ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS USAHA TERNAK SAPI PERAH PADA ANGGOTA KAUM-MANDIRI DI KECAMATAN PASIRJAMBU KABUPATEN BANDUNG JAWA BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS USAHA TERNAK SAPI PERAH PADA ANGGOTA KAUM-MANDIRI DI KECAMATAN PASIRJAMBU KABUPATEN BANDUNG JAWA BARAT"

Transkripsi

1 ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS USAHA TERNAK SAPI PERAH PADA ANGGOTA KAUM-MANDIRI DI KECAMATAN PASIRJAMBU KABUPATEN BANDUNG JAWA BARAT SKRIPSI AYU TRIWIDYARATIH H DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 RINGKASAN AYU TRIWIDYARATIH. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahaternak Sapi Perah pada Anggota KAUM-Mandiri, Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan WAHYU BUDI PRIATNA). Susu sapi merupakan salah satu bahan pangan yang penting untuk dikonsumsi oleh manusia. Kandungan gizinya yang baik dapat memenuhi kebutuhan protein manusia. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan, maka konsumsi susu sapi pun terus meningkat setiap tahunnya. Namun, produksi susu dalam negeri belum dapat memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri. Produksi susu dalam negeri hanya mampu memenuhi sebesar 26 persen konsumsi susu dalam negeri sedangkan 74 persen lainnya dipenuhi dari impor susu luar negeri. Hal ini dapat mengakibatkan Indonesia ketergantungan akan impor. Padahal gap antara konsumsi susu dalam negeri dengan produksi susu dalam negeri dapat menjadi peluang untuk meningkatkan produksi susu dalam negeri. Produksi susu dalam negeri yang rendah diakibatkan oleh rendahnya populasi sapi perah dan rendahnya produktivitas sapi perah. Rendahnya populasi sapi perah bisa diatasi dengan mengimpor sapi perah dari luar negeri. Namun, impor sapi perah selama ini masih belum dapat memenuhi target populasi sapi perah. Rendahnya produktivitas sapi perah diantaranya diakibatkan oleh bibit unggul yang terbatas, rendahnya teknologi yang diterapkan peternak, rendahnya dairy management di tingkat peternak, dan pakan yang berkulaitas rendah. Salah satu koperasi di Kecamatan Pasirjambu, yaitu Koperasi Aneka Usaha Mitra Mandiri (KAUM-Mandiri) bekerjasama dengan perusahan pakan PT. Cargill dalam penyediaan pakan konsentrat bagi anggotanya. Dengan adanya program tersebut, peneliti bertujuan untuk (1) menganalisis perubahan penggunaan pakan yang dilakukan oleh peternak responden dalam peningkatan pendapatan peternak, (2) mengetahui apakah dengan adanya perubahan penggunaan pakan akan berpengaruh terhadap tingkat efisiensi teknis, dan (3) menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi efisiensi usahaternak sapi perah. Penelitian dilakukan di Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Kegiatan penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai Mei Hasil analisis keragaan usahaternak sapi perah dilihat dari teknik budidaya yang dilakukan oleh peternak anggota KAUM-Mandiri dan penggunaan sarana produksi. Rata-rata jumlah sapi laktasi yang dimiliki oleh peternak responden adalah satu sampai dua ekor. Tenaga kerja yang digunakan adalah tenaga kerja dalam keluarga. Tenaga kerja luar keluarga hanya berupa pembelian hijauan. Pakan hijauan yang digunakan, dicari sendiri oleh peternak atau membeli dari orang lain. Pakan konsentrat utama yang digunakan oleh peternak kelompok I adalah Cargill, peternak kelompok II adalah HBM, dan peternak kelompok III menggunakan campuran konsentrat Cargill dan HBM. Selain konsentrat utama, ada juga peternak yang menggunakan pakan konsentrat tambahan berupa ampas tahu, dage, ampas singkong, dan bekatul. Kandang yang dimiliki oleh para

3 peternak terletak di belakang rumah peternak atau berada pada komplek perkandangan sapi perah disekitar rumah peternak. Hasil dari analisis pendapatan usahaternak sapi perah menunjukkan bahwa pendapatan atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya tunai peternak kelompok I lebih besar daripada peternak kelompok II dan III. Namun, untuk pendapatan atas biaya total dan R/C rasio atas biaya total bagi peternak kelompok I, II, dan III bernilai negatif dan di bawah satu. Hal ini berarti bahwa usahaternak yang dilakukan oleh peternak responden tidak layak apabila peternak menggunakan tenaga kerja luar keluarga, membeli hijauan, dan menyewa lahan milik orang lain. Hasil estimasi dari parameter Maximum Likelihood untuk fungsi produksi Cobb-Douglass Stochastic Frontier menunjukkan variabel yang berpengaruh nyata bagi peternak kelompok I adalah jumlah sapi laktasi, pakan Cargill per jumlah sapi laktasi, air per jumlah sapi laktasi, dan tenaga kerja per jumlah sapi laktasi. Semua variabel berpengaruh positif kecuali variabel tenaga kerja. Bagi peternak kelompok II, variabel yang berpengaruh nyata adalah jumlah sapi laktasi, pakan Cargill per jumlah sapi laktasi, pakan rumput per jumlah sapi laktasi dan tenaga kerja per jumlah sapi laktasi. Semua variabel berpengaruh positif kecuali variabel rumput. Bagi peternak kelompok III, variabel yang berpengaruh nyata adalah jumlah sapi laktasi dan pakan rumput per jumlah sapi laktasi. Hanya variabel jumlah sapi laktasi dan air per jumlah sapi laktasi saja yang berpengaruh positif. Tingkat efisiensi teknis rata-rata peternak kelompok I adalah 0,73 atau 73 persen dari produksi maksimum. Tingkat efisiensi teknis rata-rata peternak kelompok II adalah 0,69 atau 69 persen dari produksi maksimum. Tingkat efisiensi teknis rata-rata peternak kelompok III adalah 0,74 atau 74 persen dari prduksi maksimum. Hal ini menunjukkan bahwa peternak kelompok III lebih efisien secara teknis daripada peternak kelompok I dan II. Peternak kelompok II dinilai masih belum efisien secara teknis karena nilai efisiensi teknis yang kurang dari 0,7. Hasil pendugaan efek inefisiensi teknis menunjukkan bahwa hanya faktor pendidikan dan pengalaman yang berpengaruh nyata pada peternak kelompok II sedangkan pada peternak kelompok I dan III tidak ada faktor yang berpengaruh nyata yang artinya bahwa tidak ada variabel independen yang berpengaruh secara langsung terhadap perubahan efek inefisiensi. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti memberikan beberapa saran untuk peningkatan produksi dan efisiensi teknis usahaternak sapi perah pada anggota KAUM-Mandiri, antara lain bagi peternak kelompok I : (1) menambahkan penggunaan pakan Cargill sesuai dengan anjuran, (2) pemberian air minum kepada sapi laktasi diberikan secara tidak terbatas, (3) mengurangi jumlah jam kerja. Sedangkan bagi peternak kelompok II antara lain: (1) mengurangi penggunaan rumput kepada sapi perah laktasi dan (2) menambahkan jumlah jam tenaga kerja. Saran secara keseluruhan untuk peternak responden adalah peternak yang belum menggunakan pakan Cargill baik yang masih dicampur atau yang belum sama sekali disarankan untuk menggunakan pakan Cargill secara keseluruhan.

4 ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS USAHA TERNAK SAPI PERAH PADA ANGGOTA KAUM-MANDIRI DI KECAMATAN PASIRJAMBU KABUPATEN BANDUNG JAWA BARAT AYU TRIWIDYARATIH H Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

5 Judul Skripsi Nama NIM : Analisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahaternak Sapi Perah pada Anggota KAUM-Mandiri di Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat : Ayu Triwidyaratih : H Menyetujui, Pembimbing Dr. Ir. Wahyu Budi Priatna, M.Si NIP Mengetahui, Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP Tanggal Lulus :

6 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Analisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahaternak Sapi Perah pada Anggota KAUM- Mandiri di Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Agustus 2011 Ayu Triwidyaratih H

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bekasi pada tanggal 21 Januari Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Ayahanda Bambang Triwidigdo dan Ibunda Dewi Widyowati. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Bani Saleh I pada tahun 2001 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004 di SMP Negeri 01 Bekasi. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMA Negeri 1 Bekasi diselesaikan pada tahun Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun Selama mengikuti pendidikan, penulis tercatat sebagai sekertaris Forum for Scientific Studies (FORCES) periode tahun dan UKM Sharia Economic Student Club (SES-C) Divisi Riset tahun Penulis pernah mengikuti PKM Kewirausahaan Extic Pen pada tahun 2010 dan PKM Pengabdian Masyarakat pada tahun Penulis juga pernah menjadi 10 besar finalis ajang kompetisi ITB Enterpreneurship Challenge (IEC) pada tahun 2010.

8 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah SWT atas berkat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahaternak Sapi Perah pada Anggota KAUM-Mandiri di Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keragaan usahaternak, efisiensi teknis, dan pendapatan usahaternak sapi perah pada anggota KAUM-Mandiri di Kecamatan Pasir Jambu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Penulis berharap semoga penelitian ini dapat mengantarkan pembaca kepada gambaran mengenai usahaternak sapi perah serta bermanfaat bagi semua pihak termasuk penulis serta bagi peternak di daerah penelitian. Tak ada gading yang tak retak, begitu pun karya tulis ini masih memiliki kekurangan dan keterbatasan. Oleh karena itu penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan skripsi ini. Bogor, Agustus 2011 Ayu Triwidyaratih

9 UCAPAN TERIMA KASIH Syukur Alhamdulilah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkah, rahmat, dan anugerah-nya serta jalan dan kemudahan yang Engkau tunjukkan kepada penulis. Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak atas bimbingan dan doanya. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Wahyu Budi Priatna, M.Si selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, dukungan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS selaku dosen penguji utama yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. 3. Ir. Narni Farmayanti, MSc selaku dosen penguji Departemen atas segala kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. 4. Dra. Yusalina, MSi selaku dosen pembimbing akademik selama masa perkuliahan di Departemen Agribisnis atas dukungan dan bimbingan akademik penulis. 5. Dr Ir. Nunung Kusnadi, MS, Yeka Hendra Fatika, SP, dan seluruh dosen yang telah memberikan banyak pencerahan bagi penulis dalam penyusunan skripsi. 6. Bu Ida, Mba Dian, Bu Yoyoh, Mas Arif serta seluruh staf Departemen Agribisnis yang telah membantu penulis dalam kegiatan administrasi selama menjadi mahasiswa di Agribisnis hingga lulus. 7. Mama, Bapak, dan Windy atas perhatian, doa, serta dorongan moral dan material yang penulis butuhkan dalam penyelesaian skripsi ini. 8. Anggota Koperasi Aneka Usaha Mitra Mandiri (KAUM-Mandiri) yang telah bersedia menjadi responden penelitian ini. 9. Tia, Milky, dan Uci atas dukungan, semangat, serta doanya selama waktu kita bersama-sama di Agribisnis. 10. Teman-teman satu kelompok gladikarya, Tian, Ungki, Tari, dan Amel serta seluruh teman-teman Agribisnis angkatan 44 atas semangat kekeluargaan selama kuliah di Agribisnis IPB.

10 11. Bio, Lingga, Dinda, Ka Eta, Mba Nina, dan teman-teman penghuni Salsabilah atas segala dukungannya selama ini. 12. Dita, Mitra, Vidya, Wulan, dan Tiara atas semangat persahabatan yang tak pernah hilang. 13. Ka Najmi yang selalu memberikan dukungan dan semangat untuk penyelesaian skripsi ini. Serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuannya. Bogor, Agustus 2011 Ayu Triwidyaratih

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN.. Halaman I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Manfaat Ruang Lingkup II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Empiris Manajemen Pakan Sapi Perah Kajian Empiris Usahaternak Sapi Perah Kajian Empiris Analisis Efisiensi Fungsi Produksi Stochastic Frontier III KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Usahatani Konsep Pendapatan Usahatani Konsep Fungsi Produksi Konsep Produksi Stochastic Frontier Konsep Efisiensi dan Inefisiensi Kerangka Pemikiran Operasional. 27 IV METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Metode Pengumpulan Data dan Penentuan Sampel Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis Pendapatan Usahatani Analisis Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio) Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier (SF) Analisis Efisiensi dan Inefisiensi Teknis Uji Hipotesis Definisi Operasional V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Umum, Geografis, dan Iklim Kecamatan Pasir Jambu Kondisi Perekonomian Kecamatan Pasir Jambu Gambaran Umum KAUM-Mandiri Karakteristik Responden Jenis Kelamin Responden Tingkat Pendidikan Responden Usia Peternak Responden Kondisi Keluarga Jumlah Sapi Laktasi xiii xv xiv

12 Pengalaman Beternak Penggunaan Konsentrat VI ANALISIS USAHATERNAK SAPI PERAH Tata Laksana Usahaternak Analisis Pendapatan Usahaternak Sapi Perah VII EFISIENSI USAHATERNAK SAPI PERAH Analisis Fungsi Stochastic Production Frontier Usahaternak Sapi Perah Fungsi Produksi Usahaternak Sapi Perah Kelompok I Fungsi Produksi Usahaternak Sapi Perah Kelompok II Fungsi Produksi Usahaternak Sapi Perah Kelompok III Analisis Efisiensi Teknis Sumber-Sumber Inefisiensi Teknis VIII KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA.. 86 LAMPIRAN. 88

13 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Produksi Daging, Telur, dan Susu Tahun dalam ribu ton Efisiensi berbagai jenis hewan ternak dalam mengubah pakan menjadi protein hewani Konsumsi Susu di Indonesia Populasi Sapi Perah Tahun (Per Provinsi) Perbandingan Penerimaan dan Biaya Jumlah Penduduk Kecamatan Pasirjambu Tahun Perubahan Harga Pembelian Susu Sebaran Responden menurut Tingkat Pendidikan Sebaran Responden berdasarkan Usia Sebaran Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Anggota Keluarga Sebaran Responden Berdasarkan Jumlah Sapi Laktasi Sebaran Peternak Berdasarkan Pengalaman Sebaran Responden Berdasarkan Penggunaan Pakan Kepemilikan Ternak Rata-Rata Penggunaan Tenaga Kerja Sebaran Responden Berdasarkan Cara Perolehan Hijauan Produktivitas Rata-Rata Susu Sapi Perah Peternak Responden Penerimaan Usahaternak Sapi Perah Peternak Responden Biaya Usahaternak Sapi Perah Peternak Responden Rata-Rata Pendapatan Usahaternak dan R/C Ratio Peternak Responden Pendugaan Fungsi Produksi Cobb Douglass Usahaternak Sapi Perah Peternak Kelompok I Model Pendugaan Fungsi Produksi Cobb Douglass Usahaternak Sapi Perah Peternak Kelompok I Model Pendugaan Fungsi Produksi Cobb Douglass Usahaternak Sapi Perah Peternak Kelompok I Model Pendugaan Fungsi Produksi Cobb Douglass Usahaternak Sapi Perah Peternak Kelompok II... 72

14 25. Pendugaan Fungsi Produksi Cobb Douglass Usahaternak Sapi Perah Peternak Kelompok III Sebaran Efisiensi Teknis Peternak Kelompok I, Kelompok II, dan Kelompok III Pendugaan Efek Inefisiensi Teknis Usahaternak Sapi Perah Peternak Kelompok I, Kelompok II, dan Kelompok III... 81

15 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Kurva Fungsi Produksi dan Tiga Daerah Fungsi Produksi Stochastic Frontier Efisiensi Teknis dan Alokatif (orientasi input) Efisiensi Teknis dan Alokatif (orientasi output) Kerangka Pemikiran Operasional... 29

16 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Peta Wilayah Kecamatan Pasirjambu Rata-Rata Biaya Penyusutan Peternak Kelompok I Rata-Rata Biaya Penyusutan Peternak Kelompok II Rata-Rata Biaya Penyusutan Peternak Kelompok III Output Frontier Peternak Kelompok I Output Frontier Peternak Kelompok II Output Frontier Peternak Kelompok III Kuesioner Penelitian Data Primer Produksi dan Penggunaan Faktor Produksi dalam 15 Hari pada Peternak Sapi Perah Kelompok I Data Primer Produksi dan Penggunaan Faktor Produksi dalam 15 Hari pada Peternak Sapi Perah Kelompok II Data Primer Produksi dan Penggunaan Faktor Produksi dalam 15 Hari pada Peternak Sapi Perah Kelompok III Dokumentasi Tempat Penelitian. 111

17 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian memiliki peranan penting bagi masyarakat di Indonesia. Di Indonesia sebagian besar penduduk miskin tinggal di pedesaan dan menggantungkan perekonomiannya di bidang pertanian. Pertanian memberikan lapangan pekerjaan bagi mereka dan secara langsung dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga setiap keluarga. Sektor pertanian masih akan terus memberikan keuntungan bagi pelakunya selama manusia masih butuh makan karena sumber pangan utama bagi manusia berasal dari hasil pertanian. Selain beras, sumber pangan bagi manusia juga bisa berasal dari protein hewani. Kebutuhan protein hewani dapat dipenuhi dari hasil sektor peternakan. Hasil-hasil peternakan berupa telur, daging, dan susu merupakan bahan makanan yang penting karena kandungan gizi yang terkandung di dalamnya dapat memenuhi kebutuhan potein hewani manusia. Peternakan memiliki peran dalam pemenuhan kebutuhan manusia dalam pangan, memberikan lapangan pekerjaan, dan meningkatkan pendapatan rumah tangga keluarga. Produksi hasil ternak di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Produksi Daging, Telur, dan Susu Tahun dalam ribu ton No Jenis *) 1. Daging 1.817, , , , ,3 2. Telur 1.051, , , , ,6 3. Susu 536,0 616,5 567,7 647,0 679,3 Keterangan : *) Angka sementara Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan (2009) Kebutuhan manusia akan produk peternakan seperti daging dan susu terus meningkat. Kondisi ini terutama karena terus meningkatnya populasi penduduk di Indonesia. Selain itu kesadaran manusia akan kebutuhan pangan yang bergizi juga meningkat terutama yang berasal dari produk peternakan. Hal ini menunjukkan bahwa sektor peternakan memiliki peluang yang besar untuk dikembangkan. Manusia membutuhkan berbagai macam zat gizi. Salah satu zat gizi manusia yang harus tercukupi kebutuhannya adalah protein. Hasil ternak yang

18 dapat menghasilkan protein tertinggi adalah susu sapi. Sapi perah merupakan hewan ternak yang dapat mengubah pakan menjadi protein tertinggi yang terkandung dalam susunya (Sudono 2005). Efisiensi berbagai jenis hewan ternak dalam mengubah pakan menjadi protein hewani dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Efisiensi berbagai jenis hewan ternak dalam mengubah pakan menjadi protein hewani No Jenis Ternak Persentase Efisiensi pada Protein (%) 1. Sapi Perah 33,6 2. Ayam Broiler 16,7 3. Ayam Petelur 15,6 4. Babi 12,7 5. Kalkun 12,3 6. Sapi Pedaging 8,5 7. Biri-Biri 5,4 Sumber: Esminger, M.E., Dairy Cattle Science, 1971 diacu dalam Sudono, 2005 Perbandingan yang sangat jauh terjadi apabila kita lihat tingkat konsumsi susu Indonesia dengan Kamboja, Malaysia, Singapura, dan India yang merupakan negara-negara tetangga kita di Asia. Tingkat konsumsi susu Indonesia pada tahun 2003 hanya 6,5 kg/kapita/tahun hanya separo dari Kamboja yaitu 12,5 kg/kapita/tahun, Malaysia yang saat itu telah mencapai 23 kg/kapita/tahun sementara Singapura 26 kg/kapita/tahun, India sudah mencapai 75 kg/kapita/tahun. Tahun 2007 disebutkan bahwa konsumsi susu di Indonesia saat itu telah mencapai 11 kg/kapita/tahun 1. Walaupun tingkat konsumsi susu masyarakat Indonesia masih lebih rendah dibandingkan dengan negara Asia lainnya, permintaan susu segar tidak sepenuhnya dipenuhi oleh susu segar dalam negeri. Menurut Dirjen Peternakan (2007) seperti ditunjukkan pada Tabel 3, konsumsi susu di Indonesia tahun 2007 mencapai ton. Seiring dengan semakin tingginya pendapatan masyarakat yang diikuti dengan peningkatan kesadaran akan kesehatan serta semakin bertambahnya jumlah penduduk 1 Nugroho, Widagdo Sri Profil Produksi dan Konsumsi Susu Indonesia. [22 Februari 2011]

19 Indonesia, dapat dipastikan bahwa konsumsi produk-produk susu oleh penduduk Indonesia akan terus meningkat. Tabel 3. Konsumsi Susu di Indonesia Tahun Konsumsi (ton) * Keterangan : * Angka sementara Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan, 2007 Namun pada kenyataannya, produksi susu dalam negeri baru mencapai sekitar 567,7 ribu ton (Badang Pusat Statistik, 2009). Produksi ini hanya dapat memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri sebesar 26 persen dari kebutuhan nasional, sehingga harus mengimpor susu dan produk olahannya dari luar negeri sebesar 74 persen. Produksi susu dalam negeri sebagian besar (91%) dihasilkan oleh usaha rakyat dengan skala usaha 1-3 ekor sapi perah per peternak. 2 Populasi sapi perah yang ditunjukkan pada Tabel 4, belum mampu mencukupi kebutuhan konsumsi susu segar dalam negeri. Hal ini menunjukkan masih adanya kesenjangan antara antara konsumsi susu dalam negeri dan supply susu dalam negeri yang menyebabkan Indonesia masih harus mengimpor susu. Laju impor susu masih terbilang tinggi. Dalam setahun, nilai impor susu Indonesia mencapai sekitar US$ 600 juta. Data Badan Pusat Statistik (BPS) juga menunjukkan, tingginya impor susu. Menurut BPS, impor susu selama Januari- November 2010 mencapai ton, kebanyakan berasal dari Selandia Baru, Amerika Serikat, Australia, Perancis dan Belanda. 3 Adanya kesenjangan antara konsumsi dalam negeri dan supply dalam negeri memberikan peluang untuk terus meningkatkan produksi susu dalam negeri. Untuk menekan impor, satu-satunya cara adalah dengan meningkatkan produksi susu dalam negeri. Apabila produksi susu dalam negeri tidak meningkat, 2 Daryanto, Arief Peningkatan Dayasaing Industri Peternakan. PT. Permata Wacana Lestari: Jakarta 3

20 maka volume impor pun tidak akan menurun. Permasalahan dalam rendahnya produksi susu pada peternak sapi perah rakyat merupakan permasalahan yang sudah sering dijumpai. Tabel 4. Populasi Sapi Perah di Indonesia Tahun (Per Provinsi) No Provinsi Populasi Sapi (ekor) *) 1. NAD Sumut Sumbar Sumsel Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jabar Jateng DI Yogyakarta Jatim Bali Kalbar Kalsel Sulsel Papua Babel Banten Gorontalo Sulbar Jumlah Total Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan (2009) Keterangan : *) Angka sementara Rendahnya produksi susu dalam negeri antara lain disebabkan oleh terbatasnya bibit unggul sapi perah, masih rendahnya teknologi yang diterapkan

21 oleh peternak, serta tidak adanya pakan yang berkualitas. Berbagai macam solusi sudah pernah ditawarkan. Salah satunya adalah dengan cara menambah jumlah populasi sapi. Tambahan sapi yang dibutuhkan adalah sekitar ekor sapi per tahun. Namun, sampai saat ini populasi sapi tidak bertambah secara signifikan. Pada tahun 2010 impor sapi perah hanya sebanyak Beberapa hasil penelitian membuktikan, bahwa pemberian pakan dengan kecukupan energi dan protein menyebabkan ternak cepat tumbuh, umur kawin dan beranak pertama akan lebih pendek (Vandepalssche,1982 dalam Mariyono, dkk, 1995). Apabila umur kawin sapi lebih pendek maka sapi pun akan lebih cepat menghasilkan susu. Selain itu kesehatan sapi yang terjaga akan menyebabkan produktivitas susu yang meningkat. Pada umumnya variasi dalam produksi susu pada beberapa peternakan sapi perah disebabkan oleh perbedaan dalam makanan dan tata laksananya (Sudono 1986). Selama ini rata-rata produktivitas susu nasional sekitar liter per ekor per hari. Oleh karena itu perlu adanya manajemen pakan yang baik Perumusan Masalah Kabupaten Bandung memiliki populasi sapi perah terbesar di Jawa Barat, yaitu sebanyak (Direktorat Jenderal Peternakan, 2009). Sementara itu, Koperasi Aneka Usaha Mitra Mandiri (KAUM-Mandiri) di Kecamatan Pasirjambu merupakan salah satu koperasi penghasil susu segar. Selain daerah Lembang, daerah Pasirjambu juga berpotensi untuk dikembangkan sebagai sentra peternakan sapi perah karena memiliki sekitar peternak rakyat sapi perah dan didukung oleh sumber daya yang melimpah. Kecamatan Pasirjambu memiliki keunggulan wilayah terkait potensi agribisnis peternakan sapi perah, baik kondisi alam dan budaya masyarakatnya. Temperatur udara rata-rata tahunan sebesar 21,5 C. Temperatur terendah terjadi pada bulan Januari sebesar 20,5 C dan temeratur tertinggi sebesar 22,5 C. Topografi Kecamatan Pasirjambu merupakan daerah dengan topografi relatif bergelombang dan sedikit datar. Daerah ini terletak pada ketinggian kurang lebih meter di atas permukaan air laut. 4 Loc.cit

22 Semenjak tahun 1982 Kecamatan Pasirjambu memiliki satu koperasi khusus yang menampung susu segar dari peternak sapi perah yaitu KUD Pasirjambu. Pada zaman tersebut KUD Pasirjambu berkembang secara pesat. Namun karena tidak adanya manajemen yang baik akhirnya pada tahun 2003 KUD Pasirjambu bangkrut dan meninggalkan hutang kepada para peternak. Semenjak jatuhnya KUD Pasirjambu, di Kecamatan Pasirjambu bermunculan koperasi-koperasi susu atau perusahaan pengumpul susu. Sekarang, terdapat tiga koperasi dan satu milk collector. Salah satu koperasi yaitu KAUM Mandiri yang menjadi tempat penelitian, memiliki anggota 600 peternak yang berasal dari Kecamatan Pasirjambu. KAUM Mandiri ini mengumpulkan semua susu segar hasil perahan para peternak dan memasoknya kepada satu perusahaan dairy yaitu Danone Dairy Indonesia (DDI). Dengan adanya kerjasama antara koperasi dengan Industri Pengolahan Susu (IPS), harga yang dibayarkan untuk satu liter susunya tergantung dari kualitas susu yang dihasilkan. Namun, harga susu yang diterima oleh peternak ditentukan oleh sistem tawar menawar antara peternak dengan pihak koperasi. Pendapatan peternak ditentukan oleh produksi susu yang dihasilkan sapi perah yang dimiliki. Produksi susu sapi yang dihasilkan bergantung dari beberapa faktor produksi yang berhubungan dengan usahaternak sapi perah. Penggunaan faktorfaktor produksi ini dapat mempengaruhi produksi susu sapi. Penggunaan faktorfaktor produksi yang optimal dapat meningkatkan produksi susu sapi. Peternak sapi di Kecamatan Pasirjambu masih tergolong peternakan rakyat. Mereka hanya menggunakan peralatan seadanya untuk budidaya sapi perah. Dapat dilihat dari bentuk kandangnya yang masih sederhana dan tidak adanya penggunaan teknologi dalam pemerahan susu sapinya. Selain itu, skala usaha yang masih rendah dilihat dari kepemilikan sapi yang rata-rata hanya memiliki satu sampai dua sapi laktasi. Hal ini dikarenakan pengetahuan peternak yang masih rendah terhadap budidaya sapi perah yang modern serta tidak adanya modal untuk meningkatkan skala usaha mereka. Pengetahuan peternak yang masih rendah mengenai budidaya sapi perah ini mengakibatkan manajemen budidaya sapi perah yang tidak optimal. Mereka hanya menggunakan sumber daya yang ada dan terbatas untuk melaksanakan

