BAB I PENDAHULUAN. banyak di antara bahasa-bahasa daerah di Indonesia. Bahasa Jawa digunakan oleh

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. banyak di antara bahasa-bahasa daerah di Indonesia. Bahasa Jawa digunakan oleh"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa Jawa merupakan bahasa yang memiliki jumlah penutur paling banyak di antara bahasa-bahasa daerah di Indonesia. Bahasa Jawa digunakan oleh masyarakat etnis Jawa yang sebagian besar tinggal di Pulau Jawa, khususnya di Provinsi Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, dan Banten. Di samping itu, bahasa Jawa juga dipakai di beberapa tempat lain di luar Pulau Jawa, seperti di Lampung, sekitar Medan, daerah-daerah transmigrasi di Indonesia, di antaranya: sebagian Provinsi Riau, Jambi, Kalimantan Tengah, dan beberapa tempat di luar negeri, yaitu Suriname, Belanda, New Caledonia, dan Pantai Barat Johor (Malaysia) (Marsono, 2011: 12). Luasnya daerah persebaran bahasa Jawa di Pulau Jawa menyebabkan munculnya banyak variasi dialek bahasa Jawa, seperti yang ditemukan di beberapa daerah, termasuk di Kabupaten Purworejo. Luasnya wilayah pemakaian bahasa Jawa tersebut merupakan salah satu penyebab munculnya berbagai varian atau dialek bahasa Jawa, di antaranya dialek Pekalongan, Banyumas, Kebumen, Purworejo, Yogyakarta, dan Solo (Fernandez, 1993: 6). Luasnya wilayah pakai bahasa Jawa itu secara tidak disadari dipengaruhi oleh lingkungannya masing-masing, antara lain 1) politik dan budaya (keraton), 2) lingkungan alam, seperti alam pegunungan di wilayah Gunung Bromo yang 1

2 memengaruhi terbentuknya bahasa Jawa dialek Tengger, dan 3) bahasa-bahasa daerah lain, seperti bahasa Sunda yang berdekatan dengan bahasa Jawa di wilayah Jawa Tengah bagian barat memengaruhi bahasa Jawa dialek Banyumas. Pengaruh-pengaruh seperti itu menyebabkan bahasa Jawa memiliki variasi fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon. Namun, bahasa Jawa tersebut masih dapat dipahami oleh pemakainya dalam berkomunikasi dan mereka tetap merasa memiliki bahasa yang satu, yakni bahasa Jawa (Zulaeha, 2010: 74). Demikian halnya yang terjadi di Kabupaten Purworejo, keadaan kebahasaannya juga dipengaruhi oleh faktor politik dan budaya, keadaan alam, dan dialek-dialek daerah lain. Uhlenbeck (1982: 75 dalam Zulaeha, 2010: 74) menyatakan bahwa bahasa Jawa mempunyai 4 dialek dan 13 subdialek. Keempat dialek bahasa Jawa itu adalah dialek 1) Banyumas, 2) Pesisir, 3) Surakarta, dan 4) Jawa Timur. Adapun ketiga belas subdialek bahasa Jawa itu adalah subdialek 1) Purwokerto, 2) Kebumen, 3) Pemalang, 4) Banten Utara, 5) Tegal, 6) Semarang, 7) Rembang, 8) Surakarta (Solo), 9) Yogyakarta, 10) Madiun, 11) Surabaya, 12) Banyuwangi, dan 13) Cirebon. Dialek Yogyakarta dan Solo merupakan dialek bahasa Jawa yang dianggap baku. Dialek-dialek tersebut sering memperlihatkan perbedaanperbedaan yang mencolok. Untuk memahami perbedaan-perbedaan tersebut perlu diadakan penelitian yang lebih mendalam terhadap dialek-dialek yang ada. Batas daerah pakai bahasa Jawa dialek Jawa Tengah bagian barat (bahasa Jawa dialek Banyumas, kemudian disingkat BJDB) dan bahasa Jawa dialek Jawa Tengah bagian timur (bahasa Jawa dialek Yogyakarta, kemudian disingkat BJDY) 2

3 berada di Kabupaten Kebumen dan Kabupaten Purworejo. Kabupaten Purworejo merupakan salah satu kabupaten yang terletak di daerah perbatasan antara kedua wilayah pakai dialek tersebut. Kabupaten Purworejo berbatasan dengan Kabupaten Wonosobo (Provinsi Jawa Tengah) di sebelah utara, Samudera Hindia di sebelah selatan, Kabupaten Kebumen (Provinsi Jawa Tengah) di sebelah barat, Kabupaten Kulonprogo (Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta) di sebelah timur, dan Kabupaten Magelang (Provinsi Jawa Tengah) di sebelah timur laut. Berdasarkan letak geografisnya tersebut, dapat diketahui bahwa letak Kabupaten Purworejo berada di perbatasan dua kebudayaan, yaitu kebudayaan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan kebudayaan Banyumasan (Jawa Tengah barat daya). Faktor geografis terkait dengan jarak (jauh atau dekat) suatu daerah dengan pusat budaya dan pengaruh daerah perbatasan turut memengaruhi variasi kebahasaan tiap-tiap daerah di Kabupaten Purworejo. Dilihat dari sudut pandang bahasa, bahasa Jawa Purworejo (selanjutnya disingkat BJP) merupakan dialek bahasa transisi atau campuran antara bahasa Jawa dialek Yogyakarta dan bahasa Jawa dialek Kebumen (selanjutnya disingkat BJDK) yang banyak diwarnai oleh dialek Banyumas. Daerah yang dipengaruhi oleh BJDY meliputi daerah-daerah di bagian timur yang berbatasan dengan Kabupaten Kulonprogo, yaitu Kecamatan Purwodadi, Bagelen, Kaligesing, dan Loano. Tuturan yang digunakan oleh masyarakat di daerah ini menunjukkan ciri-ciri linguistik yang mirip dengan bahasa Jawa dialek Yogyakarta. Daerah yang mendapat pengaruh dari BJDK mencakupi daerah-daerah di bagian barat yang berbatasan dengan Kabupaten 3

4 Kebumen, yaitu Kecamatan Grabag, Butuh, dan Pituruh. Masyarakat tuturnya memiliki karakteristik pemakaian bahasa Jawa yang mirip dengan pemakaian bahasa Jawa di Kabupaten Kebumen. Daerah di bagian tengah yang terdiri dari Kecamatan Purworejo, Banyuurip, Bayan, Kutoarjo, Kemiri, Gebang, dan Ngombol dimungkinkan tuturan yang digunakan oleh masyarakatnya merupakan tuturan asli BJP yang dapat dijadikan sebagai standar bagi tuturan daerah-daerah lain di kabupaten tersebut. Selain itu, terdapat dua kecamatan yang berbatasan dengan wilayah kabupaten lain, yaitu Kecamatan Bruno dan Bener. Kecamatan Bruno berbatasan dengan Kabupaten Wonosobo (Provinsi Jawa Tengah), sedangkan Kecamatan Bener berbatasan dengan Kabupaten Magelang (Provinsi Jawa Tengah). Kedua kecamatan ini terletak di bagian utara dan timur laut wilayah Kabupaten Purworejo. Berkaitan dengan wilayah Kabupaten Purworejo menurut topografinya, sebagian besar wilayah Kabupaten Purworejo berupa dataran rendah, yaitu di bagian selatan, tengah, dan barat, meliputi seluruh Kecamatan Grabag, Ngombol, Purwodadi dan sebagian besar Kecamatan Purworejo, Banyuurip, Bayan, Kutoarjo, Butuh, dan Pituruh. Sedangkan bagian utara dan timur Kabupaten Purworejo yang meliputi seluruh Kecamatan Kaligesing, Bruno dan sebagian besar Kecamatan Bagelen, Kemiri, Gebang, Loano, dan Bener memiliki kenampakan/ bentang alam berupa dataran tinggi, yang merupakan bagian dari Pegunungan Serayu dan Pegunungan Menoreh (Data BPS Kabupaten Purworejo Tahun 2009). 4

5 Dengan keadaan geografis seperti telah diuraikan di atas, dapat ditunjukkan bahwa masyarakat Purworejo merupakan masyarakat tutur yang memiliki ciri-ciri linguistik yang unik. Keunikan karakteristik linguistiknya terlihat karena adanya pengaruh dari dua ciri dialek yang berbeda, yaitu dialek Yogyakarta dan dialek Kebumen yang banyak diwarnai oleh dialek Banyumas. Di Kabupaten Purworejo terdapat penutur yang tuturannya mencerminkan ciri-ciri kedua dialek tersebut. Pemilihan Kabupaten Purworejo sebagai lokasi penelitian pemakaian bahasa Jawa dengan tinjauan geografi dialek didasarkan pada beberapa alasan yang diperlihatkan dalam pengamatan sementara (prasurvei) di lapangan sebagai berikut. Pertama, Kabupaten Purworejo secara geografis terletak di antara dua wilayah pakai bahasa Jawa yang berbeda, yaitu wilayah pakai bahasa Jawa dialek Yogyakarta dan wilayah pakai bahasa Jawa dialek Kebumen. Kabupaten Purworejo berbatasan dengan Kabupaten Kulonprogo (Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta) di sebelah timur dan Kabupaten Kebumen (Provinsi Jawa Tengah) di sisi barat. Berdasarkan letak geografisnya tersebut, dapat diketahui bahwa Kabupaten Purworejo berada di perbatasan dua kebudayaan, yaitu kebudayaan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan kebudayaan Banyumasan (Jawa Tengah barat daya). Kedua, dari hasil pengamatan sementara (prasurvei) di lapangan, Kabupaten Purworejo memiliki karakteristik pemakaian bahasa Jawa yang berbeda dengan pemakaian bahasa Jawa baku di Yogyakarta dan pemakaian 5

6 bahasa Jawa di Kabupaten Kebumen karena BJP merupakan dialek transisi atau campuran antara bahasa Jawa dialek Yogyakarta dan bahasa Jawa dialek Kebumen. Ketiga, beberapa titik pengamatan penelitian berada di sisi selatan Pegunungan Serayu dan di sisi barat Pegunungan Menoreh. Faktor ketinggian tempat sehingga sebuah daerah mudah atau sulit dijangkau oleh alat transportasi turut memengaruhi variasi BJP di tiap daerah. Penutur yang tinggal di daerah yang secara geografis letaknya terpencil dan jalur perhubungannya relatif sukar sehingga menimbulkan hambatan komunikasi antarpenutur, berkemungkinan memiliki bahasa atau dialek tersendiri. Sebaliknya, penutur yang secara geografis tinggal berdekatan dan jalur perhubungannya relatif mudah serta didukung oleh sarana dan prasarana transportasi yang memadai, berkemungkinan memiliki bahasa atau dialek yang sama. Namun demikian, dalam kenyataannya, hal itu juga tidak berlaku sepenuhnya. Keempat, adanya perubahan politik. Berdasarkan catatan sejarah, Kabupaten Purworejo dahulu merupakan daerah yang berada di bawah kuasa administrasi dari Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (daerah pusat budaya). Keadaan kebahasaan pada waktu itu banyak dipengaruhi oleh pemakaian bahasa Jawa daerah pusat budaya (bahasa Jawa dialek Yogyakarta). Karena adanya perubahan politik, Kabupaten Purworejo kemudian sampai sekarang dimasukkan ke dalam wilayah administrasi Provinsi Jawa Tengah. Adanya perubahan status ini menyebabkan hubungan komunikasi masyarakat Purworejo dengan daerah-daerah yang masuk wilayah administrasi Provinsi 6

