V. HASIL DAN PEMBAHASAN Sektor-Sektor Unggulan Kabupaten Cirebon Periode Berdasarkan Pendekatan Location Quotient (LQ)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL DAN PEMBAHASAN Sektor-Sektor Unggulan Kabupaten Cirebon Periode Berdasarkan Pendekatan Location Quotient (LQ)"

Transkripsi

1 61 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sektor-Sektor Unggulan Kabupaten Cirebon Periode Berdasarkan Pendekatan Location Quotient (LQ) Dalam hal sektor unggulan, pendekatan yang digunakan biasanya menggunakan pendekatan Location Quotient (LQ). Pada umumnya Produk Domestik Bruto Regional (PDRB) adalah indikator pendekatan LQ ini, sehingga dapat lebih menspesifikasikan antara sektor unggulan dan sektor nonunggulan yang peranannya berkaitan dengan pendapatan dan pertumbuhan wilayah Kabupaten Cirebon. Penelitian ini menggunakan periode dari tahun 2005 hingga tahun 2010 dan menggunakan PDRB Harga Konstan baik PDRB Kabupaten Cirebon maupun PDRB Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan periode tersebut dikarenakan laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Cirebon pada tahun 2005 hingga 2010 lebih besar daripada tahun-tahun sebelumnya dan mengalami peningkatan setiap tahunnya, walau ada perlambatan di tahun 2008 dan Laju perekonomian Kabupaten Cirebon mencapai pertumbuhan tertinggi dalam tahun 2007 yaitu sebesar 7,32 persen walaupun mengalami penurunan kembali pada tahun berikutnya. Nilai LQ merupakan indikator untuk menyatakan sektor unggulan dan nonunggulan. Ketika suatu sektor memiliki nilai LQ lebih besar dari satu maka sektor tersebut termasuk kedalam sektor unggulan, yaitu artinya peranan suatu sektor dalam perekonomian Kabupaten Cirebon lebih besar daripada peranan sektor tersebut dalam perekonomian Provinsi Jawa Barat. Hasil perhitungan

2 62 analisis LQ menurut pendekatan pendapatan untuk seluruh sektor yang ada di Kabupaten Cirebon, yaitu sebagai berikut : Tabel 5.1. Nilai LQ Sektor Perekonomian Kabupaten Cirebon Tahun Lapangan Usaha Nilai LQ Pertanian Pertambangan/penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan/Konstruksi Perdagangan, Hotel dan restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan jasa Perusahaan Jasa-jasa Sumber : BPS Kabupaten Cirebon Tahun (diolah) Berdasarkan tabel diatas, sektor yang termasuk pada sektor unggulan di Kabupaten Cirebon adalah : a. Sektor Pertanian Pada periode , nilai koefisien LQ > 1, dimana artinya kontribusi sektor pertanian dalam perekonomian Kabupaten Cirebon lebih besar daripada kontribusi sektor tersebut dalam perekonomian Provinsi Jawa Barat. Pesatnya pertumbuhan sektor ini juga karena ketersediaan kekayaan alam yang melimpah

3 63 di Kabupaten Cirebon. Kabupaten Cirebon merupakan salah satu daerah produsen beras yang terletak di jalur pantura. Selain itu telah dibahas diawal bahwasannya Kabupaten Cirebon terkenal akan pertaniannya yaitu bawang merah, cabai merah dan mangga gedong gincu. Pada saat ini yang menjadi primadona mangga gedong gincu, tetapi produksinya musiman. Sektor ini pun menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang cukup besar. b. Bangunan/Konstruksi Pada periode , nilai koefisien LQ > 1, dimana artinya kontribusi sektor bangunan/konstruksi dalam perekonomian Kabupaten Cirebon lebih besar daripada kontribusi sektor tersebut dalam perekonomian Provinsi Jawa Barat. Sektor ini merupakan sektor unggulan peringkat kedua setelah sektor pertanian. Memang benar adanya, pesatnya pertumbuhan sektor ini juga didukung oleh kurangnya bangunan-bangunan yang bersifat sosial di daerah Kabupaten Cirebon. Sektor bangunan/konstruksi ini mencakup kegiatan pembangunan fisik (konstruksi), baik yang digunakan sebagai tempat tinggal atau sarana lainnya yang dilakukan oleh perusahaan konstruksi maupun yang dilakukan oleh perorangan. Misalnya saja baru-baru ini Kabupaten Cirebon membangun Mall yaitu Cirebon Square yang telah berdiri bangunanya, selanjutnya akan dibangun Mall lain yaitu Plumbon Square yang rencana pembangunannya akan berjalan pada saat ini hingga beberapa waktu kedepan. Bangunan ini dilaksanakan dan dibangun dengan tujuan agar fasilitas-fasilitas umum untuk masyarakat Kabupaten Cirebon sendiri dapat menjadi jauh lebih berkembang dan lengkap. Contoh hal lainnya, Kabupaten Cirebon pun sedang membangun rumah sakit-rumah sakit, sekolah, restoran, hotel dan lain sebagainya.

4 64 c. Jasa-Jasa Pada periode , nilai koefisien LQ > 1, dimana artinya kontribusi sektor jasa-jasa dalam perekonomian Kabupaten Cirebon lebih besar daripada kontribusi sektor tersebut dalam perekonomian Provinsi Jawa Barat. Hal ini dikarenakan terjadinya pertumbuhan yang cepat akibat banyaknya penambahan jasa sosial kemasyarakatan, jasa hiburan, rekreasi, jasa perseorangan dan rumahtangga. Jasa sosial kemasyarakatan seperti dibukanya rumah sakit swasta, klinik swasta, sekolah-sekolah swasta, kursus-kursus, riset atau penelitian, palang merah, panti asuhan, panti wreda, Yayasan Pemeliharaan Anak Cacat (YPAC), rumah ibadat dan sejenisnya, baik yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta yang ada di Kabupaten Cirebon. Jasa rekreasi di Kabupaten Cirebon pun terus berkembang yaitu pengadaan seperti bioskop, mall, taman hiburan, kolam renang dan kegiatan hiburan lainnya seperti berbagai kesenian khas Cirebon (grup tarling, wayang golek, tari topeng dan sebagainya). Sedangkan jasa perseorangan dan rumahtangga pun kian meningkat seperti jasa-jasa reparasi alat-alat rumahtangga, pemangkas rambut dan salon kecantikan, foto studio, tukang jahit, pembantu rumahtangga, semir sepatu dan lain sebagainya. d. Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan Pada periode , nilai koefisien LQ > 1, dimana artinya kontribusi sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan dalam perekonomian Kabupaten Cirebon lebih besar daripada kontribusi sektor tersebut dalam perekonomian Provinsi Jawa Barat. Dalam sektor ini, Kabupaten Cirebon hanya terdapat Bank Komersial sedangkan Bank Sentralnya terdapat di Kota Cirebon. Kegiatan

5 65 asuransi, dana pensiun, pegadaian, koperasi simpan pinjam, dan lembaga pembiayaan mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini didukung oleh meningkatnya sektor pertanian, jasa-jasa dan sektor unggulan lainnya yang menyebabkan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan pun meningkat. Sedangkan sektor persewaan di Kabupaten Cirebon mencakup kegiatan usaha persewaan bangunan dan tanah, baik yang menyangkut bangunan tempat tinggal maupun sarana fasilitas umum. Sedangkan sektor jasa perusahaan di Kabupaten Cirebon mencakup kegiatan pemberian jasa hukum, jasa pengolahan dan penyajian data, jasa bangunan atau arsitek dan teknik, jasa periklanan dan riset pemasaran, serta jasa persewaan mesin, peralatan dan lain sebagainya. e. Pengangkutan dan Komunikasi Pada periode , nilai koefisien LQ > 1, dimana artinya kontribusi sektor pengangkutan dan komunikasi dalam perekonomian Kabupaten Cirebon lebih besar daripada kontribusi sektor tersebut dalam perekonomian Provinsi Jawa Barat. Sektor ini sangat dipengaruhi oleh sektor-sektor lainnya diantaranya khususnya sektor pertanian dan sektor industri pengolahan seperti industri rotan, industri tekstil, industri sandal, sepatu dan lain sebagainya. Pengangkutan dan komunikasi ini memiliki peran penting dalam perekonomian Kabupaten Cirebon. Sektor komunikasi pun kian meningkat sejalan peningkatan sektor transportasi (pengangkutan). Jalan sebagai sarana penunjang transportasi, memiliki peran penting khususnya transportasi darat. Walaupun kondisi jalan di Kabupaten Cirebon masih saja ada kerusakan dimana-mana akibat mobil kendaraan beroda empat

