BAB I PENDAHULUAN. mencapai 2 triliun/tahun. (Anonim. 2014). sebagai berikut : adanya parasite, adanya sumber parasit untuk

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. mencapai 2 triliun/tahun. (Anonim. 2014). sebagai berikut : adanya parasite, adanya sumber parasit untuk"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi parasit internal masih menjadi faktor yang sering mengganggu kesehatan ternak dan mempunyai dampak kerugian ekonomi yang besar terutama pada peternakan rakyat karena sistem pemeliharaan dan kebersihan lingkungan yang buruk. Infestasi parasit internal dapet menyebabkan kerugian ekonomis yang sangat besar, misalnya saja pada infestasi oleh Fasciola sp. secara global kerugian yang ditimbulkan mencapai 2 triliun/tahun. (Anonim. 2014). Secara umum parasitisme dapat terjadi bila terpenuhi komponenkomponen sebagai berikut : adanya parasite, adanya sumber parasit untuk hospes yang rentan (reservoir : hospes antara atau hospes definitive), proses pembebasan stadium parasit dari reservoir, proses penularan terhadap hospes yang rentan, cara parasit memasuki tubuh hospes yang rentan dan adanya hospes yang rentan. Parasitisme baru memperlihatkan gejala klinis bila keseimbangan hubungan antara hospes dengan parasit terganggu, yang mungkin disebabkan oleh kepekaan hospes yang menurun dan atau oleh peningkatan jumlah parasit yang patogen di dalam tubuh hospes (Subronto dan Tjahajati, 2001). Parasitisme sering pula mengakibatkan penurunan komponen makanan yang penting untuk pertumbuhan dan pemeliharaan fungsi organ- 1

2 2 organ tubuh. Perubahan yang cepat dari lingkungan tempat parasit misalnya meningkatnya kelembaban udara yang sangat mampu meningkatkan jumlah parasit muda yang terdapat di luar tubuh hingga jumlah parasit yang infektif juga meningkat. Parasit tersebut cepat atau lambat akan menurunkan kemampuan hospes untuk bertahan. Melalui pengelolaan lingkungan ternak dan hewan-hewan lainnya dapat terganggu dan hal tersebut dapat mempermudah meningkatnya kesempatan parasit untuk menyerang hospes (Subronto dan Tjahajati, 2001). Hubungan parasit dengan hospes dan keadaan sekitarnya perlu dianalisis untuk tiap keadaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah parasit sehingga mampu berkembang serta mencapai kematangan seksual tergantung pada kesempatan hospes berkenalan dengan biologi parasit dan tingkat kerentanan hospes. Tiap parasit memiliki sifat khusus dalam daur hidupnya dan kemampuan dari parasit untuk menghasilkan keturunannya. Parasit akan bertahan tergantung pada jumlah telur yang dihasilkan, panjangnya waktu menghasilkan telur dan jumlah telur yang dihasilkan setiap hari. (Subronto dan Tjahajati, 2001). Kehidupan parasit sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor luar yang langsung atau tidak langsung berperan terhadap kelangsungan daur hidup parasit. Lingkungan yang serasi untuk pertumbuhan dan pembiakan parasit yang disertai adanya hospes yang rentan mempunyai korelasi langsung dengan proses parasitisme. Faktor kekeringan dan adanya sinar matahari langsung yang meningkatkan kekeringan sangat menentukan hidup parasit

3 3 dalam stadium stadiumnya. Suhu yang tinggi yang mungkin terjadi karena kebakaran, mengakibatkan daur parasit yang hidup bebas dialam menjadi terputus (Subronto dan Tjahajati, 2001). Lingkungan tropik merupakan tempat yang baik untuk berkembangnya penyakit penyakit parasit. Hampir semua parasit memerlukan periode perkembangan di luar tubuh hewan sebelum menular ke hewan lain dan selama periode tersebut laju perkembangan dari kemungkinan hidupnya dipengaruhi oleh iklim dan faktor lingkungan yang lain. Laju perkembangan pada periode ini meningkat dan dengan naiknya suhu, kelembaban juga penting untuk kehidupan parasit sedang kekeringan biasanya bersifat mematikan parasit tersebut. Faktor ke dua yang menyebabkan berkembangnya parasit di daerah tropis adalah kekurangan gizi. (Williamson dan Payne, 1993). Ternak dengan makanan yang lebih baik lebih gampang mengadakan kompetisi terhadap pengaruh jelek parasit seperti kehilangan darah, kehilangan albumin dan kerusakan efisiensi pencernaan. Dilain pihak pengaruh kekurangan makanan disertai infeksi parasit yang sedikit saja sudah berpengaruh buruk pada ternak, menurunkan produksi dan bahkan mengancam jiwa ternak pada saat makanan kurang. (Williamson dan Payne, 1993). Salah satu penyakit yang menghambat gerak laju pembangunan peternakan dalam hubungannya dengan peningkatan populasi dan produksi ternak adalah parasit. Kerugian ekonomi peternakan akibat

