Kualitas perairan yang mencakup parameter fisik maupun kimia pada

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kualitas perairan yang mencakup parameter fisik maupun kimia pada"

Transkripsi

1 23 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kualitas Perairan Pulau Onrust, Teluk Jakarta Kualitas perairan yang mencakup parameter fisik maupun kimia pada lokasi penelitian disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Kualitas perairan Pulau Onrust, Teluk Jakarta pada koordinat ' LS dan ' BT Parameter Stasiun 1 Baku mutu Suhu ( C) 28 Salinitas (ppt) 34.5 Kedalaman (m) 1.5 Cuaca Sangat cerah, dekat pantai Pasir berbatu, banyak bulu babi dan Substrat teripang ph mg/l TSS (mg/l) mg/l Nitrat (mg/l) mg/l Nitrit (mg/l) 0.01 Amonia (mg/l) mg/l Pb (mg/l) mg/l Sumber Baku Mutu : KEPMEN LH No. 51 Th 2004 Pulau Onrust merupakan salah satu pulau terdekat dari daerah Teluk Jakarta yang diduga mengalami pencemaran lingkungan perairan. Suhu dan salinitas lokasi penelitian masih dalam kisaran normal. Suhu perairan Teluk Jakarta yang berkisar antara 28,5 31 o C merupakan suhu normal untuk perairan tropis ( LIPI, 1979 ; Estradivari, 2007). Salinitas pada lokasi penelitian sebesar 34,5 ppt. Pengambilan data salinitas hanya dilakukan pada saat pengambilan sampel, sehingga nilai salinitas tersebut tidak dapat menjadi acuan untuk nilai salinitas Pulau Onrust. Penelitian Sachoemar dan Wahjono (2007) menyatakan bahwa salinitas Pulau Untung Jawa yang berdekatan dengan Pulau 23

2 24 Onrust pada tahun 2004 mencapai 33 ppt. Phallusia sp. ditemukan pada daerah pasir berbatu dan berasosiasi dengan biota laut yang bergerak seperti bulu babi dan teripang. Semua parameter kimia perairan pada lokasi penelitian terlihat bahwa konsentrasinya melebihi kadar baku mutu yang ditetapkan untuk biota laut ( KEPMEN LH No. 51, 2004). Nilai derajat keasaman berbeda jauh dengan kondisi umum perairan laut yang rata-rata memiliki ph 8. Hal ini diduga karena terjadinya penambahan limbah yang terjadi terus menerus baik limbah domestik maupun industri (organik). Limbah organik tersebut terdekomposisi di perairan. Proses dekomposisi (penguraian oleh mikroorganisme) bahan organik berlangsung cepat dan dapat terjadi ketika ph perairan dalam keadaan alkalis (ph tinggi) (Effendi, 2007). Hal ini juga membuktikan bahwa tunikata dapat ditemukan di perairan yang memiliki ph di atas ambang batas untuk sebagian besar biota akuatik. Effendi (2007) menyebutkan bahwa sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan ph dan menyukai ph dengan rentang 7-8,5. Total Suspended Solid (TSS) atau zat padat tersuspensi merupakan partikel yang melayang di dalam air dan berasal dari komponen hidup seperti mikroorganisme serta komponen mati seperti detritus. TSS adalah partikel organik maupun anorganik yang tertahan pada kertas saring miliopore dengan pori 0,45 µm. TSS merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kadar logam berat di kolom perairan. Semakin banyak TSS dalam suatu perairan maka konsentrasi ion logam berat akan berkurang, karena semakin luas permukaan partikel untuk mengarbsorpsi ion logam dalam perairan (Effendi, 2007). Konsentrasi Pb di sekitar Pulau Onrust menunjukkan nilai di atas baku mutu. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti korofikasi mineral dan aktivitas manusia seperti buangan limbah, juga terdapat adanya aktivitas kapal

3 25 (tumpahan minyak dan oli bekas). Dua pabrik cat yaitu P.T Pasifik Paint dan P.T Nippon Paint yang menghasilkan limbah campuran pembuat cat untuk bahan pewarna juga menjadi salah satu penyebab terjadinya pencemaran (Estradivari,2007; Rochyatun dan Razak, 2007). Pulau Onrust yang meskipun kondisi perairannya tercemar masih bisa ditemukan tunikata. Berdasarkan penelitian Carman et al (2007), beberapa jenis tunikata ditemukan pada kondisi perairan yang memiliki kandungan nitrogen yang tinggi dan kejernihan air yang buruk. Tunikata juga sangat adaptif terhadap polutan dan dapat hidup di perairan yang tercemar berat serta memiliki sedimentasi yang tinggi. Hal ini disebabkan tunikata dapat menyaring partikel organik dan anorganik, sehingga organisme ini menjadi salah satu biota uji bioassay (Abrar, 2004; Draughon, 2010) Isolasi dan Hasil TPC Bakteri Asosiasi dari Phallusia sp. Isolasi bakteri dilakukan dengan menginokulasikan 0,1 ml yang diambil dari pengenceran 10-3, 10-4, dan Pengenceran tersebut bertujuan untuk mengurangi jumlah mikroorganisme yang tumbuh. Isolasi bakteri untuk masingmasing pengenceran dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Hasil perhitungan jumlah rata-rata koloni per gram dengan metode TPC dapat dilihat pada Gambar 4 dan hasil pengukuran jumlah TPC dapat dilihat pada Lampiran 20. Hasil perhitungan menunjukkan perbedaan nilai tertinggi dan terendah dari rata-rata jumlah (koloni per gram) yang terdapat di setiap perlakuan media. Rata-rata jumlah koloni per gram tertinggi terdapat pada bagian atas Phallusia sp. yang ditumbuhkan pada media K+ yaitu mencapai x 10 3 koloni/gram Sedangkan untuk rata-rata jumlah koloni/gram terendah terdapat pada bagian tengah Phallusia sp. yang ditumbuhkan pada

4 26 media P yaitu sebesar koloni/gram Media P (0,05 mg/l Pb) menunjukkan bahwa pada semua bagian tubuh Phallusia sp. baik bagian atas, tengah maupun bawah terjadi penurunan rata-rata jumlah koloni per gram. Hal ini diduga karena Media P memiliki kandungan Pb yang melebihi kandungan Pb pada habitat Phallusia sp., sehingga bakteri yang dapat bertahan dengan kondisi logam Pb tinggi juga semakin menurun. Koloni/gram x Grafik Rata-rata Koloni Per Gram Bagian atas Phallusia sp. bagian atas bagian Bagian tengah Phallusia sp. 1,19 86,88 18,67 1 3,74 0, ,2 4, bagian Bagian bawah Phallusia sp. K- K+ P Media Gambar 4. Grafik Rata-Rata Jumlah Koloni Per Gram Pada Setiap Perlakuan Media Pada grafik rata-rata koloni per gram (Gambar 4) terlihat bahwa terdapat kesalahan yang tercermin oleh besarnya nilai standar error yang hampir mendekati nilai rata-rata yang diperoleh (Lampiran 20). Hal ini membuktikan bahwa nilai pada grafik tidak mencerminkan nilai sesungguhnya. Bakteri yang tumbuh bisa jauh lebih banyak dari yang didapatkan. Pada penelitian ini juga terjadi ketidakakuratan perhitungan jumlah sel koloni bakteri yang jauh dibawah nilai sesungguhnya. Ini ditunjukkan oleh adanya beberapa cawan yang memiliki

