PETROGENESA LAVA GUNUNG RINJANI SEBELUM PEMBENTUKAN KALDERA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PETROGENESA LAVA GUNUNG RINJANI SEBELUM PEMBENTUKAN KALDERA"

Transkripsi

1 PETROGENESA LAVA GUNUNG RINJANI SEBELUM PEMBENTUKAN KALDERA Beta Kurniawahidayati 1 *, Mega F. Rosana 1, Heryadi Rachmat 2 1. Universitas Padjadjaran, Fakultas Teknik Geologi 2. Museum Geologi Bandung *corresponding author : betakurnia@gmail.com ABSTRAK Gunung Rinjani merupakan salah satu gunungapi aktif yang terletak pada busur Kepualauan Banda Pulau Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Gunung ini memiliki sejarah letusan yang panjang di masa lampau hingga sekarang. Letusan Gunung Rinjani secara umum diklasifikasikan dalam tiga periode antara lain periode letusan pra pembentukan kaldera, periode letusan selama pembentukan kaldera, dan periode letusan pasca pembentukan kaldera. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis petrogenesa lava Gunung Rinjani sebelum pembentukan kaldera. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis petrologi, analisis petrografi, dan analisis geokimia menggunakan metode XRF dan CIPW yang dilakukan pada 20 sampel lava pada dinding kaldera Plawangan Senaru dan Plawangan Sembalun. Dengan membandingkan data penelitian ini dengan penelitian lain pada produk letusan selama pembentukan kaldera dan setelah pembentukan kaldera dapat ditentukan fase Gunung Rinjani pada saat ini dan prediksi letusan selanjutnya. Lava yang terdapat di dinding kaldera ini merupakan produk Gunung Rinjani pada periode pra pembentukan kaldera, berdasarkan ketiga analisis tersebut didapatkan hasil bahwa lava dinding kaldera Gunung Rinjani berjenis basalt, basaltik andesit, andesit, dan dasit. Seri magma yang membentuk lava dinding kaldera adalah seri calc alkaline dan diperkirakan berasal dari kontinen. Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa jenis batuan yang menyusun kaldera Gunung Rinjani bervariasi dari intermediet asam dan terbentuk pada lingkungan tektonik busur kepulauan. I. PENDAHULUAN Gunung Rinjani merupakan gunungapi aktif di Indonesia yang terletak di Kabupaten Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Gunung ini memiliki sejarah erupsi panjang yang terbagi menjadi tiga periode letusan yaitu sebelum pembentukan kaldera, selama pembentukan kaldera, dan setelah pembentukan kaldera (Hendrasto dkk., 1990). Batuan beku yang menyusun dinding kaldera Gunung Rinjani merupakan produk erupsi periode pra-kaldera. Dengan mempelajari batuan beku yang terbentuk oleh lava yang mengeras, kejadian letusan gunungapi di masa lampau dapat diketahui melalui analisis petrologi, petrografi, dan geokimia batuan. Batuan yang dihasilkan pada masa sebelum pembetukan kaldera berupa aliran lava dan piroklastik. Lava menyebar hampir ke segala arah. Pusat erupsi pada masa itu berasal dari beberapa lokasi di komplek Gunung Rinjani 280 antara lain dari tua ke muda: Gunung Rinjani Tua, Gunung Kondo, Gunung Sangkareang, dan Gunung Rinjani. Batuan tersebut terebar dari barat laut kaldera, lerang bagian selatan, hingga ke arah utara. Sebagian besar produk batuan yang lebih muda menyebar ke arah tenggara, timur, hingga timur laut (Hendrasto dkk., 1990). Dengan mengetahui sifat fisik batuan seperti tekstur, struktur, dan kandungan mineral serta geokimia batuan dapat diketahui jenis batuan lava yang dierupsikan, jenis seri magma, kedalaman magma asal, dan lingkungan tektonik Gunung Rinjani pada periode sebelum pembentukan kaldera. II. METODE Petrogenesa batuan lava Gunung Rinjani sebelum pembentukan kaldera didapatkan melalui analisis petrologi makroskopis, petrografi, dan geokimia batuan menggunakan metode XRF. Analisis dilakukan pada 20

2 sampel batuan beku lava dinding kaldera Gunung Rinjani. 10 sampel diambil pada dinding kaldera Senaru ditunjukkan dengan kode sampel PSN1 PSN10 dan 10 sampel diambil pada dinding kaldera Sembalun yang ditunjukkan dengan kode sampel PSM1- PSM10. Peta lokasi pengambilan sampel ditunjukkan pada gambar 1. Analisis petrologi dilakukan untuk memperoleh nama batuan menggunakan klasifikasi sederhana berdasarkan kandungan mineral utama batuan. Selain itu analisis ini berguna untuk mengetahui tekstur dan struktur batuan secara makroskopis. Masingmasing sampel dibuat sayatan tipis untuk dideskripsi secara petrografi untuk mengetahui komposisi mineralogy batuan, tekstur, struktur, dan jenis batuan berdasarkan klasifikasi Travis (1955) Geokimia batuan yang diperoleh menggunakan metode XRF menghasilkan presentasi nilai-nilai oksida pada batuan. Nilainilai oksida ini kemudian digunakan untuk menentukan jenis batuan berdasarkan klasifikasi Whitford (1975) dan Le Bass (1985), seri magmatik berdasarkan diagram AFM Irvine & Baragar (1971), lingkungan tektonik menggunakan diagram Mullen (1983), asal magma berdasarkan diagram Pearce (1977), perhitungan kedalaman magma asal melalui rumus oleh Hutchinson (1975) dan perkiraan mineralogi batuan berdasarkan perhitungan normatif CIPW. III. Petrologi HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis petrologi 20 sampel genggam batuan beku lava pada dinding kaldera Gunung Rinjani menunjukkan sampel memiliki warna abu-abu muda hingga abu-abu kehitaman. Indeks warna batuan beku S. J. Shand (1943) menunjukkan sebagian besar batuan memiliki indeks warna leukokratik dikarenakan kandungan mineral mafik dibawah 30%. Terdapat pengecualian pada 3 sampel yaitu PSN1, PSM3, dan PSM5 yang menunjukkan indeks warna mesokratik. Seluruh sampel memiliki tektur porfiritik yang ditunjukkan dengan penampakan fenokris porfiritik, massa dasar afanitik dan derajat kristalisasi hipokristalin. Selain itu semua sampel juga mempunyai bentuk kristal subhedral. Tekstur ini sesuai dengan karakter batuan yang berasal dari pembekuan lava pada lingkungan yang dekat permukaan. Pada lingkungan ini magma membeku pada temperatur yang menengah sehingga mineral dapat terbentuk namun tidak sempurna serta menyebabkan variasi ukuran butir mineral. Selain itu dengan terdapatnya gelas pada batuan membuktikan bahwa ada keadaan dimana magma membeku sangat cepat sehingga tidak sempat membentuk kristal, Keadaan ini tidak kemungkinan terjadi pada akhir pembekuan magma karena gelas yang terdapat pada sampel hanya sedikit. Secara makroskopis batuan lava kaldera Gunung Rinjani memiliki struktur masif dan vesikuler. Terdapat delapan sampel yang memiliki tekstur vesikuler yaitu sampel Sn1, Sn4, Sn10, Sm2, Sm4, Sm7, Sm8, dan Sm10. Tekstur ini menunjukkan bahwa terdapat gas yang terperangkap pada saat pembekuan magma sehingga membentuk struktur berlubang-lubang. Lubang-lubang yang terdapat pada batuan tidak berhubungan satu dan lainnya. Hal ini memunjukkan bahwa gas yang terkandung dalam magma pada saat pembekuan tidak terlalu banyak. Lubang yang menyusun tekstur ini secara umum berbentuk bundar sehingga dapat diperkirakan bahwa lava tidak terlalu encer, mengalir lambat, dan tidak jauh. Berdasarkan analisis petrologi pada sampel makroskopis lava dinding kaldera Gunung Rinjani, batuan penyusun kaldera terdiri dari batuan andesit. Penamaan batuan ditentukan berdasarkan klasifikasi sederhana batuan beku berdasarkan kandungan mineral utama. Petrografi 281

