BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Kultur Bakteri Vibrio harveyi Isolat bakteri Vibrio harveyi murni diperoleh dari Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara (BBPBAP Jepara) diperbanyak menggunakan media padat menggunakan media TSA (Tryptic Soy Agar). Hal ini sesuai menurut pernyataan Edigius (1987) bahwa bakteri Vibrio dapat tumbuh di medium TGY (Tryptone Glucise Yeast), medium BHI (Broth Heart Infusion), TSA (Tryptic Soy Agar) dan NA (Nutrient Agar). Bakteri Vibrio harveyi yang digunakan adalah bakteri yang memiliki umur 24 jam setelah kultur dilakukan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Frazier dan Westhoff (1981) bahwa faktor yang mempengaruhi aktivitas mikroba adalah umur dan asal usul isolat bakteri. Perbanyakan isolat murni Vibrio harveyi bisa dilakukan dengan menginokulasi isolat tersebut ke dalam petridisk berisi medium agar dengan metode gores. Hasil kultur dengan metode gores berada pada agar di petridisk sebanyak 3 buah (Gambar 6). Perlakuan yang dilakukan untuk memperoleh memperoleh kepadatan bakteri 1,1 x 10 9 cfu diperoleh dari 3 petridisk yang kemudian diinkubasi pada suhu 32 o C.untuk kultur tersebut. Gambar 6. Hasil Kultur Vibrio harveyi Menggunakan Media (agar) Padat 1

2 2 Pertumbuhan koloni bakteri harus dipertahankan dan untuk ini diperlukan stabilitas suhu dalam kisaran 32 o C seperti yang telah diperoleh dari hasil kultur biakan bakteri Holt and Krieg (1984) bahwa Vibrio harveyi mampu tumbuh optimal pada suhu 30 o 32 o C. Bakteri Vibrio harveyi memiliki kemampuan luminescent dimana menurut Rheinheimer (1991) sebagian besar bakteri luminescent terjadi proses metabolisme pada konsentrasi garam 0 4 %. Penggunaan air laut dalam pembuatan media kultur dilakukan berdasarkan lingkungan optimum bakteri Vibrio harveyi dapat tumbuh dengan optimum. BBPBAP Jepara (2013) berpendapat bahwa bakteri Vibrio harveyi ini akan mengalami kehilangan kemampuannya untuk menghasilkan luminescent apabila stadia umur nya melebihi 24 jam setelah kultur serta cahaya yang dihasilkan akan meredup apabila sudah berpindah media (dari media kultur ke media air) Uji Zona Bening (in vitro) Tujuan uji zona bening adalah untuk mengetahui efektifitas antibakteri yang terkandung dalam ekstrak daun nimba terhadap bakteri Vibrio harveyi. Keberadaan senyawa antibakteri dapat diketahui dari zona bening yang dihasilkan di sekitar kertas cakram yang telah diberikan ekstrak daun nimba.

3 3 Gambar 7. Prosedur Uji Zona Hambat atau Bening Hasil zona bening yang terbentuk dari perlakuan konsentrasi ekstrak daun nimba 0, 10, 100, 1.000, , dan ppm menghasilkan hasil zona hambat terbesar pada konsentrasi 10 ppm dan ppm masing-masing sebesar 11,32 mm dan 12,70 mm (Lampiran 2). Hasil ini juga lebih mempertegas pendapat Nursal et al. (1998) bahwa dengan konsentrasi ekstrak yang semakin tinggi maka kemampuan antibakterial juga semakin besar. Dari hasil uji fitokimia yang telah dilakukan sebelumnya didapatkan bahwa pada ekstrak daun nimba terdapat senyawa flavonoid dan saponin. Hasil positif uji flavonoid dibuktikan dengan adanya dua lapisan pada saat akhir penambahan reagen yaitu terbentuk dua lapisan cairan yang berwarna bening dan kuning. Uji positif saponin dibuktikan oleh adanya busa yang stabil dan tidak langsung hilang pada saat perendaman dalam penangas air. Menurut Robinson (1995) adanya busa yang terbentuk dari hasil uji saponin dikarenakan pembentukan senyawa adisi yang tidak larut dalam air disebabkan pemberian sumber kolesterol.

4 4 Zona hambat tersebut membuktikan bahwa dalam ekstrak daun nimba terkandung antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan dan membunuh bakteri Vibrio harveyi. Antimikroba pada ekstrak daun nimba terdapat flavonoid dan tanin yang berfungsi sebagai antibakteri. Menurut Naim (2004) senyawa flavonoid dapat merusak membran sitoplasma sel sehingga tidak berlangsungnya transport senyawa dan ion kedalam sel bakteri sehingga bakteri mengalami kekurangan nutrisi yang diperlukan bagi pertumbuhannya dan akhirnya bakteri akan mati. Tanin yang merupakan senyawa fenol yang memiliki kemampuan berikatan dengan atom H dari protein sehingga protein terdenaturasi dan mengakibatkan terganggunya proses metabolisme serta pertumbuhan sel bakteri sehingga menyebabkan sel mati. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Katzung 1989 (dalam Sipahutar 2000) bahwa ada beberapa mekanisme kerja senyawa antimikroba yakni penghambatan sintesis dinding sel, perubahan transpor aktif melalui membran sel, penghambatan sintesis protein dan penghambatan sintesis asam nukleat. Gambar 8. Hasil Zona Bening Ekstrak Daun Nimba pada konsentrasi 10 ppm. Terbentuknya zona hambat bebas bakteri di sekitar kertas cakram, membuktikan adanya daya kerja antimikrobial (Lay 1994). Uji antibakteri ini juga dilakukan oleh Effendi dan Suhardi (1998) melalui antibaktreial mangrove Rhizophora aapiculata, Avicenia alba, Brugulera gymnorrhiza, dan Nypa fructicans terhadap Vibrio harveyi dan Vibrio parahaemolyticus.

