PEMELIHARAAN LARVA KEPITING BAKAU, Scylla serrata DENGAN PEMBERIAN PAKAN ALAMI BERBEDA JENIS PENGAYANYA
|
|
- Teguh Tanuwidjaja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 653 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016 ABSTRAK PEMELIHARAAN LARVA KEPITING BAKAU, Scylla serrata DENGAN PEMBERIAN PAKAN ALAMI BERBEDA JENIS PENGAYANYA Gunarto, Bunga Rante Tampangallo, Herlinah, dan Muhammad Nur Syafaat Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi Selatan Kualitas pakan alami larva kepiting bakau, Scylla serrata dapat ditingkatkan dengan pengayaan terlebih dahulu sebelum diberikan ke larva. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui jenis pengkaya terbaik untuk nauplius artemia yang dijadikan pakan larva kepiting bakau stadia zoea-3 hingga stadia megalopa dengan indikasi terjadi peningkatan rasio DHA/EPA, vitalitas larva meningkat, produksi krablet menjadi lebih banyak. Larva yang baru menetas dan sehat dipelihara di 12 unit bak fiber kerucut volume 250 L diisi air laut steril sebanyak 200 L masing-masing dengan padat tebar 100 ind./l. Larva diberi pakan rotifer dan nauplius artemia yang sudah diperkaya dengan HUFA. Selain itu, nauplius artemia juga dikayakan dengan beberapa jenis pengaya lainnya sebagai perlakuan yaitu a) nauplius artemia tidak diperkaya dengan jenis pengaya lainnya, b). nauplius artemia diperkaya dengan Nannochloropsis sp., c). nauplius artemia diperkaya dengan vitamin C, dan d). nauplius artemia diperkaya dengan Nannochloropsis sp. dan vitamin C. Masing-masing perlakuan dengan tiga kali ulangan. Monitoring dilakukan pada rasio DHA/EPA pada nauplius artemia yang diperkaya dengan jenis pengkaya berbeda, perkembangan dan populasi larva, kualitas air, populasi Vibrio sp., total hemosit dan produksi krablet dari setiap perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio DHA/EPA pada nauplius artemia yang diperkaya dengan Nannochloropsis sp. adalah tertinggi dibandingkan dengan jenis pengkaya lainnya. Nilai Indeks Perkembangan Larva yang tertinggi adalah di perlakuan B (4,91) disusul oleh larva di perlakuan C (4,85), kemudian larva di perlakuan A dan D masing-masing dengan (4,58). Jumlah krablet D-10 terbanyak di perlakuan B (109,5+36,1 ekor), disusul perlakuan C (82,0+26,9 ekor), keduanya tidak berbeda nyata (P>0,05) tetapi keduanya berbeda nyata dengan produksi krablet di perlakuan D (33+21,21 ekor) dan perlakuan A (27,5+12,02 ekor). Produksi krablet tertinggi di perlakuan B tersebut didukung dengan jumlah sel haemosit tertinggi pada larva zoea-5 di perlakuan B. KATA KUNCI: larva Scylla serrata; pengaya; HUFA; vitamin C; Nannochloropsis sp. PENDAHULUAN Kepiting bakau jenis Scylla spp. mempunyai nilai ekonomis yang tinggi di pasaran negara-negara kawasan Asia Tenggara termasuk di Filipphina (Baylon, 2011), di Malaysia (Anuar et al., 2011), di Vietnam (Truong et al., 2007), dan di Indonesia (Zafran et al., 2004; Gunarto et al., 2011). Pembenihan kepiting bakau baik di Indonesia maupun di luar negeri telah banyak dilakukan (Quinitio et al., 2001; Hamasaki et al., 2002; Truong et al., 2007; Anuar et al., 2011; Suprayudi et al., 2012; Gunarto et al., 2014), namun hingga sekarang teknologi produksi benih secara massal belum dikuasai. Vitalitas larva kepiting bakau selain ditentukan oleh kualitas telurnya juga ditentukan oleh kualitas pakan larva tersebut (rotifer dan nauplius artemia), terutama kandungan DHA, EPA (Truong et al., 2007; Gunarto & Herlinah, 2015) dan total asam lemak 3 (Churchil, 2003). endahnya kualitas pakan larva menyebabkan vitalitas larva rendah berakibat pada jumlah larva yang berhasil berkembang hingga stadia krablet sedikit. Perbaikan kualitas pakan untuk larva mutlak harus dilakukan dalam rangka meningkatkan produksi krablet. Pemilihan bahan pengaya rotifer dan nauplius artemia yang tepat mampu meningkatkan rasio DHA/EPA, mempercepat pertumbuhan larva dan meningkatkan sintasan larva adalah sangat penting. Oleh karena itu, perlu diketahui apakah rotifer dan nauplius artemia cukup hanya diperkaya dengan HUFA (High Unsaturated Fatty Acid) atau diperkaya dengan fitolpankton, Nannochloropsis. atau diperkaya dengan vitamin C, askorbil palmitat atau harus dikombinasi antara bahan pengayanya tersebut. Fitoplankton jenis Nannochloropsis sp. baik yang
2 Pemeliharaan larva kepiting bakau, Scylla serrata... (Gunarto) 654 masih hidup ataupun telah dikonsentrasi (dalam bentuk pasta) telah digunakan untuk memperkaya rotifer maupun nauplius artemia (Matthew et al., 2006: Gunarto & Herlinah, 2013). Vitamin C dapat berfungsi sebagai stimulan untuk sistem pertahanan tubuh non spesifik, sehingga diharapkan mampu meningkatkan kekebalan tubuh non sp.esifik pada larva kepiting bakau yang dipelihara pada akhirnya akan meningkatkan produksi krablet. Tujuan penelitian adalah mendapatkan jenis pengaya terbaik untuk pakan ( nauplius Artemia) yang diberikan ke larva kepiting bakau stadia zoea-3 hingga menjadi megalopa dengan indikasi terjadi peningkatan rasio DHA/EPA, vitalitas larva meningkat, produksi krablet menjadi lebih banyak. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di hatcheri kepiting bakau di Instalasi Penelitian Marana, Maros, milik Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau, pada bulan Agustus-Nopember tahun Larva kepiting bakau yang baru menetas stadia zoea-1 dan sehat dipelihara di dalam bak fibre glass kerucut kapasitas 250 L, diisi air laut steril salinitas 30 ppt sebanyak 200 L. Larva ditebar dengan kepadatan 100 ekor/l. Larva pada stadia zoea-1 diberi pakan rotifera dengan kepadatan 20 ind./ ml yang diperkaya dengan HUFA dosis 100 mg/l. Setelah mencapai stadia zoea-3, selain rotifera, larva juga Tabel 1. Dosis pakan harian yang diberikan selama pemeliharaan larva kepiting bakau Stadia Frekuensi pemberian Kepadatan rotifera Kepadatan Naupli Artemia pakan (ind./ml) (ind/ml) Zoea Zoea Zoea Zoea Zoea Megalopa 1-2 diberi pakan naupli artemia juga diperkaya dengan HUFA dosis 200 mg/l. Pemberian pakan larva secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1. Naupli artemia sebelum diberikan ke larva zoea-3 hingga stadia megalopa, terlebih dahulu diperkaya dengan berbagai bahan pengkaya tambahan sebagai perlakuan yaitu A) Naupli artemia tidak ditambahkan bahan pengkaya hanya pengkaya HUFA sesuai SOP B) Naupli artemia diperkaya dengan Nannochloropsis sp. (636 x 10 4 sel/ml) C) Naupli artemia diperkaya dengan vitamin C (ascorbil palmitat) dosis 250 mg/l. D) Nauplius artemia diperkaya dengan vitamin C (ascorbil palmitat) dosis 250 mg/l dan Nannochloropsis sp. (636 x 10 4 sel/ml). Pengayaan rotifer dengan HUFA 100 mg/l dilakukan selama satu jam (hasil terbaik uji pendahuluan), sedangkan pengayaan nauplius artemia dengan bahan pengkaya tambahan seperti Nannochloropsis sp. dan vitamin C, askorbil palmitat dilakukan selama 5 jam (hasil terbaik uji pendahuluan). Khusus pada perlakuan B dan D, setelah larva masuk ke stadia zoea-5, nauplius Artemia yang akan dijadikan pakan larva tersebut diperkaya dengan Nannochloropsis sp. (Tabel 2). Kandungan vitamin C, DHA, EPA dan ARA pada rotifera dan naupli artemia yang telah diperkaya dengan vitamin C askorbil palmitat, HUFA dan Nannochloropsis sp. masing-masing dikeringkan dalam freeze drier, kemudian masing-masing sampel sebanyak 2 g baik dari rotifer maupun naupli artemia yang telah diperkaya, selanjutnya dikirim ke PT Saraswanti Indo Genetech, di Bogor untuk dianalisis kandungan vitamin C, asam askorbat dengan metode titrasi juga kandungan DHA, EPA dan ARA.
