Bab IV Sistem Panas Bumi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab IV Sistem Panas Bumi"

Transkripsi

1 Bab IV Sistem Panas Bumi IV.1 Dasar Teori Berdasarkan fluida yang mengisi reservoir, sistem panas bumi dibedakan menjadi 2, yaitu sistem panas bumi dominasi air dan sistem panasbumi dominasi uap. 1. Sistem panas bumi dominasi air Sistem panas bumi dominasi air adalah sistem panas bumi dengan reservoir yang terdiri dari lebih 60% air. Air yang mengisi reservoir adalah air alkali klorida berph netral yang terpanaskan oleh sumber panas berupa pluton yang mendingin (Hochstein and Browne, 2000). Air yang mengisi reservoir kemudian mendidih atau bercampur dengan fluida lain atau mendingin (Gambar IV.1). Boiling (mendidih) adalah proses yang sangat penting untuk dapat menghasilkan air dengan berbagai kadar salinitas dan gas. Sebaliknya pencampuran akan menurunkan berbagai unsur terlarut, termasuk gas. Pada sistem dengan dominasi air, air yang mengisi reservoir akan mempengaruhi kondisi temperatur dan tekanan. Di reservoir baik temperatur dan tekanan akan bertambah tinggi seriring dengan kedalaman (Gambar IV.3). Di reservoir air juga akan mengendapkan mineral-mineral alterasi hidrotermal, seperti epidot dan wairakit. Umumnya kehadiran epidot digunakan sebagai indikator kehadiran zona reservoir. Tergantung pada temperatur reservoir, mineral lain dapat terbentuk, seperti aktinolit pada temperatur hingga lebih dari C, wairakit pada temperatur C, prehnit pada temperatur C, dan garnet pada temperatur >300 0 C Di atas reservoir terdapat batuan penudung yang merupakan zona kondensasi uap. Zona ini terdiri dari mineral-mineral impermeable, seperti kaolin, smektit, alunit yang terbentuk sebagai hasil dari interaksi antara air kondensat dengan air tanah dekat permukaan. Pada daerah di antara zona batuan penudung (caprock) dan reservoir, terdapat zona kondensasi yang ditunjukkan oleh kehadiran anhidrit dan 71

2 kalsit hasil kondensasi gas CO 2 dan H 2 S. Hochstein and Browne, (2000) menggambarkan sistem panasbumi dominasi air seperti pada gambar IV.1. Gambar IV.1. Sistem panas bumi dengan dominasi air (Hochstein and Browne, 2000). 2. Sistem panas bumi dominasi uap Hochstein and Browne (2000) menyatakan bahwa sistem panas bumi dominasi uap adalah sistem panas bumi dengan reservoir yang terisi oleh lebih dari 60% uap air (Gambar IV.2) Pada sistem ini uap merupakan fasa yang mempunyai mobilitas tinggi dan akan mengisi bagian rekahan, atau rongga yang terbuka pada batuan, sedangkan air lebih cenderung diam dan mengisi pori batuan. Fumarol, tanah beruap dan mata air panas dengan komposisi air asam sulfat merupakan karakteristik manifestasi panas bumi yang muncul di permukaan. Berbeda halnya dengan sistem dominasi air, uap tidak mengontrol temperatur dan tekanan di reservoir. Pada sistem panas bumi dominasi uap, kondisi tekanan dan temperatur adalah konstan terhadap kedalaman (Gambar IV.3). Temperatur reservoir umumnya berkisar C (Nicholson, 1993). Di atas reservoir, uap air akan terkondensasi dan membentuk zona kondesasi. Zona kondensasi ini merupakan lapisan tidak permeabel yang menyelimuti reservoir, sehingga reservoir menjadi sangat tertutup dan tidak memberi kesempatan uap untuk lepas. Zona kondensasi ini biasanya didominasi oleh kehadiran mineral anhidrit, kalsit. 72

3 Gambar IV.2 adalah model dari sistem panas bumi dengan reservoir dominasi uap. Gambar IV.2. Sistem panas bumi dengan dominasi uap (Hochstein and Browne, 2000). Gambar IV.3. Perbedaan profil temperatur dan tekanan untuk sistem panasbumi dengan dominasi uap (a) dan sistem panas bumi dominasi air (b). 73

4 IV.2 Karakteristik Sumur Penelitian Sumur yang dijadikan sebagai ojek penelitian terdiri dari tiga sumur, yaitu sumur WWT-1 dan WWD-2 yang terletak pada daerah reservoir dengan dominasi air, dan sumur WWQ-5 yang terletak pada daerah reservoir dengan dominasi uap (Bogie dkk., 2008 ) IV.2.1 Sumur WWT-1 Sumur WWT-1 adalah sumur yang terletak pada lereng barat Gunung Wayang dengan koordinat mE, mS (UTM 48S). Berdasarkan pemerian mineral alterasi, diperoleh tiga zona yang berkaitan dengan sistem panasbumi. Zona tersebut adalah zona batuan penudung (caprock) pada kedalaman hingga 75 m, zona kondensasi pada kedalaman 75 hingga 1093 m, dan zona reservoir pada kedalaman di bawah 1093 m. Zona batuan penudung (caprock) dicirikan oleh kehadiran mineral-mineral impermeable seperti smektit, kaolinit, sedangkan kondensasi ditunjukkan oleh kehadiran kalsit dan anhidrit sebagai hasil kondensasi gas CO 2 dan H 2 S. Reservoir mulai hadir pada kedalaman 1093 m, ditunjukkan dengan awal hadirnya epidot. IV Karakteristik Permeabilitas Reservoir Karakteristik permeabilitas reservoir ditafsirkan dengan menggunakan data sumur yang berupa zona hilang sirkulasi, ditambah pemerian mineral alterasi berupa kehadiran adularia yang merupakan mineral petunjuk permeabilitas. Zona hilang sirkulasi adalah zona dimana lumpur atau air yang dipompakan ke dalam sumur selama pemboran hilang sebagian atau seluruhnya. Faktor penyebab hilang dan besarnya sirkulasi adalah porositas, permeabilitas batuan, baik berupa kekar ataupun sesar. Pada sumur WWT-1, data hasil pengeboran tidak menunjukkan kehadiran zona hilang sirkulasi, demikian pula halnya dengan hasil analisa petrografi yang tidak 74

5 menunjukkan kehadiran adularia. Ketidakhadiran zona hilang sirkulasi dan adularia menunjukkan bahwa kondisi permeabilitas reservoir sumur WWT-1 tidak baik. IV Karakteristik Temperatur Reservoir Karakteristik temperatur reservoir ditunjukkan oleh perbandingan antara temperatur berdasarkan mineral dibandingkan dengan temperatur sumur yang mewakili kondisi pada masa kini.. Pada zona reservoir sumur WWT-1, temperatur mineral berkisar antara C berdasarkan kehadiran epidot. Selain epidot, hadir pula prehnit yang terbentuk pada temperatur C, aktinolit yang terbentuk pada temperatur C, dan wairakit yang menunjukkan temperatur pembentukkan berkisar C. Kehadiran prehnit pada kedalaman m dan m, dan aktinolit pada kedalaman m, selanjutnya mempengaruhi pemerian temperatur berdasarkan geotermometer mineral (Gambar IV.4) Kurva temperatur pada sumur WWT-1 menunjukkan pola temperatur yang bertambah tinggi seiring dengan bertambahnya kedalaman Pola ini merupakan pola yang khas dari sistem reservoir dominasi air. Perbandingan antara kurva temperatur mineral dengan kurva temperatur hasil pengeboran menunjukkan telah terjadi pendinginan pada reservoir sumur WWT-1, yaitu dari temperatur C menjadi C.(Gambar IV.4). Pada reservoir kedalaman m, profil temperatur sumur menunjukkan penurunan temperatur yang signifikan. Analisa petrografi contoh serbuk bor pada kedalaman m menunjukkan kehadiran smektit dan kaolinit yang mengubah batu tuf lapili. Penurunan temperatur yang drastis, disertai kehadiran mineral-mineral alterasi bersuhu rendah mengindikasikan telah terjadi percampuran antara air reservoir dengan air dingin pada reservoir sumur WWT-1. Hadirnya laumontit sebagai mineral pengisi rongga pada reservoir sumur WWT-1 juga mengindikasikan proses pendinginan yang mengendapkan larutan 75

6 hidrotermal berkomposisi Calc-silikat pada temperatur yang lebih rendah dari temperatur reservoir. Batas atas reservoir berdasar awal kehadiran epidot terletak pada kedalaman 1100 m, sedangkan batas atas reservoir yang sekarang berada pada kedalaman 1500 m. Hal ini menunjukkan bahwa pada kondisi saat ini reservoir telah berpindah ke daerah yang lebih dalam. Gambar IV.4. Perbandingan antara temperatur mineral dengan temperatur sumur hasil pengeboran pada sumur WWT-1 76

