BAB II KONSEP PAGURON MENURUT KI HADJAR DEWANTARA. A. Latar Belakang Kehidupan Ki Hadjar Dewantara

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KONSEP PAGURON MENURUT KI HADJAR DEWANTARA. A. Latar Belakang Kehidupan Ki Hadjar Dewantara"

Transkripsi

1 BAB II KONSEP PAGURON MENURUT KI HADJAR DEWANTARA A. Latar Belakang Kehidupan Ki Hadjar Dewantara Ki Hadjar Dewantara lahir di Yogyakarta pada 2 Mei Ki Hadjar Dewantara merupakan seorang keturunan dari keluarga Pura Pakualaman dengan ayahnya bernama Kanjeng Pangeran Haryo Suryaningrat putra dari Sri Paku Alam III, sedangkan ibunya ialah Raden Ajeng Sandiah yang berasal dari keluarga Kesultanan Yogyakarta. Berasal dari keluarga kerajaan Jawa membuat Ki Hadjar Dewantara menikmati berbagai fasilitas yang sangat baik daripada masyarakat Indonesia pada waktu itu. Ki Hadjar Dewantara sewaktu masih kecil sudah menunjukan rasa tidak senangnya terhadap pemerintahan kolonial Belanda. Sering terdengar anakanak Belanda mengejeknya, lalu dibalas dengan ejekan pula dalam bahasa Belanda yang telah dikuasainya dengan fasih, tak jarang hal ini memicu perkelahian antara Ki Hadjar Dewantara semasa kecil dengan anak-anak Belanda. Kehidupan masa muda Ki Hadjar Dewantara juga dipengaruhi oleh suasana kesusastraan Jawa, agama Islam, serta ajaran yang dipengaruhi oleh ayahnya. 2 Ayahnya seringkali menasehatinya agar tidak melakukan perbuatan yang melenceng dari akidah agama dan tatakrama. Pembelajaran agama Islam 1 Bambang Soekowati. Seratus Tahun Ki Hadjar Dewantara: Bapak Pendidikan. Jakarta: Pustaka Rini, 1989, hlm Abdurrahman Surjomihardjo, Ki Hadjar Dewantara dan Taman Siswa dalam Sejarah Indonesia Modern. Jakarta: Sinar Harapan, 1986, hlm

2 27 nampaknya sangat ditekankan oleh ayahnya, tentunya sebagai orang tua tentu tidak ingin anaknya menjadi rusak karena jauh dari agama. Ki Hadjar Dewantara juga sering dinasehati agar lebih bersabar menghadapi anak-anak Belanda, kekerasan seperti perkelahian tidak akan menyelesaikan masalah malah sebaliknya akan menimbulkan masalah baru dikemudian hari. Suasana religius dengan adanya langgar dan masjid di dekat rumahnya, mempertebal keyakinan keagamaannya, dan Ki Hadjar Dewantara suka menerima ajaran Islam. 3 Disini biasanya Ki Hadjar Dewantara muda menerima pembelajaran agama dari ayahnya. Salah satu ajaran agama yang diterima Ki Hadjar Dewantara dari ayahnya ialah, syariat tanpa hakikat adalah kosong, hakikat tanpa syariat adalah batal. Hal ini menunjukan seharusnya ilmu agama dan ilmu dunia tidak terpisah, melainkan padu dan saling melengkapi dan saling menguatkan serta menjaga agar ilmu itu tidak disalah gunakan. Selain ajaran Islam, Ki Hadjar Dewantara juga diperkenalkan dengan dunia pewayangan dengan harapan makna filosofis wayang dapat diserap dan bukan hanya dijadikan tontonan semata. Melalui pewayangan maka timbulah rasa cinta terhadap kebudayaan sendiri daripada kebudayaan Belanda. Hal ini kemudian diterapkan kedalam Taman Siswa yang merupakan suatu perguruan nasional yang bercorak kebudayaan sendiri. Ki Hadjar Dewantara mendapat pendidikan agama yang lebih mendalam dari Pesantren Kalasan dibawah asuhan K.H. Abdurrahman. Selama 3 Darsiti Soeratman, Ki Hajar Dewantara. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional. Proyek Inventarisasi dan Dokumen Sejarah Nasional, 1989, hlm. 9.

3 28 di pesantren ini Ki Hadjar Dewantara juga menunjukan bakatnya sehingga ia dijuluki Jemblung Trunogati yang artinya ialah anak yang berperut buncit, tetapi mampu melahap pengetahuan yang luas. 4 Ki Hadjar Dewantara terlahir dalam kondisi kurus dengan perut buncit, sehingga ayahnya sering memanggilnya Jemblung. Sedangkan julukan Trunogati merupakan pemberian K. H. Abdurrahman yang pelihat potensi dan bakat yang besar dari Ki Hadjar Dewantara, bahkan beranggapan bahwa kelak si Jemblung Trunogati ini akan menjadi orang besar. Setelah menyelesaikan pendidikan pesantrennya Ki Hadjar Dewantara melanjutan pendidikannya di Europeesche Lagere School (ELS). Setamat dari Europeesche Lagere School (ELS) 7 tahun di Yogyakarta, Ki Hadjar Dewantara meneruskan pelajarannya ke Kweekschool (Sekolah Guru Belanda) selama satu tahun, kemudian pindah ke STOVIA (School tot Opleiding voor Inlandsche Arsten atau Sekolah Dokter Jawa) di Jakarta. 5 Jenjang pendidikan ini dijalani Ki Hadjar Dewantara dengan baik dan berkat penguasaan bahasa Belanda yang fasih dan akademis yang bagus menyebabkan ia menerima beasiswa untuk masuk ke STOVIA. Pada saat itu memang pemerintah kolonial Belanda memberikan keistimewaan kepada anak bangsawan untuk mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah yang didirikan oleh pemerintah. 4 Suparto Rahardjo, Ki Hadjar Dewantara, Biografi Singkat Yogyakarta: Garasi, 2010, hlm Nyi Iman Soedijat. Ki Hadjar Dewantara Berjuang dan Berkarya ( ). Yogyakarta: Perpustakaan Muuseum Dewantara Kirti Griya Taman Siswa 6 Januari 2010 oleh Ki Agus Purwanto. 5.

4 29 Lima tahun Ki Hadjar Dewantara menuntut ilmu di STOVIA, walau tidak sampai ditamatkannya. Beasiswa dari pemerintah yang dia terima tiap bulan dicabut dengan alasan karena sering sakit sehingga tidak naik kelas. 6 Pencabutan beasiswa ini menyebabkan Ki Hadjar Dewantara keluar dari STOVIA dan ia tidak melanjutkan lagi jenjang pendidikannya dan lebih memilih untuk bekerja. Ada motif lain dibalik alasan pencabutan beasiswa ini dan hal ini berkaitan dengan mulai tertariknya Ki Hadjar Dewantara dengan dunia politik. Pencabutan beasiswa ini dilakukan sesaat setelah Ki Hadjar Dewantara mendeklamasikan sebuah sajak dalam sebuah pertemuan, sajak itu menggambarkan keperwiraan Ali Basah Sentot Prawirodirdjo, panglima perang andalan Pangeran Diponegoro. 7 Ki Hadjar Dewantara dituduh memancing semangat pemberontakan terhadap pemerintahan kolonial Belanda. Hal inilah penyebab dicabutnya beasiswa di STOVIA. Ki Hadjar Dewantara lalu bekerja sebagai analisis pada pabrik gula di Bojong, Purbalingga dan kemudian kembali ke Yogyakarta dan bekerja di Apotek Rathkamp. Ki Hadjar Dewantara juga menyukai dunia kewartawanan, ia menjadi pembantu di surat kabar Sedjatama, Midden Java, De Express dan Oetoesan 6 Nyi Iman Soedijat. Ki Hadjar Dewantara Berjuang dan Berkarya ( ). Yogyakarta: Perpustakaan Museum Dewantara Kirti Griya Taman Siswa 6 Januari 2010 oleh Ki Agus Purwanto. Hlm Suparto Rahardjo, op.cit., hlm. 12.

5 30 Hindia. 8 Dua koran terakhir merupakan koran yang dikelola oleh Douwes Dekker yang kemudian hari menjadi rekan Ki Hadjar Dewantara didalam Budi Utomo dan Indische Partij. Di dunia jurnalistik Ki Hadjar Dewantara bisa menyampaikan seluruh pendapatnya di hadapan publik melalui media masa, dan kelak karena tulisan inilah Ki Hadjar Dewantara dihukum buang ke Belanda. Setelah Budi Utomo resmi didirikan pada 20 Mei 1908 Ki Hadjar Dewantara merasa tertarik dan ikut bergabung dengan organisasi tersebut. Ia mendapatkan tugas bagian propaganda. 9 Ki Hadjar Dewantara mengikuti organisasi Budi Utomo ketika masih mengikuti pendidikan di STOVIA. Ki Hadjar Dewantara masuk dalam jurnalistik dan sering menuliskan berita-berita yang berisi kecaman dan semangat kebangsaan. Akan tetapi Budi Utomo sendiri masih bersikap lunak terhadap Belanda sehingga Ki Hadjar Dewantara kemudian keluar dari Budi Utomo. Ki Hadjar Dewantara pindah ke Sarikat Islam, mula-mula sebagai anggota kemudian duduk dalam pimpinan Sarikat Islam cabang Bandung. 10 Selanjutnya Ki Hadjar Dewantara memisahkan diri dan mendirikan Indische Partij. Partai politik ini kemudian menjadi suatu alat untuk Ki Hadjar Dewantara untuk menyuarakan aspirasi dan pemikirannya terhadap pemerintah 8 Y.B. Sudarmanto, Jejak-jejak Pahlawan dari Sultan Agung hingga Syekh Yusuf. Jakarta: Grasindo, 1996, hlm Darsiti Soeratman, op.cit., hlm Ibid., hlm. 35.