5 5 Ada beberapa mekanisme kerja senyawa antimikroba yakni : penghambatan sintesis dinding sel, perubahan transpor aktif melalui membran sel, penghambatan sintesis protein yaitu penghambatan penerjemahan dan transkripsi material genetik, dan penghambatan sintesis asam nukleat. Membran sel yang tersusun dari protein dan lipid rentan terhadap zat kimia yang dapat menurunkan tegangan permukaan. Kerusakan membran sel menyebabkan tidak berlangsungnya transport senyawa dan ion ke dalam sel bakteri sehingga bakteri mengalami kekurangan nutrisi yang diperlukan bagi pertumbuhannya dan mati (Katzung 1989 dalam Sipahutar 2000) Hasil Uji LC 50 Ekstrak Daun Nimba Terhadap Udang Galah Uji LC50 dilakukan untuk mengetahui sejauh mana ekstrak daun nimba menyebabkan 50 % kematian pada hewan uji, yakni udang galah (Tabel 1). Berikut hasil uji LC jam ekstrak daun nimba terhadap udang galah : Tabel 1. Hasil Uji LC jam Konsentrasi Mortalitas Pada Jam Ke- Total Total Mortalitas Hewan Uji 10 ppm ppm ppm ppm

6 6 Pada konsentrasi 10 dan 50 ppm tidak terdapat kematian udang galah akibat ekstrak yang ada di perairan. Hal ini menunjukan bahwa udang galah masih dapat mentoleransi kandungan zat toksik yang terkadung dalam ekstrak daun nimba pada konsentrasi 10 dan 50 ppm. Selain itu, pada pemberian konsentrasi 10 dan 50 ppm ke dalam media hidup udang galah tidak memberikan pengaruh terhadap perubahan warna air, ph, DO serta tidak berpengaruh terhadap tingkat nafsu makan. Pada pemberian konsentrasi 100 ppm ke dalam air, mortalitas mulai terjadi pada saat 30 jam perendaman. Hal tersebut diduga zat toksik yang ada pada daun nimba mulai menyebabkan kondisi air pada media hidup berubah. Perubahan yang terjadi karena kandungan saponin yang mengalami pengaerasian yang cukup lama dan karena aerasi yang cukup besar. Najib (2009) mengatakan bahwa saponin umumnya berasa pahit dan dapat membentuk buih saat dikocok dengan air. Selain itu juga dalam konsentrasi tertentu saponin bersifat beracun untuk beberapa hewan. Kandungan saponin yang terdapat dalam air ditandakan oleh adanya busa yang terdapat di permukaan air. Selain terdapat kandungan saponin, juga terjadi perubahan warna air menjadi kuning kehijauan, tapi tidak merubah ph dan DO. Kematian yang terjadi pada pemberian konsentrasi 100 ppm ini tidak menyebabkan kematian masal. Toksisitas dari saponin dapat merendahkan tegangan permukaan dengan hidrolisis lengkap akan dihasilkan sapogenin (Kim 1989). Kematian yang terjadi hingga waktu 48 jam perendamaan hanya mengakibatkan kematian sebanyak 20% dari total hewan uji. Pada konsentrasi 300 ppm terjadi kematian sebanyak 80% dari total hewan uji, yakni sebanyak 16 ekor udang mati dari 20 ekor udang yang diuji. Hal tersebut dikarenakan jumlah zat toksik yang ada di perairan sudah melebihi batas aman bagi udang sehingga udang tidak mampu mentoleransi zat toksik yang ada di perairan sehingga menyebabkan udang tersebut mati.

7 7 Berdasarkan hasil uji toksik yang telah dilakukan, didapat hasil bahwa konsentrasi 100 ppm masih dapat ditoleransi oleh udang yakni mampu bertahan dan bersisa 80% dari total hewan uji dan pada konsentrasi 300 ppm udang hanya mampu bertahan dan bersisa 20% dari total hewan uji. Kenyataan ini membuktikan bahwa konsentrasi yang dapat membunuh hewan uji sebanyak 50% (Lc- 50 ) berada diantara 100 ppm hingga 300 ppm. Untuk mendapatkan presisi yang lebih tepat digunakan software Epa Probit (Tabel 2) Tabel 2. Analisis Epa Probit Ekstrak Daun Nimba Terhadap Udang Galah Exposure 95% Confidence Limits Point Conc. Lower Upper LC/EC LC/EC LC/EC LC/EC LC/EC LC/EC LC/EC LC/EC LC/EC Data diatas menunjukan hasil LC50 sebesar 177,537 ppm, yang artinya bahwa ekstrak daun nimba dapat menyebabkan kematian sebesar 50% dari total udang galah yang di uji yaitu pada konsetrasi 177 ppm. 4.2 Tingkat Kelangsungan Hidup

8 Rata-rata Kelangsungan hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan total organisme yang mampu hidup hingga waktu yang ditentukan dalam suatu percobaan atau penelitian. Menurut Mudjiman (1998), tingkat kelangsungan hidup dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berhubungan dengan ikan itu sendiri seperti umur dan genetika yang meliputi keturunan, kemampuan untuk memanfaatkan makanan dan ketahanan terhadap penyakit. Faktor eksternal merupakan faktor yang berkaitan dengan lingkungan tempat hidup yang meliputi sifat fisika dan kimia air, ruang gerak dan ketersediaan makanan dari segi kualitas dan kuantitas. Pengaruh inokulasi bakteri Vibrio harveyi 10 5 cfu/ml pada media pemeliharaan terhadap tingkat kelangsungan hidup larva udang galah yang telah diberikan pakan komersil yang dicampur dengan ekstrak daun nimba dengan konsentrasi yang berbeda yakni 30 ppm, 60 ppm, 90 ppm, 120 ppm dan kontrol telah memberikan hasil uji statistik pada selang kepercayaan 95% menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang nyata terhadap tingkat kelangsungan hidup antara kontrol dengan perlakuan. Hasil dari uji statistik menunjukan bahwa pemberian ekstrak dengan konsentrasi 90 ppm dan 120 ppm menghasilkan tingkat kelangsungan hidup tertinggi (Tabel 3). Tabel 3. Rata-rata Kelangsungan Hidup Benih Udang Galah Setelah Diinfeksi Vibrio harveyi pada Berbagai Konsentrasi Ekstrak Daun Nimba. Perlakua Perlakuan Rata-rata Kelangsungan Hidup n (mg/kg pakan) (%) A Kontrol (0 mg) a B 30 mg/kg b C 60 mg/kg c D 90 mg/kg c E 120 mg/kg c

