Bab 3. Analisis Data. Dalam menganalisis data dari bunyi-bunyi yang mengalami interferensi, penulis

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab 3. Analisis Data. Dalam menganalisis data dari bunyi-bunyi yang mengalami interferensi, penulis"

Transkripsi

1 Bab 3 Analisis Data Dalam menganalisis data dari bunyi-bunyi yang mengalami interferensi, penulis meninjau dari segi artikulatoris yang menjadi penyebab penyimpangan beberapa bunyi konsonan bahasa Jepang dari data yang telah diambil dari 20 responden. Segi artikulatoris yang penulis maksudkan yaitu penulis melihat kesalahan pengucapan yang terjadi dengan memperhatikan kesalahan titik artikulasi serta artikulator yang digunakan dalam mengucapkan kata-kata bahasa Jepang yang telah dipilih untuk responden ucapkan. Selain itu, penulis juga menggunakan teori Weinreich tentang pembagian interferensi bunyi dari sudut pandang fonemik yang telah diuraikan pada bab 2 sebagai acuan analisis mengenai gejala yang terjadi atas kesalahan pengucapan konsonan-konsonan tersebut. Pembagian interferensi bunyi tersebut yaitu: 1) Pembedaan fonem yang berkekurangan Interferensi yang terjadi jika dua buah bunyi yang berpasangan dibedakan dalam sistem bunyi bahasa kedua/ bahasa sasaran, namun bunyi tersebut tidak dibedakan dalam sistem bunyi bahasa pertama/ bahasa ibu. 2) Pembedaan fonem yang berkelebihan Interferensi yang terjadi jika perbedaan fonemik bahasa pertama/ bahasa ibu diterapkan kepada bunyi pada bahasa kedua/ bahasa sasaran yang tidak memerlukannya atau tidak mengenal perbedaan tersebut. 22

2 3) Penafsiran kembali terhadap perbedaan Interferensi yang terjadi jika penutur membedakan fonem-fonem sistem bahasa kedua/ bahasa sasaran berdasarkan ciri-ciri yang diabaikan dalam bahasa kedua namun penting dalam bahasa pertama. 4) Penggantian bunyi Interferensi yang terjadi jika fonem-fonem dalam kedua bahasa tampak sama, tetapi pada kenyataannya diucapkan dengan cara yang berbeda, oleh penutur diucapkan seperti ucapan fonem tersebut dalam bahasa pertama. Dalam hal ini, sistem bahasa pertama/ bahasa ibu adalah bahasa Indonesia, sedangkan sistem bahasa kedua/ bahasa sasaran adalah bahasa Jepang, karena para responden berbangsa Indonesia dan berbahasa ibu bahasa Indonesia. Dalam pengambilan sampel dari para responden, penulis memilih tiga bunyi konsonan dalam bahasa Jepang untuk diteliti konsonan manakah yang paling sering salah diucapkan dan untuk diketahui di manakah letak kesalahan pengucapan tersebut. Ketiga konsonan bahasa Jepang tersebut adalah し (shi) [ʃi], つ (tsu) [tsɯ], dan ず / づ (zu) [dzɯ]. Sedangkan dalam menganalisis kesalahan pengucapan yang terjadi, penulis juga melakukan perekaman suara Bapak Kooji Ueda selaku native speaker di jurusan sastra Jepang Universitas Bina Nusantara. Melalui contoh pelafalan Bapak Ueda yang digunakan sebagai acuan, penulis mengidentifikasi kesalahan yang diucapkan oleh responden. 23

3 3.1. Analisis Kesalahan Ucap Pada Konsonan し (shi) [ʃi] Kesalahan terjadi pada pengucapan kata-kata di bawah ini. Tabel 3.1 Analisis Kesalahan Pengucapan し (shi) [ʃi] Jumlah Kata Lafal Seharusnya Lafal Responden Kesalahan (Orang) しずかな shizukana [ʃizɯkana] [sizɯkana] 3 / 20 おしえ oshie [oʃie] [osie] 2 / 20 おかし okashi [okaʃi] [okasi] 5 / 20 [kɯtsɯsita], くつした kutsushita [kɯtsɯʃta] [kɯtsɯsta] 10 / 20 24

4 Gambar 3.1 Grafik Kesalahan Pengucapan し (shi) [ʃ i] 50% 15% 25% 10% しずかな shizukana おしえ oshie おかし okashi くつした kutsushita Ket.: persentase berdasarkan pada jumlah total dari keseluruhan kesalahan pelafalan bunyi shi, bukan dari jumlah total responden. Dari data tabel tersebut, jika dihubungkan dengan teori pembagian interferensi bunyi dari sudut pandang fonemik, maka interferensi yang terjadi termasuk gejala pembedaan bunyi yang berkekurangan, yaitu gejala interferensi yang terjadi jika dua buah bunyi yang berbeda dalam sistem bunyi bahasa kedua/ bahasa sasaran, namun bunyi tersebut tidak dibedakan dalam sistem bunyi bahasa pertama/ bahasa ibu. Hal ini dapat dilihat dari adanya penyamarataan konsonan [ʃ] dan [s] pada sukukata [ʃi] dan [si]. Konsonan frikatif alveolar-palatal /ʃ/ dihasilkan dengan membentuk celah sempit antara bagian depan lidah dan bagian pangkal gigi seri atas atau gusi (alveolum) sampai langit-langit keras (palatum). Jadi lidah bagian depan harus terangkat ke arah alveolum dan palatum. Lalu udara dihembuskan melalui celah sempit yang terbentuk. Konsonan frikatif dental-alveolar /s/ dihasilkan dengan mendekatkan ujung lidah pada gigi seri atas, sehingga antara ujung lidah dan pangkal gigi seri terbentuk celah untuk dilalui udara. 25

5 Dalam bahasa Jepang, kedua konsonan ini dibedakan, tetapi dalam bahasa Indonesia tidak dibedakan. Bahasa Indonesia tidak memiliki konsonan /ʃ/, maka responden yang menggunakan konsonan /s/ dalam bahasa Indonesia melafalkan /ʃ/ sebagai /s/. Untuk menghasilkan bunyi [ʃi], posisi artikulator dan titik artikulasinya haruslah seperti tampak pada gambar berikut ini. Gambar 3.2 Bunyi [ʃ] Sumber: Kawase (Nihongo-Hatsuon : 22) Garis berwarna tebal menunjukkan lidah. Saat membunyikan [ʃ], maka posisi lidah haruslah seperti yang ditunjukkan gambar tersebut. Jika posisi lidah tidak seperti itu, maka bunyi yang dihasilkan akan menjadi lain. Seperti pada bunyi [s] yang ditunjukkan dalam gambar berikut. 26

6 Gambar 3.3 Bunyi [s] Sumber: Kawase (Nihongo-Hatsuon : 21) Melalui gambar di atas, terlihat bahwa dalam membunyikan konsonan [s] lidah tidak membuat suatu lengkungan dalam membentuk celah sempit. Lain halnya saat membunyikan konsonan [ʃ], dimana lidah membentuk suatu lengkungan yang berfungsi untuk menciptakan celah sempit dalam menghasilkan bunyi desis. Dari data hasil analisis, terlihat bahwa responden cenderung melafalkan bunyi [ʃ] menjadi [s]. Walaupun bunyi yang dihasilkan menjadi berbeda, namun tidak menimbulkan perbedaan arti. Kesalahan pelafalan bunyi ini memang tidak menimbulkan kesalahpahaman arti kata bagi pendengar. Tetapi kata-kata yang diucapkan menjadi tidak sama dengan kata aslinya dalam bahasa Jepang serta tidak terdengar layaknya bahasa Jepang Analisis Kesalahan Ucap Pada Konsonan つ (tsu) [tsɯ] Kesalahan terjadi pada pengucapan kata-kata di bawah ini. 27

7 Tabel 3.2 Analisis Kesalahan Pengucapan つ (tsu) [tsɯ] Kata Lafal Seharusnya Lafal Responden Jumlah Kesalahan (Orang) [sɯki], 9 つき tsuki [tsɯki] [tʃɯki], [zɯki] 1 1 Total = 11 / 20 つかう tsukau [tsɯkaɯ] [sɯkaɯ], [tʃɯkaɯ], [zɯkaɯ] Total = 6 / 20 つうしょう tsuushoo [tsɯ:ʃo:] [sɯ:ʃo:] 4 つづく tsuzuku [tsɯzɯkɯ] [sɯzɯkɯ], [sɯsɯkɯ],