6 31 kolonial Belanda yang sewenang-wenang. Melalui karya-karya yang ditulisnya di berbagai media masa waktu itu digunakan untuk membangkitkan semangat nasionalisme dan kemerdekaan, serta berhasil membuat pemerintah kolonial Belanda tidak tenang. Ki Hadjar Dewantara bersama Douwes Dekker (Dr. Danudirdja Setyabudhi) dan dr. Cipto Mangoenkoesoemo, ia mendirikan Indische Partij (partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia) pada tanggal 25 Desember 1912 yang bertujuan mencapai Indonesia Merdeka 11. Insdische Partij mengadakan perlawanan-perlawanan terhadap penindasan dari politik kolonial pada masa itu. Partai ini bersifat agresif terhadap pemerintah Belanda dan oleh sebab itu ketika akan meminta izin peresmian, partai ini ditolak. Hal tersebut tidak menyurutkan semangat ketiganya dan bahkan semakin berani dalam menyuarakan ketidakadilan yang dialami oleh masyarakat akibat pemerintah kolonial Belanda. Hal ini dibuktikan ketika Belanda hendak memperingati kemerdekaan mereka dari penjajahan Prancis pada zaman Napoleon yang jatuh pada 15 November 1913, Suwardi bersama kawan-kawannya mendirikan Komite Bumi Putera untuk ikut merayakan dengan aksi protes. 12 Aksi protes ini tidak dilakukan dengan pemogokan, demonstrasi atau penyerangan terhadap 11 H.A.H Harahap dan B.S Dewantara, Ki Hadjar Dewantara Dkk ditangkap, dipenjarakan dan diasingkan. Jakarta: Pustaka Rini, 1975, hlm H.A.R. Tilaar dan Riant Nugroho, Kebijakan Pendidikan, Pengantar untuk Memahami Kebijakan Pendidikan dan Kebijakan Pendidikan Sebagai Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pusataka Pelajar, 2008, hlm. 46.

7 32 pemerintah kolonial Belanda. Aksi protes ini dilakukan dengan menulis sebuah artikel yang membuat pemerintah kolonial terhentak keras. Ki Hadjar Dewantara menulis artikel di surat kabar De Expres yang berjudul Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda) yang menyerukan bahwa sungguh tidak tahu diri merayakan hari kemerdekaan negara (Belanda) sendiri di dalam negara yang mereka telah rampas kemerdekaannya, apalagi sampai menyuruh negara jajahan untuk membiayainya. Selain itu ia juga menulis Een voor Allen maar Ook Allen voor Een (Satu untuk semua, tapi semua untuk satu juga). Akibat dari tulisan ini, Ki Hadjar Dewantara dihukum buang ke Pulau Bangka, sedangkan Dowes Dekker dibuang di Kupang dan Soetjipto Mangoenkoesoemo dibuang ke Pulau Banda, namun ketiganya kemudian menghendaki dibuang ke Belanda agar bisa mempelajari banyak hal dan kemudian mereka diizinkan ke Belanda sejak Agustus Ketiganya menerima dengan ikhlas hukuman ini, bahkan sebelum berangkat ke negeri Belanda, Ki Hadjar Dewantara menikah dengan Raden Ayu Sutartinah Sasraningrat. Hukuman buang ini seperti perjalanan bulan madu bagi pasangan ini. Perjalanan dari tanah air ke Belanda melalui banyak tempat dan salah satunya ialah India. Ki Hadjar Dewantara sampai ke India pada tanggal 14 September 1913 dan ia mengirimkan surat kepada teman seperjuangan di tanah 13 Suparto Rahardjo, op.cit., hlm. 15.

8 33 air yang isinya ialah:...jangan engkau biarkan mukamu diludahinya. Segala sesuatu dalam perayaan itu hanya untuk menyakiti hatimu, setidak-tidaknya untuk menghina atau merendahkan hak bangsamu. Jika nanti di Tiga Warna (bendera Belanda) berkibar pada bulan November, itu akan mengingatkan kepadamu bahwa engkau tidak mempunyai bendera kebangsaan sendiri yang dapat berkibar dengan megahnya sejajar dengan bendera Belanda itu. Jika nanti engkau mendengar lagu kebangsaan dinyanyikan, engkau akan merasa bahwa bangsamu tidak mempunyai lagu kebangsaan sendiri yang wajib dinyanyikan oleh bangsa-bangsa lain yang ada di tanah airmu dan bersukaria di situ. 14 Kalimat didalam surat inilah yang kemudian mengilhami Wage Rudolf Supratman untuk menciptakan lagu Indonesia raya yang dikumandangkan pertama kali pada saat sumpah pemuda 28 September Peristiwa ini menandakan persatuan seluruh pemuda dari berbagai daerah untuk menuju arah kemerdekaan dan penanaman jiwa nasionalisme. Pemuda yang semula bergerak sendiri-sendiri dari berbagai daerah melebur mencapai suatu kesepakatan bahwa kita memiliki tanah air Indonesia, memiliki bangsa yang satu bangsa Indonesia dan menjunjung tinggi bahasa persatuan bahasa Indonesia. Ki Hadjar Dewantara memanfaatkan waktunya untuk belajar ilmu pendidikan hingga akhirnya ia mendapatkan Europeesche Akte (Akte Guru Eropa). 15 Selain itu ia juga ikut menjadi redaktur majalah Hindia Poetra, De Indier dan mendirikan kantor berita Indonesisch Persbureau serta 14 Suhartono, Sejarah Pergerakan nasional dari Budi Utomo sampai Proklamasi Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1994, hlm Gamal Komandoko, Kisah 124 Pahlawan dan Pejuang Nusantara.Yogyakarta: Pustaka Widyatama. 174.

9 34 memperdalam dunia jurnalistiknya. Ki Hadjar Dewantara juga mengajar di Taman Kanak-kanak di Belanda lalu gaji yang diperoleh dipergunakan untuk kebutuhan hidup dan untuk biaya pulang ke Indonesia jika masa hukumannya di Belanda telah berakhir. Pada 6 September 1919, Ki Hadjar Dewantara kembali ke Hindia Belanda dan meneruskan perjuangannya dengan slogan Kembali ke Medan Juang. 16 Slogan ini dilaksanakan dengan baik oleh Ki Hadjar Dewantara dan kembali mengurusi Indische Partij yang sekarang dilanjutkan menjadi National Indische Partij dan menjadi ketua pengurus besarnya. Pada tahun 1920 ia akhirnya masuk penjara di Semarang karena pidato-pidato sebagai ketua partai dan tulisan-tulisannya sebagai wartawan politik. Ki Hadjar Dewantara akhirnya kembali menggeluti dunia pendidikan ketika ia ikut menyelenggarakan sekolah Adhi Dharma yang didirikan oleh Soerjopranoto kakaknya Ki Hadjar Dewantara di Yogyakarta. Selain menjalankan sekolah Adhi Dharma, Ki Hadjar Dewantara juga mengikuti suatu perhimpunan yang dilaksanakan setiap Selasa Kliwon perhimpunan ini membahas mengenai cara membangkitkan semangat kemerdekaan, kebangsaan dan kebahagiaan masing-masing individu melalui cara pendidikan. Suwardi akhirnya menyadari bahwa untuk memperoleh suatu kemerdekaan politik bukanlah jalan satu-satunya, ada jalan lain yang lebih fundamental untuk membentuk suatu manusia meredeka seutuhnya yaitu 16 Bambang Soekowati Dewantara, Nyi Hadjar Dewantara. Jakarta: Gunung Agung, 1979, hlm. 102.

10 35 pendidikan. Sebagai suatu keseriusan dalam memperjuangkan pendidikan maka pada tanggal 3 Juli 1922 didirikanlah Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa (Perguruan Nasional Tamansiswa), dan karena dengan berdirinya Tamansiswa sudah dianggap sebagai tujuan dari perhimpunan Selasa Kliwon, maka perhimpunan ini menggabungkan dirinya dengan Tamansiswa. Pada tanggal 23 Februari 1928 setelah genap berusia 40 tahun kemudian gelar bangsawan Raden Mas Suwardi Suryaningrat berubah menjadi Ki Hadjar Dewantara, perubahan nama ini menjadi titik tolak besar dalam kehidupan Ki Hadjar Dewantara yang mencurahkan segenap jiwa dan raga untuk pendidikan. Nama awal yang mengandung unsur feodal sebagai jurang pemisah antara rakyat biasa dengan kalangan bangsawan telah dilepaskan. Ki Hadjar Dewantara menganggap sudah bukan saatnya kita memandang seseorang dari status sosial, sudah saatnya semua kalangan bersatu untuk menuju Indonesia merdeka dan dalam hal ini melalui dunia pendidikan. B. Konsep Paguron menurut Ki Hadjar Dewantara Selama menjalani pembuangan di Belanda Ki Hadjar Dewantara selain menulis artike-artikel di koran untuk menyambung hidup. Ia juga memperdalam ilmu pendidikan dan mengenal airan-aliran baru di dalam dunia pendidikan. Tokoh-tokoh yang dikenal oleh Ki Hadjar Dewantara antara lain Dr. Maria Montessori dan juga seorang ahli pendidikan dari India Dr. Rebindranat Tagore. Kedua ahli pendidikan ini memberikan inspirasi Ki Hadjar Dewantara terhadap model pendidikan yang seharusnya diperoleh oleh anak didik, khususnya pada masa kanak-kanak.