3 Analisis petrografi sampel lava kaldera Gunung Rinjani menghasilkan komposisi kandungan mineral dan nama batuan. Secara umum sayatan lava kaldera Gunung Rinjani memiliki Sayatan berwarna coklat keabuan, besar krisital porfiritik, derajat kristalisasi hipokrsitalin, kemas inequigranular, bentuk kristal subhedral, bentuk mineral hipidiomorf, struktur vesikuler, fenokris porfiritik terdiri dari Plagioklas, piroksen dan mineral opak, massa dasar afanitik terdiri dari mikrolit Plagioklas, mikrokristalin piroksen, opak, dan gelas volkanik. Terdapat mineral ubahan di beberapa sampel berupa karbonat dan klorit yang merupakan hasil alterasi dari Plagioklas dan piroksen. Plagioklas merupakan mineral paling mendominasi dengan jumlah fenokris dan masadasar berkisar antara 47% - 80% dari keseluruhan mineral. Berikutnya menyusul piroksen dengan jumlah berkisar antara 8% - 30% dari total seluruh mineral. Selain kedua mineral penyusun utama tersebut terdapat mineral opak dalam jumlah sedang yaitu 2% - 9%. Terdapat mineral ubahan pada beberapa sampel yaitu sampel PSN1, PSN9, PSN8, PSM3, PSM4, dan PSM10 berupa mineral Klorit dan Karbonat. Seluruh sampel menunjukkan tekstur vesikuler atau berlubang-lubang. Tekstur ini disebabkan oleh gas-gas yang dilepaskan pada saat pembekuan magma. Kandungan gas tidak terlalu banyak terlihat dari lubang yang terbentuk relatif sedikit. Beberapa sampel memiliki tekstur trakitik yang tidak merata. Mikrolit plagioklas terlihat menunjukkan arah mineral yang seragam namun hanya pada beberapa titik pada sampel. Tektur ini menunjukkan sifat lava yang bergerak pada saat pembekuan. Berdasarkan analisis petrografi lava dinding kaldera Gunung Rinjani berjenis Porfiri Basalt pada sampel PSN1, PSN 5, PSM3 dan PSM 5, selebihnya semua sampel memiliki jenis Porfiri Andesit berdasarkan klasifikasi Travis (1955). - Plagioklas Plagioklas hadir sebagai masadasar dan fenokris pada lava dinding kaldera Gunung Rinjani. Sebagai fenokris plagioklas, berwarna transparan, tidak ada pleokroisme, indeks bias nmin > nmed, relief rendah, bentuk butir euhedral subhedral, memperlihatkan kembar albit, albit karlsbad dan penetrasi, terdapat zoning, warna interferensi putih keabuan orde I. Sebagian besar sampel mengandung Plagioklas yang telah mengalami vitrivikasi, terdapat zoning dan inklusi piroksen pada seluruh sampel. Sebagian plagioklas pada sampel PSN8, PSN9, PSM3, PSM4, dan SM6 plagioklas telah mengalami ubahan sebagian menjadi mineral karbonat. Pada sampel PSN1, PSN5, PSM3, dan PSM5 Plagioklas berjenis Labradorit dengan nilai sudut pemadaman 28o 30o. Selain keempat sampel diatas Plagioklas memiliki nilai sudut pemadaman 16o 27o yang menunjukkan jenis plagioklas Andesin. Perbedaan jenis plagioklas ini sangat penting karena menentukan dalam penamaan batuan. Batuan yang memiliki plagioklas labradorit berjenis Porfiri Basalt dan batuan yang memiliki plagioklas andesin berjenis Porfiri Andesit berdasarkan klasifikasi Travis (1955) Plagioklas juga menyusun masadasar lava dinding kaldera Gunung Rinjani dalam bentuk mikrolit plagioklas. Mineral ini merupakan mineral utama penysusun masadasar pada sayatan tipis sampel. Pada sampel PSN1, PSN9, PSN8, PSM3,PSM4, dan PSM10 sebagian masadasar mikrolit Plagioklas dan fenokris telah terubah menjadi mineral karbonat. Mineral karbonat berwarna kuning kecoklatan, relief sedang, tidak ada pleokroisme. Selain terubah menjadi karbonat, Plagioklas juga teubah menjadi klorit yang memiliki warna coklat muda kehijauan, relief tinggi, pleokroisme lemah, bentuk anhedral. Kedua jenis mineral sekunder ini berbentuk replacement pada masadasar dan fenokris 282

4 serta mengisi veinlet di Plagioklas yang belum terubah. - Piroksen Mineral piroksen terdapat cukup melimpah di semua sampel lava kaldera Gunung Rinjani dengan presentase 8-25 % dari total seluruh mineral penyususn batuan. Mineral ini terdapat sebagai fenokris pada batuan, namun pada beberapa sampel juga terdapat sebagai masadasar. Klinopiroksen berwarna putih kecoklatan, tidak ada pleokroisme, indeks bias nmin > nmed, relief tinggi, bentuk subhedral, belahan dominan 1 arah, merupakan jenis klinopiroksen berjenis augit dan pigeonit dibedakan berdasarkan warna, sudut pemadaman dan orientasi mineral. Memiliki inklusi Plagioklas, dan opak terdapat sebagai fenokris pada batuan. Sebagian piroksen pada sampel SN1, SN9, SN8, SM3,SM4, dan SM10 telah mengalami ubahan menjadi klorit dan mineral opak. Ortopiroksen berwarna putih kemerahan, pleokroisme lemah, indek bias nmin > nmed, relief tinggi, bentuk subhedral, belahan dominan 1 arah, jenis hipersten memiliki inklusi Plagioklas, dan opak terdapat sebagai fenokris pada batuan. Sebagian piroksen pada sampel SN1, SN9, SN8, SM3,SM4, dan SM10 telah mengalami ubahan menjadi mineral klorit dan mineral opak. Piroksen sebagai masadasar bebentuk mikrokristalin menyebar secara disseminated di batuan sebanyak 2% - 28% dari total keseluruhan mineral pada batuan. Jenis piroksen yang menyusun masadasar batuan tidak dapat ditentukan dengan mikroskop polarisasi sederhana karena ukurannya yang sangat halus. Berbeda dengan Plagioklas yang hanya terdapat satu jenis dalam satu batuan, Piroksen dapat terdiri dari beberapa jenis dalam satu sampel. Hal ini disebabkan karena mineral ini berada pada deret tidak kontinu pada deret Bowen. Deret ini menjelaskan keterbentukan mineral pada batuan beku yang berlangsung terputus tergantung pada penurunan temperatur. Mineral-mineral Piroksen terbentuk pada satu kondisi temperatur yang hampir sama sehingga memungkinkan untuk membentuk beberapa jenis piroksen dalam rentang waktu yang berdekatan. - Gelas Lava dinding kaldera Gunung Rinjani merupakan batuan beku dengan derajat kristalisasi hipokristalin yang tersusun atas kristal dan gelas. Keterdapatan gelas dalam batuan sebanyak 2-18% dari batuan. Gelas terbentuk karena proses pembekuan magma yang terjadi sangat cepat sehingga cairan magma tidak sempat membentuk kristal. Keberadaan gelas pada batuan beku bersamaan dengan kristal yang berukuran besar menandakan bahwa terjadi dua tahapan pembentukan magma pada batuan tersebut. Selain sebagai masadasar, gelas terdapat sebagai inklusi pada beberapa fenokris. Inklusi gelas menandakan telah terjadi proses vitrifikasi pada mineral sehingga bentuk mineral menjadi tidak sempurnya. - Mineral Asesoris Mineral asesoris yang umum terdapat pada sampel dinding kaldera Gunung Rinjani adalah mineral opak. Mineral tersebut terdapat sebagai fenokris, masadasar, dan inklusi dalam sayatan batuan. Umumnya berbentuk euhedral- subhedral dengan ukuran fenokris 1 mm 3 mm. Selain sebagai mineral primer, opak terdapat juga sebagai mineral sekunder pada sebagian sampel yang telah mengalami ubahan. Terlihat dari beberapa mineral opak yang memiliki bentuk yang sama mineral sebelumnya. Melalui analisis petrografi pada sayatan tipis tidak dapat ditentukan jenis dari mineral opak tersebut karena sifatnya yang tidak tebus cahaya, namun dari bentuk mineral dan kenampakan makroskopis diperkirakan mineral opak berjenis pirit. 283

