ANALISIS KASUS KONFLIK PALESTINA-ISRAELDI JALUR GAZA TAHUN 2014 DITINJAU DARI PIAGAM PBB ARTIKEL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS KASUS KONFLIK PALESTINA-ISRAELDI JALUR GAZA TAHUN 2014 DITINJAU DARI PIAGAM PBB ARTIKEL"

Transkripsi

1 ANALISIS KASUS KONFLIK PALESTINA-ISRAELDI JALUR GAZA TAHUN 2014 DITINJAU DARI PIAGAM PBB ARTIKEL Oleh: JHON ALBERT BAGIAN HUKUM INTERNASIONAL FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BUNG HATTA PADANG 2015 Reg. No. 3/HI/02/XII-2015

2 1

3 ANALISIS KASUS KONFLIK PALESTINA-ISRAELDI JALUR GAZA TAHUN 2014 DITINJAU DARI PIAGAM PBB Jhon Albert 1, Poniar Warsono 1, Deswita Rosra 2 1 Program Studi Ilmu Hukum, 1 Dosen Luar Biasa, 1 Fakultas Hukum, 1 Universitas Bung Hatta 2 Program Studi Ilmu Hukum, 2 Fakultas Hukum, 2 Universitas Bung Hatta jhonalbert20@yahoo.com ABTRACK International conflict between Israel and the Palestinians that occurred in the year 2014 affect and influential for international peace and order. In the conflict between Palestine and Israel became the responsibility of the UN as contained in Article 1 of the UN Charter and aims to create international peace and security, avoid generation that will come from the war, promote respect for human rights and encourage countries to resolve conflicts with friendly way. The formulation of the problem: (1)How Inte rnational dispute settlement according to the UN Charter? (2)how the settlement of international dispute in the Israeli -Palestinian conflict in the Gaza Strip?. The research approach of the normative approach. The source of the data using the secondary data source that includes the Primary legal materials, secondary and tertiary preventive measures. The technique of data collection is a study of the document. Data Analysis Qualitative analysis form. Based on the research results: (1)intenasional dispute settlement in the charter Of The United Nations completed with peaceful means in accordance with Article 33 of the UN Charter and the Security Council has the responsibility of primary responsibility in maintaining international peace and security in accordance with Article 24 paragraph (1) of the UN Charter. (2)Palestinian -israeli international dispute settlement in the Gaza Strip is done by the UN Security Council Resolution No. 181 Years 2014 and through direct negotiations such as the withdrawal of the Israeli army in the Occupied Territories in Gaza and the problem of the exchange of the captivity. While the indirect negotiations to reach an agreement regarding the region, and dismissal settlement of Israel in the Gaza Strip. Key Words: Conflict, Palestine-Israel, Gaza, the UN Charter. PENDAHULUAN Hubungan internasional pada hakikatnya merupakan proses perkembangan antar negara yang diadakan oleh negara-negara baik yang bertetangga ataupun antar benua yang kemudian dengan banyak negara melalui utusan masingmasing negara, negara dengan individu, atau negara dengan organisasi-organisasi internasional lainnya dan juga antar sesama subjek hukum lainnya yang diakui oleh hukum internasional tidak selamanya terjalin dengan baik. Sering terjadi bahwa hubungan tersebut 2

4 menimbulkan konflik yang dapat bermula dari berbagai potensi konflik, yang salah satunya adalah mengenai batas wilayah. Suatu negara berbatasan dengan wilayah negara lain. Kadang antar negara terjadi ketidak sepakatan tentang batas wilayah masing-masing. Konflik internasional antara Israel dan Palestina yaitu di penghujung tahun 2014, yaitu melalui agresi yang dilakukan Israel ke Palestina di Jalur Gaza yang menyebabkan banyaknya korban jiwa.konflik yang terjadi antar kedua negara tersebut tidak hanya berdampak bagi kedua negara saja, akan tetapi juga bahwa konflik tersebut berpengaruh bagi perdamaian dan ketertiban internasional. Dengan adanya tanggapan dunia internasional yang mengecam konflik kedua negara tersebut danakan terulang kembali peristiwa yang sama di kemudian hari oleh negara-negara lain. Untuk itu ketika sudah menyangkut hilangnya nyawa penduduk sipil secara kolektif dalam jumlah besar serta mengganggu perdamaian dan ketertiban internasional, maka disinilah hukum internasional diperlukan untuk menyelesaikan suatu konflik internasional yang mempunyai kewenangan dalam penyelesaian konflik internasional ini adalah Piagam PBB. PBB merupakan organisasi internasional yang disisi lain mampu menunjukkan sebagai organisasi yang tahanwaktu ( Tested Thetime),karenatelahmembuktikanda pat menghindarkan adanya suatu Perang Dunia baru sebagaimana telah menjadi suatu tekad bersama dari semua bangsa yang berkumpul di San Francisco tahun 1945 dengan merumuskan Piagam PBB ( Tosave Succeeding Generations From The Scourge Of War). Piagam PBByang terdiri dari 111 pasal telah meletakkan tujuan pokok dan prinsip-prinsipnya yang mulia dalam usaha memelihara perdamaian dan keamanan internasional serta meningkatkan hubungan persahabatan dan kerjasama internasional disemua bidang. Piagam PBB yang telah memuatsecara rinci hak semua anggotanya termasuk kewajiban internasional bagi semua negara untuk menghormati persamaan kedaulatan,untuk tidak 3

5 menggunakanancaman atau kekerasanterhadap keutuhan wilayah dan kemerdekaan politik negara manapun serta tidak mencampuri urusan dalam negeri negara anggota. Dalam perkembangan awalnya, hukum internasional mengenal 2 (dua) cara penyelesaian sengketa internasional, yaitu penyelesaian secara damai dan penyelesaian secara paksa atau dengan menggunakan kekuatan militer (perang). PBB juga da pat memaksa setiap negara baik yang merupakan anggota ataupun bukan negara anggota untuk tunduk pada ketentuan-ketentuan yang telah disepakati bersamadalam Piagam PBB. Dalam hal pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional, berdasarkan Bab VII Piagam PBB, organ dari PBB yang berwenang adalah Dewan Keamanan melalui keputusan-keputusan (Resolusi DK PBB) ataupun sanksisanksi internasional. Dalam konflik antara Palestina dan Israel adalah menjadi tanggung jawab PBB dalam penyelesaian konflik ini,seperti yang termuat dalam Pasal 1 Piagam PBB, tujuan utama dari PBB adalah menciptakan perdamaian dan keamanan internasional, menghindarkan generasi yang akan dating dari peperangan, memajukan penghormatan terhadap Hak asasi manusia dan kebebasan dasar serta mendorong negara-negara untuk menyelesaikan konflik melalui caracara penyelesaian dengan hubungan yang bersahabat. Jadi dapat disimpulkan bahwa peranan PBB dalam mengatasi konflik antara Palestina dan Israel yang terjadi di Jalur Gaza pada tahun 2014 haruslah memperhatikan peraturan hukum internasional yang telah diatur di dalam piagam PBB dalam menyelesaikan konflik Palestina dan Israel yang akibat dari perang ini menimbulkan korban jiwa. METODOLOGI Jenis pendekatan yang digunakan adalah pendekatan metode hukum normatif, yaitu metode pendekatan yangmenggunakan konsepsi legis positif.konsepsi legis positifyaitu konsep yang memandang hukum identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga atau pejabat yang berwenang dan meninjau hukum sebagai suatu sistem normatif yang 4

