PERSPEKTIF SOSIOLOGI-MAKRO (MACROSOCIOLOGICAL) TENTANG PENYIMPANGAN SOSIAL
|
|
- Yulia Susman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PERSPEKTIF SOSIOLOGI-MAKRO (MACROSOCIOLOGICAL) TENTANG PENYIMPANGAN SOSIAL Tidak seperti biologi atau teori-teori psikologi yang, untuk sebagian besar, mengeksplorasi faktor-faktor yang terkait kejahatan yang bersifat internal terhadap individu, teori-teori sosiologis tentang kejahatan mencari korelasi kejahatan yang bersifat eksternal bagi individu yang terlibat. Contoh kemungkinan yang termasuk sebab-sebab eksternal kejahatan adalah organisasi lingkungan, kemiskinan, pengasuhan yang buruk, dan teman-teman yang nakal. Bagian ini berfokus pada teori sosiologi-makro, yang meneliti bagaimana organisasi atau struktur suatu masyarakat dapat menghasilkan lingkungan yang kondusif untuk kejahatan. 1. Penyimpangan Sosial sebagai Fungsi Solidaritas Sosial Perspektif Fungsionalisme-Struktural awalnya adalah pemikiran Emile Durkheim. Emile Durkheim dikenal sebagai penggagas utama perspektif ini, yang menekankan bahwa masyarakat adalah sebuah fakta sosial, dan semua yang terjadi di masyarakat memiliki fungsi. Anda bisa melihat kembali penjelasan ini pada modul 7 mengenai tatanan sosial. Perspektif ini memberian gagasan bahw penyimpangan sosial dan tindakan kejahatan memiliki fungsi dalam kehidupan manusia. Adanya penyimpangan sosial dan tindakan kejahatan akan memunculkan kembali kesadaran bersama orang-orang dalam masyarakat modern. Masyarakat modern mengalami penurunan ikatan bersama yang didasari oleh kesadaran kolektif (collective conscience), yakni sebuah kesadaran yang mengacu pada pendirian umum moralitas zaman atau keyakinan dan sikap bersama yang menyatukan masyarakat, namun ikatan kolektif mereka hanya ditentukan oleh saling ketergantungan antara satu sama lain yang didasarkan keahlian pada bidang-bidang pekerjaan yang ada di satu masyarakat. Masyarakat modern dicirikan dengan gejala anomie, yakni sebuah gejala sosial spesifik karena
2 terlepasnya norma-norma sosial atau pemisahan individu dari kesadaran kolektif dan diungkapkan dalam dua cara yang saling terkait: kurangnya regulasi dan kurangnya integrasi. Kurangnya regulasi mengacu pada keadaan di mana kesadaran kolektif tidak dapat mengatur keinginan manusia; kurangnya integrasi berarti "individualisme" dipromosikan sedemikian rupa sehingga orang menjadi begitu egois atau egois sehingga mereka tidak lagi peduli dengan kesejahteraan manusia lain. Dengan demikian, masyarakat modern hanya mengejar kepentingan untuk memenuhi kebutuhan dirinya, dan ini dapat mendorong orang melakukan tindakan kejahatan dan perilaku menyimpang agar ia bisa memperoleh sesuatu yang diinginkannya. Durkheim tidak hanya percaya bahwa kejahatan adalah aspek normal masyarakat, ia juga percaya bahwa kejahatan itu berfungsi untuk masyarakat. Fungsi pertama adalah kejahatan menegaskan moralitas dalam masyarakat. Misalnya, kejahatan menandai batas-batas moralitas orang yang menyimpang adalah orang yang kegiatannya telah bergerak di luar batas kelompok, dan ketika masyarakat memanggilnya untuk menjelaskan bahwa ketidakmenentuan cara hidupnya itu membuat pernyataan tentang sifat dan penempatan batas-batasnya. Dengan kata lain, orang tidak akan tahu apa perilaku yang dapat diterima jika bukan karena kejahatan. Fungsi kedua adalah kejahatan mempromosikan solidaritas sosial dengan menyatukan orang-orang yang taat hukum melawan kejahatan. Ketika penjahat diadili dan dihukum, kejahatan memberikan kesempatan dramatis untuk mempublikasikan aturan masyarakat kepada semua anggotanya. Artinya, hukuman bagi penjahat adalah imbalan kepada warga yang mematuhi hukum. Menurut Durkheim, kejahatan memiliki fungsi solidaritas sosial yang sangat penting, sehingga kejahatan harus diciptakan jika belum ada. Fungsi ketiga adalah, kejahatan menyediakan sarana untuk mencapai perubahan sosial yang diperlukan melalui, misalnya, pembangkangan sipil, di mana orang-orang yang membangkang telah melakukan suatu perilaku penyimpangan atau tindakan
3 kejahatan. Contoh pembangkangan sipil adalah kelompok besar pedagang kaki lima (PKL) yang menempati suatu jalan ramai yang tidak diperuntukkan untuk mereka berjualan dan bahkan menimbulkan ketidaknyamanan bagi orang lain, sehingga terjadi perubahan peruntukkan lahan tersebut yang memenangkan kepentingan PKL. 2. Teori Disorganisasi Sosial (Social Disorganization Theory) Bagi para ahli teori Chicago, disorganisasi sosial adalah kondisi di mana (1) kontrol yang lazim atas penjahat sebagian besar tidak ada, (2) perilaku nakal sering disetujui oleh orang tua dan tetangga, (3) banyak peluang yang tersedia untuk perilaku nakal, dan (4) terdapat sedikit dorongan, pelatihan, atau peluang untuk pekerjaan yang sah. Beberapa asumsi utama teori disorganisasi sosial tentang sebab terjadinya kenalakan dan kejahatan: 1. Kemiskinan, karakteristik lingkungan, kepadatan penduduk, dan gangguan keluarga pada tingkat kejahatan di unit geografis seperti kota atau kabupaten adalah factor-faktor tingkat makro sebab terjadinya kenakalan dan kejahatan. 2. Kepribadian atau kelompok sebaya berkontribusi pada kriminalitas individu merupakan factor-faktor tingkat mikro sebab terjadinya kenakalan dan kejahatan. 3. Komunitas yang dicirikan oleh jaringan pertemanan yang jarang, kelompok remaja yang tidak diawasi, dan partisipasi organisasi yang rendah memiliki tingkat kejahatan dan kenakalan yang sangat tinggi. 4. Warga di lingkungan yang tidak memiliki keampuhan kolektif tidak memiliki keterpaduan untuk bertindak dengan cara yang efektif untuk menyelesaikan masalah masyarakat. 5. Karakteristik struktural tertentu dari masyarakat mempengaruhi kemampuan penduduk untuk memaksakan mekanisme kontrol sosial atas anggota mereka, dan bahwa hilangnya mekanisme kontrol tersebut mempengaruhi tingkat kejahatan.