4 4 parasit diantaranya parasit nematoda gastrointestinal lebih besar daripada kerugian akibat protozoa dan serangga lainnya. (Zulfikar, dkk, 2012). Hal ini seperti penyakit Stronggiloidiasis yang dapat menyerang ternak ruminansia. Penyakit nematoda ini dapat ditularkan dari hewan ternak ke hewan ternak lainnya, penyebab dari penyakit ini tidak lain dari infeksi Strongiloides papillosus pada saluran pencernaan hewan ternak yang terinfeksi. Sehingga infeksi parasit cacing khusus ini akan mengurangi fungsi kemampuan mukosa usus dalam transpor glukosa dan metabolit lainnya. Apabila ketidakseimbangan ini cukup besar akan menyebabkan menurunnya nafsu makan serta tingginya kadar nitrogen di dalam feses yang dibuang karena tidak dipergunakan (Anonim, 2014). Akibatnya keterlambatan pertumbuhan akan terjadi terutama pada ternak muda pada masa pertumbuhan. Oleh karena itu infeksi parasit cacing usus akan bersifat pathogenic, terutama jika bersamaan dengan kondisi pakan ternak yang buruk. Penyakit ini dapat menyebabkan kematian pada host bila agen parasit dalam jumlah yang besar (Anonim, 2014). B. Tujuan Tujuan dilaksanakan wawancara hasil pengujian sampel feses adalah untuk mengetahui prosentase tertinggi infeksi cacing, faktor yang menyebabkan terjadinya infeksi serta tindakan pengendalian dan pencegahan yang dilakukan pada sapi di UPTD - BPBPTDK.

5 5 C. Manfaat Hasil dari wawancara dan pengambilan data pengujian sampel feses sapi di UPTD - BPBPTDK diharapkan dapat bermanfaat bagi dunia pengetahuan pada umumnya dan Ahli Madya pada khususnya untuk mengetahui jenis cacing gastrointestinal serta cara pengendalian infeksi cacing pada ternak sapi...

I. PENDAHULUAN. dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan pertumbuhan ekonomi

I. PENDAHULUAN. dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan pertumbuhan ekonomi 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Peningkatan produksi ternak sebagai sumber protein hewani adalah suatu strategi nasional dalam rangka peningkatan ketahanan pangan yang sangat diperlukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendapatan nasional per kapita tahun 2012 yakni ,07 sedangkan tahun 2013

I. PENDAHULUAN. Pendapatan nasional per kapita tahun 2012 yakni ,07 sedangkan tahun 2013 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendapatan nasional per kapita tahun 2012 yakni 9.665.117,07 sedangkan tahun 2013 yakni 9.798.899,43 (BPS, 2014 a ). Konsumsi protein hewani asal daging tahun 2011 2,75

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Sapi bali merupakan salah satu sapi lokal asli Indonesia yang tersebar

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Sapi bali merupakan salah satu sapi lokal asli Indonesia yang tersebar BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi bali merupakan salah satu sapi lokal asli Indonesia yang tersebar hampir di seluruh Nusantara. Populasisapibali dibandingkan dengan sapi lainnya seperti sapi ongole,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ternak babi merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki banyak

BAB I PENDAHULUAN. Ternak babi merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Ternak babi merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki banyak keunggulan dibandingkan ternak lain, yaitu laju pertumbuhan yang cepat, mudah dikembangbiakkan,

Lebih terperinci

BAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING

BAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING BAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING 3.1. Virus Tokso Pada Kucing Toksoplasmosis gondii atau yang lebih sering disebut dengan tokso adalah suatu gejala penyakit yang disebabkan oleh protozoa toksoplasmosis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. baik, diantaranya dalam hal pemeliharaan. Masalah kesehatan kurang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. baik, diantaranya dalam hal pemeliharaan. Masalah kesehatan kurang PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagian besar sapi potong dipelihara oleh peternak hanya sebagai sambilan. Tatalaksana pemeliharaan sapi pada umumnya belum baik, diantaranya dalam hal pemeliharaan. Masalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kuda (Equus caballus) Kuda sudah lama dikenal dan dimanfaatkan oleh manusia sebagai sumber daging, alat transportasi dan kemudian berkembang menjadi hewan yang digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil domestikasi dari banteng (Bibos banteng) (Hardjosubroto, 1994). Menurut Williamson dan Payne (1993),

Lebih terperinci

PENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I. (Bagian Parasitologi) didik.dosen.unimus.ac.id

PENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I. (Bagian Parasitologi) didik.dosen.unimus.ac.id PENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I (Bagian Parasitologi) Pengertian Parasitologi adalah ilmu yang mempelajari jasad renik yang hidup pada jasad lain di dalam maupun di luar tubuh dengan maksud mengambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyerang hewan jenis unggas. Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang

BAB I PENDAHULUAN. menyerang hewan jenis unggas. Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cacing gelang Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang umum menyerang hewan jenis unggas. Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang dalam kehidupannya mengalami