7 Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi jarang. Akibatnya, masyarakat Purworejo lebih sering berkomunikasi dengan masyarakat yang tinggal di daerah-daerah sewilayah administrasi Provinsi Jawa Tengah, seperti Kabupaten Kebumen, Wonosobo, dan Magelang. Hal ini memungkinkan terjadinya perubahan variasi tuturan pada BJP. Sejumlah gambaran di atas mendorong dilakukannya kajian geografi dialek bahasa Jawa di Kabupaten Purworejo. 1.2 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian Bahasa Jawa di Kabupaten Purworejo ini termasuk dalam kajian geografi dialek. Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan kajiannya pada geografi dialek yang bersifat sinkronis. Secara sinkronis, kajian geografi dialek dilakukan dengan cara membandingkan variasi tuturan antara satu titik pengamatan dengan titik pengamatan lain dalam masa yang sama. Geografi dialek merupakan salah satu cabang dari kajian dialektologi. Dialektologi merupakan cabang linguistik yang mempelajari variasi bahasa. Yang dimaksud dengan variasi bahasa adalah perbedaan-perbedaan bentuk yang terdapat dalam suatu bahasa. Perbedaan tersebut menyangkut semua unsur kebahasaan, yaitu fonologi, morfologi, leksikon, sintaksis, dan semantik. Penelitian ini berlokasi di Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah. Pemilihan Kabupaten Purworejo sebagai lokasi penelitian pemakaian bahasa Jawa dengan tinjauan geografi dialek dikarenakan tuturan bahasa Jawa yang dipakai oleh masyarakat di daerah ini memiliki kekhasan tersendiri yang tampak sebagai 7

8 perpaduan antara dua dialek bahasa Jawa yang berbeda, yaitu dialek Yogyakarta dan dialek Kebumen. Bahasa Jawa yang dikaji dalam penelitian ini adalah bahasa Jawa yang digunakan oleh masyarakat Purworejo dalam komunikasi keseharian, yaitu bahasa Jawa dalam bentuk ngoko. Bahasa Jawa Purworejo (BJP) secara umum memiliki tiga variasi tuturan, yaitu variasi tuturan BJP yang dipengaruhi oleh bahasa Jawa dialek Yogyakarta (BJDY), tuturan BJP yang mendapat pengaruh dari bahasa Jawa dialek Kebumen (BJDK), dan variasi tuturan BJP yang mendapat pengaruh dari dialek Yogyakarta dan dialek Kebumen sehingga tuturannya mencerminkan ciri-ciri kedua dialek tersebut. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan hasil pengamatan sementara (prasurvei) di lapangan, ada permasalahan kebahasaan yang perlu diteliti di wilayah Kabupaten Purworejo dengan pendekatan geografi dialek. Adapun permasalahan kebahasaan tersebut dirumuskan dengan pertanyaan berikut ini. 1. Sistem fonologi, morfologi, dan leksikon apa yang digunakan bahasa Jawa di Kabupaten Purworejo? 2. Bagaimanakah persebaran variasi ujaran bahasa Jawa di Kabupaten Purworejo berdasarkan sembilan titik pengamatan yang telah ditetapkan? 3. Bagaimanakah hubungan kekerabatan yang terjalin di antara semua titik pengamatan? 8

9 1.4 Tujuan Penelitian Berkaitan dengan latar belakang dan perumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk 1. mendeskripsikan secara sinkronis varian berbagai tataran kebahasaan yang meliputi variasi pada tataran fonologi, morfologi, dan leksikon bahasa Jawa yang digunakan di Kabupaten Purworejo; 2. memetakan persebaran variasi ujaran bahasa Jawa di Kabupaten Purworejo sesuai dengan sembilan titik pengamatan yang telah ditetapkan; dan 3. mendeskripsikan hubungan kekerabatan yang terjalin di antara semua titik pengamatan dengan menggunakan metode dialektometri. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoretis maupun secara praktis. Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan studi linguistik, utamanya dalam bidang dialektologi. Selain itu, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya mengingat pemakaian bahasa Jawa di Kabupaten Purworejo bersifat dinamis atau selalu berkembang. Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat membantu masyarakat dalam memahami dan berkomunikasi praktis menggunakan BJP. Hal ini dikarenakan tiap-tiap daerah di Kabupaten Purworejo memiliki tuturan yang berbeda. Dengan memahami tipetipe tuturan masing-masing daerah yang ada di Kabupaten Purworejo, diharapkan masyarakat tidak akan lagi menemui kendala dalam berkomunikasi. 9

10 1.6 Tinjauan Pustaka Kajian dialektologi telah banyak dilakukan, baik oleh para linguis maupun peneliti lainnya. Kajian-kajian tersebut meliputi kajian dialektologi secara umum maupun kajian dialektologi secara khusus, seperti kajian geografi dialek dan sosiodialektologi. Beberapa dari kajian tersebut dipaparkan berikut ini. Ayatrohaedi (1983) dalam Dialektologi: Sebuah Pengantar memaparkan kajian dialektologi secara umum. Dalam buku ini, Ayatrohaedi menjelaskan gambaran umum ihwal kajian geografi dialek dan memaparkan seluk-beluk penelitian geografi dialek, mulai dari teori, metode, sampai pada langkah-langkah penelitian. Mahsun (1995) dalam Dialektologi Diakronis: Sebuah Pengantar memfokuskan kajiannya pada dialektologi yang bersifat diakronis. Dalam buku ini, proses kemunculan kajian dialektologi dipaparkan secara dalam dan terperinci. Hal ini sejalan dengan pemikiran Mahsun yang menganggap bahwa kajian dialektologi sebagai kajian yang mengungkapkan secara tuntas suatu dialek atau subdialek yang hanya mungkin terjadi jika kajian tersebut tidak hanya berupa pemerian (bersifat sinkronis), tetapi juga bersifat historis (diakronis). Dalam buku ini, kajian geografi dialek tidak banyak dibicarakan. Mubarok (2007) dalam Penggunaan Bahasa Jawa di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah: Kajian Geografi Dialek mendeskripsikan perbedaan leksikal yang ada di dalam bahasa Jawa dialek Banyumas (BJDB) serta memetakan perbedaan leksikal tersebut. Hasil yang diperoleh adalah deskripsi perbedaan leksikal yang ada di dalam bahasa Jawa dialek Banyumas yang 10

11 dianalisis dengan menggunakan perhitungan dialektometri dan pemetaan perbedaan leksikal yang ditunjukkan dengan peta isoglos dan heteroglos. Selain itu, ditemukan pula karakteristik bahasa Jawa dialek Banyumas pada tataran fonologi, morfologi, dan semantik. Pujiyatno (2007) dalam Variasi Bahasa Jawa di Kabupaten Kebumen (Kajian Sosiodialektologi) meneliti pemakaian bahasa Jawa di Kabupaten Kebumen dengan menggunakan kajian sosiodialektologi, yaitu perpaduan kajian di bidang sosiolinguistik dan bidang dialektologi. Tujuan penelitian ini adalah (1) memerikan perbedaan variasi dialek bahasa Jawa di Kabupaten Kebumen pada tataran fonologi, morfologi, leksikon, dan tingkat tutur, (2) memetakan variasi dialek bahasa Jawa di Kabupaten Kebumen, (3) memerikan faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan tersebut secara geografis dan sosiokultural. Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari penelitian ini adalah (1) Kabupaten Kebumen merupakan daerah pertemuan dua dialek bahasa Jawa, yaitu bahasa Jawa dialek Banyumas, disebut bahasa Jawa Ngapak dan bahasa Jawa dialek Yogyakarta, disebut bahasa Jawa Bandek; (2) Daerah-daerah yang dilalui jalan raya atau memiliki akses yang lebih mudah untuk berhubungan dengan daerah lain, lebih mudah menerima pengaruh bahasa Jawa Bandek; (3) Daerah yang sulit dijangkau atau tidak memiliki akses hubungan dengan daerah lain, seperti di daerah pegunungan lebih mempertahankan bahasanya; (4) Daerah yang setengah-setengah karena pada zaman dahulu pernah ada jalan, tetapi kemudian tidak digunakan lagi dalam waktu yang lama, setelah mendapatkan pengaruh kemudian tertutup dari pengaruh selanjutnya sehingga mengalami variasi yang 11

12 lain; (5) Masuknya pengaruh bahasa Jawa Bandek, yaitu melalui leksikon, bukan melalui bunyi. Hal ini dikarenakan bunyi lebih sulit; (6) Perkembangan antara krama-ngoko dengan leksikon memiliki cara yang berbeda. Perkembangan kramangoko melalui bidang pendidikan dan jabatan-jabatan, seperti guru dan pamong desa; (7) Sebagian daerah BJKK, khususnya bagian barat Kabupaten Kebumen sudah memiliki bahasa krama Ngapak; (8) BJKK memiliki tingkat tutur krama model a dan o; dan (9) Adanya perbedaan bahasa Jawa dialek Bandek dan Ngapak di bidang fonologi. Ismiharta (2005) dalam Geografi Dialek Bahasa Jawa Kulonprogo memaparkan gejala bahasa di bidang fonetik dan morfologi bahasa Jawa Kulonprogo (BJKP), serta menemukan gejala uniknya. Dalam skripsi ini, Ismiharta melengkapi analisisnya dengan peta isoglos dan heteroglos, serta melakukan penghitungan secara statistik dengan metode dialektometri. Dari hasil penelitian, dapat diketahui bahwa kondisi geografis memberikan pengaruh yang besar terhadap variasi yang terjadi pada BJKP. Wilayah pegunungan memiliki kekhasan tuturan lebih banyak daripada wilayah dataran rendah dan daerah pesisir. Rohmatunnazilah (2007) dalam tesisnya yang berjudul Pemakaian Bahasa Jawa di Provinsi DIY (Tinjauan Sosiodialektologi) meneliti dialektologi dalam hubungannya dengan keadaan sosial masyarakat yang memengaruhi variasi pemakaian bahasa Jawa di Provinsi DIY (BJDIY). Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan variasi pemakaian BJDIY dengan menggunakan variabel sosial, yaitu dari latar belakang pekerjaan, pendidikan, dan usia penutur BJDIY. Dengan 12

13 mendasarkan diri pada perbedaan desa-kota, data penelitian diambil dari tiga titik pengamatan (TP) yang mewakili TP kota dan TP desa. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah: (1) BJDIY memiliki 8 fonem vokal dan 21 fonem konsonan; (2) Pada tataran morfologis, disimpulkan terjadi proses afiksasi, reduplikasi, dan pemajemukan; (3) Pada tataran sintaksis, disimpulkan bahwa berdasarkan fungsi yang berhubungan dengan situasi, pemakaian kalimat dalam BJDIY meliputi kalimat deklaratif, interogatif, dan imperatif; (4) Variasi leksikal yang terjadi dalam BJDIY menunjukkan gejala onomasiologis, epentesis, metatesis, dan disimilasi. Di samping itu, dalam BJDIY terdapat leksikon relik dan inovasi, baik yang terjadi secara internal maupun eksternal; dan (5) Variasi tingkat tutur dalam BJDIY terjadi pada tingkat tutur ngoko, madya, dan krama dengan ditandai oleh variasi kata tugas, kata krama, penanda fonologis, morfologis, dan leksikal. Nuryuniastuti (2007) dalam Variasi Pemakaian Bahasa Jawa di Gunungkidul (Kajian Geografi Dialek) mendeskripsikan pemakaian bahasa Jawa di Gunungkidul secara geografis dengan pembuatan isoglos dan heteroglos, menemukan variasinya, serta mendeskripsikan hubungan variasi bahasa antartitik pengamatan dengan perhitungan dialektometri. Dari hasil penelitian, dapat diketahui bahwa di Kabupaten Gunungkidul terdapat dua titik pengamatan yang hubungan kekerabatan antara titik pengamatan yang satu dengan titik pengamatan yang lain merupakan perbedaan dialek. Hal ini disebabkan oleh mobilitas penduduknya yang dipengaruhi oleh topografi dan ketinggian tempat. 13