4 6. Pada wilayah yang terdapat konsentrasi tinggi kehidupan orang-orang yang kurang beruntung terdapat bukti-bukti empiris yang kuat tentang teori disentegrasi sosial dan deprivasi ekonomi. 7. Peluang menjadi korban kejahatan lebih tinggi tidak hanya di lingkungan yang kurang beruntung, tetapi juga di lingkungan yang sedang mengalami peningkatan sosio-ekonomi yang kuat, khususnya kasus gentrifikasi atau dimana properti di lingkungan tersebut awalnya merupakan properti lama orang-orang yang kurang beruntung dan sekarang diambil alih dan direnovasi oleh orang-orang berpendapatan tinggi menjadi properti yang bernilai tinggi. Dapat anda lihat diatas bahwa komunitas urban sangat mudah untuk muncul kenakalan dan kejahatan, karena integrasi sosial masyarakat urban sangat lemah, seperti jaringan pertemanan yang jarang, kelompok remaja yang tidak diawasi, dan partisipasi organisasi yang rendah. Masyarakat urban juga sangat tergantung dengan institusi pemerintah dan swasta untuk menyelesaikan masalah masyarakat, misalnya seperti pembangunan jalan, sehingga semakin tinggi tingkat kebergantungannya kepada pemerintah dan swasta, maka mekanisme kontrol sosial masyarakat akan semakin hilang. Wilayah-wilayah konsentrasi tinggi kehidupan orang-orang yang kurang beruntung banyak kita dapatkan di kota, dan saat ini orang-orang tersebut mengalami pemindahan ke wilayah atau perumahan yang sudah disediakan dari pemerintah, sehingga tempat mereka diambil alih dan direnovasi oleh pemerintah maupun swasta untuk dijadikan kawasan yang memiliki properti yang bernilai tinggi. Salah satu faktor yang berkontribusi pada menurunnya komunitas kota adalah praktik redlining (garis-merah) yang telah berlangsung selama puluhan tahun di mana bank menolak meminjamkan uang untuk perbaikan rumah di suatu daerah karena ras atau etnis penduduk. Apa yang biasanya terjadi di area redline (praktek, kebetulan, yang masih terjadi hari ini meskipun ini ilegal) adalah bahwa lingkungan dan nilai properti menurun secara dramatis sampai mereka mencapai titik di mana spekulan tanah dan pengembang, biasanya bersama dengan para
5 pemimpin politik, membeli tanah untuk pembaruan perkotaan atau gentrifikasi dan menghasilkan keberuntungan dalam prosesnya. Singkatnya, elit politik dan ekonomi dapat menyebabkan disorganisasi sosial, pemisahan dari kelompok tetapnya, dan kenakalan, mungkin tidak disengaja, oleh keputusan sadar yang mereka buat. 3. Teori Kesempatan dan Teori Aktivitas Rutin Kedua teori ini berfokus pada bagaimana peluang untuk melakukan kejahatan ditawarkan oleh lingkungan fisik dan tindakan individu sehari-hari. Menurut teori kesempatan (opportunity theory) kesempatan melakukan tindakan kejahatan berkaitan dengan dua faktor: adanya peluang fisik yang diperlukan untuk melakukan kejahatan dan kecilnya risiko tertangkap. Peluang fisik termasuk barang-barang berharga yang tidak diawasi, pintu yang tidak dikunci, dan pejalan kaki yang terganggu. Seseorang dapat tertangkap oleh seorang petugas polisi, atau oleh pengamat yang cenderung mengambil tindakan terhadap pelanggar, seperti pemilik rumah, penjaga pintu, petugas parkir, dan petugas keamanan. Bangunan-bangunan yang dirancang dengan buruk dan lingkungan proyek perumahan berpenghasilan rendah dan menengah memiliki tingkat kejahatan jauh lebih tinggi daripada proyek-proyek yang dirancang lebih baik yang memiliki tipe penduduk dan kepadatan yang sama. Teori kesempatan memberikan hipotesis bahwa cara yang utama untuk mengurangi kejahatan adalah dengan menciptakan defensible space (ruang pertahanan). Ruang pertahanan atau defensible space adalah model untuk lingkungan perumahan yang dirancang untuk menghambat kriminalitas melalui berbagai mekanisme yang mencakup "hambatan nyata dan simbolis, wilayah pengaruh yang sangat kuat, dan peluang yang ditingkatkan untuk pengawasan. Teori aktivitas rutin (routine activity theory) menjelaskan bahwa perubahan struktural dalam kegiatan rutin kehidupan sehari-hari mempengaruhi kejahatan terhadap orang dan properti. Perubahan struktural dalam kegiatan rutin
6 mempengaruhi kejahatan tersebut melalui efeknya pada salah satu dari tiga faktor: (1) "pelanggar termotivasi" (misalnya, remaja laki-laki, pengangguran, pecandu narkoba), (2) "target yang sesuai" (seperti tidak terkunci rumah atau mobil), dan (3) "tidak adanya penjaga yang mampu melawan pelanggaran" (misalnya, tidak adanya petugas polisi, pemilik rumah, sistem keamanan). Ketiga faktor tersebut diperlukan untuk keberhasilan terselesaikannya kejahatan. Kegiatan kriminal dipandang sebagai kegiatan rutin. Mereka menyimpulkan bahwa kejahatan sangat berakar dalam struktur peluang yang sah dari masyarakat kita dan dalam kebebasan dan kemakmuran yang dinikmati banyak orang, bahwa untuk mengurangi kejahatan akan membutuhkan perubahan besar dalam kehidupan sehari-hari kita. Dengan demikian, implikasi pencegahan kejahatan dari teori aktivitas rutin fokus pada korban kejahatan potensial yang harus mengubah gaya hidup mereka sehingga mereka tidak lagi menjadi sasaran empuk bagi pelaku kejahatan. Sebagian besar penekanannya adalah untuk mengamankan lingkungan langsung melalui penciptaan ruang pertahanan, menguatkan target kejahatan, dan meningkatkan keberadaan pelindung yang cakap. 