J. Aquawarman. Vol. 2 (2) : Oktober ISSN : AQUAWARMAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "J. Aquawarman. Vol. 2 (2) : Oktober ISSN : AQUAWARMAN"

Transkripsi

1 AQUAWARMAN JURNAL SAINS DAN TEKNOLOGI AKUAKULTUR Alamat : Jl. Gn. Tabur. Kampus Gn. Kelua. Jurusan Ilmu Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman Aktivitas Antibakterial Ekstrak Daun Sonneratia alba Terhadap Vibrio harveyi Pada Benur Udang Windu (Penaeus monodon) Antibacterial Activity of Leaf Extract from Sonneratia alba Againts Vibrio on Tiger Prawn (Penaeus monodon) Ulna 1), Gina Saptiani 2), Esti Handayani Hardi 3) 1) Mahasiswa Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman 2). 3) Staf Pengantar Jurusan Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman Abstract This purpose to assess the antibacterial activity of leaf extract from Sonneratia albaagainst V.harveyi on tiger prawn (Penaeus monodon). Leaf of S. alba were chopped and dried, then extracted by using seawater.the treatments weresea water extract of S. alba, with concentrations 0.1% and of 0.05% respectively positive control and negative controls. Challenge test using a V.harveyi 10 4 cfu/ml was given on day 6 th, by immersion. The parameters were the clinical sympton, patological anatomy, the prevalence and survival rate.sea water extract of S. alba leaves 0.1% the best antibacterial to prevent V.harveyi infection, so that can increase survival rate tiger prawn and reduce prevalence. Keywords :Extract, S. alba, Tiger prawn, Vibrio harveyi 1. PENDAHULUAN Budidaya udang windu di tambak telah lama dilakukan oleh masyarakat di Kalimantan Timur. Namun masih banyak kendala yang dihadapi. Penyebab umum yang menjadi kendala dan kerugian dalam melakukan usaha budidaya udang windu pada tambak tradisional di Kalimantan timur adalah virus dan infeksi bakteri, terutama Vibrio harveyi. Serangan penyakit vibriosis tersebut sering terjadi pada stadia nauplius, stadia zoea, stadia mysis dan kadang-kadang post larva serta saat pemeliharaan di tambak sampai sekitar umur 1-1,5 bulan. (Saptiani et al., 2012 a ). Diggles et al. (2000) menyatakan bahwa V. harveyi bersifat patogen oportunistik, yaitu organisme yang dalam keadaan normal ada dalam lingkungan pemeliharan dan berkembang dari sifat saprofitik menjadi patogenik, apabila kondisi lingkungan dan inang memburuk. Saulnier et al. (2000) menyatakan bahwa beberapa galur V. 35

2 harveyi merupakan patogen penyebab utama penyakit vibriosis pada udang windu. Penanggulangan penyakit yang disebabkan oleh V. harveyi dapat menggunakan bahan kimia dan antibiotik. Namun penggunaan bahan kimia tersebut secara terus menerus dengan dosis yang kurang tepat telah mengakibatkan V. harveyi menjadi resisten. Pemakaian bahan tersebut masih dilakukan di pembenihan wilayah Kalimantan Timur karena belum ditemukan alternatif pencegahan yang efektif membunuh dan menghambat pertumbuhan vibriosis yang ramah lingkungan serta mudah terurai di perairan. Oleh karena itu pencarian senyawa bioaktif dari bahan alami dapat dilakukan sebagai alternatif untuk menanggulangi penyakit pada udang windu (Saptiani dan Hartini 2008; Saptiani et al., 2012 b ). Beberapa penelitian penggunaan bahan herbal atau fitofarmaka telah dilakukan pada biota akuatik, seperti yang dilakukan oleh Saptiani dan Hartini (2008), yaitu pemberian ekstrak daun sirih dengan konsentrasi 50% dapat menghambat pertumbuhan V. harveyi secara in vitro dan mampu melindungi post larva udang windu terhadap serangan V. harveyi secara in vivo. Beberapa bahan belum banyak dimanfaatkan dan banyak tersedia di alam adalah tumbuhan mangrove seperti Rhizophora, Nypha, Avicenia, Acanthus dan Soneratia. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji aktivitas antibakterial ekstrak daun S. alba terhadap serangan V. Harveyi pada benur udang windu (Penaeus monodon). 2. BAHAN DAN METODE b. Sonneratia alba Daun mangrove S. alba berasal dari pertambakan Desa Tanjung Limau, Kecamatan Muara Badak, Kabupaten Kutai Kartanegara Kalimantan Timur. Daun S. alba dicuci, ditiriskan, dicincang dan dikeringanginkan pada suhu ruang selama 19 hari.daun S. alba terlebih dahulu ditimbang sebanyak 200 gram, dimasukan ke dalam stoples dan ditambahkan pelarut air laut 22 sebanyak 1000 ml, 1:5. Kemudian dipanaskan di dalam waterbath dengan suhu 80 0 C, sehingga didapatkan 600 ml larutan. Larutan dimasukan kembali dalam beaker glass dan dipanaskan kembali dalam waterbath pada suhu 80 0 C, hingga didapatkan larutan 300 ml ekstrak (Saptiani et al., 2015) b. Udang windu Udang windu (Penaeus monodon) berasal dari tambak Desa Tanjung Limau, Kecamatan Muara Badak, Kabupaten Kutai Kartanegara Kalimantan Timur yang berumur 15 hari, diaklimasi selama 7 hari. Selanjutnya untuk mengetahui udang terbebas dari bakteri, dilakukakan isolasi bakteri dari tubuh udang dan dikultur pada media TCBSA. Setelah itu udang dimasukan ke akuarium dan diaklimasi selama 3 hari untuk mengadaptasikan udang uji dengan lingkungan barunya. c. Uji Patogenitas (pengganasan) Uji Patogenitas dilakukan menurut metode Saptiani et al. (2012). Udang diinfeksi dengan dosis 10 4 cfu/ml sebanyak 0,5 ml secara intra muscular. Setelah 48 jam udang menunjukkan gejala klinis spesifik kemerahan pada karapas, ekor, kaki dan insang yang terinfeksi, selanjutnya bakteri diisolasi dari haemolimnya dan dikultur pada media TSA, selanjutnya dimurnikan pada media Thiosulfate Citrate Bilt Sucrose Agar (TCBSA). d. Perlakuan Perlakuan terdiri dari ekstrak air laut daun S. alba konsentrasi 0,1% dan 0,05%, kontrol positif antibiotic (Oxytetracycline) dan kontrol negatif dengan akuades, yang diberikan secara perendaman. Pada hari ke-6 udang diuji tantang dengan bakteri V. harveyi dengan konsentrasi 10 4 cfu/ml sebanyak 0,1ml/L yang diberikan secara perendaman. Parameter yang diamati adalah gejala klinis, patologi anatomi, prevalensi dan kelangsungan hidup. Gejala kelinis diamati setiap hari, yaitu aktivitas gerak, pola renang, 36

