BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5. Profil STA Sewukan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5. Profil STA Sewukan"

Transkripsi

1 23 BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum STA Sewukan, Jetis dan Ngablak STA Sewukan merupakan pengembangan pasar sayuran Soka yang didirikan di atas tanah bengkok oleh H. Riswanto Sudiyono, selaku kepala desa pada tahun Sudiyono dulu melihat warganya yang sebagian besar merupakan petani sayuran didikte oleh hanya 4 6 orang pedagang di Pasar Talun, Gambar 5. Profil STA Sewukan Kec. Dukun, Magelang. Sudiyono mempromosikan Pasar Soka dengan cara menempelkan selebaran pada mobil niaga di pasar-pasar besar, seperti Johar Semarang, Shoping Yogyakarta, dan Jakarta. Dari situlah para pedagang besar dari luar kota berdatangan ke Pasar Soka. Saat ini ada 200 pedagang yang memiliki kartu anggota beraktivitas di STA Sewukan, sehingga petani lebih mempunyai posisi sebagai penentu harga. Terlebih lagi komoditas sayuran di pasar ini adalah sayuran segar karena dekatnya jarak pasar dengan petani.. Adanya STA memperpendek rantai pemasaran karena para pengepul akhirnya menjadi pedagang biasa. Pengelolaan STA Sewukan dipegang pemerintah desa. Selain memberikan kontribusi bagi kas desa, STA juga lebih cepat berkembang karena selaras dengan kemauan masyarakat. Menurut Surame Hadi Sutikno, Ketua Paguyuban Petani Merbabu (PPM) yang juga Kepala Desa Tejosari, untuk kawasan

2 24 agropolitan sebaiknya STA memang dikelola pemerintah desa agar warga mempunyai rasa memiliki dan dapat berbuat cepat jika pasar memerlukan pembenahan. STA Sewukan berdiri di atas lahan seluas m 2 dengan 108 kios dan 56 los dengan denah sebagai berikut: Gambar 6. Denah STA Sewukan Volume perdagangan sayuran rata-rata 200 ton per hari yang diangkut unit mobil. Omzetnya sekitar Rp200 juta per hari. Petani penjual berasal dari sekitar Magelang dan Dieng (Wonosobo). Sedangkan para pedagang berasal dari Magetan, Solo, Klaten, Yogyakarta, Boyolali, Semarang, Bogor, Jakarta, dan Purwokerto.

3 25 Sub Terminal Agibisnis (STA) Jetis, Ambarawa, Kabupaten Semarang pada tahun 2006 menjadi percontohan nasional dalam hal pengelolaan dan pemasaran hasil pertanian karena di STA ini tingkat transaksinya sangat tinggi. Saat ini STA Jetis hanya Gambar 7. Profil STA Jetis komoditas sayuran dan pisang, dengan volume transaksi sekitar 100 ton per hari dan volume uang beredar setiap hari sekitar Rp 1,5 milyar sampai 2 milyar. Ada sekitar 33 komoditas sayuran yang diperjual belikan. Sayuran tersebut berasal dari kabupaten Semarang, seperti Bandungan, Jimbaran, Sumowono, Kopeng, maupun dari luar Semarang seperti dari Wonosobo, Magelang, Muntilan, Tawangmangu, Dieng, Cepogo, Boyolali, Batang, Pemalang bahkan dari Jawa Timur ( Malang, Jember, Banyuwangi, Probolinggo, Kediri, Magetan) dan lua Jawa (Lampung dan Palembang). Dengan volume transaksi, jumlah uang beredar dan luasnya cakupan asal pedagang yang bertransaksi, STA Jetis seharusnya adalah Terminal Agribisnis (TA). Pengelola STA Jetis adalah Dinas Pertanian Kabupaten Semarang, namun karena STA Jetis didirikan di lahan milik desa, sehingga terdapat pembagian pendapatan yaitu 40% nya masuk ke dana kas desa. Denah STA Jetis ditampilkan pada gambar berikut.

4 26 Gambar 8. Denah STA Jetis Gambar 9. STA Ngablak belikan adalah kubis. STA Ngablak merupakan salah satu STA yang fasilitasnya sangat minim dan lokasinya masuk dari jalan raya dengan luas areal yang paling sempit bila dibandingkan dengan dua STA lainnya (Sewukan dan Jetis). Dikelola oleh Dinas Pasar, STA Ngablak lebih tepat disebut sebagai pasar sayur, dengan komoditas sayuran utama yang terbanyak diperjual

5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan STA oleh Petani Analisis model regresi logistik untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan STA oleh petani disajikan pada tabel 4. Tabel 4. Faktor-Faktor yang mempengaruhi pemanfaatan STA oleh petani Prediktor Koefisien Sig. Odds Uji Goodness of Fit: ratio Hosmer and Lemeshow Konstanta 0,797 0,743 2,220 Chi-square df Sig. Umur petani (X 1 ) 0,012 0,691 1,012 12, ,119 Tk Pendidikan (X 2 ) 0,020 0,877 1,020 Volume sayur yang 0,000 0,881 1,000 dihasilkan (X 3 ) Jarak tempat tinggal petani -1,014 0,045* 0,363 ke STA (X 4 ) Pengetahuan petani tentang 1,664 0,041* 5,279 STA (D 1 ) Ikatan informal petani -1,701 0,075* 0,183 dengan kelembagaan non STA (D 2 ) Keikutsertaan petani dalam -0,286 0,679 0,751 penyuluhan (D 3 ) Log-Likelihood 64,156 Chi-square 38,828 Df 7 Sig. 0,000 *signifikan pada taraf 10 persen ( =10%) Sumber: Data primer, diolah (2013) Hasil analisis model regresi logistik menunjukkan bahwa nilai log-likelihood model adalah sebesar 64,156 dengan Chi-square 38,828 dan p-value yang signifikan. Secara keseluruhan model regresi tersebut dapat menjelaskan keputusan petani dalam memanfaatkan STA. Nilai koefisien faktor penduga umur petani (X 1 ), tingkat pendidikan (X 2 ), volume sayur yang dihasilkan (X 3 ), pengetahuan petani tentang STA (D 1 ) bernilai positif, sedangkan jarak tempat tinggal petani ke STA (X 4 ) ikatan informal petani dengan kelembagaan non STA (D 2 ) dan keikutsertaan petani dalam penyuluhan (D 3 ) bernilai negatif. Keputusan petani untuk memanfaatkan STA dipengaruhi secara signifikan oleh jarak tempat tinggal petani dengan STA (X 4 ), tingkat pengetahuan petani tentang STA (D 1 ) dan ikatan informal petani dengan

6 28 kelembagaan non STA (D 2 ). Di antara tiga variabel yang signifikan, variabel pengetahuan petani tentang STA memiliki nilai odds ratio tertinggi yaitu 5,279 artinya peningkatan satu unit tingkat pengetahuan petani akan meningkatkan peluang untuk memanfaatkan STA sebesar 5,279 kali dibandingkan dengan yang tidak memanfaatkan STA. 5.3 Identifikasi stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan dan pemanfaatan STA serta Analisis kinerja STA Identifikasi stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan dan pemanfaatan STA serta analisis kinerja STA disajikan secara deskriptif dan dipaparkan dengan menggunakan kerangka analisis Struktur (Structure), Perilaku (Conduct) dan Kinerja (Performance) Struktur (Structure) Pasar Jumlah Pembeli dan Penjual Hasil pengamatan di lapang menunjukkan bahwa pemeran pasar dalam pemasaran sayuran di wilayah penelitian ada tiga yang meliputi petani sayur, pedagang pengumpul desa dan pedagang besar dari tempat yang jauh seperti Semarang, Jogja, Solo, Kebumen, Jakarta. Petani sayur yang jumlahnya cukup banyak, sebagian lebih memilih untuk menjual langsung ke pedagang besar di STA dan sebagian lebih memilih menjual hasil usahataninya kepada pedagang pengumpul desa, pedagang pengumpul desa ini kemudian menjual ke pedagang besar di STA. Dengan demikian saluran pemasaran sayuran dari petani sampai pedagang besar di STA dapat dirumuskan secara sederhana seperti terlihat dalam gambar 10. Petani sayur Pedagang pengumpul Pedagang besar Gambar 10. Saluran Pemasaran Sayuran di wilayah penelitian