3 655 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016 Tabel 2. Perlakuan pengayaan naupli artemia sebelum diberikan sebagai pakan larva kepiting bakau S. serrata. Perlakuan Pengayaan rotifer (diberikan pada stadia zoea-1 s/d stadia zoea-3) Pengayaan naupli artemia (diberikan pada stadia zoea-3 s/d stadia megalopa Pengayaan naupli artemia dengan Vit C (diberikan pada stadia zoea-3 s/d stadia megalopa) Pengayaan naupli artemia dengan Nannochloropsis sp. (diberikan pada stadia zoea-5 s/d stadia megalopa) A HUFA (100 mg/l) HUFA (200 mg/l) - - B HUFA (100 mg/l) HUFA (200 mg/l) sel/ml C HUFA (100mg/L) HUFA (200 mg/l) Vitamin C 250 mg/l - D HUFA (100mg/L) HUFA (200 mg/l) Vitamin C 250 mg/l sel/ml Pergantian air pada saat pemeliharaan larva mulai dilakukan setelah tujuh hari pemeliharaan yaitu sebanyak 5% dari volume total. Selanjutnya jumlah air yang diganti disesuaikan dengan kondisi air pemeliharaan larva. Populasi larva zoea-1 hingga zoea-5 dimonitor dengan cara mengambil air beberapa kali menggunakan mangkok yang telah diketahui volume airnya. Jumlah larva yang ikut dalam air tersebut dihitung dan dirata-ratakan selanjutnya dikonversi ke volume air satu liter dan volume air bak. Sampel larva sebanyak 20 ekor dari setiap perlakuan diambil untuk dimonitor perkembangan larva. Untuk membandingkan perkembangan larva di antara ke empat perlakuan, maka dihitung rata-rata indek perkembangan larva (IPL) dari setiap perlakuan berdasarkan metode dari Truong et al. (2007) yaitu dengan cara menentukan nilai untuk setiap stadia, zoea-1 = 1, zoea- 2 = 2 dan seterusnya sampai pada megalopa dengan nilai = 6. Penentuan nilai IPL adalah sebagai berikut, misalnya dari 30 zoea yang diambil sebagai sampel terdiri dari 17 ekor Zoea-5, 10 ekor zoea-4 dan tiga ekor zoea-3. Dengan demikian nilai IPL adalah: 3 x 3 10 x 4 5 x ,47 Panjang duri dorsal, karapas dan abdomen larva diamati dengan cara melakukan pengukuran menggunakan mikroskop inverted terhadap sampel larva sebanyak 10 ekor dari setiap ulangan di setiap perlakuan pada hari ke 11 dan 20 pemeliharaan. Larva, selain diukur juga diambil sampel larva stadia zoea-5 untuk melihat parameter imun yaitu total sel hemositnya. Perhitungan total hemosit mengacu pada metode dari Blakxhall dan Daishley (1973) dengan beberapa modifikasi. Sebanyak 10 ekor larva zoea-5 diambil kemudian ditiriskan diatas tissu lalu dimasukkan ke dalam efendorf yang telah berisi 300 µl antikoagulan kemudian digerus. Sebanyak 20 µl cairan tersebut diambil dan diteteskan ke hemositometer untuk pengamatan total sel hemosit dan 100 µl diambil untuk pengamatan propo. Sel hemosit dihitung dengan bantuan mikroskop cahaya binokuler pada pembesaran 400x. Total sel hemosit dihitung menggunakan rumus (Blakxhall dan Daishley (1973): n N n2 n3 5 n4 n5 x 25 x 4 10 di mana: N = Jumlah sel hemosit (sel/ml) 1, n2, n3, n4, n5 = jumlah sel hemosit dalam kotak kecil hemositometer. 25 x 10 4 = ketetapan untuk satuan volume haemositometer dalam ml
4 Pemeliharaan larva kepiting bakau, Scylla serrata... (Gunarto) 656 Setelah mulai muncul megalopa, maka larva dipindahkan ke bak fiber bulat volume 4 ton yang diisi air laut steril salinitas 30 ppt sebanyak 2 ton dan air dibuat sirkulasi dengan bantuan aerasi. Populasi megalopa yang muncul di bak 4 ton dimonitor dengan cara mengambil air dengan mangkok volume 1000 ml di tiga titik berbeda di bak pemeliharaan larva. Jumlah megalopa dan larva yang masih stadia zoea yang masuk ke dalam air di mangkok dihitung. Pengambilan hingga mencapai jumlah larva tertentu, misalnya 90 ekor dan dihitung jumlah megalopa yang ikut terbawa masuk selanjutnya dijadikan nilai Indeks Kemunculan megalopa. Jumlah krablet yang dihasilkan dihitung dengan cara dipanen total krablet yang dihasilkan setelah krablet berumur 10 hari. Sebagai data penunjang dilakukan pengukuran beberapa peubah kualitas air media pemeliharaan larva yang meliputi amoniak, nitrit, BOT, total Vibrio sp.. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan pada sintasan larva, megalopa dan produksi kepiting muda, maka data yang diperoleh dari setiap perlakuan dibandingkan dan dianalisis menggunakan analisis varians pola Rancangan Acak Lengkap (RAL). Sebagai alat bantu untuk melaksanakan uji statistik tersebut digunakan paket program SP.SS (Statical Product Service Solution). HASIL DAN BAHASAN Pengkayaan rotifer dan nauplius Artemia dengan HUFA ( High Unsaturated Fatty Acid) adalah merupakan standart operational prosedure dalam pemeliharaan larva untuk meningkatkan kandungan DHA dan EPA pada rotifer dan nauplius Artemia sehingga kualitas sebagai pakan larva meningkat. Dengan pakan kualitas lebih bagus, larva mampu berkembang dan sukses bermetamorfosis ke stadia berikutnya hingga sampai ke stadia krablet, meningkatkan sintasan, pertumbuhan dan tahan stres (Karim, 2006). Hasil analis kandungan DHA, EPA, ARA dan rasio DHA/EPA pada rotifer dan nauplius Artemia yang dikayakan dengan HUFA disajikan pada Tabel 3. Rotifer yang tidak diperkaya dengan HUFA diperoleh rasio DHA/EPA paling rendah yaitu 0,063. Pengayaan rotifera dengan HUFA pada konsentrasi 100 mg/l yang terbaik adalah dengan lama pengayaan satu jam. Hal ini dilihat dari rasio DHA/EPA yang paling tinggi (0,861) jika dibandingkan dengan pengayaan rotifer dengan HUFA dengan lama waktu pengayaan dua dan tiga jam, masingmasing diperoleh rasio DHA/EPA adalah 0,616 dan 0,649. Nauplius Artemia yang tidak diperkaya dengan HUFA diperoleh rasio DHA/EPA = 0,073. Sedangkan nauplius Artemia yang diperkaya dengan HUFA 200 mg/l rasio DHA/EPA = 0,6. Namun setelah nauplius Artemia diperkaya dengan HUFA dan vitamin C, terjadi penurunan rasio DHA/EPA = 0,475. Hal ini berbeda apabila nauplius Artemia diperkaya HUFA dan Nannochloropsis sp. akan terjadi peningkatan yaitu rasio DHA/EPA = 0,743. Pengayaan nauplius Artemia dengan HUFA dan vitamin C, harus di atas dua jam agar diperoleh kandungan vitamin C yang tinggi (>1000 µg/g bobot kering). Berdasarkan hasil analisis terhadap Tabel 3. Kandungan DHA, EPA, ARA dan rasio DHA/EPA pada rotifera dan nauplius Artemia yang dikayakan dengan HUFA Sampel DHA EPA ARA Rasio (mg/100g) (mg/100g) (mg/100g) DHA/EPA Rotifera/Rotifer, Brachionus sp. 3,28 52,03 0,063 Rotifera/Rotifer HUFA 100 mg/l 1 jam ,3 114,3 0,861 Rotifera/Rotifer HUFA 100 mg/l 2 jam 357,5 580,3 106,8 0,616 Rotifera/Rotifer HUFA 100 mg/l 3 jam 346,9 533,7 163,6 0,649 Rotifera HUFA 100 mg/l 3 jam & Nannochloropsis sp. 3,42 23,26 21,65 0,147 Artemia ,7 0,073 Artemia Vit C 250 mg/l 5 jam 11,8 298,9 103,5 0,039 Artemia HUFA 200 mg/l 5 jam ,1 0,6 Artemia HUFA 200 mg/l Vit C 250 mg/l 5 jam 165,45 348, ,475 Artemia HUFA 200 mg/l Nanno Vit C250 mg/l 5 jam ,564 Artemia HUFA 200 mg/l Nannochloropsis sp. 5 jam 273,05 367,05 106,05 0,743
5 657 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016 kandungan vitamin C setelah nauplius Artemia diperkaya dengan vitamin C, periode pengayaan terbaik adalah selama 5 jam. Nauplius Artemia yang diperkaya dengan HUFA dan vitamin C 250 mg/ L selama 5 jam adalah yang terbaik karena mengandung vitamin C tertinggi yaitu sebanyak 1711,87 Tabel 4. Kandungan vitamin C pada rotifera dan nauplius Artemia yang diperkaya dengan vitamin C No Sampel Vit C (µg/g bobot kering) 1 Artemia Artemia HUFA 200 mg/l Vit C 250 mg/l 2 jam 961,54 3 Artemia HUFA 200 mg/l Vit C 250 mg/l 5 jam 1711,87 4 Artemia HUFA 200 mg/l Vit C 250 mg/l 10 jam 1452,2 µg/g berat kering, dibandingkan dengan nauplius Artemia yang diperkaya dengan HUFA dan vitamin C 250 mg/l selama 2 jam (961,54 µg/g berat kering) dan nauplius Artemia yang diperkaya dengan HUFA dan vitamin C selama 10 jam (1452,2 µg/g bobot kering) (Tabel 4). Perkembangan Larva Kepiting Bakau Perkembangan larva hingga mencapai krablet diperlukan beberapa kali metamorfosis yaitu dari larva stadia zoea-1 berkembang menjadi larva stadia zoea-2. Pada periode tersebut populasi larva masih cukup tinggi (>80%) di semua perlakuan. Dari stadia zoea-2 ke zoea-3 populasi larva tertinggi dijumpai di perlakuan B (70,81%). Populasi larva terendah (62,01%) di perlakuan C, sedangkan perlakuan A dan D populasi larva masing-masing sekitar (65%). Penurunan populasi larva cukup drastis terjadi pada stadia zoea-3 ke zoea-4 di semua perlakuan. Penurunan populasi larva tertinggi dijumpai di perlakuan B sekitar 41%, kemudian disusul oleh perlakuan A sekitar 34%, perlakuan D 33% dan selanjutnya yang paling rendah (31%) adalah di perlakuan C. Penurunan populasi larva terus berlanjut hingga mencapai stadia zoea-5. Pada stadia tersebut populasi larva di perlakuan A sebanyak 6,68+ 2,89%, perlakuan B sebanyak 10,04+6,30%, perlakuan C sebanyak 9,32+0,56% dan perlakuan D adalah sebanyak 5,72+1,69%. Dengan demikian nampak bahwa pada stadia zoea-5 baru kelihatan pengaruh perlakuan terhadap sintasan larva, dimana sintasan tertinggi adalah larva di perlakuan B (larva yang diberi pakan rotifer dan nauplius Artemia yang diperkaya dengan HUFA dan Nannochloropsis sp.) dan perlakuan C (larva yang diberi pakan rotifer dan nauplius Artemia yang diperkaya dengan HUFA dan vitamin C). Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Suprayudi (2003) bahwa Nannochloropsis sp. memiliki potensi yang baik sebagai bahan pengkaya karena memiliki profil asam lemak yang baik ditinjau dari ketersediaan n-3 HUFA. Nannochloropsis sp. memiliki kandungan triglicerida (TAG) yang tinggi dan merupakan algae tunggal yang mempunyai kandungan nutrien yang lengkap seperti protein, mineral dan vitamin. Pada hari ke-19 pemeliharaan larva, mulai muncul megalopa, namun tidak secara sinkron. Monitoring populasi megalopa di bak kerucut di hari pertama kemunculannya masih sangat rendah yaitu satu individu megalopa/90 zoea-5 pada perlakuan A, satu individu megalopa/90 zoea-5 pada perlakuan B, enam individu megalopa/90 zoea-5 pada perlakuan C dan dua individu megalopa/90 zoea-5 pada perlakuan D. Pada hari kedua kemunculan megalopa terjadi sedikit peningkatan jumlah megalopa yaitu menjadi dua individu megalopa/90 zoea-5 pada perlakuan A, 12 individu megalopa/90 zoea- 5 pada perlakuan B, 12 individu megalopa/90 zoea-5 pada perlakuan C dan tujuh individu megalopa/ 90 zoea-5 pada perlakuan D (Tabel 5). Hal ini menunjukkan bahwa pakan larva yang diperkaya dengan tambahan bahan pengkaya seperti Nannochloropsis sp. (perlakuan B) dan vitamin C (perlakuan C), sedikit meningkatkan kecepatan perkembangan larva dibanding apabila pakan larva hanya diperkaya dengan bahan pengkaya dasar seperti hanya dengan HUFA atau pakan larva diperkaya dengan kombinasi Nannochloropsis sp. dan vitamin C.
