BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berlimpah seperti udang, bekicot, dan kepiting. Sebagai salah satu pengekspor

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berlimpah seperti udang, bekicot, dan kepiting. Sebagai salah satu pengekspor"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki hasil laut yang berlimpah seperti udang, bekicot, dan kepiting. Sebagai salah satu pengekspor udang terbesar, Indonesia juga menghasilkan banyak limbah dari cangkang udang. Limbah udang biasanya dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak dan sebagian besar lagi belum dimanfaatkan sehingga menjadi masalah yang cukup berarti bagi pabrik pengolah udang. Namun, seiring dengan semakin majunya i1mu pengetahuan, limbah udang dapat dijadikan bahan untuk membuat kitin dan kitosan sehingga bernilai ekonomi lebih tinggi (Fahmi, 1997). Kitosan merupakan biopolimer alam berupa polisakarida linier yang tersusun atas monomer-monomer D-glukosamin dan N-asetil-D-glukosamin yang terhubung oleh ikatan (1,4)-β-glikosidik (Fernandez-Kim, 2004). Kitosan didapatkan dari proses deasetilasi kitin. Cangkang bekicot mengandung senyawa kitin antara 70% - 80%, sedangkan cangkang udang mengandung senyawa kitin sebanyak 15% - 20% (Srijanto, 2003). Kitosan telah banyak digunakan diberbagai bidang, seperti pertanian, farmasi, kesehatan, dan nanoteknologi. Penggunaan kitosan sebagai polimer dalam formulasi nanopartikel telah banyak diteliti karena kitosan memiliki banyak kelebihan, antara lain mukoadesif, biokompatibel, biodegradable, non toksik, dan tingkat imunogenisitas yang rendah di dalam tubuh. Namun, kitosan memiliki 1

2 2 berat molekul yang besar, viskositas yang tinggi, dan kelarutan yang rendah sehingga membatasi dalam penggunaannya. Menurut Kouchak et al. tahun 2012, formulasi nanopartikel menggunakan kitosan viskositas sedang menghasilkan ukuran partikel yang lebih kecil dan entrapment efficiency yang lebih besar dibandingkan menggunakan kitosan dengan viskositas kecil dan kitosan viskositas besar. Strategi untuk menurunkan berat molekul kitosan yaitu melalui radiasi sinar gamma. Kitosan sebagai polimer alam juga memiliki panjang polimer yang bervariasi sehingga dalam formulasi nanopartikel dapat menghasilkan ukuran partikel yang tidak seragam. Oleh karena itu, radiasi sinar gamma juga diharapkan dapat memotong polimer kitosan menjadi oligomer kitosan yang lebih seragam sehingga kitosan yang dihasilkan dari radiasi sinar gamma dapat terstandarisasi. Pada penelitian ini digunakan polimer kitosan BATAN yang telah diradiasi sinar gamma dengan dosis 75 KGy. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Zainol et al. pada tahun 2009, peningkatan dosis radiasi kitosan menghasilkan kitosan dengan berat molekul yang lebih kecil dan viskositas yang menurun. Dosis radiasi 75 kgy diharapkan dapat menghasilkan kitosan dengan berat molekul yang lebih kecil, viskositas sedang, dan derajat deasetilasi yang tinggi sehingga nanopartikel yang dihasilkan mempunyai bentuk partikel sferis, ukuran partikel yang lebih kecil dan seragam, potensial zeta yang lebih tinggi, serta entrapment efficiency yang lebih besar dibandingkan menggunakan kitosan yang tidak diradiasi (0 KGy).

3 3 Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan kitosan teradiasi 75 kgy terhadap karakteristik nanopartikel GVT-0. Oleh karena itu, kitosan teradiasi 75 kgy diformulasi menjadi nanopartikel menggunakan senyawa aktif gamavuton-0 (GVT-0) dengan metode gelasi ionik. Nanopartikel diformulasi menggunakan mentode gelasi ionik dan senyawa aktif GVT-0 karena kitosan bermuatan positif pada ph asam sehingga dapat berinteraksi secara spontan membentuk nanopartikel dengan GVT-0 yang bermuatan parsial negatif. Karakteristik nanopartikel yang diuji pada penelitian ini, yaitu stabilitas fisik secara visual, morfologi nanopartikel menggunakan TEM (Transmission Electron Microscope), ukuran partikel, indeks polidispersitas dan potensial zeta menggunakan PSA (Particle Size Analyzer), serta entrapment efficiency menggunakan spektrofotometer UV. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini diharapkan dapat menjawab permasalahan-permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pengaruh radiasi sinar gamma dengan dosis 75 kgy terhadap karakteristik kitosan, meliputi organoleptik, derajat deasetilasi, dan viskositas? 2. Apakah kitosan teradiasi sinar gamma dengan dosis 75 kgy dapat dipreparasi menjadi nanopartikel menggunakan senyawa aktif GVT-0 dan pengait silang tripolifosfat dengan metode gelasi ionik pada ph 4,00?

4 4 3. Apakah penggunaan polimer kitosan teradiasi 75 KGy dapat menghasilkan nanopartikel GVT-0 yang memiliki stabilitas fisik, morfologi partikel, ukuran partikel, indeks polidispersitas, potensial zeta, dan entrapment efficiency yang lebih baik dibandingkan menggunakan kitosan yang tidak diradiasi (0 KGy)? C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pengaruh radiasi sinar gamma dengan dosis 75 kgy terhadap karakteristik kitosan, meliputi organoleptik, derajat deasetilasi, dan viskositas. 2. Mengetahui apakah kitosan teradiasi sinar gamma dengan dosis 75 kgy dapat dipreparasi menjadi nanopartikel menggunakan senyawa aktif GVT-0 dan pengait silang tripolifosfat dengan metode gelasi ionik pada ph 4, Mengetahui pengaruh penggunaan polimer kitosan teradiasi sinar gamma dengan dosis 75 kgy terhadap karakteristik nanopartikel GVT-0 yang terbentuk, meliputi stabilitas fisik, morfologi partikel, ukuran partikel, indeks polidispersitas, potensial zeta, dan entrapment efficiency. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar pengembangan kitosan teradiasi sinar gamma sebagai polimer dalam formulasi nanopartikel untuk meningkatkan kelarutan senyawa aktif yang bersifat sukar/tidak larut di dalam air

5 5 sehingga bioavailibilitasnya meningkat pada penggunaan melalui rute administrasi per oral. E. Tinjauan Pustaka 1. Kitosan a. Tinjauan umum Kitosan merupakan biopolimer alam berupa polisakarida linier yang tersusun atas monomer-monomer D-glukosamin dan N-asetil-D-glukosamin yang terhubung oleh ikatan (1,4)-β-glikosidik. Kitosan mempunyai rumus umum (C6H11NO4)n atau disebut sebagai β(1,4)-2-amino-2-deoksi-d-glukosa (Fernandez-Kim, 2004). Kitosan telah banyak digunakan oleh industri kimia, pangan, dan farmasi karena memiliki sifat-sifat seperti mukoadesif, biokompatibel, biodegradabel, non toksik, dan tingkat imunogenisitas yang rendah (Chenx, 2006). Gambar 1. Struktur molekul senyawa kitosan. Kitosan tersusun atas sejumlah tertentu (n) monomer N-asetil-D-glukosamin dan sejumlah tertentu (m) monomer D- glukosamin. Pada kitosan, jumlah monomer D-glukosamin lebih banyak dibandingkan jumlah monomer N-asetil-D-glukosamin karena telah mengalami proses deasetilasi dari senyawa kitin.