7 29 Jumlah pedagang pengumpul yang menjual ke STA tidak terlalu banyak dan lebih banyak jumlah pedagang besar dari luar kota yang mencari dan membeli sayuran di STA, sehingga ketika pedagang pengumpul yang membawa sayuran dengan jumlah dan jenis yang relatif banyak ke STA, pedagang besar ini berebut untuk mendapatkan sayuran yang mereka bawa. Namun demikian, harga tidak beranjak naik karena pedagang besar ini sudah mempunyai patokan harga tersendiri berdasarkan informasi yang dimiliki dari STA lain. Berdasarkan jumlah pembeli dan penjual atau pemeran pasar ini, struktur pasar di STA adalah oligopoli Heterogenitas sayuran yang dipasarkan Hasil observasi terhadap sayuran yang diperdagangkan di rumah pedagang pengumpul, tempat penampungan dan di STA menunjukkan bahwa jenis sayuran relatif heterogen. Adanya heterogenitas sayuran yang diperdagangkan ini terlihat juga dari adanya kegiatan petani dan pedagang yang melakukan sortasi terhadap produk tersebut dan juga melakukan grading. Sebenarnya secara keseluruhan petani di sekitar STA menanam sayuran yang cocok di desanya, namun karena tingkat teknologi yang diterapkan, pengetahuan, ketrampilan dan permodalan petani yang berbeda, maka sayuran yang dihasilkan juga akan berbeda kualitasnya atau menjadi heterogen. Berdasarkan keragaman kualitas sayuran yang diperdagangkan, maka struktur pasar yang terjadi adalah struktur pasar oligopoli terdiferensiasi. Petani akan selalu bisa menaikkan harga jual hasil sayurannya sejalan dengan kemampuan menghasilkan sayuran yang lebih berkualitas dengan perbaikan teknologi, peningkatan pengetahuan/ketrampilan dalam bercocok tanam dan peningkatan jumlah modal yang dipakai dalam berusahatani Pengetahuan informasi pasar Informasi pasar yang dimiliki oleh pemeran pasar terbatas pada informasi jenis sayuran, harga, kuantitas dan kualitas. Dari tiga pemeran pasar yang paling banyak memiliki informasi pasar adalah pedagang besar dari luar daerah. Walaupun

8 30 antar pedagang ini saling bersaing dalam memperoleh barang dan keuntungan, tetapi sebenarnya antar mereka juga saling menolong terutama dalam memberi informasi dan juga mendapatkan barang dagangan. Untuk saling memberikan informasi dan pesan barang dagangan tertentu, mereka menggunakan telepon genggam (handphone/hp). Pedagang yang sedang berada di STA Sewukan misalnya dapat minta informasi kepada temannya yang sedang berada di STA Jetis, bicara langsung (telpon), kirim pesan singkat (SMS) ataupun kirim pesan gambar/foto sayuran (MMS). Bila keadaan memungkinkan kadang-kadang mereka juga bisa titip mencarikan barang sehingga antar pedagang tersebut bisa saling melengkapi dan memenuhi jumlah dan jenis sayuran yang mereka butuhkan untuk kemudian dijual lagi di daerah asal. Semisal, pedagang yang berada di STA Jetis dapat titip untuk dicarikan jenis sayuran tertentu kepada temannya yang sedang berada di STA Ngablak bila mereka bisa saling bertemu di satu tempat tertentu. Pedagang pengumpul desa memiliki informasi pasar yang relatif sedikit dibanding pedagang besar dari luar daerah. Informasi yang dimiliki adalah informasi yang diperoleh ketika sehari sebelumnya mereka menjual sayuran ke STA. Pedagang ini tidak bisa mendapat informasi banyak seperti yang terjadi pada pedagang besar karena memang tidak mempunyai hubungan dagang yang luas seperti halnya pedagang besar. Petani memiliki informasi pasar yang paling sedikit. Aktifitas utama petani adalah mengerjakan usaha taninya di lahan, sehingga mereka hampir tidak mengetahui apa yang terjadi di pasar. Secara terbatas mereka bisa saling berbagi informasi pasar dengan tetangga sebelah rumah, disamping itu untuk mendapatkan informasi, bila memungkinkan mereka terkadang juga pergi ke STA untuk melihat dan bertanya terutama tentang harga jual sayur yang terjadi hari itu (istilah setempat: ngindik harga), untuk kemudian mereka memutuskan untuk menjual sayuran ke STA atau tempat lain yang harganya lebih cocok. Yang lebih banyak terjadi adalah petani yang sama sekali tidak mempunyai informasi pasar, tetapi mereka langsung menjual

9 31 sayurannya ke pedagang pengumpul ataupun pedagang besar di STA, yang dapat menyebabkan harga jual yang diterima petani tidak bisa maksimal. Mengingat ketidak seimbangan pemilikan informasi antar pemeran pasar ini, maka perlu kiranya dirancang sebuah sistem informasi misalnya setiap STA diwajibkan untuk menyiarkan informasi pasar lewat jaringan internet, yang dapat diakses secara mudah oleh pedagang besar, pedagang pengumpul dan petani, disertai dengan pelatihan untuk mengaksesnya, bila di tingkat petani masih terlalu sulit mungkin bisa lewat kelompok tani Hambatan keluar masuk pasar Hambatan yang dimaksud adalah hambatan masuk bagi pedagang atau petani yang akan melakukan jual beli sayur di STA. Ada tiga hal yang dapat dikategorikan sebagai hambatan masuk ke STA. Hambatan pertama adalah adanya pungutan masuk bila seseorang akan menjual atau membeli produk di STA sesuai tarif seperti terlihat dalam tabel 5. Tabel 5. Jenis dan Tarif Pungutan di STA Sewukan Jenis pungutan Tarif (Rp) Keterangan Karcis masuk truk tiap masuk Karcis masuk Colt tiap masuk Karcis masuk Sepeda Motor tiap masuk Karcis pedagang kaki lima dan perorangan 500 tiap hari Iuran wajib kios tiap bulan Iuran wajib Los tiap bulan Sumber: Profil STA Sewukan (tanpa tahun) Hambatan kedua adalah kartu anggota. Setiap pedagang yang akan menjual dan atau membeli sayuran di STA diwajibkan memiliki kartu anggota. Dengan demikian tidak semua pedagang bisa dengan bebas keluar masuk sebuah STA untuk menjual atau membeli produk yang diperdagangkan di sana. Hambatan ke tiga adalah adanya larangan untuk memasukkan jenis sayuran tertentu yang sudah dihasilkan oleh petani setempat dalam jumlah besar. Karena hal

10 32 ini akan menekan harga jual yang diterima petani. Menurut pengelola STA Sewukan pernah terjadi ada pedagang besar membawa wortel satu kontainer masuk ke STA, waktu itu terjadinya bersamaan dengan kelangkaan wortel lokal sehingga harga wortel meningkat tajam, karena ada perhatian dari pengelola STA akhirnya wortel tersebut tidak jadi masuk ke STA Sewukan. Hambatan berupa kartu anggota dirasa perlu untuk diteruskan. Hambatan yang berupa retribusi tampak masih relatif rendah, dan bila mana masih diperlukan untuk perbaikan STA dan sistem pengelolaan masih bisa ditingkatkan. Hambatan yang perlu sekali dipertahankan adalah hambatan-hambatan yang diperlukan untuk mempertahankan atau bahkan memperbaiki kondisi perdagangan, seperti masuknya sayuran dari daerah lain ke STA, padahal petani setempat juga menghasilkan produk tersebut Perilaku (Conduct) Proses Jual Beli Sayuran Proses jual-beli sayurnya antara petani dan pedagang dilakukan dengan tiga cara, yaitu: jual-beli per satuan berdasarkan kualitas, jual-beli per satuan campuran, dan jual-beli borongan. Petani sayur banyak yang melakukan jual-beli hasil sayurnya dengan cara jual per satuan campuran yakni sebanyak 47 orang atau 67,14% dari seluruh sampel petani sedang yang menjual per satuan berdasarkan kualitas sebanyak 20 orang atau 28,57%. Data distribusi petani sampel menurut cara penjualan sayurnya dapat diikuti dalam tabel 6. Tabel 6. Distribusi responden petani menurut cara penjualan produk Cara penjualan Jumlah petani (jiwa) (%) 1. Dijual per satuan berdasarkan kualitas 20 28,57 2.Dijual per satuan campuran 47 67,14 3. Dijual borongan di lahan pada saat siap panen 3 4,29 Jumlah ,00 Sumber: Data diolah (2013)