23 budidaya sapi perah. Hal ini mengakibatkan kualitas susu yang tidak baik. Susu yang dihasilkan hanya mengandung protein sebanyak 2,5 persen padahal yang dibutuhkan adalah lebih dari 2,7 persen. Protein yang rendah ini akan mempengaruhi harga jual susu sapi. Dampak lain dari manajemen budidaya yang masih rendah adalah kuantitas susu yang dihasilkan sedikit sehingga penghasilan yang didapat pun juga sedikit. Sapi perah di Kecamatan Pasirjambu rata-rata menghasilkan susu sebanyak 10 liter. Produksi ini masih terbilang sedikit dibandingkan dengan produksi susu sapi di daerah Lembang yang bisa mencapai 15 liter per hari (Anisa 2008). Manajemen budidaya yang tidak baik pun menyebabkan kesehatan sapi dalam jangka panjang akan semakin menurun. Kesehatan sapi yang semakin menurun akan mempengaruhi produktivitas susudan daya reproduksinya. Apabila sapi sudah tidak dapat bereproduksi dengan baik yaitu setiap satu tahun sekali bisa menghasilkan anak, penghasilan peternak pun otomatis akan berkurang. Peternak jadi terlambat untuk mendapatkan bibit sehingga anak yang seharusnya dilahirkan tidak dapat dijual atau dipelihara untuk dijadikan bibit. Selain itu apabila sapi tidak dapat bereproduksi dengan baik dan tidak dapat melahirkan anak, maka susu yang dihasilkan pun tidak akan sebanyak susu yang dihasilkan pada saat setelah sapi melahirkan. Salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas susu sapi yang dapat dikontrol oleh peternak adalah pakan. Peternak dapat melakukan manajemen pakan terhadap sapinya. Mulai dari cara pemberiannya, jenis pakan yang diberikan, dan jumlah pakan yang diberikan. Selama ini pakan yang digunakan hanya mampu menghasilkan susu dengan rata-rata 10 liter/hari. Pakan yang digunakan oleh peternak adalah pakan hijauan dan konsentrat. Pakan konsentrat utama yang digunakan oleh peternak pada umumnya adalah pakan yang dikenal dengan nama HBM. Pakan merupakan input utama dalam usahaternak sapi perah yang berpengaruh terhadap produktifitas. Jika pakan yang digunakan baik maka produktifitas susu juga baik. Sekarang ini, perusahaan IPS yang menerima pasokan susu dari anggota KAUM mandiri bekerjasama dengan sebuah perusahaan pakan yaitu PT. Cargill

24 Indonesia untuk membuatkan pakan baru yang berkualitas dan dapat meningkatkan produksi serta kualitas susu. Sebagai konsumen atau pembeli, perusahaan IPS menginginkan produk susu yang berkualitas. Maka perusahaan menawarkan kepada peternak anggota koperasi KAUM Mandiri untuk menggunakan pakan baru ini untuk meningkatkan produksi dan kualitas susu yang dihasilkan. Setelah melalui proses penyuluhan dan pembinaan sudah ada beberapa peternak yang beralih menggunakan pakan yang baru. Berdasarkan permasalahan yang ada di atas maka dapat disimpulkan bahwa permasalahan yang dapat diteliti adalah sebagai berikut: 1. Apakah perubahan penggunaan pakan yang dilakukan oleh peternak dari pakan lama ke pakan baru dapat meningkatkan pendapatan peternak? 2. Apakah dengan adanya perubahan penggunaan pakan akan berpengaruh terhadap tingkat efisiensi teknis usahaternak sapi perah? 3. Faktor-faktor apa saja yang mempengarahi efisiensi teknis usahaternak sapi perah? 1.3 Tujuan Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Menganalisis perubahan penggunaan pakan yang dilakukan oleh peternak dari pakan lama ke pakan baru terhadap peningkatan pendapatan peternak. 2. Menganalisis tingkat efisiensi teknis usahaternak sapi perah. 3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis usahaternak sapi perah. 1.4 Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi : 1. Peternak sapi perah di Kecamatan Pasirjambu sebagai bahan masukan dan tambahan informasi dalam upaya peningkatan produktivitas dan pendapatan usahaternak pada pengelolaan usahaternak sapi perah. 2. Pemerintah daerah sebagai tambahan informasi dan masukan dalam upaya penyusunan strategi dan kebijakan peternakan yang lebih baik dan peningkatan kesejahteraan para peternak sapi perah di Kecamatan Pasirjambu.

25 3. Sebagai informasi bagi para peneliti yang akan melakukan penelitian lebih lanjut pada bidang yang sama. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian ini dilakukan dalam lingkup regional yaitu peternak anggota Koperasi KAUM Mandiri Kecamatan Pasirjambu, Bandung, Jawa Barat. Komoditas yang akan diteliti adalah susu sapi. Peternak yang akan dijadikan contoh dalam penelitian ini adalah peternak yang menggunakan pakan baru, peternak yang menggunakan pakan lama, serta peternak yang menggunakan campuran antara pakan baru dan pakan lama. Analisis kajian ini dibatasi untuk melihat pendapatan usahaternak sapi perah antara peternak yang menggunakan pakan lama, peternak yang menggunakan pakan baru, dan peternak yang menggunakan campuran antara pakan baru dan pakan lama. Selain itu untuk melihat faktor produksi apa saja yang mempengaruhi produksi susu sapi digunakan analisis fungsi produksi Stochastic Production Frontier Cobb Douglas. Selain itu dihitung pula tingkat efisiensi teknis untuk setiap peternak yang menggunakan pakan lama, pakan baru, serta campuran antara pakan lama dan pakan baru.

26 II TINJAUAN PUSTAKA Penelitian mengenai analisis pendapatan dan efisiensi usahatani atau usahaternak sudah cukup banyak dilakukan. Pada umumnya tujuan penelitipeneliti yang mengkaji penelitian mengenai analisis pendapatan dan efisiensi teknis usahatani adalah untuk (1) mengetahui tingkat pendapatan usahatani yang dilakukan, (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani, (3) menganalisis tingkat efisiensi teknis usahatani yang dilakukan. Terdapat beberapa penelitian terdahulu baik yang terkait dengan analisis pendapatan dan/atau analisis efisiensi teknis pada usahatani maupun pada usahaternak sapi perah. Beberapa penelitian tersebut diantaranya adalah sebagai berikut: 2.1. Tinjauan Empiris Manajemen Pakan pada Sapi Perah Dalam penelitian Siregar, dkk (1994) yang meneliti tentang penambahan pemberian konsentrat pada sapi perah laktasi dalam upaya peningkatan keuntungan usahatani sapi perah di daerah garut, Jawa Barat. Penembahan pemberian konsentrat pada sapi-sapi perah laktasi dalam upaya peningktan keuntungan usahatani sapi perah, telah dilakukan di daerah Garut. Penelitian dilakukan pada peternak-petaernak dengan menggunakan 10 ekor sapi perah laktasi yang telah diperah sekitar 3-5 bulan. Sapi-sapi tersebut dibagi dalam dua kelompok dengan masing-masing kelompok terdiri dari 10 ekor sapi. Perlakuan yang diberikan berupa penambahan pemberian konsentrat sebanyak 3 kg/ekor/hari terhadap pakan yang biasa diberikan peternak. Penambahan pemberian konsentrat tersebut berakibat pada peningkatan produksi susu rata-rata harian dengan sangat nyata (p<0,01). Apabila diperhitungkan terhadap biaya penambahan konsentrat tersebut, ternyata penambahan pemberian konsentrat pada sapi-sapi perah laktasi di daerah Garut memberikan dampak ekonomis karena dapat meningkatkan keuntungan usahatani sapi perah. Peternak mendapatkan keuntungan sebesar Rp 685,231 ekor/hari. Penambahan tersebut dapat pula meninkatkan kandungan lemak susu dan bahan kering tiada lemak secara nyata (p<0,05), sedangkan berat jenis susu tidak mengalami perubahan yang nyata (p.0,05). Penelitian Mariyono, dkk (1995) untuk mengetahui pengaruh perbaikan tatalaksana pemeliharaan sapi perah dara (khususnya aspek pakan) terhadap

27 tampilan produktivitas dan efisiensi ekonomis ditingkat peternakan rakyat., telah dilaksanakan secara on farm di daerah dataran tinggi, yaitu di Desa Tlogosari dan Gendro, Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan. Dua puluh sembilan ekor sapi perah dara milik peternak (umur 9-13 bulan) dibedakan ke dalam dua kelompok perlakuan pemberian pakan, yaitu kelompok yang mendapatkan tambahan pakan berupa konsentrat sebanyak 1,5-1,6 kg/ekor/hari dan kelompok kontrol: yaitu sapi-sapi yang memperoleh pakan sesuai dengan kondisi pemeliharaan peternak rakyat. Parameter yang diamati meliputi konsumsi pakan, pertambahan berat badan, perubahan harga ternak, umur dan berat badan pada saat pubertas. Data yang diperoleh dianalisis denagn uji-t. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa perlakuan penambahan konsentrat sebanyak 1,5-1,6 kg/ekor/hari pada ransum yang telah umum diberikan terhadap sapi perah dara dalam kondisi usaha peternakan rakyat secara nyata (P<0,05) dapat meningkatkan pertambahan berat badan dan mempercepat umur pubertas dibandingkan perlakuan kontrol; sedangkan keuntungan ekonomis dari pertambahan harga ternak tidak berbeda nyata. Namun penambahan berat badan merupakan salah satu faktor penunjang produksi susu. Oleh karena itu perlakuan pemberian konsentrat dalam pertumbuhan sapi dara sangat dianjurkan terutama bagi sapi-sapi yang akan digunakan sebagai ternak pengganti (replacement stock) di dalam usaha peternakannya. 2.2 Kajian Empiris Usahaternak Sapi Perah Penelitian Alpian (2010) dengan judul Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Susu dan Pendapatan Peternak Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang menjelaskan bahwa faktor-faktor produktivitas yang mempuanyai pengaruh nyata terhadap produktivitas susu sapi perah yaitu hijauan, konsentrat, ampas tahu, dan tenaga kerja. Faktor-faktor pendapatan responden sapi perah yang mempunyai pengaruh nyata terhadap pendapatan responden yiatu harga hijauan, harga konsumen, harga ampas tahu, harga vaselin, biaya kesehatan hewan, upah tenaga kerja, dan harga jual susu. Persentase biaya pembelian konsentrat dari seluruh biaya tunai yang dikeluarkan oleh peternak mencapai 51,15%. Biaya yang dikeluarkan untuk pembelian

28 konsentrat adalah yang paling besar. Rata- rata pendapatan peternak atas biaya total adalah Rp ,74 per tahun pada tahun Khaidar (2009) melakukan penelitian mengenai pendapatan usahaternak sapi perah anggota KPS Bogor di Kelurahan Kebon Pedes dan KUNAK Cibungbulang, menganalisis tingkat kelayakan harga susu koperasi bagi peternak, menganalisis tingkat kepuasan anggota aktif terhadap pelayanan koperasi. Hasil penelitian Khaidar menunjukkan bahwa pada usahaternak skala satu sampai sembilan ekor, pendapatan terbesar diterima oleh peternak yang melakukan diversifikasi penjualan ke koperasi dan ke luar koperasi. Pada usahaternak dengan skala kepemilikan di atas 9 ekor, nilai pendapatan dan R/C peternak yang menjual susu ke koperasi dan ke luar koperasi juga lebih tinggi dari peternak yang hanya menjual susu ke koperasi. Analisis kelayakan harga susu menunjukkan bahwa harga yang diterima peternak anggota hanya layak bagi peternak dengan skala kepemilikan di atas 9 ekor sapi perah yang menjual susu produksinya ke koperasi dan ke luar koperasi. Berdasarkan analisis tingkat kepuasan, secara umum kepuasan anggota aktif KPS Bogor di Kebon Pedes dan KUNAK Cibungbulang berada pada kriteria cukup. Hermanto (2010) melakukan penelitian tentang analisis kelayakan usaha sapi perah kelompok ternak baru Sireum di Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Analisis kelayakan finansial usaha sapi perah ini menggunakan tiga skenario. Skenario satu terdiri dari peternak usaha skala kecil dengan kepemilikan sapi perah sebanyak tiga ekor, skenario dua terdiri dari peternak skala menengah dengan kepemilikan sapi perah sebanyak tujuh ekor dan skenario tiga terdiri dari peternak skala besar dengan kepemilikan sapi perah sebanyak 20 ekor. Berdasarkan kriteria kelayakan investasi, semua skenario yang dilakukan layak untuk dijalankan. Namun, yang mengahsilkan nilai NPV paling besar adalah skenario tiga yaitu dengan NPV sebesar dengan Payback Period selama dua thaun lima bulan. Pratama (2010) melakukan penelitian untuk mengetahui daya saing dan dampak kebijkan pemerintah terhadap komoditas susu sapi perah di Kabupaten Garut. Berdasarkan hasil perhitungan melalui metode PAM (Policy Analysis Matrix), usahaternak sapi perah memiliki penerimaan privat dalam memproduksi

29 susu segar adalah Rp 787,9/liter susu dan keuntungan sosial usahaternak sapi perah oleh peternak anggota KPGS yang ditunjukkan dengan niai yaitu Rp 1.706,5/liter. Berdasarkan hasil analisis keuntungan per bulan menunjukkan bahwa usahaternak sapi perah menguntungkan baik secara finansial maupun ekonomi Kajian Empiris Analisis Efisiensi Fungsi Produksi Stochastic Frontier Maryono (2008) melakukan penelitian tentang analisis usahatani efisiensi teknis dan dan pendapatan usahatani padi program benih bersertifikast melalui pendekatan stochastic frontier. Menganalisis faktor produksi usahatani padi dengan menggunakan alat analisis untuk menduga fungsi produksi dengan menggunakan fungsi produksi linier berganda. Faktor faktor produksi yang diduga mempengengaruhi produksi padi adalah benih, urea, TSP, obat-obatan, dan tenaga kerja. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa pada masa tanam I faktor produksi urea dan tenaga kerja bernilai positif dan berpengaruh nyata terhadap produksi. Sebaliknya, koefisien jumlah benih negatif serta memiliki pengaruh nyata terhadap produksi. Sedangkan pada masa tanam II diperoleh hasil bahwa urea, obat-obatan, dan tenaga kerja bernilai positif dan berpengaruh nyata terhadap produksi. Sebaliknya koefisien jumlah benih dan TS bernilai negatif serta berpengaruh nyata terhadap produksi. Pengukuran efisiensi teknis menghasilkan bahwa rata-rata efisiensi teknis petani pada masa tanam I adalah 0,966 dan efisiensi teknis petani pada masa tanam II adalah 0,899. Dari angka tersebut menunjukkan bahwa dengan adanya program benih bersertifikat ini justru menurunkan efisiensi teknis rata-rata sebesar 6,70 persen. Hal ini dikarenakan penggunaan benih bersertifikat oleh petani tidak didukung oleh penggunaan teknologi sehingga produksi yang dihasilkan tidak optimal. Faktor-faktor yang nyata berpengaruh dalam menjelaskan inefisiensi teknis di dalam proses produksi pada masa tanam I adalah dummy bahan organik dan dummy legowo. Sedangkan pada masa tanam II adalah pengalaman, pendidikan, dan rasio penggunaan urea- TSP. Brahmana (2005) melakukan penelitian mengenai analisis pendapatan dan efisiensi teknis usahatani padi lahan kering dengan pendekatan Stochastic Frontier. Hasil estimasi parameter dari Maximum-Likelihood untuk fungsi

30 produksi Stochastic Frontier menunjukkan bahwa variabel luas lahan, benih, pupuk KCl, pupuk TSP dan tenaga kerja berpengaruh positif dan nyata pada α = 0,01 sedangkan pupuk urea berpengaruh nyata dan positif pada α = 0,10 yang berarti penambahan variabel tersebut akan menambah produksi padi secara nyata. Variabel pupuk kandang dan pestisida berpengaruh nyata dan negatif pada α = 0,01. Pengurangan penggunaan pupuk kandang dan pestisida secara nyata akan menambah produksi padi. Hal ini disebabkan pengetahuan petani dalam pemberian pupuk tersebut. Efisiensi teknis rata-rata pada usahatani padi di Desa Tanggeung adalah 0,71. Hasil estimasi model fungsi produksi menunjukkan nilai LR galat satu sisi lebih besar dari pada nilai χ 2 dengan derajat bebas 9 pada α = 0,05, yang berarti terdapat efek inefisiensi teknis pada model fungsi produksi Stochastic Frontier. Pengujian model inefisiensi teknis menunjukkan bahwa tingkat pendidikan dan pendapatan merupakan faktor yang berpengaruh nyata dan negatif terhadap inefisiensi teknis, penyuluhan berpengaruh nyata dan positif, dan umur petani berpengaruh nyata dan positif terhadap tingkat inefisiensi teknis. Pengalaman, banyaknya hari kerja petani, dan istri di luar usahatani tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat inefisiensi. Khotimah (2010) melakukan penelitian mengenai analisis efisiensi teknis dan pendapatan usahatani ubi jalar di Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan Jawa Barat : Pendekatan Stochastic Frontier. Hasil estimasi dari parameter Maximum Likelihood untuk fungsi produksi Cobb-Douglass Stochastic Frontier menunjukan bahwa variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar adalah variabel lahan, benih/lahan, tenaga kerja/lahan, pupuk P/lahan, dan pupuk K/lahan, sedangkan variabel pupuk N/lahan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar. Semua variabel yang diestimasi berpengaruh positif terhadap produksi ubi jalar. Tingkat efisiensi teknis rata-rata usahatani ubi jalar adalah 0,75 atau 75 persen dari produksi maksimum. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata dan positif terhadap efek inefisiensi teknis usahatani ubi jalar adalah variabel pengalaman, lama kerja di luar usahatani, dan status kepemilikan lahan. Variabel umur, pendidikan, dan pendapatan di luar usahatani berpengaruh negatif dan nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani ubi jalar. Sedangkan variabel penyuluhan berdampak negatif dan tidak nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani ubi jalar.

31 Podesta (2009) tentang pengaruh penggunaan benih bersertifikat terhadap efisiensi dan pandapatan usahatani padi pandan wangi di Kabupaten Cianjur menggunakan pendekatan Cobb-Douglas Stochastic Frontier. Hasil fungsi produksi Stochastic Frontier menunjukan pada usahatani benih bersertifikat faktor produksi yang berpengaruh hanya pupuk P, sedangkan pada usahatani non sertifikat hanya variabel tenaga kerja yang berpengaruh nyata. Hasil analisis fungsi produksi dan efisiensi menunjukkan bahwa petani benih sertifikat lebih efisien secara teknis daripada petani benih non sertifikat. Hal ini tercermin dari nilai rata-rata efisiensi teknis yang lebih besar dari 0,7. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah terletak pada objek penelitian, tempat penelitian, dan hasil dalam peneletian. Adapun persamaannya adalah terletak pada tujuan peneltian dalam menganalisis tingkat pendapatan dan efisiensi teknis serta penggunaan alat analisis efisiensi teknis yaitu dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas Stochastic Frontier. Dengan mempelajari penelitian terdahulu diharapkan peneliti memiliki gambaran bagaimana hasil penelitian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat pendapatan dan efisiensi teknis usahaternak sapi perah pada anggota KAUM-Mandiri, Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

32 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Usahatani Menurut Suratiyah (2006), ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin. Menurut Soekardono (2009), usahatani dapat dibedakan antara usahatani besar dan usahatani kecil. Usahatani besar atau juga disebut usahatani komersial adalah usahatani yang telah menggunakan prinsip ekonomi perusahaan dalam pengelolaannya. Prinsip-prinsip tersebut berkaitan dengan pencapaian tujuan perusahaan, yiatu memperoleh keuntungan maksimum. Usahatani kecil umumnya tidak menggunakan prinsip ekonomi perusahaan tetapi lebih menggunakan prinsip teknik produksi untuk mencapai produksi yang maksimum Konsep Pendapatan Usahatani Menurut Soekartawi (1986), banyak istilah yang digunakan untuk menyatakan ukuran pendapatan dan keuntungan usahatani, tetapi kadang-kadang membingungkan karena tidak jelasnya penggunaan istilah. Oleh karena itu uraian berikut akan menjelaskan penggunaan beberapa istilah dan artinya. 1. Pendapatan Kotor usahatani adalah ukuran hasil perolehan total sumberdaya yang digunakan dalam usahatani. Istilah lain untuk pendapatan kotor usahatani adalah nilai produksi atau penerimaan kotor usahatani. Nisbah seperti pendapatan kotor per hektar atau per unit kerja dapat dihitung untuk menunjukkan intensitas operasi usahatani. 2. Pendapatan kotor tunai didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani. Pendatan tunai usahatani tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani yang berbentuk benda dan yang dikonsumsi.

33 3. Pendapatan kotor tidak tunai merupakan pendapatan bukan dalam bentuk uang, seperti hasi panen yang dikonsumsi, digunakan untuk bibit atau makanan ternak, digunakan untuk pembayaran, disimpan digudang dan menerima pembayaran dalam bentuk benda. 4. Pengeluaran total usahatani didefinisikan sebagai nilai semua input yang habis terpakai atau dikeluarkan didalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani. Pengeluaran usahatani mencakup pengeluaran tunai dan tidak tunai. 5. Pengeluaran tunai adalah pengeluaran berdasarkan nilai uang. Jadi segala keluaran untuk keperluan usahatani yang dibayar dalam bentuk benda tidak termasuk dalam pengeluaran tunai. 6. Pengeluaran tidak tunai adalah nilai semua input yang digunakan namun bukan dalam bentuk uang. Contoh keluaran ini adalah nilai barang dan jasa untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan benda atau berdasarkan kredit. 7. Selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan total pengeluaran usahatani disebut pendapatan bersih usahatani. Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani akibat dari penggunaan faktor-faktor produksi. 8. Untuk mengukur atau menilai penampilan usahatani kecil adalah dengan penghasilan bersih usahatani. Ukuran ini diperoleh dari hasil pengurangan antara pendapatan bersih dengan bunga yang dibayarkan kepada modal pinjaman, biaya yang diperhitungkan dan penyusutan. Bentuk penerimaan tunai dapat menggambarkan tingkat kemajuan ekonomi usahatani dalam spesilaisasi dan pembagian kerja. Besarnya pendapatan tunai atau proporsi penerimaan tunai dari total penerimaan yang masuk dapat digunakan untuk perbandingan keberhasilan petani satu terhadap yang lainnya (Hernanto, 1991). Menurut Hernanto (1996) bentuk keperluan analisis pendapatan petani diperlukan empat unsur, yaitu: (1) rata-rata inventaris, (2) penerimaan usahatani, (3) pengeluaran usahatani, dan (4) penerimaan dari berbagai sumber. Keadaan rata-rata inventaris adalah jumlah nilai inventaris awal ditambah nilai inventaris akhir dibagi dua. Untuk menilai aset benda pada usahatani dapat dilakukan

34 dengan: harga pembelian, nilai penjualan setelah waktu tertentu, nilai penjualan pada saat pencatatan atau perhitungan, dan harga pembelian dikurangi dengan penyusutan. Penerimaan usahatani, yaitu penerimaan dari semua sumber usahatani yang meliputi: jumlah penambahan inventaris, nilai penjualan hasil, dan nilai pengunaan rumah serta barang yang dikonsumsi. Pengeluaran usahatani adalah semua biaya operasional dengan tanoa memperhitungkan bunga dari modal usahatani dan nilai kerja pengolahan usahatani. Pengeluaran meliputi: pengeluaran tunai, penyusutan benda fisik, pengurangan nilai inventaris, dan nilai tenaga kerja yang tidak dibayar Konsep Fungsi Produksi Fungsi produksi menggambarkan hubungan teknis antara input-output dari proses produksi (Doll dan Orazem 1984). Input-input seperti tanah, pupuk, tenaga kerja, modal, iklim dan sebagainya mempengaruhi besar kecilnya produksi yang diperoleh. Jika misalnya Y adalah produksi/output dan Xi adalah input ke-i, maka besar kecilnya Y juga tergantung dari besar kecilnya X 1, X 2, X 3,.X m yang digunakan. Hubungan X dan Y secara aljabar dapat ditulis sebagai berikut : Y = f (X 1, X 2, X 3,.X m ) Dimana : Y = produksi/output X 1, X 2, X 3,.X m = input Produksi yang dihasilkan dapat diduga dengan mengetahui berapa jumlah input yang digunakan dalam proses produksi. Selanjutnya fungsi produksi tersebut dapat dimanfaatkan untuk menentukan kombinasi input yang terbaik terhadap suatu proses produksi. Meskipun demikian, hal tersebut sulit untuk dilakukan mengingat informasi yang diperoleh dari analisis fungsi produksi tidak sempurna. Soekartawi (1990) menjelaskan biasanya petani menemui kesulitan untuk menentukan kombinasi tersebut karena : 1) Adanya faktor ketidaktentuan mengenai cuaca, hama dan penyakit tanaman. 2) Data yang digunakan untuk melakukan pendugaan fungsi produksi mungkin tidak benar.

35 3) Pendugaan fungsi produksi hanya dapat diartikan sebagai gambaran rata-rata suatu pengamatan. 4) Data harga dan biaya yang diluangkan (opportunity cost) mungkin tidak dapat diketahui secara pasti. 5) Setiap petani dan usahataninya mempunyai sifat yang khusus. Persyaratan yang diperlukan untuk mendapatkan fungsi produksi yang baik adalah : (1) terjadi hubungan yang logik dan benar antara variabel yang dijelaskan dengan variabel yang menjelaskan, dan (2) parameter statistik dari parameter yang diduga memenuhi persyaratan untuk dapat disebut parameter yang mempunyai derajat ketelitian yang tinggi. Fungsi produksi melukiskan hubungan antara konsep Average Physical Product (APP) dengan Marginal Physical Productivity (MPP) yang disebut kurva Total Physical Product (TPP) (Beattie dan Taylor, 1985). APP menunjukan kuantitas output produk yang dihasilkan. Dimana : APP = Average Physical Product Y = output X = input Sedangkan MPP mengukur banyaknya penambahan atau pengurangan total output dari penambahan input. Dimana : MPP = Marginal Physical Productivity dy = perubahan output dx = perubahan input Fungsi produksi klasik dapat dibagi menjadi tiga daerah, yang masingmasingnya penting dalam segi penggunaan efisiensi sumber daya. Tiga daerah produksi tersebut yaitu peningkatan APP mencapai maksimum, penurunan MPP di bawah APP ketika MPP positif, penurunan APP ketika MPP negatif. Daerah-

36 daerah tersebut dibedakan berdasarkan elastisitas produksi, yaitu perubahan produk yang dihasilkan karena perubahan faktor produksi yang digunakan (Doll dan Orazem, 1984). Pada Gambar 1, daerah-daerah tersebut ditunjukan oleh daerah I, daerah II, dan daerah III. Daerah I terletak diantara 0 dan X 2 dengan nilai elastisitas yang lebih besar dari satu (ε > 1), artinya bahwa setiap penambahan faktor produksi sebesar satu satuan, akan menyebabkan pertambahan produksi yang lebih besar dari satu satuan. Kondisi ini terjadi ketika MPP lebih besar dari APP. Pada kondisi ini, keuntungan maksimum belum tercapai karena produksi masih dapat diperbesar dengan menggunakan faktor produksi yang lebih banyak. Daerah I disebut juga sebagai daerah irrasional atau inefisien. Daerah II terletak antara X 2 dan X 3 dengan nilai elastisitas produksi yang berkisar antara nol dan satu (0 < ε < 1). Hal ini menunjukan bahwa setiap penambahan input sebesar satu satuan akan meningkatkan produksi paling besar satu satuan dan paling kecil nol satuan. Daerah ini menunjukan tingkat produksi memenuhi syarat keharusan tercapainya keuntungan maksimum. Daerah ini dicirikan dengan penambahan hasil produksi yang semakin menurun (diminishing return). Pada tingkat tertentu dari penggunaan faktor-faktor produksi di daerah ini akan memberikan keuntungan maksimum. Hal ini menunjukan penggunaan faktor-faktor produksi telah optimal sehingga daerah ini disebut daerah rasional atau efisien (rational region atau rational stage of production). Daerah III merupakan daerah yang dengan nilai elastisitas lebih kecil dari nol (ε < 0) yang terjadi ketika MPP bernilai negatif yang berarti bahwa setiap penambahan satu satuan input akan menyebabkan penurunan produksi. Penggunaan faktor produksi di daerah ini sudah tidak efisien sehingga disebut daerah irrasional (irrational region atau irrational stage of production).