4. Teori Anomie Robert K. Merton Robert K. Merton dipengaruhi oleh teori anomie Emile Durkheim dan fungsionalisme Talcott Parsons, dan ia melakukan modifikasi terhadap teori anomie. Merton berpendapat bahwa anomie merupakan gejala sosial yang berbentuk kontradiksi anomie. Merton menjelaskan bahwa individu memiliki tujuan untuk mengejar kesejahteraan dan ia juga mencari dan melakukan cara untuk mencapai tujuan tersebut. Nilai-nilai kesejahteraan dan cara-cara yang dipakai ini dibatasi oleh nilai-nilai budya, sehingga pencapaian tujuan seringkali bertentangan atau berkontradiksi dengan cara-cara pencapaian tujuan yang lazim dalam masyarakat. Hal ini membuat individu harus melakukan beberapa cara adaptasi dalam masyarakat agar tujuannya bisa tercapai.
7 Tabel 7.1. Teori Anomie atau Teori Ketegangan Penyimpangan Merton Perilaku menyimpang terjadi saat adanya penghormatan pada tujuan, tetapi bukan pada sarana bagi setaip orang untuk mencapainya Cara Adaptasi Tujuan Budaya Cara-cara Institusional Deskripsi Conformist contoh: patuh pada hukum Innovator contoh: kriminal Bekerja keras untuk mencapai kesuksesan dan kekayaan Memperoleh kekayaan melalui cara-cara yang tidak sah Ritualist contoh: birokrat Berdiri pada hukum, tapi menurunkan tujuan Retreatist contoh: pecandu obat-obatan terlarang Menolak tujuan dan cara yang ada dengan cara tidak lagi Rebel contoh: teroris, pejuang kebebasan bermasyarakat ( ) ( ) Menolak tujuan dan cara, tetapi menggantinya dengan tujuan dan cara sendiri Conformist mengejar tujuan budaya kekayaan hanya melalui sarana institusional yang sah. Inovasi adalah adaptasi di akar sebagian besar kejahatan. Setelah menolak sarana kelembagaan yang sah, para innovator mengejar tujuan budaya kekayaan melalui cara yang tidak sah. Ritualisme adalah adaptasi dari individu yang "tidak mau mengambil risiko," biasanya seorang anggota kelas menengahbawah. Ritualist tidak secara aktif mengejar tujuan budaya kekayaan (mereka bersedia menerima lebih sedikit, seringkali berharap bahwa anak-anak mereka akan berhasil di mana mereka belum) tetapi mengikuti sarana institusional yang sah. Retreatist termasuk pecandu alkohol, pecandu narkoba, psikotik, dan orangorang buangan lainnya dari masyarakat. Retreatist tidak mengejar tujuan budaya kekayaan, sehingga mereka tidak menggunakan sarana kelembagaan yang sah. Ketika perilaku mereka didefinisikan sebagai kriminal, retreat juga merupakan sumber kejahatan. Terakhir adalah adaptasi pemberontakan. Rebel (pemberontak) menolak tujuan budaya kekayaan dan cara kelembagaan yang sah untuk mencapainya dan mengganti kedua tujuan yang berbeda dan cara yang berbeda. Pemberontakan bisa menjadi sumber kejahatan lain.
8 Tabel dan penjelasan tabel di atas menjelaskan bahwa perilaku menyimpang (deviance) terjadi saat adanya penghormatan pada tujuan, tetapi bukan pada sarana bagi setaip orang untuk mencapainya. Jika anda menyimak dengan baik, anda akan bertanya bagaimana seseorang bisa mendapatkan pengetahuan tentang kesempatan dan cara-cara yang tidak sah untuk mencapai tujuannya. Albert K. Cohen, seorang murid dari Robert K. Merton menjelaskan bahwa pengetahuan tentang cara-cara yang tidak sah tersebut didapatkan oleh seseorang pada saat remaja, yakni saat ia bersosialisasi dengan teman-teman sebaya saat umur sekolah pada saat ini ia mengenal adanya orang-orang yang berbeda dalam cara mencapai status sosial. Seorang anak remaja yang berasala dari keluarga dengan status kelas bawah dan kelas menengah-bawah secara sosial-ekonomi, akan menghadapi ketegangan berupa pilihan apakah ia akan masuk pada kelompok anak remaja dengan status kelas menengah dan tinggi, atau ia akan masuk pada kelompok anak berstatus kelas bawah. Jika mereka memilih untuk masuk pada kelompok anak berstatus kelas menengah dan tinggi, ia harus dapat menyesuaikan diri dengan nilai-nilai kelas menengah, yang dihasilkan terutama melalui sekolah umum, dan memposisikan diri ke posisi bawahan di antara rekan-rekannya. Jika ketegangan tersebut lebih mendorongnya untuk menjauhi kelas tersebut, maka ia masuk pada kelompok kelas bawah yang memiliki kemampuan rendah untuk menyesuaikan dengan cara-cara lazim dalam mencapai kesuksesan, seperti sulit bersaing dalam nilai pelajaran dan sering diabaikan keberadaannya. Akhirnya, ia dan kelompoknya tersebut mencari harga diri dengan menciptakan subkultur yang buruk yang mendefinisikan layaknya sifat-sifat tersebut yang dimiliki anak muda ini. Contohnya, mereka akan mencoba melakukan sesuatu sehingga mendapatkan sifat untuk menjadi ditakuti di jalanan, yang tidak memperoleh nilai apa pun di masyarakat, tapi cukup memuaskan hasrat seseorang untuk diakui sebagai seseorang dalam lingkungan lokal disekitarnya. Baru pada saat itulah, seseorang belajar bahwa ia telah melakukan dengan jelas perilaku menyimpang dan mungkin tindakan kejahatan di masyarakat.
