SKRIPSI RINA KARUNIAWATI H

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SKRIPSI RINA KARUNIAWATI H"

Transkripsi

1 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH (Kasus Peternak Anggota Kelompok Ternak Mekar Jaya Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI RINA KARUNIAWATI H DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 i

2 RINGKASAN RINA KARUNIAWATI. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Perah (Kasus Peternak Anggota Kelompok Ternak Mekar Jaya Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan ANNA FARIYANTI). Indonesia mempunyai banyak potensi agribisnis yang sangat besar dan beragam yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Namun, potensi yang di miliki tersebut belum dapat dikembangkan sedemikian rupa sehingga sektor agribisnis menjadi semakin tidak terarah dan semakin mengalami keterpurukan. Bidang peternakan merupakan salah satu sektor agribisnis yang cukup penting karena terkait dengan ketersediaan bahan pangan hewani masyarakat. Salah satu komoditas peternakan yang masih mempunyai peluang pengembangan cukup luas di Indonesia adalah sapi perah. Hal ini dikarenakan produksi susu segar dalam negeri diperkirakan mempunyai andil sekitar 25 persen dari kebutuhan susu nasional (dengan tingkat konsumsi sekitar 6 liter/kapita/tahun). Secara nasional produksi susu segar dari tahun 2005 hingga 2009 mengalami pertumbuhan ratarata sebesar 7,59 persen dengan jumlah produksi tertinggi terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar ton. Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah penghasil susu di Jawa Barat selain Lembang dan Pangalengan, dimana produksi susu dari tahun 2006 hingga tahun 2010 sebesar 66,846 ton. Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung merupakan salah satu sentra produksi susu di Kabupaten Bogor. Rata-rata kepemilikan sapi perah laktasi adalah lima ekor per peternak. Saat ini budidaya sapi perah di Desa Cipayung masih menghadapi kendala rendahnya rata-rata produktivitas susu yang dihasilkan yaitu sebesar 8-10 liter/ekor/hari, padahal idealnya sekitar 12 sampai 15 liter/ekor/hari. Produktivitas susu sangat tergantung dari penggunaan input yang digunakan dalam budidaya sapi perah. Rendahnya produktivitas susu akan berpengaruh terhadap tingkat produksi susu yang dihasilkan setiap harinya sehingga akan berdampak pada tingkat pendapatan peternak. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah 1) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu ditingkat peternak anggota Kelompok Ternak Mekar Jaya dan 2) Menganalisis tingkat pendapatan peternak anggota Kelompok Ternak Mekar Jaya dalam usahaternak sapi perahnya. Variabel-variabel faktor produksi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi masa laktasi sapi produksi, pakan konsentrat, hijauan, ampas tahu, mineral, air dan penggunaan tenaga kerja. Pemilihan wilayah penelitian Desa Cipayung didasari karena daerah tersebut merupakan salah satu daerah sentra penghasil susu di Kabupaten Bogor. Penelitian dilaksanakan selama dua bulan, terhitung dari bulan Januari - Februari Proses penentuan responden dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling (sampel yang ditentukan), dimana penentuan responden dilakukan oleh ketua Kelompok Ternak Mekar Jaya yang paham mengenai informasi yang dimiliki oleh anggotanya yang berkaitan dengan topik yang akan diteliti, serta merupakan peternak yang aktif dalam keanggotaan koperasi. Jumlah responden yang dijadikan sampel adalah sebanyak 35 orang peternak. Analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui ii

3 gambaran tentang usahaternak sapi perah di Desa Cipayung. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan fungsi produksi Cobb Douglas, analisis pendapatan, dan R/C ratio. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan software Microsoft Excel dan Minitab 14. Berdasarkan hasil pendugaan model dengan menggunakan fungsi produksi Cobb Douglas menunjukkan nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 90,7 persen. Artinya, bahwa sebesar 90,7 persen produksi susu sapi perah dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh faktor masa laktasi, konsentrat, hijauan, ampas tahu, mineral, air dan tenaga kerja, sedangkan 9,3 persen lagi dijelaskan oleh faktorfaktor lain diluar model. Berdasarkan hasil pendugaan parameter fungsi produksi menunjukkan bahwa variabel konsentrat, hijauan, ampas tahu, mineral, dan air mempunyai tanda parameter positif yaitu masing-masing sebesar 0,1259; 0,2664; 0,05208; 0,01716; 0,7283. Artinya, semakin banyak penggunaan variabel konsentrat, hijauan, ampas tahu, mineral dan air maka produksi susu sapi perah akan semakin meningkat. Sementara untuk masa laktasi dan tenaga kerja masingmasing mempunyai tanda parameter negatif yaitu -0,4736 dan 0,4889, artinya dengan meningkatkan/bertambahnya variabel masa laktasi dan tenaga kerja akan menurunkan produksi susu sapi perah. Berdasarkan nilai peluangnya, variabel masa laktasi, hijauan, air dan tenaga kerja masing-masing mempunyai nilai sebesar 0,008; 0,170; 0,001; 0,068. Jika taraf nyata 20 persen maka keempat variabel tersebut berpengaruh nyata terhadap produksi susu sapi perah. Sedangkan variabel konsentrat, ampas tahu, dan mineral mempunyai nilai peluang masingmasing sebesar 0,415; 0,375; 0,861. Jika taraf nyata sebesar 20 persen maka ketiga variabel tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap produksi susu sapi perah. Berdasarkan hasil analisis pendapatan usahaternak sapi perah untuk satu ekor sapi laktasi diketahui bahwa rata-rata pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh peternak adalah sebesar Rp ,68 sedangkan pendapatan atas biaya total sebesar Rp ,15. Nilai Berdasarkan hasil penghitungan diperoleh nilai R/C rasio atas biaya tunai sebesar 1,64 artinya setiap Rp 1 yang dikeluarkan akan memperoleh keuntungan sebesar Rp 1,64. Sedangkan nilai R/C ratio atas biaya total sebesar 1,25 artinya setiap Rp 1 yang dikeluarkan akan memperoleh keuntungan sebesar Rp 1,25. Usahaternak sapi perah di Desa Cipayung sudah dikatakan menguntungan apabila dilihat dari nilai R/C rationya yang lebih dari satu, namun bila dilihat dari rendahnya tingkat pendapatan peternak maka usaha ini belum dapat dikatakan ekonomis dari segi bisnis. Rendahnya tingkat pendapatan ini sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah rendahnya tingkat produksi susu yang dihasilkan. Dalam meningkatkan produksi susu sapi perah di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung upaya yang dapat dilakukan antara lain dengan meningkatkan kuantitas dan kualitas pemberian pakan terutama pakan hijauan dan air. Selain itu perlu dilakukan penyuluhan baik dari pihak kelompok ternak, KUD maupun IPS terutama mengenai manajemen pemberian pakan. Pemberian pakan berupa konsentrat, hijauan dan ampas tahu harus dilakukan dengan takaran yang benar (bukan asal-asalan) karena hal ini akan berdampak pada pemborosan biaya pakan mengingat ketiganya mempunyai nilai persentase biaya yang paling besar dibandingkan biaya lainnya. Tatalaksana dalam menjalankan usahaternak sapi perah harus lebih ditingkatkan serta dengan manajemen yang lebih baik lagi. iii

4 FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH (Kasus Peternak Anggota Kelompok Ternak Mekar Jaya Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) RINA KARUNIAWATI H Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 iv

5 Judul Skripsi : Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Perah (Kasus Peternak Anggota Kelompok Ternak Mekar Jaya Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Nama : Rina Karuniawati NIM : H Menyetujui, Pembimbing Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi NIP Mengetahui, Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP Tanggal Lulus : v

6 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Perah (Kasus Peternak Anggota Kelompok Ternak Mekar Jaya Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Juni 2012 Rina Karuniawati H vi

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Temanggung 11 Januari Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Martidjo dan Ibu Rubinem. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 1 Kruwisan Kabupaten Temanggung dan lulus pada tahun 1999, kemudian melanjutkan pendidikan di SMP REMAJA Parakan, Kabupaten Temanggung lulus pada tahun Pada tahun 2006 penulis menyelesaiakan pendidikannya di SMK Negeri 1 Temanggung (STM PEMBANGUNAN), Kabupaten Temanggung jurusan Budidaya Tanaman, dan pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Program Diploma di Institut Pertanian Bogor dengan Program Keahlian Teknologi Industri Benih melalui jalur tes tertulis (Reguler). Selanjutnya, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Sarjana Penyelenggaraan Khusus pada Program Studi Agribisnis, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor pada tahun vii

8 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Perah (Kasus : Peternak Anggota Kelompok Ternak Mekar Jaya Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu sapi perah milik peternak di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi para peternak sapi perah dan pihak Kelompok Ternak Mekar Jaya dalam meningkatkan produksi susu sapi dengan mengetahui faktor-faktor produksi apa saja yang mempengaruhinya. Bogor, Juni 2012 Rina Karuniawati viii

9 UCAPAN TERIMA KASIH Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi selaku dosen pembimbing skripsi sekaligus dosen pembimbing akademik atas waktu, bimbingan, arahan, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 2. Ir. Juniar Atmakusuma, MS selaku dosen evaluator dalam kolokium atas waktu, kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini. 3. Ir. Netti Tinaprilla, MM selaku dosen penguji utama serta Dra. Yusalina, MSi selaku dosen penguji wakil komdik dalam sidang skripsi atas waktu, kritik, saran dan arahannya dalam rangka perbaikan skripsi ini 4. Kedua orangtua tercinta, (Ayah dan Ibu), Kakakku (Mas Wawan) serta keluarga besar untuk setiap doa serta dukungan yang selalu diberikan kepada penulis semoga karya ini bisa menjadi persembahan yang membanggakan. 5. Seluruh pengurus Kelompok Ternak Mekar Jaya dan Pengurus KUD Giri Tani, khususnya Bapak Samin, Bapak Asep Khodir dan Bapak Ade Suhendar, atas kesempatan, informasi, dan dukungan selama penulis melakukan penelitian 6. Para peternak sapi perah di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor atas waktu dan informasi yang telah diberikan. 7. Wahyu Kusuma Wardhana selaku pembahas seminar atas kritik dan saran yang diberikan. 8. Warga Benih Ekstensi Agribisnis Wenni, Deva, Devi, Ori, Mule, Mumut, Amri, Friska, Deti, Desma, Wahyu, Fachry, Kiki dan Lukman yang telah memberikan bantuan, dukungan dan semangat kepada penulis. 9. Rahmat W. Siregar dan Iman S. Nugraha atas bantuannya, dan teman-teman Agribisnis Angkatan 7 atas semangat dan kebersamaan selama ini serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Bogor, Juni 2012 Rina Karuniawati ix

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia Usaha Peternakan Sapi Perah Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Perah Analisis Pendapatan Usahaternak III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Teori Produksi Teori Biaya Teori Pendapatan Kerangka Pemikiran Operasional IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengambilan sampel Metode Pengumpulan Data Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis Faktor Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Perah Pengujian Hipotesis Hipotesis Analisis Pendapatan Usahaternak Sapi Perah V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Umum Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor Letak Geografis dan Pembagian Administrasi Kependudukan dan Keadaan Sosial Ekonomi x

11 Sarana dan Prasarana Gambaran Umum Kelompok Ternak Mekar Jaya Karakteristik Peternak Responden Umur Responden Jenis Kelamin Responden Tingkat Pendidikan Responden Pengalaman Beternak Responden Kepemilikan Ternak Responden Tatalaksana Usahaternak Sapi Perah Pengadaan Bakalan Sapi Pemelihaarn Sapi Perah Kandang Peralatan Tenaga Kerja Pakan Air Minum Kesehatan Hewan dan Reproduksi Pemerahan Pemasaan Hasil VI. VII. FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH ANALISIS PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH Analisis Penerimaan Usahaternak Analisis Struktur Biaya Usahaternak Pendapatan Usahaternak VIII. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi

12 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Pertanian Tahun Perkembangan Populasi Sapi Perah dan Produksi Susu Nasional Tahun Perkembangan Populasi Sapi Perah dan Produksi Susu Di Provinsi Jawa Barat Tahun Peringkat 10 Besar Daerah Penghasil Susu Di Jawa Barat Tahun (Ton) Perkembangan Harga Pakan Konsentrat di KUD Giri Tani dan Harga Jual Susu Sapi Perah Peternak Anggota Kelompok Ternak Mekar Jaya Tahun 2007 hingga Hasil Tinjauan Penelitian Terdahulu Komponen Pendapatan Usahaternak Sapi Perah Luas Wilayah Menurut Penggunaannya Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Tahun Tingkat Pendidikan Warga Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor Tahun Karakteristik Peternak Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor Tahun Karakteristik Peternak Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor Tahun Karakteristik Peternak Responden Berdasarkan Pengalaman Beternak di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor Tahun Karakteristik Peternak Responden Berdasarkan Kepemilikan Ternak di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor Tahun xii

13 16. Jadwal Kegiatan Pemeliharaan Sapi Perah di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor Tahun Pedoman Waktu Mengawinkan Sapi yang Tepat Rata-Rata Penggunaan Input Serta Output yang dihasilkan Dalam Usahaternak Sapi Perah di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor Pada Bulan Januari Tahun Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Susu Responden di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor Bulan Januari Tahun Rata-Rata Penerimaan Usahaternak Sapi Perah Per Ekor Laktasi di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor Bulan Januari Tahun Rata-Rata Biaya Tunai dan Biaya Diperhitungkan Usahaternak Sapi Perah Per Ekor Laktasi di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor Bulan Januari Tahun Rata-Rata Penerimaan, Biaya, Pendapatan, dan R/C Rasio Usahaternak Sapi Perah Per Ekor Laktasi di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Bulan Januari Tahun xiii

14 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Siklus Sapi Perah Produksi Dalam Satu Tahun Perubahan Produksi Susu dan Kadar Lemak Kurva Fungsi Produksi Total dan Hubungannya Dengan Produk Marginal dan Produk Rata-Rata Kurva Fungsi Biaya Hubungan Antara Biaya Total dan Hasil Penjualan Total Kerangka Pemikiran Operasional xiv

15 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Analisis Pendapatan Usahatani Ternak Sapi Perah Per Ekor Laktasi di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor Bulan Januari Tahun Analisis Regresi Model Fungsi Cobb-Douglas Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Perah Responden di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor Bulan Januari Tahun Analisis Regresi Model Fungsi Cobb-Douglas Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Sapi Perah Responden di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor Bulan Januari Tahun Gambar Dokumentasi Rangkaian Kegiatan Usahaternak Sapi Perah di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor Gambar Dokumentasi Rangkaian Kegiatan Usahaternak Sapi Perah di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor xv

16 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai banyak potensi agribisnis yang sangat besar dan beragam yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Namun, potensi yang di miliki tersebut belum dapat di kembangkan sedemikian rupa, sehingga sektor agribisnis dapat menjadi tulang punggung perekonomian yang kuat. Terdapat kekhawatiran dimana sektor ini akan mengalami penurunan seiring dengan semakin kompleksnya permasalahan yang dihadapi oleh sektor ini, sehingga menyebabkan sektor agribisnis Indonesia menjadi semakin tidak terarah dan semakin mengalami keterpurukan. Sektor agribisnis seharusnya menjadi sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Namun, kenyataannya kebanyakan dari sektor ini kurang mendapatkan perhatian secara serius dari pemerintah, mulai dari proteksi kredit hingga kebijakan lain tidak satu pun yang menguntungkan bagi sektor ini. Meskipun demikian, sektor agribisnis merupakan sektor yang sangat banyak menampung luapan tenaga kerja dan sebagian besar penduduk Indonesia tergantung pada sektor ini. Upaya peningkatan produk-produk agribisnis hanya difokuskan pada komoditaskomoditas tertentu seperti komoditas kebutuhan pokok, sedangkan komoditas potensial lain seperti pada sub sektor tanaman pangan, peternakan, perkebunan masih belum berkembang dengan baik. Bidang peternakan merupakan salah satu sektor agribisnis yang cukup penting karena terkait dengan ketersediaan bahan pangan hewani masyarakat, dimana diketahui kandungan gizi hasil ternak beserta produk olahannya mempunyai kandungan nilai gizi yang lebih baik di bandingkan dengan protein yang berasal dari tumbuh-tumbuhan (nabati). Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan peternakan yang mampu memenuhi kebutuhan gizi masyarakat, maka pembangunan peternakan saat ini harus lebih diarahkan pada pengembangan peternakan yang lebih maju melalui penggunaan teknologi tepat guna, efesiensi, produksi yang berkelanjutan, serta adanya alur pemasaran hasil yang lebih terarah sehingga mampu meningkatkan pendapatan dan taraf hidup peternak. Maka dari 1

17 itu pembangunan sub sektor peternakan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan pertanian, perlu dilakukan secara bertahap dan berencana agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan data Produk Domestik Bruto (PDB) pertanian dari tahun 2006 hingga 2009 terlihat bahwa sektor peternakan memberikan kontribusi yang cukup signifikan untuk perekonomian Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari Nilai Produk Domestik Bruto dari tahun 2006 hingga 2009 dalam Tabel 1. Tabel 1. Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Pertanian Tahun Lapangan Usaha Nilai PDB (Dalam Milyar Rupiah Trend Rata-rata * 2011 ** (%) Tanaman Bahan Makanan ,62 Tanaman Perkebunan ,02 Peternakan ,07 Kehutanan ,63 Perikanan ,64 * : Angka Sementara ** : Angka Sangat Sementara Sumber : Badan Pusat Statistik (2009) 1 Tabel 1 menunjukkan adanya kecenderungan nilai PDB yang semakin meningkat dari setiap lapangan usaha pertanian, termasuk peningkatan pada lapangan usaha sektor peternakan dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 4,07 persen. Peningkatan nilai PDB tersebut menunjukkan bahwa sektor peternakan mempunyai potensi untuk dikembangkan di Indonesia karena telah memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pendapatan nasional. Salah satu komoditas peternakan yang masih mempunyai peluang pengembangan cukup luas di Indonesia adalah sapi perah hal ini dikarenakan produksi susu segar dalam negeri diperkirakan memberikan andil sekitar 25 persen dari kebutuhan susu nasional (dengan tingkat konsumsi sekitar 6 liter/kapita/tahun), dengan demikian, kebutuhan susu nasional sebagian besar masih dipenuhi dari susu impor baik sebagai bahan baku ataupun sebagai produk 1 [BPS] Badan Pusat Statistik Pendapatan Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan (dalam Milyar). (17 Agustus 2011) 2

18 olahan (finished products) 2. Menurut Daryanto (2007) dilihat dari sisi konsumsi, sampai saat ini konsumsi masyarakat Indonesia terhadap produk susu masih tergolong sangat rendah bila dibandingkan dengan negara berkembang lainnya. Konsumsi masyarakat Indonesia hanya 8 liter/kapita/tahun itu pun sudah termasuk produk-produk olahan yang mengandung susu. Seiring bertambahnya pendapatan masyarakat dan jumlah penduduk Indonesia, maka akan berpengaruh pada semakin membaiknya kesadaran masyarakat mengenai kesehatan dan gizi sehingga diperkirakan permintaan susu akan meningkat. Peluang peningkatan konsumsi tersebut harus dimanfaatkan dengan baik. Namun, peluang tersebut masih mengalami kendala karena usaha peternakan sapi perah di Indonesia sampai saat ini masih banyak didominasi oleh usaha sapi perah rakyat yang dicirikan dengan banyak ketertinggalannya di dalam memacu peningkatan produksi, baik dari segi hasil maupun kualitasnya. Kondisi tersebut dapat dilihat pada Tabel 2, dimana tahun 2001 hingga 2009 jumlah populasi sapi perah dan tingkat produksi susu nasional tidak mengalami perubahan yang signifikan. Tabel 2. Perkembangan Populasi Sapi Perah dan Produksi Susu Nasional Tahun Tahun Sapi Perah Produksi Susu Trend Trend (%) (000 Ekor) (Ton) (%) , ,17 493,375 2, ,47 553,442 12, ,75 549,945-0, ,82 535,960-2, ,22 616,548 15, ,36 567,682-7, ,46 646,953 13, ,71 827,247 27,87 Rata-Rata 386 4,23 585,678 7,59 Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, 2010 (diolah) 3 2 Model Usaha Agribisnis Sapi Perah. (diakses tanggal 17 agustus 2011) 3 Direktoran Jenderal Peternakan Perkembangan Populasi Sapi Perah (dalam 000 ekor) dan Produksi Susu Nasional (dalam Ton) (diakses Tanggal 17 Agustus 2011) 3

19 Dilihat secara nasional, jumlah populasi sapi perah dari tahun 2001 sampai dengan 2009 mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 4,23 persen. Begitu pula dengan produksi susu segar dari tahun 2005 hingga 2009 mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 7,59 persen dengan jumlah produksi tertinggi terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar ton. Data tersebut mengindikasikan bahwa perkembangan populasi sapi perah terus meningkat seiring meningkatnya permintaan susu segar dipasaran. Kondisi ini di perkirakan akan terus meningkat di tahun mendatang seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi susu segar sehingga hal ini akan berpengaruh pada tingginya permintaan susu segar dipasaran, yang akan berdampak pada peningkatan populasi dan produksi sapi perah. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang mempunyai karakteristik yang cocok untuk pengembangan sapi perah karena Jawa Barat memiliki pegunungan dan dataran tinggi yang cocok untuk peternakan sapi perah. Selain itu juga memiliki lahan yang relatif luas untuk ketersediaan pakan hijau (rumput) sehingga pasokan pakan akan tetap terjamin. Kondisi perkembangan susu di Jawa Barat mempunyai struktur yang cukup lengkap terdiri dari peternak, pabrik pakan, industri pengolahan susu yang relatif maju dengan kapasitas yang cukup tinggi serta tersedianya kelembagaan bagi para peternak sapi perah yang tergabung dalam GKSI (Gabungan Koperasi Susu Indonesia). Daftar perkembangan produksi susu sapi perah di Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 3. 4

20 Tabel 3. Perkembangan Populasi Sapi Perah dan Produksi Susu Di Provinsi Jawa Barat Tahun Tahun Populasi Ternak (ekor) Trend (%) Produksi Susu (Ton) Trend (%) , , , , , , , , , , , , , , , , , ,24 Rata-Rata , ,04 Sumber: Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, 2010 (diolah) 4 Berdasarkan data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa dari tahun 2001 hingga 2010 produksi susu sapi perah di Provinsi Jawa Barat rata-rata mengalami pertumbuhan sebesar 4,04 persen. Pada tahun 2002 sampai 2004 produksi susu mengalami peningkatan namun, pada tahun 2005 produksinya mengalami penurunan sebesar 6,27 persen. Penurunan tersebut disebabkan karena terjadinya penurunan jumlah populasi ternak sapi perah pada tahun tersebut. Selanjutnya, pada tahun 2006 hingga 2010 produksi susu sapi perah mengalami peningkatan kembali seiring dengan bertambahnya jumlah populasi sapi perah. Berdasarkan data pada Tabel 3 dapat disimpulkan bahwa dari tahun ke tahun jumlah populasi ternak dan produksi susu di Provinsi Jawa Barat mengalami pertumbuhan yang berfluktuatif. Kemampuan produksi susu segar di Provinsi Jawa Barat tidak terlepas dari kontribusi masing-masing kabupaten dan kota yang menjadi wilayah sentra penghasil susu segar. Sentra produksi susu sapi di Jawa Barat tersebar di berbagai kabupaten/kota dengan jumlah peternak sapi perah yang beragam, baik yang mengusahakan ternaknya secara perseorangan maupun dengan membentuk 4 Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Perkembangan Populasi Sapi Perah (dalam ekor) dan Produksi Susu Nasional (dalam Ton) (17 Agustus 2011) 5

21 kelompok ternak. Daerah yang menjadi sentra produksi susu sapi perah di Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Peringkat 10 Besar Daerah Penghasil Susu Di Jawa Barat Tahun (Ton) Tahun Trend No Kab/Kota Rata Rata (%) 1 Bandung ,66 2 Garut ,08 3 Sumedang ,99 4 Bogor ,57 5 Kuningan ,60 6 Sukabumi ,80 7 Cianjur ,28 8 Tasikmalaya ,29 9 Kota Depok ,02 10 Kota Bogor ,54 Sumber: Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, (diolah) 5 Berdasarkan data pada Tabel 4 diketahui bahwa produksi susu segar di Kabupaten Bogor dari tahun 2006 hingga 2010 mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 7,57 persen. Data tersebut mengindikasikan bahwa produksi susu di Kabupaten Bogor terus mengalami peningkatan dari setiap tahunnya, artinya permintaan susu segar di wilayah ini terus meningkat. Perkembangan usaha peternakan sapi perah di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat didukung oleh keberadaan koperasi susu yang menaungi peternak, selain itu juga disukung pabrik pengolahan susu yang kebutuhan pasokan bahan baku susu segarnya terus mengalami peningkatan. Koperasi yang menjadi wadah bagi para peternak sapi perah di Kabupaten Bogor ini adalah Koperasi Unit Desa Giri Tani yang beralamat di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. KUD Giri Tani mempunyai tujuan yaitu untuk membantu para peternak sapi perah yang sebagian besar merupakan peternak kecil sebagai tempat untuk menampung susu 5 Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Perkembangan Produksi Susu Segar Tingkat Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat (17 Agustus 2011) 6

22 yang nantinya akan dijual ke IPS, penyedia sarana produksi, pelayanan medis dan kesehatan hewan. Kecamatan Megamendung merupakan salah satu sentra usahaternak sapi perah di Kabupaten Bogor, sehingga beternak sapi perah merupakan mata pencaharian penduduk setempat. Peternak sapi perah di kawasan ini tergabung dalam Kelompok Ternak Mekar Jaya yang merupakan anggota KUD Giri Tani. Usahaternak sapi yang dijalankan masih secara konvensional dengan menggunakan teknologi sederhana. Pada awalnya, orientasi usaha beternak sapi perah ini hanya sebagai pekerjaan sampingan dari usaha bercocok tanam yang merupakan usaha pokok. Namun, seiring perubahan jaman dan perkembangan teknologi usaha, bercocok tanam tidak lagi memberikan penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan. Akibatnya sebagian petani di kawasan ini beralih memilih usaha beternak sapi perah sebagai usaha utama. Kelompok Ternak Mekar Jaya dibentuk dengan tujuan sebagai wadah organisasi bagi peternak sapi perah di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor yang sebagian besar merupakan peternak rakyat dengan tingkat produksi susu yang masih rendah yitu sekitar 8-10 liter per ekor per hari. Maka dari itu, perlu upaya untuk meningkatkan produksi susu dengan menganalisis faktor-faktor produksi apa yang berpengaruh terhadap produksi susu di tingkat peternak agar penerimaan peternak dari hasil penjualan susu dapat meningkat. 1.2 Perumusan Masalah Usaha peternakan sapi perah merupakan salah satu usaha di bidang pertanian yang tidak dapat diabaikan perannya dalam menopang perekonomian nasional. Berdasarkan data populasi dan produksi susu sapi perah yang dikeluarkan oleh Dirjen Peternakan-Departemen Pertanian (2008) menyebutkan, bahwa dari tahun ke tahun terjadi peningkatan produksi susu sapi perah. Namun, peningkatan ini tidak diikuti oleh naiknya produktivitas 6. 6 Direktorat Jenderal Peternakan Berita : Prospek Sapi Perah Menjanjikan. [17 agustus 2011] 7