6 66 yang ukurannya besar seperti bus, fuso, truk dan lain sebagainya. Tetapi untuk sekarang, sedang dilakukan perbaikan jalan guna mencapai peningkatan pada sektor pengangkutan tersebut. Selain itu angkutan kereta api pun tidak kalah meningkat dibanding pengangkutan lainnya. Angkutan kereta api di Kabupaten Cirebon mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya terutama peningkatan penumpang yang menggunakan jasa pelayanan kereta api, walaupun untuk angkutan barang secara volume sedikit mengalami penurunan. Pemerintah selalu mengupayakan usaha-usaha terbaiknya guna meningkatkan sektor pengangkutan dan komunikasi tersebut. f. Perdagangan, Hotel dan Restoran Pada periode , nilai koefisien LQ > 1, dimana artinya kontribusi sektor perdagangan, hotel dan restoran dalam perekonomian Kabupaten Cirebon lebih besar daripada kontribusi sektor tersebut dalam perekonomian Provinsi Jawa Barat. Pesatnya perkembangan sektor ini didukung adanya objek wisata dan seni budaya yang ada di Kabupaten Cirebon ini. Walaupun dari data yang ada tamu yang menginap di hotel masih di didominasi tamu domestik daripada tamu mancanegara. Hal ini tidak menurunkan perkembangan sektor hotel di Kabupaten Cirebon. Karena letak Kabupaten Cirebon yang strategis maka sektor perdagangan menjadi semakin pesat. Kabupaten Cirebon merupakan perbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah sehingga pusat perekonomian dan perdagangan terpusat pada daerah tersebut. Itulah yang menjadikan sektor perdagangan semakin meningkat dan merupakan sektor unggulan. Sektor restoran pun tidak kalah, pertumbuhan yang pesat pada sektor ini didukung oleh adanya keanekaragaman makanan khas Kota

7 67 maupun Kabupaten Cirebon yang ada di Kabupaten Cirebon. Makanan khasnya seperti : nasi jamblang, empal gentong, bubur sop, nasi lengko Cirebon, tahu gejrot, doclang, makanan seafood sejenis cumi yang disebut oleh masyarakat sana blakutak, udang, rajungan dan lain sebagainya. Keanekaragaman makanan khas ini membuat para wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara senang untuk singgah di restoran-restoran yang ada di Kabupaten Cirebon ini. Hal itulah yang menyebabkan pertumbuhan restoran yang ada di Kabupaten Cirebon kian meningkat. g. Listrik, Gas dan Air Bersih Jika dilihat dari hasil analisis LQ diatas, sektor ini termasuk sektor nonunggulan. Tetapi pada tahun 2007 dan 2008, sektor ini sempat masuk ke dalam golongan sektor unggulan di Kabupaten Cirebon. Dalam sektor listrik, gas dan air bersih pada tahun 2007 dan 2008 nilai koefisien LQ > 1, dimana artinya kontribusi sektor listrik, gas dan air bersih dalam perekonomian Kabupaten Cirebon lebih besar daripada kontribusi sektor tersebut dalam perekonomian Provinsi Jawa Barat. Pada tahun 2009, sektor ini kembali menurun dan tidak tergolong sektor unggulan kembali. Dilihat dari analisis LQ tersebut, sektor ini pada tahun 2007 dan 2008 memiliki nilai koefisien LQ > 1 walaupun mengalami penurunan di tahun berikutnya. Berdasarkan penjelasan sebelumnya terlihat bahwa, sektor ini memiliki potensi untuk menjadi sektor unggulan karena sektor ini sebagai salah satu sumber utama energi penggerak mesin-mesin produksi pada industri pengolahan. Untuk itu perlu adanya dorongan yang kuat dari Pemerintah Kabupaten Cirebon.

8 68 Berdasarkan analisis LQ pada Tabel 5.1, adapun sektor-sektor perekonomian Kabupaten Cirebon yang termasuk ke dalam sektor nonunggulan yaitu : industri pengolahan, pertambangan/penggalian serta sektor listrik, gas dan air bersih. Seperti yang kita ketahui, bahwasannya Cirebon terkenal dengan sentra industri pengolahan rotan. Kondisi ekspor rotan yang kian meningkat dari tahun ke tahunnya. Hal ini menunjukkan tanda-tanda bahwa sektor industri pengolahan rotan ini merupakan sektor unggulan di Kabupaten Cirebon. Tetapi dari hasil analisis LQ di atas, industri pengolahan tidak termasuk kedalam sektor unggulan. Hal ini disebabkan karena penelitian ini dilakukan dalam periode 2005 hingga 2010, pada pertengahan tahun 2005 pemerintah mengeluarkan kebijakan rotan mentah yang diatur dalam SK No. 12/M-DAG/PER/6/2005 tentang Pembebasan Ekspor Rotan Mentah. Adanya Kebijakan ekspor rotan mentah ini, mengakibatkan krisis pada perkembangan industri rotan tersebut dengan ditandai menurunnya persediaan bahan baku rotan domestik dan meningkatnya harga bahan baku rotan. Sejak saat itu industri rotan mengalami krisis bahan baku yang mengakibatkan penurunan pada volume dan nilai ekspor. Sehingga industri pengolahan rotan pun perkembangannya menurun setelah diberlakukannya kebijakan tersebut pada tahun Maka dari itu industri rotan termasuk pada sektor nonunggulan dalam periode karena adanya kebijakan pembebasan ekspor rotan mentah. Selain itu industri pengolahan bukan hanya industri pengolahan rotan saja, industri pengolahan tekstil, sandal, sepatu dan lain sebagainya.

9 69 Dalam hal sektor pertambangan/penggalian khususnya untuk wilayah Kabupaten Cirebon kegiatan yang ada hanyalah subsektor penggalian. Tidak adanya sektor pertambangan disebabkan oleh kondisi alam Kabupaten Cirebon yang tidak berpotensi untuk dilakukannya kegiatan pertambangan seperti halnya di daerah Kalimantan. Akibatnya sektor pertambangan/penggalian ini tidak termasuk kedalam sektor unggulan. Sedangkan untuk sektor listrik, gas, dan air bersih pun termasuk kedalam sektor nonunggulan tetapi pada tahun 2007 dan 2008 sektor ini berpotensi kedalam sektor unggulan di Kabupaten Cirebon PDRB (Produk Domestik Bruto Regional), Pertumbuhan Wilayah, dan Sektor-Sektor Unggulan Kabupaten Cirebon Pertumbuhan Total PDRB Kabupaten Cirebon dan Provinsi Jawa Barat Nilai riil PDRB Kabupaten Cirebon pada tahun 2005 atas dasar harga konstan tahun 2000 adalah sebesar Rp 6,34 triliun dan meningkat pada tahun 2010 menjadi Rp 8,13 triliun, sehingga pada periode terjadi peningkatan dengan pertumbuhan sekitar Rp 1,78 triliun. Persentase pertumbuhan semua sektor perekonomian di Kabupaten Cirebon pada periode 2005 sampai dengan 2010 menunjukkan peningkatan kontribusi sebesar 271,91 persen ( Tabel 5.2). Pada Tabel 5.2 jelas terlihat bahwa presentase pertumbuhan perekonomian tertinggi adalah sektor jasa-jasa yaitu sebesar 46,58 persen. Pada tahun 2005 kontribusi sektor jasa-jasa yang diberikan terhadap PDRB Kabupaten Cirebon adalah sebesar Rp 726,34 miliar dan meningkat pada tahun 2010 sebesar Rp 1,06 triliun, sehingga pada periode 2005 hingga 2010 sektor jasa-jasa meningkat sebesar Rp 338,34 miliar. Maka dari itu sektor jasa-jasa di Kabupaten Cirebon tumbuh pesat. Hal ini dikarenakan banyaknya penambahan baik jasa sosial

