PEMAHAMAN SISWA TERHADAP PEMIKIRAN PENDIDIKAN KI HAJAR DEWANTARA DI SMA TAMAN MADYA SE-KOTA YOGYAKARTA SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMAHAMAN SISWA TERHADAP PEMIKIRAN PENDIDIKAN KI HAJAR DEWANTARA DI SMA TAMAN MADYA SE-KOTA YOGYAKARTA SKRIPSI"

Transkripsi

1 PEMAHAMAN SISWA TERHADAP PEMIKIRAN PENDIDIKAN KI HAJAR DEWANTARA DI SMA TAMAN MADYA SE-KOTA YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Oleh Ali Surya Tomy NIM PROGRAM STUDI KEBIJAKAN PENDIDIKAN JURUSAN FILSAFAT DAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA OKTOBER 2014 i

2

3

4

5 MOTTO Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (Q.S. Al Insyiroh: 6) Tidak bisa hanya berlaku untuk orang yang tidak mau berusaha. (Hitam Putih). Belajar sukses adalah belajar bertanggung jawab. (Hitam Putih) Be yourself event you are nobody. (Penulis) v

6 PERSEMBAHAN Skripsi ini penulis persembahkan kepada: 1. Orang tua penulis, Bapak Dwi Pranoto dan Ibu Suyatmi. 2. Almamater Universitas Negeri Yogyakarta. 3. Agama, Nusa, dan Bangsa. vi

7 PEMAHAMAN SISWA TERHADAP PEMIKIRAN PENDIDIKAN KI HAJAR DEWANTARA DI SMA TAMAN MADYA SE-KOTA YOGYAKARTA Oleh Ali Surya Tomy NIM ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tingkat pemahaman siswa terhadap pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara di SMA Taman Madya se-kota Yogyakarta yang terkait dengan profil Ki Hajar dan Taman Siswa, tri pusat pendidikan, teori trikon, sistem among, dan trilogi kepemimpinan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode deskriptif. Subjek penelitian ini yaitu peserta didik kelas X dan XI dengan jumlah 101 responden. Objek penelitian ini mengenai pemahaman siswa terhadap pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara. Instrumen penelitian menggunakan tes. Uji coba instrumen menggunakan uji validasi dan uji reliabilitas. Analisis data menggunakan kategori skor komponen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pemahaman siswa terhadap pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara di SMA Taman Madya se-kota Yogyakarta berada pada kategori tinggi dengan nilai sebesar 69,31%. Dari 101 siswa, sebanyak 70 siswa (69,31%) memliki tingkat pemahaman tinggi, 30 siswa (29,70%) memiliki tingkat pemahaman sedang dan 1 siswa (0,99%) memiliki tingkat pemahaman rendah. Ada lima pokok bahasan yang digunakan untuk mengukur tingkat pemahaman tersebut, yaitu (1) Pemahaman siswa terhadap profil Ki Hajar Dewantara dan Taman Siswa berada pada kategori sedang dengan nilai sebesar 68,32% responden (69 siswa). (2) Pemahaman siswa terhadap tripusat pendidikan berada pada kategori tinggi dengan nilai sebesar 83,17% responden (84 siswa). (3) Pemahaman siswa terhadap teori trikon berada pada kategori tinggi dengan nilai sebesar 59,41% responden (60 siswa). (4) Pemahaman siswa terhadap sistem among berada pada kategori tinggi dengan nilai sebesar 88,12% (89 siswa), dan (5) Pemahaman siswa terhadap trilogi pendidikan berada pada kategori tinggi dengan nilai sebesar 78,22% (79 siswa). Kata kunci: pemahaman siswa, pendidikan, Ki Hajar Dewantara. vii

8 KATA PENGANTAR Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, karunia, dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Pemahaman Siswa Terhadap Pemikiran Pendidikan Ki Hajar Dewantara di SMA Taman Madya se-kota Yogyakarta ini dengan baik. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini banyak pihak yang telah membantu dan memberikan kemudahan. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berjasa dalam membantu penyelesaian skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1. Dr. Siti Irene Astuti D., M. Si. dan I Made Suatera, M. Si. sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan motivasi, arahan serta bimbingan dalam proses penyusunan skirpsi. 2. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, atas kepemimpinan yang bijaksana dalam memberikan kemudahan bagi mahasiswa untuk menyelesaikan studi di Universitas Negeri Yogyakarta. 3. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan beserta jajaran Wakil Dekan I, II, dan III yang telah banyak memberikan bimbingan kepada peneliti. 4. Seluruh dosen Prodi Kebijakan Pendidikan yang telah memberikan ilmu, inspirasi dan dorongan untuk berprestasi selama kuliah di UNY. 5. Kepala Sekolah SMA Taman Madya Ibu Pawiyatan dan Kepala Sekolah SMA Taman Madya Jetis Yogyakarta yang telah memberikan izin untuk melaksanakan penelitian. 6. Ki Drs. Murni Rahwinarto dari SMA Taman Madya Ibu Pawiyatan dan Nyi Dra. Darini dari SMA Taman Madya Jetis Yogyakarta yang telah membantu dalam penelitian. 7. Bapak Dwi Pranoto dan Ibu Suyatmi dan saudaraku Aria Prabowo Santoso yang telah memberikan doa, dukungan, nasehat dan semangat serta memberikan motivasi hingga terselesaikannya skripsi ini. 8. Teman-teman seperjuangan di KP 2010, yang telah memberikan banyak pelajaran dan kenangan manis selama kuliah. viii

9

10 DAFTAR ISI hal HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii HALAMAN PENGESAHAN... iv HALAMAN MOTTO... v HALAMAN PERSEMBAHAN... vi ABSTRAK... vii KATA PENGANTAR... viii DAFTAR ISI... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Identifikasi Masalah... 6 C. Batasan Masalah... 7 D. Rumusan Masalah... 7 E. Tujuan Penelitian... 7 F. Manfaat Penelitian... 7 BAB II KAJIAN TEORI A. Definisi Pemahaman Siswa Pengertian Pemahaman Pengertian Pemahaman Siswa Teknik-Teknik Pemahaman B. Profil Ki Hadjar Dewantara dan Taman Siswa C. Konsep Pendidikan Ki Hadjar Dewantara Azas dan Dasar Pendidikan Tri Pusat Pendidikan x

11 3. Teori Trikon Sistem Among Trilogi Kepemimpinan D. Kerangka Pikir Penelitian E. Penelitian yang Relevan F. Hipotesis BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian B. Waktu dan Tempat Penelitian C. Populasi dan Sampel D. Teknik Pengumpulan Data E. Instrumen Penelitian F. Uji Coba Instrumen G. Teknik Analisis Data BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Profil Sekolah Deskripsi Subjek B. Deskripsi Hasil Penelitian C. Pembahasan Hasil Penelitian D. Keterbatasan Penelitian BAB V KESIMPULAN dan SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi

12 DAFTAR TABEL Tabel 1. DistribusiPopulasi Tabel 2. Distribusi Sampel Tabel 3. Alternatif Jawaban dan Bobot Nilai Jawaban Tabel 4. Indikator Instrumen dan Jumlah Item Soal Tabel 5. Kisi-Kisi Pedoman Wawancara Tabel 6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 7. Distribusi Jumlah Responden Tiap Sekolah Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 8. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelas Tabel 9. Distribusi Jumlah Responden Tiap Sekolah Berdasarkan Kelas Tabel 10. Kategori Tingkat Pemahaman Siswa terhadap Pemikiran Pendidikan Ki Hajar Dewantara Tabel 11. Skor Tiap Butir Soal pada Indikator Profil Ki Hajar dan Taman Siswa Tabel 12. Distribusi Tingkat Pemahaman Siswa terhadap profil Ki Hajar Dewantara dan Taman Siswa Tabel 13. Skor Tiap Butir Soal pada Indikator Tripusat Pendidikan Tabel 14. Distribusi Tingkat Pemahaman Siswa terhadap Tripusat Pendidikan Tabel 15. Skor Tiap Butir Soal pada Indikator Teori Trikon Tabel 16. Distibusi Tingkat Pemahaman Siswa terhadap Teori Trikon Tabel 17. Skor Tiap Butir Soal pada Indikator Sistem Among Tabel 18. Distribusi Tingkat Pemahaman terhadap Sistem Among Tabel 19. Skor Tiap Butir Soal pada Indikator Trilogi Kepemimpinan Tabel 20. Distribusi Tingkat Pemahaman terhadap Trilogi Kepemimpinan hal xii

13 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian Gambar 2. Presentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Gambar 3. Presentase Responden Berdasarkan Kelas Gambar 4. Presentase Pemahaman Siswa terhadap Pemikiran Pendidikan Ki Hajar Dewantara Gambar 5. Presentase Pemahaman Siswa terhadap Profil Ki Hajar dan Taman Siswa Gambar 6. Presentase Pemahaman Siswa terhadap Tripusat Pendidikan Gambar 7. Presentase Pemahaman Siswa terhadap Teori Trikon Gambar 8. Presentase Pemahaman Siswa terhadap Sistem Among Gambar 9. Presentase Pemahaman Siswa terhadap Trilogi Kepemimpinan Gambar 10. Presentase Pemahaman Siswa pada Tiap Indikator hal xiii

14 DAFTAR LAMPIRAN hal Lampiran 1. Surat-Surat Perijinan Lampiran 2. Instrumen Penelitian Lampiran 3. Uji Validitas dan Reliabilitas Lampiran 4. Tabulasi Data Penelitian Lampiran 5. Hasil Wawancara xiv

15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu proses untuk memberikan perubahan ke arah yang lebih baik. Drikarya (Dwi Siswoyo, dkk, 2008: 28) mengatakan bahwa pendidikan adalah fenomena yang fundamental atau asasi dalam kehidupan manusia. Kita dapat mengatakan, bahwa dimana ada kehidupan manusia, bagaimanapun juga disitu pasti ada pendidikan. Proses pendidikan hendaknya dapat memberikan kebebasan kepada setiap individu secara komprehensif dari berbagai ikatan seperti kekangan dan intimidasi dari orang lain. Menurut M. J. Langeveld pendidikan ialah pemberian bimbingan dan bantuan rohani bagi yang masih memerlukan (Sutari Imam Barnadib, 2013: 17). Jadi, kalau sudah tidak lagi membutuhkan pertolongan atau bimbingan tidak perlu lagi dididik. Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan umumnya berarti daya-upaya untuk memajukan perkembangan budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect), dan jasmani anak-anak (Dwi Siswoyo, dkk, 2008: 166). Maksudnya adalah agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak, selaras dengan alamnya dan masyarakatnya. Pada undang-undang Sistem Pendidikan Nasional bab 1, pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan potensi siswa untuk memiliki kekuatan spiritual 1

16 keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Sistem pendidikan pada masa kolonial tidak demokratis karena bersifat elit, diskriminatif dan diorientasikan pada kepentingan pemerintah penjajah, maka sistem pendidikan yang sedang berkembang pada saat itu perlu dibina dan dikembangkan untuk menjangkau kepentingan rakyat secara lebih luas. Para tokoh perintis kemerdekaan pada waktu itu telah mengembangkan lembaga-lembaga pendidikan rakyat tradisional yang pada umumnya berorientasi keagamaan. Pada masa itu, muncul seorang tokoh muda yang bernama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat atau sering dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara, beliau bersama teman-temannya mencurahkan perhatiannya di bidang pendidikan sebagai alat perjuangan untuk meraih kemerdekaan. Pada masa itu, Ki Hajar telah merancang sebuah metode atau sistem pendidikan yang sangat sesuai dengan kondisi atau keadaan negara. Metode pendidikan yang telah dirancang oleh beliau tersebut diberi nama Sistem Among. Sebuah metode yang telah dirancang khusus dengan berbagai teori dan pertimbangan yang cukup matang untuk diterapkan pada sistem pendidikan di Indonesia. Dewasa ini, pendidikan terutama di sekolah telah banyak menerapkan berbagai sistem serta metode pendidikan dan pembelajaran yang berasal dari negara-negara barat. Sesungguhnya sistem tersebut berhasil, namun tidak sedikit pula karena tidak sesuai dengan nilai dan budaya 2

17 bangsa Indonesia atau bahkan bertentangan, maka sistem tersebut tidak memberikan hasil seperti yang diharapkan. Dengan demikian, praktek teori dan filsafat pendidikan tersebut masih juga dianggap kurang memuaskan. Maka dari itu, perlu dicari model pelaksanaan teori pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan kebudayaan Indonesia, dengan kata lain bersifat kontektual. Sementara itu, masyarakat Indonesia telah melupakan bahwa bangsa Indonesia sebenarnya mempunyai sistem dan metode pendidikan asli Indonesia. Sistem dan metode pendidikan tersebut merupakan ciptaan putra Indonesia sendiri yang disebut dengan Sistem Among. Sistem ini merupakan ide atau gagasan dari Ki Hajar Dewantara dan telah diterapkan melalui pendidikan Taman Siswa. Tamansiwa lahir pada tanggal 3 Juli 1922, dengan nama asing Nationale Onderwijs Tamansiswa atau dikenal sebagai Perguruan Nasional Tamansiswa (Dwi Siswoyo, dkk, 2008: 165). Berdirinya Tamansiswa sebenarnya merupakan kelahiran kembali sistem Paguron yang telah digunakan di kalangan masyarakat Indonesia. Salah satu ciri penerapan sistem among adalah dengan sistem Paguron. Konsep Ki Hajar Dewantara mengenai sitem paguron ini memiliki banyak keuntungan. Sekolah yang masih melaksanakan sistem paguron dengan lengkap adalah Perguruan Taruna Nusantara di Magelang yang merupakan prototipe Paguron Tamansiswa dalam skala nasional yang dikelola secara modern dengan perlengkapan alat pendidikan yang canggih. Di samping mengenai 3

18 tempat tinggal yang menerapkan sistem asrama, pada tahun enam puluhan para pamong sering berkunjung ke rumah siswa (home visit) untuk mengakrabkan hubungan pamong dengan keluarga siswa. Ketika hal itu ditanyakan kepada salah satu pamong, kondisi sekarang sudah berbeda. Kunjungan ke rumah siswa dilaksanakan bila terdapat permasalahan siswa yang perlu dipecahkan bersama dengan orang tua siswa. Hal itu antara lain disebabkan padatnya kurikulum yang harus diselesaikan oleh guru. Pemikiran-pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan, kebudayaan dan kebangsaan sangat baik dan mengandung nilai-nilai serta falsafah hidup dan kehidupan bangsa Indonesia. Ajaran Ki Hajar Dewantara tentang kemanusiaan sangat cocok untuk budaya kebangsaan Indonesia seperti dikutip pada pesan Ki Hajar Dewantara Lawan Sastra Ngesti Mulya yang artinya adalah jika manusia itu menggenggam ilmu pengetahuan yang diandaikan sebagai sastra, sebagai bangsa Indonesia, maka manusia akan mampu mencapai kemuliaan. Pembangunan pendidikan berarti membangun peradaban yang bermartabat untuk masa depan bangsa dan negara, namun dewasa ini pemikiran-pemikiran Ki Hajar Dewantara dan ajarannya yang demikian baik tidak dilaksanakan dan tidak dijadikan pedoman dengan baik oleh pemerintah dan Taman Siswa, sehingga Taman Siswa tidak berkembang. Namun demikian, setelah Indonesia merdeka, Taman Siswa tidak lagi seperti Taman Siswa yang dahulu semasa di bawah kepemimpinan langsung oleh Ki Hajar Dewantara. Setelah beliau wafat, Taman Siswa seolah-olah 4

19 kehilangan ruhnya. Para penerus perjuangan Ki Hajar Dewantara seperti kehilangan nahkoda. Sehingga Taman Siswa tidak berkembang dengan baik. Di lingkungan Taman Siswa itu sendiri, ajaran-ajaran Ki Hajar Dewantara tidak lagi berkembang seperti dahulu. Tahun demi tahun kondisinya jauh dari jangkauan masyarakat. Dewasa ini banyak guru atau pamong yang tidak mengetahui latar belakang Taman Siswa sendiri. Para pamong yang terdapat di Taman Siswa kurang mengetahui sejarah Taman Siswa sendiri sehingga mereka kurang menerapkaan kekhasan yang ada dalam taman siswa dengan ketamansiswaanya. Sementara itu, sekolah juga belum maksimal dalam mengimplementasikan konsep-konsep pendidikan dari Ki Hajar. Hal tersebut dapat dilihat dari budaya belajar yang terjadi pada sekolah taman siswa. Kultur sekolah maupun kultur akademiknya juga masih kurang. Pada penelitian yang dilakukan oleh Lia Zulfa Fauziah dalam skripsinya yang berjudul proses implementasi kebijakan sistem among di SMA Taman Madya Ibu Pawiyatan Yogyakata. Hasil penelitiannya yaitu proses implementasi kebijakan sistem among di SMA Taman Madya Ibu Pawiyatan Yogyakarta belum dapat diimplementasikan secara sungguhsungguh. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor pendukung dan penghambat implementasinya. Berdasarkan hasil penelitian Lia Zulfa, faktor penghambat proses implementasi kebijakan sistem among di sekolah tersebut yaitu: sosialisasi kurang efektif, pengaruh perkembangan zaman dan lingkungan luar, tidak 5

20 ada asrama, kurangnya minat masyarakat, adanya sistem kuota dalam penerimaan siswa baru. Tingkat pemahaman siswa terhadap ajaran pendidikan dari Ki Hajar ini dirasa masih kurang, tidak sedikit dari para peserta didik yang lupa atau bahkan tidak mengetahui tentang hal tersebut. Namun, masih ada sebagian besar dari mereka yang telah memahami tentang ajaran atau metode tersebut. Berdasarkan pada latar belakang permasalahan di atas, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap ajaran Ki Hajar Dewantara. B. Identifikasi Masalah 1. Ketidakpastian kebijakan pemerintah di bidang pendidikan nasional yang membuat masyarakat semakin resah dan bingung untuk melaksanakannya. 2. Eksistensi Tamansiswa sebagai lembaga pendidikan dimana Ki Hajar Dewantara mengimplementasikan konsep-konsep dan ajarannya, saat ini keberadaannya semakin tidak kelihatan dan mengalami kemunduran. 3. Pamong belum memahami kekhasan yang ada dalam tamansiswa. 4. Peserta didik belum memahami tentang ajaran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan. 5. Sekolah belum maksimal dalam mengimplementasikan konsep-konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara. 6

21 C. Batasan Masalah Adapun dalam penelitian ini, peneliti membatasi masalah yang telah disebutkan pada identifikasi masalah dengan tujuan agar penelitian ini lebih terfokus pada permasalahan utama. Permasalahan dalam penelitian ini hanya akan dibatasi pada: pemahaman siswa terhadap ajaran Ki Hajar Dewantara tentang konsep pendidikan. D. Rumusan Masalah Bagaimanakah tingkat pemahaman siswa terhadap pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara di SMA Taman Siswa kota Yogyakarta? E. Tujuan Penelitian Untuk mendeskripsikan tingkat pemahaman siswa terhadap pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara SMA Taman Madya se-kota Yogyakarta. F. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat member manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis a. Penelitian ini diharapkan memiliki kontribusi untuk menambah wawasan atau sumbangan infromasi bagi kajian konseptual mengenai tingkat pemahaman siswa terhadap ajaran Ki Hajar Dewantara dalam bidang pendidikan. b. Menjadi bahan referensi untuk penelitian-penelitian berikutnya yang relevan. 7

