I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. sebagai parameter dalam menentukan perkembangan anak. Bicara

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. sebagai parameter dalam menentukan perkembangan anak. Bicara"

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Kemampuan bicara merupakan salah satu peran rongga mulut disamping mengunyah sebagai parameter dalam menentukan perkembangan anak. Bicara merupakan proses artikulasi vokal atau verbal yang menunjukkan ketrampilan seseorang mengacu pada kemampuan kognitif. Penilaian kemampuan bicara anak lebih sering dikaitkan dengan kemampuan berbahasa, dan dapat dibedakan atas kemampuan untuk mendengar dan memahami (resepti f) dengan benar serta kemampuan berbicara (ekspresif) dengan tepat sesuai dengan artikulasi (Ramin dan David., 2004). Berbahasa yang benar dan mudah difahami berarti memberi dan menerima informasi berita dengan cara lisan atau tertulis sebagai alat berkomunikasi sesuai dengan artikulasi (Language., 1992). Perolehan bahasa pada anak merupakan kemampuan dan ketrampilan berbahasa di lingkungannya. Ketrampilan dalam berbicara dan berbahasa dipengaruhi oleh kondisi fisiologis organ bicara yang terlibat sebagai faktor intrinsik, dan faktor lingkungan sebagai faktor ekstrinsik (Ramin dan David., 2004). Kelainan bicara atau tutur berupa ketidak jelasan artikulasi berhubungan erat dengan kelainan oklusi dan susunan gigi geligi, kelainan jaringan rongga mulut serta gangguan fungsi otot mulut, dapat dimulai dari bentuk sederhana seperti bunyi suara tidak normal sampai dengan mekanisme oral-motor yang 1

2 2 tidak normal. Untuk dapat menuturkan kata dengan baik, sehingga tutur yang didengar dapat ditangkap dengan jelas dan setiap fonem atau huruf dapat terdengar secara terinci, maka bibir, lidah, gigi geligi, gusi/ alveolar, palatum dan pita suara dalam keadaan normal. Bila salah satu fungsi dari organ tersebut terganggu timbul tutur yang kurang jelas, dan ada fonem yang seolah-olah hilang terutama terjadi pada akhir tutur yang diakibatkan dari tidak tepatnya titik artikulasi dan cara artikulasi (Cameron dan Widmer., 2008). Pengaruh lingkungan sangat erat dengan logat atau aksen dari suatu daerah, seperti pada pada bahasa Jawa aksen yang paling kental adalah fonem /dh/ dan /th/ untuk konsonan, sedang untuk vokal selain /i/, /u/, /a/, /e/, dan /o/ adalah /ǝ/ seperti dalam pengucapan emas. Bahasa Indonesia merupakan bahasa kedua di kebanyakan daerah di Indonesia, dan dipergunakan dalam percakapan sehari-hari, kecuali dilingkup sekolah sebagai sarana informasi dalam pembelajaran dipergunakan bahasa Indonesia (Marsono., 1986) Pada Periode tumbuh kembang anak, banyak ditemukan kasus kelainan dalam rongga mulut yang menimbulkan kelainan bicara atau tidak jelasan tutur kata. Ketidak jelasan tutur kata dapat terjadi karena beberapa hal, salah satunya disebabkan karena kelainan bentuk dan struktur jaringan keras dan jaringan lunak rongga mulut anak sebagai organ bicara. Kelainan tersebut akan menyebabkan perubahan dalam pengucapan fonem vokal dan konsonan baik pada penempatan titik artikulasi (TA) maupun cara artikulasi (CA) atau pengucapan, yang mengakibatkan anak melakukan penggantian (substitusi), penghilangan (omisi),

3 3 penambahan (adisi) atau pengucapan yang tidak jelas (distorsi) (William., 1961; Carrel., 1983; Bambang., 2000; Dardjowidjojo., 2010). Selama perkembangan produksi suara, anak dihadapkan pada penguasaan persepsi dan kemampuan motorik yang nantinya mampu berkoordinasi dan mengerti input dan output dari persepsi dan sistem produksi suara pada usia dewasa (Locke., 1997). Anak-anak secara berkelanjutan mengembangkan dan memperhalus kemampuan motorik bicara antara usia 3-7 tahun, berlanjut perkembangannya setelah usia 7 tahun dan maturasi kemampuan motorik bicara sampai anak memasuki tahap pubertas. Masa sekolah merupakan masa bagi anak menambah perbendaharaan kosa kata yang diajarkan secara langsung saat pembelajaran. Anak umur 7 tahun saat pertama kali di bangku sekolah memiliki perbendaharaan kosa kata sebanyak kosa kata, kemudian pada umur 9-10 tahun meningkat mencapai sampai kosa kata dan pada umur tahun dapat mencapai lebih dari kosa kata. Keadaan tersebut disebabkan karena adanya peningkatan perkembangan pada kognitif dan motoriknya (Locke., 1997). Beberapa pola artikulasi merupakan bukti kemampuan produksi suara pada tingkat yang lebih tinggi dan kemungkinan lain merupakan tanda ketidak matangan alat gerak artikulasi. Perbedaan perkembangan yang berhubungan dengan jenis kelamin membuktikan wanita memiliki durasi pengucapan yang lebih panjang dan tingkat artikulasi yang lebih lambat dari pada pria (Nittrouer dkk., 1996; Elliot, 1996), sedangkan rentang frekuensi suara untuk anak sebelum

4 4 pubertas baik laki-laki maupun perempuan tidak ada perbedaan, rentang frekuensi suara Hz (Clark dan Yallop., 1991). Secara klinis penyebab kelainan bicara yang menyangkut kelainan bentuk anatomis dan atau struktur organ bicara khususnya artikulator disebut disglosia. Organ bicara merupakan bagian akhir dari suatu rangkaian proses bicara, sekaligus berfungsi sebagai resonator untuk memodifikasi suara yang diproduksi didaerah glotis, sehingga menjadi suatu rangkaian fonem yang berarti. Bagian artikulasi dan resonansi merupakan proses akhir dalam pembentukan suara. Banyak dijumpai di klinik, orang tua tanpa disadari membuat kesalahan dalam memberikan asupan makanan pada putra putrinya, terkadang pemberian makanan bersifat cair masih diberikan walaupun anak sudah berumur 4 tahun. Keadaan tersebut tidak disadari bahwa kondisi gigi geligi tidak aktif dipakai untuk pengunyahan selain menyebabkan gigi berlubang atau karies juga akan menghambat tumbuh kembang anak, sehingga pertumbuhan rahang dan gigi geliginya sampai fungsi bicara terhambat (Marsono., 1986; Bernd Wienberg, 1994; Bambang, 2000, ) Hambatan yang terjadi akibat fungsi oral motor tidak berfungsi optimal akan menyebabkan terjadinya maloklusi pada gigi geligi dan perkembangan bicara mengalami hambatan dengan bicara tidak jelas. Melihat ketidak aturan gigi geligi anaknya orang tua tidak menyadari bahwa kelainan gigi geligi akan berakibat pada kelainan pengucapan, sehingga perlunya dilakukan deteksi dini untuk membuktikan bahwa kondisi gigi geligi yang mengalami kelainan akan

