BAB VII EKSISTENSI TRADISI BAJAPUIK DALAM PERUBAHAN MASYARAKAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VII EKSISTENSI TRADISI BAJAPUIK DALAM PERUBAHAN MASYARAKAT"

Transkripsi

1 BAB VII EKSISTENSI TRADISI BAJAPUIK DALAM PERUBAHAN MASYARAKAT Pada bab ini diuraikan kontinuitas keberadaan perkawinan bajapuik yang tetap eksis dalam perubahan sosial budaya masyarakat. Eksis atau adanya perkawinan bajapuik tentu tidak terlepas dari bagaimana masing-masing aktor yang terlibat dalam sistem pertukaran yakni pihak keluarga perempuan yang memiliki kewajiban sosial budaya untuk melaksanakan dan memberi uang japuik dengan didasari oleh pilihan yang dipertimbangkan (choosing knowledgeably), sehingga mampu memberi ruang kepada pihak keluarga perempuan untuk mendapatkan menantu/suami bagi anak perempuannya, berhadapan dengan pihak keluarga laki-laki yang akhir-akhir ini lebih cenderung berperilaku ekonomi dan berorientasi keuntungan dengan didasari status sosial ekonomi dari calon marapulai. Yang akhirnya menciptakan perilaku yang disesuaikan di antara keduanya, sehingga tingginya uang japuik dapat di atasi. Namun dengan perilaku sosial dengan pilihan yang dipertimbangkan yang dimainkan oleh pihak keluarga perempuan dengan ikut berpartisipasi (terlibat) telah memungkinkan eksisnya tradisi bajapuik. Dalam artinya menciptakan keseimbangan antara perilaku ekonomi dengan perilaku sosial khususnya pada pilihan yang dipertimbangkan sebagai kekuatan yang tidak terelakan Nilai Pertukaran Yang Tetap Terjaga Dalam Tradisi Bajapuik Kehidupan sosial masyarakat Pariaman penuh dengan nilai-nilai budaya yang unik dan berkembang dalam hubungan antar kelompok dalam masyarakat. Sudah menjadi hukum alam bahwa di manapun di dunia ini selalu hidup budayabudaya khas yang berbeda dengan yang lainnya. Salah satu budaya unik dan menjadi ciri khas dari Pariaman adalah tradisi bajapuik. Nilai budaya merupakan tingkat yang paling tinggi dan paling abstrak dari adat-istiadat. Koentjaraningrat (1987:25), mengemukakan bahwa nilai budaya ialah konsep-konsep mengenai apa yang hidup dalam alam fikiran sebagian besar dari warga masyarakat mengenai apa yang dianggap baik dan penting dalam hidup. Dengan demikian nilai budaya berfungsi sebagai pedoman dan memberikan arah kehidupan warga masyarakat. Lebih jauh Sprenger (dalam

2 146 Alisyahbana, 1991), nilai budaya meliputi : Nilai teori (T), nilai ekonomi (E), nilai solidaritas (Sd), Nilai agama dan nilai seni (S), dan nilai kuasa (K). Adanya bermacam-macam nilai budaya itu, ternyata memberi keuntungan (benefit) dalam kehidupan masyarakat. Begitu juga yang dirasakan oleh masyarakat Pariaman terkait dengan tradisi bajapuik. Meskipun dalam prakteknya, dasar dan bentuk pertukaran dalam tradisi bajapuik mengalami perubahan (lihat bab V), namun nilai yang mendasari pertukaran tetap sama yakni nilai budaya. Nilai budaya ini sekaligus menjadi salah satu pertimbangan selain pertimbangan ekonomi, dari pertukaran yang terjadi antara keluarga kedua belah pihak untuk melakukan tradisi bajapuik. Bagi pihak keluarga laki-laki pemberian uang japuik dalam tradisi bajapuik pada awalnya seperti yang dituturkan oleh informan Bgd M L (80 tahun) sebagai modal bagi laki-laki yang akan berumah tangga. Namun dalam perjalanan waktu, pemberian uang japuik menjadi keterusan dalam tradisi bajapuik dan berfungsi sebagai modal untuk melaksanakan pesta perkawinan di rumah pihak keluarga laki-laki, seperti dijelaskan informan TM (66 tahun): Uang japuik dalam tradisi bajapuik digunakan untuk keperluan dapur di rumah pihak keluarga laki-laki. Anak daro yang datang ke rumah mertua akan dihidangkan sejumlah makanan, mulai dari makanan pembuka sampai penutup. Selain itu kini telah menjadi tren pula adanya pesta di rumah pihak keluarga laki-laki, yang diawali oleh pihak keluarga lakilaki yang tidak mempunyai anak perempuan. Uang japuik itu yang diberikan oleh pihak keluarga perempuan akan digunakan sebagian untuk keperluan pesta dan sebagian yang lain diberikan kepada anak daro sebagai paragiah jalang. Penuturan informan di atas menunjukkan uang japuik terdistribusi kebeberapa pos pembiayaan di rumah pihak keluarga laki-laki. Tanpa menghilangkan fungsi yang pertama, kadangkala uang japuik diberi sebagian kepada calon pengantin laki-laki, setelah biaya pesta dikeluarkan. Dengan demikian tradisi bajapuik sebagai sumber ekonomi untuk melaksanakan pesta di rumah pihak keluarga laki-laki.

3 147 Lebih dari itu, pertukaran dalam tradisi bajapuik dipihak keluarga laki-laki sebagai bentuk pertukaran intrinsik yakni mengenai harga diri/kehormatan (prestise), seperti di jelaskan AZ (65 tahun) Uang japuik merupakan prestise bagi pihak laki-laki dan perempuan. Bagi pihak laki-laki prestise terdapat pada calon mempelai dan mamak. Prestise bagi calon mempelai laki-laki adalah simbol status sosial yang tinggi di dalam masyarakat-- Uang japuik bagi pihak laki-laki mempunyai makna bahwa calon mempelai laki-laki mempunyai status sosial yang tinggi yang ditunjukkan oleh pendidikan, pekerjaan dan pendapatan. Bagi mamak simbol keberadaan mamak karena orang yang datang (pihak keluarga perempuan) tidak hanya dinanti oleh orang tua mempelai, tetapi juga dinanti oleh mamak. Begitu juga dengan pihak perempuan merupakan suatu kebanggaan bahwa mereka mempunyai menantu yang berkedudukan tinggi dalam masyarakat dan sekaligus menunjukan bahwa mereka berasal dari status sosial yang tinggi pula karena mampu menjemput seorang laki-laki yang mempunyai status sosial tinggi. Penuturan informan di atas menunjukan bahwa secara intrinsik nilai yang tertanam dalam tradisi bajapuik penghormatan kepada berbagai pihak seperti calon mempelai laki-laki dan mamak. Artinya sebagai prestise bagi keluarga besar (extended family). Sementara itu di pihak keluarga perempuan, pertimbangan dalam melaksanakan tradisi bajapuik tidak berbeda dengan pihak keluarga laki-laki. Bagi pihak keluarga perempuan seperti diakui oleh TM (66 tahun), dengan adanya uang japuik dapat mencari seorang laki-laki yang sesuai dengan raso jo pareso, artinya mengetahui baik buruknya akhlak seseorang yang akan diterima sebagai menantu. Begitu juga dengan status sosial ekonomi (pekerjaan dan pendapatan) dari seorang laki-laki, agar dapat memberikan jaminan hidup setelah mereka berumah tangga nantinya. Lebih jauh dari itu, bagi pihak keluarga perempuan tradisi bajapuik sebagai harga diri, seperti yang dijelaskan oleh informan M (71tahun) berikut ini; Uang japuik dalam tradisi bajapuik mempunyai arti bahwa laki-laki mempunyai harga (nilai) yang dibutuhkan di pihak perempuan. Bagi orang Minangkabau dan juga berlaku di Pariaman, nilai yang paling

4 148 tinggi itu adalah merubah status anak gadisnya dan mempunyai keturunan dari pernikahan yang dilakukan. Malah sebaliknya bila seorang laki-laki tidak dijemput penilaian menjadi turun kepada seorang laki-laki dan akan dipertanyakan pribadi yang bersangkutan. Pendapat lain yang terkandung dalam uang japuik, khususnya uang jemputan dan uang hilang dapat dilihat dari penuturan informan Dt UA (80 tahun) berikut ini: Uang japuik (uang hilang) itu gunanya untuk kegairahan hal itu karena ayah, ibu, mamak melepaskan kewajiban dan tanggung jawabnya. Jika seorang anak gadis telah bersuami kewajiban dan tanggung jawab keluarga pindah kepada suami. Sebagai bumbu meriah penyerahan kewajiban dan tanggung jawab itulah uang japuik diberikan. Selain itu uang japuik yang diberikan oleh pihak keluarga perempuan merupakan gengsi dari pihak laki-laki jika anaknya tidak diberi uang japuik (uang hilang) nama keluarga akan terangkat terutama mamak. Jika seorang laki-laki tidak memakai uang japuik, karena mamak tidak dikut sertakan, lalu diberitahukan keadaan yang sebenarnya, itu artinya sama membuka malu mamak, sebab mamak itu yang dibicarakannya adalah yang benar. Mamak dapat mengatakan, jiko itu yang katuju dek awak bueklah dan aden indak sato doh (Jika sesuai menurut selera kerjakanlah, namun saya tidak akan ikut). Dengan demikian tradisi bajapuik dengan uang japuik penuh dengan nilainilai. Nilai-nilai itulah yang menjadi dasar bertindak aktor untuk melakukan pertukaran dalam tradisi bajapuik atau menurut terminologi Homans disebut dengan tindakan bernilai semakin tinggi bernilai suatu tindakan, maka semakin sering seseorang melakukan tindakan itu. Selanjutnya, dapat dikatakan masyarakat melakukan perkawinan bajapuik secara nyata dan tidak nyata, dan tidak hanya mendapatkan nilai ekstrinsik tetapi juga mengandung nilai intrinsik. Secara umum dapat dikatakan bagi kedua belah pihak, baik pihak laki-laki maupun pihak perempuan pelaksanaan tradisi bajapuik merupakan sebagai implementasi dari pengamalan nilai adat Minangkabau. Di pihak keluarga lakilaki, nilai yang mendasari itu seperti dikatakan dalam adat Minangkabau darek ba panghulu, rantau ba rajo. Di daerah darek panghulu yang dihormati dan di rantau ada raja/rajo yang dihormati. Kedua sebutan itu adalah sebagai bentuk penghargaan kepada orang asa dan sekaligus sebagai pemimpin di kedua daerah