PERSPEKTIF SOSIOLOGI-MIKRO (MICROSOCIOLOGICAL) TENTANG PENYMPANGAN SOSIAL
PERSPEKTIF SOSIOLOGI-MIKRO (MICROSOCIOLOGICAL) TENTANG PENYMPANGAN SOSIAL 1. Teori Asosiasi Diferensial (differential association Theory) Teori ini dikembangan oleh Edwin Sutherland pada tahun 1930-an,
Lebih terperinciTEORI ANOMI/KETEGANGAN (Robert K. Merton)
TEORI ANOMI/KETEGANGAN (Robert K. Merton) Berangkat dari ketidakpuasan Merton terhadap teori psikoanalisanya Freud tentang Perilaku Menyimpang. Menurut Freud perilaku menyimpang disebabkan faktor psikologis,
Lebih terperinciBAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL DAN TEORI SOLIDARITAS. Solidaritas Dan Stratifikasi Antar Petani Tambak Di Dusun Dukuan Desa
BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL DAN TEORI SOLIDARITAS A. Teori Fungsionalisme Struktural Untuk menjelaskan fenomena yang diangkat oleh peneliti yaitu Solidaritas Dan Stratifikasi Antar Petani Tambak
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 NEQUALITY DAN MUNCULNYA PERILAKU ANOMI Beberapa konsep yang digunakan pada kajian ini ialah, komunitas, inequality, konflik, dan pola perilaku. Komunitas yang dimaksud disini
Lebih terperinciBAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB ANAK TURUN MENJADI ANAK JALANAN Terdapat tiga faktor internal yang disebutkan dalam penelitian ini, yaitu impian bebas, ingin
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. sosial (termasuk religi), ekonomi dan ekologi sehingga hubungan hutan dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Secara tradisional hubungan masyarakat dan hutan meliputi multi aspek yaitu sosial (termasuk religi), ekonomi dan ekologi sehingga hubungan hutan dan masyrakat sekitar hutan memiliki
Lebih terperinciBAB II KERANGKA TEORI
BAB II KERANGKA TEORI 2.1. Pola Asuh Berdasarkan tata bahasanya, pola asuh terdiri dari kata pola dan asuh. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (dalam Isni Agustiawati, 2014), kata pola berarti model,
Lebih terperinciKASUS PENYIMPANGAN SOSIAL. Dimas Y, Nyalliska W, Priyo Imam, Hilmi A, Fandy A, Prillia N X-8
KASUS PENYIMPANGAN SOSIAL Dimas Y, Nyalliska W, Priyo Imam, Hilmi A, Fandy A, Prillia N X-8 Latar belakang masalah Semua manusia di bumi ini tentunya tidak menginginkan adanya masalah yang timbul disebabkan
Lebih terperinciBAB II TEORI KONTROL SOSIAL TRAVIS HIRSCHI. kepada penyesuaian atau ketaatan kepada aturan-aturan masyarakat.
BAB II TEORI KONTROL SOSIAL TRAVIS HIRSCHI A. Teori Kontrol Sosial Travis Hirschi Teori kontrol sosial memfokuskan diri pada teknik-teknik dan strategi-strategi yang mengatur tingkah laku manusia dan membawanya
Lebih terperinci1) MERUMUSKAN SOSIOLOGI (1840) SBG ILMU EMPIRIK ( BAPAK SOSIOLOGI)
a. AUGUSTE COMTE (1798 1857) 1) MERUMUSKAN SOSIOLOGI (1840) SBG ILMU EMPIRIK ( BAPAK SOSIOLOGI) 2) SOSIOLOGI TDA : SOS STATIS (ASPEK STRUKTUR) SOS DINAMIS (ASPEK PROSES, PERUBAHAN) 3) MASY DIPANDANG SBG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. melanggar peraturan hukum dan perundangan berdasarkan perspektif
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Telah banyak teori yang dibuat untuk menjelaskan perilaku yang melanggar peraturan hukum dan perundangan berdasarkan perspektif sosial-ekonomi, misalnya, konsep
Lebih terperinciTidak ada proses penelitian yang benar-benar memiliki fokus yang sama dengan penelitian kebijakan atau berorientasi tindakan
Penelitian kebijakan sebuah usaha untuk mempelajari masalah-masalah sosial fundamental dan sebuah usaha untuk mengkreasi serangkaian tindakan pragmatis untuk mengurangi masalah-masalah. Tidak ada proses
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan NAPZA merupakan suatu pemakaian obat yang bukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan NAPZA merupakan suatu pemakaian obat yang bukan digunakan untuk pengobatan dan digunakan secara illegal, atau barang haram yang dinamakan narkoba
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. juga adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prilaku remaja pada hakekatnya adalah suatu aktivitas pada remaja itu sendiri, prilaku juga adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara
Lebih terperinciKODE ETIK GLOBAL PERFORMANCE OPTICS
KODE ETIK GLOBAL PERFORMANCE OPTICS Kode Etik Global Performance Optics adalah rangkuman harapan kami terkait dengan perilaku di tempat kerja. Kode Etik Global ini mencakup beragam jenis praktik bisnis;
Lebih terperinciPerilaku Sosial dan Kontrol Sosial. Lolytasari, M.Hum
Perilaku Sosial dan Kontrol Sosial Lolytasari, M.Hum Perilaku Menyimpang Adalah suatu perilaku yang buruk dan dapat menimbulkan masalah, penyakit masyarakat, anti sosial, para ahli menyebutnya dengan disfungsi
Lebih terperinciBAB II : KAJIAN TEORITIK. mengajar di tingkat universitas memberikan khusus sosiologi pertama kali di
BAB II : KAJIAN TEORITIK a. Solidaritas Sosial Durkheim dilahirkan di Perancis dan merupakan anak seorang laki-laki dari keluarga Yahudi. Dia mahir dalam ilmu hukum filsafat positif. Dia terakhir mengajar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sesuatu yang ada pada dirinya. Tuhan telah memberikan kekurangan dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan makhluk Tuhan yang paling sempurna dengan segala sesuatu yang ada pada dirinya. Tuhan telah memberikan kekurangan dan kelebihan. Berdasarkan fitrahnya
Lebih terperinciBAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,
