HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Kompos Jamur Tiram (MSC) SMC (spent mushroom compost) yang digunakan dalam penelitian ini adalah kompos setengah matang yang telah mengalami proses penguraian selama media tersebut dijadikan sebagai media budidaya jamur. Miselia jamur sebagian besar tersusun atas selulosa, hemiselulosa dan lignin, serta vitamin dan mineral, sehingga limbah substrat (media) tanam jamur masih mengandung sejumlah besar unsur hara yang diperlukan oleh mikroorganisme indigenous. Kompos jamur tiram dengan parameter SNI tertera pada Lampiran 12, unsur makro dan unsur mikro sudah memenuhi syarat, sehingga cukup baik digunakan sebagai media biofilter. Meskipun pada kompos jamur tiram nilai C/N ratio 39.9 lebih besar dari nilai SNI 1-2, dan ini belum memenuhi syarat, namun nilai C/N ratio 39.9 ini baik digunakan untuk biofilter jika ditinjau dari fungsinya sebagai media adsorpsi. Karbon organik adalah faktor utama adsorpsi jika kompos dengan C/N ratio tinggi akan sangat efektif untuk menjerap pestisida (Rao & Davidson 198; Juri et al. 1987). Hasil analisis unsur hara SMC jamur tiram yang digunakan pada penelitian ini tertera pada Tabel5. Kompos awal adalah SMC yang akan digunakan sebagai biofilter dan telah dikeringanginkan, partikelnya seragam serta tidak tercemar diazinon, sedangkan kompos akhir adalah SMC yang telah digunakan sebagai biofilter semasa penelitian dan telah dicemari diazinon 171 ppm. Analisis kompos berdasarkan berat kering 1 g sampel kompos jamur tiram. Hasil analisis unsur hara SMC jamur tiram yang digunakan sebagai biofilter (Tabel 5), karbon organik sebesar 44.69% dan nitrogen organik sebesar 1.12%, menunjukkan kompos jamur tiram ini cukup baik digunakan sebagai biofilter. Karbon organik adalah elemen dasar untuk hidup mikroorganisme diperlukan dalam jumlah besar daripada elemen lainnya. Nutrisi makro yang diperlukan oleh mikroorganisme adalah karbon dan nitrogen. Kondisi yang dibutuhkan untuk

2 pertumbuhan dan aktifitas mikroorganisme yang berperan pada proses pengomposan dan degradasi diazinon, yaitu nutrisi makro karbon dan nitrogen dengan ratio 25 : 1 atau 4 : 1 (Dickson et al. 1991) dan 3 :1 (Brown et al. 1998), ph , kadar air 25-85% dan temperatur 2-3 o C (Vidali 21). Tabel 5 Hasil analisis unsur hara SMC yang digunakan sistem Batch No Parameter Kompos Awal Kompos Akhir (+Diazinon177 ppm) 1 ph N-organik (%) N-NH + 4 (ppm) N-NO - 3 (ppm) P 2 O 3 (%) K 2 O (%) Ca (%) Mg (%) C-organik (%) Fe (ppm) Cu (ppm) Zn (ppm) Mn (ppm) KTK (meq/1g) S (ppm) C/N (%) Kadar air (%) Kadar Abu (%) Kandungan Cu dalam tanah sebesar 2-25 ppm adalah normal ( Alloway 1995) dan kandungan Cu pada kompos jamur tiram sebesar 14.1 ppm, kadar Zn kompos sebesar 4.1 ppm, sedangkan kadar Zn ppm dikatagorikan tinggi (Lindsay 1972) dan jika kadar Zn tinggi akan menekan serapan P dan Fe oleh tanaman (Andriano et al. 1971). Selain terjadi proses degradasi juga diharapkan terjadi proses pengomposan karena adanya aktivitas konsorsium mikroorganisme. Pseudomonas stutzeri, Bacillus mycoides, Bacillus cereus, Bacillus brevis, Chromobacterium sp, Bacillus azotoformans dan Micrococcus agalis dapat

3 memanfaatkan bahan organik seperti selulosa, hemiselulosa maupun lignin sebagai sumber energi sehingga terjadi proses dekomposisi. Analisis hasil SMC sebelum dan sesudah penelitian berlangsung, terjadi perubahan unsur-unsur hara. Hasil ini akibat dari pemanfaatan unsur hara SMC baik unsur hara makro maupun unsur mikro oleh mikroorganisme, disamping itu mikroorganisme juga memanfaatkan karbon dan fosfat dari diazinon sebagai sumber energi. Unsur hara mikro contohnya Fe (97.6 ppm menjadi ppm) dimanfaatkan oleh mikroorganisme, berguna untuk proses reaksi biokimia seperti fotosintesis, respirasi, transportasi electron, reduksi nitrat, detoksifikasi radikal O 2 (Juli & Neil 1999). Menurut Amer (211), bahwa bakteri pendegradasi diazinon mampu memanfaatkan diazinon sebagai sumber karbon dan fosfor. Judoamidjojo et al. (1989) menyatakan sumber karbon merupakan faktor yang berpengaruh pada pertumbuhan mikroorganisme optimal, tetapi apabila sumber karbon melewati kebutuhan mikroorganisme maka akan menimbulkan efek penghambatan terhadap pertumbuhan. Bakteri-bakteri pendegradasi diazinon yang mampu menggunakan diazinon sebagai sumber karbon yaitu Pseudomonas sp. (Rani et al. 28), Agrobacterium sp. (EXTOXNET 1996: Yasouri 26), Arthrobacter sp. (Ohshiro 1996), dan Flavobacterium sp. (EXTOXNET 1996). Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa sebelum dan sesudah percobaan terjadi perubahan nilai C/N dan perubahan kandungan unsur-unsur hara lainnya. Penambahan nilai C/N dari 39.9% menjadi 49.74%, berkaitan dengan peningkatan populasi mikroorganisme pengurai yang membebaskan CO 2, dimana pemanfaatan bahan organik oleh mikroorganisme tersebut akan menurunkan kandungan karbon organik dari 44.69% menjadi 42.78% dan kandungan nitrogen organik berkurang dari 1.12% menjadi.86%, hal ini akibat terjadi fiksasi N. Amonium digunakan mikroorganisme untuk berkembangbiak membentuk sel baru, sebagian diubah menjadi nitrat dan sebagian lagi menguap. Karena terjadinya penurunan kandungan karbon dan penurunan kandungan nitrogen sehingga menyebabkan nilai C/N bertambah. Hal ini disebabkan oleh dekomposisi sel-sel bakteri yang mengalami fase kematian (death phase). Kondisi ph ( ) dan kadar air ( %) pada saat penelitian berlangsung adalah kondisi yang optimum untuk pertumbuhan bakteri, ph optimum untuk aktifitas bakteri berkisar antara (Golueke 1972), sedangkan menurut Kim et al. (24) mengatakan bahwa ph ideal untuk degradasi selullosa adalah 7.5.

4 Proses biodegradasi diazinon ini berlangsung pada suhu o C, sehingga bakteri yang ada pada SMC dapat bekerja secara optimal, mengingat bakteri Pseudomonas sp, Chromobacterium sp, Bacillus azotoformans dan Micrococcus agalis merupakan bakteri mesofilik (2 o -4 o C), sedangkan bakteri Bacillus mycoides, Bacillus cereus, Bacillus brevis merupakan bakteri thermofilik (>4 o C). Menurut Amer (211) bakteri Serratia sp mampu mendegradasi diazinon secara sempurna dalam waktu 11 hari pada suhu 25 o -3 o C, namun pada suhu 2 o C diperlukan waktu lebih lama yaitu 13 hari. Proses degradasi dapat mencapai maksimum jika kadar air optimum (Beck 1997; Bueno et al. 28). Recycled organics unit (27) merekomendasikan menjaga kandungan air tetap 6%, sedangkan Zang et al. (29) menyarankan kondisi kadar air dipertahankan di bawah 65%. Penelitian ini berlangsung pada kadar air %, sehingga faktor kadar air sangat mendukung proses degradasi diazinon. Bakteri Bacillus sp dan Pseudomonas sp sangat berperanan dalam proses dekomposisi bahan-bahan organik SMC, tetapi bila didukung dengan kondisi yang optimal mengakibatkan proses degradasi berjalan cepat sehingga membutuhkan waktu pengomposan yang singkat Bakteri dalam SMC Jamur Tiram (Spent Mushroom Compost) Kompos jamur tiram yang akan digunakan sebagai biofilter, sebelum dan sesudah penelitian dianalisis kandungan bakterinya. Isolasi bakteri dari SMC jamur tiram (Pleurotus ostreatus) yang dilakukan diawal penelitian untuk memperoleh bakteri murni yang selanjutnya diidentifikasi. Hasil isolasi ini ditemukan 13 isolat kemudian diidentifikasi. Hasil identifikasi ditemukan bakteri Pseudomonas stutzeri, Bacillus mycoides, B. cereus, B. brevis dan Chromobacterium sp (Tabel 6). Tabel 6 Bakteri dari kompos jamur tiram No Bakteri Fase temperatur Sebelum penelitian Sesudah penelitian Pseudomonas stutzeri Bacillus mycoides, Bacillus cereus, Bacillus brevis Chromobacterium sp Bacillus azotoformans Micrococcus agalis m, t t t t m m, t m

