Inovasi dan Relik pada Bahasa Jawa Subdialek Lamongan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Inovasi dan Relik pada Bahasa Jawa Subdialek Lamongan"

Transkripsi

1 Inovasi dan Relik pada Bahasa Jawa Subdialek Lamongan Inovasi dan Relik pada Bahasa Jawa Subdialek Lamongan Maghfirohtul Mubarokah Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Surabaya maghfirohtulmubarokah49@gmail.com Abstrak Penelitian dialektologi, khusunya dialektologi diakronis jarang dilakukan sehingga pada penelitian ini diambil kajian mengenai inovasi dan relik pada bahasa Jawa subdialek Lamongan. Tujuan dari penelitian ini yakni, mendeskripsikan bentuk inovasi dan relik pada bahasa Jawa subdialek Lamongan serta mendeskrisikan distribusi bentuk inovasi dan relik pada bahasa Jawa subdialek Lamongan. Metode pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini yakni metode cakap, sedangkan metode analisis data yang digunakan yakni metode padan intralingual dan berkas isoglos. Sumber data dalam penelitian ini adalah penutur bahasa Jawa yang menetap di Kabupaten Lamongan. Hasil penelitian ini yakni adanya bentuk inovasi eksternal yang dipinjam dari bahasa Indonesia, bahasa Madura, dan dialek atau tingkat tutur yang lebih tinggi. Bentuk inovasi lebih banyak dipinjam dari bahasa Indonesia. Bentuk inovasi terdapat yang dipinjam secara utuh dan tidak utuh atau dengan perubahan. Perubahan yang kerap terjadi pada bentuk inovasi yakni perubahan bunyi asimilasi. Bentuk relik pada penelitian ini dibagi menjadi bentuk relik utuh dan relik tidak utuh. Relik tidak utuh atau mengalami perubahan lebih banyak daripada relik utuh. Perubahan yang sering terjadi yakni perubahan bunyi aferesis, penghilangan bunyi di awal kata. Distribusi bahasa Jawa subdialek Lamongan yakni kecamatan Brondong dan kecamatan Lamongan merupakan daerah konservatif, kecamatan Babat merupakan daerah inovatif, sedangkan kecamatan Deket dan kecamatan Sukorame merupakan daerah konservatif dan inovatif. Jumlah relik lebih banyak daripada jumlah inovasi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penutur bahasa Jawa di Lamongan masih mempertahankan bahasa Jawa. Kata Kunci : Inovasi, Relik, dan Bahasa Jawa Subdialek Lamongan Abstract Dialectology research, especially diachronic dialectology is rarely done within the study of literature. Therefore, this study was conducted by taking innovation and relics of Lamongan -Subdialect in the Javanese language into account. The purpose of this research is to describe the form and the distribution of Lamongan-Subdialect innovation and relics found in the Javanese language. The data collection method used in this research was capable method. The data analysis techniques used in this rese arch were the unified intralingua method and isogloss file. The source of data in this study was the Javanese language speakers who settled in Lamongan. The result of this study showed that there is an existence of the external innovation borrowed from Indonesian, Maduranese language and dialect with the higher speech level. In this study, it is found that many forms of innovation are mostly borrowed from Indonesian language. In this case, the form of innovation is borrowed wholly and partially. The changes of the sound of assimilation frequently happen in the form of innovation. The form of the relics in this study was divided into whole relics and partial relics. The partial relics undergo many changes compared to the whole relics. The frequent changes happened is called the changes of aferesis sound. It deals with the process of sound-removing at the beginning of words. The process of Lamongan-Subdialect of Javanese language distribution happen in the subdistricts of Lamongan and Brondong which belong to conservative area, subdistricts of Babat which belongs to innovative area, while the subdistricts of Deket and Sukorame belong to conservative and innovative areas. The Number of relics is found more than the number of innovations. Thus, it can be concluded that the Javanese language speakers in Lamongan are still maintaining the Java language. Keywords: Innovation, Relics, and Lamongan-Sub dialect of Javanese Language PENDAHULUAN Lamongan merupakan satu di antara kabupaten yang ada di Jawa Timur yang terletak di sisi utara. Kabupaten ini memiliki beberapa kecamatan dengan kondisi geografis yang berbeda-beda. Masyarakat Lamongan merupakan masyarakat yang menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa pergaulan dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa Jawa yang dipakai penutur Lamongan merupakan subdialek Lamongan dari dialek bahasa Jawa di Jawa Timuran.

2 Seiring dengan berjalannya waktu, bahasa akan terus bertumbuh dan berkembang sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat pemakainya. Oleh karena itu, bahasa Jawa yang digunakan oleh masyarakat Lamongan akan mengalami perubahan. Perubahan tersebut bertujuan agar bahasa yang digunakan dapat berterima bagi masyarakat lainnya. Adanya perubahan tersebut memunculkan variasi-variasi bahasa. Mahsun (1995) menyatakan bahwa setiap variasi bahasa yang hadir di lingkungan masyarakat memiliki variasi-variasi dalam unsur kebahasaan yang membangunnya. Dalam kajian dialektologi, variasi tersebut muncul dalam tataran fonologis, morfologis, leksikal, dan semantis. Dengan demikian, variasi bahasa yang terdapat pada Bahasa Jawa di Kabupaten Lamongan berkemungkinan mengalami perubahan terkait dengan leksikon yang digunakan. Leksikon yang dipakai berkemungkinan mengalami proses retensi atau sebaliknya, yakni sudah menjadi sebuah bentuk inovasi. Relik merupakan unsur lama yang dipertahankan oleh penutur bahasa tersebut, sedangkan inovasi merupakan bentuk pembaruhan atau perubahan yang dijumpai dalam unsur-unsur kebahasaan. Berdasarkan fenomena tersebut, bahasa Jawa subdialek Lamongan perlu dikaji lebih lanjut karena selama ini terdapat beberapa penelitian dialektologi di Kabupaten Lamongan, namun penelitian tersebut masih pada tataran dialektologi sinkronis, yakni membahas mengenai variasi bahasa dan pemetaan bahasa Jawa di Kabupaten Lamongan. Oleh karena itu, penelitian tersebut perlu dikembangkan melalui kajian dialektologi diakronis, yakni mengenai inovasi dan relik yang terdapat pada bahasa Jawa subdialek Lamongan. Tujuan penelitian ini, yakni menghasilkan deskripsi bentuk inovasi dan relik pada bahasa Jawa subdialek Lamongan dan menghasilkan distribusi bentuk inovasi dan relik dalam bentuk peta bahasa yang menunjukkan daerah inovatif dan konservatif pada bahasa Jawa subdialek Lamongan. Dialektologi merupakan ilmu tentang dialek atau cabang dari linguistik yang mengkaji perbedaanperbedaan isolek dengan memperlakukan perbedaan tersebut secara utuh (Kridalaksana dalam Mahsun, 1995:11). Sedangkan diakronis berkenaan dengan dengan pendekatan terhadap bahasa dengan melihat perkembangannya sepanjang waktu, jadi bersifat hitoris (Saussure dalam mahsun, 1995:12). Jadi, dialektologi diakronis adalah suatu kajian tentang perbedaanperbedaan isolek yang bersifat analitis sinkronis dengan penafsiran perbedaan-perbedaan isolek tersebut berdasarkan kajian yang bersifat historis atau diakronis. Dengan kata lain, Mahsun menjelaskan bahwa dialektologi diakronis adalah kajian tentang apa dan bagaimana perbedaan-perbedaan isolek yang terdapat dalam satu bahasa. Berdasarkan bidang garapannya, dialektologi diakronis mencakup dua aspek, yaitu aspek sinkronis (deskriptif) dan aspek diakronis (historis).tujuan kajian dialektologi diakronis adalah untuk memberikan gambaran tetang dialek atau subdialek secara utuh dengan melihat keterhubungan antardialek atau subdialek itu baik antarsesamanya maupun dengan dialek atau bahasa lain yang penuturnya pernah menjalin kontak dengan penutur dialek-dialek atau subdialeksubdialek tersebut. Berdasarkan hal tersebut akan memunculkan bentuk inovasi dan relik yang terdapat pada isolek tersebut. Inovasi merupakan proses perubahan atau pembaharuan unsur unsur kebahasaan yang mengalamai pembaharuan. Daerah yang memiliki unsur-unsur kebahasaan yang sama sekali baru dan tidak memiliki pasangan kognat dalam bahasa, dialek atau subdialek lain disebut daerah inovatif (Mahsun, 1995:83). Menurut Mahsun (1995:84) menjelaskan bahwa terdapat dua ciri unsur yang digunakan dalam menentukan daerah inovasi, yaitu: (a) Unsur itu merupakan unsur yang sama sekali baru yang tidak memiliki pasangan kognat dalam bahasa dialek, subdialek, atau daerah pengamatan lain dan (b) unsur itu memiliki kesamaan dalam bahasa, dialek, subdialek dan daerah pengamatan lain, mungkin unsur tersebut merupakan warisan dari bahasa purba yang sama atau hasil inovasi internal, tetapi keberadaanya unsur tersebut sebaga inovasi tidak sesuai dengan sistem isolek dari dialek, subdialek, atau daerah pengamatan yang menerima unsur tersebut dan atau distribusi unsur tersebut dalam bahasa, dialek, maupun subdialek yang diduga sebagai sumbernya. Dengan berpatokan pada kedua ciri unsur inovasi tersebut. Maka inovasi dalam dialektologi terbagi atas dua, yakni inovasi internal dan inovasi eksternal. Inovasi internal merupakan pemunculan unsur-unsur kebahasaan yang baru dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki dialek atau subdialek itu sendiri, sedangkan inovasi eksternal berkaitan dengan pengaruh antardialek atau antarsubdialek dan pengaruh bahasa lain terhadap subdialek Lamongan, baik yang secara geografis berdekatan maupun yang berjauhan, namun penuturnya pernah melakukan kontak satu sama lain. Inovasi ekternal biasanya disebut peminjaman (Mahsun, 1995:88). Relik merupakan unsur kebahasaan yang merupakan warisan dari bahasa purba yang menurunkan bahasa, dialek, atau subdialek. Daerah yang mempertahankan unsur-unsur kebahasaan lama atau relik yang merupakan warisan dari bahasa purba yang menurunkan bahasa, dialek, atau subdialek disebut daerah konservatif. Sementara itu, penetapan daerah konservatif dilakukan dengan penelusuran evidensi 2

