RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH 3.1 KONDISI EKONOMI DAERAH TAHUN 2008 DAN PERKIRAAN TAHUN 2009

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH 3.1 KONDISI EKONOMI DAERAH TAHUN 2008 DAN PERKIRAAN TAHUN 2009"

Transkripsi

1 BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH 3.1 KONDISI EKONOMI DAERAH TAHUN 2008 DAN PERKIRAAN TAHUN 2009 Capaian target pertumbuhan ekonomi dan upaya Pemerintah Kabupaten Lebak untuk tetap terus mempertahankan konsistensinya dalam kegiatan ekonomi masyarakat masih dapat dilakukan, walaupun kondisi perekonomian secara global sangatlah memprihatinkan. Krisis ekonomi dunia jilid kedua, memberikan ancaman terhadap perekonomian lokal terutama dalam meningkatnya inflasi yang dibarengi dengan kelangkaan pupuk di sektor primer. Dampak lain adalah dengan munculnya inkonsistensi harga bahan baku sebagai akibat ketidak-stabilan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang mampu memberikan situasi kurang kondusif terhadap pasar yang mengakibatkan menurunnya gairah produksi dan perdagangan serta investasi secara signifikan. Namun demikian, Perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada Tahun 2008 masih mampu menorehkan capaian yang gemilang dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Prestasi tersebut tercermin pada perbaikan kondisi perekonomian makro yang terjadi diantaranya pada perbaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Pendapatan per Kapita. Kondisi ekonomi makro Kabupaten Lebak tahun 2008, kondisi ekonomi regional dan nasional seiring krisis global yang terjadi akan turut mewarnai dan berpengaruh pada perkembangan ekonomi daerah tahun namaun demikian, pemerintah Kabupaten Lebak akan terus berupaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah termasuk didalamnya melalui pertumbuhan infestasi dan pengembangan ekonomi lokal Pertumbuhan Ekonomi Secara terminologis, pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu ukuran kuantitatif yang menggambarkan suatu perekonomian dalam suatu tahun tertentu apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Mengingat kondisi perekonomian pasca krisis global yang memicu kondisi perekonomian baik lokal, regional, nasional maupun internasional, Pemerintah Kabupaten Lebak berupaya untuk mempertahankan III - 1

2 pertumbuhan ekonomi jangka panjang secara mapan (steady economic growth). Krisis ekonomi yang baru-baru ini melanda dunia Internasional, menghambat roda perekonomian secara global. Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kabupaten Lebak Tahun 2008 berada pada kondisi yang menurun akibat eksternalitas negatif yang ditimbulkan oleh krisis global ini. Akan tetapi, Pemerintah Kabupaten Lebak masih mampu mempertahankan perekonomian di Kabupaten Lebak secara apresiatif. PDRB Tahun 2008 mencerminkan keberhasilan tersebut. Meski LPE Kabupaten Lebak Tahun 2008 mengalami perlambatan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, Pemerintah Kabupaten Lebak masih mampu meningkatkan PDRB Tahun 2008 secara agregatif. Secara lebih lengkap perkembangan LPE Kabupaten Lebak periode Tahun dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 3.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Lebak Tahun Tahun Laju Pertumbuhan Ekonomi (%) (ADHK) , , , , * 3,42 Sumber : BPS Kabupaten Lebak, Keterangan: * = angka sementara Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Tingkat pendapatan (local income) dan jumlah produksi (product accounts) adalah metode penghitungan yang digunakan guna menentukan aktivitas perekonomian secara keseluruhan. Namun untuk menentukan banyaknya produksi secara keseluruhan (aggregate output) dalam penghitungan pendapatan di daerah adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Secara makro, upaya Pemerintah Kabupaten Lebak dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi tergolong mengesankan. Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) pada Tahun 2007 adalah prestasi yang paling gemilang dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Dimana Pada Tahun 2008 PDRB Kabupaten Lebak mencapai Rp. 6,749 trilyun sedangkan pada tahun 2007, PDRB Kabupaten Lebak mencapai Rp. 6,029 trilyun dan tahun sebelumnya yaitu pada Tahun 2006 berada angka pada Rp. 5,438 trilyun. III - 2

3 Kemudian pada Tahun 2008, laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Lebak mengalami perlambatan, akan tetapi Pemerintah Kabupaten Lebak masih mampu mendorong peningkatan nilai PDRB-nya secara ekspansif. Dimana nilai PDRB pada tahun 2008 yaitu sebesar RP. 6,749 trilyun atau sama dengan meningkat 11,93% daripada tahun sebelumnya. Secara garis besar, pertumbuhan PDRB Kabupaten Lebak Tahun menunjukan pertumbuhan positif. Dan apabila kita telaah bersama, dari sekian banyak ancaman melalui krisis global yang diiringi peningkatan inflasi, ketidak stabilan harga, dan kelangkaan pupuk serta adanya ancaman eksternal seperti inkonsistensi perubahan iklim akibat global warming, Pemerintah Kabupaten Lebak tetap mempertahankan komitmennya dalam mengupayakan percepatan pembangunan ekonomi melalui segala daya dan upaya yang didukung optimisme masyarakat secara bersama. Oleh karenanya, Pemerintah Kabupaten Lebak masih akan berkonsentrasi pada skala prioritas utama di sektor primer melalui berbagai upaya perbaikan-perbaikan dalam meningkatkan produksi sektor pertanian. Penurunan pada sektor pertanian terjadi sebagai akibat dari krisis global dan perubahan iklim secara makro. Hal serupa juga terjadi pada tingkat Regional dan Nasional. Guna mengatasi hal ini, Pemerintah Kabupaten Lebak akan melakukan upaya multi-dimensi, yaitu melalui upaya perbaikan infrastruktur dan pengembangan teknologi multi-sektoral serta inovasi produksi yang mampu mendorong sektor primer kembali pada proporsinya secara potensial. Upaya Pertumbuhan PDRB juga difokuskan pada sektor lainnya yang memiliki kontribusi besar diantaranya sektor jasa, serta sektor perdagangan, hotel dan restoran. Namun upaya pembinaan dan peningkatan produktivitasnya dilaksanakan pada level yang lebih sedikit dan dengan partisipasi masyarakat yang tinggi. Tabel 3.2 Nilai dan Pertumbuhan PDRB Kabupaten Lebak Tahun Tahun PDRB (Rp. Juta) Pertumbuhan PDRB (%) Berlaku Konstan 2000 Berlaku Konstan ,51 4, ,97 3, ,68 3, ,88 4, * ,93 4, ** ,34 4,03 Sumber: BPS Kabupaten Lebak; Ket: *angka perbaikan, ** angka sementara III - 3

4 Pada Tahun 2008, pertumbuhan PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) mengalami peningkatan secara signifikan dan pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan (ADHK) mengalami perlambatan akibat tekanan inflasi pada perekonomian secara keseluruhan sebagai bentuk pengaruh eksternalitas negatif dari krisis global. Kontribusi sektor-sektor lainnya dan perbandingan dengan kontribusi per sektor Tahun 2005 dan Tahun 2008 dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 3.3 Perkembangan Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Lebak Tahun 2005 dan 2008 ADHB dan ADHK Sektor ADHB ADHK ADHB ADHK Pertanian 38,39 39,27 35,29 37,93 Pertambangan & Penggalian 1,36 1,24 1,34 1,25 Industri & Pengolahan 9,45 9,63 9,55 9,57 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,55 0,37 0,59 0,42 Bangunan/Kontruksi 3,87 3,89 4,19 4,27 Perdagangan, Hotel & Restoran 22,71 22,91 24,16 23,11 Angkutan & Komunikasi 8,17 5,65 9,54 6,04 Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 4,67 4,69 4,51 4,51 Jasa-jasa 10,82 12,35 10,84 12,90 PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 Secara umum, masing-masing sektor dalam struktur ekonomi di Kabupaten Lebak memiliki pergerakan yang dinamis. Sektor Pertanian memiliki kontribusi yang signifikan dalam pencapaian nilai tambah sebesar 35,23% secara parsial dan disusul sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 24,16% kemudian sektor Jasa-jasa yang mampu memberikan kontribusi pilihan sebesar 10,84%. Jika kemudian kita membuat pemilahan struktural secara dominasi sektoralnya, maka: 1. sektor primer (primary sector) memiliki kontribusi terhadap PDRB sebesar 46,61%. 2. sektor sekunder (secondary sector) memiliki kontribusi terhadap PDRB sebesar 9,55%. 3. sektor tersier (services sector) memiliki kontribusi terhadap PDRB sebesar 53,83%. III - 4