BAB IV ANALISIS 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, yang secara sadar maupun tidak telah membentuk dan melegalkan aturan-aturan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari waktu ke waktu pasar mengalami evolusi bentuk tempat dan cara
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pasar sebagai suatu bentuk pelayanan umum tempat terjadinya transaksi jual beli barang bagi masyarakat, merupakan salah satu cerminan perekonomian dan sosial
Lebih terperinciTEORI KEJAHATAN SECARA SOSIOLOGIS
TEORI KEJAHATAN SECARA SOSIOLOGIS A. Dilihat dari penyebab perbedaan angka kejahatan (Topo&Zulfa, 2010) 1.TEORI STRAIN Durkheim : melihat bagian komponen utk mengetahui bagian-bagian komponen berinteraksi.
Lebih terperinciFacebook :
1 Nama : Dian Silvia Ardasari Tetala : Baso, 4 Desember 1983 Pendidikan : Sarjana Sosial dari Universitas Indonesia Status : Istri dari Chairul Hudaya Ibu dari Naufal Ghazy Chairian (3,5 th) dan Naveena
Lebih terperinci* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik
Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang melahirkan aliran feminisme, yakni: 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik * *Tokoh : Robert Merton & Talcott Parsons. *Teori
Lebih terperinciPENYIMPANGAN SOSIAL, DAMPAK DAN UPAYA PENCEGAHANNYA
PENYIMPANGAN SOSIAL, DAMPAK DAN UPAYA PENCEGAHANNYA Standar Kompetensi: Memahami masalah penyimpangan sosial. Kompetensi Dasar: Mengidentifikasi berbagai penyakit sosial (miras, judi, narkoba, HIV/Aids,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebingungan, kecemasan dan konflik. Sebagai dampaknya, orang lalu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Modernisasi dan industrialisasi memunculkan masyarakat modern yang serba kompleks dengan berbagai masalah sosial yang terdapat di dalamnya. Hal ini disebabkan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Dengan demikian, istilah ilmu jiwa merupakan terjemahan harfiah dari
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Psikologi Sosial Kata psikologi mengandung kata psyche yang dalam bahasa Yunani berarti jiwa dan kata logos yang dapat diterjemahkan dengan kata ilmu. Dengan demikian, istilah
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN IMPLIKASI PENELITIAN. Berdasarkan hasil Penelitian tentang pengaruh penerapan tata tertib
BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN IMPLIKASI PENELITIAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil Penelitian tentang pengaruh penerapan tata tertib sekolah terhadap tingkat kedisiplinan siswa menunjukkan bahwa kecenderungan
Lebih terperinci3. TAHAP TAHAP PENGEMBANGAN BUDAYA KESELAMATAN 3.1. TAHAP I KESELAMATAN YANG BERDASARKAN HANYA PADA PERATURAN PERUNDANGAN
3. TAHAP TAHAP PENGEMBANGAN BUDAYA KESELAMATAN Semua organisasi organisasi yang terlibat dalam kegiatan nuklir jelas memiliki perhatian yang sama terhadap pemeliharaan dan peningkatan keselamatan. Tetapi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Robert K Merton menulis beberapa pernyataan penting tentang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Struktural Fungsional Robert K Merton menulis beberapa pernyataan penting tentang fungsionalisme struktural dalam sosiologi (Sztompka, 2000;Tiryakin, 1991). Merton menjelaskan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam diri manusia selalu terdapat ketidak puasan, oleh sebab itu ia akan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam diri manusia selalu terdapat ketidak puasan, oleh sebab itu ia akan berusaha mencari sesuatu dengan segala upaya memenuhi kepuasannya, baik dari segi
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KENAKALAN REMAJA PELAKU TATO
HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KENAKALAN REMAJA PELAKU TATO SKRIPSI Diajukan oleh : Bonnie Suryaningsih F. 100020086 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA JULI 2010 BAB I PENDAHULUAN
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian serta dari hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan mengenai komunitas anak nakal yang ada Di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beberapa waktu yang lalu, kita semua tertegun melihat berita di sebuah stasiun televisi swasta, di mana dua kelompok remaja yang masih mengenakan seragam putihbiru
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga Sejahtera dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup dan memiliki hubungan yang sama, selaras dan seimbang antar anggota
Lebih terperinciBAB II STRUKTURAL FUNGSIONAL TALCOTT PARSONT. Kajian teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori struktural fungsional
BAB II STRUKTURAL FUNGSIONAL TALCOTT PARSONT Kajian teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori struktural fungsional oleh Talcott Parsons. 45 Prinsip-prinsip pemikiran Talcott Parsons, yaitu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. psikis, maupun secara social (Sudarsono, 2004). Inilah yang disebut sebagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja memang masa yang menyenangkan sekaligus masa yang tersulit dalam hidup seseorang. Pada masa ini, sebagian besar remaja mengalami gejolak dimana terjadi perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. didirikannya karena kemajuan pembangunan yang sangat pesat di Kota ini. Hal ini
