BAB VI PERTUKARAN DAN LINGKUNGAN SOSIAL DALAM TRADISI BAJAPUIK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VI PERTUKARAN DAN LINGKUNGAN SOSIAL DALAM TRADISI BAJAPUIK"

Transkripsi

1 BAB VI PERTUKARAN DAN LINGKUNGAN SOSIAL DALAM TRADISI BAJAPUIK Pada hakekatnya pertukaran sosial sebagai suatu transaksi ekonomi karena orang berhubungan didasarkan dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu itu untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan kata lain pertukaran yang terjadi dengan orang lain akan menghasilkan suatu imbalan. Imbalan merupakan segala hal yang diperoleh melalui adanya pengorbanan. Jadi perilaku sosial berdasarkan perhitungan untung-rugi. Menurut terminologi Homans, orang terlibat dalam perilaku untuk memperoleh ganjaran atau menghindari hukuman. Terkait dengan tradisi bajapuik, pertukaran akan berlangsung bila kedua belah pihak merasa teruntungkan. Jadi perilaku aktor-aktor dimunculkan karena berdasarkan perhitungan, akan menguntungkan bagi dirinya, demikian pula sebaliknya jika merugikan maka perilaku tersebut tidak ditampilkan. Untuk itu bagaimana pertukaran, lingkungan sosial dan pilihan rasional muncul dalam tradisi bajapuik, tentunya tidak terlepas dari saling hubungan antara nilai-nilai tradisi bajapuik dengan aktor-aktor yang terlibat di dalamnya. Terutama antara keluarga pihak perempuan dengan keluarga pihak laki-laki dalam pertukaran yang terjadi dalam tradisi bajapuik Pertukaran dalam Tradisi Bajapuik Menurut Lamanna & Riedmann (1991) dan Goode (2007) ada bermacammacam yang dipertukarkan dalam perkawinan yakni; kelas sosial (kekayaan, berkedudukan tinggi atau berkuasa), umur, kecantikan, dan pendidikan. Untuk kasus tradisi bajapuik pertukaran didasarkan atas status sosial ekonomi yang terdiri dari pekerjaan dan pendapatan dari calon mempelai laki-laki (marapulai). Pekerjaan dan pendapatan inilah yang menentukan tinggi rendahnya jumlah uang japuik. Semakin tinggi (prestise) pekerjaan dan pendapatan calon pengantin laki-laki, maka semakin tinggi jumlah uang japuik dan begitu sebaliknya. Adapun kisaran jumlah uang japuik dalam tradisi bajapuik dapat dilihat dalam tabel 24 dibawah ini.

2 119 Tabel 24. Jumlah Uang Japuik Berdasarkan Status Sosial Ekonomi Di Kecamatan Sungai Limau dan Pariaman Tengah Tahun 2008 No Uraian Jumlah 1. Seorang sarjana yang bekerjaan sebagai PNS juta 2. Seorang sarjana yang tidak mempunyai pekerjaan tetap 5-10 juta 3. Seorang sarjana yang berprofesi sebagai dokter juta Seorang tamatan AKABRI yang berprofesi sebagai Angkatan juta Bersenjata Republik Indonesia 4. Seseorang tamatan SMA yang bekerja sebagai PNS 5-10 juta Seseorang tamatan SMA yang bekerja sebagai Polisi/TNI juta 5. Seseorang tamatan SMA yang bekerja sebagai pegawai swasta 5-7 juta 6. Seseorang yang tamatan SMA, SMP, dengan pekerjaannya sebagai pedagang, buruh tani, sopir, nelayan, peternakan, pengrajn montir, penjahit dan tukang 3-5 juta Sumber: Data Primer 2008 Tabel di atas menunjukkan kisaran uang japuik dalam tradisi bajapuik antara Rp 3 sampai 100 juta. Artinya pihak keluarga perempuan akan memberi uang japuik paling rendah Rp 3 juta dan paling tinggi Rp 100 juta. Selain itu terdapat pula jumlah uang japuik melebihi kisaran di atas. Ini terjadi bila pihak keluarga perempuan mempunyai kemampuan ekonomi lebih (orang kaya) dan calon marapulai dipandang mempunyai status sosial ekonomi yang tinggi pula, maka tidak segan-segan pihak keluarga perempuan akan memberikan uang japuik yang lebih tinggi. Seorang mantan LKAAM (SM, 72 tahun), menuturkan: Kejadian itu terjadi 15 tahun yang lalu, di mana ada seorang dokter oleh orang tuanya diminta uang japuik sebanyak 8 juta. Tetapi karena orang tua dari perempuan seorang pengusaha mobil, maka uang japuik itu ditambahnya menjadi Rp 14 juta. Penjelasan informan di atas menunjukan pekerjaan yang tinggi dari seorang calon mempelai laki-laki (marapulai), maka uang japuik-nya akan tinggi pula. Dengan demikian tinggi-rendahnya uang japuik menunjukan status sosial ekonomi dari seorang calon mempelai laki-laki. Fakta itu mendukung proposisi stimulus, di mana bila kejadian masa lalu menyebabkan tindakan orang diberi hadiah, maka makin besar kemungkinan orang melakukan tindakan serupa (Homans dalam Ritzert dan Goodman, 2004) Prilaku dan Proses Pertukaran Sosial Dalam Tradisi Bajapuik Secara ekstrinsik pertukaran dalam tradisi bajapuik meliputi antara status sosial (gelar keturunan dan status sosial ekonomi) dengan sejumlah benda atau uang--yang disebut dengan uang japuik (uang jemputan atau uang hilang) (lihat

3 120 bab V). Pertukaran itu berlangsung antara dua keluarga yakni keluarga pihak perempuan dengan keluarga pihak laki-laki dan tidak antara dua aktor atau individu yang akan menikah. Kedua belah pihak inilah yang akan melakukan pertukaran dalam tradisi bajapuik. Pertukaran dalam tradisi bajapuik terpusat pada uang japuik--khususnya bagaimana uang japuik diberikan dari keluarga pihak perempuan kepada keluarga pihak laki-laki. Sebelum uang japuik diberikan secara resmi oleh pihak keluarga perempuan, telah terjadi proses yang panjang di antara pihak keluarga laki-laki mengenai penentuan jumlah uang japuik. Karena uang japuik tidak mutlak ditentukan oleh orang tua saja. Masukan dan pertimbangan dari pihak lain seperti dari calon marapulai (CM) dan mamak harus pula diperhatikan dalam proses penentuan itu. Ada atau tidak pertimbangan dari kedua pihak itu mengenai penentuan jumlah uang japuik yang jelas ruang untuk mereka ada di sana. Oleh sebab itu dalam proses penentuan uang japuik ada tiga pihak yang turut serta di dalamnya seperti yang terlihat pada tabel 21. Kecenderungan yang sama juga diungkapkan oleh informan SM (72 tahun) dimana uang japuik dari pihak lakilaki ditentukan oleh ayah dan ibu. Apalagi, saat ini mamak jarang yang berdomisili di daerah asal, sehingga keikut sertaannya sangat terbatas. Tempat tinggal yang jauh, serta pekerjaaan yang tidak dapat ditinggalkan menjadi alasan utama ketidak ikut sertaannya dalam penentuan jumlah uang japuik. Untuk itu adakalanya mamak menyerahkan sepenuhnya atau memberi usul mengenai jumlah uang japuik kepada orang tua saja. Tujuannya agar peran mamak tetap terlihat meskipun hanya sekedar saran atau usulan dan sekaligus untuk menunjukan kepeduliannya kepada kemenakan. Kondisi itu sudah lazim berlaku dalam tradisi bajapuik saat ini, kalaupun ada mamak ikut menentukan uang japuik, berarti mamak tersebut berdomisili berdekatan atau di daerah yang sama. Seperti disinggung sebelumnya, penentuan uang japuik bagi pihak keluarga laki-laki melalui proses yang panjang, artinya adanya tahap-tahap yang harus dilalui dalam penentuan uang japuik. Secara umum ada tiga tahap yang dilalui yakni; tahap pertama, penentuan uang japuik pada tingkat keluarga batih (nuclear family) atau yang disebut dengan kamar kecil. Pada tahap ini jumlah uang japuik mulai dibicarakan, setelah keluarga kedua belah pihak (pihak

4 121 keluarga perempuan dan pihak keluarga laki-laki) bertemu dalam proses meresek/merasok dan setuju hubungan antar keluarga dilanjutkan. Pada tahap ini oleh pihak keluarga laki-laki yang terdiri dari orang tua dan saudara kandung (jika ada) telah merancang jumlah uang japuik yang akan dimintakan kepada keluarga pihak perempuan. Setelah itu dilanjutkan ke tahap kedua yakni pada keluarga besar (extended family) atau disebut dengan kamar besar. Pada kamar besar, proses penentuan uang japuik melibatkan mamak. Meskipun pada kamar kecil telah ada kesepakatan mengenai jumlah uang japuik, mamak atau yang dianggap mamak tetap diminta masukan dan pertimbangan. Masukan dan pertimbangan itu terutama mengenai pantas dan tidak pantasnya jumlah uang japuik yang akan dimintakan kepada pihak keluarga perempuan. Mamak dalam kamar besar adakalanya ikutserta dalam menentukan jumlah uang japuik dan adakalanya tidak. Artinya setiba di kamar besar ada kemungkinan jumlah uang japuik akan berubah, tergantung ada atau tidaknya masukan dari mamak, seperti diungkapkan oleh informan TM (66 tahun) berikut ini: Saat ini penentuan uang japuik lebih banyak ditentukan oleh kedua orang tua, sedangkan mamak hanya menunggu laporan saja. Ini disebabkan oleh mamak sudah banyak yang pergi merantau karena tuntutan pekerjaan untuk mencari penghidupannya. Mamak yang berdomisilinya berdekatan, tetap dikut sertakan dalam penentuan uang japuik. Pertimbangan atau masukan-masukannya tetap dimintakan apakah itu diberikan atau tidak. Perasaan mamak sekarang lebih sensitif perasaan takut dilecehkan menghantui perasaan mamak. Oleh sebab itu mamak kadang-kadang untuk penentuan uang japuik mengambil sikap untuk menerima saja, karena mamak menyadari bahwa keterlibatannya untuk kemenakan yang sangat terbatas. Setelah keduanya sepakat, maka disampaikanlah jumlah uang japuik kepada pihak keluarga perempuan, dengan meminta kehadirannya di rumah pihak keluarga laki-laki. Pada waktu yang sama hadir orang tua dan didampingi oleh mamak atau dianggap mamak dari keluarga kedua belah pihak. Dalam tahap ini, sering terjadi penawaran mengenai uang japuik terutama jika uang japuik yang diminta tidak sesuai dengan harapan atau kemampuan dari pihak keluarga

5 122 perempuan. Penawaran itu dapat terjadi 2-3 kali pertemuan, hingga jumlah yang disepakati dapat tercapai. Penetapan jumlah uang japuik yang diminta kepada pihak keluarga lakilaki, umumnya didasarkan pada status sosial calon pengantin laki-laki yang akan diterima sebagai menantu. Bahkan adakalanya penetapan mengenai jumlah uang japuik yang akan diminta berdasarkan biaya yang akan dikeluarkan untuk penyelenggaraan pesta di rumah pihak keluarga laki-laki. Sementara itu respon pihak keluarga perempuan terhadap jumlah uang japuik yang di minta oleh pihak keluarga laki-laki adalah; 1. Menerima berapapun jumlah uang yang diminta oleh pihak keluarga lakilaki. 2. Melakukan penawaran terhadap jumlah uang yang diminta, karena dipandang tidak sesuai dengan kondisi ekonominya. Respon pertama artinya keluarga dari pihak perempuan menerima dan bersedia memberikan sejumlah uang yang diminta oleh pihak keluarga laki-laki. Kemudian pada respon kedua, pihak keluarga perempuan tidak atau kurang menerima sejumlah uang yang dimintakan kepadanya, sehingga pihak keluarga perempuan melakukan penawaran. Penawaran yang dilakukan oleh pihak keluarga perempuan dapat secara langsung dan secara tidak langsung. Penawaran langsung dilakukan oleh orang tua, mamak dari pihak perempuan, dengan mengutarakan keberatan-keberatannya. Biasanya keluarga yang melakukan penawaran berasal kalangan ekonomi yang kurang mampu, baik dari kelurga inti (nuclear family) dan keluarga besar (extended family) dan kasus seperti ini jarang terjadi. Penawaran ini dilakukan pada saat kedua belah membicarakan mengenai uang jemputan atau uang hilang. Pada saat itu orang tua atau mamak dari pihak perempuan menyampai pengurangan uang japuik melalui orang tua atau mamak dari pihak keluarga laki-laki. Sementara itu, penawaran tidak langsung dilakukan melalui calon pengantin laki-laki dengan cara; menyampaikan keberatankeberatan pihak keluarga perempuan itu kepada calon pengantin laki-laki dan untuk selanjutnya disampaikan kepada orang tuanya. Cara seperti ini biasanya calon pengantin perempuan yang lebih pro aktif untuk mendesak calon pengantin laki-laki menyampaikan pengharapan itu.

