BAB II KEDUDUKAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA- BANGSA DALM HUKUM INTERNASIONAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KEDUDUKAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA- BANGSA DALM HUKUM INTERNASIONAL"

Transkripsi

1 BAB II KEDUDUKAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA- BANGSA DALM HUKUM INTERNASIONAL A. Sejarah terbentuknya Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa Munculnya keinginan bersama untuk membentuk suatu organisasi internasional sebagai jawaban atas kekhawatiran akan terjadi perang setelah berakhirnya perang dunia ke-2 PBB merupakan salah satu kepanjangan tangan dari dari Liga Bangsa-Bangsa yang bubar setelah Perang Dunia I. Keseriusan negara-negara untuk membahas masalah tersebut ditunjukan dengan sering diadakanya perundingan-perundingan antar negara untuk membahas perlunya suatu organisasi internasional yang dapat menjamin stabilitas keamanan dunia. Dalam setiap pertemuan yang diadakan, juga dibahas mengenai keinginan untuk hidup bersama secara damai dalam masyarakat internaslonal. Hingga pada akhirnya diadakan pertemuan antar negara-negara sekutu pada tanggal 12 Jum 1941 St James's palace, Ingggris. Petemuaan itu dihadiri oleh wakil-wakil negara seperti Australia, New Zeland, Kanada, Uill Afrika Selatan, Inggris, serta wakil-wakil dan pemerintahan Belgia, Cekoslovakia, Yunani, Luxemburg, Belanda, Norwegia, Polandia dan Yugoslavia serta turut pula jenderal De Gaulle dari Perancis. Dalam pertemuan ini, yang selanjutnya dikenal sebagai pertemuan London, berhasil disepakati dan ditandatanggani deklarasi London. Deklarasi ini antara lain menyatakan bahwa satu-satunya dasar yang sejati bagi pemeliharaan perdamalan adalah kehendak kerjasama antara bangsa 31

2 32 Perserikatan Bangsa-Bangsa terbentuk pada tanggal 24 oktober ditandai dengan adanya deklarasi London pada tanggal 12 Juni 1941 yang dilanjutkan oleh Piagam Atlantik antara Amerika Serikat dan Inggris. Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa disusun menjelang berakhirnya Perang Dunia II oleh wakil-wakil dari 50 Pemerintah yang mengadakan pertemuan dan Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Organisasi Internasional di San Fransisco dari 25 April sampai 26 Juni Perserikatan Bangsa-Bangsa sekarang ini merupakan satu organisasi dari 184 negara, hampir semua negara yang berada di atas planet Bumi ini, yang secara hukum terikat pada kerjasama dalam mendukung prinsip-prinsip dan tujuan yang tercantum di dalam Piagamnya. Keterikatan ini termasuk keterikatan untuk elenyapkan peperangan, menggalakan hak-hak asasi manusia, mempertahankan penghormatan terhadap keadilan dan hukum internasional, meningkatkan kemajuan sosial dan hubungan bersahabat di antara bangsa-bangsa, dan memanfaatkan organisasi dunia tersebut sebagai pusat untuk menyelaraskan langkah-langkah mereka untuk mencapai tujuan tersebut 41 Sedangkan Tujuan dari PBB sendiri secara rinci tercantum dalam Pasal 1 piagam PBB adalah sebagai berikut : 1. Memelihara perdamaian dan keamanan internasional. 2. Memajukan hubungan persahabatan antar bangsa berdasarkan penghargaan atas persamaan hak dan penentuan nasib sendiri. 41 Perserikatan Bangsa-Bangsa, Pengetahuan Dasar Mengenai Perserikatan Bangsa- Bangsa,Kantor Penerangan Perserikatan Bangsa-Bangsa, 1990, hlm 18

3 33 3. Menciptakan kerjasama internasional dalam menyelesaikan persoalanpersoalan internasional di lapangan ekonomi, social dan kebudayaan. 4. Menjadikan PBB sebagai pusat bagi penyelarasan segala tindakan bangsa-bangsa dalam mencapai tujuan. Dewan keamanan PBB adalah badan terkuat di PBB. Tugasnnya adalah menjaga perdamaian dan keamanan antar negara. Sedangkan badan PBB lainnya hanya dapat memberikan rekomondasi kepada para anggota dewan keamanan. Dewan keamanan mempunyai untuk mengambil keputusan yang harus dilaksanakan para anggota dibawah program PBB. Dewan Keamanan mengadakan pertemuan pertamanya pada 17 Januari 1946 di Chara House, London dan keputusan yang mereka tetapkan disebut Resolusi Dewan Keamanan PBB. Hak Veto adalah untuk membatalkan keputusan atau Resolusi yang di ajukan oleh PBB atau Dewan keamanan PBB. Hak Veto sampai dengan sekarang, hanya dimiliki negara-negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB. 42 Dewan Keamanan diberi Hak dan wewenang untuk menentukan suatu Hal atau masalah yang di anggap mengganggu perdamaian, mengancam perdamaian atau tindakan agresif. Selanjutnya, sebagai tambahan ada suatu komite staf militer dari negara anggota tetap dan di maksudkan agar dapat mempersiapkan tindakan segera apabila terdapat ancaman perdamaian. Dewan Keamanan di berikan 42 diakses tanggal 21 April 2014

4 34 wewenang untuk melakukan tindakan segera guna mejaga ketertiban dan keamanan dunia Dewan Keamanan mempunyai lima anggota tetap. Mereka aslinya adalah kekuatan yang menjadi pemenang perang dunia ke 2. Republik Cina di keluarkan pada tahun 1971 dan di gantikan oleh Republik rakyat Cina atau RRC. Setelah yunisoviet pecah Rusia masuk menggantikannya. Sehingga lengkap menjadi anggota tetap :Republik Rakyat Tiongkok, Prancis, Rusia, Inggris, Amerika Serikat. Ke 5 anggota tersebut adalah negara-negara yang boleh mempunyai senjata nuklir di bawah perjanjian non proliferasi nuklir. Adapun Hak dan Tugas Dewan Keamanan antara lain: Menyelidiki perselisihan atau ketegangan yang terjadi antara 2 atau lebih negara. 2. Dewan Keamanan adalah satu-satunya unit PBB yang mempunyai kekuasaan membuat keputusan-keputusan. Keputusan-keputusan ini sesuai dengan Piagam PBB dan harus dipatuhi oleh para anggota. 3. Mengupayakan penyelesaian perselisihan-perselisihan dengan cara-cara damai. a. Perundingan : dalam hal ini biasanya dilakukan diplomasi. b. Panitia penyelidikan : untuk menetapkan kemungkinan menghilangkan pertikaian diakses tanggal 24 April 2014