6 6 Kitosan didapatkan dari proses deasetilasi kitin, yakni komponen utama pada cangkang binatang Crustaceae seperti rajungan dan udang (Mardiyati et al., 2012). Secara alami kitosan juga dapat ditemukan pada mikroorganisme berupa jamur (Illum, 1998). Deasetilasi kitin menggunakan NaOH pekat mengubah gugus asetil pada kitin menjadi gugus amina pada kitosan. Namun, proses asetilasi sulit untuk secara mutlak mengubah keseluruhan gugus asetil menjadi amina sehingga kitosan tidak dapat dinyatakan sebagai poliglukosamin (Fernandez-Kim, 2004). Sebelum dilakukan deasetilasi kitin menjadi kitosan, perlu dilakukan prosedur ekstraksi kitin dari cangkang serangga maupun hewan laut. Prosedur ekstraksi kitin dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu demineralisasi, deproteinasi, dekolorisasi untuk memperoleh kitin, dan deasetilasi untuk memperoleh kitosan (Zhang et al., 2000). Persyaratan farmasi untuk kitosan, antara lain berupa bubuk atau serpihan berwarnah putih atau kuning, ukuran partikel <30 mm, kerapatan antara 1,35-1,40 g/cm3, ph 6,5-7,5, kadar air <10%, residu pada pengapian <0,2%, kadar protein <0,3%, derajat deasetilasi 70% - 100%, viskositas <5 cp, materi terlarut <1%, logam berat (As) <10 ppm, logam berat (Pb) <10 ppm, tidak berasa dan tidak berbau (Muzzarelli et al., 1988; Miyazaki et al., 1981). Penggunaan kitosan sebagai polimer dalam formulasi nanopartikel telah banyak diteliti karena nanopartikel kitosan merupakan sistem penghantaran obat yang menjanjikan untuk meningkatkan bioavailabilitas senyawa obat. Hal ini dapat disebabkan oleh kemampuan difusi dan penetrasi nanopartikel kitosan ke dalam lapisan mukus (Takeuchi et al., 2001). Saat melekat pada permukaan

7 7 mukosa, kitosan dapat membuka sementara tight junction antar sel-sel epitel glikoprotein. Pembukaan sementara ini memberi waktu yang lebih panjang bagi interaksi dan transport obat ke dalam sel (Schipper et al., 1997). Aplikasi nanopartikel kitosan telah banyak diterapkan pada penghantaran obat dengan berbagai rute administrasi dan penghantaran gen. Pada penghantaran per oral, nanopartikel kitosan mampu mengatasi permasalahan solubilitas, melindungi obat dari degradasi enzimatik, pelepasan terkontrol, serta perpanjangan waktu aksi melalui mekanisme ionik dengan musin (Sailaja dkk, 2010). Formulasi nanopartikel kitosan biasanya menggunakan metode gelasi ionik karena kitosan merupakan polimer polikationik pada ph asam sehingga dapat berinteraksi secara spontan dengan senyawa obat yang bersifat polianionik membentuk sistem nanopartikel. Pada formulasi nanopartikel kitosan, ph larutan merupakan salah satu parameter kritis yang perlu dikontrol karena dapat mempengaruhi jumlah gugus amina primer kitosan yang terprotonasi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Shu dan Zhu pada tahun 2002 tentang hubungan antara ph larutan kitosan dan derajat protonasi kitosan menggunakan kitosan dengan derajat deasetilasi 86% dan berat molekul Da, peningkatan ph larutan kitosan dari 4,7-8 maka derajat deasetilasi kitosan dengan cepat menurun dari 100% - 0%. Pada penelitian yang dilakukan oleh Fan et al. pada tahun 2012 menggunakan LMW (low molecular weight) kitosan dengan derajat deasetilasi yang tinggi dilaporkan bahwa konsentrasi LMW kitosan yang dibutuhkan untuk

8 8 menghindari terbentuknya mikropartikel yaitu <2 mg/ml karena pada konsentrasi ini gaya akibat adanya jembatan hidrogen intramolekular dan gaya tolak-menolak elektrostatik berada pada titik kesetimbangan. Ketidakstabilan nanopartikel yang terbentuk juga dapat disebabkan karena lemahnya gaya tolak-menolak elektrostatik antar partikel. Pada konsentrasi kitosan yang rendah dapat menghasilkan nanopartikel yang stabil walaupun pada perbandingan masa yang kecil dengan TPP, tetapi kitosan dengan konsentrasi tinggi hanya dapat membentuk nanopartikel yang stabil pada perbandingan masa yang besar dengan TPP. Hal ini dapat disebabkan karena pada konsentrasi kitosan yang rendah, jarak intermolekular kitosan lebih besar sehingga berkurangnya gaya akibat adanya jembatan hidrogen intermolekular kitosan (Fan et al., 2012). Dengan demikian, parameter konsentrasi kitosan sangat mempengaruhi stabilitas dan karakteristik nanopartikel yang terbentuk untuk mendapatkan formula nanopartikel kitosan yang optimum. b. Derajat deasetilasi Kitosan tersedia dalam berbagai panjang rantai/berat molekul dan derajat deasetilasi. Berat molekul dan derajat deasetilasi kitosan ini menjadi faktor penentu utama ukuran partikel kompleks nanopartikel yang terbentuk, pembentukan partikel itu sendiri, hingga pada proses agregasinya (Tiyaboonchai, 2003). Derajat deasetilasi merupakan suatu parameter mutu kitosan yang menunjukkan persentase gugus asetil yang dapat dihilangkan dari rendemen kitin. Semakin tinggi derajat deasetilasi kitosan, maka jumlah gugus asetil kitosan

9 9 semakin sedikit dan jumlah gugus amina primer pada kitosan semakin banyak (Fouda, 2005). Semakin tinggi konsentrasi NaOH maka derajat deasetilasi sampel yang diperoleh semakin besar, tetapi hal ini tidak selalu memberikan kenaikan derajat asetilasi yang signifikan karena pada konsentrasi NaOH yang tinggi, larutan menjadi kental dan mengakibatkan proses pengadukan menjadi kurang sempurna. Pengukuran derajat deasetilasi dapat dilakukan menggunakan FTIR (Fourier Transform Infra Red) dengan metode baseline dan persamaan Domszy dan Robert (Hargono et al., 2008). c. Kitosan teradiasi sinar gamma Kitosan memiliki kekurangan sebagai polimer dalam formulasi nanopartikel, antara lain memiliki berat molekul yang besar dan viskositas yang tinggi sehingga membatasi kelarutannya. Oleh karena itu, upaya untuk menurunkan berat molekul kitosan merupakan hal yang penting untuk dilakukan (Wasikiewicz et al., 2005). Formulasi menggunakan kitosan viskositas sedang menghasilkan ukuran partikel yang lebih kecil dan entrapment efficiency yang lebih besar dibandingkan menggunakan kitosan dengan viskositas kecil dan kitosan viskositas besar (Kouchak et al., 2012). Berbagai strategi untuk memperoleh kitosan dengan berat molekul yang lebih kecil dan viskositas sedang antara lain melalui radiasi, reaksi kimia, dan degradasi dengan enzim (Wasikiewicz et al., 2005). Penggunaan reaksi kimia untuk depolimerisasi kitosan merupakan proses yang mudah dan murah, tetapi menimbulkan masalah pada zat kimia hasil reaksi yang tidak digunakan dan reprodusibilitasnya yang rendah. Penggunaan enzim merupakan cara yang efektif untuk secara spesifik memotong

10 10 rantai kitosan sehingga menghasilkan oligomer kitosan yang dikehendaki, tetapi perlu adanya beberapa tahap seperti tahap penyiapan enzim dan pemurnian produk (Choi et al., 2002). Radiasi sinar gamma merupakan proses yang menjanjikan untuk memperoleh kitosan dengan berat molekul yang lebih kecil dan viskositas sedang karena sederhana, dapat dilakukan pada suhu ruangan, dan tidak membutuhkan tahap pemurnian. Metode ini banyak diterapkan untuk memodifikasi polisakarida. Radiasi sinar gamma pada kitosan yang dilarutkan dalam asam asetat menghasilkan oligomer kitosan (Choi et al., 2002). Gambar 2. Mekanisme radiolisis kitosan. (A) Radikal bebas pada atom C 1 menginisiasi pemutusan rantai dan pembukaan cincin piranosa kitosan; (B) radikal bebas pada atom C 4 menginisiasi pemutusan rantai kitosan; (C) radikal bebas pada atom C 5 menginisiasi pembukaan cincin piranosa; (D) radikal bebas pada atom C 4 juga menginisiasi pembukaan cincin piranosa (Gryczka et al., 2009).