11 36 Perbedaan antara aliran Montessori dan Tagore terletak pada tujuannya. Montessori mementingkan hidup jasmani kanak-kanak, khususnya panca inderanya, yang akhirnya diarahkan pula pada kecerdasan budi, tapi hidup batin menurut Montessori semata-mata bersifat psikologis, jauh dari tujuan religius. Sedangkan Tagore membentuk sistem pendidikan kanak-kanak semata-mata sebagai alat dan syarat memperkukuh hidup kemanusiaan dalam arti yang sedalam-dalamnya, yaitu religius. 17 Kedua ahli pendidikan ini memiliki corak pendidikannya masing-masing, tapi mereka berpendapat mengenai hal yang sama. Pendidikan barat hanyalah pendidikan yang memajukan intelektual tapi mengeringkan jiwa para anak didiknya. Hal ini juga dilihat oleh Ki Hadjar Dewantara dalam pendidikan yang telah dilaksanakan oleh pemerintah kolonial Belanda di Indonesia. Pembukaan sekolah-sekolah juga lebih berdasarkan pada kepentingan pemerintahan kolonial atau pengusaha daripada untuk kebutuhan penduduk. 18 Pada intinya pendidikan yang dilaksanakan bukan untuk mencerdaskan kehidupan, tetapi hanya untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di perusahaan asing atau di kantor pemerintahan Belanda. Pendidikan seperti ini akan menghasilkan robot-robot pekerja yang tidak bisa bergerak bebas, hanya menjadi manusia penurut kepada pemerintah kolonial Belanda yang telah 17 Ki Hadjar Dewantara, Karya Ki Hadjar Dewantara, Bagian Pertama: Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur Taman Siswa, 1977, hlm A. Daliman, Sejarah Indonesia Abad XIX Awal Abad XX. Yogyakarta: Ombak, 2012, hlm. 75.

12 37 memberinya pekerjaan. Sifat seperti ini tidak akan bisa menumbuhkan semangat nasionalisme dan keinginan untuk merdeka, karena mereka telah nyaman dengan hal tersebut. Pendidikan yang seperti ini bertentangan sekali dengan pendapat Ki Hadjar Dewantara yang menyatakan bahwa, pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan pertumbuhan budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak. 19 Pendidikan yang diusung oleh Ki Hadjar Dewantara ini merubah orientasi pendidikan praktis yang dijalankan oleh pemerintahan kolonial Belanda yang hanya menghasilkan para pegawai pemerintah murah, menjadi suatu pendidikan yang memanusiakan manusia, memberikan kebebasan kepada setiap anak didiknya untuk belajar, berkreasi dan ditanamkan pula jiwa merdeka. Ki Hadjar Dewantara lalu mendirikan Taman Siswa 3 Juli 1922, dengan nama National Onderwijs Instituut Taman Siswo (Perguruan nasional Taman 20 Siswa). Taman Siswa merupakan sebuah badan pendidikan yang memberikan angin segar sebagai bentuk perlawanan dalam bidang pendidikan. Pendidikan yang diusung oleh Taman Siswa berbeda dengan pendidikan yang dilakukan oleh sekolah-sekolah pemerintah kolonial Belanda. Sebagai suatu perguruan dengan haluan nasional, maka pendidikan di Taman Siswa lebih 19 Ki Hadjar Dewantara, op.cit., hlm Ki Moch. Tauchid, Sistem Paguron Untuk Sistem Pendidikan Nasional Kita. Disampaikan dalam Seminar Pendidikan dengan tema Sistem Paguron, diselenggarakan oleh Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa tanggal 26 April 1979 di Padepokan Dewantara, Yogyakarta, 1976, hlm.1.

13 38 mengutamakan kearifan lokal, kebudayaan asli pribumi dan budi pekerti untuk ditanamkan kepada anak didiknya. Ki Hadjar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan atau pengajaran merupakan suatu cara untuk menerimakan warisan kebudayaan bangsa dari leluhur dan mewariskannya kepada generasi muda. 21 Pendidikan yang baik untuk suatu masyarakat yang mendiami suatu tempat haruslah bersumber dari kebudayaan masyarakat di tempat tersebut, sehingga kebudayaan mereka tidak hilang tergantikan dengan kebudayaan baru yang belum tentu cocok diterapkan kepada mereka, dan dengan demikian kebudayaan asli masyarakat tersebut akan terus tumbuh pada generasi yang akan datang. Berbagai bentuk kebudayaan asli dari berbagai daerah itulah yang kemudian disebut dengan kebudayaan nasional. Pengembangan kebudayaan di dalam Taman Siswa ini dilakukan dengan konsep TRIKON, yaitu: Kontinyu, Konvergen dan Konsentris 22. Kontinyu berarti kebudayaan itu harus terus berlanjut sehingga kebudayaan asli tidak hilang tergerus oleh zaman. Konvergen berarti bersikap terbuka terhadap perkembangan yang ada. Apabila ada pengaruh luar datang, tidak semerta merta ditolak tapi disaring terlebih dahulu ambil intisari yang baik dan dikembangkan bersama kebudayaan sendiri. Konsentris merupakan suatu keteguhan yang melandasi kebudayaan yang dikembangkan. Kebudayaan luar 21 Ichimura. S dan Koentjaraningrat, Indonesia Masalah dan Peristiwa Bunga Rampai. Jakarta: Gramedia, hlm, Suparto Rahardjo, op.cit., hlm. 65.

14 39 yang masuk dan berkembang tidak boleh menghilangkan ciri khas kebudayaan asli dan kebudayaan asli tetap menjadi pegangan dalam menghadapi dan menerima pengaruh kebudayaan luar. Ki Hadjar Dewantara menciptakan lingkungan pendidikan yang disebut dengan keluarga di Taman Siswa, hal ini memang diperuntukkan agar terciptanya situasi dan kondisi pendidikan yang menyenangkan dan tertib. Layaknya sebuah keluarga di rumah, anak-anak dididik oleh orang tuanya mengenai budi pekerti, tata cara dan tingkah laku dalam pergaulan maupun pembelajaran agama. Keluarga merupakan sebuah lingkungan awal dari pemberian pendidikan kepada anak, dan tidak ada kesenjangan antara pendidik dengan anak didik sehingga hubungan yang selaras, bebas dan santun bisa tercipta. Bila lingkungan seperti ini sudah tercipta maka anak didik merasa nyaman dan aman sehingga proses pendidikan bisa diberikan dengan semestinya. Ki Hadjar Dewantara memandang pendidikan memiliki lingkunganlingkungan yang disebutnya sebagai Tri Pusat Pendidikan. Lingkungan itu ialah: Lingkungan Keluarga, Perguruan dan Masyarakat. 23 Lingkungan keluarga sebagai lingkungan awal pendidikan selayaknya rumah yang ditempati oleh orang tua dan anak, memberikan rasa aman dan nyaman sehingga pendidikan bisa diberikan dengan mudah melalui kedekatan emosional yang baik. Lingkungan perguruan, merupakan lingkungan yang 23 Ki Soeratman, Dasar-dasar Konsepsi Ki Hadjar Dewantara. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa, 1989, hlm. 3.

15 40 diterapkan di Taman Siswa mengadopsi pola pendidikan keluarga. Lingkungan masyarakat merupakan lingkungan di sekitar anak didik selain keluarga dan perguruan, disini anak didik belajar bersosialisasi, berorganisasi, gotong royong dan semangat kebersamaan. Ki Hadjar Dewantara tidak memakai istilah sekolahan tapi perguruan yang berasal dari kata paguron. Sekolah paguron sesungguhnya kalau di Islam itu pesantren, kalau pada masa Hindu-Buddha itu Ashram. Jadi itu tempat guru, orang-orang yang belajar dari guru tersebut, seperti pesantren kemudian Ki Hadjar mengambil konsep tersebut. 24 Perguruan merupakan tempat anak didik untuk memperoleh pendidikan yang baik dan sesuai dengan kebutuhan mereka. Perguruan merupakan salah satu dari alam Tri Pusat Pendidikan yang diuraikan oleh Ki hadjar Dewantara, alam perguruan merupakan tempat pematangan dan juga pengolahan anak didik secara manusiawi layaknya petani yang menanam padi, harus sabar, teliti, penuh dedikasi dan kasih sayang, agar bisa menuai padi yang memiliki kualitas baik dan bagus. Taman Siswa menamakan dirinya sebagai Perguruan yang dalam bahasa Jawa Paguron. Paguron itu sendiri memiliki arti Guru (dalam bahasa Jawa). Secara harfiah artinya rumah tempat tinggal, tempat guru, tempat orang datang berguru atau maguru. 25 Di dalam konsep paguron ini guru memiliki tempat tinggal di wilayah sekolah, dengan demikian sekolah menjadi hidup 13 hlm Wawancara dengan Ibu Moedjono tanggal 18 September Lampiran 25 Ki Moch Tauchid, op.cit., hlm. 2-3.

16 41 tidak ditinggal pulang begitu saja setelah pelajaran berakhir. Sekolah menjadi rumah guru dan pusat pendidikan yang baik, dengan bersatunya sekolah dan rumah guru maka suasana kekeluargaan semakin erat. Anak didik seperti datang kerumah, dengan orang tuanya ialah guru yang siap memberikan pendidikan yang baik. Lahirnya Taman Siswa juga dinyatakan Ki Hadjar Dewantara sebagai jalan kembalinya pendidikan bangsa Indonesia yang bercorak nasional. 26 Pendidikan nasional yang diusung oleh Ki Hadjar Dewantara mengangkat kembali budaya pendidikan yang telah dipakai sejak dahulu oleh orang Indonesia. Konsep paguron yang dipakai merupakan konsep yang telah ada dalam sejarah pendidikan Indonesia. Pada masa Hindu-Buddha konsep seperti ini telah digunakan. Para murid mendatangi seorang guru serta tinggal dan hidup bersama sang guru untuk menuntut ilmu. Konsep seperti ini juga telah dijalankan pada masa Islam, kemudian dikenal dengan pesantren. Di pesantren inilah para santri tinggal dan juga dijadikan sebagai tempat menimba ilmu agama. Pembiayaan sekolah dengan konsep paguron termasuk murah dibandingkan dengan sekolah yang didirikan oleh pemerintah. Pada Taman Siswa uang sekolah dan belanja makan serta uang pemondokan murid-murid bisa dijadikan biaya sehari-hari untuk keperluan hidup guru-guru. Paling 26 Ki Moch Tauchid, op.cit., hlm. 2.