3 pewarisan etimon bahasa purba dalam dialek atau subdialek sebuah bahasa. Evidensi pewarisan itu mencakup semua tingkat bahasa purba yang serumpun dari tingkat prabahasa sampai tingkat kelompok tertinggi (Mahsun, 1995:91). Distribusi Inovasi dan Relik adalah persebaran dari bentuk inovatif dan relik bahasa Jawa subdialek Lamongan. Proses penyebaran tersebut ke dalam suatu bahasa dapat berjalan mengikuti teori gelombang. Seperti yang dikemukakan (John Schemidt dalam Keraf, 1984: 95) bahwa bahasa-bahasa akan dipergunakan secara berantai dalam suatu wilayah tertentu dan dipengaruhi oleh perubahan-perubahan yang terjadi pada suatu tempat tertentu. Perubahan-perubahan tersebut menyebar ke semua arah seperti halnya gelombang dalam sebuah kolam yang disebabkan oleh barang yang dijatuhkan ke dalam kolam atau dengan kata lain perubahan-perubahan linguistik dapat tersebar seperti gelombang pada suatu wilayah bahasa, dan tiap perubahan dapat meliputi suatu wilayah yang tidak tumpang tindih dengan wilayah perubahan terdahulu. Hasil dari gelombang berurutan itu adalah jarring-jaring isoglos. Daerah yang berdekatan dengan pusat penyebaran akan lebih banyak menunjukkan persamaan-persamaan dengan pusat penyebarannya. Perbedaan tersebut semakin besar apabila jarak yang ditempuh semakin jauh dari pusat persebaran. Distribusi atau penyebaran bahasa karena adanya pengaruh antarabahasa sehingga tidak lepas dari kondisi geografis tiap-tiap daerah. Romaine (dalam Laksono dan Savitri, 2009: 8) menyatakan bahwa setiap bahasa yang bersentuhan dengan bahasa lain pasti akan mempengaruhi dan dipengaruhi bahasa lain itu dalam batas-batas terntentu. Sedikit banyaknya pengaruh itu bergantung pada berbagai faktor, termasuk pemakainya, konteks dan situasi, serta keterbukaan penutur asli bahasa yang bersangkutan untuk menerima pengaruh itu. Menurut Nothofer dan Soepomo (dalam Laksono dan Aguniar, 2009: 9) menyatkan bahwa secara teoretis dapat diketahui bahwa perbedaan antardialek terutama tampak pada bidang fonologi dan leksikal. Dengan kata lain, perbedaan dialek biasanya terjadi pada bidang fonologi dan leksikon, sedangkan bidang morfologi sudah lebih konservatif dan sintaksis paling konservatif. Selanjutnya, pengaruh antardialek atau antarbahasa yang dapat menyebabkan perbedaan isolek antardaerah pengamatan ini dapat terjadi karena faktor ekstralinguistik, misalnya: geografis, budaya, mobilitas sosial, kelas sosial, sifat masyarakat pendukung, prestise dan migrasi. Faktor geografis, misalnya, seperti letak yang terpencil, adanya gunung, sungai, dll dapat menjadi penyebab terjadinya perbedaan. (Laksono dan Savitri, 2009: 9). Kabupaten Lamongan adalah sebuah kabupaten di Provinsi jawa Timur. Ibu kotanya adalah Lamongan. Kabupaten ini berbatasan dengan laut Jawa di utara, Kabupaten Gresik di timur, Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten Jombang di selatan, serta Kabupaten Bojonegoro dan Kabupaten Tuban di barat. Kabupaten Lamongan merupakan salah diantara wilayah yang masuk dalam kawasan metropolitan Surabaya, yairu Gerbangkertasusila. METODE Penelitian ini menggunakan lima derah pengamatan. Lima daerah pengamatan tersebut adalah pengguna bahasa Jawa subdialek Lamongan. Daerah pengamatan tersebut yakni, bagian tengah atau pusat Kabupaten Lamongan, yakni Kecamatan Lamongan, pesisir utara Lamongan Kecamatan Brondong, daerah periferal timur Kecamatan Glagah, daerah periferal barat Kecamatan Babat, dan daerah periferal selatan Kecamatan Sukorame. Penomoran daerah pengamatan dilakukan secara horisontal dari atas ke bawah sehingga menghasilkan penomoran yakni, Kecamatan Brondong sebagai DP1, Kecamatan Glagah sebagai DP2, Kecamatan Babat sebagi DP3, Kecamatan Lamongan sebagi DP4, dan Kecamatan Sukorame sebagai DP5. Data penelitian ini adalah inovasi dan relik yang terdapat dalam variasi leksikal bahasa Jawa subdialek Lamongan. Sumber data penelitian ini adalah penutur bahasa Jawa yang tinggal dan menetap di Kabupaten Lamongan dan menggunakan bahasa Jawa dalam berkomunikasi sehari-hari. Informan dalam penelitian ini digolongkan berdasarkan daerah pengamatan. Setiap daerah pengamatan diambil dua orang, satu orang sebagai informan utama dan satu orang untuk informan sekunder. Metode pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah metode cakap karena cara yang ditempuh dalam pengumpulan data berupa percakapan antara peneliti dengan informan. Metode cakap dilakukan untuk mendapatkan data inovasi dan relik pada bahasa Jawa subdialek Lamongan. Teknik pengumpulan data penelitian ini yakni dengan teknik pancing, teknik cakap semuka, teknik simak dan catat serta teknik rekam. Penelitian ini menggunakan instrumen berupa daftar tanyaan dari balai bahasa yang terdiri atas 400 glos. Pada penelitian ini juga digunakan alat peraga berupa gambar atau benda apabila terdapat kosakata yang sulit untuk ditanyakan atau ketika informan tidak mengerti dengan kosa kata yang dimaksud. Selain itu, dalam penelitian ini instrumen yang digunakan juga berupa human instrument. Pada pengumpulan data, dilakukan langkah - langkah sebagai berikut. a. Menentukan daerah pengamatan 3

4 b. Menyiapkan instrumen penelitian berupa daftar tanyaan dari balai bahasa c. Mengurus surat perizinan dari jurusan dan fakultas d. Mengurus surat perizinan di balai desa untuk melakukan penelitian di daerah pengamatan e. Menentukan informan berdasarkan kriteria informan f. Mengambil data di setiap daerah pengamatan secara bertahap dengan melakukan wawancara kepada informan g. Transkripsi fonetis dilakukan ketika wawancara. Metode analisis data yang digunakan dalam peneletian ini adalah metode padan intralingual dan berkas isoglos. Metode padan intralingual adalah metode analisis dengan cara menghubung-bandingkan unsurunsur yang bersifat lingual, baik yang terdapat dalam satu bahasa maupun dalam bahasa yang berbeda. Metode ini digunakan untuk menemukan bentuk inovasi dan relik dari bahasa Jawa subdialek Lamongan. Metode berkas isoglos digunakan untuk menentukan distribusi bentuk inovasi dan relik dengan media peta peraga. Teknik analisis data yang menggunakan metode padan ini yakni dengan teknik dasar PUP (Pilah Unsur Penentu). Teknik PUP tersebut dilakukan dengan memilah glos berdasarkan pada penentunya yakni berupa variasi leksikal. Kemudian digunakan teknik lanjutannya yakni teknik hubung banding memperbedakan atau teknik HBB, teknik hubung banding menyamakan atau teknik HBM, dan teknik hubung banding menyamakan hal pokok atau teknik HBMP. Teknik HBB dan HBM digunakan masing-masing untuk memilah unsur-unsur yang berkognat dengan yang tidak berkognat serta mengelompokkannya, sedangkan teknik HBMP digunakan untuk menentukan unsur prabahasanya. Selain teknik tersebut, teknik pemetaan digunakan untuk menentukan sebaran bentuk inovasi dan relik pada bahasa Jawa subdialek Lamongan. Pada analisis data, penelitian ini menggunakan instrumen tabulasi untuk mempermudah analisis setiap leksikon berdasarkan variasinya antara bahasa di daerah satu dengan daerah yang lainnya. Setelah itu, instrumen tabulasi juga digunakan untuk menemukan bentuk inovasi dan relik dari bahasa Jawa subdialek Lamongan. Selain tabulasi, penelitian ini juga menggunakan peta peraga untuk analisis data. Peta peraga tersebut bertujuan untuk mengetahui distribusi atau sebaran bentuk inovasi dan relik. Pada pelaksanaan analisis data, dilakukan langkah -langkah sebagi berikut. a. Mengklasifikasikan data berdasarkan variasi fonologi dan leksikal b. Menentukan bentuk relik dan bentuk inovasi berdasarkan variasi leksikal c. Membedakan antara glos yang merupakan inovasi utuh dan inovasi dengan adanya perubahan d. Membedakan antara glos yang merupakan relik utuh dan relik dengan adanya perubahan e. Menentukan perubahan yang ada pada bentuk inovasi dan relik, perubahan yang dimaksud berupa perubahan bunyi, pengulangan dan penyingkatan f. Memetakan distribusi variasi leksikal dalam bentuk peta isoglos g. Membedakan antara glos yang berinovasi secara penuh, glos yang merupakan relik penuh, dan glos yang termasuk inovasi dan relik h. Membuat peta berkas isoglos inovasi, berkas isoglos relik, dan berkas isoglos inovasi dan relik i. Menentukan daerah inovatif dan konservatif dengan media peta distribusi inovasi dan relik j. Membuat simpulan bentuk inovasi, bentuk relik dan distribusi inovasi dan relik. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan data yang diperoleh dan dianalisis terdapat bentuk inovasi dan relik pada bahasa Jawa Subdialek Lamongan. Jumlah bentuk inovasi terdapat 138 yang terbagi atas inovasi pinjaman dari bahasa Indonesia, pinjaman dari bahasa Madura dan pinjaman dari dialek lain atau penggunaan bahasa Jawa dengan tingkat tutur yang lebih tinggi. Jumlah relik terdapat 188 yang terbagi atas relik utuh atau tanpa perubahan bunyi dan tidak utuh atau dengan perubahan bunyi. 1. Bentuk Inovasi pada Bahasa Jawa Subdialek Lamongan Bentuk inovasi pada bahasa Jawa subdialek Lamongan terbagi atas 88 inovasi yang merupakan pinjaman dari bahasa Indonesia, 11 inovasi yang merupakan pinjaman dari bahasa Madura, dan 39 inovasi yang dipinjam dari dialek lain atau penggunaan bahasa Jawa dengan tingkat tutur yang lebih tinggi. a. Inovasi Pinjaman dari Bahasa Indonesia Inovasi berupa pinjaman dari bahasa Indonesia terdapat inovasi secara utuh tanpa perubahan bunyi dan inovasi tidak utuh dengan perubahan bunyi. Perubahan bunyi tersebut berupa nasalisasi, asimilasi, protesis, paragog, sinkop, haplologi, metatesis, aferesis, dan apokop. Selain perubahan bunyi terdapat penyingkatan. Contoh glos yang termasuk pada inovasi pinjaman Bahasa Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut. 4