3 nafsu makan, reflek dan kondisi tubuh secara umum. Patologi anatomi diamati berdasarkan kondisi tubuh dan organ dengan melihat adanya perubahan bentuk, warna dan konsistensi. Prevalensi serangan dilihat berdasarkan adanya gejala klinis dan patologi anatomi spesifik terinfeksi, seperti warna organ pencernaan kemerahan hingga kecoklatan, karapas, ekor dan insang merah. Kelangsungan hidup berdasarkan persentase jumlah udang yang hidup udang. Patologi anatomi, prevalensi dan kelangsungan hidup diamati pada hari ke-6, 13, 20 dan 24. a. Ekstraksi Ekstrak air laut daun S. alba sedikit memiliki warna coklat pekat, memiliki rasa asin dan getir, dengan aroma seperti jamu rebusan daun sirih. b. Gejala kelinis Gejala klinis udang windu setelah diberi perlakuan sekitar jam, menunjukkan ekstrak daun mangrove S. alba yang diberikan masuk ke dalam tubuh udang, yaitu terjadi perubahan warna pada tubuh udang dan warnanya manjadi lebih gelap kehitaman. Menurut Saptiani et al., (2012 a ) udang setelah e. Analisa Data diberi perlakuan ekstrak jeruju (Acanthus Data yang diperoleh selama penelitian dianalisis ilicifilius) maupun setelah uji tantang terjadi secara deskriftip. perubahan warna pada tubuh udang, Prevalensi serangan diperoleh dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus: perubahan warna pada tubuh udang disebabkan terjadinya pembesaran kromatofor atau pigmen pada kutikula udang, perubahan warna merupakan adanya penurunan imunitas tubuh udang, serta hal ini menunjukkan mulai bekerjanya imunitas tubuh untuk melawan Kelangsungan hidup diperoleh dari hasil benda asing dalam tubuh udang. Perubahan perhitungan dengan menggunakan rumus: warna ini juga sebagai tanda adanya benda asing yang masuk dalam tubuh udang karena kromatofor pada udang merupakan salah satu pola pertahanan tubuh pada udang (Saptiani 3. HASIL DAN PEMBAHASAN dan Hartini 2008; Saptiani et al., 2012 a ) Tabel 1.Rata-rata gejala klinis udang windu (Penaeus monodon) setelah uji tantang dengan V. harveyi selama penelitian. Ekstrak S. alba Hari ke- Gejala klinis Aktivitas gerak (%) Pola renang (%) Gerak reflek (%) Aktif Pasif Normal Melayang miring Normal Agresif 0,1% ,5 4,5 90,9 9, ,8 18, ,4 13,6 85,5 14,5 90,9 9, ,8 18, ,4 5,6 85,0 15, ,9 16,

4 ,4 5, ,05% ,9 9,1 7 54,5 45,5 81,8 18, ,2 31,8 63,6 36, ,3 22,7 95,5 4, ,8 6, ,5 12, Kontrol (+) Kontrol (-) Gejala klinis yang tampak pada hari ke-7 setelah uji tantang tubuh udang tampak menyala pada kondisi gelap. Pada hari ke-13 terjadi penurunan aktifitas gerak, pola renang menjadi melayang miring, gerak reflek lemah dan terjadi penurunan nafsu makan, gejala ini terlihat pada semua perlakuan. Menurut Gultom (2003), udang yang terinfeksi secara akut akan menyebabkan penurunan konsumsi pakan secara cepat dan ketahanan tubuh menjadi semakin lemah, sehingga menyebabkan Berdasarkan hasil pengamatan patologi anatomi yang dilakukan pada hari ke-5 sebelum uji tantang dengan V. harveyitidak terjadi kematian dan tidak terjadi perubahan patologi anatomi. Hasil pengamatan organ tubuh mengalami kerusakan pada hari ke-13, ke-20 dan hari ke-24, ini terlihat pada semua perlakuan seperti pada Tabel 2. Terjadi kematian. Demikian juga menurut Saptiani dan Hartini (2008) dan Saptiani et al. (2012 a ) ciri-ciri udang yang terserang adalah udang kelihatan menyala terutama pada keadaan gelap, udang kelihatan lemah dan tidak berenang, nafsu makan berkurang sehingga pakan yang diberikan banyak yang tersisa dan pada bagian tubuh terlihat bercak-bercak merah. Rata-rata gejala klinis yang nampak kemerahan pada karapas dan ekor setelah diinfeksi dapat bertahan hidup 1-3 hari. perubahan warna hitam kemerahan dan merah pada bagian tubuh, ekor, insang dan organ pencernaan. Setelah dilakukan infeksi V. harveyi, semua perlakuan maupun kontrol terjadi perubahan warna pada ekor dan tubuh tampak kemerahan, insang dan pencernaan merah serta otot punggung merah. 38

5 Secara umum perubahan warna tubuh terjadi pada semua perlakuan yang diberi ekstrak maupun pada kontrol positif dan negatif. Pada hari ke-13 semua perlakuan mengalami perubahan warna tubuh, organ pencernaan hitam kecoklatan, otot punggung kemerahan serta mengalami kerusakan. Menurut Saptiani et al. (2012 b ), bahwa penyakit yang disebabkan oleh infeksi dapat menyebabkan kematian pada udang yang sensitif dan sedang terluka, ciri-ciri lain yang timbulkan oleh infeksi yaitu hepatopankreas akan berubah warna hitam kecoklatan dan mengalami penyusutan bahkan hancur, sehingga tidak berfungsi secara normal sebagai penyerap nutrient dan produksi enzim untuk pencernaan. Menurut Juliantok (2002), bahwa infeksi Vibrio dapat menyebabkan kerusakan organ dan infeksi Vibrio tidak terjadi secara spontan tetapi merupakan hasil dari sejumlah stres yang dialami larva udang, sehingga lemah terhadap infeksi. Kerusakan pada organ luar larva udang windu tidak sepenuhnya disebabkan oleh infeksi, karena sifat kanibalisme post larva yang tinggi dan pada saat moulting tubuh udang sangat lemah, sehingga sangat mudah diserang oleh udang lain. Menurut Austin dan Zhang (2006), bahwa secara mikroskopik bagian utama dari udang yang diserang oleh bakteri luminescent vibriosis adalah organ hepatopankreas. Pada kejadian awal penyakit ini, hepatopankreas akan mengalami perubahan warna menjadi kecoklatcoklatan dan pada tingkatan serangan yang parah, organ ini akan berubah warna menjadi coklat kehitaman. Pada hari ke-13 hepatopankreas udang tampak coklat kehitaman pada semua perlakuan. Menurut Saptiani et al. (2012 a ), bahwa keberadaan bakteri dalam saluran pencernaan udang atau organ yang sangat erat hubungannya dengan proses pencernaan udang akan menggangu sistem kerja pencernaan udang, dimana sebagian besar bakteri mampu mengurangi polisakarida dan karbohidrat, sehingga bakteri ini mengganggu proses penyerapan nutrisi udang. c. Prevalensi Serangan V. harveyi Prevalensi udang windu pada hari ke-6 atau 12 jam setelah uji tantang sudah tampak pada semua perlakuan, kecuali pada perlakuan kontrol (+) udang tidak ada yang terinfeksi secara gejala klinis dan patologi anatomi. Pada hari ke-13 prevalensi udang mengalami peningkatan pada semua perlakuan, ini karena ekstrak air laut daun S. alba bisa menghambat V. harveyi, tetapi kemampuannya untuk melawan bakteri masih terbatas, sehingga masih menimbulkan infeksi pada udang. Pada hari ke-20 semua perlakuan mengalami peningkatan prevalensi, kecuali perlakuan K(+). Pada hari ke-24 semua perlakuan mengalami penurunan prevalensi, kecuali pada K(-). Ini menunjukkan bahwa kemapuan antibakterial, ektrak air lautdaun S. alba berhasil menghambat perkembangan V. harveyi, sehingga perkembangan dan patogenitas dalam tubuh udang menurun. Menurut Saptiani (2000), perlakuan vaksin ataupun adanya uji tantang dapat meransang meningkatkan pembentukan sel-sel imunitas, adanya bahan asing atau infeksi yang masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan respon kekebalan atau peradangan yang nantinya akan diikuti dengan pembentukan zat kebal yang dihasilkan oleh sel-sel radang, yang selanjutnya meransang proliferasi dan defferensiasi sel imunitas yang satu diantaranya berfungsi membentuk bahan spesifik yang disebut antibodi. Pemberian ekstrak daun S. alba dapat mencegah infeksi, namun diduga tidak semua bakteri yang diuji tantangkan terbasmi oleh ekstrak daun S. alba. Kondisi ini justru menguntungkan karena bias berperan sebagai antigen yang dapat meransang terbentuknya antibodi. Saptiani (2001) menyatakan bahwa adanya uji tantang ternyata dapat meningkatkan antibodi, antibodi terbentuk setelah terjadi pemaparan atau infeksi oleh antigen dan akan semakin meningkat apabila ada infeksi sekunder, peristiwa ini akan 39