8 [zɯzɯkɯ] Total = 7 / 20 Gambar 3.4 Grafik Kesalahan Pengucapan つ (tsu) [tsɯ] 14% 25% 21% 40% つき tsuki つかう tsukau つうしょう tsuushoo つづく tsuzuku Ket.: persentase berdasarkan pada jumlah total dari keseluruhan kesalahan pelafalan bunyi tsu, bukan dari jumlah total responden. Dari data hasil analisis dalam tabel di atas, dapat dilihat bahwa terjadi tiga gejala interferensi bunyi yang dilihat dari sudut pandang fonemik. Beberapa responden mengucapkan satu kata yang sama dengan melakukan kesalahan yang berbeda-beda. Ada responden yang mengucapkan bunyi konsonan [ts] menjadi [s], ada pula responden yang mengucapkan bunyi [ts] menjadi [tʃ]. Lalu ada juga responden yang mengucapkan bunyi [ts] menjadi [z], namun jumlah yang mencucapkan kesalahan bunyi ini sangat sedikit sekali dan jarang ditemukan. 29

9 Dari ketiga jenis kesalahan ini, dapat dikelompokkan kesalahannya ke dalam dua pembagian interferensi bunyi. Kelompok gejala interferensi yang terjadi yaitu: 1) Pembedaan fonem yang berkekurangan 2) Penggantian bunyi Pembedaan Fonem yang Berkekurangan Pada kesalahan responden yang mengucapkan bunyi konsonan [ts] menjadi [s], terjadi gejala pembedaan fonem yang berkekurangan, yaitu gejala interferensi yang terjadi jika dua buah bunyi yang berbeda dalam sistem bunyi bahasa kedua/ bahasa sasaran, namun bunyi tersebut tidak dibedakan dalam sistem bunyi bahasa pertama/ bahasa ibu. Dalam bahasa Indonesia, konsonan [ts] tidak ada dalam khazanah fonem konsonannya, maka responden melakukan penyamarataan bunyi konsonan [ts] dan bunyi konsonan [s]. Hal ini dapat dilihat pada kata tsunami yang merupakan kata yang berasal dari bahasa Jepang yang berarti gelombang atau ombak yang besar. Kata ini digunakan sebagai istilah yang sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia dengan arti kata yang tidak berubah. Namun orang Indonesia melakukan perubahan pengucapan pada kata ini yang disebabkan oleh tidak adanya konsonan [ts] dalam bahasa Indonesia, sebagai gantinya, orang Indonesia mengganti konsonan [ts] yang dianggap sama saja dengan konsonan [s]. Jadi, kata tsunami yang seharusnya dilafalkan [tsɯnami] dilafalkan oleh orang Indonesia menjadi [sunami]. Hal inilah yang menyebabkan responden mengucapkan bunyi [ts] menjadi [s]. Konsonan afrikat dental-alveolar /ts/ dihasilkan dengan menyentuhkan ujung lidah pada bagian belakang gigi seri atas dan gusi (alveolum) sambil menghambat aliran udara 30

10 seperti waktu mengucapkan bunyi [t], akan tetapi waktu melepaskannya, lidah digeser ke posisi pengucapan [s]. Seperti ditunjukkan pada gambar berikut ini. Gambar 3.5 Gambar 3.6 Bunyi [t] Bunyi [s] Sumber: Kawase (Nihongo-Hatsuon : 25) Sumber: Kawase (Nihongo-Hatsuon : 21) Responden yang melakukan kesalahan pengucapan bunyi [ts] hanya memposisikan lidah seperti garis tebal yang ditunjukkan pada gambar 3.4 tanpa memposisikan lidah seperti pada gambar 3.3 terlebih dahulu. Oleh karena itu, bunyi yang dihasilkan responden menjadi bunyi [s] yang merupakan konsonan frikatif dental-alveolar. Saat melakukan pengambilan sampel rekaman suara responden, untuk bunyi [tsɯ], penulis memilih delapan kata yang mengandung bunyi [tsɯ] untuk diucapkan oleh para responden. Tetapi dari delapan kata tersebut, responden hanya melakukan kesalahan pada empat kata yang ada dalam tabel 3.2. Empat kata lain yang diucapkan dengan benar antara lain: 31

11 Tabel 3.3 Pengucapan つ (tsu) [tsɯ] yang Tidak Salah Diucapkan Responden Kata Lafal てつ tetsu [tetsɯ] まつり matsuri [matsɯɼi] くつした kutsushita [kɯtsɯʃta] しゅっぱつ shuppatsu [ʃɯppatsɯ] Responden mengucapkan bunyi [ts] pada keempat kata tersebut dengan benar. Hal ini disebabkan karena bunyi [ts] yang harus diucapkan berada di tengah atau akhir kata. Dari hasil perekaman diperoleh bahwa beberapa responden tidak dapat mengucapkan bunyi [ts] yang berada di awal kata. Kesulitan mengucapkan bunyi [ts] yang ada di awal kata yaitu karena tidak adanya awalan bunyi vokal sebelum bunyi [ts] tersebut. Jika bunyi [ts] ada di tengah atau di akhir kata, otomatis lebih mudah mengucapkannya, karena sebelum bunyi [ts] ada awalan bunyi vokal yang memungkinkan mengucapkan bunyi konsonan [t] sebelum bunyi [s] dibunyikan. Kesalahan pengucapan pada bunyi konsonan [ts] yang diucapkan oleh responden dapat menyebabkan kesalahpahaman bagi pendengar karena bunyi konsonan [ts] akan terdengar sebagai bunyi yang lain, yaitu bunyi [s]. Hal ini dapat menimbulkan perbedaan arti pada suatu kata. Seperti pada kata つき (tsuki) yang seharusnya diucapkan [tsɯki] diucapkan oleh responden sebagai kata すき (suki) dengan pelafalan [sɯki]. Kedua kata 32

12 ini memiliki arti yang berbeda dalam bahasa Jepang. Kata tsuki memiliki arti bulan dan kata suki memiliki arti suka. Maka kesalahan pengucapan bunyi [ts] menjadi [s] ini dapat menimbulkan efek yang fatal bagi pendengar Penggantian Bunyi Kesalahan responden yang mengucapkan bunyi konsonan [ts] menjadi [tʃ] dan kesalahan pengucapan [ts] menjadi [z] merupakan kesalahan yang terjadi akibat gejala penggantian bunyi, yaitu gejala interferensi yang terjadi jika fonem-fonem dalam kedua bahasa tampak sama, tetapi pada kenyataannya diucapkan dengan cara yang berbeda. Dalam menganalisis kesalahan pelafalan konsonan [ts] berdasarkan gejala penggantian bunyi ini, penulis memisahkan jenis kesalahan antara penggantian bunyi [ts] menjadi [tʃ] dan bunyi [ts] menjadi [z] Penggantian Bunyi [ts] Menjadi [tʃ] Dari data yang diperoleh pada tabel 3.2, terdapat kesalahan pelafalan bunyi tsuki dan tsukau dengan mengganti bunyi [tsɯ] pada kedua kata tersebut dengan bunyi [tʃɯ]. Hal ini disebabkan karena tidak adanya bunyi [ts] dalam bahasa Indonesia dan responden mengetahui bahwa bunyi [ts] berbeda dengan bunyi [s]. Oleh karena itu, responden tidak mengucapkan bunyi [ts] menjadi [s], tetapi malah mengganti dengan bunyi yang lain. Maka gejala ini bukanlah gejala pembedaan bunyi yang berkekurangan. Dalam hal ini, responden tidak menyadari bahwa bunyi yang dihasilkan tidak tercapai titik artikulasi yang tepat. 33

13 Bunyi konsonan afrikat dental-alveolar /ts/ dihasilkan dengan menyentuhkan ujung lidah pada bagian belakang gigi seri atas dan gusi (alveolum) sambil menghambat aliran udara seperti waktu mengucapkan bunyi [t], akan tetapi waktu melepaskannya, lidah digeser ke posisi pengucapan [s]. Seperti ditunjukkan pada gambar 3.3 dan 3.4. Tetapi responden mengucapkan bunyi konsonan [tʃ] yang merupakan bunyi kombinasi desis hambatan atau konsonan afrikat alveolar-palatal, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan menyentuhkan ujung lidah dengan bagian gusi atas (alveolum) sampai bagian depan langit-langit keras (palatum) dan menghambat aliran udara, akan tetapi waktu melepaskannya, lidah bergeser ke posisi pembentukan bunyi [ʃ]. Posisi lidah dalam menghasilkan bunyi [tʃ] dapat dilihat pada gambar berikut ini. Gambar 3.7 Bunyi [tʃ] Sumber: Kawase (Nihongo-Hatsuon : 26) Inilah yang menyebabkan kesalahan pengucapan terjadi, yaitu responden yang setelah membunyikan [t], seharusnya lidah bergeser ke posisi pembentukan bunyi [s], tetapi 34