23 Sampai saat ini hampir sebagian besar produksi susu segar dalam negeri dihasilkan oleh koperasi, dimana susu segar dari peternak akan ditampung di koperasi. Koperasi berperan sebagai lembaga pengumpul dan penyalur susu dari peternak yang nantinya akan dipasok ke IPS. Disinilah peran penting koperasi sangat dibutuhkan bagi para peternak sapi perah, karena selain sebagai perantara dalam rantai pemasaran antara peternak dengan pihak IPS juga berperan dalam memberikan pelayanan kepada anggotanya sebagai penyedia input dan sarana produksi, pembinaan terhadap peternak, pemberian kredit sapi, simpan pinjam, pelayanan kesehatan dan sebagainya. Hal ini dilakukan oleh peternak sapi perah yang tergabung dalam Kelompok Ternak Mekar Jaya yang juga merupakan anggota Koperasi Unit Desa (KUD) Giri Tani di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor. Koperasi ini menyalurkan susu segar dari para peternak untuk di salurkan ke IPS yaitu PT Cisarua Mountain Diary atau yang lebih dikenal dengan PT Cimory. Penerimaan peternak anggota kelompok ternak dari hasil penjualan susu segar sangat dipengaruhi oleh harga susu yang diterima peternak. Sementara itu harga susu yang diterima peternak sangat dipengaruhi oleh beban biaya operasional koperasi, sehingga harga susu yang diterima peternak merupakan harga susu yang telah dikurangi oleh biaya operasional koperasi. Kondisi tersebut tidak akan terjadi apabila produksi susu dari para peternak optimal, namun pada kenyataannya hal tersebut masih menjadi masalah baik bagi koperasi maupun bagi para peternak seperti yang dihadapi oleh peternak anggota Kelompok Ternak Mekar Jaya. Produksi rata-rata sapi yang dipelihara peternak masih tergolong rendah yaitu sekitar 8-10 liter per ekor per hari 7, sedangkan produksi ideal seharusnya dapat mencapai liter per ekor per hari. Jenis sapi yang dipelihara oleh peternak sebagian besar adalah jenis sapi peranakan Fries Holland (FH) yang mempunyai produksi susu paling tinggi diantara jenis sapi yaitu sekitar liter per ekor per harinya. Kualitas dan kuantitas susu sapi perah dipengaruhi oleh beberapa faktor produksi antara lain faktor pemberian pakan (konsentrat, hijauan, ampas tahu), pemberian obat-obatan dan vitamin, pemberian air, dan tenaga kerja. 7 Hasil wawancara dengan ketua kelompok ternak 8

24 Selain itu, terdapat faktor non teknis yang mempengaruhi seperti bangsa atau rumpun sapi, lama bunting, masa laktasi, umur sapi, selang beranak, masa kering serta frekuensi pemerahan. Peningkatan produksi susu sapi perah yang diusahakan oleh peternak dapat dilakukan dengan penambahan input produksi seperti konsentrat dan air ataupun dengan meningkatkan skala usaha peternak dengan menambah jumlah populasi sapi laktasi yang dipelihara oleh peternak. Namun, usaha peningkatan baik dengan cara penambahan input produksi maupun penambahan jumbah populasi sapi laktasi tersebut masih terkendala pada ketebatasan sumberdaya terutama modal untuk membeli sapi, pakan konsentrat serta obat-obatan dan vitamin. Pengeluaran biaya input yang tinggi akan berpengaruh terhadap pendapatan yang diperoleh peternak. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil wawancara dengan responden diketahui bahwa harga input terutama konsentrat terus mengalami kenaikan setiap tahunnya. Namun, kondisi tersebut tidak diikuti dengan kenaikan harga jual susu sehingga menyebabkan biaya operasional yang harus dikeluarkan peternak menjadi semakin besar dan berpengaruh terhadap pendapatan yang diperoleh peternak. Perkembangan harga konsentrat dari tahun 2008 hingga 2012 dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Perkembangan Harga Pakan Konsentrat di KUD Giri Tani dan Harga Jual Susu Sapi Perah Peternak Anggota Kelompok Ternak Mekar Jaya Tahun 2007 hingga 2012 No Tahun Harga Konsentrat (Rp/Kg) Trend (%) Harga Jual Susu (Rp/liter) Trend (%) , , , ,67 3, , ,14 3, , , , , , ,11 3, Rata-rata 13, Sumber: KUD Giri Tani dan Kelompok Ternak Mekar Jaya 2012 (diolah) Berdasarkan pada Tabel 5 diketahui bahwa harga pakan konsentrat terus mengalami kenaikan setiap tahunnya. Dari tahun 2008 hingga 2012 harga konsentrat terus mengalami kenaikan rata-rata sebesar 13,73 persen sementara 9

25 untuk harga jual susu tidak mengalami kenaikan disetiap tahunnya dari tahun 2007 hingga 2012 harga jual susu hanya mengalami kenaikan rata-rata sebesar 3.00 persen saja. Dengan demikian biaya operasional yang dikeluarkan oleh peternak untuk membeli input produksi lebih lebih besar dibandingkan dengan penerimaan dari hasil penjualan susu. Ketidakseimbangan ini akan berakibat pada semakin berkurangan pendapatan yang diterima oleh peternak. Hal ini juga merupakan permasalahan yang dihadapi peternak terkait dengan perhitungan pengeluaran dan pendapatan peternak terhadap usahaternaknya. Maka dari itu, perlu dilakukan pengkajian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu sapi perah agar diketahui upaya untuk mengelola produksi susu agar dapat meningkatkan produksi dan pendapatan peternak sapi perah sehingga peternak dapat mengambil keputusan terbaik untuk kelangsungan usahaternak sapi perah yang diusahakan Berdasarkan uraian tersebut dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang akan di bahas dalam penelitian ini yaitu: 1. Mengapa produksi susu rendah?. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu sapi perah yang dipelihara oleh peternak anggota Kelompok Ternak Mekar Jaya. 2. Bagaimana pengaruh produksi susu terhadap tingkat pendapatan peternak anggota Kelompok Ternak Mekar Jaya dalam menjalankan usahaternak sapi perahnya. 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan hasil perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu sapi perah yang dipelihara peternak anggota Kelompok Ternak Mekar Jaya 2. Menganalisis pengaruh produksi susu terhadap tingkat pendapatan peternak anggota Kelompok Ternak Mekar Jaya dalam usahaternak sapi perahnya. 10

26 1.4 Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan yang ingin diperoleh diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi para peternak sapi perah di Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor dalam meningkatkan produksi susu usahaternak sapi perahnya. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan informasi dan rujukan untuk penelitian selanjutnya. Memberikan tambahan pengetahuan bagi penulis tentang faktor-faktor yang mempengaruhi produksi sapi perah yang dipelihara peternak anggota Kelompok Ternak Mekar Jaya. 1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian 1. Penelitian ini dibatasi pada analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu pada bulan Januari Tahun 2012 dan bukan mengenai analisis produktivitas dikarenakan adanya kesulitan dalam memperoleh data produktivitas untuk per ekor sapi. 2. Penetapan variabel atau faktor-faktor produksi yang dianalisis dalam penelitian ini berdasarkan tinjauan penelitian terdahulu dan disesuaikan dengan input-input yang digunakan untuk memproduksi susu di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Faktor-faktor produksi yang diduga mempengaruhi produksi susu sapi perah dan ditetapkan sebagai variabel dalam penelitian ini adalah masa laktasi, hijauan, konsentrat, ampas tahu, mineral, air dan tenaga kerja. Sedangkan faktor produksi lain seperti umur sapi serta obat-obatan dan vitamin, tidak diakomodasi sebagai variabel dalam penelitian ini, karena kesulitan dalam penaksiran umur sapi serta jumlah penggunaan obat-obatan dan vitamin yang digunakan. 3. Data mengenai jumlah input dan jumlah output yang dihasilkan pada usahaternak sapi perah merupakan data pada bulan Januari tahun Adanya keterbatasan informasi dan daya ingat para peternak terhadap jumlah penggunaan input dan jumlah output yang dihasilkan memungkinkan akan berpengaruh terhadap hasil output atau hasil olah data yang akan diperoleh penulis. 11

27 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2010 Badan Pusat Statistik mencatat bahwa subsektor peternakan menyumbang Rp. 36,743 Milyar dari jumlah total PDB sektor pertanian secara nasional. Permintaan terhadap komoditi peternakan sebagai sumber protein hewani diperkirakan akan semakin meningkat akibat peningkatan jumlah penduduk dan meningkatnya kesadaran akan gizi masyarakat. Susu sebagai salah satu hasil komoditi peternakan, adalah bahan makanan yang menjadi sumber gizi atau zat protein hewani. Kebutuhan protein hewani masyarakat Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan tingkat kesadaran kebutuhan gizi masyarakat yang didukung oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Pembangunan sub sektor peternakan, khususnya pengembangan usaha sapi perah, merupakan salah satu alternatif upaya peningkatan penyediaan sumber kebutuhan protein. Menurut Despal et al (2008) produksi susu yang dihasilkan dalam negeri baru mampu mencukupi 1/3 permintaan dalam negeri sehingga sebagian susu harus impor. Impor sapi dilakukan pemerintah bertujuan untuk meningkatkan suplai susu hingga saat ini masih belum bisa memenuhi permintaan dalam negeri. Dalam peta perdagangan internasional produk-produk susu, saat Indonesia berada pada posisi sebagai net-consumer. Sampai saat ini industri pengolah susu nasional masih sangat bergantung pada impor bahan baku susu. Jika kondisi ini tidak diperbaiki dengan membangun sistem agribisnis yang berbasis peternakan, maka Indonesia akan terus menjadi negara pengimpor hasil ternak khususnya susu sapi (Daryanto, 2007). Peternakan sapi perah di Indonesia seharusnya mampu memberikan banyak keuntungan seperti peningkatan pendapatan peternak, meningkatkan kesuburan lahan, serta penyerapan tenaga kerja. Namun, perkembangan tersebut masih harus terkendala terutama oleh lemahnya permodalan, rendahnya keuntungan peternak, lemahnya posisi tawar peternak tehadap IPS (Industri Pengolahan Susu) serta kendala dalam pemasaran hasil. 12

28 Dilihat dari struktur produksi susu sapi perah, peternakan sapi perah di Indonesia sebagian besar merupakan usaha rakyat dengan rata-rata kepemilikan sapi sekitar 1-3 ekor sapi (hampir 91 persen) dan pada umumnya merupakan anggota koperasi. Menurut Daryanto (2007) skala usahaternak sapi sekecil ini jelas kurang ekonomis karena keuntungan yang didapatkan dari hasil penjualan susu hanya cukup untuk kebutuhan hidup. Dengan demikian, dari sisi produksi kepemilikan sapi per peternak perlu ditingkatkan. Menurut manajemen modern sapi perah, skala ekonomis bisa dicapai dengan kepemilikan ekor sapi per peternak. Koperasi sapi perah berbeda dengan koperasi biasa karena koperasi sapi perah beranggotakan peternak sapi perah dimana anggota merupakan pengusaha dan usahanya tersebut menunjang kehidupan koperasi. Koperasi merupakan lembaga yang bertindak sebagai mediator antara peternak dengan industri pengolahan susu, dimana koperasi sangat menentukan posisi tawar peternak dalam menentukan jumlah penjualan susu, waktu penjualan dan harga yang akan diterima peternak. Menurut Supeno (1996) dalam penelitiannya yang berjudul kemitraan usaha agribisnis persusuan studi kasus KUD Mandiri Tani Mukti dengan KUD Mandiri Inti Sarwa Mukti di kabupaten Bandung. Penelitian ini menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan kemitraan yang terjadi di agribisnis persusuan ditemukan beberapa hambatan dimana terdapat perbedaan kemampuan penguasaan sumberdaya antara koperasi susu dengan IPS sehingga menyebabkan bargaining power koperasi susu terutama peternak menjadi rendah. Berbeda dengan Ardia, (2000) menjelaskan bahwa kondisi peternakan sapi perah di Indonesia saat ini adalah pertama; (a) skala usahanya kecil (2-5 ekor), (b) motif produknya adalah rumah tangga, (c) dilakukan sebagai usaha sampingan tanpa terlalu memperhatikan laba rugi dan masih jauh dari teknologi serta didukung oleh manajemen usaha dan permodalan yang masih lemah dan (d) kualitas secara umum bervariasi dan bersifat padat karya. Kedua, klimatologis Indonesia beriklim tropis dan kurang cocok bagi perkembangan sapi perah yang berasal dari daerah sub tropis. Ketiga, pemasar susu yang terbesar adalah industri pengolahan susu dan hanya beberapa peternak yang mampu menciptakan pasar 13

29 langsung ke konsumen. Keempat, kualitas sumberdaya manusia yang masih rendah. 2.2 Usaha Peternakan Sapi Perah Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang mempunyai nilai strategis antara lain untuk memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat akibat pertambahan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan rata-rata serta sebagai sarana penciptaan lapangan pekerjaan. Besarnya potensi sumberdaya alam yang dimiliki Indonesia sangat memungkinkan untuk pengembangan subsektor peternakan. Salah satu komponen dari subsektor peternakan yang memiliki banyak manfaat dan berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia adalah agribisnis persusuan. Dilihat dari kondisi geologis, ekologis dan kesuburan tanah dibeberapa wilayah Indonesia mempunyai karakteristik yang cocok untuk pengembangan agribisnis peternakan sapi perah. Yusdja (2005) menjelaskan bahwa industri pengembangan sapi perah di Indonesia sudah mempunyai struktur yang cukup lengkap yang terdiri dari peternak, pabrik pakan, industri pengolaha susu yang maju serta adanya kelembagaan yang menaungi peternak sapi perah yang tergabung dalam GKSI (Gabungan Koperasi Susu Indonesia). Struktur usaha peternakan sapi perah terdiri dari empat skala usaha yaitu usaha skala besar (>100 ekor), usaha skala menengah ( ekor), usaha skala kecil (10-30 ekor) dan usahaternak rakyat (1-9 ekor), usahaternak rakyat inilah yang sebagian besar merupakan anggota koperasi susu. Sapi perah di Indonesia diperkenalkan sekitar 140 tahun yang lalu, yang dimulai dengan pengimporan sapi-sapi bangsa Ayrshire, Jersey, Milking Shorthorn dari Australia yang kemudian dilanjutkan dengan pengimporan sapi bangsa Fries Holland (FH) dari Belanda. Sampai saat ini sapi FH merupakan bangsa sapi yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia karena mempunyai kemampuan menghasilkan air susu lebih banyak dari pada bangsa sapi perah lainnya, yaitu mencapai 5982 liter per laktasi, dengan kadar lemak 3,7 persen (Syarief dan Sumoprastowo, 1985). Sudono et al (2003) menjelaskan bahwa usahaternak sapi perah merupakan usaha yang menguntungkan dibandingkan dengan usahaternak lainnya, keuntungan tersebut diantaranya adalah: 14

30 a) Peternakan sapi perah merupakan usaha yang tetap, karena fluktuasi harga, produksi dan konsumsi tidak begitu tajam. b) Sapi perah sangat efisien dalam mengubah pakan menjadi protein hewani dan kalori. c) Memiliki jaminan pendapatan yang tetap. d) Penggunaan tenaga kerja yang tetap dan tidak musiman e) Pakan yang relatif murah dan mudah didapat karena sapi perah dapat menggunakan berbagai jenis hijauan yang tersedia atau sisa-sisa hasil pertanian f) Kebutuhan tanah dapat dipertahankan dengan memanfaatkan kotoran sapi perah sebagai pupuk kandang. g) Pedet yang dihasilkan bila jantan bisa dijual untuk sapi potong, sedangkan pedet betina dapat dipelihara hingga dewasa dan menghasilkan susu. 2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Perah Sapi jenis Friesian Holstein atau yang lebih dikenal dengan Fries Holland (FH) merupakan bangsa sapi yang berasal dari negara Belanda. Jenis sapi ini merupakan populasi terbesar diseluruh dunia, baik dinegara sub-tropis maupun negara tropis seperti Indonesia (Girisonta, 1995). Menurut Sudono (1999) sapi jenis FH merupakan sapi perah yang produksi susunya tertinggi dibandingkan dengan bangsa-bangsa sapi lainnya, dengan kadar lemak yang rendah. Meskipun produktivitas susu sapi untuk bangsa sapi FH di Indonesia masih tergolong rendah yaitu rata-rata 8-10 liter per hari per ekornya. Maka dari itu perlu dilakukan suatu usaha untuk meningkatkan produktivitas susu sapi perah yang dapat dilakukan dengan pemberian pakan yang berkualitas serta adanya manajemen yang baik dalam menjalankan usahanya, hal ini akan berpengaruh terhadap perbaikan produktivitas susu sapi perah. Sapi perah mengalami masa tertentu dalam memproduksi susu, masa ini disebut sebagai masa laktasi. Sapi akan mulai berproduksi setelah melahirkan anak. Kira-kira setengah jam setelah sapi melahirkan, produksi susu sudah mulai keluar, pada saat itulah masa laktasi sapi dimulai. Namun, sampai dengan 4-5 hari pertama produksi susu tersebut masih berupa colostrum yang tidak boleh 15

31 dikonsumsi oleh manusia melainkan untuk anak sapi (pedet). Gambar 1 menjelaskan mengenai siklus yang terjadi pada sapi perah dalam satu tahun. 365hari 300 hari hari 4-5 hari hari Keterangan : = Produksi susu berupa colostrum berlangsung 4-5 hari. = hari sesudah melahirkan adalah masa untuk mengawinkan kembali, sapi yang pernah beranak, paling awal 60 hari sesudah melahirkan boleh mulai dikawinkan kembali, dan paling lambat 90 hari sesudah melahirkan. = Masa-masa laktasi yang berlangsung kurang lebih 300 hari. = Masa-masa kering berlangsung 1,5-2 bulan = Masa-masa bunting berlangsung kurang lebih hari Gambar 1. Siklus Sapi Perah Produksi Dalam Satu Tahun Sumber : Girisonta (1995) Berdasarkan Gambar 1 diketahui bahwa masa laktasi dimulai sejak sapi itu berproduksi sampai masa kering tiba. Masa kering merupakan masa-masa dimana sapi yang sedang berproduksi dihentikan pemerahannya untuk mengakhiri masa laktasi. Masa kering ini bertujuan untuk mempersiapkan induk yang akan melahirkan kembali dalam kondisi yang sehat dan kuat. Dengan demikian masa laktasi berlangsung selama 10 bulan atau kurang lebih 300 hari, setelah dikurangi hari-hari selama memproduksi colostrum (4-5 hari). 16

32 Produksi susu seekor sapi pada umumnya diawali dengan volume yang relatif rendah, kemudian sedikit demi sedikit akan meningkat hingga bulan kedua, dan mencapai puncaknya pada bulan ketiga. Selanjutnya, setelah melewati bulan ketiga produksi mulai menurun sampai tiba pada masa kering. Menurunnya produksi air susu dalam masa laktasi ini akan diikuti dengan peningkatan kadar lemak di dalam air susu. Kondisi tersebut dapat dilihat pada Gambar , bulan Keterangan: : Produksi susu : Kadar Lemak Masa laktasi Masa Kering Gambar 2. Perubahan Produksi Susu dan Kadar Lemak Sumber: Girisonta (1995) Berdasarkan grafik pada Gambar 2 diketahui bahwa produksi susu seekor sapi pada umumnya diawali dengan volume yang relatif rendah, kemudian sedikit demi sedikit meningkat naik hingga bulan kedua, dan mencapai puncaknya pada bulan ketiga. Selanjutnya, setelah melewati bulan ketiga produksi mulai menurun sampai masa kering. Menurunnya produksi susu pada masa laktasi ini akan diikuti dengan adanya peningkatan kadar lemak di dalam air susu. Menurut Girisonta (1995) selama masa laktasi berlangsung, baik produksi susu pada awal masa laktasi dan selanjutnya sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain adalah faktor genetis, makanan serta tatalaksana, dimana satu sama lain saling mempengaruhi dan menunjang. 17

33 Penelitian yang menjelaskan mengenai faktor-faktor produksi adalah Heriyatno (2009), Apriani (2011) dan Alpian (2009). Ketiga penelitian mengkaji mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu sapi perah. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa faktor produksi yang paling berpengaruh terhadap produksi susu pada sapi sapi perah adalah pemberian pakan yaitu berupa pakan hijauan dan konsentrat sehingga besar kecilnya jumlah pemberian pakan pada sapi perah akan sangat berpengaruh terhadap jumlah susu yang dihasilkan. Pakan merupakan faktor yang sangat penting dalam Selain itu, Heriyatno (2009) juga menjelaskan bahwa selain pemberian pakan, faktor masa laktasi pada sapi produksi juga berpengaruh terhadap produksi susu sapi perah. Dalam melakukan penelitiannya Heriyatno (2009) mengelompokkan peternak sapi perah kedalam tiga skala yang berbeda yaitu skala rakyat, skala kecil dan skala menengah. Tujuan dilakukannya pengelompokkan tersebut adalah agar diketahui bagaimana pengaruh tiap-tiap faktor produksi terhadap produksi susu pada skala usaha yang berbeda. Berbeda dengan Heriyatno (2009), Apriani (2011) menjelaskan bahwa selain faktor pemberian pakan ternyata faktor suhu udara juga berpengaruh terhadap produksi susu, hal ini karena Apriani (2011) melakukan penelitian di sebuah perusahaan yang bergerak dibidang peternakan sapi perah di wilayah Depok dimana suhu udara diwilayah tersebut kurang mendukung untuk usaha budidaya sapi perah, sehingga hal ini berpengaruh terhadap produksi ternak. Begitu juga dengan Alpian (2009), berdasarkan hasil penelitiannya selain faktor pemberian pakan berupa konsentrat dan hijauan, faktor yang mempengaruhi produktivitas susu sapi adalah pemberian pakan tambahan berupa ampas tahu serta penggunaan tenaga kerja. Ampas tahu mempunyai pengaruh terhadap produktivitas susu karena ampas tahu merupakan salah satu pakan tambahan yang mempunyai kandungan protein cukup tinggi yang dibutuhkan sapi perah dalam memproduksi susu. Penggunaan tenaga kerja juga mempunyai pengaruh tehadap produktivitas susu hal ini berkaitan dengan standar penggunaan tenaga kerja. Sudono (1999) menjelaskan bahwa dalam usahaternak sapi perah dikatakan efektif jika satu hari kerja pria dapat menangani tujuh sapi dewasa, 18

34 sehingga apabila penggunaan tenaga kerja ditambah hal ini akan menurunkan produktivitas susu sapi perah. Berdasarkan tingkat produksi susu, Heriyatno (2009) menjelaskan bahwa pada usaha skala rakyat dengan kepemilikan sapi produksi sekitar tiga ekor ratarata menghasilkan susu sebesar 13,76 liter per hari untuk setiap ekor. Dilihat dari tingkat produksinya, nilai tersebut cukup tinggi mengingat itu merupakan usaha skala rakyat, hal itu karena peternak menyusun sendiri komposisi konsentrat untuk pakan ternaknya sehingga kandungan nutrisi dari masing-masing bahan yang dipakai seimbang. Sedangkan dalam penelitian Apriani (2011) dan Alpian ratarata produktivitas susu untuk satu ekor sapi produksi lebih rendah yaitu sebanyak 8,07 liter dan 9,14 liter per hari. Perbedaan tersebut disebabkan karena perbedaan tempat penelitian serta perlakuan dalam pemberian pakan pada ternak yang dipelihara. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang menjelaskan mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi sapi perah ini mengungkapkan bahwa terdapat faktor-faktor teknis penentu besarnya kemampuan produksi ternak. Penelitian yang dilakukan oleh Heriyatno (2009), Apriani (2011) dan Alpian (2010) mempunyai beberapa perbedaan hasil mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu. Perbedaan hasil tersebut dikarenakan adanya perbedaan tempat penelitian dan perlakuan pada ternak. 2.4 Analisis Pendapatan Usahaternak Penelitian yang mengkaji mengenai analisis pendapatan sapi perah dilakukan oleh Kuntara (1994), Heriyatno (2009) dan Lestari (2009). Kuntara (1994) dan Heriyatno (2009) melakukan penelitian mengenai analisis pendapatan pada komoditas sapi perah sedangkan Lestari (2009) melakukan penelitian mengenai analisis pendapatan pada komoditas ayam broiler. Penelitian yang dilakukan oleh Kuntara(1994) dan Heriyatno (2009) adalah menganalisis tingkat pendapatan peternak sapi perah pada tingkatan skala usaha yang berbeda, dimana masing-masing penulis mengelompokkan peternak kedalam tiga skala usaha yaitu skala rakyat (strata satu), skala kecil (strata dua) dan skala menengah (strata tiga). 19

35 Berdasarkan hasil penghitungan diketahui bahwa pada penelitian Kuntara, peternak dengan skala usaha menengah (strata tiga) memperoleh tingkat keuntungan paling tinggi dengan nilai R/C ratio sebesar 1,41. Sedangkan pada penelitian Heriyatno peternak dengan skala usaha kecil (strata dua) mempunyai tingkat keuntungan paling tinggi yaitu dengan nilai R/C rasio sebesar 1,31. Perbedaan tersebut dikarenakan penelitian dilakukan pada tempat serta kondisi lingkungan yang berbeda, namun berdasarkan dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa usahaternak sapi perah ini menguntungkan. Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2009) meskipun melakukan analisis pendapatan pada komoditas yang berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Kuntara (1994) dan Heriyatno (2009) yaitu komoditas ayam broiler. Lestari (2009) mengelompokkan peternak menjadi dua bagian yaitu usahaternak skala sedang (skala I) dan skala besar (skala II). dari hasli penelitian diketahui bahwa peternak dengan skala usaha skala II lebih efisien di banding beternak skala I bila dilihat dari segi biaya. Namun, bila dari sisi penerimaan harga ayam pada skala usaha I jauh sedikit lebih tinggi sehingga menghasilkan R/C yang lebih tinggi dibanding skala II. Pada kasus ini berarti peternak dengan skala besar tidak menjamin keuntungan yang diperoleh akan lebih besar, justru peternak kecil memperoleh keuntungan lebih tinggi hal ini karena walaupun usahaternak skala kecil bila dilakukan sesuai prosedur maka hasilnya juga akan memuaskan. Kesamaan dengan penelitian terdahulu dalam faktor-faktor yang mempengaruhi produktsi susu yang dilakukan oleh Heriyatno, Apriani dan Alpian mempunyai kesamaan dalam komoditas yang diteliti serta alat analisis yang digunakan yaitu menggunakan analisis fungsi Cobb-Douglas. Namun, mempunyai perbedaan dalam menentukan faktor-faktor yang digunakan sebagai variabel independent yang mempengaruhi produksi susu, selain itu juga terdapat perbedaan dari hasil perhitungan dimana pada penelitian sebelumnya variabel konsentrat dan ampas tahu merupakan variabel yang mempunyai pengaruh nyata terhadap produksi susu, namun dalam penelitian yang dilakukan diketahui bahwa variabel konsentrat dan ampas tahu merupakan variabel yang tidak berpengaruh nyata 20