37 output Produk Total (TP) input output Produk Rata-Rata (APP) 0 X1 Produk Marjinal (MPP) Gambar 1. Kurva Fungsi Produksi dan Tiga Daerah Fungsi Sumber : Beattie dan Taylor (1985) X2 X3 input Konsep Produksi Stochastic Frontier Menurut Seinford dan Trail (1990) diacu dalam Battese dan Coelli (1998) terdapat dua metode pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi relatif suatu usahatani. Metode pertama, pendekatan stochastic frontier

38 berkaitan dengan pengukuran kesalahan acak dimana keluaran dari usahatani merupakan fungsi dari faktor produksi, kesalahan acak dan inefisiensi. Sedangkan metode yang kedua, teknik linear programming (Data Envelopment Analysis, DEA) tidak mempetimbangkan adanya kesalahan acak sehingga efisiensi teknis dapat menjadi bias. Menurut Aigner et al. (1997) dan Broeck dan Meeusen (1997), diacu dalam Coelli et al. (1998) dalam fungi produksi stochastic frontier terdapat penambahan random error, v i, serta non negatif variabel acak, u i, yang secara matematis dapat ditulis sebagai berikut : y i = x i β + v i u i i = 1,2,3, N dimana : y i x i β v i u i = produksi yang dihasilkan peternak pada waktu ke-t = vektor masukan yang digunakan peternak pada waktu ke-t = vektor parameter yag akan diestimasi = variabel acak yang berkaitan dengan faktor eksternal (iklim, hama) sebarannya simetris dan menyebar normal (vi ~ N (0, ζ 2 v )) = variabel acak non negatif yang diasumsikan mempengaruhi tingkat inefisiensi teknis dan berkaitan dengan faktor internal dengan sebaran bersifat setengah normal (ui ~ N (0, ζ 2 v ) ) Random error, vi, dihitung untuk mengukur error dan faktor random lain seperti efek cuaca, kesalahan, keberuntungan, dan lain-lain, di dalam nilai variabel output, yang secara bersamaan dengan efek kombinasi dari variabel input yang tidak terdefinisi dalam suatu fungsi produksi. Aigner et al. (1997), diacu dalam Coelli et al. (1998), v i s merupakan variabel normal acak yang terdistribusi secara bebas dan identik (independent and identically distributed, i.i.d) dengan rataan nol dan ragamnya konstan, ζ 2 v, variabel bebas, u i s, diasumsikan sebagai i.i.d eksponensial atau variabel acak setengah normal. Variabel u i berfungsi untuk menangkap inefisiensi teknis. Model yang dinyatakan dalam persamaan di atas disebut sebagai fungsi produksi stochastic frontier karena nilai output dibatasi oleh variabel acak (stochastic) yaitu nilai harapan dari x i β + v i atau exp (x i β + v i ). Random error bisa

39 bernilai positif dan negatif dan begitu juga output stochastic frontier bervariasi sekitar bagian tertentu dari model frontier, exp (x i β). Struktur dasar dari model stochastic frontier digambarkan seperti Gambar 2. Sumbu x mewakili input sedangkan sumbu y mewakili output. Komponen deterministik dari model frontier, Y = exp (xiβ), digambarkan dengan asumsi bahwa berlaku hukum diminishing return to scale. Penjelasan Gambar 2 adalah terdapat dua peternak yaitu peternak i dan peternak j. Peternak i menggunakan input sebesar x i dan menghasilkan output y i. Nilai dari output stochastic frontier adalah y i, melampaui nilai fungsi produksi yaitu f(x i ;β). Hal ini dapat terjadi karena aktifitas produksi peternak i dipengaruhi oleh kondisi yang menguntungkan dimana variabel v i bernilai positif. Sementara itu peternak ke-j menggunakan input sebesar x j dan memproduksi y j berada di bawah fungsi produksi karena aktifitas produksi peternak j dipengaruhi oleh kondisi yang tidak menguntungkan dimana v j bernilai negatif. Output stochastic frontier tidak dapat diamati karena nilai random error tidak teramati. Bagian deterministik dari model stochastic frontier terlihat diantara ouput stochastic frontier. Output yang diamati dapat menjadi lebih besar dari bagian deterministik dari frontier apabila random error yang sesuai lebih besar dari efek inefisiensinya (misalnya y j > exp (x j β) jika v j > u j ) (Coelli et al. 1998). y Frontier output (y i *), exp (x i β + v i), jika v i >0 X X y i y j X X Frontier output (y j *), exp (x j β + v j), jika v j <0 Gambar 2. Fungsi Produksi Stochastic Frontier Sumber : Coelli et al (1998) x i x j x

40 3.1.5 Konsep Efisiensi dan Inefisiensi Tujuan dari produksi tidak hanya melihat seberapa besar output yang dihasilkan melainkan juga efisiensi dari sisi penggunaan input. Suatu metode dapat dikatakan lebih efisien apabila menggunakan sejumlah input yang sama namun memberikan hasil yang lebih banyak atau dengan menggunakan input yang lebih sedikit namun memberikan output yang sama banyaknya dengan asumsi harga input dan output sama dikedua metodenya. Tujuan petani dalam mengelola lahannya adalah untuk meningkatkan produksi dan memperoleh keuntungan. Seorang petani yang rasional dalam proses pengambilan keputusan usahatani akan bersedia menggunakan input selama nilai tambah yang dihasilkan oleh tambahan input tersebut sama atau lebih besar dengan tambahan biaya yang diakibatkan oleh tambahan input tersebut. Dengan kondisi yang ada, beragam upaya untuk melihat tambahan produktivitas yang dapat dihasilkan dengan penggunaan input yang lebih efisien pada tingkat teknologi yang given. Efisiensi merupakan perbandingan antara output dan input yang digunakan dalam proses produksi. Soekartawi (2002) menjelaskan bahwa terdapat berbagai konsep efisiensi yaitu efisiensi teknis (technical efficiency), efisiensi harga (price/allocative efficiency) dan efisiensi ekonomis (economic efficiency). Efisiensi teknis ditujukan dengan pengalokasian faktor produksi sedemikian rupa sehingga produksi yang tinggi dapat dicapai. Efisiensi harga dapat tercapai jika petani dapat memperoleh keuntungan yang besar dari usahataninya, misalnya karena pengaruh harga, maka petani tersebut dapat dikatakan mengalokasikan faktor produksinya secara efisiensi harga. Sedangkan efisiensi ekonomis tercapai pada saat penggunaan faktor produksi sudah dapat menghasilkan keuntungan maksimum. Dengan demikian apabila petani menerapkan efisiensi teknis dan efisiensi harga maka produktivitas akan semakin tinggi. Farrel, diacu dalam Coelli et al. (1998) mengemukakan dua konsep efisiensi yaitu efisiensi teknis (technical efficiency/te) dan efisiensi alokatif (allocative efficiency/ae). Efisiensi teknis menggambarkan kemampuan dari usahatani untuk memperoleh output maksimal dari sejumlah penggunaan input tertentu. Sedangkan efisiensi alokatif mengukur tingkat keberhasilan petani dalam

41 usahanya untuk mencapai keuntungan maksimum yang dicapai pada saat nilai produk marjinal setiap faktor produksi yang diberikan sama dengan biaya marjinalnya. Effisiensi teknis dianggap sebagai kemampuan untuk berproduksi pada isoquant batas. Secara umum, efisiensi didekati dari dua sisi pendekatan yaitu alokasi pendekatan penggunaan input dan alokasi output yang dihasilkan. Pendekatan dari sisi input membutuhkan ketersediaan harga input dan kurva isoquant yang menunjukan kombinasi input yang digunakan untuk menghasilkan output secara maksimal. Sedangkan pendekatan dari sisi output merupakan pendekatan yang digunakan untuk melihat sejauh mana jumlah output secara proporsional dapat ditingkatkan tanpa merubah jumlah input yang digunakan. Pada Gambar 3 kondisi pendekatan berorientasi input, isoquant yang menunjukan kondisi yang efisien penuh (fully efficient) digambarkan oleh kurva SS. Jika perusahaan menggunakan input sejumlah P untuk memproduksi 1 unit output, maka nilai inefisiensi teknis dicerminkan oleh jarak QP. Pada ruas garis QP jumlah input yang digunakan dapat dikurangi tanpa harus mengurangi jumlah output yang dihasilkan. x 2 /y S P A Q R Q S 0 A Keterangan : P = input Q = efisiensi teknis dan inefisiensi alokatif Q = efisiensi teknis dan efisiensi alokatif AA = kurva rasio harga input SS = isoquant fully efficient Gambar 3. Efisiensi Teknis dan Alokatif (orientasi input) Sumber : Coelli et al. (1998) x 1 /y

42 Metode pendekatan yang didasarkan pada orientasi output (Gambar 4) dengan menggunakan kurva kemungkinan produksi ZZ, sementara titik A menunjukan petani berada dalam kondisi inefisien. Pada gambar yang sama, ruas garis AB menggambarkan kondisi yang inefisien secara teknis dengan ditunjukan adanya tambahan output tanpa membutuhkan input tambahan. Secara matematis, pendekatan output rasio efisiensi teknis ditulis sebagai berikut : TE 0 = 0A/0B Notasi o digunakan untuk menunjukan nilai efisiensi teknis dengan pendekatan orientasi output. y 2 /x D C Z B B A 0 Z D y 1 /x Keterangan : ZZ DD Gambar 4. = kurva kemungkinan produksi = isorevenue Efisiensi Teknis dan Alokatif (orientasi output) Sumber : Coelli et al. (1998) Terdapat dua pendekatan alternatif untuk menguji sumber-sumber inefisiensi teknis (Daryanto 2002). Pendekatan pertama adalah prosedur dua tahap. Tahap pertama terkait pendugaan terhadap skor efisiensi (efek inefisiensi) bagi individu perusahaan. Tahap kedua merupakan pendugaan terhadap regresi dimana skor efisiensi (inefisiensi dugaan) dinyatakan sebagai fungsi dari variabel sosial ekonomi yang diasumsikan mempengaruhi efek inefisiensi. Sedangkan pendekatan kedua adalah prosedur satu tahap dimana efek inefisiensi dalam

43 stochastic frontier dimodelkan dalam bentuk variabel yang dianggap relevan dalam menjelaskan inefisiensi dalam proses produksi. Model inefisiensi teknis yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada model Coelli et al. (1998). Untuk mengukur inefisiensi teknis digunakan variabel u i yang diasumsikan bebas dan distribusinya terpotong normal dengan N (μ, ζ 2 ). Untuk menentukan nilai parameter distribusi (μ) efek inefisiensi teknis digunakan rumus sebagai berikut: μ = δ 0 + Z it δ + w it dimana Z it adalah variabel penjelas yang merupakan vaktor dengan ukuran (1xM) yang nilainya konstan, δ adalah parameter skalar yang dicari nilainya dengan ukuran (1xM). 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Susu merupakan salah satu hasil ternak sapi perah yang mengandung nilai gizi tinggi bagi manusia. Susu sapi merupakan hasil ternak yang menghasilkan protein tertinggi yang dibutuhkan oleh manusia. Potensi pasar penjualan susu sapi sangatlah terbuka lebar terutama di Indonesia. Indonesia memiliki prospek pengembangan industri sapi perah yang relatif besar. Hal ini ditunjukkan dengan adanya permintaan potensial susu oleh 250 juta penduduk. Namun, produksi susu yang rendah hanya bisa mencukupi 30 persen kebutuhan permintaan efektif. Selama ini kekurangan kebutuhan susu dipenuhi dari impor. Oleh karena itu perlu adanya peningkatan produksi susu dalam negeri. Kecamatan Pasirjambu merupakan salah satu daerah yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai peternak. Produksi susu sapi di kecamatan Pasirjambu bisa mencapai 25 ton per hari. Pasokan susu ini berasal dari tiga koperasi dan satu milk collector yang berada di Kecamatan Pasirjambu. Seluruh pasokan susu dari koperasi ini diserap oleh IPS yang bekerjasama dengan masing-masing koperasi. Salah satu koperasi yang sukses di Kecamatan Pasirjambu adalah KAUM Mandiri. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi pasokan susu yang diberikan yaitu sebesar 8 ton per hari atau 32 persen dari keseluruhan pasokan susu di Kecamatan Pasirjambu. Peternak di Kecamatan Pasirjambu melakukan usahaternaknya secara tradisional dan subsisten. Pengetahuan peternak yang terbatas terhadap

44 manajemen budidaya sapi perah menyebabkan beberapa hal. Manajemen budidaya yang dimaksud diantaranya adalah pemberian pakan, pengelolaan pakan, dan informasi budidaya sapi perah lainnya. Manajemen budidaya yang tidak baik menyebabkan kualitas susu yang tidak baik. Kualitas susu ini berpengaruh terhadap harga susu. Apabila kualitasnya rendah berarti harga susu yang diperoleh juga rendah. Kuantitas susu yang dihasilkan juga sedikit sehingga penghasilan peternak dari penjualan susu juga akan sedikit. Kesehatan sapi dalam jangka panjang juga akan menurun. Hal ini akan menyebabkan produktivitasnya menurun. Sapi yang kesehatannya rendah pun juga akan berpengaruh terhadap terganggunya siklus reproduksi. Apabila sapi tidak dapat bereproduksi secara normal maka penghasilan peternak dari penjualan bibit juga akan berkurang. Untuk mengatasi hal ini pihak koperasi bekerjasama dengan perusahaan penerima suplai susu segar dan perusahaan pakan sapi perah mengadakan pemberian pakan baru bagi peternak sapi anggota KAUM Mandiri. Oleh karena itu penelitian ini menganalisis perubahan input produksi yang terjadi serta faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap produksi susu sapi perah. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap produksi susu sapi perah adalah jumlah sapi laktasi, pakan konsentrat utama, pakan rumput, air minum, dan tenaga kerja. Variabel-variabel ini dipilih sebagai penduga pengaruh terhadap produksi susu sapi perah berdasarkan studi literatur dari penelitian terdahulu serta informasi di lapangan. Selain itu penelitian ini menganalisis pendapatan usahaternak sapi perah yang menggunakan pakan baru, yang masih menggunakan pakan lama, serta peternak yang masih mencampurkan jenis pakan lama dengan pakan baru. Analisis pendapatan dalam penelitian ini meliputi pengukuran tingkat pendapatan dan analisis R/C. Dengan masuknya jenis pakan baru kepada peternak anggota KAUM Mandiri, diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dalam penggunaan input sehingga penelitian ini juga menganalisis bagaimana tingkat efisiensi penggunaan input pada peternak anggota KAUM Mandiri baik yang hanya menggunakan pakan baru, yang masih menggunakan pakan lama, atau yang masih mencampur penggunaan pakan baru dengan pakan yang lama. Kerangka penelitian operasional pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5.

45 Masalah Usahaternak Sapi Perah di Koperasi Aneka Usaha Mitra (KAUM) Mandiri : 1. Produktivitas rendah 2. Pendapatan rendah 3. Kualitas susu rendah Tidak adanya pakan berkualitas Perbaikan manajemen pakan dengan penggunaan pakan baru Kelompok Peternak I (yang hanya menggunakan pakan baru) Kelompok Peternak II (yang masih menggunakan lama) Kelompok Peternak III (yang menggunakan campuran pakan baru dengan pakan lama Pendapatan usahatani : - Pendapatan tunai - Pendapatan total - R/C biaya tunai - R/C biaya total - Analisis Fungsi Produksi Cobb Douglas Stochastic Frontier - Analisis Efisiensi Teknis - Sumber-Sumber inefisiensi Teknis Rekomendasi Gambar 5. Kerangka Pemikiran Operasional

46 IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Pasirjambu Bandung Jawa Barat. Pemilihan Kabupaten Bandung dipilih secara purposive dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Bandung merupakan salah satu daerah pemasok susu sapi terbesar di Jawa Barat. Pemilihan lokasi kecamatan juga dilakukan secara purposive dengan pertimbangan kecamatan tersebut memiliki potensi agribisnis sapi perah untuk dikembangkan karena sebagian besar masyarakatnya hidup sebagai peternak sapi perah. Sedangkan pemilihan anggota Koperasi Aneka Usaha Mitra (KAUM) Mandiri karena anggota pada koperasi ini menggunakan dua macam pakan konsentrat utama yang berbeda. Pengambilan data dilakukan pada bulan Maret sampai Mei Metode Pengumpulan Data dan Penentuan Sampel Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dari peternak dengan pengamatan dan wawancara secara langsung menggunakan kuisioner yang telah disiapkan. Data primer yang dikumpulkan adalah karakteristik peternak responden dan karakteristik usahatani. Karakteristik responden seperti nama, umur, alamat, tingkat pendidikan, alasan beternak sapi perah, dan sebagainya. Data ini digunakan untuk memberikan gambaran umum mengenai kondisi peternak sapi perah di wilayah penelitian. Data mengenai karakteristik usahaternak sapi perah meliputi jumlah sapi yang ada dalam masa laktasi, lamanya menggunakan pakan cargill, input produksi yang digunakan dan alat-alat pertanian yang digunakan serta produksi susu sapi dan pertanyaan lainnya yang berguna untuk menganalisis pendapatan usahaternak sapi perah. Data sekunder sebagai data penunjang diperoleh dari berbagai instansi antara lain perpustakaan LSI IPB, Perpustakaan Bogor, Pemerintah Kecamatan Pasirjambu, dan internet. Sample peternak dipilih secara purposive (sengaja) karena responden yang ingin dijadikan sample adalah peternak yang sudah menggunakan Cargill dan yang belum menggunakan Cargill. Jumlah seluruh sample adalah 60 peternak

47 dengan jumlah peternak kelompok I, kelompok II, kelompok III masing-masing 20 orang. Pengelompokkan peternak responden ini didasarkan atas penggunaan pakan konsentrat utamanya. Peternak kelompok I merupakan kelompok peternak yang menggunakan konsentrat utama berupa pakan baru sebesar 100 persen. Peternak kelompok II merupakan kelompok peternak yang menggunakan konsentrat utama berupa pakan lama sebesar 100 persen. Peternak kelompok III merupakan kelompok peternak yang menggunakan campuran antara pakan baru dengan pakan lama yang komposisinya rata-rata sebesar 42 persen menggunakan pakan baru dan 58 persen menggunakan pakan lama. Pemilihan sampel pada tiap kelompok dilakukan secara purposive yaitu dengan cara mewawancarai peternak yang ditemui oleh peneliti di tempat penelitian sesuai dengan kriteria penggunaan pakan. Metode pengambilan data adalah selama lima belas hari. Data yang dikumpulkan baik produksi maupun penggunaan input dihitung selama lima belas hari. Hal ini dilakukan karena peternak di daerah peneltian mendapatkan bayaran dari susu yang disetornya kepada koperasi setelah lima belas hari. Selain itu pembayaran pembelian pakan konsentrat serta bahan-bahan input lain yang dibeli di koperasi juga dibayarkan oleh peternak selama lima belas hari. 4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data Penelitian dilakukan dengan menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif yang didasari dari data primer dan sekunder. Analisis kualitatif yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui keragaan usahaternak sapi perah di Kecamatan Pasirjambu. Analisis data dilakukan dengan metode tabulasi data dan analisis ekonometrik untuk pendugaan model fungsi produksi dan model inefisiensi teknis. Analisis tabulasi bertujuan untuk menyederhanakan data ke dalam bentuk yang mudah dibaca. Pendugaan adanya multikolinieritas dalam model, data diolah menggunakan MINITAB versi 14. Parameter fungsi produksi stochastic frontier dan model inefisiensi teknis diolah menggunakan program FRONTIER versi 4.1. Penghitungan analisis pendapatan usahaternak dihitung menggunakan bantuan MICROSOFT EXCEL.

48 4.3.1 Analisis Pendapatan Usahatani Menurut Soekartawi (1986), Usahatani adalah suatu kegiatan ekonomi yang ditujukan untuk menghasilkan penerimaan dengan input fisik, tenaga kerja, dan modal sebagai korbanannya. Penerimaan total adalah nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu. Pengeluaran total usahatani adalah semua nilai inout yang dikeluarkan dalam proses produksi. Pendapatan adalah selisih anatara total penerimaan dan total pengeluaran. Rumus penerimaan total, biaya, dan pendapatan adalah: Y= PT BT BD PT = P X Q Keterangan : Y = tingkat pendapatan usahatani PT = total penerimaan usahatani P = harga output Q = jumlah output BT = total biaya tunai BD = total biaya tidak tunai Pengeluaran total usahatani terdiri dari biaya tunai dan biaya tidak tunai. Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan petani secara tunai. Sedangkan biaya tidak tunai adalah biaya yang dibebankan untuk penggunaan tenaga kerja dalam keluarga, penggunaan hijauan, penyusutan alat-alat pertanian, serta imbangan sewa lahan. Biaya penyusutan = Nb = nilai pembelian (Rp) n = jangka usia ekonomis (bulan) Analisis Penerimaan dan Biaya (R/C) Menurut Soekartawi (1986) suatu usaha dikatakan efisien secara ekonomis dari usaha lain apabila rasio output terhadap inputnya menguntungkan. Untuk menunjukkan berapa penerimaan yang diterima petani dari setiap rupiah yang dikeluarkan maka dapat digunakan ukuran kedudukan ekonomi R/C. Apabila R/C > 1, maka berarti usahaternak yang dijalankan layak untuk dilaksanakan dan

49 sebaliknya jika R/C < 1, berarti usahaternak tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut : R/C atas biaya tunai = R/C atas biaya total = Untuk menentukan nilai revenue (penerimaan) dan cost (biaya) yang diperlukan agar dapat menghitung nilai R/C dan seklaigus menghitung nilai pendapatan usahataninya, maka dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 5. Perbandingan Penerimaan dan Biaya Penerimaan Tunai (A) Harga x produksi susu yang dijual (liter) Penerimaan yang Diperhitungkan (B) Harga x produksi susu yang Total Penerimaan (C) Biaya Tunai (D) Biaya diperhitungkan (E) Total biaya (F) Pendapatan Atas Biaya tunai Pendapatan atas biaya total Pendapatan Tunai dikonsumsi (liter) Harga x jumlah karung bekas pakan konsentrat A + B Pakan Konsentrat Pakan rumput Vaselin Transportasi Listrik Sewa lahan Biaya air Tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) Penyusutan alat Pakan hijauan Sewa lahan milik sendiri D + E C D C F A D

50 Rumus tersebut juga berlaku untuk menghitung nilai revenue dan cost serta tingkat pendapatan dari usahaternak peternak konvensional dan mix yang pada penelitian ini dijadikan sebagai pembanding Analisis Fungsi Produksi Stochastic frontier (SF) Bentuk fungsi produksi yang digunakan adalah Stochastic Frontier Cobb- Douglas. Menurut Soekartawi 1990, ada tiga alasan pokok mengapa fungsi Cobb Douglas lebih banyak dipakai oleh para peneliti, yaitu: 1. Penyelesaian fungsi Cobb-Douglas relatif mudah dibandingkan dengan fungsi yang lain, seperti fungsi kuadratik. Fungsi Cobb Douglas dapat dengan mudah ditransfer ke bentuk linear. 2. Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus juga menunjukkan besaran elastisitas. 3. Besaran elastisitas tersebut sekaligus menunjukkan tingkat besaran return to scale. Dugaan yang akan digunakan dalam penelitian ini, dirumuskan dalam persamaan berikut : β1 Y = β 0 X 1 X β2 2 X β3 β4 β5 vi ui 3 X 4 X 5 e Untuk memudahkan pendugaan ditranformasikan dalam bentuk logaritma natural dengan basis e (log natural) sebagai berikut : ln Y = ln β 0 + β 1 ln X 1 + β 2 ln X 2 + β 3 ln X 3 + β 4 ln X 4 + β 5 ln X 5 + v i - u i Dimana : Y X 1 X 2 X 3 X 4 X 5 β 0 : Produksi total susu sapi (liter) : Jumlah sapi laktasi (ekor) : Pakan baru (kg) dan Pakan lama (kg) : Pakan hijauan (kg) : Air minum (liter) : Tenaga Kerja (jam) : Intersep β i : Koefisien Parameter Penduga, dimana i = 1,2,3,4,5. 0 < β i < 1 (Diminishing Return) v i - u i : Error term (u i = efek inefisiensi teknis dalam model)

51 Nilai koefisien yang diharapkan : β 1, β 2, β 3, β 4, β 5, β 5 > 0. Nilai koefisien positif berarti dengan meningkatnya input diharapkan aka meningkatkan produksi susu. Variabel sisa (random shock) v i merupakan variabel acak yang bebas dan secara identik terdistribusi normal (independent-identically distributed/i.i.d) dengan rataan (mathematical expectation/u i ) bernilai nol dan ragamnya konstan, ζ 2 y (N(0, ζ 2 v )), serta bebas dari u i. Variabel kesalahan (residual solow) u i adalah variabel yang menggambarkan efek inefisiensi di dalam produksi, diasumsikan terdistribusi secara bebas di antara setiap observasi dan nilai v i. Variabel acak u i tidak boleh bernilai negatif dan distribusinya normal dengan nilai distribusi N(μi, ζ 2 u ) (Coelli dan Battese 1998). Salah satu keuntungan menggunakan fungsi produksi Cobb Douglas adalah jumlah elastisitas dari masing-masing faktor produksi yang diduga merupakan pendugaan skala usaha (return to scale). Bila Σ βj < 1, berarti proses peroduksi berada pada skala usaha yang menurun (decreasing return to scale). Bila Σ βj = 1, berarti proses produksi berada pada skala usaha yang tetap (constan return to scale). Bila Σ βj > 1, berarti proses produksi berada pada skala udaha yang meningkat (increasing return to scale) Analisis Efisiensi dan Inefisiensi Teknis Metode efek inefisiensi teknis yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada model efek inefisiensi teknis yang dikembangkan oleh Battese dan Coelli (1998). Variabel u i yang digunakan untuk mengukur efek inefisiensi teknis, diasumsikan bebas dan distribusinya terpotong normal dengan N(μ i, ζ 2 ). Faktor-faktor yang diperkirakan mempengaruhi tingkat inefisiensi teknis peternak sapi perah dalam penelitian ini adalah umur peternak (Z 1 ), pendidikan (Z 2 ), dan pengalaman berusahaternak (Z 3 ). Dengan demikian parameter distribusi (μ i ) efek inefisiensi teknis dalam penelitian ini adalah : μ i = δ 0 + δ 1 Z 1 + δ 2 Z 3 + δ 3 Z 3 + w it Beberapa hipotesis yang dikemukakan untuk model efek inefisiensi dalam persamaan diatas adalah : 1. Semakin tua umur peternak diduga akan mempertinggi tingkat inefisiensi karena semakin tua peternak maka kondisi fisiknya akan semakin lemah.