14 yang dilakukan adalah lidah bergeser ke posisi pembentukan bunyi [ʃ]. Penggantian bunyi ini dilakukan secara tidak sadar atau reflek yang menurut mereka untuk membunyikan [ts] posisi lidah harus digeser pada posisi [ʃ], bukan pada posisi [s]. Kesalahan pengucapan bunyi konsonan [ts] menjadi [tʃ] ini tidak menimbulkan kesalahpahaman arti kata bagi pendengar, tetapi terdengar tidak benar dan tidak selayaknya bahasa Jepang Penggantian Bunyi [ts] Menjadi [z] Dari data yang diperoleh, responden yang melakukan kesalahan pengucapan bunyi [ts] menjadi [z] hanya berjumlah satu orang saja. Namun tidak pada semua kata yang mengandung bunyi [ts]. Kesalahan yang terjadi hanyalah pada tiga kata saja. Bunyi [ts] yang salah diucapkan menjadi [z] dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 3.4 Analisis Kesalahan Pengucapan Bunyi [ts] Menjadi [z] yang Dilakukan Responden Kata Lafal Seharusnya Lafal Responden つき tsuki [tsɯki] [zɯki] つかう tsukau [tsɯkaɯ] [zɯkaɯ] つづく tsuzuku [tsɯzɯkɯ] [zɯzɯkɯ] 35

15 Dalam bahasa Indonesia, memang tidak terdapat bunyi konsonan [ts], namun pada umumnya responden mengucapkan bunyi [ts] menjadi [s] atau [tʃ] seperti yang dijelaskan pada sub-sub bab sebelumnya. Tetapi yang terjadi pada responden ini adalah mengganti bunyi [ts] menjadi [z] yang merupakan konsonan frikatif dental-alveolar, yaitu bunyi konsonan yang dihasilkan dengan mendekatkan ujung lidah pada gigi seri atas, sehingga antara ujung lidah dan pangkal gigi seri terbentuk celah untuk dilalui udara. Kemudian melalui celah itu dilepaskan ledakan udara dan disertai desahan. Kesalahan pengucapan ini tidak ditemukan pada responden yang lain, oleh karena itu, penulis mengambil dua buah kesimpulan, yaitu: 1) Terjadi kesalahan pembacaan teks saat perekaman pengambilan suara dilakukan. Kesalahan pembacaan ini dapat saja terjadi, karena aksara つ (tsu) dalam bahasa Jepang jika diberi tanda ( ) maka akan menjadi づ (zu). 2) Responden ingin memposisikan lidah seperti saat membunyikan konsonan [s] seperti kesalahan yang banyak dilakukan oleh responden yang lain, tetapi saat posisi lidah dalam membentuk bunyi [s] telah tercapai, responden melakukan ledakan udara yang disertai desahan. Ledakan udara ini tidak perlu dilakukan pada bunyi [s]. Kesalahan pengucapan ini tidak menimbulkan kesalahpahaman arti bagi pendengar, namun terjadi pengacauan bunyi yang tidak seharusnya. Selain itu pendengar akan tidak mengenali kata apa yang diucapkan jika bunyi [ts] diganti menjadi bunyi [z] yang perbedaan bunyi di antara keduanya cukup jauh. 36

16 3.3. Analisis Kesalahan Ucap Pada Konsonan ず / づ (zu) [zɯ] Kesalahan terjadi pada pengucapan kata-kata di bawah ini. Tabel 3.5 Analisis Kesalahan Pengucapan ず / づ (zu) [zɯ] Kata Lafal Seharusnya Lafal Responden Jumlah Kesalahan (Orang) しずかな shizukana [ʃizɯkana] [ʃisɯkana] 1 / 20 ずっと zutto [dzɯtto] [zɯtto] 20 / 20 ずぼん zubon [dzɯboŋ] [zɯboŋ], [sɯboŋ] 18 2 Total = 20 / 20 ちかづく chikazuku [tʃikazɯkɯ] [tʃikasɯkɯ], [tʃikatsɯkɯ] 1 1 Total = 2 / 20 ずいぶん zuibun [dzɯibɯŋ] [zɯibɯŋ] 20 / 20 つづく tsuzuku [tsɯzɯkɯ] [sɯsɯkɯ] 1 / 20 37

17 Gambar 3.8 Grafik Kesalahan Pengucapan ず / づ (zu) [zɯ] 31% 3% 2% 2% 31% 31% しずかな shizukana ずっと zutto ずぼん zubon ちかづく chikazuku ずいぶん zuibun つづく tsuzuku Ket.: persentase berdasarkan pada jumlah total dari keseluruhan kesalahan pelafalan bunyi zu, bukan dari jumlah total responden. Dari data tabel di atas, dapat dilihat bahwa bunyi konsonan [z] jika terletak pada awal kata, maka bunyi konsonan tersebut harus dibunyikan [dz], seperti pada kata ずっと (zutto), ずぼん (zubon), dan ずいぶん (zuibun). Namun jika bunyi tersebut berada di tengah atau akhir kata, maka bunyi itu dibunyikan sebagai [z]. Dari data tersebut, jika dihubungkan dengan teori pembagian interferensi bunyi dari sudut pandang fonemik, maka interferensi yang terjadi termasuk gejala pembedaan bunyi yang berkekurangan, yaitu gejala interferensi yang terjadi jika dua buah bunyi yang berbeda dalam sistem bunyi bahasa kedua/ bahasa sasaran, namun bunyi tersebut tidak dibedakan dalam sistem bunyi bahasa pertama/ bahasa ibu. Hal ini dapat dilihat dari adanya penyamarataan konsonan [z] atau [dz] menjadi [s]. Konsonan frikatif dental-alveolar /z/ dihasilkan dengan mendekatkan ujung lidah pada gigi seri atas, sehingga antara ujung lidah dan pangkal gigi seri terbentuk celah untuk dilalui udara. Kemudian melalui celah itu dilepaskan ledakan udara dan disertai 38

18 desahan. Sedangkan konsonan afrikat dental-alveolar /dz/ dihasilkan dengan menyentuhkan ujung lidah dengan pangkal gigi seri atas dan gusi (alveolum). Kontak ini kemudian dilepaskan dengan ledakan udara dan disertai desahan. Perbedaan dari bunyi konsonan [z] dan [dz] yaitu terletak pada tidak adanya kontak apapun antara ujung lidah dengan pangkal gigi seri atas dan gusi (alveolum) saat membunyikan bunyi [z]. Untuk menghasilkan bunyi [dz], posisi artikulator dan titik artikulasinya haruslah seperti tampak pada gambar berikut ini. Gambar 3.9 Bunyi [dz] Sumber: Kawase (Nihongo-Hatsuon : 59) Melalui gambar di atas, terlihat perbedaan bunyi [dz] dan bunyi [z]. Saat membunyikan bunyi [dz], bagian ujung lidah harus menyentuh pangkal gigi seri atas dan gusi (alveolum) seperti ditunjukkan pada gambar 3.6 yang pertama. Sedangkan dalam membunyikan konsonan [z], cukup langsung memposisikan lidah seperti yang ditunjukkan pada gambar kedua. Kesalahan yang dilakukan responden yaitu saat membunyikan bunyi [z] tidak disertai ledakan udara ketika mengeluarkan bunyi tersebut, sehingga bunyi yang timbul adalah 39

19 bunyi konsonan [s]. Sedangkan saat membunyikan konsonan [dz] yang ada di awal kata, ada responden yang membunyikannya sebagai bunyi [z] dan ada pula yang membunyikannya sebagai bunyi [s]. Hal ini disebabkan karena tidak adanya bunyi [dz] dalam bahasa Indonesia. Bunyi konsonan [z] pun, yang seharusnya ada dalam konsonan bahasa Indonesia sering sekali diucapkan sebagai konsonan [s]. Misalnya pada kata zebra yang sudah dianggap sebagai bahasa Indonesia sering sekali diucapkan menjadi sebra, walaupun tidak semua orang Indonesia mengucapkan bunyi [z] sebagai [s]. Dalam bahasa Jepang, kedua konsonan ini dibedakan, tetapi dalam bahasa Indonesia sering sekali tidak dibedakan. Walaupun bahasa Indonesia memiliki konsonan /z/, tetapi responden yang terbiasa menggunakan konsonan /s/ dalam melafalkan /z/ sebagai /s/. Dari data yang diperoleh pada tabel 3.2 di atas, ada juga kesalahan pengucapan bunyi [z] menjadi [ts] pada kata ちかづく (chikazuku). Kesalahan ini dilakukan oleh sedikit responden. Seperti pada kesalahan pengucapan bunyi [z] menjadi [s], kesalahan pengucapan bunyi [z] menjadi [ts] juga terletak pada tidak dilepaskannya ledakan udara saat lidah responden pada posisi bunyi [s]. Beberapa responden merasa bingung saat mengucapkan [zɯ]. Mereka bingung antara harus mengucapkan [dzɯ] atau [zɯ] pada kata tersebut. Maka karena kebingungan itu, responden melafalkan [zɯ] menjadi [tsɯ] dengan melakukan kontak lidah dengan pangkal gigi seri dan alveolum terlebih dahulu sebelum membunyikan desis. 40