Lebih terperinci

Prevalensi Nematoda Gastrointestinal pada Sapi Bali di Sentra Pembibitan Desa Sobangan, Mengwi, Badung

Prevalensi Nematoda Gastrointestinal pada Sapi Bali di Sentra Pembibitan Desa Sobangan, Mengwi, Badung Prevalensi Nematoda Gastrointestinal pada Sapi Bali di Sentra Pembibitan Desa Sobangan, Mengwi, Badung PREVALENSI NEMATODA GASTROINTESTINAL AT SAPI BALI IN SENTRA PEMBIBITAN DESA SOBANGAN, MENGWI, BADUNG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkait meningkatnya konsumsi masyarakat akan daging babi. Khusus di Bali, ternak

BAB I PENDAHULUAN. terkait meningkatnya konsumsi masyarakat akan daging babi. Khusus di Bali, ternak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak babi merupakan salah satu bagian penting dalam menunjang perekonomian banyak negara. Populasi babi terus meningkat dari tahun ke tahun terkait meningkatnya

Lebih terperinci

ARTIKEL PARASITOLOGI. Editor: Fircha Silvia Nugraheni G1C PROGRAM DIPLOMA IV ANALIS KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2016

ARTIKEL PARASITOLOGI. Editor: Fircha Silvia Nugraheni G1C PROGRAM DIPLOMA IV ANALIS KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2016 1 ARTIKEL PARASITOLOGI Editor: Fircha Silvia Nugraheni G1C015020 PROGRAM DIPLOMA IV ANALIS KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2016 1 2 PARASITOLOGI Defisini parasitologi adalah ilmu yang mempelajari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang beriklim tropis terluas di dunia dan merupakan negara yang memiliki banyak keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kecamatan Kuta Selatan merupakan salah satu kecamatan yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. Kecamatan Kuta Selatan merupakan salah satu kecamatan yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecamatan Kuta Selatan merupakan salah satu kecamatan yang berada di Selatan Kabupaten Badung Provinsi Bali, tepatnya antara 8 o 46 58.7 LS dan 115 o 05 00 115 o 10

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Trichuris trichiura Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak terdapat pada manusia. Diperkirakan sekitar 900 juta orang pernah terinfeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kejadian kecacingan di Indonesia yang dilaporkan di Kepulauan Seribu ( Agustus 1999 ), jumlah prevalensi total untuk kelompok murid Sekolah Dasar (SD) (95,1 %),

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi cacing merupakan permasalahan yang banyak ditemukan di masyarakat namun kurang mendapat perhatian. Di dunia lebih dari 2 milyar orang terinfeksi berbagai jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan hewan dapat menularkan penyakit, manusia tetap menyayangi hewan

BAB I PENDAHULUAN. dengan hewan dapat menularkan penyakit, manusia tetap menyayangi hewan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan manusia sulit terlepas dari kehidupan hewan, baik sebagai teman bermain atau untuk keperluan lain. Meskipun disadari bahwa kedekatan dengan hewan dapat menularkan

Lebih terperinci

PENGENDALIAN INFEKSI CACING HATI PADA SAPI OLeh : Akram Hamidi

PENGENDALIAN INFEKSI CACING HATI PADA SAPI OLeh : Akram Hamidi PENGENDALIAN INFEKSI CACING HATI PADA SAPI OLeh : Akram Hamidi PENDAHULUAN Infeksi cacing hati (fasciolosis) pada ternak ruminansia (sapi dan kerbau) di Indonesia merupakan penyakit parasiter yang disebabkan

Lebih terperinci

Proses Penularan Penyakit

Proses Penularan Penyakit Bab II Filariasis Filariasis atau Penyakit Kaki Gajah (Elephantiasis) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Filariasis disebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tingkat konsumsi ayam dan telur penduduk Indonesia tinggi. Menurut Badan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tingkat konsumsi ayam dan telur penduduk Indonesia tinggi. Menurut Badan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ayam dan telur bukanlah jenis makanan yang asing bagi penduduk indonesia. Kedua jenis makanan tersebut sangat mudah dijumpai dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Bahkan

Lebih terperinci

PARASITOLOGI. Editor: SALIS SETYAWATI G1C PROGRAM STUDI DIPLOMAT IV ANALIS KESEHATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

PARASITOLOGI. Editor: SALIS SETYAWATI G1C PROGRAM STUDI DIPLOMAT IV ANALIS KESEHATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN 1 PARASITOLOGI Editor: SALIS SETYAWATI G1C015009 PROGRAM STUDI DIPLOMAT IV ANALIS KESEHATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2016 2 A. Pengertian Parasitologi Gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. infeksi parasit usus merupakan salah satu masalah. kesehatan masyarakat yang diperhatikan dunia global,

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. infeksi parasit usus merupakan salah satu masalah. kesehatan masyarakat yang diperhatikan dunia global, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang infeksi parasit usus merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang diperhatikan dunia global, khususnya di negara-negara berkembang pada daerah tropis dan

