HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG RESUSITASI JANTUNG PARU DENGAN SELF EFFICACY PERAWAT DI RSUD WONOGIRI SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG RESUSITASI JANTUNG PARU DENGAN SELF EFFICACY PERAWAT DI RSUD WONOGIRI SKRIPSI"

Transkripsi

1 HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG RESUSITASI JANTUNG PARU DENGAN SELF EFFICACY PERAWAT DI RSUD WONOGIRI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan Oleh : Edi Waloyo ST PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016

2 ii

3 iii

4 KATA PENGANTAR Puji Syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat, hidayah serta karunianya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Hubungan Pengetahuan Tentang Resusitasi Jantung Paru Dengan Self Efficacy Perawat di RSUD Wonogiri. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapat bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Penulis menyadari tanpa adanya bimbingan dan dukungan maka kurang sempurna penyelesaian skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Wahyu Rima Agustin, S.Kep.,Ns., M.Kep., selaku Ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta. 2. Ns. Atiek Nurhayati M.Kep., selaku Kepala Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan banyak masukan dan bimbingan serta arahan dalam penyusunan skripsi ini. 3. bc. Yeti Nurhayati, M.Kes., selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan banyak masukan, bimbingan serta arahan dalam penyusunan skripsi ini. 4. Ns. Anissa Cindy Nurul Afni, M.Kep., selaku Pembimbing Pendamping yang telah memberikan banyak masukan, bimbingan serta arahan dalam penyusunan skripsi ini. 5. Direktur RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri, yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian. 6. Responden yang telah berpartisipasi dan bersedia untuk diadikan subjek penelitian. 7. Seluruh staf pengajar dan akademik Prodi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah membantu penulis. 8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu dalam penyusunan skripsi ini. iv

5 Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak terlepas dari kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik, saran dan masukan dari berbagai pihak. Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat. Surakarta, Desember 2015 Penulis v

6 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... SURAT PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ABSTRAK... ABSTRACT... i ii iii iv vi ix x xi xii xiii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Teori Pengetahuan Resusitasi Jantung Paru (RJP) Self Efficacy vi

7 Perawat Keaslian Penelitian Kerangka Teori Kerangka Konsep Hipotesis BAB III METODE PENELITIAN Jenis dan Rancangan Penelitian Populasi dan Sampel Tempat dan Waktu Penelitian Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data Alur Penelitian Uji Validitas dan Reliabilitas Teknik Pengolahan dan Analisa Data Etika Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN Analisis Univariat Analisis Bivariat BAB V PEMBAHASAN Karakteristik Responden Pengetahuan Perawat Tentang Resusitasi Jantung Paru di RSUD Wonogiri Self Efficacy Perawat di RSUD Wonogiri vii

8 5.4.Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Resusitasi Jantung Paru dengan Self Efficacy Perawat di RSUD Wonogiri BAB VI PENUTUP Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN viii

9 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Kategorisasi Self Efficacy Tabel 2.2 Keaslian Penelitian Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel Tabel 3.2 Kategorisasi Self Efficacy Tabel 3.3 Kisi-kisi Pertanyaan Pengetahuan Perawat Tentang Resusitasi Jantung Paru Tabel 3.4 Kisi-kisi Pertanyaan Self Efficacy Perawat Dalam Melaksanakan Tindakan Resusitasi Jantung Paru Tabel 3.5 Kekuatan Koefisien Korelasi Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Tabel 4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Bekerja Tabel 4.5 Tingkat Pengetahuan Perawat Tabel 4.6 Self Efficacy Perawat Tabel 4.7 Hasil Pengujian Rank Spearman ix

10 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Pemeriksaan Kesadaran Korban Gambar 2.2 Posisi Penolong Pijat Jantung Gambar 2.3 Head-tilt, chin-lift Maneuver Gambar 2.4 Jaw-thrust Maneuver Gambar 2.5 Look, Listen, and Feel Gambar 2.6 Ventilasi Buatan Mulut ke Mulut Gambar 2.7 Recovery Position Gambar 2.8 Kerangka Teori Gambar 2.9 Kerangka Konsep x

11 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Lampiran 9 Lampiran 10 Lampiran 11 Lampiran 12 Pernyataan Pengajuan Judul Skripsi Surat Ijin Studi Pendahuluan Surat Ijin Penelitian Surat Ijin Validitas Permohonan Studi Pendahuluan Lembar Konsultasi Permohonan Menjadi Responden Penelitian Lembar Persetujuan Responden Kuesioner Data Penelitian Hasil Penelitian Jadwal Penelitian xi

12 PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016 Edi Waloyo Hubungan Pengetahuan Tentang Resusitasi Jantung Paru Dengan Self Efficacy Perawat di RSUD Wonogiri Abstrak Cardiac arrest atau henti jantung merupakan suatu kondisi dimana kerja jantung tiba-tiba terhenti akibatnya kerja jantung untuk memompa darah tidak berfungsi yang kemudian menyebabkan pasokan oksigen yang dibutuhkan oleh organ-organ vital dalam tubuh tidak terpenuhi. Apabila hal tersebut terjadi lebih dari 4 menit maka dapat mengakibatkan terjadinya kematian pada sel-sel otak dan dapat menyebabkan kematian pada seluruh organ vital tubuh hanya dalam waktu 10 menit (AHA, 2010). Rancangan penelitian descriptif corelational dengan pendekatan cross sectional. Teknik sampling Proporsionate Random Sampling. Sampel penelitian sebanyak 72 perawat. Variabel yang diamati pengetahuan tentang resusitasi jantung paru dengan self efficacy perawat di RSUD Wonogiri. Penelitian menggunakan uji statistik Rank Spearman. Terdapat hubungan yang rendah dan positif antara pengetahuan tentang resusitasi jantung paru dengan self efficacy perawat di RSUD Wonogiri dengan nilai korelasi Rank Spearman sebesar 0,260 (p= 0,027 < 0,05) (signifikansi 5%). Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi pengetahuan tentang resusitasi jantung paru dapat meningkatkan self efficacy perawat di RSUD Wonogiri. Rekomendasi penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi perawat di RSUD Wonogiri untuk pelaksanaan tindakan resusitasi pada situasi kritis dibutuhkan self efficacy yang tinggi, maka dari itu pengetahuan dan kepercayaan diri tentang resusitasi didapat melalui pendidikan, pelatihan atau pengalaman selama bekerja. Kata Kunci : Pengetahuan, Resusitasi Jantung Paru, Self Efficacy, Perawat Daftar pustaka : 48 ( ) xii

13 BACHELOR OF NURSING PROGRAM SCHOOL OF HEALTH SCIENCES OF KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016 Edi Waloyo The Correlation between Knowledge on Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) and Self-Efficacy of Nurses in Wonogiri Regional Public Hospital Abstract Cardiac arrest is a condition of sudden stop in heart function which triggers the heart to stop pumping blood, and then this leads to the insatiable oxygen intake needed by vital organs. When this condition lasts for more than 4 minutes, it leads to death of brain cells and all vital organs within 10 minutes (AHA, 2010). This is a correlational descriptive research with cross sectional approach. Proportionate random sampling technique was applied. The samples were 72 nurses. The variables observed comprise knowledge on cardiopulmonary resuscitation and self-efficacy of nurses in Wonogiri Regional Public Hospital. This research employed Rank Spearman statistical test. There is a low and positive correlation between cardiopulmonary resuscitation and self-efficacy of nurses in Wonogiri Regional Public Hospital with the Spearman s rank correlation value of (p= < 0.05) and significance = 5%. It indicates that higher knowledge on cardiopulmonary resuscitation is more potential to improve the self-efficacy of nurses in Wonogiri Regional Public Hospital. The research result is expected to be one of considerations for nurses in Wonogiri Regional Public Hospital that self-efficacy is required to perform resuscitation in critical situation, and hence, knowledge and self-confidence on resuscitation are obtained through education, training or experience during working. Keywords : knowledge, cardiopulmonary resuscitation, self-efficacy, nurses Bibliography : 48 ( ) xiii

14 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian nomor satu, yakni penyebab 39% dari seluruh kematian di dunia (Depkes RI, 2012), dimana 60% diantaranya adalah penyakit jantung iskemik (WHO, 2011). Cardiac arrest atau henti jantung merupakan suatu kondisi dimana kerja jantung tiba-tiba terhenti akibatnya kerja jantung untuk memompa darah tidak berfungsi yang kemudian menyebabkan pasokan oksigen yang dibutuhkan oleh organ-organ vital dalam tubuh tidak terpenuhi. Apabila hal tersebut terjadi lebih dari 4 menit maka dapat mengakibatkan terjadinya kematian pada sel-sel otak dan dapat menyebabkan kematian pada seluruh organ vital tubuh hanya dalam waktu 10 menit (AHA, 2010). Resusitasi merupakan segala bentuk usaha medis yang dilakukan terhadap mereka yang berada dalam keadaan gawat atau kritis untuk mencegah kematian. Resusitasi merupakan segala usaha untuk mengembalikan fungsi sistem pernafasan, peredaran darah dan saraf yang terhenti atau terganggu sedemikian rupa sehingga fungsinya dapat berhenti sewaktu-waktu, agar kembali menjadi normal seperti semula (Sudarwanto, 2002) dalam (Cristian, 2013). Berhasil atau tidaknya resusitasi jantung paru tergantung pada cepat dan tepatnya tindakan dan teknik pelaksanaan. Pada beberapa keadaan, tindakan resusitasi tidak dianjurkan (tidak efektif) antara 1