5 149 itu. Kedua bentuk pemimpin mendapat posisi yang tinggi dalam masyarakat dan sebagai penghormatan kepada mereka diberikan uang japuik dalam perkawinannya. (Mansoer, 1970). Sementara itu di pihak keluarga perempuan berkaitan dengan anak perempuan sebagai pewaris keturunan (sistem matrilineal). Anak perempuan yang telah cukup umur yang belum menikah atau gadih gadang alun balaki harus dicarikan jodoh. Bila tidak dapat akan menjadi malu keluarga dan kaum (Amir1987). Untuk itu harta pusaka dapat digunakan agar perkawinan dapat terlaksana, termasuk Pemberian sejumlah uang itu adalah dalam rangka untuk mendapatkan suami bagi anak perempuan. Dengan demikian nilai-nilai dan norma-norma itulah yang mendasari pelaksanaan tradisi bajapuik bagi keluarga kedua belah pihak Distribusi Keadilan (Distributive Justice) dalam Tradisi Bajapuik Pertukaran antara aktor dari pihak keluarga dengan aktor dari pihak lakilaki dalam tradisi bajapuik terdapatnya tawar-menawar (bargaining) dalam sistem perkawinan. Menurut Lamanna & Riedmann (1991) dan Goode (2007) pada hakikatnya ada macam-macam yang dipertukarkan yakni; kelas sosial (kekayaan, berkedudukan tinggi atau berkuasa), umur, kecantikan, dan pendidikan. Dalam tradisi bajapuik pertukaran berdasarkan pertimbangan atas kelas sosial (kekayaan, berkedudukan tinggi atau berkuasa); antara calon pengantin laki-laki dengan pihak keluarga perempuan, baik dari calon mempelai perempuan maupun pihak keluarganya. Karena status sosial ekonomi yang tinggi dari calon pengantin laki-laki selain terkait dengan jumlah uang japuik dan juga terkait dengan kemampuan ekonomi pihak keluarga perempuan. Dalam realitanya, posisi status sosial ekonomi tinggi dari seorang marapulai (mempelai laki-laki), pertukaran cenderung terjadi dengan status sosial yang tinggi pula, atau istilah setempat cacak samo cacak, kapuyuak samo kapuyuak, yang rancak sama yang rancak, yang buruak samo nan buruk. Kondisi itu sesuai dengan pendapat Lamanna dan Riedmann (1991); di mana perkawinan dilakukan dengan menekankan prinsip homogamy Goode, (2007) atau distribusi keadilan (distributive justice) (Homans dalam Poloma, 2000). Status sosial ekonomi yang tinggi bagi calon pengantin laki-laki, akan dipandang oleh pihak keluarga perempuan bahwa calon menantu baik untuk anak

6 150 perempuannya. Artinya calon menantu dapat diandalkan untuk menghidupi keluarga yang akan terbentuk nantinya. Oleh sebab itu status sosial ekonomi yang tinggi akan menjadi pertimbangan pada tahap awal diterimanya seorang laki-laki untuk dijadikan menantu, selain calon pengantin perempuan menempati posisi yang sama pula, karena pada hakekatnya perkawinan bajapuik merupakan distribusi keadilan. Meskipun tak dapat disangkal bahwa terdapat pula perkawinan yang tidak seimbang dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu seperti; kepribadian dan kecantikan seseorang. Selanjutnya bagi pihak keluarga laki-laki dalam menentukan uang japuik didasarkan atas pertimbangan kelas sosial, sambil melihat pendidikan, pekerjaan dan pendapatan yang dimiliki oleh anak laki-laki (calon marapulai). Dalam hal ini pihak keluarga laki-laki telah memahami bila anak laki-laki mempunyai status sosial tinggi seperti pendidikan, pekerjaan yang bergensi sampai pada pendapatan yang tinggi maka uang japuik akan tinggi. Kisaran uang japuik dalam tradisi bajapuik antara Rp 3 sampai tidak terhingga (lihat tabel 24). Artinya pihak keluarga perempuan akan memberi uang japuik paling rendah Rp 3 juta dan paling tinggi tidak terbatas. Khusus pada bentuk yang kedua, kadangkala terdapat kerelaan dari pihak keluarga perempuan untuk memberikan uang japuik yang relatif tinggi. Bila calon marapulai dipandang mempunyai nilai lebih, maka tidak segan-segan pihak keluarga perempuan akan memberikan uang japuik yang lebih tinggi. Meskipun demikian pertimbangan mengenai jumlah uang japuik tetap didasarkan atas status sosial ekonomi yang dalam hal ini pendidikan, pekerjaan dan pendapatan yang dimiliki calon mempelai laki-laki. Status sosial ekonomi yang tinggi bagi calon pengantin laki-laki, akan dipandang oleh pihak keluarga perempuan bahwa calon menantu baik untuk anak perempuannya. Artinya calon menantu dapat diandalkan untuk menghidupi anak dan keluarga yang akan terbentuk nantinya. Oleh sebab itu status sosial ekonomi yang tinggi akan menjadi pertimbangan pada tahap awal diterimanya seorang lakilaki untuk dijadikan menantu, selain calon pengantin perempuan menempati posisi yang sama pula, karena pada hakekatnya perkawinan bajapuik merupakan suatu bentuk distribusi keadilan (distributif justice).

7 151 Bagi pihak keluarga perempuan yang mempunyai kemampuan ekonomi, jumlah uang japuik yang relatif tinggi akan dapat ditanggulangi. Biasanya mereka ini, akan mencari calon menantu yang mempunyai status sosial yang tinggi pula. Sebaliknya dengan pihak keluarga perempuan yang berasal dari kalangan yang tidak berpunya baik dari orang tua (nuclear family) dan keluarga besar (extended family) ada kecenderungan mencari calon pengantin laki-laki (marapulai) dari kalangan yang sederajat pula dengan mereka. Meskipun demikian terdapat pula penyesuaian dalam bentuk yang lain yakni melalui pertimbangan kepribadian, kecantikan dari calon mempelai perempuan, sehingga uang japuik yang relatif tinggi dapat ditanggulangi oleh calon mempelai laki-laki. Untuk mencapai perkawinan yang keseimbangan (homogamy) dalam perkawinan bajapuik, dapat diawali dengan proses pencarian pasangan (merasok). Proses ini dapat dilakukan oleh kedua belah pihak, baik dari pihak laki-laki maupun dari pihak perempuan. Dengan proses ini diharapkan mendapatkan pasangan dengan ciri-ciri/sifat-sifat yang relatif sama dalam status sosial, terutama untuk kedua calon pengantin. Proses ini dalam masyarakat dikenal juga dengan istilah, cacak samo cacak, kapuyuak samo kakapuyuak. Artinya perkawinan bajapuik dapat terlaksana, jika di antara keduanya menempati posisi yang sama. Dengan meresek atau merasok akan diperoleh gambaran mengenai identitas dan latar belakang calon pengantin laki-laki. Selain itu, dengan meresek sekaligus bertujuan untuk menelusuri sicalon yang akan dijadikan menantu, beserta keluarganya, apakah bersedia untuk menerima orang yang datang. Tindakan ini dilakukan, terutama bila seorang anak perempuan telah pantas untuk dikawinkan dan belum mempunyai pilihan sendiri. Bagi anak perempuan yang sudah mempunyai pilihan sendiri dan sudah ada komitmen dengan calon pasangannya, maka orang tua dari pihak perempuan hanya meneruskan langkah selanjutnya. Proses meresek dilakukan oleh orang tua dari pihak perempuan, terlebih dahulu telah mempertimbangkan bahwa laki-laki yang akan dipinang memang pantas dan cocok dengan anaknya. Setelah itu, barulah orang tua tersebut mengutus salah seorang dari anggota keluarganya untuk datang ke rumah calon yang di tuju. Kedatangan ini sekaligus minta izin kepada orang tua calon mempelai laki-laki untuk dapat melepas anaknya untuk dijadikan menantu. Dari

8 152 keterangan orang tua ini nantinya akan diperoleh informasi tentang kesediaannya dan juga sianak yang akan di pinang. Apabila sudah ada aba-aba kesediaan dari pihak keluarga laki-laki, maka dibuatlah perhitungan selanjutnya. Untuk mencapai perkawinan yang seimbang (adil/homogamy) dalam tradisi bajapuik dapat dilakukan pula melalui penyesuaian-penyesuain. Dalam hal ini penyesuaian dilakukan oleh kedua belah pihak pihak keluarga laki-laki dan pihak keluarga perempuan. Penyesuaian perilaku dalam tradisi bajapuik di dasari dari nilai-nilai dan norma-norma (norma sosial) yang mengitari kehidupannya. Semakin besar keuntungan yang didapat oleh aktor, maka semakin besar kemungkinan aktor pertimbangkan norma sosial (choosing knowledgeably) sebagai dasar perilakunya. Secara teoritis dalam teori pertukaran sosial bahwa perilaku sosial sebagai aktivitas nyata dan tidak nyata dan kurang lebih sebagai pertukaran hadiah dan biaya. Ternyata pertukaran dalam tradisi bajapuik tidak hanya untuk mendapatkan seorang menantu/suami bagi anak perempuannya, tetapi juga untuk menutupi malu keluarga dan kaum (mempertinggi harga diri), sehingga mendorong pihak keluarga perempuan untuk melaksanakan tradisi bajapuik. Sejauh mana dorongan intrinsik berpengaruh dalam tradisi bajapuik bagi pihak keluarga perempuan? Ini tergantung pada; sejauh mana nilai-nilai dan norma-norma (dorongan intrinsik) tertanam (terinternalisasi) dalam masyarakat. Apabila nilai-nilai dan norma terinternalisasi, maka tradisi bajapuik dengan uang japuik akan dilaksanakan sepenuhnya. Sebaliknya apabila nilai-nilai dan norma-norma kurang terinternalisasi, maka tradisi bajapuik dengan uang japuik akan tidak dilaksanakan dengan sepenuhnya. Artinya terdapatnya perilaku-perilaku yang disesuaikan yang dilakukan oleh pihak keluarga perempuan dan calon pengantin dalam tradisi bajapuik kepada pihak keluarga laki-laki untuk mendapatkan seorang menantu/isteri. Terdapat perbedaan pemahaman nilai-nilai dan norma-norma di antara masyarakat yang berada pedesaan dan perkotaan. Menurut Giddens (2002 ), gaya hidup mempunyai kekuatan yang sangat kuat untuk terjadi perubahan dalam masyarakat. Untuk kasus tradisi bajapuik dengan kehidupan daerah pedesaan yang bersifat mekanis tanpa disertai dengan kemauan dan kesadaran, membuat

9 153 aktor harus menyesuaikan dengan aturan yang berlaku dalam tradisi bajapuik. Artinya nilai-nilai dan norma-norma tertanam (terinternalisasi) kuat di pedesaan. Oleh sebab itu agar aktor tidak terlempar dari lingkungan sosial, aktor harus melakukan penyesuaian-penyesuaian. Berbeda dengan pelaksanan tradisi bajapuik yang ada di perkotaan, dengan kehidupannya yang bersifat dinamis, dengan disertai dengan kemauan dan kesadaran sendiri, membuat aktor melakukan penyesuaian dalam tradisi bajapuik. Artinya nilai-nilai dan norma tidak terinternalisasi dengan kuat diperkotaan, sehingga tradisi bajapuik dilaksanakan tanpa mempertimbangkan nilai-nilai dan norma-norma yang ada, sehingga membawa perubahan-perubahan dalam tradisi bajapuik. Jika di pedesaan bentukbentuk pertukaran berupa uang jemputan, uang hilang, uang selo dan uang tungkatan, maka di perkotaan berupa uang jemputan (baca uang hilang), dan uang selo. Berarti tradisi bajapuik yang dilakukan dengan sesama masyarakat Pariaman (pihak keluarga perempuan dan pihak keluarga laki-laki) memiliki pemahaman nilai-nilai dan norma-norma yang kuat. Artinya dengan pemahaman nilai-nilai yang sama kuat, maka tradisi bajapuik akan terlaksana sesuai dengan aturan yang berlaku. Dalam pemahaman nilai-nilai dan norma-norma yang sama, berarti mereka telah terinternalisasi dalam perilaku personal. Masing-masing pihak yang terlibat dalam tradisi bajapuik berusaha melaksanakan sesuai dengan aturan yang berlaku (role of the game) yang ada, sebab apabila melakukan tradisi bajapuik tidak sesuai dengan role of the game, maka pihak yang terlibat akan mendapat ganjaran berupa cemoohan. Bagi pihak laki-laki yang berada dipedesaan dan diperkotaan melakukan tradisi lebih didasarkan atas perilaku ekonomi dengan tujuan mengutamakan efisiensi dan keuntungan ketimbang melakukan dengan role of the game, nilainilai dan norma-norma yang ada. Tujuan melakukan pertukaran lebih didasarkan atas pertimbangan ekonomi 7.3. Keterlibatan Keluarga Luas (extended family) dalam Tradisi Bajapuik Dalam konsepsi perkawinan di Minangkabau, keluarga luas (extended family) ikut dalam pelaksanaan perkawinan mulai dari pencarian jodoh sampai pada pasca perkawinan (pesta) (Navis, 1984). Keluarga luas yang dimaksud