5 Tabel 1.1 Inovasi Pinjaman dari Bahasa Indonesia (Swadesh) No Etima 1 A6 Angin [a In] 2 A10 Apung (meng-) [timb l] 3 A12 Awan [m nd ] 4 A16 Bakar [mbakar] [mere ] 5 A19 Baring [ l s t] [ l y ] Data tabel 1.1 merupakan inovasi pinjaman dari Bahasa Indonesia. Inovasi tersebut terdapat yang secara utuh berupa peminjaman dari bahasa Indonesia tanpa adanya perubahan bunyi terdapat pada glos A6, A10, dan A12. Etima-etima tersebut yakni Etima [a In], [timb l], dan [m nd ]. Pada glos A16 dan A19 mengalami proses perubahan. Pada glos A16 terdapat perubahan bunyi nasalisasi yakni etima [mbakar] meminjam dari bahasa Indonesia dari kata bakar. Terdapat perubahan bunyi yakni adanya bunyi nasal [m] yang merupakan bunyi nasal sebelum kata bakar. Pada glos A19 BARING terdapat etima [ l s t] yang merupakan pinjaman dari bahasa Indonesia yakni kata keset. Pada etima tersebut terjadi perubahan bunyi [k] menjadi bunyi [l] sehingga kata keset menjadi leset. Kemudian mendapat tambahan bunyi nas al [ ] sehingga menjadi leset. Bentuk inovasi dari etima [ l s t] sendiri meminjam bentuk lain dari keset yang memiliki arti pengesat kaki. Pengesat kaki adalah alat yang ditaruh di bawah atau di lantai, sama halnya dengan [ l s t] yang diartikan tidur di lantai. b. Inovasi Pinjaman dari Bahasa Madura Inovasi berupa pinjaman dari bahasa Madura terdiri atas inovasi secara utuh tanpa perubahan bunyi dan inovasi tidak utuh dengan perubahan bunyi berupa asimilasi, protesis, sinkop, dan paragog. Selain perubahan bunyi terdapat juga penyingkatan pada kelompok glos sistem kekeluargaan. Contoh glos yang termasuk pada inovasi pinjaman Bahasa Madura dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1.2 Inovasi Pinjaman dari Bahasa Madura (Swadesh) No Etima 1 A16 Bakar [k b ], [ b ] 2 A44 Cici Piring [k ra k ra] 3 A49 Dan [amb ] Data pada tabel 1.2 yang merupakan inovasi dari bahasa Madura pada kelompok glos swadesh tidak terdapat inovasi secara utuh, tetapi terdapat inovasi yang mengalami perubahan bunyi. Perubahan bunyi tersebut berupa asimilasi, sinkop, dan protesis. Perubahan bunyi asimilasi terdapat pada glos A16 dan A104. Pada glos A16 BAKAR terdapat etima [ b ] dan [k b ] yang merupakan pinjaman dari bahasa Madura yakni kata obbher. Perubahan bunyi yang terjadi yakni [e] berubah menjadi [ ] dan bunyi [r] berubah menjadi bunyi [ ] sehingga obbher menjadi [ bbh ], kemudian bunyi geminasi [bb] disederhanakan menjadi [b] dan bunyi aspirat [h] di bagian tengah hilang atau terdapat perubahan bunyi sinkop. Perubahan bunyi protesis terdapat pada glos A44 dan A49. Pada glos A44 CUCI PIRING terdapat etima [k ra k ra] yang merupakan pinjaman dari bahasa Madura yakni kata ra k ra. Perubahan bunyi yang terjadi yakni adanya penambahan bunyi [k ] di awal kata sehingga terjadi pengulangan kata. Pada glos A49 DAN terdapat etima [amb ] yang merupakan pinjaman dari bahasa Madura yakni kata bi. Perubahan bunyi yang terjadi yakni penambahan bunyi [a] di awal kata, kemudian [i] berasimilasi menjadi [ ] dan terdapat bunyi glotal [ ] di akhir kata. c. Inovasi Pinjaman dari Dialek Lain atau Tingkat Tutur yang Lebih Tinggi Inovasi berupa pinjaman dari dialek lain atau tingkat tutur yang lebih tinggi terdiri atas inovasi secara utuh tanpa perubahan bunyi dan inovasi tidak utuh dengan perubahan bunyi. Perubahan bunyi tersebut berupa asimilasi, protesis, nasalisasi, paragog, aferesis, epentesis, sinkop dan apokop. Tabel 1.3 Inovasi Pinjaman dari Dialek Lain atau Tingkat Tutur Lebih Tinggi (Bagian Tubuh) No Etima 1 B15 Gigi Menonjol [nr s], [dr s], [mr s] 2 B39 Pinggang [l mp ] 3 B40 Pinggul [l mp ] Data pada tabel 1.3 menunjukan inovasi peminjaman dari dialek lain atau tingkat tutur yang lebih 5

6 tinggi. Inovasi secara utuh berupa peminjaman dari dialek lain atau tingkat tutur yang lebih tinggi tanpa adanya perubahan bunyi terdapat pada glos B15,B39, dan B40. Etima yang terdapat pada glos-glos tersebut adalah [mr s] dan [l mp ]. Selain itu, terdapat inovasi yang mengalami perubahan bunyi. Perubahan bunyi tersebut berupa asimilasi dan nasalisasi. Perubahan bunyi asimilasi terdapat pada glos B15 GIGI MENJOL dengan etima [dr s]. Etima tersebut merupakan pinjaman dari dialek lain atau tingkat tutur yang lebih tinggi yakni kata mro os. Pada etima tersebut terdapat perubahan bunyi [m] menjadi bunyi [d]. Perubahan bunyi nasalisasi terdapat pada glos B15 GIGI MENJOL dengan etima [nr s]. Etima tersebut merupakan pinjaman dari dialek lain atau tingkat tutur yang lebih tinggi yakni kata mro os. Pada etima tersebut terdapat perubahan bunyi [m] menjadi bunyi nasal [n]. d. Rekapitulasi Bentuk Inovasi Bentuk inovasi pada bahasa Jawa subdialek Lamongan terdiri atas inovasi bahasa Indonesia, inovasi bahasa Madura, dan inovasi dari dialek lain atau tingkat tutur yang lebih tinggi. Inovasi tersebut merupakan pinjaman secara utuh tanpa perubahan bunyi dan tidak utuh dengan perubahan bunyi. Etima yang berinovasi sebanyak 138 yakni 63 pinjaman secara utuh dan 75 yang mengalami perubahan. Etima yang paling berinovasi yakni pada kelompok glos swadesh, gerak dan kerja. Inovasi pinjaman dari bahasa Indonesia paling banyak ditemukan, dengan jumlah 88 etima. Inovas i pinjaman dari dialek lain atau tingkat tutur yang lebih tinggi berjumlah 39 dan inovasi pinjaman dari bahasa Madura berjumlah 11. Inovasi secara utuh terdiri atas 42 pinjaman dari bahasa Indonesia, 2 pinjaman dari bahasa Madura, dan 9 pinjaman dari dialek lain atau tingkat tutur yang lebih tinggi. Selain inovasi utuh, terdapat inovasi tidak utuh dengan perubahan bunyi, pengulangan dan penyingkatan. Perubahan bunyi tersebut berupa asimilasi, nasalisasi, protesis, paragog, sinkop, haplologi, metatesis, apheresis, apokop, dan epentesis.. Perubahan bunyi yang sering terjadi yakni asimilasi dan nasalisasi khususnya pada kelompok kata swadesh, gerak dan kerja. 2. Bentuk Relik pada Bahasa Jawa Subdialek Lamongan Bentuk relik pada bahasa Jawa subdialek Lamongan terdiri atas relik utuh atau tanpa peruabahan bunyi dan relik tidak utuh atau dengan perubahan bunyi. Jumlah relik utuh terdapat 67 dan relik tidak utuh terdapat 121. Penetuan relik ini didasarkan pada warisan etimonnya. Hal tersebut dapat dilihat dari PAND (Proto Austronesian) dan bahasa Jawa Kuno. a. Relik Utuh (Tanpa Perubahan) Relik utuh bahasa Jawa subdialek Lamongan merupakan penggunaan kata warisan tanpa mengubah bentuk dan bunyi. Pada penelitian ini dikatakan relik secara utuh dengan berpedoman pada kamus Jawa Kuno P.J. Zoetmolder. Selain itu, digunakan juga daftar PAND. Jumlah relik utuh yang terdapat pada JKZ sebanyak 48 dan relik utuh yang terdapat pada PAND dan JKZ sebanyak 19. Contoh glos yang merupakan relik utuh dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1.4 Relik Utuh (Tanpa Perubahan Bunyi di JKZ) No 1 A2 Air Etima Keterangan [toy ] JKZ 1270 [ba u] JKZ A6 Angin [barat] JKZ 110 Data pada tabel 1.4 merupakan glos-glos yang termasuk pada relik utuh tanpa perubahan bunyi dengan pedoman kamus Jawa Kuno. Etima-etima yang tertera pada tabel tersebut tidak ditemukan pada PAND sehingga etima-etima tersebut merupakan warisan dari bahasa Jawa Kuno. b. Relik Tidak Utuh (dengan Perubahan) Relik tidak utuh bahasa Jawa subdialek Lamongan merupakan penggunaan kata warisan dengan adanya perubahan bunyi. Relik tidak utuh dibedakan menjadi dua yakni tidak utuh dengan pedoman kamus Jawa Kuno dan tidak utuh dengan pedoman PAND dan kamus Jawa Kuno. Jumlah glos relik tidak utuh yang terdapat di JKZ sebanyak 81 dan yang terdapat di PAND dan JKZ sebanyak 40. Contoh glos yang merupakan bentuk relik tidak utuh dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1.5 Relik Tidak Utuh/Perubahan Bunyi (Gerak dan Kerja) GLOS 1 D2 GLOS ETIMA KET Angkat (me) [njunj ] 2 D9 Buai [uru uru] 3 D13 Congkak (me) JKZ 430 JKZ 1301 [a ko] JKZ 51 6