5 m = mesofilik (2 o -4 o C), t = thermofilik (>4 o C), + = ada, - = tidak ada. Bergey s Manual of Systematic Bacteriology (Vol I and II; Palleroni, 1984). Dilakukan oleh Laboratorium Bakteriologi. Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Hasil identifikasi bakteri dari kompos setelah mengalami inkubasi 1 hari (penelitian berakhir) ditemukan 5 isolat kemudian diidentifikasi yaitu Bacillus cereus, B. brevis, B. azotoformans dan Micrococcus agalis, dengan B. brevis yang dominan (Tabel 6). Hasil identifikasi bakteri dari SMC sebelum penelitian dan hasil identifikasi bakteri dari SMC yang telah tercemar diazinon 177 ppm dan telah mengalami dekomposisi selama 9 hari, terdapat perbedaan yaitu Pseudomonas stutzeri, B. mycoides dan Chromobacterium sp tidak dijumpai di akhir penelitian. Hal ini bisa dikatakan bahwa ketiga bakteri tersebut tidak dapat bertahan hidup di media tercemar diazinon hingga akhir penelitian (9 hari). Bacillus sp mendominasi di akhir penelitian. Hal ini sesuai dengan pernyataan Haasen et al. (21) bahwa pada akhir siklus pengomposan ditemukan bakteri Bacillus sp. Pada akhir penelitian, di samping ditemukan B. brevis dan B. cereus, justru terdapat 2 spesies bakteri yang pada SMC sebelum digunakan penelitian tidak ditemukan yakni Bacillus azotoformans dan Micrococcus agalis. B. cereus mampu mendegradasi diazinon pada media padat MSPY yang mengandung 17 ppm diazinon (Jumbriah 26). Hal ini bisa terjadi kemungkinan pada awal penelitian, kedua jenis bakteri masih berbentuk spora, bakteri dalam keadaan dorman, kemudian selama penelitian berlangsung dengan kondisi yang optimum bagi pertumbuhannya, maka merangsang kedua bakteri tersebut tumbuh dan berkembang. Bakteri gram positif seperti Bacillus, Anaerobacter dan Clostridium bisa berbentuk resisten, mengalami struktur dorman yang disebut endospora yaitu proses yang tidak reproduktif (Stephen 1998). Micrococcus sp yang diisolasi dari tanah, dapat mendegradasi Chlopyrifos (Guha 1997); demikian juga Alcaligenes faecalis pada kondisi tanah netral dan bersifat basa (Yang et al. 25). Bakteri Micrococcus agalis yang terdapat dalam kompos dari sampah kota, mampu hidup pada tanah terkontaminasi minyak hidrokarbon (Pagoray 29).

6 Hasil penelitian, Micrococcus agalis, yang ada pada kompos jamur tiram mampu hidup dan mendegradasi diazinon konsentrasi 177 ppm. Pada akhir penelitian tidak dijumpai Pseudomonas sp. walaupun diketahui penyebaran Pseudomonas sp sangat luas. Hal ini mungkin disamping Pseudomanas stutzeri tidak mampu bertahan pada diazinon konsentrasi tinggi, kemungkinan juga berkaitan dengan ph penelitian yang cukup tinggi (ph 8.2) di akhir penelitian. Pseudomonas sp dengan densitas inokulum sebesar 1 4 cfu/g tanah mampu mendegradasi ethoprophos pada suhu 2 o -35 o C dan ph 5.4 dalam waktu 16 hari (Karpouzas & Walker 2). Bakteri Bacillus brevis bersifat gram positif, aerobik, membentuk spora, menghasilkan antibiotik gramicin dan tyrocidine, rod optik o C, aktifitas katalase gelatin positif (Stephen 1998) Biodegradasi pada Sistem Biofilter Penurunan diazinon karena penjerapan Perlakuan kontrol dibuat untuk baseline studi (45 g kompos dan konsentrasi larutan awal 1 ppm) berupa biofilter untuk sistem batch dengan kompos jamur tiram yang disterilkan. Hingga pengamatan inkubasi sampai dengan 1 hari tidak ditemukan adanya mikroorganisme. Namun terjadi penurunan konsentrasi diazinon, hingga hari ke-9, sebesar 2.5% dari konsentrasi awal (Lampiran 8). Penurunan konsentrasi diazinon kemungkinan disebabkan oleh faktor fisik (penguapan). Fenomena penguapan juga terlihat pada pengomposan diazinon dalam sistem benchtop dengan simulasi tekanan udara, terjadi pengurangan diazinon sebesar 22% (Petruska et al. 1985). Pengurangan sebesar.2%, diperoleh Frederick et al. (1996), menggunakan pengomposan diazinon dengan inkubasi 5 hari pada suhu 55º C. Jika keadaan ini dibandingkan dengan kompos perlakuan yang sama (B5) yang tidak mengalami sterilisasi, dengan jumlah kompos dan konsentrasi diazinon awal yang sama, maka penurunan konsentrasi diazinon sebesar 16.1% pada hari kedua rata-rata dari tiga ulangan. Penurunan ini disebabkan oleh kerja mikroorganisme yang ada dalam kompos SMC. Untuk itu kejadian penurunan konsentrasi diazinon pada penelitian ini diakibatkan oleh kerja mikroorganisme, khususnya bakteri yang ada pada kompos. Perubahan pertumbuhan mikroorganisme pada biofilter sistem batch disajikan pada Gambar 7. Pengamatan dilakukan hingga 9 hari. Hingga hari ke-2 untuk semua perlakuan, tidak ada perubahan pertumbuhan mikroorganisme.

7 Diduga saat tersebut dalam lag phase. Perubahan pertumbuhan mikroorganisme umumnya meningkat pada hari ke-8 pada semua perlakuan (Lampiran 6) dan selanjutnya kembali turun diakibatkan pertumbuhan memasuki fase kematian (death phase). Pada hari ke-3 sampai hari ke-7 pada seluruh perlakuan, kecuali perlakuan B7, terjadi pertumbuhan mikroorganisme yang rendah. Pada saat ini penurunan konsentrasi diazinon juga rendah. Pada hari ke-8 pertumbuhan populasi mikroorganisme maksimum didukung oleh nilai FDA.913 (tersaji pada Tabel 1). Pada Gambar 8, diberikan detail salah satu perlakuan, terlihat bahwa pertumbuhan mikroorganisme yang pesat pada hari ke-7, pada saat yang bersamaan degradasi diazinon berlangsung maksimal. Pertumbuhannya Pertumbuhan (x1 --3 ) B waktu (hari) Pertumbuhan (x1 --3 ) B waktu (hari) Pertumbuhan (x1-3) B waktu (hari) Pertumbuhan (x1-3 ) B waktu (hari) Pertumbuhan (x1 --3 ) B waktu (hari) Pertumbuhan (x1-3 ) B waktu (hari) Pertumbuhan (x1-6 ) B waktu (hari) Pertumbuhan (x1 --3 ) B waktu (hari) Pertumbuhan (x ) B waktu (hari)

8 Gambar 7 Perubahan pertumbuhan mikroorganisme pada sistem batch, berbagai konsentrasi diazinon dan jumlah kompos. Keterangan gambar: Gambar Keterangan Gambar Keterangan B1 B2 B3 B4 B5 15ppm diazinon 6g kompos 5ppm diazinon 6g kompos 15ppm diazinon 3g kompos 5ppm diazinon 3g kompos 1ppm diazinon 45g kompos B6 B7 B8 B9 177ppm diazinon 45g kompos 293ppm diazinon 45g kompos 1ppm diazinon 662g kompos 1ppm diazinon 279g kompos mikroorganisme mengkonsumsi karbon dan fosfor dari diazinon sebagai sumber energi (Amer 211). Hubungan antara konsentrasi diazinon, jumlah kompos dan waktu untuk berbagai perlakuan dioptimasikan untuk melihat kondisi terbaik penurunan diazinon. Proses semi kontinyu pada Gambar 9, pertumbuhan mikroorganisme terjadi hingga 99 jam. Hingga jam ke-29 untuk semua perlakuan terlihat tidak ada perubahan pertumbuhan mikroorganisme karena mikroorganisme dalam SMC tersebut masih berada pada fase lag. Setelah jam ke-49 terjadi peningkatan perubahan pertumbuhan mikroorganisme yang tinggi untuk semua perlakuan (Lampiran 6). Pengecualian terjadi pada proses di perlakuan B7, dimana konsentrasi diazinon yang digunakan rendah (293 ppm) dan jumlah kompos sedang (45 g). Peningkatan pertumbuhan mikroorganisme sudah terjadi di jam ke- 29. Hal ini karena konsentrasi diazinon rendah, maka toksisitas diazinon terhadap mikroorganime juga rendah dan jumlah kompos yang mendukung pertumbuhan mikroorgnisme. Menurut Barker (22) jumlah karbon organik dan nitrogen yang ada pada kompos (SMC), merupakan faktor pembatas dalam proses mineralisasi pestisida. Peningkatan jumlah kompos sampai berat tertentu akan menstimulasi aktifitas mikroorganisme, sehingga mempercepat degradasi pestisida. Disamping itu penambahan kompos, bisa menambah stabilitas dan penurunan mineralisasi residu pestisida. rtumbuhan (x1-3 ) B6