11 11 Berdasarkan hasil penelitian oleh Gryczka et al. pada tahun 2009, radiasi sinar gamma terhadap kitosan menginisiasi munculnya radikal bebas pada posisi C1, C4, dan C5 dalam cincin piranosa. Adanya radikal bebas pada posisi C1 dan C4 akan menginisiasi pemotongan pada ikatan (1,4)-β-glikosidik, sedangkan adanya radikal bebas pada posisi C5 akan menginisasi pembukaan cincin piranosa kitosan (gambar 2). Pemotongan pada ikatan (1,4)-β-glikosidik kitosan menghasilkan berat molekul polimer yang rendah (Gryczka et al., 2009). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rekso pada tahun 2011 menggunakan kitosan BATAN teradiasi sinar gamma dengan variasi dosis 5, 10, 20, 30, dan 50 kgy, peningkatan dosis radiasi menyebabkan derajat deasetalisasi meningkat, kelarutan kitosan dalam asam asetat 1% meningkat, bobot molekul kitosan menurun, dan viskositas larutan kitosan menurun. Radiasi sinar gamma dengan dosis 75 kgy diharapkan dapat menghasilkan kitosan dengan berat molekul lebih kecil, viskositas sedang, dan derajat deasetilasi yang tinggi sehingga nanopartikel yang dihasilkan mempunyai karakteristik yang lebih baik, meliputi mempunyai bentuk partikel sferis, ukuran partikel yang lebih kecil dan seragam, potensial zeta yang lebih tinggi, serta entrapment efficiency yang lebih besar dibandingkan menggunakan kitosan yang tidak diradiasi (0 KGy). Namun, adanya reaksi fragmentasi akibat radiasi yang ternyata dapat memotong rantai polimer kitosan, membuka cincin, dan memungkinkan terjadinya cross-linking, diperkirakan dapat mempengaruhi juga karakteristik nanopartikel yang dihasilkan. Dengan demikian, penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui pengaruh penggunaan kitosan teradiasi 75 kgy terhadap karakteristik nanopartikel GVT-0.

12 12 2. Nanopartikel a. Tinjauan umum Nanopartikel adalah dispersi partikel padat yang memiliki ukuran 10 nm sampai dengan 1000 nm (Mohanraj dan Chen, 2006). Terdapat dua tipe nanopartikel ditinjau dari proses preparasinya, yaitu nanosfer dan nanokapsul. Nanosfer merupakan nanopartikel yang mempunyai struktur berupa matriks, dimana senyawa aktif terdispersi atau teradsorpsi di permukaan partikel pembawanya. Nanokapsul merupakan nanopartikel yang mempunyai struktur berupa dinding membran, dimana senyawa aktif terjerap maupun teradsorpsi pada permukaan membran tersebut (Alleman et al., 1993). Istilah nanopartikel diambil karena ukuran partikelnya yang sangat kecil, sehingga sangat sulit membedakan apakah suatu kompleks nanopartikel termasuk dalam tipe nanosfer atau nanokapsul (Tiyaboonchai, 2003). Teknologi nanopartikel telah banyak digunakan diberbagai bidang. Pada bidang kesehatan, teknologi nanopartikel utamanya dimanfaatkan sebagai sistem penghantaran obat untuk terapi penyakit kanker dan terapi tertarget seperti terapi gen (Kumar, 2000; Martien et al, 2006). Tujuan utama formulasi nanopartikel sebagai sistem penghantaran obat yaitu untuk mengontrol ukuran partikel, sifat permukaan partikel, dan pelepasan zat aktif agar mencapai tempat target pada kecepatan optimum dan dosis terapi (Mohanraj dan Chen, 2006). Sistem penghantaran nanopartikel harus memenuhi kriteria, antara lain stabil, tidak toksik, reprodusibel, mudah diformulasi, dan tidak mahal untuk pembuatan skala

13 13 besar, serta dapat diaplikasikan untuk berbagai obat, protein dan polinukleotida (Tiyaboonchai, 2003). Keuntungan menggunakan teknologi nanopartikel sebagai sistem penghantaran obat, antara lain: 1. Ukuran partikel dan sifat permukaan nanopartikel dapat dengan mudah dimodifikasi untuk pentargetan obat baik secara pasif maupun aktif setelah penggunaan obat melalui rute parenteral. 2. Nanopartikel dapat mengontrol pelepasan obat selama transportasi dan pada tempat target, serta dapat mempengaruhi distribusi dan clerance obat pada organ sehingga dapat meningkatkan efikasi efek terapetik obat dan mengurangi efek sampingnya. 3. Pelepasan terkontrol dan sifat degradasi partikel dapat dimodifikasi sesuai dengan pemilihan bahan matriks yang digunakan. 4. Pelepasan obat secara tertarget dapat dicapai dengan menempelkan ligan yang spesifik pada permukaan nanopartikel atau menggunakan penunjuk arah magnetik. 5. Sistem penghantaran obat ini dapat digunakan untuk berbagai rute administrasi, antara lain per oral, nasal, parenteral, intra-okular, dan lainnya. Disamping memiliki banyak keuntungan, nanopartikel juga memiliki beberapa keterbatasan, antara lain ukuran partikel yang kecil dan besarnya luas permukaan mengakibatkan dapat terjadinya agregasi partikel, drug loading yang terbatas, dan burst release (Mohanraj dan Chen, 2006).

14 14 b. Gelasi ionik Metode gelasi ionik untuk preparasi nanopartikel kitosan pertama kali dilakukan oleh Calvo et al. pada tahun 1997 dan secara luas telah diuji dan dikembangkan oleh Janes. Pembuatan nanopartikel menggunakan metode gelasi ionik merupakan preparasi yang sederhana dan mudah dilakukan di lingkungan berair (Sailaja et al., 2010). Metode ini melibatkan interaksi ionik antara dua muatan berbeda yang berasal dari polimer dan obatnya sehingga obat berukuran kurang dari 1000 nm dapat terjerap ke dalam polimer (Amritkar et al., 2011). Pada pembentukan nanopartikel kitosan, pertama kitosan dilarutkan ke dalam asam asetat dengan ada atau tidaknya agen penstabil seperti poloxamer, yang dapat ditambahkan ke dalam larutan kitosan sebelum atau sesudah penambahan polianion. Polianion kemudian ditambahkan dan nanopartikel terbentuk secara spontan di bawah pengadukan pada suhu ruang. Ukuran partikel dan muatan permukaan partikel dapat dimodifikasi dengan melakukan variasi terhadap perbandingan kitosan dan stabilisator/pengait silang (Sailaja et al., 2010). Pengait silang yang biasa digunakan dalam pembuatan nanopartikel kitosan yaitu tripolifosfat (Mohanraj dan Chen, 2006). Parameter-parameter yang dapat mempengaruhi karakteristik nanopartikel kitosan, antara lain suhu penyimpanan, ph pelarut, konsentrasi polimer kitosan, konsentrasi agen penstabil TPP, dan kecepatan pengadukan (Fan et al., 2012).