5 5 menyebabkan kelainan pengucapan. Secara psikologi banyak pasien anak mengalami cemas sampai ketakutan bila ke praktek/ klinik dokter gigi untuk dilakukan pemeriksaan, sehingga perlu pendekatan khusus dengan jalan diajak ngobrol bermain kata-kata untuk memancing anak bicara dan mengucapkan katakata tertentu sebagai alat deteksi untuk membantu diagnosis (Cameron dan Widmer, 2008). Kelainan bicara dapat terjadi pada vokal maupun konsonan, kelainan bicara yang terjadi pada vokal berhubungan dengan kelainan yang ada di rongga mulut dan hidung. Makin sempit rongga mulut makin tinggi bunyi vokal, adapun urutan vokal dari tinggi ke rendah yaitu /i/, /u/, /e/, /a/dan /o/. Vokal /i/ merupakan vokal tinggi terletak di depan, paling sempit dan paling sulit diucapkan, sedangkan vokal /u/ vokal tinggi yang terletak di belakang dan keduanya merupakan vokal tertutup, kemudian vokal /a/ merupakan vokal terbuka yang terletak ditengah. Vokal /i/, /u/ dan /a/ secara klinis dipakai oleh terapis bicara untuk menilai kelancaran dan kejelasan bicara, sehingga vokal /i/, /u/ dan /a/ dianggap sebagai vokal utama. Vokal /i/, /u/ dan /a/ dipakai dalam pembelajaran tutur pada anak, karena tuturan/ ucapan yang ditimbulkan menghasilkan frekuensi suara yang sangat jelas kedudukannya dan terbesar diantara vokal yang lain (Eijkman., 1955 cit, Gernadus., 1973). Kelainan konsonan dapat terjadi pada organ bicara seperti bibir, lidah sebagai artikulator aktif dan gigi geligi, gusi/ alveolar, langitan/ palatum sebagai artikulator pasif serta pita suara. Kelainan yang terjadi pada gigi geligi dan

6 6 alveolar sebagai pendukung gigi selalu terkait dengan lidah dan bibir. Kelainan dapat terjadi pada titik artikulasi linguo dental, labio dental, linguo alveolar, bilabial pada kelainan gigi geligi depan yang protrusif, konsonan geser pada kelainan gigi geligi yang mempunyai ruang atau celah diantaranya seperti kondisi gigi yang rotasi, berupa konsonan /t/, /d/, /f/, /v/, /w/, /m/, /l/, /n/, /p/, /b/, /s/ (Cameron dan Widmer, 2008). Kelainan konsonan terjadi pada organ bicara lainya seperti bibir dan lidah dengan kelainan pengucapan artikulasi konsonan /p/, /b/, /m/ pada bibir, /k/, /g/, /r/,/ng/ pada lidah, gigi geligi dengan kelainan pengucapan artikulasi konsonan /t/, /v/, /f/ dan /w/, gusi/ alveolar dengan kelainan pengucapan artikulasi konsonan /l/, /n/ dan /s/, langitan/ palatum dengan kelainan pengucapan artikulasi konsonan /c/, /j/, /d/, /y/, /ny/ sedang pita suara dengan kelainan pengucapan artikulasi konsonan /h/, serta fonem /s/ pada kelainan maloklusi klas I dengan gigitan terbuka menyebabkan adanya jarak pada saat tutup menutupnya gigi geligi depan rahang atas dan bawah (Cameron dan Widmer, 2008). Secara klinis sebagai syarat pembakuan kata pengucapan untuk uji pengucapan tutur dipilih kata yang didalamnya terkandung fonem baik vokal maupun konsonan yang dapat menyebabkan terjadinya kelainan pengucapan, serta fonem tersebut dapat terletak diawal, tengah dan akhir kata (Marsono, 1986; Syamsul Arifin, 2006). Kasus-kasus kelainan bicara anak akibat kelainan organ bicara pada saat ini hanya dideteksi sebatas sebelum dan sesudah tindakan perawatan dengan melihat perbedaan grafik frekuensi suara suara yang terjadi

7 7 berdasarkan ucapan fonem yang mengalami kelainan (Rinaldi, 2003; Sapti dkk., 2003; Rinaldi dan Iwa, 2008; Rinaldi, 2008). Penelitian lain tentang tutur kata sampai saat ini bertujuan untuk identifikasi suara sebagai ciri khusus seseorang memiliki otentikasi pembicara seperti sidik jari (Khalid Saeed, 2008). Mark dkk. (1976) melakukan penelitian pengenalan suara yang menghubungkan susunan kata dengan mengembangkan sistem komputer pada linguistik untuk mengenali frase dan kalimat yang diucapkan secara lisan tanpa memerlukan penyesuaian dan pengulangan. Pengenalan ucapan dengan metode pengolahan citra sinyal kata yang diucapkan berdasarkan pola matrik telah dilakukan oleh Yudhi. A (2010), sedangkan pengenalan ucapan vokal bahasa Indonesia dengan metode Linear Predictive Coding sebagai pengekstraksi ciri - Dynamic Time Warping sebagai pengenal pola ( LPC-DTW) telah dilakukan Rachman (2001). Penggunaan suara atau akustik untuk mendapatkan frekuensi yang maksimum atau dominan telah dilakukan oleh Sunarno (2013) untuk membedakan butir gabah yang bagus dengan yang tidak. Penelitian Soewito (1985) te ntang daftar tutur bahasa Indonesia yang ditemukan sebagai daftar tutur Audiometri yang dipakai untuk deteksi pendengaran. Bahasa memiliki sistem fonologi yang mengatur bagaimana suara digunakan untuk membentuk urutan yang dikenal sebagai kata, dan sebuah sistem sintaksis yang mengatur bagaimana kata-kata digunakan membentuk frasa dan pengucapan (Lyons, John 1995). Suara vokal yang diucapkan manusia dari setiap

8 8 kata, hanya ada beberapa suara yang dapat berkontribusi dalam pembentukan makna, dan lebih banyak kata-kata yang terbentuk dari fonem-fonem secara umum menandakan adanya konsonan atau harakat dalam struktur kata. Pembakuan bahasa atau kata merupakan langkah utama untuk dapat menjadi bahasa yang dapat dipakai kesegala lapisan masyarakat. Pembakuan atau menjadikan standar pada kata dengan jalan pemilihan acuan paling wajar dan baik pemakaian kata dalam bahasa kesehariannya oleh masyarakat. Pembakuan juga terkait beberapa aspek atau konteks yaitu situasi, tempat, mitra bicara, alat, status penuturnya dan waktu (Alwi, 2000). Perkembangan kata dan bicara anak merupakan perkembangan kognitif untuk memperoleh dan mempergunakan simbol-simbol verbal atau non verbal dari suatu konsep atau pengertian sesuai dengan aturan semantik dan sintaksis di lingkungannya. Perkembangan kata mempunyai tiga tahap yaitu, pembentukan unsur kata, pengertian dan perbendaharaan kata serta penggunaan kata. Perkembangan artikulasi merupakan perkembangan kognitip /kemampuan menghasilkan suara yang dipergunakan untuk ekspresi verbal. Perkembangan normal artikulasi dimulai sejak usia 2 tahun dan diakhiri pada usia 7 tahun, tahap selanjutnya adalah menambah perbendaharaan, pematangan dan penghalusan dari mulai bentuk kata sampai kalimat yang mengandung pengertian semantik dan sintaksis (Cameron dan Widmer, 2008). Bahasa Indonesia mempunyai vokal dan konsonan yang lengkap berupa 27 fonem dengan 6 vokal dan 21 konsonan, bila dirangkai membentuk kata yang