6 mandiri, bersifat tertutup dan terlepas dari kehidupanmasyarakat yang nyata serta menganggap normanorma lain bukan sebagai hukum.sumber data yang digunakan dalam penelitian yaitu sumberdata sekunder.sumber data sekunder yaitu pengumpulan data yang dilakukan melalu studi dan bahan kepustakaan yang diperlukan untuk mendukung data primer.sumber data sekunder terdiri daribahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mempunyai otoritas ( autoritatif).otoritas (autoritatif) yaitu dokumen yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Bahan hukum primer yang digunakan penulis yaitu bahan-bahan hukum yang bersifat mengikat berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku antaralain Piagam PBB, dan instrumenhukum yang lainnya.bahan hukum sekunder yaitu informasi atau kajian yang berasal dari buku-buku seperti jurnal, kamus-kamus hukum. Bahan hukum sekunder yang dipergunakan oleh penulis yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, antara lain pustaka di bidangilmu hukum, hasil penelitian di bidang hukum, jurnal hukum internasional, The Annual Report, artikel-arikel ilmiah, baik dari koranmaupun internet, yearbook, circular, leaflet, journal, danlain sebagainya.bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan mengenai bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum, ensiklopedia, indeks kumulatif dan sebagainya. Dalam pengumpulan data pada penelitian dan penulisan ini, maka teknik pengumpulan yang dilakukan oleh penulis yaitustudi dokumen. Studi dokumenadalah studi yang bertujuan dan kegunaannya adalah menunjukkan jalan pemecahan permasalahan penelitian.teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis yakni mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis, seperti Undang-undang yang berlaku dan buku-buku tentang pendapat, teori atau hukum yang berhubungan dengan masalah penelitian.analisis data merupakan penyusunan terhadap data yang diperoleh untuk mendapatkan kesimpulan. Dalam menganalisis data, penulis menggunakan analisis kualitatif yaitu 5

7 menggambarkan keadaan dan peristiwa secara menyeluruh dengan suatu analisis yang didasarkan pada suatu teori ilmu pengetahuan hukum, peraturan perundang-undangan, pendapat para ahli, termasuk pengalaman penulis di lapangan dan tidak menggunakan angka-angka atau rumus statistik tetapi mengungkapkan kedalam bentuk kalimat. PEMBAHASAN PBB sebagai organisasi internasional. Mengingat fungsi dan wewenangnya ( competence) yang beraneka ragam itu, maka, PBB tidak dapat di pandang hanya sebagai subyek hukum internasional atau lembaga hukum ( legal institution) belaka, tetapi harus dilihat sebagai suatu lembaga politik ( political institution) yang sangat dinamis dan berpengaruh dalam tata kehidupan hubungan internasional. Salah satu lembaga yang berpengaruh dalam tata kehidupan hubungan internasional adalah Dewan Keamanan PBB.Dewan Keamanan merupakan salah satu dari 6 badan utama PBB. Negara-negara anggota PBB telah melimpahkan tanggungjawab utama kepada Dewan Keamanan (DK) untuk mengurusi masalah pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional sesuai dengan tujuan dan prinsip-prinsip Piagam PBB. Semua negara anggota telah menyetujui untuk menerima dan melaksanakan keputusankeputusan Dewan Keamanan, termasuk keputusan Dewan Keamanan untuk menjatuhkan sanksi militer terhadap anggota-anggota PBB yang dianggap menyalahi prinsip- prinsip Piagam PBB dan mengancam pemeliharaan perdamaian. Negara-negara anggota PBB telah melimpahkan tanggungjawab utama kepada Dewan Keamanan (DK) untuk mengurusi masalah pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional sesuai dengan tujuan dan prinsip-prinsip Piagam PBB. Semua negara anggota telah menyetujui untuk menerima dan melaksanakan keputusankeputusan Dewan Keamanan, termasuk keputusan Dewan Keamanan untuk menjatuhkan sanksi militer terhadap anggota-anggota PBB yang dianggap menyalahi prinsip-prinsip Piagam PBB dan mengancam pemeliharaan 6

8 perdamaian. Dalam hal ini, jika terjadi sengketa yang mengancam perdamaian dunia, maka, badanbadan PBB yang terlibat dalam pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional turut serta dalam menyelesaikan sengketa tersebut. Dewan Keamanan mempunyai tanggung jawab utama (Primary responsibility) dalam memelihara perdamaian dan keamanan internasional (Pasal 24 ayat 1 Piagam). Wewenang Dewan Keamanan berdasarkan piagam dianggap cukup ekstensif memberi peluang bagi organisasi tersebut. Lebih jauh lagi, hal ini berguna untuk merumuskan dan membedakan kewenangannya dengan wewenang Majelis Umum yang lebih umum dan kurang bersifat paksaan. Wewenang Dewan Keamanan dalam mencapai tujuan utama, khususnya dalam memelihara perdamaian dan keamanan internasional dilakukan dengan dua cara, yaitu usaha penyelesaian sengketa secara damai (Bab VI Piagam PBB) dan penyelesaian sengketa secara paksa berupa tindakan terhadap adanya ancaman perdamaian, pelanggaran perdamaian dan tindakan agresi. (Bab VII Piagam PBB). Pada hakikatnya wewenang Dewan Keamanan tersebut merupakan konsekuensi logis dari tanggung jawab utama Dewan Keamanan. Bab VI Piagam PBB, mengatur penyelesaian sengketa secara damai, memberi wewenang Dewan Keamanan untuk membuat rekomendasi prosedur dan syaratsyarat penyelesaian sengketa. Langkah-langkah yang dapat diambil Dewan Keamanan adalah sebagai berikut: 1. Melakukan penyelidikan terhadap sengketa atau situasi untukmenentukan apakah perdamaian dan keamanan internasionalberbahaya. 2. Dapat meminta semua pihak untuk menggunakan cara-cara damai jikasituasi membahayakan perdamaian internasional. 3. Merekomendasikan prosedurprosedur atau metode-metode yang layakuntuk penyelesaian, contohnya menyerahkan sengketa hukum ke ICJ. 4. Merekomendasikan syarat-syarat penyelesaian sengketa. Hal yang perlu diperhatikan adalah wewenang untuk meminta 7