Bab 5. Ringkasan. baik tata bahasa, bunyi, dan hal lainnya. Khususnya dari segi bunyi bahasa, pasti

Bab 5. Ringkasan. baik tata bahasa, bunyi, dan hal lainnya. Khususnya dari segi bunyi bahasa, pasti Bab 5 Ringkasan Seperti kita ketahui bahwa di seluruh dunia terdapat berbagai bahasa yang berbedabeda baik tata bahasa, bunyi, dan hal lainnya. Khususnya dari segi bunyi bahasa, pasti terdapat beberapa

Lebih terperinci

Bab 4. Simpulan. berbahasa ibu bahasa Indonesia, penulis menemukan hal yang sama seperti yang telah

Bab 4. Simpulan. berbahasa ibu bahasa Indonesia, penulis menemukan hal yang sama seperti yang telah Bab 4 Simpulan 4.1. Simpulan Berdasarkan hasil analisis pelafalan bahasa Jepang yang dilakukan responden yang berbahasa ibu bahasa Indonesia, penulis menemukan hal yang sama seperti yang telah dikemukakan

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. berbeda-beda. Lain bahasa, lain pula bunyinya, dan tidaklah mudah mempelajari suatu

Bab 1. Pendahuluan. berbeda-beda. Lain bahasa, lain pula bunyinya, dan tidaklah mudah mempelajari suatu Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Setiap bahasa yang digunakan di masing-masing negara memiliki bunyi yang berbeda-beda. Lain bahasa, lain pula bunyinya, dan tidaklah mudah mempelajari suatu bahasa,

Lebih terperinci

Harimurti Kridalaksana FONETIK. Definisi dari Para Linguis 21/03/2014. Kamus Linguistik. Fonologi Jepang

Harimurti Kridalaksana FONETIK. Definisi dari Para Linguis 21/03/2014. Kamus Linguistik. Fonologi Jepang FONETIK Pengantar Linguistik Jepang Fonetik 10 Maret 2014 DEFINISI Definisi dari Para Linguis Harimurti Kridalaksana Kamus Linguistik Sheddy N. Tjandra Fonologi Jepang Harimurti Kridalaksana 1. Ilmu yang

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. terkecil dari bahasa, yaitu bunyi. Menurut Okumura dalam Tjandra (2004:1), dalam

Bab 2. Landasan Teori. terkecil dari bahasa, yaitu bunyi. Menurut Okumura dalam Tjandra (2004:1), dalam Bab 2 Landasan Teori 2.1. Teori Fonetik dan Fonologi Fonetik dan fonologi sangat berkaitan dan keduanya berhubungan dengan satuan terkecil dari bahasa, yaitu bunyi. Menurut Okumura dalam Tjandra (2004:1),

Lebih terperinci

BAB II SOFTWERE JLOOK UP. Softwere kamus Jlook up adalah softwere kamus Jepang yang cukup

BAB II SOFTWERE JLOOK UP. Softwere kamus Jlook up adalah softwere kamus Jepang yang cukup BAB II SOFTWERE JLOOK UP 2.1 SOFTWERE KAMUS JLOOK UP Softwere kamus Jlook up adalah softwere kamus Jepang yang cukup handal, karena di samping dapat mengartikan bahasa Jepang ke Inggris dan begitu juga

Lebih terperinci

PROGRAM TAHUNAN. Kompetensi Dasar Materi Pokok Alokasi Waktu. Salam. Mengucapkan salam : おはようございます こんにちは こんばんは. Mengucapkan salam ketika berpisah :

PROGRAM TAHUNAN. Kompetensi Dasar Materi Pokok Alokasi Waktu. Salam. Mengucapkan salam : おはようございます こんにちは こんばんは. Mengucapkan salam ketika berpisah : LAMPIRAN PROGRAM TAHUNAN Mata Pelajaran : Bahasa Jepang Satuan Pendidikan : Sekolah Menengah Atas Kelas / Program : X Tahun Pelajaran : 2008 / 2009 Semester : 1 dan 2 Kompetensi Dasar Materi Pokok Alokasi

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. Dalam KBBI, definisi dari tanda baca adalah tan da n 1 yang menjadi alamat

Bab 2. Landasan Teori. Dalam KBBI, definisi dari tanda baca adalah tan da n 1 yang menjadi alamat Bab 2 Landasan Teori 2.1 Teori Tanda Baca Dalam KBBI, definisi dari tanda baca adalah tan da n 1 yang menjadi alamat atau yang menyatakan sesuatu: dari kejauhan terdengar sirene -- bahaya; 2 gejala: sudah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab IV sebelumnya, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. a. kesalahan mahasiswa Jurusan

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Manusia sebagai makhluk hidup sangat memerlukan komunikasi. Menurut Trenholm

Bab 1. Pendahuluan. Manusia sebagai makhluk hidup sangat memerlukan komunikasi. Menurut Trenholm Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Manusia sebagai makhluk hidup sangat memerlukan komunikasi. Menurut Trenholm dan Jensen dalam Wiryanto (2004, hal.44), mengatakan bahwa komunikasi antara dua orang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

BAB III METODE PENELITIAN DAN ANALISIS DATA BAB III METODE PENELITIAN DAN ANALISIS DATA 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif dan metode analisis kesalahan. Metode deskriptif yaitu penelitian yang

Lebih terperinci

TEMA 5 JADWAL PELAJARAN じかんわり

TEMA 5 JADWAL PELAJARAN じかんわり TEMA 5 JADWAL PELAJARAN じかんわり Standar Kompetensi Mengungkapkan informasi secara lisan dalam bentuk paparan atau dialog sederhana tentang Kehidupan Sekolah. Kompetensi Dasar - Mengidentifikasikan waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari untuk menyampaikan pesan, pendapat, maksud, tujuan dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari untuk menyampaikan pesan, pendapat, maksud, tujuan dan sebagainya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi adalah suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari untuk menyampaikan pesan, pendapat, maksud, tujuan dan sebagainya. Komunikasi yang

Lebih terperinci

3. Dimasa mendatang, saya bermaksud menjadi pelukis terkenal. ~ つもりです. 4. Sekarang, pertandingan baseball dapat ditonton di televisi.

3. Dimasa mendatang, saya bermaksud menjadi pelukis terkenal. ~ つもりです. 4. Sekarang, pertandingan baseball dapat ditonton di televisi. Lampiran 1 Soal Pre Test Terjemahkan kedalam bahasa jepang! 1. Anda boleh mengambil foto. ~てもいいです 2. Mandi ofuro Sambil bernyanyi. ~ ながら 3. Dimasa mendatang, saya bermaksud menjadi pelukis terkenal. ~

Lebih terperinci

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Rencana Pelaksanaan Pembelajaran NAMA SEKOLAH : SMA NEGERI 1 KRIAN MATA PELAJARAN : BAHASA JEPANG MATERI POKOK : SALAM, UNGKAPAN dan HURUF KELAS / SEMESTER : X / I ALOKASI WAKTU : 6 Jam Pelajaran ( 6 x

Lebih terperinci

PDF created with FinePrint pdffactory trial version YUK BELAJAR NIHONGO

PDF created with FinePrint pdffactory trial version  YUK BELAJAR NIHONGO 1 YUK BELAJAR NIHONGO PENGANTAR Saat ini sedang bekerja di sebuah perusahaan Jepang? Atau barangkali sedang kuliah jurusan Bahasa Jepang, atau suatu saat anda ingin pergi ke Jepang baik untuk belajar atau

Lebih terperinci

UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2006/2007

UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2006/2007 UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2006/2007 PANDUAN MATERI SMA DAN MA BAHASA JEPANG PROGRAM STUDI BAHASA PUSAT PENILAIAN PENDIDIKAN BALITBANG DEPDIKNAS KATA PENGANTAR Dalam rangka sosialisasi kebijakan dan

Lebih terperinci

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) : X MIA 6 (kelas Eksperimen)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) : X MIA 6 (kelas Eksperimen) LAMPIRAN 88 89 90 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Nama Sekolah Mata Pelajaran Kelas Semester : SMAN 1 Yogyakarta : Bahasa Jepang : X MIA 6 (kelas Eksperimen) : 2 (dua) Pertemuan ke : 1 dan 2 Alokasi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini, penulis akan menguraikan data-data yang diperoleh dari hasil

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini, penulis akan menguraikan data-data yang diperoleh dari hasil 50 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, penulis akan menguraikan data-data yang diperoleh dari hasil belajar mengajar menggunakan permainan menemukan gambar sebagai upaya untuk meningkatkan

Lebih terperinci

SILABUS. Kegiatan Pembelajaran

SILABUS. Kegiatan Pembelajaran SILABUS Seklah : SMPN 2 CIAMIS Kelas : IX (Sembilan) Mata Pelajaran : Bahasa Jepang Semester : 1 ( Satu ) Standar : Mendengarkan 1. Memahami lisan berbentuk paparan atau dialg hbi dan wisata 1.1 Mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyampaikan informasi yang ingin disampaikan kepada orang. salah satunya adalah mempelajari bahasa Asing.