6 menguntungkan bagi organisme yang bersangkutan karena akan meningkatkan resistensi terhadap organisme patogen tersebut. Menurut Dellman dan Brown (1989) dalam Saptiani (2001) bahwa jumlah sel imunitas meningkat pada saat terjadi infeksi dan penyakit bakteri. Pada perlakuan K(-) prevalensi pada hari ke- 24 sebesar 20.8%, hal ini disebabkan karena pada kontrol negatif, udang tidak diberikan bahan antibakteri, sehingga bakteri langsung menyerang tubuh udang. Pada penelitian ini adanya serangan agen melalui uji tantang pada post larva udang merupakan infeksi lanjutan dari perlakuan antibakteri ekstrak S. alba, yang telah diberikan ke udang, sehingga sehingga diduga hal ini memicu semakin meningkatkan kekebalan tubuh. Hasil pengamatan diketahui bahwa prevalensi semakin menurun pada semua perlakuan di akhir penelitian akan tetapi kontrol (-) semakin meningkat. Pada penelitian ini ekstrak daun S. alba dapat menekan bakteri yang ada dalam tubuh udang dan dapat mengaktifkan sistem kekebalan tubuh, sehingga mampu menghambat serangan dan tubuh udang semakin sehat. Tabel 2. Patologi anatomi udang windu selama penelitian Ekstrak S. Hari alba ke- Hasil pengamatan 0,1% 6 ekor hitam kemerahan, tubuh bening, insang kemerahan bentuk tubuh bengkok, ekor hitam kemerahan, tubuh bening 13 kemerahan, kepala merah kehitaman, otot punggung merah, organ pencernaan merah dan antena patah. 20 ekor hitam kemerahan, tubuh merah kebiruan, kepala merah kebiruan, otot punggung merah. 24 ekor hitam coklat, tubuh bening merah muda, kepala bening hitam. 0,05% 6 ekor coklat kehitaman, tubuh bintik-bintik hijau dan insang kemerahan 13 ekor hitam kemerahan, tubuh bening kekuningan, kepala merah, otot punggung merah. 20 ekor hitam kemerahan, tubuh bening, kepala bening kebiruan, otot punggung merah. 24 ekor hitam kebiruan, tubuh bening kebiruan, kepala hitam kecoklatan. 24 ekor coklat, tubuh bening coklat, kepala bening coklat. Kontrol (+) 6 ekor hitam dan tubuh bening. 13 ekor hitam kemerahan, tubuh bening, kepala hitam kemerahan. 20 ekor hitam kebiruan, tubuh bening kebiruan kepala bening kebiruan. 24 ekor hitam pekat, tubuh bening kehitaman, kepala hitam pekat. Kontrol (-) 6 ekor hitam, tubuh bening dan insang kemerahan 13 ekor hitam, tubuh bening, organ pencernaan coklat kemerahan 20 ekor hitam kemerahan, tubuh hitam, kepala bening kemerahan, otot punggung merah. 24 ekor kuning kehijauan, tubuh hitam, organ pencernaan coklat kemerahan 40

7 SR (%) Prevalensi % J. Aquawarman. Vol. 2 (2) : Oktober ISSN : SAL 0,1% SAL 0,05% Hari pengamatan Gambar 1. Prevalensi udang windu (P. monodon) pada hari ke-6, 13, 20 dan 24 pada semua perlakuan. Keterangan : SAL = ekstrak air laut daun S. alba 0,1%, SAL = ekstrak air laut daun S. alba 0,05%, K(+) = antibiotik dan K(-) = akuades. K(+) K(-) SAL 0,1% SAL 0,05% K (+) K (-) Hari pengamatan Gambar 1.Kelangsungan hidup udang windu (P. monodon) pada hari ke-6, 13, 20 dan 24 pada semua perlakuan. Keterangan: SAL = ekstrak air laut daun S. alba 0,1%, SAL = ekstrak air laut daun S. alba 0,05%,K(+) = antibiotik dan K(-) = akuades. Kelangsungan hidup pada hari ke-13 mengalami penurunan pada perlakuan ekstrak air laut 0,1%, dan 0,05%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rukyani et al. (1992) bahwa penyakit yang diakibatkan bakteri berpendarbersifat sangat akut dan ganas karena dapat memusnahkan populasi yang terserang, hanya dalam waktu 1-3 hari sejak gejala awal tampak. Tingkat kelangsungan hidup pada hari ke- 20 dan hari ke-24 meningkat, ini menunjukkan perubahan kearah yang lebih baik, kecuali pada perlakuan K(-) mengalami penurunan menjadi 49.98%. Tingkat kelangsungan hidup tertinggi pada perlakuan ekstrak air laut 0,1% sebesar 95.83%, dan K(+) sebesar 95.83%. Ini menunjukkan antibiotik yang diberikan mampu menghambat, namun penggunaan antibiotik secara terus menerus dengan dosis yang tidak tepat menyebabkan resistensi (Saptiani dan Hartini 2008: Saptiani et al., 2012 b ). Pada gambar 2, menunjukkan bahwa tingkat kelangsungan hidup antara perlakuan K(+) dan ekstrak air laut 0,1% adalah paling baik dibandingkan dengan perlakuan K(-). Tingginya kelangsungan hidup ini menunjukkan kemampuan ekstrak daun S. alba yang dapat menghambat bakteri walaupun tidak maksimal. Sesuai dengan pendapat (Herawati et al., 2011), ekstrak S. alba memiliki kandungan senyawa antibakteri yaitu alkaloid, flavonoid, trirpenoid, steroid, fenol hidrokuinon, saponin dan tannin. Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa fenolik disamping fenol sederhana, 41