9 pihakpihak yang terlibat agar menyelesaian sengketa dengan cara damai atau merekomendasi prosedurprosedur atau metode-metode penyelesaian, serta merekomendasikan syarat-syarat penyelesaian sengketa pada hal-hal yang bersifat menganjurkan (recommendatory) dan terbatas pada sengketa yang kemungkinan membahayakan perdamaian dan keamanan. Walau demikian, Dewan Keamanan tidak memiliki wewenang berkenaan dengan segala macam sengketa. Tetapi, Dewan Keamanan juga dapat menyelidiki suatu sengketa untuk mengetahui sampai sejauh mana hal tersebut membahayakan perdamaian dan keamanan. Negara-negara PBB telah melimpahkan tanggung jawab utama kepada Dewan Keamanan dalam pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional. Tanggung jawab Dewan Keamanan tercermin dalam beberapa hal, antara lain: 1. Meski Dewan Keamanan hanya terdiri dari anggota PBB yang jumlahnya terbatas, tindakantindakan yang dilakukan adalah atas nama seluruh anggota PBB. 2. Dewan Keamanan mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan yang mengikat tidak saja pada anggotanya tetapi juga mengikat semua negara anggota PBB dan negara bukan anggota (Pasal 2 ayat 6). 3. Hak untuk memutuskan itu dibatasi oleh aturan untuk kebulatan suara (rule of unanimity) atau yang lazim disebut veto, sehingga kelima anggota DK mempunyai hak untuk memblokir usul-usul yang bersifat non prosedural yang diajukan di Dewan Keamanan termasuk amandemen terhadap piagam. 4. Dewan Keamanan harus dapat berfungsi setiap waktu. 5. Piagam juga memberikan hak kepada Dewan Keamanan untuk menentukan sendiri aturan tata caranya. Cara- cara penyelesaian sengketa secara damai meliputi: perundingan ( negotiation), arbitrase (arbitration), penyelesaian yudisial (judicial settlement), penyelidikan (inquiry), dan penyelesaian di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (Pasal 33 Piagam PBB). Sementara, 8

10 penyelesaian sengketa secara paksa meliputi: perang, retorsi ( retorsion), tindakan-tindakan pembalasan (reprisals), blokade secara damai (pacific blockade), dan intervensi (intervention). Cara-cara penyelesaian sengketa secara damai yang bersifat tradisional seperti disusun dalam Pasal 33 Piagam, merupakan upaya dasar bagi proses penyelesaian. Beberapa ragam dan penyempurnaan cara-cara tradisional telah dikembangkan oleh PBB yaitu Perundingan, Jasa-jasa baik, Mediasi, Konsiliasi, Penyelidikan, Arbitrase, Penyelesaian sengketa di bawah pengawasan PBB, Penyelesaian Hukum.Apabila negara-negara yang bersengketa tidak mencapai kesepakatan untuk menyelesaikan sengketa secara damai, mungkin, cara pemecahannya dengan melalui cara-cara kekerasan. Masing-masing sarana kekerasan itu adalahperang dan tindakan bersenjata non perang, retorsi, tindakan-tindakan pembalasan, blokade secara damai, dan` intervensi. Dalam dokumen-dokumen internasional, kata intervensi terdapat dalam Pasal 2 ayat (7) dan P asal 2 ayat (4) Piagam PBB. Pasal ini mensyaratkan bahwa organisasi (PBB) dilarang untuk ikut campur tangan dalam urusan domestik suatu negara, kecuali dalam rangka memelihara perdamaian menurut Bab VII Piagam PBB.Kata intervensi dalam pasal 2 (7) Piagam PBB ini mengandung dua pandangan yang berbeda.pandangan yang pertama berpendapat bahwa kata intervensi harus diintepretasikan dalam arti teknis hukum internasional yang berarti suatu penggerogotan kedaulatan atau intervensi diktator.pandangan yang kedua berpendapat bahwa kata intervensi dalam pasal tersebut hanya merupakan pengertian kamus saja.untuk mendukung pendapatnya, pandangan ini mengemukakan bahwa hanya Dewan Keamanan saja yang mempunyai kemampuan untuk bertindak sehingga dapat menimbulkan akibat hukum.ada empat macam jenis intervensi yang diperkenankan yaitu kolektif intervensi menurut piagam PBB. Dalam kaitan ini intervensi yang dimaksud adalah tindakan penegakan yang dilaksanakan menurut keputusan Dewan Keamanan PBB sesuai dengan Bab VII Piagam PBB 9

11 atau setiap tindakan yang disetujui oleh Majelis Umum berdasarkan Uniting For Peace Resolutiondalam rangka melindungi hak-hak, kepentingan dan keselamatan warga negaranya di luar negeri, Dalam rangka melindungi negara protektorat jika negara yang melakukan intervensi itu disalahkan karena melanggar hukum internasional. Cara-cara penyelesaian sengketa di atas, baik dilakukan secara damai maupun secara paksa merupakan upaya menghindari terjadinya konflik lebih luas yang memungkinkan terganggunya perdamaian dan keamanan internasional. Namun, jika upayaupaya penyelesaian sengketa secara damai gagal dan pihak yang berkonflik tidak mematuhi Piagam PBB, khususnya Bab IV Piagam PBB yakni mengadakan tindakantindakan yang mengancam perdamaian, melanggar perdamaian, dan negara tersebut tetap melancarkan agresi terhadap negara lain, maka, Dewan Keamanan dapat menjatuhkan sanksi kepada negara tersebut melalui sebuah resolusi. Penyebab timbulnya pertentangan yang menyebabkan terjadinya perang antara Negara Israel dan Negara-Negara Arab sebagai tetangganya dan juga terhadap bangsa Arab, Palestina yang berada di tanah Palestina adalah dengan ditetapkannya tanah Palestina sebagai Negara Israel yang berdasarkan atas dasar dari mandat Pemerintah Inggris yang telah menduduki Palestina sebelumnya, juga berdasarkan atas resolusi 181 Tahun 2014, yang dikeluarkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan berdasarkan Deklarasi Balfour yang telah membuka jalan bagi terbentuknya Negara Israel. Negara- Negara Arab yang semula telah menolak terhadap resolusi yang telah ditetapkan PBB, telah memutuskan untuk melindungi dan merebut tanah Palestina sebagai bahagian dari tanah Arab dari tangan Israel.Karena bangsa Arab mempercayai bahwa berdasarkan sejarahnya, tanah Palestina secara geografis adalah milik bangsa Arab Palestina.Pertentangan pendapat dan pandangan ini yang menyebabkan timbulnya konflik dan melahirkan perang antara bangsa Yahudi- Israel 10