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyampaikan informasi yang ingin disampaikan kepada orang. salah satunya adalah mempelajari bahasa Asing. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan manusia, bahasa mempunyai fungsi sebagai alat untuk berkomunikasi (Chaer, 2003: 31). Dengan adanya bahasa kita dapat menyampaikan informasi

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Kosakata yang dijadikan data analisis merupakan kosakata dengan cara baca

BAB IV KESIMPULAN. Kosakata yang dijadikan data analisis merupakan kosakata dengan cara baca BAB IV KESIMPULAN Kosakata yang dijadikan data analisis merupakan kosakata dengan cara baca mengalami perubahan. Bentuk dari kosakata tersebut ada yang terdiri dari nomina dan ada pula yang terdiri dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sebuah sistem dari simbol vokal yang arbiter yang

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sebuah sistem dari simbol vokal yang arbiter yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa adalah sebuah sistem dari simbol vokal yang arbiter yang memungkinkan semua orang dari satu kelompok sosial tertentu atau orang lain yang sudah mempelajari kebudayaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian adalah tatacara bagaimana suatu penelitian dilaksanakan. (method =

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian adalah tatacara bagaimana suatu penelitian dilaksanakan. (method = BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian adalah tatacara bagaimana suatu penelitian dilaksanakan. (method = tatacara). Eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu eksperimen

Lebih terperinci

CHAPTER V SUMMARY BINA NUSANTARA UNIVERSITY

CHAPTER V SUMMARY BINA NUSANTARA UNIVERSITY CHAPTER V SUMMARY BINA NUSANTARA UNIVERSITY Faculty of Humanities English Department Program Strata 1 THE DIFFICULTY OF PRONOUNCING ENGLISH FRICATIVES BY SPEAKERS OF INDO-EUROPEAN LANGUAGE Cristine Natalia

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN PERCAKAPAN BAGI PENGAJAR BAHASA JEPANG

UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN PERCAKAPAN BAGI PENGAJAR BAHASA JEPANG UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN PERCAKAPAN BAGI PENGAJAR BAHASA JEPANG Sugihartono, Drs. M.A. Work Shop Pendidikan Bahasa Jepang FPS UPI 2009 FAKTOR KEMAMPUAN BERCAKAP-CAKAP Faktor kemampuan memahami melalui

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan pengumpulan data Dalam bab ini akan dijelaskan hasil penelitian yang telah dilaksanakan pada mahasiswa tingkat II Jurusan Pendidikan Bahasa Jepang

Lebih terperinci

UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2007/2008

UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2007/2008 UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2007/2008 PANDUAN MATERI SMA DAN MA BAHASA JEPANG PROGRAM STUDI BAHASA PUSAT PENILAIAN PENDIDIKAN BALITBANG DEPDIKNAS KATA PENGANTAR Dalam rangka sosialisasi kebijakan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem informasi dan sistem komunikasi. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem informasi dan sistem komunikasi. Dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan sistem informasi dan sistem komunikasi. Dengan seiringnya waktu, bahasa terus mengalami perkembangan dan perubahan. Bahasa disampaikan oleh

Lebih terperinci

Oleh: Hermanto SP, M.Pd. Hp / Telp. (0274) atau

Oleh: Hermanto SP, M.Pd. Hp / Telp. (0274) atau Oleh: Hermanto SP, M.Pd. Hp 08121575726/ 0274-7817575 Telp. (0274) 882481 Email: hermanuny@yahoo.com atau hermansp@uny.ac.id 1 ORGAN ARTIKULASI Bibir atas (labium superior) Bibir bawah (labium imperior)

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. responden, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: mitra tutur, ungkapan yang digunakan responden disesuaikan dengan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. responden, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: mitra tutur, ungkapan yang digunakan responden disesuaikan dengan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. KESIMPULAN Dari analisa data yang diperoleh dari kuisoner yang diberikan kepada responden, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Dalam mengungkapkan penolakan terhadap

Lebih terperinci

BAB 2. Landasan Teori

BAB 2. Landasan Teori BAB 2 Landasan Teori Pada Bab 2 ini penulis akan menjelaskan teori-teori yang akan penulis pakai dalam menganalisa data pada Bab 4. Teori-teori ini adalah teori fonologi, teori fonetik dan teori fonem.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kata. Menurut ( Chaer, 2003: 224 ) frasa adalah gabungan kata yang tidak. memiliki makna baru dan dapat disela dengan unsur lain.

BAB 1 PENDAHULUAN. kata. Menurut ( Chaer, 2003: 224 ) frasa adalah gabungan kata yang tidak. memiliki makna baru dan dapat disela dengan unsur lain. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Frasa dan kata majemuk memiliki unsur yang sama yaitu penggabungan kata. Menurut ( Chaer, 2003: 224 ) frasa adalah gabungan kata yang tidak memiliki makna

Lebih terperinci

SILABUS MATA KULIAH PROGRAM STUDI MANAJEMEN RESORT & LEISURE

SILABUS MATA KULIAH PROGRAM STUDI MANAJEMEN RESORT & LEISURE SILABUS MATA KULIAH PROGRAM STUDI MANAJEMEN RESORT & LEISURE A. Identitas Mata Kuliah Mata Kuliah/Kode : Pengantar Bahasa Kode : MR 102 Bobot : 2 SKS Semester : 2 Jenjang : S-1 Dosen/Asisten : Drs. Mulyana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengertian bahasa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) adalah sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengertian bahasa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) adalah sistem BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengertian bahasa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) adalah sistem lambang bunyi berartikulasi (yang dihasilkan alat-alat ucap) yang bersifat sewenangwenang

Lebih terperinci

Hasil Technical Meeting Lomba Benron Umum Nihongo no Hi 2018

Hasil Technical Meeting Lomba Benron Umum Nihongo no Hi 2018 Hasil Technical Meeting Lomba Benron Umum Nihongo no Hi 2018 - Registrasi ulang dimulai sejak pukul 7.30 09.00. Jika Telat diharuskan untuk registrasi ulang di bagian sekretariat, dan akan berpengaruh

Lebih terperinci

Pengantar. Aspek Fisiologis Bahasa. Aspek Fisik Bahasa 13/10/2014. Pengantar Linguistik Umum 01 Oktober Aspek Fisiologis Bahasa

Pengantar. Aspek Fisiologis Bahasa. Aspek Fisik Bahasa 13/10/2014. Pengantar Linguistik Umum 01 Oktober Aspek Fisiologis Bahasa Pengantar Aspek Fisiologis Bahasa Pengantar Linguistik Umum 01 Oktober 2014 Aspek Fisiologis Bahasa WUJUD FISIK BAHASA Ciri2 fisik bahasa yg dilisankan Aspek Fisik Bahasa Bgmn bunyi bahasa itu dihasilkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Silakan lihat lampiran 1.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Silakan lihat lampiran 1. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidak terlepas dari bahasa. Harimuti Kridalaksana di dalam buku Pesona Bahasa mendefinisikan bahasa sebagai sistem tanda bunyi

Lebih terperinci

1. Identitas a. Nama Mata Pelajaran : BAHASA JEPANG PEMINATAN b. Semester : Genap c. KompetensiDasar : 3.5 dan 4.5

1. Identitas a. Nama Mata Pelajaran : BAHASA JEPANG PEMINATAN b. Semester : Genap c. KompetensiDasar : 3.5 dan 4.5 UNIT KEGIATAN BELAJAR (UKB JEP-02-05) 1. Identitas a. Nama Mata Pelajaran : BAHASA JEPANG PEMINATAN b. Semester : Genap c. KompetensiDasar : 3.5 dan 4.5 3.5menganalisisungkapanyangmenyatakankemampuan (dekirukoto)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berkembangnya era globalisasi jumlah orang asing yang datang ke