22 2. Manfaat Praktis a. Bagi Sekolah Sebagai bahan masukan dan bahan referensi untuk pembenahan sistem belajar dan peningkatan hasil belajar. b. Bagi Guru Memberikan informasi dan sebagai sebuah referensi baru bagi guru mengenai pemahaman siswa terhadap pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara c. Bagi Peneliti 1) Sebagai sarana untuk mengaplikasikan teori yang telah diperoleh dalam perkuliahan. 2) Sebagai tambahan wawasan keilmuan dibidang pemahaman siswa dan pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara. 8

23 BAB II KAJIAN TEORI A. Definisi Pemahaman Siswa 1. Pengertian Pemahaman Berdasarkan pendapat Virlianti (2002: 6), pemahaman merupakan konsepsi yang bisa dicerna oleh peserta didik sehingga mereka mengerti apa yang dimaksudkan, mampu menemukan cara untuk mengungkapkan konsepsi tersebut, serta dapat mengeksplorasi kemungkinan yang terkait. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 811), pemahaman berasal dari kata paham yang artinya mengerti benar (akan); tahu benar (akan) suatu hal. Definisi di atas, tidak bersifat operasional, sebab tidak memperlihatkan perbuatan psikologis yang diambil seseorang jika ia memahami. Maka arti pemahaman yang bersifat operasional adalah melihat suatu hubungan ide tentang suatu persoalan. Sesuatu itu dipahami selagi fakta-fakta mengenai persoalan itu dikumpulkan. Agar dapat menentukan tercapai tidaknya tujuan pendidikan dan pengajaran, maka perlu dilakukan usaha dan tindakan atau kegiatan untuk menilai pemahaman peserta didiknya. Benyamin Bloom mengemukakan bahwa terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi hasil belajar, yaitu kemampuan kognitif, motivasi berprestasi dan kualitas pembelajaran. Kognitif menunjukkan tujuan pendidikan yang terarah kepada kemampuan intelektual, kemampuan berpikir maupun kecerdasan yang 9

24 akan dicapai. Domain kognitif oleh Benyamin Bloom dibagi menjadi atas enam kategori yang cenderung hierarkis. (Hamzah B. Uno. 2009: 138). Keenam kategori itu adalah: 1) Ingatan; 2) Pemahaman; 3) Aplikasi; 4) Analisis; 5) Sintesis; dan 6) Evaluasi. Tujuan kognitif inilah yang selama ini sangat diutamakan dalam pendidikan di Indonesia, kurang memperhatikan domain yang lain. Apabila hal tersebut dibiarkan tersebut menerus tanpa sama sekali memperhatikan domain yang lain, kiranya mudah dipahami kalau hasil pendidikan kita belum maksimal. Berdasarkan berbagai pengertian pemahaman di atas, peneliti menyimpulkan bahwa pemahaman adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengemukakan kembali ilmu ataupun informasi yang telah diperolehnya baik dalam bentuk ucapan maupun tulisan kepada orang lain sehingga orang lain tersebut benar-benar mengerti apa yang disampaikan. 2. Pengertian Pemahaman Siswa Pengertian pemahaman siswa adalah kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari (Winkel, 1996). Menurut Bloom dalam Winkel (1996) pemahaman termasuk dalam klasifikasi ranah kognitif level 2 setelah pengetahuan. Pengertian pemahaman siswa dapat di urai dari kata paham yang memiliki arti tanggap, mengerti benar, pandangan, ajaran. Pengertian tentang pemahaman yaitu: kemampuan memahami arti suatu bahan pelajaran, 10

25 seperti menafsirkan, menjelaskan atau meringkas atau merangkum suatu pengertian kemampuan macam ini lebih tinggi dari pada pengetahuan. Pemahaman juga merupakan tingkat berikutnya dari tujuan ranah kognitif berupa kemampuan memahami atau mengerti tentang isi pelajaran yang dipelajari tanpa perlu mempertimbangkan atau memperhubungkannya dengan isi pelajaran lainnya. Pemahaman individu pada dasarnya merupakan pemahaman keseluruhan kepribadiannya dengan segala latar belakang dan interaksinya dengan lingkungan. Ada dua komponen besar yang dikenal masyarakat tentang kepribadian, yaitu komponen fisik dan komponen psikis. Kedua komponen tersebut juga memiliki banyak aspek, yakni intelektual, sosial dan bahasa, emosi dan moral, serta aspek psikomotor. Aspek intelektual meliputi kecerdasan, bakat, kreativitas, dan kecakapan hasil belajar. Menurut Nana Sudjana (1992: 24), Pemahaman dapat dibagi dalam tiga kategori, yaitu: a. Tingkat Rendah: Pemahaman terjemah mulai dari terjemahan dalam arti sebenarnya. b. Tingkat Menengah: Pemahaman yang memiliki penafsiran, yakni menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan diketahui beberapa bagian dari grafik dengan kejadian atau peristiwa. c. Tingkat Tinggi: Pemahaman ekstrapolasi dengan ekstrapolasi yang diharapkan seseorang mampu melihat di balik, yang tertulis dapat 11

26 membuat ramalan konsekuensi atau dapat memperluas resepsi dalam arti waktu atau masalahnya. Untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap pelajaran yang disampaikan guru dalam proses belajar-mengajar, maka diperlukan adanya penyusunan item tes pemahaman. Adanya sebagaian item pemahaman dapat diberikan dalam bentuk gambar, denah, diagram, dan grafik, sedangkan bentuk dalam tes objektif biasanya digunakan tipe pilihan ganda dan tipe benar-salah. Hal ini dapat dijumpai dalam tes formatif, subformatif, dan sumatif. Beberapa pengertian tentang pemahaman siswa di atas dapat disimpulkan bahwa setiap peserta didik mengerti serta mampu untuk menjelaskan kembali dengan kata-katanya sendiri tentang materi pelajaran yang telah disampaikan oleh guru, bahkan mampu menerapkan ke dalam konsep-konsep. 3. Teknik-Teknik Pemahaman Pemahaman yang dilakukan dalam interaksi sehari-hari bersifat informal, tanpa rencana, mungkin juga tanpa disadari. Dalam interaksi belajar-mengajar, menggunakan teknik-teknik pemahaman yang lebih formal dan berencana. Menurut Nana Syaodih (2003: 217), secara garis besar dibedakan dua macam cara pemahaman atau teknik pengumpulan data, yaitu teknik pengukuran atau tes dan bukan pengukuran atau non-tes. 12

27 a. Teknik Tes Teknik pengukuran atau teknik tes merupakan pengumpulan data dengan menggunakan alat-alat yang disebut tes dan skala. Alat ini bersifat standar atau baku karena telah dibakukan atau distandarisasikan. Karena sifatnya sebagai alat ukur dan telah dibakukan, maka alat ini bersifat mengukur dan hasilnya adalah hasil ukur, dinyatakan dalam angka-angka ataupun kualifikasi tertentu. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu alat ukur baku, yaitu bahwa alat tersebut harus memiliki validitas dan realibilitas. Banyak macam alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur dan memahami pribadi individu. Bentuk alat ukur tersebut dibedakan antara tes dan skala. b. Teknik Non-tes Teknik non-tes merupakan cara pengumpulan data tidak menggunakan alat-alat baku, dengan demikian tidak bersifat mengukur dan tidak diperoleh angka-angka sebagai hasil pengukuran. Teknik ini hanya bersifat mendeskripsikan atau memberikan gambaran, hasilnya adalah suatu deskripsi atau gambaran. Terdapat beberapa teknik nontes yang biasa digunakan dalam pemahaman individu adalah observasi, wawancara, angket, studi dokumenter, sosiometri, otobiografi, studi kasus, dan konferensi kasus. 13

28 B. Profil Ki Hadjar Dewantara dan Taman Siswa Ki Hajar Dewantara terlahir dengan nama Raden Mas (R. M.) Suwardi Suryaningrat yang lahir pada tanggal 2 Mei Beliau berasal dari keluarga bangsawan, tepatnya Kadipaten Pura Pakualaman Yogyakarta. R. M. Suwardi Suryaningrat merupakan putera keempat dari KPA. Surjaningrat. KPA. Surjaningratan adalah putra sulung dari Paku Alam III. Jadi, R. M. Suwardi Suryaningrat adalah cucu dari Paku Alam III. Ibunya bernama Raden Ayu Sandiyah, yang merupakan buyut dari Nyai Ageng Serang, seorang keturunan Sunan Kalijaga. Pada saat usianya yang ke-40 tahun menurut hitungan Tahun Caka, Raden Mas Suwardi Suryaningrat berganti nama menjadi Ki Hajar Dewantara. Semenjak saat itu, beliau tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya beliau bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun hatinya. Dengan nama Suwardi Suryaningrat, ia dikenang sebagai Bapak Pergerakan Nasional, dan dengan nama Ki Hajar Dewantara sebagai Bapak Pendidikan Nasional. R. M. Suwardi Suryaningrat banyak mendapatkan pelajaran tentang ilmu pengetahuan, baik di bidang pendidikan, politik, ekonomi, kesusasteraan, maupun yang bersifat religius. Masa mudanya dipengaruhi oleh suasana kesusasteraan Jawa, agama Islam, Hinduisme, kesenian dengan cabang-cabangnya seperti kesenian gending, seni suara dan seni sastra (Abdurrachman Suryomihardjo, 1986: 52). 14

29 Pertama kalinya Ki Hajar Dewantara masuk ke Europeesche Lagere School (ELS), yakni sekolah dasar berbahasa Belanda. Setelah tamat dari Sekolah Dasar Belanda tersebut, ia masuk ke Kweekschool (sekolah guru) pada tahun 1904, tetapi tidak lama kemudian, Ki Hajar Dewantara melanjutkan pelajarannya ke sekolah dokter Jawa atau STOVIA (School Tot Opleiding Van Indische Arsten) atas tawaran dari dokter Wahidin Sudiro Husodo. Kemudian beliau bekerja sebagai wartawan di beberapa surat kabar, antara lain Sediotomo, De Express, Midden Java, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara. Sebagai seorang penulis, ia dikenal karena tulisannya yang peka terhadap masalah-masalah sosial, terutama tentang masalah kolonialisme Belanda di tanah air. Ki Hajar Dewantara juga pernah aktif di bidang politik dengan bergabung ke dalam Budi Utomo dan Sarikat Islam. Pada tanggal 25 Desember 1912, Ki Hajar Dewantara mendirikan Indische Partij sebagai partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia bersama dengan rekannya yaitu Douwes Dekker dan dr. Cipto Mangunkusumo. Setahun kemudian, pada tahun 1913, Ki Hajar Dewantara ikut membidangi terbentuknya Komite Bumiputera sebagai bentuk protes terhadap rencana Belanda memperingati kemerdekaannya dan Perancis. Ki Hajar Dewantara memberi tamparan yang hebat kepada Belanda namun dengan cara yang tidak kasar, tidak dengan maki-maki, senantiasa tetap sebagai ksatria, memberi kata-kata yang tepat, jitu, indah susunannya, juga memberi pandangan-pandangan yang dapat direnungkan oleh pihak 15

30 Belanda maupun pihak kita (Dwi Siswoyo, 2008: 164). Tulisan Andaikata Aku seorang Belanda (Als Ik een Nederlander was) yang dimuat dalam surat kabar De Express pimpinan Douwes Dekker. Kutipan tulisan tersebut antara lain sebagai berikut....sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang telah kita rampas sendiri kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh Si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu. ide untuk menyelenggarakan perayaan itu saja sudah menghina mereka, dan sekarang kita keruk pula kantongnya. Ayo teruskan saja penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda, hal yang terutama menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku ialah kenyataan bahwa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu kegiatan yang tidak ada kepentingan sedikit pun baginya... (Sumber: Bambang S. Dewantara, 1989: 59-65) Akibat dari banyaknya protes dalam tulisan tersebut, ketiga pemimpin Indische Party (IP) yakni, Ki Hajar Dewantara bersama Douwes Dekker dan dr. Cipto Mangunkusumo ditangkap, ditahan dan dikenakan hukuman buang oleh Belanda. Mereka memilih negeri Belanda sebagai tempat pengasingan mereka. Di Belanda, perhatian Ki Hajar Dewantara tertuju pada masalahmasalah pendidikan dan pengajaran di samping bidang sosial dan politik. Ia juga aktif dalam organisasi para pelajar asal Indonesia, Indische Vereeniging (Perhimpunan Hindia). Pada saat itulah ia kemudian merintis cita-cita untuk memajukan kaum pribumi dengan belajar ilmu pendidikan hingga pada akhirya pada tahun 1915 beliau memperoleh Europeesche Akte, suatu ijazah pendidikan yang cukup bergengsi yang kelak menjadi pijakan dalam mendirikan lembaga pendidikan yang didirikannya. 16

31 Ki Suratman (Dwi Siswoyo dkk, 2008: 165) mengemukakan, tokoh Ki Hajar Dewantara dalam seluruh kehidupan dan perjuangannya tidak mungkin dipisahkan dari Perguruan Taman Siswa yang didirikannya, Ki Hajar Dewantara sudah menyatu dengan Taman Siswa. Secara khusus, Ki Hajar Dewantara mendefinisikan Taman Siswa sebagai badan perjuangan kebudayaan dan pembangunan masyarakat, yang menggunakan pendidikan dalam arti luas sebagai sarananya. Dengan demikian wajarlah kiranya bahwa perjuangan Taman Siswa, juga tidak mungkin lepas dari permasalahan kebudayaan tersebut (Dwi Siswoyo dkk, 2008: 165). Taman Siswa didirikan pada tanggal 3 Juli Pada waktu itu, nama yang dipakai adalah Nationall Onderwejis Instituut Taman Siswa. (Darsiti Soeratman, 1983: 1). Taman Siswa merupakan badan perjuangan yang berjiwa nasional; suatu pergerakan sosial yang menggunakan kebudayaan sendiri sebagai dasar perjuangannya (Sartono Kartodirdjo dalam Darsiti Soeratman, 1983: 2). Bagi Taman Siswa, pendidikan bukanlah tujuan, melainkan media untuk mencapai tujuan perjuangan, yaitu mewujudkan manusia Indonesia yang merdeka lahir dan batinnya. Merdeka lahiriyah artinya tidak dijajah secara fisik, ekonomi, politik, dan lain sebagainya, sedangkan merdeka secara batiniyah adalah mampu mengendalikan keadaan. C. Konsep Pendidikan Ki Hadjar Dewantara Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, konsep berarti rancangan. Secara istilah ialah dasar pemikiran yang sudah terumuskan secara 17

32 sistematis. Konsep pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara ialah dasardasar pemikiran mengenai masalah pendidikan yang sudah terumuskan secara sistematis. Menurut Irna H.N (1985: 14), Ki Hajar Dewantara nampak benar-benar telah memahami tujuan dari Indische Partij, yaitu memajukan dan mengembangkan tanah air serta mempersiapkan bangsa Hindia agar dapat berdiri sendiri, bebas dan merdeka. Dalam berbagai tulisan tentang Ki Hajar Dewantara, pendidikan itu harus dimulai dari persamaan persepsi pemangku pendidikan tentang mendidik itu sendiri. Menurut Ki Hajar Dewantara, mendidik dalam arti yang sesungguhnya adalah proses memanusiakan manusia (humanisasi), yakni pengangkatan manusia ke taraf insani. Di dalam mendidik, ada pembelajaran yang merupakan komunikasi eksistensi manusiawi yang otentik kepada manusia, untuk dimiliki, dilanjutkan dan disempurnakan. Jadi sesungguhnya pendidikan adalah usaha bangsa ini membawa manusia Indonesia keluar dari kebodohan, dengan membuka tabir aktual-transenden dari sifat alami manusia (humanis). Ki Hajar Dewantara berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah penguasaan diri. Penguasaan diri merupakan langkah yang harus dituju untuk tercapainya pendidikan yang memanusiakan manusia. Ketika setiap peserta didik mampu menguasai dirinya, mereka akan mampu juga menentukan sikapnya. Dengan demikian akan tumbuh sikap yang mandiri dan dewasa. 18

33 Dalam konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara, ada dua hal yang harus dibedakan yaitu sistem Pengajaran dan Pendidikan yang harus bersinergis satu sama lain. Pengajaran bersifat memerdekakan manusia dari aspek hidup lahiriah (kemiskinan dan kebodohan). Pendidikan lebih memerdekakan manusia dari aspek hidup batin (otonomi berpikir dan mengambil keputusan, martabat, mentalitas demokratik). Pemikiran Ki Hajar Dewantara, metode yang paling sesuai dengan sistem pendidikan adalah sistem among, yaitu metode pengajaran dan pendidikan yang berdasarkan pada asah, asih dan asuh. 1. Azas dan Dasar Pendidikan Ki Hajar Dewantara mendirikan Taman Siswa di Yogyakarta pada tanggal 3 Juli 1922 yang bertujuan untuk menggantikan sistem pendidikan dan pengajaran Belanda dengan sistem baru berdasarkan kebudayaan sendiri. Untuk mewujudkan cita-citanya ini, beliau menerapkan azas-azas pendidikan dan dasar pendidikan yang dijadikan sebagai azas Taman Siswa, yang dinyatakan pada saat lembaga pendidikan ini didirikan. Ada tujuh azas pendidikan yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara (1951c). Ketujuh azas tersebut adalah: a. Pendidikan sebagai usaha kebudayaan, yang bermaksud memberi tuntunan bagi pertumbuhan jiwa dan raga anak-anak, agar kelak mampu bertahan dari segala pengaruh yang mengelilingi hidupnya, maju lahir serta batinnya, menuju ke arah adab kemanusiaan. 19

34 b. Kodrat hidup manusia menunjukkan adanya kekuatan sebagai bekal hidupnya perlu dipelihara sehingga dapat dicapai keselamatan dalam hidupnya lahir maupun batin, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk masyarakatnya. c. Adab kemanusiaan, mengandung arti keharusan serta kesanggupan manusia untuk menuntut kecerdasan dan keluhuran budi pekerti bagi dirinya, serta bersama-sama dengan masyarakatnya, yang berada dalam satu lingkungan alam dan zaman, menimbulkan kebudayaan bersama yang mempunyai corak khusus tapi tetap berdasar atas adab kemanusiaan sedunia. Selanjutnya terciptalah alam-diri, alamkebangsaan, alam-kemanusiaan yang saling berhubungan, karena memiliki dasar yang sama. d. Kebudayaan sebagai buah budi dan hasil perjuangan manusia terhadap kekuasaan alam dan zaman, membuktikan kemampuan manusia untuk mengatasi segala rintangan dalam hidup guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan dalam hidup bersama, yang bersifat tertib dan damai. e. Kemerdekaan, merupakan syarat mutlak dalam setiap usaha pendidikan yang berdasarkan keyakinan, bahwa manusia, karena kodratnya sendiri dan hanya terbatas oleh pengaruh-pengaruh kodrat alam serta zaman dan masyarakatnya, dapat memelihara dan memajukan, mempertinggi dan menyempurnakan hidupnya sendiri. Setiap pelaksanaan hanya akan mempersulit dan menghambat kemajuan hidup anak-anak. 20