9 Gambar 8 Perubahan pertumbuhan mikroorganisme pada sistem batch (B6), konsentrasi diazinon 177 ppm dan jumlah kompos 45g Pertumbuhan (x1-3 ) B waktu (jam) Pertumbuhan (x1-3 ) B waktu (jam) Pertumbuhan (x1-3 ) B waktu (jam) Pertumbuhan (x1-3 ) B4 8 Pertumbuhan (x) waktu (jam) B waktu (jam) Pertumbuhan (x1-3 ) B waktu (jam) Pertumbuhan (x1-6 ) Gambar 6b. Perubahan B7 per waktu (jam) Pertumbuhan (x1-3 ) B waktu (jam) Pertumbuhan (x) B waktu (jam)

10 Gambar 9 Perubahan pertumbuhan mikroorganisme pada sistem semi kontinyu, berbagai konsentrasi diazinon dan jumlah kompos. Keterangan: Gambar Keterangan Gambar Keterangan B1 B2 B3 B4 B5 15ppm diazinon 6g kompos 5ppm diazinon 6g kompos 15ppm diazinon 3g kompos 5ppm diazinon 3g kompos 1ppm diazinon 45g kompos B6 B7 B8 B9 177ppm diazinon 45g kompos 293ppm diazinon 45g kompos 1ppm diazinon 662g kompos 1ppm diazinon 279g kompos Pada Gambar 9, seluruh perlakuan nampak perubahan pertumbuhan mikroorganisme kecil, selanjutnya pada jam ke-74 perubahan pertumbuhan yang tinggi. Hal ini diperkirakan terjadi pergantian (substitusi) mikroorganisme yang berperan pada biodegradasi, mengingat hasil identifikasi bakteri dari kompos pada Tabel 7, terdapat 2 jenis bakteri di akhir penelitian, yang sebelumnya tidak terdapat. Pada Gambar 7 dan 9, menunjukkan bahwa mikroorganisme pada biofilter sistem semi kontinyu sudah mengalami perubahan pertumbuhan mikroorganisme maksimum ( kali) pada waktu inkubasi jam, sedangkan perubahan pertumbuhan mikroorganisme pada sistem batch maksimum ( kali) pada inkubasi 8 hari. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan pertumbuhan mikroorganisme pada biofilter sistem semi kontinyu lebih cepat dibandingkan pada biofilter sistem batch dan berakibat proses degradasi diazinon pada biofilter semi kontinyu juga lebih cepat dibandingkan pada biofilter sistem batch. Detail salah satu perlakuan pada biofilter semi kontinyu disajikan pada Gambar 1, perlakuan B6 dengan konsentrasi diazinon 177 ppm dan jumlah kompos 45 g, perubahan pertumbuhan mikroorganisme pada jam ke-26 hingga jam ke-52 pertumbuhan mikroorganisme kecil, pada jam ke-73 ada pertumbuhan, dan meningkat pesat pada jam ke-75 sebesar 213 kali. 2.5 B6 2 umbuhan (x1-3 ) 1.5

11 Gambar 1 Perubahan pertumbuhan mikroorganisme pada sistem semi kontinyu, konsentrasi diazinon 177 ppm dan jumlah kompos 45 g Pada Gambar 8 dan Gambar 1 dibandingkan pengaruh pertumbuhan mikroorganisme terhadap waktu degradasi diazinon. Pertumbuhan mikroorganisme pesat pada Gambar 1 biofilter sistem semi kontinyu, terjadi pada jam ke-75 sebesar 2 kali, sedangkan pada Gambar 8 biofilter sistem batch, terjadi 2 kali pada hari ke-7. Hal ini menunjukkan kinerja biofilter semi kontinyu lebih baik dan lebih efisien dibandingkan biofilter sistem batch. Pada biofilter sistem semi kontinyu terdapat sirkulasi larutan diazinon, yang kemungkinan berdampak pada adanya aerasi, untuk bakteri yang bersifat fakultatif hal ini dapat mempercepat pertumbuhan, akibatnya pertumbuhan mikroorganisme pesat Penurunan Konsentrasi Diazinon sistem batch dan semi kontinyu Persentase penurunan konsentrasi diazinon larutan dipengaruhi oleh jumlah kompos dan besarnya konsentrasi larutan diazinon (Gambar 11). Semakin besar jumlah kompos, maka persentase penurunan konsentrasi diazinon maksimum semakin cepat dicapai (konsentrasi larutan diazinon yang sama 5 ppm dan dengan jumlah kompos yang berbeda B2 = 6 g, maka 1% penurunan

12 Penurunan Kons Diazinon (%) Hari 15ppm D 6g K B1 5ppm D 6g K B2 15ppm D 3g K B3 5ppm D 3g K B4 1ppm D 45g K B5 177ppm D 45g K B6 293ppm D 45g K B7 1ppm D 662g K B8 1ppm D 279g K B9 Gambar 11 Penurunan konsentrasi diazinon sistem batch konsentrasi diazinon dicapai pada hari ke-6 dibandingkan jumlah kompos sedikit, B4 = 3 g pada hari ke-8 hanya 85%. Hal ini berkaitan dengan jumlah kompos yang besar, terdapat jumlah dan diversitas mikroorganisme yang tinggi, sehingga kemampuan mendegradasi diazinon, juga tinggi. Jumlah inokulum bakteri pendegradasi dan konsentrasi kontaminan berpengaruh pada kemampuan bakteri mendegradasi diazinon, semakin besar jumlah inokulum maka degradasi diazinon semakin besar dan waktu yang dibutuhkan semakin cepat, konsentrasi kontaminan meningkat diperlukan waktu semakin lama (Abo-Amer 211). Pada Gambar 11 dan 12, secara umum persentase penurunan konsentrasi diazinon pada sistem semi kontinyu dicapai (75 jam), lebih cepat 6% dibandingkan sistem batch (6-9 hari atau jam). Degradasi pestisida pada sistem semi kontinyu lebih efisien waktunya, disebabkan selain faktor suhu, ph, kelembaban, dan nutrisi, yang mendukung hampir sama dengan pada biofilter sistem batch, ada faktor aerasi yang menghasilkan oksigen, sehingga menambah kemampuan degradasi diazinon oleh mikroorganisme. Hasil penelitian Aasen et al. (1996), bahwa penggunaan aerasi untuk mensuplai oksigen, pada proses bioremediasi, signifikan meningkatkan mineralisasi (hidrokarbon petroleum) dibandingkan tanpa aerasi.

13 Penurunan Kons Diazinon (%) Jam ppm D 6g K B1 5ppm D 6g K B2 15ppm D 3g K B3 5ppm D 3g K B4 1ppm D 45g K B5 177ppm D 45g K B6 293ppm D 45g K B7 1ppm D 662g K B8 1ppm D 279g K B9 Gambar 12 Penurunan konsentrasi diazinon sistem semi kontinyu Disamping itu, beberapa di antara bakteri pendegradasi dari kompos (SMC) seperti Pseudomonas sp., Alcaligenes sp., Rhodococcus dan Mycobacterium diketahui sebagai bakteri aerobik pendegradasi pestisida dan hydrocarbon (Vidali 21). Penurunan konsentrasi diazinon semakin besar karena selain dipengaruhi oleh faktor lingkungan (suhu, ph, kadar air) yang optimum, waktu juga berpengaruh terhadap penurunan konsentrasi diazinon, semakin lama waktu remediasi maka penurunan konsentrasi diazinon semakin besar untuk sistem batch. Persentase penurunan konsentrasi diazinon sistem batch pada hari ke-6 tersaji pada Gambar 13. Besarnya penurunan konsentrasi diazinon dipengaruhi oleh jumlah kompos. Jumlah kompos meningkat, mengakibatkan populasi mikroorganisme meningkat, sehingga kemampuan mendegradasi meningkat. Jumlah kompos identik dengan populasi mikroorganisme.

14 1 Penurunan konsentrasi diazinon (%) Perlakuan 15ppm D 6g K B1 5ppm D 6g K B2 15ppm D 3g K B3 5ppm D 3g K B4 1ppm D 45g K B5 177ppm D 45g K B6 293ppm D 45G K B7 1ppm D 662g K B8 1ppm D 279g K B9 Gambar 13 Penurunan konsentrasi diazinon sistem batch hari ke-6 Pada perlakuan B4 dan B2, jumlah kompos dinaikan dua kali, dari 3 g menjadi 6 g, terlihat degradasi diazinon meningkat dari 66.67% menjadi %. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Amer (211), pada peningkatan bakteri 1 kali diperoleh kenaikkan penurunan kadar diazinon sebesar 3%. Pada Gambar 13 perlakuan B5 dan B8, jumlah kompos meningkat namun tidak meningkatan penurunan konsentrasi diazinon. Hal ini disebabkan kerapatan kompos meningkat dari.26 g cm -3 menjadi.38 g cm -3, sedangkan kerapatan pada jumlah kompos optimum sebesar.26 g cm -3, sehingga aerasi berkurang dan berakibat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Selanjutnya menghambat proses degradasi diazinon. Degradsi diazinon dipengaruhi oleh konsentrasi larutan in put dan jumlah kompos. Jumlah kompos tertentu akan menghasilkan degradasi diazinon maksimum, oleh karena itu akan dilakukan analisis dengan optimasi yang dibahas pada sub bab berikutnya. Pada Gambar 14, peningkatan jumlah kompos hanya sedikit meningkatkan persentase penurunan konsentrasi diazinon pada larutan awal 1 ppm dengan waktu 49 jam (B5 dan B8). Sirkulasi larutan mempengaruhi waktu yang digunakan untuk degradasi diazinon menjadi lebih singkat.