15 2 lain bila henti jantung (cardiac arrest) telah berlangsung lebih dari 5 menit karena biasanya kerusakan otak permanen telah terjadi. Permasalahan yang sering dihadapi oleh perawat adalah cara menangani kegawatan pulmonal serta kegawatan kardiovaskuler lewat resusitasi jantung paru dengan tindakan dan teknik pelaksanaan yang tepat (Soerianata, 1998) dalam (Cristian, 2013). Pengetahuan perawat tentang resusitasi merupakan modal yang sangat penting untuk pelaksanaan tindakan resusitasi pada situasi kritis. Pengetahuan ini menentukan keberhasilan tindakan resusitasi. Pengetahuan tentang resusitasi didapat melalui pendidikan, pelatihan atau pengalaman selama bekerja. Teori kognitif sosial (Social cognitive theory) oleh Bandura menyatakan bahwa self efficacy adalah keyakinan dan kepercayaan diri individu untuk mampu mengkoordinasi dan melakukan sesuatu yang dibutuhkan dalam suatu tindakan atau pekerjaan terhadap peristiwa dan lingkungan mereka sendiri (Feist & Feist, 2008). Pikiran individu terhadap self efficacy menentukan seberapa besar usaha yang akan dicurahkan dan seberapa lama individu akan tetap bertahan dalam menghadapi hambatan atau pengalaman yang tidak menyenangkan. Individu dengan self efficacy yang tinggi, akan mendorongnya untuk giat dan gigih melakukan upayanya. Sebaliknya individu dengan self efficacy yang rendah, akan diliputi perasaan keragu-raguan akan kemampuannya. Jika individu tersebut dihadapkan pada kesulitan, maka akan memperlambat dan

16 3 melonggarkan upayanya, bahkan dapat menyerah (Pajares, 2002) dalam (Sartika, 2012). Berdasarkan data di RSUD Wonogiri terdapat kunjungan pasien gawat darurat dengan gangguan sistem kardiovaskuler sebesar 624 pasien pada tahun 2013 dan 656 pasien pada tahun 2014 dengan persentasi sebesar 37% dari total kunjungan pasien di RSUD Wonogiri (Data Rekam Medik RSUD Wonogiri, 2014). Dengan adanya peningkatan kasus gawat darurat setiap tahunnya termasuk kegawatdaruratan sistem kardiovaskuler dan tuntutan masyarakat akan mutu layanan maka pelayanan gawat darurat oleh perawat sebagai pelaksana pelayanan kesehatan dalam penanganan kegawat daruratan ini sangat penting untuk ditingkatkan dimana tujuan utama pada pertolongan emergency adalah untuk memberikan asuhan yang akan menguntungkan pasien tersebut sebelum mereka menerima perawatan definitif. Dari uraian tersebut peneliti merasa tertarik untuk mengetahui lebih lanjut penelitian saat ini dengan judul Hubungan Pengetahuan Tentang Resusitasi Jantung Paru dengan Self Efficacy Perawat di RSUD Wonogiri. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan data yang telah diuraikan pada latar belakang di atas, maka perumusan masalahnya adalah Apakah ada hubungan pengetahuan tentang resusitasi jantung paru dengan self efficacy perawat di RSUD Wonogiri?.

17 4 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang resusitasi jantung paru dengan self efficacy perawat di RSUD Wonogiri Tujuan Khusus 1. Mengetahui karakteristik responden. 2. Mendiskripsikan pengetahuan perawat tentang resusitasi jantung paru di RSUD Wonogiri. 3. Mendiskripsikan self efficacy perawat dalam melaksanakan tindakan resusitasi jantung paru di RSUD Wonogiri. 4. Menganalisa hubungan pengetahuan tentang resusitasi jantung paru dengan self efficacy perawat di RSUD Wonogiri. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Rumah Sakit Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan informasi dan bahan pertimbangan kepada pihak rumah sakit guna merencanakan dan menyelenggarakan suatu pelatihan yang tepat bagi perawat di jajarannya, yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dan derajat kesehatan masyarakat pada umumnya dan meningkatkan penanganan pada pasien gawat darurat pada khususnya.

18 5 2. Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah pustaka dan pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang resusitasi jantung paru dengan self efficacy perawat. 3. Bagi Peneliti Lain Memberikan bahan kajian dan acuan bagi peneliti berikutnya dalam melaksanakan penelitian sejenis yang lebih kompleks. 4. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang resusitasi jantung paru dengan self efficacy perawat.

19 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan (Knowledge) merupakan domain yang sangat penting untuk dikuasai, karena dengan mengetahui sesuatu kita dapat melaksanakan dan menjadikan pedoman untuk tindakan selanjutnya (Sastroasmoro, 2008). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan sesesorang (Wawan & Dewi, 2011). 2. Tingkat Pengetahuan Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkatan yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan (Notoatmodjo, 2010): a. Tahu (know) Tahu diartikan hanya sebagai recall (mengingat) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan, dan sebagainya. 6

20 7 b. Memahami (comprehension) Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut. c. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan apabila seseorang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang telah diketahui tersebut pada situasi yang lain. d. Analisis (analysis) Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan memisahkan, dan mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang telah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan, atau mengelompokan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. e. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan

21 8 yang dimiliki. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasiformulasi yang telah ada. f. Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri. 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Menurut Mubarak (2007) ada tujuh faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu: a. Pendidikan Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain terhadap suatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya, jika seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan informasi dan nilai-nilai baru diperkenalkan.

22 9 b. Pekerjaan Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung. c. Umur Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek psikis dan psikologis (mental). Pertumbuhan fisik secara garis besar ada empat kategori perubahan, yaitu perubahan ukuran, perubahan proporsi, hilangnya ciri-ciri lama dan timbulnya ciri-ciri baru. Ini terjadi akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis dan mental taraf berfikir seseorang semakin matang dan dewasa. d. Minat Sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dab menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih dalam. e. Pengalaman Adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman yang baik seseorang akan berusaha untuk melupakan, namun jika pengalaman terhadap objek tersebut

23 10 menyenangkan maka secara psikologis akan timbul kesan yang membekas dalam emosi sehingga menimbulkan sikap positif. f. Kebudayaan Kebudayaan lingkungan sekitar, apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan. g. Informasi Kemudahan memperoleh informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru. 4. Pengukuran Tingkat Pengetahuan Menurut Arikunto (2006), untuk mengukur tingkat pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari objek penelitian atau responden. Penilaian-penilaian didasarkan pada suatu kriteria yang di tentukan sendiri atau menggunakan kriteriakriteria yang telah ada. Menurut Nursalam (2008), kriteria pengetahuan dibagi dalam 3 kategori, yaitu: a. Baik : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 76% - 100% dari seluruh petanyaan.

24 11 b. Cukup : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 56% - 75% dari seluruh pertanyaan. c. Kurang : Bila subyek mampu menjawab dengan benar < 56% dari seluruh pertanyaan Resusitasi Jantung Paru (RJP) 1. Pengertian Resusitasi Jantung-Paru (RJP) adalah suatu cara untuk memfungsikan kembali jantung dan paru (Krisanty, 2009). Cardio Pulmonary Resusitation (CPR) adalah suatu teknik bantuan hidup dasar yang bertujuan untuk memberikan oksigen ke otak dan jantung sampai ke kondisi layak, dan mengembalikan fungsi jantung dan pernafasan ke kondisi normal (Nettina, 2006). Ketika jantung seseorang berhenti berdenyut, maka dia memerlukan tindakan CPR segera. CPR adalah suatu tindakan untuk memberikan oksigen ke paru-paru dan mengalirkan darah ke jantung dan otak dengan cara kompresi dada. Pemberian CPR hampir sama antara bayi (0-1 tahun), anak (1-8 tahun), dan dewasa (8 tahun/lebih), hanya dengan sedikit variasi (Thygerson, 2006). Sebelum pelaksanaan prosedur, nilai kondisi pasien secara berturut-turut: pastikan pasien tidak sadar, pastikan tidak bernafas, pastikan nadi tidak berdenyut, dan interaksi yang konstan dengan pasien (Krisanty, 2009).

25 12 2. Tindakan a. Periksa Respon dan Layanan Kedaruratan Medis Berteriak di dekat kuping pemeriksaan kesadaran dilakukan untuk menentukan pasien sadar atau tidak dengan cara memanggil, menepuk bahu atau wajah korban. Jika pasien sadar, biarkan pasien dengan posisi yang membuatnya merasa nyaman, dan bila perlu lakukan kembali penilaian kesadaran setelah beberapa menit. Jika pasien tidak sadar segera meminta bantuan dengan cara berteriak TOLONG! atau dengan menggunakan alat komunikasi dan beritahukan dimana posisi anda (penolong) (ERC Guidelines, 2010). Gambar 2.1 Pemeriksaan Kesadaran Korban (Sumber: European Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation, 2010) b. Sirkulasi (Circulation Support) Merupakan suatu tindakan resusitasi jantung dalam usaha mempertahankan sirkulasi darah dengan cara memijat

26 13 jantung, sehingga kemampuan hidup sel-sel saraf otak dalam batas minimal dapat dipertahankan (Alkatri, 2007). Dilakukan dengan menilai adanya pulsasi arteri karotis. Penilaian ini maksimal dilakukan selama 5 detik. Bila tidak ditemukan nadi maka dilakukan kompresi jantung yang efektif, yaitu kompresi dengan kecepatan 100 kali per menit, kedalaman 4-5 cm, memberikan kesempatan jantung mengembang (pengisian ventrikel), waktu kompresi dan relaksasi sama, minimalkan waktu terputusnya kompresi dada. Rasio kompresi dan ventilasi 30:2 (Mansjoer, 2009). Untuk menghasilkan kompresi dada yang efektif, lakukan penekanan yang keras dan cepat. Kecepatan yang digunakan adalah paling sedikit 100x/menit dengan kedalaman 2 inci atau 5 cm dan harus dibiarkan dada recoil secara sempurna setelah kompresi dada untuk menghasilkan pengisian jantung secara lengkap sebelum kompresi berikutnya. Penolong juga harus meminimalkan interupsi terhadap kompresi dada untuk memaksimalkan jumlah kompresi yang diberikan permenitnya (Pusponegoro et al, 2012).

