BAB II KONSEP PENELITIAN DAN LANDASAN TEORI. isoglos, mutual intelligibility, sinkronis, dan diakronis, serta inovasi dan retensi.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KONSEP PENELITIAN DAN LANDASAN TEORI. isoglos, mutual intelligibility, sinkronis, dan diakronis, serta inovasi dan retensi."

Transkripsi

1 BAB II KONSEP PENELITIAN DAN LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Penelitian Bagian ini menjelaskan konsep dialek, dialektometri, isoglos dan berkas isoglos, mutual intelligibility, sinkronis, dan diakronis, serta inovasi dan retensi Dialek Menurut Nadra, (2009:1) kata dialek berasal dari bahasa Yunani dialektos yang digunakan untuk merujuk pada keadaan bahasa di Yunani yang memperlihatkan perbedaan-perbedaan kecil dalam bahasa yang mereka gunakan. Ayatrohaedi, (1983:2) menyatakan adanya dua ciri dalam dialek, yaitu a) dialek memiliki ciri umum dan masing-masing lebih mirip sesamanya dibandingkan dengan bentuk ujaran lain dari bahasa yang sama, dan b) dialek tidak harus mengambil semua bentuk ujaran dari sebuah bahasa. Itulah sebabnya Meillet, (dalam Ayatrohaedi, 1983:2) menyatakan ciri utama dialek adalah perbedaan dalam kesatuan, dan kesatuan dalam perbedaan. Nadra, (2009:2) menyatakan bahwa berbadasarkan kelompok pemakainya dialek dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu: dialek regional, dialek sosial, dan dialek temporal. Dialek regional adalah dialek yang dituturkan berdasarkan perbedaan lokal (tempat) dalam suatu wilayah bahasa atau dibatasi oleh tempat, misalnya dialek Manado, atau dialek Jawa Banyumas. Dialek sosial adalah dialek yang dituturkan

2 oleh kelompok sosial tertentu seperti dialek wanita dalam bahasa Jepang. Selanjutnya dialek temporal yakni dialek yang dituturkan oleh bahasawan yang hidup pada waktu tertentu, dalam hal ini dicontohkan seperti bahasa Melayu Klasik, atau Bahasa Melayu Modern yang merupakan dialek temporal dari Bahasa Melayu. Kridalaksana, (2008:48) mendefinisikan dialek sebagai variasi bahasa yang berbeda-beda menurut pemakai. Menurut Chambers dan Trudgill, (2004:5) dialek mengacu pada variasi atau perbedaan bahasa secara gramatikal (mungkin juga leksikal) maupun fonologi. Trask, (2000:89) mendefinisikan dialek merupakan setiap perbedaan ragam bahasa yang dituturkan sejumlah kelompok masyarakat di wilayah geografis tertentu Dialektometri Menurut Revier (dalam Mahsun, 2005:154) bahwa dialektometri merupakan ukuran statistik yang digunakan untuk melihat berapa jauh perbedaan dan persamaan yang terdapat pada tempat-tempat yang diteliti dengan membandingkan sejumlah bahan yang terkumpul dari tempat tersebut. Lauder, (2002:39) menyatakan bahwa dialektometri merupakan cara lain untuk melakukan pemilahan bahasa dan dialek, yaitu dengan melakukan penghitungan atas kemunculan aspek kebahasaan di tiap pengamatan. Dialektometri pertama sekali diperkenalkan oleh ahli bahasa yang bernama E. Bagby Atwood, (1955), sedangkan istilah dialectomettrie diperkenalkan Seguy, (1973a) dalam bukunya yang berjudul La Dialectometri dans l atlas Linguistique de

3 la Gascogne. Kemudian gagasan dari E.B Atwood ini diperkenalkan oleh Louis Remacle, (1972). Rumus yang digunakan dalam dialektometri adalah : Keterangan: S = Jumlah beda dengan daerah pengamatan lain n = Jumlah peta yang dibandingkan d = Jarak kosa kata dalam prosentase Hasil yang diperoleh dari persentase jarak unsur-unsur kebahasaan di antara daerah-daerah pengamatan itu selanjutnya digunakan untuk menentukan hubungan antardaerah pengamatan tersebut dengan kriteria yang diajukan Guiter. Guiter (dalam Onsu, 2007: 32) mengabaikan pembedaan kategori perbedaan fonologi dan leksikon. Berikut kriteria perbedaan fonologi dan leksikon yang diajukan Guiter. 81 % ke atas : dianggap perbedaan bahasa 51%-80% : dianggap perbedaan dialek 31%-50% : dianggap perbedaan subdialek 21%-30% : dianggap perbedaan wicara di bawah 20 % : dianggap tidak ada perbedaan

4 Kriteria yang diajukan Guiter di atas, dikoreksi Lauder (2002:40) dengan memodifikasi kategori persentase perbedaan unsur kebahasaan untuk menyebutkan suatu isolek sebagai bahasa, dialek, atau subdialek yang diajukan Guiter. Hal ini didasari pada hasil penelitian berbagai bahasa daerah di Indonesia yang memperlihatkan perbedaan sekitar 65%-70% saja. Oleh karena itu, kategori persentase yang diajukan Guiter untuk perbedaan di atas 80% sebagai bahasa yang berbeda dianggap terlau tinggi oleh Lauder. Menurutnya, kategori itu dibangun di atas data-data bahasa Barat, karena itu perlu dimodifikasi untuk situasi kebahasaan di Indonesia. Atas dasar tersebut, Lauder menurunkan 10% dari kategori yang diusulkan Guiter di atas. Hal ini tentu saja menimbulkan pertanyaan, mengapa diturunkan hanya 10% bukannya 5%, 15% atau jumlah lainnya. Ini membuktikan bahwa Lauder kurang memiliki pemahaman yang baik mengenai filosofi penentuan titik krusial yang menjadi batas pemilahan isolek-isolek dalam leksikostatistik maupun dialektometri yang mengambil persentase pada 80%. Penentuan angka ini diperoleh dari hasil studi terhadap perubahan bahasa dalam kurun waktu 1000 tahun pada bahasa-bahasa yang memiliki naskah kuno yang berubah untuk kosakata dasar mencapai 20%. Jadi angka 80% ini diperoleh dari hasil pengurangan angka persentase maksimal untuk suatu perubahan (100%) dengan 20%. Dengan demikian penurunan 10% dari 80% menjadi 70% yang diajukan Lauder tidak memiliki dasar yang kuat. Kategori yang diajukan Lauder adalah sebagai berikut. 70 % ke atas : dianggap perbedaan bahasa

5 51%-69% : dianggap perbedaan dialek 41%-50% : dianggap perbedaan subdialek 31%-40% : dianggap perbedaan wicara di bawah 30 % : dianggap tidak ada perbedaan Isoglos dan Berkas Isoglos Alat bantu pemilah bahasa atau dialek lainnya adalah isoglos. Istilah isoglos berasal dari bahasa Yunani yang merupakan gabungan dari kata iso dan glos. Kata iso bermakna sama, tidak berbeda dan glos bermakna garis. Chamber dan Trudgill, (2004 :89) menyatakan bahwa isoglos pertama sekali digunakan J.G.A Bielenstein, seorang dialektologis berkebangsaan Latvia pada tahun Menurut Nababan, (1993:19) isoglos merupakan garis yang menghubungkan dua tempat yang menunjukkan ciri atau unsur yang sama, atau garis yang memisah dua tempat yang menunjukkan ciri/unsur yang bebeda pada bidang fonologi, morfologi, sintaksis dan/atau leksis. Kridalaksana, (2008 :97) mendefinisikan isoglos sebagai garis pada peta bahasa atau peta dialek yang menandai batas pemakaian ciri atau unsur bahasa. Lauder, (dalam Mahsun, 2005:163) menyebutkan bahwa isoglos pada dasarnya merupakan garis imajiner yang diterakan di atas peta. Oleh karena itu, tidak seorang pun dapat menentukan dengan pasti daerah-daerah mana yang dilalui garis-garis tersebut.