Lebih terperinci

Prevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung

Prevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung Prevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung THE PREVALENCE OF TREMATODES IN BALI CATTLE BREEDERS REARED IN THE SOBANGAN VILLAGE, MENGWI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Transmitted Helminths. Jenis cacing yang sering ditemukan adalah Ascaris

BAB I PENDAHULUAN. Transmitted Helminths. Jenis cacing yang sering ditemukan adalah Ascaris BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecacingan adalah penyakit yang disebabkan oleh masuknya parasit berupa cacing kedalam tubuh manusia karena menelan telur cacing. Penyakit ini paling umum tersebar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penyakit yang sering terjadi pada peternakan ayam petelur akibat sistem

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penyakit yang sering terjadi pada peternakan ayam petelur akibat sistem PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit yang sering terjadi pada peternakan ayam petelur akibat sistem pemeliharaan yang kurang baik salah satunya disebabkan oleh parasit (Murtidjo, 1992). Menurut Satrija

Lebih terperinci

DEFINISI PARASITOLOGI

DEFINISI PARASITOLOGI DEFINISI PARASITOLOGI Dwi Susilowati G1C015018 D4 Analis Kesehatn Universitas Muhammadiyah Semarang PARASITOLOGI Pengertian atau defisini parasitologi adalah ilmu yang mempelajari mengenai jasad-jasad

Lebih terperinci

TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI BALI DI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN PRINGSEWU PROVINSI LAMPUNG

TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI BALI DI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN PRINGSEWU PROVINSI LAMPUNG TINGKAT INFESTASI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA SAPI BALI DI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN PRINGSEWU PROVINSI LAMPUNG Infestation Rate of The Digestive Fluke on Bali Cattle in Sub-district Pringsewu District

Lebih terperinci

Pada siklus tidak langsung larva rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan

Pada siklus tidak langsung larva rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan sehingga parasit tertelan, kemudian sampai di usus halus bagian atas dan menjadi dewasa. Cacing betina yang dapat bertelur kira-kira 28 hari sesudah infeksi. 2. Siklus Tidak Langsung Pada siklus tidak

Lebih terperinci

CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER

CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER PENGAMATAN EPIDEMIOLOGI HASIL PEMERIKSAAN KECACINGAN di SD MUH. KEDUNGGONG, SD DUKUH NGESTIHARJO,SDN I BENDUNGAN dan SD CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER

Lebih terperinci

DEFINISI PARASITOLOGI

DEFINISI PARASITOLOGI i DEFINISI PARASITOLOGI EDITOR : DWI SUSILOWATI NIM G1C015018 PROGRAM DIPLOMA VI ANALIS KESEHATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2016 i 1 PARASITOLOGI Pengertian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang kurang bersih. Infeksi yang sering berkaitan dengan lingkungan yang kurang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang kurang bersih. Infeksi yang sering berkaitan dengan lingkungan yang kurang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor meningkatnya kejadian infeksi adalah kebiasaan hidup yang kurang bersih. Infeksi yang sering berkaitan dengan lingkungan yang kurang higinis adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dunia. Di seluruh pulau Indonesia penyakit malaria ini ditemukan dengan

I. PENDAHULUAN. dunia. Di seluruh pulau Indonesia penyakit malaria ini ditemukan dengan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit malaria merupakan penyakit yang penyebarannya sangat luas di dunia. Di seluruh pulau Indonesia penyakit malaria ini ditemukan dengan derajat dan berat infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kerja. Tenaga kerja yang terpapar dengan potensi bahaya lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kerja. Tenaga kerja yang terpapar dengan potensi bahaya lingkungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di sebuah industri sangat penting untuk dilakukan tanpa memandang industri tersebut berskala besar ataupun kecil dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. domestikasi dari banteng (Bibos banteng). Karakteristik dari sapi bali bila

BAB I PENDAHULUAN. domestikasi dari banteng (Bibos banteng). Karakteristik dari sapi bali bila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi bali merupakan sapi asli Indonesia yang merupakan hasil domestikasi dari banteng (Bibos banteng). Karakteristik dari sapi bali bila dibedakan dengan sapi lainnya

Lebih terperinci

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis)

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis) BAB II TIJAUAN PUSTAKA A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis) Enterobiasis/penyakit cacing kremi adalah infeksi usus pada manusia yang disebabkan oleh cacing E. vermicularis. Enterobiasis

Lebih terperinci

GAMBARAN KLINIS SAPI BALI YANG TERINFEKSI. CACING Fasciola spp SKRIPSI

GAMBARAN KLINIS SAPI BALI YANG TERINFEKSI. CACING Fasciola spp SKRIPSI GAMBARAN KLINIS SAPI BALI YANG TERINFEKSI CACING Fasciola spp SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas Tugas dan Memenuhi Persyaratan untuk Mencapai GelarSarjanaKedokteranHewan Diajukan Oleh EkaWidyana

Lebih terperinci

Etiologi Fasciola sp, hidup di dalam hati dan saluran empedu. Cacing ini memakan jaringan hati dan darah.