15 Penurunan konsentrasi diazinon (%) Perlakuan 15ppm D 6g K B1 5ppm D 6g K B2 15ppm D 3g K B3 5ppm D 3g K B4 1ppm D 45g K B5 177ppm D 45g K B6 293ppm D 45g K B7 1ppm D 662g K B8 1ppm D 279g K B9 Gambar 14 Penurunan konsentrasi diazinon sistem semi kontinyu pada jam ke-49 Degradasi diazinon mendekati 1% terjadi pada perlakuan dengan konsentrasi larutan diazinon awal sampai 5 ppm dengan waktu 49 jam (Gambar 14). Pada Gambar 13 dan Gambar 14 dibandingkan, pada perlakuan B5 sistem batch mampu menurunkan dikonsentrasi diazinon 71.6% (Lampiran 9), sedangkan dengan sistem semi kontinyu diazinon dapat didegradasi sebesar 84.47% (Lampiran 1). Adanya sirkulasi larutan diazinon, tidak saja waktu degradasi menjadi lebih singkat tetapi juga mampu mendegradasi diazinon lebih besar daripada dengan sistem batch Uji Aktivitas Mikroorganisme Peningkatan aktivitas mikroorganisme juga dapat dilihat dari hasil analisis dengan menggunakan fluorescein diacetat assay (FDA). Hasil uji aktivitas mikroorganisme (Gambar 15) terlihat bahwa aktivitas mikroorganisme cenderung mengkuti kurva pertumbuhan mikroorganisme yaitu melewati fase lamban (lag phase), fase eksponensial (exponential phase), fase diam (stasionary phase), dan fase mati (death phase). Pada hari ke- hingga hari ke-9 ada kecenderungan naik tetapi setelah hari ke-8 aktivitas mikroorganisme sudah menurun dan sebagian mikroorganisme cenderung mati, terlihat pada sampel (B3) yang jumlah komposnya relatif lebih kecil dengan konsentrasi diazinon yang tinggi sehingga kemampuan hidup mikroorganisme pada kondisi tersebut sangat kecil.

16 Aktifitas (FDA/g) Hari Ke Penurunan C Diazinon (%) FDA (/g) Penurunan C Diazinon Gambar 15 Grafik aktifitas mikroorganisme dan degradasi konsentrasi diazinon sistem batch FDA menggambarkan aktifitas enzim hidrolitik mikroorganisme. Peningkatan jumlah FDA yang diproduksi dari hari ke- hingga hari ke-8 semakin banyak. Pada hari ke-9 terlihat adanya penurunan aktivitas mikroorganisme bahkan ada yang cenderung mati. Semakin banyak produk FDA yang dihasilkan menunjukkan semakin besar pula aktivitas mikroorganismenya. Sampel pada hari ke-8 menuju hari ke-9 produk FDA yang diproduksi, sudah terlihat angka yang menurun, hal ini menunjukkan bahwa tidak ada lagi FDA yang diproduksi oleh karena mikroorganisme tersebut tidak dapat lagi menggunakan diazinon sebagai sumber nutrisi dan energi untuk pertumbuhannya. Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa mikroorganisme yang ada dalam SMC dapat menggunakan diazinon sebagai sumber karbon dan energi untuk pertumbuhannya sehingga populasi mikroorganisme dan aktivitasnya meningkat, hal ini mengakibatkan kemampuan mikroorganisme dalam mendegradasi senyawa diazinon menjadi meningkat sehingga terjadi penurunan konsentrasi diazinon. Gambar 15, persentase penurunan konsentrasi diazinon maksimum dicapai pada saat aktifitas mikroorganisme meningkat, sehingga terjadi suatu proses perombakan (degradasi) diazinon menjadi senyawa yang lebih sederhana Analisis Degradasi Diazinon dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

17 Senyawa turunan hasil degradasi diazinon oleh aktivitas mikroorganisme yang berasal dari SMC, ada atau tidaknya dipastikan dengan dilakukan analisis diazinon menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT). Hasil analisis dengan KLT dapat dilihat pada Gambar 16. Rf (jarak) Sampel Gambar 16 Kromatogram hasil KLT dengan eluen heksana : etyl asetat (1:1) (1) diazinon teknis pekat; (2) stok diazinon 1 ppm; (3) sampel B4 (H9); (4) sampel B4 (H) Gambar 16 secara kualitatif terlihat bahwa diazinon teknis pekat (1) dan stok diazinon 1 ppm (2) terdapat satu spot berwarna merah muda dengan masing-masing nilai Rf.44 dan.42. Pada sampel hari ke-9 (3) juga terdapat satu spot berwarna merah muda dan pada hari ke- (4) ada satu spot dengan masingmasing nilai Rf.42 dan.44 sama dengan stok diazinon 1 ppm dan diazinon teknis pekat, diduga spot berwarna merah muda adalah diazinon, tak dijumpai spot lain selain spot yang berwarna merah muda. Adanya satu spot berwarna merah muda pada KLT menunjukan ada kemungkinan turunan diazinon hasil degradasi tidak terdeteksi, KLT kurang sensitif karena konsentrasi diazinon rendah, di bawah limit deteksi KLT. Hal ini sesuai pernyataan bahwa diazoxon yang merupakan turunan dari degradasi diazinon ditemukan pada hasil penelitian di lapangan atau di lingkungan tetapi tidak ditemukan di percobaan laboratorium (US-EPA 2). Selanjutnya hasil penelitian Bavcon et al. (23), tidak ditemukan metabolit hasil turunan degradasi diazinon pada percobaan laboratorium dalam kondisi gelap (tanpa cahaya). Secara umum diazinon mempunyai rute degradasi mencakup pemutusan ikatan P O pirimidin oleh aktivitas NADPH-dependent oksidase. Komponen

18 heterosiklik diazinon dapat diaktivasi oleh enzim monooksidase yang membentuk derivatif P=O menghasilkan diazoxon, tetapi senyawa ini dapat terhidrolisis membentuk 2-isopropyl-4-methyl-6-hydroxypyrimidine (IMHP) dan asam tiofosfonat. Di alam, pada kondisi asam atau alkali, diazinon dapat terdegradasi dengan cepat, tetapi pada kondisi netral kecepatan degradasinya lebih lambat (McEwen & Stephenson 1979). Pada penelitian ini proses degradasi berlangsung dalam keadaan ph netral cenderung basa (ph ) sehingga secara alami diazinon terdegradasi lambat, namun dengan adanya penambahan SMC mengakibatkan diazinon dapat terdegradasi secara mikrobial dan fermentasi berlangsung dengan cepat. Cepatnya degradasi diazinon ini disebabkan adanya bantuan aktivitas bakteri ataupun mikroorganisme lainnya yang terdapat dalam SMC tersebut Optimasi Persentase Penurunan Konsentrasi Diazinon Model grafik permukaan respon dan kontur permukaan respon biofilter sistem batch, hari ke-8 dapat dilihat pada Gambar 17 dan Gambar 18. Hasil optimasi persentase penurunan konsentrasi diazinon pada hari ke-8 dapat digambarkan pada persamaan kuadratik sebagai berikut: Y = X X X X X 1 X 2.(2) Pada model persamaan (2) memperlihatkan bahwa kompos berpengaruh signifikan terhadap penurunan konsentrasi diazinon larutan dengan P =.4. Hal ini mengandung arti bahwa penambahan kompos mempunyai pengaruh positif terhadap persentase konsentrasi penurunan diazinon yang dihasilkan. Namun pada titik variabel 499 g terjadi titik balik, sehingga faktor jumlah kompos berpengaruh negatif terhadap persentasi penurunan konsentrasi diazinon yang dihasilkan. Faktor konsentrasi larutan diazinon pada persamaan (2) di atas juga memperlihatkan pengaruh yang positif terhadap persentase penurunan konsentrasi diazinon yang dihasilkan. Namun pada titik variabel ppm terjadi titik balik. Faktor konsentrasi larutan diazinon berpengaruh negatif terhadap persentase penurunan konsentrasi diazinon yang dihasilkan. Titik optimum yang menghasilkan nilai persentase penurunan konsentrasi diazinon maksimum sebesar 1%, adalah pada faktor jumlah kompos 499 g dan faktor konsentrasi larutan diazinon ppm.