36 terhadap produksi susu sapi perah. Sedangkan dalam analisis pendapatan peternak yang dilakukan oleh Kuntara, Heriyatno dan Lestari mempunyai kesamaan dalam metode analisis yang digunakan yaitu analisis pendapatan dan R/C rasio. Perbedaannya hanya terdapat pada komoditas yang digunakan dimana Lestari menggunakan komoditas ayam broiler. Adapun kontribusi dari penelitian terdahulu dalam penelitian ini adalah sebagai acuan dalam penerapan maupun penggunaan alat analisis. Sintesis dari hasil penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil Tinjauan Penelitian Terdahulu Tinjauan Pustaka Kajian Faktor Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Perah Kajian Analisis Pendapatan Usahaternak No Nama Penulis 1 Heriyatno (2009) 2 Apriani (2011) 3 Alpian (2010) 1 Kuntara (1994) 2 Heriyatno (2009) 3 Lestari (2009) 4 Alpian (2010) Pembahasan Rendahnya kemampuan produksi suatu komoditas dipengaruhi oleh penggunaan faktor-faktor produksi yang digunakan. Faktor pemberian pakan (hijauan, konsentrat, pakan tambahan) merupakan faktor yang dapat meningkatkan produksi susu. Selain faktor teknis faktor non teknis seperti suhu udara serta masa laktasi juga berpengaruh terhadap produksi susu. Tingkat pendapatan yang diperoleh pelaku usaha sangat dipengaruhi oleh tingkat produksi yang dihasilkan serta biaya yang dikeluarkan untuk membeli input produksi. Dalam usahatani, usaha dengan skala besar belum tentu akan menghasilkan keuntungan yang tinggi apabila tidak diimbangi dengan prosedur usaha yang baik. 21

37 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Teori Produksi Produksi merupakan suatu proses transformasi atau perubahan dari dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output (produk). Lipsey et al (1995) juga menjelaskan bahwa produksi merupakan suatu kegiatan yang mengubah input menjadi output. Sumberdaya yang digunakan dalam kegiatan produksi dinamakan sebagai faktor-faktor produksi yang secara umum terdiri dari lahan, tenaga kerja, modal serta pengelolaan atau manajemen. Pengertian tersebut dapat dipahami bahwa kegiatan produksi merupakan suatu kegiatan yang mengkombinasikan berbagai jenis input untuk mengasilkan suatu produk (output). Hubungan antara faktor produksi dengan hasil produksinya dapat diberi ciri khusus berupa suatu fungsi produksi. Debertin (1986) menjelaskan bahwa fungsi produksi menggambarkan hubungan antara input dan output. Sedangkan menurut Lipsey et al (1995) fungsi produksi merupakan hubungan antara input yang digunakan dalam proses produksi dengan kuantitas output yang dihasilkan. Cara terbaik untuk mengetahui konsep fungsi produksi adalah dengan menggunakan contoh pada pengalaman terdahulu misalnya banyak penelitian terdahulu di bidang pertanian yang berusaha untuk menemukan hubungan antara jumlah pakan yang dikonsumsi sapi perah dengan output susunya (Doll dan Orazem, 1987). Jumlah hasil produksi (output) merupakan dependent variable sedangakan jumlah faktor produksinya disebut independent variable. Faktor produksi merupakan semua korbanan yang diberikan pada komoditas tersebut agar mampu menghasilkan produk. Secara matematis fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut: Y = f (X 1. X 2, X 3,,X n ) Dimana: Y f X 1, X 2, X 3,,Xn = Hasil produksi (output) = Mentransformasikan faktor-faktor produksi kedalam hasil produksi = Faktor Produksi (input) 22

38 Menurut Soekartawi (2002), beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih fungsi produksi adalah : 1) Fungsi produksi harus dapat menggambarkan keadaan usahatani yang sebenarnya terjadi 2) Fungsi produksi dapat dengan mudah diartikan khususnya arti ekonomi dan parameter yang menyusun fungsi produksi tersebut. 3) Fungsi produksi harus mudah diukur atau dihitung secara statistik, untuk mengukur tingkat produksi dari suatu proses produksi terdapat dua tolak ukur yaitu produk marginal dan produk rata-rata. Produk Marginal (PM) yaitu tambahan produksi yang dihasilkan dari setiap menambah satu satuan faktor produksi yang dipakai, sedangkan Produk Rata-Rata (PR) adalah tingkat produksi yang dicapai setiap satuan input. Kedua tolak ukur tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: PM = = = = F(X) PR = = Gambar 3 merupakan Kurva Produksi, menggambarkan mengenai hubungan antara produksi total (TP), produksi rata-rata (PR), dan produk marginal (PM). Kurva produksi tersebut memperlihatkan bahwa ada tiga proses perilaku dalam produksi jika input X2 ditambahkan secara terus menerus (kontinue) pada suatu input yang tetap (misalnya X3, X4 dan X5). Pada proses pertama, setiap tambahan input akan memberikan tambahan produk yang semakin bertambah atau Increasing Return. Proses ke dua ditandai dengan tambahan produk yang semakin berkurang pada setiap tambahan input atau Diminishing Return. Pada proses ketiga, setiap tambahan input justru akan menurunkan hasil produksi atau Decreasing Return. 23

39 Y TPP STAGE I STAGE II STAGE III A B C X P APP 0 MPP Gambar 3. Kurva Fungsi Produksi Total dan Hubungannya Dengan Produk Marginal dan Produk Rata-Rata Sumber: Debertin (1986) Keterangan: TPP : Total Produksi MPP : Produk Marginal APP : Produk Rata-Rata Y : Produksi X : Faktor Produksi 24

40 Perubahan dari jumlah produksi yang disebabkan oleh faktor produksi yang digunakan dapat dinyatakan dengan elastisitas produksi. Elastisitas produksi (Ep) merupakan persentase perbandingan output yang dihasilkan sebagai akibat dari persentase input yang digunakan atau dinyatakan dalam. Berdasarkan Gambar, maka kurva produksi total dan hubungannya dengan produk marginal serta produk rata-rata dapat diuraikan sebagai berikut : 1) Tahap I (Stage I) Tahap I menunjukkan Produk Marginal (PM) lebih besar dari Produk Rata- Rata (PR). Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat rata-rata variabel input (X) ditransformasikan kedalam produk (Y) meningkat hingga PR mencapai titik maksimal pada akhir daerah I. Tahap I mempunyai nilai EP>1, artinya dalam setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan mengakibatkan penambahan output yang selalu lebih besar dari satu persen. Pada tahap ini produksi belum mencapai titik optimal dengan pendapatan yang layak sehingga daerah ini disebut sebagai tahap tidak rasional (irrasional). 2) Tahap II (Stage II) Tahap II terjadi ketika PM menurun dan lebih rendah dari PR. Pada keadaan ini PM sama atau lebih rendah dari PR. Tahap II berada diantara X2 dan X3 dan mempunyai nila Ep antara 1 dan 0 (0<Ep<1), artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi satu persen dan paling rendah nol persen. Pada tingkat tertentu dari penggunaan faktor produksi di tahap ini akan memberikan keuntungan maksimum, sehingga tahap ini disebut sebagai tahap rasional dalam berproduksi. 3) Tahap III (Stage III) Tahap ini mempunyai nilai elastisitas produksi yang lebih kecil dari nol (Ep<0). Pada tahap ini produksi total mengalami penurunan yang ditunjukkan oleh produk marginal yang bernilai negatif yang berarti setiap penambahan faktor produksi akan mengakibatkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan dan mengurangi pendapatan, maka dari itu tahap ini dinamakan sebagai tahap tidak rasional (irrasional). 25

41 Berdasarkan hasil uraian diatas maka dapat dikatakan bahwa sebagai produsen yang rasional maka akan berproduksi pada tahap II, hal ini dikarenakan pada tahap ini setiap tambahan satu unit faktor produksi akan memberikan tambahan produksi total (TP), walaupun produk rata-rata (AP) dan produk marginal (MP) menurun namun kondisinya masih positif sehingga pada tahap ini akan dicapai pendapatan maksimum Teori Biaya Lipsey et al (1995) mendefinisikan biaya total (TC atau Total Cost) merupakan biaya total untuk menghasilkan tingkat output tertentu. Sedangkan Doll dan Orazem (1978) mendefinisikan biaya total sebagai total pembayaran semua sumberdaya yang digunakan dalam proses produksi. Biaya total dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu biaya tetap total (TFC atau Total Fixed Cost) dan biaya variabel total (TVC atau Total Variable Cost). Biaya tetap adalah biaya yang tidak berubah meskipun output berubah, sedangkan biaya biaya yang berkaitan langsung dengan output, yang bertambah besar dengan menngkatnya produksi dan berkurang dengan menurunnya produksi disebut biaya variabel. Sedangkan menurut Debertin (1986) biaya variabel merupakan biaya produksi yang bervariasi dengan tingkatan output yang dihasilkan petani. Contoh biaya variabel terkait dengan pembelian pakan. Sedangkan biaya tetap merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh petani meskipun sedang atau tidak berproduksi. Contoh biaya tetap adalah pembayaran untuk pembelian lahan atau penyusutan mesin pertanian, bangunan dan peralatan. Secara matematis biaya total (TC) dapat dirumuskan sebagai berikut (Lipsey et al): TC = TFC + TVC Dimana : TC = Total cost atau biaya total (Rp) TFC = Total fixed cost atau biaya tetap total (Rp) TVC = Total variable cost atau biaya variabel total (Rp) Hubungan antara besarnya biaya produksi dengan tingkat produksi disebut sebagai fungsi biaya, yang digambarkan kedalam grafik fungsi biaya seperti terlihat pada Gambar 4. 26

42 TC TC TVC TFC Q Keterangan: TC TFC TVC Q = Total Cost atau biaya total (Rp) = Total Fixed Cost atau biaya tetap total (Rp) = Total Variable Cost atau biaya variabel total (Rp) = Quantity atau hasil produksi (satuan) Gambar 4. Kurva Fungsi Biaya Sumber : Lipsey et al (1995) Kurva TFC berbentuk horizontal karena nilainya tidak berubah berapapun output yang dihasilkan. Sedangkan kurva TVC berawal dari titik nol dan semakin lama akan semakin bertambah tinggi hal ini karena pada waktu tidak terdapat produksi TVC = 0, dan semakin tinggi produksi maka akan semakin besar biaya variabel totalnya (TVC). Kurva TC merupakan penjumlahan antara kurva TFC dengan kurva TVC. Maka dari itu kurva TC berawal dari pangkal TFC dan apabila ditarik garis tegak antara TVC dengan TC panjang garis itu adalah sama dengan jarak diantara TFC dengan sumbu datar Teori Pendapatan Penerimaan usahatani merupakan hasil perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual (Soekartawi, 2002). Penerimaan usahatani ini mencakup semua produk yang dijual, konsumsi rumah tangga petani, untuk pembayaran maupun untuk disimpan. Sedangkan menurut Debertin (1986) 27

43 penerimaan total merupakan nilai produk total yang diperoleh petani ataupun pengusaha, dimana penerimaan diperoleh dari jumlah total produk yang dihasilkan dengan harga jual atau harga pasar yang konstan/tetap. Secara matematis total penerimaan atau total pendapatan (Total Revenue) dapat dirumuskan sebagai berikut (Debertin, 1986): TR = p x y Dimana : TR p y = Total Revenue atau total pendapatan/penerimaan (Rp) = Price atau Harga Pasar (Rp) = Output atau hasil produksi (satuan) Total penerimaan atau total pendapatan yang dikurangi dengan biaya total yang dikeluarkan disebut dengan pendapatan bersih atau keuntungan (profit) yang diterima oleh petani ataupun pengusaha. Pendapatan bersih atau keuntungan dapat dirumuskan sebagai berikut (Debertin, 1986): π = TR TC Dimana : π = Profit atau pendapatan bersih (RP) TR = Total Revenue atau total pendapatan/penerimaan (Rp) TC = Total Cost atau total biaya (Rp) Agar lebih jelas mengenai hubungan antara biaya total dengan hasil penjualan total dapat dilihat pada Gambar 5. 28

44 CR TR TC BEP Q Keterangan: CR TR TC Q = Cost dan Revenue atau biaya dan pendapatan (Rp) = Total Revenue atau total pendapatan/penerimaan (Rp) = Total Cost atau biaya total (Rp) = Quantity atau hasil produksi (satuan) Gambar 5. Hubungan Antara Biaya Total dan Hasil Penjualan Total Sumber : Lipsey et al (1995) Gambar 5 menunjukkan bahwa kurva TR berawal dari nol (tidak menjual output satupun), pada saat TR berada diatas kurva TC menggambarkan bahwa usaha tersebut memperoleh keuntungan. Bila TR < TC menggambarkan bahwa usaha tersebut mengalami kerugian. Sedangkan pada saat TR berpotongan dengan TC merupakan tingkat produksi suatu komoditas sedang berada pada kondisi titik impas Break Event Point (BEP) artinya produksi tidak mengalami kerugian maupun keuntungan. Bila TR > TC (output yang dihasilkan lebih besar dari BEP) maka usaha tersebut dikatakan menguntungkan. 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Susu sebagai salah satu hasil komoditi peternakan merupakan bahan makanan yang menjadi sumber gizi atau zat protein hewani. Kebutuhan protein hewani masyarakat Indonesia khususnya dari susu setiap tahunnya terus mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan tingkat kesadaran kebutuhan gizi masyarakat yang didukung oleh ilmu 29

45 pengetahuan dan teknologi. Hal ini dapat ditunjukkan dengan meningkatnya konsumsi susu dari 6,8 liter/kapita/tahun pada tahun 2005 menjadi 7,7 liter/kapita/tahun pada tahun 2008 (setara dengan 25 gram/kapita/hari) yang merupakan angka tertinggi sejak terjadinya krisis moneter pada tahun 1997 (Ditjen Bina Produksi Peternakan, 2008). Sampai sejauh ini produksi susu dalam negeri baru bisa memenuhi 30 persen kebutuhan bahan baku susu segar Industri Pengolah Susu (IPS), sedangkan yang 70 persen lagi IPS harus mengimpor dari berbagai negara 8. Produksi susu dalam negeri yang saat ini masih kurang tersebut sebenarnya merupakan peluang bagi para peternak sapi perah untuk mengembangkan usahanya. Namun, peluang pengembangan usaha peternakan sapi perah tersebut masih terkendala pada rendahnya produksi susu sapi perah khususnya pada tingkat peternak rakyat. Begitu pula yang dihadapi oleh peternak sapi perah yang tergabung dalam Kelompok Ternak Mekar Jaya di Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari ketua Kelompok Ternak Mekar Jaya menyatakan bahwa sapi yang dipelihara oleh peternak mempunyai kemampuan memproduksi susu yang relatif rendah. Hampir seluruh peternak anggota Kelompok Ternak Mekar Jaya memelihara sapi jenis Fries Holland ini rata-rata menghasilkan susu sekitar 8-10 liter per ekor per hari bahkan pada waktu tertentu bisa kurang dari 8 liter per ekor per hari, padahal produksi idealnya yaitu sekitar liter per ekor per hari. Kondisi nyata yang dihadapi oleh peternak saat ini adalah kendala dalam hal permasalahan produksi susu yang rendah yang berdampak pula pada rendahnya pendapatan peternak. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis mengenai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi susu sapi pada tingkat peternak khususnya yang dihadapi oleh peternak anggota Kelompok Ternak Mekar Jaya. Dasar penentuan jenis maupun jumlah faktor produksi yang mempengaruhi ditentukan berdasarkan pada ketersediaan data historis dan perolehan informasi dari ketua kelompok ternak terkait hal-hal yang 8 Peternak Sapi Perah Tuntut Harga Susu Segar yang Rasional. (21 Oktober 2011) 30

46 mempengaruhi jumlah produksi susu. Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi produksi sapi perah yang dipelihara oleh peternak dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan berbagai pendekatan aspek produksi usaha baik faktor teknis maupun non teknis. Faktor teknis yang mempengaruhi produksi susu sapi perah umumnya berkaitan dengan proses pemeliharaan ternak yang meliputi pemberian pakan, baik pakan konsentrat, pakan hijauan, maupun ampas tahu, pemberian obat-obatan dan vitamin, pemberian mineral, pemberian air dan banyaknya tenaga kerja yang digunakan. Selain itu terdapat faktor non teknis yang dapat mempengaruhi produksi susu sapi perah salah satunya adalah faktor masa laktasi sapi produksi. Produksi susu sapi perah diduga dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi/input yang digunakan yang akhirnya akan berpengaruh terhadap penerimaan yang diterima peternak. Maka dari itu, perlu dilakukan analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu dan pendapatan peternak sapi perah. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu dilakukan dengan menggunakan analisis fungsi produksi Cobb-Douglas. Sementara itu, untuk mengetahui gambaran pendapatan peternak dilakukan dengan menggunakan analisis usahaternak sapi perah yang dapat diketahui dari tingkat pendapatan usaha dan tingkat efisiensi produksi yang berupa R/C rasio. Pendapatan usaha diperoleh dari penerimaan semua hasil produksi usahaternak sapi perah seperti penjualan susu dikurangi dengan biaya. Biaya yang dikeluarkan dalam usahaternak sapi perah meliputi biaya untuk pembelian pakan hijauan, konsentrat, ampas tahu, mineral, biaya kesehatan hewan serta pembayaran tenaga kerja luar keluarga. Sementara untuk air tidak dimasukan dalam biaya usahaternak dikarenakan air yang digunakan berasal dari sumur. Tujuan dilakukannya analisis pendapatan usaternak sapi perah ini adalah untuk mengetahui gambaran keadaan sekarang dan keadaan yang akan datang. Selain itu juga dilakukan pengukuran efisiensi dengan membandingkan penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan (R/C rasio). R/C rasio menunjukkan berapa penerimaan yang diterima dari usahaternak sapi perah tersebut untuk setiap biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi. Secara lebih lengkap, kerangka operasional dapat dilihat pada Gambar 6. 31

47 Harga Input Produksi Masa Laktasi Air Input Produksi Konsentrat Hijauan Ampas Tahu Mineral Tenaga Kerja BIAYA : 1. Biaya Tunai 2. Biaya Total Produksi Susu Harga Output PENERIMAAN: 1. Penerimaan Tunai 2. Penerimaan Total R/C Rasio : 1. R/C Atas Biya Tunai 2. R/C Atas Biaya Total PENDAPATAN: 1. Pendapatan Tunai 2. Pendapatan total Gambar 6. Kerangka Pemikiran Operasional Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Perah di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. 32

48 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor terdapat kelompok ternak Mekar Jaya yang beranggotakan peternak sapi perah. Kelompok ternak ini merupakan anggota KUD Giri Tani dengan jumlah anggota peternak paling banyak. Kegiatan penelitian ini dilakukan pada bulan Januari hingga Februari Jenis dan Sumber Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui observasi (pengamatan) dan wawancara langsung dengan para responden, dengan menggunakan kuisioner yang telah disiapkan sebelumnya. Data sekunder diperoleh dari hasil laporan perusahaan dan dokumen perusahaan yang berkaitan dengan topik penelitian. Selain dari kedua lokasi penelitian, data sekunder juga diperoleh dari bahan-bahan rujukan seperti: literatur, jurnal, artikel, dan buku-buku yang berhubungan dengan penelitian. Data sekunder berupa data analisis eksternal diperoleh dari dokumen lokasi penelitian, makalah-makalah seminar, dan data-data statistik dari instansi terkait seperti Biro Pusat Statistik (BPS), Departemen Peternakan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan (Puslitbangnak) dan website (internet) yang relevan dengan topik yang akan diteliti Metode Pengambilan Sampel Penelitian ini dilakukan pada peternak peternak sapi perah di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Pemilihan Kota Bogor khususnya di daerah Megamendung sebagai tempat penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa wilayah Megamendung merupakan salah satu daerah penghasil susu segar di Kabupaten Bogor. Pemilihan Kelompok Ternak Mekar 33

49 Jaya dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kelompok Ternak Mekar Jaya merupakan satu-satunya kelompok ternak yang beranggotakan peternak sapi perah dengan jumlah anggota cukup banyak. Proses pengambilan sampel responden dilakukan dengan metode purposive sampling yaitu dengan pertimbangan dari ketua kelompok ternak bahwa responden yang akan dijadikan sampel tersebut dianggap memiliki informasi yang dibutuhkan oleh peneliti. Jumlah populasi peternak sapi perah yang tergabung dalam Kelompok Ternak Mekar Jaya adalah sebanyak 75 peternak dan jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian adalah sebanyak 35 orang untuk memenuhi aturan umum secara statistik yaitu 30 orang karena diduga terdistribusi normal dan dapat digunakan untuk memprediksi populasi yang diteliti Metode Pengumpulan Data Data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi langsung di lapangan dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah dipersiapkan, studi literatur/pustaka dan wawancara dengan responden. Observasi dilapangan dimaksudkan untuk mengetahui secara langsung kondisi dilapangan sedangkan studi literatur/pustaka dilakukan untuk memperoleh pendalaman informasi yang berkaitan dengan topik penelitian Metode Pengolahan dan Analisis Data Menganalisis data merupakan suatu proses lanjutan setelah dilakukan pengumpulan data. Menganalisis data ditujukan agar data yang telah dikumpulkan lebih bernilai dan dapat memberikan informasi yang diharapkan. Data yang telah diperoleh ditrankripsikan secara tertulis kemudian diolah dengan menggunakan alat analisis yang telah ditetapkan. Karakteristik demografis responden dianalisis dengan menggunakan tabulasi langsung (presentase) sedangkan untuk analisis tingkat pendapatan peternak dilakukan dengan menggunkan analisis pendapatan usahatani yaitu penerimaan dikurangi pengeluaran. Untuk menilai tingkat efisiensi usahatani yang dijalankan dihitung dengan menggunakan analisis rasio penerimaan atas biaya (R/C Rasio). Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi 34

50 sapi perah yang dipelihara oleh peternak dianalisis dengan analisis regresi berganda dengan menggunakan bantuan software Minitab 14 dan Microsoft Excel Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Perah Menurut Sigit et al (2008) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi produksi susu pada sapi perah yaitu meliputi jenis sapi, lama laktasi, kesehatan ternak dan ambing, frekuensi pemerahan, periode laktasi, kondisi lingkungan serta umur ternak. Sedangkan menurut Heriyatno (2009) menyebutkan bahwa faktorfaktor produksi yang mempengaruhi produksi susu sapi adalah pemberian pakan konsentrat, pakan hijauan, dan masa laktasi sapi produksi. Terdapat beberapa bentuk fungsi produksi yang dapat digunakan dalam analisis usahatani/ternak yaitu polinominal kuadratik, polinominal akar pangkat dua dan fungsi Cobb-Douglas. Namun, fungsi Cobb-Douglas paling sering digunakan untuk analisis usahatani. Menurut Soekartawi (2002) fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel. Varibel yang dijelaskan disebut sebagai variabel dependen (Y) dan variabel yang menjelaskan disebut sebagai variabel independen (X). Variabel dependen berupa output sedangkan variabel independen berupa input. Adapun persamaan matematis mengenai fungsi Cobb-Douglas secara umum adalah sebagai berikut (Gujarati, 1978): = b 0 X, X, X,.., X e Dimana: Y = Variabel Dependen X = Variabel Independen 0, 1 = Besaran yang akan diduga u = Unsur sisa e = Logaritma natural (e = 2,718) Dalam memilih bentuk fungsi produksi yang digunakan untuk menganalisis suatu bentuk usahatani termasuk untuk peternakan, menurut Soekartawi et al (2011) terdapat tigal hal yang perlu diperhatikan yaitu 1) bentuk fungsi produksi harus dapat menggambarkan dan mendekati keadaan yang sebenarnya, 2) bentuk aljabar fungsi produksi yang dipakai harus mudah diukur 35

51 atau dihitung secara sistematik, serta 3) fungsi produksi itu dapat dengan mudah diartikan, khususnya arti ekonomi dari parameter yang menyusun fungsi produksi tersebut. Model yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang yang mempengaruhi produktivitas sapi perah ditingkat peternak digunakan model Cobb-Douglas dimana terdapat dua variabel yaitu variabel Y sebagai peubah tak bebas (dependent variable) dalam hal ini adalah produksi sapi perah yang dipelihara peternak serta variabel X 1, X 2, X 3, X n sebagai peubah bebas (independent variable) yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi produksi sapi perah peternak. Dalam menduga parameter dalam persamaan fungsi Cobb- Douglas maka harus diubah terlebih dahulu kedalam bentuk double logaritme natural (ln) bentuk persamaanya menjadi (Gujarati, 1978): Ln Y = lnβ 0 + β 1 lnx 1 + β 2 lnx 2 + β 3 lnx 3 + β 4 lnx 4 + β 5 lnx 5 + β 6 lnx 6 + β 7 lnx 7 + ε Keterangan: Y = Produksi Sapi Perah (liter/bulan) X 1 = Masa Laktasi Sapi Produksi (hari) X 2 = Jumlah Pemberian Pakan Kosentrat Sapi Produksi (kg/bulan) X 3 = Jumlah Pemberian Pakan Hijauan Sapi Produksi (kg/bulan) X 4 = Jumlah Pemberian Ampas Tahu (kg/bulan) X 5 = Jumlah Pemberian Mineral (kg/bulan) X 6 = Jumlah Pemberian Air (liter/bulan) X 7 = Tenaga Kerja (HKP) β 0 = Konstanta β 1,β 2,β 3,,β 7 = Koefisien Parameter Dugaan X 1, X 2, X 3,.X 7 Faktor-faktor produksi yang digunakan diatas diperoleh dari penelitan terdahulu, data historis dan perolehan informasi dari ketua kelompok ternak terkait faktor-faktor yang mempengaruhi produksi. Jika koefisien-koefisien dari parameter dugaan dari fungsi produksi dan varian lebih besar dari nol artinya semakin banyak input yang digunakan untuk proses produksi maka rata-rata hasil dan varian produksi susu akan semakin meningkat. Apabila terdapat coefisien variance bertanda negatif maka input tersebut adalah faktor produksi yang tidak berpengaruh dan jika koefisien variasinya bertanda positif maka input tersebut adalah sebagai faktor produksi yang mempengaruhi produksi susu perah. 36

52 Model fungsi produksi yang lebih banyak digunakan oleh peneliti dalam menganalisis usahatani/ternak adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Alasannya karena perhitungan dan penjelasan fungsi ini lebih mudah dibanding fungsi lain karena lebih mudah ditransfer kedalam bentuk linier. Selain itu fungsi Cobb- Douglas parameter-parameternya langsung dapat digunakan sebagai elastisitas produksi untuk setiap faktor produksi Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis dipergunakan untuk melihat hasil dari model fungsi produksi yang didapat dari proses pengolahan data. Pengujian ini bertujuan untuk mengevaluasi apakah model yang digunakan sudah baik atau tidak. 1) Pengujian Asumsi OLS (Ordinary Least Square) Didalam melakukan pendugaan model dilakukan dengan menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square). Namun, sebelum dilakukan pengujian ini terlebih dahulu harus dilakukan uji asumsi-asumsi yang yang sesuai dengan OLS yaitu pengujian multikolinieritas. Multikolinier variabel independent merupakan kondisi yang terjadi didalam analisis regresi berganda dimana terdapat hubungan linier diantara variabel-variabel bebasnya (independent variable). Terdapat beberapa penyebab terjadinya multikolinieritas, salah satunya adalah adanya kecenderungan variabel-variabel yang bergerak secara bersamaan. Adanya multikolinier menyebabkan ragam variabel menjadi sangat besar, sehingga koefisien regresi dugaan tidak stabil yang akan berimplikasi besar dan arah koefisien variabel menjadi tidak valid untuk diinterpretasikan selain itu juga menyebabkan hasil uji signifikasni koefisien model dugaan menjadi tidak valid. Terdapat beberapa cara untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinier dalam analisis regresi berganda salah satunya adalah dengan menggunakan kriteria Variance Inflation Factor (VIF) > 10. Apabila nilai VIF > 10 maka terdapat masalah multikolinier diantara variabel independent sehingga harus diperbaiki dengan cara menambah observasi atau mengeluarkan variabel independent yang berkolerasi kuat. 37