11 33 Untuk pedagang, cara membeli sayurannya sering memilih lebih dari satu cara. Pedagang yang memilih cara beli per satuan berdasar kualitas ada 8 orang dari 10 orang sampel pedagang yang memberi jawaban atau 80% dan yang memilih cara beli per satuan campuran sebanyak lima orang dari enam orang yang memberi jawaban atau 83,33%. Data selengkapnya dapat diikuti dalam tabel 7. Tabel 7. Distribusi responden pedagang menurut cara pembelian sayuran dari petani menjawab Jumlah pedagang Cara pembelian sayuran (jiwa) (jiwa) (%) 1. Dibeli per satuan berdasarkan kualitas ,00 2. Dibeli per satuan campuran ,33 3. Dibeli borongan di lahan pada saat siap panen ,00 Sumber: Data diolah (2013) Dari ke tiga cara pembelian atau penjualan produk, yang terbaik adalah cara pembelian/penjualan per satuan berdasarkan kualitas. Dengan cara ini petani sayur akan bisa mendapatkan harga jual sesuai dengan kualitas sayuran yang dihasilkan dan pedagang akan mendapatkan barang dagangannya sesuai kualitas yanag diinginkan. Disamping itu cara ini akan meminimalisir terjadinya konflik antar mereka. Dengan demikian cara-cara melaksanakan standarisasi dan grading perlu dipahami oleh petani sayur dan pedagang Lembaga penentu harga Berdasarkan data dari lapang, ada tiga mekanisme penetapan harga jual yang terjadi yaitu dilakukan sepihak oleh pembeli yang dialami oleh 41 petani atau 58,57%, ditetapkan bersama dengan memperhatikan fluktuasi yang dialami oleh 16 orang atau 22,86% dan penetapan bersama tanpa memperhatikan fluktuasi yang dialami 30 petani atau 42,86%. Data selengkapnya dapat diikuti dalam tabel 8. Harga jual sayur yang diterima petani merupakan salah satu unsur yang sangat penting yang akan mempengaruhi pendapatan petani dari usahataninya, disamping tingkat produksi dan harga sarana produksi. Sama halnya dengan petani, pedagang

12 34 juga memperhatikan harga beli, dan pedagang berkepentingan dengan harga beli yang rendah. Karena kedua pihak ini sama-sama berkepentingan dengan harga, maka mekanisme penetapan harga perlu mendapat perhatian. Penetapan harga yang dilakukan secara sepihak oleh pedagang adalah tidak adil karena kepentingan petani kurang mendapat perhatian. Petani bisa merasa sangat dirugikan karena harga yang terjadi bisa tidak seimbang dengan biaya produksi yang dikeluarkan, dan petani tidak bisa mengelak karena produk sayuran kualitasnya cepat menurun, sehingga terpaksa petani harus segera menjualnya berapapun harga jual yang akan diterima. Dengan memperhatikan jumlah petani yang mengalami penetapan harga secara sepihak oleh pembelinya, maka masih dipandang perlu untuk melakukan advokasi terhadap petani. Tabel 8. Distribusi Responden Petani Menurut Mekanisme Penetapan Harga yang terjadi menjawab Respon Petani Mekanisme Penetapan Harga (jiwa) (jiwa) (%) 1. Ditetapkan secara sepihak oleh pembeli ,57 2. Ditetapkan berdasarkan kesepakatan ,86 bersama tanpa memperhitungkan fluktuasi harga yang terjadi di pasar 3. Ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama dan memperhitungakan fluktuasi harga yang terjadi di pasar Sumber: Data diolah (2013) Sistem Pembayaran ,86 Petani menerima pembayaran sayuran yang dijual dengan berbagai macam cara yaitu: cara tunai, cara bayar kemudian dan campuran. Yang paling banyak terjadi adalah petani menerima pembayaran dengan cara tunai yakni sebanyak 61 orang atau sebanyak 87,14%, yang menerima bayar kemudian sebanyak 7 orang atau 10% dan campuran sebanyak 2 orang atau 2,86%. Datanya dapat diikuti dalam tabel 9. Pembayaran dengan cara tunai adalah petani akan langsung mendapat uangnya ketika menyerahkan sayurannya kepada pedagang, sedang cara pembayaran

13 35 kemudian adalah saat pedagang menerima sayuran dari petani, pedagang tidak langsung membayarnya, tetapi masih menunggu setelah sayuran itu laku, yang biasanya memakan waktu satu atau dua hari berikutnya. Sebenarnya selisih waktu antara penyerahan barang dengan penyerahan uang pada cara bayar kemudian tidak terlalu lama, namun masih juga menimbulkan risiko seperti risiko tidak terbayar karena administrasi pedagang di lapangan yang tidak terlalu bagus, ataupun timbulnya kesulitan bagi petani yang memerlukan uang sangat mendesak untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan. Sehingga cara pembayaran ini sebaiknya diubah menjadi cara pembayaran tunai. Tabel 9. Distribusi responden petani menurut cara pembayaran yang diterima Cara pembayaran Respon petani (jiwa) (%) Tunai 61 87,14 Bayar kemudian 7 10,00 Campuran 2 2,86 Jumlah ,00 Sumber: Data diolah (2013) Kerjasama yang Terjalin antar Petani dan Lembaga Pemasaran Dilihat dari bentuk hubungan yang terjalin dengan pembeli, ada beberapa petani sayur yang menjual produknya kepada pembeli yang relatif tetap, sehingga terbentuk hubungan pelanggan, tetapi lebih banyak yang menjual produknya kepada pembeli bebas. Dari 70 responden yang diambil, ada 48 orang yang menjual produknya kepada pedagang pengumpul, 31 orang menjual produknya ke pada pedagang besar dan satu orang menjual produknya ke supermarket. Bentuk hubungan yang terjalin antara petani dengan pedagang pengumpul adalah pembeli bebas sebanyak 37 atau 77,08% dan pembeli berlangganan sebanyak 11 orang atau sebesar 22,92 %. Bentuk hubungan antara petani dengan pedagang besar adalah pembeli bebas sebanyak 23 orang atau 74,19% dan pembeli berlangganan sebanyak 8 orang

14 36 atau sebesar 25,81%. Data tentang pembeli dan bentuk hubungan yang terjalin antara petani dengan pembeli selengkapnya dapat diikuti dalam tabel 10. Tabel 10. Distribusi responden petani menurut hubungannya dengan pembeli Bentuk hubungan Jenis pembeli menjawab pembeli bebas Berlangganan (jiwa) (%) (Jiwa) (%) Pedagang pengumpul , ,92 Pedagang besar , ,81 Supermarket/hipermarket ,00 0 0,00 Sumber: Data diolah (2013) Pedagang pengumpul desa umumnya membeli sayuran di rumah, dan kemudian menjualnya ke pedagang besar di STA. Pedagang pengumpul semacam ini terdapat di STA Sewukan dan STA Jetis. Pedagang pengumpul yang aktif di STA Ngablak umumnya membeli sayuran dari petani di rumah, dan kemudian menjualnya kepada pedagang besar juga di rumahnya. Pedagang besar yang aktif di wilayah penelitian berasal dari berbagai kota yang dekat maupun yang jauh seperti Semarang, Solo, Kebumen, Jogja, Cirebon dan Jakarta. Untuk mencari produk, mereka mengunjungi satu demi satu STA yang relatif berdekatan seperti Pasar Cepogo, STA Jetis, STA Sewukan dan STA Ngablak, sampai mereka menganggap bahwa sayuran yang mereka cari sudah diperoleh, untuk dijual lagi kepada pedagang pengecer di kota tujuan Pelaksanaan Fungsi Pemasaran Secara umum fungsi pemasaran sayuran dipilah menjadi tiga yaitu fungsi transaksi, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Fungsi transaksi meliputi kegiatan penjualan dan pembelian. Fungsi pembelian dilakukan oleh pedagang untuk memperoleh barang dagangannya yang diperkirakan akan laku di daerahnya. Jumlah dan jenis sayuran yang dibeli tidak direncanakan secara detil, tetapi lebih didasarkan pada kebiasaan setiap harianya, apa yang ada di STA dan apa yang dibutuhkan di