15 15 c. Karakteristik nanopartikel 1) Ukuran partikel dan indeks polidispersitas Ukuran partikel dan indeks polidispersitas adalah karakteristik utama dari nanopartikel. Ukuran partikel dan indeks polidispersitas dipengaruhi oleh komposisi matriks, proses pencampuran, dan proses penguapan pelarut organik. Kedua parameter ini menentukan distribusi in vivo, toksisitas, dan kemampuan penargetan dalam sistem penghantaran obat (Singh dan Lillard, 2009). Pengukuran ukuran partikel dapat menggunakan Dynamic Scattering (DLS), Scanning Electron Microscopy (SEM), dan Transmission Electron Microscopy (TEM) (Mohanraj dan Chen, 2006). 2) Potensial Zeta Potensial zeta biasanya digunakan untuk karakterisasi muatan permukaan nanopartikel. Potensial zeta mencerminkan potensial muatan dari partikel dan dipengaruhi oleh komposisi partikel serta medium tempat nanopartikel terdispersi. Nanopartikel dengan potensial zeta lebih besar dari +30 mv atau lebih kecil dari -30 mv merupakan suspensi yang stabil, dimana muatan permukaan partikel mencegah terjadinya agregasi partikel. Potensial zeta juga dapat digunakan untuk mengukur apakah zat aktif yang bermuatan terenkapsulasi di tengah nanokapsul atau teradsobsi di permukaan (Mohanraj dan Chen, 2006). Potensial zeta nanopartikel dapat ditentukan dengan alat dynamic laser scattering (DLS), Zetasizer,

16 16 Zeta Plus TM, Zeta Potential Analyzer (Singh dan Lillard, 2009; Sahoo dan Labhasetwar, 2006). 3) Entrapment efficiency Entrapment efficiency menggambarkan keberhasilan obat terjerap ke dalam sistem nanopartikel. Entrapment efficiency dipengaruhi oleh kelarutan obat di dalam bahan matriks atau polimer (disolusi padat atau dispersi), dimana berhubungan dengan komposisi polimer, berat molekul, interaksi obat dengan polimer, dan adanya gugus fungsi ester maupun karboksil (Mohanraj dan Chen, 2006). Entrapment efficiency dikontrol oleh dua mekanisme, yaitu interaksi antara muatan positif gugus amina terprotonasi dan muatan negatif obat, serta entrapment selama proses gelasi dengan gugus fosfat dari TPP (Luangtana-anan et al., 2005). 3. Gamavuton-0 (GVT-0) Gambar 3. Struktur molekul senyawa kurkumin (a); struktur molekul senyawa GVT-0 (b)

17 17 Gamavuton-0 (GVT-0) dengan nama IUPAC 1,5-bis(4 -hidroksi-3 - metoksifenil)-1,4-pentadien-3-on, merupakan senyawa analog kurkumin. Penemuan senyawa GVT-0 merupakan hasil kerja sama antara Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada dengan Department of Pharmacochemistry, Vrije Universiteit, Amsterdam, Belanda sejak awal tahun Modifikasi senyawa kurkumin menjadi senyawa GVT-0 dimaksudkan untuk memperbaiki stabilitas kurkumin yang dipengaruhi oleh ph dan cahaya. Modifikasi dilakukan dengan penghilangan gugus metil sehingga senyawa GVT-0 tidak mempunyai gugus metilen aktif. Gugus metilen aktif pada senyawa kurkumin mudah terhidrolisis pada ph basa dan mengakibatkan degradasi fotokimia oleh cahaya (Tonnesen dan Karlsen, 1985). Senyawa GVT-0 lebih stabil pada ph di atas 6,5 dibandingkan dengan senyawa kurkumin (Sardjiman et al., 1997). GVT-0 adalah produk dari reaksi antara vanillin dan aseton menggunakan katalis asam melalui reaksi Claisen-Schmidt. GVT-0 mempunyai gugus diena simetris pada bagian tengah yang menghubungkan dua cincin aromatik sehingga mempunyai dua gugus α,β unsaturated. Atom O karbonil memiliki karakteristik parsial negatif sehingga dalam kondisi terionisasi dapat bertindak sebagai nukleofil dan menyerang senyawa kationik (Tonnesen dan Karlsen, 1985). GVT-0 merupakan senyawa yang aman digunakan karena sudah banyak penelitian yang menguji toksisitas GVT-0. Berdasarkan hasil uji toksisitas akut dan subakut senyawa GVT-0 dengan pemaparan selama 24 jam dan 30 hari, senyawa GVT-0 tidak menunjukkan efek toksik pada parameter hematologi dan kimia darah maupun urin pada tikus jantan dan tikus betina. Pengamatan

18 18 dilakukan pada organ organ vital, seperti paru paru, ginjal, hati, usus dan limpa secara makroskopis maupun mikroskopis tidak mengindikasikan adanya abnormalitas (Ikawati et al., 2008). GVT-0 dan kurkumin mempunyai kesamaan, yaitu memiliki gugus hidroksi dan metoksi pada gugus aromatiknya yang bertanggung jawab terhadap aktivitas biologisnya. Senyawa GVT-0 mempunyai aktivitas antioksidan dan antiinflamasi (Masuda et al., 1993; Sardjiman et al., 1997; Sardjiman, 2000; Nugroho et al., 2004). Pada senyawa kurkumin, gugus hidroksi bertanggung jawab terhadap aktivitas sebagai antioksidan yang berhubungan dengan penghambatan pelepasan histamin (Suzuki et al., 2005), sehingga mendukung penelitian sebelumnya. Senyawa GVT-0 juga dilaporkan memiliki aktivitas anti tumor (Youssef dan El- Sherbeny, 2005). Kemiripan struktur kimia dengan kurkumin menyebabkan GVT-0 juga memiliki sifat sangat sukar larut di dalam air (Ravindranath dan Chandrasekhara, 1981). Dengan demikian, perlu strategi penggunaan sistem penghantaran obat tertentu yang dapat meningkatkan kelarutan GVT-0 dalam air sehingga bioavailabilitasnya dapat meningkat dan memberikan efek farmakologis yang diharapkan. 4. Natrium Tripolifosfat (Na-TPP) Gambar 4. Struktur molekul natrium tripolifosfat (Shenvi et al., 2012)

19 19 Natrium tripolifosfat adalah garam tak berwarna yang terdapat baik dalam bentuk anhidrat maupun dalam bentuk heksahidrat. Kelarutan natrium tripolifosfat dalam 100 ml air pada suhu 25 o C adalah 20 g dan pada suhu 100 o C adalah 86,5 g. Larutan natrium tripolifosfat dengan konsentrasi 1% memiliki ph 9,7-9,8. Stabilitas senyawa ini lebih tinggi daripada metafosfat, tetapi lebih tidak stabil dibandingkan dengan tetrasodium pirofosfat. Senyawa ini banyak digunakan dalam proses pelunakan air, peptizing agent, agen pengemulsi, pendispersi, pengawet, sekuestran dan pemberi tekstur pada makanan (O Neil et al., 2006). Tripolifosfat (TPP) adalah polianion yang bersifat non toksik. TPP banyak digunakan sebagai pengait silang dengan kitosan, dimana interaksinnya dimediasi dengan adanya gaya elektrostatik dan menghasilkan kompleks nanopartikel (Calvo et al., 1997). Pada ph 4-6 dalam pelarut asam, gugus amina primer terprotonasi sehingga bersifat elektrofilik (Aranaz et al., 2009). Pada ph tersebut, muatan positif dari gugus amina primer kitosan yang telah terprotonasi (-NH3 + ) berinteraksi dengan muatan negatif TPP (gambar 5) sehingga membentuk kompleks nanopartikel (Alonso dan Sánchez, 2003). Penambahan TPP biasanya dilakukan dalam proses ionik gelasi sebagai pengait silang yang berfungsi untuk menstabilkan partikel (Mohanraj dan Chen, 2006). Gambar 5. Interaksi antara kitosan dengan TPP (Shenvi et al., 2012)

20 20 Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fan et al. pada tahun 2012 menggunakan TPP (0,005 % b /v) dengan volume yang bervariasi ke dalam larutan kitosan (0,005 % b /v), pada penambahan TPP dengan konsentrasi <0,00125 % b /v menghasilkan larutan jernih yang mengindikasikan formasi kompleks TPPkitosan yang terbentuk kurang memadai. Pada penambahan TPP dengan konsentrasi antara 0,00125 % b /v 0,00165 % b /v, ukuran partikel mengecil akibat terjadinya crosslinking antara kitosan dengan TPP. Pada penambahan TPP dengan konsentrasi antara 0,00165 % b /v 0,00175 % b /v, ukuran partikel yang dihasilkan lebih besar akibat hampir semua gugus amina primer yang terprotonasi pada kitosan berikatan dengan TPP, dan kelebihan TPP menyebabkan agregasi antar partikel. Pada penambahan TPP dengan konsentrasi >0,0018 % b /v menghasilkan pengendapan partikel karena muatan permukaan partikel yang kecil sehingga tidak dapat menjaga kestabilan partikel besar yang terbentuk (Fan et al., 2012). Dengan demikian, parameter konsentrasi TPP dalam sistem nanopartikel sangat mempengaruhi stabilitas dan karakteristik nanopartikel yang terbentuk untuk mendapatkan formula nanopartikel yang optimum. F. Landasan Teori Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan kitosan teradiasi 75 kgy terhadap karakteristik nanopartikel GVT-0. Kitosan merupakan biopolimer alami yang tersusun atas monomer-monomer D-glukosamin dan N- asetil-d-glukosamin secara acak yang terhubung oleh ikatan (1,4)-β-glikosidik. Sebagai polimer alami, kitosan memiliki panjang rantai polimer yang berbeda-