53 2) Pengujian Parameter Model (Uji F) Uji F digunakan untuk melihat apakah variabel bebas yang digunakan secara bersama-sama berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel tak bebas (independent). Uji statistik yang digunakan untuk Uji F adalah (Gujarati, 1978): F hitung = /( ) ( )/( ) Dimana: R 2 = Koefisien determinasi k = Jumlah variabel bebas n = Jumlah sampel Kriteria uji: F-hitung > F-tabel (k-1, n-k), pada taraf nyata α maka tolak H 0 F-hitung < F-tabel (k-1, n-k), pada taraf nyata α maka terima H 0 Apabila tidak dilakukan dengan menggunakan tabel maka dapat dilihat berdasarkan nilai P dengan kriteria uji sebagai berikut : P-value < α, maka tolah H 0 P-value > α, maka terima H 0 Apabila F-hitung > F-tabel atau P-value < α maka secara bersama-sama variabel bebas dalam proses produksi mempunyai pengaruh yang nyata terhadap produksi. Sedangkan apabila F-hitung < F-tabel atau P-value > α maka secara bersama-sama variabel bebas dalam proses produksi tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi. 3) Pengujian Parameter Variabel (Uji t) Pengujian hipotesis dengan menggunakan uji t digunakan untuk mengetahui apakah koefisien regresi dari masing variabel independen (X) yang digunakan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (Y). Rumusan hipotesis fungsi produksi: H 0 : βi < 0, artinya variabel bebas merupakan penjelas yang dapat mengurangi produksi terhadap variabel terikat. H 1 : βi > 0, artinya variabel bebas merupakan penjelas yang dapat meningkatkan produksi terhadap variabel terikat. Uji statistik yang digunakan dalam uji t adalah (Gujarati, 1978): t-hitung = 38

54 Dimana : βi = Koefisien regresi ke-i yang diduga Sβi = Standar deviasi dari βi Kriteria uji : T hitung > T tabel (α / 2; n k), maka tolak H 0, artinya ada pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat. T hitung < T tabel (α / 2; n k), maka terima H 0, artinya tidak ada pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat. Dimana : n : Jumlah sampel k : Jumlah variabel Hipotesis Suatu kegiatan penelitian perlu dilakukan suatu hipotesis ataupun kesimpulan sementara berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu sapi perah. Adapun hipotesis tersebut adalah sebagai berikut : 1. β 1 > 0 artinya apabila semakin lama masa laktasi sapi produksi maka, produksi susu sapi perah akan semakin meningkat. 2. β 2 > 0 artinya apabila semakin banyak pemberian pakan konsentrat maka, produksi susu sapi perah akan semakin meningkat. 3. Β 3 > 0 artinya apabila semakin banyak pemberian pakan hijauan maka, produksi susu sapi perah akan semakin meningkat. 4. Β 4 > 0 artinya apabila semakin banyak pemberian ampas tahu maka, produksi susu sapi perah akan semakin meningkat. 5. Β 5 > 0 artinya apabila semakin banyak pemberian mineral maka, produksi susu sapi perah akan semakin meningkat. 6. Β 6 > 0 artinya apabila semakin banyak pemberian air maka, produksi susu sapi perah akan semakin meningkat. 7. Β 7 > 0 artinya apabila semakin banyak penggunaan tenaga kerja maka, produksi susu sapi perah akan semakin meningkat.. 39

55 4.5.4 Analisis Pendapatan Usahaternak Sapi Perah 1) Penerimaan Usahaternak Sapi Perah Analisis penerimaan diperoleh dari hasil perkalian antara jumlah total hasil produksi dan harga jual susu per liternya. Analisis penerimaan usahaternak merupakan penerimaan peternak sebelum dikurangi biaya-biaya usahaternak. Analisis penerimaan terdiri dari analisis penerimaan tunai, penerimaan tidak tunai (yang diperhitungkan), dan penerimaan total. Penerimaan tunai usahaternak diperoleh dari nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahaternak yaitu susu, sedangkan penerimaan tidak tunai adalah produk hasil usahaternak yang tidak dijual secara tunai, melainkan digunakan untuk konsumsi sendiri maupun sebagai pakan ternak (susu untuk pedet). Penerimaan total adalah penjumlahan antara penerimaan tunai dengan penerimaan tidak tunai. 2) Biaya Usahaternak Sapi Perah Menurut Hernanto (1988) pengeluaran atau biaya usahatani (farm expenses) adalah semua biaya operasional dengan tanpa memperhitungkan bunga dari modal usahatani dan nilai kerja pengelola usahatani yang meliputi pengeluaran tunai (current expenses), penyusutan benda fisik, pengurangan nilai inventaris serta nilai tenaga kerja yang tidak dibayar. Biaya total dalam usahaternak sapi perah terdiri dari biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai adalah biaya yang dibayar dengan uang, seperti biaya sarana-sarana produksi yang digunakan untuk usahaternak sapi perah, sedangkan biaya yang diperhitungkan adalah untuk menghitung berapa besarnya pendapatan kerja peternak dan modal. Komponen biaya tunai seperti, rumput, konsentrat, ampas tahu, vaselin, mineral, biaya kesehatan hewan (keswan), listrik, transportasi dan tenaga kerja luar keluarga, sedangkan komponen biaya diperhitungkan seperti, sewa lahan milik sendiri (ha), tenaga kerja dalam keluarga dan penyusutan peralatan. 3) Pendapatan Usahaternak Sapi Perah Analisis pendapatan usahatani merupakan hasil pengurangan antara total penerimaan usahaternak sapi perah dengan total pengeluaran biaya yang digunakan dalam usahaternak sapi perah. Penerimaan total diperoleh dari hasil perkalian antara total produksi yang dihasilkan dengan harga jual per satuan yang 40

56 diterima peternak. Sedangkan total biaya usahaternak merupakan penjumlahan antara biaya tunai dengan biaya diperhitungkan. Pendapatan usahatani terdiri dari pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai adalah selisih antara penerimaan tunai dengan biaya tunai. Sementara itu, pendapatan atas biaya total adalah selisih antara penerimaan total dengan biaya total. Selain itu, juga dilakukan analisis mengenai penilaian besarnya penerimaan kotor yang diterima untuk setiap rupiah yang dikeluarkan dalam usahaternak sapi dapat digunakan dengan menggunakan analisis ratio penerimaan atas biaya (R/C rasio). Analisis ini digunakan untuk mengetahui tingkat keuntungan relatif dari kegiatan usahaternak sapi perah atau indeks efisiensi usahaternak yang dilakukan. Analisis ini dibedakan menjadi dua, yaitu R/C rasio atas biaya tunai yang diperoleh dari hasil pembagian antara total penerimaan dengan total biaya tunai sedangkan R/C rasio atas biaya total diperoleh dari hasil pembagian antara total penerimaan dengan total biaya (penjumlahan antara biaya tunai dan biaya diperhitungkan) Analisis pendapatan usahaternak sapi perah perlu dilakukan oleh peternak responden untuk mengetahui seberapa besar pendapatan yang diperoleh dari usahaternak sapi perah dan mengetahui keuntungan dari kegiatan usahaternak yang diusahakan. Secara rinci, komponen pendapatan usahaternak sapi perah dapat dilihat pada Tabel 7. 41

57 Tabel 7. Komponen Pendapatan Usahaternak Sapi Perah No Keterangan Componen A Penerimaan tunai Harga (Rp) x Hasil yang dijual (Liter) B Penerimaan yang diperhitungkan Harga (Rp) x Hasil yang dikonsumsi (Liter) C Penerimaan Total A + B D Biaya tunai a. Biaya sarana produksi : hijauan, konsentrat, ampas tahu, mineral, vitamin dan obat-obatan, vaselin. b. Biaya tenaga kerja luar keluarga (TKLK) E Biaya yang diperhitungkan a. Biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) b. Penyusutan kandang dan peralatan c. Lahan milik sendiri (sewa) F Biaya Total D + E G Pendapatan atas biaya tunai A D H Pendapatan atas biaya total C F I R/C atas biaya tunai C : D J R/C atas biaya total C : F Dalam analisis pendapatan usahatani perlu diperhitungkan biaya penyusutan alat-alat dan bangunan yang mempunyai daya tahan lama. Dalam penelitian ini metode penghitungan nilai penyusutan digunakan Metode Garis Lurus yaitu membagi selisih antara nilai pembelian dengan nilai sisa kemudian dibagi dengan umur ekonomis barang tersebut. Terdapat asumsi nilai sisa bernilai nol (tidak ada) karena barang habis dipakai hingga umur ekonomisnya berakhir. Biaya penyusutan dapat dirumuskan sebagai berikut (Soekartawi et.al. 2011): Penyusutan = Keterangan: NB : Nilai Beli Alat/Bangunan (Rp) NS : Nilai Sisa Alat/Bangunan (Rp) UE : Umur Ekonomi (Tahun) 42

58 V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Letak Geografis dan Pembagian Administratif Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor merupakan satu diantara 11 desa yang terdapat di Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini terletak kurang lebih 7 Km dari pusat Kecamatan Megamendung, 30 Km dari Ibukota Kabupaten/Kota Bogor, 118 Km dari Ibukota Provinsi Jawa Barat dan 73 Km dari pusat pemerintahan negara. Desa Cipayung memiliki batas wilayah sebagai berikut (Desa Cipayung 2011) : Sebelah Utara : Desa Gunung Geulis, Kecamatan Sukaraja Sebelah Selatan : Desa Gadog, Kecamatan Megamendung dan Desa Kopo, Kecamatan Cisarua Sebelah Barat : Desa Pandansari dan Desa Cibanon, Kecamatan Sukaraja Sebelah Timur : Desa Cipayung Girang, Kecamatan Megamendung, Secara topografi Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor termasuk daerah yang berbukit-bukit dengan ketinggian 550 sampai 600 meter diatas permukaan laut dan tingkat kemiringan tanah 30 derajat. Suhu udara di daerah ini berkisar antara 23 0 sampai 27 o C dengan curah hujan sebesar mm/tahun, dan jumlah bulan hujan selama enam bulan dengan jumlah curah hujan yang tinggi menjadikan Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor menjadi daerah pertanian. Hasil sampingan dari usaha pertanian tersebut dimanfatkan oleh peternak sebagai pakan hijau untuk ternak dengan kemudahan tersebutlah menjadikan penduduk yang bermatapencaharian sebagai petani tertarik untuk berternak. Hal tersebut juga didukung dengan kondisi lingkungan Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor sangat cocok untuk usaha peternakan sapi perah, bahkan sangat ideal sebagai sentra peternakan sapi perah di Kabupaten Bogor karena selain ditunjang dengan ketersediaan lahan pakan yang melimpah juga didukung dengan adanya koperasi yang mewadahi para peternak sapi perah serta adanya industri pengolahan susu yang terdapat di sekitar wilayah tersebut. 43

59 Luas wilayah Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor yaitu 775 hektar, yang terdiri atas pemukiman, persawahan, kuburan, pekarangan, perkantoran, dan prasarana umum lainnya. Secara rinci luas wilayah Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor yang dilihat menurut penggunaannya dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Luas Wilayah Menurut Penggunaannya Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Tahun 2010 No Jenis Penggunaan Luas (Ha) Persentase (%) 1 Pemukiman 271,04 34,97 2 Persawahan 116,0 14,97 4 Tegal/Ladang 234,0 30,20 5 Rawa/Lahan Basah 116,03 14,97 7 Kuburan 8,0 1,03 8 Prasarana umum lainnya 29,93 3,86 Jumlah Total ,00 Sumber: BPS Kabupaten Bogor (2010) Berdasarkan Tabel 8 menunjukkan bahwa sebagian besar luas wilayah Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor digunakan untuk pemukiman penduduk, yaitu sebesar 271,04 hektar atau mencapai 34,97 persen dari total luas wilayah Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Penggunaan lahan terbesar setelah untuk pemukiman adalah untuk tegal/ladang baik untuk ladang tanaman maupun peternakan yaitu sekitar 234 hektar. Hal tersebut menunjukkan bahwa lahan di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor tidak diprioritaskan sebagai lahan untuk menanam padi. Besarnya penggunaan lahan untuk ladang/tegal ini digunakan sebagai areal pertanian yang lebih variatif seperti untuk menanam tanaman palawija dan lahan hijauan yang biasanya digunakan sebagai pakan ternak Kependudukan dan Keadaan Sosial Ekonomi Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor terdiri dari 44 RT dan 7 RW dimana terdapat kepala keluarga (KK) dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar jiwa/km 2. Penduduk Desa Cipayung, 44

60 Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor berjumlah jiwa, yang terdiri dari laki-laki sebanyak jiwa dan perempuan sebanyak jiwa. Mayoritas penduduk Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor menganut agama Islam dan merupakan penduduk asli daerah dengan suku sunda. Keadaan tingkat pendidikan formal di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor mencerminkan kemajuan pendidikan baik dari kualitas maupun kuantitas pada suatu wilayah tersebut. Pendidikan di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor terus berkembang untuk memperoleh kualitas sumberdaya manusia yang baik. Gambaran mengenai tingkat pendidikan tersebut dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Tingkat Pendidikan Warga Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor Tahun 2010 No Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%) 1 Belum Sekolah ,42 2 Tidak Tamat SD ,71 4 Tamat SD ,37 5 Tamat SMP/Sederajat ,65 6 Tamat SMA/Sederajat ,91 7 Tamat Akademi 171 0,75 8 S1/S2/S3 45 0,20 Jumlah Total ,00 Sumber: Kantor Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor (2010) Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan masyarakat Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor relatif rendah, dimana sebanyak 36,37 persen warganya memiliki latar belakang pendidikan hanya tamat sampai tingkat SD. Rendahnya tingkat pendidikan warga Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor disebabkan karena mahalnya biaya pendidikan sehingga sebagian besar anak-anak hanya mampu bersekolah hingga tingkat SD dan SMP saja. Namun, bila dilihat secara keseluruhan semakin berkembangannya tingkat pemikiran masyarakat terdapat kesadaran akan pentingnya pendidikan yang memadai hal tersebut dapat dilihat 45

61 dari adanya masyarakat yang melanjutkan pendidikannya hingga ke tingkat perguruan tinggi baik itu tingkat akademi, sarjana bahkan hingga pascasarjana. Apabila dilihat dari aspek ekonomi, mata pencaharian pokok yang dilakukan oleh penduduk Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor beraneka ragam, namun sebagian besar mata pencaharian penduduk Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor adalah sebagai pedagang dan buruh bangunan. Bidang pertanian juga menjadi mata pencaharian yang banyak dilakoni oleh masyarakat Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor termasuk didalamnya adalah peternakan. Komposisi mata pencaharian masyarakat Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Kecamatan Megamendung pada tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Mata Pencaharian Pokok Warga Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor Tahun 2010 No Jenis Pekerjaan Jumlah (Orang) Persentase (%) 1 Petani ,67 2 Peternak 74 2,83 3 Pengusaha Kecil 17 0,65 4 Wiraswasta 35 1,34 5 Buruh Industri 129 4,93 6 Buruh Bangunan ,92 7 Pedagang ,18 8 Pengemudi ,78 9 Pegawai Negeri Sipil (PNS) 165 6,31 10 TNI/POLRI 13 0,50 11 Pensiunan PNS 128 4,89 Jumlah Total ,00 Sumber: Kantor Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor (2010) Presentase jumlah tenaga kerja yang berada pada sektor perdagangan adalah sekitar 22,18 persen dan angka presentase tersebut merupakan nilai paling besar diantara sektor lain dalam hal mata pencaharian penduduk Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Mata pencaharian penduduk pada 46

62 sektor pertanian dikategorikan cukup banyak termasuk didalamnya sebagai petani dan peternak yaitu dengan presentase adalah 17,67 persen sebagi petani dan 2,83 persen sebagai peternak. Hal tersebut menunjukkan bahwa sektor pertanian cukup menjanjikan untuk dijadikan sebagai sumber penghasilan utama masyarakat Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Keberadaan peternak khususnya peternak sapi perah didukung dengan adanya industri pengolahan susu yang terdapat di sekitar wilayah Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor sehingga mata pencaharian sebagai peternak sapi perah akan memiliki harapan untuk terus tumbuh dan berkembang mengingat jumlah permintaan susu segar terus mengalami peningkatan setiap tahunnya Sarana dan Prasarana Seiring dengan adanya perkembangan pembangunan menyebabkan terjadinya perubahan di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor yang didukung dengan adanya perkembangan teknologi dan informasi. Perubahan fisik yang terjadi di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor merupakan sesuatu yang wajar sebagaimana yang terjadi di desa desa lainnya terutama di Pulau Jawa. Sarana yang ada di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, diantaranya berupa sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana keagamaan, sarana pemerintahan, sarana dan prasarana transportasi serta air bersih. Untuk sarana pendidikan baik formal maupun informal, terdiri dari sekolah Play Group/TK/PAUD sebanyak 14 unit dan SD/sederajat sebanyak 14 unit baik negeri maupun swasta. Sarana pendidikan formal tingkat SMP/sederajat terdapat enam buah sekolah serta untuk tingkat SMA/sederajat terdapat dua buah sekolah. Sarana kesehatan terdiri dari satu unit puskesmas pembantu, 25 unit posyandu, satu poliklinik, empat unit rumah bersalin dan tersedia dua dokter praktik. Kemudian untuk sarana dan prasarana transportasi terdapat beberapa pangkalan ojek. Selain itu terdapat sarana jalan dan telekomunikasi, sebagian besar masyarakat di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor telah memiliki alat komunikasi berupa telepon seluler sehingga memudahkan akses 47

63 komunikasi antar penduduk desa maupun dengan penduduk diluar Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Kondisi jalan menuju Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor masih kurang bagus, kondisi jalan banyak yang berlubang dan akan tergenang air bila sedang musim penghujan hal tersebut dikarenakan kondisi jalan belum di aspal. Selain itu, Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor juga menyediakan prasarana keagamaan seperti masjid/mushola umum, gereja dan prasarana pemerintahan seperti gedung kantor desa dan inventaris-inventaris kantor (Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor 2011) Gambaran Umum Kelompok Ternak Mekar Jaya Kelompok Ternak Mekar Jaya merupakan kelompok ternak yang bergerak dibidang usaha peternakan sapi perah. Awal mula terbentuknya kelompok ternak ini adalah munculnya gagasan dan pemikiran dari beberapa peternak sapi perah untuk membentuk suatu kelompok yang memiliki tujuan yang sama dalam bidang peternakan, yaitu agar dapat berbagi informasi dan mengembangkan usaha bersama. Kelompok ternak ini terbentuk sejak tahun 2000 dimana sekretariatnya beralamat di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor Girang, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor sementara anggotanya tersebar di wilayah Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Pada tahun yang sama kelompok ini menjalin kerjasama dengan menjadi anggota Koperasi Unit Desa Giri Tani yang beralamat di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor. KUD Giri Tani merupakan koperasi bagi para peternak sapi perah di kawasan Kecamatan Cisarua dan sekitarnya termasuk Kecamatan Megamendung. Sistem kerjasama ini tercantum dalam hak dan kewajiban masing-masing pihak yaitu antara peternak dengan KUD Giri Tani yang telah dsepakati oleh kedua pihak tersebut. Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh dari ketua kelompok ternak, dapat diketahui bahwa yang termasuk dalam hak peternak antara lain mendapatkan pelayanan dari pengurus koperasi mulai dari subsistem penyediaan input, produksi, pemasaran hasil, dan sebagai lembaga penunjang serta pelayanan kesehatan hewan. Sedangkan kewajiban yang harus dijalankan oleh peternak 48

64 antara lain adalah membayar iuran rutin serta aktif dalam menyetorkan susu yang dihasilkannya. Sampai saat ini Kelompok Ternak Mekar Jaya merupakan salah satu kelompok ternak anggota KUD Giri Tani yang mempunyai jumlah anggota peternak terbanyak yaitu berjumlah 74 peternak dengan jumlah peternak yang aktif sebagai anggota koperasi sebanyak 47 peternak. Sebelum tahun 2006 produksi susu yang dihasilkan Kelompok Ternak Mekar Jaya disalurkan melalui KUD Giri Tani, dimana susu yang berasal dari para peternak dikumpulkan melalui Kelompok Ternak Mekar Jaya kemudian disalurkan ke KUD Giri Tani yang nantinya akan disalurkan ke Perusahaan Pengolahan Susu yaitu PT Indomilk dan PT Diamond Cold Storage. Namun, pada tahun 2006 berdiri perusahaan pengolah susu yang berada di daerah Cisarua yaitu PT Cimory sehingga mneyebabkan KUD Giri Tani menghentikan pengiriman susunya ke PT Indomilk dan PT Diamond Cold Storage dan berpindah dengan menyalurkan susu hasil pengumpulan dari beberapa Kelompok Ternak yang tergabung didalamnya kepada PT Cimory. Hal tersebut dikarenakan adanya kemudahan dalam akses pengangkutan susu yang dilakukan terutama yang berkaitan dengan jarak dimana PT Cimory yang relatif lebih dekat dengan daerah peternakan sapi perah di sekitar Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung. 5.2 Karakteristik Peternak Responden Penelitian ini dilakukan di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Pemilihan tempat ini dilakukan didasarkan bahwa desa tersebut merupakan daerah penghasil susu di Kecamatan Megamendung. Responden penelitian ini merupakan peternak sapi perah yang tergabung dalam Kelompok Mekar Jaya Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Beberapa karakteristik responden yang dianggap penting meliputi umur responden, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman beternak, jumlah kepemilikan sapi laktasi serta orientasi usahaternak. Karakteristik tersebut dianggap penting didalam penelitian ini karena akan berpengaruh terhadap pelaksanaan usahaternak sapi perah. 49

65 5.2.1 Umur Responden Umur peternak yang dijadikan responden dalam penelitian ini berkisar antara umur 25 sampai 60 tahun. Presentase umur tertinggi yaitu sebesar 37,14 persen berada pada kelompok umur antara 30 sampai 40 tahun dengan jumlah peternak sebanyak 13 orang. Selain itu terdapat juga presentase umur terendah yaitu dengan nilai 5,71 persen, yang berada pada kelompok umur > 60 tahun dengan jumlah peternak responden sebanyak 2 orang. Komposisi dari sebaran umum peternak responden berdasarkan umur responden dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Karakteristik Peternak Responden Berdasarkan Usia di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor Tahun 2012 No Kelompok Umur (Tahun) Jumlah responden Presentase (Orang) (%) 1 < , , , ,29 5 > ,71 Total Berdasarkan hasil pada Tabel 11 mengenai karakteristik peternak responden berdasarkan umur, maka dapat diketahui bahwa presentase terbesar peternak yang mengusahakan ternak sapi perah berada pada usia produktif dengan kisaran umur 30 sampai 50 tahun. Umur merupakan variabel yang cukup penting dalam melakukan sebuah kegiatan usaha karena akan mempengaruhi kemampuan peternak dalam menjalankan aktivitasnya. Umur berkaitan erat dengan kemampuan fisik serta kemampuan daya pikir peternak. Semakin tua usia seseorang maka akan semakin menurun kemampuan fisik serta daya pikirnya. Namun, terdapat beberapa peternak yang sudah memasuki usia lanjut yaitu > 60 tahun yang masih menjalankan usahaternak sapi perahnya meskipun tidak secara aktif memantau keseluruhan kegiatan usahanya. Hal tersebut menunjukkan kurangnya generasi penerus yang akan terus melanjutkan usaha beternak sapi perah di kawasan ini, kondisi ini dapat menyebabkan semakin berkurangnya sumber daya manusia di bidang peternakan di masa yang akan datang. 50

66 5.2.2 Jenis Kelamin Responden Kegiatan usahaternak yang menghasilkan susu segar di Desa Cisarua, ternyata tidak hanya dijalankan oleh kaum laki-laki saja, namun juga dijalankan oleh kaum perempuan. Adanya latar belakang yang berbeda serta didukung dengan adanya keterampilan yang beragam pula ternyata perempuan juga mampu menjalankan usaha ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahaternak sapi perah di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor ini didominasi oleh kaum laki-laki dengan nilai presentase mencapai 85,71 persen dengan jumlah responden sebanyak 30 orang. Sedangkan usahaternak yang dijalankan perempuan mempunyai jumlah peternak responden sebanyak 5 orang dengan nilai presentase sebesar 14,29 persen. Adapun komposisi sebaran umum peternak responden berdasarkan jenis kelamin di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Karakteristik Peternak Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor Tahun 2012 No Jenis Kelamin Jumlah Responden (Orang) Presentase (%) 1 Laki Laki Perempuan Total Terdapatnya kaum perempuan yang menjalankan usahaternak sapi perah ini didasari oleh berbagai faktor, diantaranya adalah karena beternak sapi perah merupakan usaha keluarga yang dijalankan secara turun-temurun, selain itu juga karena faktor dimana perempuan meneruskan usahaternak ini karena suaminya sudah tidak mampu secara fisik dalam menjalankan usahanya ataupun karena sebab suaminya sudah meninggal dunia Tingkat Pendidikan Responden Tingkat pendidikan responden mencerminkan kualitas sumber daya manusia, dimana semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin 51

67 tinggi pula kualitas sumber daya manusia tersebut. Kondisi tersebut dapat terlihat dari tingkat pengetahuan mengenai usaha yang dijalankan, masalaha yang dihadapi serta bagaimana mengatasi permasalahan yang dihadapi tersebut. Tingkat pendidikan yang pernah diperoleh oleh peternak responden akan berpengaruh terhadap tingkat penyerapan teknologi dan ilmu pengetahuan. Tingkat pendidikan peternak beragam dan sebagian besar responden hanya mampu menyelesaikan pendidikan hingga tingkat Sekolah Dasar (SD)/sederajat yaitu sebesar 68,57 persen yaitu sebanyak 24 responden. Presentase ini lebih besar bila dibanding dengan tingkat pendidikan lain seperti SMP/sederajat hanya 22,86 persen, SMA/sederajat sebanyak 5,71 persen serta yang mencapai pendidikan hingga perguruan tinggi hanya satu orang. Berdasarkan nilai-nilai tersebut dapat dikatakan bahwa sebagian besar besar pernah mendapatkan pendidikan formal yang berarti peternak dapat membaca dan menulis sehingga dalam menjalankan usahanya tidak mengandalkan orang lain. Komposisi kelompok peternak responden berdasarkan tingkat pendidikan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Karakteristik Peternak Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor Tahun 2012 No Tingkat Pendidikan Jumlah Responden Presentase (Orang) (%) 1 SD/sederajat SMP/sederajat SMA/sederajat Perguruan Tinggi Total Selain pendidikan formal yang diperoleh peternak responden, perlu adanya tambahan pendidikan untuk meningkatan pengetahuan dan keterampilan beternak para peternak. Oleh karena itu Kelompok Ternak Mekarjaya selalu mengadakan acara pertemuan yang rutin dilakukan setiap satu bulan sekali dirumah anggota secara bergantian. Acara pertemuan rutin tersebut diisi dengan berbagai kegiatan seperti penyuluhan peternakan baik dari pihak KUD Giri Tani maupun dari instansi lain, konsultasi, pelatihan serta silaturahmi antar anggota yang tujuan 52