17 42 sedikit belanja makan dan tempat untuk guru-guru dengan cara begitu mudah sekali diambilkan dari uang pembayaran murid. guru yang sudah beristeri dan anak juga dipikul dengan uang itu. 27 Pembiayaan di Taman Siswa tidak ditanggung beberapa pihak saja, tetapi semua pihak ikut menanggungnya, sehingga biaya yang dikeluarkan tidak begitu mahal jika dibandingkan dengan pembiayaan di sekolah pemerintah. Perlu diakui bahwa kehidupan guru di Taman Siswa tidak begitu mewah, tapi itulah pengorbanan yang diperlukan untuk melayani sepenuh hati dalam memberikan pengajaran kepada anak didik. Dikarenakan rumah guru dijadikan tempat studi, secara otomatis, segala aktivitas guru menjadi hal utama. Watak, sikap, perilaku, serta cita-cita hidup guru tersebutlah yang akan menjadi pondasi dalam membangun suasana pendidikan yang sesungguhnya karena dalam paguron atau perguruan, belajar menuntut ilmu pengetahuan adalah soal nomor dua. Hal yang diutamakan adalah pembentukan watak, karakter, kerohanaian. Ini bukan berarti paguron itu mengabaikan pengajaran, pengajaran ada tempatnya sendiri yakni Pawiyatan, wiyata berarti ajaran. 28 Pendidikan dalam paguron tidak hanya dalam rangka pembentukan intelek, tetapi juga dan terutama pendidikan dalam arti pemeliharaan latihan susila. Semua itu terlaksana melalui contoh-contoh teladan perbuatan. Betapa pentingnya suri tauladan dalam pembentukan karakter. Maka dari itu, Taman Siswa yang memakai konsep paguron berupaya 27 Ki Hadjar Dewantara, op.cit., hlm Ki Moch Tauchid, op.cit., hlm. 3-4.

18 43 untuk menanamkan pendidikan karakter kepada peserta didik melalui pamongnya sebagai contoh tauladan yang mereka temui sehari-hari. Asrama atau disebut juga dengan wisma juga menjadi satu ciri khas dalam pendidikan yang berlangsung di Taman Siswa. Wisma tersbut adalah rumah guru sekaligus menjadi pawiyatan atau tempat berlangsungnya pengajaran secara formal. Rumah-rumah pamong yang juga tinggal bersama dengan murid inilah yang disebut perguruan. Hal ini berbeda dengan sistem pondokan pada umumnya, karena sistem pondok pada waktu itu hanya berkaitan dengan ilmu keagamaan yang kental dan agak kurang di dalam pengetahuan umum. Di dalam sistem paguron, keluarga pamong juga hidup dengan murid-murid yang tinggal di wisma. Anak didik di Taman Siswa tidak semua mendiami wisma, hanya anak didik yang perlu mendapat didikan keluarga yang baik dikarenakan keadaan keluarganya sendiri yang tidak mendukung pendidikan, dan juga anak didik yang berasal dari tempat-tempat lain yang jauh dari Taman Siswa. 29 Anak didik yang bertempat tinggal dekat dengan Taman Siswa tidak mendiami wisma, tetapi mereka ikut melakukan berbagai kegiatan pembelajaran di Taman Siswa baik di dalam kelas, maupun latihan-latihan dalam bentuk ekstrakulikuler yang dilaksanakan di pendopo Taman Siswa. Fasilitas kemasyarakatan juga disediakan, dengan demikian paguron akan menjadi titik temu antara warga masyarakat dalam berbagai kesempatan, 29 Ki Hadjar Dewantara, op.cit., hlm. 76.

19 44 Seperti berolah seni, berdiskusi, menghadiri ceramah, melakukan kegiatan kerohanian dan sebagainya. 30 Sistem paguron menjadikan perguruan sebagai pusat kehidupan keluarga, pendidikan dan masyarakat. Pola keluarga diterapkan untuk mendidik anak agar merasa aman dan nyaman dalam menimba ilmu pengetahuan, disamping itu hubungan dengan masyarakat tetap dijaga, karena setelah dididik maka anak didik akan kembali ke dalam masyarakat. Pendidikan di Taman Siswa tidak akan berjalan jika para pendidiknya tidak ada, untuk itu dipersiapkanlah para pendidik yang mampu memberikan hak-hak anak didik, membiarkannya tumbuh berdasarkan kodratnya masingmasing dan menjalankan kegiatan belajar mengajar dengan tertib serta damai tanpa adanya kekerasan kepada anak. Ki Hadjar Dewantara lantas membentuk sistem among bagi pendidik di Taman Siswa. Secara arti kata among mengandung tiga pengertian yaitu momong yang berarti merawat dengan tulus ikhlas dan penuh kasih sayang, among yang berarti memberikan contoh yang baik kepada anak agar ia bisa tumbuh dan berkembang menjadi baik pula dan ngemong yang memiliki makna suatu proses pengamatan dan pengawasan terhadap anak agar ia tidak keluar alur. Sistem among inilah yang diterapkan kepada seluruh pendidik di Taman Siswa, sehingga mereka dijuluki sebagai pamong. Pamong-pamong inilah yang nanti mendidik anak dengan pengajaran yang tidak hanya 30 Ki Soeratman, Strategi Dasar Perjuangan dan Pengembangan Taman Siswa. Yogyakarta: majelis Luhur Persatuan Taman Siswa, 1979, hlm. 15.

20 45 mengedepankan kecerdasan tetapi juga budi pekerti dan kebudayaan daerah. Selain itu pamong juga bertugas didalam mengawasi perilaku anak didik, jika dirasa salah atau tidak tepat maka pamong harus mengarahkan kembali ke arah yang benar dengan tanpa kekerasan terhadap anak didik. Ki Hadjar Dewantara juga menerapkan pola pengajaran dengan Kinder Spellen (permainan anak) 31. Jenjang pendidikan yang pertama didirikan oleh Ki Hadjar Dewantara ialah pendidikan untuk anak-anak. Sudah menjadi kodratnya bahwa anak-anak itu suka sekali bermain, untuk itu agar suatu proses transfer ilmu pengetahuan berjalan baik maka kegiatan belajar mengajar sebaiknya selaras dengan kodrat tersebut. Pamong jika hendak mengajarkan mengenai alam, maka pamong akan mengajak anak didiknya untuk pergi ke sawah dan mengajari mereka disana dan anak didik juga bisa langsung melihat apa yang sedang mereka pelajari sambil bermain. Metode ini sangat baik untuk menumbuhkan interaksi sosial antara anak didik dengan pamongnya dan melalui permainan seperti ini anak akan semakin berkembang kemampuannya baik itu pengetahuan maupun budi pekerti, tugas pamonglah yang mengatur agar semua hal tersebut bisa dilakukan. Setiap pamong pendidik sebagai pemimpin dalam proses pendidikan itu diwajibkan bersikap Ing ngarsa sung tuladha, Ing madya mangun karsa, Tutwuri handayani. 32 Ing ngarsa sung tuladha berarti di depan 31 Suparto Rahardjo, op.cit., hlm Ki Soeratman, Hakekat Taman Siswa. Dalam bahan penataran kader bangsa persatuan Taman Siswa tahun Oleh Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa, Yogyakarta, hlm. 27.

21 46 memberikan keteladanan. Pamong harus menjadi teladan yang baik bagi anak didiknya. Ing madya mangun karsa berarti di tengah memberikan dorongan. Pamong menjadi penyemangat anak didik dalam usahanya untuk berkembang ke arah yang lebih baik. Tutwuri handayani berarti dibelakang memberikan dorongan agar anak berani dan mengarahkan mereka kejalan yang benar. Tutwuri handayani akhirnya menjadi selogan untuk pamong Taman Siswa tanpa melupakan dua selogan kepemimpinan lainnya. Tujuan pendidikan di Taman Siswa ialah agar si anak didik menjadi merdeka secara lahir dan batin, untuk itu posisi dibelakang diperlukan dalam pendidikan. Berjalan di belakang berarti memberi kebebasan kepada anak-anak untuk melatih mencari jalan sendiri sedangkan sebagai pendidik kita wajib memberi koreksi di mana diperlukan, misalnya bila sang anak menghadapi bahaya yang tidak dapat dihindarinya dengan pikiran atau tenaga sendiri. Pendidikan yang dharapkan menghasilkan berbagai hal yang baik kepada anak didik, tentu harus diberikan secara baik pula, tidak boleh ada paksaan dan hukuman yang diterima oleh anak didik. Ki Hadjar Dewantara menginginkan pendidikan yang (Orde en Vrede) tertib dan damai. Maka dari itu pendidikan yang beralaskan syarat paksaan-hukuman-ketertiban (regering-tucht en orde) itulah yang kita anggap memerkosa hidup kebatinan anak. 33 Apabila anak didik melakukan kesalahan dan kekeliruan kita tidak boleh langsung menjatuhkan hukuman yang berat. Hal ini akan menyebabkan anak didik merasa tersakiti dan batinnya akan tersiksa. Hendaknya anak diberi 33 Ki Soenarno Hadiwijoyo, Perguruan Taman Siswa dalam Prespektif Perjuangan. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa, 2006, hlm. 20.

22 47 tahu secara lembut dan diarahkan kepada hal yang seharusnya dilakukan, dengan demikian batin anak akan merasa damai dan tentram. Memaksakan ketertiban dengan menggunakan hukuman akan membuat jiwa anak tersakiti, hal ini sangat bertentangan dengan Taman Siswa yang menginginkan pendidikan yang berlangsung secara tertib dan damai. Jika sudah ada kedamaian di jiwa anak didik maka ketertiban akan dengan mudah diterapkan. Seperti orang tua yang mengingatkan kesalahan sang anak dengan halus dan baik, anak tidak akan tersakiti dan mau mengikuti saran dari orang tuanya dengan senang hati.

BAB V KESIMPULAN. Konsep Paguron Ki Hadjar Dewantara dalam Taman Siswa mengandalkan nasionalisme dan kultur khas Indonesia.