7 Perubahan bunyi sinkop terdapat pada glos D2 ANGKAT (me) terdapat etima [junj ] yang berpedoman pada JKZ yakni kata jinunj. Perubahan bunyi yang terjadi yakni bunyi [in] di tengah kata jinunj hilang sehingga menjadi [junj ]. Pada glos D9 BUAI terdapat etima [uru uru] yang berpedoman pada JKZ yakni kata turu. Perubahan bunyi aferesis yang terjadi yakni bunyi [t] di awal kata turu hilang sehingga menjadi uru. Kemudian kata uru diulang sehingga menjadi [uru uru]. Perubahan bunyi apokop terdapat pada glos D13 CONGKAK (me). Pada glos tersebut terdapat etima [a ko] yang berpedoman pada JKZ yakni kata a kuh. Perubahan bunyi yang terjadi yakni bunyi [h] di akhir kata a kuh hilang sehingga menjadi a ku, kemudian bunyi [u] di akhir kata berasimilasi menjadi bunyi [ ]. c. Rekapitulasi Bentuk Relik Bentuk relik pada bahasa Jawa subdialek Lamongan terbagi menjadi relik utuh dan relik tidak utuh. Pada relik utuh terdapat 67 etima yang terdiri atas 48 relik utuh yang hanya terdapat pada kamus Jawa Kuno dan dan 19 relik yang terdapat pada PAND dan kamus Jawa Kuno. Pada relik tidak utuh terdapat 121 etima yang terdiri atas 81 etima yang hanya terdapat pada kamus Jawa Kuno dan 40 etima yang terdapat pada PAND dan kamus Jawa Kuno. Etima tidak utuh yang terdapat pada PAND dan kamus Jawa Kuno analisis perubahannya didasarkan pada kamus jawa Kuno. Perubahan pada bentuk relik tidak utuh berupa perubahan bunyi, pengulangan kata dan penyingkatan. Perubahan yang terjadi pada bentuk relik bahasa Jawa Subdialek Lamongan. Perubahan bunyi yang sering terjadi pada bentuk relik yakni aferesis, asimilasi dan nasalisasi. Pada relik utuh yang terdapat di PAND dan kamus Jawa Kuno (RU P J) perubahan yang cenderung terjadi yakni asimilasi dengan jumlah enam, sedangkan perubahan yang paling sedikit terjadi yakni sinkop dan apokop. Perubahan bunyi protesis, paragog, haplologi, metatesis, dan epentesis tidak terdapat pada relik utuh yang ada di PAND dan kamus Jawa Kuno. Pada relik tidak utuh yang hanya ada di kamus Jawa Kuno (RTU J) perubahan bunyi yang sering terjadi yakni aferesis, sedangkan yang paling sedikit terjadi yakni epentesis. Penyingkatan dan pengulangan juga terdapat pada relik tidak utuh yang ada di kamus Jawa Kuno. Jumlah penyingkatan terdapat satu dan pengulangan terdapat enam. 3. Distribusi Inovasi dan Relik pada Bahasa Jawa Subdialek Lamongan Distribusi Inovasi dan Relik adalah persebaran dari bentuk inovatif dan relik bahasa Jawa subdialek Lamongan. Penyebaran bentuk inovasi dan relik dapat ditentukan dengan pembuatan peta berkas isoglos. Peta tersebut terbagi menjadi peta berkas isoglos inovasi, peta berkas isoglos relik, dan peta berkas isoglos inovasi dan relik. Berdasarkan peta tersebut dapat dibuat peta distribusi inovasi dan relik sehingga dapat ditentukan daerah inovatif dan daerah konservatif. Distribusi bahasa Jawa sudialek Lamongan yakni DP 3 Kecamatan Babat merupakan daerah inovatif, sedangkat DP 1 Kecamatan Brondong dan DP 4 Kecamatan Lamongan merupakan daerah konservatif. Hal tersebut berbeda dengan kriteria penentuan DP 4 yakni Kecamatan Lamongan yang merupakan pusat kota dan dianggap sebagai daerah yang lebih berinovasi, namun hal tersebut berkebalikan. DP 4 lebih cenderung mempertahankan bentuk relik bahasa Jawa subdialek Lamongan. Pada DP 2 Kecamatan Glagah dan DP 5 Kecamatan Sukorame merupakan daerah transisi dari relik ke inovasi. Hal tersebut disebabkan jumlah relik dan inovasi yang terdapat pada DP 2 dan DP 5 hampir sama. Selain itu, DP 3 yakni Kecamatan Babat yang merupakan daerah inovatif menjadi pusat penyebaran bentuk inovasi. Jarak antara DP 3 dan DP 2 yang berdekatan memudahkan penyebaran bentuk inovasi, sedangkan DP 3 dan DP 5 sama-sama berabatasan dengan Kabupaten Bojonegoro. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa arah penyebaran bentuk inovasi cenderung ke arah timur yakni DP 2 dan ke arah barat daya yakni DP Pembahasan Berdasarkan analisis pada hasil penelitian dapat dinyatakan bahwa bentuk inovasi terjadi karena kehidupan yang semakin modern dan penutur tidak ingin ketinggalan oleh penutur lainnya. Bahasa Indonesia menjadi bentuk inovasi tertinggi karena bahasa Indonesia menjadi pelajaran wajib yang ada di sekolah. Masyarakat menganggap Bahasa Indonesia memiliki prestise yang lebih tinggi, dan media-media yang cenderung menggunakan Bahasa Indonesia. Kondisi tersebut juga kian diperparah dengan adanya pandangan generasi muda terhadap bahasa Jawa. Mereka menganggap bahasa Jawa adalah bahasa orang-orang desa, orang udik, orang-orang pinggiran, atau orang-orang zaman dulu. Mereka mengaku malu dan gengsi menggunakan bahasa Jawa dan memilih menggunakan bahasa Indonesia sehingga secara tidak langsung bahasa Indonesia paling banyak menjadi bentuk inovasi dari bahasa Jawa subdialek Lamongan. 7

8 Bentuk inovasi bahasa Madura terjadi karena wilayah Kabupaten Lamongan yang tidak jauh dengan pulau Bawean dan Madura. Selain itu, banyak orang Lamongan yang merantau ke Madura untuk bekerja atau sebaliknya sehingga mempengaruhi bahasa Jawa sudialek Lamongan. Masyarakat Lamongan juga banyak yang menikah dengan orang Madura sehingga anak atau keturunan mereka bisa saja menguasai bahasa Jawa subdialek Lamongan dan bahasa Madura. Bentuk inovasi berupa peminjaman dari dialek lain atau tingkat tutur yang lebih tinggi. Hal tersebut terjadi karena di Lamongan masih mempertahankan unggah ungguh dalam berbahasa. Selain itu, dialek lain atau tingkat tutur yang lebih tinggi dianggap memiliki prestise yang lebih tinggi daripada bahasa Jawa subdialek Lamongan. Bentuk inovasi tersebut dipinjam secara utuh dan dipinjam secara tidak utuh atau mengalami perubahan baik perubahan bunyi, penyingkatan atau pengulangan. Perubahan yang cenderung lebih banyak yakni perubahan bunyi kususnya asimilasi dan nasalisasi. Perubahan bunyi asimilasi lebih sering muncul karena penyesuaian antara satu bahasa dengan bahasa lainnya. Penyesuaian tersebut lebih pada penyesuaian fonologis sehingga tidak mengubah kata, hanya mengubah beberapa bunyi dan menggantikannya dengan bunyi yang mirip. Perubahan bunyi nasalisasi terjadi karena kebiasaan orang jawa ketika mengujarkan sesuatu ditambah dengan bunyi nasal sebelum kata tersebut. Misalnya pada kata golek yang ditambah dengan bunyi nasal [ ] sehingga menjadi [ l k]. Bentuk relik dibagi menjadi relik utuh dan relik tidak utuh. Relik utuh merupakan penggunaan bahasa warisan atau etimonnya, khususnya dari Jawa kuno secara utuh tanpa mengubah bunyi sedikitpun. Relik tidak utuh yakni penggunaan bahasa warisan atau etimonnya yakni PAND atau Jawa Kuno dengan adanya perubahan. Relik tidak utuh lebih banyak ditemukan pada penelitian ini dibandingkan relik tidak utuh. Hal tersebut terjadi karena adanya adaptasi atau penyesuaian fonologis sesuai dengan zamannya. Selain itu, dalam bahasa Jawa Kuno terdapat banyak kata yang menggunakan awalan (-a) dan (h) serta imbuhan (-in-) dan (-um-) yang saat ini jarang ditemukan pada bahasa Jawa, khususnya bahasa Jawa subdialek Lamongan. Perubahan yang terjadi pada relik tidak utuh berupa perubahan bunyi, penyingkatan dan pengulangan. Perubahan yang kerap terjadi yakni perubahan bunyi khususnya perubahan aferesis yakni penghilangan bunyi di awal kata. Hal tersebut terjadi karena berkembangnya bahasa. Bahasa Jawa Kuno yang menjadi awal lahirnya bahasa Jawa, semakin berkembangnya zaman mengalami pergeseran sehingga terjadi adaptasi fonologi pada bahasa Jawa Kuno ke bahasa Jawa subdialek Lamongan. Jumlah relik lebih banyak ditemukan daripada inovasi sehingga dapat dikatakan bahwa penutur bahasa Jawa di Lamongan lebih mempertahankan bahasa Jawa yang merupakan warisan dari etimon proto bahasa, khususnya bahasa Jawa Kuno. PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan empat hal sebagai berikut. Pertama, bentuk inovasi yang ditemukan berupa inovasi eksternal yang terbagi menjadi bentuk inovasi pinjaman dari bahasa Indonesia, pinjaman dari bahasa Madura, dan pinjaman dari dialek lain atau tingkat tutur yang lebih tinggi. Bentuk inovasi ada yang dipinjam secara utuh dan inovasi tidak utuh atau adanya perubahan. Perubahan tersebut berupa perubahan bunyi dan penyingkatan. Perubahan bunyi yang terjadi berupa asimilasi, nasalisasi, protesis, paragog, sinkop, haplologi, metatesis, aferesis, apokop, dan epentesis. Perubahan bunyi yang cenderung muncul dalam bentuk inovasi yakni asimilasi, dengan mengubah bunyi satu dengan bunyi lainnya yang hampir mirip. Perubahan bunyi banyak ditemukan pada glos swadeh dan gerak kerja. Bentuk inovasi paling banyak yakni meminjam bahasa Indonesia karena bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran wajib dibanding bahasa Jawa, bahasa Indonesia memiliki prestise lebih tinggi, dan media elektronik dan media cetak cenderung menggunakan bahasa Indonesia. Kedua, bentuk relik terbagi menjadi relik utuh dan relik tidak utuh atau dengan perubahan bunyi. Relik utuh merupakan bentuk warisan dari etimonnya takni proto bahasa, khususnya bahasa Jawa Kuno. Relik tidak utuh atau adanyanya perubahan. Perubahan tersebut berupa perubahan bunyi, penyingkatan dan pengulangan. Perubahan bunyi yang terjadi berupa asimilasi, nasalisasi, protesis, paragog, sinkop, haplologi, aferesis, apokop dan epentesis. Perubahan bunyi yang sering terjadi dalam bentuk relik yakni aferesis atau penghilangan bunyi di awal kata. Bentuk relik memiliki jumlah yang lebih tinggi dibanding jumlah inovasi. Ketiga, distribusi atau penyebaran inovasi dan relik pada bahasa Jawa subdialek Lamongan yakni DP 3 Kecamatan Babat merupakan daerah inovatif, DP 1 Kecamatan Brondong dan DP 4 Kecamatan Lamongan merupakan daerah konservatif, sedangkan DP 2 Kecamatan Glagah dan DP 5 Kecamatan Sukorame merupakan daerah inovatif dan konservatif. Penyebarannya dimulai pada daerah pusat yakni DP 3 8