6 123 Pihak keluarga perempuan yang melakukan penawaran atau menerima uang japuik mempunyai karakteristik seperti yang terdapat dalam tabel 25 berikut. Tabel 25. Karakteristik Keluarga Dalam Tradisi Bajapuik Melakukan Penawaran Mengenai Jumlah Uang Yang Diminta Menerima Berapapun Jumlah Uang Yang Diminta Dalam Perkawinan Bajapuik 1. Pada umumnya berasal dari Keluarga Mampu. 2. Sigadis sudah cukup umur untuk melaksanakan pernikahan. 3. Mempunyai harapan yang penuh pada calon laki-laki untuk dijadikan menantu. 4. Memahami uang japuik sudah menjadi tradisi 1. Pada umumnya berasal dari Keluarga yang tidak / kurang mampu. 2. Sigadis belum cukup umur dan masih ada kemungkinan untuk mencari alternatif pilihan lain, sehingga 3. kurang berharap pada calon lakilaki itu untuk dijadikan menantu. 4. Tidak memahami tentang uang japuik Sumber : Data Primer 2008 Unsur-unsur di atas sebagai sebuah karakteristik keluarga tidak menjadi sebuah paket yang utuh mengkategorikan sebuah keluarga yang mempunyai anak perempuan untuk menerima atau melakukan suatu penawaran mengenai jumlah uang japuik yang diminta oleh keluarga dari pihak laki-laki. Artinya ada pula keluarga yang cukup mampu dibidang ekonomi melakukan penawaran pada perkawinan bajapuik dan ini dapat dikatakan sebagai dinamika dari pelaksanaan perkawinan bajapuik. Artinya tidak ada yang statis dalam kehidupan manusia. Seperti yang terjadi pada salah seorang informan penelitian M (70 tahun), di mana salah seorang dari anak laki-lakinya diterima oleh sebuah keluarga yang cukup mampu diakhir tahun Kemudian di antara kedua keluarga itu masih ada hubungan keluarga dan berdomisili di Jakarta. Melalui komunikasi lewat telpon, maka ditetapkan jumlah uang jemputan atau uang hilang oleh orang tua dari pihak laki-laki sebanyak Rp 10 juta. Setelah mendengar jumlah yang disebutkan oleh orang tua dari pihak laki-laki itu, maka orang tua dari pihak perempuan meminta pengurangan dan akhirnya ditetapkan jumlahnya menjadi Rp 7,5 juta. Jadi, kiat untuk mengurangi jumlah uang japuik adalah secara langsung mengkomunikasikasi kepada orang tua pihak laki-laki, sehingga jumlahnya dapat dikurangi. Tetapi adakalanya juga orang tua dari pihak laki-laki bertahan dan tidak mau mengurangi jumlah uang japuik yang telah ditetapkan itu. Bagi pihak keluarga laki-laki pertimbangan itu didasarkan untuk; biaya transportasi pulang-

7 124 pergi ke Jakarta, membeli kebutuhan dapur untuk menanti pihak keluarga perempuan menjemput marapulai dan membeli seperangkat pakaian untuk paragiah jalang. Tidak termasuk biaya pesta karena pesta dilaksanakan sepihak ditempat mempelai perempuan. Dengan demikian uang yang diterima oleh pihak keluarga laki-laki sebagai uang jemputan atau uang hilang dipergunakan untuk pelaksanaan perkawinan bajapuik. Dari kasus di atas, sepintas kelihatannya orang tua dari calon pengantin laki-laki terasa sedikit agak memaksa mengenai jumlah uang japuik, namun demikian, mereka (orang tua dari pihak laki-laki) telah mempunyai pertimbanganpertimbangan tertentu dalam penetapan jumlah uang japuik. Selain mempertimbangkan status calon mempelai laki-laki, orang yang datang atau pihak perempuan dipandang cukup mampu, juga disebabkan oleh kebutuhan ekonomi yang cenderung meningkat dan barang-barang yang akan dibeli untuk kebutuhan pesta harganya serba mahal, maka pertimbangan ekonomi dalam proses penentuan jumlah uang japuik akan terjadi. Sistem perekonomian yang tidak menentu dan terjadinya fluktuasi harga barang kebutuhan di pasar, akan menjadi pertimbangan oleh orang tua dari pihak laki-laki dalam menentukan jumlah uang japuik. Penetapan jumlah uang japuik akan berlangsung alot, ketika orang tua dari pihak laki-laki bersikukuh dengan pendiriannya, misalnya orang tua menetapkan jumlah uang japuik sebanyak Rp 10 juta, sementara dari pihak perempuan sanggupnya Rp 6 juta. Dalam hal ini, pihak perempuan berusaha mendekati calon mempelai laki-laki atau yang disebut dengan penawaran tidak langsung. Langkah pertama yang dilakukan oleh orang tua adalah dengan menanyakan kepada anak perempuannya, sejauhmana hubungannya di antara kedua. Jika jawaban dari si anak didapat gambaran bahwa calon mempelai laki-laki mempunyai keinginan yang kuat untuk mempersunting calon mempelai perempuan, maka orang tua melalui anak perempuannya dapat menekan secara psikologis calon pengantin laki-laki dengan mengatakan, kalau tidak mau kurang, lebih baik kita bubar atau tidak jadi saja. Ungkapan kata-kata seperti itu akan menjadi pertimbangan bagi calon pengantin laki-laki dan berusaha untuk mencari solusinya. Untuk itu sikap yang diambil oleh calon pengantin laki-laki adalah mendesak orang tuanya agar uang japuik dapat dikurangi. Cara lain yang diambil oleh calon pengantin laki-laki

8 125 menanggulangi sendiri kekurang uang itu, sehingga keluarga perempuan dapat mencukupi menjadi Rp 10 juta. Setelah uang cukup akan diberikan kepada orang tua pihak laki-laki sebagai uang japuik. Dengan demikian di dalam pemenuhan uang japuik dari pihak perempuan mempunyai aturan main (role of the game) tersendiri pula, sehingga uang japuik yang diminta keluarga dapat terpenuhi. Calon mempelai laki-laki yang mampu melakukan sikap demikian dalam perkawinan bajapuik di wilayah penelitian adalah calon mempelai laki-laki yang mempunyai kemampuan ekonomi. Artinya calon pengantin laki-laki telah mempunyai pekerjaan tetap dan mempunyai penghasilan yang relatif besar, sehingga calon mempelai laki-laki dapat ikut campur untuk menentukan jumlah uang japuik yang ditetapkan dalam perkawinannya. Kemudian calon pengantin perempuan yang dapat melakukan penawaran atau pengurangan jumlah uang japuik melalui calon pengantin laki-laki ada kecenderungan calon mempelai perempuan memiliki kelebihan, sehingga usulannya dapat dipertimbangkan di antaranya; karena kecantikannya, keelokannya, dan status sosialnya. Dengan kelebihan itu berimbas pada penyeimbangan dalam pemenuhan uang yang harus dikeluarkan dalam perkawinannya. Uang bantuan dari calon pengantin laki-laki untuk menutupi uang japuik adalah sebagai tembusan yang ada pada diri calon perempuan, agar perkawinan dapat berlangsung. Jika mengacu pada teori pemilihan jodoh, pada hakikatnya orang mencari pasangan mengarah pada ditemukannya pasanganpasang yang setaraf dengannya dan perkawinan dapat berlangsung sesuai dengan yang diharapkan (Lamanna dan Riedman, 1981; Goode, 2007). Tahap akhir, penyampaian secara resmi jumlah uang japuik dari pihak keluarga laki-laki kepada pihak keluarga perempuan atau yang disebut dengan kamar umum. Pada tahap ini, selain dihadiri oleh keluarga batih (nuclear family) dan keluarga besar (extended family) dari masing-masing pihak, juga dihadiri oleh ninik mamak. Bahkan di antara ketiganya itu, ninik mamak yang lebih berperan pada tahap ini. Urgennya ninik mamak dalam tahap itu, maka tahap itu disebut juga dengan duduk ninik mamak saat pengukuhan secara adat hubungan antar dua keluarga, atau yang disebut dengan tukar cincin/tando. Pada saat itu ninik mamak mengumumkan uang japuik secara resmi dan sekaligus menentukan

9 126 tanggal dan hari pernikahan yang akan dilangsungkan. Acara itu dihadiri oleh keluarga kedua belah pihak seperti; orang tua, mamak, kakak atau kerabat lainnya serta tetangga terdekat. Proses pertukaran seperti dijelaskan di atas dalam setiap pelaksanaan tradisi bajapuik pada umumnya selalu dan penting dilakukan. Meskipun di sisisisi tertentu, tidak tertutup kemungkinan terjadinya perubahan, terutama mengenai keikut sertaan anggota keluarga dan jumlah uang japuik. Khusus, untuk uang japuik, jumlahnya ditentukan berdasarkan status sosial marapulai (calon pengantin laki-laki). Artinya tinggi rendahnya uang japuik ditentukan oleh status sosial marapulai (calon pengantin laki-laki). Semangkin tinggi status sosialnya, semangkin tinggi pula uang japuiknya. Dengan demikian tinggi-rendahnya uang japuik seorang marapulai (calon pengantin laki-laki) menunjukkan status sosial ekonomi atau posisi seseorang dalam suatu masyarakat. Sementara itu, uang japuik diberikan pada saat akad nikah akan berlangsung. Pemberian itu dilakukan oleh ninik mamak dari pihak keluarga perempuan kepada ninik mamak pihak keluarga laki-laki, karena dalam aturan perkawinan bajapuik pihak keluarga perempuan yang memberikan dan pihak keluarga laki-laki sebagai penerima, sekaligus dihadiri oleh keluarga kedua belah pihak, seperti orang tua, kakak, mamak dan kerabat lainnya serta tetangga terdekat. Walaupun dalam proses pengumpulannya terdapat ikut campur dari calon pengantin laki-laki agar uang japuik itu cukup jumlahnya sesuai yang di minta oleh pihak keluarga laki-laki (lihat bab VII). Ini biasanya terjadi pada pekawinan yang dilakukan dengan orang di luar Pariaman atau antar budaya yang berbeda, meskipun tidak tertutup pula kemungkinan terjadi antar sesama orang Pariaman sendiri. Karena disatu pihak tidak mungkin membatasi jodoh seseorang dan mengharuskannya untuk mencari pasangan dengan orang yang berasal satu daerah. Terbukanya transportasi dan peluang melanjutkan pendidikan merupakan jalan yang memungkinkan untuk mendapatkan jodoh dari luar Pariaman. Walaupun di sisi lain adat Minangkabau menganjurkan perkawinan ideal tetapi dalam prakteknya tidak harus demikian. Pertukaran yang dilakukan antara sesama orang Pariaman dengan orang di luar Pariaman seringkali mengalami perbedaan. Perbedaan itu terlihat dalam