19 Gambar 17 Grafik permukaan respon hasil degradasi diazinon hari ke-8 Gambar 17 dan 18 menunjukkan bahwa jumlah kompos berpengaruh positif secara linear terhadap penurunan konsentrasi diazinon, yakni semakin banyak kompos sampai batas tertentu yakni 499 g, maka penurunan konsentrasi diazinon juga semakin besar. Kondisi ini terjadi karena jumlah mikroorganisme yang terdapat pada kompos yang jumlahnya banyak, juga semakin banyak. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa penurunan konsentrasi diazinon terjadi sebagai akibat tingginya proses metabolisme yang dilakukan bakteri dan mikroorganisme lainnya yang terdapat dalam SMC. Mikroorganisme tersebut mampu menggunakan senyawa diazinon sebagai sumber karbon dan energi, sehingga terjadi peningkatan jumlah populasi dan aktifitas mikroorganisme dalam mendegradasi diazinon. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan pertumbuhan populasi dan aktifitas mikroorganisme, menyebabkan konsentrasi diazinon mengalami penurunan. Namun demikian pada penambahan kompos melebihi 499 g memberikan pengaruh yang sebaliknya. Hal ini disebabkan jumlah kompos yang tinggi justru akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Hal ini sesuai dengan pendapat Judoamidjojo et al. (1989) yang mengatakan bahwa ketersediaan karbon merupakan faktor yang berpengaruh pada pertumbuhan optimal, tetapi apabila sumber karbon melewati kebutuhan mikroorganisme maka akan menimbulkan efek penghambatan pada pertumbuhannya.

20 Gambar 18 Kontur permukaan respon hasil degradasi diazinon hari ke-8 Selain faktor ketersediaan karbon, dalam proses degradasi pestisida juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu dan ph. Dalam hal ini untuk menghasilkan proses degradasi yang baik oleh mikroorganisme, diperlukan suhu dan ph optimum yakni suhu antara 45 o -59 o C (US-EPA 1994) dan ph (Fletcher 1991). Bakteri Serratia sp mendegradasi sempurna diazinon 5 ml l -1 pada ph selama 11 hari. Penelitian ini berlangsung pada suhu 29 o -32 o C dan ph larutan eluen rata-rata Hal ini memperlihatkan bahwa kondisi penelitian merupakan kondisi yang relatif baik sehingga mendukung proses degradasi. Menurut Kim et al (24) bahwa ph ideal untuk pertumbuhan mikroorganisme kompos adalah 7.5, selanjutnya ph (kondisi alkali) akan mendorong pelepasan gas ammonia (NH 3 ) (Saludes et al. 28). Persamaan (2) memberikan informasi bahwa semakin tinggi konsentrasi diazinon memberikan pengaruh negatif terhadap persentase penurunan konsentrasi diazinon dengan kata lain konsentrasi diazinon memberikan pengaruh negatif setelah titik kritis dilampaui yakni ppm, terhadap penurunan konsentrasi diazinon. Semakin tinggi konsentrasi diazinon maka penurunan konsentrasi diazinon juga semakin kecil. Hal ini disebabkan konsentrasi diazinon yang tinggi akan memiliki sifat toksisitas terhadap mikroorganisme yang tinggi pula. Jumlah kompos memberikan pengaruh positif terhadap penurunan konsentrasi diazinon sampai titik kritis karena semakin banyaknya mikroorganisme yang berperan dalam proses biodegradasi. Hal ini disebabkan mikroorganisme telah beradaptasi dengan senyawa diazinon, sehingga mikroorganisme tersebut

21 mengeluarkan enzim dan plasmid yang dapat mendegradasi diazinon dengan mendetoksifikasi diazinon tersebut menjadi zat yang kurang atau tidak beracun. Diazinon adalah salah satu jenis pestisida golongan organofosfat yang paling stabil di dalam tanah. Waktu paruh diazinon adalah 3 hari (Wauchope et al. 1992). Tabel 7 Aktifitas mikroorganisme dan degradasi diazinon pada biofilter sistem Batch (B5) Hari ke- Aktifitas mikro organisme (FDA g -1 ) Penurunan konsentrasi diazinon (%) (1) (-) (-) (-) : konsentrasi diazinon tidak terdeteksi Tabel 7 menunjukkan bahwa aktifitas mikroorganisme dan degradasi diazinon pada kombinasi konsentrasi larutan diazinon 1 ppm dan jumlah kompos 45 g. Aktifitas mikroorganisme, dari awal cenderung meningkat dan mencapai maksimum pada hari ke-8 dan menurun hingga akhir penelitian, dan persentase penurunan diazinon mencapai maksimal. Hal ini karena mikroorganisme dalam SMC tersebut masih dalam penyesuaian dan pertumbuhan awal, kemudian pada hari ke-5 pertumbuhan pesat sehingga proses degradasi juga meningkat dan mengakibatkan penurunan konsentrasi diazinon maksimal. Pada hari ke-8 pertumbuhan populasi mikroorganisme mencapai puncaknya ditunjukkan dengan nilai FDA.913 dan hari ke-9 mengalami fase diam dan penurunan serta sebagian mikroorganisme mati. Konsentrasi diazinon sistem pompa (semi kontinyu)

22 Hasil optimasi persentase penurunan konsentrasi diazinon pada biofilter sistem semi kontinyu pada jam ke-75 dapat dilihat pada Gambar 19 dan Gambar 2, dan persamaan kuadratik sebagai berikut: Y = X X X X X 1 X (3) Pada model persamaan (3), permukaan respon jam ke-75, memberi gambaran solusi optimum yang dihasilkan berupa solusi maksimum dengan nilai prediksi ppm, nilai kritis konsentrasi larutan diazinon ppm dan jumlah kompos 493 g, konsentrasi larutan diazinon berpengaruh negatif signifikan terhadap penurunan persentase konsentrasi diazinon larutan dengan P =.. demikian juga jumlah kompos berpengaruh signifikan pada P =.. Gambar 19 Grafik permukaan respon hasil degradasi diazinon jam ke-75

23 Gambar 2 Kontur permukaan respon hasil degradasi diazinon jam ke-75 Berdasarkan persamaan (3) dalam tiga jam pertama pada hari ketiga atau pada jam ke-75 diperoleh bentuk permukaan respon interaksi antara konsentrasi larutan diazinon dengan jumlah kompos yang digunakan sebagai biofilter terhadap persentase penurunan konsentrasi diazinon larutan (Gambar 19 dan 2). Jumlah kompos berpengaruh positif secara linier terhadap penurunan konsentrasi diazinon dimana semakin banyak kompos sampai titik 493 g maka penurunan konsentrasi diazinon juga semakin besar, hal ini disebabkan karena jumlah mikroorganisme yang berperan dalam proses degradasi juga semakin banyak. Konsentrasi larutan diazinon memberi pengaruh negatif terhadap penurunan konsentrasi diazinon dalam hal ini semakin tinggi konsentrasi larutan diazinon maka sifat toksiknya semakin kuat sehingga menyebabkan penurunan konsentrasi diazinon semakin kecil. Gerakan air pada biofilter sistem semi kontinyu menimbulkan gas, sehingga akan meningkatkan suhu, selanjutnya menstimulasi bakteri dalam proses degradasi. Adanya aerasi yang sesuai akan mengaktifkan fungi akar putih (Whiterot fungi), mendegradasi limbah lignoselullose (Lopez et al. 22) Perkiraan Aplikasi Biofilter SMC di Lapangan Upaya aplikasi bioremediasi skala laboratorium ke lapangan/lingkungan hendaknya memperhatikan beberapa tahapan, tahapan pertama yakni: karakteristik lokasi, meliputi karakteristik kontaminan, hidrogeokimiawi, mikroorganisme. Tahapan kedua evaluasi treatmen dan tahapan terakhir adalah proses scaling up. Aplikasi bioremediasi dari laboratorium ke lapangan/lingkungan tidak selalu berhasil, namun bisa juga sebaliknya, tergantung banyak faktor. Karakteristik lokasi harus dipelajari dengan seksama, misalnya karakteristik hidrogeokimiawi meliputi sifat geologis, arah dan laju alir, nutrisi makro dan mikro. Berkaitan dengan proses scaling up ini, dicoba merancang biofilter sederhana yang kelak bisa diaplikasikan di lingkungan (irigasi pertanian). Pada penelitian biofilter yang telah dilakukan di laboratorium, untuk mengetahui degradibilitas diazinon dan diperoleh perkiraan waktu yang dibutuhkan

24 untuk menghilangkan diazinon sampai batas yang diijinkan, serta mengetahui fungsi SMC sebagai sumber nutrisi dan energi bagi pertumbuhan mikroorganisme. Maka logikanya, tindakan memindahkan biofilter tersebut ke saluran irigasi, dibutuhkan biofilter, dengan bentuk, ukuran, dan designnya disesuaikan dengan saluran irigasi pertanian. Hasil penelitian tingkat laboratorium ini dapat diaplikasikan ke lapang melalui pendekatan skala (scale up). Aplikasi reaktor biofilter kompos ke lapang, perlu diperhatikan dalam peningkatan skala pada tingkat lapang antara lain adalah jumlah kompos yang digunakan sebagai biofilter, dimensi biofilter dan waktu tinggal. Penggunaan pestisida di Indonesia beragam jenis dan jumlahnya sehingga, senyawa kimia pestisida yang masuk ke aliran air sungai ataupun irigasi juga beragam jenis dan jumlah konsentrasinya. Dampak negatif dari senyawa kimia pestisida tersebut dapat dikurangi dengan cara pengolahan yang mudah, sederhana dan efektif dengan menggunakan biofilter kompos. Penerapan biofilter kompos di lapangan, volume reaktor tingkat lapangan disesuaikan dengan laju alir air irigasi yang ada di areal persawahan pada waktu tertentu. Pada areal persawahan tidak ada data pasti berapa laju alir air irigasi di suatu areal persawahan yang ada pada periode tertentu, namun diperkirakan laju air irigasi sekitar.87 l dt -1 =.87 m 3 dt -1 (8.7 x 1-4 m 3 dt -1 ) pada musim kemarau. Dengan laju alir air irigasi tersebut, ukuran biofilter kompos yang sesuai adalah persegi panjang dengan perkiraan volume 4.78 m 3, dengan dimensi panjang 4.24 m, lebar 1.5 m dan tinggi.75 m. Box dibuat dengan kerangka besi/aluminium/kayu dengan 4 atau 6 kaki, sisi arah in let dan out let dilengkapi ram kawat agar dapat menahan kompos filter. Sisi lainnya bisa menggunakan plastik sheet tebal, dan bagian atas box ditutup plastik (hitam atau transparan). Design pada reaktor dirancang kondisi aerob, sehingga rancangan yang mudah adalah di buat di saluran irigasi dalam bentuk persegi panjang (Gambar 21). Bentuk dimensi tersebut, harapannya air irigasi dapat mengalir merata, sehingga meningkatkan kontak dengan kompos dalam biofilter. Plastik Hitam p = 4.24 m Kawat Ram t =.75 m Kompos Kawat Ram l =1.5 m Laju Air