5 27 nilai yang terlalu tinggi sehingga dikategorikan sebagai TBUD (Tidak Bisa Untuk Dihitung). TBUD merupakan cawan yang berisi koloni bakteri di luar rentang jumlah koloni. TBUD pada penelitian ini terhitung di atas 300 koloni. Pada cawan yang mengalami TBUD, tidak dilakukan perhitungan. Media K- memiliki cawan TBUD yang lebih banyak. Hal ini memberi dugaan bahwa jumlah total koloni per gram pada media K- mempunyai jumlah total koloni per gram yang lebih banyak. Sehingga tidak tepat jika media K+ memiliki nilai tertinggi karena terdapatnya cawan TBUD pada media lainnya. Cawan yang mengalami TBUD dapat dilihat pada Tabel 4. Wahl (1995) menyatakan bahwa rata-rata jumlah koloni bakteri asosiasi yang ditemukan pada ascidian di daerah Bahamian dan Pasifik mencapai 1,2 x 10 7 /cm 2. Sedangkan pada penelitian ini hanya dilakukan hingga pengenceran 10 5 yang ternyata pengenceran tersebut belum optimal untuk isolasi bakteri pada tunikata. Tabel 4. Cawan yang Mengalami TBUD (Tidak Bisa Untuk Dihitung) RATA-RATA JUMLAH KOLONI/GRAM K- Pengenceran 0.5 gr atas 0.5 gr tengah 0.5 gr bawah x x10 3 * 12x10 3 * x10 4 * 16x10 4 * 1x10 4 * x10 5 * 4x10 5 * 11x10 5 * RATA-RATA JUMLAH KOLONI/GRAM K+ Pengenceran 0.5 gr atas 0.5 gr tengah 0.5 gr bawah x x10 3 * 34x x10 4 * 16x10 4 * TBUD x10 5 * 11x10 5 * 37x10 5 RATA-RATA JUMLAH KOLONI/GRAM P Pengenceran 0.5 gr atas 0.5 gr tengah 0.5 gr bawah x10 3 * 9x10 3 7x x10 4 6x10 4 * 5x x10 5 1x10 5 * 2x10 5 * *Tidak mencerminkan nilai sesungguhnya karena mengalami TBUD

6 28 Perbedaan pola pertumbuhan rata-rata jumlah koloni per gram ini juga diduga karena adanya perbedaan jumlah konsentrasi Pb yang terkandung dalam tiap media. Kemampuan mengakumulasi logam berat yang berbeda dari masing-masing koloni juga mempengaruhi pola pertumbuhan bakteri asosiasi. Hal lain yang menyebabkan perbedaan pola pertumbuhan adalah faktor-faktor fisik perairan (dinamika air laut) yang dapat mempengaruhi sebaran bakteri di laut secara bebas maupun berasosiasi dengan organisme laut, sehingga menyebabkan perhitungan jumlah sel/koloni bakteri bervariasi (Sidharta, 2006). Inkubasi dilakukan pada suhu 37 o C. Suhu inkubasi ini tidak sesuai dengan suhu dimana biota tersebut hidup yaitu sebesar 28 o C. Meskipun pada suhu yang jauh lebih tinggi dari suhu habitat asalnya, namun koloni bakteri masih bisa tumbuh dan diperkirakan akan jauh lebih banyak jika bakteri diinkubasi pada suhu habitat aslinya. Tunikata diketahui memiliki kemampuan menyaring 3-4 L air/jam. Air tersebut masuk melalui inhalant siphon yang terdapat pada bagian atas tubuh tunikata. Pada proses penyaringan air tersebut menyebabkan bakteri atau organisme lainnya akan ikut tersaring masuk ke tubuhnya. Kemungkinan ini yang menyebabkan pada bagian atas tunikata jumlah koloni bakteri lebih banyak ditemukan. Pada tunikata bakteri asosiasi banyak ditemukan pada gonad dan di jaringan permukaan tunik yang berfungsi membantu proses reproduksinya (Rheinheimer, 1992; Tait et al, 2007). Hal ini yang menyebabkan jumlah total koloni per gram pada bagian bawah Phallusia sp. yang mana terdapat saluran reproduksinya, lebih tinggi dibanding bagian tengah tubuhnya. Bakteri yang hidup di laut memiliki kecenderungan untuk berasosiasi dengan suatu lapisan benda padat, termasuk didalamnya organisme invertebrata seperti tunikata (jenis Phallusia sp.). Sebagian besar bakteri laut menjadi

7 29 teradaptasi dengan kehidupan sesil yang diakibatkan oleh rendahnya kandungan nutrien dalam air laut dan konsentrasi nutrien lebih tinggi pada benda padat, sehingga bakteri bersimbiosis dengan hewan untuk mendapatkan makanan dari tubuh hewan tersebut (Rheinheimer, 1992; Sidharta, 2006) Karakterisasi Bakteri Asosiasi dari Phallusia Sp. Hasil isolasi dari bakteri asosiasi Phallusia sp. yang diuji didapat keduapuluh empat isolat terbaik. Isolat tersebut mempunyai keragaman baik sifat Gram dan bentuk selnya untuk dikarakterisasi secara morfologi dan fisiologis. Keduapuluh empat isolat tersebut 6 diantaranya berasal dari media K-, 7 dari media K+, dan 11 dari media P. Identifikasi morfologi dan fisiologi koloni terpilih dapat dilihat pada Tabel Sifat morfologi koloni dan sel bakteri Hasil pengamatan terhadap morfologi terpilih dapat diketahui bahwa semua koloni memiliki warna dan elevasi yang sama yaitu putih susu dan timbul, sedangkan untuk bentuk koloninya beragam (Tabel 5.). Bakteri memiliki warna karena terjadinya ekskresi zat warna ke dalam medium atau yang disebut dengan pigmentasi sel. Zat-zat warna pada bakteri terdiri atas karotenoid yang memberi warna kuning, jingga, dan merah. Zat fenazin yang menghasilkan jingga-kuning, jingga tua, dan merah jingga. Selain itu terdapat zat pirol, zat melanin yang memberi warna coklat, hitam, jingga, dan merah (Schlegel, 1994). Hasil penelitian Savitri (2006) menyebutkan bahwa warna koloni bakteri putih susu disebabkan karena adanya zat karotenoid. Pigmen dari mikroorganisme merupakan salah satu proses metabolit sekunder yang dapat membentuk zat berkhasiat lain (Schlegel, 1994). Pigmen yang