5 Dengan ini dapat kita analisis bahwa, peranan sektor pertanian sebagai sektor basis masih mampu memberikan kontribusi yang potensif dalam perekonomian di Kabupaten Lebak secara parsial (sektoral). Akan tetapi apabila kita telaah bersama secara makro, daya dukung sektor tersier dalam perekonomian di Kabupaten Lebak lebih memberikan kontribusi yang ekspansif daripada sektor basis, terutama pada sektor Perdaganan, Hotel dan Restoran serta sektor Jasa-jasa. Hal ini terjadi karena pesatnya pertumbuhan pada sektor informal di Kabupaten Lebak dimana dalam 3 tahun terakhir, kontribusi sektor informal terhadap PDRB mengalami peningkatan sebesar 24,16% pada Tahun 2008 dari Tahun 2005 sebesar 22,71% Atas Harga Berlaku (ADHB) serta Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) pada Tahun 2008 sebesar 23,11% dari Tahun 2005 sebesar 22,91%. Kondisi ini adalah sebuah pertanda baik dalam perekonomian secara makro. Namun perlu diiringi dengan kebijakan strategis terhadap kondisi yang akan terjadi kemudian. Pertumbuhan pada sektor informal akan memberikan dampak positif terhadap peningkatan modal (capital) di masyarakat dan mampu menyerap tenaga kerja guna mengurangi tingkat pengangguran di Kabupaten Lebak. Peningkatan modal akan mendorong kenaikan investasi masyarakat dan tingkat pengembalian modal (net capital in-flow) yang positif di masyarakat. Kedua hal ini dapat direalisasikan melalui peningkatan tabungan masyarakat (regional saving) dan tingkat pengembalian modal rata-rata (rate return of capital) secara nyata di masyarakat. Dalam masalah Kependudukan dan Pengangguran di Kabupaten Lebak, melalui peningkatan sektor Informal pada beberapa tahun terakhir akan mendorong pertumbuhan tenaga kerja yang potensial melalui perpindahan penduduk (net inmigration of workers) dan pertumbuhan penduduk secara natural. Melihat kondisi-kondisi tersebut di atas, Pemerintah Kabupaten Lebak akan terus berupaya untuk terus meningkatkan kualitas tenaga kerja yang mampu berdaya saing tinggi guna menghadapi kompetisi dalam penyerapan tenaga kerja dan upaya kita bersama dalam memberantas pengangguran di Kabupaten Lebak. Pemerintah Kabupaten Lebak berencana untuk menjadikan Ibukota Kabupaten Lebak, Rangkasbitung sebagai Kota Pendidikan yang akan menjadi tolak ukur terhadap kinerja Pemerintah Kabupaten Lebak dalam meningkatkan mutu penduduk dalam pendidikan, kesehatan dan ekonomi pada umumnya sehingga upaya kita bersama untuk memberantas pengangguran secara bertahap dapat kita realisasikan. Dalam kondisi perekonomian di tahun 2008, Pemerintah Kabupaten Lebak mampu memberikan keyakinan secara positif terhadap masyarakat III - 5

6 bahwa dalam kurun waktu 5 tahun ke depan, perekonomian akan mengalami pertumbuhan yang optimis walaupun perlu adanya upaya preventif dari dampak krisis global yang terjadi belakangan ini. Peningkatan nilai PDRB Kabupaten Lebak memiliki dampak positif terhadap peningkatan PDRB per Kapita di Kabupaten Lebak. Secara umum, peningkatan pendapatan per Kapita tersebut menggambarkan perbaikan ekonomi dan daya beli masyarakat. Perkembangan PDRB per Kapita Adh. Berlaku dan Adh. Konstan pada Tahun 2004 s.d 2008 tersaji sebagai berikut : Tabel 3.4 Perkembangan PDRB per Kapita Kabupaten Lebak Tahun TAHUN Adh. Berlaku Adh. Konstan Peningkatan PDRB dan PDRB per Kapita sejalan pula dengan peningkatan pembangunan yang dilaksanakan di Kabupaten Lebak. Gencarnya pembangunan di Kabupaten Lebak dapat dilihat pada peningkatan nilai APBD Tahun Anggaran sebagaimana terlihat pada tabel II.5. tentang Perkembangan Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBD) Kabupaten Lebak sejak Tahun Tabel 3.5. Perkembangan APBD Kabupaten Lebak Tahun TAHUN PENDAPATAN DAERAH BELANJA DAERAH Sumber : DPPKD Kabupaten Lebak Inflasi Seperti yang telah kita ketahui bersama, PDRB adalah suatu indikator dalam melihat perekonomian secara umum. Akan tetapi, ada 2 indikator III - 6

7 lainnya yang mampu melengkapi informasi kita dalam menganalisis perekonomian secara umum, yaitu tingkat pengangguran (unemployment) dan inflasi. Inflasi adalah meningkatnya harga secara keseluruhan (price level). Inflasi rata-rata adalah rata-rata dari setiap peningkatan harga secara umum. Tingkat kestabilan harga pada suatu daerah mencerminkan besarnya peningkatan harga-harga barang/jasa di suatu wilayah pada jangka waktu tertentu, dan sebagai tolok ukur stabilitas perekonomian di wilayah tersebut. Namun demikian, fluktuasi nilai inflasi pada suatu daerah dipengaruhi oleh laju inflasi yang terjadi pada tingkat regional dan nasional. Fluktuasi tingkat inflasi tersebut menunjukkan kedinamisan perekonomian yang terjadi. Tingkat inflasi di Kabupaten Lebak pada Tahun 2008 mencapai 7,58%. Kondisi ini masih jauh lebih apresiatif dari tingkat inflasi Propinsi Banten yang mencapai 11,9%. Baik lokal maupun regional berada pada kondisi di bawah tingkat inflasi Naional yang mencapai angka 11,06% pada Tahun Laju inflasi di Kabupaten Lebak dapat dilihat pada tabel III.6 tentang Laju Inflasi di Kabupaten Lebak pada Tahun Tabel 3.6 Laju Inflasi di Kabupaten Lebak pada Tahun Tahun Inflasi (%) , , , , , ** 10,70 Keterangan: ** Angka Perkiraan Tingkat inflasi di Kabupaten Lebak dalam kurun waktu bersifat fluktuatif. Acuan perbandingan inflasi di Kabupaten Lebak menggunakan indikator perbandingan antara PDRB Nominal dengan PDRB Riil (GDP Deflator) dalam tahun tertentu, dimana indikator lainnya menggunakan Indeks Harga Konsumen (IHK) yang pada tataran seimbang dapat mencerminkan tingkat biaya hidup (cost of living). Tingkat inflasi tahun 2008, berada pada 7,58%. Peningkatan inflasi terjadi pada lapangan usaha pertambangan tanpa migas, bangunan/kontruksi, perdagangan hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi. Beberapa faktor penyebab naiknya angka inflasi tersebut antara lain adanya kenaikan harga BBM, kenaikan tarif dasar Listrik, Air dan gas dan III - 7

