BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa terhindar dari sengketa. Perbedaan pendapat maupun persepsi diantara manusia yang menjadi pemicu timbulnya sengketa. Sengketa merupakan salah satu hal yang dapat muncul kapan saja dan dimana saja. Sengketa bermula dari suatu kondisi dimana salah satu pihak merasa dirugikan oleh pihak tertentu yang dimana hal ini diawali oleh rasa tidak puas yang bersifat tertutup. Proses sengketa terjadi karena tidak adanya titik temu antara para pihak yang bersengketa. Bentuk sengketa bermacam-macam dimana setiap permasalahannya memiliki banyak lika-liku. Terdapat beberapa pilihan dalam menyelesaikan sengketa hukum salah satunya yang paling sering dipakai oleh masyarakat adalah penyelesaian sengketa melalui pengadilan. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan terkadang tidak memberikan penyelesaian sebagaimana yang diharapkan oleh para pihak. Penyelesaian dengan cara ini juga dikenal memakan waktu yang cukup lama dan mengeluarkan biaya yang cukup mahal. Dalam proses litigasi, pemeriksaan suatu perkara dianggap telah selesai karena semua tingkat upaya hukum telah digunakan secara maksimal. Akibatnya perkara tersebut akan dianggap tuntas dengan ditandai proses eksekusi. Namun bila ditelaah, sebenarnya dengan berakhirnya proses litigasi bukan berarti sengketa di antara para pihak telah benar-benar selesai, karena dengan munculnya 1

2 pihak yang kalah, justru sering menumbuhkan dendam yang berkepanjangan, sehingga pihak yang kalah akan terus melakukan ronrongan kepada pemenangnya agar ia tidak bisa menikmati hasil kemenangannya itu. Kondisi seperti itu justru menjadi kontraproduktif dengan tujuan penyelesaian sengketa itu sendiri, karena bukan hanya konfliknya tidak selesai secara tuntas, namun pihak yang nyata-nyata telah dinyatakan menang oleh putusan pengadilan pun pada kenyataannya tidak bisa menikmati kemenangan itu secara nyaman dan tentram. 2 Penyelesaian dengan cara litigasi ini hanya digunakan untuk memuaskan rasa emosional demi mencari kepuasan pribadi dengan keinginan agar pihak lawan dinyatakan kalah oleh putusan pengadilan negeri dimana kebanyakan pihak yang mengajukan tidak memperhitungkan apakah nilai yang disengketakan itu sebanding atau tidak dengan pengorbanan yang telah dilakukan selama proses persidangan yang begitu panjang. Proses litigasi memang lebih memberikan kepastian hukum karena putusannya dapat dilaksanakan dengan kekuatan eksekusi, namun pada kenyataannya eksekusi itu justru dianggap tidak bisa memberi kenyamanan dalam menikmati hasil dari kemenangan itu, bahkan dalam beberapa kasus eksekusi tidak dapat dijalankan. Kinerja institusi penegak hukum masih dianggap kurang memenuhi harapan dan perasaan keadilan dalam masyarakat dimana lembaga peradilan yang seharusnya menjadi jalan terakhir untuk mendapatkan keadilan akan tetapi sering tidak mampu memberikan keadilan yang diharapkan. Berangkat dari kekurangan penyelesaian sengketa melalui litigasi ini, kemudian berkembanglah berbagai pilihan penyelesaian sengketa atau disebut 2 Rachmadi Usman (Buku I), Mediasi di Pengadilan dalam Teori dan Praktik, (Jakarta : Sinar Grafika, 2012), hal

3 alternatif penyelesaian sengketa yang dianggap sebagai pengganti dari mekanisme penyelesaian sengketa di pengadilan dimana penyelesaian sengketa ini dilakukan diluar pengadilan atau non litigasi yang lebih menguntungkan para pencari keadilan yang bertujuan untuk mengakomodir keinginan-keinginan para pihak yang bersengketa. Adapun alternatif tersebut antara lain : Arbitrase, konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi dan penilaian ahli. Kesepakatan penyelesaian sengketa di luar pengadilan ini dilakukan dengan cara mufakat oleh para pihak. Penyelesaian sengketa dengan cara ini dilaksanakan berdasarkan prinsip kesukarelaan yang pelaksanaannya tergantung pada ketaatan para pihak yang bersengketa. Mas Achmad Sentosa dalam makalahnya Perkembangan ADR Indonesia mengemukakan sekurang-kurangnya ada 5 (lima) faktor utama yang memberikan dasar diperlukannya pengembangan penyelesaian sengketa alternatif di Indonesia, yaitu : 3 1. Sebagai upaya meningkatkan daya saing dalam mengundang penanaman modal ke Indonesia. 2. Tuntutan masyarakat terhadap mekanisme penyelesaian sengketa yang aefisien dan mampu memenuhi rasa keadilan. 3. Upaya untuk mengimbangi meningkatnya daya kritis masyarakat yang dibarengi dengan tuntutan berperan serta aktif dalam proses pembangunan ( termasuk pengambilan keputusan terhadap urusan-urusan publik). 4. Menumbuhkan iklim persaingan sehat (peer pressive) bagi lembaga peradilan. 5. Sebagai langkah antisipasif membendung derasnya arus perkara mengalir ke pengadilan. Alternatif penyelesaian sengketa menawarkan berbagai bentuk proses penyelesaian yang fleksibel dengan menerapkan satu atau beberapa bentuk mekanisme yang dirancang dan disesuaikan dengan kebutuhan dan dengan 3 Ibid, hal

4 demikian sengketa diusahakan mencapai suatu penyelesaian final. Usaha ini ditempuh melalui proses yang sifatnya informal dan sesuai bagi sengketa yang kadang-kadang sangat pribadi atau melalui proses mekanisme yang disusun bersama oleh para pihak secara kesepakatan agar dapat pula dimanfaatkan dikemudian hari bagi sengketa yang lebih besar, teknis dan kompleks. 4 Istilah alternatif penyelesaian sengketa dapat ditemukan dalam Undang- Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (LN Tahun 1999 No. 138). Istilah alternatif penyelesaian sengketa merupakan terjemahan dari istilah Inggris alternative dispute resolution yang lazim disingkat dengan sebutan ADR. Namun, sebagian kalangan akademik di Indonesia menerjemahkan istilah alternative dispute resolution dengan istilah pilihan penyelesaian sengketa. 5 Alternatif penyelesaian sengketa diatur dalam UU No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang dimana dalam pasal 1 angka 10 dijelaskan bahwa : Alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melaui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian diluar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. Bentuk Alternatif penyelesaian sengketa yang cukup pesat perkembangannya salah satunya adalah mediasi. Mediasi pada dasarnya adalah negosiasi yang melibatkan pihak ketiga yang memiliki keahlian mengenai 4 Priyatna Abdurrasyid, Arbitrase & Alternatif Penyelesaian Sengketa Suatu Pengantar, ( Jakarta : Fikahati Aneska, 2002), hal.2. 5 Takdir Rahmadi, Mediasi : Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2010), hal.10. 4