7 IV.2.2 Sumur WWD-2 Sumur WWD-2 adalah sumur yang terletak di lereng timur gunung Bedil, pada koordinat mT, mS (UTM zone 48S). Berdasarkan hasil pemerian mineral sekunder, diperoleh 3 zona yang berkaitan dengan sistem panasbumi pada sumur WWD-2, yaitu zona batuan penudung pada kedalaman hingga 132 m, zona kondensasi pada kedalaman m dan zona reservoir pada kedalaman di bawah 789 m. IV Karakteristik Permeabilitas Reservoir Zona hilang sirkulasi hadir pada sumur WWD-2 di kedalaman m, m, m, dan m. Zona ini berasosiasi dengan struktur sesar, ditunjukkan oleh tekstur tuf kristal yang memperlihatkan milonitisasi pada kedalaman m, dan kuarsa sekunder dengan tekstur suture yang menunjukkan pengaruh tekanan, pada kedalaman m, m, , dan m. Pengamatan petrografi menunjukkan kehadiran adularia sebagai mineral yang mengubah plagioklas, dan sebagai mineral pengisi rongga bersama dengan yang wairakit. Kehadiran adularia pada reservoir sumur WWD-2 beberapa berasosiasi dengan zona hilang sirkulasi. Adularia hadir pada kedalaman m, m dan m. Kehadiran adularia sebagai mineral petunjuk permeabilitas menunjukkan bahwa reservoir sumur WWD-2 memiliki permeabilitas batuan baik, yang berhubungan dengan permeabilitas akibat rekahan. Pada reservoir sumur WWD-2 urat kuarsa sekunder, kalsit, wairakit-epidot, dan kalsedon, juga hadir mengisi rekahan. Kehadiran mineral pengisi rekahan ini akan mengurangi permeabilitas reservoir. Kehadiran urat-urat tersebut juga menunjukkan bahwa telah terjadi lebih dari sekali proses hidrotermal pada daerah sumur WWD-2. 77

8 IV Temperatur Reservoir Zona reservoir pada sumur WWD-2 hadir pada kedalaman 789 m ditandai dengan mulai munculnya epidot. Epidot hadir bersama-sama dengan wairakit dan prehnit, menunjukkan suhu reservoir yang berkisar C. Pada kedalaman m dan m, aktinolit hadir dan menunjukkan pemerian suhu berdasarkan mineral sebesar 280- >330 0 C (Gambar IV.5). Selain mineral-mineral Calk-silikat, pada reservoir sumur WWD-2 hadir serisit dan pirofilit yang mengubah andesit piroksen dan tuf-lapili. Serisit±pirofilit hadir pada kedalaman m dan m, menghasilkan pemerian temperatur mineral yang berkisar C. Zona ini hadir bersamaan dengan kalsedon yang menjadi indikasi boiling. Hadirnya serisit±pirofilit pada reservoir sumur WWD-2 berasosiasi dengan zona hilang sirkulasi dan proses boiling yang menunjukkan penurunan temperatur. Sama halnya dengan sumur WWT-1, kurva temperatur pada sumur WWD-2 menunjukkan pola temperatur yang bertambah tinggi seiring dengan bertambahnya kedalaman Pola ini merupakan pola yang khas dari sistem reservoir dominasi air. Perbandingan antara kurva temperatur mineral dengan kurva temperatur hasil pengeboran juga menunjukkan telah terjadi pendinginan pada reservoir sumur WWD-2, yaitu dari temperatur C menjadi C.(Gambar IV.5). Batas atas reservoir berdasarkan awal kehadiran epidot dengan batas atas reservoir yang sekarang juga telah berpindah, terlihat bahwa pada kondisi saat ini reservoir berada pada kedalaman 1200 m, berbeda dengan kondisi reservoir pada masa lampau yang terletak pada kedalaman 650 m. Hasil perbandingan antara temperatur mineral dengan temperatur sumur yang diperoleh dari data pengeboran menunjukkan telah terjadi pendinginan pada reservoir sumur WWD-2 (Gambar IV.5). 78

9 Gambar IV.5. Perbandingan antara temperatur mineral dengan temperatur sumur hasil pengeboran pada sumur WWD-2 Pada reservoir sumur WWD-2 kedalaman m, profil temperatur sumur menunjukkan pendinginan. Hasil pengamatan petrografi contoh serbuk bor pada kedalaman tersebut menunjukkan hadirnya urat kalsit dan urat anhidrit-gipsum yang meng-overprint mineral-mineral alterasi lain. Hadirnya gipsum sebagai mineral hidrous sulfat menunjukkan bahwa air reservoir yang panas telah 79

10 bercampur dengan air meteorik yang bertempetur rendah. Hadirnya zona hilang sirkulasi pada kedalaman ini mengindikasikan rekahan sebagai media masuknya air meterorik.. Kehadiran laumontit mengisi rongga pada reservoir sumur WWD-2 kedalaman m juga mengindikasikan proses pendinginan pada reservoir sumur WWD-2. IV.2.3 Sumur WWQ-5 Sumur WWQ-5 adalah sumur yang terletak di lereng selatan Gunung Gambung, pada koordinat mE, mS (UTM zona 48S). Berdasarkan hasil pemerian mineral sekunder, diperoleh 2 zona yang berkaitan dengan sistem panas bumi pada sumur WWQ-5, yaitu zona batuan penudung (caprock) pada kedalaman hingga 885 m, dan zona reservoir yang hadir pada kedalaman di bawah 885. Zona batuan penudung ditandai dengan kemunculan mineral-mineral impermeable yang dihasilkan dari kondensasi uap air reservoir yang berinteraksi dengan dengan air tanah yang dingin. IV Karakteristik Permeabilitas Reservoir Permeabilitas pada sumur WWQ-5 dicirikan oleh hadirnya adularia. Adularia pertama kali hadir pada kedalaman 885 m sebagai mineral sekunder yang mengganti plagioklas. Selanjutnya adularia hadir secara menerus dari kedalaman m sebagai ubahan dari plagioklas dan sebagai mineral pengisi rongga. Pada kedalaman ini adularia sebagian besar hadir mengisi rongga bersama dengan wairakit dan epidot. Kehadiran adularia pada sumur WWQ-5 menunjukkan karakteristik permeabilitas reservoir yang baik berkaitan dengan permeabilitas akibat rekahan. Zona hilang sirkulasi pada sumur WWQ-5 hadir secara menerus mulai dari kedalaman m. Kehadiran adularia secara menerus mulai dari kedalaman 1245 m beraosiasi dengan zona hilang sirkulasi pada kedalaman Mandala Nusantara (1997) menyatakan bahwa zona hilang sirkulasi ini 80

11 terjadi karena struktur sesar berarah utara baratlaut-selatan tenggara yang teridentifikasi di permukaan melalui pola kelurusan. IV Karakteristik Temperatur Reservoir Zona reservoir pada sumur WWQ-5 dimulai dari kedalaman 885 m ditandai dengan mulai hadirnya epidot. Selain epidot, hadir pula wairakit, prehnit, dan aktinolit yang merupakan mineral penciri temperatur tinggi. Garnet dengan bentuk isometrik hadir pada mengisi rongga tuf-lapili pada kedalaman 1465, mengindikasikan temperatur pembentukkan yang lebih tinggi, yaitu berkisar >300 0 C. Pada daerah reservoir ini hadir pula serisit secara menerus menunjukkan menunjukkan pemerian temperatur reservoir berdasarkan mineral yang berkisar C. Perbandingan antara temperatur berdasarkan mineral dengan temperatur hasil dari pengeboran menunjukkan kesesuaian temperatur. Temperatur reservoir sumur WWQ-5 pada saat lampau menunjukkan keseimbangan dengan temperatur reservoir sumur masa kini. Profil temperatur dan tekanan untuk sumur WWQ-5 menunjukkan kisaran C dengan tekanan atm. Pola temperatur pada sumur WWQ-5 menunjukkan karakteristik temperatur dan tekanan yang konstan pada kedalaman tertentu. Kehadiran pola-pola temperaturtekanan ini merupakan karakteristik dari reservoir dengan dominasi uap. Pada reservoir jenis ini, uap tidak mengontrol temperatur dan tekanan. Hal ini menunjukkan bahwa reservoir sumur WWQ-5 merupakan sistem reservoir dengan dominasi uap, berbeda halnya dengan sumur-sumur yang terletak di daerah selatan. Walaupun reservoir sumur WWQ-5 saat ini menunjukkan sistem dominasi uap, kehadiran mineral Calc-silikat seperti epidot, wairakit, prehnit, dan garnet menunjukkan pernah terjadi interaksi antara larutan hidrotermal dengan batuan reservoir. Kehadiran mineral-mineral tersebut mengindikasikan bahwa reservoir 81

12 sumur WWQ-5 yang sekarang didominasi oleh uap, dulunya merupakan sistem yang didominasi oleh air yang mengisi rekahan dan pori batuan reservoir. Gambar IV.6. Perbandingan antara temperatur mineral dengan temperatur sumur hasil pengeboran pada sumur WWQ-5. 82