8 sebagainya yang pada akhirnya berpengaruh terhadap lonjakan inflasi hingga dua persen Kependudukan, Ketenagakerjaan dan Indeks Pembangunan Masyarakat. Kabupaten Lebak pada tahun mengalami laju pertumbuhan penduduk yang terus meningkat, hal ini dapat dilihat dari peningkatan angka jumlah penduduk dalam setiap tahunnya. Pada Tahun 2004, penduduk Kabupaten Lebak telah berkembang menjadi jiwa, pada tahun 2005 meningkat menjadi jiwa. Pada tahun 2006 dan 2007 secara berurutan mengalami peningkatan dari jiwa dan jiwa. Pada tahun 2008 jumlah penduduk mencapai jiwa dengan angka laju pertumbuhan sebesar 1.74%. Angka ini lebih tinggi dari angka laju pertumbuhan penduduk nasional sebesar 1.3%. Pertambahan penduduk secara langsung akan mempengaruhi indikator kependudukan lainnya, seperti jumlah angkatan kerja, penduduk usia kerja, jumlah pengangguran terbuka dan sebagainya. Pada dua tahun terakhir jumlah angkatan kerja di Kabupaten Lebak Jumlah angkatan kerja mengalami penurunan yakni dari orang pada Tahun 2004 menjadi orang pada Tahun Pada Tahun 2008, jumlah angkatan kerja di Kabupaten Lebak meningkat menjadi orang. Jumlah angkatan kerja yang tinggi adalah potensi penunjang keberhasilan pembangunan, namun jumlah yang besar dapat menjadi bumerang jika tidak didukung oleh kualitas sumber daya manusia yang memadai. Meningkatnya atau berkurangnya jumlah angkatan kerja tidak dipengaruhi oleh jumlah penduduk saja, namun oleh kualitas sumber daya manusia, dan ketersediaan lapangan kerja. Pada tahun sektor pertanian, perikanan, kehutanan dan peternakan dalam tingkat penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Lebak mendominasi secara keseluruhan. Tingginya penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian, perikanan, kehutanan dan peternakan ini sesuai dengan dominasi sektor tersebut pada pertumbuhan perekonomian di Kabupaten Lebak. Namun seiring dengan banyaknya peralihan fungsi lahan pertanian menjadi fungsi lainnya, mengakibatkan tenaga kerja di sektor pertanian beralih untuk bekerja di sektor yang lain seperti pertambangan dan energi serta industri pengolahan. III - 8

9 Indikator lain yang penting diperhatikan berkenaan dengan kependudukan adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Angka IPM Kabupaten Lebak selama kurun waktu mengalami fluktuasi. Pada Tahun 2004, IPM Kabupaten Lebak sebesar 65,84 persen. Meski angka tersebut termasuk dalam kategori medium, namun masih jauh di bawah ratarata IPM Provinsi Banten sebesar 69,02 persen. IPM Kabupaten Lebak pada Tahun 2005 mencapai 66,31 dan terus meningkat hingga mencapai 66,65 pada Tahun 2006, 66,74 pada tahun 2007 dan pada tahun 2008 mencapai 67,04 persen. Tentunya peningkatan ini tidak lepas dari kontribusi rata-rata komponen-komponen pendukung IPM dari tahun diantaranya, variabel indeks kelangsungan hidup 63,15 Persen, indeks pengetahuan 76,46 Persen, indeks daya beli 59,92 persen. IPM merupakan angka indeks komposit dari tiga indikator utama, yaitu indeks pendidikan, kesehatan dan perekonomian masyarakat. Peningkatan IPM di Kabupaten Lebak tersebut mencerminkan semakin meningkatnya tingkat kesehatan, pendidikan, dan perekonomian masyarakat. Pergerakan angka IPM yang semakin meningkat dari Tahun ke Tahun menunjukkan adanya keberhasilan pembangunan sumberdaya manusia di Kabupaten Lebak Rencana target ekonomi makro pada tahun Perencanaan 2010 Memasuki Tahun 2009, optimisme penguatan perekonomian di Kabupaten Lebak terus bergulir. Pertumbuhan perekonomian yang telah terjadi pada Tahun 2008 memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan perekonomian Kabupaten Lebak pada Tahun Akan tetapi, pengaruh pasca krisis global masih akan membayang-bayangi pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Lebak terutama pada sektor ril. Selain itu, ketidak-stabilan pasar akibat berlangsungnya proses politik seperti Pemilihan Umum Legislatif serta Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden pada tahun 2009, masih akan terasa dampaknya secara negatif. Pemerintah Kabupaten Lebak memiliki keyakinan bahwa upaya yang keras diiringi disiplin serta dedikasi yang tinggi akan memberikan warna tersendiri dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Perbaikan kondisi perekonomian makro tersebut tercermin pada indikator Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Pendapatan per Kapita, dan laju inflasi. Selain kondisi ekonomi makro, indikator lainnya yang juga memiliki andil dalam mempengaruhi pencapaian sasaran pembangunan adalah indikator III - 9

10 kependudukan, seperti laju pertumbuhan penduduk, kesempatan kerja, dan indeks pembangunan manusia Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Tahun 2008 yang mencapai angka 4,06% akan dijadikan dasar proyeksi pada tahun selanjutnya. Pada Tahun 2009, LPE akan mengalami perlambatan kembali yaitu pada kisaran 3,42%. Hal ini terjadi akibat goncangan pasca krisis global dan ketidak-stabilan pasar karena proses PEMILU 2009 dan PILPRES Akan tetapi, Pemerintah Kabupaten Lebak meyakini bahwa LPE pada Tahun 2010 akan mengalami peningkatan kembali dari LPE Tahun 2009 mengingat upaya Pemerintah untuk terus melakukan perbaikan-perbaikan perekonomian guna menggairahkan kembali segala aktivitas ekonomi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang stabil dalam jangka panjang. LPE Tahun 2010 diperkirakan akan mencapai angka 3,79%. Beberapa sektor yang diharapkan akan terus menjadi primadona pembangunan ekonomi diantaranya adalah sektor pertanian, sektor bangunan/konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor pertambangan dan penggalian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Perekonomian Kabupaten Lebak secara bertahap masih dalam posisi yang stabil. Akan tetapi pada Tahun 2009 dan perkiraan Tahun 2010, kondisi perekonomian akan berada dalam posisi yang tumbuh cepat secara agregat. Sektor-sektor penggerak perekonomian masih akan didominasi oleh sektor basis, yaitu sektor pertanian. Pertumbuhan sektor pertanian didorong oleh melimpahnya produksi padi pada musim panen raya. Namun demikian, sektor ini terganjal oleh kenaikan harga pakan ternak yang berdampak pada menurunnya laju pertumbuhan subsektor peternakan. Hal lain yang turut menjadi hambatan dalam pertumbuhan sektor pertanian terjadi pada subsektor perikanan dengan adanya kenaikan biaya operasional akibat kenaikan harga BBM, serta adanya angin kencang dan gelombang tinggi di sekitar Samudera Indonesia. Selanjutnya, sektor yang paling cepat pertumbuhannya adalah sektor jasa. Sektor ini mengalami percepatan akibat dorongan dari subsektor pemerintahan terutama dengan adanya belanja pemerintah untuk pembayaran rapel gaji ketigabelas Pegawai Negeri Sipil. Adanya musim III - 10