10 127 proses penentuan uang japuik sebagai persyaratan dalam tradisi bajapuik. Penentuan uang japuik lebih banyak memunculkan pertimbangan-pertimbangan, yang disebabkan oleh adat kebiasaan yang berbeda. Disinilah akan terlihat keterlibatan calon pengantin laki-laki dalam penentuan uang japuik. Sementara itu pertukaran dengan sesama orang Pariaman relatif lebih mudah dilakukan, karena disebabkan oleh adanya kesesuai dari nilai-nilai dan norma-norma (latar belakang budaya yang sama), terutama dalam proses penentuan uang japuik. Dalam praktek perkawinan yang berlaku umum, pihak laki-laki yang memberikan sesuatu kepada pihak perempuan, sehingga keluarga dari pihak perempuan tidak diberatkan dalam hal ini. Ternyata dalam perkawinan bajapuik tidak tercipta model seperti ini, namun adanya kerjasama sesama anggota keluarga besar (extended family). Meskipun di pihak keluarga laki-laki mempunyai pertimbangan tertentu dalam menentukan jumlah uang japuik--tinggi rendahnya uang japuik ditentukan oleh status sosial seorang laki-laki. Apabila seorang lakilaki mempunyai pendidikan tinggi, mempunyai pekerjaan dan pendapatan yang cukup besar, maka uang japuik (uang hilang atau uang dapur) akan tinggi pula. Tetapi pada dekade terakhir ini ada kecenderungan pendidikan kurang berkorelasi dengan pekerjaan dan pendapatan, sehingga pekerjaan dan pendapatan menjadi pertimbangan bagi keluarga pihak laki-laki dan keluarga pihak perempuan dalam tradisi bajapuik. Oleh sebab itu jumlah uang japuik, tidak hanya atas pertimbangan pendidikan saja tetapi lebih diutamakan atas pertimbangan pekerjaan dan pendapatan. Dengan demikian semakin tinggi posisi dan pekerjaan seorang laki-laki di dalam masyarakat, maka uang japuiknya akan semakin tinggi dalam tradisi bajapuik. Adanya pertimbangan-pertimbangan tertentu dalam perkawinan bajapuik untuk menerima seorang laki-laki untuk dijadikan menantu. Adanya prioritas utama dalam menjemput seorang laki-laki dalam perkawinan bajapuik, mengakibatkan uang japuiknya semangkin kompetitif. Seorang laki-laki yang mempunyai posisi pekerjaan dan pendapatan yang tinggi maka uang japuik akan tinggi, dan begitu sebaliknya. Bagi pihak keluarga lakilaki yang mempunyai seorang anak laki-laki yang mempunyai posisi yang tinggi, maka ada kecenderungan orang tuanya mempunyai bargaining potition yang kuat kepada orang tua dari pihak perempuan dan akan terjadi pertimbangan-

11 128 pertimbangan ekonomi dalam penentuan jumlah uang japuik. Meskipun di lain pihak calon mempelai perempuan mempunyai keduduk yang sama dengan calon mempelai laki-laki (setara). Artinya tidak ada salah satu di antaranya menempati posisi di atas dan di bawah. Tetapi ada kecenderungan selain posisi yang sama sesama kedua calon mempelai, juga mempunyai status sosial ekonomi yang sama pula dengan keluarga pihak perempuan. Dengan adanya kemampuan atau kesanggupan ekonomi dari pihak keluarga perempuan, maka pelaksanaan perkawinan dengan tradisi bajapuik dapat dilaksanakan. Model perkawinan seperti tidak hanya berlaku antara sesama orang Pariaman, tetapi juga dengan orang di luar Pariaman. Hanya saja, perkawinan dengan orang luar lebih mengutamakan pertimbangan-pertimbang yang kadangkala melibatkan calon pengantin laki-laki untuk menengahi persoalan uang japuik. Tetapi jika dikaji lebih jauh, sebenarnya pertukaran yang terjadi dalam perkawinan bajapuik mempunyai model pertukaran dengan maksud dan tujuan tertentu dari masing-masing aktor yang terlibat dalam perkawinan bajapuik, baik dari pihak keluarga laki-laki maupun dari pihak keluarga perempuan. Dengan demikian keberadaan perkawinan bajapuik sebenarnya terletak pada kedua belah pihak keluarga atau pada pertukaran itu sendiri. Uang japuik yang menjadi ciri khas dari perkawinan bajapuik pada hakekatnya memiliki dua bentuk yang dipertukarkan yakni materil dan non materil. Bagi pihak keluarga perempuan, pertukaran dalam bentuk materil adalah untuk mendapatkan menantu, sedangkan pertukaran dalam bentuk non materil adalah untuk menutup malu keluarga dan kaum (orientasi nilai budaya). Menurut adat Minangkabau yang menjadi acuan bagi keluarga pihak perempuan, mendapat suami bagi anak perempuan dapat menutupi malu keluarga dan kaum. Kedua motif tindakan itu di dasarkan pada pilihan yang dipertimbangkan (choosing knowlegeably), sehingga tindakan yang diambil oleh aktor-aktor yang terlibat, baik dari pihak keluarga laki-laki maupun dari pihak keluarga perempuan menjadi seimbang (homogamy). Masing-masing mempunyai tujuan dan makna tersendiri dan pada akhirnya perkawinan dapat terlaksana. Untuk itu dapat dilihat gambar 8 berikut ini.

12 129 Uang Japuik Bentuk Pertukaran Materil Non Materil Orientasi Nilai (Choosing Knowleageably) Orientasi ekonomi Orientasi Nilai Budaya Eksistensi Perkawinan Bajapuik Gambar 8. Uang Japuik dan Orientasi Nilai Pertukaran dalam Tradisi Bajapuik Dengan demikian perkawinan bajapuik dapat terlaksana, pada hakekatnya terlihat pada besar-kecilnya uang japuik yang diterima oleh pihak laki-laki pada saat penjemputan, karena jumlah yang telah disepakati itu mempunyai simbolisai ganda. Disatu sisi besar-kecilnya uang japuik itu menunjukan status sosial calon pengantin laki-laki. Kemudian sisi yang lain merupakan simbolisasi status keluarga kedua belah pihak. Artinya calon laki-laki akan diberi uang japuik yang tinggi, apabila mempunyai status sosial yang baik dalam masyarakat dan begitu juga sebaliknya bagi pihak perempuan. Keluarga yang mampu memberi uang japui yang cukup tinggi, tentu berasal dari keluarga yang mampu pula Dorongan Lingkungan Sosial dalam Tradisi Bajapuik Dari bahasan sebelumnya, dapat diketahui bahwa kuatnya nilai-nilai dan norma-norma (terinternalisasi) dalam kehidupan masyarakat telah mendorong terlaksananya tradisi bajapuik, antara pihak keluarga perempuan dengan pihak keluarga laki-laki, baik yang terdapat di pedesaan maupun di perkotaan. Dalam

13 130 hal ini juga diakui yang menjadi pendorong dalam proses terlaksananya pertukaran dalam tradisi bajapuik adalah kemampuan dari pihak keluarga perempuan dalam mengantisipasi jumlah uang japuik yang diminta oleh pihak keluarga laki-laki. Namun demikian pada dasarnya pertukaran dalam tradisi bajapuik antara pihak keluarga laki-laki dengan pihak keluarga perempuan, selain dorongan dalam bentuk pertukaran sosial ekonomi, juga terkait dengan faktor lingkungan. Oleh karena masyarakat (pihak keluarga laki-laki dan pihak keluarga perempuan baik yang berada di perkotaan dan pedesaan merasakan keuntungan dari tradisi bajapuik, sehingga mendorong masyarakat untuk melaksanakan tradisi bajapuik di dalam setiap pelaksanaan perkawinan, yang pada akhirnya juga dapat mendorong eksisnya tradisi bajapuik. Berkaitan dengan lingkaran sosial Lamanna, (1991), menyatakan faktor-faktor sosial yang mempengaruhi perilaku aktor (individu). Lebih jauh Lamanna menambahkan individu ditekan melalui normanorma sosial yang disebutnya dengan lingkungan sosial. Pada bagian ini akan dipaparkan bagaimana lingkungan sosial mendorong aktor untuk melakukan tradisi bajapuik di Di Kecamatan Sungai Limau dan Pariaman Tengah dengan menampilkan riwayat hidup tiga pelaku sebagai contoh kasus. Ketiganya terdorong melakukan tradisi bajapuik, akibat tekanan nilai-nilai dan norma-norma yang terdapat dalam masyarakat. Seorang pelaku tradisi bajapuik DA (38 tahun) adalah sosok seorang laki-laki yang meninggalkan kampung halamannya semenjak tamat Perguruan Tinggi, mengadu nasib disebuah kota besar, bertemu jodoh dengan seorang perempuan bernisial Y dan selanjutnya pernikahan dilaksanakan di rantau (luar Pariaman). Dua lainnya yaitu H. Zlm (54 tahun) menikah dengan H.Zln (51 tahun) yang sebelumnya telah saling mengenal satu sama lainnya, dan terakhir AZ (38 tahun) menikah dengan TM (38 tahun), berasal dari status sosial yang sama, seperti pendidikan dan pekerjaan. Ketiga pasangan itu dalam pernikahannya melaksanakan tradisi bajapuik, setelah adanya pertimbangan-pertimbangan dari aktor yang akan menikah dan keluarga yang terlibat dalam tradisi bajapuik.