52 2. Semakin lama pengalaman peternak mengusahakan usahaternak sapi perah, diduga akan memperkecil tingkat inefisiensi teknis peternak. Pengalaman yang diperoleh peternak dari usahatani sebelumnya akan menjadi pelajaran bagi peternak untuk pengelolaan berikutnya. 3. Semakin tinggi tingkat pendidikan peternak diduga memperkecil tingkat inefisiensi teknis peternak. Tingginya tingkat pendidikan mengindikasikan tingginya pengetahuan peternak dalam mengelola usahaternaknya. Variabel-variabel inefisiensi tersebut di atas dipilih berdasarkan rujukan penelitian terdahulu yang juga sesuai dengan keadaan responden di daerah peneltian. Seluruh parameter baik dalam fungsi stochastic frontier dan efek inefisiensi secara simultan dapat diperoleh melalui program Frontier 4.1. Pengujian efek inefisiensi dilakukan dengan metode statistik. Hasil pengujian Frontier 4.1 akan memberikan nilai perkiraan varians dari parameter dalam bentuk parameterisasi berikut ini : ζ 2 s = ζ 2 2 v + ζ u dan γ = ζ 2 2 u / ζ s nilai parameter gamma (γ) berkisar antara nol dan satu. Untuk keputusan penerimaan hipotesa nol (diuraikan dalam bagian uji hipotesa) atau ditentukan oleh nilai kritis. Efisiensi teknis peternak ke-i adalah nilai harapan dari (-u i ) yang dinyatakan dalam rasio berikut ini : TE i = Dimana TE i adalah efisiensi teknis petani ke-i, dan y i adalah fungsi output deterministic (tanpa error term). Nilai efisiensi teknis tersebut berbanding terbalik dengan efek inefisiensi teknis di atas yang juga bernilai di antara nol dan satu. Nilai efisiensi teknis dalam persamaan di atas digunakan hanya untuk fungsi yang memiliki jumlah output dan input tertentu (cross section data) dan tidak untuk input yang bersifat logaritmik (panel data) (Coelli dan Battese, 1998) Uji Hipotesis Pengujian hipotesis hanya dilakukan untuk hasil output efek efisiensi teknis frontier. Untuk mengetahui apakah ada efek inefisiensi di dalam model menggunakan nilai LR test galat satu sisi, sedangkan untuk masing-masing

53 variabel penduga apakah koefisien dari masing-masing parameter bebas (δ i ) yang dipakai secara terpisah berpengaruh nyata atau tidak terhadap parameter tidak bebas (μ i ) dengan menggunakan t-hitung. Hipotesis pertama : H 0 : γ = δ 0 = δ 1 = δ 2 = δ 3 = δ 4 =. δ 10 = 0 H 1 : γ = δ 0 = δ 1 = δ 2 = δ 3 = δ 4 =. δ 10 > 0 Hipotesis nol artinya efek inefisiensi teknis tidak ada dalam model. Jika hipotesis ini diterima, maka model fungsi produksi rata-rata sudah cukup mewakili data empiris. Uji statistik yang digunakan adalah uji chi-square. LR = -2 {ln[l(h 0 )/L(H 1 )]} Dimana L(H 0 ) dan L(H 1 ) adalah nilai dari fungsi likelihood di bawah hipotesa H 0 dan H 1. Kriteria uji : LR galat satu sisi > χ 2 retriksi (table Kodde dal Palm) maka tolak H 0 LR galat satu sisi < χ 2 retriksi (table Kodde dal Palm) maka terima H 0 Tabel chi-square Kodde dan Palm adalah table upper and lower bound dari nilai kritis untuk uji bersama persamaan dan pertidaksamaan restriksi. Hipotesis Kedua : H0 : δ1 = 0 H1 : δ1 0 Hipotesis nol berarti koefisien dari masing-masing variabel di dalam model fungsi produksi dan efek inefisiensi sama dengan nol. Jika hipotesis ini diterima maka masing-masing variabel penjelas dalam model fungsi produksi dan efek inefisiensi tidak memiliki pengaruh secara nyata terhadap produksi susu serta tingkat inefisiensi di dalam proses produksi. Uji statistik yang digunakan yaitu : t-ratio = t-tabel Kriteria uji : = t (α/2, n-k-1) t- hitung > t-tabel t (α/2, n-k-1) : tolak H 0 t- hitung < t-tabel t (α/2, n-k-1) : terima H 0

54 dimana : k = jumlah variabel bebas n = jumlah pengamatan (responden) S (δi) = simpangan baku koefisien efek inefisiensi Definisi Operasional Variabel yang diamati merupakan data dan informasi usahatani sapi perah yang diusahakan oleh petani. Variabel tersebut terlebih dahulu didefinisikan untuk mempermudah pengumpulan data yang mengacu pada konsep di bawah ini : 1. Usahaternak sapi perah adalah budidaya ternak sapi perah dengan tujuan utama produksi susu. 2. Sapi laktasi adalah sapi betina dewasa yang sedang berproduksi atau menghasilkan susu. 3. Sapi kering kandang adalah sapi betina bunting yang tidak diperah. 4. Produksi susu adalah susu yang dihasilkan oleh sapi perah laktasi dalam lima belas hari. Satuan pengukuran yang digunakan adalah liter. 5. Jumlah sapi laktasi adalah jumlah sapi yang berada dalam masa produksi. Satuan jumlah sapi laktasi adalah ekor. 6. Pakan Cargill adalah jumlah pakan Cargill baik yang digunakan oleh peternak kelompok I maupun kelompok III untuk pemberian pakan setiap lima belas hari kepada seluruh sapi laktasi yang dimiliki oleh peternak. Satuan ukuran yang digunakan adalah kilogram (kg). 7. Pakan HBM adalah jumlah pakan HBM baik yang digunakan oleh peternak kelompok II maupun kelompok III untuk pemberian pakan setiap lima belas hari kepada seluruh sapi laktasi yang dimiliki oleh peternak. Satuan ukuran yang digunakan adalah kilogram (kg). 8. Rumput adalah jumlah pemberian rumput selama lima belas hari kepada sapi seluruh sapi laktasi yang dimiliki oleh peternak. Satuan ukuran yang digunakan adalah kilogram (kg). 9. Vaselin adalah jumlah vaselin yang digunakan sebagai media perah bagi peternak untuk memerah sapi laktasi. Satuan ukuran yang digunakan adalah kilogram (kg).

55 10. Tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja total yang digunakan dalam proses produksi untuk berbagai kegiatan usahaternak selama lima belas hari. Tenaga kerja diukur dalam satuan Hari Orang Kerja (HOK) dan jam kerja. 11. Umur peternak adalah usia peternak saat penelitian yang diukur dalam tahun. 12. Pengalaman berusahaternak adalah lamanya peternak dalam mengusahakan usahaternak sapi perah yang diukur dalam tahun. 13. Pendidikan adalah lamanya pendidikan formal yang pernah diperoleh peternak yang diukur dalam tahun.

56 V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Umum, Geografis, dan Iklim Kecamatan Pasir Jambu Secara geografis Kecamatan Pasir Jambu merupakan daerah perbukitan dengan ketinggian m di atas permukaan laut, yang tentunya banyak memiliki area dengan pesona panorama indah dengan kondisi wilayahnya sebagian besar merupakan area pertanian hortikultura, adapun batas-batas wilayah Kecamatan Pasir Jambu adalah : Sebelah Utara Sebelah Barat Sebelah Timur Sebelah Selatan : Kecamatan Cililin : Kecamatan Ciwidey : Kecamatan Pangalengan, Kecamatan Soreang : Kabupaten Garut Keadaan Kecamatan Pasir Jambu secara umum terdiri dari 80% tanah darat dengan topografi bervariasi dari dataran yang bergelombang yang berbukit. Luas wilayah Kecamatan Pasirjambu ha. Wilayah Kecamatan Pasirjambu terdiri dari tanah sawah, tanah kering, tanah basah, tanah hutan, tanah perkebunan, tanah fasilitas umum, dan lain-lain. Wilayah Kecamatan Pasirjambu terdiri dari 10 desa yang meliputi 140 RW, 558 RT, dan 29 dusun. Jumlah penduduk Kecamatan pasirjambu berjumlah orang. Perseberan penduduk menurut jenis kelamin dan desa di Kecamatan Pasirjambu dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Jumlah Penduduk Kecamatan Pasirjambu Tahun 2010 No Desa/Kelurahan Laki-laki (orang) Perempuan (orang) Jumlah (orang) 1. Sugihmukti Tenjolaya Margamulya Pasirjambu Cisondari Cibodas Cukanggenteng Cikoneng Mekarsari Mekarmaju Jumlah

57 5.2 Kondisi Perekonomian Posisi strategis kecamatan Pasirjambu yang berdekatan dengan Kabupaten Bandung memberikan keuntungan secara ekonomi dibanding kecamatan lainnya di Kabupaten Bandung. Sektor jasa pariwista berkembang dengan memanfaatkan kemudahan akses seperti kedekatan jarak tempuh antara sentra pariwisata Kecamatan Pasirjambu dengan pemukiman masyarakat. Kecamatan Pasirjambu memiliki beberapa potensi wisata unggulan diantaranya wisata alam kuliner, sentra wisata tersebut tersebar di beberapa desa. Selain potensi pariwisata, Kecamatan Pasirjambu juga memiliki potensi bisnis pertanian dan peternakan yang sangat baik. Hal ini didukung dengan adanya iklim yang sesuai untuk budidaya pertanian dan peternakan. Lahan pertanian di daerah Pasirjambu sangat cocok untuk membudidayakan sayuran, buah-buahan dan tanaman perkebunan seperti teh dan kopi. Denagn adanya lahan pertanian yang luas ini, maka mayoritas masyarakat Kecamatan Pasirjambu bekerja sebagai petani. Masyarakat yang berkerja sebagai petani ada orang. Selain pertanian, peternakan juga sangat berkembang. Sektor peternakan yang paling berkembang di Kecamatan Pasirjambu adalah peternakan sapi perah. Data Kecamatan Pasirjambu menunjukkan bahwa jumlah peternak sapi perah ada 596 orang. Sektor peternakan lain yang cukup banyak dilakukan oleh penduduk Kecamatan Pasirjambu adalah peternakan domba. 5.3 Gambaran Umum Koperasi Aneka Usaha Mitra Mandiri (KAUM- Mandiri) Koperasi Aneka Usaha Mitra Mandiri (KAUM-Mandiri) didirikan pada tanggal 14 Juli Pada awalnya, KAUM-Mandiri ini hanya berupa gabungan Kelompok Peternak (Gapoknak) yang terdiri dari 11 kelompok. Atas bantuan dari Muspika Kecamatan Pasir Jambu dan Dinas koperasi Kabupaten Bandung, maka Gapoknak tersebut mendapat legalitas formal Badan Hukum Koperasi dengan nama Koperasi Aneka Usaha Mitra Mandiri (KAUMM) nomor. 89/BH/518/KOP/VI/2004. Pada tanggal 1 Juni 2005 atas dasar musyarawah dengan para ketua kelompok, KAUMM bergabung dengan Himpunan Kelompok Sapi Perah

58 (HKSP). Pada saat RAT kedua tanggal 31 Januari 2006, terjadi perubahan sebutan nama koperasi dari KAUMM menjadi KAUM- Mandiri dengan Badan Hukum nomor. 89/BH/PAD/518-KOP/II/2006 tertanggal 14 Februari KAUM- Mandiri memiliki visi menjadi koperasi peternakan terbaik di bidang pengelolaan organisasi, keanggotaan, keuangan, dan usaha di Indonesia. Misi KAUM-Mandiri diantaranya adalah mengelola organisasi, anggota, usaha dan keuangan secara baik dan profesional; melayani dengan baik segala kebutuhan peternak dan seluruh ternaknya; menyelenggarakan usaha simpan pinjam, pakan ternak, waserda, dan usaha lainnya untuk kesejahteraan seluruh stakeholder. Seiring berjalannya waktu, jumlah anggota KAUM-Mandiri pun semakin bertambah. Pada akhir tahun 2010, jumlah anggota KAUM-Mandiri tercatat sebesar 600 orang dari 31 kelompok ternak. Dari pertama kali didirikan hingga sekarang, KAUM-Mandiri telah melakukan dua belas kali perubahan harga pembelian harga susu ke peternak. Pada tahun 2004 telah terjadi dua kali perubahan harga yaitu dari Rp menjadi Rp Pada tahun 2005, harga susu naik lagi menjadi Rp dan di tahun yang sama harga susu kembali menjadi naik menjadi Rp selama dua tahun yaitu tahun 2006 dan 2007 tidak ada kenaikan harga. Pada tahun tersebut harga pembelian susu dari koperasi ke peternak tetap berada pada harga Rp Namun, pada tahun 2008 harga susu kembali naik. Harga susu mengalami tiga kali kenaikan pada tahun yang sama yaitu menjadi Rp 2.100, Rp 2.400, dan Rp Pada tahun 2009, harga susu kembali naik Rp 100 menjadi Rp Pada akhir November 2010, harga susu mengalami kenaikan kembali menjadi Rp Hal ini dikarenakan koperasi bersaing harga dengan perusahaan pengumpul susu yang menjadi pendatang baru di bisnis persusuan sapi perah di daerah Pasir Jambu. Dinamika perubahan harga selama tujuh tahun ini adalah untuk menyesuaikan dengan suhu bisnis persusuan sapi perah di daerah Pasir Jambu serta tawar menawar antara peternak dan pihak koperasi. Perubahan harga tersebut dapat dilihat pada Tabel 6. KAUM-Mandiri menyalurkan susu segarnya ke perusahaan Danone Dairy Indonesia (DDI) selama enam tahun. Pada pertengahan tahun 2010 ini, KAUM-

59 Mandiri bekerjasama dengan perusahaan pakan ternak yaitu PT Cargill untuk meningkatkan kualitas pakan ternak yang digunakan. Selain usaha penjualan susu segar, KAUM-Mandiri juga mempunyai unit bisnis lainnya diantaranya adalah usaha simpan pinjam, usaha warung serba ada (waserda), dan usaha makanan ternak. usaha tersebut merupakan usaha langsung sedangkan usaha tidak langsung yang dilakukan adalah bekerjasama dengan pihak ketiga untuk menambah modal dan membangun usaha perdagangan KAUM- Mandiri serta bekerjasama dengan pabrik pakan yang dibutuhkan oleh peternak KAUM-Mandiri. Pelayanan-pelayanan yang diberikan oleh KAUM-Mandiri bagi peternak anggotanya diantaranya adalah pelayanan kesehatan hewan, penyuluhan peternakan, pengangkutan susu ke koperasi dan pakan dari koperasi ke lingkungan tempat tinggal peternak. Tabel 7. Perubahan Harga Pembelian Susu No Tahun Harga (Rp/liter) dan dan , dan dan Januari 2011 Maret Karakterisitik Responden Karakteristik responden yang dibahas meliputi jenis kelamin, tingkat pendidikan, umur, dan jumlah anggota keluarga. Responden adalah peternak anggota Koperasi KAUM Mandiri sebanyak 57 orang Jenis Kelamin Responden Responden dalam penelitian ini terdiri dari 46 orang laki-laki dan 14 orang wanita. Hal ini menunjukkan bahwa tidak hanya laki-laki saja yang melakukan

60 kegiatan beternak namun wanita pun juga ikut membantu keluarga untuk mengurus ternak sapi perah mereka Tingkat Pendidikan Responden Ditinjau dari segi tingkat pendidikan peternak sangatlah bervariasi mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Mengenah Atas (SMA). Seluruh responden anggota KAUM-Mandiri mengikuti pendidikan formal. Minimal pendidikan formal yang diikuti adalah Sekolah Dasar. Sebanyak 87,27 persen responden mengikuti pendidikan formal hingga Sekolah Dasar. Tingkat pendidikan formal tertinggi adalah SMA yaitu sebesar 7,27 persen. Sebaran responden menurut tingkat pendidikannya dapat dilihat pada Tabel 8. Menurut Mosher (1981), pendidikan formal memiliki peranan penting terhadap produktivitas usaha dan merupakan faktor pelancar pembangunan pertanian, karena dengan pendidikan petani mengenal pengetahuan, keterampilan daan cara-cara baru dalam melakukan kegiatan usahataninya. Selain pendidikan formal yang ditempuh di bangku sekolah, pendidikan non formal yang ditempuh di luar sekolah seperti kursus, lokakarya dan penyuluhan sangat besar artinya bagi pembekalan pengetahuan dan keterampilan peternak dalam mengelola usaha ternaknya. Berdasarkan pertimbangan tersebut koperasi dapat memberikan pendidikan non formal berupa penyuluhan kepada peternak anggota koperasi sehingga pengetahuan dan keterampilan peternak dalam pengelolaan usahaternaknya meningkat. Tabel 8. Sebaran Responden menurut Tingkat Pendidikan No Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%) 1 SD 50 83,33 2. SMP 4 6,67 3. SMA 6 10,00 4. Perguruan Tinggi 0 0,00 Jumlah ,00

61 Usia Peternak Responden Responden dalam penelitian ini memiliki usia rata-rata 42 tahun. Usia termuda responden adalah 19 tahun, sementara usia responden yang paling tua adalah 70 tahun. Usia responden secara umum dapat dikelompokkan menjadi 10 kelompok. Pembagian berdasarkan pembagian yang dilakukan oleh Biro Pusat Statistik Indonesia yang mengelompokkan usia responden setiap 5 tahun. Jumlah responden terbanyak adalah responden dengan usia antara 39 sampai 43 tahun, kemudian responden dengan usia antara 29 sampai 33 tahun serta 34 sampai 38 tahun. Jumlah dari ketiga kelompok usia tersebut mencapai hampir 50 persen dari jumlah total responden. Peternak yang berada pada golongan tenaga kerja usia produktif sebesar 80 persen yaitu pada usia tahun dan hanya 20 persen yang tergolong di atas usia kerja non produktif. Besarnya persentase peternak yang masih dalam usia produktif memberikan peluang untuk meningkatkan jumlah ternak yang dipelihara. Skala ekonomis kepemilikan sapi perah oleh peternak akan tercapai jika peternak memiliki 9-10 ekor sapi. Dengan rata-rata kepemilikan sapi sebanyak 4,4 ekor menunjukkan masih terdapat peluang untuk meningkatkan populasi ternak yang dipelihara oleh tiap peternak. Sebaran responden berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Sebaran Responden berdasarkan Usia No Kelompok Umur Jumlah Responden (Orang) Persentase (Tahun) , , , , , , , , , , ,67 Jumlah ,00

62 5.4.4 Kondisi Keluarga Rata-rata jumlah anggota keluarga responden terdiri dari 3 orang anggota keluarga yang biasanya terdiri dari suami, istri, dan anak. Jumlah responden paling sedikit adalah responden yang memiliki 7 orang anggota keluarga dan jumlah responden paling banyak adalah responden yang memiliki 3 orang anggota keluarga. Sebaran responden berdasarkan jumlah tanggungan anggota keluarga dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Sebaran Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Anggota Keluarga No Jumlah Tanggungan Jumlah Responden Persentase Anggota Keluarga (Orang) (Orang) , , , , , , ,67 8. Jumlah ,00 Jumlah anggota keluarga responden akan mempengaruhi ketersediaan tenaga kerja keluarga yang secara tidak langsung akan mempengaruhi penampilan biaya tunai dan biaya tidak tunai usahaternak Jumlah Sapi Laktasi yang Dipelihara Jumlah sapi laktasi yang dipelihara oleh responden berkisar antara 1 sampai 6 ekor. Jumlah sapi laktasi menentukan besarnya pendapatan dan besarnya biaya yang dikeluarkan dalam usaha ternak sapi perah. Sapi yang dipelihara terdiri dari sapi milik sendiri dan sapi milik orang lain. Jumlah responden terbanyak ada pada responden yang memiliki sapi laktasi 1 ekor yaitu sebesar 43,33 persen dari keseluruhan responden. Artinya sebagian besar peternak anggota KAUM-Mandiri

63 masih termasuk ke dalam peternakan rakyat. Selanjutnya sebanyak 33,33 persen peternak memiliki sapi laktasi sebanyak 2 ekor. Tabel 11. Sebaran Responden Berdasarkan Jumlah Sapi Laktasi No Jumlah Sapi Laktasi Jumlah Responden Persentase (Ekor) (Orang) , , , , , ,67 Jumlah , Pengalaman Beternak Variasi pengalaman beternak adalah setengah tahun sampai 36 tahun dengan rata-rata pengalaman beternak 17,32 tahun. Secara umum, tingkat pengalaman peternak relatif lama, 63,33 persen peternak telah berpengalaman lebih dari sepuluh tahun. Sebaran peternak menurut pengalamannya dalam usahaternak sapi perah dapat dilihat pada Tabel 12. Pengalaman peternak selama itu akan memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan dalam mengelola usahaternaknya. Semakin lama pengelaman beternak, cenderung semakin memudahkan peternak dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan teknis pelaksanaan usaha ternaknya. Hal tersebut disebabkan karena pengalaman bisa dijadikan pedoman dan panduan dalam penyelesaian masalah usaha ternak yang akan dihadapi. Pengetahuan peternak dalam berusaha ternak diperoleh secara turun temurun dari orang tua, meniru cara-cara beternak dari orang lain, dan melalui pelatihan serta penyuluhan yang diadakan oleh koperasi, dinas terkait, atau akademisi. Pengetahuan yang umumnya diperoleh peternak adalah teknis pemeliharaan sapi perah.

64 Tabel 12. Sebaran Peternak Berdasarkan Pengalaman No Lama Pengalaman (Tahun) Jumlah Responden (Orang) Persentase 1. 0, , , , , , , ,33 Jumlah , Penggunaan Konsentrat Dalam penelitian ini, peternak responden akan dibagi menjadi tiga golongan berdasarkan penggunaan pakan konsentratnya yaitu peternak kelompok I, kelompok II, kelompok III. Peternak yang termasuk dalam kelompok I adalah peternak yang memberikan pakan konsentrat utama berupa pakan baru kepada sapi perah laktasinya. Peternak yang termasuk dalam kelompok II adalah peternak yang masih menggunakan pakan lama. Peternak yang tergolong dalam kelompok III adalah peternak yang mencampur pakan konsentrat utama berupa pakan lama dan pakan baru pada saat pemberian pakan konsentrat. Sebaran responden dalam penggunaan pakan konsentrat dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 13. Sebaran Responden Berdasarkan Penggunaan Pakan No Penggunaan Pakan Jumlah Responden (Jumlah) 1. Kelompok I Kelompok II Kelompok III 20 Jumlah 60

65 VI ANALISIS USAHATERNAK SAPI PERAH 6.1. Tatalaksana Usahaternak Populasi Penghitungan jumlah sapi yang dimiliki peternak responden dibedakan menjadi sapi laktasi dan sapi non laktasi. Sapi laktasi merupakan sapi yang berada dalam masa produktif menghasilkan susu, sedangkan sapi non laktasi terdiri dari sapi dara, pedet jantan, dan betina yang dimiliki peternak. Peternak responden yang termasuk dalam kelompok I rata-rata memiliki sapi laktasi sebanyak 2,6 ekor dengan komposisi 57,78 persen laktasi dan 42,22 persen non laktasi. Peternak responden yang termasuk dalam kelompok II ratarata memiliki sapi laktasi sebanyak 1,7 ekor dengan komposisi 41,98 persen laktasi dan 58,02 persen non laktasi. Peternak responden yang termasuk dalam kelompok III rata-rata memiliki sapi laktasi sebanyak 2,36 ekor dengan komposisi 47,10 persen laktasi dan 52,90 persen non laktasi. Komposisi kepemilikan ternak responden dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Kepemilikan Ternak Sapi Perah Peternak Responden Kepemilikan Kelompok I Kelompok II Kelompok III Rata-rata % Rata-rata % Rata-rata % Laktasi (ekor) 2,6 57,78 1,7 41,98 2,1 45,65 Non Laktasi (ekor) 1,9 42,22 2,35 58,02 2,5 54,35 Jumlah (ekor) 4, , ,6 100 Rasio komposisi kepemilikan ternak responden dianggap kurang ideal. Menurut Sudono (2005), komposisi ideal usahaternak sapi perah adalah 80 persen laktasi dan 20 persen non laktasi Tenaga Kerja Tenaga kerja adalah kelompok penduduk dalam usia kerja. Dalam setiap kegiatan usaha pertanian pasti memerlukan tenaga kerja. Oleh karena itu, dalam analisa ketenagakerjaan bidang pertanian, penggunaan tenaga kerja dinyatakan oleh besarnya curahan tenaga kerja. Curahan tenaga kerja yang dipakai adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai. Skala usaha akan mempengaruhi

66 jumlah tenaga kerja yang digunakan. Usaha peternakan berskala kecil akan menggunakan tenaga kerja dalam keluarga dan tidak menggunakan tenaga kerja ahli. Seluruh peternak responden menggunakan tenaga kerja dalam keluarga. Hal ini terkait dengan skala usaha peternakan yang dilakukan termasuk ke dalam skala rumahan. Penggunaan tenaga kerja luar keluarga hanya untuk pembelian rumput sebagai pakan ternak. Tenaga kerja dalam keluarga yang digunakan biasanya adalah suami, istri, adik serta anak yang sudah dalam usia produktif dan belum bekerja. Untuk tenaga kerja dalam keluarga peternak tidak mengeluarkan biaya secara langsung sehingga bisa menutupi pengeluaran atas pemakaian tenaga kerja. Tenaga kerja diperlukan untuk pemeliharaan usaha sapi perah. Pemeliharaan usaha sapi perah merupakan kegiatan yang berhubungan dengan keberlangsungan hidup sapi perah. Pemeliharan yang rutin dilakukan peternak adalah membersihkan kandang, memandikan sapi, memberi pakan, memerah susu, mengambil rumput, dan membawa susu ke tempat penyetoran susu. Tenaga kerja yang digunakan oleh peternak terdiri tenaga kerja pria dan wanita. Penggunaan tenaga kerja dalam analisis usahaternak sapi perah ini menggunakan satuan Hari Orang Kerja (HOK), setiap harinya tenaga kerja yang ada dihitung dengan jumlah jam kerja per hari setiap peternak. Jam kerja per hari setiap peternak berbeda-beda berkisar antara lima sampai sepuluh jam per hari. Peternak dihitung bekerja selama lima belas hari. Tabel 15 merupakan penggunaan tenaga kerja dalam keluarga untuk masing-masing jenis kegiatan yang diperlukan peternak dalam pemeliharaan sapi perah. Tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) adalah tenaga kerja yang diperhitungkan dalam biaya usahaternak sapi perah. Hal ini dikarenakan biaya tenaga kerja dalam keluarga tidak diperhitungkan oleh peternak. Untuk melihat seberapa besar biaya yang dikeluarkan apabila peternak menggunakan tenaga kerja luar keluarga atau pendapatan yang bisa didapat apabila peternak bekerja pada orang lain, maka biaya tenaga kerja dalam keluarga diperhitungkan. Hal ini juga untuk melihat seberapa banyak tenaga kerja yang diperlukan.