21 21 beda sehingga berat molekul kitosan yang digunakan juga mempunyai kisaran berat molekul yang lebar. Hal ini menyebabkan penggunaan polimer kitosan dalam formulasi nanopartikel menghasilkan ukuran partikel yang beragam. Radiasi sinar gamma dapat menjadi solusi terhadap permasalahan tersebut. Radiasi sinar gamma memotong kitosan pada ikatan (1,4)-β-glikosidik menjadi oligomer kitosan sehingga dapat mempengaruhi berat molekul dan viskositas kitosan. Radiasi sinar gamma dapat menghasilkan kitosan yang terstandarisasi berdasarkan berat molekul maupun viskositasnya. Penggunaan kitosan teradiasi merupakan sesuatu yang menjanjikan dalam formulasi nanopartikel karena dapat mengatasi kelemahan kitosan meliputi berat molekul yang besar, viskositas yang tinggi, dan kelarutan yang rendah di dalam kebanyakan solven. Radiasi sinar gamma kitosan menghasilkan oligomer kitosan yang memiliki berat molekul yang lebih rendah sehingga pada formulasi nanopartikel dapat menghasilkan ukuran partikel yang lebih kecil. Radiasi sinar gamma juga mempengaruhi derajat deasetilasi kitosan sehingga dapat mempengaruhi stabilitas dan entrapment efficiency nanopartikel. Oleh karena itu, penelitian mengenai penggunaan kitosan teradiasi dalam formulasi nanopartikel penting untuk dilakukan. Kitosan yang diradiasi 75 kgy diformulasi menjadi nanopartikel menggunakan senyawa aktif GVT-0 dengan metode gelasi ionik. GVT-0 merupakan senyawa analog kurkumin yang bermuatan parsial negatif karena adanya atom O karbonil, sehingga dapat berinteraksi secara spontan dengan gugus amina primer terprotonasi pada kitosan yang bermuatan positif pada ph asam dan

22 22 membentuk kompleks nanopartikel. Penambahan tripolifosfat sebagai pengait silang dilakukan untuk menstabilkan kompleks nanopartikel yang telah terbentuk. Tripolifosfat yang merupakan polianionik akan berinteraksi dengan gugus amina primer terprotonasi pada kitosan sehingga pada konsentrasi optimum dapat membentuk sistem nanopartikel yang kompak dan dapat memperkecil ukuran partikel. Formula optimum perlu ditentukan sebelum dilakukan karakterisasi nanopartikel untuk mengetahui pengaruh penggunaan kitosan teradiasi terhadap karakteristik nanopartikel. Konsentrasi GVT-0, kitosan, dan TPP merupakan parameter kritis untuk mendapatkan formula optimum nanopartikel yang stabil pada penelitian ini. Parameter lain yang dapat mempengaruhi dalam formulasi nanopartikel, antara lain suhu formulasi dan penyimpanan formula, waktu pencampuran, kecepatan pencampuran dan lama penguapan pelarut, sehingga parameter-parameter tersebut dikontrol untuk mengetahui formula optimum nanopartikel GVT-0 berdasarkan variasi konsentrasi GVT-0, kitosan, dan TPP. G. Hipotesis Berdasarkan tinjauan pustaka dan landasan teori di atas, dapat ditarik hipotesis sebagai berikut: 1. Radiasi sinar gamma dengan dosis 75 kgy akan mempengaruhi karakteristik kitosan yang dihasilkan, meliputi perubahan bentuk, ukuran dan warna padatan kitosan, derajat deasetilasi yang meningkat, serta viskositas yang

23 23 semakin kecil bila dibandingkan dengan kitosan yang tidak diradiasi sinar gamma (0 kgy). 2. Kitosan teradiasi sinar gamma dengan dosis 75 kgy dapat dipreparasi menjadi nanopartikel menggunakan bahan obat GVT-0 dan pengait silang tripolifosfat dengan metode gelasi ionik pada ph 4, Radiasi sinar gamma pada kitosan dengan dosis 75 KGy dapat menghasilkan nanopartikel GVT-0 dengan karakteristik yang lebih baik dibandingkan menggunakan kitosan yang tidak diradiasi (0 KGy).

I. PENDAHULUAN. ditemukan sangat banyak dalam kehidupan sehari-hari, sehingga banyak orang

I. PENDAHULUAN. ditemukan sangat banyak dalam kehidupan sehari-hari, sehingga banyak orang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Polimer saat ini telah berkembang sangat pesat. Berbagai aplikasi polimer ditemukan sangat banyak dalam kehidupan sehari-hari, sehingga banyak orang yang sudah mengenal

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi yang pesat dalam dua dekade terakhir ini telah

I.PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi yang pesat dalam dua dekade terakhir ini telah I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi yang pesat dalam dua dekade terakhir ini telah membawa pengaruh yang sangat luas dalam berbagai kehidupan manusia terutama dalam bidang ilmu sains

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahari yang melimpah. Salah satu kekayaan bahari terbesar yaitu udang. Udang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahari yang melimpah. Salah satu kekayaan bahari terbesar yaitu udang. Udang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan kekayaan bahari yang melimpah. Salah satu kekayaan bahari terbesar yaitu udang. Udang yang diekspor hampir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unik meliputi kemampuannya yang biodegradable, biokompatibel,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unik meliputi kemampuannya yang biodegradable, biokompatibel, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kitosan merupakan polimer karbohidrat termodifikasi yang diperoleh dari deasetilasi kitin serta memiliki karakteristik yang baik dan unik meliputi kemampuannya yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Udang dan kepiting merupakan komoditas andal dan bernilai ekonomis

I. PENDAHULUAN. Udang dan kepiting merupakan komoditas andal dan bernilai ekonomis I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang dan kepiting merupakan komoditas andal dan bernilai ekonomis sebagai salah satu hasil utama perikanan Indonesia. Menurut Pusat Data Statistik dan Informasi Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. melimpah, salah satunya adalah krustasea yang termasuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. melimpah, salah satunya adalah krustasea yang termasuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 17.508 pulau dimana dua per tiga wilayahnya berupa laut sehingga memiliki hasil laut yang melimpah, salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan jarak ukuran nm. Obat dilarutkan, dijerat, dienkapsulasi, dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan jarak ukuran nm. Obat dilarutkan, dijerat, dienkapsulasi, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanopartikel didefinisikan sebagai dispersi partikulat atau partikel padat dengan jarak ukuran 1-1000 nm. Obat dilarutkan, dijerat, dienkapsulasi, dan diikat dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Studi terhadap kitosan telah banyak dilakukan baik dalam bentuk serpih, butiran, membran, maupun gel. Kemampuan kitosan yang diterapkan dalam berbagai bidang industri modern,

Lebih terperinci

NOTULENSI DISKUSI PHARM-C

NOTULENSI DISKUSI PHARM-C NOTULENSI DISKUSI PHARM-C Hari, tanggal : Sabtu, 15 Juli 2017 Waktu : 19.00-21.30 WIB Tempat : Online (LINE Grup Pharm-C Kloter 1) Pembicara Tema Diskusi Moderator Notulis Time Keeper Jumlah Peserta :

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Hasil Formulasi Nanopartikel Polimer PLGA Sebagai Pembawa Deksametason Natrium Fosfat.