11 liburan sekolah mengakibatkan subsektor jasa swasta mengalami peningkatan. Sektor lainnya yang mengalami peningkatan adalah sektor bangunan/konstruksi. Pertumbuhan ini didorong dengan pembangunan perumahan di wilayah Lebak, pembangunan jaringan infrastruktur, serta seiring dengan kelanjutan pembangunan tiga fasilitas publik utama di Kabupaten Lebak yakni Masjid Agung, Gedung perkantoran Setda Lebak dan RSUD dr. Adjidarmo. Tabel 3.7 Perkembangan Nilai PDRB Kabupaten Lebak Tahun 2009 Sektor Adh. Berlaku Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri & Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan/Kontruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Angkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-jasa PDRB Sumber : Berdasarkan angka perkiraan komposisi PDRB Kabupaten Lebak pada Tahun 2009, kontribusi sektoral yang menjadi primadona perekonomian di Kabupaten Lebak berada pada sektor basis, yaitu sektor Pertanian. Artinya, konsentrasi perekonomian di Kabupaten Lebak masih akan berada pada sektor primer dengan segala daya dukung yang dimiliki. Kemudian disusul sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran sebagai kontributor penyangga. Kondisi ini juga dapat kita jadikan suatu hipotesa (dugaan) bahwa transformasi struktur ekonomi ke dalam sektor tersier terutama pada sektor informal berada sebagai mesin perekonomian di Kabupaten Lebak Inflasi Dengan optimisme yang sama dan dengan memperhatikan perkembangan yang terjadi hingga semester awal Tahun 2008 tanpa menafikan gejolak akibat kenaikan harga BBM dan harga beberapa komoditas, maka tingkat inflasi pada Tahun 2008 diharapkan berada pada angka 5,5%. Angka ini lebih rendah 0,26 poin dari angka inflasi pada Tahun III - 11

12 Pada semester awal Tahun 2008, kondisi ekonomi makro daerah ditandai dengan momen yang cukup berpengaruh terhadap perekonomian lokal, regional dan nasional, yaitu kenaikan harga BBM yang mulai efektif diberlakukan secara nasional pada tanggal 24 Mei Kenaikan harga BBM ini merupakan penanganan dampak melambungnya harga minyak mentah di pasaran internasional. Kondisi ini juga menyeret kenaikan harga pangan akibat berkurangnya ketersediaan pangan dunia. Di tingkat lokal, kedua krisis tersebut menjadikan kenaikan harga beberapa komoditas dan meningkatkan biaya hidup yang harus disediakan masyarakat. Implikasi terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Lebak adalah kecendrungan melambatnya laju pertumbuhan ekonomi. Namun demikian, musim panen raya yang terjadi pada semester awal Tahun ini menjadi daya penyeimbang dan pendorong yang kuat terhadap pertumbuhan ekonomi Lebak. Pada triwulan kedua Tahun 2008, kenaikan harga BBM telah mendongkrak nominal PDRB atas dasar harga berlaku sebesar Rp. 120,53 milyar. Hal ini merupakan akibat meningkatnya harga barang dan jasa sebagai dampak ikutan kenaikan harga BBM Tantangan Dan Prospek Perekonomian Daerah Tahun 2009 Dan Tahun 2010 Analisis Kondisi Internal dan Kondisi Eksternal Kabupaten Lebak Kondisi Internal Daerah Tabel 3.8 Tabel Analisis SWOT Kondisi Eksternal Daerah Kekuatan Kelemahan Peluang Ancaman Tersedianya Jumlah penduduk yang cukup besar Tersedianya Sumberdaya Alam lokal (local resources) yang potensial Meningkatnya kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana publik Meningkatnya optimalisasi Rendahnya kualitas SDM terutama di perdesaan yang sebagian besar berketerampilan rendah (low skilled). Terbatasnya kompetensi dan kapasitas Masyarakat Lokal Terbatasnya kapasitas keuangan daerah serta rendahnya manajemen aset daerah Rendahnya tingkat partisipasi masyarakat dalam Berkembangnyalembagalembaga pendidikan baik formal maupun informal pembangunan Ekonomi masyarakat lokal berbasis Agroindustri Tersedianya pengembangan struktur ruang kedalam 2 (dua) Wilayah Pengembangan yaitu Wilayah Pengembangan Utama dan Wilayah Pengembangan Penunjang Reformasi Birokrasi menuju tata pemerintahan yang baik (good governmante Meningkatnya migrasi Penduduk lintas sektoral. (Net Inmigration of Workers) Rendahnya tingkat akuntabilitas dunia usaha dalam pelaksanaan pembangunan selaku mitra Pemerintah Daerah, Adanya dampak negatif yang dapat mempengaruhi struktur lingkungan, sosial dan budaya Adanya potensi hambatan arah kebijakan nasional III - 12

13 pelayanan publik dan transparasi proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan governance) Tersedianya sarana dan prasarana penunjang penyelenggaraan Porprop Rendahnya kuantitas dan kualitas atlit lokal yang berprestasi Ditetapkannya Kabupaten Lebak sebagai Tuan Rumah pada Pekan Olahraga Provinsi Banten 2010 Meningkatnya saing regional daya 3.3. Arah Kebijakan Ekonomi daerah Arah kebijakan umum ekonomi diarahkan melalui upaya peningkatan pendapatan daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Peningkatan manajemen pembiayaan daerah mengarah kepada akurasi, efisiensi, efektifitas dan profitabilitas. Menjadi sangat penting bagi aparatur Pemerintah daerah untuk dapat menguasai manajemen keuangan daerah, karena merupakan konsekuensi logis dari perspektif pengelolaan perimbangan antara keuangan pusat dan daerah, transformasi nilai yang berkembang dalam era reformasi ini adalah meningkatnya penekanan proses dari segi partisipasi publik, transparansi dan akuntabilitas ke dalam bentuk tindakan penyusunan anggaran (budget cycle), pengurusan dan penatausahaan" (accounting cycle), pelaporan dan pertanggungjawaban (reporting and accountability process) serta mekanisme pengawasan daerah (evaluation and monitoring process) Analisis dan perkiraan Sumber-sumber Pendanaan daerah Pemerintah Daerah dalam malaksanakan jalannya Pemerintahan memiliki hak yang berupa pendapatan daerah yang merupakan penambah nilai kekayaan bersih dalam periode bersangkutan. Adapun yang termasuk dalam Pendapatan Daerah di maksud adalah, Pertama, Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang didalamnya terdapat Hasil pajak daerah, Hasil retribusi daerah, Hasil perusahaan milik daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan serta PAD Lain-lain yang sah. Kedua, Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, terdiri atas: Dana Bagi Hasil, yang bersumber dari pajak dan sumberdaya alam. Dana Bagi Hasil yang bersumber dari pajak seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Atas Hak Tanah dan Bangunan (BPHTP), Pajak Penghasilan (PPh), Dana Bagi Hasil Kabupaten Lebak yang bersumber dari sumberdaya alam berasal dari pertambangan minyak dan gas alam, Dana III - 13

14 Alokasi Umum (DAU), yang dialokasikan berdasarkan persentase tertentu dari pendapatan dalam negeri netto yang ditetapkan dalam APBN, Dana Alokasi Khusus (DAK), yang dialokasikan dari APBN kepada daerah dalam rangka pendanaan pelaksanaan desentralisasi, untuk mendanai kegiatan khsusus yang ditentukan Pemerintah atas dasar prioritas mendanai kegiatan khusus yang diusulkan daerah. nasional dan Ketiga, Pendapatan daerah Lain-lain yang sah, merupakan seluruh pendapatan daerah selain PAD dan dana perimbangan, yang meliputi Pendapatan hibah, Pendapatan dana darurat dan lain-lain pendapatan yang ditetapkan Pemerintah. Tabel 3.9 Realisasi Pendapatan Kabupaten Lebak No Uraian Pendapatan asli daerah , a. Pajak daerah b. Retribusi daerah c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah , Dana perimbangan a. Dana bagi hasil Pajak/bagi hasil bukan pajak b. Dana alokasi umum c. Dana alokasi khusus d. Bagi Hasil Pajak Propinsi e. Bantuan Keuangan dari Propinsi Lain-lain Pendapatan yang Sah a. Pendapatan Hibah b. Dana Darurat c. Dana Bagi Hasil Pajak Provinsi d. Dana Penyesuaian & Otonomi Khusus e. Bantuan Keuangan dari Propinsi TOTAL PENDAPATAN , Sumber: DPPKD Kabupaten Lebak, Keterangan : Kepmendagri 29/2002 untuk TA ; Permendagri 13/2006 untuk TA dst. Tabel 3.10 Perkembangan Target PAD Kabupaten Lebak Tahun PAD APBD Proporsi No. Tahun Pertumbuhan (%) (Rp.) (Rp.) (%) , ,89 III - 14