6 Pemeliharaan larva kepiting bakau, Scylla serrata... (Gunarto) 658 Tabel 5. Kepadatan setiap stadia larva hingga menjadi krablet pada larva yang diberi pakan nauplius Artemia yang diperkaya dengan Nannochloropsis sp. dan vitamin C, ascorbil palmitat.
7 659 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016 Berdasarkan hasil analisis kandungan DHA dan EPA, nampak bahwa pada artemia yang diperkaya dengan HUFA dan Nannochloropsis sp. mempunyai rasio DHA/EPA tertinggi yaitu =0,743. Nannochloropsis sp. adalah satu diantara beberapa jenis fitoplankton yang terbaik untuk pakan rotifer, dengan kandungan asam lemak 20:5ù-3 (EPA) sebanyak 3,84-4,31% berat kering (Zitteli et al., 1999). Penambahan Nannochloropsis sp. pada pemeliharaan larva ikan/crustasea mampu meningkatkan vitalitas larva, kandungan EPA dan DHA pada rotifer yang ada di bak larva menjadi meningkat, dibandingkan dengan rotifer yang tidak diperkaya dengan Nannochloropsis sp. (Okauchi, 2004). Larva kepiting bakau S. serrata dan S. paramamosain memerlukan n-3hufa pada tingkat yang lebih tinggi pada waktu pakannya berupa artemia, bila dibandingkan pada waktu larva pakannya berupa rotifer (Takeuchi & Murakami, 2007). Oleh karena itu dosis pengkayaan dengan HUFA juga lebih tinggi pada nauplii artemia dimana pada penelitian ini nauplius Artemia diperkaya dengan HUFA pada konsentrasi 200 mg/l, padahal menurut Truong et al. (2007) untuk larva S. paramamosain dosis untuk pengkayaan nauplius Artemia hanya mencapai 100 mg/l. Hal yang berlawanan dilaporkan oleh Davis (2004) bahwa meskipun larva diberi pakan artemia yang diperkaya dengan HUFA dan terjadi peningkatan kandungan HUFA di larva, tetapi hal tersebut tidak berkorelasi secara signifikan dengan peningkatan perkembangan, sintasan dan metamorfosis larva. Gunarto & Herlinah, (2015) melaporkan bahwa rasio DHA/EPA meningkat lebih tinggi sebanyak 69,23% pada rotifera yang diperkaya dengan HUFA dan pada nauplius Artemia hanya meningkat sebanyak 28,72%. Berdasarkan pengamatan di bawah mikroskop dari sampel larva yang diambil dari setiap perlakuan, nampak bahwa setelah 19 hari pemeliharaan larva di perlakuan A meskipun sudah didominasi oleh larva stadia zoea-5 dan mulai muncul megalopa yaitu sebanyak 58,3%, dan sisanya adalah larva stadia zoea-3 dan zoea-4 yaitu sebanyak 41,7%. Di perlakuan B menunjukkan 33,3% larva stadia zoea-4 dan 66,7% adalah larva stadia zoea-5 dan megalopa. Di perlakuan C larva terdiri dari zoea-4 sebanyak 41,7%. dan zoea-5 serta megalopa sebanyak 59,3%,. Sedangkan di perlakuan D larva stadia zoea-4 sebanyak 50% dan zoea-5 dan megalopa sebanyak 50%. Apabila dilihat dari nilai Indeks Perkembangan Larva (IPL) yang tertinggi adalah di perlakuan B (4,91) disusul oleh larva di perlakuan C (4,85), kemudian larva di perlakuan A dan D masing-masing dengan nilai Indek perkembangan larva yang sama (4,58). Jumlah krablet D-10 terbanyak diperoleh di perlakuan B (109,5+36,1 ekor), di mana larva diberi pakan rotifer dan nauplius Artemia yang diperkaya dengan HUFA dan tambahan bahan pengkaya berupa Nannochloropsis sp., kemudian disusul oleh larva di perlakuan C (82,0 +26,9 ekor) di mana larva diberi pakan rotifer dan nauplius Artemia yang dikayakan dengan HUFA dan tambahan bahan pengkaya berupa vitamin C. Selanjutnya larva di perlakuan D (33 +21,21 ekor) di mana larva diberi pakan rotifer dan nauplius Artemia yang dikayakan dengan HUFA, dan tambahan bahan pengkaya berupa vitamin C dan Nannochloropsis sp. Jumlah krablet yang paling sedikit (27,5+12,02 ekor) adalah di perlakuan A di mana larva diberi pakan rotifer dan nauplius Artemia yang diperkaya dengan bahan pengkaya dasar berupa HUFA. Berdasarkan analisis statistik jumlah krablet di perlakuan B dan C tidak berbeda nyata (P>0,05), tetapi keduanya berbeda nyata (P<0,05) dengan jumlah krablet yang dihasilkan pada berlakuan A dan D. Rendahnya jumlah krablet di semua perlakuan disebabkan karena produksi megalopa juga rendah di semua perlakuan dengan demikian zoea-5 mengalami gagal molting menjadi megalopa dan tidak semua megalopa yang ada sukses menjadi krablet. Hamasaki et al. (2002) melaporkan bahwa kematian larva S. serrata stadia zoea-5 secara massal gagal menjadi megalopa akibat gagal molting karena di bak larva stadia zoea-5 terlalu padat ditambahkan Nannochloropsis sp..yaitu mencapai kepadatan 1x10 10 sel/ml sehingga larva zoea-5 banyak mengalami abnormal. Pada penelitian ini Nannochloropsis sp. tidak ditambahkan langsung ke bak larva seperti yang dilakukan oleh Hamasaki et al. (2002), tetapi Nannochloropsis sp. dengan kepadatan 638 x 10 4 sel/ml hanya digunakan untuk pengkayaan nauplius Artemia selama lima jam sebelum nauplius Artemia diberikan ke larva zoea-5 dan megalopa sebagai pakannya. Pada penelitian ini sintasan dari larva S. serrata dari stadia zoea-1 hingga menjadi krablet masih <1%, sedangkan di India untuk sp.esies S. tranquebarica dilaporkan telah diperoleh sintasan sebanyak 6,9% (Thirunavukkarasu et al, 2014).
8 Pemeliharaan larva kepiting bakau, Scylla serrata... (Gunarto) 660 Nannochloropsis sp. banyak mengandung EPA, sehingga kalau terlalu banyak di bak larva, maka rotifer akan banyak makan Nannochloropsis sp., sehingga kandungan EPA dalam rotifer terlalu tinggi dan akan menyebabkan larva tumbuh secara tidak normal (hypermorfogenesis) (Hamasaki et al., 2002). Menurut Suprayudi et al. (2002) rotifer dengan kandungan asam lemak esensial sebanyak 0,8% n-3 HUFA adalah yang paling optimum meningkatkan sintasan larva hingga stadia krablet-1. Selanjutnya dikemukakan pula bahwa nauplius Artemia yang diperkaya dengan kombinasi fosfolipid dan asam lemak esensial menyebabkan terjadinya peningkatan ganti kulit lebih sinkron/serentak pada larva kepiting bakau S. serrata. Selanjutnya dikemukakan bahwa larva kepiting bakau, S. serrata membutuhkan 0,5% kolesterol pada pakan hidupnya, sehingga larva bisa tumbuh maksimal dengan sintasan yang tinggi. (Suprayudi et al., 2012). Rendahnya produksi krablet pada penelitian ini juga diakibatkan terjadinya kematian megalopa yang sudah turun ke dasar bak dan gagal bermetamorfosis menjadi krablet. Selain itu, juga disebabkan tidak semua zoea-5 berhasil menjadi megalopa, tetapi mati pada waktu dipindah dari bak kerucut ke bak segi empat/bulat volume 4 ton. Kematian larva zoea-5 dan megalopa yang demikian kemungkinan akibat larva mudah sekali stres dan akhirnya mati sesudah dipindah. Selain itu rendahnya produksi krablet karena produksi megalopa juga rendah, akibat larva tidak berkembang secara sinkron tetapi sangat bervariasi perkembangannya, sehingga kemunculan megalopa juga tidak secara sinkron. Ukuran Larva Kepiting Bakau yang Diberi Pakan Diperkaya dengan Bahan Pengaya Berbeda Hasil monitoring ukuran larva S. serrata pada hari ke-11 pemeliharaan larva di mana larva sebagian sudah mulai masuk ke stadia zoea-3, nampak bahwa larva di perlakuan D ukurannya lebih besar dan berbeda nyata (P<0,05) dengan ukuran larva di perlakuan A, B dan C (Tabel 6). Setelah umur 20 hari pemeliharaan larva, di mana larva sudah mulai menjadi megalopa, dijumpai ukuran panjang duri dorsal, panjang abdomen dan lebar karapas di perlakuan A, B, C dan D tidak berbeda nyata (P>0,05). Sedangkan ukuran panjang tubuh larva tertinggi dijumpai pada larva di perlakuan C, disusul oleh larva di perlakuan B dan keduanya tidak berbeda nyata (P>0,05), tetapi keduanya berbeda nyata Tabel 6. Ukuran panjang duri dorsal, abdomen, tubuh dan lebar karapas larva kepiting bakau Scylla serrata hari ke 11, yang diberi pakan nauplius Artemia dengan jenis pengkaya berbeda Panjang duri Lebar karapas Panjang Panjang tubuh Perlakuan dorsal (µm) (µm) abdomen (µm) (µm) A). HUFA 12,60+2,51 a 14,20+1,92 a 25,82+8,29 a 44,60+9,81 a B). HUFA & Nanno 11,60+1,67 a 13,20+1,30 a 26,38+2,24 a 44,20+3,11 a C). HUFA Vit. C 13,60+2,07 a 15,0+1,02a 24,68+5,78 a 44,0+9,46 a D). HUFA, Nanno & Vit. C 18,20+7,79 b 18,00+7,12 b 36,86+13,01 b 64,60+26,01 b (P<0,05) dengan panjang tubuh larva di perlakuan A dan D (Tabel 7). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan larva di perlakuan D hingga hari ke-11 sangat cepat, namun hal tersebut tidak berlangsung hingga larva mencapai stadia megalopa (hari ke-20). Hal ini karena pada hari ke 20 ukuran larva di perlakuan D lebih kecil dari pada ukuran larva di perlakuan B dan C. Dengan demikian larva yang cepat tumbuh di perlakuan D telah mati duluan sebelum hari ke 20. Kematian diakibatkan larva yang tumbuh terlalu cepat tersebut gagal molting menjadi megalopa. Seperti biasanya dijumpai bahwa semakin besar ukuran panjang tubuh larva, maka keberhasilan larva menjadi megalopa akan semakin tinggi. Dengan demikian nampak bahwa larva di perlakuan B dan C adalah yang paling sukses untuk menjadi megalopa. Hal tersebut dibuktikan dengan jumlah megalopa terbanyak di kedua perlakuan tersebut apabila dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Namun demikian ukuran panjang tubuh larva zoea-5 terbesar pada penelitian ini yaitu spesies S. serrata di perlakuan B (pengayaan dengan HUFA dan Nannochloropsis sp.) dan C (pengayaan dengan HUFA dan vitamin C dosis 250 mg/l) masing-masing 306,14 +22,39 µm dan 312,62+18,18 µm