27 14 Gambar 2.2 Posisi Penolong Pijat Jantung (Sumber: European Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation, 2010) Periksa keberhasilan tindakan resusitasi jantung paru dengan memeriksa denyut nadi arteri karotis dan pupil secara berkala. Bila pupil dalam keadaan konstriksi dengan reflex cahaya positif, menandakan oksigenasi aliran darah otak cukup. Bila sebaliknya yang terjadi, merupakan tanda kerusakan otak berat dan resusitasi dianggap kurang berhasil (Alkatiri, 2007). Hentikan usaha RJP jika terjadi hal-hal berikut (Alkatiri, 2007): 1) Korban sadar kembali (dapat bernapas dan denyut nadi teraba kembali). 2) Digantikan oleh penolong terlatih lain atau layanan kedaruratan medis. 3) Penolong kehabisan tenaga untukmelanjutkan RJP.

28 15 4) Keadaan menjadi tidak aman. c. Pembebasan Jalan Napas (Airway Support) Gangguan airway dapat timbul secara mendadak dan total, perlahan-lahan dan sebagian, dan progresif dan/atau berulang. Tindakan-tindakan yang digunakan untuk membuka airway dapat menyebabkan atau memperburuk cedera spinal. Oleh karena itu, selama mengerjakan prosedur-prosedur ini harus dilakukan immobilisasi segaris (in-line immobilization) dan pasien/korban harus diletakkan di atas alas/permukaan yang rata dan keras (IKABI, 2004). Teknik-teknik mempertahankan jalan napas (airway): 1) Tindakan kepala tengadah (head tilt) Tindakan ini dilakukan jika tidak ada trauma pada leher. Satu tangan penolong mendorong dahi kebawah supaya kepala tengadah (Latief, 2009). 2) Tindakan dagu diangkat (chin lift) Jari-jemari satu tangan diletakkan dibawah rahang, yang kemudian secara hati-hati diangkat keatas untuk membawa dagu ke arah depan. Ibu jari dapat juga diletakkan di belakang gigi seri (incisor) bawah dan secara bersamaan dagu dengan hati-hati diangkat. Maneuver chin lift tidak boleh menyebabkan hiperekstensi leher (IKABI, 2004).

29 16 Gambar 2.3 Head-tilt, chin-lift Maneuver (Sumber: European Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation, 2010) 3) Tindakan mendorong rahang bawah (jaw-thrust) Pada pasien dengan trauma leher, rahang bawah diangkat didorong kedepan pada sendinya tanpa menggerakkan kepala-leher (Latief, 2009). Gambar 2.4 Jaw-thrust Maneuver (Sumber: European Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation, 2010) d. Bantuan Napas dan Ventilasi (Breathing Support) Oksigen sangat penting bagi kehidupan. Pada keadaan normal, oksigen diperoleh dengan bernafas dan diedarkan dalam aliran darah ke seluruh tubuh (Smith, 2007). Breathing

30 17 support merupakan usaha ventilasi buatan dan oksigenasi dengan inflasi tekanan positif secara intermitten dengan menggunakan udara ekshalasi dari mulut ke mulut, mulut ke hidung, atau dari mulut ke alat (S-tube masker atau bag valve mask) (Alkatri, 2007). Breathing support terdiri dari 2 tahap: 1) Penilaian Pernapasan Menilai pernapasan dengan memantau atau observasi dinding dada pasien dengan cara melihat (look) naik dan turunnya dinding dada, mendengar (listen) udara yang keluar saat ekshalasi, dan merasakan (feel) aliran udara yang menghembus di pipi penolong (Mansjoer, 2009). Gambar 2.5 Look, Listen, and Feel (Sumber: European Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation, 2010) 2) Memberikan bantuan napas Bantuan napas dapat dilakukan melalui mulut ke mulut (mouth-to-mouth), mulut ke hidung (mouth-to-nose), mulut

31 18 ke stoma trakeostomi atau mulut ke mulut via sungkup (Latief, 2009). a) Pada bantuan napas mulut-ke-mulut (mouth-to-mouth) jika tanpa alat, maka penolong menarik napas dalam, kemudian bibir penolong ditempelkan ke bibir pasien yang terbuka dengan erat supaya tidak bocor dan udara ekspirasi dihembuskan ke mulut pasien sambil menutup kedua lubang hidung pasien dengan cara memencetnya. Gambar 2.6 Ventilasi Buatan Mulut ke Mulut (Sumber: European Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation, 2010) b) Pada bantuan napas mulut-ke-hidung (mouth-to-nose), maka udara ekpsirasi penolong dhembuskan kehidung pasien sambil menutup mulut pasien. Tindakan ini dilakukan kalau mulut pasien sulit dibuka (trismus) atau pada trauma maksilo-fasial.

32 19 c) Pada bantuan napas mulut-ke-sungkup pada dasarnya sama dengan mulut-ke-mulut. Bantuan napas dapat pula dilakukan dari mulut-ke-stoma atau lubang trakeostomi pada pasien pasca bedah laringektomi. Frekuensi dan besar hembusan sesuai dengan usia pasien apakah korban bayi, anak atau dewasa. Pada pasien dewasa, hembusan sebanyak kali per menit dengan tenggang waktu antaranya kira-kira 2 detik. Hembusan penolong dapat menghasilkan volum tidal antara ml (Latief, 2009). e. Posisi Pemulihan (Recovery Position) Recovery position dilakukan setelah pasien ROSC (Return of Spontaneous Circulation). Urutan tindakan recovery position meliputi: 1) Tangan pasien yang berada pada sisi penolong diluruskan ke atas. 2) Tangan lainnya disilangkan di leher pasien dengan telapak tangan pada pipi pasien. 3) Kaki pada sisi yang berlawanan dengan penolong ditekuk dan ditarik ke arah penolong, sekaligus memiringkan tubuh korban ke arah penolong.

33 20 Dengan posisi ini jalan napas diharapkan dapat tetap bebas (secure airway) dan mencegah aspirasi jika terjadi muntah. Selanjutnya, lakukan pemeriksasn pernapasan secara berkala (Resuscitation Council UK, 2010). Gambar 2.7 Recovery Position (Sumber: European Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation, 2010) 3. Indikasi Bantuan Hidup Dasar Tindakan RJP sangat penting terutama pada pasien dengan cardiac arrest karena fibrilasi ventrikel yang terjadi di luar rumah sakit, pasien di rumah sakit dengan fibrilasi ventrikel primer dan penyakit jantung iskemi, pasien dengan hipotermi, overdosis, obstruksi jalan napas atau primary respiratory arrest (Alkatiri, 2007). Pada beberapa keadaan, tindakan resusitasi tidak dianjurkan (tidak efektif), antara lain: bila henti jantung (arrest) telah berlangsung lebih dari 5 menit (oleh karena biasanya kerusakan otak permanen telah terjadi pada saat ini), pada keganasan stadium lanjut, payah jantung refrakter, edema paruparu refrakter, syok yang mendahului arrest, kelainan neurologic yang berat, serta pada penyakit ginjal, hati dan paru yang lanjut (Alkatiri, 2007).

34 Self Efficacy 1. Pengertian Self efficacy merupakan keyakinan individu bahwa mereka memiliki kemampuan dalam mengadakan kontrol terhadap pekerjaan mereka, terhadap peristiwa lingkungan mereka sendiri (Feist & Feist, 2008). Definisi lain self efficacy adalah sebagai keyakinan seseorang tentang kemampuannya untuk mengorganisasikan dan melaksanakan tindakan apa saja yang dibutuhkan untuk mencapai kinerja yang diinginkan (Pajares & Urdan, 2006). Self efficacy berkombinasi dengan lingkungan, perilaku sebelumnya, dan variabel kepribadian lainnya, khususnya ekspektasi terhadap hasil (expectancy outcomes) untuk dapat menghasilkan perilaku tertentu. Selain berbeda dengan expectancy outcomes, selft efficacy juga berbeda dengan konsep lain (Pajares & Urdan, 2006). 2. Fungsi Self Efficacy Bandura menyatakan bahwa self efficacy akan berkombinasi dengan lingkungan yang responsif dan tidak responsif untuk dapat menghasilkan empat variabel yang paling dapat diprediksi yaitu: a) bila self efficacy yang dimilki seorang individu tinggi dan lingkungan responsif, maka hasil yang dapat diperkirakan adalah kesuksesan, b) bila self efficacy yang dimiliki seorang individu rendah dan lingkungan responsif, maka individu

35 22 tersebut dapat menjadi depresi saat mereka mengamati orang lain, yang berhasil menyelesaikan tugas yang menurutnya sulit, c) bila self efficacy yang dimiliki seorang individu tinggi dan situasi lingkungan yang tidak responsif, maka individu tersebut biasanya akan berusaha keras mengubah lingkungan, d) bila self efficacy yang dimiliki seorang individu rendah berkombinasi dengan lingkungan yang tidak responsif, maka individu tersebut akan merasa apati, mudah menyerah dan merasa tidak berdaya (Feist & Feist, 2008). 3. Dimensi Self Efficacy Bandura menyatakan bahwa ada 3 (tiga) dimensi self efficacy. Dimensidimensi tersebut yaitu magnitude, strength dan generally (Pajares & Urdan, 2006). a. Magnitude merupakan dimensi self efficacy yang mengacu pada tingkat kesulitan tugas yang diyakini seseorang dapat diselesaikannya. Individu dengan magnitude self efficacy yang tinggi, akan mampu menyelesaikan tugas yang sulit. Sedangkan individu dengan magnitude self efficacy yang rendah akan menilai dirinya hanya mampu melaksanakan perilaku yang mudah dan sederhana generally (Pajares & Urdan, 2006). b. Strength self efficacy yang tinggi akan tetap bertahan menghadapi hambatan dan masalah. Sedangkan individu