Gambar 4.1 Hasil Formulasi Nanopartikel Polimer PLGA Sebagai Pembawa Deksametason Natrium Fosfat. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Organoleptis Nanopartikel Polimer PLGA Uji organoleptis dilakukan dengan mengamati warna, bau, dan bentuk nanopartikel PLGA pembawa deksametason natrium fosfat. Uji organoleptis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama dengan kitin, terdiri dari rantai molekul yang panjang dan berat molekul yang tinggi. Adapun perbedaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap tahun permintaan untuk Drug Delivery System atau sistem

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap tahun permintaan untuk Drug Delivery System atau sistem 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap tahun permintaan untuk Drug Delivery System atau sistem penghantaran obat semakin meningkat. Sistem penghantaran obat tersebut dapat diklasifikasikan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gamavuton-0 (GVT-0) dengan nama kimia 1,5-bis(4'-hidroksi-3'-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gamavuton-0 (GVT-0) dengan nama kimia 1,5-bis(4'-hidroksi-3'- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gamavuton-0 (GVT-0) dengan nama kimia 1,5-bis(4'-hidroksi-3'- metoksifenil)-1,4-pentadien-3-on merupakan senyawa analog kurkumin yang memiliki efek farmakologis sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KITSAN Kitosan adalah polimer alami yang diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitin adalah polisakarida terbanyak kedua setelah selulosa. Kitosan merupakan polimer yang aman, tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nanopartikel mempunyai kelebihan yaitu dapat menembus ruang-ruang antar sel yang hanya dapat ditembus oleh partikel berukuran koloidal. Kelebihan lainnya adalah adanya

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kitin dan kitosan merupakan biopolimer yang secara komersial potensial

BAB I PENDAHULUAN. Kitin dan kitosan merupakan biopolimer yang secara komersial potensial 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitin dan kitosan merupakan biopolimer yang secara komersial potensial dalam berbagai bidang dan industri. Kitin dan kitosan merupakan bahan dasar dalam bidang biokimia,

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ribosome Inactivating protein (RIP) adalah protein tanaman yang memiliki kemampuan memotong DNA superkoil beruntai ganda menjadi nik sirkuler dan bentuk linear (Sismindari,

Lebih terperinci

BAB 1 PEDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Senyawa 2,5-bis-(4 -hidroksi-3 -metoksi)-benzilidinsiklopentanon atau

BAB 1 PEDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Senyawa 2,5-bis-(4 -hidroksi-3 -metoksi)-benzilidinsiklopentanon atau BAB 1 PEDAULUAN A. Latar Belakang Penelitian Senyawa 2,5-bis-(4 -hidroksi-3 -metoksi)-benzilidinsiklopentanon atau yang dikenal dengan nama Pentagamavunon-0 merupakan senyawa turunan kurkumin hasil sintesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. banyak orang tidak nyaman. Proses inflamasi merupakan suatu mekanisme

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. banyak orang tidak nyaman. Proses inflamasi merupakan suatu mekanisme BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Inflamasi merupakan suatu gejala pada beberapa penyakit dan dirasa oleh banyak orang tidak nyaman. Proses inflamasi merupakan suatu mekanisme perlindungan tubuh untuk

Lebih terperinci

karena itu, beberapa penelitian dikembangkan untuk terus menemukan bahan yang dapat menghambat pertumbuhan C.albicans dengan memanfaatkan bahanbahan a

karena itu, beberapa penelitian dikembangkan untuk terus menemukan bahan yang dapat menghambat pertumbuhan C.albicans dengan memanfaatkan bahanbahan a BAB VI PEMBAHASAN Kitosan merupakan senyawa yang berasal dari kitin. Kitosan umumnya berasal dari cangkang hewan laut seperti udang dan rajungan, namun juga terdapat dalam eksoskeleton serangga. Serangga

Lebih terperinci

Gambar 2 Penurunan viskositas intrinsik kitosan setelah hidrolisis dengan papain.

Gambar 2 Penurunan viskositas intrinsik kitosan setelah hidrolisis dengan papain. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh konsentrasi papain terhadap hidrolisis kitosan Pengaruh papain dalam menghidrolisis kitosan dapat dipelajari secara viskometri. Metode viskometri merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. per oral sangat dipengaruhi banyak faktor, salah satunya berkorelasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. per oral sangat dipengaruhi banyak faktor, salah satunya berkorelasi dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pemberian obat dengan cara per oral adalah rute yang paling umum dan nyaman digunakan oleh pasien. Namun demikian, ketersediaan hayati obat secara per oral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya (2014), menyatakan bahwa udang vannamei (Litopenaeus vannamei) tertinggi sehingga paling berpotensi menjadi sumber limbah.

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya (2014), menyatakan bahwa udang vannamei (Litopenaeus vannamei) tertinggi sehingga paling berpotensi menjadi sumber limbah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udang diekspor 90% berada dalam bentuk beku tanpa kulit dan kepala sehingga dari proses pembekuan tersebut dihasilkan limbah berupa kulit dan kepala udang (Natsir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk kelompok senyawa polisakarida, dimana gugus asetilnya telah hilang sehingga menyisakan gugus amina

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL

BAB I PENDAHULUAN. Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL (low density lipoprotein), HDL (high density lipoprotein), total kolesterol dan trigliserida.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di industri pangan, penerapan teknologi nanoenkapsulasi akan memberikan

I. PENDAHULUAN. Di industri pangan, penerapan teknologi nanoenkapsulasi akan memberikan 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanoenkapsulasi telah banyak diterapkan di bidang farmasi dan kesehatan. Di industri pangan, penerapan teknologi nanoenkapsulasi akan memberikan beberapa keunggulan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitosan adalah polimer glukosamin yang merupakan selulosa beramin, nomer dua terbanyak di alam setelah selulosa. Kitosan ditemukan pada cangkang invetebrata hewan perairan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Ribosome Inactivating Protein (RIP) merupakan kelompok enzim tanaman

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Ribosome Inactivating Protein (RIP) merupakan kelompok enzim tanaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ribosome Inactivating Protein (RIP) merupakan kelompok enzim tanaman yang memiliki kemampuan untuk menonaktifkan ribosom dengan memodifikasi 28S rrna melalui aktivitas

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Osteoarthritis (OA) 2.2 Glukosamin hidroklorida (GlcN HCl)

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Osteoarthritis (OA) 2.2 Glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Osteoarthritis (OA) Osteoarthritis yang juga sebagai penyakit degeneratif pada sendi adalah bentuk penyakit radang sendi yang paling umum dan merupakan sumber utama penyebab rasa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil Ekstasi BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Ekstrasi menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol diikuti dengan penguapan menghasilkan ekstrak kental berwarna coklat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang perindustrian. Penggunaan logam krombiasanya terdapat pada industri

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang perindustrian. Penggunaan logam krombiasanya terdapat pada industri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Logam krom (Cr) merupakan salah satu logam berat yang sering digunakan dalam bidang perindustrian. Penggunaan logam krombiasanya terdapat pada industri pelapisan logam,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tinggal obat dalam saluran cerna merupakan faktor yang dapat mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tinggal obat dalam saluran cerna merupakan faktor yang dapat mempengaruhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bioavailabilitas obat merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan untuk menilai efektifitas suatu sediaan farmasi. Kecepatan disolusi dan waktu tinggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - :

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri tapioka merupakan industri rumah tangga yang memiliki dampak positif bila dilihat dari segi ekonomis. Namun dampak pencemaran industri tapioka sangat dirasakan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal yang penting dalam perawatan luka. Prinsip dasar dalam memilih

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal yang penting dalam perawatan luka. Prinsip dasar dalam memilih BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Dressing (balutan) luka merupakan suatu material yang digunakan untuk menutupi luka. Tujuan dari penutupan luka ini adalah untuk melindungi luka dari infeksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selulosa merupakan bahan atau materi yang sangat berlimpah di bumi ini. Selulosa yang dihasilkan digunakan untuk membuat perabot kayu, tekstil, kertas, kapas serap,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. polimer struktural pada ganggang laut sama seperti selulosa pada tanaman

BAB I PENDAHULUAN. polimer struktural pada ganggang laut sama seperti selulosa pada tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Alginat merupakan karbohidrat, seperti gula dan selulosa dan merupakan polimer struktural pada ganggang laut sama seperti selulosa pada tanaman (Dornish and Dessen,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI digilib.uns.ac.id Pembuatan Kitosan dari Cangkang Keong Mas untuk Adsorben Fe pada Air BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka A.1. Keong mas Keong mas adalah siput sawah yang merupakan salah satu hama