8 fenil propenoid dan kuinon fenolik. Saptiani (2012), menyatakan bahwa salah satu fungsi flavonoid adalah dapat bekerja sebagai antimikroba dan antivirus. Selain flavonoid, steroid atau sterol adalah salah satu bahan aktif yang dapat ditemukan dalam bentuk senyawa fitosterol seperti: sitosterol, stimossterol dan komposterol (Suradikusumah, 1989). Menurut Taslihan (1988), pada konsentrasi rendah, senyawa fenol merusak membran sitoplasma yang menyebabkan bocornya metabolit penting dan mengaktifkan sistem enzim bakteri. Kerusakan pada membran ini memungkinkan ion anorganik, nukleotida, koenzim dan asam amino merembes keluar sel. Selain itu kerusakan semacam itu dapat mencegah masuknya bahan-bahan penting ke dalam sel, karena membran sitoplasma juga mengendalikan penangkutan aktif ke dalam sel. Jadi substansi yang menghalangi fungsi penting membran akan berakibat kematian sel atau menghambat pertumbuhan bakteri. Menurut Sukarminah (1997), bahwa Senyawa fenol pada konsentrasi tinggi akan bekerja dengan merusak membran sitoplasma secara total dan mengendapkan protein sel, struktur sel terutama tersusun dari protein. Senyawa kuinon terbagi atas 4 kelompok yaitu benzokuinon, nafto kuinon, antarkuinon dan kuinon isopernoid. Kelompok benzoa, kuinon, naftokuinon dan antarkuinon termasuk senyawa terhidroksilasi dan bersifat senyawa fenol. Beberapa senyawa kuinon seperti kelompok naftokuinon diketahui dan bersifat racun dan berpotensi sebagai antimikroba (Suradikusumah, 1989). Naiborhu (2002) mengatakan dari hasil uji fitokimia golongan senyawa aktif ekstrak kelopak dan ekstrak buah S. alba adalah bahan berpotensi sebagai bahan antibakteri. Begitu juga menurut (Manilal et al., 2009), S. alba mempunyai senyawa bioaktif dan berpotensi sebagai antibakterial. Tumbuhan S. alba mempunyai kandungan metabolit, yang mengandung komposisi kimia senyawa glukosid, alkaloid, flavonoid, asam lemak, steroid lignin dan komponen phenol dan terpenoid (Kanchanapoom et al., 2001; Wostmann dan Liebezeid, 2008). Golongan alkaloid dan karbohidrat seperti glukosa, yang terdapat pada esktrak S. alba mempunyai respon yang bagus untuk aktivitas farmokologik, yaitu sebagai antimikroba dan anti inflamasi (Okoli et al., 2009). Menurut Sukarminah (1997), bahwa senyawa antimikroba merupakan senyawa kimia atau biologis yang dapat menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroba. Mekanisme kerja antimikroba dalam membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroba antara lain: merusak dinding sel mikroba; mengubah permeabilitas membran sitoplasma yang menyebabkan keluarnya nutrient dari dalam sel; menghambat kerja enzim dalam sel dan menghambat proses sintesis asam nukleat dan proteinnya (Marpaung, 2004). Daya tahan tubuh udang terhadap V. Harveyi dapat diketahui berdasarkan gejala klinis, patologi anatomi, prevalensi dan kelangsungan hidup. Pada perlakuan K(-) tingkat serangan V. Harveyi yang tinggi, terlihat dari rendahnya kelangsungan hidup udang. Ini karena pada kontrol(-) tidak diberi ekstrak S. alba yang dapat menghambat, pertumbuhan V. harveyi, sehingga infeksi bakteri yang diberikan hanya ditangkal oleh pertahanan tubuhnya saja tanpa adanya bahan tambahan penghambat yang dapat menghambat bakteri tersebut. Pada perlakuan K(+) dan ekstrak air laut 0,1%, memiliki tingkat kelangsungan hidup yang tinggi, ini menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan mampu menghambat, walaupun belum maksimal. Adanya pemberian ekstrak air laut daun S. alba pada udang sebelum dilakukan uji tantang menyebabkan bakteri yang masuk akan mati karena adanya kandungan senyawa bioaktif yang bersifat antibakterial. Senyawa ini mampu melakukan migrasi dari fase lemak, terjadi kerusakan pada membran sel, mengakibatkan terhambatnya aktivitas dan biosintesa enzim-enzim spesifik yang diperlukan dalam reaksi metabolisme dan kondisi ini pada akhirnya menyebabkan kematian pada bakteri 42

9 (Marpaung, 2004). Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pada perlakuan ekstrak air laut 0,1%, mampu menghambat pertumbuhan bakteri paling baik dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. 4. KESIMPULAN Ekstrak daun S. albamempunyai aktivitas antibakterial yang dapat menghambat serangan V. harveyi pada post larva udang windu, aman digunakan dan dapat menurunkan prevalensi serangan. Ekstrak air laut daun S. albakonsentrasi 0,1% paling baik untuk mencegah serangan V. harveyi pada benur udang windu DAFTAR PUSTAKA Austin, B and X. H. Zhang V. harveyi: a Significant Pathogen of Marine Vetebrates and Invertebrates. Letten of Applied Microbiolgy. 43: Boer, D. R. dan Zafran Karakteristik Beberapa Isolat Bakteri Bercahaya yang diisolasi dari Larva Udang Windu. Subbalai Penelitian Perikanan Budidaya Pantai Gondol. Bali hlm. Diggles, B.K, J. Carson, P.M. Hine, R.W. Hiskman dan M.J. Tait Vibrio Species Associated with Mortalities in Hatchery-reared Turbot (Colistium nudipinnis) and Brill (C. guntheri) in New Zealand. Aquaculture. 183: Gultom, D.N Patogenitas Bakteri pada Larva Udang Windu (Penaeus monodon Fab) Skripsi Institut Pertanian Bogor. Bogor. 39 hal. Tidak Dipublikasikan. Herawati, N. Jalaluddin, La Daha dan F. Zenta Potensi Antioksidan Ekstrak Metanol Kulit Batang Tumbuhan Mangrove S. alba. Jurnal Chemical. 12(1): 9-13 Juliantok, E., Isolasi dan Seleksi Bakteri Vibrio sp. sebagai Biokontrol untuk Penyakit Kunang-kunang pada Larva Udang Windu.Skripsi Institut Pertanian Bogor. Bogor. 50 hal. Tidak Dipublikasikan. Kamiso, H. N Vibriosis pada Ikan dan Alternatif cara Penanggulangannya. Journal Tulisan Science 1(1): Kanchanapoom, T., M.S. Kamel, R. Kasai, K. Yamasaki, C. Picheansoonthon, and Y. Hiraga Lignan Glucosides from Acanthus ilicifolius Phytochemistry 56: Manilal, A., S. Sujith, G.S. Kiran, J. Selvin and C. Shakir Biopotensials of Mangroves Collected from the Southwest Coast India. Global Journal of Biotecnology and Biochemistry. 4(1): Marpaung, E. L Flavonoid dari Buah Sonneratia caseolaris Engl. dan Kegunaannya sebagai Antibakterial. Studi Laboratoris Infeksi V. harveyi pada udang Windu (Penaeus monodon F). Tesis sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. 63 hal. Naiborhu, P. E Ektraksi dan Manfaat Ekstrak Mangrove (S. alba dan Sonneratia caseolaris) sebagai Bahan Alami Antibacterial: pada Patogen Udang Windu, V harveyi Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Okoli, R. I., A. A. Turay., J. K. Mensah and A. O. Aigbe Phytochemical and Antimicrobial Properties of Four Herbs from Edo State. Nigeria. Report and Opinion. I(5): Saptiani, G Pengaruh Vaksin pada Ikan Mas (Cyrinus carpio L) terhadap Gambaran Kekebalan Non-Spesifik. Frontir. 14(2): Saptiani, G Peningkatan Resistensi pada Ikan Gurame (Osphronemus gouramy) dengan Pemberian Imunostimulant. Media Veteriner. 8(1): 1-4 FKH IPB Bogor. Saptiani, G. and Hartini, The Inhibition of Bettle Leaf Extracts on the in vitro Growth of the V. harveyi Bacteria and the Protective to Tiger Prawn Larva. Paper. Konferensi Indonesia Aquaculture. Indoaqua. Yogyakarta Nopember. (in Indonesia). Saptiani, G Pemanfaatan Ekstrak Daun Acanthus ilicifilius untuk Meningkatkan 43

