuliahan Psikologi Perkembangan KKNI. Pertemuan ke- Materi Kegiatan A 16/02 B 15/02 C 17/02 D 16/02 E 16/02 Jadwal Perkuliahan Psikologi Perkembangan KKNI Pertemuan ke- Materi Kegiatan A 16/02 B 15/02 C 17/02 D 16/02 E 16/02 1 Pengantar & Kontrak Perkuliahan Penjelasan tugas dan pembagian kelompok A 17/02 B

Lebih terperinci

Jurnal CARE Volume 01 Nomor 01 Tahun 2013 PG PAUD-IKIP PGRI MADIUN

Jurnal CARE Volume 01 Nomor 01 Tahun 2013 PG PAUD-IKIP PGRI MADIUN PROFIL KECENDERUNGAN KEPRIBADIAN MAHASISWA BIMBINGAN DAN KONSELING DITINJAU MELALUI EPPS (Edward Personal Preference Schedule) Studi pada Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Angkatan 2012 IKIP PGRI MADIUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada meningkatnya hubungan antara anak dengan teman-temannya. Jalinan

BAB I PENDAHULUAN. pada meningkatnya hubungan antara anak dengan teman-temannya. Jalinan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyesuaian diri berkaitan dengan kemampuan untuk memenuhi tuntutan lingkungan sebagaimana memenuhi kebutuhan sendiri. Keluarga sebagai lingkungan awal yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENERAPAN TEKNIK DISIPLIN DI TK X DENGAN KEMAMPUAN PENALARAN MORAL ANAK USIA 4-6 TAHUN FINA DWI PUTRI ABSTRAK

HUBUNGAN PENERAPAN TEKNIK DISIPLIN DI TK X DENGAN KEMAMPUAN PENALARAN MORAL ANAK USIA 4-6 TAHUN FINA DWI PUTRI ABSTRAK HUBUNGAN PENERAPAN TEKNIK DISIPLIN DI TK X DENGAN KEMAMPUAN PENALARAN MORAL ANAK USIA 4-6 TAHUN FINA DWI PUTRI ABSTRAK FINA DWI PUTRI. Hubungan Penerapan Teknik Disiplin Di Tk X Dengan Kemampuan Penalaran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Penelitian kuantitatif merupakan pendekatan penelitian yang yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab 4 ini akan dipaparkan mengenai gambaran demografis responden, gambaran tingkat self-esteem dan faktor yang mempengaruhi konformitas, hasil utama penelitian dan analisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa tidak hanya didukung oleh pemerintah yang baik dan adil, melainkan harus ditunjang pula oleh para generasi penerus yang dapat diandalkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kekayaan sumber daya alam di masa depan. Karakter positif seperti mandiri,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kekayaan sumber daya alam di masa depan. Karakter positif seperti mandiri, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia membutuhkan manusia berkompeten untuk mengolah kekayaan sumber daya alam di masa depan. Karakter positif seperti mandiri, disiplin, jujur, berani,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan dibentuk oleh lima kebutuhan konatif (conative needs), yang memiliki karakter

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan dibentuk oleh lima kebutuhan konatif (conative needs), yang memiliki karakter BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prestasi menjadi suatu hal yang sangat didambakan oleh banyak orang di era globalisasi saat ini. Ketika seseorang mampu mencapai prestasi yang baik maka akan memunculkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Konsep tentang Locus of control (pusat kendali) pertama kali

BAB II LANDASAN TEORI. Konsep tentang Locus of control (pusat kendali) pertama kali BAB II LANDASAN TEORI A. Internal Locus Of Control 1. Definisi Internal Locus of Control Locus of control adalah tingkat di mana individu yakin bahwa mereka adalah penentu nasib mereka sendiri (Robbins

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5.1. Bahasan

BAB V PENUTUP 5.1. Bahasan BAB V PENUTUP 5.1. Bahasan Berdasarkan hasil analisis data diperoleh hasil bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara empati dengan kecenderungan perilaku prososial terhadap siswa berkebutuhan khusus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia saling berinteraksi sosial dalam usaha mengkomunikasikan pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia saling berinteraksi sosial dalam usaha mengkomunikasikan pikiran dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lainnya. Manusia saling berinteraksi sosial dalam usaha mengkomunikasikan pikiran dan perasaannya.

Lebih terperinci