35 f. Usaha kebudayaan, maka setiap pendidikan wajib memelihara dan meeneruskan corak warna dan garis kebidupan yang terdapat dalam setiap aliran kebatinan dan kemasyarakatan untuk mencapai keluhuran dan kehalusan hidup dan penghidupan menurut masing-masing aliran yang menuju ke arah adab kemanusiaan. g. Pendidikan dan pengajaran rakyat sebagai usaha untuk mempertinggi dan menyempurnakan hidup dan penghidupan rakyat, adalah menjadi kewajiban negara dan harus dilakukan sebaik-baiknya oleh pemerintah dengan memperhatikan kekhususan dan keistimewaan yang berhubungan dengan kebatian, serta memberi kesempatan pada setiap warga negara untuk menuntut kecerdasan budi, pengetahuan dan kepandaian yang setinggi-tingginya, sesuai dengan kemampuannya. Asas Taman Siswa 1922 tersebut pada Kongres V Taman Siswa pada tahun 1947 dirumuskan menjadi lima dasar yang disebut Dasar Tamansiswa 1947 atau Dasar Pancadarma Tamansiswa ialah: a) Kodrat alam; b) Kemerdekaan; c) Kebudayaan; d) Kebangsaan; dan e) Kemanusiaan. Menurut Moesman Wiryosentono (1982: 7-8), Dasar-dasar Pancadarma dijelaskan sebagai berikut: a. Dasar Kodrat Alam, sebagai perwujudan kekuasaan Tuhan mengandung arti, bahwa pada hakekatnya manusia sebagai makhluk Tuhan, adalah satu dengan alam semesta ini. Karena itu manusia tidak 21

36 dapat lepas dari kehendak hukum-hukum kodrat alam. Bahkan manusia akan mengalami kebahagiaan, jika ia dapat menyatukan diri dengan kodrat alam yang mengandung segala hukum kemajuan. b. Dasar Kemerdekaan mengandung arti, bahwa kemerdekaan sebagai karunia Tuhan kepada semua makhluk (manusia) yang memberikan kepadanya hak untuk mengatur hidupnya sendiri. (zelfbeschikkingsrecht) dengan selalu mengingat syarat-syarat tertib damainya hidup bersama dalam masyarakat. Oleh karena itu, kemerdekaan diri harus diartikan swadisiplin atas dasar nilai-nilai hidup yang tinggi, baik hidup sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Kemerdekaan harus menjadi dasar untuk mengembangkan pribadi yang kuat dan sadar dalam suasana perimbangan dan keselarasan dengan masyarakat. c. Dasar Kebudayaan mengandung arti, keharusan memelihara nilai-nilai dan bentuk-bentuk kebudayaan nasional. Dalam memelihara kebudayaan nasional itu, yang pertama dan terutama ialah membawa kebudayaan nasional ke arah kemajuan yang sesuai dengan kecerdasan zaman dan kemajuan dunia, guna kepentingan hidup rakyat lahir-batin dalam tiap zaman dan keadaannya. d. Dasar Kebangsaan mengandung arti, adanya rasa satu bersama bangsa sendiri dalam suka dan duka, dan dalam kehendaknya mencapai kebahagiaan hidup lahir-batin seluruh bangsa. Dasar kebangsaan tidak boleh bertentangan dengan asas kemanusiaan bahkan harus menjadi 22

37 sifat bentuk dan laku kemanusiaan yang nyata, dan karenanya tidak mengandung rasa permusuhan terhadap bangsa-bangsa lain. e. Dasar Kemanusiaan mengandung arti, bahwa kemanusiaan itu ialah norma tiap-tiap manusia yang timbul dari keluhuran akalbudinya. Keluhuran akalbudi menimbulkan rasa dan laku cinta-kasih terhadap sesama manusia dan terhadap makhluk Tuhan seluruhnnya yang bersifat keyakinan akan adanya hukum kemajuan yang meliputi alam semesta. Karena itu rasa laku cinta-kasih itu harus tampak pula sebagai kesimpulan untuk berjuang melawan segala sesuatu yang merintangi kemajuan yang selaras dengan kehendak alam. Mengenai perumusan Asas Tamansiswa 1922 menjadi Dasar Pancadarma Tamansiswa, Ki Hajar Dewantara menyebutkan, Bahwa sebenarnya Dasar-dasar 1947 itu sama sekali tidak menyalahi atau bertentangan dengan Asas Ini perlu dikemukakan, agar kita dapat mengerti bahwa maksud piagam Perjanjian Pendirian tadi tidak sekali-kali dibatalkan. Asas Taman Siswa yang dirumuskan pada tanggal 3 Juli 1922 tersebut disahkan dalam Kongres I Taman Siswa 6-13 Agustus 1930 sebagai Piagam Perjanjian Pendirian yang menegaskan bahwa asas Taman Siswa tersebut harus tetap hidup sebagai pokok yang tak boleh berubah, tak boleh disangkal dan tak boleh dikurangi oleh suatu peraturan atau adat dalam kalangan Taman Siswa selama nama Taman Siswa hidup terpakao. Piagam tersebut merupakan naskah penyerahan 23

38 pengelolaan Taman Siswa dari pendirinya Ki Hajar Dewantara kepada Majelis Luhur sebagai pimpinan Persatuan Taman Siswa pada tanggal 7 Agustus (Moesman Wiryosentono, 1982: 8). 2. Tri Pusat Pendidikan Menurut Ki Hajar Dewantara (1961), dalam hidupnya anak-anak terdapat tiga tempat pergaulan yang menjadi pusat pendidikan yang sangat penting baginya, yaitu alam keluarga, alam perguruan dan alam pergerakan pemuda. Pendidikan akan menjadi sempurna apabila usaha pendidikan itu tidak hanya dibebankan pada sikap dan tenaganya si pendidik, tetapi harus juga beserta suasana (atmosfer) yang sesuai dengan maksudnya pendidikan. Oleh karena itu, ketiga pusat pendidikan tersebut wajib dimasukkan ke dalam sistem pendidikan. Tiap-tiap pusat pendidikan harus memahami kewajibannya sendirisendiri dan mengakui haknya, yaitu alam keluarga untuk mendidik budi pekerti dan laku sosial, alam perguruan sebagai balai wiyata untuk usaha mencari dan memberikan ilmu pengetahuan di samping pendidikan intelek, alam pergerakan pemuda sebagai daerah merdekanya kaum muda untuk melakukan penguasa diri yang sangat perlu untuk pembentukan watak. a. Alam keluarga adalah pusat pendidikan yang pertama dan yang terpenting, maka dari itu, hidup keluarga selalu mempengaruhi bertumbuhnya budi pekerti dari tiap-tiap manusia. Berhubung dengan adanya naluri yang asali (oer-instinct) yang mengenai kekalnya 24

39 turunan, maka setiap manusia selalu berusaha mendidik anak-anaknya dengan sebaik mungkin, baik dalam hal rohani maupun jasmani. Setiap manusia mempunyai dasar kecakapan dan keinginan untuk mendidik anak-anaknya, sehingga tiap-tiap keluarga itu bersifat pusat-pendidikan yang sederhana. Pendidikan budi pekerti dan laku sosial juga terdapat dalam kehidupan keluarga dalam sifat yang kuat dan murni. Apabila sistem pendidikan dapat memasukkan alam keluarga itu ke dalam ruangannya, maka orangtua tersebut akan terbawa oleh segala keadaannya, bisa berdiri sebagai guru (pemimpin laku adab), sebagai pengajar (pemimpin kecerdasan pikiran serta pemberi ilmu pengetahuan). b. Alam perguruan merupakan pusat pendidikan yang sangat istimewa yang berkewajiban untuk mengusahakan kecerdasan pikiran (perkembangan intelektual) serta pemberian ilmu pengetahuan. Sistem sekolahan selama ini masih ditujukan kepada pencarian dan pemberian ilmu serta kecerdasan pikiran, akan selalu bersifat zakelijk atau tak berjiwa. Apabila balai-wiyata itu terpisah dengan hidup keluarga, maka usaha pendidikan budi pekerti dan kemasyarakatan di ruang keluarga itu akan selalu sia-sia, pengaruh sekolahan sangat kuat untuk mengasah intelektual hingga menimbulkan intelektualisme. c. Alam pemuda merupakan tempat pendidikan ketiga bagi anak-anak. Masyarakat sebagai tempat anak muda untuk mengaktualisasikan dirinya sebagai hasil dari proses pendidikan yang telah dilakukan oleh 25

40 keluarga dan sekolah. Di dalam masyarakat, para pemuda akan belajar tentang kemasyarakatan, hidup dan kehidupan yang nyata. Menurut Ki Hajar Dewantara, alam pemuda ini untuk melatih pendidikan kemandirian, dengan memberikan kemerdekaan yang bertanggungjawab. Dengan demikian, melalui alam pemuda ini akan banyak membantu proses pendidikan, baik untuk kecerdasan jiwa, budi pekerti serta sikap laku sosial (kegiatan sosial) anak untuk membentuk budi kesosialan. Menurut Ki Gunawan (1989: 36), ada beberapa hal yang menarik dalam keterangan Ki Hajar Dewantara tentang Tri Pusat Pendidikan, yakni: a. Keinsyafan Ki Hajar Dewantara bahwa tujuan pendidikan tidak mungkin tercapai melalui satu jalur saja. b. Ketiga pusat pendidikan itu harus berhubungan seakrab-akrabnya serta harmonis. c. Bahwa alam keluarga tetap merupakan pusat pendidikan yang terpenting dan memberikan pendidikan budi pekerti, agama dan laku sosial. d. Bahwa perguruan sebagai balai wiyata yang memberikan ilmu pengetahuan dan pendidikan keterampilan. e. Bahwa alam pemuda (yang sekarang diperluas menjadi lingkungan atau alam kemasyarakatan) sebagai tempat sang anak berlatih membentuk watak atau karakter dan kepribadiannya. 26

41 f. Dasar pemikiran Ki Hajar Dewantara ialah usaha untuk menghidupkan, menambah dan memberikan perasaan kesosialan sang anak. Jadi, konsep Tri Pusat Pendidikan yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara tersebut mengandung isi dan makna bahwa dalam kehidupan anak-anak terdapat tiga tempat yang menjadi pusat pendidikan yang sangat penting baginya, yaitu alam keluarga, alam perguruan dan alam pemuda. Apabila ketiga alam tersebut dimasukkan di dalam cara atau sistem pendidikan dan bersinergi dengan baik, maka pendidikan bagi anak-anak itu akan sangat sempurna. Sikap seorang pendidik dalam hal ini harus ditujukan ke arah terlaksananya hubungan yang baik atau terjadi integrasi antara ketiga pusat pendidikan tersebut, serta didukung dengan metode among, yang berdasarkan pada landasan nilai-nilai moral, etika dan kultural serta tutwuri handayani, dengan mempergunakan pengaruh pendidikan sebanyak-banyaknya pada tiap-tiap pusat pendidikan. 3. Teori Trikon Selain tripusat pendidikan, Ki Hajar Dewantara juga mengemukakan ajaran Teori Trikon. Teori Trikon adalah teori yang digunakan untuk usaha pembinaan kebudayaan nasional yang mengandung tiga unsur, yaitu kontinuitas, konsentris dan konvergensi. a. Kontinuitas 27

42 Dasar kontinuitas maksudnya adalah budaya, kebudayaan bangsa itu bersifat continue atau dilaksanakan secara terus-menerus. Dalam mengembangkan dan membina karakter bangsa melalui pendidikan hendaknya dilakukan secara terus-menerus dan tidak melupakan kebudayaan lokal sendiri. b. Konsentris Dasar konsentris memiliki arti bahwa dalam mengembangkan kebudayaan harus mempunyai sikap terbuka, namun tetap kritis dan selektif terhadap pengaruh dari kebudayaan luar. Dalam mengembangkan pendidikan di Indonesia hendaknya berpedoman dari kebudayaan sendiri, sehingga nilai-nilai luhur bangsa dapat tertanam disetiap hati masyarakat, meskipun tidak tertutup kemungkinan untuk menerima pengaruh kebudayaan luar yang baik dan sesuai dengan kebudayaan sendiri. c. Konvergensi Dasar konvergensi memiliki arti bahwa dalam upaya mengembangkan kebudayaan asli, kita harus memadukan dengan kebudayaan asing yang dipandang dapat memajukan kebudayaan asli dengan prinsip selektif dan adaptatif. Dalam melakukan hal tersebut harus dilakukan dengan memilah dan memilih kebudayaannya harus secara alami dan tidak dipaksakan. (sumber: jal-atri-tanjung.blogspot.com). 28

43 4. Sistem Among Kata among berasal dari bahasa Jawa, yang mempunyai makna seseorang yang bertugas ngemong dan jiwanya penuh pengabdian. Sistem among sudah dikenal cukup lama di lingkungan Taman Siswa. Sistem among merupakan suatu cara mendidik yang diterapkan dengan maksud mewajibkan kodrat alam anak didiknya. Cara mendidik yang harus diterapkan adalah menyokong atau memberi tuntunan dan menyokong anak-anak tumbuh dan berkembang atas kodratnya sendiri. Dalam sistem ini, maka pengajaran berarti mendidik anak akan menjadi manusia yang merdeka batinnya, merdeka pikirannya, dan merdeka tenaganya. Guru atau pamong tidak hanya memberikan pengetahuan yang perlu dan baik saja, melainkan juga harus mendidik murid agar dapat mencari sendiri pengetahuan itu dan memakainya guna kehidupan sehari-harinya dan amal keperluan umum. Di lingkungan Taman Siswa, sebutan guru tidak digunakan dan diganti dengan sebutan pamong. Hubungan antara pamong dan siswa harus dilandasi rasa cinta kasih, saling percaya, jauh dari sifat otoriter dan situasi yang memanjakan. Dalam sistem ini, siswa bukan hanya objek, melainkan juga menjadi subjek dalam kurun waktu yang bersamaan. Apabila ditelusuri proses penyusunan konsep sistem among, maka tampak adanya pengaruh dari para ahli pendidikan, ahli filsafat dan ahli ilmu jiwa. Hal tersebut dapat dimengerti karena pada saat diasingkan ke 29

44 negeri Belanda, Ki Hajar Dewantara berkesempatan untuk memperdalam pengetahuannya tentang masalah pendidikan. Sistem among adalah sistem yang berjiwa kekeluargaan dan bersendikan dua dasar yaitu kodrat alam dan kemerdekaan. Kodrat alam sebagai syarat untuk mencapai kemajuan secepat-cepatnya dan sebaikbaiknya dan kemerdekaan sebagai syarat untuk menghidupkan dan menggerakkan kekuatan lahir dan batin anak, agar dapat memiliki pribadi yang kuat dan dapat berpikir serta bertindak merdeka. Dalam sistem pendidikan terkandung: dasar pendidikan, tujuan pendidikan, metode pendidikan, suasana perguruan, bentuk perguruan, dan kurikulum. Dalam sistem among, suasana among selalu mewarnai komponen-komponen pada setiap kegiatan pendidikan, sehingga suasananya mencerminkan keharmonisan dalam setiap interaksi yang terjadi antara murid dengan pamong. Sistem among bukan hanya tempat untuk penyelenggaraan pendidikan, melainkan merupakan tempat suatu sistem sosial, yang dapat terjadi dimana saja, asal terjadi hubungan antar manusia. Dalam hubungannya antar manusia dengan manusia, maka penerapan sistem among mengharuskan penempatan manusia sebagai subjek dan objek antar sesamanya. Dalam hubungan ini setiap manusia diwajibkan untuk saling memanusiakan manusia, mejunjung tinggi martabat kemanusiaan, saling menghargai, serta saling menghormati antar sesamanya. 30

45 Dalam hubungannya dengan alam, maka hubungan manusia dengan alam berdasarkan sistem among adalah mewajibkan manusia untuk melakukan penyesuaian dan mengusahakan kelestarian lingkungan hidupnya. Dalam hubungan ini, seluruh potensi alam akan berguna dan dapat dimanfaatkan oleh dan untuk manusia. Dalam hubungannya dengan Tuhan, maka manusia sadar akan kedudukannya sebagai hamba dan makhluk-nya, karenanya lahirlah sifat manembah dan pengabdian. 5. Trilogi Kepemimpinan Dalam sistem among, setiap pamong sebagai pemimpin diwajibkan bersikap: ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa dan tutwuri handayani. (MLPTS, 1992: 19-20). Asas tersebut telah banyak dikenal oleh masyarakat daripada Sistem Among sendiri, karena banyak dari anggota masyarakat yang belum memahaminya. Ing ngarsa sung tuladha. Ing ngarsa berarti di depan, atau orang yang lebih berpengalaman atau lebih berpengetahuan. Tuladha berarti memberi contoh atau memberi tauladan (Ki Muchammad Said Reksohadiprodjo, 1989: 47). Jadi, ing ngarsa sung tuladha memiliki makna bahwa seorang guru harus mampu menjadi contoh bagi siswanya, baik sikap maupun pola pikirnya. Anak akan melakukan apa yang dicontohkan oleh gurunya, bila guru memberikan teladan yang baik maka anak akan baik pula perilakunya. Dalam hal ini, guru harus selalu memberikan pengarahan dan mau menjelaskan supaya siswa menjadi paham dengan apa yang dimaksudkan oleh guru. 31

46 Ing madya mangun karsa. Ing madya berarti di tengah-tengah, yang berarti dalam pergaulan dan hubungannya sehari-hari secara harmonis dan terbuka, sedangkan mangun karsa artinya adalah membina kehendak, kemauan dan hasrat untuk mengabdikan diri kepada kepentingan umum, kepada cita-cita yang luhur. Jadi, ing madya mangun karsa, berarti bila guru berada di antara siswanya maka guru tersebut harus mampu memberikan inspirasi dan motivasi bagi siswanya, sehingga siswa diharapkan bisa lebih maju dalam belajar. Jika guru selalu memberikan semangat kepada siswanya, maka siswa akan lebih giat karena merasa diperhatikan dan selalu mendapat pikiran-pikiran positif dari gurunya sehingga anak selalu memandang ke depan dan tidak terpaku pada kondisinya saat ini. Tutwuri handayani. Tutwuri berarti mengikuti dari belakang dengan penuh tanggungjawab berdasarkan cinta dan kasih sayang yang bebas dari pamrih dan jauh dari sifat authoritative, possessive, protective, dan permissive yang sewenang-wenang. Handayani memiliki arti memberi kebebasan, kesempatan dengan perhatian dan bimbingan yang memungkinkan anak didik atas inisiatif sendiri dan pengalaman sendiri, supaya mereka berkembang menurut garis kodratnya. Jadi, tutwuri handayani berarti apabila siswa sudah paham dengan materi, siswa sudah pandai dalam banyak hal maka guru harus menghargai siswanya tersebut. Guru diharapkan mau memberikan kepercayaan bahwa siswa dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Guru tidak boleh meremehkan 32

47 kemampuan siswa. Semboyan ini diwujudkan dengan pemberian tugas, ataupun belajar secara mandiri atau pengayaan. Jika dimasukkan dalam konteks kepemimpinan maka semboyan tersebut akan menciptakan seorang pemimpin yang disegani dan berwibawa karena menggambarkan seorang pemimpin yang mampu menempatkan diri dimanapun dia berada namun tetap berwibawa. Seorang pemimpin harus memiliki kemampuan lebih dari bawahannya. Boleh jadi mungkin kelebihan di bidang pengalaman kerja atau prestasi maupun bidang lain. Sistem pendidikan ini yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara merupakan warisan luhur yang patut diimplementasikan dalam perwujudan masyarakat yang berkarakter. D. Kerangka Pikir Penelitian R. M. Suwardi Suryaningrat atau yang lebih dikenal dengan sebutan Ki Hajar Dewantara merupakan tokoh yang sangat terkenal dalam dunia pendidikan di Indonesia. Ki Hajar Dewantara mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi dunia pendidikan nasional Indonesia. Gagasan atau pemikiran-pemikiran beliau tentang pendidikan nasional sangat berpengaruh sekali. Tokoh Ki Hajar Dewantara dalam seluruh kehidupan dan perjuangannya tidak mungkin dipisahkan dari Perguruan Taman Siswa yang didirikannya pada tanggal 3 Juli Ada berbagai macam pemikirian beliau tentang pendidikan, seperti beliau merumuskan asas dan dasar pendidikan yang selanjutnya digunakan dalam perguruan taman siswa, membuat konsep tentang tri pusat 33