36 23 dengan strength self efficacy yang rendah akan lebih mudah frustasi ketika menghadapi hambatan atau masalah dalam menyelesaikan tugasnya generally (Pajares & Urdan, 2006). c. Generally merupakan dimensi self efficacy yang mengacu pada tingkat kesempurnaan self efficacy dalam situasi tertentu. Beberapa individu mampu beradaptasi dengan berbagai kondisi. Namun ada juga individu yang percaya bahwa mereka hanya mampu menghasilkan beberapa perilaku tertentu dalam keadaan tertentu saja generally (Pajares & Urdan, 2006). 4. Kategorisasi Self Efficacy Kategorisasi self efficacy dibagi menjadi tiga, yaitu tinggi, sedang dan rendah. Adapun rumusnya adalah sebagai berikut (Pinasti W, 2011): Tabel 2.1 Kategorisasi Self Efficacy Kategori Rumus Tinggi X>M+1SD Sedang M-1SD X M+1SD Rendah X<M-1SD (Pinasti W, 2011) Ketrangan: X M SD : Skor total masing-masing individu : Mean dari self efficacy : Standar deviasi self efficacy

37 Perawat 1. Pengertian Perawat adalah suatu profesi yang mempunyai fungsi autonomi yang didefinisikan sebagai fungsi profesional keperawatan. Fungsi profesional yaitu membantu mengenali dan menemukan kebutuhan pasien yang bersifat segera. Itu merupakan tanggung jawab perawat untuk mengetahui kebutuhan pasien dan membantu memenuhinya. Dalam teorinya tentang disiplin proses keperawatan mengandung elemen dasar, yaitu perilaku pasien, reaksi perawat dan tindakan perawatan yang dirancang untuk kebaikan pasien (Suwignyo, 2007) Keperawatan adalah bentuk pelayanan profesional berupa pemenuhan kebutuhan dasar yang diberikan kepada individu yang sehat maupun sakit yang mengalami gangguan fisik, psikis, dan sosial agar dapat mencapai derajat kesehatan yang optimal. Bentuk pemenuhan kebutuhan dasar dapat berupa meningkatkan kemampuan yang ada pada individu, mencegah, memperbaiki, dan melakukan rehabilitasi dari suatu keadaan yang dipersepsikan sakit oleh individu (Nursalam, 2008). 2. Peran dan Fungsi Perawat Peran perawat menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989 dalam Hidayat (2007) terdiri dari:

38 25 a. Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar dapat direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya. Pemberian asuhan keperawatan ini dilakukan dari yang sederhana sampai dengan kompleks. b. Peran sebagai advokat Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberian pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien, juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya. Hak atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian. c. Peran edukator

39 26 Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien sesudah dilakukan pendidikan kesehatan. d. Peran koordinator Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan klien. e. Peran kolaborator Peran perawat disini dilakukan kerana perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya. f. Peran konsultan Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien terhadap informais tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.

40 27 g. Peran pembaharu Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan. Fungsi perawat di dalam melakukan pengkajian pada individu yang sehat maupun sakit dimana segala aktifitas yang dilakukan dengan berbagai cara untuk mengendalikan kepribadian pasien secepat mungkin dalam bentuk proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian, identifikasi masalah (diagnosa keperawatan), perencanaan dan evaluasi (Gillies, 1989 dalam Hidayat, 2007). Perawat dalam melaksanakan praktek keperawatan berwenang untuk: melaksakan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, penetapan diagnose keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan keperawatan dan evaluasi keperawatan. Tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud adalah: Intervensi keperawatan. observasi keperawatan, pendidikan dan konseling kesehatan. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud harus sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh organisasi profesi. Pelayanan tindakan medik hanya dapat dilakukan berdasarkan permintaan tertulis dari dokter. Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud perawat berkewajiban harus: menghormati hak pasien, merujuk kasus yang

41 28 tidak dapat ditangani, menyimpan rahasia sesuai dangan peraturan perundang-undangan yang berlaku, memberikan informasi, meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan, melakukan catatan perawatan dengan baik. Perawat dalam melakukan praktik keperawatan harus sesuai dengan kewenangan yang diberikan, berdasarkan pendidikan dan pengalaman serta dalam memberikan pelayanan berkewajiban mematuhi standar profesi (Depkes RI, 2003). Pengkajian keperawatan merupakan salah satu komponen dari proses keperawatan yaitu suatu usaha yang dilakukan oleh perawat dalam menggali permasalahan dari klien meliputi pengumpulan data tentang status kesehatan seseorang klien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan (Muttaqin, 2010). 2.2 Keaslian Penelitian Sepengetahuan penulis penelitian tentang hubungan pengetahuan tentang resusitasi jantung paru dengan self efficacy perawat di RSUD Wonogiri belum pernah diteliti, namum penelitian lain yang membahas tentang resusitasi jantung paru dan self efficacy perawat adalah:

42 29 Nama No Peneliti 1. Sartika Dewi (2012) 2. Cristian L, dkk (2013) Tabel 2.2 Keaslian Penelitian Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian Self Efficacy Perawat Dalam Penggunaan Sistem Informasi Keperawatan di RSIA Bunda Jakarta: Studi Fenomenologi Pengetahuan Perawat Tentang Kegawatan Nafas dan Tindakan Resusitasi Jantung Paru pada Pasien yang Mengalami Kegawatan Pernafasan di Ruang ICU dan UGD RSUD Kolonodale Propinsi Sulawesi Tengah. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam kepada sepuluh perawat yang memiliki kepercayaan diri menggunakan SIMKEP dan dianalisis dengan metode Colaizzi. Jenis penelitian deskriptif, pengumpulan data dilakukan menggunakan kuisioner dan dianalisis menggunakan komputer program Microsoft excel dan SPSS. Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat. Waktu munculnya kepercayaan diri menggunakan SIMKEP, bentuk kendala dari rekan kerja, hal-hal yang dilakukan dalam menghadapi kendala serta harapan tentang reward dapat meningkatkan self efficacy perawat dalam menggunakan SIMKEP. Pengetahuan perawat tentang kegawatan nafas 18 orang (60%) memiliki pengetahuan yang baik dan 12 orang (40%) memiliki pengetahuan yang kurang. Pengetahuan perawat tentang tindakan resusitasi jantung paru, 15 orang (50%) memiliki pengetahuan yang baik dan 15 orang (50%) memiliki pengetahuan kurang baik. 3. Fathoni A, dkk (2014) Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Basic Life Support (BLS) dengan Perilaku Perawat dalam Pelaksanaan Primary Survey di RSUD dr. Soediran mangun Sumarso Kabupaten Jenis penelitian kuantitatif dengan rancangan deskriptif correlational. Tingkat pengetahuan perawat 75% dikategorikan baik dan 25% dikategorikan cukup. Perilaku perawat dalam pelaksanaan primary survey 80% dikategorikan terampil dan 20% dikategorikan kurang

43 30 Wonogiri. terampil. Tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan perawat tentang Basic Life Support (BLS) dengan perilaku perawat dalam pelaksanaan Primary Survey (p=0,053>0,05). 2.3 Kerangka Teori Faktor-faktor yang mempengaruhi: 1. Pendidikan 2. Pelatihan 3. Pengalaman Dimensi efficacy: 1. Magnitude 2. Strength 3. Generally self Pengetahuan Tentang Resusitasi Jantung Paru Self Efficacy Perawat Tindakan Resusitasi Jantung Paru (RJP): 1. Periksa Respon dan Layanan Kedaruratan Medis 2. Pembebasan Jalan Napas (Airway Support) 3. Bantuan Napas dan Ventilasi (Breathing Support) 4. Sirkulasi (Circulation Support) 5. Posisi Pemulihan (Recovery Position) Keterangan: : Tidak diteliti : Diteliti Sumber: Wolff (2010) Gambar 2.8 Kerangka Teori

44 Kerangka Konsep Variabel Independen Pengetahuan Tentang Resusitasi Jantung Paru Variabel Dependen Self Efficacy Perawat Gambar 2.9 Kerangka Konsep 2.5 Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian (Sugiyono, 2007). Hipotesis dalam penelitian ini adalah: H 0 = Tidak ada hubungan antara pengetahuan tentang resusitasi jantung paru dengan self efficacy perawat di RSUD Wonogiri. H a = Ada hubungan antara pengetahuan tentang resusitasi jantung paru dengan self efficacy perawat di RSUD Wonogiri.