5 prosedur mediasi yang efektif, dapat membantu dalam situasi konflik untuk mengkoordinasikan aktivitas mereka sehingga lebih efektif dalam proses tawarmenawar bila tidak ada negosiasi tidak ada mediasi. Mediator dalam mediasi, berbeda halnya dengan arbiter atau hakim. Mediator tidak mempunyai kekuasaan untuk memaksakan suatu penyelesaian pada pihak-pihak yang bersengketa. 6 Menurut Tolberg dan Taylor yang dimaksud dengan mediasi adalah Suatu proses dimana para pihak dengan bantuan seseorang atau beberapa orang secara sistematis menyelesaikan permasalahan yang disengketakan untuk mencari alternatif dan dapat mempercaya penyelesaian yang dapat mengakomodasi kebutuhan mereka. 7 Mediasi sebagai bagian dari alternatif penyelesaian sengketa atau pilihan penyelesaian sengketa dimana mediasi ini dilakukan dengan tujuan untuk menyelesaikan sengketa antara para pihak yang dilakukan oleh pihak ketiga yang bersifat netral dan imparsial. Dalam penyelesaian sengketa dengan cara mediasi ini menempatkan kedua belah pihak yang berperkara dalam posisi yang sama, tidak ada pihak yang menang ataupun pihak yang kalah. Dalam penyelesaian sengketa dengan cara mediasi ini harus adanya keinginan dan itikad baik dari para pihak yang juga akan dibantu oleh pihak ketiga dalam melaksanakan perdamaian itu. Adapun pihak ketiga dalam mediasi tersebut disebut mediator yang bertugas membantu para pihak dalam menyelesaikan masalahnya akan tetapi tidak memiliki wewenang dalam mengambil keputusan. 6 Nurnaningsih Amriani, Mediasi : Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan, (Jakarta : Rajawali Pers, 2011), hal diakses pada tanggal 22 Oktober

6 Dalam proses mediasi terjadi permufakatan diantara para pihak dan bantuan mediator dalam mediasi ini diharapkan mampu menemukan berbagai pilihan solusi penyelesaian sengketa, yang akan dilakukan oleh para pihak yang bersengketa. Hasil dari mediasi ini dituangkan dalam kesepakatan tertulis, yang bersifat final dan mengikat para pihak yang bersengketa agar dilaksanakan dengan asas itikad baik. Adapun maksud dari Itikad Baik adalah dimana para pihak yang bersengketa menyampaikan saran-saran melalui jalur yang bagaimana sengketa akan diselesaikan oleh mediator, karena mereka sendiri tidak mampu melakukannya. Melalui kebebasan ini dimungkinkan kepada mediator memberikan penyelesaian yang inovatif melalui suatu bentuk penyelesaian yang tidak dapat dilakukan oleh pengadilan, akan tetapi para pihak yang bersengketa memperoleh manfaat yang saling menguntungkan. 8 Pendekatan mufakat dalam mediasi mengandung arti, bahwa segala sesuatu yang dihasilkan merupakan hasil dari persetujuan bersama ataupun kesepakatan para pihak. Penyelesaian itu dapat dicapai jika semua pihak yang bersengketa dapat menerima penyelesaian itu. Mediator yang netral mengandung arti bahwa mediator tidak memihak kepada para pihak, tidak memiliki kepentingan dengan sengketa yang sedang terjadi, serta tidak diuntungkan maupun dirugikan bila ternyata sengketa dapat diselesaikan maupun menemukan jalan buntu. Mediasi sebagai salah satu bentuk penyelesaian sengketa yang memiliki kelebihan-kelebihan sehingga menjadi pilihan yang tepat bagi para pihak yang bersengketa. Adapun kelebihan mediasi adalah kerahasiaan dan ketertutupan yang 8 Priyatna Abdurrasyid,Op.Cit., hal

7 menjadi daya tarik bagi kalangan tertentu, contohnya para pengusaha yang tidak ingin masalah yang dihadapinya diketahui oleh publik. Mediasi juga dilakukan secara cepat, dan menghasilkan kesepakatan secara komperehensif yang dimana keputusan itu dapat diterima dengan baik oleh para pihak. Para pihak dalam mediasi juga dapat memakai bahasa sehari-hari yang lazim mereka gunakan tanpa perlu memakai istilah-istilah hukum yang lazim dipakai dalam proses beracara di pengadilan. Meskipun mediasi memiliki banyak kekuatan, akan tetapi mediasi juga memiliki beberapa kelemahan yang perlu juga diketahui para pihak bahwa mediasi hanya akan dapat dilaksanakan secara efektif jika para pihak benar-benar memiliki keinginan untuk menyelesaiakan sengketa diantara mereka dengan cara mediasi ini, karena jika hanya salah satu dari mereka yang ingin melakukannya maka mediasi ini tidak akan berjalan sebagaimana mestinya. Latar belakang lahirnya mediasi pada dasarnya adalah karena pengintegrasian mediasi ke dalam proses beracara di pengadilan dapat menjadi salah satu instrumen yang mengatasi penumpukan perkara di pengadilan. Mediasi merupakan salah satu proses yang lebih cepat dan murah serta memberikan kesempatan para pihak yang bersengketa agar dapat memperoleh keadilan dan rasa kepuasan atas hasil dari penyelesaian sengketa yang tengah mereka hadapi. Perdamaian pada dasarnya telah ada dalam dasar negara Indonesia, yaitu Pancasila dimana disiratkan bahwa asas penyelesaian sengketa adalah musyawarah untuk mufakat. Penyelesaian perkara di luar pengadilan telah dirintis sejak lama oleh para ahli hukum sehingga Mahkamah Agung sebagai lembaga tertinggi merasa bertanggung jawab untuk merealisasikan undang-undang tentang mediasi. Mahkamah Agung pada September 2001 mengadakan Rapat kerja 7

8 Nasional yang menghasilkan SEMA No. 1 Tahun 2002 Tentang pemberdayaan pengadilan tingkat pertama menerapkan lembaga damai. Pada Januari 2003 Mahkamah Agung mengadakan temu karya yang dimana hasil dari temu karya ini menghasilkan Perma No. 2 Tahun Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2003 ini menjadikan mediasi sebagai salah satu proses beracara di pengadilan. Bahwa semua perkara perdata yang diajukan pada pengadilan tingkat pertama harus terlebih dahulu diselesaikan dengan upaya damai. Dalam perma ini hakim diwajibkan untuk menawarkan mediasi kepada para pihak yang berperkara dimana sebelum dilakukannya mediasi hakim wajib memberikan penjelasan kepada para pihak mengenai prosedur dan biaya mediasi. Pada tahun 2008 Mahkamah Agung menyempurnakan prosedur mediasi ini dengan melahirkan Perma No. 1 Tahun Penyempurnaan tersebut dilakukan karena Perma No. 2 tahun 2003 mengalami masalah yang menyebabkan penerapannya tidak efektif di pengadilan. Perma ini dikeluarkan untuk mempercepat, mempermudah proses penyelesaian sengketa dimana kehadiran perma ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian, ketertiban, kelancaran dalam proses mendamaikan para pihak. Perma No. 1 tahun 2008 yang dikeluarkan pada tanggal 31 Juli 2008 ini membawa beberapa perubahan penting dimana memungkinkan para pihak menempuh mediasi pada tingkat banding atau kasasi. Sangat berbeda dengan Perma No 2 tahun 2003 dimana mediasi hanya ditawarkan pada awal saja. Lahirnya Perma No 1 tahun 2008 ini sebagai suatu hal positif yang membantu para pihak untuk lebih memahami mediasi. Perma No. 1 Tahun 2008 ini memberikan pengaturan yang lebih lengkap mengenai proses mediasi di 8