15 37 daerah asalnya. Untuk mendapatkan barang yang dibeli, kadang-kadang pedagang mendatangi lebih dari satu STA sampai diperoleh barang yang dicarinya. Fungsi penjualan yang dilakukan oleh petani sayur memiliki beragam cara. Sebagian petani menjual ke pedagang pengumpul setempat dengan membawa sayurannya ke rumah pedagang pengumpul, bila jaraknya tidak terlalu jauh. Dengan cara ini antar mereka dapat melakukan tawar menawar harga. Sebagian petani lainnya yang juga menjual ke pedagang pengumpul hanya memberi tahukan bahwa dia akan menjual sayuran dan meminta agar sayuran tersebut diambil di tempat tertentu (dapat di lahannya ataupun di pinggir jalan yang akan dilalui pedagang pengumpul tersebut ketika akan menjual sayuran ke STA). Dengan cara ini harga sayuran akan ditentukan kemudian setelah pedagang pengumpul berhasil menjual sayuran tersebut. Ada juga petani sayur yang menjual sayurannya ke pedagang pengumpul setempat dengan mengantar sayurannya ke tempat penampungan yang disediakan oleh pedagang, kemudian pedagang besar mengambil sayuran tersebut dan menentukan harganya. Di hari berikutnya petani sayur baru mendapatkan bayaran yang ditetapkan sepihak oleh pedagang besar. Banyak juga petani yang menjual sayurannya ke pedagang besar yang berada di STA. Fungsi fisik lebih tepatnya kegiatan pasca panen yang dilakukan petani sayur meliputi: sortasi, grading, penyimpanan dan pengemasan. Petani yang melakukan sortasi sebanyak 52 orang atau 75,71 %. Kegiatan ini dapat dilakukan di lahan, di rumah ataupun di tempat penjualan produk (STA dan rumah pedagang pengumpul). Kegiatan grading dilakukan oleh 15 petani atau sebanyak 21,43%. Grading dilakukan secara sederhana oleh petani, berdasarakan kebiasaan yang standarnya sudah disetujui oleh pedagang. Standarisasi resmi yang berlaku umum untuk perdagangan sayuran di wilayah penelitian tidak ada. Kegiatan penyimpanan dilakukan oleh enam orang petani atau 8,57%. Kegiatan penyimpanan ini tentunya tidak ditujukan untuk jangka lama atau menanti harga baik, tetapi dilakukan sehari/dua hari karena petaninya memang belum siap menjual. Penyimpanan dengan pendinginan yang menggunakan peralatan modern dirasa belum perlu dilakukan untuk perdagangan sayuran antar

16 38 daerah, karena produknya memang segera laku terjual, dan biaya pendinginan juga sangat mahal. Peralatan pendinginan modern yang disediakan di STA Jetis saat ini menjadi mangkrak tidak terpakai, bahkan akhirnya difungsikan untuk menjadi gudang pisang tanpa memanfaatkan pendinginan dengan alasan biaya listriknya sangat tinggi. Kegiatan pengemasan dilakukan secara sederhana oleh petani, dengan menata sayurannya ke dalam keranjang ataupun karung yang disediakan di STA ataupun di rumah pedagang pengumpul. Data selengkapnya tentang distribusi responden menurut kegiatan pasca panen yang dilakukan dapat diikuti dalam tabel 11. Tabel 11. Distribusi responden menurut kegiatan pasca panen yang dilakukan Uraian respon petani (jiwa) (%) Sortasi 52 75,71 Grading 15 21,43 Penyimpanan tanpa pendingin 6 8,57 Penyimpanan dengan pendingin 0 0,00 Lainnya (pengemasan) 5 7,14 Sumber: Data diolah (2013) Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh petani sayur hampir-hampir tidak ada. Beberapa petani yang tempat tinggalnya tidak terlalu jauh dari STA mencoba mencari informasi harga di STA (ngindik harga), untuk kemudian dia memutuskan apakah akan menjual sayurannya ke STA terdekat atau ke tempat lain. Lain halnya dengan pelaksanaan fungsi informasi yang dilakukan oleh pedagang besar. Mereka dapat saling memberi dan menerima informasi yang diperlukan antar teman terdekatnya tentang berbagai hal seperti harga produk, ketersediaan produk, kualitas dan jenisjenis produk yang diperdagangkan di pasar eceran ataupun STA-STA lain yang belum dikunjungi.

17 Kinerja (Performance) Marjin Pemasaran Bagi pedagang, harga beli sayuran dagangannya lebih tertuju pada kemudahan untuk memperoleh barang dagangan. Makin tinggi harga beli yang dibayarkan akan makin mudah dia memperoleh barang dagangan. Sedangkan harga jual lebih tertuju pada kesulitan untuk menjual barang dagangannya. Makin tinggi harga jual yang diterima, makin sulit dia menjual barang dagangannya. Dalam kaitannya dengan keuntungan pedagang, lebih ditentukan oleh margin pemasaran, yakni selisih harga beli dengan harga jual, serta biaya pemasaran. Data lapangan menunjukkan bahwa margin pemasaran untuk komoditas dominan dalam nilai nominal tertinggi mencapai Rp 1000,00/kg yang terjadi pada sayuran tomat dan cabe dan terendah sebesar Rp 250,00/kg yang terjadi pada sayuran buncis. Nilai margin dalam persentase, yang tertinggi sebesar 33,33% yang terjadi pada sayuran tomat dan terendah sebesar 5,88% yang terjadi pada sayuran cabe. Data selengkapnya dapat diikuti dalam tabel 12. Tabel 12. Rerata margin pemasaran komoditas dominan yang dipasarkan pedagang Rerata harga Rerata harga beli Jenis komoditas jual Rerata margin (Rp) (Rp) (Rp) (%) Buncis 1.750, ,00 250,00 14,29 Cabe , , ,00 5,88 Kubis 1.228, ,00 357,00 29,07 Tomat 3.000, , ,00 33,33 Sumber: Data diolah (2013) Keuntungan Lembaga Pemasaran Biaya pemasaran sayuran antara lain dipakai untuk kegiatan: pengangkutan, penimbangan, sortasi, pengemasan, dan bongkar/muat. Untuk kegiatan penimbangan, sortasi, pengemasan dan bongkar muat besarnya biaya relatif sama, sedang untuk kegiatan transportasi, besarannya tergantung pada jarak tempuh dari daerah produsen

18 40 (petani sayur) sampai (STA) dan dari STA ke tempat konsumen akhir. Semakin jauh jarak tempuh, akan semakin tinggi biaya tranportasinya dan menyebabkan biaya pemasaran secara keseluruhan semakin besar. Dan seperti telah diuraikan ada dua jenis sayuran yang diperdagangkan di STA yang diteliti didatangkan dari luar daerah yakni kobis dan kentang, yang didatangkan dari Dieng. Kedua jenis sayuran tersebut bersama dengan sayuran lainnya akan dibawa ke tempat konsumen akhir seperti: Semarang, Kebumen, Solo, Salatiga, Joga, Cirebon dan Jakarta. Dengan demikian biaya pemasaran akan bervariasi antar komoditas. Biaya tertinggi terjadi pada sayuran cabe yang mencapai Rp 750/kg dan yang terendah terjadi pada sayuran buncis sebesar Rp 100/kg. Dari kegiatannya pedagang akan memperoleh keuntungan, yang merupakan selisih margin dengan biaya pemasaran. Dalam tabel 13, dari segi nominal keuntungan tertinggi terjadi pada sayuran tomat yang mencapai Rp 500/kg dan yang terendah terjadi pada sayuran buncis sebesar Rp 150/kg, sedang dari segi persentase biaya, keuntungan tertinggi terjadi untuk sayuran buncis sebesar 150% dan terendah pada sayuran cabe sebesar 33,33% Tabel 13. Rerata keuntungan pedagang dari komoditas dominan yang ditangani Jenis Komoditas Rerata margin Rerata biaya Rerata keuntungan pedagang (Rp) (Rp) (Rp) (%) Buncis 250,00 100,00 150,00 150,00 Cabe 1.000,00 750,00 250,00 33,33 Kubis 357,00 178,00 179,00 100,56 Tomat 1,000,00 500,00 500,00 100,00 Sumber: Data diolah (2013) Bagian yang Diterima oleh Petani (Farmer Share) Produk sayuran mempunyai tiga sifat yang akan mempengaruhi besarnya farmer share yaitu bersifat memakan tempat (bulky), kualitasnya cepat menurun (perishable) dan musiman. Sifat bulky mempengaruhi besaran biaya penanganan