8 30 terdapat pada bakteri juga diduga berfungsi sebagai sistem pengangkut dalam proses respirasi (Salle, 1961 dalam Savitri, 2006). Morfologi sel bakteri yang diamati meliputi bentuk sel, pewarnaan Gram, pewarnaan spora, dan uji motilitas yang dapat dilihat pada Tabel 5. Dokumentasi dari pengamatan morfologi sel dapat dilihat Lampiran 21. Pada tabel terlihat bahwa isolat memiliki bentuk sel dominan yaitu basil pendek, akan tetapi ada beberapa isolat yang memiliki bentuk sel kokus dan basil panjang. Hasil uji pewarnaan Gram didapat bakteri dominan bersifat Gram negatif. Uji pewarnaan spora hanya dilakukan pada bakteri basil yang bersifat Gram positif dan hanya satu isolat yang memiliki sifat tersebut. Bakteri yang memiliki sel vegetatif berarti bakteri tersebut tidak memiliki spora. Bentuk sel vegetatif sama dengan bentuk sel asalnya. Hal ini di duga dapat disebabkan oleh pecahnya sel spora ketika masa inkubasi. Pada pewarnaan spora, pewarna utama (malachite green) dilakukan dengan proses pemanasan agar dapat merembes ke spora, sedangkan pada sel vegetatifnya akan menyerap safranin (Pelczar, 1986). Pembentukan spora bukan merupakan tahap siklus hidup, akan tetapi baru akan dibentuk apabila tidak tersedia nutrien atau produksi metabolismenya menumpuk. Pada uji motilitas hampir semua isolat memiliki sifat motil. Hasil penelitian ZoBell (1946) dalam Sidharta (2006) menyatakan bahwa sekitar 80% jenis bakteri yang hidupnya di laut diketahui berbentuk batang dan memiliki sifat Gram negatif juga jarang ditemukannya bakteri pembentuk spora. Sebagian besar bakteri laut bersifat motil (bergerak) karena memiliki flagella sebagai adaptasi terhadap lingkungannya yang hidup di perairan sebelum bertemu dengan hewan asosiasinya (Rheinheimer, 1992).

9 Sifat fisiologis koloni bakteri Uji fisiologis digunakan untuk mengetahui sifat-sifat biokimia bakteri yang diisolasi. Uji ini meliputi uji hidrolisis pati, uji hidrolisis protein, uji hidrolisis lemak, uji katalase, uji oksidase, uji H 2 S, uji indol, dan uji fermentasi gula yang meliputi glukosa, sukrosa, laktosa, dan mannose. Hasil pengamatan uji fisiologis dapat dilihat pada Tabel 5. Hidrolisis merupakan proses pemecahan molekul menjadi dua bagian atau menjadi bagian yang lebih kecil dengan bantuan reaksi air. Uji hidrolisis dilakukan untuk mengetahui apakah bakteri memiliki kemampuan untuk menghasilan enzim yang dapat memecah pati, protein, dan karbohidrat. Hasil uji hidrolisis pati yang dilakukan menunjukkan adanya 16 isolat yang mampu menghidrolisis pati menjadi molekul maltose, glukosa, dan dekstrin (Hadioetomo, 1985). Bakteri yang dapat menghidrolisis pati memiliki enzim amilase dan dapat memecah pati menjadi molekul yang lebih sederhana. Pati sendiri merupakan partikel berukuran besar yang terdiri dari polimer berantai lurus yang memiliki unit glukosa dan amilopektin (Hadioetomo, 1985). Zat pati bereaksi secara kimia dengan iodium dan terlihat sebagai warna biru kehitaman. Warna ini terjadi apabila iodium masuk ke dalam bagian yang kosong pada molekul zat pati. Jika zat pati telah diuraikan menjadi maltose atau glukosa maka warna biru tidak terbentuk. Tidak terbentuknya warna biru merupakan petunjuk adanya hidrolisis pati (Lay, 1994). Hasil uji hidrolisis protein ditemukan satu isolat yang mampu menghidrolisis protein. Bakteri yang mampu menghidrolisis protein mempunyai enzim proteinase ekstraseluler. Enzim tersebut merupakan enzim pemecah protein yang diproduksi di dalam sel dan kemudian dikeluarkan dari sel (Fardiaz, 1987). Media untuk pengujian ditambah dengan susu skim. Bakteri yang tidak

10 32 memiliki aktivitas proteolitik (memecah protein) menyebabkan media disekeliling tempat tumbuh tetap keruh, sedangkan bakteri yang memiliki aktivitas proteolitik akan memecah protein sehingga perubahan dapat dilihat disekeliling koloni dengan terbentuknya areal bening. Hasil uji hidrolisis lemak ditemukan 20 isolat yang mampu menghidrolisis lemak. Bakteri yang mampu menghidrolisis lemak mempunyai enzim lipase ekstraseluler yang akan memecah lemak menjadi asam lemak dan gliserol yang ditandai dengan terbentuknya warna merah pada bagian bawah koloni. Hal ini disebabkan karena terjadinya penurunan ph. Apabila bakteri tidak dapat menghidrolisis lemak, indikator neutral red akan tetap bewarna kuning, sehingga ph mendekati netral (Fardiaz, 1989). Semua isolat bakteri yang didapatkan menunjukkan hasil uji katalase positif. Ini merupakan indikasi bahwa bakteribakteri tersebut memiliki enzim katalase yang berperan memecah hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen. Uji tersebut dilakukan untuk mengetahui sifat bakteri terhadap kebutuhan oksigen. Uji indol bertujuan untuk mengetahui adanya enzim triptofanase. Pada pengujian indol tidak didapatkan bakteri yang memiliki enzim tersebut. Enzim triptofanase dapat menghidrolisis asam amino triptofam menjadi senyawa indol dan asam piruvat. Penumpukkan indol dalam media biakan dapat diketahui ketika menambahkan reagen Kovac s yang akan bereaksi dengan indol dan menghasilkan senyawa tidak larut dalam air dan akan berwarna merah pada permukaan medium (Lay, 1994). Hasil uji Indol menunjukkan bahwa semua isolat tersebut tidak memiliki enzim triptofanase karena tidak terbentuknya warna merah pada media setelah ditambahkan pereaksi Kovac s (Gambar 5.).

11 33 (-) Gambar 5. Hasil Uji Indol Pada uji fermentasi gula, gula yang termasuk karbohidrat (glukosa, sukrosa, laktosa, dan mannose) ditambahkan ke medium Oksidative Fermentative. Uji ini bertujuan mengetahui kemampuan bakteri dalam memfermentasi gula dengan menghasilkan asam atau gas. Hasil uji ini menunjukkan bahwa semua isolat bakteri dapat memfermentasi glukosa dan mannose, sementara untuk fermentasi laktosa dan sukrosa ditemukan bahwa 22 isolat mampu memfermentasi gula tersebut (Tabel 5). Perubahan dapat dilihat dari media yang semula berwarna hijau menjadi kuning atau oranye (Gambar 6) yang menandakan terjadinya reaksi asam. Bakteri yang tidak memiliki kemampuan untuk memfermentasi gula terlihat pada warna media yang tidak berubah. Sebelum reaksi Sesudah reaksi (+) Gambar 6. Hasil Uji Fermentasi Gula