68 utamanya adalah untuk meningkatkan pengetahuan peternak dalam mengelola usahaternaknya Pengalaman Beternak Responden Pengalaman beternak berkaitan erat dengan lama peternak dalam menjalankan usahanya. Pengalaman beternak peternak responden akan berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan serta keterampilan peternak dalam mengelola usahaternaknya. Menurut Heriyatno (2009) semakin lama pengalaman beternak, cenderung semakin memudahkan peternak dalam mengambil keputusan yang berhubungan dengan teknis pelaksanaan ushaternak yang dilakukannya. Pengalaman yang diperoleh akan mempengaruhi perilaku seseorang seperti pengetahuan, keterampilan, pemahaman serta sikap. Lamanya suatu usaha merupakan pengalaman yang dapat diambil manfaatnya, karena semakin lama pengalaman seseorang dalam menjalankan suatu usaha maka semakin banyak pengalaman yang akan diperoleh. Komposisi lengkap dari peternak responden berdasarkan pengalaman beternak di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Karakteristik Peternak Responden Berdasarkan Pengalaman Beternak di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor Tahun 2012 No Pengalaman Beternak Jumlah Responden (orang) Presentase (%) 1 < 1 Tahun tahun tahun > 10 tahun Total Tabel 14 menggambarkan karakteristik responden berdasarkan pengalaman beternak sapi perah. Sebagian besar peternak yang dijadikan responden memiliki pengalaman bertenak sapi perah selama 5-10 tahun dengan persentase 45,71 persen sebanyak 16 responden. Pengalaman berternak yang dimiliki oleh responden menunjukan lamanya responden berperan aktif dalam usahaternak sapi perah. Semakin lama pengalaman berternak sapi perah maka 53

69 dapat disimpulkan bahwa responden sudah memahami teknik budidaya dalam kegiatan usahaternak yang dijalankan Kepemilikan Ternak Responden Sapi perah yang dipelihara oleh peternak responden di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Kecamatan Megamendung merupakan sapi jenis Fries Holland (FH). Dalam penelitian ini sapi perah yang diteliti merupakan sapi laktasi yaitu sapi yang sedang berada masa masa produktif menghasilkan susu. Total populasi ternak responden di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor adalah sebesar 179 ekor sapi laktasi. Jumlah kepemilikan ternak responden dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Karakteristik Peternak Responden Berdasarkan Kepemilikan Ternak di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor Tahun 2012 Jumlah Responden Presentase No Kepemilikan Ternak (Orang) (%) ekor ekor >30 ekor Total Berdasarkan Tabel 15 dapat dilihat bahwa jumlah kepemilikan ternak sapi perah pada penelitian ini berada pada tiga kelompok besar yaitu 1 10 ekor, ekor, dan > 30 ekor. Dari 35 peternak responden dapat dilihat bahwa jumlah terbesar terdapat pada pada responden dengan kepemilikan ternak berada pada kelompok 1 10 ekor dengan presentase sebesar 88,57 persen sebanyak 31 responden. Hal tersebut dapat diartikan bahwa sebagian besar peternak responden mempunyai populasi ternak 10 ekor. Rendahnya tingkat kepemilikan ternak disebabkan oleh minimnya modal yang dimiliki peternak sehingga akan berpengaruh terhadap tingkat pendapatan peternak itu sendiri. Menurut Soedono (1999) peternakan sapi perah akan menguntungkan jika jumlah minimal sapi perah adalah 10 ekor dengan persentase sapi laktasinya 60 %. Persentase sapi 54

70 laktasi merupakan faktor penting yang tidak dapat diabaikan dalam tata laksana suatu peternakan sapi perah untuk menjamin pendapatan. 5.3 Tatalaksana Usahaternak sapi Perah Pengadaan dan Pemilihan Bakalan sapi Bangsa atau jenis sapi yang banyak dipelihara oleh para responden yang terdapat di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor merupakan bangsa sapi Fries Holland (FH) atau sapi peranakan hasil persilangan sapi Fries Holland dengan sapi lokal. Bakalan sapi perah ini diperoleh dari pembibitan dengan cara inseminasi buatan (IB). Pada umumnya sapi yang memiliki karakter ekonomis yang menguntungkan berpenampilan bentuk tubuh dan genetis bagus serta sifat-sifat dan kesehatannya bagus. Atas dasar hal tersebut, maka banyak peternak dalam melakukan seleksi selalu bertitik tolak dari faktorfaktor genetis, penampilan tubuh, sifat-sifatnya serta kesehatan sapi. Kondisi tersebut membuat beberapa peternak di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor memberikan nama ataupun nomor pada setiap sapi agar lebih mudah dalam mengetahui setiap perkembangan sapi mana yang mempunyai cirri-ciri yang tepat untuk dijadikan sebagai bakalan. Pada umumnya proses seleksi selalu diawali dengan bangsa sapi yang disukai. Peternak sapi perah di Indonesia umumnya menyukai bangsa sapi Fries Holland (FH) dan peranakannya seperti hal nya bagi peternak di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, hampir 98 persen sapi milik peternak merupakan sapi peranakan bangsa Fries Holland (FH). Secara umum bentuk tubuh sapi yang sesuai sebagai bakalan adalah bentuk tubuh menyudut atau berbentuk seperti pasak, tubuh kurus sehingga nampak tonjolan-tonjolan tulang, terutama pada kepala, leher, dan bahu. Namun, walaupun sapi nampak kurus sapi dalam kondisi sehat. Sapi yang sehat selalu aktif, nafsu makan kuat, keadaan kulit halus dan mengkilat serta matanya bersinar. Kapasitas tubuh besar sehingga memungkinkan sapi dapat menampung sejumlah makanan sari berbagai jenis makanan dengan volume tinggi yang diperlukan sebagai bahan baku dalam pembentukkan energi. 55

71 Genetik sapi berpengaruh terhadap kemampuan sapi dalam memproduksi susu, kualitas air susu serta keteraturan beranak. Kualitas dan jumlah produksi susu yang mempunyai sifat menurun biasanya dapat diperbaiki melalui proses seleksi. Maka dari itu perlu kecermatan dalam menentukan sapi untuk dijadikan bakalan atau induk dengan mengetahui asal usul keturunannya. Sifat-sifat sapi sangat berpengaruh terhadap produksi susu. Calon induk yang mempunyai sifat jinak dan tenang, penurut, nafsu makan tinggi akan sangat mudah dipelihara dan dikuasai. Berbeda dengan sapi yang mempunyai sifat yang gugup dan tidak dapat beradaptasi dengan cara-cara yang dipergunakan dalam pengelolaan dapat mengakibatkan kurangnya ketenangan dalam kelompok sehingga produksi susu secara keseluruhan menurun. Selain berdasar bentuk tubuh, genetik dan sifat-sifat sapi perlu diperhatikan pula kondisi kesehatan sapi karena sapi yang tidak sehat akan mudah terserang infeksi suatu penyakit seperti Brucellosis, kemandulan, TBC, radang ambing dan lain-lain Pemeliharaan Sapi Perah Kegiatan usahaternak sapi perah dilakukan mulai dari kegiatan pemeliharaan hingga pada proses penanganan susu. Jadwal kegiatan pemeliharaan sapi serta penanganan susu murni yang dilaksanakan oleh peternak sapi perah di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel

72 Tabel 16. Jadwal Kegiatan Pemeliharaan Sapi Perah di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor Tahun 2012 Waktu Kegiatan Jam Jenis Kegiatan Membersihkan Kandang sapi 2. membersihkan ambing sapi sebelum diperah 3. memberi pakan hijauan Pagi Pemerahan susu 2. penyetoran susu ke TPS 3. Membersihkan Peralatan 4. memandikan sapi 5. memberi pakan konsentrat dan air minum mencari rumput Istirahat Sore Membersihkan Kandang sapi 2. Memberi pakan hijauan 3. memandikan sapi 4. membersihkan ambing sebelum diperah Pemerahan susu 2. mengirim susu ke TPS 3. memberi makan konsentrat dan air minum Pada umumnya responden melakukan kegiatan pemeliharaan sapi seperti pada jadwal kegiatan pemeliharaan sapi Tabel 16. Kegiatan tersebut merupakan standar operasional prosedur yang telah diberikan oleh penyuluh peternakan dari koperasi. Jadwal kegiatan tersebut disusun dan dilakukan secara rutin agar tujuan dan mutu yang diharapkan oleh peternak menjadi lebih baik. Selain itu dengan adanya jadwal kegiatan yang tersusun jelas akan mengurangi tingkat stress pada sapi karena sapi pada akhirnya mempunyai kebiasaan kapan harus dimandikan, kapan harus makan dan kapan pula harus di perah. a) Pembersihan Kandang, Tempat Pakan dan Tempat Minum Ternak Kandang ternak harus selalu dalam keadaan bersih dan kering agar tidak menjadi sarang kuman dan penyakit. Responden biasanya membersihkan kandang dua kali sehari yaitu pagi dan sore hari sebelum sapi akan diperah. Kandang harus dibersihkan dari kotoran, urin serta sisa-sisa makanan yang tidak temakan sapi. Kegiatan pembersihan kandang biasanya dilakukan bersamaan pada saat sapi dimandikan. Kotoran sapi yang menumpuk dibuang dengan menggunakan sekop 57

73 dan ditampung ditempat penampungan kotorang sapi. Selanjutnya, lantai dibersihkan dengan menyemprotkan air dan air kotor dialirkan keparit yang nantinya mengalir ketempat pembuangan. Peralatan yang digunakan juga harus dibersihkan setiap hari, hal ini agar mencegah penyebaran penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan virus. Sesudah digunakan peralatan dicuci bersih dengan menggunakan sabun lalu dikeringkan. Upaya tersebut dilakukan untuk mencegah timbulnya penyakit akibat sanitasi yang kurang baik. b) Memandikan Sapi Kegiatan selanjutnya yang harus dilakukan dalam pemeliharaan sapi perah adalah memandikan sapi. Responden di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor pada umumnya memandikan ternaknya sebanyak dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari setelah sapi di perah. Sapi biasanya di mandikan bersamaan pada waktu membersihkan kandang. Sapi menghabiskan hari-hari berada dikandang sehingga menyebabkan kandang menjadi mudah kotor yang diakibatkan oleh kotoran dari sapi itu sendiri yang menempel pada kulit/bulu pada saat sapi berbaring. Ktoran yang melekat pada bagian tubuh sapi tersebut banyak mengandung kuman penyakit dan bakteri yang dapat menimbulkan penyakit salah satunya adalah gatal-gatal sehingga membuat sapi gelisah dan tidak tenang. Maka dari itu, sapi harus dimandikan minimal dua kali sehari dengan cara menggosok kulit sapi terutama pada bagian-bagian lipatan kulit dan sekitar ambing lalu menyemprotnya dengan air hingga bersih. Pengalaman para peternak apabila sapi tidak dimandikan, maka produksi susu akan menurun 10 persen (Sudono, 1999). Semua sapi usia dewasa dimandikan kecuali untuk pedet, hal ini karena daya tahan tubuh pedet masih lemah dan rentan. Kegiatan memandikan ternak dapat dilihat pada Lampiran Kandang Kandang merupakan tempat tinggal bagi sapi dan juga sebagai tempat bekerja bagi peternak yang mengurus ternaknya setiap hari. Sapi perah harus selalu diawasi dan dilindungi dari aspek-aspek lingkungan yang dapat merugikan ternak seperti angin kencang, terik matahari, air hujan, suhu udara di malam hari 58

74 yang dingin, gangguan binatang buas serta pencuri. Oleh karena itu peternak harus menyediakan bangunan kandang yang dapat mengamankan ternak dari lingkungan yang kurang menguntungkan sehingga akan berpengaruh pada produksi ternak. Kandang dapat memberikan jaminan kesehatan ternak serta menunjang tatalaksana usahaternak yang dijalankan. Mengingat bahwa kandang sangat menunjang kenyamanan, keamanan dan kesehatan ternak serta menunjang tatalaksana usahaternak, maka pembangunan kandang harus dipersiapkan secara benar sehingga dari segi teknis memenuhi persyaratan. Kandang milik peternak responden di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor sebagian besar sudah semi permanen dan terletak di samping atau dibelakang rumah. Dinding kandang terbuat dari kayu dan ada pula yang terbuat dari semen setinggi leher orang dewasa (1,5 meter) hal ini bertujuan agar pergantian sirkulasi udara di dalam kandang lancar serta memungkinkan masuknya sinar matahari khususnya pada pagi hari. Lantai kandang sudah terbuat dari semen dan dibuat dengan tekstur miring selain itu juga dibuat parit atau selokan hal ini bertujuan agar pada saat pembersihan kandang lebih mudah serta kotoran dan urin ternak dapat mengalir keselokan sehingga lantai kandang akan cepat kering dan tidak licin. Selain itu, pada setiap ekor sapi dialasi dengan matras yang terbuat dari karet yang berguna sebagai tempat berpijak agar sapi tidak slip dan juga berfungsi sebagai alas untuk tidur. Tempat makan dan minum merupakan perlengkapan yang penting dalam kandang ternak. Sebagian besar temapt makan dan minum ternak responden sudah dibuat secara permanen dari semen secara individual. Selain itu ukuran kandang menentukan seberapa besar populasi dapat di tamping, karena apabila populasi ternak dalam kandang yang berukuran kecil terlalu banyak akan berpengaruh pada tingkat stress dan kenyamanan sapi itu sendiri sehingga akan berpengaruh terhadap penurunan produksi susu. Pada umumnya ukuran kandang yang digunakan responden berukuran antara 1,2 x 1,5 sampai 1,5 x 2.0 meter untuk satu ekor sapi dewasa, sedangkan untuk pedet biasanya kandang akan terpisah dengan sapi dewasa namun masih dalam satu lokasi dengan ukuran sekitar 1.0 x 1,5 meter dilengkapi ember sebagai tempat makan dan minum. Responden membersihkan kandangnya dua kali sehari yaitu 59

75 pagi dan sore hari sebelum pemerahan. Hal itu dilakukan untuk menjaga kenyamanan sapi perah dan kebersihan susu yang dihasilkan Peralatan Peralatan merupakan perlengkapan yang harus dimiliki oleh peternak dalam membantu menjalankan usahaternaknya. Peralatan ini menunjang responden dalam melakukan usaha budidaya sapi perah. Peralatan yang dimiliki oleh responden akan berpengaruh terhadap biaya tetap yang dikeluarkan oleh responden berupa biaya penyusutan alat. Penghitungan nilai penyusutan ini digunakan metode garis lurus antara nilai beli dengan umur ekonomis peralatan tersebut. Peralatan yang digunakan oleh peternak di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor antara lain: 1. Milk Can, yaitu kaleng penampung susu yang terbuat dari alumunium khusus tanpa sambungan. Terdiri dari berbagai ukuran namun yang biasanya dimiliki oleh peternak responden antara lain berkapasitas 10 liter, 15 liter dan 20 liter. 2. Ember, digunakan untuk menampung air minum sapi, memandikan sapi, menampung pakan ransum sapi serta untuk membersihkan kandang. Ukuran ember yang digunakan bervariasi mulai dari 10 liter, 15 liter dan 20 liter. 3. Sabit/arit/golok, digunakan untuk memotong rumput pakan ternak dan untuk membersikan semak yang tumbuh disekitar kandang. 4. Cangkul/sekop, digunakan untuk membersihkan kotoran sapi. 5. Literan, digunakan untuk mengukur jumlah susu yang diproduksi. 6. Drum/bak penampung air, digunakan untuk menampung air yang akan digunakan untuk membersihkan kandang atau memandikan sapi. Biasanya hanya dimiliki oleh peternak yang mempunyai populasi sapi cukup banyak. 7. Selang plastik, digunakan untuk menyalurkan air dari sumber air ke kandang ternak untuk membersihkan kandang dan memandikan ternak dengan menyemprotkan air melalui selang. 8. Sepatu boot, digunakan sebagai pelindung kaki peternak. Sebagian besar peralatan untuk peternakan diperoleh peternak dari KUD Giri tani, dengan sistem pembayaran tunai ataupun kredit, namun terdapat pula 60

76 peternak yang membeli diluar KUD Giri Tani. Pembelian alat-alat secara kredit pembayarannya dilakukan dengan memotong dari hasil penjualan susu Tenaga Kerja Menurut Alpian (2011), tenaga kerja merupakan kelompok penduduk dalam usia kerja. Penggunaan tenaga kerja biasanya dinyatakan dengan besarnya curahan tenaga kerja. Curahan tenaga kerja yang dipakai merupakan besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai. Besar kecilnya curahan tenaga kerja akan sangat berpengaruh terhadap besar kecilnya jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Tenaga kerja dapat diperoleh dari dalam keluarga maupun dari luar keluarga. Pada umumnya penggunaan tenaga kerja responden di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor menggunakan perhitungan Hari Kerja Pria (HKP), dimana setiap harinya tenaga kerja dihitung dengan jumlah jam kerja sebanyak delapan jam per hari dihitung mulai dari pukul pagi hingga pukul pagi, lalu pukul hingga lalu akan dilanjutkan kembali mulai pukul sore hingga pukul sore. Sebagian besar tenaga kerja yang dipakai oleh responden di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor merupakan tenaga kerja dari keluarga dengan presentase sebanyak 77,14 persen, sedangkan responden yang menggunakan tenaga kerja dari luar keluarga sebanyak 22,86 persen. Kegiatan tenaga kerja yang dilakukan dalam memelihara ternak di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor meliputi membersihkan kandang, memberi makan dan minum sapi, memandikan ternak, mencari rumput dan pemerahan. Upah tenaga kerja per hari rata-rata sebesar Rp Penggunaan tenaga kerja dari luar keluarga memaksa responden untuk mengeluarkan biaya secara langsung sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah mereka lakukan, sementara penggunaan tenaga kerja dari dalam keluarga, responden tidak perlu mengeluarkan biaya secara langsung sehingga dapat mengurangi pengeluaran yang harus dikeluarkan responden untuk pembayaran tenaga kerja disetiap bulannya. 61

77 5.3.6 Pakan Menurut Girisonta (1995) semua makhluk hidup membutuhkan makanan, termasuk sapi perah. Makanan bagi sapi perah berfungsi untuk perawatan tubuh dan kegiatan biologis yang lain seperti bernapas, proses pencernaan, gerakan jantung, dan menggantikan bagian-bagian tubuh yang rusak. Selain itu, juga untuk memproduksi susu, daging, dan pertumbuhan janin dalam kandungan. Dalam usaha pemeliharaan sapi perah terdapat tiga faktor yang harus diperhatikan agar usahaternak yang dijalankan dapat berhasil. Faktor pertama adalah feeding (pakan) yang menempati posisi terbesar dalam usaha pemeliharaan sapi perah yaitu sebesar 55 persen, sementara breeding dan management menampati posisi kedua dan ketiga masing-masing 25 persen dan 20 persen (Girisonta, 1995). Fakta tersebut membuktikan bahwa faktor pemberian pakan sangat menentukan keberhasilan suatu usaha peternakan sapi perah, karena pemberian pakan yang salah akan berpengaruh pada menurunnya produksi ternak. Responden sangat menyadari bahwa pakan merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi produksi ternak, maka dari itu responden akan berusaha memenuhi kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan oleh ternak dari pakan yang diberikan. Sebagian besar responden di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor memberikan pakan ternak terdiri dari tiga kelompok yaitu makanan hijau (hijauan), konsentrat serta pakan tambahan berupa ampas tahu. Makanan hijau (hijauan) merupakan makanan pokok yang dibutuhkan sapi karena mengandung karbohidrat dan serat kasar yang tinggi. Biasanya responden akan mendapatkan hijauan di daerah sekitar tempat tinggal seperti tegalan/ladang yang memang ditanami rumput-rumputan untuk pakan ternak, namun terkadang juga responden mendapatkannya dari limbah pertanian seperti daun jagung. Selain dari hasil mencari sendiri, responden juga membeli rumput segar sebagai pakan ternaknya dari pihak tertentu yang memang menyediakan dengan harga rata-rata Rp 150,- per kilogram. Pemberian pakan pada sapi perah sangat mempengaruhi produksi susu, karena pemberian pakan yang kurang baik akan dapat menurunkan produksi susu yang dihasilkan. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan dilapangan 62

78 diketahui bahwa jenis hijauan yang diberikan responden untuk ternak berupa rumput gajah, rumput lapang, limbah pertanian seperti daun jagung, daun singkong dll. Sebagian responden dalam memberikan hijauan dilakukan secara perkiraan tanpa ukuran yang pasti, dan diberikan dua kali sehari yaitu pagi dan sore hari. Pada pagi hari, pakan hijauan diberika pada pukul pada saat sapi akan diperah sedangkan pada sore hari pakan hijauan diberikan pada pukul pada saat sapi akan dan setelah diperah. Pemenuhan kebutuhan gizi pada sapi perah dilakukan dengan pemberian pakan yang mempunyai kandungan nutrisi yang lengkap dan seimbang. Pemberian makan sapi berupa hijauan saja tidak akan mencukupi kebutuhan nutrisi pada ternak maka dari itu diperlukan makanan tambahan berupa konsentrat yang merupakan makanan dengan kandungan energi dan protein yang tinggi serta serat kasarnya rendah. Bahan makanan konsentrat ini terdiri dari biji-bijian seperti jagung, menir, dan bulgur, hasil ikutan pertanian dari pabrik seperti dedak, katul, bungkil kelapa, bungkil kacang tanah dan molases. Selain itu untuk memenuhi kebutuhan protein pada ternak, responden juga memberikan makanan tambahan berupa ampas tahu yang biasanya pemberiannya dicampur dengan konsentrat. Konsentrat diperoleh responden dari KUD Giri Tani dengan harga Rp 2000 per kilogram sedangkan ampas tahu ini diperoleh responden dari produsen tahu yang berada di daerah Ciawi dengan harga rata-rata Rp 300,- per kilogram. Kegiatan pemberian pakan pada sapi perah dapat dilihat pada Lampiran Air Minum Air merupakan salah satu komponen bahan makanan yang sangat diperlukan oleh sapi perah dalam jumlah besar disamping energy dari makanan pokok. Kebutuhan air tidak dapat di abaikan karena 70 persen dari tubuh sapi terdiri dari air. Dalam tubuh sapi air berfungsi untuk mengatur suhu dalam tubuh, membantu proses pencernaan, metabolism, membantu pelepasan kotoran dan sebagainya. Kebutuhan air dapat dipenuhi dalam bentuk air minum dan air yang terdapat dalam makanan. Sapi perah membutuhkan 2 2,5 kg air minum untuk memproduksi air susu sebanyak 0,5 kg, oleh karena itu air harus disediakan dalam jumlah cukup banyak atau ad libitum (tanpa batasan) agar dapat memproduksi 63

79 susu lebih tinggi. Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan responden memberikan air untuk ternak dengan menggunakan ember besar. Air yang diberikan merupakan air bersih yang berasal dari mata air disekitar wilayah Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Kegiatan pemberian pakan pada sapi perah dapat dilihat pada Lampiran Kesehatan Hewan dan Reproduksi Sapi perah yang terserang penyakit akan dapat menimbulkan kerugian besar bagi peternak terutama untuk penyakit yang bersifat menular. Maka dari itu, diperlukan penanganan langsung apabila ternak terserang penyakit. Responden biasanya akan menghubungi bagian kesehatan hewan (keswan) yang sudah disediakan ole pihak KUD Giri Tani, namun untuk responden anggota Kelompok Ternak Mekar Jaya sudah mempunyai petugas kesehatan sendiri untuk mengatasi permasalahan dan penyakit pada ternak. Responden hanya perlu melaporkan ke bagian kesehatan hewan (keswan) untuk mendapatkan pelayanan berupa obatobatan dan vitamin sesuai dengan penyakit yang menyerang ternak. Jenis penyakit yang sering menyerang pada ternak milik responden di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor antara lain adalah Anorexia, Indigesti, diare, Mastitis, pilek, kembung perut, dan Brucellosis (keguguran menular). Sementara untuk jenis penyakit Anthrax dan ngorok belum pernah ditemukan pada ternak milik peternak sapi perah di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Pada umumnya sistem reproduksi sapi perah responden di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor dilakukan dengan cara Inseminasi Buatan (IB). Inseminasi Buatan (IB) adalah suatu metode memasukkan semen/mani pejantan unggul kedalam rahim sapi betina dengan menggunakan alat bantuan manusia. Inseminasi Buatan (IB) merupakan suatu cara beternak modern dalam usaha meningkatkan mutu ternak seefisien mungkin. Selain itu, bagi responden Inseminasi Buatan (IB) dirasa lebih banyak memberikan keuntungan hal ini karena lebih praktis, hemat waktu, hemat tenaga, hemat biaya, serta mengurangi tingkat penyebaran penyakit oleh sapi jantan dan anak sapi (pedet) hasil inseminasi buatan keturunannya lebih bagus. 64

80 Menurut hasil wawancara dengan petugas kesehatan hewan Kelompok Ternak Mekar Jaya, tidak semua sapi mengalami kebuntingan pada saat pertama kali dilakukan Inseminasi Buatan (IB), sehingga menyebabkan sapi kehilangan masa suburnya dan harus menunggu lagi selama 21 hari hingga masa sapi birahi kemudian dilakukan Inseminasi Buatan (IB) lagi. Sebelum melakukan Inseminasi Buatan (IB) perlu diketahui saat yang tepat untuk melakukannya, untuk itu perlu diketahui berapa lama saat birahi pada sapi betina. Birahi pada sapi betina akan berlangsung selama 6 sampai 36 jam dengan rataan 18 jam pada sapi betina betina dewasa dan 15 jam pada sapi betina dara (Syarif dan Sumoprastowo, 1984). Waktu yang tepat dilakukan adalah sekitar 10,5 jam setelah tanda birahi mulai muncul seperti sapi tampak gelisah dan selalu ingin keluar kandang, mengibasngibaskan ekor, nafsu makan berkurang, produksi susu menurun dll. Pedoman mengenai saat yang tepat untuk mengawinkan sapi dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Pedoman Waktu Mengawinkan Sapi yang Tepat Saat Permulaan Tanda Waktu Terbaik untuk Birahi Mengawinkan 1. Pagi hari (sebelum pukul 09.00) 2. Siang hari (pukul ) 3. Sore hari Sumber : Girisonta (1995) Terlambat - Hari itu Juga - Siang esok harinya - Sore pada hari yang sama - 1/4 pagi esok harinya sebelum pukul Pada esok harinya - Siang esok hari sebelum pukul Pagi esok harinya setelah pukul Besok siangnya setelah pukul Sapi yang baru saja beranak, bisa dikawinkan kembali setelah hari karena apabila dilakukan penundaan yang terlalu lama akan menyebabkan jarak kelahiran (calving internal) berikutnya terlalu panjang. Namun, pengaturan jarak kelahiran (calving interval) pada responden di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor melebihi 365 hari. Inseminasi Buatan (IB) dan pelayanan kesehatan untuk ternak milik responden di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor dilakukan dengan menggunakan petugas kesehatan yang memang sudah disediakan oleh Kelompok Ternak Mekar Jaya. Biaya pelayanan Inseminasi Buatan (IB) sebesar Rp , dimana untuk biaya 65

