BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi sehingga akan menentukan eksistensi seseorang dalam

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan berbicara adalah hasil pembelajaran sejak usia dini dan akan terus bertambah seiring meningkatnya pendidikan dan pengalaman hidup. Kemampuan berbicara dengan baik akan membantu seseorang untuk lancar berkomunikasi sehingga akan menentukan eksistensi seseorang dalam masyarakat. Perkembangan fungsi pengucapan dan bicara merupakan bagian dari proses tumbuh kembang yang dimulai pada masa kanak-kanak. Apabila seseorang mengalami kesulitan atau hambatan selama proses belajar berbicara maka kekurangan dan kecacatan ini akan terbawa terus selama hidupnya, sehingga akan mengganggu proses komunikasi bahkan dapat menjadikan orang tersebut rendah diri (Reid dan Starr, 2008). Komunikasi, khususnya bicara dan pengucapan telah dimulai sejak lahir, walaupun awalnya hanya dalam bentuk suara atau gumaman (AAPD, 2011). Seiring dengan bertambahnya usia maka organ-organ bicara akan turut bertumbuh dan berkembang. Apabila terjadi gangguan pada organ-organ tersebut maka proses belajar bicara seorang anak pasti akan terganggu. Titik artikulasi adalah bagian dari organ artikulasi yang berfungsi untuk memodifikasi dan membentuk aliran udara menjadi bunyi tertentu (Cole dan Cole, 1981). Titik artikulasi terdiri dari titik artikulasi aktif dan pasif. Titik artikulasi aktif adalah ujung lidah, tengah lidah, pangkal lidah, lamina lidah, bibir bawah. 1

2 Titik artikulasi pasif adalah palatum mole, palatum durum, gingiva, gigi-geligi atas, bibir atas (Bloch & George, 1942; Verhaar, 1977, cit. Rinaldi, 2008). Menurut Weinberg (1974), gigi-geligi, sangat berperan dalam pengucapan fonem tertentu. Fonem adalah satuan bunyi terkecil yang mampu menunjukkan perbedaan makna, dengan kata lain fonem adalah bunyi ucapan dari suatu huruf (Parera, 1988). Morfem adalah satuan bahasa terkecil yang mengandung makna (Lorentz & Jahr, 1995). Fonem yang melibatkan gigi anterior saat diucapkan adalah fonem labiodental: /f/ dan /v/; linguodental: /th/; linguoalveolar: /t/, /d/, /n/, /l/; dan frikatif (bidental): /s/, /z/ dan /sh/. Apabila terjadi kehilangan gigi depan maka pengucapan fonem tersebut akan terganggu. Kemampuan bicara anak terus berkembang sesuai dengan bertambahnya usia. Pada usia lima sampai enam tahun, seorang anak telah dapat menyusun kalimat lengkap, menceritakan suatu topik, mengucapkan fonem /f/, /v/, /s/, /z/, /sh/, /zh/, /l/, /th/, dan telah memiliki perbendaharaan kata sebanyak dua ribu sampai dua ribu lima ratus kata (AAPD, 2011; Weinberg, 1974; Mason dan Glass, 1982). Pada usia empat sampai enam tahun, bersamaan dengan waktu anak belajar bicara, sering terjadi kehilangan gigi insisivus desidui, baik itu secara fisiologis maupun patologis. Gigi desidui yang hilang secara fisiologis adalah gigi yang sudah mencapai waktu eksfoliasi untuk digantikan dengan gigi permanen sehingga akan goyang dan lepas. Gangguan artikulasi yang disebabkan karena kehilangan gigi fisiologis hanya bersifat sementara atau bahkan tidak terjadi, 2

3 karena masa pergantian dari gigi desidui ke gigi permanen sesuai batas normal. Gigi yang hilang secara patologis adalah gigi yang hilang sebelum waktu eksfoliasi. Penyebabnya antara lain adalah karies dan trauma. Bagian mahkota gigi biasanya sudah keropos dan tidak tersisa, sehingga terkadang gigi harus dicabut jauh sebelum waktu eksfoliasi. Hal ini menyebabkan masa pergantian dari gigi desidui ke gigi permanen menjadi lebih lama. Gangguan pengucapan yang disebabkan karena kehilangan gigi insisivus desidui atas, akan membuat pengucapan fonem tertentu terdengar tidak jelas. Apabila ini terjadi saat anak masih dalam proses belajar bicara, maka pengucapan yang salah dan tidak sempurna ini akan tidak disadari dan menetap sampai dewasa (Reid dan Starr, 2008). Frekuensi suara digunakan untuk menganalisa gangguan pengucapan yang terjadi karena lebih akurat, detil dan terukur. Nilai frekuensi suara didapat melalui perekaman suara anak. B. Rumusan Permasalahan Bagaimana pengaruh kehilangan gigi insisivus desidui atas terhadap nilai frekuensi suara saat pengucapan fonem bidental, labiodental dan linguodental dalam bentuk morfem? 3

4 C. Keaslian Penelitian Gable, dkk (1995) melakukan penelitian yang berjudul Premature Loss of the Maxillary Primary Incisors: Effect on Speech Production. Pada penelitian tersebut, dipilih anak-anak usia delapan sampai sepuluh tahun yang terbagi dalam kelompok kasus dan kelompok kontrol. Kelompok kasus adalah anak yang telah kehilangan empat gigi insisivus desidui atas karena pencabutan. Kelompok kontrol adalah anak yang empat gigi insisivus desiduinya eksfoliasi normal. Penilaian dilakukan menggunakan Photo Articulation Test. Sampel diinstruksikan untuk mengucapkan seluruh bunyi konsonan dalam bentuk kata dan kalimat dalam Bahasa Inggris. Pada penelitian yang akan dilakukan, sampel diinstruksikan untuk mengucapkan kata-kata dalam Bahasa Indonesia yang tersusun dari morfem yang mengandung fonem bidental, labiodental dan linguodental. Penilaian dilakukan dengan perekaman suara sehingga didapat nilai frekuensi lalu dilanjutkan dengan analisis akustik untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. D. Tujuan dan Manfaat Tujuan Memberikan bukti ilmiah yang lebih terukur dan jelas bahwa kehilangan gigi insisivus desidui atas dapat menyebabkan gangguan pengucapan fonem bidental, labiodental dan linguodental dalam bentuk morfem. 4

5 Manfaat 1. Manfaat bagi ilmu pengetahuan: Memperdalam dan menambah pengetahuan tentang pengaruh kehilangan gigi insisivus desidui atas terhadap pengucapan fonem bidental, labiodental dan linguodental dalam bentuk morfem. 2. Manfaat bagi masyarakat atau pembangunan negara dan bangsa: Memberikan gambaran tentang gangguan pengucapan fonem bidental, labiodental dan linguodental dalam bentuk morfem pada anak yang disebabkan kehilangan gigi insisivus desidui atas, sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan sebelum terlambat. 3. Manfaat bagi ilmu linguistik dan fonetik: Memberi bukti ilmiah tentang gangguan pengucapan fonem bidental, labiodental dan linguodental dalam bentuk morfem pada anak yang disebabkan kehilangan dini gigi insisivus desidui atas. 5