9 9 Perlakuan A (kontrol) adalah perlakuan untuk udang galah yang tidak diberikan ekstrak daun nimba memberikan angka kelangsungan hidup terendah sebesar 25,55%. Kwang (1996) dalam Salfira (1998) menyebutkan bahwa sistem kekebalan tubuh udang masih sederhana, dimana udang tidak mempunyai sistem pertahanan yang berperan dalam mekanisme tubuh yang berfungsi sebagai anti bakteri yang masuk atau menyerang udang dari dalam. Pakan udang yang tidak diberi ekstrak menyebabkan udang lebih mudah terinfeksi bakteri Vibrio harveyi dibandingkan dengan udang yang diberi pakan dengan campuran ekstrak daun nimba. Pada perlakuan B yakni pada pemberian ekstrak daun nimba dengan dosis 30 mg/kg pakan didapatkan hasil kelangsungan hidup sebesar 41,11%. Persentase tersebut berbeda lebih tinggi dari angka kelangsungan hidup pada perlakuan A tanpa pemberian ekstrak ke dalam pakan. Lee dan Soderhall (2002) menyatakan bahwa udang mempunyai sistem ketahanan alami yang cepat dan efisien sebagai pelindung dari mikroorganisme penyerang dimana jumlah dan tingkat respon terhadap patogen yang masuk masih terbatas. Lebih lanjut lagi pemberian pakan dengan campuran ekstrak sebanyak 30 mg/kg pakan mulai memberikan ketahanan terhadap udang galah dari serangan bakteri Vibrio harveyi dilihat dari menurunnya tingkat kematian pada udang yang diberikan ekstrak dengan yang tidak diberi ekstrak pada pakan yang diberikan. Pada perlakuan C persentase kelangsungan hidup mengalami peningkatan sebanding dengan peningkatan ekstrak yang di berikan yakni pada konsentrasi pemberian 60 mg/kg ekstrak daun nimba. Terdapat perbedaan persentase tingkat kelangsungan hidup antara perlakuan A dan perlakuan C sehingga bisa dikatakan bahwa perlakuan C memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan perlakuan A. Persentase pada perlakuan C sebesar 57,78% menunjukan bahwa konsentrasi ekstrak yang lebih banyak diberikan daripada perlakuan B memberikan kelangsungan hidup terhadap infeksi bakteri Vibrio harveyi lebih tinggi.

10 10 Perlakuan D dan E memberikan kelangsungan hidup rata-rata masing-masing sebesar 65,56% dan 61,11% dimana perlakuan D tidak memberikan pengaruh yang berbeda dengan perlakuan E. Hal ini diduga pada konsentrasi 90 dan 120 mg, ekstrak daun nimba telah mampu membunuh Vibrio harveyi dengan cara merusak dinding sel Vibrio harveyi. Perlakuan D memberikan angka kelangsungan hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain, diduga karena konsentrasi ekstrak daun nimba yang semakin tinggi maka kandungan antibakteri dari ekstrak pun akan semakin tinggi pula. Namun, pada kisaran konsentrasi antara 90 hingga 120 ppm terjadi penurunan angka tingkat kelangsungan hidup. Hal tersebut diduga karena pakan tidak seluruhnya dimakan oleh udang dan terbukti dari sisa pakan yang mengendap pada toples perlakuan konsentrasi E yang lebih banyak daripada perlakuan lainnya. Terlebih lagi karena konsentrasi yang tinggi menyebabkan toleransi udang galah dalam menyerap kandungan zat aktif yang terdapat dalam pakan terbatas, sehingga pada konsentrasi yang lebih besar dari 90 ppm menyebabkan menurunnya tingkat kelangsungan hidup. Sebagaimana dikatakan oleh Lorenzon et al. (1999) bahwa udang memiliki ketahanan yang terbatas dan ketahanan udang dapat dilihat berdasarkan respon yang dihasilkan akibat adanya gangguan dari luar yang bisa berupa perubahan kualitas air. Pemberian ekstrak sebesar 90 mg/kg pakan mampu meningkatkan kelangsungan hidup udang yang terinfeksi Vibrio harveyi, namun belum mampu memberikan kelangsungan hidup yang maksimal. Diduga, untuk menghambat Vibrio harveyi yang menyerang udang diperlukan konsentrasi ekstrak yang lebih tepat karena terdapat hubungan langsung antara ekstrak dengan bakteri, karena pemberian ekstrak yang dengan cara penyemprotan memiliki fungsi ganda. Sebagian ekstrak menyerap ke dalam pakan yang nantinya dimakan oleh udang sehingga menambah tingkat ketahanan udang dari dalam tubuh. Sedangkan sebagian lagi ekstrak yang tidak menyerap secara sempurna lepas dan larut dalam air sehingga asumsinya dapat menghambat perkembangan dan penginfeksian Vibrio harveyi pada udang yang sehat. (Gambar 9)

11 11 Gambar 9. Udang yang mati bukan karena Vibrio harveyi Kelangsungan Hidup pada Masa Kohabitasi Kematian udang galah mulai dari proses kohabitasi dengan udang yang telah di infeksikan dengan Vibrio harveyi mulai mengalami kematian sejak hari pertama. Udang yang mati bertambah setiap harinya (Tabel 4). Pengamatan angka kelangsungan hidup dilakukan selama 3 hari. Tabel 4. Mortalitas Udang Galah Selama Masa Kohabitasi Perlakuan Mortalitas Total Mortalitas 24 Jam 48 jam 72 jam (ekor) A A A B B B C C C D D D E E E

12 12 Menurut Rukyani (1992) penyakit yang diakibatkan Vibrio harveyi bersifat sangat akut dan ganas karena dapat mematikan populasi benih udang yang terserang dalam waktu 1 sampai 3 hari sejak awal dampak. Pengamatan penginfeksian udang galah dilakukan selama 3 hari dan selama 5 hari setelah masa pemeliharaan tidak didapatkan angka mortalitas yang disebabkan oleh Vibrio harveyi yang masih tersisa. Pada perlakuan A terdapat kematian yang tinggi setelah kohabitasi selama 24jam berlangsung. Kematian tertinggi diduga pada udang yang telah di infeksikan terlebih dahulu dan juga sebagian lagi merupakan kematian dari udang hasil perlakuan pemberian pakan. Udang yang telah dikohabitasi sebelumnya selama 48 jam di tempat terpisah mampu menginfeksi udang yang ada di wadah perlakuan A sehingga udang banyak mengalami kematian pada waktu 24 jam dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Setelah kohabitasi selama 48 jam di toples perlakuan, masih terdapat kematian yang cukup banyak dari sisa udang yang masih hidup sebelumnya. Kematian yang tertinggi terdapat pada perlakuan A1 yakni sebanyak 8 ekor udang. Hal tersebut diduga pada waktu 48 jam tersebut, bakteri Vibrio harveyi sudah mulai menyerang udang galah sehingga sudah dapat menyebabkan kematian karena tidak ada penanganan atau pengobatan di perlakuan A (Gambar 10). Kematian setelah kohabitasi selama 72 jam masih terjadi dengan jumlah yang banyak dilihat dari sisa udang yang masih tersisa di hari sebelumnya. Gambar 10. Udang yang mati karena Vibrio harveyi