12 34 Pada uji H 2 S terlihat bahwa semua isolat tidak dapat memecah sistin (asam amino yang berasal dari senyawa belerang) yang terkandung dalam media dan tidak menghasilkan H 2 S karena tidak terbentuknya warna hitam, namun menghasilkan gas lain sehingga media terangkat dan pecah (Gambar 7.). Gambar 7. Hasil Uji H 2 S (-) Uji oksidase bertujuan untuk menentukan adanya enzim oksidase sitokrom. Hasil uji tersebut ditemukan 21 isolat yang mampu menghasilkan enzim tersebut. Enzim oksidase sitokrom berfungsi sebagai pigmen respirasi dan merupakan hemoprotein yang mirip dengan hemoglobin dan berperan sebagai pembawa hidrogen (Salle, 1961). Pengujian tersebut menggunakan Oksidase stripe dimana isolat akan berubah menjadi ungu jika mempunyai oksidase sitokrom (Gambar 8). Gambar 8. Hasil Uji Oksidase (+)

13 35

14 4.4. Perbandingan Jumlah Genus Bakteri dari Phallusia sp.pada Setiap Kandungan Pb yang berbeda Hasil uji morfologi dan fisiologi keseluruhan isolat bakteri menunjukkan adanya lima kelompok bakteri yang teridentifikasi dalam empat genus berbeda dan satu genus yang belum dapat teridentifikasi. Karakterisitik morfologi dan fisiologi dari masing-masing genus dapat dilihat pada Tabel 6. dengan mengacu pada buku Bergey s Mannual. Genus A berasal dari kelompok Gram negatif,bentuk basil, motil dan oksidase positif. Beberapa isolat memiliki kemampuan menghidrolisis pati dan lemak, namun ada isolat yang tidak memiliki kemampuan tersebut. Semua isolatnya dapat memfermentasi glukosa, namun tidak semuanya dapat menghidrolisis laktosa, sukrosa, dan mannosa. Genus ini akan tumbuh pada media agar TCBS (Thiosulfate Citrate Bile Salt-sucrose). Kelompok ini terdistribusi luas khususnya pada lingkungan akuatik baik air tawar maupun laut dan biasa ditemukan berasosiasi dengan hewan air baik vertebrata maupun invertebrata, sehingga diduga sebagai genus Vibrio (Holt et al, 1994; Selvin et al, 2009). Genus B teridentifikasi sebagai kelompok bakteri Gram negatif, bentuk basil, oksidase dan katalase positif, bersifat motil serta dapat memfermentasi glukosa, laktosa, sukrosa, dan mannose. Genus ini biasa ditemukan pada habitat perairan dangkal, perairan terbuka dan dapat juga ditemukan pada laut dekat hidrotermal vent, sehingga diperkirakan genus tersebut adalah Alteromonas (Holt et al, 1994; Trappen et al, 2004). Genus C termasuk kelompok bakteri Gram negatif, bentuk basil, motil, tidak dapat menghidrolisis pati, oksidase positif serta dapat memfermentasi glukosa, laktosa, sukrosa, dan mannosa. Bakteri ini dapat ditemukan dari isolasi 36

15 37 perairan yang memiliki kadar garam tinggi seperti pada laut dan tanah hypersaline. Kelompok ini diperkirakan berasal dari genus Deleya (Valderrama et al, 1991; Holt et al, 1994). Genus D termasuk kelompok bakteri Gram positif, bentuk basil, mempunyai endospora, motil, beberapa spesiesnya memiliki kemampuan menghidrolisis pati dan oksidase negatif, katalase positif, dan mampu memfermentasi glukosa. Genus ini juga terdistribusi luas dan ditemukan patogen terhadap vertebrata dan invertebrata dan diduga kelompok ini berasal dari genus Bacillus (Holt et al, 1994).

16 38

17 39 Pendugaan persentase jumlah keragaman genus diperoleh berbeda pada setiap perlakuan media. Persentase jumlah keragaman genus disajikan pada Gambar 9, 10, dan ,67% 16,67% 66,67% A D Unidentified Gambar 9. Persentase Jumlah Keragaman Genus Bakteri Asosiasi Phallusia sp. pada Media K- A 14,28% 28,57% 42,86% B C Unindentified Unidentified Gambar 10. Persentase Jumlah Keragaman Genus Bakteri Asosiasi Phallusia sp. pada Media K+ 9% 36,36% 54,54% A C Unidentified Gambar 11. Persentase Jumlah Keragaman Genus Bakteri Asosiasi Phallusia sp. pada Media P

18 40 Diagram diatas menunjukkan adanya genus paling dominan yang ditemukan dari ketiga media. Pada media K- genus A yang merupakan genus Vibrio diduga mencapai 66,67% dari keseluruhan jumlah bakteri, sementara pada media K+ sebesar 42,86%, dan media P sebesar 54,4%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa genus Vibrio dapat dikatakan sebagai bakteri yang mempunyai daya adaptasi yang tinggi karena ditemukan pada media yang mengandung Pb maupun tidak. Genus B yang teridentifikasi sebagai Alteromonas diduga ditemukan sebesar 28,5% pada media K+ dan pada media P sebesar 36,36%, sedangkan pada media K- tidak ditemukannya genus Alteromonas. Genus C dan D teridentifikasi sebagai Deleya dan Bacillus. Genus ini hanya ditemukan pada media K+ (Deleya 14,28%) dan pada media K- (Bacillus 16,67%). Di lain sisi terdapat pula kelompok bakteri yang tidak dapat teridentifikasi dari ketiga media yang diuji walaupun dalam persentase kecil. Bakteri tersebut tidak dapat diidentifikasi karena hasil uji morfologi maupun fisiologi yang dilakukan tidak cocok dengan informasi bakteri yang terdapat pada Bergey s Mannual (Determinative Bacteriology). Genus tersebut di duga berpotensi sebagai spesies baru, sehingga perlu dilakukan identifikasi lebih lanjut. Bakteri yang hidup pada kondisi menyimpang dari kondisi normalnya seperti pada media yang mengandung logam berat diatas batas normal, mampu beradaptasi secara sempurna pada habitatnya. Bakteri tersebut mungkin tidak akan tumbuh jika faktor yang menyimpang tersebut tidak terdapat pada habitatnya (Schelgel, 1994). Mikroorganisme dapat digunakan untuk mengevaluasi kualitas air dan berperan sebagai biological process yang memegang peran penting dalam proses purifikasi air yang salah satunya menggunakan bakteri. Bakteri ini dapat mereduksi material organik dan efektif

