BAB II TEORI PERTUKARAN SOSIAL. beberapa pengertian. Pertama, memperoleh sesuatu dengan memberikan sesuatu atau

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TEORI PERTUKARAN SOSIAL. beberapa pengertian. Pertama, memperoleh sesuatu dengan memberikan sesuatu atau"

Transkripsi

1 BAB II TEORI PERTUKARAN SOSIAL 2.1 Pengertian Pertukaran Pertukaran berasal dari kata dasar tukar, sedangkan kata kerja bertukar memiliki beberapa pengertian. Pertama, memperoleh sesuatu dengan memberikan sesuatu atau bergantian memberi sesuatu dengan sesuatu yang lain, seperti seseorang memberikan sesuatu kepada seseorang lain yang memberikan sesuatu sebagai gantinya. Kedua, berubah dari atau menjadi yang lain. Ketiga, berpindah dari kendaraan yang satu ke kendaraan yang lain. Dalam melakukan aktivitas bertukar kedua pihak memiliki maksud dan tujuan yang sepaham, meskipun berlainan cara melaksanakannya. Sedangkan arti kata pertukaran itu sendiri menunjuk pada tindakan dan perbuatan bertukar atau mempertukarkan sesuatu sebagaimana yang dimaksudkan dalam pertukaran tersebut. 1 Jadi pertukaran dapat diartikan sebagai aktivitas memberi sesuatu atau melakukan sesuatu dan menerima sesuatu sebagai sebuah imbalan. 2 Apa yang dipertukarkan, diberikan atau diterima? The New Oxford Illustrated Dictionary mencatat sesuatu yang dipertukarkan biasanya berupa uang, catatan-catatan penting, deposito bank, kata-kata, pandangan-pandangan (glances) tentang sesuatu hal. Hal yang dipertukarkan pada dasarnya memiliki nilai yang lebih kurang sama. 3 Selanjutnya, pertukaran dalam pengertian konseptualisasi interaksi sosial memiliki sejarah yang panjang dalam bidang antropologi dan pada periode akhir diadopsi oleh beberapa tokoh sosiologi. Teori pertukaran, demikian konseptualisasi tersebut. Pendekatan tersebut dapat ditemukan dalam karya G.C. Homans ( )dan P.M. Blau ( ). 1 Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa Departeman Pendidikan Nasional, 2008, Oxford Advanced Learner s Dictionary (ed.7th). Oxford University Press: Lihat juga: Soerjono Soekanto, Kamus Sosiologi. Jakarta: Penerbit CV Rajawali, 1985.The New Oxford 3 The New Oxford Illustrated Dictionary. Oxford University Press: 1978,

2 2.2 Pertukaran Sosial dalam Masyarakat Modern Teori pertukaran sosial merupakan satu teori yang dikembangkan oleh pakar psikologi John W. Thibaut ( ) dan Harold H. Kelley ( ), ahli sosiologi seperti George C. Homans ( ), Richard Emerson dan Peter M. Blau ( ). 4 Berdasarkan teori ini, manusia selalu berada dalam hubungan pertukaran antara yang satu dengan yang lain, baik antara pribadi dengan pribadi maupun antara pribadi dengan kelompok. Teori ini melihat hubungan pertukaran antar aktor sebagai hubungan yang saling mempengaruhi (reciprocal). Pada umumnya hubungan sosial yang terjadi dalam masyarakat, mempunyai perilaku yang saling mempengaruhi dalam hubungan tersebut, dimana didalamnya terdapat unsur ganjaran (reward), pengorbanan (cost) dan keuntungan (profit). Ganjaran merupakan segala hal yang diperoleh melalui adanya pengorbanan, sedangkan pengorbanan merupakan semua hal yang dihindarkan, dan keuntungan adalah ganjaran dikurangi oleh pengorbanan. 5 Analisa hubungan sosial menurut cost and reward inilah ciri khas teori pertukaran. 6 Misalnya, pola-pola perilaku di tempat kerja, percintaan, perkawinan, dan persahabatan. Teori pertukaran sosial mencadangkan tabiat sosial itu adalah hasil satu proses pertukaran. Tujuan pertukaran ini adalah memaksimumkan faedah dan meminimumkan biaya. Menurut teori ini, aktor mempertimbangkan potensi faedah dan risiko bagi perhubungan sosial. Apabila risiko-risiko itu lebih berat untuk memberi ganjaran, rakyat akan menamatkan atau meninggalkan begitu saja hubungan. Teori pertukaran sosial ini juga digunakan untuk menjelaskan berbagai penelitian mengenai sikap dan perilaku dalam ekonomi. Selain itu, teori ini juga digunakan dalam penelitian komunikasi, misalnya dalam konteks komunikasi antar pribadi, kelompok dan organisasi. 4 George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern (edisi ke-6). Jakarta: Kencana, 2007, 355; Jonathan H. Turner, The Structure of Sociological Theory (6th edition). 261; Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi: Klasik dan Modern, (jilid 2), Makalah Social Exchange Theory, 6 Johnson, Teori Sosiologi, 55 7

3 2.3 Teori Pertukaran George Caspar Homans Pendekatan Dasar Homans pernah belajar di Harvard Business School bergabung dengan Prof. Lawrence Henderson dan Elton Mayo. Beberapa tulisannya adalah The Human Group, The Nature of Social Science (1967) dan Social Behavior (1961, 1974). 7 Pemikiran Homans banyak dipengaruhi oleh behaviorisme. Dalam psikologi, behaviorisme berpengaruh langsung terhadap sosiologi perilaku, dan secara tidak langsung terutama terhadap teori pertukaran. 8 Sosiologi perilaku memusatkan perhatian pada hubungan antara pengaruh perilaku seseorang terhadap lingkungan dan sebaliknya, dampak lingkungan terhadap seseorang. Lingkungan tempat munculnya perilaku, baik berupa sosial maupun fisik, dipengaruhi oleh perilaku sebelumnya dan selanjutnya muncul kembali dalam berbagai cara. Perilaku baru yang muncul entah itu positif, negatif ataupun netral akan mempengaruhi perilaku-perilaku berikutnya. Bila reaksi tersebut menguntungkan, perilaku yang sama kemungkinan akan diulang di masa depan dalam perilaku yang serupa. Sebaliknya, bila reaksi yang berikutnya menyakitkan atau tidak menguntungkan maka kemungkinan kecil perilaku yang sama di masa depan akan diulang. 9 Dalam pengertian ini, sosiologi perilaku memberikan perhatian pada hadiah atau penguat (reinforces) atau hukuman (punishment). Dengan kata lain, hadiah ditentukan oleh kemampuannya memperkuat perilaku, sedangkan biaya mengurangi kemungkinan perilaku. Behaviorisme pada umumnya, 7 Ritzer dan Goodman, Teori Sosiologi Modern, 360; Johnson, Teori Sosiologi, Ritzer dan Goodman, Teori Sosiologi Modern, ; Turner, The Structure of Sociological Theory, Penelitian psikologi perilaku dilakukan oleh B.F. Skinner (1948) terhadap merpati yang ditempatkan dalam kotak yang dirancang khusus (sekarang dikenal dengan kotak Skinner). Skinner menggunakan burung merpati dalam suatu operant conditioning, dengan mengemukakan perilaku merpati yang mematuk sembarangan, patukannya mengenai sebuah sasaran yang mungkin secara otomatis memberinya makan dengan butiran padi. Setiap kali merpati mematuk sasaran secara otomatis ia mendapatkan hadiah makanan butiran padi, sehingga perlakuan yang sama terus dilakukan semakin meningkat. 8

4 dan gagasan tentang hadiah dan biaya pada khususnya, besar pengaruhnya terhadap teori pertukaran. 10 Bagi Homans, perilaku manusia memiliki penjelasan atau dasar psikologis yang menyebabkannya. Ia juga menyamakan antara perilaku sosial dan perilaku individual serta mengkhususkan kajian pada interaksi sosial. Meskipun Homans membahas prinsip psikologis, ia tidak sedang memikirkan manusia dalam keadaan terisolasi. Ia mengakui bahwa manusia adalah mahluk sosial dan menggunakan banyak waktunya untuk bersosialisasi dan berinteraksi dengan manusia lainnya. Homans mengembangkan teori sosial dengan membayangkan perilaku sosial sebagai pertukaran aktivitas, nyata atau tak nyata, dan kurang lebih sebagai pertukaran hadiah dan biaya, sekurang-kurangnya antara dua orang. 11 Ini yang membedakan secara kontras dengan Skinner yang membatasi kajiannya pada binatang, burung merpati di laboratorium (Laboratorium Skinner). Homans mengembangkan temuan Skinner pada kehidupan sosial manusia yang secara konstan terdapat proses member dan menerima (take and give), atau pertukaran rewards dan punishments Prinsip Pertukaran Homans Inti pertukaran Homans terletak pada sekumpulan proposisi fundamental. Menurutnya proposisi bersifat psikologis karena dua alasan. Pertama, proposisi itu biasanya dinyatakan dan diuji secara empiris oleh orang yang menyebut dirinya sendiri psikolog. Kedua, proposisi itu lebih mengenai perilaku manusia individu daripada kelompok atau masyarakat; dan umumnya dianggap menjadi bidang kajian psikologi. 12 Menurutnya sosiologi ilmiah membutuhkan sekumpulan proposisi umum tentang hubungan antara kategori-kategori itu, 10 Ritzer dan Goodman, Teori Sosiologi Modern, Ritzer dan Goodman, Teori Sosiologi Modern, Ritzer dan Goodman, Teori Sosiologi Modern,