13 13 Pada perlakuan 30 ppm terdapat kematian yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan A. Pada waktu kohabitasi 24 jam pertama terjadi kematian yang cukup tinggi dari setiap perlakuan pemberian ekstrak dalam pakan sebanyak 30 mg/kg ini. Kematian diduga berasal dari udang yang ditambahkan ke wadah-wadah perlakuan B, penyebab kematian itu sendiri diduga karena udang yang terinfeksi sudah mengalami penurunan tingkat nafsu makan apabila dilihat dari lambung udang yang terlihat transparan. Setelah 48 jam kohabitasi kematian udang mengalami penurunan bila dibandingkan dengan pada saat kohabitasi selama 24 jam. Hal tersebut diduga karena ekstrak daun nimba yang ada di dalam tubuh udang sudah mampu mengatasi infeksi bakteri Vibrio harveyi sehingga udang masih dapat bertahan hidup walaupun terdapat bakteri di media hidupnya. Pada kohabitasi jam ke- 72 hanya terdapat 1 3 ekor udang saja yang mati, hal tersebut diduga ekstrak yang ada di dalam tubuh udang dan di media hidup udang sudah mampu mengurangi keberadaan bakteri Vibrio harveyi sehingga udang sudah mampu hidup dan beregenerasi kembali. Kematian yang terjadi pada waktu kohabitasi selama 24 jam di perlakuan 60 ppm masih terjadi paling tinggi 12 ekor pada perlakuan C2. Pada perlakuan ini ekstrak yang dimakan oleh udang sudah mampu menghambat infeksi bakteri walaupun masih belum maksimal, bahkan udang yang telah terinfeksi sebelumnya tidak langsung mati pada saat di kohabitasikan ke dalam toples perlakuan. Hal tersebut diduga bahwa sebagian ekstrak yang terlarut dalam air memiliki peran sebagai zat antibakteri sehingga udang yang telah terjangkit sebelumnya bisa bertahan hidup. Pada masa kohabitasi 48 jam dan 72 jam kematian udang hanya maksimal 2 ekor setiap harinya. Hal tersebut diduga konsentrasi ekstrak yang terkandung di dalam pakan dan sebagian ekstrak yang terlarut sudah mampu menghambat pertumbuhan Vibrio harveyi namun belum mampu menghilangkan keberadaan bakteri tersebut sepenuhnya. Terbukti bahwa masih adanya udang yang

14 14 mati diduga karena serangan bakteri Vibrio harveyi masih terjadi dan masih terdapat di media pemeliharaan. Pada perlakuan 90 ppm dan 120 ppm terdapat jumlah kematian yang paling sedikit dibandingkan dengan perlakuan lain. Pada masa kohabitasi selama 24 jam pertama, udang yang terinfeksi bakteri Vibrio harveyi tidak mengalami kematian seluruhnya. Hal tersebut terbukti apabila dilihat dari jumlah udang yang telah terinfeksi sebanyak 15 ekor yang dimasukan ke dalam toples perlakuan D dan E tidak semuanya mati. Konsentrasi sebanyak 90 dan 120 ppm terserap sebagian ke dalam pakan dan sebagian ekstrak yang terlarut dalam air menyebabkan zat anti bakteri spesifik terhadap Vibrio harvey sehingga udang yang terinfeksi sebelumnya diduga pulih dan terobati oleh ekstrak yang ada di air. Sikka (2009) menyebutkan bahwa kandungan azadirachtin memiliki efek terhadap bakteri menghasilkan stimulan spesifik berupa reseptor kimia (chemoreseptor) pada bagian mulut (mouth part) yang bekerja bersama-samadengan reseptor kimia yang mengganggu persepsi rangsangan untuk makan (phagostimulant). Lebih lanjut efek imunostimulan tersebut dapat menghentikan proses metabolisme bakteri sehingga bakteri tersebut mati. Udang galah yang mati karena serangan bakteri Vibrio harveyi tidak dimakan oleh udang lainnya (Gambar 9). Udang yang mati karena bakteri akan mengendap di dasar wadah hingga berubah warna menjadi putih susu dan kemudian kemerahan (Gambar 10). Berbeda dengan udang yang mati bukan karena bakteri akan memiliki warna yang lebih gelap dan kusam dibandingkan dengan udang yang hidup. Udang yang hidup akan terlihat transparan. Sebagian ekstrak dapat terlarut dalam air karena terdapat sisa pakan yang cukup banyak pada formulasi pakan 90 dan 120 ppm. Ekstrak yang terlarut dalam air ini justru menjadi obat bagi udang yang sudah terinfeksi bakteri. Akan tetapi pada masa kohabitasi 72 jam terdapat peningkatan jumlah kematian dari masa kohabitasi 48 jam. Hal tersebut diduga bahwa semakin banyak ekstrak yang terdapat di air dan semakin lama waktu kohabitasi atau waktu perlakuan akan menyebabkan kandungan zat aktif ekstrak daun nimba yaitu saponin menjadi terakumulasi di dalam air,

15 15 sehingga saponin dalam jumlah yang banyak dapat menyebabkan toksisitas pada udang. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Lukistyowati (2011) bahwa saponin merupakan golongan senyawa glikosida yang dapat menimbulkan busa bila dikocok dalam air dan dapat menyebabkan hemolisis eritrosit dan dapat bersifat racun pada hewan akuatik/ikan. Saponin masuk ke dalam peredaran darah melalui insang, ketika mengambil oksigen dari air, saponin masuk ke dalam tubuh dan mengikat hemoglobin sehingga menyebabkan ikan kekurangan darah dan dapat menyebabkan kematian (Gambar 11). Gambar 11. Udang yang mati karena Vibrio harveyi dan mati bukan karena bakteri 4.3 Pengamatan Abnormalitas Reaksi Terhadap Pakan Perubahan kebiasaan udang galah dengan lingkungan baru ataupun dengan penggantian/penambahan bahan lain ke dalam pakan sedikit banyak akan merubah kebiasaan udang. Udang akan melakukan adaptasi terhadap lingkungan nya yang baru dan juga akan beradaptasi dengan sumber makanan yang tersedia di lingkungannya yang baru tersebut. Menurut Effendi (2006), kelangsungan hidup sangat ditentukan oleh ketersediaan makanan (Tabel 5). Berikut adalah tabel respon udang galah terhadap pakan dilihat dari respon pada saat pemberian pakan.