10 154 adalah yang berasal dari pihak ibu dan dari pihak ayah, yang di dalam istilahnya disebut dengan nan saparuik dan induak bako. Keterlibatan keluarga luas dalam perkawinan pada umumnya dipandang dari dua kelompok ini mempunyai tujuan yang berbeda. Dari pihak nan saparuik, keterlibatannya ditujukan kepada anak, adik dan kemenakan, sedangkan dari pihak induak bako keterlibatan itu ditujukan kepada anak pisang. Dipandang dari adat Minangkabau, adanya pengelompokan ini berkaitan dengan kedudukan dalam adat, fungsi seseorang dalam masyarakat adat dan segala urusan yang berkaitan dengan harta pusaka. Urang nan saparuik yang dimaksud adalah satu perut dari pihak ibu yang terdiri dari; ayah, ibu, saudara kandung, saudara dari ibu (mamak, etek, mak tuo), kakek dan nenek atau seperti yang terlihat pada skema 9 berikut ini. N A I SLI SPI S E L/P Gambar 9. Anggota Keluarga dari pihak Ibu Keterangan : N = Nenek A = Ayah I = Ibu SLI = Saudara Laki-laki dari Ibu SPI = Saudara Perempuan dari Ibu S = Sumando E = Ego (laki-laki / perempuan) LP = Saudara ego (Laki-laki / Perempuan) Kemudian induak bako adalah saudara dari ayah. Adapun yang termasuk ke dalam induak bako antara lain; nenek, saudara perempuan dan laki-laki dari

11 155 pihak ayah. Timbulnya induak bako disebabkan oleh perkawinan dari kedua orang tua. Melalui perkawinan menimbulkan terjadinya sistem kekeluargaan sumando (semenda), yang sekaligus juga memperlihatkan pola hubungan antara kelompok keluarga dari pihak ayah (induak bako) dengan kelompok urang nan saparuik (samande) melalui anak yang dilahirkan dari hasil perkawinan, dengan istilahnya anak pisang. Anak pisang adalah anak dari saudara laki-laki yang dipandang dari saudara pihak ayah. Adapun induak bako yang dimaksud seperti terlihat pada skema 10 berikut ini. N I A SPA SLA S E L/P Gambar 10. Anggota Keluarga dari pihak Ayah Keterangan N = Nenek A = Ayah I = Ibu SPA = Saudara Perempuan dari Ayah SLA = Saudara laki-laki dari Ayah S = Sumando ( Isteri dari Saudara laki-laki Ayah E = Ego /Anak Pisang (Perempuan) L/P = Saudara ego /Anak Pisang (Laki-laki/Perempuan) Kedua kelompok keluarga ini terlibat dalam pelaksanaan perkawinan pada umumnya dan khususnya dalam perkawinan bajapuik. Keterlibatan kelompok keluarga tersebut mempunyai tujuan dan sebutan yang berbeda. Di pandang dari pihak nan saparauik dan keterlibatan terdapat pada; anak, adik atau kemenakan yang akan melangsungkan suatu perkawinan. Dari pihak induak bako disebutnya dengan anak pisang. Begitu juga dengan porsi yang ditempati oleh kedua

12 156 kelompok keluarga dalam perkawinan bajapuik. Masing-masing telah mendapat bagian pada tempat mana keterlibatannya difokuskan. Pada kelompok urang nan saparuik, keterlibatannya dalam perkawinan bajapuik dapat dikategorikan pada umum dan khusus. Secara umum, keterlibatan urang nan saparuik hampir seluruh proses perkawinan. Artinya mulai dari pencarian jodoh sampai pada pasca pesta perkawinan seperti yang telah digariskan dalam adat Minangkabau pada umumnya. Secara khusus, keterlibatan urang nan saparuik dalam perkawinan bajapuik terlihat pada bantuan berupa uang untuk terlaksananya perkawinan, khususnya dalam menangani uang jemputan atau uang hilang yang menjadi ciri khas dari perkawinan bajapuik. Menurut Navis, (1984), perkawinan tidak menjadi urusan kedua individu yang akan menikah, tetapi menjadi urusan keluarga besar (extended family), mulai dari pencarian jodoh sampai kepada pasca perkawinan. Kemudian pada kelompok induak bako, lebih fokus kepada bantuan materi jika dibandingkan dengan bantuan non materi. Keterlibatan induak bako dalam proses pelaksanaan tradisi bajapuik jarang terjadi. Adanya keterbatasan yang disebabkan oleh nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat Minangkabau pada umumnya, maka kedekatan hubungan itu lebih mengarah kepada nan saparuik dari pada induak bako. Jika ada induak bako yang ikut serta dalam proses pelaksanaan perkawinan anak pisangnya terutama disebabkan oleh tempat tinggal tinggal atau domisili yang berdekatan. Perasaan segan dan malu bila menjadi perhatian masyarakat sekitarnya, telah mendorongnya induak bako untuk turut serta dalam proses tersebut. Namun demikian, induak bako tetap konsen terhadap anak pisang memberikan dalam bentuk materi, ketika perkawinan dilaksanakan. Adanya keterlibatan di antara keduanya (nan saparuik dan induak bako) dapat dilihat dalam tabel tabel 26 berikut ini.

13 157 Tabel 26. Keikut sertaan Anggota Keluarga dalam Tradisi Bajapuik Menurut Responden Di Kecamatan Sungai Limau dan Pariaman Tengah Tahun 2008 Kategori Generasi Muda PeLaku Orang Tua Laki-laki Perempuan Lakilaki Perempuan Lakilaki Perempuan Ya (98,3) (96,7 (91,7) (98,3) (91,7) Orang Tua Calon Mempeali Saudara Kandung Saudara Pihak Ibu Saudara Pihak Ayah Kakek dan Nenek dari Pihak Ibu Kakek dan Nenek dari Pihak Ayah Tidak 1 (1,7) Total Ya 11 (18,3) Tidak 49 (81,7) Total Ya 35 (58,3) Tidak 25 (41,7) Total Ya 39 (65,0) Tidak 21 (35,0) Total Ya 17 (28,3) Tidak 43 (71,7) Total Ya 10 (16,7) Tidak 50 (83,3) Total Ya 9 15,0 Tidak 51 (85,0) Total Sumber Data Primer (0) 9 (15,0) 51 (85,0) 43 (71,7) 17 (28,3) 53 (88,3) 7 (11,7) 12 (20,0) 48 (80,0) 6 (10,0) 54 (90,0) 6 (10,0) 54 (90,0) 2 (3,3) 16 (26,7) 44 (73,3) 44 (73,3) 16 (26,7) 49 (81,7) 11 (18,3) 45 (75,0) 15 (25,0) 24 (40,0) 36 (,0) 25 (41,7) 35 (58,3) 5 (8,3) 14 (23,3) 46 (76,7) 46 (76,7) 14 (23,3) 47 (78,3) 13 (21,7) 48 (80,0) 12 (20,0) 6 (10,0) 54 (90,0) 5 (8,3) 55 (91,7) 1 (1,7) 2 (3,3) 58 (96,7) 46 (76,7) 14 (23,3) 45 (75,0) 15 (25,0) 54 (90,0) 6 (10,0) 7 (11,7) 53 (88,3) 35 (58,3) 25 (41,7) 5 (8,3) 8 (13,3) 52 (86,7) 41 (68,3) 19 (31,7) 46 (76,7) 14 (23,3) 48 (80,0) 12 (20,0) 18 (30,0) 42 (70,0) 7 (11,7) 53 (88,3) Dari tabel di atas terlihat bahwa kedua kelompok keluarga; urang nan saparuik dan kelompok keluarga induak bako turut serta dalam menangani perkawinan bajapuik. orang tua, calon pengantin, saudara dari pihak ibu, saudara dari pihak ayah, serta kakek dan nenek dari pihak ibu dan pihak ayah, yang terdapat dalam

14 158 struktur keluarga luas (extended familiy) ikut serta dalam perkawinan bajapuik. Selain kedua kelompok keluarga tersebut terdapat kecendrungan pula pada individu yang akan menikah untuk turut berpartisipasi dalam perkawinan. Keterlibatan kelompok keluarga nan saparuik dapat dibagi atas dua; bantuan moril dan materil. Bantuan moril berupa tenaga dan bantuan materil berupa benda seperti uang dan alat-alat kebutuhan rumahtangga. Pemberian bantuan dari pada hakekatnya diberikan oleh anggota keluarga nan saparuik dengan syarat mereka diberi tahu atau diundang pada penyelenggaraan perkawinan. Tanpa mengabaikan peranan bantuan dari aktor-aktor dari nan saparuik, orang tua selaku yang punya hajat pada umumnya mengambil bagian pada uang jemputan 1, meskipun pada awalnya menjadi tanggungjawab mamak. Meskipun ada banyak orang yang akan menangulangi biaya dalam perkawinan bajapuik. Namun orang tua dalam hal ini, merupakan sebagai fondasi harus pula mempersiapkannya lebih awal. Seperti pepatah mengatakan, ingat sebelum kena, hemat sebelum habis. Artinya orang tua yang mempunyai anak perempuan lebih awal sudah mulai berhemat untuk mengantisipasi kemungkinan biaya yang akan dikeluarkan pada saat pernikahan anak perempuan nantinya. Semua bentuk bantuan itu diberikan kepada anak perempuan. Sementara untuk anak laki-laki dalam perkawinan lebih hanya dititik beratkan pada bantuan moril. Adanya perbedaan bantuan yang diberikan kepada anak yang berlainan jenis, lebih di dasarkan pada pelaksanaan perkawinan bajapuik. Pada perkawinan bajapuik anak perempuan dalam pelaksanaan perkawinannya membutuhkan biaya yang cukup besar dan harus mengeluarkan berbagai macam bentuk uang. Sebaliknya dengan perkawinan pada anak laki-laki, orang tua akan menerima uang jemputan atau uang hilang. Sehingga wajarlah untuk pemberian bantuan diberikan kepada anak perempuan dalam pelaksanaan perkawinannya. Sebagai gambaran dapat dilihat dari penuturan informan TM (67 tahun) berikut ini. 1 Uang jemputan dalam artian sebenarnya yang belaku pada masyarakat pedesaan, yakni sebagai uang yang berupa benda seperti emas atau kendaraan atau rumah adalah sebagai modal atau hadiah kepada anak perempuannya yang akan melangsungkan perkawinan. Uang jemputan seperti yang disebutkan di atas dipulangkan dan akan dinikmati oleh calon pengantis sebagai modal bagi mereka untuk berumahtangga. Oleh sebab itu mengenai uang jemputan ini, adalah tanggungjawab orang tua pada umumnya.