19 41 meremineralisasi banyak polutan (Rheinheimer, 1992). Pada penelitian ini bakteri yang mampu beradaptasi dengan Pb berarti bakteri tersebut resisten terhadap logam Pb. Starr (1981) dalam Rheinheimer (1992) dan Sidharta (2006) menyatakan bahwa Pseudomonas, Benecka, Vibrio, Deleya, Spirillium, Alcaligenia, Flavobacterium, Bacillus, dan Achromobacter merupakan genus terbanyak yang terdapat dilaut dan mempunyai sifat menempel atau berasosiasi. Penelitian Selvin et al (2009) menunjukkan bahwa genus Alteromonas dan Vibrio yang berasosiasi dengan spons jenis Fasciospongia cavernosa memiliki kemampuan resisten terhadap logam berat Hg, Cd, Pb, Co, dan Zn. Sedangkan pada penelitian lain diketahui bahwa spesies Bacillus megaterium mempunyai kemampuan menyerap logam berat Hg dan Pb (Badjoeri, 2008). Mikroorganisme selalu dapat ditemukan pada keadaan yang terpolusi logam berat. Mereka memiliki relung ekologi khusus di daerah yang terkontaminasi oleh logam berat yang toksik. Kemampuan resistansi bakteri terhadap suatu jenis logam berat tersebut dikarenakan bakteri tersebut memiliki gen resisten terhadap logam berat dan juga dapat dikarenakan adanya ekstrakromosom plasmid di kromosom bakteri. Selain itu sel bakteri mempunyai mekanisme transport logam dan dapat mensintesisnya menjadi protein. Proses penyerapan logam oleh bakteri terjadi melalui proses uptake yaitu ion logam yang diserap terjadi di bagian dalam sel baik secara aktif maupun pasif. Pada umumnya mekanisme resisten logam terjadi melalui proses efflux yaitu penyerapan ion logam yang terjadi pada bagian luar sel bakteri. Proses efflux ini merupakan sistem homeostatis normal yang terjadi pada sel bakteri di bagian kromosom dan plasmid bakteri, dengan cara mengatur konsentrasi logam yang ada. Proses penyerapan ini juga terjadi sejalan dengan konsumsi ion logam

20 42 untuk pertumbuhan (metabolisme) bakteri. Bentuk ionik logam juga dapat direduksi oleh bakteri dari bentuk elememnya dan menjadikannya bentuk yang lebih aktif (Saruar, 2002; Badjoeri, 2008). Logam berat yang diserap dan diakumulasi bakteri juga dapat terjadi melalui proses pengikatan logam. Pengikatan logam berat oleh bakteri dapat dibedakan menjadi fase pengikatan dan dengan cara transport aktif. Fase pengikatan yaitu arbsorpsi logam berat melalui dinding sel atau pada permukaan eksternal. Fase pengikatan terjadi melalui dinding sel. Pada struktur bakteri, dinding sel merupakan sel pertama yang terkena kontak dengan logam berat dan akan terakumulasi disana. Dinding sel bakteri mempunyai unsur penting untuk mengatasi pemasukan logam yang tinggi. Kandungan yang terdapat pada dinding sel adalah peptidoglikan. Peptidoglikan mengandung gugus karboksil, gugus amino, dan fosfat yang berperan dalam proses pengikatan dan bioarbsorpsi. Gugus karboksil pada peptidoglikan aktif dalam mengikat logam seperti hasil peneltian Golab (1995) yang menyatakan bahwa gugus karboksil pada spesies bakteri Streptomyces pilarus dapat mengikat logam Cu. Demikian juga pada Bacillus sp., gugus karboksilnya dapat mengikat logam Pb dan Cu (Tunali et al, 2006). Penyerapan secara transport aktif melalui metabolisme sel yang akan terakumulasi pada membran sel (ekstraseluler) dan pada sitoplasma (intraseluler). Pada transport aktif, akumulasi ekstraseluler terjadi dengan mekanisme pengikatan ion logam oleh polimer polisakarida pada membran sel antara ion logam bermuatan positif dengan sisi reaktif membran sel yang bermuatan negatif. Sedangkan akumulasi intraseluler pada aktivitas mikroba tidak selalu terjadi secara langsung tetapi ada campur tangan gen yang

21 43 mengendalikan plasmid pada proses metabolismenya (Wulandari, 2005; Yeoung-sang Yun, 2011). Penyerapan oleh organisme dalam hal ini dengan menggunakan bakteri memberi beberapa keunggulan dibanding dengan teknologi lain (teknologi membran dan elektrokimia). Keunggulan yang pertama yaitu efisiensi dan kapasitas pengikatan logam yang cukup besar. Selanjutnya bakteri juga memiliki mekanisme yang memungkinkan mengubah logam menjadi bentuk lain yang lebih efisien seperti ke dalam bentuk protein. Penyerapan dan pengakumulasian oleh bakteri juga diketahui tidak menimbulkan banyak endapan. Keunggulan keempat yaitu bahan baku bakteri mudah didapat dan dapat dikultur pada skala laboratorium sehingga tidak memakai banyak biaya (Macek dan Mackova, 2011). Hasil peneltian Badjoeri (2008) didapatkan bahwa Bacillus megaterium yang ditumbuhkan pada media yang mengandung logam Hg sebesar 20 mg/l dan diinokulasi bakteri sebanyak 4 ml memiliki kemampuan menyerap kadar logam tersebut hingga 99,58%.

Lampiran 1. Komposisi media Sea Water Completed (SWC) untuk 1 L. Yeast extract

Lampiran 1. Komposisi media Sea Water Completed (SWC) untuk 1 L. Yeast extract 50 LAMPIRAN 50 51 Lampiran 1. Komposisi media Sea Water Completed (SWC) untuk 1 L Bahan Pepton Yeast extract Gliserol Agar Air laut Air destilata Jumlah 5 gr 1 gr 3 ml 15 gr 750 ml 250 ml 52 Lampiran 2.

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 12 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan mulai dari bulan Juni hingga November 2011. Pengambilan sampel tunikata dan air dilakukan di Pulau

Lebih terperinci

Uji Kosser Sitrat Hidrolisis Lemak Uji Oksidase dan Katalase Hidrolisis Gelatin Motilitas Hidrolisis Kasein Uji H2S Uji Indol Reduksi Nitrat

Uji Kosser Sitrat Hidrolisis Lemak Uji Oksidase dan Katalase Hidrolisis Gelatin Motilitas Hidrolisis Kasein Uji H2S Uji Indol Reduksi Nitrat 3 aseptik lalu diinkubasi selama 36 jam pada suhu 27 C. Setelah terlihat pertumbuhan bakteri, ditetesi lugol di sekitar biakan dan dibiarkan ±5 menit. Pengamatan dilakukan pada bagian berwarna biru dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Selain dilakukan uji bakteriologis dilakukan juga beberapa uji fisika dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Selain dilakukan uji bakteriologis dilakukan juga beberapa uji fisika dan ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Parameter Fisika dan Kimia Air Sumur Selain dilakukan uji bakteriologis dilakukan juga beberapa uji fisika

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemotongan hewan Pacar Keling, Surabaya. dengan waktu pengamatan setiap 4 jam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemotongan hewan Pacar Keling, Surabaya. dengan waktu pengamatan setiap 4 jam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian tentang skrining dan uji aktivitas enzim protease bakteri hasil isolasi dari limbah Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Pacar Keling Surabaya menghasilkan data-data sebagai

Lebih terperinci

Analisis Nitrit Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Identifikasi Bakteri

Analisis Nitrit Analisis Chemical Oxygen Demand (COD)  HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Identifikasi Bakteri 11 didinginkan. absorbansi diukur pada panjang gelombang 410 nm. Setelah kalibrasi sampel disaring dengan milipore dan ditambahkan 1 ml natrium arsenit. Selanjutnya 5 ml sampel dipipet ke dalam tabung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi aplikasi enzim menyebabkan penggunaan enzim dalam industri semakin