48 pendidikan, merumuskan teori trikon, serta membuat konsep sistem among. Pemikiran pendidikan dari Ki Hajar tersebut telah diterapkan ke dalam perguruan Taman Siswa dari dahulu hingga saat ini. Dewasa ini banyak sekolah di Indonesia yang lebih memilih konsep pendidikan dari tokoh-tokoh negeri Barat. Di lingkungan Taman Siswa sendiri, ada guru dan siswa yang juga belum memahami ajaran-ajaran beliau secara benar. Penelitian ini dikhususkan pada pemahaman siswa tentang pemikiran pendidikan dari Ki Hadjar. Pemahaman adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengemukakan kembali ilmu ataupun informasi yang telah diperolehnya baik dalam bentuk ucapan maupun tulisan kepada orang lain sehingga orang lain tersebut benar-benar mengerti apa yang disampaikan. Untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap pelajaran yang disampaikan guru dalam proses belajar-mengajar, maka diperlukan adanya penyusunan item tes pemahaman. Maka dari itu, penelitian ini sengaja dilakukan pada sekolah Taman Siswa yang mempunyai kekhasan sendiri yaitu adanya mata pelajaran ketamansiswaan untuk mengukur tingkat pemahaman mereka. Berikut skema berpikir dalam penelitian. 34

49 PEMAHAMAN SISWA PEMIKIRAN PENDIDIKAN KI HADJAR DEWANTARA BIOGRAFI KI HADJAR & TAMANSISWA TRIPUSAT PENDIDIKAN TEORI TRIKON SISTEM AMONG Gambar 1. Gambar Kerangka Pikir E. Penelitian yang Relevan Penelitian yang dilakukan oleh Lia Zulfa Fauziah dalam skripsinya yang berjudul proses implementasi kebijakan sistem among di SMA Taman Madya Ibu Pawiyatan Yogyakata. Hasil penelitiannya yaitu 1) proses implementasi kebijakan sistem among di SMA Taman Madya Ibu Pawiyatan Yogyakarta belum dapat diimplementasikan secara sungguhsungguh; 2) a) faktor pendukung proses implementasi kebijakan sistem among di sekolah ini yaitu: adanya trilogi kepemimpinan Taman Siswa yakni ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa dan tutwuri 35

50 handayani, sarana dan prasarana mendukung, pengembangan teknologi informasi, mata pelajaran ketamansiswaan dan budi pekerti, dan pendekatan kekeluargaan. b) faktor penghambat proses implementasi kebijakan sistem among di sekolah ini yaitu: sosialisasi kurang efektif, pengaruh perkembangan zaman dan lingkungan luar, tidak ada asrama, kurangnya minat masyarakat, adanya sistem kuota dalam penerimaan siswa baru; 3) strategi penyelenggaraan dalam memanfaatkan faktor pendukung dan mengurangi faktor penghambat, yaitu: sosialisasi dilakukan secara rutin, bimbingan, pengarahan dan home visit kepada para siswa, promosi dari sekolah untuk menarik minat masyarakat, menjalin kerjasama dengan orangtua dan instansi terkait. Penelitian yang dilakukan oleh Ismu Tri Parmi dalam disertasinya yang berjudul Refleksi Konsep Pendidikan Ki Hajar Dewantara yang Berwawasan Nasional Menuju Integrasi Nasional: Sebuah Pendekatan Historis Kultural. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa konsep pendidikan nasional dan konsep kebudayaan nasional Ki Hadjar Dewantara mengandung nilai-nilai kebudayaan dan kebangsaan yang dapat dipergunakan sebagai landasan pembentukan budi pekerti anak. Keluarga sebagai pusat pendidikan pertama dalam Tri Pusat pendidikan Ki Hajar Dewantara merupakan pusat pendidikan yang pertama dan utama bagi anak, dalam proses pembentukan budi pekerti anak. Untuk mencapai kesempurnaan dalam mendidik anak, maka harus terjadi integrasi antara tiga pusat pendidikan, yaitu alam keluarga (keluarga), alam perguruan (sekolah) 36

51 dan alam pemuda (masyarakat). Proses pendidikan dan pengajaran pada tiga pusat pendidikan tersebut menurut Ki Hajar Dewantara perlu didukung dengan metode Among yang berdasar pada landasan nilai-nlai moral, etika, kultural, dan Tutwuri Handayani. Penelitian yang dilakukan oleh Eko Aribowo dalam skripsinya yang berjudul Pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang Pendidikan dan Politik memberikan kesimpulan yaitu, Ki Hajar Dewantara merupakan bangsawan tradisional yang mendapatkan pendidikan barat di E.L.S dan STOVIA. Selama mendapat pendidikan barat, Ki Hajar menjadi sadar akan kejamnya penjajahan, sehingga dia berusaha untuk melakukan perjuangan kemerdekaan. Awal perjuangannya terjun di dunia pendidikan. Usaha Ki Hadjar dalam membangun pendidikan adalah dengan melakukan pembenahan sistem pendidikan yang diterapkan Belanda dengan cara menerapkan sistem pondok dan sistem among sebagai model pendidikan di Taman Siswa. Bentuk kepeloporan Ki Hajar Dewantara dalam dunia pendidikan adalah dengan terwujudnya perguruan Taman Siswa sebagai pelopor pendidikan nasional yang menggunakan kurikulum sendiri dan bertujuan untuk memajukan kehidupan rakyat. Sumbangan Ki Hajar Dewantara bagi dunia pendidikan adalah berhasil mematahkan ordonasi sekolah liar atau peraturan pemerintah Belanda yang mengekang pendidikan, mencetuskan ide penggunaan azas kekeluargaan sebagai dasar pendidikan. 37

52 F. Hipotesis Adapun hipotesis yang diajukan yaitu: Siswa di Taman Madya memiliki pemahaman yang kurang terhadap pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara 38

53 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan metode kuantitatif. Menurut Sugiyono (2006: 21) penelitian desktiptif kuantitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data sampel atau populasi yang dinyatakan dalam bentuk angka. Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Suharsimi Arikunto (2006: 156), menyatakan bahwa survei atau obeservasi merupakan suatu aktivitas memperhatikan suatu objek dengan menggunakan mata. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang pemahaman siswa terhadap ajaran Ki Hajar Dewantara dalam dunia pendidikan. Data dalam penelitian ini berwujud angka-angka yang kemudian dideskripsikan. Data yang berupa angka diperoleh peneliti melalui teknik pengumpulan data dengan menggunakan angket yang diberikan kepada responden. Angket atau kuesioner adalah sejumlah pernyataan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang diketahui (Suharsimi Arikunto, 2006: 151). B. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Tempat Penelitian Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah di SMA Taman Madya Ibu Pawiyatan dan SMA Taman Madya Jetis, kota Yogyakarta. Peneliti 39

54 memilih sekolah ini sebagai setting penelitian karena sekolah tersebut sangat terbuka untuk digunakan tempat penelitian. 2. Waktu Penelitian Aktivitas penelitian ini secara keseluruhan akan dilaksanakan pada bulan Mei 2014 sampai dengan Juli C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah semua nilai baik hasil peritungan maupun pengukuran baik kuantitatif maupun kualitatif, daripada karakterisik tertentu mengenai kelompok objek yang lengkap dan jelas. Menurut Sugiyono (2012: 119), populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas: subyek/obyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X dan XI pada SMA Taman Madya Ibu Pawiyatan dan SMA Taman Madya Jetis, Yogyakarta. Terdapat sejumlah 135 siswa. Jumlah tersebut diperoleh dari populasi siswa kelas X dan XI dengan rincian sebagai berikut: Tabel 1. Distribusi Populasi No Nama Sekolah Jumlah Siswa Jumlah Kelas X Kelas XI 1 SMATaman Madya IP SMA Taman Madya Jetis TOTAL

55 2. Sampel Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik proportional random sampling. Teknik sampling ini merupakan gabungan dari tekniik acak dan teknik proporsi untuk memperoleh sampel yang dapat mewakili sifat dan karakteristik dari populasi, subyek yang diambil seimbang dengan banyaknya subyek. Sampel diambil dari kelas X dan XI SMA Taman Madya se-kota Yogyakarta dengan jumlah populasi sebesar 101 siswa. Untuk mengetahui jumlah sampel yang akan digunakan, peneliti menggunakan rumus perhitungan sampel dari Metode Slovin, yaitu: n = Dimana: n = Ukuran sampel, N = Ukuran populasi, dan e = Prosentase kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir atau diijinkan, dalam hal ini 5%. n = (,) = 100,93 dibulatkan menjadi 101. Dari perhitungan tersebut diperoleh jumlah sampel sebanyak 101 siswa. Setelah diketahui dengan jumlah populasi kelas pada setiap SMA Taman Madya se-kota Yogyakarta sebagai berikut: 41

56 Tabel 2. Distribusi Sampel No Nama SMA Populasi Proporisi Sampel Sampel 1 Taman Madya IP : 135 x 100% = 40,74% 40,74% x 101 = 41, Taman Madya Jetis : 135 x 100% = 59,25% 59,25% x 101 = 59,84 60 JUMLAH Setelah diketahui jumlah dan proporsi sampelnya, langkah terakhir peneliti membuat undian secara acak. Peneliti membuat undian sesuai dengan jumlah seluruh siswa kelas X dan XI pada setiap sekolah. D. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang akan digunakan sangat menentukan baik buruknya hasil penelitian. Pengumpulan data dalam penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data yang akurat, reliable dan relevan. Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan tes dan wawancara 1. Tes Tes merupakan serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki individu atau kelompok (S. Arikunto, 2006: 150). Metode ini digunakan untuk memperoleh data yang bersumber dari responden mengenai pemahaman siswa terhadap pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara. 42

57 2. Wawancara Wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi verbal dengan tujuan untuk mendapatkan informasi penting yang diinginkan. Wawancara adalah alat pengumpul informasi dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan yang dijawab dengan lisan (Nana Zuriah, 2006: 179). Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara terstruktur. Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui informasi apa yang akan diperoleh (Sugiyono, 2013: 318). Wawancara dilakukan pada siswa kelas X dan XI. E. Instrumen Penelitian Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 160), Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah. Variasi jenis instrumen penelitian adalah, angket, ceklis (check-list), atau daftar centang, pedoman wawancara, dan pedoman pengamatan. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode survei dengan menggunakan angket sebagai alat pengambilan data. 1. Angket Penelitian ini menggunakan angket dalam bentuk skala sikap Guttman, berupa pertanyaan atau pernyataan yang jawabannya berbentuk skala deskriptif. Alternatif jawaban menggunakan skala Guttman dengan 43

58 dua alternatif jawaban, misalnya ya atau tidak, benar atau salah, setuju atau tidak setuju. Berdasarkan skala ini, responden diminta untuk memberikan jawaban yang tegas terhadap pertanyaan atau pernyataan dengan memilih salah satu alternative jawaban yang ada. Pemberian skor pada pertanyaan atau pernyataan tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 3. Alternatif Jawaban dan Bobot Nilai Jawaban Alternatif Jawaban Jenis Pertanyaan atau Pernyataan Bersifat Positif Bersifat Negatif Benar 1 0 Salah 0 1 Berdasarkan judul di atas, indikator yang dapat diambil adalah sebagai berikut: Tabel 4. Indikator Instrumen Tes dan Jumlah Item Soal Faktor Indikator Butir Soal + - JUMLAH Pemahaman siswa teradap ajaran ki hajar dewantara Profil Ki Hadjar Dewantara Tri Pusat Pendidikan Biografi Ki Hadjar dan Tamansiswa Arti tripusat pend 3, 7, 8, 9 1, 2, 4, 5, 6, Alam Keluarga 12, Alam Perguruan Alam Pemuda 18 17, Teori Trikon Memahami teori trikon (kontinyu, konsentris dan konvergen) 20, 22, 39, 40 21, 23, 24,

59 Lanjutan tabel 4 Memahami teori sistem among Definisi Sistem Among, Kodrat alam dan Kemerdekaan 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 7 Trilogi Kepemimpi nan Memahami trilogi kepemimpinan guru dalam proses pembelajaran: Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tutwuri Handayani 35, 36, 37, , 34, 6 TOTAL Wawancara Pedoman wawancara merupakan alat bantu atau instrumen yang digunakan untuk mempermudah dalam proses wawancara yang berupa acuan yang digunakan oleh peneliti untuk mewawancarai informan terkait dengan proses yang dilakukan saat penelitian berlangsung (Suharsimi Arikunto, 2011: ). Penelitian menggunakan pedoman wawancara untuk membantu saat wawancara kepada subjek penelitian atau informan. 45

60 Tabel 5. Kisi-kisi Pedoman Wawancara No Aspek yang di kaji Indikator yang dicari Sumber Data 1 Profil Ki Hajar dan a. Nama asli Ki Hajar Siswa Dewantara b. Tanggal lahir Ki Hajar c. Tanggal Berdirinya Taman Siswa 2 Tripusat pendidikan Pengertian Tri pusat pendidikan Siswa 3 Sistem among Pengertian sistem among Siswa 4 Trilogi Siswa Kepemimpinan a. Arti Ing ngarsa sung tuladha b. Arti Ing madya mangun karsa c. Arti Tutwuri handayani F. Uji Coba Instrumen Dalam sebuah penelitian, data mempunyai kedudukan yang paling tinggi, karena data merupakan penggambaran variabel yang diteliti dan berfungsi sebagai alat pembuktian hipotesis. Benar tidaknya data akan sangat menentukan mutu atau kualitas dari hasil penelitian. Sedangkan benar tidaknya data tergantung dari baik tidaknya instrument pengumpulan data. Uji coba instrument dalam penelitian ini adalah menggunakan uji validasi dan uji reliabilitas. 1. Uji Validitas Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 168), validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya, instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah. Uji validitas instrumen dilakukan untuk mengetahui 46

61 seberapa jauh instrumen penelitian mampu mencerminkan isi sesuai dengan hal dan sifat yang diukur. Artinya, setiap butir instrumen telah benar-benar menggambarkan keseluruhan isi atau sifat bangun konsep yang menjadi dasar penyusunan instrumen. Pengujian ini menggunakan rumus korelasi product moment dengan angka kasar yang dikemukakan oleh Arikunto (2006: 170) seperti berikut: ( )( ) = ( ) { ( ) } Keterangan: : koefisien korelasi : Jumlah responden XY: total perkalian skor item dan soal X : jumlah skor butir soal Y : jumlah skor total : jumlah kuadrat skor butir soal : jumlah skor kuadrat total Selanjutnya harga dikonsultasikan dengan! dengan taraf signifikansi 5% dan jika "#$%& lebih tinggi dari! maka butir pertanyaan dapat dikatakan valid dan jika "#$%& lebih kecil dari! maka butir pertanyaan dapat dikatakan tidak valid atau gugur. Pelaksanaan perhitungan uji validitas dengan menggunakan bantuan komputer SPSS 16 for windows. 47

62 Hasil pengujian terhadap instrumen pemahaman siswa menunjukkan bahwa terdapat 11 butir pertanyaan yang tidak valid atau gugur karena nilai Probabilitas korelasi [sig.(2-tailed)]nya lebih dari 0, Uji Reliabilitas Menurut S. Arikunto (2006: 179), reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana instrumen dapat dipercaya dan dapat diandalkan. Instrumen dikatakan reliabel apabila instrumen tersebut cukup baik sehingga mampu mengungkap data yang dapat dipercaya. Instrumen yang reliabel merupakan intrumen yang dapat digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama akan menghasilkan data yang sama. Reliabilitas instrumen adalah syarat untuk menguji validitas instrumen. Meskipun instrumennya telah valid dan pastinya reliabel, pengujian reliabilitas instrumen harus tetap dilakukan. Untuk menguji raliabilitas instrumen tentang pemahaman siswa terhadap pemikiran pendidikan Ki Hajar digunakan rumus K-R 20 karena instrumen untuk mengukur pemahaman tersebut menggunakan tes dengan penyekoran 1 dan 0. Teknik tersebut dirumuskan sebagai berikut: = ( % % ) (* +, * ) Dengan keterangan sebagai berikut: : reliabilitas instrumen - : banyaknya butir. : varians total / : proporsi subyek yang menjawab item dengan benar 48

63 0 : proporsi subyek yang menjawab item dengan salah (q = 1-p) /0 : jumlah hasil perkalian antara p dan q Setelah angka reliabilitas instrumen diketahui, selanjutnya angka tersebut diinterpretasikan dengan tingkat keandalan koefisien korelasi menurut Suharsimi Arikunto (2006: 276), yaitu: a. 0,800 sampai dengan 1,000 = sangat tinggi b. 0,600 sampai dengan 0,799 = tinggi c. 0,400 sampai dengan 0,599 = cukup d. 0,200 sampai dengan 0,399 = rendah e. 0,000 sampai dengan 0,199 = sangat rendah Instrumen dikatakan reliabel jika apabila nilai 1 maupun nilai Alpha cronbach di atas 0,600. Jadi jika nilai 1 maupun nilai Alpha cronbach lebih besar dari 0,600 dikatakan reliabel (1 > 0,600 maupun Alpha cronbach > 0,600 = reliabel). Jika nilai Alpha cronbach lebih kecil dari 0,600 instrumen dikatakan tidak reliabel (1 < 0,600 maupun Alpha cronbach < 0,600 = tidak reliabel). Hasil uji instrumen menunjukkan bahwa nilai reliabilitas sebesar 0,733. Berdasarkan pada hasil tersebut, instrumen penelitian dinyatakan reliabel dalam kategori tinggi sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto (2006: 276) bahwa nilai reliabilitas antara 0,600 sampai dengan 0,799 memiliki interpretasi reliabilitas dalam kategori tinggi. 49

64 G. Teknik Analisis Data Langkah selanjutnya yang dilakukan setelah proses pengumpulan dan pengolahan data selesai adalah melakukan analisis data. Dalam penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah menggunakan analisis data statistik deskriptif. Analisa statistik deskriptif merupakan statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi (Sugiyono, 2010: 208). Deskripsi berikutnya adalah dengan melakukan pengkategorian skor masing-masing indikator. Dari skor tersebut kemudian dikelompokkan ke dalam tiga kategori. Ketiga kategori tersebut yaitu kategori rendah, sedang dan tinggi. Pengkategorian dilakukan berdasarkan mean ideal (Mi) dan standar deviasi ideal (SDi) yang diperoleh. Adapun rumus yang digunakan untuk menentukan mean ideal (Mi) dan standar deviasi (SDi) adalah sebagai berikut: Mi = SDi = 2 (skor tertinggi + skor terendah) (skor tertinggi skor terendah) Menurut Saifuddin Azwar (2010: 109), untuk menentukan kategori skor komponen-komponen digunakan X > (3 # + 56 # ) = kategori tinggi (3 # 56 # ) X (3 # + 56 # ) = kategori sedang 50