81 suntik obat-obatan dan vitamin berkisar antara Rp sampai Rp tergantung jenis suntikan yang diberikan Pemerahan Produksi susu pada sapi perah dilakukan dengan cara memerah. Kegiatan pemerahan yang dilakukan oleh pekerja bukanlah suatu pekerjaan yang sederhana melainkan suatu pekerjaan yang menuntut keterampilan. Kualitas produksi susu selain dipengaruh oleh proses pemeliharaan seperti pemberian pakan yang baik, pencegahan dan pemberantasan penyakit, juga dipengaruhi oleh teknik pemerahan yang benar. Responden di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor biasanya melakukan kegiatan pemerahan sebanyak dua kali sehari yaitu pukul pada pagi hari dan pukul pada sore hari. Teknis pemerahannya masih sederhana atau tradisonal yaitu dengan menggunakan tangan pekerja. Sebelum melakukan proses pemerahan, biasanya dilakukan beberapa persiapan antara lain terlebih dahulu sapi di beri makan hal ini bertujuan agar sapi tenang pada saat akan diperah. Setelah itu sapi dimandikan dan lantai kandang juga dibersihkan dengan cara disemprot dengan air hal ini berkaitan dengan kebersihan dan kesehatan susu yang di produksi. Ambing dan puting di bersihkan dengan menggunakan air hangat, digosok secara perlahan dengan menggunakan kain/spons kegiatan ini bertujuan untuk menjaga kebersihan air susu dan mengurangi pencemaran. Agar merangsang keluarnya air susu biasanya dilakukan dengan memijit (massage) secara perlahan pada ambing sapi yang diperah. Puting sapi yang akan diperah perlu diolesi minyak kelapa atau vaselin agar menjadi licin sehingga memudahkan proses pemerahan dan sapi tidak merasa kesakitan, kebutuhan vaselin responden rata-rata dalam satu bulan sebesar gram dan diperoleh responden dari KUD Giri Tani. Proses pemerahan harus dilakukan dengan hati-hati, lembut dan diawali dengan pemerahan pelan lalu dilanjutkan dengan lebih cepat. Pemerahan harus dilakukan secepat mungkin karena pemerahan yang terlalu lama akan menimbulkan efek yang kurang baik pada sapi yang diperah salah satunya adalah sapi akan menjadi stres. Pemerahan dilakukan terus-menerus hingga air susu yang 66

82 didalam ambing tidak keluar dan habis, setelah itu puting di bersihkan dengan menggunakan lap dan air hangat untuk mencegah terjadinya mastitis pada sapi. Kegiatan pemerahan susu dapat dilihat pada Lampiran Pemasaran Susu Produksi susu dari para peternak sebagian besar dijual melalui KUD Giri Tani yang nantinya akan disalurkan ke PT Cisarua Mountain Dairy (Cimory). Pada awalnya peternak responden yang tergabung dalam Kelompok Ternak Mekar Jaya mengumpulkan susu di sekretariat kelompok ternak kemudian susu yang sudah terkumpul akan dijemput dan diangkut oleh mobil KUD Giri Tani untuk selanjutnya akan dikirim ke PT Cimory. Namun, seiring berjalannya waktu dengan keunggulan yang dimiliki oleh Kelompok Ternak Mekar Jaya yaitu dalam hal pengadaan alat transportasi mandiri sehingga susu yang berasal dari peternak setelah dikumpulkan dari dua pos pengumpulan susu maka susu tersebut langsung dikirim ke PT Cimory. Dengan demikian susu segar tersebut tidak akan terlalu lama dalam perjalanan yang beresiko menyebabkan kerusakan dan menurunkan kualitas susu. Adanya alat pengangkutan sendiri dirasa menguntungkan bagi peternak itu sendiri karena harga susu yang diterima lebih tinggi dibanding sebelumnya karena kualitas susu lebih baik. Kegiatan penyetoran susu dapat dilihat pada Lampiran 5. Tabel 18 menjelaskan mengenai rincian jumlah input yang digunakan responden dalam usahaternak sapi perah serta hasil produksinya Tabel 18. Rata-Rata Penggunaan Input Serta Output yang dihasilkan Dalam Usahaternak Sapi Perah di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor Pada Bulan Januari Tahun Uraian Jumlah Satuan 1. Input Usaha - Konsentrat Kilogram - Hijauan 5, Kilogram - Ampas Tahu 1, Kilogram - Mineral 2.63 Kilogram - Air Liter - Vaseline 0.69 Kilogram - Tenaga Kerja 24,08 HKP 2. Output (Susu) Liter 67

83 VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH Dalam suatu kegiatan usaha ekonomi mempunyai tujuan utama untuk memperoleh keuntungan. Dalam usahaternak sapi perah salah satu usaha untuk memperoleh keuntungan adalah dengan cara meningkatkan produksi sapi perah yang dipelihara. Maka dari itu, perlu dipahami terlebih dahulu mengenai faktorfaktor apa saja yang dapat mempengaruhi produksi sapi perah. Dalam penelitian ini faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi susu di tingkat peternak di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor dianalisis dengan menggunakan model fungsi Cobb-Douglas yang menunjukkan hubungan matematis antara produksi susu dengan faktor -faktor produksi yang digunakan. Faktor-faktor produksi yang diduga berpengaruh dalam usahaternak sapi perah di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor antara lain masa laktasi sapi produksi (X1), hijauan (X2), konsentrat (X3), ampas tahu (X4), air (X5), mineral (X6) dan tenaga kerja (X7). Berdasarkan ketujuh faktor tersebut akan dilihat berapa besar pengaruhnya terhadap produksi sapi perah. Didalam mendugaan parameter pada fungsi persamaan Cobb-Douglas maka data diubah terlebih dahulu kedalam bentuk double logaritme natural (ln). Secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 2. Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan software Minitab 14 diperoleh hasil pendugaan fungsi produksi seperti pada Tabel

84 Tabel 19. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Susu Responden di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor Bulan Januari Tahun 2012 Variabel Koefisien Regresi Simpangan Baku Koefisien T-Hitung P-Value VIF Konstanta 1,545 1,101 1,40 0,172 Ln Masa Laktasi (X1) -0,4736 0,1646-2,88 0,008 * 1,7 Ln Konsentrat (X2) 0,1259 0,1520 0,83 0,415 5,1 Ln Hijauan (X3) 0,2664 0,1888 1,41 0,170 * 8,6 Ln Ampas Tahu (X4) 0, , ,91 0,375 2,3 Ln Mineral (X5) 0, , ,18 0,861 3,3 Ln Air (X6) 0,7283 0,1873 3,89 0,001 * 9,3 Ln Tenaga Kerja (X7) -0,4889 0,2572-1,90 0,068 * 3,7 R sq : 90,7 persen F tabel : 2,37 R sq(adj) : 88,2 persen *) : berpengaruh nyata pada taraf F hitung : 37,48 20 persen Berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan software Minitab 14 diperoleh model fungsi produksi : Y = 1,55 X1-0,474 X2 0,126 X3 0,266 X4 0,0521 X5 0,0172 X6 0,728 X7-0,489 Model fungsi tersebut bila dilinierkan menjadi : Ln Y = 1,55 0,474 ln X 1 + 0,126 ln X 2 + 0,266 ln X 3 + 0,0521 ln X 4 + 0,0172 ln X 5 + 0,728 ln X 6 0,489 ln X 7 Berdasarkan Tabel 19, hasil nilai F-hitung pada model penduga fungsi produksi mencapai 37,48 dan nilai tersebut lebih besar dari nilai F-tabel yaitu 2,37. Kondisi ini menjelaskan bahwa semua faktor produksi yang digunakan dalam kegiatan usahaternak sapi perah secara bersama-sama memiliki pengaruh yang nyata dalam produksi susu sapi perah. Berdasarkan hasil uji-t diketahui bahwa variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap produksi susu adalah masa laktasi, hijauan, air dan tenaga kerja sedangkan untuk input konsentrat, ampas tahu dan mineral tidak mempunyai pengaruh nyata terhadap produksi susu. Model penduga fungsi produksi yang telah dilakukan analisis dapat menujukkan adanya tingkat kelayakan berdasarkan asumsi OLS (Ordinary Least Square) yaitu dengan mencari koefisien model melalui pengepasan (fitting) antara model dengan data sampel. Adapun asumsi OLS yang dimaksud adalah model linier dalam koefisien (parameter), tidak terdapat multikolinier diantara variabel independent, ragamnya homogen (homoskedastisitas) dan tidak terdapat 69

85 autokorelasi. Pengujian multikolinieritas dilakukan agar variabel independen yang digunakan tidak saling mempengaruhi satu sama lain. Analisis mengenai uji multikolinieritas dapat dilihat dari nilai VIF (Variance Inflation Factors) maupun pada hasil uji korelasi, untuk lebih rincinya dapat dilihat pada Lampiran 3. Hasil pengujian antar variabel pada Lampiran menyatakan bahwa model yang digunakan tidak terdapat multikolinieritas pada setiap variabel. Hal itu dapat dilhat bahwa nilai VIF dari tujuh variabel tidak ada yang lebih dari 10. Sehingga model dikatakan baik dan dapat dilakukan analisis berikutnya yaitu melihat apakah model terdapat heteroskedistisitas dengan menggunakan pendekatan grafik yang dapat dilihat pada Lampiran 3, menunjukkan plot antar residual dengan data menyebar mengikuti plot normal. Dilihat dari hasil penghitungan secara statistik analisis model penduga fungsi produksi pada peternak di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor telah memenuhi asumsi OLS (Ordinary Least Square). Hal tersebut juga dapat dianalisis melalui nilai p-value pada hasil Analysis of Variance pada Lampiran 2 yang bernilai nol sehingga mengindikasikan bahwa semua variabel atau salah satu variabel dalam model regresi secara statistik tidak bernilai nol. Terpenuhi syarat asumsi OLS ini menunjukkan bahwa model fungsi produksi tersebut dapat digunakan dalam menduga hubungan antara variabel bebas (input produksi) yang digunakan terhadap hasil produksi (output) dalam kegiatan usahaternak sapi perah. Dari hasil pendugaan model dengan menggunakan model fungsi Cobb- Douglas diperoleh hasil bahwa nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 90,7 persen dengan nilai determinasi terkoreksi (R 2 adjusted) sebesar 88,2 persen. Nilai determinasi (R 2 ) tersebut menujukkan bahwa sebesar 90,7 persen dari variasi produksi dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh faktor masa laktasi sapi produksi, hijauan, konsentrat, ampas tahu, mineral, air dan tenaga kerja. Sedangkan 9,3 persen lagi dijelaskan oleh faktor-faktor lain diluar model. Faktorfaktor lain yang diluar model yang diduga berpengaruh terhadap produksi susu segar adalah umur, lingkungan, pengaruh iklim dan cuaca, pemberian obat dan vitamin, lingkungan peternakan serta serangan penyakit. Nilai koefisien dalam model fungsi Cobb-Dauglas merupakan nilai elastisitas produksi dari variabel- 70

86 variabel produksi tersebut. Berdasarkan Tabel 18, maka pengaruh dari masingmasing variabel bebas terhadap produksi dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Faktor Masa Laktasi (X1) Masa laktasi merupakan masa dimana sapi sedang berproduksi. Berdasarkan hasil pendugaan parameter terhadap faktor produksi menunjukkan bahwa variabel masa laktasi sapi produksi (X1) mempunyai nilai P-value sebesar 0,008. Jika taraf nyata 20 persen maka variabel masa laktasi sapi produksi mempunyai pengaruh nyata terhadap produksi susu sapi, sehingga apabila terjadi penurunan ataupun peningkatan masa laktasi sapi produksi akan berpengaruh signifikan terhadap produktivitas sapi perah. Berdasarkan nilai koefisien parameter faktor masa laktasi sapi produksi mempunyai nilai negatif yaitu sebesar - 0,4736. Nilai tersebut menunjukkan bahwa apabila masa laktasi sapi produksi bertambah sebesar satu persen maka akan menurunkan produksi sapi perah sebesar 0,4736 persen dengan mengganggap faktor lain tetap (cateris paribus). Pernyataan tersebut tidak sesuai dengan hipotesis sebelumnya yang menyatakan bahwa penambahan masa laktasi sapi produksi akan meningkatkan produksi sapi perah. Elastisitas produksi faktor masa laktasi lebih kecil dari 0 (Ep < 0) menunjukkan bahwa faktor masa laktasi berada pada daerah irrasional. Variabel masa laktasi mempunyai nilai koefisien negatif karena sebagian besar peternak kurang begitu memahami mengenai masa laktasi sapi produksi. minimnya informasi mengenai masa laktasi sapi produksi merupakan sesuatu yang wajar mengingat rata-rata tingkat pendidikan peternak hanya sampai tingkat sekolah dasar (SD) sehingga kurang memahami arti penting masa laktasi pada sapi masa produksi. Masa laktasi merupakan masa dimana sapi sedang berproduksi susu. Terdapat batasan maksimal dalam menentukan masa laktasi yaitu maksimal sepuluh bulan (kurang lebih 305 hari) setelah itu sapi harus dipersiapkan untuk kering kandang dan memasuki masa laktasi selanjutnya. Namun pada kenyataannya peternak kurang memperhatikan batas maksimal masa laktasi ini, hal ini diketahui dari hasil pengamatan dilapang terdapat beberapa ekor sapi milik responden yang sudah melewati masa laktasi sekitar 12 bulan atau lebih. Masa laktasi pada sapi produksi akan sangat berpengaruh pada kualitas dan kuantitas susu yang dihasilkan. Menurut Sudono et al (2003) menjelaskan bahwa 71

87 produksi susu per hari akan mulai menurun setelah mencapai masa laktasi dua bulan, penurunan jumlah produksi susu ini juga akan diikuti dengan menurunnya kadar lemak. Maka dari itu masa laktasi akan berpengaruh terhadap produksi susu. 2. Faktor Konsentrat (X2) Konsentrat merupakan makanan penguat ternak yang berasal dari bijibijian dan limbah pertanian seperti jagung, menir, bulgur, hasil ikutan pertanian dari pabrik seperti dedak, katul, bungkil kelapa, bungkil kacang tanah dan molases. Berdasarkan nilai P-value faktor produksi pakan konsentrat mempunyai nilai sebesar 0,415. Jika taraf nyata sebesar 20 persen maka variabel konsentrat tidak berpengaruh nyata terhadap produksi susu sapi perah. Sedangkan nilai koefisien regresinya sebesar 0,1259. Nilai koefisien regresi tersebut mempunyai arti bahwa apabila terjadi penambahan faktor produksi berupa pemberian pakan konsentrat sebesar satu persen maka akan menyebabkan peningkatan produksi sapi perah sebesar 0,1259 dengan menganggap bahwa faktor lain tetap (cateris paribus). Pernyataan tersebut sesuai dengan hipotesis sebelumnya yang menyatakan bahwa penambahan pakan konsentrat satu satuan akan meningkatkan produksi sapi perah. Elastisitas produksi berada antara 1 dan 0 (0<Ep<1) menujukkan bahwa faktor produksi berupa pemberian pakan konsentrat berada pada daerah rasional. Pakan konsentrat merupakan ransum pakan ternak yang mengandung kadar energi dan protein tinggi namun kandungan serat kasarnya rendah. Pakan konsentrat merupakan bahan makanan pelengkap bagi ternak sebab tidak semua zat makanan dan nutrisi dapat terpenuhi dari rumput atau hijauan, maka dari itu diperlukan adanya pakan tambahan berupa konsentrat yang berfungsi untuk melengkapi nutrisi yang dibutuhkan ternak. Namun, berdasarkan hasil pengamatan dilapangan diketahui bahwa para peternak responden di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor kurang begitu memperhatikan mengenai jumlah pemberian pakan konsentrat. Peternak tidak menggunakan takaran yang pasti dan tetap, sehingga hanya menggunakan perkiraan saja. Peternak kurang memahami berapa sebenarnya kebutuhan konsentrat untuk sapi produksi sehingga menyebabkan adanya ketidakseimbangan nutrisi. Menurut Sudono et al (2003) pemberian konsentrat pada sapi produksi 72

88 adalah 50 persen dari susu yang dihasilkan (rasio 1:2). Selain itu pada bulan Januari pihak KUD Giri Tani mengganti jenis konsentrat dengan konsentrat dari produsen lain dengan harga lebih murah, dari hasil wawancara diketahui bahwa terdapat beberap peternak yag mengeluh karena konsentrat yang dipakai kualitasnya kurang bagus. Sapi yang sedang berada pada masa produksi (masa laktasi) membutuhkan nutrisi yang cukup untuk proses pertumbuhan, reproduksi serta berpengaruh terhadap kualitas produksi. Penggunaan konsentrat oleh responden rata-rata delapan kilogram perhari dengan rata-rata penggunaannya pada bulan Januari tahun 2012 sebesar 248,9 kilogram untuk per ekor sapi produksi. Pakan konsentrat diberikan sebanyak dua kali sehari yaitu pada waktu pagi dan sore setelah sapi diperah. Biasanya peternak responden di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor memberikan pakan konsentrat dengan dicampur ampas tahu. Konsentrat ini diperoleh peternak responden dari KUD Giri Tani. 3. Faktor Hijauan (X3) Pakan hijauan merupakan pakan utama bagi sapi perah. Makanan hijauan (makanan kasar) merupakan semua bahan makanan yang berasal dari tumbuhtumbuhan atau tanaman dalam bentuk daun-daunan, ranting, bunga dan batang. Hijauan mempunyai kandungan energi yang relatif rendah, namun merupakan sumber vitamin dan mineral yang baik untuk ternak. Berdasarkan nilai P-value faktor hijauan mempunyai nilai sebesar 0,170. Jika taraf nyata sebesar 20 persen maka variabel hijauan mempunyai pengaruh nyata terhadap produksi susu sapi perah, sehingga apabila terjadi penurunan maupun peningkatan pemberian hijauan akan berpengaruh secara signifikan terhadap produksi susu sapi perah. Sedangkan berdasarkan nilai koefisien regresi faktor produktivitas hijauan ini mempunyai nilai sebesar 0,2664. Nilai koefisien regresi ini mempunyai arti bahwa apabila terjadi penambahan faktor produktivitas berupa pakan hijauan sebesar satu persen maka akan meningkatkan produktivitas sapi perah sebanyak 0,2664 persen dengan menganggap faktor lain tetap (cateris paribus). Pernyataan tersebut sesuai dengan hipotesis sebelumnya yang menyatakan bahwa penambahan pakan hijauan sebanyak satu satuan akan meningkatkan produksi sapi perah. Elastisitas produksi 73

89 berada antara 1 dan 0 (0<Ep<1) menujukkan bahwa faktor produksi berupa pemberian pakan hijauan berada pada daerah rasional. Hijauan mengandung kadar air sebesar 70 persen hingga 80 persen, sedangkan sisanya merupakan bahan kering. Pemberian pakan hijauan pada sapi perah milik peternak rata-rata sebesar 38,97 kg/ekor/hari. Pemberian hijauan ini mutlak dilakukan untuk menghasilkan energi pada ternak yang berguna untuk proses kelangsungan hidupnya. Pakan hijauan merupakan pakan utama bagi ternak sapi perah sehingga kebutuhannya harus tercukupi namun, sebagian besar peternak belum paham mengenai kebutuhan pakan hijauan bagi sapi laktasi yaitu 10 persen dari bobot tubuhnya, hal diketahui dari hasil pengamatan peternak hanya secara perkiraan saja dalam memberikan pakan hijauan. Apabila pemberian hijauan dikurangi maka energi yang seharusnya dibutuhkan oleh sapi menjadi berkurang, hal ini akan berakibat pada penurunan bobot badan sehingga produksi susu juga akan berkurang. Penambahan pemberian pakan hijauan pada sapi produksi akan meningkatkan energi yang dibutuhkan oleh sapi sehingga berdampak pada peningkatan produksi susu. Makanan hijauan diperoleh responden dengan cara membeli ke pedagang rumput dengan harga Rp 150 per kilogram, biasanya jenis rumput yang dibeli adalah rumput gajah. Selain itu responden juga akan mencari rumput liar di sekitar tempat tinggal atau tegalan yang memang sengaja ditanami rumput-rumputan. Pemberian pakan hijauan dilakukan tiga kali sehari yaitu pagi hari setelah pemerahan, siang hari dan sore hari setelah pemerahan. 4. Faktor Ampas Tahu (X4) Ampas tahu merupakan limbah yang berasal dari pembuatan tahu yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan tambahan bagi ternak sapi perah. Berdasarkan nilai P-value faktor produksi ampas tahu mempunyai nilai sebesar 0,372. Jika taraf nyata sebesar 20 persen maka variabel ampas tahu tidak berpengaruh nyata terhadap produksi susu sapi perah. Sedangkan berdasarkan nilai koefisien regresi faktor produksi ampas tahu mempunyai nilai positif yaitu sebesar 0, Nilai koefisien regresi tersebut mengandung arti bahwa apabila terjadi penambahan faktor produksi berupa ampas tahu sebesar satu persen maka akan meningkatkan produksi sapi perah sebanyak 0,05208 persen dengan menganggap faktor lain 74

90 tetap (cateris paribus). Pernyataan tersebut sesuai dengan hipotesis sebelumnya yang menyatakan bahwa penambahan pakan berupa ampas tahu sebanyak satu satuan akan meningkatkan produksi sapi perah. Elastisitas produksi berada antara 1 dan 0 (0<Ep<1) menujukkan bahwa faktor produksi berupa pemberian ampas tahu berada pada daerah rasional. Ampas tahu merupakan jenis pakan tambahan bagi sapi perah, dimana dalam pemberiannya komposisinya paling sedikit yaitu 50 persen dari jumlah pemberian konsentrat (rasio 1:2) sebagai contoh satu kilogram ampas tahu berbanding dua kilogram konsentrat. Sehingga penambahan ataupun pengurangan pemberian ampas tahu sebesar satu persen tidak akan mengakibatkan perubahan yang signifikan terhadap produksi susu. Ampas tahu bisanya berasal dari limbah pembuatan tahu yang bahan utamanya berupa kacang-kacangan sehingga mempunyai kandungan protein yang cukup baik untuk sapi perah. Sapi pada masa laktasi membutuhkan asupan protein yang cukup tinggi hal ini bermanfaat untuk pemeliharaan jaringan tubuh dan juga untuk memproduksi susu. Dengan adanya penambahan pakan berupa ampas tahu maka asupan protein pada sapi juga akan terpenuhi. Pemberian ampas tahu yang dilakukan oleh responden rata-rata sebanyak 8,59 kg/ekor/hari dan diberikan sebanyak dua kali sehari yaitu pagi dan sore hari setelah pemerahan, pemberian ampas tahu biasanya dicampur dengan konsentrat. Responden di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor biasanya mendapatkan pasokan ampas tahu dari para produsen tahu disekitar Cisarua dan Ciawi dengan harga Rp 300 per kilogram. 5. Faktor Mineral (X5) Mineral merupakan pakan tambahan yang biasanya diberikan pada sapi perah yang berguna untuk menjaga elastisitas tubuh. Berdasarkan nilai P-value faktor produksi mineral mempunyai nilai sebesar 0,861. Jika taraf nyata sebesar 20 persen maka variabel mineral tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas susu sapi perah. Berdasarkan nilai koefisien regresi variabel mineral mempunyai nilai positif yaitu sebesar 0,01716, artinya apabila terjadi penambahan faktor produksi berupa mineral sebesar satu persen maka akan meningkatkan produksi sapi perah sebanyak 0,01716 persen dengan menganggap faktor lain tetap (cateris 75

91 paribus). Pernyataan tersebut sesuai dengan hipotesis sebelumnya yang menyatakan bahwa penambahan mineral sebanyak satu satuan akan meningkatkan produksi sapi perah. Elastisitas produksi berada antara 1 dan 0 (0<Ep<1) menujukkan bahwa faktor produksi pemberian mineral berada pada daerah rasional. Sapi laktasi membutuhkan asupan mineral dalam tubuhnya yang bermanfaat untuk pembentukan jaringan tulang dan urat, menggantikan mineral yang habis terpakai atau terbuang. Mineral biasanya diberikan pada sapi setelah melahirkan hingga beberapa bulan setelah melahirkan, hal ini juga untuk mencegah sapi terkena Milk fever. Menurut Girisonta (1995) menjelaskan bahwa kebutuhan mineral pada sapi laktasi adalah sebanyak gram setiap 100 kilogram bobot tubuhnya. Namun, pada kenyataan dilapangan peternak kurang memahami sepenuhnya berapa sebenarnya kebutuhan mineral untuk sapi laktasi. Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan diketahui bahwa peternak responden dalam memberikan mineral tidak sesuai dengan jumlah yang ditentukan, pemberian mineral hanya secara perkiraan saja. Rata-rata pemberian mineral oleh responden adalah sebanyak 17,63 gr/ekor/hari dan diberikan satu kali sehari yaitu pada pagi hari setelah pemerahan. Responden memperoleh mineral dari KUD Giri Tani dengan harga Rp per kilogram. 6. Faktor Air (X6) Air merupakan salah satu bahan makanan yang diperlukan sapi dalam jumlah besar disamping energi. Maka dari itu kebutuhan akan air tidak boleh dilupakan, sebab 70 persen dari tubuh sapi terdiri dari air. Berdasarkan nilai P- value variabel air mempunyai nilai sebesar 0,001. Jika taraf nyata sebesar 20 persen maka variabel air mempunyai pengaruh nyata terhadap produksi susu sapi perah. Sedangkan berdasarkan koefisien regresi variabel air mempunyai nilai sebesar 0,7283. Nilai koefisien regresi tersebut mengandung arti bahwa apabila terjadi penambahan faktor produktivitas berupa pemberian air sebesar satu persen maka akan meningkatkan produksi sapi perah sebanyak 0,7283 persen dengan menganggap faktor lain tetap (cateris paribus). Pernyataan tersebut sesuai dengan hipotesis sebelumnya yang menyatakan bahwa penambahan air sebanyak satu satuan akan meningkatkan produksi sapi perah. Elastisitas produksi berada antara 76