25 Gambar 21 Sketsa rancangan biofilter kompos untuk pengolahan air irigasi tercemar senyawa kimia pestisida di lapang Faktor lain yang menentukan efisiensi reduksi senyawa kimia pestisida oleh biofilter adalah aerasi (adanya pergerakan cair limbah/aliran). Hasil penelitian dengan aerasi skala laboratorium menunjukkan bahwa dengan areasi, populasi bakteri tumbuh cukup memadai dan lebih cepat 5 hari mencapai degradasi optimum, dengan konsentrasi yang sama jika dibanding tanpa aerasi (sistem batch) saat mendegradasi senyawa kimia diazinon. Hal yang perlu diperhitungkan adalah waktu tinggal. Berdasarkan hasil penelitian tingkat laboratorium diperoleh waktu tinggal menit atau 1 jam menit ( detik) untuk mendegradasi senyawa diazinon konsentrasi 1 ppm di lapang sampai tidak terdeteksi. Apabila menggunakan sistem semi kontinyu, maka diperlukan perhitungan lanjutan untuk laju alir. Box filter dirancang sebagai tempat meletakkan kompos SMC, dengan volume 4.78 m 3 dan waktu tinggal 1 jam menit dengan laju alir di lapang adalah.87 l dt -1. Gambar 21 belum mempertimbangkan faktor biaya, efektifitas, kelayakan. Bahan organik komplek contohnya SMC dikenal mampu mendegradasi berbagai senyawa organofosfat (Ching 1997; Kuo & Regan 1998; Webb et al. 21), sehingga penggunaan kompos jamur tiram sebagai biofilter di sumber point saluran irigasi pertanian, sangat efisien dan efektif untuk memperoleh air irigasi yang memenuhi kebutuhan pertumbuhan tanaman pangan. Pada Tabel 8 merupakan data degradasi diazinon pada berbagai kondisi yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya, dengan konsentrasi diazinon awal yang berbeda-beda, dan dengan menggunakan kompos dan SMC sebagai pendegradasi diazinon dengan metode yang berbeda-beda, dan dihasilkan penurunan konsentrasi diazinon yang sangat besar dan waktu yang singkat jika menggunakan SMC. Hal ini menunjukkan keunggulan SMC sebagai pendegradasi diazinon dibandingkan kompos organik pada umumnya. Disamping itu populasi dan diversitas mikroorganisme yang ada pada SMC lebih tinggi dibandingkan mikroorganisme yang ada pada kompos (US-EPA 1998). Penggunaan SMC jamur tiram sebagai pendegradasi senyawa diazinon membutuhkan waktu lebih cepat dan lebih efektif dibandingkan menggunakan kompos bahan organik tanpa cahaya hasil penelitian Bavcon (23).

26 Tabel 8. Beberapa data degradasi diazinon pada berbagai kondisi dan kompos Metode Waktu (hari) Konsentrasi Awal (ppm) Penurunan Konsentrasi (%) Keterangan Alami Rao (1994) Bahan Organik terkena cahaya matahari Bavcon (23) Bahan Organik tanpa cahaya Komposting (sistem windrow) Komposting (pupuk, serbuk gergaji dengan cahaya) Bavcon (23) 1 1 >97 Reddy & Michel (1999) Reddy & Michel (1999) Komposting (rumput dengan cahaya) Reddy & Michel (1999) Komposting (SMC tanpa cahaya) Jumbriah (26) Komposting (SMC sistem batch tanpa cahaya) * Komposting (SMC sistem semi kontinyu tanpa cahaya)* Hasil penelitian Hasil penelitian * Hasil penelitian. Kemungkinan lain adalah kondisi penelitian juga berpengaruh terhadap proses degradasi yaitu penelitian ini menggunakan SMC dan dilakukan dalam kondisi liquid. Penelitian Bavcon (23) dalam kondisi padat, sehingga penyebaran mikroorganisme sulit homogen/merata dan kontak antara mikroorganisme dengan polutan juga sulit terjadi dibandingkan jika kondisi liquid/cairan. Penggunaan SMC jamur tiram sebagai biofilter tanpa cahaya untuk mendegradasi larutan diazinon lebih baik dan lebih efektif dibandingkan penggunaan kompos jamur tiram yang dicampurkan langsung pada tanah yang

27 dicemari diazinon tanpa cahaya. SMC jamur tiram mendegradasi larutam diazinon 1 ppm dengan sistem batch lebih baik dan lebih cepat dibandingkan SMC jamur tiram yang dicampurkan langsung di tanah yang dicemari larutan diazinon 1 ppm. Hasil penelitian Jumbriah (26) bahwa diperlukan waktu 21 hari untuk mendegradasi diazinon dan menurunkan 9% konsentrasi diazinon pada tanah yang dicemari diazinon 1 ppm. Hasil penelitian ini diperlukan waktu lebih cepat, 8 hari, untuk menurunkan 1% konsentrasi diazinon 1 ppm dalam larutan dengan biofilter sistem batch. Hal ini menunjukkan bahwa populasi mikroorganisme dalam SMC sangat berperan dalam proses degradasi diazinon. Populasi mikroorganisme pada kondisi optimum sebesar 4.5 x 1 6 (Jumbriah 26), sedangkan perubahan pertumbuhan mikroorganisme pada penelitian ini, pada hari ke-8 (jam ke-192) merupakan pertumbuhan maksimum.

ELIMINASI DIAZINON PADA LIMBAH CAIR SINTETIK MENGGUNAKAN BIOFILTER KOMPOS JAMUR TIRAM (SPENT MUSHROOM COMPOST)

ELIMINASI DIAZINON PADA LIMBAH CAIR SINTETIK MENGGUNAKAN BIOFILTER KOMPOS JAMUR TIRAM (SPENT MUSHROOM COMPOST) ELIMINASI DIAZINON PADA LIMBAH CAIR SINTETIK MENGGUNAKAN BIOFILTER KOMPOS JAMUR TIRAM (SPENT MUSHROOM COMPOST) DWI WIDANINGSIH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 ABSTRACT DWI WIDANINGSIH.

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Degradasi kualitas lingkungan secara global antara lain disebabkan oleh teknologi yang tidak ramah lingkungan sehingga dapat mencemari lingkungan. Salah satu pencemar lingkungan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Populasi Bakteri Penambat N 2 Populasi Azotobacter pada perakaran tebu transgenik IPB 1 menunjukkan jumlah populasi tertinggi pada perakaran IPB1-51 sebesar 87,8 x 10 4 CFU/gram

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Unsur Hara Makro Serasah Daun Bambu Analisis unsur hara makro pada kedua sampel menunjukkan bahwa rasio C/N pada serasah daun bambu cukup tinggi yaitu mencapai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah selain menghasilkan air susu juga menghasilkan limbah. Limbah tersebut sebagian besar terdiri atas limbah ternak berupa limbah padat (feses) dan limbah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman. 1 I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Salah satu limbah peternakan ayam broiler yaitu litter bekas pakai pada masa pemeliharaan yang berupa bahan alas kandang yang sudah tercampur feses dan urine (litter broiler).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian pembuatan pupuk organik cair ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Limbah Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Secara

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) Antonius Hermawan Permana dan Rizki Satria Hirasmawan Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah mengandung fosfat (P) sebagai salah satu unsur hara makro yang

BAB I PENDAHULUAN. Tanah mengandung fosfat (P) sebagai salah satu unsur hara makro yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah mengandung fosfat (P) sebagai salah satu unsur hara makro yang dibutuhkan dalam jumlah besar oleh tanaman yang berperan penting dalam proses pertumbuhan,

Lebih terperinci

SKRIPSI. Disusun Oleh: Angga Wisnu H Endy Wisaksono P Dosen Pembimbing :

SKRIPSI. Disusun Oleh: Angga Wisnu H Endy Wisaksono P Dosen Pembimbing : SKRIPSI Pengaruh Mikroorganisme Azotobacter chrococcum dan Bacillus megaterium Terhadap Pembuatan Kompos Limbah Padat Digester Biogas dari Enceng Gondok (Eichornia Crassipes) Disusun Oleh: Angga Wisnu