15 , , , , , , , ,84 Rata-Rata per tahun 31,32-6,23 Sumber: DPPKD Kabupaten Lebak, Perkembangan target Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Lebak selama tahun , rata-rata pertumbuhan per tahunnya mengalami kenaikan sebesar 31,32%. Bila melihat kemampuan keuangan Kabupaten Lebak dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan rata-rata per tahun kontribusi terhadap APBD 6,23 % berarti bahwa secara kemandirian fiskal Kabupaten Lebak masih masuk dalam kategori rendah, karena pendapatan di luar PAD mencapai 93,77%, yaitu dari Dana Perimbangan dan Lain-lain Penerimaan yang Sah. Tabel 3.11 Perkembangan Dana Perimbangan Kabupaten Lebak Tahun No. Tahun Dana Perimbangan (Rp.) Pertumbuhan (%) APBD (Rp.) Proporsi (%) , , , , , , , , , ,96 Rata-rata per tahun 13,96-80,68 Sumber: DPPKD Kabupaten Lebak, Dana Perimbangan terdiri atas Dana Bagi Hasil, yang bersumber dari pajak dan sumberdaya alam, serta Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana Alokasi Umum yang diluncurkan dari pemerintah pusat ke daerah bertujuan untuk menghindari kesenjangan fiskal (fiscal gap) antar daerah, dimana DAU ditetapkan berdasarkan kriteria tertentu dengan penekanan pada aspek pemerataan dan keadilan yang selaras dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan. Adapun formula dan perhitungan DAU ditetapkan sesuai undang-undang, dengan harapan akan tercapai kemandirian fiskal daerah, yang diindikasikan oleh penurunan alokasi DAU yang signifikan dari tahun ke tahun. Perkembangan Dana Alokasi Umum (DAU) Kabupaten Lebak selama kurun waktu 2004 sampai dengan 2008 cenderung mengalami peningkatan, hal tersebut menunjukkan bahwa derajat kemandirian fiskal Kabupaten Lebak masih rendah, karena masih tergantung dari kontribusi pemerintah pusat. III - 15

16 Untuk perkembangan dana perimbangan secara total selama kurun waktu 2004 sampai dengan 2008 rata-rata pertumbuhan per tahunnya sebesar 13,96%, dan kontribusi terhadap APBD dalam kurun waktu yang sama sebesar 80,68%. No. Tahun Tabel 3.12 Perkembangan Lain-lain Pendapatan yang Sah Kabupaten Lebak Tahun Lain-lain Pendapatan yang Sah (Rp.) Pertumbuhan (%) APBD (Rp.) Proporsi (%) , , , , , , , , , ,07 Rata-rata per tahun 1,35-4,70 Sumber: DPPKD Kabupaten Lebak, Lain-lain pendapatan yang sah bersumber dari bagi hasil pajak dan keuangan provinsi dan bagian pendapatan lain yang sah. Perkembangan lain-lain pendapatan yang sah secara secara total selama kurun waktu 2004 sampai dengan 2008 rata-rata pertumbuhan per-tahunnya sebesar 1,35%, sementara kontribusi terhadap APBD dalam kurun waktu yang sama baru sebesar 4,70%. No. Tabel 3.13 Tax Ratio di Kabupaten Lebak Tahun Tahun Pajak Daerah (Rp) PDRB ADHK (Rp) Tax Ratio (%) , , , , ,17 Sumber: Diolah dari Data BPS dan DPPKD Tax ratio adalah persentase penerimaan pajak dalam tahun tertentu terhadap PDRB tahun berkenan. Rendahnya tax ratio, dapat diartikan bahwa kondisi perpajakan di suatu daerah masih terkebelakang. Sebagai gambaran, tax ratio di Kabupaten Lebak pada tahun 2004 sebesar 0,22%, dan pada tahun 2008 sebesar 0,17% dengan tingkat pertumbuhan rata-rata tiap tahunnya sebesar 0,16%. Angka ini masih jauh dari angka tax ratio Provinsi III - 16

17 Banten sebesar 1,38%, atau bahkan dengan tax ratio nasional yang hingga akhir tahun 2008 telah mencapai angka 16%. Proyeksi Pendapatan Daerah Kabupaten Lebak untuk kurun waktu tahun diproyeksikan dengan memperhitungkan tingkat inflasi dengan asumsi rata-rata per tahun sebesar 7-11%. Hasil proyeksi seperti yang tercantum dalam tabel 3.6 di bawah ini. Tabel 3.14 Proyeksi Pendapatan Daerah Kabupaten Lebak Tahun (Ribu Rupiah) Uraian PENDAPATAN DAERAH Pendapatan Asli Daerah Hasil Pajak Daerah Hasil Retribusi Daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah Dana Perimbangan Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus Lain-lain Pendapatan yang Sah Dana Penyeimbang dari Pemerintah Dana Darurat Pendapatan Hibah Bagi Hasil Pajak dari Provinsi Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah Daerah Lainnya Jumlah PAD Keterangan: Menggunakan asumsi berdasarkan data tahun Untuk memprediksi pendapatan daerah tahun diperlukan suatu data pendukung yang salah satunya adalah data PDRB. Proyeksi pertumbuhan PDRB atas harga konstan Kabupaten Lebak dilakukan dengan menggunakan rumus geometri dengan asumsi bahwa kondisi di masa depan sama dengan kondisi yang terjadi saat ini dan saat sebelumnya. Tabel 3.15 PDRB Atas Dasar Harga Konstan di Kabupaten Lebak Tahun (Juta Rupiah) No Lapangan Usaha * 1 Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan III - 17

18 No Lapangan Usaha * 4 Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan dan Kontruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan jasa Perusahaan Jasa-jasa Jumlah Sumber : PDRB Kabupaten Lebak (BPS Kab. Lebak) * : Angka sementara Tabel 3.19 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku di Kabupaten Lebak Tahun (Juta Rupiah) No Lapangan Usaha * 1 Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan dan Kontruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan jasa Perusahaan Jasa-jasa Jumlah Sumber : PDRB Kabupaten Lebak (BPS Kab. Lebak) * : Angka sementara Tabel 3.20 Proyeksi PDRB Atas Dasar Harga Konstan di Kabupaten Lebak Tahun (Juta Rupiah) No Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan dan Kontruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan jasa Perusahaan Jasa-jasa Jumlah Sumber : Hasil analisis menggunakan asumsi inflasi dan LPE rata-rata per-tahun (data dasar ) Tabel 3.10 Proyeksi PDRB Atas Dasar Harga Berlaku di Kabupaten Lebak Tahun (Juta Rupiah) No Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan III - 18