45 32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, yaitu lebih menekankan analisisnya pada data-data numerikal (angka) yang diolah dengan metoda statistika. Pada dasarnya, pendekatan kuantitatif dilakukan pada penelitian interensial (dalam rangka pengujian hipotesis) dan menyandarkan kesimpulan hasilnya pada suatu probabilitas kesalahan penolakan hipotesis nihil. Pada umumnya, penelitian kuantitatif merupakan penelitian sampel besar (Azwar, 2012). Rancangan penelitian menggunakan rancangan descriptif corelational yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih, tanpa melakukan perubahan tambahan, atau manipulasi terhadap data yang memang sudah ada. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional yaitu jenis penelitian yang menekankan waktu pengukuran atau observasi data variabel independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat. Pada jenis ini, variabel independen dan dependen dinilai secara simultan pada suatu saat, jadi tidak ada tindak lanjut. Dengan studi ini akan diperoleh prevalensi atau efek suatu fenomena (variabel dependen) dihubungkan dengan penyebab (variabel dependen) (Nursalam, 2013). 32

46 Populasi dan Sampel Populasi Populasi adalah keseluruhan sumber data yang diperlukan dalam penelitian (Saryono, 2011). Populasi dalam penelitian ini adalah semua perawat di RSUD Wonogiri, dengan jumlah populasi 263 perawat Sampel Sampel adalah sebagian dari populasi yang terdiri atas sejumlah anggota yang dipilih dari populasi. Dengan kata lain, sejumlah, tapi tidak semuanya, elemen dari populasi akan membentuk sampel (Sekaran, 2006). Penelitian ini menarik sampel dengan menggunakan rumus Slovin dalam Umar (2007: 78) yaitu: N n= 1+ Ne 2 Dimana: N n e : Besarnya populasi : Besarnya sampel : Nilai presisi 0,1 (presisi ini diambil 10% karena melihat 263 n = (0,1 n = 263 3,63 dari jumlah populasi yang besar) 2 )

47 34 n = 72,4 = Teknik Sampling Jadi sampel dalam penelitian ini sebanyak 72 perawat. Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan cara Proporsionate Random Sampling, adalah tehnik penentuan sampel bila populasi mempunyai anggota/unsur yang tidak homogen dan berstrata secara proporsional (Sugiyono, 2012). Dengan kriteria penelitian sebagai berikut: 1. Kriteria inklusi a. Pendidikan minimal D-III Keperawatan. b. Masa kerja minimal 1 tahun. c. Bersedia menjadi responden. 2. Kriteria ekslusi Perawat yang tidak hadir karena izin, sakit dan sedang cuti (hamil dan melahirkan). 3.3 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di RSUD Wonogiri pada bulan Agustus sampai dengan September Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel merupakan sesuatu yang bervariasi (Saryono, 2011). Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas (independent) dan

48 35 variabel terikat (dependent). Definisi operasional merupakan definisi variabel secara operasional yang diukur secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena dengan menggunakan parameter tertentu (Hidayat, 2007). Komponen pada bagian ini meliputi variabel, definisi operasional, alat ukur, hasil ukur, dan jenis data. Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel Uraian Definisi Alat Cara Operasional Ukur Ukur Skor Variabel Independen Pengetahuan Pemahaman Kuesioner Hasil 1. Baik: >15 perawat perawat kuesioner 2. Cukup: tentang tentang tentang 3. Kurang: <11 resusitasi resusitasi resusitasi jantung paru jantung paru. jantung paru. Variabel Dependen Self efficacy Usaha perawat dan keyakinan perawat dalam menghadapi tantangan. Kuesioner Hasil kuesioner tentang Self efficacy perawat. Ketrangan: X : Skor total masing-masing individu M : Mean dari self efficacy SD : Standar deviasi self efficacy 1. Tinggi (X>M+1SD) 2. Sedang (M-1SD X M+1SD) 3. Rendah (X<M-1SD) Skala Ordinal Ordinal 3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data Alat Penelitian 1. Pengetahuan Perawat Tentang Resusitasi Jantung Paru Pengumpulan data untuk variabel pengetahuan perawat tentang resusitasi jantung paru didapatkan dengan cara melakukan penyebaran kuesioner terhadap perawat.

49 36 Kriteria tingkat pengetahuan menggunakan rumus (Arikunto, 2010): P= n N x100% Keterangan: P : Prosentase n : Jumlah responden yang sesuai dengan kriteria baik/cukup/kurang N : Jumlah responden Penilaian-penilaian didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Menurut Nursalam (2008), kriteria pengetahuan dibagi dalam 3 kategori, yaitu: a. Baik : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 76% - 100% dari seluruh petanyaan. b. Cukup : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 56% - 75% dari seluruh pertanyaan. c. Kurang: Bila subyek mampu menjawab dengan benar <56% dari seluruh pertanyaan 2. Self Efficacy Perawat dalam Melaksanakan Tindakan Resusitasi Jantung Paru Pengumpulan data untuk variabel self efficacy perawat dalam melaksanakan tindakan resusitasi jantung paru didapatkan dengan cara melakukan penyebaran kuesioner

50 37 terhadap perawat dengan menggunakan skala model likert. Sedangkan untuk respon jawaban, skala ini memiliki 4 respon jawaban dimana masing-masing jawaban menunjukkan kesesuaian pernyataan yang diberikan dengan keadaan yang dirasakan responden, yaitu 4= Sangat Yakin (SY), 3= Yakin (Y), 2= Tidak Yakin (TY) dan 1= Sangat Tidak Yakin (STY). Kategorisasi self efficacy dibagi menjadi tiga, yaitu tinggi, sedang dan rendah. Adapun rumusnya adalah sebagai berikut (Pinasti W, 2011): Tabel 3.2 Kategorisasi Self Efficacy Kategori Rumus Tinggi X>M+1SD Sedang M-1SD X M+1SD Rendah X<M-1SD (Pinasti W, 2011) Ketrangan: X : Skor total masing-masing individu M : Mean dari self efficacy SD : Standar deviasi self efficacy Cara Pengumpulan Data Pengumpulan data pada variabel independen menggunakan kuesioner. Kuesioner tersebut terdiri dari 2 macam yaitu pengetahuan perawat tentang resusitasi jantung paru dan self efficacy. Pertanyaan pengetahuan responden tentang resusitasi jantung paru terdiri dari 20 pertanyaan tertutup dengan jawaban benar atau salah. Pertanyaan pengetahuan meliputi tahu dan

51 38 memahami. Gambaran kuesioner dapat dilihat dari tabel kisi-kisi pertanyaan tentang pengetahuan perawat tentang resusitasi jantung paru sebagai berikut: Tabel 3.3 Kisi-kisi Pertanyaan Pengetahuan Perawat Tentang Resusitasi Jantung Paru No Kategori Jumlah Item Nomor dalam Kuesioner 1. Tahu 6 item 1, 2, 8, 18, 19, Memahami 9 item 3, 4, 5, 6, 7, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17 Skoring dilakukan berdasarkan jawaban dengan skala 1 dan 0. Pada pernyataan yang bersifat positif (benar), bila responden memberikan jawaban positif maka diberi skor 1 dan bila memberi jawaban negatif diberi skor 0. Sebaliknya pada pertanyaan yang bersifat negatif, bila responden memberi jawaban positif maka diberi skor 0 dan bila memberi jawaban negatif maka diberi skor 1. Pengumpulan data pada variabel self efficacy perawat dalam melaksanakan tindakan resusitasi jantung paru menggunakan kuesioner dengan menggunakan skala model likert. Sedangkan untuk respon jawaban, skala ini memiliki 4 respon jawaban dimana masing-masing jawaban menunjukkan kesesuaian pernyataan yang diberikan dengan keadaan yang dirasakan responden, yaitu 4= Sangat Yakin (SY), 3= Yakin (Y), 2= Tidak Yakin (TY) dan 1= Sangat Tidak Yakin (STY). Pernyataan self efficacy terdiri dari 20 pertanyaan tertutup melalui tiga dimensi, yaitu level, strength dan generality. Gambaran

52 39 kuesioner dapat dilihat dari tabel kisi-kisi pernyataan tentang self efficacy perawat dalam melaksanakan tindakan resusitasi jantung paru sebagai berikut: Tabel 3.4 Kisi-kisi Pernyataan Self Efficacy Perawat Dalam Melaksanakan Tindakan Resusitasi Jantung No Kategori Jumlah Item Nomor dalam Kuesioner 1. Level 10 2, 5, 8, 11, 12, 14, 16, 19, Strength 5 3, 9, 10, 13, Generality 5 1, 6, 7, 15, Alur Penelitian Tahap Persiapan: 1. Konsultasi dengan pembimbing guna menyusun proposal dan instrumen penelitian. 2. Pengajuan ijin pelaksanaan penelitian kepada Direktur RSUD Wonogiri. 3. Pengajuan ijin pelaksanaan penelitian untuk uji instrumen kepada Direktur RSUD Wonogiri Tahap Pelaksanaan: Setelah mandapatkan ijin dari Direktur RSUD Wonogiri langkah penelitian selanjutnya adalah: 1. Melakukan sosialisasi kegiatan penelitian yang akan dilakukan kepada Supervisor Keperawatan, Kepala Ruang, Wakil Kepala Ruang. Sosialisasi yang dilakukan berupa penjelasan tentang tujuan kegiatan penelitian, kurun waktu penelitian yang akan digunakan (sesuai izin yang diberikan oleh bagian Diklat RSUD

53 40 Wonogiri), dan kegiatan pelaksanaan penelitian secara umum. Sosialisasi ini dilakukan dengan cara mendatangi ruangan tersebut. 2. Pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Agustus s/d September Tahap Penyusunan Laporan Setelah seluruh data terkumpul oleh peneliti, kemudian data diolah dalam bentuk penyajian kategorik dan dianalisis menggunakan bantuan SPSS dan dilakukan penyusunan bab IV dan V yang berisi hasil dan pembahasan dan selanjutnya dilakukan seminar skripsi. 3.7 Uji Validitas dan Reliabilitas Untuk mendapatkan hasil penelitian yang dapat dipercaya secara ilmiah, maka data hasil penelitian harus menggambarkan kondisi sebenarnya tentang variabel yang diteliti. Dengan demikian instrumen penelitian harus teruji kemampuannya dalam mendapatkan data yang tepat dan akurat. Untuk menguji ketepatan dan keakuratan instrumen maka dilakukan uji validitas dan reliabilitas instrumen (Dharma, 2011). Uji validitas dan reliabilitas dilakukan di rumah sakit dengan tipe yang kurang lebih sama, yaitu di RSUD Sukoharjo dengan menyebar 30 kuesioner. Uji instrumen tersebut adalah sebagai berikut: Uji Validitas Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkattingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen (Suharsimi, 2010). Uji validitas dilakukan terhadap masing-masing butir pertanyaan untuk