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pada tahun 1981, didirikan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Karawang. Alasan didirikannya karena kemajuan pembangunan yang sangat pesat di Kota ini. Hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Pada masa remaja ini mengalami berbagai konflik yang semakin
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Aparat pamong praja kota Sibolga menjalankan tugasnya sesuai dengan Pasal 4 PP Nomor 6 Tahun 2010, jadi peraturan tersebut bukan hanya menjadi sebuah teori, tapi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan salah satu kelompok di dalam masyarakat. Kehidupan remaja sangat menarik untuk diperbincangkan. Remaja merupakan generasi penerus serta calon
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kenakalan remaja, adalah fenomena sosial yang banyak terjadi di dalam masyarakat, sekaligus menjadi fenomena yang menjadi tantangan di dalam dunia pendidikan. Secara
Lebih terperincikecil kehidupan seseorang. Adapun ciri-ciri penyimpangan primer adalah: 1) Bersifat sementara. 2) Gaya hidupnya tidak didominasi oleh perilaku
A. PERILAKU MENYIMPANG 1. Pengertian Perilaku Menyimpang Beberapa ahli memberikan definisi yang berbeda-beda tentang pengertian perilaku menyimpang. Menurut Robert MZ Lawang penyimpangan merupakan tindakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daniati, 2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Generasi muda merupakan generasi penerus bangsa yang nantinya akan meneruskan estafet kepemimpinan dan membangun negeri ini di masa yang akan datang. Tentu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Budaya antre dalam kehidupan masyarakat di dalamnya sangat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Antre atau yang lebih kita kenal dengan sebutan antre berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah berdiri berderet-deret memanjang menunggu untuk mendapat giliran
Lebih terperinciKENAKALAN REMAJA : PENYEBAB & SOLUSINYA. Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd
KENAKALAN REMAJA : PENYEBAB & SOLUSINYA Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd A. PENDAHULUAN Kenakalan remaja biasanya dilakukan oleh remaja-remaja yang gagal dalam menjalani prosesproses perkembangan jiwanya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum adalah Negara Republik Indonesia. Negara Indonesia adalah negara
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara yang berdasarkan hukum, atau sering disebut sebagai negara hukum adalah Negara Republik Indonesia. Negara Indonesia adalah negara hukum yang selama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan dinamaika yang terjadi dalam pemerintahan menjadi tolak ukur dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Surabaya merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang menjadi pusat industri dan perputaran ekonomi di jawa timur, hal tersebut memberikan konsekwensi baik
Lebih terperinciBAB II TALCOTT PARSONS: TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL. A. Teori Struktural Fungsional Talcott Parsons
BAB II TALCOTT PARSONS: TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL A. Teori Struktural Fungsional Talcott Parsons Teori ini digunakan oleh peneliti untuk menganalisis pesantren dan pangajian taaruf (studi kasus eksistensi
Lebih terperinciBAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL. juga tata letak teori dalam pembahasan dengan judul Industri Rumah
BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL A. FUNGSIONALISME STRUKTURAL Dalam bab ini peneliti akan menjabarkan pembahasanya yang dikaitkan dengan teori, korelasi pembahasan penelitian dengan teori dan juga
Lebih terperinciPERMUKIMAN UNTUK PENGEMBANGAN KUALITAS HIDUP SECARA BERKELANJUTAN. BAHAN SIDANG KABINET 13 Desember 2001
PERMUKIMAN UNTUK PENGEMBANGAN KUALITAS HIDUP SECARA BERKELANJUTAN BAHAN SIDANG KABINET 13 Desember 2001 PERMUKIMAN DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Agenda 21 yang dicanangkan di Rio de Janeiro tahun 1992
Lebih terperinciII. LANDASAN TEORI. falsafah baru ini disebut konsep pemasaran (marketing concept). Konsep
II. LANDASAN TEORI 2.1 Arti dan Pentingnya Pemasaran Pemasaran merupakan faktor penting untuk mencapai sukses bagi perusahaan akan mengetahui adanya cara dan falsafah yang terlibat didalamnya. Cara dan
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan pembahasan, dapat ditarik simpulan sebagai berikut: 1. Setting Sosial Tahun 1998, di Indonesia banyak terjadi demonstrasi hingga berujung pada
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. ide. Fakta sosial menurut Durkheim terdiri atas dua macam yaitu: dan berpengaruh terhadap kehidupan individu.
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Fakta Sosial Fakta sosial dinyatakan sebagai barang sesuatu (thing) yang berbeda dengan ide. Fakta sosial menurut Durkheim terdiri atas dua macam yaitu: 1. Dalam bentuk material,
Lebih terperinciSinggih D. Gunarso mengatakan dari segi hukum kenakalan remaja digolongkan dalam dua kelompok yang berkaitan dengan norma-norma hukum yaitu
Kenakalan Remaja 1 Definisi Kelainan tingkah laku/tindakan remaja yang bersifat anti sosial, melanggar norma sosial, agama serta ketentuan hukum yang berlaku dalam masyarakat (Bakolak Inpres No. 6/1977
Lebih terperinciPERGESERAN POLA PIKIR REMAJA TENTANG KONSEP PANDANGAN HIDUP DAN UPAYA MENJADIKAN PANCASILA SEBAGAI SEMANGAT HIDUP REMAJA.