65 X < (3 # 56 # ) = kateogri rendah Sementara itu untuk memperjelas penyebaran data distribusi frekuensi di dalam penyajian data akan disajikan dalam bentuk diagram, dimana diagram dibuat berdasarkan frekuensi yang telah ditampilkan dalam tabel distribusi frekuensi yang selanjutnya dianalisis dan dideskripsikan. 51

66 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Profil Sekolah a. Profil Sekolah SMA Taman Madya Ibu Pawiyatan 1) Letak dan Keadaan Geografis SMA Taman Madya Ibu Pawiyatan adalah salah satu lembaga pendidikan formal yang berada di bawah Yayasan Persatuan Perguruan Taman Siswa Ibu Pawiyatan. SMA tersebut terletak di Jl. Taman Siswa No.25.d kal. Wirogunan, kecamatan Mergangsan, kota Yogyakarta. Rincian profil sekolahnya sebagai berikut: a) Nama Sekolah : SMA Taman Madya Ibu Pawiyatan b) Alamat : Jl. Taman Siswa no.25.d kal. Wirogunan, kec Mergangsan, kota Yogyakarta. c) Berdiri : 01 Agustus 1941 d) No. Telp : (0274) e) Status Akreditasi : A Secara geografis, SMA Taman Madya Ibu Pawiyatan Yogyakarta terletak didaerah perkotaan. Letak sekolahan tersebut juga sangat strategis yang dapat dilihat dari batas-batas wilayah sebagai berikut: a) Sebelah utara: kec. Pakualaman, kantor Majelis Ibu Pawiyatan 52

67 Taman Siswa dan SMK Taman Karya Madya Ibu Pawiyatan. b) Sebelah selatan: perpustakaan pusat Universitas Sarjanawiyata Taman Siswa (UST) dan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Sarjanawiyata Taman Siswa. c) Sebelah barat : Museum Dewantara Kirti Griya, Pendopo Taman Siswa, Taman Indra (TK) Ibu Pawiyatan, Taman Muda (SD) Ibu Pawiyatan, Balai Persatuan Taman Siswa dan Kampus Universitas Sarjanawiyata Taman Siswa Program Studi Pendidikan Seni Rupa. d) Sebelah timur : kali Manunggal dan Lapangan. 2) Visi, Misi dan Tujuan a) Visi dari SMA Taman Madya Ibu Pawiyatan adalah sebagai berikut: Sekolah berwawasan kebangsaan, unggul dalam IPTEK berlandaskan mutu religius untuk mewujudkan manusia berbudi pekerti luhur. b) Misi: (1) Menciptakan lingkungan pembelajaran yang kondusif dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran. (2) Menumbuh kembangkan semangat keunggulan dan bernalar sehat kepada para peserta didik, guru dan karyawan sehingga berkemauan kuat untuk terus maju. 53

68 (3) Meningkatkan komitmen seluruh tenaga kependidikan terhadap tugas pokok dan fungsinya. (4) Mengembangkan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran dan administrasi sekolah. (5) Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana pendidikan, SDM dalam upaya peningkatan mutu. c) Tujuan sekolah adalah sebagai berikut: (1) Mempersiapkan peserta didik yang bertaqwa kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. (2) Mempersiapkan peserta didik agar menjadi manusia yang berkepribadian, cerdas, berkualitas dan berprestasi dalam bidang olahraga dan seni. (3) Membekali peserta didik agar memiliki ketrampilan teknologi informasi dan komunikasi serta mampu mengembangkan diri secara mandiri. b. Profil Sekolah SMA Taman Madya Jetis Yogyakarta 1) Letak dan Keadaan Geografis SMA Taman Madya Jetis merupakan salah satu anak cabang dan hasil pengembangan oleh Yayasan Taman Siswa. SMA Taman Madya adalah pembagian pengembangan Yayasan Taman Siswa cabang Jetis. Sekolah tersebut didirikan dan diresmikan pada tanggal 3 Juli 1956 atas kesepakatan pengurus Majelis cabang Jetis. SMA Taman Madya Jetis Yogyakarta terletak di Jl. Pakuningratan 34.A, 54

69 kel. Cokrodiningratan, kec. Jetis, kota Yogyakarta. Adapun rincian sekolahnya sebagai berikut: a) Nama Sekolah : SMA Taman Madya Jetis Yogyakarta b) Alamat : Jl. Pakuningratan 34.A, kal. Cokrodiningratan, kec. Jetis, kota Yogyakarta c) Berdiri : 3 Juli 1956 d) No. Telp : (0274) e) Status Akreditasi : A Secara geografis SMA Taman Madya Jetis Yogyakarta terletak di daerah perkotaan sehingga sangat mudah untuk dijangkau oleh kendaraan baik kendaraan pribadi maupun transportasi umum. SMA Taman Madya Jetis Yogyakarta letaknya sangat dekat dengan salah satu landmark kota Jogya yaitu Tugu Jogja. Letak sekolahan tersebut juga sangat strategis yang dapat dilihat dari batas-batas wilayah sebagai berikut: a) Sebelah utara : perumahan penduduk sekitar. b) Sebelah selatan : Jl. Pakuningratan. c) Sebelah barat : perumahan penduduk sekitar. d) Sebelah timur : perumahan penduduk sekitar. 2) Visi, Misi dan Tujuan a) Visi dari SMA Taman Madya Jetis Yogyakarta adalah sebagai berikut: Mendidik anak didik menjadi manusia yang takwa, 55

70 cerdas, terampil, sehat, merdeka, mandiri dan berbudi pekerti luhur. b) Misi: (1) Mendidik anak untuk berperilaku dan penampilan baik. (2) Mendidik anak untuk berkemampuan teori dan praktik. (3) Mendidik anak untuk mengembangkan dan menumbuhkan kemampuan dan jati dirinya. (4) Input biasa, proses unggul, output unggul. c) Tujuan Sekolah: (1) Tujuan Umum Tujuan Pendidikan Menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan untuk hidup mandiri mengikuti pendidikan lebih lanjut. (2) Tujuan Khusus Berdasarkan visi dn misi yang sudah ditetapkan, SMA Taman Madya Jetis bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang : (a) Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. (b) Berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri. (c) Menjadi warga negara yang demokratis serta tanggung jawab. 56

71 2. Deskripsi Subyek Data siswa yang didapatkan ini dipilih dengan menggunakan teknik proportional random sampling dan digunakan untuk pengumpulan data dengan teknik angket. a. Data Siswa Berdasarkan Jenis Kelamin Data siswa berdasarkan jenis kelamin secara umum pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Tabel 6. Distribusi Frekuensi Siswa Berdasarkan Jenis Kelamin. No Jenis Kelamin Frekuensi Presentase 1 Laki-Laki 52 51,48% 2 Perempuan 49 48,51% TOTAL % Dari data tabel siswa berdasarkan jenis kelamin diatas, maka dapat digambarkan ke dalam diagram lingkaran (pie chart) berikut ini: Presentase Siswa Berdasarkan Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan 48,51% 51,48% Gambar 2. Presentase Siswa Berdasarkan Jenis Kelamin Berdasarkan pada tabel dan diagram lingkaran di atas, dapat diketahui bahwa jumlah seluruh siswa di dalam penelitian ini berdasarkan jenis kelamin terdapat 101 orang siswa. Dari total

72 siswa tersebut, terdapat 52 siswa berjenis kelamin laki-laki atau sebesar 51,48% dan sisanya sebanyak 49 siswa berjenis kelamin perempuan atau sebesar 48,51%. Sebanyak 101 siswa tersebut didapatkan dari dua sekolah yang berbeda. Apabila dirinci lebih mendalam, maka terdapat perbedaan jumlah siswa dari kedua sekolah tersebut. Sekolah pertama yaitu SMA Taman Madya Ibu Pawiyatan ada sebanyak 41 siswa yang terdiri dari 15 siswa berjenis kelamin laki-laki dan sisanya yakni sebanyak 26 Siswa berjenis kelamin perempuan. Sedangkan untuk sekolah yang kedua, yaitu SMA Taman Madya Jetis Yogyakarta terdapat 60 siswa yang terdiri dari 37 siswa berjenis kelamin laki-laki dan 23 siswa berjenis kelamin perempuan. Untuk informasi lebih jelasnya bisa dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 7. Distribusi Jumlah Siswa Tiap Sekolah Berdasarkan Jenis Kelamin Asal Sekolah Jumlah Siswa Jumlah Laki-laki Perempuan SMA Taman Madya Ibu Pawiyatan SMA Taman Madya Jetis Yogyakarta TOTAL b. Data Siswa Berdasarkan Kelas Data siswa berdasarkan tingkatan kelas secara keseluruhan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 58

73 Tabel 8. Distribusi Frekuensi Siswa Berdasarkan Kelas. No Kelas Frekuensi Presentase 1 Kelas X 39 38,61% 2 Kelas XI 62 61,39% TOTAL % Dari data tabel Siswa berdasarkan kelas diatas, maka dapat digambarkan ke dalam diagram lingkaran (pie chart) berikut ini: Siswa Berdasarkan Kelas Kelas X Kelas XI 61,39% 38,61% Gambar 3. Presentase Siswa Berdasarkan Kelas Berdasarkan pada tabel dan diagram lingkaran di atas, dapat diketahui bahwa jumlah seluruh siswa di dalam penelitian ini berdasarkan kelas terdapat 101 orang siswa. Dari total 101 siswa tersebut, terdapat 39 siswa yang masih duduk di kelas X atau sebesar 38,61% dan sisanya sebesar 61,39% adalah siswa masih kelas XI baik IPA maupun IPS atau sebanyak 62 siswa. Sebanyak 101 orang siswa tersebut didapatkan dari dua sekolah yang berbeda. Apabila dirinci lebih mendalam, maka terdapat perbedaan jumlah siswa dari kedua sekolah tersebut. Sekolah pertama yaitu SMA Taman Madya Ibu Pawiyatan ada sebanyak 41 siswa yang 59

74 terdiri dari 17 siswa yang masih kelas X dan sisanya yakni sebanyak 24 siswa kelas XI baik IPA maupun IPS. Sedangkan sekolah kedua, yaitu SMA Taman Madya Jetis Yogyakarta terdapat 60 siswa yang terdiri dari 22 siswa kelas X dan 38 siswa kelas XI IPA dan IPS. Untuk informasi lebih jelasnya bisa dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 9. Distribusi Jumlah Siswa Tiap Sekolah Berdasarkan Kelas. Asal Sekolah Jumlah Siswa Jumlah Kelas X Kelas XI SMA Taman Madya Ibu Pawiyatan SMA Taman Madya Jetis Yogyakarta TOTAL B. Deskripsi Hasil Penelitian Hasil penelitian diperoleh dengan menggunakan angket yang kemudian diolah dengan penskoran serta persentase pada setiap indikator pada butir penyajian hasil olah data. Berikut ini merupakan data yang disajikan mengenai pemahaman siswa terhadap pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara: 1. Pemahaman Siswa Terhadap Pemikiran Pendidikan Ki Hajar Dewantara Dari hasil penelitian dengan menggunakan angket, diperoleh data mengenai tingkat pemahaman siswa terhadap pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara adalah sebagai berikut: 60

75 Tabel 10. Kategori Tingkat Pemahaman Siswa terhadap Pemikiran Pendidikan Ki Hajar Dewantara. Kategori Skor Frekuensi Persentase Tinggi > ,31% Sedang ,70% Rendah < ,99% TOTAL % Dari tabel distribusi frekuensi pemahaman siswa di atas, dapat digambarkan ke dalam bentuk diagram lingkaran (piechart) berikut ini: Pemahaman Siswa Terhadap Pemikiran Pendidikan Ki Hajar Dewantara Tinggi Sedang Rendah 0,99% 29,70% 69,31% Gambar 4. Presentase Pemahaman Siswa terhadap Pemikiran Pendidikan Ki Hajar Dewantara Dari tabel dan gambar di atas memberikan gambaran bahwa 70 siswa (69,31%) memiliki tingkat pemahaman pada kategori tinggi. Selain itu, terdapat 30 siswa (29,70%) yang memiliki pemahaman tingkat sedang. Selain itu, masih terdapat seorang siswa (0,99%) yang memiliki pemahaman tingkat rendah. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pemahaman siswa di SMA Taman Madya se-kota Yogyakarta berada pada kategori tinggi. 61

76 Pada penelitian ini terdapat lima pokok bahasan yang digunakan untuk mengukur pemahaman siswa, yaitu: pemahaman siswa terhadap biografi Ki Hajar Dewantara dan Taman Siswa, pemahaman siswa terhadap tri pusat pendidikan, pemahaman siswa terhadap teori trikon, pemahaman siswa terhadap teori sistem among, dan pemahaman siswa terhadap trilogi kepemimpinan. Berdasarkan data hasil penelitian yang telah dipaparkan di atas, maka dapat diperoleh gambaran tingkat pemahaman siswa pada setiap pokok bahasan sebagai berikut: a. Pemahaman Siswa Terhadap Profil Ki Hajar Dewantara dan Taman Siswa Aspek yang diteliti pada indikator pemahaman siswa terhadap profil Ki Hajar Dewantara meliputi tanggal lahir Ki Hajar serta latar belakang keluarga dan pendidikannya, sedangkan aspek yang diteliti untuk profil Taman Siswa adalah tanggal berdinya Taman Siswa dan nama awal yang digunakan Taman Siswa. Secara umum, siswa memiliki pemahaman yang baik terhadap profil Ki Hajar Dewantara dan Taman Siswa. Namun, pemahaman siswa pada tanggal lahir Ki Hajar Dewantara masih kurang. Dua dari empat siswa yang menjadi subyek untuk wawancara melupakan tanggal lahir Ki Hajar. Hal ini dikutip pada wawancara yang telah dilakukan yaitu; dulu namanya R. M. Suwardi Suryaningrat, kalau tanggal lahirnya itu 2 Mei 1880an. (Rik, 22 Januari 2014). Hal ini juga dikatakan oleh siswa lain yaitu; 62

77 nama aslinya tuh kalau gak salah Suwardi Suryaningrat, kalau tanggal lahirnya 2 Mei tahun 1800an. (AA, 22 Januari 2014). Hasil wawancara tersebut juga diperkuat dengan angket dalam bentuk skala Guttman. Pada indikator pemahaman siswa terhadap profil Ki Hajar Dewantara dan Taman Siswa ini terdapat enam butir pernyataan atau pertanyaan. Untuk mengetahui skor tiap butir pertanyaan tersebut akan dipaparkan pada tabel dibawah ini: Tabel 11. Skor Tiap Butir Boal Pada Indikator Profil Ki Hajar Dewantara dan Taman Siswa No Pertanyaan / Pernyataan Siswa yang menjawab benar Siswa yang menjawab Salah Jumlah 1 Ki Hajar Dewantara lahir pada tanggal 2 Mei R.M. Suwardi Suryaningrat adalah cucu dari Paku Alam IV 3 Ki Hajar tidak pernah sekolah di sekolah dokter Jawa atau STOVIA 4 Ki Hajar pernah bergabung ke dalam Budi Utomo, Sarikat Islam dan Indische Partij 5 Taman Siswa didirikan pada tanggal 3 Juli Nationall Onderwejis Instituut Taman Siswa. adalah nama asli dari Taman Siswa 63 % % % 32 31, , , , , , , , , , , , Berdasarkan data skor tiap butir soal di atas, maka dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa belum memahami profil Ki

78 Hajar dengan baik. Hal tersebut dapat dilihat pada butir soal tentang tangggal lahir Ki Hajar. Terdapat 69 Siswa (68,32%) yang belum memahami tanggal lahir Ki Hajar Dewantara dengan baik. Selain itu, sebanyak 81 Siswa (80,20%) juga belum mengetahui atau memahami bahwa Ki Hajar merupakan cucu dari Paku Alam III. Berbeda dengan kedua item soal di atas, sebagian besar siswa memahami dengan baik tentang riwayat hidup Ki Hajar seperti pendidikan, keaktifan Ki Hajar dalam berorganisasi, dan Taman Siswa. Pada butir soal nomor 3, terdapat 68 siswa (67,33%) yang menjawab dengan benar tentang latar belakang pendidikan Ki Hajar Dewantara. Sebanyak 87 siswa (86,14%) menjawab dengan benar pada butir soal tentang keaktifan Ki Hajar dalam bidang politik. Selanjutnya pada butir soal tentang tanggal berdirinya Taman Siswa, sebagian siswa telah memahami atau menjawab dengan benar. Ada sebanyak 84 siswa (83,17%) yang memahami tentang tanggal berdirinya Taman Siswa. Pada butir soal terakhir tentang profil Ki Hajar dan Taman Siswa, sebanyak 79 siswa (78,22%) yang menjawab benar atau memahami dengan baik tentang nama asli dari Taman Siswa yaitu Nationall Onderwejis Instituut Taman Siswa. Berdasarkan hasil penelitian di atas, diperoleh data mengenai tingkat pemahaman siswa terhadap profil Ki Hajar Dewantara dan Taman Siswa adalah sebagai berikut: 64

79 Tabel 12. Distribusi Tingkat Pemahaman Siswa terhadap Profil Ki Hajar & Taman Siswa Kategori Skor Frekuensi Persentase Tinggi > ,77% Sedang ,32% Rendah < 2 9 8,91% TOTAL % Dari tabel distribusi frekuensi pemahaman siswa di atas, dapat digambarkan ke dalam bentuk diagram lingkaran (piechart) berikut ini: Pemahaman Siswa terhadap Profil Ki Hajar Dewantara & Tamansiswa Tinggi Sedang Rendah 8,91% 22,77% 68,32% Gambar 5. Presentase Pemahaman Siswa terhadap Profil Ki Hajar & Taman Siswa Tabel di atas memberikan gambaran bahwa pemahaman siswa terhadap profil Ki Hajar Dewantara dan Taman Siswa menunjukkan bahwa 23 siswa (22,77%) memiliki pemahaman yang tinggi, sedangkan sebanyak 69 siswa (68,32%) menunjukkan pada kategori sedang. Sisanya sebanyak 8,91% atau 9 siswa memiliki pemahaman pada kategori rendah. Dari hasil gambaran tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemahaman siswa SMA Taman Madya se-kota Yogyakarta 65

80 terhadap profil Ki Hajar Dewantara dan Taman Siswa berada pada kategori sedang. b. Pemahaman Siswa terhadap Tri Pusat Pendidikan Tri pusat pendidikan merupakan tiga tempat pergaulan yang menjadi pusat pendidikan yang sangat penting bagi anak. Menurut Ki Hajar, yang menjadi tiga tempat pusat pendidikan yaitu alam keluarga, alam perguruan dan alam pergerakan pemuda atau masyarakat. Pemahaman siswa kelas X dan XI di SMA Taman Madya terhadap tri pusat pendidikan sudah baik. Mereka mampu menjelaskan konsep tri pusat pendidikan yang dibuat oleh Ki Hajar. tri pusat pendidikan itu tiga tempat utama anak untuk belajar. Yang pertama itu alam keluarga, sekolah terus masyarakat. kalau alam keluarga itu pusat pendidikan pertama yang terjadi di keluarga sebelum dia masuk sekolah dan masyarakat. Nah kalau sekolah itu tempat belajar yang kedua setelah di lingkuan keluarganya. Terus yang terakhir itu masyarakat tempat untuk belajar bersosialisasi atau berinteraksi dengan masyarakat. (Cif, 22 Januari 2014). Pada indikator tri pusat pendidikan ini terdapat tujuh butir pernyataan atau pertanyaan. Untuk mengetahui skor tiap butir pertanyaan tersebut akan dipaparkan pada tabel dibawah ini: 66