9 pengadilan. Peraturan ini mengarahkan para pihak yang berperkara agar menempuh proses perdamaian secara detail. Mediasi wajib dilakukan dengan hatihati untuk menghindari penyalahgunaan oleh pihak yang tidak beritikad baik. Mediasi tidak hanya bermanfaat bagi para pihak, tetapi juga bermanfaat bagi pengadilan. Mediasi dapat mengurangi kemungkinan penumpukan jumlah perkara yang diajukan ke pengadilan, sehingga jika banyak perkara yang berhasil melalui proses mediasi ini akan membuat pemeriksaan perkara di pengadilan berjalan lebih cepat. Mengenai mediator dalam Perma No. 2 tahun 2003, mediator adalah pihak ketiga yang menyelesaikan perkara para pihak. Dalam Perma No. 2 tahun 2003 dan juga UU No. 30 tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa sama sekali tidak menyebutkan tentang syarat-syarat ataupun kriteria yang harus dipenuhi oleh seorang mediator. Dalam Pasal 1 angka 6 Perma No. 1 tahun 2008 menyebutkan bahwa : Mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Mediator tidak dibenarkan masuk kedalam proses mediasi tanpa persetujuan tertulis dari pihak dalam sengketa yang akan dimediasikan. Sebelum persetujuan diberikan, mediator harus menyampaikan kepada para pihak adanya kemungkinan kepentingan yang dimilikinya menyangkut dengan salah satu pihak 9

10 dan keadaan lainnya yang mungkin dapat mempengaruhi azas prasangka tidak berpihak. 9 Dalam pasal 14 Perma No.1 tahun 2008 disebutkan bahwa : Mediator berkewajiban menyatakan mediasi telah gagal jika salah satu pihak atau para pihak atau kuasa hukumnya telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi sesuai jadwal pertemuan mediasi yang telah disepakati atau telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi tanpa alasan setelah dipanggil secara patut. Jika setelah proses mediasi berjalan, mediator memahami bahwa dalam sengketa yang sedang dimediasi melibatkan aset atau harta kekayaan atau kepentingan yang nyata-nyata berkaitan dengan pihak lain yang tidak disebutkan dalam surat gugatan sehingga pihak lain yang berkepentingan tidak dapat menjadi salah satu pihak dalam proses mediasi, mediator dapat menyampaikan kepada para pihak dan hakim pemeriksa bahwa perkara yang bersangkutan tidak layak untuk dimediasi dengan alasan para pihak tidak lengkap. Dibentuknya Perma No. 1 tahun 2008 adalah dengan maksud mengatasi kekurangan Perma No. 2 tahun Akan tetapi, pelaksanaan perma ini masih juga memiliki beberapa hambatan dalam pelaksanannya. Adapun faktor yang menghambat pelaksanaan itu antara lain : 1. Terbatasnya jumlah mediator dan jumlah hakim 2. Itikad baik para pihak yang bersengketa Dimana itikad baik sangat penting agar tercapainya keberhasilan dalam mediasi. Apabila para pihak hanya mengejar keuntungan tanpa memperhatikan kepentingan mereka, maka perdamaian dengan cara mediasi akan sangat sulit tercapai. 3. Kurangnya dukungan para hakim 9 Ibid, hal

11 Perlunya penciptaan insentif yang jelas dan transparan bagi para hakim yang sukses mendamaikan, sehingga para hakim dapat mendukung sepenuhnya proses mediasi. 4. Ruangan Mediasi Diperlukannya rehabilitasi gedung kantor pengadilan, dimana saat ini masih banyaknya pengadilan yang kekurangan ruangan. Hambatan pelaksanaan Perma No.1 Tahun 2008 menjadi alasan dilahirkannya Perma No.1 Tahun Dimana Perma No.1 Tahun 2008 dianggap belum efektif pelaksanaannya. Ada beberapa poin penting dalam Perma No.1 Tahun 2016 yang berbeda dengan Perma No. 1 Tahun Salah satunya, Jangka waktu penyelesaian mediasi dalam Perma No.1 Tahun 2016 menjadi 30 hari, dimana sebelumnya dalam Perma No. 1 Tahun 2008 adalah 40 hari. Dalam Perma No.1 Tahun 2016 diwajibkan bagi para pihak untuk hadir dengan atau tanpa kuasa hukumnya, kecuali ada ada alasan yang sah seperti kondisi kesehatan yang tidak baik, berdasarkan surat keterangan dokter, sedang menjalankan tugas negara, tuntutan profesi atau pekerjaan yang tidak mungkin ditinggalkan. Hal yang terpenting adalah adanya itikad baik oleh para pihak dan sanksi bagi pihak yang tidak memiliki itikad baik dalam proses mediasi. Terdapat tiga faktor yang menyebabkan ketidakberhasilan proses mediasi yakni tidak adanya itikad baik para pihak, peran advokat atau kuasa hukum para pihak, dan penjelasan majelis yang memeriksa perkara belum optimal sehingga mengakibatkan para pihak kurang memahami bagaimana proses mediasi. Dalam Perma No.1 Tahun 2016 mewajibkan para pihak beritikad baik ketika melakukan mediasi. Jika tidak, akan menimbulkan akibat hukum bagi para pihak yang tidak 11

12 beritikad baik yaitu berdasarkan laporan mediator adanya putusan gugatan tidak dapat diterima disertai hukuman membayar biaya mediasi dan biaya perkara. Majelis hakim yang memeriksa perkara wajib menjelaskan prosedur mediasi secara jelas kepada para pihak serta memberi penjelasan mengenai dokumendokumen persetujuan melakukan mediasi dengan itikad baik yang harus ditandatangani oleh para pihak. Perma No. 1 Tahun 2016 diterbitkan dengan tujuan untuk meningkatkan keberhasilan mediasi di pengadilan umum dan pengadilan agama. Perma yang terbaru ini memiliki pengaturan mediasi yang cakupannya lebih luas dari Perma sebelumnya. Dalam Perma No. 1 Tahun 2016 ini juga kembali menegaskan peranan mediator independen agar berperan lebih aktif dalam penyelesaian perkara di luar pengadilan dan lahirnya mediator-mediator handal dan yang mampu menyelesaikan permasalahan di masyarakat dengan cara damai. Berdasarkan hal-hal yang diuraikan dalam latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul KEDUDUKAN MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA DI PENGADILAN NEGERI MEDAN ( STUDI TERHADAP EFEKTIVITAS PERMA NOMOR 1 TAHUN 2016). B. Perumusan Masalah Berdasarkan hal-hal yang diuraikan dalam latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana Kedudukan Mediator Dalam Penyelesaian Sengketa Di Pengadilan Negeri Medan? 12

13 2. Bagaimana efektivitas Perma Nomor 1 Tahun 2016 di Pengadilan Negeri Medan? 3. Kendala-Kendala Apa Saja Yang Dialami Mediator Dalam Pelaksanaan Mediasi Di Pengadilan Negeri Medan? C. Tujuan Penulisan Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui kedudukan mediator dalam penyelesaian sengketa di Pengadilan Negeri Medan. 2. Untuk mengetahui efektivitas Perma Nomor 1 Tahun 2016 di Pengadilan Negeri Medan. 3. Untuk mengetahui kendala-kendala apa saja yang dialami mediator dalam pelaksanaan mediasi di Pengadilan Negeri Medan. D. Manfaat Penulisan Adapun manfaat yang diharapkan penulis dalam skripsi ini adalah : 1. Secara teoritis Penulisan skripsi ini diharapkan sebagai acuan dalam perkembangan ilmu hukum di Indonesia. Hal-hal yang tertuang dalam penulisan skripsi Ini diharapkan menambah pengetahuan para mahasiswa hukum dan juga masyarakat khususnya berkaitan tentang mediasi di pengadilan serta kedudukan mediator dalam mediasi. Skripsi ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang nyata kepada masyarakat tentang bagaimana 13