13 Berdasarkan awal kehadiran epidot, batas atas reservoir pada saat sistem masih didominasi oleh air terletak pada kedalaman 885 m di bawah permukaan. Tetapi hasil temperatur pengeboran yang menunjukkan kondisi sekarang menunjukkan batas atas reservoir yang terletak pada kedalaman 600 m. Hal ini menunjukkan bahwa top reservoir pada saat reservoir telah didominasi uap berpindah ke daerah yang lebih dangkal, yaitu pada kedalaman 600 m. IV.3 Model Penampang Alterasi pada Sistem Panasbumi Sistem panasbumi di daerah penelitian terdiri dari sistem dominasi uap di daerah bagian utara, dan sistem dominasi air di daerah bagian selatan, yang dipisahkan oleh struktur horst. Struktur horst ini membatasi penyebaran lateral unit batuan, dan memisahkan reservoir antara di utara dengan di selatan. Gambar IV.17 adalah model penampang sistem panasbumi di daerah penelitian, memperlihatkan distribusi zonasi alterasi dan temperatur hasil pengeboran yang mencerminkan kondisi pada masa kini. Berdasarkan karakteristik mineral alterasi yang hadir, sistem panasbumi di daerah penelitian terdiri dari: 1. Zona penudung (caprock) Zona penudung hadir dengan ketebalan berkisar 800 m di daerah bagian utara, dan menipis menjadi m di daerah bagian selatan. Zona ini terdiri dari mineral-mineral bersifat impermeable yang diwakili oleh zona smektit-kristobalit dan zona alunit-kristobalit pada daerah penelitian. Zona penudung pada sumur WWT-1 disusun oleh smektit dan kristobalit yang berasosiasi dengan kalsit. Smektit dan kristobalit menunjukkan ph larutan yang bersifat netral. Kehadiran kalsit menunjukkan komposisi larutan yang mengandung uap CO 2, larutan ini kemudian berinteraksi dengan air tanah yang dingin. 83

14 Zona penudung pada sumur WWD-2 disusunoleh kumpulan mineral dengan ph asam yang terdiri dari alunit, kristobalit, kaolinit, hadir bersama dengan adularia yang mengisi rongga. Alunit dihasilkan dari kondensasi gas H 2 S yang berinteraksi dengan air tanah, selanjutnya akan membentuk air asam sulfat. Sedangkan adularia terbentuk dari larutan alkali klorida yang bersifat netral. Nicholson (1993) menyatakan bahwa percampuran antara air klorida dengan air asam sulfat akan menghasilkan produk alterasi berupa alterasi propilitik yang bercampur dengan advance argilik. Kehadiran adularia dan mineral asam pada zona penudung sumur WWD-2, mengindikasikan telah terjadinya percampuran air klorida dengan air asam sulfat pada daerah dangkal dekat permukaan. Zona penudung pada sumur WWQ-5 hadir dengan ketebalan mencapai 800 m. Zona ini disusun oleh mineral impermeable seperti smektit, kristobalit, kaolinit, yang berasosiasi dengan kalsit, anhidrit, klorit, kuarsa sekunder. Pada zona penudung ini proses kondensasi berlangsung intensif dan mengendapkan mineralmineral impermeable seperti kalsit dan anhidrit yang mengisi rongga. Pada zona batuan penudung sumur WWQ-5 terlihat adanya peningkatan temperatur antara temperatur mineral dengan temperatur pada kondisi masa kini. Pengamatan petrografi menunjukkan hadirnya serisit yang terbentuk pada temperatur >220 0 C, pada kedalaman tersebut. Pemanasan ini ini diprediksi terkait dengan perubahan sistem panasbumi yang terjadi pada daerah sumur WWQ Zona transisi Zona transisi berkembang dengan baik di daerah bagian selatan. Zona ini ditandai dengan kelimpahan kehadiran kalsit dan anhidrit sebagai hasil kondensasi uap yang kaya CO 2 dan H 2 S. Kalsit hadir sebesar 10-20% pada zona transisi sumur WWT-1 dan WWD-2. Adapun anhidrit hanya hadir sebesar 3-5%. Kalsit yang hadir sebagai vein dan mineral pengisi rongga terendapkan langsung dari larutan hidrotermal yang kaya CO 2. Pada beberapa kedalaman kalsit berasosiasi dengan siderit, menunjukkan larutan dengan pengayaan Fe pada kedalaman tersebut..pada sumur WWT-1 kedalaman 432 m hadir pula urat dolomit yang menunjukkan injeksi air meterorik kaya Mg pada zona transisi sumur WWT-1. 84

15 3. Zona reservoir Zona reservoir pada ketiga sumur penelitian ditunjukkan dengan hadirnya mineral Calc-silikat seperti epidot, prehnit, dan wairakit. Mineral Calc-silikat ini terbentuk dari larutan hidrotermal yang berkomposisi alkali klorida. pada ph larutan netral. Pada sistem dominasi air, reservoir didominasi oleh larutan alkali klorida berph netral. Sedangkan pada sistem dominasi uap yang diwakili oleh sumur WWQ-5, reservoir terdiri dari serisit dan pirofilit yang menunjukkan komposisi larutan asam pada temperatur yang tinggi. Kehadiran mineral Calc-silikat pada sistem dominasi uap menunjukkan bahwa sistem ini pada mulanya didominasi oleh air, yang karena proses-proses seperti boiling, sistem berevolusi dan berubah menjadi sistem dominasi uap. IV.4 Fluida Panasbumi di Reservoir Reservoir pada sistem panasbumi dominasi air biasanya diisi oleh air alkali klorida (Nicholson, 1993). Hal ini tercermin dari keberadaan mineral-mineral Calc-silikat yang dihasilkan dari interaksi antara air hidrotermal dengan batuan penyusun reservoir. Fluida panasbumi yang bersirkulasi dalam suatu sistem panasbumi, secara langsung ataupun tidak langsung berasal dari air klorida. Nicholson (1993) menyatakan bahwa air klorida didominasi oleh Cl sebagai unsur dominan, tetapi unsur-unsur lain seperti sodium, potasium, silika, sulfat dan bikarbonat dapat hadir. Kehadiran unsur-unsur lain tersebut akan menggambarkan fluktuasi fluida pada reservoir terkait dengan sistem panasbumi yang selalu bergerak dinamis dari waktu ke waktu. Fluida panas bumi yang hadir di daerah penelitian diinterpretasi dari kehadiran mineral-mineral alterasi penyusun reservoir. Fluida penyusun reservoir pada sumur-sumur penelitian adalah sebagai berikut. 85

16 Gambar IV.7. Model penampang alterasi pada sistem panasbumi di daerah penelitian.

17 IV.4.1 Fluida Reservoir Sumur WWT-1 Reservoir sumur WWT-1 terdapat pada kedalaman di bawah 1093 m, berdasarkan awal kemunculan epidot. Reservoir sumur WWT-1 disusun oleh mineral-mineral Calc-silikat yang menunjukkan komposisi larutan hidrotermal netral, pada temperatur berkisar C. Perbandingan antara temperatur mineral dan temperatur masa kini, serta hadirnya laumontit menunjukkan bahwa reservoir sumur WWT-1 telah mendingin. Pendinginan ini juga ditunjukkan dengan masuknya air meterorik pada kedalaman m. Kalsit, anhidrit, serta gipsum hadir pada reservoir sumur ini. Pada beberapa kedalaman, kalsit hadir meng-overprint epidot, menunjukkan kelimpahan gas CO 2 pada kedalaman tersebut. Berdasarkan kehadiran kalsedon yang menjadi indikasi boiling, terlihat kelimpahan gas CO 2 pada reservoir WWT-1 berasal dari proses boiling. Anhidrit pada reservoir sumur WWT-1 hanya hadir pada kedalaman m, sedangkan gipsum hadir setempat pada beberapa kedalaman. Tidak ditemukan anhidrit yang meng-overprint mineral Calc-silikat temperatur tinggi pada reservoir ini, menunjukkan bahwa reservoir hanya diperkaya oleh kandungan CO 2 IV.4.2 Fluida Reservoir Sumur WWD-2 Reservoir sumur WW-2 terdapat pada kedalaman di bawah 789 m, berdasarkan awal kemunculan epidot. Sama halnya dengan sumur WWT-1, reservoir sumur WWD-2 disusun oleh mineral-mineral Calc-silikat seperti epidot, wairakit, prehnit, dan aktinolit. Epidot pada sumur ini hadir lebih banyak dibandingkan pada sumur WWT-1, menunjukkan kandungan Ca dan Fe yang lebih tinggi dibandingkan sumur WWT-1. Mineral-mineral Kalk-alkali yang menyusun reservoir menunjukkan pemerian temperatur mineral berkisar C, dan