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu dan pengalaman seseorang dalam melakukan penginderaan terhadap suatu rangsangan tertentu. Pengetahuan tau kognitif

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 13 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bantuan Hidup Dasar (Basic life support) 2.1.1. Definisi Istilah basic life support mengacu pada mempertahankan jalan nafas dan sirkulasi. Basic life support ini terdiri

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia.sebagian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu dan pengalaman seseorang dalam melakukan penginderaan terhadap suatu rangsangan tertentu. Pengetahuan tau kognitif

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG RESUSITASI JANTUNG PARU DENGAN SELF EFFICACY PERAWAT DI RSUD WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG RESUSITASI JANTUNG PARU DENGAN SELF EFFICACY PERAWAT DI RSUD WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG RESUSITASI JANTUNG PARU DENGAN SELF EFFICACY PERAWAT DI RSUD WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan Oleh : Edi Waloyo ST.14018 PROGRAM

Lebih terperinci

PEMAHAMAN PERAWAT DALAM PENERAPAN RJP DI ICU RSI SAKINAH MOJOKERTO EKO JOKO PURNOMO Subject : Resusitasi, Jantung, Paru, Pemahaman, Perawat

PEMAHAMAN PERAWAT DALAM PENERAPAN RJP DI ICU RSI SAKINAH MOJOKERTO EKO JOKO PURNOMO Subject : Resusitasi, Jantung, Paru, Pemahaman, Perawat PEMAHAMAN PERAWAT DALAM PENERAPAN RJP DI ICU RSI SAKINAH MOJOKERTO EKO JOKO PURNOMO 11001110 Subject : Resusitasi, Jantung, Paru, Pemahaman, Perawat DESCRIPTION Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan

Lebih terperinci

Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017 Khalilati, et. al., hubungan tingkat pengetahuan..

Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017 Khalilati, et. al., hubungan tingkat pengetahuan.. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT DENGAN KETEPATAN KOMPRESI DADA DAN VENTILASI MENURUT AHA GUIDELINES 2015 DI RUANG PERAWATAN INTENSIF RSUD. dr. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN or Khalilati, Supinah,

Lebih terperinci

BASIC LIFE SUPPORT A. INDIKASI 1. Henti napas

BASIC LIFE SUPPORT A. INDIKASI 1. Henti napas BASIC LIFE SUPPORT Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan pertolongan yang dilakukan kepada korban yang mengalami henti napas dan henti jantung. Keadaan ini bisa disebabkan karena korban mengalami

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KETERAMPILAN PERAWAT DALAM MELAKUKAN TINDAKAN BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DI RSUD KABUPATEN KARANGANYAR

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KETERAMPILAN PERAWAT DALAM MELAKUKAN TINDAKAN BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DI RSUD KABUPATEN KARANGANYAR HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KETERAMPILAN PERAWAT DALAM MELAKUKAN TINDAKAN BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DI RSUD KABUPATEN KARANGANYAR Umi Nur Hasanah 1), Yeti Nurhayati 2), Rufaida Nur Fitriana 3)

Lebih terperinci

RESUSITASI JANTUNG PARU ( RJP ) CARDIO PULMONARY RESUSCITATION ( CPR )

RESUSITASI JANTUNG PARU ( RJP ) CARDIO PULMONARY RESUSCITATION ( CPR ) RESUSITASI JANTUNG PARU ( RJP ) CARDIO PULMONARY RESUSCITATION ( CPR ) 1 MINI SIMPOSIUM EMERGENCY IN FIELD ACTIVITIES HIPPOCRATES EMERGENCY TEAM PADANG, SUMATRA BARAT MINGGU, 7 APRIL 2013 Curiculum vitae

Lebih terperinci

BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP)

BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP) BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP) Artikel ini merupakan sebuah pengetahuan praktis yang dilengkapi dengan gambar-gambar sehingga memudahkan anda dalam memberikan pertolongan untuk

Lebih terperinci

BTCLS BANTUAN HIDUP DASAR (BHD)

BTCLS BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) BTCLS BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) Tahapan-tahapan BHD tindakan BHD dilakukan secara berurutan dimulai dengan penilaian dan dilanjutkan dengan tindakan. urutan tahapan BHD adalah

Lebih terperinci

ARTIKEL ILMIAH. Untuk memenuhi salah satu persyaratan guna mencapai Gelar Sarjana Keperawatan. Oleh : Riki Indra Wijaya NIM.

ARTIKEL ILMIAH. Untuk memenuhi salah satu persyaratan guna mencapai Gelar Sarjana Keperawatan. Oleh : Riki Indra Wijaya NIM. 1 HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP) DENGAN SELF EFFICACY PERAWAT TERHADAP PENATALAKSANAN RJP DI RUANG IGD RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI ARTIKEL ILMIAH Untuk memenuhi salah

Lebih terperinci

PANDUAN PELAYANAN RESUSITASI RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA BAB I

PANDUAN PELAYANAN RESUSITASI RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA BAB I Lampiran Surat Keputusan Direktur RSPP No. Kpts /B00000/2013-S0 Tanggal 01 Juli 2013 PANDUAN PELAYANAN RESUSITASI RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA 2 0 1 3 BAB I 0 DEFINISI Beberapa definisi Resusitasi Jantung

Lebih terperinci

PANDUAN TENTANG BANTUAN HIDUP DASAR

PANDUAN TENTANG BANTUAN HIDUP DASAR PANDUAN TENTANG BANTUAN HIDUP DASAR Apa yang akan Anda lakukan jika Anda menemukan seseorang yang mengalami kecelakaan atau seseorang yang terbaring di suatu tempat tanpa bernafas spontan? Apakah Anda

Lebih terperinci

Adult Basic Life Support

Adult Basic Life Support Adult Basic Life Support Bantuan hidup dasar (BHD) merupakan pondasi untuk menyelamatkan hidup seseorang dengan henti jantung. Aspek mendasar dari BHD adalah immediate recognition of sudden cardiac arrest

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang sedang terjadi sekarang ini permasalahan yang

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang sedang terjadi sekarang ini permasalahan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi yang sedang terjadi sekarang ini permasalahan yang dihadapi dalam pelayanan kesehatan di Indonesia adalah pemberian pelayanan kesehatan yang bermutu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menggunakan desain penelitian studi korelasional yang merupakan penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menggunakan desain penelitian studi korelasional yang merupakan penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain penelitian studi korelasional yang merupakan penelitian atau

Lebih terperinci

RJPO. Definisi. Indikasi

RJPO. Definisi. Indikasi Algoritma ACLS RJPO Definisi Resusitasi atau reanimasi mengandung arti harfiah menghidupkankembali, dimaksudkan usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah suatue pisode henti jantung berlanjut menjadi

Lebih terperinci

Bantuan Hidup Dasar. (Basic Life Support)

Bantuan Hidup Dasar. (Basic Life Support) Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support) Sistem utama tubuh manusia Sistem Pernapasan Sistem Peredaran Darah Mati Mati klinis Pada saat pemeriksaan penderita tidak menemukan adanya fungsi sistem perdarahan

Lebih terperinci

Oleh : DARIEL R SELVARAJAH

Oleh : DARIEL R SELVARAJAH 1 KARYA TULIS ILMIAH Gambaran Pengetahuan Pekerja Hotel pada Manajemen Internasional dan Lokal tentang Bantuan Hidup Dasar Oleh : DARIEL R SELVARAJAH 100100316 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mengalami penurunan toleransi terhadap aktivitas fisik, penurunan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. akan mengalami penurunan toleransi terhadap aktivitas fisik, penurunan kualitas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kematian mendadak hingga saat ini masih menjadi penyebab utama kematian. WHO menjelaskan bahwa sebagian besar kematian mendadak dilatarbelakangi oleh penyakit kardiovaskuler

Lebih terperinci

Universita Sumatera Utara

Universita Sumatera Utara PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN Kepada Yth, Bapak/Ibu.. Dengan hormat, Saya yang bertanda tangan dibawah ini adalah mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. RJP. Orang awam dan orang terlatih dalam bidang kesehatanpun dapat. melakukan tindakan RJP (Kaliammah, 2013 ).

PENDAHULUAN. RJP. Orang awam dan orang terlatih dalam bidang kesehatanpun dapat. melakukan tindakan RJP (Kaliammah, 2013 ). PENDAHULUAN A. Latar Belakang Resusitasi jantung paru (RJP) merupakan tindakan darurat untuk mencegah kematian biologis dengan tujuan mengembalikan keadaan henti jantung dan napas (kematian klinis) ke

Lebih terperinci

REKOMENDASI RJP AHA 2015

REKOMENDASI RJP AHA 2015 REKOMENDASI RJP AHA 2015 Ivan Laurentius NIM 112014309 Kepaniteraan Klinik Ilmu Anestesi Fakultas Kedokteran UKRIDA Periode 26 Oktober 14 November 2015 Rumah Sakit Bhakti Yudha Depol Pembimbing: dr. Amelia,

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN. korelasional karena peneliti mencoba menggambarkan dan. indepeden dan variabel dependen (Notoatmodjo, 2002).