19 41 fisik, penurunan kualitas mempengaruhi tingkat kerusakan dan sifat musiman mempengaruhi biaya penyimpanan. Ketiga sifat tersebut untuk produk sayuran yang diperdagangkan di STA relatif sama, sehingga bagian yang diterima petani juga relatif sama. Dalam tabel 14 terlihat bahwa dari empat komoditas dominan yang diperdagangkan, bagian yang diterima petani tertinggi terjadi pada sayuran cabe sebesar 94,44% dan terendah terjadi pada sayuran tomat sebesar 75%. Tabel 14. Rerata bagian yang diterima petani Jenis komoditas Rerata harga Rerata harga Bagian yang beli (Rp) jual (Rp) diterima petani (%) Buncis 1.750, ,00 87,50 Cabe , ,00 94,44 Kubis 1.228, ,00 77,48 Tomat 3.000, ,00 75,00 Sumber: Data diolah (2013) 5.4 Rumusan Model Awal dan Pedoman Pengembangan STA Model pengembangan STA disusun dengan tujuan untuk memperbaiki sistem pemasaran yang selama ini dihadapi dalam pemasaran komoditas pertanian, yaitu panjangnya rantai dan banyaknya kelembagaan pemasaran (pedagang pengumpul, pedagang perantara, pengecer) yang harus dilalui mulai dari titik transaksi di tingkat petani (sentra produksi) sampai ke konsumen akhir (sentra konsumen) seperti digambarkan berikut:

20 42 Gambar 11. Rantai Pemasaran Komoditas Pertanian STA dikembangkan dengan maksud untuk meningkatkan pendapatan petani dengan memotong atau memperpendek rantai pemasaran, sehingga tercapai suatu efisiensi pemasaran dan sebaran marjin yang lebih baik, seperti pada gambar berikut: Gambar 12. Sistem Pemasaran STA/TA

21 43 Dengan adanya STA, petani memiliki alternatif untuk menjual hasil produksinya, bisa dijual langsung seperti sistem lama yaitu ke pedagang pengumpul/perantara di sentra produksi (desa, kecamatan) atau langsung dijual ke STA/TA. Dari hasil penelitian, petani sayur yang jumlahnya cukup banyak, sebagian lebih memilih untuk menjual langsung ke pedagang besar di STA dan sebagian lebih memilih menjual hasil usahataninya kepada pedagang pengumpul desa, pedagang pengumpul desa ini kemudian menjual ke pedagang besar di STA, sehingga peran pedagang di STA masih dominan, yang menyebabkan struktur pasar persaingan sempurna masih sulit untuk diwujudkan. Untuk itu diperlukan mekanisme pemasaran dengan pilahan peran seperti digambarkan berikut: Gambar 13. Mekanime Pengembangan STA/TA Pengembangan STA/TA merupakan serangkaian proses yang terdiri dari beberapa tahap seperti berikut:

22 44 Studi Kelayakan Perancangan Awal terhadap STA-TA pada Lokasi tertentu Output: Rekomendasi Konseptual TAHAP 1 TAHAP 2 Penyusunan Business Plan Perancangan rinci terhadap sistem distribusi, sarana fisik dan sistem operasi/ manajemen Sosialisasi Promosi Evaluasi Konstruksi (Sistem STA-TA, di wilayah produksi, di pasar) Promosi Evaluasi TAHAP 3 TAHAP 4 Operasi Output: Infrastruktur Fisik Kelembagaan STA dan TA Gambar 14. Tahapan Pengembangan STA/TA Dasar Pemikiran: Pembangunan dan pengembangan STA sebagai institusi pelayanan pemasaran diperlukan bagi pengembangan agribisnis, pembangunan sistem dan usaha-usaha berbasiskan agribisnis di setiap wilayah, karena itu upaya pembangunan dan pengembangan perlu terus dilakukan Model STA dapat bervariasi berdasarkan karakteristik dan jenis komoditi, kondisi pelaku agribisnis, pola pengembangan agribisnis, pemilik dan pengelola STA Pengertian Sub Terminal Agribisnis (STA): adalah suatu kompleks bangunan pelayanan pemasaran di sentra produksi yang dikelola oleh suatu badan usaha Fungsi STA: 1. Tempat transaksi yang aman dan nyaman serta higienis bagi hasil-hasil pertanian, baik transaksi fisik (lelang, langganan, spot, gadai) maupun non fisik (kontrak, pesanan, future market, virtual market);

23 45 2. Pembinaan mutu, pelayanan informasi, penyediaan sarana produksi, tempat promosi Manfaat: 1. Meningkatkan pendapatan petani produsen, pedagang dan pengolah melalui perolehan nilai tambah dari kegiatan grading, sortasi, pengemasan, pengolahan, perbaikan distribusi, pelayanan pemasaran hasil agribisnis dan efisiensi perolehan sarana produksi. 2. Memperlancar kegiatan dan meningkatkan efisiensi pemasaran komoditas agribisnis. 3. Mempermudah pembinaan mutu hasil agribisnis 4. Mengubah pola pikir petani ke arah pola pikir agribisnis 5. Meningkatkan keunggulan bersaing produk hasil-hasil agribisnis 6. Meningkatkan pendapatan asli daerah Tujuan 1. Meningkatkan efisiensi pasar 2. Memperkuat posisi tawar petani 3. Sumber informasi pasar 4. Meningkatkan nilai tambah produk 5. Menambah segmentasi pasar 6. Meningkatkan mutu dan sanitasi pasar 7. Pembinaan pelaku pasar 8. Pengendali pasokan Peranan: 1. Pembentukan harga 2. Distribusi 3. Penyelesaian transaksi 4. Sumber informasi 5. Peranan lainnya (sertifikasi, penyimpanan, karantina, dsb)

24 46 Sarana dan Prasarana 1. Transaksi hasil-hasil pertanian: Tempat transaksi sesuai cara transaksinya Timbangan, keranjang, boks dan sarana lainnya Ruang administrasi dan keuangan (kasir) Tempat bongkar muat 2. Distribusi Sarana transportasi, gudang, cool room, cool storage, keranjang, boks 3. Komunikasi/informasi Telepon/fax, komputer, operator, internet 4. Promosi: Ruang promosi, display, tempat peragaan contoh produk 5. Peningkatan dan jaminan mutu Sanitasi, air bersih Tempat dan sarana sortasi, grading dan pengemasan Pembinaan dan pengujian mutu produk 6. Sarana pendukung lainnya: Penyediaan sarana produksi Rumah makan/kios Penginapan/tempat istirahat Kebersihan lingkungan Lembaga keuangan Program Pengembangan: 1. Penyediaan Lahan Kebijakan penyediaan lahan untuk pendirian dan infrastruktur STA disesuaikan dengan kebutuhan jangka panjang dan merupakan tanggung jawan Kementerian Pertanian, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Daerah/Kota 2. Tata Ruang, operasional dan pengelolaan

25 47 Lahan: 30% bangunan fisik, 20% ruang terbuka dan 50% prasarana lainnya Tidak boleh lebih 20% di luar penjualan hasil pertanian Tidak ada hak kepemilikan Bila selama 3 bulan tidak ada kegiatan, hak sewa diserahkan ke petani/pedagang lainnya Pemilik dan pengelola tidak mengutamakan komersialisasi

KAJIAN PEMASARAN SAYURAN DI SUB TERMINAL AGRIBISNIS (STA) WILAYAH JAWA TENGAH DITINJAU DARI STRUKTUR PERILAKU KINERJA 1 ABSTRACT