18 kondisi fluida netral. Sama halnya dengan sumur WWT-1, reservoir sumur ini telah mendingin. Pada reservoir kedalaman m, dan m, serisit dan pirofilit hadir, menunjukkan pengaruh larutan bersifat asam pada kedalaman tersebut. Larutan asam bertemperatur tinggi dapat terbentuk dari influk magmatik yang masuk ke dalam sistem hidrotermal, dapat juga berasal dari air kondensat yang turun ke daerah yang lebih dalam. Ketidakhadiran intrusi berupa dike atau sill pada sumur WWD-2 mengindikasikan bahwa larutan asam yang membentuk pirofilit berasal dari air kondensat yang turun ke reservoir dan terpanaskan. Hadirnya zona hilang sirkulasi, pada kedalaman menunjukkan larutan asam berasal dari fluida kondensat yang turun ke reservoir melalui media rekahan. Adapun serisit yang mengubah andesit piroksen pada kedalaman m mengindikasikan larutan kondensat bereaksi dengan lava andesit pada kedalaman tersebut. Kalsit, anhidrit, serta gipsum hadir menerus pada reservoir sumur WWD-2. Pada beberapa kedalaman hadir kalsit meng-overprint epidot dan aktinolit, menunjukkan kelimpahan gas CO 2 pada reservoir sumur ini. Sama halnya dengan sumur WWT-1, identifikasi titik boiling berdasarkan kehadiran kalsedon di reservoir mengindikasikan bahwa kelimpahan gas CO 2 berasal dari proses boiling. Anhidrit hadir sebesar 3-5%, dan tidak ditemukan anhidrit yang mengubah mineral Calc-silikat. Hal ini menunjukkan bahwa reservoir hanya diperkaya oleh gas CO 2.. IV.4.3 Fluida Reservoir Sumur WWQ-5 Reservoir sumur WWQ-5 berada pada kedalaman di bawah 885 m, berdasarkan awal kemunculan epidot. Berbeda halnya dengan sumur WWT-1 dan WWD-2, reservoir pada sumur WWQ-5 disusun oleh serisit dan pirofilit. Kehadiran serisit dan pirofilit menunjukkan kondisi larutan dengan ph asam pada temperatur C. 88

19 Profil temperatur dan tekanan untuk sumur WWQ-5 menunjukkan sistem dominasi uap, tetapi hadirnya mineral-mineral Calc-silikat menunjukkan bahwa sistem ini pada mulanya adalah sistem dominasi air. Perubahan dari sistem dominasi air menjadi uap akan terekam dari kehadiran mineral alterasi yang menunjukkan perubahan komposisi fluida, temperatur dan tekanan pada proses hidrotermal. Pada reservoir sumur WWQ-5. kalsit, anhidrit, dan gipsum hadir secara menerus. Kelimpahan gas CO 2 dan H 2 S pada reservoir ini dperlihatkan dari kalsit yang meng-overprint epidot pada kedalaman m, dan anhidrit yang mengoverprint epidot pada kedalaman m. Pada kedalaman ini fluida reservoir WWQ-5 diperkaya oleh uap yang selanjutnya akan menurunkan tekanan permukaan yang berpengaruh terhadap proses boiling. Nicholson (1993) menyatakan bahwa kandungan gas pada larutan akan menurunkan titik boiling sehingga titik boiling berada pada daerah yang lebih dangkal. Hasil pengamatan petrografi menunjukkan boiling pada kedalaman m. Pada kedalaman ini kalsedon, silika opal dan kuarsa sekunder hadir pada reservoir dengan temperatur di atas C menunjukkan kondisi superheated. Selanjutnya larutan yang diperkaya oleh kandungan gas akan menurunkan titik didih, sehingga boiling selanjutnya akan terjadi pada kedalaman di bawah 885 m. Perbandingan antara temperatur mineral dengan temperatur pengeboran menunjukkan bahwa top reservoir yang sekarang telah berpindah ke daerah yang lebih dangkal, yaitu dari kedalaman 885 m kemudian pindah ke kedalaman 620 m. Berdasarkan kehadiran kalsedon pada temperatur >220 0 C, boiling terjadi pada kedalaman m, dan m. Pada kedalaman m boiling diprediksi terjadi ketika sistem masih didominasi oleh air, sedangkan pada daerah yang dangkal boiling diprediksi terjadi pada saat sistem telah didominasi oleh air. Boiling yang terjadi pada daerah dangkal selanjutnya menghasilkan uap, dan larutan dengan saturasi yang berbeda. Kondensasi uap hasil boiling selanjutnya akan mempertebal lapisan batuan penudung, konsekuensinya permukaan air akan 89

20 menjadi turun, Dibutuhkan data tambahan berupa inklusi fluida untuk mendukung pernyataan ini. Kehadiran kalsit meng-overprint epidot pada reservoir sumur WWQ-5 terjadi pada kedalaman m dan 1725 m. Anhidrit hadir meng-overprint epidot pada kedalaman m. Hal ini menunjukkan kelimpahan gas CO 2, dan H 2 S pada reservoir WWQ-5. Berbeda dengan sumur-sumur di daerah selatan, kelimpahan gas CO 2 dan H 2 S di reservoir tidak berasosiasi dengan boiling. Hal ini diinterpretasi berasal dari air kondensat yang turun ke reservoir, ditunjukkan oleh kenampakan kristal kuarsa dan kalsit yang terkorosi pada kedalaman tersebut. Pada sumur WWQ-5, komposisi fluida panasbumi terdiri dari pengayaan kalsium hidrat dan besi (Fe), ditunjukkan oleh kehadiran wairakit dan prehnit dengan persentase lebih tinggi dibandingkan dengan sumur-sumur di bagian selatan. Garnet yang hanya muncul di sumur WWQ-5 menunjukkan bahwa sumur di daerah utara pernah mencapai temperatur C, berbeda halnya dengan sumursumur di daerah selatan yang temperatur tertinggi berkisar C berdasarkan kehadiran aktinolit. 90

III.4.1 Kuarsa sekunder dan kalsedon

III.4.1 Kuarsa sekunder dan kalsedon III.4.1 Kuarsa sekunder dan kalsedon Kuarsa sekunder adalah mineral silika yang memiliki temperatur pembentukan relatif panjang, berkisar 180 0 C hingga lebih dari 300 0 C (Reyes, 1990). Kehadiran kuarsa

Lebih terperinci

Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal

Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal III.1 Dasar Teori Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang terjadi akibat interaksi antara fluida panas dengan batuan samping yang dilaluinya, sehingga membentuk

Lebih terperinci

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN III.1 Teori Dasar III.1.1 Sistem Panasbumi Sistem geotermal merupakan sistem perpindahan panas dari sumber panas ke permukaan melalui proses konveksi air meteorik

Lebih terperinci

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL. 4.1 Teori Dasar

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL. 4.1 Teori Dasar BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL. Teori Dasar Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang terjadi akibat adanya interaksi antara fluida hidrotermal dengan batuan samping yang dilaluinya, sehingga membentuk

Lebih terperinci

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL 4.1 Pengertian Ubahan Hidrotermal Ubahan hidrotermal adalah proses yang kompleks, meliputi perubahan secara mineralogi, kimia, dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan

Lebih terperinci

(25-50%) terubah tetapi tekstur asalnya masih ada.

(25-50%) terubah tetapi tekstur asalnya masih ada. ` BAB IV ALTERASI HIDROTHERMAL 4.1 Pendahuluan Mineral alterasi hidrotermal terbentuk oleh adanya interaksi antara fluida panas dan batuan pada suatu sistem hidrotermal. Oleh karena itu, mineral alterasi

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Lapangan panas bumi Wayang-Windu terletak di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Secara geografis lapangan ini terletak pada koordinat 107 o 35 00-107 o 40 00 BT dan 7 o

Lebih terperinci

BAB V KIMIA AIR. 5.1 Tinjauan Umum

BAB V KIMIA AIR. 5.1 Tinjauan Umum BAB V KIMIA AIR 5.1 Tinjauan Umum Analisa kimia air dapat dilakukan untuk mengetahui beberapa parameter baik untuk eksplorasi ataupun pengembangan di lapangan panas bumi. Parameter-parameter tersebut adalah:

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK ALTERASI BAWAH PERMUKAAN PADA SUMUR WWT-1, WWD-2 DAN WWQ-5 DI LAPANGAN PANAS BUMI WAYANG WINDU, PANGALENGAN, JAWA BARAT TESIS

KARAKTERISTIK ALTERASI BAWAH PERMUKAAN PADA SUMUR WWT-1, WWD-2 DAN WWQ-5 DI LAPANGAN PANAS BUMI WAYANG WINDU, PANGALENGAN, JAWA BARAT TESIS KARAKTERISTIK ALTERASI BAWAH PERMUKAAN PADA SUMUR WWT-1, WWD-2 DAN WWQ-5 DI LAPANGAN PANAS BUMI WAYANG WINDU, PANGALENGAN, JAWA BARAT TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Lebih terperinci

BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN

BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN 5.1 Tinjauan Umum Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang terjadi sebagai akibat dari adanya interaksi antara batuan dengan fluida hidrotermal. Proses yang

Lebih terperinci

BAB VI DISKUSI. Dewi Prihatini ( ) 46

BAB VI DISKUSI. Dewi Prihatini ( ) 46 BAB VI DISKUSI 6.1 Evolusi Fluida Hidrotermal Alterasi hidrotermal terbentuk akibat adanya fluida hidrotermal yang berinteraksi dengan batuan yang dilewatinya pada kondisi fisika dan kimia tertentu (Pirajno,

Lebih terperinci

BAB IV SISTEM PANAS BUMI DAN GEOKIMIA AIR

BAB IV SISTEM PANAS BUMI DAN GEOKIMIA AIR BAB IV SISTEM PANAS BUMI DAN GEOKIMIA AIR 4.1 Sistem Panas Bumi Secara Umum Menurut Hochstein dan Browne (2000), sistem panas bumi adalah istilah umum yang menggambarkan transfer panas alami pada volume