Etiologi Fasciola sp, hidup di dalam hati dan saluran empedu. Cacing ini memakan jaringan hati dan darah. 1. Penyakit Parasit Cacing pada Ruminansia Walaupun penyakit cacingan tidak langsung menyebabkan kematian, akan tetapi kerugian dari segi ekonomi dikatakan sangat besar, sehingga penyakit parasit cacing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dapat menyebabkan kematian, yang disebut sebagai salmonellosis. Habitat

I. PENDAHULUAN. yang dapat menyebabkan kematian, yang disebut sebagai salmonellosis. Habitat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakteri Salmonella sp merupakan mikrobia patogen penyebab sakit perut yang dapat menyebabkan kematian, yang disebut sebagai salmonellosis. Habitat alami Salmonella sp adalah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun),

BAB I PENDAHULUAN. masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa pertumbuhan dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Budidaya Sapi Potong Ternak sapi khususnya sapi potong merupakan salah satu sumber daya penghasil bahan makanan berupa daging yang memiliki nilai

Lebih terperinci

Pasal 3 Pedoman Identifikasi Faktor Risiko Kesehatan Akibat Perubahan Iklim sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak

Pasal 3 Pedoman Identifikasi Faktor Risiko Kesehatan Akibat Perubahan Iklim sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi adalah ternak ruminansia yang memiliki nilai ekonomi tinggi dalam

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi adalah ternak ruminansia yang memiliki nilai ekonomi tinggi dalam 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi adalah ternak ruminansia yang memiliki nilai ekonomi tinggi dalam kehidupan masyarakat, sebab dapat menghasilkan berbagai macam kebutuhan hidup manusia. Pembangunan peternakan

Lebih terperinci

MAKALAH MASALAH KECACINGAN DAN INTERVENSI

MAKALAH MASALAH KECACINGAN DAN INTERVENSI MAKALAH MASALAH KECACINGAN DAN INTERVENSI Oleh: Muhammad Fawwaz (101211132016) FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS AIRLANGGA 1 DAFTAR ISI COVER... 1 DAFTAR ISI... 2 BAB I... 3 A. LATAR BELAKANG...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi cacing usus masih menjadi masalah kesehatan bagi masyarakat di

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi cacing usus masih menjadi masalah kesehatan bagi masyarakat di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi cacing usus masih menjadi masalah kesehatan bagi masyarakat di negara berkembang termasuk Indonesia. Dikatakan pula bahwa masyarakat pedesaan maupun daerah perkotaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Amah Majidah Vidyah Dini, FKM UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Amah Majidah Vidyah Dini, FKM UI, 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim merupakan perubahan variabel iklim, khususnya suhu udara dan curah hujan yang terjadi secara berangsur-angsur dalam jangka waktu yang panjang antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 20 mm per hari) begitu pula dengan produksi bijinya. Biji gulma

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 20 mm per hari) begitu pula dengan produksi bijinya. Biji gulma BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Gulma siam (Chromolaena odorata) tercatat sebagai salah satu dari gulma tropis. Gulma tersebut memiliki tingkat pertumbuhan yang sangat cepat (dapat mencapai 20 mm per

Lebih terperinci

Prevalensi Trematoda di Sentra Pembibitan Sapi Bali Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung

Prevalensi Trematoda di Sentra Pembibitan Sapi Bali Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung Prevalensi Trematoda di Sentra Pembibitan Sapi Bali Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung THE PREVALENCE OF TREMATODES IN BALI CATTLE BREEDING CENTER SOBANGAN VILLAGE, DISTRICT MENGWI, BADUNG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. media pertumbuhan mikroorganisme. Daging (segar) juga mengandung enzim-enzim

BAB I PENDAHULUAN. media pertumbuhan mikroorganisme. Daging (segar) juga mengandung enzim-enzim 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging adalah salah satu pangan asal hewan yang mengandung zat gizi yang sangat baik untuk kesehatan dan pertumbuhan manusia, serta sangat baik sebagai media pertumbuhan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk yang pesat, membaiknya keadaan ekonomi dan meningkatnya kesadaran masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan sumber kesenangan, kenikmatan dan kebahagiaan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan sumber kesenangan, kenikmatan dan kebahagiaan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan sumber kesenangan, kenikmatan dan kebahagiaan, menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1992 dalam Bab I Pasal 1 disebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sapi bali merupakan salah satu bangsa sapi asli Indonesia dan keturunan asli

BAB I PENDAHULUAN. Sapi bali merupakan salah satu bangsa sapi asli Indonesia dan keturunan asli BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi bali merupakan salah satu bangsa sapi asli Indonesia dan keturunan asli banteng dan telah mengalami proses domestikasi. Sapi bali telah tersebar di seluruh wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Giardia intestinalis. Penyakit ini menjadi salah satu penyakit diare akibat infeksi

BAB I PENDAHULUAN. Giardia intestinalis. Penyakit ini menjadi salah satu penyakit diare akibat infeksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Giardiasis adalah penyakit diare yang disebabkan oleh protozoa patogen Giardia intestinalis. Penyakit ini menjadi salah satu penyakit diare akibat infeksi protozoa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penderitanya dan menghasilkan kerentanan terhadap berbagai infeksi. sel T CD4 yang rendah (Cabada, 2015; WHO, 2016).

