BAB I PENDAHULUNI LAPORAN PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN KABUPATEN SITUBONDO, 2013

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUNI LAPORAN PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN KABUPATEN SITUBONDO, 2013"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUNI 1.1. LATAR BELAKANG Penilaian Resiko Kesehatan Dan Lingkungan atau (Environmental Health Risk Assesment) adalah sebuah survai partisipatif di tingkat Kabupaten yang bertujuan untuk mengetahui kondisi sarana dan prasarana sanitasi kesehatan/higinitas, serta perilaku masyarakat yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program sanitasi dan advokasi di tingkat Kabupaten hingga kelurahan. Melatarbelakangi dari proses studi dilakukan adalah dalam rangka menyempurnakan data primer tentang sanitasi dan higinitas di tingkat Kelurahan yang dianggap kurang memadai, sehingga untuk mengangkat isu sanitasi dan higinitas di tingkat kelurahan serta untuk meningkatkan pengetahuan Pokja juga masyarakat Kabupaten Situbondo tentang kondisi sanitasi dan higinitas yang sebenarnya dari Kabupatennya.Diharapkan dengan studi ini dapat membuka lebar ruang dialog tentang isu-isu sanitasi dan higinitas di antara semua stakeholder termasuk masyarakat pengambil keputusan. Selain itu hasil survey dapat digunakan untuk memetakan area/wilayah beresiko dalam Kabupaten Situbondo 1.2. TUJUAN Tujuan dari pelatihan adalah : Memberikan gambaran pelaksanaan studi di Kabupaten Situbondo Belajar bersama tentang Survey Penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan Menyiapkan diri menjadi anggota tim survey yang handal 1.3. SASARAN Adapun hasil yang ingin dicapai dari kegiatan pelatihan ini adalah: Coordinator Survey, Koordinator wilayah kecamatan, Supervisor, Tim Entri Data, Tim Analisis Data dan Enumerator menjadi anggota tim survey yang handal Rencana Tindak Lanjut Studi sebagai bahan penyususnan Buku Putih Sanitasi (BPS) dan Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Kabupaten Situbondo.

2 2.1. URAIAN PELAKSANAAN adalah studi yang relatif pendek (sekitar 2 bulan) yang menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menerapkan 2 (dua) teknik pengumpulan data, yakni 1) wawancara (interview) dan 2) pengamatan (observation). Pewawancara dan pelaku pengamatan dalam adalah kader-kader terpilih dari pihak Kelurahan. Sebelum turun ke lapangan, para kader diwajibkan mengikuti pelatihan enumerator selama 2 (dua) hari berturut-turut. Materi pelatihan mencakup dasar-dasar wawancara dan pengamatan; pemahaman tentang instrumen ; latar belakang konseptual dan praktis tentang indikator-indikator; uji coba lapangan; dan diskusi perbaikan instrumen. Sampel ditarik secara acak (random) dengan menggabungkan antara teknik multistage dan random sistematis. Jumlah sampel diambil secara proporsional berdasarkan jumlah rumah tangga di tingkat kelurahan. Yang menjadi primary sampling unit adalah RT (Rukun tetangga) yang dipilih secara random proporsional berdasarkan total RT per kelurahan. Di setiap RT, rumah diambil secara acak dengan menggunakan teknik-teknik yang memungkinkan, yakni sistematis (urutan rumah), random walk, atau metode EPI. Yang menjadi unit analisis dalam adalah rumah tangga. Sementara, yang menjadi unit respon adalah ibu rumah tangga. Ibu dipilih dengan asumsi bahwa mereka relatif lebih memahami kondisi lingkungan berkaitan dengan isu sanitasi serta mereka relatif lebih mudah ditemui dibandingkan bapak-bapak. Ibu dalam didefinisikan sebagai perempuan berusia tahun yang telah atau pernah menikah. Untuk memilih Ibu di setiap rumah, enumerator menggunakan matriks prioritas yang mengurutkan prioritas Ibu di dalam rumah. Prioritas ditentukan oleh status Ibu yang dikaitkan dengan kepala rumah tangga. Bila dalam prioritas tertinggi ada dua atau lebih Ibu, maka usia menjadi penentunya. Pemilihan ibu berdasarkan urutan atau tabel prioritas sebagai berikut: (1) Kepala rumah tangga (orangtua tunggal/janda) (2) Istri kepala rumah tangga (3) Anak rumah tangga (4) Adik/kakak kepala rumah tangga

3 (5) Ibu diasumsikan mengetahui kondisi rumah Pemilihan Enumerator berjumlah 2 orang per desa Dari seluruh kelurahan/ desa di Kabupaten Situbondo yang berjumlah 40 desa dari 17 kecamatan yang ada, dengan menggunakan metode random sampling, Jumlah desa yang disurvey berjumlah 40 desa dan masing-masing 40 responden/kk. Jadi total Responden adalah 1600 KK. Berdasarkan kesepakatan Pokja Kabupaten Situbondo menambahkan pada masing-masing desa survei dengan 2 responden atau kurang lebih 5% dari seluruh responden, untuk mengantisipasi kejadian kurang akuratnya hasil penyebaran kuesioner. Yang menangani pekerjaan entri data adalah tim DinasKesehatan seksi PL Kabupaten Situbondo. Sejumlah 4 staf terlebih dahulu mengikuti pelatihan singkat data entry sebelum melakukan pekerjaan entri data selama 10 hari. Untuk quality control, tim spot check mendatangi 5% rumah yang telah disurvai. Tim spot check secara individual melakukan wawancara singkat dengan kuesioner yang telah disediakan dan kemudian menyimpulkan apakah wawancara benar-benar terjadi dengan standar yang ditentukan. Quality control juga dilakukan di tahap data entri. Hasil entri di-re-check kembali oleh tim Pokja Sanitasi. Sejumlah 5% entri kuesioner diperiksa kembali. Untuk mengorganisir Studi, dibentuk panitia ad-hoc yang terdiri dari Tim KMW3 dan Tim PPSP dari pusat Jakarta sebagai fasilitator pelatihan; Tim Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan sebagai Koordinator, Koordinator Kabupaten, dan Wilayah; Tim Supervisor yang berisi penggiat LSM; serta enumerator yang direkrut dari kader-kader posyandu tingkat kelurahan di Kabupaten Situbondo WAKTU DAN TEMPAT PELATIHAN Tempat Pelaksanaan : Aula Puskesmas Panarukan Situbondo Dilaksanakan pada : Mei 2013 Jam : WIB - Selesai TIM PELATIHAN A. PESERTA : Kepala Kecamatan Terpilih Kepala Puskesmas Terpilih Sanitarian di setiap Puskesmas Terpilih Kader Desa/Kelurahan (enumerator) di Kelurahan Terpillih

4 B. NARASUMBER : Dinas Kesehatan Provinsi JATIM PF PPSP JATIM CF PPSP Kabupaten Situbondo Dinas Kesehatan Kab. Situbondo C. PEMANDU PROSES: Sekretariat PPSP dan Dinas Kesehatan Situbondo 2.2. HASIL PENENTUAN AREA SURVEY Pelaksanaan penentuan Area survey dilakukan secara penuh oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo dengan bantuan CF dan/atau PF. Termasuk dalam tanggungjawab setiap Komunitas adalah persiapan logistic studi, finalisasi desain studi, penyiapan dan pelatihan Enumerator, pengumpulan data, data entri dan analisis serta pelaporan dan diskusi public. Berikut Tahapan proses yang dilakukan dalam penentuan area survey Kabupaten Situbondo. A. Adapun susunan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo sebagai berikut : (1) TIM Tim yang sudah terbentuk berdasarkan SK bupati terdiri dari: Penanggungjawab : Dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo Koordinator Survey : Dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo Anggota : Semua SKPD yang terkait Supervisor : Sanitarian Puskesmas Tim Entry Data : Dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo Tim Analisis : Dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo Enumerator : Kader Posyandu dan sanitarian puskesmas (2) KRITERIA PEMILIHAN ENUMERATOR : Enumerator yang dipilih diharapkan memenuhi criteria sebagai berikut : a. Diutamakan mempunyai pendidikan SMU b. Merupakan kader aktif posyandu dan sanitarian c. Berperan aktif dikegiatan posyandu d. Memiliki waktu luang dan peduli dengan masalah sanitasi dan higinitas e. Berusia tahun

5 (3) AREA SURVEY KABUPATEN SITUBONDO Salah satu aspek perbaikan dalam Studi 2013 adalah adanya metoda penentuan target area secara geografi dan demografi melalui proses yang Klustering. Hasil Klastering ini juga sekaligus bisa digunakan sebagai indikasi awal lingkungan beresiko. Proses pengambilan sampel dilakukan secara random sehingga memenuhi kaidah Probability Sampling sehingga semua anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk menjadi sampel. Sementara metoda sampling yang digunakan adalah Cluster Random Sampling.Teknik ini sangat cocok digunakan untuk menentukan jumlah sampel jika area sumber data yang akan diteliti sangat luas. Pengambilan sampel didasarkan populasi yang telah ditetapkan. Penetapan klaster dilakukan berdasarkan kriteria utama dan criteria tambahan. Kriteria utama adalah criteria yang sudah ditetapkan oleh Program PPSP dan wajib digunakan oleh semua Dinas Kesehatan Kabupaten apabila dinilai ada hal yang spesifik di Kabupaten/Kabupaten yang bersangkutan terkait dengan resiko kesehatan lingkungan akibat sanitasi. Dan untuk Kabupaten Situbondo yang termasuk dalam Kriteria tambahan disini adalah Daerah Pesisir dan pegunungan. Karena berdasarkan persepsi SKPD yang tergabung dalam Tim Dinas Kesehatan kabupaten Situbondo daerah pesisir dan pegunungan di Kabupaten Situbondo cenderung mempunyai pola hidup yang kurang sehat dan kurang mendukung kesehatan sanitasi lingkungan. Kriteria Utama penetapan Klaster adalah sebagai berikut : a) Kepadatan Penduduk yaitu jumlah penduduk per luas wilayah. Pada umumnya tiap Kabupaten/Kabupaten telah mempunyai data kepadatan penduduk sampai dengan tingkat kecamatan dan kelurahan/desa b) Angka kemiskinan dengan indicator yang datanya mudah diperoleh tapi cukup representative menunjukkan kondisi social ekonomi setiap kecamatan dan/atau kelurahan/desa. Sebagai contoh ukuran angka kemiskinan bias dihitung berdasarkan proporsi jumlah Keluarga Pra Sejahtera dn Keluarga Sejahtera tingkat 1 dengan formula sebagai berikut : c) Angka Kemiskinan = ( Pra KS KS 1) x100% KK d) Daerah/wilayah yang dialiri sungai/kali/saluran drainase/saluran irigasi dengan potensi digunakan sebagai MCK dan pembuangan sampah oleh masyarakat setempat e) Daerah terkena banjir dan dinilai mengganggu ketentraman masyarakat dengan parameter ketinggian air, luas daerah banjir/genangan, dan lamanya surut.

6 Klastering wilayah Kabupaten Situbondo akan menghasilkan klaster sebagai berikut : Tabel 14. Kategori Klaster Berdasarkan Kriteria Indikasi lingkungan beresiko Wilayah Kecamatan/kelurahan dari Kabupaten Situbondo yang tidak KLASTER O KLASTER 1 KLASTER 2 KLASTER 3 KLASTER 4 memenui semua kriteria utama maupun kriteria tambahan Wilayah Kecamatan/kelurahan yang memenuhi minimal 1 kriteria indikasi lingkungan beresiko Wilayah kecamaan/kelurahan yang memenuhi minimal 2 kriteria indikasi lingkungan beresiko Wilayah Kecamatan/kelurahan yang memenuhi minimal 3 kriteria indikasi lingkungan beresiko Wilayah kecamatan/kelurahan yang memenuhi minimal 4 kriteria indikasi lingkungan beresiko Berdasarkan metode studi yang dijelaskan diatas dalam penentuan klaster di Kabupaten Situbondo yang akan melaksanakan Studi dilakukan dalam dua tahap, yaitu : 1. Tahap 1, klastering pada tingkat Kecamatan, dilakukan oleh team Dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo berdasarkan criteria utama untuk menunjukkan indikasi awal lingkungan beresiko tingkat kecamatan 2. Tahap II, klastering pada tingkat Desa/Kelurahan, dilakukan oleh dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo bersama kecamatan, berdasarkan Kriteria Utama (criteria utama penetapan klaster) untuk menunjukkan indikasi awal lingkungan beresiko tingkat Desa/Kelurahan, hasilnya dari kedua tahap tersebut seperti terlihat dalam Tabel 2. Tabel 15. Klastering Untuk Wilayah Study Tingkat Kecamatan dan Kelurahan Di Kabupaten Situbondo Indikator NO Kecamatan Desa/ Kelurahan kepadatan maskin DAS Genangan air/ banjir Klaster Sumbermalang 001 Alas Tengah Baderan Taman Kursi Sumber argo Kalirejo TamanSari Tlogosari

7 008 Taman Plalangan Jatibanteng 001Patemon Kembangsari Pategalan Semambung Sumberanyar Jatibanteng Wringinanom Curahsuri Banyuglugur 001 Tepos Kalisari Lubawang Kalianget Telempong Selobanteng Banyuglugur Besuki 001 Bloro Langkap Blimbing Widoropayung 005 Sumberejo Jetis Kalimas Demung Pesisir Besuki SUBOH 001 Cemara Mojodungkul Gunung Putri Gunung Malang Dawuhan Suboh Buduan Ketah MLANDINGAN 001 Selomukti Sumberpinang 003 Alas Bayur

8 004 Sumberanyar campoan Trebungan Mlandingan kulon BUNGATAN 001 Selowogo Sumbertengah 003 Patemon Pasir putih bungatan Bletok Mlandingan Wetan Kendit 001 Rajekwesi Tambak ukir bugeman Kendit Balung Kukusan Kltakan Panarukan 001 Kilensari Paowan Sumberkolak Wringinanom Peleyan Alas Malang Duwet Gelung Situbondo 001 Kalibagor Kotakan Dawuhan Patokan Talkandang Olean Mangaran 001 Trebungan Mangaran Tanjung kamal 004 Tanjung Glugur

9 005 Tanjung Pecinan Semiring Panji 001 Sliwung Ardirejo Battal Klampokan Juglangan Panji Kidul Panji Lor Mimbaan Curah jeru Tokelan Tenggir Kayuputih Kapongan 001 Kandang Curah cotok Peleyan Wonokoyo Sletreng Landangan kapongan Kesambirampak Gebangan Pokaan Arjasa 001 Curah tatal Jatisari Kayumas Bayeman Ketowan Kedungdowo Lamongan Arjasa Jangkar 001 Sopet Curahkalak Palangan Jangkar Gadingan Kumbangsari

10 Pesanggrahan 008 Agel Asembagus 001 Mojosari Kertosari Kedunglo Bantal Awar-awar Perante Trigonco Asembagus Gudang Wringinanom Banyuputih 001 Banyuputih Sumberejo Sumberanyar Sumberwaru Wnorejo Keterangan : Warna merah : Klaster 4 Warna Kuning : Klaster 3 Warna Biru : Klaster 2 Warna hijau : Klaster 1 Warna Coklat : Klaster 0 Setelah dikompilasi hasil klastering pada tingkat kecamatan dan kelurahan/ desa dari jumlah 140 Desa/ kelurahan yang ada di Kabupaten Situbondo, Klaster 0 terdiri 4 Desa/Kelurahan kemudian diambil 1 Desa, yaitu Jatisari. Klaster 1 terdiri terdapat 32 Desa kemudian diambil 10 desa, yaitu Telempong, Wringin anom, Langkap, Widoro payung, Jetis, Alas Bayur, Patemon, Tambak Ukir, Gelung, Kedunglo. Klaster 2 terdiri 59 Desa kemudian dimabil 16 desa, yaitu Baderan, Tepos, Kembangsari, Pesisir, Cemara, Gunung putri, bungatan, Rajekwesi, Paowan, Kalibagor, Semiring, Kayuputih, Kandang, Bayeman, Palangan. Klaster 3 terdiri 37 desa kemudian diambil 11 desa, yaitu Sumberkolak, Dawuhan, Tanjung kamal, Kumbangsari, Mimbaan, Wonokoyo, Sletreng, Landangan, Banyuputih, Sumberwaru, dan Kluster 4 terdiri dari 8 kelurahan di ambil 2 desa yaitu Taman dan Trebungan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam Tabel 3.