81 Tabel 13. Skor Tiap Butir Soal Pada Indikator Tri Pusat Pendidikan No Pertanyaan / Pernyataan Siswa yang menjawab benar Siswa yang menjawab Salah Jumlah 1 Menurut Ki Hajar, ada tiga tempat yang sangat penting bagi anak untuk kegiatan belajar. 2 Alam keluarga adalah pusat pendidikan yang tidak terlalu penting 3 Alam keluarga adalah pusat pendidikan yang pertama dan yang terpenting 4 Pendidikan budi pekerti terdapat dalam kehidupan keluarga dalam sifat yang kuat dan murni. 5 Kehidupan di keluarga tidak mempengaruhi bertumbuhnya budi pekerti dari tiap-tiap manusia. 6 Sekolah berkewajiban untuk memberi ilmu pengetahuan kepada murid dan mengembangkan kemampuan intelektual murid 7 Anak-anak tidak dapat membentuk watak atau karakter dan kepribadiannya di dalam masyarakat. % % % 81 80, , , , ,08 8 7, ,05 5 4, , , ,05 5 4, , ,

82 Berdasarkan data di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa memiliki pemahaman yang baik, hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya jumlah Siswa yang menjawab benar pada tiap butir soal. Pada butir soal pertama, 81 siswa (80,20%) menjawab benar atau memahami dengan baik bahwa terdapat tiga tempat yang sangat penting bagi anak untuk kegiatan belajar. Pada butir soal kedua, sebagian besar siswa belum memahami bahwa alam keluarga adalah pusat pendidikan yang sangat penting. Hal ini dapat dibuktikan pada tabel di atas, sebanyak 87 Siswa (86,14%) menjawab salah. Selanjutnya pada butir soal nomor 3 dan 4, sebagian besar siswa memiliki pemahaman yang baik tentang hakikat alam keluarga. Skor masing-masing pada tiap butir soal yang menjawab benar adalah 93 siswa (92,08%) dan 96 siswa (95,05%). Sebanyak 77 siswa (76,24%) belum memahami bahwa kehidupan di keluarga sangat mempengaruhi bertumbuhnya budi pekerti setiap individu. Pada butir soal nomor 6, sebagian besar siswa telah memahami hakikat dari alam perguruan. Terdapat 96 siswa (95,05%) yang menjawab benar pada butir soal tersebut. Pada butir soal terakhir, sebagian besar siswa belum memahami tentang hakikat alam pemuda atau masyarakat. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan banyaknya siswa yang menjawab benar pada butir soal tersebut. Ada 74 siswa (73,27%) yang menjawab benar. 68

83 Dari hasil penelitian dengan menggunakan tes, diperoleh data mengenai tingkat pemahaman siswa terhadap tri pusat pendidikan adalah sebagai berikut: Tabel 14. Distribusi Tingkat Pemahaman Siswa terhadap Tri pusat Pendidikan Kategori Skor Frekuensi Persentase Tinggi > 4, ,17% Sedang 2,3 4, ,84% Rendah < 2,3 1 0,99% TOTAL % Dari tabel distribusi frekuensi pemahaman siswa di atas, dapat digambarkan ke dalam bentuk diagram lingkaran (piechart) berikut ini: Pemahaman Siswa terhadap Tripusat Pendidikan Tinggi Sedang Rendah 15,84% 0,99% 83,17% Gambar 6. Presentase Pemahaman Siswa terhadap Tri pusat Pendidikan Tabel di atas memberikan gambaran bahwa pemahaman siswa untuk tri pusat pendidikan menunjukkan bahwa 84 siswa (83,17%) memiliki pemahaman yang tinggi, sedangkan sebanyak 16 siswa (15,84%) menunjukkan pada kategori sedang. Terdapat 1 siswa 69

84 (0,99%) memiliki pemahaman yang rendah terhadap Tri pusat Pendidikan. Hasil gambaran tersebut dapat disimpulkan bahwa pemahaman siswa SMA Taman Madya se-kota Yogyakarta terhadap tri pusat pendidikan berada pada kategori tinggi. c. Pemahaman siswa terhadap Teori Trikon Pada indikator teori Trikon ini terdapat tujuh butir pernyataan atau pertanyaan. Skor tiap butir pertanyaan tersebut akan dipaparkan pada tabel dibawah ini: Tabel 15. Skor tiap butir soal pada indikator Teori Trikon No Pertanyaan / Pernyataan Siswa yang menjawab benar Siswa yang menjawab Salah 1 Teori trikon dibuat oleh Ki Hajar untuk melestarikan dan mengembangkan kebudayaan nasional Indonesia. 2 Dasar konvergen tidak termasuk dalam tiga unsur dasar teori trikon. 3 Dalam upaya melestarikan kebudayaan harus dilakukan secara terusmenerus dan berkesinambungan. 4 Dalam dasar konsentris memiliki arti bahwa dalam mengembangkan kebudayaan nasional harus bersikap tertutup agar tidak terpengaruh kebudayaan luar. Jumlah % % % 90 89, , , , ,09 9 8, , ,

85 Lanjutan tabel 15 5 Dalam mengembangkan 65 64, , kebudayaan nasional harus memadukan dengan kebudayaan asing dan harus dilakukan dengan paksaan. 6 Teori Trikon tidak dapat 52 51, , diterapkan dalam segala unsur kebudayaan, baik yang berupa IPTEK, IMTAQ, etika susila, estetika dan seni, maupun keterampilan hidup. 7 Sikap terbuka namun tetap kritis terhadap pengaruh kebudayaan luar harus dilakukan dalam upaya mengembangkan kebudayaan nasional , , Berdasarkan data skor tiap butir soal di atas, dapat diketahui bahwa pada butir soal pertama sebagian besar siswa (89,11%) memahami dengan baik tujuan dibuatnya teori Trikon oleh Ki Hajar. Pada butir soal kedua, rata-rata siswa belum memahami hakikat dari dasar konvergen. Jumlah skor yang menjawab benar dan salah pada butir soal tersebut hampir berimbang, yakni 52,84% siswa menjawab benar dan 41,58% siswa menjawab salah. Pada butir soal ketiga, sebagian besar siswa telah memahami dasar kontinus pada teori Trikon dengan baik. Terdapat 92 siswa (91,09%) yang menjawab benar. Butir soal tentang hakikat dari dasar konsentris pada teori Trikon juga dipahami dengan baik oleh Siswa. Sebanyak 59 siswa (58,42%) memahami hakikat dari dasar konsentris pada teori Trikon. Pada butir soal nomor lima, sebagian besar siswa (64,36%) belum 71

86 memahami hakikat dari dasar konvergen dalam teori Trikon dengan baik. Pada butir soal selanjutnya, rata-rata siswa belum memahami fungsi dari teori Trikon. Hal ini dapat dilihat dari data skor yang diperoleh, yakni sebanyak 51,49% siswa menjawab benar dan 48,51% siswa menjawab salah. Pada soal nomor delapan tentang hakikat dari dasar konsetris teori Trikon, sebanyak 88,12% Siswa telah memahami hal tersebut dengan baik. Dari hasil penelitian tersebut, diperoleh data mengenai tingkat pemahaman siswa terhadap teori trikon adalah sebagai berikut: Tabel 16. Distribusi Tingkat Pemahaman Siswa terhadap Teori Trikon Kategori Skor Frekuensi Persentase Tinggi > 4, ,41% Sedang 2,3 4, ,62% Rendah < 2,3 3 2,97% TOTAL % Dari tabel distribusi frekuensi pemahaman siswa di atas, dapat digambarkan ke dalam bentuk diagram lingkaran (piechart) berikut ini: Pemahaman Siswa terhadap Teori Trikon Tinggi Sedang Rendah 2,97% 37,62% 59,41% Gambar 7. Presentase Pemahaman Siswa terhadap Teori Trikon 72

87 Tabel di atas memberikan gambaran bahwa pemahaman siswa untuk teori trikon menunjukkan bahwa 60 siswa (59,41%) memiliki pemahaman yang tinggi. Sedangkan sebanyak 38 siswa (37,62%) menunjukkan pada kategori sedang. Sebanyak 2,97% siswa atau 3 siswa memiliki pemahaman yang rendah. Dari hasil gambaran tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemahaman siswa SMA Taman Madya se-kota Yogyakarta terhadap teori trikon berada pada kategori tinggi. d. Pemahaman siswa terhadap Sistem Among Pemahaman siswa kelas X dan XI terhadap konsep dari sistem among sudah baik. Mereka mampu menjelaskan pengertian dari sistem among. sistem among itu sistem yang ngemong, jadi dalam belajarnya guru itu gak boleh melakukan kekerasan harus sabar kalau mengajar. (Cif, 22 Januari 2014). Hal ini juga dikatakan oleh siswa lain yaitu;.sistem among itu sistem yang dibuat sama Ki Hajar untuk pendidikan di sini ini mas. dalam prosesnya guru itu tidak boleh terlalu mengekang, melakukan kekerasan kepada muridnya. (Seh, 22 Januari 2014). Pendapat dari kedua siswa tersebut juga diperkuat dengan hasil angket yang didapatkan. Pada indikator sistem among ini terdapat lima butir pernyataan atau pertanyaan. Untuk mengetahui skor tiap butir pertanyaan tersebut akan dipaparkan pada tabel dibawah ini: 73

88 Tabel 17. Skor Tiap Butir Soal pada Indikator Sistem Among No Pertanyaan / Pernyataan 1 Kata among berasal dari bahasa Jawa, yang mempunyai makna seseorang yang bertugas ngemong dan jiwanya penuh pengabdian. 2 Kodrat alam dan kemerdekaan merupakan dasar dari Sistem Among. 3 Sistem Among telah digunakan cukup lama di Tamansiswa 4 Di lingkungan Tamansiswa, sebutan guru tidak digunakan dan diganti dengan sebutan pamong, Ki atau Nyi. 5 Di dalam Sistem Among, hukuman disiplin dengan paksaan atau kekerasan tidak dilarang. Siswa yang menjawab benar Siswa yang menjawab Salah Jumlah % % % 94 93,07 7 6, ,09 9 8, ,08 8 7, ,08 8 7, , , Berdasarkan data skor tiap butir soal di atas, dapat diketahui bahwa pada butir pertanyaan nomor 1 sampai dengan 4 sebagian besar Siswa telah memahami konsep dari sistem among. Pada butir pertanyaan pertama, 93,07% Siswa mengetahui atau memahami pengertian dari kata among. Pada butir soal selanjutnya, yakni 74

89 sebanyak 91,09% Siswa memahami dengan baik bahwa kodrat alam dan kemerdekaan merupakan dasar dari sistem among. Selanjutnya sebanyak 92,08% Siswa juga telah memahami dengan baik bahwa sistem among telah digunakan cukup lama di Taman Siswa. Pada butir soal keempat, sebanyak 92,08% Siswa juga telah memahami bahwa sebutan guru tidak digunakan di lingkungan Taman Siswa. Perbedaan skor terjadi pada butir soal kelima, yakni sebanyak 61,39% Siswa belum memahami bahwa hukuman disiplin dengan paksaan atau kekerasan sangat dilarang di lingkungan Taman Siswa. Dari hasil penelitian dengan menggunakan angket, diperoleh data mengenai tingkat pemahaman siswa terhadap sistem among adalah sebagai berikut: Tabel 18. Distribusi Tingkat Pemahaman Siswa terhadap Sistem Among Kategori Skor Frekuensi Persentase Tinggi > 3, ,12% Sedang 1,7 3,3 7 6,93% Rendah < 1,7 5 4,95% TOTAL % Dari tabel distribusi frekuensi pemahaman siswa di atas, dapat digambarkan ke dalam bentuk diagram lingkaran (piechart) berikut ini: 75

90 Pemahaman Siswa terhadap Sistem Among Tinggi Sedang Rendah 6,93% 4,95% 88,12% Gambar 8. Presentase Pemahaman Siswa terhadap Sistem Among. Tabel di atas memberikan gambaran bahwa pemahaman siswa untuk sistem among menunjukkan bahwa 89 siswa (88,12%) memiliki pemahaman yang tinggi. Sebanyak 7 siswa (6,93%) menunjukkan pada kategori sedang serta terdapat 5 siswa (4,95%) memiliki pemahaman yang rendah. Dari hasil gambaran tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemahaman siswa SMA Taman Madya se-kota Yogyakarta terhadap sistem among berada pada kategori tinggi. e. Pemahaman siswa terhadap Trilogi Kepemimpinan Dalam sistem among, setiap guru atau pamong sebagai pemimpin diwajibkan bersikap: ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa dan tutwuri handayani. Semboyan tersebut sangat terkenal dengan sebutan trilogi kepemimpinan dan bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Ing ngarsa sung tuladha berarti di depan memberi tauladan. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Seh berikut ini: 76

91 : ing ngarsa sung tuladha itu artinya di depan harus menjadi tauladan atau contoh mas misalnya gini, seorang ketua itu harus bisa mengisnpirasi teman-temannya yang lain misalnya dengan tindakannya, prestasinya gitu. (Seh, 22 Januari 2014). Selanjutnya Seh juga menjelaskan arti dari ing madya mangun karsa seperti yang dikutip wawancara yang telah dilakukan yaitu; ing madya mangun karsa itu maksudnya kalau gak salah seorang pemimpin itu harus berwawasan luas, dapat memberikan ide-ide yang luar biasa bagi kelompoknya supaya bisa terus berkarya. (Seh, 22 Januari 2014). Seh berpendapat bahwa ing madya mangun karsa artinya adalah pemimpin itu harus berwawasan luas, dapat memberikan ide-ide yang luar biasa bagi kelompoknya supaya bisa terus berkarya. Ungkapan tersebut menggambarkan bahwa siswa mengetahui makna dari ing madya mangun karsa. Tutwuri handayani berarti dibelakang memberi dorongan semangat. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh AA sebagai berikut; artinya itu Seorang guru atau pemimpin harus bisa menjadi motivator memberi motivasi ke murid-muridnya gitu mas (AA, 22 Januari 2014). AA mengungkapkan tutwuri handayani artinya pemimpin harus bisa menjadi motivator ke murid-muridnya. Ungkapan tersebut menggambarkan bahwa siswa mengetahui makna tutwuri handayani. Hal ini senada dengan yang disampaikan Seh: intinya sih di belakang memberi dorongan, jadi seorang pemimpin atau misalnya guru itu harus bisa mendukung, memotivasi atau mengasih semangat ke murid-muridnya untuk giat belajar agar bisa mewujudkan mimpinya. Ya pokoknya gitu lah (Seh, 22 Januari 2014).. 77

92 Secara umum siswa mengetahui konsep dari trilogi kepemimpinan. Hasil tersebut juga diperkuat dengan hasil yang diperoleh dengan teknik angket. Pada indikator trilogi kepemimpinan ini terdapat lima butir pernyataan atau pertanyaan. Untuk mengetahui skor tiap butir pertanyaan tersebut akan dipaparkan pada tabel dibawah ini: Tabel 19. Skor Tiap Butir Soal Pada Indikator Trilogi Kepemimpinan No Pertanyaan / Pernyataan Siswa yang menjawab benar Siswa yang menjawab Salah Jumlah 1 Menjadi seorang pemimpin tidak harus memiliki sikap dan pola pikir yang baik serta dapa dijadikan contoh yang baik. 2 Seorang guru harus memberikan kepercayaan dan tidak boleh meremehkan kemampuan siswanya. 3 Guru tidak boleh terlalu mengekang atau memberikan aturan 4 Memberi kebebasan yang berlebihan dan menghindari pemberian hukuman hendaknya tidak dilakukan oleh guru. % % % 57 56, , ,06 6 5, ,07 7 6, , ,

93 Berdasarkan data skor tiap butir soal di atas, dapat diketahui bahwa pada butir pertanyaan pertama yakni sebanyak 56,44% Siswa belum memahami bahwa untuk menjadi pemimpin harus memiliki sikap dan pola pikir yang baik dan dapat dijadikan contoh. Pada butir soal nomor 2 sampai 4, sebagian besar siswa memahami hakikat dari tut wuri handayani. Hal tersebut dapat dilihat dari perolehan skor masing-masing butir soal yang menjawab benar sebesar 94,06% untuk butir soal kedua, sebanyak 93,07% Siswa yang menjawab benar pada butir soal ketiga dan ada 70,30% Siswa yang menjawab benar pada butir soal keempat. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data mengenai tingkat pemahaman siswa terhadap trilogi kepemimpinan adalah sebagai berikut: Tabel 20. Distribusi Tingkat Pemahaman Siswa terhadap Trilogi Kepemimpinan Kategori Skor Frekuensi Persentase Tinggi > 2, ,22% Sedang 1,3 2, ,83% Rendah < 1,3 5 4,95% TOTAL % Dari tabel distribusi frekuensi pemahaman siswa di atas, dapat digambarkan ke dalam bentuk diagram lingkaran (piechart) berikut ini: 79

94 Pemahaman Siswa Terhadap Sistem Among Tinggi Sedang Rendah 16,83% 4,95% 78,22% Gambar 9. Presentase Pemahaman Siswa terhadap Trilogi Kepemimpinan. Tabel di atas memberikan gambaran bahwa pemahaman siswa untuk sistem among menunjukkan bahwa 79 murid (78,22%) memiliki pemahaman yang tinggi. Sebanyak 17 murid (16,83%) menunjukkan pada kategori sedang. Sebanyak 5 murid (4,95%) memiliki pemahaman yang rendah. Dari hasil gambaran tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemahaman siswa SMA Taman Madya se- Kota Yogyakarta terhadap trilogi kepemimpinan berada pada kategori tinggi. C. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Pemahaman siswa terhadap pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tingkat pemahaman siswa terhadap pemikiran Ki Hajar Dewantara di SMA Taman Madya se- Kota Yogyakarta. Pengertian pemahaman siswa adalah kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari (Winkel, 80

95 1996). Menurut Bloom dalam Winkel (1996) pemahaman termasuk dalam klasifikasi ranah kognitif level 2 setelah pengetahuan. Pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan telah menjadi ciri bagi sejarah pendidikan di Indonesia. Konsep pendidikannya lebih menonjolkan kebudayaan Indonesia dan menekankan pentingnya pengolahan potensi-potensi peserta didik secara terintegratif. Kini gagasan dan konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara yang begitu berharga dan humanis pada masa dulu, menjadi terasa begitu klasik dan nyaris di lupakan. Itu lantaran pendidikan di Indonesia pada masa kini lebih mengutamakan sifat kognitif dan jauh dari nuansa terintegratif sehingga reduktif terhadap hakekat pendidikan dan kemanusiaan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, diketahui bahwa dari 101 Siswa, sebesar 69,31% Siswa memiliki pemahaman yang tinggi terhadap pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara. Siswa yang memiliki pemahaman tinggi ini menunjukkan bahwa mereka memahami pemahaman pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara dengan baik. Selain itu, terdapat 30 siswa (29,70%) yang memiliki pemahaman tingkat sedang. Hal tersebut berarti bahwa siswa tersebut memiliki pemahaman yang cukup terhadap pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara. Selain itu, siswa yang mempunyai pemahaman tingkat rendah sebanyak 0,99%. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pemahaman siswa di SMA 81