14 Kasus Perkawinan Dengan Sesama Kerabat Riwayat Hidup, Latar Belakang Pendidikan dan Keluarga DA (38 tahun) dan Y (32 tahun) adalah sepasang suami-isteri yang menikah di kota Jakarta. Di antara keduanya mempunyai latar belakang yang berbeda meskipun kedua sama-sama berasal dari satu daerah (Pariaman). Bahkan di antara keduanya terikat hubungan kekerabatan yang dekat, di mana bapak DA adalah kakak sepupu dari bapak Y. Hanya saja di antara anak masing-masing tidak saling mengenal karena jarak yang memisahkan, salah satu di antaranya menetap di Padang dan yang lainnya menetap di kota Jakarta. DA adalah anak ketiga dari tujuh bersaudara, terdiri dari dua orang perempuan dan lima orang laki-laki dari pasangan suami-isteri Bapak M dan ibu A. Di kota Jakarta DA baru bermukim selama 3 tahun, sedangkan sebelumnya di Kota Padang bersama kedua orang tua dan enam saudaranya yang lain. Sebelum menetap di kota Padang, ibu dan saudara DA menetap di daerah Pariaman. Perpindahan ke kota Padang, adalah mengikuti ayah yang bekerja sebagai PNS pada salah satu instansi pemerintah di kota Padang. Semenjak perpindahan itu, DA bersama orang tua dan saudara-saudaranya berkumpul dan berdomisili di kota Padang. Sementara itu Y adalah anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan suami-isteri S dan M. Di kota Jakarta, Y bersama kedua orang tua dan tiga saudara-saudara yang lain. Di Jakarta Y dan keluarganya baru menetap selama 15 tahun, yang sebelumnya mempunyai domisili yang berpindah-pindah. Sebelum menetap di Jakarta, Y dan keluarga berdomisili di Kalimantan. Kondisi ini disebabkan oleh karena ayah dari Y karyawan salah satu perusahaan BUMN yang selalu mengadakan mutasi dalam jangka waktu lima tahun sekali terhadap karyawannya. Akibatnya Y dengan saudara-saudaranya yang lain mempunyai tempat lahir yang berbeda-beda seperti; Kalimantan, Jakarta, dan Yogyakarta. DA hingga berumur 24 tahun berdomisili di kota P bersama dengan orang tua dan enam saudaranya yang lain. Pendidikan SD sampai Perguruan Tinggi di tempuhnya di kota yang sama. Berbeda dengan Y, menempuh jenjang pendidikan ditempat yang berbeda-beda, karena harus mengikuti kedua orang tua yang selalu berpindah-pindah tugas. Pendidikan SD hingga SMP ditempuh di daerah

15 132 Kalimantan, pendidikan SMA ditempuh di kota Padang dan Perguruan tinggi di tempuh di kota Jakarta pada Universitas Tri Sakti di kota Jakarta. Perjalanan DA sampai ke kota Jakarta, disebabkan karena tidak kunjung mendapat pekerjaan di daerah asalnya, setelah dua tahun menamat pendidikan di Perguruan Tinggi di jurusan Manajemen. Melalui dorongan salah seorang mamak yang berdomisili di kota Jakarta, maka DA diajak bersamanya, dengan tujuan mencari pekerjaan. Sesampai di kota Jakarta, DA tidak langsung mendapat pekerjaan. Dari pada menganggur dan berdiam diri di rumah, DA diajak oleh mamak untuk magang di kantornya. Tawaran itu langsung diambil DA, hitunghitung untuk mencari pengalaman sambil menunggu panggilan kerja yang sesuai. Selama tiga bulan magang, akhirnya DA mendapat panggilan kerja disalah satu perusahaan swasta yang bergerak di bidang Garmen dan pekerjaan itu hingga saat ini masih dijalani. Berbeda dengan Y, yang telah duluan menetap di kota J bersama dengan kedua orang tua dan saudaranya yang lain, untuk mendapatkan pekerjaan tidaklah sesulit yang ditempuh DA. Dengan dukungan fasilitas lingkungan yang memadai seperti; sarana dan prasana yang lengkap hidup di kota besar seperti Jakarta serta dorongan orang tua yang cukup secara finansial, memungkin Y untuk mempunyai nilai lebih, sehingga pada saat menamatkan pendidikan di Perguruan Tinggi, Y langsung mendapat pekerjaan pada salah satu perusahaan swasta terkemuka. Namun pekerjaan ini hanya dijalani hingga awal perkawinan dan setelah itu membuka usaha sendiri (warung) di rumah sambil menjaga anak dan mencari tambahan pendapatan keluarga. Perjalanan Hidup Menuju Perkawinan Pertemuan antara DA dengan A, yang berujung kejenjang pernikahan tidak diperkirakan sebelumnya. Karena pada saat menempuh pendidikan sarjana (S1) di Kota Padang, DA telah mempunyai teman dekat. Hubungan DA dengan teman wanitanya itu telah berlangsung selama 4 tahun, tetapi akhirnya putus karena adanya perbedaan pandangan. Begitu pula dengan teman wanita berikutnya, hanya berlangsung selama dua tahun, juga berakhir dengan kata putus, karena adanya persamaan suku di antara keduanya menyebabkan hubungan tidak berlanjut.

16 133 Perjumpaan antara DA dengan Y di awali dari ajakan perkenalan dari salah seorang kerabat yang telah lama menetap di kota Jakarta. Tepatnya suami dari adik perempuan dari bapak DA dan saudara sepupu pula dari ibu Y. Jadi di antara keduanya terikat hubungan kekerabatan. Pada waktu itu DA diajak ke rumah Y yang berlokasi di daerah Tanggerang, sedangkan DA sendiri berdomisili di rumah mamak di daerah Jakarta Timur. Pertemuan pertama antara DA dan Y berbuah hasil yakni sampai kepada jenjang perkawinan. Dimata DA, Y adalah seorang wanita yang cantik, baik dan telah mandiri (mempunyai pekerjaan). Begitu juga sebaliknya, DA dipandang Y sebagai orang yang cukup dewasa yang mampu menjadi sandaran hidupnya di masa depan. Dengan pekerjaan yang ditekuni merupakan salah satu ketertarikan Y pada DA, selain keduanya telah mengenal latar belakang keluarga dari orang tua masing-masing. Begitu juga dengan orang tua Y, DA adalah seorang laki-laki yang pantas dengan anaknya, disamping mempunyai latar belakang pendidikan yang sama juga telah mempunyai pekerjaan yang tetap dan latar belakang keluarga yang jelas. Selain itu Y, sendiri di mata orang tua telah cukup umur untuk dicarikan jodoh. Dengan tidak membuang waktu, orang tua Y langsung mengambil sikap untuk meresmikan hubungan di antara keduanya, setelah keduanya dipandang cocok. Tempat tinggal yang berbeda dan mempunyai jarak yang cukup jauh yakni Jakarta dan Padang, tidak menjadi penghalang bagi orang tua Y untuk mengemukakan maksud dan tujuannya kepada orang tua DA. Namun karena di antara kedua belah pihak terikat hubungan kekerabatan, maka pembicaraan mengenai proses pelaksanaan perkawinan dibicarakan lewat telpon mulai dari peminangkan hingga penentuan hari pernikahan. Bagi orang tua DA tidak menjadi masalah, yang penting rencana baik itu dapat terselenggara sesuai dengan yang direncanakan. Dorongan Lingkungan Sosial dalam Tradisi Bajapuik Pernikahan DA dengan Y berlangsung pada akhir tahun, tepatnya pada bulan Oktober tahun 2000 di Jakarta. Setelah melalui masa perkenalan kurang lebih selama lima bulan. Saat itu usia DA telah memasuki 30 tahun dan Y 24 tahun.

17 134 Perkawinan antara DA dengan Y dilaksanakan dengan tradisi bajapuik yakni memakai uang japuik (uang hilang). Meskipun di antara keduanya mempunyai hubungan kekerabatan dan pesta diselenggarakan di Jakarta yang jauh dari lingkungan sosial budayanya. Bagi DA sendiri, uang japuik dalam pelaksanaan perkawinan merupakan suatu persyaratan yang harus di penuhi oleh orang tua Y, karena sama-sama berasal dari daerah Pariaman. Keharusan untuk memberi uang japuik telah menjadi kewajiban pihak keluarga perempuan. Begitu juga dengan orang tua DA, uang japuik adalah telah menjadi tradisi dalam setiap pelaksanaan perkawinan. Mau tidak mau harus dilaksanakan oleh pihak perempuan. Sementara itu di pihak keluarga Y sendiri uang japuik adalah kewajiban yang harus dipenuhinya, bila bermenantukan orang Pariaman dan menjadi persyaratan untuk mendapatkan seorang menantu atau suami bagi anak perempuannya. Jumlah uang japuik yang diminta oleh orang tua DA pada waktu itu sebanyak Rp 7,5 juta. Setelah kedua belah pihak antara orang tua DA dengan orang tua Y terlibat negosiasi, dimana pada awalnya berjumlah Rp 10 juta. Jumlah yang disepakati itu merupakan hasil musyawarah antara orang tua DA dengan Pak tuo (seorang ninik mamak) yang berdomisili di daerah Pariaman, karena dipandang sebagai orang yang mengetahui banyak tentang tradisi bajapuik. Bagi orang tua DA, uang japuik adalah untuk bekal biaya menghadiri pesta pernikahan yang akan dilangsungkan di Jakarta. Jadi uang japuik itu akan di gunakannya untuk transportasi, dan biaya-biaya lain untuk menurunkan marapulai. Selain itu memberikan bingkisan kepada mempelai perempuan (anak daro) sebagai paragiah jalang. Di pihak Y, uang japuik telah dipersiapkan oleh orang tua Y. Meskipun pada saat pesta bantuan dari keluarga luas tetap berdatangan, baik secara langsung maupun tidak langsung yakni dengan berkirim melalui keluarga yang datang, karena keluarga besar Y, pada umumnya berdomisili di daerah Pariaman. Bantuan itu datang dari pihak ibu (nan saparuik) dan pihak bapak Y (bako). Dengan situasi dan ciri-ciri lingkungan budaya yang berbeda antara keluarga DA dengan keluarga Y, tradisi bajapuik tetap dilaksanakan karena membawa keuntungan bagi kedua belah pihak. Bagi pihak keluarga DA,

18 135 keuntungan yang didapat berupa materil, di mana dapat menghadiri menyelenggaraan pesta anak/adik/kemenakan di daerah rantau. Jauhnya lokasi pesta yang akan dihadiri oleh keluarga DA menjadi alasan untuk meminta uang japuik. Selain sebagai penghargaan (prestise) kepada DA sendiri yang diangkat sebagai menantu dan sekaligus mencirikan identitas, asal-usul dan status sosial ekonomi. Bagi pihak keluarga Y, keuntungan yang diperoleh adalah berwujud non materil, khususnya mendapat menantu yang diinginkan. Nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi bajapuik memberi dorongan untuk terlaksananya tradisi bajapuik adalah bahwa dengan uang japuik dapat menguntung keluarga kedua belah pihak. Oleh karena adanya pemahaman terhadap nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam tradisi bajapuik oleh masing-masing aktor yang terlibat, maka perkawinan dapat berlanjut (terlaksana). Orang tua Y yang telah lama meninggalkan kampung halaman dan menetap di kota besar, tetap mau melaksanakan tradisi bajapuik. Karena bila tidak dipenuhi, maka calon menantu yang diinginkan tidak akan didapat. Begitu juga dengan DA sendiri, tidak merasa malu dengan adanya uang japuik dalam pelaksanaan perkawinannya, karena berdomisili orang tua yang jauh tentu membutuhkan biaya. Dengan demikian masing-masing pihak mendapat keuntung dari pelaksanaan tradisi bajapuik. Meskipun orang tua dari Y, sempat melakukan negosiasi untuk pengurangan jumlah uang japuik, namun pada akhir dapat memenuhi jumlah uang japuik yang diminta oleh orang tua DA Kasus Perkawinan Dengan Perkenalan Kedua Calon Sebelum Pernikahan Riwayat Hidup, Latar Belakang Pendidikan dan Keluarga Zym (54 tahun) Zln (51 tahun) adalah sepasang suami-isteri yang menikah di daerah Pariaman, karena kedua orang tua terutama dari ibu Zln bermukim di sana. Zym (54 tahun) adalah seorang karyawan pada salah satu anak perusahaan BUMN di kota Padang. Semenjak di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), kedua orang tua bapak Zym telah meninggal dunia dan jadilah ia tinggal bersama lima orang saudaranya yang terdiri satu orang perempuan dan empat orang laki-laki. Semenjak itu kehidupannya dibawah pengawasan seorang mamak yang domisilinya berdekatan. Berbeda dengan Zln adalah seorang