5 - Paragenesis Mineral Paragenesis mineral berdasarkan analisis petrografi ditentukan berdasarkan urutan pembentukan mineral deret bowen dan inklusi mineral. Mineral Plagioklas dan piroksen terbentuk bersamaan. Hal ini dapat disimpulkan dari posisi kedua mineral ini yang berada pada posisi temperatur dan komposisi magma yang memungkinkan untuk membuat kedua mineral ini terbentuk bersamaan. Selain itu didukung juga dengan terdapatnya inklusi. Pada semua sampel batuan Plagioklas memiliki inklusi mineral opak dan piroksen, sebaliknya pada piroksen terdapat juga inklusi Plagioklas dan mineral opak. Mineral yang menjadi inklusi pada mineral lain merupakan mineral yang terbentuk lebih dulu daripada mineral yang diinklusi. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kedua mineral ini terbentuk bersamaan. Mineral opak terdapat sebagai fenokris, masadasar, inklusi, dan mineral ubahan. Keberadaan mineral ini di seluruh sayatan sebagai inklusi di Plagioklas dan piroksen menunjukan bahwa mineral ini terbentuk lebih dahulu sebagai mineral primer. Namun beberapa mineral opak menunjukkan tekstur replacement dari mineral sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa mineral opak tersebut merupakan mineral sekunder yang terbentuk akibat alterasi yang terjadi pada batuan. Klorit dan karbonat pada sampel merupakan mineral sekunder yang terbentuk setelah mineral-mineral primer. Kedua mineral ini terlihat menggantikan Plagioklas dan piroksen pada batuan. Mineral Plagioklas dan piroksen juga telah mengalami vitrifikasi sehingga sebagian atau seluruh mineral terubah menjadi gelas. Ubahan terjadi karena pemanasan kembali mineral yang disebabkan oleh termperatur atau tekanan tinggi yang kemudian membeku kembali dengan cepat. Temperatur tinggi dapat berasal dari uap gunung api maupun letusan selanjutnya dari Gunung Rinjani. Geokimia Analisis geokimia menggunakan metode XRF menghasilkan persen unsur kimia oksida seperti SiO 2, TiO 2. Al2O 3, Fe 2 O 3, MnO 3, CaO, MgO, Na 2 O, K 2 O dan P 2 O 5. Hasil analisis ini akan menentukan jenis magma, lingkungan, temperatur pembentukan. Tabel 4.4 merupakan elemen utama batuan hasil uji XRF kedua puluh sampel yang telah dinormalisasi 100%. Oksida yang nilainya paling tinggi berdasarkan uji XRF berturut-turut adalah SiO 2 dengan persentase 49.9% % disusul dengan Al 2 O 3 sebanyak 15.92% %, CaO 4.46% %, FeO 2.09% %, MgO 0.60% %, Fe 2 O 3 1% %, Na 2 O 2.38% %, K 2 O 0.98% %, MnO 0.14% %, P 2 O % % dan TiO % %. Berdasarkan nilai-nilai oksida hasil uji XRF tersebut, dapat ditentukan nama batuan, jenis seri magma, lingkungan pembentukan magma, dan kedalaman magma asal pembentuk batuan batuan. - Jenis Batuan Berdasarkan Geokimia Penentuan jenis batuan beku menggunakan kandungan kimia yang paling sederhana adalah dengan melihat kandungan silika dimilikinya. Klasifikasi ini dicetuskan oleh Whitford (1975). Silika yang dikandung dalam batuan lava dinding kaldera Gunung Rinjani bervariasi antara 49.9% sampai 63.65%. Berdasarkan klasifikasi tersebut batuan lava dinding kaldera Gunung Rinjani memiliki jenis Basalt, Basaltik Andesit, Andesit, dan Dasit. Berdasarkan klasifikasi Le Bass (1985) pada gambar 2, batuan beku dibagi berdasarkan kandungan alkali total dan silika. Dengan menggunakan plotting nilai Na 2 O + K 2 O dan SiO 2 pada diagram biner tersebut batuan lava diding kaldera Gunung Rinjani memiliki jenis Basalt, Basaltik Andesit, Andesit, dan Dasit. - Seri Magmatik Magma Pembentuk Batuan 284

6 (Baker, 1973) dalam Wilson (1989) menentukan seri magmatk berdasarkan volume relatif basalt, andesit, dasit, dan riolit. Berdasarkan rasio batuan penyusun dinding kaldera Rinjani yang sebagian besar terdiri dari andesit seri magmatik adalah calc-alkaline. Selain metode perbandingan volume tersebut, metode yang lebih akurat menggunakan diagram segitiga AFM (Irvine & Baragar, 1971). Diagram segitiga ini membedakan seri magmatik menjadi dua, yaitu seri thoellitic, dan seri calc-alkaline. A merupakan Alkali (K 2 O + Na 2 O), dan F adalah oksida besi (FeO + Fe 2 O 3 ) dan M adalah magnesium (MgO). Hasil plotting sampel lava pada diagram segitiga ini yang terlihat pada gambar 3(a) menunjukkan bahwa seri magmanya adalah calc-alkaline. Peccerillo & Taylor (1976) menggolongkan seri magma berdasarkan kandungan potassium dan silika yang diproyeksikan pada sebuah diagram biner. Gambar 3(b) menunjukkan hasil plotting sampel lava dinding kaldera Gunung Rinjani bahwa magma pembentuk batuan pada umumnya berasal dari seri Calc- Alkaline. Namun terdapat perbedaan pada satu sampel yaitu PSN 8 yang memiliki seri magma High-K Calc Alkaline. - Penentuan Asal Magma Magma merupakan batuan yang mengalami peluruhan akibat termperatur dan tekanan yang tinggi di sekitarnya. Sifat suatu magma menggambarkan dari batuan apa magma tersebut berasal. Magma dapat dibagi menjadi dua berdasarkan asal batuan pembentuknya, yaitu kontinen atau samudra. Pearce (1977) menentukan asal suatu magma dari kandungan K 2 O, TiO 2, dan P 2 O 5 yang di plot dalam diagram segitiga. Berdasarkan plotting pada diagram segitiga Pearce yang merujuk pada gambar 4(b), batuan lava dinding kaldera Gunung Rinjani berasal dari kerak kontinen. Lingkungan tektonik Gunung Rinjani pada saat sebelum pembentukan kaldera ditentukan menggunakan diagram segitiga Mullen (1983) pada gambar 4(a). Terlihat bahwa lingkungan 285 tektonik magma asal yang membentuk batuan lava dinding kaldera Gunung Rinjani adalah Island Arc Calc-Alkaline Basalt. - Perhitungan Normatif Komposisi Mineral Batuan Berdasarkan Metode CIPW Metode CIPW (Cross Idding Pirrson and Washington) merupakan penentuan kandungan mineral pada suatu batuan menggunakan perhitungan normatif berdasarkan urutan kristalisasi mineral. Perhitungan mineral menggunakan persentase oksida-oksida yang terkandung dalam magma. Berdasarkan perhitungan CIPW mineral utama penyusun batuan lava dinding kaldera Gunung Rinjani adalah Plagioklas dengan persentase bervariasi antara % hingga %. Mineral kedua yang terdapat paling melimpah adalah piroksen dengan jumlah Diopsid 6.06% % dan Hipersten 2.83% %. Perbedaan jenis piroksen yang teridentifikasi pada pengamatan petrografi dan geokimia disebabkan karena perhitungan dengan metode CIPW memiliki keterbatasan hanya dapat membagi jenis piroksen menjadi dua yaitu Diopsid dan Hipersten. Presentasi Kuarsa muncul cukup besar bertolak belakang dengan hasil analisis petrografi yaitu sebanyak 0.59% % Mineral lain yang muncul dalam perhitungan CIPW lava dinding kaldera Gunung Rinjani adalah ilmenit, apatit, dan magnetit yang terdapat dalam jumlah sangat kecil 0.26% %. - Kedalaman Magma Asal Dengan menggunakan data geokimia, dapat ditentukan kedalaman tempat magma asal batuan terbentuk pada kedalaman zona benioff dengan menggunakan rumus oleh Hutchinson (1975). Zona benioff merupakan area planar yang secara seismik berkaitan dengan gerakan menujam pada zona subduksi. Kedalaman magma asal dapat diperoleh dengan menggunakan data persentase SiO 2 dan K 2 O yang dimasukkan kedalam rumus sebagai berikut:

7 h = [320-(3.65 x %SiO 2 )] + (25.52 x %K 2 O) Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus ini yang tercantum pada tabel 1 diketahui kedalaman magma asal diperkirakan terbentuk pada kedalaman berkisar antara ±139 km - ± 174 km pada zona benioff - Diferensiasi Magma Perubahan komposisi magma yang terjadi pada Gunung Rinjani sebelum pembentukan kaldera terlihat dari adanya variasi batuan beku lava yang dihasilkan. Proses yang terjadi berupa crystal floatation dan crystal settling. Proses diferensiasi ini membagi magma pada reservoar menjadi fraksi-fraksi berdasarkan kristalisasinya. Konsentrasi mineral berat seperti olivin dan calsic feldspar yang terbentuk di awal porses kristalisasi terakumulasi pada bagian bawah kamar magma. Sedangkan mineral-mineral dengan berat jenis lebih ringan yang terbentuk pada akhir kristalisasi mengambang di permukaan. Dari kenampakan sampel genggam, sayatan tipis, dan hasil analisis geokimia yang dilakukan tidak dapat diketahui adanya asimilasi dan pencampuran magma yang terjadi pada saat letusan Gunung Rinjani sebelum pembentukan kaldera. IV. KESIMPULAN Jenis Batuan yang menyusun dinding kaldera senaru dan sembalun Gunung Rinjani adalah basalt, basaltik andesit, andesit, dan dasit. Jenis batuan bervariasi namun yang paling dominan adalah andesit dengan mineral penyusun utama berupa Plagioklas, piroksen, gelas volkanik dan mineral opak. Berdasarkan analisis geokimia menggunakan XRF, seri magma yang keluar pada saat erupsi sebelum pembentukan kaldera Gunung Rinjani adalah seri Calc-Alkaline yang terdapat pada busur kepulauan yang memiliki kandungan oksida besi rendah dan silika tinggi. Seri magma ini bersifat andesit dengan sifat yang kental sehingga menghasilkan letusan yang eksplosif dan membentuk gunungapi stratovolkano. Magma berasal dari benua dan diperkirakan terbentuk pada kedalaman berkisar antara ±139 m - ± 174 m pada zona benioff yang dihitung berdasarkan persentasi SiO 2 dan K 2 O. Berdasarkan analisis petrologi dan geokimia disimpulkan magma berasal dari lingkungan tektonik busur kepulauan. DAFTAR PUSTAKA Hendrasto M, dkk Laporan Kegiatan Pemetaan Geologi Komplek Rinjani, Lombok, Nusatenggara Barat. Direktorat Vulkanologi Kusumadinata K Data Dasar Gunungapi, Direktorat Vulkanogi Raymond, Loren A Petrology: The Study of Igneous Sedimentary and Metamorphic Rocks Second Edition. New York : McGraw-Hill Higher Education Travis, Russel B Classification of Rocks 4th edition. Colorado : Colorado School of Mines. Williams,et al Petrography An Introduction to The Study of Rock in Thin Sections. New York : W.H. Freeman and Company. Wilson, M Igneous Petrogenesis Global Tectonic Approaach, Dordrecht: Springer 286