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Alterasi dan Endapan Hidrotermal Alterasi hidrotermal merupakan suatu proses yang kompleks yang melibatkan perubahan mineralogi, tekstur, dan komposisi kimia batuan. Proses tersebut

Lebih terperinci

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL 4.1. Tinjauan umum Ubahan Hidrothermal merupakan proses yang kompleks, meliputi perubahan secara mineralogi, kimia dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan hidrotermal

Lebih terperinci

BAB 3 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA

BAB 3 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA BAB 3 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA 3.1 Data Geokimia Seperti yang telah dibahas pada bab 1, bahwa data kimia air panas, dan kimia tanah menjadi bahan pengolahan data geokimia untuk menginterpretasikan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ASPEK PANASBUMI

BAB IV ANALISIS ASPEK PANASBUMI BAB IV ANALISIS ASPEK PANASBUMI IV.1 Pendahuluan Energi panasbumi merupakan sumber panasbumi alami di dalam bumi yang terperangkap pada kedalaman tertentu dan dapat dimanfaatkan secara ekonomis. Energi

Lebih terperinci

BAB 4 PENENTUAN POTENSI PANAS BUMI

BAB 4 PENENTUAN POTENSI PANAS BUMI BAB 4 PENENTUAN POTENSI PANAS BUMI 4.1 Hilang Panas Alamiah Besar potensi panas bumi dapat diperkirakan melalui perhitungan panas alamiah yang hilang melalui keluaran manifestasi panas bumi (natural heat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembentuk tanah yang intensif adalah proses alterasi pada daerah panasbumi.

BAB I PENDAHULUAN. pembentuk tanah yang intensif adalah proses alterasi pada daerah panasbumi. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya tanah longsor adalah tingkat ketebalan tanah yang tinggi dengan kekuatan antar material yang rendah. Salah satu pembentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ellis and Mahon (1977) menjelaskan bahwa energi panas bumi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Ellis and Mahon (1977) menjelaskan bahwa energi panas bumi merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ellis and Mahon (1977) menjelaskan bahwa energi panas bumi merupakan energi yang tersimpan dalam air panas ataupun uap panas pada kondisi geologi tertentu yang terletak

Lebih terperinci

Potensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan BAB I PENDAHULUAN

Potensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya energi yang melimpah dan beraneka ragam, diantaranya minyak bumi, gas bumi, batubara, gas alam, geotermal, dll.

Lebih terperinci

STUDI UBAHAN HIDROTERMAL

STUDI UBAHAN HIDROTERMAL BAB IV STUDI UBAHAN HIDROTERMAL 4.1 TEORI DASAR Ubahan hidrotermal merupakan proses yang kompleks, meliputi perubahan secara mineralogi, kimia, dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan hidrotermal

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II TATANAN GEOLOGI TATANAN GEOLOGI BAB II TATANAN GEOLOGI II.1 Struktur Regional Berdasarkan peta geologi regional (Alzwar et al., 1992), struktur yg berkembang di daerah sumur-sumur penelitian berarah timurlaut-baratdaya

Lebih terperinci

BAB IV KARAKTERISTIK AIR PANAS DI DAERAH TANGKUBAN PARAHU BAGIAN SELATAN, JAWA BARAT

BAB IV KARAKTERISTIK AIR PANAS DI DAERAH TANGKUBAN PARAHU BAGIAN SELATAN, JAWA BARAT BAB IV KARAKTERISTIK AIR PANAS DI DAERAH TANGKUBAN PARAHU BAGIAN SELATAN, JAWA BARAT 4.1 Tinjauan Umum Manifestasi permukaan panas bumi adalah segala bentuk gejala sebagai hasil dari proses sistem panasbumi

Lebih terperinci

BAB III ALTERASI HIDROTHERMAL

BAB III ALTERASI HIDROTHERMAL BAB III ALTERASI HIDROTHERMAL 3.1. Tinjauan Umum Alterasi hidrotermal merupakan proses yang kompleks, meliputi perubahan secara mineralogi, kimia dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan hidrotermal

Lebih terperinci

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAB III ALTERASI HIDROTERMAL 3.1 Tinjauan Umum White (1996) mendefinisikan alterasi hidrotermal adalah perubahan mineralogi dan komposisi yang terjadi pada batuan ketika batuan berinteraksi dengan larutan

Lebih terperinci

BAB 4 ALTERASI HIDROTERMAL

BAB 4 ALTERASI HIDROTERMAL 4.1 TEORI DASAR BAB 4 ALTERASI HIDROTERMAL Alterasi adalah suatu proses yang di dalamnya terjadi perubahan kimia, mineral, dan tekstur karena berinteraksi dengan fluida cair panas (hidrotermal) yang dikontrol

Lebih terperinci

BAB III ALTERASI HIDROTHERMAL

BAB III ALTERASI HIDROTHERMAL . Foto 3.8. a) dan b) Foto inti bor pada sumur BCAN 4 dan sampel breksi tuf (sampel WID-3, sumur bor BCAN-1A) yang telah mengalami ubahan zona kaolinit montmorilonit siderit. c) Mineral lempung hadir mengubah

Lebih terperinci

LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS GADJAH MADA

LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS GADJAH MADA PRAKTIKUM PETROGRAFI BORANG MATERI ACARA: PETROGRAFI BATUAN ALTERASI Asisten Acara: 1... 2.... 3.... 4.... Nama Praktikan :... NIM :... Borang ini ditujukan kepada praktikan guna mempermudah pemahaman

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN DAN DISKUSI

BAB VI PEMBAHASAN DAN DISKUSI BAB VI PEMBAHASAN DAN DISKUSI 6.1 Alterasi dan Fluida Hidrotermal Zona alterasi (Gambar 6.3) yang ditemukan pada Sumur BWS-H01 terdiri empat zona alterasi yaitu zona argilik (kaolinit, dikit, kuarsa sekunder,

Lebih terperinci

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL DAERAH PENELITIAN

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL DAERAH PENELITIAN BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL DAERAH PENELITIAN 4.1 Tinjauan Umum Ubahan hidrotermal merupakan proses yang kompleks meliputi perubahan secara mineralogi, kimia dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan

Lebih terperinci

ALTERASI HIDROTERMAL PADA LAPANGAN PANAS BUMI DAERAH GUNUNG RINGGIT, PROVINSI SUMATERA SELATAN

ALTERASI HIDROTERMAL PADA LAPANGAN PANAS BUMI DAERAH GUNUNG RINGGIT, PROVINSI SUMATERA SELATAN ALTERASI HIDROTERMAL PADA LAPANGAN PANAS BUMI DAERAH GUNUNG RINGGIT, PROVINSI SUMATERA SELATAN Fitriany Amalia Wardhani 1 1 UPT Balai Informasi Konservasi Kebumian Karangsambung LIPI Email: fitr025@lipi.go.id

Lebih terperinci

ZONA ALTERASI HIDROTERMAL PADA SUMUR PENELITIAN "VY 2", LAPANGAN KAMOJANG, JAWA BARAT, INDONESIA

ZONA ALTERASI HIDROTERMAL PADA SUMUR PENELITIAN VY 2, LAPANGAN KAMOJANG, JAWA BARAT, INDONESIA ZONA ALTERASI HIDROTERMAL PADA SUMUR PENELITIAN "VY 2", LAPANGAN KAMOJANG, JAWA BARAT, INDONESIA Vilia Yohana 1 *, Mega F. Rosana 2, A. D. Haryanto 3, H. Koestono 4 1, 2, 3 Fakultas Teknik Geologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan perekonomian. Data Kementerian ESDM (2014) menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. dan perekonomian. Data Kementerian ESDM (2014) menyatakan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Energi listrik merupakan salah satu kebutuhan hidup masyarakat dengan penggunaan tertinggi urutan ketiga setelah bahan bakar minyak dan gas. Kebutuhan energi listrik

Lebih terperinci

BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS

BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS 4.1 Tinjauan Umum. BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS Salah satu jenis manifestasi permukaan dari sistem panas bumi adalah mata air panas. Berdasarkan temperatur air panas di permukaan, mata air panas dapat dibedakan

Lebih terperinci

BAB IV PENENTUAN POTENSI PANAS BUMI

BAB IV PENENTUAN POTENSI PANAS BUMI Potensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan BAB IV PENENTUAN POTENSI PANAS BUMI IV.1 Kehilangan Panas Alamiah Dalam penentuan potensi panas

Lebih terperinci

BAB III PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA

BAB III PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA BAB III PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA III.1 Data Geokimia Dengan menggunakan data geokimia yang terdiri dari data kimia manifestasi air panas, data kimia tanah dan data udara tanah berbagai paramater

Lebih terperinci

BAB V PENGOLAHAN DATA

BAB V PENGOLAHAN DATA BAB V PENGOLAHAN DATA Data yang didapatkan dari pengamatan detail inti bor meliputi pengamatan megakopis inti bor sepanjang 451 m, pengamatan petrografi (32 buah conto batuan), pengamatan mineragrafi (enam