15 159 Yang terlibat dalam menangani uang jemputan dan uang hilang (perkawinan bajapuik) tentunya dari kaum perempuan. Jika ibarat kayu yang berat itu dipangkalnya dan jiko rumah yang berat itu rusuknya. Maka dalan hal ini yang memikul yang berat itu adalah orang tua. Tetapi dalam hal ini, biasanya orang tua jauh hari sudah siap sedia dengan uang jemputan dan uang hilang meskipun pada pihak yang lain ada bantuan dari famili lainnya. Segala sesuatu sudah disediakan oleh orang tua. Itu yang dinamakan dengan ingat sebelum kena, hemat sebelum habis. Jika dahulu yang mengingatkan itu adalah mamak, jangan sampai mau berak baru ingat lubang lantai. Selain itu bantuan dari masyarakat juga diperoleh khususnya pada hari H pelaksanaan pesta perkawinan. Sedikit banyak bantuan yang datang dari masyarakat ini tergantung pada siapa yang diundang dan pergaulan yang luas dalam masyarakat. Jika orang yang mempunyai jiwa sosialnya tinggi seperti mau lihat-melihat, tolong-menolong, Alhamdulillah uang yang dibutuhkan dalam pelaksanaan perkawinan bajapuik dapat ditanggulangi. Kondisi ini, sedikit berbeda pada orang yang mempunyai ekonomi lemah, tidak pula mempunyai mamak dan kurang pula pergaulan dapat saja sampai menggadaikan sawah untuk penyelenggaran perkawinan itu. Karena uang yang diperoleh dari pesta perkawinan hanya sekedarnya saja. Tetapi dalam kenyataan yang ada saat ini, pada hakekatnya uang hilang itu tidak membebani pihak perempuan karena ini sesuai pula dengan zaman dimana perhubungan sudah lancar, manusia sekarang telah mempunyai akal yang panjang dan pergaulan yang luas, maka tidak ada yang sampai menjual dan menggadaikan. Oleh sebab itu ada banyak cara yang dilakukan untuk pelaksanaan pesta di daerah si Cincin mamak mengumpulkan infak. Selain itu mamak juga mengingatkan kepada adik atau kakaknya yang perempuan bahwa jika mau melakukan pesta apakah sudah ada persiapan. Dari tuturan informan di atas, ada kecenderungan bantuan yang diberikan dalam perkawinan bajapuik, sebenarnya kembali kepada orang tua. Kondisi ekonomi di lingkungan keluarga luas turut pula menentukan, selain pergaulannya dalam masyarakat. Meskipun demikian pada realita yang ada, perkawinan bajapuik tidak mendatangkan kerugian kepada pihak perempuan dan namun justru

16 1 mendatangkan keuntungan. Sebagai gambaran yang diperoleh dari observasi partisipan diperoleh besarnya bantuan materil bervariasi, tergantung kepada kemampuan ekonomi masing-masing anggota keluarga. Tetapi patokan yang umum, untuk orang yang berasal dari pangka dahan, sebutan untuk mamak, biasa lebih besar jika dibandingkan dengan undangan umum lainnya. Mamak yang berprofesi sebagai sopir jumlah bantuannya Rp ribu; mamak yang berprofesi sebagai PNS dan punya usaha tambahan lainnya, jumlah bantuan masing-masingnya Rp 3,5 juta dan 2 juta; dan mamak yang profesinya sebagai pegawai swasta (bangunan), jumlah bantuannnya 1 juta. Kemudian adik perempuan dari ibu (tante dan Uncu) juga memberi bantuan uang. Masingmasingnya berjumlah Rp1 juta dan Rp3 juta. Kemudian dari pihak nenek dan kakek kandung memberi bantuan yang jumlahnya 1 juta. Begitu juga dari adik nenek, yang tergabung dalam 1 keluarga, jumlahnya berkisar dari Rp 1 juta sampai Rp 2 juta. Bantuan dari keluarga nan saparuik akan terlihat jelas, ketika malam baretong diadakan. Pada saat itu anggota keluarga yang berasal dari nan saparuik berkumpul setelah pesta perkawinan dilaksanakan. Jika dahulu, malam baretong dilakukan 2 atau 3 hari setelah pesta perkawinan dilakukan, namun sekarang ada kecenderungan dilakukan pada hari sama tepatnya pada malam hari sholat magrib. Ini dilakukan dalam rangka efisiensi waktu--anggota keluarga nan saparuik banyak di antaranya yang tidak lagi tinggal bekerja diwilayah yang sama yang disebabkan oleh profesi yang ditekuninya berbeda. Pada malam malam baretong pada umumnya dihadiri oleh kaum laki-laki. Pada saat ini akan terlihat jelas peranan mamak dalam pelaksanaan perkawinan kemenakannya. Selain itu, masyarakat lingkungan sekitar turut hadir pula pada, terutama mereka yang cukup dekat hubungan emosionalnya pada keluarga yang mempunyai pesta. Biasanya undangan yang datang pada malam baretong ini, sumbangan lebih besar jika dibandingkan undangan yang datang siang hari. Pada malam itu akan dihitung seluruh hasil dan amplop serta kado yang dibawa oleh para undangan, baik yang diserahkan langsung ataupun melalui kiriman, sehingga pada malam itu disebut juga dengan malam baretong (malam menghitung). Pada malam baretong ini akan terkumpul sumbangan para sanak-famili dan kerabat

17 161 terdekat serta para undangan lainnya. Untuk menyebutkan dan menerima sumbangan, ditunjuk seorang ninik mamak yang sudah biasa dipakai dalam masyarakat setempat. Ninik mamak inilah yang menyebutkan satu-persatu siapa saja yang memberikan sumbangan. Pada akhir acara ini ninik mamak akan menyebutkan modal pesta dan jumlah uang yang di peroleh dari penyelenggaraan pesta mulai dari siang hingga malam hari. Semua benda yang dibawa oleh para undangan, baik yang berupa uang ataupun berupa kado semuanya masuk dalam penerimaan pesta. Dari hasil sumbangan ini semua biaya yang telah terpakai, baik untuk pesta, uang jemputan (uang hilang) di keluarkan. Biasanya keluarga yang mempunyai status yang tinggi dalam masyarakat akan memperoleh keuntungan dari pelaksanaan perkawinan bajapuik, karena mempunyai banyak kenalan, disegani, dan mempunyai sosial yang tinggi, maka uang yang diperoleh dari penyelenggaraan pesta juga cukup banyak. Selain itu, dalam pelaksanan malam baretong ini adanya upaya untuk harus mencukupi dana yang dikeluarkan dari penyelenggaraan pesta atau istilah setempat disebut ulang aie. Artinya perhitungan diulangi kembali untuk mencarikan kekurangan uang untuk menutupi biaya pesta, sampai biaya pesta dapat terpenuhi. Bahkan kadang-kadang uang yang diperoleh dari ulang aie melebihi dari modal pesta, sehingga penyelenggaraan perkawinan bajapuik menjadi beruntung pula pada akhirnya. Kemudian bantuan dari induak bako, pada umumnya berbentuk emas seperti; gelang atau satu set kalung. Selain itu induak bako juga membawa berbagai hadiah lainnya berupa pakaian dan alat-alat untuk makan yang berupa, cangkir, piring, gelas minum, tembala, kain baju, sandal dan sebagainya. Jumlahnya bervariasi tergantung pada kemampuan ekonomi dari bako. Selain itu kebiasaan masing-masing nagari turut pula mempengaruhi besar kecil dan jenis bawaannya yang diberikan bako kepada anak pisangnya. Seperti yang terjadi di kenagarian Kuranji Hilir khususnya di daerah Sungai Geringging, pemberian dari bako berupa seekor kerbau dan uang jutaan rupiah 2. Pemberian dari bako ini ditujukankan kepada anak daro (mempelai perempuan), sebagai modal baginya untuk menjalankan rumahtangga. Oleh sebab itu, untuk pemberian langsung diserahkan kepada mempelai perempuan dan menjadi hak miliknya. Inilah yang 2 Wawancara dengan salah seorang Informan penenlitian dari kalangan Alim Ulama pada tanggal 14 Juni 2008.

18 162 dinamakan ba induak bako. Berbeda bantuan dari kelompok nan saparuik, setelah uang terkumpul melalui malam baretong, uang langsung diserahkan kepada orang tua. Melalui orang tua, uang itu didistribusi untuk membayar kebutuhan pesta yang seharusnya dikeluarkan. Semua pemberian yang berasal dari keluarga luas itu diserahkan dalam dua kurun waktu yaitu pada pesta perkawinan dan pada malam baretong. Pemberian dari bako kepada anak pisangnya dilakukan pada siang hari, saat pesta diadakan dan langsung diserahkan kepada anak daro atau yang sebut juga dengan acara ba bko ba bakian. Pemberian dari bako ini, menjadi hak milik anak daro dan dapat digunakan sebagai modal baginya untuk berumahtangga, sedangkan pemberian dari pihak ibu (nan saparuik) diberikan pada malam hari, saat malam baretong 3. Pada saat itu semua anggota keluarga berkumpul, termasuk undangan lain yang belum sempat hadir. Pemberian dari pihak ibu diterima oleh ninik mamak, kemudian diserahkan kepada orang tua. Oleh orang tua pemberian itu dapat digunakan untuk kebutuhan perkawinan termasuk untuk uang jemputan atau uang hilang. Semua anggota keluarga yang tercakup dalam keluarga luas ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan pesta perkawinan. Ini sekaligus mencerminkan nilai-nilai adat yang mengatakan, ketek anak awak dan gadang anak urang. Jadi seorang anak sewaktu kecil menjadi tanggungan orang tuannya, dan setelah dewasa atau mau berumahtangga menjadi tanggungan bersama yakni keluarga besar, sehingga perkawinan bajapuik yang memberatkan orang tua menurut pandangan orang yang tidak memahami atau orang dari luar Pariaman tidak bertemu dalam masyarakat ini. Dengan adanya kerjasama di antara anggota keluarga itu, maka perkawinan bajapuik menjadi eksis hinggga sampai saat ini. Adanya bantuan dan kerjasama di antara anggota keluarga keluarga besar (extended family dalam tradisi bajapuik, telah membuktikan bahwa ikatan kekerabatan menyediakan jaringan kepada individu-individu sebagai tempat untuk 3 Adalah malam menghitung seluruh dana yang masuk dan dana keluar. Sehingga dari perhitungan tersebut akan terlihat apakah suatu pelaksanaan perkawinan tersebut beruntung atau merugi. Kebiasaan yang berlaku di Pariaman tidak ada pesta perkawinan yang merugi. Jika pada perhitungan pertama terlihat ada kekurangan dana yang masuk maka yang memimpin acara baretong akan melakukan dulang air, sampai terpenuhi dana yang akan keluar. Sehingga orang tua setelah usai pelaksanaan perkawinan tidak ada yang berutang.