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai. Bahan dan Alat Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai. Bahan dan Alat Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Maret sampai Mei 2008. Bahan dan Alat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisa Kandungan Limbah Lumpur (Sludge) Tahap awal penelitian adalah melakukan analisi kandungan lumpur. Berdasarkan hasil analisa oleh Laboratorium Pengujian, Departemen

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan

Pengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 2, Nomor 1, Januari 2010, Halaman 43 54 ISSN: 2085 1227 Pengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan Teknik Lingkungan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi untuk tanaman dan

I. PENDAHULUAN. berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi untuk tanaman dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran tanaman. Secara kimiawi tanah berfungsi sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bioaktivator Menurut Wahyono (2010), bioaktivator adalah bahan aktif biologi yang digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator bukanlah pupuk, melainkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Bedding kuda didapat dan dibawa langsung dari peternakan kuda Nusantara Polo Club Cibinong lalu dilakukan pembuatan kompos di Labolatorium Pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi tanah pada lahan pertanian saat sekarang ini untuk mencukupi kebutuhan akan haranya sudah banyak tergantung dengan bahan-bahan kimia, mulai dari pupuk hingga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Negeri Gorontalo selama 3.minggu dan tahap analisis

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi 31 IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Penelitian yang telah dilakukan terbagi menjadi dua tahap yaitu tahap pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian BAB III METODE PENELITIAN III.1. Tahapan Penelitian Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian III.1.1. Studi Literatur Tahapan ini merupakan tahapan awal yang dilakukan sebelum memulai penelitian. Pada tahap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebutuhan unsur hara tanaman. Dibanding pupuk organik, pupuk kimia pada

I. PENDAHULUAN. kebutuhan unsur hara tanaman. Dibanding pupuk organik, pupuk kimia pada I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pupuk kimia merupakan bahan kimia yang sengaja diberikan untuk memenuhi kebutuhan unsur hara tanaman. Dibanding pupuk organik, pupuk kimia pada umumnya mengandung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. ppm. Tanah yang sudah terkontaminasi tersebut didiamkan selama 24 jam untuk penstabilan (Dahuru 2003).

HASIL DAN PEMBAHASAN. ppm. Tanah yang sudah terkontaminasi tersebut didiamkan selama 24 jam untuk penstabilan (Dahuru 2003). ppm. Tanah yang sudah terkontaminasi tersebut didiamkan selama 24 jam untuk penstabilan (Dahuru 2003). Inokulasi Bakteri dan Inkubasi Media Sebanyak dua ose bakteri diinokulasikan ke dalam 50 ml NB dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data 1. Kondisi saluran sekunder sungai Sawojajar Saluran sekunder sungai Sawojajar merupakan aliran sungai yang mengalir ke induk sungai Sawojajar. Letak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada saat sekarang ini lahan pertanian semakin berkurang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada saat sekarang ini lahan pertanian semakin berkurang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat sekarang ini lahan pertanian semakin berkurang kesuburannya, hal tersebut dikarenakan penggunaan lahan dan pemakaian pupuk kimia yang terus menerus tanpa

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC

PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC 1 PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC Farida Ali, Muhammad Edwar, Aga Karisma Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Indonesia ABSTRAK Ampas tahu selama ini tidak

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data-data yang dihasilkan selama penelitian adalah sebagai berikut :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data-data yang dihasilkan selama penelitian adalah sebagai berikut : BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Data-data yang dihasilkan selama penelitian adalah sebagai berikut : 1. Jumlah total bakteri pada berbagai perlakuan variasi konsorsium bakteri dan waktu inkubasi. 2. Nilai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Organik Tanah Bahan organik tanah merupakan bagian dari fraksi organik yang telah mengalami degradasi dan dekomposisi, baik sebagian atau keseluruhan menjadi satu dengan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

1 Asimilasi nitrogen dan sulfur

1 Asimilasi nitrogen dan sulfur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuhan tingkat tinggi merupakan organisme autotrof dapat mensintesa komponen molekular organik yang dibutuhkannya, selain juga membutuhkan hara dalam bentuk anorganik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Jamur ini bersifat heterotrof dan saprofit, yaitu jamur tiram

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Jamur ini bersifat heterotrof dan saprofit, yaitu jamur tiram BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur tiram putih ( Pleurotus ostreatus ) atau white mushroom ini merupakan salah satu jenis jamur edibel yang paling banyak dan popular dibudidayakan serta paling sering

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap 1. Pengomposan Awal. Pengomposan awal diamati setiap tiga hari sekali selama dua minggu.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap 1. Pengomposan Awal. Pengomposan awal diamati setiap tiga hari sekali selama dua minggu. Suhu o C IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tahap 1. Pengomposan Awal Pengomposan awal bertujuan untuk melayukan tongkol jagung, ampas tebu dan sabut kelapa. Selain itu pengomposan awal bertujuan agar larva kumbang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kompos Ampas Aren. tanaman jagung manis. Analisis kompos ampas aren yang diamati yakni ph,

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kompos Ampas Aren. tanaman jagung manis. Analisis kompos ampas aren yang diamati yakni ph, IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kompos Ampas Aren Analisis kompos merupakan salah satu metode yang perlu dilakukan untuk mengetahui kelayakan hasil pengomposan ampas aren dengan menggunakan berbagai konsentrasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Organik Cair Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran berupa zat atau bahan yang dianggap tidak memiliki manfaat bagi masyarakat.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari bahan-bahan yang

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Hasil analisis contoh tanah pada lokasi percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tanah pada lokasi percobaan, tingkat kemasaman tanah termasuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Polusi tanah merupakan permasalahan yang kini dihadapi negara-negara agraris, termasuk Indonesia. Tanpa disadari sebenarnya agrokultur sendiri merupakan sumber terbesar

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Sifat Kimia Tanah Data sekunder hasil analisis kimia tanah yang diamati yaitu ph tanah, C-Org, N Total, P Bray, kation basa (Ca, Mg, K, Na), kapasitas

Lebih terperinci

Kompos Cacing Tanah (CASTING)

Kompos Cacing Tanah (CASTING) Kompos Cacing Tanah (CASTING) Oleh : Warsana, SP.M.Si Ada kecenderungan, selama ini petani hanya bergantung pada pupuk anorganik atau pupuk kimia untuk mendukung usahataninya. Ketergantungan ini disebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai keriting (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting

I. PENDAHULUAN. Cabai keriting (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Cabai keriting (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting di Indonesia. Selain memiliki nilai gizi yang cukup tinggi, cabai juga memiliki

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam menjalani kehidupan sehari-hari manusia atau aktifitasnya akan selalu menghasilkan suatu bahan yang tidak diperlukan yang disebut sebagai buangan atau limbah. Diantara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat

Lebih terperinci

Elysa Dwi Oktaviana Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Sri Rachmania Juliastuti, M. Eng. Ir. Nuniek Hendrianie, MT L/O/G/O

Elysa Dwi Oktaviana Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Sri Rachmania Juliastuti, M. Eng. Ir. Nuniek Hendrianie, MT L/O/G/O PERAN MIKROORGANISME AZOTOBACTER CHROOCOCCUM, PSEUDOMONAS FLUORESCENS, DAN ASPERGILLUS NIGER PADA PEMBUATAN KOMPOS LIMBAH SLUDGE INDUSTRI PENGOLAHAN SUSU Hita Hamastuti 2308 100 023 Elysa Dwi Oktaviana

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perah dan limbah kubis (Brassica oleracea) pada pembuatan pupuk organik cair

HASIL DAN PEMBAHASAN. perah dan limbah kubis (Brassica oleracea) pada pembuatan pupuk organik cair 36 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan N Data hasil pengamatan pengaruh perbandingan limbah peternakan sapi perah dan limbah kubis (Brassica oleracea) pada pembuatan pupuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pupuk Bokasi adalah pupuk kompos yang diberi aktivator. Aktivator yang digunakan adalah Effective Microorganism 4. EM 4 yang dikembangkan Indonesia pada umumnya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap

Lebih terperinci

MIKROBIOLOGI PANGAN TITIS SARI

MIKROBIOLOGI PANGAN TITIS SARI MIKROBIOLOGI PANGAN TITIS SARI Ilmu yang mempelajari kehidupan makhluk mikroskopik Mikroorganisme atau jasad renik MIKROBIOLOGI Ukuran sangat kecil, hanya dapat diamati dengan bantuan mikroskop Spoilage

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae. Pertambahan bobot (gram) BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae. Pengambilan data pertambahan biomassa cacing tanah dilakukan

Lebih terperinci

Oleh: Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Sri Rachmania Juliastuti, M. Eng. Ir. Nuniek Hendrianie, M. T.