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan November 2014 sampai Mei 2015,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan November 2014 sampai Mei 2015, 43 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan November 2014 sampai Mei 2015, dengan tahapan kegiatan, yaitu: proses deasetilasi bertingkat, penentuan derajat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Ekstrak Buah Tomat (Solanum lycopersicum L.) Ekstark buah tomat memiliki organoleptis dengan warna kuning kecoklatan, bau khas tomat, rasa manis agak asam, dan bentuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan industri tekstil dan industri lainnya di Indonesia menghasilkan

I. PENDAHULUAN. Perkembangan industri tekstil dan industri lainnya di Indonesia menghasilkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan industri tekstil dan industri lainnya di Indonesia menghasilkan banyak limbah organik golongan senyawa azo, yang akan menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat di Jl. Dr. Setiabudi No.229 Bandung. Untuk keperluan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

PATEN NASIONAL Nomor Permohonan Paten :P Warsi dkk Tanggal Permohonan Paten:19 November 2013

PATEN NASIONAL Nomor Permohonan Paten :P Warsi dkk Tanggal Permohonan Paten:19 November 2013 1 PATEN NASIONAL Nomor Permohonan Paten :P00147 Warsi dkk Tanggal Permohonan Paten:19 November 13 2, bis(4 HIDROKSI KLORO 3 METOKSI BENZILIDIN)SIKLOPENTANON DAN 2, bis(4 HIDROKSI 3 KLOROBENZILIDIN)SIKLOPENTANON

Lebih terperinci

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu)

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu) Reaktor, Vol. 11 No.2, Desember 27, Hal. : 86- PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu) K. Haryani, Hargono dan C.S. Budiyati *) Abstrak Khitosan adalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan protein hewani dapat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan protein hewani dapat PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan protein hewani menjadi hal penting yang harus diperhatikan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan protein hewani dapat dipenuhi dari produk peternakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar belakang I.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN Limbah cair yang mengandung zat warna telah banyak dihasilkan oleh beberapa industri domestik seperti industri tekstil dan laboratorium kimia. Industri-industri tekstil

Lebih terperinci

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi Bab IV Pembahasan IV.1 Ekstraksi selulosa Kayu berdasarkan struktur kimianya tersusun atas selulosa, lignin dan hemiselulosa. Selulosa sebagai kerangka, hemiselulosa sebagai matrik, dan lignin sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan perairan yang disebabkan oleh logam-logam berat seperti kadmium, timbal dan tembaga yang berasal dari limbah industri sudah lama diketahui. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdapat pada tepung adalah kapang, khamir, dan bakteri. Bakteri yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. terdapat pada tepung adalah kapang, khamir, dan bakteri. Bakteri yang biasa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mie basah merupakan salah satu bahan pangan yang digemari masyarakat Indonesia. Hal itu terbukti dengan tingginya produksi mie basah yaitu mencapai 500-1500 kg mie

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL ke 8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

SEMINAR NASIONAL ke 8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi UPAYA PENINGKATAN KELARUTAN KITOSAN DALAM ASAM ASETAT DENGAN MELAKUKAN PERLAKUAN AWAL PADA PENGOLAHAN LIMBAH KULIT UDANG MENJADI KITOSAN Ani Purwanti 1, Muhammad Yusuf 2 1 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Struktur kimia ketoprofen (Valliappan et al. 2006).

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Struktur kimia ketoprofen (Valliappan et al. 2006). TINJAUAN PUSTAKA Ketoprofen Ketoprofen [asam 2-(3-benzoilfenil)-propionat; rumus kimia C 16 H 14 O 3 ; Mr=254,3 g mol -1 ] termasuk suatu obat anti inflamasi nonsteroid (AINS), derivat asam propionat.

Lebih terperinci

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 2 No.2 ; November 2015 PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR Noor Isnawati, Wahyuningsih,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini penggunaan pestisida dari tahun ke tahun semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini penggunaan pestisida dari tahun ke tahun semakin meningkat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini penggunaan pestisida dari tahun ke tahun semakin meningkat. Hal ini dikarenakan adanya perkembangan hama dan penyakit pada tanaman baik dari jenis maupun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 53 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Mutu Kitosan Hasil analisis proksimat kitosan yang dihasilkan dari limbah kulit udang tercantum pada Tabel 2 yang merupakan rata-rata dari dua kali ulangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong pesatnya perkembangan di berbagai sektor kehidupan manusia terutama sektor industri. Perkembangan

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Polimer Polimer (poly = banyak, meros = bagian) merupakan molekul besar yang terbentuk dari susunan unit ulang kimia yang terikat melalui ikatan kovalen. Unit ulang pada polimer,

Lebih terperinci

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air.

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pendahuluan Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pelarut lain yang digunakan adalah etanol dan minyak. Selain digunakan secara oral, larutan juga

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG RAJUNGAN PADA PROSES ADSORPSI LOGAM NIKEL DARI LARUTAN NiSO 4

PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG RAJUNGAN PADA PROSES ADSORPSI LOGAM NIKEL DARI LARUTAN NiSO 4 PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG RAJUNGAN PADA PROSES ADSORPSI LOGAM NIKEL DARI LARUTAN NiSO 4 Yuliusman dan Adelina P.W. Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia Kampus UI, Depok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Senyawa polifenol merupakan senyawa yang mempunyai peran penting di bidang kesehatan. Senyawa ini telah banyak digunakan untuk mencegah dan mengobati berbagai macam

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. I. Definisi

PEMBAHASAN. I. Definisi PEMBAHASAN I. Definisi Gel menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995), merupakan sistem semi padat, terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari lautan yang menghasilkan berbagai macam hasil perikanan yang terus

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari lautan yang menghasilkan berbagai macam hasil perikanan yang terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim, sebagian besar wilayah Indonesia terdiri dari lautan yang menghasilkan berbagai macam hasil perikanan yang terus meningkat setiap

Lebih terperinci

DERAJAT DEASETILASI DAN KELARUTAN CHITOSAN YANG BERASAL DARI CHITIN IRRADIASI

DERAJAT DEASETILASI DAN KELARUTAN CHITOSAN YANG BERASAL DARI CHITIN IRRADIASI SEMIAR ASIAL KIMIA DA PEDIDIKA KIMIA V Kontribusi Kimia dan Pendidikan Kimia dalam Pembangunan Bangsa yang Berkarakter Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP US Surakarta, 6 April 2013 MAKALAH

Lebih terperinci

PREPARASI NANOPARTIKEL GAMAVUTON-0 MENGGUNAKAN KITOSAN RANTAI PENDEK DAN TRIPOLIFOSFAT SEBAGAI CROSS LINKER

PREPARASI NANOPARTIKEL GAMAVUTON-0 MENGGUNAKAN KITOSAN RANTAI PENDEK DAN TRIPOLIFOSFAT SEBAGAI CROSS LINKER PREPARASI NANOPARTIKEL GAMAVUTON-0 MENGGUNAKAN KITOSAN RANTAI PENDEK DAN TRIPOLIFOSFAT SEBAGAI CROSS LINKER Wintari Taurina 1 *, Ronny Martien 2, Hilda Ismail 3 1 Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

PENJERAPAN LEMAK KAMBING MENGGUNAKAN ADSORBEN CHITOSAN

PENJERAPAN LEMAK KAMBING MENGGUNAKAN ADSORBEN CHITOSAN 1 PENJERAPAN LEMAK KAMBING MENGGUNAKAN ADSORBEN CHITOSAN Carlita Kurnia Sari (L2C605123), Mufty Hakim (L2C605161) Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jln. Prof. Sudharto, Tembalang,

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesis dan Karakterisasi Karboksimetil Kitosan Spektrum FT-IR kitosan yang digunakan untuk mensintesis karboksimetil kitosan (KMK) dapat dilihat pada Gambar 8 dan terlihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asia yang beriklim tropis yang memiliki beberapa khasiat sebagai obat