19 163 mencari bantuan ekonomi dan sosial ketika mereka membutuhkan (Sussman dan Burchinal, 1979) Keterlibatan Keluarga Batih (Nuclear Family) Memberi Ruang Bagi Eksistensinya Perkawinan Bajapuik Tradisi bajapuik telah terpola sebagai sebuah kultur dalam masyarakat, sehingga kontaminasi modernisasi belum mampu mengendapkan budaya ini. Kondisi kultural yang fenomenologis ini membuktikan, bahwa budaya lokal yang telah terpola dan mapan dalam masyarakat. Untuk itu sulit dirubah dan ia tetap dianggap menjadi sebuah kearifan budaya oleh masyarakat setempat, sekalipun konsep budaya lokal itu dipandang miring oleh sekelompok orang terutama generasi muda yang tidak memahami makna dari tradisi bajapuik itu sendiri. Begitu juga dari orang yang berasal dari luar Pariaman, tidak jarang pula menjadi bahan olok-olokan bagi mereka. Meskipun demikian dalam prakteknya, tradisi bajapuik ini semakin trend dan sulit ditinggalkan oleh laki-laki Pariaman yang hendak melangsungkan pernikahan, sekalipun pernikahan mereka dibangun atas dasar saling suka-menyukai. Di satu sisi masyarakat sendiri juga belum mampu dengan tegas menggugatnya, sehingga imbalan material untuk laki-laki yang akan dijadikan menantu selalu dan terus ada dalam pelaksnaan tradisi bajapuik, sekalipun roda zaman telah berputar. Dengan demikian tidak semua lapisan masyarakat yang mendukung keberadaan tradisi bajapuik sebagai sebuah tradisi, meski secara umum tradisi itu hingga saat ini tetap eksis. Dalam teori budaya dikatakan, pendukung yang setia dari suatu tradisi berada pada golongan tua (Sutrisno dan Putranto, 2005). Assumsi ini tentu dapat dipahami bahwa golongan tua telah lama hidup dan mengetahui cukup banyak mengenai tradisi, sekaligus mengetahui kenapa suatu tradisi muncul dan makna-makna apa yang terkandung dalam suatu tradisi. Tetapi dalam hal ini tidak dapat digeneralisasi, bahwa setiap individu yang termasuk pada golongan tua paham dan mengerti mengenai tradisi. Golongan tua yang termasuk pada kategori ini adalah mereka yang tidak menetap cukup lama di dalam kawasan tradisi ini, sehingga pemahamannnya terhadap tradisi menjadi memudar, seperti yang terdapat pada sebagian generasi muda. Meskipun terdapat

20 164 tingkat-tingkat pemahaman dari suatu tradisi dari berbagai lapisan, tetapi tradisi bermanfaat bagi kehidupan masyarakat akan tetap dipertahankan keberadaannya, seperti yang terjadi dalam tradisi bajapuik. Sebagaimana kita ketahui, generasi muda adalah golongan yang secara psikologis belum matang dalam mengambil suatu tindakan, dan tindakan yang diambil cenderung didasarkan atas emosional dan tanpa pikir panjang. Untuk menyelesaikan sesuatu itu dengan jalan pintas. Padahal di dalam tradisi bajapuik mengandung nilai-nilai yang secara ekplisit dan implisit. Bagi keluarga pihak perempuan menyangkut usaha untuk mendapatkan jodoh dan keturunan tetapi lebih dari itu yakni menutupi malu keluarga dan kaum bagi keluarga pihak perempuan, sedangkan bagi keluarga pihak laki-laki adalah menyangkut status dan prestise dimata masyarakat. Jadi keterlibatan generasi muda khususnya calon pengantin laki-laki dalam tradisi bajapuik dalam rangka menembus tekanan struktural dan kultural dan agar tradisi bajapuik tetap berlangsung. Bila tindakan itu tidak dilakukan, implikasi yang akan diterimanya seperti; perkawinan tidak dapat terlaksana dan munculnya cemoohan di lingkungan keluarga luas (extended family) dan masyarakat pada umumnya. Untuk itu berbagai cara yang dilakukan agar perkawinan tetap berlangsung. Sikap-sikap yang muncul dalam tradisi bajapuik, khususnya yang dilakukan oleh generasi muda antara lain: 1. Calon pengantin laki-laki menanggulangi uang japuik sepenuhnya 2. Calon pengantin laki-laki menanggulangi uang japuik sebagian 3. Calon pengantin laki-laki memberikan usulan kepada orang tua mengenai jumlah uang japuik. Pola pertama, calon pengantin laki-laki memberikan sejumlah uang kepada pihak perempuan. Tindakan ini dilakukan karena didukung oleh potensi diri dari calon penganting laki. Biasanya berasal dari kalangan terdidik dan mempunyai pekerjaan yang memadai. Ikut serta calon pengantin laki-laki menanggulangi uang hilang ini karena situasi yang tidak mendukung. Artinya dari pihak keluarganya bersekukuh meminta uang japuik sebagai syarat dari berlangsungnya suatu perkawinan. Sementara dari pihak perempuan tidak mempunyai kesanggupan untuk memenuhinya atau berasal dari luar Pariaman

21 165 sehingga tradisi itu tidak menjadi kelaziman dalam adat perkawinannya. Keikut sertaan calon pengantin laki-laki tersebut dapat dipahami dari penuturan informan Bapak M, umur 70 tahun berikut ini. Saya mempunyai anak laki-laki 5 orang. 4 orang diantaranya sudah menikah. Dari keempat anak laki-lakinya tersebut 2 orang diantaranya yang memakai tradisi bajapuik dan 2 orang yang tidak memakai tradisi bajapuik. 2 orang yang tidak memakai tradisi bajapuik itu sepertinya, dia sangat menyukai calonnya. Selain itu, kedua anaknya tersebut telah mempunyai pekerjaan yang mapan. Sehingga pada saat memperhitungkan uang japuik antar keluarga, anaknya (calon mempelai) memberikan pernyataan untuk jangan meminta uang japuik kepada pihak perempuan. Untuk kebutuhan pesta, biarlah saya yang menanggung seluruh biaya. Pemberian uang dari calon pengantin laki-laki dalam rangka untuk terlaksananya perkawinan dapat dilakukan dengan dua cara; 1) diserahkan kepada calon pengantin perempuan; 2) diserahkan kepada orang tua laki dari calon pengantin laki-laki sendiri. Pada cara pertama, calon pengantin laki-laki memberikan langsung kepada calon pengantin perempuan. Kemudian dari calon pengantin perempuan diserahkan kepada orang tuanya, agar pada saat pernikahan uang japuik itu dapat diserahkan kepada pihak laki-laki sebagai syarat untuk untuk dapat membawa calon pengantin laki-laki untuk melakukan pernikahan. Pemberian pada cara pertama ini, biasanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi tanpa diketahui oleh pihak keluarga dan calon pasangan sama-sama berasal Pariaman. Kemudian pada cara kedua, biasanya perkawinan dilakukan dengan orang dari luar Pariaman. Antara calon pengantin laki-laki dengan orang tuanya telah membuat kesepakatan sebelumnya, agar jangan meminta uang japuik dalam perkawinannya nanti. Jadi ketika pihak perempuan datang meminang, masalah mengenai uang japuik tidak dibicarakan lagi. Kepada ninik mamak yang memimpin acara tersebut dikatakan secara formal ada tetapi jumlahnya tidak disebutkan, seperti perkawinan yang berlangsung pada salah seorang anak informan berikut ini. Pola kedua, laki-laki memberi uang sebagian kepada pihak pengantin perempuan. Pola kedua ini tidak jauh berbeda dengan pola pertama. Hanya saja

22 166 pengantin laki-laki memberi bantuan sebagian dari jumlah uang japuik yang diminta oleh keluarga kepada calon pengantin perempuan. Pemberian ini dilakukan sebelum pernikahan dilangsungkan dan diberikan secara sembunyi tanpa diketahui oleh pihak keluarganya. Uang ini diberikan kepada calon pengantin perempuan dan selanjutnya diserahkan kepada orang tuanya sebagai penambah uang japuik yang telah disediakan. Sebagaimana yang terjadi pada perkawinan salah satu anak dari informan ini. Di mana perkawinan yang berlangsung sesama orang Pariaman. Pertemuan antara keduanya dengan cara di jodohkan. Perempuan berwiraswasta (usaha bordiran), dan laki-laki bekerja sebagai sopir truk. Pada awalnya orang tua dari laki-laki menginginkan menantu sesama orang Pariaman. Sementara di pihak perempuan juga sedang mencari menantu pula. Seperti Ibarat, pucuk dicinta, ulam tiba, atau seperti gayung bersambut. Maka kedua calon tersebut di pertemukan dan ternyata cocok. Setelah itu, atas aba-aba dari pihak laki-laki, untuk meminta pihak perempuan datang ke rumah laki-laki untuk meninjau dan sekaligus bersilaturahmi dengan calon bisan. Pada acara ini, pihak perempuan membawa, dua sisir pisang dan satu baki lapek bugis sebagai pembuka pintu. Pertemuan kedua, pihak perempuan datang lagi ke rumah laki-laki dan kedatangan ini untuk membicarakan tata cara dan syarat syarat yang harus dipenuhi untuk terjadinya suatu perkawinan. Pada pertemuan keluarga yang kedua ini dihadiri oleh ninik mamak kedua belah pihak. Pada pertemuan inilah ditetapkan uang jemputan dan uang hilangnya dan uang Selo. Pada waktu persyaratan adat yang diminta, emas sebanyak 2 emas dan uang Rp 2,5 juta dan uang selo Rp Uang jemputan dan uang Selo di bayar oleh orang tua dan uang jemputan sebagian (Rp 1,5 juta) ditanggulangi oleh mamak dari pihak perempuan karena calon mempelai laki-laki membatu uang hilang sebanyak Rp 1 Juta, tanpa sepengetahuan dari keluarganya. Bantuan ini sifat secara sembunyi dan pada waktu penyerahan kepada pihak laki-laki pada saat akad nikah dilangsung tetap dibunyikan sejumlah yang diminta pada kesepakatan awalnya (Wawancara 23 Desember 2008). Pola ketiga, calon pengantin laki-laki memberi usulan kepada orang tua mengenai jumlah uang hilang. Usulan ini hanya untuk pengurangan jumlah uang hilang yang harus dikeluarkan oleh pihak perempuan dan tidak untuk

23 167 menghapuskan sama sekali uang hilang tersebut. Pola ini dilakukan oleh pengantin laki-laki karena menyukai yang perempuan tetapi kurang berdaya dari segi ekonomi. Usulan mengenai pengurangan uang hilang dilakukan sebelum tukar cincin dan calon pengantin laki-laki dengan langsung menyampaikan kepada orang tuanya. Ketika ada pertemuan orang tua kedua belah pihak orang tua dari pihak laki-laki dapat mempertimbangkan usulan dari anaknya dan menyampaikan sesuai dengan kesepakatan orang tua dan anak dibelakang. Tindakan yang dilakukan oleh calon pengantin laki-laki memberi usulannya sebelum dilakukan tukar cincin kepada orang tuanya. Ketiga pola tindakan generasi muda di atas dilakukan dalam rangka untuk mendapatkan calon isteri yang dinginkannya. Selanjutnya dengan tindakan generasi muda seperti itu justru dapat dipahami sebagai tindakan yang mendukung tradisi bajapuik. Karena begitu kuatnya nilai-nilai dan norma-norma menekan induvidu memaksanya mengambil pilihan lain. Meskipun tindakan itu dilakukan secara tersembunyi, tetapi tujuan akhir adalah untuk menyatakan kepada masyarakat umum bahwa mereka tetap melaksana tradisi bajapuik dalam pelaksanaan perkawinannya. Tindakan generasi muda itu tanpa keterlibatan keluarga batih (nuclear family) tidak akan terlaksana. Artinya keluarga batih (nuclear family) memberi ruang bagi eksisnya tradisi bajapuik Tradisi Bajapuik Dalam Teori Pertukaran Tradisi bajapuik yang dilaksanakan dalam masyarakat pada umumnya mempertimbangkan dua nilai yakni: nilai ekonomi dan nilai budaya. Kedua bentuk nilai itu terdapat pada keluarga kedua belah pihak; baik pihak keluarga perempuan maupun pihak keluarga laki-laki dan sekaligus menjadikan tradisi bajapuik dapat eksis dalam menghadapi perubahan masyarakat. Peran tradisi bajapuik semakin penting dalam pergulatan pencarian jodoh, terutama bagi pihak keluarga perempuan yang mempunyai anak gadis yang telah cukup umur untuk menikah, dengan mengambil pilihan yang dipertimbangkan (choosing knowleadgeably). Sistem perkawinan masyarakat Pariaman yang terintegrasi dalam sistem adat Minangkabau merupakan proses pertukaran yang melibatkan dua pihak; antara pihak keluarga perempuan dengan pihak keluarga