96 Taman Madya se-kota Yogyakarta berada pada kategori tinggi. Hal ini berarti bahwa sebagian besar siswa kelas X dan XI di SMA Taman Madya se-kota Yogyakarta sudah baik dalam memahami pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara. Pada penelitian ini, terdapat lima pokok bahasan yang digunakan untuk mengukur pemahaman siswa, yaitu: pemahaman siswa pada biografi Ki Hajar Dewantara dan Taman Siswa, pemahaman siswa pada tri pusat pendidikan, pemahaman siswa pada teori trikon, pemahaman siswa pada teori sistem among, dan pemahaman siswa pada trilogi kepemimpinan. Berdasarkan data hasil penelitian yang telah dipaparkan di atas, maka dapat diperoleh gambaran tingkat pemahaman siswa pada setiap pokok bahasan sebagai berikut: Persentase tingkat Pemahaman Siswa terhadap Pemikiran Pendidikan Ki Hajar Dewantara Persentase Profil Ki Hajar & Tamsis Tripusat Pendidika n Teori Trikon Sistem Among Trilogi Kepemim pinan Series Gambar 10. Presentase Pemahaman Siswa pada Tiap Indikator. 82

PEMAHAMAN SISWA TERHADAP PEMIKIRAN PENDIDIKAN KI HAJAR DEWANTARA DI SMA TAMAN MADYA SE-KOTA YOGYAKARTA ARTIKEL JURNAL

PEMAHAMAN SISWA TERHADAP PEMIKIRAN PENDIDIKAN KI HAJAR DEWANTARA DI SMA TAMAN MADYA SE-KOTA YOGYAKARTA ARTIKEL JURNAL PEMAHAMAN SISWA TERHADAP PEMIKIRAN PENDIDIKAN KI HAJAR DEWANTARA DI SMA TAMAN MADYA SE-KOTA YOGYAKARTA ARTIKEL JURNAL Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi

Lebih terperinci

Ki Hadjar Dewantara. Mulai bersekolah dan menjadi wartawan

Ki Hadjar Dewantara. Mulai bersekolah dan menjadi wartawan Ki Hadjar Dewantara Ki Hadjar Dewantara dikenal sebagai pelopor pendidikan untuk masyarakat pribumi di Indonesia ketika masih dalam masa penjajahan Kolonial Belanda. Mengenai profil Ki Hajar Dewantara

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam (PAI) Perspektif Ki Hadjar

BAB V PEMBAHASAN. A. Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam (PAI) Perspektif Ki Hadjar BAB V PEMBAHASAN A. Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam (PAI) Perspektif Ki Hadjar Dewantara Sebagaimana disebutkan di dalam penegasan istilah bahwa penelitian ini dibatasi pada nilai-nilai Pendidikan Agama

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Kajian Teori a. Ki Hadjar Dewantara Ki Hadjar Dewantara dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei tahun 1889 dengan nama R.M Suwardi Suryaningrat. Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan dapat mewujudkan semua potensi diri manusia dalam mengembangkan kemampuan dan membentuk

Lebih terperinci

SEKOLAH DAN PEMBELAJARAN YANG HUMANIS. Studi di SMA Taman Madya dan SMA N 5 Yogyakarta. Oleh

SEKOLAH DAN PEMBELAJARAN YANG HUMANIS. Studi di SMA Taman Madya dan SMA N 5 Yogyakarta. Oleh SEKOLAH DAN PEMBELAJARAN YANG HUMANIS Studi di SMA Taman Madya dan SMA N 5 Yogyakarta Oleh Siti Irene Astuti Dwiningrum, Haryanto, dan Riana Nurhayati ireneast@yahoo.com Abstrak Tujuan penelitian ini akan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. memberikan bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh

BAB V PENUTUP. memberikan bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh BAB V A. Kesimpulan PENUTUP Dalam upaya mewujudkan Pendidikan yang secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan

Lebih terperinci

MAKNA PENDIDIKAN KI HAJAR DEWANTARA

MAKNA PENDIDIKAN KI HAJAR DEWANTARA MAKNA PENDIDIKAN KI HAJAR DEWANTARA Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Strategi Manajemen Dosen Pengampu: Dr. A. Siswanto, M.SEM. Disusun Oleh: Sumini NIM. 2016081073 Swesti Intan Pramesti

Lebih terperinci

BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN. dari hasil wawancara dengan informan, observasi di lapangan maupun datadata

BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN. dari hasil wawancara dengan informan, observasi di lapangan maupun datadata BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Paparan Data Paparan data temuan penelitian adalah pengungkapan dan pemaparan data maupun temuan yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan baik dari

Lebih terperinci

BAB II SISTEM AMONG DALAM GERAKAN PRAMUKA

BAB II SISTEM AMONG DALAM GERAKAN PRAMUKA BAB II SISTEM AMONG DALAM GERAKAN PRAMUKA A. Pencetus Sistem Among Sistem among adalah hasil pemikiran dari Ki Hajar Dewantara, Ki hajar dewantara terlahir dengan nama Raden Mas Suwardi Suryaningrat pada

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. yang dirasa relevan dan perlu, dengan harapan dapat menjadi sebuah kontribusi

BAB V PENUTUP. yang dirasa relevan dan perlu, dengan harapan dapat menjadi sebuah kontribusi BAB V PENUTUP Pada bagian akhir dari pembahasan ini, penulis mengambil sebuah konklusi atau kesimpulan yang diperoleh berdasarkan analisis yang disesuaikan dengan tujuan pembahasan skripsi ini. Penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selaku Pimpinan Yayasan Persatuan Perguruan Tamansiswa mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. selaku Pimpinan Yayasan Persatuan Perguruan Tamansiswa mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa yang berkedudukan di Yogyakarta selaku Pimpinan Yayasan Persatuan Perguruan Tamansiswa mempunyai kewenangan untuk pengesahan Majelis

Lebih terperinci

- 1 - PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG GERAKAN PRAMUKA

- 1 - PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG GERAKAN PRAMUKA - 1 - PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG GERAKAN PRAMUKA I. UMUM Salah satu tujuan bernegara yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI Hasil penelitian menunjukkan bahwa filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara merupakan sistem konsep pendidikan yang bersifat kultural nasional. Sekalipun Ki Hadjar

Lebih terperinci

BAB III KONSEP PENDIDIKAN KELUARGA MENURUT KI HAJAR DEWANTARA

BAB III KONSEP PENDIDIKAN KELUARGA MENURUT KI HAJAR DEWANTARA BAB III KONSEP PENDIDIKAN KELUARGA MENURUT KI HAJAR DEWANTARA A. Biografi Ki Hajar Dewantara Raden Mas Soewardi Soeryaningrat terlahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889, bertepatan dengan 1330 H dan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER KI HADJAR DEWANTARA DENGAN AL- GHAZALI

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER KI HADJAR DEWANTARA DENGAN AL- GHAZALI BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER KI HADJAR DEWANTARA DENGAN AL- GHAZALI A. Persamaan Konsep Pendidikan Karakter Ki Hadjar Dewantara dengan Al- Ghazali 1. Persamaan Konsep

Lebih terperinci

PERJUANGAN PERGERAKAN BANGSA INDONESIA. Taat, Nasionalisme dan Jatidiri Bangsa,

PERJUANGAN PERGERAKAN BANGSA INDONESIA. Taat, Nasionalisme dan Jatidiri Bangsa, PERJUANGAN PERGERAKAN BANGSA INDONESIA Budi Utomo Tanda-tanda lahirnya gerakan nasional yang teratur mulai tampak saat Budi Utomo mucul pada tahun 20 Mei 1908. Perkumpulan ini beranggotakan kaum intelektual

Lebih terperinci

Nama : Diana Lusi Rinasari NIM : Makul : Ilmu Pendidikan BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Nama : Diana Lusi Rinasari NIM : Makul : Ilmu Pendidikan BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Nama : Diana Lusi Rinasari NIM : 15105241002 Makul : Ilmu Pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah proses dari tidak tahu menjadi tahu, tidak terampil menjadi terampil dan tidak

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 23 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 23 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 23 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN MUATAN LOKAL KABUPATEN BANJARNEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PENDIDIKAN ANAK USIA DINI PERSPEKTIF KI HAJAR DEWANTARA

PENDIDIKAN ANAK USIA DINI PERSPEKTIF KI HAJAR DEWANTARA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI PERSPEKTIF KI HAJAR DEWANTARA Rohmatun Nurul Hidayah Jurusan Tarbiyah, Skolah Tinggi Agama Islam (STAI) Ngawi Email : h_day240990@yahoo.com ABSTRAK Pendidikan anak usia dini pada

Lebih terperinci

MEMAHAMI HAKIKAT HARI PENDIDIKAN NASIONAL

MEMAHAMI HAKIKAT HARI PENDIDIKAN NASIONAL MEMAHAMI HAKIKAT HARI PENDIDIKAN NASIONAL Oleh INDRIYANTO Saya menyampaikan selamat memperingati hari pendidikan nasional yang ke-54 tanggal 2 Mei 2013 kepada seluruh warga Negara Indonesia di manapun

Lebih terperinci

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PIDATO MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI PADA UPACARA HARI PENDIDIKAN NASIONAL 2017 2 MEI 2017 ASSALAMU ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH. SALAM SEJAHTERA DAN BAHAGIA

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Bentuk dan Strategi Penelitian Mengacu pada permasalahan yang dirumuskan, maka skripsi yang berjudul Revitalisasi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara Untuk Pendidikan Karakter

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERHATIAN ORANG TUA DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS TINGGI SD NEGERI SERANG KECAMATAN PENGASIH KABUPATEN KULON PROGO TAHUN AJARAN

HUBUNGAN PERHATIAN ORANG TUA DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS TINGGI SD NEGERI SERANG KECAMATAN PENGASIH KABUPATEN KULON PROGO TAHUN AJARAN HUBUNGAN PERHATIAN ORANG TUA DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS TINGGI SD NEGERI SERANG KECAMATAN PENGASIH KABUPATEN KULON PROGO TAHUN AJARAN 2011/2012 SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan

Lebih terperinci

Indonesia Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Gerakan Pramuka, (Jakarta : Kemenpora, 2010), hlm Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Gerakan Pramuka, (Jakarta : Kemenpora, 2010), hlm Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, Undang-Undang Republik BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN KARAKTER YANG TERKANDUNG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG GERAKAN PRAMUKA DAN RELEVANSINYA DENGAN PENCAPAIAN KURIKULUM 2013 A. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter

Lebih terperinci

Majalah Bulanan FORUM KEADILAN, Terbit di Jakarta, Edisi 9 Januari KI HADJAR DEWANTARA PELETAK DASAR PENDIDIKAN NASIONAL Oleh : Ki Supriyoko

Majalah Bulanan FORUM KEADILAN, Terbit di Jakarta, Edisi 9 Januari KI HADJAR DEWANTARA PELETAK DASAR PENDIDIKAN NASIONAL Oleh : Ki Supriyoko Majalah Bulanan FORUM KEADILAN, Terbit di Jakarta, Edisi 9 Januari 2000 KI HADJAR DEWANTARA PELETAK DASAR PENDIDIKAN NASIONAL Oleh : Ki Supriyoko "Sungguh, seandainya saja aku ini seorang Nederlander,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.131, 2010 PENDIDIKAN. Kepramukaan. Kelembagaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5169) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka. jiwa yaitu cipta, karsa dan karya. Pengembangan manusia seutuhnya menuntut

BAB II. Tinjauan Pustaka. jiwa yaitu cipta, karsa dan karya. Pengembangan manusia seutuhnya menuntut BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Sistem Pendidikan Among Ki Hajar Dewantara Ki Hajar Dewantara, pendidik asli Indonesia melihat manusia memiliki daya jiwa yaitu cipta, karsa dan karya. Pengembangan manusia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh pihak yang mengelola pelaksanaan pendidikan dalam hal ini adalah sekolah.

I. PENDAHULUAN. oleh pihak yang mengelola pelaksanaan pendidikan dalam hal ini adalah sekolah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan sumber daya manusia berhubungan dengan upaya peningkatan disemua lembaga pendidikan. Untuk itu diperlukan upaya pengkajian semua unsur pada dunia pendidikan

Lebih terperinci

RANGKUMAN Penggolongan Filsafat Pendidikan menurut Theodore Brameld: 1. Tradisi filsafat klasik yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh dari teori Plato,

RANGKUMAN Penggolongan Filsafat Pendidikan menurut Theodore Brameld: 1. Tradisi filsafat klasik yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh dari teori Plato, RANGKUMAN Penggolongan Filsafat Pendidikan menurut Theodore Brameld: 1. Tradisi filsafat klasik yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh dari teori Plato, Aristoteles, thomas Aquinas muncullah Perenialisme.

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI pada Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2015

SAMBUTAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI pada Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2015 SAMBUTAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI pada Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2015 Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Di hari yang membahagiakan ini, ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketamansiswaan merupakan kekhususan pendidikan di lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketamansiswaan merupakan kekhususan pendidikan di lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketamansiswaan merupakan kekhususan pendidikan di lingkungan Tamansiswa, yaitu melaksanakan sepenuhnya ketentuan dari sistem pendidikan nasional dengan tetap mengamalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai proses civilization membutuhkan suatu perencanaan yang matang. Oleh karena itu di dalam proses pembentukannya, pendidikan harus terintegrasi

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KARAKTER MENURUT KI HADJAR DEWANTARA. Haryanto FIP Universitas Negeri Yogyakarta ( HP:

PENDIDIKAN KARAKTER MENURUT KI HADJAR DEWANTARA. Haryanto FIP Universitas Negeri Yogyakarta (  HP: PENDIDIKAN KARAKTER MENURUT KI HADJAR DEWANTARA Haryanto FIP Universitas Negeri Yogyakarta (e-mail: haryan62@yahoo.co.id; HP: 08122762981 Abstract: Ki Hajar Dewantara s Concept of Character Education.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya dari aspek jiwa, manusia memiliki cipta rasa dan karsa sehingga dalam tingkah laku dapat membedakan benar atau salah, baik atau buruk, menerima atau menolak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG GERAKAN PRAMUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG GERAKAN PRAMUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG GERAKAN PRAMUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan kepribadian ditujukan untuk mengembangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah program pendidikan dan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah program pendidikan dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah program pendidikan dan pembelajaran yang secara programatik-prosedural berupaya memanusiakan dan membudayakan serta memberdayakan

Lebih terperinci

PENGARUH PERHIMPUNAN INDONESIA TERHADAP PERGERAKAN NASIONAL DI INDONESIA TAHUN SKRIPSI. Oleh. Chita Putri Lustiahayu NIM

PENGARUH PERHIMPUNAN INDONESIA TERHADAP PERGERAKAN NASIONAL DI INDONESIA TAHUN SKRIPSI. Oleh. Chita Putri Lustiahayu NIM PENGARUH PERHIMPUNAN INDONESIA TERHADAP PERGERAKAN NASIONAL DI INDONESIA TAHUN 1908-1928 SKRIPSI Oleh Chita Putri Lustiahayu NIM 090210302024 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktif. Di sisi lain, pendidikan dipercayai sebagai wahana perluasan akses.

BAB I PENDAHULUAN. produktif. Di sisi lain, pendidikan dipercayai sebagai wahana perluasan akses. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan aspek penting bagi perkembangan sumber daya manusia, sebab pendidikan merupakan wahana atau salah satu instrumen yang digunakan bukan saja

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BAHASA INDONESIA BAB 2. TEKS BIOGRAFILatihan Soal 2.2

SMP kelas 8 - BAHASA INDONESIA BAB 2. TEKS BIOGRAFILatihan Soal 2.2 SMP kelas 8 - BAHASA INDONESIA BAB 2. TEKS BIOGRAFILatihan Soal 2.2 1. Perjalanan hidup Ki Hajar Dewantara benar-benar ditandai dengan perjuangan dan pengabdian pada kepentingan bangsa dan negara. Ki Hajar

Lebih terperinci

ANALISIS KESULITAN BELAJAR PADA ASPEK KOGNITIF DAN AFEKTIF UNTUK MATA KULIAH GEOMETRI RUANG PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA UMS

ANALISIS KESULITAN BELAJAR PADA ASPEK KOGNITIF DAN AFEKTIF UNTUK MATA KULIAH GEOMETRI RUANG PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA UMS ANALISIS KESULITAN BELAJAR PADA ASPEK KOGNITIF DAN AFEKTIF UNTUK MATA KULIAH GEOMETRI RUANG PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA UMS SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KESEJAHTERAAN, KOMUNIKASI, DAN KONDISI FISIK TEMPAT KERJA TERHADAP SEMANGAT KERJA KARYAWAN PADA PT. PABELAN SURAKARTA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KESEJAHTERAAN, KOMUNIKASI, DAN KONDISI FISIK TEMPAT KERJA TERHADAP SEMANGAT KERJA KARYAWAN PADA PT. PABELAN SURAKARTA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KESEJAHTERAAN, KOMUNIKASI, DAN KONDISI FISIK TEMPAT KERJA TERHADAP SEMANGAT KERJA KARYAWAN PADA PT. PABELAN SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KARAKTER MENURUT KI HADJAR DEWANTARA Haryanto Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FIP UNY, HP

PENDIDIKAN KARAKTER MENURUT KI HADJAR DEWANTARA Haryanto Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FIP UNY, HP PENDIDIKAN KARAKTER MENURUT KI HADJAR DEWANTARA Haryanto Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FIP UNY, haryan62@yahoo.co.id HP. 08122762981 Abstract Nowdays the issue of character is quite interesting to

Lebih terperinci

Pendidik. Pengertian. Pendidik. Hakekat PAUD-KBK PAUD-SPN AKD-NON. Oleh: Dra. OCIH SETIASIH, M.Pd

Pendidik. Pengertian. Pendidik. Hakekat PAUD-KBK PAUD-SPN AKD-NON. Oleh: Dra. OCIH SETIASIH, M.Pd Pengertian Pendidik Hakekat PAUD-KBK PAUD-SPN AKD-NON Pendidik Oleh: Dra. OCIH SETIASIH, M.Pd Pengertian PENDIDIKAN Pendidikan adalah suatu upaya yang dilakukan secara sengaja oleh orang dewasa untuk membantu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. KAJIAN TEORI 1. Lingkungan Sekolah a. Pengertian Lingkungan Sekolah Manusia sebagai makhluk sosial pasti akan selalu bersentuhan dengan lingkungan sekitar,

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI

SAMBUTAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI SAMBUTAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI Pada Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2015 Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Di hari yang berbahagia ini, kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Pengasih,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kemampuan siswa. Dengan pendidikan diharapkan individu (siswa) dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kemampuan siswa. Dengan pendidikan diharapkan individu (siswa) dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting bagi perkembangan dan kemampuan siswa. Dengan pendidikan diharapkan individu (siswa) dapat mengembangkan potensi-potensinya

Lebih terperinci

PENGARUH POLITIK ETIS TERHADAP PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI INDONESIA TAHUN SKRIPSI. Oleh: Melinda Vikasari NIM

PENGARUH POLITIK ETIS TERHADAP PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI INDONESIA TAHUN SKRIPSI. Oleh: Melinda Vikasari NIM PENGARUH POLITIK ETIS TERHADAP PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI INDONESIA TAHUN 1901-1942 SKRIPSI Oleh: Melinda Vikasari NIM 060210302106 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Ekonomi Akuntansi

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Ekonomi Akuntansi PENGARUH MINAT BELAJAR DAN LINGKUNGAN BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR PADA MAHASISWA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI AKUNTANSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terus belajar dan dilakukan tanpa beban. manusia dalam mengembangkan potensi diri sehingga mampu menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. terus belajar dan dilakukan tanpa beban. manusia dalam mengembangkan potensi diri sehingga mampu menghadapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan suatu kegiatan antara peserta didik dengan pendidik, antar peserta didik, ataupun peserta didik dengan berbagai sumber belajar guna mencapai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keduanya. Sastra tumbuh dan berkembang karena eksistensi manusia dan sastra

BAB 1 PENDAHULUAN. keduanya. Sastra tumbuh dan berkembang karena eksistensi manusia dan sastra 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra bukanlah hal yang asing bagi manusia, bahkan sastra begitu akrab karena dengan atau tanpa disadari terdapat hubungan timbal balik antara keduanya.