10 70 kemasyarakatan, jasa hiburan, rekreasi maupun jasa perseorangan dan rumahtangga oleh pemerintah Kabupaten Cirebon. Selain itu juga di dukung oleh faktor seni budaya Cirebon dalam hal jasa hiburan dan kesenian seperti grup tarling, wayang golek, tari topeng dan sebagainya. Adapun tabel pertumbuhan PDRB Kabupaten Cirebon, yaitu sebagai berikut : Tabel 5.2. Perubahan PDRB Kabupaten Cirebon Menurut Lapangan Usahanya Berdasarkan Harga Konstan 2000, Tahun 2005 dan 2010 (juta rupiah) Lapangan Usaha PDRB Persen 1.Pertanian , ,74 2.Pertambangan/penggalian , ,04 3. Industri Pengolahan , ,33 4. Listrik, Gas dan Air Bersih , ,29 5. Bangunan/Konstruksi , ,69 6. Perdagangan, Hotel dan restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan jasa Perusahaan , , , , , ,91 9. Jasa-jasa , ,58 Total PDRB , Sumber : BPS Kabupaten Cirebon, 2011 (diolah) Persentase pertumbuhan perekonomian terendah adalah industri pengolahan yang tumbuh sebesar 9,33 persen. Pada tahun 2005 kontribusi industri pengolahan terhadap PDRB Kabupaten Cirebon adalah sebesar Rp 1,00 triliun dan meningkat pada tahun 2010 menjadi sebesar Rp 1,09 triliun. Selama periode 2005 hingga 2010 sektor ini meningkat sebesar 9,36 miliar. Pada sektor industri

11 71 pengolahan ini menjadi sektor perekonomian yang pertumbuhannya terendah karena adanya kebijakan rotan mentah yang diatur dalam SK No. 12/M- DAG/PER/6/2005 tentang Pembebasan Ekspor Rotan Mentah. Selain itu industri pengolahan bukan hanya industri pengolahan rotan saja, industri pengolahan tekstil, sandal, sepatu dan lain sebagainya. Hal yang sama juga terjadi pada Provinsi Jawa Barat, pada tahun 2005 nilai riil PDRB Provinsi Jawa Barat atas dasar harga konstan 2000 adalah sebesar Rp 242,88 triliun dan meningkat pada tahun 2007 menjadi Rp 321,87 triliun (Tabel 5.3). Sedangkan pada pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan sebesar Rp 78,99 triliun. Pada Tabel 5.3 jelas terlihat bahwa persentase pertumbuhan perekonomian tertinggi adalah sektor bangunan/konstruksi sebesar 51,78 persen. Sektor ini pada tahun memiliki PDRB sebesar Rp 7,78 triliun dan meningkat menjadi Rp 11,81 triliun di tahun Sedangkan laju pertumbuhan ekonomi terendah terjadi pada sektor pertambangan/penggalian. Pada tahun 2005 kontribusi sektor pertambangan/penggalian terhadap PDRB Kabupaten Cirebon adalah sebesar Rp 7,14 triliun dan meningkat pada tahun 2010 menjadi sebesar Rp 7,46 triliun. Selama periode 2005 hingga 2010 sektor ini meningkat sebesar 321,79 miliar. Adapun sektor yang memiliki perubahan PDRB terbesar dan terendah. Sektor yang memiliki perubahan PDRB terbesar yaitu sektor industri pengolahan sebesar 29,91 triliun. Nilai ini didapatkan dari selisih antara PDRB sektor industri pengolahan tahun 2010 sebesar Rp 135,24 trilliun dengan PDRB sektor industri pengolahan tahun 2005 sebesar Rp 105,33 trilliun.

12 72 Tabel 5.3. Perubahan PDRB Provinsi Jawa Barat Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan Harga Konstan 2000, Tahun 2005 dan 2010 (juta rupiah) Lapangan Usaha PDRB Persen 1.Pertanian , , ,55 20,59 2.Pertambangan/pen -ggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 5.Bangunan/Konstru -ksi 6.Perdagangan,Hotel dan restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi , , ,36 4, , , ,85 28, , , ,38 29, , , ,28 51, , , ,28 48, , , ,79 48,64 8.Keuangan, Persewaan dan jasa Perusahaan , , ,92 38,58 9. Jasa-jasa , , ,84 30,19 Total PDRB , , ,25 32,52 Sumber : BPS Kabupaten Cirebon, 2011 (diolah) Sektor yang memiliki perubahan PDRB terendah yaitu sektor pertambangan/penggalian sebesar 321,79 miliar. Nilai ini didapatkan dari selisih antara PDRB sektor pertambangan/penggalian tahun 2010 sebesar Rp 7,46 trilliun dengan PDRB sektor pertambangan/penggalian tahun 2005 sebesar Rp 7,14 trilliun.

13 Rasio PDRB Total dan Sektoral Kabupaten Cirebon dan Provinsi Jawa Barat Tahun Pada umumnya kontribusi semua sektor perekonomian Kabupaten Cirebon dan Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan. Dalam setiap sektor perekonomian memiliki rasio yang berbeda-beda baik pada PDRB Kabupaten Cirebon maupun Provinsi Jawa Barat. Rasio yang dimiliki tiap sektor biasanya terlihat dari nilai Ra, Ri dan ri. Nilai Ra diperoleh dari selisih antara jumlah PDRB Provinsi Jawa Barat tahun 2010 dengan jumlah PDRB Provinsi Jawa Barat tahun 2005 dibagi dengan jumlah PDRB Provinsi Jawa Barat tahun Antara tahun , nilai Ra adalah sebesar 0,33 (Tabel 5.4). Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat meningkat sebesar 0,33. Nilai Ri diperoleh dari selisih antara PDRB Provinsi Jawa Barat sektor i pada tahun 2010 dengan PDRB Provinsi Jawa Barat sektor i pada tahun Kontribusi pada setiap sektor perekonomian mengalami peningkatan, sehingga seluruh sektor perekonomian memiliki nilai Ri yang positif. Nilai Ri paling besar terdapat pada sektor bangunan/kontruksi yaitu sebesar 0,52. Hal ini dikarenakan laju pertumbuhan sektor bangunan/konstruksi adalah terbesar di Provinsi Jawa Barat. Sedangkan nilai Ri terkecil terdapat pada sektor pertambangan/penggalian karena letak topografi Provinsi Jawa Barat yang tidak memiliki daerah pertambangan, sehingga memiliki laju pertumbuhan yang kecil. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.4.

14 74 Tabel 5.4. Rasio PDRB Kabupaten Cirebon dan Provinsi Jawa Barat Lapangan Usaha Ra Ri ri 1.Pertanian 0, Pertambangan/penggalian 0, ,22 3. Industri Pengolahan 0, Listrik, Gas dan Air Bersih 0, Bangunan/Konstruksi 0, Perdagangan, Hotel dan restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan jasa Perusahaan 0, , , Jasa-jasa 0, Sumber : BPS Kabupaten Cirebon Tahun 2005 dan 2010 (diolah) Dalam hal nilai ri, ini diperoleh dari selisih antara PDRB sektor i di Kabupaten Cirebon tahun 2010 dengan PDRB sektor i di Kabupaten Cirebon tahun 2005 dibagi dengan PDRB sektor i di Kabupaten Cirebon tahun Nilai ri terbesar terdapat pada sektor jasa-jasa sebesar 0,47 karena sektor ini didukung banyaknya penambahan jasa sosial kemasyarakatan, jasa hiburan, rekreasi, jasa perseorangan dan rumahtangga. Selain itu juga didukung oleh seni budaya kesenian Cirebon dalam hal jasa rekreasi di Kabupaten Cirebon seperti grup tarling, wayang golek, tari topeng dan sebagainya. Sedangkan nilai ri terkecil terdapat pada sektor industri pengolahan yaitu sebesar 0,09 karena adanya kebijakan yaitu SK No. 12/M-DAG/PER/6/2005 tentang Pembebasan Ekspor Rotan Mentah. Hal inilah yang mengakibatkan krisis

15 75 pada perkembangan industri rotan tersebut dan mengalami laju pertumbuhan yang menurun dan kecil Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Kabupaten Cirebon Tahun Pembangunan suatu wilayah dipengaruhi oleh faktor komponen pertumbuhan wilayah. Begitu pun yang terjadi pada pembangunan wilayah Kabupaten Cirebon. Komponen pertumbuhan wilayah tersebut terdiri dari komponen Pertumbuhan Regional (PR), komponen Pertumbuhan Proporsional (PP), dan komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW). Jika laju pertumbuhan semua sektor perekonomian Kabupaten Cirebon meningkat setiap tahunnya, maka ketiga komponen pertumbuhan wilayah tersebut bernilai positif. Ketiga komponen pertumbuhan wilayah ini diperoleh dari hasil kali antara rasio PDRB Provinsi Jawa Barat dengan PDRB sektor i pada Kabupaten Cirebon tahun Ketiga komponen pertumbuhan wilayah ini terjadi disebabkan oleh adanya perubahan kebijakan ekonomi di tingkat provinsi dan adanya perubahan dalam hal-hal yang memengaruhi perekonomian di sektor-sektor perekonomian Kabupaten Cirebon. Jika dilihat secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat tahun 2005 hingga 2010 telah memengaruhi peningkatan PDRB Kabupaten Cirebon sebesar Rp 2,06 triliun (32,52 persen). Berdasarkan Tabel 5.5, sektor-sektor perekonomian yang ada di Kabupaten Cirebon mengalami peningkatan kontribusi. Sektor perekonomian yang memiliki peningkatan kontribusi terbesar yaitu terdapat pada sektor pertanian sebesar Rp 647,08 miliar. Sedangkan sektor yang memiliki kontribusi terendah yaitu sektor pertambangan/penggalian yaitu sebesar Rp 8,53 miliar.