16 16 Tabel 5. Skoring Respon Udang Galah Terhadap Pakan yang Diberikan Ket : Perlakuan Respon Terhadap Pakan (hari ke-) A1 (0 mg/kg) A A B1 (30 mg/kg) B B C1 (60 mg/kg) C C D1 (90 mg/kg) D D E1 (120 mg/kg) E E = Sangat responsif, udang langsung mendekati pakan. ++ = Responsif, udang mendekati pakan beberapa saat setelah diberikan. + = Kurang responsif, udang tidak langsung mendekati pakan. Pada perlakuan tanpa pemberian ekstrak dan pemberian konsentrasi 30 mg/kg ke dalam pakan, respon udang sangat responsif pada saat pakan diberikan. Pakan yang diberikan pada pukul 08.00, 14.00, dan pukul Udang paling responsif pada interval pemberian pakan terjauh yakni pada saat pemberian pakan pukul

17 17 Pada dosis pemberian 30 mg/kg pakan tidak memberikan pengaruh terlalu besar terhadap rasa sehingga udang masih menyukai dan memakan pakan. Respon udang galah terhadap pakan dipengaruhi oleh kadar tanin yang terkandung dalam daun nimba. Senyawa tanin menyebabkan rasa pahit dan sepat pada pakan yang diberi ekstrak. Kenyataan tersebut sesuai dengan pernyataan Beihl (1984) bahwa terdapat kelompok senyawa kimia yang tidak mudah menguap sebagai penyebab rasa pahit dan sepat diantaranya theibromin, kafein dan tannin. Perlakuan 60 dan 90 mg/kg ekstrak ke dalam pakan memberikan hasil respon udang menjadi berkurang terhadap pakan yang diberikan. Pakan yang diberikan tidak langsung dimakan oleh udang, tetapi pakan baru dimakan beberapa saat setelah pemberian pakan. Hal tersebut diduga bahwa pemberian dengan dosis 60 dan 90 ini dinilai sudah berpengaruh terhadap rasa ataupun aroma khas dari pakan yang diberikan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Makkar (1993) dalam Sujarnoko bahwa terdapat kandungan tanin yang menimbulkan perubahan terhadap rasa bahan campuran pakan sehingga mengurangi napsu makan udang. Kenyataan ini ditunjukan dari respon udang yang lambat terhadap pakan akibat menurunnya napsu makan udang. Terjadi penurunan respon udang terhadap pakan pada konsentrasi 120 mg/kg pakan. Selama 1 hingga 2 jam setelah pemberian pakan, udang masih belum bergerak ataupun terlihat sedang makan. Akan tetapi hepatopankreas udang tetap berwarna cokelat pada saat pemberian pakan yang berikutnya. Warna cokelat tersebut sesuai dengan warna pakan yang di berikan, artinya walaupun pakan tidak langsung dimakan udang tersebut tetap memakan pakan yang diberikan Perubahan Fisik dan Pergerakan

18 18 Pemberian atau penginfeksian bakteri Vibrio harveyi terhadap udang galah memberikan beberapa perubahan yang terlihat. Diantaranya dari perut atau temboloknya berwarna transparan karena nafsu makan udang tersebut menjadi berkurang. Udang yang terlihat tidak makan akan terus berada di dasar dan respon terhadap reaksi kaget pun tidak sereaktif udang yang sehat atau tidak terjangkit bakteri. Pada malam hari hanya sedikit pergerakan mencari makan. Udang tetap berdiam di tempatnya walaupun sudah diganggu. Terdapat beberapa pergerakan yang tidak biasa dari beberapa udang yang terinfeksi bakteri. Diantaranya udang yang berenang berputar, tidak dapat berenang lurus ke depan. Beberapa udang yang berenang berputar terlihat ada luka di bagian pangkal ekor sehingga udang tidak dapat menstabilkan diri pada saat berenang. Sehingga beberapa udang yang terserang tidak dapat mencari makan di kolom badan air dan hanya bisa memperoleh makanan yang tersedia di dasar akuarium. Udang yang diambil dari akuarium stok untuk di infeksikan bakteri Vibrio harveyi mengalami kematian total pada hari ke-4 setelah bakteri dimasukan. Pusat Penelitian Budidaya Udang di Probolinggo (dalam Agus 2003) mengatakan bahwa udang yang terserang bakteri pathogen disertai kematian massal maupun parsial, selalu ditemukan bakteri Vibrio harveyi dengan kepadatan 10 5 sel/ml. Sesuai pernyataan tersebut bakteri yang dimasukan dalam 10 liter air yang berisi udang adalah sebanyak 100ml dengan kepadatan 1,03 x 10 9 menyebabkan kematian masal. 4.4 Kualitas Air Suhu Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkungannya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan dan

19 19 kelangsungan hidup ikan (Effendi 2004). Selama penelitian dilakukan pengukuran beberapa parameter kualitas air yaitu salah satunya suhu. Suhu selama penelitian berkisar antara C masih berada dalam tingkat kelayakan untuk pemeliharaan udang galah. Kisaran suhu tersebut masih optimum bagi udang karena pada kisaran suhu tersebut metabolisme udang dapat berlangsung dengan baik. Udang galah dapat hidup pada kisaran suhu yang lebar yaitu C. Suhu optimal untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan berada pada kisaran C ph Faktor kualitas air lain yang mempengaruhi adalah derajat keasaman (ph) air. Nilai ph selama penelitian berkisar antara 7,00-7,90. Nilai kisaran ph tersebut masih layak bagi pertumbuhan udang galah. New MB (1985) menyatakan ph optimum bagi udang galah berkisar 7,0-8,5. Kordi (2001) dalam Aliatunnisa (2008), menyatakan bahwa perairan dengan ph rendah dapat mengakibatkan aktifitas tubuh menurun atau ikan menjadi lemah, lebih mudah terkena infeksi dan biasanya di ikuti dengan tingkat mortalitas tinggi Oksigen Terlarut (DO) Kandungan oksigen terlarut selama penelitian berkisar antara 4,56-5,91 mg/l. Kandungan oksigen tersebut layak untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan udang galah. Menurut New MB (2002) kandungan oksigen terlarut yang optimal untuk udang galah berkisar 3-7 mg/liter, dan menimbulkan stress jika di bawah 2 mg/liter. Menurut Mulyanto (1992) dalam Pertiwi (2011), jika kandungan oksigen terlalu rendah, maka berakibat turunnya nafsu makan, dan jika nilainya sangat rendah dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan konsumsi pakan dan pertumbuhan terhenti Amonia