11 Tabel 16. Hasil Kompilasi Klastering Wilayah Studi Kabupaten Situbondo Rekapitulasi Cluster Jumlah (desa/kelurahan) Cluster 0 4 Cluster 1 32 Cluster 2 59 Cluster 3 37 Desa/Kelurahan Sampling nama desa sasaran survey 1 Jatisari 10 Telempong, Wringin anom, Langkap, Widoro payung, Jetis, Alas Bayur, Patemon, Tambak Ukir, Gelung, Kedunglo 16 Baderan, Tepos, Kembangsari, Pesisir, Cemara, Gunung putri, bungatan, Rajekwesi, Paowan, Kalibagor, Semiring, Kayuputih, Kandang, Bayeman, Palangan 11 Sumberkolak, Dawuhan, Tanjung kamal, Kumbangsari, Mimbaan, Wonokoyo, Sletreng, Landangan, Banyuputih, Sumberwaru 2 jumlah responden (40 responden per desa) Cluster 4 8 Taman, Trebungan Jumlah Sumber : Hasil Analisa 2.3. JUMLAH RESPONDEN SURVEY KABUPATEN SITUBONDO Sesuai dengan pedoman survey tahun 2013, untuk mendapatkan gambaran kondisi sanitasi Kabupaten Situbondo, dengan mempertimbangkan persepsi dari SKPD dan dengan presisi yang disepakati bahwa tidak dibutuhkan besaran sampel yang sampai ribuan rumah tangga. Sampel yang diambil adalah sebesar 30% dari masing-masing kelurahan yang terpilih dalam kluster indicator

12 masing-masing. Berdasarkan pengalaman bahwa penentuan jumlah sampel tiap kelurahan memenuhi teknik statistik tertentu dan dianggap jumlahnya mewakili sebagai jumlah minimal yang dapat dianalisi. Maka jumlah sampel untuk tiap kelurahan/desa diambil sebesar 40 responden, hal ini merupakan strategi untuk memperkecil kesalahan, dimana jumlah responden per kelurahan tersebut harus tersebar secara proporsional di RT terpilih dan pemilihan responden juga secara random, sehingga akan ada minimal 5 responden per RT PENENTUAN KECAMATAN DAN KELURAHAN/DESA AREA SURVEI Penentuan keseluruhan area survey dengan pengambilan responden keseluruh kelurahan tidak mungkin dilakukan mengingat kebutuhan dan ketersediaan waktu, serta tenaga yang terbatas. Dengan demikian, maka penentuan jumlah lokasi target survey untuk tiap klaster menggunakan metoda Proporsionate Startified Random Sampling artinya populasi tidak homogeny dan strata yang berbeda, sehingga sampel diambil berdasarkan presentase (%) untuk tiap strata/kluster. Dalam menentukan area survey enumerator dan Tim Kabupaten Situbondo telah mengambil kebijakan dengan mengambil seluruh kecamatan dan mengambil porsi tertentu dari jumlahkelurahan pada tiap klaster sebagai area survey. Tabel 17. Hasil Kompilasi Klastering Wilayah Studi Kabupaten Situbondo Rekapitulasi Cluster Jumlah (desa/kel urahan) Desa/Kelu rahan Sampling nama desa sasaran survey jumlah responden (40 responden per desa) Cluster Jatisari 40 Cluster 1 32 Cluster Telempong, Wringin anom, Langkap, Widoro payung, Jetis, Alas Bayur, Patemon, Tambak Ukir, Gelung, Kedunglo 16 Baderan, Tepos, Kembangsari, Pesisir, Cemara, Gunung putri, bungatan, Rajekwesi, Paowan, Kalibagor, Semiring, Kayuputih, Kandang, Bayeman, Palangan

13 11 Sumberkolak, Dawuhan, Tanjung kamal, Kumbangsari, Mimbaan, Wonokoyo, Sletreng, Landangan, Banyuputih, Sumberwaru Cluster 3 37 Cluster Taman, Trebungan 80 Jumlah Dengan demikian, berdasarkan kriteria dalam 1 desa/kelurahan harus ada minimal 40 responden maka jumlah sampel yang dibutuhkan Kabupaten Situbondo adalah sebanyak 40 x 40 = 1600 responden. Adapun dari hasil prosentase pengklusteran kemudian disepakati oleh Tim pemilihan daerah yang dianggap lebih layak dijadikan sasaran survey, sebagai berikut : Tabel 18. Hasil Kompilasi Area Survey CLUSTER 0 CLUSTER 1 CLUSTER 2 CLUSTER 3 CLUSTER 4 Desa/ Keluarahan sample untuk di survey persepsi SKPD Jatisari Telempong Baderan Sumberkolak Taman Wringin anom Tepos Sliwung Trebungan Langkap Pesisir Mimbaan Widoro payung Cemara Wonokoyo Jetis Gunung Putri Sletreng Alas Bayur Bungatan Landangan Patemon Rajekwesi Kumbangsari Tambak ukir Paowan Banyuputih Gelung Kalibagor Sumberwaru Kedungloh Semiring Kayuputih Kandang Bayeman Palangan Bantal Gambar 1. Selanjutnya akan menjelaskan letak Kelurahan Di Kabupaten Situbondo yang merupakan area survey setelah hasil dari metode pengklusteran. Jadi dari hasil pengklusteran dipilih kelurahan untuk disurvey adalah : 1. Kluster nol : Desa Jatisari kec.arjasa 2. Kluster 1 : Desa Telempong kec. Banyuglugur, Desa Wringinanom Kec.Jatibanteng, Desa Langkap, desa Widoropayung, desa Jetis Kec.Besuki, Desa Alas Bayur Kec.Mlandingan, Desa

14 Patemon Kec. Bungatan, Desa Tambak ukir Kec.Kendit, Desa Gelung Kec.Panarukan, Desa Bantal Kec.Asembagus 3. Kluster 2 : Desa Baderan Kec.Sumbermalang, Desa Tepos Kec.Banyuglugur, Desa Kembangsari Kec. Jatibanteng, Desa Pesisir Kec. Besuki, Desa Cemara Kec.Suboh, Desa Gunung Putri Kec. Suboh, Desa Bungatan Kec.Bungatan, Desa Rajekwesi kec. Kendit, Desa Paowan Kec.Panarukan, Desa Kalibagor Kec.Situbondo, Desa Semiring Kec. Mangaran, Desa kayuputih kec. Panji, Desa Kandang Kec. Kapongan, desa bayemankec. Arjasa, Desa Palangan Kec. Jangkar, Desa Bantal kec. Asembagus. 4. Kluster 3 : Desa Dawuhan kec. Situbondo, Desa Sumberkolak Kec. Panarukan, DesaTanjung Kamal Kec.Mangaran, Desa Mimbaan Kec Panji, Desa Wonokoyo Kec kapongan, Desa Landangan Kec. Kapongan, Desa Sletreng Kec. Kapongan, desa Kumbangsari Kec. Jangkar, Desa Banyuputih dan desa Sumberwaru Kec. Banyuputih 5. Kluster 4 :Desa Taman Kec. Sumbermalang, desa Trebungan Kec.Mlandingan Pemilihan desa/kelurahan adalah dengan mengadakan rapat untuk menampung aspirasi dari SKPD terutama dari Kelurahan dan Kecamatan yang bersangkutan. Sehingga nantinya dapat memperkecil kesalahan penentuan area beresiko. Sehingga daerah area beresiko sanitasi yang terpilih adalah yang memang membutuhkan pembangunan Sanitasi untuk menumbuhkan pemerataan pembangunan sanitasi di Kabupaten Situbondo.

15 Kabupaten Situbondo memiliki ukuran populasi sebanyak Rumah Tangga, dengan confident Level (CL) sebesar 95% diperoleh ukuran sampel sebesar 1600 Rumah Tangga yang dibagi dalam 40 (empat puluh ) desa/kelurahan di 17 (tujuh belas) kecamatan di Kabupaten Situbondo, yang rinciannya telah dijelaskan dalam Laporan Penentuan Area Survey. Dari 40 Desa/Kelurahan tersebut ditentukan bahwa tiap desa/kelurahan dipilih 40 responden yang disebar dalam pemerataan jumlah RT. Total Kelurahan di Kabupaten Situbondo adalah 140 Desa/kelurahan dimana tersebar dari 17 kecamatan. Dari semua desa/kelurahan tersebut dipilih secara random berdasarkan metoda pengklusteran yang telah diterangkan sebelumnya. Responden yang menjadi unit respon adalah ibu rumah tangga dengan asumsi bahwa mereka lebih memahami kondisi lingkungan berkaitan dengan isu sanitasi.ibu dalam Studi ini didefinisikan sebagai perempuan yang berusia tahun yang telah atau pernah menikah. Prioritas ditentukan dengan status ibu yang dikaitkan dengan kepala rumah tangga. Bila dalam prioritas tertinggi ada dua atau lebih ibu,maka usia menjadi batasan penentunya Karakteristik Rumah Tangga Responden Sebelum lebih jauh melihat hasil Studi yang dilaksanakan, maka pada bagian ini akan dipaparkan hal-hal yang terkait dengan karakteristik rumah tangga responden itu sendiri yang merupakan informasi terhadap sejumlah variabel social-demografi rumah di Kabupaten Situbondo. Variabel-variabel yang dimaksud adalah mencakup status responden, jumlah anggota keluarga, usia anak termuda, status kepemilikan rumah dan lahannya, serta ketersediaan kamar untuk disewakan. Variabel variabel sosio demografis diperlukan karena keterkaitannya dengan masalah sanitasi. Jumlah anggota keluarga berhubungan dengan kebutuhan fasiltas sanitasi. Semakin banyak anggota dalam rumah tangga maka semakin besar pula kapasitas yang dibutuhkan.

16 Informasi mengenai usia anak termuda dalam keluarga adalah untuk menggambarkan besaran populasi yang memiliki resiko paling tinggi atau yang kerap dikenal dengan istilah Population at Risk. Secara umum diketahui bahwa balita merupakan segmen populasi yang paling rentan terhadap penyakit-penyakit yang berhubungan dengan air (water born disease), kebersihan diri dan lingkungan. Dengan demikian, rumah tangga yang memiliki balita akan memiliki resiko yang lebih tinggi terhadap masalah sanitasi dibandingkan rumah tangga yang tidak memiliki balita. Sementara variabel yang berkaitan dengan status rumah, seperti kepemilikan dan juga ketersediaan kamar yang disewakan diperlukan untuk memperkirakan potensi partisipasi warga dalam pengembangan program sanitasi. Mereka yang menempati rumah atau lahan yang tidak dimilikinya diduga kuat memiliki rasa memiliki (ship of ownership) yang rendah. Mereka cenderung tidak peduli dengan lingkungan sekitar termasuk pemeliharaan fasilitas sanitasi ataupun kebersihan lingkungan. Sebaliknya mereka yang menempati rumah atau lahan yang dimilikinya sendiri, cenderung akan mempunyai rasa tanggungjawab yang tinggi terhadap kebersihan sanitasi dan kesehatan lingkungan. Seperti dipaparkan dalam bagian Metodologi, responden dalam Studi adalah Ibu atau perempuan yang telah menikah atau janda berusia antara tahun. batas usia khususnya diperlakukan secara fleksibel. Penilaian enumerator banyak menentukan. Bila usia responden diatas 65 tahun, namun masih terdengar cakap dan dapat merespon pertanyaan enumerator dengan tanggap, maka enumerator dapat mempertimbangkan memasukkan dalam daftar prioritas responden. Gambar 1. Diagram Usia Ibu

17 Dari aspek usia, kebanyakan ibu adalah berusia lebih dari 45 tahun, yaitu sekitar 23.7% dari total responden. Sekitar 18,2% untuk responden ibu yang berusia 31 s/d 36 tahun. Sedangkan proporsi yang terkecil adalah ibu yang berusia <= 20 tahun. Gambar 2. Keberadaan Balita Studi juga mengidentifikasi keberadaan balita dalam sebuah rumah tangga. Keberadaan balita menjadi penting dibandingkan kelompok lain. Balita adalah segmen populasi yang paling rentan terhadap penyakit-penyakit yang terkait dengan sanitasi. Diare, misalnya adalah pembunuh balita setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Karena itu, sebaran balita dapat memberi gambaran tentang kerentanan suatu wilayah. Yang masuk dalam usia anak balita adalah usia antara 2-5 tahun dan usia kurang dari 2 tahun juga dapat dimasukkan dalam kategori bayi/balita. Dari pertanyaan kuesioner B.5 dan B6. Berapa jumlah anak usia 2-5 tahun dan jumlah anak kurang dari 2 tahun dalam rumah tangga responden. Menunjukkan jumlah balita dalam satu rumah tangga di Kabupaten Situbondo. Berkenaan dengan jumlah anak usia kurang dari 2 tahun hanya 5,91%, anak yang usianya antara 2-5 tahun mempunyai proporsi 12,50%, anak usia 6-12 Tahun 21,95 % dananak yang usianya lebih dari 12 tahun 59,65%. Hal ini berarti anak tersebut lebih rentan terpapar masalah kesehatan lingkungan.

18 3.2 Sumber Air Minum Bagian mengenai Sumber Air Minum ini menjelaskan mengenai kondisi akses sumber air untuk minum bagi rumah tangga di Kabupaten Situbondo. Hal yang diteliti dalam terdiri dari 2 (dua) hal utama, yakni 1) jenis sumber air minum yang digunakan rumah tangga, dan 2) kelangkaan air yang dialami rumah tangga dari sumber itu. Kedua aspek ini memiliki hubungan yang sangat erat dengan tingkat resiko kesehatan bagi anggota di suatu rumah tangga. Sumber-sumber air memiliki tingkat keamanannya tersendiri. Ada jenis sumber air minum yang dinilai aman secara global, seperti air ledeng/pdam, sumur bor, sumur gali terlindungi, mata air terlindungi dan air hujan (yang ditangkap, dialirkan dan disimpan secara bersih dan terlindungi). Di lain pihak terdapat sumber-sumber yang memiliki resiko yang lebih tinggi sebagai media transmisi pathogen ke dalam tubuh manusia, diantaranya adalah sumur atau mata air yang tidak terlindungi dan air permukaan, seperti air kolam, sungai, parit ataupun irigasi. Suplai atau kuantitas air pun memegang peranan. Para pakar higinitas global melihat suplai air yang memadai merupakan salah satu factor yang mengurangi resiko terkena penyakit-penyakit yang berhubungan dengan diare. Sejumlah studi mengkonfirmasi bahwa mereka yang memiliki suplai air yang memadai cenderung memiliki resiko terkena diare lebih rendah dibandingkan dengan yang suplai air nya kurang memadai. Karena untuk yang memiliki suplai air memadai, maka kegiatan higinitas akan lebih mudah dan teratur dapat dilakukan. Oleh sebab itu kelangkaan air menjadi salah satu factor resiko secara tidak langsung bagi terjadinya penyakit seperti diare. Pada suplai air minum, studi mempelajari kelangkaan yang dialami rumah tangga dalam rentang waktu dua minggu terakhir. Kelangkaan diukur dari tidak tersedianya air dari sumber air minum utama rumah tangga atau tidak bisa digunakannya air yang keluar dari sumber air minum utama. Data ini diperoleh dari pengakuan verbal responden. Hasil survey menunjukkan bahwa di Kabupaten Situbondo terdapat 3 (itga) sumber air minum yang menonjol, yaitu : 1. Air sumur gali terlindungi (SGL) 2. Mata air terlindungi 3. Air sumur pompa tangan (SPT) 4. Kran umum

19 Gambar 3. Diagram Sumber Air dan Penggunaannya oleh Responden Hasil Minum Masak Cuci piring dan peralatan Cuci baju Gosok gigi Prosentase Air Botol ,44% Isi Ulang ,60% Ledeng dari PDAM ,46% Hidran Umum ,18% Kran Umum ,78% SPT ,78% SGL Terlindungan ,39% SGL tak terlindung ,02% Mata Air Terlindungi ,36% Mata Air Tak terlindungi ,04% Air hujan ,00% Air Sungai ,56% Air Danau/waduk ,06% Lain-lain ,02% Dari gambar 3 diatas dapat terlihat bahwa responden banyak menggunakan sumber air dari air sumur gali terlindungi sebagai keperluan berbagai aktivitas, yaitu kurang lebih rata-rata 22,39%

20 penggunanya di Kabupaten Situbondo. Peringkat kedua adalah sumber air dari mata air terlindungi, sekitar rata-rata 11,36% penduduk responden menggunakannya untuk berbagai keperluan. Pada kenyataannya sumber air baik dari sumur gali dan mata air terlindungi di Kabupaten Situbondo memang kualitas dan kuantitasnya cukup memadai, sebab diambil dari sumber mata air yang terkenal dengan kualitas yang baik sebagai air minum dan kuantitas yang berlimpah mengingat geografis Kabupaten Situbondo berupa pegunungan. Terkait dengan keamanan, hasil analisis data menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Kabupaten Situbondo (diwakili responden) memiliki dan menggunakan sumber air yang relative aman, kurang lebih 75%. Yaitu penggunaan air dengan cara memasaknya terlebih dahulu dan direbus. Cara pengambilan air pun dengan gayung dan disimpan dalam wadah tertutup. Sebelum digunakan air disimpan terlebih dahulu sehingga mengendapkan sedimen yang kemungkinan terlarut didalamnya. Sehingga dari hasil pengolahan air minum, penduduk Kabupaten Situbondo hamper jarang balita yang menderita diare. Disamping hal tersebut di atas, studi juga mengidentifikasi apakah rumah tangga Kabupaten Situbondo mengeluarkan dana untuk mendapatkan air. Hasilnya mayoritas rumah tangga di Kabupaten Situbondo tidak banyak mengeluarkan dana untuk memanfaatkan air untuk minum, selain menjadi pelanggan PDAM dengan memanfaatkan air pipa ledeng PDAM sebagian besar responden menggunakan air sumur gali terlindungi untuk sumber air minumnya. Gambar 4. Wadah penyimpanan air di Kabupaten Situbondo Berdasarkan Gambar 4 dapat dianalisis bahwa hampir semua responden menyimpan air sebelum dipakai untuk minum di dalam wadah yang tertutup, seperti dalam teko (42,5%), atau dalam panci tertutup (36,4%).

21 .Sedangkan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam mendapatkan air, responden sebagian besar tidak pernah mengalami kesulitan sebesar 85,4%, namun ada beberapa 13,80% yang harus menunggu beberapa hari untuk mendapatkan air. Keterangan tersebut dapat diperhatikan dalam Gambar 6 sebagai berikut : Gambar 5. Kelangkaan Sumber Air Kabupaten Situbondo Melalui ini juga dapat diketahui peletakan dan kondisi sumber air terhadap letak tempat penampungan dan pembuangan tinja. Bahwa sesuai kriteria bahwa peletakan septik tank harus lebih dari 10 m dari sumber air. Di Kabupaten Situbondo peletakan penampung tinja rumah tangga dengan sumber air penduduk banyak tidak diketahui oleh penduduk dan tidak pernah diukur sebelum pembangunannya. Terbukti dalam studi di lapangan masih banyak penduduk yang tidak tahu, dan hanya beberapa penduduk yang mengetahui dengan pasti jarak sumber air terhadap penampungan tinja tersebut. Hampir berbanding sama antara penduduk yang membangun tangki septik di rumahnya dengan jarak kurang dari 10 m dan yang membangun dengan jarak lebih dari 10 m. Hal ini berarti hampir mayoritas responden belum mengetahui pentingnya memisahkan jarak antara sumber air dengan sumber pencemar seperti penampungan tinja.karena sebaiknya sebelum membuat tangki penampungan tinja tersebut sudah harus direncanakan peletakannya jauhnya sekitar lebih dari 10 m dari sumber air non perpipaan. Dan sebagian besar penduduk responden adalah pengguna sumur gali terlindungi. Namun dengan kondisi peletakan penampung tinja yang terlalu dekat dapat saja mencemari sumber air tersebut dengan adanya pencemaran melalui peresapan air tanah sehingga dapat mencemari sumur atau sumber air sekitarnya. Jarak sumber air terhadap tempat pembuangan tinja dapat diperhatikan dalam Gambar 6 sebagai berikut :

22 Gambar 6. Jarak sumber air terhadap tempat pembuangan tinja Berikut ini disajikan data sumber air minum per kelurahan survey atau sesuai penggolongan Kluster. Terdiri atas data pengelolaan sumber air untuk berbagai keperluan, seperti : memasak, mandi, cuci, minum, dan gosok gigi.