14 Sejauh ini, belum ditemukan literatur yang membahas bahasa Jawa Purworejo (BJP) secara spesifik. Eka Yuli Astuti (2009) dalam Pemakaian Bahasa Jawa di Wilayah Eks Karesidenan Kedu Jawa Tengah (Kajian Sosiodialektologi) merupakan salah satu peneliti yang menyinggung bahasa Jawa Purworejo (BJP). Namun, dalam tesis tersebut BJP tidak dibahas secara khusus. Penelitian tersebut bersifat global dengan mencakup seluruh wilayah eks Karesidenan Kedu dan hanya mengambil sebagian dari wilayah Kabupaten Purworejo sebagai titik pengamatannya. 1.7 Landasan Teori Dialektologi pada dasarnya merupakan ilmu tentang dialek; atau cabang dari linguistik yang mengkaji perbedaan-perbedaan isolek 1 dengan memperlakukan perbedaan tersebut secara utuh (Mahsun, 1995: 11). Kridalaksana (2009: 49) mendefinisikan dialektologi sebagai cabang linguistik yang mempelajari variasi-variasi bahasa dengan memperlakukannya sebagai struktur yang utuh. Keraf (1996: 143) menyebut dialektologi dengan istilah geografi dialek. Geografi dialek adalah cabang ilmu bahasa yang khusus mempelajari variasivariasi bahasa berdasarkan perbedaan lokal dari semua aspeknya. Aspek bahasa yang dimaksud meliputi fonologi, morfologi, sintaksis, leksikon, dan semantik. Menurut Dubois, dkk., (1973: 230 dalam Ayatrohaedi, 1983: 29), geografi dialek adalah cabang dialektologi yang mempelajari hubungan yang terdapat di 1 Istilah isolek digunakan sebagai istilah netral untuk perbedaan dialek atau bahasa, seperti yang disarankan oleh Hudson (1970). 14

15 dalam ragam-ragam bahasa, dengan bertumpu kepada satuan ruang atau tempat terwujudnya ragam-ragam tersebut. Sosiodialektologi adalah cabang dialektologi yang mempelajari hubungan yang terdapat di dalam ragam-ragam bahasa, dengan bertumpu kepada satuan sosial ragam-ragam bahasa tersebut. Geografi dialek atau dialek geografi merupakan awal mula kajian dialektologi yang mendasarkan pada variasi bahasa secara struktural geografis. Adapun dialek sosial mendasarkan pada variasi bahasa pada kelompok-kelompok sosial masyarakat penuturnya (Zulaeha, 2010: 27). Geografi dialek mempunyai kedudukan yang penting di dalam ilmu bahasa umumnya dan dialektologi pada khususnya. Kedudukannya yang penting itu terutama disebabkan oleh alasan praktis. Dengan penelitian geografi dialek, maka sebenarnya pada saat dan kesempatan yang sama telah dapat diperoleh gambaran umum mengenai sejumlah dialek sehingga hal tersebut sangat menghemat waktu, tenaga, dan dana (Meillet, 1967: 78 dalam Ayatrohaedi, 1983: 31). Gambaran umum mengenai sejumlah dialek seperti dikatakan di atas baru akan tampak jelas jika semua gejala kebahasaan yang ditampilkan dari bahan yang terkumpul selama penelitian itu dipetakan. Oleh karena itu, kedudukan dan peranan peta bahasa di dalam kajian geografi dialek merupakan sesuatu yang secara mutlak diperlukan. Dengan peta-peta bahasa itu, baik persamaan maupun perbedaan yang terdapat di antara dialek-dialek yang diteliti itu dapat divisualisasikan (Ayatrohaedi, 1983: 31). 15

16 Penelitian dialektologi akan memunculkan deskripsi data (berian) penelitian. Pemetaan dalam bidang dialektologi berarti memindahkan data (berian) yang dikumpulkan dari daerah penelitian ke dalam peta dialektologi. Peta dialektologi merupakan representasi sifat-sifat yang ada di daerah penelitian. Ada tiga jenis peta dalam laporan hasil penelitian dialektologi. Ketiga peta tersebut adalah peta dasar, peta titik pengamatan, dan peta data. Peta dasar berisikan sifat-sifat (geografis) yang berhubungan dengan daerah penelitian, seperti sungai, gunung, dan danau. Peta titik pengamatan berisikan titik pengamatan penelitian. Adapun peta data berisikan data penelitian. Pemetaan berian dalam penelitian ini menggunakan sistem lambang. Penggunaan sistem lambang akan memudahkan peneliti dan terutama pembaca dalam membaca dan menafsirkan peta berian. Untuk membagi daerah penelitian ke dalam daerah dialek dapat digunakan metode dialektometri. Istilah dialektometri diperkenalkan oleh Seguy pada tahun Yang dimaksud dengan dialektometri adalah ukuran statistik yang digunakan untuk melihat seberapa jauh perbedaan yang terdapat pada tempattempat yang diteliti dengan membandingkan sejumlah unsur yang terkumpul dari tempat tersebut. Selanjutnya, metode ini telah digunakan oleh para peneliti dialektologi untuk membagi daerah bahasa ke dalam daerah dialek, subdialek, atau untuk melihat perbedaan pada tingkat wicara (Nadra dan Reniwati, 2009: 80). Semua teori yang telah disampaikan di atas dijadikan sebagai dasar dilaksanakannya penelitian bahasa Jawa Purworejo ini. 16

17 1.8 Prosedur, Data, dan Metode Penelitian Prosedur Penelitian Prosedur menyangkut tahapan atau urutan penggunaan teknik (Sudaryanto, 1992: 26). Dalam penelitian bahasa, prosedur memberikan gambaran urutan pekerjaan yang ditempuh dalam penelitian (Djajasudarma, 1993: 2). Penelitian ini dilakukan sesuai dengan prosedur dalam penelitian dialek sebagaimana dikemukakan oleh Fernandez (1993: 38 39). Menurut Jati Kesuma (2007: 28), penelitian yang sistematis adalah penelitian yang dilaksanakan dengan melewati tiga tahap, yaitu tahap persiapan, pelaksanaan, dan pelaporan hasil penelitian. Paparan ketiga tahap penelitian itu diuraikan berikut ini Tahap Persiapan Penelitian/ Prapenelitian Sebelum melaksanakan penelitian di lapangan, peneliti atau pengumpul data perlu mempersiapkan diri dengan hal-hal yang menyangkut penetapan daerah penelitian, perancangan instrumen atau daftar pertanyaan penelitian, dan pemilihan informan. Ketiga unsur ini sangat menentukan ketepatan dan kesahihan data. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menetapkan daerah pemakaian bahasa yang ingin diteliti dan menentukan titik pengamatan sekaligus satuan titik pengamatan. Dalam menentukan titik pengamatan, penelitian ini menggunakan kriteria Nothofer (1987: 5 dalam Mahsun, 1995: 103), yaitu secara kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif, kriteria yang digunakan adalah 1) daerah pengamatan itu tidak dekat atau bertetangga dengan kota besar, 2) 17

18 mobilitas penduduknya tergolong rendah (untuk sampel desa) dan tidak terlalu tinggi (untuk sampel kota), 3) berpenduduk maksimal jiwa, dan 4) usia titik pengamatan/ desa paling rendah 30 tahun. Secara kuantitatif, penentuan titik pengamatan dilakukan dengan memperhitungkan jarak antardaerah pengamatan. Jarak yang dapat digunakan untuk penentuan daerah pengamatan didasarkan pada jarak rata-rata antarsatuan daerah pengamatan yang ditentukan sebagai daerah pengamatan. Penentuan daerah pengamatan secara kuantitatif hanya dilakukan jika isolek yang digunakan di daerah-daerah pengamatan itu bersifat homogen atau diduga terdapat pemakaian bahasa Jawa yang menarik. Jika isolek yang digunakan bersifat heterogen, ukuran jarak tidak dipermasalahkan. Hal ini dikarenakan penelitian dialektologi lebih mementingkan pemakaian isolek yang beragam. Titik pengamatan dipilih dengan mempertimbangkan beberapa faktor, seperti letak secara geografis (jarak dari pusat kabupaten, jarak dengan titik pengamatan lain, adanya pemisah dengan titik pengamatan lain), sarana transportasi, dan kemungkinan adanya pengaruh dari dialek daerah lain. Penentuan satuan titik pengamatan terutama harus didasarkan pada kondisi linguistis daerah pakai bahasa yang dialek/ subdialeknya diteliti. Dialektologi pada hakikatnya mencari perbedaan penggunaan isolek, maka dalam proses penentuan satuan titik pengamatan, terlebih dahulu mencari informasi tentang sampai tingkat apa (menurut kriteria administratif) rata-rata perbedaan pemakaian isolek itu muncul (Mahsun, 1995: 102). 18

19 Berdasarkan kondisi linguistis daerah penelitian di Kabupaten Purworejo, maka satuan yang dijadikan sebagai titik pengamatan dalam penelitian ini adalah wilayah desa, mengingat rata-rata perbedaan pemakaian isolek itu muncul umumnya pada tingkat desa. Selain itu, penentuan wilayah desa sebagai acuan titik pengamatan juga dikarenakan satuan tersebut membatasi lokasi penelitian sehingga lokasi penelitian tidak terlalu luas jika dibandingkan dengan penggunaan kecamatan ataupun kabupaten sebagai satuan titik pengamatan. Penelitian ini berlokasi di Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Purworejo terdiri dari 16 kecamatan, yaitu Kecamatan Bagelen, Banyuurip, Bayan, Bener, Bruno, Butuh, Gebang, Grabag, Kaligesing, Kemiri, Kutoarjo, Loano, Ngombol, Pituruh, Purwodadi, dan Purworejo. Penelitian ini dilaksanakan pada medio April Juli 2011 (selama ± 4 bulan). Titik pengamatan (TP) dalam penelitian ini berjumlah 9 desa/ TP yang tersebar di 9 kecamatan untuk mewakili keseluruhan kecamatan yang ada di Kabupaten Purworejo. Berdasarkan temuan data di lapangan, kesembilan TP tersebut menunjukkan perbedaan bentuk variasi ujaran secara signifikan untuk mewakili daerah di Kabupaten Purworejo yang dipengaruhi oleh bahasa Jawa dialek Yogyakarta (BJDY), daerah yang mendapat pengaruh dari bahasa Jawa dialek Kebumen (BJDK), dan daerah yang mendapat pengaruh dari BJDY dan BJDK. Kesembilan TP tersebut adalah TP 1 (Desa Brunorejo, Kecamatan Bruno), TP 2 (Desa Kaligintung, Kecamatan Pituruh), TP 3 (Desa Wonosuko, Kecamatan Kemiri), TP 4 (Desa Gebang, Kecamatan Gebang), TP 5 (Desa Bleber, Kecamatan Bener), TP 6 (Desa Tambakrejo, Kecamatan Purworejo), TP 7 (Desa Sokoagung, Kecamatan 19