19 No Lapangan Usaha Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan dan Kontruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan jasa Perusahaan Jasa-jasa Jumlah Sumber : Hasil analisis menggunakan asumsi inflasi dan LPE rata-rata per-tahun (data dasar ) 3.5. Arah kebijakan Keuangan Daerah Arah kebijakan keuangan daerah kabupaten Lebak menempatkan posisi pada sektor yang akan menghasilkan pendapatan daerah yang tentunya akan mendukung pada Arah kebijakan ekonomi daerah dengan memperkuat mekanisme pengelolaan pendapatan daerah, pengembangan sumber pendapatan daerah, kebijakan pinjaman daerah, kebijakan belanja daerah, kebijakan pembiayaan daerah Kebijakan Arah Pengelolaan Pendapatan Daerah Potensi sumber ekonomi daerah bersumber dari faktor internal dan eksternal (internal dan external sources). Internal source atau local source adalah sumber-sumber ekonomi daerah yang digali dan dikelola sendiri dalam wilayah hukumnya. Apakah dalam bentuk sumberdaya alam maupun dalam bentuk potensi pajak daerah dan retribusi daerah. Sumber eksternal adalah bersumber dari luar pemerintah daerah atau berbentuk pinjaman daerah. Sumber eksternal terbagi dua, pertama yang bersumber dari pemerintahan diatasnya dan dikenal dengan allocation budget atau dana yang tersedia atau teralokasi bagi pemda, seperti dana kontijensi yaitu dana untuk belanja pegawai dan belanja non pegawai karena adanya pengalihan personil, peralatan, pembiayaan dan dokumen (P3D). Intergovernmental transfer atau pelimpahan dana antar tingkatan pemerintahan, seperti terlihat pada penerimaan bagi hasil pada DAU dan DAK maupun dana bantuan kepada daerah bawahan. Kedua pinjaman daerah yang berbentuk bantuan luar negeri maupun dalam negeri atau dengan istilah Government to Government (G to G loans) atau Bussiness/ Private to Government (B/P to G = investasi) Kebijakan Pengembangan Sumber Pendapatan Daerah Dalam Anggaran Pendapatan Kabupaten Lebak, peranan pemerintah pusat cukup besar dalam realisasi penerimaan Kabupaten Lebak, yaitu III - 19

20 dalam bentuk dana perimbangan (DAU dan DAK). Untuk mengurangi ketergantungan pada pengalihan keuangan dari pemerintah, Kabupaten Lebak siap menelusuri upaya-upaya untuk meningkatkan kapasitas finansialnya dengan mengembangkan basis pajak, meningkatkan pengumpulan pajak dan retribusi. Sumbangan yang cukup signifikan dari berbagai lapangan usaha yang tersedia di kabupaten lebak yaitu dari bidang: (1) pertanian dan kehutanan, (2) perdagangan, hotel dan restoran dan (3) industri pengolahan, yang didukung oleh sektor-sektor lainnya seperti pertambangan dan galian, listrik, gas dan air bersih, bangunan, angkutan dan komunikasi, keuangan persewaan dan jasa-jasa. Kesembilan lapangan usaha tersebut menjadi target Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam bentuk pajak dan retribusi daerah. Untuk menekan potensi penyimpangan dan penggelapan sumbersumber pendapatan daerah dan untuk mengembangkan sumber pendapatan daerah perlu diterapkan asas transparansi terhadap sumber-sumber pendapatan daerah tersebut, berupa penjelasan secara rinci mengenai jumlah objek (orang, benda, tempat, dan lain-lain) pajak dan retribusi daerah yang ditargetkan. Beberapa langkah positif yang dapat diambil adalah mengembangkan basis pajak daerah, berupa pajak properti, merestrukturisasi kesulitan BUMD dan instansi layanan publik pemerintah lainnya agar lebih profitable dan meningkatkan cost recovery untuk pelayanan sehingga dapat membantu peningkatan PAD dan membangun mekanisme keuangan Kabupaten Lebak yang berkelanjutan Kebijakan Rencana Pinjaman Daerah Pinjaman daerah merupakan pendapatan yang diterima oleh Pemerintah Daerah dari pihak-pihak yang berkepentingan dan mempunyai kewajiban pembayaran kembali dalam kurun waktu tertentu, jangka pendek maupun jangka panjang. Bila dibutuhkan maka Pemerintah Kabupaten Lebak dapat mengajukan pinjaman daerah. Yang perlu mendapat perhatian adalah penggunaan dari pinjaman tersebut yaitu: (1) pinjaman jangka pendek dipergunakan hanya untuk menutup kekurangan arus kas; (2) pinjaman jangka menengah dipergunakan untuk membiayai penyediaan layanan umum yang tidak menghasilkan penerimaan dan (3) pinjaman jangka panjang dipergunakan untuk membiayai proyek investasi yang menghasilkan penerimaan. III - 20

21 Pinjaman daerah bersumber dari: (1) Pemerintah, diberikan melalui Departemen Keuangan; (2) Pemerintah Daerah lain; (3) Lembaga Keuangan Bank; (4) Lembaga Keuangan bukan Bank; dan (5) Masyarakat atau perseorangan. Pengajuan pinjaman daerah harus mengikuti prosedur perundang-undangan yang telah ditetapkan Arah Kebijakan Belanja Daerah Semua kewajiban Daerah yang diakui sebagai pengurangan nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan di sebut sebagai belanja daerah. Belanja daerah diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah. Perlindungan dan peningkatan kualitas kehidupan masyarakat diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak, serta mengembangkan sistem jaminan sosial. Belanja daerah mempertimbangkan analisis standar belanja standar harga, tolak ukur kinerja dan standar pelayanan minimal yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Tabel 3.11 Pengelolaan Alokasi Belanja Kabupaten Lebak Tahun (Ribu Rupiah) No Belanja Daerah Belanja Tidak Langsung a. Belanja pegawai b. Belanja Barang dan Jasa c. Belanja Perjalanan Dinas d. Belanja Pemeliharaan e. Belanja Modal f. Belanja Bunga g. Belanja subsidi h. Belanja Hibah i. Belanja Bantuan sosial j. Belanja Bagi hasil k. Belanja Bantuan Keuangan l. Belanja tidak terduga Belanja Langsung a. Belanja Pegawai b. Belanja Barang dan Jasa c. Belanja Perjalanan Dinas d. Belanja Pemeliharaan e. Belanja Modal Total Belanja Daerah Sumber: DPPKD Kabupaten Lebak, Keterangan : Kepmendagri 29/2002 untuk TA ; Permendagri 13/2006 untuk TA dst. III - 21

22 Tabel 3.12 Perkembangan Alokasi Belanja Tidak Langsung Tahun Anggaran Belanja Tdk Langsung (Rp.) Pertumbuhan (%) Belanja APBD (Rp.) Proporsi (%) , , , , , , , , , ,04 Rata-rata per tahun 13,71-55,06 Sumber : DPPKD Kabupaten Lebak, Belanja tidak langsung Kabupaten Lebak pada tahun 2008 mengalami peningkatan dari belanja tidak langsung tahun 2004 dengan rata-rata peningkatan per tahunnya sebesar 13,71 % sedangkan proporsi terhadap belanja APBD rata-rata pertahun sebesar 55,06%. Tabel 3.13 Perkembangan Alokasi Belanja Langsung Tahun Anggaran Belanja Langsung (Rp.) Pertumbuhan (%) Belanja APBD (Rp.) Proporsi (%) , , , , , , , , , ,30 Rata-rata per tahun 16,65 37, ,81 Sumber: DPPKD Kabupaten Lebak, Belanja Langsung Kabupaten Lebak dari tahun 2004 sampai dengan 2007 mengalami pertumbuhan kecuali pada Tahun 2008 mengalami penurunan, rata-rata pertumbuhan per tahun sebesar 25,89% Proporsi terhadap belanja APBD rata-rata pertahun mengalami pertumbuhan sebesar 44,81%. Tabel 3.14 Proyeksi Belanja Daerah Kabupaten Lebak Tahun (Ribu Rupiah) No Belanja Belanja Tidak Langsung a. Belanja pegawai b. Belanja Bunga c. Belanja subsidi d. Belanja Hibah e. Belanja Bantuan sosial f. Belanja Bagi hasil g. Belanja Bantuan Keuangan h. Belanja tidak terduga Belanja Langsung III - 22