12 dan bangsa Arab Palestina serta Negara- Negara tetangganya.tercatat tiga kali pertempuran yang terjadi masing masing dengan jangka waktu pendek, dan ketiga peperangan ini selalu dimenangkan oleh pihak Israel. PBB memberikan teguran Israel melalui Resolusi yang mengecam Israel yang disetujui Dewan Keamanan PBB yang berdasarkan dari Pasal 24 ayat 1 Piagam PBB, namun Amerika Serikat memberikan hak veto terhadap resolusi-resolusi tersebut karena ia adalah satu dari lima negara yang menjadianggota tatap Dewan Keamanan PBB, sehingga setiap resolusi harus mendapatkan persetujuan terbuka dari Amerika Serikat.PBB banyak mengeluarkan resolusi-resolusinya kepada Israel, baik berupa seruan lunak maupun mendesakagar Israel mengambil atau menahan diri dari tindakan-tindakan tertentu, hingga pesan-pesan lebih tajam menuntut tindakan Israel dan mengecam tindakannya. Pada pertemuan negara-negara anggota PBB di New York, Amerika Serikat dalam membahas penyelesaian konflik Israel-Palestina terutama dalam konflik blokade Jalur Gaza oleh Negara Israel. Amerika Serikat telah menggunakan hak vetonya lebih dari anggota tetap lainnya sejak tahun 1972, khususnya terhadap resolusi yang ditujukan bagi Israel. Dalam konflik Arab-Israel, dari 175 resolusi DewanKeamanan PBB tentang Israel, 97 menentang Israel, 74 netral dan 4 mendukung Israel. Tentunya ini tidak termasukresolusi yang diveto Amerika Serikat. Sedangkan pada pemungutan suara pada Majelis Umum, suara menentang Israel, dan hanya yang mendukung Israel akan tetapi hukum internasional yang hendak dilaksanakan dengan menjatuhkan sanksi internasional seringkali gagal dilaksanakan karena munculnya hak veto. Adapun negosiasi yang telah dilakukan oleh Israel dan Palestina dalam penyelesaian konflik antara Palestina dan Israel yaitu Perundingan Oslo I, Perundingan Oslo II, Perundingan Hebron, Perundingan Wye River I, Perundingan Wye River II, Perundingan Camp David II, Konfrensi Annapolis 2007, Perundingan di Wangshinton SIMPULAN 11

13 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam menyelesaikan sengketa internasional melalui dua cara, yaitu usaha penyelesaian sengketa secara damai, dan penyelesaian sengketa secara paksa, berupa tindakan terhadap adanya ancaman perdamaian, pelanggaran perdamaian dan tindakan agresi. Adapun penyelesaian sengketa internasional Palestina-Irael di Jalur Gaza diselesaikan dengan cara damai yang dimana sesuai dengan Pasal 33 Piagam PBB dan adapun bentukbentuk sanksi yang dijatuhkan oleh PBB terhadap negara-negara anggotanya dapat diklasifikasikan menjadi dua bentuk, yakni sanksi ekonomi yang meliputi berupa pembekuan aset-aset dan pemutusan hubungan ekonomi bagi negara yang melanggar piagam, khususnya Pasal 41 Piagam PBB, dan sanksi Militer. Tindakan-tindakan tersebut meliputi demonstrasi, blokade dan operasi militer melalui udara, laut dan darat yang dilakukan oleh negara-negara anggota sesuai dengan Pasal 42 Piagam PBB. Penyelesaian dari konflik ini dapat dilakukan dengan menciptakan perdamaian melalui negosiasi. Negosiasi yang dilakukan berupa negosiasi bilateral dan negosiasi melalui pihak ketiga telah menghasilkan berbagai perjanjian perdamaian.beberapa negosiasi yang langsung berhasil, dimana kedua belah pihak langsung mengimplementasikan hasil kesepakatan seperti penarikan tentara Israel di daerah pendudukan di Hebron, dan masalah tukartawanan.ada pula negosiasi yang tidak langsung mencapai kesepakatan, sehingga diteminalisasi sementara dengan status quo, seperti negosiasi yang membahas mengenai wilayah, dan pemberhentian pembangunan pemukiman Israel. DAFTAR PUSTAKA Buku-buku Amirudin dan Zainal Asikin, 2003, Pengantar Penelitian Hukum, Rajawali Pres, Jakarta. Bambang Sunggono, 2013, Metodologi Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta. Boer Mauna, 2005, Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global Edisi Kedua, PT Alumni, Bandung. J. G. Starke, 2008, Pengantar Hukum Internasional Edisi Kesepuluh, Sinar Grafika Indonesia, Jakarta. 12

14 Jawahir Tantowi dan Pranoto Iskandar, 2009, Hukum InternasionalKontemporer, RefikaAditama, Bandung. Loekito Santoso, 1986, Orde Perdamaian Memecahkan Masalah Perang (Penjelajah Polemologik), UI Pres. Jakarta. M. Nasir, 2005, Pengantar Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta. Mandalangi, J.Pareira Segisegi Hukum Organisasi Internasional, Bandung, Bina Cipta. Ma Naparin H. Husin, 2000, Bunga Rampai Dari Timur Tengah, Kalam Mulia, Jakarta. Sumaryo Suryokusumo,1993, Studi Kasus Hukum Organisasi Internasional, Cet.I, Alumni, Bandung: Sumaryo Suryokusumo, Pengantar Hukum Mauna, Boer, 2000,Hukum Internasional, Pengertian, Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, Alumni, Bandung. Mizwar Djamili, 1995, Mengenal PBB dan 170 Negara di Dunia, PT Kreasi Jaya Utama, Jakarta. Mustafa Abdul Rahman, 2011, Timur-Tengah Ketegangan, Perang akan terus berlanjut, Kompas, Jakarta. Riza Zihbudi, 2007, Menyandera Timur Tengah; kebijakan AS dan Israel atas Negara- Negara Muslim, PT Mizan Publika, Bandung. Organisasi Internasional, Tatanusa, Jakarta. Zainuddin Ali, 2013, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta. 13

PERANAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA DALAM PROSES PENYELESAIAN KONFLIK INTERNASIONAL

PERANAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA DALAM PROSES PENYELESAIAN KONFLIK INTERNASIONAL PERANAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA DALAM PROSES PENYELESAIAN KONFLIK INTERNASIONAL Danial Abstract In particular, to solve the international conflicts, the Security Council of the United

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional. Sebagai subjek hukum internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, salah satunya

Lebih terperinci

KEKUATAN MENGIKAT RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB DALAM PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL

KEKUATAN MENGIKAT RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB DALAM PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL KEKUATAN MENGIKAT RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB DALAM PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL Oleh I Komang Oka Dananjaya Progam Kekhususan Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT The

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Adolf, Huala, 2002, Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional, Jakarta,, 2004, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Bandung,

DAFTAR PUSTAKA. Adolf, Huala, 2002, Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional, Jakarta,, 2004, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Bandung, DAFTAR PUSTAKA Buku Adolf, Huala, 2002, Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada., 2004, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Bandung, Sinar Grafika. Ambarwati,

Lebih terperinci

BAB III. PENUTUP. internasional dan merupakan pelanggaran terhadap resolusi-resolusi terkait

BAB III. PENUTUP. internasional dan merupakan pelanggaran terhadap resolusi-resolusi terkait BAB III. PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan apa yang telah disampaikan dalam bagian pembahasan, maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut. Dewan Keamanan berdasarkan kewenangannya yang diatur

Lebih terperinci

S I L A B I A. IDENTITAS MATA KULIAH INTERNASIONAL STATUS MATA KULIAH KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2 PRASYARAT : SEMESTER SAJIAN : SEMESTER 7

S I L A B I A. IDENTITAS MATA KULIAH INTERNASIONAL STATUS MATA KULIAH KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2 PRASYARAT : SEMESTER SAJIAN : SEMESTER 7 1 S I L A B I A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL : WAJIB STATUS MATA KULIAH KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2 PRASYARAT : SEMESTER SAJIAN : SEMESTER 7 B. DESKRIPSI

Lebih terperinci

SENGKETA INTERNASIONAL

SENGKETA INTERNASIONAL SENGKETA INTERNASIONAL HUKUM INTERNASIONAL H. Budi Mulyana, S.IP., M.Si Indonesia-Malaysia SENGKETA INTERNASIONAL Pada hakikatnya sengketa internasional adalah sengketa atau perselisihan yang terjadi antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memonitoring aktivitas nuklir negara-negara di dunia, International Atomic. kasus Iran ini kepada Dewan Keamanan PBB.