24 168 laki-laki. Khusus untuk pihak keluarga laki-laki dalam melakukan pertukaran lebih berorientasi ekonomi ketimbang orientasi nilai budaya, meskipun keduanya tetap dimiliki sebagai dasar bertindak dalam melakukan pertukaran dalam tradisi bajapuik dan sekaligus sebagai strategi untuk mendapatkan modal untuk pelaksanaan perkawinan bagi anak laki-lakinya. Ketika pihak keluarga perempuan melaksanakan tradisi bajapuik, maka pilihan tindakan yang diambil lebih berorientasi nilai budaya awalnya ketimbang nilai ekonomi, meskipun pada akhirnya keduanya menjadi pertimbangan juga baik bagi masyarakat yang berada di perdesaan maupun di perkotaan. Artinya jauh dekatnya aktor dengan lingkungan budaya tidak berpengaruh terhadap pilihan yang akan diambil dan kedua nilai itu tetap menjadi pertimbangan dalam tradisi bajapuik. Berkaitan dengan teori pertukaran dan pengaruh lingkungan dalam pelaksanaan perkawinan, adanya tradisi bajapuik sebagai bentuk pilihan yang dipertimbangkan (choosing knowleadgeably), agar mendatangkan keuntungan bagi aktor yang melakukan pertukaran. Semakin dominan tradisi bajapuik dilakukan dalam pelaksanaan perkawinan, maka semakin dominan pilihan yang dipertimbangkan (choosing knowleadgeably) diambil sebagai dasar dalam melakukan pertukaran. Sebaliknya, apabila pelaksanaan perkawinan tidak lagi melakukan tradisi bajapuik sebagai sarana pencarian jodoh secara umum, maka pilihan yang tidak dipertimbangkan (choosing default) akan semakin dominan dalam pelaksanaan pertukaran antara pihak keluarga perempuan dengan pihak keluarga laki-laki. Oleh karena itu pilihan untuk melaksanakan tradisi bajapuik terletak pada pilihan yang di pertimbangkan untuk mengeksiskan tradisi bajapuik yang akan mampu memberikan keuntungan terutama kepada pihak keluarga perempuan. Untuk mempertahankan (eksis) tradisi bajapuik, hanyalah dapat dilakukan dengan mewarisi (sosialisasi) dan menanamkan nilai-nilai (integrasi) yang ada dalam masyarakat. Eksistensi tradisi bajapuik justru terletak pada pemahaman nilai-nilai, terutama bagi pihak keluarga perempuan dalam pelaksanaan perkawinan.

BAB VIII PENUTUP 8.1. Kesimpulan di Tataran Empirik

BAB VIII PENUTUP 8.1. Kesimpulan di Tataran Empirik BAB VIII PENUTUP 8.1. Kesimpulan di Tataran Empirik Berdasarkan permasalahan dan tujuan penelitian yang dirumuskan sebelumnya, maka pada bab ini dapat dibuat kesimpulan sebagai jawaban terhadap permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perkawinan pada dasarnya merupakan manifestasi keinginan manusia untuk hidup berkelompok. Keinginan itu tercermin dari ketidakmampuan untuk hidup sendiri.

Lebih terperinci

LAMPIRAN HASIL WAWANCARA

LAMPIRAN HASIL WAWANCARA LAMPIRAN HASIL WAWANCARA 83 LAMPIRAN Wawancara Dengan Bapak Eriyanto, Ketua Adat di Karapatan Adat Nagari Pariaman. 1. Bagaimana Proses Pelaksanaan Tradisi Bajapuik? - Pada umumnya proses pelaksanaan perkawinan

Lebih terperinci

BAB VI PERTUKARAN DAN LINGKUNGAN SOSIAL DALAM TRADISI BAJAPUIK

BAB VI PERTUKARAN DAN LINGKUNGAN SOSIAL DALAM TRADISI BAJAPUIK BAB VI PERTUKARAN DAN LINGKUNGAN SOSIAL DALAM TRADISI BAJAPUIK Pada hakekatnya pertukaran sosial sebagai suatu transaksi ekonomi karena orang berhubungan didasarkan dengan orang lain karena mengharapkan

Lebih terperinci

BAB V NILAI-NILAI, DASAR DAN BENTUK-BENTUK PERTUKARAN DALAM TRADISI BAJAPUIK

BAB V NILAI-NILAI, DASAR DAN BENTUK-BENTUK PERTUKARAN DALAM TRADISI BAJAPUIK BAB V NILAI-NILAI, DASAR DAN BENTUK-BENTUK PERTUKARAN DALAM TRADISI BAJAPUIK 5.1.Nilai Pertukaran Dalam Tradisi Bajapuik Tradisi bajapuik merupakan sub sistem dari sistem perkawinan masyarakat sejak dulu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan beragam etnis dan budaya. Terdiri

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan beragam etnis dan budaya. Terdiri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan beragam etnis dan budaya. Terdiri dari ribuan pulau yang dipisahkan oleh lautan, menjadikan negara ini memiliki etnis serta

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I. PENGANTAR... 1

DAFTAR ISI BAB I. PENGANTAR... 1 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i PERNYATAAN... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR ISTILAH... viii DAFTAR TABEL DAN GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xiii INTISARI... xiv ABSTRACT... xv BAB I. PENGANTAR... 1

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 61 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Perkawinan Menurut Hukum Adat Minangkabau di Kenagarian Koto Baru, Kecamatan Koto Baru, Kabupaten Dharmasraya, Provinsi Sumatera Barat. Pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. perkawinan yang pantang oleh adat. Di Kenagarian Sungai Talang yang menjadi

BAB V PENUTUP. perkawinan yang pantang oleh adat. Di Kenagarian Sungai Talang yang menjadi 1 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Pelanggaran kawin sasuku pada masyarakat Minangkabau dianggap sebagai perkawinan yang pantang oleh adat. Di Kenagarian Sungai Talang yang menjadi lokasi penelitian ini terdapat

Lebih terperinci

Tujuan Umum Pembelajaran Mampu berkomunikasi dengan menerapkan prinsip budaya setempat (Minangkabau)

Tujuan Umum Pembelajaran Mampu berkomunikasi dengan menerapkan prinsip budaya setempat (Minangkabau) PENGAMBILAM KEPUTUSAN DALAM KELUARGA MENURUT BUDAYA MINANGKABAU Oleh : Dra. Silvia Rosa, M. Hum Ketua Jurusan Sastra Daerah Minangkabau FS--UA FS Tujuan Umum Pembelajaran Mampu berkomunikasi dengan menerapkan

Lebih terperinci

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO. 42 BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN 1974 A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.1/1974 Pelaksanaan Pernikahan Suku Anak Dalam merupakan tradisi

Lebih terperinci

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan oleh: SITI SOLIKAH F100040107 Kepada FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian

Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian LAMPIRAN 143 144 Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian 145 146 Lampiran 3 Pengukuran Variabel Penelitian untuk Jawaban Pengetahuan No. Pernyataan Betul Salah Pengetahuan tentang keluarga sistem matrilineal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan saat-saat penting dalam kehidupan seseorang. Peristiwa-peristiwa penting

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan saat-saat penting dalam kehidupan seseorang. Peristiwa-peristiwa penting BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan manusia, kita mengenal adanya siklus hidup, mulai dari dalam kandungan hingga kepada kematian. Berbagai macam peristiwa yang dilalui merupakan saat-saat

Lebih terperinci

Orang Ujung Gading. Etnografi. Nuriza Dora 1)

Orang Ujung Gading. Etnografi. Nuriza Dora 1) 1 Nuriza Dora 1) Daerah perbatasan merupakan kawasan tempat bertemunya beberapa suku bangsa beserta kebudayaannya. Pada perkembangan selanjutnya di tempat tersebut akan muncul kebudayaan baru atau percampuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Peristiwa penting tersebut dikaitkan dengan upacaraupacara yang bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Minangkabau. Tradisi ini dapat ditemui dalam upacara perkawinan, batagak gala

BAB I PENDAHULUAN. Minangkabau. Tradisi ini dapat ditemui dalam upacara perkawinan, batagak gala BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bararak adalah suatu tradisi yang terdapat dalam kehidupan masyarakat Minangkabau. Tradisi ini dapat ditemui dalam upacara perkawinan, batagak gala (pengangkatan) penghulu,

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENGANGAKATAN ANAK TERHADAP BAPAK KASUN YANG TERJADI DI DESA BLURI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN

BAB III PELAKSANAAN PENGANGAKATAN ANAK TERHADAP BAPAK KASUN YANG TERJADI DI DESA BLURI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN BAB III PELAKSANAAN PENGANGAKATAN ANAK TERHADAP BAPAK KASUN YANG TERJADI DI DESA BLURI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN A. Sekilas Tentang Bapak Kasun Sebagai Anak Angkat Bapak Tasral Tasral dan istrinya

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. KAJIAN TENTANG PERKAWINAN DI DUNIA

LAMPIRAN 1. KAJIAN TENTANG PERKAWINAN DI DUNIA 187 LAMPIRAN 1. KAJIAN TENTANG PERKAWINAN DI DUNIA No Nama Peneliti Tahun Bidang Judul Fokus Ilmu 1. J.P. Mclennan 1865 Antropologi Primitive Marriage Pada perkawinan rampas 2. Bachoffen 1880 Antropologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam upaya ini pemerintah berupaya mencerdaskan anak bangsa melalui proses pendidikan di jalur

Lebih terperinci

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 234 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Perkawinan merupakan rentetan daur kehidupan manusia sejak zaman leluhur. Setiap insan pada waktunya merasa terpanggil untuk membentuk satu kehidupan baru, hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam masyarakat, perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan merupakan suatu pranata dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunitas masyarakat matrilineal paling besar di dunia (Kato, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. komunitas masyarakat matrilineal paling besar di dunia (Kato, 2005). BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Minangkabau merupakan satu-satunya budaya yang menganut sistem kekerabatan matrilineal di Indonesia. Masyarakat Minangkabau merupakan komunitas masyarakat matrilineal

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 1 2 TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Studi Penelitian di Pengadilan Agama Kota Gorontalo) Nurul Afry Djakaria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan agamanya, semenjak dahulu menjadi perhatian khas dari para ilmuwan dan para

BAB I PENDAHULUAN. dan agamanya, semenjak dahulu menjadi perhatian khas dari para ilmuwan dan para BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Daerah Sumatera Barat beserta masyarakatnya, kebudayaannya, hukum adat dan agamanya, semenjak dahulu menjadi perhatian khas dari para ilmuwan dan para cendikiawan

Lebih terperinci

(Elisabeth Riahta Santhany) ( )

(Elisabeth Riahta Santhany) ( ) 292 LAMPIRAN 1 LEMBAR PEMBERITAHUAN AWAL FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS INDONUSA ESA UNGGUL JAKARTA Saya mengucapkan terima kasih atas waktu yang telah saudara luangkan untuk berpartisipasi dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 5.1 Simpulan. Seluruh kebudayaan yang ada di bumi ini memiliki keunikan masingmasing