6 Pada peta, tidak hanya berian saja yang terlihat, tetapi juga daerah pakai berian tersebut. Berian itu diwakili dengan lambang sedangkan daerah pakai diwakili dengan angka. Berian dapat berupa varasi fononologi atau leksikal. Demikian pula dengan daerah pakai suatu berian dapat sempit dapat pula luas. Terkadang untuk berian berbeda yang daerah pakainya saling bedekatan akan menyulitkan pembaca untuk melihatnya. Oleh karena itu, diperlukan garis-garis yang membatasi atau melokalisasi daerah pakai berian itu. Nadra, dkk, (2009:80) menyebut garis-garis itu sebagai isoglos. Chambers dan Trudgill, (2004:89) menyatakan isoglos merupakan sebuah garis penanda yang membatasi antara dua daerah yang berbeda pada unsur-unsur lingusitik (misalnya pada unsur leksikal, atau pengucapan pada kata-kata tertentu). Gambar 2.1 : Garis Isoglos Dari gambar di atas, dapat dijelaskan bahwa garis isoglos A membedakan daerah-daerah pengamatan yang menggunakan lambang dengan daerah -daerah yang menggunakan lambang 0.

7 Lauder, (2002:39) menjelaskan bahwa apabila puluhan atau ratusan peta bahasa yang sudah dibubuhi isoglos ditumpuk menjadi satu, maka akan menjadi sebuah berkas isoglos. Alur garis-garis berkas isoglos yang dominan merupakan alat bantu untuk menganalisis dan menginterpretasikan distribusi kebahasaan secara spasial. Kridalaksana, (2008:34) berkas isoglos atau bundle of isogloses merupakan gabungan dari beberapa isoglos. Menurut Mahsun, (2006:14) berkas isoglos merupakan sebuah metode pemilah isolek sebagai dialek atau subdialek selain metode dialektometri. Metode ini dapat memberi gambaran secara visual mengenai daerahderah pengamatan yang termasuk ke dalam kelompok dialek atau subdialek tertentu. Dari uraian di atas, kriteria penentuan isolek sebagai bahasa, dialek atau subdialek dapat ditentukan dengan menggunakan rumus berikut ini: Keterangan: m = jumlah isoglos yang membedakan daerah-derah pengamatan n = jumlah keseluruhan perbedaan unsur kebahasaan (peta) yang diperbandingkan Penerapan rumus di atas menghasilkan kriteria-kriteria berikut: 65 % (terdapat sekurang-kurangnya : dianggap perbedaan bahasa 1 isoglos sempurna) 45-64% (terdapat maksimal 3 isoglos : dianggap perbedaan dialek sangat sempurna) 25-44% (terdapat maksimal 2 isoglos : dianggap perbedaan subdialek sangat sempurna)

8 10-24% : dianggap perbedaan wicara 9% : dianggap tidak ada perbedaan Mutual Intelligibility Salah satu alternatif alat bantu pemilah bahasa atau dialek adalah mutual intelligibilty atau pemahaman timbal balik. Pendekatan ini pernah populer antara tahun 50an dan 60an. Lauder, (2002:38) menjelaskan bahwa metode ini masih digunakan Universitas Hasanuddin dan Universitas Pattimura yang bekerja sama dengan Summer Institute of Linguistics (SIL) untuk meneliti situasi kebahasaan di Provinsi Sulawesi Tengah dan Maluku sampai saat ini. Istilah mutual intelligibility ini pertama sekali dikemukakan Vogellin dan Harris, (1955) untuk mendukung pendapat Guiraud. Menurut Guiraud (dalam Mahsun, 1995:112) pada dua bahasa atau dialek yang bertetangga akan terjadi proses peminjaman unsur-unsur kosakata, struktur, dan cara pelafalan. Prinsip dasar pemahaman timbal balik adalah jarak spasial berbanding lurus dengan tingkat pemahaman. Dengan kata lain, semakin dekat suatu daerah pakai isolek maka semakin besar pemahaman timbal baliknya demikian pula sebaliknya. Maksudnya, jika penutur dari dua wilayah yang secara geografi berdekatan menggunakan isoleknya masing-masing maka akan terdapat pemahaman timbal balik satu sama lain. Menurut Mahsun, (2005: ) isolek itu merupakan dialek/subdialek dari bahasa yang sama. Chambers dan Trudgill, (2004:3). mencontohkan pada bahasa-bahasa Skandinavia seperti bahasa Norwegia, Swedia,

9 dan Denmark yang dianggap sebagai bahasa berbeda. Namun, antarpenutur bahasabahasa tersebut dapat saling memahami dan berkomunikasi satu dengan lainnya. Prinsip dasar pemahaman timbal balik di atas memiliki kemiripan dengan teori gelombang yang diajukan Johan Schmidt, ( ) tahun Menurutnya, daerah-daerah yang berdekatan dengan pusat penyebaran suatu bahasa akan lebih banyak menunjukkan persamaan-persamaan dengan pusat penyebarannya. Bahasa yang tersebar itu mengalami perubahan di suatu tempat tertentu. Perubahan linguistik itu tersebar ke segala arah seperti halnya gelombang dalam sebuah kolam yang disebabkan oleh benda yang dijatuhkan ke dalam kolam itu. Keraf, (1984:110) menyimpulkan bahwa tiap perubahan yang meliputi suatu wilayah yang tidak tumpang tindih dengan wilayah perubahan terdahulu Sinkronis dan Diakronis Kridalaksana, (2008:222) mendefinisikan sinkronis sebagai hal yang bersangkutan dengan peristiwa yang terjadi dalam suatu masa yang terbatas, dan tidak melibatkan perkembangan historis. Berbeda halnya dengan diakronis yang melibatkan faktor waktu atau historis. Dalam kajian linguistik, Parera, (1991:21) menjelaskan bahwa sinkronis mempelajari bahasa dari gejala-gejala yang bersifat sejaman. Dengan kata lain hasil yang diperoleh hanya menggambarkan keberadaan suatu bahasa pada saat ini saja. Mahsun, (2010:32) menambahkan dalam kajian dialektologi, sinkronis banyak dilakukan pada varian bahasa karena faktor geografi. Oleh sebab itu, dalam

10 dialektologi sinkronis fokus kajian cenderung dilakukan pada geografi dialek. Penelitian geografi dialek di Indonesia dimotori oleh Ayatrohaedi bersama muridmuridnya. Berbeda halnya dengan sinkronis, definisikan Kridalaksana (2008:48) bahwa diakronis sebagai bersifat historis berkenaan dengan pendekatan terhadap bahasa dengan melihat perkembangannya sepanjang waktu. Selain itu, Mahsun, (2005:84) menjelaskan bahwa diakronis adalah bidang yang menyelidiki perkembangan bahasa dari satu masa ke masa yang lain, serta menyelidiki perbandingan bahasa dengan bahasa yang lain. Linguistik diakronis merupakan analisis bahasa yang dilakukan dalam waktu yang tidak sejaman dengan peneliti. Dengan kata lain analisis diakronis menggunakan pendekatan dari atas ke bawah (top-down approach) yang digunakan untuk menentukan unsur-unsur yang mengalami inovasi. Lebih lanjut disampaikan Mahsun, (1995:13-14) aspek diakronis memberikan gambaran tentang dialek/subdialek secara utuh dengan melihat hubungan antardialek bahasa induk atau bahasa lain yang pernah menjalin kontak dengan penutur dialek tersebut. Untuk keperluan itu digunakan penelitian Melayik Purba atau Protobahasa Melayik (PM), Adelaar, (1992). Alasan yang melatarbelakangi penggunaan hasil penelitian Adelaar ini adalah bahwa IMT memiliki hubungan yang dekat dengan bahasa Melayu dibandingkan dengan bahasa Austronesia. Oleh sebab itu, kajian ini menggunakan hasil penelitian Adelaar itu dibandingkan dengan hasil penelitian peneliti lainnya.