9 9 akan memiliki makna. Dilingkup sekolah, sebagai tempat sarana menyampaikan informasi pada situasi dan waktu pembelajaran, diwajibkan menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat dan status penuturnya serta sebagai mitra bicaranya antara murid dan guru, keadaan tersebut dapat dipakai sebagai model kata baku untuk mewakili masyarakat berbahasa Indonesia. Anak dengan umur 9, 10, 11 dan 12 tahun memiliki gigi geligi berupa gigi susu dan gigi permanen dalam rongga mulutnya dan termasuk dalam tahap gigi bercampur. Gigi permanen akan menggantikan gigi-gigi susu di dalam deretan lengkung gigi dan disebut sebagai gigi pengganti. Pertumbuhan gigi-geligi pada saat erupsi sangat bervariasi, erupsi normal untuk menggantikan kedudukan gigi sebelumnya mempunyai order of eruption sebagai kelengkapan yang baik bagi gigi pengganti bererupsi pada kedudukan yang benar (McDonald dkk., 2000; Pinkham dkk., 2005). Tahap pergantian gigi selama tumbuh kembang disamping terjadi perubahan susunan gigi geligi dan oklusi juga berpengaruh pada pengucapan kata. Secara fonetik bila titik artikulasi dan cara artikulasi tidak tepat, kelainan pengucapan dapat terjadi pada kata atau leksim yang mengandung konsonan geser berupa fonem /s/, f/ dan /v/, serta konsonan hambat letup apiko dental/ alveolar berupa fonem /t/ dan /d/, sehingga tahap gigi bercampur merupakan saat yang kritis, pada tahap tersebut mudah sekali terjadi kelainan, salah satunya dan paling mudah terjadi adalah maloklusi, dan tepat pada saat terjadi pertukaran antara gigi susu dan gigi tetap, maloklusi akan berkembang bila pertumbuhan tulang rahang

10 10 menurun, gigi susu tanggal terlalu pagi, gigi susu belum tanggal pada waktunya serta erupsi gigi permanen terlambat (McDonald dkk., 2000; Pinkham dkk., 2005). Tahap pertumbuhan gigi-geligi anak secara teori pada tahap gigi bercampur dimulai pada usia 6 tahun dengan ditandai gigi Molar pertama bawah dan Insisifus pertama bawah permanen mulai erupsi. Pada usia 7 tahun gigi gigi permanen Molar pertama atas dan bawah telah berkontak satu sama lain dengan posisi sisi distal keduanya membentuk garis lurus vertikal, posisi Insisifus pertama permanen atas dan bawah belum kontak, sehingga terdapat ruang diantaranya. Selanjutnya usia 8 tahun gigi gigi susu insisifus kedua atas dan bawah sudah tanggal, tetapi gigi Insisivus kedua permanen atas dan bawah belum erupsi sempurna, sehingga terdapat ruang diantaranya, sedangkan posisi gigi gigi Insisivus pertama permanen atas dan bawah sudah saling kontak (Bishara, 2000). Pada usia 9 tahun semua gigi-geligi yang ada baik gigi susu dan permanen atas maupun bawah saling berkontak, sehingga terlihat tanpa ada ruang diantaranya. Usia 10 tahun gigi susu kaninus dan molar satu bawah serta molar satu atas telah tanggal, kontak gigi-geligi telah berubah, posisi Molar satu permanen bawah agak bergeser ke depan atau arah mesial, terdapat ruang akibat tanggalnya gigi dan belum sempurnanya erupsi gigi pengganti. Pada usia 11 tahun semua gigi susu baik atas dan bawah sudah tanggal, namun gigi gigi pengganti belum erupsi sempurna, sehingga tampak adanya ruang diantaranya. Pada usia 12 tahun semua gigi-geligi pengganti telah erupsi sempurna membentuk kontak atas

11 11 dan bawah, keadaan tersebut dapat dikatakan sebagai tahap awal gigi permanen muda (Bishara, 2000). Kondisi oklusi gigi geligi setiap individu berbeda dan sangat bervariasi, keadaan tersebut tergantung jaringan pendukung, umur, ukuran dan bentuk serta posisi gigi. Keadaan oklusi normal jarang ditemukan pada saat proses pertumbuhan gigi geligi, bila susunan gigi di rahang atas dan rahang bawah dikatakan harmonis maka disebut oklusi yang netral atau neuroklusi, Angle mengklasifikasikan sebagai oklusi Klas I (Hamilah, 2008). Hasil penelitian tipe oklusi yang paling banyak terjadi pada anak umur tahun adalah oklusi Klas I Angle, anak umur 9 tahun merupakan masa transisi pergantian gigi dengan ditandai adanya resobsi akar gigi geligi molar dan kaninus gigi susu dan munculnya gigi pengganti, jika ruang antar gigi geligi dalam lengkung rahang cukup, maka kedudukan molar gigi permanen akan menempati posisi netral (Foster, 1999). V ariasi perkembangan oklusi Klas I Angle dapat terjadi posisi gigi geligi depan berjejal yang biasa terjadi pada kondisi tahap gigi bercampur. Gigi Insisifus lateral kebanyakan bererupsi dengan posisi berjejal, rotasi atau protusi (Foster, 1999). Foster (1999) juga mengatakan urutan erupsi di antaranya dipengaruhi oleh jenis kelamin, anak perempuan lebih dulu erupsi 5 bulan daripada anak laki-laki. Foster (1999) menjelaskan bahwa klasifikasi oklusi menurut Angle merupakan klasifikasi hanya untuk menempatkan gigi geligi posterior baik rahang atas dan rahang bawah, dengan kedudukan pada bidang sagital, hubungan antero

12 12 posterior dengan gigi geligi pada posisi yang tepat dalam lengkung rahang. Kedudukan tonjol mesio bukal Molar pertama atas permanen berkontak dengan alur ( Groove) bukal dari Molar pertama bawah permanen dikatakan sebagai klasifikasi Klas I Angle, jika gigi Insisifus sentralis dan lateralis pada lengkung rahang yang benar atau berada pada inklinasi yang tepat, dan didapatkan jarak over jet insisal adalah sebesar 3 mm diklasifikasikan sebagai kedudukan oklusi yang harmonis atau netral. Secara fonetik kedudukan gigi geligi yang paling berpengaruh adalah kondisi susunan gigi geligi insisifus sentralis dan lateralis dan terletak pada lengkung rahang. Berdasarkan klasifikasi Angle Klas I dengan kedudukan antara Molar satu permanen atas dan bawah normal, bila kedudukan gigi gigi Insisif tidak pada lengkung rahang yang baik, jarak over jet lebih dari 3 mm dan adanya ruang atau celah dikatakan mempunyai kelainan. Kelainan yang terjadi berupa gigi gigi depan yang berjejal, protrusif dan rotasi (Foster, 1999). Untuk pengucapan tutur sebagai sarana membantu diagnosis kelainan struktur organ bicara rongga mulut anak diperlukan daftar tutur kata bahasa Indonesia yang sering atau populer diucapkan anak sekolah dasar dilingkungan sekolah, mengingat bahasa Indonesia mempunyai fonem 6 vokal dan 21 konsonan yang merupakan fonem lengkap, disusun, dibakukan dan dipergunakan sebagai alat uji pengucapan tutur bicara. Apabila ucapan terdengar tidak jelas akibat kualitas kata yang diucapkan tidak baik dapat dipastikan ada kelainan pada