8 TABEL Tabel 1 Hasil perhitungan kedalaman magma asal berdasarkan rumus Hutchinson (1975) pada zona benioff. PSN: Sampel Senaru, PSM: Sampel Sembalun No Sampel SiO 2 K 2 O Kedalaman (km) 1 Lava PSM Lava PSM Lava PSM Lava PSM Lava PSM Lava PSM Lava PSM Lava PSM Lava PSM Lava PSM Lava PSN Lava PSN Lava PSN Lava PSN Lava PSN Lava PSN Lava PSN Lava PSN Lava PSN Lava PSN

9 GAMBAR Gambar 1. Peta lokasi pengambilan sampel lava dinding kaldera Gunung Rinjani Gambar 2. Jenis Batuan lava dinding kaldera Gunung Rinjani berdasarkan klasifikasi Le Bass (1986) 288

10 Gambar 3. (a) Diagram AFM Irvine dan Baragar (1971) dan (b) Diagram Pecerillo dan Taylor (1976) yang menunjukkan seri magmatik lava dinding kaldera Gunung Rinjani adalah Calc-Alkaline series. 289

11 Gambar 4. (a) Diagram Mullen (1983) yang menunjukkan lingkungan tektonik Gunung Rinjani sebelum pembentukan kaldera dan (b) asal magmanya yang ditentukan berdasarkan Diagram Peace (1977). 290

PETROGENESA BATUAN LAVA GUNUNG BARUJARI DAN GUNUNG ROMBONGAN, KOMPLEK GUNUNG RINJANI

PETROGENESA BATUAN LAVA GUNUNG BARUJARI DAN GUNUNG ROMBONGAN, KOMPLEK GUNUNG RINJANI PETROGENESA BATUAN LAVA GUNUNG BARUJARI DAN GUNUNG ROMBONGAN, KOMPLEK GUNUNG RINJANI Sahala Manullang 1*, Heryadi Rachmat 2, Mega F. Rosana 1 1. Universitas Padjajaran, Fakultas Teknik Geologi 2. Museum

Lebih terperinci

PETROGENESIS BATUAN ANDESIT BUKIT CANGKRING, DAERAH JELEKONG, KECAMATAN BALEENDAH, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT

PETROGENESIS BATUAN ANDESIT BUKIT CANGKRING, DAERAH JELEKONG, KECAMATAN BALEENDAH, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT PETROGENESIS BATUAN ANDESIT BUKIT CANGKRING, DAERAH JELEKONG, KECAMATAN BALEENDAH, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Adinda Erma Soviati 1 *, Ildrem Syafri 1, Aton Patonah 1 1, 2, 3 Universitas Padjadjaran,

Lebih terperinci

INTERPRETASI HASIL ANALISIS GEOKIMIA BATUAN GUNUNGAPI RUANG, SULAWESI UTARA

INTERPRETASI HASIL ANALISIS GEOKIMIA BATUAN GUNUNGAPI RUANG, SULAWESI UTARA INTERPRETASI HASIL ANALISIS GEOKIMIA BATUAN GUNUNGAPI RUANG, SULAWESI UTARA Oktory PRAMBADA Bidang Pengamatan dan Penyelidikan Gunungapi Sari Gunungapi Ruang (+714 m dpl) yang merupakan gunungapi strato

Lebih terperinci

Adi Hardiyono Laboratorium Petrologi dan Mineralogi, Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran ABSTRACT

Adi Hardiyono Laboratorium Petrologi dan Mineralogi, Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran ABSTRACT Karakteristik batuan beku andesitik & breksi vulkanik, dan kemungkinan penggunaan sebagai bahan bangunan KARAKTERISTIK BATUAN BEKU ANDESIT & BREKSI VULKANIK, DAN KEMUNGKINAN PENGGUNAAN SEBAGAI BAHAN BANGUNAN

Lebih terperinci

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Oktober 2014

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Oktober 2014 P1O-04 STUDI KARAKTERISTIK PETROLOGI, GEOKIMIA DAN SIFAT KETEKNIKAN ANDESIT FORMASI ARJOSARI DI DAERAH TANJUNGSARI DAN SEKITARNYA, KECAMATAN PACITAN, KABUPATEN PACITAN, PROVINSI JAWA TIMUR Siti Laili Nailul

Lebih terperinci

A B C D E A B C D E. A B C D E A B C D E // - Nikol X Nikol mm P mm

A B C D E A B C D E. A B C D E A B C D E // - Nikol X Nikol mm P mm No conto : Napal hulu Zona ubahan: sub propilitik Lokasi : Alur S. Napal Nama batuan: lava andesit 0 0.5 mm P1 0 0.5 mm Sayatan andesit terubah dengan intensitas sedang, bertekstur hipokristalin, porfiritik,

Lebih terperinci

LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA

LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA PRAKTIKUM PETROGRAFI BORANG MATERI ACARA I: PETROGRAFI BATUAN BEKU Asisten Acara: 1. 2. 3. 4. Nama Praktikan

Lebih terperinci

MINERAL OPTIK DAN PETROGRAFI IGNEOUS PETROGRAFI

MINERAL OPTIK DAN PETROGRAFI IGNEOUS PETROGRAFI MINERAL OPTIK DAN PETROGRAFI IGNEOUS PETROGRAFI Disusun oleh: REHAN 101101012 ILARIO MUDA 101101001 ISIDORO J.I.S.SINAI 101101041 DEDY INDRA DARMAWAN 101101056 M. RASYID 101101000 BATUAN BEKU Batuan beku

Lebih terperinci

Gambar 3.13 Singkapan dari Satuan Lava Andesit Gunung Pagerkandang (lokasi dlk-13, foto menghadap ke arah barat )

Gambar 3.13 Singkapan dari Satuan Lava Andesit Gunung Pagerkandang (lokasi dlk-13, foto menghadap ke arah barat ) Gambar 3.12 Singkapan dari Satuan Lava Andesit Gunung Pagerkandang, dibeberapa tempat terdapat sisipan dengan tuf kasar (lokasi dlk-12 di kaki G Pagerkandang). Gambar 3.13 Singkapan dari Satuan Lava Andesit

Lebih terperinci

Lokasi : Lubuk Berangin Satuan Batuan : Lava Tua Koordinat : mt, mu A B C D E F G A B C D E F G

Lokasi : Lubuk Berangin Satuan Batuan : Lava Tua Koordinat : mt, mu A B C D E F G A B C D E F G No. Sample : BJL- Nama batuan : Andesit Piroksen Lokasi : Lubuk Berangin Satuan Batuan : Lava Tua Koordinat :. mt,.00.0 mu Sayatan batuan beku, berwarna abu-abu, kondisi segar, bertekstur porfiritik, terdiri

Lebih terperinci

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan 3.2.3.3. Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan Secara umum, satuan ini telah mengalami metamorfisme derajat sangat rendah. Hal ini dapat ditunjukkan dengan kondisi batuan yang relatif jauh lebih keras

Lebih terperinci

Batuan Gunungapi Sibual Buali, Sumatera Utara (Sofyan Primulyana, dkk)

Batuan Gunungapi Sibual Buali, Sumatera Utara (Sofyan Primulyana, dkk) BATUAN GUNUNGAPI SIBUAL BUALI, SUMATERA UTARA Sofyan PRIMULYANA, Oktory PRAMBADA Sari Gunungapi Sibualbuali bertipe stratovolkano, mempunyai produk letusannya berupa aliran lava dan endapan piroklastik.