14 pelaksanaan mediasi di pengadilan dengan diterapkannya Perma No. 1 Tahun 2016 Tentang prosedur mediasi di Pengadilan. 2. Secara praktis Penulisan skripsi ini diharapkan bermanfaat bagi mahasiswa, praktisi hukum khususnya bagi advokat dan para hakim, pemerintah, mediator dalam mediasi, maupun masyarakat khususnya para pihak yang terlibat dalam suatu sengketa sehingga penulisan skripsi ini dapat dijadikan acuan dalam penyelesaian sengketa yang melalui proses mediasi. E. Metode Penelitian Dalam melakukan suatu penelitian kita tidak terlepas dengan penggunaan metode. Setiap penelitian haruslah menggunakan metode guna menganalisa permasalahan yang akan dibahas dalam suatu penelitian. Adapun metode yang dipakai penulis adalah : 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis normatif dan yuridis empiris. Yuridis normatif adalah penelitian dengan cara pengambilan bahan maupun data dari kepustakaan dimana penelitian ini mengacu kepada peraturan perundang-undangan dan norma-norma hukum dalam masyarakat. Sedangkan penelitian yuridis empiris terdiri atas penelitian terhadap identifikasi hukum, penelitian terhadap efektivitas hukum yang meliputi (kaidah hukum, penegak hukum, sarana atau fasilitas, dan kesadaran hukum masyarakat), penelitian terhadap 14

15 perbandingan hukum, penelitian sejarah hukum, dan penelitian psikologi hukum Sifat Penelitian Sifat penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian deskriptif yang dimana penelitian ini berusaha memberikan gambaran tentang sebagian ataupun keseluruhan objek yang akan diteliti. Penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untu menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Penelitian ini, kadang-kadang berawal dari hipotesis, tetapi dapat juga tidak bertolak dari hipotesis, dapat membentuk teori-teori baru atau memperkuat teori yang sudah ada, dan dapat menggunakan data kualitatif atau kuantitatif Sumber data Data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data primer dan data sekunder, yaitu : a. Data primer adalah data yang diperoleh langsung ke lapangan dengan cara wawancara. Penulis melakukan wawancara dengan mediator hakim yang melaksanakan mediasi di Pengadilan Negeri Medan. b. Data Sekunder Data yang diperoleh dengan cara studi kepustakaan meliputi bukubuku yang berkaitan dengan objek penelitian, peraturan perundang- 10 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, ( Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hal Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, ( Jakarta : Raja grafindo Persada, 2014), hal

16 undangan, artikel hukum, pendapat para sarjana, dan bahan lainnya. Data sekunder ini dapat dibagi menjadi : 1) Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang terdiri peraturan peundang-undangan yang berkaitan dengan judul penelitian yaitu Perma No.1 Tahun 2016 Tentang prosedur mediasi di pengadilan. 2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan tentang hukum primer antara lain berupa buku-buku ataupun tulisan ilmiah hukum yang berkaitan dengan judul penelitian. 3) Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer dan sekunder antara lain berupa kamus, ensiklopedia, surat kabar, maupun artikel hukum dari internet. 4. Teknik Pengumpulan Data a. Studi Kepustakaan (Data Sekunder) Dilakukan dengan mempelajari berbagai sumber bacaan yang berkaitan dengan masalah yang diangkat dalam skripsi ini. Seperti : Buku-buku hukum, surat kabar, majalah hukum, makalah hukum, maupun artikel hukum dari internet, serta pendapat sarjana hukum dan bahan-bahan lainnya. b. Studi Lapangan (Data Primer) Penelitian langsung ke lapangan yang dilakukan dengan wawancara antara penulis dengan mediator hakim yang melaksanakan mediasi di 16

17 Pengadilan Negeri Medan. Wawancara yang dilakukan penulis terkait mengenai efektivitas Perma No.1 Tahun 2016 di Pengadilan Negeri Medan. 5. Analisis Data Analisis data dalam penulisan ini digunakan data kualitatif, metode kualitatif ini digunakan agar penulis dapat mengerti dan memahami gejala yang ditelitinya. 12 Penulisan skripsi dengan metode analisis kualitatif dilakukan dengan menelaah bahan-bahan hukum baik dari buku-buku, internet, serta peraturan perundang-undangan dan juga melakukan analisis hukum tentang peristiwa-peristiwa hukum yang terjadi dalam masyarakat pada saat sekarang ini. Peneliti mencari tahu dan menggali sumber yang berkaitan dengan peristiwa hukum yang dituangkan dalam penelitian ini. F. Keaslian Penulisan Skripsi ini berjudul KEDUDUKAN MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA DI PENGADILAN NEGERI MEDAN (STUDI TERHADAP EFEKTIVITAS PERMA NOMOR 1 TAHUN 2016). Langkah awal yang dilakukan penulis sebelumnya adalah melakukan penelusuran terhadap judul skripsi yang ada pada Fakultas Hukum. Sepengetahuan penulis materi yang dibahas dalam skripsi ini belum pernah dijadikan judul ataupun pembahasan pada skripsi yang ada di Perpustakaan Fakultas Hukum, sehingga penulis tertarik mengangkat judul skripsi ini. 12 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : Universitas Indonesia Press, 2007), hal

18 G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan ini akan mempermudah penulisan dan penjabaran penulisan skripsi dengan memberikan gambaran yang lebih jelas. Penelitian ini dibagi menjadi lima bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Bab ini berisikan tentang latar belakang, yaitu apa alasan yang mendorong penulis untuk mengangkat judul ini dalam suatu penelitian hukum. Permasalahan, yaitu hal-hal yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini yang nantinya akan dicari solusi dari suatu permasalahan tersebut. Tujuan penulisan yaitu maksud dari penulis melakukan penulisan skripsi ini. Manfaat penulisan, yaitu apa manfaat yang ditimbulkan dengan adanya skripsi ini baik manfaat bagi penulis sendiri maupun pembacanya. Metode penelitian, yaitu metode yang penulis pakai dalam mengkaji setiap permasalahan yang ada. Keaslian penulisan, yaitu penegasan bahwa skripsi ini bukan merupakan plagiat dari penulisan orang lain dan dapat dijamin keasliannya. Sistematika penulisan yaitu uraian ringkas tentang skripsi ini. BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG PILIHAN PENYELESAIAN SENGKETA Bab ini menguraikan tentang pengertian umum dan penyebab timbulnya sengketa, latar belakang lahirnya pilihan penyelesaian sengketa, bentuk-bentuk dan pelaksanaan pilihan penyelesaian sengketa. 18

19 BAB III : TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI DAN PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN Bab ini membahas tentang latar belakang lahirnya prosedur mediasi di Pengadilan, esensi mediasi dalam penyelesaian perkara perdata di Pengadilan, pengertian mediator dan fungsi mediator di Pengadilan. BAB IV : KEDUDUKAN MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA DI PENGADILAN NEGERI MEDAN (STUDI TERHADAP EFEKTIVITAS PERMA NOMOR 1 TAHUN 2016 ) Bab ini menjelaskan tentang bagaimana kedudukan mediator dalam penyelesaian sengketa di Pengadilan Negeri Medan, bagaimana efektivitas Perma Nomor 1 Tahun 2016 di Pengadilan Negeri Medan, apa saja kendala-kendala yang dialami mediator dalam pelaksanaan mediasi di Pengadilan Negeri Medan. BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan bagian akhir dari penulisan skripsi ini yang berisikan kesimpulan dan saran dari bab-bab yang telah dibahas sebelumnya. 19

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015 PENYELESAIAN PERKARA MELALUI CARA MEDIASI DI PENGADILAN NEGERI 1 Oleh : Elty Aurelia Warankiran 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan bertuan untuk mengetahui bagaimana prosedur dan pelaksanaan mediasi perkara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keperdataan. Dalam hubungan keperdataan antara pihak yang sedang berperkara

BAB I PENDAHULUAN. keperdataan. Dalam hubungan keperdataan antara pihak yang sedang berperkara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia selain merupakan makhluk individu, juga berperan sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk dapat melakukan kerjasama dengan

Lebih terperinci

PANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama?

PANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama? PANDUAN WAWANCARA Mediator: 1. Apa saja model-model Pendekatan Agama dalam proses mediasi terhadap perkara perceraian? a. Bagaimana cara menerapkan model-model pendekatan agama dalam proses mediasi terhadap

Lebih terperinci

A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi

A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi BAB IV ANALISIS A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi Berdasarkan apa yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya dapat diketahui bahwa secara umum mediasi diartikan sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. Bahwa mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan kerjasama, tolong menolong, bantu-membantu untuk

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan kerjasama, tolong menolong, bantu-membantu untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia mempunyai sifat, watak dan kehendak sendiri-sendiri. Namun di dalam masyarakat manusia mengadakan hubungan satu sama lain, mengadakan kerjasama, tolong

Lebih terperinci

Ditulis oleh Administrator Jumat, 05 Oktober :47 - Terakhir Diperbaharui Jumat, 05 Oktober :47

Ditulis oleh Administrator Jumat, 05 Oktober :47 - Terakhir Diperbaharui Jumat, 05 Oktober :47 Pengertian Mediasi Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha

BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia hidup diatas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan mendayagunakan. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia hidup diatas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan mendayagunakan. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu kekayaan alam atau sumber daya alam yang diciptakan Tuhan Yang Maha Esa yang sangat dibutuhkan bagi kehidupan manusia adalah tanah. Manusia hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan prinsip syari ah tidak mungkin dihindari akan terjadinya konflik. Ada yang berujung sengketa

Lebih terperinci

MEDIASI ATAU KONSILIASI DALAM REALITA DUNIA BISNIS

MEDIASI ATAU KONSILIASI DALAM REALITA DUNIA BISNIS MEDIASI ATAU KONSILIASI DALAM REALITA DUNIA BISNIS Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metode Alternatif Penyelesaian Sengketa Disusun Oleh: Raden Zulfikar Soepinarko Putra 2011 200 206 UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENERAPAN AZAS SEDERHANA, CEPAT DAN BIAYA RINGAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA MELALUI MEDIASI BERDASARKAN PERMA NO

PENERAPAN AZAS SEDERHANA, CEPAT DAN BIAYA RINGAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA MELALUI MEDIASI BERDASARKAN PERMA NO PENERAPAN AZAS SEDERHANA, CEPAT DAN BIAYA RINGAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA MELALUI MEDIASI BERDASARKAN PERMA NO. O1 TAHUN 2008 DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI Disusun dan diajukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sengketa atau konflik tersebut timbul disebabkan karena adanya hubungan antara satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sengketa atau konflik tersebut timbul disebabkan karena adanya hubungan antara satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sengketa atau konflik tersebut timbul disebabkan karena adanya hubungan antara satu manusia dengan manusia lain sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling membutuhkan satu sama lainnya. Dengan adanya suatu hubungan timbal

BAB I PENDAHULUAN. saling membutuhkan satu sama lainnya. Dengan adanya suatu hubungan timbal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk sosial yang dalam kehidupan sehari-hari saling membutuhkan satu sama lainnya. Dengan adanya suatu hubungan timbal balik, bukan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang ini banyak terjadi sengketa baik dalam kegiatan di

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang ini banyak terjadi sengketa baik dalam kegiatan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa sekarang ini banyak terjadi sengketa baik dalam kegiatan di dunia bisnis, perdagangan, sosial budaya, ekonomi dan lain sebagainya, namun dalam penyelesaiannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bernegara, agar tercipta kehidupan yang aman, tertib, dan adil.

BAB I PENDAHULUAN. bernegara, agar tercipta kehidupan yang aman, tertib, dan adil. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyebutkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum (Pasal 1 ayat (3). Ketentuan tersebut merupakan landasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyaknya kasus tindak pidana ringan yang terjadi di Indonesia dan sering menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan ancaman hukuman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sengketa yang terjadi diantara para pihak yang terlibat pun tidak dapat dihindari.

BAB I PENDAHULUAN. sengketa yang terjadi diantara para pihak yang terlibat pun tidak dapat dihindari. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pesatnya pertumbuhan ekonomi di Indonesia dapat melahirkan berbagai macam bentuk kerjasama di bidang bisnis. Apabila kegiatan bisnis meningkat, maka sengketa

Lebih terperinci

Dalam melaksanakan tugasnya, Kelompok Kerja telah melakukan kegiatan-kegiatan untuk menyelesaikan proses penyusunan revisi PERMA tersebut.

Dalam melaksanakan tugasnya, Kelompok Kerja telah melakukan kegiatan-kegiatan untuk menyelesaikan proses penyusunan revisi PERMA tersebut. MEDIASI Pengertian Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. * Dosen Pembimbing I ** Dosen Pembimbing II *** Penulis. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. * Dosen Pembimbing I ** Dosen Pembimbing II *** Penulis. A. Latar Belakang Adapun metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif dan metode penelitian hukum sosiologis. Penelitian hukum normatif mengkaji data-data sekunder di bidang

Lebih terperinci

Pengertian Mediasi. Latar Belakang Mediasi. Dasar hukum pelaksanaan Mediasi di Pengadilan adalah Peraturan Mahkamah Agung RI No.

Pengertian Mediasi. Latar Belakang Mediasi. Dasar hukum pelaksanaan Mediasi di Pengadilan adalah Peraturan Mahkamah Agung RI No. Pengertian Mediasi Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah

Lebih terperinci

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. Bahwa mediasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberadaan tanah yang jumlahnya tetap (terbatas) mengakibatkan perebutan

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberadaan tanah yang jumlahnya tetap (terbatas) mengakibatkan perebutan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara Konstitusional dalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 pada pasal 33 ayat (3) yang menyatakan bahwa: Bumi dan air dan kekayaan

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 1 PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI MEDIASI DALAM PERKARA WARISAN DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajad Sarjana Hukum dalam

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PELAKSANAAN MEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

EFEKTIVITAS PELAKSANAAN MEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL EFEKTIVITAS PELAKSANAAN MEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Oleh : I Gusti Ngurah Adhi Pramudia Nyoman A Martana I Gusti Ayu Agung Ari Krisnawati Bagian Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setelah melakukan musyawarah dengan para shahabatnya. pikiran, gagasan ataupun ide, termasuk saran-saran yang diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. setelah melakukan musyawarah dengan para shahabatnya. pikiran, gagasan ataupun ide, termasuk saran-saran yang diajukan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem hukum Islam mediasi dikenal dengan Musyawarah, yang dimaksudkan musyawarah disini adalah urusan peperangan dan hal-hal yang bersifat duniawiyah, seperti

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF MELALUI MEDIASI. Oleh : Prof. Rehngena Purba, SH., MS.

PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF MELALUI MEDIASI. Oleh : Prof. Rehngena Purba, SH., MS. PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF MELALUI MEDIASI Oleh : Prof. Rehngena Purba, SH., MS. FILOSOFI : Asas Musyawarah Mufakat (Pembukaan UUD 1945). Asas Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan (UU). FAKTA/KENYATAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kredit macet merupakan masalah yang sangat penting dalam sejarah perbankan Indonesia terutama pada tahun 1999-2004. Banyaknya bank yang dilikuidasi sebagai

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016. TAHAPAN DAN PROSES MEDIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DI PENGADILAN 1 Oleh: Agung Akbar Lamsu 2

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016. TAHAPAN DAN PROSES MEDIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DI PENGADILAN 1 Oleh: Agung Akbar Lamsu 2 TAHAPAN DAN PROSES MEDIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DI PENGADILAN 1 Oleh: Agung Akbar Lamsu 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dikodratkan oleh sang pencipta menjadi makhluk sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dikodratkan oleh sang pencipta menjadi makhluk sosial yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dikodratkan oleh sang pencipta menjadi makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dari sifat manusia inilah maka akan timbul suatu interaksi antara manusia

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisa terhadap Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan. cepat dan murah dibandingkan dengan proses litigasi, bila didasarkan pada

BAB IV. A. Analisa terhadap Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan. cepat dan murah dibandingkan dengan proses litigasi, bila didasarkan pada BAB IV ANALISA TERHADAP PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA BANGKALAN DITINJAU DARI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG RI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN A. Analisa terhadap Prosedur Mediasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling baik untuk memperjuangkan kepentingan para pihak. Pengadilan

BAB I PENDAHULUAN. paling baik untuk memperjuangkan kepentingan para pihak. Pengadilan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum. Setiap perbuatan dan tindakan yang dilakukan oleh warga negara haruslah didasarkan pada hukum. Penegakan hukum berada diatas

Lebih terperinci

MEDIASI. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

MEDIASI. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan MEDIASI Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN Dasar Hukum : Pasal 130 HIR Pasal 154 RBg PERMA No. 1 tahun 2016 tentang Prosedur

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI DAN PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN. A. Latar Belakang Lahirnya Prosedur Mediasi di Pengadilan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI DAN PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN. A. Latar Belakang Lahirnya Prosedur Mediasi di Pengadilan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI DAN PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN A. Latar Belakang Lahirnya Prosedur Mediasi di Pengadilan Mediasi sebagai pilihan penyelesaian sengketa yang telah berkembang pesat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini kebutuhan masyarakat untuk kehidupan sehari-hari semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini kebutuhan masyarakat untuk kehidupan sehari-hari semakin BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Di era globalisasi saat ini kebutuhan masyarakat untuk kehidupan sehari-hari semakin meningkat sehingga, memberikan peluang bagi pelaku usaha sebagai produsen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan yang menunjukan hal yang luar biasa. 1 Apabila sebagai contoh

BAB I PENDAHULUAN. keadaan yang menunjukan hal yang luar biasa. 1 Apabila sebagai contoh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya dalam kehidupan sehari-hari masyarakat yang sudah aman, tertib atau teratur, hukum tidak akan membiarkan orang bertindak sesuka hatinya, pengecualian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mediasi sebagai salah satu mekanisme penyelesaian sengketa alternatif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mediasi sebagai salah satu mekanisme penyelesaian sengketa alternatif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mediasi sebagai salah satu mekanisme penyelesaian sengketa alternatif di luar pengadilan sudah lama dipakai dalam berbagai kasus-kasus bisnis, lingkungan hidup,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Dari uraian bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat memberikan. 1. Tata cara di Pengadilan Agama Purwodadi dalam melaksanakan mediasi

BAB V PENUTUP. Dari uraian bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat memberikan. 1. Tata cara di Pengadilan Agama Purwodadi dalam melaksanakan mediasi BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari uraian bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat memberikan kesimpulan sebagai berikut : 1. Tata cara di Pengadilan Agama Purwodadi dalam melaksanakan mediasi sudah sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekal yang di jalankan berdasarkan tuntutan agama. 1. berbeda. Pernikahan juga menuntut adanya penyesuaian antara dua keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. kekal yang di jalankan berdasarkan tuntutan agama. 1. berbeda. Pernikahan juga menuntut adanya penyesuaian antara dua keluarga. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT, manusia di bekali dengan keinginan untuk melakukan pernikahan, karena pernikahan itu adalah salah satu faktor untuk menjaga

Lebih terperinci

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta. pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta. pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan usaha di sektor jasa keuangan pada saat sekarang ini sedang mengalami perkembangan dan kemajuan, hal itu dapat terlihat dari besarnya antusias masyarakat

Lebih terperinci

SURAT KESEPAKATAN PERDAMAIAN TERINTEGRASI DALAM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA

SURAT KESEPAKATAN PERDAMAIAN TERINTEGRASI DALAM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SURAT KESEPAKATAN PERDAMAIAN TERINTEGRASI DALAM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA I. PENDAHULUAN Bahwa dalam beracara di Pengadilan Agama tidak mesti berakhir dengan putusan perceraian karena ada beberapa jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga ke tahap yang lebih besar dan kompleks seiring dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga ke tahap yang lebih besar dan kompleks seiring dengan perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang hidup berinteraksi satu dengan yang lainnya.interaksi sosial ini dimulai dari tingkat yang paling sederhana sehingga ke tahap yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sengketa merupakan suatu hal yang sangat wajar terjadi dalam kehidupan ini.

BAB I PENDAHULUAN. Sengketa merupakan suatu hal yang sangat wajar terjadi dalam kehidupan ini. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangMasalah Penelitian Sengketa merupakan suatu hal yang sangat wajar terjadi dalam kehidupan ini. Sengketa merupakan sebuah situasi dimana dua pihak atau lebih dihadapkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam masyarakat diselesaikan secara musyawarah mufakat. Peradilan sebagai

I. PENDAHULUAN. dalam masyarakat diselesaikan secara musyawarah mufakat. Peradilan sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perselisihan atau pertengkaran (sengketa) merupakan suatu keadaan yang lazimnya tidak dikehendaki oleh setiap orang, namun pada dasarnya perselisihan dalam masyarakat diselesaikan

Lebih terperinci

Oleh Helios Tri Buana

Oleh Helios Tri Buana TINJAUAN YURIDIS TERHADAP MEDIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PEWARISAN DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA (Studi Kasus Perkara Nomor : 168/Pdt.G/2013/PN.Ska) Jurnal Ilmiah Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh:

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh: EFEKTIFITAS PERJANJIAN DAMAI DALAM PENGADILAN (AKTA VAN DADING) TERHADAP PERBUATAN MELAWAN HUKUM DAN WANPRESTASI DALAM PENEGAKAN HUKUM PERDATA (STUDI PADA PENGADILAN NEGERI MEDAN) SKRIPSI Diajukan Untuk

Lebih terperinci

EKSISTENSI DAN KEKUATAN MEDIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DI PENGADILAN 1 Oleh : Wiska W. R Rahantoknam 2

EKSISTENSI DAN KEKUATAN MEDIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DI PENGADILAN 1 Oleh : Wiska W. R Rahantoknam 2 EKSISTENSI DAN KEKUATAN MEDIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DI PENGADILAN 1 Oleh : Wiska W. R Rahantoknam 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk memngetahui bagaimana eksistensi

Lebih terperinci

dengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat iktidak tidak baik (Pasal 17 ayat 3).

dengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat iktidak tidak baik (Pasal 17 ayat 3). MAKALAH : JUDUL DISAMPAIKAN PADA : MEDIASI DAN GUGAT REKONPENSI : FORUM DISKUSI HAKIM TINGGI MAHKAMAH SYAR IYAH ACEH PADA HARI/ TANGGAL : SELASA, 7 FEBRUARI 2012 O L E H : Dra. MASDARWIATY, MA A. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan sesamanya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan sesamanya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Sebagai makhluk sosial manusia harus hidup bermasyarakat dan berinteraksi dengan sesamanya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, hal ini tidak lepas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupannya, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial, manusia tentu memerlukan lahan atau tempat sebagai fondasi untuk menjalankan aktifitasnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. kelamin yang berlainan seorang laki laki dan seorang perempuan ada daya saling

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. kelamin yang berlainan seorang laki laki dan seorang perempuan ada daya saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang. Sudah menjadi kodrat alam, bahwa dua orang manusia dengan jenis kelamin yang berlainan seorang laki laki dan seorang perempuan ada daya saling menarik satu sama lain

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. melalui mediasi dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : penyelesaian sengketa di pengadilan.

BAB V PENUTUP. melalui mediasi dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : penyelesaian sengketa di pengadilan. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, dapat diambil kesimpulan bahwa : 1. Upaya Pengadilan Negeri Yogyakarta dalam menyelesaikan sengketa melalui mediasi dilakukan dengan berbagai cara,

Lebih terperinci

BAB IV EFEKTIVITAS MEDIASI PADA PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA BONDOWOSO 4 TAHUN SESUDAH BERLAKUNYA PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008

BAB IV EFEKTIVITAS MEDIASI PADA PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA BONDOWOSO 4 TAHUN SESUDAH BERLAKUNYA PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 Edited with the trial version of 61 BAB IV EFEKTIVITAS MEDIASI PADA PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA BONDOWOSO 4 TAHUN SESUDAH BERLAKUNYA PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 A. Analisis Pelaksanaan Mediasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah unsur penting yang menunjang kehidupan manusia. Tanah berfungsi sebagai tempat tinggal dan beraktivitas manusia. Begitu pentingnya tanah, maka setiap

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS MEDIASI DALAM PERKARA PERDATA BERDASARKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 01 TAHUN 2008 (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Boyolali) SKRIPSI

EFEKTIFITAS MEDIASI DALAM PERKARA PERDATA BERDASARKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 01 TAHUN 2008 (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Boyolali) SKRIPSI EFEKTIFITAS MEDIASI DALAM PERKARA PERDATA BERDASARKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 01 TAHUN 2008 (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Boyolali) SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB II PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA INDONESIA

BAB II PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA INDONESIA BAB II PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA INDONESIA A. Kewenangan Pengadilan Agama Indonesia 1. Kewenangan Relatif Kewenangan relatif (relative competentie) adalah kekuasaan dan wewenang yang diberikan

Lebih terperinci

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN SYSTEM COURT CONNECTED MEDIATION DI INDONESIA. memfasilitasi, berusaha dengan sungguh-sungguh membantu para pihak

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN SYSTEM COURT CONNECTED MEDIATION DI INDONESIA. memfasilitasi, berusaha dengan sungguh-sungguh membantu para pihak BAB III PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN SYSTEM COURT CONNECTED MEDIATION DI INDONESIA Terintegrasinya mediasi dalam proses acara pengadilan adalah untuk memfasilitasi, berusaha dengan sungguh-sungguh membantu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyelesaian Sengketa (APS) atau Alternative Dispute Resolution (ADR). 3 Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Penyelesaian Sengketa (APS) atau Alternative Dispute Resolution (ADR). 3 Salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan melalui 2 (dua) jalur, yaitu melalui jalur litigasi dan jalur non litigasi. Jalur litigasi merupakan mekanisme

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIIK INDONESIA,

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIIK INDONESIA, PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pengintegrasian mediasi ke dalam proses beracara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Bouman, mengungkapkan bahwa manusia baru menjadi manusia. adanya suatu kepentingan (Nurnaningsih Amriani, 2012: 11).

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Bouman, mengungkapkan bahwa manusia baru menjadi manusia. adanya suatu kepentingan (Nurnaningsih Amriani, 2012: 11). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial ( zoon politicon) yang berarti bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri dan saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya.

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : 02 Tahun 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : 02 Tahun 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : 02 Tahun 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pengintegrasian

Lebih terperinci

ABSTRAK HENDRY RAUF, NIM KONSEP HUKUM MEDIASI DAN PENERAPAN HAKIM TERHADAP PENYELESAIAN PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI GORONTALO.

ABSTRAK HENDRY RAUF, NIM KONSEP HUKUM MEDIASI DAN PENERAPAN HAKIM TERHADAP PENYELESAIAN PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI GORONTALO. 0 ABSTRAK HENDRY RAUF, NIM 271411207. KONSEP HUKUM MEDIASI DAN PENERAPAN HAKIM TERHADAP PENYELESAIAN PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI GORONTALO. Dibimbing oleh Mutia Ch. Thalib SH, M.Hum dan Bapak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perbedaan-perbedaan yang dapat menimbulkan suatu. dirugikan haknya dapat mengajukan gugatan. Pihak ini disebut penggugat.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perbedaan-perbedaan yang dapat menimbulkan suatu. dirugikan haknya dapat mengajukan gugatan. Pihak ini disebut penggugat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia saling berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingannya. Tidak dapat dipungkiri bahwa interaksi dalam kehidupan

Lebih terperinci

PENERAPAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG MEDIASI DALAM PERSIDANGAN DI PENGADILAN AGAMA Oleh : H. Sarwohadi, SH, MH (Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

PENERAPAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG MEDIASI DALAM PERSIDANGAN DI PENGADILAN AGAMA Oleh : H. Sarwohadi, SH, MH (Hakim Tinggi PTA Bengkulu) PENERAPAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG MEDIASI DALAM PERSIDANGAN DI PENGADILAN AGAMA Oleh : H. Sarwohadi, SH, MH (Hakim Tinggi PTA Bengkulu) A. Pendahuluan Lahirnya Perma Nomor 1 Tahun 2008 Tentang

Lebih terperinci

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum dalam Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain sebagainya. Dari pengertian diatas jika kita melihat di lapangan maka

BAB I PENDAHULUAN. lain sebagainya. Dari pengertian diatas jika kita melihat di lapangan maka BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengadilan Agama adalah sebuah lembaga hukum yang dibentuk untuk menyelesaikan sengketa di masyarakat dalam hal perceraian, waris, gonogini,dan lain sebagainya. Dari

Lebih terperinci

POLITIK HUKUM PEMBENTUKAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) HAERANI. Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar

POLITIK HUKUM PEMBENTUKAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) HAERANI. Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar POLITIK HUKUM PEMBENTUKAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) ABSTRAK HAERANI Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar e-mail : haeranizain@yahoo.com Penyelesaian sengketa konsumen merupakan salah

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. III/No. 8/Okt/2015

Lex Administratum, Vol. III/No. 8/Okt/2015 PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MELALUI ARBITRASE MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 1 Oleh: Meifi Meilani Paparang 2 Abstrak Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA; Menimbang

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL III - 1 III - 2 Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM III-9 BAB II TATACARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang lain, dengan menitikberatkan

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 6 M E D I A S I A.