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berkembangnya era globalisasi jumlah orang asing yang datang ke - 1 - BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring berkembangnya era globalisasi jumlah orang asing yang datang ke Indonesia pun bertambah dengan berbagai macam tujuan, seperti bisnis, rekreasi,

Lebih terperinci

Bab 3. Analisis Data. Sebagaimana yang telah diceritakan secara singkat mengenai dongeng Urashima

Bab 3. Analisis Data. Sebagaimana yang telah diceritakan secara singkat mengenai dongeng Urashima Bab 3 Analisis Data 3.1 Analisis Giri dan Ninjou Dalam Urashima Tarou Sebagaimana yang telah diceritakan secara singkat mengenai dongeng Urashima Tarou dalam Nihon Ohanashi Meisakuzensyuu 2 Urashima Tarou

Lebih terperinci

membahas dari penggunaan dan arti tiga kata kerja tersebut,...ok,...he,.,he,.,he,.,.

membahas dari penggunaan dan arti tiga kata kerja tersebut,...ok,...he,.,he,.,he,.,. 1.Dasar nya :Unkapan Pemberian dan Penerimaan Di bagian ini saya akan membahas lebih dalam mengenai pola kalimat sopan,.yang inti dari pelajaran bahasa jepang level 3 yaitu pola kalimat sopan,bentuk sopan

Lebih terperinci

ANALISIS PEMAKAIAN PARTIKEL ~NI DAN ~DE DALAM BAHASA JEPANG (Studi kasus pada Mahasiswa Semester III)

ANALISIS PEMAKAIAN PARTIKEL ~NI DAN ~DE DALAM BAHASA JEPANG (Studi kasus pada Mahasiswa Semester III) ANALISIS PEMAKAIAN PARTIKEL ~NI DAN ~DE DALAM BAHASA JEPANG (Studi kasus pada Mahasiswa Semester III) Hargo Saptaji, Hani Wahyuningtias, Julia Pane, ABSTRAK Dalam Bahasa Jepang, partikel (joshi) sangat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sosial tidak dapat hidup tanpa adanya komunikasi dengan sesama. seseorang dengan status sosial dan budaya dalam masyarakat itu

BAB 1 PENDAHULUAN. sosial tidak dapat hidup tanpa adanya komunikasi dengan sesama. seseorang dengan status sosial dan budaya dalam masyarakat itu 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam sebuah kehidupan bermasyarakat, saling berkomunikasi dan berinteraksi adalah hal yang selalu terjadi setiap saat. Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat

Lebih terperinci

3. Bahasa Jepang

3. Bahasa Jepang 3. Bahasa Jepang Satuan Pendidikan : SMA/MA Kelas : X (sepuluh) Kompetensi Inti : KI 1 : Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya KI 2 : Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin,

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DATA. instrumen. Dan kemudian akan dilanjutkan dengan pemaparan hasil jawaban setiap soal

BAB 3 ANALISIS DATA. instrumen. Dan kemudian akan dilanjutkan dengan pemaparan hasil jawaban setiap soal BAB 3 ANALISIS DATA Dalam Bab 3 ini, saya akan menjelaskan mengenai spesifikasi kuesioner dan validasi instrumen. Dan kemudian akan dilanjutkan dengan pemaparan hasil jawaban setiap soal kuesioner yang

Lebih terperinci

(Asari-chan buku no: 28, halaman: 40) あさり ガンバレ! bersemangat. Berusaha Asari! Pada situasi di atas, penggunaan katakana ada pada kata ガンバレ.

(Asari-chan buku no: 28, halaman: 40) あさり ガンバレ! bersemangat. Berusaha Asari! Pada situasi di atas, penggunaan katakana ada pada kata ガンバレ. (Asari-chan buku no: 28, halaman: 40) こんじょう Percakapan: まま : さすが ママの子 いざとなると 根性あるわっ あさり ガンバレ! Terjemahan: Mama: Anak mama memang hebat. Walau dalam keadaan susah, tetap bersemangat. Berusaha Asari! b.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian 3.1.1 Metode Dalam kegiatan penelitian metode dapat diartikan sebagai cara atau prosedur yang harus ditempuh untuk menjawab masalah penelitian (Sutedi,

Lebih terperinci

Konversi Romaji ke Hiragana dengan Algoritma Pencocokan String

Konversi Romaji ke Hiragana dengan Algoritma Pencocokan String Konversi Romaji ke Hiragana dengan Algoritma Pencocokan String Venny Larasati Ayudiani 13513025 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pratamawati, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pratamawati, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah yang berkenaan dengan aspek dalam Bahasa Jepang telah banyak dibahas dalam berbagai artikel dan jurnal Bahasa Jepang, dimana didalamnya diterangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Yanagita Kunio (via Danandjaja, 1997: 35-36) salah satu cara

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Yanagita Kunio (via Danandjaja, 1997: 35-36) salah satu cara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Yanagita Kunio (via Danandjaja, 1997: 35-36) salah satu cara yang dapat dilakukan untuk dapat mengerti kepribadian bangsa Jepang, yakni dengan cara mempelajari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ide, atau perasaan tersebut dapat secara harfiah atau metaforis, secara langsung atau tidak

BAB I PENDAHULUAN. ide, atau perasaan tersebut dapat secara harfiah atau metaforis, secara langsung atau tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan penuturnya untuk menyampaikan gagasan, pikiran, ide, dan perasaannya dalam berbagai situasi. Cara penyampaian pikiran,

Lebih terperinci

PENERAPAN STUDENT CENTERED LEARNING PADA MATA KULIAH DOKKAI SEMESTER 5 Riri Hendriati Fakultas Sastra / Jurusan Sastra Jepang.

PENERAPAN STUDENT CENTERED LEARNING PADA MATA KULIAH DOKKAI SEMESTER 5 Riri Hendriati Fakultas Sastra / Jurusan Sastra Jepang. PENERAPAN STUDENT CENTERED LEARNING PADA MATA KULIAH DOKKAI SEMESTER 5 Riri Hendriati Fakultas Sastra / Jurusan Sastra Jepang Abstrak Fokus penelitian ini adalah penerapan metode pembelajaran yang berpusat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

BAB III METODE PENELITIAN DAN ANALISIS DATA BAB III METODE PENELITIAN DAN ANALISIS DATA A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen dengan pendekatan kuantitatif asosiatif dengan bentuk hubungan kausal.

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. negeri sakura, Jepang. Dewasa ini, manga tidak hanya dikenal di Jepang. Saat ini manga

Bab 5. Ringkasan. negeri sakura, Jepang. Dewasa ini, manga tidak hanya dikenal di Jepang. Saat ini manga Bab 5 Ringkasan Komik atau yang dikenal dengan sebutan manga adalah salah satu budaya pop negeri sakura, Jepang. Dewasa ini, manga tidak hanya dikenal di Jepang. Saat ini manga telah dikenal luas oleh

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. Karya sastra, baik puisi, drama, maupun prosa, selalu mengalami perkembangan

Bab 5. Ringkasan. Karya sastra, baik puisi, drama, maupun prosa, selalu mengalami perkembangan Bab 5 Ringkasan Karya sastra, baik puisi, drama, maupun prosa, selalu mengalami perkembangan dan menunjukkan keterkaitan dengan karya sastra yang terbit sebelumnya. Hal ini bukanlah sesuatu yang baru dalam

Lebih terperinci

BAB 4 KESIMPULAN. Universitas Indonesia

BAB 4 KESIMPULAN. Universitas Indonesia BAB 4 KESIMPULAN Berdasarkan permasalahan penelitian ini, yaitu kesalahan pelafalan pada kata-kata yang mengandung huruf dan kalimat yang di dalamnya terdapat kata-kata yang mengandung huruf . Selain

Lebih terperinci

ANALISIS PENGGUNAAN STRATEGI PENOLAKAN TIDAK LANGSUNG DALAM BAHASA JEPANG OLEH MAHASISWA BAHASA JEPANG STBA YAPARI ABA BANDUNG

ANALISIS PENGGUNAAN STRATEGI PENOLAKAN TIDAK LANGSUNG DALAM BAHASA JEPANG OLEH MAHASISWA BAHASA JEPANG STBA YAPARI ABA BANDUNG ANALISIS PENGGUNAAN STRATEGI PENOLAKAN TIDAK LANGSUNG DALAM BAHASA JEPANG OLEH MAHASISWA BAHASA JEPANG STBA YAPARI ABA BANDUNG Asteria Permata Martawijaya Pendahuluan Tindak tutur tidak langsung adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembelajaran bahasa asing, berbicara merupakan salah satu keterampilan yang perlu dikuasai oleh pembelajar. Sebagaimana dikemukakan oleh Tarigan (2008:1) bahwa:

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian eksperimen murni atau true experiment. Menurut Dedi Sutedi (2009:53) metode adalah

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat yang ampuh untuk menghubungkan dunia seseorang dengan dunia di luar diri kita, dunia seseorang dengan lingkungannya, dunia seseorang dengan alamnya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 PENELITIAN TERDAHULU Tugas akhir yang berjudul Analisis Kesalahan Siswa pada Pelafalan fonem /Z/, /C/, /S/, /ZH/, /CH/, /SH/ dan /R/ dalam Kosakata Bahasa Mandarin di Kelas X

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan merasa kesulitan jika harus menghapal kanji. Di tambah lagi satu kanji bisa

BAB I PENDAHULUAN. akan merasa kesulitan jika harus menghapal kanji. Di tambah lagi satu kanji bisa BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bagi pembelajar yang berasal dari negara yang tidak mempelajari kanji ( 非漢字圏 )seperti orang Indonesia, kanji merupakan salah satu huruf yang dirasa sulit, karena jumlahnya

Lebih terperinci

Bab 1 Mengapa perlu melakukan pekerjaan dengan aman?