5 karena tanpa proposisi demikian maka penjelasan adalah mustahil. Tidak ada penjelasan tanpa proposisi. Sebagaimana dijelaskan diatas, Homans mengembangkan pemikiran teoritisnya berdasarkan temuan Skinner dan membawa dirinya pada interaksi sosial dalam kehidupan sehari-hari, untuk itu ia mengembangkan beberapa proposisi Peter Blau Sekilas Biografi Peter M. Blau ( ) adalah seorang tokoh terkemuka dalam sosiologi sepanjang paruh kedua abad kedua puluh, dan dengan ujungnya di antara yang paling sering dikutip dari semua sosiolog aktif. Kontribusinya sangat besar untuk mempelajari strukturmakrososial menganalisis sistem berskala besar organisasi, kelas sosial, dan dimensi masyarakat sekitar yang terstruktur. Pada saat yang sama ia adalah penulis dari studi microsociological enduringly berpengaruh dalam hubungan pertukaran. Blau lahir di Wina, Austria, 7 Februari 1918 pada masa jatuhnya kekaisaran Austro- Hungaria. Dia adalah anak seorang Yahudi sekuler dan turut menyaksikan keprihatinan munculnya fasisme di Austria pasca perang. Ketika Hitler menuju ke Wina pada tahun 1938, keluarga Blau memilih untuk tetap tinggal, meskipun adiknya dikirim ke Inggris pada Kindertransport. Tahun 1939 ia bermigrasi ke AS dan resmi menjadi warga negara Amerika tahun Karena keterampilan bahasa Jerman-nya, ia menjabat sebagai petugas interogasi. Dia kemudian mengetahui bahwa keluarganya telah dibunuh di Auschwitz tahun Pada tahun yang sama ia mendapatkan gelar BA dari Elmhurst College di Elmhurst, Illionis. Pecahnya perang PD II membuat pendidikannya terganggu dan ia harus bergabung dalam AD. Dalam karirnya sebagai anggota AD, ia menerima penghargaan the browse star. Setelah 13 Turner, The Structure of Sociological Theory, , dalam poin the basic exchange priciples. 14 W. Richard Scott and Craig Calhoun, Peter Michael Blau (Biographical Memoirs, Vol. 85). Washington, D.C: The National Academies Press, 2004, 7. 10

6 akhir Perang Dunia II, Blau mampu melanjutkan pendidikan, memasuki departemen sosiologi di Columbia University pada bulan Februari tahun 1946 dan mendapatkan gelar Ph.D. dari Universitas Columbia tahun Sejak mahasiswa Blau mempunyai ketertarikan pada masalah yang berkaitan dengan ilmu-ilmu sosial. Ia mendapatkan penghargaan secara luas dalam sosiologi karena sumbangan pemikirannya tentang organisasi formal. Hasil studi empiris dan buku ajar tulisannya tentang organisasi formal tetap dikutip secara luas dan menjadi sumbangan yang berarti dalam ilmu sosial. Exchange and Power in Social Life adalah kontribusi Blau pada teori pertukaran masa kini. Ia mengembangkan teori pertukaran yang tidak terbatas pada kelompok primer berskala kecil, tetapi menerapkannya pada kelompok sosial yang lebih luas (makro). Karyanya merupakan upaya penting untuk mengintegrasikan secara teoritis masalah sosiologi berskala luas dan berskala kecil. Blau pun berada di barisan terdepan pakar teori struktural. Selama masa jabatanya selaku presiden the American Sociological Association ( ) ia menjadikan teori struktural ini sebagai tema pertemuan-tahunan asosiasi sosiologi itu. Sejak itu ia telah menerbitkan sejumlah buku dan artikel yang direncanakan untuk menjelaskan dan mengembangkan teori struktural. Karya terakhir sebelum akhir hayatnya pada 12 Maret 2002 adalah Structural Contexts of Opportunities dan Crosscutting Social Circle edisi kedua Prinsip Pertukaran Dasar Peter M. Blau mendasari teori sosialnya pada perilaku manusia yang kemudian disebut dengan teori pertukaran. Inilah dasar dari proses sosial. Ia mencoba menemukan bentuk proses pertukaran pada tingkat mikro dan makro dengan melihat apa yang mendasari pertukaran antar pribadi seperti juga terjadi pertukaran antar unit dalam suatu organisasi (kelompok). 15 Ritzer dan Goodman, Teori Sosiologi Modern,

7 Secara sederhana Blau menjelaskan prinsip dasar teori pertukarannya pada proposisiproposisi sebagai berikiut : 16 I. Prinsip Rasionalitas: Semakin banyak keuntungan yang diharapkan orang-orang satu sama lainnya dalam melakukan aktifitas tertentu, semakin memungkinkan mereka melakukan aktifitas tersebut. II. Prinsip Timbal balik: A. Semakin banyak orang bertukar sesuatu yang berharga satu sama lain, semakin besar pula proses pertukaran timbal balik dilakukan. B. Semakin kewajiban dalam relasi pertukaran dilanggar, maka pihak yang dilanggar memberi sanksi kepada pihak yang melanggar kesepakatan pertukaran. III. Prinsip Keadilan: A. Semakin banyak hubungan pertukaran dilakukan, semakin memungkinkan mereka untuk diatur oleh norma pertukaran yang adil. B. Kurangnya pelaksanaan noram yang adil dalam pertukaran, pihak yang dirugikan memberikan sanksi kepada pihak yang melanggar norma pertukaran yang ada. IV. Prinsip manfaat Marginal: semakin sesuatu yang diharapkan dalam pertukaran telah tersedia, maka pertukaran itu kurang bermanfaat. V. Prinsip Ketidakseimbangan: Semakin stabil dan seimbang beberapa hubungan pertukaran diantara unit-unit sosial, semakin memungkinkan hubungan pertukaran lain untuk menjadi tidak seimbang dan tidak stabil Proses Dasar Pertukaran Di Kehidupan Sosial Blau mengawali diskusinya tentang proses pertukaran dasar dengan asumsi bahwa orang-orang masuk ke dalam pertukaran sosial karena mereka merasa kemungkinan dari penghargaan yang diperoleh (Prinsip I). Blau menamai persepsi ini sebagai ketertarikan sosial dan mendalilkan bahwa kecuali jika hubungan melibatkan ketertarikan, maka itu bukan merupakan hubungan pertukaran. Dalam memasuki sebuah hubungan pertukaran, masingmasing pelaku menerima persepsi orang lain dan memperoleh beberapa persepsi dari kebutuhan orang lain. Pelaku kemudian memanipulasi presentasi mereka tentang diri sendiri untuk meyakinkan satu sama lain bahwa mereka memiliki kualitas yang bernilai yang diinginkan oleh orang lain. Dalam penyesuaian perilaku peran dalam upaya untuk membuat orang lain terkesan dengan sumber yang harus mereka tawarkan, orang-orang berusaha di bawah prinsip timbal balik dengan menandakan bahwa seseorang memiliki kualitas yang 16 Turner, The Structure of Sociological Theory,

8 bernilai, masing-masing orang berupaya menuntut orang lain untuk memberikan penghargaan kepada mereka. Semua pertukaran berjalan di bawah anggapan bahwa orang yang memberikan penghargaan kepada orang lain, ia juga akan menerima penghargaan yang sama sebagai bayaran untuk suatu penerimaan dalam suatu pertukaran Kekuasaan mempengaruhi proses pertukaran.(pemimpin dan bawahan) Dalam menyediakan hadiah-hadiah tersebut, bawahan dituntun oleh norma pertukaran yang adil dimana harga yang mereka tawarkan dalam menawarkan pemenuhan sebanding dengan nilai dari pelayanan yang mereka terima dari pimpinan mereka. Sebagai tambahan bahwa pelaku terikat dalam pertukaran dengan pemimpin dan sebagai tingkatan bahwa pelayanan yang disediakan oleh pemimpin sangat dihargai, pengabdian harus diterima sebagai perintah yang sah sehubungan dengan norma timbal balik dan keadilan yang muncul dalam semua pertukaran. Dengan kondisi ini, kelompok-kelompok mengembangkan norma tambahan yang menetapkan bagaimana pertukaran dengan pimpinan dilakukan untuk mengatur keperluan untuk timbal balik dan mempertahankan keadilan pertukaran. Pemimpin yang menyesuaikan diri dengan kemunculan norma dapat yakin pada diri mereka sendiri bahwa kepemimpinan mereka akan dipertimbangkan sebagai perintah yang sah. Melalui proses ini, bawahan melatih kontrol dari tindakan sosial satu sama lain dan mempromosikan integrasi golongan atas dan bawah dari kelompok. Wewenang, diletakkan pada norma yang sama dalam keseluruhan bawahan yang memaksa anggotanya untuk memenuhi perintah atasan. Dalam berbagai bentuk organisasi sosial, norma-norma ini muncul dari pertukaran yang kompetitif diantara seluruh kelompok pelaku. Untuk melanggar persetujuan normatif tersebut, pelaku pertukaran harus diberi sosialisasi mengenai nilai-nilai yang sama yang menjelaskan bukan hanya apa saja pertukaran adil dalam situasi yang ada, melainkan juga cara pertukaran harus dilembagakan ke dalam norma untuk pimpinan dan bawahan. Walaupun ada kemungkinan pelaku untuk sampai pada 13

9 kesepakatan bersama secara normatif pada proses pertukaran, kumpulan awal dari nilai-nilai yang sama melengkapi pengesahan kekuatan. Pelaku dapat memasuki pertukaran dengan penjelasan situasi yang sama yang dapat menyediakan sebuah kerangka umum untuk peraturan normatif dari kemunculan kekuatan yang berbeda. Tanpa nilai-nilai yang sama, persaingan untuk kekuatan dapat menjadi besar. Ketiadaan pedoman mengenai timbal balik dan pertukaran yang adil, ketegangan dan tekanan akan berlangsung seolah definisi dari ini berhasil. Menurut Blau, pengesahan memerlukan bukan semata-mata hanya penerimaan yang bersifat toleran, tapi juga konfirmasi dan promosi aktif dari bentuk-bentuk sosial dari nilai umum, baik yang sudah ada sebelumnya atau yang muncul dalam perkumpulan interaksi sosial. Dengan pengesahan kekuasaan melalui peraturan normatif, seperti yang ditegaskan oleh nilai-nilai umum, struktur organisasi kolektif diubah. Salah satu perubahan yang jelas adalah kemunduran persaingan interpersonal, presentasi untuk pelaku sekarang tentang perubahan diri dari perhatian untuk membuat orang lain terkesan dengan kualitas mereka yang berharga menuju pada penekanan untuk menetapkan status mereka sebagai anggota kelompok yang setia. Bawahan mulai untuk menerima status mereka dan memainkan peran perilaku mereka untuk memastikan bahwa mereka menerima penerimaan sosial dari sesama sebagai penghargaan untuk kepatuhan terhadap norma kelompok. Pemimpin dapat menjadi pribadi yang rendah hati karena mereka tidak lagi harus menunjukkan kekuasaan mereka setiap kali menemui bawahan khususnya norma sekarang menunjukkan kapan dan bagaimana mereka harus mematuhi dan menghargai untuk menyediakan pelayanan yang bernilai. Dengan pengesahan kekuatan sebagai wewenang, proses interaktif (melibatkan cara anggota kelompok memahami situasi dan mengenalkan diri mereka pada orang lain) mengalami perubahan yang dramatis, mengurangi tingkat persaingan dan meningkatkan integrasi kelompok. 14