5 35 c. Panitia perdamaian : dibentuk panitita internasional yang ditunjuk oleh pihak-pihak yang bersengketa untuk menghasilkan persetujuan yang dapat diterima oleh pihak-pihak yang bersengketa d. Perantara atau jasa-jasa baik : suatu negara, komisi atau tokoh ditunjuk dan disetujui oleh kedua belah pihak untuk mempercepat tercapainya perdamaian. 4. Penyelesaian perselisihan dengan cara paksaanhukum atas persetujuan yang tercapai. 5. Mengeluarkan perintah penghentian tembak-menembak bila sengketa sudah menjurus kepada peperangan, guna mencegah kemingkinan meluasnya pertikaian ke daerah lain. 6. Melakukan langkah-langkah pemaksaan, tindakan militer, melaksanakan sanksi ekonomi (misalnya embargo). 7. Mengirimkan pasukan-pasukan pemeliharaan perdamaian daerah-daerah sengketa (misalnya pernah mengirim kontingen UNIIMOG (United Nations Iraq-Iran Military Observer Group), yang bertugas mengawasi pelaksanaan gencatan senjata antara Irak dan Iran yang bertikai selama 8 tahun). Dalam tugasnya, Dewan Keamanan PBB dibantu oleh : 1. Panitia Staf Militer 2. Panitia Pelucutan Senjata 3. Pasukan PBB

6 36 Dalam Dewan Keamanan dikenal hak veto, yaitu : hak untuk menolak atau membatalkan keputusan yang dibuat oleh Dewan Keamanan. Hak veto hanya dimiliki anggota tetap Dewan Keamanan. Setiap anggota Dewan Keamanan hanya mempunyai satu suara. Masalah-masalah penting yang menjadi keputusan Dewan Keamanan harus disetujui oleh sedikitnya 9 negara anggota, termasuk suara setuju kelima anggota tetap. B. Struktur Organisasi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa Berdasarkan Piagam PBB terdapat lima badan utama Perserikatan Bangsa- Bangsa yaitu : 1. Majelis Umum Merupakan badan permusyawaratan utama, yang terdiri dari wakil-wakil Negara-Negara Anggota, yang masing-masing memiliki satu suara. Keputusan mengenai masalah-masalah penting, seperti perdamaian dan keamanan, anggota baru, dan masalah anggaran, membutuhkan mayoritas dua pertiga. Keputusankeputusan yang menyangkut masalah lain-lain dicapai melalui mayoritas sederhana. Dasar hukum keberadaan lembaga ini tertuang dalam Bab IV Pasal 9 samapi Pasal 22 Piagam PBB. 2. Dewan Keamanan Berdasarkan Piagam, tanggung jawab utama Dewan Keamanan adalah perdamaian dan keamanan internasional. Dewan memiliki 15 anggota: lima anggota tetap Amerika Serikat, Inggris, Rusia, Prancis dan Cina dan 10 anggota tidak tetap yang dipilih oleh Majelis Umum untuk masa dua tahun. Ke-5 negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB mempunyai hak Veto yaitu hak yang

7 37 dimiliki oleh anggota tetap Dewan Keamanan PBB untuk membatalkan keputusan yang telah diambil. Pada tahun 1965, keanggotaan Dewan Keamanan telah bertambah dari 11 menjadi 15 (Pasal 23) dan jumlah suara yang mendukung yang diperlukan untuk masalah-masalah prosedural bertambah dari tujuh menjadi sembilan, sedangkan mengenai masalah-masalah lain juga bertambah menjadi sembilan, termasuk suara mendukung dari kelima anggota tetap (Pasal 27). 44 Dasar hukum keberadaan lembaga ini tertuang dalam Bab V Pasal 23 sampai Pasal 32 Piagam PBB. 3. Mahkamah Internasional Mahkamah Internasional merupakan badan hukum utama Perserikatan Bangsa-Bangsa. Statuta Mahkamah Internasional merupakan bagian integral dari Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa. Mahkamah terbuka untuk yang menjadi pihak dari Statutanya. Anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa secara otomatis menjadi pihak dari Statuta. Mahkamah Internasional terdiri dari 15 hakim yang dipilih oleh Majelis Umum dan Dewan Keamanan, yang memberikan suara secara independen. 45 Dasar hukum keberadaan lembaga ini tertuang dalam Bab XIV Pasal 92 sampai Pasal 96 Piagam PBB. Yuridiksi Mahkamah Internasional dijelaskan dalam Pasal 38 Statuta yang menerapkan : a. Ketentuan-ketentuan dari konvensi-konvensi internasional yang sudah ada yang diakui Negara-Negara yang bertikai; b. Kebiasaan internasional yang telah diterima dalam praktek umum sebagai hukum; 44 Ibid., hlm 9 45 Ibid., hlm 22

8 38 c. Prinsip-prinsip umum dari hukum yang diakui oleh bangsabangsa; dan d. Ketentuan-ketentuan hukum dan pandangan-pandangan para ahli hukum internasional yang berkualifikasi tinggi dari berbagai negara, sebagai bahan tambahan dalam menegakan hokum 4. Sekretariat Perserikatan Bangsa-Bangsa Sekretariat, dikepalai Sekertaris Jenderal dan terdiri dari staf internasional yang bertugas di Markas Besar. bertugas melayani badan-badan lain Perserikatan Bangsa-Bangsa dan mengelola program dan kebijaksanaan yang telah mereka tentukan. Sekertariat dikepalai oleh Sekretaris Jenderal yang diangkat oleh Majelis Umum berdasarkan rekomendasi Dewan Keamanan dengan masa jabatan lima tahun. Dasar hukum keberadaan lembaga ini tertuang dalam Bab XV Pasal 97 sampai Pasal 101 Piagam PBB Selain itu Perserikatan Bangsa-Bangsa juga mempunyai badan-badanlain yang mendukung berjalannya tujuan PBB seperti yang tercantum dalam Piagam PBB, yaitu: Badan Subsider, adalah organ PBB yang bilamana perlu dapat dibentuk sesuai dengan ketentuan Piagam. Menurut Piagam PBB, Dewan Keamanan dapat membentuk organ subsider bila dipandang perlu, diantaranya: United Nations Interim Force in Libanon (UNIFIL) Pasukan sementara PBB di Libanon, United Nations Iran Iraq Military Observer Group (UNIIMOG), United Nations Transitional Authority in Cambodia F.Sugeng Istanto, Hukum Internasional, (Yogjakarta: Universitas Atmajaya, 1998, hlm.