11 Secara gamblang Mahsun, (2005:51) mengilustrasikan munculnya perbedaan pada bahasa. Perubahan bunyi pada bahasa Purba Austronesia *[b] / - # muncul sebagai bunyi [w] pada penutur bahasa Jawa. Hal ini tidak disebabkan karena adanya keinginan yang menggebu-gebu dari para penuturnya untuk bangun pagi-pagi secara serentak mengucapkan bunyi *[b] sebagai bunyi [w], kemudian kecenderungan ini menyebar pada penutur lainnnya. Tentu saja proses ini terjadi melalui perkembangan historis panjang yang melibatkan waktu. Kajian dari aspek diakronis disasarkan pada beberapa upaya seperti penelusuran dialek/subdialek yang diteliti, penelusuran saling hubungan antara unsurunsur kebahasaan yang berbeda di antara dialek/subdialek, dan membuat analisis inovatif dan konservatif, serta membuat refleks fonem vokal/konsonan protobahasa Tamiang Inovasi dan Retensi Salah satu hakikat bahasa adalah dinamis. Kondisi demikian terdapat pula pada manusia. Manusia dalam kehidupannya di masyarakat akan selalu dinamis atau tidak tetap. Demikian halnya dengan apa yang dialami bahasa. Bahasa juga menjadi tidak tetap atau berubah. Bahasa tumbuh dan berkembang atau tidak statis seiring perjalanan waktu. Hasil ketidakstatisan bahasa itu dapat terlihat dari perubahan pada unsur-unsur kebahasaan dalam kata dasarnya. Menurut Mahsun, (1995:83) dalam ilmu linguistik unsur-unsur kebahasaan yang mengalami prubahan dalam bahasa, dialek/subdialek yang diteliti itu disebut

12 inovasi. Inovasi dalam kajian dialektologi mengandung pengertian bahwa unsurunsur yang berupa inovasi itu berupa unsur yang sama sekali baru, bukan unsur pewarisan dari suatu bahasa purba yang telah mengalami adaptasi sesuai dengan kaidah perubahan bunyi yang berlaku. Mahsun, (1995:84) menyatakan terdapat dua ciri inovasi dalam dialektologi, yakni: (1) unsur itu merupakan unsur yang sama sekali baru, yang tidak memiliki pasangan kognat dalam bahasa, dialek/subdialek atau daerah pengamatan lain. Mahsun, (1995:84) mencontohkan pada bentuk [n som] dingin (air) pada dialek Tongo merupakan hasil inovasi. Dikatakan demikian karena kata itu tidak ditemukan pada bahasa, dialek/sudialek, atau daerah pengamatan lainnya. (2) Unsur itu memiliki kesamaan dalam bahasa, dialek/subdialek, dan daerah pengamatan lain yang mungkin unsur itu merupakan warisan dari bahasa purba yang sama atau hasil inovasi internal. Unsur-unsur itu tetapi tidak sesuai dengan sistem isolek dari dialek/subdialek atau daerah pengamatan (yang menerima unsur itu). Bisa juga karena distribusi unsur itu terbatas dibandingkan dengan distibusinya dalam bahasa, dialek/subdialek yang diduga sebagai sumbernya. Contoh leksem [iwak] ikan yang terdapat dalam dialek Banjar (Djantra Kawi, dalam Mahsun, 1995:84). Kata tersebut merupakan inovasi (pengaruh bahasa Jawa), karena distribusi kata itu terbatas pada dialek Banjar saja, tidak ditemukan pada bahasa Melayu lain (dialek Banjar termasuk rumpun bahasa Melayu). Bahasa-bahasa Melayu lainnya menggunakan leksem [ikan] untuk merealisasikan makna tersebut.

13 Pada perkembangannya, bahasa dapat juga statis atau tidak berubah. Unsurunsur kebahasaannya tidak mengalami perubahan atau bertahan. Artinya pada bahasa, dialek/subdialek tertentu masih dapat ditemukan warisan unsur-unsur kebahasaan lama yang merupakan warisan dari bahasa purba yang menurunkan bahasa, dialek/subdialek tersebut. Unsur-unsur bahasa purba yang masih dicerminkan dalam bahasa/dialek disebut retensi. 2.2 Landasan Teori Penelitian ini berlandaskan pada kerangka teori dialektologi. Teori dialektologi digunakan dalam pendeskripsian perbedaan pada unsur-unsur kebahasaan yang terdapat di antara daerah pengamatan yang menjadi sampel penelitian. Mengenai perbedaan pada unsur-unsur kebahasaan, Mahsun, (1995:18) menyampaikan: sebagai salah satu cabang linguistik, dialektologi dalam kajiannya bertumpu pada konsep-konsep yang dikembangkan dalam linguistik. Konsep-konsep itu digunakan dalam bidang kajian linguistik (umum) seperti Fonologi, Morfologi, Semantik, Sintaksis, dst. Konsep-konsep tersebut dimanfaatkan dalam rangka mendeskripsikan perbedaan unsur-unsur kebahasaan di daerah pengamatan dalam penelitian. Perbedaan bentuk pada unsur fonologi berupa perbedaan bunyi (lafal) seperti bunyi lafal [Ø] di suatu daerah pengamatan sedangkan di daerah pengamatan lainnya terdapat lafal [m]. Sebagai contoh, bunyi [akhau] di satu daerah pengamatan dan [mahau] di daerah pengamatan lainnya untuk makna buruk dalam bahasa Simeulue

14 (Toha, 2010:51). Selain itu, perbedaan pada unsur fonologi dapat pula berupa perbedaan fonem. Pada unsur morfologi perbedaan dapat berupa afiks (prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks), pronomina, atau kata penunjuk. Dalam bidang morfologi, perbedaan dapat berupa afiks (prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks), pronomina, atau kata penunjuk. Nadra, dkk, (2009:4) mencontohkan bentuk bahasa Minangkabau [~no], [no], dan [e] dalam kata [dudua?~no], [dudua?no], dan [dudua?e] yang bermakna pronomina posesif orang ketiga tunggal Pada unsur semantik, perbedaan dapat berupa makna, tetapi makna tersebut masih berhubungan atau mempunyai pertalian. Maksudnya, makna yang digunakan di daerah pengamatan tertentu dengan makna di daerah pengamatan lainnya masih berkaitan. Sebagai contoh kata [taliga] dalam bahasa Minahasa Timur Laut pada daerah pengamatan tertentu bermakna telinga, sedangkan pada daerah pengamatan lainnya bermakna dengar (lihat hasil penelitian Danie, 1993:131). Perbedaan pada unsur sintaksis dapat terjadi pada struktur kalimat atau struktur frasa. Nadra, dkk, (2009:4) memberi contoh pada makna baju Ali, di daerah tertentu dapat dipakai bentuk [bajunya Ali], Pada unsur leksikal dapat berupa kosakata. Misalnya untuk makna pukul dalam bahasa Alas di daerah tertentu adalah [hantam] sedangkan di daerah lainnya [leppuk], (lihat Toha, 2009:10). Penerapan teori dialektologi untuk mendeskripsikanan perbedaan pada unsurunsur kebahasaan di atas dapat dilakukan pada beberapa unsur saja, misalnya pada