10 Tujuan Peter Blau adalah pengertian atas struktur sosial berdasarkan analisis atas proses-proses sosial yang mengatur hubungan-hubungan diantara individu dan kelompok. Pertanyaan yang mendasar dari Blau ialah bagaimana kehidupan sosial menjadi terorganisir ke dalam struktur asosiasi di kalangan manusia yang semakin kompleks. Blau memusatkan perhatiannya pada proses-proses pertukaran, yang dalam pandangannya mengarahkan banyak perilaku manusia dan menggarisbawahi hubungan-hubungan di antara individu dan juga di antara kelompok Mikro ke makro Pada level individual, Blau dan Homans tertarik pada proses yang serupa. Akan tetapi konsep perubahan sosial Blau terbatas pada tindakan-tindakan yang sementara, yang bergantung, pada reaksi-reaksi dari orang lain yang memberi penghargaan, tindakan-tindakan yang berhenti ketika reaksi-reaksi yang diharapkan tidak datang. Orang tertarik satu sama lain karena berbagai macam alasan yang menyebabkan mereka membangun asosiasi-asosiasi sosial. Sekali ikatan-ikatan awal ditempa, penghargaan-penghargaan yang mereka berikan satu sama lain membantu memelihara dan meningkatkan ikatan-ikatan itu. Situasi berlawanan juga mungkin: dengan penghargaan yang tidak memadai, suatu asosiasi akan melemah atau pecah. Penghargaan yang dipertukarkan dapat bersifat intrinsik(misalnya, cinta, kasih sayang, penghargaan) atau ekstrinsik(contohnya, uang, pekerjaan fisik). Pihak-pihak tidak selalu dapat saling memberi penghargaan satu sama lain secara setara; ketika ada ketidaksetaraan di dalam pertukaran, suatu perbedaan kekuasaan akan muncul di dalam suatu asosiasi. Ketika satu pihak membutuhkan sesuatu dari orang lain, tetapi tidak mempunyai apaapa yang sebanding untuk diberikan sebagai penghargaannya, tersedia empat alternatif. pertama,orang dapat memaksa orang lain untuk membantunya. Kedua, mereka dapat menemukan sumber lain untuk memperoleh apa yang mereka butuhkan. Ketiga, mereka 15

11 dapat berusaha untuk berhasil tanpa hal yang mereka butuhkan dari orang lain. Empat, mereka dapat menempatkan diri di bawah orang lain, dengan demikian memberi kepada orang lain kredit yang digeneralisasi di dalam hubungan mereka; kemudian orang lain itu dapat menggunakan kredit tersebut ketika mereka ingin pihak yang memberi kredit melakukan sesuatu. (Alternatif terakhir, saja adalah karakteristik hakiki kekuasaan). Hingga pada titik ini, posisi Blau mirip dengan posisi Homans, tetapi Blau memperluas teorinya kepada fata-fakta sosial. Dia memerhatikan misalnya, bahwa kita tidak dapat menganalisis proses-proses interaksi sosial terlepas dari struktur sosial yang mengelilinginya. Struktur sosial muncul dari interaksi sosial, tetapi ketika hal itu terjadi, struktur-struktur sosial mempunyai satu eksistensi yang terpisah yang mempengaruhi proses interaksi. Interaksi sosial pertama-tama berada di dalam kelompok-kelompok sosial. Orang tertarik pada suatu kelompok ketika mereka merasakan bahwa hubungan-hubungan itu memberikan penghargaan yang lebih banyak daripada hubungan-hubungan dengan kelompok-kelompok lain. Karena mereka tertarik pada kelompok itu maka mereka ingin diterima. Agar dapat diterima, mereka harus memberikan penghargaan-penghargaan kepada para anggota kelompok. Hal itu mencangkup pemberian pesan kepada para anggota kelompok dengan menunjukan kepada mereka bahwa berhubungan dengan orang-orang baru akan memberi imbalan. Hubungan dengan para anggota kelompok akan dipererat bila para pendatang baru telah mengesankan kelompok itu, ketika para anggota telah memberikan imbalan-imbalan yang mereka harapkan. Usaha-usaha para pendatang baru untuk mengesankan para anggota kelompok secara umum menghasilkan kepaduan kelompok, tetapi persaiangan, diferensiasi sosial dapat terjadi bila terlalu banyak orang berusaha secara aktif mengesankan satu sama lain dengan kemampuan mereka untuk memberi penghargaan. 16

12 Paradoksnya disini ialah bahwa meskipun para anggota kelompok yang memiliki kemampuan untuk mengesankan dapat menarik para kolega, karakteristik yang mengesankan itu juga dapat memunculkan ketakutan akan ketergantungan di pihak anggota-anggota lain kelompok itu sehingga mereka mengakui daya tarik itu hanya dengan cara yang enggan. Didalam tahap-tahap awal pembentukan kelompok, persaingan untuk pengakuan sosial di kalangan anggota kelompok benar-benar bertindak sebagai ujian penyaring bagi para pemimpin potensial kelompok itu. Orang-orang yang paling mampu memberi penghargaan adalah yang paling mungkin berakhir dengan posisi-posisi kepemimpinan. Para anggota kelompok yang kurang untuk memberi penghargaan ingin terus menerima penghargaanpenghargaan yang diberikan oleh para pemimpin potensial, dan hal itu biasanya lebih dari sekedar mengganti rugi untuk ketakutan mereka akan ketergabtungannya. Pada akhirnya para individu dengan kemampuan yang lebih besar untuk memberi penghargaan muncul sebagai para pemimpin. Difernsiasi tidak terelakan kelompok itu menjadi para pemimpin dan pengikut menciptakan suatu kebutuhanuntuk intgrasi yang dipengaruhi. Sekali mereka mengakui status sang pemimpin, para pengikut mempunyai kebutuhan yang lebih besar untuk integrasi. Diawalnya, para pengikut berlagak menunjukan kualitas mereka yang paling mengesankan. Sekarang, untuk mencapai penyatuan bersama rekan pengikut, mereka menunjukan kelemahannya. Hal itu pada hakekatnya adalah suatu deklarasi publik bahwa mereka tidak ingin sebagai pemimpin. Penurunan nilai diri tersebut mendatangkan simpati dan penerimaan sosial dari saingan yang kalah. Sang pemimpin juga terlibat dalam suatu penurunan nilai diri pada titik ini untuk memperbaiki integrasi seluruh kelompok. Dengan mengakui bahwa para bawahan unggul dala beberapa wilayah, sang pemimpin mengurangi sakit hati yang terkait dengan pembawahan dan memperlihatkan bahwa dia tidak berusaha mengendalikan setiap 17

13 wilayah kehidupan kelompok. Tipe-tipe kekuatan demikian membanti menyatukan kembali kelompok itu meskipun dengan statusnya baru yang terdiferensiasi. Semua itu mirip dengan diskusi Homans mengenai teori pertukaran. Akan tetapi Blau melangkah ke level masyarakat dan mendifersiasi di antara dua tipe oraganisasi sosial. Para teoritis pertukaran dan sosiolog behavioral juga mengakui munculnya organisasi sosial, tetapi seperti yang akan kita lihat ada perbedaan dasar antara Blau dan para behavioris sosialyang lebih murni mengenai isu itu. Tipe pertama, sehubungan dengan pengakuan Blau mengenai sifat-sifat kelompokkelompok sosial yang baru tercipta, muncul dari proses-proses pertukaran dan persaingan yang didiskusiakan di depan. Tipe kedua,oraganisasi sosial tidak muncul mendadak, tetapi dibangun secara eksplisit untuk mencapai tujuan-tujuan yang dirinci. Contohnya, memproduksi secara besar-besaran barang-barang yang dapat dijual untuk memperolah untung, berpartisipasi didalam turnamen-turnamen bowling, terlibat di dalam penawaran kolektif, dan merebut kemenangan-kemenangan politis. Di dalam mendiskusikan dua tipe oraganisasi itu, Blau jelas melangkah melampaui bentuk-bentu elemnter perilaku sosial yang secara khas diminati pada behavioris sosial. Selain berminat pada oraganisasi-organisasi tersebut, Blau tertarik pada sub-sub kelompok yang ada di dalamnya. Contohnya, dia berargumen bahwa kepemimpinan dan kelompok-kelompok oposisi ditemukan di dalam kedua tipe oraganisasi tersebut. di dalam tipe yang pertama, keduakelompok itu muncuk dari proses interaksi. Di dalam tipe yang kedua, kepemimpinan dan kelompok-kelompok oposisi dibangun ke dalam struktur organisasi. Di dalam kedua kasus itu, diferensiasi diantara kelompok-kelompok tidak terelakan dan meletakan dasar bagi oposisi dan konflik di dalam organisasi di antara para pemimpin dan pengikut. 18