92 1 dan 0 (0<Ep<1) menujukkan bahwa faktor produksi pemberian air berada pada daerah rasional. Didalam tubuh sapi, air berfungsi sebagai pengatur suhu dalam tubuh, membantu proses pencernaan, metabolisme, pelepas kotoran serta sebagai pelumas pada persendian. Kebutuhan air bagi sapi tergantung pada berbagai faktor seperti umur, ukuran tubuh, jenis makanan, iklim dan jumlah produksi. Sapi yang diberi pakan berupa konsentrat dengan kondisi tubuh besar dan memproduksi susu dalam jumlah banyak maka membutuhkan air yang lebih banyak. Kebutuhan air bagi sapi perah dapat diperoleh dari dalam bentuk air minum dan air yang terkandung dalam makanan. Bahan makanan kasar berupa hijauan segar mengandung kadar air mencapai 85 persen begitu pula pada ampas tahu. Namun, kebutuhan air bagi sapi perah tidak cukup bila hanya berasal dari air yang terkandung dalam makanan, maka dari itu perlu diberikan tambahan air dalam jumlah yang cukup setiap hari. Sapi perah memerlukan 2 2,5 kilogram air minum untuk memproduksi air susu sebanyak 0,5 kilogram. Karena air mutlak dibutuhkan sapi untuk memproduksi susu maka dari itu, dengan adanya peningkatan atau penurunan dalam pemberian air sebesar satu persen pada sapi laktasi akan mengakibatkan perubahan yang signifikan terhadap produksi susu. Rata-rata pemberian air oleh responden 27,16 liter/ekor/hari dan air selalu dalam keadaan tersedia ditempat minum ternak. Air yang diberikan merupakan air bersih yang berasal dari air sumur maupun mata air dari gunung. 7. Faktor Tenaga Kerja (X7) Tenaga kerja merupakan sekelompok penduduk yang berada dalam usia kerja. Berdasarkan nilai P-value variabel tenaga kerja mempunyai nilai sebesar 0,068. Jika taraf nyata sebesar 20 persen maka variabel ini mempunyai pengaruh nyata terhadap produksi susu sapi perah. Sedangkan berdasarkan nilai koefisien regresi variabel tenaga kerja mempunyai nilai negatif yaitu sebesar -0,4889. Nilai koefisien regresi ini mengandung arti bahwa setiap penambahan tenaga kerja sebesar satu persen maka produksi susu sapi akan menurun sebesar -0,4889 persen dengan menganggap faktor lain tetap (cateris paribus). Pernyataan tersebut tidak sesuai dengan hipotesis sebelumnya yang menyatakan bahwa penambahan tenaga kerja akan meningkatkan produksi sapi perah. Elastisitas produksi yang lebih kecil 77

93 dari pada 0 (Ep<0) menunjukan bahwa penggunaan tenaga kerja berada pada daerah irrasional. Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam produksi karena berkaitan dengan tatalaksana pemeliharaan dan penanganan ternak. Pada umumnya responden menggunakan tenaga kerja dalam keluarga dalam melakukan kegiatan pemeliharaan rutin seperti membersihkan kandang, memberi makan, memandikan ternak, mencari rumput dan memerah susu. Namun, terdapat beberapa responden yang memperkerjakan tenaga kerja diluar keluarga apabila jumlah ternak yang dipelihara jumlahnya besar. Tenaga kerja sangat berpengaruh terhadap produksi susu karena berkaitan dengan proses pemerahan. Pada proses pemerahan sapi memerlukan penanganan khusus misalanya pekerja yang melakukan pemerahan tidak boleh diganti-ganti karena akan memberi dampak negatif pada ternak seperti sapi mudah stress dan berujung pada menurunnya produksi susu. Dalam usahaternak sapi perah dikatakan efektif jika satu hari kerja pria dapat menangani tujuh sapi dewasa (Sudono,1999). Apabila dilakukan penambahan jumlah tenaga kerja untuk budidaya sapi perah, maka jumlah produksi susu akan menurun karena tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menangani satu ekor sapi laktasi hanya satu orang, apabila ditambahkan tenaga kerja yang baru menjadi dua orang atau lebih untuk menangani satu ekor sapi laktasi jelas akan menurunkan produktivitas ternak karena melebihi standar penggunaan tenaga kerja. Rata-rata penggunaan tenaga kerja oleh responden adalah sebesar 24,09 HKP pada bulan Januari tahun

94 VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH Pendapatan yang diperoleh peternak responden merupaka suatu kriteria dalam menentukan tingkat keuntungan serta keberhasilan peternak dalam menjalankan usahanya. Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan oleh peternak. Pendapatan usahaternak sapi perah ini dibedakan menjadi dua, yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Dalam menghitung pendapatan usahaternak maka terlebih dahulu perlu dilakukan perhitungan mengenai penerimaan dan biaya usahaternak. 7.1 Analisis Penerimaan Usahatani Penerimaan usahatani merupakan nilai produksi yang diperoleh dalam jangka waktu tertentu. Penerimaan usahatani merupakan hasil perkalian antara jumlah produksi total susu segar dengan harga jual dari hasil produksi tersebut. Sumber penerimaan peternak terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai berasal dari penjualan susu ke KUD dan keluar KUD, serta penjualan pupuk kandang. Penerimaan tidak tunai berasal dari susu yang diberikan ke pedet. Penelitian ini hanya membahas mengenai penerimaan usahatani pada sapi laktasi atau sapi produksi saja. Rata-rata produksi susu peternak responden 48,00 persen dijual ke koperasi, 28,68 persen dijual keluar koperasi dan 23,32 persen digunakan untuk susu pakan pedet yang dipelihara peternak. Produksi susu merupakan faktor penting sebagai penentu besaranya penerimaan peternak, penerimaan setiap peternak berbeda dikarenakan kuantitas dan kualitas susu yang dihasilkan juga berbeda-beda. Range harga susu yang diberikan PT Cimory kepada peternak berkisar antara Rp 3200 hingga Rp 3700 per liter nya. Pada dasarnya harga yang ditetapkan oleh PT Cimory tergantung pada vet yang dihasilkan susu tersebut, dimana semakin tinggi nilai vet yang terdapat pada susu maka harga yang diberikan untuk per liternya juga akan semakin rendah, hal tersebut disebabkan karena apabila jumlah vet tinggi menunjukkan semakin tinggi perkembangan bakteri yang terdapat pada susu. Saat ini harga yang diberikan PT Cimory merupakan harga yang tertinggi yang 79

95 diterima oleh peternak hal ini apabila dibandingan dengan penjualan susu keluar PT Cimory tentunya diimbangi dengan kualitas susu yang baik. Agar lebih jelas mengenai sumber penerimaan peternak responden di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Kecamatan Megamendung dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Rata-Rata Penerimaan Usahaternak Sapi Perah Per Ekor Laktasi di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor Bulan Januari Tahun 2012 No Jenis Penerimaan Jumlah Harga (Rp) Total (Rp) 1 Penjualan Susu Ke KUD (liter) 272, , ,04 2 Penjualan Susu Keluar KUD (liter) 7, , ,70 3 Susu untuk Minum Pedet (liter) 55, , ,11 Total Penerimaan ,85 Berdasarkan Tabel 20 diketahui bahwa rata-rata penerimaan total peternak responden adalah sebesar Rp ,85, nilai tersebut tidak terlepas dari bervariasinya jumlah liter susu yang dihasilkan oleh setiap peternak terutama yang berasal dari peternak dengan jumlah populasi sapi yang cukup besar. Tingkat ratarata penerimaan peternak ini belum mencerminkan pendapatan peternak hal ini karena belum dikurangi dengan tingkat pengeluaran peternak. Harga yang diberikan PT Cimory kepada peternak adalah sebesar Rp 3.500,- per liternya, sedangkan susu yang djual keluar koperasi sebesar Rp 4.500,- per liternya hal ini karena susu dijual secara eceran kekonsumen yang memang sudah menjadi pelanggan para peternak di sekitar wilayah Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. 7.2 Analisis Struktur Biaya Usahatani Biaya usahternak sapi perah terdiri dari dua komponen, yaitu biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai meliputi jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Sedangkan biaya diperhitungkan meliputi pengeluaran tidak tunai yang dikeluarkan oleh petani seperti opportunity cost lahan milik pribadi, tenaga kerja dalam keluarga dan 80

96 penyusutan dari sarana produksi (Soekartawi et al, 2011). Berikut ini merupakan pembagian biaya usahaternak sapi perah berdasarkan biaya tunai dan biaya diperhitungkan. A. Biaya Tunai Dalam usahaternak sapi perah, biaya tunai terdiri dari biaya pembelian pakan hijauan, pakan konsentrat, ampas tahu, mineral, vaselin, obat-obatan dan vitamin, tenaga kerja luar keluarga, transportasi, listrik, dan biaya iuran koperasi. Biaya tunai yang dikeluarkan peternak berbeda-beda tergantung jumlah ternak yang dipeliharanya. Biaya listrik dan iuran koperasi merupakan biaya yang bersifat tetap yang harus dikeluarkan oleh responden. Biaya tetap merupakan biaya yang dikeluarkan setiap tahun yang besarnya tidak berpengaruh langsung terhadap jumlah output yang dihasilkan. 1. Biaya untuk Pembelian Pakan Biaya pakan yang dikeluarkan peternak responden dalam usataternak sapi perah terdiri dari pembelian hijauan, pembelian konsentrat, pembelian ampas tahu dan mineral. Responden memperoleh pakan hijauan selain dari membeli dari penjual rumput dengan harga Rp 150 per kilogram juga mendapatkan dengan cara mencari rumput liar disekitar wilayah tempat tinggal. Rata-rata pengeluaran biaya pakan hijauan untuk satu ekor sapi laktasi pada bulan Januari tahun 2012 sebesar Rp ,33. Pakan penguat berupa konsentrat diperoleh peternak responden dari KUD Giri Tani dengan harga rata-rata sebesar Rp per kilogram. Ratarata pengeluaran peternak untuk biaya pakan konsentrat per ekor sapi pada bulan Januari tahun 2012 sebesar Rp ,86. Ampas tahu biasanya diperoleh peternak dengan membeli dari produsen tahu disekitar daerah Cisarua dan Ciawi dengan harga rata-rata sebesar Rp 300 per kilogram, rata-rata pengeluaran peternak untuk biaya pakan ampas tahu per ekor sapi pada bulan Januari tahun 2012 sebesar Rp ,71. Sedangkan untuk pembelian mineral peternak biasanya memberli di KUD Giri Tani dengan harga sebesar Rp per kilogram, rata-rata pengeluaran untuk biaya mineral per ekor sapi pada bulan Januari tahun 2012 adalah sebesar Rp 5.037,06. Pakan ternak merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan produktivitas dari usaha peternakan sapi perah. Kombinasi dan komposisi pakan 81

97 yang tepat akan akan sangat berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas susu yang dihasilkan. Biaya pembelian pakan dapat mencapai persen dari total biaya produksi, maka dari itu penyediaan pakan yang mudah diperoleh perlu diperhatikan. Besarnya nilai presentase biaya yang dikeluarkan untuk membeli pakan membuat peternak harus berusaha mencukupi kebutuhan zat-zat nutrisi dalam ransum secara seimbang namun dengan harga yang serendah mungkin. Peternak harus memperhatikan kebutuhan pakan ternak khususnya untuk pakan konsentrat, hal ini karena biaya untuk pembelian konsentrat paling tinggi dibandingkan biaya produksi lain. Konsentrat merupakan pakan penguat yang wajib diberikan pada sapi produksi karena berfungsi untuk melengkapi nilai gizi pada ternak sapi perah sehingga kadar gizi yang dibutuhkan untuk produksi susu dapat terpenuhi. Penggunaan ransum yang seimbang, ekonomis namun tetap mempunyai kandungan nilai gizi yang lengkap akan dapat memaksimalkan produksi susu. Tinggi rendahnya faktor produksi pakan sangat ditentukan oleh situasi harga bahan-bahan pakan tersebut, selain itu juga dipengaruhi oleh kemampuan, keterampilan, serta pengetahuan peternak dalam cara mendapatkan, menyediakan serta menyusun bahan pangan secara ekonomis namun tetap sesuai dengan kebutuhan ternak baik dalam kualitas maupun kuantitasnya. Maka dari itu, pemberian pakan khususnya pada masa laktasi harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan sapi hal ini agar puncak produksi dapat dipertahankan. Jika produksi produksi susu mulai menurun seiring dengan bertambahnya masa laktasi, maka pemberian pakan juga harus disesuaikan dengan jumlah produksi. Apabila sapi sudah mengalami penurunan produksi, penambahan pakan tidak akan dapat meningkatkan produksinya, sehingga hal ini dinilai tidak ekonomis karena akan berpengaruh pada biaya yang harus dikeluarkan oleh peternak. 2. Biaya untuk Pembayaran Kesehatan Ternak (IB, Obar-obatan dan Vitamin) Pelayanan medis ternak dilakukan oleh petugas medis yang dibiasa menangani kesehatan ternak milik peternak anggota Kelompok Ternak Mekar Jaya. Pelayanan yang diberikan meliputi Inseminasi Buatan, suntik vitamin, suntik obat-obatan, perawatan ternak sakit serta kelahiran ternak. Biaya medis yang dibebankan bervariasi tergantung dari jenis pelayanan jasa yang diberikan. Suntik 82

98 obat-obatan dan vitamin biasa dilakukan peternak setiap tiga bulan sekali dengan harga berkisar antara Rp hingga Rp tergantung dengan jumlah dan jenis obat atau vitamin yang diberikan. Sedangkan untuk pelayanan Inseminasi Buatan biayanya sebesar Rp Rata-rata biaya yang dikeluarkan peternak untuk layanan medis per ekor sapi pada bulan Januari tahun 2012 adalah sebesar Rp 8.333, Biaya untuk Pembelian Vaselin Vaselin digunakan sebagai pelumas atau pelicin untuk mempermudah pada waktu proses pemerahan sehingga susu pada sapi lebih mudah untuk keluar. Peternak mendapatkan vaselin dengan cara membeli dari KUD Giri Tani dengan harga sebesar Rp per kilogram. Rata-rata pengeluaran peternak untuk biaya pembelian vaselin per ekor sapi pada bulan Januari tahun 2012 sebesar Rp 4.251,78. Penggunaan vaselin untuk membantu mempermudah proses pemerahan tidah mutlak dibutuhkan. Mengingat harga per kilogram untuk vaselin cukup mahal bagi peternak dengan jumlah kepemilikan ternak sedikit biasa menggantinya dengan minyak kelapa, hal ini dilakukan agar lebih menghemat biaya produksi, sehingga biaya untuk pembelian vaselin dapat dialokasikan ke biaya produksi lain. 4. Biaya untuk Pembayaran Upah Tenaga Kerja Luar Keluarga Tenaga kerja merupakan salah satu faktor penting dalam pelaksanaan usaternak sapi perah. Tenaga kerja luar keluarga biasanya digunakan oleh peternak responden yang mempunyai populasi sapi laktasi cukup besar. Rata-rata upah tenaga kerja sebesar Rp per hari. Upah tenaga kerja luar keluarga merupakan biaya tetap yang harus dikeluarkan peternak disetiap bulannya. Ratarata pengeluaran peternak untuk biaya upah tenaga kerja luar keluarga per ekor sapi pada bulan Januari tahun 2012 adalah sebesar Rp ,86. Penggunaan tenaga kerja harus disesuaikan dengan jumlah ternak yang tangani serta jenis kegiatan yang dilakukan. Penggunaan tenaga kerja yang tidak efisien selain akan berpengaruh pada produktivitas ternak juga akan berpengaruh pada besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk membayar upak tenaga kerja diluar keluarga. 83

99 5. Biaya Transportasi Biaya transportasi merupakan biaya yang dikeluarkan peternak responden untuk menitipkan hasil susu di pos atau tempat pengumpulan susu yang nantinya akan diangkut oleh petugas bagian pengantar susu Kelompok Ternak Mekar Jaya untuk selanjutnya dikirim ke PT Cimory. Biaya pengangkutan susu ini dihitung berdasar liter susu yang dijual dengan biaya sebesar Rp 100 per liter. Biaya ini merupakan biaya tunai karena dikeluarkan peternak setiap bulannya. Rata-rata biaya yang dibebankan kepada peternak untuk transportasi per ekor sapi pada bulan Januari tahun 2012 adalah sebesar Rp , Biaya Listrik Listrik merupakan biaya tetap yang dikeluarkan peternak responden dan biaya listrik yang dihitung merupakan biaya listrik yang berasal hanya dari kandang sapi. Rata-rata pembayaran penggunaan listrik yang digunakan untuk penerangan di kandang pada bulan Januari tahun 2012 sebesar Rp 2.122, Biaya Iuran Koperasi Membayar iuran koperasi merupakan suatu kewajiban dari anggota koperasi sekaligus merupakan bentuk tanggung jawab yang harus dipenuhi. Ratarata iuran koperasi yang dikeluarkan peternak pada bulan Januari tahun 2012 adalah sebesar Rp Pembayaran iuran susu ini biasanya dipotong dari hasil penjualan susu ke koperasi setelah akhir bulan. B. Biaya Diperhitungkan Biaya diperhitungkan terdiri dari biaya upah tenaga kerja dalam keluarga, biaya sewa lahan untuk kandang, penyusutan kandang dan penyusutan peralatan. 1. Upah tenaga Kerja Dalam Keluarga Tenaga kerja dalam keluarga termasuk dalam biaya diperhitungkan maka dari itu harus dihitung karena kebanyakan responden dalam menjalankan usahaternak sapi perah tidak memperhitungkan pengeluaran biaya tenaga kerja dalam keluarga. Menghitung pengeluaran untuk biaya tenaga kerja dalam keluarga dimaksudkan untuk mengetahui penerimaan usahaternak yang sebenarnya. Penghitungan biaya diperhitungan untuk upah tenaga kerja dalam keluarga diukur atau dinilai berdasarkan upah tenaga kerja yang berlaku. Rata-rata 84

100 pengeluaran tenaga kerja dalam keluarga peternak untuk per ekor sapi pada bulan Januari tahun 2012 adalah sebesar Rp , Penyusutan Kandang dan Peralatan Penyusutan kandang dan peralatan yang digunakan dalam kegiatan usahaternak sapi perah merupakan biaya diperhitungkan karena dihitung sebagai biaya yang harus dikeluarkan oleh peternak responden untuk pemeliharaan kandang dan peralatan. Biaya penyusutan dalam penelitian ini digunakan metode garis lurus dimana harga beli dikurangi nilai sisa dan dibagi dengan umur pakai. Rata-rata pengeluaran responden untuk biaya penyusutan kandang per ekor sapi pada bulan Januari tahun 2012 sebesar Rp ,86. Sedangkan untuk rata-rata biaya penyusutan peralatan yang dikeluarkan untuk per ekor sapi pada bulan Januari tahun 2012 adalah sebesar Rp , Sewa Lahan Sewa lahan masuk kedalam biaya diperhitungkan karena lahan yang digunakan untuk budidaya dalam hal ini adalah kandang ternak merupakan lahan milik sendiri. Lahan milik sendiri tetap diperhitungkan sebagai sewa lahan sehingga dilakukan penaksiran biaya penggunaan tanah sebesar nilai sewa tanah rata-rata yang berlaku di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Biaya rata-rata untuk sewa tanah yang berlaku di daerah penelitian yaitu sebesar Rp per tahun untuk lahan seluas 500 m 2. Rata-rata pengeluaran peternak untuk biaya sewa lahan per ekor sapi pada bulan Januari tahun 2012 sebesar Rp 9.301,24. Penghitungan komponen biaya responden secara rinci dapat dilihat pada Tabel

101 Tabel 21. Rata-Rata Biaya Tunai dan Biaya Diperhitungkan Usahaternak Sapi Perah Per Ekor Laktasi di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor Bulan Januari Tahun 2012 Komponen Nilai (Rp) Presentase (%) A. Biaya Tunai - Pakan hijauan ,33 24,94 - Konsentrat ,86 53,77 - Ampas Tahu ,71 9,63 - Mineral 5.037,06 0,70 - Vitamin/obat-obatan 8.333,33 1,15 - Vaselin 4.251,78 0,59 - Tenaga Kerja Luar Keluarga ,86 3,76 - Transportasi ,12 3,78 - Listrik 2.122,12 0,29 - Iuran Koperasi ,00 1,39 Total Biaya Tunai ,17 100,00 B. Biaya Diperhitungkan - Tenaga Kerja Dalam Keluarga ,39 81,93 - Penyusutan Kandang ,86 8,86 - Penyusutan Peralatan ,05 4,98 - Sewa Lahan 9.301,24 4,23 Total Biaya Diperhitungkan ,54 100,00 Jumlah Biaya Total , Pendapatan Usahaternak Pendapatan usahatani diperoleh dari selisih antara penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani. Didalam penelitian pendapatan usahatani dibedakan menjadi dua macam yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Dalam penelitian ini rata-rata pendapatan atas biaya tunai untuk satu ekor sapi laktasi pada bulan Januari tahun 2012 adalah sebesar Rp ,68 sedangkan rata-rata pendapatan atas biaya total untuk satu ekor sapi laktasi sebesar Rp ,15. Berdasarkan rata-rata hasil perhitungan analisis R/C rasio atas biaya tunai untuk satu ekor sapi laktasi adalah 1,64. Nilai tersebut mempunyai arti bahwa setiap pengeluaran tunai sebesar Rp 1, akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,64. Sedangkan rata-rata R/C rasio atas biaya total untuk satu ekor sapi laktasi sebesar 1,25. Nilai tersebut mempunyai arti bahwa setiap Rp 1 biaya total yang dikeluarkan peternak memperoleh penerimaan 86

102 sebesar Rp 1,25. Rincian mengenai rata-rata penerimaan, biaya, pendapatan dan analisis R/C rasio peternak responden di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Rata-Rata Penerimaan, Biaya, Pendapatan, dan R/C Rasio Usahaternak Sapi Perah Per Ekor Laktasi di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor Bulan Januari Tahun 2012 No Komponen Nilai (Rp) A Penerimaan tunai ,70 B Penerimaan yang diperhitungkan ,11 C Total Penerimaan (A+B) ,85 D Biaya tunai ,17 E Biaya yang diperhitungkan ,54 F Total Biaya (D+E) ,70 G Pendapatan atas biaya tunai (A-D) ,68 H Pendapatan atas biaya total (C-F) ,15 Berdasarkan Tabel 22 diketahui bahwa rata-rata pendapatan peternak adalah sebesar Rp ,00 hingga Rp ,00 per bulan untuk satu ekor sapi laktasi. Dilihat dari tingkat keberhasilan usaha dari hasil penghitungan R/C rasio diketahui bahwa R/C rasio atas biaya tunai adalah sebesar 1,64 sedangkan R/C rasio atas biaya total sebesar 1,25. Nilai tersebut mempunyai arti bahwa untuk setiap satu rupiah yang dikeluarkan akan memperoleh keuntungan sebesar nilai R/C rasionya. Secara teori usahaternak sapi perah yang diusahakan peternak di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor dapat dikatakan menguntungkan karena nilai R/C rasionya lebih dari satu. namun, bila dilihat dari segi bisnis usahaternak ini belum dapat dikatakan ekonomis karena tingkat keuntungan peternak yang masih rendah. Rendahnya pendapatan peternak sangat dipengaruhi oleh produktivitas ternak yang diusahakan serta biaya yang dikeluarkan. Peternak memperoleh pendapatan yang rendah diakibatkan karena penggunaan biaya produksi yang tinggi namun tidak diimbangi dengan penerimaan yang tinggi pula. Secara rinci, analisis pendapatan usahaternak sapi perah di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Kecamatan Megamendung dapat dilihat pada Lampiran 1. 87

103 Dari hasil analisis tersebut dapat dijelaskan bahwa rendahnya pendapatan peternak disebabkan karena peternak mengalami berbagai kendala dalam menjalankan usahaternak sapi perahnya. Kendala-kendala tersebut diantaranya adalah (1) masih rendahnya tingkat produktivitas ternak yang dipelihara sehingga berdampak pada rendahnya tingkat pendapatan peternak. Rendahnya tingkat produktivitas ternak dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain tingkat mutu genetik (bibit) yang rendah, kuantitas dan kualitas pemberian pakan yang kurang memadai serta manajemen budidaya ternak yang masih rendah, (2) rendahnya kualitas susu yang dihasilkan kondisi tersebut dapat dilihat dari tingginya kandungan bakteri dalam susu (sekitar 10 juta/cc) hal tersebut diakibatkan karena sistem manajemen kandang yang masih tradisional sehingga dengan kondisi kualitas susu yang rendah harga yang terbentuk juga rendah, (3) rataan jumlah kepemilikan ternak yang masih rendah (belum efisien) yaitu dengan rata-rata kepemilikan ternak sekitar 3-4 ekor sapi laktasi per peternak sehingga kurang menjanjikan keuntungan bagi peternak. Selain itu masih ada beberapa kendala lain diluar faktor teknis seperti belum terciptanya integrasi dan koordinasi yang harmonis antara pemerintah, koperasi, IPS dan peternak berbagai kebijakan yang diterapkan pemerintah kurang diantisipasi oleh para pelaku bisnis termasuk didalamnya peternak sapi perah. Maka dari itu dalam usaha untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut perlu dilakukan pengkajian secara komperhensif tidak hanya dari sisi peternak (on farm) atau sisi kelembagaan dari subsistem lainnya (off farm maupun subsitem pendukung) saja melainkan juga dari sisi aspek kebijakan mengenai persusuan di Indonesia seperti pada undang-undang peternakan (UU 6/1967) dimana sistem agribisnis mengenai persusuan masih tersekat-sekat. Hal tersebut menyebabkan ketimpangan antar subsistem dimana seharusnya antar subsistem tersebut terjadi hubungan saling ketergantungan. Misalnya antara koperasi dengan anggotanya (peternak) dan IPS masih belum punya hubungan yang kuat untuk bersama-sama meningkatkan sistem usahaternak sapi perah (persusuan). 88

104 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian terhadap usahaternak sapi perah peternak responden anggota Kelompok Ternak Mekar Jaya, Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Kecamatan Megamendung dalam menghasilkan susu maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Faktor faktor yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap produksi susu sapi perah pada responden di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor adalah faktor masa laktasi sapi produksi, pemberian pakan hijauan, pemberian air dan tenaga kerja. Sedangkan faktor konsentrat, ampas tahu dan mineral tidak mempunyai pengaruh nyata terhadap produksi susu. 2. Penggunaan konsentrat, hijauan, ampas tahu, mineral dan air merupakan faktor yang dapat meningkatkan produksi susu. Sedangkan masa laktasi sapi produksi dan penggunaan tenaga kerja merupakan faktor yang dapat menurunkan produksi susu. 3. Rata rata tingkat pendapatan usahaternak atas biaya tunai per ekor sapi laktasi sebesar Rp ,68, sedangkan pendapatan rata-rata atas biaya total sebesar Rp ,15 per ekor sapi laktasi dengan nilai R/C ratio atas biaya tunai sebesar 1,64 dan atas biaya total sebesar 1,25. Nilai tersebut menunjukkan bahwa usahaternak sapi perah yang diusahakan peternak sudah menguntungkan, namun belum dapat dikatakan ekonomis dari segi bisnis karena tingkat keuntungan yang diperoleh peternak dalam satu bulan untuk satu ekor sapi laktasi masih rendah. 8.2 Saran Saran yang diberikan di dalam penelitian ini didasari atas keadaan di wilayah penelitian dan hasil dari analisis yang dilakukan. Saran yang diberikan adalah sebagai berikut : 1. Peternak perlu meningkatkan kuantitas dan kualitas pakan hijauan serta air agar produktivitas susu sapi meningkat. Karena faktor tersebut diduga mempengaruhi produksi susu sapi perah. Selain itu perlu dilakukan penyuluhan secara rutin baik dari pihak KUD, IPS maupun kelompok ternak 89