Lebih terperinci

STUDI ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN DI LAPANGAN PANAS BUMI BETA, AMBON DENGAN METODE PETROGRAFI

STUDI ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN DI LAPANGAN PANAS BUMI BETA, AMBON DENGAN METODE PETROGRAFI M2O-06 STUDI ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN DI LAPANGAN PANAS BUMI BETA, AMBON DENGAN METODE PETROGRAFI C. P. K. Vandani 1*, I. W. A. Sari 1, E. Mulyaningsih 1, P. Utami 1, Y. Yunis 2 1 Jurusan Teknik

Lebih terperinci

SURVEI LANDAIAN SUHU DAERAH PANAS BUMI SUMANI. Yuanno Rezky, Robertus S. L. Simarmata Kelompok Penyelidikan Panas Bumi ABSTRAK

SURVEI LANDAIAN SUHU DAERAH PANAS BUMI SUMANI. Yuanno Rezky, Robertus S. L. Simarmata Kelompok Penyelidikan Panas Bumi ABSTRAK SURVEI LANDAIAN SUHU DAERAH PANAS BUMI SUMANI Yuanno Rezky, Robertus S. L. Simarmata Kelompok Penyelidikan Panas Bumi Kata kunci : Sumani, panas bumi, landaian suhu, pengeboran. ABSTRAK Lapangan panas

Lebih terperinci

Gambar 3.27 Foto sayatan sampel pada sumur WR di kedalaman 1663 m yang menunjukkan kean mineral epidot (B3, C3), klorit (D4), dan mineral lempung (B4). Gambar 3.28 Perajahan temperatur pada zona mineral

Lebih terperinci

BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS DI DAERAH GUNUNG KROMONG DAN SEKITARNYA, CIREBON

BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS DI DAERAH GUNUNG KROMONG DAN SEKITARNYA, CIREBON BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS DI DAERAH GUNUNG KROMONG DAN SEKITARNYA, CIREBON 4.1 Tinjauan Umum Pada metoda geokimia, data yang digunakan untuk mengetahui potensi panasbumi suatu daerah adalah data kimia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan aspek tektoniknya, Indonesia berada pada jalur tumbukan tiga lempeng besar dengan intensitas tumbukan yang cukup intensif. Tumbukan antar lempeng menyebabkan

Lebih terperinci

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut).

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut). Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut). Barat. 18 3. Breksi Tuf Breksi tuf secara megaskopis (Foto 2.9a dan Foto 2.9b) berwarna abu-abu

Lebih terperinci

BAB IV MANIFESTASI PERMUKAAN PANASBUMI DI DATARAN TINGGI DIENG DAN SEKITARNYA

BAB IV MANIFESTASI PERMUKAAN PANASBUMI DI DATARAN TINGGI DIENG DAN SEKITARNYA BAB IV MANIFESTASI PERMUKAAN PANASBUMI DI DATARAN TINGGI DIENG DAN SEKITARNYA 4.1 Tinjauan umum Sistem panasbumi yang ada di Indonesia umumnya berasal dari sistem afiliasi volkanik. Sistem ini ditandai

Lebih terperinci

BAB V PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOKIMIA

BAB V PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOKIMIA BAB V PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOKIMIA Tujuan metode geokimia digunakan dalam penelitian eksplorasi energi panasbumi adalah untuk mengkaji kemungkinan pengembangan sumber daya panasbumi. Parameter

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN POTENSI PANAS BUMI DAERAH PENELITIAN

BAB 6 PEMBAHASAN POTENSI PANAS BUMI DAERAH PENELITIAN BAB 6 PEMBAHASAN POTENSI PANAS BUMI DAERAH PENELITIAN 6. 1 Hilang Panas Alamiah Dalam penentuan potensi panas bumi disuatu daerah diperlukan perhitungan kehilangan panas alamiah. Hal ini perlu dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Zona Bogor (Van Bemmelen, 1949). Zona Bogor sendiri merupakan antiklinorium

BAB I PENDAHULUAN. Zona Bogor (Van Bemmelen, 1949). Zona Bogor sendiri merupakan antiklinorium BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Bantarkawung merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Brebes bagian selatan. Kecamatan ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Cilacap di sebelah

Lebih terperinci

V.2.4. Kesetimbangan Ion BAB VI. PEMBAHASAN VI.1. Jenis Fluida dan Posisi Manifestasi pada Sistem Panas Bumi VI.2.

V.2.4. Kesetimbangan Ion BAB VI. PEMBAHASAN VI.1. Jenis Fluida dan Posisi Manifestasi pada Sistem Panas Bumi VI.2. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN.... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR. iv SARI... v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL xiv BAB I. PENDAHULUAN. 1 I.1.

Lebih terperinci

STUDI ALTERASI DAN MINERALISASI DAERAH TAMBAKASRI DAN SEKITARNYA, KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN KABUPATEN MALANG, PROVINSI JAWA TIMUR

STUDI ALTERASI DAN MINERALISASI DAERAH TAMBAKASRI DAN SEKITARNYA, KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN KABUPATEN MALANG, PROVINSI JAWA TIMUR STUDI ALTERASI DAN MINERALISASI DAERAH TAMBAKASRI DAN SEKITARNYA, KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN KABUPATEN MALANG, PROVINSI JAWA TIMUR ABSTRAK Sapto Heru Yuwanto (1), Lia Solichah (2) Jurusan Teknik Geologi

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Daerah Sumatera merupakan salah satu daerah yang memiliki tatanan geologi sangat kompleks, baik dari segi sedimentologi, vulkanologi, tektonik dan potensi sumber daya

Lebih terperinci

STUDI ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN LAPANGAN PANAS BUMI BETA, AMBON DENGAN METODE X- RAY DIFFRACTION (XRD)

STUDI ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN LAPANGAN PANAS BUMI BETA, AMBON DENGAN METODE X- RAY DIFFRACTION (XRD) M2O-07 STUDI ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN LAPANGAN PANAS BUMI BETA, AMBON DENGAN METODE X- RAY DIFFRACTION (XRD) I.W.A. Sari 1*, C.P.K.Vandani 1, E. Mulyaningsih 1, I. W. Warmada 1, P. Utami 1,

Lebih terperinci

ESTIMASI TEMPERATUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN KEHADIRAN

ESTIMASI TEMPERATUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN KEHADIRAN ESTIMASI TEMPERATUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN KEHADIRAN MINERAL ALTERASI PADA SUMUR X LAPANGAN PANAS BUMI WAYANG WINDU, PANGALENGAN, KABUPATEN BANDUNG, PROVINSI JAWA BARAT SUBSURFACE TEMPERATURE ESTIMATION

Lebih terperinci

BAB IV MANIFESTASI PANAS BUMI CIMANDIRI

BAB IV MANIFESTASI PANAS BUMI CIMANDIRI BAB IV MANIFESTASI PANAS BUMI CIMANDIRI 4.1 LATAR BELAKANG Lembah Sungai Cimandiri telah diketahui banyak peneliti merupakan daerah yang dipengaruhi oleh struktur geologi atau lebih dikenal dengan Zona

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II TATANAN GEOLOGI BAB II TATANAN GEOLOGI 2.1 Geologi Regional 2.1.1 Fisiografi dan Morfologi Batu Hijau Pulau Sumbawa bagian baratdaya memiliki tipe endapan porfiri Cu-Au yang terletak di daerah Batu Hijau. Pulau Sumbawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kompleks Gunung Api Arjuno Welirang (KGAW) merupakan bagian dari rangkaian gunung api aktif di Pulau Jawa yang berada di bagian selatan ibukota Surabaya, Jawa Timur.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK ALTERASI BAWAH PERMUKAAN SUMUR RA WILAYAH KERJA PANASBUMI WAYANG WINDU, PANGALENGAN, JAWAB BARAT

KARAKTERISTIK ALTERASI BAWAH PERMUKAAN SUMUR RA WILAYAH KERJA PANASBUMI WAYANG WINDU, PANGALENGAN, JAWAB BARAT KARAKTERISTIK ALTERASI BAWAH PERMUKAAN SUMUR RA WILAYAH KERJA PANASBUMI WAYANG WINDU, PANGALENGAN, JAWAB BARAT Regista Arrizki *, Ildrem Syafri, Aton Patonah, Ali Auza,, Fakultas Teknik Geologi, Universitas

Lebih terperinci

Studi Alterasi Hidrotermal dan Kimia Air Pada Sumur WW-2, WF-2,WA-3, dan WJ di Lapangan Panasbumi Wayang Windu Bagian Selatan, Pangalengan, Jawa Barat

Studi Alterasi Hidrotermal dan Kimia Air Pada Sumur WW-2, WF-2,WA-3, dan WJ di Lapangan Panasbumi Wayang Windu Bagian Selatan, Pangalengan, Jawa Barat Studi Alterasi Hidrotermal dan Kimia Air Pada Sumur WW-2, WF-2,WA-3, dan WJ di Lapangan Panasbumi Wayang Windu Bagian Selatan, Pangalengan, Jawa Barat Tugas Akhir B Disusun untuk memenuhi syarat kelulusan

Lebih terperinci

Bab III Teori Dasar. III.1 Sistem Panas Bumi

Bab III Teori Dasar. III.1 Sistem Panas Bumi Bab III Teori Dasar III.1 Sistem Panas Bumi Pada dasarnya di seluruh permukaan bumi memiliki energi panas bumi, namun besar dan jumlahnya tidak selalu sama. Di beberapa tempat yang berhubungan dengan daerah