13 13 struktur organ bicara pada rongga mulut (Laitman dan Reidenberg, 2009; Dardjowidjojo, 2010). Dalam uji pengucapan tutur diperlukan daftar kata valid dan reliabel yang dapat disusun, dibakukan dan diterapkan secara langsung dengan alat uji menggunakan perangkat program analisis pengucapan yang memperlihatkan grafik frekuensi suara dan amplitudo sebagai alat atau dasar penerapan kualitas pengucapan kata.. Pengucapan tutur kata diharapkan dapat sebagai metode yang menyenangkan dan sekaligus untuk mengetahui perubahan suara pada tahap pertumbuhan gigi bercampur (Lapilowa, 1988). Tutur bahasa Indonesia diambil dari kata-kata yang banyak di ucapkan anak-anak di lingkungan sekolah sebagai kata yang populer diucapkan. Pengucapan tutur kata berbahasa Indonesia dapat dideteksi secara langsung dengan melihat grafik frekuensi suara perekaman dari perangkat program analisis pengucapan, keadaan tersebut didasari bahwa setiap suara atau bunyi yang dihasilkan akan menghasilkan dan menggambarkan frekuensi suara dan amplitudo (Lapilowa, 1988; Clark dan Yallop, 1991). Daftar tutur kata bahasa Indonesia dapat disusun, dibakukan dan diterapkan sebagai alat uji pengucapan tutur, sehingga diharapkan dapat diketahui secara awal perubahan suara pada tahap pertumbuhan gigi bercampur berdasarkan umur, serta sebagai acuan berdasarkan pengucapan di segala kondisi kelainan oklusi untuk alat komunikasi yang tepat.

14 14 B. Permasalahan 1. Apakah daftar tutur kata dalam bahasa Indonesia yang mengandung vokal dan konsonan dapat disusun dan dibakukan sebagai alat uji pengucapan yang valid dan reliabel untuk deteksi adanya gangguan artikulasi ucapan dalam kaitannya dengan keadaan oklusi gigi geligi pada rongga mulut anak umur 9-12 tahun? 2. Apakah daftar tutur kata bahasa Indonesia yang disusun dan dibakukan dapat diterapkan sebagai alat uji pengucapan untuk membuktikan gangguan pengucapan secara obyektif pada oklusi klas I Angle variasi kelainan berjejal, protrusif, rotasi anak umur 9-12 tahun baik laki-laki maupun perempuan? C. Lingkup Penelitian 1. Penelitian dilakukan pada anak umur 9-12 tahun dari sejumlah sekolah dasar di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta secara terseleksi. Daftar tutur kata bahasa Indonesia yang disusun hasil seleksi dari saat proses pembelajaran anak di kelas. 2. Penelitian dilakukan pada anak umur 9-12 tahun dari sejumlah sekolah dasar di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta secara terseleksi. Daftar tutur kata bahasa Indonesia yang disusun dan dibakukan merupakan hasil seleksi dari saat proses pembelajaran anak di kelas, diterapkan sebagai uji pengucapan pada oklusi klas I Angle variasi kelainan berjejal, protrusif,

15 15 rotasi anak umur 9-12 tahun baik laki-laki maupun perempuan di lingkungan sekolah dasar. D. Tujuan 1. Umum: Menyusun dan membakukan daftar tutur kata bahasa Indonesia yang mengandung vokal dan konsonan yang dapat dipakai sebagai alat uji pengucapan pada anak-anak di lingkungan sekolah merupakan sumbangan dalam upaya pengembangan untuk mengetahui perubahan suara tahap pertumbuhan gigi geligi yang terjadi di rongga mulut anak untuk membantu, mempermudah dan mempercepat penentuan diagnosis. 2. Khusus: Menerapkan daftar tutur kata bahasa Indonesia yang telah disusun dan dibakukan diucapkan pada anak-anak umur 9-12 tahun dengan oklusi klas I Angle variasi kelainan berjejal, protrusif, rotasi di lingkungan sekolah dasar sebagai alat uji pengucapan. Daftar tutur kata bahasa Indonesia diharapkan dapat diterapkan secara klinis sebagai alat uji pengucapan. E. Manfaat 1. Ilmu Pengetahuan Daftar tutur kata bahasa Indonesia yang diucapkan sebagai alat uji pengucapan dapat langsung ditafsirkan dengan menggunakan perangkat program analisis pengucapan merupakan tindakan yang sangat penting dalam tahap pertumbuhan gigi. Pengucapan tutur kata dapat dipakai dan bermanfaat di bidang

16 16 kedokteran gigi anak secara klinis pada kondisi oklusi dan susunan gigi geligi yang mengalami kelainan. 2. Masyarakat Daftar tutur kata bahasa Indonesia sebagai alat uji pengucapan dapat dipakai oleh masyarakat khususnya kalangan pendidikan dasar dapat diterapkan sebagai acuan untuk melihat adanya kelainan pada organ bicara khususnya kondisi gigi geligi dengan memperhatikan oklusi dan susunan gigi yang akan mempengaruhi pengucapan. 3. Linguistik Daftar tutur kata bahasa Indonesia sebagai alat uji pengucapan dapat dipakai sebagai informasi untuk kalangan linguistik dalam pengembangan di bidang terapi kelainan bicara anak, dengan adanya kelainan pada organ bicara khususnya kondisi gigi geligi dengan memperhatikan oklusi dan susunan gigi akan mempengaruhi pengucapan. F. Keaslian Selama ini di Indonesia belum ada daftar tutur kata/leksim bahasa Indonesia yang disusun, dibakukan dan diterapkan sebagai alat uji pengucapan bicara pada anak umur 9-12 tahun dengan oklusi klas I Angle variasi kelainan berjejal, protrusif dan rotasi di lingkungan sekolah dasar.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan pembicara dan pendengar (Finn, 2003). Cameron dan Widmer (2008)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan pembicara dan pendengar (Finn, 2003). Cameron dan Widmer (2008) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengucapan adalah ekspresi suara dan verbal dari bahasa yang sesuai dengan lingkungan pembicara dan pendengar (Finn, 2003). Cameron dan Widmer (2008) menyatakan

Lebih terperinci

Pengantar. Aspek Fisiologis Bahasa. Aspek Fisik Bahasa 13/10/2014. Pengantar Linguistik Umum 01 Oktober Aspek Fisiologis Bahasa

Pengantar. Aspek Fisiologis Bahasa. Aspek Fisik Bahasa 13/10/2014. Pengantar Linguistik Umum 01 Oktober Aspek Fisiologis Bahasa Pengantar Aspek Fisiologis Bahasa Pengantar Linguistik Umum 01 Oktober 2014 Aspek Fisiologis Bahasa WUJUD FISIK BAHASA Ciri2 fisik bahasa yg dilisankan Aspek Fisik Bahasa Bgmn bunyi bahasa itu dihasilkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Makanan yang pertama kali dikonsumsi bayi adalah Air Susu Ibu (ASI).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Makanan yang pertama kali dikonsumsi bayi adalah Air Susu Ibu (ASI). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan yang pertama kali dikonsumsi bayi adalah Air Susu Ibu (ASI). Pemberian ASI ekslusif dianjurkan pada umur 0-6 bulan, yaitu bayi hanya diberikan ASI ekslusif tanpa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi Klas I Angle Pada tahun 1899, Angle mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan relasi molar satu permanen rahang bawah terhadap rahang atas karena menurut Angle, yang

Lebih terperinci

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi BAB 2 MALOKLUSI KLAS III 2.1 Pengertian Angle pertama kali mempublikasikan klasifikasi maloklusi berdasarkan hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi apabila tonjol

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Tumbuh Kembang Anak Perubahan morfologi, biokimia dan fisiologi merupakan manifestasi kompleks dari tumbuh kembang yang terjadi sejak konsepsi sampai maturitas/dewasa.