16 76 Tabel 5.5. Analisis Shift Share Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Cirebon Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Regional, Tahun Lapangan Usaha Pertumbuhan Regional (PR ij ) Juta Rupiah Persen 1.Pertanian ,82 32,52 2.Pertambangan/penggalian 8.532,95 32,52 3. Industri Pengolahan ,60 32,52 4. Listrik, Gas dan Air Bersih ,75 32,52 5. Bangunan/Konstruksi ,83 32,52 6. Perdagangan, Hotel dan restoran ,76 32,52 7. Pengangkutan dan Komunikasi ,43 32,52 8. Keuangan, Persewaan dan jasa Perusahaan ,29 32,52 9. Jasa-jasa ,85 32,52 Total ,95 32,52 Sumber : BPS Kabupaten Cirebon Tahun 2010 (diolah) Berdasarkan data diatas, dapat disimpulkan bahwa sektor pertanian adalah sektor yang sangat dipengaruhi oleh perubahan kebijakan pemerintah di tingkat Provinsi Jawa Barat. Jika terjadi perubahan kebijakan pemerintah, maka kontribusi sektor pertanian beserta subsektornya akan mengalami perubahan. Dalam hal pertumbuhan proporsional, diperoleh dari hasil kali antara PDRB Kabupaten Cirebon sektor i tahun 2005 dengan selisih antara Ri dan Ra. Dapat dilihat dalam Tabel 5.6. Selain itu juga dapat dilihat dalam Tabel 5.6, sektor unggulan yang memiliki nilai PP yang positif (PP ij > 0) adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar 220,79 miliar (15,77 persen), sektor bangunan/konstruksi yaitu sebesar 81,10 miliar (19,26 persen), sektor pengangkutan dan komunikasi yaitu sebesar 56,60 miliar (16,11 persen), dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan yaitu sebesar 16,65 miliar (6,06

17 77 persen). Sektor-sektor tersebut termasuk kedalam sektor unggulan yang pertumbuhannya cepat. Tabel 5.6. Analisis Shift Share Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Cirebon Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Proporsional, Tahun Pertumbuhan Proporsional Lapangan Usaha (PP ij ) Juta Rupiah Persen 1.Pertanian ,71-11,93 2.Pertambangan/penggalian ,01-28,02 3. Industri Pengolahan ,05-4,12 4. Listrik, Gas dan Air Bersih ,94-3,03 5. Bangunan/Konstruksi ,15 19,26 6. Perdagangan, Hotel dan restoran ,60 15,77 7. Pengangkutan dan Komunikasi ,92 16,11 8. Keuangan, Persewaan dan jasa Perusahaan ,22 6,06 9. Jasa-jasa ,57-2,33 Total ,62 7,77 Sumber : BPS Kabupaten Cirebon Tahun, 2010 (diolah) Sektor unggulan lainnya yang memiliki nilai PP yang negatif (PP ij < 0) adalah sektor pertanian dan sektor jasa-jasa. Sektor pertanian memiliki nilai PP yaitu sebesar -237,39 miliar (-11,93 persen). Sedangkan sektor jasa-jasa memiliki nilai PP sebesar -16,92 miliar (-2,33 persen). Sektor pertanian memiliki nilai PP yang negatif, hal ini karena rusaknya beberapa infrastruktur jalan yg ada di beberapa daerah Provinsi Jawa Barat yang memengaruhi pasokan pertanian di seluruh wilayah Provinsi Jawa Barat termasuk Kabupaten Cirebon. Pada sektor jasa-jasa memiliki nilai PP negatif dikarenakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat belum terfokus pada penambahan baik jasa sosial

18 78 kemasyarakatan, jasa hiburan, rekreasi maupun jasa perseorangan dan rumahtangga. Hal ini mengakibatkan kedua sektor tersebut termasuk kedalam sektor yang pertumbuhannya lambat (PP ij < 0). Pada sektor non unggulan dapat dilihat pada Tabel 5.6 terlihat bahwa semua sektor nonunggulan memiliki nilai PP yang negatif sehingga sektor-sektor non unggulan tersebut memiliki pertumbuhan yang lambat. Dalam Tabel 5.7 dapat dilihat tentang hal komponen pertumbuhan pangsa wilayah. Hal komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW) memiliki ketentuan yaitu sektor yang memiliki nilai PPW ij > 0 atau positif maka sektor tersebut termasuk kedalam sektor yang memiliki dayasaing yang baik. Sedangkan jika suatu sektor memiliki nilai PPWij < 0 atau negatif maka sektor tersebut termasuk kedalam sektor yang memiliki dayasaing yang kurang baik. Pada Tabel 5.7, sektor unggulan yang memiliki nilai PPW yang positif (PPW ij > 0) adalah sektor pertanian dan sektor jasa-jasa. Sektor pertanian memiliki nilai PPW sebesar 52,45 miliar (2,15 persen), sedangkan sektor jasa-jasa memiliki nilai PPW sebesar 174,48 miliar (16,39 persen). Sektor-sektor tersebut termasuk kedalam sektor unggulan yang memiliki dayasaing yang baik. Sektor unggulan lainnya yang memiliki nilai PPW yang negatif (PPW ij < 0) adalah sektor bangunan/konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan (dapat dilihat pada Tabel 5.7).

19 79 Tabel 5.7. Analisis Shift Share Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Cirebon Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah Tahun Lapangan Usaha Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW ij ) Juta Rupiah Persen 1.Pertanian ,63 2,15 2.Pertambangan/penggalian 5.614,29 17,53 3. Industri Pengolahan ,20-19,07 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 6.685,62 3,80 5. Bangunan/Konstruksi ,89-8,10 6. Perdagangan, Hotel dan restoran ,67-14,48 7. Pengangkutan dan Komunikasi ,53-18,12 8. Keuangan, Persewaan dan jasa Perusahaan ,14-8,68 9. Jasa-jasa ,19 16,39 Total ,70-28,57 Sumber : BPS Kabupaten Cirebon Tahun, 2010 (diolah) Sektor bangunan/konstruksi yaitu sebesar miliar (-8,10 persen), sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar miliar (-14,48 persen), sektor pengangkutan dan komunikasi yaitu sebesar miliar (-18,12 persen), dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan yaitu sebesar miliar (-8,68 persen). Sektor-sektor tersebut termasuk kedalam sektor unggulan yang memiliki dayasaing yang kurang baik. Pada sektor non unggulan dapat dilihat pada Tabel 5.7 terlihat bahwa sektor non unggulan yang memiliki nilai PPW yang positif (PPW ij > 0) adalah sektor pertambangan/penggalian dan sektor listrik, gas dan air bersih. Sektor pertambangan/penggalian memiliki nilai PPW sebesar 5.62 miliar (17,53 persen), sedangkan sektor listrik,gas dan air bersih memiliki nilai sebesar 6.69 miliar (3,80

20 80 persen). Sektor-sektor tersebut termasuk kedalam sektor nonunggulan yang memiliki dayasaing yang baik. Sedangkan sektor non unggulan lainnya yang memiliki nilai PPW yang negatif (PPW ij < 0) adalah sektor industri pengolahan yaitu sebesar miliar (-19,07 persen). Sektor ini termasuk kedalam sektor nonunggulan yang memiliki dayasaing yang kurang baik. Sektor unggulan yang memiliki laju pertumbuhan pangsa wilayah terbesar adalah sektor jasa-jasa sebesar 16,39 persen, hal ini dikarenakan dayasaing sektor tersebut lebih tinggi dibandingkan sektor yang sama di wilayah Provinsi Jawa Barat. Sedangkan sektor dengan laju PPW terendah adalah sektor industri pengolahan yaitu sebesar -19,07 persen, hal ini dikarenakan adanya kebijakan pembebasan ekspor rotan mentah mengakibatkan industri pengolahan rotan di Kabupaten Cirebon mengalami krisis. Banyak perusahaan-perusahaan yang tidak mampu melewati krisis tersebut sehingga bangkrut. Kebangkrutan perusahaanperusahaan industri pengolahan rotan inilah berdampak kepada keseluruhan pertumbuhan dayasaing industri pengolahan secara keseluruhan. Hal itu mengakibatkan dayasaing industri pengolahan menjadi rendah dan kurang baik Pertumbuhan dan Dayasaing Sektor-Sektor Unggulan Pada uraian sebelumnya telah dijelaskan bahwa penelitian ini akan melihat dayasaing juga pertumbuhan dari setiap sektor perekonomian Kabupaten Cirebon. Untuk melihat profil pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Cirebon dapat dilakukan dengan bantuan empat kuadran yang terdapat pada garis bilangan. Nilai-nilai yang terdapat pada empat kuadran tersebut diperoleh dari nilai presentase pertumbuhan proporsional (PP) dan nilai presentase pertumbuhan