14 Setelah bergerak melampaui bentuk-bentuk perilaku elementer Homans dan masuk kedalam struktur-struktur sosial yang kompleks, Blau menegtahui bahwa dia harus menyesuaikan teori perubahan dangan level masyarakat.blau mengenali perbedaan esensial diantara kelompok-kelompok kecil dan kolektivitas-kolektivitas yang besar, sementara Homans meminimalkan perbedaan itu didalam usahanya untuk menjelaskan semua perilaku sosial dari segi prinsip-prinsip psikologis dasar. Di satu sisi, Blau jelas-jelas menyingkirkan behaviorisme sosial sebagai suatu paradigma yang memadai untuk membahas struktur-struktur sosial yang kompleks. Di sisi lain, dia menyingkirkan paradigma defenisionis sosial karena dia berargumen bahwa interaksi sosial dan defenisi-defenisi sosial yang menyertainya tidak terjadi secara langsung di dalam organisasi berskala besar. Oleh karena itu, bertolak dari paradigma perilaku sosial, Blau menyekutukan dirinya dengan paradigma fakta-fakta sosial dalam menangani strukturstruktur sosial yang lebih kompleks Norma-Norma Dan Nilai-Nilai 18 Bagi Blau, mekanisme-mekanisme yang berpengaruh di antara struktur-struktur sosial yang kompleks adalah norma-norma dan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat: Menurut Blau; Umumnya disepakati bahwa nilai-nilai dan norma-norma membantu sebagai media kehidupan sosial dan menengahi hubunganhubungan untuk transaksi-transaksi sosial. Mereka memungkinkan pertukaran sosial berlangsung, dan mereka mengatur proses-proses integrasi sosial dan 17 George Ritze & Goodman, Dauglas J., Teori Sosiologi (Edisi Terbaru). Bantul: Kreasi Wacana hlm George Ritze & Goodman, Dauglas J., Teori Sosiologi, halm

15 diferensiasi di dalam struktur-struktur sosial yang kompleks dan juga berkembang oraganisasi sosial dan reorganisasi di dalamnya. Mekanisme-mekanisme lainnya menengahi di antara struktur-struktur sosial, tetapi Blau fokus pada konsesnsus nilai. Melihat pertama pada norma-norma sosial, Blau menyatakan bahwa mereka menggantikan pertukaran tidak langsung menjadi pertukaran langsung. Seorang anggota menyesuaikan diri dengan norma kelompok dan mendapat persetujuan karena penyesuaian itu dan persetujuan implisit karena fakta bahwa persetujuan menyumbang bagi pemeliharaan dan stabilitas kelompok. Dengan kata lain, kelompok atau kolektivitas terlibat dalam suatu hubungan pertukaran dengan individu itu. Hal tersebut berbeda dengan gagasan Homans yang lebih sederhana, yang berfokus pada pertukaran antarpribadi. 2.5 Diskusi Teori Pertukaran Sosial George Homans dan Peter M. Blau Dinamika pertukaran George Homans yang memandang perilaku sosial sebagai pertukaran aktivitas dan kepentingan yang dimiliki oleh masing- masing individu. Teori Homans ini berangkat dari asumsi ekonomi dasar (pilihan rasional), yaitu individu memberi apa dan mendapatkan apa, apakah menguntungkan atau tidak. Tujuan dari teori pertukaran sosial Peter Blau adalah memahami struktur sosial berdasarkan analisis proses - proses sosial yang mengatur hubungan antar individu dengan kelompok. Menurut Penulis analisis proses sosial bagi Blau adalah memahami struktur sosial atau kelompok sosial sebagai upaya untuk memahami perilaku individu yang merupakan bagian dari kelompok sosial itu. Kita 20

16 tidak dapat menganalisis proses-proses interaksi sosial antar individu selai dari struktur sosial yang ada di sekitarnya.(ritzer menyimpulkan pemahaman Peter Blau tentang teori Pertukaran Sosial. Perilaku politik masyarakat di Provinsi Mauku sebagian besar diarahkan oleh struktur sosial di sekitarnya, biasanya dialami oleh masyarakat middle class dan lower class. Keputusan politik masyarakat tersebut seringkali mengikuti kelompok-kelompok sosial yang mereka percayai dan memberikan keuntungan atau imbalan bagi mereka Teori Pertukaran dan Proposisi Homans Keterkaitan kasus yang diuraikan di atas dengan teori pertukaran Homans adalah interaksi antar individu yang melakukan pertukaran kepentingan dengan hukum dasar imbalan dan keuntungan yang didapat oleh individu yang melakukan pertukaran itu. Teori Homans tidak berhenti sampai pada persoalan itu. Jauh dari itu, yaitu menguraikan proposisiproposisi yang dapat menjelaskan secara utuh proses pertukaran sosial. Pertukaran sosial yang terjadi antar individu tidak berjalan statis, karena tidak selamanya individu mendapatkan keuntungan dari proses pertukaran sosial itu. Oleh karena itu, bagi Homans dalam teori pertukaran sosial perlu dilakukan proposisi. Menurut Homans ada lima proposisi yang dapat menjelaskan teori pertukaran sosial secara utuh, diantaranya; proposisi sukses, proposisi stimulus, proposisi nilai, proposisi kelebihan dan kekurangan, proposisi agresipujian, dan proposisi rasionalitas. Asumsi dasar proposisi sukses adalah semakin sering tindakan seseorang itu dihargai maka semakin sering orang itu melakukan tindakan yang sama. Sebaliknya, semakin sering tindakan seseorang itu gagal atau tidak mendapatkan penghargaan maka tindakan itu tidak akan diulangi lagi olehnya. Proposisi ini 19 Keuntungan dan imbalan yang dimaksud adalah sebagaimana yang berlaku umum pada teori pertukaran sosial. 21

17 menggambarkan teori pertukaran sosial yang dinamis, dimana individu memiliki kesempatan untuk lebih leluasa melakukan pertukaran sosial sesuai dengan kebutuhan individu itu Teori Pertukaran Peter M. Blau Sebagaimana yang dijelaskan pada awal tulisan ini, teori Homans dianggap tidak bisa menjelaskan secara komprhensif tentang perilaku politik dalam proses pemilihan kepala daerah. Perilaku politik adalah perilaku yang terjadi didalam lingkungan sosial seutuhnya, termasuk struktur sosial. Teori pertukaran sosial Peter M. Blau membantu kita untuk melihat dan menganalisi perilaku politik individu dalam kelompok sosial. Penulis melihat pemikiran Peter M. Blau tentang pertukaran sosial mendapatkan respon positif dari banyak kalangan ilmuwan. Pertukaran sosial Blau merupakan hasil dari kritikannya atas teori Homans tentang pertukaran sosial yang menitik beratkan pada perilaku individu, menurut Blau malah sebaliknya, hal utama untuk memahami fakta sosial adalah memahami struktur sosial bukan individu seperti kajian Homans. Meskipun demikian, Blau mengakui kajian perilaku individu adalah hal yang penting yang arus dilakukan untuk menuju pemahaman yang lebih kompleks yaitu struktur sosial. Inti dasar pemikiran M. Blau tentang pertukaran sosial: Pertama, membedakan kelompok besar (organisasi) dengan kelompok kecil (individu yang merupakan bagian dari organisasi atau menut Homans perilaku individu), Kedua, pertukran sosial berlangsung antar individu dengan kelompok. Ketiga, nilai norma sebagai perantara atau media dalam aktivitas individu dan kelompok tersebut. 2.6 Pertukaran sosial antar individu dan kelompok dalam politik Di era demokratisasi saat ini, untuk menjadi calon kepala daerah harus melalui partai politik. Individu sebagai calon harus memiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi 22

18 politik dengan partai politik. Hemat saya komunikasi politik adalah proses menuju pertukran sosial (dalam politik, pertukaran sosial diartikan sebagai dil politik). Bagi Peter Blau pertukaran individu dan kelompok sosial tersebut berlaku konsep norma. Konsep norma adalah aturan yang berlaku secara umum dalam pertukrana sosial. Pada contoh kasus diatas, konsep norma itu tidak berlaku dalam dunia politik. 2.7 Pertukaran Nilai, Individu, dan Partai Politik sebagai Kelompok Sosial Penulis melihat Peter M. Blau menekankan pada peran nilai dalam hubungan antar kelompok sosial sangat dibutuhkan. Karena dengan nilai kelompok- kelompok sosial dalam berinteraksi dapat terintegrasikan dan tercipta solidaritas antar mereka. Partai politik yang melakukan koalisi dalam menyatukan kekuatan politik adalah fakta sosial yang memperkuat argument Peter Blau terkait peran nilai dalam kelopok social itu. Koalisi partai politik ada aturan dan nilai sebagai ikatan politik mereka. Dengan itu koalisi akan terjaga dari kepentingan individu yang ada didalam partai politik itu sendiri. Penulis melihat analisis Blau membawa kita semakin jauh dari versi teori pertukaran Homans. Individu dan perilaku individu dua hal terpenting dalam pandangan Homan, nyaris tidak termasuk ke dalam konsepsi Peter Blau. Yang menggantikan posisi individu adalah beragam fakta sosial. Sebagai contoh, Blau membahas kelompok, organisasi, kolektivitas, masyarakat, norma, dan nilai. Analisis Blau terpusat pada hal- hal yang mencerai-beraikannya, yang jelas menjadi pokok perhatin utama penganut fakta sosial. Berdasarkan uraian Ritzer diatas, Blau lebih menekankan pada sosiologi makro yang melihat fakta sosial pada struktur sosial yang ada pada masyarakat itu, termasuk organisasi masyarakat, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat, Organisasi Pemerintahan (birokrasi), Partai Politik, dan organisasi sosial lainya. Penulis melihat Teori Blau membantu kita untuk mencermati bagaimana perilaku antar organisasi dalam melakukan pertukaran sosial atau kepentingan politik. Pada umumnya 23

19 perilaku politik organisasi sama dengan perilaku yang berlaku pada individu sebagaimana analisis Homans di atas. Yaitu mencari posisi keuntungan atau imbalan dalam melakukan pertukaran sosial. Bedanya adalah perilaku organisasi bersifat institusional yang didalamnya terdapat nilai, norma dan aturan yang harus dipatuhi dan dijalankan dalam melakukan pertukaran sosial itu. 24

BAB II TEORI PERTUKARAN SOSIAL

BAB II TEORI PERTUKARAN SOSIAL BAB II TEORI PERTUKARAN SOSIAL 2.1. Pengantar Sebagai mahluk sosial manusia selalu berusaha untuk hidup bersama dalam interaksi sosial dengan sesamanya. Interaksi sosial inilah yang secara umum menjadi