BAB I PENDAHULUAN. teknologi aplikasi enzim menyebabkan penggunaan enzim dalam industri semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan dalam bidang teknologi fermentasi, rekayasa genetika, dan teknologi aplikasi enzim menyebabkan penggunaan enzim dalam industri semakin meningkat. Enzim

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

Reaksi BIOKIMIA PADA UJI BAKTERIOLOGI. No UJI BIOKIMIA KETERENGAN. 1. Uji fermentasi karbohidrat

Reaksi BIOKIMIA PADA UJI BAKTERIOLOGI. No UJI BIOKIMIA KETERENGAN. 1. Uji fermentasi karbohidrat Reaksi BIKIMIA PADA UJI BAKTERILGI o UJI BIKIMIA KETEREGA 1. Uji fermentasi karbohidrat Uji positif ditandai dengan perubahan warna indikator BTB (brom timol biru) pada media biakan dari biru menjadi kuning.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

II. METODELOGI PENELITIAN

II. METODELOGI PENELITIAN II. METODELOGI PENELITIAN 2.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian diadakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Pengambilan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Teluk Jakarta adalah perairan di utara Jakarta yang dibatasi oleh

2. TINJAUAN PUSTAKA. Teluk Jakarta adalah perairan di utara Jakarta yang dibatasi oleh 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Wilayah Penelitian Teluk Jakarta adalah perairan di utara Jakarta yang dibatasi oleh garis bujur 106 o 33 BT hingga 107 o 03 BT dan garis lintang 5 o 48 30 LS hingga

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm. 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp Mikroalga adalah tumbuhan tingkat rendah yang memiliki klorofil, yang dapat digunakan untuk melakukan proses fotosintesis. Mikroalga tidak memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran logam berat merupakan salah satu masalah penting yang sering terjadi di perairan Indonesia, khususnya di perairan yang berada dekat dengan kawasan industri,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor seperti pariwisata, industri, kegiatan rumah tangga (domestik) dan sebagainya akan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Isolasi dan identifikasi bakteri penambat nitrogen nonsimbiotik

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Isolasi dan identifikasi bakteri penambat nitrogen nonsimbiotik Tahap I BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Isolasi dan identifikasi bakteri penambat nitrogen nonsimbiotik Hasil pengukuran sampel tanah yang digunakan pada percobaan 1 meliputi ph tanah, kadar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tipe Estuari dan Debit Sungai. Tipe estuari biasanya dipengaruhi oleh kondisi pasang surut. Pada saat pasang, salinitas perairan akan didominasi oleh salinitas air laut karena

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK) Peremajaan dan purifikasi terhadap kedelapan kultur koleksi isolat bakteri dilakukan terlebih dahulu sebelum pengujian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri pertanian seperti PT.GGP (Green Giant Pinaeple) Lampung. menggunakan nanas sebagai komoditas utama dalam produksi.

I. PENDAHULUAN. Industri pertanian seperti PT.GGP (Green Giant Pinaeple) Lampung. menggunakan nanas sebagai komoditas utama dalam produksi. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri pertanian seperti PT.GGP (Green Giant Pinaeple) Lampung menggunakan nanas sebagai komoditas utama dalam produksi. Industri pengolahan nanas tidak hanya menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecap Kedelai 1. Definisi Kecap Kedelai Kecap merupakan ekstrak dari hasil fermentasi kedelai yang dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu, dengan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Danau Kakaban menyimpan berbagai organisme yang langka dan unik. Danau ini terbentuk dari air laut yang terperangkap oleh terumbu karang di sekelilingnya akibat adanya aktivitas

Lebih terperinci

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea)

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) 3. HASIL PENELITIAN 3.1. Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) Bahan utama yang digunakan sebagai substrat untuk proses fermentasi acar ini adalah kubis putih yang berasal dari daerah Getasan, Kopeng (Gambar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 39 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Rata-Rata Jumlah Bakteri yang Terdapat pada Feses Sapi Potong Sebelum (inlet) dan Sesudah (outlet) Proses Pembentukan Biogas dalam Reaktor Tipe Fixed-Dome Hasil perhitungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Enzim merupakan protein yang berfungsi sebagai katalisator reaksi-reaksi kimia dalam sistem biologis. Enzim memiliki daya katalitik yang tinggi dan mampu meningkatkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih (Brassica oleracea)

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) 4. PEMBAHASAN 4.1. Fermentasi Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) Kubis putih termasuk ke dalam kategori bahan pangan yang mudah rusak. Kandungan air dalam kubis putih cukup tinggi yaitu mencapai 92%

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup dari setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda-beda. Tingkat kelangsungan hidup yang paling

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi untuk tanaman dan

I. PENDAHULUAN. berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi untuk tanaman dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran tanaman. Secara kimiawi tanah berfungsi sebagai

Lebih terperinci

Teknik Identifikasi Bakteri

Teknik Identifikasi Bakteri MODUL 5 Teknik Identifikasi Bakteri POKOK BAHASAN : 1. Teknik Pewarnaan GRAM (Pewarnaan Differensial) 2. Uji Katalase 3. Pembuatan stok agar miring TUJUAN PRAKTIKUM : 1. Mempelajari cara menyiapkan apusan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR. Pengecatan Gram dan Pengujian KOH Pada Bakteri OLEH :

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR. Pengecatan Gram dan Pengujian KOH Pada Bakteri OLEH : LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR Pengecatan Gram dan Pengujian KOH Pada Bakteri OLEH : NAMA : NUR MUH. ABDILLAH S. NIM : Q1A1 15 213 KELAS : TPG C JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tahu merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah organik. Limbah industri tahu yang dihasilkan dapat berupa limbah padat dan cair, tetapi limbah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Proses adsorpsi antar partikel tersuspensi dalam kolom air terjadi karena adanya muatan listrik pada permukaan partikel tersebut. Butir lanau, lempung dan koloid asam

Lebih terperinci

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling Tabel V.9 Konsentrasi Seng Pada Setiap Titik Sampling dan Kedalaman Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling A B C A B C 1 0,062 0,062 0,051 0,076 0,030 0,048

Lebih terperinci

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iv viii ix xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... 4 C.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. uji, yaitu uji resistensi logam berat, uji TPC (Total Plate Count), dan uji AAS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. uji, yaitu uji resistensi logam berat, uji TPC (Total Plate Count), dan uji AAS BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini, biodegradasi logam berat dilakukan dengan beberapa uji, yaitu uji resistensi logam berat, uji TPC (Total Plate Count), dan uji AAS (Atomic Absorption Spectrofotometer).