23 No Belanja a. Belanja Pegawai b. Belanja Barang dan Jasa d. Belanja Modal Total Belanja Sumber : DPPKD Kabupaten Lebak, asumsi dari data Tabel 3.15 Proyeksi Pembiayaan Daerah Kabupaten Lebak Tahun (Ribu Rupiah) Uraian Tahun PEMBIAYAAN DAERAH Penerimaan Pembiayaan Daerah Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Daerah Tahun Sebelumnya Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman Pengeluaran Pembiayaan Daerah Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah Pembayaran Pokok Utang Pemberian Pinjaman Daerah Jumlah Pembiayaan Netto Sumber : DPPKD Kabupaten Lebak, proyeksi menggunakan asumsi dari data dasar tahun Kebijakan Pembiayaan Daerah Manajemen pembiayaan daerah siap ditingkatkan ke arah akurasi, efisiensi, efektivitas dan profitabilitas. Kebutuhan pembangunan daerah yang semakin meningkat akan berimplikasi pada kemungkinan terjadi defisit pendapatan, maka kebijakan pembiayaan daerah bersumber dari: (1) sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu, (2) transfer dana cadangan daerah, (3) hasil penjualan aset daerah yang dipisahkan dan (4) pinjaman daerah atau obligasi daerah, bila terjadi surplus pembiayaan maka kebijakan pengeluaran pembiayaan ditujukan untuk: (1) pembayaran cicilan pokok utang yang jatuh tempo, (2) penyertaan modal (investasi daerah) dan (3) transfer ke rekening dana cadangan. Pada tahun 2010 kebijakan pembiayaan daerah diarahkan kepada program dan kegiatan ekonomi produktif, baik di sektor pertanian, perkebunan, perikanan, koperasi dan UKM, serta perdagangan dan perindustrian. III - 23

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis statistik Perekonomian Daerah, sebagai gambaran umum untuk situasi perekonomian Kota

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kerangka ekonomi makro daerah akan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang telah dicapai pada tahun 2010 dan perkiraan tahun

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Cianjur tahun 2013 tidak terlepas dari arah kebijakan ekonomi

Lebih terperinci

Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak Tahun

Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak Tahun B AB I I I R AN C AN G AN K E R AN G K A E K O N O M I D AE R AH 3.1 Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2009 dan Perkiraan Tahun 2010 Perkembangan perekonomian global yang cepat dan dinamis sangat mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis perekonomian daerah, sebagai

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi perekonomian Kota Ambon sepanjang Tahun 2012, turut dipengaruhi oleh kondisi perekenomian

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kondisi perekonomian Kabupaten Lamandau Tahun 2012 berikut karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun 2013-2014 dapat digambarkan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD 3.1.1.1. Sumber Pendapatan Daerah Sumber pendapatan daerah terdiri

Lebih terperinci

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD 2.1. Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD Dalam penyusunan Kebijakan Umum Perubahan APBD ini, perhatian atas perkembangan kondisi perekonomian Kabupaten Lombok

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1. Kondisi Ekonomi Daerah Kota Bogor Salah satu indikator perkembangan ekonomi suatu daerah

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1 Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2011 dan Perkiraan Tahun 2012 Kerangka Ekonomi Daerah dan Pembiayaan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Gambaran pengelolaan keuangan daerah mencakup gambaran kinerja dan pengelolaan keuangan daerah tahuntahun sebelumnya (20102015), serta kerangka pendanaan. Gambaran

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana pengelolaan keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh DPRD dalam Peraturan Daerah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

BAB V ANGGARAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB V ANGGARAN PEMBANGUNAN DAERAH BAB V ANGGARAN PEMBANGUNAN DAERAH 5.1 PENDANAAN Rencana alokasi pendanaan untuk Percepatan Pembangunan Daerah pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) 2009 memberikan kerangka anggaran yang diperlukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI A. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi ekonomi makro yang baik, yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tingkat

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB - III Kinerja Keuangan Masa Lalu

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB - III Kinerja Keuangan Masa Lalu BAB - III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Kinerja Keuangan Masa Lalu Arah Kebijakan Pengelolaan Keuangan Kebijakan Umum Anggaran Bab ini berisi uraian tentang gambaran umum mengenai pengelolaan keuangan

Lebih terperinci

8.1. Keuangan Daerah APBD

8.1. Keuangan Daerah APBD S alah satu aspek pembangunan yang mendasar dan strategis adalah pembangunan aspek ekonomi, baik pembangunan ekonomi pada tatanan mikro maupun makro. Secara mikro, pembangunan ekonomi lebih menekankan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kerangka ekonomi makro dan kebijakan keuangan daerah yang dimuat dalam Rencana Kerja Pemerintah

Lebih terperinci

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH A. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 1. Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2011 dan Perkiraan Tahun 2012 Kondisi makro ekonomi Kabupaten Kebumen Tahun

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kerangka ekonomi makro dan kebijakan keuangan daerah yang dimuat dalam rencana kerja Pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN A. PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Berkaitan dengan manajemen keuangan pemerintah daerah, sesuai dengan amanat UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kondisi perekonomian Kabupaten Sleman Tahun 2014 berikut karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun 2015-2016 dapat digambarkan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa Lalu Sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah dinyatakan secara tegas bahwa pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian penting daripada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri apabila pembangunan itu sebagian besar dapat dibiayai dari sumber-sumber penerimaan dalam negeri,

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKANKEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKANKEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKANKEUANGAN DAERAH 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kebijakan ekonomi daerah disusun dalam rangka memberikan solusi jangka pendek dan jangka panjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK) Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu Tahun 2015

BAB I PENDAHULUAN. Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK) Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu Tahun 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud dan Tujuan Penyusunan Laporan Keuangan Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. ARAH KEBIJAKAN EKONOMI DAERAH Berdasarkan RPJMD Kota Jambi, tahun 2016 merupakan pertumbuhan pembangunan ekonomi yang merupakan

Lebih terperinci

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Perkembangan kinerja keuangan pemerintah daerah tidak terlepas dari batasan pengelolaan keuangan daerah sebagaimana

Lebih terperinci

ANALISIS KEMANDIRIAN FISKAL DALAM UPAYA MENDUKUNG PELAKSANAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAGIRI HULU

ANALISIS KEMANDIRIAN FISKAL DALAM UPAYA MENDUKUNG PELAKSANAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAGIRI HULU ANALISIS KEMANDIRIAN FISKAL DALAM UPAYA MENDUKUNG PELAKSANAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAGIRI HULU Taryono Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Riau ABSTRAK Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Fiscal Stress Ada beberapa definisi yang digunakan dalam beberapa literature. Fiscal stress terjadi ketika pendapatan pemerintah daerah mengalami penurunan

Lebih terperinci

Pertumbuhan yang telah dicapai dari berbagai kebijakan akan memberi dampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja, dan mengurangi angka pengangguran

Pertumbuhan yang telah dicapai dari berbagai kebijakan akan memberi dampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja, dan mengurangi angka pengangguran BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar yang dilakukan pada berbagai program sebagaimana diungkapkan pada bab sebelumnya,

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 4.1. Gambaran Umum inerja perekonomian Jawa Barat pada tahun ini nampaknya relatif semakin membaik, hal ini terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi Jawa

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang dasar 1945 yang mengamanatkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas provinsi-provinsi

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Billions RPJMD Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2016-2021 BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Kinerja pelaksanaan APBD Provinsi Kepulauan

Lebih terperinci

BAB V PENDANAAN DAERAH

BAB V PENDANAAN DAERAH BAB V PENDANAAN DAERAH Dampak dari diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah

Lebih terperinci

PARIPURNA, 20 NOPEMBER 2015 KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2016

PARIPURNA, 20 NOPEMBER 2015 KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2016 PARIPURNA, 20 NOPEMBER 2015 KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2016 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2015 DAFTAR ISI Daftar Isi... i Daftar Tabel...