BAB V PENUTUP. 5.1 Simpulan. Seluruh kebudayaan yang ada di bumi ini memiliki keunikan masingmasing BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Seluruh kebudayaan yang ada di bumi ini memiliki keunikan masingmasing di dalamnya. Termasuk Indonesia yang memiliki kekayaan dan keragaman budaya dengan ciri khas masing-masing.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sangat membutuhkan adanya suatu aturan-aturan yang dapat mengikat manusia dalam melakukan perbuatan baik untuk diri sendiri dalam

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. masih dijalankan dalam masyarakatnya. Di Nagari Batu Gajah salah satu tradisi

BAB V PENUTUP. masih dijalankan dalam masyarakatnya. Di Nagari Batu Gajah salah satu tradisi BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Tradisi adalah adat atau kebiasaan turun temurun dari nenek moyang yang masih dijalankan dalam masyarakatnya. Di Nagari Batu Gajah salah satu tradisi yang masih dilaksanakan

Lebih terperinci

Dahulu bangso nan baharago kini pitih nan paguno (Dahulu bangsa yang berharga, kini uang yang berguna)

Dahulu bangso nan baharago kini pitih nan paguno (Dahulu bangsa yang berharga, kini uang yang berguna) BAB V KESIMPULAN Kehidupan sehari-hari Minangkabau modern di kampung dan perkotaan pada tahun 1900-1940-an diwarnai oleh nilai-nilai keislaman dan nilai-nilai Barat. Islam hadir sebagai bagian yang integral

Lebih terperinci

BAB IV KOMPARASI PANDANGAN MAJELIS ADAT ACEH (MAA) DAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA (MPU) KOTA LANGSA TERHADAP PENETAPAN EMAS SEBAGAI MAHAR

BAB IV KOMPARASI PANDANGAN MAJELIS ADAT ACEH (MAA) DAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA (MPU) KOTA LANGSA TERHADAP PENETAPAN EMAS SEBAGAI MAHAR BAB IV KOMPARASI PANDANGAN MAJELIS ADAT ACEH (MAA) DAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA (MPU) KOTA LANGSA TERHADAP PENETAPAN EMAS SEBAGAI MAHAR Setelah mempelajari lebih lanjut mengenai hal-hal yang terkandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Perempuan merupakan kaum yang sering di nomor duakan di kehidupan sehari-hari. Perempuan seringkali mendapat perlakuan yang kurang adil di dalam kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAB IV PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU DI NAGARI PARIANGAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU DI NAGARI PARIANGAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU DI NAGARI PARIANGAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Praktek Pewarisan Harta Pusaka Tinggi Tidak Bergerak di

Lebih terperinci

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan suatu perbuatan hukum. Perkawinan menimbulkan hak dan kewajiban kepada para pihak yang mengikatkan diri pada suatu perkawinan. Hak dan kewajiban tersebut harus dipenuhi

Lebih terperinci

VI. KARAKTERISTIK RESPONDEN KONSUMEN RESTORAN KHASPAPI

VI. KARAKTERISTIK RESPONDEN KONSUMEN RESTORAN KHASPAPI VI. KARAKTERISTIK RESPONDEN KONSUMEN RESTORAN KHASPAPI Pengunjung restoran yang mengkonsumsi menu makanan dan minuman di Restoran Khaspapi memiliki latar belakang sosial dan ekonomi yang berbedabeda. Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, tetapi belakangan ini budaya Indonesia semakin menurun dari sosialisasi

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, tetapi belakangan ini budaya Indonesia semakin menurun dari sosialisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan budaya Indonesia mengalami pasang surut, pada awalnya, Indonesia sangat banyak mempunyai peninggalan budaya dari nenek moyang kita terdahulu, hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. garis keturunan berdasarkan garis bapak (patrilinial), sedangkan pada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. garis keturunan berdasarkan garis bapak (patrilinial), sedangkan pada masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umunmya sistem kekerabatan suku bangsa yang ada di Indonesia menarik garis keturunan berdasarkan garis bapak (patrilinial), sedangkan pada masyarakat Minangkabau

Lebih terperinci

BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI

BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI 8.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan dalam penelitan ini maka dibuat kesimpulan dari fokus kajian mengenai, perubahan ruang hunian, gaya hidup dan gender,

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kebudayaan dalam arti luas adalah perilaku yang tertanam, ia merupakan totalitas dari sesuatu yang dipelajari manusia, akumulasi dari pengalaman yang dialihkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keluarga dan Fungsi Keluarga Perkawinan menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 bertujuan untuk membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, beberapa budaya Indonesia yang terkikis oleh budaya barat sehingga generasi muda hampir melupakan budaya bangsa sendiri. Banyak

Lebih terperinci

PERUBAHAN UANG PARAGIAH JALANG DALAM ADAT PERKAWINAN PARIAMAN DI NAGARI SUNGAI SARIAK KECAMATAN VII KOTO KABUPATEN PADANG PARIAMAN ARTIKEL

PERUBAHAN UANG PARAGIAH JALANG DALAM ADAT PERKAWINAN PARIAMAN DI NAGARI SUNGAI SARIAK KECAMATAN VII KOTO KABUPATEN PADANG PARIAMAN ARTIKEL PERUBAHAN UANG PARAGIAH JALANG DALAM ADAT PERKAWINAN PARIAMAN DI NAGARI SUNGAI SARIAK KECAMATAN VII KOTO KABUPATEN PADANG PARIAMAN ARTIKEL EKA OKTAVIA 11070078 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI SEKOLAH

Lebih terperinci

PERATURAN NAGARI SUNGAI KAMUYANG NOMOR : 05 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA AKAD NIKAH DAN BARALEK KAWIN

PERATURAN NAGARI SUNGAI KAMUYANG NOMOR : 05 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA AKAD NIKAH DAN BARALEK KAWIN PERATURAN NAGARI SUNGAI KAMUYANG NOMOR : 05 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA AKAD NIKAH DAN BARALEK KAWIN DENGAN RAHMAT ALLAH TUHAN YANG MAHA ESA WALI NAGARI SUNGAI KAMUYANG Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan 56 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Identitas Responden Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan yang berjumlah 100 responden. Identitas responden selanjutnya didistribusikan

Lebih terperinci

Bentuk-Bentuk Perubahan Pertukaran dalam Perkawinan Bajapuik

Bentuk-Bentuk Perubahan Pertukaran dalam Perkawinan Bajapuik ISSN : 1978-4333, Vol. 04, No. 02 1 Bentuk-Bentuk Perubahan Pertukaran dalam Perkawinan Bajapuik Maihasni 1, Titik Sumarti 2, Ekawati Sri Wahyuni 2, dan Sediono MP.Tjondronegoro 2 ABSTRAK The objective

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011). 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam proses perkembangannya, manusia untuk meneruskan jenisnya membutuhkan pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa yang diinginkannya. Pernikahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar dalam menjalankan tata hukum di Indonesia. Oleh sebab itu, untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan berbangsa, khususnya dalam kehidupan masyarakat heterogen, seperti Indonesia yang merupakan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perkawinan akan mengungkapkan bahwa banyak keputusan menyeluruh, pilihan-pilihan, atau alternatif sedang dipertimbangkan, dan bahwa semua itu membentuk atau menentukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Pencarian Jodoh Muli Mekhanai Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata Pemilihan mempunyai arti proses atau cara perbuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki beranekaragam suku bangsa, tentu memiliki puluhan bahkan ratusan adat budaya. Salah satunya

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan ASPEK PENDIDIKAN NILAI RELIGIUS DALAM PROSESI LAMARAN PADA PERKAWINAN ADAT JAWA (Studi Kasus Di Dukuh Sentulan, Kelurahan Kalimacan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi

Lebih terperinci

yang mendorong terjadinya KDRT dalam masyarakat Minangkabau perkotaan? Apakah Ada Hubungan antara pergeseran peran keluarga luas dan mamak dengan

yang mendorong terjadinya KDRT dalam masyarakat Minangkabau perkotaan? Apakah Ada Hubungan antara pergeseran peran keluarga luas dan mamak dengan RINGKASAN Kekerasan dalam rumah tangga atau yang dikenal dengan KDRT sering terjadi walau telah dikeluarkan undang-umdang yang tujuannya melindungi perempuan dan dapat menyeret pelakunya ke meja hijau.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. selamatan dan hajatan. Dalam pelaksanaan hajatan dan selamatan tersebut

BAB V PENUTUP. selamatan dan hajatan. Dalam pelaksanaan hajatan dan selamatan tersebut BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Kehidupan masyarakat Jawa di Dusun Jatirejo tidak dapat dilepaskan dari serangkaian kegiatan upacara yang berkaitan dengan siklus daur hidup, dimana dalam siklus daur hidup

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan kegiatan interkasi yang dilakukan oleh dua orang atau lebih baik lisan maupun tulisan. Sebelum mengenal tulisan komunikasi yang sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan bermasyarakat, hampir semua manusia hidup terikat dalam sebuah jaringan dimana seorang manusia membutuhkan manusia lainnya untuk dapat hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan suatu lembaga suci yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah menjadi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumatera merupakan pulau yang memiliki sejumlah suku besar berciri khas tradisional. Suku yang terkenal adalah Minangkabau, Aceh, Batak, Melayu, dan ada juga sejumlah suku-suku

Lebih terperinci

Kajian Pakaian penghulu Minangkabau

Kajian Pakaian penghulu Minangkabau Kajian Pakaian penghulu Minangkabau Oleh : Diskadya Program Studi Kriya Tekstil dan Mode, Universitas Telkom. Abstrak Indonesia terdiri dari bermacam-macam suku dan bangsa, dimana didalamnya terdapat berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti bahwa manusia saling membutuhkan satu sama lain dan hidup

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti bahwa manusia saling membutuhkan satu sama lain dan hidup 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap manusia dilahirkan seorang diri, tetapi manusia adalah makhluk sosial yang berarti bahwa manusia saling membutuhkan satu sama lain dan hidup bermasyarakat

Lebih terperinci

PERKAWINAN ADAT. (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan. Provinsi Jawa Timur) Disusun Oleh :

PERKAWINAN ADAT. (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan. Provinsi Jawa Timur) Disusun Oleh : PERKAWINAN ADAT (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan Provinsi Jawa Timur) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi merupakan kebiasaan dalam suatu masyarakat yang diwariskan secara turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam suatu masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di

BAB I PENDAHULUAN. parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan jenjang awal pembentukan masyarakat, dari suatu parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di dalamnya akan lahir

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari pembahasan pada Bab IV dan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Setiap acara adat yang ada di desa Lokop berbeda dengan acara adat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Agama Republik Indonesia (1975:2) menyatakan bahwa : maka dilakukan perkawinan melalui akad nikah, lambang kesucian dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Agama Republik Indonesia (1975:2) menyatakan bahwa : maka dilakukan perkawinan melalui akad nikah, lambang kesucian dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkawinan merupakan peristiwa hukum yang terjadi didalam hidup bermasyarakat yang menyangkut nama baik keluarga ataupun masyarakat. Hal ini diterangkan dalam buku

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kampar Kabupaten Kampar. Desa Koto Tuo Barat adalah salah satu desa dari 13