67 Tabel 15. Rata-Rata Penggunaan Tenaga Kerja dalam 15 Hari Kegiatan Kelompok I Kelompok II Kelompok III HOK Persentase HOK Persentase HOK Persentase Sanitasi 2,18 10,05 1,51 9,85 2,21 11,40 Memerah 2,81 12,95 2,29 14,90 2,96 15,27 Memberikan konsentrat 2,25 10,33 1,59 10,34 2,39 12,34 Memberikan hijauan 3,54 16,28 2,27 14,76 3,40 17,57 Mencari rumput 10,09 46,42 6,81 44,35 7,55 38,99 Menyetorkan susu 0,86 3,97 0,89 5,80 0,86 4,43 TOTAL 21,73 100,00 15,37 100,00 19,35 100,00 Kegiatan sanitasi merupakan kegiatan rutin peternak untuk membersihkan kandang ternak dari kotoran sapi dan memandikan sapi sebelum sapi diperah. Hal ini dilakukan agar pada saat kegiatan pemerahan dilakukan kondisi kandang dan sapi dalam keadaan bersih. Kebersihan kandang dan sapi adalah faktor yang mempengaruhi kualitas susu. Apabila sapi dan kandang dalam kondisi bersih pada saat pemerahan maka susu yang dihasilkan juga akan terjaga kualitasnya. Pemberian pakan konsentrat baru, cukup dilakukan dua kali dalam sehari yaitu pada pagi hari sebelum memerah dan sore hari sebelum memerah. Bagi peternak yang masih menggunakan pakan lama, pemberian pakan dilakukan sebanyak tiga kali dalam sehari yaitu pada pagi hari setelah atau sebelum memerah, siang hari, dan sore hari sebelum atau setelah memerah. Bagi peternak yang mencampur pakannya antara pakan baru dan lama, kegiatan pemberian pakan dapat dilakukan dua sampai tiga kali dalam sehari. Pemerahan sapi dilakukan dua kali dalam sehari yaitu pada pagi hari antara pukul setengah lima pagi sampai jam enam pagi dan pada sore hari antara pukul setengah tiga sore sampai pukul empat sore. Tenaga kerja melakukan pemerahan dengan cara manual menggunakan tenaga manusia. Pemerahan harus

68 dilakukan oleh tenaga kerja yang biasa memerah sapi tertentu karena perubahan tenaga kerja pemerahan akan mempengaruhi produktivitas susu yang dihasilkan. Pada saat pemerahan, susu ditampung di dalam milk can atau ember plastik. Peternak biasanya menggunakan vaselin sebagai pelicin untuk memudahkan proses pemerahan. Penyetoran susu dilakukan di setiap pos-pos kelompok ternak untuk selanjutnya diangkut oleh mobil susu. Kegiatan mencari rumput merupakan kegiatan yang mengambil proporsi paling banyak dalam budidaya sapi perah. Peternak mencari rumput dari jam tujuh pagi sampai jam dua belas siang. Ada yang menggunakan motor untuk mengangkut rumput atau berjalan kaki Pakan Pakan bagi sapi perah terdiri dari pakan hijauan dan pakan konsentrat. Jenis pakan hijauan yang biasanya diberikan kepada sapi perah peternak responden adalah rumput gajah, king grass, dan jerami padi. Hijauan dapat diambil di lahan perkebunan, perhutani, dan sekitar lingkungan tempat tinggal peternak. Ada petani yang mencari rumput di lahan rumput sendiri dan ada pula yang mencari rumput di lahan sewaan milik perkebunan, perhutani, atau pribadi. Selain mencari rumput sendiri, ada juga peternak yang membeli rumput kepadda orang lain. Harga rumput per pikulnya ada yang seharga Rp ,00 dan Rp ,00. Dalam Tabel 16 dapat dilihat sebaran peternak yang mencari rumput sendiri, membeli serta kombinasi dari keduanya. Tabel 16. Sebaran Responden Berdasarkan Cara Perolehan Hijauan No Perolehan Hijauan Jumlah (Orang) Persentase 1. Membeli 2 3,33 2. Mencari sendiri Kombinasi 10 16,67 Jumlah ,00 Pakan konsentrat utama yang digunakan oleh peternak anggota KAUM Mandiri diantaranya adalah pakan konsentrat yang bernama HBM (pakan lama) dan Cargill (pakan baru). Selain pakan konsentrat utama, peternak juga

69 memberikan pakan tambahan berupa ampas tahu, ampas singkong, ampas kedelai, dan bekatul. Harga pakan baru yang biasa dibeli melalui kelompok adalah Rp 3.100,00 per kilogram namun ada juga kelompok yang menjual dengan harga Rp 3.200,00 per kilogram kepada peternak. Harga pakan lama yang biasa dibeli melalui kelompok adalah Rp 1.350,00 sampai Rp 1.450,00 per kilogram. Harga konsentrat ampas tahu, ampas singkong, atau ampas kedelai berkisar antara Rp ,00 sampai Rp ,00 per karung tergantung volume karung Perkawinan dan Kesehatan Hewan Sistem perkawinan sapi perah peternak anggota KAUM-Mandiri dilakukan dengan cara Inseminasi Buatan (IB). Cara ini dipilih karena lebih praktis dibandingkan dengan cara kawin alam. Untuk melakukan inseminasi buatan, peternak menggunakan jasa kesehatan hewan (keswan) yang telah disediakan oleh koperasi. Biaya pelayanan IB sudah ditanggung oleh koperasi namun biasanya peternak memberikan upah lelah kepada petugas keswan sekitar Rp ,00 Rp ,00. Sapi perah peternak responden rata-rata keberhasilan IB sebanyak dua kali hingga lima kali tergantung kesehatan sapi dan ketepatan waktu IB. Penyakit yang biasanya menyerang sapi perah peternak responden adalah sakit perut, bisul, dan borokan. Penanganan untuk penyembuhan penyakit ini biasanya diatasi dengan memanggil keswan Perkandangan Peternak di Kecamatan Pasir Jambu memelihara semua sapinya dalam kandang dan tidak digembalakan di lahan terbuka. Status kepemilikan kandang peternak responden adalah milik sendiri. Kandang biasanya terletak di belakang rumah atau di komplek perkandangan di lingkungan tempat tinggal peternak. Peternak membuang limbah kotoran ternak ke kali yang berada di belakang kandang atau menampung untuk dijadikan pupuk. Ukuran kandang untuk satu ekor sapi dewasa adalah 2 m x 1,5 m sedangkan untuk pedet adalah 1,5 m x 1 m. Dalam satu komplek kandang terdapat tempat menaruh pakan hijauan yang berbentuk seperti bak panjang terletak di depan masing-masing kandang sapi. Atap kandang biasanya terbuat dari genteng

70 atau seng sedangkan pilar-pilar kandang terbuat dari kayu. Lantai kandang ada yang terbuat dari semen, kayu, atau pun dilapisi karpet karet. Alasan peternak melapisi alas kandang dengan karpet adalah agar sapi terasa nyaman, tidak merasa dingin dan tidak mudah terpeleset Produktivitas Susu Produktivitas susu harian rata-rata peternak responden berkisar antara 6,67 liter dan 15,46 liter. Perbedaan produktivitas ini dipengaruhi oleh lama masa bunting, masa laktasi, besar sapi, umur sapi, tata laksana pemberian pakan, selang beranak, masa kering, dan frekuensi pemerahan (Sudono, 2005). Produktivitas susu sapi perah peternak responden dapat dilihat apada Tabel 17. Tabel 17. Produktivitas Rata-Rata Susu Sapi Perah Peternak Responden Produktivitas Rata-rata (liter/ekor/hari) Kelompok I Kelompok II Kelompok III 12,18 10,17 12, Analisis Pendapatan Usahaternak Pendapatan usahaternak sapi perah diperoleh dari selisih antara penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan. Penerimaan usahaternak sapi perah terdiri dari penjualan susu, penjualan karung, dan jumlah susu yang dikonsumsi baik oleh rumah tangga maupun pedet. Biaya usahaternak dibagi menjadi biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai merupakan biaya yang langsung dikeluarkan oleh peternak. Sedangkan biaya diperhitungkan adalah biaya yang tidak dikeluarkan oleh peternak secara langsung. Komponen biaya tunai adalah hijauan, konsentrat, pakan tambahan, vaselin, biaya air, biaya listrik, dan trasnportasi. Komponen biaya diperhitungkan adalah hijauan, tenaga kerja dalam keluarga, sewa lahan milik sendiri, dan penyusutan Penerimaan Usahaternak Penerimaan usahaternak sapi perah dihitung dari penjualan susu ke koperasi dalam lima belas hari, penjualan karung selama lima belas hari serta

71 jumlah susu yang dikonsumsi baik oleh keluarga maupun pedet selama lima belas hari. Pada Tabel 18 dapat dilihat bahwa penerimaan peternak kelompok I dari penjualan susu adalah sebesar Rp ,00. Penerimaan peternak kelompok II dari penjualan susu adalah sebesar Rp ,50 sedangkan penerimaan peternak kelompok III dari penjualan susu adalah sebesar Rp ,00. Hal ini menunjukkan bahwa penerimaan peternak kelompok I lebih besar dibandingkan dengan peternak kelompok II dan kelompok III. Besarnya penerimaan peternak kelompok I dikarenakan susu yang dihasilkan lebih banyak. Jumlah rata-rata susu yang dihasilkan oleh peternak kelompok I adalah sebesar 420,2 liter per lima belas hari. Jumlah rata-rata yang dihasilkan oleh peternak kelompok II adalah sebesar 259,225 liter per lima belas hari. Jumlah rata-rata susu yang dihasilkan peternak kelompok III adalah sebesar 379,225 liter per lima belas hari. Harga jual susu segar dari peternak ke koperasi adalah Rp 2.700,00 per liter. Tabel 18. Penerimaan Usahaternak Sapi Perah Peternak Responden Komponen Kelompok I Kelompok II Kelompok III Nilai (Rp) Persentase Nilai (Rp) Persentase Nilai (Rp) Persentase Penjualan Susu , ,5 96, ,60 Penjualan karung 4.588,125 0, ,5 0, ,5 0,43 Susu yang dikonsumsi , , ,97 Jumlah , , ,00 Produksi susu peternak kelompok I sebanyak 92,68 persen dijual ke koperasi dan sebanyak 6,95 persen dikonsumsi sendiri dan digunakan untuk susu pakan pedet. Produksi susu peternak kelompok III sebanyak 96,52 persen dijual ke koperasi dan sebanyak 3,07 persen dikonsumsi sendiri dan digunakan untuk susu pakan pedet. Produksi susu peternak kelompok II sebanyak 91,60 persen dijual ke koperasi dan 7,97 persen dikonsumsi sendiri dan digunakan untuk susu pakan pedet. Karung bekas pakan konsentrat biasanya dijual oleh peternak dengan harga yang berkisar antara Rp 300,00 Rp 1.000,00. Bagi peternak kelompok I,

72 karung bekas pakan baru dapat dijual seharga Rp 700,00 Rp 1.000,00. Harga ini lebih mahal daripada peternak kelompok II yang menjual karung bekas pakan lama. Karung bekas pakan lama hanya laku seharga Rp 300,00 Rp 500,00 tergantung kondisi karungnya. Kualitas karung bekas pakan baru lebih baik dibandingkan dengan karung bekas pakan lama sehingga hal ini dapat memberikan nilai tambah lebih kepada peternak kelompok I dan kelompok III yang menggunakan pakan baru. Namun, tidak semua karung bekas pakan dijual. Ada juga peternak yang menggunakan karung tersebut untuk alat bantu mengangkut rumput atau menyimpan rumput Biaya Usahaternak Biaya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keuntungan dari suatu usaha. Biaya dalam analisis usahaternak sapi perah dibedakan menjadi dua yaitu biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Komponen biaya tersebut selanjutnya diuraikan secara terpisah. A. Biaya tunai 1. Hijauan Dalam komponen biaya tunai terdapat komponen pembelian hijauan. Tidak semua peternak membeli hijauan dari orang lain. Ada peternak yang mendapatkan hijauan dengan cara membeli saja, mengambil sendiri atau kombinasi keduanya. Peternak biasanya membeli hijauan rata-rata sebanyak satu sampai lima pikul per hari. Satu pikul hijauan harganya Rp ,00 Rp ,00. Berat setiap pikulnya berkisar antara 40 sampai 50 kg. Pada peternak tipe kelompok I, sebanyak 20 persen melakukan kombinasi yaitu membeli hijauan dari orang lain dan mengambil rumput sendiri. Komponen biaya pembelian hijauan sebesar 5,44 persen dari keseluruhan biaya tunai yang dikeluarkan. Rata-rata biaya hijauan yang dikeluarkan selama 15 hari adalah Rp ,50. Pada peternak tipe kelompok II, sebanyak 6,67 persen yang hanya membeli rumput dan 13,33 persen yang melakukan kombinasi pembelian rumput dan mengambil rumput sendiri. Komponen biaya pembelian hijauan sebesar 5,59

73 persen dari keseluruhan biaya tunai yang dikeluarkan. Rata-rata biaya hijauan yang dikeluarkan selama 15 hari adalah Rp ,75. Pada peternak kelompok II, sebanyak 9,09 persen yang hanya membeli rumput dan 13,64 persen yang melakukan kombinasi. Komponen biaya pembelian hijauan sebesar 2,22 persen dari keseluruhan biaya tunai yang dikeluarkan. Ratarata biaya hijauan yang dikeluarkan selama 15 hari adalah Rp , Konsentrat dan Pakan Tambahan Pada peternak kelompok I, konsentrat utama yang digunakan adalah pakan baru. Biaya yang digunakan untuk konsentrat menghabiskan 44,15 persen dari seluruh jumlah biaya tunai. Rata-rata biaya pengeluaran untuk konsentrat selama 15 hari adalah Rp ,00. Pakan baru ini diperoleh dari KAUM-Mandiri dengan harga Rp 3.100,00. Selain memberikan pakan konsentrat utama yang baru, peternak juga memberikan pakan tambahan dengan rata-rata biaya Rp ,00 per lima belas hari dengan menghabiskan 1,41 persen dari total biaya tunai. Para peternak kelompok II masih menggunakan pakan konsentrat utama yang lama. Biaya yang digunakan untuk konsentrat menghabiskan 35,51 persen dari seluruh total biaya tunai. Rata-rata biaya pengeluaran selama lima belas hari adalah Rp ,00. Pakan tambahan yang dibutuhkan lebih banyak daripada peternak tipe kelompok I. Rata-rata biaya untuk membeli pakan tambahan selama lima belas hari adalah Rp ,00. Para peternak kelompok III menggunakan konsentrat campuran antara pakan baru dan pakan lama. Rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk kedua pakan ini adalah sebesar Rp ,00. Biaya yang digunakan untuk konsentrat menghabiskan 46,68 persen dari seluruh total biaya tunai. Rata-rata biaya pakan tambahan yang dibutuhkan adalah Rp ,00. Jumlah ini masih lebih kecil daripada penggunaan pakan tambahan oleh peternak tipe kelompok II. 3. Vaselin Vaselin dibutuhkan untuk mempermudah peternak dalam proses pemerahan sehingga susu sapi lebih mudah untuk keluar. Peternak mendapatkan vaselin membeli dari KAUM-Mandiri dengan harga rata-rata Rp per kilogram. Rata-rata pengeluaran biaya pembelian vaselin bagi peternak tipe

74 kelompok I adalah Rp 2.000,00 setiap lima belas hari, bagi peternak tipe kelompok II adalah Rp 6.842,708, dan bagi peternak tipe kelompok III adalah Rp 3.916,67. Biaya yang dibutuhkan untuk penggunaan vaselin ini tidak terlalu banyak karena penggunaan vaselin pun tidak terlalu banyak. Rata-rata penggunaan vaselin hanya 128,43 gram per 15 hari. 4. Sewa Lahan Peternak responden ada yang mencari rumput di lahan liar ada juga di lahan milik perkebunan, perhutani, atau milik pribadi. Bagi peternak yang mengambil rumput selain di lahan liar dan lahan sendiri, harus membayar uang sewa lahan. Uang sewa lahan ini ada yang dibayarkan selama sebulan ada juga yang dibayarkan dalam setahun. Rata-rata biaya sewa lahan per bulan adalah Rp 5.000,00 dan Rp ,00 sedangkan untuk biaya sewa lahan per tahun adalah sebesar Rp ,00. Rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk sewa lahan selama lima belas hari adalah Rp 1.430,17 untuk peternak kelompok I, Rp 541,66 untuk peternak kelompok II, dan Rp 1.512,50 untuk peternak kelompok III. 5. Biaya Air Biaya air merupakan biaya tunai yang dikeluarkan oleh peternak setiap bulannya. Ada peternak yang membayar iuran air per bulannya ada juga yang tidak membayar. Air digunakan oleh peternak untuk memberikan minum sapi perahnya dan membersihkan kandang serta sapi. Biaya air per bulannya tidak terlalu mahal dikarenakan air yang digunakan berasal dari mata air pegunungan. Biaya yang dikeluarkan peternak juga merupakan biaya pemeliharaan selang dan sumber air. Rata-rata biaya air yang dikeluarkan dalam lima belas hari adalah Rp 530,2525 untuk peternak tipe kelompok I, Rp 508,3333 untuk peternak tipe kelompok II, dan Rp 421,4318 untuk peternak tipe kelompok III. 6. Transportasi Biaya transportasi ini merupakan biaya yang dikeluarkan oleh peternak untuk mengangkut rumput menggunakan motor. Ada beberapa peternak yang menggunakan motor sebagai alat bantu untuk mengangkut rumput dari lahan ke kandang sapi. Pada peternak kelompok I, biaya yang dikeluarkan untuk bensin motor selama lima belas hari rata-rata sebesar Rp ,81. Pada peternak

75 kelompok II, biaya yang dikeluarkan untuk bensin motor selama lima belas hari rata-rata sebesar Rp 9.374,625. Sedangkan pada peternak kelompok II, biaya yang dikeluarkan untuk bensin motor selama lima belas hari rata-rata sebesar Rp 6.093,75. Pada peternak kelompok I, jumlah rumput yang diangkut lebih banyak oleh karena itu biaya transportasinya pun lebih besar. 7. Listrik Pembayaran listrik merupakan pengeluaran tetap peternak sapi perah. Biaya listrik ini digunakan untuk penerangan kandang sapi perah. Rata-rata pembayaran penggunaan listrik untuk peternak kelompok I adalah Rp 3.489,875, untuk peternak kelompok II adalah Rp 3.074,983, dna untuk peternak kelompok III adalah Rp 3.708,375. Biaya listrik yang digunakan antar tipe peternak tidak terlalu berbeda. Hal ini dikarenakan besaran kandang dan jumlah lampu yang digunakan sebagai penerangan kandang tidak berbeda jauh. Rata-rata peternak menggunakan lampu sebanyak satu sampai tiga buah yang berukuran 5 watt. B. Biaya diperhitungkan Biaya yang diperhitungkan ini untuk melihat bagaimana manajemen suatu usahaternak. Biaya yang diperhitungkan terdiri dari biaya tenaga kerja dalam keluarga, sewa lahan, hijauan, dan penyusutan alat-alat. 1. Hijauan Bagi peternak yang tidak membeli pakan hijauan, maka pakan hijauan yang diambil sendiri harus diperhitungkan sebagai biaya diperhitungkan. Biaya yang dihitung adalah jumlah pikul rumput yang diambil oleh peternak dikali dengan harga satu pikul yang berlaku yaitu Rp Hal ini dilakukan untuk melihat seberapa besar biaya yang dikeluarkan oleh peternak apabila ia membeli semua hijauan yang dibutuhkan. Ini juga dapat mengukur bagaimana jika peternak bekerja dengan orang lain untuk menjual rumput. Pada peternak kelompok I biaya yang dikeluarkan apabila peternak membeli rumput pada orang lain adalah Rp ,8. Pada peternak kelompok II biaya yang dikeluarkan apabila peternak membeli rumput pada orang lain adalah Rp ,1. Pada peternak kelompok III biaya yang dikeluarkan apabila peternak membeli rumput pada orang lain adalah Rp ,5. Peternak

76 kelompok I membutuhkan hijauan paling banyak dibandingkan dengan peternak lainnya. Hal ini dikarenakan peternak kelompok I memiliki sapi perah laktasi paling banyak, pakan hijauan yang didapatkan dari membeli lebih sedikit dibandingkan dengan pakan hijauan yang diambil sendiri, serta ternak yang memakan pakan baru kebutuhan rumputnya lebih banyak dibandingkan dengan ternak yang masih menggunakan lama atau masih dicampur dengan pakan lama. 2. Biaya Tenaga Kerja Dalam Keluarga Tenaga kerja dalam keluarga harus diperhitungkan karena semua peternak responden dalam menjalankan usahaternak sapi perah tidak memperhitungkan pengeluaran biaya tenaga kerja dalam keluarga. Sedangkan manfaat menghitung pengeluaran biaya tenaga kerja dalam keluarga yaitu untuk mengetahui penerimaan usahaternak sapi perah responden yang sebenarnya. Pengeluaran biaya tenaga kerja dalam keluarga masuk dalam biaya diperhitungkan. Biaya diperhitungkan merupakan biaya tidak tunai yang diukur atau dinilai berdasarkan perkiraan upah tenaga kerja yang berlaku. Rata-rata pengeluaran biaya tenaga kerja dalam keluarga untuk peternak kelompok I adalah Rp ,30. Rata-rata pengeluaran biaya tenaga kerja dalam keluarga untuk peternak kelompok II adalah Rp ,80. Sedangkan rata-rata pengeluaran biaya tenaga kerja dalam keluarga untuk peternak kelompok III adalah Rp ,20. Biaya tenaga kerja keluarga dihitung berdasarkan satuan hitung HOK. Jenis pekerjaan yang dihitung dalam biaya tenaga kerja tidak termasuk pekerjaan mencari hiajuan karena biaya mencari hijauan sudah dimasukkan ke dalam biaya apabila peternak membeli hijauan dari orang lain. Biaya tenaga kerja yang dihitung adalah untuk pekerjaan sanitasi sapi dan kandang, memberikan pakan hijauan, memberikan pakan konsentrat, memerah sapi, dan menyetorkan susu. Biaya tenaga kerja dalam keluarga mengambil persentase sebanyak 17,90 persen untuk peternak kelompok I, 19,76 persen untuk peternak kelompok II, dan 18,09 persen untuk peternak kelompok III. 3. Sewa Lahan Sewa lahan menjadi biaya yang diperhitungkan karena lahan yang digunakan responden untuk menanam rumput merupakan lahan sendiri. Biaya

77 sewa lahan milik sendiri dihitung dengan harga sewa lahan yang berlaku di daerah penelitian yaitu sebesar Rp per tahun untuk seratus tumbak. Lahan yang dimiliki oleh peternak biasanya adalah lahan turun temurun milik keluarga mereka. Biaya sewa lahan milik sendiri yang dihitung adalah biaya sewa lahan selama lima belas hari. Rata-rata biaya sewa lahan milik sendiri oleh peternak kelompok I adalah Rp 1.418,86. Rata-rata biaya sewa lahan milik sendiri oleh peternak kelompok II adalah Rp 432,2982. Rata-rata biaya sewa lahan milik sendiri oleh peternak kelompok III adalah Rp 1.638,85. Dengan memperhitungkan biaya sewa lahan milik sendiri ini kita dapat tahu berapa biaya yang harus dikeluarkan oleh peternak apabila mereka tidak memiliki lahan dan harus menyewa lahan milik orang lain. Selain itu, biaya ini juga dapat menunjukkan uang yang akan didapat apabila peternak menyewakan lahan milik sendiri kepada orang lain. 4. Penyusutan Penyusutan menjadi biaya yang diperhitungkan karena dihitung sebagai biaya yang harus dikeluarkan oleh responden untuk melakukan perawatan terhadap peralatan dan kandang. Biaya penyusutan dalam penelitian ini diperhitungkan dengan metode garis lurus yaitu harga beli dibagi dengan umur ekonomis. Perhitungan biaya penyusutan peralatan dan kandang dapat dilihat pada Lampiran 2, 3, dan 4. Peralatan yang mengalami penyusutan termasuk peralatan untuk membersihkan kandang dan sapi, memerah sapi, mengarit rumput, perlengkapan kandang, dan kandang itu sendiri. Dapat dilihat pada Tabel 17 ratarata biaya penyusutan peternak kelompok I adalah Rp ,58. Rata-rata biaya penyusutan peternak kelompok II adalah Rp ,1. Sedangkan rata-rata biaya penyusutan peternak kelompok III adalah Rp ,07. Biaya terbesar dari masing-masing tipe peternak yaitu untuk biaya pakan konsentrat utama. Persentase biaya untuk pakan konsentrat utama ada peternak kelompok I, kelompok II, dan kelompok III secara berturut-turut adalah 44,67 persen, 35,59 persen, dan 46,19 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pakan konsentrat merupakan salah satu input yang penting bagi usahaternak sapi perah. Biaya terbesar kedua adalah untuk pakan hijauan yang diambil sendiri oleh

78 peternak dan biaya tenaga kerja dalam keluarga. Namun persentase ini masih lebih kecil daripada biaya yang harus dikeluarkan untuk pakan. Hal ini menunjukkan bahwa hasil penjualan susu sapi peternak hampir separuhnya untuk biaya pakan. Petani tidak mendapatkan untung dari usaha sapi perahnya ini selain dari biaya yang diperhitungkan. Berarti dapat disimpulkan bahwa peternak di daerah penelitian tidak mendapatkan penghasilan dari berusaha ternak namun mereka mendapatkan penghasilan dari bekerja mengurus ternak dan mengambil rumput. Tabel 19. Biaya Usahaternak Sapi Perah Peternak Responden Keterangan Kelompok I Kelompok II Kelompok III Nilai (Rp) Persentase Nilai (Rp) Persentase Nilai (Rp) Persentase Biaya Tunai Hijauan ,50 5, ,75 5, ,63 2,21 Konsentrat ,00 44, ,00 35, ,00 46,19 Pakan tambahan ,00 1, ,00 4, ,00 10,56 Vaselin 2.000,00 0, ,71 0, ,67 0,30 Sewa Lahan 1.430,17 0,09 541,66 0, ,50 0,12 Biaya air 530,25 0,04 381,25 0,04 228,13 0,02 Transportasi ,81 0, ,63 0, ,75 0,47 Listrik 3.489,88 0, ,08 0, ,91 0,29 Total Biaya Tunai ,60 52, ,10 47, ,60 60,16 Hijauan ,80 25, ,10 29, ,50 18,60 TKDK ,30 18, ,80 19, ,20 18,07 Sewa lahan milik 1.418,86 432, ,85 sendiri 0,09 0,04 0,13 Penyusutan ,58 3, ,10 3, ,07 3,04 Total Biaya Diperhitungkan ,50 47, ,37 52, ,70 39,84 Jumlah Total Biaya ,00 100, ,00 100, ,00 100,00 Pada Tabel 19 dapat dilihat bahwa dengan adanya modernisasi pada usahaternak sapi perah akan meningkatkan pendapatan perusahaan pakan konsentrat. Hal ini terlihat pada persentase biaya pakan yang dikeluarkan oleh peternak kelompok I dan peternak kelompok II. Pada peternak kelompok II yang masih menggunakan pakan lama, persentase biaya pembelian pakan

79 konsentratnya sebesar 39,73 persen sedangkan pada peternak kelompok I sebesar 46,10 persen. Biaya diperhitungkan atau dapat dikatakan biaya imbalan bagi peternak kelompok I memiliki persentase yang lebih sedikit dibandingkan dengan peternak kelompok II. Peternak kelompok II masih lebih banyak mendapatkan biaya imbalan yang mereka keluarkan dari biaya usahaternak yaitu sebesar 52,78 persen. Bagi peternak kelompok III dengan masuknya pakan baru ini akan meningkatkan biaya tunai sedangkan biaya diperhitungkan atau biaya imbalan peternak kelompok III menjadi lebih sedikit. Biaya yang dikeluarkan oleh peternak kelompok III banyak dihabiskan untuk membeli pakan konsentrat yaitu mencapai 56,75 persen Hasil Analisis Pendapatan Usahaternak Sapi Perah Analisis pendapatan ini meliputi analisis pendapatan atas biaya diperhitungkan dan analisis pendapatan atas biaya total. Pada komponen biaya, biaya yang dikeluarkan oleh peternak untuk usahaternak sapi perah terdiri dari biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai terdiri dari biaya pembelian hijauan, pembelian konsentrat, pembelian vaselin, sewa lahan, biaya air, biaya transportasi, dan biaya listrik. Sedangkan yang termasuk biaya diperhitungkan adalah biaya hijuan yang diambil sendiri, biaya tenaga kerja dalam keluarga, biaya sewa lahan milik sendiri, dan biaya penyusutan peralatan Pada Tabel 18 bisa dillihat bahwa penerimaan peternak kelompok I adalah Rp , penerimaan peternak kelompok II Rp , dan penerimaan peternak kelompok III Rp Hal ini menunjukkan bahwa penerimaan peternak kelompok I lebih besar dibandingkan dengan peternak kelompok III dan kelompok II. Besarnya penerimaan peternak kelompok I dikarenakan susu yang dihasilkan lebih banyak. Jumlah rata-rata susu yang dihasilkan oleh peternak kelompok I adalah sebesar 420,2 liter per lima belas hari. Jumlah rata-rata yang dihasilkan oleh peternak kelompok II adalah sebesar. 259,225 liter per lima belas hari. Jumlah rata-rata susu yang dihasilkan peternak kelompok III adalah sebesar 379,225 liter per lima belas hari. Harga jual susu segar dari peternak ke koperasi adalah Rp 2.700,00 per liter. Jumlah biaya total yang harus dikeluarkan selama lima belas hari oleh peternak kelompok I adalah Rp ,00. Persentase terbesar yang

80 dikeluarkan oleh peternak adalah untuk biaya tunai yaitu sebesar Rp ,60 atau 52,95 persen dari total biaya, sisanya sebesar Rp ,50 atau 47,05 persen untuk biaya yang diperhitungkan. Biaya total yang harus dikeluarkan selma lima belas hari oleh peternak kelompok II adalah Rp ,00. Persentase terbesar yang dikeluarkan oleh peternak adalah untuk biaya diperhitungkan yaitu sebesar Rp ,37 atau 52,68 persen, sisanya sebesar Rp ,10 atau 47,32 persen untuk biaya tunai. Biaya total yang harus dikeluarkan selama lima belas hari oleh peternak kelompok III adalah Rp ,00. Persentase terbesar yang dikeluarkan oleh peternak adalah untuk biaya tunai yaitu sebesar Rp ,6 atau 60,16 persen, sisanya sebesar Rp ,70 atau 39,84 persen untuk biaya diperhitungkan. Rata-rata pendapatan atas biaya tunai bagi peternak kelompok I adalah sebesar Rp ,50 dan rata-rata pendapatan atas biaya total adalah -Rp ,00. Rata-rata hasil perhitungan analaisis R/C atas biaya tunai adalah 1,53. Nilai ini memiliki arti bahwa setiap pengeluaran tunai sebesar Rp 1,00, menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,53. Sedangkan rata-rata R/C atas biaya total untuk peternak responden tipe kelompok I sebesar 0,81. Nilai ini memiliki arti bahwa setiap pengeluaran biaya total sebesar Rp 1,00, maka akan menghasilkan penerrimaan sebesar Rp 0,81. Nilai ini memiliki arti bahwa usahaternak ini tidak layak apabila biaya diperhitungkan dihitung dalam pendapatan usahaternak. Rata-rata pendapatan atas biaya tunai bagi peternak kelompok II adalah sebesar Rp ,90 dan rata-rata pendapatan atas biaya total adalah -Rp ,00. Rata-rata hasil perhitungan analaisis R/C atas biaya tunai adalah 1,493. Nilai ini memiliki arti bahwa setiap pengeluaran tunai sebesar Rp 1,00, menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,49. Sedangkan rata-rata R/C atas biaya total untuk peternak responden tipe kelompok II sebesar 0,71. Nilai ini memiliki arti bahwa setiap pengeluaran biaya total sebesar Rp 1,00, maka akan menghasilkan penerrimaan sebesar Rp 0,71. Nilai ini memiliki arti bahwa usahaternak ini tidak layak apabila biaya diperhitungkan dihitung dalam pendapatan usahaternak.