Lebih terperinci

BAB II TEORI PERTUKARAN SOSIAL DAN TEORI PERTUKARAN SOSIAL DALAM PANDANGAN PETER M. BLAU

BAB II TEORI PERTUKARAN SOSIAL DAN TEORI PERTUKARAN SOSIAL DALAM PANDANGAN PETER M. BLAU BAB II TEORI PERTUKARAN SOSIAL DAN TEORI PERTUKARAN SOSIAL DALAM PANDANGAN PETER M. BLAU Apa itu teori pertukaran sosial? Secara sederhana dapat dikatakan bahwa teori pertukaran sosial merupakan salah

Lebih terperinci

Ringkasan Materi Teori-Teori Sosial Budaya

Ringkasan Materi Teori-Teori Sosial Budaya Ringkasan Materi Teori-Teori Sosial Budaya BAB 8 Teori Pertukaran, Teori Jaringan, dan Teori Pilihan Rasional Pada bab 8 dalam buku Teori Sosiologi Modern ini perhatiannya lebih dipusatkan pada tiga teori

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Konsep Pertukaran Sosial Peter M. Blau mengembangkan teori pertukaran sosial dengan memusatkan perhatian pada struktur sosial yang lebih luas yang beradasar pada analisis terhadap

Lebih terperinci

BAB II PERTUKARAN SOSIAL GEORGE CASPAR HOMANS

BAB II PERTUKARAN SOSIAL GEORGE CASPAR HOMANS BAB II PERTUKARAN SOSIAL GEORGE CASPAR HOMANS George Ritzer menjelaskan gagasan George C Homans tantang teori Pertukaran sebagai berikut : Homans memandang perilaku sosial sebagai pertukaran aktivitas,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Multi Level Marketing disebut juga dengan Networking Marketing

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Multi Level Marketing disebut juga dengan Networking Marketing BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Multi Level Marketing (MLM) Multi Level Marketing disebut juga dengan Networking Marketing (pemasaran berjenjang) atau direct selling yang merupakan salah satu bisnis yang berhubungan

Lebih terperinci

Gagasan dalam Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial

Gagasan dalam Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial Gagasan dalam Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial Filsafat Ilmu Sosial 1 Positivistik (Value free) Fenomenologi (Value Bound) Perbedaan Paradigma dalam Sosiologi 2 3 Ilmu-ilmu sosial (seperti Sosiologi) telah

Lebih terperinci

BAB II. KAJIAN PUSTAKA. Dalam setiap hubungan antar manusia maupun antar kelompok sosial

BAB II. KAJIAN PUSTAKA. Dalam setiap hubungan antar manusia maupun antar kelompok sosial BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1. Relasi Kekuasaan Dalam setiap hubungan antar manusia maupun antar kelompok sosial selalu tersimpul pengertian pengertian kekuasaan dan wewenang. Kekuasaan terdapat disemua bidang

Lebih terperinci

PERILAKU SOSIAL: TEORI PERTUKARAN BLAU

PERILAKU SOSIAL: TEORI PERTUKARAN BLAU Kuliah ke-12 Teori Sosiologi Kontemporer Amika Wardana, Ph.D. a.wardana@uny.ac.id PERILAKU SOSIAL: TEORI PERTUKARAN BLAU Materi: Teori Pertukaran Sosial Pertukaran dan Integrasi Sosial Pertukaran dan Kekuasaan

Lebih terperinci

BAB II SOLIDARITAS SOSIAL DALAM PERSPEKTIF EMILE DURKHEIM. dengan pihak-pihak terkait. Peneliti memilih teori Solidaritas Emile Durkhei, teori ini

BAB II SOLIDARITAS SOSIAL DALAM PERSPEKTIF EMILE DURKHEIM. dengan pihak-pihak terkait. Peneliti memilih teori Solidaritas Emile Durkhei, teori ini BAB II SOLIDARITAS SOSIAL DALAM PERSPEKTIF EMILE DURKHEIM Melihat kondisi solidaritas dan berdasarkan observasi, serta wawancara dengan pihak-pihak terkait. Peneliti memilih teori Solidaritas Emile Durkhei,

Lebih terperinci

Memahami Akar dan Ragam Teori Konflik

Memahami Akar dan Ragam Teori Konflik Memahami Akar dan Ragam Teori Konflik Sofyan Sjaf Turner dalam bukunya yang berjudul The Structure of Sociological Theory pada bab 11 13 dengan apik menjelaskan akar dan ragam teori konflik yang hingga

Lebih terperinci

BAB II TALCOTT PARSONS: TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL. A. Teori Struktural Fungsional Talcott Parsons

BAB II TALCOTT PARSONS: TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL. A. Teori Struktural Fungsional Talcott Parsons BAB II TALCOTT PARSONS: TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL A. Teori Struktural Fungsional Talcott Parsons Teori ini digunakan oleh peneliti untuk menganalisis pesantren dan pangajian taaruf (studi kasus eksistensi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. semua warga menikmati kebebasan untuk berbicara, kebebasan berserikat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. semua warga menikmati kebebasan untuk berbicara, kebebasan berserikat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Demokrasi di Indonesia Definisi demokrasi menurut Murod (1999:59), sebagai suatu policy di mana semua warga menikmati kebebasan untuk berbicara, kebebasan berserikat, mempunyai

Lebih terperinci

Kuliah ke-2: Paradigma Teori Sosiologi

Kuliah ke-2: Paradigma Teori Sosiologi Kuliah ke-2: Paradigma Teori Sosiologi Teori Sosiologi Kontemporer Amika Wardana. Ph.D a.wardana@uny.ac.id Overview Perkuliahan Konstruksi Teori Sosiologi Proses Pertumbuhan dan Perkembangan Ilmu Pengetahun

Lebih terperinci

MENGKAJI TEORI SOSIOLOGI MODERN: TEORI JARINGAN. Untuk Memenuhi Tugas UTS Mata Kuliah: Metode Penelitian Sosial. Dosen Pengampu : Drs. Prijana, M.

MENGKAJI TEORI SOSIOLOGI MODERN: TEORI JARINGAN. Untuk Memenuhi Tugas UTS Mata Kuliah: Metode Penelitian Sosial. Dosen Pengampu : Drs. Prijana, M. MENGKAJI TEORI SOSIOLOGI MODERN: TEORI JARINGAN Untuk Memenuhi Tugas UTS Mata Kuliah: Metode Penelitian Sosial Dosen Pengampu : Drs. Prijana, M.Si Andri Yanti, S.Sos.M.Ikom Disusun Oleh : Santi Rizki Sopianti

Lebih terperinci

BAB II KONFLIK DALAM PERSPEKTIF DAHRENDORF. melekat dalam setiap kehidupan sosial. Hal-hal yang mendorong timbulnya

BAB II KONFLIK DALAM PERSPEKTIF DAHRENDORF. melekat dalam setiap kehidupan sosial. Hal-hal yang mendorong timbulnya 36 BAB II KONFLIK DALAM PERSPEKTIF DAHRENDORF A. Teori Konflik Kehidupan sosial dan konflik merupakan gejala yang tidak dapat dipisahkan antara satu dan lainnya, konflik merupakan gejala yang selalu melekat

Lebih terperinci

4/9/2014. Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D Teori Sosiologi Kontemporer

4/9/2014. Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D Teori Sosiologi Kontemporer Kuliah ke-6 Amika Wardana, Ph.D a.wardana@uny.ac.id Teori Sosiologi Kontemporer Fungsionalisme Versus Konflik Teori Konflik Analitis (Non-Marxist) Perbedaan Teori Konflik Marxist dan Non- Marxist Warisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta kebiasaan dan lingkungan yang berbeda-beda, itulah yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. serta kebiasaan dan lingkungan yang berbeda-beda, itulah yang sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia hidup di bumi dengan berbagai macam budaya dan kepercayaan serta kebiasaan dan lingkungan yang berbeda-beda, itulah yang sebagian besar mempengaruhi

Lebih terperinci

PENDEKATAN TEORETIS Tinjauan Pustaka Pengertian Lanjut Usia Pelayanan Lansia

PENDEKATAN TEORETIS Tinjauan Pustaka Pengertian Lanjut Usia Pelayanan Lansia 4 PENDEKATAN TEORETIS Bab ini menjelaskan mengenai pustaka rujukan yang diambil dari berbagai jenis pustaka seperti buku, peraturan pemerintah maupun hasil penelitian. Bab ini juga menjelaskan mengenai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada organisme biologis dan psikis yang diperlukan dalam hubungan manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada organisme biologis dan psikis yang diperlukan dalam hubungan manusia BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Belajar 1. Defenisi Belajar pada hakikatnya adalah penyempurnaan potensi atau kemampuan pada organisme biologis dan psikis yang diperlukan dalam hubungan manusia dengan dunia

Lebih terperinci

BAB II PERUBAHAN SOSIAL TALCOT PARSONS. Perubahan dapat berupa yang tidak menarik atau dalam arti

BAB II PERUBAHAN SOSIAL TALCOT PARSONS. Perubahan dapat berupa yang tidak menarik atau dalam arti BAB II PERUBAHAN SOSIAL TALCOT PARSONS A. Teori Fungsionalisme Struktural AGIL Setiap manusia selama hidup pasti mengalami perubahanperubahan. Perubahan dapat berupa yang tidak menarik atau dalam arti

Lebih terperinci

Behaviorism George Caspar Homans (Perspektif Ekonomi Syariah)

Behaviorism George Caspar Homans (Perspektif Ekonomi Syariah) Transaksi dalam Teori Exchange Behaviorism George Caspar Homans (Perspektif Ekonomi Syariah) Muhammad Eka Machmud IAIN Samarinda Email: mahmudieka643@yahoo.co.id Abstrak Artikel ini membahas tentang teori

Lebih terperinci

BAB II TEORI PILIHAN RASIONAL DALAM PERSPEKTIF JAMES S. COLEMAN

BAB II TEORI PILIHAN RASIONAL DALAM PERSPEKTIF JAMES S. COLEMAN BAB II TEORI PILIHAN RASIONAL DALAM PERSPEKTIF JAMES S. COLEMAN A. Rasonalitas Manusia Modern Rasionalitas merupakan konsep dasar yang digunakan Weber dalam klasifikasinya sampai mengenai tipe tipe tindakan