BAB I PENDAHULUAN. penderitanya dan menghasilkan kerentanan terhadap berbagai infeksi. sel T CD4 yang rendah (Cabada, 2015; WHO, 2016). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penderita HIV/AIDS meningkat setiap tahun dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Sel limfosit T CD4 merupakan sel target infeksi HIV, penurunan jumlah dan fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Escherichia coli yang merupakan salah satu bakteri patogen. Strain E. coli yang

BAB I PENDAHULUAN. Escherichia coli yang merupakan salah satu bakteri patogen. Strain E. coli yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal dan usus pada manusia sangat erat kaitanya dengan bakteri Escherichia coli yang merupakan salah satu bakteri patogen. Strain E. coli yang bersifat zoonosis

Lebih terperinci

BAB II VIRUS TOKSO Definisi Virus Tokso

BAB II VIRUS TOKSO Definisi Virus Tokso BAB II VIRUS TOKSO 2.1. Definisi Virus Tokso Tokso adalah kependekan dari toksoplasmosis, istilah medis untuk penyakit ini. Toksoplasmosis gondii atau yang lebih sering disebut dengan tokso adalah suatu

Lebih terperinci

AGEN, HOST, DAN LINGKUNGAN SERTA HUBUNGANNYA

AGEN, HOST, DAN LINGKUNGAN SERTA HUBUNGANNYA TUGAS INDIVIDU PENGENDALIAN PENYAKIT MENULAR DAN TIDAK MENULAR AGEN, HOST, DAN LINGKUNGAN SERTA HUBUNGANNYA Disusun oleh RISA KARTIKA PUTRI 25010113130321 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Kambing yang terdapat di Desa Amplas

Gambar 2.1. Kambing yang terdapat di Desa Amplas 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Kambing merupakan binatang memamah biak yang berukuran sedang. Kambing ternak (Capra aegagrus hircus) adalah sub spesies kambing liar yang secara alami tersebar di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada manusia. Organisasi Kesehatan Dunia World Healt Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. pada manusia. Organisasi Kesehatan Dunia World Healt Organization (WHO) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan penyakit pada ternak merupakan salah satu hambatan yang di hadapi dalam pengembangan peternakan. Peningkatan produksi dan reproduksi akan optimal, bila secara

Lebih terperinci

KERAGAAN INFEKSI PARASIT GASTROINTESTINAL PADA SAPI BALI MODEL KANDANG SIMANTRI

KERAGAAN INFEKSI PARASIT GASTROINTESTINAL PADA SAPI BALI MODEL KANDANG SIMANTRI KERAGAAN INFEKSI PARASIT GASTROINTESTINAL PADA SAPI BALI MODEL KANDANG SIMANTRI I Nyoman Sugama dan I Nyoman Suyasa Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali ABSTRAK Dari aspek manajemen, salah satu faktor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Saanen adalah salah satu ternak dwiguna yang cukup potensial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Saanen adalah salah satu ternak dwiguna yang cukup potensial 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Saanen Kambing Saanen adalah salah satu ternak dwiguna yang cukup potensial dan perlu dikembangkan sebagai penyedia protein hewani yang dapat menghasilkan susu dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Sapi Penggolongan sapi ke dalam suatu Genera berdasarkan pada persamaan karakteristik yang dimilikinya. Karakteristik yang dimiliki tersebut akan diturunkan ke generasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki

I. PENDAHULUAN. Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging, konversi pakan sangat irit, siap dipotong pada

Lebih terperinci

Nutrisi Pakan pada Pendederan kerapu

Nutrisi Pakan pada Pendederan kerapu Nutrisi Pakan pada Pendederan kerapu Oleh: Ibnu Sahidhir Kementerian Kelautan dan Perikanan Ditjen Perikanan Budidaya Balai Budidaya Air Payau Ujung Batee 2011 Biologi Benih Kerapu Pemakan daging Pendiam,

Lebih terperinci

APA ITU TB(TUBERCULOSIS)

APA ITU TB(TUBERCULOSIS) APA ITU TB(TUBERCULOSIS) TB adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tubercolusis. Penyakit Tuberkolusis bukanlah hal baru, secara umum kita sudah mengenal penyakit ini. TB bukanlah