23 SUMBER AIR BERSIH Tabel 19. Pengelolaan Sumber air Sebagai Air minum Kluster Desa/Kelurahan n % n % n % n % n % n % A. Air botol kemasan (Minum) 1 2,4 2,5 14 2,2 13 2,9 2 2,5 32 2,0 B. Air isi ulang (Minum) 0,0 4 1,0 13 2,0 4,9 0,0 21 1,3 C. Air Ledeng dari PDAM (Minum) 0,0 25 6,3 61 9, ,5 0, ,9 D. Air hidran umum - PDAM (Minum) 0,0 38 9,6 8 1,2 10 2,3 0,0 56 3,5 E. Air kran umum -PDAM/PROYEK (Minum) 0,0 33 8, ,9 5 1, , ,5 F. Air sumur pompa tangan (Minum) 8 19, , , ,8 3 3, ,0 G. Air sumur gali terlindungi (Minum) 1 2, , , , , ,9 H. Air sumur gali tdk terlindungi (Minum) 28 66, ,9 27 4, ,7 9 11, ,9 I. Mata air terlindungi (Minum) 1 2, , ,0 5 1, , ,6 J. Mata air tdk terlindungi (Minum) 3 7,1 3,8 22 3,4 9 2,0 0,0 37 2,3 K. Air hujan (Minum) , , , , , ,0 L. Air dari sungai (Minum) 0,0 0,0 1,2 0,0 0,0 1,1 M. Air dari waduk/danau (Minum) 0,0 0,0 0,0 0,0 1 1,3 1,1 N. Lainnya (Minum) 2 4,8 12 3,0 33 5, ,8 0, ,7 Total Sumber : Hasil, 2013

24 SUMBER AIR BERSIH Tabel 20. Pengelolaan Sumber air untuk Memasak Kluster Desa/Kelurahan n % n % n % n % n % n % A. Air botol kemasan (Masak) 0,0 0,0 2,3 0,0 0,0 2,1 B. Air isi ulang (Masak) 0,0 1,3 6,9 3,7 0,0 10,6 C. Air Ledeng dari PDAM (Masak) 0,0 25 6, , ,0 0, ,3 D. Air hidran umum - PDAM (Masak) 0,0 38 9,6 9 1,4 10 2,3 0,0 57 3,6 E. Air kran umum -PDAM/PROYEK (Masak) 0,0 33 8, ,5 5 1, , ,4 F. Air sumur pompa tangan (Masak) 5 11, , , ,6 3 3, ,9 G. Air sumur gali terlindungi (Masak) 3 7, , , , , ,5 H. Air sumur gali tdk terlindungi (Masak) 30 71, ,1 28 4, ,1 9 11, ,3 I. Mata air terlindungi (Masak) 1 2, , ,8 5 1, , ,7 J. Mata air tdk terlindungi (Masak) 3 7,1 3,8 22 3,4 8 1,8 0,0 36 2,2 K. Air hujan (Masak) 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 L. Air dari sungai (Masak) 0,0 1,3 1,2 0,0 0,0 2,1 M. Air dari waduk/danau (Masak) 0,0 0,0 0,0 0,0 1 1,3 1,1 N. Lainnya (Masak) 1 2,4 12 3,0 35 5, ,7 0, ,5 Total

25 SUMBER AIR A. Air botol kemasan (Cuci piring&gelas) Tabel 21. Pengelolaan Sumber air untuk Cuci Piring Kluster Desa/Kelurahan n % n % n % n % n % n % 0,0 0,0 1,2 0,0 0,0 1,1 B. Air isi ulang (Cuci piring&gelas) 0,0 1,3 5,8 1,2 0,0 7,4 C. Air Ledeng dari PDAM (Cuci piring&gelas) D. Air hidran umum - PDAM (Cuci piring&gelas) E. Air kran umum -PDAM/PROYEK (Cuci piring&gelas) F. Air sumur pompa tangan (Cuci piring&gelas) G. Air sumur gali terlindungi (Cuci piring&gelas) H. Air sumur gali tdk terlindungi (Cuci piring&gelas) I. Mata air terlindungi (Cuci piring&gelas) J. Mata air tdk terlindungi (Cuci piring&gelas) 0,0 25 6, , ,2 0, ,6 0,0 35 8,8 9 1,4 10 2,3 0,0 54 3,4 0,0 33 8, ,4 4, , ,2 6 14, , , ,0 3 3, ,3 3 7, , , , , , , ,1 27 4, ,5 9 11, ,6 1 2, , ,0 7 1, , ,0 3 7,1 3,8 21 3,3 10 2,3 0,0 37 2,3 K. Air hujan (Cuci piring&gelas) TIDAK ADA YANG AKSES L. Air dari sungai (Cuci piring&gelas) 0,0 16 4,0 12 1,9 2,5 0,0 30 1,9 M. Air dari waduk/danau (Cuci piring&gelas) 0,0 0,0 0,0 0,0 1 1,3 1,1 N. Lainnya (Cuci piring&gelas) 1 2,4 13 3,3 35 5, ,5 0, ,2 Total

26 Tabel 22. pengelolaan Sumber air untuk Cuci Baju SUMBER AIR Kluster Desa/Kelurahan n % n % n % n % n % n % A. Air botol kemasan (Cuci pakaian) 0,0 0,0 1,2 0,0 0,0 1,1 B. Air isi ulang (Cuci pakaian) 0,0 0,0 5,8 1,2 0,0 6,4 C. Air Ledeng dari PDAM (Cuci pakaian) D. Air hidran umum - PDAM (Cuci pakaian) E. Air kran umum -PDAM/PROYEK (Cuci pakaian) F. Air sumur pompa tangan (Cuci pakaian) G. Air sumur gali terlindungi (Cuci pakaian) H. Air sumur gali tdk terlindungi (Cuci pakaian) 0,0 25 6, , ,2 0, ,7 0,0 31 7,8 9 1,4 10 2,3 0,0 50 3,1 0,0 33 8, ,8 4, , ,0 6 14, , , ,3 3 3, ,2 3 7, , , , , , ,0 33 8,3 22 3, ,1 9 11, ,4 I. Mata air terlindungi (Cuci pakaian) 1 2, , ,9 8 1, , ,4 J. Mata air tdk terlindungi (Cuci pakaian) 3 7,1 3,8 13 2,0 14 3,2 0,0 33 2,1 K. Air hujan (Cuci pakaian) TIDAK ADA YANG AKSES L. Air dari sungai (Cuci pakaian) 0, ,8 47 7, ,5 0, ,7 M. Air dari waduk/danau (Cuci pakaian) 0,0 0,0 0,0 0,0 1 1,3 1,1 N. Lainnya (Cuci pakaian) 1 2,4 13 3,3 34 5, ,3 0,0 98 6,1 Total

27 SUMBER AIR Tabel 23. Pengelolaan Sumber air untuk Gosok Gigi Kluster Desa/Kelurahan n % n % n % n % n % n % A. Air botol kemasan (Gosok gigi) 0,0 0,0 1,2 0,0 0,0 1,1 B. Air isi ulang (Gosok gigi) 0,0 0,0 5,8 2,5 0,0 7,4 C. Air Ledeng dari PDAM (Gosok gigi) 0,0 25 6, , ,2 0, ,7 D. Air hidran umum - PDAM (Gosok gigi) E. Air kran umum -PDAM/PROYEK (Gosok gigi) F. Air sumur pompa tangan (Gosok gigi) G. Air sumur gali terlindungi (Gosok gigi) H. Air sumur gali tdk terlindungi (Gosok gigi) 0,0 35 8,8 8 1,2 10 2,3 0,0 53 3,3 0,0 32 8, ,4 5 1, , ,2 6 14, , , ,5 3 3, ,4 3 7, , , , , , ,0 34 8,6 24 3, ,3 9 11, ,7 I. Mata air terlindungi (Gosok gigi) 1 2, , ,7 7 1, , ,3 J. Mata air tdk terlindungi (Gosok 3 7,1 2,5 13 2,0 11 2,5 0,0 29 1,8 gigi) K. Air hujan (Gosok gigi) 0,0 0,0 3,5 0,0 0,0 3,2 L. Air dari sungai (Gosok gigi) 0, ,7 36 5,6 38 8,6 0, ,2 M. Air dari waduk/danau (Gosok gigi) 0,0 0,0 0,0 0,0 1 1,3 1,1 N. Lainnya (Gosok gigi) 1 2,4 12 3,0 34 5, ,8 0,0 99 6,2 Total

28 Dengan melihat tabel pemakaian beberapa sumber air untuk keperluan minum, memasak, cuci dan gosok gigi tampak bahwa sumber air untuk keperluan air minum sebagian berasal dari sumur gali terlindungi (24,5%)yang paling banyak terdapat di cluster 1. Untuk keperluan memasak juga mengambil dari sumur pompa tangan (21,9%) banyak terdapat di cluster 3. Untuk keperluan cuci piring/gelas sebagian besar mengambil dari sumur gali terlindungi (24,3%) banyak terdapat di desa bercluster 3. Untuk keperluan cuci pakaian sebagian besar berasal dari air dari sungai (23,3%) di desa bercluster 3, sedangkan untuk keperluan gosok gigi terbanyak menggunakan air yang berasal dari sumur gali terlindungi (23,2%) di desa bercluster 3. Jadi dapat disimpulkan bahwa Desa bercluster 3 penduduknya banyak yang memanfaatkan sumur gali terlindungi. Hal ini sesuai dengan geografis daerah tersebut yang dilewati banyak sungai. Keberadaan sumber air juga ada hubungannya dengan penyakit yang disebabkan oleh air yaitu salah satunya diare. Kejadian penderita diare di Kabupaten Situbondo melalui dapat diketahui melalui beberapa kategori sebagai berikut :

29 VARIABEL H.1 Kapan waktu paling dekat anggota keluarga ibu terkena diare KATEGORI Tabel 24. Penderita Diare di Kabupaten Situbondo Studi Kluster Desa/Kelurahan n % n % n % n % n % n % Hari ini 0,0 0,0 3,5 1,2 0,0 4,2 Kemarin 0,0 0,0 5,8 4,9 2 2,5 11,7 1 minggu terakhir 5 11,9 4 1,0 15 2,3 17 3,8 3 3,8 44 2,7 1 bulan terakhir 4 9,5 6 1,5 36 5,6 20 4,5 4 5,0 70 4,4 3 bulan terakhir 6 14,3 7 1,8 22 3,4 17 3,8 5 6,3 57 3,6 6 bulan yang lalu Lebih dari 6 bulan yang lalu 3 7,1 17 4,3 19 3,0 27 6,1 2 2,5 68 4,2 7 16,7 23 5,8 40 6, ,1 5 6, ,3 Tidak pernah 17 40, , , , , ,8 A. Anak-anak balita Tidak 16 64, , , , , ,1 B. Anak-anak non balita C. Anak remaja lakilaki D. Anak remaja perempuan E. Orang dewasa lakilaki F. Orang dewasa perempuan Ya 9 36,0 9 15, , ,0 3 14, ,9 Tidak 22 88, , , , , ,1 Ya 3 12,0 0, ,7 5 3,5 0,0 23 5,9 Tidak , , , , , ,2 Ya 0,0 5 8,8 11 7, ,8 1 4,8 34 8,8 Tidak 24 96, , , , , ,2 Ya 1 4,0 3 5, ,0 14 9,7 2 9,5 34 8,8 Tidak 19 76, , , , , ,5 Ya 6 24, , , , , ,5 Tidak 12 48, , , , , ,6 Ya 13 52, , , ,3 5 23, ,4 Total

30 Dari table 2.4 diatas dapat dianalisis bahwa kejadian penyakit diare di Kabupaten Situbondo secara garis besar tidak begitu mendominasi. Terutama pusat perhatian di wilayah survey, yang mayoritas cluster 1. Dan dapat dijadikan acuan bahwa cluster 1 yang hampir sedikit pengguna air ledeng dari PDAM, namun penderita diare juga tidak begitu signifikan, yakni terutama pada balita. Justru didapat hasil bahwa pada orang dewasa perempuan yang banyak menerita diare, yakni 25%. Jadi di tahun 2012 ini penderita diare tidak banyak diderita oleh penduduk dengan indicator responden dari wilayah survey.apakah hal ini jga dapat dijadikan indikator telah membaiknya sistem sanitasi atau kesehatan lingkungan di Kabupaten Situbondo? Kita belum bisa menjawabnya, sebelum meneropong indikator yang lainnya.

31 Tabel 25. Penyediaan Sumber Air Per Kelurahan Di Kabupaten Situbondo Hasil OBSERVASI

32 4.3 Higinitas/Cuci Tangan Pakai Sabun Bagian lain dari penilaian resiko kesehatan lingkungan adalah Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) yang berkaitan dengan higinitas. Mengapa CTPS menjadi bagian yang penting lainnya dikarenakan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) masyarakat. Disamping itu berbagai sumber penyakit dapat berawal dari tangan yang kotor dan bibit penyakit dapat lebih mudah mengkontaminasi tubuh kita hingga terserang penyakit. Mencuci tangan pakai sabun di waktu yang tepat dapat mengeblok transmisi pathogen penyebab diare. Pencemaran tinja/kotoran manusia adalah sumber utama dari virus, bakteri, dan pathogen lain penyebab diare. Jalur pencemaran yang diketahui sehingga cemaran dapat sampai ke mulut manusia, dalam hal ini termasuk balita adalah melalui 4F, yakni fluid (air), fields (tanah), flies (lalat), dan fingers (Jari/ tangan). Waktu-waktu cuci tangan pakai sabun yang perlu dilakukan seorang ibu/pengasuh untuk mengurangi resiko balita terkena penyakit-penyakit yang berhubungan dengan diare mencakup 5 (lima) waktu penting, yakni : 1. Sesudah buang air besar 2. Sesudah enceboki pantat anak 3. Sebelum menyantap makanan 4. Sebelum menyuapi anak 5. Sebelum menyiapkan makanan bagi keluarga Untuk menelusuri perilaku-perilaku cuci tangan yang dilakukan ibu sehari-hari di Kabupaten Situbondo, terlebih dahulu memastikan penggunaan sabun di rumah tangga dengan pertanyaan apakah sudah menggunakan sabun hari ini atau kemarin. Jawabannya menentukan kelanjutan pertanyaan dalam wawancara. Mereka yang perilakunya didalami terbatas pada mereka yang menggunakan sabun hari ini atau kemarin.

33 Gambar 7. Diagram pemakaian sabun oleh ibu pada hari ini atau kemarin Studi menemukan hampir semua rumah tangga di Kabupaten Situbondo menggunakan sabun (98,2%). Rumah tangga yang diwawancarai melaporkan menggunakan sabun sebanyak 98,2% responden dan yang tidak menggunakan sabun hanya 1,8 % responden saja. Akses terhadap sabun adalah suatu kepentingan, bahwa para responden tidak serta merta menggunakan sabun sebagai kepentingan higinitas, khususnya cuci tangan di waktu penting. Seperti untuk keperluan mandi responden ibu yang menggunakan sabun sebanyak 99,3%, keperluan mencuci tangan sendiri 64,6%, mencuci peralatan 94,8 %, serta mencuci pakaian 94,6%. Presentase terbanyak mencuci tangan pakai sabun adalah untuk keperluan mencuci mandi yaitu untuk membersihkan badan. Sedangkan untuk keperluan disaat penting lain seperti menceboki pantat anak hanya 35,4% responden yang melapor, sedang 64,6% lainnya tidak mencuci tangannya. Kemudian mencuci tangan anak hanya 35,6% responden yang melakukannya sedangkan 60,4% lainnya tidak melakukan hal tersebut. Hal ini sangat disayangkan, padahal justru untuk anak adalah yang lebih penting dicuci tangannya setiap setelah melakukan kegiatan, sebab biasanya anak-anak belum mengerti pentingnya cuci tangan pakai sabun jika bukan orangtua yang mengarahkan.

34 Gambar 8. Keperluan Cuci Tangan Pakai Sabun mandi memandikan anak menceboki pantat anak mencuci tangan sendiri mencuci tangan anak mencuci peralatan mencuci pakaian lain-lain tidak tahu tidak 0, ,6 35,4 60,6 5,2 5,4 98,7 99,4 ya 99, ,4 64,6 39,4 94,8 94,6 1,3 0,6 Sebagian besar ibu menggunakan sabun untuk mencuci tangan pada waktu sebelum makan dan sesudah makan. Serta setelah buang air besar (BAB). Hampir separuh lebih ibu-ibu sudah mengerti harus mencuci tangan pakai sabun dalam aktivitas tersebut. Yang masih jarang dilakukan adalah mencucui tangan pada waktu penting yang lain, yakni setelah menceboki pantat anak, sebelum menyuapi anak, setelah memegang hewan dan sebelum sholat. Meskipun merupakan populasi yang paling penuh resiko namun praktik cuci tangan pakai sabun pada kelompok ibu yang memiliki anak balita, khususnya pada saat setelah menceboki anak.