Lebih terperinci

KEKUASAAN DAN PENGARUH IKA RUHANA

KEKUASAAN DAN PENGARUH IKA RUHANA KEKUASAAN DAN PENGARUH IKA RUHANA KEKUASAAN Kekuasaan: kemampuan mempengaruhi Perilaku, mengubah peristiwa, mengatasi perlawanan dan meminta orang melakukan sesuatu yang tidak ingin mereka lakukan (Pfeffer

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ide. Fakta sosial menurut Durkheim terdiri atas dua macam yaitu: dan berpengaruh terhadap kehidupan individu.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ide. Fakta sosial menurut Durkheim terdiri atas dua macam yaitu: dan berpengaruh terhadap kehidupan individu. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Fakta Sosial Fakta sosial dinyatakan sebagai barang sesuatu (thing) yang berbeda dengan ide. Fakta sosial menurut Durkheim terdiri atas dua macam yaitu: 1. Dalam bentuk material,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. (interpersonal communication). Diambil dari terjemahan kata interpersonal, yang

BAB II KAJIAN TEORITIS. (interpersonal communication). Diambil dari terjemahan kata interpersonal, yang BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Komunikasi Antarpribadi Komunikasi antarpribadi disebut juga dengan komunikasi interpersonal (interpersonal communication). Diambil dari terjemahan kata interpersonal,

Lebih terperinci

BAB II PERSELINGKUHAN DAN KONTROL SOSIAL - DURKHEIM

BAB II PERSELINGKUHAN DAN KONTROL SOSIAL - DURKHEIM BAB II PERSELINGKUHAN DAN KONTROL SOSIAL - DURKHEIM A. Perselingkuhan Perselingkuhan adalah hubungan pribadi di luar nikah, yang melibatkan sekurangnya satu orang yang berstatus nikah, dan didasari oleh

Lebih terperinci

BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL DAN TEORI SOLIDARITAS. Solidaritas Dan Stratifikasi Antar Petani Tambak Di Dusun Dukuan Desa

BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL DAN TEORI SOLIDARITAS. Solidaritas Dan Stratifikasi Antar Petani Tambak Di Dusun Dukuan Desa BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL DAN TEORI SOLIDARITAS A. Teori Fungsionalisme Struktural Untuk menjelaskan fenomena yang diangkat oleh peneliti yaitu Solidaritas Dan Stratifikasi Antar Petani Tambak

Lebih terperinci

BAB II : KAJIAN TEORITIK. mengajar di tingkat universitas memberikan khusus sosiologi pertama kali di

BAB II : KAJIAN TEORITIK. mengajar di tingkat universitas memberikan khusus sosiologi pertama kali di BAB II : KAJIAN TEORITIK a. Solidaritas Sosial Durkheim dilahirkan di Perancis dan merupakan anak seorang laki-laki dari keluarga Yahudi. Dia mahir dalam ilmu hukum filsafat positif. Dia terakhir mengajar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memungkinkan terjadinya integritas sosial, merupakan hubungan-hubungan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memungkinkan terjadinya integritas sosial, merupakan hubungan-hubungan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bourdieu tentang Habitus Menurut Bourdieu (dalam Ritzer 2008:525) Habitus ialah media atau ranah yang memungkinkan terjadinya integritas sosial, merupakan hubungan-hubungan

Lebih terperinci

BAB II TEORI PILIHAN RASIONAL JAMES S. COLEMAN DAN TEORI. KEBUTUHAN PRESTASI DAVID McCLELLAND. dianggap relevan untuk mengkaji permasalahan tersebut.

BAB II TEORI PILIHAN RASIONAL JAMES S. COLEMAN DAN TEORI. KEBUTUHAN PRESTASI DAVID McCLELLAND. dianggap relevan untuk mengkaji permasalahan tersebut. BAB II TEORI PILIHAN RASIONAL JAMES S. COLEMAN DAN TEORI KEBUTUHAN PRESTASI DAVID McCLELLAND A. Konsep Rasional Untuk menjelaskan permasalahan yang diangkat oleh peneliti, yaitu strategi bertahan hidup

Lebih terperinci

Oleh: Dadang Sukirman Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia

Oleh: Dadang Sukirman Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia PRINSIP PEMBELAJARAN Oleh: Dadang Sukirman Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia A. Kompetensi yang diharapkan: Mahasiswa diharapkan dapat

Lebih terperinci

2015 HUBUNGAN ANTARA SIKAP TERHADAP KAMPANYE DI MEDIA MASSA DENGAN PARTISIPASI POLITIK PADA MAHASISWA DI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2015 HUBUNGAN ANTARA SIKAP TERHADAP KAMPANYE DI MEDIA MASSA DENGAN PARTISIPASI POLITIK PADA MAHASISWA DI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Demokrasi merupakan suatu sistem yang mengatur pemerintahan berlandaskan pada semboyan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Untuk mewujudkan sistem demokrasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. modal yang dimiliki melalui kegiatan tertentu yang dipilih. Suharto (2009:29)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. modal yang dimiliki melalui kegiatan tertentu yang dipilih. Suharto (2009:29) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Strategi Bertahan Strategi bertahan hidup menarik untuk diteliti sebagai suatu pemahaman bagaimana rumah tangga mengelola dan memanfaatkan aset sumber daya dan modal yang dimiliki

Lebih terperinci

SOSIOLOGI PERTANIAN ( )

SOSIOLOGI PERTANIAN ( ) SOSIOLOGI PERTANIAN (130121112) Aspek Sosial Desa (3) Pertemuan ke-7 Es/!Js/!Ufhvi Ljtnboupspbekj-!N/Tj/ Kompetensi Khusus: Mahasiswa mampu menemukan perbedaan aspek sosial desa-desa di Indonesia Pendahuluan

Lebih terperinci

TEORI PERTUKARAN SOSIAL GOERGE C. HOMANS DAN PETER M. BLAU. Disusun Oleh : Nama : Moch. Syahri NIM :

TEORI PERTUKARAN SOSIAL GOERGE C. HOMANS DAN PETER M. BLAU. Disusun Oleh : Nama : Moch. Syahri NIM : TEORI PERTUKARAN SOSIAL GOERGE C. HOMANS DAN PETER M. BLAU Disusun Oleh : Nama : Moch. Syahri NIM : 071317047303 PROGRAM PASCA SARJANA ILMU-ILMU SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya setiap manusia membutuhkan orang lain. Naluri untuk hidup bersama orang

I. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya setiap manusia membutuhkan orang lain. Naluri untuk hidup bersama orang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap manusia membutuhkan orang lain. Naluri untuk hidup bersama orang lain pada manusia ternyata sudah muncul sejak ia lahir,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. aktor lainnya. Salah satu ciri khas teori jaringan adalah pemusatan pemikiran pada

BAB II KAJIAN PUSTAKA. aktor lainnya. Salah satu ciri khas teori jaringan adalah pemusatan pemikiran pada BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Jaringan Teori yang mendukung penelitian ini adalah teori jaringan. pada teori jaringan banyak di bahas tentang hubungan antara satu aktor (individu atau kelompok) dengan

Lebih terperinci

BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU

BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN SOSIOLOGI BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU ALI IMRON, S.Sos., M.A. Dr. SUGENG HARIANTO, M.Si. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT

Lebih terperinci

TEORI SOSIOLOGI KONTEMPORER

TEORI SOSIOLOGI KONTEMPORER TEORI SOSIOLOGI KONTEMPORER Silabus Semester Genap 2013-2014 Dosen : Amika Wardana, Ph.D. Email : a.wardana@uny.ac.id Jurusan Pendidikan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta S I

Lebih terperinci

BAB II KONFLIK DALAM KACAMATA RALF DAHRENDORF. keterlibatan konflik yang di dalamnya terdapat waktu, tenaga, dana, dan

BAB II KONFLIK DALAM KACAMATA RALF DAHRENDORF. keterlibatan konflik yang di dalamnya terdapat waktu, tenaga, dana, dan 31 BAB II KONFLIK DALAM KACAMATA RALF DAHRENDORF A. TEORI KONFLIK Ralf Dahrendorf melihat proses konflik dari segi intensitas dan sarana yang digunakan dalam konflik. Intensitas merupakan sebagai tingkat

Lebih terperinci

Anti-Suap dan Korupsi (ABC) Prosedur ini tidak boleh diubah tanpa persetujuan dari kantor Penasihat Umum dan Sekretaris Perusahaan Vesuvius plc.

Anti-Suap dan Korupsi (ABC) Prosedur ini tidak boleh diubah tanpa persetujuan dari kantor Penasihat Umum dan Sekretaris Perusahaan Vesuvius plc. VESUVIUS plc Kebijakan Anti-Suap dan Korupsi PERILAKU BISNIS UNTUK MENCEGAH SUAP DAN KORUPSI Kebijakan: Anti-Suap dan Korupsi (ABC) Tanggung Jawab Perusahaan Penasihat Umum Versi: 2.1 Terakhir diperbarui:

Lebih terperinci

BAB V REFLEKSI PERUBAHAN. A. Pengaruh Teori Pertukaran terhadap terhadap para Waria di Situbondo

BAB V REFLEKSI PERUBAHAN. A. Pengaruh Teori Pertukaran terhadap terhadap para Waria di Situbondo BAB V REFLEKSI PERUBAHAN A. Pengaruh Teori Pertukaran terhadap terhadap para Waria di Situbondo Jika kita menilik ulang bagaimana perjalanan selama tiga bulan berada di Kabupaten Situbondo maka kita akan

Lebih terperinci

Pendekatan Studi Perbandingan Pemerintah

Pendekatan Studi Perbandingan Pemerintah Pendekatan Studi Perbandingan Pemerintah Pendekatan Kelembagaan/Institusi onal/tradisional Pendekatan Behavioural/Tingkah Laku Pendekatan Paskabehavioural 1. Pendekatan Kelembagaan (1920an-1930an) Ditemukan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. bekerja yang ditandai secara khas dengan adanya kepercayaan diri, motivasi diri