81 sebesar Rp Rata-rata pendapatan atas biaya tunai bagi peternak kelompok III adalah ,40 dan rata-rata pendapatan atas biaya total adalah -Rp ,00. Rata-rata hasil perhitungan analisis R/C atas biaya tunai adalah 1,43. Nilai ini memiliki arti bahwa setiap pengeluaran tunai sebesar Rp 1,00, menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,43. Sedangkan rata-rata R/C atas biaya total untuk peternak responden tipe kelompok III sebesar 0,86. Nilai ini memiliki arti bahwa setiap pengeluaran biaya total sebesar Rp 1,00, maka akan menghasilkan penerrimaan sebesar Rp 0,86. Nilai ini memiliki arti bahwa usahaternak ini tidak layak apabila biaya diperhitungkan dihitung dalam pendapatan usahaternak. Dalam Tabel 20 dapat dilihat bahwa peternak tipe kelompok I yang memiliki rata-rata R/C paling besar yaitu 1,53. Seluruh rata-rata R/C atas biaya total peternak responden untuk setiap tipe kurang dari satu. Hal ini menunjukkan bahwa usahaternak peternak responden KAUM-Mandiri tidak layak apabila biaya diperhitungkan dimasukkan ke dalam penghitungan pendapatan usahaternak. Artinya peternak tidak akan layak apabila ia menggunakan tenaga kerja dari luar keluarga, membeli pakan hijauan, dan menyewa lahan rumput. Tabel 20. Rata-Rata Pendapatan Usahaternak dan R/C Peternak Responden Komponen Nilai (Rp) Kelompok I Kelompok II Kelompok III Penerimaan , , ,00 Biaya tunai , , ,60 Biaya diperhitungkan , , ,70 Biaya total , , ,00 Pendapatan atas biaya tunai , , ,40 Pendapatan atas biaya total , , ,00 R/C atas biaya tunai 1, , , R/C atas biaya total 0, , ,860181

82 VII EFISIENSI USAHATERNAK SAPI PERAH Analisis fungsi produksi yang digunakan adalah model fungsi Cobb- Douglas stochastic production frontier. Analisis tersebut bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi produksi usahaternak sapi perah di Kecamatan Pasir Jambu. Selain menganalisis faktor-faktor produksi, juga untuk menganalisis efisiensi teknis usahaternak sapi perah. Dalam penelitian ini terdiri dari lima variabel independen penduga dalam fungsi produksi ini yaitu jumlah sapi laktasi (X 1 ), pakan konsentrat/jumlah sapi laktasi (X 2 ), pakan hijauan/ jumlah sapi laktasi (X 3 ), tenaga kerja/jumlah sapi laktasi (X 4 ), dan air minum sapi/jumlah sapi laktasi (X 5 ) Analisis Fungsi Stochastic Production Frontier Usahaternak Sapi Perah Fungsi Produksi Usahaternak Sapi Perah Peternak Kelompok I Pendugaan parameter fungsi produksi Cobb-Douglas dengan metode OLS menunjukkan gambaran kinerja rata-rata (best fit) dari proses produksi peternak pada tingkat teknologi yang ada. Sedangkan dengan metode MLE menggambarkan kinerja terbaik (best practice) dari perilaku peternak dalam proses produksi. Pencarian awal fungsi produksi dilakukan dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Pendugaan parameter fungsi produksi dengan metode OLS menunjukan gambaran kinerja rata-rata (best fit) dari produksi peternak pada tingkat teknologi yang ada. Fungsi produksi dibentuk dari variabel jumlah sapi laktasi, pakan konsentrat baru, pakan rumput, air, dan tenaga kerja. Tabel 21 berikut menunjukkan hasil pendugaan fungsi produksi usahaternak sapi perah peternak kelompok I. Hasil estimasi awal menggunakan metode OLS menunjukkan nilai R 2 sebesar 83,2 persen, akan tetapi terdapat multikolinieritas yang tinggi antar variabel dalam model. Masalah multikolinearitas hanya menyebabkan standard error menjadi lebih besar sehingga t-hitung menjadi lebih kecil dan ini menyebabkan nilai tersebut menjadi tidak nyata. Model 1 tersebut diperlihatkan oleh persamaan di bawah ini.

83 Ln Y = 0,823 0,164 Ln X 1 + 0,666 Ln X 2 + 0,159 Ln X 3 + 0,377 Ln X 4 0,389 Ln X 5 Tabel 21. Pendugaan Fungsi Produksi Cobb Douglass Usahaternak Sapi Perah Peternak Kelompok I Model 1 Variabel OLS MLE Koef t-rasio Koef t-rasio Konstanta 1,423 0,393 0,823 0,916 Jumlah sapi laktasi (X 1 ) -0,189-0,212-0,164 0,608 Pakan Konsentrat Baru (X 2 ) 0,298 0,451 0,666 1,259 Rumput (X 3 ) 0,349 1,313 0,159 1,134 Air (X 4 ) 0,632 2,323 0,377 2,799 Tenaga kerja (X 5 ) -0,844-2,724-0,389-0,702 R 2 (%) P ζ 2 γ LR test of one side error 83,2 0,000 0,194 0,999 6,827 Model 1 masih memiliki masalah multikolinieritas, teknik untuk menghilangkan atau setidaknya mengurangi multikolinieritas adalah dengan membagi setiap variabel dependen dan independen dengan variabel yang memiliki nilai kerelasi pearson yang tinggi. Cara ini menjadikan variabel tersebut keluar dari model dan terbentuk model fungsi produktivitas. Tabel 22 menunjukkan hasil pendugaan dari fungsi produktivitas yang terbentuk. Tabel 22. Pendugaan Fungsi Produksi Cobb Douglass Usahaternak Sapi Perah Peternak Kelompok I Model 2 Variabel OLS MLE Koef t-rasio Koef t-rasio Konstanta 3,273 0,850 3,688 3,702* Pakan Konsentrat Baru -0,110-0,159-0,025-0,027 /jumlah (X 1 ) Rumput/jumlah (X 2 ) 0,333 1,143 0,209 0,256 Air/jumlah (X 3 ) 0,221 1,103 0,235 0,290 Tenaga kerja/jumlah (X 4 ) -0,325-1,681-0,251 0,277 R 2 (%) P ζ 2 γ LR test of one side error 21,8 0,416 0,330 0,999 11,759 Keterangan: * Nyata pada α = 10%

84 Masalah multikolinieritas sudah tidak ada pada model 2, akan tetapi nilai R 2 dari model tersebut menjadi kecil, yaitu 21,8 persen. Hal ini berarti hanya 21,8 persen keragaman produktivitas dapat dijelaskan oleh variabel bebasnya. Selain itu nilai P pada model sebesar 0,416 lebih besar daripada 0,1 pada selang kepercayaan 90 persen. Hal ini berarti semua variabel independen tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi (variabel dependen). Model 2 tersebut diperlihatkan oleh persamaan di bawah ini. Ln Y = 3,688 0,025 Ln X 1 + 0,209 Ln X 2 + 0,235 Ln X 3 0,251 Ln X 4 Keragaman fungsi yang dapat dijelaskan oleh variabel independen pada model 2 kecil, sehingga dicari model yang lebih baik. Cara lain yang dapat dilakukan untuk menghilangkan masalah multikolinieritas adalah dengan membagi variabel selain produksi dan jumlah sapi laktasi dengan variabel jumlah sapi laktasi, sehingga variabel jumlah sapi laktasi tetap ada dalam model. Model ketiga ini adalah model produksi sebagai fungsi dari jumlah sapi laktasi, pakan konsentrat baru per jumlah sapi laktasi, pakan rumput per jumlah sapi laktasi, air per jumlah sapi laktasi, dan tenaga kerja per jumlah sapi laktasi. Tabel 23. Pendugaan Fungsi Produksi Cobb Douglass Usahaternak Sapi Perah Peternak Kelompok I Model 3 Variabel OLS MLE Koef t-rasio Koef t-rasio Konstanta 1,423 0,393 0,988 0,921 Jumlah sapi laktasi (X 1 ) 0,246 0,662 0,608 2,927* Pakan konsentar/jumlah (X 2 ) 0,297 0,451 0,553 8,829* Rumput/jumlah (X 3 ) 0,348 1,313 0,199 1,233 Air/jumlah (X 4 ) 0,632 2,323 0,431 3,864* Tenaga kerja/jumlah (X 5 ) -0,844-2,724-0,452-5,895* R 2 (%) P ζ 2 γ LR test of one side error 83,2 0,000 0,201 0,999 8,292 Keterangan: * Nyata pada α = 10% Model yang dibentuk tidak memiliki masalah multikolinearitas dan memiliki nilai R 2 sebesar 83,2 persen. Nilai ini menunjukkan bahwa sebesar 83,2 persen semua variabel independen (X i ) memberikan kontribusi terhadap peningkatan produksi susu (Y). Sebanyak 16, 8 persen peningkatan produksi oleh

85 dipengaruhi faktor-faktor lain yang tidak termasuk dalam model. Model ini memiliki nilai LR galat satu sisi sebesar 8,292 yang lebih besar dari χ 2 5 pada tabel Chi-Square Kodde dan Palm pada α = 25 persen yaitu 6,031, sehingga terdapat inefisiensi teknis pada model ini. Model ini sudah memenuhi kriteria dari fungsi produksi Cobb-Douglas Stochastic Frontier. Selanjutnya model inilah yang akan dibahas untuk menggambarkan fungsi produksi dari usahaternak sapi perah peternak tipe kelompok I. Model fungsi produksi Cobb-Douglas tersebut diperlihatkan oleh persamaan di bawah ini: Ln Y = 0, ,608 Ln X 1 + 0,553 Ln X 2 + 0,199 Ln X 3 + 0,431 Ln X 4 0,452 Ln X 5 Parameter dugaan pada fungsi produksi Cobb-Douglas telah menunjukkan nilai elastisitas produksi batas dari input-input yang digunakan. Parameter yang akan digunakan adalah parameter dari fungsi produksi Stochastic Frontier metode MLE. Tabel 21 menunjukkan bahwa semua variabel berpengaruh positif kecuali tenaga kerja per sapi laktasi dan nyata pada taraf 10 persen kecuali variabel rumput per sapi laktasi. Berikut merupakan interpretasi dari masing-masing faktor produksi dalam model terbaik fungsi produksi Stochastic Frontier : 1. Jumlah Sapi Laktasi Parameter dugaan hasil fungsi produksi menunjukkan elastisitas produksi dari variabel jumlah sapi laktasi berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan 90 persen terhadap produksi susu peternak kelompok I sebesar 0,608. Hal ini berarti bahwa dengan adanya peningkatan jumlah sapi laktasi sebesar satu persen maka akan meningkatkan produksi susu sebesar 0,608 persen. Namun peningkatan jumlah sapi laktasi harus diikuti dengan peningkatan penggunaan input-input variabel lainnya per jumlah sapi dalam rasio yang konstan. 2. Pakan Konsentart per Sapi Laktasi Pada peternak kelompok I, pakan konsentrat yang digunakan adalah pakan konsentrat baru. Variabel pakan konsentrat per sapi laktasi berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan 90 persen. Nilai elastisitas pakan konsentrat baru per sapi laktasi terhadap produksi susu sebesar 0,553 menunjukkan bahwa apabila jumlah pakan konsentrat baru per sapi ditingkatkan satu persen maka akan meningkatkan

86 produksi sebesar 0,553 persen, cateris paribus. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah pakan yang digunakan oleh peternak selama ini harus ditingkatkan untuk setiap sapi laktasi. Hal ini diduga karena penggunaan pakan konsentrat baru yang masih di bawah anjuran. Rata-rata penggunaan pakan konsentrat baru pada peternak responden adalah sebanyak 6 kilogram per sapi per hari. Padahal jumlah pemberian pakan konsentrat juga tergantung dari berat badan sapi dan produksi susu per harinya. Untuk sapi yang hanya berproduksi kurang dari 10 liter per harinya diberikan pakan konsentrat baru sebanyak 5 kilogram. Untuk sapi yang berproduksi antara 10 sampai 14 liter per hari diberikan pakan konsentrat baru sebanyak 6 kg per hari sedangkan untuk sapi yang berpoduksi lebih dari empat belas liter per hari harus diberikan pakan konsentrat baru sebanyak 7 kg per hari. Selain itu, dalam memberikan pakan konsentrat, peternak tidak menggunakan takaran yang sesuai. Hal ini bisa mengakibatkan kurangnya pakan konsentrat yang seharusnya diberikan kepada sapi. 3. Rumput per Sapi Laktasi Variabel penggunaan rumput per sapi laktasi berpengaruh positif dan tidak nyata terhadap produksi susu. Nilai elastisitas rumput per sapi laktasi terhadap produksi sebesar 0,199 menunjukkan bahwa penambahan rumput per sapi laktasi sebesar satu persen akan meningkatkan produksi sebesar 0,199 persen, cateris paribus. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan rumput per sapi laktasi oleh peternak kelompok I masih kurang. Oleh karena itu harus ditingkatkan lagi penggunaan rumputnya. Karena menurut konsultan peternakan sapi perah, sapi yang menggunakan pakan konsentrat baru ini akan memerlukan rumput yang lebih banyak daripada sapi yang masih menggunakan pakan lama. Namun hal ini tidak berpengaruh nyata diduga karena penggunaan rumput oleh peternak kelompok I per sapi laktasi hampir seragam yaitu 50 kg per sapi laktasi per hari. 4. Air per Sapi Laktasi Variabel pemberian air minum per sapi laktasi berpengaruh positif dan nyata pada taraf kepercayaan 90 persen. Nilai elastisitas air minum per sapi laktasi terhadap produksi susu sebesar 0,431 menunjukkan bahwa peningkatan jumlah air

87 minum per sapi laktasi sebesar satu persen maka akan meningkatkan produksi susu sebesar 0,431 persen, cateris paribus. Pemberian air penting untuk produksi susu, karena susu 87 persen terdiri atas air dan 50 persen dari badan sapi terdiri atas air. Perbandingan antara susu yang dihasilkan dan air yang dibutuhkan adalah 1 : 3,6. Air yang dibutuhkan setiap hari bagi sapi minimal untuk tiap satu liter susu yang dihasilkan dibutuhkan air minum sebanyak emapt liter. Sebaiknya sapi diberi air minum secara tidak terbatas (Sudono, 1999). Ternak yang diberikan pakan konsentrat baru ini akan lebih banyak meminum air sehingga lebih baik peternak memberikan air minum kepada sapi laktasi secara tidak terbatas. 5. Tenaga Kerja per Sapi Laktasi Variabel tenaga kerja per sapi laktasi berpengaruh negatif dan nyata pada taraf kepercayaan 90 persen. Nilai elastisitas tenaga kerja per sapi laktasi terhadap produksi susu sebesar -0,452 menunjukkan bahwa penambahan jumlah jam tenaga kerja per sapi laktasi sebesar satu persen maka akan menurunkan produksi susu sebesar 0,452 persen, cateris paribus. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan jam tenaga kerja pada responden peternak kelompok I sudah jenuh. Penggunaan jumlah jam tenaga kerja sudah tidak dapat ditingkatkan lagi. Setiap penambahan jumlah jam tenaga kerja dapat menurunkan produksi. Jika ingin menambahkan tenaga kerja, peternak tipe kelompok I harus menambahkan jumlah populasi ternak sapi perah laktasi miliknya. Selain itu sapi yang menggunakan pakan konsentrat baru ini menjadi lebih banyak makan rumput sedangkan penambahan produksi susu yang dihasilkan maksimal sebesar 3 liter. Hal ini tidak dapat menutupi tambahan kebutuhan penggunaan tenaga kerja yang diperlukan. Usahaternak sapi perah peternak kelompok I dapat dikatakan masih dapat ditingkatkan produksinya, dimungkinkan dengan penambahan input tertentu, maka produksi susu diharapkan juga akan meningkat. Hal ini dicerminkan dari nilai return to scale (RTS) yang lebih besar dari satu yaitu sebesar 1,339. Nilai ini menunjukkan bahwa usahaternak sapi perah peternak kelompok I dalam posisi increasing return to scale dan berada pada daerah I pada kurva fungsi produksi. Hal ini berarti bahwa proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar.

88 7.1.2 Fungsi Produksi Usahaternak Sapi Perah Peternak Kelompok II Agar model yang digunakan pada peternak kelompok II dapat dibandingkan dengan peternak kelompok I maka formulasi model yang digunakan adalah sama dengan model fungsi produksi peternak kelompok I. Variabel independen terdiri dari jumlah sapi laktasi, pakan konsentrat lama per jumlah sapi laktasi, pakan rumput per jumlah sapi laktasi, air per jumlah sapi laktasi, dan tenaga kerja per jumlah sapi laktasi sehingga didapatkanlah model seperti pada Tabel 24. Model yang dibentuk tidak memiliki masalah multikolinearitas dan memiliki nilai R 2 sebesar 83,8 persen. Nilai ini menunjukkan bahwa sebesar 83,8 persen semua variabel independen (X i ) memberikan kontribusi terhadap peningkatan produksi susu (Y). Sebanyak 16, 2 persen peningkatan produksi oleh dipengaruhi faktor-faktor lain yang tidak termasuk dalam model. Model ini memiliki nilai LR galat satu sisi sebesar 21,979 yang lebih besar dari χ 2 5 pada tabel Chi-Square Kodde dan Palm pada α = 0,1 persen yaitu 6,031, sehingga terdapat inefisiensi teknis pada model ini. Model ini sudah memenuhi kriteria dari fungsi produksi Cobb-Douglas Stochastic Frontier. Tabel 24. Pendugaan Fungsi Produksi Cobb Douglass Usahaternak Sapi Perah Peternak Kelompok II Variabel OLS MLE Koef t-rasio Koef t-rasio Konstanta 2,960 1,376 1,101 1,137 Jumlah sapi laktasi (X 1 ) 0,926 6,799 1,183 14,614* Pakan konsentrat/jumlah (X 2 ) 0,332 2,066 0,385 3,789* Rumput/jumlah (X 3 ) -0,159-1,174-0,145-2,015* Air/jumlah (X 4 ) 0,059 0,402 0,099 1,034 Tenaga kerja/jumlah (X 5 ) 0,245 1,337 0,596 4,722* R 2 (%) P ζ 2 γ LR test of one side error 83,8 0,000 0,0193 0, ,979 Keterangan: * Nyata pada α = 10% Selanjutnya model inilah yang akan dibahas untuk menggambarkan fungsi produksi dari usahaternak sapi perah peternak tipe kelompok II. Model fungsi produksi Cobb-Douglas tersebut diperlihatkan oleh persamaan di bawah ini:

89 Ln Y = 1, ,183 Ln X 1 + 0,385 ln X 2 0,145 Ln X 3 + 0,099 Ln X 4 + 0,596 Ln X 5 Parameter dugaan pada fungsi produksi Cobb-Douglas telah menunjukkan nilai elastisitas produksi batas dari input-input yang digunakan. Parameter yang akan digunakan adalah parameter dari fungsi produksi Stochastic Frontier metode MLE. Tabel 22 menunjukkan bahwa semua variabel berpengaruh positif kecuali variabel rumput per sapi laktasi dan nyata pada taraf 10 persen. Berikut merupakan interpretasi dari masing-masing faktor produksi dalam model terbaik fungsi produksi Stochastic Frontier : 1. Jumlah Sapi Laktasi Parameter dugaan hasil fungsi produksi menunjukkan elastisitas produksi dari variabel jumlah sapi laktasi berpengaruh positif dan nyata pada taraf kepercayaan 90 persen terhadap produksi susu peternak kelompok I sebesar 1,183. Hal ini berarti dengan adanya penambahan jumlah sapi laktasi sebanyak satu persen maka akan menambah produksi sebanyak 1,183 persen. Namun peningkatan jumlah sapi laktasi harus diikuti dengan peningkatan penggunaan input-input variabel lainnya per jumlah sapi dalam rasio yang konstan. Pengaruh variabel jumlah sapi yang cukup besar menjelaskan bahwa penambahan modal bagi peternak untuk pembelian sapi laktasi merupakan salah satu cara paling baik untuk meningkatkan produksi susu di lokasi penelitian. Penambahan modal bagi peternak sangatlah memungkinkan melihat skala usaha peternakan yang dilakukan di lokasi penelitian masih tergolong usaha peternakan rakyat. 2. Pakan Konsentrat per Jumlah Sapi Laktasi Peternak kelompok II adalah peternak yang menggunakan jenis pakan konsentrat lama. Variabel penggunaan pakan konsentrat lama per sapi laktasi berpengaruh positif dan nyata pada taraf kepercayaan 90 persen. Nilai elastisitas pakan konsentrat lama per sapi laktasi terhadap produksi susu sebesar 0,385 menunjukkan bahwa apabila ada peningkatan pemberian pakan konsentrat lama per sapi laktasi sebanyak satu persen maka akan meningkatkan produksi susu sebesar 0,385 persen. Penambahan pakan konsentrat lama yang berpengaruh positif terhadap produksi menunjukkan bahwa penggunaan pakan konsentrat

90 masih kurang. Namun, disini diduga bahwa kurangnya pemberian konsentrat lebih kepada kurang terpenuhinya nutrisi yang terkandung dalam pakan sehingga masih diperlukan tambahan nutrisi yang dapat meningkatkan produksi susu. 3. Rumput per Sapi Laktasi Variabel pemberian rumput per sapi laktasi berpengaruh negatif dan nyata pada taraf kepercayaan 90 persen. Nilai elastisitas rumput per sapi laktasi sebesar 0,145 menunjukkan bahwa apabila ada penambahan rumput per sapi laktasi sebesar satu persen maka akan menurunkan produksi susu sebesar 0,145 persen. Hal ini dikarenakan pemberian rumput pada sapi peternak kelompok II telah berlebihan. Sapi yang masih menggunakan pakan konsentrat lama, kemampuan mencerna rumput lebih sulit dibandingkan dengan sapi yang menggunakan pakan konsentrat baru sehingga rumput yang biasanya disediakan seringkali tidak habis dimakan oleh sapi. Rumput yang masih tersisi dalam bak penampungan makanan, akan menimbulkan bakteri yang merugikan bagi sapi jika tidak dibersihkan. Hal ini bisa diatasi dengan cara mengurangi jumlah pemberian rumput atau menambah jumlah jam tenaga kerja untuk sanitasi kandang. 4. Air per Sapi Laktasi Variabel pemberian air minum per sapi laktasi berpengaruh positif dan tidak berpengaruh nyata. Nilai elastisitas pemberian air minum per sapi laktasi terhadap produksi susu sebesar 0,099 menunjukkan bahwa penambahan pemberian air minum per sapi laktasi sebesar satu persen akan meningkatkan produksi susu sebesar 0,099, cateris paribus. Hal ini dikarenakan pemberian air minum per sapi laktasi yang hampir seragam antar peternak kelompok II. Selain itu sapi yang masih menggunakan pakan konsentrat lama, keinginan untuk minum pun lebih sedikit dibandingkan dengan sapi yang menggunakan pakan konsentrat baru. Oleh karena itu penambahan pemberian air minum per sapi laktasi tidak akan berpengaruh nyata. 5. Tenaga Kerja Variabel penggunaan tenaga kerja per sapi laktasi berpengaruh positif dan nyata pada taraf kepercayaan 90 persen. Nilai elastisitas tenaga kerja per sapi laktasi terhadap produksi susu sebesar 0,596 menunjukkan apabila ada

91 peningkatan jumlah jam tenaga kerja per sapi laktasi sebanyak satu persen maka akan meningkatkan produksi susu sebesar 0,596 persen. Hal ini berarti bahwa pada peternak kelompok II, penambahan jumlah jam tenaga kerja per sapi laktasi masih bisa ditingkatkan. Apabila pada peternak kelompok I, penambahan tenaga kerja sebaiknya diikuti dengan penambahan populasi sapi perah laktasi maka pada peternak tradisional tidak harus menambahkan populasi sapi perah laktasi. Pada penelitian ini penambahan jumlah jam tenaga kerja per sapi laktasi terutama pada kegiatan sanitasi sapi dan kandang. Kotoran yang dihasilkan oleh sapi yang masih menggunakan pakan lama agak sedikit encer dan berhamburan. Oleh karena itu peternak tipe kelompok II harus lebih memperhatikan kebersihan kandangnya dengan menambahkan jumlah jam kerja pada kegiatan sanitasi sapi dan kandang. Usahaternak sapi perah peternak kelompok II dapat dikatakan masih dapat ditingkatkan produksinya, dimungkinkan dengan penambahan input tertentu, maka produksi susu diharapkan juga akan meningkat. Hal ini dicerminkan dari nilai return to scale (RTS) yang lebih besar dari satu yaitu sebesar 2,118. Nilai ini menunjukkan bahwa usahaternak sapi perah peternak kelompok II dalam posisi increasing return to scale dan berada pada daerah II pada kurva fungsi produksi yang berarti bahwa proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar Fungsi Produksi Usahaternak Sapi Perah Peternak Kelompok III Agar model yang digunakan pada peternak kelompok III dapat dibandingkan dengan peternak kelompok I dan kelompok II maka formulasi model yang digunakan adalah sama dengan model fungsi produksi peternak kelompok I dan kelompok II. Variabel independen terdiri dari jumlah sapi laktasi, pakan konsentrat baru dan lama per jumlah sapi laktasi, pakan rumput per jumlah sapi laktasi, air per jumlah sapi laktasi, dan tenaga kerja per jumlah sapi laktasi sehingga didapatkanlah model seperti pada Tabel 25.