Lebih terperinci

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH A. Pendahuluan Kebijakan anggaran mendasarkan pada pendekatan kinerja dan berkomitmen untuk menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Anggaran kinerja adalah

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa Lalu

BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa Lalu BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Pengelolaan keuangan daerah Pemerintah Kota Medan tahun 2005-2009 diselenggarakan sesuai dengan Undang-Undang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 26/05/73/Th. VIII, 5 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN I 2014 BERTUMBUH SEBESAR 8,03 PERSEN Perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya

I. PENDAHULUAN. Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah, mengurangi kesenjangan antar

Lebih terperinci

BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA

BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA 1.1. Pertumbuhan Ekonomi PDRB Kabupaten Majalengka pada tahun 2010 atas dasar harga berlaku mencapai angka Rp 10,157 triliun, sementara pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan Akuntansi Sektor Publik, Khususnya di Negara Indonesia semakin pesat seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2015 merupakan masa transisi pemerintahan dengan prioritas

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa lalu

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa lalu BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa lalu Pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Sintang diselenggarakan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 17

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang,

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1 Kondisi Pendapatan Daerah Pendapatan daerah terdiri dari tiga kelompok, yaitu Pendapatan Asli

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN (RPJMD) Tahun 20162021 BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Keuangan Kabupaten Pandeglang dikelola berdasarkan ketentuan peraturan yang berlaku diantaranya UndangUndang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Daftar Isi- i. Daftar Tabel... ii Daftar Grafik... iii

DAFTAR ISI. Daftar Isi- i. Daftar Tabel... ii Daftar Grafik... iii DAFTAR ISI Daftar Isi... i Daftar Tabel... ii Daftar Grafik... iii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... I.1 1.2 Tujuan... I.4 1.3 Dasar Hukum... I.4 BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Kondisi

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1. Kondisi Ekonomi Daerah Kota Bogor Salah satu indikator utama perkembangan ekonomi suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan disegala bidang harus terus dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Untuk melaksanakan pembangunan, pemerintah tidak bisa

Lebih terperinci

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 5.1. Arah Pengelolaan Pendapatan Daerah Dalam pengelolaan anggaran pendapatan daerah harus diperhatikan upaya untuk peningkatan pendapatan pajak dan retribusi daerah

Lebih terperinci

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH 7.1 Kebijakan Umum Pengelolaan Pendapatan Daerah Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004 tentang Keuangan Negara bahwa Keuangan Daerah

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN II-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN II-2014 No. 40/08/36/Th.VIII, 5 Agustus 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN II-2014 PDRB Banten triwulan II tahun 2014, secara quarter to quarter (q to q) mengalami pertumbuhan sebesar 2,17 persen,

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten Subang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

Analisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Analisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Analisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 4.1. Pendapatan Daerah 4.1.1. Pendapatan Asli Daerah Sejak tahun 2011 terdapat beberapa anggaran yang masuk dalam komponen Pendapatan Asli Daerah yaitu Dana

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Kinerja Keuangan Tahun 2008-2013 3.1.1 Kinerja Pelaksanaan APBD Keuangan Daerah adalah hak dan kewajiban daerah dalam melaksanakan

Lebih terperinci

BAB VIII KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB VIII KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB VIII KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka ekonomi makro dan pembiayaan pembangunan Kabupaten Sleman memuat tentang hasil-hasil analisis dan prediksi melalui metode analisis ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah, mengurangi kesenjangan antar daerah dan meningkatkan kualitas pelayanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan untuk merubah keadaan kearah yang lebih baik, dengan sasaran akhir terciptanya kesejahreraan

Lebih terperinci

RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN ANGGARAN 2007

RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN ANGGARAN 2007 RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN ANGGARAN 2007 APBD merupakan penjabaran kuantitatif dari tujuan dan sasaran Pemerintah Daerah serta tugas pokok dan fungsi unit

Lebih terperinci

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Gambaran pengelolaan keuangan daerah menjelaskan tentang aspek kebijakan keuangan daerah, yang berkaitan dengan pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah serta capaian

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Dalam upaya reformasi pengelolaan keuangan daerah, Pemerintah telah menerbitkan paket peraturan perundang undangan bidang pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian. wewenang dan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian. wewenang dan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian wewenang dan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dimana Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU No.23 Tahun 2014 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan Pemerintah Daerah di Indonesia sejak tahun 2001 memasuki era baru yaitu dengan dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3. 1. Arah Kebijakan Ekonomi 3.1.1. Kondisi Ekonomi Tahun 2014 dan Perkiraan Tahun 2015 Peningkatan dan perbaikan kondisi ekonomi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Belanja Langsung Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Pasal 36 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja langsung merupakan

Lebih terperinci

A. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan Penduduk

A. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan Penduduk Perspektif Kabupaten Berau selama 5 tahun ke depan didasarkan pada kondisi objektif saat ini dan masa lalu yang diprediksi menurut asumsi cetiris paribus. Prediksi dilakukan terhadap indikator-indikator

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014 No. 048/08/63/Th XVIII, 5Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II- tumbuh sebesar 12,95% dibanding triwulan sebelumnya (q to q) dan apabila

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN - 61 - BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN Dasar yuridis pengelolaan keuangan Pemerintah Kota Tasikmalaya mengacu pada batasan pengelolaan keuangan daerah yang tercantum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN Bab ini berisi uraian tentang gambaran umum pengelolaan keuangan daerah di Kabupaten Purworejo. Adapun yang menjadi fokus adalah kinerja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengelolaan pemerintah daerahnya, baik ditingkat propinsi maupun tingkat kabupaten

I. PENDAHULUAN. pengelolaan pemerintah daerahnya, baik ditingkat propinsi maupun tingkat kabupaten I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistim pemerintahan daerah hampir di seluruh wilayah Republik Indonesia di dalam pengelolaan pemerintah daerahnya, baik ditingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman BAB III PENUTUP... 13

DAFTAR ISI. Halaman BAB III PENUTUP... 13 DAFTAR ISI Halaman BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang Penyusunan Kebijakan Umum Perubahan APBK... 1 1.2. Tujuan Penyusunan Kebijakan Umum Perubahan APBK... 2 1.3. Dasar Hukum Penyusunan Kebijakan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013 BPS KABUPATEN TAPANULI UTARA No. 08/07/1205/Th. VI, 06 Oktober 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara yang diukur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkembang dengan jalan capital investment dan human investment bertujuan

I. PENDAHULUAN. berkembang dengan jalan capital investment dan human investment bertujuan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah proses merubah struktur ekonomi yang belum berkembang dengan jalan capital investment dan human investment bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah pasal 1 angka

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi Bali disusun dengan pendekatan kinerja

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Pengelolaan keuangan daerah mempunyai peranan yang sangat penting dalam menjalankan roda pemerintahan, oleh karena itu pengelolaan keuangan daerah selalu

Lebih terperinci

BAB 2. Kecenderungan Lintas Sektoral

BAB 2. Kecenderungan Lintas Sektoral BAB 2 Kecenderungan Lintas Sektoral BAB 2 Kecenderungan Lintas Sektoral Temuan Pokok Sejak krisis ekonomi dan pelaksanaan desentralisasi, komposisi pengeluaran sektoral telah mengalami perubahan signifikan.

Lebih terperinci

KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (KU-APBD) TAHUN ANGGARAN 2016

KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (KU-APBD) TAHUN ANGGARAN 2016 KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (KU-APBD) TAHUN ANGGARAN 2016 PEMERINTAH KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN 2015 DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Nota Kesepakatan...

Lebih terperinci