10 Imunitas Udang Windu. Disertasi. Pasca Sarjana Universitas Diponogoro. 298 hal. Saptiani, G, Prayitno dan S. Anggoro a. The Effectiveness of Potensi Acanthus ilicifolius In Proctecting Tiger Prawn (Penaeus monodo F) from V. harveyi Infection. Jurnal. of coastal Develpoment Vol 15 (2) Saptiani, G, S. B. Prayitno dan S. Anggoro, 2012 b. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Jeruju (Acanthus ilicifolius) terhadap Pertumbuhan V. harveyi secara in vitro. Jurnal Veteriner. 13(3): Saptiani, G, C. A. Pebrianto and E. H. Hardi Antimicrobial of Alpinia galanga Extracts Aquanist the Pathogen of Clarias batrachus. Proc. Inter, Symp. Marine and Fish. Research Sukarminah, E Kajian Sifat Antimikroba Ekstrak Daun Sirih (Piper bettle L) terhadap. Pertumbuhan Mikroba Perusak dan Patogen Makanan. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 60 hal. Suradikusumah, E Kimia tumbuhan. Depdikbud. Dirjen Pendidikan Tinggi. PAU. Ilmu Hayat IPB. Taslihan, A Penyakit Udang dan Usaha Pengendaliannya dalam: Kumpulan Paper Tehnis Latihan Ahli Pembenihan Udang Angkatan I. Balai Budidaya Jepara Air Payau. Jepara. Wostmann, R., and G. Liebezeid Chemical Composition of The Mangrove Holly Acanthus ilicifolius (Acanthaceae) Review and Additional Data Senckenbargiana Maritima 38(1):

Santi Septiana, Gina Saptiani dan Catur Agus Pebrianto

Santi Septiana, Gina Saptiani dan Catur Agus Pebrianto EKSTRAK DAUN Avecennia marina UNTUK MENGHAMBAT Vibrio harveyi PADA BENUR UDANG WINDU (Penaeus monodon) (Avecennia marina Leaf Extract for Inhibiting Vibrio harveyi on Tiger Shrimp (Penaeus monodon)) SANTI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Udang windu merupakan komoditas perikanan laut yang memiliki peluang usaha cukup baik karena sangat digemari konsumen lokal (domestik) dan konsumen luar negeri. Hal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kandungan Metabolit Sekunder Daun Rhizophora mucronata Lamk. Kandungan metabolit sekunder pada daun Rhizophora mucronata Lamk. diidentifikasi melalui uji fitokimia. Uji

Lebih terperinci

Mastoni, Gina Saptiani dan Catur Agus Pebrianto

Mastoni, Gina Saptiani dan Catur Agus Pebrianto PEMBERIAN EKSTRAK LENGKUAS (Alpinia galanga) UNTUK MENINGKATKAN KELANGSUNGAN HIDUP LARVA IKAN LELE (Clarias gariepinus) (Extract of Galangal (Alpinia galanga) To Improve Survival on Larva of Catfish (Clarias

Lebih terperinci

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Jeruju (Acanthus ilicifolius) terhadap Pertumbuhan Vibrio harveyi Secara in vitro

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Jeruju (Acanthus ilicifolius) terhadap Pertumbuhan Vibrio harveyi Secara in vitro Jurnal Veteriner September 20 Vol. 13 No. 3: 257-262 ISSN : 14-8327 Aktivitas Antibakteri Ekstrak Jeruju (Acanthus ilicifolius) terhadap Pertumbuhan Vibrio harveyi Secara in vitro (ANTIBACTERIAL ACTIVITY

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bidang perikanan memegang peranan penting dalam penyediaan protein

I. PENDAHULUAN. Bidang perikanan memegang peranan penting dalam penyediaan protein I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bidang perikanan memegang peranan penting dalam penyediaan protein hewani bagi rakyat Indonesia. Sebagian besar (74%) berasal dari laut dan sisanya (26%) dari air tawar.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar yang sangat potensial, karena memiliki nilai ekonomis tinggi. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan mas (Cyprinus carpio L.) sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Ikan air tawar yang bernilai ekonomis cukup penting ini sudah sangat dikenal luas oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terdapat sekitar 2500 jenis senyawa bioaktif dari laut yang telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi, dan 93 % diantaranya diperoleh dari rumput laut (Kardono, 2004).

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terdiri atas penyakit bakterial dan mikotik. Contoh penyakit bakterial yaitu

PENDAHULUAN. terdiri atas penyakit bakterial dan mikotik. Contoh penyakit bakterial yaitu PENDAHULUAN Latar Belakang Indikator keberhasilan dalam usaha budidaya ikan adalah kondisi kesehatan ikan. Oleh karena itu masalah penyakit merupakan masalah yang sangat penting untuk ditangani secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udang merupakan salah satu hasil laut komersial yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) menetapkan 10 komoditas unggulan budidaya,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Gejala Klinis Pengamatan gejala klinis pada benih ikan mas yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila meliputi kelainan fisik ikan, uji refleks, dan respon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ikan budidaya pada air tawar adalah penyakit Motil Aeromonas Septicemia (MAS)

BAB I PENDAHULUAN. ikan budidaya pada air tawar adalah penyakit Motil Aeromonas Septicemia (MAS) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hambatan yang seringkali dihadapi oleh pembudidaya ikan adalah kondisi kesehatan ikan. Kesehatan ikan menurun disebabkan lingkungan yang buruk akan menimbulkan penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nilem (Osteochilus vittatus) merupakan ikan air tawar yang termasuk kedalam famili Cyprinidae yang bersifat herbivore. Ikan ini menyebar di Asia Tenggara, di Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 4. Borok Pada Ikan Mas yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 4. Borok Pada Ikan Mas yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Ikan Mas yang Terinfeksi Aeromonas hydrophila Pengamatan gejala klinis pada ikan mas yang diinfeksi Aeromonas hydrophila meliputi kerusakan jaringan tubuh dan perubahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengambilan Sampel Ascidian Didemnum molle Pengambilan sampel dilakukan pada Bulan Maret 2013 di perairan Kepulauan Seribu meliputi wilayah Pulau Pramuka, Pulau Panggang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Ikan Nilem yang Terinfeksi Aeromonas hydrophila 4.1.1 Kerusakan Tubuh Berdasarkan hasil pengamatan, gejala klinis yang pertama kali terlihat setelah ikan diinfeksikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama ikan air tawar. Ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus)

BAB I PENDAHULUAN. terutama ikan air tawar. Ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan masyarakat terhadap protein hewani dari ikan mengalami peningkatan pesat di setiap tahunnya. Berdasarkan data yang diperoleh, tingkat konsumsi ikan nasional

Lebih terperinci

ANALISIS UJI TANTANG BENUR WINDU (Penaeus monodon Fabricius) YANG TELAH DIBERI PERLAKUAN PROBIOTIK DAN ANTIBIOTIK DENGAN DOSIS BERBEDA

ANALISIS UJI TANTANG BENUR WINDU (Penaeus monodon Fabricius) YANG TELAH DIBERI PERLAKUAN PROBIOTIK DAN ANTIBIOTIK DENGAN DOSIS BERBEDA Jurnal Galung Tropika, September, hlmn. 7-1 ANALISIS UJI TANTANG BENUR WINDU (Penaeus monodon Fabricius) YANG TELAH DIBERI PERLAKUAN PROBIOTIK DAN ANTIBIOTIK DENGAN DOSIS BERBEDA ANALYSIS CHALLENGE TEST

Lebih terperinci

PERANAN EKSTRAK KELOPAK DAN BUAH MANGROVE

PERANAN EKSTRAK KELOPAK DAN BUAH MANGROVE Peranan Jurnal Akuakultur Ekstrak Mangrove Indonesia, dalam 1(3): Pengobatan 129 138(22) Udang Windu Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai 129 http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id PERANAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka adalah kerusakan fisik akibat dari terbukanya atau hancurnya kulit yang menyebabkan ketidakseimbangan fungsi dan anatomi kulit normal (Nagori and Solanki, 2011).