19 136 perawat pada salah satu perusahaan BUMN terkenal di kota Padang. Kedua orang tua ibu Zln, masih hidup. Bapak ibu ibu Zln adalah seorang pensiunan PNS pada salah satu SD Negeri di daerah Pariaman. Mempunyai saudara kandung 6 orang yang terdiri 4 laki-laki dan 2 orang perempuan. Semua saudara-saudara, baik di pihak bapak Zym dan ibu Zln sudah berumah tangga dan berdomisili ditempat yang berbeda. Dari kecil hingga pendidikan Sekolah Menengah Pertama bapak Zym, menempuh pendidikan di Pariaman. Setelah itu dilanjutkan ke Sekolah Teknik Menengah (STM) di Padang dan tinggal bersama salah seorang kakak di sana. Sambil sekolah bapak Zym bekerja membantu usaha kakak yang bergerak di bidang usaha bangunan. Hitung-hitung dapat menanggulangi biaya hidup dan dapat melanjutkan pendidikan, maka sebagian waktu dicurahkan pada usaha keluarga itu, hingga akhirnya tamat pada tahun Kondisi yang hampir sama juga dialami oleh ibu Zln, pendidikan hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP) ditamatkan di Pariaman. Setelah itu dilanjutkan ke tingkat Sekolah Lanjut Tingkat Atas (SLTA) pada salah satu sekolah keperawatan di Bukittinggi. Selama menempuh pendidikan di sana ibu Zln menyewa kamar (kost) pada salah seorang rumah penduduk yang berdekatan dengan sekolahnya dan tamat tahun Setelah menamatkan pendidikan, baik bapak Zym dan ibu Zln sama-sama mencari pekerjaan di kota Padang. Pekerjaan pertama yang didapatkan oleh ibu H. Zln adalah sebagai pegawai honor pada salah satu BKIA yang berada di kecamatan Nanggalo. Sementara itu bapak Zym, masih pada usaha keluarga, sambil menunggu dan mendapatkan pekerjaan yang tetap. Empat tahun kemudian, barulah mendapat perkerjaan yang tetap dan hingga menjelang pensiun masih tercatat sebagai salah seorang karyawan pada perusahaan itu, sedangkan ibu Zln, setelah dari satu tahun di BKIA, lalu pindah honor di salah satu puskesmas yang berada di Lubuk Buaya. Pekerjaan ini di jalani oleh ibu Zln selama dua tahun. Sambil menjalankan pekerjaan yang sudah ada, ibu Zln tetap memasukan lamaran pekerjaan d tempat lain, hingga akhir diterima sebagai salah tenaga kesehatan di rumah sakit perusahaan PT Semen Padang. Pekerjaan ini berlanjut hingga saat ini.

20 137 Perjalanan Hidup Menuju Perkawinan Perjumpaan antara bapak Zym dengan ibu Zln berawal dari ajakan salah seorang teman pergi ke pesta perkawinan saudaranya. Sebagai tamu juga pada pesta itu, pada umumnya hadirin yang datang tidak banyak dikenalnya. Meskipun demikian, itu tidak menjadi penghalang bagi ibu Zln untuk mengenal sosok teman yang lain. Dengan duduk yang berdekatan dan saling menyapa antara ibu Zln dengan bapak Zym, dari sinilah hubungan persahabatn pada awalnya terjalin. Perjumpaan demi perjumpaan yang dilakukan secara rutin, telah menguatkan hubungan di antara ibu Zln dengan bapak Zym dan berkembang menjadi hubungan tali kasih di antara keduanya. Tepatnya 2 tahun sebelum pengangkatan keduanya sebagai pegawai tetap pada saat itu ibu Zln masih honor pada salah satu puskesmas dan bapak Zym bekerja pada CV Tani Subur milik bersama saudaranya. Dari perkenalan itu diketahui bahwa di antara keduanya berasal dari daerah yang sama, tetapi lain desa dan kenagarin. Bapak Zym berasal dari di desa Gasan kenagarian Kuranji Hilir dan ibu Zln dari desa Pilubang kenagarian Pilubang. Dengan latar belakang yang sama di antara bapak Zym dengan ibu Zln, maka komunikasi berjalan lancar dan pembicaraan berkembang kepada masalah keluarga, seperti jumlah saudara, pekerjaan orang tua dan serta tempat tinggal masing-masing. Di Kota Padang, domisili di antara keduanya berdekatan pada awalnya dan itu berlangsung lebih kurang 2 tahun. Kemudian masuk tahun ketiga hubungannya, domisili di antara keduanya mulai berjauhan; ibu Zln di Padang Selatan dan bapak Zym di Padang Utara. Meskipun demikian, jarak tidak menghalangi pertemuan di antara keduanya. Setiap hari sabtu atau libur menjadi pertemuan di antara keduanya. Sampai ke jenjang pernikahan hubungan antara bapak Zym dengan ibu Zln berlangsung hingga 4 tahun lamanya. Dorongan Lingkungan Sosial dalam Tradisi Bajapuik Pada tahun 1980 antara bapak Zym dengan ibu Zln menikah, setelah masing-masing bekerja selama dua tahun di tempat pekerjaannya saat ini. Pada saat itu bapak Zym berumur 26 tahun dan ibu Zln 23 tahun. Dipihak keluarga ibu Zln, dengan usianya itu sudah pantas untuk berumah tangga, begitu juga di pihak

21 138 keluarga bapak Zym. Usia yang cukup dewasa dan telah pula mempunyai pekerjaan telah mendorong keduanya untuk segera menikah. Pada saat berhubungan dekat (berpacaran), antara bapak Zym dengan ibu Zln telah sepakat untuk tidak melaksanakan tradisi bajapuik dengan uang japuik dan jikapun ada, tetapi jumlahnya tidak terlalu besar. Dukungan itu didapat pula dari saudara laki-laki bapak Zym yang berdomisi di kota Padang. Tetapi ketika waktu pertunangan tiba dan dilaksanakan di kampung (Pariaman), mamak dari bapak Zym meminta uang japuik kepada pihak keluarga ibu Zln sebanyak Rp 3,5 juta. Jumlah itu cukup besar, sehingga mengagetkan orang tua dari ibu H.Zln pada awalnya. Meskipun demikian, orang tua dari ibu Zln tetap bersikap tenang dan menyanggupi permintaan itu karena baginya uang japuik telah menjadi tradisi dan diwariskan turun-temurun. Kewajiban memberikan uang japuik merupakan kewajiban bagi pihak perempuan. Dengan pertimbangan itu orang tua dan keluarga besarnya ibu Zln menyanggupi jumlah uang japuik yang diminta oleh pihak keluarga bapak Zym. Bagi pihak keluarga bapak Hzn, jumlah yang cukup besar itu diminta kepada pihak keluarga ibu Zln dengan pertimbangan; 1) telah mempunyai pekerjaan yang tetap; 2) prestise atau kehormatan mamak masyarakat akan memandang tinggi kepada mamak di mana kemenakannya mempunyai status yang tinggi mamak dan akan merasa malu bila kemenakannya tidak dijemput; 3) adanya keingginan mamak mengambil kemenakan (bapak Zym) untuk dijadikan menantu. Untuk pemenuhan uang japuik, di pihak keluarga ibu Zln tidak menjadi tanggungan orang tua. Keluarga besar (extended family), terutama mamak turun tangan (berpartisipasi) menanggulangi jumlah uang japuik. Selain itu, ternyata bapak Zym turut pula membantu memenuhi uang japuik. Bantuan dari bapak Zym diberikan sebagai bentuk kepedulian terhadap beban yang dipikul oleh pihak keluarga dari ibu Zln, untuk meringan biaya uang japuik. Kedekatan hubungan antara bapak Zym dan ibu Zln, sebelum pernikahan, telah mengetuk perasaannya untuk membantu orang tua dari ibu Zln dengan tanpa diminta. Dimata bapak Zym, ibu Zln merupakan wanita pantas dan cocok dijadikan pendamping hidup. Selain sekampung, punya pekerjaan dan juga mempunyai wajah yang cukup menarik.

22 139 Takut akan kehilangan gadis pujaannya, telah mendorong bapak Zym untuk memberikan sejumlah uang kepada ibu Zln untuk diserahkan kepada orang tuanya. Ternyata pengenalan yang cukup lama tidak dapat meluluhkan atau menghilang tradisi bajapuik. Oleh sebab itu, oleh aktor yang terlibat seperti bapak Zym melakukan penyesuaian dalam tradisi bajapuik dalam bentuk memberikan bantuan kepada orang tua dari ibu Zln. Pada saat itu pelaksanaan perkawinan antara bapak Zym dengan ibu Zln tetap memakai uang jemputan atau uang hilang. Jumlah uang jemputan atau uang hilang yang diminta oleh pihak laki-laki, terutama mamak dari bapak Zym relatif tinggi, merupakan suatu bentuk peranannya yang dimainkan dalam tradisi bajapuik Kasus Perkawinan Dengan Kedudukan Setara Riwayat Hidup, Latar Belakang Pendidikan dan Keluarga Umumnya antara TM (39 tahun) dan AZ (39 tahun) mempunyai banyak kesamaan mulai dari umur, pendidikan dan profesi yang ditekuni. Pada saat menikah sama berumur 27 tahun dan mempunyai profesi yang sama yakni sebagai staf pengajar pada salah satu Universitas Negeri terkenal di kota Padang. Saat ini usia keduanya sama-sama 39 tahun, dengan pendidikan terakhir pascasarjana (S2). dan telah mempunyai 3 orang anak terdiri; 2 orang perempuan dan 1 orang lakilaki. Meskipun demikian perbedaan di antara keduanya terletak pada latar belakang dan perjalanan hidup keduanya. Semenjak pendidikan Sekolah Dasar (SD) hingga pergurunan Tinggi, TM berdomisili di kota Padang bersama kedua orang tua. dan saudara-saudaranya. Hampir semua kehidupannya dilalui di kota Padang dan hanya 6 tahun saja usianya dihabis di daerah kelahirannya di Pariaman. Pekerjaan orang tua TM yang bekerja sebagai salah seorang pegawai pada instansi pemerintah telah membawa TM bersama ibu dan 4 orang saudaranya pada waktu itu pindah ke kota Padang. Tepatnya pada tahun 1975, bahkan 2 orang adik TM lahir di kota Padang. Jadilah semua keluarga TM semuanya berdomisili di kota Padang. Pulang ke kampung hanya ketika waktu tertentu saja seperti lebaran dan melihat bila ada anggota kerabat yang sakit atau melaksanakan pesta.