20 20 Kandungan amonia dalam media hidup udang galah selama penelitian berkisar antara 0 0,25 ppm. Kadar amonia pada minggu pertama penelitian adalah 0 ppm. Terjadi peningkatan kadar amonia pada minggu ke-2 menjadi 0,25 ppm pada seluruh media hidup udang galah. Namun, pada minggu ke-3 tidak terjadi peningkatan kadar amonia dalam air. Peningkatan kadar amonia terjadi karena tidak adanya pergantian air secara total pada saat penyiponan. Penyiponan hanya menggantikan sekitar 10% dari seluruh total air yang ada. Sehingga terjadi akumulasi amonia di dalam media hidup udang pada saat penelitian. Menurut New MB (2002) menyatakan bahwa kandungan amonia yang optimal bagi budidaya udang galah adalah < 0.3 ppm.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar yang sangat potensial, karena memiliki nilai ekonomis tinggi. Hal

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Proses pembuatan ekstrak dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai dengan bulan Januari 2013 di Laboratorium Mikrobiologi Kelautan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Gejala Klinis Pengamatan gejala klinis pada benih ikan mas yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila meliputi kelainan fisik ikan, uji refleks, dan respon

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Hematokrit Ikan Hematokrit adalah persentase sel darah merah dalam darah, bila kadar hematokrit 40% berarti dalam darah tersebut terdiri dari 40% sel darah merah dan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 4. Borok Pada Ikan Mas yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 4. Borok Pada Ikan Mas yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Ikan Mas yang Terinfeksi Aeromonas hydrophila Pengamatan gejala klinis pada ikan mas yang diinfeksi Aeromonas hydrophila meliputi kerusakan jaringan tubuh dan perubahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Ikan Nilem yang Terinfeksi Aeromonas hydrophila 4.1.1 Kerusakan Tubuh Berdasarkan hasil pengamatan, gejala klinis yang pertama kali terlihat setelah ikan diinfeksikan

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Benih Lele Sangkuriang yang terinfeksi Aeromonas hydrophila Pengamatan gejala klinis benih lele sangkuriang yang diinfeksikan Aeromonas hydrophila meliputi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kandungan Metabolit Sekunder Daun Rhizophora mucronata Lamk. Kandungan metabolit sekunder pada daun Rhizophora mucronata Lamk. diidentifikasi melalui uji fitokimia. Uji

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembentukan Organisme Bioflok 4.1.1 Populasi Bakteri Populasi bakteri pada teknologi bioflok penting untuk diamati, karena teknologi bioflok didefinisikan sebagai teknologi

Lebih terperinci

Gambar 10. Hasil Negatif Alkaloid Sargassum crassifolium

Gambar 10. Hasil Negatif Alkaloid Sargassum crassifolium BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Kandungan Metabolit Sekunder Sargassum crassifolium Sampel kering Sargassum crassifolium yang telah dihaluskan ditimbang 0,5 gram dengan menggunakan timbangan analitik untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan mas (Cyprinus carpio L.) sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Ikan air tawar yang bernilai ekonomis cukup penting ini sudah sangat dikenal luas oleh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pembuatan Ekstrak Daun Nangka. (a) (b) (c)

Lampiran 1. Pembuatan Ekstrak Daun Nangka. (a) (b) (c) Lampiran 1. Pembuatan Ekstrak Daun Nangka (a) (b) (c) (d) (e) Keterangan : (a) Daun nangka segar dicuci kemudian dikeringkan (kering udara). (b) Daun nangka kering dihaluskan dengan cara diblender. (c)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengambilan Sampel Ascidian Didemnum molle Pengambilan sampel dilakukan pada Bulan Maret 2013 di perairan Kepulauan Seribu meliputi wilayah Pulau Pramuka, Pulau Panggang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu sumber andalan dalam pembangunan perikanan di Indonesia. Dalam memenuhi besarnya permintaan terhadap persediaan ikan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan selama 40 hari massa pemeliharaan terhadap benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) diketahui rata-rata tingkat kelangsungan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi dan Laboratorium Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pengambilan Sampel Daun Rhizophora mucronata Lamk. dari Kawasan Wisata Alam Angke Kapuk, Jakarta Utara.

Lampiran 1. Pengambilan Sampel Daun Rhizophora mucronata Lamk. dari Kawasan Wisata Alam Angke Kapuk, Jakarta Utara. Lampiran 1. Pengambilan Sampel Daun Rhizophora mucronata Lamk. dari Kawasan Wisata Alam Angke Kapuk, Jakarta Utara. a. Stasiun Pengambilan Sampel Daun Rhizophora mucronata Lamk. No Stasiun Plot Kualitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Kelangsungan hidup dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk mengetahui toleransi dan kemampuan ikan untuk hidup dan dinyatakan sebagai perbandingan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada April 2013 sampai dengan Mei 2013 di laboratorium Nutrisi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Mei - Juni 2014 di Laboratorium Basah Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Mei - Juni 2014 di Laboratorium Basah Jurusan III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada Mei - Juni 2014 di Laboratorium Basah Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 3.2 Alat dan Bahan Alat

Lebih terperinci

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Laju pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam periode waktu tertentu. Pertumbuhan terkait dengan faktor luar dan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nilem (Osteochilus vittatus) merupakan ikan air tawar yang termasuk kedalam famili Cyprinidae yang bersifat herbivore. Ikan ini menyebar di Asia Tenggara, di Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Daya Rekat Telur Ikan Komet Daya rekat merupakan suatu lapisan pada permukaan telur yang merupakan bagian dari zona radiata luar yang mengandung polisakarida dan sebagian

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ini telah dilaksanakan pada percobaan uji mikrobiologi dengan menggunakan ekstrak etanol daun sirih merah. Sebanyak 2,75 Kg daun sirih merah dipetik di

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air Pemilihan Eluen Terbaik Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G 60 F 4. Ekstrak pekat ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering, langsung dielusi dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Myrmecodia pendens Merr. & Perry) terhadap bakteri Lactobacillus

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Myrmecodia pendens Merr. & Perry) terhadap bakteri Lactobacillus BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian obat kumur ekstrak etanol tanaman sarang semut (Myrmecodia pendens Merr. & Perry) terhadap bakteri Lactobacillus acidophilus secara in vitro merupakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstraksi terhadap 3 jenis sampel daun pidada menghasilkan ekstrak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstraksi terhadap 3 jenis sampel daun pidada menghasilkan ekstrak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Ekstraksi Senyawa Aktif Ekstraksi terhadap 3 jenis sampel daun pidada menghasilkan ekstrak metanol, etil asetat, dan heksana dengan bobot yang berbeda. Hasil

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kualitas Air Kualitas air merupakan faktor kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya ditentukan dalam kisaran

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pembuatan Media Natrium Agar