BAB III METODA PENELITIAN. korelasional karena peneliti mencoba menggambarkan dan. indepeden dan variabel dependen (Notoatmodjo, 2002). BAB III METODA PENELITIAN 3.1 Jenis dan Desain penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian Non Experimental karena tidak ada intervensi atau rekayasa dari peneliti. Desain yang digunakan adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Ruang Hemodialisa RSUD DR. M.M

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Ruang Hemodialisa RSUD DR. M.M BAB III METODE PENELITIAN 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 3.1.1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Ruang Hemodialisa RSUD DR. M.M Dunda Limboto. 3.1.2. Waktu Penelitian Waktu penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelatif yang

BAB III METODE PENELITIAN. desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelatif yang BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif, desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelatif yang menghubungan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 52 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan deskriptif korelasional yang bertujuan untuk menggambarkan fenomena dua

Lebih terperinci

RESUSITASI JANTUNG PARU. sirkulasi dan pernapasan untuk dikembalikan ke fungsi optimal guna mencegah

RESUSITASI JANTUNG PARU. sirkulasi dan pernapasan untuk dikembalikan ke fungsi optimal guna mencegah RESUSITASI JANTUNG PARU Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan gawat darurat akibat kegagalan sirkulasi dan pernapasan untuk dikembalikan ke fungsi optimal guna mencegah kematian biologis. Dalam

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KETERAMPILAN PERAWAT DALAM MELAKUKAN TINDAKAN BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DI RSUD KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KETERAMPILAN PERAWAT DALAM MELAKUKAN TINDAKAN BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DI RSUD KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KETERAMPILAN PERAWAT DALAM MELAKUKAN TINDAKAN BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DI RSUD KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan jenis deskriptif yaitu bertujuan untuk mendeskripsikan variabel bebas dan terikat(nursalam,008). Tujuan dari penelitian ini adalah

Lebih terperinci

Keterangan : = Sampel = Populasi e = Nilai Kritis / batas ketelitian 5 %

Keterangan : = Sampel = Populasi e = Nilai Kritis / batas ketelitian 5 % BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian korelasional (correlational research) yang bertujuan untuk menentukan besar variasi variasi pada satu atau beberapa

Lebih terperinci

Pelatihan Internal RSCM Bantuan Hidup Dasar 2015 BANTUAN HIDUP DASAR. Bagian Diklat RSCM

Pelatihan Internal RSCM Bantuan Hidup Dasar 2015 BANTUAN HIDUP DASAR. Bagian Diklat RSCM Pelatihan Internal RSCM Bantuan Hidup Dasar 2015 BANTUAN HIDUP DASAR APA YANG HARUS DILAKUKAN? 2 Kategori penolong (TMRC) (dokter/perawat) (penolong awam) BANTUAN HIDUP DASAR Bantuan hidup dasar (BHD)

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. diangkakan (Sugiyono, 2003). Maka jenis penelitian yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. diangkakan (Sugiyono, 2003). Maka jenis penelitian yang BAB III METODOLOGI PENELITIAN 1.1 Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif. Penelitian kuantitatif, adalah penelitian dengan memperoleh data yang berbentuk

Lebih terperinci

Penanggulangan Gawat Darurat PreHospital & Hospital *

Penanggulangan Gawat Darurat PreHospital & Hospital * Penanggulangan Gawat Darurat PreHospital & Hospital * PENILAIAN AWAL (PRIMARY SURVEY) HARTONO** *dibacakan pada acara workshop "Penanggulangan Gawat Darurat PreHospital & Hospital IndoHCF, Bidakara Hotel,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian non-eksperimental. Metode yang digunakan adalah deskriptif korelasional dengan rancangan

Lebih terperinci

Oleh. Lila Fauzi, Anita Istiningtyas 1, Ika Subekti Wulandari 2. Abstrak

Oleh. Lila Fauzi, Anita Istiningtyas 1, Ika Subekti Wulandari 2. Abstrak PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015 FAKTOR FAKTOR INTRINSIK YANG MEMPENGARUHI MOTIVASI PERAWAT DALAM PENANGANAN PASIEN CEDERA KEPALA DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD KARANGANYAR

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dan termasuk jenis penelitian non-eksperimental observasional bersifat diskriptif analitik (eksplanatori reseach),

Lebih terperinci

BUKU PANDUAN INSTRUKTUR SKILLS LEARNING SISTEM EMERGENSI DAN TRAUMATOLOGI RESUSITASI ANAK

BUKU PANDUAN INSTRUKTUR SKILLS LEARNING SISTEM EMERGENSI DAN TRAUMATOLOGI RESUSITASI ANAK BUKU PANDUAN INSTRUKTUR SKILLS LEARNING SISTEM EMERGENSI DAN TRAUMATOLOGI RESUSITASI ANAK KOORDINATOR SKILLS LAB SISTEM EMERGENSI DAN TRAUMATAOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2016

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian observasional analitik, yaitu untuk mencari hubungan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan metode BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan metode pendekatan kuantitatif yang diarahkan untuk mendeskripsikan peran perawat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan 15 Maret-28 Mei tahun akan dikumpulkan dalam waktu bersamaan (Notoatmodjo, 2010).

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan 15 Maret-28 Mei tahun akan dikumpulkan dalam waktu bersamaan (Notoatmodjo, 2010). 33 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Gorontalo, Kota Gorontalo. 3.1.2 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

TINGKAT PENGETAHUAN PENGAWAS KOLAM RENANG TENTANG BANTUAN HIDUP DASAR PADA KORBAN HAMPIR TENGGELAM DI KOLAM RENANG DI KOTA MEDAN OLEH :

TINGKAT PENGETAHUAN PENGAWAS KOLAM RENANG TENTANG BANTUAN HIDUP DASAR PADA KORBAN HAMPIR TENGGELAM DI KOLAM RENANG DI KOTA MEDAN OLEH : TINGKAT PENGETAHUAN PENGAWAS KOLAM RENANG TENTANG BANTUAN HIDUP DASAR PADA KORBAN HAMPIR TENGGELAM DI KOLAM RENANG DI KOTA MEDAN OLEH : WAN MUHAMMAD ADIB BIN WAN ABD MALIK 120100517 FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional (potong lintang)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional (potong lintang) BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional (potong lintang) yaitu jenis penelitian yang menekankan pada waktu pengukuran atau observasi data variabel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang digunakan adalah Deskriptif korelasional yaitu penelitian yang bermaksud

BAB III METODE PENELITIAN. yang digunakan adalah Deskriptif korelasional yaitu penelitian yang bermaksud BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian Kuantitatif non eksperimen, disain yang digunakan adalah Deskriptif korelasional yaitu penelitian yang bermaksud mencari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. cross sectional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antar

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. cross sectional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antar BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain penelitian Desain penelitian adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antar variabel dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian Pada penelitian ini peneliti memilih tipe pendekatan kuantitatif. Penelitian dengan pendekatan kuantitatif menekankan analisisnya pada data-data numerikal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. correlative dengan menggunakan pendekatan cross-sectional yaitu jenis

BAB III METODE PENELITIAN. correlative dengan menggunakan pendekatan cross-sectional yaitu jenis 34 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan rancangan correlative dengan menggunakan pendekatan cross-sectional yaitu jenis penelitian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI digilib.uns.ac.id 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan merupakan seluruh pemikiran, gagasan, ide, konsep dan pemahaman yang dimiliki seorang individu yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian studi deskriptif korelasi yaitu mendeskripsikan variabel independent dan dependent, kemudian melakukan analisis

Lebih terperinci

Bab 3. Metode Penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian observasional-analitik dengan rancangan yang

Bab 3. Metode Penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian observasional-analitik dengan rancangan yang Bab 3 Metode Penelitian A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional-analitik dengan rancangan yang digunakan adalah cross-sectional. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 29 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain penelitian 1. Rancangan Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey analitik, yang mana akan diteliti hubungan variabel dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. maka jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan menggunakan studi

BAB III METODE PENELITIAN. maka jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan menggunakan studi 39 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Berdasarkan permasalahan dan tujuan penelitian yang hendak di capai, maka jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan menggunakan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KUALITAS ASUHAN IBU NIFAS DAN KEPUASAN PASIEN DI RSUD SURAKARTA

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KUALITAS ASUHAN IBU NIFAS DAN KEPUASAN PASIEN DI RSUD SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KUALITAS ASUHAN IBU NIFAS DAN KEPUASAN PASIEN DI RSUD SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan NURAINI FAUZIAH R1115072

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah descriptive correlational yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah descriptive correlational yaitu BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah descriptive correlational yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengungkapkan hubungan korelasi antar variabel (Nursalam,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelatif, yaitu rancangan penelitian yang menelaah hubungan antara dua variabel pada suatu situasi atau

Lebih terperinci

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN METODE RELAKSASI DENGAN SIKAP DAN PERILAKU MENGATASI NYERI HAID PADA MAHASISWI D III KEBIDANAN FK UNS KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Rancangan penelitian ini menggunakan studi analitik untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas yaitu tingkat pengetahuan dan variabel terikat yaitu praktik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pengambilan yang dilakukan dalam waktu yang bersamaan dengan sebyek yang

BAB III METODE PENELITIAN. pengambilan yang dilakukan dalam waktu yang bersamaan dengan sebyek yang BAB III METODE PENELITIAN A. Desain penelitian Desain penelitian ini adalah penelitian cross sectional yaitu suatu metode pengambilan yang dilakukan dalam waktu yang bersamaan dengan sebyek yang berbeda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Definisi Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil tahu dari manusia, yang sekadar menjawab pertanyaan what, misalnya apa air, apa manusia, apa alam, dan sebagainya.