21 81 pangsa wilayah (PPW). Berdasarkan nilai-nilai tersebut nantinya dapat terlihat masing-masing sektor pada setiap kuadrannya. Adapun nilai presentase pertumbuhan proporsional dan pertumbuhan pangsa wilayah, yaitu sebagai berikut: Tabel 5.8. Nilai Persentase PP dan PPW di Kabupaten Cirebon Lapangan Usaha % PP % PPW 1.Pertanian -11,93 2,15 2.Pertambangan/penggalian -28,02 17,53 3. Industri Pengolahan -4,12-19,07 4. Listrik, Gas dan Air Bersih -3,03 3,80 5. Bangunan/Konstruksi 19,26-8,10 6. Perdagangan, Hotel dan restoran 15,77-14,48 7. Pengangkutan dan Komunikasi 16,11-18,12 8. Keuangan, Persewaan dan jasa Perusahaan 6,06-8,68 9. Jasa-jasa -2,33 16,39 Sumber : BPS Kabupaten Cirebon Tahun, 2010 (diolah) Jika dilihat secara keseluruhan, nilai presentase pertumbuhan proporsional dan pertumbuhan pangsa wilayah tidak terdapat kedua nilai yang bersifat positif. Maka dari itu perlu analisis lebih lanjut dalam pergeseran bersih yaitu melihat sektor mana yang memiliki pertumbuhan progressive.

22 82 Berikut adalah profil pertumbuhan sektor-sektor ekonomi yang dapat dilihat secara keseluruhan dalam keempat kuadran, yaitu sebagai berikut : PPW IV I pertanian pertambangan/penggalian 5.00 industri pengolahan PP listrik, gas dan air bersih bangunan/konstruksi perdagangan, hotel dan restoran pengangkutan dan komunikasi keuangan, persewaan dan jasa perusahaan jasa-jasa III II Gambar 5.1. Profil Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian Kabupaten Cirebon Periode Berdasarkan Gambar 5.1, terlihat bahwa profil pertumbuhan sektor-sektor perekonomian Kabupaten Cirebon periode 2005 hingga 2010 terihat pada setiap kuadrannya yaitu kuadran I, II, III, dan IV. Pada hasil analisis, didapatkan bahwa tidak ditemukannya sektor perekonomian yang berada di kuadran I pada periode

23 hingga Ini berarti tidak ada sektor perekonomian di Kabupaten Cirebon yang memiliki laju pertumbuhan cepat dan memiliki dayasaing yang tinggi dibandingkan dengan wilayah lain yang ada di Provinsi Jawa Barat. Dalam kuadran II terdapat sektor bangunan/konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Artinya sektor-sektor tersebut memiliki laju pertumbuhan yang cepat, tetapi memiliki dayasaing yang rendah untuk wilayah tersebut dibandingkan dengan wilayah lain di Provinsi Jawa Barat. Pada kuadran III terdapat sektor industri pengolahan, yang berarti bahwa sektor ini memiliki laju pertumbuhan yang lambat dan memiliki dayasaing yang rendah jika dibandingkan dengan wilayah lain di Provinsi Jawa Barat. Sedangkan pada kuadran IV terdapat sektor pertanian, sektor pertambangan/penggalian. Sektor listrik, gas dan air bersih serta sektor jasa-jasa. Artinya, sektor-sektor tersebut memiliki laju pertumbuhan yang lambat, tetapi memiliki dayasaing yang tinggi dibandingkan dengan wilayah lain di Provinsi Jawa Barat Pergeseran Bersih (PB) Sektor-Sektor Unggulan Perekonomian Kabupaten Cirebon Adapun pertumbuhan bersih dari sektor-sektor unggulan yang ada di Kabupaten Cirebon, dapat dilihat pada Tabel 5.9. Nilai pergeseran bersih ini didapatkan dari hasil penjumlahan antara nilai pertumbuhan proporsional dengan nilai pertumbuhan pangsa wilayahnya pada semua sektor perekonomian. Jika suatu sektor memiliki nilai PB > 0 atau bernilai positif, maka sektor perekonomian tersebut memiliki pertumbuhan yang progressive (semakin meningkat). Sedangkan, jika suatu sektor memiliki nilai PB < 0 atau bernilai

24 84 negatif, maka sektor perekonomian tersebut memiliki pertumbuhan yang tidak progressive. Tabel 5.9. Nilai Pergeseran Bersih (PB) Sektor-sektor Perekonomian di Kabupaten Cirebon Tahun Lapangan Usaha Pergeseran Bersih (PB ij ) Juta Rupiah Persen 1.Pertanian ,08-9,78 2.Pertambangan/penggalian ,72-10,48 3. Industri Pengolahan ,25-23,19 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 2.685,69 0,77 5. Bangunan/Konstruksi ,26 11,16 6. Perdagangan, Hotel dan restoran ,07 1,29 7. Pengangkutan dan Komunikasi ,60-2,00 8. Keuangan, Persewaan dan jasa Perusahaan ,93-2,62 9. Jasa-jasa ,62 14,06 Total ,09-20,80 Sumber : BPS Kabupaten Cirebon Tahun, 2010 (diolah) Dapat dilihat dalam Tabel 5.9, sektor perekonomian yang memiliki pertumbuhan yang progressive (semakin meningkat) yaitu sektor listrik,gas dan air bersih, sektor bangunan/konstruksi dan sektor jasa-jasa. Selama periode 2005 hingga 2010 sektor listrik,gas dan air bersih, sektor bangunan/konstruksi dan sektor jasa-jasa memiliki pertumbuhan yang progressive. Hal ini dapat dilihat dari, keadaan sektor listrik,gas dan air bersih yang semakin meningkat karena sektor ini terbilang memengaruhi sektor lain seperti sektor industri pengolahan dan lain sebagainya. Sektor bangunan/konstruksi semakin meningkat pada periode tersebut dilihat dari perbaikan-perbaikan pembangunan infrastruktur dan perencanaan

25 85 proyek-proyek bangunan untuk mendukung pengembangan wilayah Kabupaten Cirebon. Sedangkan sektor jasa-jasa pun terus meningkat sebagaimana penjelasan sebelumnya yaitu akibat dari banyaknya penambahan jasa sosial kemasyarakatan, jasa hiburan, rekreasi, jasa perseorangan dan rumahtangga. Jasa sosial kemasyarakatan seperti dibukanya rumah sakit swasta, klinik swasta, sekolahsekolah swasta, kursus-kursus, riset atau penelitian, palang merah, panti asuhan, panti wreda, Yayasan Pemeliharaan Anak Cacat (YPAC), rumah ibadat dan sejenisnya, baik yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta yang ada di Kabupaten Cirebon. Jasa rekreasi di Kabupaten Cirebon pun terus berkembang yaitu pengadaan seperti bioskop, mall, taman hiburan, kolam renang dan kegiatan hiburan lainnya seperti berbagai kesenian khas Cirebon (grup tarling, wayang golek, tari topeng dan sebagainya). Sedangkan jasa perseorangan dan rumahtangga pun kian meningkat seperti jasa-jasa reparasi alat-alat rumahtangga, pemangkas rambut dan salon kecantikan, foto studio, tukang jahit, pembantu rumahtangga, semir sepatu dan lain sebagainya Kebijakan Pemerintah di Kabupaten Cirebon Kebijakan Pemerintah di Kabupaten Cirebon pada tahun Kebijakan yang diterapkan di Kabupaten Cirebon selama periode itu untuk mencapai agenda pembangunan daerah yaitu dengan meningkatkan mutu sumber daya manusia yang beriman, berakhlak, sehat, berilmu, cerdas, berbudaya dan sejahtera. Jika mutu sumberdayanya meningkat maka akan mendukung pertumbuhan ekonomi yang diharapkan. Kebijakan Pemerintah Kabupaten Cirebon ini direalisasikan melalui program-program kegiatan yang