KAJIAN PEMASARAN SAYURAN DI SUB TERMINAL AGRIBISNIS (STA) WILAYAH JAWA TENGAH DITINJAU DARI STRUKTUR PERILAKU KINERJA 1 ABSTRACT ISBN: 978-979-98438-8-3 KAJIAN PEMASARAN SAYURAN DI SUB TERMINAL AGRIBISNIS (STA) WILAYAH JAWA TENGAH DITINJAU DARI STRUKTUR PERILAKU KINERJA 1 Yuliawati, Georgius Hartono Fakultas Pertanian dan Bisnis

Lebih terperinci

LAPORAN TAHUNAN/AKHIR PENELITIAN HIBAH BERSAING

LAPORAN TAHUNAN/AKHIR PENELITIAN HIBAH BERSAING LAPORAN TAHUNAN/AKHIR PENELITIAN HIBAH BERSAING REKONSTRUKSI MODEL KELEMBAGAAN SUB TERMINAL AGRIBISNIS (STA) BERBASIS STRUCTURE CONDUCT PERFORMANCE (SCP) DI JAWA TENGAH Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Sistem dan Pola Saluran Pemasaran Bawang Merah Pola saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes terbentuk dari beberapa komponen lembaga pemasaran, yaitu pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran Pemasaran Cabai Rawit Merah Saluran pemasaran cabai rawit merah di Desa Cigedug terbagi dua yaitu cabai rawit merah yang dijual ke pasar (petani non mitra) dan cabai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber pertumbuhan ekonomi yang sangat potensial dalam pembangunan sektor pertanian adalah hortikultura. Seperti yang tersaji pada Tabel 1, dimana hortikultura yang termasuk

Lebih terperinci

VII ANALISIS PEMASARAN KEMBANG KOL 7.1 Analisis Pemasaran Kembang Kol Penelaahan tentang pemasaran kembang kol pada penelitian ini diawali dari petani sebagai produsen, tengkulak atau pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tiga desa di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur yaitu Desa Ciherang, Cipendawa, dan Sukatani. Pemilihan lokasi dilakukan

Lebih terperinci

VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA

VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA 6.1. Lembaga Tataniaga Nenas yang berasal dari Desa Paya Besar dipasarkan ke pasar lokal (Kota Palembang) dan ke pasar luar kota (Pasar Induk Kramat Jati). Tataniaga nenas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Sub Terminal Agribisnis (STA) merupakan sarana pusat informasi dan komoditi produksi unggulan pertanian dan tempat untuk mempertemukan pengusaha/pedagang dengan

Lebih terperinci

Tabel 1. State of the Art dalam bidang yang diteliti. studi pustaka (telaah dokumen), deskriptif

Tabel 1. State of the Art dalam bidang yang diteliti. studi pustaka (telaah dokumen), deskriptif 8 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 State of The Art Untuk mengetahui kebaruan (novelties) penelitian yang dilakukan, mencegah dan menghindari duplikasi, replikasi dan plagiasi, berikut ditampilkan hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO. memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen.

BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO. memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen. BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO Pemasaran adalah suatu runtutan kegiatan atau jasa yang dilakukan untuk memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen. Kelompok

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Sampel Penelitian ini dilakukan di Desa Namoriam dan Desa Durin Simbelang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Penentuan daerah

Lebih terperinci

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR 7.1. Analisis Struktur Pasar Struktur pasar nenas diketahui dengan melihat jumlah penjual dan pembeli, sifat produk, hambatan masuk dan keluar pasar,

Lebih terperinci

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK 56 TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA Agus Trias Budi, Pujiharto, dan Watemin Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuhwaluh

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1 Konsep Tataniaga Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya melibatkan individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian LAMPIRAN 54 55 Lampiran 1. Kuesioner Penelitian KUESIONER PENELITIAN HIBAH BERSAING TAHUN 2013 REKONSTRUKSI MODEL KELEMBAGAAN SUB TERMINAL AGRIBISNIS (STA) BERBASIS STRUCTURE CONDUCT PERFORMANCE (SCP)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Tempat Penelitian 4.1.1 Lokasi dan Keadaan Umum Pasar Ciroyom Bermartabat terletak di pusat Kota Bandung dengan alamat Jalan Ciroyom-Rajawali. Pasar Ciroyom

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk 28 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasiona Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam pengembangan agribisnis hortikultura, permasalahan klasik yang masih saja muncul adalah pemasaran. Masalah ini timbul karena banyaknya pihak yang terlibat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini 33 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini menggunakan metode sensus. Pengertian sensus dalam penelitian

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006) tataniaga dapat didefinisikan sebagai tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR

BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR 6.1 Gambaran Lokasi Usaha Pedagang Ayam Ras Pedaging Pedagang di Pasar Baru Bogor terdiri dari pedagang tetap dan pedagang baru yang pindah dari

Lebih terperinci

TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN

TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN TATANIAGA PERTANIAN Tataniaga Pertanian atau Pemasaran Produk-Produk Pertanian (Marketing of Agricultural), pengertiannya berbeda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data strategis Kabupaten Semarang tahun 2013, produk sayuran yang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data strategis Kabupaten Semarang tahun 2013, produk sayuran yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Semarang memiliki potensi yang besar dari sektor pertanian untuk komoditas sayuran. Keadaan topografi daerah yang berbukit dan bergunung membuat Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari Produk Domestik Bruto (PDB) dimana sektor pertanian menduduki posisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peran yang sangat strategis dalam mendukung perekonomian nasional. Di sisi lain

I. PENDAHULUAN. peran yang sangat strategis dalam mendukung perekonomian nasional. Di sisi lain I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan produksi dan distribusi komoditi pertanian khususnya komoditi pertanian segar seperti sayur mayur, buah, ikan dan daging memiliki peran yang sangat strategis

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2017 sampai April 2017.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian diartikan sebagai rangkaian berbagai upaya untuk meningkatkan pendapatan petani, menciptakan lapangan kerja, mengentaskan kemiskinan, memantapkan

Lebih terperinci

BAB 2 KERANGKA PEMIKIRAN ANALITIS

BAB 2 KERANGKA PEMIKIRAN ANALITIS BAB 2 KERANGKA PEMIKIRAN ANALITIS 2.1. Kerangka Teoritis Pada bagian ini dibahas mengenai teori kelembagaan pasar, pemasaran dan peningkatan kesejahteraan petani yang berguna dalam pembahasan hasil penelitian.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB 4. METODE PENELITIAN 16 BAB 4. METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Selaras dengan latar belakang dan tujuan yang ingin dicapai, fokus penelitian ini bertumpu pada upaya rekonstruksi (penyusunan kembali) model pengembangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Saluran Pemasaran, dan Fungsi Pemasaran Saluran pemasaran jagung menurut Soekartawi (2002) merupakan aliran barang dari produsen kepada konsumen. Saluran pemasaran jagung

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI LAPORAN KEGIATAN KAJIAN ISU-ISU AKTUAL KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN 2013 ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI Oleh: Erwidodo PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi dalam upaya pemulihan dan pertumbuhan ekonomi. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi dalam upaya pemulihan dan pertumbuhan ekonomi. Salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian khususnya tanaman hortikultura selama ini mempunyai peluang yang besar, tidak hanya sebagai penyedia bahan pangan bagi penduduk Indonesia yang saat

Lebih terperinci

BAB. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Kecamatan Ambarawa Kecamatan Bandungan Kecamatan Sumowono 4824 ha. Sumowono. Bawen. Bergas.