BAB II PERGESERAN POLA PIKIR REMAJA TENTANG KONSEP PANDANGAN HIDUP DAN UPAYA MENJADIKAN PANCASILA SEBAGAI SEMANGAT HIDUP REMAJA. 2.1 Pancasila Sebagai Pedoman Bangsa Pancasila adalah ideologi bangsa dan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan
BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pedesaan sebagai bagian dari pembangunan nasional memfokuskan diri pada masalah kemiskinan di pedesaan. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2006
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra sebagai sebuah ungkapan pribadi pengarang berdasarkan kreativitas/ imajinasi pengarang. Sastra juga dapat dijadikan sebagai wadah seorang pengarang untuk
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. semua warga menikmati kebebasan untuk berbicara, kebebasan berserikat,
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Demokrasi di Indonesia Definisi demokrasi menurut Murod (1999:59), sebagai suatu policy di mana semua warga menikmati kebebasan untuk berbicara, kebebasan berserikat, mempunyai
Lebih terperinciOleh : SAWABI, S.E, M.M
Oleh : SAWABI, S.E, M.M PERILAKU MENYIMPANG 1. Pengertian Perilaku menyimpang Robert MZ Lawang penyimpangan merupakan tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam suatu sistem sosial dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. wadah yang disebut masyarakat. Seperti yang kita ketahui pada zaman yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau secara sosiologis, kehidupan sosial berlangsung dalam suatu wadah yang disebut masyarakat. Seperti yang kita ketahui pada zaman yang modern ini masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.
Lebih terperinciULANGAN HARIAN SEMESTER GANJIL MATA PELAJARAN SOSIOLOGI KELAS X TAHUN AJARAN 2016/2017
ULANGAN HARIAN SEMESTER GANJIL MATA PELAJARAN SOSIOLOGI KELAS X TAHUN AJARAN 2016/2017 1. Istilah sosiologi berasal dari kata. a. socius dan logos b. society dan logous c. social dan logo d. sosio dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat terbiasa dengan perilaku yang bersifat individual atau lebih
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini perilaku prososial mulai jarang ditemui. Seiring dengan semakin majunya teknologi dan meningkatnya mobilitas, masyarakat terbiasa dengan
Lebih terperinciSekolah Aman, Nyaman dan Menyenangkan. Bukik Setiawan Penulis Buku Anak Bukan Kertas Kosong
Sekolah Aman, Nyaman dan Menyenangkan Bukik Setiawan Penulis Buku Anak Bukan Kertas Kosong Bukik Setiawan Obrolan Kita Hari Ini Mengapa Terjadi Kekerasan di Sekolah? Mengatasi Kekerasan di Sekolah? Mencegah
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI Bagian ini adalah bagian penutup yang menguraikan tiga hal pokok seperti simpulan, implikasi dan rekomendasi, dengan uraian sebagai berikut. 5.1 Simpulan Model
Lebih terperinciBAB II KEDUDLIKAN PERILAKU KRIMINAL DALAM PERILAKU MENYIMPANG
BAB II KEDUDLIKAN PERILAKU KRIMINAL DALAM PERILAKU MENYIMPANG A Pengertian Perilaku Menyimpang Pada bagian ini akan dikemukakan serangkaian uraian mengenai fenomena perilaku yang sejak dahulu hingga saat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau
Lebih terperinciETIK UMB. Tindakan Korupsi dan Penyebabnya. Modul ke: 12Fakultas EKONOMI. Program Studi Manajemen
Modul ke: 12Fakultas Gunawan EKONOMI ETIK UMB Tindakan Korupsi dan Penyebabnya Wibisono SH MSi Program Studi Manajemen DUA FAKTOR PENYEBAB KORUPSI FAKTOR INTERNAL FAKTOR EKSTERNAL Faktor internal merupakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. melihat tentang penguatan modal sosial untuk pengembangan mafkah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penelitian-penelitian yang pernah dilakukan berhubungan dengan modal sosial antara lain, penelitian yang dilakukan oleh Slamet Widodo (2012) yang melihat tentang penguatan modal
Lebih terperinci2016 IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEDISIPLINAN SISWA DALAM MEMATUHI NORMA TATA TERTIB SEKOLAH
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Penelitian Sekolah merupakan salah satu lembaga sosial yang memiliki peranan penting dalam mengembangkan pendidikan di dalam masyarakat. Sekolah sebagai organisasi
Lebih terperinciBAB II SOLIDARITAS SOSIAL DALAM PERSPEKTIF EMILE DURKHEIM. dengan pihak-pihak terkait. Peneliti memilih teori Solidaritas Emile Durkhei, teori ini
BAB II SOLIDARITAS SOSIAL DALAM PERSPEKTIF EMILE DURKHEIM Melihat kondisi solidaritas dan berdasarkan observasi, serta wawancara dengan pihak-pihak terkait. Peneliti memilih teori Solidaritas Emile Durkhei,
Lebih terperinciKenakalan Remaja Ditinjau dari Tempat Tinggal Padat Penduduk. : Andri Sudjiyanto
Kenakalan Remaja Ditinjau dari Tempat Tinggal Padat Penduduk Nama Fakultas Jurusan Universitas Dosen Pembimbing : Andri Sudjiyanto : Psikologi : Psikologi : Universitas Gunadarma : Dr Eko Djuniarto,MPsi
Lebih terperinciSkripsi. Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan. Pendidikan Strata 1. Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
1 Hubungan Terpaan Sosialisasi Tertib Lalu Lintas Kementerian Perhubungan di Televisi dan Interaksi Peer Group dengan Perilaku Tertib Berlalu Lintas Pelajar dan Mahasiswa Semarang Skripsi Disusun untuk
Lebih terperinciA. LATAR BELAKANG PENELITIAN
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Masa remaja merupakan masa pencarian jati diri bagi manusia, sehingga pada masa ini kepribadian individu cenderung berubah-berubah tergantung dari apa yang
Lebih terperinciTujuan Instruksional Khusus
Sosiologi Tujuan Instruksional Khusus Agar mahasiswa mengenal, mengerti, dan dapat menerapkan konsep-konsep sosiologi dalam hubungannya dengan psikologi SUMBER ACUAN : Soekanto, S. Pengantar Sosiologi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi segala kebutuhan dan keinginan dan keinginan, misalnya dalam bersosialisasi dengan lingkungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem pendidikan, sebab seseorang tidak bisa dikatakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah moral merupakan masalah yang menjadi perhatian orang dimana