20 Bagelen), TP 8 (Desa Sokoharjo, Kecamatan Kutoarjo), dan TP 9 (Desa Klandaran, Kecamatan Ngombol). Setiap kecamatan dipilih satu desa yang letaknya tidak terlalu berdekatan dengan kecamatan lain karena dikhawatirkan akan mendapat pengaruh bahasa dari kecamatan lain tersebut. Sistem penomoran titik pengamatan tergantung pada bentuk peta daerah penelitian. Penomoran titik pengamatan dalam penelitian ini dilakukan dari atas ke bawah. Pemilihan model penomoran tersebut didasarkan pada pola persebaran kecamatan yang ada di Kabupaten Purworejo yang cenderung dari atas ke bawah. Pemilihan model penomoran yang tepat dapat memudahkan peneliti dalam membuat polygones de thiessen dan peta dialektometri. Titik pengamatan ditandai dengan bentuk elips untuk menghindari kerancuan dengan simbol lainnya pada saat pemberian simbol pada peta bahasa. Penomoran titik pengamatan dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini Gambar 1. Penomoran Titik Pengamatan Penelitian 20

21 Tabel 1. Titik Pengamatan Penelitian TP Daerah Pengamatan TP 1 Desa Brunorejo, Kecamatan Bruno TP 2 Desa Kaligintung, Kecamatan Pituruh TP 3 Desa Wonosuko, Kecamatan Kemiri TP 4 Desa Gebang, Kecamatan Gebang TP 5 Desa Bleber, Kecamatan Bener TP 6 Desa Tambakrejo, Kecamatan Purworejo TP 7 Desa Sokoagung, Kecamatan Bagelen TP 8 Desa Sokoharjo, Kecamatan Kutoarjo TP 9 Desa Klandaran, Kecamatan Ngombol Setelah selesai menetapkan lokasi penelitian dan menentukan titik pengamatan, langkah berikutnya adalah menyiapkan instrumen penelitian yang berupa daftar pertanyaan. Daftar pertanyaan merupakan instrumen yang sangat penting dalam penelitian dialektologi. Daftar pertanyaan ini dirancang sebelum peneliti terjun ke lapangan untuk mengumpulkan data. Daftar pertanyaan dalam penelitian ini disusun berdasarkan daftar 200 kosakata dasar Swadesh. Daftar tanyaan itu kemudian dikembangkan menjadi 400 pertanyaan (200 kosakata dasar Swadesh+200 kosakata tambahan) dalam bentuk gloss/ kosakata dialektal yang terbagi dalam medan makna 1) bagian-bagian tubuh manusia, 2) kata ganti orang dan istilah kekerabatan, 3) binatang dan bagian-bagian tubuhnya, 4) tumbuhan, bagian-bagian, buah, dan hasil olahannya, 5) alam, 6) rumah dan bagianbagiannya, 7) alat, 8) penyakit dan obat, 9) nama hari, 10) kata tanya dan kata penghubung, 11) bilangan dan ukuran, 12) waktu, musim, dan arah, 13) sifat, keadaan, dan warna, dan 14) aktivitas. Penyusunan daftar pertanyaan menurut medan makna tersebut dimaksudkan agar dapat memfokuskan pikiran informan pada satu topik pembicaraan ketika pertanyaan-pertanyaan itu diajukan dan dapat membantu analisis dalam melihat medan makna yang cukup representatif bagi 21

22 pemilahan isolek menjadi dialek/ subdialek (Kurath, 1972: 3 5 dan Healey, 1975: 4 dalam Fernandez, 1993: 21). Penelitian dialek yang hanya memakai 200 kosakata dasar Swadesh dianggap belum cukup memadai. Oleh karena itu, data tambahan diperlukan sebagai perluasan daftar tanyaan yang berguna untuk melengkapi berbagai informasi kebahasaan mengenai dialek bahasa yang diteliti. Selain berisi daftar 200 kosakata dasar Swadesh, daftar pertanyaan isinya juga menyangkut beberapa hal, seperti perbedaan linguistik yang pernah diamati oleh peneliti sendiri, katakata tertentu yang maknanya mungkin lebih dari satu unsur yang dipinjam, bentuk-bentuk kalimat sederhana, dan data tambahan sebagai perluasan daftar tanyaan. Dari daftar pertanyaan itu, diperoleh data leksikal. Data ini berguna untuk mencari tahu tingkat hubungan kekerabatan antar-isolek yang diteliti. Hubungan kekerabatan itu bisa bersifat bahasa atau dialek yang berbeda atau sama. Data itu juga dapat dimanfaatkan untuk kajian selanjutnya, misalnya untuk mengetahui hubungan kekerabatan dengan bahasa lain. Selain itu, dari daftar pertanyaan leksikal sekaligus pula diperoleh data fonologis (Francis, 1983: 55, Chambers dan Trudgill, 1980: dalam Nadra dan Reniwati, 2009: 53). Selain data kebahasaan, unsur lain yang memiliki peran penting dalam penelitian dialektologi adalah informan. Informan penelitian adalah orang yang memberikan informasi data dialek bahasa yang diteliti. Informan disebut juga pembahan oleh Ayatrohaedi (1979). Informan ini merupakan syarat mutlak dalam penelitian kebahasaan yang bersumber pada bahasa lisan. Informan penelitian 22

23 dialektologi dipilih dengan menggunakan kriteria tertentu. Dalam memilih informan, peneliti menggunakan kriteria yang dikemukakan oleh Ayatrohaedi (1979: 48 50), Nothofer (1991: 5), dan Fernandez (1992: 2). Dalam penelitian geografi dialek, diperlukan banyak informan sehingga dapat diperoleh gambaran yang lebih objektif mengenai situasi kebahasaan setempat (Samarin, 1988: 28 dalam Mahsun, 1995: 106). Untuk itu, dalam penelitian ini, setiap titik pengamatan (TP) dipilih tiga orang informan (satu informan primer, satu informan sekunder, dan satu informan tersier). Penunjukan informan tersier ini dikarenakan sebagian berian yang diberikan oleh informan primer dan sekunder di beberapa TP saling berbeda. Informan tersier berperan dalam memastikan berian yang dianggap mewakili variasi ujaran bahasa Jawa Purworejo di TP-TP tersebut. Agar kesahihan data terjamin, pemilihan seseorang untuk dijadikan informan harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut. a. Usia ideal seorang informan adalah berusia pertengahan (40 50 tahun) karena pada usia tersebut informan diasumsikan telah menguasai bahasa atau dialeknya, tetapi belum sampai pada taraf pikun. Informan yang terlalu muda atau terlalu tua dianggap kurang sesuai. b. Memiliki artikulator yang lengkap. Informan yang memiliki artikulator lengkap (tidak ompong, tidak cadel, dan sebagainya) dimungkinkan data yang diberikannya benar dan valid. c. Berpendidikan cukup (SD SMP). Maksudnya, latar pendidikan informan bukan berlatar pendidikan yang terlalu tinggi dan juga bukan berlatar pendidikan yang 23

24 terlalu rendah. Informan yang berlatar pendidikan terlalu tinggi dikhawatirkan bahasanya akan mendapat pengaruh kebahasaan dari luar, sedangkan informan yang memiliki latar pendidikan terlalu rendah dikhawatirkan akan kesulitan memahami pertanyaan yang diajukan dan tidak bisa memberikan data seperti yang diharapkan. d. Tidak buta huruf, karena pada proses wawancara, peneliti perlu meminta informan untuk menuliskan beberapa berian yang mereka ucapkan. Hal tersebut dilakukan untuk memastikan bahwa informan mengetahui dan menguasai berian yang mereka berikan kepada peneliti. e. Merupakan penduduk asli pribumi, sekurang-kurangnya sampai dua generasi di atasnya. Informan yang orang tuanya bukan merupakan penduduk pribumi dikhawatirkan bahasa/ dialek yang digunakannya mendapat pengaruh dari bahasa/ dialek orang tuanya. f. Menguasai bahasanya secara murni. Maksudnya, informan hanya sedikit mendapat pengaruh dari bahasa/ dialek yang digunakan di daerah lain. Meskipun demikian, hal tersebut tidak terlalu memengaruhi bahasa/ dialek asli informan. g. Mobilitas ke luar daerah kecil. Maksudnya, informan jarang/ tidak pernah melakukan perjalanan ke daerah lain karena hal ini menyangkut kemurnian bahasa, seperti yang diungkapkan di atas. h. Tidak pernah pergi ke luar daerahnya dalam jangka waktu yang lama. Informan yang pernah pergi ke luar daerahnya dalam jangka waktu yang lama 24

25 dikhawatirkan bahasanya akan mendapat pengaruh dari bahasa tempat mereka pernah tinggal tersebut. i. Bukan termasuk kelompok wong cilik. Informan yang dipilih bukan termasuk kelompok masyarakat dari kalangan bawah yang cenderung menutup diri terhadap orang asing. Jika orang tersebut dipilih sebagai informan, dikhawatirkan orang tersebut tidak akan memberikan data berian yang diharapkan oleh peneliti. Tahap selanjutnya adalah menyiapkan pendanaan dan mengurus perizinan, menyiapkan peta lokasi penelitian yang akan dikunjungi, menyiapkan alat perekam, kamera, peralatan tulis, dan borang/ bahan penelitian yang lain, dan melakukan survei awal ke lokasi penelitian sebelum kunjungan resmi dilakukan. Selain itu, beberapa hal yang tidak boleh dilalukan sebelum melaksanakan penelitian lapangan adalah mempelajari batas-batas administratif dan geografis dari daerah yang diteliti, mempelajari aspek-aspek sosio-kultural dari daerah yang akan diteliti, dan mempelajari tinjauan-tinjauan yang pernah dilakukan orang ihwal penelitian bahasa di daerah yang akan diteliti Tahap Pelaksanaan Penelitian Setelah semua tahap persiapan selesai dilakukan, penelitian lapangan bisa dilaksanakan. Penelitian dimulai dengan menyiapkan peta dasar yang memuat titik pengamatan dan lokasi desa yang akan didatangi (peta dasar linguistik dan peta daerah pengamatan dalam penelitian ini dapat dilihat pada lampiran). Langkah berikutnya adalah mengumpulkan data dari informan. 25