9 661 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016 Tabel 7. Ukuran panjang duri dorsal, abdomen, tubuh dan lebar karapas larva kepiting bakau Scylla serrata hari ke 20, yang diberi pakan rotifer dan nauplius Artemia dengan pengkayaan berbeda Perlakuan Panjang duri dorsal (µm) Lebar karapas (µm) Panjang abdomen (µm) Panjang tubuh (µm) A). HUFA 78,12+19,90 a 119,18+26,08 a 131,9+32,83 a 259,18+43,33 a B). HUFA & Nanno 92,00+2,16 a 138,71+12,54 a 158,42+33,12 a 306,14+22,39 b C). HUFA Vit. C 71,29+20,14 a 131,75+22,67 a 153,50+30,03 a 312,62+18,18 b D). HUFA, Nanno & Vit. C 81,40+16,02 a 127,88+30,23 a 143,66+22,39 a 284,66+22,39 a Angka dalam satu baris yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan perlakuan berbeda tidak nyata (P>0,05) masih lebih rendah dibanding ukuran larva zoea-5 yang diberi pakan rotifer dan nauplius Artemia yang diperkaya dengan HUFA dan vitamin C dosis 250 mg/l yang diperoleh pada penelitian sebelumnya menggunakan spesies S. paramamosain yaitu mencapai 373,66+30,24 µm (Gunarto et al., 2014). Total Haemosit pada Larva Zoea-5 Kepiting Bakau S. serrata Dalam tubuh krustase termasuk kepiting bakau tidak mempunyai immunoglobulin yang berperan dalam kekebalan, tetapi hanya mempunyai sel haemosit yang merupakan faktor pertahanan seluler dan humoral yang penting sebagai pertahanan tubuh melawan serangan organisme patogen. Sel haemosit berfungsi fagositose, proses koagulasi, dan pelepasan propenoloksidase, sinthesis alpha-2 Tabel 8. Total sel hemosit pada zoea-5 yang diberi pakan dan nauplius Artemia yang diperkaya dengan cara berbeda Zoea-5 Perlakuan Jumlah larva digerus (ekor) Sel hemosit THC A). HUFA A (20 ) 2333,3 2,333 x 10 7 sel/ml B). HUFA & Nanno B (30) ,5 x 10 7 sel/ml C). HUFA Vit. C C (30 ) ,8 x 10 7 sel/ml D). HUFA, Nanno & Vit. C D (35 ) 1733,3 1,733 x 10 7 sel/ml makroglobulin dengan glutinin dan peptida anti bakteri (Gilles & Haffner, 2000). Penyebaran dan peningkatan jumlah haemosit merupakan bentuk dari resp.on imun seluler pada tubuh krustasea (Itami, 1994). Pada penelitian ini total hemosit tertinggi (5,5 x 10 7 sel/ml) (Tabel 8), dijumpai pada larva zoea-5 yang diberi pakan nauplius Artemia yang diperkaya dengan HUFA dan Nannochloropsis sp. (perlakuan B). Sedangkan total haemosit terendah dijumpai pada larva yang diberi pakan yang diperkaya dengan HUFA, vitamin C dan Nannochloropsis sp. (perlakuan D). Hal ini karena berdasarkan nilai rasio DHA/EPA terjadi penurunan setelah ditambahkan pengayaan dengan vitamin C (Tabel 3), sehingga larva zoea-5 banyak mengalami gagal molting menjadi megalopa. Total Vibrio sp. dan Kualitas Air di Bak Pemeliharaan Larva Beberapa parameter kualitas air yang dimonitor adalah salinitas yaitu pada kisaran ppt di semua perlakuan. ph air relatitif stabil yaitu 7,5-8,0. Suhu air pada kisaran o C di semua perlakuan. Populasi Vibrio sp. ditunjukkan pada Tabel 9, di mana populasi Vibrio sp. pada waktu larva umur 11 hari (stadia zoea-3) adalah pada kepadatan 10 3 CFU/mL di semua perlakuan dan menunjukkan perbedaan tidak nyata (P>0,05) di antara ke empat perlakuan yang diuji. Pada waktu larva telah menjadi megalopa yaitu pada hari pemeliharaan ke-21, populasi Vibrio sp. meningkat menjadi 10 4
10 Pemeliharaan larva kepiting bakau, Scylla serrata... (Gunarto) 662 Tabel 9. Populasi Vibrio sp. di bak pemeliharaan larva kepiting bakau S. serrata dengan pakan nauplius Artemia yang diperkaya dengan cara berbeda Perlakuan Populasi Vibrio sp. Populasi Vibrio sp. Kepadatan larva hari ke-11 hari ke-21/ Hari 1 (Log cfu/ml) (Log cfu/ml) A). HUFA 100 3,85+0,26 4,49+0,32 B). HUFA & Nanno 100 3,59+0,29 4,24+0,37 C). HUFA Vit. C 100 3,55+0,09 4,15+0,36 D). HUFA, Nanno & Vit. C 100 3,59+0,42 4,18+0,47 CFU/mL di semua perlakuan (Tabel 9). Populasi bakteri Vibrio berpendar yaitu V. harveyi dengan kepadatan 10 1 cfu/ml dijumpai hanya di bak C pada waktu larva sebagian telah menjadi megalopa di hari ke-21. Sedangkan di bak lainnya tidak dijumpai bakteri V. harveyi. Meski demikian produksi krablet di perlakuan C masih lebih tinggi dibanding dengan produksi krablet di perlakuan A dan D. Hal tersebut kemungkinan ada peranan vitamin C yang mampu meningkatkan kekebalan tubuh larva di perlakuan C. Kualitas Air di Bak Pemeliharaan Larva Kualitas air sangat berperan penting pada kesehatan larva. Untuk menjaga kualitas air tetap baik, maka penggantian air setiap dua hari sekali dilakukan mulai hari ke-7 pemeliharaan larva sebanyak 5% dari volume air total. Konsentrasi nitrit pada hari ke-10 pemeliharaan larva kepiting bakau S. serrata cukup tinggi di semua perlakuan yaitu 2,215+0,31 mg/l (A), 2,173+0,55 mg/l (B), 2,25+0,13 mg/l (C) dan 1,99 +0,43 mg/l (D). Pada hari ke 20 pemeliharaan larva, konsentrasi nitrit semakin Tabel 10.Beberapa nilai parameter kualitas air hari ke-10 pada pemeliharaan larva kepiting bakau, S. serrata dengan pengayaan pakan berbeda Parameter A). HUFA B). HUFA & Nanno C). HUFA & Vit. C D). HUFA, Nanno & Vit. C Nitrit (mg/l) 2,215+0,31 2,173+0,55 2,25+0,13 1,99+0,43 Amoniak (mg/l) 0,757+0,38 0,713+0,29 0,78+0,11 0,78+0,23 BOT (mg/l) 58,32+0,58 58,13+1,34 53,67+2,53 58,71+1,77 Tabel 11.Beberapa nilai parameter kualitas air (hari ke-20) pada pemeliharaan larva kepiting bakau, S. serrata dengan pengayaan pakan berbeda Parameter A). HUFA B). HUFA & Nanno C). HUFA & Vit. C D). HUFA, Nanno & Vit. C Nitrit (mg/l) 3,671+0,62 4,302+1,68 3,244+0,45 3,901+0,43 Amoniak (mg/l) 0,103+0,05 0,122+0,03 0,152+0,01 0,105+0,07 BOT (mg/l) 55,03+2,42 53,86+1,46 54,25+2,32 48,63+5,27 meningkat yaitu mencapai 3,671+0,62 mg/l (A), 4,302 +1,68 mg/l (B), 3,244 +0,45 mg/l (C) dan 3,901+0,43 mg/l (D). Pada hari ke-10 konsentrasi amoniak masih rendah di semua perlakuan yaitu sekitar 0,7 mg/l. Sedangkan pada hari ke-20 konsentrasi amoniak semakin menurun di semua perlakuan. Hal ini akibat
11 663 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016 pergantian air dilakukan secara rutin dua hari sekali dan volumenya semakin lama semakin meningkat hingga 30% dari volume air total dalam bak pemeliharaan larva. Konsentrasi bahan organik total (BOT) pada hari ke pemeliharaan larva mencapai mg/l. Konsentrasi BOT tersebut cukup tinggi dan mampu meningkatkan populasi bakteri Vibrio sp. di bak pemeliharaan larva ataupun megalopa. KESIMPULAN Nauplius Artemia yang diperkaya dengan HUFA dan Nannochloropsis sp. (perlakuan B) adalah yang terbaik untuk pakan larva kepiting bakau S. serrata, karena memiliki nilai rasio DHA/EPA tertinggi (0,742) panjang tubuh larva, jumlah sel haemosit dan produksi krablet D-10 terbanyak (109,5 +36,1 ekor). Kemudian disusul oleh perlakuan C, produksi krablet 82,0+26,9 ekor, dimana larva diberi pakan nauplius Artemia yang diperkaya dengan HUFA dan vitamin C. Selanjutnya perlakuan D, produksi krablet sebanyak 33+21,21 ekor, dimana larva diberi pakan nauplius Artemia yang dikayakan dengan HUFA, vitamin C dan Nannochloropsis sp. Produksi krablet yang paling rendah adalah larva di perlakuan A (27,5 +12,02 ekor) dimana larva diberi pakan nauplius Artemia yang diperkaya dengan HUFA. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis banyak mengucapkan terima kasih kepada saudari Masyita Makmur, Sainal, M. Risal dan Kamaruddin yang telah membantu jalannya penelitian ini hingga selesai dengan baik. DAFTAR ACUAN Anuar, H., Hai, T. N., Anil, C., & M. Sukumaran. (2011). Preliminary study on the feeding regime of laboratory reared mud crab larva, Scylla serrata (Forsskal, 1775). Word Applied Sciences Journal, 14(11), Blaxhall, P., & Daishley, K. (1973). Some blood parameters of the Rainbow Trout I. The Kamloops variety. J. Fish. Biol., 5: 1-8. Bachere, E. (2000). Shrimp immunity and diseases control. Aquaculture, 191, Bailon, J.C. (2011). Survival and development of larvae and juvenile of the mud crab ( Scylla olivacea Forskal (Crustacea: Decapoda: Portunidae) at various temperature and salinities. Philipp Agric Scientist 94 (2) : Churchill, G.J. (2003). An investigation into the captive sp.awning, egg characteristics and egg quality of the mud crab (Scylla serrata) in South Africa. MSc. Thesis (pp. 86). Rhodes University, Grahamstown, Afrika Selatan. Davis, J.A. (2004). Development of hatchery techniques for the mud crab Scylla serrata (Forskal) in South Africa. Ph.D Thesis (pp. 156) in Applied Biological Sciences. University Gent. Belgia. Gilles Le Moullac & Haffner, P. (2000). Environmental factors affecting immune resp.onses in crustacea. Aquaculture, 191, Gunarto & Widodo, A.F. (2011). Pengaruh perbedaan suhu air pada perkembangan larva kepiting bakau, Scylla olivacea. Prosiding FITA tahun Puslitbang Perikanan Budidaya, Jakarta. Gunarto & Herlinah Jompa. (2013). Pemeliharaan larva kepiting bakau, Scylla olivacea menggunakan sistem air hijau. Dalam Haryanti et al. (Eds.). Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2013 (hlm ). Perakitan Strain dan Pemanfaatan Induk Unggul Kesehatan Ikan dan Lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya, Jakarta. Gunarto, Herlinah, Tonnek, S., Syafaat, N., Nurbaya & Tampangalo, B.R. (2014). Pengembangan teknologi budidaya kepiting bakau. Laporan Teknis Akhir Kegiatan Penelitian, Kementerian Kelautan dan Perikanan Tahun 2014 (hlm. 33). Gunarto & Herlinah. (2015). Tingkat produksi crablet kepiting bakau, Scylla paramamosain dengan pemberian pakan diperkaya dengan HUFA dan vitamin C pada fase larva. Jurnal Ilmu Teknologi Kelautan Tropis 7(2),
12 Pemeliharaan larva kepiting bakau, Scylla serrata... (Gunarto) 664 Hamasaki, K., Suprayudi, M.A. & Takeuchi, T. (2002). Mass mortality during metamorphosis to megalops in the seed production of mud crab Scylla serrata (Crustacea, Decapoda, Portunidae). Fish. Sci., 68, Karim, M. Y. (2006). Resp.on fisiologis larva kepiting bakau (Scylla serrata) yang diberi nauplius Artemia hasil bioenkapsulasi dengan asam lemak -3 Hufa. Jurnal Protein, 13(1), Matthew, R.P., Cynthia, K.F. & G.J. Holt. (2006). Highly unsaturated fatty acid composition of rotifers (Brachionus plicatilis) and Artemia fed varoius enrichments. Journal of the World Aquaculture Society, 37(1), Okauchi, M. (2004). An assesment of the beneficial roles of Nannochloropsis oculata in larval rearing of marine finfish. Bull. Fish Res. Agen (1), Quinitio, E.T., Parado-Estepa, F.D., Millamena, O.M., Rodriguez, E. & Borlongan, E. (2001). Seed production of mud crab Scylla serrata juveniles. Asian Fisheries Science, 14, Suprayudi, M.A., Takeuchi, T., Hamazaki, K. & Hirokawa, J. (2002). Effect of N-3HUFA content in rotifers on the development and survival of mud crab, Scylla serrata, larvae. Suisanzoshoku, 50(2), Suprayudi, M.A. (2003). Pengaruh dari macam dan dosis bahan pengkaya terhadap kualitas nutrisi rotifera Brachionus rotundiformis khususnya n3-hufa. Jurnal Akuakultur Indonesia, 2(1), Suprayudi, M. A., Takeuchi, T. & Hamasaki, K. (2004). Effects of artemia enriched with eicosapentaenoic and docosahexaenoic acid on survival and occurence of molting failure in megalop larvae of the mud crab Scylla serrata. Fisheries Science, 70(4), Suprayudi, M.A., Takeuchi, T., and K. Hamasaki. (2012). Phosp.holipids effect on survival and molting synchronicity of larvae mud crab, Scylla serrata. Hayati Journal of Biosciences 19 (4) : Takeuchi, T. & Murakami, K. (2007). Crustacean nutrition and larval feed, with emphasis on Japanese sp.iny loster, Panulirus japonicus. Bull. Fish. Res., Agen (20), Thirunavukkarasu, N., Nesakumari, S.A., & Shanmugam, A. (2014). Larva rearing and seed production of mud crab Scylla transquebarica (Fabricius, 1798). International Journal of Fisheries and Aquatic Studies 2 (2) : Truong, T. N., Mathieu, W., Tran, C. B., Hoang, P. T., Nguyen, V. D. & Sorgeloos, P. (2007). Improved techniques for rearing mud crab Scylla paramamosain (estampador 1949) larvae. Aquaculture Research, 38, Zafran, Des Roza, Johnny, F., Mahardika, K., & Rusdi, I. (2004). Aplikasi bakterin dalam pemeliharaan larva kepiting bakau Scylla paramamosain skala massal. JPPI. 10(2), Zittelli, G.C., Lavista, F., Bastianini, A., Rodolfi, L., Vincencini, M., & Tredici, M.R. (1999). Production of eicosapentaenoic acid by Nannochloropsis sp. cultures in outdoor tubular photobioreactors. Journal of Biotechnology, 70,
13 665 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016 DISKUSI Nama Penanya: Woro Hastuti Pertanyaan: Pengkayaan yang digunakan antara 1 jam dengan 5 jam bagaimana? Tanggapan: Untuk rotifer paling bagus yg 1 jam dibanding jika diperkaya lebih dari 1 jam untuk artemia yg paling baik adalah yg 5 jam. Jadi harus sama-sama diperkaya
TINGKAT PRODUKSI CRABLET KEPITING BAKAU Scylla paramamosain DENGAN PEMBERIAN PAKAN DIPERKAYA DENGAN HUFA DAN VITAMIN C PADA FASE LARVA
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 7, No. 2, Hlm. 511-520, Desember 2015 TINGKAT PRODUKSI CRABLET KEPITING BAKAU Scylla paramamosain DENGAN PEMBERIAN PAKAN DIPERKAYA DENGAN HUFA DAN VITAMIN
Lebih terperinciSeminar Nasional Tahunan XI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 30 Agustus 2014
PEMELIHARAAN LARVA KEPITING BAKAU Scylla serrata Forskal SKALA MASSAL DENGAN PAKAN ROTIFER DAN NAUPLI ARTEMIA YANG DIKAYAKAN DENGAN VITAMIN C, ASCORBYL PALMITAT RB-14 Gunarto Balai Penelitian dan Pengembangan
Lebih terperinciM.A. Suprayudi, E. Mursitorini dan D. Jusadi
Jurnal Pengaruh Akuakultur pengkayaan Indonesia, Artemia 5(2): sp. 119126 (2006) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai 119 http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id PENGARUH PENGKAYAAN Artemia
Lebih terperinciPENGENALAN UMUM BUDIDAYA KEPITING BAKAU
PENGENALAN UMUM BUDIDAYA KEPITING BAKAU MAROS, 10 MEI 2016 SPECIES KEPITING BAKAU (Keenan et al,. 1998) : Scylla serrata (Forskal, 1775), Scylla tranquiberica (Fabricius, 1798), Scylla paramamosain (Estampador,
Lebih terperinciPENGARUH PERBEDAAN SUHU AIR PADA PERKEMBANGAN LARVA KEPITING BAKAU, Scylla olivacea
281 Pengaruh perbedaan suhu air pada perkembangan larva... (Gunarto) PENGARUH PERBEDAAN SUHU AIR PADA PERKEMBANGAN LARVA KEPITING BAKAU, Scylla olivacea ABSTRAK Gunarto dan Aan Fibro Widodo Balai Penelitian
Lebih terperinciPEMELIHARAAN LARVA KEPITING BAKAU, Scylla olivacea DENGAN PENAMBAHAN BIOFLOK
645 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014 ABSTRAK PEMELIHARAAN LARVA KEPITING BAKAU, Scylla olivacea DENGAN PENAMBAHAN BIOFLOK Gunarto dan Herlinah Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya
Lebih terperinciPENGARUH INTENSITAS PENCAHAYA AN PADA PEMELIHARA AN L ARVA KEPITING BAKAU, Scylla paramamosain
387 Pengaruh intensitas pencahayaan pada pemeliharaan larva kepiting... PENGARUH INTENSITAS PENCAHAYA AN PADA PEMELIHARA AN L ARVA KEPITING BAKAU, Scylla paramamosain Gunarto, Aan Fibro Widodo, dan Herlinah
Lebih terperinciPemeliharaan Zoea-5 dan Megalopa Kepiting Bakau, Scylla olivacea dengan Wadah Berbeda
Pemeliharaan Zoea-5 dan Megalopa Kepiting Bakau, Scylla olivacea dengan Wadah Berbeda Gunarto, Nurbaya dan M. Zakaria Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau, Maros 90512 Sulawesi Selatan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan Larva Rajungan. Jenis Stadia dan Lama Waktu Perkembangan Larva
TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Larva Rajungan Jenis Stadia dan Lama Waktu Perkembangan Larva Tingkat perkembangan rajungan pada umumnya tidak berbeda dengan kepiting bakau. Perbedaannya hanya pada fase
Lebih terperinciBIMTEK BUDIDAYA KEPITING BAKAU
BIMTEK BUDIDAYA KEPITING BAKAU SPECIES KEPITING BAKAU (Keenan et al,. 1998) : Scylla serrata (Forskal, 1775), Scylla tranquiberica (Fabricius, 1798), Scylla paramamosain (Estampador, 1949) Scylla olivacea
Lebih terperinciPENGARUH SUHU TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERCEPATAN METAMORFOSIS LARVA KEPITING BAKAU (Scylla olivacea)
Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) XVII (2): 84-89 ISSN: 0853-6384 84 PENGARUH SUHU TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERCEPATAN METAMORFOSIS LARVA KEPITING BAKAU (Scylla olivacea) THE EFFECT OF TEMPERATURE
Lebih terperinciPENGARUH SUHU DAN SALINITAS PADA SINTASAN L ARVA KEPITING BAKAU, Scylla olivacea DI PANTI BENIH KEPITING INSTALASI TAMBAK MARANAK, MAROS
393 Pengaruh suhu dan salinitas pada sintasan larva... (Herlinah) PENGARUH SUHU DAN SALINITAS PADA SINTASAN L ARVA KEPITING BAKAU, Scylla olivacea DI PANTI BENIH KEPITING INSTALASI TAMBAK MARANAK, MAROS
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Materi Penelitian
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2006, di PT Centralpertiwi Bahari yang berlokasi di Desa Suak, Kecamatan Sidomulyo, Lampung Selatan.