26 86 diterapkan pada bidang dan sektornya masing-masing sesuai Peraturan Bupati Cirebon Nomor 92 Tahun 2005 dan Nomor 12 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Cirebon Tahun Hal ini akan dijelaskan pada uraian selanjutnya. Struktur perekonomian Kabupaten Cirebon periode , secara keseluruhan memperhatikan bahwa sektor pertanian sangat dominan. Primadona untuk tanaman pangan yaitu padi, sedangkan primadona untuk palawija yaitu kacang hijau, sayurannya yaitu bawang merah dan untuk produk buahnya yaitu mangga gedong gincu. Berdasarkan uraian di atas maka kebijakan atau program yang dilakukan yaitu : 1. Meningkatkan produksi pertanian sehingga rata-rata hasil produksi ditiap kecamatan memiliki proporsi yang sama. 2. Mempertahankan luas areal pertanian dengan pengendalian alih fungsi lahan pertanian produktif menjadi kawasan industri. 3. Pemberdayaan sumberdaya pertanian dan peningkatan kesejahteraan petani. Penyumbang terbesar lainnya yaitu sektor industri dan perdagangan. Walaupun pertanian masih menjadi dominan di Kabupaten Cirebon, secara perlahan mengalami pergeseran dengan meningkatnya industri dan perdagangan. Pemerintah Kabupaten Cirebon selalu mengupayakan usaha-usaha yang dapat meningkatkan baik sektor industri maupun sektor perdagangan, yaitu melalui kegiatan : 1. meningkatkan investasi. 2. Memberdayakan pelaku ekonomi. 3. Meningkatkan infrastruktur pendukung perekonomian.

27 87 4. Meningkatkan kerjasama perdagangan internasional. Selain itu pemerintah juga mengadakan program pelestarian budaya dan pembinaan kesenian daerah, yaitu melalui serangkaian kegiatan : 1. Melaksanakan pemeliharaan bangunan, prasarti, situs bersejarah. 2. Menggali sejarah dan budaya Kabupaten Cirebon. 3. Pembauran bahasa Cirebon dalam aktifitas masyarakat. 4. Mengaktifkan dan meningkatkan sanggar-sanggar kesenian dan budaya daerah. 5. Melaksanakan misi dan pentas kesenian. Adapun program-program lainnya yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Cirebon guna mendukung pertumbuhan ekonomi Kabupaten Cirebon yang berkelanjutan, yaitu sebagai berikut : 1. Program peningkatan investasi. Melalui kegiatan : a. Mempromosikan potensi investasi. b. Mengembangkan koordinasi penanaman modal daerah. c. Melaksanakan sosialisasi kebijakan investasi. d. Melaksanakan perluasan bentuk kerjasama investasi dengan investor dalam dan luar negeri. e. Memberikan layanan perijinan investasi. 2. Ketahanan pangan. Melalui kegiatan : a. Melaksanakan pembangunan sarana dan prasarana pendukung pertanian, pertanian, peternakan, dan perikanan.

28 88 b. Memberikan pembinaan bidang usaha pertanian, peternakan dan perikanan. c. Mengoptimal sumber daya lahan dan meningkatkan mutu intensifikasi. d. Mengembangkan produk olahan (agroindustri) pangan. 3. Penanggulangan kemiskinan. Melalui kegiatan : a. Memberikan fasilitas subsidi silang baik dri Pemerintah Pusat maupun Propinsi serta memfasilitasi bantuan program pemerintah. b. Memberikan bantuan pada keluarga miskin. c. Memberikan bantuan Modal Usaha pada keluarga miskin. 4. Peningkatan dalan bidang ketenagakerjaan. Melalui kegiatan : a. Meningkatkan dayasaing tenagakerja. b. Meningkatkan perlindungan dan pengawasan ketenagakerjaan. c. Memfasilitasi penciptaan lapangan pekerjaan. d. Meningkatkan upah minimum dan perlindungan serta pengawasan ketenagakerjaan. 5. Pengembangan usaha industri andalan, dan unggulan, jasa, perdagangan dan pariwisata. Melalui kegiatan : a. Memberikan advokasi manajemen, fasilitasi permodalan dan stimulan usaha. b. Mengembangkan kelembagaan usaha masyarakat, koperasi dan Badan Usaha Milik Daerah.

29 89 c. Menentukan sentra perdagangan. d. Meningkatkan koordinasi kemitraan. e. Membangun sarana transportasi dan meningkatkan teknologi. f. Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pariwisata bestandar internasional. 6. Pengembangan potensi PAD. Melalui kegiatan : a. Melakukan pendataan potensi objek pajak dan retribusi daerah. b. Melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi pendapatan daerah. c. Melakukan uji efisiensi pemungutan pajak dan retribusi pada dinas penghasil. 7. Peningkatan komunikasi dan media massa. Melalui kegiatan : a. Mempublikasikan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan. b. Melaksanakan forum dialog interaktif (temu wicara dan dialog bersama media). c. Mengembangkan kemitraan dengan pers. 8. Peningkatan kerjasama lembaga keuangan. Melalui kegiatan : a. Mengusulkan dan menyalurkan dana bantuan program. b. Meningkatkan koordinasi pemerintah pusat, provinsi dan lembaga keuangan. c. Mengusahakan pinjaman kredit lunak.

30 90 d. Melakukan kerjasama bisnis dengan investor. 9. Regulasi tata ruang dan pengendalian tata guna lahan. Melalui kegiatan : a. Verifikasi pembangunan infrastuktur dan perumahan. b. Menyusun dokumen rencana tata ruang. c. Menetapkan dan menegaskan subyek dan obyek redistribusi tanah kelebihan batas maksimum. d. Melaksanakan pemetaan penguasaan tanah, meneyelesaikan masalah pertanahan dan member ijin lokasi. e. Melaksanakan monitoring dan evaluasi pemanfaatan tanah. Program-program diatas adalah kebijakan-kebijakan di Kabupaten Cirebon yang ada pada periode Dalam hal ini, sebenarnya masih banyak kebijakan Pemerintah Kabupaten Cirebon berupa program-program kegiatan lainnya. Kebijakan yang ada ini perlu lebih ditingkatkan untuk kedepannya agar pertumbuhan ekonomi yang diharapkan dapat tercapai (BAPEDDA, 2011) Rumusan Kebijakan Pemerintah Kabupaten Cirebon dari Hasil Penelitian Jika kita lihat dalam hasil penelitian ini, dengan menggunakan metode Location Quotient (LQ) diperoleh sektor-sektor unggulan yang ada di Kabupaten Cirebon yaitu sektor pertanian, sektor bangunan/konstruksi, sektor jasa-jasa, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor perdagangan hotel dan restoran. Dalam upaya peningkatan peranan sektor-sektor unggulan terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Cirebon, Pemerintah Kabupaten Cirebon seharusnya memrioritaskan sektor

31 91 unggulan. Sektor unggulan yang perlu diprioritaskan Pemerintah dapat dilihat dalam analisis lanjut yaitu perbandingan pergeseran bersih dan dayasaingnya. Tabel Perbandingan Pergeseran Bersih dan Dayasaing Sektor Ekonomi di Kabupaten Cirebon Tahun Sektor Unggulan Peringkat Sektor Dayasaing Pergeseran Unggulan (LQ) (PPW) Bersih (PB) 1.Pertanian 1 2,15 % -9,78 % 2.Pertambangan/penggalian Nonunggulan 17,53 % -10,48 % 3. Industri Pengolahan Nonunggulan -19,07 % -23,19 % 4. Listrik, Gas dan Air Bersih Nonunggulan 3,80 % 0,77 % 5. Bangunan/Konstruksi 2-8,10 % 11,16 % 6. Perdagangan, Hotel dan restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa 3 Sumber : BPS Kabupaten Cirebon Tahun, 2010 (diolah) 6-14,48 % 1,29 % 5-18,12 % -2,00 % 4-8,68 % -2,62 % 16,39 % 14,06 % Sektor nonunggulan yang mempunyai pergeseran bersih yang progressive dan memiliki dayasaing yang baik yaitu sektor listrik, gas dan air bersih. Dari hasil penelitian menggunakan LQ pun terlihat sektor ini sempat menjadi sektor unggulan yaitu pada tahun 2007 dan Sedangkan sektor unggulan yang jelas terlihat memiliki pergeseran bersih yang progressive dan memiliki dayasaing yang baik adalah sektor jasa-jasa. Berdasarkan Tabel 5.10 rumusan kebijakan pemerintah Kabupaten Cirebon adalah lebih memprioritaskan dan mengembangkan sektor unggulan jasa-jasa karena selain memiliki pertumbuhan yang progressive, sektor jasa-jasa juga memiliki dayasaing yang baik.