BAB. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Kecamatan Ambarawa Kecamatan Bandungan Kecamatan Sumowono 4824 ha. Sumowono. Bawen. Bergas. BAB. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Secara administratif Kabupaten Semarang terbagi menjadi 19 Kecamatan, 27 Kelurahan dan 208 desa. Batas-batas Kabupaten Semarang adalah

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini didasari oleh teori-teori mengenai konsep sistem tataniaga; konsep fungsi tataniaga; konsep saluran dan

Lebih terperinci

PERAN PEDAGANG PENGUMPUL DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA. Husnarti Dosen Agribisnis Faperta UMSB. Abstrak

PERAN PEDAGANG PENGUMPUL DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA. Husnarti Dosen Agribisnis Faperta UMSB. Abstrak PERAN PEDAGANG PENGUMPUL DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA Husnarti Dosen Agribisnis Faperta UMSB Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran pedagang di Kabupaten Lima Puluh Kota. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman hortikultura meliputi tanaman sayuran, buah-buahan, dan tanaman

I. PENDAHULUAN. Tanaman hortikultura meliputi tanaman sayuran, buah-buahan, dan tanaman 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tanaman hortikultura meliputi tanaman sayuran, buah-buahan, dan tanaman hias (bunga). Sayuran merupakan salah satu bahan makanan yang dibutuhkan oleh tubuh,

Lebih terperinci

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

VI HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran dan Lembaga Tataniaga Dalam menjalankan kegiatan tataniaga, diperlukannya saluran tataniaga yang saling tergantung dimana terdiri dari sub-sub sistem atau fungsi-fungsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR TA ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI

LAPORAN AKHIR TA ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI LAPORAN AKHIR TA. 2013 ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAII EKONOMI TINGG GI Oleh: Henny Mayrowani Nur Khoiriyahh Agustin Dewa Ketut Sadra Swastika Miftahul Azis Erna Maria Lokollo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang beriklim tropis dan relatif subur. Atas alasan demikian Indonesia memiliki kekayaan flora yang melimpah juga beraneka ragam.

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAYURAN WORTEL DI SUB TERMINAL AGRIBISNIS (STA) KABUPATEN KARANGANYAR

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAYURAN WORTEL DI SUB TERMINAL AGRIBISNIS (STA) KABUPATEN KARANGANYAR ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAYURAN WORTEL DI SUB TERMINAL AGRIBISNIS (STA) KABUPATEN KARANGANYAR Wayan Cahyono, Kusnandar, Sri Marwanti Magister Agribisnis Program Pascasarjana UNS id@hostinger.com Abstrak

Lebih terperinci

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT 55 VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT Bab ini membahas sistem pemasaran rumput laut dengan menggunakan pendekatan structure, conduct, dan performance (SCP). Struktur pasar

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006), istilah tataniaga dan pemasaran merupakan terjemahan dari marketing, selanjutnya tataniaga

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

BOKS LAPORAN SURVEI LAPANGAN PRODUKSI DAN PEMBENTUKAN HARGA KOMODITAS CABAI DI KABUPATEN MAGELANG DAN WONOSOBO

BOKS LAPORAN SURVEI LAPANGAN PRODUKSI DAN PEMBENTUKAN HARGA KOMODITAS CABAI DI KABUPATEN MAGELANG DAN WONOSOBO BOKS LAPORAN SURVEI LAPANGAN PRODUKSI DAN PEMBENTUKAN HARGA KOMODITAS CABAI DI KABUPATEN MAGELANG DAN WONOSOBO I. Latar Belakang Dalam keranjang IHK, komoditas cabai direpresentasikan oleh komoditas cabai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan masyarakat Indonesia adalah bawang merah ( Allium ascalonicum ). Banyaknya manfaat yang dapat diambil dari

Lebih terperinci

AGRITECH : Vol. XVII No. 1 Juni 2015 : ISSN :

AGRITECH : Vol. XVII No. 1 Juni 2015 : ISSN : AGRITECH : Vol. XVII No. 1 Juni 2015 : 11 23 ISSN : 1411-1063 ANALISIS SWOT TATANIAGA SAYURAN DATARAN TINGGI BERBASIS KELEMBAGAAN SUB TERMINAL AGRIBISNIS (STA) Pujiharto 1) dan Sri Wahyuni 2) 1) Fakultas

Lebih terperinci

KINERJA PEMASARAN JERUK SIAM DI KABUPATEN JEMBER, JAWA TIMUR (Marketing Work of Tangerine in Jember Regency, East Java)

KINERJA PEMASARAN JERUK SIAM DI KABUPATEN JEMBER, JAWA TIMUR (Marketing Work of Tangerine in Jember Regency, East Java) KINERJA PEMASARAN JERUK SIAM DI KABUPATEN JEMBER, JAWA TIMUR (Marketing Work of Tangerine in Jember Regency, East Java) Lizia Zamzami dan Aprilaila Sayekti Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara tradisional Indonesia adalah negara agraris yang banyak bergantung pada aktivitas dan hasil pertanian, dapat diartikan juga sebagai negara yang mengandalkan sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di Indonesia. Selain sebagai sumber pendapatan masyarakat tani pekebun,

I. PENDAHULUAN. di Indonesia. Selain sebagai sumber pendapatan masyarakat tani pekebun, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karet merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting peranannya di Indonesia. Selain sebagai sumber pendapatan masyarakat tani pekebun, komoditas ini juga memberikan

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran Tataniaga Saluran tataniaga sayuran bayam di Desa Ciaruten Ilir dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul

Lebih terperinci

SISTEM PEMASARAN AGRIBISNIS Sessi 4

SISTEM PEMASARAN AGRIBISNIS Sessi 4 SISTEM PEMASARAN AGRIBISNIS Sessi 4 Pemasaran Aliran produk secara fisis dan ekonomik dari produsen melalui pedagang perantara ke konsumen. Suatu proses sosial dan manajerial yang membuat individu/kelompok

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2. 1. Tinjauan Pustaka Banyak ahli yang mencoba membuat definisi dari persepsi. Beberapa di antaranya adalah: 1. Persepsi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura sebagai salah satu subsektor pertanian memiliki peran yang cukup strategis dalam perekonomian nasional. Hal ini tercermin dari perannya sebagai pemenuh kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia, pertanian sayuran sudah cukup lama dikenal dan dibudidayakan.

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia, pertanian sayuran sudah cukup lama dikenal dan dibudidayakan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia, pertanian sayuran sudah cukup lama dikenal dan dibudidayakan. Penanaman komoditas sayuran tersebar luas di berbagai daerah yang cocok agroklimatnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi bagi tingkat inflasi di beberapa wilayah di Indonesia. Solopos

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi bagi tingkat inflasi di beberapa wilayah di Indonesia. Solopos BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sayuran adalah komoditas penting, dimana harganya memberikan kontribusi bagi tingkat inflasi di beberapa wilayah di Indonesia. Solopos (2016) dalam beritanya mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di daerah tropis karena dilalui garis khatulistiwa. Tanah yang subur dan beriklim tropis

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang 46 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

Jurnal UNIERA Volume 2 Nomor 2; ISSN

Jurnal UNIERA Volume 2 Nomor 2; ISSN Pengaruh Biaya Pemasaran Terhadap Tingkat Pendapatan Petani Kopra Di Kecamatan Tobelo Selatan Kabupaten Halmehara Utara Stefen Popoko * Abstrak Kecamatan Tobelo Selatan, Kabupaten Halmahera Utara merupakan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis 2.2. Sistem Tataniaga dan Efisiensi Tataniaga

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis 2.2. Sistem Tataniaga dan Efisiensi Tataniaga II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis Kubis juga disebut kol dibeberapa daerah. Kubis merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan pada sektor agribisnis yang dapat memberikan sumbangan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. berhubungan dengan penelitian. terdiri dari sawi, kol, wortel, kentang, dan tomat.