15 unsur fonologi dan leksikon. Hal ini seperti yang disampaikan Chambers dan Trudgill, (1980:16) bahwa dalam penelitian dialektologi, unsur fonologi dan leksikon dianggap sudah memadai untuk mendeskripsikan variasi bahasa. Selain itu, secara dialektologis bahasa-bahasa di dunia lebih banyak mengalami perubahan pada kedua unsur tersebut. Tampaknya perubahan pada kedua unsur linguistik ini efektif dalam membentuk variasi dialektal, (2007:26). Di sisi lain, perubahan pada unsur-unsur kebahasaan lainnya, disampaikan Nadra (2009:4) bahwa pada unsur sintaksis dan semantik sedikit sekali ditemukan variasi dialektal atau subdialektal sehingga kedua bidang kebahasaan itu sering diabaikan di dalam penelitian dialek. Selanjutnya, perubahan pada unsur-unsur kebahasaan lainnya, terutama bidang gramatika yakni perbedaan yang berkaitan dengan struktur, kurang efektif dalam menghasilkan perubahan yang membuat terpilahnya suatu isolek menjadi bahasa, dialek, atau subdialek yang berbeda, (2007:27). Dengan kata lain, perbedaan tata bahasa, umumnya tidak menunjukkan perbedaan dialek, tetapi menunjukkan perbedaan bahasa. Hal ini mengakibatkan perbedaan yang terjadi pada tata bahasa akan sangat terbatas. Berdasarkan alasanalasan tersebut maka basis analisis dalam penelitian ini pada unsur fonologi dan leksikon. Perbedaan pada unsur fonologi mencakup pada perbedaan yang bersifat teratur dan ada juga yang sporadis. Perbedaan yang bersifat teratur itu disebut korespondensi sedangkan perbedaan yang muncul secara sporadis disebut variasi.

16 Korespondensi dapat dibagi atas tiga tingkat yakni korespondensi sangat sempurna, korespondensi sempurna, dan korespondensi kurang sempurna. Sebuah perbedaan fonologi disebut korespondensi sangat sempurna apabila perubahan bunyi itu terjadi pada semua data yang disyarati oleh kaidah perubahan serta sebaran geografisnya sama, sedangkan korespondensi sempurna apabila perubahan bunyi itu juga terjadi pada semua data yang disyarati oleh kaidah perubahan, namun sebaran geografis antarcontoh yang satu dengan contoh lainnya tidak sama. Adapun perbedaan disebut korespondensi kurang sempurna jika perubahan bunyi itu terjadi pada 2-5 contoh dengan sebaran geografisnya sama. Mengenai perbedaan yang bersifat sporadis atau disebut variasi jika kaidah perubahan bunyi hanya terjadi pada satu atau dua buah contoh dengan sebaran geografis yang berbeda. Perbedaan yang bersifat variasi ini dapat berupa asimilasi, disimilasi, metatesis, kontraski, aferesis, sinkope, apokope, protesis, epentesis, dan paragog.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini. 2.1.1 Dialek Dialek berasal dari bahasa Yunani yaitu dialektos. Dialektologi merupakan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. Istilah dialek berasal dari bahasa Yunani dialektos. Pada mulanya istilah

BAB II KERANGKA TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. Istilah dialek berasal dari bahasa Yunani dialektos. Pada mulanya istilah BAB II KERANGKA TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Dialek Istilah dialek berasal dari bahasa Yunani dialektos. Pada mulanya istilah tersebut dipergunakan dalam hubungan bahasa. Di Yunani terdapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIS. Dialek merupakan khazanah kebudayaan suatu bangsa yang perlu dipelajari, dikaji, serta

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIS. Dialek merupakan khazanah kebudayaan suatu bangsa yang perlu dipelajari, dikaji, serta BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIS 2.1 Pengantar Dialek merupakan khazanah kebudayaan suatu bangsa yang perlu dipelajari, dikaji, serta dipelihara sebaik mungkin. Bidang ilmu yang mengkaji dialek

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Berikut beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Berikut beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Berikut beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini. 2.1.1 Dialek Dialek berasal dari bahasa Yunani yaitu dialekto syang berarti varian

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian mengenai isoglos dialek bahasa Jawa di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur ini termasuk dalam penelitian lapangan (field study) baik penelitian

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Dialek Dialek adalah sebagai sistem kebahasaan yang dipergunakan oleh satu masyarakat untuk membedakannya dari masyarakat lain yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dengan adanya bahasa, manusia bisa berintekrasi dengan manusia lainnya

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dengan adanya bahasa, manusia bisa berintekrasi dengan manusia lainnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi yang paling penting dalam kehidupan manusia. Dengan adanya bahasa, manusia bisa berintekrasi dengan manusia lainnya dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang tinggal pada daerah tertentu (lih. Sumarsono, 2010:21).

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang tinggal pada daerah tertentu (lih. Sumarsono, 2010:21). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Bahasa Indonesia terdapat bermacam-macam dialek. Istilah dialek merupakan sebuah bahasa yang digunakan oleh sekelompok masyarakat yang tinggal pada daerah tertentu

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 10 Universitas Indonesia

BAB 2 LANDASAN TEORI. 10 Universitas Indonesia BAB 2 LANDASAN TEORI 2. 1 Pengantar Geografi dialek mempelajari variasi bahasa berdasarkan perbedaan lokal suatu bahasa (Keraf, 1984: 143). Menurut Lauder, geografi dialek pada dasarnya mempunyai hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Melayik, termasuk Kerinci dan Iban. Selain bahasa-bahasa tersebut, bahasa

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Melayik, termasuk Kerinci dan Iban. Selain bahasa-bahasa tersebut, bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Minangkabau merupakan bahasa yang masuk ke dalam kelompok bahasa Melayik, termasuk Kerinci dan Iban. Selain bahasa-bahasa tersebut, bahasa Melayu Standar, Serawai,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap bahasa memiliki wilayah pemakaiannya masing-masing. Setiap wilayah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap bahasa memiliki wilayah pemakaiannya masing-masing. Setiap wilayah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bahasa memiliki wilayah pemakaiannya masing-masing. Setiap wilayah memiliki cara pemakaian bahasa yang berbeda-beda. Dialek merupakan disiplin ilmu yang mengkaji

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR digilib.uns.ac.id BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Terdahulu Penting disampaikan mengenai beberapa hasil penelitian sejenis yang pernah dilakukan selama ini. Penelitian atau kajian secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses pemunculan variasi bahasa. Dalam kajian variasi bahasa diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. proses pemunculan variasi bahasa. Dalam kajian variasi bahasa diperlukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian tentang konvergensi dan divergensi berkaitan erat dengan proses pemunculan variasi bahasa. Dalam kajian variasi bahasa diperlukan sejumlah pemahaman terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa. Adapun yang dimaksud dengan

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa. Adapun yang dimaksud dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Linguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa. Adapun yang dimaksud dengan bahasa adalah alat komunikasi verbal manusia yang berwujud ujaran yang dihasilkan oleh alat

Lebih terperinci

Review Buku. Dialektologi Sebuah Pengantar oleh Ayat Rohaedi. Dialectology oleh J. K. Chambers dan Peter Trudgill