Lebih terperinciUPAYA PENINGKATAN PRODUKSI PADA BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) POLA TRADISIONAL PLUS DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA
853 Upaya peningkatan produksi pada budidaya... (Gunarto) UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI PADA BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) POLA TRADISIONAL PLUS DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA ABSTRAK Gunarto
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu komoditas perikanan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu komoditas perikanan pada habitat perairan pantai, khususnya di daerah hutan bakau (mangrove). Kawasan hutan mangrove
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu komoditas perikanan budidaya yang permintaannya terus meningkat dan berkembang pesat. Udang vannamei memiliki
Lebih terperinciPERTUMBUHAN CALON INDUK IKAN BERONANG Siganus guttatus TURUNAN PERTAMA (F-1) DENGAN BOBOT BADAN YANG BERBEDA
1233 Pertumbuhan calon induk ikan beronang Siganus guttatus... (Samuel Lante) PERTUMBUHAN CALON INDUK IKAN BERONANG Siganus guttatus TURUNAN PERTAMA (F-1) DENGAN BOBOT BADAN YANG BERBEDA ABSTRAK Samuel
Lebih terperinciSERAPAN TIRAM Crassostrea iredalei TERHADAP POPULASI Nannochloropsis sp. DENGAN KEPADATAN AWAL BERBEDA
185 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 214 SERAPAN TIRAM Crassostrea iredalei TERHADAP POPULASI Nannochloropsis sp. DENGAN KEPADATAN AWAL BERBEDA ABSTRAK Sahabuddin, Andi Sahrijanna, dan Machluddin
Lebih terperinciEFISIENSI PENGGUNAAN PLANKTON UNTUK PEMBENIHAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) PADA HATCHERI SKALA RUMAH TANGGA
869 Efisiensi penggunaan plankton untuk pembenihan... (Suko Ismi) EFISIENSI PENGGUNAAN PLANKTON UNTUK PEMBENIHAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) PADA HATCHERI SKALA RUMAH TANGGA ABSTRAK Suko Ismi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Tingkat Kelangsungan Hidup Larva
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Tingkat Kelangsungan Hidup Larva Hasil pengamatan tingkat kelangsungan hidup larva rajungan setiap stadia diperlihatkan pada Lampiran 9 dan Gambar 3. 120 100 Survival Rate (%)
Lebih terperinciEFFECT OF DIFFERENT DENSITY ON THE RATE OF MANGROVE CRAB (Scylla Paramamosain) MOLTING MASS-REARED IN CAGE.
Journal of Marine and Coastal Science, 1(2), 125 139, 2012 PENGARUH PENGKAYAAN Artemia spp. DENGAN KOMBINASI MINYAK KEDELAI DAN MINYAK IKAN SALMON TERHADAP PERTUMBUHAN DAN TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP LARVA
Lebih terperinciPENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA PADA BUDIDAYA UDANG PENAEID DI TAMBAK
729 Penambahan tepung tapioka pada budidaya udang... (Gunarto) PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA PADA BUDIDAYA UDANG PENAEID DI TAMBAK Gunarto dan Abdul Mansyur ABSTRAK Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau
Lebih terperinciRESPON PERTUMBUHAN BENIH KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) PADA PERLAKUAN PERBEDAAN SALINITAS MEDIA DAN PEMBERIAN BIOMAS Artemia sp.
Available online at Indonesian Journal of Fisheries Science and Technology (IJFST) Website: http://ejournal.undip.ac.id/index.php/saintek Saintek Perikanan Vol.12 No.1: 7-11, Agustus 2016 RESPON PERTUMBUHAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Dalam kegiatan budidaya ikan, pakan dibagi menjadi dua jenis, pakan buatan dan
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu input penting dalam budidaya ikan. Pakan menghabiskan lebih dari setengah biaya produksi dalam kegiatan budidaya ikan. Dalam kegiatan budidaya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan saat ini mengalami kendala dalam. perkembangannya, terutama dalam usaha pembenihan ikan.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan budidaya perikanan saat ini mengalami kendala dalam perkembangannya, terutama dalam usaha pembenihan ikan. Permasalahan yang sering dihadapi adalah tingginya
Lebih terperinciJurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) X (1): ISSN:
134 Short Paper PENGARUH PERBEDAAN AWAL PEMBERIAN ARTEMIA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SINTASAN PADA PEMELIHARAAN LARVA IKAN KLON (Amphiprion ocellaris) THE EFFECT OF INITIAL TIME DIFFERENCE OF ARTEMIA PROVIDE
Lebih terperinciPEMBESARAN CALON INDUK KEPITING BAKAU HASIL PERBENIHAN DENGAN JENIS PAKAN BERBEDA
677 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016 ABSTRAK PEMBESARAN CALON INDUK KEPITING BAKAU HASIL PERBENIHAN DENGAN JENIS PAKAN BERBEDA Herlinah, Gunarto, dan Early Septiningsih Balai Penelitian
Lebih terperinciOPTIMASI PEMBERIAN KOMBINASI FITOPLANKTON DAN RAGI DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN ROTIFERA
OPTIMASI PEMBERIAN KOMBINASI FITOPLANKTON DAN RAGI DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN ROTIFERA (Brachionus sp) Andi Khaeriyah Program Studi Budidaya Perairan Universitas Muhammadiyah Makassar
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Sintasan Sintasan pada penelitian ini dibagi dalam dua tahap, yakni setelah 30 hari perlakuan sinbiotik dan setelah uji tantang dengan IMNV selama 12 hari. Nilai
Lebih terperinciLAJU PEMANGSAAN LARVA KEPITING BAKAU (Scylla serrata) TERHADAP PAKAN ALAMI ROTIFERA (Brachionus sp.)