9 yang merupakan daerah inovatif. Penyebaran tersebut cenderung ke arah barat daya dan timur. Keempat, penutur bahasa Jawa di Lamongan cenderung mempertahankan bahasa Jawa. Hal tersebut karena jumlah relik lebih banyak dibandingkan jumlah inovasi. Saran Hasil penelitian inovasi dan relik pada bahasa Jawa subdialek Lamongan ini menunjukkan bahwa penutur Lamongan masih mempertahankan isoleknya. Akan tetapi, perlu penelitian lebih lanjut dengan menggunakan jumlah glos yang lebih banyak untuk menunjukkan bahwa penutur Lamongan benar-benar masih mempertahankan isoleknya. Hal tersebut karena kosakata budaya akan lebih banyak dipengaruhi oleh bahasa lain seiring berkembangnya zaman yang semakin modern dan adanya alkulturasi budaya. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa bahasa Indonesia merupakan bentuk inovasi yang tertinggi sehingga dapat dikatakan bahwa peran bahasa Indonesia dalam perkembangan bahasa Jawa sangat dominan. Akan tetapi, meskipun bahasa Indonesia memiliki prestise yang lebih tinggi penutur bahasa Jawa harus tetap mempertahankan bahasanya agar tidak hilang ditelan oleh arus. Oleh karena itu, pelajaran bahasa Jawa tidak boleh dihapuskan dari mata pelajaran di sekolah. Selain itu, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk penelitian dialektologi, terutama dalam hal akomodasi dialek. Patriantoro Dialektologi Bahasa Melayu di Pesisir Kabupaten Pontianak. Pontianak: Universitas Tanjungpura Pontianak. Rozelin, Diana Isolek Melayu Jambi Seberang di Daerah Aliran Sungai (Das) Batanghari Jambi. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Jurnal Widyaparwa. Savitri, Agusniar Dian Variasi Fonologis. Bahasa Madura di Seluruh Jawa Timur. Disertasi Tidak Diterbitkan. Depok : Universitas Indonesia. Sudarmanto Kamus Lengkap Bahasa Jawa (Jawa Indonesia, Indonesia - Jawa). Semarang : Widya Karya. Sudaryanto Metode dan Aneka teknik Analisis Bahasa,Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan Secara Linguistis. Yogyakarta: Duta wacana University Press. Wurm, S.A. and S. Wilson English Finderlist Of Recontructions In Austronesian Languages (Post- Brandstetter). Australia : The Australian National University. Zoetmulder, P.J Kamus Jawa Kuna-Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. DAFTAR PUSTAKA Ayatrohaedi Dialektologi: Sebuah Pengantar. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Chamber, J.K. and Peter Trudgil Dialectology. Australia : Cambridge University Press. Keraf, Gorys Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: PT Gramedia Laksono, Kisyani dan Agusniar Dian Savitri Dialektologi. Surabaya: Unesa Press. Mahsun Dialektologi Diakronis: Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Nadra dan Reniwati Dialektologi: Teori dan Metode. Yogyakarta: Elmatera Publishing. Patriantoro, dkk Dialektologi Bahasa Melayu di Pesisir Kabupaten Bengkayang. Kajian Linguistik dan Sastra, Vol. 24, No. 1, Juni 2012, Hal :

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini. 2.1.1 Dialek Dialek berasal dari bahasa Yunani yaitu dialektos. Dialektologi merupakan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Berikut beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Berikut beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Berikut beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini. 2.1.1 Dialek Dialek berasal dari bahasa Yunani yaitu dialekto syang berarti varian

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang tinggal pada daerah tertentu (lih. Sumarsono, 2010:21).

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang tinggal pada daerah tertentu (lih. Sumarsono, 2010:21). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Bahasa Indonesia terdapat bermacam-macam dialek. Istilah dialek merupakan sebuah bahasa yang digunakan oleh sekelompok masyarakat yang tinggal pada daerah tertentu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian mengenai isoglos dialek bahasa Jawa di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur ini termasuk dalam penelitian lapangan (field study) baik penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dengan adanya bahasa, manusia bisa berintekrasi dengan manusia lainnya

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dengan adanya bahasa, manusia bisa berintekrasi dengan manusia lainnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi yang paling penting dalam kehidupan manusia. Dengan adanya bahasa, manusia bisa berintekrasi dengan manusia lainnya dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Dialek Dialek adalah sebagai sistem kebahasaan yang dipergunakan oleh satu masyarakat untuk membedakannya dari masyarakat lain yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIS. Dialek merupakan khazanah kebudayaan suatu bangsa yang perlu dipelajari, dikaji, serta

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIS. Dialek merupakan khazanah kebudayaan suatu bangsa yang perlu dipelajari, dikaji, serta BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIS 2.1 Pengantar Dialek merupakan khazanah kebudayaan suatu bangsa yang perlu dipelajari, dikaji, serta dipelihara sebaik mungkin. Bidang ilmu yang mengkaji dialek

Lebih terperinci

PERBEDAAN STATUS DIALEK GEOGRAFIS BAHASA JAWA SOLO-YOGYA (KAJIAN DIALEKTOLOGI)

PERBEDAAN STATUS DIALEK GEOGRAFIS BAHASA JAWA SOLO-YOGYA (KAJIAN DIALEKTOLOGI) PERBEDAAN STATUS DIALEK GEOGRAFIS BAHASA JAWA SOLO-YOGYA (KAJIAN DIALEKTOLOGI) Sri Andayani Program Studi Sastra Inggris, Fakultas Sastra dan Filsafat, Universitas Panca Marga, Jalan Yos Sudarso Pabean

Lebih terperinci

BAB II KONSEP PENELITIAN DAN LANDASAN TEORI. isoglos, mutual intelligibility, sinkronis, dan diakronis, serta inovasi dan retensi.

BAB II KONSEP PENELITIAN DAN LANDASAN TEORI. isoglos, mutual intelligibility, sinkronis, dan diakronis, serta inovasi dan retensi. BAB II KONSEP PENELITIAN DAN LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Penelitian Bagian ini menjelaskan konsep dialek, dialektometri, isoglos dan berkas isoglos, mutual intelligibility, sinkronis, dan diakronis, serta

Lebih terperinci

GEOGRAFI DIALEK BAHASA JAWA PESISIRAN DI DESA PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN

GEOGRAFI DIALEK BAHASA JAWA PESISIRAN DI DESA PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN GEOGRAFI DIALEK BAHASA JAWA PESISIRAN DI DESA PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN Apriyani Purwaningsih S2 Ilmu Linguistik Universitas Udayana apriyanipurwa@gmail.com Abstrak: Desa Paciran dipilih sebagai lokasi

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

VARIAN SEMANTIK PADA BENTUK DUPLET YANG TERSEBAR DI WILAYAH PEMAKAIAN KABUPATEN BREBES

VARIAN SEMANTIK PADA BENTUK DUPLET YANG TERSEBAR DI WILAYAH PEMAKAIAN KABUPATEN BREBES VARIAN SEMANTIK PADA BENTUK DUPLET YANG TERSEBAR DI WILAYAH PEMAKAIAN KABUPATEN BREBES Oleh: Nur Eka Wahyuni Program Studi Sastra Indonesia Universitas Diponegoro Jl. Prof. Sudarto, SH, Tembalang, Semarang

Lebih terperinci

KLASIFIKASI LEKSIKOSTATISTIK BAHASA MELAYU LANGKAT, BAHASA MELAYU DELI, DAN BAHASA DAIRI PAKPAK

KLASIFIKASI LEKSIKOSTATISTIK BAHASA MELAYU LANGKAT, BAHASA MELAYU DELI, DAN BAHASA DAIRI PAKPAK KLASIFIKASI LEKSIKOSTATISTIK BAHASA MELAYU LANGKAT, BAHASA MELAYU DELI, DAN BAHASA DAIRI PAKPAK Jurnal Skripsi Oleh : Nursirwan NIM A2A008038 FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2012 Klasifikasi

Lebih terperinci

1. Metode dan Teknik Penyediaan Data dalam Penelitian Dialektologi. mengamati, menjelaskan, dan menganalisis suatu fenomena atau data.

1. Metode dan Teknik Penyediaan Data dalam Penelitian Dialektologi. mengamati, menjelaskan, dan menganalisis suatu fenomena atau data. MATERI PELATIHAN PENELITIAN DIALEKTOLOG: SEPINTAS TENTANG METODE DAN TEKNIK PENYEDIAAN DAN ANALISIS DATA SERTA METODE PENYAJIAN HASIL ANALISIS DATA 1) Oleh Wahya 2) 1. Metode dan Teknik Penyediaan Data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak di antara bahasa-bahasa daerah di Indonesia. Bahasa Jawa digunakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. banyak di antara bahasa-bahasa daerah di Indonesia. Bahasa Jawa digunakan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa Jawa merupakan bahasa yang memiliki jumlah penutur paling banyak di antara bahasa-bahasa daerah di Indonesia. Bahasa Jawa digunakan oleh masyarakat etnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi dalam aktivitas sehari-hari, termasuk dalam aktivitas di sekolah, di

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi dalam aktivitas sehari-hari, termasuk dalam aktivitas di sekolah, di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Mentawai merupakan bahasa yang digunakan oleh masyarakat yang berada di Kabupaten Kepulauan Mentawai. Bahasa Mentawai digunakan untuk berkomunikasi dalam aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (bahasa tua) sampai ke bahasa yang sekarang kita gunakan. Menurut Keraf

BAB I PENDAHULUAN. (bahasa tua) sampai ke bahasa yang sekarang kita gunakan. Menurut Keraf BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa-bahasa mengalami perubahan dan perkembangan dari bahasa Proto (bahasa tua) sampai ke bahasa yang sekarang kita gunakan. Menurut Keraf (1996:29), bahasa Proto

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. bahwa di Wakatobi terdapat dua kelompok bahasa yaitu kelompok Wangi-Wangi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. bahwa di Wakatobi terdapat dua kelompok bahasa yaitu kelompok Wangi-Wangi 180 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kajian relasi kekerabatan bahasa-bahasa di Wakatobi memperlihatkan bahwa di Wakatobi terdapat dua kelompok bahasa yaitu kelompok Wangi-Wangi sebagai bahasa tersendiri dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI. Kajian pustaka yang dikerjakan di sini terbatas pada hasil-hasil penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI. Kajian pustaka yang dikerjakan di sini terbatas pada hasil-hasil penelitian BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka yang dikerjakan di sini terbatas pada hasil-hasil penelitian dialek geografi yang dipandang erat relevansinya dengan penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. metode wawancara dengan teknik cakap, catat, dan rekam (Sudaryanto, 1988:7).

BAB III METODE PENELITIAN. metode wawancara dengan teknik cakap, catat, dan rekam (Sudaryanto, 1988:7). BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode wawancara dengan teknik cakap, catat, dan rekam (Sudaryanto, 1988:7). Dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Bahasa bervariasi karena anggota masyarakat penutur itu pun beragam. Banyak faktor yang

Lebih terperinci

LEKSIKOSTATISTIK BAHASA ACEH, BAHASA ALAS, DAN BAHASA GAYO: KAJIAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF

LEKSIKOSTATISTIK BAHASA ACEH, BAHASA ALAS, DAN BAHASA GAYO: KAJIAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF LEKSIKOSTATISTIK BAHASA ACEH, BAHASA ALAS, DAN BAHASA GAYO: KAJIAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF Jurnal Skripsi Oleh: Kurnia Novita Sari NIM A2A008030 FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

PEMETAAN PERBEDAAN Isolek di KABUPATEN INDRAMAYU. Oleh

PEMETAAN PERBEDAAN Isolek di KABUPATEN INDRAMAYU. Oleh PEMETAAN PERBEDAAN Isolek di KABUPATEN INDRAMAYU Oleh Dr. Andoyo Sastromiharjo, M.Pd., Sri Wiyanti, S.S.,M.Hum., Yulianeta, M.Pd. Dra. Novi Resmini, M.Pd., Hendri Hidayat, dan Zaenal Muttaqin FPBS Abstrak

Lebih terperinci

VARIASI DIALEKTAL DALAM MUATAN LOKAL BAHASA MADURA DI JAWA TIMUR. Agusniar Dian Savitri 1 Universitas Negeri Surabaya

VARIASI DIALEKTAL DALAM MUATAN LOKAL BAHASA MADURA DI JAWA TIMUR. Agusniar Dian Savitri 1 Universitas Negeri Surabaya VARIASI DIALEKTAL DALAM MUATAN LOKAL BAHASA MADURA DI JAWA TIMUR Agusniar Dian Savitri 1 Universitas Negeri Surabaya Hasil kajian dialektologis dapat memberikan manfaat bagi bidang pendidikan, begitupula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri

BAB I PENDAHULUAN. kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa sebagai sistem lambang bunyi yang arbriter yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri (Kridalaksana,1983).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sarana berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sarana berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan sarana berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri dalam suatu masyarakat. Berbagai status sosial dan budaya dalam masyarakat sangat memengaruhi perkembangan

Lebih terperinci

PROSES FONOLOGIS DALAM PENGADOPSIAN KATA BAHASA INDONESIA KE DALAM BAHASA CIACIA DI KABUPATEN BUTON, SULAWESI TENGGARA

PROSES FONOLOGIS DALAM PENGADOPSIAN KATA BAHASA INDONESIA KE DALAM BAHASA CIACIA DI KABUPATEN BUTON, SULAWESI TENGGARA JURNAL PENA INDONESIA (JPI) Jurnal Bahasa Indonesia, Sastra, dan Pengajarannya Volume 1, Nomor 1, Maret 2015 ISSN: 22477-5150 PROSES FONOLOGIS DALAM PENGADOPSIAN KATA BAHASA INDONESIA KE DALAM BAHASA CIACIA

Lebih terperinci

ARTIKEL PENELITIAN PERBEDAAN DIALEK DESA SUNGAI LINTANG DENGAN DIALEK DESA TALANG PETAI KECAMATAN V KOTO KABUPATEN MUKOMUKO PROVINSI BENGKULU

ARTIKEL PENELITIAN PERBEDAAN DIALEK DESA SUNGAI LINTANG DENGAN DIALEK DESA TALANG PETAI KECAMATAN V KOTO KABUPATEN MUKOMUKO PROVINSI BENGKULU ARTIKEL PENELITIAN PERBEDAAN DIALEK DESA SUNGAI LINTANG DENGAN DIALEK DESA TALANG PETAI KECAMATAN V KOTO KABUPATEN MUKOMUKO PROVINSI BENGKULU Ditulis Kepada Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas

Lebih terperinci

DIALEKTOLOGI BAHASA MELAYU DI BAGIAN TENGAH ALIRAN SUNGAI KAPUAS MELIPUTI KABUPATEN SANGGAU DAN SEKADAU KALIMANTAN BARAT

DIALEKTOLOGI BAHASA MELAYU DI BAGIAN TENGAH ALIRAN SUNGAI KAPUAS MELIPUTI KABUPATEN SANGGAU DAN SEKADAU KALIMANTAN BARAT DIALEKTOLOGI BAHASA MELAYU DI BAGIAN TENGAH ALIRAN SUNGAI KAPUAS MELIPUTI KABUPATEN SANGGAU DAN SEKADAU KALIMANTAN BARAT Patriantoro Abstrak : Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan variasi fonologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diapit oleh dua bahasa dan budaya yang berbeda, yaitu Jawa dan Sunda, sedikit

BAB I PENDAHULUAN. diapit oleh dua bahasa dan budaya yang berbeda, yaitu Jawa dan Sunda, sedikit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembicaraan mengenai bahasa yang digunakan di Indramayu tidak terlepas dari pembicaraan tentang sejarah yang melatarbalakanginya. Indramayu, sebagai salah satu kabupaten

Lebih terperinci

Variasi Isolek Jawa Pada Medan Makna Di Kabupaten Nganjuk VARIASI ISOLEK JAWA PADA MEDAN MAKNA DI KABUPATEN NGANJUK. Fitri Sandra Ariyanto

Variasi Isolek Jawa Pada Medan Makna Di Kabupaten Nganjuk VARIASI ISOLEK JAWA PADA MEDAN MAKNA DI KABUPATEN NGANJUK. Fitri Sandra Ariyanto Variasi Isolek Jawa Pada Medan Makna Di Kabupaten Nganjuk VARIASI ISOLEK JAWA PADA MEDAN MAKNA DI KABUPATEN NGANJUK Fitri Sandra Ariyanto SI Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri

Lebih terperinci

TEORI GELOMBAIIG DALAM BAHASA JAWA DIALEK BAhIYUMAS Yulia Esti Katrini. Keywords : Banyumas dialect, standard Java language, and the wave theory.

TEORI GELOMBAIIG DALAM BAHASA JAWA DIALEK BAhIYUMAS Yulia Esti Katrini. Keywords : Banyumas dialect, standard Java language, and the wave theory. TEORI GELOMBAIIG DALAM BAHASA JAWA DIALEK BAhIYUMAS Yulia Esti Katrini ABSTRACT Banyumas is one of the Javanese dialect which is used by the society lived in the west part of cenfral Java. It is different

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu daerah di Indonesia dan suku Simalungun menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu daerah di Indonesia dan suku Simalungun menjadikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Batak Simalungun merupakan bahasa yang digunakan oleh suku Simalungun yang mendiami Kabupaten Simalungun. Bahasa Batak Simalungun merupakan salah satu

Lebih terperinci

DAERAH ASAL DAN ARAH MIGRASI ORANG MINANGKABAU DI PROVINSI JAMBI BERDASARKAN KAJIAN VARIASI DIALEKTAL

DAERAH ASAL DAN ARAH MIGRASI ORANG MINANGKABAU DI PROVINSI JAMBI BERDASARKAN KAJIAN VARIASI DIALEKTAL MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 12, NO. 1, JULI 2008: 1-8 DAERAH ASAL DAN ARAH MIGRASI ORANG MINANGKABAU DI PROVINSI JAMBI BERDASARKAN KAJIAN VARIASI DIALEKTAL Nadra 1, Reniwati 2, dan Efri Yades 1 1. Jurusan

Lebih terperinci

GEJALA BAHASA PROKEM DIALEK TEGAL DI LINGKUNGAN REMAJA DESA KALISAPU KECAMATAN SLAWI KABUPATEN TEGAL

GEJALA BAHASA PROKEM DIALEK TEGAL DI LINGKUNGAN REMAJA DESA KALISAPU KECAMATAN SLAWI KABUPATEN TEGAL GEJALA BAHASA PROKEM DIALEK TEGAL DI LINGKUNGAN REMAJA DESA KALISAPU KECAMATAN SLAWI KABUPATEN TEGAL SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan oleh: M. ALFIN FAUZAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses pemunculan variasi bahasa. Dalam kajian variasi bahasa diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. proses pemunculan variasi bahasa. Dalam kajian variasi bahasa diperlukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian tentang konvergensi dan divergensi berkaitan erat dengan proses pemunculan variasi bahasa. Dalam kajian variasi bahasa diperlukan sejumlah pemahaman terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sudah banyak dilakukan, baik yang dilakukan secara individual maupun secara

BAB I PENDAHULUAN. sudah banyak dilakukan, baik yang dilakukan secara individual maupun secara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kajian tentang bahasa-bahasa di Indonesia serta variasinya hingga saat ini sudah banyak dilakukan, baik yang dilakukan secara individual maupun secara kelembagaan.

Lebih terperinci

DIALEK BAHASA JAWA DI KELURAHAN SAMBIKEREP KECAMATAN SAMBIKEREP DI WILAYAH SURABAYA BARAT

DIALEK BAHASA JAWA DI KELURAHAN SAMBIKEREP KECAMATAN SAMBIKEREP DI WILAYAH SURABAYA BARAT Dialek Bahasa Jawa di Kelurahan Sambikerep (Roely Ardiansyah) 31 DIALEK BAHASA JAWA DI KELURAHAN SAMBIKEREP KECAMATAN SAMBIKEREP DI WILAYAH SURABAYA BARAT Roely Ardiansyah Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap bahasa memiliki wilayah pemakaiannya masing-masing. Setiap wilayah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap bahasa memiliki wilayah pemakaiannya masing-masing. Setiap wilayah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bahasa memiliki wilayah pemakaiannya masing-masing. Setiap wilayah memiliki cara pemakaian bahasa yang berbeda-beda. Dialek merupakan disiplin ilmu yang mengkaji

Lebih terperinci

PERUBAHAN BUNYI FONEM VOKAL ETIMON-ETIMON PROTO- AUSTRONESIA DALAM BAHASA INDONESIA

PERUBAHAN BUNYI FONEM VOKAL ETIMON-ETIMON PROTO- AUSTRONESIA DALAM BAHASA INDONESIA 1 PERUBAHAN BUNYI FONEM VOKAL ETIMON-ETIMON PROTO- AUSTRONESIA DALAM BAHASA INDONESIA FERY FREDY ANDRIAN Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana abstract This study focused

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa. Adapun yang dimaksud dengan

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa. Adapun yang dimaksud dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Linguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa. Adapun yang dimaksud dengan bahasa adalah alat komunikasi verbal manusia yang berwujud ujaran yang dihasilkan oleh alat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sangat penting digunakan oleh masyarakat di suatu daerah tertentu

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sangat penting digunakan oleh masyarakat di suatu daerah tertentu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa sangat penting digunakan oleh masyarakat di suatu daerah tertentu untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan masyarakat lainnya. Anggota masyarakat

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Kecamatan Kejaksan Kota Cirebon dalam bidang fonologi, morfologi, dan

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Kecamatan Kejaksan Kota Cirebon dalam bidang fonologi, morfologi, dan BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Penelitian mengenai penggunaan bahasa Jawa dialek Cirebon di Kecamatan Kejaksan Kota Cirebon dalam bidang fonologi, morfologi, dan leksikal dengan memanfaatkan tinjauan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam bab ini akan dipaparkan metodologi penelitian yang mencakup desain penelitian, partisipasi dan tempat penelitian, pengumpulan data, dan analisis data. Adapun pemaparan

Lebih terperinci

K A N D A I. Volume 11 No. 1, Mei 2015 Halaman 1 14

K A N D A I. Volume 11 No. 1, Mei 2015 Halaman 1 14 K A N D A I Volume 11 No. 1, Mei 2015 Halaman 1 14 KEKERABATAN BAHASA TAMUAN, WARINGIN, DAYAK NGAJU, KADORIH, MAANYAN, DAN DUSUN LAWANGAN (Language Kinship of Tamuan, Waringin, Dayak Nguji, Kadorih, Maanyan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa dapat didefinisikan sebagai alat bantu antara anggota atau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa dapat didefinisikan sebagai alat bantu antara anggota atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa dapat didefinisikan sebagai alat bantu antara anggota atau kelompok masyarakat untuk bekerja sama dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 1983: 17), dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Variasi bahasa Minangkabau merupakan sebuah fenomena yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Variasi bahasa Minangkabau merupakan sebuah fenomena yang dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Variasi bahasa Minangkabau merupakan sebuah fenomena yang dapat dilihat dari perbedaan dialek yang digunakan oleh kelompok masyarakat Minangkabau di berbagai wilayah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Jawa merupakan salah satu dari empat ratus bahasa daerah dan dialek yang

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Jawa merupakan salah satu dari empat ratus bahasa daerah dan dialek yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Jawa merupakan salah satu dari empat ratus bahasa daerah dan dialek yang terdapat di Indonesia. Sebagai salah satu bahasa daerah, bahasa Jawa memiliki

Lebih terperinci

Volume 1 (1) Desember 2013 PUBLIKA BUDAYA Halaman 1-7

Volume 1 (1) Desember 2013 PUBLIKA BUDAYA Halaman 1-7 PERGESERAN BENTUK KATA SAPAAN PADA MASYARAKAT JAWA DI DESA REJOAGUNG, KECAMATAN SEMBORO KABUPATEN JEMBER THE SHIFT OF ADDRESS WORD IN JAVANESE SOCIETY AT REJOAGUNG VILLAGE, SEMBORO DISTRICT JEMBER REGENCY