Review Buku. Dialektologi Sebuah Pengantar oleh Ayat Rohaedi. Dialectology oleh J. K. Chambers dan Peter Trudgill Review Buku Dialektologi Sebuah Pengantar oleh Ayat Rohaedi Dialectology oleh J. K. Chambers dan Peter Trudgill Dosen Pengampu: Dr. Inyo Yos Fernandez Oleh Intan Rawit Sapanti 12 / 339581 / PSA / 07324

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sangat penting digunakan oleh masyarakat di suatu daerah tertentu

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sangat penting digunakan oleh masyarakat di suatu daerah tertentu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa sangat penting digunakan oleh masyarakat di suatu daerah tertentu untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan masyarakat lainnya. Anggota masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu daerah di Indonesia dan suku Simalungun menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu daerah di Indonesia dan suku Simalungun menjadikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Batak Simalungun merupakan bahasa yang digunakan oleh suku Simalungun yang mendiami Kabupaten Simalungun. Bahasa Batak Simalungun merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI. Kajian pustaka yang dikerjakan di sini terbatas pada hasil-hasil penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI. Kajian pustaka yang dikerjakan di sini terbatas pada hasil-hasil penelitian BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka yang dikerjakan di sini terbatas pada hasil-hasil penelitian dialek geografi yang dipandang erat relevansinya dengan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Jawa maupun di Pulau Bali, Pulau Sumatra, Pulau Kalimantan, dan pulaupulau

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Jawa maupun di Pulau Bali, Pulau Sumatra, Pulau Kalimantan, dan pulaupulau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian dialektologi yang meletakkan titik fokus pada kajian kebervariasian penggunaan bahasa dalam wujud dialek atau subdialek di bumi Nusantara, dewasa ini telah

Lebih terperinci

PEMETAAN PERBEDAAN Isolek di KABUPATEN INDRAMAYU. Oleh

PEMETAAN PERBEDAAN Isolek di KABUPATEN INDRAMAYU. Oleh PEMETAAN PERBEDAAN Isolek di KABUPATEN INDRAMAYU Oleh Dr. Andoyo Sastromiharjo, M.Pd., Sri Wiyanti, S.S.,M.Hum., Yulianeta, M.Pd. Dra. Novi Resmini, M.Pd., Hendri Hidayat, dan Zaenal Muttaqin FPBS Abstrak

Lebih terperinci

Bahasa sebagai realisasi budaya manusia mengalami perubahan dan. dan perkembangan pola kehidupan manusia sebagai pemilik dan pengguna

Bahasa sebagai realisasi budaya manusia mengalami perubahan dan. dan perkembangan pola kehidupan manusia sebagai pemilik dan pengguna BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa sebagai realisasi budaya manusia mengalami perubahan dan perkembangan dalam perjalanan waktunya. Hal itu dimungkinkan oleh perubahan dan perkembangan pola kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri

BAB I PENDAHULUAN. kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa sebagai sistem lambang bunyi yang arbriter yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri (Kridalaksana,1983).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak di antara bahasa-bahasa daerah di Indonesia. Bahasa Jawa digunakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. banyak di antara bahasa-bahasa daerah di Indonesia. Bahasa Jawa digunakan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa Jawa merupakan bahasa yang memiliki jumlah penutur paling banyak di antara bahasa-bahasa daerah di Indonesia. Bahasa Jawa digunakan oleh masyarakat etnis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Bahasa bervariasi karena anggota masyarakat penutur itu pun beragam. Banyak faktor yang

Lebih terperinci

T. H GEOGRAFI DIALEK BAHASA SIMALUNGUN DALAM PENGEMBANGAN LEKSIKON BAHASA INDONESIA

T. H GEOGRAFI DIALEK BAHASA SIMALUNGUN DALAM PENGEMBANGAN LEKSIKON BAHASA INDONESIA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa Simalungun atau Sahap Simalungun adalah bahasa yang digunakan oleh suku Simalungun yang mendiami Kabupaten Simalungun. Bahasa Simalungun merupakan salah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. bahwa di Wakatobi terdapat dua kelompok bahasa yaitu kelompok Wangi-Wangi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. bahwa di Wakatobi terdapat dua kelompok bahasa yaitu kelompok Wangi-Wangi 180 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kajian relasi kekerabatan bahasa-bahasa di Wakatobi memperlihatkan bahwa di Wakatobi terdapat dua kelompok bahasa yaitu kelompok Wangi-Wangi sebagai bahasa tersendiri dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sarana berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sarana berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan sarana berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri dalam suatu masyarakat. Berbagai status sosial dan budaya dalam masyarakat sangat memengaruhi perkembangan

Lebih terperinci

Pemetaan Bahasa di Wilayah Cagar Budaya Betawi Condet: Sebuah Kajian Dialektologi

Pemetaan Bahasa di Wilayah Cagar Budaya Betawi Condet: Sebuah Kajian Dialektologi Pemetaan Bahasa di Wilayah Cagar Budaya Betawi Condet: Sebuah Kajian Dialektologi Diar Luthfi Khairina, Sri Munawarah Program Studi Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok

Lebih terperinci

DIALEKTOLOGI BAHASA MELAYU DI BAGIAN TENGAH ALIRAN SUNGAI KAPUAS MELIPUTI KABUPATEN SANGGAU DAN SEKADAU KALIMANTAN BARAT

DIALEKTOLOGI BAHASA MELAYU DI BAGIAN TENGAH ALIRAN SUNGAI KAPUAS MELIPUTI KABUPATEN SANGGAU DAN SEKADAU KALIMANTAN BARAT DIALEKTOLOGI BAHASA MELAYU DI BAGIAN TENGAH ALIRAN SUNGAI KAPUAS MELIPUTI KABUPATEN SANGGAU DAN SEKADAU KALIMANTAN BARAT Patriantoro Abstrak : Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan variasi fonologis

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. bidang waktu serta perubahan-perubahan unsur bahasa yang terjadi dalam waktu tersebut (Keraf

BAB II KERANGKA TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. bidang waktu serta perubahan-perubahan unsur bahasa yang terjadi dalam waktu tersebut (Keraf BAB II KERANGKA TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teori 2.1.1 Linguistik Historis Komparatif Linguistik historis komparatif adalah cabang ilmu bahasa yang mempersoalkan bahasa dalam bidang waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan tanggapannya terhadap alam sekitar atau peristiwa-peristiwa yang dialami secara individual atau secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sudah banyak dilakukan, baik yang dilakukan secara individual maupun secara

BAB I PENDAHULUAN. sudah banyak dilakukan, baik yang dilakukan secara individual maupun secara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kajian tentang bahasa-bahasa di Indonesia serta variasinya hingga saat ini sudah banyak dilakukan, baik yang dilakukan secara individual maupun secara kelembagaan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Keanekaragaman bahasa merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang tak

BAB 1 PENDAHULUAN. Keanekaragaman bahasa merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang tak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keanekaragaman bahasa merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang tak ternilai harganya. Bahasa dalam suatu masyarakat digunakan untuk berinteraksi dan berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat pendukungnya. Dalam perubahan masyarakat Indonesia telah terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat pendukungnya. Dalam perubahan masyarakat Indonesia telah terjadi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kedudukan bahasa sangat penting untuk manusia. Bahasa juga mencerminkan identitas suatu negara. Masalah kebahasaan di Indonesia tidak terlepas dari kehidupan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penelitian dalam bidang struktur atau kaidah bahasa-bahasa di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Penelitian dalam bidang struktur atau kaidah bahasa-bahasa di Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian dalam bidang struktur atau kaidah bahasa-bahasa di Indonesia sudah banyak dilakukan. Namun tidak demikian penelitian mengenai ragamragam bahasa dan dialek.