Oleh: Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Sri Rachmania Juliastuti, M. Eng. Ir. Nuniek Hendrianie, M. T. SIDANG SKRIPSI Peran Mikroorganisme Azotobacter chroococcum, Pseudomonas putida, dan Aspergillus niger pada Pembuatan Pupuk Cair dari Limbah Cair Industri Pengolahan Susu Oleh: Fitrilia Hajar Pambudi Khalimatus

Lebih terperinci

STUDI OPTIMASI TAKAKURA DENGAN PENAMBAHAN SEKAM DAN BEKATUL

STUDI OPTIMASI TAKAKURA DENGAN PENAMBAHAN SEKAM DAN BEKATUL STUDI OPTIMASI TAKAKURA DENGAN PENAMBAHAN SEKAM DAN BEKATUL Arya Rezagama*, Ganjar Samudro Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl. Prof Soedharto No 1, Tembalang, Semarang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor seperti pariwisata, industri, kegiatan rumah tangga (domestik) dan sebagainya akan meningkatkan

Lebih terperinci

Analisis Nitrit Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Identifikasi Bakteri

Analisis Nitrit Analisis Chemical Oxygen Demand (COD)  HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Identifikasi Bakteri 11 didinginkan. absorbansi diukur pada panjang gelombang 410 nm. Setelah kalibrasi sampel disaring dengan milipore dan ditambahkan 1 ml natrium arsenit. Selanjutnya 5 ml sampel dipipet ke dalam tabung

Lebih terperinci

Mikrobia dan Tanah KULIAH 1 PENDAHULUAN 9/5/2013 BIOLOGI TANAH BIOLOGI TANAH TANAH. Tanah merupakan habitat yang sangat heterogen. Penghuninya beragam

Mikrobia dan Tanah KULIAH 1 PENDAHULUAN 9/5/2013 BIOLOGI TANAH BIOLOGI TANAH TANAH. Tanah merupakan habitat yang sangat heterogen. Penghuninya beragam BIOLOGI TANAH BIOLOGI TANAH Ilmu yang mempelajari : KULIAH 1 PENDAHULUAN Organisme yang hidup dalam tanah, klasifikasi dan aktivitas metabolismenya,serta peranannya dalam siklus nutrisi dan perombakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahan-bahan organik yang dibuat menjadi pupuk cair memiliki

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahan-bahan organik yang dibuat menjadi pupuk cair memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia penggunaan pupuk anorganik mampu meningkatkan hasil pertanian, namun tanpa disadari penggunaan pupuk anorganik secara terus menerus berdampak tidak baik bagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup lilin untuk membentuk corak hiasannya, membentuk sebuah bidang pewarnaan. Batik merupakan salah satu kekayaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK BAHAN Bahan baku yang digunakan dalam penelitian adalah jerami yang diambil dari persawahan di Desa Cikarawang, belakang Kampus IPB Darmaga. Jerami telah didiamkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur tiram putih merupakan salah satu jamur kayu yang tumbuh di permukaan batang pohon yang sudah lapuk. Jamur tiram putih dapat ditemui di alam bebas sepanjang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktifitas. banyak populasi jasad mikro (fungi) dalam tanah (Lubis, 2008).

I. PENDAHULUAN. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktifitas. banyak populasi jasad mikro (fungi) dalam tanah (Lubis, 2008). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktifitas mikroorganisme. Bahan organik merupakan sumber energi dan bahan makanan bagi mikroorganisme yang hidup

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

X. BIOREMEDIASI TANAH. Kompetensi: Menjelaskan rekayasa bioproses yang digunakan untuk bioremediasi tanah

X. BIOREMEDIASI TANAH. Kompetensi: Menjelaskan rekayasa bioproses yang digunakan untuk bioremediasi tanah X. BIOREMEDIASI TANAH Kompetensi: Menjelaskan rekayasa bioproses yang digunakan untuk bioremediasi tanah A. Composting Bahan-bahan yang tercemar dicampur dengan bahan organik padat yang relatif mudah terombak,

Lebih terperinci

STAF LAB. ILMU TANAMAN

STAF LAB. ILMU TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN Suhu Suhu merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman Suhu berkorelasi positif dengan radiasi mata hari Suhu: tanah maupun udara disekitar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumput Gajah Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) adalah tanaman yang dapat tumbuh di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa tambahan nutrien

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN:

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN: Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN: 978-602-18962-5-9 PENGARUH JENIS DAN DOSIS BAHAN ORGANIK PADA ENTISOL TERHADAP ph TANAH DAN P-TERSEDIA TANAH Karnilawati 1), Yusnizar 2) dan Zuraida 3) 1) Program

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. seiring dengan meningkatnya konsumsi di masyarakat. Semakin pesatnya

I. PENDAHULUAN. seiring dengan meningkatnya konsumsi di masyarakat. Semakin pesatnya I. PENDAHULUAN Budidaya jamur pangan (edible mushroom) di Indonesia semakin meningkat seiring dengan meningkatnya konsumsi di masyarakat. Semakin pesatnya perkembangan budidaya jamur ini, akan menghasilkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Jamur Tiram. digunakan. Jenis dan komposisi media akan menentukan kecepatan pertumbuhan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Jamur Tiram. digunakan. Jenis dan komposisi media akan menentukan kecepatan pertumbuhan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Jamur Tiram Pertumbuhan jamur tiram ditentukan oleh jenis dan komposisi media yang digunakan. Jenis dan komposisi media akan menentukan kecepatan pertumbuhan miselium,

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisik Tanah 5.1.1. Bobot Isi dan Porositas Total Penambahan bahan organik rumput signal pada lahan Kathryn belum menunjukkan pengaruh baik terhadap bobot isi (Tabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) merupakan tanaman perdu dan berakar tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya. Tomat

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS Oleh : Selly Meidiansari 3308.100.076 Dosen Pembimbing : Ir.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Tanaman Singkong Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang cukup potensial di Indonesia selain padi dan jagung. Tanaman singkong termasuk

Lebih terperinci

khususnya dalam membantu melancarkan sistem pencernaan. Dengan kandungan

khususnya dalam membantu melancarkan sistem pencernaan. Dengan kandungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri nata de coco di Indonesia saat ini tumbuh dengan pesat dikarenakan nata de coco termasuk produk makanan yang memiliki banyak peminat serta dapat dikonsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap hari tumbuhan membutuhkan nutrisi berupa mineral dan air. Nutrisi yang

BAB I PENDAHULUAN. setiap hari tumbuhan membutuhkan nutrisi berupa mineral dan air. Nutrisi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pupuk merupakan salah satu sumber nutrisi utama yang diberikan pada tumbuhan. Dalam proses pertumbuhan, perkembangan dan proses reproduksi setiap hari tumbuhan membutuhkan

Lebih terperinci

Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob

Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob Pertumbuhan total bakteri (%) IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob dalam Rekayasa GMB Pengujian isolat bakteri asal feses sapi potong dengan media batubara subbituminous terhadap

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN MIKROORGANISME

PERTUMBUHAN MIKROORGANISME PERTUMBUHAN MIKROORGANISME 2 pertumbuhan Diartikan sebagai penambahan jumlah sel Penambahan jumlah sel pada bakteri dilakukan secara biner (membelah diri) yaitu dari 1 sel membelah menjadi 2 sel yang identik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Tebu Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil gula dan lebih dari setengah produksi gula berasal dari tanaman tebu (Sartono, 1995).

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa media tanam yang digunakan berpengaruh terhadap berat spesifik daun (Lampiran 2) dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman pangan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan menguntungkan untuk diusahakan karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman yang banyak mengonsumsi pupuk, terutama pupuk nitrogen (N) adalah tanaman padi sawah, yaitu sebanyak 72 % dan 13 % untuk palawija (Agency for Agricultural Research

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur tiram dan jamur merang termasuk dalam golongan jamur yang dapat dikonsumsi dan dapat hidup di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur tiram dan jamur merang termasuk dalam golongan jamur yang dapat dikonsumsi dan dapat hidup di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur tiram dan jamur merang termasuk dalam golongan jamur yang dapat dikonsumsi dan dapat hidup di kayu-kayu yang sudah lapuk. Jamur ini merupakan salah satu

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pertanian organik itu sendiri diantaranya untuk menghasilkan produk

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pertanian organik itu sendiri diantaranya untuk menghasilkan produk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian organik merupakan suatu kegiatan budidaya pertanian yang menggunakan bahan-bahan alami serta meminimalisir penggunaan bahan kimia sintetis yang dapat merusak

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN KOTORAN AYAM DAN MIKROORGANISME M-16 PADA PROSES PENGOMPOSAN SAMPAH KOTA SECARA AEROBIK

PENGARUH PENAMBAHAN KOTORAN AYAM DAN MIKROORGANISME M-16 PADA PROSES PENGOMPOSAN SAMPAH KOTA SECARA AEROBIK Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Pebruari 26 PENGARUH PENAMBAHAN KOTORAN AYAM DAN MIKROORGANISME M-16 PADA PROSES PENGOMPOSAN SAMPAH KOTA SECARA AEROBIK Riskha Septianingrum dan Ipung Fitri Purwanti purwanti@enviro.its.ac.id

Lebih terperinci

BAB IV Pemilihan Jamur untuk Produksi Lakase

BAB IV Pemilihan Jamur untuk Produksi Lakase BAB IV Pemilihan Jamur untuk Produksi Lakase Abstrak Jamur pelapuk putih merupakan mikroorganisme yang mampu mendegradasi lignin pada proses pelapukan kayu. Degradasi lignin melibatkan aktivitas enzim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi Indonesia yang terus meningkat dan keterbatasan persediaan energi yang tak terbarukan menyebabkan pemanfaatan energi yang tak terbarukan harus diimbangi

Lebih terperinci