Lebih terperinci

BAB 2. TARGET LUARAN BAB 3. METODE PELAKSANAAN

BAB 2. TARGET LUARAN BAB 3. METODE PELAKSANAAN BAB 1. PENDAHULUAN Kebutuhan protein hewani asal ternak yang semakin terasa untuk negara berkembang, khususnya Indonesia, harus terus ditangani karena kebutuhan itu semakin bertambah disebabkan oleh pertambahan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Ada lebih dari 20 jenis cacing usus yang dapat menginfeksi manusia, namun

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Ada lebih dari 20 jenis cacing usus yang dapat menginfeksi manusia, namun 20 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Soil Transmitted Helminthiasis Ada lebih dari 20 jenis cacing usus yang dapat menginfeksi manusia, namun yang tersering penyebarannya di seluruh dunia adalah cacing gelang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. satu komoditi yang sangat berpotensi untuk meningkatkan perekonomian

I. PENDAHULUAN. satu komoditi yang sangat berpotensi untuk meningkatkan perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan unggas khususnya ayam dan itik di Indonesia merupakan salah satu komoditi yang sangat berpotensi untuk meningkatkan perekonomian masyarakat (Supartono & Yunus,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Faktor manajemen lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak. Suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi fisiologis ternak akan membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri yang umum menghuni usus

BAB I PENDAHULUAN. Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri yang umum menghuni usus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri yang umum menghuni usus hewan dan manusia dengan ratusan strain yang berbeda, baik yang berbahaya maupun yang

Lebih terperinci

Table of Contents. Articles. Editors. 1. I G. Made Krisna Erawan, Bagian Klinik Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Bali, Indonesia

Table of Contents. Articles. Editors. 1. I G. Made Krisna Erawan, Bagian Klinik Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Bali, Indonesia Editors 1. I G. Made Krisna Erawan, Bagian Klinik Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Bali, Indonesia 2. Mr. Administrator Jurnal, Indonesia 3. I Wayan Batan, Indonesia ISSN: 2301-7848

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Cacingan Cacing merupakan salah satu parasit pada manusia dan hewan yang sifatnya merugikan dimana manusia merupakan hospes untuk beberapa jenis cacing yang termasuk

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Tabel 11 Hubungan jenis murbei dengan persentase filamen Jenis Murbei

PEMBAHASAN. Tabel 11 Hubungan jenis murbei dengan persentase filamen Jenis Murbei 10 Persentase Filamen Persentase filamen rata-rata paling besar dihasilkan oleh ulat besar yang diberi pakan M. cathayana sedangkan yang terkecil dihasilkan oleh ulat yang diberi pakan M. alba var. kanva-2.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Suzuki Metode Suzuki adalah suatu metode yang digunakan untuk pemeriksaan telur Soil Transmitted Helmints dalam tanah. Metode ini menggunakan Sulfas Magnesium yang didasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang dan beriklim tropis, termasuk Indonesia. Hal ini. iklim, suhu, kelembaban dan hal-hal yang berhubungan langsung

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang dan beriklim tropis, termasuk Indonesia. Hal ini. iklim, suhu, kelembaban dan hal-hal yang berhubungan langsung BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit parasit baik yang disebabkan oleh cacing, protozoa, maupun serangga parasitik pada manusia banyak terdapat di negara berkembang dan beriklim tropis,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pengendalian berbasis pada penggunaan obat antelmintik sering gagal untuk

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pengendalian berbasis pada penggunaan obat antelmintik sering gagal untuk PENDAHULUAN Latar Belakang Keberhasilan ternak ruminansia kecil membutuhkan pengendalian nematoda gastrointestinal secara efektif. Kegagalan pengendalian akan mengakibatkan penyakit, gangguan pertumbuhan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan salah satu sumber gizi penting untuk proses kelangsungan

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan salah satu sumber gizi penting untuk proses kelangsungan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu sumber gizi penting untuk proses kelangsungan hidup manusia. Ikan mengandung zat gizi utama berupa protein, lemak, vitamin dan mineral. Protein

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh protozoa Toxoplasma gondii. Infeksi toksoplasmosis dapat terjadi

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh protozoa Toxoplasma gondii. Infeksi toksoplasmosis dapat terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit zoonosis merupakan penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia dan sebaliknya. Salah satu penyakit zoonosis adalah toksoplasmosis yang disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. ke manusia. Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam

BAB 1 : PENDAHULUAN. ke manusia. Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengetahuan 2.1.1.1 Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu setelah terjadinya pengindraan terhadap suatu objek menggunakan panca indra manusia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha

I. PENDAHULUAN. Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha peternakan, salah satu jenis ternak yang cocok dikembangkan adalah kambing. Pada tahun 2010 dan 2011,

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum HASIL DA PEMBAHASA Konsumsi Bahan Kering Ransum 200 mg/kg bobot badan tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering. Hasil yang tidak berbeda antar perlakuan (Tabel 2) mengindikasikan bahwa penambahan ekstrak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus mengalami peningkatan sehingga permintaan makanan yang memiliki nilai gizi baik akan meningkat.