BAB II LANDASAN TEORI. bekerja yang ditandai secara khas dengan adanya kepercayaan diri, motivasi diri BAB II LANDASAN TEORI A. Semangat Kerja 1. Pengertian Semangat Kerja Chaplin (1999) menyatakan bahwa semangat kerja merupakan sikap dalam bekerja yang ditandai secara khas dengan adanya kepercayaan diri,

Lebih terperinci

Pengantar tentang Perilaku Sosial (Social Behaviourism) Akar intelektual. Teori Pertukaran Sosial Homans

Pengantar tentang Perilaku Sosial (Social Behaviourism) Akar intelektual. Teori Pertukaran Sosial Homans PERILAKU SOSIAL: TEORI PERTUKARAN (HOMANS) a.wardana@uny.ac.id Amika Wardana, PhD. (Teori Sosiologi Kontemporer) Materi: Pengantar tentang Perilaku Sosial (Social Behaviourism) Akar intelektual Antropologi

Lebih terperinci

SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN

SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN Pada hakekatnya manusia merupakan mahluk sosial. Hal ini dapat dilihat dari kehidupannya yang senantiasa menyukai dan membutuhkan kehadiran manusia lain. Manusia memiliki

Lebih terperinci

ORGANIZATIONS 8 th. th edition

ORGANIZATIONS 8 th. th edition ORGANIZATIONS 8 th th edition James L. Gibson Kincaid Professor College of Business and Economics University of Kentucky John M. Ivancevich Professor of Organizational Behaviour and Management University

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI 2.1. Pola Asuh Berdasarkan tata bahasanya, pola asuh terdiri dari kata pola dan asuh. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (dalam Isni Agustiawati, 2014), kata pola berarti model,

Lebih terperinci

PEDOMAN KERJA BERBASIS STRUKTUR ORGANISASI

PEDOMAN KERJA BERBASIS STRUKTUR ORGANISASI PEDOMAN KERJA BERBASIS STRUKTUR ORGANISASI Hanny Siagian STIE Mikroskil Jl. Thamrin No. 112, 124, 140 Medan 20212 hanny@mikroskil.ac.id Abstrak Kehadiran struktur organisasi mutlak ada didalam suatu kegiatan

Lebih terperinci

PERSPEKTIF SOSIOLOGI-MAKRO (MACROSOCIOLOGICAL) TENTANG PENYIMPANGAN SOSIAL

PERSPEKTIF SOSIOLOGI-MAKRO (MACROSOCIOLOGICAL) TENTANG PENYIMPANGAN SOSIAL PERSPEKTIF SOSIOLOGI-MAKRO (MACROSOCIOLOGICAL) TENTANG PENYIMPANGAN SOSIAL Tidak seperti biologi atau teori-teori psikologi yang, untuk sebagian besar, mengeksplorasi faktor-faktor yang terkait kejahatan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERCERAIAN DI GKJW SE-KABUPATEN JEMBER (Suatu Analisa dengan Menggunakan Teori Pertukaran Sosial) Tesis Diajukan kepada Program Pasca Sarjana Magister Sosiologi Agama Universitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik

BAB II KAJIAN PUSTAKA. gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Konsep Kesenian Sebagai Unsur Kebudayaan Koentjaraningrat (1980), mendeskripsikan bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki berbagai tujuan. Untuk mencapai tujuannya,

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki berbagai tujuan. Untuk mencapai tujuannya, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap organisasi memiliki berbagai tujuan. Untuk mencapai tujuannya, organisasi biasanya berusaha meningkatkan produktifitas, kemampuan berinovasi, dan kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu dalam masyarakat tersebut pada dasarnya memiliki nilai-nilai yang

BAB I PENDAHULUAN. individu dalam masyarakat tersebut pada dasarnya memiliki nilai-nilai yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat pada umumnya diartikan sebagai sekumpulan orang yang hidup di suatu wilayah yang memiliki aturan atau norma yang mengatur hubungan-hubungan satu sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selalu menemukan masalah-masalah. Namun, berbagai masalah dalam. dalam satu konsep keilmuan human behavior, semua perilaku manusia

BAB I PENDAHULUAN. selalu menemukan masalah-masalah. Namun, berbagai masalah dalam. dalam satu konsep keilmuan human behavior, semua perilaku manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia, sebagai mahluk sosial yang selalu mencoba berinteraksi, akan selalu menemukan masalah-masalah. Namun, berbagai masalah dalam berinteraksi, baik antar individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh devisa dan penghasilan nonmigas. Peran pariwisata dalam

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh devisa dan penghasilan nonmigas. Peran pariwisata dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diandalkan oleh pemerintah untuk memperoleh devisa dan penghasilan nonmigas. Peran pariwisata dalam rangka pembangunan nasional

Lebih terperinci

Social/Network Power:

Social/Network Power: Social/Network Power: Applying Social Capital Concept to Individual Behavior in the Organizational Context Imam Salehudin, SE. Department of Management Faculty of Economics University of Indonesia Social/Network

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industrialisasi menempati posisi sentral dalam ekonomi masyarakat modern dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan kemakmuran dan

Lebih terperinci

DASAR-DASAR MIKRO BAGI SOSIOLOGI MAKRO

DASAR-DASAR MIKRO BAGI SOSIOLOGI MAKRO DASAR-DASAR MIKRO BAGI SOSIOLOGI MAKRO by Stephen K. Sanderson KETERKAITAN antara sosiologi mikro dengan sosiologi makro akhir-akhir ini banyak menarik perhatian para sosiolog dari berbagai aliran. Untuk

Lebih terperinci

BAB II TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL

BAB II TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL BAB II TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL A. STRUKTURAL FUNGSIONAL Untuk mendukung penelitian ini, peneliti mengkaji lebih lanjut dengan teori Struktural Fungsional.Dan berikut merupakan penjelasan teori struktural

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA. 1. Komunikasi Organisasi Top Down Antara Pengurus Dan Anggota. Karang Taruna Setya Bhakti Dalam Membangun Solidaritas

BAB IV ANALISA DATA. 1. Komunikasi Organisasi Top Down Antara Pengurus Dan Anggota. Karang Taruna Setya Bhakti Dalam Membangun Solidaritas BAB IV ANALISA DATA A. Temuan Penelitian 1. Komunikasi Organisasi Top Down Antara Pengurus Dan Anggota Karang Taruna Setya Bhakti Dalam Membangun Solidaritas Dalam penelitian kualitatif, analisis data

Lebih terperinci

BAB II TEORI KONFLIK DAN KONSENSUS

BAB II TEORI KONFLIK DAN KONSENSUS 17 BAB II TEORI KONFLIK DAN KONSENSUS Landasan teori pada penelitian ini menggunakan teori Ralf Dahendrof. Karena, teori Dahendrof berhubungan dengan fenomena sosial masyarakat salah satunya adalah teori

Lebih terperinci

PSIKOLOGI ALIRAN BEHAVIORISME

PSIKOLOGI ALIRAN BEHAVIORISME PSIKOLOGI ALIRAN BEHAVIORISME Behaviorisme adalah sebuah aliran dalam psikologi yang didirikan oleh John B. Watson pada tahun 1913 yang berpendapat bahwa perilaku harus merupakan unsur subyek tunggal psikologi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk menyamakan persepsi antar sesama manusia. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk menyamakan persepsi antar sesama manusia. Dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia yang merupakan hal yang tidak akan pernah lepas dari keseharian manusia apalagi dalam keseharian yang digunakan

Lebih terperinci

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU BAB VI KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU Konflik merupakan sebuah fenonema yang tidak dapat dihindari dalam sebuah kehidupan sosial. Konflik memiliki dua dimensi pertama adalah dimensi penyelesaian

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. Analisis data merupakan proses pengaturan data penelitian, yakni

BAB IV ANALISIS DATA. Analisis data merupakan proses pengaturan data penelitian, yakni 91 BAB IV ANALISIS DATA Analisis data merupakan proses pengaturan data penelitian, yakni pengorganisasian data kedalam pola-pola yang saling berhubungan, serta setiap kategori maupun sistem yang ada. Pada

Lebih terperinci

BAB II. Teori pertukaran George Caspar Homans sebagai Analisa

BAB II. Teori pertukaran George Caspar Homans sebagai Analisa BAB II Teori pertukaran George Caspar Homans sebagai Analisa A. Peneliti Terdahulu Penelitian sebelumnya menjadi penting untuk dikemukakan pada halaman ini, mengingat dari segi manfaat akademik, penelitian

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia BAB 5 KESIMPULAN Dalam bab terakhir ini akan disampaikan tentang kesimpulan yang berisi ringkasan dari keseluruhan uraian pada bab-bab terdahulu. Selanjutnya, dalam kesimpulan ini juga akan dipaparkan

Lebih terperinci

TEORI SOSIOLOGI KLASIK MAX WEBER

TEORI SOSIOLOGI KLASIK MAX WEBER TEORI SOSIOLOGI KLASIK MAX WEBER Prof. Dr. Farida Hanum DISUSUN OLEH : 1. Rahma Dewi Agustin 12413244006 2. Nurrizal Ikrar L 12413244013 3. Suhendra Lumban R 12413249006 JURUSAN PENDIDIKAN SOSIOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti saat ini, persaingan antar organisasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti saat ini, persaingan antar organisasi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi seperti saat ini, persaingan antar organisasi yang bergerak pada industri yang sejenis semakin meningkat. Hal ini salah satunya disebabkan oleh konsumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijalankan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Seorang individu

BAB I PENDAHULUAN. dijalankan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Seorang individu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perilaku individu berkaitan erat dengan yang namanya peran dalam kehidupan bermasyarakat. Peran mengandung hal dan kewajiban yang harus dijalani oleh seorang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Kesimpulan Umum Setelah menguraikan dari beberapa aspek yang menjadi dimensi atau orientasi politiknya,yang diukur dari segi pemahaman kognitif, afektif, dan

Lebih terperinci

KAPITA SELEKTA KOMUNIKASI : OPINI PUBLIK. Pengantar

KAPITA SELEKTA KOMUNIKASI : OPINI PUBLIK. Pengantar KOMUNIKASI : OPINI PUBLIK Pengantar Opini publik, atau beberapa ilmuwan menyebutnya sebagai pendapat umum, dikenal dalam ranah komunikasi politik sebagai salah satu bentuk partisipasi politik. Sebaliknya,