35 Gambar 9. Waktu menggunakan Sabun Sebelum ke toilet Setelah menceboki bayi/anak Setelah dari buang air besar Sebelum makan Setelah makan Sebelum memberi menyuapi anak Sebelum menyiapkan masakan Setelah memegang hewan Sebelum sholat Tidak 96,3 71,8 32,7 33,3 15,7 72,7 63,9 43,2 49,7 97,4 Ya 3,7 28,2 67,3 66,7 84,3 27,3 36,1 56,8 50,3 2,6 lainlain Gambar 10. Peletakan sabun A. Di kamar mandi B. Di dekat kamar mandi C. Di jamban D. Di dekat jamban E. Di sumur F. Di sekitar penamp ungan G. Di tempat cuci piring H. Di dapur I. Lainnya J. Tidak tahu Tidak 73,50 91,8 96,0 98,17 83,0 94,83 56,33 42,2 87,2 97,3 Ya 26,50 8,2 4,0 1,83 17,0 5,17 43,67 57,8 12,8 2,7 Halangan ibu-ibu untuk mencuci tangan pakai sabun di waktu-waktu penting lebih merupakan faktor non fisik. Yang dimaksud sebagai faktor non fisik dapat mencakup pengetahuan, sikap, maupun norma. Data tentang fasilitas cuci tangan yang didapat melalui kegiatan pengamatan (observation) sedikit banyak mengkonfirmasi faktor non fisik itu.

36 Berdasarkan pengamatan untuk fasilitas cuci tangan pakai sabun difokuskan pada tempat strategis yang terkait erat dengan saat dimana tangan tercemat tinja ataupun patogen dari tinja masuk ke mulut. Dari hasil pengamatan di lokasi dekat jamban sebagian besar tidak terlihat adanya sabun. Dalam tempat cuci tangan yang dipelajari adalah yangberada dalam atau dekat WC/jamban. Disinilah fasilitas WC dan sekitarnya harus memiliki sejumlah komponen, yakni : 1. Air 2. Gayung 3. Sabun 4. Kain atau handuk kering dan bersih Terkait dengan ciri-ciri tempat cuci tangan pakai sabun yang strategis temuan menunjukkan bahwa ketersediaan kain/handuk kering merupakan hal yang paling jaranga ada, begitu pula dengan penyediaan sabun di dekat jamban masih kurang, hampir di seluruh kelurahan survey jarang yang menyediakan sabun di lokasi dekat WC atau jamban. Demikian akan ditampilkan hasil pengamatan dan wawancara CTPS per kelurahan sebagai berikut :

37 Tabel 13. Hasil Observasi Kegiatan PHBS CTPS per Desa/Kelurahan VARIABEL G.1 Apakah Ibu memakai sabun pada hari ini atau kemarin? Kluster Desa/Kelurahan Total KATEGOR I n % n % n % n % n % n % Ya , , , , , ,2 Tidak 0,0 1,3 28 4,4 0,0 0,0 29 1,8

38 VARIABEL KATEGOR I Tabel 14. Penggunaan Sabun Kluster Desa/Kelurahan n % n % n % n % n % n % A. Mandi Tidak 0,0 3,8 1,2 6 1,4 1 1,3 11,7 Ya , , , , , ,3 B. Memandikan anak Tidak 15 35, , , , , ,0 Ya 27 64, , , , , ,0 C. Menceboki panta anak Tidak 21 50, , , , , ,6 Ya 21 50, , , , , ,4 D. Mencuci tangan sendiri Tidak 13 31, , , , , ,4 Ya 29 69, , , , , ,6 E. Mencuci tangan anak Tidak 27 64, , , , , ,6 Ya 15 35, , , , , ,4 F. Mencuci peralatan Tidak 1 2, ,4 26 4,2 5 1,1 0,0 81 5,2 Ya 41 97, , , , , ,8 G. Mencuci pakaian Tidak 1 2, ,9 30 4,9 7 1,6 0,0 85 5,4 Ya 41 97, , , , , ,6 H. Lainnya Tidak , , , , , ,7 Ya 0,0 0,0 19 3,1 1,2 0,0 20 1,3 I. Tidak tahu Tidak , , , , , ,4 Ya 0,0 0,0 5,8 4,9 0,0 9,6 Total

39 Tabel 15. Kapan Sabun digunakan VARIABEL A. Sebelum ke toilet B. Setelah menceboki bayi/anak C. Setelah dari buang air besar D. Sebelum makan E. Setelah makan F. Sebelum memberi menyuapi anak G. Sebelum menyiapkan masakan H. Setelah memegang hewan I. Sebelum sholat J. Lainnya KATEGOR I Kluster Desa/Kelurahan n % n % n % n % n % Total n % Tidak 39 92, , , , , ,3 Ya 3 7,1 2,5 44 6,9 10 2,3 0,0 59 3,7 Tidak 22 52, , , , , ,8 Ya 20 47, , , , , ,2 Tidak 15 35, , , , , ,7 Ya 27 64, , , , , ,3 Tidak 25 59, , , , , ,3 Ya 17 40, , , , , ,7 Tidak 8 19, , , , , ,7 Ya 34 81, , , , , ,3 Tidak 34 81, , , , , ,7 Ya 8 19, , , , , ,3 Tidak 39 92, , , , , ,9 Ya 3 7, , , ,3 7 8, ,1 Tidak 14 33, , , , , ,2 Ya 28 66, , , , , ,8 Tidak 16 38, , , , , ,7 Ya 26 61, , , , , ,3 Tidak , , , , , ,4 Ya 0,0 29 7,3 8 1,2 5 1,1 0,0 42 2,6

40 Tabel 16. Tempat Mencuci Tangan VARIABEL A. Di kamar mandi B. Di dekat kamar mandi C. Di jamban D. Di dekat jamban E. Di sumur F. Di sekitar penampungan G. Di tempat cuci piring H. Di dapur I. Lainnya J. Tidak tahu KATEGOR I Kluster Desa/Kelurahan n % n % n % n % n % Total n % Tidak 17 40, , , , , ,9 Ya 25 59, , , , , ,1 Tidak 30 71, , , , , ,6 Ya 12 28, ,6 41 6, ,1 1 1, ,4 Tidak 38 90, , , , , ,3 Ya 4 9,5 32 8,1 18 2, ,0 0, ,7 Tidak 39 92, , , , , ,2 Ya 3 7,1 23 5,8 10 1,6 9 2,0 0,0 45 2,8 Tidak 41 97, , , , , ,6 Ya 1 2, , , ,8 0, ,4 Tidak 40 95, , , , , ,2 Ya 2 4,8 7 1,8 6,9 14 3,2 0,0 29 1,8 Tidak 7 16, , , , , ,9 Ya 35 83, , , , , ,1 Tidak 4 9, , , , , ,0 Ya 38 90, , , , , ,0 Tidak 40 95, , , , , ,8 Ya 2 4,8 13 3,3 20 3,1 16 3,6 0,0 51 3,2 Tidak , , , , , ,9 Ya 0,0 23 5,8 47 7,3 15 3, , ,1

41 4.4 Pengelolaan Sampah Studi telah melakukan wawancara dan observasi denngan responden untuk menentukan beberapa hal sebagai berikut, yakni : 1. Cara pembuangan sampah yang utama 2. Frekuensi dan pendapat tentang ketepatan pengangkutan 3. Praktek pemilahan sampah 4. Penggunaan wadah sampah Cara utama pembuangan sampah di tingkat rumah tangga diidentifikasi melalui jawaban verbal yang disampaikan responden. Dalam kuesioner terdapat Sembilan belas opsi jawaban yang dapat dikategorikan dalam 4 (empat) kelompok besar, yakni : 1. Dikumpulkan di rumah 2. Dikumpulkan di suatu tempat bersama 3. Dibuang di halaman/pekarangan rumah 4. Dibuang keluar halaman. Diantara keempat kelompok tersebut cara-cara ke-1 dan 2 atau yang mendapatkan layanan pengangkutan merupakan cara yang beresiko paling rendah. Beberapa literatur menyebutkan bahwa pembuangan sampah di lubang sampah khusus baik di halaman maupun di luar rumah, merupakan cara yang aman pula. Namun dalam konteks wilayah perkabupatenan dimana kebanyakan rumah tangganya memiliki keterbatasan dalam hal lahan, penerapan cara-cara itu dinilai dapat mendatangkan resiko kesehatan yang cukup besar. Dari sisi pelayanan pengangkutan, melihat aspek frekuensi atau kekerapan dan ketepatan waktu pengangkutan. Meskipun dalam salah satu rumah tangga menerima pelayanan, resiko kesehatan tetap tinggi apabila frekuensi pengangkutan terjadi lebih lama dari satu minggu sekali. Sementara ketepatan pengangkutan digunakan untuk menggambarkan seberapa konsisten kesepakatan tentang frekuensi pengangkutan yang berlaku. Di banyak Kabupaten di Indonesia, sampah merupakan permasalahan dalam hal penanganannya yang cukup memprihatinkan. Dalam banyak kasus, beban sampah yang diproduksi rumah tangga ternyata tidak bisa ditangani oleh system persampahan yang ada. Untuk mengurangi beban di tingkat Kabupaten, banyak pihak mulai melihat pentingnya pengelolaan sampah yaitu melalui pemilahan dan pemanfaatan sampah atau penggunaan ulang sampah, misalnya pembuatan pupuk kompos dari sampah organik.

42 Dengan latar belakang semacam ini, maka melalui ini kemudian dimasukkan pertanyaan yang memuat kegiatan pemilahan sampah di tingkat rumah tangga serta melakukan pengamatan yang tertuju pada kegiatan pengomposan. Dalam survey di Kabupaten Situbondo juga diamati cara pengelolaan sampah. Sebagian besar responden memiliki cara pengelolaan sampah dengan cara menunggu pengangkutan oleh petugas ke TPS Gambar 11. Diagram Kondisi Sampah Di lingkungan Responden A. Banyak sampah berserakan atau bertumpuk di sekitar lingkungan B. Banyak lalat di sekitar tumpukan sampah C. Banyak tikus berkeliaran D. Banyak nyamuk E. Banyak kucing dan anjingmendatangi tumpukan sampah F. Bau busuk yang menggangu G. Menyumbat saluran drainase H. Ada anak-anak yang bermain di sekitarnya I. Lainnya Tidak 59,5 Ya 40,5 Tidak 48,8 Ya 51,2 Tidak 47,4 Ya 52,6 Tidak 37,2 Ya 62,8 Tidak 64,1 Ya 35,9 Tidak 89,6 Ya 10,4 Tidak 95,9 Ya 4,1 Tidak 78,4 Ya 21,6 Tidak 90,4 Ya 9,6

43 Dari tabel di atas menunjukkan bahwa di lingkungan yang diamati dalam survey secara umum Kabupaten Situbondo sebagian besar kondisi sampahnya dapat dikatakan sudah cukup terjaga dari gangguan hewan pembawa kuman penyakit dan bau yang menyengat. Dan mayoritas tidak ada masalah dalam hal kondisi persampahan di lingkungan sekitar. Hal ini dapat dikorelasikan dengan sistem dan periodik pengangkutan sampah. Karena system pengangkutan sampah yang terhambat, menyebabkan sampah mengendap lama dapat menjadi sarang penyakit, diantaranya dengan adanya binatang merugikan seperti menjadi tempat perkembangbiakan lalat, tikus dan cacing, bau busuk yang menyengat. Selain itu dari hasil survey hampir 92% kondisi saluran tidak ada yang tersumbat oleh sampah, sehingga secara keseluruhan kondisi persampahan di Kabupaten Situbondo sudah tertangani dengan cara sederhan yaitu dengan dibakar. Gambar 12. Sistem pengelolaan sampah Rumah Tangga Hasil Dari diagram di atas dapat dijelaskan bahwa system pengelolaan sampah rumah tangga di Kabupaten Situbondo yang diwakili dengan beberapa laporan hasil wawancara dengan responden di kelurahan terpilih adalah yang terbesar, yakni sekitar 74,2% sampah rumah tangga dikelola dengan cara dibakar. Sebagian besar rumah tangga di Kabupaten Situbondo belum melakukan pemilahan sampah sebelum dibuang, jadi antara sampah organik dan non organik masih tercampur begitu saja. Usaha pemilahan sampah seharusnya dilakukan secara konsisten dimulai dari tingkat rumah tangga sampai sistem pengangkutan ke TPS, juga di TPS disediakan bak terpisah antara sampah organik dan non organik, diteruskan sampai di TPA. Begitu juga peranan pemulung sebagai bentuk partisipasi masyarakat juga diberikan pengertian akan pentingnya pemilahan sampah. Sehingga dapat dilakukan sistem pengolahan dan perlakuan yang tempat terhadap sampah. Sampah organik dapat

44 dimanfaatkan sebagai kompos dengan teknik pengomposan juga dalam skala Kabupaten /regional dapat dilakukan sistem sanitary landfill untuk menghasilkan gas, yang dapat dimanfaatkan sebagi bahan bakar dan listrik. Komposisi sampah penduduk Kabupaten Situbondo yang diwakili dari hasil laporan responden hasil survey, bahwa sampah sebagian besar terdiri atas komposisi plastic, kertas, gelas/kaca, sampah organic dan non organic serta sampah besi/logam. Sampah tersebut sebelum dibuang dipilah dan dipisah oleh responden dengan presentase antara yang memisahkan dan yang tidak memisahkannya sebagai berikut : Gambar 13. Diagram Presentase Pemilahan Sampah Kabupaten Situbondo Hasil Sampah organic/sampah basah Plastik Gelas/ kaca Kertas/kard us Besi/loga m Lainny a Tidak 50,0 38,8 28,8 57,5 6,3 97,5 Ya 50,0 61,3 71,3 42,5 93,8 2,5 Laporan dari para responden mengenai frekuensi pengangkutan sampah dari rumah dapat diperhatikan dalam diagram dan tabel di bawah ini :

45 Persentase LAPORAN PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN Gambar 14. Diagram Frekuensi Pengangkutan Sampah Tiap hari Bebera pa kali dalam seming gu Bebera pa kali dalam sebulan Sekali dalam sebulan Tidak pernah Lainnya Tidak tahu Persentase 3,67 2,00 0,50 0,17 2,17 2,00 89,50 Frekuensi pengankutan sampah sebagian besar responden mengatakan tidak tahu apakah di lingkungannya terdapat pengangkutan sampah atau tidak (89,50%). Frekuensi Pengangkutan sampah dilakukan dalam tiap hari 3,67%. Hal ini diasumsikan terjadi karena pengangkutan sampah dilakukan pada pagi hari dan pada saat kebanyakan para responden bekerja di luar rumah. Gambar 15. Diagram Frekuensi Pengangkutan Sampah A. Kantong plastik tertutup B. Kantong plastik terbuka C. Keranjan g sampah terbuka D. Keranjan g sampah tertutup E. Lainnya F. Tidak ada Tidak 94,33 93,17 35,83 90,00 94,17 89,17 Ya 5,67 6,83 64,17 10,00 5,83 10,83

46 Dari hasil kebanyakan responden melaporkan cara pengumpulan sampahnya sebelum dibuang adalah dengan menempatkan ke dalam keranjang sampah terbuka (64,17%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara umum rumah tangga yang mewadahi sampahnya sudah aman terlihat cukup banyak.

47 Tabel 17. Diagram Kondisi Sampah Per Desa/Kelurahan Survey VARIABEL KATEGORI n % n % n % n % n % n % A. Banyak sampah berserakan atau bertumpuk di sekitar lingkungan B. Banyak lalat di sekitar tumpukan sampah C. Banyak tikus berkeliaran D. Banyak nyamuk E. Banyak kucing dan anjingmendatangi tumpukan sampah F. Bau busuk yang menggangu G. Menyumbat saluran drainase H. Ada anak-anak yang bermain di sekitarnya I. Lainnya Tidak 12 28, , , , , ,5 Ya 30 71, , , , , ,5 Tidak 19 45, , , , , ,8 Ya 23 54, , , , , ,2 Tidak 30 71, , , , , ,4 Ya 12 28, , , , , ,6 Tidak 9 21, , , , , ,2 Ya 33 78, , , , , ,8 Tidak 28 66, , , , , ,1 Ya 14 33, , , , , ,9 Tidak 35 83, , , , , ,6 Ya 7 16,7 29 7, , , , ,4 Tidak 36 85, , , , , ,9 Ya 6 14,3 11 2,8 37 5,8 11 2,5 1 1,3 66 4,1 Tidak 41 97, , , , , ,4 Ya 1 2, , , , , ,6 Tidak , , , , , ,4 Ya 0,0 28 7, ,6 42 9,5 2 2, ,6

48 Tabel 18. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Kabupaten Situbondo Hasil Per Desa/Kelurahan VARIABEL C2. Bagaimana sampah rumah tangga dikelola? KATEGORI Dikumpulkan dan dibuang ke TPS Kluster Desa/Kelurahan Total n % n % n % n % n % n % 0,0 2,5 2, ,5 0,0 50 3,1 Dibakar 38 90, , , , , ,2 Dibuang ke dalam lubang dan ditutup dengan tanah 0,0 0,0 6,9 12 2,7 0,0 18 1,1 Dibuang ke dalam lubang tetapi tidak ditutup dengan tanah 1 2,4 19 4,8 28 4,4 18 4, ,5 76 4,8 Dibuang ke sungai/kali/laut/danau 0,0 25 6,3 57 9,0 6 1,4 0,0 88 5,5 Dibiarkan saja sampai membusuk 0,0 0,0 1,2 1,2 0,0 2,1 Dibuang ke lahan kosong/kebun/hutan dan dibiarkan membusuk 3 7, , ,3 18 4,1 0, ,4 Lain-lain 0,0 6 1,5 4,6 2,5 0,0 12,8

49 Tabel 19. Tabel Frekuensi Pengangkutan Dan Pengolahan Sampah Kabupaten Situbondo Hasil

50 Tabel 20. Tabel Pewadahan Sampah Kabupaten Situbondo Hasil Per Kelurahan

51 KABUPATEN SITUBONDO, 2012 Dapat disimpulkan bahwa Kabupaten Situbondo tidak baik dalam manajemen pengelolaan sampah. sampah dari rumah tangga sebagian besar dibakar. Pembakaran sampah sebaiknya dilakukan untuk sampah yang terbakar habis (Sampah kertas). Berdasarkan pemilahan sampah, sampah kertas sebagian besar tidak dilakukan pemilahan. Selain itu, pembakaran sampah sebaiknya jauh dari pemukiman warga. Hal ini dikarenakan sampah yang dibakar ternyata dapat menghasilkan dioksin yaitu ratusan jenis senyawa kimia berbahaya seperti CDD (chlorinated dibenzo-p-dioxin), CDF ( chlorinated dibenzo furan) dan PCB (poly chlorinated biphenyl) dan Asap pembakaran dapat menyebabkan penyakit infeksi penyaluran pernafasan akut (ISPA) bagi balita dan anak-anak. Sebagian besar penduduk Kabupaten Situbondo tidak tahu harus membayar petugas sampah kepada siapa mengingat mereka secara mandiri membuang sampahnya dengan cara dibakar. Untuk memperbaiki manajemen pengelolaan sampah yang tidak baik diperlukan masterplan persampahan di Kabupaten Situbondo. 4.5 Sistem Drainase Sistem drainase yang diamati dalam di Kabupaten Situbondo adalah pemaparan kondisi saluran air dan kejadian banjir yang dialami rumah tangga responden di Kabupaten Situbondo. Hal ini penting diperhatikan karena saluran air yang tidak memadai beresiko memberi dampak berbagai penyakit, termasuk DBD yang jumlah penderitanya cukup banyak di Kabupaten Situbondo. Saluran yang dimaksud dalam ini adalah saluran di sekitar rumah tangga yang digunakan untuk menyalurkan air bekas buangan penggunaan aktifitas rumah tangga (cuci piring, mencuci) yang disebut grey water. Komponen yang diamati dari bagian saluran drainase ini adalah : pengamatan warna air di saluran, apakan terdapat tumpukan sampah dalam saluran, lancar dan tidaknya aliran airnya. Gambar 17 menunjukkan penggunaan saluran drainase di Kabupaten Situbondo.