Lampiran 1. Pembuatan Media Natrium Agar 59 Lampiran 1. Pembuatan Media Natrium Agar Pembuatan Media Agar Natrium Agar (150 ml) 1. Siapkan gelas Erlenmeyer volume 250 ml dan air laut steril 150 ml. 2. Timbang natrium agar sebanyak 4,2 gram 3.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Udang windu merupakan komoditas perikanan laut yang memiliki peluang usaha cukup baik karena sangat digemari konsumen lokal (domestik) dan konsumen luar negeri. Hal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri ekstrak etanol daun ciplukan (Physalis angulata L.) dalam bentuk sediaan obat kumur terhadap bakteri

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Parameter pada penelitian pembesaran ikan lele ini meliputi derajat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan mutlak, laju pertumbuhan harian, perhitungan jumlah bakteri

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kualitas Air Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada masingmasing perlakuan selama penelitian adalah seperti terlihat pada Tabel 1 Tabel 1 Kualitas Air

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanankan pada bulan Juni 2009 sampai dengan Agustus 2009. Lokasi penelitian bertempat di Laboratorium Lingkungan dan Laboratorium Kesehatan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR) Perubahan bobot ikan selama masa pemeliharaan diukur dan dicatat untuk mendapatkan data mengenai laju pertumbuhan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei Juni Lokasi penelitian di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei Juni Lokasi penelitian di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei Juni 2014. Lokasi penelitian di Laboratorium Budidaya Perikanan, Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kecepatan Kematian. nyata terhadap kecepatan kematian (lampiran 2a). Kecepatan kematian Larva

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kecepatan Kematian. nyata terhadap kecepatan kematian (lampiran 2a). Kecepatan kematian Larva IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Kecepatan Kematian Penambahan kosentrasi ekstrak daun mimba memberikan pengaruh yang nyata terhadap kecepatan kematian (lampiran 2a). Kecepatan kematian Larva Plutella

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Viterna Plus dengan Dosis Berbeda pada Pakan terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Lele Sangkuriang di Balai Benih Ikan Kota Gorontalo

Pengaruh Pemberian Viterna Plus dengan Dosis Berbeda pada Pakan terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Lele Sangkuriang di Balai Benih Ikan Kota Gorontalo Pengaruh Pemberian Viterna Plus dengan Dosis Berbeda pada Pakan terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Lele Sangkuriang di Balai Benih Ikan Kota Gorontalo 1.2 Robi Hendrasaputro, 2 Rully, dan 2 Mulis 1 robihendra40@gmail.com

Lebih terperinci

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang Bobot ikan (g) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam satu periode waktu tertentu. Pertumbuhan dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi dan Laboratorium Pembenihan Ikan dan Kolam Percobaan Ciparanje untuk penelitian pendahuluan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi dan Laboratorium Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan

III. METODE PENELITIAN. Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan 18 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan September November 2011 yang bertempat di Laboratorium Bioteknologi Lantai 3 Program Studi Budidaya Perairan Universitas Lampung,

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan terhadap ikan didapatkan suatu parameter pertumbuhan dan kelangsungan hidup berupa laju pertumbuhan spesifik, pertumbuhan panjang mutlak dan derajat kelangsungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup dari setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda-beda. Tingkat kelangsungan hidup yang paling

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan dari penelitian yang dilakukan selama 30 hari, diperoleh bahwa pengaruh salinitas terhadap kelangsungan hidup benih nila

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bidang perikanan memegang peranan penting dalam penyediaan protein

I. PENDAHULUAN. Bidang perikanan memegang peranan penting dalam penyediaan protein I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bidang perikanan memegang peranan penting dalam penyediaan protein hewani bagi rakyat Indonesia. Sebagian besar (74%) berasal dari laut dan sisanya (26%) dari air tawar.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam Jumlah rata rata benih ikan patin siam sebelum dan sesudah penelitian dengan tiga perlakuan yakni perlakuan A kepadatan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Jl. Peta No. 83, Bandung, Jawa Barat 40232, selama 20 hari pada bulan Maret April 2013. 3.2 Alat dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas. Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas. Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh daya antibakteri ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas gingivalis secara in vitro dengan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peubah* Konsumsi Ekstrak Daun Konsumsi Saponin

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peubah* Konsumsi Ekstrak Daun Konsumsi Saponin HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ekstrak Daun Mengkudu dan Saponin Dosis pemberian ekstrak daun mengkudu meningkat setiap minggunya, sebanding dengan bobot badan ayam broiler setiap minggu. Rataan konsumsi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ransum Komplit Ransum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari rumput gajah, konsentrat, tepung daun kembang sepatu, dan ampas teh. Rumput gajah diperoleh dari Laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare merupakan penyebab yang banyak menimbulkan kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare merupakan penyebab yang banyak menimbulkan kesakitan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit diare merupakan penyebab yang banyak menimbulkan kesakitan dan kematian di seluruh dunia, terutama pada anak-anak di berbagai negara. Menurut Departemen Kesehatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persentase Ikan Jantan Salah satu faktor yang dapat digunakan dalam mengukur keberhasilan proses maskulinisasi ikan nila yaitu persentase ikan jantan. Persentase jantan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Telur merupakan salah satu sumber protein hewani yan memiliki rasa

BAB I PENDAHULUAN. Telur merupakan salah satu sumber protein hewani yan memiliki rasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telur merupakan salah satu sumber protein hewani yan memiliki rasa lezat, mudah dicerna dan bergizi tinggi sehingga digemari banyak orang. Selain itu telur mudah diperoleh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laju Pertumbuhan Mutlak Nila Gift Laju pertumbuhan rata-rata panjang dan berat mutlak ikan Nila Gift yang dipelihara selama 40 hari, dengan menggunakan tiga perlakuan yakni

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Uji Identifikasi Fitokimia Uji identifikasi fitokimia hasil ekstraksi lidah buaya dengan berbagai metode yang berbeda dilakukan untuk mengetahui secara kualitatif kandungan senyawa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi 24 Rancangan ini digunakan pada penentuan nilai KHTM. Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α 0.05, dan menggunakan uji Tukey sebagai

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jumlah Konsumsi Pakan Perbedaan pemberian dosis vitamin C mempengaruhi jumlah konsumsi pakan (P

Lebih terperinci

IV. HasildanPembahasan

IV. HasildanPembahasan IV. HasildanPembahasan A. Kelimpahan populasi dan pola sebaran kerang Donax variabilis Hasil penelitian tentang kelimpahan di stasiun satu berkisar 34-40 individu/m 2. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap, tahap pertama dilaksanakan di laboratorium bioteknologi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpad, tahap