26 Dalam pelaksanaan/ proses wawancara dengan informan, peneliti terlebih dahulu memperkenalkan diri dan menyampaikan maksud dan tujuan dari penelitian yang dilakukan. Barulah kemudian peneliti mengajukan pertanyaan kepada informan. Pertanyaan yang diajukan berupa daftar kosakata dialektal yang sudah disusun secara berurutan menurut bidang semantik/ medan maknanya. Peneliti kemudian mencatat semua data berian dengan cermat disertai pemakaian alat perekam yang digunakan untuk mengecek kembali pengucapan semua data berian Tahap Pelaporan Hasil Penelitian/ Pascapenelitian Setelah penelitian lapangan selesai dilakukan, data berian informan yang berasal dari catatan dan rekaman kemudian melewati proses transkripsi fonetis dan tabulasi data. Semua data ditranskripsi secara baik dan ditata/ disajikan dalam bentuk tabel atau daftar untuk memudahkan pengamatan dan evaluasi. Transkripsi fonetis dalam penelitian ini menggunakan sistem lambang IPA (International Phonetic Association). Namun, sistem tersebut juga masih memiliki kekurangan dikarenakan banyaknya jenis bunyi yang ditemukan dalam bahasa-bahasa di dunia (Verhaar, 2006: 41). Tahap selanjutnya adalah memerikan varian berbagai tataran kebahasaan yang meliputi varian fonologi, morfologi, dan leksikon dari semua titik pengamatan. Dalam pemerian fonologi dialek, yang perlu dilakukan adalah menginventarisasikan sistem fonem yang umum berlaku di semua titik pengamatan. Aspek-aspek fonologis yang dideskripsikan adalah realisasi dan 26

27 distribusi fonem-fonem atau pemerian masalah alofon dari fonem-fonem yang berlaku secara umum dalam sistem fonem BJP. Data antara TP yang satu dengan TP yang lain lalu diperbandingkan untuk mengamati apa yang berlaku umum dan mencari perbedaan-perbedaan atau variasi menarik yang ada pada bahasa/ dialek yang diteliti. Perbedaan-perbedaan yang ditemukan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam peta dasar sesuai dengan tataran kebahasaan masing-masing (peta variasi fonologi, morfologi, dan leksikon). Pengisian berian ke dalam peta dasar dilakukan dengan menggunakan sistem lambang, yaitu dengan cara mengganti berian itu dengan lambang-lambang tertentu. Berian yang sama atau dianggap bersumber kepada satu bentuk dasar yang sama dinyatakan dengan lambang yang sama, dengan beberapa perbedaan kecil pada setiap ragam. Sementara untuk berian yang berbeda, digunakan lambang yang jelas perbedaannya. Pemakaian sistem lambang memudahkan penulisan di dalam peta bahasa karena penelitian ini memiliki titik pengamatan yang luas dan berian yang terkumpul terlalu banyak ragamnya di satu tempat (Ayatrohaedi, 1983: 53). Tahap selanjutnya adalah melakukan perhitungan statistik dengan metode dialektometri, membuat peta heteroglos, polygones de thiessen, dan peta dialektometri Data Penelitian Bahan, Data, dan Objek Penelitian Dalam penelitian bahasa, ada tiga hal yang sebaiknya dipahami dengan baik oleh peneliti bahasa. Ketiga hal tersebut adalah bahan, data, dan objek 27

28 penelitian. Bahan penelitian di bidang bahasa terdiri atas dua jenis, yaitu bahan mentah dan bahan jadi penelitian. Bahan mentah penelitian merujuk pada calon data, sedangkan bahan jadi merujuk pada data penelitian. Bahan mentah penelitian berupa sampel lingual, sedangkan bahan jadinya berupa data lingual. Bahan mentah atau calon data adalah segenap atau keseluruhan tuturan yang karena dipandang representatif, cukup mewakili, dan mengandung kelimpahan data, dipilih oleh peneliti (Jati Kesuma, 2007: 25). Populasi merupakan calon bahan mentah penelitian (Jati Kesuma, 2007: 25). Dalam penelitian bahasa, populasi itu adalah jumlah keseluruhan pemakaian bahasa tertentu yang tidak diketahui batas-batasnya akibat dari banyaknya orang yang memakai (dari ribuan sampai jutaan), lamanya pemakaian (di sepanjang hidup penutur-penuturnya), dan luasnya daerah serta lingkungan pemakaian (Sudaryanto, 1995: 36). Dalam penelitian ini, populasi lingualnya meliputi semua tuturan bahasa Jawa dengan berbagai aspek tataran kebahasaan (fonologi, morfologi, dan leksikon) yang ada di wilayah Kabupaten Purworejo. Sampel dipilih dari populasi, tetapi tidak berarti merupakan bentuk mini atau bonsaiannya populasi. Sampel merupakan bahan mentah atau calon data penelitian (Jati Kesuma, 2007: 25). Sampel lingual dalam penelitian ini adalah tuturan bahasa Jawa berkaitan dengan pemakaian bahasa Jawa di Kabupaten Purworejo yang telah ditetapkan dan disusun dalam instrumen penelitian yang berupa daftar pertanyaan. Adapun yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah tuturan bahasa Jawa yang dipakai oleh penutur/ penduduk asli Kabupaten Purworejo. Data 28

29 merupakan bahan jadi penelitian (Sudaryanto, 1995: 9). Data dijaring dari sampel penelitian. Pada hakikatnya, data adalah objek penelitian beserta dengan konteksnya (Sudaryanto, 1988: 10). Data dalam penelitian ini adalah daftar berian 200 kosakata dasar Swadesh dan daftar berian 200 kosakata tambahan yang telah diurutkan klasifikasinya ke dalam medan makna 1) bagian-bagian tubuh manusia, 2) kata ganti orang dan istilah kekerabatan, 3) binatang dan bagian-bagian tubuhnya, 4) tumbuhan, bagian-bagian, buah, dan hasil olahannya, 5) alam, 6) rumah dan bagian-bagiannya, 7) alat, 8) penyakit dan obat, 9) nama hari, 10) kata tanya dan kata penghubung, 11) bilangan dan ukuran, 12) waktu, musim, dan arah, 13) sifat, keadaan, dan warna, dan 14) aktivitas Metode Penelitian Metode dan Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan secara langsung ke lapangan, ke tempat sumber data berada. Melalui cara ini, peneliti secara langsung merasakan keadaan geografis, budaya, dan situasi kebahasaan masyarakat yang bersangkutan (Nadra dan Reniwati, 2009: 64). Metode pengumpulan data lapangan yang digunakan adalah metode cakap/ wawancara. Metode ini cocok dengan penelitian dialektologi yang bersumber pada data lisan. Metode cakap memiliki teknik dasar berupa teknik pancing dan teknik lanjutan berupa teknik cakap semuka, catat, dan rekam (Sudaryanto, 1994: 137). Pada praktiknya, percakapan atau metode cakap itu diwujudkan dengan pemancingan. Salah satu alat yang digunakan untuk memancing data dari informan adalah daftar 29

30 pertanyaan. Pemanfaatan teknik pancing ini diperlukan apabila informan kaku dalam menjawab pertanyaan dan mengalami kesulitan dalam mengeluarkan data. Teknik lanjutan metode cakap berupa teknik cakap semuka, catat, dan rekam (Sudaryanto, 1994: 137). Teknik cakap semuka mengharuskan peneliti dan informan bertatap muka. Teknik ini dapat disejajarkan dengan metode pupuan lapangan (Ayatrohaedi, 1983: 34). Dengan teknik ini, peneliti dapat mendengar dan memerhatikan langsung cara pelafalan jawaban informan dengan baik. Dengan demikian, kemungkinan terjadinya kesalahan dalam penulisan data kecil sekali. Teknik catat mengharuskan peneliti secara langsung mencatat jawaban yang diberikan informan pada bagian yang sudah disediakan di sebelah pertanyaan. Jawaban informan ditulis oleh peneliti dengan menggunakan lambang fonetis (transkripsi fonetis). Teknik ini merupakan teknik yang sangat penting karena hasil pencatatan jawaban merupakan data mentah yang akan dibawa ke tahap penelitian berikutnya, yaitu tahap analisis data. Selain teknik cakap semuka dan catat, teknik lanjutan lain yang digunakan adalah teknik rekam. Perekaman dilakukan pada waktu peneliti mewawancarai informan. Teknik ini dilaksanakan bersamaan dengan teknik catat. Dengan penggunaan media rekam, peneliti dapat memerhatikan cara pelafalan jawaban informan dengan baik. Rekaman itu dapat diputar kembali apabila muncul keraguan ketika mendeskripsikan data. Dengan adanya rekaman, pengecekan data tidak perlu dilakukan ke lapangan. 30

31 Metode dan Teknik Analisis Data Analisis data dilakukan sesudah data yang terjaring diklasifikasikan atau setelah tahap transkripsi fonetis dan tabulasi data selesai dilakukan. Pada tahap analisis data, metode yang digunakan adalah metode padan dengan teknik dasar berupa teknik pilah unsur penentu dan teknik lanjutan berupa teknik hubung banding (Sudaryanto, 1993: 22). Metode analisis data yang dipilih disesuaikan dengan karakter data yang diperoleh dan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini, metode padan digunakan untuk menganalisis adanya perbedaan-perbedaan unsur kebahasaan bahasa Jawa Purworejo (BJP) dengan bahasa Jawa baku/ standar (BJB). Unsur kebahasaan tersebut meliputi perbedaan fonetik-fonologi (variasi vokal dan konsonan), perbedaan morfologi (morfofonemik), dan perbedaan leksikon. Analisis perbandingan BJP dengan BJB dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang variasi dialektal dan tingkat pengaruh BJB terhadap BJP. Tingkat pengaruh itu dapat dianalisis berdasarkan tiga hal, yaitu persentase perbedaan, kemiripan, dan kesamaan dalam unsur fonetis-fonologis, morfologis (afiks-afiks yang digunakan dalam proses pembentukan kata, tipe reduplikasi yang juga digunakan dalam proses pembentukan kata, dan morfofonemik), dan leksikal (Fernandez, 1995) Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data Hasil analisis data dalam penelitian ini disajikan dengan metode formal dan informal. Penyajian dengan metode formal adalah perumusan dengan 31

32 menggunakan tanda dan lambang-lambang, sedangkan penyajian dengan metode informal adalah perumusan dengan menggunakan kata-kata biasa, termasuk penggunaan terminologi yang bersifat teknis (Sudaryanto, 1993: 145). Penyajian dengan metode formal digunakan dalam pengolahan data. Perumusan dengan menggunakan tanda dan lambang-lambang yang diwujudkan dalam bentuk rumus, tabel, gambar, dan bagan bertujuan untuk memudahkan penafsiran. Adapun penyajian dengan metode informal digunakan bersama dengan metode formal untuk memaparkan hasil analisis data. Perumusan dengan menggunakan kata-kata biasa, termasuk penggunaan terminologi yang bersifat teknis bertujuan untuk memudahkan pemahaman. 1.9 Sistematika Penyajian Skripsi ini terdiri dari enam bab, yaitu Bab I: Pendahuluan, berisi latar belakang masalah, ruang lingkup penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, prosedur, data, dan metode penelitian, dan sistematika penyajian. Bab II: Deskripsi Wilayah Kabupaten Purworejo, memaparkan faktor-faktor yang turut memengaruhi variasi kebahasaan tiap-tiap daerah/ titik pengamatan di Kabupaten Purworejo. Bab III: Deskripsi Bahasa Jawa Purworejo (BJP). Bab ini membahas identifikasi bunyibunyi bahasa dalam bahasa Jawa Purworejo (BJP) secara fonetis dan deskripsi aspek-aspek fonologis BJP, seperti jumlah, jenis, dan distribusi fonem, deskripsi aspek-aspek morfologis BJP, yang meliputi proses afiksasi, perulangan, dan pemajemukan, dan deskripsi aspek-aspek leksikal BJP. Bab IV: Variasi dan Peta 32

33 Bahasa Jawa Purworejo (BJP). Variasi pemakaian bahasa Jawa Purworejo (BJP) dalam bab ini ditinjau dari faktor lingual yang meliputi tataran fonologi, morfologi, dan leksikon. Bab V: Dialektometri, mendeskripsikan hubungan kekerabatan yang terjalin di antara semua titik pengamatan dengan menggunakan metode dialektometri. Bab VI: Penutup yang berisi kesimpulan dan saran. 33

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang tinggal pada daerah tertentu (lih. Sumarsono, 2010:21).