52 KABUPATEN SITUBONDO, 2012 Gambar 16. Diagram Sarana Drainase Lingkungan Dari hasil diperoleh gambaran drainase Kabupaten Situbondo yang digunakan untuk pembuangan air limbah selain tinja. Bahwa hampir 61,17% penduduk responden melaporkan mempunyai saluran drainase air limbah selain tinja. Pembuangan air limbah selain tinja menggunakan sungai atau kanal. Padahal fungsi utama sungai/kanal tersebut seharusnya adalah sebagai pematusan air hujan sehingga pada waktu musim hujan tidak terjadi banjir. Oleh sebab itu hasil tersebut dikorelasikan dengan frekuensi kejadian banjir di sekitar wilayah responden atau Kabupaten Situbondo secara umum, seperti yang nampak dalam gambar 18 berikut : Gambar 17. Diagram Frekuensi Kejadian Banjir Dari dapat diperoleh jawaban frekuensi kejadian banjir di Kabupaten Situbondo diwakili jawaban dari para responden, bahwa sebagian besar responden lingkungan sekitar rumah

53 KABUPATEN SITUBONDO, 2012 mengalami banjir sekali dalam setahun (8,1%), namun hanya beberapa kali dalam setahun mereka tidak alami banjir sekitar wilayah rumah yaitu 87,4% responden yang melaporkan kejadian tersebut. Kejadian banjir yang terjadi beberapa kali dalam setahun itu merupakan kejadian yang hampir sebagian besar penduduk mengalaminya secara rutin tiap tahun. Ada sekitar 1,8% responden yang melaporkan kejadian rutinitas banjir tersebut. Dan sebagian besar 87,4% yang tidak mengalami kejadian banjir secara rutin Gambar 18. Diagram Frekuensi Kejadian Banjir n % Ya 13 2,17 Tidak ,83 Gambar 19. Jika terjadi Banjir, Berapa Lama Mengering?

54 KABUPATEN SITUBONDO, 2012 Dari hasil diperoleh informasi bahwa apabila terjadi banjir sebagian besar responden (13,3%) tidak mengetahui barapa lama akan mengering. Jika begini maka perlu ditinjau daerah mana saja yang mengalaminya dan upaya apa yang bisa ditempuh kemudian oleh Kabupaten Situbondo. Sebagian besar responden mengatakan hampir sehari air mengering (40,6%) tinggi air yang masuk ke rumah saat banjir. Gambar 20. Tinggi air Yang Masuk Ke rumah Saat Banjir Gambar 21. Apakah WC/Jamban Terendam Saat Banjir Jika terjadi banjir, sebagian responden mengatakan tidak tahu (13,3%) wc/jamban terendaam saat banjir. Sebagian responden (73,4%) mengatakan saat banjir, wc/jamban tidak terendam saat banjir, 3,1% kadang-kadang wc/jamban terendam, 3,9% WC/ jamban terendam sebagian dan 6,3% wc/jamban selalu terendam. Dari keseluruhan hasil pengamatan tentang kondisi saluran drainase

55 KABUPATEN SITUBONDO, 2012 lingkungan Kabupaten Situbondo, dapat kita perhatikan wilayah kelurahan mana saja yang berpotensi masalah pada system saluran drainasenya, melalui hasil sebagai berikut

56 KABUPATEN SITUBONDO, 2012 Tabel 21. Tabel Hasil tentang Drainase Lingkungan Per Kelurahan Kabupaten Situbondo VARIABEL E3. Apakah rumah yang ditempati saat ini atau lingkungan sekitar rumah pernah terkena banjir? E4. Apakah banjir biasa terjadi secara rutin? E5. Terakhir kali banjir terjadi, apakah air memasuki rumah Ibu? E6. Pada saat terakhir kali banjir, berapa tinggi air yang masuk ke dalam rumah Ibu? KATEGORI Kluster Desa/Kelurahan n % n % n % n % n % n % Tidak pernah 39 92, , , , , ,4 Sekali dalam setahun Beberapa kali dalam Sekali atau beberapa dalam sebulan 1 2,4 21 5,3 41 6, ,2 0, ,1 2 4,8 0,0 18 2,8 9 2,0 0,0 29 1,8 0,0 1,3 1,2 1,2 0,0 3,2 Tidak tahu 0,0 3,8 1,2 36 8,1 0,0 40 2,5 Ya 3 100, , , ,4 0, ,2 Tidak 0,0 7 28, , ,6 0, ,8 Ya 1 33, , , ,5 0, ,9 Tidak 2 66,7 5 20, , ,6 0, ,6 Tidak tahu 0,0 0,0 0,0 1,9 0,0 1,5 Setumit orang dewasa Setengah lutut orang dewasa Selutut orang dewasa Sepinggang orang dewasa 0,0 1 5, , ,8 0, , ,0 1 5, , ,3 0, ,6 0, ,0 7 17, ,3 0, ,6 0,0 0,0 2 4,9 9 13,6 0,0 11 8,6 Lebih tinggi 0,0 0,0 0,0 1 1,5 0,0 1,8 dari orang dewasa Tidak tahu 0,0 0,0 0,0 3 4,5 0,0 3 2,3 Total

57 KABUPATEN SITUBONDO, 2012 E7. Pada saat terakhir kali banjir, apakah kamar mandi dan WC/jamban juga terendam banjir? E8. Pada saat terakhir kali banjir, berapa lama air banjir akan mengering? Tidak pernah 1 100, , , ,1 0, ,4 Kadangkadang 0,0 0,0 1 2,4 3 4,5 0,0 4 3,1 Sebagian 0,0 0,0 2 4,9 3 4,5 0,0 5 3,9 Selalu 0,0 0,0 3 7,3 5 7,6 0,0 8 6,3 Tidak tahu 0,0 0,0 1 2, ,2 0, ,3 Kurang dari 1 jam 0,0 1 5,0 6 14,6 3 4,5 0,0 10 7,8 Antara 1-3 0,0 0, , ,2 0, ,9 jam Setengah hari 1 100,0 1 5,0 6 14,6 8 12,1 0, ,5 Satu hari 0,0 0,0 2 4,9 3 4,5 0,0 5 3,9 Lebih dari 1 0, , , ,3 0, ,6 hari Tidak tahu 0,0 1 5,0 0, ,2 0, ,3

58 KABUPATEN SITUBONDO, 2012 Dari hasil dapat diperoleh data untuk kondisi drainase lingkungan yang masih harus dibangun lebih baik lagi. Penggunaan IPAL baik secara komunal dan individu untuk rumah tangga sangat diperlukan. 4.6 Sistem Air Limbah Yang dimaksud dengan system air limbah di dalam studi disini adalah system penyaluran limbah domestic dari sisa pembuangan Kamar mandi terutama WC dan Septik tank (black water), serta hubungannya dengan system penyalurannya. Secara umum yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan system Air Limbah domestic adalah diantaranya tempat yang dituju untuk membuang kotoran (buang Air Besar). Praktik Buang Air Besar di tempat yang tidak memadai adalah salah satu faktor resiko turunnya status kesehatan masyarakat. Selain mencemari tanah, praktek semacam itu dapat pula mencemari air tanah sebagai sumber air minum. Yang dimaksud tidak memadai di sini adalah tempat pembuangan tinja di tempat yang tidak selayaknya yaitu di selokan, sungai atau kebun, tetapi juga sarana seperti jamban yang tidak nyaman dan tidak mempunyai saluran pembuangan dan tempat penampungannya yang tidak kedap air dan berjarak terlalu dekat dengan sumber air. Hal ini merupakan bagian dari sitem air limbah Black Water karena mencakup fasilitas jamban yang tersedia, penggunaan, pemeliharaan dan kondisinya. Untuk jenis jamban dalam ini dibagi menjadi jamban siram/leher angsa, jamban non siram/tanpa leher angsa. Pilihan kedua kategori tersebut selanjutnya dispesifikasikan lebih lanjut dengan melihat tempat penyaluran tinja yang mencakup ke pipa pembuangan khusus (sewerage), tangki septik, cubluk, lubang galian, sungai/parit/selokan/got. Karena informasi tentang jenis jamban rumah tangga didapatkan melalui wawancara, maka terbuka kemungkinan adanya salah persepsi tentang jenis jamban yang dimiliki, khususnya bila dikaitkan dengan sarana penyimpanan atau pengolahan. Responden seringkali mengklaim bahwa yang dimiliki adalah tangki septik, padahal yang dimaksud adalah tangki yang kedap air atau cubluk yang tidak kedap air dan dapat merembes ke tanah sehingga akan mencemari air tanah. Maka dari itu, dalam ini diajukan beberapa pertanyaan yang mengindikasikan keamanan tangki septic yang dimiliki responden yangberhubungan dengan lama waktu pengurasan tangki, mulai kapan tangki septic itu dibangun dan pernah/tidaknya mengosongkan/menguras tangki septic tersebut.

59 KABUPATEN SITUBONDO, 2012 Gambar 22. Diagram sarana pembuangan Tinja

60 KABUPATEN SITUBONDO, 2012 Tabel 22. Tabel Jenis Jamban Responden CO.1.1 Amati, apakah tersedia air di dalam ruangan jamban/wc? CO.1.2 Amati, apakah terlihat ada sabun di dalam atau di dekat jamban? CO.1.3 Amati, Apakah terlihat ada jentik nyamuk dalam bak air/ember? CO.2.1 Amati, termasuk tipe apakah WC/jamban yang anda lihat? CO.2.2 Amati, kemana saluran pembuangan dari WC/jamban disalurkan/terhubungkan YA, dalam bak air/ember YA, dari kran & berfungsi YA, dari kran & tidak berfungsi Kluster Desa/Kelurahan n % n % n % n % n % n % 15 35, , , , , ,9 0,0 13 3,3 25 3,9 24 5,4 4 5,0 66 4,1 0,0 0,0 2,3 0,0 0,0 2,1 Tidak ada 27 64, , , , , ,8 Ya 11 26, , , ,0 9 11, ,4 Tidak 31 73, , , , , ,6 Ya 7 16,7 20 5,1 32 5,0 24 5, ,8 94 5,9 Tidak 35 83, , , , , ,1 Kloset jonghkok leher angsa 12 28, , , , , ,7 Kloset duduk 0,0 2,5 18 2,8 11 2,5 1 1,3 32 2,0 leher angsa Plengsengan 0,0 0,0 2,3 0,0 1 1,3 3,2 Cemplung 8 19,0 1,3 37 5,8 3, ,5 83 5,2 Lainnya 0,0 22 5,6 10 1,6 0,0 3 3,8 35 2,2 Tidak tahu 22 52, , , , , ,8 Cubluk 10 23,8 13 3, ,6 39 8, , ,3 Tangki Septik Sungai, kanal, kolam 10 23, , , , , ,9 0,0 6 1,5 10 1,6 2,5 4 5,0 22 1,4 Total

61 KABUPATEN SITUBONDO, 2012 CO.3.1 Amati, apakah lantai dan dinding jamban bebas dari tinja? CO.3.2 Amati, apakah jamban bebas dari kecoa dan lalat? CO.3.3 Amati, jika ada kloset jonkok leher angsa, apakah ada gayung dan air untuk menyiram? CO.3.4 Amati, jika ada kloset duduk, cobalah menekan alat penyiram, apakah berfungsi Jalan, halaman, kebun Saluran terbuka Saluran tertutup Pipa saluran pembuangan kotoran Pipa IPAL Sanimas 0,0 1,3 1,2 0,0 0,0 2,1 0,0 0,0 2,3 0,0 1 1,3 3,2 0,0 3,8 20 3,1 1,2 1 1,3 25 1,6 0,0 2,5 2,3 1,2 0,0 5, , , ,2 32 7,2 0, ,2 Tidak tahu 0, , , , , ,1 Ya 12 28, , , , , ,5 Tidak 30 71, , , , , ,5 Ya 9 21, , , , , ,0 Tidak 33 78, , , , , ,0 Ya, ada keduanya Tidak ada salah satu atau keduanya 13 31, , , , , , , , , , , ,2 Bukan kloset 0, , , , , ,2 jongkok Ya, berfungi 0, , , , , ,4 Tidak berfungsi Bukan kloset duduk , , , , , ,4 0, , , , , ,2

62 KABUPATEN SITUBONDO, 2012 Pemakaian jamban terbanyak di Kabupaten Situbondo adalah sebagian responden tidak mempunyai kloset (58,50%), hanya 31% responden yang mempunyai jamban jenis kloset jongkok leher angsa. Desa Kemirian Kec. Tamanan dan Desa Pecalongan Kec. Sukosari merupakan desa yang terbanyak tidak mempunyai kloset. Gambar 23. Diagram Penyaluran Akhir Pembuangan Tinja Sebagian besar responden mengatakan tidak tahu (45,1%). Pembangunan tangki septic terbanyak di cluster 3 ditemukan yakni 33,5%. Beberapa mengatakan pembangunan tangki septikan lebih dari 10 tahun dan terbanyak ditemukan cluster 4 yakni sebanyak 54,5%. Disusul Adapun kriteria suspek aman untuk pembangunan septic tang adalah : pembangunannya kurang dari lima tahun lalu, dan dalam waktu 5 tahun tersebut harus sudah pernah disedot atau dikuras. Maka kebalikan dari kondisi tersebut merupakan komponen dari suspek tidak aman. Sebagian besar responden mengatakan tidak tahu (69,1%). Hal ini disebabkan banyak yang tidak mempunyai kloset. Periode pengurasan tinja dalam septik tang ada yang telah dikuras sekitar 5-10 tahun yang lalu, yakni di Kelurahan Kotakulon, Desa Sumbersari dan Tamanan (29,2%).

63 KABUPATEN SITUBONDO, 2012 Tabel 23. Tabel kondisi Septik Tank Responden D4. Jenis kloset apa yang anda pakai di rumah? D5. Kemana tempat penyaluran buangan akhir tinja? Kluster Desa/Kelurahan Total n % n % n % n % n % n % , , , , , ,2 2 0,0 2,5 9 1,4 8 1,8 0,0 19 1,2 3 0,0 1,3 1,2 0,0 0,0 2, ,0 0,0 14 2,2 2,5 2 2,5 26 1, , , , , , ,8 Tangki septik 10 23, , , , , ,4 Pipa sewer 0,0 0,0 2,3 1,2 0,0 3,2 Cubluk/lobang tanah 10 23,8 13 3,3 48 7,5 35 7,9 1 1, ,7 Langsung ke drainase 0,0 1,3 0,0 2,5 1 1,3 4,2 Sungai/danau/pantai 0,0 0,0 11 1,7 9 2,0 2 2,5 22 1,4 D6. Sudah berapa lama tangki septik ini dibuat/dibangun? Tidak tahu 22 52, , , , , , bulan yang lalu 0,0 8 11, ,1 5 3,4 0,0 25 7,0 1-5 tahun yang lalu 4 40,0 9 12, , ,7 0, ,2 Lebih dari 5-10 tahun yang lalu 2 20, , , ,0 4 36, ,2 Lebih dari 10 tahun 4 40, , , ,4 6 54, ,7 Tidak tahu 0,0 6 8,5 6 5, ,6 1 9, ,9

64 KABUPATEN SITUBONDO, Kotoran Anak Pembuangan tinja anak adalah salah satu masalah sanitasi yang perlu mendapat perhatian khusus, karena masyarakat pada umumnya kerap menganggap masalah ini sebagai hal yang sepele. Berbeda dengan masalah pada tinja orang dewasa masyarakat kerapkali menganggap kotoran anak sebagai hal yang tidak begitu berbahaya sehingga dapat dibuang dimana saja, termasuk di ruang terbuka seperti parit, tanah lapang, atau keranjang tempat pembuangan sampah. Padahal kotoran manusia akan berbahaya sebab mengandung bakteri pathogen yang dapat menyebabkan penyakit. Dalam prakteknya kotoran anak akan menjadi bahan pencemar bagi lingkungan melalui dua hal, yakni : 1) Praktek anak di runag terbuka, baik dibantu oleh orang dewasa, maupun ininsiatif anak itu sendiri, 2) praktek orang dewasa yang membiarkan membuang kotoran anak di ruang terbuka. Pada praktek yang dianggap aman bagi lingkungan bila 1) anak BAB di jamban atau fasilitas sanitasi lain yang memadai, atau 2) kotoran anak yangtertinggal di di popok/pampers baik yang sekali buang ataupun yang dapat disuse lagi, haruslah dibuang ke jamban atau fasilitas sanitasi yang memadai lainnya. Dalam analisis data pembuangan kotoran anak akan diberikan pada anak yang tidak bisa BAB sendiri dimana peran orang dewasa menentukan apakah cara yang diterapkan aman atau justru dapat mencemari lingkungan. Maka dari itu sebelumnya diambil data dari wawancara jumlah responden ibu yang memiliki balita dan belum bisa BAB di Jamban atau masih memnggunakan popok atau pampers. Kemudian menganalisa jumlah anak yang BAB di ruang terbuka, di jamban.