BAB V KESIMPULAN. Konsep Paguron Ki Hadjar Dewantara dalam Taman Siswa mengandalkan nasionalisme dan kultur khas Indonesia. BAB V KESIMPULAN Konsep Paguron Ki Hadjar Dewantara dalam Taman Siswa 1922 1945, telah memberikan gambaran mengenai konsep pendidikan yang mengandalkan nasionalisme dan kultur khas Indonesia. Adapun hasil

Lebih terperinci

Ki Hadjar Dewantara. Mulai bersekolah dan menjadi wartawan

Ki Hadjar Dewantara. Mulai bersekolah dan menjadi wartawan Ki Hadjar Dewantara Ki Hadjar Dewantara dikenal sebagai pelopor pendidikan untuk masyarakat pribumi di Indonesia ketika masih dalam masa penjajahan Kolonial Belanda. Mengenai profil Ki Hajar Dewantara

Lebih terperinci

Lampiran 1. Foto Ki Hadjar Dewantara

Lampiran 1. Foto Ki Hadjar Dewantara LAMPIRAN 104 Lampiran 1. Foto Ki Hadjar Dewantara Sumber: Buku Ki Hajar Dewantara, Bagian Pertama: Pendidikan, Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa pada tahun 1977. 105 Lampiran 2. Azas-azas

Lebih terperinci

BAB II SISTEM AMONG DALAM GERAKAN PRAMUKA

BAB II SISTEM AMONG DALAM GERAKAN PRAMUKA BAB II SISTEM AMONG DALAM GERAKAN PRAMUKA A. Pencetus Sistem Among Sistem among adalah hasil pemikiran dari Ki Hajar Dewantara, Ki hajar dewantara terlahir dengan nama Raden Mas Suwardi Suryaningrat pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui sebuah proses yang disebut pendidikan. Pendidikan adalah pengaruh,

BAB I PENDAHULUAN. melalui sebuah proses yang disebut pendidikan. Pendidikan adalah pengaruh, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia yang lahir ke dunia ini membawa berbagai aspek kehidupan baik yang menyangkut permasalahan jasmani maupun rohani, tetapi aspek tersebut masih berupa suatu

Lebih terperinci

Surat Kabar Harian KEDAULATAN RAKYAT, terbit di Yogyakarta, Edisi 1 Mei TENTANG KI HADJAR DEWANTARA DAN PENDIDIKAN NASIONAL Oleh : Ki Supriyoko

Surat Kabar Harian KEDAULATAN RAKYAT, terbit di Yogyakarta, Edisi 1 Mei TENTANG KI HADJAR DEWANTARA DAN PENDIDIKAN NASIONAL Oleh : Ki Supriyoko Surat Kabar Harian KEDAULATAN RAKYAT, terbit di Yogyakarta, Edisi 1 Mei 1996 TENTANG KI HADJAR DEWANTARA DAN PENDIDIKAN NASIONAL Oleh : Ki Supriyoko "Sungguh, seandainya aku seorang Nederlander, tidaklah

Lebih terperinci

PEMAHAMAN SISWA TERHADAP PEMIKIRAN PENDIDIKAN KI HAJAR DEWANTARA DI SMA TAMAN MADYA SE-KOTA YOGYAKARTA ARTIKEL JURNAL

PEMAHAMAN SISWA TERHADAP PEMIKIRAN PENDIDIKAN KI HAJAR DEWANTARA DI SMA TAMAN MADYA SE-KOTA YOGYAKARTA ARTIKEL JURNAL PEMAHAMAN SISWA TERHADAP PEMIKIRAN PENDIDIKAN KI HAJAR DEWANTARA DI SMA TAMAN MADYA SE-KOTA YOGYAKARTA ARTIKEL JURNAL Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi

Lebih terperinci

KONSEP PAGURON KI HADJAR DEWANTARA DALAM TAMAN SISWA SKRIPSI

KONSEP PAGURON KI HADJAR DEWANTARA DALAM TAMAN SISWA SKRIPSI KONSEP PAGURON KI HADJAR DEWANTARA DALAM TAMAN SISWA 1922-1945 SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

PERJUANGAN PERGERAKAN BANGSA INDONESIA. Taat, Nasionalisme dan Jatidiri Bangsa,

PERJUANGAN PERGERAKAN BANGSA INDONESIA. Taat, Nasionalisme dan Jatidiri Bangsa, PERJUANGAN PERGERAKAN BANGSA INDONESIA Budi Utomo Tanda-tanda lahirnya gerakan nasional yang teratur mulai tampak saat Budi Utomo mucul pada tahun 20 Mei 1908. Perkumpulan ini beranggotakan kaum intelektual

Lebih terperinci

BAB II BIOGRAFI DAN KARYA KI HADJAR DEWANTARA. Ki Hadjar Dewantara merupakan figur yang selalu menjadi kebanggaan

BAB II BIOGRAFI DAN KARYA KI HADJAR DEWANTARA. Ki Hadjar Dewantara merupakan figur yang selalu menjadi kebanggaan BAB II BIOGRAFI DAN KARYA KI HADJAR DEWANTARA Ki Hadjar Dewantara merupakan figur yang selalu menjadi kebanggaan bangsa Indonesia terutama di dunia pendidikan, sebagai tokoh yang mempunyai jiwa pejuang

Lebih terperinci

Perjuangan Soewardi Soerjaningrat dalam bidang pers tahun

Perjuangan Soewardi Soerjaningrat dalam bidang pers tahun Perjuangan Soewardi Soerjaningrat dalam bidang pers tahun 1912-1920 Oleh : Esa Nur Hidayat K 4402508 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Dalam berbagai segi kehidupan, komunikasi sangat penting

Lebih terperinci

BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN. dari hasil wawancara dengan informan, observasi di lapangan maupun datadata

BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN. dari hasil wawancara dengan informan, observasi di lapangan maupun datadata BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Paparan Data Paparan data temuan penelitian adalah pengungkapan dan pemaparan data maupun temuan yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan baik dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selaku Pimpinan Yayasan Persatuan Perguruan Tamansiswa mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. selaku Pimpinan Yayasan Persatuan Perguruan Tamansiswa mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa yang berkedudukan di Yogyakarta selaku Pimpinan Yayasan Persatuan Perguruan Tamansiswa mempunyai kewenangan untuk pengesahan Majelis

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. memberikan bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh

BAB V PENUTUP. memberikan bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh BAB V A. Kesimpulan PENUTUP Dalam upaya mewujudkan Pendidikan yang secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan

Lebih terperinci

Majalah Bulanan FORUM KEADILAN, Terbit di Jakarta, Edisi 9 Januari KI HADJAR DEWANTARA PELETAK DASAR PENDIDIKAN NASIONAL Oleh : Ki Supriyoko

Majalah Bulanan FORUM KEADILAN, Terbit di Jakarta, Edisi 9 Januari KI HADJAR DEWANTARA PELETAK DASAR PENDIDIKAN NASIONAL Oleh : Ki Supriyoko Majalah Bulanan FORUM KEADILAN, Terbit di Jakarta, Edisi 9 Januari 2000 KI HADJAR DEWANTARA PELETAK DASAR PENDIDIKAN NASIONAL Oleh : Ki Supriyoko "Sungguh, seandainya saja aku ini seorang Nederlander,

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam (PAI) Perspektif Ki Hadjar

BAB V PEMBAHASAN. A. Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam (PAI) Perspektif Ki Hadjar BAB V PEMBAHASAN A. Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam (PAI) Perspektif Ki Hadjar Dewantara Sebagaimana disebutkan di dalam penegasan istilah bahwa penelitian ini dibatasi pada nilai-nilai Pendidikan Agama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan dapat mewujudkan semua potensi diri manusia dalam mengembangkan kemampuan dan membentuk

Lebih terperinci

MAKNA PENDIDIKAN KI HAJAR DEWANTARA

MAKNA PENDIDIKAN KI HAJAR DEWANTARA MAKNA PENDIDIKAN KI HAJAR DEWANTARA Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Strategi Manajemen Dosen Pengampu: Dr. A. Siswanto, M.SEM. Disusun Oleh: Sumini NIM. 2016081073 Swesti Intan Pramesti

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. yang dirasa relevan dan perlu, dengan harapan dapat menjadi sebuah kontribusi

BAB V PENUTUP. yang dirasa relevan dan perlu, dengan harapan dapat menjadi sebuah kontribusi BAB V PENUTUP Pada bagian akhir dari pembahasan ini, penulis mengambil sebuah konklusi atau kesimpulan yang diperoleh berdasarkan analisis yang disesuaikan dengan tujuan pembahasan skripsi ini. Penulis

Lebih terperinci

Dengan Kecerdasan Jiwa Menuju ke Arah Kesejahteraan

Dengan Kecerdasan Jiwa Menuju ke Arah Kesejahteraan 1 of 7 10/12/2015 09:27 AM Sowing The Seed of Liberation Dengan Kecerdasan Jiwa Menuju ke Arah Kesejahteraan Taman Siswa adalah sebuah nama untuk sebuah Perguruan Nasional yang berdiri pada 3 Juli 1922,

Lebih terperinci

PENDIDIKAN ANAK USIA DINI PERSPEKTIF KI HAJAR DEWANTARA

PENDIDIKAN ANAK USIA DINI PERSPEKTIF KI HAJAR DEWANTARA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI PERSPEKTIF KI HAJAR DEWANTARA Rohmatun Nurul Hidayah Jurusan Tarbiyah, Skolah Tinggi Agama Islam (STAI) Ngawi Email : h_day240990@yahoo.com ABSTRAK Pendidikan anak usia dini pada

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI Hasil penelitian menunjukkan bahwa filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara merupakan sistem konsep pendidikan yang bersifat kultural nasional. Sekalipun Ki Hadjar

Lebih terperinci

BAB III KONSEP PENDIDIKAN KELUARGA MENURUT KI HAJAR DEWANTARA

BAB III KONSEP PENDIDIKAN KELUARGA MENURUT KI HAJAR DEWANTARA BAB III KONSEP PENDIDIKAN KELUARGA MENURUT KI HAJAR DEWANTARA A. Biografi Ki Hajar Dewantara Raden Mas Soewardi Soeryaningrat terlahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889, bertepatan dengan 1330 H dan