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Benih Lele Sangkuriang yang terinfeksi Aeromonas hydrophila Pengamatan gejala klinis benih lele sangkuriang yang diinfeksikan Aeromonas hydrophila meliputi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Komoditas udang Vannamei ( Litopenaeus vannamei) merupakan udang asli

II. TINJAUAN PUSTAKA. Komoditas udang Vannamei ( Litopenaeus vannamei) merupakan udang asli II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) Komoditas udang Vannamei ( Litopenaeus vannamei) merupakan udang asli perairan Amerika Latin. Udang ini dibudidayakan mulai dari pantai barat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan 4.1.1 Kultur Bakteri Vibrio harveyi Isolat bakteri Vibrio harveyi murni diperoleh dari Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara (BBPBAP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu sumber andalan dalam pembangunan perikanan di Indonesia. Dalam memenuhi besarnya permintaan terhadap persediaan ikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kurang lebih pulau besar dan kecil, juga memiliki garis pantai terpanjang

I. PENDAHULUAN. kurang lebih pulau besar dan kecil, juga memiliki garis pantai terpanjang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang besar dengan jumlah pulau kurang lebih 17.000 pulau besar dan kecil, juga memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei Juni Lokasi penelitian di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei Juni Lokasi penelitian di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei Juni 2014. Lokasi penelitian di Laboratorium Budidaya Perikanan, Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembentukan Organisme Bioflok 4.1.1 Populasi Bakteri Populasi bakteri pada teknologi bioflok penting untuk diamati, karena teknologi bioflok didefinisikan sebagai teknologi

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Parameter pada penelitian pembesaran ikan lele ini meliputi derajat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan mutlak, laju pertumbuhan harian, perhitungan jumlah bakteri

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK

PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK Vibrio SKT-b MELALUI Artemia DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP PASCA LARVA UDANG WINDU Penaeus monodon ASRI SUTANTI SKRIPSI PROGRAM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang 70% alamnya merupakan perairan

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang 70% alamnya merupakan perairan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang 70% alamnya merupakan perairan yang terdiri dari rawa, sungai, danau, telaga, sawah, tambak, dan laut. Kekayaan alam ini sangat potensial

Lebih terperinci

KESEHATAN IKAN. Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta

KESEHATAN IKAN. Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta KESEHATAN IKAN Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta Penyakit adalah Akumulasi dari fenomena-fenomena abnormalitas yang muncul pada organisme (bentuk tubuh, fungsi organ tubuh, produksi lendir,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya udang merupakan salah satu komuditas perikanan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya udang merupakan salah satu komuditas perikanan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budidaya udang merupakan salah satu komuditas perikanan dengan prospek pengembangan yang sangat baik. Budidaya ini pada tahun 2002 pernah menjadi komuditas unggulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari golongan parasit, jamur, bakteri, dan virus. (Purwaningsih dan Taukhid,

BAB I PENDAHULUAN. dari golongan parasit, jamur, bakteri, dan virus. (Purwaningsih dan Taukhid, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu sumber andalan dalam pembangunan perikanan di Indonesia. Namun berbagai permasalahan menghambat upaya peningkatan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstraksi terhadap 3 jenis sampel daun pidada menghasilkan ekstrak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstraksi terhadap 3 jenis sampel daun pidada menghasilkan ekstrak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Ekstraksi Senyawa Aktif Ekstraksi terhadap 3 jenis sampel daun pidada menghasilkan ekstrak metanol, etil asetat, dan heksana dengan bobot yang berbeda. Hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daging ayam merupakan salah satu bahan pangan yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang berkualitas tinggi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. maksud dan tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis

I PENDAHULUAN. maksud dan tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai: latar belakang, identifikasi masalah, maksud dan tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis penelitian, tempat dan waktu penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagian tubuh manusia seperti kulit, mukosa mulut, saluran pencernaan, saluran ekskresi dan organ reproduksi dapat ditemukan populasi mikroorganisme, terutama bakteri.

Lebih terperinci

Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Penentuan Bakteriostatik Uji flavonoid dan senyawa fenolik. Penentuan Bakterisidal

Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Penentuan Bakteriostatik Uji flavonoid dan senyawa fenolik. Penentuan Bakterisidal 6 dari 1 maka volume bakteri yang diinokulasikan sebanyak 50 µl. Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Sebanyak 0.1 gram serbuk hasil ekstraksi flaonoid dilarutkan dengan 3 ml kloroform dan

Lebih terperinci

Uji Toksisitas Potensi Insektisida Nabati Ekstrak Kulit Batang Rhizophora mucronata terhadap Larva Spodoptera litura

Uji Toksisitas Potensi Insektisida Nabati Ekstrak Kulit Batang Rhizophora mucronata terhadap Larva Spodoptera litura Sidang TUGAS AKHIR, 28 Januari 2010 Uji Toksisitas Potensi Insektisida Nabati Ekstrak Kulit Batang Rhizophora mucronata terhadap Larva Spodoptera litura Nama : Vivid Chalista NRP : 1505 100 018 Program

Lebih terperinci

Benih udang windu Penaeus monodon (Fabricius, 1798) kelas benih sebar

Benih udang windu Penaeus monodon (Fabricius, 1798) kelas benih sebar Standar Nasional Indonesia Benih udang windu Penaeus monodon (Fabricius, 1798) kelas benih sebar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Melihat besarnya potensi pengembangan perikanan budidaya serta. didukung peluang pasar internasional yang baik maka perikanan budidaya di

PENDAHULUAN. Melihat besarnya potensi pengembangan perikanan budidaya serta. didukung peluang pasar internasional yang baik maka perikanan budidaya di PENDAHULUAN Latar Belakang Melihat besarnya potensi pengembangan perikanan budidaya serta didukung peluang pasar internasional yang baik maka perikanan budidaya di Indonesia merupakan salah satu komponen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Setelah diadaptasi selama tujuh hari mencit kelompok 1, 2 dan 3 diinfeksi dengan bakteri Shigella dysenteriae 0,5 ml secara oral pada hari kedelapan dan hari kedua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak atau zat-zat mikrobiologi. Inflamasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah kesehatan. Hal ini cukup menguntungkan karena bahan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah kesehatan. Hal ini cukup menguntungkan karena bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan bahan alam yang berasal dari tumbuhan sebagai obat tradisional telah lama dilakukan oleh masyarakat Indonesia untuk menangani berbagai masalah kesehatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mikroorganisme banyak ditemui dalam kehidupan sehari-hari seperti pada udara, tanah, air dan masih banyak lagi. Kebanyakan dari mikroorganisme itu bisa merugikan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. semakin meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan dilakukan pengembangan