23 140 Berbeda dengan AZ, dengan orang tua yang berdomisili di kampung Lubuk Alung mewarnai perjalanan pendidikannya. Pendidikan Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP) dilalui kampung halamannya. Ambisi dari orang tua dan mamak untuk segera mendapatkan pekerjaan setelah tamat dari sekolah Menengah atas memaksa AZ untuk meninggalkan kampung dan masuk ke Sekolah Analisis Kimia Menengah Atas (SAKMA) di Padang. Setelah tamat dari SAKMA, AZ mempunyai gagasan baru tentang masa depannya dan mengambil inisiatif mengambil ujian persamaan pada salah satu SMA di kota Padang agar dapat melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi. Jadi setingkat tamat sekolah Menengah Tingkat Atas (SLTA), AZ mempunyai dua buah ijazah yakni ijazah SAKMA dan ijazah Sekolah Menengah Atas (SMA). Melalui ijazah SMA itulah, AZ hingga saat ini dapat melanjut pendidikan ketingkat yang lebih tinggi (pascasarjana). TM mempunyai saudara berjumlah 7 orang terdiri dari; 2 orang perempuan dan 5 orang laki-laki. Semua saudara TM telah berhasil menamat pendidikan hingga sampai Perguruan Tinggi dan enam orang di antaranya telah bekerja pada instansi pemerintah dan swasta. Hanya 1 orang yang belum bekerja dan saat ini sedang menempuh pendidikan pasca sarjana (S2) di Institut Teknologi Bandung (ITB). Sementara itu di pihak AZ mempunyai saudara 4 orang terdiri dari; 2 orang laki-laki dan 2 orang perempuan. Dua di antaranya bekerja sebagai PNS dan 2 orang lagi masing-masingnya berprofesi sebagai pedagang dan ibu rumah tangga. Perjalanan Hidup Menuju Perkawinan Pertemuan TM dengan AZ berlangsung pada bulan Februari Setelah keduanya diperkenalkan oleh salah seorang anak tetangga dari TM. Secara tidak sengaja, AZ bertemu anak tentangga yang bernama R di salah satu Warung Telkom (Warnet) yang kebetulan sama-sama mempunyai tujuan yang sama untuk menelpon. Sambil menunggu antrian, antara AZ dan R terlibat pembicaran mengenai pengalaman masing-masing. Tidak hanya sampai disitu, pembicaraan juga merembes ke persoalan lain terutama R menanyakan beberapa orang yang dikenalnya, yang sama bekerja dengan AZ. Karena baru saja menjadi staf

BAB VIII PENUTUP 8.1. Kesimpulan di Tataran Empirik

BAB VIII PENUTUP 8.1. Kesimpulan di Tataran Empirik BAB VIII PENUTUP 8.1. Kesimpulan di Tataran Empirik Berdasarkan permasalahan dan tujuan penelitian yang dirumuskan sebelumnya, maka pada bab ini dapat dibuat kesimpulan sebagai jawaban terhadap permasalahan

Lebih terperinci

LAMPIRAN HASIL WAWANCARA

LAMPIRAN HASIL WAWANCARA LAMPIRAN HASIL WAWANCARA 83 LAMPIRAN Wawancara Dengan Bapak Eriyanto, Ketua Adat di Karapatan Adat Nagari Pariaman. 1. Bagaimana Proses Pelaksanaan Tradisi Bajapuik? - Pada umumnya proses pelaksanaan perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perkawinan pada dasarnya merupakan manifestasi keinginan manusia untuk hidup berkelompok. Keinginan itu tercermin dari ketidakmampuan untuk hidup sendiri.

Lebih terperinci

BAB VII EKSISTENSI TRADISI BAJAPUIK DALAM PERUBAHAN MASYARAKAT

BAB VII EKSISTENSI TRADISI BAJAPUIK DALAM PERUBAHAN MASYARAKAT BAB VII EKSISTENSI TRADISI BAJAPUIK DALAM PERUBAHAN MASYARAKAT Pada bab ini diuraikan kontinuitas keberadaan perkawinan bajapuik yang tetap eksis dalam perubahan sosial budaya masyarakat. Eksis atau adanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan beragam etnis dan budaya. Terdiri

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan beragam etnis dan budaya. Terdiri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan beragam etnis dan budaya. Terdiri dari ribuan pulau yang dipisahkan oleh lautan, menjadikan negara ini memiliki etnis serta

Lebih terperinci

Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian

Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian LAMPIRAN 143 144 Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian 145 146 Lampiran 3 Pengukuran Variabel Penelitian untuk Jawaban Pengetahuan No. Pernyataan Betul Salah Pengetahuan tentang keluarga sistem matrilineal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam masyarakat, perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan merupakan suatu pranata dalam

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan ASPEK PENDIDIKAN NILAI RELIGIUS DALAM PROSESI LAMARAN PADA PERKAWINAN ADAT JAWA (Studi Kasus Di Dukuh Sentulan, Kelurahan Kalimacan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB V NILAI-NILAI, DASAR DAN BENTUK-BENTUK PERTUKARAN DALAM TRADISI BAJAPUIK

BAB V NILAI-NILAI, DASAR DAN BENTUK-BENTUK PERTUKARAN DALAM TRADISI BAJAPUIK BAB V NILAI-NILAI, DASAR DAN BENTUK-BENTUK PERTUKARAN DALAM TRADISI BAJAPUIK 5.1.Nilai Pertukaran Dalam Tradisi Bajapuik Tradisi bajapuik merupakan sub sistem dari sistem perkawinan masyarakat sejak dulu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan agamanya, semenjak dahulu menjadi perhatian khas dari para ilmuwan dan para

BAB I PENDAHULUAN. dan agamanya, semenjak dahulu menjadi perhatian khas dari para ilmuwan dan para BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Daerah Sumatera Barat beserta masyarakatnya, kebudayaannya, hukum adat dan agamanya, semenjak dahulu menjadi perhatian khas dari para ilmuwan dan para cendikiawan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DESA SIMPANG PELITA. A. Geografis dan demografis desa Simpang Pelita

BAB II GAMBARAN UMUM DESA SIMPANG PELITA. A. Geografis dan demografis desa Simpang Pelita BAB II GAMBARAN UMUM DESA SIMPANG PELITA A. Geografis dan demografis desa Simpang Pelita 1. Keadaan geografis Pasar Pelita merupakan salah satu pasar yang ada di kecamatan Kubu Babussalam tepatnya di desa

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. penelitian, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut : 1. Prosesi Sebambangan Dalam Perkawinan Adat Lampung Studi di Desa

BAB V PENUTUP. penelitian, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut : 1. Prosesi Sebambangan Dalam Perkawinan Adat Lampung Studi di Desa BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah penulis mengadakan pengolahan dan menganalisis data dari hasil penelitian, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut : 1. Prosesi Sebambangan Dalam Perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Peristiwa penting tersebut dikaitkan dengan upacaraupacara yang bersifat

Lebih terperinci

TENTANG DUDUK PERKARANYA

TENTANG DUDUK PERKARANYA P U T U S A N Nomor: 0098/Pdt.G/2008/PA.Slk BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Solok memeriksa dan mengadili perkara perdata pada tingkat pertama,

Lebih terperinci

BAB IV INTERPRETASI TEORI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN PENDIDIKAN ANAK. dibahas dengan menggunakan perspektif teori pengambilan keputusan.

BAB IV INTERPRETASI TEORI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN PENDIDIKAN ANAK. dibahas dengan menggunakan perspektif teori pengambilan keputusan. BAB IV INTERPRETASI TEORI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN PENDIDIKAN ANAK Bab ini akan membahas tentang temuan data yang telah dipaparkan sebelumnya dengan analisis teori pengambilan keputusan.

Lebih terperinci

Tujuan Umum Pembelajaran Mampu berkomunikasi dengan menerapkan prinsip budaya setempat (Minangkabau)

Tujuan Umum Pembelajaran Mampu berkomunikasi dengan menerapkan prinsip budaya setempat (Minangkabau) PENGAMBILAM KEPUTUSAN DALAM KELUARGA MENURUT BUDAYA MINANGKABAU Oleh : Dra. Silvia Rosa, M. Hum Ketua Jurusan Sastra Daerah Minangkabau FS--UA FS Tujuan Umum Pembelajaran Mampu berkomunikasi dengan menerapkan

Lebih terperinci

BAB V PROSES SOSIALISASI NILAI KERJA PERTANIAN. 5.1 Proses Sosialisasi Nilai Kerja Pertanian dalam Keluarga Mahasiswa Batak Toba di IPB

BAB V PROSES SOSIALISASI NILAI KERJA PERTANIAN. 5.1 Proses Sosialisasi Nilai Kerja Pertanian dalam Keluarga Mahasiswa Batak Toba di IPB BAB V PROSES SOSIALISASI NILAI KERJA PERTANIAN 5. Proses Sosialisasi Nilai Kerja Pertanian dalam Keluarga Mahasiswa Batak Toba di IPB Proses sosialisasi nilai kerja pertanian dilihat dari pernah tidaknya

Lebih terperinci

BAB II PENGALAMAN KOMUNIKASI PADA HUBUNGAN PERNIKAHAN DENGAN PRIA YANG BERUSIA LEBIH MUDA DALAM BUDAYA PATRIARKI

BAB II PENGALAMAN KOMUNIKASI PADA HUBUNGAN PERNIKAHAN DENGAN PRIA YANG BERUSIA LEBIH MUDA DALAM BUDAYA PATRIARKI BAB II PENGALAMAN KOMUNIKASI PADA HUBUNGAN PERNIKAHAN DENGAN PRIA YANG BERUSIA LEBIH MUDA DALAM BUDAYA PATRIARKI Pada bab ini, peneliti menjelaskan pola komunikasi pada hubungan pernikahan dengan pria

Lebih terperinci

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO. 42 BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN 1974 A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.1/1974 Pelaksanaan Pernikahan Suku Anak Dalam merupakan tradisi

Lebih terperinci

BAB III DAMPAK DAN USAHA MENGATASI FENOMENA SEKKUSU SHINAI SHOKOGUN DALAM KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT JEPANG

BAB III DAMPAK DAN USAHA MENGATASI FENOMENA SEKKUSU SHINAI SHOKOGUN DALAM KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT JEPANG BAB III DAMPAK DAN USAHA MENGATASI FENOMENA SEKKUSU SHINAI SHOKOGUN DALAM KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT JEPANG Seperti halnya masalah sosial lainnya, fenomena Sekkusu shinai shokogun ini turut memberi dampak

Lebih terperinci

yang mendorong terjadinya KDRT dalam masyarakat Minangkabau perkotaan? Apakah Ada Hubungan antara pergeseran peran keluarga luas dan mamak dengan

yang mendorong terjadinya KDRT dalam masyarakat Minangkabau perkotaan? Apakah Ada Hubungan antara pergeseran peran keluarga luas dan mamak dengan RINGKASAN Kekerasan dalam rumah tangga atau yang dikenal dengan KDRT sering terjadi walau telah dikeluarkan undang-umdang yang tujuannya melindungi perempuan dan dapat menyeret pelakunya ke meja hijau.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. perkawinan yang pantang oleh adat. Di Kenagarian Sungai Talang yang menjadi

BAB V PENUTUP. perkawinan yang pantang oleh adat. Di Kenagarian Sungai Talang yang menjadi 1 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Pelanggaran kawin sasuku pada masyarakat Minangkabau dianggap sebagai perkawinan yang pantang oleh adat. Di Kenagarian Sungai Talang yang menjadi lokasi penelitian ini terdapat

Lebih terperinci

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 2.1 Pengertian Perkawinan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mandailing, suku Batak, suku Jawa, suku Minang dan suku Melayu.Setiap

BAB I PENDAHULUAN. Mandailing, suku Batak, suku Jawa, suku Minang dan suku Melayu.Setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terdiri dari beragam-ragam suku diantaranya suku Mandailing, suku Batak, suku Jawa, suku Minang dan suku Melayu.Setiap suku tersebut memiliki kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa tersebut menghasilkan berbagai macam tradisi dan budaya yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. bangsa tersebut menghasilkan berbagai macam tradisi dan budaya yang beragam disetiap BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Indonesia adalah Negara majemuk dimana kemajemukan tersebut mengantarkan Negara ini kedalam berbagai macam suku bangsa yang terdapat didalamnya. Keaneka ragaman suku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011). 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam proses perkembangannya, manusia untuk meneruskan jenisnya membutuhkan pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa yang diinginkannya. Pernikahan

Lebih terperinci

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan oleh: SITI SOLIKAH F100040107 Kepada FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi merupakan kebiasaan dalam suatu masyarakat yang diwariskan secara turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam suatu masyarakat.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 61 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Perkawinan Menurut Hukum Adat Minangkabau di Kenagarian Koto Baru, Kecamatan Koto Baru, Kabupaten Dharmasraya, Provinsi Sumatera Barat. Pelaksanaan

Lebih terperinci

HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA

HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA Dalam peradilan atau dalam hukum Indonesia juga terdapat hukum waris adat. Selama ini, khususnya sebelum munculnya UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama memang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan berbangsa, khususnya dalam kehidupan masyarakat heterogen, seperti Indonesia yang merupakan negara