Lebih terperinci

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior Protrusi anterior maksila adalah posisi, dimana gigi-gigi anterior rahang atas lebih ke depan daripada gigi-gigi anterior

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lengkung Gigi Lengkung gigi merupakan suatu garis imajiner yang menghubungkan sederetan gigi pada rahang atas dan rahang bawah yang dibentuk oleh mahkota gigigeligi dan merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebiasaan Buruk Kebiasaan adalah suatu tindakan berulang yang dilakukan secara otomatis atau spontan. Perilaku ini umumnya terjadi pada masa kanak-kanak dan sebagian besar selesai

Lebih terperinci

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

Gambar 1. Anatomi Palatum 12 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Palatum 2.1.1 Anatomi Palatum Palatum adalah sebuah dinding atau pembatas yang membatasi antara rongga mulut dengan rongga hidung sehingga membentuk atap bagi rongga mulut. Palatum

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. celah di antara kedua sisi kanan dan kiri dari bibir. Kadang kala malah lebih luas,

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. celah di antara kedua sisi kanan dan kiri dari bibir. Kadang kala malah lebih luas, BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Labioshizchis atau lebih dikenal dengan bibir sumbing ini merupakan kelainan bawaan yang timbul saat pembentukan janin yang menyebabkan adanya celah di antara kedua

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. empat tipe, yaitu atrisi, abrasi, erosi, dan abfraksi. Keempat tipe tersebut memiliki

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. empat tipe, yaitu atrisi, abrasi, erosi, dan abfraksi. Keempat tipe tersebut memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keausan gigi adalah suatu kondisi yang ditandai dengan hilangnya jaringan keras gigi karena proses fisik maupun kimiawi, bukan proses karies (Oltramari-Navarro

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Saluran Pernafasan Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen yang saling berhubungan. Pada bagian anterior saluran pernafasan terdapat

Lebih terperinci

Perawatan ortodonti Optimal * Hasil terbaik * Waktu singkat * Biaya murah * Biologis, psikologis Penting waktu perawatan

Perawatan ortodonti Optimal * Hasil terbaik * Waktu singkat * Biaya murah * Biologis, psikologis Penting waktu perawatan PERAWATAN ORTODONTI Nurhayati Harahap,drg.,Sp.Ort Perawatan ortodonti Optimal * Hasil terbaik * Waktu singkat * Biaya murah * Biologis, psikologis Penting waktu perawatan Empat Fase Perawatan Preventif

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien ortodonti adalah gigi berjejal. 3,7 Gigi berjejal ini merupakan suatu keluhan pasien terutama pada aspek estetik

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Lengkung gigi terdiri dari superior dan inferior dimana masing-masing

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Lengkung gigi terdiri dari superior dan inferior dimana masing-masing 20 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Lengkung gigi terdiri dari superior dan inferior dimana masing-masing dikenal sebagai maksila dan mandibula. 6 Lengkung gigi adalah berbeda pada setiap individu, tidak ada seorang

Lebih terperinci

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang CROSSBITE ANTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang bawah. Istilah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengukuran Maloklusi Suatu kriteria untuk menetapkan tingkat kesulitan perawatan pada American Board of Orthodontic (ABO) adalah kompleksitas kasus. ABO mengembangkan teknik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Maloklusi a. Definisi Oklusi merupakan hubungan gigi rahang atas dan rahang bawah saat berkontak fungsional selama aktivitas mandibula (Newman, 1998). Oklusi

Lebih terperinci

ABSTRAK. Maj Ked Gi Ind. Desember 2015; 1(2): e-issn

ABSTRAK. Maj Ked Gi Ind. Desember 2015; 1(2): e-issn Maj Ked Gi Ind. Desember 2015; 1(2): 176-185 p-issn ARTIKEL 2460-0164 PENELITIAN e-issn 2442-2576 Perbedaan Pola Spektrum Frekuensi Suara Pengucapan Daftar Tutur Kata Bahasa Indonesia pada Anak dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kesehatan gigi, estetik dan fungsional individu.1,2 Perawatan dalam

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kesehatan gigi, estetik dan fungsional individu.1,2 Perawatan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maloklusi merupakan suatu keadaan kedudukan gigi geligi yang menyimpang dari oklusi normal.1 Masalah maloklusi ini mendapat perhatian yang besar dari praktisi dan dokter

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan jaman membuat pemikiran masyarakat semakin maju dan cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan kesehatan, karena pengetahuan masyarakat tentang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan ortodontik bertujuan untuk mengoreksi maloklusi sehingga diperoleh oklusi yang normal. Penatalaksanaan perawatan ortodontik sering dihadapkan kepada permasalahan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Gigi berjejal merupakan jenis maloklusi yang paling sering ditemukan. Gigi berjejal juga sering dikeluhkan oleh pasien dan merupakan alasan utama pasien datang untuk melakukan perawatan

Lebih terperinci

PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI

PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI SEMINAR WISATA DENTISTRY YOGYAKARTA 6 FEBRUARI 2009 Oleh Endah Mardiati, drg., MS., Sp.Ort 1 PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI SEMINAR DENTISTRY

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesimetrisan Diagnosis dalam ilmu ortodonti, sama seperti disiplin ilmu kedokteran gigi dan kesehatan lainnya memerlukan pengumpulan informasi dan data yang adekuat mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi sehingga akan menentukan eksistensi seseorang dalam

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi sehingga akan menentukan eksistensi seseorang dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan berbicara adalah hasil pembelajaran sejak usia dini dan akan terus bertambah seiring meningkatnya pendidikan dan pengalaman hidup. Kemampuan berbicara

Lebih terperinci

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus.

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. BAB 2 KANINUS IMPAKSI Gigi permanen umumnya erupsi ke dalam lengkungnya, tetapi pada beberapa individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. Salah satunya yaitu gigi kaninus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan manusia dari lahir hingga dewasa ditandai oleh adanya perubahan bentuk tubuh, fungsi tubuh, dan psikologis yang dipengaruhi oleh faktor genetik

Lebih terperinci

Konsep Dasar Artikulasi

Konsep Dasar Artikulasi Mata Kuliah Artikulasi dan Optimalisasi Pendengaran Konsep Dasar Artikulasi Pengertian artikulasi berasal dari kata articulation yang artinya adalah pengucapan, maksudnya pengucapan lambang bunyi bahasa

Lebih terperinci

Oleh: Hermanto SP, M.Pd. Hp / Telp. (0274) atau

Oleh: Hermanto SP, M.Pd. Hp / Telp. (0274) atau Oleh: Hermanto SP, M.Pd. Hp 08121575726/ 0274-7817575 Telp. (0274) 882481 Email: hermanuny@yahoo.com atau hermansp@uny.ac.id 1 ORGAN ARTIKULASI Bibir atas (labium superior) Bibir bawah (labium imperior)

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Lengkung gigi merupakan suatu garis lengkung imajiner yang menghubungkan sederetan gigi pada rahang atas dan bawah. 7,9 Bentuk lengkung gigi ini berhubungan dengan bentuk kepala