III. METODE PENELITIAN. berhubungan dengan penelitian. terdiri dari sawi, kol, wortel, kentang, dan tomat. 33 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional 1. Konsep Dasar Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk yang digunakan untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

Lanjutan Pemasaran Hasil Pertanian

Lanjutan Pemasaran Hasil Pertanian Lanjutan Pemasaran Hasil Pertanian BIAYA, KEUNTUNGAN DAN EFISIENSI PEMASARAN 1) Rincian Kemungkinan Biaya Pemasaran 1. Biaya Persiapan & Biaya Pengepakan Meliputi biaya pembersihan, sortasi dan grading

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN KEDELAI

ANALISIS PEMASARAN KEDELAI ANALISIS PEMASARAN KEDELAI Bambang Siswadi Universitas Islam Malang bsdidiek171@unisma.ac.id ABSTRAK. Tujuan Penelitian untuk mengetahui saluran pemasaran dan menghitung margin serta menganalisis efisiensi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , ,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , , V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur petani responden Umur Petani merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada aktivitas di sektor pertanian. Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang dibutuhkan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2008) 1 komoditi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1. Pasar dan Pemasaran Pasar secara sederhana dapat diartikan sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk bertukar barang-barang mereka. Pasar merupakan suatu yang sangat

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR ANALISIS BERBAGAI BENTUK KELEMBAGAAN PEMASARAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP PENINGKATAN USAHA KOMODITAS PERTANIAN. Oleh :

LAPORAN AKHIR ANALISIS BERBAGAI BENTUK KELEMBAGAAN PEMASARAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP PENINGKATAN USAHA KOMODITAS PERTANIAN. Oleh : LAPORAN AKHIR ANALISIS BERBAGAI BENTUK KELEMBAGAAN PEMASARAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP PENINGKATAN USAHA KOMODITAS PERTANIAN Oleh : Adang Agustian Armen Zulham Syahyuti Herlina Tarigan Ade Supriatna Yana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertaniannya langsung kepada pedagang pengecer dan konsumen. Di dalam

I. PENDAHULUAN. pertaniannya langsung kepada pedagang pengecer dan konsumen. Di dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Petani produsen di Indonesia tidak biasa memasarkan produk hasil pertaniannya langsung kepada pedagang pengecer dan konsumen. Di dalam sistem agribisnis di Indonesia,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. mall, plaza, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya; Pasar Tradisional adalah

TINJAUAN PUSTAKA. mall, plaza, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya; Pasar Tradisional adalah TINJAUAN PUSTAKA Pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plaza, pusat perdagangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian unggulan yang memiliki beberapa peranan penting yaitu dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Definisi Pedagang Karakteristik pedagang adalah pola tingkah laku dari pedagang yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana pedagang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum pemasaran adalah proses aliran barang yang terjadi di dalam pasar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum pemasaran adalah proses aliran barang yang terjadi di dalam pasar. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tataniaga Pertanian Secara umum pemasaran adalah proses aliran barang yang terjadi di dalam pasar. Pemasaran adalah kegiatan mengalirkan barang dari produsen ke konsumen akhir

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Profil Sentra Produksi Pisang di Lampung. Tanjung Karang merupakan Ibukota sekaligus pusat pemerintahan provinsi Lampung, sebagai salah satu provinsi sentra produksi utama

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Pola Distribusi Pemasaran Cabai Distribusi adalah penyampaian aliran barang dari produsen ke konsumen atau semua usaha yang mencakup kegiatan arus barang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan. Pengembangan hortikuktura diharapkan mampu menambah pangsa pasar serta berdaya

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor Pertanian memegang peranan penting dalam struktur perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang berperan dalam pembentukan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.

METODE PENELITIAN. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode ini secara garis besar merupakan kegiatan penelitian yang hendak membuat gambaran

Lebih terperinci

ANALISIS SALURAN PEMASARAN KELAPA (Cocos nucifera L) (Suatu Kasus di Desa Ciakar Kecamatan Cijulang Kabupaten Pangandaran) Abstrak

ANALISIS SALURAN PEMASARAN KELAPA (Cocos nucifera L) (Suatu Kasus di Desa Ciakar Kecamatan Cijulang Kabupaten Pangandaran) Abstrak ANALISIS SALURAN PEMASARAN KELAPA (Cocos nucifera L) (Suatu Kasus di Desa Ciakar Kecamatan Cijulang Kabupaten Pangandaran) Oleh: Ridwana 1, Yus Rusman 2, Mochammad Ramdan 3 1) Mahasiswa Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian di masa depan. Globalisasi dan liberalisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan oleh banyaknya penduduk dan tenaga

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkebunan sebagai bagian dari sektor pertanian memiliki peranan yang cukup besar pada perekonomian negara Indonesia. Salah satu andalan perkebunan Indonesia

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN PENAMPILAN PASAR OUTPUT DAN PASAR INPUT KEDELAI LOKAL DI DESA MLORAH PENDAHULUAN

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN PENAMPILAN PASAR OUTPUT DAN PASAR INPUT KEDELAI LOKAL DI DESA MLORAH PENDAHULUAN P R O S I D I N G 369 ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN PENAMPILAN PASAR OUTPUT DAN PASAR INPUT KEDELAI LOKAL DI DESA MLORAH Excel Virgi Swastika¹, Nur Baladina² 1 Mahasiswa Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian,

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani. keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan selama

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani. keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan selama BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani Soeharjo dan Patong (1973), mengemukakan definisi dari pendapatan adalah keuntungan yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

Karakteristik Produk Hasil Pertanian

Karakteristik Produk Hasil Pertanian Karakteristik Produk Hasil Pertanian Teknologi Penanganan dan Pengolahan Hasil Pertanian Mas ud Effendi Klasifikasi Produk Hasil Pertanian Tanaman Tanaman Pangan : Padi dan palawija Tanaman hortikultura

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan bahwa

Lebih terperinci

AGRISTA : Vol. 3 No. 3 September 2015 : Hal ISSN

AGRISTA : Vol. 3 No. 3 September 2015 : Hal ISSN ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN KUBIS DI KABUPATEN MAGETAN (STUDI KASUS DI KECAMATAN PLAOSAN) Lia Indriyani 1, Endang Siti Rahayu 2, Suprapto 3 Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas

Lebih terperinci

Sosio Ekonomika Bisnis Vol 18. (2) 2015 ISSN Tinur Sulastri Situmorang¹, Zulkifli Alamsyah² dan Saidin Nainggolan²

Sosio Ekonomika Bisnis Vol 18. (2) 2015 ISSN Tinur Sulastri Situmorang¹, Zulkifli Alamsyah² dan Saidin Nainggolan² ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAWI MANIS DENGAN PENDEKATAN STRUCTURE, CONDUCT, AND PERFORMANCE (SCP) DI KECAMATAN JAMBI SELATAN KOTA JAMBI Tinur Sulastri Situmorang¹, Zulkifli Alamsyah² dan Saidin Nainggolan²

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA BERAS

ANALISIS TATANIAGA BERAS VI ANALISIS TATANIAGA BERAS Tataniaga beras yang ada di Indonesia melibatkan beberapa lembaga tataniaga yang saling berhubungan. Berdasarkan hasil pengamatan, lembagalembaga tataniaga yang ditemui di lokasi

Lebih terperinci

Boks 1. Pembentukan Harga Ikan Sungai di Kota Palangka Raya

Boks 1. Pembentukan Harga Ikan Sungai di Kota Palangka Raya Boks Pola Pembentukan Harga Ikan Sungai di Kota Palangka Raya Pendahuluan Berdasarkan kajian dengan menggunakan metode Principal Component Analysis (PCA), diperoleh temuan bahwa kelompok komoditas yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional dewasa ini salah satunya diprioritaskan pada bidang ketahanan pangan, sehingga pemerintah selalu berusaha untuk menerapkan kebijakan dalam peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Dalam rangka memasuki era globalisasi terdapat dua ha1 strategis yang

I. PENDAHULUAN Dalam rangka memasuki era globalisasi terdapat dua ha1 strategis yang I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam rangka memasuki era globalisasi terdapat dua ha1 strategis yang perlu diperhatikan, yaitu perdagangan bebas dan globalisasi informasi. Dalam rangka perdagangan bebas

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PASAR BUNGA RAWABELONG

V. GAMBARAN UMUM PASAR BUNGA RAWABELONG V. GAMBARAN UMUM PASAR BUNGA RAWABELONG 5.1. Pasar Bunga Rawabelong 5.1.1. Sejarah Pasar Bunga Rawabelong Pasar Bunga Rawabelong merupakan salah satu pasar yang dijadikan Pusat Promosi dan Pemasaran Hortikultura.

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) DI KOTA PEKANBARU

ANALISIS PEMASARAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) DI KOTA PEKANBARU ANALISIS PEMASARAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) DI KOTA PEKANBARU MARKETING ANALYSIS OF WHITE OYSTER MUSHROOM (Pleurotus ostreatus) IN PEKANBARU CITY Wan Azmiliana 1), Ermi Tety 2), Yusmini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah)

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung (Zea mays L) merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki peran penting yaitu sebagai makanan manusia dan ternak. Indonesia merupakan salah satu penghasil

Lebih terperinci