Lebih terperinci

ZAMAN PERGERAKAN NASIONAL

ZAMAN PERGERAKAN NASIONAL ZAMAN PERGERAKAN NASIONAL Faktor ekstern dan intern lahirnya nasionalisme Indonesia. Faktor ekstern: Kemenangan Jepang atas Rusia tahun 1905 yang menyadarkan dan membangkitkan bangsa-bangsa Asia untuk

Lebih terperinci

BAB IV KONTRIBUSI PENDIDIKAN KARAKTER PRESPEKTIF KI HADJAR DEWANTARA. akhlak anak didik yang nyaris kehilangan karakter di era globalisasi ini, maka

BAB IV KONTRIBUSI PENDIDIKAN KARAKTER PRESPEKTIF KI HADJAR DEWANTARA. akhlak anak didik yang nyaris kehilangan karakter di era globalisasi ini, maka BAB IV KONTRIBUSI PENDIDIKAN KARAKTER PRESPEKTIF KI HADJAR DEWANTARA Pendidikan nasional saat ini memiliki segudang persoalan. Mengingat akhlak anak didik yang nyaris kehilangan karakter di era globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Politik etis adalah politik balas budi atau politik kehormatan, namun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Politik etis adalah politik balas budi atau politik kehormatan, namun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Politik etis adalah politik balas budi atau politik kehormatan, namun tidak lepas dari intrik-intrik politik dan memiliki tujuan didalamnya, hal yang pada awalnya

Lebih terperinci

BAB III GURU PROFESIONAL MENURUT KI HAJAR DEWANTARA. dilahirkan hari kamis legi tanggal 2 puasa 1303 H, atau pada tanggal 2 Mei

BAB III GURU PROFESIONAL MENURUT KI HAJAR DEWANTARA. dilahirkan hari kamis legi tanggal 2 puasa 1303 H, atau pada tanggal 2 Mei BAB III GURU PROFESIONAL MENURUT KI HAJAR DEWANTARA A. Biografi Ki Hajar Dewantara Ki Hajar Dewantara yang nama aslinya Suwardi Surya Ningrat dilahirkan hari kamis legi tanggal 2 puasa 1303 H, atau pada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Kajian Teori a. Ki Hadjar Dewantara Ki Hadjar Dewantara dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei tahun 1889 dengan nama R.M Suwardi Suryaningrat. Masa

Lebih terperinci

BAB III PENDIDIKAN BUDI PEKERTI MENURUT KI HADJAR DEWANTARA

BAB III PENDIDIKAN BUDI PEKERTI MENURUT KI HADJAR DEWANTARA BAB III PENDIDIKAN BUDI PEKERTI MENURUT KI HADJAR DEWANTARA A. Biografi Ki Hadjar Dewantara Ki Hadjar Dewantara dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889. 1 Beliau adalah putra kelima dari Soeryaningrat

Lebih terperinci

- 1 - PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG GERAKAN PRAMUKA

- 1 - PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG GERAKAN PRAMUKA - 1 - PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG GERAKAN PRAMUKA I. UMUM Salah satu tujuan bernegara yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak masuknya bangsa Belanda dan tata-hukumnya di nusantara tahun 1596

I. PENDAHULUAN. Sejak masuknya bangsa Belanda dan tata-hukumnya di nusantara tahun 1596 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak masuknya bangsa Belanda dan tata-hukumnya di nusantara tahun 1596 berlakulah dualisme hukum di Indonesia, yaitu di samping berlakunya hukum Belanda kuno

Lebih terperinci

Strategi Perlawanan Bangsa Indonesia Terhadap Bangsa Barat Sebelum dan Setelah Abad 20

Strategi Perlawanan Bangsa Indonesia Terhadap Bangsa Barat Sebelum dan Setelah Abad 20 Strategi Perlawanan Bangsa Indonesia Terhadap Bangsa Barat Sebelum dan Setelah Abad 20 Anggota kelompok 3: 1. Ananda Thalia 2. Budiman Akbar 3. Farrel Affieto 4. Hidayati Nur Trianti Strategi Perlawanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi keluarga yang utama ialah mendidik anak-anaknya.

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi keluarga yang utama ialah mendidik anak-anaknya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keluarga sebagai kelompok masyarakat terkecil terbentuk oleh ikatan dua orang dewasa yang berlainan jenis kelamin, wanita dan pria serta anak-anak yang mereka lahirkan.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER KI HADJAR DEWANTARA DENGAN AL- GHAZALI

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER KI HADJAR DEWANTARA DENGAN AL- GHAZALI BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER KI HADJAR DEWANTARA DENGAN AL- GHAZALI A. Persamaan Konsep Pendidikan Karakter Ki Hadjar Dewantara dengan Al- Ghazali 1. Persamaan Konsep

Lebih terperinci

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PIDATO MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI PADA UPACARA HARI PENDIDIKAN NASIONAL 2017 2 MEI 2017 ASSALAMU ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH. SALAM SEJAHTERA DAN BAHAGIA

Lebih terperinci

PEMAHAMAN SISWA TERHADAP PEMIKIRAN PENDIDIKAN KI HAJAR DEWANTARA DI SMA TAMAN MADYA SE-KOTA YOGYAKARTA SKRIPSI

PEMAHAMAN SISWA TERHADAP PEMIKIRAN PENDIDIKAN KI HAJAR DEWANTARA DI SMA TAMAN MADYA SE-KOTA YOGYAKARTA SKRIPSI PEMAHAMAN SISWA TERHADAP PEMIKIRAN PENDIDIKAN KI HAJAR DEWANTARA DI SMA TAMAN MADYA SE-KOTA YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BAHASA INDONESIA BAB 2. TEKS BIOGRAFILatihan Soal 2.2

SMP kelas 8 - BAHASA INDONESIA BAB 2. TEKS BIOGRAFILatihan Soal 2.2 SMP kelas 8 - BAHASA INDONESIA BAB 2. TEKS BIOGRAFILatihan Soal 2.2 1. Perjalanan hidup Ki Hajar Dewantara benar-benar ditandai dengan perjuangan dan pengabdian pada kepentingan bangsa dan negara. Ki Hajar

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS SISTEM AMONG DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI UPAYA MEMBENTUK BUDI PEKERTI SISWA DI SMA TAMAN MADYA KOTA MALANG

EFEKTIVITAS SISTEM AMONG DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI UPAYA MEMBENTUK BUDI PEKERTI SISWA DI SMA TAMAN MADYA KOTA MALANG EFEKTIVITAS SISTEM AMONG DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI UPAYA MEMBENTUK BUDI PEKERTI SISWA DI SMA TAMAN MADYA KOTA MALANG Wahyu Manggaring Tyas 1), Drs. Suwarno Winarno 2), Dra.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes

BAB I PENDAHULUAN. suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nasionalisme adalah suatu konsep dimana suatu bangsa merasa memiliki suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes (Chavan,

Lebih terperinci

PEMIKIRAN TAMANSISWA TENTANG PENDIDIKAN BUDI PEKERTI PADA MASA PRA KEMERDEKAAN

PEMIKIRAN TAMANSISWA TENTANG PENDIDIKAN BUDI PEKERTI PADA MASA PRA KEMERDEKAAN 48 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Ketiga, Nomor 1, Juni 2010 PEMIKIRAN TAMANSISWA TENTANG PENDIDIKAN BUDI PEKERTI PADA MASA PRA KEMERDEKAAN Yuliati Jurusan Sejarah FIS Universitas Negeri Malang Abstract: Tamansiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa jasa para pahlawannya. Itulah

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa jasa para pahlawannya. Itulah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa jasa para pahlawannya. Itulah yang diungkapkan oleh Ir. Soekarno untuk mengenang dan menghargai jasa jasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu tingkat kemajuan harus menempuh pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu tingkat kemajuan harus menempuh pendidikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan sudah dimulai sejak adanya manusia. Setiap manusia bila ingin mencapai suatu tingkat kemajuan harus menempuh pendidikan. Apakah pendidikan itu diperolehnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. suku bangsa, ras, bahasa, agama, adat-istiadat, maupun lapisan sosial yang ada

I. PENDAHULUAN. suku bangsa, ras, bahasa, agama, adat-istiadat, maupun lapisan sosial yang ada 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Hal ini terlihat dari keberagaman suku bangsa, ras, bahasa, agama, adat-istiadat, maupun lapisan sosial yang ada

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kepemimpinan adalah bagian dari kehidupan manusia, dan haruslah

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kepemimpinan adalah bagian dari kehidupan manusia, dan haruslah 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Masalah Kepemimpinan adalah bagian dari kehidupan manusia, dan haruslah dipupuk sejak dini sehingga generasi penerus bangsa mampu menjadi pemimpin berdedikasi tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 bukanlah peristiwa yang terjadi begitu saja. Peristiwa tersebut adalah sebuah akumulasi sebuah perjuangan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERGERAKAN KEBANGSAAN INDONESIA

PERKEMBANGAN PERGERAKAN KEBANGSAAN INDONESIA PERKEMBANGAN PERGERAKAN KEBANGSAAN INDONESIA A. LATAR BELAKANG MUNCULNYA PERGERAKAN KEBANGSAAN Politik DRAINAGE Belanda mengeruk kekayaan dari negara Indonesia untuk kepentingan dan kesejahteraan negara

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka. jiwa yaitu cipta, karsa dan karya. Pengembangan manusia seutuhnya menuntut

BAB II. Tinjauan Pustaka. jiwa yaitu cipta, karsa dan karya. Pengembangan manusia seutuhnya menuntut BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Sistem Pendidikan Among Ki Hajar Dewantara Ki Hajar Dewantara, pendidik asli Indonesia melihat manusia memiliki daya jiwa yaitu cipta, karsa dan karya. Pengembangan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara eropa yang paling lama menjajah Indonesia adalah Negara Belanda

BAB I PENDAHULUAN. Negara eropa yang paling lama menjajah Indonesia adalah Negara Belanda BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia di jajah oleh bangsa Eropa kurang lebih 350 tahun atau 3.5 abad, hal ini di hitung dari awal masuk sampai berakhir kekuasaannya pada tahun 1942. Negara eropa