PENDAHULUAN. semakin meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan dilakukan pengembangan PENDAHULUAN Latar Belakang Permintaan produk perikanan untuk kebutuhan domestik maupun ekspor semakin meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan dilakukan pengembangan budidaya perikanan dengan intensif (Gardenia

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Probiotik Penggunaan bakteri untuk kesejahteraan manusia seperti kesehatan dan pertanian sangat menarik perhatian lebih dari satu dekade terakhir. Probiotik sudah digunakan di

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Myrmecodia pendens Merr. & Perry) terhadap bakteri Lactobacillus

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Myrmecodia pendens Merr. & Perry) terhadap bakteri Lactobacillus BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian obat kumur ekstrak etanol tanaman sarang semut (Myrmecodia pendens Merr. & Perry) terhadap bakteri Lactobacillus acidophilus secara in vitro merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi saluran pencernaan disebabkan karena tertelannya mikroorganisme patogen yang dapat menimbulkan infeksi dan intoksikasi pada manusia dan menimbulkan penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menular melalui makanan atau air yang terkontaminasi. 2 Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. menular melalui makanan atau air yang terkontaminasi. 2 Indonesia merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi. 1 Penyakit ini banyak ditemukan di negara berkembang dan menular melalui makanan atau

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ini telah dilaksanakan pada percobaan uji mikrobiologi dengan menggunakan ekstrak etanol daun sirih merah. Sebanyak 2,75 Kg daun sirih merah dipetik di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan bahan makanan yang banyak mengandung protein dan dikonsumsi oleh manusia sejak beberapa abad yang lalu. Ikan banyak dikenal karena termasuk lauk pauk

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Tahunan Ke-V Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan

Prosiding Seminar Nasional Tahunan Ke-V Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan Aplikasi Ekstrak Allisin Untuk Pengendalian Penyakit Kotoran Putih Pada Udang Vanamei (Litopenaus vanamei) di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau Jepara Oleh Kaemudin*, Antik Erlina, Arif Taslihan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL Uji daya antibakteri ekstrak kelopak bung mawar terhadap bakteri Porphyromonas gingivalis dilakukan dengan menggunakan metode dilusi cair dan dilusi padat. Pada metode

Lebih terperinci

EKSTRAK DAUN MANGROVE (Avicennia marina) SEBAGAI BAHAN ANTIBAKTERI UNTUK PENANGGULANGAN BAKTERI PATHOGEN PADA BUDIDAYA UDANG WINDU (Penaeus monodon)

EKSTRAK DAUN MANGROVE (Avicennia marina) SEBAGAI BAHAN ANTIBAKTERI UNTUK PENANGGULANGAN BAKTERI PATHOGEN PADA BUDIDAYA UDANG WINDU (Penaeus monodon) B2 07 EKSTRAK DAUN MANGROVE (Avicennia marina) SEBAGAI BAHAN ANTIBAKTERI UNTUK PENANGGULANGAN BAKTERI PATHOGEN PADA BUDIDAYA UDANG WINDU (Penaeus monodon) Humairah A. Sabiladiyni 1, M. Syaifudien Bahry

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Telur merupakan salah satu sumber protein hewani yan memiliki rasa

BAB I PENDAHULUAN. Telur merupakan salah satu sumber protein hewani yan memiliki rasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telur merupakan salah satu sumber protein hewani yan memiliki rasa lezat, mudah dicerna dan bergizi tinggi sehingga digemari banyak orang. Selain itu telur mudah diperoleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan salah satu jenis ikan air tawar

I. PENDAHULUAN. Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan salah satu jenis ikan air tawar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sangat populer di masyarakat. Selain dagingnya yang enak, ikan mas juga memiliki nilai jual

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah yang bersifat akut, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spektrum

Lebih terperinci

Gambar 10. Hasil Negatif Alkaloid Sargassum crassifolium

Gambar 10. Hasil Negatif Alkaloid Sargassum crassifolium BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Kandungan Metabolit Sekunder Sargassum crassifolium Sampel kering Sargassum crassifolium yang telah dihaluskan ditimbang 0,5 gram dengan menggunakan timbangan analitik untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tumbuhan sebagai salah satu sumber kekayaan yang luar biasa. Banyak tanaman yang tumbuh subur dan penuh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi masalah kesehatan. Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 2008). Tanaman ini sudah banyak dibudidayakan di berbagai negara dan di

BAB 1 PENDAHULUAN. 2008). Tanaman ini sudah banyak dibudidayakan di berbagai negara dan di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sawo (Manilkara zapota) adalah tanaman buah yang termasuk dalam famili Sapotaceae yang berasal dari Amerika Tengah dan Meksiko (Puspaningtyas, 2013). Tanaman sawo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare merupakan penyebab yang banyak menimbulkan kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare merupakan penyebab yang banyak menimbulkan kesakitan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit diare merupakan penyebab yang banyak menimbulkan kesakitan dan kematian di seluruh dunia, terutama pada anak-anak di berbagai negara. Menurut Departemen Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit ikan merupakan salah satu masalah serius yang dihadapi oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit ikan merupakan salah satu masalah serius yang dihadapi oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ikan merupakan salah satu masalah serius yang dihadapi oleh para pembudidaya karena berpotensi menimbulkan kerugian yang sangat besar. Kerugian yang terjadi

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan September hingga Desember 2013. Pengambilan ascidian Didemnum molle dilakukan di Kepulauan Seribu. Identifikasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 11 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada Januari sampai Mei 2011 bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini pemanfaatan obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan berkembang dengan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini pemanfaatan obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan berkembang dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini pemanfaatan obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan berkembang dengan pesat dan banyak dijadikan alternatif oleh sebagian masyarakat. Efek samping obat tradisional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ikan yang terinfeksi akan mati dan sulit untuk diobati. Sebagai ilustrasi pada tahun

I. PENDAHULUAN. ikan yang terinfeksi akan mati dan sulit untuk diobati. Sebagai ilustrasi pada tahun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ikan merupakan hal yang sangat dihindari dalam budidaya ikan. Penyakit ikan dapat mengakibatkan kerugian yang besar bagi pembudidaya karena ikan yang terinfeksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengaruh dari formula ekstrak herbal terhadap sistem imunitas tubuh ayam dapat diperoleh dengan melihat aktivitas dan kapasitas makrofag peritoneum ayam yang telah ditantang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi 24 Rancangan ini digunakan pada penentuan nilai KHTM. Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α 0.05, dan menggunakan uji Tukey sebagai

Lebih terperinci

LC 50. *Penulis Korespondensi: (Diterima Oktober 2016 /Disetujui Januari 2017)

LC 50. *Penulis Korespondensi:   (Diterima Oktober 2016 /Disetujui Januari 2017) Samakia: Jurnal Ilmu Perikanan Volume 8,No. 1, April 217 ISSN:286-3861 E-ISSN: 253-2283 PENENTUAN RANGE DOSIS IMUNOSTIMULAN DAN LAMA WAKTU PERENDAMAN TERBAIK PADA EKSTRAK KASAR FENOL Gracilaria sp. SEBELUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan pada 90% dari populasi dunia. Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit gigi dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Hayati et al., 2010). Tanaman ini dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 5-10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Hayati et al., 2010). Tanaman ini dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 5-10 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn) Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn) merupakan salah satu jenis tanaman yang sering digunakan sebagai obat tradisional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN meningkat menjadi 31,64 kg per kapita per tahun (KKP, 2012).