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang tinggal pada daerah tertentu (lih. Sumarsono, 2010:21). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Bahasa Indonesia terdapat bermacam-macam dialek. Istilah dialek merupakan sebuah bahasa yang digunakan oleh sekelompok masyarakat yang tinggal pada daerah tertentu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian mengenai isoglos dialek bahasa Jawa di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur ini termasuk dalam penelitian lapangan (field study) baik penelitian

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini. 2.1.1 Dialek Dialek berasal dari bahasa Yunani yaitu dialektos. Dialektologi merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dengan adanya bahasa, manusia bisa berintekrasi dengan manusia lainnya

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dengan adanya bahasa, manusia bisa berintekrasi dengan manusia lainnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi yang paling penting dalam kehidupan manusia. Dengan adanya bahasa, manusia bisa berintekrasi dengan manusia lainnya dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam bab ini akan dipaparkan metodologi penelitian yang mencakup desain penelitian, partisipasi dan tempat penelitian, pengumpulan data, dan analisis data. Adapun pemaparan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Dalam bagian ini diuraikan (1) latar belakang, (2) masalah, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, dan (5) struktur organisasi penulisan. Adapun uraiannya sebagai berikut. 1.1

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Berikut beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Berikut beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Berikut beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini. 2.1.1 Dialek Dialek berasal dari bahasa Yunani yaitu dialekto syang berarti varian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Jawa merupakan salah satu dari empat ratus bahasa daerah dan dialek yang

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Jawa merupakan salah satu dari empat ratus bahasa daerah dan dialek yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Jawa merupakan salah satu dari empat ratus bahasa daerah dan dialek yang terdapat di Indonesia. Sebagai salah satu bahasa daerah, bahasa Jawa memiliki

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

PEMETAAN PERBEDAAN Isolek di KABUPATEN INDRAMAYU. Oleh

PEMETAAN PERBEDAAN Isolek di KABUPATEN INDRAMAYU. Oleh PEMETAAN PERBEDAAN Isolek di KABUPATEN INDRAMAYU Oleh Dr. Andoyo Sastromiharjo, M.Pd., Sri Wiyanti, S.S.,M.Hum., Yulianeta, M.Pd. Dra. Novi Resmini, M.Pd., Hendri Hidayat, dan Zaenal Muttaqin FPBS Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa dapat didefinisikan sebagai alat bantu antara anggota atau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa dapat didefinisikan sebagai alat bantu antara anggota atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa dapat didefinisikan sebagai alat bantu antara anggota atau kelompok masyarakat untuk bekerja sama dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 1983: 17), dengan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Dialek Dialek adalah sebagai sistem kebahasaan yang dipergunakan oleh satu masyarakat untuk membedakannya dari masyarakat lain yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sarana berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sarana berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan sarana berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri dalam suatu masyarakat. Berbagai status sosial dan budaya dalam masyarakat sangat memengaruhi perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jawa memiliki jumlah penutur yang cukup besar, bahkan dapat dikatakan paling

BAB I PENDAHULUAN. Jawa memiliki jumlah penutur yang cukup besar, bahkan dapat dikatakan paling 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Jawa merupakan salah satu dari empat ratus bahasa daerah dan dialek yang terdapat di Indonesia. Sebagai salah satu bahasa daerah, bahasa Jawa memiliki

Lebih terperinci

Review Buku. Dialektologi Sebuah Pengantar oleh Ayat Rohaedi. Dialectology oleh J. K. Chambers dan Peter Trudgill

Review Buku. Dialektologi Sebuah Pengantar oleh Ayat Rohaedi. Dialectology oleh J. K. Chambers dan Peter Trudgill Review Buku Dialektologi Sebuah Pengantar oleh Ayat Rohaedi Dialectology oleh J. K. Chambers dan Peter Trudgill Dosen Pengampu: Dr. Inyo Yos Fernandez Oleh Intan Rawit Sapanti 12 / 339581 / PSA / 07324

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pula bahasa Jawa juga mengalami perkembangan. Dari bahasa Jawa kuno

BAB I PENDAHULUAN. pula bahasa Jawa juga mengalami perkembangan. Dari bahasa Jawa kuno BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Demikian pula bahasa Jawa juga mengalami perkembangan. Dari bahasa Jawa kuno berkembang menjadi bahasa Jawa tengahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan bentuk komunikasi masyarakat untuk saling berinteraksi sosial. Berbagai macam kelas sosial memengaruhi perkembangan bahasa yang digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang memiliki keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang memiliki keanekaragaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang memiliki keanekaragaman di berbagai bidang. Keanekaragaman bahasa dan budaya tercermin dari kegiatan dan aktifitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIS. Dialek merupakan khazanah kebudayaan suatu bangsa yang perlu dipelajari, dikaji, serta

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIS. Dialek merupakan khazanah kebudayaan suatu bangsa yang perlu dipelajari, dikaji, serta BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIS 2.1 Pengantar Dialek merupakan khazanah kebudayaan suatu bangsa yang perlu dipelajari, dikaji, serta dipelihara sebaik mungkin. Bidang ilmu yang mengkaji dialek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sangat penting digunakan oleh masyarakat di suatu daerah tertentu

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sangat penting digunakan oleh masyarakat di suatu daerah tertentu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa sangat penting digunakan oleh masyarakat di suatu daerah tertentu untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan masyarakat lainnya. Anggota masyarakat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab III diuraikan pembahasan mengenai () lokasi penelitian, () metode penelitian, () definisi operasional, () instrumen penelitian, () teknik pengumpulan, dan (6) sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi dalam aktivitas sehari-hari, termasuk dalam aktivitas di sekolah, di

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi dalam aktivitas sehari-hari, termasuk dalam aktivitas di sekolah, di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Mentawai merupakan bahasa yang digunakan oleh masyarakat yang berada di Kabupaten Kepulauan Mentawai. Bahasa Mentawai digunakan untuk berkomunikasi dalam aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu daerah di Indonesia dan suku Simalungun menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu daerah di Indonesia dan suku Simalungun menjadikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Batak Simalungun merupakan bahasa yang digunakan oleh suku Simalungun yang mendiami Kabupaten Simalungun. Bahasa Batak Simalungun merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat pendukungnya. Dalam perubahan masyarakat Indonesia telah terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat pendukungnya. Dalam perubahan masyarakat Indonesia telah terjadi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kedudukan bahasa sangat penting untuk manusia. Bahasa juga mencerminkan identitas suatu negara. Masalah kebahasaan di Indonesia tidak terlepas dari kehidupan

Lebih terperinci

BAHASA JAWA DI KABUPATEN PURBALINGGA (KAJIAN GEOGRAFI DIALEK)

BAHASA JAWA DI KABUPATEN PURBALINGGA (KAJIAN GEOGRAFI DIALEK) BAHASA JAWA DI KABUPATEN PURBALINGGA (KAJIAN GEOGRAFI DIALEK) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas

Lebih terperinci

ANALISIS FONOLOGI DAN LEKSIKOLOGI BAHASA JAWA DI DESAPAKEM KECAMATAN GEBANGKABUPATEN PURWOREJO

ANALISIS FONOLOGI DAN LEKSIKOLOGI BAHASA JAWA DI DESAPAKEM KECAMATAN GEBANGKABUPATEN PURWOREJO ANALISIS FONOLOGI DAN LEKSIKOLOGI BAHASA JAWA DI DESAPAKEM KECAMATAN GEBANGKABUPATEN PURWOREJO Pramu Tri Kurniawan Universitas Muhammadiyah Purworejo e-mail: Pramukurniawan@yahoo.com Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta (DIY), dan Jawa Timur. Anggota masyarakat bahasa biasanya

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta (DIY), dan Jawa Timur. Anggota masyarakat bahasa biasanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi atau alat interaksi yang hanya dimiliki manusia (Chaer dan Agustina,2010:11). Bahasa Jawa (BJ) merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. biasanya dalam wilayah yang multilingual, dipertentangkan dengan bahasa

BAB 1 PENDAHULUAN. biasanya dalam wilayah yang multilingual, dipertentangkan dengan bahasa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa daerah adalah bahasa yang digunakan penduduk asli suatu daerah, biasanya dalam wilayah yang multilingual, dipertentangkan dengan bahasa persatuan, bahasa nasional,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Keanekaragaman bahasa merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang tak

BAB 1 PENDAHULUAN. Keanekaragaman bahasa merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang tak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keanekaragaman bahasa merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang tak ternilai harganya. Bahasa dalam suatu masyarakat digunakan untuk berinteraksi dan berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB 3 METODE DAN TEKNIK PENELITIAN. Senada dengan tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini, yakni berusaha

BAB 3 METODE DAN TEKNIK PENELITIAN. Senada dengan tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini, yakni berusaha 16 BAB 3 METODE DAN TEKNIK PENELITIAN 3.1 Metode Kajian Senada dengan tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini, yakni berusaha menggambarkan secara objektif dan tepat aspek fonologi bahasa yang ada

Lebih terperinci

BAB 3 METODE DAN TEKNIK PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode

BAB 3 METODE DAN TEKNIK PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode 1 BAB 3 METODE DAN TEKNIK PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif yang berfungsi untuk mendeskripsikan variasi dialek dan hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan tanggapannya terhadap alam sekitar atau peristiwa-peristiwa yang dialami secara individual atau secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu ciri pembeda utama antara manusia dengan makhluk hidup lainnya. Selain

BAB I PENDAHULUAN. satu ciri pembeda utama antara manusia dengan makhluk hidup lainnya. Selain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia mempergunakan bahasa sebagai sarana komunikasi dalam hidup ini. Bahasa merupakan sebuah lambang dalam berkomunikasi. Bahasa menjadi salah satu ciri pembeda

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam bagian ini diuraikan (1) lokasi dan subjek penelitian, (2) desain penelitian, (3) metode penelitian, (4) definisi operasional, (5) instrumen penelitian, (6) teknik pengumpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses pemunculan variasi bahasa. Dalam kajian variasi bahasa diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. proses pemunculan variasi bahasa. Dalam kajian variasi bahasa diperlukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian tentang konvergensi dan divergensi berkaitan erat dengan proses pemunculan variasi bahasa. Dalam kajian variasi bahasa diperlukan sejumlah pemahaman terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diapit oleh dua bahasa dan budaya yang berbeda, yaitu Jawa dan Sunda, sedikit

BAB I PENDAHULUAN. diapit oleh dua bahasa dan budaya yang berbeda, yaitu Jawa dan Sunda, sedikit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembicaraan mengenai bahasa yang digunakan di Indramayu tidak terlepas dari pembicaraan tentang sejarah yang melatarbalakanginya. Indramayu, sebagai salah satu kabupaten

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. metode wawancara dengan teknik cakap, catat, dan rekam (Sudaryanto, 1988:7).