Ekonomi Politik Kebijakan Pemerintah Kabupaten Cirebon dalam Peningkatan Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan di Kabupaten Cirebon

Ekonomi Politik Kebijakan Pemerintah Kabupaten Cirebon dalam Peningkatan Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan di Kabupaten Cirebon Ekonomi Politik Kebijakan Pemerintah Kabupaten Cirebon dalam Peningkatan Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan di Kabupaten Cirebon The Political Economy of Government Policy in Improving Leading Economic Sectors

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. 2010, serta data-data lain yang mendukung. Data ini diperoleh dari BPS Pusat,

III. METODE PENELITIAN. 2010, serta data-data lain yang mendukung. Data ini diperoleh dari BPS Pusat, 29 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data Produk Domestik Bruto (PDRB) Kabupaten Cirebon dan Provinsi Jawa Barat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki kondisi geografi wilayah yang bermacam-macam. sehingga struktur ekonomi tiap wilayah sangat beragam.

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki kondisi geografi wilayah yang bermacam-macam. sehingga struktur ekonomi tiap wilayah sangat beragam. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki kondisi geografi wilayah yang bermacam-macam sehingga struktur ekonomi tiap wilayah sangat beragam. Dalam hal ini pembangunan wilayah menjadi sangat

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten Subang

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

Lampiran 1. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ATAS DASAR HARGA KONSTAN 2000 (Jutaan Rupiah)

Lampiran 1. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ATAS DASAR HARGA KONSTAN 2000 (Jutaan Rupiah) 118 Lampiran 1. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ATAS DASAR HARGA KONSTAN 2000 (Jutaan Rupiah) a. Propinsi Lampung Sektor Provinsi Lampung (Vi) 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Pertanian 10871433 11318866

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan yang disesuaikan dengan potensi dan permasalahan pembangunan

Lebih terperinci

V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN

V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN Pembangunan perekonomian suatu wilayah tentunya tidak terlepas dari kontribusi dan peran setiap sektor yang menyusun perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis statistik Perekonomian Daerah, sebagai gambaran umum untuk situasi perekonomian Kota

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 63/11/73/Th. VIII, 5 November 2014 EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN III TUMBUH SEBESAR 6,06 PERSEN Perekonomian Sulawesi Selatan pada triwulan III tahun 2014 yang diukur

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. ini adalah wilayah penelitian Kota Bandar Lampung dengan wilayah. arah tersedianya pemenuhan kebutuhan masyarakat.

III. METODOLOGI PENELITIAN. ini adalah wilayah penelitian Kota Bandar Lampung dengan wilayah. arah tersedianya pemenuhan kebutuhan masyarakat. 43 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep dasar dan Defenisi Operasional Konsep dasar dan defenisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua pengertian yang digunakan dalam memperoleh dan menganalisa

Lebih terperinci

IV. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Cirebon. Provinsi Jawa Barat dan merupakan batas, sekaligus sebagai pintu gerbang

IV. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Cirebon. Provinsi Jawa Barat dan merupakan batas, sekaligus sebagai pintu gerbang 42 IV. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Cirebon 4.1. Kondisi Wilayah Kabupaten Cirebon Kabupaten Cirebon secara geografis terletak di bagian timur wilayah Provinsi Jawa Barat dan merupakan batas, sekaligus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dalam rangka. nasional, serta koefisien gini mengecil.

BAB I PENDAHULUAN. untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dalam rangka. nasional, serta koefisien gini mengecil. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan ekonomi suatu daerah pada hakekatnya merupakan rangkaian kegiatan integral dari pembangunan ekonomi nasional yang dilaksanakan terarah dan terus

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 38 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan memilih lokasi Kota Cirebon. Hal tersebut karena Kota Cirebon merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB IV TINJAUAN EKONOMI 2.1 STRUKTUR EKONOMI Produk domestik regional bruto atas dasar berlaku mencerminkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Pada tahun 2013, kabupaten Lamandau

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan

I. PENDAHULUAN. Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan besar untuk menggerakkan roda perekonomian. Pada saat usaha besar tidak mampu mempertahankan eksistensinya,

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013 No. 09/02/31/Th. XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013 Secara total, perekonomian DKI Jakarta pada triwulan IV/2013 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penanaman Modal Asing di Kota. Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi

V. PEMBAHASAN Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penanaman Modal Asing di Kota. Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi V. PEMBAHASAN 5.1. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penanaman Modal Asing di Kota Cimahi Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi penanaman modal asing di Kota Cimahi adalah dengan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2008 BPS PROVINSI DKI JAKARTA PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2008 No. 08/02/31/Th. XI, 16 Februari 2009 Secara total, perekonomian DKI Jakarta pada triwulan IV tahun 2008 yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang masih memegang peranan dalam peningkatan perekonomian nasional. Selain itu, sebagian besar penduduk Indonesia masih menggantungkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 SEBESAR 6,30 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 SEBESAR 6,30 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 16/05/34/Th. X, 15 Mei 2008 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 SEBESAR 6,30 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PEREKONOMIAN KALIMANTAN BARAT PERTUMBUHAN PDRB TAHUN 2013 MENCAPAI 6,08 PERSEN No. 11/02/61/Th. XVII, 5 Februari 2014 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR ISI. PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vii DAFTAR ISI PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vii BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... 2 1.3. Hubungan Antar Dokumen...

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN 164 BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN Adanya keterbatasan dalam pembangunan baik keterbatasan sumber daya maupun dana merupakan alasan pentingnya dalam penentuan sektor

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan beberapa alat analisis, yaitu analisis Location Quetiont (LQ), analisis MRP serta Indeks Komposit. Kemudian untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kerangka ekonomi makro daerah akan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang telah dicapai pada tahun 2010 dan perkiraan tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan kekayaan hayati yang melimpah, hal ini memberikan keuntungan bagi Indonesia terhadap pembangunan perekonomian melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu: (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau transformasi ekonomi, dan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TAHUN 2008 SEBESAR 5,02 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TAHUN 2008 SEBESAR 5,02 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 08/02/34/Th. XI, 16 Februari 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TAHUN 2008 SEBESAR 5,02 PERSEN ekonomi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada tahun

Lebih terperinci

8.1. Keuangan Daerah APBD

8.1. Keuangan Daerah APBD S alah satu aspek pembangunan yang mendasar dan strategis adalah pembangunan aspek ekonomi, baik pembangunan ekonomi pada tatanan mikro maupun makro. Secara mikro, pembangunan ekonomi lebih menekankan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 29 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder berupa Tabel Input-Output Indonesia tahun 2008 yang diklasifikasikan menjadi 10 sektor dan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. tujuan penelitian. Wilayah yang akan dibandingkan dalam penelitian ini

III. METODOLOGI PENELITIAN. tujuan penelitian. Wilayah yang akan dibandingkan dalam penelitian ini III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua pengertian yang digunakan dalam memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pembangunan daerah di Indonesia pada dasarnya didasari oleh kebijaksanaan pembangunan nasional dengan mempertimbangkan karakteristik dan kebutuhan daerah. Kebijaksanaan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. sebuah penelitian. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Struktur

III. METODOLOGI PENELITIAN. sebuah penelitian. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Struktur III. METODOLOGI PENELITIAN A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel merupakan suatu objek yang diteliti atau menjadi fokus perhatian dalam sebuah penelitian. Variabel yang digunakan dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada, dengan menjalin pola-pola kemitraan

Lebih terperinci

Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh :

Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh : 1 Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh : Sri Windarti H.0305039 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011 No. 06/08/62/Th. V, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011 Pertumbuhan ekonomi Kalimantan Tengah triwulan I-II 2011 (cum to cum) sebesar 6,22%. Pertumbuhan tertinggi pada

Lebih terperinci

Statistik KATA PENGANTAR

Statistik KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012 BPS KABUPATEN SIMALUNGUN No. 01/08/1209/Th. XII, 1 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012 Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Simalungun tahun 2012 sebesar 6,06 persen mengalami percepatan