139 Laju pemangsaan larva kepiting bakau... (Aan Fibro Widodo) ABSTRAK Pemberian rotifera sebagai pakan alami dalam pembenihan kepiting bakau telah banyak dilakukan. Permasalahan penting yang perlu diketahui
Lebih terperinciJ. Sains & Teknologi, April 2015, Vol.15 No.1 : ISSN
J. Sains & Teknologi, April 2015, Vol.15 No.1 : 74 83 ISSN 1411-4674 RESPON PERKEMBANGAN LARVA RAJUNGAN (Portunus pelagicus) PADA PERCEPATAN PERGANTIAN PAKAN ALAMI KE PAKAN BUATAN PREDIGEST Development
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. budidaya karena memiliki nilai ekonomis tinggi ( high economic value) serta
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang merupakan salah satu komoditas utama dalam industri perikanan budidaya karena memiliki nilai ekonomis tinggi ( high economic value) serta permintaan pasar tinggi
Lebih terperinciWELLEM HENRIK MUSKITA
PENGARUH WAKTU PEMBERIAN PAKAN BUATAN TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP LARVA RAJUNGAN (Portunus pelagicus): HUBUNGANNYA DENGAN PERKEMBANGAN AKTIVITAS ENZIM PENCERNAAN WELLEM HENRIK MUSKITA SEKOLAH PASCASARJANA
Lebih terperinciTingkat Kelangsungan Hidup
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme
Lebih terperinciPengujian Apilkasi Probiotik Pada Penggelondongan Calon Induk Bandeng Strain Barru Pada Bak Beton
Pengujian Apilkasi Probiotik Pada Penggelondongan Calon Induk Bandeng Strain Barru Pada Bak Beton Sirajuddin, Syamsul Bahri, Akmal, Mohd. Syaichudin Kualitas benih yang rendah menjadi penyebab lambatnya
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian
III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Mei Juni 2014, di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung. 3.2 Alat dan Bahan Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini kegiatan budidaya perikanan semakin berkembang dari tahun ke tahun. Tentunya hal ini ditunjang dengan menerapkan sistem budidaya ikan yang baik pada berbagai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Budidaya udang merupakan salah satu industri skala besar dengan tingkat
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budidaya udang merupakan salah satu industri skala besar dengan tingkat produksi sekitar 30% dari total suplai udang dunia. Tingginya produksi tersebut adalah sebagai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pakan utama bagi larva ikan yaitu pakan alami. Pakan alami, seperti
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usaha budidaya perikanan sangat dipengaruhi oleh kualitas benih dan pakan. Pakan utama bagi larva ikan yaitu pakan alami. Pakan alami, seperti plankton. Plankton sangat
Lebih terperinciPEMACUAN PERGANTIAN KULIT KEPITING BAKAU (Scylla serrata) MELALUI MANIPULASI LINGKUNGAN UNTUK MENGHASILKAN KEPITING LUNAK
179 Pemacuan pergantian kulit kepiting bakai... (Nur Ansari Rangka) PEMACUAN PERGANTIAN KULIT KEPITING BAKAU (Scylla serrata) MELALUI MANIPULASI LINGKUNGAN UNTUK MENGHASILKAN KEPITING LUNAK Nur Ansari
Lebih terperinciDeskripsi. METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus)
1 Deskripsi METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus) Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan produksi massal benih ikan hias mandarin (Synchiropus splendidus),
Lebih terperinciPENDEDERAN IKAN BERONANG (Siganus guttatus) DENGAN UKURAN TUBUH BENIH YANG BERBEDA
419 Pendederan ikan beronang dengan ukuran tubuh benih... (Samuel Lante) ABSTRAK PENDEDERAN IKAN BERONANG (Siganus guttatus) DENGAN UKURAN TUBUH BENIH YANG BERBEDA Samuel Lante, Noor Bimo Adhiyudanto,
Lebih terperinciPengaruh Penggunaan Pupuk Organik Diamond Interest Grow dengan Dosis Berbeda terhadap Pertumbuhan Populasi Rotifera (Brachionus plicatilis)
Nike: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 3, Nomor 2, Juni 2015 Pengaruh Penggunaan Pupuk Organik Diamond Interest Grow dengan Dosis Berbeda terhadap Pertumbuhan Populasi Rotifera (Brachionus
Lebih terperinciIII. METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zooplankton, Balai Besar
III. METODE KERJA A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zooplankton, Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung, Desa Hanura, Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Pesawaran, Provinsi
Lebih terperinciABSTRAK. Kata kunci: Brachionus plicatilis, Nannochloropsis sp., salinitas, nitrogen, stres lingkungan
e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 1 Oktober 2013 ISSN: 2302-3600 KANDUNGAN PROTEIN TOTAL (CRUDE PROTEIN) Brachionus plicatilis DENGAN PEMBERIAN PAKAN Nannochloropsis sp. PADA
Lebih terperinciTEKNIK PEMELIHARAAN LARVA UNTUK PENINGKATAN MUTU BENIH KERAPU PADA PRODUKSI MASSAL SECARA TERKONTROL
331 Teknik pemeliharaan larva untuk peningkatan mutu benih... (Suko Ismi) TEKNIK PEMELIHARAAN LARVA UNTUK PENINGKATAN MUTU BENIH KERAPU PADA PRODUKSI MASSAL SECARA TERKONTROL ABSTRAK Suko Ismi dan Yasmina
Lebih terperinciBintang Sadinar, Istiyanto Samidjan *, Diana Rachmawati 1) Program Studi Budidaya Perairan, Jurusan Perikanan
84 Pengaruh Perbedaan Dosis Pakan Keong Mas Dan Ikan Rucah Pada Kepiting Bakau.(Scylla paramamosain) Terhadap Pertumbuhan dan Kelulushidupan Dengan Sistem Battery di Tambak Tugu, Semarang The Effect of
Lebih terperinciADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Tujuan Tujuan dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini adalah mengetahui teknik kultur Chaetoceros sp. dan Skeletonema sp. skala laboratorium dan skala massal serta mengetahui permasalahan yang
Lebih terperinciAPLIKASI PENGGUNAAN BERBAGAI MACAM MIKROALGA POWDER UNTUK PAKAN JUVENIL IKAN BANDENG (Chanos chanos fork)
Samakia: Jurnal Ilmu Perikanan Volume 4, No. 2, Agustus 2013 ISSN : 2086-3861 APLIKASI PENGGUNAAN BERBAGAI MACAM MIKROALGA POWDER UNTUK PAKAN JUVENIL IKAN BANDENG (Chanos chanos fork) APPLICATION USE DIFFERENT
Lebih terperinciAplikasi pemberian taurin pada rotifer untuk pakan larva ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis
Jurnal Iktiologi Indonesia, 12(1):73-82 Aplikasi pemberian taurin pada rotifer untuk pakan larva ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis [The application of rotifers enriched with taurine for larvae of
Lebih terperinciJl. Prof. Dr. Soemantri Brodjonegoro No. 1 Bandar Lampung Surel: ABSTRACT
PENGARUH PEMBERIAN NAUPLII Artemia sp. YANG DIPERKAYA SUSU BUBUK TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN LARVA UDANG VANNAMEI ( Litopenaeus vannamei) Marta Purnama Sari 1), Wardiyanto 2) dan Abdullah
Lebih terperinciProduksi benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas benih sebar
Standar Nasional Indonesia SNI 7311:2009 Produksi benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas benih sebar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional SNI 7311:2009 Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii
Lebih terperinciPEMBESARAN KEPITING BAKAU (Scylla serrata) DI TAMBAK DENGAN PEMBERIAN PAKAN BERBEDA
169 Pembesaran kepiting bakau di tambak... (Herlinah) PEMBESARAN KEPITING BAKAU (Scylla serrata) DI TAMBAK DENGAN PEMBERIAN PAKAN BERBEDA Herlinah, Sulaeman, dan Andi Tenriulo ABSTRAK Balai Riset Perikanan
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2012 di Balai. Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura -Lampung
24 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2012 di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura -Lampung dan Uji Proksimat dilaksanakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dijumpai hampir di seluruh perairan pantai. Kepiting
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dijumpai hampir di seluruh perairan pantai. Kepiting hidup di daerah muara sungai dan rawa pasang surut yang banyak ditumbuhi vegetasi
Lebih terperinciADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga II TINJAUAN PUSTAKA. Genus Scylla mempunyai tiga spesies lain yaitu Scylla serata, S. oseanica dan S.
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Kepiting Bakau Klasifikasi Scylla paramamosain menurut King (1995) dan Keenan (1999) dalam Pavasovic (2004) adalah sebagai berikut : Filum : Arthropoda Subfilum: Crustacea
Lebih terperinciPENGARUH PEMBERIAN ROTIFER
PENGARUH PEMBERIAN ROTIFER (Brachionus rotundiformis) DAN Artemia YANG DIPERKAYA DENGAN DHA 70G TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN INTERMOLT PERIOD LARVA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) DODI HERMAWAN
Lebih terperinciKAJIAN POPULASI KEPITING BAKAU, Scylla spp. DI HUTAN BAKAU HASIL REHABILITASI DI INSTALASI TAMBAK PERCOBAAN MARANA, MAROS
219 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2013 KAJIAN POPULASI KEPITING BAKAU, Scylla spp. DI HUTAN BAKAU HASIL REHABILITASI DI INSTALASI TAMBAK PERCOBAAN MARANA, MAROS ABSTRAK Erfan Andi Hendrajat
Lebih terperinciKONDISI KUALITAS AIR PADA PEMELIHARAAN KEPITING BAKAU (Scylla paramamosain) SECARA RESIRKULASI DENGAN KEPADATAN YANG BERBEDA
781 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015 KONDISI KUALITAS AIR PADA PEMELIHARAAN KEPITING BAKAU (Scylla paramamosain) SECARA RESIRKULASI DENGAN KEPADATAN YANG BERBEDA ABSTRAK Muhammad Nur Syafaat,
Lebih terperinciBenih udang windu Penaeus monodon (Fabricius, 1798) kelas benih sebar
Standar Nasional Indonesia Benih udang windu Penaeus monodon (Fabricius, 1798) kelas benih sebar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan
Lebih terperinciPOLA PEMANGSAAN DAN PERTUMBUHAN LARVA IKAN KUWE (Gnathanodon speciosus) BERDASARKAN JENIS PAKAN AWAL YANG DIBERIKAN
633 Pola pemangsaan dan pertumbuhan larva ikan kuwe... (Afifah) POLA PEMANGSAAN DAN PERTUMBUHAN LARVA IKAN KUWE (Gnathanodon speciosus) BERDASARKAN JENIS PAKAN AWAL YANG DIBERIKAN Afifah *), Titiek Aslianti
Lebih terperinciIma Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)
PROSES DAN INFRASTRUKTUR HATCHERY UDANG AIR PAYAU (Windu, Vannamei dan Rostris) Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) Udang vannamei (Litopenaeus vannamei) adalah jenis udang yang pada awal kemunculannya
Lebih terperinciPEMANFAATAN PUPUK CAIR TNF UNTUK BUDIDAYA Nannochloropsis sp ABSTRAK
ejurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 1 Oktober 013 ISSN: 303600 PEMANFAATAN PUPUK CAIR TNF UNTUK BUDIDAYA Nannochloropsis sp Leonardo Bambang Diwi Dayanto *, Rara Diantari dan
Lebih terperinciFattening of Soft Shell Crab With Different Food
Fattening of Soft Shell Crab With Different Food By Elvita Sari 1 ), Rusliadi 2 ), Usman M.Tang 2 ) Laboratory Aquaculture of Technology Fisheries and Marine Science Faculty Riau University Email : elvitasurbakti@yahoo.co.id
Lebih terperinciANALISIS UJI TANTANG BENUR WINDU (Penaeus monodon Fabricius) YANG TELAH DIBERI PERLAKUAN PROBIOTIK DAN ANTIBIOTIK DENGAN DOSIS BERBEDA
Jurnal Galung Tropika, September, hlmn. 7-1 ANALISIS UJI TANTANG BENUR WINDU (Penaeus monodon Fabricius) YANG TELAH DIBERI PERLAKUAN PROBIOTIK DAN ANTIBIOTIK DENGAN DOSIS BERBEDA ANALYSIS CHALLENGE TEST
Lebih terperinciPRODUKSI MASAL LARVA IKAN KERAPU PASIR (Epinephelus Corallicola) DENGAN UKURAN BAK BERBEDA
PRODUKSI MASAL LARVA IKAN KERAPU PASIR (Epinephelus Corallicola) DENGAN UKURAN BAK BERBEDA Irwan Setyadi Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol PO. Box. 140 Singaraja-Bali, E-mail : i.setyadi@yahoo.com
Lebih terperinciKANDUNGAN LEMAK TOTAL Nannochloropsis sp. PADA FOTOPERIODE YANG BERBEDA ABSTRAK
e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume I No 2 Februari 2013 ISSN: 2302-3600 KANDUNGAN LEMAK TOTAL Nannochloropsis sp. PADA FOTOPERIODE YANG BERBEDA Meytia Eka Safitri *, Rara Diantari,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. air tawar, payau, dan perikanan laut, dapat dilihat dari semakin banyaknya
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha budidaya perikanan saat ini berkembang pesat, baik pada perikanan air tawar, payau, dan perikanan laut, dapat dilihat dari semakin banyaknya masyarakat yang melakukan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup
Lebih terperinciBAB III BAHAN DAN METODE
BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April 2013 sampai Mei 2013 dilaksanakan di Hatchery Ciparanje, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi.