Lebih terperinci

Lampiran 1.1 Analisis Petrografi

Lampiran 1.1 Analisis Petrografi Lampiran. Analisis Petrografi No.Conto : GE- Satuan : Tbr (Masadasar) Lokasi : Kendeng Nama Batuan : Andesit Piroksen \\ A B mm E F X A B mm E F Sayatan tipis andesit piroksen, hipokristalin, alotriomorfik

Lebih terperinci

OKSIDA GRANIT DIORIT GABRO PERIDOTIT SiO2 72,08 51,86 48,36

OKSIDA GRANIT DIORIT GABRO PERIDOTIT SiO2 72,08 51,86 48,36 PENGERTIAN BATUAN BEKU Batuan beku atau sering disebut igneous rocks adalah batuan yang terbentuk dari satu atau beberapa mineral dan terbentuk akibat pembekuan dari magma. Berdasarkan teksturnya batuan

Lebih terperinci

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut).

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut). Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut). Barat. 18 3. Breksi Tuf Breksi tuf secara megaskopis (Foto 2.9a dan Foto 2.9b) berwarna abu-abu

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Bemmelen, R.W., van, 1949, The Geology of Indonesia, Vol. I-A, Gov. Printed

DAFTAR PUSTAKA. Bemmelen, R.W., van, 1949, The Geology of Indonesia, Vol. I-A, Gov. Printed DAFTAR PUSTAKA Bemmelen, R.W., van, 949, The Geology of Indonesia, Vol. I-A, Gov. Printed Office, The Hague, 7 p. Duda, W. H, 976, Cement Data Book, ed- Mc. Donald dan Evans, London, 60 hal. Dunham, R.J.,

Lebih terperinci

MODUL III DIFERENSIASI DAN ASIMILASI MAGMA

MODUL III DIFERENSIASI DAN ASIMILASI MAGMA MODUL III DIFERENSIASI DAN ASIMILASI MAGMA Sasaran Pembelajaran Mampu menjelaskan pengertian dan proses terjadinya diferensiasi dan asimilasi magma, serta hubungannya dengan pembentukan mineral-mineral

Lebih terperinci

Petrogenesa Batuan Beku

Petrogenesa Batuan Beku Petrogenesa Batuan Beku A. Terminologi Batuan beku adalah batuan yang terbentuk sebagai hasil pembekuan daripada magma. Magma adalah bahan cair pijar di dalam bumi, berasal dari bagian atas selubung bumi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan praktikum mineral optik hanya mendeskripsikan mineralnya saja.

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan praktikum mineral optik hanya mendeskripsikan mineralnya saja. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Petrografi merupakan salah satu cabang dari ilmu geologi. Petrografi ini juga merupakan tingkat lanjutan dari mata kuliah sebelumnya yaitu mineral optik. Dalam prakteknya,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Fisiografi Regional Pulau Lombok terbentuk oleh suatu depresi yang memanjang (longitudinal depresion), yang sebagian besar sudah terisi dan tertutupi oleh suatu seri gunungapi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Untuk mendukung suatu penelitian, khususnya kegiatan lapangan, diperlukan aspek-aspek penting, selain dari mengetahui kondisi geologi daerah penelitian. Dalam bab ini akan dibahas

Lebih terperinci

KUBAH LAVA SEBAGAI SALAH SATU CIRI HASIL LETUSAN G. KELUD

KUBAH LAVA SEBAGAI SALAH SATU CIRI HASIL LETUSAN G. KELUD KUBAH LAVA SEBAGAI SALAH SATU CIRI HASIL LETUSAN G. KELUD AKHMAD ZAENNUDIN Penyelidik Bumi Madya pada Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Sari G. Kelud merupakan gunungapi tipe A di Jawa Timur

Lebih terperinci

Perbedaan Karakteristik Mineralogi Matriks Breksi Vulkanik Pada Endapan Fasies Proksimal Atas-Bawah Gunung Galunggung

Perbedaan Karakteristik Mineralogi Matriks Breksi Vulkanik Pada Endapan Fasies Proksimal Atas-Bawah Gunung Galunggung Perbedaan Karakteristik Mineralogi Matriks Breksi Vulkanik Pada Endapan Fasies Proksimal Atas-Bawah Gunung Galunggung Eka Dwi Ramadhan 1), Johanes Hutabarat 2), Agung Mulyo 3) 1) Mahasiswa S1 Prodi Teknik

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 GEOMORFOLOGI Berdasarkan pembagian fisiografi Jawa Tengah oleh van Bemmelen (1949) dan Pardiyanto (1979) (gambar 2.1), daerah penelitian termasuk ke dalam

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II TATANAN GEOLOGI BAB II TATANAN GEOLOGI 2.1 Geologi Regional 2.1.1 Fisiografi dan Morfologi Batu Hijau Pulau Sumbawa bagian baratdaya memiliki tipe endapan porfiri Cu-Au yang terletak di daerah Batu Hijau. Pulau Sumbawa

Lebih terperinci

BATUAN BEKU IGNEOUS ROCKS

BATUAN BEKU IGNEOUS ROCKS BATUAN BEKU IGNEOUS ROCKS TEGUH YUWONO, S.T ILMU BATUAN SMK N 1 PADAHERANG DEFINISI merupakan batuan yang berasal dari hasil proses pembekuan magma dan merupakan kumpulan interlocking agregat mineral-mineral

Lebih terperinci

3.2.3 Satuan lava basalt Gambar 3-2 Singkapan Lava Basalt di RCH-9

3.2.3 Satuan lava basalt Gambar 3-2 Singkapan Lava Basalt di RCH-9 3.2.2.4 Mekanisme pengendapan Berdasarkan pemilahan buruk, setempat dijumpai struktur reversed graded bedding (Gambar 3-23 D), kemas terbuka, tidak ada orientasi, jenis fragmen yang bervariasi, massadasar

Lebih terperinci

Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal

Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal III.1 Dasar Teori Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang terjadi akibat interaksi antara fluida panas dengan batuan samping yang dilaluinya, sehingga membentuk

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Berdasarkan pembagian Fisiografis Jawa Tengah oleh van Bemmelen (1949) (gambar 2.1) dan menurut Pardiyanto (1970), daerah penelitian termasuk

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Pengamatan geomorfologi di daerah penelitian dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu metode tidak langsung

Lebih terperinci

GEOKIMIA UNSUR-UNSUR UTAMA BATUAN GUNUNGAPI PAPANDAYAN, JAWA BARAT. Eka Kadasetia Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi.

GEOKIMIA UNSUR-UNSUR UTAMA BATUAN GUNUNGAPI PAPANDAYAN, JAWA BARAT. Eka Kadasetia Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi. GEOKIMIA UNSUR-UNSUR UTAMA BATUAN GUNUNGAPI PAPANDAYAN, JAWA BARAT Eka Kadasetia Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi Sari Gunungapi Papandayan merupakan gunungapi aktif yang terletak

Lebih terperinci

1.1 Hasil Analisis Petrografi 1.2. Lampiran 1

1.1 Hasil Analisis Petrografi 1.2. Lampiran 1 1.1 Hasil Analisis Petrografi 1.2 Lampiran 1 Lampiran 1a. Hasil Analisis Sayatan Tipis Batuan, Daerah Danau Ranau, Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung No. Urut : 1 No. Sampel : DR-80 Lokasi : ; X=

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Siklus batuan, tanda panah hitam merupakan siklus lengkap, tanda panah putih merupakan siklus yang dapat terputus.

Gambar 2.1 Siklus batuan, tanda panah hitam merupakan siklus lengkap, tanda panah putih merupakan siklus yang dapat terputus. 2. Batuan Beku 2.1 Batuan Batuan adalah kumpulan dari satu atau lebih mineral, yang merupakan bagian dari kerak bumi. Terdapat tiga jenis batuan yang utama yaitu : batuan beku (igneous rock), terbentuk

Lebih terperinci

BAB II PETROLOGI BATUAN BEKU EKSTRUSI A. PENGERTIAN BATUAN BEKU EKSTRUSIF

BAB II PETROLOGI BATUAN BEKU EKSTRUSI A. PENGERTIAN BATUAN BEKU EKSTRUSIF BAB II PETROLOGI BATUAN BEKU EKSTRUSI A. PENGERTIAN BATUAN BEKU EKSTRUSIF Batuan beku ekstrusif adalah batuan beku yang proses pembekuannya berlangsung dipermukaan bumi. Batuan beku ekstrusif ini yaitu

Lebih terperinci

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL 4.1. Tinjauan umum Ubahan Hidrothermal merupakan proses yang kompleks, meliputi perubahan secara mineralogi, kimia dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan hidrotermal

Lebih terperinci

BAB 4 ALTERASI HIDROTERMAL

BAB 4 ALTERASI HIDROTERMAL 4.1 TEORI DASAR BAB 4 ALTERASI HIDROTERMAL Alterasi adalah suatu proses yang di dalamnya terjadi perubahan kimia, mineral, dan tekstur karena berinteraksi dengan fluida cair panas (hidrotermal) yang dikontrol

Lebih terperinci

Magma dalam kerak bumi

Magma dalam kerak bumi MAGMA Pengertian Magma : adalah cairan atau larutan silikat pijar yang terbentuk secara alamiah bersifat mobil, suhu antara 900-1200 derajat Celcius atau lebih yang berasal dari kerak bumi bagian bawah.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA vi DAFTAR ISI JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xv SARI... xvi ABSTRACT... xvii BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1.