Lebih terperinci

PERJUANGAN EMANSIPASI ORGANISASI WANITA TAMAN SISWA DI YOGYAKARTA TAHUN

PERJUANGAN EMANSIPASI ORGANISASI WANITA TAMAN SISWA DI YOGYAKARTA TAHUN PERJUANGAN EMANSIPASI ORGANISASI WANITA TAMAN SISWA DI YOGYAKARTA TAHUN 1922-1945 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas

Lebih terperinci

LATIHAN SOAL UUD 1945 ( waktu : 36 menit )

LATIHAN SOAL UUD 1945 ( waktu : 36 menit ) LATIHAN SOAL UUD 1945 ( waktu : 36 menit ) 1. Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas a. anggota Mahkamah Konstitusi dan anggota anggota Dewan Perwakilan Rakyat b. anggota Mahkamah Konstitusi dan anggota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah bahkan sekolah dewasa ini di bangun oleh pemerintah agar anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah bahkan sekolah dewasa ini di bangun oleh pemerintah agar anak-anak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai kunci peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah hal yang perlu diperhatikan lagi di negara ini. Pendidikan juga dibuat oleh pemerintah

Lebih terperinci

Gambar: Pertemuan pemuda Indonesia

Gambar: Pertemuan pemuda Indonesia Pada 1908, rakyat Indonesia mulai memiliki kesadaran untuk bersatu melawan penjajah. Para pemuda di berbagai wilayah di Indonesia mulai mem bentuk per kum pulan untuk menentang penjajah. Perkumpulan pemuda

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan Politik Etis dalam bidang pendidikan yang diberlakukan oleh

I. PENDAHULUAN. Kebijakan Politik Etis dalam bidang pendidikan yang diberlakukan oleh 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebijakan Politik Etis dalam bidang pendidikan yang diberlakukan oleh pemerintah Hindia Belanda memang membuka kesempatan banyak bagi pemudapemuda Indonesia

Lebih terperinci

GURU DAN PENDIDIKAN KARAKTER (Konsep Ki Hadjar Dewantara dan Relevansinya Saat ini)

GURU DAN PENDIDIKAN KARAKTER (Konsep Ki Hadjar Dewantara dan Relevansinya Saat ini) GURU DAN PENDIDIKAN KARAKTER (Konsep Ki Hadjar Dewantara dan Relevansinya Saat ini) Kristi Wardani PGSD FKIP Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta kristipasca02@yahoo.com ABSTRAK Upaya mewujudkan

Lebih terperinci

SISTEM PENDIDIKAN TAMAN SISWA; STUDI KASUS PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA. Dheny Wiratmoko

SISTEM PENDIDIKAN TAMAN SISWA; STUDI KASUS PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA. Dheny Wiratmoko Dheny Wiratmoko, Sistem Pendidikan Taman Siswa...1 SISTEM PENDIDIKAN TAMAN SISWA; STUDI KASUS PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA Dheny Wiratmoko Dosen STKIP PGRI Pacitan E-mail: dhenywiratmoko@yahoo.com Abstrak:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketamansiswaan merupakan kekhususan pendidikan di lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketamansiswaan merupakan kekhususan pendidikan di lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketamansiswaan merupakan kekhususan pendidikan di lingkungan Tamansiswa, yaitu melaksanakan sepenuhnya ketentuan dari sistem pendidikan nasional dengan tetap mengamalkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. permasalahan penelitian yang terdapat pada bab 1. Beberapa hal pokok yang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. permasalahan penelitian yang terdapat pada bab 1. Beberapa hal pokok yang BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan ini merupakan inti pembahasan yang disesuaikan dengan permasalahan penelitian yang terdapat pada bab 1. Beberapa hal pokok yang menjadi kesimpulan

Lebih terperinci

Resensi Buku. UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology. Laksono, Antropologi Pendidikan.

Resensi Buku. UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology. Laksono, Antropologi Pendidikan. Resensi Buku Laksono, P.M dkk. 2015. Antropologi Pendidikan Yogyakarta: Jurusan Antropologi Budaya Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gajahmada dan KEPPEL Press UGM Jumlah halaman: xiv + 170. ISBN 978-602-356-043-1

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KWARTIR NASIONAL GERAKAN PRAMUKA NOMOR : 056 TAHUN 1982 TENTANG PETUNJUK PENYELENGGARAAN KARANG PAMITRAN

KEPUTUSAN KWARTIR NASIONAL GERAKAN PRAMUKA NOMOR : 056 TAHUN 1982 TENTANG PETUNJUK PENYELENGGARAAN KARANG PAMITRAN KEPUTUSAN KWARTIR NASIONAL GERAKAN PRAMUKA NOMOR : 056 TAHUN 1982 TENTANG PETUNJUK PENYELENGGARAAN KARANG PAMITRAN Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Menimbang : 1. bahwa dalam rangka usaha meningkatkan

Lebih terperinci

SEKILAS SEJARAH KEBANGKITAN NASIONAL

SEKILAS SEJARAH KEBANGKITAN NASIONAL SEKILAS SEJARAH KEBANGKITAN NASIONAL Oleh: Yustina Hastrini Nurwanti (Balai Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta) I.Pendahuluan Kebangkitan nasional adalah masa di mana bangkitnya rasa dan semangat persatuan,

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR Tunas Indonesia Raya TIDAR

ANGGARAN DASAR Tunas Indonesia Raya TIDAR ANGGARAN DASAR Tunas Indonesia Raya TIDAR BAB I NAMA, WAKTU DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1 1. Organisasi ini bernama TUNAS INDONESIA RAYA disingkat TIDAR, selanjutnya disebut Organisasi. 2. Organisasi ini

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.131, 2010 PENDIDIKAN. Kepramukaan. Kelembagaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5169) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12

Lebih terperinci

Kumpulan Soal CPNS Pancasila

Kumpulan Soal CPNS Pancasila Kumpulan Soal CPNS Pancasila Pilihlah jawaban yang paling tepat! 1. Toleransi dalam kehidupan antar umat beragama berarti. a. Persebaran agama dapat dilakukan kepada siapa saja dan dimana saja b. Setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Era globalisasi semakin menyuguhkan dinamika perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Era globalisasi semakin menyuguhkan dinamika perubahan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi semakin menyuguhkan dinamika perubahan yang berkembang pesat. Perubahan yang terjadi bukan saja berkaitan dengan perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB III PENDIDIKAN KARAKTER PRESPEKTIF KI HADJAR DEWANTARA. Hadjar Dewantara yaitu sosok yang selalu menjadi kebanggaan bangsa

BAB III PENDIDIKAN KARAKTER PRESPEKTIF KI HADJAR DEWANTARA. Hadjar Dewantara yaitu sosok yang selalu menjadi kebanggaan bangsa BAB III PENDIDIKAN KARAKTER PRESPEKTIF KI HADJAR DEWANTARA Bangsa Indonesia pastinya tidak asing terhadap penokohan dari Ki Hadjar Dewantara yaitu sosok yang selalu menjadi kebanggaan bangsa Indonesia,

Lebih terperinci

PETUNJUK PENYELENGGARAAN POLA DAN MEKANISME PEMBINAAN KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

PETUNJUK PENYELENGGARAAN POLA DAN MEKANISME PEMBINAAN KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS PADJADJARAN PETUNJUK PENYELENGGARAAN POLA DAN MEKANISME PEMBINAAN KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS PADJADJARAN (HASIL AMANDEMEN MUSYAWARAH MAHASISWA VIII KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS

Lebih terperinci

Delapan Fungsi Keluarga dalam Membentuk Generasi Penerus Bangsa

Delapan Fungsi Keluarga dalam Membentuk Generasi Penerus Bangsa Delapan Fungsi Keluarga dalam Membentuk Generasi Penerus Bangsa Disusun oleh Saifulloh el Faruq dan Rouhdy Rangga, untuk memenuhi tugas mata kuliah Analisis Kependudukan. Di era globalisasi saat ini, realita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keteladanan berasal dari kata teladan yaitu hal - hal yang dapat ditiru atau dicontoh. Keteladanan mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan pribadi seseorang.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TANGGUNG JAWAB ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN KELUARGA PADA Q.S. AT- TAHRIM AYAT 6

BAB IV ANALISIS TANGGUNG JAWAB ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN KELUARGA PADA Q.S. AT- TAHRIM AYAT 6 BAB IV ANALISIS TANGGUNG JAWAB ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN KELUARGA PADA Q.S. AT- TAHRIM AYAT 6 A. Analisis Terhadap Konsep Pendidikan Keluarga Pendidikan dalam keluarga adalah pendidikan utama dan pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Bahasa yang baik berkembang berdasarkan suatu sistem,

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA SEMESTER GANJIL T.A. 2011/2012 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA SEMESTER GANJIL T.A. 2011/2012 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA SEMESTER GANJIL T.A. 2011/2012 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA NAMA : GATOT AGUNG NUGROHO NIM : 11.11.4677 KELOMPOK : C PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN PANCASILA JURUSAN : TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan pendidikan manusia menjadi lebih mampu beradaptasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan pendidikan manusia menjadi lebih mampu beradaptasi dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bagi suatu bangsa pendidikan merupakan hal yang sangat penting. Dengan pendidikan manusia menjadi lebih mampu beradaptasi dengan lingkungan, manusia juga akan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI SISTEM AMONG DALAM PENANAMAN KARAKTER DI KELAS IV SD TAMAN MUDA IBU PAWIYATAN

IMPLEMENTASI SISTEM AMONG DALAM PENANAMAN KARAKTER DI KELAS IV SD TAMAN MUDA IBU PAWIYATAN 3.164 Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar Edisi 33 Tahun ke-5 2016 IMPLEMENTASI SISTEM AMONG DALAM PENANAMAN KARAKTER DI KELAS IV SD TAMAN MUDA IBU PAWIYATAN IMPLEMENTATION OF AMONG SYSTEM IN CHARACTER