Bab 1 Mengapa perlu melakukan pekerjaan dengan aman? Bab 1 Mengapa perlu melakukan pekerjaan dengan aman? だい あんぜん さ ぎょう なん ひつ 第 1 安 全 作 業 は 何 のために 必 要 よう か? Perlunya melakukan pekerjaan dengan aman 1) Kalau sampai cedera karena kecelakaan kerja, bahkan sampai

Lebih terperinci

Bab 3. Analisis Data. Bab ini berisikan tentang hasil analisis yang telah penulis lakukan pada bulan Maret

Bab 3. Analisis Data. Bab ini berisikan tentang hasil analisis yang telah penulis lakukan pada bulan Maret Bab 3 Analisis Data Bab ini berisikan tentang hasil analisis yang telah penulis lakukan pada bulan Maret sampai dengan bulan Mei 2011. Peserta responden merupakan mahasiswa-mahasiswi Universitas Bina Nusantara

Lebih terperinci

Status resmi Bahasa resmi di: Jepang (de facto), Angaur (Palau) Diatur oleh: Pemerintah. Jepang Kode bahasa ISO 639-1 ja ISO 639-2 jpn SIL JPN

Status resmi Bahasa resmi di: Jepang (de facto), Angaur (Palau) Diatur oleh: Pemerintah. Jepang Kode bahasa ISO 639-1 ja ISO 639-2 jpn SIL JPN Bahasa Jepang Dituturkan di: Jepang, Guam, Kepulauan Marshall, Palau, Taiwan Wilayah: Asia Timur, Oseania Jumlah penutur: 127 juta Urutan ke: 8 Klasifikasi rumpun bahasa: Tidak diklasifikasikan Jepanik

Lebih terperinci

PENGGUNAAN UNGKAPAN BAHASA JEPANG TULIS (Studi kasus pada mahasiswa Jurusan Jepang Univ.Darma Persada)

PENGGUNAAN UNGKAPAN BAHASA JEPANG TULIS (Studi kasus pada mahasiswa Jurusan Jepang Univ.Darma Persada) ABSTRAK PENGGUNAAN UNGKAPAN BAHASA JEPANG TULIS (Studi kasus pada mahasiswa Jurusan Jepang Univ.Darma Persada) Tia Martia, Metty Suwandany, Zainur Fitri, Irawati Agustine, Syamsul Bachri Jurusan Sastra

Lebih terperinci

Pengantar Belajar Bahasa Jepangi

Pengantar Belajar Bahasa Jepangi Pengantar Belajar Bahasa i (introduction to Japanese language ) Oleh : Ahmad Hasnan 1 Introduction Bahasa jepang termasuk dalam rumpun bahasa Ural Alta, namun dalam perkembangannya tidak menunjukkan hubungan

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pada hakikatnya manusia tidak dapat terlepas dari bahasa, baik itu bahasa lisan maupun bahasa tulisan. Karena bahasa merupakan hal yang digunakan dalam berkomunikasi

Lebih terperinci

KISI KISI SOAL POSTTEST. Kompetensi Dasar 毎日の生活

KISI KISI SOAL POSTTEST. Kompetensi Dasar 毎日の生活 KISI KISI SOAL POSTTEST Satuan Pendidikan : SMA Mata Pelajaran : Bahasa Jepang Kelas / Semester : XII / 2 Alokasi Waktu : 10 Menit Jumlah Soal : 20 butir Penulis : Azka D. Nurilmatin N o Standar Kompetensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Materi utama dalam pengajaran bahasa Jepang ada tiga macam, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Materi utama dalam pengajaran bahasa Jepang ada tiga macam, yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Materi utama dalam pengajaran bahasa Jepang ada tiga macam, yaitu huruf kanji, pola kalimat dan kosakata (Sutedi, 2005 : 78). Ketiga materi tersebut sangat penting

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mengumpulkan data penelitiannya (Arikunto, 2006:160). Sehingga penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mengumpulkan data penelitiannya (Arikunto, 2006:160). Sehingga penelitian 30 BAB III METODOLOGI PEELITIA 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya (Arikunto, 2006:160). Sehingga penelitian merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sutedi (2003:2) mengatakan, Bahasa digunakan sebagai alat untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Sutedi (2003:2) mengatakan, Bahasa digunakan sebagai alat untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prawiroatmodjo & Hoed (1997:115) dalam Dasar Dasar Linguistik Umum, menyatakan peranan bahasa sebagai berikut: Peranan bahasa dalam kehidupan manusia besar sekali.

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. Istilah sintaksis dalam bahasa Jepang disebut dengan togoron 続語論 atau

Bab 2. Landasan Teori. Istilah sintaksis dalam bahasa Jepang disebut dengan togoron 続語論 atau Bab 2 Landasan Teori 2.1 Teori Hinshi 品詞 Istilah sintaksis dalam bahasa Jepang disebut dengan togoron 続語論 atau シンタクス. Sutedi (2003, hal.61) berpendapat bahwa sintaksis adalah cabang linguistik yang mengkaji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Darma Persada

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Darma Persada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa yang kita pakai pada saat ini tidaklah sama dengan bahasa yang digunakan dengan berabad-abad yang lalu. Manusia selalu berbicara dengan berbeda tergantung

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Bab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam konteks Bahasa Jepang sebagai bahasa asing, tentu memiliki banyak perbedaan dengan bahasa ibu. Perbedaan tersebut diantaranya meliputi kosakata, bunyi,

Lebih terperinci

BAB 3 PENGGUNAAN KATA HAI DALAM KOMIK KOBO-CHAN

BAB 3 PENGGUNAAN KATA HAI DALAM KOMIK KOBO-CHAN BAB 3 PENGGUNAAN KATA HAI DALAM KOMIK KOBO-CHAN Komik-komik Kobo-Chan yang menjadi sumber data terdiri dari 7 seri komik. Dari ketujuh seri komik tersebut, 20 data akan dianalisis tujuan penggunaan kata

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

BAB III METODE PENELITIAN DAN ANALISIS DATA BAB III METODE PENELITIAN DAN ANALISIS DATA 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode analisis kesalahan. Penelitian ini disusun sebagai penelitian induktif yakni mencari dan mengumpulkan

Lebih terperinci

Pergi kemana? どこへ行きますか

Pergi kemana? どこへ行きますか Pergi kemana? どこへ行きますか i Oleh : Ahmad Hasnan www.oke.or.id doko e ikimasuka. pergi kemana, pertanyaan ini mudah dan sering digunakan dalam bepergian,dalam artikel edisi ini akan di bahas cara bertanya

Lebih terperinci

Bab 3. Analisis Data. Analisis tersebut akan penulis jabarkan menjadi dua sub bab, yakni analisis

Bab 3. Analisis Data. Analisis tersebut akan penulis jabarkan menjadi dua sub bab, yakni analisis Bab 3 Analisis Data 3.1 Analisis Pre Test dan Post Test Pada bab ini, penulis akan menganalisis data data penelitian kelas yang telah penulis kumpulkan selama kurang lebih sebulan, guna mengetahui hasil

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. tulisan maupun isyarat) orang akan melakukan suatu komunikasi dan kontak sosial.