Lebih terperinci

Bahasa sebagai realisasi budaya manusia mengalami perubahan dan. dan perkembangan pola kehidupan manusia sebagai pemilik dan pengguna

Bahasa sebagai realisasi budaya manusia mengalami perubahan dan. dan perkembangan pola kehidupan manusia sebagai pemilik dan pengguna BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa sebagai realisasi budaya manusia mengalami perubahan dan perkembangan dalam perjalanan waktunya. Hal itu dimungkinkan oleh perubahan dan perkembangan pola kehidupan

Lebih terperinci

PEMAKAIAN BAHASA JAWA OLEH SANTRI PONDOK PESANTREN HADZIQIYYAH KABUPATEN JEPARA

PEMAKAIAN BAHASA JAWA OLEH SANTRI PONDOK PESANTREN HADZIQIYYAH KABUPATEN JEPARA PEMAKAIAN BAHASA JAWA OLEH SANTRI PONDOK PESANTREN HADZIQIYYAH KABUPATEN JEPARA Himawatul Azmi Nur dan Prembayun Miji Lestari Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa, FBS, Universitas Negeri Semarang ABSTRAK Tujuan

Lebih terperinci

Pemetaan Bahasa di Wilayah Cagar Budaya Betawi Condet: Sebuah Kajian Dialektologi

Pemetaan Bahasa di Wilayah Cagar Budaya Betawi Condet: Sebuah Kajian Dialektologi Pemetaan Bahasa di Wilayah Cagar Budaya Betawi Condet: Sebuah Kajian Dialektologi Diar Luthfi Khairina, Sri Munawarah Program Studi Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok

Lebih terperinci

ARTIKEL PENELITIAN PERBEDAAN DIALEK DESA BUNGA TANJUNG DENGAN DIALEK DESA PASAR BANTAL KECAMATAN TERAMANG JAYA KABUPATEN MUKOMUKO PROVINSI BENGKULU

ARTIKEL PENELITIAN PERBEDAAN DIALEK DESA BUNGA TANJUNG DENGAN DIALEK DESA PASAR BANTAL KECAMATAN TERAMANG JAYA KABUPATEN MUKOMUKO PROVINSI BENGKULU ARTIKEL PENELITIAN PERBEDAAN DIALEK DESA BUNGA TANJUNG DENGAN DIALEK DESA PASAR BANTAL KECAMATAN TERAMANG JAYA KABUPATEN MUKOMUKO PROVINSI BENGKULU Oleh GAGA RUKI NPM 1110013111061 Ditulis untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Keanekaragaman bahasa merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang tak

BAB 1 PENDAHULUAN. Keanekaragaman bahasa merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang tak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keanekaragaman bahasa merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang tak ternilai harganya. Bahasa dalam suatu masyarakat digunakan untuk berinteraksi dan berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. biasanya dalam wilayah yang multilingual, dipertentangkan dengan bahasa

BAB 1 PENDAHULUAN. biasanya dalam wilayah yang multilingual, dipertentangkan dengan bahasa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa daerah adalah bahasa yang digunakan penduduk asli suatu daerah, biasanya dalam wilayah yang multilingual, dipertentangkan dengan bahasa persatuan, bahasa nasional,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. masih hidup dan dipakai masyarakat penuturnya untuk pembuktian hubungan

BAB III METODE PENELITIAN. masih hidup dan dipakai masyarakat penuturnya untuk pembuktian hubungan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini diawali dengan pendeskripsian data kebahasaan aktual yang masih hidup dan dipakai masyarakat penuturnya untuk pembuktian hubungan bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tujuan yang berbeda dan lain-lain. Perbedaan dari latar belakang etnis yang berbeda

BAB I PENDAHULUAN. tujuan yang berbeda dan lain-lain. Perbedaan dari latar belakang etnis yang berbeda BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Variasi bahasa sangat beragam ditemukan dalam masyarakat. Ketika seseorang berinteraksi akan tampak perbedaan satu dengan lainnya. Perbedaan tersebut biasa dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta (DIY), dan Jawa Timur. Anggota masyarakat bahasa biasanya

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta (DIY), dan Jawa Timur. Anggota masyarakat bahasa biasanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi atau alat interaksi yang hanya dimiliki manusia (Chaer dan Agustina,2010:11). Bahasa Jawa (BJ) merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kearbitreran bahasa menyebabkan banyak sekali bahasa-bahasa di dunia. Kearbitreran bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Kearbitreran bahasa menyebabkan banyak sekali bahasa-bahasa di dunia. Kearbitreran bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kearbitreran bahasa menyebabkan banyak sekali bahasa-bahasa di dunia. Kearbitreran bahasa terjadi karena antara lambang dengan yang dilambangkannya tidak memiliki hubungan

Lebih terperinci

GEOGRAFI DIALEK BAHASA SUNDA DI KECAMATAN PARUNGPANJANG, KABUPATEN BOGOR (KAJIAN DIALEKTOLOGI SINKRONIS)

GEOGRAFI DIALEK BAHASA SUNDA DI KECAMATAN PARUNGPANJANG, KABUPATEN BOGOR (KAJIAN DIALEKTOLOGI SINKRONIS) GEOGRAFI DIALEK BAHASA SUNDA DI KECAMATAN PARUNGPANJANG, KABUPATEN BOGOR (KAJIAN DIALEKTOLOGI SINKRONIS) Siti Rahmawati Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, FPBS, UPI Rahmawatisiti747@ymail.com Abstrak

Lebih terperinci

BAHASA JAWA DI KABUPATEN PURBALINGGA (KAJIAN GEOGRAFI DIALEK)

BAHASA JAWA DI KABUPATEN PURBALINGGA (KAJIAN GEOGRAFI DIALEK) BAHASA JAWA DI KABUPATEN PURBALINGGA (KAJIAN GEOGRAFI DIALEK) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas

Lebih terperinci

PENGHILANGAN FONEM, PENAMBAHAN FONEM DAN PERUBAHAN MAKNA BAHASA INDONESIA DARI BAHASA MELAYU DIALEK DESA NEREKEH KABUPATEN LINGGA

PENGHILANGAN FONEM, PENAMBAHAN FONEM DAN PERUBAHAN MAKNA BAHASA INDONESIA DARI BAHASA MELAYU DIALEK DESA NEREKEH KABUPATEN LINGGA PENGHILANGAN FONEM, PENAMBAHAN FONEM DAN PERUBAHAN MAKNA BAHASA INDONESIA DARI BAHASA MELAYU DIALEK DESA NEREKEH KABUPATEN LINGGA ARTIKEL E-JOURNAL diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. bidang waktu serta perubahan-perubahan unsur bahasa yang terjadi dalam waktu tersebut (Keraf

BAB II KERANGKA TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. bidang waktu serta perubahan-perubahan unsur bahasa yang terjadi dalam waktu tersebut (Keraf BAB II KERANGKA TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teori 2.1.1 Linguistik Historis Komparatif Linguistik historis komparatif adalah cabang ilmu bahasa yang mempersoalkan bahasa dalam bidang waktu

Lebih terperinci

THE LEXICAL INNOVATION OF RIAU MALAY RANTAU KUANTAN DIALECT IN KUANTAN MUDIK DISTRICT

THE LEXICAL INNOVATION OF RIAU MALAY RANTAU KUANTAN DIALECT IN KUANTAN MUDIK DISTRICT 1 THE LEXICAL INNOVATION OF RIAU MALAY RANTAU KUANTAN DIALECT IN KUANTAN MUDIK DISTRICT Irta Pusvita 1, Hasnah Faizah AR 2, Hermandra 3. 1274pusvita@gmail.com, Hasnahfaizahar@yahoo.com, hermandra2313@gmail.com

Lebih terperinci

BAB 3 METODE DAN TEKNIK PENELITIAN. Senada dengan tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini, yakni berusaha

BAB 3 METODE DAN TEKNIK PENELITIAN. Senada dengan tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini, yakni berusaha 16 BAB 3 METODE DAN TEKNIK PENELITIAN 3.1 Metode Kajian Senada dengan tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini, yakni berusaha menggambarkan secara objektif dan tepat aspek fonologi bahasa yang ada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kajian yang luas. Salah satu bidang kajian tersebut merupakan variasi fonologis. Penelitianpenelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. kajian yang luas. Salah satu bidang kajian tersebut merupakan variasi fonologis. Penelitianpenelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pengiventarisasian bahasa Minangkabau dalam berbagai aspek kebahasaan memang sudah banyak dilakukan oleh para peneliti bahasa. Penelitian mengenai bahasa memiliki kajian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat pendukungnya. Dalam perubahan masyarakat Indonesia telah terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat pendukungnya. Dalam perubahan masyarakat Indonesia telah terjadi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kedudukan bahasa sangat penting untuk manusia. Bahasa juga mencerminkan identitas suatu negara. Masalah kebahasaan di Indonesia tidak terlepas dari kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Jawa maupun di Pulau Bali, Pulau Sumatra, Pulau Kalimantan, dan pulaupulau

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Jawa maupun di Pulau Bali, Pulau Sumatra, Pulau Kalimantan, dan pulaupulau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian dialektologi yang meletakkan titik fokus pada kajian kebervariasian penggunaan bahasa dalam wujud dialek atau subdialek di bumi Nusantara, dewasa ini telah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penelitian dalam bidang struktur atau kaidah bahasa-bahasa di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Penelitian dalam bidang struktur atau kaidah bahasa-bahasa di Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian dalam bidang struktur atau kaidah bahasa-bahasa di Indonesia sudah banyak dilakukan. Namun tidak demikian penelitian mengenai ragamragam bahasa dan dialek.