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Gigi-Geligi dan Oklusi Perkembangan oklusi mengalami perubahan signifikan sejak kelahiran sampai dewasa. Perubahan dari gigi-geligi desidui menjadi gigi-geligi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbentuk maloklusi primer yang timbul pada gigi-geligi yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. berbentuk maloklusi primer yang timbul pada gigi-geligi yang sedang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maloklusi merupakan penyimpangan hubungan rahang atas dan rahang bawah dari bentuk standar normal. Keadaan tersebut terjadi akibat adanya malrelasi antara pertumbuhan,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhkembangan Dentofasial Laki-laki dan Perempuan Pertumbuhan merupakan bertambah jumlah dan besarnya sel di seluruh bagian tubuh yang secara kuantitatif dapat diukur, sedangkan

Lebih terperinci

1. Menjelaskan Alat Ucap Manusia Dalam Proses Pembentukan Bunyi a. Komponen subglotal b. Komponen laring c. Komponen supraglotal

1. Menjelaskan Alat Ucap Manusia Dalam Proses Pembentukan Bunyi a. Komponen subglotal b. Komponen laring c. Komponen supraglotal 1. Menjelaskan Alat Ucap Manusia Dalam Proses Pembentukan Bunyi Alat ucap dan alat bicara yang dibicarakan dalam proses memproduksi bunyi bahasa dapat dibagi atas tiga komponen, yaitu : a. Komponen subglotal

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi Oklusi berasal dari kata occlusion, yang terdiri dari dua kata yakni oc yang berarti ke atas (up) dan clusion yang berarti menutup (closing). Jadi occlusion adalah closing

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Rahang Tumbuh-kembang adalah suatu proses keseimbangan dinamik antara bentuk dan fungsi. Prinsip dasar tumbuh-kembang antara lain berkesinambungan,

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi

I.PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi beberapa golongan ras. Masyarakat negara Indonesia termasuk ke dalam golongan ras Mongoloid. Jacob

Lebih terperinci

PEMILIHAN DAN PENYUSUNAN ANASIR GIGITIRUAN PADA GIGITIRUAN SEBAGIAN LEPASAN (GTSL)

PEMILIHAN DAN PENYUSUNAN ANASIR GIGITIRUAN PADA GIGITIRUAN SEBAGIAN LEPASAN (GTSL) 1 PEMILIHAN DAN PENYUSUNAN ANASIR GIGITIRUAN PADA GIGITIRUAN SEBAGIAN LEPASAN (GTSL) PENDAHULUAN Anasir gigitiruan merupakan bagian dari GTSL yang berfungsi mengantikan gigi asli yang hilang. Pemilihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau bergantian (Hamilah, 2004). Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. atau bergantian (Hamilah, 2004). Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses tumbuh kembang pada anak bisa disebut masa rentan karena masa kanak-kanak merupakan masa kritis dalam proses tumbuh kembang. Pada umumnya proses tumbuh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Maturitas adalah proses pematangan yang dihasilkan oleh pertumbuhan dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Maturitas adalah proses pematangan yang dihasilkan oleh pertumbuhan dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Maturitas adalah proses pematangan yang dihasilkan oleh pertumbuhan dan perkembangan. 11 Evaluasi status maturitas seseorang berperan penting dalam rencana perawatan ortodonti, khususnya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. oklusi sentrik, relasi sentrik dan selama berfungsi (Rahardjo, 2009).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. oklusi sentrik, relasi sentrik dan selama berfungsi (Rahardjo, 2009). BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi Oklusi dalam pengertian yang sederhana adalah penutupan rahang beserta gigi atas dan bawah. Pada kenyataannya oklusi merupakan suatu proses kompleks karena meibatkan gigi

Lebih terperinci

LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANG TUA/ WALI OBJEK PENELITIAN. Kepada Yth, Ibu/ Sdri :... Orang tua/ Wali Ananda :... Alamat :...

LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANG TUA/ WALI OBJEK PENELITIAN. Kepada Yth, Ibu/ Sdri :... Orang tua/ Wali Ananda :... Alamat :... Lampiran 1 LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANG TUA/ WALI OBJEK PENELITIAN Kepada Yth, Ibu/ Sdri :... Orang tua/ Wali Ananda :... Alamat :... Bersama ini saya yang bernama, Nama : Zilda Fahnia NIM : 110600132

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ditimbulkan oleh gangguan erupsi gigi di rongga mulut, sudah selayaknya bagi dokter

BAB 1 PENDAHULUAN. ditimbulkan oleh gangguan erupsi gigi di rongga mulut, sudah selayaknya bagi dokter BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Besarnya pengaruh erupsi gigi dan banyaknya kelainan yang mungkin ditimbulkan oleh gangguan erupsi gigi di rongga mulut, sudah selayaknya bagi dokter gigi mengetahui

Lebih terperinci

SUBTITUSI KONSONAN PADA PENDERITA DISARTRIA. Retno Handayani Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemdiknas

SUBTITUSI KONSONAN PADA PENDERITA DISARTRIA. Retno Handayani Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemdiknas SUBTITUSI KONSONAN PADA PENDERITA DISARTRIA FON PENDAHULUAN Retno Handayani Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemdiknas retno.hdyn@gmail.com Penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi terasa mudah

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu penelitian untuk mencari perbedaan antara variabel bebas (faktor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ortodontik (Shaw, 1981). Tujuan perawatan ortodontik menurut Graber (2012)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ortodontik (Shaw, 1981). Tujuan perawatan ortodontik menurut Graber (2012) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Area dentofasial sangat berpengaruh terhadap penampilan wajah seseorang. Kelainan di sekitar area tersebut akan berdampak pada hilangnya kepercayaan diri sehingga memotivasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. wajah dan jaringan lunak yang menutupi. Keseimbangan dan keserasian wajah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. wajah dan jaringan lunak yang menutupi. Keseimbangan dan keserasian wajah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan lunak wajah memegang peranan penting dalam pertimbangan perawatan ortodontik. Keseimbangan dan keserasian wajah ditentukan oleh tulang wajah dan jaringan lunak

Lebih terperinci

KONSEP DAN KOMPONEN. Oleh: Pujaningsih

KONSEP DAN KOMPONEN. Oleh: Pujaningsih KONSEP DAN KOMPONEN Oleh: Pujaningsih (puja@uny.ac.id) Target : Pada bahasan ini Mahasiswa akan dapat menjelaskan: 1. Konsep dasar bahasa 2. Komponen bahasa Definisi Wicara : ekspresi bahasa dengan suara.

Lebih terperinci

KOMPETENSI LULUSAN. Berkomunikasi tertulis. Berfikir Analitis. Bekerja dalam Tim. Berfikir Logis. Bekerja Mandiri. Berkomunikasi Lisan

KOMPETENSI LULUSAN. Berkomunikasi tertulis. Berfikir Analitis. Bekerja dalam Tim. Berfikir Logis. Bekerja Mandiri. Berkomunikasi Lisan KOMPETENSI LULUSAN Berkomunikasi tertulis Berfikir Analitis Bekerja dalam Tim Ilmu Pengetahuan Teknologi Bekerja Mandiri Berfikir Logis Berkomunikasi Lisan Oleh: Hermanto SP, M.Pd. Hp 08121575726/ 0274-7817575

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ortodonsia menurut American Association of Orthodontists adalah bagian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ortodonsia menurut American Association of Orthodontists adalah bagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ortodonsia menurut American Association of Orthodontists adalah bagian Ilmu Kedokteran Gigi yang terkonsentrasi untuk mengawasi, membimbing, dan mengoreksi pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. gigi dalam melakukan diagnosa dan perencanaan perawatan gigi anak. (4,6,7) Tahap