65 KABUPATEN SITUBONDO, 2012 Tabel 24. Tabel Pembuangan Tinja Anak D9. Apakah ibu tahu, kemana lumpur tinja dibuang pada saat tangki septik dikosongkan? D10. Apakah anak balita di rumah ibu masih terbiasa buang air besar di lantai, di kebun, Sungai, sungai kecil Kluster Desa/Kelurahan n % n % n % n % n % n % 0,0 0,0 2 18,2 0,0 0,0 2 2,9 Dikubur 0,0 2 18,2 0,0 0,0 0,0 2 2,9 di halaman Dikubur 0,0 1 9,1 0,0 0,0 0,0 1 1,4 di tanah orang lain Lainnya 0,0 0,0 1 9,1 0,0 0,0 1 1,4 Tidak tahu Ya, sangat sering Ya, kadangkadang Tidak biasa Tidak tahu 0,0 8 72,7 8 72, ,0 0, ,3 6 14, , , , , ,2 3 7,1 27 6, , ,4 5 6, ,1 7 16, , , , , , , , , , , ,1 Total

66 KABUPATEN SITUBONDO, 2012 Gambar 24. Frekuensi Kebiasaan pembuangan tinja anak Gambar 25. Kemana Pembuangan Tinja Anak Dari hasil di atas dapat dijelaskan bahwa masih terdapat BAB sembarangan.dan pembuangan pampers di tempat terbuka. Hasil pemakaian pampers masih banyak yang dibuang ke selokan/got Rumah tangga yang memiliki anak yang BAB sembarangan di ruang terbuka jelas memiliki resiko kesehatan lingkungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan rumah tangga yang lain. Namun seperti

67 KABUPATEN SITUBONDO, 2012 telah dijelaskan sebelumnya rumah tangga dengan anak balita yang menggunakan pampers atau tampon belum tentu juga bebas dari resiko kesehatan lingkungan. Bila kotoran atau air bekas mencucinya dan kotoran yang digelontor dibuang begitu saja atau dialirkan begitu saja ke saluran terbuka atau tidak dimasukkan ke dalam kloset yang nantinya dihubungkan dengan septik tank. Penggunaan saluran IPAL baik secara komunal dan individu untuk rumah tangga sangat diperlukan. Hasil kompilasi dari data tentang praktek BAB pada anak menghasilkan dua kategori utama, yaitu : 1. Praktek pembuangan yang aman mencakup : a. Anak yang diantar BAB di jamban b. Anak yang masih BAB di pampers atau tampon, tapi kotorannya dicuci atau digelontorkan ke jamban 2. Praktek pembauangan yang tidak aman, yaitu: a. Anak BAB di ruang terbuka (lahan/kebun) b. Anak yang BAB di pampers dan dibuang di tong sampah biasa atau tidak dicuci di jamban. 4.8 PENENTUAN AREA BERESIKO DAN KESIMPULAN AREA BERESIKO DAN PERMASALAHAN Penentuan area beresiko untuk penyusunan Buku Putih Sanitasi Kabupaten Situbondo dilakukan dengan cara mengkompilasikan hasil antara data sekunder, data persepsi SKPD dan data Hasil. Setelah mengkompilasi dan ditetapkan besaran scoring nya diperoleh area beresiko sanitasi. Jadi ada tiga data yang harus dipertimbangkan untuk dioverlay sehingga menghasilkan suatu pemetaan area beresiko sanitasi yang terdiri dari : resiko sanitasi sangat tinggi atau area sangat beresiko sanitasi, area beresiko tinggi, area beresiko sedang dan area beresiko ringan atau tidak beresiko sanitasi. Metoda penentuan area yang akan distudi survey penilaian beresiko kesehatan lingkungan () sebelumnya dilakukan pelingkupan berdasarkan metoda pengklusteran sehingga terpilih dalam kelompok kluster-kluster untuk masing-masing desa/kelurahan yang teridentifikasi berdarkan indicator, antara lain : kepadatannya, Daerah Aliran Sungai, daerah banjir, kemsikinan dan daerah kejadian luar biasa (KLB). Berdasarkan kelima indicator clustering tersebut diperoleh hasil sebagai berikut seperti tertera dalam Tabel 25

68 KABUPATEN SITUBONDO, 2012 Rekapitulasi Cluster Jumlah (desa/kel urahan) Penetapan Cluster Area Tujuan Desa/Kelu rahan Sampling nama desa sasaran survey jumlah responden (40 responden per desa) Cluster Sumberdumpyong 40 Cluster Cluster Sempol, maesan, kemirian, patemon 5 Pujer Baru, Kalianyar, Kupang, Prajekan Kidul, Walidono 4 Sumbersari, Tamanan, Pecalongan, Kotakulon Cluster 3 28 Cluster Pancoran 40 Jumlah Berdasarkan Tabel 25 dijelaskan area beresiko dengan parameter yang telah ditetapkan untuk tahap pemberian skor/nilai untuk masing-masing penilaian per kluster dan per kelurahan Tabel 25. Parameter No Risiko ( 2012) Nama Tabel dalam Lembar Pertanyaan dan Lembar Pengamatan Studi baru 1 SUMBER AIR 1.1 Sumber air (minum + masak +cuci piring &gelas, cuci pakaian, gosok gigi) tercemar karena (poin 0,5) Sumur gali tidak terlindungi & kurang dari 10 m (poin 0,25) Penggunaan sumber air tidak terlindungi (sungai, waduk, air isi ulang, mata air tercemar, air hujan) (poin 0,25) 1.2 Kelangkaan air (dan risiko terkait) (poin 0,5) Tabel Sumber Air per Kluster Desa/Kelurahan : Pakai data sumber air tercemar? Pakai data penggunaan sumber air tidak terlindungi Pakai data kelangkaan air 2 AIR LIMBAH DOMESTIK Tabel Air Limbah Domestik per Kluster Desa/Kelurahan : 2.1 Pencemaran oleh tangki septik >5 tahun dan tidak pernah disedot (dikosongkan) (poin 0.33) Pakai data Suspek Tangki Septik aman 2.2 Pencemaran karena pembuangan isi tangki septik (poin 0.33) Pakai data pencemaran karena pembuangan isi tangki septik Keterangan Gunakan persentase jawaban Ya Gunakan persentase jawaban Ya Gunakan persentase jawaban ya Pakai persentase jawaban tidak aman Gunakan persentase jawaban ya

69 KABUPATEN SITUBONDO, 2012 No Risiko ( 2012) Nama Tabel dalam Lembar Pertanyaan dan Lembar Pengamatan Studi baru 2.3 Pencemaran karena SPAL (poin 0.33) Pakai data pencemaran karena SPAL 3 PERSAMPAHAN Tabel persampahan per Kluster Desa/Kelurahan: 3.1 Pengelolaan sampah tidak memadai (poin 0,25) Gunakan data Pengelolaan sampah Gunakan data Frekuensi Pengangkutan Keterangan Pakai persentase jawaban ya Pakai persentase jawaban tidak memadai Pakai persentase jawaban tidak memadai Pakai persentase jawaban tidak tepat waktu Pakai persentase jawaban tidak Frekuensi pengangkutan tidak 3.2 memadai (poin 0,25) Ketepatan waktu Gunakan data Ketepatan pengangkutan (poin 0,25) Waktu Pengangkutan Tidak ada pengolahan setempat Gunakan data Pengolahan (poin 0,25) setempat 4 DRAINASE Tabel Genangan Air per Kluster Desa/Kelurahan: Genangan Air Pakai data adanya genangan air Pakai persentase jawaban ya 5 PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT Tabel Perilaku Hidup Bersih Sehat per Kluster Desa/Kelurahan: 5.1 CTPS (cuci tangan pakai sabun) pada 5 waktu penting (poin 0.5) Gunakan data CTPS di 5 waktu penting 5.2 Hygiene jamban (poin 0,5) Jumlahkan lima faktor dibawah ini Tinja, tissue, pembalut di toilet (poin 0,125) Gunakan data ada tinja, tissue, pembalut di dalam/ di dinding jamban? Lalat dan kecoa (poin 0,125) Gunakan data jamban bebas dr kecoa dan lalat? Keberfungsian penggelontor (poin 0,125) Gunakan data keberfungsian penggelontor? Pakai persentase jawaban tidak Gunakan persentase jawaban Ya Gunakan persentase jawaban tidak Gunakan persentase jawaban tidak Ketersediaan sabun (poin 0,125) Gunakan data Ada sabun? Gunakan persentase jawaban Ya 5.3 Pencemaran pada wadah penyimpanan & penanganan air (poin 0.5) 5.4 Gunakan data pencemaran pada wadah penyimpanan dan penanganan air Gunakan persentase jawaban Ya BABS (poin 0.5) Gunakan data perilaku yg BABs Gunakan persentase jawaban ya

70 KABUPATEN SITUBONDO, Sumber air terlindungi Tidak, sumber air berisiko tercemar 1.2 Penggunaan sumber air tidak terlindungi. Tabel 26. Area beresiko berdasarkan Data Kluster Desa/Kelurahan % % % % % 78,6 46,5 42,5 47,3 36,3 Ya, sumber air terlindungi 21,4 53,5 57,5 52,7 63,8 Ya 4,8 30,8 15,6 26,4 1,3 Tidak 95,2 69,2 84,4 73,6 98,8 1.3 Kelangkaan air Ya,0 3,3 12,5 3,9 33,8 Tidak 100,0 96,7 87,5 96,1 66,3 2.1 Tangki septik suspek aman Tidak 14,3 12,9 10,6 22,0 13,8 2.2 Pencemaran karena pembuangan isi tangki septik Ya 85,7 87,1 89,4 78,0 86,3 Ya,0 100,0 100,0 93,6,0 Tidak,0,0,0 6,4,0 2.3 Pencemaran karena SPAL Ya 88,1 74,0 70,9 70,0 78,8 Tidak 11,9 26,0 29,1 30,0 21,3 3.1 Pengelolaan sampah Tidak 100,0 99,5 99,7 89,5 100,0 Ya,0,5,3 10,5,0 3.2 Frekuensi pengangkutan sampah Tidak memadai,0,0 100,0,0,0 3.4 Pengolahan sampah setempat Tidak diolah 100,0 99,5 90,3 98,6 86,3 diolah,0,5 9,7 1,4 13,8 4.1 Adanya genangan air Ya 11,9 9,8 12,3 33,0 2,5 Tidak 88,1 90,2 87,7 67,0 97,5 5.1 CTPS di lima waktu penting Tidak 95,2 84,6 83,6 87,7 96,3 5.2.a. Apakah lantai dan dinding jamban bebas dari tinja? Ya 4,8 15,4 16,4 12,3 3,8 Tidak 71,4 81,6 71,7 61,6 73,8 Ya 28,6 18,4 28,3 38,4 26,3

71 KABUPATEN SITUBONDO, b. Apakah jamban bebas dari kecoa dan lalat? Tidak 78,6 81,3 74,6 63,4 87,5 Ya 21,4 18,7 25,4 36,6 12,5 5.2.c. Keberfungsian penggelontor. Tidak 71,4 77,8 72,6 53,2 71,3 5.2.d. Apakah terlihat ada sabun di dalam atau di dekat jamban? 5.3 Pencemaran pada wadah penyimpanan dan penanganan air Ya 28,6 22,2 27,4 46,8 28,8 Tidak 73,8 77,5 75,5 57,0 88,8 Ya 26,2 22,5 24,5 43,0 11,3 Ya,Tercemar 2,4 13,9 7,6 4,8 16,3 Tidak tercemar 97,6 86,1 92,4 95,2 83,8 5.4 Perilaku BABS Ya, BABS 81,0 82,3 76,8 71,1 85,0 Tidak 19,0 17,7 23,2 28,9 15,0

72 KABUPATEN SITUBONDO, SUMBER AIR Variabel Jawaban Tabel 27. Kalkulasi Indeks Resiko Sanitasi CLUSTER Sumber air terlindungi Tidak 78,6 46,5 42,5 47,3 36,3 1.2 Penggunaan sumber air tidak terlindungi. Ya 4,8 30,8 15,6 26,4 1,3 1.3 Kelangkaan air Ya,0 3,3 12,5 3,9 33,8 2. AIR LIMBAH DOMESTIK 2.1 Tangki septik suspek aman Tidak 14,3 12,9 10,6 22,0 13,8 2.2 Pencemaran karena pembuangan isi tangki septik Ya,0 100,0 100,0 93,6,0 2.3 Pencemaran karena SPAL Ya 88,1 74,0 70,9 70,0 78,8 3. PERSAMPAHAN 3.1 Pengelolaan sampah Tidak 100,0 99,5 99,7 89,5 100,0 3.2 Frekuensi pengangkutan sampah Tidak memadai,0,0 100,0,0,0 Tidak tepat 100,0 99,5 90,3 98,6 86,3 3.3 Ketepatan waktu pengangkutan sampah waktu 3.4 Pengolahan sampah setempat Tidak diolah 88,1 90,2 87,7 67,0 97,5 4. GENANGAN AIR 4.1 Adanya genangan air Ya 11,9 9,8 12,3 33,0 2,5 5. PERILAKU HIDUP BERSIH SEHAT 5.1 CTPS di lima waktu penting Tidak 95,2 84,6 83,6 87,7 96,3 5.2.a. Apakah lantai dan dinding jamban bebas dari tinja? Tidak 71,4 81,6 71,7 61,6 73,8 5.2.b. Apakah jamban bebas dari kecoa dan lalat? Tidak 78,6 81,3 74,6 63,4 87,5 5.2.c. Keberfungsian penggelontor. Tidak 71,4 77,8 72,6 53,2 71,3 5.2.d. Apakah terlihat ada sabun di dalam atau di dekat jamban? Tidak 73,8 77,5 75,5 57,0 88,8 5.3 Pencemaran pada wadah penyimpanan dan penanganan air Ya, tercemar 97,6 86,1 92,4 95,2 83,8 5.4 Perilaku BABS Ya, BABS 81,0 82,3 76,8 71,1 85,0

73 KABUPATEN SITUBONDO, 2012 Dari hasil kompilasi antara data sekunder, data persepsi SKPD dan hasil kemudian dilakukan penjumlahan skor yang ditetapkan dengan proporsi yang sama dan diambil rata-ratanya. Kemudian dilakukan pengklasifikasian sesuai dengan kesepakatan agreed score untuk area beresiko, bahwa untuk skor 4 adalah area yang beresiko sanitasi sangat tinggi, skor 3 adalah untuk area beresiko tinggi, skor 2 untuk area beresiko sedang dan skor 1 adalah area beresiko sanitasi ringan atau tidak beresiko. Dengan kisaran skor untuk penentuan area beresiko sebagai berikut : Tabel 28. Kategori Daerah Beresiko Sanitasi Batas Nilai Risiko Keterangan Total Indeks Risiko Max 270 Total Indeks Risiko Min 217 Interval 13 Katagori Area Berisiko Batas Bawah Batas Atas Kurang Berisiko Berisiko Sedang Risiko Tinggi Risiko Sangat Tinggi Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Situbondo telah melakukan penilaian penetapan area beresiko untuk Kabupaten Situbondo setelah membandingkan skor penilaian terhadap data sekunder, data persepsi SKPD dan data. Sehingga sesuai dengan penetapan pemberian warna untuk pemetaan area beresiko, yakni : warna merah untuk area beresiko sanitasi sangat tinggi, warna kuning untuk area beresiko tinggi, warna biru adalah area beresiko sanitasi sedang dan warna hijau untuk area beresiko sanitasi ringan atau tidak beresiko.

74 KABUPATEN SITUBONDO, 2012 Berdasarkan hasil pengklusteran resiko sanitasi Kabupaten Situbondo dapat dilaporkan dalam Tabel 30 sebagai berikut :. Tabel 29. Hasil Kategori Desa/Kelurahan Beresiko Sanitasi di Kabupaten Situbondo CLUSTER NILAI IRS CLUSTER Baderan Tepos Pesisir Cemara Gunung Putri Bungatan Rajekwesi Paowan Kalibagor Semiring Kayuputih Kandang Bayeman Palangan Bantal Kembangsari CLUSTER Sumberkolak Sliwung Mimbaan Wonokoyo Sletreng Landangan Kumbangsari Banyuputih Sumberwaru Dawuhan Tanjung Kamal CLUSTER Telempong Wringin anom Langkap Widoro payung SKOR Jetis 249 2

75 KALIANYAR KEMIRIAN KOTAKULON KUPANG MAESAN PANCORAN PATEMON PECALONGAN PRAJEKAN KIDUL PUJER BARU SEMPOL SUMBER SUMBERSARI TAMANAN WALIDONO LAPORAN PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN KABUPATEN SITUBONDO, 2012 Alas Bayur Patemon Tambak ukir Gelung Kedungloh CLUSTER Jatisari CLUSTER Taman Tribungan Gambar 26. Grafik Indeks Resiko Sanitasi Kabupaten Situbondo PERILAKU HIDUP BERSIH SEHAT. 4. GENANGAN AIR. 3. PERSAMPAHAN. 2. AIR LIMBAH DOMESTIK. 1. SUMBER AIR Adapun hasil indeks resiko sanitasi per desa/keluarahan setelah dikembalikan ke kluster masingmasing, maka diperoleh hasil sebagai berikut

76 KABUPATEN SITUBONDO, 2012 Tabel 30. Hasil Kategori Desa/Kelurahan Beresiko Sanitasi di Kabupaten Situbondo

77 KABUPATEN SITUBONDO, 2012

78 KABUPATEN SITUBONDO, 2012 Gambar 27. Peta Hasil Akhir Survei per Desa/Kelurahan Kabupaten Situbondo Pemilihan desa/kelurahan walidono, prajekan, patemon, pakem, sumberdumpyong, pancoran,pujer baru, penanggungan, sumbersari, maesan, sumberpakem, tamanan, mengen, sukosarilor sebagai area beresiko sanitasi sangat tinggi adalah dikarenakan dari segi parameter kontaminasi terhadap tangki septik dan jamban, cuci tangan pakai sabun di 5 waktu penting, kontaminasi karena sampah dan kelangkaan air, berdasarkan hasil survey lapangan berupa wawancara kepada responden dan dari hasil pengamatan di rumah tangga responden juga daerah sekeliling rumah tangga responden, diperoleh hasil kesepakatan score sebagai area beresiko sangat tinggi, yaitu dengan nilai 4. Jadi dapat disimpulkan bahwa kelurahan yang mendapatkan nilai paling tinggi dari nilai scoring yang ditetapkan adalah kelurahan yang paling beresiko. Maka Kelurahan Kepel dan Kebonsari merupakan area yang perlu menjadi prioritas penanganan sanitasi. Baik secara fisik maupun pendekatan terhadap masyarakat untuk ikut berperan dan berpartisipasi dengan program-program peningkatan sanitasi di wilayahnya, seperti memberikan penyuluhan sanitasi dan kesehatan lingkungan, penyuluhan peningkatan PHBS termasuk di dalamnya. Secara umum wilayahi pegunungan di Kabupaten Situbondo merupakan wilayah sasaran pembangunan sanitasi, dikarenakan di wilayah pesisir tersebut sebagian besar penduduknya masih kurang memperhatikan masalah kesehatan lingkungan dan kesehatan sanitasi. Pada kenyatannya di beberapa wilayah pesisir merupakan wilayah terjadinya genangan dan perilaku BABS. Sebagian besar penduduknya masih dalam keadaan kemiskinan, sehingga perhatian terhadap masalah pemeliharaan dan pengelolaan sanitasi bukanlah hal yang penting. Menurut hasil pemetaan area beresiko sanitasi Kabupaten Situbondo dapat disimpulkan bahwa hampir sebagian besar area beresiko adalah wilayah-wilayah dekat pesisir sebelah utara Kabupaten

PROVINSI JAWA TIIIUR PERATURAN TENTANG BUPATI SITUBONDO, Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur (Lembaran Negara

PROVINSI JAWA TIIIUR PERATURAN TENTANG BUPATI SITUBONDO, Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur (Lembaran Negara BUPATI SITUBONDO PROVINSI JAWA TIIIUR PERATURAN BUPATI SITUBONDO NoMoR a7 TAHUN2OTs TENTANG BESARAN DANA DESA UNTUK SETIAP DESA DI KABUPATEN SITUBONDO YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN BANJARNEGARA. Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Banjarnegara

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN BANJARNEGARA. Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Banjarnegara LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN BANJARNEGARA Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Banjarnegara Kabupaten Banjarnegara September 2011 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 DAFTAR TABEL...