Lebih terperinci

GEOGRAFI DIALEK BAHASA MELAYU LOLOAN DI KABUPATEN JEMBRANA BALI SKRIPSI. Oleh : ZIHAN SAFITRI

GEOGRAFI DIALEK BAHASA MELAYU LOLOAN DI KABUPATEN JEMBRANA BALI SKRIPSI. Oleh : ZIHAN SAFITRI GEOGRAFI DIALEK BAHASA MELAYU LOLOAN DI KABUPATEN JEMBRANA BALI SKRIPSI Oleh : ZIHAN SAFITRI 201110080311022 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

ANALISIS FONOLOGI DAN LEKSIKOLOGI BAHASA JAWA DI DESAPAKEM KECAMATAN GEBANGKABUPATEN PURWOREJO

ANALISIS FONOLOGI DAN LEKSIKOLOGI BAHASA JAWA DI DESAPAKEM KECAMATAN GEBANGKABUPATEN PURWOREJO ANALISIS FONOLOGI DAN LEKSIKOLOGI BAHASA JAWA DI DESAPAKEM KECAMATAN GEBANGKABUPATEN PURWOREJO Pramu Tri Kurniawan Universitas Muhammadiyah Purworejo e-mail: Pramukurniawan@yahoo.com Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada bentuknya yang sekarang sudah pasti bahasa-bahasa itu mengalami

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada bentuknya yang sekarang sudah pasti bahasa-bahasa itu mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa-bahasa yang hidup dewasa ini tidak muncul begitu saja. Sebelum sampai pada bentuknya yang sekarang sudah pasti bahasa-bahasa itu mengalami perjalanan

Lebih terperinci

ISTILAH ALAT TEKNOLOGI TRADISIONAL PERTANIAN SAWAH Sunda WULUKU BAJAK DAN PERSEBARANNYA SECARA GEOGRAFIS

ISTILAH ALAT TEKNOLOGI TRADISIONAL PERTANIAN SAWAH Sunda WULUKU BAJAK DAN PERSEBARANNYA SECARA GEOGRAFIS ISTILAH ALAT TEKNOLOGI TRADISIONAL PERTANIAN SAWAH Sunda WULUKU BAJAK DAN PERSEBARANNYA SECARA GEOGRAFIS SundaNESE TERM WULUKU PLOW IN RICE FARMING TRADITIONAL TECHNOLOGY AND ITS GEOGRAPHICAL SPREAD Wahya

Lebih terperinci

K A N D A I. PEMERTAHANAN BAHASA JAWA DI WILAYAH SOLO-YOGYA (Javanese Language Retention in Solo and Yogya)

K A N D A I. PEMERTAHANAN BAHASA JAWA DI WILAYAH SOLO-YOGYA (Javanese Language Retention in Solo and Yogya) K A N D A I Volume 9 No. 1, Mei 2013 Halaman 49-58 PEMERTAHANAN BAHASA JAWA DI WILAYAH SOLO-YOGYA (Javanese Language Retention in Solo and Yogya) Wiwik Yulianti Mahasiswa S2 Jurusan Linguistik Deskriptif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Melayik, termasuk Kerinci dan Iban. Selain bahasa-bahasa tersebut, bahasa

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Melayik, termasuk Kerinci dan Iban. Selain bahasa-bahasa tersebut, bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Minangkabau merupakan bahasa yang masuk ke dalam kelompok bahasa Melayik, termasuk Kerinci dan Iban. Selain bahasa-bahasa tersebut, bahasa Melayu Standar, Serawai,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Dalam bagian ini diuraikan (1) latar belakang, (2) masalah, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, dan (5) struktur organisasi penulisan. Adapun uraiannya sebagai berikut. 1.1

Lebih terperinci

KAJIAN LEKSIKOSTATISTIK BAHASA MUNA, BAHASA CIA-CIA DAN BAHASA WOLIO DI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN LEKSIKOSTATISTIK BAHASA MUNA, BAHASA CIA-CIA DAN BAHASA WOLIO DI SULAWESI TENGGARA 1 KAJIAN LEKSIKOSTATISTIK BAHASA MUNA, BAHASA CIA-CIA DAN BAHASA WOLIO DI SULAWESI TENGGARA Oleh La Ode Rely (Ketua) Fatmah AR. Umar (Anggota 1) Salam (Anggota 2) Universitas Negeri Gorontalo Program Studi

Lebih terperinci

KAJIAN DIALEKTOLOGIS DAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF SEBAGAI SARANA MEMETAKAN BAHASA DAERAH DI PROVINSI JAWA TIMUR

KAJIAN DIALEKTOLOGIS DAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF SEBAGAI SARANA MEMETAKAN BAHASA DAERAH DI PROVINSI JAWA TIMUR KAJIAN DIALEKTOLOGIS DAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF SEBAGAI SARANA MEMETAKAN BAHASA DAERAH DI PROVINSI JAWA TIMUR Awaludin Rusiandi Balai Bahasa Jawa Timur Gambaran umum penelitian kebahasaan di lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun kelompok. Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya, merupakan sebuah sistem yang saling terkait satu sama lain. Manusia dalam menjalani kehidupannya

Lebih terperinci

Upaya Bahasa Jawa Mengakomodasi Tulisan Ilmiah: Tanda-Tanda Impotensi atau Komplikasi?

Upaya Bahasa Jawa Mengakomodasi Tulisan Ilmiah: Tanda-Tanda Impotensi atau Komplikasi? Upaya Bahasa Jawa Mengakomodasi Tulisan Ilmiah: Tanda-Tanda Impotensi atau Komplikasi? Oleh: Djatmika Universitas Sebelas Maret Surakarta Abstrak Makalah ini membahas kemampuan bahasa Jawa sebagai media

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi dan kedudukan bahasa daerah sangat penting karena tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi dan kedudukan bahasa daerah sangat penting karena tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fungsi dan kedudukan bahasa daerah sangat penting karena tidak dapat dipisahkan dari pengembangan bahasa nasional. Salah satu upaya untuk mengembangkan bahasa

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. akal budi untuk memahami hal-hal tersebut. Sebuah konsep yang kita tulis harus

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. akal budi untuk memahami hal-hal tersebut. Sebuah konsep yang kita tulis harus BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut Kridalaksana (1984:106), konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam BAB I, peneliti memaparkan hal-hal yang melatarbelakangi penelitian, uraian masalah, tujuan dan manfaat dari penelitian ini.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam BAB I, peneliti memaparkan hal-hal yang melatarbelakangi penelitian, uraian masalah, tujuan dan manfaat dari penelitian ini. BAB I PENDAHULUAN Dalam BAB I, peneliti memaparkan hal-hal yang melatarbelakangi penelitian, uraian masalah, tujuan dan manfaat dari penelitian ini. A. Latar Belakang Bahasa Indonesia merupakan bahasa

Lebih terperinci

ANALISIS MAKNA DALAM RAGAM DIALEK LOKAL ACEH BESAR DALAM BAHASA ACEH

ANALISIS MAKNA DALAM RAGAM DIALEK LOKAL ACEH BESAR DALAM BAHASA ACEH 47-51 ANALISIS MAKNA DALAM RAGAM DIALEK LOKAL ACEH BESAR DALAM BAHASA ACEH Asriani, Harunnun Rasyid dan Erfinawati Universitas Serambi Mekkah Email : asrianiusm82@gmail.com Diterima 14 Oktober 2017/Disetujui

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Kajian pustaka menguraikan penelitian-penelitian yang dijadikan acuan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Kajian pustaka menguraikan penelitian-penelitian yang dijadikan acuan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka menguraikan penelitian-penelitian yang dijadikan acuan dalam menyusun landasan atau kerangka teori. Kajian pustaka berfungsi

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. Istilah dialek berasal dari bahasa Yunani dialektos. Pada mulanya istilah

BAB II KERANGKA TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. Istilah dialek berasal dari bahasa Yunani dialektos. Pada mulanya istilah BAB II KERANGKA TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Dialek Istilah dialek berasal dari bahasa Yunani dialektos. Pada mulanya istilah tersebut dipergunakan dalam hubungan bahasa. Di Yunani terdapat

Lebih terperinci

PERUBAHAN FONEM DALAM TUTURAN BAHASA MUNA OLEH MASYARAKAT DESA WAKORAMBU KECAMATAN BATALAIWORU KABUPATEN MUNA

PERUBAHAN FONEM DALAM TUTURAN BAHASA MUNA OLEH MASYARAKAT DESA WAKORAMBU KECAMATAN BATALAIWORU KABUPATEN MUNA 1 PERUBAHAN FONEM DALAM TUTURAN BAHASA MUNA OLEH MASYARAKAT DESA WAKORAMBU KECAMATAN BATALAIWORU KABUPATEN MUNA Husniar Saribu Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Budaya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam bagian ini diuraikan (1) lokasi dan subjek penelitian, (2) desain penelitian, (3) metode penelitian, (4) definisi operasional, (5) instrumen penelitian, (6) teknik pengumpulan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif karena peneliti menggambarkan gejala bahasa di daerah pengamatan berupa variasi

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI LINGUISTIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

PROGRAM STUDI LINGUISTIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA REFLEKS FONEM-FONEM PROTO-AUSTRONESIA PADA BAHASA JAWA DIALEK BANYUMAS DAN TENGGER: KAJIAN DIALEKTOLOGI DIAKRONIS TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Linguistik

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. bentuk kosakata dasar bahasa Sunda di Kecamatan Sagaranten maka dapat

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. bentuk kosakata dasar bahasa Sunda di Kecamatan Sagaranten maka dapat 161 BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil pembahasan pada BAB 4 yang mencakup deskripsi bentuk kosakata dasar bahasa Sunda di Kecamatan Sagaranten maka dapat diambil simpulan sebagai

Lebih terperinci

RPKPS RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER

RPKPS RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER RPKPS RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER Nama Mata Kuliah : DIALEKTOLOGI DIAKRONIS Kode : LKB504 Sks : Nama Dosen : Prof. Dr. Hj. NADRA, M.S. Prodi : S Linguistik PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (2003:53) mengatakan bahwa bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. (2003:53) mengatakan bahwa bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Sumatera Barat merupakan daerah yang sebagian besar masyarakatnya menggunakan bahasa Minangkabau dalam berkomunikasi dan bersosialisasi dalam kehidupan sehari-hari.

Lebih terperinci

LEKSIKON RELIK BAHASA JAWA PADA DIALEK WONOSOBO

LEKSIKON RELIK BAHASA JAWA PADA DIALEK WONOSOBO LEKSIKON RELIK BAHASA JAWA PADA DIALEK WONOSOBO Assifa Wildan Wijayani Undip Semarang, Jawa Tengah, Indonesia Email: assifawildan@gmail.com ABSTRACT Wijayani, Assifa Wildan. "Javanese Relic Lexicon on

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN. Studi kasus..., Kartika, FIB UI, 2010.

BAB 5 SIMPULAN. Studi kasus..., Kartika, FIB UI, 2010. BAB 5 SIMPULAN Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, dapat disimpulkan beberapa hal berikut ini: 1. Ditemukan perubahan kosakata di seluruh titik pengamatan di wilayah Kabupaten Bogor. Dalam

Lebih terperinci

Rendi Rismanto* ABSTRAK

Rendi Rismanto* ABSTRAK Kekerabatan Kosakata Bahasa Sunda dengan Bahasa Melayu Betawi di Kota Tangerang Selatan: Kajian Linguistik Historis Komparatif Oleh Rendi Rismanto* 180110080010 ABSTRAK Skripsi ini berjudul Kekerabatan

Lebih terperinci

ROSI SUSANTI NIM

ROSI SUSANTI NIM INTERFERENSI SUB DIALEK MELAYU MANTANG TERHADAP PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA MASYARAKAT KAMPUNG CENUT KABUPATEN BINTAN ARTIKEL E-JOURNAL ROSI SUSANTI NIM 120388201236 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN

Lebih terperinci

PERUBAHAN BUNYI FONEM PADA KOSAKATA BAHASA INDONESIA DALAM KOSAKATA BAHASA MELAYU THAILAND

PERUBAHAN BUNYI FONEM PADA KOSAKATA BAHASA INDONESIA DALAM KOSAKATA BAHASA MELAYU THAILAND ` 163 PERUBAHAN BUNYI FONEM PADA KOSAKATA BAHASA INDONESIA DALAM KOSAKATA BAHASA MELAYU THAILAND Markub Universitas Islam Darul Ulum (UNISDA) Lamongan Email: maskub2@yahoo.co.id Abstrak Bahasa merupakan

Lebih terperinci