9 39 (UNTAC), United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East (UNRWA). 2. Badan Khusus, adalah organisasi internasional publik di bidang ekonomi, sosial, kesehatan, pendidikan, kebudayaan, dan yang berkaitan dengan bidang tersebut yang ditempatkan dalam suatu hubungan dengan PBB. Badan khusus tersebut antara lain : International Labour Organizations (ILO), Food and Agricultural Organizations (FAO), World Health Organization (WHO), International Monetary Fund (IMF), International Bank For Reconstruction and Development (IBRD), International Telecommunication Union (ITU) United Nations Educational Scientific and Cultura Organization (UNESCO), United Nations International Children s Emergency Fund (UNICEF), Universal Postal Union (UPU), United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR). 5. Dewan Ekonomi dan Sosial Dewan Ekonomi dan Sosial dibentuk oleh Piagam sebagai organ utama untuk mengkoordinasikan kerja di bidang ekonomi dan social dari Perserikatan Bangsa-Bangsa dan badan-badan serta lembaga-lembaga khususnya yang dikenal sebagai organisasi Keluarga Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dewan memiliki 54 anggota yang bertugas untuk masa tiga tahun. Sebanyak 18 anggota dipilih setiap tahun untuk masa tugas tiga tahun guna menggantikan 18 anggota yang masa tugasnya selama tiga tahun telah habis. Pada tahun 1965, keanggotaan Dewan Ekonomi dan Sosial bertambah dari 18 menjadi 27 dan, pada tahun 1973,

10 40 meningkat lagi menjadi 54 (Pasal 61). 47 Dasar hukum keberadaan lembaga ini tertuang dalam Bab X Pasal 61 sampai Pasal 72 Piagam PBB. Dewan Ekonomi dan Sosial bekerja di bawah wewenang Majelis Umum, berkepentingan memajukan ekonomi dan sosial bagi kemakmuran masyarakat internasional. Dalam bidang hak asasi manusia, Dewan ini bertugas membuat rekomendasi dalam rangka menggalakkan penghormatan dan ketaatan terhadap HAM dan kebebasan asasi, di samping juga bertanggung jawab menerima laporan dan mengkoordinasikan kegiatan serta menandatangani persetujuan-persetujuan dengan badan-badan khusus hak asasi manusia seperti UNESCO, WHO dan LSM-LSM. Berdasarkan Pasal 68 Deklarasi, Badan ini berkewajiban membentuk komisi-komisi untuk membantu menjalankan tugas-tugasnya. Otoritas kewenangannya berhubungan dengan hak asasi manusia ditangani oleh Komisi Hak Asasi Manusia (CHR), Subkomisi Pencegahan Diskriminasi dan Perlindungan Minoritas serta Komisi mengenai Status Kaum Wanita Tugas dan wewenang yang dibebankan pada anggota Dewan Ekonomi dan Sosial PBB adalah sebagai berikut : 48 1) Membahas dan mencoba mencari penyelesaian dari masalah-masalah ekonomi, sosial budaya dan kesehatan yang terjadi pada anggota khususnya dan dunia umumnya 2) Memberikan nasehat dalam rangka menjunjung tinggi hak-hak yang harus dimiliki oleh setiap warga dunia 47 Perserikatan Bangsa-Bangsa, Op. Cit., hlm Ibid.,.hlm 11

11 41 3) Menyelenggarakan konfrensi tingkat internasional serta menyusun naskahnaskah yang dibutuhkan dalam konfrensi tersebut untuk diserahkan pada majelis umum 4) Menyelenggarakan konsultasi dengan organisasi non pemerintah yang telah diatur oleh ECOSOC 5) mengkoordinasi fungsi-fungsi badan anak pbb yang sering kali tumpang tindih 6) Membuat perjanjian atau kebijakan yang dibutuhkan guna Menjalankan tugas dan wewenangnya C. Kedudukan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Tujuan utama pembentukan PBB adalah memelihara perdamaian dan keamanan internasional. Untuk mencapai tujuan tersebut, PBB mengambil langkah-langkah bersama secara efektif dalam mencegah dan menghindari ancaman agresi atau pelanggaran lain terhadap perdamaian dan mengusahakan penyelesaian melalui cara-cara damai, sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan hukum internasional Pasal 1 ayat (1) piagam PBB. Dalam kaitan dengan usahausaha pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional, PBB telah meletakkan lima prinsip dasar dalam piagamnya, yaitu 49 : 1. Prinsip untuk menyelesaikan perselisihan internasional secara damai (Pasal 2 ayat 3 jo. Bab VI dan VII Piagam). 49 Suryokusumo, Sumaryo. Organisasi Internasional. (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1997) hlm, 8

12 42 2. Prinsip untuk tidak menggunakan ancaman atau kekerasan (Pasal 2 ayat 4 Piagam). 3. Prinsip mengenai tanggung jawab untuk menentukan adanya ancaman (Pasal 39). 4. Prinsip mengenai pengaturan persenjataan (Pasal 26 Piagam). 5. Prinsip umum mengenai kerjasama di bidang pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional (Pasal 11 ayat 1 Piagam). Dalam hal ini, jika terjadi sengketa yang mengancam perdamaian dunia, maka, badan-badan PBB yang terlibat dalam pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional turut serta dalam menyelesaikan sengketa tersebut. Dewan Keamanan mempunyai tanggung jawab utama (Primary responsibility) dalam memelihara perdamaian dan keamanan internasional Pasal 24 ayat (1) Piagam PBB. Wewenang Dewan Keamanan berdasarkan piagam dianggap cukup ekstensif memberi peluang bagi organisasi tersebut. Lebih jauh lagi, hal ini berguna untuk merumuskan dan membedakan kewenangannya dengan wewenang Majelis Umum yang lebih umum dan kurang bersifat paksaan Wewenang Dewan Keamanan dalam mencapai tujuan utama, khususnya dalam memelihara perdamaian dan keamanan internasional dilakukan dengan dua cara, yaitu usaha penyelesaian sengketa secara damai (Bab VI Piagam) dan penyelesaian sengketa secara paksa berupa tindakan terhadap adanya ancaman perdamaian, pelanggaran perdamaian dan tindakan agresi. (Bab VII Piagam). Pada hakikatnya wewenang Dewan Keamanan tersebut merupakan konsekuensi logis dari tanggung jawab utama Dewan Keamanan.

13 43 Bab VI Piagam, mengatur penyelesaian sengketa secara damai, memberi wewenang Dewan Keamanan untuk membuat rekomendasi prosedur dan syaratsyarat penyelesaian sengketa 50. Langkah-langkah yang dapat diambil Dewan Keamanan adalah sebagai berikut: 1. Melakukan penyelidikan terhadap sengketa atau situasi untuk menentukan apakah perdamaian dan keamanan internasional berbahaya. 2. Dapat meminta semua pihak untuk menggunakan cara-cara damai jika situasi membahayakan perdamaian internasional. 3. Merekomendasikan prosedur-prosedur atau metode-metode yang layak untuk penyelesaian, contohnya menyerahkan sengketa hukum ke ICJ. 4. Merekomendasikan syarat-syarat penyelesaian sengketa Hal yang perlu diperhatikan adalah wewenang untuk meminta pihak-pihak yang terlibat agar menyelesaian sengketa dengan cara damai atau merekomendasi prosedur-prosedur atau metode-metode penyelesaian, serta merekomendasikan syarat-syarat penyelesaian sengketa pada hal-hal yang bersifat menganjurkan (recommendatory) dan terbatas pada sengketa yang kemungkinan membahayakan perdamaian dan keamanan 51. Walau demikian, Dewan Keamanan tidak memiliki wewenang berkenaan dengan segala macam sengketa. Tetapi, Dewan Keamanan juga dapat menyelidiki suatu sengketa untuk mengetahui sampai sejauh mana hal tersebut membahayakan perdamaian dan keamanan. Negara-negara PBB telah melimpahkan tanggung 50 Baros, James. The United Nations, Past, Present and Future. New York: The Free Press, 1972). hlm Mauna, Boer. Hukum Internasional, Pengertian, Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global (Bandung: Alumni, 2000) hlm 186