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kampar Kabupaten Kampar. Desa Koto Tuo Barat adalah salah satu desa dari 13 BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kondisi Geografis dan Demografis Desa Koto Tuo Barat adalah Desa yang terletak di Kecamatan XIII Koto Kampar Kabupaten Kampar. Desa Koto Tuo Barat adalah salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan adalah suatu hubungan yang sakral atau suci dan pernikahan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan adalah suatu hubungan yang sakral atau suci dan pernikahan memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan adalah suatu hubungan yang sakral atau suci dan pernikahan memiliki banyak keuntungan dibandingkan hidup sendiri, karena pasangan yang sudah menikah dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam kehidupan manusia, setiap pasangan tentu ingin melanjutkan hubungannya ke jenjang pernikahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang menggambarkan ciri khas daerah tersebut. Seperti halnya Indonesia yang banyak memiliki pulau,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. penelitian, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut : 1. Prosesi Sebambangan Dalam Perkawinan Adat Lampung Studi di Desa

BAB V PENUTUP. penelitian, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut : 1. Prosesi Sebambangan Dalam Perkawinan Adat Lampung Studi di Desa BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah penulis mengadakan pengolahan dan menganalisis data dari hasil penelitian, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut : 1. Prosesi Sebambangan Dalam Perkawinan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DESA SIMPANG PELITA. A. Geografis dan demografis desa Simpang Pelita

BAB II GAMBARAN UMUM DESA SIMPANG PELITA. A. Geografis dan demografis desa Simpang Pelita BAB II GAMBARAN UMUM DESA SIMPANG PELITA A. Geografis dan demografis desa Simpang Pelita 1. Keadaan geografis Pasar Pelita merupakan salah satu pasar yang ada di kecamatan Kubu Babussalam tepatnya di desa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan sebuah cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan sebuah cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebudayaan merupakan sebuah cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok masyarakat dan diwariskan secara turun temurun dari generasi kegenerasi berikutnya. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Beberapa dekade lalu, orang tua sering menjodohkan anak mereka dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Beberapa dekade lalu, orang tua sering menjodohkan anak mereka dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa dekade lalu, orang tua sering menjodohkan anak mereka dengan anak kenalannya untuk dinikahkan. Pada proses penjodohan itu sendiri terkadang para anak tersebut

Lebih terperinci

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya Pemahaman Progresif tentang Hak Perempuan atas Waris, Kepemilikan Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya Beberapa Istilah Penting terkait dengan Hak Perempuan atas Waris dan Kepemilikan Tanah: Ahli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. Umumnya manusia sangat peka

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan IMPLEMENTASI NILAI GOTONG-ROYONG DAN SOLIDARITAS SOSIAL DALAM MASYARAKAT (Studi Kasus pada Kegiatan Malam Pasian di Desa Ketileng Kecamatan Todanan Kabupaten Blora) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian

Lebih terperinci

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman budaya, hal ini dikarenakan Indonesia terdiri dari berbagai suku dan adat budaya. Setiap suku

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG MASYARAKAT AGRARIS DAN INDUSTRI. dalam kode hukum sipil meiji ( ) ( Fukute, 1988:37 ).

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG MASYARAKAT AGRARIS DAN INDUSTRI. dalam kode hukum sipil meiji ( ) ( Fukute, 1988:37 ). BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG MASYARAKAT AGRARIS DAN INDUSTRI 2.1. Masyarakat Agraris Sejak zaman tokugawa sampai akhir perang dunia II, sistem keluarga Jepang diatur oleh konsep Ie dan bahkan mendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penuturnya dilindungi oleh Undang-undang Dasar Dalam penjelasan Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. penuturnya dilindungi oleh Undang-undang Dasar Dalam penjelasan Undangundang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia terdapat berbagai ragam bahasa daerah. Bahasa daerah hidup berdampingan dengan bahasa Indonesia. Semua bahasa daerah yang dipakai penuturnya dilindungi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumarsono (2009) mengemukakan bahwa bahasa sebagai alat manusia untuk. apabila manusia menggunakan bahasa. Tanpa bahasa, manusia akan

I. PENDAHULUAN. Sumarsono (2009) mengemukakan bahwa bahasa sebagai alat manusia untuk. apabila manusia menggunakan bahasa. Tanpa bahasa, manusia akan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumarsono (2009) mengemukakan bahwa bahasa sebagai alat manusia untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan. Pikiran dan perasaan akan terwujud apabila manusia menggunakan

Lebih terperinci

FUNGSI MALAM BAETONG DALAM UPACARA PERKAWINAN BAGI MASYARAKAT TIKU KECAMATAN TANJUNG MUTIARA KABUPATEN AGAM

FUNGSI MALAM BAETONG DALAM UPACARA PERKAWINAN BAGI MASYARAKAT TIKU KECAMATAN TANJUNG MUTIARA KABUPATEN AGAM FUNGSI MALAM BAETONG DALAM UPACARA PERKAWINAN BAGI MASYARAKAT TIKU KECAMATAN TANJUNG MUTIARA KABUPATEN AGAM Jurnal MARNI 09070325 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kebanggaan dan nilai tersendiri bagi kelompok sukunya. Setiap suku

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kebanggaan dan nilai tersendiri bagi kelompok sukunya. Setiap suku BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Setiap suku biasanya memiliki tradisi yang menjadi keunikan tersendiri yang menjadi kebanggaan dan nilai tersendiri bagi kelompok sukunya. Setiap suku bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mandailing, suku Batak, suku Jawa, suku Minang dan suku Melayu.Setiap

BAB I PENDAHULUAN. Mandailing, suku Batak, suku Jawa, suku Minang dan suku Melayu.Setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terdiri dari beragam-ragam suku diantaranya suku Mandailing, suku Batak, suku Jawa, suku Minang dan suku Melayu.Setiap suku tersebut memiliki kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan, sebuah tindakan yang telah disyari atkan oleh Allah SWT

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan, sebuah tindakan yang telah disyari atkan oleh Allah SWT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peminangan atau pertunangan merupakan pendahuluan dari sebuah perkawinan, sebuah tindakan yang telah disyari atkan oleh Allah SWT sebelum adanya ikatan suami

Lebih terperinci

BAB III TRADISI METRAEH DAN NYALENEH DALAM MASA PERTUNANGAN DI DESA GILI TIMUR KECAMATAN KAMAL KABUPATEN BANGKALAN

BAB III TRADISI METRAEH DAN NYALENEH DALAM MASA PERTUNANGAN DI DESA GILI TIMUR KECAMATAN KAMAL KABUPATEN BANGKALAN BAB III TRADISI METRAEH DAN NYALENEH DALAM MASA PERTUNANGAN DI DESA GILI TIMUR KECAMATAN KAMAL KABUPATEN BANGKALAN A. Gambaran Umum Desa Gili Timur Luas wilayah Desa Gili Timur Kecamatan Kamal Kabupaten

Lebih terperinci

dan Pertunangan Pernikahan

dan Pertunangan Pernikahan Pertunangan dan Pernikahan Biasanya sebelum orang memulaikan suatu perkongsian di dunia bisnis banyak perencanaan dan persiapan terjadi Sebelum kontrak atau persetujuan terakhir ditandatangani, mereka

Lebih terperinci

Indonesia memiliki banyak suku bangsa, di mana setiap suku bangsa yang. melahirkan satu sudut pandang dan pola pikir tersendiri pada masyarakatnya,

Indonesia memiliki banyak suku bangsa, di mana setiap suku bangsa yang. melahirkan satu sudut pandang dan pola pikir tersendiri pada masyarakatnya, BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak suku bangsa, di mana setiap suku bangsa yang satu berbeda dengan suku bangsa yang lain. Perbedaan suku bangsa yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Konsep Pelaksanaan Adat Perkawinan Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki dan senantiasa menggunakan adat-istiadat

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH KECAMATAN LUBUK ALUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH KECAMATAN LUBUK ALUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH KECAMATAN LUBUK ALUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN 1. Letak Geografis Wilayah Kecamatan Lubuk Alung Kabupaten Padang Pariaman terletak di antara 100º 21 00 Bujur Timur atau 0º

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Simalungun terbagi atas beberapa bagian seperti upacara adat Marhajabuan

BAB I PENDAHULUAN. Simalungun terbagi atas beberapa bagian seperti upacara adat Marhajabuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Etnis Simalungun memiliki kebudayaan yang banyak menghasilkan kesenian daerah dan upacara adat, dan hal tersebut masih dilakukan oleh masyarakat Simalungun sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Keluarga dan Pendekatan Teori. Definisi Keluarga

TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Keluarga dan Pendekatan Teori. Definisi Keluarga 7 Definisi Keluarga TINJAUAN PUSTAKA Definisi Keluarga dan Pendekatan Teori Menurut Undang-Undang nomor 10 Tahun 1992 Pasal 1 Ayat 10, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami,

Lebih terperinci

BAB LIMA PENUTUP. sebelumnya. Dalam bab ini juga, pengkaji akan mengutarakan beberapa langkah

BAB LIMA PENUTUP. sebelumnya. Dalam bab ini juga, pengkaji akan mengutarakan beberapa langkah BAB LIMA PENUTUP 5.0 Pendahuluan Di dalam bab ini, pengkaji akan mengemukakan kesimpulan yang diperoleh daripada perbahasan dan laporan analisis kajian yang telah dijalankan daripada babbab sebelumnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masyarakat Pesisir adalah pertunjukan kesenian Sikambang di Kelurahan

BAB I PENDAHULUAN. pada masyarakat Pesisir adalah pertunjukan kesenian Sikambang di Kelurahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kabupaten Tapanuli Tengah dikenal dengan sebutan Negeri Wisata Sejuta Pesona. Julukan ini diberikan kepada Kabupaten Tapanuli Tengah dikarenakan dibeberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggal di daerah tertentu, misalnya bahasa Bugis, Gorontalo, Jawa, Kaili (Pateda

BAB I PENDAHULUAN. tinggal di daerah tertentu, misalnya bahasa Bugis, Gorontalo, Jawa, Kaili (Pateda 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa daerah adalah bahasa yang dipakai oleh penutur bahasa yang tinggal di daerah tertentu, misalnya bahasa Bugis, Gorontalo, Jawa, Kaili (Pateda dan Yennie,

Lebih terperinci

PENYULUHAN DAN PELATIHAN PERLENGKAPAN PROSESI ADAT PERKAWINAN KANAGARIAN NAN XX KOTA PADANG

PENYULUHAN DAN PELATIHAN PERLENGKAPAN PROSESI ADAT PERKAWINAN KANAGARIAN NAN XX KOTA PADANG Program PPM KOMPETITIF Sumber Dana DIPA Universitas Andalas Besar Anggaran Rp 4.500.000 Tim Pelaksana Reniwati, Noviatri, Rona Almos, dan Khanizar Fakultas Sastra Lokasi Kota Padang, Sumatera Barat PENYULUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sebuah perubahan. Perlawanan budaya merupakan sebuah perjuangan

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sebuah perubahan. Perlawanan budaya merupakan sebuah perjuangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perlawanan budaya merupakan perjuangan hak yang bertentangan agar terjadi sebuah perubahan. Perlawanan budaya merupakan sebuah perjuangan untuk melakukan perubahan

Lebih terperinci

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pernikahan merupakan hal yang dicita-citakan dan didambakan oleh setiap orang, karena dengan pernikahan adalah awal dibangunnya sebuah rumah tangga dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tahap penting dalam kehidupan manusia. Selain merubah status seseorang dalam masyarakat, pernikahan juga merupakan hal yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. satu suku di Indonesia yang bertempat tinggal di ujung selatan Pulau Sumatera.

I. PENDAHULUAN. satu suku di Indonesia yang bertempat tinggal di ujung selatan Pulau Sumatera. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah Indonesia sangat luas, juga mempunyai puluhan bahkan ratusan adat budaya. Begitu juga dengan sistem kekerabatan yang dianut, berbeda sukunya maka berbeda pula

Lebih terperinci