Lebih terperinci

STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA BONTANG TAHUN 2015

STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA BONTANG TAHUN 2015 STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA BONTANG TAHUN 2015 KELOMPOK KERJA (POKJA) SANITASI KOTA BONTANG BAB I PENDAHULUAN Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) atau Studi Penilaian

Lebih terperinci

L a p o r a n S t u d i E H R A K a b. T T U Hal. 1

L a p o r a n S t u d i E H R A K a b. T T U Hal. 1 Bab I PENDAHULUAN Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) atau Studi Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan adalah sebuah survey partisipatif di tingkat Kabupaten/kota yang bertujuan untuk memahami

Lebih terperinci

Ringkasan Studi EHRA Kabupaten Malang Tahun 2016

Ringkasan Studi EHRA Kabupaten Malang Tahun 2016 Ringkasan Studi EHRA Studi EHRA (Environmental Health Risk Assessment) atau dapat juga disebut sebagai Studi Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan, merupakan sebuah studi partisipatif di tingkat Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

LAPORAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN KOTA CIREBON

LAPORAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN KOTA CIREBON LAPORAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN KOTA CIREBON I. PENGANTAR EHRA (Environmental Health Risk Assessment) atau Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan adalah sebuah survey partisipatif di tingkat

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Wassalamu alaikum Wr. Wb.

KATA PENGANTAR. Wassalamu alaikum Wr. Wb. KATA PENGANTAR Assalamu alaikum Wr. Wb. Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat, taufik dan hidayah- Nya sehingga Dokumen Hasil Penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan atau

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA BONTANG

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA BONTANG LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA BONTANG KELOMPOK KERJA AIR MINUM & PENYEHATAN LINGKUNGAN (POKJA AMPL) PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN (PPSP) Kota Bontang

Lebih terperinci

LAPORAN. PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN/ EHRA (Environmental Health Risk Assessment)

LAPORAN. PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN/ EHRA (Environmental Health Risk Assessment) LAPORAN EHRA (Environmental Health Risk 2016 LAPORAN PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN/ EHRA (Environmental Health Risk KABUPATEN PASAMAN BARAT 2016 1 LAPORAN EHRA (Environmental Health Risk 2016 DAFTAR

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN WAY KANAN

LAPORAN STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN WAY KANAN LAPORAN STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2014 LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN WAY KANAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN - 2014 D I S U S U N Kelompok Kerja

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment) KABUPATEN POSO PROVINSI SULAWESI TENGAH

LAPORAN STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment) KABUPATEN POSO PROVINSI SULAWESI TENGAH PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN TAHUN 2013 LAPORAN STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment) KABUPATEN POSO PROVINSI SULAWESI TENGAH DISIAPKAN OLEH : POKJA SANITASI KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB 5 BUKU PUTIH SANITASI 2013

BAB 5 BUKU PUTIH SANITASI 2013 BAB 5 INDIKASI PERMASALAHAN DAN POSISI PENGELOLAAN SANITASI Environmental Health Risk Assessment Study atau Studi EHRA adalah sebuah survey partisipatif yang bertujuan untuk memahami kondisi fasilitas

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bontang, November 2011 TIM STUDI EHRA KOTA BONTANG. Laporan Studi EHRA Kota Bontang

KATA PENGANTAR. Bontang, November 2011 TIM STUDI EHRA KOTA BONTANG. Laporan Studi EHRA Kota Bontang KATA PENGANTAR Puji Syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan perkenan-nya maka penyusunan laporan Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Kota Bontang ini dapat

Lebih terperinci

( ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESMENT ) KABUPATEN BANGGAI KEPULAUAN

( ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESMENT ) KABUPATEN BANGGAI KEPULAUAN LAPORAN STUDI EHRA LAPORAN STUDI EHRA (ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESMENT) ( ENVIRONMENTAL HEALTH KABUPATEN BANGGAI KEPULAUAN RISK ASSESMENT ) KABUPATEN BANGGAI KEPULAUAN DISIAPKAN OLEH POKJA SANITASI

Lebih terperinci

LAMPIRAN I DOKUMEN PEMUTAKHIRAN SSK KABUPATEN TANAH DATAR 2015

LAMPIRAN I DOKUMEN PEMUTAKHIRAN SSK KABUPATEN TANAH DATAR 2015 LAMPIRAN I DOKUMEN PEMUTAKHIRAN SSK KABUPATEN TANAH DATAR 2015 POKJA SANITASI KABUPATEN TANAH DATAR 2015 Hasil Kajian Aspek Non Teknis dan Lembar Kerja Area Beresiko 1.1 Struktur Organisasi Daerah dan

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG 1 BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PADA DINAS BINA MARGA DAN PENGAIRAN KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI i EMERINTAH DAERAH KABUPATEN KATA PENGANTAR Berdasarkan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 H ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN SAMPANG. Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Sampang

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN SAMPANG. Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Sampang LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN SAMPANG Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Sampang Kabupaten Sampang 2013 KATA PENGANTAR Berdasarkan Undang Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 17 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 17 TAHUN 2009 TENTANG 1 BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 17 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PADA DINAS KESEHATAN KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI... 1 DAFTAR SINGKATAN DAFTAR TABEL... 2 DAFTAR GRAFIK... 6 DAFTAR FOTO

DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI... 1 DAFTAR SINGKATAN DAFTAR TABEL... 2 DAFTAR GRAFIK... 6 DAFTAR FOTO DAFTAR ISI KATA PENGANTAR RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI... 1 DAFTAR SINGKATAN DAFTAR TABEL... 2 DAFTAR GRAFIK... 6 DAFTAR FOTO I. PENDAHULUAN... 7 II. METODOLOGI DAN LANGKAH STUDI EHRA 2014... 8 2.1.

Lebih terperinci

DAFTAR CALON PENERIMA HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL KABUPATEN SITUBONDO TAHUN ANGGARAN 2017 URAIAN. ANGGARAN (Rp.) BELANJA HIBAH

DAFTAR CALON PENERIMA HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL KABUPATEN SITUBONDO TAHUN ANGGARAN 2017 URAIAN. ANGGARAN (Rp.) BELANJA HIBAH DAFTAR CALON PENERIMA HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL KABUPATEN SITUBONDO TAHUN ANGGARAN 2017 5 1 4 BELANJA HIBAH 25.047.210.000,00 5 1 4 05 Belanja Hibah kepada Badan/Lembaga/Organisasi 25.047.210.000,00 5 1

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment)

LAPORAN STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment) Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman Tahun 2012 LAPORAN STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment) KOTA SALATIGA PROPINSI JAWA TENGAH 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bantaeng, 7 Desember 2016 Pokja AMPL/Sanitasi Kabupaten Bantaeng Ketua, ABDUL WAHAB, SE, M.Si Sekretaris Daerah

KATA PENGANTAR. Bantaeng, 7 Desember 2016 Pokja AMPL/Sanitasi Kabupaten Bantaeng Ketua, ABDUL WAHAB, SE, M.Si Sekretaris Daerah KATA PENGANTAR Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan atau Environmental Health Risk Assessment (EHRA) adalah studi untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku-perilaku yang memiliki resiko pada

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN BANGGAI 2014

KATA PENGANTAR LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN BANGGAI 2014 KATA PENGANTAR Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) atau Studi Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan merupakan salah satu dari beberapa studi primer yang harus dilakukan oleh Kelompok Kerja

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA TERNATE TAHUN 2014

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA TERNATE TAHUN 2014 LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA TERNATE TAHUN 2014 i KATA PENGANTAR Dengan mengucap puji syukur kepada Allah SWT, akhirnya Buku Laporan Studi Environmental Health Risk Assessment

Lebih terperinci

Laporan Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan

Laporan Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan Laporan EHRA Kabupaten Pesisir Selatan Laporan Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan Kabupaten Pesisir Selatan Oktober 2011 Pokja Sanitasi Pesisir Selatan III - 21 DAFTAR ISI 1. PENGANTAR Hal 2 2. CATATAN

Lebih terperinci

Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman Tahun 2013

Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman Tahun 2013 Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman Tahun 2013 LAPORAN STUDI EHRA (Envirotment Health Risk Assessment) KABUPATENBENER MERIAH PROVINSI ACEH DISIAPKAN OLEH POKJA SANITASI KABUPATEN BENER MERIAH

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN TAPIN

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN TAPIN LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN TAPIN Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Tapin Kabupaten/ Kota Tapin Bulan Mei 2012 LAPORAN STUDI EHRA TAPIN 2012 LENGKAP 0 DAFTAR ISI

Lebih terperinci

1.2 Maksud. 1.3 Tujuan dan Manfaat. 1.4 Pelaksana Studi EHRA

1.2 Maksud. 1.3 Tujuan dan Manfaat. 1.4 Pelaksana Studi EHRA 1.1 Latar Belakang Studi Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan (Environmental Health Risk Assessment / EHRA) adalah sebuah studi partisipatif di Kabupaten/Kota untuk memahami kondisi sanitasi dan higinitas

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN KLATEN

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN KLATEN LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN KLATEN Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) Kabupaten Klaten Kabupaten Klaten 2011 KATA PENGANTAR Assalamu alaikum

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN TANA TORAJA BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN TANA TORAJA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sanitasi sebagai salah satu aspek pembangunan memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat, karena berkaitan dengan kesehatan, pola hidup,

Lebih terperinci

Pelaksanaan pengumpulan data lapangan dan umpan balik hasil EHRA dipimpin dan dikelola langsung oleh Kelompok Kerja (Pokja) PPSP Kabupaten Pohuwato.

Pelaksanaan pengumpulan data lapangan dan umpan balik hasil EHRA dipimpin dan dikelola langsung oleh Kelompok Kerja (Pokja) PPSP Kabupaten Pohuwato. BAB I PENDAHULUAN Environmental Health Risk Assessment Study atau Studi EHRA adalah sebuah survey partisipatif di tingkat kabupaten/kota yang bertujuan untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Bab Latar Belakang. BPS Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung

PENDAHULUAN. Bab Latar Belakang. BPS Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung Bab - 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sanitasi merupakan salah satu pelayanan dasar yang kurang mendapatkan perhatian dan belum menjadi prioritas pembangunan di daerah. Dari berbagai kajian terungkap

Lebih terperinci

RISALAH RAPAT Menindaklanjuti Hasil Rapat POKJA Sanitasi

RISALAH RAPAT Menindaklanjuti Hasil Rapat POKJA Sanitasi RISALAH RAPAT Menindaklanjuti Hasil Rapat POKJA Sanitasi Aula Lt. 3 BAPPEDA Kota Depok, Pimpinan Rapat : Ketua Panitia Rapat Tanggal : 4 Juli 2 Agenda : - Pembentukan Tim EHRA - Rencana Pelaksanaan Studi

Lebih terperinci

BAB. V Indikasi Permasalahan dan Posisi Pengelolaan Sanitasi Kabupaten Jembrana

BAB. V Indikasi Permasalahan dan Posisi Pengelolaan Sanitasi Kabupaten Jembrana BAB. V Indikasi Permasalahan dan Posisi Pengelolaan Sanitasi Kabupaten Jembrana 5.1. Area Berisiko Sanitasi Pemetaan Kelurahan dan Desa beresiko dilakukan untuk mendapatkan 4 klasifikasi kelurahan, berdasarkan

Lebih terperinci

BAB V INDIKASI PERMASALAHAN DAN POSISI PENGELOLAAN SANITASI

BAB V INDIKASI PERMASALAHAN DAN POSISI PENGELOLAAN SANITASI BAB V INDIKASI PERMASALAHAN DAN POSISI PENGELOLAAN SANITASI 5.1. Area Berisiko Sanitasi Setelah menghitung kebutuhan responden dengan menggunakan rumus Slovin, maka ditentukan lokasi studi EHRA dengan

Lebih terperinci

Laporan Pelaksanaan dan Hasil STUDI EHRA Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Toraja Utara RINGKASAN EKSEKUTIF

Laporan Pelaksanaan dan Hasil STUDI EHRA Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Toraja Utara RINGKASAN EKSEKUTIF RINGKASAN EKSEKUTIF Untuk mendapatkan target area survey EHRA, digunakan metode Klustering. Dimana penetapan kluster dilakukan berdasarkan 4 (empat) kriteria utama yaitu kepadatan penduduk, angka kemiskinan,

Lebih terperinci

5.1. Area Beresiko Sanitasi

5.1. Area Beresiko Sanitasi 5.1. Area Beresiko Sanitasi Risiko sanitasi adalah terjadinya penurunan kualitas hidup, kesehatan, bangunan dan atau lingkungan akibat rendahnya akses terhadap layanan sektor sanitasi dan perilaku hidup

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI EHRA (ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESMENT) KABUPATEN KAPUAS HULU TAHUN 2013 BAB 1 PENDAHULUAN

LAPORAN STUDI EHRA (ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESMENT) KABUPATEN KAPUAS HULU TAHUN 2013 BAB 1 PENDAHULUAN LAPORAN STUDI EHRA (ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESMENT) KABUPATEN KAPUAS HULU TAHUN 2013 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu merupakan salah satu Kabupaten yang peduli

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Cimahi, 2015 Ketua Pokja AMPL Kota Cimahi (...)

KATA PENGANTAR. Cimahi, 2015 Ketua Pokja AMPL Kota Cimahi (...) KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan ridho NYA laporan penilaian risiko kesehatan lingkungan (Environmental Health Risk Assesment/EHRA) telah selesai disusun.