14 44 jawab utama kepada Dewan Keamanan dalam pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional. Tanggung jawab Dewan Keamanan tercermin dalam beberapa hal antara lain: 52 a. Meski Dewan Keamanan hanya terdiri dari anggota PBB yang jumlahnya terbatas, tindakan-tindakan yang dilakukan adalah atas nama seluruh anggota PBB. b. Dewan Keamanan mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan yang mengikat tidak saja pada anggotanya tetapi juga mengikat semua negara anggota PBB dan negara bukan anggota (Pasal 2 ayat 6). c. Hak untuk memutuskan itu dibatasi oleh aturan untuk kebulatan suara (rule of unanimity) atau yang lazim disebut veto, sehingga kelima anggota DK mempunyai hak untuk memblokir usul-usul yang bersifat non prosedural yang diajukan di Dewan Keamanan termasuk amandemen terhadap piagam. d. Dewan Keamanan harus dapat berfungsi setiap waktu. e. Piagam juga memberikan hak kepada Dewan Keamanan untuk menentukan sendiri aturan tata caranya. Badan-badan PBB lain yang berhubungan dengan masalah perdamaian dan keamanan internasional adalah Majelis Umum dan Sekertaris Jenderal. Peranan Majelis Umum menurut Pasal 10 Piagam PBB: Majelis umum dapat membahas semua persoalan atau hal-hal yang termasuk dalam kerangka piagam 52 Ibid., hal 11

15 45 atau yang berhubungan dengan kekuasaan dan fungsi salah satu organ yang tercantum dalam piagam...dan membuat rekomendasi-rekomendasi kepada anggota-anggota PBB atau ke Dewan Keamanan Peranan Majelis dalam pemeliharaan perdamaian terdapat dalam Pasal 11 ayat (2) yang menyatakan bahwa. Majelis dapat membahas dan membuat rekomendasi-rekomendasi mengenai semua persoalan yang berhubungan dengan pemeliharaan keamanan internasional yang diajukan oleh salah satu anggota PBB atau Dewan Keamanan atau oleh satu negara bukan anggota PBB. Berdasarkan Pasal di atas, Majelis Umum berwenang atas berbagai persoalan baik terhadap negara anggotanya maupun bukan. Majelis Umum juga mempunyai kekuasaan untuk intervensi langsung dalam dua hal yakni; Pertama, menurut Pasal 11 ayat (3), Majelis dapat menarik perhatian Dewan Keamanan terhadap semua keadaan yang dapat membahayakan perdamaian dan keamanan internasional. Selanjutnya, menurut Pasal 14; Majelis dapat mengusulkan tindakan-tindakan untuk penyelesaian secara damai semua keadaan, tanpa memandang asal-usul yang mengganggu kesejahteraan umum atau membahayakan hubungan baik antar bangsa. Kekuasaan Majelis ini pun memiliki batas. Pembatasan Majelis Umum terdapat dalam Pasal 2 ayat (7), yang melarang semua organ PBB untuk membahas dan membuat rekomendasirekomendasi mengenai masalah-masalah yang berada dalam wewenang nasional negara-negara anggota, kecuali dalam melaksanakan tindakan kekerasan yang diambil oleh Dewan Keamanan. Pembatasan khusus diatur dalam Pasal 12 Piagam dan 11 ayat (2). Dalam Pasal 12, Majelis Umum tidak boleh membuat

16 46 rekomendasi-rekomendasi terhadap persoalan-persoalan atau keadaan-keadaan yang sedang dibahas Dewan Keamanan. Atas dasar tanggung jawab Dewan Keamanan terhadap hal-hal yang berhubungan dengan perdamaian. Seandainya, Dewan Keamanan gagal mengambil langkah-langkah untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional karena veto dari negara anggota tetapnya, maka, Dewan Keamanan dapat melimpahkan kepada Majelis Umum atas tanggung jawab residual (residual responsibility). Akan tetapi, hal ini dianggap kurang efektif karena keputusan yang diambil hanya bersifat rekomendatif. Harapan agar Dewan Keamanan mengambil keputusan dengan cepat dalam menghadapi masalah genting sering tidak dapat dipenuhi. Dewan sering kali tidak dapat mengambil keputusan karena diveto oleh salah satu anggota tetapnya. Dengan memperhatikan kenyataan itu, maka, Majelis Umum berkalikali mengajukan appeal kepada Dewan Keamanan agar melaksanakan kewajibannya dengan lebih baik. Salah satu appeal yang terpenting adalah resolusi Majelis Umum pada 13 November 1950, kemudian dikenal dengan sebutan Uniting for peace Resolution. Resolusi ini menyatakan, berhubung Dewan Keamanan tidak dapat mencapai suatu kesepakatan di antara negara-negara anggota tetapnya dan gagal dalam menunaikan tugas sebagai penanggungjawab utama dalam perdamaian dunia, maka, Majelis Umum akan segera membicarakan masalah tersebut agar dapat memberikan rekomendasi kepada semua anggota untuk mengambil tindakan kolektif. Termasuk penggunaan kekerasan senjata jika dianggap perlu. Meski

17 47 sebagian besar keputusan Majelis Umum hanya bersifat rekomendatif, tetapi karena mayoritas anggota PBB hadir dalam sidang majelis, maka, kecenderungan negara anggota PBB seolah-olah menghormati keputusan itu mengikat secara hukum. Sekretaris Jenderal juga mempunyai hak untuk meminta perhatian Dewan Keamanan yang menurutnya dapat mengancam perdamaian dan keamanan internasional (Pasal 99 Piagam PBB). Ketentuan ini adalah hal baru bagi para pendiri PBB dan tidak ingin mengulangi kesalahan PBB yang tidak memberikan wewenang kepada Sekretaris Jenderalnya untuk mengambil prakarsa atas keadaan yang dapat mengancam perdamaian. Sekretaris Jenderal dalam sistem PBB dapat melancarkan tanda bahaya dan memainkan peranan penting dalam masalah yang menyangkut kepentingan masyarakat dunia pada umumnya. Dalam beberapa hal, Dewan Keamanan juga meminta Sekretaris Jenderal PBB untuk memberikan jasa-jasa baiknya dalam mencari penyelesaian sengketa secara damai. Dalam kaitannya dengan Pasal 99 Piagam, pada 1960 Sekretaris Jenderal pernah meminta perhatian Dewan Keamanan mengenai krisis Kongo, dan pada 1961 untuk melaporkan situasi di Tunisia atas tuduhannya terhadap Prancis. Pada 1979, Sekretaris Jenderal meminta Dewan Keamanan untuk bersidang membicarakan penahanan staf diplomatik Amerika Serikat di Teheran. Hal ini menunjukkan Sekjen turut mengambil inisiatif terhadap masalah-masalah yang mengganggu perdamaian dan keamanan internasional.

PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB) By Dewi Triwahyuni

PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB) By Dewi Triwahyuni PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB) By Dewi Triwahyuni Basic Fact: Diawali oleh Liga Bangsa-bangsa (LBB) 1919-1946. Didirikan di San Fransisco, 24-10-45, setelah Konfrensi Dumbatan Oaks. Anggota terdiri dari

Lebih terperinci

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI Pasal 2 (3) dari Piagam PBB Semua anggota wajib menyelesaikan perselisihan internasional mereka melalui cara-cara damai sedemikian rupa

Lebih terperinci

PERANAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA DALAM PROSES PENYELESAIAN KONFLIK INTERNASIONAL

PERANAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA DALAM PROSES PENYELESAIAN KONFLIK INTERNASIONAL PERANAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA DALAM PROSES PENYELESAIAN KONFLIK INTERNASIONAL Danial Abstract In particular, to solve the international conflicts, the Security Council of the United

Lebih terperinci

Pada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai he Hague Peace

Pada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai he Hague Peace Pasal 2 (3) dari Piagam PBB - Semua anggota wajib menyelesaikan perselisihan internasional mereka melalui cara-cara damai sedemikian rupa sehingga perdamaian, keamanan dan keadilan internasional tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memonitoring aktivitas nuklir negara-negara di dunia, International Atomic. kasus Iran ini kepada Dewan Keamanan PBB.

BAB I PENDAHULUAN. memonitoring aktivitas nuklir negara-negara di dunia, International Atomic. kasus Iran ini kepada Dewan Keamanan PBB. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Februari 2003, Iran mengumumkan program pengayaan uranium yang berpusat di Natanz. Iran mengklaim bahwa program pengayaan uranium tersebut akan digunakan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN PEKERJA RUMAHANMENURUT KONVENSI ILO N A. Konvensi Sebagai Produk ILO dan daya Ikatnya Bagi Negara-negara

BAB II PENGATURAN PEKERJA RUMAHANMENURUT KONVENSI ILO N A. Konvensi Sebagai Produk ILO dan daya Ikatnya Bagi Negara-negara BAB II PENGATURAN PEKERJA RUMAHANMENURUT KONVENSI ILO N0. 177 A. Konvensi Sebagai Produk ILO dan daya Ikatnya Bagi Negara-negara Anggota Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) merupakan organisasi perdamaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewan keamanan PBB bertugas untuk menjaga perdamaian dan keamanan antar negara dan dalam melaksanakan tugasnya bertindak atas nama negaranegara anggota PBB.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 111 CONCERNING DISCRIMINATION IN RESPECT OF EMPLOYMENT AND OCCUPATION (KONVENSI ILO MENGENAI DISKRIMINASI

Lebih terperinci

BAB III. PENUTUP. internasional dan merupakan pelanggaran terhadap resolusi-resolusi terkait

BAB III. PENUTUP. internasional dan merupakan pelanggaran terhadap resolusi-resolusi terkait BAB III. PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan apa yang telah disampaikan dalam bagian pembahasan, maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut. Dewan Keamanan berdasarkan kewenangannya yang diatur

Lebih terperinci

TUGAS PKN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA (PBB)

TUGAS PKN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA (PBB) TUGAS PKN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA (PBB) Disusun Oleh : 1. Bagus Puji Ferdianto 2. Cica Tia Pancarani 3. Cintya Ayu Trisnawati 4. Deni Aditya 5. Dwi Aprilia 6. Endi Irawan Kelas : XI IPS 1 SMA NEGERI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 111 CONCERNING DISCRIMINATION IN RESPECT OF EMPLOYMENT AND OCCUPATION (KONVENSI ILO MENGENAI DISKRIMINASI DALAM

Lebih terperinci

BAB II PERANAN DEWAN KEAMANAN PBB DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA INTERNASIONAL. A. Sejarah Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa

BAB II PERANAN DEWAN KEAMANAN PBB DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA INTERNASIONAL. A. Sejarah Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa BAB II PERANAN DEWAN KEAMANAN PBB DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA INTERNASIONAL A. Sejarah Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa Pada tahun 1945, para pendiri PBB mempertimbangkan Dewan Keamanan sebagai

Lebih terperinci

LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1961 TENTANG PERSETUJUAN ATAS TIGA KONVENSI JENEWA TAHUN 1958 MENGENAI HUKUM LAUT

LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1961 TENTANG PERSETUJUAN ATAS TIGA KONVENSI JENEWA TAHUN 1958 MENGENAI HUKUM LAUT LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1961 TENTANG PERSETUJUAN ATAS TIGA KONVENSI JENEWA TAHUN 1958 MENGENAI HUKUM LAUT KONVENSI MENGENAI PENGAMBILAN IKAN SERTA HASIL LAUT DAN PEMBINAAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 57, 1999 KONVENSI. TENAGA KERJA. HAK ASASI MANUSIA. ILO. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional. Sebagai subjek hukum internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, salah satunya

Lebih terperinci

Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid

Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid disetujui dan terbuka untuk penandatanganan dan ratifikasi oleh Resolusi Majelis Umum 3068 (XXVIII) 30 November 1973 Negara-negara

Lebih terperinci

Resolusi yang diadopsi tanpa mengacu pada komite Pertanyaan dipertimbangkan oleh Dewan Keamanan pada pertemuan 749 dan750, yang diselenggarakan pada 30 Oktober 1956 Resolusi 997 (ES-I) Majelis Umum, Memperhatikan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. negara dalam rangka mencapai tujuan tujuan tertentu telah banyak dipraktekan.