BAB I PENDAHULUAN. memonitoring aktivitas nuklir negara-negara di dunia, International Atomic. kasus Iran ini kepada Dewan Keamanan PBB. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Februari 2003, Iran mengumumkan program pengayaan uranium yang berpusat di Natanz. Iran mengklaim bahwa program pengayaan uranium tersebut akan digunakan

Lebih terperinci

Pada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai he Hague Peace

Pada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai he Hague Peace Pasal 2 (3) dari Piagam PBB - Semua anggota wajib menyelesaikan perselisihan internasional mereka melalui cara-cara damai sedemikian rupa sehingga perdamaian, keamanan dan keadilan internasional tidak

Lebih terperinci

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan Menilai dari jumlah korban sipil dan penyebaran teror terhadap warga sipil terutama rakyat Gaza yang dilakukan oleh Israel selama konflik sejak tahun 2009 lalu

Lebih terperinci

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI Pasal 2 (3) dari Piagam PBB Semua anggota wajib menyelesaikan perselisihan internasional mereka melalui cara-cara damai sedemikian rupa

Lebih terperinci

HAK VETO DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA DALAM KAITAN DENGAN PRINSIP PERSAMAAN KEDAULATAN

HAK VETO DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA DALAM KAITAN DENGAN PRINSIP PERSAMAAN KEDAULATAN HAK VETO DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA DALAM KAITAN DENGAN PRINSIP PERSAMAAN KEDAULATAN Oleh: Sulbianti Pembimbing I : I Made Pasek Diantha Pembimbing II: Made Mahartayasa Program Kekhususan

Lebih terperinci

PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA

PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA Oleh Grace Amelia Agustin Tansia Suatra Putrawan Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara sebagai suatu organisasi kekuasaan tertinggi memiliki peran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara sebagai suatu organisasi kekuasaan tertinggi memiliki peran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara sebagai suatu organisasi kekuasaan tertinggi memiliki peran penting dalam melindungi hak-hak warga negaranya. Dalam menjalankan perannya tersebut, negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan-hubungan internasional pada hakikatnya merupakan proses

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan-hubungan internasional pada hakikatnya merupakan proses 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan-hubungan internasional pada hakikatnya merupakan proses perkembangan hubungan antar negara yang diadakan oleh negara-negara baik yang bertetangga ataupun

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan 99 BAB 5 PENUTUP 5.1.Kesimpulan Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan sebuah kelompok yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa belahan dunia. Salah satu dari konflik tersebut adalah konflik Israel

BAB I PENDAHULUAN. beberapa belahan dunia. Salah satu dari konflik tersebut adalah konflik Israel BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdamaian dunia yang selalu dikumandangkan oleh Persatuan Bangsa- Bangsa (PBB) sepertinya masih membutuhkan waktu yang lama untuk dapat terwujud. Akibat berbagai hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konflik yang terjadi dalam suatu wilayah negara yang berbentuk konflik

BAB I PENDAHULUAN. konflik yang terjadi dalam suatu wilayah negara yang berbentuk konflik 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setelah berakhirnya Perang Dunia konflik baru semakin mengemuka. Konflik yang sering terjadi tidak lagi merupakan konflik antar negara melainkan konflik yang terjadi

Lebih terperinci

BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA

BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA Pada bab ini penulis akan bercerita tentang bagaimana sejarah konflik antara Palestina dan Israel dan dampak yang terjadi pada warga Palestina akibat dari

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL. A. Sejarah Perkembangan Penyelesaian Sengketa Internasional

BAB II PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL. A. Sejarah Perkembangan Penyelesaian Sengketa Internasional 28 BAB II PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL A. Sejarah Perkembangan Penyelesaian Sengketa Internasional Dalam realita, hubungan-hubungan internasional yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA- BANGSA DALM HUKUM INTERNASIONAL

BAB II KEDUDUKAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA- BANGSA DALM HUKUM INTERNASIONAL BAB II KEDUDUKAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA- BANGSA DALM HUKUM INTERNASIONAL A. Sejarah terbentuknya Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa Munculnya keinginan bersama untuk membentuk suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipakai untuk melakukan penyerangan kepada pihak musuh. Peraturanperaturan

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipakai untuk melakukan penyerangan kepada pihak musuh. Peraturanperaturan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konvensi-konvensi Den Haag tahun 1899 merupakan hasil Konferensi Perdamaian I di Den Haag pada tanggal 18 Mei-29 Juli 1899. Konvensi Den Haag merupakan peraturan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL SECARA DAMAI. Dewi Triwahyuni

PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL SECARA DAMAI. Dewi Triwahyuni PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL SECARA DAMAI Dewi Triwahyuni DASAR HUKUM Pencegahan penggunaan kekerasan atau terjadinya peperangan antar negara mutlak dilakukan untuk terhindar dari pelanggaran hukum

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hakikat serta keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa serta

BAB 1 PENDAHULUAN. hakikat serta keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa serta BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat serta keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa serta merupakan anugerah Nya yang

Lebih terperinci

LEGALITAS PENGGUNAAN BOM CURAH (CLUSTER BOMB) PADA AGRESI MILITER ISRAEL KE PALESTINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

LEGALITAS PENGGUNAAN BOM CURAH (CLUSTER BOMB) PADA AGRESI MILITER ISRAEL KE PALESTINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL LEGALITAS PENGGUNAAN BOM CURAH (CLUSTER BOMB) PADA AGRESI MILITER ISRAEL KE PALESTINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Oleh: Alan Kusuma Dinakara Pembimbing: Dr. I Gede Dewa Palguna SH.,

Lebih terperinci

Peranan hamas dalam konflik palestina israel tahun

Peranan hamas dalam konflik palestina israel tahun Peranan hamas dalam konflik palestina israel tahun 1967 1972 Oleh: Ida Fitrianingrum K4400026 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian seperti yang diuraikan pada

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

TESIS ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DALAM KONTRAK SHOWBIZ DI INDONESIA

TESIS ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DALAM KONTRAK SHOWBIZ DI INDONESIA TESIS ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DALAM KONTRAK SHOWBIZ DI INDONESIA OLEH : RADEN BONNY RIZKY NPM 201220252022 PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU HUKUM UNIVERSITAS BHAYANGKARA JAKARTA RAYA 2016 TESIS