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kontribusi Pajak Dan Retribusi Sektor Pariwisata Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kontribusi Pajak Dan Retribusi Sektor Pariwisata Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kontribusi Pajak Dan Retribusi Sektor Pariwisata Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Potensi pendapatan asli daerah adalah kekuatan yang ada di suatu daerah untuk menghasilkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadi sumber pendapatan bagi beberapa negara di dunia. Pada tahun 2011,

I. PENDAHULUAN. menjadi sumber pendapatan bagi beberapa negara di dunia. Pada tahun 2011, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri pariwisata saat ini sudah menjadi salah satu primadona dunia dan menjadi sumber pendapatan bagi beberapa negara di dunia. Pada tahun 2011, United Nations World

Lebih terperinci

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perekonomian Indonesia tahun 2004 yang diciptakan UKM berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Lokasi yang diidentifikasi dalam penelitian ini Provinsi Sulawesi Utara dan kabupaten Bolaang Mongondow dan waktu yang dibutuhkan dalam pengumpulan data ini

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 31/05/35/Th. X, 7 Mei 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2012 Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2012 (c-to-c) mencapai 7,19 persen Ekonomi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 26/05/73/Th. VIII, 5 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN I 2014 BERTUMBUH SEBESAR 8,03 PERSEN Perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA No. 18/05/31/Th. XI, 15 Mei 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2009 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan I tahun 2009 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 menunjukkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia

I. PENDAHULUAN. Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang dan masalah Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia menjadi sebuah negara industri yang tangguh dalam jangka panjang. Hal ini mendukung Peraturan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2008 SEBESAR -3,94 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2008 SEBESAR -3,94 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 29/08/34/Th. X, 14 Agustus 2008 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2008 SEBESAR -3,94 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 32/05/35/Th. XI, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2013 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2013 (y-on-y) mencapai 6,62

Lebih terperinci

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah) 3.14. KECAMATAN NGADIREJO 3.14.1. PDRB Kecamatan Ngadirejo Besarnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kecamatan Ngadirejo selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3.14.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kota dan desa, antara pulau Jawa dengan luar Pulau Jawa maupun antara dua

BAB I PENDAHULUAN. kota dan desa, antara pulau Jawa dengan luar Pulau Jawa maupun antara dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang pada umumnya termasuk di Indonesia masih memunculkan adanya dualisme yang mengakibatkan adanya gap atau kesenjangan antara daerah

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th.XI, 5 Februari 2013 Ekonomi Jawa Timur Tahun 2012 Mencapai 7,27 persen Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Lebih terperinci

Statistik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Tahun

Statistik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Tahun KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (U MKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 No. 19/05/31/Th. X, 15 Mei 2008 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan I tahun 2008 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 menunjukkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/05/72/Thn XIV, 25 Mei 2011 PEREKONOMIAN SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2011 MENGALAMI KONTRAKSI/TUMBUH MINUS 3,71 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-2011 No. 43/08/63/Th XV, 05 Agustus 20 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-20 Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II-20 tumbuh sebesar 5,74 persen jika dibandingkan triwulan I-20 (q to q)

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2013 No.23/05/31/Th. XV, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2013 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan I/2013 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 menunjukkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu indikator yang amat penting dalam melakukan analisis tentang perekonomian pada suatu wilayah adalah dengan melihat pertumbuhan ekonomi yang menunjukkan sejauh

Lebih terperinci

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga.

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga. No. 064/11/63/Th.XVIII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN III-2014 Perekonomian Kalimantan Selatan pada triwulan III-2014 tumbuh sebesar 6,19 persen, lebih lambat dibandingkan

Lebih terperinci

Statistik KATA PENGANTAR

Statistik KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. suatu perekonomian dari suatu periode ke periode berikutnya. Dari satu periode ke

I. PENDAHULUAN. suatu perekonomian dari suatu periode ke periode berikutnya. Dari satu periode ke I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari suatu

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PDRB TAHUN 2013 MENCAPAI 6,2 %

PERTUMBUHAN PDRB TAHUN 2013 MENCAPAI 6,2 % No, 11/02/13/Th.XVII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN PDRB TAHUN 2013 MENCAPAI 6,2 % Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2013 meningkat sebesar 6,2 persen terhadap 2012, terjadi pada semua

Lebih terperinci

BPS PROVINSI MALUKU PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN

BPS PROVINSI MALUKU PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN BPS PROVINSI MALUKU No. 01/05/81/Th.XV, 05 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN PDRB Maluku pada triwulan IV tahun 2013 bertumbuh

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 26/05/61/Th. XV, 7 Mei 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN I-2012 EKONOMI KALIMANTAN BARAT TUMBUH 6,0 PERSEN Perekonomian Kalimantan Barat yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

KINERJA PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN II 2014

KINERJA PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN II 2014 BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 46/08/73/Th. VIII, 5 Agustus 2014 KINERJA PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN II 2014 Perekonomian Sulawesi Selatan pada triwulan II tahun 2014 yang dihitung berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi

BAB I PENDAHULUAN. yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi ekonomi dan keberlanjutan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA No. 52/ V / 15 Nopember 2002 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA INDONESIA TRIWULAN III TAHUN 2002 TUMBUH 2,39 PERSEN Indonesia pada triwulan III tahun 2002 meningkat sebesar 2,39 persen terhadap triwulan II

Lebih terperinci

VII. ANALISIS POTENSI PEREKONOMIAN LOKAL DI WILAYAH PEMBANGUNAN CIANJUR SELATAN

VII. ANALISIS POTENSI PEREKONOMIAN LOKAL DI WILAYAH PEMBANGUNAN CIANJUR SELATAN 102 VII. ANALISIS POTENSI PEREKONOMIAN LOKAL DI WILAYAH PEMBANGUNAN CIANJUR SELATAN Adanya otonomi daerah menuntut setiap daerah untuk dapat melaksanakan pembangunan daerah berdasarkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2012 BPS KABUPATEN PADANG LAWAS PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2012 No. 01/07/1221/Th. V, 8 Juli 2013 Pertumbuhan ekonomi Padang Lawas tahun 2012 yang diukur berdasarkan kenaikan laju pertumbuhan Produk

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU No. 19/05/14/Th.XI, 10 Mei PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU Ekonomi Riau Tanpa Migas y-on-y Triwulan I Tahun sebesar 5,93 persen Ekonomi Riau dengan migas pada triwulan I tahun mengalami kontraksi sebesar 1,19

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2009 SEBESAR 3,88 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2009 SEBESAR 3,88 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 19/05/34/Th.XI, 15 Mei 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2009 SEBESAR 3,88 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembentukan Gross National Product (GNP) maupun Produk Domestik Regional

I. PENDAHULUAN. pembentukan Gross National Product (GNP) maupun Produk Domestik Regional I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan sektor pertanian dalam pembangunan Indonesia sudah tidak perlu diragukan lagi. Peran penting sektor pertanian tersebut sudah tergambar dalam fakta empiris yang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20 No. 10/02/63/Th XIV, 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20 010 Perekonomian Kalimantan Selatan tahun 2010 tumbuh sebesar 5,58 persen, dengan n pertumbuhan tertinggi di sektor

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012 No. 06/02/62/Th. VII, 5 Februari 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012 Perekonomian Kalimantan Tengah triwulan IV-2012 terhadap triwulan III-2012 (Q to Q) secara siklikal

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014 No. 048/08/63/Th XVIII, 5Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II- tumbuh sebesar 12,95% dibanding triwulan sebelumnya (q to q) dan apabila

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan pembangunan perekonomian di daerah baik pada tingkat

I. PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan pembangunan perekonomian di daerah baik pada tingkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam melaksanakan pembangunan perekonomian di daerah baik pada tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota setiap daerah dituntut untuk mampu melakukan rentang kendali dalam satu

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2012 Secara total, perekonomian DKI Jakarta pada triwulan IV/2012 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 menunjukkan pertumbuhan sebesar

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 11/02/73/Th. VIII, 5 Februari 2014 EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN IV 2013 BERKONTRAKSI SEBESAR 3,99 PERSEN Kinerja perekonomian Sulawesi Selatan pada triwulan IV tahun

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Sumber Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu

METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Sumber Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu data Tabel Input-Output Propinsi Kalimantan Timur tahun 2009 klasifikasi lima puluh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan kearah perbaikan yang orientasinya pada pembangunan bangsa dan sosial ekonomis. Untuk mewujudkan pembangunan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. institusi nasional tanpa mengesampingkan tujuan awal yaitu pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. institusi nasional tanpa mengesampingkan tujuan awal yaitu pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah upaya multidimensional yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi

Lebih terperinci