BAB I. PENDAHULUAN. negara dalam rangka mencapai tujuan tujuan tertentu telah banyak dipraktekan. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam hubungan pergaulan masyarakat internasional, kerjasama antar negara dalam rangka mencapai tujuan tujuan tertentu telah banyak dipraktekan. Namun demikian,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NOMOR 182 CONCERNING THE PROHIBITION AND IMMEDIATE ACTION FOR ELIMINATION OF THE WORST FORMS OF CHILD LABOUR (KONVENSI

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL SECARA DAMAI. Dewi Triwahyuni

PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL SECARA DAMAI. Dewi Triwahyuni PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL SECARA DAMAI Dewi Triwahyuni DASAR HUKUM Pencegahan penggunaan kekerasan atau terjadinya peperangan antar negara mutlak dilakukan untuk terhindar dari pelanggaran hukum

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 1 TAHUN 2000 (1/2000) TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NOMOR 182 CONCERNING THE PROHIBITION AND IMMEDIATE ACTION FOR ELIMINATION OF THE WORST FORMS OF CHILD

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 148/PMK.07/2010 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 148/PMK.07/2010 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 148/PMK.07/2010 TENTANG BADAN ATAU PERWAKILAN LEMBAGA INTERNASIONAL YANG TIDAK DIKENAKAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN

Lebih terperinci

PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK

PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK MAKALAH PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK Disusun oleh RIZKY ARGAMA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, NOVEMBER 2006 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penghargaan, penghormatan,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 111 CONCERNING DISCRIMINATION IN RESPECT OF EMPLOYMENT AND OCCUPATION (KONVENSI ILO MENGENAI DISKRIMINASI DALAM

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hakikat serta keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa serta

BAB 1 PENDAHULUAN. hakikat serta keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa serta BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat serta keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa serta merupakan anugerah Nya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara sebagai suatu organisasi kekuasaan tertinggi memiliki peran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara sebagai suatu organisasi kekuasaan tertinggi memiliki peran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara sebagai suatu organisasi kekuasaan tertinggi memiliki peran penting dalam melindungi hak-hak warga negaranya. Dalam menjalankan perannya tersebut, negara

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1997 TENTANG PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA Diterima dan terbuka untuk penandatanganan, ratifikasi dan aksesi olah Resolusi

Lebih terperinci

K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN

K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN 1 K 111 - Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan

Lebih terperinci

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA)

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) Copyright 2002 BPHN UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) *9571 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR

Lebih terperinci

PERANGKAT HAK ASASI MANUSIA LEMBAR FAKTA NO. 1. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia

PERANGKAT HAK ASASI MANUSIA LEMBAR FAKTA NO. 1. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia PERANGKAT HAK ASASI MANUSIA LEMBAR FAKTA NO. 1 Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia 1 KEPEDULIAN INTERNASIONAL TERHADAP HAK ASASI MANUSIA Kepedulian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terhadap kemajuan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPPRES 20/1996, PENGESAHAN CONVENTION ON INTERNATIONAL LIABILITY FOR DAMAGE BY SPACE OBJECTS, 1972 (KONVENSI TENTANG TANGGUNGJAWAB INTERNASIONAL TERHADAP KERUGIAN YANG DISEBABKAN OLEH BENDA BENDA ANTARIKSA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 105 CONCERNING THE ABOLITION OF FORCED LABOUR (KONVENSI ILO MENGENAI PENGHAPUSAN KERJA PAKSA) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Didorong oleh dukungan penuh terhadap Konvensi tentang Hak-Hak Anak, yang

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL PERTAMA PADA KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1

PROTOKOL OPSIONAL PERTAMA PADA KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 PROTOKOL OPSIONAL PERTAMA PADA KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 Negara-negara Pihak pada Protokol ini, Menimbang bahwa untuk lebih jauh mencapai tujuan Kovenan Internasional tentang

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG HAK ANAK TENTANG KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG HAK ANAK TENTANG KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA 1 PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG HAK ANAK TENTANG KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA Ditetapkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa Pada tanggal 25 Mei 2000 Negara-negara Pihak

Lebih terperinci

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA Diterima dan terbuka untuk penandatanganan, ratifikasi dan aksesi olah Resolusi

Lebih terperinci

KONVENSI MENGENAI DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN

KONVENSI MENGENAI DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN 1 KONVENSI MENGENAI DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN Ditetapkan oleh Konferensi Umum Organisasi Buruh Intemasional, di Jenewa, pada tanggal 25 Juni 1958 [1] Konferensi Umum Organisasi Buruh Intemasional

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 105 CONCERNING THE ABOLITION OF FORCED LABOUR (KONVENSI ILO MENGENAI PENGHAPUSAN KERJA PAKSA) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Subyek hukum internasional dapat diartikan sebagai pemegang hak dan kewajiban berdasarkan Hukum Internasional. 1 Diantara subyek hukum internasional salah satunya

Lebih terperinci

MULAI BERLAKU : 3 September 1981, sesuai dengan Pasal 27 (1)

MULAI BERLAKU : 3 September 1981, sesuai dengan Pasal 27 (1) Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan Ditetapkan dan dibuka untuk ditandatangani, diratifikasi dan disetujui oleh Resolusi Majelis Umum 34/180 pada 18 Desember 1979

Lebih terperinci

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P No.29, 2018 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEGISLATIF. MPR. DPR. DPD. DPRD. Kedudukan. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6187) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini: LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

K87 KEBEBASAN BERSERIKAT DAN PERLINDUNGAN HAK UNTUK BERORGANISASI

K87 KEBEBASAN BERSERIKAT DAN PERLINDUNGAN HAK UNTUK BERORGANISASI K87 KEBEBASAN BERSERIKAT DAN PERLINDUNGAN HAK UNTUK BERORGANISASI 1 K 87 - Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan

Lebih terperinci

SENGKETA INTERNASIONAL

SENGKETA INTERNASIONAL SENGKETA INTERNASIONAL HUKUM INTERNASIONAL H. Budi Mulyana, S.IP., M.Si Indonesia-Malaysia SENGKETA INTERNASIONAL Pada hakikatnya sengketa internasional adalah sengketa atau perselisihan yang terjadi antar

Lebih terperinci

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN MARITIM, 1979 (Hamburg, 27 April 1979)

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN MARITIM, 1979 (Hamburg, 27 April 1979) KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN MARITIM, 1979 (Hamburg, 27 April 1979) PARA PIHAK DALAM KONVENSI MEMPERHATIKAN arti penting yang tercantum dalam beberapa konvensi mengenai pemberian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68/PMK.011/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68/PMK.011/2014 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68/PMK.011/2014 TENTANG PERUBAHAN KELIMA BELAS ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 89/KMK.04/2002 TENTANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah/Pengertian Tentang Organisasi Internasional 1. Pengertian organisasi internasional Organisasi internasional adalah suatu proses; organisasi internasional juga menyangkut

Lebih terperinci

negara-negara di Afrika Barat memiliki pemerintahan yang lemah karena mereka sebenarnya tidak memiliki kesiapan politik, sosial, dan ekonomi untuk

negara-negara di Afrika Barat memiliki pemerintahan yang lemah karena mereka sebenarnya tidak memiliki kesiapan politik, sosial, dan ekonomi untuk BAB IV KESIMPULAN Sejak berakhirnya Perang Dingin isu-isu keamanan non-tradisional telah menjadi masalah utama dalam sistem politik internasional. Isu-isu keamanan tradisional memang masih menjadi masalah