Lebih terperinci

Project Status Report. Presenter Name Presentation Date

Project Status Report. Presenter Name Presentation Date Project Status Report Presenter Name Presentation Date EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MALARIA Oleh : Nurul Wandasari S Program Studi Kesehatan Masyarakat Univ Esa Unggul 2012/2013 Epidemiologi Malaria Pengertian:

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS SAPI BALI MELALUI PENGENDALIAN PENYAKIT PARASIT DI SEKITAR SENTRA PEMBIBITAN SAPI BALI DI DESA SOBANGAN ABSTRAK

UPAYA MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS SAPI BALI MELALUI PENGENDALIAN PENYAKIT PARASIT DI SEKITAR SENTRA PEMBIBITAN SAPI BALI DI DESA SOBANGAN ABSTRAK JURNAL UDAYANA MENGABDI, VOLUME 15 NOMOR 1, JANUARI 2016 UPAYA MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS SAPI BALI MELALUI PENGENDALIAN PENYAKIT PARASIT DI SEKITAR SENTRA PEMBIBITAN SAPI BALI DI DESA SOBANGAN I.A.P.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hewan ke manusia. Toxoplasma gondii berperan sebagai parasit obligat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hewan ke manusia. Toxoplasma gondii berperan sebagai parasit obligat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Toksoplasmosis merupakan penyakit zoonosis yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia. Toxoplasma gondii berperan sebagai parasit obligat intraseluler

Lebih terperinci

A. Usaha pertanian dipengaruhi oleh kondisi lingkungan:

A. Usaha pertanian dipengaruhi oleh kondisi lingkungan: A. Usaha pertanian dipengaruhi oleh kondisi lingkungan: 1. a) b) c) d) e) 2. a) b) c) d) e) 3. Iklim Energi matahari Curah hujan musiman Angin Panjang siang Suhu dan RH udara Tanah Jenis tanah Kandungan

Lebih terperinci

Prevalensi Nematoda Gastrointestinal pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Mengwi, Badung

Prevalensi Nematoda Gastrointestinal pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Mengwi, Badung Prevalensi Nematoda Gastrointestinal pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Mengwi, Badung Muhsoni Fadli 1, Ida Bagus Made Oka 2, Nyoman Adi Suratma 2 1 Mahasiswa Pendidikan Profesi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prasarana kesehatan saja, namun juga dipengaruhi faktor ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. prasarana kesehatan saja, namun juga dipengaruhi faktor ekonomi, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat Indonesia ditentukan oleh banyak faktor, tidak hanya ditentukan oleh pelayanan kesehatan dan ketersediaan sarana prasarana kesehatan saja,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia akan pentingnya protein hewani untuk kesehatan dan kecerdasan

I. PENDAHULUAN. Indonesia akan pentingnya protein hewani untuk kesehatan dan kecerdasan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan kesadaran masyarakat Indonesia akan pentingnya protein hewani untuk kesehatan dan kecerdasan mengakibatkan kebutuhan permintaan

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENYAKIT CACINGAN

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENYAKIT CACINGAN SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENYAKIT CACINGAN Oleh : Kelompok 7 Program Profesi PSIK Reguler A Prilly Priskylia 115070200111004 Youshian Elmy 115070200111032 Defi Destyaweny 115070200111042 Fenti Diah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO,

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Filariasis merupakan salah satu penyakit tertua dan paling melemahkan yang dikenal dunia. Filariasis limfatik diidentifikasikan sebagai penyebab kecacatan menetap dan

Lebih terperinci

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DIDUGA AKIBAT INFEKSI DI DESA GONDOSULI KECAMATAN BULU KABUPATEN TEMANGGUNG

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DIDUGA AKIBAT INFEKSI DI DESA GONDOSULI KECAMATAN BULU KABUPATEN TEMANGGUNG Volume, Nomor, Tahun 0, Halaman 535-54 Online di http://ejournals.undip.ac.id/index.php/jkm HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DIDUGA AKIBAT INFEKSI DI DESA GONDOSULI KECAMATAN BULU KABUPATEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya protein hewani untuk memenuhi kebutuhan gizi, permintaan masyarakat akan produkproduk peternakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan dan hewan yang bersama-sama dengan kekuatan fisik dan kimia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan dan hewan yang bersama-sama dengan kekuatan fisik dan kimia BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Tanah memegang peranan penting bagi masyarakat. Kehidupan tumbuhan dan hewan yang bersama-sama dengan kekuatan fisik dan kimia murni menata tubuh tanah menjadi bagian-bagian

Lebih terperinci

CARA PERKEMBANGBIAKAN INVERTEBRATA

CARA PERKEMBANGBIAKAN INVERTEBRATA CARA PERKEMBANGBIAKAN INVERTEBRATA Dalam perkembangbiakannya,invertebrata memiliki cara reproduksi sebagai berikut 1. Reproduksi Generatif Reproduksi generative melalui fertilisasi antara sel kelamin jantan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KambingKacang Kambing Kacang merupakan salah satu kambing lokal di Indonesia dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh yang relatif kecil,

Lebih terperinci