Lebih terperinci

LAPORAN PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN KOTA PADANG PANJANG

LAPORAN PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN KOTA PADANG PANJANG LAPORAN PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN KOTA PADANG PANJANG SUMATERA BARAT 2013 KATA PENGANTAR Sanitasi sebagai wujud dari pelayanan kesehatan dasar bidang kesehatan seringkali terlupakan dan tidak

Lebih terperinci

BAB V INDIKASI PERMASALAHAN DAN OPSI PENGEMBANGAN SANITASI

BAB V INDIKASI PERMASALAHAN DAN OPSI PENGEMBANGAN SANITASI BAB V INDIKASI PERMASALAHAN DAN OPSI PENGEMBANGAN SANITASI 5.1. Area Berisiko Tinggi dan Permasalahan Utamanya 5.1.1. Pemetaan Area Beresiko Tinggi di Kota Pontianak Area Beresiko tinggi dan bermasalah

Lebih terperinci

Kelompok Kerja PPSP Kab. Luwu Utara Tahun 2013 KATA PENGANTAR

Kelompok Kerja PPSP Kab. Luwu Utara Tahun 2013 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR EHRA (Environmental Health Risk Assessment) atau Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan adalah studi yang bertujuan untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku-perilaku yang memiliki

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 22 Februari sampai dengan 21 Maret 2016 di wilayah Kecamatan Arjasa, Kecamatan Mangaran dan Kecamatan Besuki,

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG. JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 922-933 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN

Lebih terperinci

STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI Dari hasil analisa kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman pada tiap sub-sektor sanitasi maka telah dirumuskan tentang tujuan, sasaran dan strategi. Tujuan

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG 1 BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PADA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA SABANG. Kelompok Kerja Sanitasi Kota Sabang

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA SABANG. Kelompok Kerja Sanitasi Kota Sabang LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA SABANG Kelompok Kerja Sanitasi Kota Sabang Kota Sabang November 2012 KATA PENGANTAR Bismillahiraahmanirrahim Dengan memanjatkan puji dan syukur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON I - 1

BAB I PENDAHULUAN BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sanitasi adalah segala upaya yang dilakukan untuk menjamin terwujudnya kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan. Layanan yang tidak optimal dan buruknya kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan sanitasi sampai saat ini masih belum menjadi prioritas dalam pembangunan daerah. Kecenderungan pembangunan lebih mengarah pada bidang ekonomi berupa pencarian

Lebih terperinci

LAMPIRAN I HASIL KAJIAN ASPEK NON TEKNIS DAN LEMBAR KERJA AREA BERISIKO

LAMPIRAN I HASIL KAJIAN ASPEK NON TEKNIS DAN LEMBAR KERJA AREA BERISIKO LAMPIRAN I HASIL KAJIAN ASPEK NON TEKNIS DAN LEMBAR KERJA AREA BERISIKO Dalam bab ini akan dirinci data terkait kondisi sanitasi saat ini yang dapat menggambarkan kondisi dan jumlah infrastruktur sanitasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi (BPS) Kota Bima

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi (BPS) Kota Bima BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sanitasi merupakan salah satu pelayanan dasar yang kurang mendapatkan perhatian dan belum menjadi prioritas pembangunan di daerah. Dari berbagai kajian terungkap bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Program dan kegiatan Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) diharapkan dapat memberikan pengaruh terhadap kesehatan, meningkatkan produktifitas dan meningkatkan

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI EHRA (ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT)

LAPORAN STUDI EHRA (ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT) PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI LAPORAN STUDI EHRA (ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT) KOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN TIM STUDI EHRA KOTA PARIAMAN Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN BALANGAN

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN BALANGAN LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN BALANGAN Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Balangan Kabupaten Balangan Bulan Agustus 2013 0 DAFTAR ISI DAFTAR ISI...0 KATA PENGANTAR...2

Lebih terperinci

BAB III PROFIL SANITASI WILAYAH

BAB III PROFIL SANITASI WILAYAH BAB III PROFIL SANITASI WILAYAH Sanitasi dalam hal ini yang kita tinjau adalah sektor air limbah, persampahan dan drainase lingkungan yang ada di Kabupaten Soppeng. Untuk menjelaskan kondisi sanitasi di

Lebih terperinci

BAB 3 HASIL STUDI EHRA TAHUN 2013 KABUPATEN MOJOKERTO 3.1 KARAKTERISTIK RESPONDEN

BAB 3 HASIL STUDI EHRA TAHUN 2013 KABUPATEN MOJOKERTO 3.1 KARAKTERISTIK RESPONDEN BAB 3 HASIL STUDI EHRA TAHUN 2013 KABUPATEN MOJOKERTO 3.1 KARAKTERISTIK RESPONDEN Informasi terkait karakteristik responden yang di survey dibagi atas dasar beberapa variabel yaitu : hubungan responden

Lebih terperinci

VI. TINGKAT PERKEMBANGAN WILAYAH BERBASIS PETERNAKAN DI KABUPATEN SITUBONDO

VI. TINGKAT PERKEMBANGAN WILAYAH BERBASIS PETERNAKAN DI KABUPATEN SITUBONDO VI. TINGKAT PERKEMBANGAN WILAYAH BERBASIS PETERNAKAN DI KABUPATEN SITUBONDO Abstrak Dalam rangka mempercepat pembangunan pertanian dan perdesaan, pemerintah mencanangkan program pengembangan kawasan agropolitan.

Lebih terperinci

Tabel Kecamatan Dan Kelurahan Terpilih Untuk Survei EHRA 2014Kota Padangsidimpuan. Kecamatan Kluster. PSP.Tenggara 3. PSP.

Tabel Kecamatan Dan Kelurahan Terpilih Untuk Survei EHRA 2014Kota Padangsidimpuan. Kecamatan Kluster. PSP.Tenggara 3. PSP. BAB V INDIKASI PERMASALAHAN DAN POSISI PENGELOLAAN SANITASI 5.1. Area Berisiko Sanitasi Setelah menghitung kebutuhan responden dengan menggunakan rumus Slovin, maka ditentukan lokasi studi EHRA dengan

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PENDUDUK 2010

HASIL SENSUS PENDUDUK 2010 HASIL SENSUS PENDUDUK 2010 Kabupaten Situbondo DATA AGREGAT PER KECAMATAN KABUPATEN SITUBONDO Penutup Penyelenggaraan Sensus Penduduk 2010 merupakan hajatan besar bangsa yang hasilnya sangat penting dalam

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA BANJARMASIN

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA BANJARMASIN LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA BANJARMASIN Kelompok Kerja Sanitasi Kota Banjarmasin Kota Banjarmasin Bulan Nopember 2012 LAPORAN STUDI EHRA BJM 2012 13 DAFTAR ISI DAFTAR

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA DINAS KESEHATAN Jalan Jemursari No. 197 SURABAYA 60243

PEMERINTAH KOTA SURABAYA DINAS KESEHATAN Jalan Jemursari No. 197 SURABAYA 60243 PEMERINTAH KOTA SURABAYA DINAS KESEHATAN Jalan Jemursari No. 197 SURABAYA 60243 LAPORAN AKHIR (Bagian 1) STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA), KOTA SURABAYA TAHUN 2015 Dengan mengucapkan Puji

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Environmental Health Risk Assessment Study atau Studi EHRA adalah sebuah survey partisipatif di tingkat Kabupaten / kota yang bertujuan untuk memahami kondisi fasilitas

Lebih terperinci

3 DESKRIPSI UMUM DAERAH PENELITIAN

3 DESKRIPSI UMUM DAERAH PENELITIAN 38 3 DESKRIPSI UMUM DAERAH PENELITIAN 3.1 Kondisi Geografis Daerah Penelitian Kabupaten Situbondo merupakan salah satu Kabupaten di Jawa Timur yang dikenal dengan daerah wisata pantai Pasir Putih dan cagar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN Latar belakang Program Percepatan Pembangungan Sanitasi Permukiman merupakan sebuah upaya pemerintah dalam mendukung upaya perbaikan sanitasi dasar permukiman bagi masyarakat. Dalam rangkaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi Kabupaten Grobogan Halaman 1 1

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi Kabupaten Grobogan Halaman 1 1 BAB I PENDAHULUAN 2.1 LATAR BELAKANG Rendahnya kepedulian masyarakat dan pemerintah terhadap peranan penyehatan lingkungan dalam mendukung kualitas lingkungan menyebabkan masih rendahnya cakupan layanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Berdasarkan pengalaman masa lalu pelaksanaan pembangunan sanitasi di Kab. Bima berjalan secara lamban, belum terintegrasi dalam suatu perencanaan komprehensipif dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4,48 Ha yang meliputi 3 Kelurahan masing masing adalah Kelurahan Dembe I, Kecamatan Tilango Kab.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4,48 Ha yang meliputi 3 Kelurahan masing masing adalah Kelurahan Dembe I, Kecamatan Tilango Kab. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Geografi Luas Puskesmas Pilolodaa Kecamatan Kota Barat Kota Gorontalo yaitu 4,48 Ha yang meliputi 3 Kelurahan masing masing

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF DIAGRAM SISTEM SANITASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK KABUPATEN WONOGIRI. (C) Pengangkutan / Pengaliran

RINGKASAN EKSEKUTIF DIAGRAM SISTEM SANITASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK KABUPATEN WONOGIRI. (C) Pengangkutan / Pengaliran RINGKASAN EKSEKUTIF Strategi Sanitasi Kabupaten Wonogiri adalah suatu dokumen perencanaan yang berisi kebijakan dan strategi pembangunan sanitasi secara komprehensif pada tingkat kabupaten yang dimaksudkan

Lebih terperinci

BAB 5: BUKU PUTI SANITASI KOTA BANJARBARU 5.1 AREA BERESIKO SANITASI. Hal 5-1

BAB 5: BUKU PUTI SANITASI KOTA BANJARBARU 5.1 AREA BERESIKO SANITASI. Hal 5-1 BAB 5: Hal 5-5. AREA BERESIKO SANITASI Penetapan area beresiko sanitasi di Kota Banjarbaru didapatkan dari kompilasi hasil skoring terhadap data sekunder sanitasi, hasil studi EHRA dan persepsi SKPD terkait

Lebih terperinci

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI Perumusan tujuan, sasaran, dan strategi dalam percepatan pembangunan sanitasi menggunakan SWOT sebagai alat bantu, dengan menganalisis kekuatan, kelemahan,

Lebih terperinci

KELOMPOK KERJA PPSP KABUPATEN SOPPENG TAHUN 2012 BAB I PENDAHULUAN

KELOMPOK KERJA PPSP KABUPATEN SOPPENG TAHUN 2012 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat, Pemerintah Indonesia menetapkan sejumlah kebijakan yang mendukung percepatan kinerja pembangunan air minum dan sanitasi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN BENGKAYANG. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Landasan Gerak

BAB 1 PENDAHULUAN BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN BENGKAYANG. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Landasan Gerak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buku Putih Sanitasi Kabupaten Bengkayang Tahun berisi hasil pengkajian dan pemetaan sanitasi awal yang memotret kondisi sanitasi dari berbagai aspek, tidak terbatas

Lebih terperinci

Bab 3: Profil Sanitasi Wilayah

Bab 3: Profil Sanitasi Wilayah Bab 3: Profil Sanitasi Wilayah Tabel 3.1: Rekapitulasi Kondisi fasilitas sanitasi di sekolah/pesantren (tingkat sekolah: SD/MI/SMP/MTs/SMA/MA/SMK) (toilet dan tempat cuci tangan) Jumlah Jumlah Jml Tempat

Lebih terperinci

Panduan Praktis Pelaksanaan EHRA (Environmental Health Risk Assessment/Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan)

Panduan Praktis Pelaksanaan EHRA (Environmental Health Risk Assessment/Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan) Panduan Praktis Pelaksanaan EHRA (Environmental Health Risk Assessment/Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan) Januari 2014 1 P a g e 2 P a g e DAFTAR ISI Kata Pengantar BAB 1. BAB 2. Pendahuluan Studi

Lebih terperinci

Panduan Praktis Pelaksanaan EHRA (Environmental Health Risk Assessment/Penilaian Risiko Kesehatan karena Lingkungan)

Panduan Praktis Pelaksanaan EHRA (Environmental Health Risk Assessment/Penilaian Risiko Kesehatan karena Lingkungan) Panduan Praktis Pelaksanaan EHRA (Environmental Health Risk Assessment/Penilaian Risiko Kesehatan karena Lingkungan) 1 P a g e KATA PENGANTAR Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) atau studi

Lebih terperinci

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI Perumusan tujuan, sasaran, dan strategi dalam percepatan pembangunan sanitasi menggunakan SWOT sebagai alat bantu, dengan menganalisis kekuatan, kelemahan,

Lebih terperinci

Indikasi Permasalahan dan Posisi Pengelolaan Sanitasi

Indikasi Permasalahan dan Posisi Pengelolaan Sanitasi Bab - 5 Indikasi Permasalahan dan Posisi Pengelolaan Sanitasi 5.1. Area Beresiko Sanitasi Risiko sanitasi adalah terjadinya penurunan kualitas hidup, kesehatan, bangunan dan atau lingkungan akibat rendahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit diare hingga saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia, dimana setiap tahunnya kejadian kasus diare sekitar 4 miliar, dengan jumlah kematian

Lebih terperinci

3.1. KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA/RESPONDEN

3.1. KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA/RESPONDEN Bagian 3 DATA DAN ANALISIS HASIL SURVEY EHRA KABUPATEN BENGKULU TENGAH 3.1. KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA/RESPONDEN Bagian ini memaparkan sejumlah variable survey yang berkaitan dengan status rumah tangga/responden

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI EHRA(Environmental Health Risk Assessment)

LAPORAN STUDI EHRA(Environmental Health Risk Assessment) PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN TAHUN 2014 PEMERINTAH KABUPATEN BENGKAYANG LAPORAN STUDI EHRA(Environmental Health Risk Assessment) Kabupaten : Bengkayang Provinsi : Kalimantan Barat

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang. Buku Putih Sanitasi Kabupaten Gunungkidul Halaman I-1

1.1 Latar Belakang. Buku Putih Sanitasi Kabupaten Gunungkidul Halaman I-1 1.1 Latar Belakang. Millennium Development Goals (Tujuan Pembangunan Milenium, atau MDGs) mengandung delapan tujuan sebagai respon atas permasalahan perkembangan global, dengan target pencapaian pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 3,5% (kisaran menurut provinsi 1,6%-6,3%) dan insiden diare pada anak balita

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 3,5% (kisaran menurut provinsi 1,6%-6,3%) dan insiden diare pada anak balita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit diare merupakan penyakit endemis di Indonesia yang terus terjadi di suatu tempat tertentu biasanya daerah pemukiman padat penduduk, termasuk penyakit

Lebih terperinci

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI BAB III PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI Perumusan tujuan, sasaran, dan strategi dalam percepatan pembangunan sanitasi menggunakan SWOT sebagai alat bantu, dengan menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI EHRA BANJARBARU

LAPORAN STUDI EHRA BANJARBARU LAPORAN STUDI EHRA BANJARBARU 2012 0 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI... 1 RINGKASAN EKSEKUTIF... 4 DAFTAR TABEL... 6 DAFTAR DIAGRAM... 7 I. PENDAHULUAN... 8 II. METODOLOGI DAN

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA PALANGKA RAYA

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA PALANGKA RAYA LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA PALANGKA RAYA Kelompok Kerja Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman Kota Palangka Raya PEMERINTAH KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2014 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN KAPUAS. Kelompok Kerja Sanitasi/Pokja AMPL Kabupaten Kapuas

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN KAPUAS. Kelompok Kerja Sanitasi/Pokja AMPL Kabupaten Kapuas LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN KAPUAS Kelompok Kerja Sanitasi/Pokja AMPL Kabupaten Kapuas Kabupaten Kapuas Tahun 2014 1 KATA PENGANTAR Peningkatan kesehatan lingkungan

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO,

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO, BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN UMUM PENYELENGGARAAN PROGRAM SOLUSI KEMISKINAN (POVERTY SOLUTION PROGRAM/ PSP) DI KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB V INDIKASI PERMASALAHAN DAN POSISI PENGELOLAAN SANITASI KABUPATEN PAMEKASAN

BAB V INDIKASI PERMASALAHAN DAN POSISI PENGELOLAAN SANITASI KABUPATEN PAMEKASAN BAB V INDIKASI PERMASALAHAN DAN POSISI PENGELOLAAN SANITASI KABUPATEN PAMEKASAN 5.1. AREA BERESIKO SANITASI Pemetaan Desa beresiko dilakukan untuk mendapatkan 4 klasifikasi Desa, berdasarkan resiko sanitasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk berperilaku hidup

BAB I PENDAHULUAN. menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk berperilaku hidup BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salah satu misi pembangunan kesehatan di Indonesia adalah menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) seperti yang rutin

Lebih terperinci

BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT 2014

BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT 2014 BAB V AREA BERESIKO SANITASI 5.1. Area Beresiko Sanitasi Resiko sanitasi adalah terjadinya penurunan kualitas hidup, kesehatan, bangunan dan atau lingkungan akibat rendahnya akses terhadap layanan sektor

Lebih terperinci

POKJA PPSP KABUPATEN SAROLANGUN BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

POKJA PPSP KABUPATEN SAROLANGUN BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencapaian target MDGs di bidang sanitasi memerlukan kebijakan dan strategi yang efektif. Oleh karena itu, diperlukan berbagai program dan kegiatan yang terukur dan

Lebih terperinci

Profil Sanitasi Wilayah

Profil Sanitasi Wilayah BAB 3 Profil Sanitasi Wilayah 3.1. Kajian Wilayah Sanitasi Wilayah kajian sanitasi Kabupaten Nias adalah desa yang menjadi area sampel studi EHRA (Environmental Health Risk Assessment) yang terdiri dari

Lebih terperinci

DISIAPKAN OLEH : POKJA AMPL/SANITASI KABUPATEN LAMPUNG BARAT

DISIAPKAN OLEH : POKJA AMPL/SANITASI KABUPATEN LAMPUNG BARAT Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman Tahun 2013 LAPORAN STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment) Kabupaten Lampung Barat Provinsi Lampung DISIAPKAN OLEH : POKJA AMPL/SANITASI KABUPATEN

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment) Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan TAHUN 2015 KABUPATEN NGAWI

LAPORAN AKHIR STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment) Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan TAHUN 2015 KABUPATEN NGAWI PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH Jl. Teuku Umar No. 12 Ngawi Kode Pos 63211 Telp. (0351) 746709 Fax (0351) 745956 Email:Bappeda@ngawikab.go.id LAPORAN AKHIR STUDI EHRA (Environmental

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan bidang sanitasi di Kabupaten Pati telah dilakukan oleh SKPD sesuai dengan tupoksinya dan stakeholder terkait melalui serangkaian program dan kegiatan dalam

Lebih terperinci

ANALISIS TREND IRIGASI TEKNIS, IRIGASI SETENGAH TEKNIS, IRIGASI SEDERHANA DAN SAWAH IRIGASI DI KABUPATEN SITUBONDO

ANALISIS TREND IRIGASI TEKNIS, IRIGASI SETENGAH TEKNIS, IRIGASI SEDERHANA DAN SAWAH IRIGASI DI KABUPATEN SITUBONDO Pemanfaatan Metode Log Pearson III dan Mononobe Untuk 1 ANALISIS TREND IRIGASI TEKNIS, IRIGASI SETENGAH TEKNIS, IRIGASI SEDERHANA DAN SAWAH IRIGASI DI KABUPATEN SITUBONDO ABSTRAK Ir. H. Cholil Hasyim,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi (BPS) Kabupaten Kapuas Hulu Tahun Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi (BPS) Kabupaten Kapuas Hulu Tahun Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buku Putih Sanitasi berisi tentang pengkajian dan pemetaan sanitasi awal kondisi sanitasi dari berbagai aspek, yaitu mengenai Persampahan, Limbah Domestik, Drainase

Lebih terperinci

adalah pembersihan data (data cleaning). Pembersihan data perlu dilakukan sebelum data di analisis. Pembersihan data yang dimaksud adalah mencakup

adalah pembersihan data (data cleaning). Pembersihan data perlu dilakukan sebelum data di analisis. Pembersihan data yang dimaksud adalah mencakup 1 P 1 PENGANTAR EHRA (Environmental Health Risk Assessment) atau Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan adalah suatu model pengakajian komprehensif untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama lebih dari tiga dasawarsa, Indonesia telah melaksanakan berbagai upaya dalam rangka meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Departemen Kesehatan

Lebih terperinci