Lebih terperinci

GEOGRAFI DIALEK BAHASA SUNDA DI KECAMATAN PARUNGPANJANG, KABUPATEN BOGOR (KAJIAN DIALEKTOLOGI SINKRONIS)

GEOGRAFI DIALEK BAHASA SUNDA DI KECAMATAN PARUNGPANJANG, KABUPATEN BOGOR (KAJIAN DIALEKTOLOGI SINKRONIS) GEOGRAFI DIALEK BAHASA SUNDA DI KECAMATAN PARUNGPANJANG, KABUPATEN BOGOR (KAJIAN DIALEKTOLOGI SINKRONIS) Siti Rahmawati Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, FPBS, UPI Rahmawatisiti747@ymail.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Dalam bagian ini diuraikan (1) latar belakang, (2) masalah, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, dan (5) struktur organisasi penulisan. Adapun uraiannya sebagai berikut. 1.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada bentuknya yang sekarang sudah pasti bahasa-bahasa itu mengalami

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada bentuknya yang sekarang sudah pasti bahasa-bahasa itu mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa-bahasa yang hidup dewasa ini tidak muncul begitu saja. Sebelum sampai pada bentuknya yang sekarang sudah pasti bahasa-bahasa itu mengalami perjalanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diapit oleh dua bahasa dan budaya yang berbeda, yaitu Jawa dan Sunda, sedikit

BAB I PENDAHULUAN. diapit oleh dua bahasa dan budaya yang berbeda, yaitu Jawa dan Sunda, sedikit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembicaraan mengenai bahasa yang digunakan di Indramayu tidak terlepas dari pembicaraan tentang sejarah yang melatarbalakanginya. Indramayu, sebagai salah satu kabupaten

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ini. Konsep dasar yang digunakan dalam menganalisis konvergensi dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ini. Konsep dasar yang digunakan dalam menganalisis konvergensi dan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengantar Dalam kajian pustaka ini diuraikan penelitian yang terkait dengan disertasi ini. Konsep dasar yang digunakan dalam menganalisis konvergensi dan divergensi ini adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan objek dari linguistik, karena linguistik merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan objek dari linguistik, karena linguistik merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan objek dari linguistik, karena linguistik merupakan cabang ilmu yang mempelajari tentang bahasa. Bahasa adalah suatu sistem simbol bunyi yang

Lebih terperinci

RPKPS RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER

RPKPS RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER RPKPS RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER Nama Mata Kuliah : DIALEKTOLOGI DIAKRONIS Kode : LKB504 Sks : Nama Dosen : Prof. Dr. Hj. NADRA, M.S. Prodi : S Linguistik PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS

Lebih terperinci

GEOGRAFI DIALEK BAHASA JAWA PESISIRAN DI DESA PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN

GEOGRAFI DIALEK BAHASA JAWA PESISIRAN DI DESA PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN GEOGRAFI DIALEK BAHASA JAWA PESISIRAN DI DESA PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN Apriyani Purwaningsih S2 Ilmu Linguistik Universitas Udayana apriyanipurwa@gmail.com Abstrak: Desa Paciran dipilih sebagai lokasi

Lebih terperinci

PERBEDAAN STATUS DIALEK GEOGRAFIS BAHASA JAWA SOLO-YOGYA (KAJIAN DIALEKTOLOGI)

PERBEDAAN STATUS DIALEK GEOGRAFIS BAHASA JAWA SOLO-YOGYA (KAJIAN DIALEKTOLOGI) PERBEDAAN STATUS DIALEK GEOGRAFIS BAHASA JAWA SOLO-YOGYA (KAJIAN DIALEKTOLOGI) Sri Andayani Program Studi Sastra Inggris, Fakultas Sastra dan Filsafat, Universitas Panca Marga, Jalan Yos Sudarso Pabean

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. biasanya dalam wilayah yang multilingual, dipertentangkan dengan bahasa

BAB 1 PENDAHULUAN. biasanya dalam wilayah yang multilingual, dipertentangkan dengan bahasa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa daerah adalah bahasa yang digunakan penduduk asli suatu daerah, biasanya dalam wilayah yang multilingual, dipertentangkan dengan bahasa persatuan, bahasa nasional,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. metode wawancara dengan teknik cakap, catat, dan rekam (Sudaryanto, 1988:7).

BAB III METODE PENELITIAN. metode wawancara dengan teknik cakap, catat, dan rekam (Sudaryanto, 1988:7). BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode wawancara dengan teknik cakap, catat, dan rekam (Sudaryanto, 1988:7). Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa dapat didefinisikan sebagai alat bantu antara anggota atau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa dapat didefinisikan sebagai alat bantu antara anggota atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa dapat didefinisikan sebagai alat bantu antara anggota atau kelompok masyarakat untuk bekerja sama dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 1983: 17), dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta (DIY), dan Jawa Timur. Anggota masyarakat bahasa biasanya

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta (DIY), dan Jawa Timur. Anggota masyarakat bahasa biasanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi atau alat interaksi yang hanya dimiliki manusia (Chaer dan Agustina,2010:11). Bahasa Jawa (BJ) merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (bahasa tua) sampai ke bahasa yang sekarang kita gunakan. Menurut Keraf

BAB I PENDAHULUAN. (bahasa tua) sampai ke bahasa yang sekarang kita gunakan. Menurut Keraf BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa-bahasa mengalami perubahan dan perkembangan dari bahasa Proto (bahasa tua) sampai ke bahasa yang sekarang kita gunakan. Menurut Keraf (1996:29), bahasa Proto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pula bahasa Jawa juga mengalami perkembangan. Dari bahasa Jawa kuno

BAB I PENDAHULUAN. pula bahasa Jawa juga mengalami perkembangan. Dari bahasa Jawa kuno BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Demikian pula bahasa Jawa juga mengalami perkembangan. Dari bahasa Jawa kuno berkembang menjadi bahasa Jawa tengahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Dalam bab I diuraikan pembahasan mengenai (1) latar belakang penelitian, (2) masalah penelitian, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, dan (5) stuktur organisasi skripsi. Adapun

Lebih terperinci

DAERAH ASAL DAN ARAH MIGRASI ORANG MINANGKABAU DI PROVINSI JAMBI BERDASARKAN KAJIAN VARIASI DIALEKTAL

DAERAH ASAL DAN ARAH MIGRASI ORANG MINANGKABAU DI PROVINSI JAMBI BERDASARKAN KAJIAN VARIASI DIALEKTAL MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 12, NO. 1, JULI 2008: 1-8 DAERAH ASAL DAN ARAH MIGRASI ORANG MINANGKABAU DI PROVINSI JAMBI BERDASARKAN KAJIAN VARIASI DIALEKTAL Nadra 1, Reniwati 2, dan Efri Yades 1 1. Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi dalam aktivitas sehari-hari, termasuk dalam aktivitas di sekolah, di

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi dalam aktivitas sehari-hari, termasuk dalam aktivitas di sekolah, di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Mentawai merupakan bahasa yang digunakan oleh masyarakat yang berada di Kabupaten Kepulauan Mentawai. Bahasa Mentawai digunakan untuk berkomunikasi dalam aktivitas

Lebih terperinci

PERBEDAAN KOSAKATA BAHASA JAWA DI KABUPATEN NGAWI DAN BAHASA JAWA DI KABUPATEN MAGETAN (SUATU TINJAUAN DIALEKTOLOGI) SKRIPSI