Lebih terperinci

REKAMAN DATA LAPANGAN

REKAMAN DATA LAPANGAN REKAMAN DATA LAPANGAN Lokasi 01 : M-01 Morfologi : Granit : Bongkah granit warna putih, berukuran 80 cm, bentuk menyudut, faneritik kasar (2 6 mm), bentuk butir subhedral, penyebaran merata, masif, komposisi

Lebih terperinci

5.2. G. WETAR, Kepulauan Banda, Maluku

5.2. G. WETAR, Kepulauan Banda, Maluku 5.2. G. WETAR, Kepulauan Banda, Maluku Pulau Gunung Api di utara P. Wetar ditutupi belukar dilihat dari utara (gbr. Kiri) dan dilihat dari barat (gbr. Kanan) (Foto: Lili Sarmili).(2001) KETERANGAN UMUM

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Lokasi penelitian berada di daerah Kancah, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung yang terletak di bagian utara Kota Bandung. Secara

Lebih terperinci

PETROGENESIS DAN PROSES PELAPUKAN BATUAN PENYUSUN CANDI PRAMBANAN BERDASARKAN ANALISIS PETROGRAFI DAN GEOKIMIA

PETROGENESIS DAN PROSES PELAPUKAN BATUAN PENYUSUN CANDI PRAMBANAN BERDASARKAN ANALISIS PETROGRAFI DAN GEOKIMIA PETROGENESIS DAN PROSES PELAPUKAN BATUAN PENYUSUN CANDI PRAMBANAN BERDASARKAN ANALISIS PETROGRAFI DAN GEOKIMIA I Wayan Warmada *, Titi Hapsari Jurusan Teknik geologi, Fakultas Teknik, Universitas gadjah

Lebih terperinci

(A Comparative study of norm analyses between CIPW and Linear Programming (LPNORM) methods)

(A Comparative study of norm analyses between CIPW and Linear Programming (LPNORM) methods) STUDI KOMPARASI ANALISIS NORMATIF ANTARA METODE CIPW DENGAN METODE PEMROGRAMAN LINEAR (LPNORM) (A Comparative study of norm analyses between CIPW and Linear Programming (LPNORM) methods) I Wayan Warmada,

Lebih terperinci

Klasifikasi Normatif Batuan Beku dari Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Menggunakan Software K-Ware Magma

Klasifikasi Normatif Batuan Beku dari Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Menggunakan Software K-Ware Magma JURNAL APLIKASI FISIKA VOLUME 6 NOMOR 2 AGUSTUS 2010 Klasifikasi Normatif Batuan Beku dari Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Menggunakan Software K-Ware Magma Jahidin Program Studi Fisika FMIPA Universitas

Lebih terperinci

Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, "api") adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan

Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, api) adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, "api") adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan atau tanpa proses kristalisasi, baik di bawah permukaan

Lebih terperinci

KUALITAS BATUAN BEKU ANDESITIS BERDASARKAN PENDEKATAN KUAT TEKAN DAN PETROLOGI

KUALITAS BATUAN BEKU ANDESITIS BERDASARKAN PENDEKATAN KUAT TEKAN DAN PETROLOGI KUALITAS BATUAN BEKU ANDESITIS BERDASARKAN PENDEKATAN KUAT TEKAN DAN PETROLOGI Raden Irvan Sophian 1, Aton Patonah 2, Febriwan Mohamad 3 1 Laboratorium Geologi Teknik, Fakultas Teknik Geologi, UNPAD 2

Lebih terperinci

LATIHAN DAN TES JARAK JAUH (LTJJ) Persiapan OSK Bidang : Kebumian. Solusi. Latihan 1. Bahan : Geologi -1

LATIHAN DAN TES JARAK JAUH (LTJJ) Persiapan OSK Bidang : Kebumian. Solusi. Latihan 1. Bahan : Geologi -1 Bidang Studi Kode Berkas : Kebumian : KEB-L01 (solusi) LATIHAN DAN TES JARAK JAUH (LTJJ) Persiapan OSK 2018 Bidang : Kebumian Solusi Latihan 1 Bahan : Geologi -1 (Tektonik Lempeng, Kristalografi, Mineralogi,

Lebih terperinci

Petrogenesa Batuan Beku di Daerah Godean

Petrogenesa Batuan Beku di Daerah Godean Petrogenesa Batuan Beku di Daerah Godean Okki Verdiansyah Jurusan Teknik Geologi STTNAS okki.verdiansyah@sttnas.ac.id Abstrak Daerah Godean, merupakan bagian dari sabuk magmatisme Miosen Pegunungan Selatan

Lebih terperinci

(25-50%) terubah tetapi tekstur asalnya masih ada.

(25-50%) terubah tetapi tekstur asalnya masih ada. ` BAB IV ALTERASI HIDROTHERMAL 4.1 Pendahuluan Mineral alterasi hidrotermal terbentuk oleh adanya interaksi antara fluida panas dan batuan pada suatu sistem hidrotermal. Oleh karena itu, mineral alterasi

Lebih terperinci

Semakin ke arah dacite, kandungan silikanya semakin besar.

Semakin ke arah dacite, kandungan silikanya semakin besar. Afinitas magma merupakan perubahan komposisi komposisi kimia yang terkandung didalam magma yang disebabkan oleh oleh adanya factor factor tertentu. Aktifitas aktifitas magma ini bisa berbeda satu sama

Lebih terperinci

ASOSIASI BATUAN BEKU TERHADAP LEMPENG TEKTONIK

ASOSIASI BATUAN BEKU TERHADAP LEMPENG TEKTONIK ASOSIASI BATUAN BEKU TERHADAP LEMPENG TEKTONIK Batuan beku adalah batuan yang berasal dari pendinginan magma. Pendinginan tersebut dapat terjadi baik secara Ekstrusif dan Intrusif. Batuan beku yang berasal

Lebih terperinci

What is a rocks? A rock is a naturally formed aggregate composed of one or more mineral

What is a rocks? A rock is a naturally formed aggregate composed of one or more mineral What is a rocks? A rock is a naturally formed aggregate composed of one or more mineral Batuan(rocks) merupakan materi yang menyusun kulit bumi, yaitu suatu agregat padat ataupun urai yang terbentuk di

Lebih terperinci

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAB III ALTERASI HIDROTERMAL 3.1 Tinjauan Umum White (1996) mendefinisikan alterasi hidrotermal adalah perubahan mineralogi dan komposisi yang terjadi pada batuan ketika batuan berinteraksi dengan larutan

Lebih terperinci

TUGAS VULKANOLOGI ANALISA GUNUNG RINJANI BERDASARKAN TIPE LETUSAN DAN DATA GEOKIMIA

TUGAS VULKANOLOGI ANALISA GUNUNG RINJANI BERDASARKAN TIPE LETUSAN DAN DATA GEOKIMIA TUGAS VULKANOLOGI ANALISA GUNUNG RINJANI BERDASARKAN TIPE LETUSAN DAN DATA GEOKIMIA Disusun Oleh: Kelas D Yudha Prasetya 111.130.070 Linda Mahadita 111.130.079 Monica Wulandari 111.130.111 Satryo Budiraharjo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas subduksi antara lempeng Indo-Australia dengan bagian selatan dari

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas subduksi antara lempeng Indo-Australia dengan bagian selatan dari 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pulau Jawa dianggap sebagai contoh yang dapat menggambarkan lingkungan busur kepulauan (island arc) dengan baik. Magmatisme yang terjadi dihasilkan dari aktivitas

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II TATANAN GEOLOGI TATANAN GEOLOGI BAB II TATANAN GEOLOGI II.1 Struktur Regional Berdasarkan peta geologi regional (Alzwar et al., 1992), struktur yg berkembang di daerah sumur-sumur penelitian berarah timurlaut-baratdaya

Lebih terperinci

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL 4.1 Pengertian Ubahan Hidrotermal Ubahan hidrotermal adalah proses yang kompleks, meliputi perubahan secara mineralogi, kimia, dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan

Lebih terperinci

DERET BOWEN DAN KLASIFIKASI BATUAN BEKU ASAM DAN BASA

DERET BOWEN DAN KLASIFIKASI BATUAN BEKU ASAM DAN BASA DERET BOWEN DAN KLASIFIKASI BATUAN BEKU ASAM DAN BASA Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah mineralogi Dosen pengampu : Dra. Sri Wardhani Disusun oleh Vanisa Syahra 115090700111001

Lebih terperinci

DIAGRAM ALIR DESKRIPSI BATUAN BEKU

DIAGRAM ALIR DESKRIPSI BATUAN BEKU DIAGRAM ALIR DESKRIPSI BATUAN BEKU Warna : Hitam bintik-bintik putih / hijau gelap dll (warna yang representatif) Struktur : Masif/vesikuler/amigdaloidal/kekar akibat pendinginan, dll. Tekstur Granulitas/Besar

Lebih terperinci

HUBUNGAN NILAI GAMMA RAY DENGAN BATUAN PIROKLASTIK DI DAERAH CIBIRU DAN SEKITARNYA, KOTA BANDUNG, PROVINSI JAWA BARAT

HUBUNGAN NILAI GAMMA RAY DENGAN BATUAN PIROKLASTIK DI DAERAH CIBIRU DAN SEKITARNYA, KOTA BANDUNG, PROVINSI JAWA BARAT HUBUNGAN NILAI GAMMA RAY DENGAN BATUAN PIROKLASTIK DI DAERAH CIBIRU DAN SEKITARNYA, KOTA BANDUNG, PROVINSI JAWA BARAT Widia Hadiasti 1, Dicky Muslim 2, Zufialdi Zakaria 2 1 PT. Bumi Parahiyangan Energi,

Lebih terperinci

Petrologi Tersier Pliosen Intrusi (Tpi) pada Sumur KL , Grasberg, Papua-Indonesia

Petrologi Tersier Pliosen Intrusi (Tpi) pada Sumur KL , Grasberg, Papua-Indonesia Petrologi Tersier Pliosen Intrusi (Tpi) pada Sumur KL98-10-22, Grasberg, Papua-Indonesia Zimmy Permana 1), Mega Fatimah Rosana 1), Euis Tintin Yuningsih 1), Benny Bensaman 2), Reza Al Furqan 2) 1 Fakultas

Lebih terperinci

7.2. G. GAMKONORA, Halmahera - Maluku Utara

7.2. G. GAMKONORA, Halmahera - Maluku Utara 7.2. G. GAMKONORA, Halmahera - Maluku Utara KETERANGAN UMUM Nama Lain : Gamkunora, Gammacanore Nama Kawah : Kawah A, B, C, dan D. Lokasi a. Geografi b. Administrasi : : 1º 22 30" LU dan 127º 3' 00" Kab.

Lebih terperinci

STUDI PETROGRAFI BATUAN BEKU GUNUNG SINGA BOGOR - JAWA BARAT

STUDI PETROGRAFI BATUAN BEKU GUNUNG SINGA BOGOR - JAWA BARAT Studi petrografi batuan beku Gunung Singa, Bogor, Jawa Barat (Johanes Hutabarat & Mulyono) STUDI PETROGRAFI BATUAN BEKU GUNUNG SINGA BOGOR - JAWA BARAT Johanes Hutabarat 1) & Mulyono 2) 1) Lab Geokimia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat-Sifat Optik Mineral Sifat-sifat optik pada suatu mineral terbagi menjadi dua, yakni sifat optik yang dapat diamati pada saat nikol sejajar dan sifat yang dapat diamati

Lebih terperinci

PETROLOGI DAN PETROGRAFI SATUAN BREKSI VULKANIK DAN SATUAN TUF KASAR PADA FORMASI JAMPANG, DAERAH CIMANGGU DAN SEKITARNYA, JAWA BARAT

PETROLOGI DAN PETROGRAFI SATUAN BREKSI VULKANIK DAN SATUAN TUF KASAR PADA FORMASI JAMPANG, DAERAH CIMANGGU DAN SEKITARNYA, JAWA BARAT PETROLOGI DAN PETROGRAFI SATUAN BREKSI VULKANIK DAN SATUAN TUF KASAR PADA FORMASI JAMPANG, DAERAH CIMANGGU DAN SEKITARNYA, JAWA BARAT Puteri Rasdita M. Verdiana, Yuyun Yuniardi, Andi Agus Nur Fakultas

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PETROLOGI

LAPORAN PRAKTIKUM PETROLOGI LAPORAN PRAKTIKUM PETROLOGI BATUAN BEKU FRAGMENTAL Disusun oleh: Donovan Asriel 21100114140093 LABORATORIUM MINERALOGI, PETROLOGI DAN PETROGRAFI PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BATUAN BEKU. Disusun Oleh :

BATUAN BEKU. Disusun Oleh : BATUAN BEKU Disusun Oleh : Revki Septiansyah B (03021281419080) Achmad Yansen (03021381419134) Darma Raharja H (03021381419127) Ravisi Gustama (03021381419148) A. Syaftian Febri (03021381419117) M. Andri

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. GEOMORFOLOGI Daerah penelitian memiliki pola kontur yang relatif rapat dan terjal. Ketinggian di daerah penelitian berkisar antara 1125-1711 mdpl. Daerah penelitian

Lebih terperinci

A. BATUAN BEKU ULTRABASA (ULTRAMAFIK)

A. BATUAN BEKU ULTRABASA (ULTRAMAFIK) A. BATUAN BEKU ULTRABASA (ULTRAMAFIK) Batuan Beku Ultrabasa (Ultramafik) adalah batuan beku dan meta -batuan beku dengan sangat rendah kandungan silika konten (kurang dari 45%), umumnya > 18% Mg O, tinggi

Lebih terperinci

BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN

BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN 5.1 Tinjauan Umum Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang terjadi sebagai akibat dari adanya interaksi antara batuan dengan fluida hidrotermal. Proses yang

Lebih terperinci

Morfologi dan Litologi Batuan Daerah Gunung Ungaran

Morfologi dan Litologi Batuan Daerah Gunung Ungaran Morfologi dan Litologi Batuan Daerah Gunung Ungaran Morfologi Gunung Ungaran Survei geologi di daerah Ungaran telah dilakukan pada hari minggu 15 Desember 2013. Studi lapangan dilakukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

Identifikasi Karakteristik Aktivitas Gunung Api Merbabu Didasarkan Pada Petrologi dan Vulkanostratigrafi

Identifikasi Karakteristik Aktivitas Gunung Api Merbabu Didasarkan Pada Petrologi dan Vulkanostratigrafi Identifikasi Karakteristik Aktivitas Gunung Api Merbabu Didasarkan Pada Petrologi dan Vulkanostratigrafi Sri Mulyaningsih 1, Syarif Hidayat 1, dan Bekti Arif Rumanto 1 11 Teknik Geologi FTM IST AKPRIND

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lokasi Penelitian Gunungapi Sinabung adalah gunungapi stratovolkano berbentuk kerucut, dengan tinggi puncaknya 2460 mdpl. Lokasi Gunungapi Sinabung secara administratif masuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Menurut Schieferdecker (1959) maar adalah suatu cekungan yang umumnya terisi air, berdiameter mencapai 2 km, dan dikelilingi oleh endapan hasil letusannya.

Lebih terperinci

Bab II Tatanan Geologi Daerah Penelitian

Bab II Tatanan Geologi Daerah Penelitian Bab II Tatanan Geologi Daerah Penelitian II.1 Tatanan Geologi Daerah Jawa Bagian Barat II.1.1 Fisiografi. Berdasarkan Peta Geologi Regional Lembar Jawa Bagian Barat skala 1:500.000 (Gafoer dan Ratman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karakteristik dari suatu endapan mineral dipengaruhi oleh kondisi pembentukannya yang berhubungan dengan sumber panas, aktivitas hidrotermal, karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Jawa (Busur Sunda) merupakan daerah dengan s umber daya panas

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Jawa (Busur Sunda) merupakan daerah dengan s umber daya panas BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pulau Jawa (Busur Sunda) merupakan daerah dengan s umber daya panas bumi terbesar (p otensi cadangan dan potensi diketahui), dimana paling tidak terdapat 62 lapangan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Untuk mengetahui gambaran penyebaran kandungan komposisi kimia secara

BAB V PEMBAHASAN. Untuk mengetahui gambaran penyebaran kandungan komposisi kimia secara BAB V PEMBAHASAN Untuk mengetahui gambaran penyebaran kandungan komposisi kimia secara horizontal dan vertikal akibat intrusi basalt maka perlu dikorelasikan antara hasil analisis kimia, tekstur (ukuran