92 Tabel 25. Pendugaan Fungsi Produksi Cobb Douglass Usahaternak Sapi Perah Peternak Kelompok III Variabel OLS MLE Koef t-rasio Koef t-rasio Konstanta 9,053 3,811 9,304 9,366 Jumlah sapi laktasi (X 1 ) 0,437 1,948 0,627 1,399* Pakan konsentrat/jumlah (X 2 ) -0,086-0,424-0,001-0,003 Rumput/jumlah (X 3 ) 0,005 0,023-0,243-1,272* Air/jumlah (X 4 ) 0,204 1,303 0,224 0,655 Tenaga kerja/jumlah (X 5 ) -1,008-4,069-0,775-1,074 R 2 (%) P ζ 2 γ LR test of one side error 91,1 0,000 0,0817 0,9999 7,535 Keterangan: * Nyata pada α = 10% Model yang dibentuk tidak memiliki masalah multikolinearitas dan memiliki nilai R 2 sebesar 91,1 persen. Nilai ini menunjukkan bahwa sebesar 91,1 persen semua variabel independen (X i ) memberikan kontribusi terhadap peningkatan produksi susu (Y). Sebanyak 8,9 persen peningkatan produksi oleh dipengaruhi faktor-faktor lain yang tidak termasuk dalam model. Model ini memiliki nilai LR galat satu sisi sebesar 7,535 yang lebih besar dari χ 2 5 pada tabel Chi-Square Kodde dan Palm pada α = 25 persen yaitu 6,031, sehingga terdapat inefisiensi teknis pada model ini. Model ini sudah memenuhi kriteria dari fungsi produksi Cobb-Douglas Stochastic Frontier. Selanjutnya model inilah yang akan dibahas untuk menggambarkan fungsi produksi dari usahaternak sapi perah peternak tipe kelompok III. Model fungsi produksi Cobb-Douglas tersebut diperlihatkan oleh persamaan di bawah ini: Ln Y = 9, ,627 Ln X 1 0,001 Ln X 2 0,243 Ln X 3 + 0,224 Ln X 4 0,775 Ln X 5 Parameter dugaan pada fungsi produksi Cobb-Douglas telah menunjukkan nilai elastisitas produksi batas dari input-input yang digunakan. Parameter yang akan digunakan adalah parameter dari fungsi produksi Stochastic Frontier metode MLE. Tabel 22 menunjukkan bahwa semua variabel berpengaruh positif kecuali variabel pakan konsentrat per sapi laktasi, rumput per sapi laktasi, dan tenaga kerja per sapi laktasi serta nyata pada taraf 10 persen kecuali variabel

93 pakan konsentrat per sapi laktasi, air per sapi laktasi, dan tenaga kerja per sapi laktasi. Berikut merupakan interpretasi dari masing-masing faktor produksi dalam model terbaik fungsi produksi Stochastic Frontier : 1. Jumlah Sapi Laktasi Parameter dugaan hasil fungsi produksi menunjukkan elastisitas produksi dari variabel jumlah sapi laktasi berpengaruh positif dan nyata pada taraf kepercayaan 90 persen terhadap produksi susu peternak kelompok III sebesar 0,627. Hal ini berarti dengan adanya penambahan jumlah sapi laktasi sebanyak satu persen maka akan menambah produksi sebanyak 0,627 persen. Namun peningkatan jumlah sapi laktasi harus diikuti dengan peningkatan penggunaan input-input variabel lainnya per jumlah sapi dalam rasio yang konstan. 2. Pakan Konsentrat per Jumlah Sapi Laktasi Peternak kelompok III menggunakan pakan campuran antara pakan konsentrat lama dan baru. Variabel penggunaan pakan konsentrat per sapi laktasi berpengaruh negatif dan tidak nyata. Nilai elastisitas pakan konsentrat per sapi laktasi terhadap produksi susu sebesar 0,001 menunjukkan bahwa apabila ada peningkatan pemberian pakan konsentrat baik pakan lama maupun pakan baru sebanyak satu persen maka akan menurunkan produksi susu sebesar 0,001 persen. Perubahan jumlah pemberian pakan konsentrat kepada sapi laktasi tidak berpengaruh langsung terhadap produksi susu. Nilai koefisien yang rendah juga menunjukkan bahwa perubahan penggunaan konsentrat tidak terlalu mempengaruhi perubahan jumlah produksi susu. 3. Rumput per Sapi Laktasi Variabel pemberian rumput per sapi laktasi berpengaruh negatif dan nyata pada taraf kepercayaan 90 persen. Nilai elastisitas rumput per sapi laktasi sebesar 0,243 menunjukkan bahwa apabila ada penambahan rumput per sapi laktasi sebesar satu persen maka akan menurunkan produksi susu sebesar 0,243 persen. Hal ini dikarenakan pemberian rumput pada sapi peternak kelompok III telah berlebihan. Sapi pada peternak kelompok III tidak memakan rumputnya sampai habis sehingga sisa-sisa rumput yang tidak dibersihkan bisa menyebarkan bakteri

94 kepada sapi sehingga akan mempengaruhi keseharan sapi. Sapi yang sakit, produksi susunya juga akan berkurang. 4. Air per Sapi Laktasi Variabel pemberian air minum per sapi laktasi berpengaruh positif dan tidak berpengaruh nyata. Nilai elastisitas pemberian air minum per sapi laktasi terhadap produksi susu sebesar 0,224 menunjukkan bahwa penambahan pemberian air minum per sapi laktasi sebesar satu persen akan meningkatkan produksi susu sebesar 0,224, cateris paribus. Hal ini dikarenakan pemberian air minum per sapi laktasi yang hampir seragam antar peternak kelompok III. Penambahan air minum pada sapi laktasi tidak berpengaruh secara langsung dalam meningkatkan produksi susu. Namun, penambahan air minum per sapi laktasi masih berpotensi untuk menaikkan jumlah produksi susu. 5. Tenaga Kerja Variabel penggunaan tenaga kerja per sapi laktasi berpengaruh negatif dan tidak berpengaruh nyata. Nilai elastisitas tenaga kerja per sapi laktasi terhadap produksi susu sebesar 0,775 menunjukkan apabila ada peningkatan jumlah jam tenaga kerja per sapi laktasi sebanyak satu persen maka akan mengurangi produksi susu sebesar 0,775 persen. Hal ini berarti bahwa pada peternak kelompok III, penggunaan jumlah jam tenaga kerja per sapi laktasi sudah berlebihan. Hal ini berarti bahwa penambahan jumlah jam tenaga kerja hanya akan menambah biaya tanpa diikuti dengan penambahan jumlah produksi susu. Kenaikan jumlah produksi susu hanya sekitar 2 liter. Kebutuhan jumlah jam tenaga kerja sebaiknya dikurangi misalnya dengan cara mengurangi jumlah rumput yang diberikan. Hal ini berhubungan dengan jumlah penggunaan rumput yang berlebihan. Jumlah jam tenaga kerja untuk mencari rumput dan untuk membersihkan rumput dari kandang dapat dikurangi. Usahaternak sapi perah peternak kelompok III memiliki nilai return to scale (RTS) yang kurang dari nol yaitu -0,168. Hal ini menunjukkan bahwa skala usaha peternak kelompok III ini berada dalam posisi negative return to scale yang artinya bahwa setiap penambahan satu satuan input akan menyebabkan penurunan produksi. Penggunaan faktor produksi pada usaha ini sudah tidak efisien.

95 7.2. Analisis Efisiensi Teknis Efisiensi teknis dianalisis dengan menggunakan model fungsi produksi stochastic frontier. Nilai indeks efisiensi hasil analisis dikategorikan cukup efisien jika lebih besar dari 0,7. Berdasarkan Tabel 26 terlihat bahwa rata-rata efisiensi teknis fungsi stochastic frontier peternak tipe kelompok I, kelompok II, dan kelompok III sebesar 0,73, 0,69, dan 0,74. Hal ini menunjukkan bahwa peternak tipe kelompok III lebih efisien secara teknis daripada peternak tipe kelompok I dan II. Hasil pendugaan tingkat efisiensi teknis menunjukan tingkat efisiensi teknis petenak kelompok I berada pada range 0,33 sampai 0,99. Rata-rata tingkat efisiensi teknis peternak kelompok I adalah 0,73 atau 73 persen dari produksi maksimum. Hal ini menunjukan bahwa usahaternak sapi perah peternak kelompok I telah cukup efisien dan masih terdapat peluang meningkatkan produksi sebesar 27 persen untuk mencapai produksi maksimum. Tingkat efisiensi teknis peternak kelompok II berada pada range 0,44 sampai 0,99. Rata-rata tingkat efisiensi teknis peternak kelompok II adalah 0,69 atau 69 persen dari produksi maksimum. Hal ini menunjukkan bahwa usahaternak sapi perah peternak kelompok II belum cukup efisien dan masih terdapat peluang meningkatkan produksi sebesar 31 persen untuk mencapai produksi maksimum. Tingkat efisiensi teknis peternak kelompok III berada pada range 0,41 sampai 0,99. Rata-rata tingkat efisiensi teknis peternak kelompok III adalah 0,74 atau 74 persen dari produksi maksimum. Hal ini menunjukkan bahwa usahaternak sapi perah kelompok III telah cukup efisien dan masih terdapat peluang meningkatkan produksi sebesar 26 persen untuk mencapai produksi maksimum. Petani dikategorikan efisien jika memiliki nilai indeks efisiensi lebih dari 0,7 (Sumaryanto 2001). Pada peternak kelompok I sebesar 65 persen peternak memiliki tingkat efisiensi teknis di atas 0,7 sedangkan sisanya sebesar 35 persen masih di bawah 0,7. Pada peternak kelompok II sebesar 45 persen peternak memiliki tingkat efisiensi teknis di atas 0,7 sedangkan sisanya sebesar 55 persen masih di bawah 0,7. Pada peternak kelompok III sebesar 59 persen peternak memiliki tingkat efisiensi teknis di atas 0,7 sedangkan sisanya sebesar 41 persen masih di bawah 0,7. Peternak yang memiliki indeks efisiensi teknis di bawah 0,7

96 dapat dijadikan sasaran penyuluhan peningkatan manajemen usahaternak dan teknis budidaya peternakan sapi perah. Hal ini dikarenakan peternak masih memiliki potensi maksimum yang seharusnya dicapai dari penggunaan sumber daya yang ada serta peluang memperoleh peningkatan produksi umumnya lebih besar dan cukup nyata. Peluang untuk pengembangan lebih lanjut agar tercapai produktivitas yang tinggi dimiliki oleh peternak kelompok II. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat peluang untuk pengembangan usaha lebih lanjut agar tercapai produktivitas yang tinggi. Jumlah responden yang memiliki nilai efisiensi teknis di atas 0,7 terbanyak adalah peternak kelompok I yaitu sebanyak 65 persen. Dengan demikian sebenarnya lebih dari setengah responden peternak kelompok I penggunaan variabel input dalam proses produksi susu sapi sudah hampir mendekati efisien. Tabel 26. Sebaran Efisiensi Teknis Peternak Kelompok I, Kelompok II, dan Kelompok III Indeks Kelompok I Kelompok II Kelompok III Efisiensi Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase 0 0, > 0,2 0, > 0,3 0, > 0,4 0, > 0,5 0, > 0,6 0, > 0,7 0, > 0,8 0, > 0,9 1, Total Rata-rata 0,73 0,69 0,74 Minimum 0,33 0,44 0,41 Maksimum 0,99 0,99 0,99

97 7.3. Sumber-Sumber Inefisiensi Teknis Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis dianalisis dengan model efek inefisiensi teknis dengan variabel-variabel seperti umur, pendidikan formal, dan pengalaman. Berikut pendugaan efek inefisiensi teknis usahaternak sapi perah pada peternak tipe kelompok I, kelompok II, dan kelompok III. Tabel 26. Pendugaan Efek Inefisiensi Teknis Usahaternak Sapi Perah Peternak Kelompok I, Kelompok II, dan Kelompok III Kelompok I Kelompok II Kelompok III Variabel Nilai Nilai Nilai t-rasio t-rasio t-rasio dugaan dugaan Dugaan Konstanta 0,220 0,251-0,793-3,184-0,858-1,674 Usia -0,006-0,401 0,0002 0,052 0,011 1,301 Pendidikan -0,062-1,332 0,113 6,745* 0,070 1,428 formal Pengalaman 0,019-0,921 0,023 3,260* 0,009 1,016 Keterangan: * Nyata pada α = 10% Pada peternak kelompok I tidak ada faktor yang berpengaruh nyata sedangkan pada peternak kelompok II hanya faktor pendidikan dan pengalaman saja yang berpengaruh nyata. Pengaruh dari masing-masing efek inefisiensi teknis akan diuraikan sebagai berikut : 1. Usia Pada peternak kelompok I faktor usia berpengaruh negatif dan tidak berpengaruh nyata terhadap efek inefisiensi teknis usahaternak sapi perah. Koefisien -0,006 menunjukkan jika peternak bertambah umurnya satu tahun, maka inefisiensi akan turun sebesar 0,006, cateris paribus. Hal ini menunjukkan semakin bertambahnya umur peternak maka inefisiensi teknis usahaternak sapi perah akan semakin rendah. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal, karena sebagian besar peternak responden berada di usia produktif (20-50 tahun), sehingga mayoritas peternak masih terbuka akan penyerapan teknik dan teknologi baru. Dengan semakin bertambahnya usia maka pengetahuan peternak akan teknik

98 budidaya yang tepat dan efisien pun akan semakin bertambah sehingga pengambilan keputusan akan lebih baik. Pada peternak kelompok II dan III, faktor usia berpengaruh positif dan tidak berpengaruh nyata terhadap efek inefisiensi. Pada peternak kelompok II, koefisien 0,0002 menunjukkan jika peternak bertambah umurnya satu tahun, maka inefisiensi akan naik sebesar 0,0002, cateris paribus. Pada peternak kelompok III, koefisien 0,011 menunjukkan jika peternak bertambah umurnya satu tahun, maka inefisiensi akan naik sebesar 0,011, cateris paribus. Hal ini menunjukkan semakin bertambahnya umur peternak maka inefisiensi teknis usahaternak sapi perah akan semakin tinggi. Hal ini dikarenakan 40 persen peternak kelompok II berusia di atas usia produktif sehingga peternak ini sulit untuk menerima teknologi baru karena sudah terbiasa dengan teknik budidaya yang telah dilakukan sejak dahulu. Namun karena nilai koefisien kecil maka efek pertambahan usia terhadap inefisiensi teknis ini tidak terlalu berpengaruh. 2. Pendidikan Formal Faktor pendidikan formal pada peternak kelompok I berpengaruh negatif dan tidak berpengaruh nyata. Koefisien -0,062 menunjukkan jika pendidikan peternak semakin tinggi maka inefisiensi akan turun sebesar 0,062, cateris paribus. Pada peternak kelompok II faktor pendidikan formal berpengaruh positif dan nyata. Koefisien 0,11 menunjukkan jika pendidikan peternak semakin tinggi maka inefisiensi akan naik sebesar 0,11, cateris paribus. Pada peternak kelompok II faktor pendidika formal berpengaruh positif dan tidak nyata. Koefisien 0,070 menunjukkan jika pendidikan peternak semakin tinggi maka inefisiensi akan naik sebesar 0,070, cateris paribus. Hal ini bisa terjadi karena peternak yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan lebih memilih pekerjaan di luar beternak sehingga budidaya usahaternak sapi perah yang dimiliki jadi kurang terawat. 3. Pengalaman Faktor pengalaman pada peternak kelompok I berpengaruh positif dan tidak nyata begitu juga pada peternak kelompok II dan kelompok III, faktor pengalaman berpengaruh positif namun berpengaruh nyata. Koefisien 0,019 pada

99 peternak kelompok I menunjukkan jika pengalaman peternak bertambah satu tahun maka inefisiensi teknis akan bertambah 0,019, cateris paribus. Koefisien 0,023 pada peternak kelompok II menunjukkan jika pengalaman peternak bertambah satu tahun maka inefisiensi teknis akan bertambah 0,023, cateris paribus. Koefisien 0,009 pada peternak kelompok III menunjukkan jika pengalaman peternak bertambah satu tahun maka inefisiensi akan bertambah 0,009, cateris paribus. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal yang menduga pengalaman akan menurunkan inefisiensi teknis. Hal ini dikarenakan pengalaman yang dimaksud disini adalah pengalaman menggunakan teknik budidaya yang biasa dilakukan yang telah terbentuk oleh pengalaman dan kepercayaan secara turun temurun. Sehingga dengan semakin bertambahnya pengalaman peternak maka peternak akan lebih sulit untuk merubah kebiasaan teknik budidayanya karena pengalaman telah membentuk teknik budidaya peternak yang kuat.

100 VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan 1. Dengan masuknya pakan konsentrat dapat meningkatkan pendapatan peternak. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis pendapatan dan R/C usahaternak sapi perah di Kecamatan Pasir Jambu. Peternak kelompok I yang menggunakan pakan konsentrat baru, memiliki nilai R/C atas biaya tunai lebih tinggi daripada peternak kelompok II dan peternak kelompok III yang artinya bahwa usahaternak peternak kelompok I lebih menguntungkan dibandingkan dengan peternak kelompok II dan III. Namun apabila biaya diperhitungkan dimasukkan ke dalam perhitungan analisis pendapatan, nilai R/C akan kurang dari 1. Hal ini berlaku baik bagi peternak kelompok I, kelompok II, maupun peternak kelompok III. 2. Hasil analisis fungsi produksi dan efisiensi menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi susu peternak kelompok I adalah jumlah sapi laktasi, pakan konsentrat per jumlah sapi laktasi, air per jumlah sapi laktasi, dan tenaga kerja per jumlah sapi laktasi. Sementara bagi peternak kelompok II yaitu jumlah sapi laktasi, pakan konsentrat per sapi laktasi, rumput per sapi laktasi, dan tenaga kerja per sapi laktasi. Perubahan variabel-variabel independen tersebut berpengaruh secara langsung terhadap perubahan produksi susu. Variabel yang berpengaruh nyata pada peternak kelompok III yiatu jumlah sapi laktasi, dan rumput per jumlah sapi laktasi. 3. Sebaran efisiensi teknis menunjukkan bahwa peternak kelompok I dan kelompok III dapat dikategorikan efisien secara teknis daripada peternak kelompok II yang ditandai dengan rata-rata nilai efisiensi yang lebih besar dari 0,7. Selain itu hasil pendugaan efek inefisiensi teknis menunjukkan bahwa hanya faktor pendidikan dan pengalaman yang berpengaruh nyata pada peternak kelompok II sedangkan pada peternak kelompok I dan kelompok III tidak ada faktor yang berpengaruh nyata yang artinya bahwa tidak ada variabel independen yang berpengaruh secara langsung terhadap perubahan efek inefisiensi.

101 8.2. Saran 1. Untuk mencapai kondisi efisien dan optimal, berdasarkan penelitian ini usahaternak pada peternak kelompok I masih dapat meningkatkan produksi susu dengan menambahkan penggunaan pakan konsentrat baru sesuai dengan anjuran yaitu sapi yang berproduksi di atas 14 liter harus menggunakan pakan konsentrat baru sebanyak 7-8 kg per sapi laktasi. Pemberian air minum kepada sapi laktasi sebaiknya diberikan secara tidak terbatas. Selain itu, peternak kelompok I tidak dianjurkan untuk menambahkan jumlah jam tenaga kerja karena penambahan jumlah jam tenaga kerja tidak akan meningkatkan produksi susu. Bagi peternak kelompok II, peternak harus mengurangi penggunaan rumput karena sapi yang masih mengkonsumsi pakan konsentrat lama tidak dapat mencerna rumput dengan baik. Sebaliknya, peternak disarankan untuk menambahkan jumlah jam tenaga kerja terutama dalam kegiatan sanitasi kandang dan sapi. Sesuai dengan nilai return to scale pada usahaternak peternak kelompok III yang bernilai negatif, maka penambahan satu satuan input tertentu akan menyebabkan penurunan produksi. 2. Peternak sebaiknya mulai beralih menggunakan pakan konsentrat baru karena pendapatan yang diperoleh peternak kelompok I yang menggunakan pakan konsentrat baru lebih besar daripada peternak kelompok II dan kelompok III. Apabila dilihat dari nilai return to scale, usahaternak peternak kelompok I masih dapat terus ditingkat seiring dengan penambahan input tertentu. Selain peternak kelompok I sudah dapat dikatakan efisien secara teknis dalam penggunaan input produksi serta sebaram responden yang efisien secara teknis lebih besar daripada peternak kelompok II dan kelompok III. Oleh karena itu hendaknya pihak terkait lebih aktif dalam menginformasikan dan menyosialisikan terkait penggunaan pakan konsentrat baru sehingga akan lebih banyak peternak yang menggunakannya.

102 LAMPIRAN

103 Lampiran 1. Peta Wilayah Kecamatan Pasir Jambu

104 Lampiran 2. Rata-Rata Biaya Penyusutan Peternak Kelompok I Alat Jumlah Harga (Rp) Umur ekonomis (bulan) Biaya penyusutan 15 hari (Rp) Total Biaya Penyusutan jolang 4, , ,38 sikat 1, ,00 625,00 ember gede , ,33 tempat minum , ,00 selang 88, , ,55 sabit 1, ,67 314,81 garpu kayu ,67 416,67 milkcan 1, , ,00 cangkul 1, ,00 305,56 pikulan , ,33 sepatu 2, , ,615 ember , ,00 sapu lidi ,67 416,67 karpet 0, ,00 656,25 Sarung Tangan , , ,00 kandang 2, , ,42 Jumlah , ,58

105 Lampiran 3. Rata-Rata Biaya Penyusutan Peternak Kelompok II Alat Jumlah Harga (Rp) Umur ekonomis (bulan) Biaya penyusutan 15 hari (Rp) Total Biaya Penyusutan jolang 2, , ,82 sikat ,00 500,00 ember gede , ,33 tempat minum ,33 833,33 selang , ,00 sabit 2, ,67 444,44 garpu kayu ,67 416,67 milkcan 1, , ,00 cangkul ,00 250,00 pikulan 1, , ,00 sepatu 1, , ,73 ember 3, , ,36 sapu lidi ,67 416,67 karpet 0, ,00 562,50 Sarung Tangan , , ,00 kandang 1, , ,08 Jumlah , ,93

106 Lampiran 4. Rata-Rata Biaya Penyusutan Peternak Kelompok III Alat Jumlah Harga (Rp) Umur ekonomis (bulan) Biaya penyusutan 15 hari (Rp) Total Biaya Penyusutan jolang 2, , ,56 sikat 1, ,00 600,00 ember gede , ,33 tempat minum ,33 833,33 selang 55, , ,83 sabit 3, ,67 555,56 garpu kayu ,67 416,67 milkcan 1, , ,91 cangkul ,00 250,00 pikulan 2, , ,46 sepatu 2, , ,00 ember 2, , ,86 sapu lidi ,67 416,67 karpet 0, ,00 843,75 Sarung Tangan , , ,00 kandang 1, , ,24 Jumlah , ,16

107 Lampiran 5. Output Frontier Peternak Kelompok I Output from the program FRONTIER (Version 4.1c) instruction file = terminal data file = mod3.dta Tech. Eff. Effects Frontier (see B&C 1993) The model is a production function The dependent variable is logged the ols estimates are : coefficient standard-error t-ratio beta E E E+00 beta E E E+00 beta E E E+00 beta E E E+01 beta E E E+01 beta E E E+01 sigma-squared E+00 log likelihood function = E+01 the estimates after the grid search were : beta E+01 beta E+00 beta E+00 beta E+00 beta E+00 beta E+00 delta E+00 delta E+00 delta E+00 delta E+00 sigma-squared E+00 gamma E+00 iteration = 0 func evals = 20 llf = E E E E E E E E E E E E E+00 gradient step iteration = 5 func evals = 45 llf = E E E E E E E E E E E E E+00 iteration = 10 func evals = 84 llf = E E E E E E E E E E E E E+00 iteration = 15 func evals = 142 llf = E E E E E E E E E E E E E+00

108 iteration = 20 func evals = 166 llf = E E E E E E E E E E E E E+00 iteration = 25 func evals = 200 llf = E E E E E E E E E E E E E+00 iteration = 30 func evals = 224 llf = E E E E E E E E E E E E E+00 iteration = 35 func evals = 240 llf = E E E E E E E E E E E E E+00 iteration = 40 func evals = 259 llf = E E E E E E E E E E E E E+00 iteration = 45 func evals = 279 llf = E E E E E E E E E E E E E+00 iteration = 50 func evals = 303 llf = E E E E E E E E E E E E E+00 iteration = 55 func evals = 322 llf = E E E E E E E E E E E E E+00 iteration = 60 func evals = 341 llf = E E E E E E E E E E E E E+00 iteration = 65 func evals = 360 llf = E E E E E E E E E E E E E+00 iteration = 70 func evals = 380 llf = E E E E E E E E E E E E E+00 iteration = 75 func evals = 400 llf = E E E E E E E E E E E E E+00 iteration = 80 func evals = 419 llf = E E E E E E E E E E E E E+00 iteration = 85 func evals = 442 llf = E E E E E E E E E E E E E+00 iteration = 90 func evals = 477 llf = E E E E E E+00

109 E E E E E E E+00 iteration = 95 func evals = 509 llf = E E E E E E E E E E E E E+00 maximum number of iterations reached iteration = 100 func evals = 534 llf = E E E E E E E E E E E E E+00 the final mle estimates are : coefficient standard-error t-ratio beta E E E+00 beta E E E+01 beta E E E+01 beta E E E+01 beta E E E+01 beta E E E+01 delta E E E+00 delta E E E+00 delta E E E+01 delta E E E+00 sigma-squared E E E+01 gamma E E E+05 log likelihood function = E+00 LR test of the one-sided error = E+01 with number of restrictions = 5 [note that this statistic has a mixed chi-square distribution] number of iterations = 100 (maximum number of iterations set at : 100) number of cross-sections = 20 number of time periods = 1 total number of observations = 20 thus there are: 0 obsns not in the panel covariance matrix : E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E-01

110 E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E-09 technical efficiency estimates : firm year eff.-est E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E+00 mean efficiency = E+00

111 Lampiran 6. Output Frontier Peternak Kelompok II Output from the program FRONTIER (Version 4.1c) instruction file = terminal data file = kon2.dta Tech. Eff. Effects Frontier (see B&C 1993) The model is a production function The dependent variable is logged the ols estimates are : coefficient standard-error t-ratio beta E E E+01 beta E E E+01 beta E E E+01 beta E E E+01 beta E E E+00 beta E E E+01 sigma-squared E-01 log likelihood function = E+01 the estimates after the grid search were : beta E+01 beta E+00 beta E+00 beta E+00 beta E-01 beta E+00 delta E+00 delta E+00 delta E+00 delta E+00 sigma-squared E-01 gamma E-01 iteration = 0 func evals = 20 llf = E E E E E E E E E E E E E-01 gradient step iteration = 5 func evals = 40 llf = E E E E E E E E E E E E E-01 iteration = 10 func evals = 65 llf = E E E E E E E E E E E E E+00 iteration = 15 func evals = 118 llf = E E E E E E E E E E E-01

112 E E+00 iteration = 20 func evals = 173 llf = E E E E E E E E E E E E E+00 iteration = 25 func evals = 213 llf = E E E E E E E E E E E E E+00 pt better than entering pt cannot be found iteration = 29 func evals = 251 llf = E E E E E E E E E E E E E+00 the final mle estimates are : coefficient standard-error t-ratio beta E E E+01 beta E E E+02 beta E E E+01 beta E E E+01 beta E E E+01 beta E E E+01 delta E E E+01 delta E E E-01 delta E E E+01 delta E E E+01 sigma-squared E E E+01 gamma E E E+07 log likelihood function = E+02 LR test of the one-sided error = E+02 with number of restrictions = 5 [note that this statistic has a mixed chi-square distribution] number of iterations = 29 (maximum number of iterations set at : 100) number of cross-sections = 20 number of time periods = 1 total number of observations = 20 thus there are: 0 obsns not in the panel covariance matrix : E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E-03

113 E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E-13 technical efficiency estimates : firm year eff.-est E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E+00 mean efficiency = E+00

114 Lampiran 7. Output Frontier Peternak Kelompok III Output from the program FRONTIER (Version 4.1c) instruction file = terminal data file = mix2.dta Tech. Eff. Effects Frontier (see B&C 1993) The model is a production function The dependent variable is logged the ols estimates are : coefficient standard-error t-ratio beta E E E+01 beta E E E+01 beta E E E+00 beta E E E-01 beta E E E+01 beta E E E+01 sigma-squared E-01 log likelihood function = E+01 the estimates after the grid search were : beta E+01 beta E+00 beta E-01 beta E-02 beta E+00 beta E+01 delta E+00 delta E+00 delta E+00 delta E+00 sigma-squared E-01 gamma E+00 iteration = 0 func evals = 19 llf = E E E E E E E E E E E E E+00 gradient step iteration = 5 func evals = 39 llf = E E E E E E E E E E E E E+00 iteration = 10 func evals = 63 llf = E E E E E E E E E E E E E+00 pt better than entering pt cannot be found

115 iteration = 12 func evals = 87 llf = E E E E E E E E E E E E E+00 the final mle estimates are : coefficient standard-error t-ratio beta E E E+01 beta E E E+01 beta E E E-02 beta E E E+01 beta E E E+00 beta E E E+01 delta E E E+01 delta E E E+01 delta E E E+01 delta E E E+01 sigma-squared E E E+01 gamma E E E+01 log likelihood function = E+01 LR test of the one-sided error = E+01 with number of restrictions = 5 [note that this statistic has a mixed chi-square distribution] number of iterations = 12 (maximum number of iterations set at : 100) number of cross-sections = 20 number of time periods = 1 total number of observations = 20 thus there are: 0 obsns not in the panel covariance matrix : E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E-02

116 E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E+00 technical efficiency estimates : firm year eff.-est E E E E E E E E E E E E E E E E E E E E+00 mean efficiency = E+00

117 Lampiran 8. Kuesioner Penelitian I. Identitas Responden (No urut) 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Alamat : 5. Jumlah anggota keluarga... orang 6. Tingat pendidikan formal terakhir yang pernah saudara ikuti : Usaha Peternakan sapi Perah A. Kepemilikan Sapi Perah 1. Bagaimana status kepemilikan ternak sapi perah saudara? a. Milik sendiri b. Memelihara ternak orang lain 2. Berapa jumlah ternak sapi perah yang dipelihara?... ekor Ternak Sapi Jumlah Umur Laktasi ke Induk laktasi Bunting /tidak Bunting bln Diperah bulan Kering Kandang Pedet jantan Pedet betina Dara Sapi cacat/afkir B. Pakan 1. Bagaimana cara memperoleh pakan hijauan? a. Disabit oleh pemilik sendiri b. Disabitkan oleh tenaga kerja upahan c. Lainnya, sebutkan Darimana biasanya saudara memperoleh pakan hijauan? a. Padang rumput/lahan pertanian milik sendiri ( luas =...) Rumput/Legum/Pohon apa yang ditanam? Apakah rumput yang ditanam mencukupi baik musim kemarau maupun penghujan? Ya/Tidak. Jika tidak, darimana saudara mendapatkan hijauan tambahan? - Membeli, berapa kg/ikat? (Rp.../kg/ikat) b. Padang rumput/lahan pertanian milik orang lain. c. kombinasi a dan b d. Lainnya, sebutkan...