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. proses kultural budaya di masa lalu, kini telah berganti sebab. Di masyarakat

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. proses kultural budaya di masa lalu, kini telah berganti sebab. Di masyarakat BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bukan merupakan hal yang tabu ketika terdapat fenomena pernikahan dini yang masih terjadi dewasa ini, pernikahan dini yang awal mulanya terjadi karena proses kultural

Lebih terperinci

BAB IV KOMPARASI PANDANGAN MAJELIS ADAT ACEH (MAA) DAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA (MPU) KOTA LANGSA TERHADAP PENETAPAN EMAS SEBAGAI MAHAR

BAB IV KOMPARASI PANDANGAN MAJELIS ADAT ACEH (MAA) DAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA (MPU) KOTA LANGSA TERHADAP PENETAPAN EMAS SEBAGAI MAHAR BAB IV KOMPARASI PANDANGAN MAJELIS ADAT ACEH (MAA) DAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA (MPU) KOTA LANGSA TERHADAP PENETAPAN EMAS SEBAGAI MAHAR Setelah mempelajari lebih lanjut mengenai hal-hal yang terkandung

Lebih terperinci

(Elisabeth Riahta Santhany) ( )

(Elisabeth Riahta Santhany) ( ) 292 LAMPIRAN 1 LEMBAR PEMBERITAHUAN AWAL FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS INDONUSA ESA UNGGUL JAKARTA Saya mengucapkan terima kasih atas waktu yang telah saudara luangkan untuk berpartisipasi dalam penelitian

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN HASIL WAWANCARA Informan I Nama : Manimbul Hutauruk Tanggal Wawancara : 31 Januari 2015 Tempat : Rumah Bapak Manimbul Hutauruk Waktu : Pukul 13.00 WIB 1. Berapa lama anda tinggal di Desa Hutauruk?

Lebih terperinci

BAB IV KARAKTERISTIK PEDAGANG MAKANAN DI SEKTOR INFORMAL

BAB IV KARAKTERISTIK PEDAGANG MAKANAN DI SEKTOR INFORMAL 25 BAB IV KARAKTERISTIK PEDAGANG MAKANAN DI SEKTOR INFORMAL Umur dan Tingkat Pendidikan Responden Data primer di lapangan menunjukkan bahwa dari 35 responden pedagang makanan di Jalan Babakan, umur rata-rata

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN Nomor:..

KUESIONER PENELITIAN Nomor:.. KUESIONER PENELITIAN Nomor:.. Saudara yang terhormat, Kami mohon bantuan Saudara untuk mengisi kuesioner berikut dengan keadaan yang sebenarnya. Isian kuesioner ini akan kami gunakan untuk mengetahui kondisi

Lebih terperinci

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. perilaku yang berbeda. Informasi yang disajikan memberi peluang bagi produsen

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. perilaku yang berbeda. Informasi yang disajikan memberi peluang bagi produsen V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Keripik Buah Segmentasi pasar adalah pembagian suatu pasar menjadi kelompokkelompok pembeli yang berbeda sesuai dengan kebutuhan karakteristik

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kampar Kabupaten Kampar. Desa Koto Tuo Barat adalah salah satu desa dari 13

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kampar Kabupaten Kampar. Desa Koto Tuo Barat adalah salah satu desa dari 13 BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kondisi Geografis dan Demografis Desa Koto Tuo Barat adalah Desa yang terletak di Kecamatan XIII Koto Kampar Kabupaten Kampar. Desa Koto Tuo Barat adalah salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Menikah di usia muda masih menjadi fenomena yang banyak dilakukan perempuan di Indonesia. Diperkirakan 20-30 persen perempuan di Indonesia menikah di bawah usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan adalah suatu hubungan yang sakral atau suci dan pernikahan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan adalah suatu hubungan yang sakral atau suci dan pernikahan memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan adalah suatu hubungan yang sakral atau suci dan pernikahan memiliki banyak keuntungan dibandingkan hidup sendiri, karena pasangan yang sudah menikah dapat

Lebih terperinci

HASIL WAWANCARA DENGAN KETUA ADAT PANJAITAN JABODETABEK( NELSON PANJAITAN)

HASIL WAWANCARA DENGAN KETUA ADAT PANJAITAN JABODETABEK( NELSON PANJAITAN) HASIL WAWANCARA DENGAN KETUA ADAT PANJAITAN JABODETABEK( NELSON PANJAITAN) X : Selamat siang pak N : Iya, siang X : Saya ingin bertanya-tanya tentang perkawinan semarga pak, kenapa perkawinan semarga itu

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA UNTUK INFORMAN KUNCI

PEDOMAN WAWANCARA UNTUK INFORMAN KUNCI PEDOMAN WAWANCARA UNTUK INFORMAN KUNCI Pemilik Rumah Makan A. Biodata Informan 1. Nama : Marnita 2. Umur : 36 tahun 3. Jenis Kelamin : Perempuan 4. Status : Sudah Menikah 5. Daerah Asal : Pariaman 6. Alamat

Lebih terperinci

PROSES MIGRASI ORANG MADURA

PROSES MIGRASI ORANG MADURA 29 PROSES MIGRASI ORANG MADURA Migrasi Berantai Migran Madura Etnis Madura dikenal sebagai salah satu etnis yang memiliki budaya migrasi, selain etnis Bugis, Batak dan Minangkabau (Mantra 1992). Terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam upaya ini pemerintah berupaya mencerdaskan anak bangsa melalui proses pendidikan di jalur

Lebih terperinci

BAB II LATAR BELAKANG DOKTER SOEDARSO

BAB II LATAR BELAKANG DOKTER SOEDARSO A. Lingkungan Keluarga BAB II LATAR BELAKANG DOKTER SOEDARSO Dokter Soedarso adalah seorang Pejuang kemerdekaan di Kalimantan Barat pada masa penjajahan Kolonial Belanda. Dokter Soedarso sebenarnya bukan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN MASALAH

BAB V PEMBAHASAN MASALAH BAB V PEMBAHASAN MASALAH A. PEMBAHASAN Setiap manusia memiliki impian untuk membangun rumah tangga yang harmonis. Tetapi ketika sudah menikah banyak dari pasangan suami istri yang memilih tinggal bersama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Perempuan merupakan kaum yang sering di nomor duakan di kehidupan sehari-hari. Perempuan seringkali mendapat perlakuan yang kurang adil di dalam kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Perkawinan adalah Anugrah dari pemberian Allah Tuhan kita yang terwujud/terbentuk dalam suatu ikatan lahir batin dari hubungan antara Suami dan Isteri (kedua

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENGANGAKATAN ANAK TERHADAP BAPAK KASUN YANG TERJADI DI DESA BLURI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN

BAB III PELAKSANAAN PENGANGAKATAN ANAK TERHADAP BAPAK KASUN YANG TERJADI DI DESA BLURI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN BAB III PELAKSANAAN PENGANGAKATAN ANAK TERHADAP BAPAK KASUN YANG TERJADI DI DESA BLURI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN A. Sekilas Tentang Bapak Kasun Sebagai Anak Angkat Bapak Tasral Tasral dan istrinya

Lebih terperinci

LIFE HISTORY. Note : II (12-18 tahun) Nama : Tetni br Tarigan Usia : 16 tahun

LIFE HISTORY. Note : II (12-18 tahun) Nama : Tetni br Tarigan Usia : 16 tahun LIFE HISTORY Note : II (12-18 tahun) Nama : Tetni br Tarigan Usia : 16 tahun Tetni seorang anak perempuan berusia 16 tahun, yang tinggal dalam keluarga yang serba kekurangan. Ia, orang tuannya dan empat

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN SUBJEK DAN HASIL PENELITIAN

BAB III GAMBARAN SUBJEK DAN HASIL PENELITIAN BAB III GAMBARAN SUBJEK DAN HASIL PENELITIAN 1.1 Gambaran R, S, dan N dampak perceraian orang tua terhadap remaja Gaya hidup dalam kehidupan anak remaja masa kini mungkin sudah tidak karuan dibandingkan

Lebih terperinci

Dahulu bangso nan baharago kini pitih nan paguno (Dahulu bangsa yang berharga, kini uang yang berguna)

Dahulu bangso nan baharago kini pitih nan paguno (Dahulu bangsa yang berharga, kini uang yang berguna) BAB V KESIMPULAN Kehidupan sehari-hari Minangkabau modern di kampung dan perkotaan pada tahun 1900-1940-an diwarnai oleh nilai-nilai keislaman dan nilai-nilai Barat. Islam hadir sebagai bagian yang integral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti bahwa manusia saling membutuhkan satu sama lain dan hidup

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti bahwa manusia saling membutuhkan satu sama lain dan hidup 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap manusia dilahirkan seorang diri, tetapi manusia adalah makhluk sosial yang berarti bahwa manusia saling membutuhkan satu sama lain dan hidup bermasyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mendukung dimiliki di jalur kehidupan yang sedang dilalui.

BAB I PENDAHULUAN. yang mendukung dimiliki di jalur kehidupan yang sedang dilalui. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan berkeluarga atau menempuh kehidupan dalam perkawinan adalah harapan dan niat yang wajar dan sehat dari setiap anak-anak muda dan remaja dalam masa perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. aturan agama dan undang-undang yang berlaku.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. aturan agama dan undang-undang yang berlaku. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan suatu ikatan janji setia antara suami dan istri yang di dalamnya terdapat tanggung jawab dari kedua belah pihak. Perkawinan dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metodologi guna mendapatkan data-data dari berbagai sumber sebagai bahan analisa. Menurut Kristi E. Kristi Poerwandari dalam bukunya yang berjudul Pendekatan

Lebih terperinci

Kang, sebenarnya khitbah sama tunangan itu sama gak sih?

Kang, sebenarnya khitbah sama tunangan itu sama gak sih? Kang, sebenarnya khitbah sama tunangan itu sama gak sih? BEDA DONG! Hehehe Banyak orang yang salah mengartikan antara tunangan dan khitbah. Istilah tunangan itu sebenarnya tidak dikenal dalam istilah islam.