BAB 1 PENDAHULUAN. gigi dalam melakukan diagnosa dan perencanaan perawatan gigi anak. (4,6,7) Tahap BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses erupsi gigi telah banyak menarik perhatian peneliti yang sebagian besar berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan fisiologis anak. Kebanyakan orangtua menganggap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. berkomunikasi lisan dalam lingkungan. Gangguan wicara atau tuna wicara adalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. berkomunikasi lisan dalam lingkungan. Gangguan wicara atau tuna wicara adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tuna wicara adalah suatu kelainan baik dalam pengucapan (artikulasi) bahasa maupun suara dari bicara normal, sehingga menimbulkan kesulitan dalam berkomunikasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan ortodontik bertujuan memperbaiki fungsi oklusi dan estetika

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan ortodontik bertujuan memperbaiki fungsi oklusi dan estetika I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan ortodontik bertujuan memperbaiki fungsi oklusi dan estetika wajah. Pengetahuan tentang pertumbuhan kraniofasial meliputi jaringan keras dan jaringan lunak yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Penelitian Variabel adalah obyek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto, 2006:118). Variabel penelitian merupakan suatu atribut

Lebih terperinci

III. KELAINAN DENTOFASIAL

III. KELAINAN DENTOFASIAL III. KELAINAN DENTOFASIAL PEN DAHULUAN Klasifikasi maloklusi dan oklusi Occlusion = Oklusi Pengertian Oklusi adalah hubungan gigi geligi rahang atas dan rahang bawah bila rahang bawah digerakkan sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dari struktur wajah, rahang dan gigi, serta pengaruhnya terhadap oklusi gigi geligi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dari struktur wajah, rahang dan gigi, serta pengaruhnya terhadap oklusi gigi geligi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Ortodonti adalah kajian tentang variasi pertumbuhan dan perkembangan dari struktur wajah, rahang dan gigi, serta pengaruhnya terhadap oklusi gigi geligi (Grist,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asimetri Asimetri merupakan komposisi yang sering dikaitkan dalam dunia seni dan kecantikan, tetapi lain halnya dalam keindahan estetika wajah. Estetika wajah dapat diperoleh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Molar Dua Mandibula Fungsi molar dua mandibula permanen adalah melengkapi molar satu mandibula. Seluruh bagian molar dua mandibula lebih kecil sekitar 1mm daripada molar satu.

Lebih terperinci

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA 6 BAB 2 TI JAUA PUSTAKA Ortodonti adalah salah satu cabang ilmu kedokteran gigi yang berhubungan dengan estetika gigi, wajah, dan kepala. Berdasarkan American Board of Orthodontics (ABO), Ortodonti adalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisa Profil Jaringan Lunak Wajah Analisa profil jaringan lunak wajah yang tepat akan mendukung diagnosa secara keseluruhan pada analisa radiografi sefalometri lateral. Penegakkan

Lebih terperinci

LAPORAN BACA. OLEH: Asep Saepulloh ( ) Hikmat Hamzah Syahwali ( ) Suherlan ( )

LAPORAN BACA. OLEH: Asep Saepulloh ( ) Hikmat Hamzah Syahwali ( ) Suherlan ( ) LAPORAN BACA OLEH: Asep Saepulloh (180210110037) Hikmat Hamzah Syahwali (180210110035) Suherlan (180210110036) Identitas Buku Judul : Linguistik Umum (Bagian 4 TATARAN LINGUISTIK [1]: FONOLOGI halaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Asupan makanan pada bayi setelah lahir adalah ASI (Roesli, 2005). WHO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Asupan makanan pada bayi setelah lahir adalah ASI (Roesli, 2005). WHO BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asupan makanan pada bayi setelah lahir adalah ASI (Roesli, 2005). WHO (2002) merekomendasikan seorang ibu wajib memberikan ASI kepada anaknya maksimum 2 tahun, 6 bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa simbol yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa dihasilkan dari alat ucap

BAB I PENDAHULUAN. berupa simbol yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa dihasilkan dari alat ucap 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Keraf (1997:1) bahasa merupakan alat komunikasi anggota masyarakat berupa simbol yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa dihasilkan dari alat ucap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian tentang hubungan Indeks Massa Tubuh dengan maloklusi menggunakan Handicapping Malocclusion Assessment Index (HMAI) pada anak usia diatas

Lebih terperinci

PERAWATAN MALOKLUSI KELAS I ANGLE TIPE 2

PERAWATAN MALOKLUSI KELAS I ANGLE TIPE 2 PERAWATAN MALOKLUSI KELAS I ANGLE TIPE 2 MAKALAH Oleh : Yuliawati Zenab, drg.,sp.ort NIP.19580704 199403 2 001 FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2010 Bandung, Maret 2010 Disetujui

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah. Secara umum bentuk wajah (facial) dipengaruhi oleh bentuk kepala, jenis kelamin

I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah. Secara umum bentuk wajah (facial) dipengaruhi oleh bentuk kepala, jenis kelamin 1 I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Secara umum bentuk wajah (facial) dipengaruhi oleh bentuk kepala, jenis kelamin dan usia. Bentuk wajah setiap orang berbeda karena ada kombinasi unik dari kontur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gigi berperan penting dalam pada proses pengunyahan, berbicara dan estetis. Berbagai penyakit maupun kelainan gigi dan mulut dapat mempengaruhi berbagai fungsi rongga

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asimetri Dentokraniofasial Simetris berasal dari bahasa Yunani, yaitu symmetria yang berarti ukuran. Simetris dapat didefinisikan sebagai suatu kesesuaian dalam ukuran, bentuk,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asimetri Definisi simetri adalah persamaan salah satu sisi dari suatu objek baik dalam segi bentuk, ukuran, dan sebagainya dengan sisi yang berada di belakang median plate.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuna wicara adalah suatu kelainan baik dalam pengucapan (artikulasi)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuna wicara adalah suatu kelainan baik dalam pengucapan (artikulasi) 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuna wicara adalah suatu kelainan baik dalam pengucapan (artikulasi) bahasa maupun suara dari bicara normal, sehingga menimbulkan kesulitan dalam berkomunikasi lisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung dari payudara ibu. Menyusui secara ekslusif adalah pemberian air susu

BAB I PENDAHULUAN. langsung dari payudara ibu. Menyusui secara ekslusif adalah pemberian air susu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menyusui adalah proses memberikan makanan pada bayi dengan air susu ibu langsung dari payudara ibu. Menyusui secara ekslusif adalah pemberian air susu ibu (ASI) sampai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasien pada awal pemakaian gigi tiruan lengkap sering terjadi banyak

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasien pada awal pemakaian gigi tiruan lengkap sering terjadi banyak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasien pada awal pemakaian gigi tiruan lengkap sering terjadi banyak keluhan. Keluhan yang sering diungkapkan meliputi faktor penampilan, fungsi, kenyamanan, bicara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hal yang harus dipertimbangkan dalam perawatan ortodonsi salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hal yang harus dipertimbangkan dalam perawatan ortodonsi salah satunya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hal yang harus dipertimbangkan dalam perawatan ortodonsi salah satunya adalah lebar mesiodistal gigi. Lebar mesiodistal gigi berkaitan dengan garis lengkung rahang yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maloklusi adalah ketidakteraturan letak gigi geligi sehingga menyimpang dari

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maloklusi adalah ketidakteraturan letak gigi geligi sehingga menyimpang dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maloklusi merupakan salah satu masalah di bidang kedokteran gigi. Maloklusi adalah ketidakteraturan letak gigi geligi sehingga menyimpang dari hubungan antara gigi