118 3. Berapa frekuensi pemberian hijauan... kali/hari (pukul berapa saja?...,...) Jenis hijauan yang diberikan Jumlah pemberian hijauan (Kg) Ternak sapi (IL, D, IK, P) Biaya (Rp) hijauan Keterangan : IL = Induk laktasi D = Dara IK = Induk kering P = Pedet (umur) 4. Apakah saudara menggunakan alat transportasi untuk mengangkut rumput dan mengantar susu? Ya/ Tidak. Jika ya berapa biaya yang dikeluarkan? 5. Berapa frekuensi pemberian konsentrat dalam satu hari?... kali, sebanyak... kg, waktu (pukul)...,...,... Jenis pakan yang diberikan Jumlah pemberian pakan (kg) Ternak sapi (IL, D, IK, P) Biaya pakan (Rp) C. Perkandangan 1. Kepemilikan kandang a. Milik sendiri b. Menyewa (biaya sewa=...) 2. Perincian kandang yang digunakan: a. Luas kandang:... m 2 b. Jumlah kandang : Jenis Bangunan Kandang induk Kandang pedet Gudang Penampungan feses Jumlah (buah) Kapasitas (ekor) Tahun pembuatan Usia ekonomis (tahun) Keterangan

119 c. Jarak kandang dari rumah pemilik :... m 2 d. Atap : Genteng/seng/rumbia/asbes/lainnya... e. Dinding : Papan kayu/tembok/bambu/lainnya... f. Lantai : Papan kayu/ semen/ beton/ bambu/karpet/ lainnya Berapa biaya total yang dikeluarkan saudara untuk pembuatan kandang?... D. Peralatan dan Perlengkapan Jenis Jumlah Harga satuan (Rp) Umur pakai > 1 tahun Arit Sekop Cangkul Milk can Pemotong kuku sapi Karpet Umur pakai < 1 tahun Sepatu boot Ember Sikat Sapu lidi Selang (...meter) Saringan kain Sarung tangan Perkawinan 1. Berapa umur ternak sapi saudara saat dikawinkan pertama kali?... tahun 2.Berapa umur ternak sapi anda ketika disapih?... bulan 3. Darimana saudara memperoleh pejantan unggul? a. milik sendiri b. milik orang lain c. keduanya d. lainnya Apakah saudara sudah menggunakan teknologi inseminasi buatan (IB)? a. Ya b. Tidak 5. Jika ya, siapa yang melakukannya? Berapa biaya yang dikeluarkan untuk setiap menggunakan IB? Rp...

120 7. Berapa kali rata-rata melakukan IB untuk setiap keberhasilan ternak untuk bunting?... kali E. Tenaga Kerja 1. Apakah saudara menggunakan tenaga kerja luar keluarga (upahan)? Ya/tidak 2. Jika ya, berapa orang tenaga kerja upahan yang digunakan?... orang 3. Berapa waktu yang dicurahkan untuk jenis pekerjaan di bawah ini : (jam/hari) Jenis Pekerjaan Jumlah (orang) Penggunaan TK TKDK TKLK Memberikan hijauan Memberikan konsentrat Memberikan air minum Membersihkan kandang Membersihkan peralatan susu Memandikan sapi Memerah sapi Mengawinkan sapi Mengangkut susu Mencari hijauan Mencacah rumput Lainnya,... Total curahan jam kerja Keterangan : TK (Tenaga Kerja) TKDK (Tenaga Kerja Dalam Keluarga) TKLK (Tenaga Kerja Luar Keluarga) THR :... (Rp/tahun/orang) Bonus :... (Rp/.../ orang) F. Penanganan Penyakit 1. Penanganan Penyakit Jenis Penyakit Pengobatan Biaya pengobatan Keterangan (Rp) Frekuensi (kali/hari) 2. Berapa biaya vaksin selama satu tahun untuk ternak sapi saudara? Rp.../ternak Jenis vaksin :

121 G. Kepemilikan Lahan 1. Berapa total luas lahan yang saudara miliki:... m 2 2. Berapakah luas lahan/ tanah yang saudara pergunakan untuk: a. Tempat tinggal/ rumah :... m 2 b. Kandang :... m 2 c. Pekarangan :... m 2 d. Lahan hijauan :... m 2 e. Lainnya :... m 2 H. Pendapatan Usaha Ternak 1. Berapa total penjualan ternak sapi perah saudara selama satu tahun terakhir Ternak Sapi Jumlah Nilai (Rp) Induk (ekor) Dara (ekor) Pedet (ekor) Total 2. Penjualan susu segar dan feses sapi perah Penjualan Jumlah Frekuensi (kali) Harga (Rp) Keterangan Penjualan....../hari susu liter Penjualan feses...kg.../...

122 Lampiran 9. Data Primer Produksi dan Penggunaan Faktor Produksi dalam 15 Hari pada Peternak Sapi Perah Kelompok I No Nama Peternak Produksi (liter) Jumlah Sapi Laktasi Pakan Konsentrat Baru/sapi (kg) Pakan Rumput (kg) Air Minum (liter) Tenaga Kerja/sapi (jam) Umur Peternak (tahun) Pendidikan Formal (tahun) Pengalaman Beternak (tahun) 1. Pak Saepudin 808, , , Pak Aris 932, , , Pak Andri , Pak Enjang ,5 1312, Pak Sumiyat , , Pak Endep 190, Pak Rohman , Bu Engkar 184, , Pak Ludi , Nendi 189, , , Pak Epi , , Pak Entis 927, ,5 468, , Bu Ela 194, , , Bu Cucu 106, , , Pak Kabir , , Pak Maman 172, , , Pak Nanao , Pak Apri , Pak Entat , , Pak Lili ,

123 Lampiran 10. Data Primer Produksi dan Penggunaan Faktor Produksi dalam 15 Hari pada Peternak Sapi Perah Kelompok II No Nama Peternak Produksi (liter) Jumlah Sapi Laktasi Pakan Konsentrat Lama/sapi (kg) Pakan Rumput/ sapi (kg) Air Minum/ sapi (liter) Tenaga Kerja/sapi (jam) Umur Peternak (tahun) Pendidikan Formal (tahun) Pengalaman Beternak (tahun) 1. Pak Yahya , Pak Adam , Pak Nanang Pak Okoy , , Pak Uyat , Pak Nana , Pak Jaya 112, , , , Pak Tanu 142,5 2 50, , , Pak Junaedi , Bu Engkom 151, , Pak Dedi 125, , , , Bu Ratna 163, , , , Pak Adim , , Bu Neni , Bu Rita Pak Bana , , Pak Teguh , , ,5 18. BU Yani , Bu Nani Hendar

124 Lampiran 11. Data Primer Produksi dan Penggunaan Faktor Produksi dalam 15 Hari pada Peternak Sapi Perah Kelompok III No Nama Peternak Produksi (liter) Jumlah Sapi Laktasi Pakan Konsentrat Baru & Lama/sapi (kg) Pakan Rumput/ sapi (kg) Air Minum/ sapi (liter) Tenaga Kerja/sapi (jam) Umur Peternak (tahun) Pendidikan Formal (tahun) Pengalaman Beternak (tahun) 1. Pak Enyang , , Pak Dadang , , , Bu Nenden , , Pak Iyan , , Pak Tisna , , Pak Omay , Pak Oman , Pak Ayok , , Pak Akir , Pak Ayi ,5 112, Pak Ojay , , , Bu Egar , , , Pak Budi ,5 937,5 73, Bu Eya , Bu Eti , Pak Iir , , Bu Halimah ,5 937, Pak Wawan , , Pak Sutisna , Pak Ajat 819, , ,

125 Lampiran 12. Dokumentasi Tempat Penelitian i

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Empiris Ubi Jalar

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Empiris Ubi Jalar II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Empiris Ubi Jalar Ubi jalar telah banyak diteliti dari berbagai bidang disiplin ilmu, akan tetapi penelitian mengenai efisiensi teknis usahatani belum pernah dilakukan.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan peternakan saat ini, menunjukan prospek yang sangat cerah dan mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi pertanian Indonesia. Usaha peternakan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Terdahulu Kedelai Edamame

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Terdahulu Kedelai Edamame II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Terdahulu Kedelai Edamame Edamame yang memiliki nama latin Glycin max(l)merrill atau yang biasa disebut sebagai kedelai jepang. merupakan jenis tanaman sayuran yang bentuknya

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN BENIH SERTIFIKAT TERHADAP EFISIENSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI PANDAN WANGI

PENGARUH PENGGUNAAN BENIH SERTIFIKAT TERHADAP EFISIENSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI PANDAN WANGI PENGARUH PENGGUNAAN BENIH SERTIFIKAT TERHADAP EFISIENSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI PANDAN WANGI SKRIPSI ROSANA PODESTA S H34050480 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah Menurut Yusdja (2005), usaha sapi perah sudah berkembang sejak tahun 1960 ditandai dengan pembangunan usaha-usaha swasta dalam peternakan sapi perah

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Koperasi 2.1.1 Pengertian Koperasi Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2 dikatakan bahwa koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Padi 2.2. Kajian Empiris Usahatani Padi Sehat

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Padi 2.2. Kajian Empiris Usahatani Padi Sehat II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Padi Tanaman padi (Oryza sativa L) termasuk dalam golongan Gramineae yang memiliki ciri khas masing-masing dimana antara varietas yang satu dengan varietas yang lain

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH

HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH Studi Kasus Peternak Anggota Koperasi Unit Desa (KUD) Mandiri Cipanas Kabupaten Cianjur

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Produksi Produksi adalah kegiatan menghasilkan output dengan berbagai kombinasi input dan teknologi terbaik yang tersedia (Nicholson,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio). III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini meliputi konsep usahatani, biaya usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Agribisnis merupakan salah satu sektor dalam kegiatan perekonomian berbasis kekayaan alam yang dimanfaatkan dalam melakukan kegiatan usaha berorientasi keuntungan. Sektor

Lebih terperinci

PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT

PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT OLEH: ARYANI PRAMESTI A 14301019 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan suatu alur pemikiran yang bersifat teoritis dengan mengacu kepada teori-teori yang berkaitan dengan penelitian.

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI PERAH RAKYAT DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR OLEH AGITA KIRANA PUTRI H

STUDI KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI PERAH RAKYAT DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR OLEH AGITA KIRANA PUTRI H STUDI KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI PERAH RAKYAT DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR OLEH AGITA KIRANA PUTRI H14104071 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

Oleh: Maryono A

Oleh: Maryono A ANALISIS EFISIENSI TEKNIS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI PROGRAM BENIH BERSERTIFIKAT: PENDEKATAN STOCHASTIC PRODUCTION FRONTIER (Studi Kasus di Desa Pasirtalaga, Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah di Indonesia, 90% merupakan peternakan sapi perah rakyat dengan kepemilikan kecil dan pengelolaan usaha yang masih tradisional. Pemeliharaan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan persentase kenaikan jumlah penduduk yang tinggi setiap tahunnya. Saat ini, Indonesia menempati posisi ke-4 dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG Komoditas pertanian erat kaitannya dengan tingkat produktivitas dan efisiensi yang rendah. Kedua ukuran tersebut dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produksi merupakan suatu proses transformasi atau perubahan dari dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Konsep Ekonomi 3.1.1. Fungsi Produksi Dalam proses produksi terkandung hubungan antara tingkat penggunaan faktor-faktor produksi dengan produk atau hasil yang akan diperoleh.

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA (Studi Kasus pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin, Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor) SKRIPSI MADA PRADANA H34051579 DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia setelah Republik Rakyat Cina (RRC), India, dan Amerika Serikat

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani tomat dan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Kemitraan Definisi kemitraan diungkapkan oleh Hafsah (1999) yang menyatakan bahwa kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak zaman dahulu manusia telah menggunakan susu sebagai bahan pangan. Manusia mengambil susu dari hewan yang memiliki kelenjar susu seperti sapi, kuda dan domba. Masyarakat

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH Dalam suatu kegiatan usaha ekonomi mempunyai tujuan utama untuk memperoleh keuntungan. Dalam usahaternak sapi perah salah satu usaha untuk memperoleh

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Definisi usahatani ialah setiap organisasi dari alam, tenaga kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Usahatani adalah proses pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang diusahakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian tentang analisis pendapatan usahatani padi, peneliti mengambil beberapa penelitian yang terkait dengan topik penelitian, dengan mengkaji dan melihat alat analisis yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris, dengan jumlah penduduk sebagian besar bermata pencaharian di bidang pertanian, sedangkan kegiatan pertanian itu sendiri meliputi pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dalam pembangunan pertanian, beras merupakan komoditas yang memegang posisi strategis. Beras dapat disebut komoditas politik karena menguasai hajat hidup rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di beberapa daerah di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Varietas Bawang Merah

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Varietas Bawang Merah II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Varietas Bawang Merah Salah satu faktor produksi yang sangat penting dalam usahatani bawang merah adalah bibit. Penggunaan bibit atau varietas unggul akan mampu memberikan

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Oleh : Nandana Duta Widagdho A14104132 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

SKRIPSI RINA KARUNIAWATI H

SKRIPSI RINA KARUNIAWATI H FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH (Kasus Peternak Anggota Kelompok Ternak Mekar Jaya Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI RINA KARUNIAWATI

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Usahatani (wholefarm) adalah ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola input atau faktor-faktor produksi (tanah,

Lebih terperinci

SKRIPSI ARDIANSYAH H

SKRIPSI ARDIANSYAH H FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PETANI KEBUN PLASMA KELAPA SAWIT (Studi Kasus Kebun Plasma PTP. Mitra Ogan, Kecamatan Peninjauan, Sumatra Selatan) SKRIPSI ARDIANSYAH H34066019

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Koperasi dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi sosial negara sedang berkembang dengan membantu membangun struktur ekonomi dan sosial yang kuat (Partomo,

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN SKRIPSI IRWAN IRSYADI H34070065 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal.  [20 Pebruari 2009] I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dengan kondisi daratan yang subur dan iklim yang menguntungkan. Pertanian menjadi sumber mata pencaharian sebagian penduduk dan berkontribusi

Lebih terperinci

VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 8.1. Analisis Produksi Stochastic Frontier Usahatani Kedelai Edamame Analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis fungsi produksi Cobb-Douglas

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN DOMBA AGRIFARM DESA CIHIDEUNG UDIK KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN DOMBA AGRIFARM DESA CIHIDEUNG UDIK KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN DOMBA AGRIFARM DESA CIHIDEUNG UDIK KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT SKRIPSI MOHAMAD IKHSAN H34054305 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 7.1 Analisis Produksi Stochastic Frontier 7.1.1 Pendugaan Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi usahatani

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Agribisnis peternakan memberikan banyak kontribusi bagi bangsa Indonesia yaitu sebagai penyedia lapangan pekerjaaan dan berperan dalam pembangunan. Berdasarkan data statistik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis yang sangat mendukung, usaha peternakan di Indonesia dapat berkembang pesat. Usaha

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor pada Bulan Maret sampai Agustus. Pemilihan daerah Desa Cibeureum sebagai tempat penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H

ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H34076035 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 7 1.3 Tujuan dan Kegunaan

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH (Studi Kasus di Perusahaan X, Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor) SKRIPSI SHCYNTALIA HERTIKA

ANALISIS PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH (Studi Kasus di Perusahaan X, Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor) SKRIPSI SHCYNTALIA HERTIKA ANALISIS PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH (Studi Kasus di Perusahaan X, Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor) SKRIPSI SHCYNTALIA HERTIKA PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN, FAKTOR PRODUKTIVITAS DAN MANAJEMEN USAHA SAPI PERAH KUD GIRI TANI KABUPATEN BOGOR NI MADE DEWI ADNYAWATI

ANALISIS PENDAPATAN, FAKTOR PRODUKTIVITAS DAN MANAJEMEN USAHA SAPI PERAH KUD GIRI TANI KABUPATEN BOGOR NI MADE DEWI ADNYAWATI ANALISIS PENDAPATAN, FAKTOR PRODUKTIVITAS DAN MANAJEMEN USAHA SAPI PERAH KUD GIRI TANI KABUPATEN BOGOR NI MADE DEWI ADNYAWATI DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive). Alasan pemilihan Kabupaten

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang PENDAHULUAN Latar Belakang Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang sering diterapkan di pedesaan terutama di daerah yang memiliki potensi memelihara ayam broiler. Pola kemitraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tingkat Produksi Kedelai Peluang peningkatan produksi kedelai di dalam negeri masih terbuka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan

Lebih terperinci

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Manajemen Usaha Ternak Saragih (1998) menyatakan susu merupakan produk asal ternak yang memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kandungan yang ada didalamnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH Oleh : EKO HENDRAWANTO A14105535 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN EKO

Lebih terperinci

OPTlMALlSASl POLA USAHATANI TANAMAN PANGAN PADA MHAN SAWAH DAN TERNAK DOMBA Dl KECAMATAN SUKAHAJI, MAJALENGKA. Oleh : ALLA ASMARA

OPTlMALlSASl POLA USAHATANI TANAMAN PANGAN PADA MHAN SAWAH DAN TERNAK DOMBA Dl KECAMATAN SUKAHAJI, MAJALENGKA. Oleh : ALLA ASMARA OPTlMALlSASl POLA USAHATANI TANAMAN PANGAN PADA MHAN SAWAH DAN TERNAK DOMBA Dl KECAMATAN SUKAHAJI, MAJALENGKA Oleh : ALLA ASMARA PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2002 ABSTRAK ALLA ASMARA.

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGUASAAN LAHAN SAWAH DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI

HUBUNGAN PENGUASAAN LAHAN SAWAH DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI HUBUNGAN PENGUASAAN LAHAN SAWAH DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kelompok Tani Harum IV Kelurahan Situmekar, Kecamatan Lembursitu, Kota Sukabumi) SKRIPSI OCTIASARI H34070084 DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor Penting yang Memengaruhi Dayasaing Suatu Komoditas

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor Penting yang Memengaruhi Dayasaing Suatu Komoditas II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor Penting yang Memengaruhi Dayasaing Suatu Komoditas Dayasaing sangat penting dalam menentukan keberhasilan suatu industri karena dayasaing merupakan kemampuan suatu

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR- FAKTOR PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI BERDASARKAN STATUS PETANI

ANALISIS TINGKAT EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR- FAKTOR PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI BERDASARKAN STATUS PETANI ANALISIS TINGKAT EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR- FAKTOR PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI BERDASARKAN STATUS PETANI (Studi Kasus di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor) STEFANI ANGELIA

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan. [10

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan.  [10 II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka dalam penelitian ini meliputi tinjauan komoditas kedelai, khususnya peranan kedelai sebagai sumber protein nabati bagi masyarakat. Tidak hanya itu, kedelai juga ditinjau

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME IMPOR KEDELAI INDONESIA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME IMPOR KEDELAI INDONESIA 1 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME IMPOR KEDELAI INDONESIA OLEH POPY ANGGASARI H14104040 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 2 RINGKASAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Populasi Kambing Kambing sangat digemari oleh masyarakat untuk diternakkan karena ukuran tubuhnya yang tidak terlalu besar, perawatannya mudah, cepat berkembang biak, jumlah anak

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS SUSU DAN PENDAPATAN PETERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN TANJUNGSARI KABUPATEN SUMEDANG

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS SUSU DAN PENDAPATAN PETERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN TANJUNGSARI KABUPATEN SUMEDANG FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS SUSU DAN PENDAPATAN PETERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN TANJUNGSARI KABUPATEN SUMEDANG SKRIPSI ARIS ALPIAN H34076026 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan produk peternakan terus meningkat sebagai konsekuensi. adanya peningkatan jumlah penduduk, bertambahnya proporsi penduduk

I. PENDAHULUAN. Permintaan produk peternakan terus meningkat sebagai konsekuensi. adanya peningkatan jumlah penduduk, bertambahnya proporsi penduduk 13 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan produk peternakan terus meningkat sebagai konsekuensi adanya peningkatan jumlah penduduk, bertambahnya proporsi penduduk perkotaan, pendidikan dan pengetahuan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar ini dilakukan di Desa Gunung Malang yang berada di Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

DAMPAK KENAIKAN HARGA KEDELAI TERHADAP EFISIENSI TEKNIS DAN PENDAPATAN USAHA TEMPE DENGAN PENDEKATAN STOCHASTIC FRONTIER

DAMPAK KENAIKAN HARGA KEDELAI TERHADAP EFISIENSI TEKNIS DAN PENDAPATAN USAHA TEMPE DENGAN PENDEKATAN STOCHASTIC FRONTIER DAMPAK KENAIKAN HARGA KEDELAI TERHADAP EFISIENSI TEKNIS DAN PENDAPATAN USAHA TEMPE DENGAN PENDEKATAN STOCHASTIC FRONTIER (Studi Kasus di Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor) SILMY AMALIA

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produk total (TP) adalah jumlah total yang diproduksi selama periode waktu tertentu. Jika jumlah semua input kecuali satu faktor

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pengembangan sub sektor peternakan perlu untuk dilakukan karena sub

Lebih terperinci

PERSEPSI DAN SIKAP KONSUMEN TERHADAP KEAMANAN PANGAN SUSU FORMULA DENGAN ADANYA ISU BAKTERI Enterobacter sakazakii DI KECAMATAN TANAH SAREAL BOGOR

PERSEPSI DAN SIKAP KONSUMEN TERHADAP KEAMANAN PANGAN SUSU FORMULA DENGAN ADANYA ISU BAKTERI Enterobacter sakazakii DI KECAMATAN TANAH SAREAL BOGOR PERSEPSI DAN SIKAP KONSUMEN TERHADAP KEAMANAN PANGAN SUSU FORMULA DENGAN ADANYA ISU BAKTERI Enterobacter sakazakii DI KECAMATAN TANAH SAREAL BOGOR SKRIPSI INTAN AISYAH NASUTION H34066065 DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dede Upit, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dede Upit, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan salah satu komoditi utama subsektor peternakan. Dengan adanya komoditi di subsektor peternakan dapat membantu memenuhi pemenuhan kebutuhan protein

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT Oleh NORA MERYANI A 14105693 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PAPRIKA HIDROPONIK DI DESA PASIR LANGU, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BANDUNG Oleh : NUSRAT NADHWATUNNAJA A14105586 PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci

KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI JAGUNG MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NTT. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2

KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI JAGUNG MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NTT. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2 KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI JAGUNG MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NTT Yusuf 1 dan Rachmat Hendayana 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi

Lebih terperinci

Oleh : Dewi Mutia Handayani A

Oleh : Dewi Mutia Handayani A ANALISIS PROFITABILITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH MENURUT LUAS DAN STATUS KEPEMILIKAN LAHAN (Studi Kasus Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh : Dewi Mutia Handayani

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Skripsi SRI ROSMAYANTI H 34076143 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting perananya dalam Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal tersebut bisa kita lihat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pembagian Skala Usahaternak Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Pembagian Skala Usahaternak Sapi Perah II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahaternak Sapi Perah 2.1.1 Pembagian Skala Usahaternak Sapi Perah Usahaternak di Indonesia diklasifikasikan menjadi tiga kelompok berdasarkan berdasarkan pola pemeliharaannya,

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 7.1. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier 7.1.1. Pendugaan Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi teori dan konsep kajian ilmu yang akan digunakan dalam penelitian. Teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR ANALISIS RENCANA KEMITRAAN ANTARA PETANI KACANG TANAH DENGAN CV MITRA PRIANGAN (Kasus pada Petani Kacang Tanah di Kecamatan Sindangbarang, Kabupaten Cianjur) SKRIPSI TIARA ASRI SATRIA H34052169 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Kombinasi Produk Optimum Penentuan kombinasi produksi dilakukan untuk memperoleh lebih dari satu output dengan menggunakan satu input. Hal ini

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Pengertian Usahatani Rifai (1973) dalam Purba (1989) mendefinisikan usahatani sebagai pengorganisasian dari faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, modal dan manajemen,

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor) SKRIPSI PUSPA HERAWATI NASUTION H 34076122 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEBEL DAN KERAJINAN ROTAN INDONESIA KE JEPANG OLEH IKA VIRNARISTANTI H

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEBEL DAN KERAJINAN ROTAN INDONESIA KE JEPANG OLEH IKA VIRNARISTANTI H FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEBEL DAN KERAJINAN ROTAN INDONESIA KE JEPANG OLEH IKA VIRNARISTANTI H14084011 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Ilmu usahatani pada dasarnya memperhatikan cara-cara petani memperoleh dan memadukan sumberdaya (lahan, kerja, modal, waktu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan produksi menuju swasembada, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan serta meratakan taraf hidup

Lebih terperinci

IV. ANALISIS DAN SINTESIS

IV. ANALISIS DAN SINTESIS IV. ANALISIS DAN SINTESIS 4.1. Analisis Masalah 4.1.1. Industri Pengolahan Susu (IPS) Industri Pengolahan Susu (IPS) merupakan asosiasi produsen susu besar di Indonesia, terdiri atas PT Nestle Indonesia,

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH KEBIJAKAN IMPOR SAPI TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI DI NTB

KAJIAN PENGARUH KEBIJAKAN IMPOR SAPI TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI DI NTB KAJIAN PENGARUH KEBIJAKAN IMPOR SAPI TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI DI NTB INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA PENELITI UTAMA: I PUTU CAKRA PUTRA A. SP., MMA. BALAI PENGKAJIAN

Lebih terperinci