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Persiapan Penelitian Penelitian Pendahuluan Tahap 1 Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN Persiapan Penelitian Penelitian Pendahuluan Tahap 1 Waktu dan Tempat 41 METODE PENELITIAN Penelitian ini terdiri atas 2 tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian inti. Penelitian pendahuluan terdiri atas 2 tahap yaitu uji nilai kisaran (range value test) dan uji

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 19 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian telah dilakukan pada bulan November Desember 2013, bertempat di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 3.2 Alat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2011

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2011 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2011 bertempat di Laboratorium Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. maksud dan tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis

I PENDAHULUAN. maksud dan tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai: latar belakang, identifikasi masalah, maksud dan tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis penelitian, tempat dan waktu penelitian.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang dilakukan menggunakan daun sirsak (Annona muricata) yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang dilakukan menggunakan daun sirsak (Annona muricata) yang BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1. Hasil Penelitian yang dilakukan menggunakan daun sirsak (Annona muricata) yang berasal dari daerah Sumalata, Kabupaten Gorontalo utara. 4.1.1 Hasil Ektraksi Daun Sirsak

Lebih terperinci

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) PENGELOLAAN KUALITAS AIR DALAM KEGIATAN PEMBENIHAN IKAN DAN UDANG Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) DISSOLVED OXYGEN (DO) Oksigen terlarut ( DO ) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang

Lebih terperinci

Gambar 9a-d. Gejala Klinis Penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia)

Gambar 9a-d. Gejala Klinis Penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengamatan Gejala Klinis Pengamatan gejala klinis pada benih ikan mas sebagai ikan uji yang terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila dilakukan dengan mengamati kerusakan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. aktivitas antimikroba ekstrak daun panamar gantung terhadap pertumbuhan

BAB V PEMBAHASAN. aktivitas antimikroba ekstrak daun panamar gantung terhadap pertumbuhan 73 BAB V PEMBAHASAN A. Pembahasan Konsentrasi ekstrak daun panamar gantung yang digunakan pada uji aktivitas antimikroba ekstrak daun panamar gantung terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus dibuat dalam

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan sampel ascidian telah dilakukan di Perairan Kepulauan Seribu. Setelah itu proses isolasi dan pengujian sampel telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Aktivitas antimikroba pada ekstrak sambiloto terhadap pertumbuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Aktivitas antimikroba pada ekstrak sambiloto terhadap pertumbuhan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Aktivitas antimikroba pada ekstrak sambiloto terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan melalui 3 kali pengulangan perlakuan

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Tahunan Ke-V Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan

Prosiding Seminar Nasional Tahunan Ke-V Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan Aplikasi Ekstrak Allisin Untuk Pengendalian Penyakit Kotoran Putih Pada Udang Vanamei (Litopenaus vanamei) di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau Jepara Oleh Kaemudin*, Antik Erlina, Arif Taslihan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang 26 IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi fisiologis ternak dapat diketahui melalui pengamatan nilai hematologi ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang mengandung butir-butir

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5)

I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian berjudul Pengujian Biji Pala (Myristica sp.) sebagai Bahan Anestesi Lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) dilaksanakan di Laboratorium Bahan Baku dan Industri

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Pengaruh Ekstrak Daun Meniran (Phyllanthus niruri, L.) Terhadap. Pertumbuhan Staphylococcus aureus.

BAB V PEMBAHASAN. A. Pengaruh Ekstrak Daun Meniran (Phyllanthus niruri, L.) Terhadap. Pertumbuhan Staphylococcus aureus. 87 BAB V PEMBAHASAN A. Pengaruh Ekstrak Daun Meniran (Phyllanthus niruri, L.) Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus. Taraf perlakuan ekstrak Daun Meniran dengan berbagai konsentrasi menunjukan hasil

Lebih terperinci

PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL

PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL FAISOL MAS UD Dosen Fakultas Perikanan Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan Universitas Islam Lamongan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2012, di Balai

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2012, di Balai III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2012, di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat. B. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Isolasi Bakteri Penitrifikasi Sumber isolat yang digunakan dalam penelitian ini berupa sampel tanah yang berada di sekitar kandang ternak dengan jenis ternak berupa sapi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Budidaya ikan hias dapat memberikan beberapa keuntungan bagi pembudidaya antara lain budidaya ikan hias dapat dilakukan di lahan yang sempit seperti akuarium atau

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Minyak daun cengkeh merupakan hasil penyulingan daun cengkeh dengan menggunakan metode penyulingan (uap /steam). Minyak daun cengkeh berbentuk cair (oil) dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kualitas Air Kualitas air merupakan parameter lingkungan yang memegang peranan penting dalam kelangsungan suatu kegiatan budidaya. Parameter kualitas air yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan, 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas air memegang peranan penting dalam bidang perikanan terutama untuk kegiatan budidaya serta dalam produktifitas hewan akuatik. Parameter kualitas air yang sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah kesehatan. Hal ini cukup menguntungkan karena bahan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah kesehatan. Hal ini cukup menguntungkan karena bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan bahan alam yang berasal dari tumbuhan sebagai obat tradisional telah lama dilakukan oleh masyarakat Indonesia untuk menangani berbagai masalah kesehatan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. iskemik jaringan pulpa yang disertai dengan infeksi. Infeksi tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. iskemik jaringan pulpa yang disertai dengan infeksi. Infeksi tersebut BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nekrosis pulpa merupakan kematian pulpa yang disebabkan iskemik jaringan pulpa yang disertai dengan infeksi. Infeksi tersebut disebabkan oleh mikroorganisme yang bersifat

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 11 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada Januari sampai Mei 2011 bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai Desember 2013. Tahapan pelaksanaan penelitian meliputi : 1. Pengambilan sampel daun Rhizophora

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Hasil Uji Identifikasi Fitokimia Hasil uji identifikasi fitokimia yang tersaji pada tabel 5.1 membuktikan bahwa dalam ekstrak maserasi n-heksan dan etil asetat lidah buaya campur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengawet adalah substansi kimia yang berguna untuk melindungi produksi makanan, stimulan, produksi obat-obatan, dan kosmetik untuk melawan perubahan berbahaya yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Variabel Hama 1. Mortalitas Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai fase dan konsentrasi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap mortalitas hama

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang berjudul Tingkat Toksisitas Limbah Cair Industri Gula Tebu Tanpa Melalui Proses IPAL Terhadap Daphnia magna telah dilakukan. Hasil penelitian

Lebih terperinci