BAB I PENDAHULUAN. Asia yang beriklim tropis yang memiliki beberapa khasiat sebagai obat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Temu kunci (Boesenbergia pandurata) adalah tanaman rempah asli dari Asia yang beriklim tropis yang memiliki beberapa khasiat sebagai obat tradisional karena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hidrogel yang terbuat dari polisakarida alami sudah secara luas di teliti dalam bidang farmasi dan kesehatan, seperti rekayasa jaringan, penghantaran obat, imobilisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membentuk lapisan kompleks yang menyelimuti inti. Bahan inti yang dilindungi

I. PENDAHULUAN. membentuk lapisan kompleks yang menyelimuti inti. Bahan inti yang dilindungi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Enkapsulasi merupakan teknik melindungi suatu material yang dapat berupa komponen bioaktif berbentuk cair, padat, atau gas menggunakan penyalut yang membentuk lapisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ion-ion logam, khususnya logam berat yang terlepas ke lingkungan sangat berbahaya bagi kesehatan. Ion-ion logam berat pada konsentrasi rendah dapat terakumulasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selulosa merupakan polisakarida yang berbentuk padatan, tidak berasa, tidak berbau dan terdiri dari 2000-4000 unit glukosa yang dihubungkan oleh ikatan β-1,4 glikosidik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kanker Kanker adalah kondisi sel yang kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal, cepat, dan tidak terkendali

Lebih terperinci

TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak

TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI Pipih suptijah* ) Abstrak Kitosan adalah turunan dari kitin yang merupakan polimer alam terdapat pada karapas/ limbah udang sekitar 10 % - 25%.

Lebih terperinci

PREPARASI DAN APLIKASI NANOPARTIKEL KITOSAN SEBAGAI SISTEM PENGHANTARAN INSULIN SECARA ORAL

PREPARASI DAN APLIKASI NANOPARTIKEL KITOSAN SEBAGAI SISTEM PENGHANTARAN INSULIN SECARA ORAL 0071: Etik Mardliyati dkk. MT-25 PREPARASI DAN APLIKASI NANOPARTIKEL KITOSAN SEBAGAI SISTEM PENGHANTARAN INSULIN SECARA ORAL Etik Mardliyati, Sjaikhurrizal El Muttaqien, Damai R Setyawati, Idah Rosidah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi rekayasa zat dalam skala nano selalu menjadi daya tarik di kalangan peneliti. Hal ini dikarenakan nanoteknologi akan sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yulieyas Wulandari, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yulieyas Wulandari, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Melamin merupakan senyawa kimia bersifat basa yang digunakan terutama sebagai bahan polimer. Tidak ada peraturan yang mengijinkan penambahan langsung melamin ke dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan makanan pada umumnya sangat sensitif dan mudah mengalami penurunan kualitas karena faktor lingkungan, kimia, biokimia, dan mikrobiologi. Penurunan kualitas bahan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Kulit udang yang diperoleh dari pasar Kebun Roek Ampenan kota

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Kulit udang yang diperoleh dari pasar Kebun Roek Ampenan kota BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Isolasi Kitin dari Kulit Udang 5.1.1 Tepung kulit udang Kulit udang yang diperoleh dari pasar Kebun Roek Ampenan kota Mataram dibersihkan kemudian dikeringkan yang selanjutnya

Lebih terperinci

et al., 2005). Menurut Wan Ngah et al (2005), sambung silang menggunakan glutaraldehida, epiklorohidrin, etilen glikol diglisidil eter, atau agen

et al., 2005). Menurut Wan Ngah et al (2005), sambung silang menggunakan glutaraldehida, epiklorohidrin, etilen glikol diglisidil eter, atau agen PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kitosan merupakan senyawa dengan rumus kimia poli(2-amino-2-dioksi-β-d-glukosa) yang dapat diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitosan serta turunannya sangat bermanfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Membran adalah sebuah penghalang selektif antara dua fasa. Membran

BAB I PENDAHULUAN. Membran adalah sebuah penghalang selektif antara dua fasa. Membran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Membran adalah sebuah penghalang selektif antara dua fasa. Membran memiliki ketebalan yang berbeda-beda, ada yang tebal dan ada juga yang tipis. Ditinjau dari bahannya

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polimer Benzilkitosan Somorin (1978), pernah melakukan sintesis polimer benzilkitin tanpa pemanasan. Agen pembenzilasi yang digunakan adalah benzilklorida. Adapun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Keampuhan kurkumin untuk berbagai penyakit seperti penyakit pernapasan, gangguan hati, dan luka diabetes telah didokumentasikan dalam literatur India kuno (Goel dkk.,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pati adalah bahan baku yang sangat penting untuk industri makanan. Sebagai pengembangan produk makanan yang baru, pati memiliki sifat khusus yang fungsional. Fungsi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. percampuran natrium alginat-kitosan-kurkumin dengan magnetic stirrer sampai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. percampuran natrium alginat-kitosan-kurkumin dengan magnetic stirrer sampai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan absorbent dressing sponge dimulai dengan tahap percampuran natrium alginat-kitosan-kurkumin dengan magnetic stirrer sampai penghilangan air dengan proses lyophilizer.

Lebih terperinci

Isolasi dan Identifikasi Mikroorganisme Penghasil Enzim Kitinase Termofil pada Permandian Air Panas Prataan, Tuban Steven Yasaputera, Tjandra Pantjajani, Ruth Chrisnasari * Departemen Biologi, Fakultas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Struktur kitosan

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Struktur kitosan TINJAUAN PUSTAKA Gel Kitosan Proses gelasi atau pembentukan gel merupakan fenomena yang menarik dan sangat kompleks. Jika terjadi ikatan silang pada polimer yang terdiri atas molekul rantai panjang dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti TINJAUAN PUSTAKA Tanah Ultisol Tanah-tanah yang tersedia untuk pertanian sekarang dan akan datang adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti ordo Ultisol. Ditinjau dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7 Perbandingan turbiditas formula PP7 dan PO1 secara visual.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7 Perbandingan turbiditas formula PP7 dan PO1 secara visual. HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Surfaktan Terpilih Tahap awal penelitian ini dilakukan pemilihan jenis surfaktan. Pada tahap pemilihan jenis surfaktan ini menggunakan formula yang sama yaitu formula P. Surfaktan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu sediaan obat yang layak untuk diproduksi harus memenuhi beberapa persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan obat untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan nanoteknologi telah mendapat perhatian besar dari para ilmuwan dan peneliti. Nanoteknologi secara umum dapat didefinisikan sebagai teknologi perancangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin meningkat seiring dengan perkembangan kehidupan manusia. Perkembangan tersebut diikuti dengan meningkatnya aktivitas

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Pragel Pati Singkong Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar berwarna putih. Rendemen pati yang dihasilkan adalah sebesar 90,0%.

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis dari monomer stiren melalui reaksi polimerisasi adisi dengan inisiator benzoil peroksida. Pada sintesis polistiren ini, terjadi tahap

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Organik Cair Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan sebagian unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman. Peran pupuk sangat dibutuhkan oleh tanaman

Lebih terperinci

enzim dan ph rendah dalam lambung), mengontrol pelepasan obat dengan mengubah struktur gel dalam respon terhadap lingkungan, seperti ph, suhu,

enzim dan ph rendah dalam lambung), mengontrol pelepasan obat dengan mengubah struktur gel dalam respon terhadap lingkungan, seperti ph, suhu, BAB 1 PENDAHULUAN Dalam sistem penghantaran suatu obat di dalam tubuh, salah satu faktor yang penting adalah bentuk sediaan. Penggunaan suatu bentuk sediaan bertujuan untuk mengoptimalkan penyampaian obat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sehingga memiliki umur simpan yang relatif pendek. Makanan dapat. dikatakan rusak atau busuk ketika terjadi perubahan-perubahan yang

I. PENDAHULUAN. sehingga memiliki umur simpan yang relatif pendek. Makanan dapat. dikatakan rusak atau busuk ketika terjadi perubahan-perubahan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, bahan pangan memiliki sifat mudah rusak (perishable), sehingga memiliki umur simpan yang relatif pendek. Makanan dapat dikatakan rusak atau busuk ketika terjadi

Lebih terperinci