Lebih terperinci

Sarana utama memulai & mengembangkan hubungan internasional. Bentuk semua perbuatan hukum dan transaksi masyarakat internasional

Sarana utama memulai & mengembangkan hubungan internasional. Bentuk semua perbuatan hukum dan transaksi masyarakat internasional Perjanjian Internasional Sarana utama memulai & mengembangkan hubungan internasional Bentuk semua perbuatan hukum dan transaksi masyarakat internasional Sarana menetapkan kewajiban pihak terlibat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Subyek hukum internasional dapat diartikan sebagai pemegang hak dan kewajiban berdasarkan Hukum Internasional. 1 Diantara subyek hukum internasional salah satunya

Lebih terperinci

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah/Pengertian Tentang Organisasi Internasional 1. Pengertian organisasi internasional Organisasi internasional adalah suatu proses; organisasi internasional juga menyangkut

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA I. UMUM Dalam kehidupan bernegara, aspek pertahanan merupakan faktor yang sangat hakiki dalam menjamin kelangsungan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

KEDUDUKAN ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM MAHKAMAH INTERNASIONAL

KEDUDUKAN ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM MAHKAMAH INTERNASIONAL KEDUDUKAN ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM MAHKAMAH INTERNASIONAL Oleh Vici Fitriati SLP. Dawisni Manik Pinatih Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Penulisan ini berjudul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap negara pada prinsipnya mempunyai kedaulatan penuh atas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap negara pada prinsipnya mempunyai kedaulatan penuh atas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara pada prinsipnya mempunyai kedaulatan penuh atas wilayahnya baik darat, air, maupun udara, dimana hukum yang berlaku adalah hukum nasional negara masing-masing.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. negara dalam rangka mencapai tujuan tujuan tertentu telah banyak dipraktekan.

BAB I. PENDAHULUAN. negara dalam rangka mencapai tujuan tujuan tertentu telah banyak dipraktekan. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam hubungan pergaulan masyarakat internasional, kerjasama antar negara dalam rangka mencapai tujuan tujuan tertentu telah banyak dipraktekan. Namun demikian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewan keamanan PBB bertugas untuk menjaga perdamaian dan keamanan antar negara dan dalam melaksanakan tugasnya bertindak atas nama negaranegara anggota PBB.

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN PENGUNGSI SURIAH KORBAN GERAKAN NEGARA ISLAM IRAK AN SURIAH DI NEGARA-NEGARA EROPA. Oleh : Nandia Amitaria

PERLINDUNGAN PENGUNGSI SURIAH KORBAN GERAKAN NEGARA ISLAM IRAK AN SURIAH DI NEGARA-NEGARA EROPA. Oleh : Nandia Amitaria PERLINDUNGAN PENGUNGSI SURIAH KORBAN GERAKAN NEGARA ISLAM IRAK AN SURIAH DI NEGARA-NEGARA EROPA Oleh : Nandia Amitaria Pembimbing I : Prof. Dr. I Made Pasek Diantha, SH.,MH Pembimbing II : I Made Budi

Lebih terperinci

JURNAL SKRIPSI KEWENANGAN DEWAN KEAMANAN PBB TERHADAP PENYELESAIAN KONFLIK NON-INTERNASIONAL DI LIBYA TAHUN 2011

JURNAL SKRIPSI KEWENANGAN DEWAN KEAMANAN PBB TERHADAP PENYELESAIAN KONFLIK NON-INTERNASIONAL DI LIBYA TAHUN 2011 JURNAL SKRIPSI KEWENANGAN DEWAN KEAMANAN PBB TERHADAP PENYELESAIAN KONFLIK NON-INTERNASIONAL DI LIBYA TAHUN 2011 Disusun oleh: SCHERTIAN TONY HADINATA NDOLU NPM : 100510458 Program Studi : Ilmu Hukum Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perperangan sejak dahulunya adalah hal yang tidak diinginkan semua orang karena

BAB I PENDAHULUAN. Perperangan sejak dahulunya adalah hal yang tidak diinginkan semua orang karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perperangan sejak dahulunya adalah hal yang tidak diinginkan semua orang karena akibat yang ditimbulkan begitu sangat besar,tak hanya harta benda tetapi juga nyawa yang

Lebih terperinci

negara-negara di Afrika Barat memiliki pemerintahan yang lemah karena mereka sebenarnya tidak memiliki kesiapan politik, sosial, dan ekonomi untuk

negara-negara di Afrika Barat memiliki pemerintahan yang lemah karena mereka sebenarnya tidak memiliki kesiapan politik, sosial, dan ekonomi untuk BAB IV KESIMPULAN Sejak berakhirnya Perang Dingin isu-isu keamanan non-tradisional telah menjadi masalah utama dalam sistem politik internasional. Isu-isu keamanan tradisional memang masih menjadi masalah

Lebih terperinci

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

BAB I PERANAN LIGA ARAB DALAM USAHA MENYELESAIKAN KONFLIK DI SURIAH. Organisasi yang bertujuan untuk menciptakan perdamaian antar negara-negara

BAB I PERANAN LIGA ARAB DALAM USAHA MENYELESAIKAN KONFLIK DI SURIAH. Organisasi yang bertujuan untuk menciptakan perdamaian antar negara-negara BAB I PERANAN LIGA ARAB DALAM USAHA MENYELESAIKAN KONFLIK DI SURIAH A. Alasan Pemilihan Judul Liga Arab adalah organisasi yang beranggotakan dari negara-negara Arab. Organisasi yang bertujuan untuk menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perang etnis menurut Paul R. Kimmel dipandang lebih berbahaya dibandingkan perang antar negara karena terdapat sentimen primordial yang dirasakan oleh pihak yang bertikai

Lebih terperinci

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL (STUDI KASUS NIKARAGUA AMERIKA SERIKAT)

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL (STUDI KASUS NIKARAGUA AMERIKA SERIKAT) MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL (STUDI KASUS NIKARAGUA AMERIKA SERIKAT) Oleh: Ida Primayanthi Kadek Sarna Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdamaian dan keamanan internasional. PBB/United Nations lahir pada tanggal 24

BAB I PENDAHULUAN. perdamaian dan keamanan internasional. PBB/United Nations lahir pada tanggal 24 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya Perserikatan Bangsa-Bangsa ( PBB) sebagai suatu organisasi internasional membawa harapan baru bagi masyarakat internasional di bidang perdamaian dan keamanan

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Didorong oleh dukungan penuh terhadap Konvensi tentang Hak-Hak Anak, yang

Lebih terperinci

Pidato Dr. R.M Marty M. Natalegawa, Menlu RI selaku Ketua ASEAN di DK PBB, New York, 14 Februari 2011

Pidato Dr. R.M Marty M. Natalegawa, Menlu RI selaku Ketua ASEAN di DK PBB, New York, 14 Februari 2011 Pidato Dr. R.M Marty M. Natalegawa, Menlu RI selaku Ketua ASEAN di DK PBB, New York, 14 Februari 2011 Senin, 14 Februari 2011 PIDATO DR. R.M MARTY M. NATALEGAWA MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA SELAKU