Lebih terperinci

BANTUAN NAFAS DENGAN AMBUBAG

BANTUAN NAFAS DENGAN AMBUBAG BANTUAN NAFAS DENGAN AMBUBAG 14.41 No comments BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Oksigen memegang peranan penting dalam semua proses tubuh secara fungsional. Tidak adanya oksigen akan menyebabkan tubuh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 28 BAB III METODE PENELITIAN A. DESAIN PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik yaitu untuk mengetahui peranan antara variabel independent dengan variabel dependent yaitu peranan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitan berupa survei deskriptif inferensial yaitu teknik statik yang

BAB III METODE PENELITIAN. penelitan berupa survei deskriptif inferensial yaitu teknik statik yang BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode penelitan berupa survei deskriptif inferensial yaitu teknik statik yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini merupakan penelitian correlative (hubungan/ asosiasi)

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini merupakan penelitian correlative (hubungan/ asosiasi) BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian correlative (hubungan/ asosiasi) dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Penelitian korelasi ini mengkaji

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT ANGKATAN 2008 TENTANG BANTUAN HIDUP DASAR DI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GAMBARAN PENGETAHUAN MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT ANGKATAN 2008 TENTANG BANTUAN HIDUP DASAR DI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA GAMBARAN PENGETAHUAN MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT ANGKATAN 2008 TENTANG BANTUAN HIDUP DASAR DI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Oleh : DEWI FELAYATI NIM: 080100180 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN A. JENIS DAN RANCANGAN PENELITIAN. Rancangan penelitian ini adalah discriptive correlation, yaitu

BAB III METODA PENELITIAN A. JENIS DAN RANCANGAN PENELITIAN. Rancangan penelitian ini adalah discriptive correlation, yaitu 38 BAB III METODA PENELITIAN A. JENIS DAN RANCANGAN PENELITIAN Rancangan penelitian ini adalah discriptive correlation, yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengungkapkan hubungan korelatif antara variabel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan desain penelitian Jenis penelitian yang akan digunakan dengan menggunakan metode deskriptif korelasional, yaitu menggambarkan faktor-faktor yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN. A. Jenis / Rancangan Penelitian dan Metode Pendekatan

BAB III METODA PENELITIAN. A. Jenis / Rancangan Penelitian dan Metode Pendekatan BAB III METODA PENELITIAN A. Jenis / Rancangan Penelitian dan Metode Pendekatan Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasi yaitu penelitian yang dilakukan untuk melihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi kegawatdaruratan dapat terjadi dimana saja, kapan saja dan sudah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi kegawatdaruratan dapat terjadi dimana saja, kapan saja dan sudah menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi kegawatdaruratan dapat terjadi dimana saja, kapan saja dan sudah menjadi tugas dari petugas kesehatan untuk menangani masalah tersebut. Tidak menutup kemungkinan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif korelasional dengan metode pendekatan cross sectional, yaitu suatu

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif korelasional dengan metode pendekatan cross sectional, yaitu suatu BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasional dengan metode pendekatan cross sectional, yaitu suatu penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 19 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis & Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini menggunakan desain deskriptif korelasi yaitu mendeskripsikan variabel independen dan dependen, kemudian melakukan analisis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik yaitu untuk mencari hubungan antara variabel bebas dan terikat yang dilakukan dengan pendekatan

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Jenis penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian ini yaitu kuantitatif dengan metode korelasional. Kerangka penelitian ini menggambarkan korelasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. masing-masing akan dijelaskan dalam sub bab berikut.

BAB III METODE PENELITIAN. masing-masing akan dijelaskan dalam sub bab berikut. 25 BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini menjelaskan tentang metodologi penelitian dalam penelitian ini, terdiri dari: pendekatan penelitian, variabel penelitian, definisi operasional variabel, subjek

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. (Nursalam, 2013). Penelitian ini dilakukan dengan membagikan kuesioner pada

BAB III METODE PENELITIAN. (Nursalam, 2013). Penelitian ini dilakukan dengan membagikan kuesioner pada BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif dengan jenis rancangan survey yang digunakan untuk menyediakan informasi yang berhubungan dengan prevalensi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan adalah deskriptif analitik yaitu metode penelitian yang menggali. dengan faktor efek (Notoatmodjo, 2011).

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan adalah deskriptif analitik yaitu metode penelitian yang menggali. dengan faktor efek (Notoatmodjo, 2011). BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik yaitu metode penelitian yang menggali bagaimana

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian ini adalah descriptive correlation yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian ini adalah descriptive correlation yaitu BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis / Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini adalah descriptive correlation yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengungkapkan hubungan korelatif antara variabel

Lebih terperinci

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan HUBUNGAN ANTARA KETRAMPILAN SOSIAL DAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA TINGKAT I DAN II PRODI DIII KEBIDANAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNS SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 46 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Populasi/Sampel Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian Lokasi pelaksanaan penelitian yaitu di MA Negeri 1 Bandung yang beralamat di Jln. H. Alpi Cijerah Bandung. 3.1.2

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengembangkan hubungan antar

BAB III METODE PENELITIAN. yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengembangkan hubungan antar BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat korelasional yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengembangkan hubungan antar variabel dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. adalah analitik, dengan menggunakan rancangan penelitian cross sectional yaitu mengukur

BAB III METODE PENELITIAN. adalah analitik, dengan menggunakan rancangan penelitian cross sectional yaitu mengukur BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Berdasarkan dengan tujuan penelitian, maka jenis penelitian ini yang digunakan adalah analitik, dengan menggunakan rancangan penelitian cross

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan jenis korelasi dan pendekatan cross sectional. Penelitian deskriptif adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis atau Rancangan dan Metode Pendekatan Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif korelasional yang bertujuan untuk mengungkapkan hubungan korelatif antara variabel

Lebih terperinci

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN METODE RELAKSASI DENGAN SIKAP DAN PERILAKU MENGATASI NYERI HAID PADA MAHASISWI D III KEBIDANAN FK UNS KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

PERTOLONGAN GAWAT DARURAT

PERTOLONGAN GAWAT DARURAT PERTOLONGAN GAWAT DARURAT I. DESKRIPSI SINGKAT Keadaan gawatdarurat sering terjadi pada jemaah haji di Arab Saudi. Keterlambatan untuk mengidentifikasi dan memberikan pertolongan yang tepat dan benar dapat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian observasional dengan bantuan kuesioner. Desain penelitian yang

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian observasional dengan bantuan kuesioner. Desain penelitian yang BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai jenis penelitian ini adalah penelitian observasional dengan bantuan kuesioner. Desain penelitian yang digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif, yaitu penelitian yang berorientasi pada masa sekarang atau saat ini dan didesain

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode deskriptif kuantitatif studi korelasi (Correlation Study) dengan

Lebih terperinci

SOAL-SOAL PELATIHAN BLS RS PUSURA SURABAYA

SOAL-SOAL PELATIHAN BLS RS PUSURA SURABAYA SOAL-SOAL PELATIHAN BLS RS PUSURA SURABAYA Pilih jawaban yang paling benar 1. Pada cardiac arrest yang bukan karena asphiksia dilakukan tindakan: a. Pijat jantung b. DC shock c. Pijat jantung nafas buatan

Lebih terperinci

BAB III METODEOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif korelasi

BAB III METODEOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif korelasi BAB III METODEOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif korelasi non-eksperimental yaitu penelitian korelasi dengan metode cross sectional. Menurut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain penelitian Desain penelitian dalam penelitian ini adalah deskritif korelatif yang bertujuan menggambarkan fenomena yang terjadi di dalam suatu populasi tertentu dan

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN TENTANG PELATIHAN BANTUAN HIDUP DASAR. 1. Bantuan Hidup Dasar (BHD) atau dalam bahasa Inggris disebut Basic Life

KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN TENTANG PELATIHAN BANTUAN HIDUP DASAR. 1. Bantuan Hidup Dasar (BHD) atau dalam bahasa Inggris disebut Basic Life LAMPIRAN 1. Kuesioner Penelitian KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN TENTANG PELATIHAN BANTUAN HIDUP DASAR Jawablah dengan member tanda silang (X) pada salah satu jawaban yang menurut anda sesuai. 1. Bantuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. korelasional menggunakan pendekatan cross sectional. Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. korelasional menggunakan pendekatan cross sectional. Penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan rancangan korelasional menggunakan pendekatan cross sectional. Penelitian korelasional bertujuan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN JAJANAN SEHAT DENGAN STATUS GIZI ANAK DI SD N 80 NGORESAN SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN PENGETAHUAN JAJANAN SEHAT DENGAN STATUS GIZI ANAK DI SD N 80 NGORESAN SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN PENGETAHUAN JAJANAN SEHAT DENGAN STATUS GIZI ANAK DI SD N 80 NGORESAN SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan INTAN GIOVANI SETYANINGRUM

Lebih terperinci

PKU Bagi Emergency Rescue Team (ERT) Untuk Mengatasi Kondisi Gawat Darurat Melalui Basic Life Support (BLS)

PKU Bagi Emergency Rescue Team (ERT) Untuk Mengatasi Kondisi Gawat Darurat Melalui Basic Life Support (BLS) PKU Bagi Emergency Rescue Team (ERT) Untuk Mengatasi Kondisi Gawat Darurat Melalui Basic Life Support (BLS) Nurul Hidayah 1 *, Muhammad Khoirul Amin 2 1 Program Studi Profesi Ners/Fakultas Ilmu Kesehatan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. secara observasional analitik dengan rancangan cross sectional untuk menilai

BAB III METODE PENELITIAN. secara observasional analitik dengan rancangan cross sectional untuk menilai BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain observasional atau non eksperimental yang merupakan metode penelitian secara observasional

Lebih terperinci

PERTOLONGAN PERTAMA GAWAT DARURAT. Klinik Pratama 24 Jam Firdaus

PERTOLONGAN PERTAMA GAWAT DARURAT. Klinik Pratama 24 Jam Firdaus PERTOLONGAN PERTAMA GAWAT DARURAT Klinik Pratama 24 Jam Firdaus Pendahuluan serangkaian usaha pertama yang dapat dilakukan pada kondisi gawat darurat dalam rangka menyelamatkan seseorang dari kematian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelasi yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengungkapkan hubungan korelasi antara variabel

Lebih terperinci