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah moral merupakan masalah yang menjadi perhatian orang dimana saja, baik dalam masyarakat yang telah maju maupun masyarakat yang belum maju. Hal ini
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL SISWA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN SISWA TENTANG NAPZA DI SMK BATIK 1 SURAKARTA SKRIPSI
HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL SISWA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN SISWA TENTANG NAPZA DI SMK BATIK 1 SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S -1 Keperawatan
Lebih terperinciPeningkatan Keamanan dan Ketertiban serta Penanggulangan Kriminalitas
XIX Peningkatan Keamanan dan Ketertiban serta Penanggulangan Kriminalitas Keamanan dan ketertiban merupakan prasyarat mutlak bagi kenyamanan hidup penduduk, sekaligus menjadi landasan utama bagi pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kenakalan remaja dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena
Lebih terperinciBAB II TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL
BAB II TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL A. STRUKTURAL FUNGSIONAL Untuk mendukung penelitian ini, peneliti mengkaji lebih lanjut dengan teori Struktural Fungsional.Dan berikut merupakan penjelasan teori struktural
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja merupakan salah satu masa dalam rentang perjalanan kehidupan dan menjadi bagian yang dilalui dalam siklus perkembangan manusia. Dewasa ini disebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. didalam mewujudkan suatu tujuan bersama-sama diantara masyarakat. anggotanya, dibandingkan dengan penduduk diluar batas wilayahnya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat merupakan suatu unit kelompok yang tinggal disuatu wilayah daerah, dan dimana masyarakat yang bertempat tinggal di dalam suatu wilayah daerah tersebut
Lebih terperinciFENOMENA ANAK JALANAN DI INDONESIA DAN PENDEKATAN SOLUSINYA Oleh : Budi H. Pirngadi
FENOMENA ANAK JALANAN DI INDONESIA DAN PENDEKATAN SOLUSINYA Oleh : Budi H. Pirngadi PENDAHULUAN enomena merebaknya anak jalanan di Indonesia merupakan persoalan sosial yang komplek. Hidup menjadi anak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesulitan mengadakan adaptasi menyebabkan banyak kebimbangan, pribadi yang akibatnya mengganggu dan merugikan pihak lain.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan masyarakat modern yang serba kompleks sebagai produk kemajuan teknologi, mekanisasi, industrialisasi, dan urbanisasi memunculkan banyak masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang memiliki sejumlah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang memiliki sejumlah masalah perkotaan yang sangat kompleks. Salah satu ciri negara berkembang adalah pesatnya perkembangan
Lebih terperinciPrinsip-Prinsip Perilaku Korporasi
Ditetapkan September 2005 Direvisi April 2012 Direvisi Oktober 2017 Prinsip-Prinsip Perilaku Korporasi Epson akan memenuhi tanggung jawab sosialnya dengan melaksanakan prinsip prinsip sebagaimana di bawah
Lebih terperinciDesa Kota Lestari. Elanto Wijoyono COMBINE Resource Institution - Yogyakarta Urban Social Forum Solo, 20 Desember 2014
Desa Kota Lestari Elanto Wijoyono COMBINE Resource Institution - Yogyakarta Urban Social Forum Solo, 20 Desember 2014 Fakta Hubungan Desa Kota Desa yang jumlahnya banyak secara kuantitas selalu menerima
Lebih terperinciKONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU
BAB VI KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU Konflik merupakan sebuah fenonema yang tidak dapat dihindari dalam sebuah kehidupan sosial. Konflik memiliki dua dimensi pertama adalah dimensi penyelesaian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kebebasan Pers. Seperti yang sering dikemukakan, bahwa kebebasan bukanlah semata-mata
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak orang terutama kaum awam (karena tidak tahu) bahwa pers memiliki sesuatu kekhususan dalam menjalankan Profesi nya yaitu memiliki suatu Kemerdekaan dan
Lebih terperinciBAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN SOSIOLOGI BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU ALI IMRON, S.Sos., M.A. Dr. SUGENG HARIANTO, M.Si. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT
Lebih terperinciI REALITAS SOSIO-KULTURAL
I REALITAS SOSIO-KULTURAL Obyek Pembahasan Sosiologi Sosiologi cabang dari ilmu sosial yang memiliki obyek kajian manusia yang hidup dalam suatu kelompok yang disebut masyarakat dengan menekankan pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN Bagian pendahuluan merupakan pemaparan mengenai dasar dilakukannya penelitian, yaitu terdiri dari latar belakang penelitian, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
Lebih terperinciBAB II PERUBAHAN SOSIAL TALCOT PARSONS. Perubahan dapat berupa yang tidak menarik atau dalam arti
BAB II PERUBAHAN SOSIAL TALCOT PARSONS A. Teori Fungsionalisme Struktural AGIL Setiap manusia selama hidup pasti mengalami perubahanperubahan. Perubahan dapat berupa yang tidak menarik atau dalam arti
Lebih terperinciPUSAT TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI PENDIDIKAN
1 PERILAKU EKONOMI Disampaikan dalam Siaran Langsung Interaktif TV Edukasi 27 JUNI 2010 oleh : Dr. Siti Nurjanah, SE, M.Si DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL PUSAT TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI PENDIDIKAN
Lebih terperinciBAB IV SIMPULAN. "Dasar Cina lu." "Eh Cina lu! Cina lu!" "Woi Cina ngapain disini?"
BAB IV SIMPULAN Melihat tindakan yang diambil pemerintah dengan menghilangkan panggilan Cina dan menggantinya dengan kata Tionghoa ataupun Tiongkok ke depannya memang merupakan suatu keputusan yang bagus.
Lebih terperinciBagan 1.1 : Skema Kerangka Pemikiran
Keluarga Teman sebaya Sekolah (SMA X Bandung) melalui Pendidikan Agama Islam (PAI), Tafsir, dan Tauhid Akhlaq Value Autonomy Tinggi Siswa/i Kelas III SMA X Bandung Value Autonomy Siswa/i Kelas III SMA
Lebih terperinci