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL

PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL 1 BATASAN SENGKETA INTERNASIONAL Elemen sengketa hukum internasional : a. mampu diselesaikan oleh aturan HI b. mempengaruhi kepentingan vital negara c. penerapan HI

Lebih terperinci

HUKUM INTERNASIONAL PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL PERTEMUAN XXVII, XXVIII & XXIX. By Malahayati, SH, LLM

HUKUM INTERNASIONAL PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL PERTEMUAN XXVII, XXVIII & XXIX. By Malahayati, SH, LLM HUKUM INTERNASIONAL PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL PERTEMUAN XXVII, XXVIII & XXIX By Malahayati, SH, LLM 1 TOPIK PRINSIP UMUM JENIS SENGKETA BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA PENYELESAIAN POLITIK PENYELESAIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penderitaan. Manusia diciptakan bersuku suku dan berbangsa bangsa untuk saling

BAB I PENDAHULUAN. penderitaan. Manusia diciptakan bersuku suku dan berbangsa bangsa untuk saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya semua manusia mendambakan untuk hidup dalam suasana damai, tenteram, dan sejahtera, bahkan tak satupun makhluk hidup ini yang suka akan penderitaan.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA TENTANG KERANGKA KERJA SAMA KEAMANAN (AGREEMENT BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA

Lebih terperinci

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TERHADAP NEGARA-NEGARA BERKONFLIK (KASUS INVASI IRAK KE KUWAIT 1990 DAN PERANG KOREA 1958 DITINJAU DARI SEGI HUKUM INTERNASIONAL) S K R I P S I Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa Bangsa selanjutnya disebut PBB merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa Bangsa selanjutnya disebut PBB merupakan suatu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perserikatan Bangsa Bangsa selanjutnya disebut PBB merupakan suatu organisasi internasional yang dibentuk sebagai pengganti Liga Bangsa Bangsa selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional 4. Kedaulatan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional 4. Kedaulatan BAB I PENDAHULUAN H. Latar Belakang Kedaulatan ialah kekuasaan tertinggi yang dimiliki oleh suatu negara untuk secara bebas melakukan berbagai kegiatan sesuai dengan kepentingannya asal saja kegiatan tersebut

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.324, 2013 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Hukum. Humaniter. Hak Asasi Manusia. Penyelenggaraan Pertahanan Negara. Penerapan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK DEMOKRATIK TIMOR- LESTE TENTANG AKTIFITAS KERJA SAMA DIBIDANG PERTAHANAN

Lebih terperinci

BAB III SIKAP OKI TERHADAP KONFLIK ARAB/PALESTINA-ISRAEL. Arab/Palestina-Israel lalu kegagalan OKI (Organisasi Kerjasama Islam) dalam menangnai dan

BAB III SIKAP OKI TERHADAP KONFLIK ARAB/PALESTINA-ISRAEL. Arab/Palestina-Israel lalu kegagalan OKI (Organisasi Kerjasama Islam) dalam menangnai dan BAB III SIKAP OKI TERHADAP KONFLIK ARAB/PALESTINA-ISRAEL Pada Bab 3 ini membahas tentang sikap OKI (Organisasi Kerjasama Islam) dan konflik berkepanjangan Palestina, yang meliputi; sejarah dari Palestina,

Lebih terperinci

LEGALITAS PENGANCAMAN DAN PENGGUNAAN SENJATA NUKLIR OLEH NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL

LEGALITAS PENGANCAMAN DAN PENGGUNAAN SENJATA NUKLIR OLEH NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL LEGALITAS PENGANCAMAN DAN PENGGUNAAN SENJATA NUKLIR OLEH NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL Oleh: Dani Budi Satria Putu Tuni Cakabawa Landra I Made Budi Arsika Program Kekhususan Hukum Internasional dan

Lebih terperinci

Isi. Pro dan Kontra Palestina masuk PBB

Isi. Pro dan Kontra Palestina masuk PBB Isi Pro dan Kontra Palestina masuk PBB Dari 193 negara anggota Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), 138 negara anggota menyetujui Palestina tidak lagi hanya berstatus sebagai entitas pengamat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyaknya kasus tindak pidana ringan yang terjadi di Indonesia dan sering menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan ancaman hukuman

Lebih terperinci

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL Resolusi disahkan oleh konsensus* dalam Sidang IPU ke-128 (Quito, 27 Maret 2013) Sidang ke-128 Inter-Parliamentary

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN LEMBAGA PERMANENT COURT OF ARBITRATION DALAM PENYELESAIAN SENGKETA

BAB II KEDUDUKAN LEMBAGA PERMANENT COURT OF ARBITRATION DALAM PENYELESAIAN SENGKETA BAB II KEDUDUKAN LEMBAGA PERMANENT COURT OF ARBITRATION DALAM PENYELESAIAN SENGKETA D. Pengertian Sengketa Internasional Sengketa biasanya bermula dari suatu situasi dimana ada pihak yang merasa dirugikan

Lebih terperinci

DALAM KRISIS NUKLIR KOREA UTARA. Oleh : ABSTRACT

DALAM KRISIS NUKLIR KOREA UTARA. Oleh : ABSTRACT DALAM KRISIS NUKLIR KOREA UTARA Oleh : ABSTRACT This study aims to identify and describe the action done by UN Security Council related to its role in dealing with the nuclear crisis in North Korea as

Lebih terperinci

PERANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB) DALAM UPAYA PENYELESAIAN KONFLIK ISRAEL-PALESTINA TAHUN

PERANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB) DALAM UPAYA PENYELESAIAN KONFLIK ISRAEL-PALESTINA TAHUN PERANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB) DALAM UPAYA PENYELESAIAN KONFLIK ISRAEL-PALESTINA TAHUN 1947-1988 Skripsi Oleh: RINI SUBEKTI NIM 020210302011 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions)

DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions) Fakta dan Kekeliruan April 2009 DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions) Kekeliruan 1: Bergabung dengan Konvensi Munisi Tandan (CCM) menimbulkan ancaman

Lebih terperinci

KESEPAKATAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) MELALUI PERJANJIAN BERSAMA DITINJAU DARI ASPEK HUKUM KETENAGAKERJAAN

KESEPAKATAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) MELALUI PERJANJIAN BERSAMA DITINJAU DARI ASPEK HUKUM KETENAGAKERJAAN KESEPAKATAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) MELALUI PERJANJIAN BERSAMA DITINJAU DARI ASPEK HUKUM KETENAGAKERJAAN Oleh: I Nyoman Wahyu Triana I Made Udiana Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB VII PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)

BAB VII PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) BAB VII PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Pada akhir kuliah mahasiswa diharapkan dapat memberikan argumentasi terhadap penyelesaian sengketa internasional secara damai

Lebih terperinci

KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004

KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004 KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004 1. Ketentuan UUD 1945: a. Pra Amandemen: Pasal 11: Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah

Lebih terperinci

Key Words: Indications, Practice of Dumping, Laws

Key Words: Indications, Practice of Dumping, Laws INDIKASI PRAKTIK DUMPING MENURUT KETENTUAN PERUNDANGAN INDONESIA oleh Putu Edgar Tanaya Ida Ayu Sukihana Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Indications Dumping Practices Legislation

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN CHARTER OF THE ASSOCIATION OF SOUTHEAST ASIAN NATIONS (PIAGAM PERHIMPUNAN BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah

Lebih terperinci

BAB VI. 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al-

BAB VI. 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al- 166 BAB VI 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al- Assad berkaitan dengan dasar ideologi Partai Ba ath yang menjunjung persatuan, kebebasan, dan sosialisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan paling sempurna. Dalam suatu kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif maupun yang sudah modern

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi

BAB I PENDAHULUAN. yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di berbagai belahan dunia, korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan tindak pidana lainnya. Fenomena ini dapat dimaklumi mengingkat dampak

Lebih terperinci

PELANGGARAN KEDAULATAN NEGARA TERKAIT TINDAKAN SPIONASE DALAM HUBUNGAN DIPLOMASI INTERNASIONAL

PELANGGARAN KEDAULATAN NEGARA TERKAIT TINDAKAN SPIONASE DALAM HUBUNGAN DIPLOMASI INTERNASIONAL PELANGGARAN KEDAULATAN NEGARA TERKAIT TINDAKAN SPIONASE DALAM HUBUNGAN DIPLOMASI INTERNASIONAL Oleh Ngakan Kompiang Kutha Giri Putra I Ketut Sudiartha Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melepaskan diri dari berinteraksi atau berhubungan satu sama lain

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melepaskan diri dari berinteraksi atau berhubungan satu sama lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial (zoon politicon), yakni makhluk yang tidak dapat melepaskan diri dari berinteraksi atau berhubungan satu sama lain dalam rangka memenuhi

Lebih terperinci

Sejarah Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia telah diadopsi ole

Sejarah Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia telah diadopsi ole Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia I Made Agung Yudhawiranata Dermawan Mertha Putra Sejarah Konvensi menentang Penyiksaan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEAMANAN NASIONAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEAMANAN NASIONAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KEAMANAN NASIONAL Jakarta, 16 Oktober 2012 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KEAMANAN NASIONAL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH Deklarasi Hak dan Kewajiban Individu, Kelompok dan Badan-badan Masyarakat untuk Pemajuan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar yang Diakui secara Universal Diadopsi oleh resolusi Majelis

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA DAN AUSTRALIA TENTANG KERANGKA KERJA SAMA KEAMANAN (AGREEMENT BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND AUSTRALIA ON THE FRAMEWORK FOR

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pertahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional. tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional. tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan Organisasi Internasional itu sendiri, yang sudah lama timbul

Lebih terperinci

SKRIPSI PERAN DEWAN KEAMANAN PBB DALAM MENYELESAIKAN KONFLIK WILAYAH ISRAEL-PALESTINA. Diajukan oleh : Shela Caesar NPM :

SKRIPSI PERAN DEWAN KEAMANAN PBB DALAM MENYELESAIKAN KONFLIK WILAYAH ISRAEL-PALESTINA. Diajukan oleh : Shela Caesar NPM : SKRIPSI PERAN DEWAN KEAMANAN PBB DALAM MENYELESAIKAN KONFLIK WILAYAH ISRAEL-PALESTINA Diajukan oleh : Shela Caesar NPM : 080509936 Program Studi : Ilmu Hukum Program Kekhususan : Hukum Tentang Hubungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Konflik Hizbullah-Israel dimulai dari persoalan keamanan di Libanon dan Israel yang telah

I. PENDAHULUAN. Konflik Hizbullah-Israel dimulai dari persoalan keamanan di Libanon dan Israel yang telah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik Hizbullah-Israel dimulai dari persoalan keamanan di Libanon dan Israel yang telah terjadi atau mempunyai riwayat yang cukup panjang. Keamanan di wilayah Libanon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan invasi militer yang dilakukan oleh Israel ke Jalur Gaza yang di

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan invasi militer yang dilakukan oleh Israel ke Jalur Gaza yang di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindakan invasi militer yang dilakukan oleh Israel ke Jalur Gaza yang di mulai pada 27 Desember 2008 lalu, telah menarik perhatian dunia internasional, konflik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah

Lebih terperinci

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN SECARA MEDIASI TERHADAP PRODUK CACAT DALAM KAITANNYA DENGAN TANGGUNG JAWAB PRODUSEN

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN SECARA MEDIASI TERHADAP PRODUK CACAT DALAM KAITANNYA DENGAN TANGGUNG JAWAB PRODUSEN MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN SECARA MEDIASI TERHADAP PRODUK CACAT DALAM KAITANNYA DENGAN TANGGUNG JAWAB PRODUSEN Oleh : I Gede Agus Satrya Wibawa I Nengah Suharta Bagian Hukum Bisnis Fakultas

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL. Wahyuningsih

PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL. Wahyuningsih PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL Wahyuningsih 2012 Judul: Penyelesaian Sengketa Internasional Penulis: Wahyuningsih Editor: Endra Wijaya Deni Bram Kolase pada kover: een Hak cipta pada penulis. Hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konflik Israel-Palestina sudah sejak lama menjadi perhatian utama masyarakat internasional. Bahkan, konflik antara kedua negara ini senantiasa dijadikan agenda utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa terhindar dari sengketa. Perbedaan pendapat maupun persepsi diantara manusia yang menjadi pemicu

Lebih terperinci

Pada umumnya hukum internasional membedakan sengketa internasional atas sengketa yang

Pada umumnya hukum internasional membedakan sengketa internasional atas sengketa yang A. PENDAHULUAN Pada umumnya hukum internasional membedakan sengketa internasional atas sengketa yang bersifat politik dan sengketa yang bersifat hukum. Sengketa politik adalah sengketa dimana suatu negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan.

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini modus kejahatan semakin berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Dalam perkembangannya kita dihadapkan untuk bisa lebih maju dan lebih siap dalam

Lebih terperinci

91 menganut prinsip penyeleasaian sengketa dilakukan dengan jalan damai maka ASEAN berusaha untuk tidak menggunakan langkah yang represif atau dengan

91 menganut prinsip penyeleasaian sengketa dilakukan dengan jalan damai maka ASEAN berusaha untuk tidak menggunakan langkah yang represif atau dengan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Melalui penelitian mengenai peran ASEAN dalam menangani konflik di Laut China Selatan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Sengketa di Laut China Selatan merupakan sengketa

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM HUMANITER DALAM KONFLIK BERSENJATA INTERNAL SURIAH

PENEGAKAN HUKUM HUMANITER DALAM KONFLIK BERSENJATA INTERNAL SURIAH PENEGAKAN HUKUM HUMANITER DALAM KONFLIK BERSENJATA INTERNAL SURIAH Oleh I Wayan Gede Harry Japmika 0916051015 I Made Pasek Diantha I Made Budi Arsika Program Kekhususan Hukum Internasional Fakultas Hukum

Lebih terperinci