Lebih terperinci

III. RENCANA PERAWATAN

III. RENCANA PERAWATAN III. RENCANA PERAWATAN a. PENDAHULUAN Diagnosis ortodonsi dianggap lengkap bila daftar problem pasien diketahui dan antara problem patologi dan perkembangan dipisahkan. Tujuan rencana perawatan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak tunarungu seringkali memiliki kebiasaan-kebiasaan yang salah saat berbicara terutama ketika melafalkan kata-kata. Kondisi tersebut merupakan dampak dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suara adalah merupakan gabungan berbagai sinyal, tetapi suara murni secara teoritis dapat dijelaskan dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suara adalah merupakan gabungan berbagai sinyal, tetapi suara murni secara teoritis dapat dijelaskan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suara adalah merupakan gabungan berbagai sinyal, tetapi suara murni secara teoritis dapat dijelaskan dengan kecepatan osilasi atau frekuensi yang diukur dalam Hertz

Lebih terperinci

BAB II FONETIK 1. Bunyi Bahasa dan Terjadinya

BAB II FONETIK 1. Bunyi Bahasa dan Terjadinya BAB II FONETIK 1. Bunyi Bahasa dan Terjadinya Manusia dalam hidupnya selalu berkomumkasi dengan manusia yang lain lewat bahasa. Bahasa sebagai alat komunikasi antara penutur dengan pendengar berupa bunyi-bunyi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Maloklusi secara umum dapat diartikan sebagai deviasi yang cukup besar dari hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik maupun secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Deteksi Dini Pola Gangguan Artikulasi Pada Anak Tunagrahita Di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Deteksi Dini Pola Gangguan Artikulasi Pada Anak Tunagrahita Di Indonesia BAB I PENDAHULUAN Penelitian ini membuat instrumentasi untuk mendeteksi gangguan artikulasi dan pedoman terapi berbicara. Setelah menemukan instrumen yang tepat, penelitian ini juga menyajikan pola gangguan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Gigi Gigi merupakan organ tubuh yang turut berperan dalam proses pencernaan, pengunyahan, dan terutama sebagai estetis dalam pembentukan profil wajah. Gigi terbentuk

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BUNYI SEGMENTAL MELALUI PENERAPAN TEKNIK SHOW NOT TELL (MENUNJUKKAN BUKAN MEMBERITAHUKAN)

PENGGUNAAN BUNYI SEGMENTAL MELALUI PENERAPAN TEKNIK SHOW NOT TELL (MENUNJUKKAN BUKAN MEMBERITAHUKAN) 1 Syamsudduha 2 Mahmudah / Penggunaan Segmental Melalui Penerapan Teknik 515 PENGGUNAAN BUNYI SEGMENTAL MELALUI PENERAPAN TEKNIK SHOW NOT TELL (MENUNJUKKAN BUKAN MEMBERITAHUKAN) 1 Syamsudduha 2 Mahmudah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. studi. 7 Analisis model studi digunakan untuk mengukur derajat maloklusi,

BAB 1 PENDAHULUAN. studi. 7 Analisis model studi digunakan untuk mengukur derajat maloklusi, studi. 7 Analisis model studi digunakan untuk mengukur derajat maloklusi, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ortodonti adalah cabang ilmu kedokteran gigi yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau

BAB I PENDAHULUAN. Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau benar dan dontos yang berarti gigi. Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki posisi gigi dan memperbaiki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari berbagai macam penyebab dan salah satunya karena hasil dari suatu. pertumbuhan dan perkembangan yang abnormal.

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari berbagai macam penyebab dan salah satunya karena hasil dari suatu. pertumbuhan dan perkembangan yang abnormal. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maloklusi adalah suatu kondisi yang tidak dapat diwakilkan oleh suatu keadaan yang tunggal tetapi merupakan jumlah atau kumpulan dari sifat oklusi yang multifaktorial.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sebagian besar dari penduduk Indonesia termasuk ras Paleomongoloid yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sebagian besar dari penduduk Indonesia termasuk ras Paleomongoloid yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ras Deutro-Melayu Sebagian besar dari penduduk Indonesia termasuk ras Paleomongoloid yang disebut dengan ras Melayu. Ras Melayu terdiri dari kelompok Proto-Melayu (Melayu tua)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini banyak pasien datang ke dokter gigi karena kondisi gigi yang kurang rapi. Gigi yang kurang rapi ini disebut juga dengan maloklusi. Maloklusi merupakan penyimpangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum kita bisa melihat bahwa kemampuan berbicara. Ada anak yang perkembangan berbicaranya lebih cepat dan ada juga yang

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum kita bisa melihat bahwa kemampuan berbicara. Ada anak yang perkembangan berbicaranya lebih cepat dan ada juga yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Secara umum kita bisa melihat bahwa kemampuan berbicara (communicative competence) seorang anak dengan anak yang lain berbeda-beda. Ada anak yang perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bicara merupakan salah satu komunikasi yang dilakukan dengan menggunakan alat ucap manusia. Bicara berarti memproduksi suara yang sistematis dari dua aspek yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari untuk menyampaikan pesan, pendapat, maksud, tujuan dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari untuk menyampaikan pesan, pendapat, maksud, tujuan dan sebagainya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi adalah suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari untuk menyampaikan pesan, pendapat, maksud, tujuan dan sebagainya. Komunikasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wajah yang menarik dan telah menjadi salah satu hal penting di dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. wajah yang menarik dan telah menjadi salah satu hal penting di dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Estetika wajah adalah suatu konsep yang berhubungan dengan kecantikan atau wajah yang menarik dan telah menjadi salah satu hal penting di dalam kehidupan modern. Faktor-faktor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. (Alexander,2001). Ortodonsia merupakan bagian dari ilmu Kedokteran Gigi yang

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. (Alexander,2001). Ortodonsia merupakan bagian dari ilmu Kedokteran Gigi yang I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perawatan ortodontik semakin berkembang seiring meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan dan penampilan fisik yang menarik (Alexander,2001). Ortodonsia merupakan

Lebih terperinci

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi

Lebih terperinci

ANIS SILVIA

ANIS SILVIA ANIS SILVIA 1402408133 4. TATANAN LINGUISTIK (1) : FONOLOGI Kalau kita nmendengar orang berbicara, entah berpidato atau bercakap-cakap, maka akan kita dengar runtutan bunyi bahasa yang terus menerus, kadang-kadang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses ini dapat bervariasi pada umur dan jenis kelamin. Hal tersebut dapat diukur

BAB I PENDAHULUAN. Proses ini dapat bervariasi pada umur dan jenis kelamin. Hal tersebut dapat diukur 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan hingga kematangan pada manusia dalam suatu masyarakat dapat dipelajari dengan memahami berbagai proses fisiologis. Proses ini dapat bervariasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ortodonti merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran gigi yang berhubungan dengan teknik untuk mencegah, mengintervensi dan mengoreksi keberadaan maloklusi dan kondisi

Lebih terperinci

HUBUNGAN RAHANG PADA PEMBUATAN GIGI- TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN

HUBUNGAN RAHANG PADA PEMBUATAN GIGI- TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN 1 HUBUNGAN RAHANG PADA PEMBUATAN GIGI- TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN Hubungan rahang disebut juga dengan relasi vertikal/dimensi vertikal. Pengertian relasi vertikal : Jarak vertikal rahang atas dan rahang bawah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Gigi Perkembangan gigi merupakan proses kompleks yang disebut juga morfogenesis gigi atau odontogenesis yang dimulai selama minggu ke-6 perkembangan embrio. Perkembangan

Lebih terperinci