Lebih terperinci

BAB IV MANIFESTASI PANAS BUMI DI GUNUNG RAJABASA

BAB IV MANIFESTASI PANAS BUMI DI GUNUNG RAJABASA BAB IV MANIFESTASI PANAS BUMI DI GUNUNG RAJABASA IV.1 TINJAUAN UMUM Manifestasi panas bumi adalah keluaran fluida panas bumi dari reservoar ke permukaan melalui rekahan atau melalui suatu unit batuan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam sub bab ini akan dibahas mengenai geologi regional daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam sub bab ini akan dibahas mengenai geologi regional daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional Dalam sub bab ini akan dibahas mengenai geologi regional daerah penelitian (gambar 2.1), yang meliputi fisiografi regional, stratigrafi regional, struktur geologi

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi

BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi Metode geologi yang dipergunakan adalah analisa peta geologi regional dan detail. Peta geologi regional menunjukkan tatanan geologi regional daerah tersebut, sedangkan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 49 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Geokimia 5.1.1. Hasil Penelitian Sampel Air dan Gas Berdasarkan hasil pengambilan sampel air dan gas yang telah dilakukan oleh Tim Survey Geokimia Pusat Sumber Daya Geologi

Lebih terperinci

BAB 5 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOKIMIA

BAB 5 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOKIMIA BAB 5 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOKIMIA Pengolahan dan interpretasi data geokimia untuk daerah panas bumi Bonjol meliputi penentuan tipe fluida panas bumi dan temperatur reservoar panas bumi. Analisis

Lebih terperinci

Sistem Hidrothermal. Proses Hidrothermal

Sistem Hidrothermal. Proses Hidrothermal Sistem Hidrothermal Proses Hidrothermal Sistim panas bumi di Indonesia umumnya merupakan sistim hydrothermal yang mempunyai temperatur tinggi (>225oC), hanya beberapa diantaranya yang mempunyai temperatur

Lebih terperinci

Karakterisasi Temperatur Bawah Permukaan Daerah NZU : Integrasi Data Geotermometer, Mineral Alterasi dan Data Pengukuran Temperatur Bawah Permukaan

Karakterisasi Temperatur Bawah Permukaan Daerah NZU : Integrasi Data Geotermometer, Mineral Alterasi dan Data Pengukuran Temperatur Bawah Permukaan Karakterisasi Temperatur Bawah Permukaan Daerah NZU : Integrasi Data Geotermometer, Mineral Alterasi dan Data Pengukuran Temperatur Bawah Permukaan Nisrina Zaida Ulfa (1), Dr. Ir. Johanes Hutabarat, M.si

Lebih terperinci

Analisis Geokimia Fluida Manifestasi Panas Bumi Daerah Maribaya

Analisis Geokimia Fluida Manifestasi Panas Bumi Daerah Maribaya Analisis Geokimia Fluida Manifestasi Panas Bumi Daerah Maribaya Oleh: Extivonus K.Fr (12012060) 1. GEOLOGI REGIONAL Daerah Maribaya terletak di utara Kota Bandung dan berdekatan dengan Lembang. Secara

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DAN HEAD ON DI DAERAH PANAS BUMI SAMPURAGA, MANDAILING NATAL SUMATERA UTARA

PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DAN HEAD ON DI DAERAH PANAS BUMI SAMPURAGA, MANDAILING NATAL SUMATERA UTARA PROCEEDING PEMAPARAN HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHUN 27 PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DAN HEAD ON DI DAERAH PANAS BUMI SAMPURAGA, MANDAILING NATAL SUMATERA UTARA Oleh : 1 Sri Widodo, Bakrun 1,

Lebih terperinci

BAB VI INTERPRETASI DATA GEOKIMIA

BAB VI INTERPRETASI DATA GEOKIMIA BAB VI INTERPRETASI DATA GEOKIMIA Pada Tahun 2008, tim dari kelompok penelitian Program Panas Bumi, Pusat Sumber Daya Geologi, melakukan penyelidikan geokimia pada daerah lapangan panas bumi Tambu. Penyelidikan

Lebih terperinci

SISTEM PANASBUMI: KOMPONEN DAN KLASIFIKASINYA. [Bagian dari Proposal Pengajuan Tugas Akhir]

SISTEM PANASBUMI: KOMPONEN DAN KLASIFIKASINYA. [Bagian dari Proposal Pengajuan Tugas Akhir] SISTEM PANASBUMI: KOMPONEN DAN KLASIFIKASINYA [Bagian dari Proposal Pengajuan Tugas Akhir] III.1. Komponen Sistem Panasbumi Menurut Goff & Janik (2000) komponen sistem panasbumi yang lengkap terdiri dari

Lebih terperinci

MONITORING SUMUR-SUMUR EKSPLORASI LAPANGAN PANAS BUMI MATALOKO, KABUPATEN NGADA, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2015

MONITORING SUMUR-SUMUR EKSPLORASI LAPANGAN PANAS BUMI MATALOKO, KABUPATEN NGADA, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2015 MONITORING SUMUR-SUMUR EKSPLORASI LAPANGAN PANAS BUMI MATALOKO, KABUPATEN NGADA, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2015 Anna Yushantarti, Nizar Muhamad Nurdin, dan Muhammad Kholid Kelompok Penyelidikan

Lebih terperinci

SURVEI LANDAIAN SUHU SUMUR CBD-1 DAERAH PANAS BUMI CUBADAK KABUPATEN PASAMAN, PROVINSI SUMATERA BARAT

SURVEI LANDAIAN SUHU SUMUR CBD-1 DAERAH PANAS BUMI CUBADAK KABUPATEN PASAMAN, PROVINSI SUMATERA BARAT SURVEI LANDAIAN SUHU SUMUR CBD-1 DAERAH PANAS BUMI CUBADAK KABUPATEN PASAMAN, PROVINSI SUMATERA BARAT Robertus S. L. Simarmata, Dede Iim Setiawan, Moch. Budiraharja, Arif Munandar Kelompok Penyelidikan

Lebih terperinci

SURVEI LANDAIAN SUHU SUMUR WSL-1. Robertus S.L. Simarmata, Arif Munandar Kelompok Penyelidikan Panas Bumi

SURVEI LANDAIAN SUHU SUMUR WSL-1. Robertus S.L. Simarmata, Arif Munandar Kelompok Penyelidikan Panas Bumi SURVEI LANDAIAN SUHU SUMUR WSL-1 Robertus S.L. Simarmata, Arif Munandar Kelompok Penyelidikan Panas Bumi SARI Sumur WSL-1 berlokasi di desa Tanjung Besar dengan koordinat 367187 me dan 9477147 mn, elevasi

Lebih terperinci

MONITORING SUMUR-SUMUR EKSPLORASI LAPANGAN PANAS BUMI MATALOKO, KABUPATEN NGADA, NTT TAHUN

MONITORING SUMUR-SUMUR EKSPLORASI LAPANGAN PANAS BUMI MATALOKO, KABUPATEN NGADA, NTT TAHUN MONITORING SUMUR-SUMUR EKSPLORASI LAPANGAN PANAS BUMI MATALOKO, KABUPATEN NGADA, NTT TAHUN 2012-2014 Anna Yushantarti, S.Si dan Santia Ardi M., ST Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber Daya Geologi,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Wai Selabung secara administratif termasuk ke dalam wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Wai Selabung secara administratif termasuk ke dalam wilayah 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Daerah Penelitian Daerah Wai Selabung secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Mekakau Ilir, Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan, Provinsi Sumatera Selatan. Luas

Lebih terperinci

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK GEOLOGI KARYA REFERAT

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK GEOLOGI KARYA REFERAT KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK GEOLOGI KARYA REFERAT ALTERASI HIDROTERMAL LINGKUNGAN ph ASAM DI PERMUKAAN PADA SISTEM PANAS BUMI

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Dalam penelitian ini, penulis menggunakan 2 metode geofisika, yaitu gravitasi dan resistivitas. Dimana kedua metode tersebut saling mendukung, sehingga

Lebih terperinci

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Data Sekunder Data sekunder yang diperoleh dari PT Semen Padang Untuk menunjang dan melengkapi penelitian ini antara lain berupa : 1. Peta topografi skala 1

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II TATANAN GEOLOGI BAB II TATANAN GEOLOGI 2.1 Geologi Regional 2.1.1 Fisiografi dan Morfologi Batu Hijau Endapan mineral Batu Hijau yang terletak di Pulau Sumbawa bagian baratdaya merupakan endapan porfiri Cu-Au. Pulau Sumbawa

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Untuk mengetahui gambaran penyebaran kandungan komposisi kimia secara

BAB V PEMBAHASAN. Untuk mengetahui gambaran penyebaran kandungan komposisi kimia secara BAB V PEMBAHASAN Untuk mengetahui gambaran penyebaran kandungan komposisi kimia secara horizontal dan vertikal akibat intrusi basalt maka perlu dikorelasikan antara hasil analisis kimia, tekstur (ukuran

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. yang diambil dari beberapa manifestasi yang tersebar di sekitar area lapangan panas