Lebih terperinci

SISWA KELAS XI IPS SMA NEGERI 1 SEWON TAHUN AJARAN 2011/2012 SKRIPSI

SISWA KELAS XI IPS SMA NEGERI 1 SEWON TAHUN AJARAN 2011/2012 SKRIPSI PENGARUH PENGARUH PERSEPSI PERSEPSI SISWA TENTANG SISWA TENTANG MATA PELAJARAN MATA PELAJARAN AKUNTANSI DAN PEMBERIAN AKUNTANSI PEKERJAAN DAN RUMAH PEMBERIAN TERHADAP PEKERJAAN PRESTASI RUMAH BELAJAR AKUNTANSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijangkau dengan sangat mudah. Adanya media-media elektronik sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. dijangkau dengan sangat mudah. Adanya media-media elektronik sebagai alat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Majunya perkembangan IPTEK pada era globalisasi sekarang ini membuat dunia terasa semakin sempit karena segala sesuatunya dapat dijangkau dengan sangat mudah.

Lebih terperinci

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) DENGAN MEDIA PERMAINAN MONOPOLI UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN DALAM PEMBELAJARAN

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) DENGAN MEDIA PERMAINAN MONOPOLI UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN DALAM PEMBELAJARAN PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) DENGAN MEDIA PERMAINAN MONOPOLI UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI PADA SISWA KELAS XII SMA NEGERI I BOYOLALI TAHUN AJARAN

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna. Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1. Program Studi Pendidikan Akuntansi.

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna. Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1. Program Studi Pendidikan Akuntansi. MOTIVASI BELAJAR DITINJAU DARI TANGGUNG JAWAB MAHASISWA DAN LINGKUNGAN BELAJAR PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA ANGKATAN 2010 SKRIPSI Diajukan Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan orang tua terhadap kehidupan sosial anak, kondisi lingkungan anak

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan orang tua terhadap kehidupan sosial anak, kondisi lingkungan anak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan sosial yang sering terjadi di masyarakat membuktikan adanya penurunan moralitas, kualitas sikap serta tidak tercapainya penanaman karakter yang berbudi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siswa, Departemen Pendidikan Nasional yang tertuang dalam rencana srategis

BAB I PENDAHULUAN. siswa, Departemen Pendidikan Nasional yang tertuang dalam rencana srategis 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Upaya peningkatan mutu sumber daya manusia Indonesia, khususnya siswa, Departemen Pendidikan Nasional yang tertuang dalam rencana srategis (Renstra) Depdiknas

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Pendidikan Akuntansi JAKA PERMATA PUTRA A

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Pendidikan Akuntansi JAKA PERMATA PUTRA A PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN DISKUSI TIPE BUZZ GROUP DENGAN MEDIA PERMAINAN CROSSWORD PUZZLE UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN DALAM PEMBELAJARAN EKONOMI PADA SISWA KELAS VIII.6 SMP NEGERI 1 GROBOGAN TAHUN

Lebih terperinci

KEHARUSAN DAN KEMUNGKINAN, SERTA BATASAN PENDIDIKAN. Ismail Hasan

KEHARUSAN DAN KEMUNGKINAN, SERTA BATASAN PENDIDIKAN. Ismail Hasan KEHARUSAN DAN KEMUNGKINAN, SERTA BATASAN PENDIDIKAN Ismail Hasan A. Keharusan Pendidikan Anak di lahirkan dalam keadaan tidak berdaya (berbeda dengan binatang seperti; kura-kura, buaya, kambing, kera,

Lebih terperinci

KODE ETIK GURU INDONESIA

KODE ETIK GURU INDONESIA KODE ETIK GURU INDONESIA MUKADIMAH Guru Indonesia tampil secara profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan

Lebih terperinci

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGARAAN PROGRAM MEMBANGUN SINERGI PENDIDIKAN BERBASIS HARMONIS DI KABUPATEN SINJAI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan diharapkan mampu memberikan sumbangan besar dalam. mengarahkan pengembangan dan pemberdayaan Sumber Daya Manusia (SDM)

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan diharapkan mampu memberikan sumbangan besar dalam. mengarahkan pengembangan dan pemberdayaan Sumber Daya Manusia (SDM) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan diharapkan mampu memberikan sumbangan besar dalam mengarahkan pengembangan dan pemberdayaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang produktif, terampil dan

Lebih terperinci

SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan i PENGARUH MOTIVASI MEMASUKI DUNIA KERJA DAN PENGALAMAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI TERHADAP KESIAPAN KERJA PESERTA DIDIK KELAS XII PROGRAM KEAHLIAN AKUNTANSI SMK NEGERI 1 TEMPEL TAHUN PELAJARAN 2011/2012 SKRIPSI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. suku bangsa, ras, bahasa, agama, adat-istiadat, maupun lapisan sosial yang ada

I. PENDAHULUAN. suku bangsa, ras, bahasa, agama, adat-istiadat, maupun lapisan sosial yang ada 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Hal ini terlihat dari keberagaman suku bangsa, ras, bahasa, agama, adat-istiadat, maupun lapisan sosial yang ada

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 157 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENGASUHAN PRAJA LEMBAGA PENDIDIKAN KEDINASAN DEPARTEMEN DALAM NEGERI

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 157 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENGASUHAN PRAJA LEMBAGA PENDIDIKAN KEDINASAN DEPARTEMEN DALAM NEGERI KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 157 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENGASUHAN PRAJA LEMBAGA PENDIDIKAN KEDINASAN DEPARTEMEN DALAM NEGERI MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka efisiensi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG GERAKAN PRAMUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG GERAKAN PRAMUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG GERAKAN PRAMUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan kepribadian ditujukan untuk

Lebih terperinci

PEMIKIRAN MAHATMA GANDHI TENTANG NILAI-NILAI KEMANUSIAAN SKRIPSI

PEMIKIRAN MAHATMA GANDHI TENTANG NILAI-NILAI KEMANUSIAAN SKRIPSI PEMIKIRAN MAHATMA GANDHI TENTANG NILAI-NILAI KEMANUSIAAN SKRIPSI Oleh Safina Lukman Hakim NIM 100210302072 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi keluarga yang utama ialah mendidik anak-anaknya.

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi keluarga yang utama ialah mendidik anak-anaknya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keluarga sebagai kelompok masyarakat terkecil terbentuk oleh ikatan dua orang dewasa yang berlainan jenis kelamin, wanita dan pria serta anak-anak yang mereka lahirkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses perubahan atau pendewasaan manusia, berawal dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak biasa menjadi biasa, dari tidak paham menjadi pahan

Lebih terperinci

BAB IV KONTRIBUSI PENDIDIKAN KARAKTER PRESPEKTIF KI HADJAR DEWANTARA. akhlak anak didik yang nyaris kehilangan karakter di era globalisasi ini, maka

BAB IV KONTRIBUSI PENDIDIKAN KARAKTER PRESPEKTIF KI HADJAR DEWANTARA. akhlak anak didik yang nyaris kehilangan karakter di era globalisasi ini, maka BAB IV KONTRIBUSI PENDIDIKAN KARAKTER PRESPEKTIF KI HADJAR DEWANTARA Pendidikan nasional saat ini memiliki segudang persoalan. Mengingat akhlak anak didik yang nyaris kehilangan karakter di era globalisasi

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INTERAKTIF DENGAN MEDIA MINIATUR UNTUK PENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA PADA SISWA KELAS III SDN KEMUNING LOR 02 JEMBER

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INTERAKTIF DENGAN MEDIA MINIATUR UNTUK PENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA PADA SISWA KELAS III SDN KEMUNING LOR 02 JEMBER PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INTERAKTIF DENGAN MEDIA MINIATUR UNTUK PENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA PADA SISWA KELAS III SDN KEMUNING LOR 02 JEMBER SKRIPSI Oleh BAYU WIDIYANTO NIM. 080210204318 PROGRAM

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan suatu tempat dimana bagi peserta didik untuk

A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan suatu tempat dimana bagi peserta didik untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan suatu tempat dimana bagi peserta didik untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi dari sebelumnya. Pendidikan adalah suatu proses yang ditempuh

Lebih terperinci

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Ekonomi Akuntansi

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Ekonomi Akuntansi PENGARUH KEMAMPUAN AWAL TENTANG AKUNTANSI DAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR AKUNTANSI (Mahasiswa Jurusan Pendidikan Ekonomi Akuntansi FKIP UMS) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan mutlak bagi kehidupan manusia sejalan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan mutlak bagi kehidupan manusia sejalan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan mutlak bagi kehidupan manusia sejalan dengan tuntutan perkembangan zaman. Pendidikan yang dikelola dengan tertib, teratur, efektif

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh Widia Astutiningsih NIM

SKRIPSI. Oleh Widia Astutiningsih NIM PENGARUH KREATIVITAS GURU DALAM PEMBELAJARAN TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS IV SD NEGERI 2 NGULAKAN KARANGSARI PENGASIH KULON PROGO TAHUN AJARAN 2011/2012 SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karakter merupakan hal sangat esensial dalam berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. Karakter merupakan hal sangat esensial dalam berbangsa dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karakter merupakan hal sangat esensial dalam berbangsa dan bernegara, oleh sebab itu hilangnya karakter akan menyebabkan hilangnya generasi penerus bangsa. Karakter

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi yang mencapai puncaknya. Seiring berkembangnya zaman, rasa. nasionalisme dikalangan pemuda kini semakin memudar.

I. PENDAHULUAN. tinggi yang mencapai puncaknya. Seiring berkembangnya zaman, rasa. nasionalisme dikalangan pemuda kini semakin memudar. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai permasalahan yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini sangatlah kompleks, salah satunya memudarnya semangat nasionalisme. Para pemuda pada zaman kolonialisme

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna. Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1. Program Studi Pendidikan Akuntansi.

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna. Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1. Program Studi Pendidikan Akuntansi. PRESTASI BELAJAR SISWA DITINJAU DARI FASILITAS BELAJAR DAN MOTIVASI BELAJAR PADA MATA PELAJARAN EKONOMI SISWA KELAS XI JURUSAN IPS MAN I SURAKARTA TAHUN AJARAN 2012/2013 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT ORANG TUA MENYEKOLAHKAN ANAKNYA KE JENJANG SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN DI KECAMATAN BERBAH SLEMAN YOGYAKARTA

FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT ORANG TUA MENYEKOLAHKAN ANAKNYA KE JENJANG SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN DI KECAMATAN BERBAH SLEMAN YOGYAKARTA FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT ORANG TUA MENYEKOLAHKAN ANAKNYA KE JENJANG SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN DI KECAMATAN BERBAH SLEMAN YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Teknik Universitas Negeri

Lebih terperinci

ZAMAN PERGERAKAN NASIONAL

ZAMAN PERGERAKAN NASIONAL ZAMAN PERGERAKAN NASIONAL Faktor ekstern dan intern lahirnya nasionalisme Indonesia. Faktor ekstern: Kemenangan Jepang atas Rusia tahun 1905 yang menyadarkan dan membangkitkan bangsa-bangsa Asia untuk

Lebih terperinci

1. Arti pancasila sebagai way of life (pandangan hidup)

1. Arti pancasila sebagai way of life (pandangan hidup) 1. Arti pancasila sebagai way of life (pandangan hidup) Pengertian pandangan hidup adalah suatu hal yang dijadikan sebagai pedoman hidup, dimana dengan aturan aturan yang di buat untuk mencapai yang di

Lebih terperinci

KELUARGA ADALAH MINIATUR PERILAKU BUDAYA. Mata Kuliah : Ilmu Budaya Dasar Dosen : Muhammad Burhan Amin

KELUARGA ADALAH MINIATUR PERILAKU BUDAYA. Mata Kuliah : Ilmu Budaya Dasar Dosen : Muhammad Burhan Amin KELUARGA ADALAH MINIATUR PERILAKU BUDAYA Mata Kuliah : Ilmu Budaya Dasar Dosen : Muhammad Burhan Amin i Topik Makalah Keluarga Adalah Miniatur Perilaku Budaya Kelas : 1-ID08 Tanggal Penyerahan Makalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5).

BAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi semua orang. Pendidikan bersifat umum bagi semua orang dan tidak terlepas dari segala hal yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkarakter dalam mengisi kemerdekaan. Namun, memunculkan jiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. berkarakter dalam mengisi kemerdekaan. Namun, memunculkan jiwa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan untuk lepas dari tangan penjajah negara asing sudah selesai sekarang bagaimana membangun negara dengan melahirkan generasi-generasi berkarakter dalam

Lebih terperinci

BAB II KONSEP PAGURON MENURUT KI HADJAR DEWANTARA. A. Latar Belakang Kehidupan Ki Hadjar Dewantara

BAB II KONSEP PAGURON MENURUT KI HADJAR DEWANTARA. A. Latar Belakang Kehidupan Ki Hadjar Dewantara BAB II KONSEP PAGURON MENURUT KI HADJAR DEWANTARA A. Latar Belakang Kehidupan Ki Hadjar Dewantara Ki Hadjar Dewantara lahir di Yogyakarta pada 2 Mei 1889. 1 Ki Hadjar Dewantara merupakan seorang keturunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita, ini berarti bahwa setiap manusia berhak mendapat dan berharap untuk selalu berkembang dalam

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan kepada Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

SKRIPSI. Diajukan kepada Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan PENGARUH SIKAP SISWA PADA MATA PELAJARAN AKUNTANSI, KEMAMPUAN MENGAJAR GURU, DAN MINAT BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR AKUNTANSI SISWA KELAS XI PROGRAM IPS SMA N 1 TEMON TAHUN AJARAN 2011/2012 SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. generasi muda agar melanjutkan kehidupan dan cara hidup mereka dalam konteks

BAB I PENDAHULUAN. generasi muda agar melanjutkan kehidupan dan cara hidup mereka dalam konteks BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai upaya manusia merupakan aspek dan hasil budaya terbaik yang mampu disediakan setiap generasi manusia untuk kepentingan generasi muda agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh ilmu pengetahuan. Tanpa belajar maka tidak ada ilmu

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh ilmu pengetahuan. Tanpa belajar maka tidak ada ilmu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia wajib untuk belajar baik melalui jalur pendidikan formal, informal maupun non formal, karena belajar merupakan kunci untuk memperoleh ilmu pengetahuan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional harus mencerminkan kemampuan sistem pendidikan nasional untuk mengakomodasi berbagi tuntutan peran yang multidimensional.

Lebih terperinci

PERSEPSI MAHASISWA PGSD TERHADAP KONSEP PENDIDIKAN KI HADJAR DEWANTARA

PERSEPSI MAHASISWA PGSD TERHADAP KONSEP PENDIDIKAN KI HADJAR DEWANTARA PERSEPSI MAHASISWA PGSD TERHADAP KONSEP PENDIDIKAN KI HADJAR DEWANTARA oleh Naniek Sulistya Wardani Program Studi S1 PGSD FKIP Universitas Kristen Satya Wacana wardani.naniek@gmail.com HP 0856 2698 547

Lebih terperinci

REKONSTRUKSI PENDIDIKAN INDONESIA: Berguru pada Ki Hajar Dewantara

REKONSTRUKSI PENDIDIKAN INDONESIA: Berguru pada Ki Hajar Dewantara REKONSTRUKSI PENDIDIKAN INDONESIA: Berguru pada Ki Hajar Dewantara Oleh Asmuni Makalah Seminar Pendidikan dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional di STKIP PGRI Jombang tanggal 23 Mei 2012 Pendahuluan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 200 TENTANG GERAKAN PRAMUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 200 TENTANG GERAKAN PRAMUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 200 TENTANG GERAKAN PRAMUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan kepribadian ditujukan untuk mengembangkan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS SISTEM AMONG DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI UPAYA MEMBENTUK BUDI PEKERTI SISWA DI SMA TAMAN MADYA KOTA MALANG

EFEKTIVITAS SISTEM AMONG DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI UPAYA MEMBENTUK BUDI PEKERTI SISWA DI SMA TAMAN MADYA KOTA MALANG EFEKTIVITAS SISTEM AMONG DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI UPAYA MEMBENTUK BUDI PEKERTI SISWA DI SMA TAMAN MADYA KOTA MALANG Wahyu Manggaring Tyas 1), Drs. Suwarno Winarno 2), Dra.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Departemen Pendidikan Nasional RI (2003:5) mendefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Departemen Pendidikan Nasional RI (2003:5) mendefinisikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Departemen Pendidikan Nasional RI (2003:5) mendefinisikan pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

Lebih terperinci

KEMAMPUAN DASAR MELEMPAR DAN MENANGKAP BOLA KASTI SISWA KELAS III DAN KELAS IV SD NEGERI RINGINANOM 2, KECAMATAN TEMPURAN, KABUPATEN MAGELANG SKRIPSI

KEMAMPUAN DASAR MELEMPAR DAN MENANGKAP BOLA KASTI SISWA KELAS III DAN KELAS IV SD NEGERI RINGINANOM 2, KECAMATAN TEMPURAN, KABUPATEN MAGELANG SKRIPSI KEMAMPUAN DASAR MELEMPAR DAN MENANGKAP BOLA KASTI SISWA KELAS III DAN KELAS IV SD NEGERI RINGINANOM 2, KECAMATAN TEMPURAN, KABUPATEN MAGELANG SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan kepada Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

SKRIPSI. Diajukan kepada Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan PENGARUH MOTIVASI BELAJAR, MINAT BELAJAR DAN PERHATIAN ORANG TUA TERHADAP PRESTASI BELAJAR AKUNTANSI SISWA KELAS XI IPS SMA NEGERI 1 KALASAN TAHUN AJARAN 2011/2012 SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ekonomi

Lebih terperinci

PERSEPSI SISWA TERHADAP PEMANFAATAN FASILITAS PERPUSTAKAAN SEKOLAH DALAM PEMBELAJARAN IPS DI SMP NEGERI 3 PAKEM

PERSEPSI SISWA TERHADAP PEMANFAATAN FASILITAS PERPUSTAKAAN SEKOLAH DALAM PEMBELAJARAN IPS DI SMP NEGERI 3 PAKEM PERSEPSI SISWA TERHADAP PEMANFAATAN FASILITAS PERPUSTAKAAN SEKOLAH DALAM PEMBELAJARAN IPS DI SMP NEGERI 3 PAKEM SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi

Lebih terperinci

MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA

MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA PERTEMUAN KE 8 OLEH : TRIYONO, SS. MM. STTNAS YOGYAKARTA Pancasila Material ; Filsafat hidup bangsa, Jiwa bangsa, Kepribadian bangsa, Sarana tujuan hidup bangsa, Pandangan

Lebih terperinci