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi 2.1.1. Klasifikasi Tiram merupakan jenis bivalva yang bernilai ekonomis. Tiram mempunyai bentuk, tekstur, ukuran yang berbeda-beda (Gambar 2). Keadaan tersebut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Tepung Onggok Karakterisasi tepung onggok dapat dilakukan dengan menganalisa kandungan atau komponen tepung onggok melalui uji proximat. Analisis proximat adalah

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih 4. PEMBAHASAN 4.1. Fermentasi Acar Kubis Putih Fermentasi merupakan salah satu metode untuk memperpanjang umur simpan suatu bahan pangan. Ketika fermentasi berlangsung, kandungan gula sangat dibutuhkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

Lampiran 1 Komposisi media pertumbuhan bakteri

Lampiran 1 Komposisi media pertumbuhan bakteri LAMPIRAN 13 14 Lampiran 1 Komposisi media pertumbuhan bakteri No Media Komposisi 1 Media gelatin Sebanyak 150 g gelatin dilarutkan dengan akuades hingga 1000 ml, cek ph 6.7±7.0, lalu disterilisasi dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan-bahan lain seperti garam, bawang merah, bawang putih. Sambal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan-bahan lain seperti garam, bawang merah, bawang putih. Sambal BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sambal Cabai 1. Sambal Sambal salah satu bahan yang terbuat dari cabai dan ditambah bahan-bahan lain seperti garam, bawang merah, bawang putih. Sambal memiliki cita rasa yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan Menurut Odum (1971), pencemaran adalah perubahan sifat fisik, kimia dan biologi yang tidak dikehendaki pada udara, tanah dan air. Sedangkan menurut Saeni

Lebih terperinci

II. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id

II. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id II. TELAAH PUSTAKA Koloni Trichoderma spp. pada medium Malt Extract Agar (MEA) berwarna putih, kuning, hijau muda, dan hijau tua. Trichoderma spp. merupakan kapang Deutromycetes yang tersusun atas banyak

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Variasi Konsentrasi Limbah Terhadap Kualitas Fisik dan Kimia Air Limbah Tahu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Variasi Konsentrasi Limbah Terhadap Kualitas Fisik dan Kimia Air Limbah Tahu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Variasi Konsentrasi Limbah Terhadap Kualitas Fisik dan Kimia Air Limbah Tahu Berdasarkan analisis ANAVA (α=0.05) terhadap Hubungan antara kualitas fisik dan kimia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Menurut Keputusan Menteri Pertanian Nomor 110/Kpts/TN.530/2/2008 Strangles/Mink Horse/Equine Distemper/ Ingus tenang termasuk ke dalam penyakit eksotik yang ada di Indonesia. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Aktivitas pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari suatu kegiatan industri merupakan suatu masalah yang sangat umum dan sulit untuk dipecahkan pada saat

Lebih terperinci

II. PEWARNAAN SEL BAKTERI

II. PEWARNAAN SEL BAKTERI II. PEWARNAAN SEL BAKTERI TUJUAN 1. Mempelajari dasar kimiawi dan teoritis pewarnaan bakteri 2. Mempelajari teknik pembuatan apusan kering dalam pewarnaan bakteri 3. Mempelajari tata cara pewarnaan sederhana

Lebih terperinci

VIII. AKTIVITAS BAKTERI NITROGEN

VIII. AKTIVITAS BAKTERI NITROGEN VIII. AKTIVITAS BAKTERI NITROGEN TUJUAN 1. Mendemonstrasikan peran mikroba dalam proses pengubahan senyawa nitrogen organik menjadi ammonia (amonifikasi). 2. Mendemonstrasikan peran mikroba dalam biokonversi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI LIMBAH MINYAK Sebelum ditambahkan demulsifier ke dalam larutan sampel bahan baku, terlebih dulu dibuat blanko dari sampel yang diujikan (oli bekas dan minyak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4 Isolat-isolat yang diisolasi dari lumpur aktif.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4 Isolat-isolat yang diisolasi dari lumpur aktif. 7 diidentifikasi dilakukan pemurnian terhadap isolat potensial dan dilakukan pengamatan morfologi sel di bawah mikroskop, pewarnaan Gram dan identifikasi genus. Hasil identifikasi genus dilanjutkan dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Tempat penelitian di laboratorium lab. Mikrobiologi, Lantai II di kampus

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Tempat penelitian di laboratorium lab. Mikrobiologi, Lantai II di kampus BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. B. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian di laboratorium lab. Mikrobiologi, Lantai II di kampus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009)

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009) TINJAUAN PUSTAKA Lactobacillus plantarum Bakteri L. plantarum termasuk bakteri dalam filum Firmicutes, Ordo Lactobacillales, famili Lactobacillaceae, dan genus Lactobacillus. Lactobacillus dicirikan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tiap tingkatan kehidupan atau untuk tiap bangsa dan negara (Salim, 1986).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tiap tingkatan kehidupan atau untuk tiap bangsa dan negara (Salim, 1986). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Air adalah kebutuhan esensi di dalam kehidupan, tidak ada satupun makhluk hidup di bumi ini yang tidak membutuhkan air. Kebutuhan terhadap air untuk keperluan sehari-hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan sektor industri menyebabkan peningkatan berbagai kasus

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan sektor industri menyebabkan peningkatan berbagai kasus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sektor industri menyebabkan peningkatan berbagai kasus pencemaran terhadap sumber-sumber air. Bahan pencemar air yang seringkali menjadi masalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam budidaya perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari biaya produksi. Pakan

Lebih terperinci

HASIL. Karakteristik, Morfologi dan Fisiologi Bakteri Nitrat Amonifikasi Disimilatif

HASIL. Karakteristik, Morfologi dan Fisiologi Bakteri Nitrat Amonifikasi Disimilatif HASIL Karakteristik, Morfologi dan Fisiologi Bakteri Nitrat Amonifikasi Disimilatif Hasil konfirmasi kemurnian dari keempat isolat dengan metoda cawan gores, morfologi koloninya berbentuk bulat, elevasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama

Lebih terperinci

1 Asimilasi nitrogen dan sulfur

1 Asimilasi nitrogen dan sulfur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuhan tingkat tinggi merupakan organisme autotrof dapat mensintesa komponen molekular organik yang dibutuhkannya, selain juga membutuhkan hara dalam bentuk anorganik

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup lilin untuk membentuk corak hiasannya, membentuk sebuah bidang pewarnaan. Batik merupakan salah satu kekayaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp. Spirulina sp. merupakan mikroalga yang menyebar secara luas, dapat ditemukan di berbagai tipe lingkungan, baik di perairan payau, laut dan tawar. Spirulina

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Komoditas udang Vannamei ( Litopenaeus vannamei) merupakan udang asli

II. TINJAUAN PUSTAKA. Komoditas udang Vannamei ( Litopenaeus vannamei) merupakan udang asli II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) Komoditas udang Vannamei ( Litopenaeus vannamei) merupakan udang asli perairan Amerika Latin. Udang ini dibudidayakan mulai dari pantai barat

Lebih terperinci

Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob

Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob Pertumbuhan total bakteri (%) IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob dalam Rekayasa GMB Pengujian isolat bakteri asal feses sapi potong dengan media batubara subbituminous terhadap

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kesejahteraan hidup rakyat melalui pembangunan di bidang industri, nampak memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan perairan pesisir dan laut karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu pengekspor buah nanas yang menempati posisi

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu pengekspor buah nanas yang menempati posisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu pengekspor buah nanas yang menempati posisi ketiga dari negara-negara penghasil nanas olahan dan segar setelah negara Thailand dan Philippines.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

IV. Hasil dan Pembahasan

IV. Hasil dan Pembahasan IV. Hasil dan Pembahasan 4.1. Keasaman Total, ph. Ketebalan Koloni Jamur dan Berat Kering Sel pada Beberapa Perlakuan. Pada beberapa perlakuan seri pengenceran kopi yang digunakan, diperoleh data ph dan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