105 dengan memberikan berbagai informasi dan pengetahuan mengenai usaha budidaya ternak yang benar untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi seperti pengetahuan yang berhubungan dengan masa laktasi sapi produksi serta manajemen pemberian pakan pada sapi laktasi. 2. Pemberian pakan berupa konsentrat, hijauan dan ampas tahu harus dilakukan dengan takaran yang benar (bukan asal-asalan) karena hal ini akan berdampak pada pemborosan biaya pakan mengingat ketiganya mempunyai nilai persentase biaya yang paling besar dibandingkan biaya lainnya. Apabila terjadi kenaikan harga input akan berpengaruh pada kenaikan biaya operasional sehingga pendapatan juga akan berkurang. 3. Tatalaksana dalam menjalankan usahaternak sapi perah harus lebih ditingkatkan serta dilakukan dengan manajemen yang lebih baik, karena hal ini akan berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas hasil yang diperoleh serta berdampak pada tingkat pendapatan peternak. 90

106 DAFTAR PUSTAKA Alpian A Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Susu dan Pendapatan Peternak Sapi Perah di Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang. [Skripsi]. Bogor : Fakultas ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Ardia AW Analisis Pendapatan Usahaternak Kambing Perah Peranakan Etawah. [Skripsi] Jurusan Sosial Ekonomi Industri Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Apriani M Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Pada CV Mulya Khansa Niaga Di Kota Depok Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Asmaki AP, Masturi H, Asmaki TD Agribisnis Ternak Sapi. CV Grafika. Bandung Daryanto A Peningkatan Daya Saing Industri Peternakan. PT. Permata Wacana Lestari. Jakarta Debertin DL Agricultural Production Economics. Macmillan Publishing Company. United States of America Despal, Sigit N, Suryahadi, AE Dwierra, T Anita S, Permana IG, Toharmat T Diktat Kuliah Nutrisi Ternak Perah. Departemen Nutrisi dan Ilmu Pakan Fakultas Peternakan IPB. Bogor Doll PJ, dan Orazem F Production Economic Theory With Application Second Edition. John Wiley and Sons. Kanada Firdaus M Manajemen Agribisnis. Bumi Aksara. Jakarta. Girisonta, Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah. Kanisius. Yogyakarta Gujarati D Ekonometrika Dasar. Penerbit Erlangga. Jakarta Heriyatno Analisis Pendapatan Dan Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Perah Ditingkat Peternak (Kasus Anggota Koperasi Serba Usaha Karya Nugraha Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Hernanto F Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta 91

107 Jakiyah U Analisis Partisipasi Anggota dan Kinerja Koperasi Unit Desa Sumber Alam (Studi Kasus Kec. Darmaga Kab. Bogor, Jawa Barat). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Kuntara I Analisis Pendapatan Usaha Peternakan Sapi Perah di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Lestari M Analisis Pendapatan dan Tingkat Kepuasan Peternak Plasma Terhadap Pelaksanaan Kemitraan Ayam Broiler (Stusi Kasus: Kemitraan PT X di Yogyakarta). [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Lipsey RG, Courant PN, Purvis DD, Steiner PO Pengantar Mikroekonomi Jilid I. Binapura Aksara. Jakarta Nasir M Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Bogor Ramadhan DA Analisis Strategi Pengembangan KUD (Koperasi Unit Desa) Giri Tani (Kec. Cisarua, Kab. Bogor, Jawa Barat). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Sigit N, Toharmat T, Ervyernie DE, Sardiana A, Permana IG, Despal Diktat Kuliah Nutrisi Ternak Perah. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Soekartawi Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. PT Grafindo. Jakarta Soekartawi Analisis Usahatani. UI-Press. Jakarta Soekartawi, A. Soeharjo, Dillon JL, Hardaker JB Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. UI-Press. Jakarta. Sudono A, Rosdiana RF, Setiawan BS Beternak Sapi Perah Secara Intensif. Agromedia Pustaka. Jakarta Supeno, ID Kemitraan Usaha Agribisnis Persusuan: Kasus KUD Mandiri Tani Mukti dan KUD Mandiri Inti Sarwa Mukti di Kabupaten Bandung. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Suwandi I Koperasi Organisasi Ekonomi yang Berwatak Sosial. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Syarief MZ dan Sumoprastowo RM Ternak Perah. CV Yasaguna. Jakarta 92

108 Tanmella S Peranan dan Dampak Sektor Pertanian Terhadap Pembangunan Wilayah (Studi Kasus Kabupaten Ciamis, Jawa Barat). [Skripsi]. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Yusdja Y Kebijakan Ekonomi Industri Agribisnis Sapi Perah di Indonesia. Pusat Analisis Sosial Ekonomi Dan Kebijakan Pertanian. Bogor. 93

109 LAMPIRAN 94

110 Lampiran 1. Analisis Pendapatan Usahatani Ternak Sapi Perah Per Ekor Laktasi di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor Bulan Januari Tahun 2012 Komponen Jumlah Satuan Harga Nilai (Rp) (Rp) 1 PENERIMAAN USAHATERNAK A. Penerimaan Tunai - Penjualan susu ke KUD 272,71 Liter 3.500, ,04 - Penjualan Susu Keluar KUD 7,24 Liter 4.500, ,70 Total Penerimaan Tunai ,74 B. Pendapatan Non Tunai - Susu untuk pedet 55,24 Liter 3.500, ,11 Total Penerimaan Non Tunai ,11 Total Penerimaan (A+B) ,85 2 BIAYA USAHATERNAK C. Biaya Tunai - Pakan hijauan 1.199,40 Kg 150, ,33 - Konsentrat 193,97 Kg 2.000, ,86 - Ampas Tahu 231,53 Kg ,71 - Mineral 0,46 Kg , ,06 - Vitamin/obat-obatan 8.333,33 - Vaselin 0,16 Kg ,00 4, Tenaga Kerja Luar Keluarga 1,08 HKP , ,86 - Transportasi ,12 - Listrik 2.122,12 - Iuran Koperasi ,00 Total Biaya Tunai ,17 D. Biaya Diperhitungkan - Tenaga Kerja Dalam Keluarga 7,21 HKP , ,39 - Penyusutan Kandang ,86 - Penyusutan Peralatan ,05 - Sewa Lahan 9.301,24 Total Biaya Diperhitungkan ,54 Biaya Total (C+D) ,70 3 Pendapatan Atas Biaya Tunai ,68 4 Pendapatan Atas Biaya Total 238, R/C Ratio Tunai 1,64 6 R/C Ratio Total 1,25 95

111 Lampiran 2. Analisis Regresi Model Fungsi Cobb-Douglas Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Perah Responden di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor Bulan Januari Tahun 2012 Regression Analysis: Y versus Ln X1, Ln X2,... The regression equation is Y = Ln X Ln X Ln X Ln X Ln X Ln X Ln X7 Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant Ln X Ln X Ln X Ln X Ln X Ln X Ln X S = R-Sq = 90.7% R-Sq(adj) = 88.2% PRESS = R-Sq(pred) = 81.43% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression Residual Error Total Source DF Seq SS Ln X Ln X Ln X Ln X Ln X Ln X Ln X Unusual Observations Obs Ln X1 Y Fit SE Fit Residual St Resid X R R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence. Durbin-Watson statistic =

112 Lampiran 3. Analisis Regresi Model Fungsi Cobb-Douglas Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Perah Responden di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor Bulan Januari Tahun 2012 Residual Plots for Y Residual Plots for Y Percent Normal Probability Plot of the Residuals Residual Residual Residuals Versus the Fitted Values Fitted Value Histogram of the Residuals Residuals Versus the Order of the Data Frequency Residual Residual Observation Order

113 Lampiran 4. Gambar Dokumentasi Rangkaian Kegiatan Usahaternak Sapi Perah Di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor Pemberian Pakan Hijauan Pemberian Air Minum Pemberian Pakan Tambahan (Konsentrat Dicampur Ampas Tahu) Kegiatan Memandikan Sapi 98

114 Lampiran 5. Gambar Dokumentasi Rangkaian Kegiatan Usahaternak Sapi Perah Di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor Kegiatan Membersihkan Ambing Sebelum Pemerahan Kegiatan Proses Pemerahan Penyetoran Susu Ke Tempat Penampungan Susu Siap Kirim Ke IPS 99

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan peternakan saat ini, menunjukan prospek yang sangat cerah dan mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi pertanian Indonesia. Usaha peternakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah Menurut Yusdja (2005), usaha sapi perah sudah berkembang sejak tahun 1960 ditandai dengan pembangunan usaha-usaha swasta dalam peternakan sapi perah

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produksi merupakan suatu proses transformasi atau perubahan dari dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH

HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH Studi Kasus Peternak Anggota Koperasi Unit Desa (KUD) Mandiri Cipanas Kabupaten Cianjur

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. [Januari, 2010] Jumlah Penduduk Indonesia 2009.

BAB I. PENDAHULUAN.  [Januari, 2010] Jumlah Penduduk Indonesia 2009. BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian di Indonesia. Subsektor peternakan sebagai bagian dari pertanian dalam arti luas merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH DI KECAMATAN MEGAMENDUNG KABUPATEN BOGOR PROVINSI JAWA BARAT

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH DI KECAMATAN MEGAMENDUNG KABUPATEN BOGOR PROVINSI JAWA BARAT Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH DI KECAMATAN MEGAMENDUNG KABUPATEN BOGOR PROVINSI JAWA BARAT Rina Karuniawati 1) dan Anna Fariyanti 2)

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH Dalam suatu kegiatan usaha ekonomi mempunyai tujuan utama untuk memperoleh keuntungan. Dalam usahaternak sapi perah salah satu usaha untuk memperoleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia setelah Republik Rakyat Cina (RRC), India, dan Amerika Serikat

Lebih terperinci

IV. ANALISIS DAN SINTESIS

IV. ANALISIS DAN SINTESIS IV. ANALISIS DAN SINTESIS 4.1. Analisis Masalah 4.1.1. Industri Pengolahan Susu (IPS) Industri Pengolahan Susu (IPS) merupakan asosiasi produsen susu besar di Indonesia, terdiri atas PT Nestle Indonesia,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan suatu alur pemikiran yang bersifat teoritis dengan mengacu kepada teori-teori yang berkaitan dengan penelitian.

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS SUSU DAN PENDAPATAN PETERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN TANJUNGSARI KABUPATEN SUMEDANG

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS SUSU DAN PENDAPATAN PETERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN TANJUNGSARI KABUPATEN SUMEDANG FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS SUSU DAN PENDAPATAN PETERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN TANJUNGSARI KABUPATEN SUMEDANG SKRIPSI ARIS ALPIAN H34076026 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis yang sangat mendukung, usaha peternakan di Indonesia dapat berkembang pesat. Usaha

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi strategis dalam menyumbang nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan berperan

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT SKRIPSI NUR AMALIA SAFITRI H 34066094 PROGRAM SARJANA PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA (Studi Kasus pada Industri Kecil Olahan Carica di Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo) SKRIPSI SHINTA KARTIKA DEWI H34050442 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Skripsi SRI ROSMAYANTI H 34076143 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk menopang perekonomian nasional dan daerah, terutama setelah terjadinya krisis ekonomi yang dialami

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal.  [20 Pebruari 2009] I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dengan kondisi daratan yang subur dan iklim yang menguntungkan. Pertanian menjadi sumber mata pencaharian sebagian penduduk dan berkontribusi

Lebih terperinci

PERSUSUAN INDONESIA: KONDISI, PERMASALAHAN DAN ARAH KEBIJAKAN

PERSUSUAN INDONESIA: KONDISI, PERMASALAHAN DAN ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN INDONESIA: KONDISI, PERMASALAHAN DAN ARAH KEBIJAKAN Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis, antara lain

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI PERAH RAKYAT DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR OLEH AGITA KIRANA PUTRI H

STUDI KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI PERAH RAKYAT DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR OLEH AGITA KIRANA PUTRI H STUDI KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI PERAH RAKYAT DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR OLEH AGITA KIRANA PUTRI H14104071 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pengembangan sub sektor peternakan perlu untuk dilakukan karena sub

Lebih terperinci

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Manajemen Usaha Ternak Saragih (1998) menyatakan susu merupakan produk asal ternak yang memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kandungan yang ada didalamnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Sapi Perah.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Sapi Perah. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Sapi Perah. Peternakan sapi perah di Indonesia umumnya merupakan usaha keluarga di pedesaan dalam skala kecil, sedangkan usaha skala besar masih sangat terbatas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PAPRIKA HIDROPONIK DI DESA PASIR LANGU, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BANDUNG Oleh : NUSRAT NADHWATUNNAJA A14105586 PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci

PENGANTAR. guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang cenderung bertambah dari tahun

PENGANTAR. guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang cenderung bertambah dari tahun PENGANTAR Latar Belakang Upaya peningkatan produksi susu segar dalam negeri telah dilakukan guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang cenderung bertambah dari tahun ke tahun. Perkembangan usaha sapi perah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dede Upit, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dede Upit, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan salah satu komoditi utama subsektor peternakan. Dengan adanya komoditi di subsektor peternakan dapat membantu memenuhi pemenuhan kebutuhan protein

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Koperasi dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi sosial negara sedang berkembang dengan membantu membangun struktur ekonomi dan sosial yang kuat (Partomo,

Lebih terperinci

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU MENTE (Anacardium Occidentale L.) (Kasus di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur ) Oleh : Apollonaris Ratu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu subsektor yang berkembang paling pesat di negara-negara berkembang. Ternak seringkali dijadikan sebagai aset non lahan terbesar dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia saat ini sudah semakin maju. Dilihat dari

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia saat ini sudah semakin maju. Dilihat dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia saat ini sudah semakin maju. Dilihat dari ketersediaan sumberdaya yang ada di Indonesia, Indonesia memiliki potensi yang tinggi untuk menjadi

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAGING SAPI POTONG DOMESTIK

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAGING SAPI POTONG DOMESTIK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAGING SAPI POTONG DOMESTIK SKRIPSI MARUDUT HUTABALIAN A14105571 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN, FAKTOR PRODUKTIVITAS DAN MANAJEMEN USAHA SAPI PERAH KUD GIRI TANI KABUPATEN BOGOR NI MADE DEWI ADNYAWATI

ANALISIS PENDAPATAN, FAKTOR PRODUKTIVITAS DAN MANAJEMEN USAHA SAPI PERAH KUD GIRI TANI KABUPATEN BOGOR NI MADE DEWI ADNYAWATI ANALISIS PENDAPATAN, FAKTOR PRODUKTIVITAS DAN MANAJEMEN USAHA SAPI PERAH KUD GIRI TANI KABUPATEN BOGOR NI MADE DEWI ADNYAWATI DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah di Indonesia, 90% merupakan peternakan sapi perah rakyat dengan kepemilikan kecil dan pengelolaan usaha yang masih tradisional. Pemeliharaan yang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor pada Bulan Maret sampai Agustus. Pemilihan daerah Desa Cibeureum sebagai tempat penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO DALAM USAHATERNAK AYAM BROILER (Studi Kasus Usaha Peternakan X di Desa Tapos, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor)

ANALISIS RISIKO DALAM USAHATERNAK AYAM BROILER (Studi Kasus Usaha Peternakan X di Desa Tapos, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor) ANALISIS RISIKO DALAM USAHATERNAK AYAM BROILER (Studi Kasus Usaha Peternakan X di Desa Tapos, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor) Oleh FAISHAL ABDUL AZIZ H34066044 PROGRAM SARJANA AGRIBISNIS PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PRODUKSI PEMBENIHAN IKAN GURAMI PETANI BERSERTIFIKAT SNI

ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PRODUKSI PEMBENIHAN IKAN GURAMI PETANI BERSERTIFIKAT SNI ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PRODUKSI PEMBENIHAN IKAN GURAMI PETANI BERSERTIFIKAT SNI (kasus di desa Beji Kecamatan Kedung Banteng Kabupaten Banyumas,Jawa Tengah) Oleh

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH PETERNAK DESA CIBEUREUM KABUPATEN BOGOR

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH PETERNAK DESA CIBEUREUM KABUPATEN BOGOR ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH PETERNAK DESA CIBEUREUM KABUPATEN BOGOR SKRIPSI FAHMI ABIDIN ACHMAD H34087016 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pembagian Skala Usahaternak Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Pembagian Skala Usahaternak Sapi Perah II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahaternak Sapi Perah 2.1.1 Pembagian Skala Usahaternak Sapi Perah Usahaternak di Indonesia diklasifikasikan menjadi tiga kelompok berdasarkan berdasarkan pola pemeliharaannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian Indonesia memiliki potensi yang besar dalam segi sumberdaya dan kualitas, sehingga dapat menjadi sektor unggulan dalam meningkatkan pendapatan negara. Saat ini

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PETERNAK TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN AYAM BROILER (Kasus Kemitraan Peternak Plasma Rudi Jaya PS Sawangan, Depok) Oleh : MAROJIE FIRWIYANTO A 14105683 PROGRAM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil 9 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Peternakan Sapi Perah Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil susu. Susu didefinisikan sebagai sekresi fisiologis dari kelenjar ambing. di antara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Koperasi 2.1.1 Pengertian Koperasi Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2 dikatakan bahwa koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Produksi Produksi adalah kegiatan menghasilkan output dengan berbagai kombinasi input dan teknologi terbaik yang tersedia (Nicholson,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Agribisnis peternakan memberikan banyak kontribusi bagi bangsa Indonesia yaitu sebagai penyedia lapangan pekerjaaan dan berperan dalam pembangunan. Berdasarkan data statistik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dalam mendukung perekonomian nasional, terutama sebagai sumber bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011)

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki peluang besar dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang melimpah untuk memajukan sektor pertanian. Salah satu subsektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dengan bentuk negara yang berpulau-pulau menjadikan negeri ini memiliki sumber daya alam yang melimpah baik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan persentase kenaikan jumlah penduduk yang tinggi setiap tahunnya. Saat ini, Indonesia menempati posisi ke-4 dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat. Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor

BAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat. Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan daging sapi sebagai salah satu sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya gizi

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dimulai dengan pengimporan sapi-sapi bangsa Ayrshire, Jersey, Milking

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dimulai dengan pengimporan sapi-sapi bangsa Ayrshire, Jersey, Milking 10 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Usahaternak Sapi Perah Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi prinsip sebagai penghasil susu. Susu merupakan sekresi fisiologis dari kelenjar susu yang merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN DEBITUR TERHADAP PELAYANAN KREDIT SISTEM REFERRAL BANK CIMB NIAGA CABANG CIBINONG KABUPATEN BOGOR

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN DEBITUR TERHADAP PELAYANAN KREDIT SISTEM REFERRAL BANK CIMB NIAGA CABANG CIBINONG KABUPATEN BOGOR ANALISIS TINGKAT KEPUASAN DEBITUR TERHADAP PELAYANAN KREDIT SISTEM REFERRAL BANK CIMB NIAGA CABANG CIBINONG KABUPATEN BOGOR Oleh : DIKUD JATUALRIYANTI A14105531 PROGRAM STUDI EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI SUSU OLAHAN (Studi Kasus : Unit Usaha Sapi Perah KUD Mitrayasa, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat)

OPTIMALISASI PRODUKSI SUSU OLAHAN (Studi Kasus : Unit Usaha Sapi Perah KUD Mitrayasa, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat) OPTIMALISASI PRODUKSI SUSU OLAHAN (Studi Kasus : Unit Usaha Sapi Perah KUD Mitrayasa, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat) Oleh : SIESKA RIDYAWATI A14103047 PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produksi (kg)

I. PENDAHULUAN. Produksi (kg) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sayuran merupakan salah satu komoditas hortikultura yang penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan manusia, karena di dalam sayuran mengandung berbagai sumber vitamin,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN PEMASARAN NENAS BOGOR Di Desa Sukaluyu, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor SKRIPSI ERIK LAKSAMANA SIREGAR H 34076059 DEPARTEMEN AGRIBIS SNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH

HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH Studi Kasus Peternak Anggota Koperasi Unit Desa (KUD) Mandiri Cipanas Kabupaten Cianjur

Lebih terperinci

ANALISIS PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP KINERJA ORGANISASI KELOMPOK USAHA TANAMAN HIAS AKUARIUM (KUTHA) BUNGA AIR DI DESA CIAWI, KABUPATEN BOGOR

ANALISIS PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP KINERJA ORGANISASI KELOMPOK USAHA TANAMAN HIAS AKUARIUM (KUTHA) BUNGA AIR DI DESA CIAWI, KABUPATEN BOGOR ANALISIS PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP KINERJA ORGANISASI KELOMPOK USAHA TANAMAN HIAS AKUARIUM (KUTHA) BUNGA AIR DI DESA CIAWI, KABUPATEN BOGOR Oleh : Topan Candra Negara A14105618 PROGRAM SARJANA EKSTENSI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan pangan hewani asal ternak (daging, telur dan susu) dari waktu kewaktu cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, pendapatan, kesadaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris, dengan jumlah penduduk sebagian besar bermata pencaharian di bidang pertanian, sedangkan kegiatan pertanian itu sendiri meliputi pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) yang dilaksanakan pada Mei 2010 penduduk

I. PENDAHULUAN. Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) yang dilaksanakan pada Mei 2010 penduduk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia cukup tinggi, berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010

Lebih terperinci

7.2. PENDEKATAN MASALAH

7.2. PENDEKATAN MASALAH kebijakan untuk mendukung ketersediaan susu tersebut. Diharapkan hasil kajian ini dapat membantu para pengambil kebijakan dalam menentukan arah perencanaan dan pelaksanaan penyediaan susu serta mampu mengidentifikasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dimiliki oleh petani masih dalam jumlah yang sangat terbatas.

PENDAHULUAN. dimiliki oleh petani masih dalam jumlah yang sangat terbatas. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan pembangunan dalam usaha dibidang pertanian, khusunya peternakan dapat memberikan pembangunan yang berarti bagi pengembangan ekonomi maupun masyarakat. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu produk peternakan yang berperan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu produk peternakan yang berperan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu merupakan salah satu produk peternakan yang berperan dalam memenuhi kebutuhan gizi masyarakat sebagai sumber protein hewani karena hampir 100% dapat dicerna.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Koperasi primer adalah koperasi yang anggotanya menghasilkan satu atau lebih komoditi. Salah satu contoh koperasi primer yang memproduksi komoditi pertanian adalah koperasi

Lebih terperinci

SKRIPSI ARDIANSYAH H

SKRIPSI ARDIANSYAH H FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PETANI KEBUN PLASMA KELAPA SAWIT (Studi Kasus Kebun Plasma PTP. Mitra Ogan, Kecamatan Peninjauan, Sumatra Selatan) SKRIPSI ARDIANSYAH H34066019

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN PEMBIBITAN (BREEDING)SAPI POTONG PADA PT LEMBU JANTAN PERKAS (LJP), SERANG, PROPINSI BANTEN

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN PEMBIBITAN (BREEDING)SAPI POTONG PADA PT LEMBU JANTAN PERKAS (LJP), SERANG, PROPINSI BANTEN ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN PEMBIBITAN (BREEDING)SAPI POTONG PADA PT LEMBU JANTAN PERKAS (LJP), SERANG, PROPINSI BANTEN Oleh: RONA PUTRIA A 14104687 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR BIAYA USAHA TERNAK KAMBING PERAH (KASUS : TIGA SKALA PENGUSAHAAN DI KABUPATEN BOGOR)

ANALISIS STRUKTUR BIAYA USAHA TERNAK KAMBING PERAH (KASUS : TIGA SKALA PENGUSAHAAN DI KABUPATEN BOGOR) ANALISIS STRUKTUR BIAYA USAHA TERNAK KAMBING PERAH (KASUS : TIGA SKALA PENGUSAHAAN DI KABUPATEN BOGOR) SKRIPSI DEWINTHA STANI H34066033 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor) SKRIPSI PUSPA HERAWATI NASUTION H 34076122 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian unggulan yang memiliki beberapa peranan penting yaitu dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Subsektor pertanian terdiri dari sektor tanaman pangan, sektor perkebunan, sektor kehutanan, sektor perikanan dan sektor peternakan. Sektor peternakan sebagai salah satu

Lebih terperinci

PERAN KOPERASI DALAM PENGEMBANGAN SISTEM AGRIBISNIS BELIMBING DEWA (Studi Kasus Pusat Koperasi Pemasaran Belimbing Dewa Depok, Jawa Barat)

PERAN KOPERASI DALAM PENGEMBANGAN SISTEM AGRIBISNIS BELIMBING DEWA (Studi Kasus Pusat Koperasi Pemasaran Belimbing Dewa Depok, Jawa Barat) PERAN KOPERASI DALAM PENGEMBANGAN SISTEM AGRIBISNIS BELIMBING DEWA (Studi Kasus Pusat Koperasi Pemasaran Belimbing Dewa Depok, Jawa Barat) SKRIPSI ERNI SITI MUNIGAR H34066041 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah yang dimanfaatkan sebagian besar penduduk dengan mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian

Lebih terperinci

DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM KREDIT KEPADA KOPERASI PRIMER UNTUK ANGGOTANYA (KKPA) TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI KELAPA SAWIT

DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM KREDIT KEPADA KOPERASI PRIMER UNTUK ANGGOTANYA (KKPA) TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI KELAPA SAWIT DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM KREDIT KEPADA KOPERASI PRIMER UNTUK ANGGOTANYA (KKPA) TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI KELAPA SAWIT ( Studi : PT Sinar Kencana Inti Perkasa, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan masyarakat terhadap sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan perubahan selera, gaya hidup dan peningkatan pendapatan. Karena, selain rasanya

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA. Oleh : AYU LESTARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA. Oleh : AYU LESTARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA Oleh : AYU LESTARI A14102659 PROGRAM STUDI EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis menjadi salah satu faktor pendukung peternakan di Indonesia. Usaha peternakan yang berkembang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN PEMASARAN PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

ANALISIS USAHATANI DAN PEMASARAN PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL ANALISIS USAHATANI DAN PEMASARAN PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (Kasus di Desa Pasirgaok, Kecamatan Rancabungur, Bogor, Jawa Barat) Oleh : ARTATI WIDIANINGSIH A. 14103659 PROGRAM

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jendral Peternakan 2010

1 PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jendral Peternakan 2010 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas peternakan mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan. Hal ini didukung oleh karakteristik produk yang dapat diterima oleh masyarakat Indonesia. Kondisi ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan maupun mengatasi ketimpangan ekonomi dan pengembangan industri. Pada kondisi rawan pangan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%)

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%) TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein (FH) Bangsa sapi perah Fries Holland berasal dari North Holland dan West Friesland yaitu dua propinsi yang ada di Belanda. Kedua propinsi tersebut merupakan

Lebih terperinci

PENGKAJIAN POTENSI PENGEMBANGAN USAHA SAPI PERAH RAKYAT DI KABUPATEN TRENGGALEK

PENGKAJIAN POTENSI PENGEMBANGAN USAHA SAPI PERAH RAKYAT DI KABUPATEN TRENGGALEK PENGKAJIAN POTENSI PENGEMBANGAN USAHA SAPI PERAH RAKYAT DI KABUPATEN TRENGGALEK Kuntoro Boga Andri Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Timur Jl. Raya Karangploso Km.4, PO Box 188 Malang, 65101,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan perekonomian nasional. Peranannya sebagai menyumbang pembentukan PDB penyediaan sumber devisa

Lebih terperinci

PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT

PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT OLEH: ARYANI PRAMESTI A 14301019 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... iii. UCAPAN TERIMA KASIH... iv. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR TABEL... xi. DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... iii. UCAPAN TERIMA KASIH... iv. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR TABEL... xi. DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR LAMPIRAN... xvii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah...

Lebih terperinci