Lebih terperinci

KONVENSI MENGENAI PENERAPAN PRINSIP PRINSIP HAK UNTUK BERORGANISASI DAN BERUNDING BERSAMA

KONVENSI MENGENAI PENERAPAN PRINSIP PRINSIP HAK UNTUK BERORGANISASI DAN BERUNDING BERSAMA 1 KONVENSI MENGENAI PENERAPAN PRINSIP PRINSIP HAK UNTUK BERORGANISASI DAN BERUNDING BERSAMA Ditetapkan oleh Konferensi Umum Organisasi Buruh Internasional, di Jenewa, pada tanggal 1 Juli 1949 [1] Konferensi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NO. 83 TAHUN 1998

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NO. 83 TAHUN 1998 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NO. 83 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN KONVENSI ILO NO. 87 MENGENAI KEBEBASAN BERSERIKAT DAN PERLINDUNGAN HAK UNTUK BERORGANISASI (Lembaran Negara No. 98 tahun 1998)

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG KONTINGEN GARUDA DALAM MISI PERDAMAIAN DI LEBANON PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG KONTINGEN GARUDA DALAM MISI PERDAMAIAN DI LEBANON PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG KONTINGEN GARUDA DALAM MISI PERDAMAIAN DI LEBANON PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka ikut melaksanakan ketertiban

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS OF RACIAL DISCRIMINATION 1965 (KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENGHAPUSAN

Lebih terperinci

KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA

KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA 1 KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA Mukadimah Negara-negara Pihak Kovenan ini, Menimbang, bahwa sesuai dengan prinsip-prinsip yang diumumkan dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa,

Lebih terperinci

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL Resolusi disahkan oleh konsensus* dalam Sidang IPU ke-128 (Quito, 27 Maret 2013) Sidang ke-128 Inter-Parliamentary

Lebih terperinci

Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak Terkait Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata

Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak Terkait Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak Terkait Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata 12 Februari 2002 Negara-negara yang turut serta dalam Protokol ini,terdorong oleh dukungan yang melimpah atas Konvensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Konflik Hizbullah-Israel dimulai dari persoalan keamanan di Libanon dan Israel yang telah

I. PENDAHULUAN. Konflik Hizbullah-Israel dimulai dari persoalan keamanan di Libanon dan Israel yang telah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik Hizbullah-Israel dimulai dari persoalan keamanan di Libanon dan Israel yang telah terjadi atau mempunyai riwayat yang cukup panjang. Keamanan di wilayah Libanon

Lebih terperinci

Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia

Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia (Resolusi No. 39/46 disetujui oleh Majelis Umum pada 10 Desember 1984) Majelis

Lebih terperinci

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Seri Bahan Bacaan Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Supriyadi W. Eddyono, S.H. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jl Siaga II No 31 Pejaten Barat, Jakarta 12510 Telp

Lebih terperinci

Terjemahan Tidak Resmi STATUTA UNIDROIT. Pasal 1

Terjemahan Tidak Resmi STATUTA UNIDROIT. Pasal 1 Terjemahan Tidak Resmi STATUTA UNIDROIT Pasal 1 Maksud dari Lembaga Internasional untuk Unifikasi Hukum Perdata adalah meneliti cara cara untuk melakukan harmonisasi dan koordinasi hukum perdata pada Negara

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 14/1999, PENGESAHAN AMENDED CONVENTION ON THE INTERNATIONAL MOBILE SATELLITE ORGANIZATION (KONVENSI TENTANG ORGANISASI SATELIT BERGERAK INTERNASIONAL YANG TELAH DIUBAH)

Lebih terperinci

BAB VII PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)

BAB VII PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) BAB VII PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Pada akhir kuliah mahasiswa diharapkan dapat memberikan argumentasi terhadap penyelesaian sengketa internasional secara damai

Lebih terperinci

POKOK-POKOK HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL

POKOK-POKOK HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Seri Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 POKOK-POKOK HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Rudi. M Rizki, SH, LLM Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jl Siaga II No 31 Pejaten Barat, Jakarta 12510

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada tanggal 17 Februari 2008 yang lalu, parlemen Kosovo telah

BAB I PENDAHULUAN. Pada tanggal 17 Februari 2008 yang lalu, parlemen Kosovo telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada tanggal 17 Februari 2008 yang lalu, parlemen Kosovo telah memproklamasikan Kosovo sebagai Negara merdeka, lepas dari Serbia. Sebelumnya Kosovo adalah

Lebih terperinci

BENTUK KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL.

BENTUK KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL. BENTUK KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL BADAN-BADAN KERJASAMA EKONOMI KERJA SAMA EKONOMI BILATERAL: antara 2 negara KERJA SAMA EKONOMI REGIONAL: antara negara-negara dalam 1 wilayah/kawasan KERJA SAMA EKONOMI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 105 CONCE NING THE ABOLlT1ON OF FORCED LABOUR (KONVENSI ILO MENGENAI PENGHAPUSAN KERJA PAKSA) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002

Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002 Protokol Konvensi Hak Anak Tentang Perdagangan Anak, Prostitusi Anak dan Pronografi Anak Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002 Negara-negara peserta tentang

Lebih terperinci

HUKUM INTERNASIONAL PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL PERTEMUAN XXVII, XXVIII & XXIX. By Malahayati, SH, LLM

HUKUM INTERNASIONAL PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL PERTEMUAN XXVII, XXVIII & XXIX. By Malahayati, SH, LLM HUKUM INTERNASIONAL PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL PERTEMUAN XXVII, XXVIII & XXIX By Malahayati, SH, LLM 1 TOPIK PRINSIP UMUM JENIS SENGKETA BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA PENYELESAIAN POLITIK PENYELESAIAN

Lebih terperinci

STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM*

STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM* STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM* Institut Internasional untuk Demokrasi dan Perbantuan Pemilihan Umum didirikan sebagai organisasi internasional antar pemerintah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION, 2003 (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA ANTI KORUPSI, 2003) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN PENGUNGSI SURIAH KORBAN GERAKAN NEGARA ISLAM IRAK AN SURIAH DI NEGARA-NEGARA EROPA. Oleh : Nandia Amitaria

PERLINDUNGAN PENGUNGSI SURIAH KORBAN GERAKAN NEGARA ISLAM IRAK AN SURIAH DI NEGARA-NEGARA EROPA. Oleh : Nandia Amitaria PERLINDUNGAN PENGUNGSI SURIAH KORBAN GERAKAN NEGARA ISLAM IRAK AN SURIAH DI NEGARA-NEGARA EROPA Oleh : Nandia Amitaria Pembimbing I : Prof. Dr. I Made Pasek Diantha, SH.,MH Pembimbing II : I Made Budi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

KOMENTAR UMUM NO. 2 TINDAKAN-TINDAKAN BANTUAN TEKNIS INTERNASIONAL Komite Hak Ekonomi, Sosial, Dan Budaya PBB HRI/GEN/1/Rev.