PERBEDAAN KOSAKATA BAHASA JAWA DI KABUPATEN NGAWI DAN BAHASA JAWA DI KABUPATEN MAGETAN (SUATU TINJAUAN DIALEKTOLOGI) SKRIPSI PERBEDAAN KOSAKATA BAHASA JAWA DI KABUPATEN NGAWI DAN BAHASA JAWA DI KABUPATEN MAGETAN (SUATU TINJAUAN DIALEKTOLOGI) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pernah diteliti. Tetapi penelitian yang relevan sudah pernah ada, yakni sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pernah diteliti. Tetapi penelitian yang relevan sudah pernah ada, yakni sebagai BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Sepanjang pengetahuan peneliti permasalahan tentang Kajian Historis Komparatif pada Bahasa Banggai, Bahasa Saluan, dan Bahasa Balantak belum pernah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR digilib.uns.ac.id BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Penelitan Terdahulu Penelitian mengenai dialektologi semakin jarang dilakukan khususnya mengenai isolek. Berikut ini beberapa penelitian sejenis

Lebih terperinci

K A N D A I. Volume 11 No. 1, Mei 2015 Halaman 1 14

K A N D A I. Volume 11 No. 1, Mei 2015 Halaman 1 14 K A N D A I Volume 11 No. 1, Mei 2015 Halaman 1 14 KEKERABATAN BAHASA TAMUAN, WARINGIN, DAYAK NGAJU, KADORIH, MAANYAN, DAN DUSUN LAWANGAN (Language Kinship of Tamuan, Waringin, Dayak Nguji, Kadorih, Maanyan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Variasi bahasa Minangkabau merupakan sebuah fenomena yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Variasi bahasa Minangkabau merupakan sebuah fenomena yang dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Variasi bahasa Minangkabau merupakan sebuah fenomena yang dapat dilihat dari perbedaan dialek yang digunakan oleh kelompok masyarakat Minangkabau di berbagai wilayah.

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. 1) Berdasarkan bentuk perbedaan penggunaan bahasa Sunda di Kecamatan Bojong,

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. 1) Berdasarkan bentuk perbedaan penggunaan bahasa Sunda di Kecamatan Bojong, BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil pembahasan pada bab 4 yang menganalisis bentuk kosakata pokok, korespondensi dan variasi bunyi, deskripsi bahasa daerah di Kecamatan Bojong, Kabupaten

Lebih terperinci

KLASIFIKASI LEKSIKOSTATISTIK BAHASA MELAYU LANGKAT, BAHASA MELAYU DELI, DAN BAHASA DAIRI PAKPAK

KLASIFIKASI LEKSIKOSTATISTIK BAHASA MELAYU LANGKAT, BAHASA MELAYU DELI, DAN BAHASA DAIRI PAKPAK KLASIFIKASI LEKSIKOSTATISTIK BAHASA MELAYU LANGKAT, BAHASA MELAYU DELI, DAN BAHASA DAIRI PAKPAK Jurnal Skripsi Oleh : Nursirwan NIM A2A008038 FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2012 Klasifikasi

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN TERDAHULU. Konsep berkaitan dengan definisi-definisi atau pengertian-pengertian yang

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN TERDAHULU. Konsep berkaitan dengan definisi-definisi atau pengertian-pengertian yang BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN TERDAHULU 2.1 Konsep Konsep berkaitan dengan definisi-definisi atau pengertian-pengertian yang menyangkut objek, proses, yang berkaitan dengan penelitian. Dalam

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN. Studi kasus..., Kartika, FIB UI, 2010.

BAB 5 SIMPULAN. Studi kasus..., Kartika, FIB UI, 2010. BAB 5 SIMPULAN Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, dapat disimpulkan beberapa hal berikut ini: 1. Ditemukan perubahan kosakata di seluruh titik pengamatan di wilayah Kabupaten Bogor. Dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kajian yang luas. Salah satu bidang kajian tersebut merupakan variasi fonologis. Penelitianpenelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. kajian yang luas. Salah satu bidang kajian tersebut merupakan variasi fonologis. Penelitianpenelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pengiventarisasian bahasa Minangkabau dalam berbagai aspek kebahasaan memang sudah banyak dilakukan oleh para peneliti bahasa. Penelitian mengenai bahasa memiliki kajian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau

I. PENDAHULUAN. berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, digunakan baik sebagai bahasa pengantar sehari-hari ataupun bahasa pengantar di lingkungan formal seperti bahasa pengantar sekolah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kearbitreran bahasa menyebabkan banyak sekali bahasa-bahasa di dunia. Kearbitreran bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Kearbitreran bahasa menyebabkan banyak sekali bahasa-bahasa di dunia. Kearbitreran bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kearbitreran bahasa menyebabkan banyak sekali bahasa-bahasa di dunia. Kearbitreran bahasa terjadi karena antara lambang dengan yang dilambangkannya tidak memiliki hubungan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tujuan yang berbeda dan lain-lain. Perbedaan dari latar belakang etnis yang berbeda

BAB I PENDAHULUAN. tujuan yang berbeda dan lain-lain. Perbedaan dari latar belakang etnis yang berbeda BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Variasi bahasa sangat beragam ditemukan dalam masyarakat. Ketika seseorang berinteraksi akan tampak perbedaan satu dengan lainnya. Perbedaan tersebut biasa dilihat

Lebih terperinci

VARIAN SEMANTIK PADA BENTUK DUPLET YANG TERSEBAR DI WILAYAH PEMAKAIAN KABUPATEN BREBES

VARIAN SEMANTIK PADA BENTUK DUPLET YANG TERSEBAR DI WILAYAH PEMAKAIAN KABUPATEN BREBES VARIAN SEMANTIK PADA BENTUK DUPLET YANG TERSEBAR DI WILAYAH PEMAKAIAN KABUPATEN BREBES Oleh: Nur Eka Wahyuni Program Studi Sastra Indonesia Universitas Diponegoro Jl. Prof. Sudarto, SH, Tembalang, Semarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam linguistik bahasa Jepang (Nihon go-gaku) dapat dikaji mengenai beberapa hal, seperti kalimat, kosakata, atau bunyi ujaran, bahkan sampai pada bagaimana bahasa

Lebih terperinci

Inovasi dan Relik pada Bahasa Jawa Subdialek Lamongan

Inovasi dan Relik pada Bahasa Jawa Subdialek Lamongan Inovasi dan Relik pada Bahasa Jawa Subdialek Lamongan Inovasi dan Relik pada Bahasa Jawa Subdialek Lamongan Maghfirohtul Mubarokah Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Surabaya

Lebih terperinci

ISOGLOS DIALEK BAHASA JAWA DI PERBATASAN JAWA TENGAH-JAWA TIMUR (Studi Kasus di Kecamatan Giriwoyo, Punung, dan Pringkuku)

ISOGLOS DIALEK BAHASA JAWA DI PERBATASAN JAWA TENGAH-JAWA TIMUR (Studi Kasus di Kecamatan Giriwoyo, Punung, dan Pringkuku) ISOGLOS DIALEK BAHASA JAWA DI PERBATASAN JAWA TENGAH-JAWA TIMUR (Studi Kasus di Kecamatan Giriwoyo, Punung, dan Pringkuku) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidak terlepas dengan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidak terlepas dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidak terlepas dengan manusia yang lain. Ia selalu berhubungan dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya. Hubungan ini dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai makna tertentu. Sebagai sistem lambang bunyi yang mempunyai makna,

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai makna tertentu. Sebagai sistem lambang bunyi yang mempunyai makna, 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap dan mempunyai makna tertentu. Sebagai sistem lambang bunyi yang mempunyai makna, bahasa digunakan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan untuk berinteraksi,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan untuk berinteraksi, 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan untuk berinteraksi, bekerja sama, dan mengidentifikasikan diri dalam suatu masyarakat bahasa. Anggota masyarakat