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. yang diambil dari beberapa manifestasi yang tersebar di sekitar area lapangan panas BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Metode Geokimia Analisis kimia menggunakan data sekunder berupa data kimia unsur dari sampel air yang diambil dari beberapa manifestasi yang tersebar di sekitar area lapangan

Lebih terperinci

I. ALTERASI HIDROTERMAL

I. ALTERASI HIDROTERMAL I. ALTERASI HIDROTERMAL I.1 Pengertian Larutan hidrotermal adalah cairan bertemperatur tinggi (100 500 o C) sisa pendinginan magma yang mampu merubah mineral yang telah ada sebelumnya dan membentuk mineral-mineral

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN TERPADU GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI MAPOS, KABUPATEN MANGGARAI TIMUR, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PENYELIDIKAN TERPADU GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI MAPOS, KABUPATEN MANGGARAI TIMUR, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PENYELIDIKAN TERPADU GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI MAPOS, KABUPATEN MANGGARAI TIMUR, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Lano Adhitya Permana, Dede Iim Setiawan Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasrkan peta geologi daerah Leles-Papandayan yang dibuat oleh N.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasrkan peta geologi daerah Leles-Papandayan yang dibuat oleh N. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Geologi Daerah Penelitian Berdasrkan peta geologi daerah Leles-Papandayan yang dibuat oleh N. Ratman dan S. Gafoer. Tahun 1998, sebagian besar berupa batuan gunung api,

Lebih terperinci

GEOLOGI, ALTERASI HIDROTERMAL DAN MINERALISASI DAERAH CIURUG DAN SEKITARNYA, KECAMATAN NANGGUNG, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT

GEOLOGI, ALTERASI HIDROTERMAL DAN MINERALISASI DAERAH CIURUG DAN SEKITARNYA, KECAMATAN NANGGUNG, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT GEOLOGI, ALTERASI HIDROTERMAL DAN MINERALISASI DAERAH CIURUG DAN SEKITARNYA, KECAMATAN NANGGUNG, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT Oleh : Mohammad Tommy Agus Binsar*, Yoga Aribowo*, Dian Agus Widiarso*

Lebih terperinci

A B C D E A B C D E. A B C D E A B C D E // - Nikol X Nikol mm P mm

A B C D E A B C D E. A B C D E A B C D E // - Nikol X Nikol mm P mm No conto : Napal hulu Zona ubahan: sub propilitik Lokasi : Alur S. Napal Nama batuan: lava andesit 0 0.5 mm P1 0 0.5 mm Sayatan andesit terubah dengan intensitas sedang, bertekstur hipokristalin, porfiritik,

Lebih terperinci

SURVEI ALIRAN PANAS DAERAH PANAS BUMI AMPALLAS KABUPATEN MAMUJU, PROVINSI SULAWESI BARAT

SURVEI ALIRAN PANAS DAERAH PANAS BUMI AMPALLAS KABUPATEN MAMUJU, PROVINSI SULAWESI BARAT SURVEI ALIRAN PANAS DAERAH PANAS BUMI AMPALLAS KABUPATEN MAMUJU, PROVINSI SULAWESI BARAT Oleh : Edy Purwoto, Arif Munandar Kelompok Penyelidikan Panas Bumi Pusat Sumber Daya Geologi SARI Secara administratif

Lebih terperinci

SURVEI LANDAIAN SUHU SUMUR WSL-2. Robertus S.L. Simarmata, Arif Munandar Kelompok Penyelidikan Panas Bumi

SURVEI LANDAIAN SUHU SUMUR WSL-2. Robertus S.L. Simarmata, Arif Munandar Kelompok Penyelidikan Panas Bumi SURVEI LANDAIAN SUHU SUMUR WSL-2 Robertus S.L. Simarmata, Arif Munandar Kelompok Penyelidikan Panas Bumi SARI Sumur WSL-2 berlokasi di desa Teluk Agung dengan koordinat 365980 me dan 9478012 mn, elevasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Eksplorasi di daerah tambang, khususnya tambang emas memerlukan pengetahuan dan konsep geologi yang memadai serta data geospasial yang akurat dan aktual. Oleh karena

Lebih terperinci

KARAKTERISASI MINERALOGI PETUNJUK TERMPERATUR PADA SUMUR VN LAPANGAN WAYANG WINDU, PANGALENGAN, JAWA BARAT

KARAKTERISASI MINERALOGI PETUNJUK TERMPERATUR PADA SUMUR VN LAPANGAN WAYANG WINDU, PANGALENGAN, JAWA BARAT KARAKTERISASI MINERALOGI PETUNJUK TERMPERATUR PADA SUMUR VN LAPANGAN WAYANG WINDU, PANGALENGAN, JAWA BARAT Vina Oktaviany 1*, Johanes Hutabarat 1, Agus Didit Haryanto 1 1 Fakultas Teknik Geologi UNPAD,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi tembaga dan emas yang melimpah. Sebagian besar endapan tembaga dan emas ini terakumulasi pada daerah busur magmatik.

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Emas merupakan salah satu logam yang memiliki nilai yang tinggi ( precious metal). Tingginya nilai jual emas adalah karena logam ini bersifat langka dan tidak banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pengembangan energi alternatif perlu dilakukan, karena merupakan sumber energi yang berkelanjutan, lebih ramah lingkungan, dan berpotensi tinggi di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Pada penelitian ini, penulis menggunakan 2 data geofisika, yaitu gravitasi dan resistivitas. Kedua metode ini sangat mendukung untuk digunakan dalam eksplorasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadikan Indonesia memiliki daerah vulkanik yang berlimpah. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. menjadikan Indonesia memiliki daerah vulkanik yang berlimpah. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sistem panas bumi umumnya berkembang pada daerah vulkanik dan non vulkanik. Seting tektonik Indonesia yang dilalui oleh jalur pegunungan aktif menjadikan Indonesia

Lebih terperinci

Bateman (1956) dalam buku The Formation Mineral Deposits pengertian mineral bijih adalah mineral yang mengandung satu atau lebih jenis logam dan

Bateman (1956) dalam buku The Formation Mineral Deposits pengertian mineral bijih adalah mineral yang mengandung satu atau lebih jenis logam dan Idarwati Bateman (1956) dalam buku The Formation Mineral Deposits pengertian mineral bijih adalah mineral yang mengandung satu atau lebih jenis logam dan dapat diambil secara ekonomis. mineral bijih dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komplek vulkanik Dieng di Jawa Tengah memiliki sistem panas bumi

BAB I PENDAHULUAN. Komplek vulkanik Dieng di Jawa Tengah memiliki sistem panas bumi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Komplek vulkanik Dieng di Jawa Tengah memiliki sistem panas bumi temperatur tinggi yang berkaitan dengan gunung api (Layman, 2002). Sistem panas bumi ini dapat dibagi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. panasbumi di permukaan berupa mataair panas dan gas. penafsiran potensi panasbumi daerah penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN. panasbumi di permukaan berupa mataair panas dan gas. penafsiran potensi panasbumi daerah penelitian. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian Objek yang akan diamati dalam penelitian ini adalah manifestasi panasbumi di permukaan berupa mataair panas dan gas. Penelitian dikhususkan kepada aspek-aspek

Lebih terperinci

PENGARUH SESAR NORMAL CEUNOHOT TERHADAP LANDAIAN TEMPERATUR SUMUR JBO-1 DAN JBO-2 DI LAPANGAN PANAS BUMI JABOI, SABANG, NANGGROE ACEH DARUSSALAM

PENGARUH SESAR NORMAL CEUNOHOT TERHADAP LANDAIAN TEMPERATUR SUMUR JBO-1 DAN JBO-2 DI LAPANGAN PANAS BUMI JABOI, SABANG, NANGGROE ACEH DARUSSALAM SARI PENGARUH SESAR NORMAL CEUNOHOT TERHADAP LANDAIAN TEMPERATUR SUMUR JBO-1 DAN JBO-2 DI LAPANGAN PANAS BUMI JABOI, SABANG, NANGGROE ACEH DARUSSALAM Oleh: Soetoyo dan Sri Widodo Pusat Sumber Daya Geologi

Lebih terperinci

ALBUM PETROGRAFI BATUAN METAMORF MARMER

ALBUM PETROGRAFI BATUAN METAMORF MARMER ALBUM PETROGRAFI BATUAN METAMORF Sayatan Tipis MARMER Deskripsi : Sampel ini adalah granular batuan metamorf menengah - grained didominasi oleh forsterit ( < 5 % vol ), serpentine ( 15 % ), kalsit ( 40

Lebih terperinci

SURVEI ALIRAN PANAS (HEAT FLOW) DAERAH PANAS BUMI PERMIS KABUPATEN BANGKA SELATAN, PROVINSI BANGKA BELITUNG

SURVEI ALIRAN PANAS (HEAT FLOW) DAERAH PANAS BUMI PERMIS KABUPATEN BANGKA SELATAN, PROVINSI BANGKA BELITUNG SURVEI ALIRAN PANAS (HEAT FLOW) DAERAH PANAS BUMI PERMIS KABUPATEN BANGKA SELATAN, PROVINSI BANGKA BELITUNG Edy Purwoto, Yuanno Rezky, Robertus S.L. Simarmata Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber

Lebih terperinci