KOMENTAR UMUM NO. 2 TINDAKAN-TINDAKAN BANTUAN TEKNIS INTERNASIONAL Komite Hak Ekonomi, Sosial, Dan Budaya PBB HRI/GEN/1/Rev. 1 KOMENTAR UMUM NO. 2 TINDAKAN-TINDAKAN BANTUAN TEKNIS INTERNASIONAL Komite Hak Ekonomi, Sosial, Dan Budaya PBB HRI/GEN/1/Rev. 1 at 45 (1994) KOMITE HAK EKONOMI, SOSIAL, DAN BUDAYA, komentar umum no. 2.

Lebih terperinci

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan Menilai dari jumlah korban sipil dan penyebaran teror terhadap warga sipil terutama rakyat Gaza yang dilakukan oleh Israel selama konflik sejak tahun 2009 lalu

Lebih terperinci

KONVENSI ROMA 1961 KONVENSI INTERNASIONAL UNTUK PERLINDUNGAN PELAKU, PRODUSER REKAMAN DAN BADAN-BADAN PENYIARAN

KONVENSI ROMA 1961 KONVENSI INTERNASIONAL UNTUK PERLINDUNGAN PELAKU, PRODUSER REKAMAN DAN BADAN-BADAN PENYIARAN KONVENSI ROMA 1961 KONVENSI INTERNASIONAL UNTUK PERLINDUNGAN PELAKU, PRODUSER REKAMAN DAN BADAN-BADAN PENYIARAN Diselenggarakan di Roma Tanggal 26 Oktober 1961 HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DUNIA JENEWA

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan 99 BAB 5 PENUTUP 5.1.Kesimpulan Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan sebuah kelompok yang memiliki

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pelanggaran hak asasi manusia

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 21, 1999 PERJANJIAN. RATIFIKASI. INMARSAT. SATELIT. KONVENSI. KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelanggaran hak asasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu di daerah Preah Vihear yang terletak di Pegunungan Dangrek. Di

BAB I PENDAHULUAN. yaitu di daerah Preah Vihear yang terletak di Pegunungan Dangrek. Di BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Thailand dan Kamboja merupakan dua negara yang memiliki letak geografis berdekatan dan terletak dalam satu kawasan yakni di kawasan Asia Tenggara. Kedua negara ini

Lebih terperinci

KEKUATAN MENGIKAT RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB DALAM PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL

KEKUATAN MENGIKAT RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB DALAM PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL KEKUATAN MENGIKAT RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB DALAM PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL Oleh I Komang Oka Dananjaya Progam Kekhususan Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT The

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

terlalu keras kepada kelima negara tersebut. Karena akan berakibat pada hubungan kemitraan diantara ASEAN dan kelima negara tersebut.

terlalu keras kepada kelima negara tersebut. Karena akan berakibat pada hubungan kemitraan diantara ASEAN dan kelima negara tersebut. BAB V KESIMPULAN Sampai saat ini kelima negara pemilik nuklir belum juga bersedia menandatangani Protokol SEANWFZ. Dan dilihat dari usaha ASEAN dalam berbagai jalur diplomasi tersebut masih belum cukup

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA. untuk menggantikan Liga Bangsa-Bangsa yang gagal dalam rangka untuk

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA. untuk menggantikan Liga Bangsa-Bangsa yang gagal dalam rangka untuk BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA A. Perserikatan Bangsa-Bangsa Liga Bangsa-Bangsa dianggap gagal mencegah meletusnya Perang Dunia II (1939-1945). Untuk mencegah meletusnya

Lebih terperinci

Distr.: Terbatas 15 Oktober Asli: Bahasa Inggris

Distr.: Terbatas 15 Oktober Asli: Bahasa Inggris Perserikatan Bangsa-bangsa Majelis Umum Distr.: Terbatas 15 Oktober 2004 A/C.3/59/L.25 Asli: Bahasa Inggris Sidang kelimapuluhsembilan Komisi Ketiga Agenda urutan 98 Pemajuan wanita Australia, Austria,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO.182 CONCEMING THE PROHIBITION AND IMMEDIATE ACTION FOR THE ELIMINATION OF THE WORST FORMS OF CHILD LABOUR (KONVENSI

Lebih terperinci

KEDUDUKAN ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM MAHKAMAH INTERNASIONAL

KEDUDUKAN ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM MAHKAMAH INTERNASIONAL KEDUDUKAN ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM MAHKAMAH INTERNASIONAL Oleh Vici Fitriati SLP. Dawisni Manik Pinatih Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Penulisan ini berjudul

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1999 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1999 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 138 CONCERNING MINIMUM AGE FOR ADMISSION TO EMPLOYMENT (KONVENSI ILO MENGENAI USIA MINIMUM UNTUK DIPERBOLEHKAN

Lebih terperinci

HUKUM INTERNASIONAL DAN MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL

HUKUM INTERNASIONAL DAN MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL HUKUM INTERNASIONAL DAN MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL Oleh : IKANINGTYAS, SH.LLM Fakultas Hukum Universitas Brawijaya 1 Pengertian Hk. Internasional ialah keseluruhan kaedah dan asas yang

Lebih terperinci

Sejarah Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia telah diadopsi ole

Sejarah Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia telah diadopsi ole Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia I Made Agung Yudhawiranata Dermawan Mertha Putra Sejarah Konvensi menentang Penyiksaan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban akibat perang seminimal mungkin dapat dikurangi. Namun implementasinya,

Lebih terperinci

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN SECARA PAKSA

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN SECARA PAKSA KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN SECARA PAKSA Mukadimah Negara-negara peserta Konvensi ini, Menimbang, kewajiban negara-negara dalam Piagam Perserikatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF ACTS OF NUCLEAR TERRORISM (KONVENSI INTERNASIONAL PENANGGULANGAN TINDAKAN

Lebih terperinci

KONVENSI INTERNASIONAL PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK DISKRIMINASI RAS

KONVENSI INTERNASIONAL PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK DISKRIMINASI RAS KONVENSI INTERNASIONAL PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK DISKRIMINASI RAS Disetujui dan dibuka bagi penandatanganan dan ratifikasi oleh Resolusi Majelis Umum 2106 A (XX) 21 Desember 1965 Berlaku 4 Januari 1969

Lebih terperinci

BAB IV DAMPAK PENGGUNAAN DIPLOMASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK INDONESIA BELANDA. A. Peran Dunia Internasional dalam Diplomasi

BAB IV DAMPAK PENGGUNAAN DIPLOMASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK INDONESIA BELANDA. A. Peran Dunia Internasional dalam Diplomasi BAB IV DAMPAK PENGGUNAAN DIPLOMASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK INDONESIA BELANDA A. Peran Dunia Internasional dalam Diplomasi Perundingan yang dilakukan pemimpin Republik Indonesia bertujuan untuk menciptakan

Lebih terperinci