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 6 M E D I A S I A. BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 6 M E D I A S I A. Pengertian dan Karakteristik Mediasi Mediasi berasal dari bahasa Inggris mediation atau penengahan, yaitu penyelesaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melidungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan

BAB I PENDAHULUAN. melidungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembukaan Undang-Undang 1945 tujuan pembangunan nasional adalah melidungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan

Lebih terperinci

PENERAPAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NO. 01 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN NEGERI MAKASSAR

PENERAPAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NO. 01 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN NEGERI MAKASSAR PENERAPAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NO. 01 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN NEGERI MAKASSAR Universitas Muslim Indonesia Email : angraenyarief@gmail.com Abstract This research was conducted

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umum. Diantaranya pembangunan Kantor Pemerintah, jalan umum, tempat

BAB I PENDAHULUAN. umum. Diantaranya pembangunan Kantor Pemerintah, jalan umum, tempat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan Negara Republik Indonesia adalah untuk mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN. seseorang adalah hal penting yang kadang lebih utama dalam proses

BAB I PENDAHULAN. seseorang adalah hal penting yang kadang lebih utama dalam proses BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai metode penyelesaian sengketa secara damai, mediasi mempunyai peluang yang besar untuk berkembang di Indonesia. Dengan adat ketimuran yang masih mengakar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gamelan, maka dapat membeli dengan pengrajin atau penjual. gamelan tersebut dan kedua belah pihak sepakat untuk membuat surat

BAB I PENDAHULUAN. gamelan, maka dapat membeli dengan pengrajin atau penjual. gamelan tersebut dan kedua belah pihak sepakat untuk membuat surat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gamelan merupakan alat musik tradisional yang berasal dari daerah jawa, kemudian alat musik ini digunakan sebagai hiburan seperti acara perkawinan maupun acara-acara

Lebih terperinci

Bahan Ajar Mata Kuliah PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF

Bahan Ajar Mata Kuliah PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF Bahan Ajar Mata Kuliah PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF disampaikan oleh : Irawan Harahap, S.H., S.E., M.Kn., CLA Advokat Mediator Bersertifikat Advokat Auditor Hukum, Konsultan HKI Advokat, NIA Peradi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terbukti turut mendukung perluasan

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terbukti turut mendukung perluasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan perekonomian nasional telah menghasilkan variasi produk barang dan/jasa yang dapat dikonsumsi. Bahkan dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR 3.1. Pemutusan Hubungan Kerja Pemutusan hubungan kerja oleh majikan adalah jenis PHK yang sering terjadi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan keadilan, Sehingga secara teoritis masih diandalkan sebagai badan yang

BAB I PENDAHULUAN. dan keadilan, Sehingga secara teoritis masih diandalkan sebagai badan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadilan merupakan salah satu kebutuhan dalam hidup manusia. kedudukan peradilan dianggap sebagai pelaksanaan kehakiman yang berperan sebagai katup penekan atas segala

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 2 Perjanjian kerja wajib

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 2 Perjanjian kerja wajib BAB III LANDASAN TEORI A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Pengaturan perjanjian bisa kita temukan didalam buku III bab II pasal 1313 KUHPerdata yang berbunyi Perjanjian adalah suatu perbuatan

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Mediasi antara Serikat Pekerja dengan PT Andalan Fluid di Dinas Tenaga Kerja Sosial dan Transmigrasi Kota Bogor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diri manusia itu sendiri sehingga menyebabkan terjadinya benturan-benturan

BAB I PENDAHULUAN. diri manusia itu sendiri sehingga menyebabkan terjadinya benturan-benturan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan seorang manusia tidak akan bisa lepas dari manusia yang lainnya, karena selain karakteristik manusia sebagai makhluk sosial, manusia pada dasarnya tidak akan

Lebih terperinci

BAB III TAHAPAN DAN PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA PANDEGLANG

BAB III TAHAPAN DAN PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA PANDEGLANG BAB III TAHAPAN DAN PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA PANDEGLANG A. Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Pandeglang Berdasarkan hasil wawancara dengan Nuning selaku Panitera di Pengadilan Agama Pandeglang

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. V/No. 3/Mei/2017

Lex Administratum, Vol. V/No. 3/Mei/2017 KAJIAN YURIDIS PUTUSAN MAJELIS BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN BERSIFAT FINAL DAN MENGIKAT DALAM SENGKETA ANTARA KONSUMEN DENGAN PELAKU USAHA 1 Oleh : Sandhy The Domaha 2 ABSTRAK Pemberlakuan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya. Contoh kecil yaitu manusia tidak bisa membuat nasi sendiri, memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya. Contoh kecil yaitu manusia tidak bisa membuat nasi sendiri, memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dikenal dengan makhluk sosial, karena manusia tidak bisa hidup sendiri yang artinya manusia membutuhkan sesama manusia dalam hal kebutuhan hidupnya.

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Mediasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berperan selama ini. Keberadaan lembaga peradilan sebagai pelaksana

BAB I PENDAHULUAN. yang berperan selama ini. Keberadaan lembaga peradilan sebagai pelaksana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga peradilan merupakan salah satu lembaga penyelesaian sengketa yang berperan selama ini. Keberadaan lembaga peradilan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melepaskan diri dari berinteraksi atau berhubungan satu sama lain

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melepaskan diri dari berinteraksi atau berhubungan satu sama lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial (zoon politicon), yakni makhluk yang tidak dapat melepaskan diri dari berinteraksi atau berhubungan satu sama lain dalam rangka memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bentuk sengketa beraneka ragam dan memiliki sekian banyak liku-liku yang

BAB I PENDAHULUAN. Bentuk sengketa beraneka ragam dan memiliki sekian banyak liku-liku yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini perkembangan bisnis dan perdagangan sangat pesat dan tidak dapat dibatasi oleh siapa pun. Pelaku bisnis bebas dan cepat untuk menjalani transaksi bisnis secara

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A.

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. Introduction Transaksi-transaksi atau hubungan dagang banyak bentuknya, mulai

Lebih terperinci

BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS

BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS Di dalam menjalankan suatu bisnis para pelaku usaha kadang terlibat dalam conflict of interest, kenyataan ini dapat terjadi karena bermula dari situasi dimana ada salah

Lebih terperinci

Alternative Dispute Resolution (Alternatif Penyelesaian Sengketa, APS)

Alternative Dispute Resolution (Alternatif Penyelesaian Sengketa, APS) Alternative Dispute Resolution (Alternatif Penyelesaian Sengketa, APS) Miko Kamal S.H., Bung Hatta LL.M., Deakin Ph.D Macquarie ireformbumn (institut untuk Reformasi Badan Usaha Milik Negara) Anggrek Building

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Yati Nurhayati ABSTRAK

PENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Yati Nurhayati ABSTRAK PENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Yati Nurhayati ABSTRAK Permasalahan perburuhan yang terjadi antara pekerja dan pengusaha atau antara para pekerja

Lebih terperinci

A. Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan

A. Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan A. Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan Litigasi atau jalur pengadilan merupakan suatu proses gugatan atas suatu konflik yang diritualisasikan yang menggantikan konflik sesungguhnya, dimana para pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Hal ini dikarenakan manusia diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga telah memicu terbentuknya skema-skema persaingan yang ketat dalam segala

BAB I PENDAHULUAN. sehingga telah memicu terbentuknya skema-skema persaingan yang ketat dalam segala BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dinamika sosial yang terjadi dewasa ini terus berkembang demikian pesat sehingga telah memicu terbentuknya skema-skema persaingan yang ketat dalam segala aspek

Lebih terperinci