Lebih terperinci

66. Mata Pelajaran Sejarah untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA)

66. Mata Pelajaran Sejarah untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) 66. Mata Pelajaran Sejarah untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) A. Latar Belakang Sejarah merupakan cabang ilmu pengetahuan yang menelaah tentang asal-usul dan perkembangan serta peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat biasa adalah mahkluk yang lemah, harus di lindungi laki-laki,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat biasa adalah mahkluk yang lemah, harus di lindungi laki-laki, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perempuan adalah mahkluk ciptaan Tuhan yang sederajat dengan laki-laki hanya saja terdapat perbedaan fisik dan kodrat. Sebagai sesama manusia, laki laki dan perempuan

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI pd Silaturahim dg Paskibraka, di Jakarta, tgl.18 Agt 2014 Senin, 18 Agustus 2014

Sambutan Presiden RI pd Silaturahim dg Paskibraka, di Jakarta, tgl.18 Agt 2014 Senin, 18 Agustus 2014 Sambutan Presiden RI pd Silaturahim dg Paskibraka, di Jakarta, tgl.18 Agt 2014 Senin, 18 Agustus 2014 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA SILATURAHIM PRESIDEN RI DENGAN PASKIBRAKA, PASUKAN

Lebih terperinci

Karakter PROSES PEMBENTUKAN. Kompetensi Dasar: Memahami proses pembentukan karakter

Karakter PROSES PEMBENTUKAN. Kompetensi Dasar: Memahami proses pembentukan karakter PROSES PEMBENTUKAN Karakter Afid Burhanuddin Kompetensi Dasar: Memahami proses pembentukan karakter Indikator: Memahami metode pembentukan karakter Menjelaskan tahap pembentukan karakter Memahami pembentukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Bentuk dan Strategi Penelitian Mengacu pada permasalahan yang dirumuskan, maka skripsi yang berjudul Revitalisasi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara Untuk Pendidikan Karakter

Lebih terperinci

Diskusikan secara kelompok, apa akibat apabila Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diubah. Bagaimana sikap kalian terhadap hal ini?

Diskusikan secara kelompok, apa akibat apabila Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diubah. Bagaimana sikap kalian terhadap hal ini? UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disusun dalam masa revolusi namun nilai-nilai yang terkandung dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah nilai-nilai yang luhur universal dan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN SEBAGAI PEMERSATU DAN PEMBENTUK WATAK BANGSA

PENDIDIKAN SEBAGAI PEMERSATU DAN PEMBENTUK WATAK BANGSA PENDIDIKAN SEBAGAI PEMERSATU DAN PEMBENTUK WATAK BANGSA Rina Nurmillah Agustinah, S.Pd Dr. Darsiharjo, M.S (Universitas Pendidikan Indonesia) PENDAHULUAN Sejarah menunjukkan bahwa kemerdekaan Indonesia

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI pada Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2015

SAMBUTAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI pada Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2015 SAMBUTAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI pada Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2015 Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Di hari yang membahagiakan ini, ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha

Lebih terperinci

Aliran Pendidikan di Indonesia

Aliran Pendidikan di Indonesia Aliran Pendidikan di Indonesia Afid Burhanuddin Aliran Pendidikan di Indonesia Taman Siswa; INS Kayutaman; Muhammadiyah; Maarif Afid Burhanuddin, M.Pd. 1 Taman Siswa Taman Siswa Taman Siswa didirikan pada

Lebih terperinci

SAMBUTAN KETUA DPRD KABUPATEN KEBUMEN P A D A MALAM TASYAKURAN HARI ULANG TAHUN PROKLAMASI KE 72 TAHUNREPUBLIK INDONESIA Rabu, 16 Agustus 2017

SAMBUTAN KETUA DPRD KABUPATEN KEBUMEN P A D A MALAM TASYAKURAN HARI ULANG TAHUN PROKLAMASI KE 72 TAHUNREPUBLIK INDONESIA Rabu, 16 Agustus 2017 SAMBUTAN KETUA DPRD KABUPATEN KEBUMEN P A D A MALAM TASYAKURAN HARI ULANG TAHUN PROKLAMASI KE 72 TAHUNREPUBLIK INDONESIA Rabu, 16 Agustus 2017 Assalamu alaikum Wr. Wb. Selamat Malam, Salam Sejahtera bagi

Lebih terperinci

PENDIDIKAN DALAM KELUARGA

PENDIDIKAN DALAM KELUARGA Mata Kuliah Nama Dosen : Landasan Pendidikan : Dr. I Ketut Sudarsana, S.Ag.,M.Pd.H PENDIDIKAN DALAM KELUARGA OLEH PUTU YULIA SHARA DEWI NIM : 15.1.2.5.2.0861 PROGRAM MAGISTER (S2) DHARMA ACARYA PROGRAM

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG GERAKAN PRAMUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG GERAKAN PRAMUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG GERAKAN PRAMUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan kepribadian ditujukan untuk mengembangkan

Lebih terperinci

Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa negara Indonesia adalah negara kepulauan. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki wilayah laut

Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa negara Indonesia adalah negara kepulauan. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki wilayah laut Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa negara Indonesia adalah negara kepulauan. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki wilayah laut bebas di antara pulau-pulau di Indonesia. Laut bebas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keluarga adalah satuan sosial yang paling mendasar, dan terkecil dalam

I. PENDAHULUAN. Keluarga adalah satuan sosial yang paling mendasar, dan terkecil dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga adalah satuan sosial yang paling mendasar, dan terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak (baik yang dilahirkan ataupun diadopsi). Menurut

Lebih terperinci

PERSEPSI MAHASISWA PGSD TERHADAP KONSEP PENDIDIKAN KI HADJAR DEWANTARA

PERSEPSI MAHASISWA PGSD TERHADAP KONSEP PENDIDIKAN KI HADJAR DEWANTARA PERSEPSI MAHASISWA PGSD TERHADAP KONSEP PENDIDIKAN KI HADJAR DEWANTARA oleh Naniek Sulistya Wardani Program Studi S1 PGSD FKIP Universitas Kristen Satya Wacana wardani.naniek@gmail.com HP 0856 2698 547

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan formal, dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional melalui. pasal 4 tentang sistem pendidikan nasional bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan formal, dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional melalui. pasal 4 tentang sistem pendidikan nasional bahwa: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang baik dalam keluarga, masyarakat dan bangsa. Negara Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah program pendidikan dan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah program pendidikan dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah program pendidikan dan pembelajaran yang secara programatik-prosedural berupaya memanusiakan dan membudayakan serta memberdayakan

Lebih terperinci

Negara. Dengan belajar yang rajin dan tekun, merupakan contoh perwujudan rasa bangga sebagai bangsa Indonesia.

Negara. Dengan belajar yang rajin dan tekun, merupakan contoh perwujudan rasa bangga sebagai bangsa Indonesia. Tema 7 Negara Dengan belajar yang rajin dan tekun, merupakan contoh perwujudan rasa bangga sebagai bangsa Indonesia. Kamu Harus Mampu Setelah mempelajari tema ini, kamu akan mampu menampilkan rasa bangga

Lebih terperinci

5. Materi sejarah berguna untuk menanamkan dan mengembangkan sikap bertanggung jawab dalam memelihara keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup.

5. Materi sejarah berguna untuk menanamkan dan mengembangkan sikap bertanggung jawab dalam memelihara keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup. 13. Mata Pelajaran Sejarah Untuk Paket C Program IPS A. Latar Belakang Sejarah merupakan cabang ilmu pengetahuan yang menelaah tentang asal-usul dan perkembangan serta peranan masyarakat di masa lampau

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya,

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan bahwa penghadangan terhadap tentara Jepang di daerah Kubang Garut oleh

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PERINGATAN HARI IBU (PHI) KE-89 TAHUN 2017

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PERINGATAN HARI IBU (PHI) KE-89 TAHUN 2017 PEDOMAN PENYELENGGARAAN PERINGATAN HARI IBU (PHI) KE-89 TAHUN 2017 KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK Jl. Medan Merdeka Barat Nomor 15, Jakarta 10110 Telepon/Faksimile (021) 3805542

Lebih terperinci

PERJUANGAN MELAWAN PENJAJAHAN

PERJUANGAN MELAWAN PENJAJAHAN PERJUANGAN MELAWAN PENJAJAHAN Saya siswa kelas 5A Siap Belajar dengan Tenang dan Tertib dan Antusias Pada abad ke-16 berlayarlah bangsa-bangsa Eropa ke wilayah Timur. Diantaranya adalah Portugis, Spanyol,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karakter yang diimplementasikan dalam institusi pendidikan, diharapkan dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karakter yang diimplementasikan dalam institusi pendidikan, diharapkan dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah dan rakyat Indonesia dewasa ini tengah gencar-gencarnya mengimplementasikan pendidikan karakter di institusi pendidikan. Pendidikan karakter yang diimplementasikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pendidikan formal dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal

I. PENDAHULUAN. pendidikan formal dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan dan sangat menentukan bagi perkembangan serta kualitas diri individu dimasa

Lebih terperinci

SOAL CPNS PANCASILA. Petunjuk! Pilihlah jawaban yang paling tepat!

SOAL CPNS PANCASILA.  Petunjuk! Pilihlah jawaban yang paling tepat! Petunjuk! Pilihlah jawaban yang paling tepat! SOAL CPNS PANCASILA 1. Toleransi dalam kehidupan antar umat beragama berarti. a. Persebaran agama dapat dilakukan kepada siapa saja dan dimana saja b. Setiap

Lebih terperinci

BAB II KONSEP PENDIDIKAN HUMANISTIK KI HADJAR DEWANTARA

BAB II KONSEP PENDIDIKAN HUMANISTIK KI HADJAR DEWANTARA BAB II KONSEP PENDIDIKAN HUMANISTIK KI HADJAR DEWANTARA Humanisme adalah sebuah kata yang mengandung sejarah sangat kompleks dan mencakup kemungkinan konteks serta makna yang luas. Berbagai konotasinya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945. PEMBUKAAN ( P r e a m b u l e )

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945. PEMBUKAAN ( P r e a m b u l e ) UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 PEMBUKAAN ( P r e a m b u l e ) Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus

Lebih terperinci