III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi. 3.2 Alat dan bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam
Lebih terperinciPENGARUH PEMBERIAN ZAT PENGATUR TUMBUH PADA MEDIA KULTUR PHM TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN Chlorella sp. M. W. Lewaru * ABSTRACT
Pemberian Jurnal Akuakultur zat pengatur Indonesia, tumbuh 6(1): kepada 37 42 Chlorella (2007) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai 37 http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id PENGARUH
Lebih terperinciPENTOKOLAN UDANG WINDU (Penaeus monodon) SISTEM HAPA DENGAN UKURAN PAKAN BERBEDA
41 Pentokolan udang windu siste hapa... (Erfan Andi Hendrajat) PENTOKOLAN UDANG WINDU (Penaeus monodon) SISTEM HAPA DENGAN UKURAN PAKAN BERBEDA ABSTRAK Erfan Andi Hendrajat dan Brata Pantjara Balai Penelitian
Lebih terperinciPRODUKSI BENIH UDANG VANAME (LITOPENAEUS VANNAMEI) KELAS BENIH SEBAR
PRODUKSI BENIH UDANG VANAME (LITOPENAEUS VANNAMEI) KELAS BENIH SEBAR Standar Nasional Indonesia Produksi benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas benih sebar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional
Lebih terperinciEVALUASI PENGGUNAAN PAKAN DENGAN KADAR PROTEIN BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN BENIH IKAN NILEM (Osteochilus hasseltii)
697 Evaluasi penggunaan pakan dengan kadar protein berbeda... (Reza Samsudin) EVALUASI PENGGUNAAN PAKAN DENGAN KADAR PROTEIN BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN BENIH IKAN NILEM (Osteochilus hasseltii) ABSTRAK
Lebih terperinciPENGARUH SALINITAS DAN NITROGEN TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN TOTAL Nannochloropsis sp. ABSTRAK
e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 2 Februari 2014 ISSN: 2302-3600 PENGARUH SALINITAS DAN NITROGEN TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN TOTAL Nannochloropsis sp. Nindri Yarti *, Moh.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budidaya ikan dapat dijadikan alternatif usaha yang dapat memberikan keuntungan dan memiliki prospek jangka panjang yang baik. Hal ini dikarenakan atas permintaan produk
Lebih terperinciPERTUMBUHAN Diaphanasoma sp. YANG DIBERI PAKAN Nannochloropsis sp. Sri Susilowati 12 ABSTRAK
e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 2 Februari 2014 ISSN: 2302-3600 PERTUMBUHAN Diaphanasoma sp. YANG DIBERI PAKAN Nannochloropsis sp. Sri Susilowati 12 ABSTRAK Pakan alami yang
Lebih terperinciRESPONS PAKAN BUATAN PADA PEMELIHARAAN L ARVA IKAN COBIA (Rachycentron canadum)
721 Respons pakan buatan pada pemeliharaan larva... (Agus Priyono) ABSTRAK RESPONS PAKAN BUATAN PADA PEMELIHARAAN L ARVA IKAN COBIA (Rachycentron canadum) Agus Priyono, Titiek Aslianti, dan Siti Zuhriyyah
Lebih terperinciProduksi Masal Larva Ikan Kerapu Pasir (Epinephelus Corallicola) dengan Ukuran Bak Berbeda
Produksi Masal Larva Ikan Kerapu Pasir (Epinephelus Corallicola) dengan Ukuran Bak Berbeda Irwan Setyadi Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol PO. Box. 140 Singaraja-Bali, E-mail : i.setyadi@yahoo.com
Lebih terperinciPENGGUNAAN JENIS PAKAN BERBEDA PADA KULTUR ROTIFER (Brachionus rotundiformis)
817 Penggunaan jenis pakan berbeda pada kultur... (Made Suastika) ABSTRAK PENGGUNAAN JENIS PAKAN BERBEDA PADA KULTUR ROTIFER (Brachionus rotundiformis) Made Suastika dan Gede S. Sumiarsa Balai Besar Riset
Lebih terperinciPENENTUAN PEMBERIAN PAKAN DAN UKURAN BENIH SAAT TEBAR PADA PEMBESARAN KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus) DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)
739 Penentuan pemberian pakan dan ukuran benih... (Ketut Suwirya) PENENTUAN PEMBERIAN PAKAN DAN UKURAN BENIH SAAT TEBAR PADA PEMBESARAN KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus) DI KERAMBA JARING APUNG
Lebih terperinciPENGANGKUTAN KRABLET KEPITING BAKAU (Scylla paramammosain) SISTEM KERING
1297 Pengangkutan krablet kepiting bakau sistem kering (Muhamad Yamin) PENGANGKUTAN KRABLET KEPITING BAKAU (Scylla paramammosain) SISTEM KERING ABSTRAK Muhamad Yamin *) dan Sulaeman **) *) Balai Riset
Lebih terperinciTOLERANSI KADAR GARAM JENIS KEPITING BAKAU DI TAMBAK
1117 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2013 ABSTRAK TOLERANSI KADAR GARAM JENIS KEPITING BAKAU DI TAMBAK Burhanuddin Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka
Lebih terperinciPERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP Artemia sp. DENGAN PEMBERIAN PAKAN ALAMI YANG BERBEDA
PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP Artemia sp. DENGAN PEMBERIAN PAKAN ALAMI YANG BERBEDA Sukariani 1*), Muhammad Junaidi 1), Bagus Dwi Hari S 1). 1) Program Studi Budidaya Perairan, Universitas Mataram
Lebih terperinciSuhu dan Salinitas yang Baik bagi Kelulushidupan Larva Zoea Kepiting Bakau Scylla spp. Lokal pada Sistem Pemeliharaan Terkontrol
Suhu dan Salinitas yang Baik bagi Kelulushidupan Larva Zoea Kepiting Bakau Scylla spp. Lokal pada Sistem Pemeliharaan Terkontrol E. Jamal, B. J. Pattiasina, A. Y. Pattinasarany, C. Soamolle dan E. Tomu
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama
7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Nannochloropsis sp. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama hidupnya tetap dalam bentuk plankton dan merupakan makanan langsung bagi
Lebih terperinciJurnal LPPM Bidang Sains dan Teknologi Volume 2 Nomor 2 Oktober 2015
KUALITAS AIR DAN PERTUMBUHAN POPULASI ROTIFER Brachionus rotundiformis STRAIN TUMPAAN PADA PAKAN BERBEDA ERLY Y. KALIGIS Erly Y. Kaligis Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNSRAT, Manado (E-mail: erly_kaligis@yahoo.co.id)
Lebih terperinciPENGARUH ROTIFERA YANG DIPERKAYA DENGAN BEBERAPA JENIS SUMBER LEMAK TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP LARVA UDANG VANNAMEI Litopenaeus vannamei
PENGARUH ROTIFERA YANG DIPERKAYA DENGAN BEBERAPA JENIS SUMBER LEMAK TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP LARVA UDANG VANNAMEI Litopenaeus vannamei Oleh : Wahyudin C14101001 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Rajungan
TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Rajungan Pertumbuhan merupakan hasil metabolisme zat dalam tubuh organisme hidup. Wickins (1982) mengemukakan bahwa pertumbuhan pada udang merupakan pertambahan protoplasma
Lebih terperinciBAB 3 BAHAN DAN METODE
BAB 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April Mei 2007 di Laboratorium Ekologi Hewan Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Untuk mendukung usaha tersebut dibutuhkan Balai Benih Ikan. ikan. Ketika usaha pemeliharaan atau pembesaran berkembang dibutuhkan bibit
PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha budidaya perikanan di Indonesia sudah tumbuh dan berkembang. Untuk mendukung usaha tersebut dibutuhkan Balai Benih Ikan. Upaya pengembangan budidaya itu diawali dengan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil pengamatan kelangsungan hidup larva ikan Nilem selama 15 hari dengan pemberian Artemia yang diperkaya dengan susu bubuk afkir 0,3 g/l, 0,5 g/l,
Lebih terperinciPeningkatan kelangsungan hidup dan perkembangan larva udang putih melalui pengayaan rotifera dengan taurin
Jurnal Akuakultur Indonesia 10 (2), 131 136 (2011) Peningkatan kelangsungan hidup dan perkembangan larva udang putih melalui pengayaan rotifera dengan taurin Improvement of survival and development of
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat.
III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2013, di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat. B. Alat dan Bahan (1)
Lebih terperinciTHE COMBINED EFFECT OF DIFFERENT FEED ON THE GROWTH AND SURVIVAL OF LEAF FISH LARVAE (Pristolepis grooti)
THE COMBINED EFFECT OF DIFFERENT FEED ON THE GROWTH AND SURVIVAL OF LEAF FISH LARVAE (Pristolepis grooti) By Sri Hartatik 1), Hamdan Alawi 2) and Nuraini 2) Hatchery and Breeding Fish Laboratory Department
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Januari di Balai Besar Pengembangan Budidaya
III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Januari di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura Lampung dan uji proksimat di Politeknik Lampung 2012. B. Materi
Lebih terperinciPengaruh Penggunaan Madu Untuk Pengkayaan Pakan Terhadap Laju Pertumbuhan Rotifera (Brachionus plicatilis)
Pengaruh Penggunaan Madu Untuk Pengkayaan Pakan Terhadap Laju Pertumbuhan Rotifera (Brachionus plicatilis) Effect of Several Natural Feeds Enhenced with Honey on The Growth Rate of Rotifer (Brachionus
Lebih terperinciSUBSTITUSI TEPUNG BUNGKIL KEDELAI DENGAN TEPUNG BUNGKIL KOPRA DALAM PAKAN IKAN BERONANG, Siganus guttatus
737 Substitusi tepung bungkil kedelai... (Neltje Nobertine Palinggi) SUBSTITUSI TEPUNG BUNGKIL KEDELAI DENGAN TEPUNG BUNGKIL KOPRA DALAM PAKAN IKAN BERONANG, Siganus guttatus ABSTRAK Neltje Nobertine Palinggi
Lebih terperinciVIABILITAS ROTIFER Brachionus rotundiformis STRAIN MERAS PADA SUHU DAN SALINITAS BERBEDA
VIABILITAS ROTIFER Brachionus rotundiformis STRAIN MERAS PADA SUHU DAN SALINITAS BERBEDA Erly Y. Kaligis Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unsrat Manado 95115 E-mail: erly_kaligis@yahoo.co.id ABSTRAK
Lebih terperinci