Bab 1. Pendahuluan. tulisan maupun isyarat) orang akan melakukan suatu komunikasi dan kontak sosial. Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah aspek penting interaksi manusia. Dengan bahasa, (baik itu bahasa lisan, tulisan maupun isyarat) orang akan melakukan suatu komunikasi dan kontak sosial.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. permasalahan. Sedangkan metode dapat diartikan sebagai cara atau prosedur yang

BAB III METODE PENELITIAN. permasalahan. Sedangkan metode dapat diartikan sebagai cara atau prosedur yang BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Menurut Arifin (2011: 2), penelitian adalah suatu proses penyelidikan yang ilmiah melalui pengumpulan, pengolahan, analisis dan penyimpulan data berdasarkan

Lebih terperinci

ENJO KOUSAI SEBAGAI SALAH SATU BENTUK PENYIMPANGAN REMAJA DI JEPANG SKRIPSI DIAJUKAN SEBAGAI SALAH SATU PRASYARAT MENDAPAT GELAR SARJANA SASTRA

ENJO KOUSAI SEBAGAI SALAH SATU BENTUK PENYIMPANGAN REMAJA DI JEPANG SKRIPSI DIAJUKAN SEBAGAI SALAH SATU PRASYARAT MENDAPAT GELAR SARJANA SASTRA ENJO KOUSAI SEBAGAI SALAH SATU BENTUK PENYIMPANGAN REMAJA DI JEPANG SKRIPSI DIAJUKAN SEBAGAI SALAH SATU PRASYARAT MENDAPAT GELAR SARJANA SASTRA ICHSAN SALIM 2012110152 PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu kendala yang selalu terjadi kepada pembelajar bahasa asing pada. kemampuan berkomunikasi adalah memiliki kemampuan dalam hal

BAB I PENDAHULUAN. satu kendala yang selalu terjadi kepada pembelajar bahasa asing pada. kemampuan berkomunikasi adalah memiliki kemampuan dalam hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial manusia tak lepas dari interaksi dan komunikasi. Terutama pada pembelajar bahasa asing yang diharapkan dapat berkomunikasi secara baik

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 54 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Penelitian Pada BAB ini pertama penulis akan menguraikan data-data yang diperoleh dari hasil penerapan media story pictures dalam pembelajaran membaca

Lebih terperinci

ぽん ぼん. Morfem. Kata. Alomorf adalah. morfem. Morfem Bebas. Morfem Terikat 形態素 自由形態素 拘束形態素. Contoh. bagan. Definisi. Alomorf. Contoh.

ぽん ぼん. Morfem. Kata. Alomorf adalah. morfem. Morfem Bebas. Morfem Terikat 形態素 自由形態素 拘束形態素. Contoh. bagan. Definisi. Alomorf. Contoh. Kanji MORFOLOGI BAHASA JEPANG Pengantar Linguistik Jepang 7 April 2014 morfologi 形態論 けいたいろん Definisi Objek Kajian Morfologi merupakan salah satu cabang linguistik yang mengkaji tentang kata dan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Alasan Pemilihan Judul Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan untuk berkomunikasi antar masyarakat serta sebagai sarana integrasi dan adaptasi. Bahasa yang baik berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kamus Shougaku Kokugo Jiten (2011 hlm 709) mendefinisikan sokuon ことばを言うときに つまって発音される音 書くときは やっと どっち などのように 小さい っ で書き表す

BAB I PENDAHULUAN. Kamus Shougaku Kokugo Jiten (2011 hlm 709) mendefinisikan sokuon ことばを言うときに つまって発音される音 書くときは やっと どっち などのように 小さい っ で書き表す 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelafalan adalah salah satu kunci dalam komunikasi lisan. Mempelajari bahasa asing, khususnya bahasa Jepang, pembelajaran pelafalan sangatlah penting mengingat terdapatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Indonesia ke bahasa Jepang, kita dapat menerjemahkan suatu teks dari

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Indonesia ke bahasa Jepang, kita dapat menerjemahkan suatu teks dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan penerjemahan merupakan kegiatan yang sangat penting. Karena dengan kegiatan penerjemahan, kita bisa mendapatkan informasi dan mengikuti perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. apalagi dalam mempelajari bahasa terutama bahasa asing. Bunyi ujar dalam

BAB I PENDAHULUAN. apalagi dalam mempelajari bahasa terutama bahasa asing. Bunyi ujar dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan sistem lambang yang berwujud bunyi atau bunyi ujar. Sebagai lambang tentu saja ada yang dilambangkan. Maka, yang dilambangkan adalah suatu

Lebih terperinci

MODEL SILABUS MATA PELAJARAN SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH (SMA/MA) MATA PELAJARAN BAHASA DAN SASTRA JEPANG

MODEL SILABUS MATA PELAJARAN SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH (SMA/MA) MATA PELAJARAN BAHASA DAN SASTRA JEPANG MODEL SILABUS MATA PELAJARAN SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH (SMA/MA) MATA PELAJARAN BAHASA DAN SASTRA JEPANG KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN JAKARTA, 2017 DAFTAR ISI DAFTAR ISI i I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. perubahan dan dengan sendirinya dapat menjadi predikat. Contoh : 歩く 倒れる 話す.

Bab 2. Landasan Teori. perubahan dan dengan sendirinya dapat menjadi predikat. Contoh : 歩く 倒れる 話す. Bab 2 Landasan Teori 2.1 Teori Hinshi Masuoka dan Takubo (1992:8) membagi hinshi 品詞 atau kelas kata ke dalam beberapa jenis, yaitu : 1. Doushi 動詞 (verba), yaitu salah satu jenis kelas kata yang dapat mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1992, Narrog: 2009). Hal ini berarti, setiap bahasa alami di dunia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. 1992, Narrog: 2009). Hal ini berarti, setiap bahasa alami di dunia mempunyai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Modalitas merupakan salah satu fenomena kesemestaan bahasa (Alwi: 1992, Narrog: 2009). Hal ini berarti, setiap bahasa alami di dunia mempunyai modalitas, yakni

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. Pada bab ini penulis akan menjabarkan teori-teori yang akan digunakan dalam

Bab 2. Landasan Teori. Pada bab ini penulis akan menjabarkan teori-teori yang akan digunakan dalam Bab 2 Landasan Teori Pada bab ini penulis akan menjabarkan teori-teori yang akan digunakan dalam penulisan skripsi ini. Teori tersebut antara lain, Teori Keigo yang berupa sonkeigo ( 尊敬語 ) dan kenjoogo

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. celah di antara kedua sisi kanan dan kiri dari bibir. Kadang kala malah lebih luas,

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. celah di antara kedua sisi kanan dan kiri dari bibir. Kadang kala malah lebih luas, BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Labioshizchis atau lebih dikenal dengan bibir sumbing ini merupakan kelainan bawaan yang timbul saat pembentukan janin yang menyebabkan adanya celah di antara kedua

Lebih terperinci

BAB I. Pada perang dunia II tahun 1945 Jepang mengalami kekalahan yang. setelah pasca perang dunia II diantaranya kekurangan pangan yang

BAB I. Pada perang dunia II tahun 1945 Jepang mengalami kekalahan yang. setelah pasca perang dunia II diantaranya kekurangan pangan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pada perang dunia II tahun 1945 Jepang mengalami kekalahan yang mengakibatkan perekonomian Jepang hancur. Adanya perubahan terjadi setelah pasca perang dunia

Lebih terperinci

KARAOKE SEBAGAI MEDIA UNTUK DEALING BISNIS DAN RELAKSASI BAGI PELAKU BISNIS DAN WISATAWAN ASING DI JUN EXECUTIVE KARAOKE HOTEL SAVOY HOMANN

KARAOKE SEBAGAI MEDIA UNTUK DEALING BISNIS DAN RELAKSASI BAGI PELAKU BISNIS DAN WISATAWAN ASING DI JUN EXECUTIVE KARAOKE HOTEL SAVOY HOMANN KARAOKE SEBAGAI MEDIA UNTUK DEALING BISNIS DAN RELAKSASI BAGI PELAKU BISNIS DAN WISATAWAN ASING DI JUN EXECUTIVE KARAOKE HOTEL SAVOY HOMANN SAVOY HOMANN ホテルのエグセクテイブカラオケ JUN はビジネスマンの商談や海外の旅行者をリラックスさせるための憩いの憩いの場所

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian memiliki peranan yang penting dalam sebuah penelitian karena dengan menggunakan metode pembelajaran yang tepat akan sangat membantu dalam

Lebih terperinci

BAB 2. Tinjauan Pustaka

BAB 2. Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka Untuk mendukung penulis dalam menganalisa data, penulis akan menjelaskan teoriteori yang akan digunakan dalam penulisan ini. Teori yang akan digunakan mencakup konsep kanji dan teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer (tidak tetap) yang

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer (tidak tetap) yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer (tidak tetap) yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan

Lebih terperinci