BAB III METODE PENELITIAN. metode wawancara dengan teknik cakap, catat, dan rekam (Sudaryanto, 1988:7). BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode wawancara dengan teknik cakap, catat, dan rekam (Sudaryanto, 1988:7). Dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. berupa kata-kata (Subroto, 2007:5). Hal ini sejalan dengan pendapat Frankel (1998:

BAB III METODE PENELITIAN. berupa kata-kata (Subroto, 2007:5). Hal ini sejalan dengan pendapat Frankel (1998: BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini termasuk dalam penelitian kualitatif karena data penelitian berupa kata-kata (Subroto, 2007:5). Hal ini sejalan dengan pendapat Frankel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun kelompok. Bahasa

Lebih terperinci

GEOGRAFI DIALEK BAHASA JAWA PESISIRAN DI DESA PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN

GEOGRAFI DIALEK BAHASA JAWA PESISIRAN DI DESA PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN GEOGRAFI DIALEK BAHASA JAWA PESISIRAN DI DESA PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN Apriyani Purwaningsih S2 Ilmu Linguistik Universitas Udayana apriyanipurwa@gmail.com Abstrak: Desa Paciran dipilih sebagai lokasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Deskriptif yaitu penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Deskriptif yaitu penelitian 61 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Deskriptif yaitu penelitian yang mendeskripsikan apa saja yang saat ini berlaku, khususnya dalam bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Jawa (selanjutnya disingkat BJ) merupakan bahasa ibu bagi penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Jawa (selanjutnya disingkat BJ) merupakan bahasa ibu bagi penduduk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Jawa (selanjutnya disingkat BJ) merupakan bahasa ibu bagi penduduk provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan jumlah penutur terbanyak di Indonesia, yakni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Jawa maupun di Pulau Bali, Pulau Sumatra, Pulau Kalimantan, dan pulaupulau

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Jawa maupun di Pulau Bali, Pulau Sumatra, Pulau Kalimantan, dan pulaupulau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian dialektologi yang meletakkan titik fokus pada kajian kebervariasian penggunaan bahasa dalam wujud dialek atau subdialek di bumi Nusantara, dewasa ini telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan demikian bahasa Jawa juga memiliki dialek yang tidak sedikit. dialek Banyuwangi, dialek Surabaya, dan dialek Jogjakarta.

BAB I PENDAHULUAN. Dengan demikian bahasa Jawa juga memiliki dialek yang tidak sedikit. dialek Banyuwangi, dialek Surabaya, dan dialek Jogjakarta. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Jawa merupakan salah satu dari lebih kurang 400 bahasa daerah dan dialek yang ada di Indonesia (Lembaga Bahasa Nasional dalam Skripsi Ginanjar, Widhi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kajian yang luas. Salah satu bidang kajian tersebut merupakan variasi fonologis. Penelitianpenelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. kajian yang luas. Salah satu bidang kajian tersebut merupakan variasi fonologis. Penelitianpenelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pengiventarisasian bahasa Minangkabau dalam berbagai aspek kebahasaan memang sudah banyak dilakukan oleh para peneliti bahasa. Penelitian mengenai bahasa memiliki kajian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Bahasa bervariasi karena anggota masyarakat penutur itu pun beragam. Banyak faktor yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap bahasa memiliki wilayah pemakaiannya masing-masing. Setiap wilayah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap bahasa memiliki wilayah pemakaiannya masing-masing. Setiap wilayah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bahasa memiliki wilayah pemakaiannya masing-masing. Setiap wilayah memiliki cara pemakaian bahasa yang berbeda-beda. Dialek merupakan disiplin ilmu yang mengkaji

Lebih terperinci

BENTUK FONOLOGI DAN LEKSIKON DIALEK BAHASA JAWA DESA JOGOPATEN KECAMATAN BULUSPESANTREN KABUPATEN KEBUMEN

BENTUK FONOLOGI DAN LEKSIKON DIALEK BAHASA JAWA DESA JOGOPATEN KECAMATAN BULUSPESANTREN KABUPATEN KEBUMEN BENTUK FONOLOGI DAN LEKSIKON DIALEK BAHASA JAWA DESA JOGOPATEN KECAMATAN BULUSPESANTREN KABUPATEN KEBUMEN Oleh: Asih Kurniawati pendidikan bahasa dan sastra jawa acih_kurnia@yahoo.co.id ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

1. Metode dan Teknik Penyediaan Data dalam Penelitian Dialektologi. mengamati, menjelaskan, dan menganalisis suatu fenomena atau data.

1. Metode dan Teknik Penyediaan Data dalam Penelitian Dialektologi. mengamati, menjelaskan, dan menganalisis suatu fenomena atau data. MATERI PELATIHAN PENELITIAN DIALEKTOLOG: SEPINTAS TENTANG METODE DAN TEKNIK PENYEDIAAN DAN ANALISIS DATA SERTA METODE PENYAJIAN HASIL ANALISIS DATA 1) Oleh Wahya 2) 1. Metode dan Teknik Penyediaan Data

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Kecamatan Kejaksan Kota Cirebon dalam bidang fonologi, morfologi, dan

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Kecamatan Kejaksan Kota Cirebon dalam bidang fonologi, morfologi, dan BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Penelitian mengenai penggunaan bahasa Jawa dialek Cirebon di Kecamatan Kejaksan Kota Cirebon dalam bidang fonologi, morfologi, dan leksikal dengan memanfaatkan tinjauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Dalam bab I diuraikan pembahasan mengenai (1) latar belakang penelitian, (2) masalah penelitian, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, dan (5) stuktur organisasi skripsi. Adapun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif karena peneliti menggambarkan gejala bahasa di daerah pengamatan berupa variasi

Lebih terperinci

ANALISIS MAKNA DALAM RAGAM DIALEK LOKAL ACEH BESAR DALAM BAHASA ACEH

ANALISIS MAKNA DALAM RAGAM DIALEK LOKAL ACEH BESAR DALAM BAHASA ACEH 47-51 ANALISIS MAKNA DALAM RAGAM DIALEK LOKAL ACEH BESAR DALAM BAHASA ACEH Asriani, Harunnun Rasyid dan Erfinawati Universitas Serambi Mekkah Email : asrianiusm82@gmail.com Diterima 14 Oktober 2017/Disetujui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alat komunikasi. Bahasa dijadikan sebagai ciri atau identitas diri oleh

BAB I PENDAHULUAN. alat komunikasi. Bahasa dijadikan sebagai ciri atau identitas diri oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan salah satu dari unsur kebudayaan yang juga sebagai alat komunikasi. Bahasa dijadikan sebagai ciri atau identitas diri oleh masyarakat, dan juga

Lebih terperinci

T. H GEOGRAFI DIALEK BAHASA SIMALUNGUN DALAM PENGEMBANGAN LEKSIKON BAHASA INDONESIA

T. H GEOGRAFI DIALEK BAHASA SIMALUNGUN DALAM PENGEMBANGAN LEKSIKON BAHASA INDONESIA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa Simalungun atau Sahap Simalungun adalah bahasa yang digunakan oleh suku Simalungun yang mendiami Kabupaten Simalungun. Bahasa Simalungun merupakan salah

Lebih terperinci

BAB II KONSEP PENELITIAN DAN LANDASAN TEORI. isoglos, mutual intelligibility, sinkronis, dan diakronis, serta inovasi dan retensi.

BAB II KONSEP PENELITIAN DAN LANDASAN TEORI. isoglos, mutual intelligibility, sinkronis, dan diakronis, serta inovasi dan retensi. BAB II KONSEP PENELITIAN DAN LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Penelitian Bagian ini menjelaskan konsep dialek, dialektometri, isoglos dan berkas isoglos, mutual intelligibility, sinkronis, dan diakronis, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh anggota masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri (Kridalaksana, 1982:17). Bahasa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI. Kajian pustaka yang dikerjakan di sini terbatas pada hasil-hasil penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI. Kajian pustaka yang dikerjakan di sini terbatas pada hasil-hasil penelitian BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka yang dikerjakan di sini terbatas pada hasil-hasil penelitian dialek geografi yang dipandang erat relevansinya dengan penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Subjek Penelitian Penelitian ini berlokasi di Kecamatan Purbaratu Kota Tasikmalaya. Daerah pengamatan yang akan dijadikan objek penelitian adalah Kelurahan

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. 1) Berdasarkan bentuk perbedaan penggunaan bahasa Sunda di Kecamatan Bojong,

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. 1) Berdasarkan bentuk perbedaan penggunaan bahasa Sunda di Kecamatan Bojong, BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil pembahasan pada bab 4 yang menganalisis bentuk kosakata pokok, korespondensi dan variasi bunyi, deskripsi bahasa daerah di Kecamatan Bojong, Kabupaten

Lebih terperinci

: Ortografis dalam Register Seabreg SMS Gaul

: Ortografis dalam Register Seabreg SMS Gaul Judul Skripsi : Ortografis dalam Register Seabreg SMS Gaul Nama : Eli Rahmat Tahun : 2013 Latar Belakang Menurut Keraf bahasa memiliki empat fungsi, yaitu (1) sebagai alat untuk mengekpresikan diri, (2)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 37 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian dengan judul Pemerolehan Bahasa Melayu Jambi pada Sasha Anak Usia Tiga Tahun; Suatu Kajian Psikolinguistik menggunakan pendekatan

Lebih terperinci

PERBEDAAN STATUS DIALEK GEOGRAFIS BAHASA JAWA SOLO-YOGYA (KAJIAN DIALEKTOLOGI)

PERBEDAAN STATUS DIALEK GEOGRAFIS BAHASA JAWA SOLO-YOGYA (KAJIAN DIALEKTOLOGI) PERBEDAAN STATUS DIALEK GEOGRAFIS BAHASA JAWA SOLO-YOGYA (KAJIAN DIALEKTOLOGI) Sri Andayani Program Studi Sastra Inggris, Fakultas Sastra dan Filsafat, Universitas Panca Marga, Jalan Yos Sudarso Pabean

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Demikian pula bahasa Jawa juga mengalami perkembangan. Dari bahasa Jawa Kuna berkembang menjadi bahasa Jawa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Variasi bahasa Minangkabau merupakan sebuah fenomena yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Variasi bahasa Minangkabau merupakan sebuah fenomena yang dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Variasi bahasa Minangkabau merupakan sebuah fenomena yang dapat dilihat dari perbedaan dialek yang digunakan oleh kelompok masyarakat Minangkabau di berbagai wilayah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. Istilah dialek berasal dari bahasa Yunani dialektos. Pada mulanya istilah

BAB II KERANGKA TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. Istilah dialek berasal dari bahasa Yunani dialektos. Pada mulanya istilah BAB II KERANGKA TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Dialek Istilah dialek berasal dari bahasa Yunani dialektos. Pada mulanya istilah tersebut dipergunakan dalam hubungan bahasa. Di Yunani terdapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR digilib.uns.ac.id BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Terdahulu Penting disampaikan mengenai beberapa hasil penelitian sejenis yang pernah dilakukan selama ini. Penelitian atau kajian secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membantu berkomunikasi praktis. Sebagai bahasa yang telah lama hidup dan