Sampel air panas. Pengenceran 10-1

Sampel air panas. Pengenceran 10-1 Lampiran 1. Metode kerja Sampel air panas Diambil 10 ml Dicampur dengan media selektif 90ml Di inkubasi 24 jam, suhu 50 C Pengenceran 10-1 Di encerkan sampai 10-10 Tiap pengenceran di tanam di cawan petri

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bacillus sp merupakan bakteri berbentuk batang, tergolong bakteri gram positif,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bacillus sp merupakan bakteri berbentuk batang, tergolong bakteri gram positif, 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bacillus sp. Bacillus sp merupakan bakteri berbentuk batang, tergolong bakteri gram positif, motil, menghasilkan spora yang biasanya resisten pada panas, bersifat aerob (beberapa

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE III.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga Maret 2012 di kawasan konservasi lumba-lumba Pantai Cahaya, Weleri, Kendal, Jawa Tengah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Isolat Lumpur Aktif Penghasil Bioflokulan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Isolat Lumpur Aktif Penghasil Bioflokulan HASIL DAN PEMBAHASAN Isolat Lumpur Aktif Penghasil Bioflokulan Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa bioflokulan dapat bersumber dari mikrob yang ada di dalam lumpur aktif (LA) dan tanah (Shimizu

Lebih terperinci

3. HASIL PENELITIAN Fermentasi Asinan Rebung

3. HASIL PENELITIAN Fermentasi Asinan Rebung 3. HASIL PENELITIAN 3.1. Fermentasi Asinan Rebung Rebung yang digunakan untuk asinan rebung ialah rebung jenis rebung kuning bambu betung (Dendrocalamus asper) dengan kualitas yang baik (Gambar 5a). Fermentasi

Lebih terperinci

2.1.Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif Perbedaan dasar antara bakteri gram positif dan negatif adalah pada komponen dinding selnya.

2.1.Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif Perbedaan dasar antara bakteri gram positif dan negatif adalah pada komponen dinding selnya. 2.1.Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif Perbedaan dasar antara bakteri gram positif dan negatif adalah pada komponen dinding selnya. Kompleks zat iodin terperangkap antara dinding sel dan membran

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai bulan April 2014.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai bulan April 2014. 14 III. METODE PENELITIAN A. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI AEROB PENDEGRADASI SELULOSA DARI SERASAH DAUN Avicennia

ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI AEROB PENDEGRADASI SELULOSA DARI SERASAH DAUN Avicennia ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI AEROB PENDEGRADASI SELULOSA DARI SERASAH DAUN Avicennia Angga Premana 1505 100 041 Pembimbing: N.D. Kuswytasari, S.Si., M.Si Kristanti Indah Purwani, S.Si., M.Si Latar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Panggang adalah salah satu pulau di gugusan Kepulauan Seribu yang memiliki berbagai ekosistem pesisir seperti ekosistem mangrove, padang lamun, dan terumbu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Oktober 2014, di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Oktober 2014, di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Oktober 2014, di Laboratorium dan Fasilitas Karantina Marine Research Center (MRC) PT. Central Pertiwi Bahari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan selama 40 hari massa pemeliharaan terhadap benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) diketahui rata-rata tingkat kelangsungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air adalah: zat organik yang terdiri dari 1 atom oksigen dengan 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air adalah: zat organik yang terdiri dari 1 atom oksigen dengan 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Air Air adalah: zat organik yang terdiri dari 1 atom oksigen dengan 2 atomhidrogen berikatan dengan sebuah atom oksigen melalui ikatan kovalen tersebut, sebesar 11,02

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI BAKTERI ( Karakteristik Sifat Biokimia dan Fisiologis Bakteri)

IDENTIFIKASI BAKTERI ( Karakteristik Sifat Biokimia dan Fisiologis Bakteri) Laporan Praktikum Nama : Ganis Andriani Mikrobiologi NIM : J3L111144 Hari/tanggal : Rabu / 7 Desember 2012 Waktu : 13.00-16.20 WIB Kelompok : 4 (besar) / 7 (kecil) Asisten : Ebta Genny PJP : M. Arif Mulia,

Lebih terperinci

METABOLISME MIKROBIAL OLEH: FIRMAN JAYA

METABOLISME MIKROBIAL OLEH: FIRMAN JAYA METABOLISME MIKROBIAL OLEH: FIRMAN JAYA 1. Metabolisme Aerobik dan Anaerobik Proses metabolisme: a. Katabolisme: reaksi eksergonik (Penguraian Senyawa Karbohidrat energi). Contoh: respirasi asam piruvat,

Lebih terperinci

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan Bab IV Data dan Hasil Pembahasan IV.1. Seeding dan Aklimatisasi Pada tahap awal penelitian, dilakukan seeding mikroorganisme mix culture dengan tujuan untuk memperbanyak jumlahnya dan mengadaptasikan mikroorganisme

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis zat antibakteri isolat NS(9) dari bekasam ikan nila (Oreochromis niloticus) terdiri dari tiga tahap penelitian. Tahap pertama adalah karakterisasi isolat NS(9) yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. enzim bersifat tahan lingkungan yang mampu melakukan aktifitas pada

BAB I PENDAHULUAN. enzim bersifat tahan lingkungan yang mampu melakukan aktifitas pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pemanfaatan enzim di dalam bioteknologi semakin menuntut adanya enzim bersifat tahan lingkungan yang mampu melakukan aktifitas pada kondisi ekstrim, salah satunya

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang semakin tinggi serta adanya tekanan dari para ahli dan pecinta

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang semakin tinggi serta adanya tekanan dari para ahli dan pecinta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dasawarsa terakhir ini, pemakaian enzim yang sifatnya efisien, selektif, mengkatalisis reaksi tanpa produk samping dan ramah lingkungan meningkat pesat. Industri

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri asam laktat (BAL) adalah kelompok bakteri yang bersifat Gram

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri asam laktat (BAL) adalah kelompok bakteri yang bersifat Gram 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bakteri Asam Laktat (BAL) Bakteri asam laktat (BAL) adalah kelompok bakteri yang bersifat Gram positif, tidak berspora, berbentuk bulat atau batang serta memiliki kemampuan mengubah

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN

BAB III METODA PENELITIAN BAB III METODA PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif. B. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium mikrobiologi, Universitas Muhammadiyah Semarang.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

SKRIPSI ISOLASI DAN UJI KEMAMPUAN BAKTERI INDIGENUS DALAM PERBAIKAN KUALITAS LIMBAH DOMESTIK

SKRIPSI ISOLASI DAN UJI KEMAMPUAN BAKTERI INDIGENUS DALAM PERBAIKAN KUALITAS LIMBAH DOMESTIK SKRIPSI ISOLASI DAN UJI KEMAMPUAN BAKTERI INDIGENUS DALAM PERBAIKAN KUALITAS LIMBAH DOMESTIK Disusun oleh: Leonardo NPM: 120801267 UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA FAKULTAS TEKNOBIOLOGI, PROGRAM STUDI

Lebih terperinci