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN, REFLEKSI, DAN REKOMENDASI. Bab ini akan mendiskusikan kesimpulan atas temuan, refleksi, dan juga

BAB 6 KESIMPULAN, REFLEKSI, DAN REKOMENDASI. Bab ini akan mendiskusikan kesimpulan atas temuan, refleksi, dan juga BAB 6 KESIMPULAN, REFLEKSI, DAN REKOMENDASI Bab ini akan mendiskusikan kesimpulan atas temuan, refleksi, dan juga rekomendasi bagi PKS. Di bagian temuan, akan dibahas tentang penelitian terhadap iklan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Organisasi yang baik, tumbuh dan berkembang akan menitik beratkan pada sumber daya manusia (SDM) guna menjalankan fungsinya dengan optimal, khususnya menghadapi dinamika

Lebih terperinci

Penempatan Pegawai. School of Communication & Business Inspiring Creative Innovation. Perilaku Organisasi (Organizational Behavior)

Penempatan Pegawai. School of Communication & Business Inspiring Creative Innovation. Perilaku Organisasi (Organizational Behavior) Perilaku Organisasi (Organizational Behavior) 1. Pendahuluan (26/08/2015) 2. Dasar Perilaku Individu (02/09/2015) Penempatan Pegawai 3. Kepribadian dan Emosi dan mengumpulkan tugas ke 1 (09/09/2015) 4.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mengenang sejarah Jerman akan selalu tertuju pada Perang Dunia II dan sosok pemimpinnya yaitu Adolf Hitler. Adolf Hitler menjabat sebagai kanselir Jerman di usia

Lebih terperinci

BAB ORIENTASI KONSEP PPO

BAB ORIENTASI KONSEP PPO BAB ORIENTASI KONSEP PPO PERILAKU Perilaku adalah semua yang dilakukan seseorang Perilaku merupakan reaksi/respon individu yang terwujud dalam sikap, tindakan maupun ucapan Karakteristik Perilaku P = f

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS)

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) 1. Nama Mata Kuliah : Sosiologi Terapan 2. Kode Mata Kuliah : ISS 701 3. Status Matakuliah : Wajib Prodi 4. Semester : VII 5. Matakuliah Prasyarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang menitikberatkan pada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang menitikberatkan pada 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang menitikberatkan pada perkembangan perekonomian dan juga sumber daya manusia. Proses perekonomian yang terjadi

Lebih terperinci

BAB II. Tindakan Sosial Max Weber dan Relevansinya dalam Memahami Perilaku. Peziarah di Makam Syekh Maulana Ishak

BAB II. Tindakan Sosial Max Weber dan Relevansinya dalam Memahami Perilaku. Peziarah di Makam Syekh Maulana Ishak 53 BAB II Tindakan Sosial Max Weber dan Relevansinya dalam Memahami Perilaku Peziarah di Makam Syekh Maulana Ishak Untuk menjelaskan fenomena yang di angkat oleh peneliti yaitu ZIARAH MAKAM Studi Kasus

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERSEPSI TERHADAP PENGEMBANGAN KARIR. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat S-1

HUBUNGAN ANTARA BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERSEPSI TERHADAP PENGEMBANGAN KARIR. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat S-1 HUBUNGAN ANTARA BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERSEPSI TERHADAP PENGEMBANGAN KARIR Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat S-1 Diajukan oleh : NURUL KUSUMA WARDHANI F 100 030 219

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Peran Menurut Abdulsyani (1994) peran atau peranan adalah apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya. Peran merupakan suatu

Lebih terperinci

ORIENTASI KONSEP PO YUDHA PRAKASA, S.AB, M.AB L/O/G/O

ORIENTASI KONSEP PO YUDHA PRAKASA, S.AB, M.AB L/O/G/O ORIENTASI KONSEP PO YUDHA PRAKASA, S.AB, M.AB L/O/G/O KONSEP PERILAKU semua yang dilakukan seseorang Perilaku sebagai akibat, dapat diarahkan oleh tujuan, diamati & diukur, dimotivasi & didorong reaksi/respon

Lebih terperinci

Keterkaitan antara Kebudayaan Material dan Non Material. dengan Struktur Sosial

Keterkaitan antara Kebudayaan Material dan Non Material. dengan Struktur Sosial Keterkaitan antara Kebudayaan Material dan Non Material dengan Struktur Sosial disusun oleh : DWI YANTI SARWO RINI D 0311025 JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS

Lebih terperinci

MENGENAL HUBUNGAN PATRON-KLIEN

MENGENAL HUBUNGAN PATRON-KLIEN MENGENAL HUBUNGAN PATRON-KLIEN Linayati Lestari, S.IP, MA Dosen Fisipol, Universitas Riau Kepulauan, Batam Bagi para peminat dan pengamat sosial, tentu sering menemukan beragam pola atau bentuk hubungan

Lebih terperinci

Kontrak: Pendekatan-pendekatan Hukum Perdata dan Common Law

Kontrak: Pendekatan-pendekatan Hukum Perdata dan Common Law Kontrak: Pendekatan-pendekatan Hukum Perdata dan Common Law Sistem Common Law: Kebanyakan negara-negara yang dulunya di bawah pemerintahan Kolonial Inggris manganut sistem hukum kasus (common law) Inggris.

Lebih terperinci

SOSIOLOGI KOMUNIKASI

SOSIOLOGI KOMUNIKASI Modul ke: SOSIOLOGI KOMUNIKASI TEORI-TEORI SOSIOLOGI KOMUNIKASI Fakultas Ilmu Komunikasi Rika Yessica Rahma,M.Ikom Program Studi Penyiaran www.mercubuana.ac.id TEORI TEORI SOSIOLOGI KOMUNIKASI TEORI STRUKTURAL

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. maka ia akan berusaha untuk mengetahui lebih banyak tentang kesenian. Begitu juga terhadap mata pelajaran PKn.

BAB II KAJIAN TEORI. maka ia akan berusaha untuk mengetahui lebih banyak tentang kesenian. Begitu juga terhadap mata pelajaran PKn. BAB II KAJIAN TEORI A. Hasil Belajar PKn Kondisi belajar mengajar yang efekif adalah adanya minat perhatian siswa dalam belajar mata pelajaran PKn. Minat merupakan suatu sifat yang relatif menetap pada

Lebih terperinci

MATERI 1 HAKIKAT PERILAKU MENYIMPAG

MATERI 1 HAKIKAT PERILAKU MENYIMPAG MATERI 1 HAKIKAT PERILAKU MENYIMPAG 1. Hakekat Perilaku Menyimpang Sebelum masuk ke dalam materi perubahan sosial budaya, saudara dapat menyaksikan video terkait dengan perilaku menyimpang di masyarakat,

Lebih terperinci

Rencana Program dan Kegiatan Pembelajaran Semester (RPKPS)

Rencana Program dan Kegiatan Pembelajaran Semester (RPKPS) Rencana Program dan Kegiatan Pembelajaran Semester (RPKPS) 1. Nama Matakuliah: Sistem Sosial Budaya Indonesia 2. Kode/SKS : ISF.331/3 sks 3. Semester : Genap 4. Status : Wajib 5. M.Kul. Prasyarat : - 6.

Lebih terperinci

A. Proses Pengambilan Keputusan

A. Proses Pengambilan Keputusan A. Proses Pengambilan Keputusan a) Definisi Menurut James A.F. Stoner, keputusan adalah pemilihan di antara berbagai alternatif. Definisi ini mengandung tiga pengertian, yaitu: (1) ada pilihan atas dasar

Lebih terperinci

memperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global.

memperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global. BAB V PENUTUP Kebangkitan Cina di awal abad ke-21tidak dapat dipisahkan dari reformasi ekonomi dan modernisasi yang ia jalankan. Reformasi telah mengantarkan Cina menemukan momentum kebangkitan ekonominya

Lebih terperinci

KEKUASAAN DAN WEWENANG

KEKUASAAN DAN WEWENANG KEKUASAAN DAN WEWENANG A. Pengantar Kekuasaan mempunyai peranan yang dapat menentukan nasib berjuta-juta manusia. Oleh karena itu, kekuasaan (power) sangat menarik perhatian para ahli ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II TEORI SOLIDARITAS EMILE DURKHEIM. ataupun kelompok sosial karena pada dasarnya setiap masyarakat membutuhkan

BAB II TEORI SOLIDARITAS EMILE DURKHEIM. ataupun kelompok sosial karena pada dasarnya setiap masyarakat membutuhkan 27 BAB II TEORI SOLIDARITAS EMILE DURKHEIM A. Teori Solidaritas Emile Durkheim. Solidaritas adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh sebuah masyarakat ataupun kelompok sosial karena pada dasarnya setiap

Lebih terperinci

Smile Indonesia LOBI LO DAN NEGO DAN SIASI NEGO

Smile Indonesia LOBI LO DAN NEGO DAN SIASI NEGO Smile Indonesia LOBI DAN NEGOSIASI PENGERTIAN LOBI Istilah Lobi = lobbying. berarti orang atau berarti orang atau kelompok yang mencari muka untuk mempengaruhi anggota parlemen KATA LOBI Lobby {kata benda}

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup rakyat yang dipimpin oleh para pejabat yang terbukti

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup rakyat yang dipimpin oleh para pejabat yang terbukti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tindak perilaku korupsi akhir-akhir ini makin marak dipublikasikan di media massa maupun media cetak. Tindak korupsi ini mayoritas dilakukan oleh para pejabat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Konteks Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Konteks Masalah Sebagai mahluk sosial manusia memiliki dorongan keinginan untuk saling berhubungan dengan individu lainnya. Dorongan sosial tersebut mengharuskan setiap individu untuk

Lebih terperinci

Manajemen sekolah. N U R D I N, M.Pd

Manajemen sekolah. N U R D I N, M.Pd Manajemen sekolah N U R D I N, M.Pd THE CHALLENGE OF SCHOOL CHANGE Dalam buku ini mengambil beberapa perkembangan baru ke tingkat detail. Mereka memberikan analisa yang lebih penting dan berkuasa pengamatan

Lebih terperinci