BAB I PENDAHULUAN. membantu berkomunikasi praktis. Sebagai bahasa yang telah lama hidup dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberagaman bahasa merupakan salah satu faktor Indonesia mendapat perhatian dunia. Salah satu bahasa di Indonesia yang mendapat perhatian linguis dari berbagai negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas

BAB I PENDAHULUAN. Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas yang bertuliskan berita-berita dan sebagainya (Sugono ed., 2015:872). Beritaberita dalam surat

Lebih terperinci

VARIAN SEMANTIK PADA BENTUK DUPLET YANG TERSEBAR DI WILAYAH PEMAKAIAN KABUPATEN BREBES

VARIAN SEMANTIK PADA BENTUK DUPLET YANG TERSEBAR DI WILAYAH PEMAKAIAN KABUPATEN BREBES VARIAN SEMANTIK PADA BENTUK DUPLET YANG TERSEBAR DI WILAYAH PEMAKAIAN KABUPATEN BREBES Oleh: Nur Eka Wahyuni Program Studi Sastra Indonesia Universitas Diponegoro Jl. Prof. Sudarto, SH, Tembalang, Semarang

Lebih terperinci

OBJEK LINGUISTIK = BAHASA

OBJEK LINGUISTIK = BAHASA Nama : Laela Mumtahanah NIM : 1402408305 BAB III OBJEK LINGUISTIK = BAHASA Objek kajian linguistik yaitu bahasa 3. 1. Pengertian Bahasa Objek kajian linguistik secara langsung adalah parole karena parole

Lebih terperinci

PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH DALAM BAHASA JAWA DIALEK SURABAYA PADA BERITA POJOK KAMPUNG JTV YANG MELANGGAR KESOPAN-SANTUNAN BERBAHASA SKRIPSI

PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH DALAM BAHASA JAWA DIALEK SURABAYA PADA BERITA POJOK KAMPUNG JTV YANG MELANGGAR KESOPAN-SANTUNAN BERBAHASA SKRIPSI PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH DALAM BAHASA JAWA DIALEK SURABAYA PADA BERITA POJOK KAMPUNG JTV YANG MELANGGAR KESOPAN-SANTUNAN BERBAHASA SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (2003:53) mengatakan bahwa bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. (2003:53) mengatakan bahwa bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Sumatera Barat merupakan daerah yang sebagian besar masyarakatnya menggunakan bahasa Minangkabau dalam berkomunikasi dan bersosialisasi dalam kehidupan sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian terhadap ekspresi kesantunan dalam tuturan bahasa Indonesia yang difokuskan pada cara berunjuk santun dilakukan dengan menggunakan pendekatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan untuk berinteraksi,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan untuk berinteraksi, 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan untuk berinteraksi, bekerja sama, dan mengidentifikasikan diri dalam suatu masyarakat bahasa. Anggota masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat tutur bahasa Minangkabau dalam berinteraksi cenderung

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat tutur bahasa Minangkabau dalam berinteraksi cenderung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat tutur bahasa Minangkabau dalam berinteraksi cenderung menggunakan ragam lisan. Dalam ragam lisan terdapat kekhususan atau kekhasan suatu bahasa. Salah satu

Lebih terperinci

ANALISIS MAKNA DALAM RAGAM DIALEK LOKAL ACEH BESAR DALAM BAHASA ACEH

ANALISIS MAKNA DALAM RAGAM DIALEK LOKAL ACEH BESAR DALAM BAHASA ACEH ANALISIS MAKNA DALAM RAGAM DIALEK LOKAL ACEH BESAR DALAM BAHASA ACEH Asriani, S.Pd, M. Pd Dan Erfinawati, S.Pd, M.Pd. Program Studi Pendidikan B.Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-kualitatif. Fokusnya adalah

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-kualitatif. Fokusnya adalah 33 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-kualitatif. Fokusnya adalah penggambaran secara menyeluruh tentang bentuk, fungsi, dan makna ungkapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya, merupakan sebuah sistem yang saling terkait satu sama lain. Manusia dalam menjalani kehidupannya

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 10 Universitas Indonesia

BAB 2 LANDASAN TEORI. 10 Universitas Indonesia BAB 2 LANDASAN TEORI 2. 1 Pengantar Geografi dialek mempelajari variasi bahasa berdasarkan perbedaan lokal suatu bahasa (Keraf, 1984: 143). Menurut Lauder, geografi dialek pada dasarnya mempunyai hubungan

Lebih terperinci

ANALISA KERUANGAN PADA KUALITAS PENDIDIKAN DI KABUPATEN PURWOREJO

ANALISA KERUANGAN PADA KUALITAS PENDIDIKAN DI KABUPATEN PURWOREJO ANALISA KERUANGAN PADA KUALITAS PENDIDIKAN DI KABUPATEN PURWOREJO Faizah Hikmawati 1, Priyono 2, Jumadi 3 1 Alumni Fakultas Geografi UMS, 2,3 Dosen Fakultas Geografi UMS Jl. A. Yani Pabelan Kartasura Tromol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan bahasa, terdapat aturan-aturan pemakaian bahasa yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan bahasa, terdapat aturan-aturan pemakaian bahasa yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan sarana untuk berkomunikasi antar sesama. Melalui bahasa manusia dapat mengekspresikan ide dan gagasan yang ada di dalam pikiran. Di dunia ini terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan bahasa sebagai salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan bahasa sebagai salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia dan bahasa tidak dapat dipisahkan. Manusia sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan bahasa sebagai salah satu alat primer dalam

Lebih terperinci

PEMAKAIAN BAHASA JAWA DI DATARAN TINGGI DIENG: KAJIAN SOSIODIALEKTOLOGI

PEMAKAIAN BAHASA JAWA DI DATARAN TINGGI DIENG: KAJIAN SOSIODIALEKTOLOGI PEMAKAIAN BAHASA JAWA DI DATARAN TINGGI DIENG: KAJIAN SOSIODIALEKTOLOGI SKRIPSI untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Oleh Nama : Hersy Ardianty A NIM : 2111412032 Program Studi Jurusan : Sastra Indonesia

Lebih terperinci

GEOGRAFI DIALEK BAHASA SUNDA DI KECAMATAN PARUNGPANJANG, KABUPATEN BOGOR (KAJIAN DIALEKTOLOGI SINKRONIS)

GEOGRAFI DIALEK BAHASA SUNDA DI KECAMATAN PARUNGPANJANG, KABUPATEN BOGOR (KAJIAN DIALEKTOLOGI SINKRONIS) GEOGRAFI DIALEK BAHASA SUNDA DI KECAMATAN PARUNGPANJANG, KABUPATEN BOGOR (KAJIAN DIALEKTOLOGI SINKRONIS) Siti Rahmawati Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, FPBS, UPI Rahmawatisiti747@ymail.com Abstrak

Lebih terperinci

Bahasa sebagai realisasi budaya manusia mengalami perubahan dan. dan perkembangan pola kehidupan manusia sebagai pemilik dan pengguna

Bahasa sebagai realisasi budaya manusia mengalami perubahan dan. dan perkembangan pola kehidupan manusia sebagai pemilik dan pengguna BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa sebagai realisasi budaya manusia mengalami perubahan dan perkembangan dalam perjalanan waktunya. Hal itu dimungkinkan oleh perubahan dan perkembangan pola kehidupan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. sosiolinguistik. Penelitian kualitatif di sini menggunakan jenis penelitian yang

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. sosiolinguistik. Penelitian kualitatif di sini menggunakan jenis penelitian yang BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan sosiolinguistik. Penelitian kualitatif di sini menggunakan jenis penelitian yang bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penginventarisasian dan pendokumentasian bahasa merupakan kegiatan yang

BAB I PENDAHULUAN. Penginventarisasian dan pendokumentasian bahasa merupakan kegiatan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginventarisasian dan pendokumentasian bahasa merupakan kegiatan yang sangat marak dilakukan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Hal tersebut dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan rumus-rumus perhitungan tingkat kekerabatan serta usia bahasa

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan rumus-rumus perhitungan tingkat kekerabatan serta usia bahasa BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Suatu penelitian akan dikatakan berhasil apabila menggunakan metode yang relevan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode statistika bahasa

Lebih terperinci

ISOGLOS DIALEK BAHASA JAWA DI PERBATASAN JAWA TENGAH-JAWA TIMUR (Studi Kasus di Kecamatan Giriwoyo, Punung, dan Pringkuku)

ISOGLOS DIALEK BAHASA JAWA DI PERBATASAN JAWA TENGAH-JAWA TIMUR (Studi Kasus di Kecamatan Giriwoyo, Punung, dan Pringkuku) ISOGLOS DIALEK BAHASA JAWA DI PERBATASAN JAWA TENGAH-JAWA TIMUR (Studi Kasus di Kecamatan Giriwoyo, Punung, dan Pringkuku) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu pada dasarnya tidak bisa hidup sendiri. Manusia tentunya

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu pada dasarnya tidak bisa hidup sendiri. Manusia tentunya 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupan, manusia dikodratkan sebagai makhluk sosial karena manusia itu pada dasarnya tidak bisa hidup sendiri. Manusia tentunya membutuhkan bantuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer, konvensional, dan memiliki makna. Sifat dinamis itu muncul karena manusia sebagai

Lebih terperinci

BAB 3 METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN. Bab ini merupakan penjabaran lebih lanjut tentang metode penelitian yang

BAB 3 METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN. Bab ini merupakan penjabaran lebih lanjut tentang metode penelitian yang 49 BAB 3 METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN 3.1 Pengantar Bab ini merupakan penjabaran lebih lanjut tentang metode penelitian yang digunakan. Pada bab ini akan dibahas langkah-langkah penelitian yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. individu lain dalam kehidupan sehari-hari. Dalam berinteraksi itulah manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. individu lain dalam kehidupan sehari-hari. Dalam berinteraksi itulah manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial memerlukan sebuah interaksi dengan individu lain dalam kehidupan sehari-hari. Dalam berinteraksi itulah manusia membutuhkan media bahasa

Lebih terperinci

VARIASI DIALEKTAL DALAM MUATAN LOKAL BAHASA MADURA DI JAWA TIMUR. Agusniar Dian Savitri 1 Universitas Negeri Surabaya

VARIASI DIALEKTAL DALAM MUATAN LOKAL BAHASA MADURA DI JAWA TIMUR. Agusniar Dian Savitri 1 Universitas Negeri Surabaya VARIASI DIALEKTAL DALAM MUATAN LOKAL BAHASA MADURA DI JAWA TIMUR Agusniar Dian Savitri 1 Universitas Negeri Surabaya Hasil kajian dialektologis dapat memberikan manfaat bagi bidang pendidikan, begitupula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tujuan yang berbeda dan lain-lain. Perbedaan dari latar belakang etnis yang berbeda

BAB I PENDAHULUAN. tujuan yang berbeda dan lain-lain. Perbedaan dari latar belakang etnis yang berbeda BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Variasi bahasa sangat beragam ditemukan dalam masyarakat. Ketika seseorang berinteraksi akan tampak perbedaan satu dengan lainnya. Perbedaan tersebut biasa dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang selalu membuka diri terhadap perkembangan. Hal ini terlihat pada perilakunya yang senantiasa mengadakan komunikasi dengan bangsa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat sehari-hari. Masyarakat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat sehari-hari. Masyarakat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan salah satu alat paling penting dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Masyarakat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi untuk berinteraksi

Lebih terperinci