Lebih terperinci

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya Pemahaman Progresif tentang Hak Perempuan atas Waris, Kepemilikan Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya Beberapa Istilah Penting terkait dengan Hak Perempuan atas Waris dan Kepemilikan Tanah: Ahli

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. KAJIAN TENTANG PERKAWINAN DI DUNIA

LAMPIRAN 1. KAJIAN TENTANG PERKAWINAN DI DUNIA 187 LAMPIRAN 1. KAJIAN TENTANG PERKAWINAN DI DUNIA No Nama Peneliti Tahun Bidang Judul Fokus Ilmu 1. J.P. Mclennan 1865 Antropologi Primitive Marriage Pada perkawinan rampas 2. Bachoffen 1880 Antropologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang

Lebih terperinci

Awalnya aku biasa saja tak begitu menghiraukannya, karena aku menganggap, dia sedang melampiaskan

Awalnya aku biasa saja tak begitu menghiraukannya, karena aku menganggap, dia sedang melampiaskan Pernikahan Bapakku adalah seorang guru agama dan lumayan dikenal sebagai orang yang alim di lingkungan sekitar. karena risih dan merasa khawatir, setiapku pulang ke rumah selalu ada yang mengantar (seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pertumbuhan industri modern mempengaruhi perkembangan kehidupan sosial di masyarakat. Keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat tentu saja tidak lepas dari pengaruh

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Kondisi Geografis dan Demografis Desa Tanjung

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Kondisi Geografis dan Demografis Desa Tanjung BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kondisi Geografis dan Demografis Desa Tanjung 1. Keadaan Geografis Desa Tanjung termasuk desa yang tertua di Kecamatan XIII Koto Kampar dan Desa Tanjung sudah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan wanita untuk bekerja adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupannya memiliki tingkatan yakni, dari masa anak anak,

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupannya memiliki tingkatan yakni, dari masa anak anak, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya memiliki tingkatan yakni, dari masa anak anak, remaja, dewasa, dan tua. Masa dewasa inilah manusia menetapkan keputusan besar dalam hidupnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan salah satu praktek kebudayaan yang paling mengundang upaya perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan, sebuah tindakan yang telah disyari atkan oleh Allah SWT

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan, sebuah tindakan yang telah disyari atkan oleh Allah SWT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peminangan atau pertunangan merupakan pendahuluan dari sebuah perkawinan, sebuah tindakan yang telah disyari atkan oleh Allah SWT sebelum adanya ikatan suami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis di Provinsi Sumatera Utara, suku Batak terdiri dari 5 sub etnis yaitu : Batak Toba (Tapanuli), Batak Simalungun, Batak Karo, Batak Mandailing,

Lebih terperinci

PUTUSAN. Nomor : 0309/Pdt.G/2013/PA.Plg BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN. Nomor : 0309/Pdt.G/2013/PA.Plg BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PUTUSAN Nomor : 0309/Pdt.G/2013/PA.Plg BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Palembang yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat pertama

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA

BAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA BAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA Adat bagi masyarakat Batak Toba merupakan hukum yang harus dipelihara sepanjang hidupnya. Adat yang diterima

Lebih terperinci

BAB III KEBIASAAN PEMBAGIAN WARIS ADAT MASYARAKAT KEJAWAN LOR. A. Pengertian Anak Perempuan Sulung oleh Masyarakat Kejawan Lor

BAB III KEBIASAAN PEMBAGIAN WARIS ADAT MASYARAKAT KEJAWAN LOR. A. Pengertian Anak Perempuan Sulung oleh Masyarakat Kejawan Lor BAB III KEBIASAAN PEMBAGIAN WARIS ADAT MASYARAKAT KEJAWAN LOR A. Pengertian Anak Perempuan Sulung oleh Masyarakat Kejawan Lor Anak perempuan tertua atau disebut juga dengan anak perempuan sulung, oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya ditentukan oleh komunikasi interpersonal suami istri tersebut. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. satunya ditentukan oleh komunikasi interpersonal suami istri tersebut. Melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keharmonisan hubungan suami istri dalam kehidupan perkawinan salah satunya ditentukan oleh komunikasi interpersonal suami istri tersebut. Melalui komunikasi interpersonal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dalam proses perkembangannya untuk meneruskan jenisnya membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dalam proses perkembangannya untuk meneruskan jenisnya membutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam proses perkembangannya untuk meneruskan jenisnya membutuhkan pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa yang diinginkannya. Perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pulau dan bersifat majemuk. Kemajemukan itu berupa keanekaragaman ras,

BAB I PENDAHULUAN. pulau dan bersifat majemuk. Kemajemukan itu berupa keanekaragaman ras, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari ribuan pulau dan bersifat majemuk. Kemajemukan itu berupa keanekaragaman ras, suku, dan kebudayaan di setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam kehidupan manusia, setiap pasangan tentu ingin melanjutkan hubungannya ke jenjang pernikahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Pernikahan merupakan suatu hal yang dinantikan dalam kehidupan manusia karena melalui sebuah pernikahan dapat terbentuk satu keluarga yang akan dapat melanjutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis pekerjaan, pendidikan maupun tingkat ekonominya. Adapun budaya yang di. memenuhi tuntutan kebutuhan yang makin mendesak.

BAB I PENDAHULUAN. jenis pekerjaan, pendidikan maupun tingkat ekonominya. Adapun budaya yang di. memenuhi tuntutan kebutuhan yang makin mendesak. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang terdiri dari banyak suku, bangsa, adat istiadat, agama, bahasa, budaya, dan golongan atas dasar

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN A. Rangkuman Hasil Penelitian Ketiga subjek merupakan pasangan yang menikah remaja. Subjek 1 menikah pada usia 19 tahun dan 18 tahun. Subjek 2 dan 3 menikah di usia 21 tahun dan

Lebih terperinci

beragam adat budaya dan hukum adatnya. Suku-suku tersebut memiliki corak tersendiri

beragam adat budaya dan hukum adatnya. Suku-suku tersebut memiliki corak tersendiri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah suatu negara majemuk yang dikenal dengan keanekaragaman suku dan budayanya, dimana penduduk yang berdiam dan merupakan suku asli negara memiliki

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Buruh TKBM di Pelabuhan Belawan didominasi oleh suku Toba. penggunaan marga, penggunaan bahasa, berkumpul di Lapo Tuak,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Buruh TKBM di Pelabuhan Belawan didominasi oleh suku Toba. penggunaan marga, penggunaan bahasa, berkumpul di Lapo Tuak, BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Buruh TKBM di Pelabuhan Belawan didominasi oleh suku Toba karena semangat migran yang mereka jiwai. Mereka bekerja keras di daerah perantauannya yaitu Medan,

Lebih terperinci

BAB IV DAMPAK POLIGAMI TERHADAP KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA

BAB IV DAMPAK POLIGAMI TERHADAP KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA BAB IV DAMPAK POLIGAMI TERHADAP KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA A. Faktor factor yang Menyebabkan Terjadinnya Poligami Setiap manusia pasti mempunyai sumber masalah masing-masing karna persoalan kehidupan rumah

Lebih terperinci

PENETAPAN MAHAR BAGI PEREMPUAN DI DESA KAMPUNG PAYA, KECAMATAN KLUET UTARA, KABUPATEN ACEH SELATAN

PENETAPAN MAHAR BAGI PEREMPUAN DI DESA KAMPUNG PAYA, KECAMATAN KLUET UTARA, KABUPATEN ACEH SELATAN PENETAPAN MAHAR BAGI PEREMPUAN DI DESA KAMPUNG PAYA, KECAMATAN KLUET UTARA, KABUPATEN ACEH SELATAN Rida Alfida 1, Saiful Usman 1 *, Ruslan 1 1 Prodi PPKn FKIP Universitas Syiah Kuala *Corresponding email:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. watak pada individu. Karena salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya

BAB I PENDAHULUAN. watak pada individu. Karena salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebudayaan Indonesia mempunyai nilai yang tinggi karena merupakan suatu system yang dikembangkan oleh nenek moyang kita sejak berabad-abad lamanya, di dalam kebudayaan

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kebudayaan dalam arti luas adalah perilaku yang tertanam, ia merupakan totalitas dari sesuatu yang dipelajari manusia, akumulasi dari pengalaman yang dialihkan

Lebih terperinci

BAB II PROFIL INFORMAN. mendasari mengapa penelitian gaya komunikasi manajemen konflik interpersonal

BAB II PROFIL INFORMAN. mendasari mengapa penelitian gaya komunikasi manajemen konflik interpersonal BAB II PROFIL INFORMAN Dalam bab sebelumnya telah dikemukakan tentang alasan apa saja yang mendasari mengapa penelitian gaya komunikasi manajemen konflik interpersonal pasangan mahasiswa yang hamil diluar

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. keadaan responden berdasarkan umur pada tabel 12 berikut ini:

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. keadaan responden berdasarkan umur pada tabel 12 berikut ini: 50 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Umur Responden Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan alat pengumpul data wawancara langsung kepada responden

Lebih terperinci

SUTI: PEREMPUAN PINGGIR KOTA

SUTI: PEREMPUAN PINGGIR KOTA RESENSI BUKU SUTI: PEREMPUAN PINGGIR KOTA Nia Kurnia Balai Bahasa Jawa Barat, Jalan Sumbawa Nomor 11, Bandung 40113, Telepon: 081321891100, Pos-el: sikaniarahma@yahoo.com Identitas Buku Judul Novel Pengarang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PROSES PENYELESAIAN WALI ADHAL DI. PENGADILAN AGAMA SINGARAJA NOMOR. 04/Pdt.P/2009/PA.Sgr

BAB IV ANALISIS TERHADAP PROSES PENYELESAIAN WALI ADHAL DI. PENGADILAN AGAMA SINGARAJA NOMOR. 04/Pdt.P/2009/PA.Sgr BAB IV ANALISIS TERHADAP PROSES PENYELESAIAN WALI ADHAL DI PENGADILAN AGAMA SINGARAJA NOMOR. 04/Pdt.P/2009/PA.Sgr A. Analisis terhadap proses penyelesaian wali adhal di Pengadilan Agama Singaraja Nomor.

Lebih terperinci

BAB III PRAKTIK PERSEWAAN ALAT-ALAT PESTA MAHKOTA INDAH DI KELURAHAN BIBIS KARAH KECAMATAN JAMBANGAN SURABAYA

BAB III PRAKTIK PERSEWAAN ALAT-ALAT PESTA MAHKOTA INDAH DI KELURAHAN BIBIS KARAH KECAMATAN JAMBANGAN SURABAYA BAB III PRAKTIK PERSEWAAN ALAT-ALAT PESTA MAHKOTA INDAH DI KELURAHAN BIBIS KARAH KECAMATAN JAMBANGAN SURABAYA A. Gmbaran Umum Obyek Penelitian 1. Keadaan Geografis Kelurahan Bibis Karah Kecamatan Jambangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Daerah ini berdataran tinggi dan rendah mudah dilanda banjir karena desa

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Daerah ini berdataran tinggi dan rendah mudah dilanda banjir karena desa 11 BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Geografis dan Demografis Desa Marsonja 1. Geografis Desa Marsonja Desa Marsonja merupakan salah satu desa dari sekian banyak Desa yang ada di Kecamatan Sungai

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 017/Pdt.G/2014/PA.Mtk

PUTUSAN Nomor 017/Pdt.G/2014/PA.Mtk PUTUSAN Nomor 017/Pdt.G/2014/PA.Mtk BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Mentok yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara tertentu dalam persidangan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. dengan Kecamatan Bangkinang Barat. Hal ini disebabkan karena Salo telah

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. dengan Kecamatan Bangkinang Barat. Hal ini disebabkan karena Salo telah BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sekilas Tentang Sejarah Kecamatan Kuok Kuok adalah salah satu Kecamatan yang ada di Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Sebelum dinamai Kecamatan Kuok, Kecamatan ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh masyarakat adat batak toba. Sistem ini dalam arti positif merupakan suatu sistem dimana seseorang

Lebih terperinci

BAB IV PAPARAN HASIL PENELITIAN

BAB IV PAPARAN HASIL PENELITIAN BAB IV PAPARAN HASIL PENELITIAN A. Identitas Subjek Penelitian Penelitian ini dilakukan di Banjarmasin, dengan jumlah keseluruhan subjek ada 3 pasangan, adapun yang menjadi karakteristik utama dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kebanggaan dan nilai tersendiri bagi kelompok sukunya. Setiap suku

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kebanggaan dan nilai tersendiri bagi kelompok sukunya. Setiap suku BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Setiap suku biasanya memiliki tradisi yang menjadi keunikan tersendiri yang menjadi kebanggaan dan nilai tersendiri bagi kelompok sukunya. Setiap suku bangsa

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN A. Persiapan Penelitian Pada saat penelitian, peneliti melakukan persiapan dengan menggunakan alat ukur observasi dan wawancara. Observasi digunakan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB II PROFIL INFORMAN

BAB II PROFIL INFORMAN BAB II PROFIL INFORMAN Informan dalam penelitian ini terdiri dari tigapasangan yang menikah, dan yang dimana di dalam pernikahannya ketiga pasangan suami-istri ini tidak memilki anak. Ketiga pasangan ini

Lebih terperinci