Lebih terperinci

TINJAUAN UMUM DAERAH PENELITIAN

TINJAUAN UMUM DAERAH PENELITIAN BAB III TINJAUAN UMUM DAERAH PENELITIAN 3.1 Tambang Zeolit di Desa Cikancra Tasikmalaya Indonesia berada dalam wilayah rangkaian gunung api mulai dari Sumatera, Jawa, Nusatenggara, Maluku sampai Sulawesi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lamongan dan di sebelah barat Gunung Argapura. Secara administratif, Ranu Segaran masuk

BAB I PENDAHULUAN. Lamongan dan di sebelah barat Gunung Argapura. Secara administratif, Ranu Segaran masuk BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Lokasi penelitian adalah Ranu Segaran, terletak di sebelah timur Gunung Lamongan dan di sebelah barat Gunung Argapura. Secara administratif, Ranu Segaran

Lebih terperinci

ACARA IX MINERALOGI OPTIK ASOSIASI MINERAL DALAM BATUAN

ACARA IX MINERALOGI OPTIK ASOSIASI MINERAL DALAM BATUAN ACARA IX MINERALOGI OPTIK I. Pendahuluan Ilmu geologi adalah studi tentang bumi dan terbuat dari apa itu bumi, termasuk sejarah pembentukannya. Sejarah ini dicatat dalam batuan dan menjelaskan bagaimana

Lebih terperinci

Potensi Tanah Mengembang Wilayah Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat

Potensi Tanah Mengembang Wilayah Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat Potensi Tanah Mengembang Wilayah Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat Farach Abdurachman RONNY 1, Zufialdi ZAKARIA 2, dan Raden Irvan SOPHIAN 3 1 Laboratorium Geologi Teknik dan Geoteknik, Fakultas

Lebih terperinci

MAKALAH BATUAN BEKU BAB I PENDAHULUAN

MAKALAH BATUAN BEKU BAB I PENDAHULUAN MAKALAH BATUAN BEKU BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bagian luar bumi tertutupi oleh daratan dan lautan, dimana bagian lautan lebih besar daripada bagian daratan. Akan tetapi daratan adalah bagian

Lebih terperinci

Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 27

Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 27 memiliki ciri-ciri berwarna abu-abu gelap, struktur vesikuler, tekstur afanitik porfiritik, holokristalin, dengan mineral terdiri dari plagioklas (25%) dan piroksen (5%) yang berbentuk subhedral hingga

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI 3.1.1. Morfologi Umum Daerah Penelitian Pengamatan geomorfologi di daerah penelitian dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu metode tidak langsung

Lebih terperinci

GEOLOGI DAN PETROLOGI KAWASAN MANGLAYANG, BANDUNG TIMUR, JAWA BARAT SKRIPSI. Oleh: Satrio Wiavianto. Prodi Sarjana Teknik Geologi

GEOLOGI DAN PETROLOGI KAWASAN MANGLAYANG, BANDUNG TIMUR, JAWA BARAT SKRIPSI. Oleh: Satrio Wiavianto. Prodi Sarjana Teknik Geologi GEOLOGI DAN PETROLOGI KAWASAN MANGLAYANG, BANDUNG TIMUR, JAWA BARAT SKRIPSI Oleh: Satrio Wiavianto Prodi Sarjana Teknik Geologi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung Pembimbing:

Lebih terperinci

Siklus Batuan. Bowen s Reaction Series

Siklus Batuan. Bowen s Reaction Series Siklus Batuan Magma di dalam bumi dan magma yang mencapai permukaan bumi mengalami penurunan temperatur (crystallization) dan memadat membentuk batuan beku. Batuan beku mengalami pelapukan akibat hujan,

Lebih terperinci

KAJIAN GEOKIMIA KOMPLEKS GUNUNG API GEDE MERAK PADA CALON TAPAK PLTN KRAMATWATU-BANTEN

KAJIAN GEOKIMIA KOMPLEKS GUNUNG API GEDE MERAK PADA CALON TAPAK PLTN KRAMATWATU-BANTEN SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA V Kontribusi Kimia dan Pendidikan Kimia dalam Pembangunan Bangsa yang Berkarakter Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP UNS Surakarta, 6 April 2013

Lebih terperinci

Bulletin of Scientific Contribution, Volume 14, Nomor 3, Desember 2016 :

Bulletin of Scientific Contribution, Volume 14, Nomor 3, Desember 2016 : PENDUGAAN TEMPERATUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN KEHADIRAN MINERAL ALTERASI PADA SUMUR LLK-1 LAPANGAN PANASBUMI LILLI, KABUPATEN POLEWALI MANDAR, PROVINSI SULAWESI BARAT Fazillah. Adzka 1, Patonah. A 2,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertipe komposit strato (Schmincke, 2004; Sigurdsson, 2000; Wilson, 1989).

BAB I PENDAHULUAN. bertipe komposit strato (Schmincke, 2004; Sigurdsson, 2000; Wilson, 1989). BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dinamika aktivitas magmatik di zona subduksi menghasilkan gunung api bertipe komposit strato (Schmincke, 2004; Sigurdsson, 2000; Wilson, 1989). Meskipun hanya mewakili

Lebih terperinci

hiasan rumah). Batuan beku korok

hiasan rumah). Batuan beku korok Granit kebanyakan besar, keras dan kuat, Kepadatan rata-rata granit adalah 2,75 gr/cm³ dengan jangkauan antara 1,74 dan 2,80. Kata granit berasal dari bahasa Latingranum. (yang sering dijadikan Granit

Lebih terperinci

4.6 G. ANAK RANAKAH, Nusa Tenggara Timur

4.6 G. ANAK RANAKAH, Nusa Tenggara Timur 4.6 G. ANAK RANAKAH, Nusa Tenggara Timur Kubah Lava G. Anak Ranakah (dok. PVMBG) KETERANGAN UMUM Nama Lain : Namparnos Type : Strato Lokasi a. Geografis : 8 36 22 LS dan 120 32 13 BT b. Administratif :

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3. 1 Geomorfologi 3. 1. 1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Daerah penelitian terletak pada kompleks gunung api Tangkubanparahu dengan elevasi permukaan berkisar antara

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Daerah penelitian hanya berada pada area penambangan PT. Newmont Nusa Tenggara dan sedikit di bagian peripheral area tersebut, seluas 14 km 2. Dengan

Lebih terperinci

batuan, butiran mineral yang tahan terhadap cuaca (terutama kuarsa) dan mineral yang berasal dari dekomposisi kimia yang sudah ada.

batuan, butiran mineral yang tahan terhadap cuaca (terutama kuarsa) dan mineral yang berasal dari dekomposisi kimia yang sudah ada. DESKRIPSI BATUAN Deskripsi batuan yang lengkap biasanya dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Deskripsi material batuan (atau batuan secara utuh); 2. Deskripsi diskontinuitas; dan 3. Deskripsi massa batuan.

Lebih terperinci

BAB IV PROVENAN BATUPASIR FORMASI KANTU

BAB IV PROVENAN BATUPASIR FORMASI KANTU BAB IV PROVENAN BATUPASIR FORMASI KANTU 4.1 Pendahuluan Kata provenan berasal dari bahasa Perancis, provenir yang berarti asal muasal (Pettijohn et al., 1987 dalam Boggs, 1992). Dalam geologi, istilah

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK BATUAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KUANTITAS & KUALITAS AIR TANAH DI DAERAH CIPUNAGARA DAN SEKITARNYA

KARAKTERISTIK BATUAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KUANTITAS & KUALITAS AIR TANAH DI DAERAH CIPUNAGARA DAN SEKITARNYA KARAKTERISTIK BATUAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KUANTITAS & KUALITAS AIR TANAH DI DAERAH CIPUNAGARA DAN SEKITARNYA Aton Patonah 1) & Sapari Dwi Hadian 2) 1) Laboratorium Petrologi dan Mineralogi, Fakultas

Lebih terperinci

PEMBAHASAN TEKNIK KOLEKSI, PREPARASI DAN ANALISIS LABORATORIUM

PEMBAHASAN TEKNIK KOLEKSI, PREPARASI DAN ANALISIS LABORATORIUM PEMBAHASAN TEKNIK KOLEKSI, PREPARASI DAN ANALISIS LABORATORIUM Oleh: Hill. Gendoet Hartono Teknik Geologi STTNAS Yogyakarta E-mail: hilghartono@yahoo.co.id Disampaikan pada : FGD Pusat Survei Geologi,

Lebih terperinci

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Data Sekunder Data sekunder yang diperoleh dari PT Semen Padang Untuk menunjang dan melengkapi penelitian ini antara lain berupa : 1. Peta topografi skala 1

Lebih terperinci

Karakteristik Batu Penyusun Candi Borobudur

Karakteristik Batu Penyusun Candi Borobudur Karakteristik Batu Penyusun Candi Borobudur Leliek Agung Haldoko, Rony Muhammad, dan Al. Widyo Purwoko Balai Konservasi Borobudur leliek_agung@yahoo.co.id Abstrak : Candi Borobudur merupakan salah satu

Lebih terperinci