BAB I PENDAHULUAN meningkat menjadi 31,64 kg per kapita per tahun (KKP, 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat terhadap protein hewani dari ikan mengalami peningkatan pesat di tiap tahunnya. Berdasarkan data yang diperoleh, tingkat konsumsi ikan nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam budidaya perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari biaya produksi. Pakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Luka jaringan lunak rongga mulut banyak dijumpai pada pasien di klinik gigi. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Proses pembuatan ekstrak dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai dengan bulan Januari 2013 di Laboratorium Mikrobiologi Kelautan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini di masyarakat angka kejadian infeksi masih tinggi dan masih banyak infeksi tersebut dikarenakan oleh infeksi bakteri. Salah satu bakteri penyebab adalah Staphylococcus

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Fitokimia Sampel Kering Avicennia marina Uji fitokimia ini dilakukan sebagai screening awal untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder pada sampel. Dilakukan 6 uji

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan perkembangan pengetahuan masyarakat tentang gizi. Tingkat konsumsi

I. PENDAHULUAN. dan perkembangan pengetahuan masyarakat tentang gizi. Tingkat konsumsi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan terhadap protein hewani terus meningkat yang disebabkan oleh pertambahan jumlah penduduk yang pesat, peningkatan pendapatan masyarakat dan perkembangan pengetahuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman lada (Piper nigrum L) merupakan salah satu komoditi ekspor.

I. PENDAHULUAN. Tanaman lada (Piper nigrum L) merupakan salah satu komoditi ekspor. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanaman lada (Piper nigrum L) merupakan salah satu komoditi ekspor. Sebagai salah satu tanaman rempah yang bernilai ekonomi tinggi, tanaman lada dijadikan komoditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia). Penyakit ini juga dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia). Penyakit ini juga dikenal sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan patin siam (P. hypophthalmus) merupakan salah satu komoditas ikan konsumsi air tawar yang bernilai ekonomis penting karena beberapa kelebihan yang dimiliki seperti

Lebih terperinci

HASIL. (%) Kulit Petai 6.36 n-heksana 0,33 ± 0,06 Etil Asetat 0,32 ± 0,03 Etanol 70% 12,13 ± 0,06

HASIL. (%) Kulit Petai 6.36 n-heksana 0,33 ± 0,06 Etil Asetat 0,32 ± 0,03 Etanol 70% 12,13 ± 0,06 6 HASIL Kadar Air dan Rendemen Hasil pengukuran kadar air dari simplisia kulit petai dan nilai rendemen ekstrak dengan metode maserasi dan ultrasonikasi dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2. Hasil perhitungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang di seluruh dunia, mulai dari anak kecil sampai orang dewasa. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. orang di seluruh dunia, mulai dari anak kecil sampai orang dewasa. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka merupakan hal yang sering terjadi dan dapat mengenai semua orang di seluruh dunia, mulai dari anak kecil sampai orang dewasa. Menurut Sumarji (2009), luka adalah

Lebih terperinci

3.5.1 Teknik Pengambilan Sampel Uji Daya Hambat Infusa Rimpang Kunyit Terhadap E. coli dan Vibrio sp. Pada Ikan Kerapu Lumpur

3.5.1 Teknik Pengambilan Sampel Uji Daya Hambat Infusa Rimpang Kunyit Terhadap E. coli dan Vibrio sp. Pada Ikan Kerapu Lumpur ABSTRAK Ikan merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable food) karena mengandung protein dan air cukup tinggi, oleh karena itu perlakuan yang benar setelah ditangkap sangat penting peranannya.

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. lumut. Tumbuhan lumut merupakan sekelompok tumbuhan non vascular yang

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. lumut. Tumbuhan lumut merupakan sekelompok tumbuhan non vascular yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit infeksi masih menjadi permasalahan utama kesehatan di Indonesia (Kuswandi et al., 2001). Rendahnya tingkat ekonomi, sosial, pendidikan, kesehatan,

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PEMANFATAAN LARUTAN PACI-PACI

EFEKTIFITAS PEMANFATAAN LARUTAN PACI-PACI EFEKTIFITAS PEMANFATAAN LARUTAN PACI-PACI (Leucas lavandulaefolia) TERHADAP PERKEMBANGAN POPULASI PARASIT (Trichodina sp) PADA IKAN LELE DUMBO (Clarias sp) Abdul Haris 1 Andi Asran 2 Universitas Muhammdiyah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyakit menemui kesulitan akibat terjadinya resistensi mikrobia terhadap antibiotik

I. PENDAHULUAN. penyakit menemui kesulitan akibat terjadinya resistensi mikrobia terhadap antibiotik I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengobatan berbagai jenis penyakit infeksi sampai sekarang ini adalah dengan pemberian antibiotik. Antibiotik merupakan substansi atau zat yang dapat membunuh atau melemahkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan selama 40 hari massa pemeliharaan terhadap benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) diketahui rata-rata tingkat kelangsungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. budidaya karena memiliki nilai ekonomis tinggi ( high economic value) serta

I. PENDAHULUAN. budidaya karena memiliki nilai ekonomis tinggi ( high economic value) serta I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang merupakan salah satu komoditas utama dalam industri perikanan budidaya karena memiliki nilai ekonomis tinggi ( high economic value) serta permintaan pasar tinggi

Lebih terperinci

TESIS EFEKTIVITAS EKSTRAK BAWANG PUTIH

TESIS EFEKTIVITAS EKSTRAK BAWANG PUTIH TESIS EFEKTIVITAS EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn. ) UNTUK MENGHAMBAT PERTUMBUHAN JAMUR Lagenidium sp. PENYEBAB PENYAKIT PADA ABALONE (Haliotis asinina) MADE SUMETRIANI NIM. 0790861020 PROGRAM

Lebih terperinci

J. Aquawarman. Vol. 2 (1) : April ISSN : Karakteristik Oksigen Terlarut Pada Tambak Bermangrove Dan Tambak Tidak Bermangrove

J. Aquawarman. Vol. 2 (1) : April ISSN : Karakteristik Oksigen Terlarut Pada Tambak Bermangrove Dan Tambak Tidak Bermangrove J. Aquawarman. Vol. 2 (1) : 19-23. April 2016. ISSN : 2460-9226 AQUAWARMAN JURNAL SAINS DAN TEKNOLOGI AKUAKULTUR Alamat : Jl. Gn. Tabur. Kampus Gn. Kelua. Jurusan Ilmu Akuakultur Fakultas Perikanan dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. positif yang hampir semua strainnya bersifat patogen dan merupakan bagian dari

BAB 1 PENDAHULUAN. positif yang hampir semua strainnya bersifat patogen dan merupakan bagian dari 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Staphylococcus aureus merupakan salah satu kelompok bakteri gram positif yang hampir semua strainnya bersifat patogen dan merupakan bagian dari flora normal kulit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah (daerah) yang beriklim panas (tropis) di dunia memiliki keragaman sumberdaya tanaman buah-buahan cukup banyak untuk digali dan didayagunakan potensinya. Potensi

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan sampel ascidian telah dilakukan di Perairan Kepulauan Seribu. Setelah itu proses isolasi dan pengujian sampel telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup dari setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda-beda. Tingkat kelangsungan hidup yang paling

Lebih terperinci