Lebih terperinci

BAHASA JAWA DI KABUPATEN PURBALINGGA (KAJIAN GEOGRAFI DIALEK)

BAHASA JAWA DI KABUPATEN PURBALINGGA (KAJIAN GEOGRAFI DIALEK) BAHASA JAWA DI KABUPATEN PURBALINGGA (KAJIAN GEOGRAFI DIALEK) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengucapan bunyi bahasa sebagai alat interaksi penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengucapan bunyi bahasa sebagai alat interaksi penting bagi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengucapan bunyi bahasa sebagai alat interaksi penting bagi manusia dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pengucapan inilah bisa jadi saling memahami antara manusia yang

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Kecamatan Kejaksan Kota Cirebon dalam bidang fonologi, morfologi, dan

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Kecamatan Kejaksan Kota Cirebon dalam bidang fonologi, morfologi, dan BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Penelitian mengenai penggunaan bahasa Jawa dialek Cirebon di Kecamatan Kejaksan Kota Cirebon dalam bidang fonologi, morfologi, dan leksikal dengan memanfaatkan tinjauan

Lebih terperinci

KAJIAN LEKSIKOSTATISTIK BAHASA MUNA, BAHASA CIA-CIA DAN BAHASA WOLIO DI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN LEKSIKOSTATISTIK BAHASA MUNA, BAHASA CIA-CIA DAN BAHASA WOLIO DI SULAWESI TENGGARA 1 KAJIAN LEKSIKOSTATISTIK BAHASA MUNA, BAHASA CIA-CIA DAN BAHASA WOLIO DI SULAWESI TENGGARA Oleh La Ode Rely (Ketua) Fatmah AR. Umar (Anggota 1) Salam (Anggota 2) Universitas Negeri Gorontalo Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya, merupakan sebuah sistem yang saling terkait satu sama lain. Manusia dalam menjalani kehidupannya

Lebih terperinci

ISOGLOS DIALEK BAHASA JAWA DI PERBATASAN JAWA TENGAH-JAWA TIMUR (Studi Kasus di Kecamatan Giriwoyo, Punung, dan Pringkuku)

ISOGLOS DIALEK BAHASA JAWA DI PERBATASAN JAWA TENGAH-JAWA TIMUR (Studi Kasus di Kecamatan Giriwoyo, Punung, dan Pringkuku) ISOGLOS DIALEK BAHASA JAWA DI PERBATASAN JAWA TENGAH-JAWA TIMUR (Studi Kasus di Kecamatan Giriwoyo, Punung, dan Pringkuku) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk pemersatu antarsuku, bangsa dan budaya, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. untuk pemersatu antarsuku, bangsa dan budaya, sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang digunakan sebagai alat komunikasi untuk pemersatu antarsuku, bangsa dan budaya, sehingga perkembangan bahasa Indonesia saat ini

Lebih terperinci

PENGANTAR. 1. Pengertian Sosiolinguistik 2. Masalah Yang Dikaji Sosiolinguistik

PENGANTAR. 1. Pengertian Sosiolinguistik 2. Masalah Yang Dikaji Sosiolinguistik PENGANTAR 1. Pengertian Sosiolinguistik 2. Masalah Yang Dikaji Sosiolinguistik Pengantar مقدمة Bahasa sebagai alat komunikasi dan interaksi dapat dikaji secara internal dan eksternal. Kajian internal mikrolinguistik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar kata dibentuk dengan cara menggabungkan beberapa komponen yang berbeda. Proses pembentukan kata

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Kajian pustaka menguraikan penelitian-penelitian yang dijadikan acuan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Kajian pustaka menguraikan penelitian-penelitian yang dijadikan acuan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka menguraikan penelitian-penelitian yang dijadikan acuan dalam menyusun landasan atau kerangka teori. Kajian pustaka berfungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat pemakainya dalam berkomunikasi. Bahasa yang baik berkembang berdasarkan sistem, yaitu seperangkat

Lebih terperinci

BAHASA MINANGKABAU DI DAERAH ASAL DENGAN BAHASA MINANGKABAU DI DAERAH RANTAU MALAYSIA: KAJIAN DIALEKTOLOGIS

BAHASA MINANGKABAU DI DAERAH ASAL DENGAN BAHASA MINANGKABAU DI DAERAH RANTAU MALAYSIA: KAJIAN DIALEKTOLOGIS Jurnal Arbitrer BAHASA MINANGKABAU DI DAERAH ASAL DENGAN BAHASA MINANGKABAU DI DAERAH RANTAU MALAYSIA: KAJIAN DIALEKTOLOGIS Reniwati, Noviatri, Aslinda, Midawati Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semangat kebangsaan dan semangat perjuangan dalam mengantarkan rakyat

BAB I PENDAHULUAN. semangat kebangsaan dan semangat perjuangan dalam mengantarkan rakyat 1 BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia memiliki peran yang sangat menentukan dalam perkembangan kehidupan bangsa Indonesia. Dalam masa perjuangan kemerdekaan, bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penginventarisasian dan pendokumentasian bahasa merupakan kegiatan yang

BAB I PENDAHULUAN. Penginventarisasian dan pendokumentasian bahasa merupakan kegiatan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginventarisasian dan pendokumentasian bahasa merupakan kegiatan yang sangat marak dilakukan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Hal tersebut dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI, BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK 2.1 Teori-Teori Yang Relevan Dengan Variabel Yang Diteliti 2.1.1 Pengertian Semantik Semantik ialah bidang linguistik yang mengkaji hubungan antara tanda-tanda

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Bahasa adalah salah alat komunikasi yang sangat penting bagi setiap manusia

PENDAHULUAN. Bahasa adalah salah alat komunikasi yang sangat penting bagi setiap manusia PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah salah alat komunikasi yang sangat penting bagi setiap manusia agar dapat mempertahankan kehidupannya. Dapat dikatakan bahwa tidak ada satu orang manusia yang

Lebih terperinci

ANALISIS MAKNA DALAM RAGAM DIALEK LOKAL ACEH BESAR DALAM BAHASA ACEH

ANALISIS MAKNA DALAM RAGAM DIALEK LOKAL ACEH BESAR DALAM BAHASA ACEH 47-51 ANALISIS MAKNA DALAM RAGAM DIALEK LOKAL ACEH BESAR DALAM BAHASA ACEH Asriani, Harunnun Rasyid dan Erfinawati Universitas Serambi Mekkah Email : asrianiusm82@gmail.com Diterima 14 Oktober 2017/Disetujui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepustakaan yang Relevan Kajian tentang morfologi bahasa khususnya bahasa Melayu Tamiang masih sedikit sekali dilakukan oleh para ahli bahasa. Penulis menggunakan beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diberikan akal dan pikiran yang sempurna oleh Tuhan. Dalam berbagai hal manusia mampu melahirkan ide-ide kreatif dengan memanfaatkan akal dan pikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Demikian pula bahasa Jawa juga mengalami perkembangan. Dari bahasa Jawa Kuna berkembang menjadi bahasa Jawa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam bab ini akan dipaparkan metodologi penelitian yang mencakup desain penelitian, partisipasi dan tempat penelitian, pengumpulan data, dan analisis data. Adapun pemaparan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengutamakan peneropongan kata-kata (leksikon) secara statistik, untuk

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengutamakan peneropongan kata-kata (leksikon) secara statistik, untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu metode pengelompokan bahasa adalah leksikostatistik. Leksikostatistik merupakan suatu teknik dalam pengelompokan bahasa yang lebih cenderung mengutamakan

Lebih terperinci